Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Gal 3:3-4
- “(3)
Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang
mengakhirinya di dalam daging? (4) Sia-siakah semua yang telah kamu alami
sebanyak itu? Masakan sia-sia!”.
Jawaban
saya:
Kata-kata
terakhir dari ayat ini, yaitu ‘masakan sia-sia!’ justru menunjukkan bahwa hal
itu tidak mungkin terjadi! Dan Paulus menuliskan surat
Galatia
dengan tujuan supaya kemurtadan mereka tidak terjadi. Kalau toh ada yang
betul-betul murtad dari jemaat Galatia,
itu pasti orang kristen KTP, karena orang kristen yang sejati tidak mungkin
murtad (1Yoh 2:19).
Jawaban
ini juga berlaku untuk ayat-ayat lain dalam surat
Galatia,
yang seakan-akan menunjukkan bahwa mereka murtad (Gal 1:6 4:9-11
5:2-4,7).
5) Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap
orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari
terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak
mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang
kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari
padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Ini
orang-orang yang benar, yang sudah percaya dan selamat, sebab:
1. Ini sambungan dari ayat 21 dan 22,
yaitu tentang orang-orang yang sudah percaya, sudah menyeru nama Tuhan, sebab
itu sudah selamat (Rom 10:10). ...
2. Dari buah-buah pelayanan yang disebutkan
di sini, kita melihat dengan jelas bahwa ini adalah orang-orang yang percaya,
sudah lahir baru, sudah selamat. Semua dilakukan di dalam nama Yesus dengan
sungguh-sungguh.
3. Mereka membuang setan dengan nama Tuhan
Yesus. Kalau seseorang hanya dengan main-main memakai nama Yesus untuk mengusir
setan, pasti gagal seperti Kis 19:13. Jadi mereka ini adalah orang-orang yang
sungguh-sungguh percaya.
4. Mereka membuat mujizat dengan nama
Tuhan, ini orang-orang yang betul. Andaikata mereka tidak satu golongan dengan
kita, mereka tetap diakui Tuhan (Mrk 9:38-40/ Luk 9:49-50). Jadi
orang-orang yang disebut di sini, pastilah orang-orang yang sudah percaya
(sudah selamat), sudah pernah sungguh-sungguh ikut Tuhan.
5. Lima
Anak Dara yang Bodoh.
Mat
25:11-13 Kemudian daripada itu datang pula anak dara yang lain itu sambil
berkata: Ya Tuan, ya Tuan, bukakanlah kiranya kami pintu. Tetapi ia menjawab
serta berkata: Sesungguhnya aku berkata kepadamu: Tiada aku kenal kamu. Sebab
itu hendaklah kamu berjaga-jaga, karena tiada kamu ketahui akan hari atau
waktunya.
Jawaban
Tuhan bagi 5 anak dara ini sama seperti jawaban Tuhan dalam Mat 7:23. Jawaban
ini diberikan kepada 5 anak dara yang bodoh. Siapakah 5 anak dara yang bodoh
ini? Apakah mereka orang yang belum percaya pada Tuhan Yesus? Mustahil! Mereka
sudah bersama-sama dengan yang lain pergi menyambut pengantin Laki-laki, mereka
berpakaian sama seperti 5 anak dara yang pintar. Mereka juga mempunyai minyak
dalam pelitanya yang sama-sama menyala dengan teman-temannya yang pandai, sebab
itu tidak mungkin mengartikan 5 anak dara yang bodoh ini sebagai orang yang
belum percaya, tidak mungkin! Lima
anak dara ini adalah orang-orang yang sudah percaya pada Tuhan Yesus, sudah
mempunyai pelita = pelayanan yang tertentu (Wah 2:5), sudah bersinar, sudah
penuh Roh Kudus, sudah dimeteraikan dan mempunyai pakaian yang sama, tetapi
mereka ditolak dari Kerajaan Sorga seperti Matius 7:23. Mereka inilah
orang-orang yang mulai dengan Roh, tetapi mengakhirinya dengan kedagingan,
mulai bersinar tetapi sesudah itu menjadi gelap” - ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’, hal 87-89.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Kesimpulan:
Mat 7:23 ini bukan tentang orang-orang yang tidak pernah diselamatkan, tetapi
justru tentang orang-orang yang pernah selamat bahkan dipakai Tuhan dengan
heran, tetapi tidak berjaga-jaga, akhirnya undur dalam dosa dan kejahatannya
sampai mati, sehingga mereka masuk dalam kebinasaan kekal” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 91.
Jawaban saya:
a) Penafsiran Pdt. Jusuf B. S.
ini tidak mempedulikan kontext dari Mat 7:21-23 itu yang jelas-jelas
berbicara tentang nabi-nabi palsu. Mari kita membaca text tersebut mulai dari
ay 15nya.
Mat 7:15-23 - “(15)
‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar
seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari
buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari
semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang
baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan
buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah
yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.
(19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang
dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21)
Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22)
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah
kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan
banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus
terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari
padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Jadi kontextnya
ini menunjukkan bahwa mereka adalah serigala yang buas tetapi menyamar sebagai
domba. Karena itu tidak heran bahwa dilihat dari luar / secara lahiriah, mereka
terlihat seperti orang kristen. Ingat bahwa lalang mirip dengan gandum.
b) Bahwa dalam Kis 19:13
orang-orang itu tidak bisa mengusir setan dengan nama Yesus, tidak berarti
bahwa selalu harus demikian. Ingat bahwa setan itu begitu cerdik, sehingga ia mempunyai
banyak taktik. Pada saat itu ia merasa bahwa yang terbaik baginya adalah tidak
keluar dari orang yang dirasuknya dan bahkan lalu memukuli orang yang
menengkingnya. Tetapi pada kali-kali yang lain, ia bisa saja menganggap bahwa
lebih baik keluar dari orang yang dirasuknya, supaya banyak orang percaya
kepada nabi palsu yang menengkingnya. Dengan demikian justru ia ‘mendapatkan
lebih banyak jiwa’.
c) Lima anak dara yang bodoh dalam Mat 25:1-13
itu jelas juga menggambarkan orang kristen KTP. Orang kristen yang sejati tidak
biasanya disebut ‘bodoh’ dalam Kitab Suci. Disamping itu, lima anak dara yang bodoh itu hanya
kelihatannya saja siap menyambut mempelai laki-laki. Bahwa mereka tidak membaca
cadangan minyak, menunjukkan bahwa persiapan mereka sama sekali tidak memadai.
Juga bahwa mereka tadinya mempunyai minyak dalam pelita / lampu mereka, tidak
boleh dialegorikan sebagai Roh Kudus, karena kalau minyak itu diartikan sebagai
Roh Kudus, lalu apa artinya ‘cadangan minyak’ / ‘minyak dalam buli-buli’ (ay 4)
yang dibawa oleh lima gadis yang bijaksana? Juga apa artinya ‘membeli minyak’
dan ‘penjual minyak’ (ay 9-10a)?
d) Dalam Mat 7:23 itu Tuhan
berkata bahwa Ia bukan sekedar ‘tidak mengenal’ mereka, tetapi ‘tidak pernah
mengenal’ mereka.
Mat 7:23 - “Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat
kejahatan!’”.
Kalau
orang-orang itu pernah percaya dan akhirnya murtad, maka Tuhan tidak bisa
berkata ‘tidak pernah mengenal’. Ia seharusnya berkata: ‘Dahulu Aku mengenal
kamu, tetapi sekarang tidak’.
Terhadap hal
ini Pdt. Jusuf B. S. memberikan jawaban sebagai berikut:
Pdt. Jusuf
B. S.: “Mengapa tidak pernah dikenal? Ini istilah Alkitab
(kata-kata Allah) untuk semua orang yang sudah dibuang dari hadapan Allah, itu
dilupakan sama sekali, tidak diingat lagi seperti tidak pernah dikenal!
Misalnya:
1. Hidup yang tidak pernah dinajiskan.
Wahyu
3:4 Tetapi di Sardis ada beberapa orang yang tidak mencemarkan pakaiannya;
mereka akan berjalan dengan Aku dalam pakaian putih, karena mereka
adalah layak untuk itu.
Tidak
menajiskan, tidak pernah berdosa? Semua orang pernah berdosa, bahkan sesudah
percaya (kecuali ia sudah sempurna dengan mutlak). Mengapa beberapa orang-orang
di Sardis disebut dengan kata-kata ini. Inilah orang-orang yang sudah
dilepaskan dari dosa, dosa-dosanya sudah dibuang, dihapus begitu bersih, oleh
darah Yesus, sehingga menjadi seolah-olah tidak pernah menajiskan pakaiannya.
Allah lupa akan keadaan orang-orang itu sebelum bertobat; Seolah-olah Allah
tidak pernah mengenal keadaan pribadi mereka sebelum bertobat, sehingga mereka
dikenal Allah sebagai orang-orang yang tidak pernah berdosa!
2. Allah tidak lagi ingat dosa-dosa yang sudah
diampuni. Luar biasa. Allah yang maha tahu, tahu segala-galanya dapat lupa,
tidak ingat lagi, tidak lagi mengenali dosa-dosa yang sudah ditutup darah
Yesus” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 89.
Jawaban saya:
1. Jemaat Sardis itu tidak
dikatakan ‘tidak
pernah mencemarkan pakaiannya’, tetapi ‘tidak mencemarkan
pakaiannya’. Pdt. Jusuf B. S. menambahkan kata ‘pernah’
dalam penafsiran / penjelasannya. Ia seharusnya memperhatikan ancaman dalam Wah
22:18-19 bagi orang-orang yang mengurangi atau menambahi Kitab Suci.
2. Kitab Suci tidak pernah
mengatakan bahwa Allah lupa akan dosa-dosa yang sudah diampuni. Kitab Suci
mengatakan ‘tidak mengingat-ingat’
(Yes 43:25 Yer 31:34 Ibr 10:17) dan ini berbeda dengan ‘lupa’.
‘Tidak
mengingat’ merupakan suatu tindakan sengaja dan berada di dalam kontrol
si pelaku, dan ini berbeda dengan ‘lupa’, yang merupakan
tindakan yang tidak disengaja dan berada di luar kontrol si pelaku.
3. Bahwa Allah ‘tidak mengingat’
dosa kita, tidak bisa dikatakan bahwa Ia ‘tidak pernah mengetahui’ dosa
kita. Ia tahu, tetapi tidak mau mengingat-ingat dosa-dosa itu. Ini berbeda
dengan Mat 7:23 yang secara jelas mengatakan ‘tidak pernah mengenal’.
6) Adanya banyak ayat Kitab Suci yang memberikan
peringatan terhadap kemurtadan.
Misalnya:
Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya
akan selamat”.
Dalam Kitab Suci
masih ada banyak ayat lain yang sejenis / yang memberikan peringatan terhadap
kemurtadan seperti Mat 10:22 Kol
1:23 Ibr 2:1 Ibr 3:14
Ibr 6:11. Juga dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang mendorong orang
kristen untuk bertekun sampai akhir seperti 1Kor 15:2 Wah 2:10. Secara implicit ini menunjukkan
bahwa orang kristen bisa tidak bertahan sampai akhir (murtad), sehingga
kehilangan keselamatannya.
Jawaban saya:
a) Orang kristen yang sejati pasti akan bertahan
sampai akhir, karena:
·
penulis surat
Ibrani mengatakan dalam Ibr 10:38-39 - “(38) Tetapi
orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka
Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita (orang kristen yang sejati)
bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa,
tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”. Ini
menunjukkan bahwa orang kristen yang sejati pasti akan bertahan sampai akhir.
·
1Yoh 2:19 - “Memang mereka
berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada
kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka
tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata,
bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”. Ini
jelas menunjukkan bahwa yang murtad itu pasti orang kristen KTP.
b) ‘Jaminan keselamatan’ tidak
bertentangan dengan ‘perintah untuk bertekun sampai akhir / larangan murtad’.
Sekalipun kita
dijamin tidak akan kehilangan keselamatan kita, tetapi kita tetap diberi
tanggung jawab untuk bertekun sampai akhir dan memelihara keselamatan kita.
Untuk
menjelaskan tentang hal ini saya akan memberikan suatu illustrasi dari Kitab
Suci, yaitu dari Kis 27:22-34 - “(22) Tetapi sekarang, juga dalam
kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab
tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23)
Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah
sebagai milikNya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus!
Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua
orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena
engkau. (25) Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya
kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan
kepadaku. (26) Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.’
(27) Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing
di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa
mereka telah dekat daratan. (28) Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan
ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka
menduga lagi dan ternyata lima
belas depa. (29) Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu
karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap
mudah-mudahan hari lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk
melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah
mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus
berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di
kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu prajurit-prajurit itu memotong
tali sekoci dan membiarkannya hanyut. (33) Ketika hari menjelang siang, Paulus
mengajak semua orang untuk makan, katanya: ‘Sudah empat belas hari lamanya kamu
menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku
menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu.
Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut
kepalanya.’”.
Jadi, cerita
Kitab Suci ini menunjukkan bahwa Allah mengirim malaikat yang memberikan Firman
Tuhan yang menjamin keselamatan (jasmani) semua mereka, kecuali kapalnya
(ay 23-24). Dan Paulus percaya penuh akan Firman Tuhan yang telah ia
terima itu (ay 22,25,34b), tetapi itu tidak menyebabkan Paulus hanya berdiam
diri, beriman, berdoa saja! Sekalipun ada Firman Tuhan yang menjamin
keselamatan mereka, tetapi Paulus tetap memberikan nasehat supaya Firman
Tuhan / janji Tuhan itu terjadi.
1. Ay 26: Paulus menasehati
mereka untuk mendamparkan kapal di salah 1 pulau. Perhatikan kata ‘namun’ dan
‘harus’ (ay 26).
2. Ay 31: Paulus menasehati
perwira dan prajurit untuk tidak membiarkan anak-anak kapal melarikan diri.
Perhatikan kata-kata ‘Jika ..., kamu tidak mungkin selamat’ (ay 31).
3. Ay 33-34: Paulus
menasehati mereka untuk makan. Perhatikan bahwa sekalipun ia yakin akan
keselamatan mereka (ay 34b), ia tetap berkata ‘ini perlu untuk
keselamatanmu’ (ay 34a).
Jadi, sekalipun
ada janji Tuhan dan kita percaya janji itu, itu tidak berarti bahwa kita tidak
perlu berusaha supaya janji itu tergenapi!
Contoh:
·
Janji bahwa Allah akan mencukupi hidup kita
(Mat 6:25-34) tidak berarti bahwa kita tidak perlu bekerja untuk mencari
nafkah (bdk. 2Tes 3:10b) ataupun mengatur pengeluaran kita dengan
bijaksana.
·
Janji bahwa orang kristen tidak akan kehilangan
keselamatannya (Yoh 10:27-29 Ro 5:9-10 1Kor 1:8-9 2Kor 1:21-22 Fil 1:6
1Yoh 2:18-19), tidak berarti bahwa kita tidak perlu berusaha untuk
setia, untuk memelihara keselamatan dan menjauhi hal-hal yang membinasakan
(bdk. Wah 2:10b Mat 24:13).
7) Fil 2:12 - “Hai
saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah
kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu
aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir”.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Mengapa
sampai takut dan gentar kalau keselamatan tidak bisa hilang?!” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 48.
Jawaban saya:
a) Ini sama seperti no 6 di
atas. Adanya jaminan keselamatan tidak membuang tanggung jawab kita dan tidak
berarti bahwa kita boleh hidup seenaknya sendiri.
b) Calvin mengatakan kata-kata
Paulus dalam Fil 2:12 itu dimaksudkan untuk membuang keyakinan yang
berlebihan pada diri sendiri, yang menyebabkan kita hidup secara sombong dan
ceroboh / tidak waspada. Calvin juga mengatakan bahwa ada rasa takut yang
menyebabkan kita ragu-ragu, dan ada rasa takut yang membangkitkan kerendahan
hati. Yang diinginkan oleh Paulus tentu saja adalah yang kedua.
8) Ibr 10:38-39 - “(38) Tetapi
orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka
Aku tidak berkenan kepadanya.’ (39) Tetapi kita bukanlah orang-orang yang
mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh
hidup”.
Pdt. Jusuf B. S.
(hal 47-48) menggunakan text ini untuk menunjukkan adanya orang-orang yang
mengundurkan diri sehingga binasa.
Jawaban saya:
a) Menurut saya merupakan
sesuatu yang bodoh untuk menggunakan text ini untuk mendukung pandangan
Arminian, karena text ini, khususnya ay 39nya, justru menunjukkan bahwa
orang percaya tidak akan mengundurkan diri dan binasa.
b) Kalau ay 38nya
memberikan semacam ancaman kepada orang-orang yang mengundurkan diri, maka saya
menjawab dengan cara yang sama seperti pada no 6 di atas, yaitu bahwa
adanya jaminan keselamatan tidak berarti bahwa kita tidak harus berusaha supaya
tetap selamat.
Charles Hodge (tentang 1Kor 10:12): “Neither the members of the church nor the elect can be saved unless
they persevere in holiness; and they cannot persevere in holiness without
continual watchfulness and effort”
(= Tak ada anggota-anggota gereja ataupun orang-orang pilihan yang bisa
diselamatkan kecuali mereka bertekun dalam kekudusan; dan mereka tidak bisa
bertekun dalam kekudusan tanpa berjaga-jaga dan usaha yang terus menerus).
9) 2Pet 2:20-22 - “(20) Sebab jika
mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus, telah
melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di
dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk dari pada yang semula. (21) Karena
itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan
Kebenaran dari pada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah
kudus yang disampaikan kepada mereka. (22) Bagi mereka cocok apa yang dikatakan
peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang
mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.
Bagian ini
lagi-lagi diartikan oleh Pdt. Jusuf B. S. sebagai orang kristen yang sejati
yang murtad.
Jawaban saya:
Bagian ini jelas
sekali berbicara tentang orang kristen KTP, karena:
a) Kontext dari 2Pet 2 itu berbicara
tentang nabi-nabi palsu (bacalah 2Pet 2 itu mulai dari ay 1nya). Dan
pembicaraan tentang nabi-nabi palsu itu terus berlangsung sampai akhir dari
2Pet 2 itu, yaitu ay 20-22.
Dengan
menafsirkan orang-orang ini sebagai orang kristen yang sejati, lagi-lagi Pdt.
Jusuf B. S. menafsirkan tanpa mempedulikan kontextnya.
b) Mereka tetap disebut sebagai
‘anjing’ dan ‘babi’ (ay 22). Sebutan ini tidak pernah digunakan untuk menunjuk
kepada orang kristen yang sejati.
Jadi, kata-kata
‘telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia’ (ay 20) dan ‘mengenal
jalan kebenaran’ (ay 21) harus diartikan secara lahiriah. Jadi, secara lahiriah
mereka telah meninggalkan dosa-dosa mereka dan mengenal jalan kebenaran /
kekristenan, tetapi mereka belum pernah betul-betul percaya dan menerima Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
10)Mat 12:43-45
- “(43)
Apabila roh jahat keluar dari manusia, iapun mengembara ke tempat-tempat yang
tandus mencari perhentian. Tetapi ia tidak mendapatnya. (44) Lalu ia berkata: Aku
akan kembali ke rumah yang telah kutinggalkan itu. Maka pergilah ia dan
mendapati rumah itu kosong, bersih tersapu dan rapih teratur. (45) Lalu ia
keluar dan mengajak tujuh roh lain yang lebih jahat dari padanya dan mereka
masuk dan berdiam di situ. Maka akhirnya keadaan orang itu lebih buruk dari
pada keadaannya semula. Demikian juga akan berlaku atas angkatan yang jahat
ini”.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Dalam
ayat-ayat ini terlihat jelas bahwa dengan kuasa Allah hati orang itu sudah
dibersihkan. Ini berarti ia sudah masuk Kerajaan Allah dan selamat. Lukas 11:20
Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan
Allah sudah datang kepadamu (sudah masuk kerajaan Allah!). Tetapi orang-orang
seperti ini masih bisa undur kembali sehingga hatinya penuh dengan 8 setan.
Orang seperti ini, kalau sampai mati tidak bertobat, binasa; hilang
keselamatannya.” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 48.
Jawaban saya:
Rumah itu
dikatakan ‘kosong’ karena tidak adanya Roh Kudus dalam orang itu, dan ini
menunjukkan bahwa ia bukanlah orang kristen yang sejati. Kata-kata ‘bersih
tersapu dan rapih teratur’ maksudnya adalah ‘bersih tersapu dan rapih teratur bagi
setan’. Jadi maksudnya adalah: kehidupan orang itu adalah sedemikian rupa
(tidak belajar Firman Tuhan, tidak pernah berdoa / berbakti dsb), sehingga
hatinya menjadi tempat yang cocok / menyenangkan bagi setan. Jelas ini tidak
mungkin menggambarkan orang kristen yang sejati!
11) Doktrin yang mengatakan bahwa
keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap bertentangan dengan kebebasan
manusia.
Jawaban saya:
a) Di surga nanti kita juga
tidak bisa berbuat dosa; apakah itu berarti free will hilang?
Loraine
Boettner: “No one
denies that the redeemed in heaven will be preserved in holiness. Yet if God is
able to preserve His saints in heaven without violating their free agency, may
He not also preserve His saints on earth without violating their free agency?” (= Tak seorangpun menyangkal
bahwa orang-orang yang ditebus di surga akan dijaga dalam kekudusan. Kalau
Allah mampu untuk menjaga / memelihara orang-orang kudusNya di surga tanpa
melanggar kebebasan mereka, tidak bisakah Ia juga menjaga / memelihara
orang-orang kudusNya di bumi tanpa melanggar kebebasan mereka?) -
Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 184.
b) Dalam kasus Yunus, apakah ia
kehilangan free will? Mengapa Tuhan tak ijinkan ia lari terus, tetapi ‘memaksa’
dia untuk melakukan perintah Allah?
c) Malaikat-malaikat sekarang
ini juga tidak mungkin berbuat dosa. Apakah itu berarti tak ada free will?
d) Pada saat Tuhan menjaga
supaya orang kristen yang sejati tidak murtad, Ia tidak memaksa kehendak
mereka, seakan-akan mereka ingin murtad tetapi dihalangi oleh Tuhan. Tuhan
bekerja melalui kehendak mereka, sehingga mereka sendiri tidak ingin murtad.
Jadi mereka tetap merupakan manusia yang bebas.
e) Kalau seseorang mempunyai
anak, dan anak itu mau bunuh diri, atau menggunakan narkoba, atau melakukan
sesuatu yang lain apapun yang sangat buruk, tidakkah orang tua yang baik akan mencegah
tindakan itu kalau mereka bisa melakukannya? Lalu mengapa kita harus percaya
bahwa Allah, demi ‘free will’, harus membiarkan anak-anakNya yang mau murtad?
12)Doktrin
yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang ini dianggap menyebabkan
orang kristen berani hidup dalam dosa dan tidak mau memikul salib, sehingga
akhirnya justru binasa / masuk neraka.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Peluang
untuk berdosa. Menurut ‘teori’ Calvin’ ini: Sekali selamat tetap selamat.
Keselamatan tidak dapat hilang, sekalipun seseorang berbuat dosa, hanya
pahalanya yang hilang. ... Teori ini membuat orang berani memilih dan main-main
dalam dosa, toh selamat” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 29.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Memang
mereka tidak mengajar orang untuk berdosa, tetapi jelas sekali bahwa ‘Teori’
ini memberi peluang untuk berdosa. Seolah-olah dosa bukan penghalang untuk
masuk Kerajaan Surga, padahal jelas sekali Firman Tuhan berkata: Dosa tidak
boleh masuk Surga (1Kor 6:9-10/ Gal 5:19-21/ Ef 5:5/ Wah 21:8,27/ 22:15). Tuhan
Yesus datang dalam dunia ini karena dosa (Yoh 1:29). Supaya manusia lepas dan
bebas dari dosa (Mat 1:21/ Yoh 8:36/ 1Yoh 3:6-9). Teori-teori manusiawi ini
yang memberi peluang untuk berbuat dosa, itu sangat bertentangan dengan Firman
Tuhan yang sangat tegas terhadap dosa. Mereka berkata: Dosa yang paling
dahsyatpun, paling-paling dihukum seperti 1Kor 5:5/ 1Tim 1:20, tetapi tetap
selamat, masuk surga. Ini salah!” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 30-31.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Dosa
tidak boleh masuk Surga. Orang yang tidak bertobat, di dalam negeri yang
semata-mata betul (Surga) akan tetap berbuat salah lagi, sebab itu ditolak oleh
Tuhan. Tidak masuk Surga!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal
31.
Ia lalu mengutip
Yes 26:10 dari terjemahan lama: “Jikalau dilakukan kasihan kepada
orang fasik, tiada juga ia belajar membuat barang yang benar, melainkan salah
jua perbuatannya di dalam negeri yang semata-mata betul (berontak lagi di Surga),
dan tiada dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Teori
Calvin dapat memberi kesimpulan: Tidak perlu pikul salib, tetap selamat! ...
Kalau berbuat dosa tidak apa-apa, tetap selamat, hanya pahalanya hilang
(menurut teori Calvin, bukan menurut Firman Tuhan!) dengan mudah salib
ditinggalkan. Buat apa pikul salib? Sebab itu orang-orang Calvinis ini akan
lebih mudah memilih melazatkan daging, nikmat untuk daging ... Bagi orang
Kristen yang cinta daging dan dunia, teori Calvin dapat menenangkan perasaan
hati, bahkan dapat menghanguskannya, sehingga walau berdosa berlapis-lapis
senang juga hatinya (Ams 14:16) sebab toh selamat. ... Teori ini seperti candu,
merusak habis-habisan sampai binasa dan orangnya tidak merasa, tahu-tahu
sesudah mati berada di Neraka!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’,
hal 32,33,34.
Jawaban saya:
a) Injil itu sendiri, yang
mengatakan bahwa semua dosa kita telah dibayar oleh Kristus, juga bisa
menyebabkan orang-orang tertentu untuk lalu sengaja berbuat dosa. Dalam hal
ini, yang salah bukan ajarannya, tetapi oknumnya!
b) Adanya jaminan keselamatan
justru menyebabkan seseorang makin merasakan kasih Allah, dan ini seharusnya
menyebabkan ia makin mencintai dan mentaati Tuhan.
R. L. Dabney:
“Such a gift of
redemption as the Calvinist represents is far nobler and more gracious, and
hence elicits more love and gratitude, which are the noblest motives, the
strongest and best. ... It is love and confidence, not selfish fear, which
most effectually stimulates Christian effort” (= Karunia penebusan seperti
itu, yang digambarkan oleh orang Calvinist jauh lebih mulia dan lebih murah
hati, dan karena itu mendatangkan lebih banyak kasih dan syukur, yang merupakan
motivasi-motivasi yang paling mulia, paling kuat dan paling baik. ... Kasih
dan keyakinanlah, bukan rasa takut yang bersifat egois, yang secara paling
effektif mendorong / menggairahkan usaha Kristen) - ‘Lectures
in Systematic Theology’, hal 697,698.
Catatan:
‘rasa takut yang bersifat egois’ itu mungkin ia tujukan terhadap orang-orang
Arminian, yang mentaati Tuhan karena takut kehilangan keselamatannya.
Terhadap hal
ini Pdt. Jusuf B. S. berkata sebagai berikut: “Seorang Pendeta
(R. Hendrata) menceritakan pengalamannya sebagai berikut: Ada seorang direktur pabrik gula (di Jawa)
yang sukses dan kaya. Ia (orang Belanda) mengangkat anak. Anak ini sangat beruntung
di rumah bapak angkatnya, lebih-lebih dengan pendidikan dan kemewahan orang
barat. Ia disayang dan dilengkapi segala kebutuhannya. Tentu seharusnya ia
sangat berterima kasih. Sesudah dewasa, ternyata anak angkat ini membunuh bapak
angkatnya hanya karena hendak mengambil kepala sabuk dari emas yang dipakai
bapak angkatnya. Orang-orang menyesali anak ini. Ia sudah sangat beruntung
boleh menjadi anak angkatnya, sekarang justru membunuh bapak angkatnya. ... Ada lagi seorang pemilik
toko yang mengangkat anak dari anak pembantu rumah tangganya. Sesudah anak itu
menjadi dewasa dan selesai sekolah, pemilik toko ini berharap anak angkatnya
ini bisa ikut membantu toko dan gudangnya. Ia diberi juga kunci gudang.
Ternyata tidak lama sesudah kunci gudang sampai ke dalam tangannya, mulailah
kecurangannya. Setiap kali barang-barang di gudang diam-diam dijual keluar
dengan harga lebih murah, dan uangnya masuk ke dalam kantong pribadi anak
angkat ini. Betapa orang tua angkatnya menyesal mengetahui hal ini. Anak ini sudah
menikmati kebaikan orang tua angkatnya, tetapi tidak
menyenangkan mereka. Contoh-contoh ini untuk menyadarkan kita bahwa rasa syukur
karena keyakinan selamat ‘yang tipis ini’ (sebab siapa yang tahu dengan
pasti keputusan Allah tentang dirinya?) tidak akan cukup, apa lagi kalau
digerogoti kehendak daging yang dibiarkan ...” - ‘Keselamatan tidak
bisa hilang?’, hal 36,37.
Saya
berpendapat bahwa ini merupakan jawaban / argumentasi yang tidak alkitabiah,
karena hanya mengandalkan suatu kejadian, bukan ayat Kitab Suci. Disamping itu,
contoh-contoh yang ia berikan itu berbeda dengan kasus kita sebagai orang
kristen, karena dalam kasus kita, ada Roh Kudus yang memimpin dan menopang
kita.
c) Jangan menganggap bahwa
ajaran Calvinisme yang mengatakan bahwa keselamatan tidak bisa hilang
menyebabkan orang Calvinist tidak mempunyai rasa takut. Perhatikan kata-kata
Dabney di bawah ini.
R. L. Dabney:
“when the Arminian would be led
by a backsliding, to fear he had fallen from grace, the Calvinist would be led,
just as much, to fear he never had had any grace; a fear much more wholesome
and searching than the erring Arminian’s. For this alarmed Calvinist would see,
that, while he had been flattering himself he was advancing heavenward, he was,
in fact, all the time in the high road to hell; and so now, if he would not be
damned, he must make a new beginning, and lay better foundations than his old
ones (not like the alarmed Arminian, merely set about the same old ones)” [= pada saat seorang Arminian
mengalami kemunduran, ia akan dibimbing oleh rasa takut bahwa ia telah jatuh
dari kasih karunia; seorang Calvinist yang mengalami kemunduran, bisa dibimbing
juga dengan rasa takut, bahwa ia tidak pernah mempunyai kasih karunia; dan rasa
takut seperti ini lebih sehat / bermanfaat dan lebih menyebabkan ia mencari /
menyelidiki dirinya sendiri dari pada rasa takut yang salah dari orang
Arminian. Karena orang Calvinist yang takut ini akan melihat bahwa sementara ia
sedang mengumpak dirinya sendiri bahwa ia sedang menuju ke surga, dalam
faktanya ia senantiasa sedang ada di jalan besar menuju neraka; dan sekarang,
jika ia tidak mau dihukum, ia harus membuat permulaan yang baru, dan meletakkan
fondasi yang lebih baik dari pada yang lama (tidak seperti orang Arminian yang
takut, yang semata-mata memulai hal lama yang sama lagi)] - ‘Lectures
in Systematic Theology’, hal 697.
d) Pdt. Jusuf B. S. menggunakan
Yes 26:10 untuk mendukung pandangannya, tetapi ia sengaja memilih
Terjemahan Lama supaya ayat itu bisa sesuai dengan pandangannya.
Yes 26:10
(TL) - “Jikalau
dilakukan kasihan kepada orang fasik, tiada juga ia belajar membuat barang yang
benar, melainkan salah jua perbuatannya di dalam negeri yang semata-mata
betul, dan tiada dipandangnya akan kebesaran Tuhan”.
Yes 26:10
(TB) - “Seandainya
orang fasik dikasihani, ia tidak akan belajar apa yang benar; ia akan berbuat
curang di negeri di mana hukum berlaku, dan tidak akan melihat kemuliaan
TUHAN”.
KJV/RSV/NASB: ‘in the land of uprightness’ (= di negeri
kelurusan / kebenaran).
NIV: ‘in a land of
uprightness’ (= di suatu negeri kelurusan /
kebenaran).
Jelas bahwa dalam
terjemahan-terjemahan yang lain, kata ‘semata-mata’ itu tidak ada. Dalam bahasa
Ibraninya juga tidak ada. Dan memang ayat ini tidak berbicara tentang surga,
tetapi tentang Yerusalem yang dipulihkan.
13) 1Kor 9:27 - “Tetapi
aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan
Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Ada orang yang menganggap bahwa ayat ini
menunjukkan bahwa Paulus takut kehilangan keselamatannya, dan karena itu,
jelaslah bahwa keselamatan bisa hilang!
Jawaban saya:
Pandangan
seperti itu salah, karena ayat ini terletak dalam kontex yang berbicara tentang
pertandingan lari, dan yang dipersoalkan adalah hadiah / mahkota / pahala.
1Kor 9:24-27
- “(24)
Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut
berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena
itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! (25) Tiap-tiap orang yang
turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.
Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita
untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. (26) Sebab itu aku tidak berlari
tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (27) Tetapi
aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan
Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak”.
Karena itu, yang
ditakutkan oleh Paulus dalam ayat ini bukanlah kehilangan keselamatannya,
tetapi kehilangan pahalanya!
Karena itu maka
NIV menterjemahkan sebagai berikut: “No, I beat my body and make it my slave
so that after I have preached to others, I myself will not be disqualified for
the prize” (= Tidak, aku menguasai tubuhku dan membuatnya hambaku
supaya setelah aku berkhotbah kepada orang-orang lain, aku sendiri tidak
didiskwalifikasi untuk hadiahnya).
Harus diakui
bahwa dalam bahasa aslinya, kata-kata ‘for the prize’ itu tidak ada.
Tetapi, kontexnya membenarkan penafsiran seperti itu!
14)Kalau
keselamatan tidak bisa hilang maka setan tidak akan menyerang manusia
mati-matian.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Kalau
keselamatan tidak bisa hilang, kalau semua orang sudah ditentukan selamat atau
binasa secara sepihak oleh Allah, maka Iblis dan kawan-kawannya tidak perlu
ngotot mencari mangsa, sia-sia! ... Tetapi bagaimana dalam kenyataannya? Iblis
berusaha mati-matian hendak menjatuhkan semua orang, istimewanya yang
penting-penting” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 26-27.
Ia lalu mengutip
Luk 22:31-32 - “(31) Simon, Simon, lihat, Iblis
telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, (32) tetapi Aku telah berdoa
untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah
insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.’”.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Jadi
secara tidak langsung, dari sikap dan cara kerja ilbis dan kawan-kawannya kita
dapat menyimpulkan bahwa tidaklah betul kalau Allah secara sepihak menentukan
lebih dahulu keselamatan setiap orang. Orang-orang beriman masih mungkin hilang
keselamatannya dan kemungkinan inilah yang dipakai Iblis baik-baik”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 27.
Jawaban saya:
a) Iblis itu tekun, Tuhan Yesus saja terus
dicobai (bdk. Luk 4:13).
b) Kalaupun ia tidak bisa
membatalkan keselamatan orang-orang pilihan / percaya, ia bisa membuat mereka
menderita, mengganggu mereka dalam pelayanan / penginjilan dan ketaatan,
sehingga mereka jatuh ke dalam dosa, dan dengan demikian menyakiti hati Allah.
Karena itu ia tetap menyerang orang percaya.
15)Kemurtadan
Salomo (1Raja 11:1-43).
a) Pembicaraan tentang dosa Salomo sudah
dimulai pada 1Raja 10:
1. 1Raja 10:14-25,27 - ia
mengumpulkan emas dan perak.
2. 1Raja 10:26,28-29 - ia
mengumpulkan banyak kuda dan kereta.
Dan sekarang
dalam 1Raja 11, ia mempunyai banyak istri.
1Raja 11:3
- Salomo mempunyai 700 istri dan 300 gundik (semua ini mungkin merupakan
bilangan hasil pembulatan).
Bagaimanapun
juga, dan apapun alasannya, semua ini bertentangan dengan Ul 17:14-17.
b) Yang menjadi tekanan dari
dosa Salomo dalam 1Raja 11 ini bukanlah banyak istri, tetapi
‘banyak istri asing’. Ini bertentangan dengan larangan Tuhan dalam
ay 2a: “padahal tentang bangsa-bangsa itu TUHAN telah
berfirman kepada orang Israel:
‘Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan merekapun janganlah bergaul dengan
kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah
mereka.’”. Bdk. Kel 34:12-16
Ul 7:1-5.
c) Mentoleransi penyembahan
berhala oleh para istri asing tersebut di negaranya.
d) Pada masa tuanya Salomo
tertarik kepada penyembahan berhala dari para istri asing tersebut, dan bahkan
ia mendirikan kuil bagi berhala-berhala tersebut (1Raja 11:3-8).
Ada beberapa hal yang
ingin saya bahas dalam persoalan kejatuhan Salomo ke dalam penyembahan berhala
ini:
1. Sampai sejauh mana kemurtadan
/ penyembahan berhala yang dilakukan oleh Salomo?
Adam Clarke
mengatakan bahwa Salomo betul-betul murtad sejauh mungkin.
Adam Clarke:
“He seems to have gone as far in
iniquity as it was possible” (= Kelihatannya ia telah pergi /
berjalan di dalam dosa sejauh hal itu memungkinkan) - hal 427.
Tetapi
kebanyakan penafsir tidak sependapat dengan Adam Clarke.
Albert Barnes
(hal 178) mengatakan bahwa Salomo tidak pernah betul-betul murtad.
Poole (hal 679) mengatakan bahwa kemurtadan Salomo bukan
berarti bahwa ia berubah pikiran tentang Allah, tetapi bahwa ia menjadi dingin
/ suam. Juga ia mengijinkan dan bahkan membangun kuil-kuil berhala, dan mungkin
kadang-kadang ikut secara lahiriah dalam upacara-upacara berhala.
Pulpit
Commentary: “The text does not
limit Solomon’s polygamy to the time of old age, but his idolatrous leanings.
I say ‘leanings’ for it is doubtful to what extent Solomon himself took part in
actual idolatry” (= Text ini tidak membatasi
polygamynya Salomo pada masa tuanya, tetapi membatasi kecondongan
penyembahan berhalanya. Saya mengatakan ‘kecondongan’ karena diragukan sampai
sejauh mana Salomo sendiri ikut serta dalam penyembahan berhala yang
sungguh-sungguh) - hal 221.
Alasannya:
a. Tidak pernah dikatakan bahwa
Salomo ‘served’ [= melayani /
beribadah; Ibrani: dbafA (ABAD)]
allah lain, suatu ungkapan / istilah yang selalu digunakan untuk penyembahan
berhala. Bdk. 1Raja 16:31
22:53 2Raja 16:3 dan sebagainya.
b. Kalau ia memang menyembah
berhala, maka dosanya lebih besar dari pada dosa Yerobeam (1Raja 12:29).
Lalu mengapa selanjutnya bukan dosa Salomo, tetapi dosa Yerobeam, yang selalu
dijadikan patokan dari kejahatan, seperti dalam 1Raja 15:34 16:2,19,26,31
22:53 dan sebagainya?
c. Kata-kata ‘tidak
dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN / mengikuti TUHAN’
(1Raja 11:4,6) menunjukkan bahwa Salomo tidak sepenuhnya meninggalkan
Tuhan.
d. Kalau ia betul-betul murtad,
bagaimana mungkin dikemudian hari kehidupannya, bersama-sama dengan kehidupan
Daud, masih tetap dijadikan teladan?
2Taw 11:17
- “Demikianlah
mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin
Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti
jejak Daud dan Salomo”.
Salomo memang
ikut membangun kuil, dan itu jelas salah, tetapi ia tidak pernah betul-betul
ikut menyembah berhala. Perhatikan 1Raja 11:7-8, yang menunjukkan bahwa
Salomo hanya membangun kuilnya, tetapi para istri asing itulah yang
mempersembahkan korban kepada berhala / dewa mereka.
Pulpit
Commentary: “It was not actual
idolatry. True, Solomon built altars, but he built them for his wives (vers.
7,8).” [= Itu bukan betul-betul
penyembahan berhala. Memang benar bahwa Salomo membangun altar-altar / mezbah-mezbah,
tetapi ia membangun altar-altar / mezbah-mezbah itu untuk istri-istrinya (ay
7,8)] - hal 223.
Pulpit
Commentary: “the distinction,
so far as the sin is concerned, between this and actual idolatry is a fine one.
It is not implied, however, that Solomon ever discarded the worship of Jehovah”
(= Mengenai dosa yang dipersoalkan, perbedaan antara dosanya ini dan
penyembahan berhala yang sungguh-sungguh, merupakan perbedaan yang tipis.
Tetapi bagaimanapun text itu tidak menunjukkan bahwa Salomo pernah membuang
penyembahan kepada Yehovah) - hal 222.
2. Problem 1Raja 11:33:
apakah ayat ini menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh ke dalam penyembahan
berhala?
Ayat ini adalah
ayat satu-satunya yang seolah-olah menunjukkan bahwa Salomo betul-betul jatuh
ke dalam penyembahan berhala secara pribadi.
1Raja 11:33:
“Sebabnya
ialah karena ia telah meninggalkan Aku dan sujud menyembah kepada
Asytoret, dewi orang Sidon, kepada Kamos, allah orang Moab dan kepada Milkom,
allah bani Amon, dan ia tidak hidup menurut jalan yang Kutunjukkan
dengan melakukan apa yang benar di mataKu dan dengan tetap mengikuti segala
ketetapan dan peraturanKu, seperti Daud, ayahnya”.
Tetapi
sebetulnya belum tentu, karena ayat ini salah terjemahan. Terjemahan Kitab Suci
Indonesia
diambil dari LXX / Septuaginta (= Perjanjian Lama yang sudah diterjemahkan ke
bahasa Yunani) yang dalam seluruh ayat ini menggunakan bentuk tunggal.
Bandingkan dengan terjemahan KJV di bawah ini.
KJV: ‘Because that they
have forsaken me, and have worshipped Ashtoreth the goddess of
the Zidonians, Chemosh the god of the Moabites, and Milcom the god of the
children of Ammon, and have not walked in my ways, to do [that which is]
right in mine eyes, and [to keep] my statutes and my judgments, as [did] David his
father’ (= Karena mereka telah
meninggalkan Aku, dan telah menyembah Asytoret dewi orang Sidon, Kamos dewa
orang Moab, Milkom dewa bangsa Amon, dan telah tidak berjalan dalam jalanKu,
melakukan apa yang benar di mataKu, dan memelihara hukum-hukumKu dan penghakimanKu,
seperti yang dilakukan oleh Daud, bapanya).
Jadi KJV
menterjemahkan hampir seluruh ayat itu dalam bentuk jamak, kecuali bagian
terakhir dari ayat itu.
Pulpit
Commentary: “But the plural is
to be retained, the import being that Solomon was not alone in his idolatrous
leanings; or it may turn our thoughts to the actual idolaters - his wives -
whose guilt he shared. The singular looks as if an alteration had been made to
bring the words into harmony with the context, and especially with the concluding words of this
verse, ‘David his father.’” (= Tetapi bentuk
jamak itu harus dipertahankan, maksudnya adalah bahwa Salomo tidak sendirian
dalam kecondongannya pada penyembahan berhala; atau itu bisa mengarahkan
pikiran kita kepada penyembah-penyembah berhala yang sesungguhnya -
istri-istrinya - dengan siapa ia ikut bersalah. Bentuk tunggal kelihatannya
seakan-akan suatu perubahan telah dibuat untuk mengharmoniskan kata-kata ini
dengan kontext, dan khususnya dengan kata-kata penutup dari ayat ini, ‘Daud,
bapanya’) - hal 236-237.
Saya sendiri
beranggapan bahwa kata-kata ‘mereka meninggalkan Aku’
tidak bisa diterapkan kepada istri-istri asing tersebut, karena mereka belum
pernah mengenal / mengikut Tuhan. Jadi itu harus diterapkan kepada Salomo dan
istri-istrinya yang bukan orang asing / penyembah berhala.
Demikian juga
dengan kata-kata pada bagian akhir ay 33 itu - ‘telah tidak berjalan dalam jalanKu,
melakukan apa yang benar di mataKu, dan memelihara hukum-hukumKu dan
penghakimanKu’.
Ini semua hanya berlaku untuk Salomo dan istri-istrinya yang bukan orang
asing / penyembah berhala, dan tidak berlaku untuk istri-istri asing Salomo.
Kalau demikian,
maka bisa juga diambil kebalikannya, yaitu dengan menerapkan kata-kata ‘telah menyembah’ hanya kepada para istri asing
tersebut, dan tidak kepada Salomo.
Salomo memang mungkin sekali ikut
dalam upacara / kebaktian penyembahan berhala itu, tetapi jelas bahwa hatinya
tidak sungguh-sungguh mempercayai berhala-berhala tersebut. Dengan kata lain,
ia hanya ikut secara lahiriah. Bandingkan dengan Naaman dalam
2Raja 5:17-18 yang meminta ijin kepada Elisa untuk ikut sujud menyembah
kepada dewa Rimon (secara lahiriah). Saya berpendapat tindakan itu salah, dan
Elisa juga salah dalam memberikan ijin, tetapi itu tetap bukan merupakan suatu
kemurtadan. Jadi, demikian juga dengan tindakan Salomo. Kalau ia secara
lahiriah ikut menyembah dewa-dewa istri-istrinya, itu jelas merupakan suatu
kompromi yang bersifat dosa, tetapi itu bukan merupakan kemurtadan yang
sungguh-sungguh.
3. Apakah Salomo akhirnya
bertobat dari dosa-dosanya ini? 1Raja 11 ini ditutup dengan cerita tentang
kematian Salomo, tanpa menceritakan sedikitpun tentang pertobatannya.
a. Pandangan Adam Clarke: Salomo
tidak pernah bertobat sampai akhir hidupnya, dan ia binasa dalam dosanya (tidak
diselamatkan).
Adam Clarke:
“This dismal account has a more
dismal close still; for, in the same place in which we are informed of his
apostasy, we are informed of his death, without the slightest intimation that
he ever repented and turned to God” [= Cerita yang
menyedihkan ini mempunyai penutup yang lebih menyedihkan; karena di tempat yang
sama (pasal yang sama)
dimana kita diberi informasi tentang kemurtadannya, kita juga diberi informasi
tentang kematiannya, tanpa petunjuk sedikitpun bahwa ia pernah bertobat dan
berbalik kepada Allah] - hal
433.
Adam Clarke:
“It is true that what is wanting
in fact is supplied by conjecture; for it is firmly believed that ‘he did
repent, and wrote the book of Ecclesiastes after his conversion, which is a
decided proof of his repentance.’” (= Memang benar
bahwa apa yang dalam faktanya tidak ada disuplai oleh suatu dugaan; karena
dipercaya secara teguh bahwa ‘ia memang bertobat, dan menuliskan kitab
Pengkhotbah setelah pertobatannya, yang merupakan suatu bukti yang nyata /
pasti tentang pertobatannya’) - hal
433.
Adam Clarke:
“I am sorry I cannot strengthen
this opinion; of which I find not the shadow of a proof”
(= Saya minta maaf bahwa saya tidak bisa menguatkan pandangan ini; tentang mana
saya tidak bisa menemukan bayangan dari bukti) - hal 433.
Clarke lalu
memberikan beberapa hal untuk menentang pandangan tersebut:
·
Kitab Pengkhotbah sekalipun berbicara tentang
banyak kesia-siaan tetapi sama sekali tidak berbicara tentang kesia-siaan dari
penyembahan berhala, yang merupakan dosa / kemurtadan Salomo.
·
Kitab Pengkhotbah tidak menggunakan kata-kata
dari orang yang bertobat dari dosa yang hebat / kejatuhan yang dalam, karena
sama sekali tidak ada pengakuan dosa di dalamnya dan sama sekali berbeda dengan
Maz 51, yang merupakan doa pengakuan dosa dari Daud.
·
Diragukan bahwa Salomo menulis kitab
Pengkhotbah, karena dalam beberapa bagian terlihat bahwa itu berasal dari jaman
sesudah Salomo (Clarke, hal 434).
·
Terhadap pandangan yang mengatakan bahwa Salomo
merupakan type dari Kristus dan karena itu ia pasti selamat, Clarke mengatakan:
*
ia tidak menganggap Salomo sebagai type dari
Kristus.
*
seandainya ia memang type dari Salomo, itu tidak
membuktikan pertobatan / keselamatannya, karena ular tembaga yang jelas
merupakan type dari Kristus (Yoh 3:14-15), akhirnya dihancurkan karena disembah
(2Raja 18:4).
Adam Clarke:
“Typical persons and typical
things may perish as well as others; the antitype alone will infallibly remain”
(= Orang-orang atau hal-hal / benda-benda yang merupakan type bisa binasa
seperti yang lain; hanya anti typenya saja yang tertinggal secara mutlak)
- hal 434.
Adam Clarke:
“there seems every evidence that
he died in his sins. ... there is not a single testimony in the Old or New
Testament that intimates he died in a safe state”
(= kelihatannya ada setiap bukti bahwa ia mati dalam dosa-dosanya. ... tidak
ada satupun kesaksian dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru yang
menunjukkan bahwa ia mati dalam keadaan selamat) - hal 434.
Adam Clarke:
“That awful denunciation of
Divine justice stands point blank in the way of all contrary suppositions: ‘If
thou forsake the Lord, he will cast thee off for ever,’ 1Chron. 28:9. He did
forsake the Lord; and he forsook him in his very last days; and there is no evidence
that he ever again clave to him” (= Ancaman yang
mengerikan dari keadilan Ilahi berada secara langsung di jalan dari semua
anggapan yang bertentangan: ‘Jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang
engkau untuk selamanya’, 1Taw 28:9. Ia memang meninggalkan Tuhan; dan Ia
meninggalkannya pada hari-hari terakhirnya; dan tidak ada bukti bahwa ia pernah
berpegang kepadaNya lagi) - hal
434.
1Taw 28:9
(kata-kata Daud) - “Dan engkau, anakku Salomo,
kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan
dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat
dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi
jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya”.
Adam Clarke:
“Reader, let him that standeth
take heed lest he fall; not only foully but finally. Certainly, unconditional
final perseverance will find little support in the case of Solomon. He was once
most incontrovertibly in grace. He lost that grace and sinned most grievously
against God. He was found in this state in his old age. He died, as far as the
Scripture informs us, without repentance. Even the doubtfulness in which the
bare letter of the Scripture leaves the eternal state of this man, is a blast
of lightning to the syren song of ‘Once in grace, and still in grace;’ ‘Once a
child, and a child for ever.’” (= Pembaca, siapa
yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh;
bukan hanya jatuh secara buruk, tetapi jatuh pada akhirnya / sampai akhir.
Jelas bahwa ketekunan akhir yang tidak bersyarat tidak menemukan dukungan dalam
kasus Salomo. Bahwa ia pernah berada dalam kasih karunia merupakan sesuatu yang
tidak dapat dibantah. Ia kehilangan kasih karunia itu dan berdosa secara sangat
menyedihkan terhadap Allah. Ia didapati dalam keadaan ini pada masa tuanya. Ia
mati, sejauh yang Kitab Suci informasikan kepada kita, tanpa pertobatan. Bahkan
keragu-raguan dimana huruf-huruf telanjang dari Kitab Suci menyerahkan keadaan
kekal dari orang ini, merupakan suatu ledakan petir bagi nyanyian ... (?)
‘Sekali dalam kasih karunia, dan tetap dalam kasih karunia’; ‘Sekali seorang
anak, dan seorang anak selama-lamanya’.) - hal 434.
Alasan lain
yang dipakai untuk menunjukkan bahwa Salomo tidak bertobat adalah: seandainya
ia bertobat, ia pasti akan menghancurkan kuil-kuil yang ia bangun, tetapi
kenyataannya semua itu masih ada setelah kematiannya. 2Raja 23:13 - “Bukit-bukit
pengorbanan yang ada di sebelah timur Yerusalem di sebelah selatan bukit
Kebusukan dan yang didirikan oleh Salomo, raja Israel, untuk Asytoret, dewa
kejijikan sembahan orang Sidon, dan untuk Kamos, dewa kejijikan sembahan Moab,
dan untuk Milkom, dewa kekejian sembahan orang Amon, dinajiskan oleh raja”.
Matthew Poole
(hal 768) menafsirkan ini bukan sebagai apa yang didirikan oleh Salomo, karena
itu sudah dihancurkan pada saat ia bertobat, tetapi lalu diatasnya didirikan
lagi oleh orang lain, di tempat yang sama, dan untuk penggunaan yang sama,
sehingga disebut dengan nama Salomo.
Catatan:
Memang di antara jaman Salomo dan jaman Yosia yang melakukan apa yang tertulis
dalam 2Raja 23:13 ini, ada jaman Yehu, yang menghancurkan semua berhala,
kecuali anak lembu yang dibuat oleh Yerobeam (2Raja 10:26-29). Maka adalah
aneh kalau bukit-bukit yang didirikan oleh Salomo belum dihancurkan dan
bertahan sampai jaman Yosia.
b. Penafsir-penafsir lain
kelihatannya tidak ada yang setuju dengan Adam Clarke. Hampir semua beranggapan
bahwa Salomo bertobat dan diselamatkan.
Matthew Poole
menganggap Salomo bertobat dan diselamatkan. Alasannya:
·
Matthew Poole: “We
read nothing of the repentance of Adam, Noah, after his drunkenness, Lot, Samson, Asa, &c.; shall we therefore conclude
they were all damned? The silence of the Scripture is a very weak argument in
matters of history” (= Kita tidak pernah membaca
tentang pertobatan Adam, Nuh, setelah ia mabuk, Lot, Simson, Asa, dsb; apakah
karena itu kita akan menyimpulkan bahwa mereka semua dihukum? Diamnya Kitab
Suci merupakan suatu argumentasi yang lemah dalam persoalan-persoalan sejarah)
- hal 682.
·
Poole
menambahkan bahwa kalau ia bertobat, dan Kitab Suci tidak menceritakan sehingga
ada keraguan tentang nasib akhirnya, maka itu menjadi sesuatu yang membuat
takut orang-orang kristen sehingga tidak sembarangan berbuat dosa.
·
Bahwa ia bertobat bisa terlihat secara implicit
dari bagian setelah Salomo mati, dimana jalannya dan jalan Daud digabungkan
menjadi satu sebagai teladan.
2Taw 11:17
- “Demikianlah
mereka memperkokoh kerajaan Yehuda dan memperkuat pemerintahan Rehabeam bin
Salomo selama tiga tahun, karena selama tiga tahun mereka hidup mengikuti
jejak Daud dan Salomo”.
·
Kitab Pengkhotbah yang ditulis oleh Salomo
setelah pertobatannya, menunjukkan pertobatan tersebut.
Pulpit
Commentary: “We need not
attempt to solve the purely speculative question as to whether he ever
recovered from his fall; his later writings suggest at least the hope that
it was so” (= Kita tidak perlu mencoba
untuk menyelesaikan pertanyaan yang sepenuhnya bersifat spekulasi berkenaan
dengan apakah ia pernah pulih dari kejatuhannya; tulisan-tulisannya pada masa
belakangan sedikitnya menunjukkan harapan bahwa ia memang pulih / bertobat)
- hal 231.
Keil &
Delitzsch: “Whether Solomon
turned to the Lord again with all his heart, a question widely discussed by the
older commentators ... cannot be ascertained from the Scriptures. If the
Preacher (Koheleth) is traceable to Solomon so far as the leading thoughts are
concerned, we should find in this fact an evidence of his conversion, or at
least a proof that at the close of his life Solomon discovered the vanity of
all earthly possessions and aims, and declared the fear of God to be the only
abiding good, with which a man stand before the judgment of God”
(= Apakah Salomo berbalik kepada Tuhan lagi dengan segenap hatinya, suatu
pertanyaan yang didiskusikan secara meluas oleh penafsir-penafsir kuno ...
tidak bisa dipastikan dari Kitab Suci. Jika kitab Pengkhotbah bisa ditelusuri
jejaknya sampai kepada Salomo sejauh pokok-pokok utamanya yang dipersoalkan,
kita harus mendapatkan dalam fakta ini suatu bukti dari pertobatannya, atau
sedikitnya suatu bukti bahwa pada akhir hidupnya Salomo menemukan kesia-siaan
dari semua milik dan tujuan duniawi, dan menyatakan rasa takut kepada Allah
sebagai satu-satunya hal baik yang menetap, dengan mana seseorang berdiri di
hadapan penghakiman Allah) - hal 182,183.
Catatan:
terhadap argumentasi Clarke di atas yang mengatakan bahwa dalam kitab
Pengkhotbah tidak disebutkan tentang kesia-siaan dari penyembahan berhala, dan
juga tidak ada pengakuan dosa / permintaan ampun, saya menjawab sebagai
berikut:
*
penjahat yang bertobat di kayu salib juga tidak
diceritakan bahwa ia mengaku dosa, minta ampun dan sebagainya. Tetapi tetap ia
dianggap betul-betul bertobat!
*
pertobatan dari pemungut cukai (Luk 18:13),
yang juga tidak membicarakan korupsi / penindasan yang ia lakukan, tetapi ia
toh diampuni / dibenarkan.
*
Maz 51 itu sendiri, yang merupakan doa
pengakuan dosa raja Daud, sama sekali tidak menyinggung tentang perzinahan
(dengan Batsyeba) dan pembunuhan (terhadap Uria) yang ia lakukan.
Catatan:
perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 dalam Kitab Suci Indonesia, yang memang
membicarakan perzinahannya dengan Batsyeba, sebetulnya tidak termasuk dalam
Kitab Suci. Itu mungkin hanya merupakan catatan tambahan dari ahli Taurat yang
menyalin manuscript / naskah. Dalam Kitab Suci bahasa Inggris bagian-bagian
seperti itu selalu diletakkan di headnote (catatan kepala).
*
kitab Pengkhotbah memang bukan merupakan suatu
doa pengakuan dosa seperti Maz 51. Tetapi dari isinya kita bisa melihat sikap
hati Salomo.
Matthew
Poole: “And therefore we
have reason to conclude that Solomon did repent, and was saved”
(= Dan karena itu kita mempunyai alasan untuk menyimpulkan bahwa Salomo memang
bertobat, dan diselamatkan) - hal 682.
Tetapi
bagaimana tentang kata-kata Daud dalam 1Taw 28:9 - “Dan engkau, anakku
Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas
dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala
niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu,
tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk
selamanya”?
Mungkin Daud
sengaja memperkeras kata-katanya, untuk membuat Salomo lebih sungguh-sungguh
dalam mengikut Tuhan.
Saya sendiri
ingin menambahkan satu hal lagi yang mendukung keselamatan dari Salomo, yaitu
2Sam 7:12-16 (kata-kata Tuhan melalui nabi Natan kepada Daud) - “(12)
Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama
dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian,
anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. (13) Dialah yang akan
mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk
selama-lamanya. (14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila
ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai
orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih
setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada
Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. (16) Keluarga dan kerajaanmu
akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapanKu, takhtamu akan kokoh untuk
selama-lamanya.’”.
Kata-kata ‘kasih
setiaKu’ diterjemahkan berbeda-beda:
KJV: ‘my mercy’ (= belas kasihanKu).
RSV: ‘my steadfast love’ (= kasih setiaKu).
NIV: ‘my love’ (= kasihKu).
NASB: ‘My lovingkindness’ (= kebaikan dari kasihKu).
Dalam
tafsirannya tentang bagian ini Adam Clarke berkata: “he
shall have affliction, but his government shall not be utterly subverted. But
this has a higher meaning. ... His house shall be a lasting house, and he shall
die in the throne of Israel, his children succeeding him; and the spiritual
seed, Christ, possessing and ruling in that throne to the end of time. The
family of Saul became totally extinct; the family of David remained till the
incarnation” (= ia akan mendapatkan
penderitaan, tetapi pemerintahannya tidak akan ditumbangkan sepenuhnya. Tetapi
bagian ini mempunyai arti yang lebih tinggi. ... Keluarganya akan ada
selama-lamanya, dan ia akan mati di takhta Israel, keturunannya
menggantikannya; dan benih / keturunan rohani, Kristus, memiliki dan memerintah
di takhta itu sampai akhir jaman. Keluarga Saul punah secara total; keluarga
Daud tetap ada sampai inkarnasi) - hal 325.
Saya
berpendapat bahwa ia menghindari kata-kata dari text ini, dan menujukannya
hanya untuk keadaan jasmani dari Salomo, dan menerapkannya secara penuh untuk
Yesus Kristus.
Memang dalam
text tersebut ada bagian-bagian yang ditujukan kepada Kristus, tetapi bagian
yang saya garis bawahi dari text itu tidak mungkin ditujukan kepada Kristus,
karena berbicara tentang ‘kesalahan’ dan ‘hukuman
Tuhan baginya’. Itu hanya bisa diterapkan / ditujukan kepada Salomo.
Tentang hal
ini Clarke (hal 327) mengatakan bahwa kata-kata ‘to commit iniquity’ (= melakukan kejahatan) bisa diterjemahkan ‘to suffer for iniquity’ (= menderita
untuk kejahatan). Juga ia berpendapat bahwa kata ‘iniquity’ (= kejahatan) bisa diterjemahkan ‘punishment’ (= hukuman). Jadi, ia lalu mengubah kata-kata ‘if he commit iniquity’ (= jika ia
melakukan kejahatan) menjadi ‘even in his
suffering for iniquity’ (= bahkan dalam penderitaannya untuk kejahatan).
Juga kata-kata
‘Aku
akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang
diberikan anak-anak manusia’ diartikan oleh Clarke sebagai menunjuk
kepada penderitaan Kristus dalam memikul dosa / hukuman kita (bdk. Yes 53:4-5).
Dengan demikian, menurut Clarke, bagian ini cocok untuk Mesias.
Adam Clarke:
“if the Messiah be the person
here meant, as suffering innocently for the sins of others, Solomon cannot be”
(= jika sang Mesias adalah orang yang dimaksudkan di sini, yang menderita
secara tak bersalah untuk dosa-dosa orang-orang lain, maka tentu bukan Salomo
yang dimaksud) - hal 327.
Tetapi
terjemahannya ini:
·
sepanjang yang saya ketahui tidak didukung oleh
terjemahan Kitab Suci manapun, bahkan tidak oleh Living Bible ataupun Good News
Bible.
·
menjadi sangat tidak cocok dengan kontext, yang
mengkontraskan Salomo (yang sekalipun berdosa, tetapi tidak ditinggalkan oleh
Tuhan) dengan Saul (yang ditinggalkan Tuhan karena berdosa).
Adam Clarke
menambahkan lagi: “Many have applied
these verses and their parallels to support the doctrine of unconditional final
perseverance; but with it the text has nothing to do; and were we to press it,
... the doctrine would most evidently be ruined, for there is neither proof nor
evidence of Solomon’s salvation” (= Banyak orang
yang menerapkan ayat-ayat ini dan ayat-ayat paralelnya untuk mendukung doktrin
dari ketekunan akhir yang tak bersyarat; tetapi text itu tidak mempunyai
hubungan dengan doktrin itu; dan seandainya kita mau memaksakannya, ... doktrin
ini justru akan hancur, karena tidak ada bukti dari keselamatan Salomo)
- hal 325.
Keil &
Delitzsch: “It is very
obvious, from all the separate details of this promise, that it related
primarily to Solomon, and had a certain fulfilment in him and his reign. ...
But in his old age Solomon sinned against the Lord by falling into idolatry;
and as a punishment for this, after his death his kingdom was rent from his
son, not indeed entirely, as one portion was still preserved to the family for
David’s sake (1Kings 11:9 sqq.). Thus the Lord punished him with rods of
men, but did not withdraw from him His grace”
[= Adalah sangat jelas, dari semua detail-detail yang terpisah dari janji ini,
bahwa itu secara terutama berhubungan dengan Salomo, dan mempunyai penggenapan
tertentu dalam dia dan pemerintahannya. ... Tetapi pada masa tuanya Salomo berdosa
terhadap Tuhan dengan jatuh ke dalam penyembahan berhala; dan sebagai hukuman
untuk ini, setelah kematiannya kerajaannya disobek dari anaknya, memang tidak
seluruhnya, karena satu bagian masih ada pada keluarga tersebut demi Daud
(1Raja 11:9dst). Demikianlah Tuhan menghukumnya dengan rotan dari manusia,
tetapi tidak menarik kasih karuniaNya darinya] - hal 346.
Kelihatannya
Keil & Delitzsch ini menganggap bahwa kata-kata ‘kasih setiaKu
tidak akan hilang dari padanya’ hanya menunjuk pada fakta bahwa Salomo
tetap menjadi raja sampai mati, dan demikian juga dengan keturunannya sampai
jaman Yesus berinkarnasi. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata itu tidak
mungkin hanya mempunyai arti jasmani / duniawi saja. Adalah aneh untuk
mengatakan bahwa Tuhan tidak menjauhkan kasih / kasih setiaNya dari Salomo,
tetapi Salomo masuk neraka.
Kesimpulan:
Cerita tentang ‘kemurtadan’ Salomo ini tidak menunjukkan bahwa orang percaya
yang sejati bisa murtad dan terhilang / binasa, karena:
·
Salomo tidak betul-betul murtad secara total.
Bdk. Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan
muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat,
sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.
Kata-kata ‘sekiranya
mungkin’ jelas menunjukkan bahwa itu tidak mungkin terjadi.
·
Salomo akhirnya bertobat dan diselamatkan.
IV) Sedikit tambahan dari ajaran Pdt. Jusuf B. S.
Rupanya Pdt.
Jusuf B. S. juga menyadari akan adanya begitu banyak ayat Kitab Suci yang
menunjukkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu bagaimana ia menafsirkan
semua ini? Ada
beberapa hal yang ia berikan ‘untuk mengatasi’ hal ini:
1) Ia berkata supaya orang kristen tidak kuatir
akan kehilangan keselamatannya, karena keselamatan itu tidak mudah hilang.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Sebaliknya
jangan takut kehilangan keselamatan. Allah tidak bekerja separuh hati. Adalah
kehendak Allah supaya kita tetap selamat, pasti! (2Pet 3:19/ Yoh 3:16).
Sekalipun manusia tidak setia, Allah tetap tinggal setia (2Tim 2:13). Jangan
ragu-ragu akan kesetiaan Allah (Fil 1:6/ Yoh 13:1). Jangan mau dituduh iblis.
Sekalipun sumbu tinggal berasap, Tuhan masih mau menyalakannya. Bahkan cabang
yang terkulai tidak dipatahkan (Mat 12:20). Tuhan tidak ingin seorangpun
binasa. Jangan mau ditipu dan dituduh setan! Sehingga ragu-ragu akan
kesungguhan dan jaminan Allah bagi orang yang tinggal di dalam Kristus”
- ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 66.
Pdt. Jusuf B.
S.: ‘Keselamatan
itu bisa hilang; tetapi orang beriman yang mau tetap selamat, tidak akan
kehilangan keselamatannya” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal
73.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Sesungguhnya
keselamatan yang diberikan Allah itu tidak mudah hilang, ... ” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 75.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Jadi
keselamatan itu tidak mudah hilang, jangan kuatir atau ragu-ragu, asal kita mau
tetap percaya dan bertekun sampai ke akhir. Allah sudah siap menolong kita
sampai ke akhir, dan Dia sanggup!” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 79-80.
Tanggapan saya:
Pdt. Jusuf B. S.
berkata: ‘Jangan mau dituduh iblis. ... Jangan mau ditipu dan dituduh setan!’.
Saya pikir kata-katanya ini aneh. Bukankah yang dalam sepanjang bukunya
mengatakan bahwa keselamatan bisa hilang itu adalah dia sendiri? Mengapa
sekarang menyalahkan setan / iblis? Saya pikir dialah setan / ilbisnya yang
membuat orang kristen ragu-ragu akan keselamatannya!
2) Ia membagi orang kristen menjadi 3 bagian,
sesuai dengan bagian-bagian Kemah Suci / Bait Allah, yang ia alegorikan:
a) Orang kristen halaman.
Pdt. Jusuf B.
S.: “Kristen
Halaman adalah orang Kristen yang tetap tinggal kanak-kanak, tidak tumbuh,
terus jatuh bangun dalam dosa. Inilah orang Kristen duniawi, yang tidak
sungguh-sungguh bertobat atau suam. ... Orang Kristen Halaman itu terus
berubah-ubah, sebentar dingin sebentar panas. Ia terus tertuduh oleh
dosa-dosanya, yang tidak kunjung lepas, sebab itu juga kepastian keselamatannya
itu masih goyah, kadang-kadang yakin sudah selamat, kadang-kadang tertuduh dan
ragu-ragu. Memang Roh Kudus tidak bisa meyakinkan dengan kuat keselamatannya
kalau hidupnya melawan Roh. Sebab itu orang-orang Kristen yang terus tinggal di
Halaman seringkali keyakinannya goyah. Tetapi kalau ia tumbuh terus, biasanya
keyakinan akan tetap mantap. ... Golongan Halaman ini memang rawan, seperti Israel yang terus beredar-edar di padang gurun sebab keras
hati, bersungut-sungut, tinggal dalam dosa, tinggal kanak-kanak rohani.
Kanak-kanak rohani ini memang mudah terpengaruh ajaran sesat Ef 4:14, mudah
kena godaan dunia, sering berkelahi seperti 1Kor 3:3, mudah terpancing sehingga
ditewaskan oleh kejahatan. Jadi masa depan orang-orang Halaman itu tidak tentu.
Sulit mengatakan tentang orang-orang Halaman, apakah mereka bisa setia sampai
ke akhir, sedangkan ‘hari ini’ saja hatinya masih bercabang. Sebab itu jangan
tinggal kanak-kanak rohani, tetapi meningkatlah lebih tinggi” -
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68,69.
b) Orang kristen Ruangan Suci.
Pdt. Jusuf
B. S.: “Kristen Ruangan Suci adalah orang-orang Kristen
yang sungguh-sungguh seperti carang yang terus tinggal di dalam pokok yang
benar (Yoh 15:1-8) yang selalu hidup dengan Allah, dipimpin Roh senantiasa. ...
Orang-orang yang sudah lahir baru, penuh dan dipimpin Roh itu lebih stabil.
Dalam tingkatan ini (Ruangan Suci), keyakinan selamat orang-orang ini kokoh,
pada umumnya mereka pasti selamat. Biasanya orang-orang ini bisa berkata bahwa
ia pasti selamat, kapan saja ia dipanggil Tuhan, ... Orang yang di dalam
Ruangan Suci masih bisa turun kembali ke Halaman, tetapi lebih tinggi ia
meningkat, lebih kecil kemungkinan berbalik, sekalipun kemungkinan itu masih
tetap ada” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 68,69,70.
c) Orang kristen Ruangan Maha Suci.
Pdt. Jusuf
B. S.: “Kristen Ruangan Maha Suci adalah orang-orang
Kristen yang sempurna, yang mutlak tidak lagi bisa berbuat dosa. Orang-orang
ini langsung naik ke tahta Allah” - ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, hal 68.
Tanggapan
saya:
1. Penafsiran alegoris seperti
itu salah sama sekali, dan hanya bisa muncul dari orang yang tidak mengerti
Hermeneutics (ilmu penafsiran alkitab). Apa dasarnya untuk mengatakan bahwa
bagian-bagian Kemah Suci itu menyimbolkan 3 golongan orang kristen?
2. Bagi saya, yang ia sebut
orang kristen halaman itu kelihatannya adalah orang kristen KTP, yang tentu
saja belum selamat.
3. Dimana ada orang kristen yang
sempurna, yang mutlak tidak lagi berbuat dosa, yang ia gambarkan sebagai orang
kristen Ruangan Maha Suci itu? Apakah ia memaksudkan dirinya sendiri? Siapapun
yang ia anggap sebagai orang kristen sempurna itu, jelas bertentangan dengan:
a. 1Yoh 1:10 - “Jika
kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi
pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
b. Fakta yang menunjukkan bahwa
Paulus sendiri menyadari bahwa dirinya masih terus berbuat dosa (Ro 7:15-23).
Dan karena
golongan ketiga ini tidak pernah ada dalam hidup ini, maka jelas bahwa
orang-orang Arminian tidak mempunyai keyakinan keselamatan. Setiap saat mereka
bisa saja mundur, tersesat dan lalu binasa selama-lamanya di dalam neraka.
3) Ia mengatakan 2 pernyataan (hal 69):
a) Keselamatan tidak dapat
hilang ®
SALAH.
b) Keselamatan saya tidak
dapat hilang ®
BENAR
Tanggapan
saya:
Saya heran
bagaimana seorang manusia yang berakal bisa mengeluarkan 2 pernyataan yang
bertentangan seperti ini. Kalau setiap orang kristen bisa berkata:
‘Keselamatan saya tidak dapat hilang’, bukankah semua itu menuju pada
suatu pernyataan ‘keselamatan tidak dapat hilang’ yang berlaku secara umum /
untuk semua orang kristen?
V) Serangan-serangan yang paling hebat bagi Arminianisme.
1) Kalau semua janji Tuhan dalam Injil diberi
persyaratan ‘asal orang percaya itu tidak mundur / murtad’, maka janji itu
menjadi tidak ada harganya.
Robert Louis
Dabney:
“I am well aware that the force
of these and all similar passages has been met, by asserting that in all gospel
promises there is a condition implied, viz: That they shall be fulfilled,
provided the believer does not backslide, on his part, from his gospel
privileges. But is this all which these seemingly precious words mean? Then
they mean nothing. To him who knows his own heart, what is that promise of
security worth, which offers him no certainty to secure him against his own
weakness? ‘All his sufficiency is of God.’ See also Rom. 7:21. If his enjoyment
of the promised grace is suspended upon his own perseverance in cleaving to it,
then his apostasy is not a thing possible, or probable, but certain. There is
no hope in the gospel”
(= Saya sadar bahwa kekuatan dari text-text ini dan text-text yang serupa telah
dijawab dengan menegaskan bahwa dalam semua janji-janji Injil secara implicit
ada suatu syarat, yaitu: bahwa janji-janji itu akan digenapi, asal orang
percaya itu tidak mundur, dari hak-hak injil. Tetapi apakah ini arti dari semua
kata-kata yang berharga itu? Maka janji-janji itu tidak berharga apa-apa. Bagi
dia yang mengenal hatinya sendiri, apa nilai dari janji keamanan itu, yang
tidak menawarkan kepadanya kepastian untuk mengamankan dia terhadap
kelemahannya sendiri? ‘Semua kecukupannya adalah dari Allah’. Lihat juga Ro
7:21. Jika kemungkinan menikmati kasih karunia yang dijanjikan itu tergantung
pada ketekunannya dalam berpegang kepadanya, maka kemurtadannya bukan hanya
mungkin terjadi, tetapi pasti terjadi. Maka tidak ada pengharapan dalam injil)
- ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 693-694.
Catatan:
Kutipan ayat dari 2Kor 3:5b versi KJV.
Ro 7:21 - “Demikianlah aku dapati hukum
ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku”.
Dabney lalu
menambahkan: “And
when such a condition is thrust into such a promise as that of Jno. 10:27:
‘None shall pluck them out of My hand,’ provided they do not choose to let
themselves be plucked away; are we to suppose that Christ did not know that
common Bible truth, that the only way any spiritual danger can assail any soul
successfully, is by persuasion: that unless the adversary can get the consent
of the believer’s free will, he cannot harm him? ... Surely Jesus knew this;
and if this supposed condition is to be understood, then this precious promise
would be but a worthless and pompous truism. ‘Your soul shall never be
destroyed, unless in a given way,’ and that way, the only and the common way,
in which souls are ever destroyed. ‘You shall never fall, as long as you stand
up.’” (=
Dan pada saat persyaratan seperti itu dimasukkan ke dalam suatu janji seperti
Yoh 10:27: ‘seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu’, asalkan mereka
tidak memilih untuk membiarkan diri mereka direbut; apakah kita menganggap
bahwa Kristus tidak tahu akan kebenaran umum dari Alkitab, bahwa satu-satunya
jalan melalui mana bahaya rohani bisa menyerang jiwa dengan sukses, adalah
melalui bujukan: bahwa kecuali sang musuh / setan bisa mendapatkan persetujuan
dari kehendak bebas orang percaya, ia tidak bisa menyakiti / merugikannya? ...
Jelas Yesus mengetahui hal ini; dan jika syarat ini ada dalam janji itu, maka
janji yang berharga itu menjadi tak berharga dan hanya merupakan suatu
kebenaran yang dibesar-besarkan. ‘Jiwamu tidak akan pernah dihancurkan, kecuali
dengan cara tertentu’, dan cara itu adalah satu-satunya cara dan merupakan cara
yang umum, melalui mana jiwa-jiwa dihancurkan. ‘Engkau tidak akan pernah jatuh,
selama engkau berdiri’) - ‘Lectures in Systematic Theology’,
hal 694.
Catatan:
ayat yang dimaksud sebetulnya bukan Yoh 10:27 tetapi Yoh 10:28.
Mungkin
kata-kata Dabney ini agak mbulet dan sukar dimengerti oleh orang kristen yang
tidak terbiasa dengan bahasa theologia. Karena itu saya mencoba untuk
menjelaskannya dengan kata-kata saya sendiri di bawah ini.
Kejatuhan
manusia selalu terjadi karena adanya bujukan setan yang lalu dituruti oleh
manusia. Jadi ini merupakan jalan yang umum untuk jatuh. Yesus sendiri pasti
mengetahui hal ini. Dan karena itu Ia tidak mungkin memberikan janji sebagai
berikut: ‘seorangpun
tidak akan merebut mereka dari tanganKu, asalkan mereka tidak menyerah pada
bujukan setan’. Mengapa? Karena perkecualian yang Ia berikan
justru merupakan jalan yang umum bagi manusia untuk jatuh. Dengan memberikan
perkecualian seperti ini, maka janji itu menjadi tidak ada harganya.
Illustrasi:
·
ada seseorang yang berlatih angkat besi dengan
maksud mengikuti suatu kejuaraan angkat besi. Lalu ada seorang pelatih angkat
besi yang melatihnya, dan memberinya jaminan sebagai berikut: ‘Saya menjamin
engkau pasti menang, asalkan waktu mengangkat barbel, engkau bertekun
sehingga barbel itu naik ke atas’. Bukankah ini suatu lelucon? Semua lifter
gagal dalam kejuaraan angkat besi, karena mereka tidak berhasil mengangkat
barbelnya. Dengan demikian jaminan yang ia berikan merupakan jaminan yang
kosong.
·
ada seorang pelatih sirkus yang melatih orang
untuk berjalan di atas tali. Dan ia memberikan jaminan kepada orang yang ia
latih dengan kata-kata sebagai berikut: ‘Saya menjamin engkau pasti bisa sampai
ke seberang, asal engkau tidak kehilangan keseimbanganmu’. Semua orang
tahu bahwa seorang yang berjalan di atas tali akan gagal sampai ke seberang
kalau ia kehilangan keseimbangannya. Itu jalan yang umum yang menyebabkan
seseorang tidak sampai ke seberang. Kalau pelatih itu memberikan jaminan,
dengan hal itu sebagai perkecualian, maka jaminan yang ia berikan menjadi tidak
ada harganya!
Demikian juga
adanya perkecualian / persyaratan yang diberikan oleh orang Arminian terhadap
janji-janji dari Injil, menyebabkan janji-janji Injil itu kosong dan tak
berguna.
Dabney
menambahkan lagi: “the
promise in Jer. 32:40, ... most expressly engages God to preserve believers
from this very thing - their own backsliding. Not only does He engage that He
will not depart from them, but ‘He will put His fear in their heart, so that
they shall not depart from Him.’”
(= janji dalam Yer 32:40, ... dengan cara yang paling jelas mengikat Allah
dengan janji untuk menjaga orang-orang percaya justru dari hal yang satu ini -
kemunduran mereka sendiri. Ia bukan hanya berjanji bahwa Ia tidak akan
meninggalkan mereka, tetapi ‘Ia akan menaruh rasa takutNya dalam hati mereka,
sehingga mereka tidak akan meninggalkan Dia’) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 694.
Yer 32:40 -
“Aku
akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi
mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut
kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu”.
Inilah ajaran
Reformed! Allah bukan hanya berjanji untuk menyelamatkan, tetapi juga berjanji
akan menolong mereka sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan murtad!
2) Ajaran Arminian ini menghancurkan damai,
sukacita dan kepastian dari kehidupan kristen.
A. H. Strong
mengutip kata-kata Adolph Saphir sebagai berikut:
“My objection to the Arminianism
or semi-Arminianism is not that they make the entrance very wide; but that they
do not give you anything definite, safe and real, when you have entered.
... Do not believe the devil’s gospel, which is a chance of salvation:
chance of salvation is chance of damnation” (= Keberatan saya terhadap
Arminianisme atau semi-Arminianisme bukan bahwa mereka membuat jalan masuk
sangat lebar; tetapi bahwa mereka tidak memberikan kepadamu apapun yang
pasti, aman, dan nyata, pada saat kamu masuk. ... Jangan percaya kepada injil
setan, yang merupakan suatu kemungkinan untuk selamat: kemungkinan untuk
mendapat keselamatan adalah kemungkinan untuk mendapat penghukuman)
- A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 605.
Catatan:
kata-kata Strong ini bukan main kerasnya. Ia menyebut ajaran Arminian sebagai ‘injil
setan’!
Loraine
Boettner:
“A consistent Arminian, with his
doctrine of free will and of falling from grace, can never in this life be
certain of his eternal salvation. He may, indeed, have the assurance of his present
salvation, but he can have only a hope of his final salvation. He may
regard his final salvation as highly probable, but he cannot know it as a
certainty. He has seen many of his fellow Christians backslide and perish
after making a good start. Why may not he do the same thing?” (= Seorang Arminian yang
konsisten, dengan doktrinnya tentang kehendak bebas dan kemurtadan, tidak akan
pernah dalam hidup ini mempunyai keyakinan akan keselamatan yang kekal. Ia
memang bisa mempunyai keyakinan untuk keselamatannya saat ini, tetapi ia
hanya bisa mempunyai pengharapan tentang keselamatan akhirnya. Ia bisa
menganggap keselamatan akhirnya sebagai sangat memungkinkan, tetapi ia tidak
bisa mengetahuinya sebagai suatu kepastian. Ia telah melihat banyak sesama
Kristennya mundur dan binasa setelah melakukan permulaan yang baik. Mengapa ia
tidak bisa melakukan hal yang sama?) - ‘The Reformed Doctrine
of Predestination’, hal 193.
Loraine
Boettner:
“The assurance that Christians
can never be separated from the love of God is one of the greatest comforts of
the Christian life. To deny this doctrine is to destroy the grounds for any
rejoicing among the saints on earth; for what kind of rejoicing can those have
who believe that they may at any time be deceived and led astray? ... It is not
until we duly appreciate this wonderful truth, that our salvation is not
suspended on our weak and wavering love to God, but rather upon His eternal and
unchangeable love to us, that we can have peace and certainty in the Christian
life” (=
Kepastian bahwa orang-orang Kristen tidak pernah bisa dipisahkan dari kasih
Allah adalah salah satu penghiburan terbesar dari kehidupan Kristen. Menyangkal
doktrin ini sama dengan menghancurkan dasar untuk sukacita apapun di antara
orang-orang kudus di bumi; karena jenis sukacita apa yang bisa mereka miliki
jika mereka percaya bahwa pada setiap saat mereka bisa ditipu dan disesatkan?
... Hanya kalau kita menghargai dengan seharusnya kebenaran yang hebat ini,
bahwa keselamatan tidak tergantung pada kasih kita yang lemah dan berubah-ubah
kepada Allah, tetapi pada kasihNya yang kekal dan tak berubah kepada kita, maka
kita bisa mendapatkan damai dan kepastian dalam kehidupan Kristen) -
Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal
194-195.
Alan P. F. Sell
mengutip kata-kata Thomas Watson (1620-1686) sebagai berikut:
“How despairing is the Arminian
doctrine of falling from grace! To-day a saint, to-morrow a reprobate; to-day a
Peter, to-morrow a Judas. This must needs cut the sinews of a Christian
endeavour, and be like boring a hole in a vessel: to make all the wine of joy
run out ... What comfort were it to have one’s name written in the book of
life, if it might be blotted out again? But be assured, for your comfort,
grace, if true, though never so weak, shall persevere” (= Alangkah tidak ada harapannya
doktrin Arminian tentang kemurtadan! Hari ini seorang kudus, besok seorang yang
ditetapkan binasa; hari ini seorang Petrus, besok seorang Yudas. Ini pasti memotong
otot dari usaha Kristen, dan seperti melubangi bejana: untuk membuat semua
anggur sukacita keluar ... Penghiburan apa untuk mendapati nama seseorang
tertulis dalam kitab kehidupan, jika itu bisa
dihapus lagi? Tetapi yakinlah, untuk penghiburanmu, kasih karunia, jika
itu benar / sejati, tetapi tidak pernah begitu lemah, akan bertekun)
- ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 30.
Kesimpulan / penutup.
Loraine Boettner: “The saints in heaven are happier
but no more secure than are true believers here in this world” (= Orang-orang kudus di surga
lebih bahagia, tetapi tidak lebih aman, dari pada orang-orang percaya yang
sejati di sini di dunia ini) - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 183.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar