I)
Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga?
Ada pepatah
yang mengatakan: ‘Ada banyak jalan menuju ke Roma’. Pepatah ini mungkin benar
untuk banyak hal. Dan saya percaya bahwa pepatah ini berlaku untuk neraka. Memang,
ada banyak jalan menuju ke neraka (Yakinkah saudara bahwa saudara tidak sedang
berada pada jalan ke neraka ini?). Tetapi betul-betul menyedihkan kalau ada
orang yang mengaku sebagai orang kristen, apalagi hamba Tuhan, yang menerapkan
pepatah ini untuk surga.
Ada
bermacam-macam perwujudan dari kepercayaan sesat ini:
1) Ada yang menyatakannya secara
terang-terangan.
Perlu diketahui
bahwa pada jaman ini sudah ada pendeta-pendeta yang berani secara
terang-terangan menunjukkan pandangan sesat ini, bahkan tidak jarang ia
menunjukkannya dengan disertai serangan atau bahkan ejekan terhadap orang yang
mempercayai / mengajarkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Contoh:
a) Pdt. Robert Setio, Ph. D.
dari GKI menuliskan dalam warta tertulis sebuah renungan yang saya kutip di
bawah ini:
“‘Apa
yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak
ada sesuatu yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).
Suara
itu semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan
peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi
yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa
yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka
meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama
kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama:
‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’.
Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu
menahu bilang: ‘Kayak kampanye pemilu, ya?!’
Tapi,
yang berteriak-teriak datang membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau
kampanye, kami hanya menyatakan kebenaran, itu saja, dan supaya saudara
ketahui, kebenaran itu adalah agama kami maka siapa saja yang ndak mau ikut
agama kami pasti tidak dapat dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara
tahu, Allah sebenarnya telah memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini
istimewa lho. Sedang bagi yang lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang
samar-samar, tidak jelas dan tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah
diberikan pada kami’. Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh
bak seorang prajurit kamikase (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi
Kaisar), tentu saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke
agama mereka.
Namun
benarkah agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama
lain itu tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu
demikian, sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di
bawah matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’.
Semuanya sama saja. Apa yang kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia,
sama saja dengan apa yang orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap
orang memiliki pergumulan dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata
orang Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh
matahari yang sama, bulan dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan,
sama-sama mati. Mengapa kita harus membedakan diri kita dengan yang lainnya?
Keselamatan yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi
orang lain, meskipun mereka berbeda agama?”.
b) Pdt. Dr. Budyanto, Pendeta GKJW
yang kini menjabat Dekan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta
menulis dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu
artikel yang berjudul ‘Pemikiran ulang Amanah Agung Yesus Kristus (Mat
28:19-20)’. Bunyinya adalah sebagai berikut:
“Amanat
Agung Yesus Kristus ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan
Injil, dalam arti sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi
menjadikan orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai
dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar
Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah
yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat
pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan
membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini. Karena
itu dua ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang.
Pertama,
Matius 28:19-20: ‘Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan
baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.’ Kata
‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami sebagai tanda bahwa seseorang menjadi
orang Kristen atau menjadi anggota gereja tertentu. Padahal baptis dalam
Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi dihubungkan dengan kematian dan
kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang dipersekutukan dengan kematian
dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12), sebagai simbol pembebasan dari
dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya kerajaan Allah dalam diri
Kristus, yang mendatangkan syalom.
Itulah sebabnya perkataan ini dihubungkan dengan menjadi murid Kristus. Adapun
menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan
oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’.
Karena itu penulis setuju dengan pendapat
Moltmann yang mengatakan, misi Kristen itu tidak lagi dipahami sebagai
membaptiskan dan mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja
serta mendirikan gereja dimana-mana. Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih
penting adalah misi yang kualitatif, yaitu menulari manusia apa pun agamanya,
dengan roh pengharapan, kasih dan tanggung jawab kepada dunia dengan segala
macam persoalannya. Agama harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi
masalah manusia saat ini yaitu: kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas
lain, imperialisme ideologi, perang atom dan perusakan terhadap lingkungan
hidup dan sebagainya.
Kedua, Yohanes 14:6: Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak
seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ Ayat inilah
yang sering dipakai oleh kelompok Kristen eksklusif sebagai dasar pemutlakan
Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen, bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa
kalau tidak lewat Yesus Kristus atau bahkan kalau tidak lewat gereja. Sedangkan
kelompok pluralis cenderung melupakan dan tidak menyinggung-nyinggung ayat ini,
karena ayat ini sukar dipahami dalam konteks pluralisme agama-agama. Secara
eksklusif Willaim Barclay menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar tentang
jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar Dia
manusia akan tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran, tetapi
hanya Yesuslah yang dapat mengatakan ‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain
mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan
kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada
Tuhan.
Tafsiran Barclay ini bertolak belakang
dengan hakikat gereja sebagai umat Allah, yang sejajar dengan umat-umat lain
dan bertolak belakang dengan semangat pluralisme agama-agama. Mungkin lebih
cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa dalam agama Kristen, Yesus
Kristus memang Juru Selamat namun orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa
juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi
jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di
luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju keselamatan.
Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara hurufiah artinya
berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang
berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehar-hari. Istilah ini
diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian
haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan
keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus mereka
jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan’. Dalam agama Islam konsep
jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘...
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon
pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang
telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...’
Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan
menuju mokhsa, menuju kelepasan dari
kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam
agama Budha dikenal Dhama pada, jalan
kebenaran menuju nirwana.
Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini
dengan Kristus yang adalah jalan? Pemahaman ini bisa ditarik ke paradigma
inklusif, artinya ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau, ditarik ke paradigma pluralis indiferen,
artinya banyak jalan, termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan
yaitu Allah. Kalau kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan
semangat pluralisme agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6
Ada banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan
yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus. Kalau memilih alternatif kedua, hal itu
sesuai dengan semangat pluralisme, tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang
sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih
alternatif kedua, berarti menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai
suatu tujuan. Padahal menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara)
untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. Dalam teks
dikatakan ‘Aku adalah ... (tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang
sejajar) jalan, kebenaran dan hidup’. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan
menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan jalan hidup.
Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen
ada jalan (minhaj, marga, dhama pada),
ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa semua jalan
itu sama saja, sehingga semua agama sama saja. Juga tidak berarti bahwa jalan
Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa.
Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku’ harus ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah: ketika
itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya, Ia pergi untuk menyediakan
tempat bagi murid-murid-Nya, kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya
di mana Yesus berada, murid-murid juga berada di sana (Yohanes 14:3). Kemudian
Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu
ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan
perkataan itu Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu
dengan cara dan kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak
seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Yang dimaksud Tuhan
Yesus dengan perkataan itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu
dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Kalau toh
ia bisa datang di tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3
yang berkata: ‘Aku akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau
Thomas bisa datang di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah
Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus Kristus.
Jadi persoalannya bukan di luar Kristus
tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana
Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan
jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak
ada jalan, di sana juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan
di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan
orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat orang Kristen menjadi
eksklusif, atau menyamakan saja semua agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa
hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga
tidak harus mengatakan di sana, dalam agama-agama lain, sama sekali hanya ada
kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak rela orang menganggap dalam
kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan, mengapa hal yang sama kita
tujukan kepada orang lain.
Apakah pandangan ini tidak memperlemah
semangat pekabaran Injil? Tidak, hanya harus ada orientasi baru tentang
Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus
sendiri: ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab
Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada
orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan
dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang
tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’ (Luk.
4:18,19).
Memberitakan Injil tidak lagi dipahami
sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah jumlah orang-orang yang
diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan pekabaran Injil, tetapi
sebagai akibat atau buah pekebaran Injil: ‘Mereka
disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang
diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera
kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di
tempat lain.
Apakah pemahaman pekabaran Injil ini tidak
sama saja dengan pemahaman sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama
mengesampingkan sikap toleransi yang karenanya dapat menimpulkan kecurigaan
bahkan konflik sosial. Sering kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat
emosional. Sedangkan pola pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa,
toleran dan bahkan mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama
antar agama. Kalau akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka
tidak bersifat emosional, tetapi dengan kesadaran penuh.”.
c) Dalam majalah ‘PENUNTUN’ yang
diterbitkan oleh GKI, vol 2, No 6, Januari - Maret 1996, bagian ‘Kata
Pengantar’ (hal v) ada kata-kata sebagai berikut:
“Banyak
orang sering semberono menilai dengan negatif agama-agama lain yang mereka
sendiri tidak hayati. Hal paling minimal yang diperlukan dalam rangka mengenal
orang-orang yang beragama lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci
agama-agama lain, belum mereka lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang
dihayati penganut agama lain itu sendiri. Sikap seperti itu, tidak terkecuali,
banyak ditemukan di dalam diri orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi
maupun yang tidak. Orang juga sering memakai petobat-petobat baru untuk
membuktikan betapa agama-agama semula yang sudah ditinggalkan petobat-petobat
baru itu adalah agama-agama yang kurang sempurna, yang di dalamnya tidak
terdapat kebenaran, atau, dalam ungkapan yang sangat menusuk perasaan, berisi
ajaran-ajaran sesat dari kuasa-kuasa kegelapan. Tindakan jahat yang tidak
penuh kasih semacam ini juga banyak ditemukan di antara orang-orang Kristen.
... Pemahaman dan pendekatan yang simpatetik terhadap pelbagai pandangan
keselamatan, khususnya yang terdapat di dalam agama-agama lain, diharapkan
akan sedikit banyak mempengaruhi dengan positif sikap dan pandangan orang
Kristen terhadap agama-agama lain dan para penganutnya. ... Tulisan Ioanes
Rakhmat berupaya menunjukkan bahwa pandangan yang sudah sangat berakar di dalam
diri orang-orang Kristen bahwa di dalam agama-agama lain tidak ditemukan
karunia keselamatan dari Allah, adalah pandangan yang sangat subyektif dan
keliru”.
d) Dari majalah ‘Penuntun’
terbitan GKI Jabar (Vol. 2. No. 6, Januari - Maret 1996), ada sebuah
artikel yang ditulis oleh Pdt. Eka Darma-putera, Ph. D. yang berjudul
‘Boleh diperbandingkan, jangan diper-tandingkan’. Dan dalam artikel itu ada
kata-kata sebagai berikut:
“Sebuah
dongeng Hindu. Ada seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang
puteranya, semua serba gagah, tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang
kian uzur, sri baginda ingin mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya
sebelum ajal tiba. Demikianlah ia memutuskan untuk membagi semua harta di
kerajaannya menjadi tiga. Semua, tanpa boleh ada yang tersisa atau terlupa.
Masing-masing puteranya harus menerima persis sepertiga. Tak ada yang lebih
atau kurang. Supaya jangan ada yang bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini
segera dilaksanakan tanpa masalah. Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa
ternyata masih ada satu yang tersisa. Yaitu cincin yang selama ini melingkar di
jari manisnya. Bagaimana membaginya? Namun bukan sri baginda namanya bila tidak
menemukan jalan keluar juga pada akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia,
pada suatu hari, dipanggilnya pandai mas yang paling ahli di seluruh
kerajaannya. Pandai mas itu dititahkannya membuat dua buah cincin lagi.
Syaratnya: sama persis dalam segala hal dengan cincin yang semula. Ringkas
cerita, persoalan teratasi. Namun sementara. Sebab akhirnya, lama setelah
baginda wafat, tiga pangeran itu toh mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga
cincin yang ada itu ‘asli’. Mereka segera bertengkar hebat sekali,
masing-masing mengklaim bahwa cincin yang lain adalah ‘tiruan’, dan cuma
cincinnya sendiri yang ‘asli’. Pertengkaran itu pasti akan berkelanjutan, bila
mereka tidak segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu pasti membuat
hati mendiang ayah mereka terluka dan amat berduka. Terlebih lagi, alangkah
bodohnya yang mereka lakukan itu! Bertengkar menguras enerji dan emosi untuk
hal yang tak dapat mereka buktikan! Akhirnya kembali ke akal sehat mereka.
Mereka masing-masing bertekad merawat cincin mereka masing-masing. Tanpa
mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan, mana yang ‘asli’ dan mana yang
‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda tercinta saja yang mengetahuinya.
Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong kita memasuki pembicaraan yang
akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi Penuntun meminta saya menunjukkan mana di antara ketiga ‘cincin’
itu yang ‘asli’. Melalui dongeng di atas saya telah memberikan pratanda apa
yang bakal menjadi jawab saya nanti. Yang pertama-tama ingin saya katakan
adalah, permintaan itu aneh tetapi wajar. Bahkan, saya yakin, apa yang diminta
itu, adalah pertanyaan sebagian besar pembaca juga. Yaitu, setelah
artikel-artikel mengenai ajaran keselamatan dari pelbagai macam agama /
kepercayaan itu, kita pasti bertanya: manakah yang benar di antara ajaran yang
berbeda-beda itu? Begitu lazimnya pertanyaan itu, sehingga banyak orang tidak
merasa perlu bertanya terlebih dahulu: Tepatkah pertanyaan itu? Dan mungkinkah
menjawab pertanyaan itu? Ternyata cukup banyak juga yang menjawab: ‘Ya!
Pertanyaan itu bukan cuma tepat, tetapi juga perlu!’ Termasuk dalam kelompok
ini, adalah sebagian besar pemimpin serta penganut agama (Anda juga?). Yaitu
ketika dengan keyakinan yang tidak dibuat-buat, mereka berkata, ‘Anda mau tahu
mana yang benar dari antara ajaran yang bermacam-macam itu? Ya agama saya! Apa lagi?!’ Bila Anda mendengar
jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan mendebatnya. Mengapa? Sebab
yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan bertanya: ‘Dari mana dan bagaimana
Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang benar?’. Iya ‘kan?” (hal 170,171).
“Orang-orang
ini (dalam ilmunya) ‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak
‘mempertandingkan’nya. Mereka tidak berminat untuk mencari mana yang lebih
benar dan lebih unggul. Dan semua itu dilakukan dengan seilmiah serta
seobyektif mungkin. Sebab itu biasanya enak dan mengasyikkan berdiskusi dengan
orang-orang dari kelompok ini! Toleran, terbuka, dan simpatik! Berbeda dengan
kelompok pertama.” (hal 173).
“Dengan
tetap menghormati kekhasan masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan
bahwa semua agama ada pada dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam
bahasa Inggris) ‘they are different in degree, but not in kind’. Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam
hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.” (hal 174).
“Dengan
membuat perbandingan itu, kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah
hati. Di samping itu, manfaat yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak
hanya dibuat lebih mengenal kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan
kita sendiri. Kita hanya dapat membuat perbandingan, apabila kita mengenal
dengan baik dan dengan benar ajaran sendiri maupun ajaran orang lain, bukan?
Sayang sekali, bagi banyak penganut agama polemik dan apologetik masih lebih
digemari ketimbang perbandingan dan dialog. Padahal, dengan polemik dan apologetik,
tanpa sadar kita terdorong untuk melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari
atau menekan-nekankan kelemahan orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan?
Tanpa sadar kita tergiring untuk semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan
untuk belajar dari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan
kesempatan untuk diperkaya oleh orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi
orang lain! Sayang sekali! Tapi itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen tidak
perlu belajar apa-apa dari siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik sekali
kata-kata ini! Tetapi naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah punya
Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan
‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda
benar-benar sudah punya Yesus, Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang
seperti kanak-kanak bukan iman Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!”
(hal 174-175).
e) Dalam suatu camp GKJW saya
pernah mengalami suatu konfrontasi dengan Pdt. Bambang Roesena dari GKJW. Dalam
acara tanya jawab, saya ditanya apakah orang Katolik dan orang yang tidak
pernah mendengar Injil bisa selamat. Saya menjawab bahwa Katolik berbeda secara
dasari dengan Kristen, karena prinsip mereka adalah keselamatan karena iman dan
perbuatan baik. Karena salah secara dasari, maka tentu tidak bisa selamat.
Tentang orang yang tidak pernah mendengar Injil, saya juga katakan tidak
selamat, berdasarkan Ro 2:12 dan Ro 10:13-15a.
Pdt. Bambang
Roesena lalu menanggapi bahwa kita tidak boleh mempunyai theologia batu, tetapi
harus theologia air. Maksudnya kita harus flexible. Dari tanggapannya jelas
terlihat bahwa ia tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
2) Kadang-kadang pandangan / ajaran sesat
semacam ini terselubung di bawah slogan yang benar. Misalnya ada pendeta /
pengkhotbah / orang kristen yang kalau berdoa, mengakhiri doanya dengan
kata-kata ‘dalam nama Yesus Kristus, satu-satunya Juruselamat dunia’.
Tetapi mereka tidak pernah memberitakan Injil / mendorong orang untuk percaya
dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan mereka tidak pernah
mendorong orang untuk memberitakan Injil, dan kalau kepada mereka ditanyakan
apakah orang yang beragama lain itu pasti masuk ke neraka, mereka menjawab
‘tidak’, atau ‘belum tentu’.
Pernyataan-pernyataan
yang bertentangan seperti itu juga ada dalam Gereja Roma Katolik.
Dalam ‘Catechism
of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada pernyataan-pernyataan
sebagai berikut:
·
No 161: “Believing
in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for
obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus
dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk
mendapatkan keselamatan).
·
No 618 (bagian akhir): “Apart
from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven”
(= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke
surga).
Dari 2
pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada
pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan
jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan
demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
¨
No 839b: “The
Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to
God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the
glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to
them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the
Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’”
[= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain,
sudah merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang
Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian
hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga
nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging,
adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak
dapat dibatalkan.’].
¨
No 841: “The
Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes
those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the
Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they
adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’”
(= Hubungan Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga
mencakup mereka yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada
di tempat pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang /
mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja /
menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari
terakhir.’).
¨
No 847b: “Those
who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his
Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by
grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates
of their conscience - those too may achieve eternal salvation”
(= Mereka yang bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal
Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah
dengan hati yang tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba /
mengusahakan dalam tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang
mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa
mencapai keselamatan yang kekal).
3) Juga perlu diingat bahwa kadang-kadang
pendeta / pengkhotbah yang mempunyai pandangan sesat ini bersikap sebagai
seekor bunglon. Dalam kalangan orang Injili, ia menyatakan Yesus sebagai
satu-satunya jalan ke surga, tetapi begitu ia ada dalam kalangan orang yang
segolongan dengan dia, ia menunjukkan warna aslinya dan menyatakan Yesus hanya
sebagai salah satu jalan ke surga.
4) Bisa juga pandangan sesat ini diwujudkan oleh
seorang pendeta / pengkhotbah dengan mengijinkan atau bahkan mendorong jemaat
untuk menyumbang / membantu agama lain.
Waktu saya masih
ada di Komisi Pemuda GKI Sulung, saya pernah konfrontasi dalam acara Pemahaman
Alkitab dengan Ny. Kaligis Sm. Th. karena ia menceritakan tentang seorang
kristen yang menyumbang MTQ sebanyak Rp 500 juta, dan ia mengatakan hal itu
sebagai sesuatu yang baik.
Ada
bermacam-macam alasan yang dikemukakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga, dan orang yang tidak percaya
kepada Yesuspun bisa masuk ke surga.
Alasan-alasan
yang sering dipakai adalah:
1) Kita tidak boleh menghakimi, hanya Allah yang
berhak menghakimi.
2) Kita tidak maha tahu, jadi kita tidak tahu
apakah orang yang tidak percaya kepada Yesus akan masuk ke neraka.
3) Kita tidak boleh menghina orang yang non
kristen / beragama lain. Kita hidup dalam suatu masyarakat yang bersifat
majemuk, bahkan yang mayoritas beragama lain, dan karena itu kita harus
bertoleransi terhadap agama lain. Sedangkan kepercayaan bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga merupakan sikap yang sangat tidak toleran.
4) Mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan
ke surga adalah sikap yang egois, tidak kasih dan mau menangnya sendiri.
5) Orang yang beragama lain banyak yang hidupnya
saleh, masakan semua harus masuk ke neraka?
II)
Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Dasar Kitab
Suci bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga:
1) Ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini secara
jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
·
Yoh 14:6 - “Kata Yesus
kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya
mempunyai 3 kemungkinan:
*
Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah
mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus
mengatakan pernyataan ini.
*
Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah
mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri
sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
*
Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta,
sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan: yang
mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang
pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa
gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur,
atau Tuhannya pendusta!
·
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak
ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
diselamatkan”.
·
1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah
kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup
itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup;
barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.
· 1Tim 2:5 - “Karena Allah itu
esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu
manusia Kristus Yesus”.
Hanya orang
sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan
Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus
sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa
Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam
Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal
itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak
yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima
kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan
sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya
(keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga
kata-kata ‘di
bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa
tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa
tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat
tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan
bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya
(orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus
kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak
mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!
2) Yoh 8:24 dan Wah 21:8 secara
explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus akan mati
dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b -
“Jikalau
kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah
berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam
lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Dalam kontex
Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya
kepada Yesus’!
3) Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali
hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE /
gambaran dari Kristus.
Contoh:
a) Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada
jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada
jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai
meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang
tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh
dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi
jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.
b) Darah pada ambang pintu (Kel
12:3-7,12-13,21-23,25-30 1Kor 5:7).
Pada waktu
Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah
memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu.
Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah
satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya,
1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita
juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak
domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat
itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.
c) Ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam
peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan
ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang
kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang
lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian
yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati.
Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah
mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk
membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular
tembaga!
Selanjutnya
Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.
Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada
saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada
saat ini.
4) Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita
terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16 -
“Barangsiapa
mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia
menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Yoh 5:23 - “supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
Yoh 15:23 -
“Barangsiapa
membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena itu,
orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang
sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya
kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah
orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?
5) Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan
rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya
kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga, yang adalah
milikNya?
6) Semua manusia membutuhkan Penebus, karena
semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik /
ketaatan.
Bahwa semua
manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
Dan bahwa dosa
tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang
berbunyi: “Kamu
tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat,
tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada kebenaran
oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi:
Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu
setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu
banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang
kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada
siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya:
‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar
pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini
saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim
itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat
bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus
dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena itu
sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus
adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia,
maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus
masuk ke neraka selama-lamanya.
7) Kitab Suci menekankan keselamatan karena iman
saja (salvation by faith alone), misalnya dalam ayat sebagai berikut:
·
Ef 2:8-9 - “Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian
Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
· Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa
tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi
hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus,
supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena
melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh
karena melakukan hukum Taurat”.
· Ro 3:24,27-28 - “dan oleh kasih
karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus. ... Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! Karena kami yakin,
bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum
Taurat”.
·
Ro 9:30-32 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita
katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah
memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Tetapi: bahwa Israel,
sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai
kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman,
tetapi karena perbuatan”.
· Fil 3:7-9 - “Tetapi
apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena
Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus
Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah
melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh
Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranKu sendiri karena mentaati
hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus,
yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan”.
·
Text Kitab Suci lain yang bisa ditambahkan: Gal 3:6-11 Kis 15:1-21.
Kalau
orang-orang yang tidak beriman kepada Yesus bisa selamat, maka perlu
dipertanyakan: ‘Mereka selamat berdasarkan apa / karena apa?’. Tidak mungkin
karena iman, karena mereka tidak beriman kepada Kristus. Dan karena
satu-satunya lawan dari ‘iman’ adalah ‘perbuatan’, maka harus disimpulkan bahwa
mereka selamat karena perbuatan baik mereka. Jadi, orang yang mengatakan bahwa
orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus bisa selamat, harus menganut
ajaran sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan oleh perbuatan baik).
8) Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus
dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Untuk menunjukkan
betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami, maka saya mengajak saudara untuk
melihat komentar-komentar dari beberapa penafsir tentang 2 macam penderitaan yang
Yesus alami yaitu pencambukan dan penyaliban.
a) Tentang pencambukan.
William
Hendriksen: “The Roman scourge
consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the
ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of
bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and bent.
Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the
victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh
was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries,
sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from
which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death”
[= cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa
tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau
kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan
terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2
orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari
satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging
yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga
pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi
perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti
itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk.
Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].
William
Barclay: “Roman scourging
was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind
him, and he was tied to a post with his
back bent double and conveniently exposed to the lash. The lash itself was a
long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and
pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the
naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died
under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the
end of it” [= pencambukan Romawi adalah
suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang,
lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga
terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang
panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran
timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan
‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging
mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’. Ada orang yang mati
karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya karenanya, dan sedikit orang
bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].
b) Tentang penyaliban.
Pulpit
Commentary: “Nails were driven
through the hands and feet, and the body was supported partly by these and
partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet,
often seen in picture, was never used” (= Paku-paku
menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku
ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat
duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah
digunakan).
William
Barclay: “When they reached
the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner
was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but
only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood
called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright -
otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross
was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to
die ... Sometimes prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger
and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness”
[= Ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas
tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada
salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong
kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu
ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya.
Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu
dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai
satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada
titik dimana mereka menjadi gila].
Catatan:
Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat
secara longgar, tetapi tidak di paku. Ini ia dasarkan pada:
·
tradisi.
·
Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut
tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya
berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya.
Alasan saya:
¨
penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa
tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya penulis
dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang pemakuan kaki ini
caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan
kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.
¨
Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang
salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata
pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan
kakiku’.
¨
Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan
tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Selanjutnya
Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:
“The criminal was fastened to his
cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of
hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture
of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding
wounds” [= Kriminil itu dilekatkan /
dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena
pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan,
bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat
yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah].
Barclay lalu
mengatakan: “It is not a pretty
picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us”
(= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh
Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).
Mengingat
hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus
bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:
1. Tindakan Bapa merelakan
AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan
satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat
kejam.
Illustrasi:
Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya
merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya.
Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil.
Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum
suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal
itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib.
Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak
akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang
tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan
AnakNya mengalami penderitaan itu.
2. Tindakan Yesus untuk mati di
salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan
konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “...
sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Illustrasi:
Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan
bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak
saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak
saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak
ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin
sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi
anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain,
dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin
bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian juga
dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk
selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan
bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan
pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan
kasih yang luar biasa.
9) Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa
murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa:
a) Yesus memang adalah satu-satunya
jalan ke surga.
Kalau memang
Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk
memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?
b) Orang yang tidak pernah
mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak
pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan
untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan
menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak
pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung
oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:
· Ro 2:12a - “Sebab semua orang
yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam
jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah
mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum
Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak
pernah mendengar Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’!
· Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka
dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka
dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana
mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text
ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat,
tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya
kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh
mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau
tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi,
kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa
mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa
berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.
Dengan
demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar
tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari
pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.
·
Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang
jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau
tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang
jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya,
tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Sesuatu hal lain
yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini,
mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun
(agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil,
mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).
Dari 9 point
ini jelaslah bahwa pandangan yang mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga bukanlah fanatisme yang picik, tetapi memang merupakan doktrin /
kebenaran yang nyata sekali di ajarkan dalam Kitab Suci! Menolak kebenaran ini
sama dengan menolak Kitab Suci / Firman Tuhan! Mengejek orang kristen yang
mempercayai kebenaran ini sama dengan mengejek Kitab Suci / Firman Tuhan!
III)
Konsekwensi dari doktrin / ajaran ini.
1) Kita sendiri harus percaya dan menerima Yesus
sebagai Juruselamat dan Tuhan, karena tanpa itu kita menolak jalan satu-satunya
ke sorga, sehingga kita tidak mungkin bisa selamat.
2) Kita harus mengusahakan supaya orang lain
bisa mendengar tentang Yesus dan mau percaya kepada Yesus, dengan cara
memberitakan Injil kepada mereka, berdoa supaya mereka bisa dan mau percaya
kepada Yesus, dan melakukan segala usaha yang bisa kita lakukan untuk
mempertobatkan orang yang belum percaya kepada Yesus.
Kita juga harus
memberitakan Injil khususnya kepada keluarga kita supaya mereka mau percaya
kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebagai orang tua kristen, kita
harus berusaha mengarahkan anak-anak kita kepada Yesus. Ada orang tua kristen
yang merasa bangga dengan sikap mereka yang tidak memaksakan agama mereka
kepada anak-anaknya, dan membiarkan anak-anaknya memilih sendiri agama mereka.
Saya berpendapat bahwa hanya ada 2 kemungkinan tentang orang tua kristen yang
membiarkan anaknya tumbuh bebas dan memilih agamanya sendiri. Atau ia adalah
orang kristen KTP yang tidak percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga,
atau ia adalah orang tua yang tidak mengasihi anaknya sehingga tidak peduli
kalau anaknya masuk ke neraka karena tidak punya Juruselamat. Pada umumnya
kemungkinan pertamalah yang benar.
Perhatikan bahwa
hal ini dilakukan bukan demi kepentingan kekristenan, tetapi demi kepentingan /
keselamatan orang yang diinjili tersebut.
3) Kita juga harus mengusahakan supaya orang
kristen yang lain juga mau dan bisa memberitakan Injil.
Usahakan supaya
gereja saudara mengadakan kader Pekabaran Injil sehingga jemaat bisa diajar
bagaimana caranya memberitakan Injil.
Dengan ada lebih
banyak orang kristen yang memberitakan Injil maka jelas bahwa Injil akan lebih
cepat tersebar, dan lebih banyak orang bisa diselamatkan.
4) Orang kristen yang menganggap bahwa Yesus
hanyalah salah satu jalan ke surga bukanlah orang yang bertoleransi
terhadap agama lain, tetapi adalah orang kristen yang tidak percaya pada Kitab
Suci / Firman Tuhan, dan ini jelas adalah orang kristen KTP. Tidak peduli
betapa tingginya jabatan mereka dalam gereja, bahkan sekalipun mereka adalah
pendeta, beritakanlah Injil kepada mereka supaya mereka bertobat.
Catatan:
toleransi terhadap agama lain tidak berarti bahwa kita lalu mengubah
kepercayaan kita sendiri!
5) Orang yang mengaku sebagai hamba Tuhan tetapi
tidak mau mempercayai hal ini dan bahkan mengajarkan sebaliknya, jelas adalah
serigala yang berbulu domba (Mat 7:15), atau nabi palsu, yang sedikitpun
tidak menghormati otoritas dari Kitab Suci!
6) Kalau kita mengatakan bahwa orang yang tidak
percaya kepada Yesus pasti masuk neraka, maka kita bukan menghakimi, tetapi
percaya pada kebenaran Kitab Suci!
Juga perlu
dicamkan bahwa Mat 7:1-2 yang berbunyi “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.
Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi
dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu”, tidak berarti bahwa kita sama
sekali tidak boleh menghakimi / menilai kesalahan / kesesatan orang lain,
karena kita juga harus memperhatikan Yoh 7:24 yang berbunyi “Janganlah menghakimi menurut apa yang
nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
Juga perhatikan ayat-ayat di bawah
ini, yang menunjukkan bahwa orang kristen diberi kuasa untuk menyatakan apakah
seseorang diampuni oleh Allah atau tidak (tentu saja pernyataan ini tergantung
dari tanggapan orang itu terhadap penginjilan yang kita lakukan).
· Mat 16:18-19
- “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut
tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang
kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia
ini akan terlepas di sorga.’”.
·
Mat 18:18
- “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang
kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di
dunia ini akan terlepas di sorga”.
· Yoh 20:23
- “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya
diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada”.
Mat 18:18 boleh dikatakan sama
bunyinya dengan Mat 16:19. Dan kedua ayat itu boleh dikatakan sama artinya
dengan Yoh 20:23. Bedanya adalah, kalau Mat 16:19 itu diucapkan hanya
kepada Petrus, maka Mat 18:18 dan Yoh 20:23 diucapkan kepada semua murid.
7) Kalau orang kristen percaya / menyatakan
Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, itu bukan sikap egois, mau menang
sendiri, tidak kasih kepada orang lain dsb.
Illustrasi:
Bayangkan bahwa saya mempunyai sebuah rumah dan saya memberikan hanya 1 pintu
untuk masuk ke rumah itu. Si A saya beri tahu bahwa kalau mau masuk ke rumah
saya harus melalui pintu satu-satunya itu. Kalau masuk melalui jendela atau
naik tembok belakang atau masuk lewat genteng, akan saya tembak. Lalu si A
memberitakan hal itu kepada saudara supaya saudara bisa masuk rumah saya dengan
cara yang benar dan tidak ditembak. Apakah si A ini egois, mau menang sendiri,
tidak kasih kepada saudara?
Kepercayaan
tentang Kristus sebagai satu-satunya jalan ke surga bisa ada bersama-sama
dengan kasih kepada orang non kristen, dan ini diwujudkan dengan memberitakan
Injil kepada orang non kristen itu, supaya ia bisa diselamatkan.
8) Orang-orang kristen yang sudah mendengar
ajaran ini tetapi tetap berkata bahwa mereka tidak tahu akan nasib orang yang
tidak percaya Yesus dengan alasan bahwa mereka tidak maha tahu dan hanya Allah
yang maha tahu, bukanlah orang yang rendah hati, tetapi adalah orang-orang
tegar tengkuk yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci! Mereka bukannya tidak
tahu, tetapi memang tidak mau tahu! Tidak ada orang yang lebih buta
dari pada orang yang tidak mau melihat!
9) Kita perlu hati-hati dengan orang yang
mengatakan ‘moga-moga Tuhan menyediakan jalan untuk selamat
bagi orang yang mati tanpa Kristus’. Kata-kata seperti ini tampaknya
penuh kasih, tetapi jelas merupakan kata-kata dari orang yang tidak percaya
pada Firman Tuhan! Mengatakan ‘moga-moga orang di luar Kristus
bisa selamat’ adalah sama dengan mengatakan ‘moga-moga
kata-kata Yesus dalam Yoh 14:6 itu adalah salah / dusta’!
10) Kita tidak
boleh mendukung:
a) Gereja-gereja sesat yang
tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
b) Gereja-gereja yang tidak lagi
memberitakan Injil.
Catatan:
perlu diingat bahwa ada banyak gereja yang masih mempunyai slogan yang injili,
seperti Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dsb, tetapi itu tidak diwujudkan
dengan ditekankannya Pemberitaan Injil.
c) Gereja-gereja yang
memberitakan Injil yang sudah diselewengkan, seperti:
· Social
Gospel (= Injil sosial), dimana penekan penginjilannya adalah pada bantuan
sosial, bukan pada pemberitaan Injil. Ini banyak terdapat dalam gereja-gereja
Protestan yang liberal. Mereka mempunyai komisi Pekabaran Injil, tetapi apa
yang dilakukan oleh komisis Pekabaran Injil tersebut hanyalah mendatangi panti
asuhan, tempat yang terkena bencana alam, dsb, dimana mereka lalu
membagi-bagikan uang, makanan, pakaian, dan lalu pulang. Perlu diingat bahwa
fungsi gereja bukanlah menjadi semacam sinterklaas, tetapi sebagai pemberita
Injil / Firman Tuhan! Juga perlu diingat bahwa orang-orang yang dilayani dengan
pelayanan seperti itu, sekalipun mereka merasa senang karena mendapatkan
pertolongan yang bersifat jasmani dan sementara, tetapi pada akhirnya tetap
akan masuk ke neraka, karena tidak percaya kepada Kristus, yang tidak pernah
diberitakan kepada mereka!
· Yesus ditekankan sebagai dokter, pelaku mujijat,
pemberi berkat, tetapi tidak sebagai Juruselamat dan Tuhan. Ini banyak terdapat
dalam gereja Pentakosta / Kharismatik.
Jangan mendukung
gereja-gereja seperti ini baik dalam keuangan, tenaga / pikiran, pelayanan,
publikasi, atau bahkan kehadiran dan doa (kecuali mendoakan supaya mereka
bertobat), karena mendukung gereja sesat sama dengan mendukung setan!
Bandingkan
dengan Gal 1:6-9 yang menunjukkan pandangan Paulus terhadap orang yang
memberitakan Injil yang berbeda: “Aku heran, bahwa kamu begitu
lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil
kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada
orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.
Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada
kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu,
terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan
sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang
berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.
Kalau mendukung
gereja sesat sudah tidak boleh, lebih-lebih mendukung agama lain! Ingat bahwa
kita memang harus mengasihi orang yang beragama lain. Ini diwujudkan dengan
memberitakan Injil kepada mereka, dan bahkan menolong mereka / menyumbang
mereka kalau mereka mendapatkan musibah / membutuhkan pertolongan. Tetapi kita
tidak boleh mendukung agama mereka!
Sebaliknya,
dukunglah gereja-gereja / hamba-hamba Tuhan yang betul-betul memberitakan
Injil. Dukungan dibutuhkan baik dalam doa, tenaga, pikiran, keuangan,
publikasi, dsb. Ingat bahwa tidak mendukung gereja yang benar, adalah sama
dengan mendukung kesesatan!
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar