Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Kalimat keempat
Mat 27:46 Mark 15:34
Mat 27:46 - “Kira-kira
jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’
Artinya: AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
Mark 15:34 - “Dan
pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama
sabakhtani?’, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”.
1) Ini merupakan penggenapan dari Maz 22:2a.
Maz 22:2a
- “Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”.
a) Dalam Maz 22:2, kata-kata ini berlaku untuk
diri Daud sendiri.
Mungkin dalam
penderitaan yang hebat, ia berdoa dengan tekun, tetapi tak ada jawaban /
pertolongan dari Tuhan, sehingga ia merasa / mengira bahwa Tuhan
meninggalkannya.
b) Yesus mengutip kata-kata ini pada saat Ia
berada di kayu salib, dan karena itu jelaslah bahwa kata-kata ini juga
merupakan suatu nubuat tentang Dia.
Kalau kita
membaca Maz 22:1-19, maka akan lebih jelas lagi bahwa boleh dikatakan
seluruh Mazmur ini berbicara tentang Kristus atau menubuatkan tentang Kristus.
Perhatikan khususnya ay 2,8-9,16,17,19.
Maz 22:1-19
- “(1) Untuk pemimpin biduan.
Menurut lagu: Rusa di kala fajar. Mazmur Daud. (2) Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan
tidak menolong aku. (3) Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi
Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang. (4)
Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
(5) KepadaMu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan
mereka. (6) KepadaMu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepadaMu mereka
percaya, dan mereka tidak mendapat malu. (7) Tetapi aku ini ulat dan bukan
orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak. (8) Semua yang melihat
aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
(9) ‘Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang
melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?’ (10) Ya, Engkau yang
mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
(11) KepadaMu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku
Engkaulah Allahku. (12) Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah
dekat, dan tidak ada yang menolong. (13) Banyak lembu jantan mengerumuni aku;
banteng-banteng dari Basan mengepung aku; (14) mereka mengangakan mulutnya
terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum. (15) Seperti air aku
tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti
lilin, hancur luluh di dalam dadaku; (16) kekuatanku kering seperti beling, lidahku
melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
(17) Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka
menusuk tangan dan kakiku. (18) Segala tulangku dapat kuhitung; mereka
menonton, mereka memandangi aku. (19) Mereka membagi-bagi pakaianku di
antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”.
Tentang Maz 22
ini kebanyakan penafsir menganggap bahwa Mazmur itu berhubungan dengan Daud,
tetapi juga dengan Yesus.
Calvin: “In short, there is no doubt that Christ, in uttering this
exclamation upon the cross, manifestly showed, that although David here bewails
his own distresses, this psalm was composed under the influence of the Spirit
of prophecy concerning David’s King and Lord”
(= Singkatnya, tidak ada keraguan bahwa Kristus, dalam mengucapkan seruan ini
di kayu salib, dengan nyata menunjukkan, bahwa sekalipun Daud di sini meratapi
penderitaannya sendiri, mazmur ini disusun di bawah pengaruh dari Roh nubuatan
mengenai Raja dan Tuhan dari Daud).
Lenski: “The words of this cry are found
also in Ps. 22:1, although neither Matthew nor Mark mention the fact. ... David
is not speaking of himself as a type, so that Jesus would be the antitype;
David is prophetically describing the suffering Messiah. ... The omniscient
Spirit of prophecy alone could have placed at the head of this psalm that
supreme cry of agony on the cross. For it is not due to the fact that David
wrote this line that Christ made it his cry on the cross, but because Christ
would thus cry out on the cross David wrote it as a prophet”
(= Kata-kata dari teriakan ini ditemukan dalam Maz 22:2, sekalipun baik Matius
maupun Markus tidak menyebutkan fakta ini. ... Daud tidak berbicara tentang
dirinya sebagai suatu type, dan Yesus sebagai anti-typenya; Daud secara
bernubuat menggambarkan Mesias yang menderita. ... Hanya Roh nubuatan yang maha
tahu yang bisa menaruh di kepala dari mazmur ini teriakan penderitaan yang
paling hebat pada kayu salib. Karena bukan karena fakta bahwa Daud menulis
kalimat ini maka Kristus membuatnya sebagai teriakanNya pada kayu salib, tetapi
karena Kristus akan berteriak seperti itu maka Daud menuliskannya sebagai
seorang nabi) - hal 1117,1118.
Catatan: dalam Kitab Suci Inggris
ayat itu ada dalam Psalm 22:1, sedangkan dalam Kitab Suci Indonesia dalam
Maz 22:2. Maz 22:1 dalam Kitab Suci Indonesia sebetulnya bukan
merupakan bagian dari Kitab Suci / Firman Tuhan, tetapi merupakan judul yang
ditambahkan oleh penyalin Kitab Suci.
c) Ada penafsir-penafsir yang mengatakan bahwa
mungkin di kayu salib itu Yesus bukan hanya mengucapkan Maz 22:2 tetapi
seluruh Maz 22. Tetapi Lenski membantah teori / kemungkinan seperti itu, dan
saya setuju dengan dia.
Lenski: “The ideas that Christ spoke
aloud the entire psalm, perhaps also the following psalms, or that he spoke
aloud only the first line and silently went through the rest, are without
support and destroy the force of Christ’s cry”
(= Gagasan-gagasan bahwa Kristus mengucapkan dengan keras seluruh mazmur,
mungkin juga mazmur-mazmur setelahnya, atau bahwa Ia mengucapkan dengan keras
hanya kalimat / baris pertama dan dengan diam-diam mengucapkan sisanya, tidak
mempunyai dukungan dan menghancurkan kekuatan dari teriakan Kristus)
- hal 1118.
Catatan: saya kira orang-orang yang
menganggap bahwa Kristus mengucapkan seluruh mazmur, mengambil pandangan itu
karena mereka tak mau menerima pandangan bahwa pada saat itu Yesus betul-betul
ditinggalkan oleh Bapa. Jadi mereka mengatakan bahwa pada saat itu Kristus
hanya membacakan Firman Tuhan tersebut, atau berdoa menggunakan Maz 22 itu.
Tetapi ini jelas merupakan pandangan yang salah, dan akan saya bahas di bawah.
d) Perbedaan antara Maz 22:2,
Mat 27:46 dan Mark 15:34.
Sebetulnya
perbedaan ini terjadi hanya karena bahasa yang berbeda.
Maz 22:2 - ‘Eli,
Eli, lama azavtani?’
(Ibrani)
Mat 27:46 -
‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’
(Ibrani)
(Aramaic)
Mark 15:34
- ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’
(Aramaic)
Barnes’ Notes
(tentang Mat 27:46): “‘Eli,
Eli ...’. This language is not pure Hebrew nor Syriac, but a mixture of both,
called commonly ‘Syro-Chaldaic.’ This was probably the language which the
Saviour commonly spoke. The words are taken from Ps. 22:1”
(= ‘Eli, Eli ...’. Bahasa ini bukanlah Ibrani murni ataupun Aramaic / Syria
murni, tetapi suatu percampuran dari keduanya, biasanya disebut
‘Syro-Chaldaic’. Ini mungkin merupakan bahasa yang biasanya digunakan oleh sang
Juruselamat. Kata-kata itu diambil dari Maz 22:2).
Lenski: “Matthew, like Mark, has
preserved the words of the cry in the original: ‘Eli, Eli (Hebrew), lama
sabachtani?’ (Aramaic). Mark has ‘Eloi,’
the Aramaic instead of the Hebrew; he disregards the Hebrew form used by Jesus”
[= Matius, seperti Markus, telah memelihara kata-kata dari teriakan itu dalam
bahasa aslinya: ‘ELI, ELI (Ibrani), LAMA SABAKHTANI’ (Aramaic / Syria). Markus
menuliskan ‘ELOI’, bentuk Aramaic / Syrianya dan bukan bentuk Ibraninya; ia
mengabaikan bentuk Ibrani yang digunakan oleh Yesus] - hal 1117.
2) Ada beberapa penafsiran tentang arti kalimat ini:
a) Yesus tidak sungguh-sungguh ditinggal /
mengalami keterpisahan dengan Allah, karena kata-kata yang Ia ucapkan itu
hanyalah:
1. Perasaan Yesus saja (bahasa
jawa: Yesus kroso-krosoen), atau,
2. Doa Yesus sambil mengutip Maz
22, atau,
3. Perenungan Yesus tentang
firman Tuhan dalam Maz 22.
Keberatan
terhadap pandangan ini: kalau demikian Yesus tidak sungguh-sungguh memikul
hukuman dosa kita, karena keterpisahan dengan Allah merupakan hukuman dosa!
Calvin: “as he became our representative, and took upon him our sins, it
was certainly necessary that he should appear before the judgment-seat of God
as a sinner. ... there was before his eyes the curse of God, to which all who
are sinners are exposed”
(= karena Ia menjadi wakil kita, dan mengambil pada diriNya dosa-dosa kita,
maka pastilah merupakan sesuatu yang perlu bahwa Ia tampil di hadapan takhta
pengadilan Allah sebagai / seperti seorang berdosa. ... di hadapan mataNya ada
kutukan dari Allah, terhadap mana semua orang yang adalah orang-orang berdosa
terbuka).
b) Allah Anak meninggalkan Yesus sebagai
manusia.
Dasar: Yesus
berkata ‘AllahKu’,
bukan ‘BapaKu’.
Keberatan
terhadap pandangan ini:
1. Dalam Luk 23:34,46
(kalimat pertama dan terakhir) Yesus tetap menyebut ‘Bapa’.
2. Dalam inkarnasi, Anak Allah
mengambil hakekat manusia, yang lalu mendapatkan kepribadiannya dalam diri Anak
Allah itu. Seandainya terjadi perpisahan antara Allah Anak dan manusia Yesus,
maka yang tertinggal di atas kayu salib hanyalah hakekat manusia itu. Ini tidak
mungkin, karena hakekat manusia tidak bisa berada sendirian!
Catatan:
untuk mengerti hal ini sepenuhnya, bacalah buku saya yang berjudul ‘CHRISTOLOGY’.
3. Andaikata Yesus memang mati
sebagai manusia saja, maka penebusan yang Ia lakukan tidak bisa mempunyai kuasa
yang tidak terbatas!
Maz 49:8-9
- “(8)
Tidak seorangpun dapat membebaskan dirinya, atau memberikan tebusan
kepada Allah ganti nyawanya, (9) karena terlalu mahal harga pembebasan
nyawanya, dan tidak memadai untuk selama-lamanya”.
Dalam text ini
Kitab Suci Indonesia salah terjemahan! Bandingkan dengan terjemahan NIV di
bawah ini.
Maz 49:8-9
(NIV - Ps 49:6-7): “(7) No man can redeem the life of another or give to God a
ransom for him - (8) the ransom for a life is costly, no payment is ever
enough” [= (7) Tak seorang manusiapun bisa menebus nyawa orang lain atau
memberikan kepada Allah tebusan untuk dia - (8) tebusan untuk suatu
nyawa sangat mahal, tak ada pembayaran yang bisa mencukupi].
Jadi, ayat ini
mengatakan bahwa manusia tak bisa menebus manusia lain. Jadi, seandainya Yesus
mati hanya sebagai manusia saja, maka Ia tidak bisa menebus dosa kita. Kalaupun
mau dipaksakan, maka paling banter satu orang hanya bisa menebus satu orang.
Adam Clarke: “Some suppose ‘that the divinity had now departed
from Christ, and that his human nature was left unsupported to bear the
punishment due to men for their sins.’ But this is by no means to be admitted,
as it would deprive his sacrifice of its infinite merit, and
consequently leave the sin of the world without an atonement. Take deity away
from any redeeming act of Christ, and the redemption is ruined” (= Sebagian orang menganggap
‘bahwa keilahian sekarang telah pergi dari Kristus, dan bahwa hakekat
manusiaNya ditinggalkan tanpa dukungan untuk memikul hukuman yang seharusnya
bagi manusia untuk dosa-dosa mereka’. Tetapi ini sama sekali tidak boleh
diterima, karena itu akan mencabut / menghilangkan manfaat yang tak terbatas
dari pengorbananNya, dan sebagai akibatnya dosa dari dunia ditinggalkan
tanpa penebusan. Ambillah keilahian dari tindakan penebusan Kristus, dan penebusan
itu dihancurkan).
c) Allah Bapa meninggalkan Yesus sebagai Allah
dan manusia.
Wycliffe Bible Commentary: “The
full import of this cry cannot be fathomed. But certainly its basis lay not in
the physical suffering primarily, but in the fact that for a time Jesus was
made sin for us (2 Cor 5:21); and in paying the penalty as the sinner’s
substitute, he was accursed of God (Gal 3:13). God as Father did not forsake
him (Lk 23:46); but God as Judge had to be separated from him if he was to
experience spiritual death in the place of sinful men” [= Makna sepenuhnya dari teriakan ini tidak bisa dimengerti.
Tetapi pastilah bahwa dasarnya tidak terletak terutama pada penderitaan
fisikNya, tetapi pada fakta bahwa untuk sementara waktu Yesus dibuat menjadi dosa
untuk kita (2Kor 5:21); dan dalam membayar hukuman sebagai pengganti orang
berdosa, Ia dikutuk oleh Allah (Gal 3:13). Allah sebagai Bapa tidak
meninggalkan Dia (Luk 23:46); tetapi Allah sebagai Hakim harus terpisah dari
Dia jika Ia mau mengalami kematian rohani di tempat dari manusia berdosa].
Catatan: saya tak setuju dengan
kalimat yang saya garis-bawahi. Saya tak mengerti bagaimana Wycliffe bisa
memisahkan Allah sebagai Bapa dan Allah sebagai Hakim!
Lenski: “The ideas that either the
physical agonies or the inner mental distress of Jesus led to this cry is
unsatisfactory, since men have often suffered both and yet have felt deep inner
comfort in the fact that God was with them. Nor can the forsaking of which
Jesus complains be only an abandonment to the wicked power of his enemies; for
this would imply that Jesus had so low an idea of God and of fellowship with
him that he felt his nearness only in fortunate days and lost that feeling when
his enemies seemed to triumph over him. Again, this cry was not uttered only by
his human nature, as though his human nature had been unclothed of the divine
and left to stand alone in these three hours of agony in the darkness. Such
Nestorianism misunderstands the agony suffered on the cross. Jesus does
not lament that the divine nature or its
divine powers have forsaken him, but that another person (‘thou’) has left him”
[= Gagasan bahwa penderitaan fisik atau batin dari Yesus membimbingNya pada
teriakan ini tidak memuaskan, karena manusia telah sering mengalami penderitaan
dalam kedua hal itu tetapi telah merasakan penghiburan batin yang dalam di
dalam fakta bahwa Allah ada bersama dengan mereka. Juga tindakan meninggalkan
yang Yesus keluhkan bukan hanya suatu tindakan meninggalkan pada kuasa jahat
dari musuh-musuhNya; karena ini secara tak langsung menunjukkan bahwa Yesus
mempunyai gagasan yang begitu rendah tentang Allah dan tentang persekutuan
denganNya sehingga Ia merasa kedekatanNya hanya dalam hari-hari yang mujur, dan
kehilangan perasaan itu pada waktu musuh-musuhNya kelihatannya menang atasNya.
Juga, teriakan ini tidak diucapkan hanya oleh hakekat manusiaNya, seakan-akan
hakekat manusiaNya dipisahkan dari hakekat ilahiNya dan ditinggalkan untuk
berdiri sendiri dalam 3 jam penderitaan dalam kegelapan ini. Demikianlah
Nestorianisme salah mengerti tentang penderitaan yang diderita di kayu salib. Yesus
tidak meratap karena hakekat ilahi atau kuasa ilahi telah meninggalkanNya,
tetapi karena seorang pribadi lain (‘Engkau’) telah meninggalkanNya]
- hal 1118.
Lenski: “Some have supposed that, when
Jesus uttered this cry, he virtually tasted of death, and that this is what he
had in mind when he spoke of being forsaken of God. But Jesus died, actually
died later and in his actual death was not forsaken of God, for he commended
his soul into his Father’s hands. ... The forsaking is often combined with the
death, yet the two are quite distinct. The forsaking had been completed before
the death set in. When Jesus died he placed his soul into the hands of his
Father and thus was certainly not forsaken. But while they are distinct, the
forsaking and the death are closely connected. The death was the penalty for
the sins of the world, and thus in connection with it this forsaking of the
dying Savior was necessary. After this had been endured, Jesus could cry, ‘It
is finished!’ and then yield his soul into his Father’s hands”
(= Beberapa orang menduga bahwa pada waktu Yesus mengucapkan teriakan ini, Ia
benar-benar merasakan kematian, dan bahwa inilah yang ada dalam pikiranNya pada
waktu Ia berkata bahwa Ia ditinggalkan oleh Allah. Tetapi Yesus baru
betul-betul mati belakangan, dan dalam kematianNya yang sungguh-sungguh ini Ia
tidak ditinggalkan oleh Allah, karena Ia mempercayakan / menyerahkan jiwaNya ke
dalam tangan BapaNya. ... ‘Keadaan ditinggalkan’ ini sering digabungkan /
disatukan dengan ‘kematian’Nya, tetapi keduanya berbeda. ‘Keadaan ditinggalkan’
itu telah selesai sebelum ‘kematian’ tiba. Pada waktu Yesus mati Ia menempatkan
jiwaNya ke dalam tangan BapaNya dan dengan demikian jelas Ia tidak
ditinggalkan. Tetapi sekalipun kedua hal itu berbeda, ‘keadaan ditinggalkan’
dan ‘kematian’ berhubungan dekat. ‘Kematian’ adalah hukuman untuk dosa-dosa
dunia, dan karena itu dalam hubungan dengannya ‘keadaan ditinggalkan’ dari sang
Juruselamat yang sedang sekarat itu diperlukan. Setelah ini ditanggung, Yesus
bisa berteriak, ‘Sudah selesai!’ dan lalu menyerahkan jiwaNya ke dalam tangan
BapaNya) - hal 1118,1120-1121.
Lenski: “We must note the difference
between Jesus’ experience in Gethsemane and that on Golgotha. In the garden
Jesus has a God who hears and strengthens him; on the cross this God has turned
wholly away from him. During those three black hours Jesus was made sin for us
(2Cor. 5:21), was made a curse for us (Gal. 3:13), and thus God turned
completely away from him. ... With his dying powers he cries to God and now no
longer sees in him the Father, for a wall of separation has risen between the
Father and the Son, namely the world’s sin and its curse as they now lie upon
the Son” [= Kita harus memperhatikan
perbedaan antara pengalaman Yesus di Getsemani dan di Golgota. Dalam taman (Getsemani),
Yesus mempunyai Allah yang mendengarNya dan menguatkanNya; di kayu salib, Allah
ini sepenuhnya berbalik dari Dia. Selama 3 jam yang gelap itu Yesus dibuat
menjadi dosa untuk kita (2Kor 5:21), dibuat menjadi kutuk untuk kita (Gal
3:13), dan karena itu Allah berbalik sepenuhnya dari Dia. ... Dengan
kekuatanNya dalam keadaan sekarat itu Ia berteriak kepada Allah dan sekarang
tidak lagi melihat sang Bapa dalam diriNya, karena suatu tembok pemisah telah
muncul di antara Bapa dan Anak, yaitu dosa dunia dan kutuknya pada waktu
keduanya sekarang terletak pada diri Anak] - hal 1119.
2Kor 5:21 -
“Dia
yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita,
supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.
Gal 3:13 - “Kristus
telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu
salib!’”.
Lenski: “What is involved in the fact
that God forsook or abandoned Jesus during those three awful hours no man can
really know. The nearest we can hope to come toward penetrating this mystery is
to think of Jesus as being covered with the world’s sins and curse and that,
when God saw Jesus thus, he turned away from him. The Son of God bore our sin
and its curse in his human nature, this nature supported by the divine”
(= Apa yang tercakup dalam fakta bahwa Allah meninggalkan Yesus selama 3 jam
yang mengerikan itu tak seorangpun bisa sungguh-sungguh mengertinya. Hal
terdekat yang bisa kita harapkan untuk datang menembus misteri ini adalah
menganggap Yesus sebagai ditutupi dengan dosa-dosa dunia dan kutuk, dan bahwa
pada waktu Allah melihat Yesus dalam keadaan seperti itu, Ia berbalik dariNya.
Anak Allah memikul dosa kita dan kutuknya dalam hakekat manusiaNya, hakekat ini
ditopang oleh hakekat ilahi) - hal 1119.
Keberatan
terhadap pandangan ini: terjadi perpisahan dalam diri Allah Tritunggal.
Jawaban atas
keberatan ini:
1. Ini memang merupakan misteri
yang tidak bisa kita mengerti sepenuhnya.
Word
Biblical Commentary: “Jesus as the sin-bearing sacrifice (cf. 1:21; 20:28; 26:28) must
endure the temporary abandonment of his Father, i.e., separation from God. ...
it is impossible to assess what this may have meant to Jesus. This is one of
the most impenetrable mysteries of the entire Gospel narrative”
[= Yesus sebagai korban pemikul dosa (bdk. 1:21; 20:28; 26:28) harus menanggung
keadaan ditinggalkan secara sementara oleh BapaNya, yaitu keterpisahan dari
Allah. ... adalah mustahil untuk menilai apa artinya hal ini bagi Yesus. Ini
merupakan salah satu misteri yang paling tak bisa dimasuki / dimengerti dalam
seluruh cerita Injil].
2. Perpisahan Allah Bapa dengan
Allah Anak bukan bersifat lokal, seakan-akan yang satu ada di sini dan yang
lain ada di sana. Perpisahan secara lokal ini tidak mungkin terjadi karena baik
Bapa maupun Anak adalah Allah yang maha ada. Jadi perpisahan ini hanyalah dalam
persoalan hubungan / persekutuan saja.
Memang
hancurnya hubungan / persekutuan antara Allah dan manusia merupakan hukuman
dosa, dan hukuman inilah yang dipikul oleh Kristus!
Bagusnya
pandangan ini:
a. Kristus betul-betul memikul
hukuman dosa.
Lenski: “only thus, by actually forsaking
Jesus, could the full price of our redemption be paid. To be forsaken of God is
undoubtedly to taste his wrath. Jesus endured the full penalty for our sins
when God turned from him for three hours while Jesus hung on the cross. During
those hours the penalty was paid to the uttermost farthing; and after that had
been done, God again turned to Jesus” (= hanya dengan
demikian, dengan Yesus betul-betul ditinggalkan, barulah harga penuh dari
penebusan kita dibayar. Ditinggalkan oleh Allah tak diragukan berarti merasakan
murkaNya. Yesus menanggung hukuman penuh untuk dosa-dosa kita pada waktu Allah
berbalik dariNya selama 3 jam pada waktu Yesus tergantung pada kayu salib.
Selama jam-jam itu hukuman dibayar sampai sen yang terakhir; dan setelah hal
itu telah dilakukan, Allah berbalik kepada Yesus lagi) - hal 1120.
Pulpit
Commentary: “He was ‘left’ that
he might bear man’s sins in their full and crushing weight, and by bearing
save” (= Ia ‘ditinggalkan’ supaya Ia
bisa menanggung dosa-dosa manusia dalam beratnya yang penuh dan menghancurkan,
dan dengan menanggungnya, Ia menyelamatkan) - hal 593.
b. Karena Kristus memikul
hukuman dosa itu sebagai Allah dan manusia, maka penebusanNya mempunyai kuasa
yang tak terbatas!
Catatan: ini tidak bertentangan
dengan doktrin Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas), karena yang di sini dibicarakan adalah kuasa
penebusan, dan itu memang tak terbatas. Sedangkan dalam doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas)
itu yang dianggap terbatas adalah design
/ tujuan dari penebusan itu.
3) Sedih, tetapi tetap beriman.
a) Kesedihan.
Kata ‘mengapa’
dalam ay 46 ini tidak menunjukkan bahwa Kristus betul-betul tidak tahu apa
sebabnya Ia ditinggalkan oleh BapaNya, tetapi hanya merupakan ungkapan
kesedihan karena Ia ditinggal oleh BapaNya.
Dalam hal ini
menurut saya Lenski memberikan penafsiran yang saya anggap salah.
Lenski: “The matter that is hidden from
Jesus in this fearful ordeal is the object God has in forsaking Jesus. ... We
need not be surprised to hear from Jesus himself that this purpose was hidden
from him; for in his humiliation other things, too, were kept from him (24:36)”
[= Hal yang tersembunyi dari Yesus dalam siksaan yang menakutkan ini adalah
tujuan Allah dalam meninggalkan Yesus. ... Kita tidak perlu heran mendengar
dari Yesus sendiri bahwa tujuan ini disembunyikan dari Dia; karena dalam
perendahanNya hal-hal lain juga ditahan dari Dia (24:36)] - hal
1120.
Saya berpendapat
ini tak bisa disamakan dengan Mat 24:36 (tentang Yesus tak tahu hari Tuhan),
karena dalam hal ini Yesus tahu tujuan kedatanganNya ke dalam dunia (bdk. Yoh
12:27). Di taman Getsemani Ia sangat takut, dan yang Ia takuti jelas adalah hal
ini. Jadi, kata ‘mengapa’ di sini bukan merupakan wujud
dari ketidak-tahuan, tetapi merupakan suatu ungkapan kesedihan.
b) Iman.
Kata ‘AllahKu’
yang diulang sampai 2 x, menunjukkan bahwa dalam kesedihan yang terdalam itu,
Ia tetap beriman dan berpegang kepada BapaNya.
Calvin: “it should be marked, that Christ, although subject to human
passions and affections, never fell into sin through the weakness of the flesh;
for the perfection of his nature preserved him from all excess”
(= harus diperhatikan bahwa Kristus, sekalipun tunduk pada penderitaan dan
perasaan manusia, tidak pernah jatuh ke dalam dosa karena kelemahan daging;
karena kesempurnaan dari hakekatNya menjagaNya dari semua yang berlebihan).
Arthur W.
Pink: “It was a cry of
distress but not of distrust. God had withdrawn from Him, but mark how His soul
still cleaves to God” (= Itu merupakan suatu teriakan
kesedihan tetapi bukan ketidak-percayaan. Allah telah meninggalkanNya tetapi
perhatikan bagaimana jiwaNya tetap berpaut kepada Allah) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the
Cross’, hal 75.
c) Ini merupakan teladan bagi kita.
Arthur W.
Pink: “O what an example
has the Saviour left His people! It is comparatively easy to trust God while
the sun is shining, the test comes when all is dark. But a faith that does not
rest on God in adversity as well as in prosperity is not the faith of God’s
elect: ... Fellow-Christian, all may be dark with thee, you may no longer
behold the light of God’s countenance. Providence seems to frown upon you,
notwithstanding, say still ‘Eli, Eli, My God, My God.’”
(= Ini betul-betul merupakan suatu teladan yang telah ditinggalkan oleh sang Juruselamat
bagi umatNya! Merupakan sesuatu yang relatif mudah untuk mempercayai Allah pada
waktu matahari bersinar; ujian datang pada waktu semua gelap. Tetapi iman yang
tidak bersandar kepada Allah dalam kesengsaraan maupun kemakmuran bukanlah iman
dari orang-orang pilihan Allah: ... Rekan-rekan Kristen, semua mungkin gelap
dengan engkau, engkau mungkin tidak lagi melihat terang dari wajah Allah.
Providensia kelihatannya merengut kepadamu, tetapi tetaplah berkata: ‘Eli, Eli,
Allahku, Allahku’.) - ‘The Seven
Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 76-77.
4) Ini merupakan penderitaan terberat bagi Yesus
Matthew
Henry: “that Christ’s
being forsaken of his Father was the most grievous of his sufferings, and that
which he complained most of. Here he laid the most doleful accents; he did not
say, ‘Why am I scourged? And why spit upon? And why nailed to the cross?’ Nor
did he say to his disciples, when they turned their back upon him, ‘Why have ye
forsaken me?’ But when his Father stood at a distance, he cried out thus”
(= bahwa Kristus ditinggal oleh BapaNya merupakan penderitaanNya yang paling
menyedihkan, dan yang paling Ia keluhkan. Di sini Ia memberikan aksenNya yang
paling muram; Ia tidak berkata: ‘Mengapa Aku disesah / dicambuki? Dan mengapa
Aku diludahi? Dan mengapa Aku dipakukan pada kayu salib?’ Juga Ia tidak berkata
kepada murid-muridNya, pada waktu mereka meninggalkanNya, ‘Mengapa kalian
meninggalkan Aku?’. Tetapi pada waktu BapaNya meninggalkanNya, Ia berteriak
seperti itu).
Ini merupakan
penderitaan yang terberat, karena:
a) Ini merupakan penderitaan rohani.
Setiap orang
yang pernah mengalami penderitaan rohani tahu bahwa penderitaan rohani lebih
berat dari penderitaan jasmani.
b) Yesus selalu dekat dengan BapaNya, tetapi
sekarang harus terpisah.
1. Orang yang berdosa / orang
dunia memang tidak peduli kalau dirinya tidak mempunyai hubungan dengan Allah.
Tetapi kalau orang itu adalah orang kristen, makin rohani orang itu, makin akan
merasa berat kalau menjauh dari Bapa. Apalagi Yesus!
2. Makin dua orang saling
mengasihi, makin berat dan menyakitkan kalau terjadi perpisahan. Dan tidak ada
dua pribadi manapun yang kedekatannya seperti Yesus dengan Bapa!
c) Yesus ditinggal justru di puncak
penderitaanNya, yaitu pada saat Ia sedang menderita di atas kayu salib. Ada 2
hal yang perlu diperhatikan:
1. Pada saat-saat lain, Yesus selalu
merasakan kehadiran BapaNya.
2. Biasanya orang-orang yang
hampir mati syahid selalu merasakan kehadiran Allah.
Contoh:
Stephanus dalam Kis 7:56 - “Lalu katanya: ‘Sungguh, aku melihat
langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.’”.
Tetapi pada saat
Yesus menderita secara luar biasa dan mau mati, Ia justru ditinggal oleh Allah!
Matthew Henry:
“When his soul was first
troubled, he had a voice from heaven to comfort him (Jn. 12:27-28); when he was
in his agony in the garden, there appeared an angel from heaven strengthening
him; but now he had neither the one nor the other. God hid his face from him,
and for awhile withdrew his rod and staff in the darksome valley”
[= Pada waktu jiwaNya susah, Ia mendapatkan suara dari surga untuk menghiburNya
(Yoh 12:27-28); pada waktu Ia ada dalam penderitaanNya di taman (Getsemani),
di sana muncul seorang malaikat dari surga untuk menguatkanNya; tetapi sekarang
Ia tidak mendapatkan yang manapun dari keduanya. Allah menyembunyikan wajahNya
dariNya, dan untuk sementara menarik tongkat dan gadaNya dalam lembah
kegelapan].
Bandingkan
dengan ayat-ayat ini:
·
Yoh 12:27-28 - “(27) Sekarang
jiwaKu terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari
saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini. (28) Bapa,
muliakanlah namaMu!’ Maka terdengarlah suara dari sorga: ‘Aku telah
memuliakanNya, dan Aku akan memuliakanNya lagi!’”.
·
Luk 22:41-43 - “(41) Kemudian Ia
menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia
berlutut dan berdoa, kataNya: (42) ‘Ya BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah
cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang
terjadi." (43) Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri
kepadaNya untuk memberi kekuatan kepadaNya”.
Karena itu,
jelas bahwa pada waktu Yesus mengalami ketakutan di taman Getsemani, sebetulnya
bukan penderitaan fisik (cambuk, salib), penghinaan, keadaan ditinggal / dikhianati
oleh murid-muridNya dsb yang Ia takuti, tetapi peristiwa inilah yang Ia takuti.
5) Mengapa Yesus harus mengalami
semua ini? Tidak cukupkah penghinaan, pukulan, cambukan, penyaliban yang Ia
terima?
Jawabnya: tidak
cukup, karena:
a) Manusia terdiri dari tubuh dan roh. Karena
itu Yesus harus mengalami penderitaan jasmani maupun rohani.
b) Karena dosa memisahkan Allah dan manusia.
Kej 3:23-24
- “(23)
Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan
tanah dari mana ia diambil. (24) Ia menghalau manusia itu dan di sebelah
timur taman Eden ditempatkanNyalah beberapa kerub dengan pedang yang
bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan”.
Yes 59:1-2
- “(1)
Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan
pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2) tetapi yang merupakan
pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat
Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah
segala dosamu”.
Mat 25:41 -
“Dan
Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari
hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal
yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
2Tes 1:9 - “Mereka
ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat
Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
Arthur W.
Pink: “Sin excludes from
God’s presence. That was the great lesson taught Israel. Jehovah’s throne was
in their midst, yet was it not accessible. He abode between the cherubim in the
holy of holies and into it none might come, saving the high priest, and he but
one day in the year bearing blood with him. The Veil which hung both in the
tabernacle and in the temple, barring access to the throne of God, witnessed to
the solemn fact that sin separates from Him” (= Dosa menjauhkan
dari kehadiran Allah. Itu merupakan pelajaran yang besar yang dipelajari oleh
Israel. Takhta Yehovah ada di tengah-tengah mereka, tetapi tak bisa dimasuki.
Ia tinggal di antara kerubim dalam Ruang Maha Suci, dan ke dalamnya tak
seorangpun boleh datang, kecuali imam besar, dan iapun hanya satu hari dalam
satu tahun membawa darah dengannya. Tirai yang tergantung baik dalam Kemah Suci
maupun dalam Bait Allah, menghalangi jalan masuk ke takhta Allah, memberikan
kesaksian pada fakta yang keramat / kudus bahwa dosa memisahkan dari Dia)
- ‘The Seven Sayings of the Saviour on
the Cross’, hal 69.
Karena itu kalau
Yesus mau memikul hukuman dosa kita, Ia harus mengalami keterpisahan itu.
Keterpisahan dengan Bapa ini menyebabkan terjadinya hal-hal yang bertentangan
dengan biasanya.
Arthur W.
Pink: “The forsaking of
the Redeemer by God was a solemn fact, ... Our Saviour’s position on the Cross
was absolutely unique. This may readily be seen by contrasting His own words
spoken during His public ministry with those uttered on the Cross itself.
Formerly He said, ‘And I knew that Thou hearest Me always’ (John 11:42); now He
cries, ‘O My God, I cry in the day time, but Thou hearest not’ (Psa. 22:2)!
Formerly He said, ‘And He that sent Me is with Me; the Father hath not left Me
alone’ (John 8:29); now He cries, ‘My God, My God, why hast thou forsaken Me?’”
[= Tindakan meninggalkan oleh Allah terhadap sang Penebus merupakan suatu fakta
yang keramat / kudus, ... Posisi sang Juruselamat pada kayu salib adalah unik
secara mutlak. Ini bisa dengan mudah terlihat dengan mengkontraskan
kata-kataNya sendiri dalam sepanjang pelayanan umumNya dengan kata-kataNya yang
diucapkan pada kayu salib itu. Dahulu Ia berkata, ‘Aku tahu, bahwa Engkau
selalu mendengarkan Aku’ (Yoh 11:42); sekarang Ia berteriak, ‘Allahku, aku
berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab’ (Maz 22:3)! Dahulu
Ia berkata, ‘Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak
membiarkan Aku sendiri’ (Yoh 8:29); sekarang Ia berteriak, ‘AllahKu, AllahKu,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?’] - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the Cross’, hal 75.
Catatan: sebetulnya Maz 22:3 tidak
diucapkan oleh Yesus di kayu salib.
6) Ini merupakan peristiwa yang
menunjukkan keadilan dan kesucian Allah secara paling menyolok.
Arthur W.
Pink: “Not all the
thunderbolts of Divine judgment which were let loose in Old Testament times,
not all the vials of wrath which shall yet be poured forth on an apostate
Christendom during the unparalleled horrors of the Great Tribulation, not all
the weeping and wailing and gnashing of teeth of the damned in the Lake of Fire
ever gave, or ever will give such a demonstration of God’s inflexible justice
and ineffable holiness, of His infinite hatred of sin, as did the wrath of God
which flamed against His own Son on the Cross. ... This, then, is the true
explanation of Calvary. God’s holy character could not do less than judge sin
even though it be found on Christ Himself. At the Cross then God’s justice was
satisfied and His holiness vindicated” (= Tidak semua
petir dari penghakiman ilahi yang dilepaskan dalam jaman Perjanjian Lama, tidak
semua botol kemurkaan yang akan dicurahkan pada orang-orang kristen yang murtad
dalam sepanjang kengerian yang tak ada bandingannya dari Masa Kesukaran Besar,
tidak semua tangisan dan ratapan dan kertakan gigi dari orang-orang terkutuk
dalam lautan api, pernah memberikan, atau akan memberikan, demonstrasi seperti
itu dari keadilan yang kaku dan kekudusan / kesucian yang tak terlukiskan, dari
kebencianNya yang tak terhingga terhadap dosa, seperti yang dilakukan oleh
kemurkaan Allah yang menyala terhadap AnakNya sendiri di kayu salib. ... Maka,
inilah penjelasan yang sebenarnya dari Kalvari. Karakter yang kudus / suci dari
Allah tidak bisa melakukan kurang dari
menghakimi dosa, sekalipun itu ditemukan pada diri Kristus sendiri. Maka
pada salib keadilan Allah dipuaskan dan kekudusan / kesucianNya dipertahankan)
- ‘The Seven Sayings of the Saviour on
the Cross’, hal 72-73.
7) Karena Yesus sudah mengalami keterpisahan ini, maka:
a) Orang berdosa yang terpisah / tidak mempunyai
hubungan dengan Allah, akan diperdamaikan dengan Allah kalau ia percaya kepada
Yesus.
Ro 5:1 - “Sebab
itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan
Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.
2Kor 5:18-21
- “(18)
Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan
kita dengan diriNya dan yang telah mempercayakan pelayanan pendamaian itu
kepada kami. (19) Sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus
dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita
pendamaian itu kepada kami. (20) Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus,
seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus
kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. (21) Dia yang
tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia
kita dibenarkan oleh Allah”.
Ef 2:13-19
- “(13)
Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi
‘dekat’ oleh darah Kristus. (14) Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah
mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu
perseteruan, (15) sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan
hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan
keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan
damai sejahtera, (16) dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh,
dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. (17) Ia
datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang ‘jauh’ dan damai
sejahtera kepada mereka yang ‘dekat’, (18) karena oleh Dia kita kedua pihak
dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. (19) Demikianlah kamu bukan
lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus
dan anggota-anggota keluarga Allah”.
Penerapan:
sudahkah saudara mempunyai hubungan atau berdamai dengan Allah? Ingatlah bahwa
sebaik apapun saudara hidup, dan agama apapun yang saudara anut, kalau saudara
belum datang dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara,
maka saudara adalah musuh Allah! Datanglah dan percayalah kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, maka saudara akan diperdamaikan dengan
Allah!
b) Orang kristen yang sudah diperdamaikan dengan
Allah, tidak bisa lagi mengalami keterpisahan dari Allah, baik di dunia ini
maupun di dalam kekekalan.
C. H.
Spurgeon: “the only solution of the mystery is this, Jesus Christ was
forsaken of God because we deserved to be forsaken of God. He was there, on the
cross, in our room, and place, and stead; and as the sinner, by reason of his
sin, deserves not to enjoy the favour of God, so Jesus Christ, standing in the
place of the sinner, and enduring that which would vindicate the justice of
God, had to come under the cloud, as the sinner must have come, if Christ had
not taken his place. But, then, since he has come under it, let us recollect
that he was thus left of God that you and I, who believe in him, might never
be left of God. Since he, for a little while, was separated from his
Father, we may boldly cry, ‘Who shall separate us from the love of Christ?’ (Rom 8:35) and, with the apostle Paul, we may confidently affirm that
nothing in the whole universe ‘shall be able to separate us from the love of
God, which is in Christ, Jesus our Lord’ (Rom 8:39)” [= satu-satunya solusi dari
misteri ini adalah ini, Yesus Kristus ditinggalkan oleh Allah karena kita layak
ditinggalkan oleh Allah. Ia ada di sana, di kayu salib, di tempat / kedudukan
kita; dan karena orang berdosa, karena dosanya, layak untuk tidak menikmati
kebaikan Allah, maka Yesus Kristus, berdiri di tempat dari orang berdosa, dan
menanggung apa yang mempertahankan keadilan Allah, harus datang di bawah awan,
sebagaimana orang berdosa harus datang seandainya Kristus tidak mengambil
tempatnya. Tetapi, karena Ia telah datang di bawahnya, hendaklah kita mengingat
kembali bahwa Ia ditinggalkan seperti itu oleh Allah supaya engkau dan aku,
yang percaya kepadaNya, tidak pernah ditinggalkan oleh Allah. Karena Ia,
untuk waktu yang singkat, terpisah dari BapaNya, kita bisa dengan berani
berteriak, ‘Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?’ (Ro
8:35) dan,
bersama dengan rasul Paulus, kita bisa dengan yakin menegaskan bahwa tidak ada
apapun di seluruh alam semesta ‘akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah,
yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita’ (Ro 8:39)] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 4, hal 321.
Bdk.
Ibr 13:5b - “Karena Allah telah berfirman: ‘Aku sekali-kali
tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan
engkau.’”.
Ada beberapa
ajaran yang bertentangan dengan doktrin ini:
1. Orang kristen yang berbuat
dosa akan ditinggal oleh Roh Kudus, dan kalau ia bertobat ia harus mengundang
Yesus untuk masuk ke dalam dirinya lagi.
Ini
jelas adalah ajaran yang salah! Kita bisa merasa ditinggal oleh Allah,
tetapi tidak bisa betul-betul ditinggal oleh Allah, karena Yesus sudah
mengalami hal itu untuk kita!
2. Orang kristen bisa kehilangan
keselamatannya. Ini berarti bahwa ia terpisah dari Allah dalam kekekalan. Ini
lagi-lagi merupakan suatu ajaran yang salah, karena kita tak mungkin mengalami
keterpisahan dari Allah karena hal ini sudah dialami oleh Yesus bagi kita!
Arthur
W. Pink: “Here then is the
basis of our Salvation. Our sins have been borne. God’s claims against us have
been fully met. Christ was forsaken of God for a season that we might enjoy His
presence for ever” (= Maka inilah dasar dari
Keselamatan kita. Dosa-dosa kita telah ditanggung / dipikul. Tuntutan Allah
terhadap kita telah dipenuhi sepenuhnya. Kristus ditinggalkan oleh Allah untuk
sementara supaya kita bisa menikmati kehadiranNya selama-lamanya) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the
Cross’, hal 80.
8) Kata-kata
Kristus ini juga menunjukkan nasib dari orang-orang yang tidak percaya sampai
akhir.
Arthur
W. Pink: “The cry of the
Saviour’s foretells the final condition of every lost soul - forsaken of God!
... this Cry of Christ’s witnesses to God’s hatred of sin. Because He is holy
and just, God must judge sin wherever it is found. If then God spared not the
Lord Jesus when sin was found on Him, what possible hope is there, unsaved
reader, that He will spare thee when thou standest before Him at the great
white throne with sin upon thee? If God poured out His wrath on Christ while He
hung as Surety for His people, be assured that He will most certainly pour out
His wrath on you if you die in your sins. ... God ‘spared not’ His own Son when
He took the sinner’s place, nor will He spare him who rejects the Saviour.
Christ was separated from God for three hours, and if you finally reject Him as
your Saviour you will be separated from God for ever”
(= Teriakan dari sang Juruselamat meramalkan keadaan akhir dari setiap jiwa
yang terhilang - ditinggalkan oleh Allah! ... Teriakan dari Kristus ini memberi
kesaksian tentang kebencian Allah terhadap dosa. Karena Ia kudus / suci dan
benar, Allah harus menghakimi dosa dimanapun itu ditemukan. Karena itu, kalau
Allah tidak menyayangkan Tuhan Yesus pada waktu dosa ditemukan pada Dia,
kemungkinan pengharapan apa yang ada di sana, pembaca yang belum diselamatkan,
bahwa Ia akan menyayangkan engkau pada waktu engkau berdiri di hadapanNya pada
takhta putih dan besar dengan dosa padamu? Jika Allah mencurahkan kemurkaanNya
kepada Kristus pada waktu Ia tergantung sebagai Jaminan / Penanggung bagi
umatNya, yakinlah bahwa Ia pasti akan mencurahkan murkaNya kepadamu jika engkau
mati dalam dosa-dosamu. ... Allah ‘tidak menyayangkan’ AnakNya sendiri pada
waktu Ia mengambil tempat dari orang berdosa, dan Ia juga tidak akan
menyayangkan dia yang menolak sang Juruselamat. Kristus dipisahkan dari Allah
selama 3 jam, dan jika engkau akhirnya menolak Dia sebagai Juruselamatmu,
engkau akan dipisahkan dari Allah untuk selama-lamanya) - ‘The Seven Sayings of the Saviour on the
Cross’, hal 82,83,84.
Bdk.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan
selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar