Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
f) Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang
dipilihNya dari semula, mereka juga
ditentukanNya dari semula untuk menjadi
serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di
antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka
itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka
itu juga dimuliakanNya.”.
Catatan: kata-kata yang saya coret sebetulnya tidak ada.
Yang saya tekankan adalah bagian yang saya
garis-bawahi saja, yaitu kata-kata “Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya.” (ay 30).
Anak kalimat ini
menunjukkan bahwa kelompok yang sama, yang dipanggil itu, juga dibenarkan. Panggilan
di sini kontras sekali dengan panggilan dalam ayat di bawah ini.
Mat 22:14 - “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang
dipilih.’”.
Panggilan dalam Mat 22:14 ini jelas merupakan panggilan luar (panggilan dengan pemberitaan firman / injil), yang memang tidak harus mempertobatkan orang yang dipanggil, kecuali orang itu adalah orang pilihan.
Panggilan dalam Mat 22:14 ini jelas merupakan panggilan luar (panggilan dengan pemberitaan firman / injil), yang memang tidak harus mempertobatkan orang yang dipanggil, kecuali orang itu adalah orang pilihan.
Tetapi panggilan
di dalam Ro 8:30 ini tidak mungkin menunjuk pada panggilan luar / lahiriah, yang diterima orang yang
mendengar Injil, karena bagian ini mengatakan
bahwa ‘mereka yang
dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya’.
Jadi,
panggilan dalam Ro 8:30 ini pasti menunjuk pada panggilan dalam / internal
call, dan ini jelas merupakan suatu panggilan yang efektif / tidak mungkin tidak
berhasil.
Adam Clarke (tentang Ro
8:30): “The whole of
the preceding discourse will show that everything here is conditional, as far
as it relates to the ultimate salvation of any person professing the Gospel of
Christ; for the promises are made to character, and not to persons, as
some have most injudiciously affirmed. The apostle insists upon a character
all along from the beginning of the chapter. Rom 8:1
says: ‘There is no condemnation to them that are in Christ Jesus, who walk not
after the flesh, but after the Spirit.’ Rom 8:13 says: ‘If ye live after the
flesh, ye shall die.’ The
absolute necessity of holiness to salvation is the very subject of his
discourse; this necessity he positively affirms, and establishes by the most
solid arguments. At the very entrance of his argument here, he takes
care to settle the connection between our calling and our love and obedience to
God, on purpose to prevent that mistake into which so
many have fallen, through their great inattention to the scope of his
reasoning. Rom 8:28: ‘All things work together for good’ - To whom? ‘To
THEM that LOVE GOD: to them that are the called according to his purpose.’ To
them that love God, because they are called according to His purpose; for those
only who love God can reap any benefit by this predestination, vocation, or any
other instance of God’s favour.” [=
Seluruh tulisan / percakapan yang mendahului
menunjukkan bahwa segala sesuatu di sini adalah
bersyarat, sejauh itu berhubungan dengan keselamatan akhir dari
orang manapun yang mengaku Injil Kristus; karena janji-janji itu dibuat
bagi karakter
(orang tertentu) dan bukan bagi
pribadi-pribadi, seperti sebagian telah tegaskan dengan cara yang paling tidak
bijaksana. Sang rasul berkeras pada seorang karakter
(orang
tertentu) dari permulaan pasal ini. Ro
8:1 berbunyi: ‘tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus
Yesus, yang berjalan bukan menurut daging, tetapi
menurut Roh.’. Ro 8:13 berbunyi: ‘jika kamu hidup menurut daging,
kamu akan mati.’. Kebutuhan
mutlak tentang kekudusan bagi keselamatan adalah pokok dari pembicaraan /
tulisan ini; kebutuhan ini ia tegaskan secara positif, dan teguhkan dengan
argumentasi-argumentasi yang paling kuat. Pada pintu masuk / bagian
awal dari argumentasinya di sini, ia berhati-hati untuk menentukan hubungan
antara panggilan kita dan kasih dan ketaatan kita kepada Allah, dengan tujuan
untuk mencegah kesalahan itu, ke dalam mana begitu banyak telah jatuh, melalui
kekurang-perhatian mereka yang besar pada jangkauan dari pemikirannya. Ro 8:28:
‘Segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk kebaikan’ - Bagi siapa? ‘Bagi MEREKA
yang MENGASIHI ALLAH: bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencanaNya’.
Bagi mereka yang mengasihi Allah, karena mereka dipanggil sesuai dengan
rencanaNya; karena hanya mereka yang mengasihi Allah
yang bisa memperoleh manfaat apapun oleh
predestinasi, panggilan, atau contoh lain apapun tentang kebaikan Allah ini.].
Catatan:
1. Saya
kira kata ‘character’ (= karakter) yang ia gunakan harus diartikan ‘orang-orang tertentu’ (lihat Merriam Webster).
2. Kutipan
Ro 8:1 diambil KJV. Dalam versi-versi lain kata-kata bagian akhir itu tidak
ada.
Ro 8:1 - “Demikianlah
sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”.
KJV: ‘There is
therefore now no condemnation to them which are in Christ Jesus, who walk not after the flesh, but after the Spirit.’
(= Karena itu sekarang di sana tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada
di dalam Kristus Yesus, yang berjalan bukan menurut
daging, tetapi menurut Roh.).
RSV: ‘There is
therefore now no condemnation for those who are in Christ Jesus.’ (= Karena
itu sekarang di sana tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam
Kristus Yesus).
NIV: ‘Therefore,
there is now no condemnation for those who are in Christ Jesus,’ (= Karena
itu, sekarang di sana tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus
Yesus).
NASB: ‘Therefore
there is now no condemnation for those who are in Christ Jesus.’ (= Karena
itu sekarang di sana tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam
Kristus Yesus).
3. Kata-kata yang saya beri garis bawah ganda jelas berbau
keras ‘keselamatan karena perbuatan baik’, yang adalah doktrin yang sesat!
4. Tafsiran
Clarke ini jelas-jelas merupakan suatu pembelokan. Ia tidak membahas kata dalam
Ro 8:30 itu sendiri, tetapi lari kepada ayat-ayat lain, untuk bisa menyesuaikan
semua ini dengan theologia Arminiannya!
5. Kalimat
terakhir dari kutipan di atas luar biasa konyolnya, karena predestinasi dan
panggilan pasti / harus terjadi lebih dulu, baru orang itu bisa mengasihi
Allah. Lalu bagaimana kasih kepada Allah bisa menjadi syarat supaya predestinasi
dan panggilan itu bisa bermanfaat bagi orang itu?? Kata-kata Clarke bagian
akhir ini jelas bertentangan dengan:
a. Ro 8:29
- “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya
Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”.
b. Ef
1:4,5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah
telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita
kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan
kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan
kerelaan kehendakNya,”.
c. Kis 13:48
- “Mendengar itu bergembiralah semua orang
yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua
orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi
percaya.”.
Ketiga ayat di atas ini justru menunjukkan bahwa
predestinasi merupakan sumber dari iman dan kekudusan dalam diri orang-orang
pilihan.
Ro 8:29-30 (KJV): ‘(29) For whom he did foreknow, he also did predestinate
[to be] conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among
many brethren. (30) Moreover whom he did predestinate, them he also called: and
whom he called, them he also justified: and whom he justified, them he also
glorified.’ (= Karena siapa yang Ia ketahui lebih dulu, Ia juga predestinasikan untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya, supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
Selanjutnya siapa yang Ia predestinasikan, Mereka juga Ia panggil: dan siapa
yang Ia panggil, mereka juga Ia benarkan: dan siapa Ia benarkan, mereka juga Ia
muliakan.).
Lenski (tentang Ro 8:30): “So greatly is God concerned with ‘these’
that he does the great acts here recorded. If it be asked why God did not
foreknow, foreordain, call, justify the rest, the Biblical answer is found in
Matt. 23:37 and similar passages: God did not exclude them, but despite all
that God could do they excluded
themselves. ‘These he called’ includes the acceptance of the call; and it in no
way excludes the extension of the same call with the same power of grace to the
rest. See Matt. 22:14 and the entire parable regarding the treatment which the
call receives. ‘These he declared righteous’; δικαιοῦν is sufficiently
explained in 3:24, where the passive occurs. ‘Justification is that act of God
by which he, of pure grace, for the sake of the merits of Christ, pronounces a
poor sinner, who truly believes in Christ, free from guilt and declares him
just.’ This is an excellent definition. The act is forensic, takes place in
heaven the instant when the call kindles faith.” (= Begitu besar kepedulian Allah dengan ‘ini /
orang-orang ini’ sehingga Ia melakukan tindakan-tindakan besar yang dicatat di
sini. Jika ditanya mengapa Allah tidak mengetahui
lebih dulu, menentukan lebih dulu, memanggil, membenarkan sisanya, jawaban yang
Alkitabiah ditemukan dalam Mat 23:37 dan text-text yang serupa: Allah tidak
mengeluarkan mereka, tetapi sekalipun Allah melakukan semua yang bisa Ia
lakukan, mereka mengeluarkan diri mereka sendiri. ‘Ini / orang-orang ini Ia panggil’ mencakup
penerimaan panggilan itu; dan itu sama sekali tidak membuang perluasan dari panggilan yang
sama dengan kuasa yang sama dari kasih karunia kepada sisanya. Lihat Mat 22:14
dan seluruh perumpamaan berkenaan dengan perlakuan yang diterima oleh panggilan
itu. ‘Ini / orang-orang ini Ia nyatakan sebagai benar’; δικαιοῦν / DIKAIOUN secara cukup dijelaskan dalam 3:24,
dimana muncul bentuk pasifnya. ‘Pembenaran adalah tindakan Allah itu, dengan
mana Ia, dari kasih karunia yang murni, demi jasa dalam Kristus, mengumumkan
seorang berdosa yang malang, yang dengan sungguh-sungguh percaya kepada
Kristus, bebas dari kesalahan dan menyatakannya benar’. Ini adalah definisi
yang sangat bagus. Tindakan itu berhubungan dengan pengadilan, terjadi di surga
pada saat dimana panggilan itu membangkitkan iman.).
Mat 23:37 - “‘Yerusalem,
Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang
yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama
seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.”.
Mat 22:14 - “Sebab
banyak yang dipanggil, tetapi sedikit
yang dipilih.’”.
Ro 3:24 - “dan
oleh kasih karunia telah dibenarkan
dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.”.
Catatan:
1. Lenski jelas mempercayai ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang bersyarat). Kesalahan pandangan
ini sudah kita bahas pada waktu membahas point ke 2 dari TULIP yaitu ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan
yang tidak bersyarat).
2. Lenski
menyamakan semua panggilan, baik dalam Ro 8:30 ini, maupun dalam Mat 23:37,
dan dalam Mat 22:14. Padahal jelas tidak mungkin semua panggilan itu sama.
3. Kata-kata
Lenski tentang ‘perluasan panggilan kepada semua orang tanpa kecuali’,
bertentangan dengan Ro 8:29-30 yang sedang kita bahas ini, yang jelas-jelas
membatasi panggilan itu kepada orang-orang tertentu / orang-orang pilihan Allah
saja.
Setelah melihat dan membahas tafsiran dari orang-orang
Arminian tentang Ro 8:29-30, mari kita melihat tafsiran Reformed dan Calvin
sendiri tentang text ini.
Matthew Henry (tentang Ro
8:30): “II. Whom he did predestinate those he also called,
not only with the external call (so many are called that were not chosen, Matt 20:16; 22:14), but with the internal and effectual
call. The former comes to the ear only, but this to the heart. All that
God did from eternity predestinate to grace and glory he does, in the fulness
of time, effectually call. The call is then effectual when we come at
the call; and we then come at the call when the Spirit draws us, convinces the
conscience of guilt and wrath, enlightens the understanding, bows the will,
persuades and enables us to embrace Christ in the promises, makes us willing in
the day of his power” [= II. Mereka yang Ia
predestinasikan, mereka juga Ia panggil, bukan
hanya dengan panggilan luar (demikian juga banyak yang dipanggil
yang tidak dipilih, Mat 20:16; 22:14), tetapi dengan
panggilan dalam dan efektif. Panggilan yang pertama datang hanya
pada telinga, tetapi panggilan yang ini datang kepada hati. Semua yang Allah memang predestinasikan dari kekekalan kepada
kasih karunia dan kemuliaan, dalam kegenapan waktu, Ia panggil secara
efektif. Panggilan ini efektif pada waktu
kita datang atas panggilan itu; dan kita datang atas panggilan itu pada waktu
Roh menarik kita, meyakinkan hati nurani tentang kesalahan dan murka, menerangi
pengertian, menundukkan kehendak, membujuk / mendesak dan memampukan kita untuk
memeluk / percaya kepada Kristus dalam janji-janji, membuat kita mau pada hari dari kuasaNya].
Mat 20:16 - “Demikianlah orang yang
terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang
terakhir.’”.
Ayat ini tidak cocok!
Mat 22:14 - “Sebab banyak yang
dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.’”.
Maz 110:3
- “Pada hari tentaramu bangsamu merelakan diri untuk
maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar tampil bagimu
keremajaanmu seperti embun.”.
KJV: ‘Thy people
shall be willing in the day of thy power, in the beauties of
holiness from the womb of the morning: thou hast the dew of thy youth.’ (= Umat / bangsamu akan mau pada hari kuasamu, dalam
keindahan dari kekudusan dari kandungan pagi: Engkau mempunyai embun
keremajaanmu).
Matthew Henry (tentang Ro
8:30): “Blessed is the man whose iniquity is thus forgiven. None are thus justified but those that are effectually called.
Those that stand it out against the gospel call abide under guilt and wrath” (= Diberkatilah orang yang kesalahannya diampuni seperti itu. Tak ada yang dibenarkan seperti itu kecuali mereka yang
dipanggil secara efektif. Mereka yang berdiri menentang panggilan injil
tetap berada di bawah kesalahan dan murka).
Catatan: ‘panggilan
injil’ harus dibedakan dari ‘panggilan efektif’!
Barnes’ Notes (tentang Ro 8:30):
“‘Them he also called.’ Called by his
Spirit to become Christians. He called, not merely by an external invitation,
but in such a way as that they in fact were justified. This cannot refer simply
to an external call of the gospel, since those who are here said to be called
are said also to be justified and glorified. The meaning is, that there is a
certain connection between the predestination and the call, which will be
manifested in due time. The connection is so certain that the one infallibly
secures the other. ‘He justified.’ ... Not that he justified them from
eternity, for this was not true; and if it were, it would also follow that he
glorified them from eternity, which would be an absurdity. It means that there
is a regular sequence of events - the predestination precedes and secures the
calling; and the calling precedes and secures the justification. The one is
connected in the purpose of God with the other; and the one, in fact, does not
take place without the other. The purpose was in eternity. The calling and
justifying in time.” (= ‘Mereka juga Ia
panggil’. Dipanggil oleh RohNya untuk menjadi orang-orang Kristen. Ia memanggil, bukan semata-mata oleh suatu undangan luar /
lahiriah, tetapi dengan suatu cara sehingga mereka dalam faktanya dibenarkan.
Ini tidak bisa sekedar menunjuk pada suatu panggilan
luar / lahiriah dari injil, karena mereka yang di sini dikatakan ‘dipanggil’
juga dikatakan ‘dibenarkan’ dan ‘dimuliakan’. Artinya adalah, bahwa
di sana ada hubungan yang pasti antara predestinasi dan panggilan, yang akan
dinyatakan pada waktunya. Hubungannya adalah begitu
pasti sehingga yang satu secara tak bisa salah memastikan yang lain.
‘Ia benarkan’ (catatan: ini ada dalam bentuk lampau / past tense).
... Bukan bahwa Ia membenarkan mereka dari kekekalan, karena ini tidak benar;
dan seandainya demikian, konsekwensinya adalah bahwa Ia memuliakan mereka dari
kekekalan, yang akan merupakan suatu kekonyolan. Itu berarti bahwa di sana
ada suatu rangkaian / urutan dari peristiwa-peristiwa - predestinasi mendahului
dan memastikan panggilan; dan panggilan mendahului dan
memastikan pembenaran. Yang satu berhubungan dalam rencana Allah dengan
yang lain; dan dalam faktanya / sebenarnya yang satu tidak terjadi tanpa yang
lain. Rencana itu ada dalam kekekalan. Panggilan dan pembenaran dalam
waktu.).
Calvin (tentang Ro 8:30): “But this testimony is not only found in the outward preaching of the
gospel, but it has also the power of the Spirit connected with it; for the
elect are there spoken of, whom God not only addresses by the outward word, but
whom he also inwardly draws.” (= Tetapi
kesaksian ini bukan hanya didapatkan dalam pemberitaan
luar / lahiriah dari injil, tetapi itu juga
mempunyai kuasa Roh berhubungan dengannya; karena orang-orang
pilihan adalah mereka yang dibicarakan di sana, yang Allah bukan hanya panggil dengan firman luar / lahiriah, tetapi yang Ia juga tarik secara batin / dari dalam.).
William Hendriksen (tentang
Ro 8:30): “The Salvation
Chain. When Paul states that to those who love God and are
called according to his purpose all things work together for good, he is not
thinking only of those things that can be seen round about us now, or those events that are taking
place now; no, he includes even
time and eternity. The chain of salvation he is discussing reaches back to that
which, considered from a human standpoint, could be called the dim past, ‘the
quiet recess of eternity,’ and forward into the boundless future. One very
important fact must be mentioned: every link in this chain of salvation
represents a divine action. To be sure, human responsibility and action is not
thereby ruled out, but here (Rom. 8:29, 30) it is never specifically mentioned.
There are five links in this chain. Note that the predicate of the first clause
becomes the subject of the next one, a construction called sorities. ... Calling. ‘… and whom he foreordained,
these he also called.’ ... Paul now, by a very logical transition, enters into
the realm of time. The apostle
refers, of course, to the effective call. ... By means of Spirit-wrought
conversion and faith man responds to this call.” [= Rantai
Keselamatan. Pada waktu Paulus menyatakan bahwa bagi mereka yang mengasihi
Allah dan dipanggil sesuai dengan rencanaNya segala sesuatu bekerja
bersama-sama untuk kebaikan (Ro 8:28), ia tidak sedang berpikir hanya tentang hal-hal yang bisa dilihat di
sekitar kita sekarang, atau peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi sekarang;
tidak, ia mencakup bahkan waktu dan kekekalan. Rantai
keselamatan yang sedang ia bicarakan menjangkau ke belakang pada apa yang,
dipertimbangkan dari sudut pandang manusia, bisa disebut masa lampau yang kabur,
‘tempat terpencil yang tenang dari kekekalan’, dan maju ke depan ke dalam masa
yang akan datang yang tak terbatas. Satu fakta
yang sangat penting harus disebutkan: setiap mata rantai dalam rantai keselamatan
ini menggambarkan suatu tindakan ilahi. Pastilah, dengan demikian tanggung jawab dan tindakan manusia
bukannya dikesampingkan / disingkirkan, tetapi di sini (Ro 8:29,30) itu tidak
pernah disebutkan secara spesifik. Ada lima mata rantai dalam rantai ini. Perhatikan bahwa
predikat dari anak kalimat pertama, menjadi subyek dari kelimat berikutnya,
suatu konstruksi yang disebut sorities
(saya kira
seharusnya sorites). ... Panggilan. ‘...
dan siapa yang Ia tentukan lebih dulu, orang-orang ini juga Ia panggil’. ...
Sekarang Paulus, dengan suatu transisi yang sangat logis, masuk ke dalam alam
waktu. Sang rasul menunjuk, tentu saja, pada panggilan efektif. ... Dengan cara
pertobatan dan iman yang dikerjakan Roh, manusia menanggapi panggilan ini.].
Louis Berkhof: “The distinction
between external and internal calling is already found in Augustine, was
borrowed from him by Calvin, and thus made prominent in Reformed theology.
According to Calvin the gospel call is not in itself effective, but is made
efficacious by the operation of the Holy Spirit, when He savingly applies the
Word to the heart of man; and it is so applied only in the hearts and lives of
the elect. Thus the salvation of man remains the work of God from the very
beginning. God by His saving grace, not only enables, but causes man to heed
the gospel call unto salvation. The Arminians were not satisfied with this
position, but virtually turned back to the Semi-Pelagianism of the Roman
Catholic Church. According to them the universal proclamation of the gospel is
accompanied by a universal sufficient grace, - ‘gracious assistance actually
and universally bestowed, sufficient to enable all men, if they choose, to
attain to the full possession of spiritual blessings, and ultimately to
salvation.’ The work of salvation is once more made dependent on man.” (= Pembedaan
antara panggilan luar dan dalam sudah ditemukan dalam Agustinus, dipinjam dari
dia oleh Calvin, dan lalu dibuat menonjol dalam theologia Reformed. Menurut Calvin, panggilan injil, dalam dirinya sendiri,
tidaklah efektif, tetapi dibuat efektif / mujarab oleh operasi / pekerjaan Roh
Kudus, pada waktu Ia secara menyelamatkan, menerapkan Firman kepada hati
manusia; dan itu diterapkan hanya dalam hati
dan kehidupan dari orang-orang pilihan. Maka
keselamatan manusia tetap merupakan pekerjaan Allah dari permulaan / awal.
Allah, oleh kasih karuniaNya yang menyelamatkan,
bukan hanya memampukan, tetapi menyebabkan manusia untuk memperhatikan
panggilan injil kepada keselamatan. Orang-orang
Arminian tidak puas dengan posisi ini, tetapi sebenarnya kembali kepada
Semi-Pelagianisme dari Gereja Roma Katolik. Menurut mereka, proklamasi universal dari injil disertai oleh suatu kasih
karunia yang cukup yang bersifat universal, - ‘pertolongan yang murah hati / bersifat
kasih karunia, yang sungguh-sungguh dan secara universal diberikan, cukup
untuk memampukan semua orang, jika mereka memilihnya, untuk mencapai
kepemilikan penuh dari berkat-berkat rohani, dan akhirnya keselamatan’. Pekerjaan keselamatan sekali lagi
dibuat tergantung kepada manusia.) - ‘Systematic Theology’, hal 459.
Sampai sini
rasanya sudah jelas bahwa, berbeda dengan orang-orang
Reformed, yang membedakan panggilan luar (panggilan injil) yang bisa ditolak,
dengan panggilan dalam / efektif, yang pasti mempertobatkan, maka orang-orang Arminian memukul rata semua panggilan.
Charles Hodge (tentang Ro 8:28): “The word ‘called,’ … is never, in the epistles
of the New Testament, applied to those who are the recipients of the mere
external invitation of the gospel. It always means ‘effectually called,’ i.e., it is always applied to those who are
really brought to accept of the blessings to which they are invited.” (= Kata ‘dipanggil’, ... tidak pernah, dalam surat-surat dari Perjanjian Baru, diterapkan kepada mereka yang adalah penerima-penerima
dari semata-mata undangan luar / lahiriah dari injil. Itu selalu berarti ‘dipanggil secara
efektif’, yaitu, itu selalu diterapkan kepada
mereka yang secara sungguh-sungguh dibawa untuk menerima berkat-berkat kepada mana
mereka dipanggil.).
Catatan: perhatikan bahwa Hodge mengatakan ‘surat-surat Perjanjian Baru’, bukan seluruh
Perjanjian Baru. Jadi, yang ia maksudkan hanya Roma - Wahyu.
Charles Hodge lalu memberi contoh-contoh di bawah ini:
1Kor 1:1-2 - “(1) Dari Paulus, yang
oleh kehendak Allah dipanggil menjadi
rasul Kristus Yesus, dan dari Sostenes, saudara kita, (2) kepada jemaat Allah
di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua
orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus,
yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.”.
1Kor 1:24 - “tetapi untuk mereka yang
dipanggil, baik orang Yahudi, maupun
orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.”.
Ro 1:1 - “Dari Paulus, hamba
Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi
rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah.”.
Ro 1:6 - “Kamu juga termasuk di
antara mereka, kamu yang telah dipanggil
menjadi milik Kristus.”.
Yudas 1 - “Dari Yudas, hamba Yesus
Kristus dan saudara Yakobus, kepada mereka, yang terpanggil,
yang dikasihi dalam Allah Bapa, dan yang dipelihara untuk Yesus Kristus.”.
Saya mengecek kata-kata
Hodge ini, dengan melihat dalam konkordansi, semua ayat-ayat yang menggunakan
kata ‘dipanggil’, ‘memangggil’, dan ‘panggilan’, dalam surat-surat
Perjanjian Baru, dan memang semuanya menunjuk kepada panggilan efektif.
Satu-satunya yang agak
meragukan adalah ayat ini.
Gal 1:6 - “Aku heran, bahwa kamu
begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah
memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,”.
KJV: ‘I marvel that ye are
so soon removed from him that called you
into the grace of Christ unto another gospel:’ (= Aku heran bahwa kamu begitu cepat disingkirkan dari Dia yang telah
memanggil kamu ke dalam kasih karunia Kristus kepada injil yang lain:).
Tetapi dalam
tafsirannya tentang Gal 1:6 ini, Calvin menekankan bahwa jemaat Galatia
belum betul-betul murtad.
Calvin (tentang Gal 1:6): “By using the present
tense, (‘ye are removed,’) he appears to say that they were only in the act of
falling. As if he had said, ‘I do not yet say that ye have been removed; for
then it would be more difficult to return to the right path. But now, at the
critical moment, do not advance a single step, but instantly retreat.’” [=
Dengan menggunakan present tense,
(‘kamu disingkirkan’), ia kelihatannya mengatakan bahwa mereka hanya ada dalam
tindakan jatuh. Seakan-akan ia telah mengatakan, ‘Aku belum mengatakan bahwa
kamu telah disingkirkan; karena kalau demikian
akan lebih sukar untuk kembali kepada jalan yang benar. Tetapi sekarang, pada
titik yang kritis, jangan maju satu langkahpun, tetapi segeralah mundur.’.].
g) Yoh 10:16 - “Ada lagi padaKu domba-domba lain, yang bukan dari kandang
ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan
mereka akan mendengarkan suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.”.
Catatan: ada kesalahan
penterjemahan pada awal dari ayat ini.
Kitab Suci Indonesia: “Ada lagi padaKu domba-domba lain”.
KJV: ‘And
other sheep I have’ (= Dan Aku
mempunyai domba-domba lain). Perhatikan penggunaan
bentuk present
tense di sini!
1. ‘domba-domba yang lain, yang bukan dari kandang ini’.
Kata-kata ‘bukan dari
kandang ini’ menunjukkan bahwa mereka
adalah orang-orang non Yahudi yang pada saat itu belum percaya. Tetapi mereka
sudah disebut sebagai ‘domba’!
Bdk. Kis 18:10 dimana orang yang belum percaya
sudah disebut ‘umatKu’.
Kis 18:10 - “Sebab
Aku menyertai engkau dan tidak ada seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya
engkau, sebab banyak umatKu di kota ini.’”.
KJV: ‘I have much people in this
city’ (= Aku mempunyai banyak orang / umat di kota ini).
RSV/NIV/NASB: ‘I have many people in this
city’ (= Aku mempunyai banyak orang / umat di kota ini).
Lagi-lagi, di sini, sama seperti dalam Yoh 10:16,
digunakan bentuk present tense!
Ini jelas menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang
pilihan!
Bdk. Yoh 11:49-52 - “(49)
Tetapi seorang di antara mereka, yaitu Kayafas, Imam Besar pada tahun itu,
berkata kepada mereka: ‘Kamu tidak tahu apa-apa, (50) dan kamu tidak insaf,
bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada
seluruh bangsa kita ini binasa.’ (51) Hal itu dikatakannya bukan dari dirinya
sendiri, tetapi sebagai Imam Besar pada tahun itu ia bernubuat, bahwa Yesus
akan mati untuk bangsa itu, (52) dan bukan untuk bangsa itu saja, tetapi juga
untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah
yang tercerai-berai.”.
Calvin (tentang Yoh 10:8): “Thus, according to the secret election of
God, we are already sheep in his heart, before we are born; but we begin to be
sheep in ourselves by the calling, by which he gathers us into his fold” (=
Jadi, menurut pemilihan yang rahasia dari Allah,
kita sudah adalah domba dalam hatiNya, sebelum kita dilahirkan,
tetapi kita mulai
menjadi domba dalam diri kita oleh panggilan, dengan mana Ia mengumpulkan kita
dalam kandangNya).
Calvin (tentang Yoh 10:16): “Augustine’s observation on this passage is undoubtedly true, that, as
there are many wolves within the Church, so there are many sheep without. ... I
acknowledge that Augustine’s statement applies in this respect, that Christ
gives the name of sheep to unbelievers, who in themselves were the farthest
possible from being entitled to be called sheep. And not only does he point
out, by this term, what they will be, but rather refers this to the secret
election of God, because we are already God’s sheep, before we are aware that
He is our shepherd.” (= Pengamatan Agustinus
tentang text ini tak diragukan adalah benar, bahwa, sebagaimana
disana ada banyak serigala di dalam Gereja, demikian juga disana ada banyak
domba di luar Gereja. ... Saya mengakui bahwa pernyataan Agustinus berlaku
dalam hal ini, bahwa Kristus memberi sebutan ‘domba’ kepada orang-orang yang
tidak percaya, yang dalam diri mereka ada dalam jarak terjauh yang memungkinkan
untuk berhak disebut domba. Dan dengan istilah ini,
Ia bukan hanya menunjukkan, mereka akan menjadi apa, tetapi lebih menunjuk pada
pemilihan rahasia dari Allah, karena kita sudah adalah domba-domba Allah,
sebelum kita sadar bahwa Ia adalah Gembala kita.).
2. Perhatikan
kata-kata Yesus selanjutnya tentang ‘domba-domba
yang lain’ dalam ay 16 ini:
a. ‘harus Kutuntun juga’.
b. ‘mereka akan mendengarkan suaraKu’.
c. ‘mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala’.
Semua ini menunjukkan bahwa orang pilihan pasti
akan bertobat / percaya kepada Yesus. Ini menjadi dasar bagi kita untuk
mengatakan 2 hal:
·
Predestinasi /
Rencana Allah tidak mungkin gagal.
·
Kasih karunia
Allah tidak bisa ditolak (Irresistible
grace)!
Adam Clarke tidak
memberikan komentar yang berarti berhubungan dengan Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Lenski (tentang Yoh 10:16): “He speaks of these ‘other sheep’ as
already being πρόβατα or ‘sheep’ and
even says that ‘I have’ them. It has rightly been urged that this is not a mere
prolepsis; ‘other sheep’ might possibly be, but certainly not the verb ‘I
have.’ Compare similar statements in 11:52 and Acts 18:10. ‘I have’ denotes
divine foreknowledge and, we may add, predestination; but the latter not in the
sense of an absolute decree, or a decree according to some mysterious principle
which simply selects some and passes by others. Just as Jesus foresaw the
existence of these other sheep as men, born into human life, so he foresaw the
success of his saving grace in their hearts, the birth of their spiritual life
as children of God. As far as predestination is concerned, this embraces all in
whom the grace and gospel of Jesus succeed to the end. These God chose for
himself as his own elect even before the world began.” [= Ia berbicara
tentang ‘domba-domba lain’ ini sebagai sudah adalah PROBATA atau ‘domba-domba’
dan bahkan berkata bahwa ‘Aku mempunyai / memiliki’ (present tense) mereka. Secara
benar telah didesak bahwa ini bukanlah semata-mata suatu prolepsis; kata-kata ‘domba-domba lain’ mungkin
bisa, tetapi kata kerja ‘Aku mempunyai’ pasti tidak. Bandingkan
pernyataan-pernyataan yang serupa dalam 11:52 dan Kis 18:10. ‘Aku mempunyai’ menunjuk pada pra pengetahuan ilahi dan, kami
bisa menambahkan, predestinasi; tetapi yang belakangan ini bukan dalam arti
dari suatu ketetapan mutlak, atau suatu ketetapan menurut suatu prinsip yang
misterius yang sekedar menyeleksi sebagian dan melewati yang lain. Sama seperti Yesus melihat lebih dulu keberadaan dari domba-domba lain ini
sebagai orang-orang, yang dilahirkan ke dalam kehidupan manusia, demikian juga Ia melihat lebih dulu keberhasilan dari kasih
karuniaNya yang menyelamatkan dalam hati mereka, kelahiran dari kehidupan
rohani mereka sebagai anak-anak Allah. Sejauh predestinasi yang dipersoalkan, ini mencakup semua orang dalam siapa kasih karunia dan injil
dari Yesus berhasil sampai akhir jaman. Orang-orang ini Allah pilih
bagi diriNya sendiri sebagai orang-orang pilihanNya bahkan sebelum dunia mulai.].
Catatan:
a. ‘prolepsis’ adalah perlakuan terhadap suatu peristiwa di masa
yang akan datang seakan-akan peristiwa itu sudah terjadi.
b. Kata-kata
Lenski ini jelas menunjuk pada ‘Conditional
Election’ (= Pemilihan yang bersyarat). Kekonyolan dari doktrin ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang
bersyarat) ini sudah kita bahas pada waktu membahas tentang point ke 2, yaitu ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan
yang tidak bersyarat).
Lenski (tentang Yoh 10:16): “With the hosts of future Gentile
believers before his prophetic eyes, Jesus says not only, ‘them also I must
lead,’ but adds the counterpart, ‘and they will hear my voice.’ As their
Shepherd Jesus will lead them, and as his sheep they will hear his voice. The
verbs ‘must lead’ and ‘will hear’ correspond so closely to shepherd leading and
sheep hearing and following their shepherd, that ἀγαγεῖν cannot mean
‘bring’ or ‘feed.’ ... Jesus portrays these Gentiles as his sheep, following
him as their Shepherd, just as his Jewish believers now follow him. The
conversion is taken for granted where faith and trust bind to Jesus. The force
of ἀκούσουσιν is not merely futuristic: ‘shall hear,’ but
volitive: ‘will hear.’ It is not that Jesus and his voice bring about the
hearing, but that these sheep, always listening for his voice, are willing to
hear so that they may follow. Jesus says, ‘them I must lead’ (δεῖ). Why ‘must’
he? Because this is his office as the Good Shepherd.” [= Tentang rombongan besar dari orang-orang percaya non
Yahudi yang akan datang di hadapan mata nubuatanNya, Yesus
bukan hanya berkata ‘mereka juga harus Aku tuntun’, tetapi menambahkan hal yang
cocok dengannya, ‘dan mereka akan mendengar suaraKu’. Sebagai Gembala
mereka, Yesus akan membimbing mereka, dan sebagai domba-dombaNya, mereka akan
mendengar suaraNya. Kata-kata kerja ‘harus menuntun’ dan ‘akan mendengar’
sesuai dengan begitu dekat dengan tuntunan gembala dan tindakan mendengar dan
mengikut dari domba-domba, sehingga AGAGEIN (= menuntun) tidak bisa berarti ‘membawa’ atau ‘memberi makan’. ... Yesus menggambarkan orang-orang non
Yahudi ini sebagai domba-dombaNya, mengikuti Dia sebagai Gembala mereka, sama
seperti orang-orang percaya YahudiNya sekarang mengikuti Dia. Pertobatan
dianggap pasti dimana iman dan tindakan mempercayakan mengikat kepada Yesus. Kekuatan dari AKOUSOUSIN tidaklah semata-mata bersifat yang
akan datang: ‘akan mendengar’,
tetapi muncul dari kehendak / kemauan: ‘mau
mendengar’. Bukan bahwa Yesus dan suaraNya membuat terjadinya tindakan mendengar itu,
tetapi bahwa domba-domba ini, yang selalu mendengar pada suaraNya, mau untuk
mendengar sehingga mereka bisa mengikuti. Yesus
berkata, ‘mereka harus Aku
tuntun’ {DEI (= must / harus)}. Mengapa Ia ‘harus’? Karena ini adalah tugasNya
sebagai Gembala yang baik.].
Catatan:
a. Terlihat bahwa Lenski
berusaha mati-matian untuk menafsirkan sedemikian rupa untuk bisa menghindarkan
ayat ini dari doktrin Irresistible Grace
(= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak). Tetapi menurut saya ia gagal total
dalam usahanya! Ia mengatakan bahwa kata Yunani AKOUSOUSIN
tidak berarti ‘AKAN mendengar’,
tetapi ‘MAU
mendengar’. Mungkin ia mau menekankan
kehendak bebas dari domba-domba itu sehingga ia memaksakan kata ‘mau’ itu. Tetapi apakah diterjemahkan ‘akan’
atau ‘mau’, kalimat ini tidak bisa tidak menubuatkan /
meramalkan terjadinya hal itu, dan itu
tidak mungkin tidak tergenapi. Jadi, bisakah pada waktu Yesus mau
menuntun orang-orang non Yahudi itu, lalu mereka ternyata menggunakan kehendak
bebas mereka untuk menolak tuntunan Yesus itu? Kalau bisa, maka nubuat Yesus
salah! Jadi, tidak mungkin mereka bisa menolak. Dan
kalau demikian, itu tetap mendukung doktrin Irresistible
Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak) ini!
Sekedar sebagai suatu tambahan, A. T. Robertson (ahli bahasa Yunani top
abad 20) mengatakan bahwa AKOUSOUSIN adalah bentuk FUTURE! Dan Ia sama sekali
tidak berbicara apa-apa tentang apa yang disebut ‘volitive’ (= muncul dari kehendak / kemauan) oleh Lenski.
b. Kata-kata Lenski yang saya
beri garis bawah ganda, sangat konyol, karena orang-orang
non Yahudi itu, pada saat Yesus mengucapkan kata-kata ini, belum percaya!
Bagaimana mereka dikatakan ‘selalu
mendengar pada suaraNya’??? Kalau
bukan karena pekerjaan Tuhan yang memberikan Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak) kepada
mereka, mereka pasti tak akan mempedulikan suara Yesus!
c. Juga kata ‘harus’ (DEI) diartikan hanya bahwa itu merupakan tugas dari
gembala. Tugas atau bukan tugas, itu bukan yang dipersoalkan di sini. Tetapi
ini lagi-lagi jelas merupakan suatu nubuat /
ramalan yang tidak bisa tidak terjadi. Yesus harus menuntun, dan
mereka pasti akan mendengar. Semua ini tak bisa tidak mengarahkan kita pada
doktrin Irresistible Grace (= Kasih
karunia yang tidak bisa ditolak).
d. Lenski tidak membahas anak
kalimat terakhir dari Yoh 10:16 yang berbunyi: “dan
mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala”. Ini merupakan jaminan bahwa tuntunan Gembala itu
pasti akan berhasil. Domba-domba lain itu pasti akan mendengar suara Gembala,
dan menjadi satu kawanan dengan satu Gembala! Bagaimana menafsirkan anak
kalimat ini sehingga TIDAK menjadi sesuai dengan doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak)? Saya
kira itu mustahil!
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Yoh 10:16): “‘Them
also I must bring.’ He means the perishing Gentiles, of whom He speaks as
already His sheep - in the love of His heart and the purpose of His grace - to
‘bring them’ in due time. ‘And they shall hear my voice.’ This is not the
language of mere fore-sight that they would believe, but the expression of a
purpose to draw them to Himself by an inward and efficacious call, which would
infallibly issue in their spontaneous accession to Him.” (= ‘Mereka juga harus Aku bawa / tuntun’. Ia
memaksudkan orang-orang non Yahudi yang sedang menuju pada kebinasaan, tentang
siapa Ia berbicara sebagai ‘sudah adalah domba-dombaNya’ - dalam kasih dari
hatiNya dan rencana dari kasih karuniaNya - untuk ‘membawa / menuntun mereka’
pada waktunya. ‘Dan mereka akan mendengar suaraKu’.
Ini bukanlah bahasa dari semata-mata penglihatan lebih dulu bahwa
mereka akan percaya, tetapi pernyataan dari suatu rencana untuk menarik mereka
kepada diriNya sendiri oleh suatu
panggilan dalam dan efektif, yang secara tak bisa salah akan menghasilkan
kedatangan mereka kepadaNya.).
Catatan: penafsir ini bukan orang
Reformed, tetapi tafsirannya di sini betul-betul Reformed.
Barnes’ Notes (tentang Yoh
10:16): “‘I have.’ This does not imply that they
were then his friends, but that they would be.
There were others whom it was his purpose and intention to call to the
blessings of the gospel and salvation. The purpose was so sure, and
the fact that they would believe on him so certain, that he could use the
present tense as if they were already his own.
... An instance of a parallel expression occurs in Acts 18:10, ‘I have much
people in this city’ (Corinth). That is, it was the purpose of God to bless the
preaching of Paul, and give him many souls as the seals of his ministry. It was
so certain that they would believe in the Saviour, that it could be spoken of
as if it were already done. This certainty could have
existed only in consequence of the intention of God that it should be so. It did not consist in any disposition to embrace the gospel which
was foreseen, for they were the most corrupt and licentious people of antiquity,
and it must have been because God meant that it should be so. Declarations like
these are full proof that God has a plan in regard to the salvation of men, and
that the number is known and determined by him.” [= ‘Aku
mempunyai (present tense)’. Ini tidak
menunjukkan bahwa mereka pada saat itu adalah sahabat-sahabatNya, tetapi bahwa mereka akan
menjadi sahabat-sahabatNya. Di
sana ada domba-domba lain yang Ia rencanakan dan maksudkan untuk panggil kepada berkat-berkat dari injil dan keselamatan. Rencana ini adalah begitu
pasti, dan fakta bahwa mereka akan percaya kepadaNya begitu pasti, sehingga Ia
bisa menggunakan present tense seakan-akan mereka sudah adalah milikNya. ... Suatu contoh tentang ungkapan yang
paralel muncul dalam Kis 18:10, Aku mempunyai banyak umat dalam kota ini’
(Korintus). Artinya, merupakan rencana Allah untuk memberkati pemberitaan /
khotbah Paulus, dan memberinya banyak jiwa sebagai meterai dari pelayanannya. Adalah begitu pasti bahwa mereka akan percaya kepada sang
Juruselamat, sehingga itu bisa dibicarakan seakan-akan itu sudah terjadi. Kepastian ini bisa ada hanya dalam konsekwensi dari maksud Allah bahwa
itu haruslah demikian. Itu tidak terdiri dari kecenderungan apapun untuk mempercayai injil yang dilihat lebih dulu,
karena mereka adalah orang-orang yang paling jahat dan tak bermoral dari jaman
kuno, dan itu haruslah karena Allah memaksudkan
bahwa itu harus demikian. Pernyataan-pernyataan seperti ini adalah bukti yang
penuh / mendalam bahwa Allah mempunyai suatu rencana
berkenaan dengan keselamatan manusia, dan bahwa jumlah itu diketahui dan
ditentukan olehNya.].
William Hendriksen (tentang Yoh 10:16): “The good shepherd must lead
them. This is the must of
predestination, of prophecy, and of inner compulsion, rolled into one. The
shepherd leads or guides them (going on ahead of them,
so that they follow him; see on 10:4), and they heed his voice (see on 10:3), as it comes to them in the Word
applied to the heart by the Spirit.” [= Gembala yang baik HARUS
menuntun mereka. Ini adalah ‘HARUS’ dari predestinasi, dari nubuat, dan dari paksaan / tekanan di dalam, bergulung-gulung menjadi
satu. Sang gembala menuntun atau membimbing mereka (berjalan di
depan mereka, sehingga mereka mengikutinya; lihat tentang 10:4), dan mereka
memperhatikan suaranya (lihat tentang 10:3), karena
itu datang kepada mereka dalam Firman yang diterapkan pada hati oleh Roh.].
Calvin (tentang Yoh 10:8): “But here a question arises, When does a person begin to belong to the
flock of the Son of God? For we see many who stray and wander through deserts
during the greater part of their life, and are at length brought into the fold
of Christ. I reply, the word ‘sheep’ is here used in
two ways. When Christ says afterwards, that he has other sheep besides,
he includes all the elect of God, who had at that time no resemblance to sheep.
... By nature, we are at the greatest possible distance from being sheep; but,
on the contrary, are born lions, tigers, wolves, and bears, until the Spirit of Christ tames us, and from wild and savage
beasts forms us to be mild sheep. Thus, according to the secret
election of God, we are already sheep in his heart, before we are born; but we begin to be sheep in ourselves by the calling, by
which he gathers us into his fold.” (= Tetapi di sini suatu
pertanyaan muncul, Kapan seseorang mulai termasuk pada kawanan domba dari Anak
Allah? Karena kami melihat banyak orang yang tersesat dan mengembara melalui
padang pasir selama bagian terbesar dalam hidup mereka, dan akhirnya dibawa ke
dalam kandang Kristus. Saya menjawab, kata ‘domba’ di
sini digunakan dalam dua cara. Pada waktu Kristus berkata belakangan,
bahwa Ia mempunyai domba-domba lain selain domba-domba itu, Ia mencakup semua
orang-orang pilihan Allah, yang pada saat itu tidak mempunyai kemiripan dengan
domba. ... Secara alamiah, kita ada pada jarak yang terjauh yang
memungkinkan dari menjadi domba; tetapi, sebaliknya, dilahirkan sebagai singa-singa,
harimau-harimau, serigala-serigala, dan beruang-beruang, sampai Roh Kristus
menjinakkan kita, dan dari binatang-binatang liar dan buas membentuk kita menjadi domba-domba yang
lembut. Jadi, menurut pemilihan rahasia dari Allah, kita sudah
adalah domba dalam hatiNya, sebelum kita dilahirkan; tetapi kita mulai menjadi domba dalam diri kita sendiri oleh panggilan, dengan mana Ia
mengumpulkan kita ke dalam kandangNya.).
Calvin (tentang Yoh
10:16): “‘Them also I
must bring.’ He means that the election of God will be secure, so that nothing
of all that he wishes to be saved shall perish. For the secret purpose of
God, by which men were ordained to life, is at length
manifested in his own time by the calling, - the effectual calling, when he
regenerates by his Spirit, to be his sons, those who formerly were
begotten of flesh and blood.” (= ‘Mereka juga harus Kutuntun /
Kubawa’. Ia memaksudkan bahwa pemilihan Allah akan pasti, sehingga tak ada dari
semua yang Ia inginkan untuk diselamatkan akan binasa. Karena rencana
rahasia Allah, dengan mana orang-orang ditentukan untuk hidup, akhirnya dinyatakan pada waktuNya sendiri oleh panggilan, - panggilan efektif,
pada waktu Ia melahirbarukan oleh RohNya, untuk menjadi anak-anakNya,
mereka yang sebelumnya dilahirkan dari daging dan darah.).
Calvin (tentang Yoh
10:16): “‘And they shall
hear my voice.’ We must observe the way in which the
flock of God is gathered. It is, when all have one shepherd, and when his voice
alone is heard. These words mean that, when the Church submits to Christ alone, and obeys
his commands, and hears his voice and his doctrine, then only is it
in a state of good order. If Papists can show us
that there is any thing of this sort among them, let them enjoy the title of
The Church, of which they vaunt so much. But if Christ is silent there, if his
majesty is trodden under foot, if his sacred ordinances are held up to scorn,
what else is their unity but a diabolical conspiracy, which is worse and far
more to be abhorred than any dispersion?” [= ‘Dan mereka
akan mendengar suaraKu’. Kita harus memperhatikan
cara dalam mana kawanan domba Allah dikumpulkan. Itu adalah, pada waktu semua
mempunyai satu Gembala, dan pada waktu hanya suaraNya saja yang didengarkan.
Kata ini berarti bahwa, pada waktu Gereja tunduk kepada Kristus saja, dan mentaati
perintah-perintahNya, dan mendengar suaraNya dan doktrin / ajaranNya,
maka hanya pada saat itu Gereja itu ada dalam keadaan dari keadaan /
keteraturan yang baik. Jika para pengikut Paus
(orang Katolik) bisa menunjukkan kepada kita bahwa di sana ada apapun dari
jenis ini di antara mereka, biarlah mereka menikmati gelar / sebutan Gereja (The Church), tentang mana mereka
banggakan dengan begitu banyak. Tetapi jika Kristus diam (silent) di sana, jika keagunganNya diinjak-injak di bawah kaki,
jika peraturan-peraturan kudusNya dipandang rendah / hina, apakah kesatuan
mereka selain suatu persekongkolan jahat / dari setan, yang lebih buruk dan
jauh lebih harus dibenci dari pada penyebaran apapun?].
Jadi, hasil dari panggilan
Kristus menjadi gereja, dan gereja itu hanya betul-betul gereja pada saat
firman Tuhan betul-betul didengarkan di sana. Banyak yang hanya pura-pura
mendengar, hormat dan tunduk pada firman Tuhan, padahal sebetulnya tidak. Yang
seperti ini bukan gereja, dan bukan kawanan domba Kristus!
h) Maz 110:3 - “Pada hari tentaramu
bangsamu merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan
fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun.”.
KJV: ‘Thy people shall be willing in the day of thy power,
in the beauties of holiness from the womb of the morning: thou hast the dew of
thy youth.’ (= Umat / bangsamu akan mau pada
hari kuasamu, dalam keindahan dari kekudusan dari kandungan pagi:
Engkau mempunyai embun keremajaanmu).
Adam Clarke (tentang Maz
110:3): “Verse 3. ‘Thy people shall be willing
in the day of thy power.’ This verse has been wofully perverted. It has
been supposed to point out the irresistible operation of the grace of God on
the souls of the elect, thereby making them willing to receive Christ as their
Saviour. Now, whether this doctrine be true or false, it is not in this text,
nor can it receive the smallest countenance from it. ” (= Ayat 3. ‘UmatMu / BangsaMu akan mau pada hari
dari kuasaMu’. Ayat ini telah disimpangkan secara menyedihkan. Ayat ini telah
dianggap menunjuk operasi / pekerjaan yang tidak bisa ditolak dari kasih
karunia Allah kepada jiwa-jiwa dari orang-orang pilihan, dengan demikian
membuat mereka mau untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat mereka. Apakah
doktrin ini benar atau salah, itu tidak ada dalam text ini, juga doktrin itu
tidak bisa menerima persetujuan yang terkecil darinya.).
Adam Clarke (tentang Maz
110:3): “There has been
much spoken against the doctrine of what is called ‘free will’ by persons who seem not to have understood the term.
‘Will’ is a free principle. ‘Free will’
is as absurd as ‘bound will,’ it is not ‘will’ if it be ‘not free;’ and if it be ‘bound’ it is no ‘will.’ ‘Volition’ is essential to the
being of the soul, and to all rational and intellectual beings. This is the
most essential discrimination between ‘matter’
and ‘spirit.’ Matter can have no choice; spirit has. Ratiocination is essential to intellect; and
from these ‘volition’ is
inseparable. God uniformly treats man
as a free agent; and on this
principle the whole of Divine revelation is constructed, as is also the
doctrine of future rewards and punishments. If man be
forced to believe, he believes not at all; it is the forcing power that believes, not the machine forced. If he be forced to obey, it is the forcing power that obeys; and he, as a machine, shows only the effect of this
irresistible force. If man be incapable of willing good, and nilling
evil, he is incapable of being saved
as a rational being; and if he acts only under an overwhelming compulsion, he is as incapable of being damned.” (= Banyak pembicaraan menentang doktrin yang
disebut ‘kehendak bebas’, oleh orang-orang yang kelihatannya belum mengerti
istilah itu. ‘Kehendak’ adalah suatu kecenderungan yang bebas. ‘Kehendak bebas’ adalah sama menggelikannya seperti ‘kehendak
yang terbelenggu’, itu bukan ‘kehendak’
jika itu ‘tidak bebas’; dan jika itu ‘terbelenggu’ itu bukan ‘kehendak’.
‘Kemauan’ adalah sesuatu yang hakiki bagi keberadaan dari jiwa, dan bagi semua
makhluk-makhluk rasionil dan intelektuil. Ini adalah pembedaan yang paling
hakiki antara ‘barang’ dan ‘roh’. BARANG tidak bisa mempunyai pilihan; ROH
punya. Pertimbangan adalah sesuatu yang hakiki bagi intelek; dan dari ini
‘kemauan’ tidak terpisahkan. Allah secara selalu sama memperlakukan
manusia sebagai seorang agen bebas; dan pada prinsip ini seluruh wahyu Ilahi
didirikan, seperti juga doktrin dari pahala dan hukuman yang akan datang. Jika manusia dipaksa untuk percaya, ia tidak percaya sama sekali; adalah kuasa
yang memaksa itu yang percaya, bukan mesin yang dipaksa. Jika ia dipaksa untuk mentaati,
adalah kuasa yang memaksa yang mentaati; dan ia, sebagai suatu mesin, hanya
menunjukkan hasil / akibat dari kekuatan yang tak dapat ditolak. Jika manusia
tidak mampu untuk menghendaki yang baik, dan menolak yang jahat, ia tidak bisa
diselamatkan sebagai makhluk rasionil; dan jika ia bertindak hanya di bawah
suatu paksaan yang sangat besar, ia sama tidak bisanya untuk dihukum.).
Catatan:
1. Bagian yang saya garis-bawahi itu apa nggak
salah? Adam Clarke mengatakan: “‘Free will’ is as absurd as ‘bound will,’” (= ‘Kehendak bebas’ adalah sama
menggelikannya seperti ‘kehendak yang terbelenggu’,).
Bagaimana ia bisa
menganggap kehendak bebas sama menggelikannya dengan kehendak yang terbelenggu?
Saya tidak mengerti bagaimana Clarke bisa mengucapkan kalimat itu.
2. Perhatikan bahwa di sini, sebelum Adam Clarke memberikan exegesis dari ayat ini, atau
menguraikan arti ayat ini, ia sudah lebih
dulu memberikan doktrinnya tentang kehendak bebas. Sukar dibayangkan
bahwa ia akan bisa menafsir secara fair, kalau pemikirannya sudah ditetapkan
lebih dulu.
3. Dalam doktrinnya tentang ‘free will’ / kehendak bebas, ia mengatakan bahwa kalau orang tidak
mempunyai kehendak bebas, atau kalau kehendak bebasnya terbelenggu, maka orang
itu menjadi barang / mesin dan sebagainya.
4. Dua kali Adam Clarke menggunakan kata-kata ‘be forced’ (= dipaksa). Jelas ia menganggap bahwa kalau Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak) benar, maka itu berarti kehendak bebas hilang, dan orangnya
dipaksa untuk percaya. Padahal Calvinisme tidak mengajarkan seperti itu.
Sekarang mari kita lihat
lanjutan kata-kata Adam Clarke tentang ayat ini.
Adam Clarke (tentang Maz
110:3): “‘But if the text
supports the doctrine laid upon it, vain are all these reasonings.’ Granted. Let us examine the text.” (= ‘Tetapi jika textnya mendukung doktrin yang
diletakkan di atasnya, sia-sia semua pertimbangan / pemikiran ini’. Setuju.
Mari kita memeriksa textnya.).
Adam Clarke (tentang Maz 110:3): “The Hebrew words are the following: עמך נדבת ביום צילך ammecha nedaboth beyom cheylecha, which literally translated are, Thy princely people, or free people, in the day of thy power;
and are thus paraphrased by the Chaldee: ‘Thy people, O house of Israel, who willingly labour in
the law, thou shalt be helped by them in the day that thou goest to battle.’
The Syriac has: ‘This praiseworthy people in the day of thy power.’
The Vulgate: ‘With thee is the principle or origin (principium) in
the day of thy power.’ And this is referred, by its interpreters, to the
Godhead of Christ; and they illustrate it by Joh 1:1: In principio erat Verbum, ‘In the beginning was the Word.’
The Septuagint is the same; and they use the word as St. John has it
in the Greek text: μετα σου η αρχη εν ημερα της δυναμεως
σου
‘With
thee is the Arche, or principle, in the day of thy power.’
The Æthiopic is the same; and the Arabic nearly so, but rather more express: ‘The government, (Arabic)
riasat,
exists with thee in the day of thy power.’
The Anglo-Saxon, (A.S.). ‘With thee the principle in day of thy
greatness.’
The old Psalter, With the begynnyngs
in day of thi vertu. Which it thus paraphrases: ‘I, the fader begynnyng with
the, begynnyng I and thou, an begynnyng of al thyng in day of thi vertu.’
Coverdale thus: ‘In the day of thy power shal my people offre
the free-will offeringes with a holy worship.’ So Tindal, Cardmarden, Beck, and the Liturgic
Version.
The Bible printed by Barker,
the king’s printer, 4to. Lond. 1615, renders the whole verse thus: ‘Thy
people shall come willingly at
the time of assembling thine
army in the holy beauty; the youth of thy womb shall be as the morning dew.’
By the authors of the Universal History, vol. 3., p.
223, the whole passage is thus explained: ‘The Lord shall send the rod, or
sceptre, of thy power out of Sion,’ i.e., out of the tribe of Judah: compare
Ge 49:20, and Ps 78:68. ‘Rule thou over thy free-will people;’ for none,
but such are fit to be Christ’s subjects: See Mt 11:29. ‘In the midst of
thine enemies,’ Jews and heathens; or, in a spiritual sense, the world, the
flesh, and the devil. ‘In the day of thy power,’ i.e., when all power shall be
given him, both in heaven and earth; Mt 28:18. ‘In the beauties of holiness,’
which is the peculiar characteristic of Christ’s reign, and of his religion.” (= ).
Catatan: saya tak menterjemahkan kata-kata Clarke
di atas ini karena ia hanya memberikan terjemahan-terjemahan dari
bermacam-macam versi, yang bagi saya tak mempunyai argumentasi apapun berkenaan
dengan hal yang sedang kita persoalkan.
Adam Clarke (tentang Maz 110:3): “None of the ancient Versions, nor of our modern translations, give any sense
to the words that countenances the doctrine above referred to; it merely
expresses the character of the people who shall constitute the kingdom of
Christ. נדב nadab signifies to be
free, liberal, willing, noble;
and especially liberality in bringing
offerings to the Lord, Ex 25:2; 35:21,29. And נדיב nadib signifies a nobleman,
a prince, Job 21:8; and also liberality. נדבה nedabah signifies a free-will
offering - an offering made by superabundant gratitude; one not commanded: see Ex 36:3; Le
7:16, and elsewhere. Now the עם נדבות am nedaboth is the people of liberality - the princely, noble,
and generous people; Christ’s real subjects; his own children, who form his
Church, and are the salt of the world; the bountiful people, who live only to
get good from God that they may do good to man. Is there, has there ever been,
any religion under heaven that has produced the liberality, the kindness,
the charity, that characterize Christianity? Well may the followers
of Christ be termed the am nedaboth - the
cheerfully beneficent people. They hear
his call, come freely, stay willingly, act nobly, live purely, and obey cheerfully.” (= Tidak ada dari versi-versi kuno, ataupun terjemahan-terjemahan
modern kita, memberikan arti apapun pada kata-kata yang menyetujui / mendukung
doktrin yang ditunjuk di atas; itu semata-mata menyatakan karakter dari
orang-orang / bangsa yang akan membentuk kerajaan Kristus. נדב nadab
berarti
bebas, royal, mau / rela, mulia;
dan khususnya keroyalan dalam membawa persembahan kepada Tuhan, Kel 25:2;
35:21,29. Dan נדיב NADIB berarti seorang
bangsawan, seorang pangeran, Ayub 21:8; dan juga keroyalan. נדבה nedabah
berarti suatu
persembahan sukarela - suatu persembahan yang dibuat oleh rasa terima kasih
yang sangat berlimpah-limpah; suatu persembahan yang tidak diperintahkan: lihat
Kel 36:3; Im 7:16, dan di tempat lain. Lalu עם נדבות am
nedaboth adalah orang-orang dari keroyalan - orang-orang seperti bangsawan, mulia,
dan murah hati; orang-orang yang benar-benar tunduk kepada Kristus; anak-anakNya
sendiri, yang membentuk Gereja, dan adalah garam dunia; orang-orang yang murah
hati, yang hidup hanya untuk mendapat yang baik dari Allah supaya mereka bisa
berbuat baik kepada manusia. Apakah pernah
ada, agama apapun di bawah langit yang telah menghasilkan kemurahan hati,
kebaikan, kasih, yang menjadi ciri dari kekristenan? Para pengikut Kristus bisa
dengan baik / benar disebut AM NEDABOTH - orang-orang yang bersifat dermawan
dengan sukacita. Mereka mendengar panggilanNya, datang dengan bebas, tetap
tinggal dengan sukarela, bertindak secara mulia, hidup secara murni, dan
mentaati dengan sukacita.).
Catatan: sampai titik ini saya
berpendapat Adam Clarke tidak memberi argumentasi apapun untuk menentang Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak). Calvinist yang mempercayai Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak),
memang juga percaya bahwa orang-orang itu akan mau /
secara sukarela menerima Kristus. Persoalannya adalah: orang-orang itu mau dari
dirinya sendiri, atau karena pekerjaan Roh Kudus dalam diri mereka?
Adam Clarke (tentang Maz
110:3): “The day of Christ’s power is the time of
the Gospel, the reign of the Holy Spirit in the souls of his people. Whenever and wherever the Gospel is preached in sincerity and purity, then and there is the day or time of Christ’s power. It is the time of
his exaltation. The days of his flesh
were the days of his weakness;
the time of his exaltation is the
day of his power.” (= Hari dari kuasa
Kristus adalah saat dari Injil, pemerintahan dari Roh Kudus dalam jiwa-jiwa dari
umat / bangsaNya. Kapanpun dan dimanapun Injil diberitakan dengan ketulusan dan
kemurnian, pada saat itu dan disana adalah hari atau waktu dari kuasa Kristus.
Itu adalah waktu / saat dari pemuliaanNya. Hari-hari dari dagingNya adalah
hari-hari dari kelemahanNya; waktu dari pemuliaanNya adalah hari dari kuasaNya.).
Catatan: ini justru adalah bagian vital dari ayat ini. Dan
Clarke hanya mengatakan bahwa ini adalah hari dari Injil / saat dimana Injil
diberitakan. Lalu mengapa ada orang yang percaya dan ada orang yang tidak
percaya? Apakah bukan kuasa Kristus di sini yang membuat orang-orang tertentu
menjadi percaya dan menjadi mau / sukarela (untuk berperang)?
Matthew Henry (tentang Maz
110:3): “There is a general power which goes along with the
gospel to all, proper to make them willing to be Christ’s people, arising from
the supreme authority of its great author and the intrinsic excellency of the
things themselves contained in it, besides the undeniable miracles that were
wrought for the confirmation of it. And there is also a particular power, the
power of the Spirit, going along with the power of the word, to the people of
Christ, which is effectual to make them willing. The former leaves sinners
without matter of excuse; this leaves saints without matter of boasting.
Whoever are willing to be Christ’s people, it is the free and mighty grace of
God that makes them so.” (= Ada suatu kuasa umum yang berjalan / pergi
bersama-sama dengan injil kepada semua orang, cocok untuk membuat mereka mau
untuk menjadi umat Kristus, muncul dari otoritas tertinggi dari penciptanya
yang agung dan keunggulan hakiki dari hal-hal itu sendiri ada di dalamnya, disamping
mujijat-mujijat yang tak bisa disangkal yang dikerjakan untuk peneguhannya. Dan
disana juga ada suatu
kuasa khusus, kuasa dari Roh, pergi / berjalan dengan kuasa dari firman,
kepada umat Kristus, yang efektif untuk membuat mereka mau. Yang pertama menyebabkan orang-orang berdosa tak punya
dalih; yang ini menyebabkan orang-orang kudus tak punya alasan untuk bermegah.
Siapapun yang mau
untuk menjadi umat Kristus, adalah kasih karunia Allah yang cuma-cuma / gratis
dan kuat yang membuat mereka demikian.).
Spurgeon (tentang
Maz 110:3): “In consequence of the sending forth of
the rod of strength, namely, the power of the Gospel, out of Zion, converts
will come forward in great numbers to enlist under the banner of the
Priest-King. Given to him of old, they are his people, and when his power is
revealed, these hasten with cheerfulness to own his sway, appearing at the
Gospel call as it were spontaneously, just as the dew comes forth in the
morning.” (= Sebagai
konsekwensi dari pengiriman tongkat kekuatan, yaitu, kuasa
dari Injil, dari Sion, petobat-petobat akan maju dalam jumlah besar untuk
mendaftar di bawah panji dari Raja-Imam. Karena diberikan kepadaNya dari dulu,
mereka adalah umatNya, dan pada waktu kuasaNya dinyatakan, orang-orang ini dengan sukacita
cepat-cepat / terburu-buru untuk memiliki kekuasaan / pengaruhNya, muncul pada
panggilan Injil seakan-akan secara spontan, sama seperti embun muncul di pagi hari.).
Maz 110:2-3 - “(2)
Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion:
memerintahlah di antara musuhmu! (3) Pada hari tentaramu bangsamu merelakan
diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar tampil bagimu
keremajaanmu seperti embun.”.
Tak ada yang istimewa dari kata-kata Spurgeon ini, dan
saya memberikan di sini hanya untuk menunjukkan bahwa ia juga menggunakan ayat
ini untuk mendukung Irresistible Grace
(= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Calvin (tentang Maz 110:3): “Thy people shall come. In this verse
the Psalmist sets forth the honors of Christ’s kingdom in relation to the
number of his subjects, and their prompt and cheerful obedience to his
commands. The Hebrew term, which he employs, frequently denotes voluntary
oblations; but, in the present case, it refers to the chosen people, those who
are truly Christ’s flock; declaring that they shall be a willing people,
spontaneously and cheerfully consecrating themselves to his service. At the
time of the assembling of thine army, that is to say, as often as there shall
be a convening of solemn and lawful assemblies, or the king shall desire an
account of his people; which may be expressed in French, au jour des montres, -
in the day of the review. Others render it, in the day of thy power; but the
former is preferable, for when Christ shall wish to assemble his people,
immediately they will yield a prompt obedience, without being forcibly
constrained to it.” (= ‘Orang-orangMu
/ umatMu akan datang’. Dalam ayat ini sang pemazmur menyatakan kehormatan dari
kerajaan Kristus dalam hubungan dengan jumlah dari orang-orang yang ada di
bawah otoritasNya, dan dengan ketaatan mereka yang segera dan sukacita pada
perintah-perintahNya. Istilah Ibraninya, yang ia
gunakan, seringkali menunjukkan persembahan / korban sukarela;
tetapi dalam kasus saat ini, itu menunjuk kepada
orang-orang pilihan, mereka yang sungguh-sungguh adalah kawanan domba Kristus;
menyatakan bahwa mereka akan menjadi orang-orang yang mau, dengan spontan dan
sukacita membaktikan diri mereka sendiri pada
pelayanan untukNya. Pada saat pengumpulan tentaraMu, artinya,
sesering di sana ada suatu panggilan untuk perkumpulan yang khidmat dan sah,
atau sang raja menginginkan suatu laporan dari umat / orang-orangNya; yang bisa
dinyatakan dalam bahasa Perancis, au
jour des montres, - pada hari dari peninjauan / pemeriksaan. Orang-orang lain
menterjemahkannya, ‘pada hari dari kuasaMu’; tetapi yang terdahulu lebih
dipilih, karena pada saat Kristus ingin mengumpulkan
umatNya, dengan segera mereka akan menyerahkan suatu ketaatan langsung, tanpa
dipaksa dengan kekerasan padanya.).
Catatan: kelihatannya Calvin tidak mengarahkan ini pada Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak), karena ia membicarakan
orang-orang yang sudah percaya, yang akan mau mentaati pada saat ada panggilan.
Barnes’ Notes (tentang Maz 110:3): “‘Thy people.’ All who are given to thee; all over whom thou art to rule.
This verse has been variously translated. The Septuagint renders it, ‘With thee
is the beginning in the day of thy power, in the splendor of thy saints, from
the womb, before the light of the morning have I begotten thee.’ So the Latin
Vulgate. Luther renders it, ‘After thy victory shall thy people willingly bring
an offering to thee, in holy adorning: thy children shall be born to thee as
the dew of the morning.’ DeWette, ‘Willingly shall thy people show themselves
to thee on the day of the assembling of thy host in holy adorning, as from the
womb of the morning, thy youth (vigor) shall be as the dew.’ Prof. Alexander,
‘Thy people (are) free-will offerings in the day of thy power, in holy
decorations, from the womb of the dawn, to thee (is) the dew of thy youth.’” [= ].
Catatan: yang
ini tidak saya terjemahkan karena Barnes hanya memberikan macam-macam
terjemahan untuk ayat ini.
Barnes’ Notes (tentang Maz
110:3): “Every clause of the
verse is obscure, though the general
idea is not difficult to perceive; - that, in the day of Messiah’s power, his
people would willingly offer themselves to him, in holy robes or adorning, like
the glittering dew of the morning; - or, in numbers that might be compared with
the drops of the morning dew. The essential ideas are (1) that he would have a
‘people;’ (2) that their subjection to him would be a ‘willing’ subjection; (3)
that this would be accomplished by his ‘power;’ ....” [= Setiap anak kalimat dari ayat ini kabur
artinya, sekalipun gagasan umum tidak sukar untuk dimengerti; - bahwa pada hari
dari kuasa Mesias, umatNya akan dengan sukarela mempersembahkan diri mereka
sendiri kepadaNya, dalam jubah-jubah kudus atau indah, seperti embun yang
gemerlapan dari pagi hari; - atau, dalam jumlah yang bisa dibandingkan dengan
titik-titik dari embun pagi. Gagasan-gagasan hakikinya adalah (1) bahwa Ia akan
mempunyai suatu ‘umat’; (2) bahwa ketundukan mereka kepadaNya akan merupakan
ketundukan yang ‘sukarela’; (3) bahwa ini akan dicapai oleh ‘kuasa’Nya; ...].
Barnes’ Notes: “‘Shall be willing.’ ... The idea is that of freeness; of voluntariness; of doing
it from choice, doing it of their own will. They did it in the exercise of
freedom. There was no compulsion; no constraint. Whatever ‘power’ there was in
the case, was to make them ‘willing,’ not to compel them to do a thing against
their will. That which was done,
or that which is here intended to be described as having been done, is
evidently the act of devoting themselves to him who is here designated as their
Ruler - the Messiah. The allusion may be either (a) to their devoting themselves to him in conversion, or becoming his; (b) to their devoting themselves to his service - as soldiers do in war; or (c) to their devoting their time, wealth, talents, to him in
lives consecrated to him. Whatever
there is as the result of his dominion over them is ‘voluntary’ on their part. There is no compulsion in his
religion. Men are not constrained to do what they are unwilling to do. All the
power that is exerted is on the will, disposing men to do what is right, and
what is for their own interest. No man is forced to go to heaven against his
will; no man is saved from hell against his will; no man makes a sacrifice in
religion against his will; no man is compelled to serve the Redeemer in any way
against his will. The acts of religion are among the most free that men ever
perform; and of all the hosts of the redeemed no one will ever say that the act
of his becoming a follower of the Redeemer was not perfectly voluntary. He chose - he professed - to be a friend of God, and he never saw the time
when he regretted the choice. ‘In the
day of thy power.’ The power given to the Messiah to accomplish the work
of his mission; the power to convert men, and to save the world. Matt. 28:18;
11:27; John 17:2. This implies (a)
that power would be employed in
bringing men to submit to him; and (b)
that there would be a fixed time when that power would be put forth. Still, it
is power which is not inconsistent with freedom. It is power exerted in making
men ‘willing,’ not in ‘compelling’ or ‘forcing’ them to submit to him. There
is a power which may be exerted
over the will consistent with liberty, and that is the power which the Messiah
employs in bringing men to himself.” [= ‘Akan mau’. ... Gagasannya adalah gagasan tentang kebebasan; atau
kesukarelaan; tentang melakukan itu dari pilihan, melakukan itu dari kehendak
mereka sendiri. Mereka melakukan itu dalam penggunaan kebebasan. Disana tidak
ada keharusan / tekanan atau pemaksaan. ‘Kuasa’ apapun yang ada disana dalam
kasus itu, akan membuat mereka ‘mau’, tidak / bukan memaksa mereka untuk
melakukan sesuatu bertentangan dengan kehendak mereka. Hal
yang telah dilakukan, atau hal yang di sini dimaksudkan untuk digambarkan
sebagai telah dilakukan, jelas adalah tindakan membaktikan diri mereka sendiri
kepada Dia yang di sini ditunjuk / digambarkan sebagai Penguasa / Pemerintah
mereka - sang Mesias. Kiasan ini bisa adalah,
atau (a) menunjuk pada pembaktian diri mereka sendiri kepada Dia dalam pertobatan, atau
menjadi milikNya; (b) menunjuk pada pembaktian diri mereka sendiri pada pelayanan untukNya -
seperti yang tentara-tentara lakukan dalam perang; atau (c) menunjuk pada pembaktian mereka akan waktu, kekayaan, talenta mereka,
kepadaNya dalam kehidupan-kehidupan yang dipersembahkan kepadaNya.
Apapun yang ada disana sebagai akibat / hasil dari kekuasaanNya atas mereka
adalah ‘sukarela’ di pihak mereka. Tidak ada pemaksaan dalam agamaNya. Orang-orang tidak
dipaksa untuk melakukan apa yang mereka tidak ingin lakukan. Semua kuasa yang
digunakan adalah pada kehendak, mencondongkan orang-orang untuk melakukan apa
yang benar, dan apa yang adalah untuk kepentingan mereka sendiri. Tak ada orang
yang dipaksa untuk pergi ke surga bertentangan dengan kehendaknya; tak ada
orang yang diselamatkan dari neraka bertentangan dengan kehendaknya; tak ada
orang yang dipaksa untuk melayani sang Penebus dengan cara apapun bertentangan
dengan kehendaknya. Tindakan-tindakan dari agama adalah di antara
yang paling bebas yang orang-orang pernah lakukan; dan dari semua tentara dari
orang-orang yang telah ditebus, tak seorangpun akan pernah mengatakan bahwa
tindakannya menjadi seorang pengikut dari sang Penebus tidak sukarela secara
sempurna. Ia memilih - ia mengaku - sebagai / menjadi seorang
sahabat Allah, dan ia tidak pernah melihat saat dimana ia menyesalkan pemilihan
itu. ‘Pada hari dari kuasaNya’. Kuasa diberikan kepada
sang Mesias untuk menyelesaikan pekerjaan dari missiNya; kuasa untuk
mempertobatkan orang-orang, dan untuk menyelamatkan dunia. Mat 28:18; 11:27;
Yoh 17:2. Ini secara implicit menunjukkan (a) bahwa kuasa akan digunakan dalam
membawa orang-orang untuk tunduk kepadaNya; dan (b) bahwa disana akan ada suatu
saat yang pasti pada waktu kuasa itu akan dikeluarkan. Tetap, itu adalah
kuasa yang bukannya tidak konsisten dengan kebebasan. Itu adalah kuasa yang
digunakan untuk membuat orang-orang ‘mau’, bukan untuk memaksa mereka untuk
tunduk kepadaNya. Disana ada suatu kuasa yang bisa digunakan atas kehendak yang
konsisten dengan kebebasan, dan itu adalah kuasa yang sang Mesias gunakan dalam
membawa orang-orang kepada diriNya sendiri.].
Catatan: kalau orang dibawa ke surga, atau dilepaskan dari
neraka, atau dibawa untuk percaya kepada Yesus, maka itu memang pasti secara
sukarela. Tetapi kalau untuk pelayanan, tidak selalu
demikian. Misalnya Musa dan Yeremia mula-mula keberatan, tetapi mereka didesak,
sehingga akhirnya tunduk. Tetapi yang paling menyolok adalah Yunus, yang memang dipaksa untuk melakukan pelayanan,
yang tidak ia inginkan, ke Niniwe.
Catatan: setelah membahas penafsiran-penafsiran tentang
Maz 110:3 ini, karena adanya bermacam-macam terjemahan, dan bermacam-macam
penafsiran, maka saya menganggap bahwa sekalipun ayat
ini tidak menentang, tetapi ayat ini juga tidak terlalu pasti mendukung doktrin
Irresistible Grace (= Kasih karunia
yang tidak bisa ditolak). Dan karena itu, dalam perdebatan, saya tidak
menganjurkan saudara untuk menggunakan ayat ini sebagai dasar dari doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak). Banyak ayat lain yang sudah kita pelajari, yang mendukung
doktrin Irresistible Grace (= Kasih
karunia yang tidak bisa ditolak) secara lebih pasti dan lebih kuat.
Catatan: saya
ingin memberikan penjelasan tentang buku tafsiran yang disebut Barnes’ Notes
yang sering sekali saya gunakan. Baru beberapa hari yang lalu (Nopember 2013),
saya mengetahui bahwa buku tafsiran ini tidak
semuanya ditulis oleh Albert Barnes sendiri. Kalau tafsiran tentang
kitab-kitab Perjanjian Baru memang Barnes sendiri yang menulisnya, tetapi dari kitab-kitab Perjanjian Lama, hanya Ayub, Mazmur, Yesaya dan Daniel yang ditulis oleh
Barnes sendiri, sedangkan tafsiran kitab-kitab lain dari Perjanjian Lama,
diberikan oleh bermacam-macam orang. Itu sebabnya dalam tafsiran kitab
Kejadian, bukunya berbeda total dengan yang ada dalam PC Study Bible 5. Jadi,
pasti digantikan. Karena bukunya sudah keluar lama sebelum jaman komputer, maka
pasti yang di PC Study Bible 5 itu yang lebih baru.
Penjelasan ini perlu
diperhatikan dalam semua tulisan saya pada waktu saya memberikan
kutipan-kutipan dari Barnes’ Notes, khususnya dari Perjanjian Lama.
Tetapi karena di sini kita mempersoalkan ayat dalam Mazmur, maka ini
adalah penafsiran Albert Barnes sendiri.
i) Luk 14:23
- “Lalu
kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus
penuh.”.
Lenski (tentang Luk 14:23): “The new order is: ‘Compel them to come
in!’ and we need not soften the verb to mean ‘constrain’ (R. V.) Yes, this is
the text for the persecutor and the inquisitor
who would compel with brute force and claim that he is doing this by order of
Jesus. We answer at once that Jesus has in mind the compulsion of grace, its
spiritual drawing power, and may point to any and all of the strong gospel
commands even as Paul said: God ‘now commandeth all men everywhere to repent.’
But this order to compel appears only here in the parable and has its
appropriate place only here; for those outside of the city, who are roaming
around far from it, need especial assurance and urging so that they may believe
that this invitation really and truly includes also them. Something like that
was needed, we may say, already for the poor, etc., in the city although, being
in the city, they could know about this feast that was to be prepared in the
fulness of time. The Gentiles could not know, it was all new to them. Thus
‘compel’ does not mean to overcome hostile resistance but to remove the fear
that so gracious and wonderful a feast could not be intended for them.” [= Perintah yang baru adalah: ‘Paksalah (compel) mereka masuk!’ dan kita tidak perlu melunakkan kata kerja itu sehingga
berarti ‘paksa’ (constrain) (R. V.). Ya, text ini adalah text untuk
penganiaya dan orang yang mencari dan menghukum orang
yang dianggap sesat, yang memaksa dengan kekuatan kasar dan mengclaim
bahwa ia sudah melakukan ini oleh perintah Yesus. Kami segera menjawab bahwa Yesus memikirkan pemaksaan
dari kasih karunia, kuasaNya yang menarik secara rohani, dan bisa menunjuk pada
semua / yang manapun dari perintah-perintah injil yang kuat, bahkan pada saat
Paulus berkata: ‘Sekarang Allah memerintahkan semua orang dimana-mana untuk
bertobat’ (Kis 17:30).
Tetapi perintah untuk memaksa ini
muncul hanya di sini dalam perumpamaan dan mempunyai tempat yang cocok hanya di
sini; karena mereka di luar kota, yang mengembara
jauh darinya, membutuhkan keyakinan dan desakan khusus sehingga mereka bisa
percaya bahwa undangan ini sungguh-sungguh juga mencakup mereka.
Kita bisa mengatakan bahwa sesuatu seperti itu sudah dibutuhkan, untuk
orang-orang miskin, sekalipun yang ada di dalam kota, karena mereka ada di
dalam kota, mereka bisa tahu tentang pesta ini yang dipersiapkan pada kegenapan
waktunya. Orang-orang non Yahudi tidak bisa tahu, itu semua baru bagi mereka. Jadi, ‘memaksa’ tidak berarti mengalahkan perlawanan /
penahanan yang bersifat bermusuhan, tetapi untuk menyingkirkan rasa takut bahwa
pesta yang begitu murah hati dan luar biasa tidak bisa dimaksudkan untuk mereka.].
Catatan:
1. Kelihatannya ada perbedaan
antara kata bahasa Inggris ‘compel’
dan ‘constrain’. Dalam bahasa
Indonesia keduanya berarti ‘memaksa’, tetapi dalam bahasa Inggris ‘constrain’ lebih lunak dari ‘compel’.
2. Kata ‘inquisitor’ berarti orang yang
melakukan ‘inquisition’.
Dan ‘inquisition’
berarti ‘pencarian dan penghukuman orang-orang yang
tidak percaya atau dianggap sebagai bidat’ (biasanya dalam Gereja Roma
Katolik, mencari orang-orang Protestan) - Webster’s New World
Dictionary.
3. Lenski
menyamakan ‘pemaksaan’ dalam Luk 14:23 ini dengan perintah yang kuat dari
Injil seperti dalam Kis 17:30, tetapi saya tidak bisa menerima
pandangannya ini. Perintah tetap berbeda dengan pemaksaan.
4. Lenski
menafsirkan bahwa ‘pemaksaan’ ini bukan berarti penyingkiran perlawanan /
penahanan terhadap Injil, tetapi penyingkiran rasa takut dalam diri orang-orang
non Yahudi bahwa pesta / undangan pesta itu bukan untuk mereka. Jadi, bukan
untuk memaksa mereka untuk mau datang, tetapi untuk meyakinkan mereka bahwa
pesta itu memang juga untuk mereka. Menurut saya, ini tidak sesuai
dengan kata-kata dari ayat itu, karena kata-kata dari ayat itu jelas berurusan
dengan mau datangnya mereka, dan bukan dengan keyakinan mereka bahwa pesta itu
memang untuk mereka.
Luk 14:21-23 - “(21) Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan
semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada
hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke
mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan
orang-orang lumpuh. (22) Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan
perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat.
(23) Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan
dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.”.
Perhatikan ayat-ayat
di atas ini, apakah pemaksaan itu berurusan dengan keyakinan mereka bahwa pesta
itu memang untuk mereka? Sama sekali tidak. Itu berurusan dengan mau tidaknya
mereka datang ke pesta itu!
Dan kalau kita melihat
text sebelumnya (tentang orang-orang yang menolak), maka mereka juga menolak
karena mereka tidak mau datang ke pesta itu.
Luk 14:17-20 - “(17) Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh
hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah
siap. (18) Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata
kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta
dimaafkan. (19) Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri
dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. (20) Yang lain lagi
berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang.”.
Ini yang membuat tuan
itu menyuruh untuk memaksa orang-orang dari kelompok kedua itu untuk datang!
Semuanya tidak menunjukkan indikasi apapun bahwa paksaan itu berurusan dengan
keyakinan apakah mereka diundang atau tidak.
Adam Clarke (tentang Luk 14:23): “‘Compel them to come in.’ αναγκασον / ANAGKASON, Prevail on them by the most earnest entreaties. The word is used by Matthew, Mt 14:22, and by Mark, Mr 6:45; in both which places, when Christ is said, αναγκαζειν / ANAGKAZEIN, to constrain his disciples to get into the vessel, nothing but his commanding or persuading them to do it can be reasonably understood. The Latins use cogo, and compello, in exactly the same sense, i.e. to prevail on by prayers, counsels, entreaties, etc.” (= ‘Paksalah mereka untuk masuk’. ANAGKASON. Bujuklah mereka dengan permohonan-permohonan yang mendesak yang paling sungguh-sungguh. Kata itu digunakan dalam Matius, Mat 14:22, dan oleh Markus, Mark 6:45, memaksa murid-muridNya untuk masuk ke dalam kapal, tak ada apapun bisa dimengerti secara masuk akal, kecuali Ia memerintahkan atau membujuk / mendesak mereka untuk melakukan hal itu. Bahasa Latin menggunakan COGO, dan COMPELLO, dalam arti yang persis sama, yaitu ‘membujuk’ oleh doa-doa, nasehat-nasehat, permohonan-permohonan, dsb.).
Mat 14:22 - “Sesudah itu Yesus segera memerintahkan (ANAGKASEN) murid-muridNya naik ke perahu dan mendahuluiNya ke
seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.”.
KJV/ASV: ‘constrained’ (= memaksa); RSV/NIV/NASB: ‘made’ (= membuat / memaksa).
Mark 6:45 - “Sesudah itu Yesus segera memerintahkan (ANAGKASEN) murid-muridNya naik ke perahu dan berangkat lebih
dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.”.
KJV: ‘constrained’ (= memaksa).
Kis 26:11 - “Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka
dan memaksanya (ANAGKAZON) untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang
meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing.’”.
Dalam Kis 26:11 ini
artinya pasti adalah ‘memaksa’.
Gal 2:3,14 - “(3) Tetapi kendatipun Titus, yang bersama-sama
dengan aku, adalah seorang Yunani, namun ia tidak dipaksa
(ENAGKASTHE) untuk
menyunatkan dirinya. ... (14) Tetapi waktu kulihat, bahwa kelakuan mereka itu
tidak sesuai dengan kebenaran Injil, aku berkata kepada Kefas di hadapan mereka
semua: ‘Jika engkau, seorang Yahudi, hidup secara kafir dan bukan secara
Yahudi, bagaimanakah engkau dapat memaksa
(ANAGKAZEIS) saudara-saudara
yang tidak bersunat untuk hidup secara Yahudi?’”.
Dalam Gal 2 ini,
ay 3nya bisa diartikan ‘mendesak’ atau ‘memaksa’, sedangkan ay 14nya
rasanya tidak mungkin diartikan ‘memaksa’. Mungkin lebih cocok diartikan
‘mengundang’. Semua Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan ‘compel’ (= memaksa) untuk ay 3, dan ‘force’ atau ‘compel’ (=
memaksa) untuk ay 14.
Dari semua pembahasan dari bahasa aslinya ini, saya menyimpulkan
bahwa kata itu, sekalipun tidak mutlak /
harus, tetapi memang sangat memungkinkan diterjemahkan ‘memaksa’.
Adam Clarke melanjutkan (tentang Luk 14:23): “No other kind
of constraint is ever recommended in the Gospel of Christ; every other kind of
compulsion is antichristian, can only be submitted to by cowards and knaves,
and can produce nothing but hypocrites.”
(= Tak ada jenis pemaksaan lain pernah dianjurkan dalam Injil Kristus; setiap
jenis pemaksaan lain adalah anti Kristen, hanya bisa diajukan / disampaikan
oleh pengecut-pengecut dan bajingan-bajingan, dan tidak bisa menghasilkan
apa-apa kecuali orang-orang munafik.).
Kata-kata Adam Clarke
ini, muncul karena kelihatannya ada orang-orang yang menggunakan ayat ini untuk
membenarkan tindakan mereka dalam betul-betul memaksa orang-orang secara fisik
untuk mengikuti agama / kepercayaan mereka. Ini jelas merupakan arti yang
salah, dan ini jelas juga bukan arti yang diambil oleh orang-orang Reformed,
berkenaan dengan doktrin Irresistible
Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
William Hendriksen (tentang Luk 14:23): “These highway and these hedgerow people
must now be ‘compelled’ to come to the banquet; ‘compelled’
not physically but by the force of powerful and loving persuasion.” (= Orang-orang
di jalan-jalan raya dan pagar / lintasan ini sekarang harus ‘dipaksa’ untuk datang
ke pesta; ‘dipaksa’ bukan secara fisik tetapi oleh
kekuatan dari desakan yang kuat dan penuh kasih.).
Pulpit Commentary (tentang Luk 14:23): “‘And compel them to come in.’ A greater
pressure is put on this class of outsiders than was tried upon the favoured
first invited. The indifferent ones were left to themselves. They knew, or
professed to know and to appreciate, the nature of that feast in heaven, the
invitation to which they treated apparently with so much honour, and really
with such contempt. But these outsiders the Divine Host would treat
differently. To them the notion of a pitying, loving God was quite a strange
thought; these must be compelled - must be brought to him with the gentle force
which the angels used when they laid hold of the hand of lingering Lot, and
brought him out of the doomed city of the plain. Thus faithful men, intensely
convinced of the truth of their message, ‘compel’ others, by the bright
earnestness of their words and life, to join the company of those who are going
up to the feast above. Anselm thinks that God may be also said to ‘compel’ men
to come in when he drives them by calamities to seek and find refuge with him
and in his Church.” (= ‘Dan paksalah
mereka untuk masuk’. Suatu tekanan yang lebih besar
diberikan kepada golongan orang-orang luar ini dari pada yang telah dicoba
untuk digunakan kepada orang-orang kesayangan yang pertama diundang.
Orang-orang yang acuh tak acuh itu dibiarkan pada diri
mereka sendiri. Mereka tahu, atau kelihatannya tahu dan menghargai, hakekat
dari pesta di surga itu, undangan mana kelihatannya mereka perlakukan dengan
begitu hormat, tetapi sesungguhnya mereka perlakukan dengan begitu memandang
rendah. Tetapi orang-orang luar ini
diperlakukan oleh Tuan Rumah Ilahi ini secara berbeda. Bagi mereka,
gagasan / pemikiran tentang seorang Allah yang berbelas kasihan dan mengasihi
merupakan suatu pemikiran yang cukup aneh; orang-orang
ini harus dipaksa - harus dibawa kepada Dia dengan kekuatan yang lembut yang
malaikat-malaikat gunakan pada waktu mereka memegang tangan Lot yang
berlambat-lambat, dan membawa dia keluar dari kota-kota di dataran yang dihukum
dengan malapetaka itu. Demikianlah orang-orang setia / percaya, meyakinkan dengan kuat tentang
kebenaran dari berita mereka, ‘memaksa’ orang-orang lain, oleh kesungguhan yang
terang dari kata-kata dan kehidupan mereka, untuk bergabung dengan rombongan
dari mereka yang sedang pergi ke pesta di atas. Anselm berpikir bahwa Allah bisa juga dikatakan
‘memaksa’ orang-orang untuk datang / masuk pada waktu Ia mendorong / memaksa
mereka oleh bencana-bencana untuk mencari dan mendapatkan perlindungan pada Dia
dan dalam GerejaNya.).
Catatan:
1. Kalau ditanya,
mengapa orang-orang dari kelompok pertama tidak dipaksa? Apakah mereka
dibiarkan, karena Tuhan ‘menghargai’ free
will / kehendak bebas mereka? Saya menjawab: bukan karena Tuhan menghargai free will / kehendak bebas mereka,
tetapi karena Tuhan tidak memilih mereka, maka Ia tidak ‘memaksa’ mereka untuk
datang.
2. Penafsir ini berkata bahwa
orang-orang luar itu diperlakukan secara berbeda, dan terhadap mereka digunakan
kekuatan yang lebih besar dari pada terhadap golongan pertama. Ia memberi 2 contoh:
a. Tentang Lot yang ‘dipaksa’
untuk keluar dari Sodom.
b. Pandangan Anselm yang
mengatakan bahwa Tuhan ‘memaksa’ orang untuk percaya dengan menggunakan
bencana-bencana.
3. Kata-katanya tentang
orang-orang yang memberitakan Injil dengan desakan dan kesungguhan dsb, tak terlalu
cocok dengan doktrin Irresistible Grace
(= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak), karena dalam doktrin itu desakannya
datang dari Allah, dan sekalipun Allah bisa saja mendesak orang melalui si
pemberita Injil, tetapi bukan itu yang ditekankan dari doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak) ini. Desakan si penginjil, bagaimanapun tetap bisa ditolak,
dan itu berbeda dengan desakan dari Tuhan sendiri, yang tidak mungkin bisa
ditolak.
Calvin (tentang Luk
14:23): “‘Compel them to
come in.’ This expression means, that the master of the house would give orders
to make use, as it were, of violence for compelling the attendance of the poor,
and to leave out none of the lowest dregs of the people. ... The allusion
appears to be to the manner in which the Gospel invites us; for the grace of
God is not merely offered to us, but doctrine is accompanied by exhortations
fitted to arouse our minds. This is a display of the astonishing goodness of
God, who, after freely inviting us, and perceiving that we give ourselves up to
sleep, addresses our slothfulness by earnest entreaties, and not only arouses
us by exhortations, but even ‘compels’ us by threatenings to draw near to him.” (= ‘Paksalah
mereka untuk masuk’. Pernyataan / ungkapan ini berarti, bahwa tuan rumah itu memberi perintah-perintah, seakan-akan untuk
menggunakan kekerasan untuk memaksa kehadiran dari orang-orang miskin, dan
tidak membiarkan / mengabaikan seorangpun dari sampah yang terendah dari
orang-orang itu. ... Kiasan ini kelihatannya adalah cara dengan mana
Injil mengundang kita; karena kasih karunia Allah
tidak semata-mata ditawarkan kepada kita, tetapi doktrin disertai dengan desakan-desakan
yang cocok untuk membangkitkan pikiran kita. Ini adalah suatu
pertunjukan dari kebaikan yang mengherankan dari Allah, yang setelah mengundang kita dengan cuma-cuma, dan merasa /
mengerti bahwa kita membiarkan / menyerahkan diri kita sendiri untuk tidur,
menegur kemalasan kita oleh permohonan-permohonan yang mendesak yang
sungguh-sungguh, dan bukan hanya membangkitkan kita oleh desakan-desakan,
tetapi bahkan ‘memaksa’ kita oleh ancaman-ancaman untuk mendekat kepada Dia.).
Jadi, Calvinpun
kelihatannya mengartikan ‘paksaan’ itu sebagai desakan pada waktu memberitakan
Injil.
Dan ada satu lagi keberatan
terkuat yaitu: dalam bagian paralelnya dalam Injil Matius, ada tambahan yang tidak
ada dalam Injil Lukas, yaitu tentang orang yang sudah masuk tetapi dibuang
keluar karena ia tidak berpakaian pesta.
Mat 22:11-14 - “(11) Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan
tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak
berpakaian pesta. (12) Ia berkata
kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan
pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. (13) Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya:
Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang
paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. (14) Sebab banyak yang dipanggil,
tetapi sedikit yang dipilih.’”.
Orang yang tidak
berpakaian pesta itu pasti menunjuk kepada orang kristen KTP. Lalu bagaimana
mungkin orang itu, yang sudah ‘dipaksa’ menjadi orang percaya oleh Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak), tetapi lalu dikeluarkan dari pesta karena ia adalah orang
kristen KTP?
Tetapi persoalannya adalah:
apakah Mat 22:1-14 paralel dengan Luk 14:15-24? Ada 2 pandangan
tentang hal ini:
a) Calvin: Ya! Hanya, Matius menceritakannya
secara lebih mendetail / terperinci.
b) Mayoritas penafsir: Tidak!
Alasannya: Ada sangat
banyak perbedaan antara kedua bagian ini:
1. Tempat kejadian berbeda. Luk 14:15-24
terjadi di rumah orang yang mengundang Yesus.
Luk 14:12 - “Dan Yesus berkata juga
kepada orang yang mengundang Dia: ‘Apabila engkau mengadakan perjamuan
siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau
saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya,
karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan
demikian engkau mendapat balasnya.”.
2. Dalam Matius yang mengadakan perjamuan adalah
‘seorang raja’; dalam Lukas hanya
dikatakan ‘seorang’.
3. Dalam Matius disebutkan ‘perjamuan kawin untuk anak’; dalam Lukas hanya
dikatakan ‘perjamuan besar’.
4. Dalam Matius ada banyak hamba; dalam Lukas
hanya ada 1 hamba.
5. Dalam Matius hamba-hamba disuruh mengundang
tamu 2 x; dalam Lukas hanya 1 x.
6. Dalam Matius penolakannya kasar dan disertai
penyiksaan dan pembunuhan, dalam Lukas penolakannya sopan.
7. Dalam Matius, raja menyuruh untuk membunuh
orang yang tidak mau datang; dalam Lukas, tuan itu tidak menyuruh untuk
membunuh.
8. Dalam Matius ada tamu yang tidak berpakaian
pesta: dalam Lukas tidak ada.
Dari 8 perbedaan ini, yang
7 bisa terjadi hanya karena yang satu menceritakan, yang lain tidak
menceritakan. Tetapi perbedaan no 6 betul-betul sangat bertentangan.
Karena itu, saya condong
untuk berkata bahwa 2 bagian ini bukan paralel!
Kalau tidak paralel, maka
dalam Lukas tak ada orang yang tak berpakaian pesta itu, sehingga ayat yang
menunjukkan pemaksaan itu memungkinkan untuk dijadikan dasar dari doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak). Tetapi kita juga sudah melihat bahwa kebanyakan penafsir
menafsirkan pemaksaan itu hanya sebagai desakan pada waktu memberitakan Injil.
Kalau paralel, maka cerita
/ perumpamaan ini mirip dari cerita tentang Lot dan keluarga, yang dipaksa
keluar dari Sodom, tetapi istri Lot lalu menoleh ke belakang, sehingga
dibinasakan. Ini akan kita pelajari dalam point di bawah ini.
j) Kej 19:16 - “Ketika ia
berlambat-lambat, maka tangannya, tangan
isteri dan tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak mengasihani dia; lalu kedua orang itu menuntunnya ke luar kota dan
melepaskannya di sana.”.
Bukankah ini suatu ‘pemaksaan’ terhadap
Lot dan keluarganya? Dimana ‘free will’
(= kehendak bebas) mereka? Memang ini berurusan dengan keselamatan jasmani, tetapi kalau Tuhan bisa memaksa pada waktu Ia mau menyelamatkan
orang secara jasmani, mengapa
Ia tidak bisa memaksa pada waktu Ia mau menyelamatkan orang secara rohani?
Adam Clarke (tentang Kej
19:16): “‘While he
lingered’ Probably in affectionate though useless entreaties to prevail on the
remaining parts of his family to escape from the destruction that was now descending;
laid hold upon his hand - pulled them away by mere force, the Lord being
merciful; else they had been left to perish in their lingering, as the others
were in their gainsaying.” (= ‘Pada waktu
ia berlambat-lambat’. Mungkin dalam permohonan-permohonan yang penuh kasih
sayang sekalipun tak berguna, untuk membujuk bagian yang tersisa dari
keluarganya untuk lolos dari penghancuran yang sekarang sedang turun; memegang tangannya - menarik mereka dengan kekuatan
semata-mata, karena Tuhan penuh dengan belas kasihan; kalau tidak
mereka tertinggal untuk binasa dalam tindakan berlambat-lambat mereka, seperti
orang-orang lain dalam oposisi / penolakan mereka.).
Barnes’ Notes (tentang Kej 19:16): “The visitors now
take steps for the deliverance of Lot and his kindred before the destruction of
the cities. ... His early choice and his growing habits have attached him to
the place, notwithstanding its temptations. ... But though these thoughts make
him linger, the mercy of the Lord prevails. The angels use a little violence to
hasten their escape.” (= Sekarang tamu-tamu itu mengambil langkah untuk pembebasan Lot dan
keluarganya sebelum penghancuran dari kota-kota itu. ... Pilihan awalnya dan
kebiasaan-kebiasaannya yang bertumbuh telah melekatkan dia pada tempat itu, sekalipun
tempat itu mempunyai pencobaan-pencobaannya. ... Tetapi
sekalipun pikiran-pikiran ini membuatnya berlambat-lambat, belas kasihan
Tuhan menang. Malaikat-malaikat itu menggunakan sedikit kekerasan untuk
mempercepat lolosnya mereka.) - PC Study Bible 5.
Catatan: penulis dari tafsiran Barnes’ Notes dalam PC Study
Bible 5 tentang Kitab Kejadian bukanlah Albert Barnes, tetapi James G. Murphy.
Calvin (tentang Kej 19:16): “The angels
first urged him by words; now seizing him by the hand, and indeed with apparent
violence, they compel him to depart. His tardiness is truly wonderful, since,
though he was certainly persuaded that the angels did not threaten in vain, he
could yet be moved, by no force of words, until he is dragged by their hands
out of the city. ... For what Moses says is worthy of attention, that the Lord
was merciful to his servant, when, having laid hold of his hand by the angels,
He hurried him out of the city. For so it is often necessary for us to be
forcibly drawn away from scenes which we do not willingly leave. If riches, or
honors, or any other things of that kind, prove an obstacle to any one, to
render him less free and disengaged for the service of God, when it happens
that he is abridged of his fortune, or reduced to a lower rank, let him know
that the Lord has laid hold of his hand; because words and exhortations had not
sufficiently profited him. We ought not, therefore, to deem it hard, that those
diseases, which instruction did not suffice effectually to correct, should be
healed by more violent remedies. Moses even seems to point to something
greater; namely, that the mercy of God strove with the sluggishness of Lot;
for, if left to himself, he would, by lingering, have brought down upon his own
head the destruction which was already near. Yet the Lord not only pardons him,
but, being resolved to save him, seizes him by the hand, and draws him away,
although making resistance.” (= Malaikat-malaikat mula-mula mendesak dia dengan kata-kata; sekarang memegang dia pada tangannya, dan memang dengan
kekerasan yang jelas, mereka memaksanya untuk pergi. Kelambatannya
betul-betul adalah luar biasa, karena sekalipun ia pasti diyakinkan bahwa malaikat-malaikat
itu tidak mengancam dengan sia-sia, ia tidak bisa
digerakkan oleh kekuatan kata-kata, sampai ia ditarik oleh tangan mereka keluar
dari kota itu. ... Karena apa yang Musa katakan layak diperhatikan,
bahwa Tuhan berbelas kasihan kepada hambaNya, pada
waktu, setelah memegang tangannya oleh malaikat-malaikat, Ia mempercepat mereka
keluar dari kota itu. Karena demikianlah
seringkali diperlukan bagi kita untuk ditarik dengan kekerasan dari tempat yang
tidak mau kita tinggalkan dengan sukarela. Jika kekayaan, atau kehormatan, atau
hal-hal lain apapun dari jenis itu, terbukti menjadi penghalang bagi siapapun,
membuat dia kurang bebas dan untuk pelayanan Allah, pada waktu terjadi bahwa ia
dikurangi / dicabut kekayaannya, atau diturunkan ke tingkat yang lebih rendah,
hendaklah ia mengetahui bahwa Tuhan telah memegang tangannya; karena kata-kata
dan desakan-desakan / nasehat-nasehat tidak secara cukup menguntungkan dia. Karena itu, kita tidak boleh, menganggapnya keras, bahwa
penyakit-penyakit itu, yang tidak cukup diperbaiki secara efektif oleh
instruksi, harus disembuhkan oleh obat / pengobatan yang lebih keras.
Bahkan Musa kelihatannya menunjuk pada sesuatu yang lebih besar; yaitu, bahwa belas kasihan Allah berjuang dengan kelambanan Lot;
karena seandainya dibiarkan pada dirinya sendiri, dengan berlambat-lambat ia
akan sudah menurunkan pada kepalanya sendiri penghancuran yang sudah dekat. Tetapi Tuhan bukan hanya mengampuni dia, tetapi karena sudah
memutuskan untuk menyelamatkan dia, memegangnya pada tangannya, dan menarik dia
menjauh, sekalipun ia melakukan penahanan / penolakan.).
Matthew Henry (tentang Kej 19:16): “With what a
gracious violence Lot was brought out of Sodom, v.
16. It seems, though he did not make a jest of the warning given, as his
sons-in-law did, yet he lingered, he trifled, he did not make so much haste as
the case required. Thus many that are under some convictions about the misery
of their spiritual state, and the necessity of a change, yet defer that needful
work, and foolishly linger. Lot did so, and it might have been fatal to him if
the angels had not ‘laid hold of his hand, and brought him forth,’ ... Herein
it is said, ‘The Lord was merciful to him;’ otherwise he might justly have left
him to perish, since he was so loth to depart. Note, (1.) The salvation of the
most righteous men must be attributed to God’s mercy, not to their own merit.
We are saved by grace. (2.) God’s power also must be acknowledged in the
bringing of souls out of a sinful state. If God had not brought us forth, we
had never come forth. (3.) If God had not been merciful to us, our lingering
had been our ruin.” [= Dengan kekerasan yang murah
hati / penuh kasih karunia yang bagaimana Lot dikeluarkan dari Sodom, ay 16. Kelihatannya, sekalipun
ia tidak membuat peringatan yang diberikan sebagai suatu lelucon, seperti yang
dilakukan oleh menantu-menantunya, tetapi ia berlambat-lambat, ia
membuang-buang waktu, ia tidak begitu tergesa-gesa seperti yang dibutuhkan oleh
kasus itu. Demikianlah ada banyak orang yang
ada dibawah suatu keyakinan tentang keburukan dari keadaan rohani mereka, dan
kebutuhan akan suatu perubahan, tetapi menunda pekerjaan yang dibutuhkan itu,
dan secara bodoh berlambat-lambat. Lot
berbuat demikian, dan akan fatal baginya seandainya malaikat-malaikat itu tidak
‘memegang tangannya, dan membawanya,’ ...
Di dalam ini dikatakan, ‘Tuhan
bermurah hati kepadanya’; kalau tidak Ia bisa dengan benar telah
meninggalkannya untuk binasa, karena ia begitu segan untuk pergi.
Perhatikan, (1) Keselamatan dari orang-orang yang paling benar harus
dihubungkan dengan belas kasihan Allah, bukan dengan jasa / kebaikan mereka
sendiri. Kita diselamatkan oleh kasih karunia. (2) Kuasa
Allah juga harus diakui dalam membawa jiwa-jiwa keluar dari suatu keadaan
berdosa. Seandainya Allah tidak mengeluarkan kita, kita tidak akan pernah
keluar. (3) Seandainya Allah tidak bermurah hati kepada kita, sikap
berlambat-lambat kita telah menjadi kehancuran kita.].
Kej 19:26
- “Tetapi
isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang
garam.”.
Apakah Tuhan
memaksa untuk menyelamatkannya, tetapi lalu Tuhan membiarkannya binasa?
Menurut saya
jawabannya mudah, istri Lot tidak percaya, dan memang bukan maksud Allah untuk
memberi kasih karunia kepadanya. Sama seperti seluruh Israel dikeluarkan dari
Mesir tetapi mayoritas dari mereka dibunuh di padang gurun.
1Kor 10:1-5 -
“(1)
Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita
semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi
laut. (2) Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis dalam
awan dan dalam laut. (3) Mereka semua makan makanan rohani yang sama (4) dan
mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu
karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus. (5) Tetapi
sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari
mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.”.
Tetapi bukankah
tadi dalam ay 16 Tuhan mau bermurah hati kepada mereka, termasuk istri Lot? Tidak, coba perhatikan lagi
ay 16 itu.
Kej 19:16
- “Ketika
ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan isteri dan
tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak
mengasihani dia; lalu kedua orang itu
menuntunnya ke luar kota dan melepaskannya di sana.”.
NIV: ‘them’ (= mereka). Ini salah!
KJV/RSV/NASB/ASV/NKJV:
‘him’ [= dia (laki-laki)]
Kata Ibrani
yang dipakai adalah wyl'_[' (ALAYW) yang
berarti ‘unto him’ (= kepada dia).
Barnes’ Notes (tentang Kej 19:26): “Lot’s wife
lingering behind her husband, and looking back, contrary to the express command
of the Lord, is caught in the sweeping tempest, and becomes a pillar of salt:
so narrow was the escape of Lot. The dashing spray of the salt sulphurous rain
seems to have suffocated her, and then encrusted her whole body. She may have
burned to a cinder in the furious conflagration. She is a memorable example of
the indignation and wrath that overtakes the halting and the backsliding.” (= Istri Lot berlambat-lambat di belakang suaminya,
dan melihat ke belakang, bertentangan dengan
perintah yang jelas dari Tuhan, ditangkap / dikejar dalam badai yang
menyapu, dan menjadi suatu tiang garam: begitu tipis kelolosan Lot. Semburan
yang menghancurkan dari hujan belerang dan garam kelihatannya telah
mencekiknya, dan lalu menutupi seluruh tubuhnya. Ia mungkin telah terbakar
menjadi bara dalam lautan api yang hebat. Ia adalah
contoh yang mengesankan tentang kemarahan dan murka yang menyusul orang-orang
yang berhenti dan merosot ke belakang.).
Kej 19:17 - “Sesudah kedua orang itu
menuntun mereka sampai ke luar, berkatalah seorang: ‘Larilah, selamatkanlah
nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan
janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke
pegunungan, supaya
engkau jangan mati lenyap.’”.
Matthew Henry (tentang Kej 19:26): “‘But his wife
looked back from behind him, and she became a pillar
of salt.’ This also is written for our admonition. Our Saviour refers to it
(Luke 17:32), ‘Remember Lot’s wife.’ As by the example of Sodom the wicked are
warned to turn from their wickedness, so by the example of Lot’s wife the
righteous are warned not to turn from their righteousness. See Ezek 3:18,20. We
have here, I. The sin of Lot’s wife: ‘She looked back from behind him.’ This
seemed a small thing, but we are sure, by the punishment of it, that it was a
great sin, and exceedingly sinful. ... Unbelief
was at the bottom of it; she questioned
whether Sodom would be destroyed, and thought she might still have been safe in
it. ... Probably she hankered after her
house and goods in Sodom, and was loth to leave them. Christ intimates this to
be her sin (Luke 17:31,32); she too much regarded her stuff. ... Her looking
back evinced an inclination to go back; and therefore our Saviour uses it as
a warning against apostasy from our Christian profession. We have all renounced the world and the flesh, and have
set our faces heaven-ward; we are in the plain, upon our probation; and it is
at our peril if we return into the interests we profess to have abandoned.
Drawing back is to perdition, and looking back is towards it. ‘Let us therefore
fear,’ Heb 4:1. ... Come, behold the goodness and severity of God (Rom 11:22),
towards Lot, who went forward, goodness; towards his wife, who looked back,
severity. Though she was nearly related to a righteous man, though better
than her neighbours, and though a monument of distinguishing mercy in her
deliverance out of Sodom, yet God did not connive at her disobedience; for great
privileges will not secure us from the wrath of God if we do not carefully and
faithfully improve them. ... Since it is
such a dangerous thing to look back, let us always press forward, Phil 3:13,14.” [= ‘Tetapi
istrinya melihat ke belakang dari belakangnya, dan ia menjadi suatu tiang
garam’. Ini juga ditulis untuk peringatan bagi kita. Juruselamat kita menunjuk
kepadanya (Luk 17:32), ‘Ingatlah istri Lot’. Seperti dengan contoh Sodom
orang-orang jahat diperingati untuk berbalik dari kejahatan mereka, demikian
juga dengan contoh istri Lot orang-orang benar diperingati untuk tidak berbalik
dari kebenaran mereka. Lihat Yeh 3:18,20. Kita mempunyai di sini, I. Dosa dari
istri Lot: ‘Ia melihat ke belakang dari belakangnya’. Ini kelihatannya
merupakan hal kecil, tetapi kami yakin, oleh penghukumannya, bahwa itu adalah
dosa yang besar, dan sangat berdosa. ... Ketidak-percayaan ada di dasarnya; ia mempertanyakan apakah Sodom
akan dihancurkan, dan berpikir bahwa ia bisa tetap aman di dalamnya. ... Mungkin ia sangat menginginkan
rumah dan harta benda / barang-barangnya
di Sodom, dan segan meninggalkannya. Kristus menyatakan ini sebagai
dosanya (Luk 17:31,32); ia terlalu banyak memperhatikan / mengasihi
barang-barangnya. ... Tindakannya melihat ke belakang menunjukkan dengan jelas
suatu kecondongan untuk kembali; dan karena itu Juruselamat kita menggunakan itu sebagai suatu peringatan terhadap
kemurtadan dari pengakuan Kristen kita. Kita semua telah meninggalkan dunia dan daging, dan telah
mengarahkan wajah kita ke arah surga; kita ada di tanah yang datar, pada masa
percobaan kita; dan merupakan resiko kita jika kita kembali ke dalam perhatian
/ minat yang kita akui telah kita tinggalkan. Mengundurkan diri adalah kepada kehancuran / neraka,
dan melihat ke belakang adalah menuju kepadanya. ‘Karena itu hendaklah kita
takut’, Ibr 4:1. ... ‘Mari,
perhatikanlah kebaikan dan kekerasan
Allah’ (Ro 11:22), terhadap Lot, yang maju terus, kebaikan; terhadap istrinya,
yang melihat ke belakang, kekerasan. Sekalipun ia
mempunyai hubungan secara sangat dekat dengan seorang yang benar, sekalipun ia lebih
baik dari tetangga / sesamanya, dan sekalipun ia adalah suatu monumen dari
belas kasihan yang membedakan dalam pembebasannya dari Sodom, tetapi Allah tidak
pura-pura tidak melihat ketidak-taatannya; karena hak-hak yang besar tidak
membuat kita aman dari murka Allah jika kita tidak dengan hati-hati dan dengan
setia meningkatkan hal-hal itu. ... Karena merupakan suatu hal yang
berbahaya untuk melihat ke belakang, hendaklah kita selalu maju, Fil 3:13,14.].
Luk 17:31-32 - “(31)
Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan
barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya,
dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali. (32) Ingatlah akan isteri Lot!”.
Yeh 3:18,20 - “(18)
Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau
tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang
jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan
mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas
nyawanya dari padamu. ... (20) Jikalau seorang yang
benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu
sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak
memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan
kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut
pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.”.
Ibr 4:1 - “Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap
ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentianNya masih
berlaku.”.
Kata ‘waspada’ diterjemahkan ‘careful’ (= hati-hati)
oleh NIV, tetapi KJV/RSV/NASB menterjemahkan ‘fear’ (=
takut), dan memang terjemahan ini yang benar.
Fil 3:13-14 - “(13)
Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya,
tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang
telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, (14) dan
berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan
sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.”.
The Biblical Illustrator (New Testament): “The cause and danger of backsliding: -
I. THE CAUSE OF BACKSLIDING. Unbelief,
leading to (1) disobedience,
(2) indecision. She was perplexed between
God and the world.” [= Penyebab dan bahaya dari kemerosotan / kemunduran: - I. PENYEBAB DARI KEMEROSOTAN / KEMUNDURAN. Ketidak percayaan,
membimbing pada (1) ketidaktaatan, (2) keragu-raguan. Ia bingung / ragu-ragu
antara Allah dan dunia.].
Wiersbe’s Expository Outlines (Old
Testament) tentang Kej 19:
“He must have married a
worldly woman, for her heart was in Sodom and she
could not bear to leave the city behind.” [= Ia (Lot) pasti telah menikahi seorang
perempuan duniawi, karena hatinya ada di Sodom dan ia
tidak bisa tahan meninggalkan kota itu di belakang.].
Jelas bahwa istri Lot tak pernah percaya!
Pulpit Commentary: “Graciously
assisted. Even the urgency displayed by the angels would not have sufficed to
rescue Lot, had they not extended to him and his worldly-minded partner a
helping hand. Hankering after Sodom, perhaps thinking of the wealth they had to
leave, the good man and his wife still lingered, and were at last only dragged
forth by main force beyond the precincts of the doomed city. It reminds us that
few, probably none, would ever escape from the city of destruction if Divine
grace were not practically to lay hold of them and drag them forth; and even
this Divine grace would not do unless the Lord were specially merciful to them,
as he was to Lot.” (= Ditolong secara murah hati / dengan penuh kasih
karunia. Bahkan kedaruratan yang ditunjukkan oleh malaikat-malaikat tidak akan
cukup untuk menyelamatkan Lot, seandainya mereka tidak mengulurkan tangan yang
menolong kepada dia dan partnernya yang berpikiran duniawi. Karena sangat
menginginkan Sodom, mungkin berpikir tentang kekayaan yang harus mereka
tinggalkan, orang baik dan istrinya ini tetap berlambat-lambat, dan akhirnya ditarik oleh kekuatan yang besar melewati daerah
dari kota yang dihukum. Itu mengingatkan
kita bahwa sedikit, mungkin tidak ada, yang pernah, yang pernah lolos dari kota
kehancuran, seandainya kasih karunia Ilahi tidak secara praktis memegang mereka
dan menarik mereka; dan bahkan kasih karunia Ilahi ini tidak cukup, kecuali Tuhan
secara khusus berbelas kasihan kepada mereka, seperti Ia kepada Lot.) - hal 258.
3) Hal-hal lain
yang mendasari doktrin Irresistible Grace
(= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak) ini:
a) Kalau
kasih karunia Allah itu bisa ditolak, tak ada gunanya kita berdoa kepada Allah
supaya Ia mempertobatkan orang-orang yang belum percaya.
Loraine Boettner: “If
God does not effectually call, we may imagine Him saying, ‘I will that all men
should be saved; nevertheless, it must finally be, not as I will but as they
will.’ He is then put into the same extremity with Darius who would gladly have
saved Daniel, but could not (Dan. 6:14). ... Furthermore, if God actually stood
powerless before the majesty of man’s lordly will, there would be but little
use to pray for Him to convert any one. It would then be more reasonable for us
to direct our petitions to the man himself” [= Jika Allah tidak
memanggil secara efektif, kita bisa membayangkan Dia berkata: ‘Aku mau supaya semua manusia diselamatkan; tetapi, akhirnya
adalah bukan seperti yang Kukehendaki, tetapi seperti yang mereka kehendaki’.
Maka Ia dimasukkan ke dalam keadaan kebutuhan yang
sangat yang sama seperti Darius, yang dengan senang hati ingin menyelamatkan
Daniel tetapi tidak bisa (Dan 6:15). ... Lebih jauh lagi, jika Allah sungguh-sungguh berdiri tanpa
daya di depan keagungan dari kehendak manusia yang mulia, di sana tidak ada
gunanya untuk berdoa supaya Ia mempertobatkan siapapun. Akan lebih masuk akal
bagi kita untuk mengarahkan permohonan kita kepada manusia itu sendiri] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 171.
Dan 6:15 - “Setelah
raja mendengar hal itu, maka sangat sedihlah ia, dan ia mencari jalan untuk
melepaskan Daniel, bahkan sampai matahari masuk, ia masih berusaha untuk
menolongnya.”.
b) Doktrin
Arminianisme merupakan penyelamatan oleh diri sendiri!
Loraine Boettner: “The universalistic note is always prominent in the
Arminian system. A typical example of this is seen in the assertion of Prof.
Henry C. Sheldon, who for a number of years was connected with Boston
University. Says he: - ‘Our contention is for the universality of the
opportunity of salvation, as against an exclusive and unconditional choice of
individuals to eternal life.’ Here we notice not only (1) the characteristic
Arminian stress on universalism, but also (2) the recognition that, in the
final analysis, all that God does for the salvation of men does not actually save anybody, but
that it only opens up a way of
salvation so that men can save themselves, ... Perhaps the strongest
assertion of the Arminian construction is to be found in the creed of the
Evangelical Union body, or so-called Morisonians, the very purpose of which was
to protest against unconditional election. A summary of its ‘Three
Universalities’ is found in the creed thus: ‘The love of God the Father, in the
gift and sacrifice of Jesus to all men everywhere without distinction,
exception, or respect of persons; the love of God the Son, in the gift and
sacrifice of Himself as a true propitiation for the sins of the whole world;
the love of God the Holy Spirit, in His personal and continuous work of
applying to the souls of all men the provisions of divine grace.’ Certainly, if God loves all men alike, and if Christ died
for all men alike, and the Holy Spirit applies the benefits of that redemption
to all men alike, one of two conclusions follows. (1) All men alike are saved
(which is contradicted by Scripture), or, (2) all that God does for man does
not save him, but leaves him to save himself! What then becomes of our
evangelicalism, which means that it is God alone who saves sinners? If we
assert that after God has done all His work it is still left for man to
‘accept’ or ‘not resist,’ we give man veto power over the work of Almighty God
and salvation rests ultimately in the hand of man. In this system no matter how
great a proportion of the work of salvation God may do, man is ultimately the
deciding factor. And the man who does come to salvation has some personal merit
of his own; he has some grounds to boast over those who are lost. He can point
the finger of scorn and say, ‘You had as good chance as I had. I accepted and
you rejected the offer. Therefore you deserve to suffer.’ How different is this
from Paul’s declaration that it is ‘not of works, that no man should glory,’
and ‘He that glorieth, let him glory in the Lord,’ Eph. 2:9; 1 Cor. 1:31. The tendency in all these universalistic systems in which
man proudly seizes the helm and proclaims himself the master of his
destiny is to reduce Christianity to a religion of works. ... ‘The issue,’ says
Dr. Warfield, ‘is indeed a fundamental one and it is clearly drawn. Is it God
the Lord who saves us, or is it we ourselves? And does God the Lord save us, or
does He merely open up the way of salvation, and leave it, according to our
choice, to walk in it or not? The parting of the ways is the old parting of the
ways between Christianity and autosoterism. Certainly only he can claim to be
evangelical who with full consciousness rests entirely and directly on God and
on God alone for his salvation.’” [= Nada
universal selalu menonjol dalam sistim Arminian. Suatu contoh yang
khas tentang ini terlihat dalam penegasan dari Prof. Henry C. Sheldon, yang
untuk bertahun-tahun berhubungan dengan Universitas Boston. Katanya: - ‘Pendirian kami adalah untuk keuniversalan dari
kesempatan keselamatan, bertentangan dengan suatu pemilihan yang eksklusif
dan tak bersyarat dari individu-individu kepada hidup yang kekal’. Di
sini kami memperhatikan bukan hanya (1) ciri yang ditekankan Arminian pada
keuniversalan, tetapi juga (2) pengenalan / pengakuan bahwa dalam analisa
terakhir, semua yang Allah lakukan untuk keselamatan manusia tidak
sungguh-sungguh menyelamatkan siapapun, tetapi bahwa itu hanya membuka suatu
jalan keselamatan sehingga manusia bisa menyelamatkan diri mereka sendiri, ...
Mungkin penegasan yang terkuat dari konstruksi Arminian didapatkan dalam credo
dari tubuh Persatuan Injili, atau yang disebut Morisonians, yang tujuannya
adalah memprotes terhadap pemilihan yang tak bersyarat. Suatu ringkasan dari ‘Tiga Keuniversalan’nya
didapati dalam credo itu sebagai berikut: ‘Kasih Allah
Bapa, dalam karunia dan korban Yesus bagi semua manusia dimana-mana tanpa
pembedaan, perkecualian, atau sikap memandang muka; kasih dari Allah Anak,
dalam karunia dan korban dari diriNya sendiri sebagai pendamaian yang sejati /
benar untuk dosa-dosa dari seluruh dunia; kasih dari Allah Roh Kudus,
dalam pekerjaan pribadi dan terus menerus dariNya dalam menerapkan persediaan
dari kasih karunia ilahi kepada jiwa-jiwa dari semua manusia’. Pasti, jika Allah
mengasihi semua manusia secara sama, dan jika Kristus mati untuk semua manusia
secara sama, dan Roh Kudus menerapkan manfaat dari penebusan itu kepada semua
manusia secara sama, satu dari dua kesimpulan ini mengikuti. (1) Semua manusia
diselamatkan secara sama (yang ditentang oleh Kitab Suci), atau, (2) semua yang
Allah lakukan untuk manusia tidak menyelamatkan dia, tetapi meninggalkan /
membiarkan dia untuk menyelamatkan dirinya sendiri! Lalu apa jadinya dengan
doktrin gereja kita yang injili, yang berarti bahwa adalah Allah saja yang
menyelamatkan orang-orang berdosa? Jika kami / kita menegaskan bahwa setelah
Allah telah melakukan semua pekerjaanNya, maka tetap tertinggal bagi manusia
untuk ‘menerima’ atau ‘tidak menolak’, kami / kita memberi manusia kuasa
memveto atas pekerjaan dari Allah Yang Mahakuasa dan keselamatan pada akhirnya
terletak dalam tangan manusia. Dalam sistim ini tak
peduli betapa besar bagian dari pekerjaan keselamatan yang Allah bisa lakukan,
manusia pada akhirnya adalah faktor penentu. Dan
manusia yang memang datang pada keselamatan mempunyai jasa pribadi tertentu
dari dirinya sendiri; ia mempunyai dasar tertentu untuk bermegah / bangga atas
mereka yang terhilang. Ia bisa menunjuk dengan jari pencemooh dan berkata,
‘Kamu mempunyai kesempatan yang baik sama seperti yang aku punyai. Aku menerima
dan kamu menolak tawaran itu. Karena itu kamu layak untuk menderita’.
Alangkah berbedanya ini dari pernyataan Paulus bahwa itu ‘bukanlah dari
pekerjaan / perbuatan baik, supaya tak seorangpun bermegah’, dan ‘ia yang
bermegah, hendaklah ia bermegah dalam Tuhan’, Ef 2:9; 1Kor 1:31. Kecenderungan dalam semua sistim-sistim universal ini dalam
mana manusia dengan bangga memegang kemudi dan memproklamirkan dirinya sendiri
sebagai tuan dari nasibnya berarti menurunkan kekristenan pada suatu agama dari
perbuatan baik. ... ‘Persoalannya’,
Kata Dr. Warfield, ‘memang merupakan suatu persoalan dasari dan itu digambarkan
dengan jelas. Apakah Allah, sang Tuhan, yang menyelamatkan kita, atau apakah
kita yang menyelamatkan diri kita sendiri? Dan apakah Allah, sang Tuhan, menyelamatkan
kita, atau apakah Ia semata-mata membuka jalan keselamatan, dan meninggalkannya
/ membiarkannya, menurut pemilihan kita, untuk berjalan di dalamnya atau tidak?
Perpisahan dari jalan-jalan ini adalah perpisahan
yang kuno tentang jalan-jalan antara kekristenan dan penyelamatan diri sendiri.
Pastilah hanya ia yang bisa mengclaim sebagai injili, yang dengan penuh
kesadaran bersandar dengan sepenuhnya dan secara langsung kepada Allah dan
hanya kepada Allah untuk keselamatannya’.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 174-176.
Ef 2:8-9 - “(8)
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil
usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri.”.
1Kor 1:31 - “Karena
itu seperti ada tertulis: ‘Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di
dalam Tuhan.’”.
Contoh lain tentang ajaran Arminian yang dibicarakan
oleh Loraine Boettner diatas adalah ajaran dari Adam Clarke.
Adam Clarke (tentang Kis
10:35): “Why was
Cornelius accepted with God while thousands of his countrymen were passed by?
Because he did not receive the grace of God in vain; he watched, fasted,
prayed, and gave alms, which they did not. Had he not done so, would he have
been accepted? Certainly not; because it would then appear that he had received
the grace of God in vain, and had not been a worker together with him.” (= Mengapa Kornelius diterima oleh Allah sementara
ribuan orang sebangsanya dilewati? Karena ia tidak menerima kasih karunia Allah
dengan sia-sia; ia berjaga-jaga, berpuasa, berdoa, dan memberi sedekah, yang
mereka tidak lakukan. Seandainya ia tidak melakukan demikian, apakah ia akan
diterima? Pasti tidak; karena kalau demikian maka akan kelihatan bahwa ia telah
menerima kasih karunia Allah dengan sia-sia, dan tidak menjadi seorang yang
bekerja sama dengan Dia.).
Catatan: bagi saya, kata-kata Clarke ini sangat berbau
keselamatan karena perbuatan baik!
III) Serangan terhadap doktrin Irresistible Grace dan jawabannya.
A) Doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia
yang tidak bisa ditolak) ini dianggap bertentangan dengan ‘Free Will’ (= Kehendak Bebas).
Steven Liauw: “Bisa-bisa
saja bahwa Kalvinis tidak memakai istilah ‘memaksakan.’ Tetapi saya sudah beri
dalam tanda kurung penjelasan lebih lanjut: ‘Memberi tanpa dapat ditolak.’
Asali mengakui dipakainya istilah irresistible grace. Bagi saya, irresistible
dan ‘tidak dapat ditolak’ sudah sama dengan memaksa. Kalvinis mengatakan bahwa manusia menerima
Kristus dengan senang hati karena dilahirbarukan
dulu oleh Tuhan. Tetapi kelahiran
kembali itu kan juga kasih karunia. Jadi sebelum
manusia itu lahir baru, dia berdosa, mati dalam dosa. Dalam kondisinya yang
mati dalam dosa itu, apakah dia mau lahir baru?
Kalvinis akan menjawab bahwa manusia yang mati dalam dosa, tidak
mau lahir baru. Jadi, dalam Kalvinisme, manusia (yang
selamat) dilahirbarukan tanpa pilihan,
tanpa dapat menolak, dan bertentangan dengan keinginan dia (dia tidak mau lahir
baru sebelum dilahirbarukan).
Pembaca-lah yang dapat menilai, apakah ini tidak mirip
dengan pemaksaan? Percuma untuk mengatakan bahwa setelah
lahir baru dia akan menerima Kristus dengan rela hati, karena: 1. Dia
tidak punya pilihan untuk mau lahir baru atau tidak (jadi kelahiran baru
dipaksakan padanya). 2. kerelaan hatinya adalah sesuatu
yang telah Tuhan tetapkan dan toh tidak mungkin dia lawan. Permasalahannya
bukanlah apakah Kalvinis mau mengakui ini ‘memaksa’ atau tidak. Kalvinis boleh
jadi tidak mau mengakui, tetapi saya menyimpulkan. Silakan publik yang menilai”.
(graphe - Liauw4.doc).
Suhento
Liauw: “Sama seperti Limited Atonement, Irresistible Grace adalah poin nalar
lanjutan dari serangkaian nalar Calvin. Karena nalar mereka menyimpulkan bahwa
Kristus hanya memilih sebagian orang sehingga Ia tidak mungkin menebus semua
orang, maka penebusan Kristus sewajarnya bersifat terbatas dari situ
terciptalah konsep Limited Atonement. Nalar lanjutannya, jika Kristus hanya
memilihi sebagian kecil orang untuk masuk Sorga, dan hanya menebus mereka saja,
maka orang yang terpilih serta yang tertebus tidak mungkin dapat menolak
anugerah itu. Inilah dasar dari konsep Irresistible Grace. Bisakah
disimpulkan bahwa sesungguhnya ada orang yang pada dasarnya tidak ada keinginan
masuk Sorga namun apa boleh buat karena telah terpilih maka tidak dapat menolak
sehingga terpaksa masuk Sorga? Sebaliknya ada orang yang sangat ingin masuk
Sorga namun saying (sayang) sekali ia tidak terpilih dan akhirnya
masuk neraka? Sebagian Calvinis mengiyakan dan sebagian membantah.”. (Graphe -
Liauw - I.doc).
Catatan: kata-kata
Steven Liauw dan Suhento Liauw di atas ini sudah saya kutip dan bahas di bagian
awal tulisan ini, dan karena itu tak perlu saya ulang pembahasannya di sini.
Jawaban dari Calvinisme:
1) Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak) tidak bertentangan dengan ‘Free Will’ (= Kehendak Bebas), karena menurut Calvinisme /
Reformed orang itu tidak dipaksa.
Dalam Westminster
Confession of Faith, pasal 10, no 1, bagian akhir, dikatakan: “they come most freely, being made willing by His
grace” (= mereka
datang dengan paling bebas, setelah dibuat menjadi mau oleh kasih karuniaNya).
R. C. Sproul:
“Much
confusion exists on this point. I remember the first lecture I ever heard from
John Gerstner. It was on the subject of predestination. Shortly into his
lecture Dr. Gerstner was interrupted by a student who was waving his hand in
the air. Gerstner stopped and acknowledged the student. The student asked, ‘Dr.
Gerstner, is it safe to assume that you are a Calvinist?’ Gerstner answered,
‘Yes,’ and resumed his lecture. A few moments later a gleam of recognition
appeared in Gerstner’s eyes and he stopped speaking in mid-sentence and asked
the student, ‘What is your definition of a Calvinist?’ The student replied, ‘A
Calvinist is someone who believes that God forces some people to choose Christ
and prevents other people from choosing Christ.’ Gerstner was horrified. He
said, ‘If that is what a Calvinist is, then you can be sure that I am not a
Calvinist.’ The student’s misconception of irresistible grace is widespread. I
once heard the president of a Presbyterian seminary declare, ‘I am not a
Calvinist because I do not believe that God brings some people, kicking and
screaming against their wills, into the kingdom, while he excludes others from
his kingdom who desperately want to be there.’ I was astonished when I heard
these words. I did not think it possible that the president of a Presbyterian
seminary could have such a gross misconception of his own church’s theology. He
was reciting a caricature which was as far away from Calvinism as one could
get. Calvinism does not teach and never has taught that God brings people
kicking and screaming into the kingdom or has ever excluded anyone who wanted
to be there. Remember that the cardinal point of the Reformed doctrine of
predestination rests on the biblical teaching of man’s spiritual death. Natural
man does not want Christ. He will only want Christ if God plants a desire for
Christ in his heart. Once that desire is planted, those who come to Christ do
not come kicking and screaming against their wills. They come because they want
to come. They now desire Jesus. They rush to the Savior. The whole point of
irresistible grace is that rebirth quickens someone to spiritual life in such a
way that Jesus is now seen in his irresistible sweetness. Jesus is irresistible
to those who have been made alive to the things of God. Every soul whose heart
beats with the life of God within it longs for the living Christ. All whom the
Father gives to Christ come to Christ (John 6:37).” [= Ada banyak kebingungan tentang pokok ini. Saya
teringat pelajaran pertama yang pernah saya dengar dari John Gerstner. Itu
adalah tentang pokok predestinasi. Begitu masuk ke dalam pelajarannya, Dr.
Gerstner diinterupsi oleh seorang mahasiswa yang melambaikan tangannya di
udara. Gerstner berhenti dan mengenali / menjawab mahasiswa itu. Mahasiswa itu
bertanya, ‘Dr. Gerstner, apakah tepat untuk menganggap bahwa engkau adalah
seorang Calvinist?’ Gerstner menjawab, ‘Ya’, dan melanjutkan pelajarannya.
Beberapa saat kemudian sekilas perhatian tampak / muncul di mata Gerstner dan
ia berhenti berbicara di tengah-tengah kalimat dan bertanya kepada mahasiswa
itu, ‘Apa definisimu tentang seorang Calvinist?’ Mahasiswa
itu menjawab, ‘Seorang Calvinist adalah seseorang yang percaya bahwa Allah
memaksa sebagian orang untuk memilih Kristus dan mencegah orang-orang lain dari
memilih Kristus’. Gerstner terkejut. Ia berkata, ‘Jika itu adalah seorang
Calvinist, maka engkau bisa yakin / pasti bahwa saya bukanlah seorang
Calvinist’. Kesalah-mengertian mahasiswa itu tentang ‘kasih karunia
yang tidak bisa ditolak’ tersebar luas. Saya pernah
mendengar seorang presiden dari suatu seminari Presbyterian menyatakan, ‘Saya
bukanlah seorang Calvinist karena saya tidak percaya bahwa Allah membawa
sebagian orang, sambil menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan
kehendak mereka, ke dalam kerajaan, sementara / sedangkan Ia mengeluarkan
orang-orang lain dari kerajaanNya, yang benar-benar ingin untuk berada di sana’.
Saya heran pada waktu
saya mendengar kata-kata ini. Saya menganggap mustahil bahwa presiden dari
suatu seminari Presbyterian bisa mempunyai suatu kesalah-mengertian yang begitu
besar tentang theologia gerejanya sendiri. Ia sedang mengutip suatu
karikatur / penggambaran yang sengaja disalahkan, yang adalah sejauh mungkin
dari Calvinisme yang bisa didapatkan seseorang. Calvinisme
tidak mengajar dan tidak pernah mengajar bahwa Allah membawa orang-orang, yang
sambil menendang-nendang dan menjerit-jerit, ke dalam kerajaan, atau pernah
mengeluarkan siapapun yang ingin berada di sana. Ingat bahwa pokok
utama dari doktrin Reformed tentang predestinasi bersandar / terletak pada
ajaran Alkitabiah tentang kematian rohani manusia. Manusia alamiah tidak
menghendaki Kristus. Ia hanya akan menghendaki Kristus jika Allah menanamkan
suatu keinginan untuk Kristus dalam hatinya. Satu
kali keinginan itu ditanamkan, mereka yang datang kepada Kristus tidak datang
dengan menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan kehendak
mereka. Mereka datang karena mereka ingin / mau datang. Sekarang mereka
menginginkan Yesus. Mereka lari dengan tergesa-gesa kepada sang
Juruselamat. Seluruh pokok tentang kasih karunia yang tidak bisa ditolak adalah
bahwa kelahiran kembali menghidupkan seseorang pada
kehidupan rohani dengan cara sedemikian rupa sehingga sekarang Yesus terlihat
dalam kemanisanNya yang tidak bisa ditolak. Yesus tidak bisa ditolak
bagi mereka yang telah dibuat hidup bagi hal-hal dari Allah. Setiap jiwa yang
hatinya berdenyut dengan kehidupan dari Allah di dalamnya, rindu akan Kristus
yang hidup. Semua yang Bapa berikan kepada Kristus datang kepada Kristus (Yoh
6:37).] - ‘Chosen By God’, hal 121-123.
Yoh 6:37 - “Semua
yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang
kepadaKu, ia tidak akan Kubuang.”.
R. C. Sproul: “The position of Augustine, Martin Luther,
John Calvin, and others is so often caricatured to mean that in God’s gracious
election he brings people kicking and screaming against their wills into his
kingdom. The Augustinian view is that God changes the recalcitrant and enslaved
sinner’s will by the Spirit’s changing his internal bent, disposition, or
inclination. Augustinians have spelled out this view so often and so clearly, it
is amazing that the caricature is so often repeated.” [= Posisi dari Agustinus, Martin Luther, John Calvin, dan yang
lain-lain, begitu
sering dengan sengaja digambarkan secara salah sehingga berarti
bahwa dalam pemilihan yang bersifat kasih karunia dari Allah, Ia membawa
orang-orang yang menendang-nendang dan menjerit-jerit bertentangan dengan
kehendak mereka ke dalam kerajaanNya. Pandangan Augustinian
adalah bahwa Allah mengubah kehendak yang keras kepala dan diperbudak dari
orang berdosa oleh Roh yang mengubah kecenderungan atau kecondongan batinnya.
Orang-orang Augustinian telah menunjukkan pandangan ini begitu sering dan
dengan begitu jelas, dan adalah mengherankan bahwa karikatur / gambaran yang sengaja
disalahkan ini begitu sering diulang.] - ‘Willing to Believe’,
hal 94 (Libronix).
Loraine Boettner: “It is a common thing for opponents to represent this
doctrine as implying that men are forced to believe and turn to God against
their wills, or, that it reduces men to the level of machines in the matter of
salvation. This is a misrepresentation. Calvinists hold no such opinion, and in
fact the full statement of the doctrine excludes or contradicts it. The
Westminster Confession, after stating that this efficacious grace which results
in conversion is an exercise of omnipotence and cannot be defeated, adds, ‘Yet
so as they come most freely, being made willing by His grace.’” (= Merupakan suatu hal yang umum bagi penentang-penentang untuk
menggambarkan doktrin ini sebagai menunjukkan bahwa orang-orang dipaksa untuk
percaya dan berbalik kepada Allah bertentangan dengan kehendak / kemauan
mereka, atau, doktrin ini merendahkan manusia ke tingkat dari mesin dalam
persoalan keselamatan. Ini adalah suatu penggambaran yang salah. Para Calvinist
tidak mempercayai pandangan seperti itu, dan dalam faktanya pernyataan penuh
dari doktrin itu membuang atau menentang pandangan itu. Pengakuan
Westminster, setelah menyatakan bahwa kasih karunia yang mujarab / efektif ini
yang menghasilkan pertobatan adalah suatu penggunaan dari kemahakuasaan dan
tidak bisa dikalahkan, menambahkan, ‘Tetapi sedemikian rupa sehingga mereka datang dengan
paling bebas, setelah dibuat menjadi mau oleh kasih karuniaNya’.) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 176.
Loraine Boettner: “The
special grace which we refer to as efficacious is sometimes called irresistible
grace. This latter term, however, is somewhat misleading since it does suggest
that a certain overwhelming power is exerted upon the person, in consequence of
which he is compelled to act contrary to his desires, whereas the meaning
intended, as we have stated before, is that the elect are so influenced by
divine power that their coming is an act of voluntary choice.” [= Kasih
karunia khusus yang kami tunjukkan sebagai efektif / pasti berhasil,
kadang-kadang disebut sebagai kasih karunia yang tidak bisa ditolak. Tetapi istilah yang terakhir ini agak menyesatkan, karena
istilah itu menunjukkan secara tak langsung bahwa suatu kuasa tertentu yang
sangat besar digunakan terhadap orang itu, dan sebagai akibatnya ia dipaksa
untuk bertindak bertentangan dengan keinginannya, sedangkan arti yang
dimaksudkan, seperti yang telah kami nyatakan sebelumnya, adalah bahwa
orang-orang pilihan begitu dipengaruhi oleh kuasa ilahi sehingga datangnya mereka
(kepada Kristus)
merupakan tindakan dari pilihan yang sukarela.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 178.
2) Harus
diingat bahwa arti dari istilah ‘Free
will’ (= Kehendak Bebas) dalam theologia Reformed berbeda dengan ‘Free will’ (= Kehendak Bebas) dalam
kalangan Arminian.
a) Banyak
orang Reformed yang tidak setuju dengan istilah free will ( = kehendak bebas). Mereka lebih memilih istilah ‘free agent’ (= agen bebas), karena yang
bebas bukan kehendaknya, tetapi seluruh manusianya.
Perlu dicamkan bahwa istilah free will / kehendak bebas yang begitu populer itu, sebetulnya
tidak pernah ada dalam Alkitab. Memang, kalau istilahnya tidak ada, tetapi
ajarannya ada (seperti ‘Tritunggal’), maka tentu saja tak ada masalah. Tetapi
apakah ajarannya ada? Kalau kita menanyai orang Arminian dimana ada ajaran
tentang free will / kehendak bebas,
maka biasanya ia menunjukkan ayat-ayat dimana ada orang-orang yang memilih,
atau ada perintah dari Tuhan untuk memilih, atau ayat-ayat yang mengatakan
‘barangsiapa percaya’ dan seterusnya.
Misalnya:
Yos 24:14-15 - “(14)
Oleh sebab itu, takutlah akan TUHAN dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus
ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu telah
beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah kepada TUHAN.
(15) Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah
pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek
moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang
negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah
kepada TUHAN!’”.
Memang mereka disuruh memilih, tetapi dari mana
terlihat kalau mereka bisa memilih yang baik dari diri mereka sendiri? Atau,
dari mana bisa terlihat bahwa mereka punya free
will / kehendak bebas untuk memilih yang baik dari diri mereka sendiri?
Yoh 3:16 - “Karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal.”.
Memang ayat ini mengatakan ‘setiap
orang’ (bahasa Inggris; ‘whosoever’ / barangsiapa), tetapi
apakah setiap orang memang bisa memilih untuk percaya kepada Yesus dengan
kekuatan dan kemauannya sendiri? Ayat ini tidak membicarakan hal itu. Ayat-ayat
yang secara explicit membahas hal itu adalah ayat-ayat di bawah ini.
Yoh 6:44,65 - “(44)
Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu,
jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan
pada akhir zaman. ... (65) Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu telah Kukatakan
kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang
kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.
Jadi, sebetulnya, bukan hanya istilah free will / kehendak bebas itu tidak ada dalam Alkitab, tetapi
bahkan ajarannya juga tidak ada.
Karena itu, jangan merasa aneh kalau Calvin dan para
Calvinist tak senang dengan istilah itu.
Charles Haddon Spurgeon: “Any man who should deny that man is a free agent
might well be thought unreasonable, but free-will is a different thing from
free-agency. Luther denounces free-will when he said that ‘free-will is the
name for nothing’; and President Edwards demolished the idea in his mastery
treatise” (= Orang yang
menyangkal bahwa manusia adalah agen bebas akan dianggap tidak masuk akal /
tidak rasionil, tetapi kebebasan kehendak berbeda dengan tindakan bebas. Luther
mencela kehendak bebas ketika ia berkata bahwa ‘kehendak bebas adalah nama
untuk sesuatu yang tidak ada’; dan Presiden Edwards menghancurkan gagasan /
idee ini dalam bukunya yang luar biasa)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 10.
Robert L. Dabney: “...
I have not used the phrase ‘freedom of the will’. I exclude it, because
persuaded that it is inaccurate, and that it has occasioned much confusion and
error. Freedom is properly predicated of a person, not of a faculty. ... I have
preferred therefore to use the phrase, at once popular and exact: ‘free agency’
and ‘free agent’” (= Saya tidak
memakai ungkapan ‘kebebasan kehendak’. Saya meniadakannya karena diyakinkan
bahwa itu adalah tidak tepat, dan bahwa itu menimbulkan banyak kebingungan dan
kesalahan. Kebebasan secara tepat ditujukan kepada seseorang, bukan pada bagian
dari jiwa / pikiran. ... Karena itu saya lebih menyukai untuk menggunakan
ungkapan yang sekaligus populer dan tepat: ‘tindakan bebas’ dan ‘agen bebas’) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 129.
Catatan:
1. Istilah
‘agent’ berarti ‘a person that performs actions or is able to do so’ (= seseorang
yang melakukan tindakan-tindakan atau yang mampu melakukannya).
2. Istilah
‘agency’ berarti ‘action’ (= tindakan) atau ‘the
business of a person’ (= kegiatan / kesibukan seseorang).
Ini diambil dari Webster’s
New World Dictionary.
Tetapi karena istilah ‘free will’ sudah begitu populer, dan lebih-lebih dalam kalangan
orang awam di Indonesia istilah kehendak bebas sangat populer sedangkan istilah
‘agen bebas’ dan ‘tindakan bebas’ tidak pernah terdengar, maka saya tetap menggunakan istilah free will / kehendak bebas. Tetapi tentu
saja kita harus berhati-hati terhadap penyalah-gunaan atau arti yang salah dari
istilah free will / kehendak bebas
ini.
b) Arti
yang salah dan benar dari free will (
= kehendak bebas).
1. Adanya
free will / kehendak bebas tidak
berarti bahwa manusia itu bebas secara mutlak.
Kalau kita meninjau doktrin Allah (theology), maka kita bisa melihat bahwa satu-satunya makhluk yang bebas mutlak adalah Allah,
dan Allah menciptakan segala sesuatu dan membuat segala sesuatu tergantung
kepada diriNya (Neh 9:6 Maz
94:17-19 Maz 104:27-30 Kis 17:28 1Tim 6:13 Ibr 1:3). Jadi
jelas bahwa manusia tidak bebas secara mutlak, tetapi sebaliknya tergantung
kepada Allah.
2. Adanya
free will / kehendak bebas tidak
berarti bahwa manusia selalu bisa / mampu melakukan apa yang ia kehendaki.
Ini berlaku dalam hal:
a. Biasa
/ jasmani. Misalnya manusia boleh saja ingin terbang, tetapi ia tidak bisa
terbang.
b. Rohani.
Orang berdosa di luar Kristus tidak bisa berbuat baik atau datang kepada
Kristus dengan kekuatannya sendiri. Bahkan orang kristenpun sering menginginkan
hal yang baik tetapi tidak mampu melakukannya.
Ro 7:18-23 - “(18)
Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak
ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di
dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku
perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku
perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki,
maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.
(21) Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku
menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. (22)
Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, (23) tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang
berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa
yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku.”.
Mat 26:41 - “Berjaga-jagalah
dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.’”.
Jadi free will
/ kehendak bebas tidak berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan apa yang ia
kehendaki.
3. Adanya
free will / kehendak bebas tidak
berarti pada saat manapun dalam kehidupannya, manusia itu betul-betul bisa
memilih beberapa tindakan sesuai dengan kehendaknya sendiri.
Orang Reformed mempercayai bahwa segala
sesuatu ditentukan oleh Allah, dan pasti akan terjadi sesuai kehendak Allah.
Karena itu adalah omong kosong kalau kita dalam hal ini beranggapan bahwa
manusia betul-betul bisa memilih tindakan sesuai dengan kemauannya.
Sebaliknya, ia pasti akan melakukan tindakan yang telah ditentukan oleh Allah.
Catatan: kalau mau mengetahui tentang penentuan mutlak dari
Allah atas segala sesuatu, bacalah buku saya yang berjudul ‘Providence of
God’.
4. Free will / kehendak bebas berarti: semua yang manusia
lakukan, ia lakukan sesuai dengan ketetapan Tuhan, tetapi pada saat
yang sama, ia tetap
melakukan itu karena itu memang adalah kehendaknya / keputusannya. Ia tidak dipaksa oleh Allah untuk melakukan kehendak /
ketetapan Allah tersebut. Ia akan secara
sukarela melakukan ketetapan Allah tersebut.
R. L. Dabney:
“We fully admit that where an agent is not free he is not
morally responsible. A just God will never punish him for actions in which he
is merely an instrument, impelled by the compulsion of external force or fate.
But what is free-agency? ... Let every man’s consciousness and common sense
tell him: I know that I am free whenever
what I choose to do is the result of my own preference. I choose and
act so as to please myself, then I am free. That is to say, our responsible
volitions are the expression and the result of our own rational preference.
When I am free and responsible it is because I choose and do the thing which I
do, not compelled by some
other agents, but in accordance with my own inward preference.” (= Kami sepenuhnya
mengakui bahwa dimana seseorang yang melakukan suatu tindakan tidak bebas, ia
tidak bertanggung jawab secara moral. Seorang Allah yang adil tidak akan pernah
menghukumnya untuk tindakan-tindakan dalam mana ia semata-mata hanyalah alat,
dipaksa oleh paksaan dari kekuatan luar atau takdir. Tetapi apakah tindakan
bebas itu? ... Hendaklah
hati nurani dan akal sehat dari setiap orang memberitahunya: Saya tahu bahwa
saya bebas kapanpun apa yang saya pilih untuk lakukan adalah hasil dari
pilihanku sendiri. Saya memilih dan bertindak sedemikian rupa sehingga
menyenangkan diri saya sendiri, maka saya bebas. Artinya, kemauan-kemauan yang
bertanggung jawab dari kita adalah ungkapan dan hasil dari pilihan rasionil
kita sendiri. Pada waktu saya bebas dan bertanggung jawab itu adalah karena
saya memilih dan melakukan hal yang saya lakukan, tidak dipaksa oleh
agen-agen yang lain, tetapi sesuai dengan pilihan hatiku sendiri.) - ‘The Five
Points of Calvinism’, hal 13-14 (Libronix).
Bahkan pada saat manusia itu ‘dipaksa’ untuk melakukan
sesuatu, ia tetap melakukan sesuai keputusan / kehendaknya sendiri. Misalnya:
seseorang ditodong dan dipaksa untuk menyerahkan uangnya. Ia bisa saja
memutuskan untuk melawan, apapun resikonya. Tetapi setelah ia mempertimbangkan
resiko kehilangan nyawa / terluka, maka ia mengambil keputusan untuk
menyerahkan uangnya. Ini tetap adalah keputusan / kehendak bebasnya. Karena itu
sebetulnya ungkapan bahasa Inggris ‘I did
it against my will’ (= aku melakukan itu bertentangan kehendakku) adalah
sesuatu yang salah.
Yang bisa terjadi adalah: sesuatu dilakukan
terhadap kita bertentangan dengan kehendak kita. Misalnya kita diikat lalu
dibawa ke tempat yang tidak kita ingini. Tetapi ini bukan kita yang melakukan,
dan tentu saja dalam hal seperti ini kita tidak bisa dianggap bertanggung jawab.
Jadi, kalau kita melakukan sesuatu, itu karena kita mau
/ menghendaki untuk melakukan hal itu.
John Owen: “... we do not
absolutely oppose free-will, ... but only in that sense the Pelagians and
Arminians do assert it” (= ... kami
tidak secara mutlak menentang kehendak bebas, ... tetapi hanya dalam arti yang
dinyatakan oleh orang-orang Pelagian dan Arminian) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 116.
c) Predestinasi
tidak menghancurkan kebebasan manusia.
Sekalipun Calvinisme mempercayai kedaulatan Allah yang
menentukan keselamatan seseorang dan bahkan juga menentukan segala sesuatu yang
lain, tetapi Calvinisme tetap mempercayai kebebasan manusia. Mengapa? Karena
dalam Kitab Suci kita melihat bahwa sekalipun segala
sesuatu terjadi sesuai kehendak / rencana Allah, tetapi pada waktu manusianya
melakukan hal itu, ia tidak dipaksa, tetapi melakukannya dengan sukarela.
Misalnya:
1. Pada
waktu mengutus Musa kepada Firaun, Tuhan berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati
Firaun.
Kel 4:21 - “Firman
TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah,
supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di
depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya,
sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.
Kel 7:3 - “Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan
memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir.”.
Ini menunjukkan bahwa Tuhan sudah menentukan bahwa
Firaun tidak akan melepaskan Israel. Tetapi pada waktu Musa sampai kepada
Firaun, dikatakan bahwa ‘Firaunlah yang mengeraskan hatinya sendiri’.
Kel 7:22 - “Tetapi
para ahli Mesir membuat yang demikian juga dengan ilmu-ilmu mantera mereka,
sehingga hati Firaun berkeras dan ia
tidak mau mendengarkan mereka keduanya seperti yang telah difirmankan TUHAN.”.
Kel 8:15,19,32 - “(15)
Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras hati, dan tidak mau
mendengarkan mereka keduanya - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (19)
Lalu berkatalah para ahli itu kepada Firaun: ‘Inilah tangan Allah.’ Tetapi hati Firaun berkeras, dan ia tidak mau
mendengarkan mereka - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (32) Tetapi
sekali inipun Firaun tetap berkeras hati;
ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.
Kel 9:34-35 - “(34)
Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti,
maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras
hati, baik ia maupun para pegawainya. (35) Berkeraslah hati Firaun, sehingga ia tidak
membiarkan orang Israel pergi - seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan
perantaraan Musa.”.
2. Hal
yang sama terjadi pada waktu Firaun akhirnya memutuskan untuk mengejar Israel.
Kel 14:3-4 - “(3)
Maka Firaun akan berkata tentang orang Israel: Mereka telah sesat di negeri
ini, padang gurun telah mengurung mereka. (4) Aku
akan mengeraskan hati Firaun, sehingga ia mengejar mereka. Dan
terhadap Firaun dan seluruh pasukannya Aku akan menyatakan kemuliaanKu,
sehingga orang Mesir mengetahui, bahwa Akulah TUHAN.’ Lalu mereka berbuat
demikian.”.
Kel 14:5 - “Ketika
diberitahukan kepada raja Mesir, bahwa bangsa itu telah lari, maka berubahlah hati Firaun dan pegawai-pegawainya
terhadap bangsa itu, dan berkatalah mereka: ‘Apakah yang telah kita perbuat
ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?’”.
3. Yudas
mengkhianati / menyerahkan Yesus sesuai dengan ketetapan Allah.
Luk 22:22 - “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi,
celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.
Tetapi pada waktu Yudas melakukan hal itu, ia
betul-betul melakukannya dengan kehendaknya sendiri. Kita tidak melihat bahwa
Allah memaksa dia untuk mengkhianati Yesus.
4. Orang-orang
yang membunuh Yesus melakukan hal itu sesuai dengan apa yang sudah Allah
tentukan dari semula.
Kis 4:27-28 - “(27)
Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius
Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau
urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang
telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Tetapi pada waktu mereka melakukannya, mereka
betul-betul bebas, dan melakukannya atas kehendak mereka sendiri.
3) Tambahan
berkenaan dengan free will / kehendak bebas versi Arminian.
Point ini sebetulnya agak menyimpang, tetapi saya memang mau membahas
free will secara lebih lengkap, untuk menunjukkan betapa konyolnya
kepercayaan terhadap ‘dewa orang Arminian’ yang
bernama free will ini!
a) Pada
waktu Allah mencipta kita, apakah dia tanya / minta ijin kepada kita dalam hal:
1. Apakah
kita mau dicipta?
2. Apakah
kita mau dicipta sebagai manusia?
3. Apakah
kita mau dicipta sebagai manusia seperti apa adanya
kita sekarang ini, baik dalam bentuk badan, kebangsaan, jenis
kelamin, kepandaian / IQ, bakat / karunia dan sebagainya?
Dia tak pernah menanyakan apapun tentang hal-hal itu,
atau minta ijin tentang hal-hal itu! Dia mau mencipta
kita jadi apa, itu haknya Dia! Ini berlaku juga untuk binatang-binatang
dan para malaikat. Apakah
ini melindas free will kita / semua makhluk ciptaan???
Calvin: “Let them answer
why they are men rather than oxen or asses. Although it was in God’s power to
make them dogs, he formed them to his own image” [= Biarlah mereka (orang-orang
yang menolak Predestinasi) menjawab
mengapa mereka adalah manusia dan bukannya sapi atau keledai. Sekalipun Allah
berkuasa membuat mereka menjadi anjing, Ia membentuk mereka sesuai gambarNya] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 1.
Bdk. Ro 9:20-21 - “(20)
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk
berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’
(21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat
dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan
suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Bdk. Yes 45:9-17 - “(9)
Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya;
dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya:
‘Apakah yang kaubuat?’ atau yang telah dibuatnya: ‘Engkau tidak punya tangan!’
(10) Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya:
‘Apakah yang kauperanakkan?’ dan kepada ibunya: ‘Apakah yang kaulahirkan?’
(11) Beginilah firman TUHAN, Yang Mahakudus, Allah
dan Pembentuk Israel: ‘Kamukah yang mengajukan pertanyaan kepadaKu mengenai
anak-anakKu, atau memberi perintah kepadaKu mengenai yang dibuat tanganKu?
(12) Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya;
tanganKulah yang membentangkan langit, dan Akulah yang memberi perintah kepada
seluruh tentaranya. (13) Akulah yang menggerakkan Koresh untuk maksud
penyelamatan, dan Aku akan meratakan segala jalannya; dialah yang akan
membangun kotaKu dan yang akan melepaskan orang-orangKu yang ada dalam
pembuangan, tanpa bayaran dan tanpa suap,’ firman TUHAN semesta alam. (14)
Beginilah firman TUHAN: ‘Hasil tanah dari Mesir dan segala laba dari Etiopia
dan orang-orang Syeba, orang-orang yang tinggi perawakannya, akan pindah
kepadamu dan menjadi kepunyaanmu, mereka akan berjalan di belakangmu dengan dirantai;
mereka akan sujud kepadamu dan akan membujuk engkau, katanya: Hanya di
tengah-tengahmu ada Allah, dan tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada
Allah! (15) Sungguh, Engkau Allah yang menyembunyikan diri, Allah Israel,
Juruselamat. (16) Tetapi tukang-tukang berhala harus mundur dengan penuh noda,
semuanya akan mendapat malu dan kena noda juga. (17) Sedangkan Israel
diselamatkan oleh TUHAN dengan keselamatan yang selama-lamanya; kamu tidak akan
mendapat malu dan tidak akan kena noda sampai selamanya dan seterusnya.’”.
Tetapi bagaimana dengan text di bawah ini, yang
kelihatannya bertentangan dengan 2 text di atas?
Yer 18:1-11 - “(1)
Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: (2) ‘Pergilah dengan
segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan
perkataan-perkataanKu kepadamu.’ (3) Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk,
dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. (4) Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di
tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi
bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. (5) Kemudian
datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: (6) ‘Masakan Aku tidak dapat
bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah
firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah
kamu di tanganKu, hai kaum Israel! (7) Ada kalanya
Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan
mencabut, merobohkan dan membinasakannya. (8) Tetapi apabila bangsa yang
terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya,
maka menyesallah Aku,
bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang
Kurancangkan itu terhadap mereka. (9) Ada
kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku
akan membangun dan menanam mereka. (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa
yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku,
bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang
Kujanjikan itu kepada mereka. (11) Sebab itu, katakanlah kepada
orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN:
Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan
merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu masing-masing bertobat dari
tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan
perbuatanmu!”.
Ada beberapa hal yang ingin saya tekankan:
1. Jelas
bahwa yang cocok dengan Ro 9:20-21 adalah Yes 45:9-dst itu, bukan Yer 18:1-dst.
Calvin (tentang Ro 9:20): “But he represses this arrogance of
contending with God by a most apt similitude, in which he seems to have alluded
to Isaiah 45:9, rather than to Jeremiah 18:6; for nothing else is taught us by
Jeremiah, than that Israel was in the hand of the Lord, so that he could for his
sins wholly break him in pieces, as a potter the earthen vessel. But Isaiah
ascends higher, ‘Woe to him,’ he says, ‘who speaks against his maker;’ that is,
the pot that contends with the former of the clay; ‘shall the clay say to its
former, what doest thou?’ etc. And surely there is no reason for a mortal man
to think himself better than earthen vessel, when he compares himself with
God.”
(= Tetapi ia menekan kesombongan yang menentang / melawan Allah ini oleh suatu gambaran
/ perumpamaan yang paling cocok, dalam mana ia
kelihatannya telah menyinggung Yes 45:9, dan bukannya Yer 18:6; dan tak ada yang lain yang diajarkan kepada kita oleh Yeremia,
dari pada bahwa Israel ada dalam tangan Tuhan, sehingga karena dosa-dosanya Ia
bisa menghancurkan mereka sepenuhnya, seperti seorang penjunan menghancurkan
periuk tanah liat. Tetapi Yesaya naik lebih
tinggi, ‘Celakalah ia’, katanya, ‘yang berbicara menentang / melawan
Penciptanya’; yaitu, periuk yang menentang / melawan pembentuk tanah liat;
‘akankah tanah liat berkata kepada pembentuknya, apa yang engkau lakukan?’ dst.
Dan pasti disana tidak ada alasan bagi manusia yang fana untuk memikirkan bahwa
dirinya lebih tinggi dari periuk tanah liat, pada waktu ia membandingkan
dirinya sendiri dengan Allah.).
2. Baik
Ro 9:20-21 maupun Yes 45:9-dst memang bicara dari sudut pandang Allah, tentang kedaulatan
Allah, yang berhak menjadikan manusia manapun menjadi bagaimanapun. Tetapi Yer 18:1-dst
jelas berbicara dari
sudut pandang manusia, sehingga seolah-olah Allah mengubah rencanaNya
tentang seseorang / suatu bangsa sesuai dengan apa yang dilakukan oleh orang /
bangsa itu. Perhatikan secara khusus kata-kata ‘maka menyesallah Aku’
dalam Yer 18:8,10! Ini jelas merupakan penyorotan dari sudut pandang manusia, karena
dari sudut pandang Allah sendiri tidak mungkin Ia menyesal (1Sam 15:29).
Calvin (tentang Yer 18:7-10): “I have said that this part of the
doctrine is more popular or comprehensive, for he refers to repentance. When
Paul adduced this similitude, - that we are in the power of God as the clay is
in the hand of the potter, he spoke not in so popular a manner: for he did not
speak of repentance, but ascended higher and said, that before the world was
created, it was in God’s power to determine what he pleased respecting every
individual, and that we are now formed according to his will, so that he
chooses one and rejects the other. Paul then did not refer to faithfulness nor
to repentance, but spoke of the hidden purpose of God, by which he has
predestinated some to salvation and some to destruction. (Romans 9:21.) Isaiah
also seems to have had the same thing in view; for he says only, ‘Woe to them
who rise up against their Maker.’ (Isaiah 45:9.) Cannot I determine, saith God,
with regard to men, as the potter, who forms the clay as he pleases? We must
then maintain this principle, - that men are thus formed according to God’s
will, so that all must become mute; for uselessly do the reprobate make a
clamor, object and say, ‘Why hast thou formed us thus?’ Has not the potter, says
Paul, power, etc.? This is what must be said of God’s hidden predestination.
But Jeremiah here accommodates his doctrine to the people, that he might shew,
that God had by a gratuitous covenant chosen and adopted the seed of Abraham in
such a way, that he could still repudiate the unworthy, even all those who
despised so great a favor. We now see the various applications of this
doctrine; God determined, before the creation of the world, what he pleased
respecting each individual; but his counsel is hid, and to us incomprehensible.
There is here a more familiar application made, - that, God at one time takes
away his blessings, and that at another he raises men as it were from death,
that he might set them on high, according as he pities those who truly and from
the heart turn to him, or is offended with the ingratitude of such as reject
his offered favors.” [= Aku
telah berkata bahwa bagian doktrin ini lebih populer atau luas, karena ia
menunjuk pada pertobatan. Pada waktu Paulus
mengemukakan gambaran / perumpamaan ini, - bahwa kita ada dalam kuasa Allah
seperti tanah liat ada dalam tangan dari penjunan, ia tidak berbicara dengan
cara yang begitu populer: karena ia tidak berbicara tentang pertobatan, tetapi naik lebih tinggi dan berkata, bahwa sebelum dunia / alam semesta diciptakan, itu ada dalam tangan
Allah untuk menentukan apa yang memperkenanNya berkenaan dengan setiap
individu, dan bahwa kita sekarang dibentuk sesuai dengan kehendakNya, sehingga
Ia memilih yang seorang dan menolak yang lain. Jadi, Paulus tidak
menunjuk pada kesetiaan ataupun pada pertobatan, tetapi berbicara tentang rencana Allah yang tersembunyi, dengan mana
Ia telah mempredestinasikan sebagian pada keselamatan dan sebagian pada
kehancuran (Ro 9:21). Yesaya kelihatannya
juga mempunyai hal yang sama dalam pandangannya; karena ia hanya berkata,
‘Celakalah mereka yang berbantah / menentang Pencipta mereka’ (Yes 45:9). Tidak
bisakah Aku menentukan, kata Allah, berkenaan dengan manusia, seperti si
penjunan, yang membentuk tanah liat seperti yang ia senangi? Jadi kita harus
mempertahankan prinsip ini, - bahwa manusia dibentuk sedemikian rupa sesuai
kehendak Allah, sehingga semua harus berdiam diri; karena secara sia-sia para
reprobate / orang-orang yang ditentukan binasa membuat keributan, keberatan,
dan berkata, ‘Mengapa Engkau telah membentuk aku seperti ini?’ Tidakkah sang
penjunan, kata Paulus, mempunyai kuasa, dst.? Inilah yang harus dikatakan
tentang predestinasi yang tersembunyi dari Allah. Tetapi Yeremia di sini menyesuaikan
ajarannya dengan bangsa itu, supaya ia bisa menunjukkan, bahwa
Allah, oleh perjanjianNya yang murah hati / bersifat kasih karunia, telah
memilih dan mengadopsi benih Abraham dengan cara sedemikian rupa, sehingga Ia
bisa tetap menolak untuk mengakui orang-orang yang tidak layak, yaitu mereka
yang meremehkan kebaikan yang begitu besar. Sekarang kita melihat
penerapan-penerapan yang bermacam-macam dari doktrin ini; Allah menentukan, sebelum penciptaan dunia, apa yang Ia
perkenan berkenaan dengan setiap individu; tetapi rencanaNya tersembunyi, dan
bagi kita tidak bisa dimengerti. Lalu di sini
dibuat suatu penerapan yang lebih akrab, - bahwa, Allah pada satu waktu
mengambil berkat-berkatNya, dan bahwa pada saat yang lain Ia membangkitkan
orang-orang seakan-akan dari kematian, supaya Ia bisa meninggikan mereka,
sesuai dengan bagaimana Ia mengasihani mereka yang sungguh-sungguh dan dari
hati berbalik kepadaNya, atau bagaimana Ia tersinggung / marah dengan rasa
tidak tahu terima kasih dari orang-orang yang menolak kebaikanNya yang Ia
tawarkan.].
b) Arminian
menganggap bahwa kalau orang berdosa tidak bisa berbuat baik ataupun percaya
kepada Yesus, maka mereka juga tidak punya free
will, dan kalau orang Kristen dijaga oleh Allah sehingga tidak bisa murtad,
maka mereka juga tak punya free will
/ kehendak bebas.
Saya menjawab:
1. Setan
tidak bisa berbuat baik, dan jelas juga tidak bisa beriman kepada Kristus.
Apakah mereka juga tidak punya free will?
2. Malaikat-malaikat
yang baik tidak bisa berbuat dosa ataupun murtad; apakah mereka juga tidak
punya free will?
3. Yesus
(sebagai manusia) juga tidak bisa berbuat dosa. Apakah Ia juga tidak punya free
will?
4. Kalau
orang-orang Kristen masuk surga maka kita tidak lagi bisa berbuat dosa,
meninggalkan iman dan sebagainya. Apakah kita kehilangan free will?
5. Pada
saat orang-orang yang tidak percaya masuk neraka apakah masih ada kesempatan
untuk percaya kepada Yesus? Sudah jelas tidak. Kalau demikian, apakah mereka
kehilangan free will?
6. Allah
sendiri tidak bisa berbuat dosa. Apakah Ia tidak punya free will?
Ibr 6:18 - “supaya oleh dua
kenyataan yang tidak berubah-ubah, tentang mana Allah
tidak mungkin berdusta, kita yang mencari perlindungan, beroleh
dorongan yang kuat untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita”.
2Tim 2:13 - “jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak
dapat menyangkal diriNya.’”.
R. L. Dabney:
“Arminians urge always an objection drawn from their false
philosophy. They say that if God’s grace in regeneration were efficient,
certainly determining the convert’s will away from sin to gospel duty, it would
destroy his free-agency. Then there would be no moral nor deserving quality in
his subsequent evangelical obedience to please God, any more than in the
natural color of his hair, which he could not help. My answer is, that their philosophy is false. The
presence and operation of a right principle in a man, certainly determining him
to right feelings and actions, does not infringe his free-agency but rather is
essential to all right free-agency. My proofs are, that if this spurious
philosophy were true, the saints and elect angels in heaven could not have any
free-agency or praise-worthy character or conduct. For they are certainly and
forever determined to holiness. The man Jesus could not have had any
free-agency or merit, for his human will was absolutely determined to holiness.
God himself could not have had any freedom or praiseworthy holiness. He least
of all! for his will is eternally, unchangeably, and necessarily determined to
absolute holiness. If there is anything approaching blasphemy in this, take
notice, it is not mine. I put this kind of philosophy from me with abhorrence.” (= Orang-orang Arminian selalu mendesakkan suatu keberatan yang ditarik
dari filsafat mereka yang salah. Mereka berkata
bahwa jika kasih karunia Allah dalam kelahiran baru adalah efisien / pasti
berhasil, dengan pasti menentukan kehendak si petobat menjauhi dosa kepada
kewajiban injil, itu akan menghancurkan tindakan bebasnya. Maka
disana tidak ada kwalitas moral atau bernilai dalam ketaatan injili setelahnya
untuk menyenangkan Allah, sama seperti dalam warna alamiah dari rambutnya, yang
tidak bisa ia apa-apakan. Jawaban saya adalah,
filsafat mereka salah. Kehadiran dan operasi / pekerjaan dari suatu penyebab
yang benar dalam seorang manusia, secara pasti menentukan dia kepada
perasaan-perasaan dan tindakan-tindakan yang benar, tidak melanggar tindakan
bebasnya tetapi merupakan sesuatu yang hakiki bagi semua tindakan bebas yang
benar. Bukti-bukti saya adalah, bahwa seandainya
filsafat yang palsu ini benar, maka orang-orang kudus dan malaikat-malaikat
pilihan di surga tidak bisa mempunyai tindakan bebas atau karakter atau tingkah
laku yang layak dipuji. Karena mereka secara pasti dan untuk
selama-lamanya ditentukan pada kekudusan. Manusia
Yesus tidak bisa mempunyai tindakan bebas atau jasa, karena kehendak manusiaNya
ditentukan secara mutlak kepada kebenaran. Allah sendiri tidak bisa mempunyai kebebasan apapun atau
kekudusan yang layak dipuji. Ia yang paling tidak bisa dari semua! karena
kehendakNya secara kekal, secara tak bisa berubah, dan secara hakiki ditentukan
kepada kekudusan yang mutlak. Jika disana ada apapun yang mendekati
suatu penghujatan dalam hal ini, perhatikan, itu bukanlah pandangan saya. Saya
mendorong / melemparkan jenis filsafat ini dari saya dengan kejijikan.) - ‘The Five
Points of Calvinism’, hal 76-77 (Libronix).
c) Arminianisme
mengatakan bahwa doktrin Reformed tentang kelahiran baru / regeneration
menunjukkan bahwa Allah melindas kehendak bebas kita, karena Ia tidak meminta
ijin / persetujuan kita, apakah kita mau dilahir-barukan atau tidak.
Ada 2 jawaban yang bisa saya berikan tentang hal ini:
1. Arminianisme
mempercayai ‘Prevenient Grace’ (= Kasih
karunia yang mendahului), yang mereka percayai telah Allah berikan kepada semua
orang tanpa kecuali sejak lahir. Ini menyebabkan semua orang yang sebetulnya
ada dalam keadaan Total Depravity (=
Kebejatan Total) menjadi bisa percaya kepada Yesus, asal mereka menggunakan
kehendak bebas mereka dengan baik.
Kalau doktrin ini benar, apakah
Allah meminta persetujuan dari semua orang itu apakah mau diberi Prevenient Grace atau tidak? Sudah jelas
tidak! Kalau demikian, apa bedanya dengan Allah melahirbarukan tanpa minta
persetujuan kita? Bukankah sama-sama ‘melindas free will’?
2. Apakah
seorang dokter kalau menolong orang yang pingsan / koma, minta ijin dulu kepada
orang itu, apakah ia mau ditolong atau tidak?
d) Apakah
Lot yang dipaksa untuk keluar dari Sodom (Kej 19:16), Yunus yang dipaksa ke
Niniwe (Yunus 1-3), dan Bileam yang dipaksa untuk memberkati Israel, punya free
will?
Bil 22:35,38
- “(35) Tetapi Malaikat TUHAN
berfirman kepada Bileam: ‘Pergilah bersama-sama dengan orang-orang itu, tetapi hanyalah perkataan yang akan
Kukatakan kepadamu harus kaukatakan.’ Sesudah itu pergilah Bileam bersama-sama dengan pemuka-pemuka
Balak itu. (38) Tetapi berkatalah Bileam kepada Balak: ‘Ini aku sudah datang
kepadamu sekarang; tetapi
akan mungkinkah aku dapat mengatakan apa-apa? Perkataan yang akan ditaruh Allah
ke dalam mulutku, itulah yang akan kukatakan.’”.
Bil 23:5,8,12,16,20,26
- “(5) Kemudian TUHAN menaruh perkataan ke
dalam mulut Bileam dan berfirman: ‘Kembalilah kepada Balak dan katakanlah
demikian.’
... (8) Bagaimanakah
aku menyerapah yang tidak diserapah Allah? Bagaimanakah aku mengutuk yang tidak
dikutuk TUHAN? ...
(12) Tetapi ia menjawab: ‘Bukankah
aku harus berawas-awas, supaya mengatakan apa yang ditaruh TUHAN ke dalam
mulutku?’
... (16) Lalu TUHAN
menemui Bileam dan menaruh perkataan ke dalam mulutnya, dan berfirman:
‘Kembalilah kepada Balak dan katakanlah demikian.’ ... (20) Ketahuilah, aku mendapat perintah untuk
memberkati, dan apabila Dia memberkati, maka aku tidak dapat membalikkannya. ... (26) Tetapi Bileam menjawab Balak:
‘Bukankah telah
kukatakan kepadamu: Segala yang akan difirmankan TUHAN, itulah yang akan
kulakukan.’”.
Bil 24:2,3,12,13 - “(2) Ketika Bileam memandang ke depan dan melihat
orang Israel berkemah menurut suku mereka, maka Roh
Allah menghinggapi dia. (3) Lalu diucapkannyalah sanjaknya, katanya:
‘Tutur kata Bileam bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya; ... (12)
Tetapi berkatalah Bileam kepada Balak: ‘Bukankah
telah kukatakan juga kepada utusan-utusan yang kaukirim kepadaku: (13)
Sekalipun Balak memberikan kepadaku emas dan perak seistana penuh, aku tidak akan sanggup melanggar titah TUHAN dengan berbuat baik atau jahat atas kemauanku sendiri; apa yang akan difirmankan TUHAN, itulah yang akan kukatakan.”.
Ul 23:4-5
- “(4) karena mereka tidak menyongsong kamu dengan roti dan air pada waktu
perjalananmu keluar dari Mesir, dan karena mereka mengupah Bileam bin Beor dari
Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau, supaya dikutukinya engkau. (5) Tetapi
TUHAN, Allahmu, tidak mau mendengarkan Bileam dan TUHAN,
Allahmu, telah mengubah kutuk itu menjadi berkat bagimu,
karena TUHAN, Allahmu, mengasihi engkau.”.
Yos
24:9-10 - “(9) Ketika itu Balak bin Zipor, raja Moab,
bangkit berperang melawan orang Israel. Disuruhnya memanggil Bileam bin Beor
untuk mengutuki kamu. (10) Tetapi Aku
tidak mau mendengarkan Bileam, sehingga iapun memberkati kamu.
Demikianlah Aku melepaskan kamu dari tangannya.”.
Neh 13:2 -
“Karena mereka
tidak menyongsong orang Israel dengan roti dan air,
malah mengupah Bileam melawan orang Israel supaya dikutukinya. Tetapi Allah kami mengubah kutuk itu menjadi berkat.”.
Dari
sederetan ayat-ayat tentang Bileam yang dipaksa memberkati oleh Tuhan ini, saya
akan soroti satu ayat yang paling menyolok.
Bil 24:13 - “Sekalipun Balak
memberikan kepadaku emas dan perak seistana penuh, aku tidak
akan sanggup melanggar titah TUHAN dengan
berbuat baik atau jahat atas
kemauanku sendiri; apa yang akan difirmankan
TUHAN, itulah yang akan kukatakan.”.
Kata ‘kemauan’ di
sini diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani LEB yang bisa diartikan ‘mind’ (= pikiran) atau ‘will’ (= kehendak) - Bible Works 7.
Perhatikan juga
kata-kata ‘tidak akan sanggup’! Bileam menyatakan bahwa ia tidak akan sanggup
berbuat baik dan jahat atas kemauannya sendiri. Ia hanya bisa mentaati Tuhan
(dengan terpaksa!).
Pulpit Commentary (tentang Bil 23:20): “‘I have received commandment to bless.’
The word ‘commandment’ is not wanted here. Balaam had received, not
instructions, but an inward revelation of the Divine will which he could not contravene.” [= ‘Aku telah
menerima perintah untuk memberkati’. Kata ‘perintah’ tidak dibutuhkan di sini (kata itu sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya). Bileam telah
menerima, bukan instruksi / perintah, tetapi suatu wahyu di dalam dari kehendak
Ilahi yang tidak bisa ia tentang.].
Matthew Henry (tentang Bil 23:8): “he owns the design defeated, and his own inability to accomplish it. He could not so
much as give them an ill word or an ill wish: How shall I curse those whom God
has not cursed? v. 8. Not that therefore he would
not do it, but therefore he could not do it.” (= ia mengakui
rancangannya dikalahkan, dan ketidak-mampuannya sendiri
untuk mencapainya. Ia tidak bisa memberi mereka (Israel) suatu kata yang buruk atau suatu keinginan / harapan yang
buruk: ‘Bagaimanakah aku menyerapah yang tidak diserapah Allah?’ ay 8. Bukan bahwa karena itu ia tidak
mau melakukannya, tetapi karena itu ia tidak
bisa melakukannya.).
Matthew Henry (tentang Bil 23:8): “It is a confession of the sovereignty
and dominion of the divine power. He owns that he could do no more than God
would suffer him to do, for God could overrule all his purposes, and turn his
counsels headlong” (= Itu merupakan suatu
pengakuan tentang kedaulatan dan penguasaan dari kuasa ilahi. Ia
mengakui bahwa ia tidak bisa
melakukan lebih dari yang Allah ijinkan ia lakukan, karena Allah bisa mengesampingkan semua tujuannya, dan membalikkan
rencananya dengan cepat).
Barnes’ Notes (tentang Bil 23:20): “‘I have received commandment to bless.’
literally, ‘I have received to bless.’ The reason of his blessing lay in the
augury which he acknowledged, and in the divine overruling impulse which he
could not resist, not in any ‘commandment’ in words” (= ‘Aku
mendapat perintah untuk memberkati’. Secara hurufiah, ‘Aku mendapat untuk
memberkati’. Alasan dari berkatnya terletak dalam nubuat yang ia akui, dan dalam dorongan pengesampingan ilahi yang tidak bisa ia tolak,
bukan dalam ‘perintah’ dengan kata-kata).
Pulpit Commentary (tentang Bil 23): “God, who opened the mouth of an ass and made it
utter human speech, now opens the mouth of one whose
heart was ready to deceive and curse, and makes that mouth to utter truth and
blessing” (= Allah, yang
membuka mulut dari seekor keledai dan membuatnya mengucapkan ucapan manusia, sekarang membuka mulut dari orang yang hatinya siap untuk
menipu dan mengutuk, dan membuat mulut itu mengucapkan kebenaran dan berkat) - hal 326.
Dimana kehendak bebas
Bileam? Bukankah ia tidak lebih bebas dari keledainya? Silahkan orang-orang
yang menyembah ‘dewa’ yang bernama ‘free
will’ (= kehendak bebas) ini menjawab pertanyaan ini!
e) Arminianisme
tidak percaya manusia diperbudak oleh dosa / setan, karena hal itu dianggap
bertentangan dengan free will. Lalu bagaimana dengan ayat-ayat ini?
Yak 1:25 - “Tetapi
barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya,
jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh
melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.”.
Yak 2:12 - “Berkatalah dan
berlakulah seperti orang-orang yang akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang.”.
Yoh 8:31-36 - “(31)
Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu
tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu (32) dan kamu akan
mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan
kamu.’ (33) Jawab mereka: ‘Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?’
(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. (35) Dan hamba tidak tetap tinggal dalam
rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. (36) Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar
merdeka.’”.
Gal 5:1 - “Supaya
kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan
jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.”.
Ro 6:18 - “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.”.
Ro 6:22 - “Tetapi
sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu
beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah
hidup yang kekal.”.
Ro 8:2 - “Roh,
yang memberi hidup telah memerdekakan kamu
dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”.
Kalau
manusia berdosa memang tidak diperbudak oleh dosa / setan, lalu dimerdekakan dari apa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar