Pelajaran I
Sejarah singkat
&
Perbedaan dasar
Pendahuluan.
Sebetulnya ini bukanlah pelajaran
tentang perbandingan agama, tetapi lebih tepat disebut sebagai
perbandingan aliran, karena Roma Katolik sebetulnya termasuk dalam ruang
lingkup Kristen.
Ada 2 sikap extrim / salah menghadapi agama /
aliran lain:
1) Sikap menyerang:
a) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada orang
yang beragama lain itu, dimana kita membenci atau memusuhi orang itu.
Ini salah karena
sekalipun kita harus menentang ajaran yang salah / sesat, tetapi kita harus
mengasihi orangnya, dan berusaha mengarahkan dia pada jalan yang benar, supaya
dia bisa diselamatkan.
b) Penyerangan itu bisa ditujukan kepada agama
orang itu.
Pada umumnya ini
juga salah, karena pada umumnya orang yang dise-rang agamanya akan menjadi
marah, sehingga ia akan membuat ‘ben-teng’ pada waktu kita memberitakan Injil
kepadanya.
Karena itu harap
diperhatikan bahwa buku ini tujuannya bukan untuk dibagikan kepada orang
Roma Katolik, tetapi hanya untuk kalangan Kristen sendiri.
2) Menganggap semua agama sama dan semua agama itu baik.
Ini juga
merupakan sikap yang salah karena:
a) Setiap agama bukan saja berbeda dengan agama
yang lain, tetapi bah-kan juga bertentangan.
Misalnya:
1. Kristen (dan Katolik)
mengakui Yesus sebagai Tuhan / Allah sendiri, tetapi agama-agama yang lain
tidak.
2. Kristen mengakui Yesus
sebagai satu-satunya Juruselamat dan satu-satunya jalan keselamatan, tetapi
agama-agama lain tidak.
3. Kristen menekankan
keselamatan hanya melalui iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik,
tetapi agama-agama lain (termasuk Katolik) menekankan perbuatan baik.
Jelas bahwa
orang yang menganggap semua agama sama, jelas tidak mengerti apa-apa soal
agama-agama yang ia anggap sama itu!
b) Sekalipun mungkin semua agama mengajarkan
umatnya untuk berbuat baik, tetapi:
1. Konsep tentang apa yang baik
dan apa yang tidak baik, berbeda antara agama yang satu dan agama yang lain.
2. Bagaimana kalau umat beragama
itu gagal melakukan apa yang baik? Dengan kata lain, bagaimana kalau mereka
berbuat dosa? Hanya dalam Kristen
ada penebusan dosa melalui pengorbanan Yesus Kristus, Allah yang telah menjadi
manusia, dan mati di salib untuk menebus dosa umat manusia! Tidak ada agama
lain yang mem-punyai penebus dosa / pembayar hutang dosa!
Tujuan belajar perbandingan agama / aliran:
1. Bukan supaya kita menjadi
sombong, atau supaya kita bisa mengejek atau menghina orang yang beragama /
beraliran lain, atau supaya kita menang kalau berdebat dengan mereka!
2. Untuk menguatkan iman kita sendiri.
Dalam belajar
tentang agama / aliran lain, kita harus mempelajari kesalahan mereka dan
mempelajari bagaimana ajaran yang benar. Kalau kita hanya mengerti kesalahan
mereka tetapi tidak mengerti bagaimana ajaran yang seharusnya / yang benar,
maka ini tidak akan terlalu membawa manfaat bagi iman kita. Tetapi kalau kita
juga mempelajari bagaimana ajaran yang benar / seharusnya, maka ini akan
menguatkan iman kita.
3. Untuk membawa mereka kepada
Kristus.
Selama kita
masih beranggapan bahwa semua agama adalah sama / semua agama itu baik, atau
selama kita tidak mengetahui kesalahan dari orang yang beragama lain itu, maka
kita tidak akan memberitakan Injil kepada mereka. Tetapi kalau kita sudah tahu
perbedaan dan kesalahannya, maka kita akan mempunyai motivasi untuk
memberitakan Injil kepada mereka.
Khususnya dalam
persoalan Roma Katolik, ada banyak orang kristen yang mempunyai anggapan yang
salah, yaitu bahwa Roma Katolik itu sama dengan Kristen, dan karena itu tidak
perlu diinjili.
Kalau saudara
sudah mempelajari buku ini dan mengerti perbedaan / perten-tangan antara ajaran
Kristen dengan ajaran Roma Katolik, dan saudara tidak berusaha menginjili orang
Roma Katolik, maka ada sesuatu yang tidak beres dalam kerohanian saudara!
Mungkin saudarapun adalah orang yang belum diselamatkan dan perlu diinjili!
I) Istilah ‘Roma Katolik’.
1) Istilah ‘Katolik’ sebetulnya bukan monopoli
golongan Roma Katolik, kare-na istilah ‘Katolik’ sebetulnya berarti ‘universal‘ atau ‘umum / am’ [ban-dingkan
dengan kalimat dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli yang berbunyi ‘Gereja yang kudus
dan am’, yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya berbunyi ‘The Holy Catholic Church’ (= Gereja Katolik yang
kudus)].
2) Sebetulnya istilah ‘Roma Katolik’ merupakan
suatu kontradiksi, karena kata ‘Roma’ menunjukkan tempat tertentu / lokal,
sedangkan kata ‘Kato- lik’ berarti universal
/ umum / sedunia.
II) Sejarah singkat.
Sejarah singkat
ini perlu diketahui, karena banyak orang kristen yang mengira bahwa Roma
Katolik ada lebih dulu dan kristen merupakan agama baru yang memberontak
terhadap Roma Katolik. Karena itu, kalau orang kristen diserang oleh orang
Katolik dengan cara ini, mereka tidak bisa menjawab.
Sejarah
singkatnya adalah sebagai berikut:
1) Sejak jaman Perjanjian Baru, orang-orang yang
percaya kepada Kristus dan menggunakan Kitab Suci sebagai dasar hidup /
kepercayaan, disebut Kristen (Kis 11:26).
Perhatikan bahwa
Kristen sudah ada pada abad pertama, jauh sebelum Roma Katolik ada!
2) Mulai abad I orang-orang kristen dianiaya
oleh orang-orang Yahudi yang menganggap Kristen sebagai suatu sekte yang sesat.
Orang-orang kris-ten juga dianiaya oleh pihak pemerintah Romawi karena
orang-orang kristen itu tidak mau menyembah kaisar.
Tetapi banyaknya
penganiayaan ini justru menyebabkan kekristenan itu menjadi murni (tidak ada
atau jarang ada orang kristen KTP), dan orang-orang kristen mempunyai iman yang
kuat.
3) Pada awal abad ke 4, Constantine mulai tertarik pada kekristenan
dan pada tahun 324 M, setelah ia menjadi kaisar atas seluruh wilayah
ke-kaisaran Romawi, ia menjadikan kristen sebagai agama yang sah di seluruh
wilayah kekaisaran Romawi.
4) Karena kristen dijadikan agama yang sah di
seluruh kekaisaran Romawi, maka akibatnya banyak orang terpaksa masuk kristen,
padahal hati mereka tidak kristen / tidak percaya kepada Yesus maupun Kitab
Suci. Mereka ini lalu mulai membawa kekafiran mereka ke dalam gereja dan gereja
yang kurang ketat dalam menjaga ajarannya, makin lama makin menjauhi ajaran
yang semula / Kitab Suci.
Contoh-contoh
penyimpangan:
1.
Doa untuk orang mati dan membuat tanda salib.............................. 300
M
2.
Pemujaan terhadap malaikat dan orang suci.................................... 375
M
3.
Penggunaan patung-patung................................................................ 375
M
4.
Permulaan pemuliaan Maria (istilah ‘bunda Allah’)......................... 431 M
5.
Doktrin tentang api pencucian............................................................. 593
M
6.
Penggunaan bahasa Latin dalam doa / kebaktian........................... 600
M
7.
Doa ditujukan kepada Maria, malaikat dan orang-orang suci......... 600 M
8.
Gelar ‘Paus’..............................................................................................607
M
9.
Mencium kaki Paus................................................................................ 709
M
10.
Penyembahan terhadap salib, patung dan relics........................... 786 M
11.
Penyembahan terhadap Santo Yusuf.............................................. 890
M
12.
Kanonisasi orang-orang suci yang mati........................................... 995
M
13.
Hamba Tuhan tidak boleh menikah................................................ 1079
M
14.
Doa Rosario......................................................................................... 1090
M
15.
Transubstantiation (doktrin tentang
perjamuan kudus)............... 1215
M
16.
Alkitab dilarang untuk orang awam................................................. 1229
M
17.
Cawan Perjamuan Kudus dilarang untuk orang awam.............. 1414
M
18.
Api Pencucian ditetapkan sebagai dogma.................................... 1439
M
19.
Doktrin tentang 7 sakramen diteguhkan........................................ 1439
M
20.
Salam Maria.........................................................................................1508
M
21.
Tradisi disetingkatkan dengan Alkitab............................................ 1545
M
22.
Apocrypha dimasukkan ke dalam Kitab Suci................................ 1546
M
23.
Doktrin bahwa Maria lahir / dikandung dan hidup tanpa dosa.. 1854 M
24.
Paus tidak bisa salah kata-katanya................................................. 1870
M
25.
Kenaikan Maria ke surga.................................................................. 1950
M
26.
Maria dinyatakan sebagai ibu gereja.............................................. 1965
M
Catatan:
·
Ini hanya sekitar 60 % dari
penyelewengan-penyelewengan yang ditu-liskan oleh Loraine Boettner dalam
bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 7-9.
·
Bahwa hal-hal yang ada dalam daftar di atas ini
memang merupakan penyimpangan dari Kitab Suci bisa saudara lihat penjelasannya
dalam sepanjang buku ini.
5) Karena kota Roma adalah ibukota kekaisaran
Romawi, maka bishop (= uskup) Roma
makin lama makin kuat kedudukannya, dan pada tahun 445 M, Kaisar
Valentinian memutuskan bahwa semua bishop harus tun-duk pada bishop Roma. Ini
mengarah pada timbulnya Paus dan muncul-nya Roma sebagai pusat Roma Katolik.
6) Penyelewengan yang menjadi-jadi pada abad 16,
akhirnya menimbulkan Reformasi oleh Martin Luther (1517) dan lalu disusul oleh
Zwingli, John Calvin, dan John Knox.
Reformasi ini
bertujuan untuk memanggil orang-orang untuk ‘kembali pada Alkitab’ (back to the bible). Dari istilah /
semboyan ‘kembali pada Alkitab’ ini sebetulnya sudah jelas bahwa para
tokoh reformasi mengang-gap Roma Katolik sebagai kristen yang sudah menyimpang
dari Alkitab. Kalau tidak menyimpang, mengapa harus kembali pada
Alkitab?
Kesimpulan:
Kristen
Protestan bukanlah agama / ajaran baru yang memberontak dari Roma Katolik,
tetapi ajaran yang kembali kepada kekristenan yang lama / mula-mula, yang sudah
ada sejak abad pertama!
Seperti yang
dikatakan oleh Loraine Boettner:
“Roman Catholics often attempts
to represent Protestantism as something comparatively new, as having originated
with Martin Luther and John Calvin in the sixteenth century. ... Protestantism
as it emerged in the 16th century was not the beginning of something new, but a
return to Bible Christianity and to the simplicity of the Apostolic church from
which the Roman Church had long since departed”
(= Orang Roma Katolik sering mencoba untuk menunjukkan / menggambarkan
Protestanisme sebagai sesuatu yang baru, yang berasalmula dengan Martin Luther
dan John Calvin di abad ke 16. ... Protestanisme yang muncul di abad ke 16
bukanlah permulaan dari sesuatu yang baru, tetapi pengembalian pada kekristenan
Alkitab dan pada kesederhanaan gereja rasuli dari mana gereja Roma sudah sejak
lama menyimpang) - ‘Roman
Catholicism’, hal 1.
Ia melanjutkan
lagi:
“Protestantism, therefore, was
not a new religion, but a return to the faith of the early church. It was
Christianity cleaned up, with all the rubbish that had collected during the
Middle Age thrown out” (= Karena itu, protestanisme
bukanlah suatu agama baru, tetapi suatu pengembalian pada iman dari gereja
mula-mula. Itu adalah kekristenan yang dibersihkan, dengan dibuangnya semua
sampah / kotoran yang terkumpul selama abad pertengahan) - ‘Roman Catholicism’, hal 12.
Untuk lebih
jelasnya, lihatlah gambar di bawah ini (hal 5).
III) Perbedaan dasar Katolik - Kristen Protestan.
Sebelum kita
membahas perbedaan Roma Katolik dan Kristen Protestan, ada satu hal yang perlu
diketahui.
Loraine
Boettener berkata bahwa ajaran dan praktek Roma Katolik di negara-negara dimana
Katolik adalah golongan minoritas berbeda dengan Roma Katolik aslinya, atau
dengan Roma Katolik di negara-negara dimana Roma Katolik merupakan golongan
mayoritas, karena di negara-negara dimana mereka merupakan golongan minoritas
mereka mengadakan kompromi-kompromi untuk menyesuaikan diri. Kalau kita mau
melihat Roma Katolik yang sesungguhnya, kita harus melihatnya pada abad
pertengahan, atau melihatnya sekarang di negara-negara seperti Spanyol,
Portugal, Italia, Perancis, Irlandia Selatan dan Amerika Latin, dimana mereka
berkuasa dalam politik maupun gereja - ‘Roman
Catholicism’, hal 3.
Dengan
mengingat satu hal itu, sekarang mari kita melihat perbedaan dasar antara Roma
Katolik dengan Kristen Protestan.
A) Pandangan tentang Kitab Suci.
Secara teoritis,
baik Roma Katolik maupun Kristen Protestan, memper-cayai bahwa Alkitab adalah
Firman Allah, tetapi:
1) Dalam Kristen Protestan:
a) Alkitab adalah untuk semua
orang. Orang kristen harus memiliki dan membaca Alkitab dengan rajin dan tekun!
b) Hanya Alkitab yang merupakan dasar
hidup, iman dan gereja.
2) Dalam Roma Katolik:
a) Alkitab bukan untuk orang
awam (ini bertentangan dengan Maz 1:1-2
Kis 17:11).
Bahwa dalam
Roma Katolik orang awam memang dilarang untuk membaca, bahkan untuk memiliki
Alkitab terlihat dari:
·
Keputusan Council of Valencia pada tahun 1229, yang
berbunyi sebagai berikut:
“We prohibit also the permitting
of the laity to have the books of the Old and New Testament, unless any one
should wish, from a feeling of devotion, to have a psalter or breviary for
divine service, or the hours of the blessed Mary. But we strictly forbid them
to have the above-mentioned books in the vulgar tongue”
(= Kami melarang juga pemberian ijin kepada orang awam untuk memiliki buku-buku
Perjanjian Lama dan Baru, kecuali seseorang ingin, dari suatu perasaan untuk
berbakti, untuk mempunyai kitab Mazmur atau buku doa Roma Katolik untuk
kebaktian / pelayanan ilahi, atau saat-saat Maria yang terpuji. Tetapi kami
dengan keras melarang mereka untuk memiliki buku-buku tersebut di atas dalam
bahasa kasar) - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
97.
Dari kata-kata
ini jelas bahwa orang awam dilarang memiliki Alkitab. Yang boleh dimiliki
hanyalah kitab Mazmur dan buku doa Roma Katolik, dan itupun tidak boleh dalam ‘vulgar tongue / bahasa kasar’, maksudnya
buku-buku itu harus ada dalam bahasa Latin, yang jelas ada di luar jangkauan
orang awam.
·
Penegasan larangan itu oleh Council of Trent
dengan memberi-kan keputusan sebagai berikut:
“In as much as it is manifest, from
experience, that if the Holy Bible, translated into the vulgar tongue, be
indiscriminately allowed to everyone, the temerity of men will cause more evil
than good to arise from it; it is, on this point, reffered to the judgment of
the bishops, or inquisitors, who may, by the advice of the priest or confessor,
permit the reading of the Bible translated into the vulgar tongue by Catholic
authors, to those persons whose faith and piety, they apprehend, will be
augmented, and not injured by it; and this permission they must have in
writing” [= Karena jelas / nyata, dari
pengalaman, bahwa kalau Alkitab Kudus, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
kasar (bahasa biasa yang non Latin) diijinkan secara sembarangan kepada semua
orang, kesembronoan manusia akan menyebabkan lebih banyak kejahatan dari pada
kebaikan yang muncul dari padanya; maka pada titik ini diserahkan pada
penghakiman dari uskup, atau pejabat Roma Katolik yang meneliti penyesatan,
yang oleh nasehat dari imam / pastor atau confessor
(= pastor yang diberi otoritas untuk menerima pengakuan dosa), boleh
mengijinkan pembacaan Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa kasar / biasa
oleh pengarang Katolik, kepada orang-orang yang iman dan kesalehannya, menurut
mereka, akan bertambah, dan bukannya dirusak oleh pembacaan itu; dan ijin itu
harus mereka miliki secara tertulis] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.
·
Kata-kata Liguori sebagai berikut:
“The Scriptures and books of
Controversy may not be permitted in the vulgar tongue, as also they cannot be
read without permission” (= Kitab Suci dan buku-buku
Pertentangan / Perdebatan tidak boleh diijinkan dalam bahasa kasar / biasa,
sebagaimana mereka juga tidak boleh dibaca tanpa ijin) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.
·
Kata-kata Paus Clement XI (tahun 1713) dalam
Bull Unigenitus, yang berbunyi:
“We strictly forbid them (the
laity) to have the books of the Old and New Testament in the vulgar tongue”
[= Kami dengan keras melarang mereka (orang awam) untuk mempunyai buku-buku
Perjanjian Lama dan Baru dalam bahasa kasar / biasa] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.
Tetapi,
tanggal 11 Oktober 1992, Gereja Roma Katolik menerbitkan ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang pada no 133, berkata
sebagai berikut:
“The Church forcefully and
specifically exhorts all the Christian faithful... to learn the surpassing
knowledge of Jesus Christ, by frequent reading of the divine Scriptures.
Ignorance of the Scriptures is ignorance of Christ”
(= Gereja dengan kuat dan khusus mendesak semua orang kristen yang setia...
untuk mempelajari pengetahuan yang melampaui dari Yesus Kristus, dengan
pembacaan yang sering dari Kitab Suci ilahi. Ketidaktahuan terhadap Kitab Suci
adalah ketidaktahuan terhadap Kristus).
Perubahan sikap
terhadap Kitab Suci ini, adalah perubahan ke arah yang baik. Tetapi juga ada
keanehan, karena itu berarti bahwa keputusan Council of Valencia, Council of
Trent, dan kata-kata Paus Clement XI di atas, adalah salah. Padahal Roma
Katolik menganggap bahwa keputusan Sidang Gereja, dan juga kata-kata /
keputusan Paus sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman Tuhan (lihat point
b di bawah ini).
b) Alkitab ditambahi dengan
‘tradisi’ (ini bertentangan dengan Ul 4:2
Wah 22:18-19).
1. Yang disebut ‘tradisi’ dalam ajaran
Roma Katolik:
a. 12 kitab-kitab Apocrypha.
Ada 15 kitab Apocrypha
yang ditambahkan kepada Alkitab oleh orang Roma Katolik, yaitu:
1. Kitab
Esdras yang pertama.
2. Kitab
Esdras yang kedua.
3. Tobit.
4. Yudit.
5. Tambahan-tambahan
pada kitab Ester.
6. Kebijaksanaan
Salomo.
7. Yesus
bin Sirakh.
8. Barukh.
9. Surat dari nabi Yeremia.
10. Doa Azarya
dan Lagu pujian ketiga pemuda.
11. Susana.
12. Bel dan
naga.
13. Doa
Manasye.
14. Kitab
Makabe yang pertama.
15. Kitab
Makabe yang kedua.
Catatan:
Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia, no 10,11,12 dijadikan satu kitab,
yaitu ‘Tambahan-tambahan pada kitab Daniel’.
Tetapi 3 dari
kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu
akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke dalam Alkitab mereka.
Loraine
Boettner mengatakan bahwa:
·
Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di
dalamnya ada penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras 7:105) - Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
80.
·
Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab
Apocrypha yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke dalam Kitab
Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine Boettner menjawab:
“The Council of Trent evidently
selected only books that would help them in their controversy with the
Reformers, and none of these gave promise of doing that”
(= Council of Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang akan membantu
mereka dalam pertentangan dengan para Reformator, dan tidak ada satupun dari
buku-buku itu menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu) - ‘Roman Catholicism’, hal 87.
Ke 12
kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya lebih kurang dua per tiga Perjanjian Baru.
Dahulu, semua kitab-kitab ini diletakkan di antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru, dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang kedua).
Tetapi pada tahun 1992, Roma Katolik mengeluarkan ‘The Catechism of the Catholic Church’ (= Katekisasi Gereja
Katolik), dimana diputuskan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke
sela-sela kitab-kitab Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama!
‘The Catechism of the Catholic Church’,
nomer 120, berbunyi sebagai berikut:
“It was by the apostolic
Tradition that the Church discerned which writings are to be included in the
list of the sacred books. This complete list is called the canon of Scripture. It
includes 46 books for the Old Testament (45 if we count Jeremiah and
Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament: Genesis, Exodus,
Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua, Judges, Ruth, 1 and 2 Samuel, 1 and 2
Kings, 1 and 2 Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith,
Esther, 1 and 2 Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song
of Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah,
Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel, Amos,
Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zachariah and
Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah Gereja
membedakan tulisan-tulisan mana yang harus dimasukkan dalam daftar kitab-kitab
kudus. Daftar lengkap ini disebut kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab
untuk Perjanjian Lama (45 jika kita menghitung Yeremia dan Ratapan sebagai
1 kitab) dan 27 kitab untuk Perjanjian Baru. Perjanjian Lama: Kejadian,
Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1
dan 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia, Tobit, Yudit,
Ester, 1 dan 2 Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan
Salomo, Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel,
Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai,
Zakharia, dan Maleakhi].
‘The Catechism of the Catholic Church’,
nomer 138, berbunyi sebagai berikut:
“The Church accepts and venerates
as inspired the 46 books of the Old Testament and the 27 books of the
New” (= Gereja menerima dan
menghormati 46 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian
Baru sebagai diilhamkan).
Catatan:
bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui yang hanya terdiri dari 39
kitab!
Sering ada yang
mengatakan bahwa bukan orang Katolik yang menambahi Alkitab, tetapi orang
Kristen Protestanlah yang mengurangi Alkitab. Tetapi tentang kanon Perjanjian
Lama sebetulnya tidak ada persoalan, karena:
¨
Kitab Suci orang-orang Yahudi hanyalah
Perjanjian Lama kita saat ini.
¨
Pada jaman Yesus hidup di dunia ini, kanon
Perjanjian Lama itu sudah lengkap dan tertentu / pasti. Dan Yesus tidak
mengubahnya sehingga dianggap sebagai menyetujuinya.
‘Eerdmans’
Family Encyclopedia of the Bible’: “It
is not possible to know for certain how the Old Testament came together in the
collection of books we know now. But we do know which books made up the Old
Testament in the period just before the birth of Jesus, and we can know which
books Jesus and his apostles would have regarded as their ‘Bible’. ... It is
clear that by the time of Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of the
thirty-nine books we know today as the Old Testament”
(= Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana Perjanjian Lama
bisa terkumpul bersama-sama dalam kumpulan kitab-kitab yang kita ketahui
sekarang. Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang membentuk Perjanjian Lama pada
jaman persis sebelum kelahiran Yesus, dan kami tahu kitab-kitab mana yang
dianggap oleh Yesus dan rasul-rasulNya sebagai ‘Alkitab’ mereka. ... Adalah
jelas bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani umumnya terdiri dari 39 kitab
yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Lama) - hal 66.
Halley’s Bible Handbook: “In
Jesus’ day this book was called ‘The Scriptures,’ and was taught regularly and
read publicly in synagogs. It was commonly regarded among the people as the
‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of God.’ ... These
‘Scriptures’ were composed of the 39 books which constitute our Old Testament,
though under a different arrangement. ... when this group of books was
completed, and set apart as the definitely recognized Word of God, is involved
in obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra”
(= Pada jaman Yesus, buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan diajarkan secara rutin
/ teratur dan dibacakan di depan umum di sinagog-sinagog. Pada umumnya itu
dianggap di antara bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini
terdiri dari 39 kitab yang membentuk Perjanjian Lama kita, sekalipun susunan /
urut-urutannya berbeda. ... kapan kelompok kitab-kitab ini menjadi lengkap, dan
dipisahkan sebagai Firman Allah yang diakui dengan pasti, tak diketahui dengan
jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Ezra)
- hal 405.
Halley’s Bible Handbook: “Josephus
considered the Old Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time
of Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the history of
all time, books that are believed to be divine. Of these, 5 belong to Moses,
containing his laws and the tradition of the origin of mankind down to the time
of his death. From the death of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets
who succeeded Moses wrote the history of the events that occurred in their own
time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to God and precepts for
the conduct of human life. From the days of Artaxerxes to our own times every
event had indeed been recorded; but these recent records have not been deemed
worthy of equal credit with those which preceded them, on account of the
failure of the exact succession of the prophets. There is practical proof of
the spirit in which we treat our Scriptures; for, although so great an interval
of time has now passed, not a soul has ventured to add or to remove or to alter
a syllable, and it is the instinct of every Jew, from the day of his birth, to
consider these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them, and, if
need be, cheerfully to lay down his life in their behalf.’”
(= Josephus menganggap bahwa kanon Perjanjian Lama sudah tertentu sejak jaman
Artahsasta, jaman dari Ezra. Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22
kitab, berisikan sejarah dari semua jaman, kitab-kitab yang dipercaya sebagai
ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah kitab-kitab Musa, berisikan
hukum-hukumnya dan tradisi tentang asal usul dari umat manusia sampai pada saat
kematiannya. Dari saat kematian Musa sampai pada pemerintahan Artahsasta,
nabi-nabi yang menggantikan Musa menulis sejarah dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada jaman mereka sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab sisanya terdiri dari
nyanyian pujian bagi Allah dan ajaran-ajaran tentang tingkah laku manusia. Dari
jaman Artahsasta sampai jaman kita sendiri, setiap peristiwa memang telah
dicatat; tetapi catatan-catatan ini tidak dianggap layak untuk mendapat
penghargaan yang setara dengan kitab-kitab yang mendahului mereka, karena tidak
adanya rangkaian yang tepat dari nabi-nabi. Ini merupakan bukti praktis dari
semangat dalam mana kami memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada
masa yang begitu lama yang telah berlalu, tidak ada orang yang telah berusaha
untuk menambah atau menyingkirkan atau mengubah satu suku katapun, dan
merupakan naluri dari setiap orang Yahudi sejak ia lahir, untuk menganggap
Kitab Suci ini sebagai ajaran dari Allah, dan untuk mematuhinya, dan jika
diperlukan, dengan sukacita meletakkan nyawanya demi mereka’) - hal
405-406.
Catatan:
·
ini merupakan kutipan kata-kata Josephus dari ‘The
Works of Josephus’, hal 609 (‘Against Apion’, I, 8).
·
mengapa Perjanjian Lama hanya 22 kitab?
Penjelasannya bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini.
Halley’s Bible Handbook: “The
Hebrew Old Testament contains exactly the same books as our English Old
Testament, but in different arrangement: ... By combining the 2 books each of
Samuel, Kings and Chronicles into one, and Ezra and Nehemiah into one, and the
Twelve Minor Prophets into one, these 24 books are the same as our 39. Josephus
further reduces the number to 22, to make it correspond to the Hebrew alphabet
by combining Ruth with Judges, and Lamentations with Jeremiah”
(= Perjanjian Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis sama
seperti Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi dalam susunan yang berbeda:
... Dengan menggabungkan 2 kitab dari Samuel, Raja-raja dan Tawarikh menjadi
satu, dan menggabungkan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan 12 kitab nabi-nabi
kecil menjadi satu, maka 24 kitab-kitab ini adalah sama dengan 39 kitab-kitab
kita. Josephus selanjutnya mengurangi jumlah itu menjadi 22, untuk membuatnya
sesuai dengan alfabet bahasa Ibrani, dengan menggabungkan kitab Rut dengan
Hakim-hakim, dan Ratapan dengan Yeremia) - hal 26.
Halley’s Bible Handbook: “This
testimony is of no small value. Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of
priestly aristocracy. He received an extensive education in Jewish and Greek
culture. He was governor of Galilee and military commander in the wars with Rome, and was present at the destruction of Jerusalem. These words
of Josephus are unquestionable testimony to the belief of the Jewish nation of
Jesus’ day as to what books comprised the Hebrew Scriptures, and that that
collection of books had been completed and fixed for 400 years preceding his
time” (= Kesaksian ini tidak kecil
nilainya. Josephus dilahirkan pada tahun 37 M. di Yerusalem, dari keluarga
imam. Ia menerima pendidikan yang luas dalam kebudayaan Yahudi dan Yunani. Ia
adalah gubernur dari Galilea dan komandan militer dalam perang dengan Roma, dan
ia hadir pada penghancuran Yersalem. Kata-kata dari Josephus merupakan
kesaksian yang tidak diragukan tentang kepercayaan dari bangsa Yahudi dari
jaman Yesus berkenaan dengan kitab-kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci
Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah lengkap dan tertentu selama
400 tahun sebelum jamannya) - hal 406.
Bahkan
Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Alkitab Yahudipun hanya mencakup
Perjanjian Lama, dan tidak mencakup Deuterokanonika.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Bible’: “The Jewish
Bible includes only the books known to Christians as the Old Testament” (= Alkitab Yahudi mencakup hanya kitab-kitab yang dikenal oleh
orang-orang Kristen sebagai Perjanjian Lama).
Jadi jelas bahwa
bukan Kristen Protestan yang mengurangi Alkitab, tetapi Katoliklah yang
menambahi Alkitab.
Kristen
Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika ini dengan alasan:
¨
Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan
lang-sung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggunaan
bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak merupakan kutipan langsung. Ini
menunjukkan bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian
Lama sebagai Firman Allah, dan menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan
ajaran mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari
kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka, padahal
kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika itu sudah ada / beredar pada jaman
Tuhan Yesus hidup di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui
kitab-kitab Apocrypha itu sebagai Firman Allah!
Halley’s Bible Handbook: “The
Apocrypha. ... They were never quoted by Jesus, nor anywhere in the New
Testament” (= Kitab-kitab Apocrypha. ...
Kitab-kitab ini tidak pernah dikutip oleh Yesus, atau dimanapun dalam
Perjanjian Baru) - hal 406-407.
Halley’s Bible Handbook: “In
the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and
no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with
the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of
these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which
was in common use in New Testament times; and even though the Septuagint
contained the ‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal
books. This is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the
Apocryphal books as part of ‘The Scriptures.’”
(= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan
tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru,
dengan satu perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas.
Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian
Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun
Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari
kitab-kitab Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul
tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’)
- hal 405.
Halley’s Bible Handbook: “In
the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and
no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with
the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of these
quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in
common use in New Testament times; and even though the Septuagint contained the
‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal books. This
is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal books
as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam
Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan tidak ada
kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru, dengan satu
perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari
kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang
biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun Septuaginta mencakup
kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab
Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul tidak
mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’) -
hal 405.
Catatan: bagian yang saya garis bawahi itu tidak saya setujui, dan
akan saya bahas di sini.
Yudas 14-15 - “Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam,
telah bernubuat, katanya: ‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang
kudusNya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas
orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena
semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu
terhadap Tuhan.’”.
Dan dalam kitab Henokh (ini tidak termasuk Apokripa!), ada satu ayat
yaitu Henokh 1:9, yang berbunyi sebagai berikut:
Versi
William Barclay: “And
behold! He cometh with ten thousands of his holy ones to execute judgment upon
all, and to destroy all the ungodly; and to convict all flesh of all the works
of their ungodliness which they have ungodly committed, and of all the hard
things which ungodly sinners have spoken against him”
(= Dan lihatlah! Ia datang dengan sepuluh ribu orang-orang kudusNya untuk
melakukan penghakiman terhadap semua orang, dan untuk menghancurkan orang
jahat; dan untuk meyakinkan semua daging / orang tentang semua kejahatan yang
mereka lakukan secara jahat, dan tentang semua kata-kata keras yang
diucapkan oleh orang-orang berdosa yang jahat menentang Dia).
Henokh 1:9
Versi William Barclay ini boleh dikatakan identik dengan Yudas 14-15.
Versi
Pulpit Commentary: “And
behold, he comes with myriads of the holy, to pass judgment upon them, and will
destroy the impious, and will call to account all flesh for everything the
sinners and the impious have done and committed against him”
(= Dan lihatlah, Ia datang dengan puluhan ribu orang kudus, untuk memberikan
penghakiman terhadap mereka, dan akan menghancurkan orang jahat, dan akan
meminta pertanggungjawaban semua orang untuk setiap hal yang orang berdosa dan
jahat lakukan menentang Dia).
Henokh 1:9
versi Pulpit Commentary ini sedikit berbeda dengan Yudas 14-15, karena dalam
Henokh 1:9 ini tidak ada tentang ‘kata-kata keras’ dari orang-orang jahat
itu. Versi Barnes’ Notes sama dengan Pulpit Commentary.
Kutipan dalam
Yudas 14-15 ini menyebabkan banyak pertanyaan dan problem. Haruskah kita
menganggap Kitab Henokh itu sebagai Kitab Suci? Atau, haruskah kita membuang surat Yudas dari Kitab
Suci, seperti yang dilakukan oleh Jerome? Saya berpendapat bahwa kita tidak
boleh menganggap bahwa Kitab Henokh harus dimasukkan ke dalam Kitab Suci (Catatan:
tidak adanya kata-kata ‘ada tertulis’ dalam
Yudas 14 ini menunjukkan bahwa ia tidak sedang mengutip Kitab Suci), dan
kita juga tidak boleh mengeluarkan surat
Yudas dari Kitab Suci. Mengapa? Karena adanya kemiripan atau kesamaan antara
Yudas 14-15 dan Henokh 1:9 mem-berikan beberapa kemungkinan, yaitu:
Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Penulis kitab Henokh mengutip dari Yudas,
sedang-kan Yudas mengutip dari tradisi.
Yudas maupun penulis kitab Henokh mengutip dari
tradisi.
Tidak ada
kemungkinan untuk membuktikan bahwa kemungkinan pertamalah yang benar, sehingga
adanya kemiripan / kesamaan antara Yudas 14-15 dengan Henokh 1:9 ini
tidak membuktikan bahwa Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Mengapa Yudas
mengutip nubuat Henokh? Dalam Kitab Suci ada banyak ayat tentang kedatangan
Kristus untuk menghakimi, seperti Ul 33:5
Daniel 7:10 Zakh 14:5b. Mengapa Ia
mesti mengutip dari nubuat Henokh dan bukannya dari ayat-ayat Kitab Suci?
Þ
Karena biasanya makin kuno suatu kutipan, makin
ia dihormati. Karena itu Yudas memilih yang sekuno mungkin.
Þ
Karena Tuhan menghendaki nubuat Henokh itu, yang
tadinya hanya ada dalam tradisi, masuk ke dalam Kitab Suci.
Thomas
Manton: “if he receives it
by tradition, it is here made authentic and put into the canon”
(= jika ia menerimanya melalui tradisi, di sini itu dijadikan otentik /
berotoritas dan dimasukkan ke dalam kanon) - ‘Jude’, hal 289.
¨
Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak
menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada
manusia.
Untuk itu
bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada akhir Kitab Suci / Perjanjian Baru
dengan 2Makabe 15:37b-38 yang terletak pada akhir dari kitab-kitab Deuterokanonika:
Wah 22:18-19
berbunyi:
“Aku
bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari
kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini,
maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di
dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari
perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya
dari pohon kehidupan dan dari kota
kudus seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.
Dari
Wah 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari tulisan rasul Yohanes
ini sebagai Firman Tuhan yang tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi.
Sekarang
bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang berbunyi:
“Maka
aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika susunannya baik lagi tepat, maka
itulah yang ku-kehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan
setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku”.
Ini sama
sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah
pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata ‘kukehendaki’
dan ‘hanya
itulah yang mungkin bagiku’. Bagaimana kita bisa mempercayai
otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak yakin akan
kebenaran tulisannya!
¨
Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada
kesalahan-kesalahan, seperti:
*
Yudit 1:1,7,11 menyebut Nebukadnezar
sebagai raja Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16 2:1,4,14,21 4:1), sedangkan kita tahu bahwa
sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30).
*
Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang
malaikat yang bernama Rafael, yang berdusta dengan mem-perkenalkan dirinya
sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’.
Bagaimana
mungkin kitab-kitab yang mengandung kesa-lahan seperti itu bisa disetingkatkan
dengan Kitab Suci / Firman Tuhan?
¨
Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan
karena perbuatan baik) yang tidak alkitabiah. Contoh:
*
Tobit 12:9 berbunyi: “Memang sedekah
melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa”.
*
Tobit 4:10 berbunyi: “Memang sedekah
melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan”.
*
Tobit 14:10-11a berbunyi: “Nak,
ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya, yaitu
Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi
Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri. Ahikar keluar
menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah
berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka Ahikar luput
dari jerat maut yang dipasang ba-ginya
oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga membinasakannya.
Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah dan apa yang
dihasilkan oleh kelaliman”.
*
Sirakh 3:3a berbunyi: “Barangsiapa
menghormati bapanya memulihkan dosa”.
Doktrin yang
tidak alkitabiah ini jelas bertentangan dengan Gal 2:16,21 dan Ef 2:8-9.
b. Tulisan bapa-bapa gereja.
Padahal
tulisan-tulisan bapa-bapa gereja ini sering bertentangan satu sama lain, dan
bahkan sering terjadi bahwa seorang bapa gereja berubah pandangan sehingga ia
lalu menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan tulisannya yang sebelumnya.
c. Keputusan sidang-sidang gereja (council).
d. Keputusan-keputusan Paus.
Lucunya, ada
Paus-paus yang menentang kitab-kitab Apo-crypha, dan dengan demikian mereka
bertentangan dengan Council of Trent yang memasukkan kitab-kitab itu ke dalam
Alkitab. Loraine Boettner mengutip kata-kata Dr. Harris yang dalam bukunya yang
berjudul ‘Fundamental Protestant
Doctrines’, I, hal 4, berkata:
“Pope Gregory the Great declared
that First Maccabees, an Apocryphal book, is not canonical. Cardinal Zomenes,
in his polygot Bible just before the Council of Trent, excluded the Apocrypha
and his work was approved by pope Leo X. Could these popes have been mistaken
or not? If they were correct, the decision of the Council of Trent was wrong. If they were wrong where is
a pope’s infallibility as a teacher of doctrine?”
(= Paus Gregory yang Agung menyatakan bahwa kitab Makabe yang pertama, suatu
kitab Apocrypha, tidak termasuk kanon. Kardinal Zomenes, dalam Alkitab polygotnya persis sebelum Council of
Trent, mengeluarkan / membuang Apocrypha dan pekerjaannya disetujui oleh Paus
Leo X. Apakah Paus-paus ini bisa salah atau tidak? Jika mereka benar, keputusan
Council of Trent
salah. Jika mereka salah, dimana ketidakbersalahan Paus sebagai seorang
pengajar doktrin?) - ‘Roman
Catholicism’, hal 83.
2. Sikap Roma Katolik terhadap
tradisi-tradisi mereka:
a. Pada tahun 1545, sidang
gereja di Trent menyatakan bahwa tradisi mempunyai otoritas yang sama dengan
Kitab Suci, tapi harus ditafsirkan oleh gereja.
Ini menyebabkan
ajaran mereka tidak bisa berubah. Jadi, kalaupun suatu waktu mereka menyadari
bahwa ada kepu-tusan sidang gereja atau keputusan Paus yang ternyata salah,
mereka tidak bisa mengubahnya. Bagaimana mung-kin menyatakan sesuatu, yang
setingkat otoritasnya dengan Kitab Suci, sebagai sesuatu yang salah dan harus
diralat? Tetapi kenyataannya, ‘Chatechism
of the Catholic Church’, yang muncul pada tahun 1992, mengubah keputusan
sidang gereja, seperti yang sudah kita lihat dalam persoalan mem-baca Kitab
Suci.
b. Pada tahun 1546, sidang gereja
di Trent memasukkan 12 kitab-kitab Apocrypha itu ke dalam Kitab Suci (karena
itu maka disebut Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Dan ‘Chatechism of the Catholic Church’,
yang muncul pada tahun 1992, pada no 120, bahkan memasukkan kitab-kitab Apocrypha
ini ke dalam Perjanjian Lama, sehingga Perjan-jian Lama mencakup 46 kitab.
c. Tradisi ini digunakan untuk mempertahankan ajaran-ajaran mereka
yang tidak punya dasar Kitab Suci (misalnya: api pencucian, keperawanan yang
abadi dari Maria, kesucian Maria, kenaikan Maria ke sorga dengan tubuh
jasmaninya, dsb).
Dan ‘tradisi’ ini
justru jauh lebih berperan sebagai dasar dari ajaran-ajaran Roma
Katolik, bahkan sebagian besar ajaran / dogma Roma Katolik tidak didasarkan
pada Kitab Suci, tetapi pada tradisi! Ini menyebabkan sekalipun Roma
Katolik dan Kristen Protestan sama-sama menggunakan Kitab Suci, tetapi
ajarannya bisa sangat berbeda / bertentangan.
3. Apa kata Tuhan Yesus / Kitab Suci
tentang tradisi?
a. Dalam Mat 15:3,6,9 Tuhan
Yesus menyerang tradisi yang diutamakan lebih dari Firman Allah.
Catatan:
Kata-kata ‘adat
istiadat nenek moyangmu’ (ay 3,6) oleh NASB/NIV diterjemahkan: your tradition (= tradisimu).
b. Dalam Mat 5:21-48 Tuhan
Yesus menyerang dan membetul-kan penafsiran ahli-ahli Taurat (yang sudah
menjadi tradisi) tentang perjanjian Lama.
c. Dalam Kol 2:8 Paulus
memperingatkan untuk tidak menuruti ‘ajaran turun-temurun’ [NASB: the tradition of men (= tradisi
manusia); NIV: human tradition (=
tradisi manusia)] yang tidak sesuai dengan Kristus.
4. Orang Kristen Protestan dan tradisi:
Orang Kristen
Protestan juga mempunyai dan menggunakan tradisi, seperti:
a. Cerita tentang kematian Petrus.
Cerita ini
tidak ada dalam Kitab Suci maupun sejarah, dan hanya diceritakan turun temurun
dari mulut ke mulut.
Dikatakan bahwa
suatu kali ada penganiayaan dan pem-bunuhan besar-besaran terhadap orang
kristen di Yerusa-lem. Petrus lalu lari meninggalkan Yerusalem, tetapi
di-tengah perjalanan Yesus menampakkan diri kepadanya dan bertanya: ‘Mau kemana
Petrus?’. Petrus menjawab: ‘Tuhan, semua orang kristen dibunuhi. Kalau aku
tidak lari, aku juga akan dibunuh dan gereja akan kehilangan pemimpin’. Yesus
lalu berkata: ‘Baiklah Petrus, larilah terus. Biarlah Aku yang pergi ke
Yerusalem untuk disalibkan untuk keduakalinya’. Mendengar kata-kata Yesus ini
Petrus menangis dan ber-kata: ‘Tidak Tuhan, sudah cukup Engkau disalibkan satu
kali untuk aku, biarlah sekarang aku yang disalibkan untuk engkau!’. Dan ia
lari kembali ke Yerusalem, sehingga akhirnya ia ditangkap. Pada waktu ia mau
disalibkan, ia berkata: ‘Aku tidak layak mati seperti Tuhanku. Salibkan aku
dengan kepala di bawah’. Dan akhirnya Petruspun mati syahid dengan disalibkan
secara terbalik.
b. 12 Pengakuan Rasuli, Pengakuan Iman Nicea.
Tetapi dalam
Kristen Protestan, tradisi-tradisi itu diletakkan di bawah Kitab Suci
dan tradisi-tradisi itu tidak dianggap mutlak benar.
B) Pandangan tentang keselamatan.
1) Keselamatan karena iman saja atau
karena iman + perbuatan baik?
Dalam ajaran
Roma Katolik seseorang selamat karena iman + perbuatan baik + gereja Roma
Katolik.
Mereka memang
menekankan perlunya iman. Tetapi bukan ‘hanya iman’, karena ‘perbuatan
baik’ dan ‘gereja Roma Katolik’ punya andil dalam keselamatan seseorang. Ini
terlihat dari:
a) Ajaran Roma Katolik tentang dosa.
Roma Katolik
mempercayai adanya venial sin (= dosa
ringan) dan mortal sin (= dosa besar
/ mematikan).
Yang pertama
mereka anggap sebagai dosa kecil / remeh, yang tidak diakuipun tidak apa-apa.
Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ 1992, dikatakan (No 1458): “Without being strictly
necessary, confession of everyday faults (venial sins) is nevertheless
strongly recommended by the Church” [= Tanpa mengatakan bahwa ini diharuskan secara
ketat, bagaimanapun pengakuan dari kesalahan-kesalahan setiap hari
(dosa-dosa remeh / ringan) dianjurkan secara kuat oleh Gereja].
Yang kedua
mereka anggap sebagai dosa yang hebat, yang bisa menjatuhkan seseorang dari
kasih karunia Allah / keselamatan.
Dengan
demikian, kalau seseorang mau selamat ia harus menghindari mortal sin ini, dan ini menunjukkan bahwa usaha / ketaatan /
perbuatan baik manusia berperan dalam keselamatan seseorang.
Catatan:
Berdasarkan ayat-ayat seperti Yoh 19:11
Luk 12:47-48 Ibr 10:28-29 maka
terlihat dengan jelas akan adanya tingkat dosa. Tetapi Kitab Suci tidak
pernah mengajarkan adanya:
1. Dosa yang begitu remeh
sehingga tidak perlu diakui. Semua dosa upahnya adalah maut (Ro 6:23)!
2. Dosa yang begitu besar /
hebat sehingga menghancurkan kese-lamatan kita! Bdk. Yes 1:18 1Yoh 1:9
1Yoh 2:1-2.
Ingat bahwa
dalam Kristen Protestan, kita diselamatkan karena iman kepada Yesus, bukan
karena perbuatan baik kita (Ef 2:8-9). Kalau kita jatuh ke dalam dosa, maka
kita perlu ingat bahwa darah Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib itu
mempunyai kuasa lebih dari cukup untuk mengampuni dosa yang bagaimanapun
besarnya!
b) Ajaran Roma Katolik tentang baptisan.
Roma Katolik
beranggapan bahwa baptisan betul-betul melahirbarukan dan menyelamatkan
seseorang, tetapi baptisan itu harus dilakukan di gereja Roma Katolik (ajaran Roma Katolik yang asli tidak
mengakui gereja lain sebagai gereja yang benar!).
Ini menunjukkan
bahwa usaha manusia (untuk dibaptis) dan juga gereja Katoliknya sendiri (dimana
baptisan itu harus dilakukan), mempunyai andil yang sangat vital / besar dalam
keselamatan seseorang.
c) Kata-kata Council of Trent yang mengutuk orang
yang mempercayai ‘pembenaran oleh iman saja’ (justification by faith alone).
Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by faith
alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is
required to co-operate in order to the obtaining of the grace of justification,
and that it is not in any way necessary, that he be prepared and disposed by
the movement of his own will: let him he anathema”
(= Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat dibenarkan, dan
mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan untuk bekerja sama
supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa tidak dibutuhkan dalam
hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur / dicondongkan oleh gerakan
kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.
Canon XXIV: “If
any one saith, that the justice received is not preserved and also increased
before God through good works; but that the said works are merely the fruits
and signs of justification obtained, but not a cause of the increase thereof:
let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa
pembenaran yang diterima itu tidak dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan
Allah melalui perbuatan baik; tetapi bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi
semata-mata merupakan buah dan tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan,
tetapi bukan suatu penyebab dari peningkatan itu: terkutuklah dia) -
Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’,
hal 512.
Dalam ajaran
Kristen Protestan (yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal), seseorang
selamat hanya karena iman (SOLA FIDE
/ Only Faith (= hanya iman).
Perbuatan baik sedikitpun tidak berperan dalam keselamatan kita!
Untuk
mengetahui yang mana yang benar, mari kita melihat pada Kitab Suci yang
menunjukkan bahwa:
·
Penjahat yang bertobat / beriman pada saat
terakhir hidupnya, tetap masuk surga sekalipun tidak pernah pergi ke gereja
ataupun di baptis, dan bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah berbuat baik
dalam sepanjang hidupnya (Luk 23:43).
·
Ef 2:8,9
Gal 2:16 Ro 3:24,27-28
menunjukkan bahwa kita selamat / dibenarkan hanya karena iman.
·
Gal 3:2,14 menunjukkan bahwa kita menerima
Roh Kudus karena iman.
·
Kis 15:1-21 menunjukkan bahwa kita bisa
selamat karena iman saja, bukan karena sunat atau ketaatan pada hukum-hukum
Musa.
·
Dalam Yoh 19:30 Yesus berkata ‘sudah
selesai’. Ini menunjukkan bahwa keselamatan kita sudah Ia selesaikan, sehingga
kita tak perlu berusaha apa-apa lagi! Kita hanya menerima keselamatan itu
dengan iman!
KESIMPULAN:
Kita selamat
hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik hanya merupakan bukti
iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak ada maka iman itu sebetulnya mati /
tidak ada (Yak 2:17,26), tetapi bagaimanapun juga, perbuatan baik itu sama
sekali tidak punya andil dalam keselamatan kita.
Illustrasi:
Orang
sakit --> obat -->
sembuh --> bisa
berolah raga.
Orang berdosa --> iman -->
selamat -->
berbuat baik.
Keterangan:
Orang sakit
bisa sembuh karena obat, bukan karena olah raga. Tetapi bukti bahwa ia sudah
sembuh adalah bahwa ia bisa berolah raga kem-bali. Kalau seseorang mengaku
sudah minum obat dan sudah sembuh tetapi tetap tidak bisa berolahraga, maka itu
menunjukkan bahwa pe-ngakuannya dusta. Jadi sebetulnya ia belum sembuh, dan
juga belum minum obat.
Analoginya:
orang berdosa bisa selamat karena iman kepada Yesus Kristus, bukan karena
berbuat baik. Tetapi bukti bahwa ia sudah selamat adalah bahwa ia lalu berbuat
baik. Kalau seseorang mengaku sudah beriman kepada Yesus dan sudah selamat
tetapi ia sama sekali tidak mempunyai perbuatan baik / ketaatan kepada Tuhan,
maka itu menunjukkan bahwa pengakuannya itu dusta. Jadi sebetulnya ia belum
selamat dan belum percaya dengan sungguh-sungguh.
2) Apakah Yesus adalah satu-satunya jalan
keselamatan atau bukan?
Dalam
‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada
pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
·
No 161: “Believing
in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for
obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus
dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk
mendapatkan keselamatan).
·
No 618 (bagian akhir): “Apart
from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven”
(= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke
surga).
Dari 2
pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya
jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada
pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan
jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan
demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
¨
No 839b: “The
Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to
God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the
glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to
them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the
Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’”
[= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain,
sudah merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang
Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian
hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga
nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging,
adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak
dapat dibatalkan.’].
¨
No 841: “The
Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes
those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the
Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they
adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’”
(= Hubungan Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga
mencakup mereka yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada
di tempat pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang /
mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja /
menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari
terakhir.’).
¨
No 847b: “Those
who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his
Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by
grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates
of their conscience - those too may achieve eternal salvation”
(= Mereka yang bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal
Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah
dengan hati yang tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba /
mengusahakan dalam tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang
mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa
mencapai keselamatan yang kekal).
Dr. H. Pidyarto
O.Carm (Uskup Malang), dalam bukunya yang berjudul ‘Mempertanggungjawabkan Iman
Katolik’, buku IV, hal 34-38, memberikan suatu tanya-jawab sebagai berikut (P =
pertanyaan; J = jawaban):
“P: Sering kali orang mempersoalkan
nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi
Gereja Katolik dalam hal ini?
J: Saya kira cara yang paling tepat untuk
menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili
Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen
Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa
bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati
tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan
kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’
P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah
satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam
1Tim 2:5?
J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili
Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus
Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja
mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah
menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa
Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah.
Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa
mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke
surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab
kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis,
konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus
Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung
jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan
mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka
dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu.
Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam
neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus
berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman
dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka
itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu
beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka.
Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa
orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili
mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama
angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat
setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih
dari pada Yunus’ (Mat 12:41).
P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja.
Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus
Kristus dan dibaptis?
J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu
indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting
antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama
orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima
paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu
agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar
dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama
yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang
kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi
sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita
tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan
jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan.
Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena
kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah
jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah
secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara
melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang
- menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya,
baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam
Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas
Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk
agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh
Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri,
tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang
diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja
adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’
Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.
P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang
menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka
yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?)
dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil
kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,
tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa
percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah
berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’
(bdk. Yoh 8:24; 11:26).
J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab.
Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah.
Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan
Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15
dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak
seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya
mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan.
Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa
kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban
ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para
uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil
dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak
percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk
neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan
semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma
mengenai nasib orang yang tidak percaya.”.
Omong kosong
bodoh ini bertentangan dengan:
·
Yoh 3:14-18 - “Dan
sama seperti Musa meninggikan ular di padang
gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi
dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya
kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di
bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
·
Yoh 3:36 - “Barangsiapa
percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat
kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di
atasnya.’”.
·
Yoh 5:24 - “Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya
kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.
·
Yoh 5:39-40 - “Kamu
menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai
hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian
tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu”.
·
Yoh 8:24 - “Karena
itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau
kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
·
Yoh 8:45-47 - “Tetapi
karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu. Siapakah
di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan
kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu? Barangsiapa berasal dari
Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya,
karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.
·
Yoh 10:26-28 - “tetapi
kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu. Domba-dombaKu
mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku
memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.
·
Kis 10:43 - “Tentang
Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan
mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya.’”.
·
Kis 13:38-39 - “Jadi
ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada
kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh
pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.
·
Kis 13:46 - “Tetapi
dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: ‘Memang kepada kamulah firman Allah
harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu
tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada
bangsa-bangsa lain”.
·
Kis 13:48 - “
Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka
memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang
kekal, menjadi percaya”.
·
Ro 1:16-17 - “(16)
Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam (tidak malu karena)
Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama
orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. (17) Sebab di dalamnya nyata kebenaran
Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis:
‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.
·
Ro 3:21-22 - “(21)
Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti
yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, (22) yaitu
kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang
percaya. Sebab tidak ada perbedaan”.
·
Ro 3:25-26 - “(25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi
jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk
menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah
terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan
keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan
orang yang percaya kepada Yesus”.
·
Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah?
Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan
iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman,
dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
·
Ro 3:30 - “Artinya,
kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena
iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman”.
·
Ro 4:3-5 - “Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah
Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan
sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak
bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya
diperhitungkan menjadi kebenaran”.
·
Ro 4:18-25 - “Sebab
sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan
percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah
difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ Imannya tidak menjadi
lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena
usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia
diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa
Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal
ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu ‘hal ini
diperhitungkan kepadanya,’ tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis
juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita
percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara
orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan
dibangkitkan karena pembenaran kita”.
·
Ro 5:1-2 - “(1)
Sebab itu, kita yang dibenarkan karena
iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena
Tuhan kita, Yesus Kristus. (2) Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini.
Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan
akan menerima kemuliaan Allah”.
·
Ro 9:30-10:4 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita
katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah
beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena
iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan
mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa
tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.
Mereka tersandung pada batu sandungan, (33) seperti ada tertulis:
‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu
sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (1)
Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka
diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah,
tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal
kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran
mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. (4) Sebab
Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh
tiap-tiap orang yang percaya”.
Text ini sangat
penting, karena menunjukkan secara explicit bahwa Israel sungguh-sungguh mengejar
hukum, tetapi tidak selamat, karena tidak beriman.
·
Ro 10:9-15 - “Sebab
jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam
hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu
akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan
mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: ‘Barangsiapa
yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.’ Sebab tidak ada perbedaan
antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan
dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Sebab,
barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana
mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana
mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?
Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti
ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’”.
·
Ro 11:20,23 - “Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan
mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi
takutlah! Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga
tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga
kekerasanNya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas
kamu kemurahanNya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahanNya; jika tidak,
kamupun akan dipotong juga. Tetapi merekapun akan dicangkokkan kembali, jika
mereka tidak tetap dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa untuk
mencangkokkan mereka kembali”.
·
Ef 2:8-13 - “Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus
untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,
supaya kita hidup di dalamnya. Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu--sebagai
orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat
oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang
dikerjakan oleh tangan manusia, --bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak
termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan
yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi
sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’
oleh darah Kristus”.
·
2Tes 1:8-10 - “dan
mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak
mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan
selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya,
apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya
dan untuk dikagumi oleh semua orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami
bawa kepadamu telah kamu percayai”.
·
2Tes 2:13 - “Akan
tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu,
saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih
kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran
yang kamu percayai”.
NIV: ‘But we ought always to thank God for you, brothers
loved by the Lord, because from the beginning God chose you to be saved
through the sanctifying work of the Spirit and through belief in the truth’ (= ).
·
KJV:
‘But we are bound to give thanks
alway to God for you, brethren beloved of the Lord, because God hath from the
beginning chosen you to salvation through sanctification of the Spirit
and belief of the truth’
(= ).
·
Ibr 3:12,19 - “Waspadalah,
hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya
jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. ...
Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena
ketidakpercayaan mereka”.
·
Ibr 4:2-3 - “Karena
kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi
firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh
bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang
beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku
bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun
pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan”.
·
Ibr 7:25 - “Karena
itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia
datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara
mereka”.
·
Ibr 9:28 - “demikian
pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa
banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa
menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang
menantikan Dia”.
·
Ibr 10:38-39 - “Tetapi
orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka
Aku tidak berkenan kepadanya.’ Tetapi kita bukanlah orang-orang yang
mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh
hidup”.
·
Ibr 11:6 - “Tetapi
tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa
berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah
memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.
Juga
Yoh 7:38-39, Ef 1:13 dan Kis 2:38 jelas menunjukkan bahwa
orang-orang percaya saja yang diberi Roh Kudus, dan Ro 8:9 mengatakan
bahwa orang yang tidak memiliki Roh Kristus bukan milik Kristus.
Ef 2:12
menunjukkan bahwa jemaat Efesus dulunya (sebelum percaya) tanpa Allah dan
tanpa pengharapan. Tetapi setelah percaya baru mereka dibawa mendekat oleh
darah Kristus (Ef 2:13).
Catatan:
mereka percaya bahwa orang dewasa mati tanpa Kristus bisa masuk surga, tetapi
anehnya, dalam hal bayi yang mati tanpa dibaptis, mereka beranggapan masuk
Limbus Infantum. Alasannya: karena mereka sukar menerima bahwa bayi itu bisa
masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan itu.
Dr. H.
Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Ajaran semacam itu timbul karena
orang merasa terjepit di antara 2 ajaran berikut ini: di satu sisi baptisan itu
dianggap perlu untuk keselamatan, di sisi lain bayi yang mati tanpa sempat
dibaptis belum mempunyai dosa pribadi, hanya dosa asal. Nah, sulit memikirkan
bagaimana Allah akan menghukum bayi-bayi yang tidak berdosa secara pribadi itu
dalam neraka yang menurut Alkitab penuh penderitaan itu? Tetapi sukar juga
menerima, jika bayi semacam itu masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus
Kristus lewat baptisan. Maka mereka yakin bahwa Allah tentu menyediakan
bagi bayi-bayi semacam itu suatu tempat atau keadaan khusus. Tetapi sekali lagi
hal ini bukan dogma atau ajaran resmi yang sudah paten, tetapi masih terbuka
untuk didiskusikan. Yang jelas Gereja Katolik menganjurkan supaya bayi dibaptis
secepat mungkin dan jika bayi mati sebelum sempat dibaptis, kita pasrahkan saja
nasibnya kepada belas kasihan Allah. Alkitab dan Tradisi tidak memberi kita
cukup petunjuk untuk dapat mengetahui nasib mereka” -
‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 42-43.
Dalam ajaran
Kristen Protestan (lagi-lagi yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal) Yesus
ditekankan sebagai satu-satunya jalan ke surga. Dasar Kitab Suci untuk hal ini
adalah sebagai berikut:
a) Ayat-ayat Kitab Suci di bawah
ini secara jelas / explicit menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan
ke surga.
·
Yoh 14:6 - “Kata Yesus
kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya
mempunyai 3 kemungkinan:
*
Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah
mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus
mengatakan pernyataan ini.
*
Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah
mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri
sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
*
Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak
berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan:
yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima
yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa
gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur,
atau Tuhannya pendusta!
·
Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak
ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
diselamatkan”.
·
1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah
kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup
itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup;
barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.
·
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu
esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu
manusia Kristus Yesus”.
Hanya orang
sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan
Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus
sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan
bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam
Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal
itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak
yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima
kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan
sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya
(keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga
kata-kata ‘di
bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa
tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa
tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat
tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan
bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya
(orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus
kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak
mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!
b) Yoh 8:24 dan
Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada
Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b
- “Jikalau
kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 -
“Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah
kematian yang kedua”.
Dalam kontex
Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya
kepada Yesus’!
c) Dalam Perjanjian Lama, Allah
berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang
adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:
1. Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada
jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada
jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai
meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang
tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh
dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi
jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.
2. Darah domba Paskah pada
ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30
1Kor 5:7).
Pada waktu
Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah
memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu.
Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah
satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya,
1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita
juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak
domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat
itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.
3. Ular tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi
dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh
Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu
dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari
jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan
mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga,
mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang
dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak
menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu
patung ular tembaga!
Selanjutnya
Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang
gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang
percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”. Dari ayat ini terlihat
bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular
tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian
juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.
d) Sikap kita kepada Yesus
merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16
- “Barangsiapa
mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak
Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Yoh 5:23 -
“supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
Yoh 15:23
- “Barangsiapa
membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena itu,
orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang
sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya
kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah
orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?
e) Yesus adalah Allah sendiri,
yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang
tidak percaya kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga, yang
adalah milikNya?
f) Semua manusia membutuhkan
Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan
perbuatan baik / ketaatan.
Bahwa semua
manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
Dan bahwa dosa
tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang
berbunyi: “Kamu
tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum
Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada
kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi:
Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu
setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu
banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang
kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada
siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya:
‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar
pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini
saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim
itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat
bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus
dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena itu
sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus
adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia,
maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus
masuk ke neraka selama-lamanya.
g) Penderitaan yang Yesus alami
untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya.
Untuk menunjukkan betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami, maka saya
mengajak saudara untuk melihat komentar-komentar dari beberapa penafsir tentang
2 macam penderitaan yang Yesus alami yaitu pencambukan dan penyaliban.
1. Tentang pencambukan.
William
Hendriksen: “The Roman scourge
consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the
ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of
bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and bent.
Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the
victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh
was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries,
sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from
which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death”
[= cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa
tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau
kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan
terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2
orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari
satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging
yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh
darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan
organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang
tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37),
sering berakhir dengan kematian].
William
Barclay: “Roman scourging
was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind
him, and he was tied to a post with his
back bent double and conveniently exposed to the lash. The lash itself was a
long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and
pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the
naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died
under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the
end of it” [= pencambukan Romawi adalah
suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang,
lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga
terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang
panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran
timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan
‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging
mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang
yang kehilangan akalnya karenanya, dan sedikit orang bisa tetap sadar sampai
akhir pencambukan].
2. Tentang penyaliban.
Pulpit
Commentary: “Nails were driven
through the hands and feet, and the body was supported partly by these and
partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet,
often seen in picture, was never used” (= paku-paku
menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku
ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat
duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah
digunakan).
William
Barclay: “When they reached
the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner
was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but
only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood
called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright -
otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross
was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to
die ... Sometimes prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger
and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness”
[= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas
tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada
salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong
kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu
ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya.
Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu
dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai
satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada
titik dimana mereka menjadi gila].
Catatan:
Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat
secara longgar, tetapi tidak di paku. Ini ia dasarkan pada:
·
tradisi.
·
Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut
tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya
berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya.
Alasan saya:
¨
penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa
tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya penulis
dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang pemakuan kaki ini
caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan
kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.
¨
Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang
salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata
pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan
kakiku’.
¨
Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan
tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Selanjutnya
Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:
“The criminal was fastened to his
cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of
hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture
of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding
wounds” [= Kriminil itu dilekatkan /
dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena
pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan,
bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat
yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah].
Barclay lalu
mengatakan: “It is not a pretty
picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us”
(= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh
Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).
Mengingat
hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus
bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:
a. Tindakan Bapa merelakan
AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan
satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat
kejam.
Illustrasi:
Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya
merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya.
Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil.
Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum
suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal
itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib.
Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak
akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang
tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan
AnakNya mengalami penderitaan itu.
b. Tindakan Yesus untuk mati di
salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan
konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “...
sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Illustrasi:
Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan
bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak
saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak
saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak
ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin
sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi
anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain,
dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin
bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian juga
dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk
selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan
bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan
pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan
kasih yang luar biasa.
h) Perintah Yesus untuk
menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa:
1. Yesus memang adalah
satu-satunya jalan ke surga.
Kalau memang
Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk
memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?
2. Orang yang tidak pernah
mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak
pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan
untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan
menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak
pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung
oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:
·
Yeh 3:18 - “Kalau Aku
berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak
memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat
itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu
akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab
atas nyawanya dari padamu”.
·
Ro 2:12a - “Sebab semua orang
yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam
jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah
mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum
Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak
pernah mendengar Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’!
·
Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka
dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka
dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana
mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text
ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat,
tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya
kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh
mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau
tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi,
kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa
mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa
berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.
Dengan
demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar
tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari
pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.
Sesuatu hal
lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah
ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun
(agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil,
mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).
Pelajaran II
PAUS
I) Perkembangan ke-Paus-an.
1) Cyprian (pertengahan abad ke 3) berkata bahwa
Bishops (= uskup- uskup) adalah
pengganti rasul-rasul dan mempunyai otoritas yang sama dengan rasul-rasul.
2) Innocent I, bishop Roma (402-417 M), untuk pertama kalinya mengclaim bahwa bishop Roma lebih tinggi tingkatnya dari para bishop yang lain dan semua kontroversi / pertentangan harus
diputuskan dengan restu / persetujuan bishop
Roma.
3) Leo I, yang menjabat sebagai Bishop Roma pada tahun 440-461 M,
mengclaim bahwa dalam Mat 16:18,
batu karang di atas mana gereja didirikan adalah Petrus; dan para bishop Roma yang merupakan pengganti
Petrus adalah ahli waris Petrus, dan lebih tinggi tingkatnya dari bishops yang lain.
4) Kaisar Valentinian (445 M) mengeluarkan
keputusan bahwa semua orang harus mengakui keulungan bishop Roma atas Gereja.
5) Gregory I yang juga disebut Gregory the
Great (590-604 M) menjadi bia-rawan pertama yang menjadi bishop Roma.
6) Pada tahun 604 M, Kaisar Phocas memberi
gelar ‘Paus’
kepada Gregory I, tetapi ditolak oleh Gregory I.
7) Pada tahun 607 M, Boniface III,
pengganti kedua dari Gregory I, mene-rima gelar ‘Paus’ itu.
8) Paus Nicholas I (858-867 M) mendesak
supaya Paus diberi otoritas atas Gereja dan pemerintah.
9) Pada tahun 1870 M, Vatican Council menyatakan
bahwa Paus tidak bisa salah / infallible
kalau:
ia berbicara dari kursinya (EX CATHEDRA).
ia berbicara tentang iman dan moral.
Ia berbicara kepada gereja.
10) Pada tahun 1885, Paus Leo XIII
menyatakan bahwa Paus adalah pengganti
Allah Yang Maha Kuasa di bumi ini.
II) Hal-hal yang perlu dibahas tentang Paus.
A) Paus sebagai kepala gereja dan segala sesuatu.
Perhatikan
kepercayaan Roma Katolik tentang Paus dalam New
York Catechism di bawah ini:
“The pope takes place of Jesus
Christ on earth ... By divine right the pope has supreme and full power in
faith and morals over each and every pastor and his flock. He is the true vicar
of Christ. He is the infallible ruler, the founder of dogmas, the author of and
the judge of councils; the universal ruler of truth, the arbiter of the world,
the supreme judge of heaven and earth, the judge of all, being judged by no
one, God himself on earth” (= Paus menggantikan Yesus
Kristus di bumi ... Oleh hak ilahi Paus mempunyai kuasa tertinggi dan penuh
dalam iman dan moral atas setiap gembala dan domba gembalaannya. Ia adalah
wakil yang benar / sejati dari Kristus. Ia adalah pemerintah / pemimpin yang
tidak bisa salah, pendiri dari dogma-dogma, pengarang / sumber dan hakim dari
sidang-sidang gereja, pemimpin kebenaran di seluruh dunia, penengah / wasit
dunia ini, hakim tertinggi dari surga dan bumi, hakim dari semua, tidak
dihakimi oleh siapapun, Allah sendiri di bumi ini) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 127.
Loraine Boettner
lalu menambahkan:
“Thus the Roman Catholics holds
that the pope, as the vicar of Christ on earth, is the ruler of the world,
supreme not only over the Roman Church itself but over all kings, presidents,
and civil rulers, indeed over all peoples and nations”
[= Demikianlah orang Roma Katolik beranggapan bahwa Paus, sebagai wakil Kristus
di bumi, adalah pemerintah dunia, mempunyai kedudukan / otoritas tertinggi
bukan hanya atas gereja Roma (Katolik) sendiri tetapi atas semua raja,
presiden, dan pemerintah sipil, bahkan atas semua orang dan bangsa] - ‘Roman
Catholicism’, hal 127-128.
Pandangan kristen:
1) Satu-satunya kepala gereja
adalah Tuhan Yesus sendiri (Ef 4:15) dan Ia tidak pernah memberikan
jabatan itu kepada orang lain.
2) Kitab Suci tidak pernah
mengatakan adanya hamba Tuhan atau bah-kan rasul yang superior / lebih tinggi
dari yang lain.
Contoh:
a) Petrus pernah ditegur di
depan umum dengan keras oleh Paulus (Gal 2:11-14). Padahal Roma Katolik
mengakui Petrus sebagai bishop Roma /
Paus yang pertama!
b) Paulus menyejajarkan dirinya
dengan banyak orang:
1. Dalam
Fil 1:1 ia menyejajarkan dirinya dengan Timotius dengan menyebut dirinya
dan Timotius sebagai ‘hamba-hamba
Kristus Yesus’.
2. Dalam
Fil 2:25 ia menyejajarkan dirinya dengan Epaphroditus dengan menyebutnya
sebagai ‘saudaraku’,
‘teman sekerjaku’
dan ‘teman
seperjuanganku’.
3. Dalam
Fil 4:3 ia menyejajarkan dirinya dengan Sunsugos, Eudia dan Sintikhe,
Klemens dll, dengan menyebut mereka sebagai ‘temanku
yang setia’, dan ‘kawan-kawanku
sekerja’.
4. Dalam
Kol 1:7 ia menyejajarkan dirinya dengan Epafras dengan menyebutnya sebagai
‘kawan pelayan’.
c) Sidang Yerusalem dalam
Kis 15 menunjukkan bahwa tidak ada rasul yang superior / lebih tinggi dari
yang lain, karena keputusan tidak didapatkan dari keputusan satu orang saja,
tetapi didapatkan melalui perundingan / pertukaran pikiran para rasul dan
penatua (Kis 15:6,7).
3) Kitab Suci mengajarkan adanya
jabatan tua-tua / penatua / penilik jemaat dan diaken (1Tim 3:1-13 Tit 1:5-9), tetapi tidak pernah
meng-ajarkan adanya jabatan Paus.
B) Petrus adalah bishop I dari Roma / Paus I.
Roma Katolik
menafsirkan Mat 16:13-19, sebagai berikut:
·
‘Batu
karang’ menunjuk kepada Petrus.
·
‘Alam
maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
·
‘Kunci’
merupakan simbol otoritas. Jadi Petrus mempunyai hak / kuasa untuk menerima
seseorang untuk masuk ke dalam surga / gereja dan / atau menolak seseorang
untuk masuk ke dalam surga / gereja.
·
Mat 16:13-19 menunjukkan bahwa Petrus
diangkat oleh Yesus menja-di Paus I.
Pandangan kristen:
1) Exegesis / penafsiran dari Mat 16:13-19:
a) Kata ‘Petrus’ dalam bahasa
Yunaninya adalah PETROS, yang ada dalam bentuk masculine (= laki-laki), dan artinya adalah ‘batu kecil’.
Kata ‘batu karang’ dalam
bahasa Yunaninya adalah PETRA,
yang ada dalam bentuk feminine (=
perempuan), dan artinya adalah ‘batu
besar’ / ‘rock’.
Tuhan Yesus
tidak berkata bahwa Ia mendirikan gereja / jemaatnya di atas PETROS tetapi di
atas PETRA.
Yang dimaksud dengan PETRA adalah pengakuan Petrus pada Mat 16:16, yaitu
pengaku-an bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.
b) ‘Alam
maut tidak akan menguasainya’ (Mat 16:18b).
Roma Katolik
menafsirkan bahwa:
·
‘alam
maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
·
kata ‘nya’
menunjuk kepada Petrus.
Jadi Roma
Katolik mengatakan bahwa kalimat ini merupakan jaminan Tuhan Yesus bahwa kuasa
jahat tidak akan menguasai Petrus.
Tetapi tafsiran
ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini yang menunjukkan Petrus
dikuasai (bukan dirasuk!) oleh kuasa jahat / setan:
¨
Mat 16:22-23 dimana Petrus menghalangi
Yesus pergi ke Yerusalem sehingga disebut oleh Yesus sebagai ‘Iblis’.
Catatan:
saya ragu-ragu apakah dalam Mat 16:22-23 ini Petrus memang dikuasai oleh
setan. Alasannya: setan ingin mem-bunuh Yesus, sehingga agak aneh kalau ia
menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem. Ada kemungkinan bahwa sebutan ‘Iblis’ itu hanya
menunjukkan bahwa Petrus mempunyai pikiran yang salah.
¨
Mat 26:69-75 dimana Petrus menyangkal Yesus
sebanyak 3 x.
¨
Gal 2:11-14 dimana Petrus bersikap munafik.
Tafsiran yang
benar: Kata ‘nya’
menunjuk kepada Gereja. Jadi kalimat itu berarti bahwa Gereja tidak akan bisa
hancur.
Catatan:
Ingat bahwa dalam theologia, kata ‘Gereja’
(dengan G huruf besar) menunjuk pada semua orang percaya di seluruh dunia,
sedangkan kata ‘gereja’
(dengan g huruf kecil) menunjuk pada gereja lokal. Satu gereja lokal bisa saja
hancur / tersesat, tetapi Gereja secara keseluruhan tidak mungkin bisa hancur /
tersesat.
c) ‘Kuasa
mengikat dan melepaskan’ (Mat 16:19).
Ingat bahwa
kalimat ini tidak hanya dikatakan kepada Petrus saja tetapi juga kepada murid-murid
lainnya (Mat 18:18).
Jadi jelas
bahwa kuasa ini bukan berarti kuasa / hak untuk me-masukkan / menolak orang ke
/ dari surga. Hak seperti itu hanya ada pada Allah / Yesus Kristus
(Wah 1:18 3:7).
Kalau demikian,
apa arti kuasa yang diberikan kepada murid-murid Yesus itu? Itu adalah kuasa untuk
menyatakan saja! Dalam memberitakan Injil, mereka menyatakan syarat-syarat
untuk masuk surga berdasarkan Firman Allah, dan kalau ada orang yang menolak
syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu tidak akan
diampuni dan tidak akan masuk surga. Seba-liknya kalau ada orang yang menerima
syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu sudah diampuni
dan pasti akan masuk surga.
Kuasa seperti
ini jelas juga ada pada orang kristen jaman ini.
2) Bagian-bagian lain dari Kitab
Suci yang bertentangan dengan ajaran Roma Katolik dalam hal ini:
a) Ajaran Tuhan Yesus sendiri.
Yesus tidak
pernah mengajar bahwa Petrus lebih besar dari rasul-rasul yang lain. Dalam
Mark 9:33-35 dan Mark 10:35-44, pada waktu para murid meributkan
siapa yang terbesar di antara mereka atau menginginkan menjadi yang terbesar
(Mark 9:33-34 Mark 10:35-37), maka
Yesus tidak mengatakan bahwa Petruslah yang terbesar, tetapi Ia berkata bahwa
orang yang mau merendahkan dirinya dan menjadi pelayan / hamba bagi semua,
dialah yang terbesar (Mark 9:35
Mark 10:43-45).
b) Ajaran Petrus sendiri.
Sekalipun
Petrus menyebut dirinya sendiri sebagai rasul (1Pet 1:1), tetapi:
·
Dalam 1Pet 5:1 Petrus menyebut dirinya
sebagai ‘fellow
elder’ (= teman / sesama penatua). Ini jelas merupakan sebutan
yang menyejajarkan dirinya dengan para penatua yang lain.
·
Dalam 1Pet 5:2-3 Petrus melarang untuk
memaksa / memerin-tah. Ini tentu berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para
Paus dalam gereja Roma Katolik!
·
Dalam Kis 10:25-26, Petrus menolak
penyembahan. Ini lagi- lagi berbeda dengan sikap para Paus yang menerima saja
pada waktu jemaat Katolik mencium kakinya (tradisi penciuman kaki Paus dimulai
oleh Paus Constantine pada tahun 709 Masehi).
c) Sikap Paulus terhadap Petrus:
·
pada waktu ia dipanggil untuk menjadi rasul /
pemberita Injil, Paulus tidak bertanya atau meminta persetujuan Petrus (Gal
1:15-17).
·
Paulus menyejajarkan dirinya dengan Petrus,
hanya saja tugas mereka berbeda, karena Petrus adalah rasul untuk orang
ber-sunat / Yahudi sedangkan Paulus adalah rasul untuk orang tak bersunat / non
Yahudi (Gal 2:7-10).
·
Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari Petrus
(Gal 2:9).
Dalam semua
daftar rasul-rasul, Petrus selalu disebut sebagai yang pertama (Mat 10:2-5 Mark 3:16-19 Luk 6:14-16 Kis 1:13-14). Ini digunakan oleh Gereja Roma
Katolik untuk mengatakan bahwa Petrus adalah rasul yang tertinggi. Terhadap
penafsiran ini ada 3 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban, yaitu:
*
Dalam Gal 2:9 ini Paulus menyebut Yakobus
lebih dulu dari pada Petrus.
Calvin
berkata: Kalau karena disebut pertama Petrus adalah rasul tertinggi, maka
kesimpulan yang juga harus diambil dari Kis 1:14 adalah bahwa Maria adalah
yang paling rendah dari semua rasul maupun semua wanita yang mengikut Yesus
karena dalam Kis 1:14 itu Maria disebut terakhir. Kesimpulan / konsekwensi
seperti ini pasti tidak akan diterima oleh orang-orang Katolik.
*
Petrus disebut pertama bukan karena ia yang
paling tinggi kedudukannya dari semua rasul, tetapi karena ia memang paling
vokal / berani menyatakan pendapat, sehingga ia menjadi wakil / juru bicara
dari murid-murid yang lain.
·
dalam Gal 2:11-14, Paulus menegur Petrus di
depan umum.
Semua ini jelas
tidak menunjukkan bahwa Paulus menganggap Petrus sebagai Paus I yang lebih
tinggi derajatnya dibandingkan dengan rasul-rasul yang lain.
d) Sikap rasul-rasul lain terhadap Petrus:
·
rasul-rasul mengutus Petrus (Kis 8:14). Ini
sesuatu yang tidak mungkin terjadi kalau Petrus memang adalah Paus I yang
mem-punyai derajat tertinggi dari semua rasul yang lain! Bagaimana mungkin
orang yang memegang otoritas tertinggi bisa diutus oleh bawahannya? Pernahkah
terjadi peristiwa dalam Gereja Roma Katolik dimana Paus diutus oleh pastor /
uskup dan sebagainya?
·
dalam sidang di Yerusalem, Petrus berbicara
setelah ada dis-kusi, dan yang
menyampaikan hasil keputusan bukannya Pe-trus tetapi Yakobus
(Kis 15).
Semua ini tidak
menunjukkan Petrus sebagai Paus I, yang lebih
tinggi kedudukannya daripada rasul-rasul yang lain.
3) Sejarah Kitab Suci
menunjukkan bahwa Petrus tidak pernah
pergi ke Roma.
Tradisi Katolik
berkata bahwa Petrus menjabat sebagai bishop I Roma mulai 42-67 M dan mati
syahid di Roma pada tahun 67 M.
Anehnya Kitab
Suci tidak pernah menyinggung hal itu sedikitpun. Dalam Kitab Suci kata ‘Roma’ digunakan
9 x tetapi tidak pernah dihu-bungkan dengan Petrus:
·
Dalam surat Petrus juga tidak disebut apa-apa
tentang hal itu.
·
Dalam Gal 2:7-8, dikatakan bahwa Petrus
adalah rasul untuk orang Yahudi, ini tidak memungkinkan dia untuk menjadi
bishop di Roma!
·
Surat Roma ditulis oleh Paulus kira-kira pada
tahun 58 M (berarti termasuk diantara ‘masa
jabatan’ Petrus, yang menurut gereja Roma Katolik berlangsung tahun
42-67 M), tetapi dalam Ro 1:7, Paulus hanya menujukan suratnya kepada
‘kamu sekalian’
dan ti-dak menyebut nama Petrus, juga
dalam Ro 1:11-13, ia tidak minta ijin dari ‘bishop Roma’ itu untuk mengunjungi
jemaatnya. Juga, apa gunanya Paulus pergi ke Roma kalau Petrus sudah di
sana?
·
Paulus dipenjarakan di Roma selama 2 tahun (mulai
61 M; bdk. Kis 28:30) dan selama itu ia menulis beberapa suratnya,
seperti: Efesus, Filipi, Kolose, Filemon. Dalam surat-surat itu ia menyebut
nama banyak orang-orang yang bekerja dengan dia, tetapi tidak menyebut nama
Petrus. Ini adalah sesuatu yang aneh, kalau Petrus menjadi bishop di Roma pada
saat itu.
·
Surat 2Timotius ditulis oleh Paulus pada saat
pemenjaraannya yang ke dua sesaat sebelum ia mati pada tahun 67 M (bdk.
2Tim 4:6-8). Dalam 2Tim 4:10-11, Paulus berkata bahwa semua
meninggalkan dia kecuali Lukas. Dimana Petrus pada saat itu? Kalau ia sudah
mati, mengapa Paulus tidak menyebut-nyebut kematian ‘bishop I Roma’ itu? Kalau pada saat
itu Petrus masih hidup, bagaimana
mungkin ia tidak mengunjungi / menyertai Paulus, sehingga Paulus berkata bahwa
semua telah meninggal-kannya, kecuali Lukas?
Kesimpulan:
Petrus tidak pernah pergi ke Roma, apalagi menjadi bishop I di Roma! Itu hanya
isapan jempol dari orang-orang Roma Katolik!
C) Infallibility of the Pope.
Pada tahun 1870,
sidang Vatican di Roma menyatakan bahwa Paus itu infallible (= tidak bisa salah) kalau ia berbicara:
1) EX CATHEDRA (= from the chair / dari kursinya), sebagai
kepala gereja.
2) Ditujukan kepada seluruh
gereja.
3) Tentang iman dan moral.
Karena
kata-katanya itu infallible (= tidak
bisa salah), maka kata-katanya itu irreformable
(= tidak bisa diperbaiki / dibetulkan).
Jadi memang Roma
Katolik sebetulnya tidak beranggapan bahwa semua kata-kata Paus itu infallible / tidak bisa salah. Jadi
misalnya Paus berbicara kepada pembantunya tentang hal makanan, maka itu tidak
dianggap infallible / tidak bisa salah.
Tetapi
persoalannya adalah:
a) Pada waktu Paus berbicara,
pada umumnya ia tidak mengatakan apakah kata-katanya termasuk EX CATHEDRA atau
tidak.
b) Iman dan moral itu sangat
luas, sehingga akhirnya / dalam faktanya hampir setiap pernyataan Paus dianggap
pasti benar.
Bantahan / serangan dari pihak kristen:
1) Kitab Suci tidak pernah
mengatakan adanya orang yang infallible
/ tidak bisa salah. Hanya Tuhan Yesus / Allah / Kitab Suci / Firman Tuhan
sajalah yang infallible.
Petrus sendiri,
yang dianggap orang Roma Katolik sebagai Paus I, sering berbicara secara salah,
misalnya:
a) Pada waktu ia menghalangi
Yesus pergi ke Yerusalem (Mat 16:21-23).
b) Pada waktu ia menyombongkan
dirinya dan menganggap dirinya pasti tidak akan menyangkal Yesus (Mat
26:31-35).
c) Pada waktu ia menyangkal
Yesus sampai 3 x sambil mengutuk dan bersumpah (Mat 26:69-75 Mark 14:66-72).
2) Doktrin ini baru muncul
hampir 18 abad setelah Kitab Suci selesai ditulis, dan ini menunjukkan bahwa
memang doktrin ini tidak ada da-sar Kitab Sucinya. Kalau memang ada dalam Kitab
Suci, mengapa membutuhkan hampir 18 abad untuk menemukan doktrin ini?
3) Pada tahun 1415 Council (=
sidang gereja) of Constance memecat Paus John XXIII, dan pada tahun 1432
Council of Basle menyatakan bahwa ‘Paus
sekalipun harus tunduk kepada councils’ (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241). Hal-hal
ini jelas bertentangan dengan doktrin yang menyatakan bahwa Paus itu infallible / tidak bisa salah. Yang
mana yang benar? Padahal pada tahun 1545 Council of Trent menyatakan
bahwa tradisi (yang mencakup keputusan council / sidang gereja)
mempunyai otoritas yang setingkat dengan Kitab Suci / Firman Tuhan.
4) Mulai tahun 1378 ada 2 Paus,
yaitu:
·
Paus Urban VI (1378-1389).
·
Paus Clement VII (1378-1394).
Perpecahan yang
ditandai oleh adanya 2 Paus itu terus berlangsung (masing-masing Paus punya
penggantinya sendiri-sendiri) sampai pada tahun 1409 dimana Council of Pisa /
sidang gereja di Pisa memecat kedua Paus yang ada saat itu dan mengangkat Paus
yang baru yaitu Paus Alexander V (1409-1410). Tetapi ternyata kedua Paus lama
yang sudah dipecat itu tidak mau turun takhta sehingga lalu ada 3 Paus. Keadaan
ini terus berlangsung sampai tahun 1417 dimana Council of Constance memecat
ketiga Paus yang ada dan mengangkat Paus baru, yaitu Paus Martin V (Loraine
Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal
241-242).
Bagaimana
mungkin peristiwa ini bisa cocok dengan doktrin infallibility of the Pope / ketidak-bersalahan Paus?
Bandingkan juga
sikap para Paus-paus yang begitu gila jabatan itu dengan Mark 10:43-45 - “Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu,
dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia
menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi
tebusan bagi banyak orang.’”.
Catatan: kalau mau lebih jelas, baca sendiri Mark 10
itu mulai ay 35.
5) Sebelum tahun 1870 (tahun
dimana doktrin tentang infallibility of
the Pope ini muncul), ada suatu Catechism
/ Katekisasi yang disebut Keenan’s A
Doctrinal Catechism. Dalam Catechism
itu ada tanya jawab sebagai berikut:
Question
/ pertanyaan: Haruskah orang Katolik percaya bahwa Paus itu infallible?
Answer
/ jawab: Ini adalah penemuan Protestan, bukan ajaran Roma Katolik. Ajaran Paus,
kecuali kalau itu diterima oleh semua bishops, tidak mengikat.
Tetapi pada
tahun 1870, ketika doktrin doktrin Infallibility
of the Pope (= ketidakbersalahan Paus) itu keluar, bagian ini dihapus dari catechism itu secara diam-diam, tanpa
penjelasan! - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 243.
6) Adalah suatu fakta bahwa para
Paus sering bertentangan satu dengan yang lain. Bukankah menggelikan bahwa
seseorang yang tidak bisa salah bisa bertentangan dengan seseorang lain yang
juga tidak bisa salah? Bukankah 2 kebenaran tidak mungkin bertentangan?
Contoh:
a) Gregory I (590-604) menolak
gelar ‘Paus’
dari kaisar Phocas, dan ia mengatakan bahwa orang-orang yang menggunakan gelar ‘Uni-versal
Bishop’ adalah anti Kristus. Tetapi pada tahun 607, Boniface III
menggunakan gelar ‘Paus’
itu, dan demikian juga Paus-Paus sesudahnya (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 125,249).
b) Paus Hadrian II (867-872)
menyatakan bahwa pernikahan sipil adalah sah, tetapi Paus Pius VII (1800-1823)
menyatakan bahwa pernikahan sipil itu tidak sah (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 249).
c) Pada tahun 1590 Paus Sixtus V
mengeluarkan edisi Latin Vulgate (Kitab Suci bahasa Latin), yang dinyatakannya
sebagai edisi yang terakhir, dan ia melarang dengan ancaman kutukan bagi
siapapun untuk mengeluarkan edisi yang baru, kecuali persis sama dengan edisi
yang ia keluarkan. Tetapi ia lalu mati, dan para ahli theologia menemukan
banyak kesalahan pada edisi Latin Vulgate yang ia keluarkan itu. Dua tahun
setelah itu Paus Clement VIII menge-luarkan edisi Latin Vulgate yang baru, dan
edisi inilah yang dipakai sampai sekarang (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 88).
d) Pada tahun 1773 Paus Clement
XIV memberi pernyataan yang menekan golongan Jesuit, tetapi pada tahun 1814
Paus Pius VII memberi pernyataan yang memulihkan / mengangkat golongan Jesuit
(Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 250).
e) Paus Eugene IV (1431-1447)
menghukum Joan of Arc dengan jalan dibakar hidup-hidup sebagai tukang sihir /
dukun, tetapi pada tahun 1919 Paus Benedict XV menyatakan Joan of Arc sebagai
orang suci (Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 250).
f) Paus Sixtus V (1585-1590)
menganjurkan pembacaan Kitab Suci, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) dan banyak
Paus yang lain me-ngutuk tindakan itu (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
Catatan:
ini jelas kutukan yang bertentangan dengan Kitab Suci, karena Kitab Suci justru
menyuruh orang membaca dan mere-nungkan Kitab Suci (Bdk. Maz 1:1-2).
Bagaimana mungkin kutukan yang tidak alkitabiah ini bisa infallible / tidak bisa salah?
7) Paus-paus sering mengubah pandangannya.
Contoh:
a) Zozimus (417-418) mula-mula
menyatakan Pelagius (ini orang sesat!) sebagai guru yang orthodox, tetapi
Zozimus lalu mengubah pernyataannya atas desakan Agustinus (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).
b) Vigilinus (538-555) mula-mula
tidak mau mengutuk guru-guru sesat pada waktu terjadi pertentangan tentang
ajaran Monophysite (= ajaran yang mengatakan bahwa Yesus Kristus hanya
mempunyai 1 hakekat, yang bersifat campuran ilahi - manusia) dan ia memboikot Council
of Constantinopel (tahun 553). Tetapi setelah Council itu mengancam
untuk mengucilkan dan mengutuknya, Vigilinus lalu tunduk kepada Council
itu dan mengakui bahwa ia telah menjadi alat setan (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).
c) Bahkan Petrus yang diakui
oleh orang Katolik sebagai Paus I, juga pernah berubah pandangan, seperti dalam
Kis 10:34-35 (kalau mau jelas, bacalah seluruh Kis 10).
Sebetulnya,
‘mengubah pandangan’ merupakan sesuatu yang umum bagi setiap hamba Tuhan. Saya
sendiri sering mengubah pandangan saya, tetapi saya tidak pernah mengclaim diri saya sebagai infallible / tidak bisa salah. Kalau
Paus memang infallible / tidak bisa
salah, maka mereka tentu tidak bisa berubah pandangan! Bahwa mereka bisa
berubah pandangan, menunjukkan secara jelas bahwa mereka bisa salah dan sering
salah!
8) Para Paus sering mempunyai
kepercayaan / mengajarkan ajaran salah yang tidak alkitabiah, karena tidak ada
dalam Kitab Suci, atau bahkan bertentangan dengan Kitab Suci.
Contoh:
a) Callistus (221-227) adalah
seorang Unitarian (= orang yang meng-anut kepercayaan bahwa Allah itu tunggal
secara mutlak) - Loraine Boettner, ‘Roman
Catholicism’, hal 248. Ini bertentangan dengan semua orang kristen yang
alkitabiah yang termasuk Trinitarian (= orang yang percaya kepada Allah
Tritunggal).
b) Liberius (358) menganut
ajaran Arianism, padahal ajaran Arianism ini adalah ajaran sesat yang:
·
menganggap bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah
ciptaan, bukan Allah!
·
menjadi dasar dari ajaran Saksi Yehovah jaman
sekarang.
Disamping itu
Liberius ini juga menentang dan mengutuk Atha-nasius (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248), padahal
Athanasius sampai saat ini diakui oleh gereja yang alkitabiah sebagai orang
yang mati-matian mempertahankan doktrin Allah Tritunggal yang benar.
c) Paus Honorius (625-638)
mengajarkan ajaran Monothelitism (= ajaran sesat yang mengatakan bahwa Kristus
hanya mempunyai satu kehendak yang bersifat ilahi - manusia). Paus ini akhirnya
dikutuk dan dikucilkan (excommunication
by name) oleh Council of Constantinople pada tahun 680 (Loraine Boettner,
‘Roman Catholi-cism’, hal 248-249.
d) Pada tahun 593, Gregory I
mengajarkan doktrin tentang api pen-cucian, padahal doktrin ini sama sekali
tidak punya dasar Kitab Suci.
e) Pada tahun 1079, Paus
Gregory VII mengajarkan bahwa hamba Tuhan harus hidup celibat (tidak menikah).
Ini jelas bertentangan Kitab Suci yang mengijinkan imam untuk menikah
(Im 21:1-15). Bahkan Kitab Suci menyatakan bahwa Petrus (‘sang
Paus I’) dan rasul-rasul juga mempunyai istri (Mark 1:30 1Kor 9:5).
f) Pada tahun 1854, Paus Pius IX
mengajarkan doktrin Immaculate Conception,
yaitu doktrin yang mengatakan bahwa Maria dikandung, lahir dan hidup tanpa dosa
sedikitpun, yang bukan hanya tidak mempunyai dasar Kitab Suci sama sekali,
tetapi bahkan bertentangan dengan banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan
bahwa semua manusia itu berdosa (Ro 3:23
Ayub 25:4 Pkh 7:20 1Yoh 1:8,10). Yesus Kristus adalah
satu-satunya yang dikecualikan oleh Kitab Suci (Ibr 4:15 2Kor 5:21).
g) Pada tahun 1950, Paus Pius
XII mengajarkan kenaikan Maria ke surga.
h) Pada tahun 1965, Paus Paulus
VI mengajarkan bahwa Maria ada-lah Ibu / Bunda gereja.
9) Paus mengajarkan hal yang
bertentangan dengan fakta.
Paus Paulus V
(1605-1621) dan Paus Urban VII (1623-1644) menge-cam Galileo karena teori
Galileo yang mengatakan bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi tetapi
bumilah yang mengelilingi ma-tahari. Galileo dipenjara dan disiksa karena
teorinya dianggap berten-tangan dengan Firman Tuhan, padahal sekarang teori
Galileo ini terbukti benar! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250.
Perlu diketahui
bahwa kalau ada ayat-ayat Kitab Suci yang seolah-olah menentang teori Galileo
itu (bdk. Maz 19:6-7 Yos 10:12-13), itu disebabkan karena para
penulis Kitab Suci menuliskan berdasarkan kelihatannya dari sudut manusia.
William G.
T. Shedd: “The inspired
writers were permitted to employ the astronomy and physics of the people and
age to which they themselves belonged, because the true astronomy and physics
would have been unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had
been related in the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said,
‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have
been understood” (= Penulis-penulis yang diilhami
diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan
jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar
tidak akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua
diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua
berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’;
itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T.
Shedd lalu menambahkan: “The
modern astronomer himself describes the sun as rising and setting”
(= Ahli ilmu perbintangan modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit
dan terbenam) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T.
Shedd menambahkan lagi: “The
purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven,
and not how the heavens go.’” (= Tujuan dari
Kitab Suci, kata Baronius, adalah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke
surga, dan bukannya bagaimana surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal
104.
10) Banyak Paus hidup tidak bermoral.
Contoh:
a) Paus Sergius III mempunyai
anak haram dari Marioza dan anak itu akhirnya menjadi Paus John XI (931-936).
b) Paus John XII (956-964)
melakukan pembunuhan, sumpah palsu, pelanggaran terhadap hal-hal yang dianggap
keramat, perzinahan, dan incest /
perzinahan dalam keluarga. Ia akhirnya dipecat oleh Kaisar Otto.
c) Paus John XXIII (1410-1415)
menjual pengampunan gereja dan melakukan percabulan sehingga akhirnya dipecat
oleh Council of Constance.
d) Paus Alexander VI (1492-1503)
mempunyai 6 anak haram, 2 orang di antaranya lahir setelah ia menjadi Paus!
(Semua ini saya
ambil dari buku Loraine Boettner, ‘Roman
Catholi-cism’, hal 250-251).
Sekalipun Roma
Katolik memang tidak pernah mengatakan bahwa Paus itu infallible dalam hidupnya, tetapi rasanya sukar terbayangkan bahwa
para Paus yang begitu brengsek dalam hidupnya itu bisa infallible / tidak bisa salah dalam kata-katanya.
Memang perlu
diakui bahwa juga ada banyak pendeta Protestan yang melakukan hal-hal yang sangat
berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa Protestan tidak pernah mengclaim bahwa pendeta itu infallible baik dalam kata-katanya
maupun hidupnya!
11) Banyak Paus yang tidak injili /
Alkitabiah.
Khotbah-khotbah
mereka (yang jaman ini sering bisa saudara baca dalam surat kabar pada Natal
maupun Paskah / Jum’at Agung dsb) hanya berbau politik, sosial, ekonomi, tetapi
tidak ada Injil di dalamnya (mereka tidak mendorong orang untuk datang kepada
Yesus). Ini jelas tidak sesuai dengan Mat 28:19.
12) Ada beberapa Paus yang
menyatakan bahwa dirinya tidak infallible,
yaitu: Vigilius, Innocent III, Clement IV, Gregory XI, Hadrian VI, Paul IV
(Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’,
hal 252)
Bagaimana
mungkin Paus, yang oleh gereja Roma Katolik dinyatakan infallible itu, bisa menyatakan bahwa dirinya tidak infallible?
13) Kalau Paus itu memang infallible, mengapa tidak ada Paus yang
per-nah membuat tafsiran tentang Kitab Suci? Bahkan exposisi dari satu pasal
Kitab Sucipun tidak pernah ada! Kalau memang ia bisa ber-bicara / mengajar
secara infallible (= tidak bisa
salah), maka seha-rusnya ia membuat buku tafsiran tentang Kitab Suci!
Jangan bodoh2 amat2 lah Gereja Katolik terdiri dari gereja gereja katolik partikular! Disamping Katolik Roma ada Katolik koptik, katolik byzantin, dan katolik2 lainnya yang dipimpin oleh seorang patriakh.. Mereka menganggap Paus sebagai Primus interparress yang utama dari yang setara. Jadi kalau berbicara gereja katolik sangat tidak bijaksana kalau hanya katolik romanya saja.. Mereka semua menjadi satu kesatuan dari para rasul hingga masa kini! Yang pengajarannya tidak berubah sedikit pun
BalasHapusJangan bodoh2 amat2 lah Gereja Katolik terdiri dari gereja gereja katolik partikular! Disamping Katolik Roma ada Katolik koptik, katolik byzantin, dan katolik2 lainnya yang dipimpin oleh seorang patriakh.. Mereka menganggap Paus sebagai Primus interparress yang utama dari yang setara. Jadi kalau berbicara gereja katolik sangat tidak bijaksana kalau hanya katolik romanya saja.. Mereka semua menjadi satu kesatuan dari para rasul hingga masa kini! Yang pengajarannya tidak berubah sedikit pun
BalasHapus