Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
6) Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme.
a) Arti kata.
1. Kata Supralapsarianisme berasal dari bahasa Latin SUPRA (= above,
beyond / di atas, melebihi) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).
Ingat kata ‘SUPRANATURAL’,
yang artinya ‘melampaui yang alamiah’ atau ‘gaib’. Juga kata SUPRA sama artinya
dengan kata ‘SUPER’. Ingat kata-kata seperti SUPERMAN (= melebihi manusia),
SUPERSONIC (= melebihi / di atas kecepatan suara), SUPERIOR (= lebih tinggi /
atasan), dsb.
2. Kata Infralapsarianisme berasal dari bahasa Latin INFRA (= below
/ di bawah) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).
Mungkin kata ‘INFERIOR’ (=
lebih rendah) berasal dari kata ini.
3. Infralapsarianisme
mempunyai nama lain, yaitu Sublapsarianisme.
Sekalipun istilah ini mirip dengan Supralapsarianisme, tetapi sebetulnya
artinya sama dengan Infralapsarianisme. Kata ‘Sub’ sama artinya dengan kata ‘Infra’. Ingat kata-kata seperti
SUBSONIC (= dibawah kecepatan suara), SUBMARINE (= kapal selam, kapal yang
begerak di bawah permukaan laut), SUBCONSCIOUS (= di bawah sadar).
b) Perbedaan yang salah dan yang benar.
1. Perbedaan yang salah.
Ada orang yang beranggapan bahwa perbedaan antara
Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme adalah bahwa dalam persoalan dosa,
Supralapsarianisme percaya pada efficient
decree (= ketetapan effisien), sehingga menganggap Allah sebagai pencipta
dosa (God is the author of sin), dan
Infralapsarianisme percaya pada permissive
decree (= ketetapan yang mengijinkan). Ini salah!
William G. T. Shedd: “And
here is the place to notice the error of those who represent supralapsarianism
as differing from infralapsarianism by referring sin to the efficient decree,
thereby making God the author of it. ... But both schemes alike refer sin to the
permissive decree, and both alike deny that God is the author of sin” (= Dan di sini adalah tempat
untuk memperhatikan kesalahan dari mereka yang menggambarkan Supralapsarianisme
sebagai berbeda dengan Infralapsarianisme karena menghubungkan dosa dengan ketetapan yang effisien, dan
dengan itu membuat Allah sebagai pencipta dosa. ... Tetapi kedua pola sama-sama
menghubungkan dosa dengan ketetapan yang mengijinkan, dan keduanya
sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 33-34.
Penjelasan: ingat bahwa
istilah-istilah yang saya garis bawahi dalam kutipan di atas, adalah
istilah-istilah dalam theologia Reformed.
‘Ketetapan
yang effisien’
artinya adalah Allah menetapkan dosa, dan dalam pelaksanaannya Ia bekerja
secara aktif / positif dalam diri orang yang ditetapkan untuk berbuat dosa itu,
sehingga dosa terjadi. Karena
Ia bekerja secara aktif, maka tak
bisa dihindarkan lagi, Ia menjadi Pencipta dosa.
‘Ketetapan
yang mengijinkan’ tidak boleh diartikan bahwa Allah tidak menetapkan, tetapi hanya
sekedar mengijinkan. Allahnya tetap menetapkan, dan dosa yang ditetapkan itu
pasti terjadi, tetapi dalam pelaksanaan dari ketetapan itu, Allahnya bekerja
secara pasif, yaitu dengan mencabut kasih karuniaNya, mengijinkan second
causes / penyebab-penyebab kedua (setan, manusia dsb) untuk bekerja,
sehingga dosa itu terjadi.
Ada orang-orang yang menganggap bahwa
ini adalah perbedaan antara Infralapsarianisme
dengan Supralapsarianisme, tetapi
ini salah!
Perbedaannya sama sekali bukan itu. Karena seperti dikatakan oleh Shedd dalam
kutipan di atas, baik Infralapsarianisme
maupun Supralapsarianisme
sama-sama percaya pada ‘ketetapan yang mengijinkan’, bukan pada ‘ketetapan
effisien’.
Juga baik Infralapsarianisme
maupun Supralapsarianisme
sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa.
2. Perbedaan yang benar.
William G. T. Shedd: “The
difference between them relates to an altogether different point: namely, the
order in which the decree of election and reprobation stand to that of creation” (= Perbedaan antara mereka
berhubungan dengan suatu hal yang sama sekali berbeda: yaitu, urut-urutan dalam
mana ketetapan pemilihan dan penentuan binasa berada dalam hubungannya dengan penciptaan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 34-35.
Catatan: Saya berpendapat bahwa
mengingat arti kata Supralapsarianisme
dan Infralapsarianisme, maka
lebih tepat kalau kata ‘creation’ (=
penciptaan) dalam kata-kata William G. T. Shedd ini diganti dengan ‘fall’ (kejatuhan ke dalam dosa).
Infralapsarianisme:
1. Penciptaan.
2. Kejatuhan ke dalam dosa.
3. Pemilihan untuk selamat dan penentuan
binasa.
4. Penebusan oleh Yesus Kristus.
Supralapsarianisme:
1. Pemilihan untuk selamat dan penentuan
binasa.
2. Penciptaan.
3. Kejatuhan ke dalam dosa.
4. Penebusan oleh Yesus Kristus.
Ingat bahwa baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme
maupun dalam Infralapsarianisme adalah urut-urutan dalam
pemikiran Allah, bukan dalam terjadinya
/ pelaksanaan rencana itu!
c) Urut-urutan dalam pemikiran Allah dalam
Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah
urut-urutan chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan logika.
Pada waktu Allah membuat
rencana, karena Ia maha kuasa, maha tahu dsb, maka Ia
membuat seluruh rencana sekaligus dalam seketika. Ia bukan manusia, yang
karena keterbatasan pemikirannya harus membuat rencananya secara bertahap.
Karena itu sebetulnya dalam pemikiran Allah itu tidak
ada urut-urutan, baik seperti pada Infralapsarianisme maupun pada
Supralapsarianisme. Urut-urutan yang ada hanyalah
secara logika, bukan secara khronologis.
Loraine Boettner: “It
is also true that there are some things here which cannot be put into the time
mould, - that these events are not in the Divine mind as they are in ours, by a
succession of acts, one after another, but that by one single act God has at
once ordained all these things. In the Divine mind the plan is a unit, ... All
of the decrees are eternal. They have a logical, but not a chronological,
relationship. Yet in order for us to reason intelligently about them we
must have a certain order of thought” (= Juga benar bahwa ada hal-hal di sini yang tidak
bisa dimasukkan ke dalam cetakan waktu, - bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak
ada dalam pikiran ilahi seperti mereka ada dalam pikiran kita, oleh
tindakan-tindakan yang berturut-turut / beriring-iringan, satu setelah yang
lain, tetapi bahwa oleh satu tindakan Allah sekaligus telah menentukan semua
hal-hal ini. Dalam pikiran ilahi rencana itu adalah satu kesatuan, ... Semua ketetapan adalah kekal. Mereka mempunyai hubungan logika, bukan hubungan chronologis.
Tetapi supaya kita bisa memikirkan / mempertimbangkan secara cerdas tentang
mereka, kita harus mempunyai suatu urut-urutan permikiran tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 129.
Ini menyebabkan R. L. Dabney
menganggap bahwa sebetulnya baik Supralapsarianisme maupun Infralapsaria-nisme
adalah salah (tetapi kalau disuruh memilih di antara 2 pandangan itu ia memilih
Infralapsarianisme). Ia berkata:
“In
my opinion this is a question which never ought to have been raised. Both
schemes are illogical and contradictory to the true state of facts. ... God’s
decree has no succession; and to Him no successive order of parts; because it
is a contemporaneous unit, comprehended altogether, by one infinite intuition. In this thing, the statement of both parties are untrue to
God’s thought”
(= Dalam pandangan saya ini adalah pertanyaan yang tidak pernah boleh
dipertanyakan. Kedua pola adalah tidak logis dan bertentangan dengan fakta
sebenarnya. ... Ketetapan Allah tidak mempunyai urut-urutan; dan bagi Dia tidak
ada bagian-bagian yang berurutan; karena itu adalah suatu kesatuan yang
bersamaan, dimengerti secara keseluruhan, oleh pengertian langsung yang tak
terbatas. Dalam hal ini, pernyataan dari kedua
golongan adalah tidak benar bagi pikiran Allah) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.
Tetapi John Murray, dalam
tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT), berkata sebagai berikut:
“This
consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however,
rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought
and conception quite apart from the order of temporal sequence” (= Pertimbangan bahwa rencana
pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang
ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan
pengertian, terlepas dari urut-urutan waktu).
John Murray mendukung hal
ini menggunakan Ro 8:29.
Ro 8:29 (NIV): “For
those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his
Son, that he might be the firstborn among many brothers” (= Karena
mereka yang diketahuiNya lebih dulu,
juga dipredestinasikanNya untuk menjadi
serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak
saudara).
Secara implicit ditunjukkan bahwa ‘foreknew’
(= diketahui lebih dulu) mendahului ‘predestined’
(= dipredestinasikan), padahal jelas bahwa baik ‘foreknew’ maupun ‘predestined’
adalah hal-hal yang terjadi di dalam kekekalan.
Jadi sekalipun memang dalam
pemikiran dan perencanaan Allah tidak ada urut-urutan, karena semua terjadi
sekaligus, tetapi secara logika, ada urut-urutannya.
d) Posisi Agustinus dan Calvin.
Agustinus memegang
Infralapsarianisme, tetapi Calvin sukar ditentukan posisinya sehingga Calvin diclaim oleh kedua belah pihak.
Philip Schaff: “Calvin
was claimed by both schools”
(= Calvin diclaim oleh kedua golongan
/ aliran) -
‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 553.
Charles Hodge: “The
position of Calvin himself as to this point has been disputed. As it was not in
his day a special matter of discussion, certain passages may be quoted from his
writings which favour the supralapsarian and other passages which favour the
infralapsarian view”
(= Posisi Calvin sendiri dalam hal ini diperdebatkan. Karena pada jamannya hal
ini bukanlah suatu persoalan khusus yang dipersoalkan, bagian-bagian tertentu
bisa dikutip dari tulisannya yang mendukung Supralapsarianisme dan
bagian-bagian lain yang mendukung Infralapsarianisme) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 316.
e) Supralapsarianisme.
Sangat sedikit orang Reformed
/ Calvinist yang memegang posisi Supralapsarianisme, salah satunya adalah
Herman Hoeksema (‘Reformed Dogmatics’,
hal 161-dst).
Dasar yang ia pakai adalah:
1. Sejarah menunjukkan bahwa urut-urutan
terjadinya hal-hal ini adalah:
a. Pelaksanaan penciptaan.
b. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.
c. Pelaksanaan Predestinasi.
Ini memang sesuai dengan
posisi Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan
rencana’
dan ‘urut-urutan terjadinya rencana’ memang seringkali terbalik.
Contohnya, kalau saya
merencanakan untuk membangun rumah, maka ‘urut-urutan
rencana’
adalah:
a. Tujuan saya untuk tinggal dalam sebuah rumah.
b. Rencana membangun rumah.
c. Pemilihan tempat, model, pemborong, dsb.
Tetapi dalam ‘pelaksanaan
/ terjadinya rencana’ membangun rumah itu, urut-urutannya terbalik.
a. Saya memilih tempat, model, pemborong lebih
dulu.
b. Lalu saya membangun rumah.
c. Baru akhirnya saya tinggal di rumah itu.
Kesimpulannya: sekalipun sejarah ‘terjadinya
rencana Allah’
sesuai dengan urut-urutan Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan
rencana Allah’
itu sebenarnya sesuai dengan urut-urutan Supralapsarianisme.
Jawab:
· Cara berargumentasinya
memang cukup menarik, tetapi tidak berdasarkan Kitab Suci.
· R. L. Dabney menjawab
argumentasi ini dengan berkata:
“The
view from which it starts, that the ultimate end must be first in design, and
then the intermediate means, is of force only with reference to a finite mind” (= Pandangan yang mendasarinya,
yaitu bahwa tujuan terakhir haruslah pertama dalam perencanaan, dan sesudah itu
cara / jalan yang ada di antaranya, hanya berlaku berkenaan dengan pikiran yang
terbatas) -
‘Lectures in Systematic Theology’,
hal 233.
Saya berpendapat kata-kata
Dabney ini tak terlalu kuat. Bahkan dalam pemikiran Allah, kebalikan seperti
itu bisa terjadi. Misalnya, Allah pasti merencanakan kematian Kristus dulu, dan
baru merencanakan kelahiranNya sebagai manusia. Dan dalam pelaksanaannya,
urut-urutannya terbalik, karena Yesus lahir dulu, baru mengalami kematian.
· Saya berpendapat bahwa
urut-urutan ‘rencana’ dan ‘terjadinya
rencana’
tidak selalu terbalik. Misalnya orang biasanya bukan merencanakan untuk
mempunyai anak dulu baru menikah supaya bisa mempunyai anak, tetapi
merencanakan pernikahan dulu dan baru setelah itu merencanakan anak. Dan dalam
pelaksanaannya urut-urutannya juga tetap seperti itu.
· Pelaksanaan rencana Allah
dalam sejarah, kalau dibalik, maka urut-urutannya adalah:
a. Pelaksanaan Predestinasi.
b. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.
c. Pelaksanaan penciptaan.
Ini tidak sama dengan
urut-urutan dalam Supralapsa-rianisme!
2. Ro 9:20-21, karena di sana untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan
dalam Ro 9:19, Paulus tidak berkata:
‘Siapakah engkau, orang berdosa, sehingga engkau
membantah Allah? Kita telah jatuh ke dalam dosa dan tidak mempunyai hak
terhadap hidup dan keselamatan. Karena itu, Allah bisa dengan adil menolak kita
semua’.
Kalau Infralapsarianisme yang benar, seharusnya Paulus berkata begitu. Tetapi
ternyata Paulus menjawab menggunakan kedaulatan Allah.
Jawab:
Dalam Ro 9:19-21 itu
Paulus menjelaskan Predestinasi dalam hubungannya dengan tanggung jawab
manusia. Jadi Ro 9:20-21 itu adalah suatu jawaban terhadap Arminianisme,
pada waktu mereka menyerang Calvinisme dengan berkata: ‘Kalau
semua sudah ditentukan, manusia tidak mempunyai tanggung jawab’. Kalau jawaban dalam
Ro 9:20-21 itu memang ditujukan untuk menjawab keberatan dari
Arminianisme, maka tentu saja jawaban itu tidak mempersoalkan
Infralapsarianisme ataupun Supralap-sarianisme.
Catatan: sekalipun pada jaman
Paulus Arminianisme belum ada, tetapi pandangan Arminian, yaitu pandangan yang
menentang kedaulatan Allah / predestinasi, jelas sudah ada.
f) Infralapsarianisme.
Dasar yang dipakai:
1. Banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa
orang-orang pilihan (elect) dipilih
dari antara orang yang sudah jatuh ke dalam dosa, seperti:
·
Yoh 15:19b - “Tetapi
karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia
membenci kamu”.
Jadi, Allah memilih
orang-orang pilihannya dari dunia ini. Ini menunjukkan mereka dipilih
dari kalangan orang yang telah jatuh ke dalam dosa.
·
Ef 1:4 - “Sebab
di dalam Dia Allah telah
memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapanNya”.
Ef 1:4 ini menunjukkan
bahwa kita dipilih dalam Kristus, dan secara tidak langsung ini
menunjukkan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan membutuhkan Penebus.
Lebih jauh lagi, Ef 1:4 ini mengatakan ‘supaya
kita kudus dan tak bercacat’, dan ini jelas menunjukkan bahwa kita yang dipilih
itu adalah orang-orang berdosa.
·
2Tes 2:13b - “Allah dari mulanya telah memilih
kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran
yang kamu percayai”.
Adanya
kata-kata ‘memilih kamu untuk
diselamatkan’ dan ‘Roh yang
menguduskan kamu’, jelas menunjukkan bahwa orang pilihan itu sudah jatuh ke
dalam dosa.
· 1Pet 1:2a - “yaitu
orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang
dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan
darahNya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa
orang pilihan itu ‘dikuduskan oleh Roh’, dan ‘menerima
percikan darah Kristus’. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa orang yang dipilih itu sudah jatuh ke
dalam dosa.
·
Ro 9:15-16,18,23 - “(15)
Sebab Ia
berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau
menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah
hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha
orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. ... (18) Jadi Ia menaruh
belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa
yang dikehendakiNya. ... (23) justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya
atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk
kemuliaan”.
Pemilihan adalah suatu
tindakan belas kasihan, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang-orang pilihan itu
dipilih dari orang yang sudah jatuh ke dalam dosa.
2. Sekarang perhatikan bagaimana Paulus
menggambarkan orang-orang yang termasuk reprobate
/ tak dipilih.
Ro 9:22 - “Jadi, kalau untuk menunjukkan
murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar
terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk
kebinasaan”.
Kata-kata ‘murka’ dan ‘kesabaran’ secara tidak langsung jelas
menunjukkan bahwa orang yang tidak dipilih itu adalah manusia yang sudah jatuh
ke dalam dosa, karena kalau manusia itu tidak berdosa, tidak mungkin Allahnya
murka, dan juga tidak dibutuhkan kesabaran di pihak Allah.
3. Ro 8:29-30 (NIV): “For
those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness
of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he
predestined, he also called; those he called, he also justified; those he
justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya
lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan
mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya,
juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).
Perhatikan bahwa foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu)
mendahului predestinasi! Dalam arti apapun Allah mengetahui lebih dulu tentang
orang-orang itu, yang jelas mereka sudah dibayangkan ada lebih dulu, dan baru
setelah itu dipredestinasikan. Ini jelas cocok dengan Infralap-sarianisme yang
menempatkan penciptaan (yang membuat orang itu menjadi ada) lebih dulu dari
predestinasi.
4. Robert L. Dabney:
· “An
object must be conceived as existing, in order to have its destiny given to it” (= Suatu obyek harus dibayangkan
sebagai ada, supaya bisa diberikan tujuan kepadanya) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.
· “...
these diviners represent God as planning man’s creation and fall, as a means
for carrying out His predestination, instead of planning his election as a
means for repairing his fall” [= ... para ahli theologia ini (maksudnya ahli theologia yang percaya pada
Supralapsarianisme)
menggambarkan Allah merencanakan penciptaan manusia dan kejatuhan ke dalam
dosa, sebagai cara / jalan untuk melaksanakan PredestinasiNya, dan bukannya
merencanakan pemilihan manusia sebagai suatu cara / jalan untuk memperbaiki
kejatuhannya]
- ‘Lectures in Systematic Theology’,
hal 232.
5. Serangan terhadap Supralapsarianisme:
a. Kalau Supralapsarianisme menomersatukan predestinasi,
lalu makhluk apa yang dipredestinasikan itu? Bukankah manusia? Kalau ya,
bukankah manusia itu harus dibayangkan ada lebih dulu? Lalu bagaimana mungkin
pemikiran tentang penciptaan ditempatkan pada no 2?
b. Lalu predestinasi itu memilih orang-orang untuk
diselamatkan dari apa? Bukankah dari dosa? Kalau demikian, bagaimana mungkin
kejatuhan dalam dosa baru ada pada urutan no 3? Dan dalam predestinasi ada
penetapan binasa. Orang-orang itu ditetapkan binasa karena apa? Bukankah
dosanya harus dibayangkan ada lebih dulu, baru bisa membayangkan / merencanakan
untuk menghukum mereka?
g) Satu hal yang perlu diperhatikan di sini
adalah:
Seluruh Reformed / Calvinisme terbagi dua dalam
persoalan ini: Infralapsarianisme dan Supralapsarianisme, dan dua-duanya
sama-sama percaya bahwa dosa itu ada dalam Rencana Allah! Tidak ada golongan
Reformed / Calvinist yang tidak percaya pada penetapan dosa! Dengan kata
lain, orang yang tidak mempercayai bahwa Allah menetapkan dosa, tidak berhak
menyebut dirinya sebagai ‘Reformed / Calvinist’!
IV) Exposisi Ro 9:6-29.
Ini adalah bagian Kitab Suci yang
terpenting, terpanjang dan mungkin terlengkap yang membahas Predestinasi, dan
karena itu saya akan memberikan exposisi dari bagian ini.
Supaya bisa membahas bagian
ini sesuai dengan kontexnya, sebelum kita mulai membahas ay 6, mari kita
membaca Ro 9:1-5 - “(1) Aku mengatakan kebenaran dalam
Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, (2)
bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. (3) Bahkan, aku mau
terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku
secara jasmani. (4) Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat
menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian,
dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. (5) Mereka adalah keturunan
bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia,
yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai
selama-lamanya. Amin!”.
Dalam Ro 9:1-5 ini kita
melihat Paulus menyatakan kesedihannya karena banyak orang Yahudi, yang
sebetulnya adalah bangsa pilihan, menolak Kristus, sehingga tentu tidak akan
selamat.
Ay 6: “Akan tetapi firman Allah tidak
mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel”.
‘Firman Allah tidak mungkin
gagal’
(ay 6a). Ini ditekankan oleh Paulus, karena ia takut bahwa kesedihannya
dalam ay 2-3 ditafsirkan seakan-akan rencana / firman Tuhan tentang Israel
gagal. Karena itu sekarang ia menjelaskan bahwa ‘tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel’ (ay 6b). Dengan ini ia
menunjukkan bahwa janji / firman Tuhan tentang pemilihan Israel memang tidak pernah dimaksudkan untuk
seluruh Israel.
Jadi, adanya banyak orang Israel
yang menolak Kristus tidak membuktikan gagalnya rencana / firman Allah.
Ay 7-9: “(7) dan juga tidak semua yang
terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: ‘Yang berasal dari
Ishak yang akan disebut keturunanmu.’ (8) Artinya: bukan anak-anak menurut daging
adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang
benar. (9) Sebab firman ini mengandung janji: ‘Pada waktu seperti inilah Aku
akan datang dan Sara akan mempunyai seorang anak laki-laki.’”.
a) Untuk membuktikan kebenaran kata-katanya dalam ay 6, maka dalam
ay 7 ini Paulus mulai membahas dari Abraham. Ay 7 ini mengatakan
bahwa tidak semua keturunan Abraham adalah anak Abraham. Bdk. Kej 17:19-21 - “(19)
Tetapi Allah berfirman: ‘Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan
anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan
mengadakan perjanjianKu dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk
keturunannya. (20) Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan
Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua
belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. (21) Tetapi
perjanjianKu akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun
yang akan datang pada waktu seperti ini juga.’”.
Paulus juga menambahkan
ay 7b yang ia kutip dari Kej 21:12 - “Tetapi Allah
berfirman kepada Abraham: ‘Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu
itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau
mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari
Ishak”.
Dengan kata-kata ini Paulus
menunjukkan bahwa pemilihan tidak tergantung keturunan secara daging / jasmani.
Martin Luther mengomentari
bagian ini dengan berkata: Jika Israel
pasti adalah orang pilihan karena mereka adalah keturunan jasmani dari Abraham,
maka pasti Ismael dan anak-anak Ketura (istri ketiga dari Abraham -
Kej 25:1-dst) juga adalah orang pilihan. Tetapi jelas bahwa baik Ismael
maupun anak-anak Ketura bukanlah orang pilihan, dan karena itu jelas bahwa
Israelpun tidak semuanya adalah orang pilihan!
b) Dalam ay 8 ada istilah ‘anak-anak
daging’ dan
‘anak-anak perjanjian’.
Yang disebut ‘anak-anak
daging’
adalah keturunan Abraham yang tidak mempunyai apapun yang lain selain fakta
bahwa mereka diturunkan secara jasmani oleh Abraham.
Sedangkan yang disebut ‘anak-anak
perjanjian’
adalah mereka yang secara khusus dipilih oleh Tuhan. Inilah orang pilihan yang
sejati.
c) Ay 9b dikutip dari Kej 18:10.
d) Dari ay 7-9 ini terlihat bahwa sekalipun Abraham mempunyai
banyak anak, tetapi yang merupakan pilihan Tuhan hanyalah satu yaitu Ishak.
Ay 10: “Tetapi bukan hanya itu saja.
Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari
Ishak, bapa leluhur kita”.
‘Bukan
hanya itu saja’ artinya: bukan hanya kasus pemilihan Ishak dan penolakan Ismael,
tetapi ada juga kasus lain, yaitu pemilihan Yakub dan penolakan Esau.
Ini ditambahkan karena dalam
persoalan Ismael dan Ishak, orang bisa berkata bahwa Ismael ditolak karena ia
adalah anak seorang hamba. Sekarang dalam ay 10 Paulus memberikan contoh
tentang Ribka yang mengandung dari satu orang yaitu dari Ishak, dan bahkan
melahirkan anak kembar, tetapi dari kedua anak kembar itu yang satu dipilih dan
yang lain ditolak! Jadi terlihat dengan lebih jelas bahwa penggenapan janji
Tuhan tidak terjadi pada semua anak secara daging / jasmani.
Ay 11: “Sebab waktu anak-anak itu belum
dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana
Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi
berdasarkan panggilanNya”.
Adam Clarke: “‘For
the children being not yet born.’ Since the word ‘children’ is not in the text,
the word ‘nations’ would be more proper; for it is of nations that the apostle
speaks, as the following verses show, as well as the history to which he
refers” (= ).
Ini tafsiran gila! Ay 12 masih
membicarakan individu! Juga kata ‘dilahirkan’ dan ‘belum melakukan yang baik
atau yang jahat’ dalam ay 11 ini jelas menunjuk kepada individu-individu, yaitu
Yakub dan Esau!
Mulai ayat ini Paulus tidak
hanya menekankan pemilihan / predestinasi, tetapi juga menekankan bahwa pemilihan
itu tidak tergantung perbuatan baik manusia, tetapi hanya tergantung pada
kehendak Allah. Ini ditekankannya dengan menyatakan 2 hal yaitu:
a) Dengan kata-kata ‘Sebab
waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang
jahat’ (ay 11a).
Dengan kata-kata ini, Paulus
menunjukkan bahwa dalam Allah melakukan pemilihan, Ia sama sekali tidak
dipengaruhi oleh perbuatan orang itu, karena pemilihan dilakukan sebelum
perbuatannya dilakukan.
Orang yang menganggap bahwa Allah memilih karena
tahu lebih dulu bahwa orangnya akan mau percaya dan bakal menjadi baik, harus
menjelaskan mengapa dalam ay 11 ini ada kata-kata “Sebab waktu anak-anak itu
belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat”! Kalau memang
Allah memilih karena tahu bahwa orangnya bakal beriman / menjadi baik, bukankah
kalimat ini seharusnya dibuang? Dengan adanya kalimat ini bukankah semuanya
jadi membingungkan?
Disamping itu, dalam diri
manusia yang sudah rusak karena dosa, sebetulnya Allah tidak melihat kebaikan
apapun yang akan terjadi (God could
foresee nothing good), kecuali kalau Ia memberi kasih karunia kepada mereka
untuk bisa percaya dan berubah menjadi baik (Ingat pelajaran di depan tentang
doktrin Total Depravity / kebejatan
total, yang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa berbuat baik / percaya kalau
bukan karena kasih karunia Allah).
b) Dengan kata-kata ‘supaya
rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan,
tetapi berdasarkan panggilanNya’ (ay 11b).
Ini lebih-lebih lagi
menunjukkan bahwa dalam melakukan predestinasi, Allah sama sekali tidak
terpengaruh oleh perbuatan manusia!
Sekarang mari kita perhatikan bagaimana
Guy Duty membahas bagian ini. Mula-mula Guy Duty berkata sebagai berikut:
“Sekarang kita
sampai ke surat Roma pasal 9 dan memasuki benteng Agustinus, Calvin, dan para
guru Kepastian Keselamatan Kekal. ... Janganlah kita menghindar atau
membelokkan sesuatu seperti yang sering mereka lakukan” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 93.
Tetapi lucunya, atau lebih tepat,
tololnya, pada waktu Guy Duty membahas tentang Ro 9:10-13, ia menafsirkan
sebagai berikut:
“Lalu mengapa
Allah lebih menyukai Yakub dan mengabaikan Esau? Ingat definisi-definisi
Leksikon-leksikon terkemuka tentang pemilihan yang menyiratkan arti ‘pilihan
(choice), memilih (select), yaitu, yang terbaik dari antara jenisnya atau
kelasnya’ -- ‘dipilih (selected), yaitu dari antara yang berkualitas
lebih baik dari lainnya’. Alasan-alasan Allah bagi pemilihannya atas
Yakub dengan melampaui Esau adalah alasan-alasan yang ditemukan dalam
kepribadian kedua orang ini, ... Marilah kita melihat sekilas kepribadian
dari kedua orang itu, dan melihat jika hal ini benar” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 103.
Guy Duty lalu menguraikan panjang lebar
segala kebaikan Yakub dan kejelekan Esau (hal 103-104), dan lalu menyimpulkan
sebagai berikut:
“Allah
mengetahui terlebih dahulu segala hal tentang mereka sedemikian
sempurnanya. ... Allah bukannya tidak adil karena memilih Yakub, yang
seperti seorang ‘pangeran yang bergulat dengan Allah’ dan ‘menang’ - seorang
manusia yang telah diubahkan menjadi ‘Israel’ yang perkasa, ketika Allah
menyatakan diriNya muka dengan muka. Allah juga bukannya tidak adil karena
menolak Esau yang cabul dan bernafsu rendah, yang mengikatkan dirinya dengan
orang-orang kafir” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 105-106.
Sekarang pikirkan sendiri, siapa yang
membelokkan Kitab Suci, khususnya Ro 9:10-13? Calvin, Agustinus,
orang-orang Calvinist, atau Guy Duty sendiri? Bahwa Guy Duty bisa menafsirkan
Ro 9:10-13 sehingga berarti bahwa Allah memilih Yakub karena kebaikan
Yakub dan menolak Esau karena kejelekan Esau, jelas menunjukkan bahwa Guy
Dutylah yang membelokkan, memutarbalikkan, bahkan memperkosa Kitab Suci! Hanya
orang-orang yang sudah dibutakan oleh prasangka terhadap orang Reformed /
Calvinist yang tidak bisa melihat hal ini!
Pada jaman Calvin sudah ada
orang yang mempunyai pandangan seperti Guy Duty, dan inilah pandangan Calvin
tentang orang-orang itu dan pandangan mereka.
Calvin: “when
any one ascribes the cause of the difference to their works, he thereby
subverts the purpose of God. Now by adding, not through works, but through him
who calls, he means, not on account of works, but of the calling only; for he
wishes to exclude works together. We have then the whole stability of our
election inclosed in the purpose of God alone: here merits avail nothing, as
they issue nothing but death; no worthiness is regarded, for there is none; but
the goodness of God reigns alone. False then is the dogma, and contrary to
God’s word, - that God elects or rejects, as he foresees each to be worthy or
unworthy of his favour”
(= pada waktu seseorang menganggap bahwa penyebab perbedaan itu berasal dari
perbuatan mereka, ia dengan itu menghancurkan / menumbangkan tujuan Allah.
Dengan menambahkan ‘bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan
panggilanNya’, ia memaksudkan bukan disebabkan oleh perbuatan, tetapi hanya
disebabkan panggilan; karena ia ingin membuang perbuatan sama sekali. Jadi kita
mendapati seluruh kestabilan pemilihan kita terbungkus hanya dalam rencana
Allah: di sini jasa / perbuatan baik tidak berguna, karena mereka tidak
memberikan apapun selain kematian; tidak ada kelayakan yang dianggap, karena
memang tidak ada kelayakan; tetapi kebaikan Allah saja yang bertahta. Dogma
yang menyatakan bahwa Allah memilih atau menolak, sebagaimana Ia lihat lebih dulu
tiap-tiap orang layak atau tidak layak menerima kebaikanNya, adalah salah dan
bertentangan dengan Firman Allah).
Editor dari Calvin’s
Commentary tentang surat
Roma menambahkan:
“Yet
some of the Fathers, as Chrysostom and Theodoret, as well as some modern
divines, ascribes election to foreseen works. How this is reconcilable with the
argument of the Apostle, and with the instances he adduces, it is indeed a very
hard matter to see. ... but surely nothing could be suggested more directly
contrary to the statement and the argument of the Apostle” (= Sekalipun demikian beberapa
bapa-bapa gereja, seperti Chrysostom dan Theodoret, dan juga sebagian ahli-ahli
theologia modern, menganggap pemilihan berasal dari perbuatan yang dilihat
lebih dulu oleh Allah. Bagaimana ini bisa diperdamaikan dengan argumentasi sang
rasul, dan dengan contoh / kejadian yang ia kemukakan, merupakan suatu hal yang
sangat sukar terlihat. ... tetapi pasti tidak ada yang bisa diusulkan yang
lebih bertentangan secara langsung dengan pernyataan dan argumentasi sang
rasul).
Ay 12: “dikatakan kepada Ribka: ‘Anak
yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’”.
a) Ay 12 ini menunjuk pada Kej 25:23.
Kej 25:23 - “Firman TUHAN kepadanya: ‘Dua bangsa ada dalam kandunganmu,
dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu
akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada
anak yang muda.’”.
Adam Clarke: “That these words are used in a national and not in a personal
sense, is evident from this: that, taken in the latter sense they are not
true, for Jacob never did exercise any power over Esau, nor was Esau ever
subject to him. Jacob, on the contrary, was rather subject to Esau, and was
very afraid of him; and, first, by his messengers, and afterward personally,
acknowledged his brother to be his lord, and himself to be his servant; see
Genesis 32:4; 33:8,13 Gen 33:8,13”
(= ).
Tanggapan: ini argumentasi yang lucu sekali. Apakah
‘menjadi hamba’ dalam ayat ini harus diartikan secara hurufiah dan secara
lahiriah????
Adam Clarke: “And hence, it
appears that neither Esau nor Jacob, nor even their posterities, are brought
here by the apostle as instances of any personal reprobation from eternity:
for, it is very certain that very many, if not the far greatest part, of
Jacob’s posterity were wicked, and rejected by God; and it is not less certain
that some of Esau’s posterity were partakers of the faith of their father
Abraham” (= ).
Adam Clarke: “From these
premises the true sense of the words immediately following, ‘Jacob have I
loved, and Esau have I hated,’ Mal 1:2-3, fully appears; that is, that what he
had already cited from Moses concerning the two nations, styled by the names of
their respective heads, Jacob and Esau, was but the same in substance with what
was spoken many years after by the Prophet Malachi. The unthankful Jews had, in
Malachi's time, either in words or in their heart, expostulated with God, and
demanded of Him wherein He had loved them? ‘I have loved you, saith the Lord:
yet ye say, Wherein hast thou loved us?’ Mal 1:2-5. To this the Lord answers:
‘Was not Esau Jacob’s brother? Yet I loved Jacob and hated Esau, and laid his
mountains and his heritage waste for the dragons of the wilderness. Whereas
Edom saith, We are impoverished, but we will return and build the desolate
places; thus saith the Lord of hosts, They shall build, but I will throw down;
and they shall call them, The border of wickedness, and, The people against
whom the Lord hath indignation forever. And your eyes shall see, and ye shall
say, The Lord will be magnified from the border of Israel.’ It incontestably appears
from these passages that the prophet does not speak at all of the person of
Jacob or Esau, but of their respective posterities. For it was not Esau in
person that said, ‘We are impoverished’; neither were his ‘mountains’ nor
‘heritage laid waste’. Now, if the prophet speaks neither of the person of
the one nor of the person of the other, but of their posterity only, then it is
evident that the apostle speaks of them in the same way” (= ).
Adam Clarke: “If neither the
prophet nor the apostle speaks of the persons of Jacob or Esau, but of their
posterity, then it is evident that neither the love of God to Jacob nor the hatred
of God to Esau, were such, according to which the eternal states of men, either
in happiness or misery, are to be determined; not is there here any Scriptural
or rational ground for the decree of unconditional personal election and
reprobation, which, comparatively, modern times have endeavoured to build on
these Scriptures” (= ).
Tanggapan:
1. Kalau text ini tak bicara
tentang predestinasi, lalu bicara tentang apa? Mudah sekali untuk mengatakan
bahwa ini tidak membicarakan predestinasi, tetapi apa alternatifnya?
2. Lalu mengapa dalam ayat
sebelumnya, yaitu ay 11, Paulus mengatakan ‘rencana Allah tentang
pemilihanNya’??
3. Lalu mengapa muncul pertanyaan
‘Apakah Allah tidak adil?’ dalam ay 14?
4. Mengapa muncul kata-kata dalam
ay 15-18 - “(15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh
belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’
(16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi
kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun:
‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan
kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18)
Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang
dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.
5. Tentang kutipan kedua dan ketiga
dari Clarke di atas, yang mengatakan dari keturunan Yakub tak semua selamat,
dan dari keturunan Esau ada yang selamat, lihat kutipan dari Calvin di bawah.
6. Kutipan Clarke yang keempat
didasarkan asumsi yang salah dalam kutipan yang ketiga. Jadi otomatis gugur.
b) Perhatikan istilah ‘tua’ dan ‘muda’ dalam ay 12 ini.
Dari Kej 25:25-26 kita
tahu bahwa Esau adalah anak sulung. Dan juga Ro 9:12 ini secara explicit menyebutkan hal itu, karena
ayat ini mengatakan ‘Anak
yang tua akan menjadi hamba anak yang muda’. Jadi Yakub sebetulnya
bukan saja tidak mempunyai kelebihan apapun atas Esau, tetapi sebaliknya bahkan
lebih rendah dibandingkan dengan Esau, karena Esau adalah kakaknya. Tetapi
Tuhan toh memilih dia, dan jelas pemilihan ini didasarkan pada kehendak Allah,
bukan pada apapun yang baik dalam diri Yakub (Ro 9:11).
Ay 13: “seperti ada tertulis: ‘Aku
mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.
a) Arti kata ‘benci’ di sini.
Dalam Kitab Suci kata ‘benci’ sering diartikan ‘kurang
mengasihi’
(Kej 29:31 Ul 21:15 Mat 6:24
Mat 10:37-38 Luk 14:26 Yoh 12:25). Tetapi dalam persoalan
Ro 9:13 ini, kebanyakan orang Reformed mengatakan bahwa kata ‘benci’ ini tidak sekedar berarti ‘kurang
mengasihi’.
John Murray mengatakan bahwa ada ‘ketidaksenangan’ yang dinyatakan oleh kata ‘benci’ di sini. William Hendriksen
juga menolak arti ‘kurang mengasihi’ di sini dengan alasan:
· Mal 1:2-4 - “(2)
‘Aku mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara
bagaimanakah Engkau mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu kakak Yakub?’
demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi membenci Esau.
Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya
Kujadikan padang
gurun.’ (4) Apabila Edom berkata: ‘Kami telah hancur, tetapi kami akan
membangun kembali reruntuhan itu,’ maka beginilah firman TUHAN semesta alam:
‘Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan
menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai
selama-lamanya.’”.
Dari text ini saudara
melihat bagaimana Tuhan menentang Edom (keturunan Esau).
· ‘berkat’ yang diberikan oleh
Ishak kepada Esau dalam Kej 27:39 sebetulnya adalah kutuk!
Kej 27:39 - “Lalu
Ishak, ayahnya, menjawabnya: ‘Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari
tanah-tanah gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas”.
Dan Hendriksen lalu
menyimpulkan:
“These
passages refer to reprobation, nothing less” [= Bagian-bagian Kitab Suci ini (maksudnya Mal 1:3 dan Ro 9:13) menunjuk pada penetapan binasa,
tidak kurang dari itu].
Apapun arti yang benar dari
kata ‘benci’ di sini, ayat ini tetap
menunjukkan adanya perbedaan sikap Allah kepada Yakub dan kepada Esau. Dari
sini dan dari jawaban ‘mustahil’ dalam Ro 9:14 terlihat
bahwa ‘adil’ tidak berarti harus bersikap sama rata.
Bdk. Mat 20:13-15 - “(13)
Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak
adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah
bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini
sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut
kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.
b) Sekarang mari kita melihat bagaimana orang-orang Arminian
menafsirkan bagian tentang Yakub dan Esau dalam Ro 9 ini!
Ro 9 menurut Arminian
bukanlah pemilihan pribadi untuk diselamatkan tetapi pemilihan nasional /
bangsa / kumpulan (Adam Clarke). Tetapi ini jelas adalah omong kosong yang
bodoh, karena Ro 9 ini jelas membicarakan individu-individu, yaitu
pemilihan Ishak dan penolakan Ismael (ay 7-9), pemilihan Yakub dan
penolakan Esau (ay 10-13). Juga nanti membicarakan penolakan Firaun (ay
17), yang juga adalah individu.
Keberatan:
Baik dalam Mal 1:2-dst maupun dalam Kej 25:23
kelihatannya yang dibicarakan adalah bangsa, bukan individu.
Kej 25:22-23 - “(22) Tetapi
anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam rahimnya dan ia berkata: ‘Jika demikian
halnya, mengapa aku hidup?’ Dan ia pergi meminta petunjuk kepada TUHAN. (23)
Firman TUHAN kepadanya: ‘Dua bangsa ada dalam
kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar
dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan
lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua
akan menjadi hamba kepada anak yang muda.’”.
Mal 1:2-4 - “(2) ‘Aku
mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah Engkau
mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu
kakak Yakub?’ demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi
membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah
pusakanya Kujadikan padang
gurun.’ (4) Apabila Edom berkata: ‘Kami
telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,’ maka
beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan
merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai
selama-lamanya.’”.
Calvin (tentang Kej 25:23): “when
an entire people is the subject of discourse, reference is made not to the
secret election, which is confirmed to few, but the
common adoption, which spreads as widely as the external preaching of the word.
Since this subject, thus briefly stated, may be somewhat obscure, the readers
may recall to memory what I have said above in expounding the seventeenth
chapter (Genesis 17:1) namely, that God embraced, by the grace of
his adoption, all the sons of Abraham, because he made a covenant with all; and
that it was not in vain that he appointed the promise of salvation to be
offered promiscuously to all, and to be attested by the sign of circumcision in
their flesh; but that there was a special chosen seed from the whole people,
and these should at length be accounted the legitimate sons of Abraham, who by
the secret counsel of God are ordained unto salvation. Faith,
indeed, is that which distinguishes the spiritual from the carnal seed;
but the question now under consideration is the principle on which the distinction is made, not the symbol or
mark by which it is attested. God, therefore, chose the
whole seed of Jacob without exception, as the Scripture in many places
testifies; because he has conferred on all alike the same testimonies of his
grace, namely, in the word and sacraments. But
another and peculiar election has always flourished, which comprehended a
certain definite number of men, in order that, in the common destruction, God
might save those whom he would. A question is here
suggested for our consideration. Whereas Moses here treats of
the former kind of election, Paul turns his words to the latter. For
while he attempts to prove, that not all who are Jews by natural descent are
heirs of life; and not all who are descended from Jacob according to the flesh
are to be accounted true Israelites; but that God chooses whom he will,
according to his own good pleasure, he adduces this testimony, the elder shall
serve the younger. (Romans 9:7,8,12.) They who endeavor to extinguish the
doctrine of gratuitous election, desire to persuade their readers that the
words of Paul also are to be understood only of external vocation; but his
whole discourse is manifestly repugnant to their interpretation; and they prove
themselves to be not only infatuated, but impudent in their attempt to bring
darkness or smoke over this light which shines so clearly. They allege that the
dignity of Esau is transferred to his younger brother, lest he should glory in
the flesh; inasmuch as a new promise is here given to the latter. I confess
there is some force in what they say; but I contend that they omit the
principal point in the case, by explaining the difference here stated, of the
external vocation. But unless they intend to make the covenant of God of none effect,
they must concede that Esau and Jacob were alike partakers of the external
calling; whence it appears, that they to whom a common vocation had been
granted, were separated by the secret counsel of God. The nature and object
of Paul’s argument is well known. For when the Jews, inflated with the title of
the Church, rejected the Gospel, the faith of the simple was shaken, by the
consideration that it was improbable that Christ, and the salvation promised
through him, could possibly be rejected by an elect people, a holy nation, and
the genuine sons of God. Here, therefore, Paul contends
that not all who descend from Jacob, according to the flesh, are true
Israelites, because God, of his own good pleasure, may choose whom he will, as
heirs of eternal salvation. Who does not see that Paul descends from a
general to a particular adoption, in order to teach us, that not all who occupy
a place in the Church are to be accounted as true members of the Church? It is certain
that he openly excludes from the rank of children those to whom (he elsewhere
says) pertaineth the adoption; whence it is assuredly gathered, that in proof
of this position, he adduces the testimony of Moses, who declares that God
chose certain from among the sons of Abraham to himself, in whom he might
render the grace of adoption firm and efficacious. How,
therefore, shall we reconcile Paul with Moses? I answer, although the Lord
separates the whole seed of Jacob from the race of Esau, it was done with a
view to the Church, which was included in the posterity of Jacob. And,
doubtless, the general election of the people had reference to this end,
that God might have a Church separated from the rest of the world. What
absurdity, then, is there in supposing that Paul applies to special election
the words of Moses, by which it is predicted that the Church shall spring from
the seed of Jacob? And an instance in point was exhibited in the
condition of the heads themselves of these two nations. For Jacob was not only
called by the external voice of the Lord, but, while his brother was passed by,
he was chosen an heir of life. That good pleasure of God, which Moses commends in
the person of Jacob alone, Paul properly extends further: and lest any one
should suppose, that after the two nations had been rendered distinct by this
oracle, the election should pertain indiscriminately to all the sons of Jacob, Paul brings, on the opposite side, another oracle, I will
have mercy on whom I will have mercy; where we see a certain number severed from
the promiscuous race of Jacob’s sons, in the salvation of whom the special
election of God might triumph”
(= ).
Intinya, Calvin mengatakan bahwa yang
dibicarakan oleh Musa adalah pemilihan Israel sebagai bangsa untuk menjadi
Gereja Tuhan. Sedangkan Paulus menerapkan kata-kata Musa dalam Kej 25:23
kepada pemilihan keselamatan individu (predestinasi). Mengapa? Karena
orang-orang Yahudi, yang merasa sebagai keturunan Abraham dan Yakub, menganggap
diri pasti selamat. Padahal pemilihan dalam Perjanjian Lama, berbicara tentang
pemilihan lahiriah.
Saya yakin ini juga berlaku untuk kata-kata
Maleakhi dalam Mal 1:2-dst. Ini merupakan pemilihan lahiriah, bukan
predestinasi.
Ay 14: “Jika
demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil!”.
a) Di sini Paulus menanyakan suatu pertanyaan yang
ia tahu pasti akan muncul dalam diri orang yang mendengar ajarannya tentang
Predestinasi, yaitu: ‘Apakah Allah
tidak adil?’.
Adanya pertanyaan ini jelas menunjukkan
bahwa doktrin Predestinasi itu memang ajaran Alkitab / Paulus. Kalau doktrin
Predestinasi tidak ada, tidak mungkin akan ada pertanyaan tentang keadilan
Allah.
Calvin: “we
may observe that this very objection clearly proves, that inasmuch as God
elects some and passes by others, the cause is not to be found in anything else
but in his own purpose; for if the differences had been based on works, Paul
would have to no purpose mentioned this question respecting the unrighteousness
of God, no suspicion could have entertained concerning it if God dealt with
every one according to his merit” (= kita bisa melihat bahwa keberatan
ini secara jelas membuktikan bahwa pada waktu Allah memilih sebagian orang dan
melewati / tak memilih lainnya, penyebabnya tidak ada dalam apapun juga selain
dalam rencanaNya sendiri; karena jika perbedaan itu didasarkan pada perbuatan,
tidak ada gunanya Paulus menyebutkan pertanyaan mengenai ketidakbenaran
Allah, tidak ada kecurigaan tentang hal ini yang akan muncul jika Allah
memperlakukan setiap orang sesuai dengan jasanya).
Catatan: KJV menterjemahkan ‘tidak adil’ dalam
Ro 9:14 ini dengan ‘unrighteousness’
(= ketidakbenaran). Tetapi saya berpendapat bahwa ‘tidak adil’ adalah
terjemahan yang lebih tepat.
Sekarang mari kita melihat beberapa
komentar Calvin yang lain tentang ayat ini:
·
“The flesh
cannot hear of this wisdom of God without being instantly disturbed by
numberless questions, and without attempting in a manner to call God to an
account”
[= Daging tidak bisa mendengar hikmat Allah ini (tentang
Predestinasi) tanpa langsung terganggu
oleh banyak pertanyaan, dan tanpa mencoba meminta pertanggungan jawab dari
Allah].
·
“Monstrous
surely is the madness of the human mind, that it is more disposed to charge God
with unrighteousness than to blame itself for blindness” (= Kegilaan
pikiran manusia betul-betul sangat dahsyat / besar, sehingga lebih cenderung
untuk menuduh Allah dengan ketidak-benaran dari pada menyalahkan dirinya
sendiri karena kebutaannya).
b) Adanya keberatan / serangan terhadap doktrin
Predestinasi seperti dalam ay 14 ini (dan juga dalam ay 19) tidak
membuat Paulus lalu tidak mengajarkan doktrin ini. Seharusnya hal ini ditiru
oleh pengajar-pengajar jaman sekarang, karena kalau semua pengajar takut
mengajarkan kebenaran ini, maka kebenaran ini akan hilang, dan akan makin sukar
orang menerimanya.
Ay 15: “Sebab Ia
berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau
menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah
hati.’”.
a) Hubungan
ay 15 dengan ay 14.
Pada akhir ay 14 Paulus menjawab
pertanyaan dalam ay 14 itu dengan kata ‘mustahil’, dan ia lalu melanjutkan dengan
memberikan ay 15.
Kalau memang Yakub / Esau dipilih /
ditolak karena perbuatan mereka yang sudah lebih dulu dilihat oleh Allah, maka
di sinilah tempat yang terbaik untuk menjelaskan hal itu. Paulus seharusnya
berkata: ‘Kok bisa Allah tidak adil? Ia
memilih Yakub karena sudah melihat lebih dulu bahwa Yakub akan menjadi baik. Ia
menolak Esau karena sudah melihat lebih dulu bahwa Esau bakal bejat’. Tetapi ternyata Paulus tidak berkata
demikian. Sebaliknya ia menekankan hak Allah dalam memberi atau menahan belas
kasihan (ay 15-18).
Calvin: “It
may indeed appear a frigid defence that God is not unjust, because he is
merciful to whom he pleases; but as God regards his own authority alone as
abundantly sufficient, so that he needs the defence of none, Paul thought it
enough to appoint him the vindicator of his own right” (= Memang
kelihatannya suatu pembelaan yang kaku / dingin bahwa Allah itu bukannya tidak
adil karena Ia berbelaskasihan kepada siapa yang dikehendakiNya; tetapi karena
Allah menganggap otoritasNya sendiri saja sudah sangat cukup, sehingga Ia tidak
membutuhkan pembelaan dari siapapun, Paulus menganggapnya cukup untuk
mengangkat Dia sebagai pembela dari hakNya sendiri).
b) Ay 15 ini dikutip secara hurufiah dari
Kel 33:19 versi Septuaginta / LXX (Perjanjian Lama berbahasa Yunani).
Dalam Kel 33:19 digunakan 2 kata kerja:
·
kata Ibrani CHENEN, yang artinya: to favour / to show kindness freely and bountifully’ (= bersikap
baik / murah hati / menunjukkan kebaikan secara cuma-cuma dan secara
berlimpah-limpah).
·
kata Ibrani RECHEM, yang artinya: ‘to be treated with mercy’ (= diperlakukan dengan belas kasihan).
Kedua kata ini menunjukkan bahwa
manusia yang dipilih itu sudah jatuh ke dalam dosa, karena mereka membutuhkan
kemurahan hati / belas kasihan. Jadi bagian ini jelas mendukung
Infralapsarianisme.
Ay 16: “Jadi hal itu
tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan
hati Allah”.
a) ‘tidak
tergantung pada kehendak orang atau usaha orang’.
Ro 9:16 versi KJV
menterjemahkan ayat ini secara hurufiah:
“So
then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God
that sheweth mercy”
[= Jadi hal itu bukanlah dari dia yang mau, bukan juga dari dia yang berlari
(maksudnya
‘berusaha’),
tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan].
Jadi, kata yang diterjemahkan ‘usaha’, secara hurufiah adalah ‘running’
(= berlari).
Dalam Kitab Suci, kata ‘lari’ sering menunjuk pada ‘usaha
manusia’
(bdk. 1Kor 9:24,26 Gal 2:2 Gal 5:7
Ibr 12:1).
Editor dan penterjemah Calvin’s
Commentary tentang surat Roma, yaitu John Owen, memberikan catatan kaki yang
menarik dengan mengatakan bahwa istilah ‘willing’
dan ‘running’ didapatkan dari sejarah
Esau. Sia-sia Esau menginginkan berkat, sia-sia ia berlari untuk
mendapatkan daging buruan bagi ayahnya (Kej 27:1-5,30-40). John Owen lalu
mengutip kata-kata Turretin:
“‘In
vain,’ says Turretin, ‘did Esau seek the blessing. In vain did Isaac hasten to
grant it and in vain did Esau run to procure venison for his father; neither
the father’s willingness nor the running of the son availed anything; God’s
favour overruled the whole’”
(= ‘Sia-sia,’ kata Turretin, ‘Esau mencari berkat. Sia-sia Ishak bergegas untuk
memberikannya dan sia-sia Esau berlari untuk mendapatkan daging buruan / rusa
untuk ayahnya; kemauan sang ayah maupun berlarinya sang anak tidak ada gunanya
sama sekali; kemurahan / kebaikan hati Allah mengesampingkan / mengalahkan
seluruhnya’).
John Owen melanjutkan:
“Isaac’s
‘willingness’ to give the blessing to Esau, notwithstanding the announcement
made at his birth, and Rebecca’s conduct in securing it to Jacob, are singular
instances of man’s imperfections, and of the overruling power of God. Isaac
acted as though he had forgotten what God had expressed as his will; and Rebecca
acted as though God could not effect his purpose without her interference, and
an interference, too, in a way highly improper and sinful. It was the trial of
faith, and the faith of both halted exceedingly; yet the purpose of God was
still fulfilled, but the improper manner in which it was fulfilled was
afterwards visited with God’s displeasure” (= Kemauan Ishak untuk memberikan
berkat kepada Esau meskipun ada pemberitahuan yang diberikan pada saat
kelahirannya, dan kelakuan Ribka untuk memastikan berkat itu bagi Yakub,
merupakan contoh yang luar biasa tentang ketidak-sempurnaan manusia, dan
tentang kuasa Allah yang mengesampingkan / mengalahkan. Ishak bertindak
seakan-akan ia telah lupa apa yang Allah nyatakan sebagai kehendakNya; dan
Ribka bertindak seakan-akan Allah tidak bisa melaksanakan rencanaNya tanpa
campur tangannya, dan ini adalah campur tangan yang sangat tidak tepat dan
berdosa. Itu adalah ujian iman, dan iman dari keduanya sangat terputus-putus;
tetapi rencana Allah tetap tergenapi, tetapi cara yang tidak tepat melalui mana
rencana itu digenapi akhirnya mendapatkan ketidaksenangan Allah).
Pada waktu berkata bahwa pemilihan
tidak tergantung pada kehendak / usaha kita, kita harus memperhatikan
peringatan dari Luther:
“This
does not mean that God’s mercy altogether excludes our willing or running” (= Ini tidak
berarti bahwa belas kasihan Allah sama sekali membuang kemauan dan usaha /
larinya kita).
Maksud Luther adalah: sekalipun
pemilihan tidak tergantung pada kehendak atau usaha orang, tetapi itu tidak
berarti bahwa kalau Allah sudah memilih seseorang maka orang itu pasti akan
selamat sekalipun ia tidak mau dan tidak berusaha. Yang benar adalah: kalau
Allah sudah memilih seseorang maka Allah akan bekerja dalam diri orang itu
sehingga ia akan mau dan berusaha (bdk. Fil 2:13).
b) ‘tetapi
kepada kemurahan hati Allah’.
Ini, sama dengan NIV, kurang tepat
terjemahannya. Yang benar adalah terjemahan NASB yang berbunyi: ‘but on God
who has mercy’ (= tetapi
kepada Allah yang mempunyai belas kasihan). Jadi pemilihan tidak tergantung pada ‘kemurahan
hati Allah’,
tetapi kepada ‘Allah yang murah hati’.
c) Jadi seluruh ay 16 ini menekankan bahwa
pemilihan kita bukan didasarkan pada kehendak / kemauan orang atau usaha orang,
tetapi pada Allah yang mempunyai belas kasihan / kemurahan hati. Ini secara
jelas mendasari sifat unconditional
(= tidak bersyarat) dari pemilihan.
Ay 17: “Sebab Kitab
Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu
supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu
dimasyhurkan di seluruh bumi.’”.
a) Ro
9:17 ini dikutip dari Kel 9:16.
Kel 9:16 - ‘membiarkan
engkau hidup’.
Perhatikan juga Kel 9:16 versi-versi
bahasa Inggris di bawah ini.
NASB: ‘I have allowed you to remain’ (= Aku telah membiarkan engkau untuk
tetap ada).
RSV: ‘have I let you live’ (= Aku telah membiarkan engkau hidup).
NIV: ‘I have raised you up’ (= Aku telah membangkitkan
engkau).
KJV: ‘have I raised thee up’ (= Aku telah membangkitkan
engkau).
b) Allah
membangkitkan Firaun (Ro 9:17).
Kata ‘membangkitkan’ di sini tidak berarti ‘preserved’
(= memelihara / mempertahankan / menjaga supaya tetap hidup), seperti dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia,
NASB dan RSV. Juga tentu saja kata ‘membangkitkan’ tidak menunjuk pada tindakan Allah
untuk menghidupkan Firaun kembali dari kematian karena ini memang tidak pernah
terjadi. Tetapi kata ‘membangkitkan’ menunjuk pada ‘tindakan
Allah untuk memunculkan Firaun ke dalam sejarah’.
Catatan: Kel 9:16 versi Septuaginta / LXX
memakai ‘preserved’, tetapi pada
waktu mengutip Kel 9:16 Paulus mengubahnya menjadi ‘membangkitkan’, karena ini lebih sesuai dengan bahasa
Ibrani dari Kel 9:16.
c) Jadi Ro 9:17 ini menunjukkan bahwa Allah
memunculkan / melahirkan / menciptakan Firaun untuk menunjukkan kuasaNya
sehingga namaNya termasyhur.
Bagaimana dengan munculnya Firaun kuasa
Allah bisa terlihat sehingga namaNya termasyhur? Dengan Allah mengeraskan hati
Firaun (bdk. ay 18), sehingga ia menolak melepaskan Israel. Dengan demikian Allah bisa
memberikan tulah demi tulah dan akhirnya menghancurkan Firaun dan tentaranya di
Laut Teberau. Dengan demikian kuasa Allah terlihat dengan jelas, dan nama Allah
menjadi termasyhur.
Jadi, adanya reprobate (= orang yang ditentukan binasa) juga bertujuan untuk
kemuliaan Allah.
Ay 18: “Jadi Ia
menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati
siapa yang dikehendakiNya”.
Ayat ini berbicara tentang ‘menegarkan
hati / mengeraskan hati’.
W. G. T. Shedd:
·
“to harden is
not to soften”
(= mengeraskan berarti tidak melunakkan).
·
“The agency of
God in hardening is inaction rather than action” [= Tindakan
Allah dalam pengerasan adalah ketidak-giatan (pasif)
dan bukannya kegiatan (aktif)].
·
“When God
hardens a man, he only leaves him to his stony heart” (= Pada waktu
Allah mengeraskan seseorang, Ia hanya membiarkannya pada hatinya yang keras).
W. G. T. Shedd lalu mengutip Charnoke,
dalam bukunya yang berjudul ‘Holiness of
God’: “God hardened his heart, by not
converting his already hard heart into a heart of flesh” (= Allah
mengeraskan hatinya, dengan tidak mengubah hatinya yang sudah keras menjadi
hati dari daging).
John Murray: “God
is said to do what he permitted. God allowed Pharaoh to harden his own heart
but the action of hardening was Pharaoh’s own” (= Allah
dikatakan melakukan apa yang Ia ijinkan. Allah mengijinkan Firaun untuk
mengeraskan hatinya sendiri tetapi tindakan pengerasan itu adalah tindakan
Firaun sendiri).
Ay 19: “Sekarang
kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya?
Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’”.
a) Sama seperti dalam ay 14 di sini Paulus
menanyakan pertanyaan yang ia tahu akan muncul dalam diri orang yang mendengar
ajarannya tentang Predestinasi dan kedaulatan Allah yang baru ia ajarkan sampai
dengan ay 18.
b) Saya berpendapat bahwa dalam ay 19 ini NIV memberikan terjemahan
yang paling jelas artinya, yang berbunyi sebagai berikut: “One
of you will say to me: Then why does God still blame us? For who resists his
will?”
(= Salah satu dari kamu akan berkata kepadaku: Lalu mengapa Allah masih
menyalahkan kita? Karena siapa yang menahan / menolak kehendakNya?).
‘Kehendak’ Allah bisa menunjuk kepada salah satu
dari 3 hal ini:
1. Rencana Allah yang kekal, yang pasti
terlaksana.
2. Sesuatu yang kalau terjadi akan menyenangkan
Allah. Yang ini belum tentu terjadi. Contoh: 1Tim 2:4.
3. Perintah / larangan Allah. Yang ini juga belum
tentu terjadi.
Yang dimaksud dengan ‘kehendak’ di sini bukanlah kehendak dalam arti
ke 2 atau ke 3, tetapi kehendak dalam arti ‘Rencana
Allah yang kekal’. Mengapa? Karena Ro 9:19b itu menunjukkan bahwa
kehendak Allah itu tidak bisa ditentang / ditolak. Dengan kata lain kehendak
Allah itu pasti terjadi. Sekarang, mengingat bahwa kehendak Allah itu pasti
terjadi, dan tidak mungkin ditolak / ditahan / diubah / digagalkan oleh
siapapun, si penanya menanyakan: mengapa kita masih disalahkan pada waktu kita
berbuat dosa / tidak percaya? Bukankah Allah yang menetapkan semua itu dan
karena itu semua itu pasti terjadi? Kesimpulannya: adanya kedaulatan Allah /
penetapan Allah dipakai oleh si penanya untuk meragukan adanya tanggung jawab
manusia.
Ay 20-21: “(20)
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk
berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’
(21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat
dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan
suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
a) Dalam ay 20-21 ini terlihat jelas bahwa
Paulus berbicara berdasarkan Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama. Tetapi bagian
mana dari Perjanjian Lama yang ia gunakan?
Guy Duty, dalam buku ‘Keselamatan
bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 116-118, berkata bahwa Paulus menggunakan
Yer 18 (bacalah bagian ini dalam Kitab Suci saudara mulai ay 1 sampai
ay 12). Guy Duty lalu berkata:
“Di sini, di
sumber kutipan Paulus tentang tukang periuk - tanah liat ini, Sang Tukang
Periuk menghimbau tanah-liat-Nya agar bertobat dari kejahatan mereka dan
mentaati suara-Nya, tetapi si tanah liat yang keras kepala dan pemberontak,
menolak tawaran belas kasihan Sang Tukang Periuk dan mengatakan bahwa mereka
mau berjalan dalam jalan mereka sendiri dan melakukan kejahatan hati mereka
sendiri. Dua kali Sang Tukang Periuk memakai syarat-jikaNya untuk menyelamatkan
mereka dari penghukuman yang segera akan jatuh ke atas mereka. Tanah liat ini
bukanlah sebuah benda mati. Dengan roh pemberontakannya sendiri, ia menolak
syarat-jika-taat-Nya Allah. Bacalah selebihnya sampai akhir kitab Yeremia,
bagaimana dengan syarat Allah berurusan dengan mereka; dan anda akan mengerti
mengapa mereka disebut ‘benda-benda kemurkaan’. Fakta-fakta ini sebenarnya
cukup untuk meyakinkan seorang dengan pikiran yang tak berprasangka, bahwa
Paulus, dalam Roma 9 ini, tidak berbicara tentang keselamatan tanpa syarat” (hal 118).
Tetapi Calvin mengatakan bahwa Paulus
bukannya menggunakan Yer 18 tetapi Yes 45:9. Beberapa penafsir yang
lain menambahkan Yes 29:16, demikian juga catatan kaki dari Kitab Suci Indonesia,
tetapi saya berpendapat bahwa Yes 45:9 adalah ayat yang paling tepat.
Sekarang pikirkan sendiri siapa yang
benar dalam hal ini, Guy Duty atau Calvin? Bacalah sekali lagi Ro 9:19-21, lalu
Yer 18:1-12 dan Yes 45:6-12, maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa
Ro 9:20-21 jauh lebih mirip pada Yes 45:9 dari pada Yer 18:1-12.
Untuk mempermudah dalam membandingkan, saya menuliskan ketiga text itu di bawah
ini.
Ro 9:20-21 - “(20) Siapakah
kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata
kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah
tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal
yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain
untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Yer 18:1-12 - “(1) Firman yang datang dari
TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: (2) ‘Pergilah dengan segera ke rumah tukang
periuk! Di sana
Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataanKu kepadamu.’ (3) Lalu pergilah aku
ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. (4) Apabila
bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka
tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang
baik pada pemandangannya. (5) Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku,
bunyinya: (6) ‘Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang
periuk ini, hai kaum Israel!,
demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk,
demikianlah kamu di tanganKu, hai kaum Israel! (7) Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa
dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan dan
membinasakannya. (8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata
demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku
hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. (9) Ada kalanya Aku berkata
tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan membangun dan
menanam mereka. (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan
mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak
mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka. (11) Sebab itu,
katakanlah kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman
TUHAN: Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan
merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu masing-masing bertobat dari
tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!
(12) Tetapi mereka berkata: Tidak ada gunanya! Sebab kami hendak berkelakuan
mengikuti rencana kami sendiri dan masing-masing hendak bertindak mengikuti
kedegilan hatinya yang jahat.’”.
Yes 45:6-12 - “(6) supaya
orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang
lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan
terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib
malang; Akulah
TUHAN yang membuat semuanya ini. (8) Hai langit, teteskanlah keadilan dari
atas, dan baiklah awan-awan mencurahkannya! Baiklah bumi membukakan diri dan
bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang
menciptakan semuanya ini.’ (9) Celakalah orang yang berbantah dengan
Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata
kepada pembentuknya: ‘Apakah yang kaubuat?’ atau yang telah dibuatnya: ‘Engkau
tidak punya tangan!’ (10) Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya:
‘Apakah yang kauperanakkan?’ dan kepada ibunya: ‘Apakah yang kaulahirkan?’ (11)
Beginilah firman TUHAN, Yang Mahakudus, Allah dan Pembentuk Israel: ‘Kamukah yang mengajukan
pertanyaan kepadaKu mengenai anak-anakKu, atau memberi perintah kepadaKu
mengenai yang dibuat tanganKu? (12) Akulah yang menjadikan bumi dan yang
menciptakan manusia di atasnya; tanganKulah yang membentangkan langit, dan
Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya”.
Baik Ro 9:20-21 maupun
Yes 45:9 mempersoalkan orang yang membantah Allah, tetapi tidak demikian
dengan Yer 18! Dengan demikian jelas terlihat bahwa pada waktu ia
menuliskan Ro 9:20-21 ini, Yes 45:9-lah yang ada dalam pikirannya, dan bukannya
Yer 18:1-12.
Hal lain yang saudara perlu perhatikan
dalam membandingkan text-text ini adalah: Yer 18:1-12 sama sekali tidak
cocok untuk menjawab pertanyaan Paulus dalam Ro 9:19, sedangkan
Yes 45:9 itu cocok sekali untuk menjawab pertanyaan dalam Ro 9:19 itu.
Satu hal yang harus diperhatikan dari
buku Guy Duty dalam bagian ini adalah bahwa Guy Duty ‘melarikan diri’ dari
Ro 9:20-21 ini. Ia mengatakan bahwa Paulus menggunakan Yer 18 sebagai
dasar, dan ia lalu membahas Yer 18, tetapi menghindari Ro 9:20-21
ini. Alangkah tidak konsistennya sikap ‘menghindari / melarikan diri’ ini dengan
kata-kata Guy Duty sendiri pada waktu ia mulai membahas Ro 9, dimana ia
berkata: “Sekarang kita sampai ke surat
Roma pasal 9 dan memasuki benteng Agustinus, Calvin, dan para guru Kepastian
Keselamatan Kekal. ... Janganlah kita menghindar atau membelokkan sesuatu
seperti yang sering mereka lakukan” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 93.
b) Dari jawaban dalam ay 20-21 terlihat bahwa
si penanya disalahkan / dihardik karena menanyakan pertanyaan seperti itu.
Tetapi beberapa penafsir, termasuk Martin Luther, secara tepat mengatakan bahwa
yang disalahkan adalah kalau manusia dengan sikap sombong, jahat, marah,
bersungut-sungut mencoba membantah Allah dengan pertanyaan seperti ini. Ini
terlihat dari kata ‘membantah’ dalam Ro 9:20 dan juga dari kata ‘berbantah’ dalam Yes 45:9, yang jelas
menunjukkan sikap yang tidak benar dalam menanyakan pertanyaan ini.
c) Dalam Ro 9:20-21 ini ada beberapa kontras
yang harus diperhatikan yaitu:
1. Kontras antara kata-kata ‘hai
manusia’
dan ‘Allah’.
2. Kontras antara ‘yang
dibentuk’
dan ‘yang membentuk’.
3. Kontras antara ‘tanah
liat’
dan ‘tukang periuk’.
Calvin: “And
surely there is no reason for a mortal man to think himself better than earthen
vessel, when he compares himself with God” (= Dan memang jelas bahwa tidak ada
alasan bagi manusia yang fana untuk berpikir bahwa dirinya sendiri lebih baik
dari bejana tanah, pada waktu ia membandingkan dirinya sendiri dengan Allah).
Kontras inilah yang menyebabkan manusia
tidak berhak untuk membantah Allah, bagaimanapun logisnya bantahan itu. Juga
kontras ini menyebabkan manusia pantas dikecam pada waktu membantah Allah.
d) ‘mulia’ dan ‘biasa’.
NIV: ‘noble’ (= mulia) dan ‘common’ (= biasa).
NASB: ‘honorable’ (= terhormat) dan ‘common’
(= biasa).
RSV: ‘beauty’ (= cantik / indah) dan ‘menial’
(= kasar / rendah).
KJV: ‘honour’ (= terhormat) dan ‘dishonour’ (= tidak terhormat).
Saya
menyetujui terjemahan KJV dengan alasan:
1. Kata bahasa Yunani ATIMIA yang diterjemahkan ‘dishonour’ (= tidak terhormat) ini,
dalam Kitab Suci hanya digunakan dalam:
*
Ro 1:26 - ‘yang
memalukan’.
*
1Kor 11:14 - ‘kehinaan’.
*
1Kor 15:43 - ‘kehinaan’.
*
2Kor 6:8 - ‘dihina’.
*
2Kor 11:21 - ‘malu’.
*
2Tim 2:20 - ‘kurang
mulia’.
Kecuali
dalam 2Tim 2:20 dimana ATIMIA masih memungkinkan diartikan sebagai sesuatu
yang netral / tidak negatif, maka dalam ayat-ayat yang lain ATIMIA selalu
mempunyai arti negatif.
2. Ro 9 ini selalu mengkontraskan dengan tajam.
Misalnya:
a. Mengasihi >< membenci (ay 13).
b. Menaruh belas kasihan >< menegarkan hati
(ay 18).
c. Benda belas kasihan >< benda kemurkaan
(ay 22-23).
d. Kemuliaan >< kebinasaan (ay 22-23).
Karena itu kalau kata pertama
diterjemahkan ‘mulia / terhormat’, maka kata kedua tidak boleh sekedar
diterjemahkan ‘biasa’, tetapi harus diterjemahkan ‘tidak
mulia / tidak terhormat’.
e) Sekarang kita menghubungkan Ro 9:20-21 ini
dengan pertanyaan dalam Ro 9:19.
Ro 9:19-21 - “(19)
Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih
disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai
manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang
membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang
periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang
sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain
untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Ada beberapa hal yang bisa didapatkan:
1. Jawaban Paulus terhadap pertanyaan dalam
ay 19 tidak akan demikian:
a. Seandainya Arminian benar bahwa Allah tidak
menentukan, tetapi hanya mengetahui lebih dulu.
b. Seandainya Hyper-Calvinist benar bahwa Allah
memang menentukan dan karena itu manusia tidak bertanggung jawab.
Jawaban ini hanya cocok kalau Reformed
/ Calvinisme, yang mempercayai bahwa Allah menentukan tetapi manusia tetap bertanggung
jawab, adalah pandangan yang benar.
2. Sebetulnya Paulus tidak menjawab pertanyaan
dalam ay 19 itu yaitu bagaimana kedaulatan dan penetapan Allah itu bisa
harmonis dengan tanggung jawab manusia. Dengan jawaban dalam ay 20-21 itu,
secara tidak langsung ia berkata: ‘Pokoknya
Allah sudah menetapkan kedua hal itu (kedaulatan
Allah dan tanggung jawab manusia), dan kita manusia tidak berhak membantah’.
Calvin, dalam komentarnya tentang
Ro 9:14, berkata sebagai berikut:
“Let
this then be our sacred rule, to seek to know nothing concerning it, except
what Scripture teaches us: when the Lord closes his holy mouth, let us also
stop this way, that we may not go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus
kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang diajarkan oleh Kitab
Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus, biarlah kita juga berhenti
dan tidak pergi lebih jauh].
Kata-kata ini penting kita camkan pada
waktu menghadapi hal-hal yang memang tidak dijelaskan oleh Kitab Suci dalam
persoalan Predestinasi, misalnya bagaimana kedaulatan Allah dan kebebasan
manusia bisa ada bersama-sama, juga bagaimana Allah yang suci dan kasih bisa
menetapkan dosa dan kebinasaan, dsb.
Ay 22-23: “(22) Jadi,
kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh
kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah
disiapkan untuk kebinasaan - (23) justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya
atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk
kemuliaan”.
a) Persamaan
ay 20-21 dan ay 22-23:
Tukang periuk (ay 21) = Allah (ay 22).
Benda mulia (ay 21) = benda belas
kasihan (ay 23).
Benda tak mulia (ay 21) = benda
kemurkaan (ay 22).
b) Calvin
tentang ay 22-23.
·
“There are
vessels prepared for destruction, that is, given up and appointed to
destruction: they are also vessels of wrath, that is, made and formed for this
end, that they may be examples of God’s vengeance and displeasure” (= Ada
bejana-bejana yang disiapkan untuk kebinasaan, yaitu, diserahkan dan ditetapkan
untuk kebinasaan: mereka juga adalah bejana-bejana kemurkaan, yaitu, dibuat dan
dibentuk untuk tujuan ini, supaya mereka bisa menjadi contoh dari pembalasan
dan ketidaksenangan Allah).
·
“For the best
reason then are we, the faithful, called the vessels of mercy, whom the Lord
uses as instruments for the manifestation of his mercy; and the reprobate are
the vessels of wrath, because they serve to show forth the judgments of God” (= Untuk
alasan yang terbaik maka kita, orang yang setia / percaya, disebut
bejana-bejana belas kasihan, yang dipakai Tuhan sebagai alat untuk menyatakan
belas kasihanNya; dan orang yang tidak dipilih adalah bejana-bejana kemurkaan,
karena mereka berfungsi untuk menunjukkan penghakiman Allah).
c) Ada 2 x kata ‘glory’
/ ‘kemuliaan’ dalam ay 23 dan ini menunjuk pada
‘belas kasihan Allah’.
d) Guy Duty menggunakan Ro 9:22 versi KJV yang
berbunyi:
“What if God, willing to shew his wrath, and to make his
power known, endured with much longsuffering the vessels of wrath fitted to
destruction”.
Oleh penterjemah buku Guy Duty, ini
diterjemahkan sebagai berikut:
“Jadi jika
Allah, hendak menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah
menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang cocok
untuk kebinasaan” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 118.
Guy Duty lalu berkata:
1. Menurut Dr. A. T. Robertson kata ‘hendak’ di sini bukan merupakan penyebab. Dan
penterjemah buku Guy Duty lalu memberikan keterangan tambahan: “kata ini
tidak menyatakan subyek dari kata kerja ini sebagai penyebab” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 118.
2. Menurut Vine, “Kata yang diterjemahkan dengan kata
‘cocok’ ini, dalam bahasa Yunani mempunyai ‘bentuk pemakaian Medium (Middle
Voice), yang menunjukkan bahwa bejana-bejana kemurkaan itu membuat diri mereka
cocok untuk kebinasaan’” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 119.
Dengan penjelasan ini jelas bahwa ia
mau menunjukkan bahwa keselamatan / kebinasaan manusia tak tergantung pada kehendak
Allah, tetapi tergantung manusianya sendiri!
Tanggapan:
a. Kalaupun A. T. Robertson benar bahwa
kata ‘hendak’ di sini bukan merupakan penyebab, ini tidak
berarti bahwa:
*
A. T. Robertson tidak mempercayai Predestinasi.
*
tidak ada ayat lain yang menunjukkan secara jelas bahwa
Allah adalah penyebab predestinasi.
Dua
hal di atas ini terlihat misalnya dari Ro 9:11, tentang mana A. T. Robertson
sendiri berkata: “Here it is
the purpose (prothesis) of God which has worked according to the principles of
election”
[= Di sini adalah rencana (prothesis) dari Allah yang telah bekerja sesuai
dengan prinsip-prinsip pemilihan] - ‘Word Pictures in
the New Testament’, vol IV, hal 382. Juga dua hal itu terlihat dari
Ef 1:4, tentang mana A. T. Robertson berkata: “Definitive
statement of God’s elective grace concerning believers in Christ” (= Pernyataan
yang pasti tentang kasih karunia pemilihan dari Allah mengenai orang-orang yang
percaya kepada Kristus) - ‘Word Pictures in
the New Testament’, vol IV, hal 517.
b. Kalau Allah sudah menetapkan seseorang untuk
binasa, memang nantinya orang itu sendiri akan membuat dirinya cocok untuk
dibinasakan (sesuai dengan kata-kata Vine tentang middle voice yang
digunakan)! Predestinasi tidak bisa gagal!
e) Guy Duty juga menghubungkan Ro 9:22-23 ini
dengan 2Tim 2:20-21 yang berbunyi: “(20) Dalam rumah yang besar bukan hanya
terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang
pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang
kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang
jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia
dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap
pekerjaan yang mulia”.
Catatan: Kata-kata ‘perabot
rumah untuk maksud yang mulia’ oleh KJV diterjemahkan ‘a vessel unto honour’
(= bejana untuk kehormatan / kemuliaan), dan kata Yunani yang dipakai dalam
2Tim 2:21 ini memang sama dengan kata Yunani yang dipakai dalam Ro 9:21.
Guy Duty lalu menyimpulkan:
“Bejana
kemuliaan di sini dihubungkan dengan syarat ‘jika’. Untuk menjadi sebuah bejana
yang mulia, seseorang harus menyucikan diri dari segala perkara yang tidak
berkenan kepada Sang Tukang Periuk” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 120.
Tanggapan:
Guy Duty tidak bisa melihat bahwa dalam
Kitab Suci ada ayat-ayat yang ditinjau dari sudut Allah dan ada ayat-ayat yang
ditinjau dari sudut manusia. Ro 9:20-23 jelas merupakan ayat-ayat yang
ditinjau dari sudut Allah, sedangkan 2Tim 2:20-21 merupakan ayat-ayat yang
ditinjau dari sudut manusia, dan karena itu menekankan kewajiban / tanggung
jawab manusia.
Ay 24-26: “(24) yaitu
kita, yang telah dipanggilNya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga
dari antara bangsa-bangsa lain, (25) seperti yang difirmankanNya juga dalam
kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan
kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka:
‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana
akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.
a) Dari ay 23-24 terlihat bahwa Paulus tahu
bahwa ia dan orang kristen Roma adalah orang pilihan. Ini bertentangan dengan
kata-kata Pdt. Jusuf B. S. yang berulangkali menyatakan bahwa tidak ada orang
yang bisa tahu bahwa dirinya orang pilihan (buku ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 35,36,37).
b) Ay 24 ini menunjukkan bahwa orang-orang
pilihan tidak hanya ada dalam kalangan Yahudi tetapi juga dalam kalangan
bangsa-bangsa lain / non Yahudi. Ini berpasangan dengan ay 6 yang
menyatakan bahwa tidak semua Yahudi adalah orang pilihan.
c) Untuk menunjukkan bahwa pemanggilan orang non
Yahudi bukanlah suatu ajaran baru, maka dalam ay 25-26, Paulus lalu memberikan
dasar Kitab Suci dari Perjanjian Lama tentang panggilan / pilihan Allah
terhadap orang non Yahudi, yaitu dari Hos 2:22 (dalam Kitab Suci Inggris
Hos 2:23) dan Hos 1:10.
Ay
27-29: “(27) Dan Yesaya berseru tentang Israel: ‘Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun
hanya sisanya akan diselamatkan. (28) Sebab apa yang telah difirmankanNya, akan
dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera.’ (29) Dan seperti yang
dikatakan Yesaya sebelumnya: ‘Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan
pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora.’”.
Sekarang Paulus kembali pada apa yang
sudah ia bicarakan dalam ay 6, yaitu bahwa tidak semua orang Yahudi adalah
orang pilihan, tetapi sekarang ia bahkan menambahkan bahwa hanya ada sedikit
orang Yahudi yang adalah orang pilihan.
Ay 30-33:
“(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa
lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran
karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel,
sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai
kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena
iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (33)
seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu
sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak
akan dipermalukan.’”.
Sekarang Paulus mulai berganti haluan.
Dari tadi (mulai ay 6) ia meninjau dari sudut Allah. Dan dari sudut Allah,
seseorang tidak percaya dan tidak selamat karena Allah tidak memilihnya.
Sekarang, mulai ay 30, Paulus menyorotinya dari sudut manusia, dan
menunjukkan bahwa mereka tidak selamat karena tidak beriman.
Tetapi Guy Duty yang tidak mempedulikan
dari sudut mana suatu ayat harus diperhatikan, menafsirkan bagian ini secara
kacau balau.
Guy Duty:
“Ikutilah
Paulus dengan menyelesaikan seluruh Roma 9, dan dapatkanlah pemikirannya
yang lengkap. Jangan berhenti pada ayat 23 seperti halnya para ekspositor
Kepastian Keselamatan Kekal, karena dalam ayat-ayat 30-33 Paulus mengembangkan
pikirannya dan memperjelas pokok tentang bejana-bejana belas kasihan dan
kemurkaan itu”
- ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 120.
Guy Duty lalu mengutip Ro 9:30-33, dan
lalu melanjutkan:
“Kata-kata
iman dan kebenaran (righteousness - KJV) sangat menonjol dalam teks-teks ini.
Tanah liat bangsa-bangsa lain ‘telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena
iman’. Tetapi tanah liat Israel
tidak sampai pada kebenaran itu. Dan Paulus bertanya: ‘Mengapa tidak?’ Apakah
mereka telah dipredestinasikan untuk tidak mencapainya? Paulus menjawab:
‘Karena Israel
mengejarnya bukan karena iman ... Mereka tersandung pada batu sandungan’” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 120.
Kalau penafsiran Guy Duty ini benar,
berarti Paulus menghancurkan / menentang sendiri apa yang ia ajarkan sejak ay 6
tentang Predestinasi!
Calvin: “That
he might cut off from the Jews every occasion of murmuring against God, he now
begins to show those causes, which may be comprehended by human minds, why the
Jewish nation had been rejected. But they do what is absurd and invert all
order, who strive to assign and set up causes above the secret predestination
of God, which he has previously taught us is to be counted as the first cause” (= Supaya ia
bisa membuang semua alasan untuk bersungut-sungut terhadap Allah, sekarang ia
mulai menunjukkan penyebab-penyebab, yang bisa dimengerti oleh pikiran manusia,
mengapa bangsa Yahudi telah ditolak. Tetapi mereka melakukan apa yang
menggelikan dan terbalik, yang berjuang mengangkat dan mendirikan
penyebab-penyebab di atas predestinasi yang bersifat rahasia dari Allah, yang
sebelumnya telah ia ajarkan kepada kita sebagai penyebab pertama).
V) Serangan terhadap Predestinasi.
1) Doktrin Conditional Election
(= Pemilihan bersyarat).
Yang dimaksud dengan Conditional Election adalah kebalikan
dari Unconditional Election (=
Pemilihan tanpa syarat).
Dalam Unconditional Election, alasan Allah untuk memilih seseorang
bukanlah karena adanya atau akan adanya kebaikan ataupun iman dari orang itu,
tetapi hanya karena Allah menghendaki untuk memilih dia.
Dalam Conditional Election, Allah memilih seseorang karena Allah melihat
bahwa orang itu bakal beriman atau menjadi baik.
Guy Duty, dalam bukunya ‘Keselamatan
bersyarat atau tanpa syarat?’, berkata:
·
“Lalu
mengapa Allah lebih menyukai Yakub dan mengabaikan Esau? Ingat
definisi-definisi Leksikon-leksikon terkemuka tentang pemilihan yang
menyiratkan arti ‘pilihan (choice), memilih (select), yaitu, yang terbaik
dari antara jenisnya atau kelasnya’ -- ‘dipilih (selected), yaitu dari
antara yang berkualitas lebih baik dari lainnya’. Alasan-alasan Allah
bagi pemilihannya atas Yakub dengan melampaui Esau adalah alasan-alasan yang
ditemukan dalam kepribadian kedua orang ini, ... Marilah kita melihat sekilas
kepribadian dari kedua orang itu, dan melihat jika hal ini benar” - hal 103.
Guy Duty lalu menguraikan panjang lebar
segala ‘kebaikan Yakub’ dan ‘kejelekan Esau’ (hal 103-104).
·
“Kata-kata
‘predestinasi’ dan ‘pemilihan’, bagaimanapun tidak dapat mengubah fakta bahwa Allah
membuat rencana kekal-Nya bagi manusia menurut apa yang Ia ketahui terlebih
dahulu, yaitu apa yang akan manusia perbuat dengan kuasa mereka untuk
memutuskan secara bebas” - hal 126.
Dasar Kitab Suci yang sering dipakai
sebagai dasar dari Conditional Election
adalah Ro 8:29-30 yang berbunyi:
“(29) Sebab
semua orang yang dipilihNya dari semula,
mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran
AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30)
Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan
mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang
dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.
Catatan: Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘dipilihNya’, tetapi terjemahan hurufiahnya seharusnya
adalah ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu), seperti dalam terjemahan
NIV di bawah ini.
NIV: “For
those God foreknew he also predestined
to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn
among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called,
he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena
mereka yang diketahuiNya lebih dulu,
juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya
Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang
dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga
dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).
Tentang Ro 8:29 ini Pdt.
Jusuf B. S. berkata:
“Di sini disebutkan bahwa Allah
mengenal lebih dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya
terdahulu, mereka itu juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau
dipilih untuk ini dan itu), dengan sangat adil. Di
dalamnya sudah termasuk segala kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini
diperhitungkan dengan teliti (1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 39.
Catatan: kata-kata ‘dipilih,
sesuai dengan rencana Allah’ dalam 1Pet 1:2a juga salah terjemahan. Seharusnya
adalah ‘have been chosen according to the
foreknowledge of God’ (= telah dipilih menurut pengetahuan lebih dulu dari
Allah).
1Pet 1:2 -
“yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai
dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh,
supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih
karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.
NIV: ‘who have been chosen according
to the foreknowledge of God the Father’ (= yang telah dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih
dulu dari Allah Bapa).
Jadi, jelas terlihat bahwa
baik Pdt. Jusuf B. S. maupun Guy Duty mempercayai doktrin conditional election (= pemilihan bersyarat).
Jawaban /
tanggapan:
a) Conditional
Election merupakan pandangan bodoh dari orang yang tidak punya logika!
Pikirkan
baik-baik! Kalau Allah sudah tahu lebih dulu bahwa orang itu akan beriman /
menjadi baik, bukankah hal itu sudah pasti akan terjadi? Lalu untuk apa Allah
lalu menentukan / memilih? Penentuan / pemilihan yang Allah lakukan sama sekali tidak ada gunanya
/ tidak mempunyai fungsi, karena tanpa hal itupun apa yang Ia ketahui lebih
dulu itu toh akan terjadi.
b) Untuk bisa memilih seseorang, maka dalam
arti tertentu Allah memang harus tahu tentang orang itu.
R. C. Sproul: “All
the text declares is that God predestines those whom he foreknows. No one in
this debate disputes that God has foreknowledge. Even God could not choose
people he didn’t know anything about. Before he could choose Jacob he had to
have some idea in his mind of Jacob. But the text does not teach that God chose
Jacob on the basis of Jacob’s choice” [= Semua yang dinyatakan oleh text itu (Ro 8:29) adalah bahwa Allah mempredestinasikan
mereka yang Ia ketahui lebih dulu. Tidak seorangpun dalam perdebatan ini memperdebatkan
bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu. Bahkan
Allah tidak bisa memilih orang yang sama sekali tidak diketahuiNya. Sebelum Ia memilih Yakub Ia
harus mempunyai beberapa gagasan dalam pikiranNya tentang Yakub. Tetapi text itu (Ro 8:29) tidak mengajar bahwa Allah memilih Yakub
berdasarkan pilihan Yakub] - ‘Chosen By God’, hal 131.
c) Ro 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah
tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.
Ro 8:29 - “Sebab semua orang yang diketahuiNya lebih dulu, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara”.
A. H. Strong: “The
Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the
phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul,
however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen
condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang
diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi
serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat
keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan bukan sebagai syarat
yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.
Saya sangat setuju dengan kata-kata A.
H. Strong ini! Orang-orang Arminian, termasuk Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty
membaca / menafsirkan Ro 8:29 ini seakan-akan
ayat itu berbunyi sebagai berikut:
“Karena mereka
yang diketahuiNya lebih dulu akan
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya,
supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang
dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga
dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.
Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29 yang
seharusnya berbunyi:
“Karena mereka
yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa
dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak
saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang
dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga
dimuliakanNya”.
Loraine Boettner: “Notice
especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers of
good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would
extend the grace of election” (= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak
berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai
pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah memberikan
kasih karunia pemilihan) - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.
Charles Haddon Spurgeon: “it
is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who
would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the
end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying
spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon
looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are
those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe,
and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or
in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be
very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not
find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However
wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us;
we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to
put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of
foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the
word”
(= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa
yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan
bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima,
tetapi seorang pembaca harus memakai kacamata pembesar yang sangat kuat sebelum
ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan
teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata
yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan
bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak
menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani
orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi
sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena
saya tidak menemukan kata-kata itu di sana,
maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan
/ penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk /
menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang
dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang
kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami
didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk kata itu) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.
d) Pembahasan kata ‘know’
(= tahu) dalam Kitab Suci.
1. Dalam Perjanjian Lama.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Ibrani adalah YADA.
a. Kata YADA ini digunakan dalam Kej 4:1
(KJV/Lit): “Adam knew Eve
his wife, and she conceived” (= Adam tahu / kenal
Hawa istrinya, dan ia mengandung).
Dari sini bisa kita lihat
bahwa ‘to know’ tidak selalu sekedar
berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.
Karena itu kalau
Ro 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah
Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu
didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan: tafsiran ini saya ambil
dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).
John Murray (tentang Ro 8:29 - NICNT): “‘Whom
he foreknew’ - few questions have provoked more difference of interpretation
than that concerned with the meaning of God’s foreknowledge as referred to
here. It is, of course, true that the word is used in the sense of ‘to know
beforehand’ (cf. Acts 26:5; 2
Pet. 3:17). As applied to God it could, therefore, refer to his eternal
prevision, his foresight of all that would come to pass. It has been maintained
by many expositors that this sense will have to be adopted here. Since,
however, those whom God is said to have foreknown are distinguished from others
and identified with those whom God also predestinated to be conformed to the
image of his Son, and since the expression ‘whom he foreknew’ does not, on this
view of its meaning, intimate any distinction by which the people of God could
be differentiated, various ways of supplying this distinguishing element have
been proposed. The most common is to suppose that what is in view is God’s
foresight of faith. God foreknew who would believe; he foreknew them as his
by faith. On this
interpretation predestination is conceived of as conditioned upon this
prevision of faith. Frequently, though not necessarily in all instances, this
view of foreknowledge is considered to obviate the doctrine of unconditional
election, and so dogmatic interest is often apparent in those who espouse it.
It needs to be emphasized that the rejection of this interpretation is not
dictated by a predestinarian interest. Even if it were granted that ‘foreknew’
means the foresight of faith, the biblical doctrine of sovereign election is
not thereby eliminated or disproven. For it is certainly true that God foresees
faith; he foresees all that comes to pass. The
question would then simply be: whence proceeds this faith which God foresees?
And the only biblical answer is that the faith which God foresees is the faith
he himself creates (cf. John
3:3–8; 6:44, 45, 65; Eph. 2:8; Phil. 1:29; 2 Pet. 1:2). Hence his eternal
foresight of faith is preconditioned by his decree to generate this faith in
those whom he foresees as believing, and we are thrown back upon the
differentiation which proceeds from God’s own eternal and sovereign election to
faith and its consequents. The interest, therefore, is simply one of
interpretation as it should be applied to this passage. On exegetical grounds we shall have to reject the view that ‘foreknew’
refers to the foresight of faith. It
should be observed that the text says ‘whom
he foreknew’; whom is the
object of the verb and there is no qualifying addition. This, of itself, shows
that, unless there is some other compelling reason, the expression ‘whom he
foreknew’ contains within itself the differentiation which is presupposed. If the apostle had in mind some ‘qualifying
adjunct’ it would have been simple to supply it. Since he adds none we are
forced to inquire if the actual terms he uses can express the differentiation
implied. The usage of Scripture provides an affirmative answer. Although the
term ‘foreknow’ is used seldom in the New Testament, it is altogether
indefensible to ignore the meaning so frequently given to the word ‘know’ in
the usage of Scripture; ‘foreknow’ merely adds the thought of ‘beforehand’ to
the word ‘know’. Many
times in Scripture ‘know’ has a pregnant meaning which goes beyond that of mere
cognition.55
It is used in a sense practically synonymous with ‘love’, to set regard upon,
to know with peculiar interest, delight, affection, and action (cf. Gen. 18:19; Exod. 2:25; Psalm
1:6; 144:3; Jer. 1:5; Amos 3:2; Hosea 13:5; Matt. 7:23; 1 Cor. 8:3; Gal. 4:9; 2
Tim. 2:19; 1 John 3:1).
There is no reason why this import of the word ‘know’ should not be applied to
‘foreknow’ in this passage, as also in 11:2 where it also occurs in the same
kind of construction and where the thought of election is patently present (cf. 11:5, 6.) When this import is
appreciated, then there is no reason for adding any qualifying notion and ‘whom
he foreknew’ is seen to contain within itself the differentiating element
required. It
means ‘whom he set regard upon’ or ‘whom he knew from eternity with
distinguishing affection and delight’ and is virtually equivalent to ‘whom he
foreloved’.
This interpretation, furthermore, is in agreement with the efficient and
determining action which is so conspicuous in every other link of the chain -
it is God who predestinates, it is God who calls, it is God who justifies, and
it is he who glorifies. Foresight of faith would be out of accord with the
determinative action which is predicated of God in these other instances and
would constitute a weakening of the total emphasis at the point where we should
least expect it. Foresight has too little of the active to do justice to the
divine monergism upon which so much of the emphasis falls. It is not the foresight of difference but the
foreknowledge that makes difference to exist, not a foresight that recognizes
existence but the foreknowledge that determines existence. It is sovereign
distinguishing love” (= ) - Libronix.
b. Kata YADA ini digunakan dalam Kej 18:19
dan diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Sebab Aku
telah memilih dia, supaya
diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup
menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan,
dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya”.
RSV/NIV/NASB menterjemahkan
seperti Kitab Suci Indonesia!
ASV/KJV/NKJV tetap
menterjemahkan ‘know’, tetapi
kalimatnya jadi aneh.
Kej 18:19 (KJV): “For
I know him, that he will command his
children and his household after him, and they shall keep the way of the LORD,
to do justice and judgment; that the LORD may bring upon Abraham that which he
hath spoken of him”
(= Karena Aku mengetahui / mengenalnya,
bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan
mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman;
supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya).
c. Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan
‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Hanya kamu
yang Kukenal dari segala kaum di muka
bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu”.
KJV/ASV/RSV tetap
menterjemahkan ‘know’,
tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ (= memilih).
Tentang kata YADA dalam Amos 3:2
ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently
forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care” (= apa yang ditonjolkan ke depan
secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih /
mengkhususkan Israel
untuk perhatian istimewa) - ‘Biblical and Theological
Studies’, hal 288.
Loraine Boettner: “The
word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an
intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the
persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when
it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’
Amos 3:2.”
[= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan
intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa
orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan /
kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi:
‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’
(Amos 3:2)] - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
d. Penggunaan kata YADA yang lain:
·
Kel 2:25 - “Maka
Allah melihat orang Israel
itu, dan Allah memperhatikan (YADA) mereka”.
·
Maz 1:6 - “sebab
TUHAN mengenal (YADA) jalan orang benar, tetapi jalan orang
fasik menuju kebinasaan”.
·
Maz 101:4 - “Hati
yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu (YADA)”.
·
Nahum 1:7 - “TUHAN
itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal (YADA) orang-orang yang berlindung kepadaNya”.
Dalam semua ayat-ayat di atas ini
kata YADA tidak memungkinkan untuk diartikan sebagai sekedar suatu pengetahuan
intelektual.
2. Dalam Perjanjian Baru.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan
dalam ayat-ayat di bawah ini:
a. Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus
terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal
kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”.
b. Yoh 10:14,27 - “(14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. ... (27) Domba-dombaKu mendengarkan
suaraKu dan Aku mengenal mereka dan
mereka mengikut Aku”.
c. 1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah”.
d. Gal 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi
kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri
lagi kepadanya?”.
e. 2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu
teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal
siapa kepunyaanNya’”.
Dalam semua ayat-ayat ini kata
GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara intelektual’.
e) Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).
Ayat-ayat yang mengandung
kata-kata foreknowledge, foreknew, dsb:
1. Kis 2:23a - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya”.
NASB: “this Man, delivered up by the predetermined
plan and foreknowledge of God” (=
Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah).
Jelas
bahwa ‘foreknowledge’ (= pengetahuan
lebih dulu) di sini tidak sekedar berarti pengetahuan intelektual, karena Allah
menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’
itu. Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti
itu.
2. Rom 11:2a - “Allah tidak menolak umatNya yang dipilihNya”.
NASB: “God has not rejected His people whom He foreknew” (= Allah tidak menolak
umatNya yang diketahuiNya lebih dulu).
Ini
lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’
tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.
Loraine
Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those
in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be
the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom.
11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’” (= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih
dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus
kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita
membaca: ‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya
lebih dulu’) - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 100.
3. 1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai
dengan rencana Allah, Bapa kita”.
NASB: “who are chosen according to the
foreknowledge of God the Father” (= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).
4. 1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih
sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman
akhir”.
NASB: “For He was foreknown before the
foundation of the world, but has appeared in these last times for the sake of
you” (= Karena Ia diketahui
lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada
jaman akhir karena kamu).
Melihat ayat-ayat di atas
ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak
pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan lebih dulu’,
tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’.
Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This word
denotes ‘the
seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That
the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to
foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an
absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event
will certainly take place. What that reason is, the word itself does not
determine. As, however, God is represented in the Scriptures as purposing or
determining future events; as they could not be foreseen by him unless he had
so determined, so the word sometimes is used in the sense of determining
beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place the
word is used to denote that the delivering up of Jesus was something more than
a bare or naked decree. It implies that God did it according to his foresight
of what would be the best time, place, and manner of its being done. It was not
the result merely of will; it was will directed by a wise foreknowledge of what
would be best. And this is the case with all the decrees of God” (=
‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum
peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1.
Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat
lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih
dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa
tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena
itu, pengetahuan lebih dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan
tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi. Tetapi karena Allah
digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau menentukan
peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa dilihat
lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka kata
itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau sinonim
dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu digunakan untuk
menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada
sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit menunjukkan
bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya tentang apa
yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang pelaksanaan hal
itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu merupakan kehendak
yang
diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa yang
terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah).
f) Dengan ajaran Conditional Election (= pemilihan bersyarat) ini, Arminianisme
menjadikan tujuan pemilihan sebagai alasan pemilihan.
Seharusnya iman maupun
perbuatan baik adalah hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan.
Tetapi Arminianisme mengajarkan bahwa iman dan perbuatan baik (yang dilihat
lebih dulu oleh Allah) merupakan alasan dari pemilihan.
Yang seharusnya / yang
alkitabiah:
Pemilihan ® Iman dan perbuatan baik.
Ajaran Arminian:
Iman dan perbuatan baik ® pemilihan.
Bahwa iman / perbuatan baik
seharusnya merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan,
terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:
1. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak
mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya”.
Mengomentari Kis 13:48 ini,
Arthur W. Pink berkata:
“believing
is the consequence and not the cause of God’s decree” (= percaya adalah konsekwensi /
akibat dan bukannya penyebab dari ketetapan Allah) - ‘The Sovereignty of God’, hal 46.
2. Yoh 15:16b - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang
memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya
kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa
yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu”.
Jadi ‘buah’ adalah hasil
/ tujuan dari pemilihan, bukan alasan dari pemilihan seperti yang
dikatakan oleh Arminian.
3. Ef 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah
telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapanNya”.
Ayat ini mengatakan bahwa
kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah
yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Dalam pemikiran Allah,
pemilihan itu yang ada lebih dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi
kudus dan tak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian, maka
‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada lebih dulu dalam pemikiran Allah, dan
sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!
4. 1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang
dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan
oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus
dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin
melimpah atas kamu”.
Ayat ini juga menunjukkan
bahwa seseorang dipilih supaya taat, bukannya karena bakal taat lalu dipilih.
Calvin: “Say:
‘Since he foresaw that we would be holy, he chose us,’ and you will invert
Paul’s order”
(= Katakan: ‘Karena Ia melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi
kudus, Ia memilih kita’, dan engkau akan membalik urut-urutan Paulus) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no
3.
Loraine Boettner: “Foreseen
faith and good works, then, are never to be looked upon as the cause of the
Divine election. They are rather its fruits and proof. They show that the
person has been chosen and regenerated. To make them the basis of election
involves us again in a covenant of works, and places God’s purposes in time
rather than in eternity. This would not be pre-destination but
post-destination, an inversion of the Scripture account which makes faith and
holiness to be the consequents, and not the antecedents, of election (Eph. 1:4;
John 15:16; Titus 3:5)”
[= Maka, iman dan perbuatan baik yang dilihat lebih dulu, tidak pernah boleh
dilihat sebagai penyebab dari pemilihan ilahi. Sebaliknya
iman dan perbuatan baik adalah buah dan bukti dari pemilihan ilahi. Iman
dan perbuatan baik membuktikan bahwa orang itu telah dipilih dan
dilahirbarukan. Membuat iman dan perbuatan baik sebagai
dasar dari pemilihan melibatkan kita kembali pada perjanjian berdasarkan
perbuatan baik, dan menempatkan Rencana Allah dalam waktu dan bukannya dalam
kekekalan. Ini bukanlah pre-destinasi tetapi
post-destinasi, suatu pembalikan terhadap penjelasan / penggambaran
Kitab Suci yang membuat iman dan kekudusan sebagai konsekwensi / akibat, dan
bukannya sebagai sesuatu yang mendahului, pemilihan (Ef 1:4; Yoh 15:16; Tit 3:5)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 98.
John Owen: “We choose Christ by faith; God chooseth us by his
decree of election. The question is, Whether we choose
him because he hath chosen us, or he chooseth us because we have chosen him,
and so indeed choose ourselves? We affirm the former, and that because
our choice of him is a gift he himself bestoweth only on them whom he hath
chosen” (= Kita memilih
Kristus oleh iman; Allah memilih kita oleh ketetapan pemilihanNya. Pertanyaannya adalah, Apakah kita memilih Dia karena Ia telah
memilih kita, atau Ia memilih kita karena kita telah memilih Dia, dan dengan
demikian sebenarnya memilih diri kita sendiri? Kami menegaskan yang
pertama / terdahulu, dan itu karena pemilihan kita tentang Dia adalah suatu
karunia yang Ia sendiri berikan hanya kepada mereka yang telah Ia pilih) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 65.
g) Ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah
tahu lebih dulu iman dan kesalehan seseorang baru memilih orang itu,
bertentangan dengan Ro 9:21 yang mengatakan bahwa baik orang pilihan / elect maupun orang non pilihan / reprobate dipilih / diambil ‘dari gumpal yang sama’.
Ro 9:21 - “Apakah tukang
periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu
benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu
benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Ajaran
Arminian ini menunjukkan bahwa orang pilihan / elect dipilih karena mereka lebih baik dari pada yang tidak dipilih
/ reprobate. Ini sejalan dengan
doktrin sesat ‘salvation by works’ (=
keselamatan karena perbuatan baik).
h) Kalau Conditional
Election itu benar, bagaimana kita harus menafsirkan ayat-ayat di bawah
ini, yang secara explicit
menyingkirkan perbuatan baik manusia sebagai alasan pemilihan?
Ro 9:11 - “Sebab waktu anak-anak itu belum
dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana
Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan
berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya”.
2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita
dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan
berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih
karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus
sebelum permulaan zaman”.
i) Loraine Boettner: “Foreordination
in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be
foreknown, and only that which is predetermined can be certain” (= Secara umum, penentuan lebih
dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang
tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih
dulu yang bisa tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 99.
j) John Owen: “Is it not
because such propositions as these, ‘Believe, Peter, and continue in the faith
unto the end, and I will choose thee before the foundation of the world,’ are
fitter for the writings of the Arminians than the word of God?” (= Bukankah karena pernyataan
seperti ini ‘Percayalah Petrus, dan bertekunlah dalam
iman sampai akhir, dan Aku akan memilih engkau sebelum dunia dijadikan’,
lebih cocok untuk tulisan-tulisan Arminian dari pada
Firman Allah?) - ‘The Works of John Owen’,
vol 10, hal 55.
Kata-kata John Owen ini
menunjukkan betapa menggelikan dan tidak masuk akalnya ajaran Arminian yang
mengatakan bahwa seseorang dipilih dari semula karena Ia bakal
baik!
2) Dalam memilih, Tuhan memilih semua orang.
Jawab:
a)
Kata ‘memilih’ tidak memungkinkan untuk diartikan ‘memilih semua’.
‘Memilih semua’ sama dengan
tidak memilih, dan juga sama menggelikannya seperti anak saya yang berusia
3 1/2 tahun, yang kalau ditanya: ‘Mau es krim atau permen?’, lalu berkata
‘Mau es krim dan permen’.
b)
Kitab Suci secara jelas mengatakan bahwa Tuhan hanya memilih sebagian dari umat manusia untuk diselamatkan.
1. Mat 22:14 - “Sebab banyak
yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”.
2. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang
yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya”.
Pada waktu Paulus memberitakan Injil di
sini, ada orang-orang yang menjadi iri hati, menghujat, membantah dsb
(Kis 13:45), tetapi orang-orang pilihan bergembira dan menjadi percaya
(Kis 13:48). Jelas bahwa orang-orang pilihan ini hanya sebagian dari para
pendengar saat itu.
3. Ro 11:25 - “Sebab, saudara-saudara, supaya kamu
jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini:
Sebagian dari Israel
telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah
masuk”.
Tentang Ro 11:25 ini,
perlu diingat bahwa sebagian Israel ditegarkan selama ribuan tahun (sampai saat
ini sudah hampir 2000 tahun), sementara Tuhan bekerja sampai orang-orang
pilihan dari kalangan non Israel bertobat. Jelas bahwa selama ribuan tahun ini
sudah banyak orang Israel
yang binasa dalam dosa mereka, dan ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak
dipilih. Sebagian yang lain (sebagian kecil) tidak ditegarkan, dan sebaliknya
diberi kasih karunia, sehingga mereka percaya kepada Kristus. Ini orang Israel
yang termasuk orang pilihan. Jadi lagi-lagi terlihat bahwa tidak semua manusia
dipilih oleh Tuhan.
c) Kalau Tuhan memilih semua, maka hanya ada 2
kemungkinan:
1. Semua orang akan selamat.
Ini tidak mungkin karena
Kitab Suci jelas menunjukkan adanya orang yang masuk neraka.
2. Pemilihan itu gagal (sebagian), karena dari
semua yang dipilih itu ada yang tidak selamat.
Ini juga tidak mungkin
karena di atas telah kita bahas bahwa Rencana Allah / predestinasi tidak bisa
gagal.
Kedua kemungkinan ini
sama-sama tidak mungkin, dan karena itu tidak mungkin Tuhan memilih semua
orang.
3) Predestinasi menunjukkan bahwa Allah tidak adil.
Pdt. Jusuf B. S. berkata
bahwa Allah tidak membeda-bedakan. Ia lalu memberikan beberapa ayat sebagai
dasar yaitu Ro 2:11
Kis 10:34-35 Kol 3:25 dan 1Pet
1:17 (‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 18).
Jawab:
a) ‘Adil’ tidak selalu berarti ‘memperlakukan
secara sama rata’.
Perlu diingat bahwa dalam
banyak hal Allah bersikap membedakan (tidak memperlakukan secara sama rata),
misalnya:
1. Pada waktu menciptakan sebagai binatang,
manusia atau malaikat.
2. Pada waktu Ia memilih Israel dan bukannya bangsa-bangsa
lain.
3. Pada saat Ia memberikan penebusan kepada
manusia yang jatuh ke dalam dosa, tetapi tidak kepada malaikat yang jatuh ke
dalam dosa (Ibr 2:16).
4. Pada saat ia memberikan talenta kepada manusia
(Mat 25:14-30).
5. Pada saat ia memberikan karunia-karunia kepada
orang kristen (1Kor 12:7-11).
Karena itu, kalau yang
dimaksud dengan ‘adil’ adalah bahwa Allah harus memperlakukan semua orang
dengan sama rata, maka jelas bahwa Allah memang tidak adil.
R. C. Sproul: “The
hue and cry the Calvinist usually hears at this point is ‘That’s not fair!’ But
what is meant by fairness here? If by fair we mean equal, then of course the
protest is accurate. God does not treat all men equally. Nothing could be
clearer from the Bible than that. God appeared to Moses in a way that he did
not appear to Hammurabi. God gave blessings to Israel
that he did not give to Persia.
Christ appeared to Paul on the road to Damascus
in a way he did not manifest himself to Pilate” (= Teriakan-teriakan yang
biasanya didengar oleh orang Calvinist pada titik ini adalah ‘Itu tidak adil!’
Tetapi apa yang dimaksud dengan keadilan di sini? Kalau yang dimaksud dengan
‘adil’ adalah ‘sama’, maka tentu protes itu benar. Allah
tidak memperlakukan semua orang secara sama. Tidak ada hal yang bisa lebih
jelas dari Alkitab dari pada hal itu. Allah menampakkan diri kepada Musa
dalam suatu cara yang tidak Ia lakukan kepada Hammurabi. Allah memberi berkat
kepada Israel yang tidak Ia
berikan kepada Persia.
Kristus menampakkan diri kepada Paulus di jalan ke Damaskus dalam suatu cara
yang Ia tidak nyatakan kepada Pilatus) - ‘Chosen By God’, hal 155.
Catatan: Hammurabi adalah raja
Babilonia yang memerintah pada tahun 2285-2242 S.M. (Barclay, ‘The Gospel of
Matthew’, vol 1, hal 163).
Tetapi siapa
yang mengatakan bahwa ‘adil’ harus berarti memperlakukan semua orang dengan
sama rata? Dari perumpamaan dalam Mat 20:1-15 terlihat dengan jelas bahwa
‘adil’ tidak selalu harus berarti ‘memperlakukan secara sama rata’.
Mat 20:1-15 - “(1) Adapun hal Kerajaan Sorga
sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari
pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat dengan
pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun
anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada
lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada mereka: Pergi
jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan
merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar
pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati
orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja
di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang
mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. (8)
Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja
itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga
mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang mulai bekerja
kira-kira pukul lima
dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka
yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun
menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: (12) Mereka yang masuk terakhir ini
hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu
menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap
engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu
dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama
seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut
kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.
Jelas bahwa tuan itu tidak
memperlakukan para pekerja itu secara sama rata, karena ia lebih bermurah hati
kepada pekerja yang masuk lebih belakangan. Tetapi pada waktu pekerja golongan
pertama memprotesnya, ia berkata: “aku
tidak berlaku tidak adil terhadap engkau” (Mat 20:13).
Juga perlu
diperhatikan bahwa dalam persoalan Predestinasi ini orang yang tidak dipilih
mendapatkan keadilan Allah sedangkan orang pilihan mendapatkan belas
kasihan / kemurahan hati Allah. Tidak ada yang menerima ketidakadilan Allah!
b) Paulus menjawab pertanyaan ‘Apakah Allah tidak
adil?’ dengan berkata ‘Mustahil!’, dan ia lalu berkata bahwa Allah berhak untuk
melakukan pemilihan itu (Ro 9:14-18).
c) Jawaban
terhadap Pdt. Jusuf B. S.
Keempat ayat yang dipakai oleh Pdt.
Jusuf B. S. itu digunakannya secara out
of context (= keluar dari kontextnya)!
1. Kis 10:34-35 - “(34) Lalu mulailah Petrus berbicara,
katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah
tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang
takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya’”.
Kita harus menafsirkan ayat
ini sesuai dengan kontexnya. Kalau saudara membaca Kis 10:1 sampai
Kis 11:18 (cerita pertobatan Kornelius yang bukan orang Yahudi) maka
saudara akan melihat dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘Allah tidak membedakan orang’ dalam Kis 10:34 itu
adalah bahwa Allah berkenan kepada baik Yahudi
maupun non Yahudi yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran.
Jadi melalui seluruh bagian ini Allah ingin mengajarkan bahwa bukan orang
Yahudi saja yang bisa diselamatkan, tetapi juga orang-orang non Yahudi.
2. Ro 2:11 - “Sebab Allah tidak memandang bulu” (TL: “Sebab Allah tiada menilik atas
rupa orang”).
Kalau kita melihat kontex,
yaitu Ro 2:9-12, maka terlihat dengan jelas bahwa yang dimaksud oleh
Ro 2:11 adalah bahwa dalam menghakimi Allah tidak
membedakan Yahudi dan Yunani / non Yahudi. Kalau jahat akan dihukum,
kalau baik akan diberi pahala, tak peduli mereka Yahudi atau Yunani / non
Yahudi.
3. Kol 3:25 dan 1Pet 1:17 berbunyi sebagai berikut:
Kol 3:25 - “Barangsiapa berbuat kesalahan,
ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang”.
1Pet 1:17 - “Dan jika kamu menyebutNya Bapa,
yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya,
maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini”.
Jelas bahwa kedua ayat ini
sama-sama berbicara tentang penghakiman Allah, dan menunjukkan bahwa dalam
melakukan penghakiman, Allah tidak membedakan orang. Jelas bahwa ayat-ayat ini
tidak berhubungan dengan Predestinasi, sehingga tidak bisa dipakai untuk
menentang Predestinasi.
Memang dalam melakukan
penghakiman, Allah tidak pandang bulu. Siapapun yang berdosa akan dihukum.
Tetapi pada waktu Allah memberikan belas kasihan atau kasih karuniaNya, ia
hanya memberikannya kepada orang-orang pilihanNya.
4) Allah selalu menghendaki manusia selamat.
Pdt. Jusuf B. S. mengatakan
bahwa Allah menghendaki semua orang selamat, dan karena itu tidak mungkin Ia
menetapkan sebagian manusia untuk binasa.
Ia berpendapat bahwa
Predestinasi “bertentangan
dengan rencana dan kehendak Allah sendiri yang ingin semua orang selamat
(2Pet 3:9 / 1Tim 2:4)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
2Pet 3:9 - “Tuhan tidak lalai menepati janjiNya,
sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar
terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada
yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”.
1Tim 2:3-4 - “(3) Itulah
yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, (4) yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan
memperoleh pengetahuan akan kebenaran”.
Pdt. Jusuf B. S. juga berkata:
“Ia tidak
ingin seorangpun binasa, termasuk juga orang fasik yang jahat. Tuhan masih
mengharapkannya untuk bertobat kembali dan diselamatkan” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’,
hal 15.
Dan ia lalu mengutip Yeh 18:23 dan Yeh
33:11.
Yeh 18:23 - “Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik?
demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada
pertobatannya supaya ia hidup?”.
Yeh 33:11 - “Katakanlah
kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku
berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.
Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan
mati, hai kaum Israel?”.
Jawab:
a) Kalau membahas tentang ‘kehendak Allah’ maka
perlu diingat bahwa ada beberapa ‘kehendak Allah’, yaitu:
1. Kehendak Allah yang menunjuk pada
prinsip-prinsip kehidupan yang Ia berikan kepada manusia, dan ini mencakup baik
perintah-perintah maupun larangan-larangan dari Allah untuk manusia.
Kehendak Allah yang ini
sering tidak terjadi, karena manusianya tidak taat pada Firman Tuhan.
2. Kehendak Allah yang menunjuk pada hal yang
menyenangkan Allah kalau hal itu terjadi.
Kehendak Allah yang ini juga
sering tidak terjadi.
3. Kehendak Allah yang menunjuk pada RencanaNya /
KetetapanNya yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan.
Kehendak yang ini pasti
terlaksana dan tidak mungkin digagalkan oleh apapun / siapapun juga. Ini terlihat dari banyak
ayat seperti ayat-ayat di bawah ini:
a. Ayub 23:13-14 - “(13) Tetapi Ia
tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendakiNya,
dilaksanakanNya juga. (14) Karena Ia akan menyelesaikan apa yang ditetapkan
atasku, dan banyak lagi hal yang serupa itu dimaksudkanNya”.
b. Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku
tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu
yang gagal’”.
c. Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana
bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana
TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun”.
d. Yes 14:24-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah
bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan
terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: (25) Aku akan
membinasakan orang Asyur dalam negeriKu dan menginjak-injak mereka di atas
gunungKu; kuk yang diletakkan mereka atas umatKu akan terbuang dan demikian
juga beban yang ditimpakan mereka atas bahunya.’ (26) Itulah rancangan yang
telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap
segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat
menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya
ditarik kembali?”.
e. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya
hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang
berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11)
yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu
dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak
melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.
Pembedaan ‘kehendak Allah’
seperti ini memang harus ada karena kalau tidak, akan terjadi kontradiksi dalam
Kitab Suci. Dalam 5 text Kitab Suci yang baru saya sebutkan, terlihat dengan
sangat jelas bahwa kehendak Allah pasti terjadi / tidak mungkin gagal. Kalau
ini dianggap membicarakan ‘kehendak Allah‘ yang sama dengan yang dibicarakan
dalam 2Pet 3:9 1Tim 2:3-4 Yeh 33:11 Yeh 18:23, maka kita harus
menyimpulkan bahwa semua manusia pasti akan selamat (Universalisme), dan ini
jelas adalah ajaran sesat!
Ayat-ayat yang dipakai oleh
Pdt. Jusuf B. S. di atas, yaitu 2Pet 3:9 1Tim 2:3-4 Yeh 33:11
Yeh 18:23, menunjuk pada kehendak Allah yang nomor 2, yaitu sesuatu yang
kalau terjadi akan menyenangkan Allah, tetapi bukan menunjuk pada Rencana / Ketetapan
kekal dari Allah. Sebaliknya Predestinasi / pemilihan memang menunjuk pada
Rencana / Ketetapan Allah, dan karenanya pasti terjadi.
b) Arthur W. Pink: “To
say that God the Father has purposed the salvation of all mankind, that God the
Son died with the express intention of saving the whole human race, and that
God the Holy Spirit is now seeking to win the world to Christ; when, as a
matter of common observation, it is apparent that the great majority of our
fellow-men are dying in sin, and passing into a hopeless eternity: is to say that God the Father is disappointed, that God the
Son is dissatisfied, and that God the Holy Spirit is defeated” (= Mengatakan bahwa Allah Bapa
telah merencanakan keselamatan untuk semua orang, bahwa Allah Anak mati dengan
maksud yang jelas / tegas untuk menyelamatkan seluruh umat manusia, dan bahwa
Allah Roh Kudus sekarang berusaha memenangkan dunia bagi Kristus; padahal,
sesuai dengan pengamatan umum, adalah jelas bahwa sebagian besar sesama kita
mati dalam dosa, dan masuk ke dalam kekekalan tanpa harapan: sama dengan mengatakan bahwa Allah Bapa dikecewakan, Allah
Anak tidak dipuaskan, dan Allah Roh Kudus dikalahkan) - ‘The Sovereignty of God’, hal 21.
c) Serangan terhadap Pdt. Jusuf B. S.
Saya ingin
menambahkan satu hal tentang Pdt. Jusuf B. S. yang mengatakan bahwa Allah
selalu menghendaki manusia untuk selamat.
Dalam bukunya
‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 20, Pdt. Jusuf B. S. berkata:
“Allah dapat mencegah Saul, Balhum, Yerobeam, Yudas
dan lain-lain untuk berhenti berdosa, tetapi Ia tidak melakukan hal itu, sebab
itu bukan rencana / tujuan Allah”.
Apakah ini
bukan suatu kontradiksi dengan pernyataan bahwa Allah selalu menghendaki
manusia untuk selamat?
d) Mat 11:20-24 jelas menunjukkan bahwa Allah
tidak selalu menghendaki keselamatan seseorang.
Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam
kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan
mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida!
Karena jika di Tirus dan di Sidon
terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama
mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari
penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon
akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah
engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke
dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.
(24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan
dari pada tanggunganmu.’”.
Yesus berkata
bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada
mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan
Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah
bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak memberi mujijat-mujijat
itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk orang bukan pilihan dan karena
itu Allah memang tidak menghendaki keselamatan mereka!
Sekarang
silahkan Pdt. Jusuf B. S. menjawab mengapa Allah tidak memberikan mujijat
kepada kota-kota Tirus, Sidon, dan Sodom, padahal Allah tahu bahwa kota-kota
itu akan bertobat kalau terjadi mujijat!
Contoh lain:
1. Mat 11:25-27 - “(25)
Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit
dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi
orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.
(26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan
kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak
seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang
kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya”.
2. Mat 13:13-15 - “(13)
Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena
sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak
mendengar dan tidak mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya,
yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu
akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini
telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka
melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan
hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka”.
3. Adanya orang-orang yang sampai mati tak pernah
mendengar Injil.
5) Kalau ada Predestinasi setan tidak akan menyerang mati-matian.
Kalau ada Predestinasi /
penentuan selamat, maka Iblis tidak akan menyerang mati-matian, karena toh akan
gagal. Tetapi kenyataannya setan menyerang mati-matian, dan ini menunjukkan
bahwa Predestinasi itu tidak ada (‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 26-27).
Jawab:
a) Iblis tidak mahatahu sehingga ia tidak tahu
siapa yang ditentukan selamat dan siapa yang ditentukan binasa. Karena itu ia
menyerang semua orang. Ini ada miripnya dengan kita pada waktu memberitakan
Injil. Karena kita tidak tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak, maka
kita harus memberitakan Injil kepada semua orang.
b) Kalaupun setan tidak bisa membatalkan
keselamatan tetapi setidaknya dengan serangannya ia bisa mempersulit hidup
kita, merusak pelayanan kita, membuat hati kita sumpek, dsb.
c) Iblis memang adalah seseorang yang luar biasa tekun.
Pada waktu Yesus hidup sebagai manusia di muka bumi ini, keilahianNya tidak
memungkinkan Ia untuk jatuh ke dalam dosa. Tetapi sekalipun demikian, setan
terus menyerang Yesus! Mungkin memang sudah menjadi nature (= sifat dasar) dari setan untuk terus menyerang, tak
perduli bisa berhasil atau tidak.
Catatan: kalau saudara mau tahu
secara mendetail tentang
ketidak-mungkinan Kristus untuk jatuh ke dalam dosa, baca buku saya yang
berjudul ‘CHRISTOLOGY’.
6) Ajaran Predestinasi menimbulkan reaksi yang salah.
a) Untuk orang kristen.
1. Menyebabkan orang mudah lalai dan berani
bermain-main dengan dosa (Pdt. Jusuf B. S., ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’,
hal 27,29).
2. Menyebabkan orang menganggap tidak perlu pikul
salib (Pdt. Jusuf B. S., ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 32).
3. Hilang semangat pelayanan (Pdt. Jusuf B. S.,
‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35).
4. Menyebabkan orang menjadi apatis / acuh tak
acuh.
b) Untuk orang non kristen.
Doktrin ini menyebabkan
orang non kristen menjadi kecil hati dalam mencari Yesus / datang kepada Yesus.
Jawab:
a) Tidak perlu disangkal bahwa doktrin
Predestinasi memang bisa menimbulkan reaksi negatif dari orang kristen. Ini
diakui oleh Calvin sendiri yang berkata:
“Obviously
they are not completely lying, for there are many swine that pollute the
doctrine of predestination with their foul blasphemy, and by this pretext evade
all admonitions and reproofs” (= Jelas bahwa mereka tidak sepenuhnya berdusta,
karena ada banyak babi yang mengotori doktrin predestinasi dengan hujatan
mereka yang kotor, dan dengan dalih ini menghindari semua nasehat dan teguran) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no
12.
Tetapi perhatikan
komentar-komentar dari Spurgeon dan Calvin di bawah ini:
· Charles Haddon Spurgeon:
“But
do not men abuse the doctrine of grace? I grant you that they do; but if we
destroyed everything that men misuse, we should have nothing left. Are there to be no ropes because some fools will hang themselves?” (= Tetapi bukankah manusia
menyalahgunakan doktrin kasih karunia? Saya mengakui bahwa mereka memang
menyalahgunakannya; tetapi kalau kita menghancurkan segala sesuatu yang
disalahgunakan manusia, kita tidak akan mempunyai apapun yang tersisa. Apakah tidak boleh ada tali karena beberapa orang tolol akan
menggantung diri mereka sendiri?) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 9.
Saya sangat setuju dengan
kata-kata Spurgeon ini. Memang kalau kita mau membuang semua ajaran yang
disalahgunakan / ditanggapi secara salah, maka tidak ada ajaran apapun yang
akan tersisa pada kita. Mengapa? Karena manusia begitu berdosa / condong kepada
dosa sehingga ajaran yang bagaimanapun baiknya selalu bisa saja ditanggapi
secara salah! Bahkan Injil, yang mengatakan bahwa semua dosa kita sudah dibayar
oleh Kristus, bisa ditanggapi secara salah dengan terus menerus berbuat dosa.
Apakah karena itu kita harus berhenti memberitakan Injil?
Dalam kutipan di atas
Spurgeon juga menganalogikan dengan dunia jasmani. Apakah kita harus membuang
semua tali yang ada hanya karena ada orang tolol yang menggantung dirinya
sendiri? Tali, pisau, bahkan morfin sebetulnya mempunyai manfaat yang sangat
besar, dan hanya karena ada orang-orang yang menyalahgunakannya, tidak berarti
bahwa kita harus membuang semua hal itu. Kalau ini berlaku dalam hal jasmani,
maka ini berlaku juga dalam hal rohani / ajaran.
· Charles Haddon Spurgeon:
“I
know that some men who have embraced the doctrine of election have become
Antinomians; such men would probably have found other excuses for their
misdeeds if they had not sheltered themselves under the shadow of this
doctrine”
[= Saya tahu bahwa beberapa orang yang mempercayai doktrin pemilihan telah
menjadi Antinomian (= orang yang anti hukum,
sehingga lalu hidup seenaknya);
orang-orang seperti itu mungkin akan menemukan alasan-alasan yang lain untuk
kelakuan buruk mereka jika mereka tidak berlindung di bawah bayang-bayang
doktrin ini]
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 9.
Saya berpendapat bahwa
kata-kata Spurgeon ini sangat tepat. Orang yang menggunakan doktrin
Predestinasi sebagai alasan untuk hidup dalam dosa, jelas adalah orang yang
kurang ajar, sehingga andaikatapun doktrin Predestinasi ini tidak ada,
kekurang-ajaran mereka pasti akan menemukan hal lain yang bisa dijadikan alasan
untuk hidup dalam dosa!
· Charles Haddon Spurgeon:
“in
Scotland you will scarcely find a congregation of Hyper-Calvinists, the simple
reason being that the Church in Scotland holds entire the whole doctrine
upon this matter, and her ministers as a rule, are not ashamed to preach it
fearlessly and boldly, and in connection with the rest of the faith” (= di Skotlandia engkau hampir
tidak akan menemukan sebuah jemaat Hyper-Calvinist, alasannya adalah karena
Gereja di Skotlandia memegang seluruh doktrin ini dalam persoalan ini,
dan pelayan / pendetanya biasanya tidak malu mengkhotbahkannya tanpa rasa takut
dan dengan berani, dan dalam hubungan dengan pelajaran iman yang lain) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.
Saya percaya bahwa kata-kata
ini benar. Kalau kita mengajarkan seluruh doktrin Predestinasi dengan
benar, dan juga mengajarkan doktrin-doktrin penting lainnya secara seimbang,
maka tidak akan muncul reaksi negatif, kecuali dari ‘kambing-kambing’ (orang
kristen KTP) yang kurang ajar. Yang menimbulkan problem adalah kalau doktrin
Predestinasi ini diajarkan sedikit-sedikit dan tidak diimbangi oleh
doktrin-doktrin penting lainnya.
· Calvin mengatakan bahwa
sebetulnya Kitab Suci mengajarkan doktrin Predestinasi dengan suatu tujuan yang
baik, yaitu supaya kita menjadi rendah hati dan lebih menghargai belas kasihan
Allah. Paulus sendiri mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus dan
tak bercacat (Ef 1:4) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 12.
b) Juga tidak bisa disangkal bahwa doktrin
Predestinasi bisa menimbulkan reaksi negatif dari orang non kristen.
Charles Haddon Spurgeon:
“It
must be sorrowfully admitted that the doctrine of election has discouraged many
who were seeking the Saviour, but the truth is that it ought not to do so” (= Dengan sedih harus diakui
bahwa doktrin pemilihan telah mengecilkan hati banyak orang yang mencari
Juruselamat, tetapi kebenarannya adalah bahwa doktrin itu tidak seharusnya berbuat
demikian) -
‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 37.
Charles Haddon Spurgeon:
“Some
are ordained unto eternal life, and therefore believe in the Lord Jesus Christ.
Does this fact discourage you? I do not see why it should. Why should not you
be among that number? ‘But suppose that I am not?’ says one. Why do you not
suppose that you are? You do not know anything about it: therefore why suppose
at all? To give up supposing would be a far more sensible thing than to brew
for yourself a deadly potion of despair out of the worthless husks of mere
supposition”
(= Sebagian orang ditentukan untuk hidup yang kekal, dan karena itu percaya
kepada Yesus Kristus. Apakah fakta ini mengecilkan hatimu? Saya tidak melihat
mengapa harus begitu. Mengapa engkau harus tidak berada di antara orang-orang
yang dipilih itu? ‘Tetapi bagaimana jika aku bukan termasuk orang pilihan?’
kata seseorang. Mengapa engkau tidak menduga bahwa
engkau adalah orang pilihan? Engkau tidak tahu apa-apa tentang hal itu: karena
itu mengapa menduga-duga? Membuang segala
dugaan adalah hal yang jauh lebih masuk akal dari pada membuat untuk dirimu
sendiri suatu minuman keputusasaan yang mematikan dari sekam dugaan semata-mata
yang tak berharga) - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol 7, hal 38.
c) Calvin:
“Even
though discussion about predestination is likened to a dangerous sea, still, in
traversing it, one finds safe and calm - I also add pleasant - sailing unless
he willfully desire to endanger himself” (= Sekalipun diskusi tentang Predestinasi
digambarkan seperti laut yang berbahaya, tetap, dalam melintasinya seseorang
mendapatkan pelayaran yang aman dan tenang bahkan menyenangkan, kecuali mereka
secara sengaja ingin membahayakan diri mereka sendiri) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, chapter XXIV, no
4.
d) Adanya tanggapan negatif terhadap doktrin
Predestinasi, baik dari orang kristen maupun non kristen, adalah kesalahan si
penanggap, dan tidak menunjukkan bahwa doktrin Predestinasi itu yang salah.
Saya akan mengutip ulang
kata-kata John Murray, yang sudah saya pernah kutip dalam pelajaran tentang Total Depravity, yang berbunyi: “But
perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi penyimpangan tidak
menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang disimpangkan itu) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
e) Kebenaran harus tetap diberitakan sekalipun
menimbulkan reaksi yang salah.
Kebijaksanaan mengijinkan
kita untuk menunda pemberitaan doktrin Predestinasi, dengan alasan bahwa orang
yang diajar itu belum cukup matang / dewasa dalam iman untuk menerima ‘makanan
keras’ itu, tetapi kita tidak boleh membuang doktrin ini atau memutuskan untuk
tidak akan pernah mengajarkannya.
Memang ada banyak orang yang
menyatukan kebenaran dengan keuntungan. Jadi kalau menguntungkan maka kebenaran
diberitakan, sedangkan kalau merugikan kebenaran tidak diberitakan atau bahkan
diubah. Ini jelas merupakan politik / strategi yang tidak alkitabiah. Dalam
Kitab Suci kebenaran tetap diberitakan sekalipun diketahui bahwa pemberitaannya
akan menimbulkan reaksi yang negatif. Misalnya Yesaya tetap memberitakan
kebenaran sekalipun Tuhan sudah mengatakan bahwa tidak ada orang Israel
yang akan bertobat (Yes 6:9-10).
f) Juga mesti kita pikirkan bahwa sekalipun
doktrin Predestinasi bisa menimbulkan reaksi negatif,
tetapi juga bisa menimbulkan reaksi positif, karena menyebabkan
seseorang menjadi lebih rendah hati, dan lebih menghargai kasih karunia / belas
kasihan Allah, juga menyebabkannya lebih mengasihi Allah yang sudah memilihnya
sekalipun ia tidak berlayak untuk dipilih.
Mengapa kita
harus kehilangan hasil positif ini hanya karena ada beberapa orang kurang ajar
yang menanggapi doktrin Predestinasi ini secara salah?
g) Jangan mengira bahwa hanya Calvinisme saja yang
bisa ditanggapi secara salah.
Ajaran Arminian juga bisa menimbulkan tanggapan yang
salah. Melihat penekanan perbuatan baik yang berlebihan dari ajaran Arminian
yang diajarkan oleh Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty, saya yakin ada banyak jemaat
mereka yang mempercayai doktrin ‘salvation
by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang adalah ajaran sesat!
7) Penentuan binasa menunjukkan Allah itu kejam / tidak kasih.
Pdt. Jusuf
B. S.:
“Itu bertentangan dengan sifat
Allah sendiri yang kasih adanya (1Yoh 4:8). Menentukan sepihak itu sangat kejam
sebab resikonya masuk Neraka kekal. Dan pasti Allah sudah tahu tentang akibat
yang dahsyat ini” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
Jawab:
a) Calvin dan beberapa orang Reformed kelihatannya
beranggapan bahwa ‘penetapan binasa’ dan ‘kasih Allah’ memang tidak bisa
diharmoniskan, karena Kitab Suci memang hanya menyatakan kedua ajaran itu tanpa
mengharmoniskannya.
Calvin:
“For
God’s will is so much the highest rule of righteousness that whatever he wills,
by the very fact that he wills it, it must be considered righteous. When,
therefore, one asks why God has so done, we must reply: because he has willed
it. But if you proceed further to ask why he so willed, you are seeking
something greater and higher than God’s will, which cannot be found” (= Karena kehendak Allah adalah
peraturan tertinggi dari kebenaran sehingga apapun yang Ia kehendaki, karena /
oleh fakta bahwa Ia menghendakinya, harus dianggap sebagai benar. Karena itu,
pada waktu seseorang bertanya mengapa Allah telah bertindak begitu, kita harus
menjawab: karena Ia menghendakinya. Tetapi jika engkau
meneruskan lebih jauh dan menanyakan mengapa Ia menghendakinya, engkau sedang
mencari sesuatu yang lebih besar dan lebih tinggi dari kehendak Allah, yang
tidak bisa ditemukan) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 2.
Loraine Boettner:
“Let
it be remembered that we are under no obligation to explain all the mysteries
connected with these doctrines. We are only under obligation to set forth what
the Scriptures teach concerning them, and to vindicate this teaching so far as
possible from the objections which are alleged against it” (= Biarlah diingat bahwa kita
tidak berkewajiban untuk menjelaskan semua misteri yang berkenaan dengan
doktrin-doktrin ini. Kita hanya berkewajiban untuk menyatakan apa yang Kitab
Suci ajarkan mengenai mereka, dan mempertahankan ajaran ini sejauh dimungkinkan
dari keberatan-keberatan yang dinyatakan tanpa bukti terhadapnya) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 124.
William G.
T. Shedd:
“Since
both classes of passages come from God, he must perceive that they are
consistent with each other whether man can or not. Both, then, must be accepted
as eternal truth by an act of faith, by every one who believes in the
inspiration of the Bible. They must be presumed to be self-consistent, whether
it can be shown or not”
(= Karena kedua golongan text Kitab Suci itu datang dari Allah, Ia pasti
mengerti bahwa mereka konsisten satu dengan lainnya tak peduli manusia bisa
mengertinya atau tidak. Jadi, keduanya harus diterima sebagai kebenaran yang
kekal oleh suatu tindakan iman oleh setiap orang yang percaya pada pengilhaman
Alkitab. Mereka harus dianggap sebagai konsisten, tak peduli apakah itu bisa
ditunjukkan atau tidak) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’,
hal 43.
Catatan: yang ia maksudkan dengan ‘both’ (= keduanya), adalah ayat-ayat /
bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya bertentangan, seperti ayat yang
menunjukkan penetapan binasa dan ayat yang menunjukkan Allah itu kasih, ayat
yang menunjukkan penetapan Allah dan ayat yang menunjukkan tanggung jawab
manusia.
b) Pertentangan tentang ‘Allah yang adalah kasih’
dan ‘masuknya orang-orang tertentu ke dalam neraka’, merupakan
problem yang tidak terpecahkan bukan untuk orang Reformed / Calvinist saja,
tetapi juga untuk orang Arminian. Mengapa? Karena sekalipun orang
Arminian tidak percaya pada ‘penentuan binasa’, tetapi mereka
percaya bahwa Allah maha tahu, sehingga pada waktu mencipta Ia tahu ada
orang-orang yang akan masuk neraka. Kalau
Ia memang maha kasih, lalu
mengapa tetap menciptakan orang-orang itu? Jadi persoalan ini sebetulnya
menyerang dan membingungkan Calvinisme dan Arminianisme secara sama kuat.
Loraine Boettner:
“As
a matter of fact the Arminians do not escape any real difficulty here. For
since they admit that God has foreknowledge of all things they must explain why
He creates those who He foresees will lead sinful lives, reject the Gospel, die
impenitent, and suffer eternally in hell” (= Faktanya, orang Arminian tidak lepas dari
kesukaran di sini. Karena mereka mengakui bahwa Allah mempunyai pengetahuan
lebih dulu dari segala sesuatu, mereka harus menjelaskan mengapa Ia menciptakan
mereka yang dilihatNya lebih dulu akan menempuh kehidupan yang berdosa, menolak
Injil, mati tanpa bertobat, dan menderita selama-lamanya dalam neraka) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 125.
Karena itu, mungkin di tempat ini kita
harus mentaati kata-kata Calvin, yang dalam komentarnya tentang Ro 9:14,
berkata sebagai berikut:
“Let
this then be our sacred rule, to seek to know nothing concerning it, except
what Scripture teaches us: when the Lord closes his holy mouth, let us also
stop this way, that we may not go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus
kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang
diajarkan oleh Kitab Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus,
biarlah kita juga berhenti dan tidak pergi lebih jauh].
c) Sekalipun Allah menentukan kebinasaan
seseorang, pada akhirnya orang itu binasa karena kesalahan orangnya sendiri.
Jadi pada waktu ia dihukum / dibinasakan, itu bukan menunjukkan kekejaman Allah
tetapi keadilan Allah.
8) Itu bertentangan dengan tawaran Injil kepada semua orang.
Pdt. Jusuf B. S.:
· “Ini adalah kabar baik, sebab
siapa saja, tidak ada yang terkecuali kalau mau percaya kepada Tuhan Yesus,
akan beroleh selamat yang kekal, ini betul-betul kabar baik. Kalau Allah
menentukan lebih dahulu menurut kuasa dan kedaulatan-Nya sendiri, siapa yang
akan selamat dan siapa yang akan binasa, itulah berita yang dahsyat, istimewa
untuk orang-orang yang ditentukan akan binasa dan keluarganya ini berita
celaka. Lagipula semua ayat-ayat yang menawarkan keselamatan harus diganti
bukan untuk semua orang, tetapi kabar baik itu hanya untuk orang-orang tertentu
saja, yang ditentukan lebih dahulu akan selamat oleh Allah. Maka ayat-ayat
dalam Alkitab harus diubah dan itu akan berbunyi kira-kira seperti ini: Yohanes
3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan anakNya yang tunggal. Supaya barang siapa yang sudah ditentukan
lebih dahulu oleh Allah (bukan supaya setiap orang) percaya kepadaNya dan tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 2Petrus 3:9b Karena Ia
menghendaki supaya orang-orang yang sudah ditentukanNya lebih dahulu akan
selamat jangan binasa (bukan: supaya jangan ada yang binasa), melainkan supaya
semua orang tersebut berbalik dan bertobat (Juga Yoh 1:12, 1Tim 2:4 dll)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 17-18.
· “Jelas sekali Allah ingin semua
manusia selamat. Kalau Allah menentukan sebagian orang selamat dan sebagian
orang binasa, maka ayat-ayat Firman Tuhan seperti Yoh 1:12 / 3:16 / 2Pet 3:9 /
Yeh 18:23 / 33:11 dan lain-lain adalah bohong. Ini tidak betul” - ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 25.
· “Itu bertentangan dengan tawaran
yang sudah diberikan-Nya kepada manusia misalnya Yoh 1:12 / Yoh 3:16 dan
sebagainya. Ia selalu berkata: ‘Barangsiapa yang mau percaya ...’, ‘Siapa yang
mau ...’ Kalau ternyata sudah ditentukan lebih dahulu, itu berarti Allah
bohong, ini tidak mungkin. Allah itu tidak kusut (1Kor 14:33), dan tidak
mungkin Allah berdusta (Tit 1:2 / Ibr 6:18 / Bil 23:19)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 42.
Jawab:
a) Adanya penentuan selamat / binasa sama sekali
tidak bertentangan dengan tawaran keselamatan kepada semua orang.
Tawaran keselamatan bagi
siapapun yang mau percaya kepada Yesus tetap berlaku untuk semua orang. Tetapi
nanti akan terbukti bahwa hanya orang pilihan Allah yang mau percaya kepada
Kristus.
Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah
semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan
semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang
kekal, menjadi percaya”.
Andaikata orang yang bukan
pilihan juga mau percaya, maka pasti mereka juga akan diselamatkan. Tetapi
mereka tidak akan bisa dan tidak akan mau percaya! Ini kesalahan mereka, bukan
kesalahan dari penawaran Injil ataupun kesalahan Allah!
Karena itu, Allah memang
tidak bohong, dan ayat-ayat yang berisikan penawaran Injil kepada semua orang
seperti Yoh 3:16 Yoh 1:12 dsb, tidak
perlu diubah seperti yang dikatakan oleh Pdt. Jusuf B. S.
Ada orang yang menggambarkan keharmonisan antara
Predestinasi dan tawaran Injil kepada semua orang dengan illustrasi sebagai
berikut: semua manusia dihadapkan pada sebuah pintu yang di atasnya
bertuliskan: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Kristus akan selamat’. Kalau
seseorang percaya dan masuk melalui pintu itu, maka pada waktu ia menoleh ke
belakang, ternyata di ambang pintu bagian dalam tertulis kata-kata ‘Kamu telah
dipilih sejak dunia belum dijadikan’.
b) Saya akan menunjukkan kasus yang lain, dimana
kalau kasus ini benar, maka Allah memang pendusta dan semua tawaran keselamatan
dalam ayat-ayat seperti Yoh 3:16
Yoh 1:12 dsb harus diubah seperti kata-kata Pdt. Jusuf B. S.
Kasusnya adalah: kalau Injil
ditawarkan kepada semua orang dengan janji bahwa barangsiapa yang percaya akan
selamat, dan lalu ada:
1. Orang non pilihan yang percaya, tetapi tetap
tidak diselamatkan.
2. Orang pilihan yang tidak percaya tetapi tetap
diselamatkan.
Kalau kasus ini terjadi,
maka Allah memang pendusta, dan ayat-ayat seperti Yoh 3:16 dan Yoh 1:12 itu
memang harus diubah. Tetapi kenyataannya, seperti dinyatakan oleh Kis 13:48
di atas, kasus-kasus seperti ini tidak mungkin bisa terjadi. Orang pilihan
pasti akan bertobat / percaya kepada Yesus dan karena itu lalu diselamatkan,
sedangkan orang non pilihan pasti tidak akan mau bertobat / percaya kepada
Yesus sehingga pasti tidak akan selamat. Ingat bahwa Predestinasi tidak mungkin
gagal.
c) Kita harus membedakan berita Injil dan doktrin
/ ajaran tentang Predestinasi!
Injil memang adalah kabar
baik, karena manusia yang seharusnya semuanya dibuang ke dalam neraka, ternyata
mempunyai jalan untuk bisa masuk surga, yaitu dengan percaya kepada Yesus.
Tetapi Predestinasi bukanlah
Injil. Ini memang bukan kabar baik, khususnya untuk orang yang tidak dipilih.
Tetapi juga mesti diperhatikan bahwa berita penetapan binasa ini tidak bisa disampaikan
kepada orang yang tidak dipilih itu, karena tidak seorangpun bisa tahu bahwa
seseorang itu tidak dipilih, kecuali orang itu mati tanpa percaya kepada Yesus!
9) Doktrin Predestinasi ini menimbulkan kebimbangan.
Pdt. Jusuf B. S.:
“Bagi orang-orang yang cinta
Tuhan akan menimbulkan keragu-raguan dan kebimbangan yang sangat sewaktu jatuh
dalam dosa. Mereka akan bertanya: ‘Mengapa saya berdosa lagi? Apakah saya sudah
ditentukan untuk binasa, sebab ternyata gagal lagi dan berbuat dosa? ...
Lebih-lebih bila pengertian rohani orang-orang ini belum cukup, ia mudah ditipu
setan, jadi bimbang dan binasa! Keyakinan selamat dan gembira karena tetap
selamat yang dijanjikan teori ini adalah bohong belaka, sebagian yang lain
menjadi sangat bimbang dan hilang sejahtera. Justru dengan pengajaran ini
orang-orang jadi ragu-ragu dan bingung sebab tidak ada orang bisa tahu apakah
ia dipilih untuk selamat atau binasa. ... Justru pengajaran ini membuat orang
jadi kacau tanpa pengharapan yang pasti” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 34-35.
Jawab:
a) Saya berpendapat bahwa serangan ini betul-betul
menggelikan.
Karena kalau kita membandingkan ajaran Calvinisme
dengan Arminianisme, dan kita harus memilih ajaran mana yang menimbulkan
kebimbangan, atau ajaran yang mana yang tidak mempunyai pengharapan yang pasti,
maka orang yang mempunyai logika pasti akan memilih ajaran Arminian. Mengapa?
Karena Arminianisme mempercayai bahwa keselamatan bisa hilang, orang bisa
murtad, dsb. Kalau saudara adalah orang kristen yang mengerti betapa
mengerikannya neraka itu, dan saudara sebagai seorang Arminian percaya bahwa
sekalipun saat ini saudara adalah orang kristen yang sudah diselamatkan, tetapi
bisa saja besok saudara murtad dan lalu masuk neraka, saya betul-betul tidak
mengerti bagaimana saudara bisa tidak bingung, gelisah, takut, dsb!
b) Seorang Calvinist yang sejati tidak akan
bingung kalau ia jatuh ke dalam dosa. Mengapa?
1. Seorang Calvinist yang sejati tidak percaya
bahwa orang kristen bisa hidup suci.
1Yoh 1:8,10 - “(8)
Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri
dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita
tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya
tidak ada di dalam kita”.
Ini memang berbeda sekali
dengan Pdt. Jusuf B. S. yang dengan Hermeneuticsnya yang kacau balau
menafsirkan bahwa ada orang kristen ‘tingkat ruang maha suci’, yang tidak bisa
lagi berbuat dosa! - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 52-53,67-70. Tentang
ini nanti akan saya bahas lebih mendetail
pada waktu membahas point ke 5 Calvinisme, yaitu Perseverance of the Saints (= ketekunan orang-orang kudus).
2. Seorang Calvinist yang sejati percaya pada
doktrin Total Depravity sehingga ia
tahu bahwa dirinya memang brengsek, dan tanpa pertolongan Tuhan ia hanya bisa
melakukan dosa, dosa dan dosa! Jadi, kejatuhannya ke dalam dosa hanya akan
membuat ia lebih bersandar kepada Tuhan dalam pengudusannya.
3. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa
betapapun seringnya ia jatuh ke dalam dosa, darah Kristus cukup untuk menghapus
semua dosa itu!
Yes 1:18 - “Marilah,
baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun
dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun
berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba”.
1Yoh 1:9 - “Jika kita
mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni
segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
1Yoh 2:1-2 - “(1)
Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat
dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai
seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. (2) Dan Ia adalah
pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja,
tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.
4. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa
sekalipun ia tidak setia, Tuhan itu tetap setia.
2Tim 2:12-13 - “(12)
jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita
menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal
diriNya.’”.
5. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa ia
diselamatkan karena iman kepada Kristus, bukan karena perbuatan baiknya /
ketaatannya.
Ef 2:8-9 - “(8)
Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri”.
Gal 2:16 - “Kamu
tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh
karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus
Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan
bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada
seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat”.
6. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa
keselamatan tidak bisa hilang.
Yoh 10:27-29 - “(27)
Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut
Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal
kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan
seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu,
yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa”.
Semua kepercayaan ini memang
tidak berarti bahwa ia lalu meremehkan dosa atau sengaja berbuat dosa. Semua
orang kristen yang sejati, pasti mempunyai Roh Kudus yang mendorongnya kepada
kekudusan, dan karenanya tidak akan senang berbuat dosa.
c) Satu hal yang perlu saya tegaskan adalah bahwa
saya adalah seorang Calvinist, dan saya juga adalah manusia berdosa yang
berulangkali jatuh ke dalam dosa. Tetapi semua apa yang dikatakan Pdt. Jusuf B.
S. di atas tentang bimbang dan ragu-ragu akan keselamatan, atau mengira diri
saya tidak dipilih, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Saya lalu
bertanya-tanya: ‘Bagaimana mungkin Pdt. Jusuf B. S. yang adalah seorang
Arminian bisa menebak-nebak pikiran orang Calvinist? Apakah mungkin apa yang
dikatakan oleh Pdt. Jusuf B. S. di atas tentang bimbang dan hilang sejahtera,
sebetulnya adalah gambaran dari pikirannya sendiri?’.
Bahwa Pdt. Yusuf B. S.
mungkin sekali sering ragu-ragu akan keselamatannya sendiri, bisa terlihat
dengan lebih jelas dari pasal 13 dari buku ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’,
yang diberi judul ‘Perasaan ragu-ragu akan keselamatan’, dimana ia berkata
bahwa perasaan ragu-ragu akan keselamatan adalah sesuatu yang normal!
Pdt. Jusuf B. S.:
“Ada beberapa orang yang senang dengan teori
Calvin sebab memberikan keyakinan keselamatan yang kuat. Orang-orang ini tidak
suka diganggu oleh perasaan ragu-ragu akan keselamatannya. Betulkah pengertian
dan pendirian seperti ini? Ini tidak normal, ini keliru. Yang betul:
Orang-orang beriman kadang-kadang diganggu oleh perasaan ragu-ragu akan
keselamatannya, bahkan ada yang sering dan sangat terganggu. Mengapa? Sebab
orang-orang beriman belum sempurna, kadang-kadang masih berbuat dosa, bahkan
ada yang sering dan ada yang tidak atau belum lepas dari ikatan-ikatan dosa” - ‘Keselamatan Tidak Bisa
Hilang?’, hal 81.
Dari kata-kata ini terlihat
2 hal:
1. Di sini Pdt. Jusuf B. S. berkata bahwa
Calvinisme justru mempunyai keyakinan keselamatan yang kuat. Ini kontradiksi
dengan tuduhan kebimbangan yang ia tuduhkan pada Calvinisme tadi!
2. Jelas bahwa kebimbangan memang lebih cocok
untuk dituduhkan pada ajaran Arminian, bahkan kepada Pdt. Jusuf B. S. sendiri,
dan bukannya pada Calvinisme!
10)Allah hanya tahu dan memberi
tahu, tidak menetapkan / memilih.
Pdt. Jusuf B. S.:
“Biasanya sekalipun Allah
mengetahui lebih dahulu, tetapi Allah tidak mengatakan hal itu supaya tidak
mempengaruhi orang tersebut. Pada hanya beberapa kasus
(tidak rutin), Allah memberi tahu lebih dahulu, itu namanya Allah bernubuat
(ini juga tindakan yang pasif, menceritakan apa yang akan terjadi), tetapi
Allah tidak menentukan lebih dahulu. Apa yang dikatakan Allah itu sekedar
karena Allah tahu lebih dahulu, bukan karena Allah menentukan lebih dahulu,
misalnya: Ribkah, ia bertanya-tanya pada Tuhan dan Tuhan memberitahukan
apa yang akan dibuat oleh kedua anak di dalam kandungan Ribkah (Kej 25:22-23). Allah tidak menentukan atau menetapkan nasib anak-anaknya, hanya memberitahukan apa yang memang
sudah diketahui-Nya” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
Ia bahkan melanjutkan dengan
menunjukkan mengapa Allah tidak mungkin menentukan lebih dahulu nasib seseorang
(hal 41-43).
Jawab:
a) Khusus untuk menanggapi kata-kata Pdt. Jusuf B.
S. ini ada 3 hal yang ingin saya kemukakan:
1. Kalau di sini Pdt. Jusuf B. S. mengatakan bahwa
Allah tidak menentukan / memilih, maka saya ingin ingatkan dia apa yang ia
katakan dalam bukunya hal 39, yang akan saya kutip ulang di sini:
“Di sini disebutkan bahwa Allah mengenal
lebih dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya terdahulu, mereka itu juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau
dipilih untuk ini dan itu), dengan sangat adil. Di dalamnya sudah
termasuk segala kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini diperhitungkan
dengan teliti (1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 39.
Bukankah terlihat bahwa kata-kata Pdt. Jusuf
B. S. bertentangan satu sama lain? Dia percaya ‘Allah menentukan / memilih
(berdasarkan pengetahuan lebih dulu)’ atau ‘Allah sama sekali tidak menentukan
/ memilih’?
2. Mengapa Pdt. Jusuf B. S. hanya melihat
Kej 25:22-23 atau Ro 9:12-13? Ini memang bisa menunjukkan seakan-akan
Allah hanya memberi tahu. Tetapi kalau Ro 9:12-13 itu dibaca mulai Ro 9:11
pasti tidak akan terlihat demikian, tetapi sebaliknya akan terlihat bahwa Allah
betul-betul melakukan pemilihan.
Ro 9:11-13 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu
belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya
rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan,
tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua
akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi
Yakub, tetapi membenci Esau’”.
3. Kalau pandangan Pdt. Jusuf B. S. ini benar,
mengapa lalu keluar pertanyaan ‘Apakah
Allah tidak adil?’ dalam Ro 9:14? Penjelasan Pdt. Jusuf B. S. bahwa Allah bukannya
menentukan tetapi hanya memberitahukan, sama sekali tidak memungkinkan
seseorang mempertanyakan keadilan Allah!
b) Pengetahuan lebih dahulu menunjuk pada
kepastian terjadinya hal itu, dan ini menunjuk pada penentuan Allah.
Loraine Boettner:
“Foreknowledge
implies certainty and certainty implies foreordination” (= Pengetahuan lebih dulu secara
tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung
menunjuk pada penetapan lebih dulu) - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
Robert L. Dabney:
“If
they were certainly foreseen, their occurrence was certain; if this was
certain, then there must have been something to determine that certainty; and
that something was either God’s wise foreordination, or a blind physical fate.
Let the Arminian choose”
(= Jika hal-hal itu memang dilihat lebih dulu, maka hal-hal itu pasti terjadi;
dan jika ini pasti, maka harus ada sesuatu yang menentukan kepastian itu; dan
sesuatu itu adalah Penentuan lebih dulu yang bijaksana dari Allah atau takdir
fisik yang buta. Biarlah orang Arminian memilih) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 219.
c) Ada banyak ayat yang menggunakan kata
‘memilih’, ‘dipilih’, ‘pilihan’, ‘ditentukan’, ‘ditetapkan’, dsb (bacalah ulang
ayat-ayat yang saya tuliskan dalam point II,A,2 di depan). Kalau saudara
percaya bahwa Allah tidak memilih / menetapkan, tetapi hanya tahu / memberi
tahu, lalu bagaimana saudara akan menafsirkan ayat-ayat itu?
Kis 13:48 - “Mendengar itu
bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah
untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Kis 22:14 - “Lalu katanya:
Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau
untuk mengetahui kehendakNya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar
suara yang keluar dari mulutNya”.
Ro 8:29-30 - “(29) Sebab
semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran
AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari
semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka
itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga
dimuliakanNya”.
Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di
dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia
dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam
kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh
Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.
Ef 1:11 - “Aku katakan
‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan
- kami yang dari semula ditentukan untuk menerima
bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendakNya”.
1Tes 5:9 - “Karena Allah
tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh
keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita”.
2Tes 2:12-13 - “(12) supaya
dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan. (13)
Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu,
saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang
menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.
Yak 2:5 - “Dengarkanlah,
hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah
memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi
kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikanNya
kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?”.
d) Kalau Allah menubuatkan sesuatu / menyatakan
akan terjadinya sesuatu, maka sebetulnya Ia memberitahukan apa yang dari semula
sudah Ia tetapkan.
Ini terlihat kalau kita
membandingkan Mat 26:24 dengan ayat paralelnya yaitu Luk 22:22.
Mat 26:24 - “Anak Manusia
memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan
tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih
baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.
Jadi Mat 26:24 ini
mengatakan bahwa Yesus harus pergi / mati ‘sesuai
dengan yang ada tertulis tentang Dia’. Ini jelas menunjuk pada nubuat dalam Kitab Suci /
Perjanjian Lama tentang pengkhianatan Yudas, seperti Maz 41:10 (bdk.
Yoh 13:18) dan Zakh 11:12-13 (bdk. Mat 26:15 Mat 27:9-10).
Tetapi sekarang perhatikan
bagaimana Lukas menuliskan hal itu. Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti
yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan”.
Jadi, apa yang oleh Matius
dikatakan sebagai nubuat, oleh Lukas dikatakan sebagai ketentuan /
ketetapan Allah! Jelas bahwa nubuat / pernyataan Allah tentang akan
terjadinya suatu hal tertentu merupakan pemberitahuan tentang apa yang dari
semula sudah ditetapkan oleh Allah.
Contoh-contoh lain (dari
buku ‘providence of God’):
1. Perbandingan
Kis 2:23 Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.
Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut
maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan
bangsa-bangsa durhaka”.
Kis 3:18 - “Tetapi
dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya
dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya
harus menderita”.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul
di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus
beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang
kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah
Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu”.
Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan /
penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan
bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi apa
yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjuk-kan bahwa hal itu terjadi karena
sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencana-Nya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melak-sanakan segala sesuatu yang telah
Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena
sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.
2. Yes 44:26a - “Akulah yang menguatkan perkataan hamba-hambaKu dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusanKu”.
Perhatikan bahwa apa yang
diberitakan (dinubuatkan) oleh utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari
Tuhan.
3. Yes 46:10-11 - “(10)
yang memberitahukan dari mulanya hal yang
kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil
burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu
dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya,
maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya,
maka Aku hendak melaksanakannya”.
Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa
Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu
adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selan-jutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat
paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama
meng-gunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan
kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencana-kannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.
4. Yer 4:28
- “Karena hal ini
bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah
mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya
dan tidak akan mundur dari pada itu”.
Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu
kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah
merancang / merencanakannya.
5. Amos 3:7 - “Sungguh,
Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu
tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.
Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang
dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi
itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’
(= rencanaNya)].
6. Rat 2:17a - “TUHAN
telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya”.
Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan
melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal
dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya.
Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.
7. Rat 3:37 - “Siapa
berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.
NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has
not decreed it’ (= Siapa yang
bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).
Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau
siapapun juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan
hal itu.
8. Yes 28:22b - “sebab
kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH
semesta alam atas seluruh negeri itu”.
NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the
destruction decreed against the whole land’ (= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu
aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri
itu).
Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan
diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan
ketetapan Allah (decree of God).
Jadi,
kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa
Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia,
tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukan
ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia! Dengan demikian jelas bahwa
ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa
tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan
dan karenanya harus terjadi!
Kesimpulan:
1. Penyerang-penyerang doktrin Predestinasi tidak mempunyai dasar Kitab
Suci yang kuat.
Kalau saudara memperhatikan
10 serangan terhadap Predestinasi yang sudah kita bahas di atas dengan seksama,
maka bisa terlihat bahwa sebetulnya serangan-serangan ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang kuat. Berbeda
dengan serangan terhadap Limited
Atonement (= Penebusan Terbatas) dan Perseverance
of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus), yang memang mempunyai banyak
ayat Kitab Suci sebagai dasar (sekalipun tetap saja penafsirannya salah), maka
serangan terhadap Predestinasi, tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang kuat.
Sebaliknya doktrin Predestinasi itu sendiri mempunyai dasar Kitab Suci yang
luar biasa banyaknya dan kuatnya. Karena itu tepatlah komentar Loraine Boettner
di bawah ini:
“Although
this doctrine is harsh, it is, nevertheless, Scriptural. And since it is so
plainly taught in Scripture, we can assign no reason for the opposition which
it has met other than the pure ignorance and unreasoned prejudice with which
men’s mind have been filled when they come to study it” (= Sekalipun doktrin ini keras,
tetapi doktrin ini alkitabiah. Dan karena doktrin ini diajarkan dengan begitu
jelas dalam Kitab Suci, kami tidak bisa memberikan alasan untuk oposisi yang
ditemui oleh doktrin ini kecuali ketidaktahuan /
kebodohan yang murni dan prasangka yang tak
beralasan dengan mana pikiran manusia telah
diisi pada waktu mereka mempelajari doktrin ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 112.
Saya sangat setuju dengan
kata-kata Loraine Boettner ini. Saya berpendapat bahwa kebanyakan orang yang
menentang Predestinasi mempelajari Predestinasi dengan pikiran yang sudah
mempunyai prasangka buruk terhadap Predestinasi. Dengan kata lain, mereka
mempelajari doktrin Predestinasi dengan suatu keyakinan bahwa Predestinasi itu
salah / sesat, padahal keyakinan itu tidak berdasar pada Kitab Suci, tetapi
hanya pada perasaan / pikiran mereka saja!
Loraine Boettner lalu
mengutip kata-kata Rice sebagai berikut:
“In
their presumption they have sought to comprehend ‘the deep things of God,’ and
have interpreted the Scriptures, not according to their obvious meaning, but
according to the decisions of their finite mind” (= Dalam kesombongan /
kelancangan mereka mereka berusaha mengerti ‘hal-hal yang dalam dari Allah’ dan
telah menafsirkan Kitab Suci, bukan menurut artinya
yang jelas, tetapi menurut keputusan dari pikiran mereka yang terbatas) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 112-113.
2. Sekalipun doktrin Predestinasi memang mempunyai problem / kesukaran
yang tidak bisa dijelaskan secara tuntas, tetapi orang yang menolak doktrin ini
mempunyai problem / kesukaran yang jauh lebih besar.
Jerom Zanchius:
“I
grant that the twin doctrines of predestination and providence are not without
their difficulties, but the denial of them is attended with ten thousand times
more and greater. The difficulties on one side are but as dust upon the
balance, those on the other as mountains in the scale” (= Saya mengakui bahwa doktrin
kembar tentang Predestinasi dan Providence bukan tanpa kesukaran, tetapi
penyangkalan terhadap mereka diikuti oleh problem yang 10.000 x lebih banyak
dan lebih besar. Pada timbangan, kesukaran-kesukaran pada pihak yang satu
hanyalah seperti debu, sedangkan kesukaran-kesukaran pada pihak yang lain
seperti gunung) - Jerom Zanchius, ‘The Doctrine
of Absolute Predestination’, hal 25.
Sebagai contoh, orang yang menolak Predestinasi
pasti akan mendapat problem yang luar biasa dengan puluhan ayat Kitab Suci dan
dasar-dasar lain tentang Predestinasi yang sudah saya berikan dalam point II,
A, B di depan. Saya menantang siapapun, termasuk Pdt. Jusuf B. S., untuk
menjelaskan ayat-ayat dan dasar-dasar itu dari sudut Arminianisme!
Tetapi ada satu hal yang
perlu diingat, yaitu bahwa ada orang-orang Arminian, bisa melihat debu atau
selumbar di mata orang-orang Calvinist, tetapi tidak melihat gunung atau balok
di pelupuk matanya sendiri. Bandingkan dengan Mat 7:3-5 yang berbunyi:
“(3) Mengapakah engkau melihat
selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau
ketahui? (4) Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku
mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai
orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat
dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu”.
Ini yang menyebabkan mereka
bisa mempunyai pandangan yang begitu merendahkan terhadap Calvin / Calvinisme.
VI) Serangan balik.
1) Menolak Predestinasi menunjukkan kesombongan manusia.
Penolakan terhadap doktrin
Predestinasi, sama dengan penolakan terhadap doktrin Total Depravity, merupakan wujud kesombongan manusia. Mengapa
demikian? Karena pandangan yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung
ketetapan Allah, sangat merendahkan manusia, karena manusia menjadi seperti
tidak ada apa-apanya. Orang yang sombong akan merasa sangat terpukul harga
dirinya oleh doktrin ini, dan karena itu manusia mempunyai kecenderungan
menolak doktrin ini.
Loraine Boettner:
“In
the Calvinistic system it is God alone who chooses those who are to be the
heirs of heaven, those with whom He will share His riches in glory; while in
the Arminian system it is, in the ultimate analysis, man who determines this, -
a principle somewhat lacking in humility to say the least” (= Dalam
sistim Calvinis, hanya Allah sendiri yang memilih mereka yang akan menjadi ahli
waris surga, mereka dengan siapa Ia akan membagikan kekayaanNya dalam
kemuliaan; sedangkan dalam sistim Arminian, dalam
analisa yang terakhir, manusialah yang menetapkan hal ini, - suatu prinsip yang sedikitnya kekurangan kerendahan hati) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 96.
2) Orang yang menolak Predestinasi harus menjadi atheis.
R. C. Sproul menceritakan
dalam bukunya bahwa suatu kali ia mengajar dengan menggunakan Westminster Confession of Faith, pasal
III, no 1a yang menyatakan bahwa Allah menetapkan semua yang akan terjadi. Lalu
ia bertanya: ‘Siapa yang tidak percaya kata-kata itu?’ Banyak mahasiswa yang
mengangkat tangannya. Ia bertanya lagi: ‘Apakah ada atheis di ruangan ini?’
Tidak ada tangan yang diangkat. Lalu R. C. Sproul berkata: ‘Orang yang
mengangkat tangannya pada pertanyaan pertama seharusnya juga mengangkat
tangannya pada pertanyaan kedua’. Mengapa demikian?
R. C. Sproul:
“That
God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of
his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his
permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He
decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say
that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is
sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from
his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his
sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened
anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power
than God himself. If there is any part of creation outside of God’s
sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then
God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism” (= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan
apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya.
... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus
terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan
untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam
arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan
segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu
berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang
bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu
menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu
dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi
mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah,
maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu
bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak
bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita
harus mempercayai atheisme) - ‘Chosen By God’, hal 26-27
Jerom Zanchius juga
memberikan kesimpulan yang sama dengan mengatakan bahwa:
“Arminianism,
therefore is atheism”
(= Karena itu, Arminianisme adalah atheisme) - ‘The
Doctrine of Absolute Predestination’, hal 24.
VII) Sikap salah terhadap Predestinasi.
1) Rasa ingin tahu siapa yang adalah orang pilihan, dan siapa yang adalah
orang yang bukan pilihan.
Calvin:
“Human
curiosity renders the discussion of predestination, already somewhat difficult
of itself, very confusing and even dangerous” (= Keingintahuan manusia membuat
diskusi tentang predestinasi, yang sudah merupakan sesuatu yang sukar, menjadi
sangat membingungkan, dan bahkan berbahaya) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no1.
2) Menebak-nebak.
Ini bisa terjadi kalau kita
melihat orang yang sangat jahat atau yang anti kristen, dimana kita lalu
menganggap bahwa orang itu pasti ditetapkan untuk binasa, sehingga kita tidak
mendoakannya ataupun berusaha untuk memberitakan Injil kepadanya.
Atau kalau kita memberitakan
Injil kepada seseorang, tetapi mendapatkan reaksi yang negatif, maka kita lalu
menganggap bahwa orang itu adalah orang yang ditetapkan untuk binasa, dan kita
lalu berhenti memberitakan Injil ataupun mendoakan orang itu. Ini jelas adalah
sikap yang salah, karena kalaupun seseorang sudah didoakan selama 10 tahun dan
diinjili 1000 x dan ia selalu menolak Yesus, belum tentu ia adalah orang yang
ditetapkan untuk binasa. Siapa tahu ia akan bertobat kalau saja saudara
bertekun sebentar lagi dalam mendoakan maupun menginjilinya? Sebelum seseorang mati tanpa percaya kepada Kristus, kita
tidak mempunyai hak untuk berkata bahwa ia adalah orang yang ditetapkan untuk
binasa!
3) Sikap diam / tidak berani mengajarkan doktrin ini.
Karena doktrin ini memang
bersifat kontroversial / menimbulkan pertanyaan / serangan / perdebatan, maka
banyak orang Reformed / Calvinist memilih untuk tidak mengajarkan doktrin ini.
Mungkin mereka takut tidak bisa menjawab pertanyaan / serangan yang diajukan.
Tetapi ini jelas adalah sikap yang salah. Orang Reformed / Calvinist yang tidak
bisa menjawab pertanyaan tentang doktrin ini, harus belajar lebih banyak dan
lebih mendalam, sehingga lebih menguasai doktrin ini dan bisa menjawab
pertanyaan / serangan.
Tentang orang Reformed /
Calvinist yang tidak berani mengajarkan doktrin ini, Calvin berkata:
“They
who shut the gates that no one may dare seek a taste of this doctrine wrong men
no less than God”
(= Mereka yang menutup pintu sehingga tak ada yang berani mencicipi doktrin
ini, menyalahi baik manusia maupun Allah) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 1.
Calvin:
“Profane
men, I admit, in the matter of predestination abruptly seize upon something to
carp, rail, bark, or scoff at. But if their shamelessness deters us, we shall
have to keep secret the chief doctrines of the faith, almost none of which they
or their like leave untouched by blasphemy. ... God’s truth is so powerful,
both in this respect and in every other, that it has nothing to fear from the
evilspeaking of wicked men”
(= Saya mengakui bahwa dalam persoalan predestinasi, orang dunia / yang tidak
kudus dengan kasar mencari kesalahan, menista / mencemooh, menyalak /
menggonggong, atau mengejek. Tetapi jika ketidak-tahu-maluan mereka menghalangi
kita, kita akan harus merahasiakan doktrin-doktrin utama tentang iman, karena
hampir tidak ada dari doktrin-doktrin itu yang tidak disentuh oleh hujatan. ...
kebenaran Allah begitu berkuasa, baik dalam persoalan ini maupun yang lain,
sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan menghadapi omongan jahat dari orang
jahat) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XXI, no 4.
VIII) Mengapa
doktrin Predestinasi ini diajarkan?
1) Doktrin Predestinasi harus diajarkan karena ini adalah kebenaran.
Charles Haddon Spurgeon:
“Why
preach upon so profound a doctrine as election? I answer, because it is in
God’s word, and whatever is in the Word of God is to be preached” (= Mengapa berkhotbah tentang
doktrin yang begitu mendalam seperti pemilihan? Saya menjawab, karena itu ada
dalam Firman Allah, dan apapun yang ada dalam Firman Allah harus dikhotbahkan) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 9.
Spurgeon juga berkata bahwa
banyak orang pada waktu membaca Kitab Suci bertemu dengan doktrin ini, tetapi
tidak mengerti dan bingung tentang doktrin ini dan bahkan membuat kesalahan
dengan doktrin ini. Kalau kita tidak mengajarkannya dan membetulkan mereka,
lalu siapa yang membetulkannya?
2) Doktrin Predestinasi membuat orang menjadi rendah hati, merasa
berhutang kepada Allah, dan makin mengasihi Allah.
Berbeda dengan orang
Arminian, yang dalam kesombongannya beranggapan bahwa mereka bisa percaya
karena jasa mereka sendiri (yaitu karena mereka mau percaya), kita sebagai
orang Calvinist percaya bahwa kita bisa percaya kepada Kristus semata-mata
karena anugerah Allah melalui pemilihan. Kepercayaan dan kesadaran ini
menghancurkan semua kesombongan, dan membuat kita makin mengasihi Allah, yang
sudah memilih kita, sekalipun kita tidak lebih baik dari orang lain, yang tidak
dipilih.
Calvin:
“And
yet let not the knowledge of predestination be hindered, in order that those
who obey may not be proud as of something of their own but may glory in the
Lord”
(= Dan biarlah pengetahuan tentang Predestinasi tidak dihalangi, supaya mereka
yang taat tidak menjadi sombong seakan-akan ketaatan itu adalah sesuatu dari
diri mereka sendiri tetapi bisa bermegah dalam Tuhan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no
13.
Loraine Boettner:
“We
shall never be clearly convinced as we ought to be that our salvation flows
from the fountain of God’s free mercy, till we are acquainted with this eternal
election ... Ignorance of this principle evidently detracts from the divine
glory, and diminishes real humility” (= Kita tidak akan pernah diyakinkan secara jelas,
seperti yang seharusnya, bahwa keselamatan mengalir dari mata air belas kasihan
Allah yang cuma-cuma, sampai kita mempelajari / mengenal pemilihan kekal ini
... Ketidaktahuan tentang prinsip ini jelas mengurangi
kemuliaan ilahi dan mengurangi kerendahan hati yang sejati) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 85.
-o0o-
bersambung ke jilid 3
(tentang Limited Atonement / Penebusan Terbatas dst.)
55 It is instructive to note how even Daniel
Whitby takes account of this import and adopts it in his exposition of this
passage; cf. A Paraphrase and Commentary on the New Testament, London,
1744, ad Rom. 8:29; 11:2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar