Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
IBRANI
2:9-18
I) Sebelum Jum’at Agung.
1) Yesus kasihan kepada manusia.
Ay 16: “Sebab sesungguhnya, bukan
malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani”.
a) Kata ‘kasihani’ oleh NASB
diterjemahkan ‘give help’ (= memberi
pertolongan), dan oleh NIV diterjemahkan ‘help’
(= menolong).
Tetapi Ia
menolong, jelas karena adanya kasih / kasihan. Jadi Ia bukan hanya merasa
kasihan tetapi tetap berdiam diri, tetapi Ia lalu bertindak menolong (bdk. 1Yoh
3:18).
Penerapan:
· kalau saudara melihat orang yang ada dalam dosa,
apakah saudara kasihan dan berusaha menolongnya, dengan memberitakan Injil
kepadanya?
· Apakah kadang-kadang saudara benci melihat orang
yang ada dalam dosa, khususnya kalau:
*
dosanya merugikan / menyakiti saudara?
*
ia adalah orang beragama lain yang anti kristen?
Ingatlah bahwa
sikap ini salah! Saudara seharusnya kasihan dan menolongnya dengan memberitakan
Injil kepadanya!
b) Ay 16 ini menunjukkan
bahwa Ia tidak kasihan / menolong malaikat, tetapi kasihan / menolong manusia.
Mengapa? Karena
Ia memilih manusia dan bukannya malaikat! Ini kedaulatan Allah. Orang yang
tidak percaya pada doktrin tentang Predestinasi harus merenungkan hal ini!
Calvin berkata
bahwa ajaran tentang Predestinasi sebetulnya juga terlihat dari akhir
ay 13 yang berbunyi: “anak-anak yang telah diberi-kan
Allah kepadaKu”. Ini menunjukkan bahwa orang bisa percaya kepada
Yesus hanya kalau Allah memberikan orang itu kepada Yesus. Bandingkan dengan
Yoh 6:37: “semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang
kepadaKu”.
Jadi jelas
bahwa:
·
ada orang yang diberikan oleh Bapa kepada Yesus,
yang akan menjadi orang percaya.
· ada juga orang yang tidak diberikan oleh Bapa
kepada Yesus. Mereka ini tidak mungkin bisa percaya kepada Yesus.
Apakah Allah memberikan
seseorang kepada Yesus atau tidak, itu tergantung dari pemilihan / election / Predestinasi!
Tetapi berbeda
dengan Allah, kita tidak mempunyai kedaulatan untuk memilih seperti itu! Kita
harus berusaha menolong semua orang yang ada dalam dosa dengan memberitakan
Injil kepada mereka semua tanpa pilih-pilih!
2) Yesus, yang adalah Allah, menjadi sama dengan
manusia.
Ini terlihat
dari beberapa ayat:
a) Ay 14:
‘Ia juga menjadi sama
dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka’.
NIV:
‘he too shared in their humanity’ (=
Ia juga mendapat bagian dalam kemanusiaan mereka).
b) Ay 17:
‘maka dalam segala hal
Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya’.
Ia
berbeda dengan kita hanya di dalam hal dosa, tetapi perlu dicamkan bahwa dosa
tidak termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa
mereka sudah adalah manusia! Jadi, bahwa Yesus tidak berdosa tidak menunjukkan
bahwa Ia bukan manusia!
c) Ay 11a:
‘Ia yang menguduskan dan
mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu’.
NASB:
‘are all of one Father’ (= semua dari
satu Bapa).
Kitab
Suci Indonesia dan NASB salah, karena kata ‘satu’
diartikan menunjuk kepada Allah.
NIV:
‘are of the same family’ (= semua
dari satu keluarga).
RSV:
‘have all one origin’ (= semua
mempunyai satu asal mula).
KJV:
‘are all of one’ (= semua dari satu).
Terjemahan-terjemahan
ini lebih benar karena kata ‘satu’
sebetulnya bukan menunjuk kepada Allah, tetapi menunjuk kepada Adam, karena
maksud bagian ini adalah untuk menunjukkan bahwa Yesus betul-betul telah
menjadi manusia yang sama dengan kita.
Ini
menunjukkan bahwa Yesus betul-betul berasal dari benih / sel telur Maria! Ini
terlihat dengan lebih jelas dalam Luk 1:42 dimana Elisabet, yang penuh
dengan Roh Kudus, menyebut Yesus sebagai ‘buah
rahim Maria’. Jadi jelaslah bahwa Yesus bukanlah semacam bayi tabung
‘made in heaven’ (= buatan surga)
yang lalu dimasukkan ke dalam kandungan Maria!
d) Ay
11b: ‘Ia tidak malu
menyebut mereka saudara’.
Calvin
mengatakan bahwa istilah ‘tidak
malu’ menunjukkan besarnya beda tingkat antara kita dan Kristus.
Tetapi toh Ia tidak malu untuk menjadi manusia / menyetingkatkan diriNya dengan
kita dan menyebut kita saudara! Ini perlu kita renungkan kalau kita malu
mengakui Kristus di depan manusia, atau kalau kita malu melakukan pelayanan
yang rendah bagi Dia.
e) Ay 9:
‘Dia, yang untuk waktu
yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada
malaikat-malaikat’ (bdk. ay 7).
Ini
(dan juga ay 7) salah terjemahan!
Dalam
bahasa Yunaninya ada istilah BRACHU TI, yang artinya adalah a little (= sedikit). Ada 2 kemungkinan
untuk istilah ini:
1. Istilah ini dihubungkan
dengan waktu, dan diartikan a
little time (= waktu yang singkat).
RSV:
‘who for a little while was made
lower than the angels’ (= yang untuk waktu yang singkat dijadikan
lebih rendah dari malaikat-malaikat).
NASB:
‘who has been made for a little while
lower than the angels’ (= yang untuk waktu yang singkat telah
dijadikan lebih rendah dari malaikat-malaikat).
2. Istilah ini dihubungkan
dengan malaikat, dan diartikan ‘a
little lower than angels’ (= sedikit lebih rendah dari malaikat).
NIV: ‘who was made a little lower than angels’
(= yang dijadikan sedikit lebih rendah dari malaikat-malaikat).
KJV: ‘who was made a little lower than the
angels’ (= yang dijadikan sedikit lebih rendah dari malaikat-malaikat).
Ada 2 alasan
untuk memilih pandangan kedua ini:
a. Bandingkan ini dengan
ay 7 yang dikutip dari Maz 8:6 yang dalam terjemahan KJV
(Psalm 8:5) berbunyi: ‘For thou hast
made him a little lower than angels’
(= Karena Engkau telah membuatNya sedeikit lebih rendah dari malaikat-malaikat),
maka kelihatannya tafsiran no 2 yang benar.
b. Arti ‘a little while’ (= waktu yang singkat) tidak cocok karena Yesus
tidak menjadi manusia untuk sementara waktu saja, tetapi untuk seterusnya /
selama-lamanya.
Jadi arti
bagian ini: pada waktu Yesus menjadi manusia Ia dijadikan sedikit lebih rendah
dari malaikat.
II) Pada Jum’at Agung.
1) Yesus mengalami penderitaan (ay 10) dan
kematian / maut (ay 9).
a) Inilah sebabnya Yesus menjadi
manusia! Sebagai Allah Ia tidak bisa menderita ataupun mati. Kalau Ia mau
menebus / memikul hukuman dosa manusia, Ia harus menjadi manusia lebih dulu,
maka barulah Ia bisa menderita dan mati!
Jadi, supaya
Jum’at Agung bisa ada, Natal harus ada!
b) Penderitaan dan kematian yang
dialami oleh Yesus.
Hal-hal yang
secara khusus perlu direnungkan dari penderitaan Yesus adalah:
1. Pencambukan.
Adam Clarke:
“As our Lord was
scourged by order of Pilate, it is probable he was scourged in the Roman
manner, which was much severe than that of the Jews” (= Karena Tuhan kita disesah
oleh perintah dari Pilatus, mungkin Ia disesah dengan cara Romawi, yang jauh
lebih berat / hebat dari pada penyesahan Yahudi) - hal 648-649.
Thomas Whitelaw
mengatakan (hal 392) bahwa orang Yahudi hanya mencambuki bagian atas dari
tubuh, tetapi orang Romawi mencambuki seluruh tubuh.
Cambuk
Romawi adalah beberapa tali kulit yang diberi benda-benda tajam, yang
merobek-robek orang yang dicambuki.
Pulpit
Commentary: “This was no
ordinary whip, but commonly a number of leather thongs loaded with lead or
armed with sharp bones and spikes, so that every blow cut deeply into the
flesh, causing intense pain” (= Ini bukannya cambuk biasa,
tetapi biasanya merupakan sejumlah tali kulit yang dimuati / dibebani / diberi
timah atau diperlengkapi dengan tulang-tulang runcing dan paku-paku, sehingga
setiap cambukan mengiris dalam ke dalam daging, menyebabkan rasa sakit yang
sangat hebat) - ‘Matthew’,
hal 586.
Pulpit
Commentary (tentang Luk 23:23): “This
was a horrible punishment. The condemned person was usually stripped and
fastened to a pillar or stake, and then scourged with leather throngs tipped
with leaden balls or sharp spikes. The effects, described by Romans, and
Christians in the ‘Martyrdoms,’ were terrible. Not only the muscles of the
back, but the breast, the face, the eyes, were torn; the very entrails were
laid bare, the anatomy was exposed, and the sufferer, convulsed with torture,
was often thrown down a bloody heap at the feet of the judge. In our Lord’s case
this punishment, though not proceeding to the awful consequences described in
some of the ‘Martyrologies,’ must have been very severe: this is evident from
his sinking under the cross, and from the short time which elapsed before his
death upon it”
(= Ini adalah hukuman yang mengerikan. Orang hukuman itu biasanya ditelanjangi
dan diikat pada sebuah tiang, dan lalu dicambuki dengan tali-tali kulit yang
diberi bola-bola timah atau paku-paku yang runcing. Akibatnya, digambarkan oleh
orang-orang Romawi dan Kristen dalam ‘Martyrdom’, adalah mengerikan. Bukan
hanya otot-otot punggung, tetapi dada, muka, mata, sobek; isi perut terbuka,
kerangka terbuka, dan si penderita, dicabik-cabik oleh siksaan, seringkali
dilemparkan sebagai suatu onggokan berdarah pada kaki dari hakim. Dalam kasus
Tuhan kita hukuman ini, sekalipun tidak berlanjut pada konsekwensi-konsekwensi
yang mengerikan yang digambarkan dalam sebagian dari ‘Martyrologies’, haruslah
sangat hebat: ini jelas dari robohnya Ia di bawah salib, dan dari waktu yang
pendek yang berlalu sebelum kematianNya pada salib itu) - hal 237.
Leon Morris
(NICNT): “Scourging was a
brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was
loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of man’s back”
(= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan
sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi
potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung orang menjadi
bubur).
Leon Morris
(NICNT): “... Josephus tells
us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed
to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the
time of Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries,
so that the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and
organs, were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died
as a result of this torture” (= ... Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus
tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai
tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu
pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan
arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh
mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ...
Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).
Yesus rela
mengalami penyesahan itu untuk kita (bdk. Yes 53:5 1Pet 2:24).
Kita yang
adalah orang berdosa, dan karena itu kitalah yang seharusnya mengalami hukuman
seperti itu. Tetapi Yesus yang tidak bersalah, karena kasihnya kepada kita,
rela menanggung hukuman itu bagi kita, supaya kalau kita percaya kepada Dia, kita
bebas dari semua hukuman dosa!
2. Penyaliban.
Bayangkan
/ renungkan bagaimana rasanya pada waktu paku-paku menembus tangan dan kaki
Yesus. Bayangkan / renungkan juga pada waktu salib yang mula-mula ditidurkan
itu diberdirikan, betapa sakitnya lubang di tangan Yesus yang harus menahan
berat badan Yesus! Kitalah yang seharusnya merasakan semua ini sebagai hukuman
atas dosa-dosa kita, tetapi Yesus rela memikul semua ini bagi kita!
Pulpit
Commentary menyebut penyaliban sebagai: “the
most painful, barbarous, and ignominious punishment which the cruelty of man
ever invented” (= hukuman yang paling
menyakitkan, paling biadab / kejam, dan paling jahat yang pernah ditemukan oleh
kekejaman manusia).
Pulpit
Commentary: “Nails were driven
through the hands and feet, and the body was supported partly by these and
partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet,
often seen in picture, was never used” (= Paku-paku
dipakukan menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh
paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut
‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak
pernah digunakan).
F. F. Bruce:
“a piece of wood
attached to the upright might serve as a sort of seat (sedecula) - not so much
for the victim’s relief as to prolong his life and his agony” [= sepotong kayu dilekatkan pada
tiang tegak dan bisa berfungsi sebagai semacam tempat duduk (sedecula) - bukan
untuk meringankan penderitaan korban tetapi lebih untuk memperpanjang hidupnya
dan penderitaannya] - hal 167.
Pulpit
Commentary: “A sedile was
arranged to bear a portion of the weight of the body, which would never have
been sustained by the gaping wounds” (= Sebuah tempat
duduk diatur untuk memikul sebagian berat tubuh, yang tidak akan pernah bisa
ditahan oleh luka-luka yang menganga) - hal
426.
William
Barclay: “There was no more
terrible death than death by crucifixion. Even the Roman themselves regarded it
with a shudder of horror. Cicero declared that it was ‘the most cruel and
horrifying death.’ Tacitus said that it was a ‘despicable death.’ It was
originally a Persian method of execution. It may have been used because, to the
Persians, the earth was sacred, and they wished to avoid defiling it with the
body of an evil-doer. So they nailed him to a cross and left him to die there,
looking to the vultures and the carrion crows to complete the work. The
Carthaginians took over crucifixion from the Persians; and the Romans learned
it from the Carthaginians. Crucifixion was never used as a method of execution
in the homeland, but only in the province, and there only in the case of
slaves. It was unthinkable that a Roman citizen should die such a death. ... It
was that death, the most dreaded in the ancient world, the death of slaves and
criminals, that Jesus died” (= Tidak ada kematian yang lebih
mengerikan dari pada kematian melalui penyaliban. Bahkan orang Romawi sendiri
memandangnya dengan ngeri. Cicero menyatakan bahwa itu adalah ‘kematian yang
paling kejam dan menakutkan’. Tacitus berkata bahwa itu adalah ‘kematian yang
tercela / hina / keji’. Pada mulanya itu adalah cara penghukuman mati orang
Persia. Itu digunakan karena bagi orang Persia bumi / tanah itu kudus /
keramat, dan mereka ingin menghindarkannya dari kenajisan dari tubuh dari
pelaku kejahatan. Jadi mereka memakukannya pada salib dan membiarkannya mati di
sana, mengharapkan burung nazar dan burung gagak pemakan bangkai menyelesaikan
pekerjaan itu. Orang Carthage mengambil-alih penyaliban dari orang Persia, dan
orang Romawi mempelajarinya dari orang Carthage. Penyaliban tidak pernah
digunakan sebagai cara penghukuman mati di tanah air mereka, tetapi hanya di
propinsi-propinsi jajahan mereka, dan hanya dalam kasus budak. Adalah sangat
tidak terpikirkan bahwa seorang warga negara Romawi harus mati dengan cara itu.
... Kematian seperti itulah, kematian yang paling ditakuti dalam dunia purba,
kematian dari budak dan orang kriminil, yang dialami oleh Yesus) - ‘The
Gospel of John’, vol 2, hal 250.
William
Barclay (tentang Luk 23:32-38): “The
terror of crucifixion was this - the pain of that process was terrible but it
was not enough to kill, and the victim was left to die of hunger and thirst
beneath the blazing noontide sun and the frost of the night”
(= Hal yang mengerikan / menyeramkan dari penyaliban adalah ini - rasa sakit
dari proses penyaliban itu luar biasa, tetapi tidak cukup untuk membunuh, dan
korban dibiarkan mati oleh kelaparan dan kehausan di bawah sinar matahari yang
membakar dan cuaca beku pada malam hari).
William
Hendriksen: “It has been well
said that the person who was crucified ‘died a thousand deaths.’ Large nails
were driven through hands and feet (20:25; cf. Luke 24:40). Among the horrors
which one suffered while thus suspended (with the feet resting upon a little
tablets, not very far away from the ground) were the following: severe
inflammation, the swelling of the wounds in the region of the nails, unbearable
pain from torn tendons, fearful discomfort from the strained position of the
body, throbbing headache, and burning thirst (19:28)”
[= Dikatakan dengan benar bahwa orang yang disalib ‘mati 1000 kali’. Paku-paku
besar dipakukan menembus tangan dan kaki (20:25; bdk. Luk 24:40). Di antara
hal-hal yang mengerikan yang diderita seseorang pada saat tergantung seperti
itu (dengan kaki berpijak pada potongan kayu kecil, tidak terlalu jauh dari
tanah) adalah hal-hal berikut ini: peradangan yang sangat hebat, pembengkakan
dari luka-luka di daerah sekitar paku-paku itu, rasa sakit yang tidak
tertahankan dari tendon-tendon yang sobek, rasa tidak enak yang sangat hebat
karena posisi tubuh yang terentang, sakit kepala yang berdenyut-denyut, dan
rasa haus yang membakar (19:28)] - hal 427.
Barnes’
Notes: “The manner of the
crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the cross,
attended with every possible jibe and insult, to the place of execution, a hole
was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the
ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it,
and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After
they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the
agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth,
they let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This
sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent
and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified
person was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and
hunger ended his life” (= Cara penyaliban adalah
sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap
ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali
di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang
diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib
itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan
tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka
menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita
padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka
menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk
menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada
orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya
dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya,
sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri
hidupnya).
Barnes’
Notes: “As it was the most
ignominious punishment known, so it was the most painful. The following
circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms
and the body was unnatural, the arms being extended back and almost immovable.
The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the back,
which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts
of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the most
exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a
violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering.
(4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was carried
out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence was,
that there was a great increase in the veins of the head, producing an intense
pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body. This
intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible misery.
(5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no rest.”
[= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan
itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini
menyebabkan penyaliban suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.)
Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan
hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit
yang hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik
dengan cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan
kaki yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat
hebat. (3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan
yang hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.)
Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh
arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah
balik. Akibatnya ialah, terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah
balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang
sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam
pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa
sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat].
Saudara adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah
yang mengalami penyaliban yang mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami
penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau
percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah
saudara percaya dan menerimaNya?
3. Saat Yesus ditinggal oleh Bapa (Mat 27:46).
Hubungan Yesus
dengan Bapa adalah hubungan yang paling dekat / intim yang bisa dibayangkan.
Karena itu jelas bahwa perpisahan ini adalah sangat menyakitkan bagi Yesus!
Kalau suami istri / orang yang berpacaran yang saling mencintai harus mengalami
perpisahan, itu pasti merupakan sesuatu yang berat dan sangat menyakitkan.
Lebih-lebih Yesus, yang hubungannya dengan Bapa lebih dekat / intim
dibandingkan suami istri / orang berpacaran yang manapun juga, pastilah
merasakan rasa sakit yang luar biasa akibat perpisahan tersebut.
Kitalah yang
seharusnya terpisah selama-lamanya dengan Bapa karena segala dosa kita
(2Tes 1:9), tetapi Yesus rela mengalami keterpisahan yang menyakitkan itu,
supaya kita bisa diperdamaikan dengan Allah!
2) Ia mengalami maut bagi semua manusia (ay 9
akhir).
a) ‘untuk
semua manusia’ (for everyone).
Ini tidak
menunjuk pada semua manusia, karena ini harus ditafsirkan sesuai dengan:
·
ay 10: ‘banyak
orang’. Ini salah terjemahan.
Seharusnya
adalah many sons (= banyak anak).
Jadi,
hanya menunjuk kepada anak Allah.
·
ay 11: ‘saudara’
(brothers).
·
ay 16: ‘keturunan
Abraham’.
A. T. Robertson: “‘The seed of Abraham’. spermatos Abraam. The spiritual Israel
(Gal. 3:29), children of faith (Rom. 9:7).” [= Benih / keturunan Abraham. SPERMATOS ABRAAM. Israel
rohani (Gal 3:29), anak-anak iman (Ro 9:7)].
Sebagai orang
Reformed / Calvinist, saya percaya pada doktrin Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas), yang mengatakan bahwa tujuan penebusan Kristus bukanlah
untuk semua manusia di dunia, tetapi hanya untuk orang-orang pilihan.
Salah satu
argumentasinya adalah sebagai berikut: kalau Kristus mati untuk menebus /
membayar dosa semua umat manusia, lalu bagaimana dengan orang yang tidak
percaya kepada Kristus? Kalau mereka masuk neraka, maka itu berarti bahwa dosa
mereka yang sudah dibayar oleh Kristus, ditagih lagi dari mereka oleh Allah.
Berarti dosa yang sama dihukum 2 x, 1 x pada diri Kristus, dan 1 x pada diri
mereka. Ini jelas tidak adil! Jadi, orang yang mempercayai ‘universal
atonement’ (= penebusan universal), atau ‘unlimited atonement’ (=
penebusan tak terbatas), seharusnya juga mempercayai Universalisme (= ajaran
yang beranggapan bahwa pada akhirnya semua orang akan selamat / masuk surga).
b) Ay 9 akhir (Inggris): taste death (= mengecap / mencicipi
kematian).
Calvin tidak
mengerti mengapa digunakan istilah taste
(= mengecap mencicipi). Tetapi penterjemah Calvin Commentary (Surat Ibrani),
yaitu John Owen, berkata: dalam Kitab Suci, ‘to
taste food’ / mencicipi makanan sering diartikan sekedar ‘to eat it’ / memakan makanan itu
(Kis 10:10 Kis 20:11 Kis 23:14). Jadi, ‘to taste death’ / mencicipi kematian artinya adalah ‘to die, to undergo death’ (= mati,
mengalami kematian). Bandingkan dengan:
·
Mat 16:28 - ‘tidak akan mati’.
NIV:
‘will not taste death’ (= tidak akan
mencicipi kematian).
NASB:
‘shall not taste death’ (= tidak akan
mencicipi kematian).
·
Luk 9:27 - ‘tidak akan mati’.
NIV:
‘will not taste death’ (= tidak akan
mencicipi kematian).
NASB:
‘shall not taste death’ (= tidak akan
mencicipi kematian).
Jelas bahwa
dalam kedua ayat ini, istilah ‘taste
death’ (= mencicipi kematian) ini dipakai dalam arti ‘mati’ / ‘mengalami kematian’.
c) ‘by the grace of God’ (= oleh kasih karunia Allah).
Kata-kata ini
menunjukkan bahwa kita tidak layak menerima pengorbanan Yesus ini.
Kita semua
adalah orang berdosa yang layaknya menerima kutukan, hukuman, kematian, dan
neraka! Tetapi Allah yang penuh kasih karunia memberikan kepada kita apa yang
tidak layak kita terima yaitu pengorbanan Kristus untuk menyelamatkan kita!
III) Setelah / akibat Jum’at Agung.
1) Bagi Yesus.
a) Yesus disempurnakan (ay 10).
Ini tentu tidak
berarti bahwa Ia tadinya tidak sempurna!
Pada waktu
dikatakan bahwa Allah menyempurnakan (to
make perfect) Yesus melalui penderitaan, artinya: Allah menjadikan Yesus ‘perfectly qualified’ (= memenuhi syarat
secara sempurna) dalam:
1. Penebusan.
2. Bersimpati terhadap
saudara-saudaraNya.
b) Yesus dimuliakan (ay 9).
Yesus mengalami
perendahan dan derita maut, baru kemuliaan dan hormat!
Pulpit
Commentary: “His crowning was
the consequence of His suffering” (= PemahkotaanNya
merupakan akibat dari penderitaanNya).
Penerapan:
Kalau jalan yang dilalui Yesus adalah mengalami penderitaan dan baru kemuliaan,
maka kalau kita adalah pengikut Yesus, kita harus melalui jalan yang sama!
Karena itu, hati-hatilah dengan ajaran populer jaman ini yang mengatakan bahwa
kalau kita ikut Yesus maka segala sesuatu akan menjadi lancar dan enak!
Bdk.
Yoh 15:20 - “Ingatlah
apa yang telah Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari
pada tuannya. Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya
kamu; jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti
perkataanmu”.
c) Yesus adalah ‘the author of salvation’ (ay 10).
Kitab Suci
Indonesia menterjemahkan ay 10: ‘yang
memimpin mereka kepada keselamatan’. Ini terjemahan yang salah.
Kitab Suci
bahasa Inggris menterjemahkan ‘the author
of salvation’.
Istilah ‘author’ diterjemahkan dari kata bahasa
Yunani ARCHEGOS, yang artinya bisa bermacam-macam, yaitu: head (= kepala), chief (=
kepala / ketua), founder (= pendiri), originator (= yang memulai), source (= sumber), origin (= asal usul).
Jadi, ‘author of salvation’ artinya adalah
‘sumber / asal usul keselamatan’. Ini menunjukkan bahwa keselamatan hanya bisa
didapatkan dari / melalui Yesus.
Bdk.
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga
selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada kita yang olehnya kita dapat diselamatkan”.
Sejalan dengan
ay 10 tadi yang menunjuk Yesus sebagai sumber / asal usul keselamatan,
maka Kis 4:12 ini menunjukkan bahwa keselamatan ada, dan hanya ada, di
dalam Yesus. Kalau saudara menerima Yesus, saudara secara otomatis juga
menerima keselamatan, tetapi kalau saudara menolak Yesus, saudara secara
otomatis juga menolak keselamatan, tidak peduli apapun agama saudara (kristen
sekalipun), dan tidak peduli betapa baiknya saudara hidup! Ingat bahwa
sebaik-baik saudara hidup, saudara tetap mempunyai dosa, dan bahkan mempunyai
banyak dosa. Tanpa Yesus sebagai Penebus / Juruselamat dosa saudara, saudara
harus membayar sendiri dosa-dosa saudara itu di dalam neraka!
2) Bagi setan.
Setan, yang
berkuasa atas maut, dimusnahkan (ay 14).
a) Ini tidak berarti setannya
betul-betul musnah dalam arti tidak ada lagi, dan juga tidak berarti bahwa
setannya dimasukkan ke neraka. Setan baru dimasukkan ke neraka pada akhir jaman
(Wah 20:10).
Arti yang benar
adalah: setan dikalahkan.
b) Apakah dengan kematianNya Yesus
mengalahkan setan?
Memang dalam
arti tertentu, kematian Yesus itu merupakan kekalahan (bdk. Kej 3:15 - ‘tumit yang diremukkan’),
tetapi kematian Yesus itu jelas juga adalah suatu kemenangan, karena melalui
kematian Yesus itulah keselamatan bisa datang kepada manusia berdosa!
Disamping itu
kita perlu mengingat kata-kata Calvin sebagai berikut:
“So then, let us remember that
whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same
time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the
word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to
understand it as including what has to do especially with His death”
(= Jadi, hendaklah kita ingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematianNya,
kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam
kebangkitanNya. Juga ‘synecdoche’ yang sama berlaku terhadap kata
‘kebangkitan’: kalau kata itu disebutkan terpisah dari ‘kematian’, kita harus
menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya).
Catatan:
Synecdoche adalah suatu gaya bahasa
dimana yang sebagian mewakili seluruhnya. Jadi yang dimaksud adalah seluruhnya,
tetapi disebutkan hanya sebagian. Contoh: Amsal 15:3 - “Mata
TUHAN ada di segala tempat”. Ini tentu tidak berarti bahwa hanya ‘mata TUHAN’ saja yang
ada di segala tempat, tetapi ‘seluruh
TUHANnya’ ada di segala tempat. Jadi, ‘mata TUHAN’ (sebagian) mewakili ‘TUHAN’ (seluruh).
c) Dengan demikian, setan cuma
bisa menakuti, tetapi tidak mungkin merugikan atau mengalahkan / menghancurkan
kita! Ini tidak berarti bahwa kita boleh meremehkan dia! Kita tidak perlu takut
kepada dia, tetapi kita tetap harus waspada terhadap dia.
1Pet 5:8 -
“Sadarlah
dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti seekor
singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.
3) Bagi kita.
a) Kita dikuduskan (ay 11).
John Owen:
istilah dikuduskan / menguduskan dalam ay 11 ini tidak menunjuk pada sanctification (= pengudusan), karena
kontex menunjukkan bahwa di sini istilah itu menunjuk pada expiation / atonement (= penebusan).
Bdk. ay 17: ‘mendamaikan dosa seluruh bangsa’.
NASB: ‘to make propitiation for the sins of
the people’ (= untuk membuat pendamaian bagi dosa seluruh bangsa).
NIV: ‘he might make atonement for the sins
of the people’ (= Ia bisa membuat penebusan untuk dosa seluruh
bangsa).
b) Kita menjadi anak Allah / saudara Yesus
(ay 12,13,14,17).
Dengan kita
menjadi anak-anak Allah, maka kita pasti akan menjadi ahli waris Allah, dan
karenanya pasti akan masuk ke surga.
c) Kita dilepaskan dari
perhambaan oleh karena ketakutan kepada maut (ay 15).
Orang yang
betul-betul percaya kepada Yesus harus yakin akan keselamatannya, dan dengan
demikian ia seharusnya tidak lagi takut pada kematian. Orang kristen yang takut
mati menunjukkan ada yang sangat tidak beres dengan imannya, karena dengan
takut mati ia menunjukkan bahwa ia tidak yakin akan masuk surga pada saat ia
mati! Kalau ia memang percaya bahwa Yesus sudah mati untuk membayar semua
dosa-dosanya (Kol 2:13
Tit 2:14), lalu dosa yang mana yang menyebabkan ia tidak yakin akan
masuk surga? Kalau ia masih berpikir bahwa ia mungkin akan masuk ke neraka, itu
menunjukkan bahwa ia tidak percaya bahwa Yesus telah mati untuk menebus semua
dosa-dosanya. Mestinya semua orang kristen harus yakin akan keselamatannya,
sehingga bisa berkata seperti Paulus: “Karena bagiku hidup adalah
Kristus dan mati adalah keuntungan” (Fil 1:21).
Tetapi siapa
yang dimaksud dengan ‘kita’?
Hanya orang yang percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan! Hanya
yang percaya kepada Kristuslah yang dijadikan anak Allah (Yoh 1:12)!
·
bukan seadanya orang yang masuk gereja,
dibaptis, dsb!
· bukan juga orang yang percaya kepada Kristus
sekedar sebagai penyembuh / dokter, pelaku mujijat, pemberi berkat / kekayaan,
dsb!
Sudahkah saudara
betul-betul percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara?
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar