Oleh: Pd. Budi Asali, M.Div
Hal-hal yang perlu diketahui
tentang 5 points Calvinisme:
1) 5 points Calvinisme ini
disingkat dengan acrostic TULIP.
Total Depravity (= Kebejatan total).
Unconditional Election (= Pemilihan yang
tidak bersyarat).
Limited Atonement (= Penebusan terbatas).
Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak).
Perseverance of the Saints (= Ketekunan
orang-orang kudus).
2)Penjelasan singkat tentang
point-point dari 5 points Calvinisme ini.
Pada
pelajaran-pelajaran yang akan datang saya akan membahas point-point ini satu
per satu secara mendetail, beserta
dasar-dasar Kitab Sucinya. Dan jangan
saudara menolak atau menerima yang manapun dari 5 points Calvinisme ini sebelum
saudara diyakinkan oleh dasar-dasar Kitab Sucinya!
Penjelasan di
bawah ini hanyalah penjelasan singkat, untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang 5 point Calvinisme ini.
a) Total
Depravity (= kebejatan total).
Ini mengajarkan
bahwa seluruh manusia sudah dipengaruhi secara negatif oleh dosa, dan ini
menyebabkan manusia itu sendiri sama sekali tidak bisa melakukan hal-hal yang
betul-betul baik di mata Allah dan tidak bisa percaya kepada Yesus dengan
kekuatan dan kemauannya sendiri.
b) Unconditional
Election (= pemilihan yang tidak bersyarat).
Ini mengajarkan
bahwa dari permulaan segala jaman, sebelum segala sesuatu ada, Allah sudah
menetapkan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat / masuk surga, dan
orang-orang yang lain untuk binasa / masuk neraka. Penentuan / pemilihan ini
dilakukan semata-mata berdasarkan kehendak Allah, bukan karena apa yang ada
atau yang akan ada dalam diri manusia.
Doktrin ini
merupakan wujud dari penekanan yang sangat kuat dari Calvinisme tentang
kedaulatan Allah.
Jangan terlalu
cepat menolak doktrin ini dengan mengatakan bahwa doktrin ini menunjukkan bahwa
Allah tidak adil! Saya sendiri dulu tidak mempercayai doktrin ini karena
seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Tetapi setelah saya
mempelajari dasar-dasar Kitab Sucinya, saya yakin bahwa doktrin ini memang
merupakan ajaran Kitab Suci.
c) Limited
Atonement (= Penebusan terbatas).
Ini mengajarkan
bahwa pada waktu Yesus mati di salib untuk menebus dosa manusia, sebetulnya Ia
tidak melakukan hal itu untuk menebus dosa setiap manusia di dunia ini. Design (= rencana / tujuan) dari
penebusan ini adalah untuk menebus orang-orang pilihan (elects) saja.
Kalau doktrin
tentang pemilihan (predestinasi) sudah sukar diterima, maka doktrin tentang
Penebusan Terbatas ini lebih sukar lagi untuk diterima. Mengapa? Karena konsep
Arminian bahwa Yesus mati untuk setiap manusia, sudah begitu tersebar dan
mendarah daging dalam diri banyak orang kristen, sehingga konsep Penebusan
Terbatas ini kelihatannya salah, bahkan sesat. Bagi diri saya sendiri, pada waktu
saya mendengar ajaran ini untuk pertama kalinya, saya merasa kaget dan tidak
bisa menerima. Tetapi lagi-lagi setelah mempelajari argumentasi-argumentasi dan
dasar-dasar Kitab Suci yang diajukan, saya akhirnya menerima. Ini adalah point
yang terakhir saya terima dari ke 5 point Calvinisme ini.
d) Irresistible
Grace (= kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Ini mengajarkan
bahwa pada waktu Allah mau menyelamatkan seseorang dan memberikan kasih
karuniaNya kepada orang itu, maka orang itu tidak mungkin bisa menolak kasih
karunia Allah itu. Dengan demikian orang itu akan bertobat, diselamatkan, dan
rencana Allah tergenapi.
e) Perseverance
of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus).
Ini mengajarkan
bahwa sekali seseorang menjadi orang kristen yang sejati dan
diselamatkan, ia tidak akan berhenti menjadi orang kristen / murtad, dan ia
tidak mungkin kehilangan keselamatannya.
Menurut saya,
ini adalah point yang paling jelas dari ke 5 point Calvinisme ini, dan saya
betul-betul tidak mengerti bagaimana ada orang kristen yang tidak mau percaya
pada point ke 5 ini, dan menganggap bahwa orang kristen sejati bisa kehilangan
keselamatannya.
3) 5 points Calvinisme ini
bukanlah keseluruhan dari doktrin Calvinisme.
Loraine
Boettner:
“Let the reader, then, guard
against a too close identification of the Five Points and the Calvinistic
system. While these are essential elements, the system really includes much
more” (= Jadi, baiklah pembaca menjaga
diri untuk tidak menyamakan / terlalu dekat mengidentifikasikan Lima Point
Calvinisme dengan Sistim Calvinisme. Sekalipun 5 point ini adalah elemen-elemen
yang hakiki, tetapi sistim Calvinisme mencakup jauh lebih banyak hal)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 59-60.
Calvinisme
mempercayai banyak doktrin-doktrin penting yang lain (bahkan yang lebih penting
/ mendasar), seperti:
·
Kitab Suci adalah Firman Allah yang dijunjung
tinggi otoritasnya dan harus diajarkan habis-habisan.
·
doktrin Allah Tritunggal.
·
doktrin tentang keilahian dan kemanusiaan
Kristus.
·
doktrin tentang penebusan Kristus, yang
menjadikan Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
·
doktrin bahwa manusia bisa selamat hanya karena
iman, bukan karena perbuatan baik.
·
keharusan memberitakan Injil.
·
kekudusan dalam hidup orang kristen.
Bahwa
Calvinisme menekankan kedaulatan Allah, dan mengajarkan bahwa keselamatan tidak
bisa hilang, sama sekali tidak berarti bahwa Calvinisme mengajarkan bahwa orang
kristen boleh hidup sembarangan. Sebaliknya Calvinisme sangat menekankan
kekudusan!
·
dsb.
Hal ini perlu
ditekankan karena ada banyak orang yang menganggap bahwa asal seseorang
mempercayai 5 points Calvinisme ini, maka ia adalah seorang Calvinist /
Reformed. Bahkan ada yang hanya menekankan pada point ke 2 dan ke 5 saja, dan
menganggap bahwa orang yang mempercayai 2 point itu sudahlah seorang Calvinist
/ Reformed. Ini jelas salah!
Sekalipun seseorang mempercayai
ke 5 points Calvinisme ini, tetapi:
1. Kalau ia tidak percaya pada doktrin Allah Tritunggal, atau kalau
ia tidak menekankan pengajaran Kitab Suci, atau kalau ia tidak memberitakan
Injil, atau kalau ia tidak menekankan kekudusan, maka ia tidak bisa disebut
sebagai seorang Calvinist / Reformed.
2. Kalau ia tidak mempercayai bahwa Allah menentukan segala sesuatu,
dan mengatur terjadinya segala sesuatu, dengan ProvidensiaNya, maka ia juga
tidak bisa disebut sebagai Calvinist / Reformed.
Tetapi
sebaliknya, orang yang Alkitabiah / Injili tetapi menolak salah satu saja dari
ke 5 points Calvinisme ini, juga tidak bisa disebut sebagai orang Calvinist /
Reformed. Contoh: Billy Graham.
5 points
Calvinisme ini hanya merupakan lima
hal terpenting yang membedakan Calvinisme dengan Arminianisme.
4) 5 points Calvinisme ini
sebetulnya merupakan suatu kesatuan, karena 5 points ini sangat berhubungan
satu dengan yang lainnya. Karena itu, sebetulnya seseorang tidak bisa menerima
hanya sebagian dari 5 points Calvinisme ini, karena ini akan menimbulkan
pertentangan / ketidak-konsekwenan. Kita harus menerima semuanya atau menolak
semuanya.
Loraine
Boettner:
“... these are not isolated and
independent doctrines but are so inter-related that they form a simple,
harmonious, self-consistent system; and the way in which they fit together as
component parts of a well-ordered whole has won the admiration of thinking men
of all creeds. Prove any one of them true and all the others will follow as
logical and necessary parts of the system. Prove any one of them false and the
whole system must be abandoned” (= mereka ini
bukanlah doktrin-doktrin yang terisolir dan berdiri sendiri tetapi begitu berhubungan
satu sama lain sehingga mereka membentuk sistim yang tunggal, harmonis, dan
konsisten; dan cara dengan mana mereka mencocokkan diri sebagai bagian-bagian
komponen dari suatu kesatuan telah memenangkan kekaguman dari pemikir-pemikir
dari semua aliran. Buktikan yang manapun dari mereka benar dan semua yang lain
akan mengikuti sebagai bagian-bagian yang logis dan harus ada dari sistim.
Buktikan yang manapun dari mereka salah dan seluruh sistim harus ditinggalkan)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 59.
5) Serangan / penghinaan Pdt.
dr. Jusuf B. S. terhadap 5 points Calvinisme ini.
Saya
berpendapat bahwa 5 points Calvinisme ini sebetulnya merupakan doktrin yang
sangat penting dan indah dalam kekristenan, karena ini menyebabkan kita:
·
menjadi rendah hati, karena kita sadar bahwa
kita bisa selamat / memilih untuk percaya kepada Yesus bukan karena kebaikan
diri kita, tetapi karena Allah memilih kita dan bekerja dalam diri kita.
·
makin bersyukur kepada Allah dan mengasihi Allah
karena keselamatan yang Ia anugerahkan kepada kita.
·
lebih memiliki damai, karena keyakinan akan
keselamatan yang tidak bisa hilang.
Tetapi Pdt. dr.
Jusuf B. S. dari Gereja Bukit Zaitun justru menyerang 5 points Calvinisme ini, dan
dengan cara menghina menyebutnya sebagai racun, dan mengubah acrostic TULIP menjadi LIPAS.
Total Depravity. --------> Lemah total.
Unconditional Election. --------> Ikatan Takdir.
Limited Atonement. --------> Penebusan terbatas.
Irresistible Grace. --------> Anugerah Allah.
Perseverance of the Saints. --------> Selamat.
Catatan:
¨
Ini ia tuliskan dalam bukunya yang berjudul
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 22-23.
¨
Di salah satu makalah yang di tulis oleh Pdt.
dr. Jusuf B. S., digambarkan di sebelah acrostic
LIPAS itu seekor kelabang. Saya kira Pdt. dr. Jusuf B. S. mencampuradukkan
LIPAS (= kecoak) dengan LIPAN (= kelabang). Dalam buku ‘Keselamatan tidak bisa
hilang?’, gambar kelabang itu sudah tidak ada, mungkin karena ia sudah
menyadari perbedaan LIPAN dan LIPAS.
Saya
berpendapat bahwa pengubahan TULIP menjadi LIPAS / LIPAN ini bukan merupakan
suatu penyerangan (karena tak ada argumentasi serangan apapun), tetapi merupakan
suatu penghinaan! Padahal dalam bagian Pendahuluan dalam bukunya itu (hal 7-8),
ia menulis sebagai berikut:
“Keduanya
(maksudnya orang Calvinist dan Arminian) masih dapat
bekerja sama dengan manis misalnya dalam kebaktian bersama seperti Natal, ...
Kita tetap perlu menjaga keutuhan umat Kristen ... Sebab itu jangan ada
perdebatan yang berlebih-lebih, jangan ada kebencian dan tindakan-tindakan dosa
... Musuh wajib kita cintai, apalagi dengan saudara seiman, yang akan tinggal
bersama di Surga untuk kekal! Oleh sebab itu jangan perbedaan tafsiran ini
memecah umat Kristen terhadap dunia luar (seperti yang terjadi di Eropa 16-17
abad yang lalu). ... Kalau kebetulan ada pihak lain yang membaca buku ini, dan
ada kata-kata tegas, terus terang yang mungkin dirasa kurang enak, kami mohon
maaf. Buku ini dibuat bukan untuk maksud perpecahan dalam umat Kristen.
Kekhasan umat Kristen adalah saling mengasihi meskipun berbeda pendapat dan
tafsiran, sehingga dunia melihat ada kasih Kristus di antara kita (Yoh 13:35)”.
Saya hanya
bertanya-tanya:
·
Apakah ‘kata-kata tegas, terus terang’ itu sama
dengan ‘kata-kata yang menghina’?
· Bagaimana Pdt. dr. Jusuf B. S. bisa mengharapkan
kesatuan dan saling mengasihi kalau bukunya bersifat menghina?
·
Bagaimana ia bisa meminta maaf lebih dulu, dan
setelah itu memberikan penghinaan?
· Apa gerangan gunanya kata-kata yang manis dalam
Pendahuluan buku ini, kalau ternyata bukunya berisikan penghinaan? Apakah ini
hanya sekedar yang disebut orang Jawa sebagai ‘abang-abang lambe’ atau bahkan sebagai suatu kemunafikan?
Sekarang perlu
kita persoalkan: Mengapa ada seseorang yang menganggap ajaran Calvinisme yang
begitu sehat sebagai racun? Mengapa ada orang yang tega mengubah nama bunga
TULIP, yang harum dan mengandung madu, menjadi nama binatang LIPAS yang kotor
dan berbau atau binatang LIPAN yang beracun? Tentang hal ini saya berpendapat
bahwa komentar Calvin tentang Yoh 6:61 cocok sekali, dimana Calvin berkata
sebagai berikut:
“We ought, indeed to regulate our
doctrine in such a manner that none may be offended through our fault ... But
it will never be possible for us to exercise such caution that the doctrine of
Christ shall not be the occasion of offence to many, because the reprobate,
who are devoted to destruction, suck venom from the most wholesome food, and
gall from honey” (= kita memang harus mengatur
ajaran kita sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tersinggung / sakit hati
karena kesalahan kita ... Tetapi tidak pernah mungkin bagi kita untuk
berhati-hati sedemikian rupa sehingga ajaran Kristus tidak menyinggung /
menyakiti banyak orang, karena orang-orang reprobate, yang disediakan / dikhususkan untuk kebinasaan,
menghisap racun dari makanan yang paling sehat / bermanfaat, dan empedu dari
madu).
Dengan mengutip
kata-kata Calvin ini di tempat ini, saya memang tidak memaksudkan bahwa Pdt.
dr. Jusuf B. S. adalah seorang ‘reprobate’
(= orang yang ditetapkan binasa). Tetapi saya ingin menunjukkan bahwa orang
memang bisa menghisap racun dari makanan sehat (yang sebetulnya tidak beracun),
dan menghisap empedu dari madu, dan juga menghisap LIPAS / LIPAN dari TULIP.
Hal itu bukan hanya bisa dilakukan oleh seorang reprobate, tetapi juga oleh seorang kristen. Ini justru menunjukkan
/ membuktikan adanya Total Depravity
dalam diri manusia!
6) Semua tokoh-tokoh Reformasi
dari abad 16 mempercayai doktrin ini.
Ahli sejarah
Philip Schaff berkata:
“All the Reformers of the
sixteenth century, following the lead of Augustin and of the Apostle Paul, - as
they understand him, - adopted, under a controlling sense of human depravity
and saving grace, and in antagonism to self-righteous legalism, the doctrine of
a double predestination which decides the eternal destiny of all men”
(= Semua tokoh-tokoh Reformasi dari abad ke 16, mengikuti pimpinan dari
Agustinus dan rasul Paulus, - sebagaimana mereka mengerti dia, - mengambil /
menyetujui / menerima, di bawah suatu pengertian tentang kebejatan manusia dan
kasih karunia yang menyelamatkan, dan dalam permusuhan terhadap legalisme yang
membenarkan diri sendiri, doktrin tentang predestinasi ganda yang menentukan
tujuan kekal dari semua manusia) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 546-547.
Karena itu,
kalau saudara percaya kepada Pdt. Jusuf B. S. maka itu berarti bahwa saudara
menentang semua tokoh-tokoh Reformasi (Martin Luther, John Calvin, Zwingli,
John Knox).
Memang harus
diakui bahwa bisa saja semua tokoh-tokoh Reformasi itu salah, karena mereka memang
juga adalah manusia biasa. Tetapi mereka semua adalah orang-orang yang
orang-orang yang luar biasa dalam hal intelek, kerohanian dan pengertian Kitab
Suci, sehingga sangat kecil kemungkinan bahwa mereka bisa salah secara
bersama-sama seperti itu.
Tetapi
bagaimanapun perlu ditekankan, bahwa benar atau tidaknya doktrin ini tidak
tergantung pada otoritas manusia, para tokoh Reformasi sekalipun, tetapi pada
Kitab Suci. Karena itu pada pelajaran-pelajaran yang akan datang kita akan
membahas setiap point dari 5 points Calvinisme ini secara terperinci, lengkap
dengan dasar-dasar Kitab Sucinya!
-o0o-
Total Depravity
(Kebejatan total)
I) Arti Total
Depravity.
A) Arti yang salah.
1) Manusia kehilangan
pikirannya, atau perasaannya, atau kehendaknya, atau hati nuraninya.
Ini salah dan
jelas bertentangan dengan fakta. Baik dalam Kitab Suci maupun dalam hidup
sehari-hari, kita bisa melihat dengan jelas bahwa manusia berdosa tetap
mempunyai pikiran, perasaan, kehendak, dan hati nuraninya, tetapi semuanya telah
dikotori oleh dosa.
2) Manusia kehilangan
kebebasannya dalam bertindak.
Ini salah.
Manusia tetap bebas karena ia sendiri yang menentukan tindakannya. Tidak ada
suatu apapun atau siapapun yang memaksanya untuk melakukan apapun. Pada saat
manusia itu melakukan apapun, ia tetap melakukannya dengan kehendaknya sendiri.
3) Manusia sudah mencapai puncak
kebejatan dalam arti ia sudah tidak mungkin bisa lebih bejat lagi (sudah notok bejatnya).
Ini disebut ‘Utter Depravity’ (kata ‘utter’ artinya adalah ‘sama sekali’,
‘sepenuhnya’ atau ‘mutlak’), bukan ‘Total
Depravity’, dan ini jelas salah, karena:
a) Kitab Suci mengatakan bahwa
manusia bisa menjadi makin jahat (2Tim 2:16 2Tim 3:13), dan ini membuktikan bahwa
manusia belum notok bejatnya / belum mencapai ‘Utter Depravity’.
b) Kita tetap melihat adanya
kemungkinan bahwa manusia yang paling bejatpun bisa lebih bejat lagi. Misalnya
kalau kita melihat orang seperti Hitler, maka kita bisa melihat bahwa ia tidak
memperkosa atau membunuh dan memakan ibunya sendiri.
Seseorang mengatakan:
“The ‘total’ in total depravity
refers to the extent of the damage rather than the degree”
(= Kata ‘total’ dalam total depravity
menunjuk pada luas kerusakan dan bukannya pada tingkat kerusakan).
Dalam kata-kata
Loraine Boettner:
“His corruption is extensive but
not necessarily intensive” (= Kebejatan / kejahatannya luas
tetapi tidak harus dalam) - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 61.
Jadi, manusia
tidak selalu memilih tindakan yang terjahat yang ia bisa lakukan.
4) Manusia semua sama bejatnya.
Ini juga salah,
karena sekalipun semua manusia itu ada dalam ke-adaan total depravity, tetapi tidak semua sama bejatnya. Ada yang lebih bejat /
lebih jahat dari yang lain.
5) Semua manusia senang / selalu
melakukan segala macam dosa.
Ini juga salah.
Ada orang yang
senang melakukan dosa ini, tetapi membenci dosa itu, dsb.
6) Manusia sama sekali
tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.
Ini juga salah,
karena sekalipun pikiran / pengertian manusia juga dikotori / dirusak oleh dosa
sehingga manusia sering tidak bisa membedakan yang baik dari yang jahat,
tetapi pikiran / pengertian manusia itu tidaklah sebegitu rusak sehingga ia sama
sekali / selalu tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.
7) Manusia sama sekali tidak
menghargai kebaikan.
Ini juga salah,
karena sekalipun manusia itu bejat sehingga ia sering tidak menghargai
kebaikan, tetapi ia tidaklah sebegitu rusak sehingga sama sekali / selalu
tidak menghargai kebaikan.
8) Manusia sama sekali tidak
bisa melakukan kebaikan sosial dan moral.
Manusia tetap
bisa melakukan kebaikan sosial dan moral di hadapan manusia, tetapi
bagaimanapun ia tidak bisa melakukan sesuatupun yang betul-betul baik di
hadapan Allah.
Charles
Hodge:
“Sin cleaves in all he does, and
from the dominion of sin he cannot free himself”
(= Dosa melekat dalam semua yang ia lakukan, dan dari penguasaan dosa ia tidak
bisa membebaskan dirinya sendiri) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 264.
Loraine
Boettner:
“He may give a million dollars to
build a hospital, but he cannot give even a cup of cold water to a disciple in
the name of Jesus” [= Ia bisa memberi satu juta
dollar untuk membangun sebuah rumah sakit, tetapi ia tidak bisa memberi
secangkir air sejuk kepada seorang murid dalam nama Yesus (bdk. Mat 10:40-42)]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 68.
B) Arti yang benar.
Seluruh
manusia sudah dikotori / dirusak / dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Kata ‘seluruh
manusia’ bukannya menunjuk kepada semua manusia di dunia ini, tetapi menunjuk
kepada ‘seluruh diri manusia’, baik tubuh, pikiran / pengertian,
perasaan, hati / hati nurani, kemauan / kehendak. Jadi dalam diri seorang
manusia tidak ada satu bagianpun yang tidak dirusak oleh dosa (Yer 17:9 Tit 1:15
Mat 15:19).
Yer 17:9
berbunyi: “Betapa
liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu:
siapakah yang dapat mengetahuinya?”.
Dalam terjemahan
NIV bunyinya adalah:
“The heart is deceitful above all
things and beyond cure. Who can understand it?”
(= hati itu lebih licik / bersifat menipu dari pada segala sesuatu dan sudah
tidak bisa diobati / disembuhkan. Siapa yang bisa mengertinya?).
Ayat ini jelas
menunjukkan bahwa hati manusia sudah sangat rusak.
Adam Clarke (tentang Yer 17:9): “‘And desperately wicked.’ W°aanush huw°, and is
wretched, or feeble; distressed beyond all things, in consequence of the
wickedness that is in it. I am quite of Mr. Parkhurst's opinion, that this word
is here badly translated, as 'anash is never used in
Scripture to denote wickedness of any kind. My Old Manuscript Bible
translates thus: - ‘Schrewid is the herte of a man; and unserchable: who schal knowen it?’”
(= ).
Ini menyimpangkan arti secara tidak masuk
akal! Dengan mudahnya menggunakan Alkitab kuno, yang terjemahannya justru
salah! Bandingkan dengan Bible Works 7.
Titus 1:15
berbunyi: “Bagi
orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Ayat ini secara
explicit menunjukkan bahwa bukan hanya akal dan suara hati manusia itu najis,
tetapi bahwa dalam diri manusia suatupun tidak ada yang suci. Jelas bahwa seluruh
manusia sudah dikotori oleh dosa.
Calvin (tentang
Tit 1:15): “‘But to the polluted and
unbelieving nothing is pure.’ This is the second clause,
in which he ridicules the vain and useless precautions of such instructors. He
says that they gain nothing by guarding against uncleanness in certain kinds of
food, because they cannot touch anything that is clean to them. Why so? Because
they are ‘polluted,’ and, therefore, by their only touching those things which
were otherwise pure, they become ‘polluted.’ To the ‘polluted’ he adds the ‘unbelieving,’
not as being a different class of persons; but the addition is made for the
sake of explanation. Because there is no purity in the sight of God but that
of faith, it follows that all unbelievers are unclean. By no laws or rules, therefore, will they obtain that cleanness which
they desire to have; because, being themselves ‘polluted,’ they will find
nothing in the world that is clean to them” (= ).
1. Pikiran / pengertian yang rusak.
Kalau dikatakan
bahwa pikiran manusia itu sudah rusak / dirusak oleh dosa, itu tidak berarti
bahwa manusia itu tidak bisa berpikir lagi. Dalam hal jasmani / duniawi,
pikirannya masih berjalan dengan baik, dan karena itu tidak perlu heran kalau
melihat ada orang dunia yang luar biasa pandainya. Tetapi dalam hal rohani,
pikirannya sangat bodoh dan terus mengarah kepada dosa (Maz 10:4b).
Maz 10:4b
(NIV): “in all his
thoughts there is no room for God” (= dalam seluruh
pikirannya tidak ada tempat bagi Allah).
Maz 10:4 (KJV):
“God is not in all his thoughts”
(= Allah tidak ada dalam seluruh pikirannya).
Calvin (tentang Maz 10:4): “Whoever, therefore, refuse to admit that
the world is subject to the providence of God, or do not believe that his hand
is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them lies to put
an end to the existence of God. ... It is not,
however, enough to have some cold and unimpressive knowledge of him in the
head; it is only the true and heartfelt conviction of his providence which
makes us reverence him, and which keeps us in subjection to him. The greater
part of interpreters understand the last clause as meaning generally, that all
the thoughts of a wicked man tend to the denial of a God. In my opinion, the
Hebrew word twmzm, mezimmoth, is here, as in many other places,
taken in a bad sense for cunning and wicked thoughts, so that the meaning, as I
have noticed already, is this:Since the ungodly have the hardihood to devise
and perpetrate every kind of wickedness, however atrocious, it is from this
sufficiently manifest, that they have cast off all fear of God from their
hearts” (= belum
diterjemahkan
).
Contoh-contoh
pikiran yang bodoh dan mengarah kepada dosa:
·
anggapan bahwa surga / neraka itu tidak ada,
atau sikap yang meremehkan keberadaan surga / neraka.
·
anggapan bahwa Kitab Suci / Firman Tuhan itu
tidak penting.
·
anggapan bahwa manusia bisa menyelamatkan dirinya
sendiri tanpa pengorbanan / penebusan Yesus Kristus.
·
anggapan bahwa dosa itu adalah hal yang remeh.
·
kepercayaan terhadap takhyul atau
kepercayaan-kepercayaan lain yang salah.
·
dsb.
2. Perasaan yang rusak.
Ini wujudnya
bermacam-macam, seperti:
·
tidak adanya sukacita dan damai (Yes 48:22).
·
perasaaan ragu-ragu / tidak yakin terhadap
kebenaran, baik tentang Allah, Yesus, Kitab Suci, surga / neraka, dsb.
·
perasaan iri hati, benci, tidak kasih, sombong,
dsb.
· perasaan tidak enak, seperti sumpek dsb, justru
pada waktu melakukan hal yang benar (misalnya memarahi / mendisiplin anak yang
salah).
· perasaan enak justru setelah melakukan dosa.
Misalnya merasa lega setelah membalas kejahatan seseorang.
3. Kehendak yang rusak (Ef 2:3 -
‘kehendak daging dan pikiran kami yang jahat’).
Ef 2:3 - “Sebenarnya dahulu
kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa
nafsu daging dan menuruti kehendak
daging dan pikiran kami yang
jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama
seperti mereka yang lain”.
Kata ‘kehendak’ diterjemahkan ‘desires’ (= keinginan-keinginan) dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Sekalipun
berbeda, tetapi jelas juga mempunyai persamaan. Kedua hal ini, keinginan dan
kehendak pasti sangat berhubungan.
Calvin (tentang Ef 2:3): “‘Fulfilling the desires of the flesh and of the mind.’ To
fulfill these desires, is to live according to the guidance of our natural
disposition and of our mind. ‘The flesh’ means here the disposition, or, what is
called, the inclination of the nature; and the next expression (tw~n dianoiw~n) means what proceeds from
the mind. Now, ‘the
mind’ includes reason, such as it exists in
men by nature; so that lusts do
not refer exclusively to the lower appetites, or what is called the sensual
part of man, but extend to the whole” (= belum
diterjemahkan ).
Ini ditunjukkan
dengan selalu terarahnya kehendak manusia itu pada hal-hal yang jahat.
4. Hati nurani yang rusak (Tit 1:15).
Ini menyebabkan
hati nurani itu tidak lagi bisa dijadikan standard yang sempurna untuk
menentukan baik atau jahat.
Barnes’ Notes (tentang Tit 1:15): “‘But even their mind and conscience is defiled.’ It
is not a mere external defilement - a thing which they so much dread - but a
much worse kind of pollution, that which extends to the soul and the
conscience. Everything which they do tends to corrupt the inner man more and
more, and to make them really more polluted and abominable in the sight of God.
The wicked, while they remain impenitent, are constantly becoming worse and
worse. They make everything the means of increasing their depravity, and even
these things which seem to pertain only to outward observances are made the
occasion of the deeper corruption of the heart” (= belum
diterjemahkan ).
5. Tubuh yang digunakan untuk hal-hal yang
berdosa.
Karena 4 hal di
atas semuanya rusak, maka secara otomatis tubuh juga akan digunakan untuk
hal-hal yang berdosa (Ro 6:12-13,19).
Calvin (tentang Tit 1:15): “But
their mind and conscience are polluted. He shows the fountain from
which flows all the filth which is spread over the whole life of man; for,
unless the heart be well purified, although men consider works to have great
splendor, and a sweet smell, yet with God they will excite disgust by their
abominable smell and by their filthiness. “The Lord looketh on the
heart,” (1 Samuel 16:7,) and “his eyes are on the truth.” (Jeremiah 5:3.) Whence
it arises, that those things which are lofty before men are abomination before
God. The mind denotes the understanding, and the conscience
relates rather to the affections of the heart. But here two things
ought to be observed; first, that man is esteemed by God, not on account of
outward works, but on account of the sincere desire of the heart and, secondly,
that the filth of infidelity is so great, that it pollutes not only the man,
but everything that he touches. On this subject let the reader consult Haggai
2:11-14. In like manner Paul teaches that “all things are sanctified
by the word,” (1 Timothy 4:5,) because men use nothing in a pure manner
till they receive it by faith from the hand of God” (= ).
Sekarang mari
kita memperhatikan apa yang Kitab Suci katakan tentang manusia yang sudah jatuh
ke dalam dosa itu:
1) Manusia
berdosa itu tidak bisa berbuat baik.
Ini dinyatakan
secara jelas oleh Kitab Suci (Kej 6:5
Kej 8:21 Maz 58:4 Yes 64:6
Yer 4:22 Yer 13:23 Mat 7:16-18 Yoh 8:34
Yoh 15:4-5 Ro 6:16-17,20-21 Ro 7:18-19
Ro 8:7-8 Tit 1:15).
·
Kej 6:5 - “Ketika dilihat
TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
...”.
KJV: ‘And GOD saw that the wickedness of man was great
in the earth, and that every imagination of the
thoughts of his heart was only evil continually’ (= ).
Calvin (tentang Kej 6:5): “Moses teaches us, that the mind of those, concerning whom he
speaks, was so thoroughly imbued with
iniquity, that the whole presented nothing but what was to be condemned. For the language he employs is very emphatical: it seemed enough
to have said, that their heart was corrupt: but not content with this word, he
expressly asserts, ‘every imagination of the thoughts of the heart’; and adds the word ‘only’, as if he would deny that there was a drop of good mixed with it. ‘Continually.’ Some expound this
particle to mean, from commencing infancy; as if he would say, the depravity of
men is very great from the time of their birth. But the more correct
interpretation is, that the world had then become so hardened in its
wickedness, and was so far from any amendment, or from entertaining any feeling
of penitence, that it grew worse and worse as time advanced; and further, that it was not the folly of a few days, but the inveterate depravity
which the children, having received, as by hereditary right, transmitted from
their parents to their descendants. Nevertheless,
though Moses here speaks of the wickedness which at that time prevailed in the
world, the general doctrine is properly and consistently hence elicited. Nor do
they rashly distort the passage who extend it to the whole human race” (= ).
Adam Clarke
(tentang Kej 6:5): “‘The
wickedness of man was great.’ What an awful character does God give of the
inhabitants of the antediluvian world!: 1. They were flesh, (verse 3,) wholly sensual, the desires of the mind overwhelmed
and lost in the desires of the flesh, their souls no longer discerning their
high destiny, but ever minding earthly things,
so that they were sensualized, brutalized, and become flesh, incarnated so as
not to retain God in their knowledge, and they lived, seeking their portion in
this life. 2. They were in a state of wickedness. All
was corrupt within, and all unrighteous without, neither the science nor
practice of religion existed. Piety was gone, and every form of sound words had
disappeared. 3. This wickedness was great rabaah,
‘was multiplied;’ it was continually increasing and multiplying increase by
increase, so that the whole earth was corrupt before God, and was filled with
violence, (verse 11); profligacy among the lower, and cruelty and oppression among
the higher classes, being only predominant. 4. All
the imaginations of their thoughts were evil - the very first embryo of every
idea, the figment of every thought, the very materials out of which perception,
conception, and ideas were formed, were all
evil; the fountain which produced them, with every
thought, purpose, wish, desire, and motive, was incurably poisoned. 5. All these were evil without any mixture of good - the Spirit of God which strove with them was continually
resisted so that evil had its sovereign sway. 6. They were evil continually - there was no interval of good, no moment
allowed for serious reflection, no holy purpose, no righteous act. What
a finished picture of a fallen soul! Such a picture as God alone, who searches
the heart and tries the spirit, could possibly give”
(= ).
Catatan: hanya yang warna hijau yang merupakan pandangan Arminian, tetapi yang
lain merupakan pandangan Reformed. Tetapi saya tidak tahu apakah Clarke
menganggap hal ini berlaku umum atau hanya untuk orang-orang pada jaman itu.
·
Kej 8:21b - “Aku takkan
mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya
adalah jahat dari sejak kecilnya”.
Calvin (tentang Kej 8:21): “Nor does the sentence refer only to corrupt morals; but their
iniquity is said to be an innate iniquity, from which nothing but evils can spring
forth. I wonder, however, whence that false version of this passage has
crept in, that the thought is prone to evil; except, as is probable, that the
place was thus corrupted, by those who dispute too philosophically concerning
the corruption of human nature. It seemed to them hard, that man should be
subjected, as a slave of the devil to sin. Therefore, by way of mitigation,
they have said that he had a propensity to vices. But when the celestial Judge
thunders from heaven, that his thoughts themselves are evil, what avails it to
soften down that which, nevertheless, remains unalterable? Let men therefore acknowledge,
that inasmuch as they are born of Adam, they are depraved creatures, and
therefore can conceive only sinful thoughts, until they become the new workmanship of Christ,
and are formed by his Spirit to a new life. And it is not to be doubted, that
the Lord declares the very mind of man to be depraved, and altogether infected with sin; so that all the thoughts which proceed
thence are evil” (= ).
·
Maz 58:4 - “Sejak lahir
orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta
telah sesat”.
Calvin (tentang Maz 58:4): “We all
come into the world stained with sin, possessed, as Adam’s posterity, of a
nature essentially depraved, and incapable, in ourselves, of aiming at anything
which is good” (= ).
·
Yes 64:6a - “Demikianlah kami
sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan
bahwa Yesaya tidak berkata ’segala kejahatan kami seperti kain kotor’
ataupun ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’, tetapi ‘segala
kesalehan kami seperti kain kotor’!
Calvin (tentang
Yes 64:6): “Some commentators
torture this passage, by alleging that the Prophet, when he speaks of the
pollutions of sins, describes all Jews without exception, though there still
remained some of them who were sincere worshippers of God. But there are no
good grounds for this; for the Prophet does not speak of individuals, but of
the whole body, which, being trodden under foot by all men, and subjected to
the utmost indignity, he compares to a filthy garment. There are some who
frequently quote this passage, in order to prove that so far are our works from
having any merit in them, that they are rotten and loathsome in the sight of
God. But this appears to me to be at variance with the Prophet’s meaning, who
does not speak of the whole human race, but describes the complaint of those
who, having been led into captivity, experienced the wrath of the Lord against
them, and therefore, acknowledged that they and their righteousnesses were like
a filthy garment. And first, he exhorts them to a confession of their sin, that
they may acknowledge their guilt; and next, that they should nevertheless ask pardon
from God, the manner of obtaining which is, that, while we complain that we are
wretched and distressed, we at the same time acknowledge that we are justly
punished for our sins” (= ).
Catatan: saya heran mengapa Calvin menafsir seperti ini; saya tak setuju
dengan dia dalam hal ini. Saya lebih setuju dengan tafsiran dari Barnes dan
Matthew Henry di bawah ini.
Barnes’ Notes
(tentang Yes 64:6): “‘But we
are all as an unclean thing.’ We are all polluted and defiled. The word used
here Taamee°, means properly that which is polluted
and defiled in a Levitical sense; that is, which was regarded as polluted and
abominable by the law of Moses (Lev 5:2; Deut 14:19),
and may refer to animals, people, or things; also in a moral sense (Job 14:4). The sense is, that they regarded
themselves as wholly polluted and depraved. ‘And all our righteousnesses.’ The
plural form is used to denote the deeds which they had performed - meaning that
pollution extended to every individual thing of the numerous acts which they
had done. The sense is, that all their prayers, sacrifices, alms, praises, were
mingled with pollution, and were worthy only of deep detestation and
abhorrence. ‘As filthy rags.’ ‘Like a garment of stated times’ ±idiym - from
the obsolete root (`aadad), ‘to
number, to reckon, to determine,’ e.g., time. No language could convey deeper
abhorrenee of their deeds of righteousness than this reference - as it is
undoubtedly - to the vestis menstruis
polluta” (= ).
Matthew
Henry (tentang Yes 64:6): “There
was a general corruption of manners among them (v. 6): ‘We are all as an
unclean thing,’ or as an unclean person, as one overspread with a leprosy, who
was to be shut out of the camp. The body of the people were like one under a
ceremonial pollution, who was not admitted into the courts of the tabernacle,
or like one labouring under some loathsome disease, from the crown of the head
to the sole of the foot ‘nothing but wounds and bruises,’ ch. 1:6. We have all
by sin become not only obnoxious to God’s justice, but odious to his holiness;
for sin is that ‘abominable thing which the Lord hates,’ and cannot endure to
look upon. ‘Even all our righteousnesses are as filthy rags.’ (1.) ‘The best of our persons are so; we are all so corrupt and
polluted that even those among us who pass for righteous men, in comparison
with what our fathers were who rejoiced and wrought righteousness (v. 5), are
but as filthy rags, fit to be case (cast?) to the dunghill. The best of
them is as a brier.’ (2.) ‘The best of our performances are so. There is not
only a general corruption of manners, but a general defection in the exercises
of devotion too; those which pass for the sacrifices of righteousness, when
they come to be enquired into, are the torn, and the lame, and the sick, and
therefore are provoking to God, as nauseous as filthy rags.’ Our performances,
though they be ever so plausible, if we depend upon them as our righteousness
and think to merit by them at God’s hand, are as filthy rags - rags, and will
not cover us - filthy rags, and will but defile us. True penitents cast
away their idols as filthy rags (ch. 30:22), odious in their sight; here they acknowledge even their righteousness to be so in
God’s sight if he should deal with them in strict justice. Our best duties are so defective, and so far short of the
rule, that they are as rags, and so full of sin and corruption cleaving to them
that they are as filthy rags. When we would do good evil is present with us;
and the iniquity of our holy things would be our ruin if we were under the law”
(= ).
·
Yer 4:22 - “Sungguh, bodohlah
umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak
mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat
baik mereka tidak tahu”.
·
Yer 13:23 - “Dapatkah orang
Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu
dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.
Calvin (tentang Yer 13:23): “Learned
men in our age do not wisely refer to this passage, when they seek to prove
that there is no free-will in man; for it is not simply the nature of man that
is spoken of here, but the habit that is contracted by long practice.
Aristotle, a strong advocate of free will, confesses that it is not in man’s
power to do right, when he is so immersed in his own vices as to have lost a
free choice, (7. Lib. Ethicon) and
this also is what experience proves. We hence see that this passage is
improperly adduced to prove a sentiment which is yet true, and fully confirmed
by many passages of Scripture” (= ).
·
Mat
7:16-18 - “(16)
Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur
dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon
yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik
menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu
menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu
menghasilkan buah yang baik”.
Mat 7:16-18
menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik.
Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang
tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan
buah yang baik / perbuatan baik.
John Calvin: “As
if good fruits could come from an evil tree! (Cf. Matt. 7:18; Luke 6:43)” [=
Seakan-akan buah-buah yang baik bisa keluar dari sebuah pohon yang jahat /
tidak baik (bdk. Mat 7:18; Luk 6:43)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XV,
no 6.
Matthew Henry (tentang Mat 7:16): “The illustration of this comparison, of
the fruit’s being the discovery of the tree. You cannot always distinguish them
by their bark and leaves, nor by the spreading of their boughs, but by their
fruits ye shall know them. The fruit is according to the tree. Men may, in
their professions, put a force upon their nature, and contradict their inward
principles, but the stream and bent of their practices will agree with them.
Christ insists upon this, the agreeableness between the fruit and the tree,
which is such as that, (1.) If you know what the tree is, you may know what
fruit to expect. Never look to gather grapes from thorns, nor figs from
thistles; it is not in their nature to produce such fruits. An apple may be
stuck, or a bunch of grapes may hang, upon a thorn; so may a good truth, a good
word or action, be found in a bad man, but you may be sure it never grew there.
Note, [1.] Corrupt, vicious, unsanctified hearts are like thorns and thistles,
which came in with sin, are worthless, vexing, and for the fire at last. [2.]
Good works are good fruit, like grapes and figs, pleasing to God and profitable
to men. [3.] This good fruit is never to be expected from bad men, and more
than a clean thing out of an unclean: they want an influencing acceptable
principle. Out of an evil treasure will be brought forth evil things. (2.) On
the other hand, if you know what the fruit is, you may, by that, perceive what
the tree is” (= ).
Matthew Henry (tentang Mat 7:16): “A good tree cannot bring forth evil
fruit; and a corrupt tree cannot bring forth good fruit, nay, it cannot but
bring forth evil fruit. But then that must be reckoned the fruit of the tree
which it brings forth naturally and which is its genuine product - which it
brings forth plentifully and constantly and which is its usual product. Men are
known, not by particular acts, but by the course and tenour of their
conversation, and by the more frequent acts, especially those that appear to be
free, and most their own, and least under the influence of external motives and
inducements” (=
Sebuah pohon yang baik tidak bisa menghasilkan buah yang jahat / tidak baik;
dan sebuah pohon yang jahat / tidak baik tidak bisda menghasilkan buah yang
baik, tidak, itu tidak bisa menghasilkan apapun kecuali buah yang jahat / tidak
baik. Tetapi lalu itu harus dianggap buah dari pohon yang dihasilkannya secara
alamiah dan terus menerus dan yang merupakan hasilnya yang biasa. Manusia
dikenal, bukan oleh tindakan-tindakan khususnya, tetapi oleh jalan dan arah
dari tingkah laku mereka, dan oleh tindakan-tindakan yang lebih sering,
khususnya tindakan-tindakan yang kelihatannya bebas, dan paling merupakan
tindakan-tindakan mereka sendiri, dan paling sedikit berada di bawah pengaruh
dari motivasi-motivasi luar dan bujukan-bujukan).
Adam Clarke
(tentang Mat 7:17-18): “‘So every good tree.’ As the thorn can only produce thorns, not
grapes; and the thistle, not figs, but prickles; so an uuregenerate heart will
produce fruits of degeneracy. As we perfectly know that a good tree will not
produce bad fruit, and the bad tree will not, cannot produce good fruit, so we
know that the profession of godliness, while the life is ungodly, is imposture,
hypocrisy, and deceit. A man cannot be a saint and a sinner at the same time.
Let us remember, that as the good tree means a good heart, and the good fruit,
a holy life, aud that every heart is naturally vicious; so there is none but
God who can pluck up the vicious tree, create a good heart, plant, cultivate,
water, and make it continually fruitful in righteousness and true
holiness. ... ‘A good tree cannot bring
forth evil fruit.’ Love to God and man is the root of the good tree; and from
this principle all its fruit is found. To teach, as some have done, that a
state of salvation may be consistent with the greatest crimes (such as murder
and adultery in David), or that the righteous necessarily sin in all their best
works, is really to make the good tree bring forth bad fruit, and to give the
lie to the Author of eternal truth” (= ).
Catatan: saya tak setuju kata-kata Clarke yang saya garis-bawahi.
Kelihatannya ini menunjuk pada ajaran Keselamatan bisa hilang, bahkan pada
Perfectionisme.
·
Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa
adalah hamba dosa”.
Istilah ‘hamba’
perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyatakan sebagai ‘hamba dosa’, itu
jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa
berbuat baik. Ini dinyatakan secara lebih jelas oleh Ro 6:16-17,20-21.
· Ro
6:16-17,20-21 - “(16)
Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang
sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu
taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam
ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (17) Tetapi syukurlah kepada
Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati
telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. ... (20) Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (21) Dan buah apakah yang
kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang,
karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”.
Perhatikan
khususnya Ro 6:20 yang berbunyi: “Sebab waktu kamu hamba dosa,
kamu bebas dari kebenaran”. Istilah ‘bebas dari kebenaran’
itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat apapun yang
benar!
Calvin (tentang Ro 6:20): “He
calls those ‘free from righteousness’ who
are held by no bridle to obey righteousness. This is the liberty of the flesh,
which so frees us from obedience to God, that it makes us slaves to the devil” (= ).
Barnes’ Notes (tentang Ro 6:20): “‘Ye were free from righteousness.’ That is, in your
former state, you were not at all under the influence of righteousness. You
were entirely devoted to sin; a strong expression of total depravity” (= ).
Adam Clarke (Ro 6:20): “I know not whether it be possible to paint the
utter prevalence of sin in stronger colours than the apostle does here, by
saying they were FREE from righteousness. It seems tantamount to that
expression in Gen 6:5, where, speaking of the total degeneracy of the human
race, the writer says, ‘Every imagination of the thoughts of his heart was only
evil continually.’ They were all corrupt; they were altogether abominable.
There was none that did good; no, not one!”
(= ).
Catatan: bagaimana mungkin Adam Clarke yang adalah orang
Arminian ini percaya seperti ini? Ini adalah doktrin Calvinisme!
·
Yoh 15:4-5 - “(4) Tinggallah di
dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari
dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu
tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur
dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di
dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa”.
Ini
jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau
tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama
sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.
·
Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku
tahu bahwa di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.
Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.
(19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat,
melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.
Dari ayat ini
kelihatan sepintas bahwa dalam diri manusia ada kehendak yang baik. Tetapi
jelas bahwa ayat ini tidak boleh ditafsirkan bahwa dalam diri manusia
berdosa di luar Kristus itu sendiri bisa ada kehendak yang baik, karena:
* penafsiran ini akan bertentangan dengan
Ro 7:18nya yang mengatakan ‘tidak ada sesuatu yang baik’.
*
penafsiran ini juga akan bertentangan dengan
Fil 2:13 yang berbunyi:
Fil 2:13
berbunyi: ”karena
Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaanNya”.
Ini
terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa
Inggris di bawah ini:
KJV: “For it is God which worketh in
you both to will and to do of his good pleasure”
(= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun
untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both
to will and to work for his good pleasure”
(= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk
mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in
you, both to will and to work for His good pleasure”
(= karena Allahlah yang bekerja dalam ka-mu, baik untuk menghendaki maupun
untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to
will and to act according to his good purpose”
(= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat
menurut rencanaNya yang baik).
Ini
menunjukkan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk melakukan
apa yang baik itu datang dari Tuhan.
Adam Clarke (tentang Neh 4:9): “While
God works in us to will and to do, we should proceed to willing, through the power he has given us to will; and we should proceed
to action, through the power he has given us to act. We cannot will, but
through God’s power; we cannot act but through
God’s strength. The power, and the use of it, are two distinct things. We may
have the power to will, and not will; and we may
have the power to do, and not act: therefore, says the apostle, seeing God has
performed in you these powers, see that YOU WORK OUT YOUR OWN salvation, with
fear and trembling” (= belum diterjemahkan ).
Catatan: saya menganggap Adam Clarke membengkokkan bunyi dari Fil 2:13
itu, karena ayatnya mengatakan bahwa ‘Allah bekerja dalam kamu untuk mau /
menghendaki’. Tetapi ia menafsirkan bahwa ‘Allah memberi kuasa / kekuatan
untuk mau / menghendaki’.
W. G. T. Shedd: “It is true that the ‘cannot’ is
a ‘will not,’ but it is equally true that the ‘will not’ is a ‘cannot.’ The
sinful will is literally unable to incline to good, apart from grace” (=
Adalah benar bahwa ‘tidak bisa’ berarti ‘tidak mau’, tetapi secara sama adalah
benar bahwa ‘tidak mau’ berarti ‘tidak bisa’. Kehendak yang berdosa secara
hurufiah tidak bisa condong pada yang baik, terpisah dari kasih karunia) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol
II, hal 229.
Jadi,
Ro 7:18-19 ini bukan menggambarkan Paulus pada waktu belum kristen, tetapi
sesudah ia menjadi kristen (perhatikan bahwa ayat itu menggunakan present tense, bukan past tense). Karena itu ia sudah
mempunyai kemauan / kehendak yang baik (dari Roh Kudus), tetapi bagaimanapun
apa yang ia capai / lakukan jauh lebih rendah dari apa yang ia kehendaki, dan
berdasarkan pengalaman itu ia menuliskan ayat itu.
·
Ro 8:7-8 - “(7) Sebab
keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk
kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka
yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
·
Tit 1:15 - “Bagi orang suci
semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak
ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Catatan:
memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk
orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada umumnya,
bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat yang
berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).
Memang, seperti
telah dikatakan di atas, manusia bisa melakukan kebaikan-kebaikan sosial /
lahiriah, misalnya pada waktu melihat orang miskin / menderita lalu
menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah itu bisa disebut sebagai
perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak!
G. I. Williamson: “because man is corrupt and
polluted in every part, he sins continually. ... He cannot do anything that is
not sin from God’s point of view” (=
karena manusia itu rusak dan dikotori dalam setiap bagian, ia berbuat dosa
terus menerus. ... Ia tidak bisa melakukan apapun yang bukan dosa dari sudut
pandang Allah) - ‘The Westminster
Confession of Faith’, hal 55.
Mengapa? Karena
dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Perbuatan baik itu harus
timbul dari iman.
·
Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman
tidak mungkin orang berkenan kepada Allah”.
· Ro 1:5 - “Dengan perantaraanNya kami menerima
kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka
percaya dan taat kepada namaNya”.
NIV: ‘to call people
from among all the Gentiles to the obedience
that comes from faith’ (= untuk memanggil orang-orang dari
antara orang-orang non Yahudi kepada ketaatan yang datang dari iman).
William
Hendriksen (tentang Ro 1:5): “The purpose for which Paul was appointed
was to bring about obedience of faith. Such obedience is based on faith and
springs from faith” (=
Tujuan untuk mana Paulus ditetapkan adalah untuk menimbulkan ketaatan dari
iman. Ketaatan seperti itu didasarkan pada iman dan keluar / muncul dari iman) - hal 45.
Perlu
ditekankan di sini bahwa dalam kontex Kitab Suci, ‘iman’ artinya adalah iman
kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Jadi, ‘iman’ di sini tidak bisa
diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada Kristus sebagai dokter,
penyembuh, pemberi berkat, dsb’.
b) Perbuatan baik itu harus
dilakukan untuk kemuliaan Allah (1Kor 10:31).
1Kor 10:31
- “Jika
engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang
lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
Calvin (tentang 1Kor 10:31): “Lest they should think, that in so small a matter they should not
be so careful to avoid blame, he teaches that there is no part of our life, and
no action so minute, that it ought not to be directed to the glory of God, and
that we must take care that, even in eating and drinking, we may aim at the
advancement of it” (= ).
c) Perbuatan baik itu harus
dilakukan karena cinta kepada Allah (Yoh 14:15).
Yoh 14:15
- “Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Loraine
Boettner menggunakan 1Kor 13:1-3 untuk menunjukkan bahwa tanpa kasih,
segala perbuatan baik kita sia-sia. Tetapi dalam hal ini saya tidak setuju
dengan Loraine Boettner, karena yang dipersoalkan dalam 1Kor 13:1-3 adalah
kasih terhadap sesama manusia, bukan kasih terhadap Allah. Jadi saya
berpendapat bahwa Yoh 14:15 adalah dasar yang lebih tepat.
Semua ini tidak
mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk.
Ro 3:10,11,18 yang menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya tidak
berakal budi, tidak mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.
Kalau
syarat-syarat di atas ini (point a-c) tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan
bahwa pada waktu orang itu melakukan ‘perbuatan baik’, ia melakukannya tanpa
mempedulikan Allah! Bisakah ‘perbuatan baik’ seperti itu disebut baik?
Loraine Boettner: “The unregenerate man can, through common grace, love his
family and he may be a good citizen. He may give a million dollars to build a
hospital, but he cannot give even a cup of cold water to a disciple in the name
of Jesus. If a drunkard, he may abstain from drink for utilitarian purposes,
but he cannot do it out of love for God. All of his common virtues or good
works have a fatal defect in that his motives which prompt them are not to
glorify God, - a defect so vital that it throws any element of goodness as to
man wholly into the shade. It matters not how good the works may be in
themselves, for so long as the doer of them is out of harmony with God, none of
his works are spiritually acceptable. ... As human beings we know that an act
of service rendered to us (by whatever utilitarian motives prompted) by someone
who is at heart our enemy, does not merit our love and approbation. The
Scripture statement that ‘Without faith it is impossible to be well-pleasing
unto God,’ finds its explanation in this, that faith is the foundation of all
the other virtues, and nothing is acceptable to God which does not flow from
right feelings. A moral act is to be judged by the standard of love to God,
which love is, as it were, the soul of all other virtue, and which is bestowed
upon us only through grace. Augustine did not deny the existence of natural
virtues, such as moderation, honesty, generosity, which constitute a certain
merit among men; but he drew a broad line of distinction between these and the
specific Christian graces (faith, love and gratitude to God, etc.), which alone
are good in the strict sense of the word, and which alone have value before
God. This distinction is very plainly illustrated in an example given by W D.
Smith. Says he: ‘In a gang of pirates we may find many
things that are good in themselves. Though they are in wicked rebellion against
the laws of the government, they have their own laws and regulations, which
they obey strictly. We find among them courage and fidelity, with many other
things that will recommend them as pirates. They may do many things, too, which
the laws of the government require, but they are not done because the
government has so required, but in obedience to their own regulations. For
instance, the government requires honesty and they may be strictly honest, one
with another, in their transactions, and the division of all their spoil. Yet,
as respects the government, and the general principle, their whole life is one
of the most wicked dishonesty. Now, it is plain, that while they continue in
their rebellion they can do nothing to recommend them to the government as
citizens. Their first step must be to give up their rebellion, acknowledge
their allegiance to the government, and sue for mercy. So all men, in their
natural state, are rebels against God; and though they may do many things which
the law of God requires, and which will recommend them as men, yet nothing is
done with reference to God and His law. Instead, the regulations of society,
respect for public opinion, self-interest, their own character in the sight of
the world, or some other worldly or wicked motive, reigns supremely; and God,
to whom they owe their heart and lives, is forgotten; or, if thought of at all,
His claims are wickedly rejected, His counsels spurned, and the heart, in
obstinate rebellion, refuses obedience. Now it is plain that while the heart continues
in this state the man is a rebel against God, and can do nothing to recommend
him to His favor. The first step is to give up his rebellion, repent of his
sins, turn to God, and sue for pardon and reconciliation through the Savior.
This he is unwilling to do, until he is made willing. He loves his sins, and
will continue to love them, until his heart is changed.’ The good actions of unregenerate men, Smith continues, “are
not positively sinful in themselves, but sinful from defect. They
lack the principle which alone can make them righteous in the sight of God. In
the case of the pirates it is easy to see that all their actions are sin
against the government. While they continue pirates,
their sailing, mending, or rigging the vessel, and even their eating and
drinking, are all sins in the eyes of the government, as they are only so many
expedients to enable them to continue their piratical career, and are parts of
their life of rebellion. So with sinners. While the heart is wrong,
it vitiates everything in the sight of God, even their most ordinary
occupations; for the plain, unequivocal language of God is, ‘Even the lamp of
the wicked, is sin,’ Prov. 21:4.”” (= ) - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 68-70.
Penerapan:
·
Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa
selamat / masuk surga karena berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan
bertobatlah dari doktrin / kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat
baik, dan karena itu membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa
selamat / masuk surga!
·
Masihkah saudara percaya bahwa semua agama lain
(yang mengandalkan perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?
Seorang yang
bernama Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 dengan kata-kata sebagai
berikut:
“You might as well try to cross
the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by your own good works”
(= Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas
sama seperti kamu mau ke surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).
Dr. D. James
Kennedy mengutip kata-kata Martin Luther yang berbunyi sebagai berikut:
“The most damnable and pernicious
heresy that has ever plagued the mind of men was the idea that somehow he could
make himself good enough to deserve to live with an all-holy God”
(= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda
pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya
sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci)
- Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism
Explosion’, hal 31-32.
2) Manusia
berdosa itu tidak mencari Allah.
Ro 3:11 - “Tidak
ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Dalam Kitab
Suci memang ada orang-orang yang mencari Allah, tetapi ini hanya bisa terjadi
karena Allah sudah lebih dulu bekerja di dalam diri orang itu dan
melahirbarukannya. Tanpa pekerjaan Allah, maka berlaku Ro 3:11 ini, yaitu
tidak ada seorangpun yang mencari Allah!
Orang yang
beragama, yang taat / sungguh-sungguh sekalipun, sebetulnya tidak mencari Allah.
Mereka mungkin hanya berjuang untuk agamanya / golongannya, atau mencari
keselamatan / surga, damai / sukacita, dan berkat-berkat lain, atau mereka
mencari jalan untuk bebas dari murka / hukuman Allah, tetapi diri Allah
sendiri tidaklah mereka cari!
3) Manusia
tidak bisa memperkenan Allah.
Ibr 11:6
menyatakan bahwa tanpa iman manusia tidak bisa memperkenan Allah, dan
Fil 1:29 menyatakan bahwa iman adalah karunia / pemberian Allah! Ini jelas
menunjukkan bahwa dari dirinya sendiri (tanpa pekerjaan / karunia Allah)
manusia tidak mungkin bisa memperkenan Allah.
4) Manusia berdosa itu tidak bisa mengerti / menghargai Injil /
Firman Tuhan.
Sebagai dasar
dari pernyataan ini perhatikanlah ayat-ayat sebagai berikut:
· 1Kor 1:18 - “Sebab pemberitaan
tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa,
tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”.
·
1Kor 1:23 - “tetapi kami
memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu
sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan”.
·
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia
duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu
baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya,
sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.
Calvin: “While, however,
Paul here tacitly imputes it to the pride of the flesh, that mankind dare to
condemn as foolish what they do not comprehend, he at the same time shows how
great is the weakness or rather bluntness of the human understanding, when he
declares it to be incapable of spiritual apprehension. For he teaches, that
it is not owing simply to the obstinacy of the human will, but to the
impotency, also, of the understanding, that man does not attain to the ‘things of the Spirit.’ Had he said
that men are not willing to be
wise, that indeed would have
been true, but he states farther that they are not able. Hence we infer, that faith is not in one’s own power, but
is divinely conferred.”
(=).
Calvin: “It is from the
Spirit of God, it is true, that we have that feeble spark of reason which we
all enjoy; but at present we are speaking of that special discovery of heavenly
wisdom which God vouchsafes to his sons alone. Hence the more insufferable
the ignorance of those who imagine that the gospel is offered to mankind in
common in such a way that all indiscriminately are free to embrace salvation by
faith”
(= ).
Matthew Henry: “Not that the natural faculty of discerning is lost,
but evil inclinations and wicked principles render the man unwilling to enter into
the mind of God, in the spiritual matters of his kingdom, and yield to their
force and power. It is the quickening beams of the Spirit of truth and holiness
that must help the mind to discern their excellency, and
to so thorough a conviction (???)of their truth as heartily to receive
and embrace them. Thus the natural man, the man destitute of the Spirit of God,
cannot know them, because they are spiritually discerned”
(= ).
Adam Clarke: “But the natural man - The apostle appears to give
this as a reason why he explained those deep spiritual things to spiritual men;
because the animal man - the man who is in a state of nature, without the
regenerating grace of the Spirit of God, receiveth not the things of the Spirit
- neither apprehends nor comprehends them: he has no relish for them; he
considers it the highest wisdom to live for this world. Therefore these
spiritual things are foolishness to him; for while he is in his animal state he
cannot see their excellency, because they are spiritually discerned, and he has
no spiritual mind”
(= ).
Barnes’ Notes: “‘Receiveth not.’ ou
dechetai, does not ‘embrace’ or ‘comprehend’ them. That is, he
rejects them as folly; he does not perceive their beauty, or their wisdom; he
despises them. He loves other things better. A man of intemperance does not
receive or love the arguments for temperance; a man of licentiousness, the
arguments for chastity; a liar, the arguments for truth. So a sensual or
worldly man does not receive or love the arguments for religion” (= ).
Barnes’ Notes: “‘Neither can he know them.’ Neither can he
understand or comprehend them. Perhaps, also, the
word ‘know’ here implies also the idea of ‘loving,’ or ‘approving’ of them, as
it often does in the Scripture. Thus, to know the Lord often means to
love him, to have a full, practical acquaintance with him. When the apostle
says that the animal or sensual man cannot know those things, he may have
reference to one of two things. Either: (1) That those doctrines were not
discoverable by human wisdom, or by any skill which the natural man may have,
but were to be learned only by revelation. This is the main drift of his
argument, and this sense is given by Locke and Whitby. Or, (2) He may mean that the
sensual the unrenewed man cannot perceive their beauty
and their force, even AFTER they are revealed to man, unless the
mind is enlightened and inclined by the Spirit of God. This is probably the
sense of the passage. This is the simple affirmation of A FACT - that while the
man remains sensual and carnal, he cannot perceive
the beauty of those doctrines. And this is a simple and well known
fact. It is a truth - universal and lamentable - that the sensual man, the
worldly man, the proud, haughty, and self-confident man; the man under the
influence of his animal appetites - licentious, false, ambitious, and vain - DOES NOT perceive any beauty in Christianity. … While he thus remains in love with sin, he cannot perceive
the beauty of the plan of salvation, or the excellency of the doctrines of
religion. He needs just the LOVE of these things, and the HATRED of
sin. He needs to cherish the influences of the Spirit; to RECEIVE what He has
taught, and not to reject it through the love of sin; he needs to yield himself
to their influences, and then their beauty will be seen. The passage here
PROVES that WHILE a man is thus sensual, the things
of the Spirit will appear to him to be folly; it proves nothing about his ability, or his natural faculty,
to see the excellency of these things, and to turn from his sin. It is the affirmation of a simple fact everywhere
discernible, that the natural man DOES not perceive the beauty of these things;
that while he remains in that state he CANNOT; and that if he is ever brought
to perceive their beauty, it will be by the influence of the Holy Spirit.
Such is his love of sin, that he never WILL be brought to see their beauty
except by the agency of the Holy Spirit. ‘For wickedness perverts the judgment,
and makes people err with respect to practical principles; so that no one can be
wise and judicious who is not good.’ Aristotle, as quoted by Bloomfield”
(= ).
Charles Hodge (tentang 1Kor 2:14): “‘To know’ is to discern the nature of
any thing, whether as true, or good, or beautiful. This is in accordance with
the constant usage of scripture. To know God is to discern his truth and
excellence; to know the truth is to apprehend it as true and good” (= ‘mengetahui / memahami’ artinya melihat sifat dasar
dari apapun, apakah sebagai benar, atau baik atau indah. Ini sesuai dengan
penggunaan yang konstan dari Kitab Suci. ‘Mengetahui / mengenal Allah’ berarti
melihat kebenaran dan keunggulanNya; mengenal / mengetahui kebenaran berarti
melihat / memahaminya sebagai benar dan baik).
Bdk. 2Tim 3:7 - “yang
walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran”.
Ini tidak mungkin
diartikan ada orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran tetapi tidak pernah
bisa mengertinya. Mengapa? Karena akan bertentangan dengan ayat-ayat di bawah
ini.
Bdk. Amsal 2:1-5 -
“(1)
Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku
dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, (2) sehingga telingamu
memperhatikan hikmat, dan engkau mencenderungkan hatimu kepada kepandaian, (3)
ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian,
(4) jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti
mengejar harta terpendam, (5) maka engkau akan
memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan
Allah”.
Bdk. Yoh 8:31-32 -
“(31)
Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah
muridKu (32) dan kamu akan mengetahui kebenaran,
dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’”.
·
Dalam Kis 16:14 Lidia memperhatikan Injil
setelah Allah membuka hatinya. Andaikata tidak ada pekerjaan Allah ini, pasti
iapun tidak akan mempedulikan Injil / Firman Tuhan yang diberitakan oleh
Paulus.
Calvin: “Man’s disposition voluntarily so
inclines to falsehood that he more quickly derives error from one word than
truth from a wordy discourse” (= Kecenderungan
manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia dengan lebih
cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu
pelajaran yang panjang) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.
5) Manusia berdosa itu tidak bisa datang kepada Yesus / percaya
kepada Yesus.
Sebagai dasar
lihatlah pembahasan ayat-ayat di bawah ini:
a) Dalam Mat 16:16-17, pada
waktu Petrus menyatakan imannya kepada Kristus sebagai Mesias / Kristus dan
Anak Allah, maka Yesus berkata: “... bukan manusia yang menyatakan
itu kepadamu melainkan Bapamu yang di sorga”.
Kata ‘menyatakan’ dalam
terjemahan dari KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘reveal’ (= menyingkapkan sesuatu yang tadinya tertutup /
tersembunyi). Ini menunjukkan bahwa andaikata tidak ada pekerjaan Bapa yang
menyingkapkan hal yang tertutup / tersembunyi itu, maka jelas bahwa hati /
pikiran Petrus akan terus buta terhadap keMesiasan / keilahian Yesus.
b) Yoh 6:37 berbunyi: “Semua
yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang
kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.
Ini menunjukkan
bahwa orang tidak datang kepada Kristus karena kehendak mereka sendiri, tetapi
karena Bapa memberikan mereka kepada Kristus.
Calvin
mengomentari bagian ini dengan berkata:
“Faith is not a thing which
depends on the will of men” (= iman bukanlah sesuatu yang
tergantung pada kehendak manusia).
c) Yoh 6:44,65.
Yoh 6:44 -
“Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b
- “Tidak
ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya”.
Kedua ayat ini
menunjukkan secara explicit bahwa
manusia yang ada dalam dosa itu tidak mampu datang kepada Yesus. Ia hanya bisa
datang kepada Yesus karena pekerjaan Bapa.
Orang-orang
Arminian keberatan terhadap penafsiran ini, dan mereka berkata bahwa kata-kata
‘tidak dapat’ dalam Yoh 6:44,65 itu harus diartikan ‘tidak mau’. Ini seperti
kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4b yang juga diartikan ‘tidak mau’.
Kej 37:4
(NIV/Lit): ‘they hated him and
could not speak a kind word to him’ (= mereka
membencinya dan tidak dapat mengucapkan kata yang ramah kepadanya).
Jawaban
terhadap pandangan ini:
1. Belum tentu bahwa kata-kata
‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4 harus diartikan ‘tidak mau’. Bukan hanya NIV,
tetapi juga KJV, NKJV, RSV, NASB, ASV, dan bahkan Living Bible, menterjemahkan ‘could
not’ (= tidak dapat). Hanya Good News
Bible yang menterjemahkan ‘would not’
(= tidak mau).
Terjemahan
‘tidak dapat’ ini bukan hanya sesuai dengan arti hurufiahnya, tetapi juga
sangat masuk akal. Karena ayat itu membicarakan saudara-saudara Yusuf, yang
karena kebencian mereka terhadap Yusuf, lalu tidak dapat berbicara
secara ramah terhadap Yusuf. Kalau saudara sangat membenci seseorang, bukankah
memang tidak mudah untuk bisa berbicara secara ramah kepada dia?
2. Kalaupun dalam Kej 37:4
kata-kata ‘tidak dapat’ diartikan ‘tidak mau’, itu tidak berarti bahwa dalam
Yoh 6:44,65 ini juga harus diartikan seperti itu.
Doktrin
Reformed tentang Total Depravity / Total
Inability mengajarkan bahwa manusia yang masih ada di dalam dosa bukan
hanya tidak mau, tetapi juga tidak dapat melakukan apapun yang
baik. Jadi, manusia berdosa itu tidak mempunyai kemauan maupun kemampuan
dalam hal berbuat baik. Ini terlihat dari Fil 2:13 yang berbunyi: “karena
Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaanNya”.
Ini
terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa
Inggris di bawah ini:
KJV: “For it is God which worketh in
you both to will and to do of his good pleasure”
(= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun
untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both
to will and to work for his good pleasure”
(= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk
mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in
you, both to will and to work for His good pleasure”
(= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun
untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to
will and to act according to his good purpose”
(= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk
berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Disamping itu,
doktrin ini didukung oleh banyak ayat Kitab Suci yang secara explicit menggunakan kata-kata ‘tidak
dapat / tidak mungkin’ (seperti Yer 13:23
Mat 7:17-18 Yoh 15:4-5 Ro 8:7-8
1Kor 2:14). Bacalah semua ayat-ayat ini, dan saudara bisa melihat
bahwa akan terasa sangat aneh kalau semua kata-kata ‘tidak dapat’ dalam ayat-ayat
itu harus diartikan ‘tidak mau’. Dan khususnya dalam Ro 8:7-8, apakah kata-kata
‘tidak mungkin’ di sana
juga harus diartikan ‘tidak mau’?
Doktrin ini
juga didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci yang lain yang sekalipun menyatakan hal
itu secara implicit tetapi
menyatakannya secara sangat kuat (seperti Kej 6:5 Kej 8:21
Yes 64:6 Yer 4:22 Yoh 8:34
Ro 3:12 Ro 6:20 Ro 7:18-19).
d) Fil 1:29 - “Sebab
kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus,
melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.
Ini menunjukkan
secara jelas bahwa iman adalah karunia dari Allah. Kalau Allah tidak mengaruniakan
iman kepada seseorang, maka orang itu tidak mungkin akan percaya kepada Yesus.
e) Kis 11:18b - “Jadi
kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang
memimpin kepada hidup”.
Ini menunjukkan
bahwa pertobatan merupakan karunia / pemberian Allah. Kalau melihat kontex
Kis 10-11 (khususnya Kis 10:43), maka jelas yang dimaksud dengan
‘pertobatan’ di sini adalah ‘datangnya / berimannya seseorang kepada Yesus’.
f) 1Kor 12:3b berbunyi: “tidak
ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan,’ selain oleh Roh
Kudus”.
Ini secara explicit mengatakan bahwa tidak ada
seorangpun bisa mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, kalau bukan karena Roh Kudus.
Kalau cuma mengaku-ngaku di mulut, tentu bisa (bdk. Mat 7:21-23 Luk 6:46). Tetapi kalau mengaku Yesus sebagai
Tuhan dengan hati yang betul-betul percaya, maka ini hanya bisa terjadi karena
pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang itu.
g) Yoh 12:39-40 - “(39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya
telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka,
supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu
berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka.’”.
Bagian ini
menyebabkan orang yang percaya pada doktrin Total
Depravity akan dengan mudah percaya pada doktrin tentang Predestinasi.
Perhatikan logikanya! Kita, sebagai orang berdosa, tidak bisa percaya / datang
kepada Kristus. Tetapi kita toh percaya kepada Kristus. Mengapa? Karena Allah
melahirbarukan kita dan lalu memberi kita iman. Mengapa Allah melahirbarukan
kita dan memberi iman kepada kita tetapi tidak kepada orang-orang lain? Karena
Allah telah memilih kita untuk diselamatkan.
Bagian ini juga
seharusnya menyebabkan kita sabar (bukan
putus asa!) kalau kita memberitakan Injil dan ditolak, bahkan diejek /
dibenci. Ingat bahwa tanpa pekerjaan Allah, orang yang kita injili itu memang
tidak akan bisa percaya dan datang kepada Yesus!
6) Manusia berdosa itu mati dalam dosa / mati secara rohani.
Hal ini
terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a) Yoh 10:10b - “Aku
datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
Bahwa Yesus
datang dengan tujuan supaya mereka / manusia berdosa mempunyai hidup, jelas
menunjukkan bahwa manusia itu mati (secara rohani).
b) Ef 2:1-3 - “(1)
Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2)
Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu
mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di
antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di
antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti
kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah
orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.
Mati secara
rohani / mati dalam dosa artinya adalah:
·
Ia aktif berbuat dosa.
Ini
terlihat dari Ef 2:1-3 di atas, yang sekalipun dalam ay 1nya menunjukkan
bahwa manusia itu mati dalam dosa, tetapi menunjukkan dalam ay 2-3nya bahwa itu
adalah kehidupan yang berdosa. Jadi,
kalau di atas telah kita lihat bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat
baik, maka sekarang kita lihat bahwa manusia berdosa itu aktif / terus menerus
berbuat dosa.
Calvin:
“For our nature is not only
destitute and empty of good, but so fertile and fruitful of every evil that it
cannot be idle” [= Karena kita bukan hanya
miskin / melarat dan kosong dalam hal baik, tetapi begitu subur dan banyak
berbuah dalam setiap kejahatan sehingga kita tidak bisa malas / menganggur
(dalam hal berbuat jahat)] - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.
·
Ia tidak peduli pada hal-hal rohani, baik
dosanya maupun Allah, Firman Tuhan / Injil, dsb.
Sehubungan
dengan hal ini, ada 2 illustrasi yang populer tetapi salah yang sering dipakai
dalam penginjilan:
a. Kita digambarkan seperti
orang yang sakit keras, dan Allah memberi kita obat. Karena itu kalau kita mau
disembuhkan, kita mesti mau membuka mulut kita untuk meminum obat itu.
Illustrasi ini
adalah illustrasi Arminian, dan illustrasi ini salah karena Kitab Suci tidak
menggambarkan orang berdosa sebagai orang yang sakit tetapi sebagai
orang yang mati.
Memang Yesus
sendiri menggambarkan diriNya sebagai ‘tabib’, dan orang berdosa sebagai ‘orang
sakit’ (Mat 9:12-13), tetapi bagian ini sama sekali tidak ditujukan untuk
mengajar tentang Total Depravity. Ia
mengatakan perumpamaan dalam Mat 9:12-13 hanya untuk membela diri terhadap
serangan orang-orang Farisi yang melarangNya bergaul dengan orang jahat.
b. Kita hampir tenggelam, dan
Allah melemparkan tali, dan kita harus mau memegang tali itu kalau kita mau
selamat.
Ini juga salah,
karena seharusnya kita adalah orang yang sudah tenggelam dan sudah mati! Untuk
menyelamatkan kita, Allah menyelam, mengangkat kita lalu menghidupkan kita kembali!
7) Manusia sudah bejat sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan.
Ini terlihat
dari:
·
Kej 8:21b - “Aku takkan
mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya
adalah jahat dari sejak kecilnya”.
·
Maz 51:7 - “Sesungguhnya,
dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.
·
Maz 58:4 - “Sejak lahir
orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan
pendusta-pendusta telah sesat”.
·
Pkh 9:3b - “Hati anak-anak
manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur
hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati”.
Calvin:
“... even infants themselves,
while they carry their condemnation along with them from the mother’s womb, are
guilty not of another’s fault but of their own. For even though the fruits of
their iniquity have not yet come forth, they have the seed enclosed within
them. Indeed, their whole nature is a seed of sin; hence it can be only hateful
and abhorrent to God” (= ... bahkan bayi-bayi,
sementara mereka membawa penghukuman mereka bersama-sama dengan diri mereka
dari kandungan, bersalah bukan karena kesalahan orang lain tetapi dari diri
mereka sendiri. Karena sekalipun buah dari kejahatan mereka belum muncul,
mereka mempunyai benih terbungkus dalam diri mereka. Memang, seluruh diri
mereka adalah benih dosa; dan karenanya ia hanya bisa dibenci dan menjijikkan bagi
Allah) - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.
II) Serangan terhadap Total Depravity dan jawabannya.
1) Adanya perintah Allah menunjukkan adanya
kemampuan manusia untuk bisa melaksanakannya. Allah tidak mungkin memberi
perintah kepada orang yang tidak mampu melakukannya, sama seperti saudara tidak
mungkin menyuruh anak saudara yang berusia 3 tahun untuk mengangkat sekarung
beras.
Jawab:
a) Sebelum Adam jatuh ke dalam
dosa, memang manusia mempunyai kemampuan taat pada perintah Allah. Tetapi
setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia dikuasai / diperhamba oleh dosa
sehingga tidak lagi bisa taat kepada perintah Allah. Ini bukan salahnya Allah,
tetapi salahnya manusia.
b) Pada waktu manusia jatuh ke
dalam dosa sehingga tidak mampu lagi melakukan perintah Allah, Allah tidak
menurunkan tuntutanNya kepada manusia. Mengapa? Karena tuntutan Allah /
hukum-hukum Allah menunjukkan kesucian Allah. Kalau itu diturunkan, maka itu
juga akan menurunkan kesucian Allah. Misalnya saja kalau Allah mengijinkan /
menghalalkan perzinahan, maka tentu saja kita akan bertanya-tanya: ‘Allah apa
ini gerangan yang mengijinkan hal itu? Tentu
Ia adalah Allah yang tidak
terlalu nggenah!’
c) John Murray menjawab serangan
ini dengan berkata:
“If obligation presupposes
ability, then we shall have to go the whole way and predicate total ability of
man, that is, to adopt the Pelagian position”
(= Jika kewajiban menunjukkan adanya kemampuan, maka kita akan harus meneruskan
dan menyatakan kemampuan total pada manusia, yaitu, menerima pandangan
Pelagianisme) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 86.
Untuk bisa
mengerti kata-kata John Murray ini, kita perlu melihat perbandingan dari 3
ajaran seperti yang diajarkan oleh Charles Hodge di bawah ini.
Charles Hodge
berkata ada 3 pandangan dalam persoalan ini (‘Systematic Theology’, vol II, hal 257):
1. Pandangan Pelagianisme, yang
mengatakan bahwa manusia yang sudah jatuh ke dalam dosapun tetap mempunyai
kemampuan untuk melakukan apapun yang Allah perintahkan kepadanya [total ability (= kemampuan total)].
2. Pandangan Semi-Pelagianisme
(= Arminianisme), yang mengatakan bahwa sekalipun kejatuhan ke dalam dosa
melemahkan kemampuan manusia, tetapi manusia tidak kehilangan seluruh
kemampuannya untuk mentaati Tuhan [partial
ability / partial inability (= kemampuan sebagian / ketidakmampuan
sebagian)].
3. Pandangan Augustinianisme /
Calvinisme, yang mengatakan bahwa manusia, setelah kejatuhan ke dalam dosa,
sama sekali tidak mampu untuk kembali kepada Tuhan atau melakukan apapun yang
betul-betul baik di hadapan Allah [total
inability / total depravity (= ketidakmampuan total / kebejatan total)].
Calvinisme Arminianisme Pelagianisme
Ketidakmampuan
total Kemampuan sebagian Kemampuan total
Kalau adanya
perintah Allah / kewajiban dari Allah dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa
manusia pasti mampu mentaati perintah Allah itu, maka konsekwensinya kita bukan
harus meninggalkan Augustinianisme / Calvinisme (ketidakmampuan total) dan
berpindah kepada Semi-Pelagianisme / Arminianisme (kemampuan / ketidak-mampuan
sebagian), tetapi kepada Pelagianisme (kemampuan total), yang jelas-jelas
merupakan ajaran sesat!
2) Doktrin ini menyebabkan orang putus asa.
Jawab:
a) Harus diakui bahwa memang
memungkinkan seseorang menanggapi doktrin ini dengan cara yang salah, sehingga
menjadi putus asa. Tetapi adanya tanggapan yang salah terhadap suatu ajaran,
tidak menunjukkan bahwa ajarannya salah!
John Murray:
“But perversion does not refute
the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi
penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang
disimpangkan itu) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
b) Sebetulnya doktrin ini tidak
menyebabkan orang putus asa. Bahkan doktrin ini menjadi landasan yang sangat
penting supaya orang mau menerima Injil kasih karunia dan beriman kepada
Kristus.
John Murray:
“The gospel is one of grace and
therefore rests upon despair of human resources and potency”
(= Injil adalah injil kasih karunia dan karena itu berdasarkan pada
keputusasaan terhadap sumber dan potensi manusia) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol
II, hal 88.
Sebaliknya
doktrin yang menentang doktrin Total
Depravity inilah yang akhirnya membuat orang putus asa.
“Nothing
is more soul-destructive than self-righteousness. And it is self-righteousness
that is fostered by the doctrine that man is naturally able to do what is good
and well-pleasing to God. To encourage any such conviction is to plunge men
into self-deception and delusion and such is indeed the counsel of despair” (=Tidak ada yang lebih menghancurkan
jiwa dari pada sikap merasa / menganggap diri sendiri benar. Dan adalah
anggapan bahwa diri sendiri benar ini yang dipungut oleh doktrin yang
mengatakan bahwa manusia secara alamiah bisa melakukan apa yang baik dan
berkenan kepada Allah. Menganjurkan keyakinan semacam itu adalah menjerumuskan
manusia ke dalam penipuan diri sendiri dan khayalan dan hal itulah yang
sebenarnya merupakan nasehat keputusasaan) - John Murray, ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
c) Orang yang sadar bahwa
dirinya penuh dosa dan tidak bisa berbuat baik, sama sekali tidak perlu
berputus asa. Mengapa? Karena Kitab Suci justru menyatakan mereka sebagai
‘orang berbahagia’ dan ‘pemilik Kerajaan Sorga’ (Mat 5:3), dan karena itu jelas
bahwa Kitab Suci menganggap orang seperti ini memiliki masa depan yang cerah.
Sekarang mari
kita meninjau Mat 5:3 yang dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan
Sorga”.
Terjemahan
‘miskin di hadapan Allah’ dalam Kitab Suci Indonesia ini sebetulnya adalah
terjemahan yang salah. Terjemahan yang benar adalah ‘miskin dalam roh’. Apa
artinya? Artinya adalah bahwa orang itu sadar ia penuh dengan dosa.
Sesuatu yang
menarik adalah: kata ‘miskin’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani
PTOCHOS, yang artinya ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’. Kata
PTOCHOS ini digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan Lazarus
(Luk 16:20 - kata ‘pengemis’ sebetulnya adalah ‘orang miskin yang sama
sekali tidak punya apa-apa’), dan juga untuk menggambarkan janda miskin setelah
ia memberikan uangnya yang hanya 2 peser (Luk 21:3).
Dalam bahasa
Yunani ada kata lain untuk ‘miskin’, yaitu PENES atau PENICHROS, yang
menunjukkan ‘miskin tetapi masih punya sedikit uang’. Dalam Kitab Suci kata
PENICHROS ini digunakan untuk menggambarkan janda miskin sebelum ia mempersembahkan
uangnya yang hanya 2 peser itu (Luk 21:2).
Karena kata
‘miskin’ dalam Mat 5:3 itu diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, maka
itu jelas menunjukkan bahwa Mat 5:3 menyatakan bahwa seseorang itu baru
dianggap berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga kalau ia sadar bahwa
dirinya penuh dengan dosa, hitam legam, bukan abu-abu atau putih
berbintik-bintik, dsb.
Arminianisme
memang percaya bahwa semua manusia berdosa, tetapi karena mereka berpendapat
bahwa manusia masih bisa berbuat baik dan mereka tidak percaya pada doktrin Total Depravity, itu menunjukkan bahwa
mereka cuma miskin dalam arti kata PENES atau PENICHROS, bukan dalam arti kata
PTOCHOS. Ini menyebabkan mereka sebetulnya belum memenuhi syarat untuk dianggap
sebagai orang yang berbahagia dan pemilik Kerajaan Sorga.
Sebaliknya
Calvinisme, yang percaya pada doktrin Totral
Depravity, percaya bahwa dalam diri manusia hanya ada dosa, dosa dan dosa!
Ini menunjukkan kesadaran orang-orang Calvinist bahwa mereka memang adalah
PTOCHOS, bukan PENES atau PENICHROS. Dengan demikian Mat 5:3 menyatakan bahwa
orang-orang Calvinist ini adalah orang yang berbahagia dan merupakan pemilik
Kerajaan Sorga.
3) Tawaran Injil kepada setiap orang menunjukkan
bahwa orang bisa percaya kepada Yesus.
Kata ‘whoever’ (= barangsiapa) dalam
ayat-ayat seperti Yoh 3:16 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘setiap
orang’) dianggap sebagai dasar bahwa setiap orang bisa percaya kepada Yesus.
Jawab:
Ayat-ayat
seperti Yoh 3:16 hanya menunjukkan bahwa Injil ditawarkan kepada semua
orang, dan siapapun yang percaya mendapat hidup kekal. Tetapi ayat-ayat itu
sama sekali tidak berbicara tentang kemampuan orang berdosa dalam
menanggapi Injil! Sebaliknya Yoh 6:44,65 secara explicit menyatakan tentang ketidakmampuan manusia untuk datang
kepada Yesus.
Yoh 6:44 - “Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b -
“Tidak
ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya
kepadanya”.
III) Serangan balik.
Sekalipun dalam
pembelaan diri terhadap serangan yang ditujukan kepada doktrin Total Depravity di atas (point II di
atas), secara otomatis sudah terdapat serangan terhadap Arminianisme, tetapi
dalam bagian ini saya tetap ingin menambahkan lagi serangan terhadap
Arminianisme, untuk memperjelas kesalahan Arminianisme dalam persoalan ini.
Pertama-tama
kita perlu tahu bagaimana ajaran Arminian dalam persoalan ini. Ini mutlak perlu
sebelum kita menyerang Arminianisme! Jangan meniru Guy Duty dan Pdt. dr. Jusuf
B. S. yang menyerang Calvinisme tanpa mengerti apa itu Calvinisme.
Pdt. dr. Jusuf
B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20),
berulangkali dan secara bertele-tele menyatakan bahwa Allah selalu menghendaki
keselamatan manusia, setan selalu menghendaki kebinasaan manusia, dan karena
itu keselamatan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau
percaya kepada Yesus atau tidak.
Pdt. dr. Jusuf
B. S. juga berbicara tentang adanya bantuan Allah. Ia berkata sebagai berikut:
“Allah
menolong mencelikkan mata rohani manusia, tetapi sesudah itu Allah memberi
kesempatan dan menunggu pilihan manusia itu sendiri!” - ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’, hal 18.
A. H. Strong
(ia bukan penganut Arminianisme) menyatakan pandangan Arminianisme sebagai
berikut:
“... God bestows upon each
individual from the first dawn of consciousness a special influence of the Holy
Spirit, which is sufficient to counteract the effect of the inherited depravity
and to make obedience possible, provided the human will cooperate, which it
still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada
setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari
Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejatan yang diwarisi dan
membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama,
dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - A.
H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal
601.
Jadi, berbeda
dengan Pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak membutuhkan
pekerjaan Roh Kudus, Arminianisme mengatakan bahwa sejak lahir, semua
manusia sudah menerima pengaruh istimewa dari Roh Kudus. Tanpa pengaruh
istimewa ini manusia tidak bisa percaya kepada Yesus. Tetapi adanya pengaruh
istimewa dari Roh Kudus ini menyebabkan manusia bisa percaya kepada Yesus. Sekarang
hanya tergantung apakah ia mau atau tidak mau melakukan hal itu.
Sekarang,
setelah saya menunjukkan bagaimana ajaran Arminianisme dalam persoalan ini,
saya akan menunjukkan caranya untuk menyerang / menunjukkan kesalahan dari
Arminianisme.
1) Serangan menggunakan Ro 10:20.
Kalau memang keselamatan seseorang
tergantung pada kehendak orang itu sendiri, apakah ia mau atau tidak mau untuk
datang dan percaya kepada Yesus, lalu bagaimana caranya orang Arminian
menjelaskan ayat di bawah ini?
Ro 10:20 - “Dan dengan
berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak
mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku’”.
Perlu saudara
ketahui bahwa ada beberapa ayat lain yang berhubungan dengan ‘manusia mencari
Tuhan’:
Yes 55:6 - “Carilah
TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.
Ini memerintahkan manusia supaya mencari Tuhan.
Yer 29:13-14a - “Apabila
kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan
segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN”.
Ini menjanjikan bahwa orang yang mencari Tuhan pasti akan menemukan Tuhan.
Saya kira orang
Arminian tidak akan menemukan kesulitan dengan Yes 55:6 dan Yer 29:13-14a ini,
tetapi bagaimana mereka menafsirkan Ro 3:11b yang berbunyi: “tidak
ada seorangpun yang mencari Allah”? Lebih-lebih, bagaimana mereka
menafsirkan Ro 10:20 di atas, yang menunjuk-kan bahwa Allah berkenan
ditemukan oleh orang yang tidak mencari Dia? Orang Arminian, yang mengatakan
bahwa semua manusia telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang
semua tergantung pada kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Ro
10:20 itu!
Calvinisme /
Reformed menganggap ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa keselamatan
seseorang tidak tergantung pada kehendak orang itu sendiri, tetapi tergantung
kepada Allah. Ro 3:11 berkata: “Tidak ada seorangpun yang
berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”. Ini
menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri, terlepas dari pekerjaan Allah /
Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak akan mau mencari Allah. Tetapi
dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’, sekalipun ia mula-mula tidak
mencari Allah, Allah bekerja, melahirbarukannya, sehingga ia lalu mencari Allah
dan menemukan Allah (melalui Yesus Kristus).
Catatan:
perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed, kelahiran baru terjadi sebelum
iman!
2) Serangan menggunakan ‘Tanya jawab Calvinisme
- Arminianisme’ untuk menunjukkan kesombongan orang Arminian / Arminianisme.
Mari kita
membayangkan suatu tanya jawab Calvinisme - Arminianisme (tanya jawab ini bisa
saja betul-betul saudara praktekkan!).
Saya bertanya
kepada orang Arminian: ‘Kalau semua orang sudah
mendapatkan pekerjaan Roh Kudus yang membuat semua orang sebetulnya bisa
percaya kepada Yesus, lalu mengapa kamu percaya kepada Yesus dan orang-orang
yang lain tidak?’.
Orang Arminian
akan menjawab: ‘Karena saya mau percaya kepada Yesus
sedangkan mereka tidak mau percaya’.
Terhadap jawaban
ini, saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu mau percaya kepada
Yesus sedangkan mereka tidak mau, padahal semua orang telah mendapatkan
pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin orang
Arminian akan menjawab: ‘Karena saya lebih memikirkan
kekekalan / keselamatan dari pada mereka’.
Saya bertanya
lagi: ‘Mengapa
kamu lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka, padahal semua
orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin mereka
akan menjawab: ‘Karena saya lebih condong pada hal-hal rohani dari
pada mereka’.
Saya bertanya
lagi: ‘Mengapa
kamu bisa lebih condong kepada hal-hal rohani dari pada mereka, padahal semua
orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin mereka
akan menjawab: ‘Karena saya sadar bahwa hal-hal rohani itu lebih
penting dari pada hal-hal duniawi’.
Saya bertanya
lagi: ‘Mengapa
kamu bisa sadar akan hal itu sedangkan orang-orang lain itu tidak, padahal
semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin mereka
akan menjawab: ‘Karena ada orang-orang yang mendoakan saya’.
Saya bertanya
lagi: ‘Mengapa
pada waktu kamu didoakan kamu bisa sadar dan percaya, sedangkan ada banyak
orang lain yang juga didoakan tetapi tetap tidak sadar dan tidak bertobat /
tidak percaya kepada Yesus sampai mati?’.
Mungkin mereka
akan menjawab: ‘Mungkin karena orang-orang itu mengeraskan hati’.
Saya bertanya
lagi: ‘Mengapa
orang-orang itu mengeraskan hati sedangkan kamu tidak, padahal semua orang
telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Kalau pertanyaan-pertanyaan
semacam ini terus dilontarkan, maka akhirnya mereka akan terpaksa
menjawab: ‘Karena
saya lebih baik dari pada mereka’.
Jadi, secara disadari ataupun tidak,
pandangan Arminian ini menganggap diri mereka lebih baik dari orang yang tidak
percaya kepada Kristus. Ini bukan hanya menunjukkan kesombongan, tetapi juga
menunjukkan bahwa sedikit banyak jasa / kebaikan diri sendiri juga berperan
dalam keselamatan seseorang!
Rupa-rupanya
Pdt. dr. Jusuf B. S. tidak menyadari hal ini, karena dalam bukunya ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’, hal 9, ia berkata: “Kita menerima keselamatan dari
Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan, usaha atau pekerjaan
kita”. Dan ia lalu mengutip Ef 2:8 sebagai dasar.
Karena itu
sebaiknya Pdt. dr. Jusuf B. S. merenungkan bagian ini dan menyadari adanya
kontradiksi dalam ajarannya!
3) Komentar-komentar dari para ahli Theologia
yang menyerang orang Arminian / Arminianisme.
A. H. Strong:
“Arminian converts say: ‘I
gave my heart to the Lord’; Augustinian converts say: ‘The Holy Spirit
convicted me of sin and renewed my heart’. Arminianism tends to
self-sufficiency; Augustinianism promotes dependence upon God”
(= Petobat Arminian berkata: ‘Aku memberikan hatiku kepada Tuhan’;
pe-tobat Augustinian berkata: ‘Roh Kudus menyadarkan aku akan dosaku dan
memperbaharui hatiku. Arminianisme condong pada kecukupan / kesanggupan diri
sendiri; Augustinianisme mempromosikan kebersandaran kepada Allah) -
‘Systematic Theology’, hal 605.
Catatan:
A. H. Strong bukanlah seorang Augustinian / Calvinist yang sepenuhnya. Ia hanya
menerima 4 dari 5 points Calvinisme. Satu-satunya yang ia tolak adalah point
yang ke 3, yaitu Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas).
Loraine
Boettner:
“The chief fault of Arminianism
is its insufficient recognition of the part that God takes in redemption. It
loves to admire the dignity and strength of man; Calvinism loses itself in
adoration of the grace and omnipotence of God. Calvinism casts man first into
the depths of humiliation and despair in order to lift him on wings of grace to
supernatural strength. The one flatters natural pride; the other is a gospel
for penitent sinners. As that which exalts man in his own sight and tickles his
fancies is more welcome to the natural heart than that which abases him,
Arminianism is likely to prove itself more popular. Yet Calvinism is nearer to
the facts, however harsh and forbidding those facts may seem. ‘It is not always
the most agreeable medicine which is the most healing. The experience of the
apostle John is one of frequent occurrence, that the little book which is sweet
as honey in the mouth is bitter in the belly. Christ crucified was a
stumbling-block to one class of people and foolishness to another, and yet He
was, and is, the power of God and the wisdom of God unto salvation to all who
believe’” (= Kesalahan utama dari
Arminianisme adalah pengakuan / pengenalannya yang kurang tentang bagian Allah
dalam penebusan. Arminianisme senang mengagumi martabat dan kekuatan manusia;
Calvinisme kehilangan dirinya sendiri dalam pemujaan terhadap kasih karunia dan
kemahakuasaan Allah. Calvinisme mula-mula membuang manusia ke dalam perendahan
dan keputusasaan yang dalam untuk bisa mengangkatnya dengan sayap kasih karunia
kepada kekuatan supranatural. Yang satu memuji kesombongan alamiah; yang lain
adalah injil untuk orang-orang berdosa yang menyesal. Sebagaimana sesuatu yang
meninggikan manusia dalam pandangannya sendiri dan yang menyenangkannya lebih
diterima / disambut oleh hati alamiah dari pada sesuatu yang merendahkan dia,
Arminianisme mungkin sekali membuktikan dirinya sendiri lebih populer. Tetapi
Calvinisme lebih dekat kepada fakta, betapapun kerasnya dan menakutkannya fakta
itu terlihat. ‘Tidak selalu obat yang paling menyenangkan adalah yang paling
menyembuhkan. Pengalaman rasul Yohanes adalah kejadian yang sering terjadi,
bahwa buku kecil yang manis seperti madu di mulut, pahit di perut. Kristus yang
tersalib adalah batu sandungan bagi segolongan manusia dan kebodohan bagi
golongan yang lain, tetapi Ia adalah, baik dulu maupun sekarang, kuasa Allah
dan hikmat Allah kepada keselamatan bagi semua yang percaya’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 44.
Catatan:
Loraine Boettner menggunakan kata-kata ‘buku kecil yang manis seperti madu di
mulut, tetapi pahit di perut’ dari Wah 10:9-10.
Alan P. F. Sell
mengutip kata-kata Jerome Zanchius (1516-1590) sebagai berikut:
“Conversion and salvation must,
in the very nature of things, be wrought and effected either by ourselves
alone, or by ourselves and God together, or solely by God himself. The
Pelagians were for the first. The Arminians are for the second. True believers
are for the last, because the last hypothesis, and that only, is built on the
strongest evidence of Scripture, reason and experience: it most effectually
hides pride from man, and sets the crown of undivided praise upon the head, or
rather casts it at the feet, of that glorious Triune God, who worketh all in
all” (= Pertobatan dan keselamatan
dibuat dan dilaksanakan atau oleh diri kita sendiri, atau oleh kita dan Allah
bersama-sama, atau semata-mata oleh Allah sendiri. Orang-orang Pelagian memilih
yang pertama, orang-orang Arminian yang kedua. Orang-orang percaya yang sejati
memilih yang terakhir, karena anggapan yang terakhir, dan hanya itu, dibangun
di atas bukti terkuat dari Kitab Suci, logika dan pengalaman: itu secara paling
efektif menyembunyikan kesombongan dari manusia, dan meletakkan mahkota pujian
sepenuhnya / seluruhnya pada kepala, atau lebih tepat meletakkannya pada kaki,
dari Allah Tritunggal yang mulia, yang mengerjakan semua dalam semua)
- ‘The Great Debate, Calvinism,
Arminianism and Salvation’, hal 97.
Alan P. F. Sell
juga mengutip kata-kata John R. de Witt sebagai berikut:
“Arminianism essentially
represents an attack upon the majesty of God; and puts in place of it, the
exaltation of man” (= Arminianisme secara hakiki
menggambarkan / mewakili suatu penyerangan terhadap kuasa yang berdaulat dari
Allah; dan meletakkan sebagai gantinya, peninggian manusia) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism
and Salvation’, hal 97.
Calvin:
“Nothing, however slight, can be
credited to man without depriving God of his honor, and without man himself
falling into ruin through brazen confidence” (= Tidak ada
sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa dipuji / dihargai dari manusia tanpa
mencabut / menghilangkan kehormatan dari Allah, dan tanpa menghancurkan manusia
itu sendiri melalui kepercayaan kepada diri sendiri yang tidak tahu malu) -
‘Institutes of the Christian Religion’,
Book II, Chapter II, no 1.
John Owen:
“As a desire of self-sufficiency
was the first cause of this infirmity ... nothing doth he more contend for than
an independency of any supreme power, which might either help, hinder, or
control him in his actions. ... Never did any man ... more eagerly endeavour
the erecting of this Babel than the Arminians, the modern blinded patrons of
human self-sufficiency” (= Karena suatu keinginan untuk
pencukupan diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak
ada yang lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidaktergantungan pada kuasa
tertinggi manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam
tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh
berusaha mendirikan Babel
ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern yang buta dari pencukupan
diri sendiri dari manusia) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 11.
John Owen:
“... of making themselves differ
from others who will not make so good use of the endowments of their natures;
that so the first and chiefest part in the work of their salvation may be
ascribed unto themselves; - a proud Luciferian endeavour!”
(= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang lain yang tidak mau
menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka; sehingga dengan demikian
bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan keselamatan bisa dianggap
berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha Lucifer yang sombong!)
- ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 13.
John Owen:
“And so at length, with much toil
and labour, they have placed an altar for their idol in the holy temple, on the
right hand of the altar of God, and on it offer sacrifice to their own net and
drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ - not all to God,
nor all to free-will, but let the sacrifice of praise, for all good things, be
divided between them” [= Dan demikian akhirnya, dengan
banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah altar untuk berhala mereka
dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah, dan di atasnya mereka
mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri; setidaknya ‘nec Deo, nec
libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata ini ada dalam bahasa
Latin)
- bukan semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak bebas, tetapi biarlah
korban pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di antara mereka) -
‘The Works of John Owen’, vol 10, hal
14.
4) Kesimpulan.
Kesimpulan
tentang kesalahan dari Arminianisme dalam hal ini adalah:
a) Kesombongan / kebersandaran pada diri
sendiri.
Sedikit banyak
mereka beranggapan bahwa diri mereka sendiri mempunyai jasa dalam keselamatan
mereka, yaitu mereka mau percaya.
Berbicara
tentang kesombongan orang Arminian, saya melihat bahwa Guy Duty juga luar biasa
sombongnya. Ini terlihat dari:
·
Cara ia menjelek-jelekkan Calvin dan Agustinus.
Padahal
melihat bukunya Guy Duty, saya yakin bahwa baik Calvin maupun Agustinus
mempunyai pengetahuan di ujung jarinya jauh lebih banyak dari Guy Duty dalam
seluruh dirinya!
·
Bagian Pendahuluan dari buku ‘Keselamatan
bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 9-11, dimana ia mengutip surat dari seorang
pendeta yang telah membaca naskah bukunya dan lalu berkata sebagai berikut:
“Saya
telah menelusuri halaman demi halaman tulisan anda ini. Saya belum pernah
membaca bahan sebaik ini. ... Saya percaya bahwa tulisan ini merupakan
pembahasan yang paling lengkap tentang pokok ini, dan saya sangat
menganjurkannya bagi setiap siswa Alkitab. Setiap pembaca buku ini mau tidak
mau harus mengakui bahwa buku ini adalah karya seorang siswa Alkitab yang
besar, yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya untuk membagi Firman kebenaran
itu dengan benar” (hal 9,11. Catatan: Garis bawah dari saya).
Kalaupun ada
pendeta, yang dalam kebodohannya, memuji bukunya yang penuh dengan kesalahan
itu, tidak seharusnya Guy Duty menuliskannya atau bahkan memamerkannya kepada
pembaca bukunya! 1Kor 13:4-5 - “Kasih ... tidak memegahkan diri
dan tidak sombong”.
Saya
betul-betul tidak mengerti kesombongan Guy Duty yang sampai hati menuliskan
pujian yang begitu tinggi dari pendeta itu untuk dirinya sendiri dalam
Pendahuluan bukunya, lebih-lebih karena pujian itu sangat tidak pada tempatnya.
Saya sendiri jarang menemui buku sejelek dan sekacau bukunya Guy Duty ini!
b) Konsekwensinya, dalam
penyelamatan diri mereka, Allah bukan satu-satunya pihak yang berjasa. Karena
itu bukan Allah semata-mata yang harus dihargai / dipuji dalam persoalan
keselamatan mereka, tetapi juga diri mereka sendiri.
Bandingkan
pandangan Arminianisme yang sombong dan kurang menghargai anugerah Allah itu
dengan:
·
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena
kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi
pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri”.
·
Ro 11:5-6 - “(5)
Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih
karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi
karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi
kasih karunia”.
·
kata-kata Archbishop William Temple yang dikutip
oleh John Stott sebagai berikut:
“All is of God. The only thing of
my very own which I contribute to my redemption is the sin from which I need to
be redeemed” (= Semua dari Allah.
Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku adalah
dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The Preacher’s Portrait’, hal 44-45.
Inilah
pandangan Calvinisme / Reformed, yang betul-betul menghancurleburkan
kesombongan manusia, dan mengarahkan seluruh penghargaan tentang
penyelamatan kita hanya kepada Allah!
-o0o-
bersambung ke jilid 2
(tentang Unconditional Election / Predestinasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar