Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
II) hukuman dosa.
A) Allah itu adil sehingga Ia harus menghukum orang yang berdosa.
1) Dasar Alkitab yang menunjukkan keadilan Allah.
Maz 7:12 - “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah yang
murka setiap saat”.
Maz 11:7 - “Sebab TUHAN adalah adil dan Ia mengasihi
keadilan; orang yang tulus akan memandang wajahNya”.
2) Hal-hal yang seakan-akan menunjukkan bahwa Allah itu tidak
adil. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam Kitab
Suci, kita sering melihat hal-hal yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu
tidak adil. Misalnya:
a) Dalam
penciptaan.
Dalam penciptaan, Allah menciptakan sebagian makhluk
sebagai binatang, sebagian lagi jadi manusia. Yang jadi manusia, sebagian hitam
sebagian putih, sebagian ganteng / cantik sebagian jelek, sebagian pandai
sebagian bodoh, sebagian dalam keluarga kaya sebagian dalam keluarga melarat,
sebagian utuh anggota-anggota tubuhnya sebagian cacat, dsb. Kalau saudara
diciptakan ganteng / cantik, dalam keluarga kaya, pandai, utuh anggota-anggota
tubuhnya, maka mungkin saudara tidak menganggap Allah tidak adil. Tetapi
bagaimana kalau saudara diciptakan sebagai orang yang cacat, melarat, bodoh,
buruk mukanya dsb?
Juga sebagai orang Kristen, kita bisa ‘merasakan
ketidak-adilan Allah’ karena kita merasa bahwa orang Kristen yang lain
mempunyai banyak karunia, sedangkan kita hanya sedikit karunia.
Kalau saudara menganggap Allah itu tidak adil dalam
hal seperti ini, maka ada beberapa hal yang harus saudara pikirkan:
1. Kalau
Allah menciptakan semua makhluk sama, baik dalam jenis makhluknya, bentuknya,
jenis kelaminnya, kemampuannya, kepandaiannya, dsb, bayangkan, bagaimana
jadinya dunia / alam semesta ini?
2. Allah
berhak memberikan atau tidak memberikan apapun kepada saudara; saudara tidak
mempunyai hak apapun untuk menuntut sesuatu dari Dia. Kalau Ia tidak memberikan
sesuatu kepada saudara dan Ia memberikannya kepada orang lain, itu tidak
menunjukkan bahwa Ia tidak adil.
3. Orang-orang
yang menerima banyak, juga dituntut banyak.
Luk 12:48b - “Setiap
orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan
kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi
dituntut.’”.
Di sini terletak keadilan Allah dalam hal ini. Yang
menerima banyak memikul tanggung jawab yang lebih besar. Yang menerima lebih
sedikit, memikul tanggung jawab yang lebih kecil. Dan kalau orang yang menerima
sedikit menghasilkan sedikit, ia bisa menerima pujian sama dengan orang yang
menerima banyak dan menghasilkan banyak.
Mat 25:15-17,20-23 - “(15)
Yang seorang diberikannya lima
talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat. (16) Segera
pergilah hamba yang menerima lima talenta itu. Ia menjalankan uang itu
lalu beroleh laba lima
talenta. (17) Hamba yang menerima dua talenta itupun berbuat demikian
juga dan berlaba dua talenta. ... (20) Hamba yang menerima lima
talenta itu datang dan ia membawa laba lima
talenta, katanya: Tuan, lima talenta tuan
percayakan kepadaku; lihat, aku telah beroleh laba lima talenta. (21) Maka kata tuannya itu
kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai
hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan
memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan
turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (22) Lalu datanglah hamba yang menerima
dua talenta itu, katanya: Tuan, dua talenta tuan percayakan kepadaku; lihat,
aku telah beroleh laba dua talenta. (23) Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang
baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu”.
Catatan: dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia ada sedikit perbedaan
antara pujian dalam ay 21 (bagi hamba yang menerima 5 talenta), dengan pujian
dalam ay 23 (bagi hamba yang menerima 2 talenta). Tetapi ini salah. Dalam
bahasa Inggris maupun bahasa Yunaninya kedua ayat itu bunyinya sama persis!
Matthew Henry mengatakan bahwa Allah menuntut
seseorang sesuai dengan apa yang Ia berikan kepada orang itu. Dari orang yang
menerima 5 talenta, Ia menuntut 5 talenta. Dan dari orang yang menerima 2
talenta ia menuntut hanya 2 talenta.
Pemberian yang lebih besar / banyak menuntut tanggung
jawab yang lebih besar / banyak! Karena itu, jangan malas dalam menggunakan
apapun yang ada pada saudara untuk memuliakan Tuhan.
Matthew Henry: “Slothfulness;
Thou wicked and slothful servant. Note, Slothful servants are wicked servants,
and will be reckoned with as such by their master, for he that is slothful in
his work, and neglects the good that God has commanded, is brother to him that is a great waster, by doing the evil
that God has forbidden, Prov 18:9. He that is careless in God’s work, is near
akin to him that is busy in the devil’s work” (= Kemalasan; ‘Engkau pelayan yang jahat dan
malas’. Perhatikan, pelayan-pelayan yang malas adalah pelayan-pelayan yang
jahat, dan akan diperhitungkan sebagai pelayan-pelayan yang seperti itu oleh
tuan mereka, karena ia yang malas dalam pekerjaannya, dan mengabaikan hal baik
yang telah Allah perintahkan, adalah saudara dari dia yang adalah pemboros yang
besar, dengan melakukan hal yang jahat yang telah Allah larang, Amsal 18:9. Ia
yang ceroboh dalam pekerjaan Allah, adalah keluarga dekat dengan dia yang sibuk
dalam pekerjaan Iblis).
Amsal 18:9 - “Orang yang bermalas-malas dalam
pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak”.
Dalam cerita / perumpamaan ini hamba yang tidak
menggunakan talentanya itu hanya mendapat 1 talenta, tetapi tak diragukan bahwa
dalam realitanya ada banyak orang yang mendapat 5 talenta dan tidak menggunakan
talentanya untuk Tuhan! Kalau yang mendapat hanya 1 talenta dihukum karena
tidak menggunakannya, bagaimana dengan yang mendapat 5 talenta dan tidak
mengunakannya? Pasti hukumannya lebih berat! Di sini terletak keadilan Tuhan!
b) Dalam
predestinasi.
Ef 1:4-5,11 - “(4)
Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya
kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan
kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan
kerelaan kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam
Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan
untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala
sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya”.
Ro 9:10-13 - “(10)
Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari
satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu
belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya
rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan,
tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua
akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi
Yakub, tetapi membenci Esau.’”.
Doktrin tentang predestinasi sering ditentang dengan
alasan bahwa itu menunjukkan ketidak-adilan Allah. Ada 2 hal yang bisa kita berikan sebagai
jawaban terhadap tuduhan ini:
1. Perlu
diketahui bahwa ‘adil’ tidak berarti Allah harus memberi secara sama rata.
Mat 20:1-16 - “(1)
‘Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar
keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat
dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke
kebun anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan
dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada
mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan
kepadamu. Dan merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga
petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi
dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu
menganggur saja di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak
ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun
anggurku. (8) Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah
pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk
terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang
mulai bekerja kira-kira pukul lima
dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka
yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun
menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, (12) katanya: Mereka yang masuk terakhir ini
hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari
suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu
menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap
engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah
bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini
sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku
menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
(16) Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang
terdahulu akan menjadi yang terakhir.’”.
Tuan dalam perumpamaan ini jelas tidak berlaku sama
rata. Ia lebih murah hati kepada pekerja-pekerja yang datang belakangan. Tetapi
toh ia berkata bahwa ia bukannya berlaku tidak adil. Kalau ia berjanji sedinar
sehari, dan ia lalu memberi kurang dari itu, maka itu tidak adil. Tetapi ia
memberikan sedinar sehari, jadi pekerja kelompok pertama tidak bisa menyalahkan
tuan itu. Ia memang berlaku lebih murah hati kepada pekerja-pekerja yang datang
belakangan, tetapi ia berhak menggunakan milik / uangnya sesukanya. Ia tidak
berlaku tidak adil, sekalipun ia tidak memberi dengan sama rata!
Demikian juga pada waktu Ia mau memberikan keselamatan
hanya pada sebagian manusia, sehingga Ia lalu menentukan sebagian untuk selamat
dan sebagian binasa. Ini bukannya tidak adil. Karena itu, predestinasi tidak
bertentangan dengan keadilan Allah.
Bdk. Ro 9:14-15 - “(14)
Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil?
Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas
kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati
kepada siapa Aku mau bermurah hati.’”.
Bdk. Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata
kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang
menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah
Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah
engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak
atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk
dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna
tujuan yang biasa?”.
KJV: ‘honour ... dishonour’ (= yang terhormat ... yang tidak
terhormat / yang memalukan).
2. Tidak
ada orang yang mendapatkan ketidak-adilan Allah.
Kalau kita mau memikir lebih dalam, maka kita bisa
melihat bahwa orang yang dipilih dan diselamatkan, mendapatkan kasih /
kemurahan / belas kasihan Allah. Sedangkan orang yang tidak dipilih,
mendapatkan keadilan Allah. Tidak ada orang yang mendapatkan ketidak-adilan
Allah.
c) Adanya
banyak kasus dimana orang saleh justru menderita dan orang jahat hidup enak.
Misalnya:
Ayub 19:6 - “insafilah,
bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadap aku, dan menebarkan jalaNya
atasku”.
Ayub 21:7-15 - “(7)
Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah
kuat? (8) Keturunan mereka tetap bersama mereka, dan anak cucu diperhatikan
mereka. (9) Rumah-rumah mereka aman, tak ada ketakutan, pentung Allah tidak
menimpa mereka. (10) Lembu jantan mereka memacek dan tidak gagal, lembu betina
mereka beranak dan tidak keguguran. (11) Kanak-kanak mereka dibiarkan keluar
seperti kambing domba, anak-anak mereka melompat-lompat. (12) Mereka
bernyanyi-nyanyi dengan iringan rebana dan kecapi, dan bersukaria menurut lagu
seruling. (13) Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam kemujuran, dan dengan
tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati. (14) Tetapi kata mereka kepada
Allah: Pergilah dari kami! Kami tidak suka mengetahui jalan-jalanMu. (15) Yang
Mahakuasa itu apa, sehingga kami harus beribadah kepadaNya, dan apa manfaatnya
bagi kami, kalau kami memohon kepadaNya?”.
Maz 73:1-14 - “(1)
Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang
bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku
tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat
kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat
dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan
mereka tidak kena tulah seperti orang lain. (6) Sebab itu mereka berkalungkan
kecongkakan dan berpakaian kekerasan. (7) Karena kegemukan, kesalahan mereka
menyolok, hati mereka meluap-luap dengan sangkaan. (8) Mereka menyindir dan
mengata-ngatai dengan jahatnya, hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi
hati. (9) Mereka membuka mulut melawan langit, dan lidah mereka membual di
bumi. (10) Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka, mendapatkan mereka
seperti air yang berlimpah-limpah. (11) Dan mereka berkata: ‘Bagaimana Allah
tahu hal itu, adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?’ (12) Sesungguhnya,
itulah orang-orang fasik: mereka menambah harta benda dan senang selamanya!
(13) Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh
tanganku, tanda tak bersalah. (14) Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan
kena hukum setiap pagi”.
Yer 12:1-2 - “(1)
Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku
mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup
orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (2) Engkau
membuat mereka tumbuh, dan merekapun juga berakar, mereka tumbuh subur dan
menghasilkan buah juga. Memang selalu Engkau di mulut mereka, tetapi jauh dari
hati mereka”.
Untuk menjawab problem ini perlu diketahui bahwa:
1. Kepanjang-sabaran
Allah menyebabkan Dia sering menunda hukumanNya terhadap orang berdosa, supaya
orang itu bisa bertobat.
Ro 2:1-11 - “(1) Karena itu, hai manusia, siapapun
juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah.
Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena
engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. (2) Tetapi kita
tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat
demikian. (3) Dan engkau, hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat
demikian, sedangkan engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka,
bahwa engkau akan luput dari hukuman Allah? (4) Maukah engkau menganggap
sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah
engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada
pertobatan? (5) Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat,
engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan
hukuman Allah yang adil akan dinyatakan. (6) Ia akan membalas setiap orang
menurut perbuatannya, (7) yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun
berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, (8) tetapi
murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat
kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman. (9) Penderitaan dan
kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama
orang Yahudi dan juga orang Yunani, (10) tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai
sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang
Yahudi, dan juga orang Yunani. (11) Sebab Allah tidak memandang bulu”.
Ay 4 menunjukkan penundaan hukuman supaya orang
berdosa itu bertobat. Tetapi kalau mereka terus tak mau bertobat, ay 5-dst
menunjukkan bahwa akhirnya hukuman Allah akan menimpa mereka. Jadi, bukannya
orang berdosa itu dibiarkan atau tidak dihukum oleh Allah. Mereka
hanya belum dihukum!
2. Keadilan
yang sebenarnya memang belum dijalankan pada saat ini, dan baru akan dijalankan
pada saat kita mati (bdk. cerita tentang Lazarus dan orang kaya - Luk 16:19-31)
/ pada pengadilan akhir jaman.
Kis 17:31 - “Karena Ia telah menetapkan suatu
hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang
telah ditentukanNya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti
tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.’”.
2Kor 5:10 - “Sebab
kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang
memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam
hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Pada pengadilan akhir jaman Allah betul-betul akan
memberikan keadilan, dimana Ia akan memberikan pahala / hukuman sesuai dengan
kehidupan manusia.
Keadilan Allah ini bukan hanya mengharuskan adanya
surga dan neraka, tetapi bahkan mengharuskan adanya tingkatan-tingkatan baik di
surga maupun di neraka.
Bahwa surga maupun neraka memang ada
tingkatan-tingkatannya terlihat dari ayat-ayat ini:
a. Mat 5:19
- “Karena itu siapa yang meniadakan salah
satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya
demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di
dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala
perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di
dalam Kerajaan Sorga”.
b. Mat 20:20,21,23,26-28
- “(20) Maka datanglah ibu anak-anak
Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapanNya untuk
meminta sesuatu kepadaNya. (21) Kata Yesus: ‘Apa yang kaukehendaki?’ Jawabnya:
‘Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam
KerajaanMu, yang seorang di sebelah kananMu dan yang seorang lagi di sebelah
kiriMu.’ ... (23) Yesus berkata kepada mereka: ‘CawanKu memang akan kamu minum,
tetapi hal duduk di sebelah kananKu atau di sebelah kiriKu, Aku tidak berhak
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu telah
menyediakannya.’ ... (26b) Barangsiapa
ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, (27) dan
barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi
hambamu; (28) sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi
banyak orang.’”.
Text ini menunjukkan bahwa Yohanes dan Yakobus minta
kepada Yesus supaya mereka mendapat tempat di kiri dan kanan Yesus (tempat yang paling terhormat). Sekalipun Yesus
menolak permintaan itu, tetapi Yesus sedikitpun tidak membantah akan adanya
tempat yang paling terhormat itu, bahkan secara implicit Ia membenarkan hal
itu, dan mengatakan bahwa untuk bisa menduduki tempat tertinggi, kita harus mau
menjadi hamba bagi semua (ay 26-28). Semua ini menunjukkan adanya
perbedaan tingkat kemuliaan di sorga.
c. Luk 19:16-19
- “(16) Orang yang pertama datang dan
berkata: Tuan, mina tuan yang satu itu telah menghasilkan sepuluh mina. (17)
Katanya kepada orang itu: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik;
engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas
sepuluh kota . (18)
Datanglah yang kedua dan berkata: Tuan, mina tuan telah menghasilkan lima mina. (19) Katanya
kepada orang itu: Dan engkau, kuasailah lima kota ”.
Orang yang dari 1 mina menghasilkan 10 mina diberi
kekuasaan atas 10 kota, sedangkan orang yang dari 1 mina menghasilkan 5 mina
diberi kekuasaan atas 5 kota. Ini jelas menunjukkan adanya perbedaan pahala di
sorga nanti.
d. 1Kor 3:10-15
- “(10) Sesuai dengan kasih karunia Allah,
yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah
meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap
orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. (11) Karena
tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang
telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. (12) Entahkah orang membangun di atas
dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami,
(13) sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan
akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan
masing-masing orang akan diuji oleh api itu. (14) Jika pekerjaan yang dibangun
seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. (15) Jika pekerjaannya terbakar, ia
akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti
dari dalam api”.
Text ini mengatakan tentang orang yang selamat tetapi
seperti dari dalam api. Ini jelas berarti bahwa orang itu masuk surga secara
pas-pasan, dan ini menunjukkan adanya tingkat di sorga.
e. Mat 6:20
- “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di
sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak
membongkar serta mencurinya”.
Yesus menyuruh kita untuk mengumpulkan harta di
sorga. Secara implicit ini menunjukkan
ada orang yang mengumpulkan banyak, dan ada yang sedikit.
f. Mat 11:20-24
- “(20) Lalu Yesus mulai mengecam
kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan
mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida!
Karena jika di Tirus dan di Sidon
terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama
mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari
penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon
akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah
engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke
dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.
(24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan
dari pada tanggunganmu.’”.
Text ini mengatakan bahwa pada akhir jaman tanggungan
Tirus, Sidon, Sodom lebih ringan dari tanggungan
Khorazim dan Betsaida, karena sekalipun Khorazim dan Betsaida menyaksikan
mujijat-mujijat Yesus mereka tetap tidak bertobat. Ini menunjukkan bahwa dosa
mereka dianggap lebih hebat dan karenanya hukuman mereka (dalam neraka) akan
lebih berat. Hal yang sama ada dalam Mat 10:15.
Bandingkan keadilan Allah ini dengan pandangan Saksi
Yehuwa di bawah ini:
·
Orang-orang dari sekte Saksi Yehuwa tidak percaya akan adanya neraka.
Mereka beranggapan bahwa orang jahat pada akhirnya akan dimusnahkan, sehingga
tidak mempunyai keberadaan lagi (cease to exist). Alasan mereka adalah:
Allah yang kasih itu tidak akan tega untuk menghukum orang selama-lamanya dalam
neraka. Ini adalah ajaran yang terlalu menekankan kasih Allah sehingga
mengorbankan keadilanNya!
·
Seorang murid saya yang berasal dari sekte Saksi Yehuwa mengatakan
bahwa tidak adil kalau orang berbuat dosa cuma sebentar tetapi dihukum
secara kekal. Saya jawab: adil tidak berarti bahwa lamanya hukuman harus
sama dengan lamanya berbuat dosa. Kalau memang harus demikian, maka orang yang
melakukan pemerkosaan (mungkin hanya 15 menit) harus dimasukkan penjara hanya
15 menit, dan orang yang melakukan pembunuhan (mungkin hanya kurang dari 1
menit) harus dimasukkan penjara selama 1 menit. Ini justru tidak adil. Jadi
adil atau tidak, tidak tergantung pada samanya waktu untuk berbuat dosa dan
waktu hukuman, tetapi tergantung dari fakta apakah hukuman yang diberikan itu
sesuai dengan hukum atau tidak. Kalau hukum menyatakan bahwa pemerkosa bisa
dihukum maximum 20 tahun, dan ia dihukum 20 tahun maka itu adil. Demikian juga
karena hukum Tuhan / Firman Tuhan menyatakan bahwa orang berdosa akan dihukum
secara kekal dalam neraka, maka nanti kalau hal itu terjadi, itu berarti bahwa
Allah adil.
d) Ada ayat yang seolah-olah
menunjukkan bahwa Allah tidak adil.
Maz 103:8-13 - “(8)
TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. (9)
Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. (10) Tidak
dilakukanNya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalasNya kepada
kita setimpal dengan kesalahan kita, (11) tetapi setinggi langit di atas
bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang takut akan Dia; (12)
sejauh timur dari barat, demikian dijauhkanNya dari pada kita pelanggaran kita.
(13) Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada
orang-orang yang takut akan Dia”.
Ayat ini bukan hanya kelihatannya menunjukkan
ketidak-adilan Allah, tetapi kelihatannya juga bertentangan dengan ayat-ayat
lain dalam Kitab Suci, seperti:
1. Yer 17:10
- “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang
menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan
tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.’”.
2. Ibr
2:2 - “Sebab kalau firman yang
dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran
dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, ...”.
Mengapa ini bisa terjadi? Karena adanya penebusan oleh
Kristus!
Orang-orang yang tidak percaya tidak mempunyai Penebus
/ pembayar hutang, dan karena itu bagi mereka betul-betul akan diberlakukan
keadilan Allah. Dan karena semua mereka adalah orang-orang berdosa, maka semua
mereka harus masuk ke neraka
selama-lamanya. Bagi orang-orang seperti inilah berlaku ayat-ayat seperti
Yer 17:10 dan Ibr 2:2 di atas.
Tetapi bagi orang-orang percaya, hukuman dosanya sudah
dipikul oleh Kristus, dan karena itu Allah tidak membalasnya setimpal dengan
dosanya. Kalau Allah membalas setimpal dengan dosanya, maka justru menjadi
tidak adil, karena satu dosa dihukum 2 x, yaitu 1 x pada diri Kristus, dan ke 2
x nya pada diri orang yang berbuat dosa. Keadilan Allah tidak memungkinkan Ia
melakukan hal seperti ini. Ia harus membebaskan orang percaya dari semua
hukuman, karena semua dosanya sudah dipikul hukumannya oleh Kristus.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament (tentang
Maz 103:8-12): “when Jesus has died for your
sins, there is full and free forgiveness available to all who will ask for it. ...
The punishment that we deserve was given to Jesus (Isa 53:4-6). ... Were
it not for the death of Christ on the cross, there could be no forgiveness of
our sins” [= pada waktu Yesus telah mati untuk dosa-dosamu, di sana tersedia pengampunan penuh dan cuma-cuma
/ gratis bagi semua orang yang mau memintanya. ... Hukuman yang layak kita
dapatkan telah diberikan kepada Yesus (Yes 53:4-6). ... Seandainya bukan
karena kematian Kristus di salib, tidak bisa ada pengampunan dosa-dosa kita].
Bdk. 1Yoh 1:9 - “Jika
kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
Renungkan, ‘keanehan’ ayat ini! Mengapa untuk tindakan
mengampuni, ditekankan ‘keadilan’ Allah? Bukannya lebih cocok kalau ditekankan
kasih / kemurahan / belas kasihan Allah? Tidak. Keadilan Allah memang
mengharuskan Ia menghukum. Tetapi ini berlaku bagi orang yang tidak percaya.
Tetapi bagi orang percaya, keadilan Allah mengharuskan Ia mengampuni.
Bandingkan dengan kutipan di bawah ini.
Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with
deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for
Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received
the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double
payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be
cast into hell. It seems to be one of the very principles of our
enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and
this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same
belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and
peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be
punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God
is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished” (= Ingatan
melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam
untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena
Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil /
remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu
tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak
ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam
neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah
diterangi, untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa
haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi
tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa
Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan
dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa,
sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan
saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya,
seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25,
morning.
Keadilan Allah itu menakutkan bagi orang yang tidak
percaya, tetapi sangat menghibur bagi orang percaya. Karena itu, percayalah
kepada Kristus sekarang juga!
3) Perwujudan keadilan Allah: menghukum manusia yang berdosa.
Yos 24:19 - “Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: ‘Tidaklah
kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah
Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu”.
Nahum 1:2-3 - “(2) TUHAN itu Allah yang cemburu dan pembalas,
TUHAN itu pembalas dan penuh kehangatan amarah. TUHAN itu pembalas kepada para
lawanNya dan pendendam kepada para musuhNya. (3) TUHAN itu panjang sabar
dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang
yang bersalah. Ia berjalan dalam puting beliung dan badai, dan awan adalah
debu kakiNya”.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament (tentang
Nahum 1:2-8):
“a just and holy God cannot
see people flouting His law and do nothing about it” (= seorang Allah yang adil dan kudus tidak bisa
melihat orang-orang mencemoohkan hukumNya dan tidak melakukan apa-apa
tentangnya).
Point ke 3 ini yang saya
tekankan dalam pelajaran selanjutnya.
B) Pada waktu
Adam jatuh ke dalam dosa (Kej 3), maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa
seluruh umat manusia, karena ia merupakan wakil dari seluruh umat manusia.
Dasar Kitab Suci:
1. Hukuman dalam Kej 3:16-19 jelas tidak berlaku bagi Adam saja, tetapi
juga bagi Hawa dan semua keturunan Adam dan Hawa.
Kej 3:16-19 - “(16) FirmanNya
kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu
mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan
anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’
(17) Lalu firmanNya kepada manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan
isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan
makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah
engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan
rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan
menjadi makananmu; (19) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai
engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab
engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’”.
Calvin (tentang Kej 3:17): “In the first place, it is to be observed, that
punishment was not inflicted upon the first of our race so as to rest on those
two alone, but was extended generally to all their posterity, in order that we
might know that the human race was cursed in their person” (= Pertama-tama, harus diperhatikan, bahwa hukuman
tidak diberikan kepada manusia yang pertama sehingga berhenti pada dua orang
itu saja, tetapi diperluas secara umum kepada semua keturunan mereka, supaya
kita tahu bahwa umat manusia dikutuk dalam diri mereka).
Calvin (tentang Kej
3:19): “Should any
one again object, that no suffering was imposed on men which did not also
belong to women: I answer, it was done designedly, to teach us, that from the
sin of Adam, the curse flowed in common to both sexes; as Paul testifies, that
‘all are dead in Adam,’ (Romans 5:12.)” [= Kalau ada orang yang keberatan, bahwa tidak ada
penderitaan yang dijatuhkan kepada laki-laki yang tidak juga berhubungan dengan
/ menjadi milik dari perempuan: saya menjawab, itu dilakukan secara terencana,
untuk mengajar kita, bahwa dari dosa Adam, kutuk mengalir secara umum kepada
kedua jenis kelamin; seperti Paulus menyaksikan, bahwa ‘semua mati di dalam
Adam’ (Ro 5:12)].
Catatan: Kalau dilihat kata-kata dari kutipan itu, sebenarnya 1Kor 15:22 lebih
cocok dari Ro 5:12. Mungkin Calvin mengutip secara bebas, bukan kata per kata.
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam
dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu
telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa”.
1Kor 15:22 - “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula
semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan
dengan Kristus”.
2. Ro 5:12-19 - “(12)
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan
oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua
orang, karena semua orang telah berbuat dosa. (13) Sebab sebelum hukum
Taurat ada, telah ada dosa di dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau
tidak ada hukum Taurat. (14) Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman
Adam sampai kepada zaman Musa juga atas mereka, yang
tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah dibuat oleh Adam,
yang adalah gambaran Dia yang akan datang. (15) Tetapi karunia Allah tidaklah
sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua
orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia
Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang,
yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu
orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan
penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu
mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah
berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima
kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh
karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh
satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu
perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama
seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa,
demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Calvin (tentang Ro
5:12): “‘to sin’ in this case, is to become
corrupt and vicious; for the natural depravity which we bring, from our
mother’s womb, though it brings not forth immediately its own fruits, is yet
sin before God, and deserves his vengeance: and this is that sin which they
call original. For as Adam at his creation had received for us as well as for
himself the gifts of God’s favor, so by falling away from the Lord, he in
himself corrupted, vitiated, depraved, and ruined our nature; for having been
divested of God’s likeness, he could not have generated seed but what was like
himself” (= ‘berbuat
dosa / berdosa’ dalam kasus ini, adalah menjadi rusak / jahat dan buruk; karena
kebejatan alamiah yang kita bawa dari kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak
langsung / segera melahirkan buah-buahnya sendiri, tetap adalah dosa di hadapan
Allah, dan layak mendapatkan pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang mereka
sebut ‘dosa asal’. Karena sebagaimana Adam dalam penciptaannya telah menerima
bagi kita maupun bagi dirinya sendiri karunia-karunia dari kebaikan Allah,
demikian juga dengan meninggalkan Tuhan, ia dalam dirinya sendiri merusak,
melemahkan, membuat bejat, dan menghancurkan sifat dasar kita; karena setelah
ditelanjangi dari keserupaan dengan Allah, ia tidak bisa menghasilkan keturunan
kecuali apa yang seperti dia sendiri).
Calvin (tentang Ro
5:14): “Hence they sinned not after the
similitude of Adam’s transgression; for they had not, like him, the will of God
made known to them by a certain oracle: for the Lord had forbidden Adam to
touch the fruit of the tree of the knowledge of good and evil; but to them
he had given no command besides the testimony of conscience” (= Karena itu mereka tidak berbuat dosa seperti
pelanggaran Adam; karena mereka tidak, seperti dia, mengetahui kehendak Allah
bagi mereka oleh sabda ilahi tertentu: karena Tuhan telah melarang Adam untuk menyentuh
buah dari pohon pengetahuan baik dan jahat; tetapi kepada mereka Ia tidak /
belum memberikan hukum / perintah kecuali kesaksian dari hati nurani).
Catatan: saya tidak mengerti
mengapa Calvin menggunakan kata ‘to touch’ (= menyentuh). Allah tidak
melarang untuk menyentuh tetapi melarang untuk memakan buah itu. Tetapi Hawalah
yang dalam menjawab pertanyaan Iblis, mengatakan bahwa Allah melarang untuk
memakan ataupun menyentuh / meraba buah itu.
Kej 2:16-17 - “(16) Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: ‘Semua pohon
dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, (17) tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’”.
Kej 3:1-3
- “(1) Adapun ular ialah yang paling cerdik dari
segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada
perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan
kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah
pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi tentang buah pohon
yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun
raba buah itu, nanti kamu mati.’”.
3. 1Kor 15:21-22
- “(21) Sebab sama seperti maut datang
karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena
satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula
semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan
dengan Kristus”.
Calvin: “He proves it from
contraries, because death is not from nature, but from man’s sin. As, therefore,
Adam did not die for himself alone, but for us all, it follows, that Christ in
like manner, who is the antitype, did not rise for himself alone; for he came,
that he might restore everything that had been ruined in Adam. ... The
cause of death is Adam, and we die in him: hence Christ, Whose office it is to
restore to us what we lost in Adam, is the cause of life to us; and his
resurrection is the groundwork and pledge of ours. And as the former was the
beginning of death, so the latter is of life” (= Ia membuktikan dari kebalikan-kebalikan /
hal-hal yang berlawanan, karena kematian bukan dari alam, tetapi dari dosa
manusia. Karena itu, sebagaimana Adam tidak mati bagi dirinya sendiri, tetapi
bagi kita semua, akibatnya, Kristus yang adalah anti type dari Adam, dengan
cara yang sama / serupa, tidak bangkit untuk diriNya sendiri saja; karena Ia
datang supaya Ia bisa memulihkan segala sesuatu yang telah dihancurkan dalam
Adam. ... Penyebab dari kematian adalah Adam, dan kita mati di dalam dia:
karena itu, Kristus, yang tugasNya adalah untuk memulihkan bagi kita apa yang
hilang dalam Adam, adalah penyebab dari kehidupan bagi kita; dan kebangkitanNya
adalah dasar dan jaminan dari kebangkitan kita. Dan sebagaimana yang terdahulu
adalah permulaan / awal dari kematian, demikian juga yang belakangan adalah
permulaan / awal dari kehidupan).
C) Akibat dosa Adam.
1) Penderitaan.
a) Orang perempuan merasa sakit waktu melahirkan.
Kej 3:16 - “FirmanNya kepada perempuan itu:
‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat
banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi
kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘desire’
(= keinginan).
1. Penderitaan berkenaan dengan mengandung dan melahirkan anak.
Seandainya tidak ada dosa,
maka perempuan tak akan mengalami penderitaan berkenaan dengan mengandung dan
melahirkan anak. Tetapi karena adanya dosa, maka semua itu ada.
Matthew Henry (tentang Kej
3:16): “She
is here put into a state of sorrow, one particular of which only is specified,
that in bringing forth children” (= Di sini ia diletakkan di dalam keadaan yang menimbulkan penderitaan,
hanya salah satu darinya yang ditentukan, yaitu penderitaan dalam melahirkan
anak-anak).
2. Berahi
kepada suami.
Jamieson, Fausset & Brown
(tentang Kej 3:16): “Some
connect this with the preceding clause, rendering it thus: ‘Although in sorrow
thou shalt bring forth children, yet thy desire or longing shall be to thy
husband.’ Others translate, ‘Unto thy husband shall be thy obedience;’ meaning
that the desires of the woman shall be subjected to the authority and will of
her husband”
(= Sebagian orang menghubungkan ini dengan anak kalimat yang sebelumnya, dan
menterjemahkannya demikian: ‘Sekalipun dalam penderitaan engkau akan melahirkan
anak-anakmu, tetapi keinginan atau kerinduanmu akan ada kepada suamimu’.
Orang-orang lain menterjemahkan, ‘Kepada suamimu akan ada ketundukanmu’;
berarti bahwa keinginan-keinginan dari perempuan akan ditundukkan pada otoritas
dari kehendak dari suaminya).
Catatan: Albert Barnes dan Keil & Delitzsch kelihatannya
lebih memilih penafsiran yang kedua.
3. Tunduk
kepada suami / dikuasai oleh suami.
Adam Clarke (tentang Kej
3:16): “though at their
creation both were formed with equal rights, and the woman had probably as much
right to rule as the man, but subjection to the will of her husband is one part
of her curse”
(= sekalipun pada penciptaan mereka keduanya dibentuk dengan hak-hak yang sama,
dan perempuan mungkin mempunyai hak memerintah sebanyak laki-laki, tetapi
ketundukan pada kehendak suaminya merupakan sebagian dari kutukannya).
Saya tidak setuju dengan
kata-kata Clarke, karena dari semula Hawa / perempuan diciptakan sebagai
‘penolong’ laki-laki.
Kej 2:18 - “TUHAN Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri
saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.’”.
Kalau begitu, lalu dimana letak
hukumannya?
Calvin (tentang Kej
3:16): “The second
punishment which he exacts is subjection. ... She had, indeed, previously been subject
to her husband, but that was a liberal and gentle subjection; now, however, she
is cast into servitude” (= Hukuman
kedua yang Ia tuntut / paksakan adalah ketundukan. ... Memang sebelumnya ia
telah tunduk kepada suaminya, tetapi itu adalah ketundukan yang baik / murah
hati dan lembut; tetapi sekarang, ia dilemparkan ke dalam perbudakan).
Barnes’ Notes (tentang Kej
3:16): “Under
fallen man, woman has been more or less a slave. In fact, under the rule of
selfishness, the weaker must serve the stronger” (= Di bawah laki-laki yang telah jatuh ke dalam
dosa, perempuan sedikit atau banyak telah menjadi seorang budak. Dalam
faktanya, di bawah pemerintahan dari keegoisan, yang lebih lemah harus melayani
yang lebih kuat).
b) Pekerjaan menjadi sukar.
Sebetulnya pekerjaan itu
sendiri bukanlah hukuman dosa, karena pekerjaan sudah ada sebelum dosa ada.
Kej 2:15 - “TUHAN Allah mengambil manusia
itu dan menempatkannya dalam taman Eden
untuk mengusahakan dan memelihara taman itu”.
Tetapi sebelum ada dosa,
pekerjaan tidak sukar, dan setelah dosa ada, pekerjaan menjadi sukar, dan ini
merupakan sebagian hukuman dosa.
Kej 3:17-19a - “(17) Lalu firmanNya kepada
manusia itu: ‘Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari
buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya,
maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari
rezekimu dari tanah seumur hidupmu: (18) semak duri dan rumput duri yang akan
dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;
(19a) dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi
menjadi tanah”.
Calvin (tentang Kej
3:17): “God, by adducing the reason why
he thus punishes the man, cuts off from him the occasion of murmuring. For no
excuse was left to him who had obeyed his wife rather than God; yea, had
despised God for the sake of his wife, placing so much confidence in the
fallacies of Satan, - whose messenger and servant she was, - that he did not
hesitate perfidiously to deny his Maker”
(= Allah, dengan mengemukakan alasan mengapa Ia menghukum laki-laki
seperti itu, menghapuskan darinya alasan untuk bersungut-sungut. Karena tak ada
alasan yang tersisa bagi dia yang telah mentaati istrinya dan bukannya Allah;
ya, bahkan telah meremehkan Allah demi istrinya, menempatkan begitu banyak
keyakinan dalam tipuan-tipuan dari Iblis, - yang menggunakan Hawa sebagai
utusan dan pelayan, - sehingga ia tidak ragu-ragu secara berkhianat menyangkal
Penciptanya).
Catatan: yang Calvin maksudkan
dengan ‘alasan’ yang Allah kemukakan adalah bagian yang saya garis-bawahi dari
Kej 3:17 di atas. Memang dalam kasus ini Adam lebih mendengarkan istrinya
dari pada Allah!
c) Rasa gelisah, takut, kuatir, tidak damai.
Kej 3:7-10 - “(7) Maka terbukalah mata mereka
berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon
ara dan membuat cawat. (8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah,
yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah
manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam
taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman
kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ (10) Ia menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa
Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang;
sebab itu aku bersembunyi.’”.
Secara umum, memang dosa dan
tidak adanya hubungan dengan Allah, menyebabkan ketakutan, kegelisahan dan
sebagainya.
Im 26:14,36-37 - “(14) ‘Tetapi jikalau kamu tidak
mendengarkan Daku, dan tidak melakukan segala perintah itu, ... (36) Dan
mengenai mereka yang masih tinggal hidup dari antaramu, Aku akan
mendatangkan kecemasan ke dalam hati mereka di dalam negeri-negeri musuh
mereka, sehingga bunyi daun yang ditiupkan anginpun akan mengejar mereka,
dan mereka akan lari seperti orang lari menjauhi pedang, dan mereka akan rebah,
sungguhpun tidak ada orang yang mengejar. (37) Dan mereka akan jatuh
tersandung seorang kepada seorang seolah-olah hendak menjauhi pedang,
sungguhpun yang mengejar tidak ada, dan kamu tidak akan dapat bertahan di
hadapan musuh-musuhmu”.
Ul 28:47,65-67 - “(47) ‘Karena engkau tidak mau
menjadi hamba kepada TUHAN, Allahmu, dengan sukacita dan gembira hati walaupun
kelimpahan akan segala-galanya, ... (65) Engkau tidak akan mendapat
ketenteraman di antara bangsa-bangsa itu dan tidak akan ada tempat berjejak
bagi telapak kakimu; TUHAN akan memberikan di sana kepadamu hati yang gelisah, mata
yang penuh rindu dan jiwa yang merana. (66) Hidupmu akan
terkatung-katung, siang dan malam engkau akan terkejut dan kuatir akan
hidupmu. (67) Pada waktu pagi engkau akan berkata: Ah, kalau malam
sekarang! dan pada waktu malam engkau akan berkata: Ah, kalau pagi sekarang!
karena kejut memenuhi hatimu, dan karena apa yang dilihat matamu”.
Maz 53:5-6 - “(5) Tidak sadarkah orang-orang
yang melakukan kejahatan, yang memakan habis umatKu seperti memakan roti, dan
yang tidak berseru kepada Allah? (6) Di sanalah mereka ditimpa kekejutan
yang besar, padahal tidak ada yang mengejutkan; sebab Allah menghamburkan
tulang-tulang para pengepungmu; mereka akan dipermalukan, sebab Allah telah
menolak mereka”.
Amsal 28:1 - “Orang fasik lari, walaupun
tidak ada yang mengejarnya, tetapi orang benar merasa aman seperti singa
muda”.
Yes 33:14-16 - “(14) Orang-orang yang berdosa
terkejut di Sion orang-orang murtad diliputi kegentaran. Mereka berkata:
‘Siapakah di antara kita yang dapat tinggal dalam api yang menghabiskan ini?
Siapakah di antara kita yang dapat tinggal di perapian yang abadi ini?’ (15) Orang
yang hidup dalam kebenaran, yang berbicara dengan jujur, yang menolak
untung hasil pemerasan, yang mengebaskan tangannya, supaya jangan menerima
suap, yang menutup telinganya, supaya jangan mendengarkan rencana penumpahan
darah, yang menutup matanya, supaya jangan melihat kejahatan, (16) dialah
seperti orang yang tinggal aman di tempat-tempat tinggi, bentengnya ialah
kubu di atas bukit batu; rotinya disediakan air minumnya terjamin”.
Yes 48:22 - “‘Tidak
ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
Dalam kontex Kitab Suci,
yang dimaksud dengan ‘orang
fasik’
bukan sekedar penjahat, pembunuh, dsb, tetapi semua orang yang belum percaya
kepada Yesus.
Ini terlihat dari banyak
ayat-ayat yang mengkontraskan orang percaya dengan orang fasik, seperti
Kej 18:25 1Sam 2:9 Maz 1:4-6 Maz 32:10 Amsal 3:33 Yes 66:4 dsb.
Tuhan sudah merancang
manusia sedemikian rupa sehingga ia hanya bisa hidup bahagia, damai, sukacita,
kalau ia hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kalau ia keluar dari rancangan
ini dan tidak mempunyai persekutuan dengan Allah, maka hidupnya pasti tidak
akan damai, sukacita, bahagia. Paling-paling ia bisa mempunyai kesenangan
duniawi yang bersifat semu dan sementara, tetapi damai dan sukacita sejati
tidak akan mungkin ia miliki.
Kesimpulan: Jadi, penderitaan sebagai
hukuman dosa ini mencakup baik penderitaan fisik / jasmani, maupun penderitaan
batin.
Catatan: Sekalipun dosa dihukum
dengan penderitaan, tetapi penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari
dosa. Kadang-kadang penderitaan merupakan hukuman dari dosa, seperti misalnya
dalam kasus Gehazi (2Raja 5:25-27), tetapi kadang-kadang tidak, seperti
dalam kasus Ayub, dan juga dalam kasus orang buta dalam Yoh 9:1-3.
Yoh 9:1-3 - “(1) Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang
yang buta sejak lahirnya. (2) Murid-muridNya bertanya kepadaNya: ‘Rabi,
siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?’ (3) Jawab Yesus: ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia”.
Karena itu, pada waktu
menghadapi orang yang mengalami penderitaan, jangan sembarangan menghakiminya
dengan mengatakan bahwa ia menderita pasti karena dosa.
2) Putus hubungan dengan Allah.
Kej 3:23-24 - “(23) Lalu TUHAN Allah mengusir
dia dari taman Eden
supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. (24) Ia menghalau manusia
itu dan di sebelah timur taman Eden
ditempatkanNyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan
menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan”.
Yes 59:2 - “tetapi yang merupakan pemisah
antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia
menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala
dosamu”.
Karena Allah itu suci, Ia
tidak bisa bersatu dengan manusia yang berdosa.
3) Kematian.
Kej 3:19 - “dengan berpeluh engkau akan
mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari
situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi
debu.’”.
Kej 2:17 - “tetapi pohon pengetahuan tentang yang
baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau
memakannya, pastilah engkau mati.’”.
a) Mengapa Kej
3:19 tak cocok dengan Kej 2:17?
Adam Clarke menafsirkan sebagai berikut: sejak saat
mereka makan buah itu mereka mati secara rohani, dan juga mereka menjadi ‘mortal’
(= bisa mati), dan bahkan juga ada di bawah pengaruh segala sesuatu yang tidak
menyenangkan, sampai mereka mati.
Calvin memberikan penafsiran yang kurang lebih sama.
Adam Clarke (tentang Kej 2:17): “Thou shalt not
only die spiritually, by losing the life of God, but from that moment thou
shalt become mortal, and shalt continue in a dying state till thou die” (= ).
Adam Clarke (tentang Kej 3:19): “God had said
that in the day they ate of the forbidden fruit, ‘dying they should die’ - they
should then become mortal, and continue under the influence of a great variety
of unfriendly agencies in the atmosphere and in themselves, from heats, colds,
drought, and damps in the one, and morbid increased and decreased action in the
solids and fluids of the other, till the spirit, finding its earthly house no
longer tenable, should return to God who gave it; and the body, being
decomposed, should be reduced to its primitive dust” (= ).
Calvin (tentang Kej 2:17): “But it is asked,
what kind of death God means in this place? It appears to me, that the
definition of this death is to be sought from its opposite; we must, I say,
remember from what kind of life man fell. He was, in every respect, happy; his
life, therefore, had alike respect to his body and his soul, since in his soul
a right judgment and a proper government of the affections prevailed, there
also life reigned; in his body there was no defect, wherefore he was wholly
free from death. ... Thence it follows, that under the name of death is
comprehended all those miseries in which Adam involved himself by his
defection; for as soon as he revolted from God, the fountain of life, he was
cast down from his former state, in order that he might perceive the life of
man without God to be wretched and lost, and therefore differing nothing from
death. Hence the condition of man after his sin is not improperly called both
the privation of life, and death. The miseries and evils both of soul and body,
with which man is beset so long as he is on earth, are a kind of entrance into
death, till death itself entirely absorbs him; for the Scripture everywhere
calls those dead who, being oppressed by the tyranny of sin and Satan, breath
nothing but their own destruction. Wherefore the question is superfluous, how
it was that God threatened death to Adam on the day in which he should touch
the fruit, when he long deferred the punishment? For then was Adam consigned to
death, and death began its reign in him, until supervening grace should bring a
remedy” (= ).
Calvin (tentang Kej 3:19): “He denounces
that the termination of a miserable life shall be death; as if he would say,
that Adam should at length come, through various and continued kinds of evil,
to the last evil of all. Thus is fulfilled what we said before, that the death
of Adam had commenced immediately from the day of his transgression. For this
accursed life of man could be nothing else than the beginning of death. ... whereas death is here put as the final issue, this ought to
be referred to man; because in Adam himself nothing but death will be found;
yet, in this way, he is urged to seek a remedy in Christ” (= ).
Calvin (tentang Kej 3:19): “‘For dust thou art.’
Since what God here declares belongs to man’s nature,
not to his crime
or fault, it
might seem that death was not superadded as adventitious to him. And therefore
some understand what was before said, ‘Thou shalt die,’ in a spiritual sense;
thinking that, even if Adam had not sinned, his body must still have been
separated from his soul. But, since the declaration of Paul is clear, that ‘all
die in Adams as they shall rise again in
Christ,’ (1 Corinthians 15:22,) this wound also was inflicted by sin. Nor truly
is the solution of the question difficult, - ‘Why God should pronounce, that he
who was taken from the dust should return to it.’ For as soon as he had been
raised to a dignity so great, that the glory of the Divine Image shone in him,
the terrestrial origin of his body was almost obliterated. Now, however, after
he had been despoiled of his divine and heavenly excellence, what remains but
that by his very departure out of life, he should recognize himself to be
earth? Hence it is that we dread death, because dissolution, which is contrary
to nature, cannot naturally be desired. Truly the first man would have passed
to a better life, had he remained upright; but there would have been no
separation of the soul from the body, no corruption, no kind of destruction,
and, in short, no violent change”
(= ).
b) Sebagaimana
hukuman yang lain, hukuman berupa kematian ini bukan hanya menimpa Adam saja,
tetapi juga semua keturunannya.
Ayub 30:23 - “Ya, aku tahu: Engkau membawa aku
kepada maut, ke tempat segala yang hidup dihimpunkan”.
Maz 49:10 - “Sungguh, akan dilihatnya: orang-orang
yang mempunyai hikmat mati, orang-orang bodoh dan dungupun binasa bersama-sama
dan meninggalkan harta benda mereka untuk orang lain”.
Maz 89:49 - “Siapakah orang yang hidup dan
yang tidak mengalami kematian, yang dapat meluputkan nyawanya dari kuasa dunia
orang mati? Sela”.
Pkh 8:8a - “Tiada seorangpun berkuasa
menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian”.
Pkh 3:19-21 - “(19) Karena nasib manusia adalah
sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu
mati, demikian juga yang lain. Kedua-duanya mempunyai nafas yang sama,
dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang, karena segala sesuatu adalah
sia-sia. (20) Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu
dan kedua-duanya kembali kepada debu. (21) Siapakah yang mengetahui, apakah nafas
manusia naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi”.
Pkh 3:21
(KJV/RSV/NIV/NASB): ‘the spirit
of the animal’ (= roh binatang).
Catatan: di sini Kitab Suci Indonesia
secara salah menterjemahkan ‘nafas’. Sebetulnya kata yang
diterjemahkan ‘nafas’ dalam Pkh 3:19 juga
adalah RUAKH, tetapi di sini KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan: ‘breath’
(= nafas), sekalipun footnote NIV memberikan terjemahan alternatif, yaitu ‘spirit’
(= roh).
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa
telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa”.
Ro 6:21,23a - “(21) Dan buah apakah yang kamu
petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena
kesudahan semuanya itu ialah kematian. ... (23a) Sebab upah dosa ialah maut”.
Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia
ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”.
Kematian ini bisa datang
setiap saat, dan tidak akan bisa dihindari.
Illustrasi: ada dongeng kuno tentang
seorang pedagang di Bagdad . Suatu hari ia
suruh pelayannya pergi ke pasar. Pelayan itu kembali dengan muka pucat
ketakutan. Tuannya bertanya: ‘Ada apa?’. Pelayan itu menjawab: ‘Tuan, aku bertemu dengan maut.
Maut itu melihat aku, lalu menggerak-gerakkan tangannya secara menakutkan.
Tuan, aku takut sekali, tolong pinjami aku kuda, supaya aku bisa lari’. Tuan itu bertanya: ‘Kamu mau lari kemana?’. ‘Aku mau lari ke kota
Samarra ’. Tuan itu kasihan dan lalu
meminjamkan kudanya dan pelayan itu lari ke kota
Samarra . Tuan
itu lalu merasa penasaran, dan ia lalu pergi ke kota untuk mencari maut itu. Waktu bertemu
dengan maut, ia lalu bertanya: ‘Hai
maut, mengapa kamu menakut-nakuti pelayanku?’. Maut menjawab: ‘Aku tidak menakut-nakuti dia. Aku hanya heran
melihat dia di pasar di kota Bagdad ini, karena
aku mempunyai perjanjian untuk bertemu dengan dia malam ini di kota
Samarra ’.
Kalau kematian datang pada
saudara malam ini, siapkah saudara?
4) Semua manusia lahir dengan dosa asal (kecuali Kristus).
Ro 5:12,18-19 - “(12) Sebab itu, sama seperti
dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga
maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua
orang telah berbuat dosa. ... (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu
pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu
perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama
seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa,
demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Jelas bahwa ‘satu orang’ dalam ay 12 adalah Adam, dan jelas juga bahwa yang
dimaksud dengan ‘satu
pelanggaran’ dan ‘ketidaktaatan satu orang’ adalah dosa pertama Adam. Jadi, ayat-ayat ini
mengatakan bahwa gara-gara dosa pertama Adam, maka dosa masuk ke dalam dunia
dan semua manusia menjadi orang berdosa di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena Adam,
yang adalah manusia pertama, dianggap sebagai wakil dari seluruh umat manusia
oleh Allah.
Illustrasi:
Kalau Indonesia mengirimkan
team sepak bola ke luar negeri untuk suatu pertandingan, maka pada waktu team
itu kalah, orang berkata ‘Indonesia
kalah’. Kita tidak ikut main sepak bola, tetapi tetap dianggap kalah, karena
wakil kita kalah.
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah
masuk ke dalam dunia (KOSMOS) oleh satu orang, dan oleh
dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,
karena semua orang telah berbuat dosa”.
Charles Hodge
(tentang Ro 5:12): “These words clearly declare a causal relation between the
one man, Adam, and the entrance of sin into the world. … ‘Sin entered into
the world.’ It is hardly
necessary to remark, that κόσμος does not here mean ‘the universe’. ... It can only mean
‘the world of mankind.’ Sin entered the world;
it invaded the face. ... It means that the world, κόσμος, mankind became sinners; because this clause is
explained by saying, ‘all sinned.’” [= Kata-kata ini dengan jelas menyatakan suatu hubungan
sebab-akibat antara satu orang itu, Adam, dan masuknya dosa ke dalam dunia. ...
‘Dosa telah masuk ke dalam dunia’. Hampir tak perlu dikatakan bahwa κόσμος (KOSMOS)
di sini tidak berarti ‘alam semesta’. ... Itu hanya bisa berarti ‘dunia umat
manusia’. Dosa telah masuk ke dalam dunia; itu menyerbu permukaannya /
wajahnya. ... Itu berarti bahwa dunia, κόσμος (KOSMOS), umat manusia, telah
menjadi orang-orang berdosa; karena anak kalimat ini dijelaskan dengan
mengatakan ‘semua orang telah berdosa / berbuat dosa’].
Tentang kata-kata ‘semua orang telah berbuat dosa’ pada akhir Ro 5:12, perhatikan komentar Charles
Hodge dan Calvin di bawah ini.
Charles Hodge: “The fourth class of
interpreters, including commentators of every grade of orthodoxy, agree in
saying that what is meant is, that all sinned in Adam as their head and
representative. Such was the relation, natural and federal, between him and his
posterity, that his act was putatively their act. That is, it was the judicial
ground or reason why death passed on all men. In other words, they were
regarded and treated as sinners on account of his sin” (=
Golongan keempat dari para penterjemah, termasuk para penafsir dari setiap
kelas dari ke-ortodox-an, setuju dalam mengatakan bahwa apa yang dimaksud
adalah, bahwa semua berdosa / berbuat dosa dalam Adam sebagai kepala dan wakil
mereka. Demikianlah hubungannya, alamiah dan bersifat perjanjian, antara dia
dan keturunannya, sehingga tindakannya dianggap sebagai tindakan mereka.
Artinya, itu merupakan dasar atau alasan yang berhubungan dengan pengadilan
mengapa maut telah menjalar kepada semua orang. Dengan kata-kata lain, mereka
dianggap dan diperlakukan sebagai orang-orang berdosa karena dosanya).
Calvin: “But ‘to sin’ in this case, is to become corrupt and
vicious; for the natural depravity which we bring, from our mother’s womb,
though it brings not forth immediately its own fruits, is yet sin before God,
and deserves his vengeance: and this is that sin which they call original” (= Tetapi ‘berbuat dosa’ dalam kasus ini, artinya
menjadi rusak dan jahat / keji; karena kebejatan alamiah yang kita bawa dari
kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak segera melahirkan / menimbulkan
buah-buahnya sendiri, tetap adalah dosa di hadapan Allah, dan layak mendapatkan
pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang mereka sebut dosa asal).
Ro 5:18-19 - “(18) Sebab itu, sama seperti
oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh
satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama
seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa,
demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
Charles Hodge
(tentang Ro 5:18-19): “In ver. 18, it is our being treated as sinners for the
sin of Adam, and our being treated as righteous for the righteousness of Christ, that is
most prominently presented. In ver. 19, on the contrary, it is our being regarded as sinners for the
disobedience of Adam, and our being regarded as righteous for the obedience of Christ, that are
rendered most conspicuous. … Though the one idea seems thus to be the more
prominent in ver. 18, and the other in ver. 19, yet it is only a greater degree
of prominency to the one, and not the exclusion of the other, that is in either
case intended” (= Dalam ay 18, adalah diperlakukannya kita sebagai orang berdosa karena dosa Adam,
dan diperlakukannya kita sebagai
orang benar karena kebenaran Kristus, yang secara paling menyolok diajukan /
disampaikan. Dalam ay 19, sebaliknya, adalah dianggapnya
kita sebagai orang berdosa karena ketidak-taatan Adam, dan dianggapnya kita sebagai orang benar
karena ketaatan Kristus, yang dibuat paling menyolok. ... Sekalipun gagasan
yang satu kelihatan lebih menonjol dalam ay 18, dan gagasan yang lain dalam ay
19, tetapi itu hanya suatu tingkatan yang lebih besar dari ke-menonjol-an bagi
yang satu, dan bukan pengeluaran dari yang lain, yang dimaksudkan dalam kasus
yang manapun).
Ayat-ayat lain yang menjadi dasar dosa asal ini
adalah:
a) Ayub
14:4 - “Siapa
dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorangpun tidak!”.
Barnes’ Notes: “This
passage is of great value as showing the early opinion of the world in regard
to the native character of man. The sentiment was undoubtedly common - so
common as to have passed into a proverb - that man was a sinner; and that it
could not be expected that anyone of the race should be pure and holy. ... As a
historical record, this passage proves that the doctrine of original sin was
early held in the world. Still it is true that the same great law prevails,
that the off-spring of woman is a sinner - no matter where he may be born, or
in what circumstances he may be placed. No art, no philosophy, no system of
religion can prevent the operation of this great law under which we live, and
by which we die” (= Text ini sangat berharga karena menunjukkan pandangan awal dari
dunia berkenaan dengan karakter asli / alamiah dari manusia. Perasaan itu tak
diragukan adalah sesuatu yang umum - begitu umum sehingga menjadi suatu pepatah
- bahwa manusia adalah orang berdosa; dan bahwa tidak bisa diharapkan bahwa
siapapun dari umat manusia adalah murni dan suci. ... Sebagai suatu catatan
sejarah, text ini membuktikan bahwa doktrin dosa asal dipercaya / dipegang
sejak awal dalam dunia. Juga adalah benar bahwa hukum besar yang sama berlaku,
bahwa keturunan dari perempuan adalah orang berdosa - tak peduli dimana ia
dilahirkan, atau dalam keadaan apa ia ditempatkan. Tak ada seni, tak ada
filsafat, tak ada sistim agama, bisa mencegah bekerjanya hukum yang besar ini
di bawah mana kita kidup, dan oleh apa kita mati).
b) Ayub
15:14 - “Masakan
manusia bersih, masakan benar yang lahir dari perempuan?”.
c) Ayub 25:4
- “Bagaimana
manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan
itu bersih?”.
d) Maz 51:7
- “Sesungguhnya,
dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.
Calvin: “The expression intimates that we are cherished in
sin from the first moment that we are in the womb. ... The passage affords a
striking testimony in proof of original sin entailed by Adam upon the whole
human family” (= Ungkapan ini
menunjukkan bahwa kita memegang dosa erat-erat sejak saat pertama kita ada
dalam kandungan. ... Text ini memberikan suatu kesaksian yang menyolok untuk
bukti dari dosa asal yang dilibatkan oleh Adam kepada seluruh keluarga umat
manusia).
Spurgeon: “He is
thunderstruck at the discovery of his inbred sin, and proceeds to set it forth.
This was not intended to justify himself, but it rather meant to complete the
confession. It is as if he said, not only have I sinned this once, but I am in
my very nature a sinner. The fountain of my life is polluted as well as its
streams. ... He goes back to the earliest moment of his being, not to traduce
his mother, but to acknowledge the deep tap-roots of his sin. It is a wicked
wresting of Scripture to deny that original sin and natural depravity are here
taught”
(= Ia seperti disambar petir pada penemuan dari dosa bawaannya, dan meneruskan
untuk menyatakannya. Ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan dirinya sendiri,
tetapi sebaliknya dimaksudkan untuk melengkapi pengakuan dosanya. Seakan-akan
ia mengatakan, bukan hanya aku telah berdosa kali ini, tetapi aku, dalam
hakekatku / sifat dasarku, adalah seorang berdosa. Sumber dari kehidupanku
maupun alirannya dikotori / terpolusi. ... Ia pergi ke belakang pada saat yang
paling awal dari keberadaannya, bukan untuk mempermalukan ibunya, tetapi untuk
mengakui akar utama yang dalam dari dosanya. Merupakan suatu pemuntiran yang
jahat dari Kitab Suci untuk menyangkal bahwa dosa asal dan kebejatan alamiah diajarkan
di sini).
Spurgeon: “Infants are no
innocents, being born with original sin, ... They are said to sin as they were
in the loins of Adam, just as Levi is said to pay tithes to Melchizedek, even
in the loins of his forefather Abraham (Hebrews 7:9-10); otherwise infants
would not die, for death is the wages of sin (Romans 6:23)” [=
Bayi-bayi tidaklah tak berdosa, karena dilahirkan dengan dosa asal, ... Mereka
dikatakan berdosa / berbuat dosa pada waktu mereka ada dalam pinggang / tubuh
dari Adam, sama seperti Lewi dikatakan membayar persembahan persepuluhan kepada
Melkisedek, bahkan dalam pinggang / tubuh dari nenek moyangnya Abraham (Ibr
7:9,10); kalau tidak bayi-bayi tidak akan mati, karena maut adalah upah dari
dosa (Ro 6:23)].
Ibr 7:9-10 - “(9) Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan
perantaraan Abraham dipungut juga persepuluhan dari Lewi, yang berhak menerima
persepuluhan, (10) sebab ia masih berada dalam tubuh bapa leluhurnya, ketika
Melkisedek menyongsong bapa leluhurnya itu”.
e) Maz 58:4
- “Sejak
lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan
pendusta-pendusta telah sesat”.
Calvin: “David accuses his enemies of being leavened with
wickedness from the womb, alleging that their treachery and cruelty were born
with them. We all come into the world stained with sin, possessed, as Adam’s
posterity, of a nature essentially depraved, and incapable, in ourselves, of
aiming at anything which is good; but there is a secret restraint upon most men
which prevents them from proceeding all lengths in iniquity. The stain of
original sin cleaves to the whole humanity without exception; but experience
proves that some are characterised by modesty and
decency of outward deportment; that others are wicked, yet, at the same
time, within bounds of moderation; while a third class are so depraved in
disposition as to be intolerable members of society. Now, it is this excessive
wickedness - too marked to escape detestation even amidst the general
corruption of mankind - which David ascribes to his enemies. He stigmatises
them as monsters of iniquity”
(= Daud menuduh musuh-musuhnya sebagai dipengaruhi dengan kejahatan sejak dari
kandungan, dengan menyatakan bahwa pengkhianatan dan kekejaman mereka
dilahirkan bersama mereka. Kita semua datang ke dalam dunia dengan dikotori /
dinodai oleh dosa, dan memiliki, sebagai keturunan Adam, suatu sifat dasar /
alamiah yang rusak / bejat secara hakiki, dan tidak mampu, dalam diri kita
sendiri, mengarahkan pada apapun yang baik; tetapi di sana ada suatu
pengekangan rahasia terhadap kebanyakan orang yang mencegah mereka dari maju /
meneruskan sampai sejauh mungkin dalam kejahatan. Noda dari dosa asal memegang
erat-erat seluruh umat manusia tanpa kecuali; tetapi pengalaman membuktikan
bahwa sebagian / beberapa orang diberi ciri dengan kesederhanaan / kerendahan
hati dan kesopanan dari tingkah laku lahiriah; bahwa orang-orang lain adalah
jahat, tetapi pada saat yang sama, ada di dalam batasan-batasan dari sikap yang
tidak berlebih-lebihan; sementara golongan yang ketiga begitu rusak / bejat
dalam kecenderungan sehingga menjadi anggota-anggota masyarakat yang tidak bisa
ditoleransi. Kejahatan yang berlebih-lebihan inilah - yang terlalu terlihat
jelas untuk bisa lolos dari kebencian / kejijikan bahkan di antara kejahatan /
kerusakan umum dari umat manusia - yang Daud perhitungkan kepada
musuh-musuhnya. Ia menandai mereka sebagai monster-monster dari kejahatan).
5) Semua
manusia berbuat dosa, condong kepada dosa, dan tidak bisa berbuat baik.
Karena semua manusia dilahirkan dengan dosa asal, maka semua
manusia lahir sebagai orang berdosa. Dan ini menyebabkan mereka hidupnya juga
terus berdosa.
Ilustrasi:
kalau suatu makhluk lahir sebagai monyet, maka secara alamiah ia akan melakukan
apapun yang biasanya dilakukan oleh monyet. Demikian juga kalau kita dilahirkan
sebagai orang berdosa, maka secara alamiah kita akan melakukan apapun yang
biasanya dilakukan oleh orang berdosa.
a) Kitab Suci
menunjukkan bahwa semua manusia berdosa / berbuat dosa.
1. 1Raja
8:46 - “Apabila
mereka berdosa kepadaMu - karena tidak ada manusia yang tidak berdosa -
dan Engkau murka kepada mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh, sehingga
mereka diangkut tertawan ke negeri musuh yang jauh atau yang dekat”.
2. Amsal
20:9 - “Siapakah dapat
berkata: ‘Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir dari pada dosaku?’”.
3. Pkh 7:20
- “Sesungguhnya,
di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat
dosa!”.
4. Yes 53:6
- “Kita
sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,
tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.
Calvin: “‘We all, like sheep, have
gone astray.’ In order to impress more deeply on our
hearts the benefit of the death of Christ, he shows how necessary is that
healing which he formerly mentioned. If we do not perceive our wretchedness
and poverty, we shall never know how desirable is that remedy which Christ has
brought to us, or approach him with due ardor of affection. As soon as we know
that we are ruined, then, aware of our wretchedness, we eagerly run to avail
ourselves of the remedy, which otherwise would be held by us in no estimation.
In order, therefore, that Christ may be appreciated by us, let every one consider
and examine himself, so as to acknowledge that he is ruined till he is redeemed
by Christ. We see that here none are excepted, for the Prophet includes ‘all.’
The whole human race would have perished, if Christ had not brought relief. He
does not even except the Jews, whose hearts were puffed up with a false opinion
of their own superiority, but condemns them indiscriminately, along with
others, to destruction” (= ‘Kita semua,
seperti domba, telah sesat’. Untuk menanamkan kesan dengan lebih dalam pada
hati kita manfaat dari kematian Kristus, ia menunjukkan betapa pentingnya
penyembuhan yang ia sebutkan sebelumnya. Jika kita tidak mengerti keburukan
dan kemiskinan kita, kita tidak akan pernah tahu betapa sangat diperlukannya
obat yang telah Kristus bawa bagi kita, atau mendekati Dia dengan perasaan yang
bersemangat / sangat ingin yang seharusnya. Begitu kita tahu bahwa kita hancur
/ rusak, maka sadar akan keburukan kita, kita dengan sungguh-sungguh /
bersemangat berlari untuk mengambil manfaat dari obatnya, yang kalau tidak,
akan tidak kita hargai sama sekali. Karena itu, supaya Kristus bisa kita
hargai, hendaklah setiap orang dari kita mempertimbangkan / merenungkan dan
memeriksa dirinya sendiri, sehingga mengakui bahwa ia rusak / hancur sampai ia
ditebus oleh Kristus. Kita melihat bahwa di sini tak ada yang dikecualikan,
karena sang Nabi mencakup ‘semua’. Seluruh umat manusia akan binasa seandainya
Kristus tidak membawa pertolongan / pembebasan. Ia bahkan tidak mengecualikan
orang-orang Yahudi, yang hatinya menggelembung / sombong dengan suatu pandangan
yang salah tentang kesuperioran mereka, tetapi mengecam mereka tanpa
membedakan, bersama-sama dengan orang-orang lain, kepada kehancuran).
Calvin: “By comparing them to
sheep, he intends not to extenuate their guilt, as if little blame attached to
them, but to state plainly that it belongs to Christ to gather from their
wanderings those who resembled brute beasts” (= Dengan
membandingkan mereka dengan domba, ia tidak bermaksud untuk meringankan
kesalahan mereka, seakan-akan melekatkan kesalahan yang kecil kepada mereka,
tetapi menyatakan dengan jelas / terang-terangan bahwa Kristuslah yang cocok
untuk mengumpulkan dari pengembaraan mereka, mereka yang mirip dengan binatang
yang bodoh).
Calvin: “‘Every one hath turned to his
own way.’ By adding the term ‘every one,’
he descends from a universal statement, in which he included all, to a special
statement, that every individual may consider in his own mind if it be so; for
a general statement produces less effect upon us than to know that it belongs
to each of us in particular. Let ‘every one,’ therefore, arouse his conscience,
and present himself before the judgment-seat of God, that he may confess his
wretchedness. Moreover, what is the nature of this ‘going astray’ the Prophet
states more plainly. It is, that every one hath followed the way which he had
chosen for himself, that is, hath determined to live according to his own
fancy; by which he means that there is only one way of living uprightly, and if
any one ‘turn aside’ from it, he can experience nothing but ‘going
astray.’ He does not speak of works
only, but of nature itself, which always leads us astray; for, if we could by
natural instinct or by our own wisdom, bring ourselves back into the path, or
guard ourselves against going astray, Christ would not be needed by us. Thus,
in ourselves we all are undone unless Christ (John 8:36) sets us free; and the
more we rely on our wisdom or industry, the more dreadfully and the more
speedily do we draw down destruction on ourselves” [= ‘Masing-masing kita mengambil jalannya sendiri’.
Dengan menambahkan istilah ‘masing-masing / setiap orang’, ia turun dari suatu
pernyataan umum / universal, dalam mana ia mencakup semua orang, pada suatu
pernyataan khusus, bahwa setiap individu bisa mempertimbangkan dalam pikirannya
sendiri jika itu memang demikian; karena suatu pernyataan yang umum
menghasilkan efek / hasil yang lebih kecil / rendah kepada kita dari pada
mengetahui bahwa itu merupakan milik dari masing-masing kita secara khusus.
Karena itu, hendaklah ‘masing-masing / setiap orang’, membangunkan hati
nuraninya, dan menghadirkan dirinya sendiri di hadapan kursi penghakiman Allah,
supaya ia bisa mengakui keburukannya. Selanjutnya, bagaimana sifat dari
‘kesesatan’ ini dinyatakan oleh sang Nabi dengan lebih jelas. Yaitu bahwa
masing-masing / setiap orang telah mengikuti jalan yang telah ia pilih bagi
dirinya sendiri, yaitu, telah tentukan untuk hidup sesuai dengan kesukaannya
sendiri; dengan mana ia memaksudkan bahwa di sana hanya satu jalan untuk hidup
secara benar / lurus, dan jika siapapun ‘menyimpang’ darinya, ia tidak bisa
mengalami apapun kecuali ‘tersesat’. Ia tidak berbicara hanya
tentang pekerjaan / perbuatan, tetapi tentang alam / sifat dasar sendiri, yang
selalu membimbing kita untuk sesat; karena, jika kita oleh naluri alamiah atau
hikmat kita sendiri bisa membawa diri kita sendiri kembali pada jalan yang
benar, atau menjaga diri kita sendiri supaya tidak sesat, maka Kristus tidak
akan kita butuhkan. Demikianlah, dalam diri kita sendiri kita semua berjalan
menuju kehancuran kecuali Kristus (Yoh 8:36) membebaskan kita; dan makin kita
bersandar pada hikmat atau usaha / kerajinan kita, makin menakutkan dan dengan
makin cepat kita mendatangkan kehancuran kepada diri kita sendiri].
Yoh 8:36 - “Jadi
apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.’”.
5. Yes 64:6
- “Demikianlah
kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain
kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh
kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin”.
Calvin
(tentang Yes 64:6): “Some
commentators torture this passage, by alleging that the Prophet, when he speaks
of the pollutions of sins, describes all Jews without exception, though there
still remained some of them who were sincere worshippers of God. But there are
no good grounds for this; for the Prophet does not speak of individuals, but of
the whole body, which, being trodden under foot by all men, and subjected to
the utmost indignity, he compares to a filthy garment” (= Beberapa penafsir membengkokkan text
ini, dengan mengatakan bahwa sang Nabi, pada waktu ia berbicara tentang polusi
dari dosa, menggambarkan semua orang Yahudi tanpa kecuali, sekalipun di sana
tetap tersisa beberapa / sebagian dari mereka yang adalah penyembah-penyembah
yang tulus dari Allah. Tetapi di sana
tak ada dasar untuk hal ini; karena sang Nabi tidak berbicara tentang
individu-individu, tetapi tentang seluruh tubuh, yang karena diinjak-injak oleh
kaki semua orang, dan ditundukkan pada penghinaan / kehinaan yang sepenuhnya,
ia bandingkan dengan pakaian yang kotor).
E. J. Young: “After the
expression of confidence just made, the people state their true nature. The
speaker is not the entire nation, for the unbelieving portion of Israel
would have no true knowledge of itself. Beginning with a verb in the past, the
confession concludes with one in the future, for the purpose is to show what
the true nature of the people has been and what will happen to them if there is
no divine intervention. As in chapter fifty-three, emphasis here falls upon kullanu (all of us), i.e. all who make
this confession. The term ‘unclean’ (Tame’)
is the technical word to indicate a legal impurity (cf. Lev. 5:2; 7:19, etc.),
and the people are acknowledging that they were like those whom the law
required to cry out, ‘Unclean!’ so that other men might not be contaminated by
them. The second comparison, lit., ‘like a garment of times,’ refers to the
menstrual periods of a woman. Both these comparisons are intended to stress the
character of sin as pollution and to point out its disgusting nature. The
righteous works that the people could present before God were even in their own
eyes as disgusting and filthy as the menstrual cloths of women” [= Setelah
pernyataan keyakinan baru dilakukan, orang-orang / bangsa itu menyatakan
keadaan mereka yang sebenarnya. Si pembicara bukanlah seluruh bangsa, karena
bagian yang tidak percaya dari Israel
tidak akan mempunyai pengenalan yang benar tentang diri mereka sendiri. Dimulai
dengan suatu kata kerja dalam bentuk lampau, pengakuan itu diakhiri dengan satu
kata kerja dalam bentuk akan datang (future), karena tujuannya adalah
untuk menunjukkan bagaimana keadaan sebenarnya dari bangsa itu sampai pada saat
itu, dan apa yang akan terjadi dengan mereka jika di sana tidak ada campur
tangan ilahi. Seperti dalam pasal lima puluh tiga, penekanan di sini jatuh pada
KULLANU (‘semua kita’ / ‘kami sekalian’), artinya ‘semua yang membuat pengakuan
ini’. Istilah ‘najis’ (TAME’) adalah suatu kata tehnis untuk menunjukkan suatu
kenajisan hukum (bdk. Yes 5:2; 7:19, dsb), dan bangsa itu sedang mengakui bahwa
mereka adalah seperti mereka yang disuruh oleh hukum Taurat untuk berteriak,
‘Najis!’ supaya orang-orang lain tidak terkontaminasi oleh mereka. Perbandingan
yang kedua, secara hurufiah, ‘seperti pakaian dari masa-masa / saat-saat’,
menunjuk pada masa datang bulan dari seorang perempuan. Kedua perbandingan ini
dimaksudkan untuk menekankan karakter dari dosa sebagai polusi dan untuk
menunjukkan sifat yang menjijikkan dari dosa. Pekerjaan-pekerjaan kebenaran
yang bangsa itu bisa bawa ke hadapan Allah, bahkan dalam pandangan mereka
sendiri, adalah sama menjijikkan dan kotornya seperti kain untuk datang bulan
dari perempuan-perempuan] - Libronix.
Matthew Henry (tentang Yes 64:6): “There was a general corruption of
manners among them (v. 6): ‘We are all as an unclean thing,’ or as an unclean
person, as one overspread with a leprosy, who was to be shut out of the camp.
The body of the people were like one under a ceremonial pollution, who was not
admitted into the courts of the tabernacle, or like one labouring under some
loathsome disease, from the crown of the head to the sole of the foot ‘nothing
but wounds and bruises,’ ch. 1:6. We have all by sin become not only obnoxious
to God’s justice, but odious to his holiness; for sin is that ‘abominable thing
which the Lord hates,’ and cannot endure to look upon” [= Di sana ada
suatu kerusakan / kejahatan kelakuan yang umum di antara mereka (ay 6): ‘Kami
sekalian / kami semua seperti hal yang najis’, atau seperti seorang najis,
seperti seseorang yang diliputi / dipenuhi seluruhnya dengan kusta, yang harus
dikurung di luar perkemahan / dijaga supaya tidak masuk ke dalam perkemahan. Tubuh
dari bangsa itu seperti seseorang yang ada di bawah polusi yang bersifat
upacara, yang tidak diijinkan untuk masuk ke dalam halaman dari Kemah Suci,
atau seperti seseorang yang bekerja di bawah suatu penyakit yang menjijikkan,
dari bagian teratas dari kepala sampai telapak kaki ‘tak ada lain kecuali
luka-luka dan bengkak-bengkak’, pasal 1:6. Kita semua, oleh dosa, telah menjadi
bukan hanya menjijikkan bagi keadilan Allah, tetapi menjijikkan bagi
kekudusanNya; karena dosa adalah ‘hal menjijikkan yang dibenci oleh Tuhan’, dan
Ia tidak bisa tahan melihatnya].
Yes 1:6 - “Dari
telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat: bengkak dan bilur dan luka
baru, tidak dipijit dan tidak dibalut dan tidak ditaruh minyak”.
Yes 30:22 - “Engkau
akan menganggap najis patung-patungmu yang disalut dengan perak atau yang
dilapis dengan emas; engkau akan membuangnya seperti kain cemar sambil
berkata kepadanya: ‘Keluar!’”.
KJV: ‘a menstruous
cloth’ (= kain menstruasi).
NIV: ‘a menstrual
cloth’ (= kain menstruasi).
6. Ro 3:9-12,23
- “(9)
Jadi bagaimana? Adakah kita mempunyai kelebihan dari pada orang lain? Sama
sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi, maupun orang
Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, (10) seperti ada
tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada
seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua
orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang
berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah
berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Bdk. Maz 14:1-3 / Maz 53:2-4.
Charles Hodge: “However men
may differ among themselves as to individual character, as to outward
circumstances, religious or social, when they appear at the bar of God, all
appear on the same level. All are sinners, and being sinners, are exposed to
condemnation, ver. 9” (= Bagaimanapun manusia bisa berbeda di antara mereka
sendiri berkenaan dengan karakter individu, berkenaan dengan keadaan luar /
lahiriah, agamawi atau sosial, pada waktu mereka tampil pada pengadilan Allah,
semua terlihat di tingkat yang sama. Semua adalah orang-orang berdosa, dan
sebagai orang-orang berdosa, mereka terbuka terhadap hukuman / kutukan, ay 9) - Libronix.
Kata-kata ini sangat perlu diperhatikan kalau kita
menilai orang-orang yang dianggap saleh, khususnya mereka dari kalangan non
Kristen, seperti Khong Hu Cu, Socrates, dan sebagainya. Di hadapan manusia
mereka bisa dianggap baik, tetapi di hadapan Allah, semua adalah orang berdosa.
Jadi, pandangan Pdt. Stephen Tong bahwa Khong Hu Cu
itu baik, ataupun pandangan Zwingli bahwa Socrates itu baik, bertentangan
dengan ayat-ayat ini.
7. 1Yoh
1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa
kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada
di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa,
maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.
Ay 10 (KJV): ‘If we say that we have
not sinned, we make him a liar, and his word is not in us’.
Herschel H. Hobbs: “‘Have
sinned’ is a perfect tense ... It expresses action in the past which is still
going on at the time of speaking, with the assumption that it will continue in
the future. The perfect tense is the tense of completeness. It reads, ‘If we
say that we have not sinned in the past, do not sin now, and will not sin in
the future.’ Whereas in verse 8 the reference is to the principle of sin, in
verse 10 it involves acts of sin” (= ‘Telah berbuat dosa’
merupakan perfect tense ... Itu menyatakan tindakan di masa lampau yang
masih terus berlangsung pada saat berbicara, dengan anggapan bahwa itu akan
berlanjut di masa yang akan datang. Perfect tense merupakan tense
dari kelengkapan / kesempurnaan. Itu artinya: ‘Jika kita berkata bahwa kita
tidak berbuat dosa di masa lampau, tidak berbuat dosa sekarang, dan tidak akan
berbuat dosa di masa yang akan datang’. Kalau ay 8 berhubungan dengan
kwalitet dosa, maka sebaliknya ay 10 menyangkut tindakan berdosa) - hal 35.
William Barclay:
“Any
number of people do not really believe that they have sinned and rather resent
being called sinners. Their mistake is that they think of sin as the kind of
thing which gets into the newspapers” (= Banyak orang tidak
sungguh-sungguh percaya bahwa mereka telah berbuat dosa dan tersinggung / marah
pada waktu disebut sebagai orang berdosa. Kesalahan mereka adalah bahwa mereka
menganggap dosa sebagai hal-hal yang dimasukkan ke surat kabar) - hal 33.
Kata ‘dosa’ dalam ay 8,10 adalah HAMARTIA, yang arti hurufiahnya adalah ‘a
missing of the target’ (= suatu keluputan dari sasaran). Ini menggambarkan
orang yang memanah suatu sasaran, luputnya sedikit atau banyak, itu tetap
namanya dosa. Sasaran seharusnya adalah Kitab Suci. Jadi kalau hidup kita tidak
sesuai dengan Kitab Suci, apakah tidak sesuainya sedikit atau banyak, itu tetap
adalah dosa.
b) Kitab
Suci juga menunjukkan bahwa semua manusia condong / lebih senang pada dosa, dan
bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik.
1. Condong
kepada dosa.
Calvin: “Man’s
disposition voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives
error from one word than truth from a wordy discourse” (=
Kecenderungan manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia
dengan lebih cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran
dari suatu pelajaran yang panjang) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.
Contoh kecenderungan kepada dosa:
a. Kalau
ada guru tidak masuk karena sakit, murid-muridnya malah senang.
b. Kalau
dipukul, kita cenderung membalas daripada mengampuni.
c. Kalau
mendengar Firman Tuhan selama 1 jam sudah merasa capai, tetapi kalau nonton
film 3 jam tidak apa-apa.
d. Kalau
membaca Kitab Suci merasa mengantuk, tetapi kalau membaca novel, buku silat,
majalah dsb, tahan berjam-jam.
e. Anak
kecil diajar mengasihi, hidup disiplin, dsb, sukar sekali. Tetapi kalau diajar
untuk mencaci-maki orang, gampang sekali.
2. Sebetulnya,
manusia berdosa itu bukan hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama
sekali tidak bisa berbuat baik, dan selalu berbuat dosa saja.
Ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a. Kej 6:5
- “Ketika
dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
...”.
KJV: ‘And GOD saw that the wickedness of man was great in the
earth, and that every imagination of the thoughts of his heart was only
evil continually’ (= Dan ALLAH
melihat bahwa kejahatan manusia besar di bumi, dan bahwa setiap imajinasi
dari pikiran-pikiran dari hatinya hanyalah kejahatan terus menerus).
Terjemahan ‘continually’ (= terus menerus) sama
dengan terjemahan dari RSV/NASB/ASV/NKJV. Tetapi NIV menterjemahkan: ‘all
the time’ (= setiap waktu / saat).
Calvin: “‘Every imagination of the thoughts of his heart.’
Moses has traced the cause of the deluge to external acts of iniquity, he now
ascends higher, and declares that men were not only perverse by habit, and by
the custom of evil living; but that wickedness was too deeply seated in their
hearts, to leave any hope of repentance. He certainly could not have more forcibly
asserted that the depravity was such as no moderate remedy might cure. It may
indeed happen, that men will sometimes plunge themselves into sin, while yet
something of a sound mind will remain; but Moses teaches us, that the mind
of those, concerning whom he speaks, was so thoroughly imbued with iniquity,
that the whole presented nothing but what was to be condemned. For the
language he employs is very emphatical: it seemed enough to have said, that
their heart was corrupt: but not content with this word, he expressly asserts,
‘every imagination of the thoughts of the heart’; and adds the word ‘only’,
as if he would deny that there was a drop of good mixed with it.” [= ‘Setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari
hatinya’. Musa telah melacak penyebab dari air bah pada tindakan-tindakan
kejahatan luar, sekarang ia naik lebih tinggi, dan menyatakan bahwa manusia
bukan hanya jahat oleh kebiasaan, dan oleh kebiasaan hidup jahat; tetapi bahwa
kejahatan duduk dengan terlalu dalam di dalam hati mereka, untuk meninggalkan
pengharapan apapun tentang pertobatan. Pastilah ia tidak bisa dengan lebih kuat
menyatakan / menegaskan bahwa kebejatan adalah sedemikian rupa sehingga tidak
ada obat yang layak / lunak bisa menyembuhkannya. Memang bisa terjadi, bahwa
manusia kadang-kadang akan menceburkan diri mereka sendiri ke dalam dosa,
sementara sesuatu dari pikiran yang sehat tetap ada / tersisa; tetapi Musa
mengajar kita, bahwa pikiran dari mereka, tentang siapa ia berbicara, adalah
begitu menyeluruhnya dipenuhi dengan kejahatan, sehingga seluruhnya tidak
memberikan apapun kecuali apa yang harus dihukum / dikutuk. Karena bahasa /
kata-kata yang ia gunakan adalah sangat bersifat menekankan: kelihatannya
adalah cukup untuk berkata, bahwa hati mereka jahat: tetapi tidak puas dengan
kata ini, ia secara jelas / explicit menyatakan, ‘setiap imajinasi dari
pikiran-pikiran dari hati’; dan menambahkan kata ‘hanya’, seakan-akan ia
menyangkal bahwa di sana ada satu tetespun kebaikan dicampurkan dengannya.].
Calvin: “‘Continually.’ Some
expound this particle to mean, from commencing infancy; as if he would say, the
depravity of men is very great from the time of their birth. But the more
correct interpretation is, that the world had then become so hardened in its
wickedness, and was so far from any amendment, or from entertaining any feeling
of penitence, that it grew worse and worse as time advanced; and further, that it was not the folly of a few days, but the
inveterate depravity which the children, having received, as by hereditary
right, transmitted from their parents to their descendants” [= ‘Terus menerus’. Sebagian orang menjelaskan
bagian ini sebagai berarti, sejak dari bayi; seakan-akan ia menyatakan,
kebejatan manusia adalah sangat besar sejak saat kelahiran mereka. Tetapi penafsiran
yang lebih benar adalah, bahwa dunia saat itu telah menjadi begitu dikeraskan
dalam kejahatannya, dan ada begitu jauh dari perbaikan apapun, atau dari
tindakan mempertimbangkan perasaan apapun tentang penyesalan, bahwa itu
bertumbuh makin lama makin buruk dengan berjalannya waktu; dan lebih jauh, bahwa itu bukanlah kebodohan dari beberapa hari,
tetapi kebejatan yang mendarah daging yang telah diterima anak-anak, seperti
oleh hak warisan, diteruskan dari orang tua mereka kepada keturunan mereka].
Saya tak setuju dengan
penafsiran Calvin tentang kata ‘continually’ (= terus menerus) ini. Saya
justru setuju dengan pandangan yang ia tentang. Mengapa? Karena kata bahasa
Ibrani yang diterjemahkan ‘continually’ (= terus menerus) ini adalah KOL
HAYOM. Kata KOL artinya ‘semua / seluruh’; HA adalah ‘definite article’
(= kata sandang tertentu); kata YOM bisa diartikan ‘hari’ atau ‘waktu / saat’.
Jadi KOL HAYOM arti hurufiahnya adalah ‘the whole day / time’ (= seluruh
hari / saat). Jadi, NIV yang menterjemahkan ‘all the time’ (= semua /
setiap saat) menurut saya adalah terjemahan yang paling tepat / hurufiah, dan
dengan demikian penafsiran yang Calvin berikan, yang kelihatannya mengarahkan pada
dosa yang menurun / diwariskan, rasanya menjadi tidak masuk akal.
Keil & Delitzsch: “Now
when the wickedness of man became great, and ‘every imagination of the thoughts
of his heart was only evil the whole day,’ i.e., continually and
altogether evil” (= Pada waktu kejahatan manusia menjadi besar, dan
‘setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dari hatinya hanyalah kejahatan seluruh
hari’, yaitu, terus menerus dan sama sekali jahat).
Calvin: “Nevertheless, though
Moses here speaks of the wickedness which at that time prevailed in the world,
the general doctrine is properly and consistently hence elicited. Nor do they
rashly distort the passage who extend it to the whole human race. So when David says, ‘That all have revolted, that they
are become unprofitable, that is, none who does good, no not one; their throat
is an open sepulcher; there is no fear of God before their eyes,’ (Psalm 5:10
14:3;) he deplores, truly, the impiety of his own age; yet Paul (Romans 3:12)
does not scruple to extend it to all men of every age: and with justice; for it
is not a mere complaint concerning a few men, but a description of the human
mind when left to itself, destitute of the Spirit of God” [= Sekalipun Musa di sini berbicara tentang kejahatan
yang pada saat itu berlaku di dunia, namun doktrin yang umum didapatkan dari
sini secara benar dan konsisten. Juga mereka bukannya secara terburu-buru /
gegabah menyimpangkan text ini, yang memperluasnya kepada seluruh umat manusia. Jadi pada
waktu Daud berkata: ‘Bahwa mereka semua telah memberontak, bahwa mereka telah
menjadi tak berguna, artinya, tak ada yang berbuat baik, tidak, seorangpun
tidak; kerongkongan / tenggorokan mereka adalah kuburan yang terbuka; di sana
tidak ada rasa takut akan Allah di depan mata mereka’, (Maz 5:10; 14:3); ia
menyesalkan, secara benar, kejahatan dari jamannya sendiri; tetapi Paulus (Ro 3:12) tidak segan-segan untuk
memperluasnya kepada semua manusia dari setiap jaman: dan dengan kebenaran /
keadilan; karena ini bukanlah semata-mata suatu keluhan tentang beberapa orang,
tetapi suatu penggambaran tentang pikiran manusia pada waktu dibiarkan /
ditingalkan pada dirinya sendiri, miskin / tidak mempunyai Roh Allah].
Maz 5:10 - “Sebab perkataan
mereka tidak ada yang jujur, batin mereka penuh kebusukan, kerongkongan mereka
seperti kubur ternganga, lidah mereka merayu-rayu”.
Maz 14:3 - “Mereka semua
telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak”.
Ro 3:12 - “Semua orang
telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak”.
b. Kej 8:21b
- “Aku
takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan
hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.
KJV: ‘for the imagination of man’s heart is evil from his
youth’ (= karena imajinasi dari hati manusia
adalah jahat dari masa mudanya).
Perhatikan kemiripan Kej 6:5 dan Kej 8:21, khususnya dalam
terjemahan KJV. Kej 6:5 terjadi sebelum air bah, Kej 8:21 terjadi sesudah air
bah. Jadi, air bah itu tak mengubah manusia. Manusia tetap terus menerus
berbuat dosa.
Calvin (tentang Kej 8:21): “Nor
does the sentence refer only to corrupt morals; but their iniquity is said to
be an innate iniquity, from which nothing but evils can spring forth. I
wonder, however, whence that false version of this passage has crept in, that
the thought is prone to evil; except, as is probable, that the place was thus
corrupted, by those who dispute too philosophically concerning the corruption
of human nature. It seemed to them hard, that man should be subjected, as a
slave of the devil to sin. Therefore, by way of mitigation, they have said that
he had a propensity to vices. But when the celestial Judge thunders from
heaven, that his thoughts themselves are evil, what avails it to soften down
that which, nevertheless, remains unalterable? Let men therefore
acknowledge, that inasmuch as they are born of Adam, they are depraved
creatures, and therefore can conceive only sinful thoughts, until they become the
new workmanship of Christ, and are formed by his Spirit to a new life. And it
is not to be doubted, that the Lord declares the
very mind of man to be depraved, and altogether infected with sin; so that all
the thoughts which proceed thence are evil” (= Kalimat ini tidak hanya menunjuk pada
moral yang jahat; tetapi kejahatan mereka dikatakan sebagai suatu kejahatan
bawaan, dari mana tidak ada apapun kecuali kejahatan bisa muncul. Tetapi
saya bertanya-tanya, dari mana versi palsu tentang text ini telah merangkak
masuk, bahwa pikiran condong pada kejahatan; kecuali, seperti memang
memungkinkan, bahwa tempat ini telah dirusak seperti itu, oleh mereka yang
memperdebatkan secara terlalu filosofis berkenaan dengan kerusakan dari
manusia. Kelihatannya terlalu keras bagi mereka, bahwa manusia tunduk sebagai
seorang budak dari Iblis kepada dosa. Karena itu, dengan cara memperingan,
mereka telah mengatakan bahwa ia mempunyai suatu kecondongan kepada kejahatan.
Tetapi ketika Hakim surgawi mengguntur dari surga, bahwa pikiran-pikiran mereka
sendiri adalah jahat, apa gunanya melembutkan hal itu, yang bagaimanapun juga,
tetap tak berubah? Karena itu hendaklah manusia mengakui, bahwa karena mereka
dilahirkan dari Adam, mereka adalah makhluk-makhluk bejat, dan karena itu hanya bisa membayangkan pikiran-pikiran yang
berdosa, sampai mereka menjadi hasil karya yang baru dari Kristus, dan dibentuk
oleh RohNya pada suatu kehidupan yang baru. Dan tidak boleh diragukan, bahwa
Tuhan menyatakan bahwa pikiran manusia sebagai
bejat, dan secara menyeluruh dipengaruhi oleh dosa; sehingga semua
pikiran-pikiran yang keluar dari sana
adalah jahat).
c. Ro 6:20 - “Sebab waktu
kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.
Calvin (tentang Ro
6:20): “He calls
those ‘free
from righteousness’ who are held by no bridle to obey
righteousness. This is the liberty of the flesh, which so frees us from
obedience to God, that it makes us slaves to the devil. Wretched then and
accursed is this liberty, which with unbridled or rather mad frenzy, leads us
exultingly to our destruction”
(= Ia menyebut mereka ‘bebas dari kebenaran’ yang tidak ditahan oleh kekang
untuk mentaati kebenaran. Ini adalah kebebasan dari daging, yang begitu
membebaskan kita dari ketaatan kepada Allah, sehingga itu membuat kita
budak-budak bagi Iblis. Maka sangat buruk dan terkutuklah kebebasan ini, yang
dengan tanpa kekang, atau lebih tepat, kegilaan, membimbing kita dengan sangat
senang kepada penghancuran kita).
d. Tit
1:15 - “Bagi
orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang
tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun
suara hati mereka najis”.
Catatan: semua kata ‘suci’ dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘pure’
(= murni) dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
Matthew Henry (tentang Tit
1:15): “To
good Christians that are sound in the faith and thereby purified ‘all things
are pure.’ Meats and drinks, and such things as were forbidden under the law
(the observances of which some still maintain), in these there is now no such
distinction, all are pure (lawful and free in their use), but to those that are
defiled and unbelieving nothing is pure; things lawful and good they abuse and
turn to sin; they suck poison out of that from which others draw sweetness;
their mind and conscience, those leading faculties, being defiled, a taint is
communicated to all they do” [= Bagi orang-orang Kristen yang baik / saleh yang sehat dalam iman dan
dengan demikian dimurnikan, ‘semua hal adalah murni’. Makanan dan minuman, dan
hal-hal yang dilarang di bawah hukum Taurat (yang masih dipelihara oleh
sebagian orang), dalam hal-hal ini sekarang tidak ada pembedaan seperti itu,
semua adalah murni (sah dan bebas dalam penggunaan mereka), tetapi bagi mereka
yang cemar / najis dan tidak percaya tidak ada apapun yang murni; hal-hal yang
sah dan baik mereka salah-gunakan dan belokkan kepada dosa; mereka menghisap
racun dari itu dari mana orang-orang lain mendapat kemanisan; pikiran dan hati
nurani mereka, hal-hal yang membimbing pikiran, telah dicemarkan / dinajiskan, dan
karenanya suatu noda disampaikan pada semua yang mereka lakukan].
Matthew Henry (tentang Pkh
7:20): “We
sin even in our doing good; there is something defective, nay, something
offensive, in our best performances” (= Kita berdosa bahkan pada waktu kita berbuat baik; di sana ada
sesuatu yang cacat, bahkan sesuatu yang menyakitkan hati / menjijikkan, dalam
perbuatan-perbuatan terbaik kita).
Calvin
(tentang Yes 64:6): “There
are some who frequently quote this passage, in order to prove that so far are
our works from having any merit in them, that they are rotten and loathsome in
the sight of God. But this appears to me to be at variance with the Prophet’s
meaning, who does not speak of the whole human race, but describes the
complaint of those who, having been led into captivity, experienced the wrath
of the Lord against them, and therefore, acknowledged that they and their righteousnesses
were like a filthy garment. And first, he exhorts them to a confession of their
sin, that they may acknowledge their guilt; and next, that they should
nevertheless ask pardon from God, the manner of obtaining which is, that, while
we complain that we are wretched and distressed, we at the same time
acknowledge that we are justly punished for our sins” (= Ada beberapa / sebagian orang yang
sering mengutip text ini, untuk membuktikan bahwa begitu jauh
pekerjaan-pekerjaan kita dari mempunyai kebagusan / kelayakan untuk mendapat
pahala dalam diri mereka, sehingga mereka busuk dan menjijikkan dalam pandangan
Allah. Tetapi bagi saya ini kelihatannya berbeda dengan arti dari sang Nabi,
yang tidak berbicara tentang seluruh umat manusia, tetapi menggambarkan keluhan
dari mereka, yang setelah dibimbing ke dalam pembuangan, mengalami murka dari
Tuhan terhadap mereka, dan karena itu, mengakui bahwa mereka dan
kebenaran-kebenaran mereka adalah seperti pakaian kotor. Dan pertama, ia
mendesak mereka pada suatu pengakuan dari dosa mereka, supaya mereka bisa
mengakui kesalahan mereka; dan selanjutnya, supaya bagaimanapun mereka harus
meminta ampun dari Allah, dan cara mendapatkan pengampunan itu adalah,
sementara kita mengeluh bahwa kita berada dalam keadaan buruk dan susah, pada
saat yang sama kita mengakui bahwa kita dihukum secara adil untuk dosa-dosa
kita).
Catatan: saya heran mengapa Calvin menafsir seperti ini. Adalah
aneh bahwa dalam penafsirannya tentang Kej 6:5 di atas, sekalipun ia mengatakan
bahwa dalam ayat itu Musa berbicara tentang orang-orang pada jaman itu, tetapi
ia tetap berpendapat bahwa ayat itu bisa diberlakukan secara umum bagi seluruh
umat manusia, tetapi dalam Yes 64:6 ini ia mengatakan bahwa Yesaya hanya
berbicara tentang orang-orang yang pulang dari pembuangan saja. Saya tidak
setuju dengan dia dalam hal ini. Saya lebih setuju dengan tafsiran dari E. J.
Young dan Matthew Henry, yang memberlakukan ayat itu secara umum kepada seluruh
umat manusia.
E. J. Young (tentang Yes
64:6): “Calvin objects
to the use of this verse to support the doctrine of total depravity, inasmuch
as he believes that it is primarily the utterance not of all the Jews but only
of those who, having experienced God’s wrath, acknowledge the true nature of
their own righteousness. This is true, and yet the comparison is an apt
description of the true nature of all our works of righteousness” [= Calvin
keberatan terhadap penggunaan ayat ini untuk mendukung doktrin tentang Total
Depravity (= Kebejatan Total), karena ia percaya bahwa itu terutama
bukanlah ucapan tentang semua orang-orang Yahudi tetapi hanya dari mereka yang,
setelah mengalami murka Allah, mengakui keadaan sebenarnya dari kebenaran
mereka. Ini benar, tetapi perbandingan itu merupakan suatu penggambaran yang
tepat / cocok tentang keadaan / sifat yang benar dari semua pekerjaan kebenaran
kita]
- Libronix.
Matthew Henry (tentang Yes 64:6): “‘Even all our
righteousnesses are as filthy rags.’ (1.) ‘The best of our persons are so; we
are all so corrupt and polluted that even those among us who pass for righteous
men, in comparison with what our fathers were who rejoiced and wrought
righteousness (v. 5), are but as filthy rags, fit to be case (cast?) to
the dunghill. The best of them is as a brier.’ (2.) ‘The best of our performances
are so. There is not only a general corruption of manners, but a general
defection in the exercises of devotion too; those which pass for the sacrifices
of righteousness, when they come to be enquired into, are the torn, and the
lame, and the sick, and therefore are provoking to God, as nauseous as filthy
rags.’ Our performances, though they be ever so plausible, if we depend upon
them as our righteousness and think to merit by them at God’s hand, are as
filthy rags - rags, and will not cover us - filthy rags, and will but defile
us. True penitents cast away their idols as filthy rags (ch. 30:22), odious in
their sight; here they acknowledge even their righteousness to be so in God’s
sight if he should deal with them in strict justice. Our best duties are so
defective, and so far short of the rule, that they are as rags, and so full of
sin and corruption cleaving to them that they are as filthy rags. When we would
do good evil is present with us; and the iniquity of our holy things would be
our ruin if we were under the law” [= ‘Bahkan
semua kebenaran-kebenaran kita seperti kain kotor’. (1.) ‘Yang terbaik dari
orang-orang kita adalah seperti itu; kita semua adalah begitu rusak / jahat dan
terpolusi sehingga bahkan mereka di antara kita yang dipandang sebagai orang
benar, dalam perbandingan dengan bagaimana keadaan dari nenek moyang kami yang
bersukacita dan melakukan kebenaran (ay 5 ??), hanyalah seperti kain kotor,
cocok untuk dibuang ke tumpukan kotoran / tai. Yang terbaik dari mereka adalah
seperti suatu tanaman yang berduri’. (2.) ‘Yang terbaik dari
perbuatan-perbuatan kami / kita adalah demikian. Di sana bukan hanya ada suatu
kerusakan / kejahatan tingkah laku yang umum, tetapi suatu cacat umum dalam
pelaksanaan-pelaksanaan dari pembaktian juga; mereka yang dipandang sebagai
korban-korban kebenaran, pada waktu mereka diselidiki, adalah korban-korban
yang dicabik-cabik, dan pincang, dan sakit, dan karena itu memprovokasi Allah,
sama memuakkannya seperti kain kotor’. Perbuatan-perbuatan kita, sekalipun
mereka kelihatannya benar, jika kita bersandar kepada mereka sebagai kebenaran
kita dan berpikir untuk layak mendapatkan pahala oleh mereka dari tangan Allah,
adalah seperti kain kotor - kain compang camping, dan tidak akan menutupi kita
- kain kotor, dan hanya akan mengotori / menajiskan kita. Petobat-petobat yang
sejati membuang berhala-berhala mereka seperti kain kotor (pasal 30:22),
menjijikkan dalam pandangan mereka; di sini mereka mengakui bahkan kebenaran
mereka adalah seperti itu dalam pandangan Allah, jika Ia menghadapi mereka
dengan keadilan yang ketat. Kewajiban-kewajiban / ketaatan-ketaatan terbaik
kita adalah begitu bercacat, dan begitu jauh dari peraturannya, sehingga mereka
adalah seperti kain compang camping, dan begitu penuh dengan dosa dan kerusakan
/ kejahatan yang melekat pada mereka sehingga mereka adalah seperti kain
compang camping yang kotor. Pada waktu kita mau melakukan yang baik, kejahatan
hadir bersama kita; dan kejahatan dari hal-hal kudus kita akan merupakan
kehancuran kita seandainya kita berada di bawah hukum Taurat].
Yes 30:22 - “Engkau
akan menganggap najis patung-patungmu yang disalut dengan perak atau yang
dilapis dengan emas; engkau akan membuangnya seperti kain cemar sambil
berkata kepadanya: ‘Keluar!’”.
KJV: ‘a menstruous
cloth’ (= kain menstruasi).
NIV: ‘a menstrual
cloth’ (= kain menstruasi).
Kalau saudara sudah bisa mempunyai kerinduan untuk melakukan hal-hal
yang baik, seperti pergi ke gereja, mendengar Firman Tuhan, dsb, maka itu bisa
terjadi karena Roh Kudus sudah bekerja dalam diri saudara (melahir-barukan dan
mengubahkan saudara). Tanpa pekerjaan Roh Kudus, saudara tidak akan senang /
rindu pada apa yang baik.
Calvin (tentang Kej
3:6): “A question is mooted by some,
concerning the time of this fall, or
rather ruin. The opinion has been pretty generally received, that they fell on
the day they were created; and, therefore Augustine writes, that they stood
only for six hours. The conjecture of others, that the temptation was delayed
by Satan till the Sabbath, in order to profane that sacred day, is but weak.
And certainly, by instances like these, all pious persons are admonished
sparingly to indulge themselves in doubtful speculations. As for myself, since
I have nothing to assert positively respecting the time, so I think it may be
gathered from the narration of Moses, that they did not long retain the dignity
they had received; for as soon as he has said they were created, he passes,
without the mention of any other thing, to their fall. If Adam had lived but a
moderate space of time with his wife, the blessing of God would not have been
unfruitful in the production of offspring; but Moses intimates that they were
deprived of God’s benefits before they had become accustomed to use them. I
therefore readily subscribe to the exclamation of Augustine, ‘O wretched
freewill, which, while yet entire, had so little stability!’ And, to say no
more respecting the shortness of the time, the admonition of Bernard is worthy
of remembrance: ‘Since we read that a fall so dreadful took place in Paradise,
what shall we do on the dunghill?’”
(= Suatu
pertanyaan diperdebatkan oleh beberapa / sebagian orang, berkenaan dengan saat
kejatuhan ini, atau lebih tepat, kehancuran ini. Pandangan yang secara umum
telah diterima, adalah bahwa mereka jatuh pada hari mereka diciptakan; dan
karena itu, Agustinus menulis, bahwa mereka bertahan hanya selama enam jam.
Tebakan dari orang-orang lain, bahwa pencobaan itu ditunda oleh Iblis sampai
hari Sabat, untuk menajiskan / mencemarkan hari keramat itu, hanyalah tebakan
yang lemah. Dan pasti, oleh contoh-contoh seperti ini, semua orang-orang yang
saleh dinasehati untuk membatasi diri mereka sendiri dalam menuruti hati mereka
dalam spekulasi-spekulasi yang meragukan. Untuk diri saya sendiri, karena saya
tidak mempunyai apapun untuk menegaskan secara positif berkenaan dengan waktu /
saat, maka saya berpikir bahwa itu bisa didapatkan dari cerita Musa, bahwa
mereka tidak lama mempertahankan martabat yang telah mereka terima; karena
begitu ia telah mengatakan bahwa mereka diciptakan, ia beralih, tanpa
menyebutkan hal lain apapun, pada kejatuhan mereka. Seandainya Adam hidup untuk
suatu jangka waktu yang moderat dengan istrinya, berkat Allah akan telah
berbuah dalam produksi keturunan; tetapi
Musa mengisyaratkan bahwa mereka dicabut dari kebaikan-kebaikan Allah sebelum
mereka menjadi terbiasa untuk menggunakannya. Karena
itu, saya dengan cepat / rela menganut seruan dari Agustinus, ‘O kehendak bebas
yang sangat buruk, yang pada saat masih utuh, mempunyai begitu kecil
kestabilan!’ Dan, tanpa mengatakan lebih banyak lagi berkenaan dengan pendeknya
waktu, nasehat dari Bernard layak untuk diingat: ‘Karena kita membaca bahwa
suatu kejatuhan yang begitu menakutkan terjadi di Firdaus, apa yang akan kita
lakukan pada tumpukan kotoran / tai?’).
6) Semua
manusia ada di bawah murka Allah.
Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia
beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak
akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya”.
Kata ‘tetap ada’ di sini menunjukkan bahwa dari semula (sejak orang
itu lahir), murka Allah itu sudah ada di atasnya. Kalau ia percaya kepada
Yesus, maka murka itu dicabut, tetapi kalau ia tidak percaya / tidak taat, maka
murka Allah itu tetap ada di atasnya.
Kata ‘tetap ada’ ini dalam KJV diterjemahkan ‘abideth’ (=
tinggal / tetap ada).
Calvin: “But to express more clearly
that no hope remains for us, unless we are delivered by Christ, he says that the wrath of God ‘abideth’ on
unbelievers. Though I am not dissatisfied with the view given by Augustine,
that John the Baptist used the word ‘abideth,’ in order to inform us that, from the
womb we were appointed to death, because we are all born the children of wrath,
(Ephesians 2:3.) At least, I willingly admit an allusion of this sort, provided
we hold the true and simple meaning to be what I have stated, that death hangs
over all unbelievers, and keeps them oppressed and overwhelmed in such a manner
that they can never escape. And, indeed, though already the reprobate are
naturally condemned, yet by their unbelief they draw down on themselves a new
death” [= Tetapi untuk menyatakan dengan lebih jelas bahwa
tidak ada pengharapan tersisa bagi kita, kecuali kita dibebaskan oleh Kristus,
ia mengatakan bahwa murka Allah ‘tinggal / tetap ada’ pada orang-orang yang
tidak percaya. Bagaimanapun saya bukannya tidak puas dengan pandangan yang
diberikan oleh Agustinus, bahwa Yohanes Pembaptis menggunakan kata ‘tinggal /
tetap ada’, untuk memberi kita informasi bahwa sejak dari kandungan kita
ditetapkan pada kematian, karena kita semua dilahirkan sebagai anak-anak
kemurkaan (Ef 2:3). Setidaknya, saya
dengan sukarela mengakui suatu kiasan dari jenis ini, asal kita memegang arti
yang benar dan sederhana yang adalah apa yang telah saya nyatakan, bahwa
kematian menggantung / tergantung di atas semua orang-orang yang tidak percaya,
dan menjaga mereka ditindas dan dikalahkan dengan suatu cara sehingga mereka
tidak pernah bisa lolos. Dan memang, sekalipun orang-orang jahat secara alamiah
sudah dihukum, tetapi oleh ketidak percayaan mereka, mereka menurunkan kepada
diri mereka sendiri suatu kematian yang baru].
Ef 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena
pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena
kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa,
yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3)
Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup
di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang
jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama
seperti mereka yang lain”.
Bagian yang saya garisbawahi itu, terjemahan
hurufiahnya adalah seperti yang diberikan oleh NASB: ‘and were by nature
children of wrath, even as the rest’ (= dan secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan,
sama seperti orang-orang yang lain).
Calvin (tentang Ef 2:3b): “‘And were by nature children of wrath.’ All men without exception,
whether Jews or Gentiles, (Galatians 2:15,16,) are here pronounced to be
guilty, until they are redeemed by Christ; so that out of Christ there is no
righteousness, no salvation, and, in short, no excellence. ‘Children of wrath’ are
those who are lost, and who deserve eternal death. ‘Wrath’ means
the judgment of God; so that ‘the children of wrath’ are those who are condemned
before God. Such, the apostle tells us, had been the Jews, - such had been all
the excellent men that were now in the Church; and they were so ‘by nature,’ that
is, from their very commencement, and from their mother’s womb” [= ‘Dan secara alamiah adalah anak-anak
kemurkaan’. Semua orang tanpa kecuali, apakah Yahudi atau non Yahudi, (Gal
2:15,16), di sini dinyatakan sebagai bersalah, sampai mereka ditebus oleh
Kristus; sehingga di luar Kristus tidak ada kebenaran, tak ada keselamatan, dan
singkatnya, tak ada hal yang baik. ‘Anak-anak kemurkaan’ adalah mereka yang
terhilang, dan yang layak mendapatkan kematian kekal. ‘Kemurkaan’ berarti
penghakiman Allah; sehingga ‘anak-anak kemurkaan’ adalah mereka yang dikecam /
dihukum di hadapan Allah. Demikianlah keadaan orang-orang Yahudi dulu, -
demikianlah keadaan semua orang-orang yang baik sekali yang sekarang ada di
dalam Gereja; dan mereka adalah demikian ‘secara alamiah’, artinya, dari
pertama-tama keberadaan mereka, dan dari kandungan ibu mereka].
Matthew Henry: “‘We
are by nature the children of wrath, even as others.’ The Jews were so, as well
as the Gentiles; and one man is as much so as another by nature, not only by
custom and imitation, but from the time when we began to exist, and by reason
of our natural inclinations and appetites. All men, being naturally children of
disobedience, are also by nature children of wrath: God is angry with the wicked
every day. Our state and course are such as deserve wrath, and would end in
eternal wrath, if divine grace did not interpose” (= ‘Kita secara alamiah adalah anak-anak
kemurkaan, sama seperti orang-orang lain’. Orang-orang Yahudi adalah demikian,
dan demikian juga orang-orang non Yahudi; dan satu orang adalah seperti itu
sama seperti orang yang lain secara alamiah, bukan hanya karena tradisi /
kebiasaan dan peniruan, tetapi sejak waktu dimana kita mulai ada, dan karena
kecenderungan dan keinginan / nafsu alamiah kita. Semua manusia, karena secara
alamiah adalah anak-anak ketidak-taatan, secara alamiah juga adalah anak-anak
kemurkaan: Allah murka kepada orang-orang jahat setiap hari. Keadaan dan jalan
kita adalah sedemikian rupa sehingga layak mendapatkan kemurkaan, dan akan
berakhir dalam kematian kekal, jika kasih karunia ilahi tidak ikut campur).
Maz 7:12 - “Allah adalah Hakim yang adil dan Allah
yang murka setiap saat”.
Jadi, ini menunjukkan bahwa manusia itu secara
alamiah, maksudnya sejak lahir, adalah orang yang dimurkai oleh Allah. Kita lahir sebagai manusia
berdosa, dan karena itu sejak kita lahir, kita sudah ada di bawah murka Allah.
Kita tidak lahir di daerah netral! Kita lahir di bawah murka Allah! Karena itu,
kalau saudara tidak mau datang dan percaya kepada Yesus untuk mendapatkan
pengampunan dosa dan perdamaian dengan Allah, maka secara otomatis saudara akan
menuju ke neraka dimana saudara akan mengalami / merasakan murka Allah secara
penuh.
7) Neraka (Ro 6:23 Wah 21:8).
Yang ini bukan hanya
merupakan akibat / hukuman terhadap dosa Adam saja, tetapi dosa setiap orang,
karena Ro 6:23a berbunyi: “Sebab upah dosa ialah maut”. ‘Maut’ dalam Ro 6:23 ini tidak
hanya menunjuk pada kematian biasa, tetapi menunjuk pada kematian kedua /
penghukuman kekal di neraka.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang
yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal,
tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka
akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan
belerang; inilah kematian yang kedua”.
Hal-hal
yang perlu diketahui tentang neraka.
a) Neraka diajarkan
paling banyak / sering oleh Yesus Kristus sendiri!
William G. T. Shedd: “Jesus
Christ is the Person who is responsible for the doctrine of Eternal Perdition” (= Yesus
Kristus adalah Pribadi yang bertanggung jawab untuk doktrin tentang Hukuman
kekal) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 681.
Alan Cole (Tyndale)
tentang Mark 9:43,45,47: “No man ever spoke
stronger words about hell than the loving Son of God” (= Tidak ada orang yang pernah berbicara tentang neraka
dengan kata-kata yang lebih kuat / keras dari pada Anak Allah yang penuh kasih) - hal 153.
Pulpit Commentary
(tentang Mark 9:43-48): “The passage from
which these few words are chosen is stern and severe; yet it was uttered by the
gentle Teacher who would not break the bruised reed” (= Text dari mana kata-kata ini dipilih merupakan text
yang keras; tetapi itu diucapkan oleh Guru yang lembut yang tidak akan
mematahkan buluh yang terkulai) - hal 30.
Kalau kita membaca ayat-ayat tentang neraka dalam
Alkitab, maka memang mayoritas dari ayat-ayat itu diucapkan langsung
oleh Yesus sendiri!
Saya berikan beberapa contoh:
·
Mat 8:12 - “sedangkan
anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling
gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
·
Mat 11:23 - “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan
sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang
mati! Karena jika di Sodom terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
Catatan: kata-kata ‘dunia orang
mati’
dikontraskan dengan langit / surga, dan karena itu di sini kata itu harus
diartikan sebagai ‘neraka’. Orang yang pergi ke surga sering dinyatakan sebagai
‘naik’ / ‘diangkat’ (seperti Elia, Yesus, dan juga Paulus dalam
2Kor 12:2,4, dsb), dan sebaliknya orang yang masuk neraka sering
dinyatakan dengan kata ‘turun / diturunkan’ seperti dalam Mat 11:23 ini.
·
Mat 13:42 - “Semuanya akan dicampakkan
ke dalam dapur api; disanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
·
Mat 13:50 - “lalu
mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat
ratapan dan kertakan gigi”.
·
Mat 22:13b -
“...
dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah
akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
·
Mat 25:41 - “Enyahlah dari
hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal
yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
·
Mat 25:46 - “Dan mereka ini
akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, ...”.
·
Mark 9:43-48
- “(43)
Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau
masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang
ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat
itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika
kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam
hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke
dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan
apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau,
cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata
satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) dimana
ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
·
Luk 16:22-26
- “(22)
Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke
pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia
menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh
dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia berseru,
katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan
ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat
kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah,
bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus
segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.
(26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak
terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka
yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Catatan: kata-kata ‘alam maut’ dalam ay 23 diterjemahkan dari kata Yunani
HADES, dan di sini jelas harus diartikan sebagai ‘neraka’.
·
Wah 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke
atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak henti-hentinya disiksa,
yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang
telah menerima tanda namanya.’”.
·
Wah 19:20b -
“Keduanya
dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang”.
·
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang
menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya”.
·
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah
kematian yang kedua”.
Catatan: kitab Wahyu merupakan firman dari Yesus kepada
Yohanes, jadi tetap merupakan ajaran langsung dari Yesus sendiri.
Kalau Yesus paling banyak / sering mengajar tentang neraka, maka jangan
pernah mengatakan bahwa mengajarkan / berkhotbah tentang neraka merupakan suatu
tindakan yang tidak kasih!
b) Sejarah / asal
usul kata ‘neraka’.
Dalam Perjanjian Lama tidak ada kata yang secara
khusus berarti ‘neraka’. Biasanya digunakan kata Ibrani SHEOL. Kata ini bisa
berarti ‘keadaan kematian’, ‘kuburan’, atau ‘neraka’, dan kontext harus
menentukan arti mana yang dipilih. Dalam Perjanjian Baru padan katanya adalah
HADES, yang juga bisa berarti seperti itu.
Tetapi dalam Perjanjian Baru ada kata khusus untuk ‘neraka’,
yaitu Gehenna. Dalam Mark 9:43-48
kata ini muncul 3 x, yaitu dalam ay 43,45,47. Hendriksen (hal
365) mengatakan bahwa kata GEHENNA diturunkan dari kata bahasa Ibrani Ge-Hinnom (Yos 15:8 18:16).
Yos 15:8 - “Kemudian
batas itu naik ke lembah Ben-Hinom, di sebelah selatan sepanjang lereng
gunung Yebus, itulah Yerusalem; kemudian batas itu naik ke puncak gunung yang
di seberang lembah Hinom, di sebelah barat, di ujung utara lembah orang Refaim”.
Yos 18:6 - “Selanjutnya
batas itu turun ke ujung pegunungan yang di tentangan lebak Ben-Hinom,
di sebelah utara lembah orang Refaim; kemudian turun ke lebak Hinom, sepanjang
lereng gunung Yebus, ke selatan, kemudian turun ke En-Rogel”.
Kata Ge-Hinnom
ini merupakan singkatan dari Ge
ben-Hinnom, yang berarti ‘the valley of the son of Hinnom’ (=
lembah dari anak Hinnom).
Ini merupakan suatu tempat di sebelah selatan Yerusalem,
dan di tempat itu Ahas (ayah dari Hizkia) dan Manasye (anak dari Hizkia)
mempersembahkan anak-anak mereka sebagai korban kepada dewa Molokh
(2Raja 16:3 21:6 2Taw 28:3
33:6).
Raja Yosia yang saleh (cucu dari Manasye) menyatakan
tempat itu sebagai tempat yang najis (2Raja 23:10), dan Yeremia juga
memberikan kutukan terhadap tempat itu, dan menjadikannya sebagai kuburan (Yer
7:32 19:6).
2Raja 23:10 - “Ia
menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinom, supaya jangan orang
mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh”.
Yer 7:32 - “Sebab
itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa orang
tidak akan mengatakan lagi ‘Tofet’ dan ‘Lembah Ben-Hinom’, melainkan
‘Lembah Pembunuhan’; orang akan menguburkan mayat di Tofet karena
kekurangan tempat”.
Yer 19:6 - “Sebab
itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa tempat
ini tidak akan disebut lagi: Tofet dan Lembah Ben-Hinom, melainkan Lembah
Pembunuhan”.
Tentang kata Gehenna,
William Barclay berkata: “It is a word with a history. It is a form of the word
HINNOM. The valley of Hinnom was a ravine outside Jerusalem . It had an evil past. It was the
valley in which Ahaz, in the old days, had instituted fire worship and the
sacrifice of little children in the fire. ‘He burned incense in the valley of
the son of Hinnom, and burned his sons as an offering.’ (2Chronicles 28:3).
That terrible heathen worship was also followed by Manasseh (2Chronicles 33:6).
The valley of Hinnom ,
Gehenna, therefore, was the scene of one of Israel ’s most terrible lapses into
heathen customs. In his reformations Josiah declared it an unclean place. ‘He
defiled Topheth, which is in the valley of the sons of Hinnom, that no one
might burn his son or his daughter as an offering to Molech.’ (2Kings 23:10).
When the valley had been so declared unclean and had been so desecrated it was
set apart as the place where the refuse of Jerusalem was burned. The consequence was
that it was a foul, unclean place, where loathsome worms bred on the refuse,
and which smoked and smouldered at all times like some vast incinerator. ... Because
of all this Gehenna had become a kind of type or symbol of Hell, the place
where the souls of the wicked would be tortured and destroyed. It is so
used in the Talmud. ‘The sinner who desists from the words of the Law will in
the end inherit Gehenna.’ So then Gehenna stands as the place of punishment,
and the word roused in the mind of every Israelite the grimmest and most
terrible pictures” [= Ini
merupakan sebuah kata yang mempunyai sejarah. Ini merupakan suatu bentuk dari
kata HINNOM. Lembah HINNOM merupakan suatu jurang di luar kota Yerusalem. Tempat ini mempunyai masa
lalu yang jahat. Ini adalah lembah di mana Ahas pada masa yang lalu mendirikan
penyembahan api dan pengorbanan anak-anak kecil dalam api. ‘Ia membakar juga
korban di Lebak Ben-Hinom dan membakar anak-anaknya sebagai korban dalam api’
(2Taw 28:3). Ibadah kafir yang mengerikan itu juga diikuti oleh Manasye (2Taw
33:6). Karena itu, lembah HINNOM, GEHENNA, merupakan adegan dari salah satu
kejatuhan yang mengerikan dari Israel
ke dalam kebiasaan-kebiasaan kafir. Dalam reformasinya Yosia menyatakannya
sebagai tempat yang najis. ‘Ia menajiskan juga Tofet yang ada di lembah
Ben-Hinom, supaya jangan orang mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban
dalam api untuk dewa Molokh.’ (2Raja 23:10). Pada waktu lembah itu telah
dinyatakan sebagai najis dan telah diperlakukan sebagai najis, maka tempat itu
dikhususkan sebagai tempat di mana sampah dari kota Yerusalem dibakar. Sebagai akibatnya
adalah bahwa tempat itu menjadi tempat yang kotor dan berbau busuk dimana ulat
yang menjijikkan berkembang biak pada sampah itu, dan yang berasap dan membara
/ menyala pada setiap saat seperti tempat pembakaran sampah yang luas. ... Karena
semua ini, GEHENNA menjadi suatu jenis dari type atau simbol tentang neraka,
tempat di mana jiwa-jiwa orang jahat akan disiksa dan dihancurkan. Itu
digunakan seperti itu dalam Talmud. ‘Orang berdosa yang berhenti dari kata-kata
hukum Taurat pada akhirnya akan mewarisi GEHENNA.’ Demikianlah maka GEHENNA
menjadi tempat penghukuman, dan dalam pikiran setiap orang Israel kata itu menimbulkan
gambaran yang paling menyeramkan dan mengerikan] - hal 231-232.
c) Neraka itu merupakan suatu tempat yang nyata dan betul-betul ada.
1. Bahwa
neraka itu memang betul-betul merupakan suatu tempat (bukan sekedar merupakan
suatu kondisi tetapi juga suatu lokasi) terlihat dari banyak hal, seperti:
a. Surga
juga merupakan tempat.
Yoh 14:2-5 - “(2)
Di rumah BapaKu banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku
mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat
bagimu. (3) Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat
bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatKu, supaya di tempat
di mana Aku berada, kamupun berada. (4) Dan ke mana Aku pergi,
kamu tahu jalan ke situ.’ (5) Kata Tomas kepadaNya: ‘Tuhan, kami tidak
tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’”.
Pulpit Commentary: “Heaven
is a definite locality. Jesus is there in his glorified body” (= Surga adalah
suatu tempat tertentu. Yesus ada di sana
dalam tubuhNya yang telah dimuliakan)
- hal 232.
Tentang ‘ascension’ / ‘kenaikan Kristus ke
surga’, Charles Hodge berkata sebagai berikut: “It was a local
transfer of his person from one place to another; from earth to heaven. Heaven
is therefore a place” (= Itu merupakan perpindahan tempat
dari pribadiNya dari satu tempat ke tempat lain; dari bumi ke surga. Karena itu,
surga adalah suatu tempat) - ‘Systematic
Theology’, Vol II, hal 630.
Herman Hoeksema:
“Heaven
is a definite place, and not merely a condition” (= Surga adalah
tempat yang tertentu, dan bukan semata-mata merupakan suatu kondisi / keadaan) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 422.
Kalau surga adalah suatu tempat, tidak mungkin neraka
bukan merupakan suatu tempat.
b. Banyak
ayat tentang neraka yang jelas menunjukkan bahwa neraka merupakan suatu tempat,
seperti:
·
Ul 32:22 - “Sebab api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai
ke bagian dunia orang mati yang paling bawah; api itu memakan bumi dengan
hasilnya, dan menghanguskan dasar gunung-gunung”.
Catatan: ayat ini mengandung
ancaman, berbicara tentang murka Allah yang bernyala-nyala dsb, dan karena itu
saya berpendapat ini harus diartikan sebagai ‘neraka’. Dan adanya kata-kata ‘sampai’ dan ‘ke bagian dunia
orang mati yang paling bawah’ menunjukkan bahwa itu merupakan suatu tempat.
·
Maz 9:18 - “Orang-orang fasik akan kembali (berbelok) ke dunia orang mati, ya, segala
bangsa yang melupakan Allah”.
Catatan:
*
kata ‘kembali’ diterjemahkan dari kata
Ibrani SHUB, yang bisa berarti ‘turn’ (= berbelok) atau ‘return’
(= kembali). Kalau dipilih ‘return’ (= kembali) maka secara implicit itu
menunjukkan bahwa orang-orang itu asalnya dari sana . Karena itu saya lebih memilih
terjemahan ‘turn’ (= berbelok), seperti dalam KJV dan ASV.
*
ayat-ayat ini merupakan ancaman bagi orang-orang fasik, dan karena itu
kata-kata ‘dunia
orang mati’
(SHEOL) harus diartikan sebagai ‘neraka’.
·
Mat 8:12 - “... akan dicampakkan
ke dalam kegelapan yang paling gelap, disanalah akan terdapat ratap
dan kertak gigi”.
·
Mat 11:23 - “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan
sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati!
Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat
yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota
itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
·
Mat 13:42 - “Semuanya akan dicampakkan
ke dalam dapur api; disanalah akan terdapat ratapan dan kertakan
gigi”.
·
Mat 13:50 - “lalu mencampakkan
orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan
kertakan gigi”.
·
Mat 22:13b -
“...
dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di
sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
·
Mat 25:41 - “Enyahlah
dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api
yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
·
Mat 25:46 - “Dan mereka ini
akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, ...”.
·
Mark 9:43-48
- “(43)
Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau
masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang
ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat
itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika
kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam
hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke
dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan
apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan engkau,
cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata
satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, (48) dimana
ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
·
Luk 16:22,23,26,28
- “(22)
Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke
pangkuan Abraham. (23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia
menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari
jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. ... (26) Selain
dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak
terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun
mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang. ...
(28) sebab masih ada lima
orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar
mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini”.
·
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan
menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat
Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
·
Wah 19:20b -
“Keduanya
dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh
belerang”.
·
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang
menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya”.
·
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah
kematian yang kedua”.
2. Ada ajaran / orang yang tidak percaya adanya neraka,
seperti:
a. Ajaran Saksi Yehuwa, yang begitu menekankan
kasih Allah sehingga mengatakan bahwa Allah yang kasih itu tidak mungkin
menghukum manusia selama-lamanya di dalam neraka. Mereka percaya bahwa Allah
akan memusnahkan manusia berdosa tetapi tidak menghukum mereka dalam neraka.
Untuk ini perlu diingat
bahwa sekalipun Allah itu kasih, Ia juga adalah suci dan adil sehingga Ia
membenci dosa dan harus menghukum orang berdosa. Ini sesuai dengan
Nahum 1:3 yang berbunyi: “TUHAN itu
panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari
hukuman orang yang bersalah” (bdk. Kel 34:6-7).
b. Pandangan yang berkata bahwa neraka adalah
penderitaan yang kita alami di dunia ini.
Dalam suatu buku Saat Teduh
ada cerita sebagai berikut:
“An
evangelist once encountered a skeptic who, when asked to receive Christ, said,
‘I’m not afraid of Hell - all the Hell we get is here on earth! The preacher’s
reply was quick and devastating, ‘I’ll give you three reasons why this cannot
be Hell! First, I am a Christian, and there are no Christians in Hell!
Secondly, there is a place just around the corner where you can slake your
thirst, but there is no water in Hell! Thirdly, I have been preaching Christ to
you, and there is no Gospel in Hell!’” (=
Suatu kali seorang penginjil bertemu dengan seorang skeptik yang, pada waktu
diminta untuk menerima Kristus, berkata: ‘Aku tidak takut pada neraka - Neraka
yang kita dapatkan adalah di sini di dunia ini!’. Jawaban pengkhotbah itu cepat
dan bersifat menghancurkan: ‘Aku akan memberimu 3 alasan mengapa ini tidak
mungkin adalah neraka! Pertama, aku adalah seorang Kristen, dan tidak ada orang
Kristen dalam neraka! Kedua, ada tempat di dekat sudut itu dimana kamu bisa
memuaskan kehausanmu, tetapi tidak ada air dalam neraka! Ketiga, aku telah
memberitakan Kristus kepadamu, dan tidak ada Injil dalam neraka!’) - ‘Bread For Each Day’,
September 14.
Perlu diketahui bahwa
penderitaan dalam dunia, yang bagaimanapun hebatnya, hanyalah semacam cicipan
dari hukuman / siksaan yang luar biasa hebatnya dalam neraka.
Karena itu kalau saudara mau bunuh diri untuk
lari dari penderitaan dunia ini, maka ingatlah bahwa itu akan menyebabkan
saudara justru akan masuk ke dalam neraka selama-lamanya, dimana saudara akan
mengalami penderitaan yang jauh lebih hebat dari penderitaan saudara dalam
dunia ini!
Perlu saudara ingat bahwa
kalau neraka itu tidak ada, maka:
·
Semua ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang neraka adalah salah
dan harus dibuang dari Kitab Suci! Dan ayat-ayat ini cukup banyak jumlahnya!
·
Allah juga tidak ada.
Mengapa bisa demikian? Semua
orang harus mengakui bahwa dalam dunia ini ada banyak ketidakadilan, misalnya:
orang saleh justru miskin, orang jahat justru jaya, orang kaya dan berkedudukan
menindas orang miskin yang rendah, dsb. Juga ada banyak dosa yang tidak
dihukum, mungkin karena dosa itu tidak diketahui orang lain, atau karena
pintarnya orangnya mempermainkan hukum. Andaikata neraka tidak ada, maka semua
ketidakadilan dan dosa ini tidak dibereskan! Dengan demikian Allah itu tidak
adil, dan kalau Allah itu tidak adil, Ia bukanlah Allah. Jadi kalau saudara
tidak mempercayai adanya neraka, saudara harus menjadi orang yang atheis!
Kalau
saudara tidak percaya adanya neraka, saya justru yakin bahwa saudara akan masuk
ke neraka. Pada saat itu saudara akan percaya akan adanya neraka, tetapi sudah
terlambat!
Kesaksian: saya berdebat dari seorang
Saksi Yehuwa tentang neraka. Dan saya mengatakan bahwa Charles Taze Russell
dulunya tidak percaya adanya neraka, tetapi pada tahun 1917 ia bertobat dari
kepercayaan sesat itu, dan ia lalu percaya adanya neraka. Saksi Yehuwa itu
bertanya: ‘Dari
mana kamu tahu Charles Taze Russell bertobat dalam hal itu?’. Saya jawab: ‘Kamu itu memang goblok! Charles
Taze Russell itu mati pada tahun 1916. Jadi tahun 1917 ia sudah ada di neraka,
dan karena itu ia pasti percaya neraka itu ada, karena itu sedang merasakan
sakitnya neraka. Dan kamu juga akan menyusul pendirimu, kalau kalau tidak
bertobat dari kepercayaan sesat itu!’. Orang itu tidak menjawab.
d) Orang-orang yang bakal / seharusnya masuk
neraka.
Wah 21:8 memberikan
daftar orang yang akan masuk neraka.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut,
orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh,
orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua
pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
1. Orang-orang penakut.
Ini tentu tidak menunjuk
pada orang yang takut dalam berkelahi, takut pada kegelapan, takut pada anjing
dsb. Ini menunjuk pada orang yang karena takut lalu tidak ikut Kristus atau
mundur dari Kristus (bdk. Ibr 10:38-39
Mat 13:21). Ini adalah orang yang termasuk rangking 1 yang akan
masuk neraka!
Kalau saudara mendengar
Injil, dan sebetulnya hati saudara percaya kepada Yesus, tetapi rasa takut
terhadap orang sekitar saudara / keluarga saudara yang anti kristen membuat
saudara tidak mau mengikut Yesus, maka saudara adalah orang yang termasuk dalam
rangking I untuk masuk ne neraka!
Perhatikan peringatan /
nasehat Tuhan Yesus dalam Mat 10:28 yang berbunyi:
“Dan
janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak
berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.
2. Orang-orang yang tidak percaya.
Yang dimaksud dengan ‘tidak
percaya’ di sini, tentu adalah ‘tidak percaya kepada Yesus Kristus sebagai
Juruselamat dan Tuhan’. Bagaimanapun saudara berusaha berbuat baik, dan apapun
agama / kepercayaan yang saudara anut (termasuk agama kristen), tetapi kalau
saudara tidak percaya kepada Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya Penebus
dan Juruselamat dunia, saudara tetap akan masuk ke neraka untuk membayar
sendiri hutang dosa saudara!
Perlu saudara ketahui bahwa:
a. ‘Sudah dibaptis’ tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya.
b. ‘Sudah rajin ke gereja’ tidak menjamin bahwa saudara sudah
percaya.
c. ‘Sudah melayani Tuhan’, bahkan ‘menjadi hamba
Tuhan’, tidak menjamin bahwa saudara sudah percaya!
d. ‘Sudah berbahasa Roh’ tidak menjamin bahwa
saudara sudah percaya. Memang kalau bahasa Rohnya asli, maka itu pasti
menunjukkan orangnya betul-betul percaya. Tetapi begitu sukar untuk menguji /
memeriksa asli tidaknya bahasa Roh. Ada
yang buatan manusia, dan dalam hal ini tentu orangnya tahu akan hal itu. Ada yang dari setan, dan
ini sukar diketahui karena betul-betul merupakan mujijat.
Bukti bahwa saudara adalah
orang percaya adalah hidup yang berubah ke arah yang positif. Kalau saudara
betul-betul percaya kepada Yesus, saudara pasti menerima / mempunyai Roh Kudus
(Ef 1:13), dan Roh Kudus ini akan mengeluarkan buah Roh Kudus
(Gal 5:22-23), sehingga hidup saudara akan disucikan tahap demi tahap.
Kalau saudara mengaku
sebagai orang kristen tetapi hidup saudara sama sekali tidak bertambah
baik, maka itu membuktikan saudara tidak betul-betul percaya kepada Yesus.
Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:17,26).
Karena itu coba introspeksi
diri saudara, apakah saudara betul-betul sudah percaya kepada Yesus atau tidak!
Kalau saudara tidak percaya, saudara termasuk rangking ke 2 yang akan masuk
neraka.
3. Orang-orang keji.
NASB / KJV: abominable
(= orang yang menjijikkan / sangat buruk).
NIV: the vile (=
orang busuk / keji).
RSV: the polluted (=
orang kotor / cemar).
Ini rangking ke 3 yang akan
masuk neraka!
4. Orang-orang pembunuh.
Ingat bahwa kalau saudara
marah (yang dilandasi kebencian) atau mencaci maki, atau benci kepada
seseorang, saudara sudah merupakan seorang pembunuh (Mat 5:21-22 1Yoh 3:15).
5. Orang-orang sundal.
Jangan mengartikan ini hanya
sebagai pelacur! NIV menterjemahkan ‘the sexually
immoral’ (= orang yang tidak bermoral
dalam hal sex).
Jadi, setiap orang yang
melakukan pelanggaran sexual, seperti:
a. Berzinah.
b. Memandang seorang perempuan dan
menginginkannya (Mat 5:28).
c. Mempercakapkan hal-hal yang cabul
(Ef 5:3-5).
d. Kawin cerai seenaknya (Mat 19:9 Luk 16:18).
e. Menjadi polygamist / polyandrist
(= mempunyai istri / suami lebih dari satu).
f. Mempunyai PIL (Pria Idaman Lain) / WIL (Wanita
Idaman Lain).
termasuk dalam golongan ini
Mungkin sekali berzinah itu
enak, tetapi kenikmatan yang sebentar itu, yang mungkin hanya 15-30 menit,
harus saudara tebus dengan mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya untuk
selama-lamanya di neraka! Ingatlah ini setiap kali saudara mau melakukan
perzinahan!
6. Tukang-tukang sihir.
Ini tidak menunjuk hanya
pada dukun santet dsb. NIV menterjemahkan ‘those
who practice magic arts’ (= mereka
yang mempraktekkan seni / keahlian magic). Ini mencakup banyak hal seperti:
a. Main tenaga dalam, baik ikut latihan maupun
disembuhkan dengan tenaga dalam.
b. Yoga, Waitangkung, Tai Chi, dsb.
c. Main ramalan (semua ramalan kecuali ramalan
Kitab Suci / nubuat dan ramalan ilmu pengetahuan).
d. Permainan cucing / jailangkung, telepati,
main dukun, santet, guna-guna, dsb.
e. Hipnotis.
Hati-hati dengan ‘counsellor
kristen’ yang menggunakan hipnotis terhadap diri saudara. Ini termasuk
occultisme, dan tidak seharusnya ada dalam suatu counselling kristen!
Memang dengan saudara
menggunakan kuasa gelap, saudara bisa memperoleh keuntungan tertentu
(kesehatan, uang, jabatan, cewek / cowok, sex, dsb) tetapi semua itu harus
saudara tebus dengan masuk ke dalam neraka selama-lamanya!
7. Penyembah-penyembah berhala.
Masihkan saudara pergi ke
Gunung Kawi untuk sembahyang di sana ?
Masihkah saudara menyimpan jimat-jimat tertentu, atau keris pusaka, atau
patung-patung berhala tertentu, atau patung Maria / Yesus / salib untuk
disembah? Masihkah saudara percaya pada Hu, PatKwa, dsb? Ini semua akan membawa
saudara ke neraka!
8. Semua pendusta.
Tidak ada orang (kecuali
Yesus) yang tidak pernah berdusta! Kalau saudara berkata bahwa dalam sepanjang
hidup saudara, saudara tidak pernah berdusta, saya percaya bahwa kata-kata itu
sudah merupakan dusta!
Apakah dusta itu merugikan
orang atau tidak, dan apapun alasan saudara untuk berdusta, itu tetap adalah
dusta dan itu akan membawa saudara ke neraka!
Sebetulnya tidak ada orang
bisa lolos dari daftar ini! Saudarapun tidak terkecuali! Apa yang akan dialami
oleh orang-orang yang masuk neraka dijelaskan dalam point e) - g) di bawah ini.
e) Neraka adalah tempat dimana orang terpisah
dari Allah selama-lamanya, tanpa bisa dipulihkan kembali.
2Tes 1:9 - “Mereka
ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari
hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
Perhatikan bahwa istilah ‘kebinasaan’ dalam ayat tersebut di atas
tidaklah berarti bahwa orangnya dimusnahkan. Bagian terakhir dari ayat itu
menjelaskan apa arti dari kata
‘kebinasaan’
itu, yaitu ‘dijauhkan
dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya’. Dan ini berlangsung
selama-lamanya!
Penjauhan ini juga terlihat dari Mat 25:41 - “Dan Ia akan
berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu,
hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah
sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
Pulpit Commentary: “Those
who refused to accept the invitation to ‘come’, will have to obey the order to
‘go’” (= Mereka yang menolak untuk menerima undangan untuk
‘datang’, akan harus mentaati perintah untuk ‘pergi / enyah’) - hal 507.
Karena itu, kalau sampai
saat ini saudara belum pernah betul‑betul datang kepada Yesus, cepatlah datang
kepadaNya! Kalau tidak, akan datang
waktunya bahwa saudara tidak lagi diundang untuk datang kepadaNya, tetapi
diperintahkan untuk pergi dari hadapanNya (dan masuk ke neraka!) dan saat itu
saudara harus menurut!
William Hendriksen (tentang Mat 25:41): “Although God is indeed everywhere, that presence is
not everywhere a presence of love. It is from this presence of love, patience,
and warning that the wicked are finally banished forever” (= Sekalipun Allah memang ada dimana-mana,
kehadiran itu tidaklah dimana-mana berupa suatu kehadiran dari kasih. Adalah
dari kehadiran dari kasih, kesabaran dan peringatan inilah orang-orang jahat
akhirnya dibuang / dijauhkan untuk selama-lamanya).
Mungkin dalam pandangan
orang kafir, terpisah dari Allah itu bukanlah suatu penderitaan. Tetapi perlu
diingat bahwa terpisahnya manusia dengan Allah adalah sumber dari segala
penderitaan. Pada waktu Adam dan Hawa masih suci, mereka hidup dekat dengan
Allah, dan mereka mempunyai persekutuan yang indah dengan Allah, dan karena itu
mereka hidup bahagia. Tetapi pada waktu mereka berdosa, hubungan mereka dengan
Allah putus, sehingga mulai muncul segala macam penderitaan.
Juga bandingkan dengan 2
ayat di bawah ini:
1. Maz 16:11 - “...
di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat
senantiasa”.
NIV: ‘You will fill me
with joy in your presence, with eternal pleasures at your right hand’ (=
Engkau akan mengisi aku dengan sukacita di dalam kehadiranMu, dengan
kesenangan yang kekal di tangan kananMu).
Calvin: “David, therefore, testifies that true and solid joy
in which the minds of men may rest will never be found any where else but in
God; and that, therefore, none but the faithful, who are contented with his
grace alone, can be truly and perfectly happy” (= Karena itu, Daud menyaksikan bahwa sukacita yang
benar / sejati dan mendalam / sempurna dalam mana pikiran dari manusia bisa beristirahat
/ tenang tidak pernah akan ditemukan di tempat lain kecuali dalam Allah; dan
bahwa, karena itu, tak seorangpun kecuali orang-orang yang percaya / setia,
yang puas dengan kasih karuniaNya saja, bisa bahagia dengan sungguh-sungguh dan
dengan sempurna).
2. Maz 62:2 - “Hanya
dekat Allah saja aku tenang, dari padaNyalah keselamatanku”.
NIV: ‘My soul finds rest in God
alone’ (= Jiwaku menemukan istirahat / ketenangan dalam Allah saja).
Catatan: ayat ini diterjemahkan
secara berbeda-beda.
Ayat-ayat di atas ini
menunjukkan bahwa kalau seseorang dekat dengan Tuhan, maka ada sukacita,
kebahagiaan, dan ketenangan / damai. Secara implicit ayat ini
menunjukkan bahwa kalau seseorang terpisah dari Allah, ia tidak akan mempunyai
sukacita, kebahagiaan, ataupun ketenangan / damai. Ia memang bisa mendapatkan
sukacita / kebahagiaan duniawi yang bersifat semu dan sementara. Tetapi
sukacita, kebahagiaan dan damai yang sejati, tidak akan pernah ia miliki.
Karena itu, pada waktu
seseorang masuk neraka, dan ia dijauhkan dari hadirat Allah selama-lamanya, itu
jelas menunjukkan akan adanya penderitaan yang juga bersifat kekal!
f) Neraka adalah tempat penyiksaan / penderitaan yang luar biasa
hebatnya.
Ini ditunjukkan oleh:
1. Kata ‘siksaan’ / ‘menyiksa’ / ‘disiksa’.
Mat 25:46 - “Dan mereka ini akan masuk ke
tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang
kekal.’”.
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya,
yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan
yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan
kepada semua orang”.
Wah 14:11 - “Maka asap api yang menyiksa
mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak
henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta
patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan
mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan
nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
2. Dalam cerita Lazarus dan orang kaya, setelah
orang kaya itu mati dan masuk ke alam maut / neraka, maka dikatakan bahwa ia ‘menderita sengsara’, ‘sangat kesakitan’, dan ‘sangat menderita’.
Luk 16:23-25 - “(23) Orang kaya itu juga mati,
lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia
memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di
pangkuannya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku.
Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan
menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.
(25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala
yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia
mendapat hiburan dan engkau sangat menderita”.
Lalu dalam Luk 16:27-28
orang kaya itu menyebut neraka itu sebagai ‘tempat penderitaan’, dan ia tidak ingin
saudara-saudaranya masuk ke sana.
Luk 16:27-28 - “(27) Kata orang itu: Kalau
demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku,
(28) sebab masih ada lima
orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar
mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini”.
3. Kata-kata ‘ratap / ratapan dan kertak gigi’.
Mat 8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu
akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat
ratap dan kertak gigi.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan
ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
... (50) lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan
terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
Mat 22:13 - “Lalu kata raja itu kepada
hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam
kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
Tentang kata ‘ratap’ / ‘ratapan’ tidak ada persoalan. Orang
yang kesakitan pasti akan meratap. Tetapi apa sebabnya mereka mengertakkan
gigi? Ada yang
beranggapan bahwa ‘kertak
gigi’ itu
dilakukan karena mereka marah kepada Allah yang menyiksa mereka dengan begitu
hebat. Tetapi saya beranggapan bahwa kertak gigi itu dilakukan untuk menahan
sakit yang begitu hebat yang mereka derita. Yang manapun arti yang benar, tetap
menunjukkan bahwa orang-orang ini mengalami penderitaan yang luar biasa.
4. Simbol-simbol tentang neraka, yaitu:
a. Api.
Mat 3:12 - “Alat penampi sudah ditanganNya.
Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan gandumNya ke dalam
lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak
terpadamkan.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan
ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.
... (50) lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah
akan terdapat ratapan dan kertakan gigi”.
Mat 25:41 - “Dan Ia akan berkata juga kepada
mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang
terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis
dan malaikat-malaikatnya”.
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu
menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup
dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam
neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan
engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan
timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan
engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah
dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka,
(48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
Luk 16:24 - “Lalu ia berseru, katanya: Bapa
Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya
ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala
api ini”.
Yudas 7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya,
yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan
yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan
kepada semua orang”.
Wah 14:11 - “Maka asap api yang
menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka
tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta
patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Wah 19:20 - “Maka tertangkaplah binatang itu
dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di
depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima
tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya
dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang”.
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang menyesatkan
mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah
kematian yang kedua”.
Api merupakan simbol yang
paling umum, dan penggunaan simbol api ini jelas menunjukkan suatu siksaan yang
sangat menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah
sangat menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang
sangat parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau
saudara dibakar secara kekal?
b. Ulat-ulat bangkai.
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu
menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup
dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam
neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (44) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan
engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan
timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan
engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah
dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka,
(48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam”.
Catatan: ay 44 dan ay 46 diletakkan
oleh LAI di dalam tanda kurung tegak, untuk menunjukkan bahwa ayat-ayat itu
diperdebatkan keasliannya. Tetapi ay 48, yang hampir persis bunyinya dengan ay 44
dan ay 46 tidak diletakkan dalam tanda kurung tegak. Jadi, ayat itu asli,
dan pasti betul-betul Firman Tuhan!
Pernah terjadi ada orang
yang mengalami kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya
terjepit pada tulang belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada
punggungnya (tidak dibolak balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan
bertambah parah dan membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada
zet / ulat bangkainya. Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderitaan
yang begitu hebat karena zet itu menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan
terbebas dari siksaan ulat bangkai duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke
neraka, hal seperti ini akan berlangsung selama-lamanya!
c. Kegelapan yang paling gelap.
Mat 8:12 - “sedangkan anak-anak Kerajaan itu
akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan
terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Mat 22:13 - “Lalu kata raja itu kepada
hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan
yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi”.
Ini menggambarkan keadaan
dalam penjara Romawi yang ada di bawah tanah di mana sama sekali tidak ada
cahaya. Ini menyebabkan seseorang merasa stress, tidak ada harapan, depresi
dsb, sehingga bisa gila, bunuh diri, dsb. Dan ini merupakan tempat penderitaan
yang luar biasa hebatnya. Kalau tidak demikian, tentu orang Romawi tidak akan
menciptakan tempat hukuman semacam itu.
Barnes’ Notes (tentang Mat
8:12): “This
is an image of future punishment. It is not improbable that the image was taken
from Roman dungeons or prisons. They were commonly constructed under ground.
They were shut out from the light of the sun. They were, of course, damp, dark,
and unhealthy, and probably most filthy. Masters were in the habit of
constructing such prisons for their slaves, where the unhappy prisoner, without
light, or company, or comfort, spent his days and nights in weeping from grief,
and in vainly gnashing his teeth from indignation. The image expresses the fact
that the wicked who are lost will be shut out from the light of heaven, and
from peace, and joy, and hope; will weep in hopeless grief, and will gnash
their teeth in indignation against God, and complain against his justice. What
a striking image of future woe! Go to a damp, dark, solitary, and squalid
dungeon; see a miserable and enraged victim; add to his sufferings the idea of
eternity, and then remember that this, after all, is but an image, a faint
image, of hell!” (= Ini adalah gambaran dari hukuman yang akan datang. Bukannya tidak
mungkin bahwa gambar itu diambil dari penjara di bawah tanah Romawi. Mereka
biasanya dibangun di bawah tanah. Mereka ditutup dari terang matahari. Tentu
saja mereka lembab, gelap, dan tidak sehat, dan mungkin sangat kotor. Tuan-tuan
mempunyai kebiasaan membangun penjara-penjara seperti itu untuk budak-budak
mereka, dimana orang-orang tahanan yang sial / tak bahagia, tanpa terang, atau
teman, atau penghiburan, menghabiskan hari-hari dan malam-malamnya dalam
tangisan dari kesedihan, dan dalam kesia-siaan mengertakkan giginya dari
kemarahan. Gambaran ini menyatakan fakta bahwa orang-orang jahat yang terhilang
akan ditutup dari terang surga, dan dari damai, dan sukacita, dan pengharapan;
akan menangis dalam kesedihan yang tanpa pengharapan, dan akan mengertakkan
gigi mereka dalam kemarahan terhadap Allah, dan keluhan terhadap keadilanNya.
Betul-betul suatu gambaran yang menyolok tentang kesengsaraan yang akan datang!
Pergilah ke suatu kamar bawah tanah yang lembab, gelap, terpencil / menyendiri,
dan jorok; lihatlah seorang korban yang menyedihkan dan sangat marah; tambahkan
pada penderitaannya gagasan tentang kekekalan, dan lalu ingatlah bahwa ini,
bagaimanapun juga, hanyalah merupakan suatu gambaran, gambaran yang redup, dari
neraka!).
Sekarang, apakah api, ulat
bangkai, dan kegelapan ini adalah sesuatu yang bersifat hurufiah atau simbol?
·
Ada penafsir yang menganggap bahwa api adalah sesuatu yang hurufiah /
bukan simbol. Argumentasinya: “Fire is
evidently the only word in human language which can suggest the anguish of
perdition. It is the only word in the parable of the wheat and the tares which
our Lord did not interpret (Matt. 13:36-43). He said: ‘The field is the
world,’ ‘the enemy ... is the devil,’ ‘the harvest is the end of the world,’
‘the reapers are the angels.’ But we look in vain for such a statement as, ‘the
fire is ...’ The only reasonable explanation is that fire is not a symbol. It
perfectly describes the reality of the eternal burnings”
[= Api jelas merupakan satu-satunya kata dalam bahasa manusia yang bisa
menunjukkan penderitaan dari penghukuman akhir / neraka. Itu adalah
satu-satunya kata dalam perumpamaan gandum dan lalang yang tidak ditafsirkan
oleh Tuhan kita (Mat 13:36-43). Ia berkata: ‘ladang ialah dunia’, ‘musuh
... ialah Iblis’, ‘waktu menuai ialah akhir zaman’, ‘para penuai ialah
malaikat’. Tetapi kita mencari dengan sia-sia pernyataan seperti ini, ‘api
ialah ...’. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah bahwa api bukanlah
simbol. Itu secara sempurna menggambarkan kenyataan dari pembakaran kekal] - S. Maxwell Coder, ‘Jude:
The Acts of The Apostates’, hal 82.
Saya berpendapat bahwa argumentasi ini tidak kuat dan
bisa dijawab dengan mudah. Api tak diberi arti karena apapun yang ada di neraka
(juga di surga) tak ada di dunia / alam semesta ini. Jadi, mau disamakan dengan
apa?
·
Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa semua ini (api, ulat bangkai,
kegelapan) adalah simbol!
Pulpit Commentary: “They are the symbols of certain dreadful
realities; too dreadful for human language to describe or human thought to
conceive” (= Itu adalah simbol-simbol dari
kenyataan-kenyataan menakutkan tertentu / yang pasti; terlalu menakutkan untuk
digambarkan oleh bahasa manusia ataupun untuk dimengerti / dibayangkan oleh
pikiran manusia) - hal 9.
Barnes’ Notes (tentang Mark 9:44-46): “It is not to be supposed that there will be any
‘real’ worm in hell - perhaps no material fire; nor can it be told what was
particularly intended by the undying worm. There is no authority for applying
it, as is often done, to remorse of conscience, anymore than to any other of
the pains and reflections of hell. It is a mere image of loathsome, dreadful,
and ‘eternal’ suffering. In what that suffering will consist it is probably
beyond the power of any living mortal to imagine” (= Tidak boleh dianggap / diduga bahwa di sana akan
ada ulat ‘sungguh-sungguh’ dalam dunia - mungkin juga tidak ada api secara
materi; juga tak bisa diberitahukan apa yang dimaksudkan secara khusus dengan
ulat yang tidak mati. Di sana tidak ada otoritas untuk menerapkannya, seperti
yang sering dilakukan, pada penyesalan dari hati nurani, ataupun pada rasa
sakit atau perenungan lain manapun dari neraka. Itu adalah semata-mata suatu
gambaran yang menjijikkan, menakutkan, dan penderitaan ‘kekal’. Dalam hal penderitaan
itu terdiri dari apa, mungkin itu ada di luar kuasa dari manusia fana yang
masih hidup untuk membayangkan).
Apa alasannya menganggap
hal-hal ini sebagai simbol? Alasannya adalah:
*
‘api’ dan ‘kegelapan’ tidak mungkin bisa bersatu.
William Hendriksen (tentang Luk 16:23-24): “But if hell is a place of fire, how can it also be a place of darkness? Are not these
two concepts mutually exclusive? Well, not always necessarily. For example, by
means of a certain form of radiation people have been seriously burned even
though when it happened they were in a dark room. Nevertheless, it is advisable
not to speculate. ... It should be
sufficient to conclude from all this that such terms as fire and darkness should not be
taken too literally. Each in its own way indicates the terrors of the lost in
the place from which there is no return”
(= Tetapi jika neraka adalah suatu tempat dari api, bagaimana itu juga bisa
merupakan suatu tempat kegelapan? Bukankah dua konsep ini saling bertentangan?
Tidak selalu harus bertentangan. Sebagai contoh, dengan cara dari suatu bentuk
radiasi tertentu orang-orang telah dibakar secara serius sekalipun pada saat
itu terjadi mereka berada di kamar yang gelap. Tetapi, sebaiknya kita tidak
berspekulasi. ... Cukuplah untuk menyimpulkan dari semua ini bahwa
istilah-istilah seperti api dan kegelapan itu tidak boleh diterima secara
terlalu hurufiah. Masing-masing dengan caranya sendiri menunjukkan kengerian
dari orang-orang yang terhilang di tempat dari mana tidak ada jalan untuk
kembali).
Catatan: saya menganggap kata-kata
William Hendriksen tentang radiasi itu terlalu mengada-ada.
*
pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol.
Wah 21:11-21 - “(11) Kota itu penuh dengan kemuliaan Allah dan cahayanya
sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti
kristal. (12) Dan temboknya besar lagi tinggi dan pintu gerbangnya dua
belas buah; dan di atas pintu-pintu gerbang itu ada dua belas malaikat dan di atasnya
tertulis nama kedua belas suku Israel. (13) Di sebelah timur terdapat tiga
pintu gerbang dan di sebelah utara tiga pintu gerbang dan di sebelah selatan
tiga pintu gerbang dan di sebelah barat tiga pintu gerbang. (14) Dan tembok
kota itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama
kedua belas rasul Anak Domba itu. (15) Dan ia, yang berkata-kata dengan aku,
mempunyai suatu tongkat pengukur dari emas untuk mengukur kota itu serta
pintu-pintu gerbangnya dan temboknya. (16) Kota itu bentuknya empat persegi,
panjangnya sama dengan lebarnya. Dan ia mengukur kota itu dengan tongkat itu:
dua belas ribu stadia; panjangnya dan lebarnya dan tingginya sama. (17) Lalu ia
mengukur temboknya: seratus empat puluh empat hasta, menurut ukuran manusia,
yang adalah juga ukuran malaikat. (18) Tembok itu terbuat dari permata
yaspis; dan kota
itu sendiri dari emas tulen, bagaikan kaca murni. (19) Dan dasar-dasar tembok kota itu dihiasi dengan
segala jenis permata. Dasar yang pertama batu yaspis, dasar yang kedua batu
nilam, dasar yang ketiga batu mirah, dasar yang keempat batu zamrud, (20) dasar
yang kelima batu unam, dasar yang keenam batu sardis, dasar yang ketujuh batu
ratna cempaka, yang kedelapan batu beril, yang kesembilan batu krisolit, yang
kesepuluh batu krisopras, yang kesebelas batu lazuardi dan yang kedua belas
batu kecubung. (21) Dan kedua belas pintu gerbang itu adalah dua belas mutiara:
setiap pintu gerbang terdiri dari satu mutiara dan jalan-jalan kota itu dari emas murni bagaikan kaca bening”.
Mengapa? Karena bahan-bahan
di surga itu jelas tidak ada di dunia. Kalau sorga digambarkan dengan simbol,
saya juga percaya bahwa neraka juga digambarkan dengan simbol.
Calvin memberi
komentar tentang kata-kata ‘dapur api’
dalam Mat 13:42 dengan kata-kata sebagai berikut: “This is a
metaphorical expression; for, as the infinite glory which is laid up for the
sons of God so far exceeds all our senses, that we cannot find words to express
it, so the punishment which awaits the reprobate is incomprehensible, and is therefore
shadowed out according to the measure of our capacity” (= Ini merupakan suatu ungkapan yang bersifat
kiasan; karena, sebagaimana kemuliaan tak terbatas yang disimpan untuk
anak-anak Allah begitu jauh melampaui pengertian / pikiran kita, sehingga kita
tidak bisa menemukan kata-kata untuk menyatakannya, demikian juga hukuman yang
menantikan orang-orang yang ditentukan untuk binasa tidak bisa dimengerti, dan
karena itu dibayangkan / digambarkan sesuai dengan ukuran kapasitas kita).
Tetapi satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan
sekali-kali hal ini membuat saudara menganggap bahwa kalau demikian neraka
tidaklah terlalu menakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu
hanya simbol, jadi tidak perlu terlalu kita takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru.
Perlu saudara ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan
simbol, Kitab Suci menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya
indah / mulia, maka aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya
pada waktu Kitab Suci menggambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci menggunakan
simbol-simbol yang mengerikan. Kalau simbolnya mengerikan, maka aslinya tentu
lebih mengerikan lagi!
C. H.
Spurgeon: “Seek the
true Saviour and be not content till thou hast him, for if lost thy ruin will
be terrible. Oh, that lake! Have you ever read the words, ‘Shall be cast into
the lake of fire, which is the second death’? The lake of fire! and souls cast
into it! The imagery is dreadful. ‘Ah,’ says one, ‘that is a metaphor.’ Yes,
I know it is, and a metaphor is but a shadow of the reality. Then, if the
shadow be a lake of fire, what must the reality be? If we can hardly bear to
think of a ‘worm that never dieth,’ and a ‘fire that never shall be quenched,’
and of a lake whose seething waves of fire that dash o’er undying and hopeless
souls, what must hell be in very deed? The descriptions of Scriptures are,
after all, but condescensions to our ignorance, partial revealings of
fathomless mysteries; but if these are so dreadful, what must the full reality
be? Provoke it not, my hearers, tempt not your God, neglect not the great
salvation, for if you do, you shall not escape” (= Carilah Juruselamat yang sejati dan janganlah puas
sampai engkau memiliki Dia, karena jika engkau terhilang kehancuranmu akan
mengerikan. O, lautan itu! Pernahkah engkau membaca kata-kata ‘Akan dilemparkan
ke dalam lautan api, yang adalah kematian yang kedua’? Lautan api! dan
jiwa-jiwa dilemparkan ke dalamnya! Gambaran ini mengerikan! ‘Ah’, kata
seseorang, ‘itu merupakan suatu gambaran / kiasan’. Ya, aku tahu itu, dan suatu
kiasan hanyalah merupakan bayangan dari kenyataannya. Jadi, jika bayangannya
adalah lautan api, bagaimana kenyataannya? Jika kita hampir tidak tahan untuk
memikirkan ‘ulat yang tidak pernah mati’, dan ‘api yang tidak terpadamkan’, dan
tentang lautan dengan gelombang apinya yang mendidih yang menghantam jiwa-jiwa
yang tidak bisa mati dan tanpa harapan, bagaimana kira-kiranya kenyataan dari
neraka? Penggambaran Kitab Suci merupakan suatu penurunan / perendahan pada
kebodohan kita, pernyataan sebagian dari misteri yang tidak bisa diukur; tetapi
jika ini begitu mengerikan, bagaimana kenyataannya? Para
pendengarku, janganlah menggusarkan dan mencobai Allahmu, janganlah mengabaikan
keselamatan yang besar, karena jika engkau melakukannya, engkau tidak akan
lolos) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of
our Lord’, vol 3, hal 622.
g) Neraka adalah tempat penyiksaan / penderitaan
yang bersifat kekal / selama-lamanya, tanpa ada akhir, pengurangan (ingat bahwa
hukuman di neraka bukanlah hukuman yang bersifat memperbaiki, tetapi
betul-betul hukuman, dan karenanya tidak ada pengurangan) ataupun istirahat
dari hukuman tersebut.
Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh mengajarkan bahwa neraka itu ada, tetapi begitu orang masuk ke neraka,
ia langsung musnah.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh: “Iblis dan para
pembantunya juga akan mengalami nasib yang sama (Why 20:10). Konteks seluruh
Alkitab menjadi jelas bahwa ‘kematian yang kedua’ ini (Why 21:8) mengartikan
bahwa derita yang dialami orang jahat itu adalah penghancuran secara
menyeluruh, tuntas. Lalu, apa gerangan yang dimaksud dengan konsep adanya
naraka yang menyala-nyala selama-lamanya? Pengamatan yang saksama menunjukkan
bahwa Alkitab tidak mengajarkan naraka atau api yang abadi seperti itu” - ‘Apa Yang Anda Perlu Ketahui Tentang 27 Uraian
Doktrin Dasar Alkitabiah’, hal 426.
Catatan: dalam buku-buku mereka memang ditulis ‘naraka’, bukan
‘neraka’, dan saya tidak tahu mengapa.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh: “Bagaimana sifat
api naraka itu? Apakah orang akan dibakar di sana selama-lamanya? ... Kitab Suci
mengajarkan bahwa orang jahat akan ‘dilenyapkan’ (Mzm 37:9,34); bahwa mereka
akan binasa (Mzm 37:20; 68:2). Mereka tidak hidup dalam keadaan sadar
selama-lamanya, melainkan akan dihanguskan (Mal 4:1; Mat 13:30,40; 2Ptr 3:10).
Mereka akan dibinasakan (Mzm 145:20; 2Tes 1:9; Ibr 2:14) dilenyapkan (Mzm
104:35).” - ‘Apa Yang Anda Perlu
Ketahui Tentang 27 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah’, hal 426-427.
Maz 37:9,20,34 - “(9) Sebab orang-orang yang
berbuat jahat akan dilenyapkan, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan
TUHAN akan mewarisi negeri. ... (20) Sesungguhnya, orang-orang fasik akan
binasa; musuh TUHAN seperti keindahan padang
rumput: mereka habis lenyap, habis lenyap bagaikan asap. ... (34) Nantikanlah
TUHAN dan tetap ikutilah jalanNya, maka Ia akan mengangkat engkau untuk
mewarisi negeri, dan engkau akan melihat orang-orang fasik dilenyapkan”.
Maz 68:3 - “Seperti asap hilang tertiup, seperti
lilin meleleh di depan api, demikianlah orang-orang fasik binasa di
hadapan Allah”.
Maz 104:35 - “Biarlah habis orang-orang
berdosa dari bumi, dan biarlah orang-orang fasik tidak ada lagi! Pujilah
TUHAN, hai jiwaku! Haleluya!”.
Maz 145:20 - “TUHAN menjaga semua orang yang
mengasihiNya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakanNya”.
Mal 4:1 - “Bahwa sesungguhnya hari itu datang,
menyala seperti perapian, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang
berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang
itu, firman TUHAN semesta alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang
mereka”.
Mat 13:30,40 - “(30) Biarkanlah keduanya tumbuh
bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para
penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk
dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.’ ... (40) Maka
seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar dalam api, demikian juga pada
akhir zaman”.
2Tes 1:9 - “Mereka
ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari
hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
2Pet 3:10 - “Tetapi hari Tuhan akan tiba seperti
pencuri. Pada hari itu langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan
unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan bumi dan segala yang ada
di atasnya akan hilang lenyap”.
Tanggapan saya:
(1) Orang
jahat ‘dilenyapkan’ kalau dilihat kontext (Maz 37:9,34 Maz 104:35) tidak menunjuk pada akhir
jaman, tetapi dalam hidup ini. Jadi artinya mereka dilenyapkan dari dunia ini,
atau mereka akan mati.
(2) Kata
‘binasa’ dalam Kitab Suci kalau menunjuk kepada manusia, atau
berarti mati, atau menunjukkan bahwa mereka terpisah selama-lamanya dari Allah,
yang adalah hidup / sumber kehidupan. Tidak pernah kata ‘binasa’
itu diartikan musnah!
(3) 2Tes 1:9
- “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan
selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan
dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
Ayat ini menunjukkan arti dari kata ‘kebinasaan’, yaitu dijauhkan dari Allah, yang adalah hidup /
sumber kehidupan. Kalau binasanya kekal, maka juga berarti mereka dijauhkan
dari Allah selama-lamanya.
William Hendriksen: “One hears the objection, ‘But does not the Scripture
teach of the destruction of the wicked’? Yes, indeed, but this destruction is
not an instantaneous annihilation, so that there would be nothing left of the
wicked; so that, in other words, they would cease to exist. The destruction of
which the Scripture speaks is an ‘everlasting destruction’ (2Thess. 1:9). Their
hopes, their joys, their opportunities, their riches, etc., have perished, and
they themselves are tormented by this, and that forevermore” [= Seorang mendengar keberatan: ‘Tetapi bukankah Kitab
Suci mengajar kebinasaan / penghancuran orang jahat?’ Ya, memang, tetapi
kebinasaan / penghancuran ini bukan merupakan pemusnahan seketika, sehingga
tidak ada apapun yang tersisa dari orang jahat itu. Kebinasaan / penghancuran
yang dibicarakan oleh Kitab Suci merupakan suatu ‘kebinasaan / penghancuran kekal’
(2Tes 1:9). Harapan mereka, sukacita mereka, kesempatan mereka, kekayaan
mereka, dsb. telah binasa, dan mereka sendiri disiksa oleh hal ini, dan itu
berlangsung selama-lamanya] - hal 367.
Ajaran Gereja Masehi Advent
Hari Ketujuh ini sangat bertentangan dengan begitu banyak ayat Alkitab yang
mengatakan bahwa hukuman di neraka itu bersifat kekal, dan ini merupakan
kesesatan dari ajaran Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh!
Kekalnya hukuman di neraka,
digambarkan oleh Alkitab dengan:
1. Tidak bisanya orang kaya menyeberang ke surga
karena adanya jurang yang tidak terseberangi.
Luk 16:26 - “Selain dari pada itu di antara
kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka
yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ
kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Charles Haddon
Spurgeon: “Human ingenuity has done very much to
bridge great gulfs. Scarcely has the world afforded a river so wide that its
floods could not be overleaped; or a torrent so furious that it could not be
made to pass under the yoke. High above the foam of Columbia ’s
glorious cataract, man has hung aloft his slender but substantial road of iron,
and the shriek of the locomotive is heard above the roar of Niagara .
This very week I saw the first chains which span the deep rift through which
the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his suspension bridge
across the chasm, and men will soon travel where only that which hath wings
could a little while ago have found a way. There is, however, one gulf which no
human skill or engineering ever shall be able to bridge; there is one chasm
which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf which divide the
world of joy in which the righteous triumph, from that land of sorrow in which
the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a great gulf fixed,
so that there can be no passage from the one world to the other” (= Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang
besar. Hampir tidak ada sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi;
atau aliran air yang deras yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun
Kolumbia, manusia telah menggantung jalan dari besi, dan bunyi lokomotif
terdengar di atas gemuruh Niagara. Minggu yang baru lalu ini saya melihat
rantai pertama membentang antara Bristol Avon dan Clifton; manusia telah
membuat jembatan menyeberangi jurang itu, sehingga manusia segera bisa
menyeberangi jurang yang dulunya hanya bisa diseberangi oleh burung yang
bersayap. Tetapi ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh
kepandaian dan teknologi manusia; ada satu jurang yang tidak pernah bisa
diseberangi oleh sayap manapun; itu adalah jurang yang memisahkan dunia
sukacita dalam mana orang-orang benar menang; dari tanah kesedihan dalam mana
orang-orang jahat merasakan tajamnya pedang Yehovah. ... disana terbentang
suatu jurang yang besar sehingga tidak bisa ada jalan dari satu dunia ke dunia
yang lain) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol
III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 414.
Charles Haddon
Spurgeon: “heaven’s blessings cannot cross from the
celestial regions to the infernal prison-house. No, it is sorrow without
relief, misery without hope, and here is the pang of it - it is death without
end” (= berkat-berkat surgawi tidak bisa
menyeberang dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah
kesedihan tanpa keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah kepedihannya
- itu adalah kematian tanpa akhir) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life
and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
Charles Haddon
Spurgeon: “There is only one thing that I know of in
which heaven is like hell - it is eternal. ‘The wrath to come, the wrath to
come, the wrath to come,’ for ever and for ever spending itself, and yet never
being spent” (= Hanya ada satu hal yang saya ketahui
dimana surga itu seperti neraka, yaitu bahwa itu bersifat kekal. ‘Murka yang
akan datang, murka yang akan datang, murka yang akan datang’ untuk
selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan dirinya sendiri, tetapi tidak
pernah habis) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol
III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
2. Bermacam-macam kata-kata di bawah ini:
a. Kata-kata ‘api
yang tidak terpadamkan’ (Mat 3:12b Mark 9:43b,48).
b. Kata-kata ‘api
yang kekal’ (Mat 25:41 Yudas 7).
c. Kata-kata ‘siksaan
yang kekal’ (Mat 25:46).
d. Kata-kata ‘siang
malam tidak henti-hentinya’ (Wah 14:11).
e. Kata-kata ‘siang
malam sampai selama-lamanya’ (Wah 20:10).
f. Kata-kata ‘ulat-ulatnya
tidak akan mati’ (Mark 9:44,46,48).
‘Api yang tidak bisa padam’ dan ‘ulat yang tidak bisa
mati’ diambil dari Yes 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah
memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak
akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup”.
E. J. Young (vol 3,
hal 537) mengatakan bahwa ini jelas menunjuk pada lembah anak HINNOM atau
GEHENNA.
Wycliffe Bible Commentary (tentang Mark
9:48): “‘The
worm that dieth not’ is a figure of speech drawn from the actual valley of Hinnom , where worms were continually at
work. It is a picture of the unending torture and destruction of hell” (= ‘Ulat yang tidak mati’ merupakan
suatu kiasan yang diambil dari lembah Hinnom yang sesungguhnya, dimana
ulat-ulat terus menerus bekerja. Itu adalah suatu gambaran tentang siksaan
dan penghancuran yang tanpa akhir dari neraka).
William G. T. Shedd: “Had
Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he
would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire
that is quenched, and not to an unquenchable fire”
(= Andaikata Kristus bermaksud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang
itu bersifat memperbaiki dan sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat
yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang
bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 681.
3. Tidak ada pengurangan ataupun istirahat dari
hukuman / penderitaan di neraka, dan ini terlihat dari:
a. Tidak bisanya Lazarus memberi air kepada
orang kaya.
Luk 16:24-26 - “(24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham,
kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam
air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.
(25) Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala
yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia
mendapat hiburan dan engkau sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di
antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka
yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ
kepada kami tidak dapat menyeberang”.
Andaikata Lazarus bisa
memberikan air itu, itu menunjukkan adanya istirahat dari penderitaan atau
pengurangan penderitaan di dalam neraka. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa
dilakukan.
Charles Haddon
Spurgeon: “As nothing can come from hell to heaven, so
nothing heavenly can ever come to hell. ... Nay, Lazarus is not permitted to
dip the tip of his finger in water to administer the cooling drop to the fire-tormented
tongue. Not a drop of heavenly water can ever cross that chasm. See then,
sinner, heaven is rest, perfect rest - but there is no rest in hell; it is
labour in the fire, but no ease, no peace, no sleep, no calm, no quiet;
everlasting storm; eternal hurricane; unceasing tempest. In the worst disease,
there are some respites: spasms of agony, but then pauses of repose. There is
no pause in hell’s torments” (=
Sebagaimana tidak ada apapun yang bisa datang dari neraka ke surga, demikian
juga tidak ada apapun yang bisa datang dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus
tidak diijinkan untuk mencelupkan ujung jarinya dalam air untuk memberikan
tetesan penyejuk kepada lidah yang disiksa oleh api. Tidak setetes air
surgawipun bisa menyeberangi jurang itu. Maka, lihatlah orang berdosa, surga
adalah istirahat, istirahat yang sempurna - tetapi tidak ada istirahat di
neraka; itu merupakan pekerjaan berat dalam api, tetapi tidak ada kesenangan,
tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak ada ketenangan; yang ada adalah angin
topan selama-lamanya, badai yang kekal, angin ribut yang tidak henti-hentinya.
Dalam penyakit yang terburuk, ada istirahat, kekejangan dari penderitaan,
tetapi lalu istirahat yang tenang. Tetapi tidak ada istirahat dalam siksaan
neraka) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol
III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 421.
b. Wah 14:11 - “Maka asap api
yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam
mereka tidak henti-hentinya
disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan
barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Kata-kata ‘tidak henti-hentinya’ ini oleh KJV/RSV/NIV/NASB
diterjemahkan ‘no rest’ (= tidak ada istirahat).
Barnes’ Notes: “‘Day
and night’ include all time; and hence, the phrase is used to denote perpetuity
- ‘always.’ The meaning here is, that they never have any rest - any interval
of pain. This is stated as a circumstance strongly expressive of the severity
of their torment. Here, rest comes to the sufferer. The prisoner in his cell
lies down on his bed, though hard, and sleeps; the overworked slave has also
intervals of sleep; the eyes of the mourner are locked in repose, and for
moments, if not hours, he forgets his sorrows; no pain that we endure on earth
can be so certain and prolonged that nature will not, sooner or later, find the
luxury of sleep, or will find rest in the grave. But it will be one of the bitterest ingredients in the cup of woe, in the world
of despair, that this luxury will be denied forever, and that they who enter
that gloomy prison sleep no more, never know the respite of a moment,
never even lose the consciousness of their heavy doom. Oh how different from
the condition of sufferers here! And oh how sad and strange that any of our
race will persevere in sin, and go down to those unmitigated and unending
sorrows!” (= ‘Siang
dan malam’ mencakup semua waktu; dan karena itu, ungkapan ini digunakan untuk
menunjukkan kekekalan - ‘selalu’. Artinya di sini adalah, bahwa mereka tidak
pernah mempunyai istirahat apapun - waktu istirahat apapun dari rasa sakit. Ini
dinyatakan sebagai suatu keadaan yang menyatakan dengan kuat kekerasan dari
siksaan mereka. Di sini, istirahat datang kepada si penderita. Orang-orang yang
ada di penjara berbaring di ranjangnya, sekalipun keras, dan tidur; budak yang
bekerja kelewat batas juga mempunyai waktu tidur; mata dari orang yang
berkabung dikunci dalam tidur, dan untuk suatu waktu, mungkin berjam-jam, ia
melupakan penderitaannya; tak ada rasa sakit yang kita tahan di bumi bisa
begitu pasti dan diperpanjang sehingga alam tidak, cepat atau lambat,
mendapatkan kemewahan dari tidur, atau akan mendapatkan istirahat dalam
kuburan. Tetapi akan merupakan salah satu dari unsur-unsur yang paling pahit
dalam cawan kesengsaraan, dalam dunia keputus-asaan, bahwa kemewahan ini tidak
akan didapatkan selama-lamanya, dan bahwa mereka yang memasuki penjara yang
suram tidak akan tidur lagi, tidak pernah mengenal istirahat sejenakpun, bahkan
tidak pernah kehilangan kesadaran dari nasib / hukuman mereka yang berat. O
alangkah berbedanya dari keadaan dari penderita-penderita di sini! Dan betapa
menyedihkan dan aneh bahwa ada siapapun dari bangsa kita akan bertekun dalam
dosa, dan turun pada kesedihan / penderitaan yang tak berkurang dan tak ada
akhirnya!).
Illustrasi: Seorang wanita yang mau
melahirkan anak, juga mengalami kesakitan yang hebat, tetapi rasa sakit itu
tidak datang terus menerus. Ada ‘istirahat’ dari rasa sakit itu, dan ini tentu
menyebabkan penderitaan itu jauh berkurang dibandingkan kalau sama sekali tidak
ada istirahat.
William Hendriksen: “... it will never end. This teaching of Jesus should
not be weakened by the philosophical notion that in the universe on the other
side of death or of the final judgment there will be no time. Nowhere, not in
Isa. 66:24, nor in Rev. 10:6, correctly translated, is there any ground for
this assumption” (= ... itu tidak
akan pernah berakhir. Ajaran Yesus ini tidak boleh dilemahkan oleh gagasan /
pikiran yang bersifat filsafat bahwa dalam dunia setelah kematian atau
penghakiman akhir, tidak ada lagi waktu. Tidak ada tempat manapun, baik dalam
Yes 66:24, ataupun Wah 10:6, yang diterjemahkan secara benar, ada
dasar apapun untuk anggapan ini) - hal 367.
Yes 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai
orang-orang yang telah memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan
mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi
segala yang hidup”.
Wah 10:6 - “dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya,
yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya,
dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
KJV: ‘that there should be time no longer:’ (= bahwa di sana tidak ada waktu
lagi).
RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV:
‘delay’ (= penundaan).
A. T. Robertson: “this
does not mean that chronos
(time), ... will cease to exist, but only that there will be no more delay in
the fulfillment of the seventh trumpet (Rev 10:7), in answer to the question,
‘How long?’ (Rev 6:10)” [= Ini tidak berarti bahwa KHRONOS (waktu), ... akan berhenti ada,
tetapi hanya bahwa disana tidak lagi akan ada penundaan dalam penggenapan dari
sangkakala ketujuh (Wah 10:7), sebagai jawaban terhadap pertanyaan ‘Berapa lamakah
lagi?’ (Wah 6:10)].
Jonathan Edwards, dalam
khotbahnya yang berjudul ‘Sinners in the Hands of an Angry God’ (= Orang-orang
berdosa dalam tangan Allah yang murka), berkata:
·
“It is everlasting wrath. It
would be dreadful to suffer this fierceness and wrath of Almighty God one
moment; but you must suffer it to all eternity”
(= Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan
untuk menderita kehebatan dan murka
Allah yang mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya
sampai kekal).
·
“... you will absolutely despair
of ever having any deliverance, any end, any mitigation, any rest at all”
(= ... kamu akan benar-benar putus asa untuk bisa mendapatkan pembebasan,
akhir, pengurangan / peringanan hukuman, istirahat).
·
“You will know certainly that you
must wear out long ages, millions of millions of ages, in wrestling and
conflicting with this almighty merciless vengeance; and then when you have so
done, when so many ages have actually been spent by you in this manner, you
will know that all is but a point to what remains. So that your punishment will
indeed be infinite” (= Kamu pasti akan tahu bahwa
kamu akan menjalani zaman-zaman yang panjang, berjuta-juta zaman, dalam
pergumulan dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini;
dan bila kamu telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui
dengan cara ini, maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik
dibandingkan dengan waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu
betul-betul tidak terbatas).
2 hal terakhir
di atas ini, yaitu bahwa penderitaan di neraka itu luar biasa hebatnya dan
bersifat kekal / selama-lamanya, membuat neraka itu luar biasa mengerikan.
Andaikata penderitaannya hebat tetapi bersifat sementara, atau penderitaannya
kekal tetapi tidak terlalu hebat, maka mungkin neraka tidaklah terlalu
mengerikan. Tetapi kombinasi / gabungan dari 2 hal itu betul-betul menyebabkan
neraka itu sangat mengerikan.
Satu hal lagi yang saudara
perlu ingat adalah: kalau kita sedang senang / mengalami sesuatu yang enak,
maka waktu terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya, kalau kita sedang menderita
/ sakit, maka waktu terasa begitu lama. Jadi sebetulnya, kalaupun hukuman di
neraka itu berlangsung ‘hanya’ 100 tahun saja, maka karena penderitaan yang
luar biasa hebatnya itu, waktu yang 100 tahun itu akan terasa seperti
selama-lamanya / kekal. Apalagi kalau hukuman di neraka itu memang bersifat
kekal; jadi berapa lama rasanya?
Karena itu tidak heran kalau
Yesus berkata tentang Yudas (yang pasti akan masuk neraka) sebagai berikut: “...
celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik
bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Mat 26:24).
Sekarang, selagi saudara
masih hidup, masih ada waktu untuk bertobat / percaya kepada Yesus. Tetapi
kalau saudara sudah mati dan masuk ke neraka, tidak ada kesempatan untuk
bertobat / percaya kepada Yesus. Ajaran yang mengatakan bahwa seseorang yang
mati tanpa percaya Yesus akan diberi ‘kesempatan yang kedua’ (second chance)
karena mereka akan diinjili oleh Yesus sendiri, adalah ajaran sesat, yang
bertentangan dengan:
¨
Luk 16:19-31 yang menunjukkan bahwa orang kaya yang telah masuk ke
neraka itu menyesal, tetapi tidak ada gunanya.
Luk 16:23-31 - “(23) Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan
sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari
jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia
berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia
mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku
sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25) Tetapi Abraham berkata: Anak,
ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu,
sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau
sangat menderita. (26) Selain dari pada itu di antara kami dan engkau
terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini
kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat
menyeberang. (27) Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya
engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28) sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati
mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat
penderitaan ini. (29) Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi;
baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu. (30) Jawab orang itu: Tidak, bapa
Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada
mereka, mereka akan bertobat. (31) Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak
mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau
diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.’”.
¨
Maz 88:11-13 - “(11)
Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk
bersyukur kepadaMu? Sela (12) Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan
kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu
dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.
Kalau saudara membaca
Maz 88:11-13 ini, saudara bisa melihat bahwa rentetan pertanyaan dalam
ayat-ayat tersebut semuanya harus dijawab dengan ‘tidak’. Jadi, ay 12nya juga harus dijawab ‘tidak’, dan dengan demikian
jelaslah bahwa tidak mungkin Injil diberitakan kepada orang-orang mati.
¨
Penekanan Kitab Suci bahwa orang harus bertobat dan percaya Yesus
secepatnya.
2Kor 6:2 - “Sebab Allah berfirman: ‘Pada
waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku
menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.’ Sesungguhnya, waktu ini adalah
waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu”.
Calvin (tentang
2Kor 6:2): “As God specifies a particular time for the exhibition of
his grace, it follows that all times are not suitable for that. As a particular
day
of salvation is named, it follows that a free offer
of salvation is not made every day. ... we must keep in view what Paul designs
to teach - that there is need of prompt expedition, that we may not allow the
opportunity to pass unimproved, inasmuch as it displeases God, that the grace that
he offers to us should be received by us with coolness and indifference. ...
Unless, however, we embrace the opportunity, we must fear the threatening that
Paul brings forward - that, in a short time, the door will be shut against all
that have not entered in, while opportunity was afforded” (= Karena Allah menentukan suatu waktu yang khusus
untuk pertunjukan kasih karuniaNya, akibatnya adalah bahwa tidak semua waktu
cocok untuk itu. Karena suatu hari keselamatan yang khusus disebutkan,
akibatnya adalah bahwa suatu penawaran yang cuma-cuma dari keselamatan tidaklah
dibuat setiap hari. ... kita harus terus memperhatikan apa yang Paulus
maksudkan untuk ajarkan - bahwa disana ada kebutuhan tentang perjalanan /
kecepatan yang mendesak, bahwa kita tidak boleh mengijinkan kesempatan untuk
lewat tanpa dimanfaatkan, karena merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan
Allah, bahwa kasih karunia yang Ia tawarkan kepada kita, kita terima dengan
sikap dingin dan acuh tak acuh. ... Tetapi kecuali kita memeluk kesempatan itu,
kita harus takut terhadap ancaman yang Paulus ajukan - bahwa, dalam waktu yang
singkat, pintu akan ditutup terhadap semua orang yang belum masuk, sementara
kesempatan diberikan).
Bdk. Yes 55:6-7 - “(6) Carilah
TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia
dekat! (7) Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat
meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan
mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan
limpahnya”.
Calvin (tentang Yes
55:6): “‘The time of
finding’ ... as the time when God offers himself to us, as in other passages he
has limited a fixed day for his good-pleasure and our salvation. (Isaiah 49:8) ...
we ought chiefly to remember that God is sought at a seasonable time, when of
his own accord he advances to meet us; for in vain shall indolent and sluggish
persons lament that they had been deprived of that grace which they rejected.
The Lord sometimes endures our sluggishness, and bears with us; but if ultimately
he do not succeed, he will withdraw, and will bestow his grace on others” [= ‘Waktu penemuan’ ... sebagai waktu pada saat
Allah menawarkan diriNya sendiri kepada kita, seperti dalam text-text lain Ia
telah membatasi suatu hari yang tertentu untuk perkenanNya yang baik dan
keselamatan kita (Yes 49:8). ... kita terutama harus ingat bahwa Allah dicari
pada waktu yang sesuai, pada waktu dengan persetujuanNya sendiri Ia maju untuk
menemui kita; karena dengan sia-sia orang-orang yang lamban dan malas meratap
bahwa mereka telah kehilangan kasih karunia itu yang telah mereka tolak.
Tuhan kadang-kadang bertahan terhadap kemalasan kita, dan sabar terhadap kita;
tetapi jika akhirnya Ia tidak berhasil, Ia akan menarik, dan akan memberikan,
kasih karuniaNya, kepada orang-orang lain].
Catatan: kata-kata Calvin ini tidak berarti bahwa ia tidak
mempercayai doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia yang tidak
bisa ditolak). Saya yakin bahwa di sini ia berbicara dari sudut pandang
manusia.
¨
Penekanan pemberitaan Injil kepada orang yang belum percaya.
Mat 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah
semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus”.
Kalau memang nanti akan ada ‘kesempatan
yang kedua’, kita tidak perlu memberitakan Injil pada saat ini. Toh orang yang
mati tanpa Kristus akan diinjili oleh Yesus. Tetapi kenyataannya, Yesus
memerintahkan kita untuk memberitakan Injil, dan ini menunjukkan bahwa tidak
akan ada kesempatan kedua dalam kehidupan yang akan datang. Juga kalau kita
melihat kitab Kisah Para Rasul, maka terlihat dengan jelas bahwa rasul-rasul
dan orang-orang Kristen melakukan penginjilan mati-matian, sekalipun mereka
harus disiksa dan bahkan dibunuh. Untuk apa semua ini, kalau nanti ada
‘kesempatan yang kedua’?
¨
2Kor 5:10 - “Sebab kita
semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh
apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya
ini, baik ataupun jahat”.
KJV: ‘in his body’ (= dalam tubuhnya).
RSV/NIV/NASB: ‘in the body’ (= dalam tubuh).
Jadi, penghakiman akhir
jaman hanya didasarkan pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pada
waktu masih hidup / pada waktu jiwa / rohnya masih ada dalam tubuhnya.
Apapun yang terjadi apapun yang dia lakukan setelah mati / setelah jiwa /
rohnya keluar / terpisah dari tubuhnya, tidak mempengaruhi penghakiman yang
dilakukan terhadap dia. Jadi, seandainya ada penginjilan setelah kematian,
dan seandainya orang mati itu bisa bertobat dan percaya Kristus, itu tetap tak
punya nilai atau manfaat apapun dalam penghakiman akhir jaman.
Jadi, jangan berharap untuk
mendapatkan kesempatan bertobat / percaya kepada Yesus setelah saudara mati dan
pergi ke neraka. Bertobatlah dan percayalah kepada Yesus sekarang, selagi masih
ada kesempatan!
-Amin-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar