YOHANES 19:31-37
Catatan: pelajaran tentang
Yoh 19:31-37 ini tidak disusun sebagai khotbah un-tuk kebaktian tetapi
sebagai bahan untuk Pemahaman Alkitab.
I) Pematahan kaki (ay 31-33,36).
1) Dalam tradisi penyaliban orang Romawi, mereka
membiarkan begitu saja orang yang disalib itu sampai mati. Ini bisa memakan
waktu berhari-hari. Setelah orang itu mati, kadang-kadang mereka membiarkan
mayat itu begitu saja pada salibnya sebagai peringatan bagi semua orang, dan
kadang-kadang mereka menurunkannya dan membiarkan mayat itu dima-kan burung
pemakan bangkai / anjing.
Leon Morris
(NICNT):
“The Roman custom was to leave
the bodies of crucified criminals on their crosses as a warning to others. It
was therefore necessary to obtain permission before removing a body”
(= Kebiasaan Romawi adalah membiarkan mayat-mayat dari orang-orang kriminil
yang disalib itu pada salib mereka sebagai suatu peringatan bagi yang lain.
Karena itu perlu mendapatkan ijin sebelum menurunkan suatu mayat / tubuh).
William
Barclay:
“When the Romans carried out
crucifixion under their own customs, the victim was simply left to die on the
cross. He might hang for days in the heat of the midday sun and the cold of the
night, tortured by thirst and tortured also by the gnats and the flies crawling
in the weals on his torn back. Often men died raving mad on their crosses. Nor
did the Romans bury the bodies of crucified criminals. They simply took them
down and let the vultures and the crows and the dogs feed upon them”
(= Kalau orang Romawi melakukan penyaliban dalam tradisi mereka, korban
dibiarkan begitu saja untuk mati pada salib. Ia bisa tergantung selama
berhari-hari dalam panasnya matahari pada tengah hari dan dinginnya malam,
disiksa oleh kehausan dan disiksa juga oleh serangga dan lalat yang merayap
pada punggungnya yang sudah tercabik-cabik. Seringkali orang-orang mati pada
salib mereka sambil ngoceh tak karuan seperti orang gila. Juga orang Romawi
tidak mengubur mayat-mayat dari penjahat-penjahat yang disalib. Mereka hanya
menurun-kan mereka dan membiarkan burung pemakan bangkai dan gagak dan anjing
memakan mereka).
2) Orang-orang (tokoh-tokoh) Yahudi meminta
dilakukannya pematahan kaki dan penurunan mayat dari kayu salib (ay 31).
Mengapa?
a) Mereka harus mempersiapkan diri untuk
masuk hari Sabat (ay 31).
Persiapan Sabat
dimulai Jum’at pukul 3 siang.
b) ‘Sabat itu adalah hari yang
besar’ (ay 31).
Maksudnya itu
adalah Sabat yang istimewa, karena menjelang / bertepatan dengan Paskah / Passover.
Catatan:
Paskah di sini bukan ‘Easter’ (=
Paskah Perjanjian Baru yang menunjuk pada khari Kebangkitan Yesus), tetapi ‘Passover’ (Paskah Perjanjian Lama,
yaitu hari peringatan keluarnya orang Israel dari Mesir).
c) Mereka tidak mau bahwa pada
hari Sabat istimewa itu, tanah mereka dinajiskan oleh adanya mayat / orang yang
tergantung pada salib.
Bdk.
Ul 21:22-23 - “(22)
‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia
dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah
mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau
menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh
Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.
d) Tentang hukum dalam
Ul 21:22-23 ini, perlu diketahui bahwa pada jaman Perjanjian Lama salib
belum dikenal. Karena itu Ul 21:22-23 sebetulnya menunjuk pada hukuman
gantung dimana orangnya lang-sung mati, atau menunjuk kepada orang yang setelah
dihukum mati, lalu mayatnya digantung. Tetapi pada jaman Yesus, hukum ini
dite-rapkan pada penyaliban yang bisa berlangsung berhari-hari. Bahwa orang
yang disalib bisa bertahan berhari-hari, terlihat dari kutipan-kutipan di bawah
ini:
‘The International Standard Bible Encyclopedia’
dalam article berjudul ‘Cross’
berkata sebagai berikut:
“The length of this agony was
wholly determined by the constitution of the victim and the extent of the prior
flogging, but death was rarely seen before 36 hours had passed”
(= Lamanya / panjangnya penderitaan ini se-penuhnya ditentukan oleh keberadaan
korban itu secara fisik dan mental dan tingkat pencambukan yang mendahuluinya,
tetapi kematian jarang terlihat sebelum 36 jam berlalu).
Bandingkan
dengan Mark 15:44 dimana Pilatus heran karena Yesus mati begitu cepat.
Thomas
Whitelaw:
“When violence was not used, the
crucified often lived 24 or 36 hours, sometimes three days and nights”
(= Kalau kekerasan tidak digunakan, orang yang disalib sering hidup selama 24
atau 36 jam, kadang-kadang 3 hari 3 malam).
William Barclay
dalam komentarnya tentang Luk 23:32-38 berkata se-bagai berikut:
“Many a criminal was known to
have hung for a week upon his cross until he died raving mad”
(= Banyak penjahat diketahui tergantung selama seminggu pada salibnya sampai
ia mati sambil mengoceh tidak karuan seperti orang gila).
‘Unger’s Bible Dictionary’ dalam artikel
berjudul ‘Crucifixion’ berkata
sebagai berikut:
“Instances are on record of
persons surviving nine days” (= Ada
contoh-contoh / kejadian-kejadian yang tercatat dari orang-orang yang bertahan
sampai 9 hari).
e) Kalau orang hukuman itu
diturunkan dari salib dalam keadaan masih hidup, maka itu berarti bahwa ia
tidak jadi dihukum mati. Karena itulah mereka meminta dilakukan pematahan kaki
lebih dulu, supaya orang hukuman itu cepat mati. Setelah orangnya mati, barulah
mayatnya diturunkan.
Dari semua ini
terlihat bahwa orang-orang Yahudi ini mentaati peraturan kecil, tetapi
melanggar peraturan besar, yaitu membunuh Yesus yang tak bersalah. Bandingkan
dengan kecaman Yesus terhadap mereka dalam Mat 23:23-24 - “(23) Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang
terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan
dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (24)
Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu,
tetapi unta yang di dalamnya kamu telan”.
Charles Haddon
Spurgeon:
“Their consciences were not
wounded by the murder of Jesus, but they were greatly moved by the fear of
ceremonial pollution. Religious scruples may live in a dead conscience”
(= Hati nurani mereka tidak terluka oleh pembunuhan terhadap Yesus, tetapi
mereka sangat tergerak oleh rasa takut akan pen-cemaran yang bersifat upacara.
Keberatan agama bisa hidup dalam hati nurani yang mati) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work
of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 665.
3) Tentang pematahan kaki.
Para penafsir
mengatakan bahwa pematahan kaki orang yang disalib ini dilakukan pada bagian di
antara lutut dan pergelangan kaki, dan ini di-lakukan dengan menggunakan besi
atau martil yang berat. Ini tentu meru-pakan suatu tindakan yang sangat kejam,
karena menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, tetapi pematahan kaki ini
mempercepat kematian.
Pulpit
Commentary:
“Though a cruel act, it was
designed to shorten the sufferings of the crucified”
(= Sekalipun merupakan tindakan yang kejam, tindakan ini bertujuan untuk
memperpendek penderitaan orang yang disalib).
Pulpit
Commentary:
“ ... a brutal custom, which added to the cruel
shame and torment, even though it hastened the end”
(= ... kebiasaan / tradisi yang brutal, yang ditambahkan pada rasa malu dan
penyiksaan yang kejam, sekalipun ini mempercepat kematian).
Ada 2 pandangan
mengapa pematahan kaki bisa mempercepat kematian:
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘Crucifixion’: “Death, apparently
caused by exhaustion or by heart failure, could be hastened by shattering the
legs (crurifragium) with an iron club, so that shock and asphyxiation
soon ended his life” [= Kematian, rupanya disebabkan
oleh kehabisan tenaga atau oleh gagal jantung, bisa dipercepat oleh
penghancuran kaki-kaki (crurifragrium) dengan suatu pentungan besi, sehingga kejutan
/ shock dan sesak nafas segera mengakhiri hidupnya].
a) Karena sesak nafas.
Orang yang
disalib sukar bernafas, dan setiap mau bernafas harus menjejakkan kakinya untuk
mengangkat dadanya ke atas. Pada waktu kaki-kakinya dipatahkan, maka ia tidak
lagi bisa melakukan hal ini, dan akan mengalami sesak nafas, yang mempercepat
kematiannya.
F. F. Bruce:
“The common view today seems to
be that the breaking of the legs hastened death by asphyxiation. The weight of
the body fixed the thoracic cage so that the lungs could not expel the air
which was breathed in, but breathing by diaphragmatic action could continue for
a long time so long as the legs, fastened to the cross, provided a point of leverage.
When the legs were broken this leverage was no longer available and total
asphyxia followed rapidly” (= Kelihatannya pandangan yang
umum pada jaman ini adalah bahwa
pematahan kaki mempercepat kematian oleh sesak nafas. Berat badan menyebabkan
ruang dada tidak bisa dikempiskan sehingga paru-paru tidak dapat mengeluarkan
udara yang dihisap, tetapi bernafas dengan menggunakan diafragma bisa dilakukan
untuk waktu yang lama selama kaki, yang dipakukan pada salib, memberikan
tekanan ke atas. Pada waktu kaki-kaki dipatahkan pengangkatan ke atas ini tidak
ada lagi, dan sesak nafas total akan menyusul).
Leon Morris
(NICNT):
“The victims of this cruel form
of execution could ease slightly the strain on their arms and chests by taking
some of their weight on the feet. This helped to prolong their lives somewhat.
When the legs were broken this was no longer possible. There was then a greater
constriction of the chest, and the death came on more quickly. This was aided
also, of course, by the shock attendant on the brutal blows as the legs were
broken with a heavy mallet” (= Korban-korban dari hukuman
mati yang kejam ini bisa mengurangi sedikit ketegangan pada lengan dan dada
mereka dengan memindahkan sebagian berat pada kaki / menekan pada kaki. Ini
menolong untuk memperpanjang hidup mereka. Pada saat kaki mereka dipatahkan ini
tidak lagi mungkin dilakukan. Karena itu lalu terjadi kesesakan yang lebih
besar pada dada, dan kematian datang lebih cepat. Tentu saja ini didukung pula
oleh kejutan yang menyertai pukulan-pukulan brutal pada saat kaki-kaki mereka
dipatahkan dengan martil yang berat).
b) Adanya rasa sakit yang luar
biasa atau shock / kejutan yang
ditim-bulkannya, sehingga menyebabkan terjadinya kematian.
Charles
Haddon Spurgeon:
“... hastening death by the
terrible pain which it would cause, and the shock to the system which it would
occasion” (= ... mempercepat kematian oleh
rasa sakit yang luar biasa yang disebabkannya, dan kejutan pada sistim yang
ditimbulkannya) - ‘A Treasury
of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of
Our Lord’, hal 666.
William
Hendriksen:
“Such breaking of the bones
(crurifragium, as it is called) by means of the heavy blows of a hammer or iron
was frightfully inhuman. It caused death, which otherwise might be delayed by
several hours or even days. Says Dr. S. Bergsma in an article ...: ‘The shock
attending such cruel injury to bones can be the coup de grace causing death’”
[= Pematahan tulang (disebut dengan istilah crurifragium) dengan cara pemukulan
menggunakan martil atau besi merupakan sesuatu yang menakutkan yang tidak
manusiawi. Ini menyebabkan kematian, yang sebetulnya bisa ditunda beberapa jam
atau bahkan beberapa hari. Kata Dr. S. Bergsma dalam suatu artikel... :
‘Kejutan yang ditimbulkan oleh pelukaan yang kejam pada tulang seperti itu bisa
menjadi tindakan yang mengakhiri penderitaan dengan kematian’].
4) Para tentara Romawi lalu mematahkan kaki dari
2 penjahat yang disalib bersama Yesus (ay 32).
a) Sesuatu yang penting
diperhatikan dalam bagian ini adalah bahwa penjahat yang bertobat mengalami
nasib yang sama dengan penjahat yang tidak bertobat. Tuhan tidak lalu
mengadakan ‘rapture’ bagi dia dan
‘mengambilnya’ sebelum hal itu dilakukan!
Charles
Haddon Spurgeon:
“It is a striking fact that the
penitent thief, although he was to be in Paradise with the Lord that day, was
not, therefore, delivered from the excruciating agony occasioned by the
breaking of his legs. We are saved from eternal misery, not from temporary
pain” (= Adalah merupakan fakta yang
menyolok bahwa pencuri / penjahat yang bertobat, sekalipun akan bersama dengan
Tuhan di Firdaus pada hari itu, tidak dibebaskan dari penderitaan yang
menyakitkan yang ditimbulkan oleh pematahan kaki-nya. Kita diselamatkan dari
kesengsaraan kekal, bukan dari rasa sakit sementara) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work
of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 666.
Penerapan:
·
Seorang kristen berkata kepada saya bahwa
menurut dia 5 orang yang mati dibakar di Situbondo itu pasti tidak merasa
sakit. Sebelum mereka merasa sakit, Tuhan sudah ‘mengangkat’ mere-ka. Saya sama
sekali tidak yakin akan kebenaran kata-kata ini!
·
Kalau ada gempa bumi, banjir, atau bencana lain
apapun juga, jangan heran kalau gereja / orang kristen juga terkena. Tuhan
memang bisa menghindarkan hal itu dari gereja / orang kristen, dan
kadang-kadang Ia melakukan hal itu, tetapi seringkali Ia membiarkan orang
kristen terkena bencana bersama-sama dengan orang kafir!
b) Tetapi sekalipun pematahan
kaki ini memberi penderitaan luar biasa bagi penjahat yang bertobat itu,
pematahan kaki ini juga dipakai oleh Tuhan untuk memberi berkat kepadanya,
karena melalui pematahan kaki ini ia mati hari itu juga sehingga kata-kata /
janji Yesus kepadanya dalam Luk 23:43 tergenapi.
Charles
Haddon Spurgeon:
“Suffering is not averted, but it
is turned into a blessing. The penitent thief entered into Paradise that very
day, but it was not without suffering; say, rather, that the terrible stroke
was the actual means of the prompt fulfilment of his Lord’s promise to him. By
that blow he died that day; else might he have lingered long”
(= Penderitaan tidak dicegah / dihindarkan, tetapi penderitaan itu diubah
menjadi suatu berkat. Pencuri yang bertobat itu masuk ke Firdaus hari itu juga,
tetapi itu tidak terjadi tanpa penderitaan; sebaliknya pukulan yang mengerikan
itu merupakan jalan / cara yang sebenarnya untuk penggenapan yang tepat dari
janji Tuhannya kepadanya. Oleh pukulan itu ia mati pada hari itu; kalau tidak
ia mungkin akan tetap hidup lama) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal
666.
5) Yesus sudah mati, sehingga kakiNya tidak
dipatahkan (ay 33).
Allah mengatur
supaya Yesus mati lebih dulu, supaya tulangNya tidak dipatahkan. Bisa juga
dikatakan bahwa Yesusnya sendiri mengatur supaya Ia mati lebih dulu, sehingga
tulangNya tidak dipatahkan. Bahwa Yesusnya sendiri mengatur kematianNya bisa
terlihat dari Mat 27:50 dan Luk 23:46 dimana Ia mati karena Ia menyerahkan
nyawa / rohNya ke tangan Bapa. Bandingkan ini dengan Yoh 10:17b-18 yang
berbunyi:
“Aku
memberikan nyawaKu untuk menerimanya kembali. Tidak seorang-pun mengambilnya
dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan berkuasa meng-ambilnya kembali”.
Ini tidak
berarti bahwa Ia tidak memikul sepenuhnya hukuman dosa kita. Perhatikan ay 28
yang mengatakan bahwa ‘semuanya telah selesai’. Juga ay 30 dimana Yesus berkata
‘Sudah selesai’. Jadi Ia menyerahkan nyawa / rohNya, setelah penebusan dosa
yang dilakukanNya selesai.
Tetapi bagaimana
bisa selesai padahal Ia belum mati? Calvin mengata-kan bahwa tentu Yesus sudah
memperhitungkan kematianNya di dalam kata-kata ‘Sudah selesai’ itu.
6) Mengapa Allah / Yesus mengatur sehingga kaki
Yesus tidak dipatahkan?
Jawabnya ada
dalam ay 36. Jadi, kaki / tulang Yesus dijaga supaya tidak dipatahkan, supaya
nubuat Kitab Suci / Perjanjian Lama tergenapi. Nubuat yang mana?
·
Ada yang mengatakan bahwa nubuat yang tergenapi adalah
Maz 34:21 (dalam bahasa Inggris - Psalm 34:20). Tetapi kebanyakan penafsir
menganggap bahwa tidak dipatahkannya kaki Yesus bukan merupakan penggenapan
dari Maz 34:21 ini, karena ayat ini tidak berbicara tentang Kristus, tetapi
tentang orang benar secara umum. Dan kalau dikatakan tulang orang benar dijaga
supaya tidak patah, tentu tidak boleh diartikan secara hurufiah. Maksudnya
adalah bahwa Allah akan menjaga kesejahteraannya secara umum.
F. F. Bruce:
“Whereas in Ps. 34:20 the
guarding of the righteous man’s bones means the preservation of his general
well-being, the literal sense of the term in John’s narrative consorts better
with its literal sense in the prescription regarding the passover lamb”
(= Mengingat bahwa dalam Maz 34:21 penjagaan tulang orang benar berarti
penjagaan / pemeliharaan kese-jahteraan / kesehatannya secara umum, arti
hurufiah dari istilah itu dalam cerita Yohanes
lebih cocok dengan arti hurufiahnya dalam pe-tunjuk / ketentuan tentang
domba Paskah).
·
Nubuat yang digenapi dengan tidak dipatahkannya
kaki / tulang Yesus adalah Kel 12:46 dan Bil 9:12, yang memberi
peraturan tentang dom-ba Paskah (Passover
Lamb), dimana tulangnya tidak boleh dipatah-kan. Domba Paskah ini adalah Type / gambaran dari Kristus (1Kor
5:7).
II) Penusukan tombak (ay 34-35,37).
1) Tentara Romawi sebetulnya mau mematahkan kaki
Yesus, tetapi melihat bahwa Yesus sudah mati, mereka tidak mematahkan kaki
Yesus. Tetapi seorang tentara, mungkin karena ingin memastikan kematian Yesus,
atau mungkin sekedar ingin melakukan sesuatu yang brutal terhadap mayat Yesus,
lalu menusuk Yesus dengan tombak (ay 34).
2) Penusukan tombak terhadap Yesus.
a) Di bagian mana Yesus ditusuk dengan
tombak?
Kitab Suci
Indonesia menterjemahkan ‘lambung’. Ini salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘side’ (= sisi).
b) Yesus ditusuk tombak di rusuk
/ sisi yang mana? Yang kiri atau yang kanan?
Ada tradisi
yang mengatakan rusuk kanan, dan beberapa penafsir mengatakan bahwa kita tidak
bisa tahu apakah itu rusuk kiri atau kanan. Tetapi saya sangat condong untuk
menyetujui pandangan dari mayoritas penafsir yang mengatakan bahwa yang ditikam
adalah rusuk kiri. Alasannya:
·
Seorang tentara dilatih untuk membunuh, sehingga
tentu ia akan menusuk jantung.
·
Kalau tentara itu tidak kidal, maka ia akan
memegang tombak dengan tangan kanan di bagian belakang tombak dan tangan kiri
di bagian depan tombak. Dalam posisi seperti ini, kalau ia mau menusuk rusuk
kanan Yesus, ia harus berada hampir di belakang Yesus. Ini rasanya tidak
memungkinkan. Lebih mungkin ia menu-suk pada posisi berhadapan derngan Yesus,
sehingga pasti akan menusuk rusuk kiri Yesus.
William
Hendriksen:
“If the spear was held in the
right hand, as is probable, it was in all likelihood the left side of Jesus
that was pierced” (= Jika tombak itu dipegang
dalam tangan kanan, dan ini mungkin sekali, maka besar kemungkinannya bahwa
sisi / rusuk kiri Yesus yang ditusuk).
·
Ada juga yang mengatakan bahwa kalau yang
ditusuk bukan rusuk kiri maka tidak mungkin bisa keluar darah dan air.
c) Arah penusukan tombak.
Kita perlu
mengingat bahwa orang yang disalib posisinya lebih tinggi sekitar 3 kaki (90
cm) dari orang lain.
William Barclay
(dalam Luk 23:32-38):
“It was quite low, so that the
criminal’s feet were only two or three feet above the ground”
(= Itu cukup rendah, sehingga kaki dari orang kriminil itu hanyalah 2 atau 3
kaki di atas tanah).
Penafsir yang
lain mengatakan jarak / tinggi kaki orang yang disalib dari tanah adalah 3-4
kaki.
Karena orang
yang disalib itu letaknya agak tinggi, jelas bahwa arah penusukan tombak itu ke
atas (ke jantung).
Charles
Haddon Spurgeon:
“... probably thrusting his lance
quite through the heart” (= ... mungkin menusukkan
tombaknya betul-betul menembus jantung) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal
667.
d) Dalamnya penusukan tombak / besarnya
luka penusukan tombak.
Luka pada rusuk
Yesus karena penusukan tombak ini cukup besar. Dari mana kita tahu hal itu?
Dari:
·
Yoh 20:25 - ‘... sebelum aku
mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku
ke dalam lambungNya ...’.
·
Yoh 20:27 - ‘Taruhlah jarimu
di sini dan lihatlah tanganKu, ulur-kanlah tanganmu dan
cucukkanlah ke dalam lambungKu ...’.
Untuk bekas
paku di tangan Yesus, Thomas ingin mencucukkan jarinya, tetapi untuk
bekas tombak pada rusuk Yesus, Thomas ingin mencucukkan tangannya. Ini
menunjukkan bahwa bekas penusukan tombak itu sangat besar dan jauh lebih besar
dari bekas paku di tangan Yesus. Supaya bisa menghasilkan lubang sebesar itu tombak
harus ditusukkan cukup dalam, sedikitnya sedalam 4-5 inci.
e) Komentar tentang lubang penusukan
tombak.
George
Hutcheson:
“As a hole was made in Adam’s
side to take out a wife, so a hole was made in his side to take in his beloved
bride to his heart” (= Sebagaimana sebuah lubang
dibuat pada rusuk Adam untuk mengeluarkan seorang istri, begitu juga sebuah
lubang dibuat di rusukNya untuk memasukkan pengantin tercintaNya kepada jantung
/ hatiNya).
f) Perlu ditekankan bahwa bukan
penusukan tombak itu yang menye-babkan Yesus mati, karena pada waktu ditusuk
tombak, Yesus sudah mati (ay 33), hanya saja kita tidak tahu sudah berapa lama
Ia mati.
Hendriksen
mengutip Dr. Bergsma:
“To presuppose, as some do, that
the spear pierced the still living heart, and thus to account for the blood and
water is contrary ... to science, for pure blood would have issued forth. It
was in the crucifixion itself that his death was to be accomplished, not in a
spear-thrust by a soldier” (= Menganggap, seperti yang
dilakukan beberapa orang, bahwa tombak itu menusuk jantung yang masih hidup,
sehingga menyebabkan keluarnya darah dan air, bertentangan ... dengan ilmu
pengetahuan, karena kalau demikian maka darah murni yang akan keluar. Dalam
penyaliban itu sendiri kematianNya terjadi, bukan dalam penusukan tombak oleh
seorang tentara).
3) Pada waktu Yesus ditusuk tombak, maka keluar
darah dan air (ay 34b).
Keluarnya darah
dan air dari rusuk Yesus ini membingungkan semua penafsir, karena banyak orang
berkata bahwa kalau orang hidup ditusuk maka hanya akan keluar darah (tanpa
air), dan kalau orang mati ditusuk maka tidak akan keluar apa-apa. Lalu mengapa
pada waktu Yesus ditusuk, bisa keluar darah dan air?
Ada yang sekedar
mengatakan bahwa Yohanes tidak mempedulikan penyebab kematian Kristus, atau
bagaimana Kristus mati, tetapi hanya peduli dengan fakta bahwa Kristus memang
sudah mati.
F. F. Bruce:
“Not surprisingly, the diagnoses
have varied: for one thing, John does not say which side was pierced (an early
tradition specifies the right side)” [= Tidak
mengherankan kalau diagnosa-diagnosa berbeda-beda / bervariasi: karena satu
hal, Yohanes tidak mengatakan sisi / rusuk yang mana yang ditikam (suatu
tradisi kuno menyatakan sisi / rusuk kanan)].
F. F. Bruce:
“... but it was with the fact
of death, not with the cause of death, that John was concerned”
(= ... tetapi yang diperhatikan oleh Yohanes adalah fakta ke-matiannya,
bukan penyebab kematiannya).
Tetapi
kebanyakan penafsir berusaha menjelaskan bagaimana darah dan air itu bisa
keluar dari rusuk Yesus. Ada bermacam-macam teori yang mencoba untuk
menjelaskan hal ini:
a) Ini adalah mujijat / tanda.
Origen
mengatakan bahwa darah membeku pada orang mati, dan air juga tak akan keluar
dari orang mati. Karena itu ini jelas adalah suatu mujijat.
b) Darah keluar dari jantung dan
air keluar dari pericardium / kantung
pembungkus jantung.
Barnes’
Notes:
“The heart is surrounded by a
membrane called the pericardium. This membrane contains a serous matter or
liquor resembling water, which prevents the surface of the heart from becoming
dry by its continual motion” (= Jantung dibungkus oleh
membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri dari zat yang tipis dan
berair atau cairan yang mirip air, yang menjaga supaya permukaan jantung tidak
menjadi kering karena pergerakannya yang terus-menerus).
Catatan:
Pericardium =
PERI (= around / sekeliling) + KARDIA
(= heart / jantung). Jadi Pericardium
= the thin, membrane sac enclosing the
heart (= kantung membran tipis yang membungkus jantung).
Adam Clarke:
“It may be naturally supposed
that the spear went through the pericardium and pierced the heart; that the
water proceeded from the former, and the blood from the latter”
(= Adalah wajar untuk menganggap bahwa tombak itu menembus pericardium dan
menusuk jantung; bahwa air keluar dari yang terdahulu, dan darah dari yang
terakhir).
c) Ini disebabkan pencambukan
yang dialami Yesus.
‘The International Standard Bible
Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood
and water’:
“A. F. Sava ... suggests that the
blood and water were accumulated in the pleural cavity between the rib cage and
the lung. He shows that severe nonpenetrating chest injuries are capable of
producing such an accumulation, and suggests that a scourging such as Jesus
received several hours before His death was sufficient to account for the
accumulation that flowed forth when the chest wall was pierced. Also, there was
enough time between the scourging and the piercing to allow the red blood cells
to separate from the lighter clear serum” (= A. F. Sava ...
mengusulkan bahwa darah dan air terkumpul dalam rongga di antara rusuk dan
paru-paru. Ia menunjukkan bahwa luka-luka hebat yang tidak menembus dada bisa
menimbulkan pengumpulan seperti itu, dan mengatakan bahwa pencambukan seperti
yang diterima oleh Yesus beberapa jam sebelum kematianNya cukup untuk
menimbulkan pengumpulan itu, yang lalu keluar pada waktu dinding dada ditikam.
Juga, ada cukup waktu antara pencambukan dan penikaman untuk mengijinkan
sel-sel darah merah berpisah dengan cairan jernih yang lebih encer).
d) Tubuh / daging Yesus unik, karena tidak
mengalami pembusukan.
Charles
Haddon Spurgeon:
“It was supposed by some that by
death the blood was divided, the clots parting from the water in which they
float, and that in a perfectly natural way. But it is not true that blood would
flow from a dead body if it were pierced. ... The flowing of this blood from
the side of our Lord cannot be considered as a common occurrence ... Granted,
that blood would not flow from an ordinary dead body; yet remember, that our
Lord’s body was unique, since it saw no corruption. ... therefore there is no
arguing from facts about common bodies so as to conclude therefrom anything
concerning our blessed Lord’s body” (= Beberapa orang
menganggap bahwa oleh kematian darah dipisahkan, bekuan-bekuan darah berpisah
dari air dimana mereka mengapung, dan itu terjadi betul-betul secara alamiah.
Tetapi adalah tidak benar bahwa darah akan keluar dari mayat yang ditikam. ...
Mengalirnya darah dari rusuk Tuhan kita tidak bisa dianggap sebagai kejadian
yang umum ... Memang darah tidak akan mengalir dari mayat biasa; tetapi ingat
bahwa tubuh Tuhan kita itu unik, karena tubuh itu tidak mengalami pembusukan.
... karena itu tidak ada perdebatan dari fakta-fakta tentang mayat-mayat biasa
untuk menyimpulkan dari sana apapun tentang tubuh Tuhan kita yang mulia /
diberkati) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of
Our Lord’, hal 667.
Catatan:
·
Spurgeon mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak
mengalami pembusukan berdasarkan Kis 2:31, yang mengutip dari Maz 16:10. Tetapi
untuk bagian-bagian ini Kitab Suci Indonesia salah ter-jemahan, karena
menterjemahkannya ‘tidak mengalami kebina-saan’.
NASB/Lit: ‘nor did His flesh suffer decay’ (=
dagingNya tidak mengalami pembusukan).
NIV: ‘nor did his body suffer decay’ (=
tubuhNya tidak mengalami pembusukan).
KJV: ‘neither his flesh did see corruption’
(= dagingNya tidak meng-alami pembusukan).
RSV: ‘nor did his flesh see corruption’ (=
dagingNya tidak meng-alami pembusukan).
·
Penjelasan Spurgeon ini tidak menjelaskan
mengapa rusuk Yesus bisa mengeluarkan air.
e) Darah dari jantung, air dari lambung.
Tasker
(Tyndale) mengutip kata-kata / pendapat seorang dokter yang bernama John Lyle
Cameron:
“After pointing out that the
unexpectedly early death of Jesus is a clear indication that a fatal
complication had suddenly developed, he asserts that the insatiable thirst and
the post-mortem treatment of the body described in John 19:34 substantiate the
conclusion that this complication could only have been acute dilatation of the
stomach. He then adds: ‘The soldier was a Roman: he would be well trained,
proficient, and would know his duty. He would know which part of the body to
pierce in order that he might obtain a speedily fatal result or ensure that the
victim was undeniably dead. He would thrust through the left side of the chest
a little below the centre. Here he would penetrate the heart and the great
blood vessels at their origin, and also the lung on the side. The soldier,
standing below our crucified Lord as He hung on the cross, would thrust upwards
under the left ribs. The broad, clean cutting, two-edged spearhead would enter
the left side of the upper abdomen, would open the greatly distended stomach,
would pierce the diaphragm, would cut, wide open, the heart and great blood
vessels, arteries and veins now fully distended with blood, a considerable
proportion of all the blood in the body, and would lacerate the lung. The wound
would be large enough to permit the open hand to be thrust into it. Blood from
the greatly engorged veins, pulmonary vessel and dilated right side of the
heart, together with water from the acutely dilated stomach, would flow forth
in abundance.’” (= Setelah menunjukkan bahwa
kematian cepat yang tidak terduga dari Yesus merupakan petunjuk yang jelas
bahwa komplikasi yang fatal telah terjadi, ia menegaskan bahwa kehausan yang
tidak terpuaskan dan tindakan yang dilakukan kepada tubuh setelah mati dalam
Yoh 19:34 menyokong / membenarkan kesimpulan bahwa kom-plikasi ini adalah
lambung / usus yang membesar secara akut. Ia lalu menambahkan: ‘Tentara itu
adalah tentara Romawi: ia terlatih dengan baik, cakap, dan tahu kewajibannya.
Ia tahu bagian mana dari tubuh yang harus ditusuk supaya mendapatkan hasil
fatal yang cepat atau memastikan bahwa korban itu betul-betul mati. Ia menikam
melalui bagian kiri dari dada sedikit di bawah pusat. Di sini ia akan menembus
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar pada asal mulanya / pangkalnya, dan
juga paru-paru. Tentara itu, berdiri di bawah Tuhan kita yang tergantung pada
kayu salib, menusuk ke atas di bawah rusuk kiri. Mata tombak yang lebar, tajam,
bermata dua menusuk perut atas, membuka lambung / usus yang menggelembung
besar, menusuk dia-fragma, memotong, membuka lebar, jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar, arteri dan pembuluh darah sekarang menggelembung
dengan darah, bagian yang cukup banyak dari semua darah dalam tubuh, dan
mencabik paru-paru. Luka itu cukup besar untuk memung-kinkan tangan terbuka
dimasukkan ke dalamnya. Darah dari pembuluh darah yang sangat padat dengan
darah, pembuluh paru-paru dan bagian kanan dari jantung yang membesar,
bersama-sama dengan air dari lambung / usus yang membesar secara akut, mengalir
keluar dalam jumlah yang banyak).
f) Teori jantung pecah.
William
Barclay:
“Normally, of course, the body of
a dead man will not bleed. It is suggested that what happened was that Jesus’s
experiences, physical and emotional, were so terrible that his heart was
ruptured. When that happened the blood of the heart mingled with the fluid of
the pericardium which surrounds the heart. The spear of the soldier pierced the
pericardium and the mingled fluid and blood came forth. It would be poignant
thing to believe that Jesus, in the literal sense of the term, died of a broken
heart” (= Biasanya, tentu saja, tubuh
orang mati tidak mengeluarkan darah. Diusulkan bahwa apa yang terjadi adalah
bahwa pengalaman Yesus, secara fisik dan emosi, begitu mengerikan sehingga
jantungNya pecah. Pada saat hal ini terjadi darah dari jantung bercampur dengan
cairan dari kantung pembungkus jantung. Tombak tentara itu menusuk kantung
pembungkus jantung dan campuran cairan dan darah itu keluar. Adalah sesuatu hal
yang meme-dihkan untuk percaya bahwa Yesus, dalam arti hurufiah dari istilah
ini, mati karena jantung yang pecah).
William
Hendriksen:
“... the death of Jesus resulted
from rupture of the heart in consequence of great mental agony and sorrow. Such
a death would be almost instantaneous, and the blood flowing into the
pericardium would coagulate into the red clot (blood) and the limpid serum
(water). This blood and water would then be released by the spear-thrust”
[= kematian Yesus diakibatkan oleh pecahnya jantung sebagai akibat dari penderitaan
mental dan kesedihan yang hebat. Kematian seperti itu terjadi hampir seketika,
dan darah yang mengalir ke pericardium (kantung membran tipis yang membungkus
jantung) akan membeku / mengental menjadi gumpalan merah (darah) dan serum /
cairan yang transparan (air). Darah dan air ini lalu keluar karena tusukan
tombak].
William
Hendriksen:
“He (Dr. Bergsma) wisely refrains
from drawing a definite conclusion. The matter is too uncertain, and
specialists on heart-diseases (and particularly on the rupture of the heart) do
not seem to be in complete agreement. Nevertheless, it is clear from the
article that Dr. Bergsma leans somewhat toward the ruptured-heart theory as an
explanation of the blood and water issuing from the side of Jesus”
[= Ia (Dr. Bergsma) secara bijaksana menahan diri dari penarikan kesimpulan
yang pasti. Persoalan ini terlalu tidak pasti, dan para spesialis penyakit
jantung (dan khususnya tentang pecahnya jantung) tidak sependapat dalam hal
ini. Meskipun demikian, jelas dari artikel itu bahwa Dr. Bergsma condong pada
teori jantung pecah ini sebagai penjelasan dari darah dan air yang keluar dari
sisi / rusuk Yesus].
Penolakan
terhadap teori jantung pecah:
‘The International Standard Bible
Encyclopedia’ dalam article berjudul ‘Blood
and water’ menolak teori jantung pecah ini dengan berkata:
“The romantic notion that Jesus
died literally of a broken heart - first advanced by Stroud in 1847 - has
fallen from favor. Spontaneous rupture of the heart is not unknown, but it does
not occur under the pressure of mental or emotional stress. It is the result of
preexisting heart disease, for which, in the case of Jesus, we have no
indication” (= Pikiran / gagasan yang
romantis bahwa Yesus secara hurufiah mati karena jantung yang pecah - mula-mula
diajukan oleh Stroud pada tahun 1847 - telah kehilangan peminat. Pecahnya
jantung dengan sendirinya memang dikenal, tetapi hal itu tidak terjadi di bawah
tekanan mental atau emosi. Itu merupakan akibat dari penyakit jantung yang
mendahuluinya, untuk mana, dalam kasus Yesus, kita tidak mempunyai petunjuk).
Jawaban
terhadap penolakan ini:
Terhadap ini
perlu dijawabkan bahwa apa yang Yesus alami pada saat itu memang luar biasa,
sehingga tidak perlu heran kalau terjadi hal yang unik / lain dari pada lain.
·
Hendriksen mengutip Dr. Bergsma:
“... the presence of any
considerable quantity of serum and blood clot, issuing after a spear wound as
described above, could only come from the heart or the pericardial sac. We must
agree from the outset that no pre-existing disease affected Christ’s body. He
was a perfect lamb of God. It is extremely rare, well-nigh impossible,
authorities say, for the normal heart muscle to rupture. Christ, however,
suffered as no man before or since has suffered. Ps. 69:20 says prophetically,
‘Reproach has broken my heart.’ The next verse continues, ‘They gave me gall
for my food; and in my thirst they gave me vinegar to drink’. We take the
second prophecy as literally fulfilled, but many consider it fantastic to take
verse 20 also literally. If Christ’s heart did not rupture, it is difficult
to explain any accumulation of blood and water as described by John. The normal
pericardial effusion of an ounce or less would be a mere trickle unobserved by
anyone” [= ... adanya sejumlah cairan
dan bekuan darah yang keluar dari luka tusukan tombak seperti digambarkan di
atas, hanya bisa keluar dari jantung atau dari kantung tipis pembungkus
jantung. Kita harus setuju dari permulaan bahwa sebelum ini tidak ada penyakit
pada tubuh Kristus. Ia adalah domba Allah yang sempurna. Orang-orang yang
mempunyai otoritas berkata bahwa adalah sesuatu yang sangat jarang, hampir
tidak mungkin, bahwa sebuah otot jantung bisa pecah. Tetapi Kristus, menderita
seperti yang tidak pernah dialami oleh siapapun sebelum atau sesudah itu.
Maz 69:21 menubuatkan, ‘Cela itu telah mematah-kan / memecahkan jantungku’.
Ayat selanjutnya melanjutkan, ‘Mereka memberiku empedu sebagai
makananku; dan pada waktu aku haus mereka memberi aku minum cuka / anggur
asam’. Kita menganggap bahwa nubuat yang kedua digenapi secara hurufiah, tetapi
banyak yang menganggapnya sebagai sesuatu yang fantastis untuk menafsirkan ay
21 juga secara hurufiah. Jika jantung Kristus tidak pecah, adalah sukar
untuk menjelaskan pengumpulan darah dan air seperti yang digambarkan oleh
Yohanes. Keluarnya cairan dari pericardial / kantung pembungkus jantung normal
sebanyak 1 ounce (= 28 gram) atau
kurang dari itu hanya merupakan cucuran kecil yang tidak akan diperhatikan oleh
siapapun].
Catatan:
¨
Dalam Kitab Suci Indonesia Maz 69:21a berbunyi: “Cela
itu telah mematahkan hatiku”.
Tetapi dalam
terjemahan NIV Psalm 69:20 berbunyi: “Scorn
has broken my heart” (= Caci maki telah mematahkan
hatiku / meme-cahkan jantungku).
¨
Dalam Kitab Suci Indonesia Maz 69:22
berbunyi: “Bahkan
me-reka memberi aku makan racun dan pada waktu aku haus, mereka memberi
aku minum anggur asam”.
Tetapi dalam
terjemahan NIV Psalm 69:21 berbunyi:
“They put gall in my food
and gave me vinegar for my thirst” (= mereka memberi empedu
dalam makananku dan memberiku cuka / anggur asam untuk kehausanku).
·
William Hendriksen:
“This theory emphasizes the
greatness of Christ’s mental and spiritual agony. Ordinarily death by
crucifixion might not cause the heart to rupture, but this was no ordinary
death. This Sufferer bore the wrath of God against sin. He suffered eternal
death, the pangs of hell!” (= Teori ini menekankan
kehebatan dari penderitaan mental dan rohani Kristus. Biasanya kematian oleh
penyaliban tidak menyebabkan jan-tung pecah, tetapi ini bukanlah kematian biasa.
Penderitanya me-mikul murka Allah terhadap dosa. Ia mengalami penderitaan
kematian kekal, rasa sakit dari neraka!).
·
‘The International Standard Bible Encyclopedia’
dalam article berjudul ‘Bloody sweat’
(= keringat berdarah): “As
the agony of Our Lord was unexampled in human experience, it is conceivable
that it may have been attended with physical conditions of a unique nature”
(= Karena penderitaan Tuhan kita tidak ada contohnya dalam penga-laman manusia,
maka dapat dimengerti bahwa hal itu disertai dengan kondisi-kondisi fisik yang
bersifat unik).
Kalau di taman
Getsemani, pada waktu Yesus bergumul dalam doa, sudah terjadi phenomena yang
luar biasa, yang boleh di-katakan tidak masuk akal, yaitu keluarnya keringat
seperti titik darah (Luk 22:44), maka kalau pada salib terjadi phenomena yang
lebih luar biasa / lebih tidak masuk akal, seperti jantung yang pecah, itu
bukanlah sesuatu yang mengherankan.
4) Apa artinya darah dan air yang keluar dari
rusuk Yesus itu?
a) Ada yang berkata: Tidak ada
arti apa-apa, kecuali menunjukkan bah-wa Yesus sudah mati.
b) Tetapi kebanyakan penafsir
memberikan arti bagi darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus itu. Tetapi
tentang apa arti darah dan air di sini, ada bermacam-macam penafsiran:
1. Cara / alat keselamatan.
Pulpit
Commentary:
“Macarius Magnes and Apollinarius
saw an allusion to the side of Adam, from which Eve, the source of evil, was
taken; that now the side of the second Adam should give forth the means of
salvation” (= Macarius Magnes dan
Apollinarius melihat hubungan tak langsung dengan sisi / rusuk Adam, dari mana
Hawa, sumber kejahatan, diambil; bahwa sekarang sisi / rusuk dari Adam kedua
mengeluarkan alat / cara keselamatan).
Saya
berpendapat bahwa pandangan ini kurang specific.
2. Air menunjuk pada baptisan
dan darah menunjuk pada Perjamuan Kudus.
Saya tidak
setuju dengan penafsiran ini karena bagaimana mung-kin suatu simbol (darah dan
air) menunjuk pada simbol yang lain (Perjamuan Kudus dan baptisan)?
3. Darah menunjuk pada
pengampunan dosa, air menunjuk pada hi-dup secara rohani.
4. Pandangan Calvin dan Spurgeon.
Calvin
menganggap bahwa:
·
darah menunjuk pada penebusan, yang menyebabkan
kita mendapatkan justification /
pembenaran.
·
air menunjuk pada pembasuhan, yang menyebabkan
kita men-dapatkan sanctification /
pengudusan.
Catatan:
ada yang menganggap air sebagai simbol dari ke-hidupan rohani.
Ini menunjukkan
bahwa Yesus adalah Anti-Type dari sacrifice
/ korban (»
darah) dan washings / pembasuhan (» air)
dalam Per-janjian Lama.
Spurgeon
membandingkan bagian ini dengan Zakh 12:10, dan ia mengajak untuk membaca
Zakharia ini terus sampai Zakh 13:1 yang berbunyi: “Pada waktu itu
akan terbuka suatu sumber bagi keluarga Daud dan bagi penduduk Yerusalem untuk
membasuh dosa dan kecemaran”. Jadi, darah untuk menangani
dosa, air untuk menangani kecemaran.
Jelas bahwa
pandangan Calvin dan Spurgeon ini boleh dikatakan sama, dan saya paling condong
pada pandangan ini.
Rupa-rupanya
berdasarkan ajaran inilah seorang yang bernama Toplady menulis lagu yang
berjudul: Rock of Ages, cleft for me (‘Padamu Batu
Zaman’).
Rock of Ages, cleft for me,
(= Batu karang
jaman, celah bagiku,)
Let me hide myself in Thee;
(= Biarlah aku
menyembunyikan diriku di dalamMu,)
Let the water and the blood,
(= Biarlah air
dan darah,)
From Thy riven side which flowed, (= yang mengalir dari rusuk /
sisiMu yang terluka,)
Be of sin the double cure,
(= menjadi
penyembuhan / pengobatan ganda bagi dosa,)
Cleanse me from its guilt and
power (= mencuci aku dari kesalahan dan
kuasanya).
Satu pertanyaan
yang perlu dipertanyakan adalah: adakah hubungan antara ‘darah dan air’
di sini dengan ‘air dan darah’ dalam 1Yoh 5:6a?
1Yoh 5:6a - “Inilah Dia yang telah datang dengan
air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air
dan dengan darah”.
F.F. Bruce
menjawab pertanyaan ini sebagai berikut:
“... it is doubtful whether there
is any direct correlation between the ‘water and blood’ of 1John 5:6,8, and the
‘blood and water’ mentioned here” (= ... adalah
meragukan apakah ada hubungan langsung antara ‘air dan darah’ dari 1Yoh 5:6,8
dan ‘darah dan air’ yang disebutkan di sini).
Tetapi Calvin
dan banyak penafsir lain beranggapan bahwa ay 34 ini memang sangat
berhubungan dengan 1Yoh 5:6.
c) Satu lagi arti yang diberikan
oleh banyak penafsir tentang darah dan air yang keluar dari rusuk Yesus ialah
bahwa ini menunjukkan kalau Yesus betul-betul adalah manusia. Ini untuk
menentang pandangan dari ajaran yang disebut Docetism, yang mengatakan bahwa
Yesus hanya kelihatannya saja mempunyai tubuh manusia.
5) Pencatatan peristiwa ini oleh Yohanes (ay
35).
a) Ay 35 ini kelihatannya
menunjukkan bahwa peristiwa dalam ay 34 adalah sesuatu yang luar biasa.
Charles
Haddon Spurgeon:
“... he took care to report it
with a special note” (= ... ia berhati-hati untuk
melaporkannya dengan catatan khusus) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal
667.
Adanya ay 35
ini menyebabkan dari banyak pandangan mengapa dari rusuk Yesus bisa keluar
darah dan air itu, saya lebih condong pada pandangan yang bersifat luar biasa
(pandangan no 1 atau no 6).
b) Tujuan Yohanes menuliskan ini
adalah supaya orang percaya kepada Yesus (ay 35).
6) Tanpa disadari oleh tentara Romawi yang
menombak Yesus itu, tindakan-nya ini menggenapi nubuat Kitab Suci / Perjanjian
Lama tentang Yesus. Ini terlihat dari ay 37 yang mengutip dari Zakh 12:10.
a) Ini menunjukkan adanya Providence of God yang mengatur semua
ini.
Charles
Haddon Spurgeon:
“That which lies immediately
before us was a complicated case; for if reverence to the Saviour would spare
his bones, would it not also spare his flesh? If a coarse brutality pierced his
side, why did it not break his legs? How can men be kept from one act of
violence, and that an act authorized by authority, and yet how shall they
perpetrate another violence which had not been suggested to them? ... The hand
of the Lord is here, and we desire to praise and bless that omniscient and
omnipotent Providence which thus fulfilled the word of revelation. God hath
respect unto his own word, and while he takes care that no bone of his Son
shall be broken, he also secures that no text of Holy Scripture shall be
broken” (= Apa yang terletak di depan
kita adalah suatu kasus yang rumit; karena jika rasa hormat kepada Juruselamat
menyebabkan tulangNya tidak dipatahkan, bukan-kah rasa hormat itu juga akan
membiarkan dagingNya? Jika kebrutalan yang kasar menikam sisi / rusukNya,
mengapa kebrutalan itu tidak mematahkan kakiNya? Bagaimana seseorang bisa ditahan
dari suatu tindakan kekerasan / kekejaman, dan itu merupakan tindakan untuk
mana ia diberi hak oleh orang yang berwenang, tetapi bagaimana ia bisa
melakukan kekerasan / kekejaman yang lain yang tidak dianjurkan kepadanya? ...
Tangan Tuhan ada di sini, dan kami ingin memuji dan memuliakan Providence yang
mahatahu dan mahakuasa yang dengan demikian menggenapi kata-kata wahyu. Allah
menghormati FirmanNya sendiri, dan sementara Ia memperhatikan supaya tidak ada
tulang AnakNya yang dipatahkan, Ia juga memastikan supaya tidak ada text Kitab
Suci yang kudus yang dipatahkan / dilanggar) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The
Passion and Death of Our Lord’, hal
668-669.
Hal lain yang
ditekankan oleh Spurgeon sehubungan dengan hal ini adalah bahwa para tentara
bertindak dengan kehendak bebas (free
will) mereka, baik pada waktu mereka tidak mematahkan kaki Yesus, maupun
pada waktu seorang dari mereka menikam Yesus dengan tombak, tetapi pada saat
yang sama mereka menggenapi ketetapan kekal dari Allah.
Charles
Haddon Spurgeon:
“They acted of their own free
will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall
we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and
free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they
are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and
foreseen of God. The fore-ordination of God in no degree interferes with the
responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two
truths. My only reply is - They need no reconciliation, for they never fell
out. Why should I try to reconcile two friends? Prove to me that the two truths
do not agree. In that request I have set you a task as difficult as that which
you propose to me. These two facts are parallel lines; I cannot make them
unite, but you cannot make them cross each other”
(= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama
mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah
bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan
kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa
sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung
jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih
dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu
tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan
dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian,
karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang
sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok.
Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya
seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang
paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa
membuat mereka bersilangan) - ‘A
Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and
Death of Our Lord’, hal 670-671.
b) Arti ay 37:
· Ini merupakan ancaman bahwa Yesus akan datang
sebagai pembalas. Bandingkan ini dengan Wah 1:7 yang berbunyi:
“Lihatlah,
Ia akan datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga
mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia.
Ya, amin”.
Perlu
diketahui bahwa ‘meratapi Dia’ dalam Wah 1:7 bukan me-nunjukkan
pertobatan, tetapi ketakutan / keputusasaan (bdk. Wah 6:12-17).
· Ini janji bahwa orang-orang Yahudi akan bertobat
/ percaya kepada Yesus (bdk. Zakh 12:10 yang menunjukkan pertobatan).
Pertobatan
orang-orang Yahudi terjadi pada hari Pentakosta (Kis 2:37-41). Bagi mereka
yang bertobat, tentu saja tidak akan mengalami Wah 1:7.
Penutup:
Maukah saudara bertobat / percaya
kepada Yesus? Sebagai penutup mari kita nyanyikan lagu ‘Rock of Ages, cleft for me’ sekali lagi, dan kali ini kita
nyanyikan semua baitnya. Sambil menyanyi, hayatilah kata-kata dalam lagu ini!
Rock
of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah
bagiku,)
Let
me hide myself in Thee; (= Biarlah aku menyembunyikan
diriku di dalamMu,)
Let
the water and the blood, (= Biarlah air dan darah,)
From
Thy riven side which flowed,
(= yang mengalir dari rusuk / sisiMu yang terluka,)
Be
of sin the double cure, (= menjadi penyembuhan /
pengobatan ganda bagi dosa,)
Cleanse
me from its guilt and power. (= mencuci aku dari kesalahan dan
kuasanya).
Not
the labors of my hands,
(= bukan pekerjaan tanganku,)
Can
fulfill Thy law’s demands;
(= Dapat memenuhi tuntutan hukumMu;)
Could
my zeal no respite know,
(= Andaikata semangatku tidak mengenal istirahat,)
Could
my tears forever flow,
(= Andaikata airmataku mengalir selama-lamanya,)
All
for sin could not atone;
(= Semua itu tidak bisa menebus dosa;)
Thou
must save, and Thou alone.
(= Engkau harus menyelamatkan, dan Engkau saja).
Nothing
in my hand I bring,
(= Tidak ada yang kubawa dalam tanganku,)
Simply
to Thy cross I cling;
(= Hanya kepada salib aku berpegang;)
Naked,
come to Thee for dress,
(= Telanjang, datang kepadaMu untuk pakaian,)
Helpless,
look to Thee for grace;
(= Tak berdaya, memandangMu untuk kasih karunia;)
Foul,
I to the fountain fly,
(= Kotor, Aku terbang kepada air mancur,)
Wash
me, Saviour, or I die!
(= Cucilah aku, Juruselamat, atau aku mati).
While
I draw this fleeting breath,
(= Sementara waktu aku menarik nafas penghabisan,)
When
mine eyes shall close in death,
(= Ketika mataku tertutup dalam kematian,)
When
I soar to worlds unknown,
(= Ketika aku terbang ke dunia tak dikenal,)
See
Thee on Thy judgment throne,
(= melihatMu pada tahta penghakimanMu,)
Rock
of Ages, cleft for me, (= Batu karang jaman, celah
bagiku,)
Let
me hide myself in Thee. (= Biarlah aku menyembunyikan
diriku di dalamMu.)
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar