Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Kalimat ketiga
Yoh 19:25-27
Yoh 19:25-27: “(25) Dan
dekat salib Yesus berdiri ibuNya dan saudara ibuNya, Maria, isteri Klopas dan
Maria Magdalena. (26) Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di
sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian
kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima
dia di dalam rumahnya.”.
1) “Dan
dekat salib Yesus”.
Apakah Yohanes
bertentangan dengan Matius dan Markus? Injil Yohanes mengatakan bahwa
perempuan-perempuan itu berada dekat dengan salib Yesus, tetapi Matius
dan Markus mengatakan bahwa perempuan-perempuan itu melihat semua itu dari
jauh.
Mat 27:55
- “Dan
ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu
perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia”.
Mark 15:40
- “Ada
juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria
Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
Penjelasan /
pengharmonisan: Ini sama sekali bukan kontradiksi. Bisa saja mula-mula
mereka melihat dari jauh, tetapi lalu mendekat, atau sebaliknya.
Thomas Whitelaw: “the
women, though afar off at first, may have gradually approached, ... Or, they
may have been at first near the cross and afterwards withdrawn to a distance
when John, with Jesus’s mother, had departed”
(= perempuan-perempuan itu, sekalipun mula-mula ada di kejauhan, mungkin / bisa
telah mendekat secara perlahan-lahan, ... Atau, mungkin mereka mula-mula dekat
dengan salib dan setelah itu menarik diri pada suatu jarak, pada saat Yohanes
meninggalkan tempat itu dengan ibu Yesus) - hal 407.
2) ‘berdiri ibuNya dan saudara
ibuNya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena’.
Bandingkan
dengan:
- Mark 15:40 - “Ada juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome”.
- Mat 27:56 - “Di antara mereka terdapat Maria Magdalena, dan Maria ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu anak-anak Zebedeus”.
a) ‘saudara ibuNya’.
Calvin: “He says, that she was the sister
of the mother of Jesus, and, in saying so, he adopts the phraseology of the
Hebrew language, which includes cousins, and other relatives, under the term
‘brothers’” (= Ia berkata bahwa ia adalah
saudara perempuan dari ibu Yesus, dan dengan berkata demikian, ia mengadopsi
suatu istilah dalam bahasa Ibrani, yang mencakup saudara sepupu, dan
anggota-anggota keluarga yang lain, dalam istilah ‘saudara-saudara’)
- hal 232.
Penjelasan
seperti ini juga sering dipakai oleh Gereja Roma Katolik untuk menjelaskan
tentang ‘saudara-saudara
Yesus’ (Mat 13:55-56). Tetapi perlu diketahui bahwa dalam
bahasa Yunani ada istilah ‘saudara sepupu’,
yaitu ANEPSIOS, yang muncul dalam Kol 4:10.
Kol 4:10 - “Salam
kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari Markus, kemenakan
(saudara sepupu)
Barnabas - tentang dia kamu telah menerima pesan; terimalah dia, apabila dia
datang kepadamu”.
KJV: ‘sister’s son’ (= anak dari saudara perempuan). Ini
juga sama salahnya.
RSV/NIV/NASB: ‘cousin’ (= saudara sepupu).
Barclay dan beberapa penafsir lain
menganggap bahwa kata ‘saudara’ di sini betul-betul berarti ‘saudara’. Jadi, Yesus adalah saudara sepupu dari Yohanes dan
Yakobus.
b) ‘Maria, istri Klopas’.
Kata-kata ‘Maria,
istri Klopas’ secara hurufiah adalah ‘Mary of Clopas’. Jadi sebetulnya ia belum tentu adalah ‘istri dari
Klopas’, tetapi bisa ‘ibu dari Klopas’, atau ‘saudara perempuan dari Klopas’.
Adam Clarke:
“‘Mary the wife of Cleophas.’ She
is said, in Matt. 27:56 (see the note there), and Mark 15:40, to have been the
mother of James the Less, and of Joses; and this James her son is said, in
Matt. 10:3, to have been the son of Alpheus; hence, it seems that Alpheus and
Cleopas were the same person. To which may be added, that Hegesippus is quoted
by Eusebius, Hist. Eccles. l. 3 c. 11, as saying that Cleopas was the brother
of Joseph, the husband of the virgin. Theophylact says that Cleopas, (brother
of Joseph, the husband of the virgin), having died childless, his brother
Joseph married his widow, by whom he had four sons, called by the evangelists
the brothers of our Lord, and two daughters, the one named Salome, the other
Mary, the daughter of Cleopas, because she was his daughter according to law,
though she was the daughter of Joseph according to nature. There are several
conjectures equally well founded with this last to be met with in the ancient
commentators; but, in many cases, it is very difficult to distinguish the
different Marys mentioned by the evangelists”
[= ‘Maria istri Klopas’. Ia dikatakan, dalam Mat 27:56 (lihat catatan di sana),
dan Mark 15:40, sebagai ibu dari Yakobus Muda dan Yoses; dan Yakobus anaknya
ini dikatakan dalam Mat 10:3 sebagai anak dari Alfeus; dan karena itu
kelihatannya Alfeus dan Klopas adalah orang yang sama. Terhadap mana bisa
ditambahkan, bahwa Hegesippus dikutip oleh Eusebius, Hist. Eccles. l. 3 c. 11,
sebagai mengatakan bahwa Klopas adalah saudara dari Yusuf, suami dari sang
perawan (Maria).
Theophylact mengatakan bahwa Klopas, (saudara dari Yusuf, suami dari sang
perawan), mati tanpa anak, dan saudaranya Yusuf menikahi jandanya, dari siapa
ia mendapatkan 4 anak laki-laki, yang disebut oleh para penginjil sebagai
saudara-saudara laki-laki dari Tuhan kita, dan 2 anak perempuan, yang satu
bernama Salome dan yang lain Maria, anak perempuan dari Klopas, karena ia
adalah anak perempuannya berdasarkan hukum, sekalipun ia adalah anak perempuan
dari Yusuf secara alamiah. Ada beberapa dugaan yang mempunyai dasar yang sama
baiknya dengan yang terakhir ini yang ditemui dalam penafsir-penafsir kuno;
tetapi, dalam banyak kasus, adalah sangat sukar untuk membedakan Maria-Maria
yang berbeda yang disebutkan oleh penginjil-penginjil itu].
Catatan: yang dimaksud dengan ‘penginjil-penginjil’
di sini adalah penulis dari kitab-kitab Injil (Matius, Markus, Lukas, dan
Yohanes).
A. T. Robertson: “It
is not clear whether the sister of the mother of Jesus is Salome the mother of
the sons of Zebedee or the wife of Clopas. If so, two sisters have the name
Mary and James and John are cousins of Jesus. The point cannot be settled with
our present knowledge” (= Tidak jelas apakah saudara perempuan
dari ibu Yesus adalah Salome, ibu dari anak-anak Zebedeus, atau istri dari
Klopas. Jika demikian, 2 saudara perempuan mempunyai nama ‘Maria’, dan Yakobus
dan Yohanes adalah saudara sepupu dari Yesus. Hal ini tidak bisa ditentukan
dengan pengetahuan kita pada saat ini).
c) ‘Maria Magdalena’.
1. Entah dari mana asal usulnya,
tetapi ada banyak orang yang menganggap bahwa Maria Magdalena adalah perempuan
berdosa yang mengurapi Yesus, yang diceritakan dalam Luk 7:36-50. William
Hendriksen mengatakan bahwa Maria Magdalena bukanlah perempuan yang diceritakan
dalam Luk 7:36-50, dan jelas bahwa kata-katanya benar.
Pdt. Yesaya
Pariadji dari GBI Tiberias bahkan menganggap bahwa pelacur yang dibawa kepada
Yesus dalam Yoh 8:1-11 adalah Maria Magdalena (Majalah ‘Tiberias’, Edisi V
/ 2001, hal 18, kolom 2,3). Ini ngawur, dan merupakan fitnahan!
2. Maria Magdalena adalah
seorang perempuan yang pernah dilepaskan oleh Yesus dari tujuh setan (Mark
16:9 Luk 8:2).
Luk 8:2 - “dan
juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau
berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan
dari tujuh roh jahat”.
Calvin: “We see that it was not in vain
that Mary Magdalene was delivered from seven devils, (Mark 16:9; Luke 8:2;)
since she showed herself, to the last, to be so faithful a disciple to Christ”
[= Kita melihat bahwa tidaklah sia-sia bahwa Maria Magdalena dibebaskan dari
tujuh setan (Mark 16:9; Luk 8:2); karena ia menunjukkan dirinya
sendiri, sampai akhir, sebagai murid yang begitu setia dari Kristus]
- hal 232.
Penerapan: saudara mungkin tidak pernah
dibebaskan dari 7 setan seperti Maria Magdalena, tetapi kalau saudara
betul-betul adalah orang kristen yang sejati, maka saudara sudah dibebaskan
dari neraka. Bukankah juga seharusnya saudara mempunyai kesetiaan seperti
Maria? Cobalah periksa / introspeksi bagaimana kesetiaan saudara dalam hal:
·
belajar Firman Tuhan.
·
bersaat teduh.
·
berdoa.
·
menguduskan diri / menahan diri dari dosa.
·
melayani.
·
memberitakan Injil.
·
memberi persembahan persepuluhan.
d) Pujian bagi 4 perempuan di dekat salib.
Barclay
mengatakan (hal 255) bahwa ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa pada
jaman itu perempuan begitu tidak penting sehingga tidak seorangpun akan
mempedulikan kehadiran para perempuan ini di dekat salib, dan dengan demikian
tidak ada resiko terhadap kehadiran mereka di sana. Barclay tidak setuju dengan
penafsiran tersebut.
William
Barclay: “It was always a
dangerous thing to be an associate of a man whom the Roman government believed
to be so dangerous that he deserved a Cross. It is always a dangerous thing to
demonstrate one’s love for someone whom the orthodox regard as a heretic. The
presence of these women at the Cross was not due to the fact that they were so
unimportant that no one would notice them; their presence was due to the fact
that perfect love casts out fear” (= Selalu
merupakan sesuatu yang berbahaya untuk menjadi teman / rekan dari seseorang
yang dipercaya oleh pemerintah Romawi sebagai begitu berbahaya sehingga Ia
layak mendapatkan salib. Selalu merupakan sesuatu yang berbahaya untuk
menunjukkan kasih seseorang untuk seseorang yang dianggap sebagai sesat oleh
orang-orang yang ortodox. Kehadiran dari perempuan-perempuan ini pada salib
bukanlah disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah begitu tidak penting
sehingga tidak seorangpun akan memperhatikan mereka; kehadiran mereka
disebabkan oleh fakta bahwa kasih yang sempurna membuang ketakutan)
- ‘The Gospel of John’, vol 2, hal
255.
Catatan:
kalimat terakhir kelihatannya dikutip dari 1Yoh 4:18, dan kalau itu benar,
maka saya berpendapat bahwa ayat itu digunakan secara ‘out of context’, karena rasa takut yang dibicarakan dalam 1Yoh
4:18 itu adalah rasa takut terhadap penghakiman pada akhir jaman.
1Yoh 4:17-18
- “(17)
Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai
keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita
juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih
yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman
dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih”.
Tentang
perempuan-perempuan yang tetap mengikut Kristus sampai pada kayu salib ini
Calvin memberikan komentar sebagai berikut:
“How shameful will it be, if the dread of the cross deters us from following
Christ, when the glory of his resurrection is placed before our eyes, whereas
the women beheld in it nothing but disgrace and cursing!”
(= Alangkah memalukannya jika rasa takut terhadap salib menahan kita dari
mengikuti Kristus, pada waktu kemuliaan dari kebangkitanNya diletakkan di depan
mata kita, sedangkan perempuan-perempuan itu tidak melihat apapun di dalamnya
selain aib dan kutuk!) - hal 232.
Penjelasan:
maksud Calvin adalah: pada saat itu perempuan-perempuan itu belum melihat
kebangkitan Kristus. Yang terlihat hanya aib dan kutuk pada diri Kristus.
Tetapi mereka toh menunjukkan kesetiaan dan keberanian yang luar biasa dalam
mengikut Kristus. Sedangkan kita pada jaman ini, kita sudah melihat bahwa
setelah Kristus mati, Ia bangkit, naik ke surga dan sebagainya. Kalau kita
ternyata tidak mempunyai keberanian / kesetiaan dalam mengikut Kristus, maka
itu betul-betul memalukan!
Renungkan: dalam
hal apa rasa takut menahan diri saudara dalam ikut Kristus?
Jamieson, Fausset & Brown: “These dear women clustered around the
cross; and where else should one expect them? The male disciples might be
consulting for their own safety (though John was not); but those precious women
would have died sooner than be absent from this scene” [= Perempuan-perempuan yang kekasih ini
berkerumun di sekitar salib; dan dimana lagi seseorang mengharapkan mereka
berada? Murid-murid laki-laki mungkin berkonsultasi dengan keamanan mereka
sendiri (sekalipun Yohanes tidak); tetapi perempuan-perempuan yang berharga itu
lebih baik mati lebih cepat dari pada absen dari adegan / peristiwa ini].
Pulpit
Commentary: “It was one thing
to stand by him in his hour of joy and triumph, in the day of his power and the
exploits of his loving strength, when the heaven opened and streamed upon him
its glory; ... when at his bidding diseases fled, and demons quitted their dark
haunts; when the storm was hushed, and the waves crouched at his voice; when
food increased under his hands, and even Death gave up his prey when he spoke.
But it is another thing to stand by him on a cross, when hell besieged him with
its torments, heaven seemed closed to his breathing, and Divinity itself seemed
to have deserted him. ... It is one thing to stand by Jesus, one of many; but
it is another to stand by him, one of four. It is one thing to follow him with
faithful disciples and a jubilant crowd; but it is another to stand alone by
his cross” (= Berdiri di dekatNya pada saat
sukacita dan kemenangan, pada saat kuasaNya dan kekuatanNya yang penuh kasih
dimanfaatkan, pada waktu langit terbuka dan mengalirkan kemuliaannya kepadaNya;
... pada waktu atas permintaanNya penyakit hilang, dan setan-setan meninggalkan
tempat-tempat gelap yang sering mereka kunjungi; pada waktu badai ditenangkan,
dan gelombang meringkuk oleh suaraNya; pada waktu makanan bertambah banyak
dalam tanganNya, dan bahkan Kematian menyerahkan mangsanya pada waktu Ia
berbicara, sangat berbeda dengan berdiri di dekatNya pada salib, pada saat
neraka mengepungNya dengan siksaannya, langit kelihatannya tertutup terhadap
kata-kataNya, dan keIlahian sendiri kelihatannya meninggalkan Dia. .... Berdiri
di dekat Yesus, satu dari banyak orang; sangat berbeda dengan berdiri di
dekatNya, satu dari empat. Mengikut Dia bersama-sama dengan murid-murid yang
setia dan orang banyak yang bergembira, sangat berbeda dengan berdiri sendirian
pada salib) - hal 452.
Penerapan: mungkin saudara tetap setia,
beriman, berani dalam keadaan enak dan banyak teman. Tetapi bagaimana kalau keadaan
menjadi tidak enak, membahayakan dan saudara sendirian? Apakah saudara tetap
mau setia, beriman dan berani dalam mengikut Kristus?
e) Kadang-kadang apa yang dilakukan oleh 4
perempuan ini merupakan hal maximal yang bisa kita lakukan.
Pulpit
Commentary: “They were
helpless, and could render no assistance. They could make no progress; still
they stood their ground, and manifested their undying and unconquerable
attachment. They clung to Jesus for his own sake apart from circumstances. Like
them, let us do what we can, and advance as far as possible, and, when we
cannot go any further, let us stand; and, indeed, in the hour of direst
temptation the utmost we can do is to stand our ground”
(= Mereka tidak berdaya, dan tidak bisa memberikan pertolongan. Mereka tidak
bisa membuat kemajuan; tetapi mereka tetap berdiri di tempat mereka /
mempertahankan posisi mereka, dan menyatakan kasih mereka yang tidak bisa mati
dan tidak bisa dikalahkan. Mereka berpegang erat-erat kepada Yesus demi Dia tak
peduli bagaimana keadaannya. Seperti mereka, marilah kita melakukan apa yang
bisa kita lakukan, dan maju sejauh mungkin, dan pada waktu kita tidak bisa maju
lebih jauh lagi, biarlah kita tetap berdiri, dan memang, pada saat pencobaan
yang paling menakutkan, hal terbesar yang bisa kita lakukan adalah berdiri di
tempat kita / mempertahankan posisi kita) - hal 453.
Penerapan: kalau saudara sedang
terbelit problem-problem yang banyak dan besar, sehingga rasanya sudah tidak
bisa berbuat apa-apa, bahkan tidak bisa belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani
dsb, maka yang bisa dilakukan hanyalah berdiam diri, dan berpegang kepada
Yesus. Maka lakukan itu, sampai Tuhan berkenan menolong / memberikan kelegaan
kepada saudara!
3) “Ketika Yesus melihat ibuNya dan
murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu,
inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak
saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
a) Penterjemahan ‘ibu’.
Dalam
kata-kata Yesus kepada Maria, kata ‘ibu’ salah
terjemahan, seharusnya adalah terjemahannya adalah ‘woman’ (= perempuan).
Semua kata ‘ibu’
dalam Yoh 19:25-27 ini menggunakan kata METER yang memang berarti ‘ibu
/ mama’, kecuali kata ‘ibu’ dalam
kalimat yang diucapkan Yesus kepada Maria. Di situ digunakan kata Yunani
GUNAI, yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.
Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Now there stood
by the cross of Jesus his mother, and his mother’s sister, Mary
the wife of Cleophas, and Mary Magdalene. When Jesus therefore saw his mother,
and the disciple standing by, whom he loved, he saith unto his mother, Woman, behold thy son! Then saith he to the disciple, Behold thy mother!
And from that hour that disciple took her unto his own home’ (= Di dekat salib Yesus berdiri ibuNya, dan
saudara perempuan ibuNya, Maria istri Kleopas / Klopas, dan Maria Magdalena.
Pada waktu Yesus melihat ibuNya, dan murid yang dikasihiNya berdiri di
dekatnya, Ia berkata kepada ibuNya: Perempuan,
lihatlah anakmu! Lalu Ia berkata kepada murid itu: Lihatlah ibumu! Dan
sejak jam / saat itu murid itu membawanya ke rumahnya sendiri).
Mengapa Yesus
tidak menyebut nama Maria ataupun memanggil ‘ibu / mama’,
tetapi ‘woman’
(= perempuan)? Calvin mengatakan ada penafsir-penafsir yang
mengatakan bahwa Yesus di sini tidak menggunakan kata ‘ibu / mama’
supaya tidak makin menyakiti hati Maria, yang pada saat itu memang sudah sangat
sakit melihat Anaknya menderita seperti itu. Salah satu dari para penafsir yang
mempunyai pandangan seperti itu adalah Matthew Henry.
Matthew Henry:
“he calls her ‘woman,’ not
‘mother,’ not out of any disrespect to her, but because ‘mother’ would have
been a cutting word to her that was already wounded to the heart with grief”
(= Ia memanggilnya ‘perempuan’, bukan ‘ibu / mama’, bukan karena rasa tidak
hormat kepadanya, tetapi karena kata ‘ibu / mama’ akan merupakan suatu kata
yang melukai / mengiris baginya yang sudah dilukai sampai pada hatinya dengan
kesedihan).
Menurut saya
kata-kata seperti ini tidak punya dasar, karena:
1. Disebut ‘mama’ atau tidak,
tidak akan mengurangi kesadaran Maria bahwa yang sedang terpaku di atas kayu
salib itu adalah Anaknya!
2. Bukan hanya dalam bagian ini
saja, tetapi juga dalam seluruh Kitab Suci, Yesus tidak pernah memanggil Maria
dengan sebutan ‘ibu / mama’. Juga dalam perjamuan di
Kana, Yesus sudah menyebut Maria dengan sebutan ‘perempuan’.
Yoh 2:4 - “Kata
Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu (perempuan)?
SaatKu belum tiba.’”.
Calvin sendiri
tidak menolak pandangan itu, tetapi ia beranggapan bahwa ada dugaan lain yang
juga memungkinkan.
Calvin: “Christ intended to show that,
after having completed the course of human life, he lays down the condition in
which he had lived, and enters into the heavenly kingdom, where he will
exercise dominion over angels and men; for we know that Christ was always
accustomed to guard believers against looking at the flesh, and it was
especially necessary that this should be done at his death”
(= Kristus bermaksud untuk menunjukkan bahwa setelah menyelesaikan perjalanan
hidupNya sebagai manusia, Ia meletakkan keadaan dalam mana Ia telah hidup, dan
masuk ke dalam kerajaan surga, dimana Ia akan berkuasa atas malaikat-malaikat
dan manusia; karena kita tahu bahwa Kristus selalu terbiasa untuk menjaga
orang-orang percaya terhadap pandangan kepada daging, dan merupakan sesuatu
yang perlu secara khusus bahwa hal ini dilakukan pada kematianNya) -
hal 233.
Jadi, maksudnya
supaya manusia tidak memandang Kristus secara daging, yaitu sekedar sebagai
‘anak dari Maria’.
William
Hendriksen mempunyai pandangan yang mirip, tetapi ia menujukan itu kepada
Maria.
William
Hendriksen: “the use of the
word ‘woman’ ... Mary must no longer think of him as being merely her son; ...
Mary must begin to look upon Jesus as her Lord”
(= penggunaan kata ‘perempuan’ ... Maria tidak boleh berpikir tentang Dia
sebagai semata-mata Anaknya; ... Maria harus mulai memandang kepada Yesus
sebagai Tuhannya) - hal 433.
Saya lebih
setuju dengan pandangan lain lagi, yang saya berikan di bawah ini.
J. C. Ryle:
“I firmly believe that, even on
the cross, Jesus foresaw the future heresy of ‘Mary-worship.’ Therefore He said
‘Woman,’ and did not say ‘Mother.’” (= Saya percaya
dengan teguh bahwa, bahkan di kayu salib, Yesus melihat lebih dulu kesesatan
yang akan datang tentang penyembahan terhadap Maria. Karena itu Ia berkata
‘Perempuan’, dan bukannya berkata ‘Ibu / Mama’) - ‘Expository Thoughts on the Gospels’,
(John volume III), hal 352.
Arthur W.
Pink: “So far as the
record of the four Gospels go, never once did He call her ‘Mother.’ For us who
live today, the reason for this is not hard to discern. Looking down the
centuries with His omniscient foresight and seeing the awful system of
Mariolatry so soon to be erected, He refrained from using a word which would in
any wise countenance this idolatry - the idolatry of rendering to Mary the
homage which is due alone her Son; the idolatry of worshipping her as ‘The
Mother of God.’” (= Sejauh dari yang ada dalam
catatan dari ke empat Injil, tidak sekalipun Ia menyebutnya ‘Ibu / Mama’. Bagi
kita yang hidup pada jaman sekarang, alasannya tidak sukar untuk dilihat.
Melihat pada abad-abad yang akan datang dengan penglihatan / pengetahuan lebih
duluNya yang maha tahu, dan melihat sistim yang mengerikan dari penyembahan kepada
Maria yang akan ditegakkan dengan begitu cepat, Ia menahan diri dari
menggunakan suatu kata yang dengan cara apapun akan menyetujui / mendukung
pemberhalaan ini - pemberhalaan dari pemberian kepada Maria penghormatan yang
seharusnya hanya adalah milik dari Anaknya; pemberhalaan dari penyembahan
terhadapnya sebagai ‘Ibu / Bunda Allah’) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 53.
Catatan:
Perlu ditekankan bahwa istilah ‘bunda Allah’
dipertahankan oleh sidang gereja di Efesus pada tahun 431 M., bukan untuk
meninggikan / memuliakan Maria, tetapi untuk menunjukkan persatuan yang
tidak terpisahkan antara hakekat ilahi dan hakekat manusia dalam diri Kristus.
Jadi kalau setelah itu gereja Roma Katolik menggunakan istilah ‘bunda
Allah’ itu untuk meninggikan / memuliakan Maria, maka itu adalah
sesuatu yang salah, yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh sidang gereja di
Efesus itu.
b) Penafsiran salah / sesat dari Gereja Roma
Katolik tentang penderitaan Maria pada saat itu.
Pada saat Maria
melihat Anaknya menderita dan mati di salib, jelas ia sangat menderita.
1. Ini merupakan penggenapan nubuat.
Pulpit
Commentary (hal 438) dan beberapa penafsir lain secara benar mengatakan bahwa
pada saat ini Maria mengalami penggenapan nubuat Simeon dalam Luk 2:35 - “-
dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri -, supaya menjadi nyata pikiran
hati banyak orang.’”.
Matthew
Henry: “we may easily
suppose what an affliction it was to these poor women to see him thus abused,
especially to the blessed virgin. Now was fulfilled Simeon’s word, A sword
shall pierce through thy own soul, Lu. 2:35. His torments were her tortures;
she was upon the rack, while he was upon the cross; and her heart bled with his
wounds; and the reproaches wherewith they reproached him fell on those that
attended him” [= kita bisa menduga dengan
mudah penderitaan apa hal itu bagi perempuan-perempuan ini yang melihatNya
diperlakukan seperti itu, khususnya bagi perawan yang diberkati (Maria).
Sekarang tergenapi nubuat Simeon, ‘suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri’,
Luk 2:35. SiksaanNya merupakan siksaan Maria; ia sedang tersiksa sementara Ia
ada di kayu salib; dan hatinya berdarah oleh luka-lukaNya; dan cela dengan mana
mereka mencela Dia jatuh kepada mereka yang menyertaiNya].
2. Sekalipun kita memang setuju
bahwa Maria memang menderita pada saat itu, tetapi kita menolak pandangan sesat
yang mengatakan bahwa dengan penderitaannya itu Maria ikut menebus dosa
manusia.
Asal usul
ajaran sesat ini:
a. Justin Martyr (mati pada
tahun 165 M) membandingkan Maria dengan Hawa, dan Ireneaus (mati pada
tahun 202 M) berkata bahwa ketidak-taatan perawan Hawa ditebus oleh
ketaatan perawan Maria (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 136).
b. Ajaran Justin Martyr dan Ireneaus ini dikembangkan lagi, sehingga
Gereja Roma Katolik lalu berkata bahwa sebagaimana dosa pertama masuk ke dalam
dunia melalui seorang perempuan (yaitu Hawa), demikian juga keselamatan itu
datang melalui seorang perempuan (yaitu Maria).
c. Paus Benedict XV (1914-1922)
& Paus Pius XI (1923) mengatakan bahwa pada waktu Tuhan Yesus menderita dan
mati, Maria juga menderita, dan karena itu, bersama-sama dengan Tuhan Yesus, Maria adalah penebus dosa
[Kalau Yesus adalah Redeemer (= Penebus), maka Maria adalah Co-redeemer (= Rekan penebus)] - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
151.
Gereja Roma Katolik memang menganggap
Maria sebagai ‘pengantara’ dan ‘mempunyai peranan dalam menyelamatkan kita’,
dan ini terlihat dari ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992.
·
No 968: “Her
role in relation to the Church and to all humanity goes still further. ‘In a
wholly singular way she cooperated by her obedience, faith, hope, and
burning charity in the Savior’s work of restoring supernatural life to souls.
For this reason she is a mother to us in the order of grace.’”
(= Peranannya berhubungan dengan Gereja dan dengan seluruh kemanusiaan masih
lebih jauh lagi. ‘Dengan cara yang sepenuhnya istimewa, ia bekerja sama
oleh ketaatannya, imannya, pengharapannya, dan kasihnya yang berkobar-kobar dalam
pekerjaan sang Juruselamat untuk memulihkan kehidupan dari jiwa-jiwa. Untuk
alasan ini ia adalah seorang ibu bagi kita dalam urutan kasih karunia).
·
No 969: “This
motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly from the consent
which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained without
wavering beneath the cross, until the eternal fulfilment of all the elect.
Taken up to heaven she did not lay aside this saving office but by her
manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation
.... Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church under the titles of
Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix”
[= Keibuan dari Maria dalam urutan kasih karunia berlanjut secara tak terganggu
dari persetujuan yang dengan setia ia berikan pada saat pengumuman /
pemberitaan (oleh
Gabriel) dan yang ia teruskan tanpa ragu-ragu di bawah kayu
salib, sampai penggenapan kekal dari semua orang-orang pilihan. Pada waktu
diangkat ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan ini tetapi
oleh syafaatnya yang bermacam-macam ia melanjutkan untuk membawa kepada kita
karunia-karunia keselamatan yang kekal ... Karena itu, Perawan yang terpuji
/ diberkati disebut di dalam Gereja dengan gelar-gelar Advokat, Penolong,
Dermawan, dan Pengantara].
·
No 970: “Mary’s
function as mother of men in no way obscures or diminishes this unique
mediation of Christ, but rather shows its power. But the Blessed Virgin’s
salutary influence on men . . . flows forth from the superabundance of the
merits of Christ, rests on his mediation, depends entirely on it, and draws all
its power from it. ‘No creature could ever be counted along with the Incarnate
Word and Redeemer; but just as the priesthood of Christ is shared in various
ways both by his ministers and the faithful, and as the one goodness of God is
radiated in different ways among his creatures, so also the unique mediation of
the Redeemer does not exclude but rather gives rise to a manifold cooperation
which is but a sharing in this one source.’” (= Fungsi dari
Maria sebagai ibu dari manusia sama sekali tidak mengaburkan atau mengurangi
pengantaraan yang unik dari Kristus, tetapi sebaliknya menunjukkan kuasanya.
Tetapi pengaruh yang bermanfaat dari Perawan yang terpuji / diberkati pada
manusia ... mengalir dari kelimpahan dari jasa Kristus, bersandar pada
pengantaraanNya, bergantung sepenuhnya padanya, dan mendapatkan semua kuasanya
darinya. ‘Tidak ada makhluk ciptaan pernah bisa diperhitungkan bersama dengan
Firman yang berinkarnasi dan Penebus; tetapi sama seperti keimaman Kristus juga
dimiliki dalam bermacam-macam cara di antara makhluk-makhluk ciptaanNya,
demikian pula pengantaraan yang unik dari sang Penebus tidak membuang tetapi
sebaliknya menyebabkan suatu kerja sama yang bermacam-macam yang hanya
merupakan suatu sharing
dalam sumber yang satu ini’).
Karena itu
Loraine Boettner berkata:
¨
“in
the Roman Church Mary has come to be looked upon the instrumental cause of
salvation” [= dalam Gereja Roma (Katolik)
Maria telah dipandang sebagai alat yang menyebabkan keselamatan] - ‘Roman Catholicism’, hal 150.
¨
“Roman
Catholics are taught that all grace necessarily flows through Mary”
(= Orang-orang Roma Katolik diajar bahwa semua kasih karunia harus mengalir
melalui Maria) - ‘Roman Catholicism’,
hal 151.
Matthew
Henry: “It is an impious
and blasphemous construction which some of the popish writers put upon the
virgin Mary standing by the cross, that thereby she contributed to the
satisfaction he made for sin no less than he did, and so became a joint-mediatrix
and co-adjutrix in our salvation” (= Merupakan suatu
pendirian / penyusunan yang jahat dan bersifat menghujat yang diberikan oleh
beberapa penulis Katolik kepada perawan Maria yang berdiri di dekat salib,
bahwa dengan itu ia ikut memberikan sumbangsih pada pemuasan / pelunasan
yang Dia (Yesus)
lakukan untuk dosa, tidak lebih sedikit dari yang Ia lakukan,
dan dengan demikian menjadi seorang pengantara bersama dan rekan
penolong dalam keselamatan kita).
Lenski: “Alas, what has the Roman
Catholicism made of this scene! Some of it is like blasphemy of Christ in the
very hour of his atoning death. Catholics books are full of this derogation of
Christ and the exaltation of Mary. We are told that with her passion Mary
comes to the aid of her son on the cross. Alone he could not have
accomplished the task; he could never have borne the sins of the world and made
atonement for them by himself. ‘The Mother of God’ had to cooperate with the
Son of God. This summarizes the Catholic teaching. It invents two mediators
where God had only one. It robs Christ in order to deify and to glorify Mary.
In doing this blasphemous thing it destroys the real atonement and invents
another which does not atone. ... There is one Mediator between God and man, the
man Christ Jesus, 1Tim. 2:5,6” (= Aduh, apa yang
telah dilakukan oleh Roma Katolik tentang adegan / peristiwa ini! Beberapa
darinya adalah seperti penghujatan terhadap Kristus, persis di saat kematianNya
yang menebus. Buku-buku Katolik penuh dengan penghinaan kepada Kristus dan
pemuliaan / peninggian terhadap Maria. Kami diberitahu bahwa dengan
penderitaannya Maria datang untuk menolong Anaknya pada kayu salib. Sendirian
Ia tidak bisa menyelesaikan tugas itu; Ia tidak pernah bisa memikul dosa-dosa
dunia dan membuat penebusan bagi mereka dari diriNya sendiri. ‘Bunda Allah’
harus bekerja sama dengan Anak Allah. Ini merupakan ringkasan dari ajaran
Katolik. Ajaran itu menemukan / menciptakan dua
pengantara dimana Allah hanya mempunyai satu. Itu merampok Kristus untuk
memuja / mendewakan dan memuliakan Maria. Dengan melakukan hal yang bersifat
menghujat ini, itu menghancurkan penebusan yang sejati dan menemukan /
menciptakan penebusan yang lain yang tidak menebus. ... Hanya ada satu
Pengantara antara Allah dan manusia, manusia Kristus Yesus, 1Tim 2:5,6)
- hal 1297.
1Tim 2:5-6
- “(5)
Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah
dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, (6) yang telah menyerahkan diriNya
sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan”.
Tanggapan terhadap ajaran Roma Katolik ini:
a. Kitab Suci membandingkan Adam
dan Kristus (Adam merupakan TYPE dari Kristus).
·
Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab,
jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut,
jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya
atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih
karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu
pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia
atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa
satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi
mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran,
akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.
(18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh
penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang
beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan
satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh
ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
·
1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga
kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama
seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula
semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Jadi, dosa
memang masuk ke dalam dunia melalui Adam (karena Adam adalah wakil seluruh umat
manusia), dan keselamatan datang melalui Kristus.
Tetapi Kitab Suci
tidak pernah membandingkan Hawa dan Maria! Jadi ajaran Roma Katolik ini sama
sekali tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
b. Kitab Suci berkata bahwa
keselamatan hanya ada di dalam Kristus (Mat 1:21 Kis 4:12). Dialah
satu-satunya Juruselamat / Penebus dosa!
Mat 1:21 -
“Ia
akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah
yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka.’”.
Kis 4:12 -
“Dan
keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab
di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.’”.
c. Sekalipun Maria memang pasti menderita waktu melihat Anaknya
menderita di atas kayu salib, tetapi Kitab Suci tidak pernah berkata bahwa
dengan penderitaannya itu, Maria juga menjadi penebus dosa.
Bahwa Maria,
yang adalah manusia biasa dan berdosa, bisa menjadi Penebus dosa, merupakan
ajaran yang bertentangan dengan Maz 49:8-9. Karena terjemahan Kitab Suci
Indonesia dalam hal ini adalah salah, maka saya memberikan terjemahan dari NIV.
Maz 49:8-9
(NIV - Ps 49:6-7): “No
man can redeem the life of another, or give to God a ransom for him; the ransom
for a life is costly, no payment is ever enough” (= Tidak seorang manusiapun bisa
menebus nyawa orang lain, atau memberikan kepada Allah tebusan untuk dia;
tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tidak ada pembayaran yang bisa
mencukupi).
c) “Ketika
Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya, berkatalah Ia
kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ Kemudian kataNya kepada muridNya: ‘Inilah
ibumu!’ Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya’”.
1. Penafsiran salah dari Arthur
Pink.
Arthur W.
Pink: “She stood by the
Cross. And as she stood there the Saviour exclaimed, ‘Woman, behold thy Son!’
(John 19:26). There, summed up in a single word, is expressed the need of every
descendant of Adam - to turn the eye away from the world, off from self, and to
look by faith to the Saviour that died for sinners. ... salvation comes by
Beholding - ‘Behold the Lamb of God which takes away the sin of the world.’ ...
Reader, have you thus beheld that Divine Sufferer? Have you seen Him dying on
the Cross the just for the unjust, that He might bring us to God? Mary the
mother of Christ needed to ‘behold’ Him, and so do you. Then look, look unto
Christ and be ye saved” [= Ia berdiri di dekat Salib.
Dan pada waktu ia berdiri di sana sang Juruselamat berseru: ‘Perempuan,
lihatlah Anakmu!’ (Yoh 19:26). Di sana, diringkas dalam satu kata,
dinyatakan kebutuhan dari setiap keturunan Adam - untuk memalingkan mata dari
dunia, dari diri sendiri, dan memandang dengan iman kepada sang Juruselamat
yang mati untuk orang-orang berdosa. ... keselamatan datang oleh memandang -
‘Lihatlah anak domba Allah yang mengangkut dosa isi dunia’. ... Pembaca, sudahkah
engkau memandang seperti itu kepada Penderita Ilahimu? Sudahkah engkau melihat
Dia mati pada kayu salib, orang benar untuk orang yang tidak benar, supaya Ia
bisa membawa kita kepada Allah? Maria, ibu Kristus, butuh untuk ‘memandang’
Dia, dan demikian juga dengan kamu. Maka lihatlah, lihatlah kepada Kristus dan
biarlah engkau diselamatkan] - ‘The
Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 60.
Ini salah,
karena A. W. Pink menafsirkan bahwa yang dimaksud oleh Yesus dengan kata ‘Son’ / ‘anak’ adalah diriNya sendiri,
padahal sebetulnya yang dimaksud oleh Yesus dengan ‘son’ / ‘anak’ bukanlah diriNya sendiri, tetapi Yohanes. Jadi kata ‘Son’ / ‘Anak’ tidak seharusnya dimulai
dengan huruf besar.
Lenski: “‘Behold, thy son!’ has been
misunderstood to mean, ‘Behold, me, thy son!’ Mary has enough to bear; Jesus is
not harrowing her feelings with such a word. This interpretation mars the
entire act, for it makes the word of Jesus to John rather senseless”
(= ‘Lihatlah, anakmu!’ telah disalah-mengerti sebagai berarti, ‘Lihatlah, Aku,
anakmu!’ Maria telah menanggung cukup banyak; Yesus tidak sedang menyiksa
perasaannya dengan kata-kata seperti itu. Penafsiran ini merusak seluruh
bagian, karena itu membuat kata-kata Yesus kepada Yohanes menjadi tidak
berarti) - hal 1298-1299.
Memang, kalau
kata ‘anakmu’
kepada Maria itu diartikan menunjuk kepada Yesus, lalu kata-kata Yesus ‘Inilah
ibumu’ kepada Yohanes harus diartikan sebagai apa?
2. Penafsiran salah / sesat dari
Gereja Roma Katolik tentang kata-kata Yesus ini.
Kata-kata Yesus
kepada Maria di sini dijadikan dasar oleh Gereja Roma Katolik untuk mengajarkan
bahwa Maria adalah Bunda Gereja!
Lenski: “What has Roman Catholicism made
of this word of the dying Savior? Like Pius IX, Jesus, too, we are told, by
this word of his makes Mary the patroness of all Christians who are here
represented by the disciple John. It was not Mary who needed John, but John and
with him and in him all other Christians who needed Mary. One of these Mary
worshippers writes that ‘in the person of John Mary receives all Christians as
her children. And this capacity of Mary entitles us to the right and the trust,
that we place all our interest in her hands.’ What a reversal of the facts! Had
Jesus been dependent on Mary, and not she on him? Has she during his ministry
provided for him, and not he for her? And since when is all Christendom
represented in John?” [= Apa yang telah diperbuat oleh
ajaran Roma Katolik tentang kata-kata dari sang Juruselamat yang sedang mau
mati ini? Seperti Pius IX, kita diberitahu bahwa Yesus juga, dengan
kata-kataNya membuat Maria sebagai pelindung dari semua orang Kristen, yang di
sini diwakili oleh sang murid Yohanes. Bukan Maria yang membutuhkan Yohanes,
tetapi Yohanes, dan bersama dia dan di dalam dia semua orang Kristen yang lain,
yang membutuhkan Maria. Salah satu dari penyembah-penyembah Maria ini menulis
bahwa ‘dalam diri Yohanes, Maria menerima semua orang Kristen sebagai
anak-anaknya. Dan kapasitas dari Maria ini memberi hak kepada kita pada hak dan
kepercayaan, sehingga kita menempatkan seluruh kepentingan kita dalam
tangannya’. Betul-betul suatu pembalikan fakta! Apakah Yesus yang selama ini
telah bergantung kepada Maria, dan bukannya ia (Maria)
kepadaNya (Yesus)?
Apakah selama pelayananNya ia (Maria)
yang memberi pemeliharaan untukNya (Yesus),
dan bukannya Dia (Yesus)
untuknya (Maria)?
Dan sejak kapan seluruh umat Kristen diwakili oleh Yohanes?] - hal
1299.
J. C. Ryle:
“We should mark what a strong
condemnation the passage supplies to the whole system of Mary-worship, as held
by the Roman Catholic Church. There is not here a trace of the doctrine that
Mary is patroness of the saints, protectress of the Church, and one who can
help others. On the contrary, we see her requiring protection herself, and
commended to the care and protection of a disciple! Hengstenberg remarks, ‘Our
Lord’s design was not to provide for John, but to provide for His mother.’
Alford observes, ‘The Romanist idea that the Lord commended all His disciples
as represented by the beloved one, to the patronage of His mother is simply
absurd.’” (= Kita harus memperhatikan
betapa kuatnya text ini memberi kecaman terhadap seluruh sistim dari
penyembahan Maria, seperti yang dipercaya oleh Gereja Roma Katolik. Di sini
tidak ada jejak dari doktrin bahwa Maria adalah pelindung dari orang-orang
kudus, pelindung dari Gereja, dan orang yang bisa menolong orang lain.
Sebaliknya, kita melihat dia sendiri membutuhkan perlindungan, dan dipercayakan
/ dititipkan pada pemeliharaan dan perlindungan dari seorang murid!
Hengstenberg berkata: ‘Tujuan Tuhan kita bukanlah untuk memelihara Yohanes,
tetapi untuk memelihara ibuNya’. Alford berkata: ‘Gagasan dari ajaran Roma
bahwa Tuhan mempercayakan semua murid-muridNya, yang diwakili oleh murid yang
dikasihi, pada perlindungan dari ibuNya sama sekali menggelikan’) - ‘Expository Thoughts on the Gospels’,
(John volume III), hal 350-351.
Loraine
Boettner juga mengatakan (‘Roman
Catholicism’, hal 155) bahwa kata-kata Yesus kepada Yohanes ‘Inilah
ibumu’, oleh Gereja Roma Katolik diartikan menunjuk kepada semua
manusia, pada saat itu maupun yang akan datang, dan dengan demikian Yesus
menyerahkan semua manusia kepada Maria sebagai anak-anaknya!
Kesalahan
penafsiran ini terlihat makin jelas kalau kita memperhatkan ay 26-27 ini dengan
teliti.
Ay 26-27: “(26)
Ketika Yesus melihat ibuNya dan murid yang dikasihiNya di sampingnya,
berkatalah Ia kepada ibuNya: ‘Ibu, inilah, anakmu!’ (27) Kemudian
kataNya kepada muridNya: ‘Inilah ibumu!’ Dan sejak saat itu murid
itu menerima dia di dalam rumahnya”.
Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
a. Ayat ini secara jelas
mengatakan bahwa kata-kata itu ditujukan oleh Yesus kepada Yohanes.
b. Kata ‘mu’
dalam ay 27 dalam bahasa Yunaninya menggunakan bentuk tunggal, dan demikian
juga dengan kata ‘anak’ dalam ay 26, sehingga tidak
mungkin menunjuk kepada ‘semua manusia’,
tetapi pasti menunjuk kepada ‘Yohanes’.
c. Kalau kata-kata itu memang
ditujukan kepada semua manusia, lalu mengapa Yohanes tahu-tahu membawa Maria ke
rumahnya (ay 27b)?
Hal lain yang
perlu dicamkan adalah bahwa kita tidak pernah dikatakan oleh Kitab Suci sebagai
‘anak-anak
dari Maria’. Semua orang yang percaya kepada Yesus adalah ‘anak
Allah’ (Yoh 1:12).
3. Arti yang benar dari kata-kata Yesus
ini.
a. Dengan kata-kataNya kepada Maria
dan Yohanes, Yesus menyerahkan Maria ke dalam pemeliharaan / penjagaan Yohanes.
Ini merupakan suatu tugas, tetapi juga merupakan suatu penghormatan terhadap
Yohanes, karena diserahi tugas seperti itu oleh Yesus.
b. Mengapa Yesus harus
menyerahkan Maria ke dalam penjagaan / pemeliharaan Yohanes?
·
Adam Clarke, dan banyak penafsir lain,
mengatakan (hal 652) bahwa mungkin sekali pada saat itu Yusuf sudah mati,
sehingga Maria perlu diserahkan dibawah penjagaan Yohanes.
·
Tetapi, kalau Yesus memang mempunyai
saudara-saudara (Mat 13:55-56), yang kita anggap sebagai anak-anak dari
Yusuf dan Maria, mengapa Maria tidak diserahkan kepada pemeliharaan dari
anak-anak Maria yang lain? Mungkin karena mereka tidak / belum beriman.
William
Hendriksen: “The question might
be raised, ‘But why was not Mary committed to the care of one of her other
children?’ The answer is: probably because they as yet had not received him by
a living faith (see on 7:5). And besides, who could be expected to take better
care of Mary than the disciple whom Jesus loved?”
[= Ada pertanyaan yang bisa diajukan: ‘Mengapa Maria tidak diserahkan pada
pemeliharaan dari salah satu anak-anaknya yang lain?’. Jawabannya adalah:
mungkin karena pada saat itu mereka belum menerima Dia dengan iman yang hidup
(lihat tentang 7:5). Dan disamping itu, siapa yang bisa diharapkan untuk
memberikan pemeliharaan kepada Maria selain dari pada murid yang dikasihi
Yesus?] - hal 434.
William
Barclay: “He could not
commit her to the care of his brothers, for they did not believe in him yet
(John 7:5). And, after all, John had a double qualification for the service
Jesus entrusted to him - he was Jesus’s cousin, being Salome’s son, and he was
the disciple whom Jesus loved” [= Ia tidak bisa
menyerahkan dia pada pemeliharaan dari saudara-saudaraNya, karena mereka belum
percaya kepadaNya (Yoh 7:5). Dan bagaimanapun juga, Yohanes mempunyai
persyaratan ganda untuk pelayanan yang dipercayakan oleh Yesus kepadanya - ia
adalah saudara sepupu dari Yesus, karena ia adalah anak Salome, dan ia adalah
murid yang dikasihi Yesus] - ‘The
Gospel of John’, vol 2, hal 257.
Bdk.
Yoh 7:5 - “Sebab saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya
kepadaNya”.
·
Ada yang mengatakan bahwa Maria harus diserahkan
ke dalam pemeliharaan Yohanes karena Maria miskin dan tidak mempunyai rumah;
sedangkan Yohanes mempunyai rumah.
Barnes’
Notes: “Mary was poor. It
would even seem that now she had no home” (= Maria miskin.
Kelihatannya sekarang ia tidak mempunyai rumah) - hal 354.
Calvin
mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa rasul Yohanes mempunyai rumah dan
keluarga, karena kalau tidak demikian, ia tidak mungkin bisa membawa Maria ke
rumahnya.
Calvin:
“Hence also it is evident, that the Apostles had their families;
for John could not have exercised hospitality towards the mother of Christ, or
have taken her to his own home, if he had not had a
house and a regular way of living. Those
men, therefore, are fools, who think that the Apostles relinquished their
property, and came to Christ naked and empty; but they are worse than fools,
who make perfection to consist in beggary” (= Jadi, juga
jelas bahwa rasul-rasul mempunyai keluarga-keluarga mereka; karena Yohanes
tidak bisa menerima ibu dari Kristus, atau membawanya ke rumahnya, seandainya
ia tidak mempunyai sebuah rumah dan suatu gaya hidup yang umum / biasa. Karena
itu, orang-orang itu adalah orang-orang tolol, yang berpikir bahwa rasul-rasul
melepaskan milik mereka; dan datang kepada Kristus dengan telanjang dan kosong;
tetapi mereka lebih dari tolol, yang menganggap bahwa kesempurnaan terdiri dari
pengemisan / kemiskinan) - hal 233.
c. Di sini Yesus melakukan
tanggung jawabNya sebagai anak terhadap orang tua (ibu).
Pada saat Ia
sedang melakukan hal yang merupakan tujuan utamaNya untuk datang ke dalam
dunia, yaitu menebus dosa-dosa kita, Ia tetap tidak melupakan tanggung jawabNya
kepada ibuNya!
William
Barclay: “Jesus in the agony
of the Cross, when the salvation of the world hung in the balance,
thought of the loneliness of his mother in the days ahead. He never forgot the
duties that lay to his hand. He was Mary’s eldest son, and even in the moment
of his cosmic battle, he did not forget the simple things that lay near home”
[= Yesus dalam penderitaan pada kayu salib, pada waktu keselamatan dari dunia belum
dipastikan, memikirkan kesendirian dari ibuNya pada hari-hari yang akan
datang. Ia tidak pernah melupakan kewajiban yang terletak dalam tanganNya. Ia
adalah anak tertua dari Maria, dan bahkan pada saat dari pertempuran kosmikNya,
Ia tidak melupakan hal-hal sederhana yang terletak di dekat rumah] -
‘The Gospel of John’, vol 2, hal 257.
Catatan: mungkin yang dimaksudkan
oleh Barclay dengan ‘hung in the balance’
(= belum / tidak pasti) adalah bahwa pada saat itu pekerjaanNya untuk
menyelamatkan umat manusia dengan menebus dosa belum selesai.
Bandingkan
dengan kecaman Yesus terhadap orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat dalam
Mat 15:5-6 - “(5) Tetapi kamu berkata:
Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang
dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada
Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan
demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
Calvin: “while
Christ obeyed God the Father, he did not fail to perform the duty which he
owed, as a son, towards his mother. ... Hence we learn in what manner we ought
to discharge our duty towards God and towards men. It often happens that, when
God calls us to the performance of any thing, our parents, or wife, or
children, draw us in a contrary direction, so that we cannot give equal
satisfaction to all. If we place men in the same rank with God, we judge amiss.
We must, therefore, give the preference to the command, the worship, and the
service of God; after which, as far as we are able, we must give to men what is
their due. ... We ought, therefore, to devote ourselves to the interests of
men, so as not in any degree to interfere with the worship and obedience which
we owe to God. When we have obeyed God, it will then be the proper time to
think about parents, and wife, and children; as Christ attends to his mother,
but it is after that he is on the cross, to which he has been called by his
Father’s decree”
(= sementara Kristus mentaati Allah Bapa, Ia tidak gagal untuk melaksanakan
kewajiban yang Ia punyai sebagai anak kepada ibuNya. ... Jadi, kita belajar
dengan cara apa kita harus melaksanakan kewajiban kita kepada Allah dan kepada
manusia. Sering terjadi bahwa pada waktu Allah memanggil kita untuk
melaksanakan sesuatu apapun, orang tua, atau istri, atau anak-anak kita,
menarik kita ke arah yang berlawanan, sehingga kita tidak bisa memberikan
kepuasan yang sama kepada semua. Jika kita menempatkan manusia dalam tingkatan
yang sama dengan Allah, kita menilai / menghakimi secara salah. Karena itu,
kita harus lebih mendahulukan perintah, ibadah / penyembahan, dan pelayanan
Allah; setelah mana, sejauh kita mampu, kita harus memberikan kepada manusia
apa yang menjadi hak mereka. ... Karena itu, kita harus membaktikan diri kita
sendiri pada kepentingan manusia, sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak
menggganggu ibadah / penyembahan dan ketaatan untuk mana kita berhutang kepada
Allah. Pada waktu kita telah mentaati Allah, maka itulah waktu yang benar untuk
memikirkan tentang orang tua, dan istri, dan anak-anak; seperti Kristus
mengurus ibuNya, tetapi itu setelah Ia ada di salib, pada mana Ia telah
dipanggil oleh ketetapan BapaNya).
Bdk.
Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari
padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau
perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
William
Hendriksen: “That a lesson in
the responsibility of children (think of Jesus) toward their parents (think of Mary)
is implied here is true. But certainly that is not the main lesson. The
suffering of Jesus in seeing Mary suffer, and especially his wonderful love - a
Savior’s concern for one of his own, far more than a son’s concern for his
mother - these are the things on which the emphasis should be placed”
[= Merupakan sesuatu yang benar bahwa di sini secara implicit ada suatu
pelajaran tentang tanggung jawab dari anak-anak (pikirkan Yesus) kepada orang
tua mereka (pikirkan Maria). Tetapi jelas bahwa itu bukanlah pelajaran utama.
Penderitaan Yesus pada waktu melihat Maria menderita, dan khususnya kasihNya
yang luar biasa - kepedulian sang Juruselamat untuk salah satu milikNya, jauh
melebihi perhatian seorang Anak untuk ibuNya - ini adalah hal-hal dimana
penekanan harus diletakkan] - hal 434.
Catatan: saya di sini hanya
memberikan pandangan Hendriksen, tetapi saya tidak tahu apakah ini bisa
dibenarkan atau tidak.
d. Tidak diketahui apakah
Yohanes langsung membawa Maria pergi, sehingga tidak melihat kematian Kristus,
atau mereka tetap di sana sampai Kristus mati. Yang jelas, setelah saat itu
Yohanes membawa Maria ke rumahnya dan Maria hidup bersama dengan Yohanes sampai
ia mati.
Leon Morris
(NICNT): “This may mean that
the beloved disciple took Mary away immediately so that she did not witness the
death of her Son. This is supported by the fact that she is not mentioned in
the group of women who were there when Jesus died (Matt. 27:56; Mark 15:40).
Against it is the difficulty of seeing how the beloved disciple could have
taken her home and returned in time for the events of vv. 31-37 (most agree
that he witnessed them whether or no he is directly mentioned in v. 35). ‘From
that hour’ need not mean ‘from that moment’. When we consider the way in which
‘the hour’ is used in this Gospel it is clear that it need mean no more than
‘from the time of the crucifixion’. It is also urged that if Jesus’ mother came
to the place of execution it is most unlikely that she would have left before
the end, all the more so in that the other women remained”
[= Ini bisa berarti bahwa murid yang dikasihi itu membawa Maria pergi dengan
segera sehingga ia tidak menyaksikan kematian Anaknya. Ini didukung oleh fakta
bahwa ia tidak disebutkan dalam kelompok perempuan-perempuan yang ada di sana
pada saat Yesus mati (Mat 27:56; Mark 15:40). Terhadap hal ini ada problem
untuk melihat bagaimana murid yang dikasihi bisa membawanya pulang dan kembali
pada saatnya untuk peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam ay 31-37
(kebanyakan setuju bahwa ia menyaksikan peristiwa-peristiwa itu, apakah ia
disebutkan secara langsung atau tidak dalam ay 35). ‘Sejak jam itu’ tidak perlu
diartikan ‘sejak saat itu’. Kalau kita melihat cara dalam mana ‘jam’ digunakan
dalam Injil ini, adalah jelas bahwa itu tidak perlu diartikan lebih dari ‘sejak
saat penyaliban’. Juga diargumentasikan bahwa jika ibu Yesus datang ke tempat
pelaksanaan hukuman mati, sangat besar kemungkinannya bahwa ia tidak
meninggalkan sebelum semua selesai / berakhir, lebih-lebih mengingat perempuan-perempuan
yang lain tetap tinggal] - hal 812, footnote.
Barnes’
Notes: “‘From that hour
...’. John seems to have been in better circumstances than the other apostles.
... Tradition says that she continued to live with him in Judea until the time
of her death, which occurred about fifteen years after the death of Christ”
[= ‘Sejak jam / saat itu ...’. Yohanes kelihatannya berada dalam keadaan yang
lebih baik dari pada rasul-rasul yang lain. ... Tradisi mengatakan bahwa ia (Maria)
terus hidup dengan dia (Yohanes)
di Yudea sampai saat kematiannya, yang terjadi sekitar 15 tahun setelah
kematian Kristus].
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar