Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
B) ‘Providence’ juga berhubungan dengan segala sesuatu.
‘Providence’
adalah pelaksanaan Rencana Allah, dan karena Rencana Allah berhubungan dengan
segala sesuatu, maka ‘Providence’
juga berhubungan dengan segala sesuatu.
Hal-hal
alamiah yang kelihatannya terjadi dengan sendirinya (secara otomatis, diatur
oleh hukum alam), ternyata juga diatur / diperintah / dikontrol oleh Allah
setiap saat.
Contoh:
- matahari / putaran bumi (Yos 10:13 - matahari / putaran bumi dihentikan oleh Tuhan; Yes 38:8 - matahari bahkan digerakkan ke arah sebaliknya / bumi diputar ke arah sebaliknya oleh Tuhan. Tetapi untuk Yes 38:8 ini ada yang menafsirkan bahwa hanya bayangannya saja yang mundur).
- kelihatannya tumbuh-tumbuhan hidup karena sinar matahari, tetapi Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan pada hari ke 3 dan matahari pada hari ke 4, dan ini menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan itu mendapatkan kehidupan dari Allah, bukan dari matahari. Memang setelah matahari ada, Tuhan lalu berkenan menggunakan matahari untuk memberikan hal yang vital bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan, tetapi semuanya tetap di bawah kontrol dari Tuhan.
- orang mendapat anak. Ini bukan merupakan hal yang alamiah, tetapi ini adalah pekerjaan Tuhan.
Maz 127:3
- “Sesungguhnya,
anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada TUHAN, dan buah kandungan adalah
suatu upah”.
Hana
(Ibu Samuel) tidak bisa mempunyai anak, karena ‘TUHAN telah
menutup kandungannya’ (1Sam 1:5), dan waktu akhirnya
bisa mempunyai anak, itu karena ‘TUHAN ingat kepadanya’
(1Sam 1:19-20).
- semua makhluk / binatang dapat makan dari Tuhan.
Maz 104:27-28
- “(27) Semuanya menantikan Engkau,
supaya diberikan makanan pada waktunya. (28) Apabila Engkau memberikannya,
mereka memungutnya; apabila Engkau membuka tanganMu, mereka kenyang oleh
kebaikan”.
Maz
136:25a - “Dia yang memberikan roti kepada
segala makhluk”.
NIV: ‘and who gives food to every creatures’
(= yang memberi makanan kepada setiap makhluk ciptaan).
- kesehatan bukan dari makanan tetapi dari Allah.
Daniel 1:8-15
menunjukkan bahwa sekalipun Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego makanannya
kurang bergizi dibanding orang-orang yang lain tetapi Allah membuat mereka
lebih sehat. Memang pada umumnya orang yang makanannya lebih bergizi akan lebih
sehat dari pada orang yang kekurangan gizi, tetapi semua itu tetap ada di bawah
pengaturan Allah, dan Allah bisa keluar dari hukum itu kapanpun Dia mau.
Ayat-ayat
lain yang menunjukkan bahwa ‘Providence’
berhubungan dengan segala sesuatu:
¨
Kel 12:36 - “Dan
TUHAN membuat orang Mesir bermurah hati terhadap bangsa itu, sehingga memenuhi
permintaan mereka. Demikianlah mereka merampasi orang Mesir itu”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa Tuhan yang membuat orang Mesir bermurah hati kepada orang
Israel.
¨
2Sam 17:14 - “Lalu
berkatalah Absalom dan setiap orang Israel: ‘Nasihat Husai, orang Arki itu,
lebih baik dari pada nasihat Ahitofel.’ Sebab TUHAN telah memutuskan, bahwa
nasihat Ahitofel yang baik itu digagalkan, dengan maksud supaya TUHAN
mendatangkan celaka kepada Absalom”.
Tuhan
yang bekerja sehingga nasehat Ahitofel ditolak dan ini menyebabkan kekalahan
Absalom.
¨
Ezra 1:1 - “Pada
tahun pertama zaman Koresy, raja negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresy,
raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga
disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini:”.
Tuhan
menggerakkan hati raja Koresy sehingga ia memerintahkan orang Yahudi pulang
kembali ke Kanaan (untuk ini baca Ezra 1 itu sampai dengan ayat 4).
¨
Ayub
12:7-25 - “(7)
Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran,
kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan. (8) Atau
bertuturlah kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di
laut akan bercerita kepadamu. (9) Siapa di antara semuanya itu yang tidak tahu,
bahwa tangan Allah yang melakukan itu; (10) bahwa di dalam tanganNya terletak
nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia? (11) Bukankah telinga menguji
kata-kata, seperti langit-langit mencecap makanan? (12) Konon hikmat ada pada
orang yang tua, dan pengertian pada orang yang lanjut umurnya. (13) Tetapi pada
Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai pertimbangan dan
pengertian. (14) Bila Ia membongkar, tidak ada yang dapat membangun kembali;
bila Ia menangkap seseorang, tidak ada yang dapat melepaskannya. (15) Bila Ia
membendung air, keringlah semuanya; bila Ia melepaskannya mengalir, maka tanah
dilandanya. (16) Pada Dialah kuasa dan kemenangan, Dialah yang menguasai baik
orang yang tersesat maupun orang yang menyesatkan. (17) Dia yang menggiring
menteri dengan telanjang, dan para hakim dibodohkanNya. (18) Dia membuka
belenggu yang dikenakan oleh raja-raja dan mengikat pinggang mereka dengan tali
pengikat. (19) Dia yang menggiring dan menggeledah para imam, dan menggulingkan
yang kokoh. (20) Dia yang membungkamkan orang-orang yang dipercaya, menjadikan
para tua-tua hilang akal. (21) Dia yang mendatangkan penghinaan kepada para
pemuka, dan melepaskan ikat pinggang orang kuat. (22) Dia yang menyingkapkan
rahasia kegelapan, dan mendatangkan kelam pekat pada terang. (23) Dia yang membuat
bangsa-bangsa bertumbuh, lalu membinasakannya, dan memperbanyak bangsa-bangsa,
lalu menghalau mereka. (24) Dia menyebabkan para pemimpin dunia kehilangan
akal, dan membuat mereka tersesat di padang belantara yang tidak ada jalannya.
(25) Mereka meraba-raba dalam kegelapan yang tidak ada terangnya; dan Ia
membuat mereka berjalan terhuyung-huyung seperti orang mabuk.’”.
¨
Maz 75:7-8 - “(7)
Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya
peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan
ditinggikanNya yang lain”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa peninggian maupun perendahan seseorang merupakan
pekerjaan Allah.
¨
Maz 135:6-7 - “(6)
TUHAN melakukan apa yang dikehendakiNya, di langit dan di bumi, di laut dan di
segenap samudera raya; (7) Ia menaikkan kabut dari ujung bumi, Ia membuat kilat
mengikuti hujan, Ia mengeluarkan angin dari dalam perbendaharaanNya”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa semua yang terjadi di bumi, di laut / samudera raya, baik
kabut, kilat, angin, hujan, dsb merupakan pekerjaan Allah. Bdk. Yer 14:22.
¨
Amsal 16:1,9 - “(1)
Manusia dapat menimbang-nimbang dalam hati, tetapi jawaban lidah berasal dari
pada TUHAN. ... (9) Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah
yang menentukan arah langkahnya”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa sekalipun manusia bisa memikirkan mana jalan yang
terbaik, tetapi baik kata-kata maupun arah langkahnya ditentukan oleh Tuhan
(bdk. Amsal 20:24a - “Langkah orang ditentukan oleh
TUHAN”). Bdk. Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa
untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk
menetapkan langkahnya”.
¨
Amsal 16:33 - “Undi
dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN”.
Jatuhnya
undian kelihatannya terjadi secara kebetulan, tetapi ayat ini mengatakan bahwa
itu juga datang dari Tuhan / diatur oleh Tuhan.
¨
Amsal 19:21 - “Banyaklah
rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa manusia bisa merencanakan, tetapi keputusan Tuhanlah yang
terlaksana.
¨
Amsal 21:1 - “Hati
raja seperti batang air dalam tangan TUHAN, dialirkannya ke mana Ia ingini”.
Hati
raja diarahkan oleh Tuhan sesuai kehendakNya. Sebetulnya tentu saja bukan hati
raja saja yang diarahkan oleh Tuhan, tetapi juga hati / pikiran semua manusia.
Karena itu, kalau tadi dalam Amsal 16:1,9 dan Amsal 19:21 dikatakan
bahwa manusia bisa memikirkan / menimbang jalannya, maka semua itu tetap ada
dalam penentuan dan kontrol dari Allah!
¨
Amsal 21:31 - “Kuda
diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan TUHAN”.
¨
Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan
dalam perang bukan tergantung persiapan / kekuatan pasukan, tetapi tergantung
Tuhan.
¨
Amsal 22:2 (NIV) - ‘Rich
and poor have this in common: The LORD is the Maker of them all’
(= Orang kaya dan miskin mempunyai persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah
pembuat mereka semua).
Ini
sesuai dengan Maz 75:7-8 di atas, dan menunjukkan bahwa orang bisa jadi
kaya / miskin karena pekerjaan Tuhan.
¨
Pkh 7:14 - “Pada hari mujur
bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun
dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan
sesuatu mengenai masa depannya”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa hari mujur maupun hari malang juga dijadikan oleh Allah.
¨
Yes 45:6b-7 - “(6b)
Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan
menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang;
Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa baik nasib mujur maupun nasib malang diciptakan Tuhan.
¨
Rat 3:37-38 - “(37)
Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38)
Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa dari mulut Tuhan keluar apa yang buruk dan yang baik.
Dengan kata lain, apa yang buruk ataupun yang baik bisa terjadi hanya karena
Tuhan memerintahkan / mengatur supaya hal itu terjadi.
¨
Amos 3:6 - “Adakah
sangkakala ditiup di suatu kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi
malapetaka di suatu kota, dan TUHAN tidak melakukannya?”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semua malapetaka.
¨
Yak 4:13-16 - keberhasilan dalam
usaha kita tergantung pada kehendak Tuhan.
C) Semua ini berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari Allah.
Bahwa
Rencana Allah dan Providence of God
berhubungan dengan segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang
berdaulat secara mutlak!
Kata
‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris adalah ‘sovereign’,
yang berasal dari bahasa Latin superanus
(super = above, over). Dan dalam
Kamus Webster diberikan definisi sebagai berikut tentang kata ‘sovereign’:
a) Above or superior to all
others; chief; greatest; supreme (= Di atas atau
lebih tinggi dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar; tertinggi).
b) supreme in power, rank,
or authority (= tertinggi dalam kuasa,
tingkat, atau otoritas).
c) of or holding the
position of a ruler; royal; reigning (= mempunyai atau
memegang posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta).
d) independent of all others
(= tidak tergantung pada semua yang lain).
Karena itu kalau
kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia
menetapkan segala sesuatu, dan bahwa Ia melaksanakan ketetapanNya itu tanpa
tergantung pada siapapun dan apapun di luar diriNya! Jelas adalah omong
kosong kalau seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan
Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah dan Providence of God itu mencakup segala sesuatu dalam arti kata yang
mutlak!
Louis
Berkhof: “Reformed
Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly
determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His
sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to
His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God
‘worketh all things after the counsel of His will’ (Eph 1:11)”
[= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara
berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan
mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang
bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan
sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah
‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’ (Ef 1:11)]
- ‘Systematic Theology’, hal 100.
Charles
Hodge: “And
as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be
determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot
be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or
upon anything out of Himself” (= Dan karena
Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus
ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak
bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari
makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri) -
‘Systematic Theology’, vol II, hal
320.
William
G. T. Shedd: “Whatever
undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the
Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by
chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered
by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the
universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only
in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns
as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and
in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea,
even the wicked for the day of evil’” (= Apapun yang
tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena
rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa
terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi
dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme
dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki
yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa
dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam
Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai
dan men-ciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam kata-kata dari
Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya,
bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’) - ‘Calvinism: Pure & Mixed’,
hal 36.
Catatan:
kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yes 45:7 versi KJV.
Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari KJV.
R.
C. Sproul: “That
God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of
his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his
permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He
decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say
that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is
sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from
his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his
sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened
anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power
than God himself. If there is any part of creation outside of God’s
sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then
God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism” (= Bahwa Allah
dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang
harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus
terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan
untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam
arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala
sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu
berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar
ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya.
Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka
apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih
besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar
kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat,
maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi /
adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai
atheisme) - ‘Chosen By God’,
hal 26-27.
Bagian
terakhir kata-kata R. C. Sproul ini memang patut diperhatikan / dicamkan. Allah
haruslah berdaulat, dan Allah yang tidak berdaulat, bukanlah Allah.
John
Murray: “to
say that God is sovereign is but to affirm that God is one and that God is God”
(= mengatakan bahwa Allah itu berdaulat adalah sama dengan menegaskan bahwa
Allah itu satu / esa dan bahwa Allah adalah Allah)
- ‘Collected Writings of John Murray’,
vol IV, hal 191.
Calvin (tentang Maz 10:4):
“Whoever, therefore, refuse to
admit that the world is subject to the providence of God, or do not believe
that his hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in
them lies to put an end to the existence of God” (= Karena itu, siapapun menolak
untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta tunduk kepada Providensia Allah, atau
tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan dari tempat tinggi untuk memerintahnya,
melakukan sebanyak tergantung kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari
Allah).
Karena
itulah maka menolak penetapan dan pengaturan ilahi atas segala sesuatu, adalah
sama dengan menjadi atheis!
D) Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God) tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan suci.
Loraine
Boettner: “Although
the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of
blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this
doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one.
Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite
power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or
chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self?
Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have
left” (= Sekalipun kedaulatan Allah
itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa
yang buta. Itu digabungkan dengan kebijak-sanaan, kekudusan dan kasih yang
tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang
paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki
perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib /
takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada
diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang ada)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 32.
-o0o-
IV. Providence dan dosa
Sebelum saudara
membaca pelajaran ke IV ini, saya ingin memberikan peringatan, yaitu: jangan
membaca pelajaran IV ini tanpa melanjutkan dengan membaca pelajaran ke V, yaitu
tentang ‘Providence dan kebebasan /
tanggung jawab manusia’, karena hanya mengerti dan menerima pelajaran IV tanpa
mengerti dan menerima pelajaran V, akan menjadikan saudara tersesat ke dalam
pandangan Hyper-Calvinisme!
A) Rencana Allah dan dosa.
Bahwa
dalam Rencana Allah juga tercakup dosa bisa terlihat dari:
1) Dalam pelajaran III, point A di atas
sudah ditunjukkan bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu,
dan itu berarti termasuk dosa.
2) Rencana Allah tentang penebusan dosa
oleh Kristus (1Pet 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan
terjadinya dosa, karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas
menunjukkan bahwa:
a) Dosa manusia yang
akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau
tidak, bisa-bisa penebusan dosa itu tidak terjadi.
b) Pembunuhan /
penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa
yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.
Kis 2:23
- “Dia yang diserahkan Allah
menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh
tangan bangsa-bangsa durhaka”.
Kis 4:27-28
- “(27) Sebab sesungguhnya telah
berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa
dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau
urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan
dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.
Charles
Hodge: “The
crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however,
the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the
doctrine of the Bible that sin is foreordained”
(= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah.
Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu
tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin /
ajaran dari Alkitab) - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 544.
Charles Hodge: “it
is utterly irrational to contend that God cannot foreordain sin, if He
foreordained (as no Christian doubts) the crucifixion of Christ”
[= adalah sama sekali tidak rasionil untuk berpendapat bahwa Allah tidak bisa
menentukan dosa, jika Ia menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang
meragukan) penyaliban Kristus] - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 547.
3) Dosa / kejatuhan Adam mempunyai 3
kemungkinan:
a) Adam ditentukan untuk tidak jatuh.
Kemungkinan
ini harus dibuang, karena kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia
pasti tidak jatuh (ingat bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran
II, point B,C di atas).
b) Allah tidak merencanakan apa-apa
tentang hal itu.
Ini
juga tidak mungkin karena kalau Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang
hal-hal yang remeh / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau
rontoknya rambut kita (bdk. Mat 10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang
begitu besar dan penting, yang menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang
tertinggi, Ia tidak mempunyai Rencana?
c) Allah memang
merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam ke dalam dosa.
Inilah
satu-satunya kemungkinan yang tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan
yang benar, dan ini menunjukkan bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.
Jerome
Zanchius: “That
he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either
willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God
was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ...
Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have
prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed
it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal
and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He
decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely
eternal, though the execution of both be in time. The only way to evade the
force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned
whether man stood or fell’. But in what a shameful, unworthy light does this
represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an
idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to
pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow
fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most
trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the
control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower
creation?” (= Bahwa ia (Adam) jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian:
Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak
acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar,
bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki
kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia
tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia
pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan
pengesahan kehen-dakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia
tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik
kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan
keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari
pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan
tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah
memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah!
Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang
malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan
terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung
pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh
dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari
providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang
lebih rendah ini?) - ‘The
Doctrine of Absolute Predestination’, hal 88-89.
4) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua
tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak
tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang tercakup dalam
Rencana Allah.
Edwin
H. Palmer: “It
is even Biblical to say that God has foreordained sin. If sin was outside the
plan of God, then not a single important affair of life would be ruled by God.
For what action of man is perfectly good? All of history would then be outside
of God’s foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the
conquest of the Roman Empire, the battle of Hastings, the Reformation, the
French Revolution, Waterloo, the American Revolution, the Civil War, two World
Wars, presidential assassinations, racial violence, and the rise and fall of
nations” (= Bahkan adalah sesuatu yang
Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika
dosa ada di luar rencana Allah, maka tidak ada satupun peristiwa kehidupan yang
penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh Allah. Karena tindakan apa
dari manusia yang baik secara sempurna? Seluruh sejarah juga akan ada di luar
penentuan lebih dulu dari Allah: kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan
kekaisaran Romawi, pertempuran Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis,
Waterloo, Revolusi Amerika, Perang saudara Amerika, kedua perang dunia,
pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman rasial, dan bangkitnya dan jatuhnya
bangsa-bangsa) - ‘The
Five Points of Calvinism’, hal 82.
Edwin
H. Palmer: “If
sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this
decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal,
determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not
for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced
world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion
of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus,
Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII,
Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the
foreordination of God, then not only were these vast empires and their events
outside God’s plan, but also all the little daily events of every non
Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of
the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the
Christian are not perfect - even after he is born again and Christ is living in
him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For
example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does
he truly love his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are
colored by sin. ... if sin is outside the decree of God, then the vast
percentage of human actions - both the trivial and the significant - are
removed from God’s plan. God’s power is reduced to the forces of nature, such
as spinning of the galaxies and the laws of gravity and entropy. Most of
history is outside His control” [= Seandainya dosa
ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan
ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal
dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian,
dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti
pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan tak
terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk
kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis
Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler,
Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah,
maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang
berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua
peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar
kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen
dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari
orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan
Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai
ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati,
pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti
dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji
diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian
besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting -
dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada
kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi
dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya]
- ‘The Five Points of Calvinism’, hal
97,98.
5) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan adanya
dosa dalam Rencana Allah:
·
Kel 3:19 - “Tetapi
Aku tahu bahwa raja Mesir tidak akan membiarkan kamu pergi, kecuali dipaksa
oleh tangan yang kuat”.
·
Ul 31:16-21 - “(16)
TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian
bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah
dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk;
mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjianKu yang Kuikat
dengan mereka. (17) Pada waktu itu murkaKu akan bernyala-nyala terhadap mereka,
Aku akan meninggalkan mereka dan menyembunyikan wajahKu terhadap mereka,
sehingga mereka termakan habis dan banyak kali ditimpa malapetaka serta
kesusahan. Maka pada waktu itu mereka akan berkata: Bukankah malapetaka itu
menimpa kita, oleh sebab Allah kita tidak ada di tengah-tengah kita? (18) Tetapi
Aku akan menyembunyikan wajahKu sama sekali pada waktu itu, karena segala
kejahatan yang telah dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling kepada
allah lain. (19) Oleh sebab itu tuliskanlah nyanyian ini dan ajarkanlah kepada
orang Israel, letakkanlah di dalam mulut mereka, supaya nyanyian ini menjadi
saksi bagiKu terhadap orang Israel. (20) Sebab Aku akan membawa mereka ke tanah
yang Kujanjikan dengan sumpah kepada nenek moyang mereka, yakni tanah yang
berlimpah-limpah susu dan madunya; mereka akan makan dan kenyang dan menjadi
gemuk, tetapi mereka akan berpaling kepada allah lain dan beribadah
kepadanya. Aku ini akan dinista mereka dan perjanjianKu akan diingkari mereka.
(21) Maka apabila banyak kali mereka ditimpa malapetaka serta kesusahan, maka
nyanyian ini akan menjadi kesaksian terhadap mereka, sebab nyanyian ini akan
tetap melekat pada bibir keturunan mereka. Sebab Aku tahu niat yang dikandung
mereka pada hari ini, sebelum Aku membawa mereka ke negeri yang Kujanjikan
dengan sumpah kepada mereka.’”.
·
2Sam 12:11-12 - “(11)
Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang
datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di
depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan
isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara
tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara
terang-terangan” (Bdk. 2Sam 16:22).
Ini
menunjukkan bahwa dosa terkutuk Absalom, dimana ia meniduri istri-istri Daud /
ayahnya, adalah sesuatu yang sudah ditentukan sebelumnya.
·
2Raja 8:11-13 - “(11)
Elisa menatap dengan lama ke depan, lalu menangislah abdi Allah itu. (12) Hazael
berkata: ‘Mengapa tuanku menangis?’ Jawab Elisa: ‘Sebab aku tahu bagaimana
malapetaka yang akan kaulakukan kepada orang Israel: kotanya yang berkubu akan
kaucampakkan ke dalam api, terunanya akan kaubunuh dengan pedang, bayinya akan
kauremukkan dan perempuannya yang mengandung akan kaubelah.’ (13) Sesudah itu
berkatalah Hazael: ‘Tetapi apakah hambamu ini, yang tidak lain dari anjing
saja, sehingga ia dapat melakukan hal sehebat itu?’ Jawab Elisa: ‘TUHAN telah
memperlihatkan kepadaku, bahwa engkau akan menjadi raja atas Aram.’”.
Ini
menunjukkan bahwa kekejaman Hazael sudah ditentukan sebelumnya.
·
Yes 6:8-10 - “(8)
Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan
siapakah yang mau pergi untuk Aku?’. Maka sahutku: ‘Ini aku, utuslah aku!’. (9)
Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah
sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi
menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya
berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka
melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan
hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”
(Bdk. Mat 13:13-15 / Mark 4:12 / Luk 8:10 Yoh 12:40 Kis 28:26-27).
Ini
menunjukkan bahwa Allah sudah menentukan bahwa Yehuda akan menolak Firman Tuhan
yang akan disampaikan oleh Yesaya, dan Allah juga sudah menentukan bahwa
orang-orang Yahudi akan menolak Kristus.
·
Daniel 11:36 - “Raja
itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya
terhadap setiap allah. Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan
mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung
sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi”.
Ini
menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia akan meninggikan dan
membesarkan dirinya terhadap setiap allah, dan akan mengucapkan kata-kata tak
senonoh terhadap Allah, sudah ditetapkan, dan karena itu pasti akan terjadi.
·
Hab 1:12 - “Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari
dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah
Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan
dia untuk menyiksa”.
Biarpun penindasan yang dilakukan oleh
orang Kasdim terhadap orang Israel / Yehuda merupakan hukuman Tuhan bagi
mereka, tetapi itu tetap merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini mengatakan bahwa
hal itu ditetapkan / ditentukan oleh Tuhan!
·
Mat 18:7 - “Celakalah
dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi
celakalah orang yang mengadakannya!”.
Ini
menunjukkan bahwa penyesatan harus ada. Ini jelas adalah dosa, tetapi
ini telah ditetapkan oleh Allah.
·
Mat 24:5,10-12,24 - “(5)
Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaKu dan berkata: Akulah
Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang. ... (10) dan banyak orang
akan murtad dan mereka akan saling menyerahkan dan saling membenci. (11) Banyak
nabi palsu akan muncul dan menyesatkan banyak orang. (12) Dan karena makin
bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. ... (24)
Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan
mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya
mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.
Ini
menunjukkan bahwa nabi-nabi palsu dan Mesias-mesias palsu pasti akan ada, dan
juga pasti banyak orang akan mengikut mereka.
·
Mat 26:31,33-35 - “(31)
Maka berkatalah Yesus kepada mereka: ‘Malam ini kamu semua akan tergoncang
imanmu karena Aku. Sebab ada tertulis: Aku akan membunuh gembala dan kawanan
domba itu akan tercerai-berai. ... (33) Petrus menjawabNya: ‘Biarpun mereka
semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.’ (34) Yesus
berkata kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya malam ini, sebelum ayam
berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.’ (35) Kata Petrus kepadaNya:
‘Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.’
Semua murid yang lainpun berkata demikian juga”.
Larinya
murid-murid meninggalkan Yesus, dan penyangkalan Petrus sebanyak 3 x sudah
ditentukan sebelumnya. Bagaimanapun kerasnya keinginan Petrus dan murid-murid
yang lain untuk menolak terjadinya hal itu, akhirnya hal itu tetap terjadi.
·
Luk 17:25 - “Tetapi
Ia harus menanggung banyak penderitaan dahulu dan ditolak oleh angkatan
ini”.
Perhatikan
kata ‘harus’ di sini. Penolakan dan penyiksaan terhadap Yesus itu harus
terjadi.
·
Luk 22:22 - “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan
tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus,
yang jelas adalah suatu dosa, telah ditetapkan oleh Allah.
·
Kis 2:23 - “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan
kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.
Kis 3:18
- “Tetapi
dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya
dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus
menderita”.
Kis 4:27-28
- “(27) Sebab sesungguhnya telah
berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa
dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau
urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari
semula oleh kuasa dan kehendakMu”.
Ayat-ayat
di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap Kristus (ini adalah dosa yang
paling terkutuk) sudah ditentukan sejak semula. Perhatikan khususnya
kata-kata ‘menurut maksud dan rencanaNya’
dalam Kis 2:23, dan juga kata ‘tentukan’
dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) dari Allah, tetapi
menunjuk pada foreordination (=
penetapan lebih dulu) dari Allah.
·
1Tim 4:1 - “Tetapi
Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan
murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan”.
Ini
menunjukkan bahwa orang-orang akan murtad dan mengikuti ajaran-ajaran sesat
sudah ditentukan sebelumnya.
·
2Tim 3:1-5a - “(1)
Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia
akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3)
tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat
mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak
berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti
Allah. (5a) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada
hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya”.
Ini
menunjukkan bahwa kebrengsekan orang-orang pada akhir jaman sudah ditetapkan
dan pasti akan terjadi.
·
2Tim 4:3-4 - “(3)
Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat,
tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan
keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan
membukanya bagi dongeng”.
Ini menunjukkan bahwa kebrengsekan dari orang-orang kristen
KTP ini, yang tidak mau mendengar kebenaran, tetapi mencari ajaran yang
menyenangkan telinganya, sudah ditentukan pasti akan terjadi.
·
Wah 6:11 - “Dan
kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka
dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap
jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama
seperti mereka”.
Istilah
‘genap’ menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh sudah ditentukan.
Kalau
saudara membaca ayat-ayat di atas ini, mungkin saudara mengatakan bahwa
ayat-ayat di atas itu hanya menunjukkan bahwa Allah mengetahui lebih dulu akan
adanya dosa atau Allah menubuatkan adanya dosa, tetapi Allah tidak menentukan
adanya dosa. Untuk menjawab ini perhatikan beberapa hal di bawah ini:
a) Sekalipun bisa
diartikan bahwa sebagian dari ayat-ayat di atas memang cuma menunjukkan bahwa
Allah hanya mengetahui lebih dulu atau menubuatkan dosa, tetapi sebagian yang
lain yaitu Daniel 11:36
Luk 22:22 Kis 2:23 Kis 4:27-28 secara explicit / jelas menunjukkan bahwa Allah menetapkan dosa, karena
ayat-ayat itu menggunakan istilah-istilah:
¨
‘ditetapkan’
(Daniel 11:36).
¨
‘ditetapkan’
(Luk 22:22).
¨
‘menurut maksud dan rencanaNya’
(Kis 2:23).
¨
‘segala sesuatu yang telah Engkau
tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’
(Kis 4:28).
b) Kalau Tuhan
menubuatkan tentang akan terjadinya suatu hal tertentu, itu disebabkan karena
Ia sudah lebih dulu menentukan terjadinya hal itu.
Ini
terlihat dari:
¨
perbandingan Mat 26:24 dengan Luk
22:22.
Mat 26:24
- “Anak
Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia,
akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah
lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.
Luk 22:22
- “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan
tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.
Kedua
ayat ini paralel dan sama-sama berbicara tentang pengkhianatan Yudas, tetapi
kalau Mat 26:24 mengatakan bahwa hal itu ‘sesuai dengan yang
ada tertulis tentang Dia’, yang hanya menunjukkan bahwa hal itu
terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Luk 22:22 mengatakan bahwa hal itu
terjadi ‘seperti yang telah ditetapkan’,
yang menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditetapkan oleh Allah dalam
kekekalan.
¨
perbandingan Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.
Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan
Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh
oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.
Kis 3:18
- “Tetapi
dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya
dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya
harus menderita”.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab
sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus
beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang
kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah
Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.
Semua
ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh
Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi
apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’,
yang hanya menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka
Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan
rencanaNya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk
melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa
dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu
terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.
¨
Yes 44:26a
- “Akulah
yang menguatkan perkataan hamba-hambaKu dan melaksanakan keputusan-keputusan
yang diberitakan utusan-utusanKu”.
Perhatikan bahwa apa yang diberitakan (dinubuatkan)
oleh utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari Tuhan.
¨
Yes 46:10-11 - “(10)
yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman
purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan
sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil
burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari
negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak
melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak
melaksanakannya”.
Perhatikan
bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’,
tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’,
‘kehendakKu’,
dan ‘putusanKu’. Selanjutnya Yes 46:11b terdiri
dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi
kalimat pertama meng-gunakan istilah ‘mengatakannya’,
yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan
istilah ‘merencanakannya’, yang jelas
menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.
¨
Yer 4:28 - “Karena
hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku
telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan
menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.
Ayat ini baru mengatakan ‘Aku
telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan
‘Aku telah merancangnya’.
Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang
lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang /
merencanakannya.
¨
Amos 3:7 - “Sungguh,
Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu
tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.
Ayat
ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada
nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’
(= rencanaNya)].
¨
Rat 2:17a - “TUHAN
telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya”.
Bagian
akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya
/ dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan
menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan
adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.
¨
Rat 3:37 - “Siapa
berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.
NIV:
‘Who can speak and
have it happen if the Lord has not decreed it’
(= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).
Ini
jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun juga yang bisa menubuatkan
apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan hal itu.
¨
Yes 28:22b - “sebab
kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH
semesta alam atas seluruh negeri itu”.
NIV:
‘The Lord, the LORD
Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’
(= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah
ditetapkan terhadap seluruh negeri itu).
Ini
jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya,
dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).
Jadi, kalau dalam
Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya
tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge)
dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah
sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination)
dan lalu memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia! Dengan
demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan
akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu
itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!
6) Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin
Reformed yang lain, seperti:
a) Election / pemilihan (Ro 9:6-24 Ef 1:4,5,11 1Tes 5:9
2Tes 2:13 2Tim 1:9), karena
manusia dipilih untuk diselamatkan dari dosa.
b) Reprobation / penentuan binasa
(Amsal 16:4 Yoh 17:12 Ro 9:13,17-18,21-22 1Pet 2:8
Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan
orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.
c) Infralapsarianisme
maupun Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.
Catatan:
kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang Election
(Pemilihan), Reprobation (penetapan
binasa), Infralapsarianisme dan Supra-lapsarianisme, bacalah buku saya yang
berjudul ‘Calvinisme Yang Difitnah’,
jilid II.
Jika saudara adalah
orang yang mengaku sebagai orang Reformed, tetapi saudara tidak percaya bahwa
Allah menetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan
saudara akan penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara terhadap
doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan di atas! Dan kalau
doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara percayai, maka saudara jelas sama
sekali bukan orang Reformed! Jadi, jangan berdusta dengan mengatakan bahwa
saudara adalah orang Reformed!
B) Terjadinya dosa.
1) Dalam hal ini Allah bekerja secara pasif.
Dalam
terjadinya hal-hal yang baik, Allah bekerja secara aktif. Dengan kasih
karuniaNya, Allah mengekang / menahan manusia sehingga tidak berbuat dosa.
Tetapi dalam terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif. Ia mengangkat kasih
karuniaNya itu, dan dosapun terjadi. Perhatikan:
a) Istilah ‘Allah
menyerahkan’ dalam Ro 1:24,26,28.
Bdk.
Maz 81:12-13 - “(12) Tetapi umatKu tidak
mendengarkan suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku
membiarkan dia dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti
rencananya sendiri!”.
Ini
menunjukkan bahwa Allah mencabut kasih karuniaNya yang tadinya menahan manusia
untuk berbuat dosa, sehingga dosapun terjadi.
b) Kis 14:16 - “Dalam
zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya
masing-masing”.
c) Yes 64:7b - “sebab Engkau menyembunyikan
wajahMu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami”.
Jadi, penyembunyian wajah Allah itu boleh
dikatakan diidentikkan atau menyebabkan kita dikuasai oleh dosa. Tetapi ayat
ini diterjemahkan dalam 2 versi. RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci
Indonesia, tetapi KJV/NIV berbeda.
RSV: ‘for thou hast hid thy face from us,
and hast delivered us into the hand of our iniquities’ (= sebab Engkau
telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan telah menyerahkan kami ke dalam
tangan dari kejahatan-kejahatan kami).
NASB: ‘For Thou hast hidden Thy face from us, And hast delivered us into the
power of our iniquities’ (= Sebab Engkau telah menyembunyikan wajahMu
dari kami, Dan telah menyerahkan kami ke dalam kuasa dari kejahatan-kejahatan
kami).
KJV:
‘for thou hast hid thy face from us, and hast consumed us, because of our
iniquities’ (= karena Engkau telah menyembunyikan wajahMu dari kami, dan
telah menghabiskan kami, karena kejahatan-kejahatan kami).
NIV: ‘for you have hidden your face from us and made us waste away because of
our sins’ (= karena Engkau telah menyembunyikan
wajahMu dari kami dan membuat kami merana karena dosa-dosa kami).
Catatan:
Kitab Suci sering menyatakan Allah bekerja secara aktif dalam terjadinya
dosa. Untuk ini lihat penjelasannya pada point no 2a di bawah.
Calvin:
“after his light is
removed, nothing but darkness and blindness remains. When his Spirit is taken
away, our hearts harden into stones. When his guidance ceases, they are
wrenched into crookedness. Thus it is properly said that he blinds, hardens,
and bends those whom he has deprived of the power of seeing, obeying, and
rightly following” (= setelah terangNya disingkirkan,
tidak ada sesuatu kecuali kegelapan dan kebutaan yang tertinggal. Pada waktu
RohNya diambil, hati kita mengeras menjadi batu. Pada waktu bimbinganNya
berhenti, mereka dipelintir sehingga menjadi bengkok. Dengan demikian bisa
dikatakan secara benar bahwa Ia membutakan, mengeraskan hati, dan membengkokkan
mereka dari siapa Ia mencabut / menghilangkan kuasa untuk melihat, mentaati dan
mengikut dengan benar) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 3.
2) Allah sebagai ‘first cause’ (= penyebab pertama) menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab kedua) sehingga dosa terjadi
sesuai dengan rencanaNya.
a) Allah sebagai first cause (= penyebab pertama).
Allah
merupakan ‘first cause’ dari segala
sesuatu (termasuk dosa) karena Ialah yang menetapkan / merencanakan segala
sesuatu dan mengatur pelaksanaan seluruh rencanaNya itu. Karena Allah adalah
‘first cause’ dari segala sesuatu
inilah maka Allah sering digambarkan seakan-akan Ia adalah pelaku langsung /
aktif dari sesuatu yang dalam faktanya tidak Ia lakukan secara langsung / aktif.
Misalnya:
1. Allah ‘menyuruh’
Yusuf ke Mesir (Kej 45:5,7,8 bdk. Maz
105:17).
2. Allah mengeraskan
hati Firaun (Kel 4:21b 7:3 9:12
10:1,20,27 11:10).
3. Ayub mengatakan
bahwa Tuhanlah yang mengambil harta dan anak-anaknya (Ayub 1:21).
4. Daud mengatakan
bahwa Tuhanlah yang menyuruh Simei mengutukinya (2Sam 16:10-11).
5. Tuhan menghasut
Daud untuk mengadakan sensus (2Sam 24:1).
Ini
bukan merupakan sesuatu yang aneh, karena kalau saya membangun sebuah rumah,
sekalipun saya membangun rumah itu menggunakan orang lain (pemborong, kuli dsb)
dan tidak membangunnya sendiri, saya tetap bisa berkata bahwa sayalah yang
membangun rumah.
b) Allah menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab
kedua).
Dalam
terjadinya dosa, Allah tidak bertindak langsung / aktif, tetapi menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab
kedua). Yang bisa dijadikan sebagai ‘second
cause’, adalah:
1. Setan.
Tentang
Firaun yang dikeraskan hatinya oleh Allah, Calvin berkata: “Did he harden it by not
softening it? This is indeed true, but he did something more. He turned Pharaoh
over to Satan to be confirmed in the obstinacy of his breast”
(= Apakah Ia mengeraskannya dengan tidak melunakkannya? Ini memang benar, tetapi
Ia melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Ia menyerahkan Firaun kepada Setan
untuk diteguhkan dalam kekerasan hatinya) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book II, Chapter IV, No 4.
Contoh:
·
Ayub 1:15,17 - Di sini Allah
menggunakan setan untuk menggoda orang-orang Syeba dan Kasdim sehingga mereka
berbuat dosa dengan merampok harta Ayub.
·
1Sam 16:14 18:10
19:9 - ‘roh jahat dari pada Tuhan’.
Calvin:
“One passage will
however be enough to show that Satan intervenes to stir up the reprobate
whenever the Lord by his providence destines them to one end or another. For in
Samuel it is often said that ‘an evil spirit of the Lord’ and ‘an evil spirit
from the Lord’ has either ‘seized’ or ‘departed from’ Saul (1Sam. 16:14; 18:10;
19:9). It is unlawful to refer this to the Holy Spirit. Therefore, the impure
spirit is called ‘spirit of God’ because it responds to his will and power, and
acts rather as God’s instrument than by itself as the author”
[= Satu text akan cukup untuk menunjukkan bahwa Setan campur tangan untuk
menghasut orang yang ditentukan untuk binasa kapanpun Tuhan oleh providensiaNya
menentukan mereka ke suatu titik tertentu. Karena dalam kitab Samuel sering
dikatakan bahwa ‘roh jahat dari pada Tuhan’ dan ‘roh jahat dari Tuhan’ telah
‘mencekam / menguasai’ atau ‘meninggalkan’ Saul (1Sam 16:14; 18:10; 19:9). Ini
tidak boleh diartikan untuk menunjuk kepada Roh Kudus. Karena itu, roh yang
kotor / najis itu disebut ‘roh dari Allah’ karena roh itu menanggapi kehendak
dan kuasaNya, dan bertindak lebih sebagai alat Allah dari pada dari dirinya
sendiri] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, Chapter IV, No 5.
·
1Raja 22:19-23 - Di sini Allah
menggunakan setan / roh jahat untuk menggoda nabi-nabi palsu sehingga nabi-nabi
palsu itu mengeluarkan suatu dusta.
·
2Sam 24:1 - “Bangkitlah
pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud melawan mereka,
firmanNya: ‘Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang Yehuda.’”.
1Taw 21:1
- “Iblis bangkit melawan orang
Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel”.
Kedua
ayat di atas ini paralel, dan sama-sama berbicara tentang dosa Daud yang dalam
kesombongannya melakukan sensus, tetapi 2Sam 24:1 mengatakan bahwa Tuhan
yang menghasut Daud untuk melakukan hal itu, sedangkan 1Taw 21:1
mengatakan bahwa Iblislah yang membujuk Daud melakukan hal itu. Apakah kedua
ayat ini bertentangan? Bagi orang yang menolak doktrin Reformed ini maka
kedua ayat ini pasti bertentangan dan tidak bisa diharmoniskan. Tetapi bagi
orang Reformed yang sejati, kedua ayat ini tidak menimbulkan problem.
2Sam 24:1 mengatakan bahwa Allahlah yang menghasut Daud, untuk menunjukkan
bahwa Allah adalah ‘first cause’ (=
penyebab pertama) dari peristiwa itu; sedangkan 1Taw 21:1 mengatakan bahwa
Iblislah yang membujuk Daud, karena Allah memakainya sebagai ‘second cause’ (= penyebab kedua) untuk
menjatuhkan Daud ke dalam dosa sesuai dengan rencanaNya.
2. Manusia.
Contoh:
·
1Raja 22:19-23 - di sini Tuhan
menggunakan nabi-nabi palsu untuk mendustai Ahab sehingga ia melakukan sesuatu
yang salah yaitu berperang, dan akhirnya mati dalam peperangan itu.
·
Mat 24:4-5 - Tuhan menggunakan
penyesat / nabi palsu untuk menyesatkan banyak orang.
Kedua point di atas
(Allah bekerja secara pasif & adanya penggunaan ‘second causes’) menyebabkan Allah bukanlah pencipta dosa (God is not the author of sin).
Dalam
tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “This truly must be generally
agreed, that nothing is done without his will; because he both governs the
counsels of men, and sways their wills and turns their efforts at his pleasure,
and regulates all events: but if men undertake anything right and just, he so
actuates and moves them inwardly by his Spirit, that whatever is good in them,
may justly be said to be received from him: but if Satan and ungodly men
rage, he acts by their hands in such an inexpressible manner, that the
wickedness of the deed belong to them, and the blame of it is imputed to them.
For they are not induced to sin, as the faithful are to act aright, by the
impulse of the Spirit, but they are the authors of their own evil, and
follow Satan as their leader” (= Ini harus
disetujui secara umum, bahwa tidak ada apapun dilakukan tanpa kehendakNya;
karena Ia memerintah rencana manusia, dan mengubah kehendak mereka dan
membelokkan usaha mereka sesuai dengan kesenanganNya, dan mengatur semua
peristiwa / kejadian: tetapi jika manusia melakukan apapun yang baik dan benar,
Ia menjalankan dan menggerakkan mereka dari dalam oleh RohNya, sehingga apapun
yang baik dalam mereka, bisa dengan benar dikatakan diterima dari Dia: tetapi
jika Setan dan orang-orang jahat marah, Ia bertindak oleh tangan mereka dalam
suatu cara yang tak terkatakan, sehingga kejahatan dari tindakan itu hanya
menjadi milik mereka, dan kesalahan dari tindakan itu diperhitungkan kepada
mereka. Karena mereka tidak dibujuk kepada dosa, seperti orang yang setia
pada waktu melakukan hal yang benar, oleh dorongan Roh, tetapi mereka adalah
pencipta dari kejahatan mereka sendiri, dan mengikuti Setan sebagai
pemimpin mereka) - hal 488.
3) Istilah ‘Allah mengijinkan’.
a) Kesia-siaan
penggunaan istilah ini untuk ‘melindungi’ kesucian Allah.
Banyak
orang senang menggunakan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah. Mereka
berpikir bahwa kalau Allah menentukan dosa maka Allah sendiri berdosa / tidak
suci. Tetapi kalau Allah hanya mengijinkan terjadinya dosa, maka Allah tidak
bersalah dan tetap suci. Tetapi ini salah karena kalau ‘penentuan Allah
tentang terjadinya dosa’ dianggap sebagai dosa, maka ‘pemberian ijin dari
Allah sehingga dosa terjadi’ juga harus dianggap sebagai dosa, yaitu dosa
pasif. Sama halnya kalau saya membunuh orang, maka itu adalah dosa (dosa
aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan seseorang bunuh diri,
padahal saya bisa mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif) - bdk. Yak
4:17!
Herman
Hoeksema: “Nor
must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s
permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far
more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking
God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the
evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But
this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive
will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it
is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in
this way we lose God and His sovereignty: for permission presupposes the idea
that there is a power without God that can produce and do something apart from
Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism,
and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore
we must maintain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have
a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by
the Word of God” (= Juga kita tidak boleh,
berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara
hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya.
Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja
kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ‘ijin Allah’ dari pada
‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’ berkenaan dengan dosa dan
tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah
dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan
menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari Allah’: karena
jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang
etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan
cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu
gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan
melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk
bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan
kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus
mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia
dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya.
Demikianlah diajarkan oleh Firman Allah) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 158.
b) Istilah ‘Allah
mengijinkan’ boleh digunakan, tetapi artinya harus benar. Ini tidak
berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan seseorang berbuat baik / tidak
berbuat dosa, tetapi karena orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah
mengijinkan. Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana Allah
sudah gagal, dan ini bertentangan dengan pelajaran II, point B dan C di atas.
‘Allah mengijinkan’ berarti bahwa Allah bekerja secara pasif dan Ia menggunakan
second causes, tetapi dosa yang diijinkan
itu pasti terjadi, persis sesuai dengan Rencana Allah! Jadi digunakannya
istilah ‘Allah mengijinkan’ hanyalah karena dalam pelaksanaannya Allah bekerja
secara pasif dan Allah menggunakan second
causes.
Louis
Berkhof: “It
is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive.
By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without
deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will.
This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do’,
when man goes contrary to His revealed will. It should be carefully noted,
however, that this permissive decree does not imply a passive permission of
something which is not under the control of the divine will. It is a decree
which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God
determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will;
and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination”
[= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan
kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat
tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk
menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam
kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak secara
positif bekerja dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’,
pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan.
Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan
tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol
dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan
berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah
menentukan (a) untuk tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan
sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) untuk mengatur dan
mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini]
- ‘Systematic Theology’, hal 105.
William
G. T. Shedd: “When
God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he
works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God
executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for
destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but
permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides
not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate
and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth,
as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke
22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different,
but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as
the conversion of Saul” [= Pada waktu Allah melaksanakan
ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana / benda belas
kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya ‘untuk mau
/ menghendaki dan untuk melakukan’. Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya
bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran
/ benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’, Ia tidak bekerja
secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’,
tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia
memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan
dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat
memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah
ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan’
(Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas
berbeda, tetapi kebinasaan Yudas ditentukan lebih dulu dan bebas dari
kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal
31.
c) Komentar-komentar
Calvin yang menyerang istilah ‘Allah mengijinkan’.
Calvin:
“God wills that the
false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is
sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the
prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment,
the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the
Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to
command its execution by his ministers” [= Allah
menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan
pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk
menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan
dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar
ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan
apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan
memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVIII, no 1.
Calvin:
“Those who are
moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put
forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident
that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence,
substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance
events, and his judgments thus depended upon human will”(=
Mereka yang betul-betul mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya
saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari
kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan
berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan
‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian
yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung
pada kehendak manusia) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.
C) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa.
Ada
sangat banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence dan dosa, seperti:
- Kej 45:5-8 - “(5) Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu. (6) Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang tidak akan membajak atau menuai. (7) Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. (8) Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir”.
Khususnya
perhatikan kata-kata ‘Allah menyuruh aku mendahului
kamu’ (ay 5,7) dan ‘bukan kamu yang menyuruh aku ke
sini tetapi Allah’ (ay 8). Bdk. Maz 105:17 - ‘diutusNyalah
seorang mendahului mereka: Yusuf, yang dijual sebagai budak’.
Semua
ini menunjukkan bahwa penjualan Yusuf ke Mesir, yang jelas adalah suatu dosa,
merupakan pekerjaan Allah, yang melakukan semua itu untuk melaksanakan rencana
tertentu.
Dalam
tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:
“Good men are ashamed to confess,
that what men undertake cannot be accomplished except by the will of God;
fearing lest unbridled tongues should cry out immediately, either that God is
the author of sin, or that wicked men are not to be accused of crime, seeing
they fulfil the counsel of God. But although this sacrilegious fury cannot be
effectually rebutted, it may suffice that we hold it in detestation. Meanwhile,
it is right to maintain, what is declared by the clear testimonies of
Scripture, that whatever men may contrive, yet, amidst all their tumult, God
from heaven overrules their counsels and attempts; and, in short, does, by
their hands, what he himself decreed” (= Orang-orang
saleh malu mengakui, bahwa apa yang manusia lakukan tidak bisa tercapai kecuali
oleh kehendak Allah; karena mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang
akan segera berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang jahat
tak boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka menggenapi rencana
Allah. Tetapi sekalipun kemarahan yang tidak senonoh ini tidak bisa dibantah
secara efektif, cukuplah kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang
menjijikkan. Sementara itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang
dinyatakan oleh kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang manusia
usahakan / rencanakan, di tengah-tengah segala keributan mereka, Allah dari
surga menguasai rencana dan usaha mereka, dan, singkatnya, melakukan dengan
tangan mereka apa yang Ia sendiri tetapkan).
Calvin
melanjutkan dengan berkata: “Good
men, who fear to expose the justice of God to the calumnies of the impious,
resort to this distinction, that God wills some things, but permits
others to be done. As if, truly, any degree of liberty of action, were he to
cease from governing, would be left to men. If he had only permitted
Joseph to be carried into Egypt, he had not ordained him to be the
minister of deliverance to his father Jacob and his sons; which he is now
expressly declared to have done. Away, then, with that vain figment, that, by
the permission of God only, and not by his counsel or will,
those evils are committed which he afterwards turns to a good account”
(= Orang-orang saleh, yang takut membuka keadilan Allah terhadap fitnahan dari
orang-orang jahat, memutuskan untuk mengadakan pembedaan ini, yaitu bahwa Allah
menghendaki beberapa hal, tetapi mengijinkan hal-hal yang lain
untuk dilakukan. Seakan-akan Ia berhenti dari tindakan memerintah, dan
memberikan kebebasan bertindak tertentu kepada manusia. Jika Ia hanya mengijinkan
Yusuf untuk dibawa ke Mesir, Ia tidak menetapkannya untuk menjadi
pembebas bagi ayahnya Yakub dan anak-anaknya; yang dinyatakan secara jelas
telah dilakukanNya. Maka singkirkanlah isapan jempol yang sia-sia yang
mengatakan bahwa hanya karena ijin Allah, dan bukan karena rencana
atau kehendakNya, hal-hal yang jahat itu dilakukan, yang setelah itu Ia
balikkan menjadi sesuatu yang baik).
- Kej 50:20 - “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar”.
Ini
secara explicit menunjukkan bahwa
sekalipun saudara-saudara Yusuf mereka-rekakan / memaksudkan yang jahat
terhadap Yusuf, tetapi Allah telah mereka-rekakannya / memaksudkannya untuk
kebaikan! Jadi, jelas bahwa Allah bekerja menggunakan dosa dari saudara-saudara
Yusuf demi kebaikan Yusuf / Israel.
Dalam
tafsirannya tentang bagian ini, Calvin berkata:
“The selling of Joseph was a
crime detestable for its cruelty and perfidy; yet he was not sold except by the
decree of heaven. For neither did God merely remain at rest, and by conniving
for a time, let loose the reins of human malice, in order that afterwards he
might make use of this occasion; but, at his own will, he appointed the order
of acting which he intended to be fixed and certain. Thus we may say with truth
and propriety, that Joseph was sold by the wicked consent of his brethren, and
by the secret providence of God” (= Penjualan
terhadap Yusuf adalah suatu kejahatan yang menjijikkan karena kekejaman dan
pengkhianatannya; tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan dari surga.
Karena Allah bukannya semata-mata berdiam diri, dan sambil menutup mata /
pura-pura tidak melihat untuk sementara waktu, melepaskan kendali terhadap
keinginan jahat manusia, supaya setelah itu ia bisa menggunakan kejadian ini;
tetapi, pada kehendakNya sendiri, Ia menetapkan urut-urutan tindakan yang Ia
maksudkan untuk menjadi tetap dan tertentu. Jadi kita bisa berkata dengan benar
dan tepat, bahwa Yusuf dijual oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya,
dan oleh providensia rahasia dari Allah).
- Kel 1:8-10 - “(8) Kemudian bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir, yang tidak mengenal Yusuf. (9) Berkatalah raja itu kepada rakyatnya: ‘Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya dari pada kita. (10) Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan - jika terjadi peperangan - jangan bersekutu nanti dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini.’”.
bdk.
Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka (orang
Mesir) untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan
hamba-hambaNya”. Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang
mengubah hati orang Mesir untuk membenci Israel, supaya dengan demikian
rencanaNya bisa terlaksana.
- Kel 4:21 7:3,22 8:15,19,32 9:12 9:15-16 (bdk. Ro 9:15-18) 9:34-35 10:1-2,20,27 11:10 14:4,8,17. Berulang kali dikatakan bahwa Allah mengeraskan hati Firaun! Dan itulah yang menyebabkan hati Firaun menjadi keras. Bahkan setelah Firaun terpaksa membiarkan Israel meninggalkan Mesir, Tuhan lalu bekerja mengeraskan hati Firaun lagi, sehingga ia memerintahkan tentaranya untuk mengejar Israel. Tujuan Allah ialah supaya baik Israel maupun Mesir bisa melihat kuasaNya (Kel 10:1-2 14:4,17-18,30-31).
- Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati, dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Allahlah yang mengeraskan hati Sihon supaya bisa
menyerahkannya ke tangan Israel.
- Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras, sehingga mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Allah mengeraskan hati orang Kanaan supaya mereka tidak
dikasihani tetapi ditumpas.
·
Hak 9:22-24 - “(22)
Setelah tiga tahun lamanya Abimelekh memerintah atas orang Israel, (23) maka Allah
membangkitkan semangat jahat di antara Abi-melekh dan warga kota Sikhem,
sehingga warga kota Sikhem itu menjadi tidak setia kepada Abimelekh, (24) supaya
kekerasan terhadap ketujuh puluh anak Yerubaal dibalaskan dan darah mereka
ditimpakan kepada Abimelekh, saudara mereka yang telah membunuh mereka dan
kepada warga kota Sikhem yang membantu dia membunuh saudara-saudaranya itu”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Allah membangkitkan semangat jahat dalam diri orang-orang
tertentu, supaya memberontak terhadap Abimelekh (anak Yerubaal / Gideon),
supaya Ia bisa menghukum baik Abimelekh maupun orang-orang Sikhem karena
pembunuhan yang mereka lakukan terhadap anak-anak Yerubaal / Gideon yang lain
dalam Hak 9:1-5.
·
Hak 14:4 - “Tetapi
ayahnya dan ibunya tidak tahu bahwa hal itu dari pada TUHAN asalnya:
sebab memang Simson harus mencari gara-gara terhadap orang Filistin. Karena
pada masa itu orang Filistin menguasai orang Israel”.
Simson
mau kawin dengan orang Filistin / kafir (Hak 14:1-2), dan ayahnya
menasehatinya untuk tidak melakukan hal itu, karena itu jelas adalah dosa
(Hak 14:3). Dan dalam ay 4 dikatakan bahwa hal itu datang dari Tuhan,
karena Tuhan menghendaki Simson mencari gara-gara terhadap orang Filistin!
- 1Sam 2:25b - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja sehingga anak-anak Eli tidak menuruti
nasehat ayahnya, karena Tuhan hendak membunuh mereka.
- 2Sam 12:11 - “Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan” (bdk. 2Sam 16:20-23).
Ayat
ini menunjukkan bahwa peristiwa hubungan sex antara Absalom dan gundik-gundik
Daud, yang bisa dikatakan merupakan perkosaan dan incest (perzinahan dalam keluarga) merupakan pekerjaan Tuhan!
·
2Sam 16:10-11 - “(10)
Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah
ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud,
siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata
Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin
mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan
biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian”.
Daud
/ ayat ini mengatakan bahwa Tuhan ‘menyuruh’ Simei mengutuki Daud. Tetapi kata
‘menyuruh’ di sini tentu tidak bisa diartikan seakan-akan Tuhan betul-betul
berfirman kepada Simei supaya mengutuki Daud. Kata ‘menyuruh’ di sini harus
diartikan ‘bekerja sehingga’ atau ‘mengatur sehingga’. Penafsiran ini bukanlah
sesuatu yang dibuat-buat, karena penafsiran ini sejalan dengan beberapa ayat
yang lain seperti:
*
Kej 45:7-8 yang mengatakan bahwa
Allah ‘menyuruh’ Yusuf ke Mesir untuk memelihara Israel. Bandingkan juga dengan
Maz 105:17 yang menggunakan istilah ‘diutusNya’. Padahal Allah sama sekali
tidak pernah berfirman untuk menyuruh / mengutus Yusuf pergi ke Mesir. Yusuf
pergi ke Mesir karena dipaksa oleh sikon, yaitu pada waktu ia dijual sebagai
budak. Tetapi karena ini semua merupakan pengaturan Allah, maka digunakan
istilah Allah ‘menyuruh’ / ‘mengutus’.
*
1Raja 17:4,9 dimana Allah
berfirman kepada Elia bahwa Ia telah ‘memerintahkan’ burung gagak dan seorang
janda di Sarfat untuk memberi makan Elia. Tetapi Allah tidak betul-betul
berbicara kepada burung gagaknya, melainkan Allah hanya ‘mengatur’ sehingga
burung gagak itu memberi makan Elia. Demikian juga dengan janda di Sarfat itu.
Pada waktu Elia sampai di Sarfat, janda itu tidak tahu apa-apa tentang
persoalan memberi makan Elia. Jadi jelas bahwa Tuhan tidak betul-betul
berfirman kepadanya supaya ia memberi makan Elia. Tuhan hanya ‘mengatur’ supaya
janda itu memberi makan Elia.
·
1Raja 11:14,23 - “(14)
Kemudian TUHAN membangkitkan seorang lawan Salomo, yakni Hadad, orang Edom; ia
dari keturunan raja Edom. ... (23) Allah membangkitkan pula seorang lawan
Salomo, yakni Rezon bin Elyada, yang telah melarikan diri dari tuannya, yakni
Hadadezer, raja Zoba”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Tuhanlah membangkitkan lawan-lawan untuk memberontak
terhadap Salomo, padahal pemberontakan adalah suatu dosa (bdk. Ro 13:1-7).
- 1Raja 12:15,24 - “(15) Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat. ... (24) Beginilah firman TUHAN: Janganlah kamu maju dan janganlah kamu berperang melawan saudara-saudaramu, orang Israel. Pulanglah masing-masing ke rumahnya, sebab Akulah yang menyebabkan hal ini terjadi.’ Maka mereka mendengarkan firman TUHAN dan pergilah mereka pulang sesuai dengan firman TUHAN itu” (bdk. 2Taw 10:15 11:4).
Bagian
ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Rehabeam menolak nasehat yang baik
dari tua-tua, karena Tuhan mau memecah Israel.
- 1Raja 22:19-23 - “(19) Kata Mikha: ‘Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhtaNya dan segenap tentara sorga berdiri di dekatNya, di sebelah kananNya dan di sebelah kiriNya. (20) Dan TUHAN berfirman: Siapakah yang akan membujuk Ahab untuk maju berperang, supaya ia tewas di Ramot-Gilead? Maka yang seorang berkata begini, yang lain berkata begitu. (21) Kemudian tampillah suatu roh, lalu berdiri di hadapan TUHAN. Ia berkata: Aku ini akan membujuknya. TUHAN bertanya kepadanya: Dengan apa? (22) Jawabnya: Aku akan keluar dan menjadi roh dusta dalam mulut semua nabinya. Ia berfirman: Biarlah engkau membujuknya, dan engkau akan berhasil pula. Keluarlah dan perbuatlah demikian! (23) Karena itu, sesungguhnya TUHAN telah menaruh roh dusta ke dalam mulut semua nabimu ini, sebab TUHAN telah menetapkan untuk menimpakan malapetaka kepadamu.’” (bdk. 2Taw 18:19-22).
Ini
merupakan bagian Kitab Suci yang sangat aneh! Tuhan ‘kongkalikong’ / melakukan
kolusi dengan setan? Tidak, karena ini lagi-lagi menunjukkan Tuhan sebagai first cause dan setan sebagai second cause pada peristiwa penyesatan
oleh nabi-nabi palsu terhadap Ahab.
- 1Taw 10:4,14 - “(4) Lalu berkatalah Saul kepada pembawa senjatanya: ‘Hunuslah pedangmu dan tikamlah aku, supaya jangan datang orang-orang yang tidak bersunat ini memperlakukan aku sebagai permainan.’ Tetapi pembawa senjatanya tidak mau, karena ia sangat segan. Kemudian Saul mengambil pedang itu dan menjatuhkan dirinya ke atasnya. ... (14) dan tidak meminta petunjuk TUHAN. Sebab itu TUHAN membunuh dia dan menyerahkan jabatan raja itu kepada Daud bin Isai”.
Sekalipun
dalam ay 4 dikatakan bahwa Saul mati bunuh diri, tetapi dalam ay 14
tetap dikatakan ‘Tuhan membunuh dia’.
- 2Taw 21:16-17 - “(16) Lalu TUHAN menggerakkan hati orang Filistin dan orang Arab yang tinggal berdekatan dengan orang Etiopia untuk melawan Yoram. (17) Maka mereka maju melawan Yehuda, memasukinya dan mengangkut segala harta milik yang terdapat di dalam istana raja sebagai jarahan, juga anak-anak dan isteri-isterinya, sehingga tidak ada seorang anak yang tinggal padanya kecuali Yoahas, anaknya yang bungsu”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Tuhan menggerakkan hati orang Filistin dan Arab untuk
melawan Yoram.
·
2Taw 25:16 - “Waktu
nabi sedang berbicara, berkatalah Amazia kepadanya: Apakah kami telah
mengangkat engkau menjadi penasihat raja? Diamlah! Apakah engkau mau dibunuh?’
Lalu diamlah nabi itu setelah berkata: ‘Sekarang aku tahu, bahwa Allah telah
menentukan akan membinasakan engkau, karena engkau telah berbuat hal ini,
dan tidak mendengarkan nasihatku!’”.
2Taw
25:20 - “Tetapi Amazia tidak mau
mendengarkan; sebab hal itu telah ditetapkan Allah yang hendak menyerahkan
mereka ke dalam tangan Yoas, karena mereka telah mencari allah orang Edom”.
Penolakan
Amazia terhadap nasehat nabi membuat nabi itu yakin / tahu bahwa Allah telah menentukan
supaya Amazia tidak mendengarkan nasehatnya, karena Allah hendak menyerahkannya
ke tangan Yoas. Jelas bahwa penolakan Amazia terhadap nasehat nabi, yang jelas
merupakan suatu dosa, termasuk dalam pelaksanaan Rencana Allah.
·
2Taw 36:17 - “TUHAN
menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna
mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan teruna
atau gadis, orang tua atau orang ubanan - semua diserahkan TUHAN ke dalam
tangannya”.
Ini
menunjukkan bahwa kekejaman orang Kasdim terhadap Yehuda, yang jelas merupakan
suatu dosa, adalah pekerjaan Tuhan.
·
Ayub 1:21 - “katanya:
‘Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku
akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil,
terpujilah nama TUHAN!’”.
Ayub 42:11b
- “Mereka
menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka
yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya ...”.
Kedua
ayat di atas ini mengatakan bahwa semua malapetaka yang dialami Ayub, termasuk
perampokan terhadap ternaknya, yang jelas merupakan dosa, adalah pekerjaan
Tuhan.
·
Amsal 16:4 - “TUHAN
membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik
dibuatNya untuk hari malapetaka”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa Tuhan membuat orang fasik untuk hari malapetaka!
·
Yes 10:5-7,12,22-23 - “(5)
Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat
amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku
akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan
dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi
dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya,
melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak
sedikit bangsa-bangsa. ... (12) Tetapi apabila TUHAN telah menyelesaikan
segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum
perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang engkuh sombong. ... (22)
Sebab sekalipun bangsamu, hai Israel, seperti pasir di laut banyaknya, namun
hanya sisanya akan kembali. TUHAN telah memastikan datangnya kebinasaan dan
dari situ timbul keadilan yang meluap-luap. (23) Sungguh, kebinasaan yang sudah
pasti akan dilaksanakan di atas seluruh bumi oleh Tuhan, TUHAN semesta alam”.
Text
Kitab Suci ini menunjukkan bahwa penindasan oleh Asyur terhadap Israel
merupakan pekerjaan Tuhan yang menggunakan Asyur sebagai ‘cambuk murka /
tongkat amarah’ (ay 5). Tetapi karena penindasan itu sendiri adalah dosa,
dan Asyur melakukannya dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan Tuhan, maka
akhirnya Asyur sendiri dihukum oleh Tuhan (ay 12).
- Yes 63:17a - “Ya TUHAN, mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu, dan mengapa Engkau tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepadaMu?”.
Ayat
ini mengatakan bahwa kesesatan dan ketegaran hati merupakan pekerjaan Tuhan!
- Yer 19:9 - “Aku akan membuat mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan daging anak-anaknya perempuan, dan setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan susah dan sulit yang ditimbulkan musuhnya kepada mereka dan oleh orang-orang yang ingin mencabut nyawa mereka”.
Tuhan
membuat orang Yehuda mati oleh pedang lawan (Yer 19:7), dan membiarkan
mayat mereka dimakan burung dan binatang (Yer 17:8), dan lalu dalam
Yer 19:9 ini dikatakan sesuatu yang mengerikan dimana Tuhan membuat
mereka memakan daging anaknya dan daging temannya sendiri! Perbuatan kanibal
ini merupakan pekerjaan Tuhan! Bdk. juga dengan Yeh 5:8-10 Yes 49:26.
Yeh 5:8-10 - “(8)
sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku, ya Aku sendiri akan menjadi
lawanmu dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu di hadapan bangsa-bangsa. (9)
Oleh karena segala perbuatanmu yang keji akan Kuperbuat terhadapmu yang belum
pernah Kuperbuat dan yang tidak pernah lagi akan Kuperbuat. (10) Sebab itu di
tengah-tengahmu ayah-ayah akan memakan anak-anaknya dan anak-anak memakan
ayahnya dan Aku akan menjatuhkan hukuman kepadamu, sedang semua yang masih
tinggal lagi dari padamu akan Kuhamburkan ke semua penjuru angin”.
Yes 49:26 - “Aku
akan memaksa orang-orang yang menindas engkau memakan dagingnya sendiri, dan
mereka akan mabuk minum darahnya sendiri, seperti orang mabuk minum anggur baru,
supaya seluruh umat manusia mengetahui, bahwa Aku, TUHAN, adalah Juruselamatmu
dan Penebusmu, Yang Mahakuat, Allah Yakub.’”.
·
Yer 25:8-12 - “(8)
Sebab itu beginilah firman TUHAN semesta alam: Oleh karena kamu tidak
mendengarkan perkataan-perkataanKu, (9) sesungguhnya, Aku akan mengerahkan
semua kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil
Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan
penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan
Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk
selama-lamanya. (10) Aku akan melenyapkan dari antara mereka suara kegirangan
dan suara sukacita, suara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, bunyi
batu kilangan dan cahaya pelita. (11) Maka seluruh negeri ini akan menjadi
reruntuhan dan ketandusan, dan bangsa-bangsa ini akan menjadi hamba kepada raja
Babel tujuh puluh tahun lamanya. (12) Kemudian sesudah genap ketujuh puluh
tahun itu, demikianlah firman TUHAN, maka Aku akan melakukan pembalasan kepada
raja Babel dan kepada bangsa itu oleh karena kesalahan mereka, juga kepada
negeri orang-orang Kasdim, dengan membuatnya menjadi tempat-tempat yang tandus
untuk selama-lamanya”.
Ayat-ayat
ini menunjukkan bahwa Tuhan bekerja sehingga Babilonia menghancurkan Yehuda,
tetapi sama seperti Asyur, akhirnya Babilonia juga dihukum Tuhan.
- Yer 43:10-11 - “(10) lalu katakanlah kepada mereka: Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: Sesungguhnya, Aku mengutus orang untuk menjemput Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu, supaya ia mendirikan takhtanya di atas batu-batu yang telah Kusuruh sembunyikan ini, dan membentangkan permadani kebesarannya di atasnya. (11) Dan apabila ia datang, ia akan memukul tanah Mesir: Yang ke maut, ke mautlah! Yang ke tawanan, ke tawananlah! Yang ke pedang, ke pedanglah!”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa peristiwa dimana Babilonia menghancurkan Mesir, merupakan
pekerjaan Tuhan .
- Yer 47:6-7 - “(6) Ah, pedang TUHAN, berapa lama lagi baru engkau berhenti? Masuklah kembali ke dalam sarungmu, jadilah tenang dan beristirahatlah! (7) Tetapi bagaimana ia dapat berhenti? Bukankah TUHAN memerintahkannya? Ke Askelon dan ke tepi pantai laut, ke sanalah Ia menyuruhnya!’”.
Ayat
ini menyatakan pedang Firaun / Mesir yang membunuhi orang Filistin, sebagai
‘pedang Tuhan’, dan pembantaian itu sebagai perintah Tuhan!
- Yer 50:9 - “Sebab sesungguhnya, Aku menggerakkan dan membangkitkan terhadap Babel sekumpulan bangsa-bangsa yang besar dari utara; mereka akan mengatur barisan untuk melawannya, dari sanalah kota itu akan direbut. Panah-panah mereka adalah seperti pahlawan yang mujur, yang tidak pernah kembali dengan tangan hampa”.
Tuhan
menggerakkan bangsa-bangsa besar dari Utara untuk menghancurkan Babel.
- Rat 2:6b - “Di Sion TUHAN menjadikan orang lupa akan perayaan dan sabat”.
Merayakan
hari raya dan hari Sabat adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan, sehingga
melupakan / melalaikan hal itu jelas merupakan suatu dosa. Tetapi ayat ini
mengatakan bahwa Tuhanlah yang membuat hal itu!
·
Yeh 14:9 - “Jikalau
nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan mengatakan suatu ucapan - Aku,
TUHAN yang menggoda nabi itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan
dia dan memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel”.
Ayat
ini terletak dalam suatu kontex dimana Allah mengancam Israel. Ia berkata bahwa
kalau ada orang yang pergi kepada seorang nabi palsu dan menanyakan petunjuk
kepada nabi itu, maka Allah sendiri akan menjawab orang itu (Yeh 14:7).
Lalu dalam Yeh 14:9 dikatakan bahwa pada waktu nabi palsu itu memberi
petunjuk, yang tentunya merupakan petunjuk yang sesat, maka Tuhan yang menggoda
nabi palsu itu.
·
Hab 1:6,12 - “(6)
Sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim, bangsa yang
garang dan tangkas itu, yang melintasi lintang bujur bumi untuk menduduki
tempat kediaman, yang bukan kepunyaan mereka. ... (12) Bukankah Engkau, ya
TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah
Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk
menyiksa”.
Tuhan
membangkitkan / menentukan orang Kasdim untuk membunuh / menghukum / menyiksa.
- Zakh 14:2 - “Aku akan mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi Yerusalem; kota itu akan direbut, rumah-rumah akan dirampoki dan perempuan-perempuan akan ditiduri. Setengah dari penduduk kota itu harus pergi ke dalam pembuangan, tetapi selebihnya dari bangsa itu tidak akan dilenyapkan dari kota itu”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Tuhan bekerja mengumpulkan segala bangsa untuk memerangi
Yehuda / Yerusalem dan mengalahkannya, lalu merampok dan bahkan melakukan
pemerkosaan di sana.
- Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya”.
Tuhan
menyembunyikan Injil terhadap orang bijak / pandai. Ini membuat mereka tidak
mungkin bisa percaya kepada Kristus, padahal ketidakpercayaan kepada Kristus
adalah dosa.
·
Yoh 12:39-40 - “(39)
Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia
telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan
melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku
menyembuhkan mereka’” (bdk. Mark 4:11-12).
Tuhan
bekerja sehingga Israel menjadi buta / degil dan tidak mau percaya, sesuai
dengan nubuat Yesaya.
- Ro 11:7-8,25 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8) seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini.’ ... (25) Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk”.
Ayat
ini mengatakan bahwa orang-orang Israel itu menjadi tegar karena Allah membuat
mereka tertidur, dan memberi mereka mata / telinga yang tidak dapat melihat /
mendengar. Jelas bahwa ketegaran mereka merupakan pekerjaan Tuhan.
·
Ro 11:32 - “Sebab
Allah telah mengurung semua orang dalam ketidak-taatan, supaya Ia dapat
menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua”.
Kata-kata
‘Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’ jelas menunjukkan bahwa
Allah bekerja sedemikian rupa sehingga orang-orang itu terus berbuat dosa.
- 2Tes 2:11-12 - “(11) Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, (12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan”.
Ayat
ini mengatakan bahwa Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan
mereka percaya akan dusta!
- Wah 17:17 (NIV) - “For God has put it into their hearts to accomplish his purpose by agreeing to give the beast their power to rule, until God’s words are fulfilled” (= Karena Allah telah memasukkan hal itu kedalam hati mereka untuk melaksanakan tujuanNya dengan menyetujui untuk memberikan binatang itu kuasa untuk memerintah, sampai firman Allah tergenapi).
Ini
menunjukkan bahwa Allah bekerja dalam hati orang-orang itu sehingga orang-orang
itu mau tunduk kepada binatang itu!
Kalau saudara
betul-betul ingin mengetahui apakah doktrin Providence
of God ini betul-betul merupakan ajaran Kitab Suci, bacalah dan
renungkanlah semua ayat-ayat di atas ini dengan teliti, dan lalu renungkan
satu hal ini: kalau saudara menolak doktrin Providence
of God ini, bagaimana saudara menafsirkan semua ayat ini?
D) Allah mempunyai tujuan yang baik.
Sekalipun
ada dosa dalam Providence of God, itu
tentu tidak berarti bahwa dosa itu merupakan tujuan akhir dari Allah. Kalau
Allah menetapkan terjadinya dosa dan lalu melaksanakan rencanaNya itu, maka
tentu Ia mempunyai tujuan yang baik.
Ayat-ayat
Kitab Suci yang menunjukkan hal itu:
- Ro 3:5 - “... ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah”.
- Ro 3:7 - “... kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya”.
- Ro 5:20b - “di mana dosa bertambah banyak di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah”.
- Ro 11:32 - “Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua”.
Kata-kata
‘telah
mengurung semua orang dalam ketidaktaatan’ menunjukkan bahwa
dalam Providence of God ada dosa, dan
kata-kata ‘supaya Ia dapat menunjukkan kemurahanNya atas
mereka semua’ menunjukkan adanya tujuan yang baik di
dalam semua itu.
- 1Tim 1:13-16 - “aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepadaNya dan mendapat hidup yang kekal”.
Khususnya
perhatikan ay 16nya yang menunjukkan bahwa kebejatan Paulus sebelum ia
menjadi kristen justru akhirnya menjadi suatu contoh bagi orang bejat lainnya.
Tentu saja bukan supaya mereka meniru kebejatan itu, tetapi supaya mereka
melihat dalam diri Paulus, bahwa orang bejatpun bisa diampuni asal mau percaya
kepada Yesus. Dengan dermikian ini menjadi suatu dorongan bagi orang-orang
bejat yang lain untuk percaya kepada Yesus, dan sekaligus menjadi suatu jaminan
bahwa kalau mereka mau percaya kepada Yesus, maka sama seperti Paulus merekapun
akan diampuni. Jadi kebejatan Paulus ada dalam Rencana Allah dan Providence of God, dengan suatu maksud /
tujuan yang baik.
Hal-hal
lain yang perlu diingat:
¨
Adanya dosa memang menunjukkan kasih /
kemurahan Allah secara lebih menyolok, karena kalau tidak ada dosa, kita
tidak bisa melihat bagaimana Allah mengampuni manusia berdosa melalui salib.
¨
Adanya dosa juga menunjukkan kesabaran
Allah, yang tidak langsung menghukum pada waktu melihat dosa (bdk. Ro 2:4).
¨
Adanya dosa juga lebih bisa menunjukkan
keadilan dan kesucian Allah, dan kebencian Allah terhadap dosa.
Herman
Hoeksema: “It
is therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and
determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His
hatred” (= Karena itu lebih baik berkata
bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan menentukan hal itu supaya
apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa menyatakan kebencianNya atas hal
itu) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 158.
Jadi
jelas dari semua contoh di atas ini bahwa dosa akhirnya memang bisa membawa
kemuliaan bagi Allah!
Catatan:
Tetapi awas, ini tidak berarti bahwa kita boleh / harus berbuat dosa karena hal
itu toh akhirnya membawa kemuliaan bagi Allah. Bandingkan dengan kata-kata
Paulus di bawah ini.
Ro
3:7-8 - “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin
melimpah bagi kemuliaanNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang
berdosa? Bukankah tidak benar fitnahan orang yang mengatakan, bahwa kita
berkata: ‘Marilah kita berbuat jahat, supaya yang baik timbul dari padanya.’
Orang semacam itu sudah selayaknya mendapat hukuman”.
Ro
6:1-2 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan?
Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?
Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih
dapat hidup di dalamnya?”.
-o0o-
V. Providence dan
kebebasan / tanggung jawab manusia
A) Tanggung jawab manusia.
Adanya
Rencana / penetapan Allah dan Providence
of God tidak membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan
‘tanggung jawab manusia’ adalah:
1) Manusia tetap bertanggung jawab atau
mempunyai kewajiban untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman
Tuhan.
Charles
Haddon Spurgeon: “Let
the providence of God do what it may, your business is to do what you can”
(= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa
yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.
Jadi,
sekalipun ada penetapan Allah tentang saat kematian, kita tetap perlu, dan
bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita. Sekalipun ada penetapan Allah
tentang penyakit / kesehatan, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga
kesehatan kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang dosa, kita tetap perlu,
dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan
setan.
2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap
bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia tetap akan
dihukum karena dosanya itu. Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh
percaya kepada Kristus, semua dosanya sudah dibayar oleh Kristus di atas kayu
salib, sehingga ia tidak lagi bisa dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap
bisa menghajar / mendisiplin dia. Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa,
apalagi dengan alasan bahwa dosa itu sudah ditentukan oleh Allah!
B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?
1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah
yang dinyatakan kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan
berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita
ketahui.
Ul 29:29
- “Hal-hal yang tersembunyi
ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan
ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya
kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini”.
Perhatikan
bahwa ayat ini berkata bahwa:
·
‘hal-hal yang tersembunyi’
itu ialah ‘bagi Tuhan’.
Jadi,
Rencana Allah yang tidak kita ketahui itu bukan untuk kita, dan karenanya itu
bukan pedoman hidup kita.
·
‘hal-hal yang dinyatakan’
ialah ‘bagi kita’.
‘Hal-hal
yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi
kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita.
Contoh:
a) Dalam persoalan keselamatan.
Tuhan
sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat
(Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka
(Yoh 17:22 Ro 9:22), tetapi
kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk
binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita
jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti
ini:
¨
sekarang ini saya tidak perlu percaya
kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan
percaya dengan sendirinya.
¨
mungkin orang itu bukan orang pilihan,
sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk menginjili dia. Biarkan
saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan
sendirinya.
Sebaliknya,
kita harus hidup berdasarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi
kita), misalnya:
*
Kis 16:31 merupakan perintah untuk
percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu
tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup
saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam
Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.
*
Mat 28:19-20 merupakan perintah
untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu
dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat
atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya.
Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu
menjadikan semua bangsa murid Yesus.
b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.
Saya
terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan
untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah!
Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan
sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya
juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi
persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal
yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu
bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci
menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29). Karena itu saya harus berusaha
untuk sembuh, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah,
misalnya dengan pergi ke dukun.
c) Dalam hal yang bersifat dosa.
Kalau
ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk
membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan
untuk membalas’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah
dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui?
Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak
diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah
apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah
musuhmu” (Mat 5:44).
Kalau
saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang
belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan
untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang
berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak
seimbang dengan orang-orang yang tak percaya” (2Kor 6:14a).
Kalau
saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan
berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah’. Pedoman saudara adalah
Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah”
(Kel 20:14).
Ada cerita tentang seorang pendeta
yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk
seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya
tergoda oleh kecantikan dan kesexyan gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa
supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api
mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke
pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan,
jadilah kehendakMu!’.
Ini lagi-lagi merupakan contoh yang
salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia
anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman
Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!
2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur
terjadinya dosa, sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu
terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan
bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!
Calvin:
“we posited a
distinction between compulsion and necessity from which it appears that man,
while he sins of necessity, yet sins no less voluntarily”
(= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian dari mana
terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan
sukarela) - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter IV, No 1.
a) Dasar Kitab Suci:
·
Dalam Kel 7:3 Allah berkata bahwa
Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu
terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32
9:7,34-35).
·
Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa
‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba
dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.
·
Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat
Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi
yang lain.
b) Salah satu
pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini adalah: Jika Allah
sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih
bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?
Jawab:
1. Terus terang,
tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan
ini. Orang Reformed hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh
Kitab Suci (bdk. Ro 9:19-21), tetapi Kitab Suci tidak pernah
mengharmoniskannya. Karena itu orang Reformed juga juga mengajarkan kedua hal
itu, tanpa mengharmoniskannya. Ini merupakan wujud kesetiaan dan ketundukan
kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci itu melampaui akal kita!
Dalam
hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama. Misalnya: kita percaya bahwa
Allah itu maha kasih dan mahatahu. Tetapi kita juga percaya bahwa Allah
menciptakan neraka dan orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka. Kalau
memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya menciptakan
orang yang akan masuk ke surga? Saya yakin tidak ada orang yang bisa
mengharmoniskan 2 hal itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh semua orang
kristen percaya dan mengajarkan ke 2 hal itu, karena Kitab Suci memang jelas
mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak mau bersikap sama?
2. Perhatikan
beberapa kutipan di bawah ini berkenaan dengan hubungan penentuan Allah dan
kebebasan / tanggung jawab manusia.
Loraine
Boettner: “But
while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal,
powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be
reconciled with man’s free agency” (= Tetapi
sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini
bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah
berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan
/ diharmoniskan dengan kebebasan manusia) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 38.
Loraine
Boettner: “Perhaps
the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be
summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts
in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for
him to do” (= Mungkin hubungan antara
kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik
dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian
rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara
tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 38.
Charles
Haddon Spurgeon: “man,
acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by
that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot
tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free
agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God
has predestinated everything yet man is responsible”
(= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh
pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar
saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa
mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi
keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala
sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 10.
Charles
Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak mematahkan
kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh 19:33-34).
“They acted of their own free
will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall
we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and
free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they
are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and
foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the
responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two
truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell
out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths
do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which
you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them
unite, but you cannot make them cross each other”
(= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama
mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah
bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan
kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa
sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung
jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih
dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu
tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan
dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian,
karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang
sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok.
Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti
yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel;
saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka
bersilangan)
- ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of
Our Lord’, hal 670-671.
Arthur
W. Pink: “Two
things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To
emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability
of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the
responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt
the creature and dishonour the Creator” (= Dua hal tidak
perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ...
Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari
makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan
tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama
dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta)
- ‘The Sovereignty of God’, hal 9.
Arthur
W. Pink melanjutkan: “We
are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any
provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath
denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of
Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to
make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are
not contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the
Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of man”
[= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika
ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya,
orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman’
(1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yoh 10:28-29),
tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya
teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah bertentangan tetapi saling
melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain. Demikian Kitab Suci menyatakan
kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia] - ‘The Sovereignty of God’, hal 11.
Charles
Hodge: “God
can control the free acts of rational creatures without destroying either
their liberty or their responsibility” (= Allah bisa
mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa
menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka)
- ‘Systematic Theology’, vol II, hal
332.
Saya
berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge
ini adalah ‘God can’
(= Allah bisa).
Kalau
saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain
sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau
banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan
kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi
mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi
Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa
menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan
manusia! Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi
kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan
dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan.
3. Jika
penentuan lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka
perlu saudara ketahui bahwa pengetahuan lebih dulu dari Allah, yang jelas harus
dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia.
Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu,
maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?
Loraine
Boettner: “The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the
case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is
inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination
renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are
certain” (= Keberatan Arminian terhadap
penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan
kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa
yang Allah ketahui lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti
apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika yang satu tidak konsisten dengan
kebebasan manusia, yang lain juga demikian. Penentuan lebih dulu membuat
peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan pengetahuan lebih dulu
mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 42.
Karena
itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk menyerang doktrin
Reformed ini, maka serangannya ini, bisa menjadi boomerang bagi doktrin mereka
sendiri!
4. Kebebasan manusia
juga ditentukan oleh Allah.
Pada
waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka
perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya, dan itu berarti
bahwa Allah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan tindakan itu
secara bebas.
Saya
ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu
pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan
itu menggunakan video cassette.
Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu
saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat
semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang
yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu
kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan
kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam
video itu.
c) Tetap
adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab /
dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.
Mengomentari
Luk 22:22 Spurgeon berkata: “The
decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even
though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on
him falls the full guilt of it” (= Ketetapan Allah
tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu
sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak
bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 12, hal 18.
d) Tetap
adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia
Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme
/ Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-Calvinisme, yang
karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, lalu hidup secara
apatis / acuh tak acuh dan secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini
diperhatikan oleh orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang Providence of God ini sebagai
Hyper-Calvinisme!
Untuk
bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya memberikan sebuah kutipan,
yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.
Edwin
H. Palmer: “Hyper-Calvinism.
Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both
sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the
Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces.
Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one
side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the
hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical
statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being
logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the
latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are
really very close together in their rationalism”
(= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang
yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan
kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak
dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang
Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal
satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan
Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab
manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan
lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak
mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia
menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang
hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya
sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The
Five Points of Calvinism’, hal 84.
Saya sendiri sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi
saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia (lihat pelajaran V). Karena
itu adalah omong kosong kalau ajaran saya adalah Hyper Calvinisme. Kalau saya
adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah
seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang
lain, karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.
C) Problem Kej 45:8.
Ada
satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah mengerti bisa menimbulkan kesan
bahwa karena Allah telah menentukan dan mengatur segala sesuatu, maka manusia
tidak bertanggung jawab. Ayat itu adalah Kej 45:8. Dalam Kej 45:8 itu,
waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya yang ketakutan, ia berkata: “Jadi
bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah”. Kata-kata
‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8 ini diucapkan Yusuf untuk menghibur
saudara-saudaranya, tetapi ini tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta,
karena:
- sekalipun memang Allahlah yang menetapkan peristiwa penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The First Cause (= Penyebab pertama) dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara Yusuflah yang melaksanakan penjualan itu, sehingga Yusuf seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.
- kata-kata ini menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tidak bertanggung jawab atas dosa yang mereka lakukan itu.
Calvin:
“For the
consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion over their
fault” (= Untuk penghiburan terhadap
saudara-saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian terhadap kesalahan
mereka).
Tetapi
belakangan, dalam Kej 50:20, Yusuf berkata dengan lebih terus terang /
jujur: “Memang kamu telah
mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya
untuk kebaikan”. Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kej
50:20 ini kontras / bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej
45:8, dan menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tetap bertanggung jawab atas apa
yang telah mereka lakukan.
-o0o-
VI. Keberatan terhadap doktrin ini
Kebanyakan dari serangan / keberatan di
bawah ini sudah saya bahas dan jelaskan di depan, kecuali keberatan / serangan
no 6 dan 7. Saya memberikan semua ini hanya untuk memudahkan saudara mencari
jawaban terhadap keberatan / serangan yang ditujukan terhadap doktrin ini.
1) Doktrin
ini menjadikan manusia seperti robot / wayang.
Jawab:
Lihat pelajaran V, point B, 2 di atas.
2) Kalau Allah sudah
menetapkan segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai
kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?
Jawab:
Lihat pelajaran V di atas.
Bandingkan
juga dengan Ro 9:19-21 - “Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa
lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk
berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’
Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari
gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu
benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Dalam
tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “If human minds cannot reach
these depths, let them rather suppliantly adore the mysteries they do not
comprehend, than, as vessels of clay, proudly exalt themselves against their
Maker” (= Jika pikiran manusia tidak
bisa menjangkau hal-hal yang dalam ini, hendaklah mereka dengan rendah hati
memuja misteri yang tidak mereka mengerti, dari pada, sebagai bejana tanah
liat, dengan sombong meninggikan diri mereka sendiri terhadap Pencipta mereka)
- hal 488.
3) Bagaimana Allah
yang maha suci bisa menciptakan dosa?
Jawab:
a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan
mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat
pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.
b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa
Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.
4) Allah menentukan
karena Ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.
Jawab:
lihat pelajaran III, point A, 2 di atas.
5) Allah bukan
menentukan dosa, tetapi mengijinkan dosa.
Jawab:
lihat pelajaran IV, point B, 3 di atas.
6) Kalau Allah
menetapkan terjadinya dosa, padahal Ia melarang kita untuk berbuat dosa,
bukankah ini menunjukkan adanya suatu kontradiksi dalam diri Allah?
Jawab:
Harus diakui bahwa di sini keterbatasan otak / pengertian kita membuat kita
tidak bisa mengerti Allah. Tetapi jelas bahwa Allah tidak bertentangan dengan
diriNya sendiri.
Calvin:
“Yet God’s will is
not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not
to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it
appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not
grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place.
... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be
done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that
the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim
6:16), because it is overspread with darkness”
[= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan
dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya
berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun
kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat
bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidak-mampuan otak kita,
kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki
dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti
bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah
kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan
bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri
(1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan]
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVIII, no 3.
7) Ada banyak orang
yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini karena bisa menimbulkan tanggapan
yang negatif, misalnya malah berbuat dosa karena toh sudah ditentukan, marah kepada
Allah sebagai penentu penderitaan kita, malas berdoa / memberitakan Injil
karena semua toh sudah ditentukan, dsb.
Jawab:
a) Harus diakui bahwa tanggapan salah seperti
itu bisa saja terjadi, tetapi itu adalah kesalahan dari orang yang mendengar
ajaran ini, bukan kesalahan ajarannya!
John
Murray: “...
perversion does not refute the truth of the doctrine perverted”
(= ... penyimpangan tidak menyangkal kebenaran dari doktrin yang disimpangkan)
- ‘Collected Writings of John Murray’,
vol II, hal 87.
b) Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan
tanggapan yang salah / negatif. Misalnya: Kalau ada orang yang mendengar bahwa
Yesus sudah mati untuk menebus dosa-dosanya, baik yang dulu, yang sekarang,
maupun yang akan datang, maka bisa saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh
sudah dibayar / ditebus oleh Yesus. Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak
diajarkan karena bisa menimbulkan tanggapan salah / negatif seperti ini? Tanggapan
salah yang sama juga bisa diberikan terhadap pemberitaan bahwa keselamatan
tidak bisa hilang. Lalu, apakah inipun tidak boleh diajarkan?
Dalam komentarnya tentang
1Pet 2:16 William Barclay berkata: “Any great Christian doctrine can be perverted into
an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for
sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be
sentimentalized into an excuse for breaking his law. The doctrine of the life
to come can be perverted into an excuse for neglecting life in this world. And
there is no doctrine so easy to pervert as that of Christian freedom” (= Seadanya doktrin besar
Kristen bisa diselewengkan / disimpangkan menjadi suatu alasan untuk kejahatan.
Doktrin tentang kasih karunia bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk
berdosa bagi kepuasan hati seseorang. Doktrin tentang kasih Allah bisa
disentimentilkan menjadi suatu alasan untuk melanggar hukumNya. Doktrin tentang
kehidupan yang akan datang bisa disimpangkan menjadi suatu alasan untuk
mengabaikan kehidupan dalam dunia ini. Dan tidak ada doktrin yang begitu mudah
untuk disimpangkan seperti doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen) - hal 207.
Ada banyak jejak yang menunjukkan
bahwa doktrin kebebasan / kemerdekaan Kristen ini memang sering disalahgunakan,
seperti yang terlihat dari ayat-ayat di bawah ini.
·
Gal 5:1,13
- “Supaya kita
sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah
teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. ... Saudara-saudara, memang
kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan
kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan
layanilah seorang akan yang lain oleh kasih”.
·
2Pet 2:19
- “Mereka
menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah
hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba
orang itu”.
-o0o-
VII. manfaat doktrin ini bagi kita
Doktrin ini mempunyai banyak manfaat
yang penting dalam hidup kita, seperti:
1) Pada saat kita
mengalami penderitaan, kesedihan, bahkan penganiayaan dan kejahatan orang lain
terhadap diri kita, dsb, kita harus ingat bahwa segala sesuatu terjadi karena
kehendak / Rencana Allah, dan kita juga harus percaya bahwa semua itu terjadi
untuk kebaikan kita yang adalah anak-anakNya / orang pilihanNya (Ro 8:28).
Ini akan merupakan penghiburan yang luar biasa di tengah-tengah segala
penderitaan / kesedihan.
Charles Haddon Spurgeon: “All events are under the control
of Providence; consequently all the trials of our outward life are traceable at
once to the great First Cause” (= Semua peristiwa
ada di bawah kontrol dari Providensia; dan karenanya semua pencobaan dari
kehidupan luar / lahiriah kita bisa segera diikuti jejaknya sampai kepada sang
Penyebab Pertama yang agung) - ‘Morning
and Evening’, September 3, evening.
John
Owen: “Amidst
all our afflictions and temptations, under whose pressure we should else faint
and despair, it is no small comfort to be assured that we do nor can suffer
nothing but what his hand and counsel guides unto us, what is open and naked
before his eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a
strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of consolation”
(= Di tengah-tengah semua penderitaan dan pencobaan, yang tekanannya bisa
membuat kita lemah / takut dan putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin
bahwa kita tidak bisa menderita apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya
pimpin kepada kita, apa yang terbuka dan telanjang di depan mataNya, dan yang
akhirnya dan hasilnya Ia ketahui jauh sebelumnya; yang merupakan motivasi yang
kuat pada kesabaran, jangkar pengharapan yang pasti, dasar penghiburan yang
teguh) - ‘The Works of John
Owen’, vol 10, hal 29.
Dalam
tafsirannya tentang Kej 50:20 Calvin mengatakan sebagai berikut: “Let the impious busy themselves
as they please, let them rage, let them mingle heaven and earth; yet they shall
gain nothing by their ardour; and not only shall their impetuousity prove
ineffectual, but shall be turned to an issue the reverse of that which they
intended, so that they shall promote our salvation, though they do it
reluctantly. So that whatever poison Satan produces, God turns it into medicine
for his elect” (= Biarlah orang jahat
menyibukkan diri mereka sendiri semau mereka, biarlah mereka marah, biarlah
mereka mencampur-adukkan langit dan bumi; tetapi mereka tidak akan mendapatkan
keuntungan apapun oleh semangat mereka; dan bukan hanya gerakan mereka terbukti
tidak berhasil, tetapi bahkan akan dibelokkan pada suatu hasil yang berlawanan
dengan yang mereka maksudkan, sehingga mereka akan memajukan keselamatan kita,
sekalipun mereka melakukan hal itu dengan segan. Sehingga apapun racun yang
dihasilkan oleh Setan, Allah membalikkannya menjadi obat untuk orang
pilihanNya) - hal 488.
2) Dalam keadaan
bahaya / kritis, doktrin ini memberikan ketenangan kepada kita.
Misalnya
anak saudara mengalami kecelakaan dan pendarahan yang parah. Ini dengan mudah
membuat saudara menjadi kuatir, takut dan bahkan panik. Tetapi kalau pada saat
itu saudara bisa mengingat dan mempercayai bahwa Allah toh sudah menetapkan
segala sesuatu (termasuk apakah anak itu akan sembuh atau akan mati), dan bahwa
Allah mengontrol segala sesuatu sehingga ketetapanNya itu pasti terjadi, maka saudara
akan berhenti kuatir. Mengapa?
a) Karena kekuatiran toh tidak akan mengubah
ketetapan Allah.
Bandingkan
ini dengan Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang
karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
b) Karena ketetapan Allah itu pasti ditujukan
untuk kebaikan saudara (Ro 8:28). Tetapi ingat bahwa ini hanya berlaku kalau
saudara adalah anak Allah.
Saudara
memang tetap harus melakukan yang terbaik untuk anak saudara itu, tetapi
saudara bisa melakukannya dengan tenang.
3) Pada saat kita
mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain, kita lebih bisa
mengampuni dan tidak mendendam, kalau kita mengingat bahwa dibalik semua itu
ada Rencana Allah dan Providence of God.
Contoh:
- Yusuf dalam Kej 45:5,7,8 Kej 50:20.
- Ayub dalam Ayub 1:21.
- Daud dalam 2Sam 16:5-11.
- Yesus dalam Yoh 18:11.
4) Bisa
mencegah kita dari tindakan berbuat dosa dalam ‘keadaan terpaksa’.
Contoh:
Yesus sendiri dalam Mat 4:1-4. Ia digoda untuk mengubah batu menjadi roti.
Kalau Yesus mau menuruti godaan itu, maka:
- Ia menggunakan kekuatanNya secara egois.
- Ia bersandar pada kekuatanNya dan usahaNya sendiri, bukan kepada BapaNya.
Yesus
menolak godaan itu dengan berkata: “Ada tertulis: Manusia hidup
bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”
(Mat 4:4). Ada 2 penafsiran tentang arti dari kata-kata ‘setiap firman
yang keluar dari mulut Allah’:
a) Ini menunjuk pada Firman Allah atau
pengajaran Kitab Suci.
Kalau
diambil arti ini, maka seluruh jawaban Yesus itu maksudnya adalah: karena
manusia terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, maka manusia hidup bukan dari roti
saja, tetapi juga dari Firman Allah / pengajaran Kitab Suci.
Tetapi
penafsiran ini rasanya tidak cocok dengan:
·
konteks Mat 4:3-4 / Luk 4:3-4.
Setan
menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti, dan Yesus menjawab: manusia hidup
bukan dari roti saja tetapi dari pengajaran Kitab Suci. Ini tidak cocok.
·
Ul 8:3 (dari mana Yesus mengutip
kata-kata itu), yang lengkapnya berbunyi: “Jadi Ia
merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna,
yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk
membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi
manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN”.
Kalau
kata-kata ‘segala yang diucapkan TUHAN’ itu diartikan pengajaran Kitab Suci,
maka Ul 8:3 itu juga menjadi kacau artinya.
b) Ini menunjuk pada kehendak Allah (Calvin).
Jadi
maksud Yesus adalah: sekalipun tidak ada roti, kalau Allah menghendaki Ia
hidup, Ia akan hidup. Penafsiran ini lebih cocok dengan konteks Mat 4:3-4
maupun Ul 8:3!
Calvin:
“In like manner,
the Apostle says, that he ‘upholdeth all things by his powerful word’ (Heb i.
3); that is, the whole world is preserved, and every part of it keeps its
place, by the will and decree of Him, whose power, above and below, is
everywhere diffused” [= Dengan cara yang sama, sang rasul berkata
bahwa Ia ‘menopang segala yang ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan’ (Ibr
1:3); artinya, seluruh dunia / alam semesta dipelihara, dan setiap bagiannya
dijaga pada tempatnya, oleh kehendak dan ketetapanNya, yang kuasaNya, di atas
dan di bawah, tersebar dimana-mana].
Maksud
Calvin adalah: kalau kata ‘firman’ dalam Ibr 1:3 itu bisa diartikan
‘kehendak Allah’, maka tentu dalam Mat 4:4 ini juga bisa.
Kalau
kita menerima penafsiran Calvin ini, maka ini menunjukkan bahwa kepercayaan
Yesus terhadap kehendak / rencana Allah itu ternyata berguna untuk mencegah Dia
dari berbuat dosa sekalipun keadaan kelihatannya memaksa Dia untuk melakukan hal
itu. Karena itu, pada waktu saudara ada dalam keadaan dimana saudara
kelihatannya harus berbuat dosa, apakah itu mencuri, berdusta atau
apapun juga, renungkan doktrin Providence
of God ini!
-o0o-
VIII. Kutipan-kutipan pendukung
Bahwa apa yang saya
ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinism / Reformed yang sejati, dan
bukannya ajaran Hyper-Calvinism, saya buktikan di bawah ini dengan mengutip
dari tulisan-tulisan John Calvin, dari Westminster
Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-gereja Presbyterian /
Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan para ahli Theologia Reformed.
Memang dalam penjelasan / pelajaran di
depan saya sudah banyak mengutip, tetapi itu hanya sebagian kecil, dan di sini
saya memberi kutipan-kutipan jauh lebih banyak. Perlu saya tekankan sekali lagi
bahwa tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di bawah ini, bukanlah
untuk membuktikan kebenaran dari doktrin Providence
of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin Providence of God telah saya berikan di depan.
Saya tidak
memberikan kutipan-kutipan ini secara sistimatis, karena tujuan saya memberikan
kutipan-kutipan ini hanyalah untuk membuktikan bahwa doktrin Providence of God yang saya ajarkan ini
memang merupakan ajaran Refomed yang dipercaya dan diajarkan oleh John Calvin
dan ahli-ahli theologia Reformed yang lain, dan bukannya merupakan
Hyper-Calvinisme. Khususnya untuk orang-orang yang menganggap saya sebagai
Hyper-Calvinist atau menganggap ajaran saya sebagai Hyper-Calvinisme, saya
berharap saudara mau membaca kutipan-kutipan di bawah ini.
John Calvin, ‘Institutes of the Christian Religion’:
“God’s
providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous
happenings” (= Providensia Allah, seperti
yang diajarkan oleh Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan
kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan) - Book I, Chapter XVI, no 2.
“But
anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are
numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will
consider that all events are governed by God’s secret plan”
[= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut
kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab,
dan akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana
rahasia Allah] - Book I, Chapter XVI, no 2.
“For
he is deemed omnipotent, not because he can indeed act, yet sometimes ceases
and sits in idleness, or continues by a general impulse that order of nature
which he previously appointed; but because, governing heaven and earth by his
providence, he so regulates all things that nothing takes place without his
deliberation” (= Karena Ia dianggap mahakuasa,
bukan karena Ia bisa sungguh-sungguh bertindak, tetapi kadang-kadang berhenti
dan duduk bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa, atau bertindak terus oleh
suatu dorongan umum yang memerintah alam yang telah lebih dulu Ia tetapkan;
tetapi karena Ia memerintah langit dan bumi oleh providensiaNya, dan Ia
mengatur segala sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak ada suatu apapun yang
terjadi tanpa pertimbanganNya) - Book I, Chapter XVI, no 3.
“...
providence means not that by which God idly observes from heaven what takes
place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all
events” (= ... providensia tidak berarti
sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa
mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana,
seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian / peristiwa) - Book I, Chapter
XVI, no 4.
“...
it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command”
(= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah
yang pasti dari Allah)
- Book I, Chapter XVI, no 5.
“...
nothing at all in the world is undertaken without his determination, shows that
things seemingly most fortuitous are subject to him”
(= ... sama sekali tidak ada sesuatupun dalam dunia yang dilakukan / dijalankan
tanpa penentuanNya, menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya bersifat
kebetulan tunduk kepadaNya)
- Book I, Chapter XVI, no 5.
“...
we make God the ruler and governor of all things, who in accordance with his
wisdom has from the farthest limit of eternity decreed what he was going to do,
and now by his might carries out what he has decreed. From this we declare that
not only heaven and earth and the inanimate creatures, but also the plans and
intentions of men, are so governed by his providence that they are borne by it
straight to their appointed end” (= ... kami
membuat Allah pengatur dan pemerintah segala sesuatu, yang sesuai dengan
kebijaksanaanNya telah menetapkan sejak batas terjauh dari kekekalan apa yang
akan Ia lakukan, dan sekarang dengan kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan.
Dari sini kami menyatakan bahwa bukan hanya surga dan bumi dan makhluk tak
bernyawa, tetapi juga rencana dan maksud manusia begitu diperintah / diatur
oleh providensiaNya sehingga mereka dilahirkan olehnya langsung menuju tujuan
yang ditetapkan bagi mereka) - Book I, Chapter XVI, no 8.
“Does
nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has
truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance
the minds of the godly ought not to be occupied. For if every success is God’s
blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human
affairs for fortune or chance” (= Apakah tidak
ada yang terjadi secara kebetulan? Saya menjawab: Basil yang Agung secara benar
telah berkata bahwa ‘nasib baik’ dan ‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan
pikiran orang benar tidak seharusnya diisi dengan istilah itu. Karena jika
setiap sukses adalah berkat Allah, dan malapetaka dan kemalangan adalah
kutukanNya, tidak ada tempat tertinggal dalam hidup manusia untuk nasib baik
atau kebetulan) - Book I, Chapter XVI, no 8.
“...
thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine
providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he
has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any
excuse for their evil deeds” (= ... pencuri dan perampok dan
pembuat kejahatan yang lain adalah alat dari providensia ilahi, dan Tuhan
sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang telah Ia
tentukan dengan diriNya sendiri. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa
mendapatkan dari sini alasan untuk tindakan-tindakan mereka yang jahat) - Book I, Chapter
XVII, no 5.
“God
wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to
this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the
mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of
Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it
would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and
not also to decree it and to command its execution by his ministers”
[= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan
pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk
menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan
dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar
ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan
apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan
memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya] - Book I, Chapter
XVIII, no 1.
“Now
the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in
himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind,
yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear
that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to
consider that this expression has been taken from our human experience; because
God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled
and angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara
penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan
sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh
kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan
bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita
mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun
dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman
manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti
seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang
lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - Book I, Chapter
XVII, no 13.
“...
neither God’s plan nor his will is reversed, nor his volition altered; but what
he had from eternity foreseen, approved, and decreed, he pursues in
uninterrupted tenor, however sudden the variation may appear in men’s eyes”
(= ... baik rencana Allah maupun kehendakNya tidak berbalik, juga kemauanNya
tidak berubah; tetapi apa yang dari kekekalan telah Ia lihat lebih dulu,
setujui / restui, dan tetapkan, Ia ikuti / kejar dengan arah yang tak
terganggu, betapapun mendadaknya perubahan terlihat dalam pandangan manusia) - Book I, Chapter
XVII, no 13.
“Those
who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I
have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than
evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence,
substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance
events, and his judgments thus depended upon human will”(=
Mereka yang betul-betul mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya
saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari
kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan
berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan
‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu
kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian
penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia)
- Book I, Chapter XVIII, no 1.
“Likewise
in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful
nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not
because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but
because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his
commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been
impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by
means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way
that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is
allowed” [= Demikian juga dalam Yesaya,
Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang Asyur terhadap bangsa yang berdusta
dan akan memerintahkan mereka ‘untuk melakukan perampasan dan penjarahan’
(Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras
kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan
mereka untuk melaksanakan penghakimanNya; seakan-akan mereka mempunyai
perintahNya tertulis dalam hati mereka; dari sini terlihat bahwa mereka dipaksa
oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya mengakui bahwa seringkali Allah bertindak
dalam diri orang jahat dengan menggunakan intervensi Setan, tetapi dengan cara
sedemikian rupa sehingga Setan melakukan bagiannya oleh dorongan Allah dan
bergerak maju sejauh ia diijinkan] - Book I, Chapter XVIII, no 2.
“To
sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his
providence the determination principle for all human plans and works, not only
in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit,
but also to compel the reprobate to obedience”
(= Kesimpulannya, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala
sesuatu, saya telah membuat providensiaNya suatu prinsip yang menentukan untuk
semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya
dalam diri orang pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk
memaksa orang yang ditetapkan binasa pada ketaatan)
- Book I, Chapter XVIII, no 2.
“Yet
God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it
pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple
in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity,
we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take
place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to
be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider
that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable
(1Tim 6:16), because it is overspread with darkness”
[= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan
dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya
berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun
kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat
bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidakmampuan otak kita, kita
tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan
tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti
bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang ia larang untuk dilakukan, biarlah
kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan
bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri
(1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan]
- Book I, Chapter XVIII, no 3.
“...
so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will,
not even that which is against his will. For it would not be done if he did not
permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he,
being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make
good even out of evil” (= ... sehingga dalam cara yang
indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak
Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan
terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan
terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan
mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa
membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat) - Book I, Chapter
XVIII, no 3.
Catatan:
bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.
‘Westminster
Confession of Faith’:
Chapter II, 1: “... God, ... working all things
according to the counsel of His own immutable and most righteous will”
(= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari
kehendakNya sendiri yang tetap dan paling benar).
Chapter III, 1: “God from all eternity, did, by the
most wise and holy counsel of His own will, freely, and unchangeably ordain
whatsoever comes to pass; yet so, as thereby neither is God the author of sin,
nor is violence offered to the will of the creatures; nor is the liberty or
contingency of second causes taken away, but rather established”
(= Allah dari sejak kekekalan, melakukan, oleh rencana dari kehendakNya sendiri
yang paling bijaksana dan suci, dengan bebas, dan dengan tidak berubah
menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan demikian Allah bukan
pencipta dosa, dan tidak digunakan kekerasan / pemaksaan terhadap kehendak dari
makhluk ciptaan; juga kebebasan atau ketidakpastian / sifat tergantung dari
penyebab kedua tidaklah disingkirkan, tetapi sebaliknya diteguhkan).
Chapter III, 2: “Although God knows whatsoever
may or can come to pass upon all supposed conditions, yet hath He not decreed
any thing because He foresaw it as future, or as that which would come to pass
upon such conditions” (= Sekalipun Allah mengetahui
apapun yang bisa terjadi dalam segala kondisi yang mungkin, tetapi Ia tidak
menetapkan sesuatupun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai masa depan, atau
sebagai apa yang akan terjadi dalam kondisi seperti itu).
Chapter V, 1: “God the great Creator of all
things doth uphold, direct, dispose, and govern all creatures, actions, and
things, from the greatest even to the least, by His most wise and holy
providence, according to His infallible foreknowledge, and the free and
immutable counsel of His own will, to the praise of the glory of His wisdom,
power, justice, goodness, and mercy” (= Allah Pencipta
yang besar dari segala sesuatu menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur,
dan memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan dan benda-benda, dari yang
terbesar bahkan sampai kepada yang terkecil, oleh providensiaNya yang paling
bijaksana dan kudus, sesuai dengan pengetahuan-lebih-duluNya yang tidak bisa
salah, dan rencana kehendakNya sendiri yang bebas dan tetap / kekal, untuk
memuji kemuliaan dari hikmat, kuasa, keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya).
Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable
wisdom, and infinite goodness of God so far manifest themselves in His
providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other sins
of angels and men; and that not by a bare permission, but such as hath joined
with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing
of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so, as the
sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God, who,
being most holy and righteous, neither is nor can be the author or approver of
sin” (= Kemahakuasaan, hikmat yang
tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah begitu jauh
memanifestasikan dirinya dalam providensiaNya, sehingga menjangkau bahkan
kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan
manusia; dan itu bukan sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga
telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain
itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai
pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian
rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan
bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar,
bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dosa).
Chapter VI, 1: “Our first parents, being seduced
by the subtilty and temptation of Satan, sinned, in eating the forbidden fruit.
This their sin, God was pleased, according to His wise and holy counsel, to
permit, having purposed to order it to His own glory”
(= Nenek moyang kita yang pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan
dan pencobaan Setan, berdosa dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini,
Allah berkenan, menurut rencanaNya yang bijaksana dan kudus, mengijinkannya,
setelah menetapkan untuk menentukannya untuk kemuliaanNya sendiri).
‘The
Larger Catechism’:
Question 12: “What are the decrees of God?”
(= Pertanyaan 12: Apakah ketetapan-ketetapan Allah itu?).
Answer: “God’s
decrees are the wise, free, and holy acts of the counsel of His will, whereby,
from all eternity, he hath, for his own glory, unchangeably foreordained
whatsoever comes to pass in time, especially concerning angels and men”
(= Jawab: Ketetapan-ketetapan Allah adalah tindakan-tindakan dari rencana
kehendakNya yang bijaksana, bebas dan kudus, dengan mana dari sejak kekekalan,
Ia telah, untuk kemuliaanNya sendiri, menentukan secara tidak bisa berubah
segala sesuatu yang akan terjadi dalam waktu, khususnya berhubungan dengan
malaikat dan manusia).
John
Owen, ‘The Works of John Owen’, vol 10:
“Whatsoever
God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure
of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and
immutable” (= Apapun yang Allah telah
tentukan, menurut rencana dari hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk
terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah)
- hal 20.
“If
God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it
must needs be either because he then perceived some goodness in it of which
before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness
to some state of things which it had not from him; neither of which, without
abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the
beginning” (= Jika penentuan Allah tentang
sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau
karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak
diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan / kebetulan yang
melekatkan kebaikan sejati pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang
manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu
penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula)
- hal 20.
“Out
of this large and boundless territory of things possible, God by his decree
freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before
were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or
together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God
which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things
in their proper causes, and how and when they shall some to pass”
(= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi
ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi,
dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Pada
umumnya orang mengatakan bahwa setelah ketetapan ini, atau lebih tepat lagi,
bersama-sama dengan ketetapan itu, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’
dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara
tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan
bagaimana dan kapan mereka akan terjadi) - hal 23.
Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’:
“Reformed
Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly
determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His
sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to
His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God
‘worketh all things after the counsel of His will’ (Eph 1:11)”
[= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara
berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan
mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang
bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan
sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah
‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’ (Ef 1:11)] - hal 100.
“In
the case of some things God decided, not merely that they would come to pass,
but that He himself would bring them to pass, either immediately, as in the
work of creation, or through the mediation of secondary causes, which are
continually energized by His power. He himself assumes the responsibility for
their coming to pass. There are other things, however, which God included in
His decree and thereby rendered certain, but which He did not decide to
effectuate Himself, as the sinful acts of His rational creatures”
(= Dalam kasus dari sebagian hal, Allah memutuskan, bukan hanya bahwa mereka
akan terjadi, tetapi bahwa Ia sendiri akan menyebabkan mereka terjadi, baik
secara langsung, seperti dalam pekerjaan penciptaan, atau melalui perantaraan
dari ‘penyebab kedua’, yang secara terus menerus diberi kekuatan / diaktifkan
oleh kuasaNya. Ia sendiri bertanggung jawab atas terjadinya hal-hal itu. Tetapi
ada hal-hal lain, yang Allah masukkan dalam ketetapanNya dan dengan demikian
dibuat jadi pasti, tetapi yang Ia putuskan bahwa bukan Ia sendiri yang
melaksanakannya, seperti tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhluk
rasionilNya) - hal
103.
“It
is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive.
By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without
deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will.
This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do’,
when man goes contrary to His revealed will. It should be carefully noted,
however, that this permissive decree does not imply a passive permission of
something which is not under the control of the divine will. It is a decree
which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God
determines (a)not to hinder the sinful self-determination of the finite will;
and (b)to regulate and control the result of this sinful self-determination”
[= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan
kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat
tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk
menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam
kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak bekerja
secara positif dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada
waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi
harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak
berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari
kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa
yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan
(a) tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh
kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) mengatur dan mengontrol akibat /
hasil dari keputusan berdosa ini]
- hal 105.
Robert L.
Dabney, ‘Lectures in Systematic Theology’:
“The
decrees of God are His eternal purpose according to the counsel of His will,
whereby, for His own glory, He hath foreordained whatsoever comes to pass”
(= Ketetapan-ketetapan Allah adalah rencana kekalNya menurut kehendakNya,
dengan mana, untuk kemuliaanNya sendiri, Ia telah menentukan lebih dulu apapun
yang akan terjadi)
- hal 121.
“God’s
decree ‘foreordained whatsoever comes to pass’; there was no event in the womb
of the future, the futurition of which was not made certain to God by it”
[= Ketetapan Allah ‘menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi’; tidak ada
kejadian / peristiwa dalam kandungan masa yang akan datang, yang terjadinya
tidak dibuat pasti bagi Allah oleh ketetapan itu] - hal 213.
“By
calling it permissive, we do not mean that their futurition is not certain to
God; or that He has not made it certain; we mean that they are such acts as He
efficiently brings about by simply leaving the spontaneity of other free
agents, as upheld by His providence, to work of itself, under incitements,
occasions, bounds and limitations, which His wisdom and power throw around. To
this class may be attributed all the acts of rational free agents, except such
are evoked by God’s own grace, and especially, all their sinful acts”
(= Dengan menyebutnya ‘mengijinkan’, kita tidak memaksudkan bahwa terjadinya
hal-hal itu tidak pasti bagi Allah; atau bahwa Ia belum membuatnya pasti; kita
memaksudkan bahwa mereka merupakan tindakan-tindakan yang Ia adakan / timbulkan
secara efisien dengan hanya membiarkan spontanitas dari agen-agen bebas
lainnya, seperti disokong oleh providensiaNya, bekerja dari dirinya sendiri, di
bawah dorongan, kesempatan, ikatan dan pembatasan, yang disebarkan oleh hikmat
dan kuasaNya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah semua tindakan dari agen
bebas berakal, kecuali tindakan yang ditimbulkan oleh kasih karunia Allah
sendiri, dan khususnya semua tindakan berdosa mereka) - hal 214.
B. B. Warfield, ‘Biblical and Theological Studies’:
“Throughout
the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the
fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the
governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough
to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with
the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass” (= Dalam sepanjang Perjanjian
Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap
kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang
melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang
cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk
memperhatikan detail-detail yang
terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat
dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi)
- hal 276.
“an
all-inclusive plan embracing all that is to come to pass; in accordance with
which plan He now governs His universe, down to the least particular, so as to
subserve His perfect and unchanging purpose” (= suatu rencana
yang mencakup segala sesuatu yang akan terjadi; menurut rencana mana Ia
sekarang memerintah alam semesta, sampai pada hal tertentu yang terkecil,
supaya mendukung rencana / tujuanNya yang sempurna dan tak berubah)
- hal 278.
“According
to the Old Testament conception, God foreknows only because He has
predetermined, and it is therefore also that He brings it to pass; His
foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will, and
His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan”
(=
Menurut konsep Perjanjian Lama, Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia
telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi;
dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan
tentang kehendakNya sendiri, dan pekerjaanNya dalam providensia semata-mata
merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu)
- hal 281.
“We
are never permitted to imagine, to be sure, that God is the author of sin,
either in the world at large or in any individual soul ... But neither is God’s
relation to the sinful acts of His creatures ever represented as purely passive
... Nevertheless, it remains true that even the evil acts of the creature are
so far carried back to God that they too are affirmed to be included in His
all-embracing decree, and to be brought about, bounded and utilized in His
providential government. It is He that hardens the heart of the sinner that
persists in his sin (Ex. 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Deut 2:30, Jos 11:20, Isa
63:17); it is from Him that the evil spirits proceed that trouble sinners
(1Sam. 16:14, Judg. 9:23, 1Kings 22, Job 1); it is of Him that the evil
impulses that rise in sinners’ hearts take this or that specific form (2Sam.
24:1)” [= Tentu saja kita tidak pernah
boleh membayangkan bahwa Allah adalah pencipta dosa, baik dalam dunia secara
umum atau dalam setiap jiwa individu manapun ... Tetapi hubungan Allah dengan
tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhlukNya tidak pernah digambarkan
sebagai pasif secara murni ... Sekalipun demikian, adalah benar bahwa bahkan
tindakan-tindakan jahat dari makhluk ciptaan dibawa kembali kepada Allah
sedemikian rupa sehingga mereka juga disahkan untuk termasuk dalam ketetapanNya
yang mencakup segala sesuatu, dan ditimbulkan / diadakan, dibatasi dan
digunakan dalam pemerintahan providensiaNya. Adalah Ia yang mengeraskan hati
orang berdosa yang berkeras dalam dosanya (Kel 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Ul
2:30, Yos 11:20, Yes 63:17); dari Dialah roh-roh jahat keluar /
tampil dan mengganggu orang-orang berdosa (1Sam 16:14, Hak 9:23, 1Raja 22, Ayub
1); dari Dialah dorongan-dorongan jahat yang muncul dalam hati orang-orang
berdosa mendapat bentuk specifik yang ini atau yang itu (2Sam 24:1)]
- hal 284.
“this
God is a Person who acts purposefully; there is nothing that is, and nothing
that comes to pass, that He has not first decreed and then brought to pass by
His creation or providence” (= Allah ini adalah seorang
Pribadi yang bertindak dengan mempunyai rencana / tujuan; tidak ada sesuatu
yang ada atau yang akan terjadi, yang tidak lebih dulu ditetapkanNya dan lalu
dilaksanakanNya oleh penciptaan atau providensiaNya)
- hal 284.
“But,
in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with
exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan;
nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or
without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose;
and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the
accumulation of His praise” (= Tetapi, dalam hikmat yang
tidak terbatas dari Tuhan dari seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh
dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya dalam pembukaan / penyingkapan dari
rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya,
yang terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang
khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua
adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya)
- hal 285.
“the
minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt.
10:29-30, Luke 12:7)” [= Peristiwa-peristiwa /
kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti
peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk
12:7)] - hal 296.
Charles Hodge, ‘Systematic Theology’, vol I:
“By
this is meant that from the indefinite number of systems, or series of possible
events, present to the divine mind, God determined on the futurition or
actual occurrence of the existing order of things, with all its changes,
minute as well as great, from the beginning of time to all eternity. The
reason, therefore, why any event occurs, or, that it passes from the category
of the possible into that of the actual, is that God has so decreed”
(= Dengan ini dimaksudkan bahwa dari sejumlah sistim yang tidak tertentu
jumlahnya, atau dari seri-seri peristiwa yang mungkin terjadi, yang ada dalam
pikiran ilahi, Allah menentukan kejadian sungguh-sungguh dari urut-urutan
hal-hal yang ada, dengan semua perubahan-nya, kecil maupun besar, dari
permulaan waktu sampai pada kekekalan. Karena itu, alasan mengapa suatu
peristiwa terjadi, atau, bahwa itu berpindah dari kategori ‘mungkin’ menjadi
‘sungguh-sungguh’, adalah karena Allah menetapkannya demikian)
- hal 537.
“Change
of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As
God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen
emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of
his original intention” (= Perubahan rencana timbul atau
karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak
terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat
yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak
ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula)
- hal 538-539.
“The
decrees of God are certainly efficacious, that is, they render certain the
occurrence of what He decrees. Whatever God foreordains, must certainly come to
pass. ... All events embraced in the purpose of God are equally certain,
whether He has determined to bring them to pass by his own power, or simply to
permit their occurrence through the agency of his creatures. ... Some things He
purposes to do, others He decrees to permit to be done. He effects good, He
permits evil. He is the author of the one, but not of the other”
(= Ketetapan-ketetapan Allah pasti menghasilkan apa yang diinginkan, artinya,
ketetapan-ketetapan itu membuat pasti kejadian yang Ia tetapkan. Apapun yang
Allah tentukan lebih dulu, pasti akan terjadi. ... Semua peristiwa yang
tercakup dalam rencana Allah sama pastinya, apakah Ia telah menetapkan untuk
melaksanakan mereka dengan kuasaNya sendiri, atau sekedar mengijinkan
terjadinya mereka melalui makhluk-makhluk ciptaanNya sebagai agen. ... Sebagian
hal-hal Ia rencanakan untuk Ia lakukan, yang lain Ia tetapkan untuk mengijinkan
untuk terjadi. Ia mengadakan / menjalankan kebaikan, Ia mengijinkan kejahatan.
Ia adalah pencipta dari yang satu, tetapi bukan dari yang lain)
- hal 540-541.
“...
the unity of God’s plan. If that plan comprehends all events, all events stand
in mutual relation and dependence. If one part fails, the whole may fail or be
thrown into confusion” (= ... kesatuan rencana Allah.
Jika rencana itu mencakup semua peristiwa, maka semua peristiwa saling
berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Jika satu bagian gagal,
seluruhnya bisa gagal atau kacau) - hal 541.
“The
doctrine of the Bible is, that all events, whether necessary or contingent,
good or sinful, are included in the purpose of God, and that their futurition
or actual occurrence is rendered absolutely certain”
(= Doktrin dari Alkitab adalah, bahwa semua peristiwa, apakah mutlak perlu atau
bersifat tergantung / kebetulan, baik atau berdosa, tercakup dalam rencana
Allah, dan bahwa sungguh-sungguh terjadinya mereka digambarkan pasti secara
mutlak) - hal 542.
“The
crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however,
the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the
doctrine of the Bible that sin is foreordained”
(= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah.
Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu
tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin /
ajaran dari Alkitab) - hal 544.
“With
regard to the sinful acts of men, the Scriptures teach, (1) That they are
so under the control of God that they can occur only by His permission and in
execution of His purposes. He so guides them in the exercise of their
wickedness that the particular forms of its manifestation are determined by His
will” [= Berhubungan dengan
tindakan-tindakan berdosa dari manusia, Kitab Suci mengajar, (1) Bahwa
mereka ada di bawah kontrol Allah sedemikian rupa sehingga mereka bisa terjadi
hanya oleh ijinNya dan dalam pelaksanaan rencana-rencanaNya. Ia begitu
mengarahkan mereka dalam melakukan kejahatan mereka sehingga bentuk khusus /
tertentu dari perwujudannya ditentukan oleh kehendakNya] - hal 589.
Charles Hodge, ‘Systematic Theology’, vol II:
“As
God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that
the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of
an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order
and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have
their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one
interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive
and magnificent conception” (= Sebagaimana Allah mengerjakan
rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil
kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani.
Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang
yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam
kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai
tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak
satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu
konsep yang luas dan besar / indah) - hal 313.
“And
as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be
determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot
be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or
upon anything out of Himself” (= Dan karena
Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus
ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak
bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari
makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri) -
hal 320.
“If
He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his
purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any
contradiction or want of correspondence between what He intended and what
actually occurs” (= Jika Ia menentukan lebih dulu
apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan cocok / sama dengan
rencanaNya; dan adalah bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap
bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa yang Ia maksudkan dan apa
yang sungguh-sungguh terjadi) - hal 323.
“Whatever
occurs, He for wise reasons permits to occur. He can prevent whatever He sees
fit to prevent. If, therefore, sin occurs, it was God’s design that it should
occur. If misery follows in the train of sin, such was God’s purpose. If some
men only are saved, while others perish, such must have entered into the all
comprehending purpose of God” (= Apapun yang
terjadi, Ia mengijinkan hal itu terjadi karena alasan yang bijaksana. Ia bisa
mencegah apapun yang Ia anggap layak untuk dicegah. Karena itu, jika dosa
terjadi, adalah rencana Allah bahwa itu terjadi. Jika kesengsaraan menyusul
dalam rentetan dosa, maka demikianlah rencana Allah. Jika sebagian orang saja
yang diselamatkan, sementara yang lain binasa, maka semua itu pasti telah masuk
ke dalam rencana Allah yang meliputi segala sesuatu)
- hal 332.
“God
can control the free acts of rational creatures without destroying either their
liberty or their responsibility” (= Allah bisa
mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa
menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka)
- hal 332.
William G. T.
Shedd, ‘Calvinism: Pure & Mixed’:
“When
God executes his decree that Saul of Tarsus shall be ‘a vessel of mercy’, he
works efficiently within him by his Holy Spirit ‘to will and to do’. When God
executes his decree that Judas Iscariot shall be ‘a vessel of wrath fitted for
destruction’, he does not work efficiently within him ‘to will and to do’, but
permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides
not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate
and rebellious inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth,
as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke
22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly
different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from
chance, as the conversion of Saul” [= Pada waktu
Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi ‘bejana /
benda belas kasihan’, Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya
‘untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan’. Pada waktu Allah melaksanakan
ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi ‘bejana kemurkaan yang cocok
untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan’,
Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya ‘untuk mau / menghendaki dan
untuk melakukan’, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak
jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan
dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras
kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu ‘Anak Manusia memang akan pergi
seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan’ (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini
jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas sudah ditentukan lebih dahulu dan bebas
dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus] - hal
31.
“Whatever
undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the
Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by
chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered
by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the
universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only
in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns
as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and
in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea,
even the wicked for the day of evil’” (= Apapun yang
tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena
rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa
terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi
dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme
dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki
yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa
dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam
Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai
dan menciptakan malapetaka / kejahatan’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4,
‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang
jahat untuk hari malapetaka’) - hal 36.
Catatan:
kata-kata Yesaya kepada Koresy itu diambil dari Yes 45:7 versi KJV.
Demikian juga Amsal 16:4 diambil dan diterjemahkan dari KJV.
“Nothing
comes to pass contrary to his decree. Nothing happens by chance. Even moral
evil, which he abhors and forbids, occurs by ‘the determinate counsel and
foreknowledge of God’; and yet occurs through the agency of the unforced and
self-determining will of man as the efficient”
(= Tidak ada yang terjadi bertentangan dengan ketetapanNya. Tidak ada yang
terjadi karena kebetulan. Bahkan kejahatan moral, yang Ia benci dan larang,
terjadi oleh ‘rencana yang ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari Allah’;
tetapi terjadi melalui perantaraan dari kehendak manusia yang tidak dipaksa dan
ditentukan sendiri sebagai sesuatu yang efisien) - hal
37.
William G. T.
Shedd, ‘Shedd’s Dogmatic Theology’,
vol I:
“God
willeth not one thing now, and another anon; but once, and at once, and always,
he willeth all things that he willeth; not again and again, nor now this, now
that; nor willeth afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what
before he willed; because such a will is mutable; and no mutable thing is
eternal” (= Allah tidak menghendaki
sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali,
dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang ia kehendaki; bukannya
lagi dan lagi, atau sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki setelahnya apa
yang tadinya tidak Ia kehendaki, atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia
kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah / tidak tetap; dan tidak
ada hal yang bisa berubah / tidak tetap yang kekal)
- hal 395.
Catatan:
kata-kata di atas ini ia kutip dari kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.).
“The
Divine decree is formed in eternity, but executed in time. ... the Divine
decree, in reference to God, are one single act only”
(= Ketetapan ilahi dibentuk dalam kekekalan, tetapi dilaksanakan dalam waktu.
... ketetapan ilahi, dalam hubungannya dengan Allah, adalah satu tindakan saja)
- hal 394.
“The
Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God
does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to
pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event.
... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It
may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of
any kind” (= Ketetapan ilahi adalah syarat
yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu
menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan
terjadi. Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu
bisa diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak
ditetapkan, maka sesuatu itu bersifat tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu
bisa terjadi atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada
pengetahuan apapun tentang hal itu) - hal 396-397.
“The
Divine decree is universal. It includes ‘whatsoever comes to pass,’ be it
physical or moral, good or evil” (= Ketetapan ilahi
adalah universal. Itu mencakup ‘apapun yang akan terjadi’, apakah itu bersifat
fisik atau moral, baik atau jahat) - hal 400.
“The
Divine decree is immutable. There is no defect in God, in knowledge, power, and
veracity. His decree cannot therefore be changed because of ignorance, or of
inability to carry out his decree, or of unfaithfulness to his purpose”
(=Ketetapan ilahi itu tetap / tak berubah. Tidak ada cacat dalam Allah, dalam
pengetahuan, kuasa, dan kebenaran / ketelitian. Karena itu, ketetapanNya tidak
bisa diubah karena ketidaktahuan, atau ketidakmampuan untuk melaksanakan
ketetapanNya, atau ketidaksetiaan pada rencanaNya)
- hal 401.
“For
the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are
simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being
whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are
of course all of them certain events” (= Untuk pikiran
ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang,
karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam
pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di
dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present
/ sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang
pasti) - hal 402.
Loraine
Boettner, ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’:
“Since
the universe had its origin in God and depends on Him for its continued
existence it must be, in all its parts and at all times, subject to His control
so that nothing can come to pass contrary to what He expressly decrees or
permits. Thus the eternal purpose is represented as an act of sovereign
predestination or foreordination, and unconditioned by any subsequent fact or
change in time. Hence it is represented as being the basis of the divine
foreknowledge of all future events, and not conditioned by that foreknowledge
or by anything originated by the events themselves”
(= Karena alam semesta mempunyai asal usulnya dalam Allah dan tergantung
kepadaNya untuk keberadaan seterusnya, maka alam semesta itu harus, dalam semua
bagian-bagiannya dan pada setiap saat, tunduk pada kontrolNya sedemikian rupa
sehingga tidak ada apapun bisa terjadi bertentangan dengan apa yang Ia secara
jelas tetapkan atau ijinkan. Jadi rencana kekal digambarkan sebagai suatu
tindakan dari predestinasi atau penentuan lebih dulu yang berdaulat, dan tidak
disyaratkan oleh fakta atau perubahan apapun yang terjadi berikutnya dalam
waktu. Karena itu maka hal itu digambarkan sebagai dasar dari pengetahuan lebih
dulu dari Allah tentang semua peristiwa yang akan datang, dan tidak disyaratkan
oleh pengetahuan lebih dulu itu atau oleh apapun yang ditimbulkan oleh
peristiwa itu sendiri) - hal 14.
“The
Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general
plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific
plan which embraces all events in all ages” (= Orang yang
menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian
berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang
spesifik; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang
spesifik yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - hal 22-23.
“His
choice of the plan, or His making certain that the creation should be on this
order, we call His foreordination or His predestination. Even the sinful acts
of men are included in this plan. They are foreseen, permitted, and have their
exact place. They are controlled and overruled for the divine glory”
(= Pemilihan rencanaNya, atau penetapanNya supaya penciptaan terjadi sesuai
urut-urutan ini, kami sebut penentuan lebih dulu atau predestinasi dari Allah.
Bahkan tindakan-tindakan berdosa dari manusia tercakup dalam rencana ini.
Mereka itu dilihat lebih dulu, diijinkan, dan mempunyai tempat mereka yang
persis / tepat. Mereka dikontrol dan dikuasai untuk kemuliaan ilahi) - hal 24.
“Even
the sinful acts of men are included in the plan and are overruled for good”
(= Bahkan tindakan-tindakan berdosa manusia termasuk dalam rencana ini dan
dikuasai untuk kebaikan) - hal 29.
“Although
the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of
blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this
doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one.
Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite
power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or
chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self?
Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have
left” (= Sekalipun kedaulatan Allah
itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa
yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak
terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang
paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki
perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib /
takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada
diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang ada)
- hal 32.
“But
while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal,
powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be
reconciled with man’s free agency. All that we need to know is that God does
govern His creatures and that His control over them is such that no violence is
done to their natures. Perhaps the relationship between divine sovereignty and
human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside
inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly
what God has planned for him to do” (= Tetapi
sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini
bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah
berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa
diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia. Semua yang perlu kita
ketahui adalah bahwa Allah memang memerintah atas ciptaanNya dan bahwa
penguasaan / kontrolNya atas mereka adalah sedemikian rupa sehingga tidak ada
pemaksaan terhadap mereka. Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan
kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini:
Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian rupa sehingga manusia
bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara tepat apa yang Allah
telah rencanakan baginya untuk dilakukan) - hal 38.
“The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case,
be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent
with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the
events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain”
(= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu, mengandung /
menghasilkan kekuatan yang sama terhadap
pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah
sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika
yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian.
Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan
pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu) - hal 42.
“Common
sense tells us that no events can be foreknown unless by some means, either
physical or mental, it has been predetermined. Our choice as to what determines
the certainty of future events narrows down to two alternatives - the
foreordination of the wise and merciful heavenly Father, or the working of
blind, physical fate” (= Akal sehat memberitahu kita
bahwa tidak ada peristiwa apapun yang bisa diketahui lebih dulu kecuali hal itu
telah ditentukan lebih dulu dengan cara tertentu, baik secara fisik atau mental
/ pikiran. Pilihan kita berkenaan dengan apa yang menentukan kepastian dari
peristiwa-peristiwa yang akan datang menyempit menjadi hanya dua pilihan /
kemungkinan - penentuan lebih dulu dari Bapa surgawi yang bijaksana dan penuh
belas kasihan, atau pekerjaan dari nasib / takdir fisik yang buta) - hal 42.
“Yet
unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless
before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies
certainty and certainty implies foreordination”
(= Kecuali Arminianisme menyangkal pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak
mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena
pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan
kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu)
- hal 44.
“This
fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine
Mind, for in eternity nothing else existed” (= Ketertentuan
atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran
ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada)
- hal 45.
Herman Hoeksema,
‘Reformed Dogmatics’:
“For
this same reason the Bible always emphasizes the fact that God ordained all
things and knew them from before the foundation of the world”
(= Untuk alasan yang sama Alkitab selalu menekankan fakta bahwa Allah
menentukan segala sesuatu dan mengetahui mereka sejak sebelum dunia dijadikan) - hal 157.
“Nor
must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s
permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far
more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking
God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the
evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But
this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive
will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it
is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in
this way we lose God and His sovereignty: for permission presupposes the idea
that there is a power without God that can produce and do something apart from
Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism,
and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore
we must maintain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have
a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by
the Word of God. For it is certainly according to the determinate counsel of
God that Christ is nailed to the cross, and that Pilate and Herod, with the
Gentiles and Israel, are gathered together against the holy child Jesus. It is
therefore much better to say that the Lord also in His counsel hates sin and
determined that that which He hates should come to pass in order to reveal His
hatred and to serve the cause of God’s covenant”
(= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari
manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan
penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh
lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan
istilah ‘ijin Allah’ dari pada ‘kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu’
berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya
Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak
tercapai dengan menggunakan ‘ijin Allah’ atau ‘kehendak yang mengijinkan dari
Allah’: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari
sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri.
Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin
mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa
menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan
oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini
menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita
harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari
manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan
kehendakNya. Demikianlah diajarkan oleh Firman Allah. Karena adalah pasti bahwa
sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dari Allah bahwa Kristus dipakukan
di kayu salib, dan bahwa Pilatus dan Herodes, dengan orang-orang non Yahudi dan
Israel, berkumpul bersama-sama menentang anak Yesus yang kudus. Karena itu
lebih baik berkata bahwa Tuhan juga dalam rencanaNya membenci dosa dan
menentukan hal itu supaya apa yang Ia benci itu terjadi sehingga Ia bisa
menyatakan kebencianNya atas hal itu dan untuk melayani penyebab dari
perjanjian Allah) -
hal
158.
Herman Bavinck, ‘The Doctrine of God’:
“All
events are included in that counsel, even the sinful deeds of man”
(= Semua kejadian / peristiwa termasuk / tercakup dalam rencana itu, bahkan
juga tindakan-tindakan berdosa dari manusia) - hal
342.
“God’s
decree is his eternal purpose whereby he has foreordained whatsoever comes to pass.
Scripture everywhere affirms that whatsoever is and comes to pass is the
realization of God’s thought and will, and has its origin and idea in God’s
eternal counsel or decree, ...” (= Ketetapan Allah
adalah rencana kekalNya dengan mana Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang
akan terjadi. Kitab Suci dimana-mana menegaskan bahwa apapun yang ada dan yang
akan terjadi merupakan realisasi dari pemikiran dan kehendak Allah, dan
mempunyai asal mula dan gagasannya dalam rencana atau ketetapan kekal)
- hal
369.
“Furthermore,
God’s thought, embodied in creation, cannot be conceived of as an uncertain
idea, doubtful of realization; it is not a ‘bare knowledge’ that receives its
contents from creation; it is not a plan, a project, or purpose whose execution
can be frustrated” (= Selanjutnya, pikiran Allah,
diwujudkan dalam ciptaan, tidak bisa dimengerti sebagai gagasan yang tidak
pasti, realisasi yang meragukan; itu bukan ‘sekedar suatu pengetahuan lebih
dulu’ yang menerima isinya dari ciptaan; itu bukanlah suatu rencana, suatu
proyek, atau suatu tujuan yang pelaksanaannya bisa bisa digagalkan / dihalangi)
-
hal 370.
“God’s
counsel is no more an act that pertains to the past than is the generation of
the Son; it is eternal, divine act, eternally finished, yet continuing
forevermore, apart from and raised above time. Scaliger correctly observed that
God’s decree was not preceded by a long period of reflection and deliberation,
so that for a long time God would have been without purpose and without a will;
neither is it a plan once for all completed and finished and simply awaiting
execution. But God’s decree is the eternally active will of God: it is the
willing and purposing God himself; it is not something accidental to God, but
being God’s will in action, it is one with his essence. It is impossible to
conceive of God as a being without a purpose and without an active and
operative will. Nevertheless, all this does not conceal the fact that God’s
decree is an ‘immanent work’ determined by nothing else than by God himself,
and distinct in character from God’s works in time, Acts 15:18; Eph 1:4”
(= Rencana Allah, sama seperti tindakan Bapa memperanakkan Anak, bukanlah suatu
tindakan yang berhubungan dengan waktu lampau; tetapi itu adalah suatu tindakan
ilahi yang kekal, sudah selesai dilakukan secara kekal, tetapi tetap
berlangsung selama-lamanya, terpisah dari dan diangkat di atas waktu. Scaliger
secara benar mengamati bahwa ketetapan Allah tidak didahului oleh suatu periode
pemikiran dan pertimbangan yang lama, sehingga untuk suatu waktu yang lama
Allah ada tanpa rencana dan tanpa kehendak; juga itu bukanlah suatu rencana
yang sudah dilengkapi dan diselesaikan sekali untuk selamanya dan hanya
menunggu pelaksanaan. Tetapi ketetapan Allah merupakan kehendak yang aktif
secara kekal dari Allah: itu adalah Allah yang menghendaki dan merencanakan
sendiri; itu bukan sesuatu yang tidak bersifat hakiki yang ditambahkan pada
diri Allah, tetapi merupakan kehendak Allah yang beraksi, itu adalah satu
dengan hakekatNya. Adalah mustahil untuk membayangkan Allah sebagai makhluk
tanpa rencana dan tanpa suatu kehendak yang aktif dan operatif. Sekalipun
demikian, semua ini tidak menyembunyikan fakta bahwa ketetapan Allah adalah
suatu ‘pekerjaan yang tetap ada’ yang ditetapkan bukan oleh sesuatu yang lain
apapun selain Allah sendiri, dan berbeda dalam sifatnya dengan pekerjaan Allah
dalam waktu, Kis 15:18; Ef 1:4) -
hal
370.
Catatan:
saya tidak pernah membaca tentang adanya ahli theologia Reformed lain yang
mempunyai pandangan seperti yang dikatakan Bavinck di awal kutipan ini.
Herman Bavinck, ‘Our Reasonable Faith’:
“The
fact that things and events, including the sinful thoughts and deeds of men,
have been eternally known and fixed in that counsel of God does not rob them of
their own character but rather establishes and guarantees them all, each in its
own kind and nature and in its own context and circumstances. Included in that
counsel of God are sin and punishment, but also freedom and responsibility,
sense of duty and conscience, and law and justice. In that counsel of God
everything that happens is in the very same context it is in when it becomes
manifest before our eyes. The conditions are defined in it quite as well as the
consequences, the means quite as much as the ends, the ways as the results, the
prayers as the answers to prayer, the faith as the justification,
sanctification, and glorification” (= Fakta bahwa
hal-hal dan peristiwa-peristiwa, termasuk pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan
berdosa dari manusia, telah diketahui dan ditetapkan secara kekal dalam rencana
Allah, tidak menghapuskan karakter mereka sendiri tetapi sebaliknya
meneguhkannya dan menjamin semuanya, masing-masing dalam jenisnya dan sifatnya
sendiri dan dalam kontex dan keadaannya sendiri. Termasuk dalam rencana Allah
itu dosa dan penghukuman, tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab, perasaan
kewajiban dan hati nurani, dan hukum dan keadilan. Dalam rencana Allah itu
segala sesuatu yang terjadi ada dalam kontex yang sama seperti pada waktu itu
terwujud di depan mata kita. Dalam rencana Allah itu syarat ditetapkan sama
seperti akibat / konsekwensi, caranya maupun tujuannya, jalannya maupun
hasilnya, doanya maupun jawaban doanya, imannya maupun pembenaran, pengudusan
dan pemuliaannya) - hal 163.
John Murray, ‘Collected Writings of John Murray’, vol
II:
“It
is true that all our choices and acts are foreordained, and only foreordained
acts come to pass” (= Adalah benar bahwa semua
pilihan dan tindakan kita ditentukan lebih dulu, dan hanya tindakan-tindakan
yang ditentukan lebih dulu yang akan terjadi) - hal 64.
“The
foreknowledge of God presupposes certainty of occurrence; his foreordination
renders all occurrence certain; by his providence what is foreordained is
unalterably put into effect” (= Pengetahuan
lebih dulu dari Allah mensyaratkan adanya kepastian dari kejadian-kejadian /
peristiwa-peristiwa; penentuan lebih dulu yang tersembunyi membuat semua
kejadian / peristiwa itu pasti; oleh providensiaNya apa yang ditentukan lebih
dulu itu dilaksanakan / diberlakukan secara tidak berubah) - hal
65-66.
“The
question here is that of the divine causality in connection with sin. ... There
is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall
was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... The
first sin, like all other sins, was committed within the realm of God’s
all-sustaining, directing and governing power. Outside the sphere of his
foreordination and providence the fall could not have occurred. The arch-crime
of history - the crucifixion of our Lord - was perpetrated in accordance with
the determinate counsel and foreknowledge of God (Acts 2:23). So, too, was the
fall” [= Yang dipertanyakan di sini
adalah tentang penyebab ilahi dalam hubungannya dengan dosa. ... Ada penetapan
lebih dulu atau penentuan lebih dulu dalam hubungannya dengan dosa. Kejatuhan
Adam ditentukan lebih dulu oleh Allah dan karena itu kepastiannya dijamin. ...
Dosa pertama, seperti semua dosa yang lain, dilakukan dalam batas-batas kuasa
Allah yang menopang segala sesuatu, mengarahkan dan memerintah. Di luar ruang
lingkup penentuan lebih dulu dan providensiaNya kejatuhan itu tidak akan bisa
terjadi. Kejahatan terbesar dalam sejarah - penyaliban Tuhan kita - dilakukan
sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan dan pengetahuan lebih dulu dari
Allah (Kis 2:23). Demikian juga dengan kejatuhan ke dalam dosa] - hal
72-73.
Gresham Machen, ‘The Christian View of Man’:
“How
much is embraced in that eternal counsel of God? The true answer to that
question is very simple. The true answer is ‘Everything’. Everything that
happens is embraced in the eternal purpose of God; nothing at all happens
outside of His eternal plan” (= Berapa banyak yang dicakup
dalam rencana kekal Allah itu? Jawaban yang benar terhadap pertanyaan itu
sangat sederhana. Jawaban yang benar adalah ‘segala sesuatu’. Segala sesuatu
yang terjadi tercakup dalam rencana kekal Allah; tidak ada sedikitpun yang
terjadi di luar rencana kekalNya) - hal 35.
Arthur Pink, ‘The Sovereignty of God’:
“To
declare that the Creator’s original plan has been frustrated by sin, is to
dethrone God. To suggest that God was taken by surprise in Eden and that He is
now attempting to remedy an unforeseen calamity, is to degrade the Most High to
the level of a finite, erring mortal” (= Menyatakan
bahwa rencana orisinil dari sang Pencipta telah digagalkan oleh dosa, sama
dengan menurunkan Allah dari tahta. Mengusulkan bahwa Allah dikejutkan di Eden
dan bahwa Ia sekarang sedang mencoba mengobati bencana yang tadinya tidak
terlihat, sama dengan merendahkan Yang Maha Tinggi sampai pada tingkat manusia
yang terbatas dan bisa salah) - hal 21-22.
Arthur Pink, ‘The Seven Sayings of the Saviour on the
Cross”:
“It
was no accident that the Lord of Glory was crucified between two thieves. There
are no accidents in a world that is governed by God. Much less could there have
been any accident on that Day of all days, or in connection with that Event of
all events - a Day and an Event which lie at the very centre of the world’s
history. No; God was presiding over that scene. From all eternity He had
decreed when and where and how and with whom His Son should die. Nothing was
left to chance or the caprice of man. All that God had decreed came to pass
exactly as He had ordained, and nothing happened save as He had eternally
purposed. Whatsoever man did was simply that which God’s hand and counsel
‘determined to be done’ (Acts 4:28). When Pilate gave orders that the Lord
Jesus should be crucified between the two malefactors, all unknown to himself,
he was but putting into execution the eternal decree of God and fulfilling His
prophetic word. Seven hundred years before this Roman officer gave command, God
had declared through Isaiah that His Son should be ‘numbered with the
transgressors’ (Isa 53:12). ...Not a single word of God can fall to the ground.
‘Forever, O LORD, Thy word is settled in heaven’ (Ps 119:89). Just as God had
ordained, and just as He had announced, so it came to pass”
[= Bukanlah suatu kebetulan bahwa Tuhan Kemuliaan disalibkan di antara 2
pencuri. Tidak ada kebetulan dalam dunia yang diperintah oleh Allah.
Lebih-lebih lagi tidak ada kebetulan pada Hari segala hari, atau dalam
hubungannya dengan Peristiwa di antara segala peristiwa - suatu Hari dan
Peristiwa yang terletak di pusat sejarah dunia. Tidak; Allah mengontrol adegan
/ peristiwa itu. Dari kekekalan Allah telah menentukan kapan dan dimana dan
bagaimana dan dengan siapa AnakNya harus mati. Tidak ada yang terjadi karena
kebetulan atau karena perubahan pikiran manusia. Semua yang telah Allah
tentukan terjadi persis seperti yang Ia tentukan, dan tidak ada sesuatupun yang
terjadi kecuali yang sudah Ia rencanakan secara kekal. Apapun yang manusia
lakukan hanyalah apa yang kuasa / tangan dan rencana / kehendak Allah ‘tentukan
untuk terjadi’ (Kis 4:28). Ketika Pilatus memberikan perintah supaya Tuhan
Yesus disalibkan di antara 2 kriminil, tanpa ia sendiri sadari, ia sedang
melaksanakan ketetapan kekal dari Allah dan menggenapi firman nubuatanNya.
Tujuh ratus tahun sebelum pejabat Romawi ini memberikan perintah, Allah telah
menyatakan melalui nabi Yesaya bahwa AnakNya harus ‘diperhitungkan sebagai
pemberontak / pelanggar’ (Yes 53:12). ... Tidak satupun dari firman Allah bisa
jatuh ke tanah / gagal. ‘Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu ditetapkan di
surga’ (Maz 119:89 - diterjemahkan dari KJV). Persis seperti yang Allah
telah tentukan, dan persis seperti yang Ia beritakan, begitulah hal itu
terjadi] - hal 24-25.
J. I. Packer, ‘Evangelism & The Sovereignty of God’:
“The
prayer of a Christian is not an attempt to force God’s hand, but a humble
acknowledgment of helplessness and dependence”
(= Doa orang kristen bukanlah suatu usaha untuk memaksa tangan Allah, tetapi
suatu pengakuan yang rendah hati tentang ketidakberdayaan dan ketergantungan)
- hal
11.
“For
it is not true that some Christians believe in divine sovereignty while others
hold an opposite view. What is true is that all Christians believe in divine
sovereignty, but some are not aware that they do, and mistakenly imagine and
insist that they reject it” (= Karena tidak benar bahwa
sebagian orang kristen percaya pada kedaulatan ilahi sedangkan yang lain
memegang pandangan yang sebaliknya. Yang benar adalah bahwa semua orang kristen
percaya pada kedaulatan ilahi, tetapi sebagian tidak menyadari hal itu, dan
secara salah membayangkan dan berkeras bahwa mereka menolaknya) - hal
16.
“God’s
sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same
Bible; sometimes, indeed, in the same text. ... Man is a responsible moral
agent, though he is also divinely controlled; man is divinely controlled,
though he is also a responsible moral agent” (= Kedaulatan
Allah dan tanggung jawab manusia diajarkan bersama-sama dalam Alkitab yang
sama; kadang-kadang bahkan dalam text yang sama. ... Manusia adalah agen moral
yang bertanggung jawab, sekalipun ia juga dikontrol oleh Allah; manusia
dikontrol oleh Allah, sekalipun ia juga adalah agen moral yang bertanggung
jawab) - hal 22-23.
“In
the Bible, divine sovereignty and human responsibility are not enemies. They
are not uneasy neighbours; they are not in an endless state of cold war with
each other. They are friends, and they work together”
(= Dalam Alkitab, kedaulatan ilahi dan tanggung jawab manusia bukanlah musuh.
Mereka bukanlah tetangga yang tidak cocok; mereka tidak ada dalam keadaan
perang dingin yang tidak ada akhirnya satu dengan yang lain. Mereka adalah
teman, dan mereka bekerja sama) - hal 35-36.
Jerome Zanchius,
‘The Doctrine of Absolute Predestination’:
“We
assert that God did from eternity decree to make man in His own image, and also
decreed to suffer him to fall from that image in which he should be created,
and thereby to forfeit the happiness with which he was invested, which decree
and consequences of it were not limited to Adam only, but included and extended
to all his natural posterity” (= Kami menegaskan
bahwa Allah dari kekekalan menetapkan untuk membuat manusia menurut gambarNya,
dan juga menetapkan untuk membiarkannya jatuh dari gambar itu di dalam mana ia
diciptakan, dan dengan demikian kehilangan kebahagiaan dengan mana ia
dilingkupi / diperlengkapi, dan ketetapan dan konsekwensi tentang hal itu tidak
dibatasi pada Adam saja, tetapi mencakup dan mencapai semua keturunan alamiah /
jasmaninya) - hal 87-88.
“That
he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either
willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God
was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ...
Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have
prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed
it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal
and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He
decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely
eternal, though the execution of both be in time. The only way to evade the
force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned
whether man stood or fell’. But in what a shameful, unworthy light does this
represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an
idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to
pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow
fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most
trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the
control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower
creation?” (= Bahwa ia jatuh sebagai akibat
dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam
jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu.
Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar?
... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak
diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia
menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena
ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak
melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan
apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal
secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan
bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh
atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang
seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan
bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu
peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita
dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi
kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan
ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia,
karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?)
- hal 88-89.
Catatan:
Jerome Zanchius sebetulnya tidak bisa disebut sebagai seorang Calvinist /
Reformed, karena ia hidup sejaman dengan Calvin, yaitu tahun 1516-1590, tetapi
dalam persoalan ini jelas bahwa pandangannya adalah pandangan Calvinisme.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar