Pendahuluan:
Saya
berulangkali diminta untuk membahas ajaran / praktek pria sejati, tetapi selalu
saya tolak, karena saya tidak tahu ajaran / prakteknya. Lalu beberapa orang
membiayai saya untuk ikut camp
pria sejati di Tretes
tanggal 15-17 Juli 2010, supaya setelah itu saya bisa membahasnya. Camp ini
disebut camp pria maximal, istilahnya dibedakan
karena yang ini adalah untuk kalangan protestan, dan para pembicaranya juga dari
kalangan protestan.
Para
pembicara dalam camp
itu:
1) Pdt.
Johan Gopur dari Singapura. Dia memimpin kira-kira setengah dari seluruh acara
camp.
2) Pdt.
Kaleb Kiantoro.
3) Pdt.
Hengky Setiawan dari Jakarta.
4) Pdt.
Susana, istri dari Pdt. Hengky Setiawan.
Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan:
a) Ada hal-hal yang tidak saya
catat, karena atau pengkhotbahnya berbicara secara tak terarah, atau karena
saya tidak mendengar kata-katanya. Juga kadang-kadang karena saya tak keburu
menulis apa yang diucapkan pengkhotbah.
b) Sekalipun
dalam camp ada hal-hal yang baik, itu bukan yang
saya bahas. Saya membahas kesalahan / kesesatannya! Makanan yang baik /
bergizi, kalau dicampur dengan sedikit racun akan membunuh orang yang
memakannya!
c) Dalam
Seminar / Pemahaman Alkitab berseri ini, saya mula-mula membahas apa yang saya
dengar dalam camp, lalu setelah itu baru saya membahas apa yang saya baca dalam
buku-buku mereka (ada buku-buku yang diberikan dalam camp itu, dan ada yang
saya beli sendiri dalam camp itu).
1. Yang
saya maksudkan dengan bahan di camp, hanyalah camp yang saya ikuti di Tretes,
tgl 15-17 Juli 2010. Tentang camp-camp yang lain, baik pria sejati maupun pria
maximal, saya tidak tahu!
2. Dalam
pembahasan ini, saya mula-mula akan membahas bahan yang diajarkan dalam camp
yang saya ikuti, dan setelah itu baru saya akan membahas bahan dari buku-buku
mereka. Tetapi supaya pembahasan tidak bertele-tele, kalau bahan camp yang saya
bahas juga ada di bukunya, saya akan membahasnya sekaligus dalam pembahasan
bahan camp.
3. Dalam
camp saya hanya menemukan hal-hal yang salah,
dan konyol, tetapi tidak ada yang kesesatan yang fatal. Tetapi kalau dari
buku-bukunya saya bukan hanya menemukan kesalahan, tetapi juga kekonyolan dan
kesesatan!
Catatan: khotbah-khotbah dalam camp, bahannya dan garis
besarnya diambil dari buku (dari buku ‘Kesempurnaan
Seorang Pria’). Jadi, pengkhotbah dalam camp hanya
menambahkan ayat-ayat sendiri, contoh-contoh dan kesaksian pribadi.
4. Buku-buku
yang saya baca adalah:
a. ‘Hikmat Bagi Pria’. Buku ini Editornya adalah Ir. Eddy Leo M. Th. dan penulisnya adalah 4
orang petinggi dari kalangan pria sejati (kelihatannya semua dari golongan
Kharismatik).
b. ‘Kesempurnaan Seorang Pria’. Buku ini ditulis oleh Edwin Louis Cole. Banyak bahan
yang diajarkan dalam camp yang berasal dari buku ini.
c. ‘Menjadi Pria Sejati’ (Edisi Revisi). Buku ini ditulis oleh Edwin
Louis Cole.
Catatan:
Edwin Louis Cole adalah pendiri dari CMN (Christian Men’s Network) pada tahun
1979, dan jaringan yang ia dirikan mempunyai beban untuk melayani kaum pria,
supaya bisa mengalami perubahan hidup, dipulihkan pernikahannya, pelayanannya,
dan sebagainya. Di Indonesia, pelayanan ini lahir pada tahun 1997 dan baru pada
tahun 1999 diresmikan secara internasional di Texas, Amerika Serikat, dengan
Ir. Eddy Leo, M. Th. sebagai ketuanya.
d) Saya
berusaha mengelompokkan bahan-bahan yang saya bahas, tetapi untuk membuat
sistimatika yang baik boleh dikatakan mustahil, karena baik camp maupun
buku-buku itu kacau balau sistimatikanya.
I) Pembahasan tentang bahan camp.
1) Sekalipun
katanya camp pria maximal ini adalah dari dan untuk
kalangan protestan, tetapi menurut saya bau dan ajaran Kharismatik tetap cukup
kuat.
Contoh:
a) Pdt.
Johan Gopur dari gereja Baptis, tetapi bau kharismatik dalam ajarannya kuat, seperti:
penggunaan istilah ‘inner healing’ (=
penyembuhan batin), ‘Tuhan bicara kepada saya’, ‘saya merasa Roh Kudus bekerja’,
‘godaan ditolak dengan nama Yesus’, ‘semua sampah dosa dibuang dalam nama Yesus’,
‘tolak dalam nama Yesus’, ‘tutup pintu belakang dalam nama Yesus’, ‘adakah roh
yang mau mengampuni’, ‘pokok kita benar semua jadi baik, sukses, dsb’.
b) Pengkhotbah berdoa dengan berjalan-jalan dan mengangkat
tangan dan menggerak-gerakkan tangan seperti sedang khotbah (Saya buka mata
waktu doa!). Sekalipun yang seperti ini juga ada dalam kalangan Protestan,
tetapi biasanya ini merupakan gaya
dari orang-orang Kharismatik.
c) Chairman / pemimpin pujian
juga berbau kharismatik, menyuruh menyanyi dengan njoget / menari, gerak dan
lagu, diselingi teriakan yes, yes, yes dsb. Juga diperintahkan untuk berteriak
‘Yes!’ kalau ada yang mengatakan ‘One, two, three!’. Ini dilakukan bahkan dalam
acara pemberitaan Firman Tuhan! Bagi saya, ini bukan hanya terasa kampungan,
tetapi juga merupakan penghinaan terhadap Firman Tuhan / pengacauan terhadap
pemberitaan Firman Tuhan!
d) Pdt.
Johan Gopur memberi cerita: Ada
calon kemanten
mendustai pendeta dengan mengatakan bahwa mereka tidak pernah berhubungan sex.
Lalu mereka mendapat banyak persoalan. Setelah bertobat, masalah demi masalah
hilang, dan Tuhan memberkati mereka. Ini merupakan typical ajaran Kharismatik.
e) Pdt.
Johan Gopur mengajar bahwa 3-4 keturunan bisa dikutuk
karena zinah yang kita lakukan!!! Ini lagi-lagi merupakan typical ajaran
Kharismatik. Saya tidak tahu dari mana ajaran seperti itu bisa muncul. Yang
jelas Salomo tidak dikutuk karena perzinahan Daud. Ishak juga tidak dikutuk
karena perzinahan Abraham (polygamy), dsb. Mungkin ia menggunakan Kel 20:4-6
sebagai dasar, tetapi text itu berbicara tentang penyembahan berhala, bukan
zinah. Juga yg menurun sampai keturunan ketiga dan keempat itu bukan hukuman
/ kutukan, tetapi akibat dari dosa.
f) Jemaat / peserta camp juga
banyak yang berbau Kharismatik!! Mereka mengucapkan ‘amin’, dan bahkan bersorak-sorak
dsb, pada saat khotbah sedang disampaikan. Bagi saya, ini juga kampungan dan
merupakan penghinaan terhadap Firman Tuhan / pengacauan terhadap pemberitaan
Firman Tuhan.
g) Pada saat Altar Call, banyak yang
maju, dan lalu didoakan oleh fasilitator masing-masing, sambil dirangkul.
Mengapa dan untuk apa? Untuk membangkitkan emosi?
h) Juga banyak doa dan khotbah yang dilakukan
sambil menangis / setengah menangis. Dalam pandangan saya, ada yang
kelihatannya tulus, tetapi ada yang terlihat dibuat-buat.
Memang
dalam camp pria maximal ini tidak ada bahasa roh, nggeblak / tumbang dalam Roh,
orang bernubuat, kesembuhan ilahi, dsb. Tetapi menurut saya bau Kharismatiknya
sudah cukup kuat. Kalau camp yang untuk
Protestan seperti ini, bagaimana yang untuk Kharismatik?
Apa yang membahayakan dari camp yang berbau Kharismatik ini adalah: ini
merupakan batu loncatan ke gereja Kharismatik bagi orang-orang Protestan ini. Bagi
orang Protestan murni, yang terbiasa dengan gaya Protestan, maka akan terasa aneh dan
risih, kalau masuk dalam kebaktian Kharismatik, dan melihat / mendengar hal-hal
seperti di atas. Tetapi kalau ia sudah terbiasa dengan bau dan gaya Kharismatik seperti
di atas, maka akan lebih mudah untuk betul-betul masuk ke dalam gereja
Kharismatik.
Kalau Camp Pria Maximal itu sudah punya bau
Kharismatik yang kuat, apalagi buku-bukunya. Perhatikan beberapa kutipan di
bawah ini dari buku-buku mereka:
1. Dari
buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Selain ada
kematian, ada pula ‘roh kematian’. Roh kematian itu mirip dengan
gejala penyakit. Orang yang baru mengalami gejala suatu penyakit belum tentu
benar-benar menderita penyakit tersebut, karena sering kali gejala-gejala
tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya sakit, padahal sesungguhnya
ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut ditolak, disangkal, dan ditengking,
maka gejala-gejala itu tidak akan mendatangkan pengaruh apa pun. ‘Roh
kematian’ sering kali hanya berusaha menekan agar manusia tunduk dan
menyerah kepada kematian, namun kalau roh itu diusir dalam nama Yesus,
kematian itu pun tidak akan dapat menelan mangsanya” (hal 82-83).
“Allah
tidak membiarkan Elia mati, tetapi membantunya untuk bangkit kembali. Allah
membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia, lalu memulihkan keadaan
Elia sehingga ...” (hal 83-84).
Tadi katanya ‘roh kematian’
itu harus ditengking kematian itu tidak menelan mangsanya. Tetapi dalam kasus
Elia tanpa penengkingan kok ‘roh kematian’ itu bisa menyingkir???
2. Dari
buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Dalam hubungan
antar manusia, formalitas menjadi pertanda adanya jarak dalam hubungan tersebut,
sebab dalam hubungan yang intim tidak terdapat lagi bentuk-bentuk formalitas.
Jadi, semakin formal bentuk penyembahan yang dilakukan, semakin jauh pula jarak
antara si penyembah dengan wahyu yang mula-mula diterimanya” (hal 141).
Kelihatannya ia menyerang liturgi kebaktian dari
protestan yang memang lebih formil dari dalam gereja Kharismatik, tetapi saya
menganggap kata-kata ini sebagai sesuatu yang sinting! Kalau Allah sendiri
memberi peraturan-peraturan tentang penyembahan, dan itu kita turuti, maka itu
bukan formalitas. Justru dalam kebaktian-kebaktian Kharismatik, yang boleh
dikatakan tidak punya liturgi, dan pada umumnya doa pengakuan dosa saja tidak
ada, menurut saya itu merupakan sesuatu yang tidak alkitabiah!
3. Dari
buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Yesus
mengatakan, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup’ (Yohanes 14:6). Kebenaran
merupakan titik tumpu bagi jalan dan juga kehidupan. ‘Jalan’ adalah arah kita
dalam kehidupan ini, ‘kebenaran’ adalah dasar moral dan intelektual untuk
kehidupan, sedangkan ‘kehidupan’ adalah buah hubungan kita dengan Yesus. Semakin
banyak kita mendasarkan kehidupan ini kepada kebenaran, akan semakin baik jalan
kita dan semakin luar biasa pula kehidupan kita” (hal 172).
Rasanya bau ajaran Kharismatik / theologia kemakmuran.
4. Dari
buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
“Selanjutnya
hikmat Allah itu akan menjadi kunci untuk meraih kemenangan dalam hampir setiap
bidang kehidupan ini” (hal 240).
Lagi-lagi bau theologia kemakmuran / Kharismatik.
5. Dari
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Bagi beberapa
hamba Tuhan, kadang-kadang pelayanan mereka bisa menjadi berhala bagi mereka.
Mereka begitu bertekun terhadapnya, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk
menyembah Tuhan, berdiam diri di dalam hadirat-Nya, dan
menghabiskan waktu untuk melayani-Nya secara pribadi” (hal 10).
Ini bahasa Kharismatik.
6. Dari
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Ketika saya
melihat kelima dosa yang mendasar ini, terlihat dengan jelas dan mencolok bahwa
kelima dosa dasar ini masih menjadi akar penyebab manusia hidup dengan potensi
yang tidak maksimal. Kelima dosa inilah yang menjadi dasar bagi kegagalan
seluruh umat manusia. Allah ingin kita memasuki Tanah Kanaan, tempat
perhentian, berkat, keberhasilan, kemampuan, dan otoritas - Allah ingin kita
berada di sana.” (hal 13).
Penafsiran salah, dan bau kharismatik, yang mengajar
kalau taat semua baik / sukses.
7. Dari
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’:
“Perkataan yang
Allah berikan kepada saya ketika saya masih berada di dalam pesawat menuju
retret di Oregon
secara spesifik dan langsung tertuju kepada salah satu dari dosa-dosa tersebut:
berbuat cabul. Hal ini sungguh memiliki kekuatan dan dampak yang fenomenal. Dua
ratus enam puluh lima
orang berlari menuju ke depan panggung dan ingin bertobat di hadapan Allah.
Malam itu, kuasa Allah begitu kuat, tak seorang pun di antara mereka
yang pulang tanpa dijamah atau diubahkan” (hal 14).
Lagi-lagi bau Kharismatik.
Juga ada banyak kesaksian Edwin Louis Cole bahwa Tuhan
memberi wahyu kepadanya, Tuhan bicara / berbisik kepadanya, dan sebagainya. Ini
semua juga berbau Kharismatik, tetapi ini akan saya bahas secara terpisah
belakangan.
2) Ajaran:
Pdt. Kaleb Kiantoro mengajar bahwa kita harus tegas tetapi lembut.
Dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru, kata
‘lembut’ atau ‘lemah lembut’ sama sekali tidak berarti seperti kalau kita
menggunakan kata-kata itu dalam percakapan sehari-hari, tetapi Pdt. Kaleb
menggunakan kata itu dalam arti seperti itu.
Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’, dikatakan sebagai
berikut:
“Lemah lembut
adalah power under control yang berarti mempunyai kekuatan tetapi tidak mau
membalas dengan kekuatannya” (hal
38).
“Lembut
artinya hati yang tidak mudah terluka. Kelembutan adalah kekuatan seorang
pria. Bagaimana menjadi pria yang lembut? Belajarlah pada Yesus, Dia berkata:
‘Belajarlah padaKu sebab Aku lemah lembut.’ Datanglah pada salibNya ketika
saudara mengalami tekanan. Taatilah FirmanNya dalam kehidupan saudara
sehari-hari. Niscaya saudara akan mempunyai hati yang lembut” (hal 102).
Dan dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, Edwin Louis Cole
berkata sebagai berikut:
“Kelemahlembutan
adalah salah satu buah Roh, yang juga merupakan tanda kekuatan sejati seorang
pria, dan sama sekali bukan tanda kelemahan. Seorang pria yang mengenal
kekuatannya akan mampu bersikap lemah lembut. Semakin kuat seorang pria,
semakin lemah lembutlah ia. Pria yang merasa tidak aman akan menutupi
kekurangan mereka itu dengan bertindak kasar dan menyakiti orang lain” (hal 328).
Menurut saya kedua kutipan di atas memberikan definisi
yang salah tentang ‘lembut’ atau ‘lemah lembut’. Kata ‘lemah lembut’ dalam bahasa Yunaninya adalah PRAUS, yang merupakan
suatu kata yang sukar sekali, atau bahkan mustahil, untuk diterjemahkan, karena
baik dalam bahasa Inggris maupun Indonesia tidak ada kata yang sama
artinya dengan PRAUS.
William Barclay memberikan 3 hal untuk
menjelaskan arti dari kata Yunani PRAUS ini:
a) Ia mengatakan bahwa Aristotle sering
mendefinisikan suatu sifat di antara dua sifat yang extrim. Misalnya: murah
hati terletak di antara pelit / kikir dan boros.
PRAUS terletak diantara ‘marah yang
berlebih-lebihan’ dan ‘tidak pernah
marah’. Jadi, orang yang PRAUS
bukannya tidak pernah marah, juga bukannya marah yang berlebihan, tetapi selalu
marah pada saat yang tepat. Perlu diingat bahwa marah belum tentu merupakan
dosa. Musa disebut sebagai orang yang lemah lembut (Bil 12:3), tetapi ia
pernah marah (Kel 32:19).
Bil 12:3 - “Adapun Musa
ialah seorang yang sangat lembut (LXX: PRAUS)
hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”.
Kel 32:19 - “Dan ketika ia
dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari,
maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan
dipecahkannya pada kaki gunung itu”.
Demikian juga dengan Tuhan Yesus. Ia
menyebut diriNya lemah lembut (Mat 11:29), tetapi berulang-ulang Ia marah
(Mat 23:13-36 Yoh 2:13-17 Mark 3:5).
Mat 11:29 - “Pikullah kuk
yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah
hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”.
Mark 3:5 - “Ia berdukacita
karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya
kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia
mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.
Yoh 2:13-17 - “(13) Ketika
hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. (14) Dalam
Bait Suci didapatiNya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan
penukar-penukar uang duduk di situ. (15) Ia membuat cambuk dari tali lalu
mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu
mereka; uang penukar-penukar dihamburkanNya ke tanah dan meja-meja mereka
dibalikkanNya. (16) Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: ‘Ambil
semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah BapaKu menjadi tempat
berjualan.’ (17) Maka teringatlah murid-muridNya, bahwa ada tertulis: ‘Cinta
untuk rumahMu menghanguskan Aku.’”.
Kemarahan yang bersifat egois / selfish anger (misalnya kalau kita marah
karena ada orang berbuat salah kepada kita), jelas adalah kemarahan yang salah.
Tetapi kemarahan yang terjadi pada waktu kita melihat orang lain ditindas (bdk.
1Sam 11:6), atau pada saat kita melihat suatu dosa, atau pada saat kita
melihat adanya ajaran sesat (Wah 2:2
2Kor 11:4), jelas merupakan kemarahan yang benar.
1Sam 11:6 - “Ketika Saul
mendengar kabar itu, maka berkuasalah Roh Allah atas dia, dan menyala-nyalalah
amarahnya dengan sangat”.
Perhatikan bahwa Roh Allah berkuasa atas
Saul, tetapi ia menjadi sangat marah, karena ada penindasan terhadap
orang-orang Yabesy-Gilead.
Wah 2:2 - “Aku tahu segala
pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau
tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai
mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian,
bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
Jemaat gereja Efesus ini dipuji oleh
Tuhan, karena mereka tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat / rasul-rasul
palsu.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu
sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang
telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang
telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Sebaliknya, jemaat Korintus dikecam oleh
Paulus karena mereka sabar saja pada waktu ada pengajar-pengajar sesat.
b) Kata PRAUS juga digunakan terhadap binatang
yang sudah dijinakkan / dikuasai sehingga tunduk sepenuhnya kepada pemilik /
majikannya. Jadi dalam arti yang kedua ini orang yang PRAUS adalah orang
dikuasai / tunduk sepenuhnya kepada Tuhan.
c) Dalam bahasa Yunani, PRAUS sering
dikontraskan dengan sombong. Jadi PRAUS mengandung arti ‘rendah hati’.
Bdk. Maz 37:11 - “Tetapi orang-orang
yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena
kesejahteraan yang berlimpah-limpah”.
Mungkin sekali kata ‘lemah lembut’ dalam Yak 1:21 harus diartikan dalam arti ini.
Yak 1:21 - “Sebab itu
buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan
terimalah dengan lemah lembut (PRAOTES) firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan
jiwamu”.
Catatan: yang jelas, kata PRAOTES (ini kata benda, kata
sifatnya adalah PRAUS) di sini tidak mungkin diartikan ‘lemah lembut’ dalam
arti yang biasa kita gunakan dalam percakapan sehari-hari!
Mungkin untuk menunjukkan bahwa ia mempraktekkan
kelemah-lembutan dalam keluarganya, Pdt. Kaleb mengatakan bahwa ia tidak
pernah satu kalipun memukul anaknya! Sebetulnya ini bertentangan dengan
ajarannya sendiri pada saat itu tentang ketegasan dan kelembutan. Kalau
tidak pernah memukul anak, dimana ketegasannya?
Juga ini bertentangan dengan cara yang diberikan dalam
Alkitab tentang pendidikan anak. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
Amsal 13:24 - “Siapa tidak
menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya,
menghajar dia pada waktunya”.
Amsal 19:18 - “Hajarlah
anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya”.
Amsal 22:15 - “Kebodohan
melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari
padanya”.
Amsal 23:13-14 - “(13)
Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya
dengan rotan. (14) Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan
nyawanya dari dunia orang mati”.
Amsal 29:15 - “Tongkat
dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan
ibunya”.
Ibr 12:5-11 - “(5)
Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada
anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah
putus asa apabila engkau diperingatkanNya; (6) karena Tuhan menghajar orang
yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika
kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di
manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau
kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah
anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang
sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian
bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup?
(10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang
mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya
kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada
waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi
kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka
yang dilatih olehnya”.
Jadi, saya beranggapan bahwa sharing yang diberikan
oleh Pdt. Kaleb Kiantoro itu justru salah dan tidak Alkitabiah!
3) Ajaran:
Kesempurnaan seorang pria dan keserupaan dengan Kristus adalah hal yang sama.
Ini dituliskan di salah satu spanduk dalam camp. Kalau
tidak salah juga ada pengkhotbah yang mengatakan kata-kata ini dalam camp tetapi
saya tak mencatatnya, dan kurang ingat, sehingga tidak bisa memastikannya.
Tetapi dalam buku-bukunya, kata-kata ini dikutip berulang-ulang / sering
sekali.
Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ (Editor Eddy Leo), pada
cover buku tertulis kata-kata: “Manhood and Christlikeness are synonymous”.
Artinya: “Ke-pria-an dan
keserupaan dengan Kristus adalah sama”
(ini terjemahan saya sendiri).
Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ (Editor Eddy Leo), pada
bagian Introduction, dikutip kata-kata dari Edwin Louis Cole sebagai berikut:
“Dia (Allah) telah menetapkan saya dengan pelayanan yang berfokus kepada
pria, untuk membawa mereka kepada keserupaan dengan Kristus dan
menjamah mereka dengan kenyataan bahwa ‘Menjadi pria sejati dan keserupaan
dengan Kristus adalah hal yang sama’ (DR Edwin L Cole)”.
Tanggapan saya:
a) Dalam
terjemahan dari kata-kata ini saya melihat ada kekacauan.
Kata ‘manhood’
diterjemahkan ‘kesempurnaan seorang pria’ atau ‘menjadi pria sejati’. Dari mana
terjemahan seperti ini? Kata ‘manhood’
berarti ‘ke-pria-an’ atau ‘kejantanan’!
Kalau diambil terjemahan yang benar, maka kalimatnya
menjadi seperti terjemahan saya, yaitu “Ke-pria-an
dan keserupaan dengan Kristus adalah sama”. Ini betul-betul lucu,
karena dengan demikian maka hanya dengan menjadi seorang pria maka seseorang
sudah serupa dengan Kristus!
b) Kalau
demikian, lalu bagaimana dengan wanita / perempuan? Apakah mereka tak bisa
menyerupai Kristus? Dalam buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’ (Edwin Louis Cole)
mengatakan sebagai berikut: “Kesempurnaan seorang pria dan keserupaan dengan
Kristus adalah hal yang sama. Begitu juga dengan kata menyerupai Kristus dan
wanita yang sempurna.” (hal 52).
Kalau begitu, maka wanita yang sempurna sama dengan
pria yang sempurna????
Anehnya, dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata
sebagai berikut:
“Kita bisa saja
memperoleh kerohanian dari kaum wanita, tetapi kekuatan selalu datang dari kaum
pria. Gereja, keluarga, dan bangsa akan menjadi kuat bila kaum prianya juga
kuat” (hal 59).
Tadi, di hal 52 ia mengatakan pria yang sempurna =
keserupaan dengan Kristus = wanita yang sempurna. Sekarang di hal 59 kok jadi
lain???
c) Memang
setiap orang Kristen, apakah ia laki-laki atau perempuan, harus meneladani
Kristus. Tetapi tidak setiap apa yang Kristus lakukan, harus kita teladani.
Misalnya, Kristus berpuasa 40 hari 40 malam, Kristus tidak pernah berpacaran,
menikah ataupun mendapatkan keturunan secara jasmani, ini merupakan hal-hal
yang tidak harus ditiru. Apalagi kalau Kristus mati di salib menebus dosa kita,
itu tentu tidak bisa dan tidak boleh ditiru.
Jadi, bukan semua yang Kristus lakukan atau tidak
lakukan harus diteladani. Apapun yang Kristus lakukan atau tidak lakukan,
harus dibandingkan dulu dengan seluruh ajaran Alkitab, baru kita memutuskan
apakah itu harus diteladani atau tidak.
Calvin (tentang Yoh 13:14-15): “It deserves our attention that Christ says that he
gave an example; for we are not at liberty to take all his actions, without
reserve, as subjects of imitation”
(= Harus kita perhatikan bahwa Kristus berkata bahwa Ia memberi suatu teladan /
contoh; karena kita tidak boleh menjadikan semua tindakanNya, tanpa kecuali,
untuk ditiru).
Charles Hodge, dalam komentarnya tentang
1Kor 11:23 (tentang Perjamuan Kudus), berkata: “Protestants, however, do not hold that
the church in all ages is bound to do whatever Christ and the apostles did, but
only what they designed should be afterwards done. It is not apostolic example
which is obligatory, but apostolic precept, whether expressed in words or in
examples declared or evinced to be preceptive. The example of Christ in
celebrating the Lord’s supper is binding as to everything which enters into the
nature and significancy of the institution; for those are the very things which
we are commended to do” (= Tetapi orang
Protestan, tidak mempercayai bahwa gereja dalam sepanjang jaman harus melakukan
apapun yang diperbuat oleh Kristus dan rasul-rasul, tetapi hanya apa yang
mereka maksudkan untuk harus dilakukan setelah itu. Bukanlah teladan /
kehidupan rasul yang merupakan kewajiban, tetapi perintah rasul, baik yang
dinyatakan dalam kata-kata atau di dalam contoh / teladan yang dinyatakan atau
ditunjukkan secara jelas bahwa itu merupakan perintah. Teladan Kristus dalam
merayakan Perjamuan Kudus, mengikat / merupakan keharusan berkenaan dengan
semua hal yang termasuk dalam inti / sifat dasar dan hal-hal yang mempunyai
arti dari sakramen itu, karena itu adalah hal-hal yang harus kita lakukan) - ‘I & II
Corinthians’, hal 223.
Jadi dalam persoalan / urusan pernikahan, kita tidak
bisa meneladani Kristus secara langsung, karena Ia tidak pernah menikah. Yang
harus kita taati adalah firman Tuhan yang berkenaan dengan pernikahan seperti
Ef 5:22-33 1Pet 3:17 dsb (ini
sebetulnya termasuk meneladani Kristus, karena Ia taat pada firman).
Masih tentang keserupaan dengan Kristus, Edwin Louis
Cole juga mengatakan dalam buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’ kata-kata sebagai
berikut:
“Semakin
banyak firman yang ada di dalam hati Anda, Anda akan semakin menyerupai firman,
dengan kata lain semakin menyerupai Kristus” (hal 60).
Ada beberapa hal yang perlu dikomentari tentang
kata-kata ini:
1. Orang Kristen yang mempunyai banyak firman
belum tentu akan menyerupai firman! Dia bisa saja hanya punya pengetahuan
tetapi tidak melakukannya.
2. Menyerupai firman = menyerupai Kristus? Ada 2 kemungkinan tentang
apa yang ia maksudkan dengan kata-kata ini:
a. Orang yang mempunyai firman dan mentaatinya
akan makin serupa dengan Kristus. Kalau ia memaksudkan ini, saya setuju dengan
dia.
b. Firman = Kristus. Kalau dilihat dari
ajaran-ajarannya di bagian lain buku-bukunya (yang akan saya bahas belakangan),
kelihatannya inilah yang ia maksudkan. Juga dari kata-kata ‘menyerupai firman’ rasanya ini yang ia
maksudkan, karena kata-kata seperti ini tak lazim. Kalau ia memaksudkan seperti
pada point 1. di atas, ia seharusnya mengatakan ‘mentaati firman’ atau ‘memelihara firman’. Kalau memang ia
memaksudkan seperti point 2. ini, maka ini jelas salah / sesat! Firman
(kata-kata Tuhan) tidak sama dengan Kristus! Memang ada ayat yang seakan-akan
mendukung hal ini, yaitu Yoh 1:1, tetapi maksudnya tidak demikian. Ini juga
akan saya bahas belakangan.
4) Ajaran: Satu
ons ketaatan lebih berharga dari satu ton doa!
Salah
satu spanduk di ruangan camp bertuliskan: “Satu ons
ketaatan lebih berharga dari pada satu ton doa”.
Pdt. Johan Gopur mengajar: Pasir kelihatan padat
tetapi sebetulnya tidak. Mendengar tetapi tidak taat, seperti orang yang
membangun rumah di atas pasir. Dan ia lalu mengutip kata-kata “satu ons ketaatan lebih berharga dari pada satu ton
doa”.
Dan ia menambahkan: Kita
boleh beribu-ribu kali berdoa, tetapi 1 kali saja tidak taat, maka itu tak ada
gunanya. Taat 1 x lebih berharga dari pada doa ribuan kali.
Catatan:
menurut saya ajaran ini sangat extrim. Tidak ada hari / saat dimana kita
tidak berbuat dosa. Kalau begitu, tidak perlu doa sama sekali saja, karena toh
tidak ada gunanya.
Dalam
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’ (Edwin Louis Cole) bahkan dikatakan: “Satu ton doa
tidak akan pernah menghasilkan satu ons keinginan untuk hidup taat. Setelah
Anda mengucapkan semua doa Anda, bila Anda tidak taat, Anda sedang menyangkal
doa-doa Anda itu” (hal 86).
Tanggapan saya:
Memang kalau seseorang berdoa tetapi ia sama sekali
tidak mau taat, doanya tidak akan ada gunanya, karena Allah tidak akan
mendengarkannya.
Yes 59:1-2 - “(1) Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang
untuk menyelamatkan, dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar; (2)
tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu,
dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak
mendengar, ialah segala dosamu”.
Yes 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku
akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku
tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
Maz 66:18 - “Seandainya
ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar”.
Tetapi saya yakin bahwa semua ini ditujukan bagi
orang-orang yang berdosa tanpa mau bertobat (bersikap tegar tengkuk),
bukan untuk orang-orang yang jatuh ke dalam dosa karena kelemahannya.
Jadi, bagaimanapun kita tidak bisa / tidak boleh
mengatakan bahwa ‘satu ons
ketaatan lebih berharga dari pada satu ton doa’! Kita lebih-lebih tidak bisa mengatakan ‘Satu ton
doa tidak akan pernah menghasilkan satu ons keinginan untuk hidup taat’.
Menurut saya, ini merupakan kegilaan dan merupakan
suatu penghinaan terhadap doa! Justru doa menyebabkan kita diberi kekuatan
untuk taat, dan tanpa doa kita tidak akan bisa taat! Kalau doa memang tidak memberi
kita keinginan dan kemampuan untuk taat, lalu untuk apa dalam Alkitab ada
ayat-ayat di bawah ini?
Mat 6:13 - “dan janganlah membawa kami ke dalam
pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai
selama-lamanya. Amin.]”.
Mat 26:41 - “Berjaga-jagalah dan berdoalah,
supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi
daging lemah.’”.
Luk 21:34-36 - “(34) ‘Jagalah dirimu, supaya
hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan
duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu
seperti suatu jerat. (35) Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. (36)
Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh
kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu
tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.’”.
Luk 22:40,46 - “(40) Setelah tiba di tempat itu
Ia berkata kepada mereka: ‘Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan.’ ... (46) KataNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu tidur? Bangunlah
dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.’”.
Kis 4:29-31 - “(29) Dan
sekarang, ya Tuhan, lihatlah bagaimana mereka mengancam kami dan berikanlah
kepada hamba-hambaMu keberanian untuk memberitakan firmanMu. (30)
Ulurkanlah tanganMu untuk menyembuhkan orang, dan adakanlah tanda-tanda dan
mujizat-mujizat oleh nama Yesus, HambaMu yang kudus.’ (31) Dan ketika mereka
sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh
dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani”.
Ef 6:18b-20 - “(18b) Berdoalah
setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan
permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus, (19) juga untuk
aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang
benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, (20) yang
kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan
keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara”.
Fil 4:13 - “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang
memberi kekuatan kepadaku.”.
KJV: ‘I can do
all things through Christ which strengtheneth me’ (= Aku dapat melakukan
segala sesuatu melalui Kristus yang menguatkan aku).
Juga bandingkan dengan
Yoh 15:1-7 yang menunjukkan bahwa persekutuan seseorang Kristen dengan
Tuhanlah yang membuatnya bisa berbuah!
Jadi, menurut saya, yang benar adalah: harus
ada keseimbangan antara doa dan ketaatan. Dan kedua hal itu saling mendukung.
Orang yang banyak berdoa akan diberi kekuatan untuk taat, dan orang yang taat
akan menyebabkan ia bisa berdoa dengan lebih baik lagi.
5) Penggunaan
ayat Alkitab yang salah / tidak cocok, atau penafsiran ayat Alkitab yang
ngawur, atau ajaran yang tidak ada dasar Alkitabnya.
a) Ajaran:
Pdt. Johan Gopur mengatakan bahwa kita harus membuka diri di hadapan Allah dan
manusia.
Text Kitab Suci yang digunakan adalah Ibr 4:14-16 - “(14) Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar
Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita
teguh berpegang pada pengakuan iman kita. (15) Sebab Imam Besar yang kita
punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.
(16) Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih
karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat
pertolongan kita pada waktunya”.
Pdt. Johan Gopur berkata:
Saya membuka diri di hadapan Tuhan, sehingga bisa banyak perubahan dalam diri
saya. Akan terjadi pemulihan bagi yang mau membuka diri di
hadapan Tuhan. Dulu
problem keluarga saya tutup di depan jemaat. Setan senang, pelayanan tidak
maju. Ia menggunakan Ibr 4:16 di atas sebagai dasar ajarannya.
Tanggapan saya: Ibr 4:16
itu merupakan suatu perintah untuk datang kepada Allah dalam doa dengan berani,
karena kita mempunyai Imam Besar, yaitu Yesus Kristus (ay 14-15).
Jadi, ini tak ada hubungannya dengan keterbukaan, baik
di hadapan Allah maupun di hadapan manusia!
b) Pdt.
Johan Gopur melanjutkan ajarannya tentang ‘membuka diri’ dan menggunakan cerita
tentang perempuan
Samaria dalam Yoh
4. Perempuan Samaria itu tidak berani ketemu orang. Ia ke sumur pada siang hari,
tidak ada orang. Tetapi dia ketemu Yesus. Setelah itu perempuan itu berani
ketemu banyak orang, dan bicara tentang Yesus. Keterbukaan kita kepada Tuhan
merupakan kunci.
Tanggapan saya: Dalam cerita tentang perempuan
Samaria itu,
Yesuslah yang membuka masalahnya / dosanya, bukan ia yang membuka diri /
menceritakan dosa-dosanya. Terhadap orang banyak ia juga bukan membuka diri /
menceritakan dosanya, tetapi mengarahkan mereka kepada Yesus.
Yoh 4:16-19 - “(16) Kata Yesus kepadanya: ‘Pergilah, panggillah suamimu dan datang ke
sini.’ (17) Kata perempuan itu: ‘Aku tidak mempunyai suami.’ Kata Yesus
kepadanya: ‘Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, (18) sebab engkau
sudah mempunyai lima
suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu. Dalam hal ini engkau
berkata benar.’ (19) Kata perempuan itu kepadaNya: ‘Tuhan, nyata sekarang
padaku, bahwa Engkau seorang nabi”.
Di sini Yesus membuka dosa-dosa perempuan itu.
Yoh 4:28-29,39,42 - “(28) Maka perempuan itu meninggalkan tempayannya di situ lalu pergi ke kota dan berkata kepada
orang-orang yang di situ: (29) ‘Mari, lihat! Di sana ada seorang yang mengatakan kepadaku
segala sesuatu yang telah kuperbuat. Mungkinkah Dia Kristus itu?’ ... (39) Dan
banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepadaNya
karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: ‘Ia mengatakan kepadaku segala
sesuatu yang telah kuperbuat.’ ... (42) dan mereka berkata kepada perempuan
itu: ‘Kami percaya, tetapi bukan lagi karena apa yang kaukatakan, sebab kami
sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, bahwa Dialah benar-benar Juruselamat
dunia.’”.
Di sini perempuan itu memang menemui banyak orang,
tetapi tujuannya adalah untuk menceritakan tentang Yesus kepada orang-orang Samaria.
Tak ada bagian manapun dalam text itu dimana perempuan
itu membuka diri, baik kepada Yesus maupun kepada orang banyak (Samaria).
c) Pdt.
Johan Gopur juga menggunakan Yes 55:1-2 - “(1) Ayo, hai
semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak
mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga
anggur dan susu tanpa bayaran! (2) Mengapakah kamu belanjakan uang untuk
sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak
mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan
menikmati sajian yang paling lezat”.
Ia mengatakan bahwa ini merupakan
ajakan bagi orang yang haus, yang berdosa, maupun yang sudah kenal Tuhan tetapi
banyak dosa ditutupi.
Tanggapan saya: Kalau ayat itu dikatakan
sebagai ajakan bagi orang yang haus, berdosa, untuk datang kepada Tuhan, dan
menerima pengampunan, maka itu benar. Tetapi kalau dikatakan bahwa itu
merupakan ajakan bagi orang yang SUDAH KENAL TUHAN, tetapi banyak menutupi
dosanya, saya menganggap ayatnya sama sekali tidak cocok. Ayat di atas hanya
cocok untuk orang yang belum percaya, dan ayat di atas tak ada hubungannya
dengan dosa yang ditutupi.
Kalau mau menggunakan ayat
yang berhubungan dengan orang percaya yang menutupi dosa maka jauh lebih baik
menggunakan Maz 32:1-5 - “(1) [Dari Daud. Nyanyian pengajaran.]
Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! (2) Berbahagialah
manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa
penipu! (3) Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku
mengeluh sepanjang hari; (4) sebab siang malam tanganMu menekan aku dengan
berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Sela (5)
Dosaku kuberitahukan kepadaMu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku
berkata: ‘Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku,’ dan Engkau
mengampuni kesalahan karena dosaku. Sela”.
Kata-kata ‘berdiam diri’ dalam ay 3a jelas maksudnya adalah
‘tidak mengaku dosa’. Ini menyebabkan tangan Tuhan menekan dia, sehingga dia
sangat menderita (ay 3b-4). Tetapi lalu dalam, ay 5a ia memberitahukan /
mengaku dosa / pelanggarannya, dan ini menyebabkan ia diampuni (ay 5b).
d) Pdt. Johan Gopur mengajar: Kanaan bukan
lambang dari surga tetapi hidup orang Kristen yang maximal.
Ini pasti ia dapatkan dari
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’, dimana Edwin Louis Cole berkata sebagai
berikut:
“Tanah
Kanaan selalu digunakan Allah sebagai simbol potensi maksimal dari umat manusia.
Tanah Kanaan adalah suatu tempat Allah menggenapi janji-janji-Nya di dalam
kehidupan kita - tempat Allah memaksimalkan potensi umat-Nya, baik secara
pribadi maupun bersama. ... Di dalam Perjanjian Lama, Tanah Kanaan adalah
tempat yang diinginkan Allah untuk ditempati oleh bangsa Israel setelah Ia membebaskan
mereka dari perbudakan di Mesir. Mereka akan hidup dengan iman mereka di sana. Dan, Allah akan
menggenapi janji-janji-Nya atas mereka. Saya ingin Anda mengerti bahwa Kanaan
adalah Tanah Perjanjian, tempat di mana Allah menginginkan Anda hidup dengan
iman saat ini. Di tempat itu, Allah akan menggenapi janji-janji-Nya atas
kehidupan Anda. Di sana
Anda dapat meraih potensi maksimal Anda” (hal 8).
Tanggapan saya:
Perjalanan bangsa Israel
dari Mesir ke Kanaan merupakan TYPE (bukan lambang) dari perjalanan orang
Kristen ke surga. Dan Kanaan memang merupakan TYPE dari surga, bukan dari
kehidupan orang Kristen yang maximal. Apa yang ia ajarkan, menurut saya, tak
punya dasar Alkitab. Tetapi apa yang saya ajarkan ada dasarnya, yaitu 2Pet 1:15
- “Tetapi
aku akan berusaha, supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu
mengingat semuanya itu”.
Perhatikan kata ‘kepergianku’.
KJV/ASV/NKJV: ‘my
decease’ (= kematianku).
RSV/NIV/NASB: ‘my
departure’ (= keberangkatanku).
Kata ‘kepergian’ ini diterjemahkan
dari kata Yunani EXODON, dari mana diturunkan kata EXODUS. Dan ini memang berhubungan
dengan keluarnya Israel
dari Mesir (EXODUS).
Vincent (tentang 2Pet 1:15): “‘Decease’ (exodon).
‘Exodus’ is a literal transcript of the word, and is the term used by Luke in
his account of the transfiguration. ‘They spake of his decease.’ It occurs
only once elsewhere, Heb 11:22, in the literal sense, the ‘departing or exodus’
of the children of Israel” [= ‘Kematian’ (EXODON). ‘Exodus’ merupakan suatu
salinan hurufiah dari kata itu, dan merupakan istilah yang digunakan oleh Lukas
dalam cerita / laporannya tentang perubahan rupa / pemuliaan. ‘Mereka berbicara
tentang kematianNya’. Kata itu hanya muncul satu kali di tempat lain, Ibr
11:22, dalam arti yang hurufiah, ‘pemberangkatan atau exodus’ dari anak-anak Israel].
Catatan: kata ‘transfiguration’
menunjuk pada pemuliaan Yesus di atas gunung, dimana Ia berubah rupa. Kata ‘transfiguration’ itu sendiri berarti
‘perubahan rupa / bentuk’.
Ibr 11:22 - “Karena iman maka Yusuf menjelang
matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang Israel dan memberi pesan tentang
tulang-belulangnya”.
KJV: ‘the
departing’ (= keberangkatan).
RSV/NIV/NASB: ‘the
exodus’ (= exodus).
ASV/NKJV: ‘the
departure’ (= keberangkatan).
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang 2Pet 1:15): “The very word exodon
used in the transfiguration, Moses and Elias conversing about Christ’s decease
(found nowhere else in the New Testament, but Heb. 11:22, ‘the departing of
Israel’ out of Egypt, to which the saints’ deliverance from the bondage of
corruption answers)” [= Kata EXODON
digunakan dalam perubahan rupa / pemuliaan, Musa dan Elia berbicara tentang
kematian Kristus (tidak ditemukan di tempat lain dalam Perjanjian Baru, tetapi
Ibr 11:22, ‘kepergian Israel’ keluar dari Mesir, yang cocok dengan pembebasan
orang-orang kudus dari perbudakan kejahatan)].
Barclay (tentang 2Pet 1:15): “The picture comes from the journeying of the patriarchs in the Old
Testament. They had no abiding residence but lived in tents because they were
on the way to the Promised Land. The Christian knows well that his life in this
world is not a permanent residence but a journey towards the world beyond. We
get the same idea in verse 15. There Peter speaks of his approaching death as
his EXODOS, his departure. EXODOS is, of course, the word which is used for the
departure of the children of Israel from Egypt, and their setting out to the
Promised Land. Peter sees death, not as the end but as the going out into the
Promised Land of God” (= Gambaran
itu datang dari perjalanan dari nenek moyang mereka dalam Perjanjian Lama.
Mereka tidak mempunyai tempat tinggal tetap tetapi hidup / tinggal di kemah
karena mereka sedang dalam perjalanan ke Negeri Perjanjian. Orang Kristen tahu
dengan baik bahwa kehidupannya dalam dunia ini bukanlah suatu tempat tinggal
yang permanen tetapi suatu perjalanan menuju dunia yang akan datang / alam
baka. Kita mendapatkan gagasan yang sama dalam ay 15. Di sana Petrus berbicara tentang kematiannya
yang mendekat sebagai EXODOS-nya, keberangkatannya. Tentu saja, EXODOS adalah
kata yang digunakan untuk keberangkatan dari anak-anak Israel dari Mesir, dan
keberangkatan mereka ke Negeri Perjanjian. Petrus melihat kematian, bukan
sebagai akhir tetapi sebagai keluar menuju Negeri Perjanjian dari Allah) - hal 308.
Kesimpulan: kata Yunani
yang digunakan oleh Petrus untuk menunjuk pada kepergiannya ke surga sama
dengan kata Yunani yang digunakan dalam Ibr 11:22 untuk menunjuk pada kepergian
/ perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan, dan ini merupakan dasar untuk
mengatakan bahwa perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan merupakan TYPE
dari perjalanan orang Kristen di dunia ini menunju ke surga. Dan itu sekaligus
juga menunjukkan bahwa Kanaan adalah TYPE dari surga!
e) Pdt. Johan Gopur mengajar: Lazarus sudah mati 4 hari, dibangkitkan oleh Yesus. Lazarus
keluar, masih terbungkus kain kapan. Sudah hidup tetapi terbungkus kain kapan.
Ini sama seperti orang Kristen yang sudah hidup / diampuni, tetapi masih ada
dosa-dosa yang masih mengikat kita.
Tanggapan saya: Ini merupakan
suatu pengalegorian yang salah! Cerita sejarah tidak boleh dialegorikan /
diartikan sebagai lambang. Disamping, kalau kain kapan itu simbol dosa, pada
waktu kain kapan itu dilepaskan dari tubuh Lazarus, bagaimana kita
mengartikannya? Lazarus menjadi suci? Dan kalau kain kapan itu simbol dari
dosa, mengapa Yesus bukannya melepaskan sendiri kain kapan itu, tetapi menyuruh
orang lain untuk melepaskannya?
Yoh 11:43-44
- “(43) Dan sesudah berkata demikian,
berserulah Ia dengan suara keras: ‘Lazarus, marilah ke luar!’ (44) Orang yang
telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain
kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka:
‘Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.’”.
Apakah itu
berarti bahwa orang / manusia bisa melepaskan orang lain dari dosa-dosa mereka
sampai orang itu menjadi suci?
f) Pdt. Johan Gopur mengatakan bahwa suami
adalah imam dalam keluarga, dan sebagai imam ia harus berdoa untuk keluarga.
Sebagai dasar Kitab Suci ia memberikan 1Tim 2:8 - “Oleh karena itu aku ingin, supaya di mana-mana orang laki-laki
berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan”.
Tanggapan saya: Saya tak
setuju suami harus menjadi imam. Saya setuju suami harus berdoa untuk keluarga,
tetapi kalau 1Tim 2:8 dipakai sebagai dasar, itu tidak cocok, karena kontext
dari ayat itu sama sekali bukan keluarga. Baca sendiri kontextnya, dan
saudara akan melihat bahwa ayat ini sama sekali tidak berhubungan dengan
keluarga.
g) Pdt. Johan Gopur menggunakan 1Pet 5:8 - “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu,
si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari
orang yang dapat ditelannya”. Dan ia lalu berkata “Jadi, ada yang tak bisa ditelan. Yang mana
yang bisa ditelan? Yang menyimpan kepahitan / dendam”.
Tanggapan saya: Ini lagi-lagi
merupakan penggunaan ayat Kitab Suci seenaknya sendiri, karena ayat ini sama
sekali tidak berurusan dengan kepahitan / dendam.
h) Pdt. Kaleb Kiantoro menggunakan Luk 13:6-9
- “(6) Lalu Yesus mengatakan
perumpamaan ini: ‘Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya,
dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya.
(7) Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku
datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah
pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! (8) Jawab orang itu:
Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah
sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, (9) mungkin tahun depan ia berbuah;
jika tidak, tebanglah dia!’”.
Dan ia lalu mengatakan bahwa tukang kebun ini tegas tetapi lembut!
Tanggapan saya: Yang
digunakan oleh Pdt. Kaleb Kiantoro adalah suatu perumpamaan, dan perumpamaan
hanya boleh ditafsirkan sesuai maksud / arah / tujuan dari perumpamaan itu. Di
sini maksud / arah / tujuannya jelas adalah bahwa Tuhan menghendaki adanya buah
dalam kehidupan anak-anakNya, dan yang tidak berbuah, lambat atau cepat, akan
ditebang. Pada waktu ditafsirkan bahwa tukang kebun itu lembut tetapi tegas,
atau sebaliknya, maka ini merupakan penggunaan ayat / perumpamaan yang sama
sekali tidak seharusnya.
6) Ajaran:
dalam ruangan Camp
ada spanduk bertuliskan: “Katakanlah kepada istri anda setiap hari bahwa dia
adalah hadiah terindah dari Tuhan untuk anda dan bahwa anda mencintainya”.
Saya kira ada pengkhotbah dalam camp yang juga
mengatakan hal ini. Dan dalam buku-buku mereka hal-hal seperti ini banyak
sekali.
a) Dalam
buku ‘Hikmat Bagi Pria’:
1. “Ketika istri
anda bertanya, ‘Apakah kamu mencintaiku?’ Jawaban
yang benar adalah: ‘Apakah langit masih biru? Apakah air masih basah?
Apakah gunung masih tinggi? Begitulah cintaku padamu!!!’” (hal 17).
Kata-kata ‘jawaban yang
benar’ (yang saya garis-bawahi)
menunjukkan bahwa jawaban seperti itu mutlak diharuskan. Tetapi bagaimana kalau
ternyata pria itu sudah luntur cintanya? Apakah tetap harus mengatakan kata-kata
seperti itu? Saya merasa ajaran ini hanya bagus, kalau bisa diucapkan dengan
jujur dan tulus. Dan saya yakin hanya sangat sedikit, kalau ada, pria /
suami yang bisa mengucapkan kata-kata seperti ini dengan jujur dan tulus,
karena pria / suami bukanlah Tuhan yang tidak bisa berubah. Tuhan tidak
berubah, juga dalam cintaNya kepada kita, tetapi suami bukan Tuhan. Pria /
suami bisa berubah, juga dalam hal cintanya kepada istrinya! Sekarang,
bagaimana kalau sang suami sudah luntur cintanya? Apakah tetap harus mengatakan
kata-kata seperti itu?
Juga, mengatakan bahwa cintanya kepada istrinya sama
seperti warna biru dari langit dan ketinggian gunung, mengharuskan suami itu
menjadi seorang penyair!
2. “Katakan kepada
istri anda setiap hari, bahwa dia adalah hadiah dari Tuhan buat anda,
dan bahwa anda mencintainya” (hal
19).
Dan keharusan mengatakan hal seperti itu setiap
hari, menyebabkan ia berdusta setiap hari juga. Bolehkah berdusta untuk
kebaikan (white lie / dusta putih)???
3. “Semakin banyak
kita menabur kata-kata cinta baginya, semakin banyak pula kita akan menuai keindahan cinta darinya (2Kor 9:6)” (hal 20).
Sekalipun kata-kata di atas ini tidak salah, tetapi
dasar ayat yang digunakan salah. Ayat ini berurusan dengan persembahan. Untuk
mengetahui hal itu baca ayat ini sekaligus dengan ayat selanjutnya.
2Kor 9:6-7 - “(6) Camkanlah ini: Orang yang menabur
sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai
banyak juga. (7) Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan
hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi
orang yang memberi dengan sukacita”.
Jadi, penggunaan ayat seperti ini, merupakan
penggunaan yang salah (out of context). Yang dimaksud dengan ‘menabur’
sebetulnya adalah ‘menabur uang’ (memberi persembahan), bukan ‘menabur
kata-kata cinta’.
Hal lain yang bisa ditekankan dari text itu adalah:
apa yang kita tuai tak selalu hal yang sama dengan apa yang kita tabur. Jadi,
menabur uang, belum tentu menuai uang. Tuhan bisa memberi berkat dalam hal yang
lain.
4. “Kata-kata
positif dan membangun yang diberikan oleh suami bagi istrinya akan membuat sang
istri bertumbuh dan berbuahkan pula hal-hal yang positif dan baik pula (Mat 12:33). (RS)” (hal 20).
Catatan: RS adalah Ronny Soedjak, Gembala GPDI Moria,
Jatibening, Bekasi. Coordinator House of Blessing (Pelayanan Keluarga).
Pemimpin Christian Men’s Network di Indonesia (lihat book cover di bagian depan
buku ini).
a. Mari
pertama-tama kita melihat ayat yang ia gunakan sekaligus dengan kontextnya.
Mat 12:33-35 - “(33) Jikalau suatu pohon kamu
katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak
baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. (34)
Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal
yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap
dari hati. (35) Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari
perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang
jahat dari perbendaharaannya yang jahat”.
Menurut saya text ini / ayat ini sama sekali tidak ada
hubungannya dengan ajaran Ronny Soedjak di atas. Ini penggunaan ayat Kitab Suci
yang ngawur!
b. Sekalipun
kata-kata positif dari suami merupakan sesuatu yang baik dan penting bagi
istrinya, tetapi untuk membuat istri itu bertumbuh dan berbuah, yang ia
butuhkan adalah kata-kata Tuhan / Firman Tuhan.
1Pet 2:2-3 - “(2) Dan jadilah sama seperti bayi yang
baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya
olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, (3) jika kamu benar-benar telah
mengecap kebaikan Tuhan”.
Dan ada satu pertanyaan: kalau ada istri yang
mempunyai suami yang brengsek yang tidak pernah memberikan kata-kata yang
positif dan membangun, tetapi istri ini rajin belajar Firman Tuhan, tidak
bisakah ia bertumbuh dan berbuah?
b) Dalam
buku ‘Kesempurnaan Seorang Pria’, pada bagian ‘Dedikasi’ di awal buku, DR Edwin
Louis Cole juga mengatakan “Kepada istriku,
Nancy, ‘Wanita
tercantik di bumi ini.’”.
Dalam buku yang sama, pada bagian akhirnya, Edwin
Louis Cole berkata sebagai berikut:
“Istri saya,
Nancy, masih menjadi ‘Wanita Tercantik di Bumi Ini’, dan tidak pernah
kehilangan kemampuannya untuk menolong saya. ... Kami telah menikah selama
lebih dari lima
puluh tahun. Orang-orang bertanya kepada saya apakah saya telah menikah dengan
orang yang sama selama tahun-tahun itu. Jawaban saya selalu sama, ‘TIDAK! Dia
adalah seorang yang penuh kasih, lebih ramah, setia, taat kepada Allah, lebih
tulus dibandingkan sebelumnya. Dia adalah seorang ibu yang luar biasa, istri
seorang pelayan, kekasih, dan orang Kristen terbaik yang pernah saya temui
sepanjang hidup saya.’” (hal 176).
Tulus / jujurkah kata-kata ini? Terus terang, saya
meragukan adanya pria / suami yang bisa mengatakan hal ini setelah menikah
lebih dari 50 tahun. Kalaupun ada, mungkin itu hanya satu dari sejuta! Apalagi
kalau pria / suami itu betul-betul menganggap istri yang sudah usia 70an tahun
sebagai wanita tercantik di dunia! Ini sangat tidak masuk akal!
Juga perhatikan kata-kata ‘orang
Kristen terbaik yang pernah saya temui sepanjang hidup saya’. Bisakah penilaian seperti ini diterima? Obyektifkah?
Jujur / tuluskah?
Sekarang, dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ ada kata-kata
sebagai berikut:
1. “Pria yang sudah
ditebus oleh darah Yesus adalah
pria yang hidup dalam terang. Dan ciri dari terang adalah hidup secara
terang-terangan / keterbukaan. Pengakuan adalah kunci pemulihan. Jangan takut
mengaku kalau memang salah. Akui dan minta maaf” (hal 8).
2. “Kunci utama
sebuah komunikasi yang berhasil adalah keterbukaan, sebaliknya ketertutupan
adalah hal yang menghancurkan komunikasi. Para
pria, terbukalah di hadapan Tuhan, keluarga, dan di hadapan orang lain” (hal 36).
Kalau kata-kata di atas ini saya hubungkan dengan
keharusan menyatakan ‘cinta yang tidak berubah’ kepada istri, apa yang terjadi?
Kata-kata di atas ini mengatakan kita harus terbuka. Kalau cinta kepada istri
memang sudah berubah / luntur, haruskah tetap menyatakan cintanya tak berubah
(dan dengan demikian bukan saja berdusta, tetapi juga bersikap tertutup / tidak
terbuka), atau mengakui terus terang kepada istri kalau cintanya sudah luntur?
7) Pdt.
Kaleb Kiantoro mengajar: “A child is not likely to
find a father in God unless he finds something of God in his father” (= Seorang anak tidak akan / kecil
kemungkinannya untuk mendapatkan seorang bapa dalam Allah kecuali ia
mendapatkan sesuatu dari Allah dalam bapanya).
Tanggapan saya:
Kalau dikatakan seorang anak harus mendapatkan sesuatu
dari Allah dalam bapa / ayahnya, maka sebetulnya kalau kita bicara secara
teologis, semua anak bisa mendapatkan sesuatu dari Allah dalam diri bapa /
ayahnya, karena bapa / ayahnya adalah gambar dan rupa Allah (biarpun sudah
rusak tetapi tidak musnah!).
Kalau mau dikatakan bahwa anak yang memiliki bapa /
ayah yang rusak / bejat itu tidak menemukan sesuatu apapun dari Allah dalam
diri bapa / ayahnya, dan itu menyebabkan ia tidak bisa / kecil kemungkinannya
untuk mendapatkan seorang bapa dalam Allah, maka apakah itu berarti bahwa anak
dari seorang bapa yang bejat tidak akan / kecil kemungkinannya untuk percaya
kepada Yesus? Menurut saya ini sangat belum tentu! Dalam Alkitabpun sangat
banyak orang yang adalah anak dari orang yang bejat, tetapi bisa percaya dengan
sungguh-sungguh. Sebaliknya, ada banyak anak dari bapa yang beriman dan saleh,
tetapi ternyata ia menjadi orang yang tidak percaya / orang jahat sampai mati.
8) Ajaran
yang berbau kesesatan: orang laki-laki harus menjadi imam dalam keluarga!
Pdt. Johan Gopur mengatakan: “Sudahkah kita jadi imam dalam keluarga? Fungsi imam salah
satunya adalah berdoa untuk keluarga. Tuhan pakai kita
sebagai saluran / sumber berkat. Tetapi kalau saluran itu rusak, bagaimana?
Keluarga kacau”.
Ia lalu mengutip 1Tim 2:8 -
“Oleh karena itu aku ingin, supaya di
mana-mana orang laki-laki berdoa dengan menadahkan tangan yang suci, tanpa
marah dan tanpa perselisihan”.
Catatan: ini kontextnya bukan doa
untuk keluarga!
Ajaran bahwa orang
laki-laki harus menjadi imam dalam keluarga juga banyak tersebar dalam
buku-buku mereka.
Dalam buku ‘Kesempurnaan Seorang
Pria’, Edwin Louis Cole berkata:
“Di dalam
keluarga Anda haruslah ada seorang imam dan Allah sudah menentukan hal itu
untuk diperankan oleh kaum pria. Entah Anda seorang murid sekolah Alkitab atau
tidak, bila Anda seorang pria, Anda adalah seorang imam. Anda tetaplah
seorang imam, entah Anda mempercayainya, menerimanya, menghidupinya, atau tidak
menghiraukannya. Tugas seorang imam bukan hanya untuk melayani Tuhan, melainkan
juga orang-orang yang dipercayakan ke dalam pemeliharaannya. Artinya, seorang
pria harus melayani istri dan anak-anaknya. ... Banyak pria yang gagal memahami
bahwa mereka harus memenuhi tugas pelayanan mereka sebagai seorang imam di
dalam keluarga. ... Seorang imam di dalam keluarga harus mau berdoa bagi
istrinya” (hal 61,63).
Catatan: Karena istri bukan imam, jadi istri tidak perlu
berdoa untuk keluarganya?
Dan dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata:
“Karena imam
dalam Perjanjian Lama merupakan perantara antara Allah dan manusia, seorang
penengah, yaitu orang yang menyatakan anugerah Allah kepada umat dan disebut
‘bapak’, maka ayah di dalam rumah bertindak sebagai ‘imam’ bagi keluarga” (hal 163).
Dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’
dikatakan sebagai berikut:
“Dalam Matius
7:24-27 dijelaskan ada 2 macam rumah yang dibangun diatas dasar yang berbeda. Rumah
berbicara tentang kehidupan dimana pria menjadi imamnya. Pria yang
bijaksana (pintar) adalah pria yang mendengar dan melakukan Firman Tuhan. Pria
tersebut membangun kehidupannya dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
kuat dari Firman Tuhan.” (hal 2).
Catatan: ini merupakan penafsiran yang
ngawur. Perumpamaan ini tak ada hubungannya dengan ajaran bahwa seorang
laki-laki harus menjadi imam dalam keluarganya!
Lalu, dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’ juga dikatakan
sebagai berikut:
“Seorang pria
harus terlebih dahulu berfungsi sebagai imam, sebelum ia berfungsi sebagai nabi” (hal 48).
Lalu, lagi-lagi dalam buku ‘Hikmat Bagi Pria’
dikatakan sebagai berikut:
“Nabi, imam dan
raja: jadilah seorang pria sejati. Seorang pria adalah seorang: Imam:
Yaitu seorang mediator antara Allah dengan keluarganya. Anda tidak akan
pernah bisa membawa Allah kepada keluarga Anda sebelum Anda membawa keluarga
Anda kepada Allah. Nabi: Yaitu seorang yang menyampaikan suara Allah kepada
keluarga. Dia menetapkan standar hidup keluarganya berdasarkan firman Tuhan.
Raja: Yaitu seorang yang mempimpin (govern), melindungi (guard) dan menuntun
(guide) keluarganya. Jika anda melakukan ketiga fungsi ini, keluarga anda akan
menjadi keluarga yang diberkati Tuhan”
(hal 119-120).
Dan dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, Edwin Louis Cole
berkata sebagai berikut:
“Ketika Kristus
datang ke dunia, Dia menyatakan diriNya sebagai nabi, imam, dan raja. Para
ayah juga dipanggil untuk menjadi nabi, imam, dan raja bagi keluarga mereka.
Nabi berbicara sebagai wakil Allah kepada umatNya; imam berbicara kepada
Allah mewakili umat Allah; dan raja memerintah atas dasar kerelaannya untuk
melayani. Para pria dituntut untuk menjalankan
ketiga peranan ini. ... Jadi, tanggung jawab seorang pria terhadap keluarganya
adalah mengarahkan, melindungi, dan memperbaiki; memelihara, menghargai,
menegur; menjadi nabi, imam, dan raja. ... Seorang pria bisa saja sukses
dalam mengelola usahanya, namun gagal menjadi perantara Allah bagi
keluarganya” (hal 130,131).
Lalu dalam buku yang sama Edwin Louis Cole berkata
sebagai berikut:
“Seorang ayah
harus menjadi kepala dalam keluarga sebagaimana halnya Kristus adalah kepala
bagi jemaatNya. Ia juga harus melayani keluarganya seperti Kristus melayani
jemaatNya, yaitu sebagai nabi, imam, dan raja. Sebagai nabi, ia
menyampaikan perkataan Allah kepada anak-anaknya. Sebagai imam, ia berbicara
mewakili anak-anaknya kepada Allah. Sebagai raja, ia memerintah dan memimpin
dengan suatu kerelaan untuk melayani mereka” (hal 335).
Catatan:
tentang nabi, apakah Allah tak bisa bicara kepada anak-anak tanpa melalui
ayahnya?
Tanggapan saya:
Dalam Alkitab memang ada ayat-ayat yang seolah-olah
bisa dipakai sebagai dasar ajaran oleh ajaran ini. Perhatikan ayat-ayat di
bawah ini.
1Pet 2:5,9 - “(5)
Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu
rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan
rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. .... (9) Tetapi kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat
kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang
besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada
terangNya yang ajaib”.
Wah 1:6 - “dan
yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah,
BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin”.
Wah 5:10 - “Dan
Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam
bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.
Wah 20:6 - “Berbahagia
dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam kebangkitan pertama itu. Kematian
yang kedua tidak berkuasa lagi atas mereka, tetapi mereka akan menjadi
imam-imam Allah dan Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja
bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya”.
Hal yang pertama dan terutama dalam menafsirkan ayat-ayat ini adalah:
Kata ‘imam’ dalam semua ayat di atas berlaku untuk semua orang kristen, bukan
yang laki-laki / suami saja, dan karena itu jelas tidak bisa dijadikan dasar
ajaran mereka bahwa pria / suami harus menjadi imam dalam keluarga!
Semua
orang Kristen adalah imam, dalam arti bahwa orang Kristen bisa langsung datang
kepada Allah, dan tidak membutuhkan imam manusia.
Barclay (tentang 1Pet 2:9): “this means that every
Christian has the right of access to God” (= ini berarti bahwa setiap orang Kristen mempunyai hak masuk kepada
Allah) - hal 199.
Bahwa
dalam jaman Perjanjian Baru tidak ada lagi imam manusia biasa seperti dalam
Perjanjian Lama terlihat dari:
a) Hanya Yesus yang adalah imam.
Ibr 4:14-15 - “(14) Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar
Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita
teguh berpegang pada pengakuan iman kita. (15) Sebab Imam Besar yang kita
punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.
Ibr 2:17 - “Itulah
sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya,
supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada
Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.
1Tim 2:5 - “Karena Allah
itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia,
yaitu manusia Kristus Yesus”.
b) Tirai
Bait Allah sobek pada saat Yesus mati (Mat 27:50-51).
Mat 27:50-51 - “(50)
Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawaNya. (51) Dan
lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan
terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah,”.
Ini merupakan suatu tanda bahwa seluruh Bait Allah
dengan korban-korban, upacara-upacara, dan imam-imamnya, harus dibuang!
c) Jabatan
Imam, Nabi dan Raja itu hanya untuk Yesus. Tak ada alasan untuk mengatakan
bahwa ketiga jabatan itu juga berlaku untuk semua orang Kristen, apalagi untuk
para pria / suami saja! Mengapa tidak sekalian mengharuskan para pria / ayah /
suami menjadi Juruselamat / Penebus dosa keluarga?
9) Pdt. Hengky Setiawan mengajar: Yang pertamakali makan buah terlarang memang Hawa, tetapi Ro 5:12 menunjuk
kepada Adam, karena Kej 3:6 - Adam bersama-sama
dengan Hawa (kata Ibraninya ‘shoulder
to shoulder’), tetapi ia diam saja. Juga karena perintah larangan makan
diberikan kepada Adam, bukan kepada Hawa.
Tanggapan saya:
a) Ro 5:12 jelas berbicara tentang dosa
asal.
Ro 5:12 - “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia
oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah
menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah
berbuat dosa”.
Calvin: “Paul
distinctly affirms, that sin extends to all who suffer its punishment: and this
he afterwards more fully declares, when subsequently he assigns a reason why
all the posterity of Adam are subject to the dominion of death; and it is even
this - because we have all, he says, sinned. But ‘to sin’ in this case, is to
become corrupt and vicious; for the natural depravity which we bring from our
mother’s womb, though it brings not forth immediately its own fruits, is yet
sin before God, and deserves his vengeance: and this is that sin which they
call original” (= Paulus dengan jelas menegaskan, bahwa dosa meluas kepada
semua yang mengalami hukumannya: dan sesudahnya ia dengan lebih penuh / lengkap
menyatakan, pada waktu sesudah itu ia memberikan suatu alasan mengapa semua
keturunan Adam tunduk pada kekuasaan dari kematian; dan itu adalah ini -
katanya karena kita semua telah berdosa. Tetapi ‘berbuat dosa’ dalam kasus ini,
artinya menjadi buruk dan jahat / keji; karena kebejatan alamiah yang kita bawa
dari kandungan ibu kita, sekalipun itu tidak segera menghasilkan buahnya
sendiri, tetap adalah dosa di hadapan Allah, dan layak mendapatkan
pembalasanNya: dan ini adalah dosa yang kita sebut ‘orisinil / asal’).
b) Kata-kata Pdt. Hengky Setiawan ini
salah / ngawur entah dari mana.
Kej 3:6 - “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan
dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga
kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun
memakannya”.
Pdt. Hengky Setiawan mengatakan bahwa arti dari kata bahasa Ibraninya adalah ‘shoulder to shoulder’ (= bahu membahu /
rapat-rapat). Saya tidak tahu dari mana ia mendapatkan khayalan ini, tetapi
yang jelas kata bahasa Ibraninya sama sekali tidak berarti seperti itu. Kata
bahasa Ibraninya adalah IMMAH, yang artinya ‘with
her’ (= dengan dia). Jadi, pada waktu diterjemahkan ‘bersama-sama dengan dia’, itu merupakan terjemahan yang cukup baik
/ benar.
KJV/NIV/NASB/ASV/NKJV: ‘with her’ (= dengan / bersama-sama
dia).
c) Pdt. Hengky Setiawan mengatakan: ‘Adam bersama-sama dengan Hawa, tetapi ia diam saja’. Jadi, ia beranggapan bahwa pada waktu setan / ular menggodanya,
Adam ada bersama dengan Hawa.
Hal yang serupa juga diajarkan dalam buku
mereka, yang berjudul ‘Hikmat Bagi Pria’:
“Adam
tidak bertindak ketika Hawa dibujuk oleh ular untuk memakan buah pohon terlarang.
Adam seharusnya mencegah Hawa memakan buah itu, tetapi tidak dilakukannya” (hal 114).
Tanggapan saya:
Coba kita perhatikan Kej 3:1-6.
Kej 3:1-6 - “(1) Adapun ular ialah yang paling
cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu
berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon
dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’ (2) Lalu sahut perempuan
itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3)
tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman:
Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’ (4) Tetapi ular
itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi
Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan
kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’ (6) Perempuan
itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu
ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya
yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya”.
Kalau dilihat ay 1-6a, hanya ular dan Hawa / perempuan
itu yang dibicarakan. Adam baru muncul dalam ay 6b. Jadi, Alkitab tidak
mengatakan bahwa Adam ada bersama Hawa ketika Hawa digodai setan, sekalipun
bisa saja diartikan demikian dari ay 6. Tetapi ay 6 bisa diartikan
bahwa setelah mengambil dan memakan buah itu, baru Hawa memberikan kepada Adam
ketika ia bersama / bertemu dia. Dan karena itu saya beranggapan bahwa ketika
Hawa digoda, ia sendirian, Adam tidak bersama dia. Setelah ia makan, baru ia
menemui Adam dan memberikan buah itu kepada Adam.
Matthew Henry (tentang Kej 3:1-5): “The person tempted was the woman, now alone, and at
a distance from her husband, but near the forbidden tree. ... It was his policy
to enter into discourse with her when she was alone. ... Satan tempted Eve,
that by her he might tempt Adam” [=
Orang yang dicobai adalah si perempuan, sekarang sendirian, dan pada suatu
jarak dari suaminya, tetapi dekat dengan pohon terlarang. ... Merupakan
politiknya untuk masuk ke dalam pembicaraan dengan dia (Hawa) pada waktu dia sedang sendirian. ... Iblis
menggoda Hawa, supaya olehnya ia bisa menggoda Adam].
Matthew Henry (tentang Kej 3:6): “It is probable that he was not with her when she
was tempted (surely, if he had, he would have interposed to prevent the sin),
but came to her when she had eaten”
[= Adalah mungkin bahwa ia (Adam) tidak
bersama dengan dia (Hawa) pada waktu
ia dicobai (pasti, seandainya ia bersamanya, ia sudah akan ikut campur untuk
mencegah dosa itu), tetapi datang kepadanya pada waktu ia telah memakannya].
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kej 3:6): “‘Adam was not deceived’ (1 Tim 2:14), but he ate
without seeing the serpent; and after the scene of deception was past, he
yielded to the arguments and solicitations of his wife” [= ‘Adam tidak ditipu’ (1Tim 2:14), tetapi ia makan
tanpa melihat sang ular; dan setelah adegan penipuan itu sudah berlalu, ia
menyerah pada argumentasi dan permintaan dari istrinya].
1Tim 2:14 - “Lagipula bukan Adam yang tergoda,
melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa”.
Kata ‘tergoda’ dalam Kitab Suci Indonesia salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV: ‘deceived’ (= ditipu).
Kelihatannya, Edwin Louis Cole dalam hal ini mempunyai
pandangan yang benar. Dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, ia berkata:
·
“Seekor ular - yang merupakan wujud samaran iblis -
membujuk Hawa untuk melintasi satu-satunya batasan yang ditetapkan Allah
baginya dan suaminya. Ia memakan buah pohon larangan itu. Kemudian, ia
melakukan hal yang secara tragis diulangi terus-menerus oleh umat manusia - ia
mendorong Adam mengikuti jejaknya dan melakukan kesalahan yang sama. Adam mendengarkan
bujukan Hawa dan melakukannya” (hal
63).
·
“Dalam usahanya menyesatkan manusia, iblis tidak
langsung mendatangi Adam. Ia mendekati Hawa dan menipunya sehingga Hawa
terbujuk untuk makan buah itu” (hal
226).
Jadi, mengapa pandangan Edwin Louis Cole berbeda
dengan Pdt. Hengky Setiawan dan buku ‘Hikmat Bagi Pria’?
d) Sekarang apa sebabnya Ro 5:12 menunjuk kepada Adam, dan bukan
kepada Hawa, padahal Hawa yang lebih dulu makan buah terlarang itu?
Jawabannya bukan seperti yang dikatakan
oleh Pdt. Hengky Setiawan, bahwa karena Adam bersama dengan Hawa pada saat itu,
ataupun karena larangan makan buah itu diberikan kepada Adam, tetapi karena:
1. Adam adalah manusia yang pertama, dan Hawa maupun semua manusia
yang lain berasal dari dia. Adam sebagai manusia pertama merupakan wakil dari
umat manusia, dan karena itu pada waktu ia jatuh, semua manusia / keturunannya
terseret bersama dengan dia.
Kis 17:26 - “Dari
satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk
mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan
batas-batas kediaman mereka,”.
Ro 5:15-19 - “(15)
Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena
pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih
besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua
orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak
berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu
pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan
karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh
dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar
lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah
kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus
Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang
beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua
orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian
pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut
datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang
karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula
semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan
dengan Kristus”.
2. Adanya ‘covenant’ / perjanjian antara Allah dan
Adam.
a. Ada orang-orang yang
menolak adanya covenant / perjanjian antara
Allah dan Adam.
Alasannya:
·
Tak ada kata ‘covenant’ / perjanjian dalam Kej 1-3.
Jawab:
Memang kata ‘covenant’
/ perjanjian tidak ada, tetapi idenya ada (bdk. kata ‘Tritunggal’ yang juga
tidak ada dalam Kitab Suci, tetapi ide / ajarannya ada). Disamping, kata itu
ada dalam ayat lain yang akan kita bahas pada point b.di bawah.
·
Tidak ada
persetujuan dari pihak Adam terhadap ‘covenant’
/ perjanjian ini.
Jawab:
Demikian juga waktu Allah mengadakan perjanjian dengan
Nuh (Kej 9) dan dengan Abraham (Kej 17). Allah dan manusia tidak
mengadakan perjanjian sebagai pihak-pihak yang sederajat! Allah berdaulat, dan
karena itu Ia menentukan, dan manusia harus menerima!
Ini bedanya ‘covenant’
dengan ‘agreement’. ‘Agreement’ adalah perjanjian antara 2
pihak yang sederajat, tetapi ‘covenant’
adalah perjanjian antara 2 pihak yang tidak sederajat.
b. Ayat
Kitab Suci yang menunjukkan adanya covenant
antara Allah dengan Adam adalah Hos 6:7 - “Tetapi
mereka itu telah melangkahi perjanjian di Adam”. Tetapi Kitab Suci Indonesia salah terjemahannya.
Terjemahan sebenarnya dari Hos 6:7 adalah: ‘But they, like Adam, have transgressed the covenant’ (=
Tetapi mereka, seperti Adam, telah melanggar perjanjian).
Terjemahan ini menunjukkan bahwa Adam memang melanggar
perjanjian (covenant).
Memang ada penafsiran yang berbeda tentang ayat ini:
·
Ada yang mengartikan ‘di Adam / at Adam’ (Kitab Suci Indonesia / RSV) dimana Adam adalah
nama suatu tempat.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
*
Dalam bahasa
Ibrani digunakan kata depan ‘KI’, dan ini tidak bisa diartikan ‘di / at’. Artinya adalah ‘like / as / seperti’.
*
Dalam Kitab Suci
tidak pernah diceritakan tentang seseorang yang berbuat dosa ditempat yang bernama
Adam.
·
Ada yang menterjemahkan ‘like men’ / ‘seperti manusia-manusia’ (KJV/NKJV).
Keberatannya:
*
Dalam bahasa
Ibrani digunakan bentuk tunggal sedangkan ‘men’
berbentuk jamak.
*
Kalimat Hos 6:7
itu menjadi tidak ada artinya.
Jadi kedua penafsiran di atas ini salah, dan arti yang
benar adalah ’like Adam’ / ‘seperti
Adam’ (NIV/NASB/ASV) dan ini membuktikan bahwa ada ‘covenant’ antara Allah dengan Adam.
10) Pdt. Hengky
Setiawan mengajar: Mengaku dosa kepada Tuhan dan sesama. Mengaku dosa kepada
sesama tidak menyebabkan dosa diampuni, tetapi supaya kamu sembuh (bukan secara
fisik, tetapi lepas dari keterikatan dosa, kebiasaan buruk)!! Juga dosa yang
melukai tubuh Kristus. Ia memakai ayat Kis 9 tentang kata-kata Yesus
kepada Paulus yang menganiaya gereja. Dosa yang melukai tubuh Kristus
contohnya: fitnah, hutang tak dibayar. Ia juga menggunakan Amsal 28:13
- “Siapa menyembunyikan
pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan
meninggalkannya akan disayangi”. Ia juga mengatakan: Ada 2 dosa yang harus diakui: dosa yang mengikat kita,
dan dosa yang melukai tubuh Kristus.
Tanggapan saya:
a) Sama sekali tidak ada ayat Alkitab yang
mengatakan bahwa kalau kita mengaku dosa kepada sesama (dosa apapun itu
adanya), maka kita akan sembuh (dalam arti bukan secara fisik, tetapi lepas
dari keterikatan dosa / kebiasaan buruk). Lagi-lagi ajaran tanpa dasar Alkitab!
Siapapun yang menghormati otoritas Alkitab sebagai Firman Tuhan, harus
mengabaikan ajaran yang tidak punya dasar Alkitab seperti ini!
Tetapi bagaimana dengan Yak
5:14-16 - “(14) Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit,
baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta
mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. (15) Dan doa yang lahir dari iman
akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia
telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. (16) Karena itu hendaklah
kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa
orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya”.
Kesembuhan yang dibicarakan
dalam Yak 5:16 itu jelas merupakan kesembuhan jasmani, karena kontextnya juga
sakit secara jasmani (ay 14-15). Adanya pengakuan dosa dalam Yak 5:16a
kelihatannya menunjukkan bahwa penyakit itu merupakan hajaran Tuhan karena
orang itu berbuat dosa. Dalam hal ini tidak cukup mengaku dosa kepada Tuhan,
tetapi harus juga kepada sesama, dan baru Tuhan akan mencabut hajaranNya dengan
menyembuhkan orang itu dari penyakit jasmaninya.
Matthew Henry (tentang Yak 5:16): “Indeed, where any are conscious that their sickness
is a vindictive punishment of some particular sin, and they cannot look for the
removal of their sickness without particular applications to God for the pardon
of such a sin, there it may be proper to acknowledge and tell his case, that
those who pray over him may know how to plead rightly for him. But the
confession here required is that of Christians to one another, and not, as the
papists would have it, to a priest. Where persons have injured one another,
acts of injustice must be confessed to those against whom they have been
committed” (= Memang,
dimana siapapun menyadari bahwa penyakit mereka merupakan suatu hukuman yang
bersifat pembalasan terhadap dosa khusus / tertentu, dan mereka tidak bisa mencari
pembersihan dari penyakit mereka tanpa permintaan khusus kepada Allah bagi
pengampunan terhadap dosa seperti itu, di sana adalah benar / tepat untuk
mengakui dan menceritakan kasusnya, supaya mereka yang berdoa atasnya bisa tahu
bagaimana memohon dengan benar untuknya. Tetapi pengakuan yang diharuskan di
sini adalah pengakuan dari orang-orang Kristen satu kepada yang lain, dan
bukan, seperti para pengikut Paus melakukannya, kepada seorang imam / pastor. Dimana
orang-orang telah melukai / merugikan satu sama lain, tindakan-tindakan
ketidak-adilan harus diakui kepada mereka terhadap siapa hal itu telah
dilakukan).
Barnes’ Notes (tentang Yak 5:16): “This seems primarily to refer to those who were
sick, since it is added, ‘that ye may be healed.’ The fair interpretation
is, that it might be supposed that such confession would contribute to a
restoration to health. The case supposed all along here (see James 5:15) is,
that the sickness referred to had been brought upon the patient for his
sins, apparently as a punishment for some particular transgressions. ... In
such a case, it is said that if those who were sick would make confession of
their sins, it would, in connection with prayer, be an important means of
restoration to health. The duty inculcated, and which is equally binding on all
now, is, that if we are sick, and are conscious that we have injured any
persons, to make confession to them. ... The particular reason for doing it
which is here specified is, that it would contribute to a restoration to health
- ‘that ye may be healed.’” [= Ini
kelihatannya terutama menunjuk kepada mereka yang sakit, karena
ditambahkan kata-kata ‘supaya kamu disembuhkan’. Penafsiran yang adil adalah,
bahwa bisa dianggap bahwa pengakuan seperti itu akan memberikan sumbangsih pada
suatu pemulihan kesehatan. Kasus yang diduga / diandaikan di sini (lihat Yak
5:15) adalah, bahwa penyakit yang ditunjuk telah dibawa kepada pasien itu
untuk / karena dosa-dosanya, kelihatannya sebagai suatu hukuman untuk beberapa
pelanggaran-pelanggaran tertentu. ... Dalam kasus seperti itu, dikatakan
bahwa jika mereka yang sakit mau membuat pengakuan tentang dosa-dosa mereka,
itu akan, berhubungan dengan doa, merupakan suatu cara yang penting dari
pemulihan pada kesehatan. Kewajiban yang ditanamkan, dan yang mengikat semua
orang secara sama sekarang, adalah, bahwa jika kita sakit, dan kita
menyadari bahwa kita telah melukai / merugikan siapapun juga, membuat pengakuan
kepada mereka. ... Alasan khusus untuk melakukan ini yang dinyatakan di
sini adalah, bahwa itu akan memberikan sumbangsih pada suatu pemulihan pada
kesehatan - ‘supaya kamu disembuhkan’.].
b) Amsal 28:13 memang berurusan dengan pengakuan
dosa, tetapi kepada Tuhan, dan bukan kepada sesama! Hal ini terlihat dengan
lebih jelas lagi kalau kita juga membaca Amsal 28:14nya.
Amsal 28:13-14 - “(13) Siapa menyembunyikan pelanggarannya
tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya
dan meninggalkannya akan disayangi. (14) Berbahagialah orang yang senantiasa takut
akan TUHAN, tetapi orang yang mengeraskan
hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka”.
Penghubungan dengan
kata-kata ‘takut akan TUHAN’ (Amsal 28:14a) jelas
menunjukkan bahwa ‘menyembunyikan
pelanggaran’
(Amsal 28:13a), ‘mengakui’ (Amsal 28:13b), ataupun ‘mengeraskan hati’ (Amsal 28:14b), semuanya berurusan /
berhubungan dengan Tuhan, bukan dengan manusia!
c) Saya tidak mengerti mengapa untuk dosa
melukai tubuh Kristus ia memberi contoh memfitnah dan hutang yang tidak
dibayar. Ini adalah dosa yang kita lakukan hanya kepada satu dua orang dalam
gereja. Itu tidak bisa disebut sebagai tubuh Kristus, paling-paling bisa
disebut sebagai anggota tubuh Kristus. Ini beda dengan Paulus dalam
Kis 9 yang memang mau menangkap, menyiksa, dan membunuh seadanya orang
Kristen.
d) Tentang dosa apa saja yang harus diakui, saya
berpendapat bahwa kita harus mengakui seadanya dosa kepada Allah. Sedangkan
kalau kepada sesama, hanya dosa-dosa yang menyakiti / merugikan sesama
yang harus diakui kepada sesama. ‘Dosa yang mengikat kita’, selama itu tidak
merugikan / menyakiti sesama, tak harus diakui kepada sesama.
Mat 5:23-24 - “(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas
mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu
terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan
pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan
persembahanmu itu”.
II)
Pembahasan tentang buku-buku.
Sebelum masuk dalam pembahasan buku-buku mereka, sekali lagi saya
tekankan: dalam camp mereka ada buku-buku yang dibagikan, dan juga dalam camp
mereka, mereka menjual buku-buku lain yang berhubungan dengan ‘pria sejati /
maximal’. Kalaupun dalam camp tak ada kesesatan yang fatal, tetapi dalam buku-buku
mereka ada banyak kesesatan yang fatal, maka itu tetap merupakan tanggung jawab
dari para pengurus / panitia camp
dari pria sejati /
maximal! Bukankah ajaran mereka sendiri mengatakan bahwa pria harus berani
bertanggung jawab?
Mat 18:6-7 - “(6)
‘Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang
percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada
lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut. (7) Celakalah dunia dengan
segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang
mengadakannya”.
A) Hal-hal yang
salah dalam persoalan sejarah Alkitab, sejarah gereja, maupun fakta-fakta
Alkitab.
Dari buku ‘Menjadi Pria Sejati’:
1) “Dikandung
oleh Roh Kudus, Yesus lahir ke dunia sebagai ....” (hal 64).
Seharusnya bukan ‘dikandung oleh Roh Kudus’ karena ini
akan menunjukkan bahwa Roh Kudusnya yang mengandung! Yang benar adalah ‘dikandung dari pada / dari Roh
Kudus’ (bandingkan dengan
12 Pengakuan Iman Rasuli).
Bdk. Mat 1:18 - “Kelahiran
Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibuNya, bertunangan
dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka
hidup sebagai suami isteri”.
2) “Kalau kita
hanya mempedulikan makanan dan seks, saling menerkam, sepanjang hidup
mengembara tanpa tujuan dan hanya untuk mencari kesenangan pribadi serta hidup
hanya menuruti naluri, maka itu berarti bahwa kita benar-benar telah hidup
setaraf dengan binatang. Namun, binatang pun tidak merusak lingkungannya
seperti kita. Binatang juga tidak merusak dan mencemari mental, fisik, dan
keadaan sosial seperti yang telah kita lakukan. Tingkah laku manusia yang
semacam itulah yang akhirnya dinilai sejajar dengan perilaku binatang. Penilaian
itu selanjutnya telah melahirkan teori bahwa umat manusia berasal dari binatang.” (hal 122).
Apa iya teori itu yang melahirkan teori evolusi? Saya
sama sekali tidak percaya! Merupakan sesuatu yang mustahil kalau para ahli ilmu
pengetahuan itu, yang hampir semuanya kafir dan bahkan anti Alkitab / Kristen,
akan begitu rohani dengan memperhatikan perilaku moral manusia yang menyerupai
binatang, atau bahkan lebih buruk dari binatang. Mereka hanya memperhatikan
bentuk yang mirip antara manusia dengan binatang (kera), dan juga tulang-tulang
/ fosil-fosil yang mirip.
3) “Pada waktu
Samuel mengurapi Daud menjadi raja, Saul menjadi amat murka” (hal 126).
Ini salah, karena Saul tidak tahu akan pengurapan itu!
Pengurapan Daud oleh Samuel terjadi dalam 1Sam 16, dan dengan perintah
Tuhan, hal itu disembunyikan dari Saul.
1Sam 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel:
‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak
sebagai raja atas Israel?
Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada
Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang
raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata: ‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika
Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor
lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN.
(3) Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan
memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang
akan Kusebut kepadamu.’ (4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan
tibalah ia di kota
Betlehem. Para tua-tua di kota
itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini
membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan
korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke
upacara pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang
laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu”.
Setelah Daud mengalahkan Goliat dalam 1Sam 17, ia
dipanggil menghadap Saul, dan dijadikan kepala prajurit (1Sam 18:5). Saul baru
mulai tidak senang kepada Daud karena Daud dipuji lebih dari dirinya (1Sam
18:6-dst).
4) “Martin Luther.
... Orang-orang yang mempercayai firman tersebut dan mengikuti Luther kemudian
disebut sebagai ‘kaum Lutheran’, ...”
(hal 139).
Orang ini tidak mengerti sejarah! Orang Lutheran bukan
mengikuti Martin Luther, tetapi mengikuti Philip Melanchton, pengganti dari
Martin Luther. Karena itu, teologia mereka bukan Calvinist (seperti Luther),
tetapi Arminian (seperti Philip Melanchton)!
5) “Usus buntu, yang menyerap bagi dirinya sendiri seluruh vitalitas yang
sebenarnya dimaksudkan untuk kelangsungan hidup seluruh tubuh, adalah bagian
tubuh manusia yang sering harus dihilangkan demi kesehatan tubuh. Membiarkan
satu anggota tubuh menguasai fungsi anggota-anggota yang lainnya adalah
tindakan yang dapat mematikan” (hal 109).
Ini ilmu kedokteran dari mana? Usus buntu menyerap
bagi dirinya sendiri
seluruh vitalitas yang sebenarnya
dimaksudkan untuk kelangsungan hidup seluruh tubuh? Juga usus buntu (umbai cacing!) kalau dihilangkan,
itu bukan demi kesehatan seluruh tubuh, tetapi karena usus buntu / umbai cacing
itu bermasalah!
6) “Kemudian dengan
mengandalkan pengalaman tersebut, mereka menyerbu kota Ai, namun ternyata justru mengalami
kekalahan hebat (Yosua 6-7). Penyebabnya adalah: mereka merasa sudah kuat
sehingga lupa berdoa” (hal 149).
Ini ngawur / salah. Mereka kalah bukan
karena ‘mengandalkan
pengalaman’, dan juga
bukan karena ‘merasa
sudah kuat sehingga lupa berdoa’! Mereka kalah karena pencurian yang dilakukan oleh Akhan! Ini
dinyatakan secara explicit dalam Yos 7:10-12 - “(10)
Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: ‘Bangunlah! Mengapa engkau sujud
demikian? (11) Orang Israel
telah berbuat dosa, mereka melanggar perjanjianKu yang Kuperintahkan kepada
mereka, mereka mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu,
mereka mencurinya, mereka menyembunyikannya dan mereka menaruhnya di antara
barang-barangnya. (12) Sebab itu orang Israel tidak dapat bertahan
menghadapi musuhnya. Mereka membelakangi musuhnya, sebab mereka itupun
dikhususkan untuk ditumpas. Aku tidak akan menyertai kamu lagi jika
barang-barang yang dikhususkan itu tidak kamu punahkan dari tengah-tengahmu”.
7) “Nehemia
bersikap loyal terhadap visi untuk membangun kembali tembok dan Bait Suci di
Yerusalem ketika bangsa Israel
kembali dari pembuangan. Ia membangun Bait Suci itu dengan mempertaruhkan
nyawanya; dengan satu tangannya memegang peralatan dan tangan yang lain
memegang senjata. Meskipun bait itu kemudian dikenal sebagai Bait Zerubabel,
namun penghargaan tetap diberikan kepada Nehemia dan orang-orang yang setia
menyertainya” (hal 161).
Dia ngawur lagi. Nehemia tidak membangun Bait Suci,
tetapi hanya tembok Yerusalem! Itu adalah dua hal yang sangat berbeda.
Neh 2:17 - “Berkatalah aku
kepada mereka: ‘Kamu lihat kemalangan yang kita alami, yakni Yerusalem telah
menjadi reruntuhan dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar. Mari, kita
bangun kembali tembok Yerusalem, supaya kita tidak lagi dicela.’”.
Neh 4:7 - “Ketika Sanbalat
dan Tobia serta orang Arab dan orang Amon dan orang Asdod mendengar, bahwa pekerjaan
perbaikan tembok Yerusalem maju dan bahwa lobang-lobang tembok mulai
tertutup, maka sangat marahlah mereka”.
Neh 12:27 - “Pada
pentahbisan tembok Yerusalem orang-orang Lewi dipanggil dari segala
tempat mereka dan dibawa ke Yerusalem untuk mengadakan pentahbisan yang meriah
dengan ucapan syukur dan kidung, dengan ceracap, gambus dan kecapi”.
Pembangunan kembali Bait Allah dilakukan oleh
Zerubabel dan kawan-kawannya (baca kitab Ezra 1-6).
8) “Nabi Natan
menegur Raja Daud dengan mengatakan bahwa perzinaannya dengan Batsyeba
merupakan penghujatan bagi nama Yehova” (hal 163).
Ini salah. Nabi Natan tak pernah mengatakan bahwa
perzinahan Daud dengan Batsyeba merupakan penghujatan bagi nama Yehovah /
TUHAN.
2Sam 12:9 - “Mengapa
engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mataNya? Uria,
orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi
isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon”.
KJV: ‘despised
the commandment of the LORD’ (= menganggap hina / memandang rendah perintah
/ hukum TUHAN).
RSV/NIV/NASB: ‘despised
the word of the LORD’ (= menganggap hina / memandang rendah firman TUHAN).
Yang paling benar adalah terjemahan RSV/NIV/NASB. Jadi
Natan mengatakan bahwa dengan tindakannya itu Daud memandang rendah firman
Tuhan.
9) “Allah
secara langsung memerintahkan Adam untuk tidak menyentuh buah pohon
pengetahuan yang ada di tengah Taman Eden.
... Selanjutnya ketika Adam dan Hawa mendengar suara Allah memanggil mereka di
Taman Eden untuk bersekutu denganNya, mereka pun bersembunyi. Ketika Allah
bertanya kepada Adam, ia mengakui bahwa ia bersembunyi karena merasa
bersalah dan ketakutan. Pertanyaan Allah selanjutnya adalah apakah Adam
telah melanggar perintahNya dan memakan buah itu” (hal 226).
Ia ngawur saja dalam menceritakan. ‘Tidak menyentuh’? Itu kata-kata Hawa yang menambahi firman!
Juga Adam tidak pernah mengaku bersalah! Dan kalau
Adam sudah mengaku bersalah, mengapa kemudian ditanya lagi tentang apakah ia
sudah makan buah itu??
Kej 3:2-3,9-12 - “(2) Lalu sahut perempuan itu
kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, (3) tetapi
tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan
kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’ ... (9) Tetapi TUHAN
Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’ (10) Ia
menjawab: ‘Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi
takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.’ (11) FirmanNya: ‘Siapakah
yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari
buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?’ (12) Manusia itu menjawab: ‘Perempuan
yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku,
maka kumakan.’”.
10) “Allah
menghendaki Adam benar-benar menjadi seorang pria. Oleh karena itulah Dia
mengajukan pertanyaan berikut ini kepada Adam, ‘Jawab
pertanyaan ini: Engkau memakannya atau tidak?’” (hal 227).
Kapan dan dimana Allah bertanya seperti itu?
11) “Daud, raja Israel,
memiliki seorang sahabat dan penasihat terpercaya bernama Ahitofel
(2Samuel 15), yang memiliki hikmat yang luar biasa dan bertindak sebagai
jurubicara Allah” (hal 294)
Ahitofel adalah jurubicara Allah???
Bdk. 2Sam 16:23 - “Pada waktu itu nasihat yang diberikan Ahitofel
adalah sama dengan petunjuk yang dimintakan dari pada Allah; demikianlah
dinilai setiap nasihat Ahitofel, baik oleh Daud maupun oleh Absalom”.
Ini tidak berarti ia
jurubicara Allah! Apalagi pada saat itu ia sedang memberikan nasehat terkutuk
kepada Absalom, untuk meniduri istri-istri Daud, ayahnya.
12) “Bunuh diri
adalah penyebab kematian nomor dua di kalangan anak muda Amerika” (hal 338).
Apa iya? Kok tak masuk akal.
13) “Menurut penulis
tersebut, falsafah bangsa Yunani kuno adalah, ‘Jangan terlalu membusungkan
dada, nanti dewa-dewa cemburu dan memukulmu roboh.’ ... Saya lebih senang kalau
kita membuang dewa-dewa Yunani kuno itu dan mencoba Allah yang lain. Allah yang tidak pernah cemburu, ... ” (hal 357).
Ini bertentangan dengan dengan:
a) Kel 20:5 - “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang
cemburu, yang membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat
dari orang-orang yang membenci Aku”.
b) Kel 34:14 - “Sebab janganlah engkau sujud menyembah kepada allah
lain, karena TUHAN, yang namaNya Cemburuan, adalah Allah yang cemburu”.
c) Ul
4:24 - “Sebab
TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu”.
d) Ul 6:14-15
- “(14)
Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa
sekelilingmu, (15) sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu di
tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka TUHAN, Allahmu, terhadap engkau,
sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi”.
Apa
point / tujuan saya menunjukkan hal-hal ini? Tujuannya adalah: kalau orang ini
begitu ceroboh dan ngawur dalam fakta-fakta Alkitab, fakta-fakta sejarah, dalam
ilmu pengetahuan, dsb, bagaimana mungkin ia bisa teliti dan benar / nggenah
dalam penafsiran dan pengajaran??
B) Ajaran
tanpa dasar Alkitab, penggunaan ayat-ayat yang salah / tidak cocok, penafsiran
yang salah / kacau.
1) “Keharmonisan hubungan otoritas (papa dan mama) akan menciptakan
suasana rukun atau atmosfer kemesraan bagi anak-anak. Dan Tuhan akan
memerintahkan berkat mengalir atasnya (Mzm 133:1-3)” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 22).
Tanggapan saya: lagi-lagi ini merupakan penggunaan ayat
yang out of context.
Maz 133:1-3 - “(1)
Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah
baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!
(2) Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke
janggut Harun dan ke leher jubahnya. (3) Seperti embun gunung Hermon yang turun
ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat,
kehidupan untuk selama-lamanya”.
Kata ‘saudara-saudara’ dalam text di atas ini jelas menunjuk kepada ‘saudara-saudara seiman’,
bukan kepada ‘keluarga’, tetapi penulis buku ini menerapkannya kepada keluarga.
Jamieson, Fausset & Brown: “The children of Israel, being
all children of God, not only by creation, but also by national adoption, were
all ‘brethren.’ The great festivals were designed to be occasions for realizing
this brotherhood and communion of saints” (= Anak-anak Israel, yang adalah anak-anak Allah, bukan hanya
oleh penciptaan, tetapi juga oleh pengadopsian nasional, adalah
‘saudara-saudara’. Pesta-pesta / perayaan-perayaan besar dirancang untuk
menjadi peristiwa-peristiwa untuk merealisasikan persaudaraan ini dan
persekutuan orang-orang kudus).
2) “Tuhan
menginginkan pria memiliki konsistensi, ketegasan dan kekuatan. Sedangkan wanita
adalah utusan atau dutanya Tuhan bagi pria (Kej 2:22); Tuhan adalah bos
atau penguasanya dan wanita mengemban tugas melaksanakan visi dan misi Tuannya” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 30).
Tanggapan saya: Ini ajaran gila! Kalau demikian, wanita
ada di atas pria! Dan ayat yang digunakan sangat tidak cocok!
Kej 2:22 - “Dan
dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang
perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu”.
Dari mana dari ayat seperti ini bisa
terlihat kalau perempuan itu utusan / duta Tuhan bagi pria, ataupun bahwa
wanita mengemban tugas melaksanakan visi dan misi Tuannya?
3) “Kata ‘bapak’ dalam bahasa Aram ditulis dengan kata ‘Abba’,
yang artinya ‘Source’ (sumber). Kalau sumbernya baik (Excellent), yang terjadi
adalah dibawahnya (anak-anaknya) akan baik pula. Tetapi kalau sumbernya
teracuni, maka yang terjadi dibawahnya (orang-orang yang dia pimpin: keluarga,
masyarakat, bangsa), akan teracuni pula. Ada
pepatah yang berkata: ‘Katakan siapa ayahmu (pemimpinmu) maka saya akan tahu
siapa dirimu!’ Jadi anak-anak ataupun rakyat adalah cermin yang sesungguhnya
dari ayah mereka atau pemimpin mereka. Dalam peristiwa Hollocaust (Nazi
Jerman), karena pemimpin yang salah (pria yang jahat) yang bernama Hitler,
akibatnya jutaan orang Yahudi mati dengan sia-sia di tangan para prajurit Nazi
yang telah dipengaruhi oleh pemimpin mereka. Dalam bukunya yang berjudul
‘Warisan Abadi’ (terbitan Metanoia), penulis Steven J. Lawson menceritakan
tentang satu pria yang bernama Jonathan Edward (pengobar kebangunan rohani di
AS). Pria yang hidup dengan takut akan Tuhan ini mempunyai 1.200 keturunan
dibawahnya yang menjadi orang-orang yang luar biasa. Diantara keturunannya,
banyak yang menjadi misionaris-misionaris yang dipakai Tuhan luarbiasa,
dokter-dokter spesialis, penulis-penulis buku yang bermutu, bahkan salah satu
dari keturunan Jonathan Edward ini telah menjadi wakil presiden AS. Pria yang
besar secara karakter, integritas, dan spiritnya, akan melahirkan gereja yang
kuat, gereja yang kuat akan melahirkan kota
dan bangsa yang kuat. Para pria, ditanganmulah terletak kekuatan dan kebesaran
atas keluarga, gereja, dan bangsa.” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 34).
Tanggapan saya:
a) Saya tak pernah tahu bahwa kata ‘Abba’ bisa berarti ‘sumber’, dan
dari Bible Works 7 maupun Vine’s Expository Dictionary of New Testament Words,
hal itu sama sekali tidak terlihat. Arti kata itu adalah ‘bapa’.
Dalam Alkitab, kata ini muncul 3 x, dan
semuanya menunjukkan bahwa artinya adalah ‘bapa’, yaitu:
·
Mark 14:36
- “KataNya: ‘Ya Abba, ya
Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan ini dari padaKu,
tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.’”.
·
Ro 8:15
- “Sebab kamu tidak menerima
roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima
Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya
Bapa!’”.
·
Gal 4:6
- “Dan karena kamu adalah
anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya
Abba, ya Bapa!’”.
b) Ajaran ini tidak menggunakan dasar Alkitab sama sekali! Sekarang
mari kita perhatikan beberapa hal ini:
1. Kalau bicara tentang sumber teratas / ‘bapa’ teratas kita, maka
itu adalah Adam (Kej 1).
Kis 17:26 - “Dari satu
orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami
seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan
batas-batas kediaman mereka,”.
Dan bukan hanya bahwa sumber / bapa
teratas ini rusak karena kejatuhannya ke dalam dosa, tetapi semua orang sumber
/ bapa teratasnya adalah dia (Adam). Lalu mengapa orang-orang jaman sekarang
ini bisa berbeda-beda, ada yang beriman maupun kafir, ada yang pandai maupun
bodoh, ada yang sukses maupun gagal, ada yang kaya maupun miskin dsb?
2. Banyak contoh sebaliknya. Abraham adalah ‘pria yang agung /
hebat’, bukan? Bagaimana dengan keturunannya, khususnya yang dari Ismael
ataupun dari Esau? Daud adalah pria yang hebat bukan? Bagaimana dengan Absalom,
Adonia, dan Amnon? Yesus adalah ‘pria yang terhebat’, bukan? Juga, bagaimana
dengan Yudas Iskariot? Pemimpinnya adalah Yesus yang maha suci, tetapi
bagaimana kehidupan Yudas Iskariot?
c) Saya ingin membahas contoh yang ia berikan tentang Jonathan
Edward. Ia, sebagai seorang ahli theologia Reformed, adalah orang yang hebat dalam
hal rohani, bukan? Kalau dari keturunannya ada misionaris-misionaris, maka
ini cocok dengan jalan pemikiran dari penulis ini. Tetapi kalau dikatakan bahwa
dari keturunannya ada dokter-dokter spesialis, penulis-penulis buku-buku yang
bermutu (ini buku rohani atau sekuler?), dan wakil presiden, maka contoh-contoh
ini adalah ‘hebat secara sekuler’, dan karena itu sama sekali tidak
cocok dengan Jonathan Edward yang hebat secara rohani!
Jadi, kelihatannya penulis di atas
mencampur-adukkan kesuksesan rohani dan sekuler / duniawi. Menganut Theologia
Kemakmuran?
d) Sekarang kita soroti kata-kata “Pria yang besar
secara karakter, integritas, dan spiritnya, akan melahirkan gereja yang kuat,
gereja yang kuat akan melahirkan kota
dan bangsa yang kuat”.
Saya beranggapan bahwa dalam negara dimana
Kristen merupakan agama minoritas, ini sangat tidak pasti. Sekalipun ada
pendeta yang hebat, membentuk gereja yang hebat, tetapi pengaruhnya atas kota, bangsa dan negara
akan sangat kecil!
e) Sekarang kita soroti kalimat terakhir yaitu: “Para pria, ditanganmulah terletak kekuatan dan kebesaran
atas keluarga, gereja, dan bangsa”.
Kata-kata ini tidak Alkitabiah! Tidak ada
apapun yang tergantung kita, dan tidak ada apapun yang ada di tangan kita.
Semua tergantung Tuhan dan penetapanNya, dan karena itu semua terletak di
tangan Tuhan. Coba bandingkan dengan ayat-ayat ini:
·
Ef 1:4-5
- “(4) Sebab di dalam Dia
Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak
bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula
oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan
kehendakNya”.
·
Maz 75:7-8
- “(7) Sebab bukan dari timur
atau dari barat dan bukan dari padang
gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim:
direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain”.
·
Amsal 16:9
- “Hati manusia
memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya”.
·
Yer 10:23
- “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan
jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya”.
·
Amsal 19:21
- “Banyaklah rancangan di hati
manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana”.
·
Pkh 7:14
- “Pada hari mujur
bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah,
bahwa hari malang
inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat
menemukan sesuatu mengenai masa depannya”.
·
Yes 45:6b-7
- “(6b) Akulah TUHAN dan tidak
ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang
menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat
semuanya ini”.
·
Mat 10:29-30
- “(29) Bukankah burung pipit
dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke
bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung
semuanya”.
·
Yak 4:13-16 - “(13)
Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana
kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang
kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu
sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu
harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini
dan itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan
semua kemegahan yang demikian adalah salah”.
4) “Pria yang sudah ditebus
oleh darah Yesus adalah pria yang
hidup dalam terang. Dan ciri dari terang adalah hidup secara terang-terangan /
keterbukaan. Pengakuan adalah kunci pemulihan. Jangan takut mengaku kalau
memang salah. Akui dan minta maaf” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 8).
“Kunci
utama sebuah komunikasi yang berhasil adalah keterbukaan, sebaliknya
ketertutupan adalah hal yang menghancurkan komunikasi. Para
pria, terbukalah di hadapan Tuhan, keluarga, dan di hadapan orang lain” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 36).
Tanggapan saya: penulis ini mengatakan bahwa ‘ciri
dari terang adalah hidup secara terang-terangan / keterbukaan’. Mana dasar Alkitabnya?
Kalau dalam Alkitab, orang yang adalah
anak terang, diharuskan hidup dalam terang (hidup saleh), dalam arti tidak ikut
dalam perbuatan kegelapan / dosa, sebaliknya menelanjangi perbuatan-perbuatan
itu (menyatakan dosa). Ini berbeda dengan hidup secara terang-terangan /
keterbukaan.
Ef 5:8-13 - “(8)
Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di
dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, (9) karena terang
hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, (10) dan ujilah apa yang
berkenan kepada Tuhan. (11) Janganlah turut mengambil bagian dalam
perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya
telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. (12) Sebab menyebutkan sajapun apa yang
dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. (13)
Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak,
sebab semua yang nampak adalah terang”.
Mat 5:14-16 - “(14)
Kamu adalah terang dunia. Kota
yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (15) Lagipula orang
tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas
kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. (16) Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.
Memang dalam hal-hal tertentu orang
Kristen harus cukup mempunyai keterbukaan. Tetapi pertanyaannya adalah: seterbuka
apa? Jujur tidak berarti harus membuka semua rahasia kita!
Contoh:
a) 1Sam 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel:
‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak
sebagai raja atas Israel?
Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada
Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang
raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata: ‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika
Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor lembu
muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. (3)
Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan
memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang
akan Kusebut kepadamu.’ (4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan
tibalah ia di kota
Betlehem. Para tua-tua di kota
itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini
membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan
korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara
pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki
dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu”.
Tuhan sendiri tidak menyuruh Samuel
bersikap terbuka! Tetapi perlu dicamkan bahwa memberitakan setengah kebenaran
seperti ini hanya boleh dilakukan terhadap orang-orang jahat yang memang tidak
berhak mendapatkan / mengetahui kebenaran.
b) Yesus dari semula tahu kalau Yudas Iskariot akan mengkhianati Dia,
tetapi Ia tidak pernah ‘terbuka’ dalam hal itu!
Yoh 6:64 - “Tetapi
di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang
tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia”.
Tetapi Ia tak pernah terbuka dalam hal itu,
sehingga sampai pengkhianatan itu terjadi, tak seorang muridpun tahu akan hal
itu.
Catatan: saya sering mendengar bahwa dalam
camp-camp yang mereka adakan, para pria diajarkan untuk mengakui perzinahan
mereka kepada istri mereka, dan bahkan harus mengakuinya di depan umum. Dalam camp pria
maximal yang saya ikuti hal itu tidak pernah dinyatakan secara explicit. Memang
disuruh terbuka, tetapi tidak pernah dikatakan bahwa harus mengakui perzinahan
kepada istri / umum. Mungkin ada perbedaan antara camp yang saya ikuti dan
camp-camp yang lain.
Saya sendiri tidak pernah setuju kalau
pria harus mengakui perzinahan seperti itu. Kalau ia berzinah dan istri / umum
tidak mengetahui hal itu, ia cukup mengaku dosa kepada Tuhan, dan bertobat dari
perzinahannya. Mengakui kepada istri, menurut saya, hanya akan menyebabkan
istri sangat sakit hati. Dan perlu diingat bahwa dalam kasus seperti itu, istri
boleh menceraikan suaminya dan lalu kawin lagi. Jadi, pengakuan seperti itu
membuka jalan bagi perceraian!
Mat 19:9 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Mat 5:32 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena
zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan
perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
5) “Bila Tuhan memulihkan seorang pria bagi keluarganya, Dia juga
menyelamatkan seluruh keluarganya. Bila keluarga terselamatkan, berarti bangsa
juga telah terselamatkan”
(‘Hikmat Bagi Pria’, hal 77).
Tanggapan saya:
Ini ajaran sesat dan tolol, dan mana dasar
Alkitabnya? Mungkinkah Kis 16:31 yang ada dalam pikirannya?
Kis 16:31 - “Jawab
mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau
dan seisi rumahmu.’”.
Ayat ini sama sekali tidak cocok, karena
arti ayatnya bukan demikian. Alkitab tidak pernah mengajar bahwa keselamatan
bisa ‘borongan’ seperti itu! Kita tidak bisa ‘nunut’ iman dari orang tua kita!
Baik iman maupun keselamatan merupakan persoalan individuil / pribadi.
Contoh: Abraham selamat, mengapa Hagar dan
Ismael tidak? Ishak selamat, mengapa Esau tidak? Daud selamat, mengapa Absalom
tidak?
Jadi, ayat itu harus diartikan sebagai
berikut: percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan kamu akan selamat. Untuk
keluargamu, mereka juga harus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan mereka
akan selamat.
Kalau dikatakan bahwa berdasarkan ayat
ini, satu orang selamat maka keluarganya akan selamat, itu sudah salah.
Lebih-lebih kalau dikatakan seluruh bangsa selamat! Ini betul-betul merupakan
kegilaan!
6) “Alkitab berkata bahwa Yesus belajar taat untuk mencapai
kesempurnaanNya sebagai manusia” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 82).
Kata-kata ini muncul berkenaan dengan Ibr
5:8-9 - “(8) Dan sekalipun Ia adalah Anak,
Ia telah belajar
menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya, (9) dan sesudah Ia
mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi
semua orang yang taat kepadaNya”.
Tanggapan saya:
Apakah Yesus dikatakan belajar taat untuk
mencapai kesempurnaanNya sebagai manusia? Ayatnya sendiri tidak
mengatakan hal itu, lalu dari mana si penulis menyimpulkan hal itu?
Kontext dari ayat ini (Ibr 5) adalah Yesus
sebagai Imam Besar.
Ibr 5:1-10 - “(1)
Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan
bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan
persembahan dan korban karena dosa. (2) Ia harus dapat mengerti orang-orang
yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan,
(3) yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja
bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. (4) Dan tidak seorangpun yang
mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh
Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun. (5) Demikian pula Kristus tidak
memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan
oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan
pada hari ini’, (6) sebagaimana firmanNya dalam suatu nas lain: ‘Engkau adalah Imam
untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.’ (7) Dalam hidupNya
sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap
tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan
karena kesalehanNya Ia telah didengarkan. (8) Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia
telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya, (9) dan sesudah Ia
mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua
orang yang taat kepadaNya, (10) dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh
Allah, menurut peraturan Melkisedek”.
Jadi, yang dimaksudkan dengan kata
‘kesempurnaan’ dalam Ibr 5:9 adalah kesempurnaanNya sebagai Imam Besar.
Dengan Ia
rela menderita dan mati untuk menebus dosa kita, maka Ia menjadi Imam Besar
yang sempurna bagi kita! Sebaliknya, tanpa korban diriNya sendiri itu, Yesus
tidak bisa menjadi Imam Besar bagi kita!
Adam Clarke: “he was made perfect as a
high priest by offering himself a sacrifice for sin, Heb 8:3” (= Ia dibuat sempurna sebagai
seorang Imam Besar dengan mempersembahkan diriNya sebagai suatu korban
untuk dosa, Ibr 8:3).
Ibr 8:3 - “Sebab
setiap Imam Besar ditetapkan untuk mempersembahkan korban dan persembahan dan
karena itu Yesus perlu mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan”.
7) “Pada masa pemerintahan para hakim, umat Israel pernah
dipimpin oleh Gideon yang kemudian mati dan meninggalkan 70 orang anak. Salah
satunya bernama Yotam (Hakim-hakim 9:7-15). Para pemuka warga saat itu
menobatkan Abimelekh, saudara tiri Yotam, menjadi raja dan mendorong Abimelekh
untuk membunuh semua saudaranya demi mempertahankan takhtanya. Tetapi,
Yotam berhasil lolos. Setelah mendengar kabar tentang kematian
saudara-saudaranya itu, Yotam pergi ke Gunung Gerizim dan berdiri di atasnya,
lalu menegur tindakan warga kota
Sikhem dengan cara menyampaikan perumpamaan tentang semak duri. Dalam
perumpamaan itu dikisahkan bahwa pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur
semuanya menolak untuk menjadi raja karena pohon-pohon tersebut sudah cukup
puas dengan keadaan mereka. Pohon-pohon itu kemudian meminta semak duri menjadi
raja mereka. Semak duri mengabulkan permintaan mereka dan dengan angkuhnya
mengajukan suatu tuntutan yang jauh melampaui nilai dirinya yang sebenarnya. Ia
menuntut agar pohon-pohon lain itu merendahkan diri dan datang membungkuk di
bawah naungannya. Jika pohon-pohon itu tidak bersedia, maka akan keluar api
dari semak duri itu dan membakar habis semua pohon itu. Yotam memakai
perumpamaan di atas untuk menyampaikan nubuat atas Abimelekh dan para
pendukungnya. Abimelekh yang saat itu telah dinobatkan menjadi raja dinubuatkan
bahwa akhirnya ia justru akan menjadi musuh warga kota Sikhem karena ia beserta para
pendukungnya tidak memiliki kualitas yang diperlukan untuk menjadi pemimpin
yang baik. Perumpamaan tersebut menggambarkan
tentang orang berkualitas tinggi yang sebenarnya pantas menjadi pemimpin
ternyata tidak bersedia untuk memimpin dan mengabdi kepada masyarakat karena
mereka sudah puas dengan dirinya dan ingin mempertahankan kekayaan serta
kedudukan mereka. Sekarang ini pun kita banyak menjumpai orang-orang dengan
kemampuan yang hebat yang tidak bersedia mengabdi kepada masyarakat. Akhirnya,
kursi kepemimpinan yang kosong itu diduduki oleh orang-orang ambisius yang sebenarnya
tidak memiliki kualitas apa pun, dan dengan sombongnya mereka mengajukan
berbagai tuntutan kepada masyarakat yang sebenarnya harus diabdi dan
dilayaninya”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 14-15).
Tanggapan saya:
Hak 9:1-20 - “(1)
Adapun Abimelekh bin Yerubaal pergi ke Sikhem kepada saudara-saudara ibunya dan
berkata kepada mereka dan kepada seluruh kaum dari pihak keluarga ibunya: (2) ‘Tolong
katakan kepada seluruh warga kota
Sikhem: Manakah yang lebih baik bagimu: tujuh puluh orang memerintah kamu, yaitu
semua anak Yerubaal, atau satu orang? Dan ingat juga, bahwa aku darah
dagingmu.’ (3) Lalu saudara-saudara ibunya mengatakan hal ihwalnya kepada
seluruh warga kota
Sikhem, maka condonglah hati orang-orang itu
untuk mengikuti Abimelekh, sebab kata mereka: ‘Memang ia saudara kita.’ (4)
Sesudah itu mereka memberikan kepadanya tujuh puluh uang perak dari kuil
Baal-Berit, lalu Abimelekh memberi perak itu sebagai upah kepada
petualang-petualang dan orang-orang nekat supaya mengikuti dia. (5) Ia pergi
ke rumah ayahnya di Ofra, lalu membunuh saudara-saudaranya, anak-anak Yerubaal,
tujuh puluh orang, di atas satu batu. Tetapi Yotam, anak bungsu Yerubaal
tinggal hidup, karena ia menyembunyikan diri. (6) Kemudian berkumpullah seluruh warga kota Sikhem dan seluruh Bet-Milo; mereka
pergi menobatkan Abimelekh menjadi raja dekat pohon tarbantin di tugu
peringatan yang di Sikhem. (7) Setelah hal itu dikabarkan kepada Yotam,
pergilah ia ke gunung Gerizim dan berdiri di atasnya, lalu berserulah ia dengan
suara nyaring kepada mereka: ‘Dengarkanlah aku, kamu warga kota Sikhem, maka Allah akan mendengarkan
kamu juga. (8) Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi
raja atas mereka. Kata mereka kepada pohon zaitun: Jadilah raja atas kami! (9)
Tetapi jawab pohon zaitun itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan minyakku
yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas
pohon-pohon? (10) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon ara: Marilah, jadilah
raja atas kami! (11) Tetapi jawab pohon ara itu kepada mereka: Masakan aku
meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi melayang di atas
pohon-pohon? (12) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon anggur: Marilah,
jadilah raja atas kami! (13) Tetapi jawab pohon anggur itu kepada mereka:
Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan
manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (14) Lalu kata segala pohon
itu kepada semak duri: Marilah, jadilah raja atas kami! (15) Jawab semak duri
itu kepada pohon-pohon itu: Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi
raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak,
biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di
gunung Libanon. (16) Maka sekarang, jika kamu berlaku setia dan tulus ikhlas
dengan membuat Abimelekh menjadi raja, dan jika kamu berbuat yang baik kepada
Yerubaal dan kepada keturunannya dan jika kamu membalaskan kepadanya seimbang
dengan jasanya - (17) bukankah ayahku telah berperang membela kamu dan
menyabung nyawanya, dan telah melepaskan kamu dari tangan orang Midian, (18)
padahal kamu sekarang memberontak terhadap keturunan ayahku dan membunuh
anak-anaknya, tujuh puluh orang banyaknya, di atas satu batu, serta membuat
Abimelekh anak seorang budaknya perempuan menjadi raja atas warga kota Sikhem,
karena ia saudaramu - (19) jadi jika kamu pada hari ini berlaku setia dan tulus
ikhlas kepada Yerubaal dan keturunannya, maka silakanlah kamu bersukacita atas
Abimelekh dan silakanlah ia bersukacita atas kamu. (20) Tetapi jika tidak
demikian, maka biarlah api keluar dari pada Abimelekh dan memakan habis warga kota Sikhem dan juga Bet-Milo, dan biarlah api keluar dari
pada warga kota
Sikhem dan juga dari Bet-Milo dan memakan habis Abimelekh.’”.
a) Perhatikan bahwa penceritaannya saja sudah memberikan fakta-fakta
yang salah. Kesalahannya adalah:
1. Penulis di atas mengatakan bahwa pengangkatan Abimelekh menjadi
raja mendorongnya untuk membunuh saudara-saudaranya. Ini salah, karena
Abimelekh sudah mempunyai rencana lebih dulu untuk membasmi saudara-saudaranya
(ay 2). Lalu ay 3 menunjukkan warga Sikhem condong kepada dia. Lalu ay 5
Abimelekh membunuh saudara-saudaranya, dan baru dalam ay 6 ia dinobatkan
menjadi raja.
2. Kata-kata “Jika pohon-pohon itu tidak bersedia,
maka akan keluar api dari semak duri itu dan membakar habis semua pohon itu”, kelihatannya menunjukkan bahwa api itu
akan membakar pohon-pohon yang tidak mau dijadikan raja itu (zaitun, ara,
anggur), padahal kalau dilihat dari text Alkitabnya, yang terbakar adalah
pohon-pohon aras di gunung Lebanon
(ay 15).
b) Penafsirannya.
Pada bagian yang saya beri garis bawah
ganda, terlihat bahwa Edwin Louis Cole menyalahkan pohon zaitun, ara, anggur,
karena mereka tidak mau dijadikan raja. Benarkah penafsirannya? Bandingkan
dengan kata-kata Albert Barnes di bawah ini.
Barnes’ Notes (tentang Hak 9:14): “The application is obvious.
The noble Gideon and his worthy sons had declined the proffered kingdom.
The vile, base-born Abimelech had accepted it, and his act would turn out to
the mutual ruin of himself and his subjects” (= Penerapannya jelas. Gideon yang mulia dan anak-anaknya yang
layak / berharga telah menolak kerajaan yang diajukan. Abimelekh yang keji
/ hina, dilahirkan dengan hina, telah menerimanya, dan tindakannya akan
menghasilkan kehancuran bersama dari dirinya sendiri dan para bawahannya).
Matthew Henry: “when the trees were
disposed to choose a king the government was offered to those valuable trees
the olive, the fig-tree, and the vine, but they refused it, choosing rather to
serve than rule, to do good than bear sway. ... He hereby applauds the generous
modesty of Gideon, and the other judges who were before him, and perhaps of the
sons of Gideon, who had declined accepting the state and power of kings when
they might have had them, and likewise shows that it is in general the temper
of all wise and good men to decline preferment and to choose rather to be
useful than to be great” (=
pada waktu pohon-pohon mengatur untuk memilih seorang raja, pemerintahan
ditawarkan kepada pohon-pohon yang berhrga itu, pohon zaitun, pohon ara, dan
pohon anggur, tetapi mereka menolaknya, dan sebaliknya lebih memilih untuk
melayani dari pada memerintah, melakukan yang baik dari pada mengemban
kekuasaan. ... Dengan ini ia menghargai kesederhanaan / kerendahan hati yang
banyak sekali dari Gideon, dan hakim-hakim yang lain sebelum dia, dan mungkin
anak-anak Gideon, yang telah menolak untuk menerima negara dan kekuasaan dari
raja-raja pada waktu mereka bisa mendapatkannya, dan juga menunjukkan bahwa itu
secara umum merupakan sifat / watak dari semua orang-orang yang bijaksana dan
baik untuk menolak kedudukan yang lebih tinggi dan sebaliknya lebih memilih
untuk menjadi berguna dari pada untuk menjadi besar).
Saya setuju dengan kedua penafsir di atas,
dan saya berpendapat bahwa mereka tidak mau karena mereka tahu bahwa mereka
mempunyai tugas / kegunaan lain yang lebih mulia. Dan penolakan ini justru
merupakan tindakan yang benar.
Ada orang yang mengatakan: “If
God calls you to be a preacher, do not stoop down to be a king!” (= Jika Allah memanggilmu untuk menjadi
seorang pengkhotbah, janganlah merendahkan diri untuk menjadi seorang raja).
Bandingkan dengan pendeta-pendeta yang mau
meninggalkan kependetaan mereka karena menjadi caleg!
8) “Ketika kami pulang malam itu, saya masih ingat bahwa saya sempat
meninju setir mobil dengan perasaan kecewa dan duka. Nancy bertanya mengapa
saya berbuat demikian dan saya utarakan penyebabnya, ‘Mereka semua berbicara
tentang rumah baru, kapal layar, dan olahraga yang dinikmati anak-anaknya -
namun tidak seorang anak pun yang mengenal Yesus sebagai Juruselamat. Mereka
mengganti keselamatan dengan kebudayaan.’ Penggantian semacam ini
bukanlah hal yang baru. Pada masa raja-raja Israel, anak Salomo, Raja
Rehabeam, melakukan suatu kompromi yang akhirnya melemahkan bangsanya sendiri
sehingga musuh-musuh berhasil menyerang Bait Allah dan menjarah semua perisai
emas yang disimpan di sana. Rehabeam kemudian mengganti perisai emas itu
dengan perisai tembaga (2Tawarikh 12:9-10).
Ada
suatu pelajaran yang dapat kita tarik dari sini. Hal itu melambangkan
penggantian keilahian dengan kemanusiawian, iman dengan perbuatan, hal-hal yang
terbaik dari yang cukup baik, kebenaran dengan kehormatan” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 32).
Tanggapan saya:
Ini pengalegorian yang tidak pada
tempatnya! Cerita sejarah tidak boleh diartikan secara alegoris / lambang! Dan
kalau perisai emas melambangkan keilahian, pada waktu perisai emas itu dijarah
oleh para musuh, itu melambangkan apa? Keilahian dijarah? Iman dijarah? Hal-hal
yang terbaik dijarah? Kebenaran dijarah?
9) “Dengan mengangkat tongkatnya, Musa memuliakan Allah dan
menggenapi pekerjaanNya di muka bumi ini. Tetapi ketika ia melemparkannya,
tongkat itu pun berubah menjadi ular. Demikian pula roh yang terdapat dalam
diri manusia. Apabila roh tersebut berada dalam genggaman kuasa Roh Kudus dan
otoritas firman Tuhan, ia akan mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Namun,
apabila kita tidak dikuasai oleh Roh Kudus, maka pikiran, hati, dan kehendak
kita pun akan ‘lepas kendali’, tidak terkuasai dan kita pun kembali pada tabiat
lama yang keinginannya selalu bertentangan dengan keinginan Allah” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 71-72).
Tanggapan saya:
Ini lagi-lagi merupakan pengalegorian yang
tidak pada tempatnya! Cerita sejarah tidak boleh diartikan secara alegoris /
lambang! Kelihatannya ia melambangkan tongkat Musa sebagai roh manusia, dan
tangan Musa sebagai genggaman kuasa Roh Kudus dan otoritas firman Tuhan. Dengan
hak / otoritas apa / siapa Edwin Louis Cole melambangkan seperti itu? Menurut
saya, inilah contoh dari penafsiran yang ‘lepas kendali’!
10) “Pada saat ‘Yobel’, utang-utang dihapuskan, tanah dipulihkan, dan
orang-orang berkesempatan untuk memulai sesuatu dari awal kembali (Imamat
25:8-55). Pengampunan semacam itu adalah lambang kematian dan kebangkitan” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 82).
Tanggapan saya:
Tahun Yobel merupakan lambang kematian dan
kebangkitan? Ini lagi-lagi merupakan suatu pengalegorian yang tidak pada
tempatnya!
11) “Selain ada kematian, ada pula ‘roh kematian’. Roh
kematian itu mirip dengan gejala penyakit. Orang yang baru mengalami gejala
suatu penyakit belum tentu benar-benar menderita penyakit tersebut, karena
sering kali gejala-gejala tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya
sakit, padahal sesungguhnya ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut
ditolak, disangkal, dan ditengking, maka gejala-gejala itu tidak akan
mendatangkan pengaruh apa pun. ‘Roh kematian’ sering kali hanya berusaha
menekan agar manusia tunduk dan menyerah kepada kematian, namun kalau roh itu
diusir dalam nama Yesus, kematian itu pun tidak akan dapat menelan mangsanya” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 82-83).
“Allah
tidak membiarkan Elia mati, tetapi membantunya untuk bangkit kembali. Allah
membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia, lalu memulihkan keadaan Elia
sehingga ...” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 83-84).
Tanggapan saya:
a) Ini
betul-betul merupakan ‘ajaran baru’! ‘Roh kematian’?
b) Ia mengatakan ‘roh
kematian itu mirip dengan gejala penyakit’. Mirip berarti tidak sama. tetapi dalam
pembahasan selanjutnya, ia menyamakan kedua hal itu.
c) Ia mengatakan ‘Orang yang baru mengalami gejala suatu
penyakit belum tentu benar-benar menderita penyakit tersebut, karena sering
kali gejala-gejala tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya sakit,
padahal sesungguhnya ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut ditolak,
disangkal, dan ditengking, maka gejala-gejala itu tidak akan mendatangkan
pengaruh apa pun’.
Saya pikir orang ini IQnya rendah sehingga
kata-katanya saling bertentangan satu sama lain. Kalau gejala itu bukan
penyakit, dan orang yang mengalami gejala itu sebetulnya tidak sakit, lalu
untuk apa gejala itu ditolak, disangkal, ditengking dan sebagainya? Kalau memang
tidak sakit, biarkan saja!
d) Alkitab bagian mana yang mengajar kita untuk ‘menengking
penyakit’? Memang kalau setan merasuk seseorang dan menimbulkan penyakit, yang
seperti itu bisa ditengking setannya. Kalau setan itu keluar, penyakitnya
sembuh. Tetapi penyakit biasa, yang tidak ditimbulkan oleh setan yang merasuk,
tidak bisa ditengking! Tak ada ayat Alkitab manapun yang mengajar kita
menengking penyakit.
e) Di Alkitab sebelah mana ada ajaran tentang menengking roh
kematian? Dan ia mengajar untuk menengking roh kematian itu dalam nama Yesus.
Itu berarti ia menganggap roh kematian itu adalah setan atau dari setan. Apakah
setan bisa membunuh siapapun tanpa ijin Tuhan? Dan kalau Tuhan ijinkan ia
membunuh, bisakah hal itu ditengking untuk menggagalkan hal itu? Betul-betul
suatu kegilaan!
f) Kalau semua orang menengking roh kematian, sehingga semua orang
tidak mati-mati, apakah semua orang akan hidup kekal di dunia ini? Lalu
bagaimana dengan Ro 6:23 yang mengatakan ‘upah dosa ialah maut’?
g) Dalam kasus Elia, mengapa tanpa penengkingan roh kematian, Elia
tetap tidak jadi mati? Juga perlu dicamkan bahwa Elia tidak sakit, ia hanya
ingin mati karena merasa pelayanannya gagal (1Raja 19:1-4). Lalu untuk apa
Allah membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia?
12) “Meskipun Paulus sudah terlepas dari belenggu dosa, namun bayangan
masa lalunya masih terus mengikutinya. Pada masa ia sedang gencar-gencarnya
menganiaya orang Kristen, ia telah memerintahkan agar mereka dipenjarakan,
dibunuh, atau dilempari batu. Setelah menjadi orang percaya, ia melakukan
ibadah bersama-sama dengan kaum ibu yang menjadi janda karena kebencian Paulus
dahulu terhadap orang Kristen, dan dengan bapak-bapak yang anaknya mati akibat
penganiayaan yang dilakukannya. Rasa bersalah dari masa lalunya itu
merupakan beban yang terlalu berat untuk ditanggungnya. Ia membandingkan
dirinya dengan orang-orang yang dihakimi karena bersalah melakukan pembunuhan
yang direncanakan. Pada waktu itu hukuman yang dijatuhkan bagi orang-orang yang
terbukti secara sengaja merencanakan dan melakukan pembunuhan terasa tidak
lazim bagi kita, namun benar-benar sepadan dengan kejahatan yang telah
diperbuat, yaitu mayat korban pembunuhan akan
diikatkan dengan rantai pada tubuh orang yang telah membunuhnya, sehingga ke
mana pun pembunuh itu pergi, ia terpaksa menyeret-nyeret mayat itu. Dengan
sendirinya pembunuh itu akan dikucilkan oleh masyarakat, sehingga akan sulit
baginya untuk tetap bertahan hidup. ... Begitulah Paulus menggambarkan
keadaan dirinya, di mana ia merasa seolah-olah dosa, rasa bersalah, dan aib
dari masa lalunya itu diikatkan dengan rantai pada dirinya. Semuanya itu
menjadi suatu beban yang terlalu berat untuk ditanggung, dan kalau tidak
dilepaskan, beban itu akhirnya akan membunuhnya. Tetapi, kemudian ia mendapatkan
kebebasan dari semua belenggu masa lalunya itu. Adapun kebebasan itu ia peroleh
dari sumber yang juga telah memberitakan kabar keselamatan bagi dirinya. Ia
ingin seluruh dunia mengetahui hal ini, maka ia menulis, ‘Syukurlah kepada
Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.’ Ia sudah bebas!” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 84-85).
Tanggapan saya:
a) Seluruh kontext sama sekali tidak berbicara tentang bayangan
kesalahan masa lalu Paulus, tetapi dosa-dosa yang saat itu tetap ia perbuat.
Perhatikan sendiri seluruh kontext di bawah ini, adakah sedikit saja yang
berhubungan dengan dosa-dosa pada masa lalu dari Paulus?
Ro 7:13-26 - “(13)
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak!
Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik
untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata
lagi keadaannya sebagai dosa. (14) Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah
rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. (15) Sebab apa
yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku
perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi jika aku
perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu
baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang
ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku
sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di
dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang
aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku
kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat apa
yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa
yang diam di dalam aku. (21) Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku
menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. (22) Sebab di
dalam batinku aku suka akan hukum Allah, (23) tetapi di dalam anggota-anggota
tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan
membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota
tubuhku. (24) Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh
maut ini? (25) Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (26) Jadi
dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku
melayani hukum dosa”.
b) Saya pernah membaca tentang hukuman seperti yang diceritakan oleh
Edwin Louis Cole, dimana orang dijatuhi hukuman dengan suatu mayat yang
diikatkan pada tubuhnya. Tetapi mayat itu bukan orang yang dibunuh oleh
orang yang dijatuhi hukuman itu! Disamping, apakah Paulus memang
memaksudkan hukuman seperti itu, merupakan sesuatu yang sedikitnya perlu
disangsikan, dan menurut saya pasti salah! Bandingkan dengan kata-kata dari
beberapa penafsir di bawah ini tentang hal itu.
Calvin
(tentang Ro 7:24): “By
the ‘body
of death’ he means the whole mass of
sin, or those ingredients of which the whole man is composed; except that in
him there remained only relics, by the captive bonds of which he was held” (=
Dengan ‘tubuh maut’ ia memaksudkan seluruh massa dosa, atau bahan-bahan /
unsur-unsur yang membentuk seluruh manusia; kecuali bahwa dalam dia tersisa
hanya peninggalan-peninggalan, oleh ikatan tahanan yang menahan dia).
Barnes’ Notes (tentang Ro 7:24): “It indicates, ... An
earnest wish to be delivered from it. Some have supposed that he refers to
a custom practiced by ancient tyrants, of binding a dead body to a captive as a
punishment, and compelling him to drag the cumbersome and offensive burden with
him wherever he went. I do not see any
evidence that the apostle had this in view. But such a fact may be used as
a striking and perhaps not improper illustration of the meaning of the apostle
here. No strength of words could express deeper feeling; none more feelingly
indicate the necessity of the grace of God to accomplish that to which the
unaided human powers are incompetent” (= Itu menunjukkan, ... Suatu keinginan yang sungguh-sungguh
untuk dibebaskan darinya. Sebagian orang menganggap bahwa ia menunjuk pada
suatu kebiasaan yang dipraktekkan oleh tiran-tiran kuno, dengan mengikatkan
mayat pada seorang tahanan / tawanan sebagai suatu hukuman, dan memaksanya
untuk menyeret beban yang berat / tidak mengenakkan dan menjijikkan bersamanya
kemanapun ia pergi. Saya tidak melihat bukti
apapun bahwa sang rasul mempunyai hal ini dalam pandangannya. Tetapi fakta
seperti itu bisa digunakan sebagai ilustrasi yang menyolok dan mungkin benar
tentang arti dari sang rasul di sini. Tidak ada kekuatan kata-kata yang bisa
menyatakan perasaan yang lebih dalam; tidak ada yang dengan lebih berperasaan
menunjukkan keperluan / kebutuhan terhadap kasih karunia Allah untuk mencapai
hal itu yang tidak mampu dilakukan oleh kekuatan manusia tanpa bantuan).
William Hendriksen: “With that in mind he
yearns to be rescued from ‘this body of death,’ that is, from the body in its
present condition, subject to the ravages of sin and death. He knows that as
long as he lives in this present ‘body of humiliation’ (Phil. 3:21) the
terrible struggle will be continued. But once the life in that body ceases, the
state of sinless glory will commence; first for the soul, then also for the
body” [= Dengan itu dalam pikirannya ia merindukan untuk ditolong dari
‘tubuh maut ini’, artinya, dari tubuh dalam kondisi sekarang ini, yang tunduk
pada kerusakan dari dosa dan kematian. Ia tahu bahwa selama ia hidup dalam
‘tubuh kehinaan’ sekarang ini (Fil 3:21) pergumulan yang dahsyat / mengerikan
akan berlanjut. Tetapi sekali kehidupan dalam tubuh itu berakhir, keadaan dari
kemuliaan tanpa dosa akan mulai; pertama-tama untuk jiwa, lalu juga untuk
tubuh] - ‘Romans’, hal 237-238.
13) “Ketika Allah menciptakan manusia menurut gambar dan keserupaan moralnya,
Dia memperlengkapi kita dengan lima
kemampuan yang memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan
kehidupan Kristus. Dengan demikian Allah telah mencurahkan sebagian keunggulan
sorga ke bumi ini. Kelima kemampuan itu adalah:
(1) Kemampuan untuk mengetahui kebenaran
(2) Kemampuan untuk mengenali keutamaan moral
(3) Kekuatan untuk melakukan kehendak kita
(4) Daya cipta melalui perkataan kita
(5) Hak dan kemampuan untuk berkembang biak” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 94).
Tanggapan saya:
a) Ajaran
ini tak ada dasar Alkitabnya sama sekali!
b) Keserupaan moral? Sekalipun memang tak ada keseragaman
pandangan dalam hal-hal apa saja yang termasuk dalam gambar dan rupa Allah
dalam diri kita, tetapi jelas bahwa gambar dan rupa Allah dalam diri manusia
bukan hanya keserupaan moral. Keserupaan moral mungkin memang ada, seperti
kesucian / kebenaran yang ada dalam diri manusia ketika pertama diciptakan.
Tetapi juga ada hal-hal lain, seperti manusia adalah makhluk berakal, makhluk
rohani, dan bersifat kekal. Dan hal-hal ini jelas buka keserupaan moral
dengan Allah!
c) Apa maksudnya dengan kata-kata ‘daya cipta melalui perkataan kita’? Lagi-lagi ‘ajaran baru’.
d) Ia mengatakan lima
kemampuan ini ‘memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan
kehidupan Kristus’. Padahal hal kelima adalah ‘Hak
dan kemampuan untuk berkembang biak’. Apa urusannya hal kelima itu dengan keserupaan dengan kehidupan
Kristus, yang notabene tak pernah menikah, apalagi berkembang biak?
e) Ia juga mengatakan bahwa ‘Dengan demikian Allah telah
mencurahkan sebagian keunggulan sorga ke bumi ini’.
Kalau ini dihubungkan dengan hal kelima
lagi, maka akan menjadi lelucon, karena akan berarti bahwa hak dan kemampuan
untuk berkembang biak merupakan keunggulan sorga! Makhluk yang mana di sorga
yang berkembang biak??
14) “Yesus berkata, ‘Dimana hartamu berada, di situ juga hatimu
berada’ (Lukas 12:34). Setelah menyadari bahwa orang yang harus membayar untuk
mendapatkan sesuatu akan menjadi jauh lebih berminat pada hal yang dibayarnya
daripada sekadar menjadi penonton, maka kami pun menarik biaya pendaftaran
untuk kegiatan yang kami laksanakan. Hasilnya memang terlihat nyata karena kini
kaum pria yang mengikuti acara kami itu dapat bertahan mengikuti seluruh
kegiatan hingga selesai dan mereka tetap hadir sekalipun cuaca sangat buruk.
Uang pendaftaran itu bagi mereka menjadi suatu harta yang mereka tanamkan dalam
kegiatan-kegiatan kami, sehingga hati mereka pun berada dalam pertemuan itu.
Prinsip itu sekaligus juga mengajarkan bahwa Anda tidak mungkin membangun
sebuah jemaat apabila anggota-anggotanya tidak mau membayar persepuluhan atau
menanamkan uang mereka dalam pekerjaan Allah tersebut. Karena mereka tidak
menanamkan harta mereka di situ, hati mereka pun tidak berada di tempat itu” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 107).
Tanggapan saya:
a) Kata-kata Yesus dalam Luk 12:34 hanya mengkontraskan harta
yang terletak di surga atau di dunia. Lihat kontextnya!
Luk 12:33-34 - “(33)
Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang
tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak
dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. (34) Karena di mana
hartamu berada, di situ juga hatimu berada.’”.
b) Kata-kata ‘Prinsip itu sekaligus juga mengajarkan
bahwa Anda tidak mungkin membangun sebuah jemaat apabila anggota-anggotanya
tidak mau membayar persepuluhan atau menanamkan uang mereka dalam pekerjaan
Allah tersebut. Karena mereka tidak menanamkan harta mereka di situ, hati
mereka pun tidak berada di tempat itu’ merupakan ajaran baru tentang alasan memberi persembahan
persepuluhan! Dari Alkitab bagian mana ini diambil?
c) Kalau yang dikatakan oleh Edwin Louis Cole di atas itu memang
benar, mengapa hanya menekankan uang pendaftaran dan persembahan persepuluhan?
Mengapa tidak sekalian mengharuskan orang yang mau menjadi anggota suatu gereja
/ dibaptis membayar uang pangkal? Bukankah lebih-lebih lagi hatinya akan ada di
gereja itu untuk selama-lamanya?
d) Bagaimana ajaran Edwin Louis Cole ini bisa diharmoniskan dengan
ayat-ayat di bawah ini?
·
2Raja 5:16-17
- “(16) Tetapi Elisa menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, yang di
hadapanNya aku menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa.’
Dan walaupun Naaman mendesaknya supaya menerima sesuatu, ia tetap menolak.
(17) Akhirnya berkatalah Naaman: ‘Jikalau demikian, biarlah diberikan kepada
hambamu ini tanah sebanyak muatan sepasang bagal, sebab hambamu ini tidak lagi
akan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan kepada allah lain
kecuali kepada TUHAN”.
·
Mat 10:8
- “Sembuhkanlah orang sakit;
bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu
telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan
cuma-cuma”.
·
Kis
8:18-21 - “(18) Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh
karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada
mereka, (19) serta berkata: ‘Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya
jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus.’
(20) Tetapi Petrus berkata kepadanya: ‘Binasalah kiranya uangmu itu bersama
dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia
Allah dengan uang. (21) Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini,
sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah”.
·
1Kor 9:12,15,18
- “(12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu
dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami
tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu,
supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. ...
(15) Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satupun dari hak-hak itu. Aku
tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian. Sebab aku
lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan
siapapun juga! ... (18) Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini:
bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak
mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil”.
·
2Kor 11:7
- “Apakah aku berbuat salah,
jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil
Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?”.
e) Tuhan memberikan keselamatan secara cuma-cuma kepada kita
(Yes 55:1 Ro 3:24). Kalau begitu,
Tuhan tidak bijaksana, karena kita pasti tidak akan menghargai keselamatan itu!
Hati kita pasti tidak akan ada di sana.
Seharusnya Tuhan menyuruh kita membayar, tetapi seandainya Ia melakukan hal
ini, semua kita akan masuk neraka karena tidak seorangpun dari kita mempunyai
apapun untuk membayar / membeli keselamatan! Atau mungkin seharusnya Tuhan
merestui penjualan surat
pengampunan dosa pada jaman Martin Luther. Dan bersamaan dengan itu, Tuhan
harus menyatakan Martin Luther, yang mempercayai pembenaran hanya oleh iman,
sebagai orang sesat / bidat!
f) Sebetulnya saya tidak menentang adanya uang pendaftaran dalam
acara seperti itu, karena memang ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk
acara tersebut. Tetapi kata-kata Edwin Louis Cole bahwa ‘Uang
pendaftaran itu bagi mereka menjadi suatu harta yang mereka tanamkan dalam
kegiatan-kegiatan kami, sehingga hati mereka pun berada dalam pertemuan itu’ merupakan alasan yang omong kosong! Menurut saya, alasan sebenarnya
adalah, karena orang-orang itu sudah membayar, maka mereka merasa rugi kalau
tidak datang!
15) “Suatu keluarga
seharusnya menjalani proses pemuridan berdasarkan pola yang alkitabiah,
yaitu: gembala sidang memuridkan kaum pria
(ayah) dan para ayah memuridkan keluarganya. Namun, selama dua generasi
terakhir ini para gembala telah mengajar para ayah untuk membawa keluarganya ke
gereja dan gereja kemudian mengambil alih tanggung jawab untuk memuridkan
keluarga melalui sekolah Minggu, kegiatan remaja, pendalaman Alkitab kaum
wanita, dan berbagai kegiatan lainnya. Dengan demikian, gembala menjadi ayah
angkat bagi setiap anggota keluarga yang mengunjungi gereja. Beban ini tentu
saja terlalu berat untuk ditanggung oleh satu orang saja” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 112).
Tanggapan saya:
a) Mana
dasar Alkitabnya? Tanpa dasar Alkitab, ia mengajar sedemikian rupa sehingga
memberikan penekanan yang extrim terhadap kaum pria! Dan Edwin Louis Cole
menyebutnya sebagai ‘pola yang Alkitabiah’!
b) Saya
tidak mengerti apa yang Edwin Louis Cole kehendaki dengan ajaran sintingnya
ini. Lalu menurut dia seharusnya bagaimana? Hanya para pria yang boleh ke
gereja? Lalu para pria mengajar istri dan anak-anaknya di rumah? Memang tidak
salah kalau suami / ayah mengajar istri dan anak-anaknya. Tetapi kalau
dikatakan bahwa istri dan anak-anak itu tidak boleh belajar langsung di gereja,
itu bertentangan dengan banyak ayat Alkitab seperti:
·
Neh 8:3-4 - “(3) Lalu pada
hari pertama bulan yang ketujuh itu imam Ezra membawa kitab Taurat itu ke
hadapan jemaah, yakni baik laki-laki maupun perempuan dan setiap
orang yang dapat mendengar dan mengerti. (4) Ia membacakan beberapa bagian
dari pada kitab itu di halaman di depan pintu gerbang Air dari pagi sampai
tengah hari di hadapan laki-laki dan perempuan dan semua orang yang
dapat mengerti. Dengan penuh perhatian seluruh umat mendengarkan pembacaan
kitab Taurat itu”.
·
Ezra 10:1 - “Sementara Ezra berdoa dan mengaku dosa, sambil
menangis dengan bersujud di depan rumah Allah, berhimpunlah kepadanya jemaah
orang Israel
yang sangat besar jumlahnya, laki-laki, perempuan dan anak-anak.
Orang-orang itu menangis keras-keras”.
·
Mat 14:21 - “Yang ikut makan
kira-kira lima
ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak”.
·
Mat 19:13-14 - “(13) Lalu orang
membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tanganNya atas mereka
dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-muridNya memarahi orang-orang itu.
(14) Tetapi Yesus berkata: ‘Biarkanlah anak-anak itu, janganlah
menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Sorga.’”.
·
1Tim 5:1-2 -
“(1)
Janganlah engkau keras terhadap orang yang tua, melainkan tegorlah dia sebagai
bapa. Tegorlah orang-orang muda sebagai saudaramu, (2) perempuan-perempuan
tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adikmu dengan
penuh kemurnian”.
Catatan: bukan para suami yang disuruh menegor
perempuan-perempuan itu, tetapi Timotius. Ini tidak mungkin kalau para
perempuan itu tidak ke gereja.
·
2Tim 1:5 - “Sebab aku
teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di
dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin
hidup juga di dalam dirimu”.
Catatan: dalam keluarga Timotius, yang kristen duluan justru
adalah nenek dan ibunya. Mungkinkah kakek dan ayahnya, yang adalah orang kafir,
yang mengajarkan kekristenan kepada Timotius?
·
Yesus pada usia
12 tahun belajar di Bait Allah (Luk 2:41-47); apakah Yusuf tidak
memuridkan keluarganya, dan apakah Yesus salah karena tidak belajar dari Yusuf?
16) “Menggali sumur melambangkan bahwa kedua keturunan Abraham
tersebut perlu melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan ayah mereka agar
mereka dapat memenuhi persyaratan seperti yang dimiliki ayah mereka, yaitu
persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 127).
Tanggapan saya:
Saya bosan terhadap
pengalegorian-pengalegorian tolol seperti ini. Kalau ‘menggali sumur’ bisa
ditafsirkan seperti ini, itu juga bisa ditafsirkan apa saja. Dan kalau
demikian, dari ayat manapun kita bisa mendapatkan ajaran yang bagaimanapun!
17) “Adapun orang yang memiliki hak untuk memberikan suaranya namun
tidak menggunakan haknya itu sebenarnya sama saja dengan berbuat kejahatan.
Dalam perumpamaan tentang talenta, Yesus menyebut hamba yang tidak melakukan
apa-apa itu sebagai orang yang jahat, malas, lamban, dan kurang ajar” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 129).
Tanggapan saya:
a) Pertama-tama
mari kita baca perumpamaan tentang talenta itu.
Mat 25:26-30 - “(26)
Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu
sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut
dari tempat di mana aku tidak menanam? (27) Karena itu sudahlah seharusnya
uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku
aku menerimanya serta dengan bunganya. (28) Sebab itu ambillah talenta itu dari
padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu. (29)
Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia
berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya
akan diambil dari padanya. (30) Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna
itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap
dan kertak gigi.’”.
Hanya menceritakan fakta-fakta Alkitab
saja, Edwin Louis Cole, yang bergelar Doktor ini, tidak becus! Yesus hanya
mengatakan hamba itu sebagai ‘jahat,
malas, dan tidak berguna’;
tidak pernah ada kata-kata ‘lamban’, apalagi ‘kurang ajar’.
Menurut saya istilah ‘hamba
yang kurang ajar’ itu lebih
cocok untuk diterapkan terhadap diri Edwin Louis Cole sendiri!
b) Yang ia maksudkan dengan ‘memberikan suaranya’ adalah memberikan
suara dalam pemilihan umum dalam kalangan politik. Jadi, ia menggunakan text
Alkitab itu untuk melarang / menyalahkan orang-orang yang masuk ‘golput’!
Dalam perumpamaan itu, ‘talenta’ menunjuk
pada segala sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita, yang bisa kita gunakan
untuk kemuliaanNya. Kalau pemberian suara yang kita lakukan memang bisa berguna
untuk kemuliaan Tuhan, maka memang kita harus memberikan suara kita. Tetapi
bagaimana kalau calon-calon yang ada semuanya tidak ada yang nggenah, atau
semuanya tidak kita ketahui nggenah atau tidaknya? Ini merupakan kasus yang
banyak terjadi di negara kita! Apakah kita harus secara membabi buta tetap
memberikan suara kita untuk orang-orang yang tidak kita ketahui?
18) “Allah secara langsung menugaskan Adam untuk membimbing,
mengawasi, dan memerintah bumi beserta proses perkembang-biakannya. Ketika Hawa
diciptakan dan kemudian terbentuk sebuah keluarga, maka Adam pun bertugas
mengurus seluruh keluarganya. Adapun tugas tersebut juga mencakup tiga tanggung
jawab serupa: membimbing, mengawasi, memerintah” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 129).
Tangapan saya:
a) Dia membalik urut-urutannya, karena dalam Kej 1:26-27 Allah
menciptakan manusia (laki-laki dan perempuan / Adam dan Hawa), dan baru dalam
Kej 1:28 Allah menyuruh MEREKA berdua untuk berkembang biak dan memenuhi dan
menaklukkan bumi.
b) Jadi, tak bisa ditafsirkan bahwa Adam bertugas membimbing,
mengawasi, memerintah Hawa!
c) Kata-kata ‘membimbing,
mengawasi dan memerintah’
itu muncul dari mana?
19) “Dalam Efesus 5:28-29 ketiga tanggung jawab itu disebut sebagai:
mengasihi, mengasuh, merawat, mengarahkan, melindungi, memperbaiki. Memelihara,
menghargai, menegur”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 129).
Tanggapan saya:
Ef 5:28-29 - “(28)
Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya
sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. (29)
Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya
dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat”.
Hanya tiga kata pertama yang ada, lalu
kata-kata ‘mengarahkan, melindungi, memperbaiki, memelihara, menghargai,
menegur’ muncul dari mana? Edwin Louis Cole dengan seenaknya menambahi Alkitab.
Mungkin ia perlu membaca ayat-ayat di bawah ini:
·
Ul 4:2 - “Janganlah kamu menambahi
apa yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan
demikian kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan
kepadamu”.
·
Ul 12:32 - “Segala yang
kuperintahkan kepadamu haruslah kamu lakukan dengan setia, janganlah engkau
menambahinya ataupun menguranginya”.
·
Amsal 30:6 - “Jangan menambahi
firmanNya, supaya engkau tidak ditegurNya dan dianggap pendusta”.
·
Wah 22:18-19 - “(18)
Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari
kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini,
maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di
dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari
perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya
dari pohon kehidupan dan dari kota
kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini.’”.
20) “Sedangkan
firman mengenai kuasa (Kisah Para Rasul 1:8) disampaikan kepada gerakan
Pentakosta. ... Dan firman tentang pembaruan (Roma 12:1-2) diberikan kepada
gerakan Kharismatik” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 139).
Catatan: sebelum bagian ini Edwin Louis Cole mengatakan bahwa
Allah memberikan firman kepada Martin Luther, dan lalu juga kepada John Wesley,
lalu memberikan firman yang menyulut gerakan Kekudusan (Holiness movement).
Tanggapan saya:
a) Ini
omongan apa? Orang-orang / kelompok-kelompok yang ia bicarakan semua berbeda,
dan bahkan bertentangan, dalam ajaran theologianya. Misalnya, Luther bisa
dianggap mempunyai ajaran Reformed / Calvinist (sekalipun Luther memang ada
sebelum Calvin, tetapi maksud saya ajarannya dalam hal itu sama), sedangkan
John Wesley jelas adalah seorang Arminian. Dan keduanya berbeda lagi dengan
Pentakosta / Kharismatik. Mungkinkah semua ajaran yang berbeda / bertentangan
itu semuanya datang dari Tuhan? Omong kosong! Dua yang berbeda, apalagi yang
bertentangan, tidak mungkin keduanya datang dari Tuhan, kecuali Tuhan bicara
dengan lidah bercabang. Mengapa tidak sekalian saja mengatakan bahwa
agama-agama lain juga merupakan firman yang datang dari Tuhan?
b) Dan
perhatikan ayat-ayat yang ia gunakan; apa urusannya ayat-ayat itu dengan
omongannya?
1. Kis 1:8
- “Tetapi
kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu
akan menjadi saksiKu di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.’”.
2. Ro 12:1-2
- “(1)
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya
kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. (2) Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan
budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik,
yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”.
Hanya karena dalam Kis 1:8 ada kata ‘kuasa’,
maka ia menjadikan ayat ini sebagai dasar bahwa Tuhan memberikan firman
mengenai kuasa kepada golongan Pentakosta? Dan hanya karena dalam
Ro 12:1-2 ada kata ‘pembaharuan’, ia mengatakan bahwa firman tentang pembaruan
diberikan kepada golongan Kharismatik? Ada
3 hal yang ingin saya berikan sebagai komentar tentang bagian ini:
a. ‘Kuasa’
dalam Kis 1:8 itu diberikan kepada semua orang kristen yang sejati pada saat
itu dan selanjutnya. Bagaimana mungkin Edwin Louis Cole menerapkannya hanya
kepada golongan Pentakosta?
b. Berbeda
dengan Kis 1:8 dimana ‘kuasa’ itu memang diberikan oleh Tuhan, maka dalam Ro
12:2 ‘pembaharuan’ itu diperintahkan oleh Allah untuk kita usahakan!
Dan ini lagi-lagi merupakan perintah Tuhan untuk semua orang kristen yang
sejati. Lalu bagaimana mungkin ini diartikan sebagai ‘firman tentang
pembaruan yang diberikan kepada gerakan Kharismatik’?
c. Lalu
bagaimana dengan Yoh 13:27b dimana Yesus berkata kepada Yudas Iskariot: “Apa yang hendak
kauperbuat, perbuatlah dengan segera.”?
Kalau mau mengikuti jalan pikiran yang gila dari Edwin Louis Cole, ini pasti
merupakan firman dari Tuhan kepada golongan Anti Kristus atau Satanisme!
21) “Dalam hubungan antar manusia, formalitas menjadi pertanda adanya
jarak dalam hubungan tersebut, sebab dalam hubungan yang intim tidak terdapat
lagi bentuk-bentuk formalitas. Jadi, semakin formal bentuk penyembahan yang
dilakukan, semakin jauh pula jarak antara si penyembah dengan wahyu yang
mula-mula diterimanya”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 141).
Tanggapan saya:
a) Hubungan antar manusia, yang memang setingkat, tidak bisa
dianalogikan dengan hubungan antara manusia dengan Penciptanya!!!
b) Bahkan dalam hubungan antar manusiapun tidak bisa dimutlakkan
bahwa ‘formalitas menjadi
pertanda adanya jarak dalam hubungan tersebut’. Mengapa? Karena kalau demikian, maka
hubungan yang dekat akan membuang semua kesopanan. Anak boleh saja kurang ajar
terhadap orang tuanya, karena dekat dengan mereka!
c) Apa yang ia maksud dengan ‘jarak antara si penyembah dengan wahyu yang mula-mula
diterimanya’?
22) “‘Percayakanlah
itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai (bahasa Inggris: setia) yang juga
cakap mengajar orang lain’ (2 Timotius 2:2). Ini adalah suatu prinsip pemuridan
yang terdapat dalam Alkitab. Namun, manusia secara salah telah memutarbalikkan
prinsip itu menjadi: ‘Percayakanlah kepada orang yang cakap yang nantinya akan
setia.’ Padahal, yang diandalkan oleh Allah adalah karakter, bukan talenta” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 153).
Tanggapan saya:
a) Lagi-lagi
ngawur! Memang karakter penting tetapi talenta (atau lebih tepat ‘karunia’)
juga penting. Kata-kata ‘cakap mengajar
orang lain’ dalam 2Tim 2:2b
jelas menunjuk pada ‘karunia’!
Dan Edwin Louis Cole mengatakan dalam buku
yang sama (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 213) sebagai berikut: “Beberapa
tahun yang lalu saya berkesempatan untuk bergabung dengan suatu kelompok
pelayanan radio Kristen. Sewaktu pertama kali dimulai, orang-orang yang
berminat dan ikut bergabung dengan pelayanan itu adalah orang-orang yang
sungguh-sungguh mengasihi Allah, namun sangat kurang keahliannya dalam
bidang media komunikasi baik secara tehnis maupun teoritis. Mereka adalah
orang-orang rohani yang tekun berdoa, baik, penuh iman, dan sangat bergairah
untuk bekerja secara sukarela. Namun, ketika sudah semakin berkembang,
pelayanan itu membutuhkan ketrampilan dan kemampuan untuk berproduksi,
bukan hanya kemampuan untuk berdoa. Pada saat itulah timbul suatu bahaya karena
selama beberapa waktu, seiring dengan semakin berkembangnya pelayanan itu,
ketekunan berdoa tersebut belum juga digantikan dengan kemampuan untuk
berproduksi. Padahal sesungguhnya diperlukan suatu keseimbangan dalam
hal ini”.
Kata-kata Edwin Louis Cole di sini jelas bertentangan
dengan kata-katanya dalam kutipan yang di atas.
b) Edwin
Louis Cole mengatakan ‘yang
diandalkan oleh Allah adalah karakter, bukan talenta’.
Allah yang maha kuasa tidak mengandalkan siapapun
juga! Kalau ia membutuhkan orang yang mempunyai karakter tertentu, Ia membentuk
orang itu sehingga cocok dengan kemauannya. Memang ada ayat-ayat yang
kelihatannya menunjukkan bahwa Allah memilih orang-orang yang hidup sesuai
kehendaknya, seperti misalnya Daud.
Bdk. 1Sam 16:6-7 - “(6) Ketika
mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: ‘Sungguh, di hadapan
TUHAN sekarang berdiri yang diurapiNya.’ (7) Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada
Samuel: ‘Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah
menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa
yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.’”.
Tetapi siapa yang membentuk Daud menjadi orang yang
seperti? Jelas Tuhan sendiri, bukan? Jadi, ayat ini hanya menceritakan dari
sudut pandang manusia. Dari sudut pandang Tuhan,
Ia memilih orang itu sejak dunia
belum dijadikan, lalu Ia mempersiapkan orang-orang itu untuk menjadi
orang-orang yang cocok yang kehendakNya. Perhatikan 2 text di bawah ini dengan
penafsiran Calvin tentangnya.
Yer 1:4-5 - “(4) Firman TUHAN datang
kepadaku, bunyinya: (5) ‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku
telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’”.
Kalau Yeremia telah ditetapkan sebagai nabi sebelum ia
dilahirkan, bagaimana mungkin Tuhan memilihnya berdasarkan karakternya?
Bandingkan dengan kata-kata / komentar Calvin tentang ayat ini di bawah ini
Calvin (tentang Yer
1:5): “it was not in
thy power to bring with thee a qualification for the prophetic office, I formed
thee not only a man, but a prophet” (= bukanlah dalam kuasamu untuk
membawa bersamamu suatu kwalifikasi untuk jabatan nabi, Aku membentuk engkau
bukan hanya sebagai manusia, tetapi sebagai seorang nabi).
Gal 1:15-16 - “(15) Tetapi waktu Ia, yang telah memilih
aku sejak kandungan ibuku dan memanggil aku oleh kasih karuniaNya, (16)
berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara
bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada
manusia”.
Catatan: kata ‘memilih’ dalam Kitab Suci bahasa Inggris diterjemahkan ‘separated’ / ‘set apart’ (= memisahkan).
Calvin
(tentang Gal 1:15): “‘Who had separated me.’ This separation was the purpose of God, by
which Paul was appointed to the apostolic office, before he knew that he was
born. The calling followed afterwards at the proper time, when the Lord made
known his will concerning him, and commanded him to proceed to the work. God had,
no doubt, decreed, before the foundation of the world, what he would do with
regard to every one of us, and had assigned to every one, by his secret
counsel, his respective place” (= ‘Yang telah
memisahkan aku’. Pemisahan ini merupakan tujuan / rencana dari Allah, dengan
mana Paulus ditetapkan pada jabatan rasul, sebelum ia tahu bahwa ia dilahirkan.
Panggilan menyusul belakangan pada waktu yang tepat, pada waktu Tuhan
menyatakan kehendakNya berkenaan dengan dia, dan memerintahkan dia untuk
memulai pekerjaan. Tak diragukan bahwa Allah menetapkan, sebelum dunia
dijadikan, apa yang akan Ia lakukan berkenaan dengan setiap orang dari kita,
dan telah menetapkan bagi setiap orang, oleh rencana rahasiaNya, tempatnya
masing-masing).
Calvin (tentang Gal
1:15): “The word of the Lord which came to Jeremiah, though
expressed a little differently from this passage, has entirely the same
meaning. ... Before they even existed, Jeremiah had been set apart to the
office of a prophet, and Paul to that of an apostle; but he is said to separate
us from the womb, because the design of our being sent into the world is, that
he may accomplish, in us, what he has decreed. The calling is delayed till
its proper time, when God has prepared us for the office which he commands us
to undertake. ... he was ordained an apostle, not because by his own
industry he had fitted himself for undertaking so high an office, or because
God had accounted him worthy of having it bestowed upon him, but because,
before he was born, he had been set apart by the secret purpose of God.” (= Firman Tuhan
yang datang kepada Yeremia, sekalipun dinyatakan secara agak berbeda dari text
ini, sepenuhnya mempunyai arti yang sama. ... Bahkan sebelum mereka ada,
Yeremia telah dipisahkan pada jabatan / tugas seorang nabi, dan Paulus pada
jabatan / tugas seorang rasul; tetapi Ia dikatakan memisahkan kita sejak dalam
kandungan, karena rancangan dari pengiriman kita ke dalam dunia adalah, supaya
Ia bisa mengerjakan di dalam kita apa yang telah Ia tetapkan. Panggilan
ditunda sampai waktunya yang tepat, pada waktu Allah mempersiapkan kita untuk
jabatan / tugas yang Ia perintahkan kepada kita untuk dikerjakan. ... ia
ditahbiskan sebagai seorang rasul, bukan karena oleh kerajinannya sendiri ia
telah membuat dirinya sendiri cocok untuk mengerjakan tugas / jabatan yang
begitu tinggi, atau karena Allah menganggapnya layak untuk memberikan tugas /
jabatan itu kepadanya, tetapi karena sebelum ia dilahirkan, ia telah dipisahkan
oleh rencana rahasia Allah).
23) “Yesus juga
mengatakan, ‘Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta
orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?’
(Lukas 16:12)” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 157).
Tanggapan saya:
Luk 16:12 - “Dan
jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan
menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?”.
Dalam ayat ini ada 2 istilah
yaitu ‘harta orang lain’ (yang menunjuk pada uang / harta yang ada pada kita) dan ‘hartamu
sendiri’ (yang menunjuk
pada kekayaan rohani / harta surgawi).
Calvin: “By the expression, ‘what belongs to another,’ he means what is not within man; for God
does not bestow riches upon us on condition that we shall be attached to them,
but makes us stewards of them
in such a manner, that they may not bind us with their chains. And, indeed, it
is impossible that our minds should be free and disengaged for dwelling in
heaven, if we did not look upon every thing that is in the world as ‘belonging
to another.’ ‘Who shall entrust to you what is your own?’ Spiritual riches, on the other hand, which
relate to a future life, are pronounced by him to be our own, because the enjoyment of them is
everlasting” (= Dengan ungkapan, ‘apa yang
merupakan milik orang lain’, Ia memaksudkan apa yang tidak ada di dalam
manusia; karena Allah tidak memberikan kekayaan kepada kita pada kondisi dimana
kita terikat kepadanya, tetapi membuat kita pengurus dari kekayaan dengan suatu
cara, sehingga kekayaan itu tidak mengikat kita dengan rantainya. Dan memang,
adalah tidak mungkin bahwa pikiran kita bebas dan lepas untuk tinggal di surga,
jika kita tidak memandang segala sesuatu dalam dunia sebagai ‘milik orang
lain’. ‘Siapa yang akan mempercayakan kepadamu apa yang merupakan milikmu
sendiri?’ Kekayaan rohani, di sisi lain, yang berhubungan dengan kehidupan
yang akan datang, diumumkan / dinyatakan olehNya sebagai milik kita sendiri,
karena penikmatan darinya adalah kekal).
Tetapi penerapan yang diberikan oleh Edwin Louis Cole
terhadap ayat ini dalam hal 157-160 betul-betul kacau balau. Karena terlalu
panjang, maka contoh-contoh ini akan saya ceritakan secara ringkas dengan
kata-kata saya sendiri:
a) Dalam
contoh tentang orang bernama Stephen King (hal 157-158) ia menghurufiahkan
kata-kata ‘harta orang lain’ maupun ‘hartamu
sendiri’. Jadi, keduanya menunjuk
pada harta duniawi.
b) Lalu
dalam contoh tentang orang bernama Bill (hal 158-159) ia menafsirkan ‘setia dalam harta orang lain’ sebagai kesetiaan Bill terhadap gembalanya, dan ‘hartamu sendiri’ sebagai kesuksesan Bill sebagai gembala sidang.
c) Lalu
dalam kasus seorang pria yang tak disebutkan namanya (hal 159) ia menafsirkan ‘harta orang lain’ sebagai anak tiri orang tersebut yang ia perlakukan secara berbeda
dengan anak kandungnya sendiri, dan ini disebut sebagai ‘tidak setia dengan harta orang lain’! Sikap ini menyebabkan hubungan orang itu dengan dua
anak kandungnya sendiri, yang ia anggap sebagai ‘hartamu
sendiri’, menjadi berantakan.
d) Dan
dalam kasus seorang pria lain (hal 159-160), yang bekerja pada bossnya,
keinginannya untuk memiliki bisnis sendiri, dianggap sebagai ‘ketidak-setiaan terhadap harta orang lain’, dan itu menyebabkan ia tidak bisa mempunyai bisnis
sendiri. Pria itu lalu memutuskan untuk berusaha menjadi karyawan terbaik bagi
bossnya, dan ia yakin bahwa dengan demikian, ia pasti akan mempunyai bisnis sendiri!
24) “Pendurhakaan bukanlah pekerjaan Iblis seperti anggapan
sejumlah orang, melainkan perbuatan manusia yang tabiatnya lepas dari kendali
Roh Kudus” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 164).
Tanggapan saya:
a) Lagi-lagi
ajaran tanpa dasar Alkitab.
b) Sekarang bandingkan kata-katanya di atas dengan ceritanya di bawah
ini.
“Dalam
sebuah pertemuan hamba-hamba Tuhan di New
York, saya berbicara tentang dosa pendurhakaan ini
serta sifat dan akibatnya yang mengerikan. Sewaktu pertemuan itu berakhir,
seorang pria datang mendekat, merangkul saya, lalu menangis sambil berbisik,
‘Saya tidak mengetahuinya.’ Setelah tenang kembali, ia pun menceritakan
rahasianya. ‘Sekitar sepuluh bulan yang lalu, seorang saudara seiman dari
gereja yang biasa saya kunjungi dulu menelpon saya dan bertanya apakah saya mau
bekerja sama dengannya dalam gereja baru yang dirintisnya.’ ‘Ia adalah seorang
wakil gembala sewaktu saya pertama kali mengenalnya, dan hubungan kami cukuplah
akrab, maka saya pun mengatakan, saya akan datang dan membantu. Sekitar empat
bulan yang lalu saya melihat adanya perubahan dalam diri anak-anak perempuan
saya dan tiga bulan yang lalu saya merasakan mereka mulai sering memberontak.
Sebelumnya mereka tidak pernah bersikap seperti itu, dan saya tidak bisa
memperkirakan penyebabnya.’ ‘Kemudian, seminggu yang lalu istri saya mulai
menyinggung tentang perceraian, padahal selama ini saya sudah berusaha semampu
saya untuk menjadi suami, ayah, dan anggota gereja yang baik, tetapi ternyata
hidup saya malah hancur berantakan. Hari ini, sewaktu saya mendengar Anda
berbicara tentang pendurhakaan, saya benar-benar tertempelak. Gembala yang saya
bantu itu sebenarnya merintis jemaatnya dengan mengumpulkan ‘pecahan’ dari
jemaat tempat ia semula menjadi wakil gembala.’ ‘Waktu itu saya tidak
memandangnya sebagai masalah yang penting karena kejadian seperti itu
seringkali kita jumpai. Namun, sekarang saya menyadari bahwa ia menyimpan roh
pendurhakaan sewaktu meninggalkan gerejanya yang semula itu. Maka, ketika
saya membawa keluarga saya ke dalam jemaat itu, mereka pun terpengaruh oleh
rohnya, dan sikap memberontaknya itu pun merasuk ke dalam hati keluarga
saya.’ Setelah saya menyampaikan kisah pria itu, ada orang lain yang
menulis, ‘Saya menulis kepada Anda karena selama empat tahun yang terasa amat
panjang ini saya telah mencari-cari jawaban atas suatu persoalan. Pada tahun
1987 saya berhenti dari tugas penggembalaan saya karena istri dan keluarga saya
tidak tahan lagi. Setelah kami pergi kami mendapati bahwa kami telah membawa
sekelompok orang, beserta dengan wakil gembala mereka yang memisahkan diri dari
jemaat lain.’ ‘Saya akhirnya bersedia menggembalakan mereka, namun berbagai
persoalan mulai muncul di rumah kami. Anak perempuan saya berpisah dengan
suaminya, anak lelaki tertua saya memiliki masalah dengan istrinya. Kehidupan
saya sedemikian merosotnya. Saya lalu meninggalkan gereja dan pelayanan
dengan perasaan gagal dan bertanya-tanya apa sebenarnya yang telah terjadi pada
diri saya.’ ‘Hari ini ketika saya mendengar Anda menceritakan tentang pria di
New York yang menderita akibat roh pendurhakaan dalam diri gembala yang
diikutinya itu, saya sadar bahwa saya juga mengalami hal yang sama. Saya
telah menghimpun orang-orang yang memberontak dan, bukannya saya berhasil
menolong mereka, justru mereka hampir menghancurkan saya.’ ‘Hari ini saya
bertobat, mengampuni mereka dan wakil gembala yang telah menjerumuskan saya ke
dalam kekacauan ini, dan berdoa bersama istri saya ... Sekarang saya tidak
sabar lagi untuk segera melayani anggota keluarga saya yang lain. Terima
kasih.’” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 167-169).
Ada 2 hal yang ingin saya soroti:
1. Sekarang ia mengatakan ‘roh
pendurhakaan’? Jadi setan
ikut campur, bukan?
2. Tidakkah aneh kalau ayahnya yang bersalah, melakukan pendurhakaan,
dan anak-anaknya yang mengalami kekacauan dalam rumah tangga mereka?
Berkenaan dengan kata-kata Edwin Louis Cole di sini, saya ingin
bertanya kepada para pendukung gerakan pria sejati / maximal, yang
‘memberontak’ terhadap pendeta / gerejanya: anda setuju kata-kata Edwin Louis
Cole di atas ini atau tidak?
a. Kalau anda tidak setuju, untuk apa anda
mengikuti orang yang ajarannya tidak anda setujui?
b. Kalau anda setuju, maka itu berarti anda
punya roh pendurhakaan yang dikatakan oleh Edwin Louis Cole, bukan? Maukah anda
bertobat?
c) Lalu dalam buku ‘Menjadi Pria Sejati’, hal 169, Edwin Louis
Cole mengatakan “Kalau Anda telah menjadi korban pendurhakaan, terlibat di
dalamnya, dan tercemari olehnya, maka dalam nama Allah, usirlah roh itu dari
kehidupan Anda!”.
Lagi-lagi ada 2 hal yang ingin saya soroti
dari kutipan ini:
1. Kalau ia menyuruh untuk mengusir roh itu, maka roh itu pasti
menunjuk kepada setan. Lagi-lagi bertentangan dengan apa yang ia katakan di
atas bahwa ‘pendurhakaan
bukanlah pekerjaan Iblis’.
2. Usir dalam nama Allah? Dimana dalam Alkitab kita diajar
untuk mengusir setan dalam nama Allah? Dan nama Allah yang mana? YHWH / Yahweh?
Kita selalu mengusir ‘dalam / demi nama Yesus’ karena Alkitab mengajar
demikian!
Luk 10:17 - “Kemudian
ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: ‘Tuhan, juga
setan-setan takluk kepada kami demi namaMu.’”.
Kis 16:18 - “Hal
itu dilakukannya beberapa hari lamanya. Tetapi ketika Paulus tidak tahan lagi
akan gangguan itu, ia berpaling dan berkata kepada roh itu: ‘Demi nama Yesus
Kristus aku menyuruh engkau keluar dari perempuan ini.’ Seketika itu juga
keluarlah roh itu”.
Kis 19:13 - “Juga
beberapa tukang jampi Yahudi, yang berjalan keliling di negeri itu, mencoba
menyebut nama Tuhan Yesus atas mereka yang kerasukan roh jahat dengan berseru,
katanya: ‘Aku menyumpahi kamu demi nama Yesus yang diberitakan oleh
Paulus.’”.
Catatan: dalam ayat terakhir ini memang yang
mempraktekkan hal itu adalah orang-orang yang tidak percaya, tetapi mereka
melakukan itu karena mereka meniru Paulus. Jadi, ini menunjukkan bahwa Paulus
memang mempraktekkan pengusiran setan demi nama Yesus.
3. Alkitab hanya mengajar kita mengusir setan yang merasuk seseorang
(Kis 16:18), atau yang memanifestasikan dirinya secara supranatural
(Mat 4:10). Kita tidak pernah diberi otoritas untuk mengusir / menengking
setan yang menggoda kita dengan cara biasa / bukan secara supranatural. Untuk
yang ini apa yang harus kita lakukan? Perhatikan 2 text Alkitab di bawah ini.
Yak 4:7 - “Karena
itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari
dari padamu!”.
1Pet 5:8-10 - “(8)
Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti
singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. (9) Lawanlah
dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di
seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. (10) Dan Allah, sumber segala
kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang
kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah
kamu menderita seketika lamanya”.
Kedua text di atas tidak menyuruh kita
menengking / mengusir setan pada saat ia menggoda kita dengan cara biasa /
bukan secara supranatural. Karena itu, saya tidak setuju dengan praktek pengusiran
setan pada waktu ia menggoda kita untuk berzinah, marah, mencuri dan
sebagainya. Bahkan saya juga tidak setuju praktek mengusir setan dari ruangan
kebaktian, yang banyak dilakukan bahkan oleh orang-orang Protestan!
25) “Peganglah
kebenaran erat-erat, bukan sebagai milik Anda, melainkan sebagai
juruselamat, tuan, dan gembala Anda. Kebenaran adalah perisai dan kekuatan
Anda. Kebenaran adalah salah satu ‘perlengkapan senjata Allah’ untuk melawan
‘bapa segala dusta’. Hanya kebenaran yang dapat mengalahkan dusta. Kebenaran
adalah alat untuk bertahan dan sekaligus menyerang dalam setiap pertempuran
yang harus kita hadapi. Kebenaran membela dirinya sendiri, dan kebenaran itu
kekal. Orang berusaha membunuh Kebenaran dengan cara menyalibkanNya, namun
Kebenaran bangkit kembali pada hari ketiga, dan Kebenaran itu tetap hidup
selamanya!” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 185).
Tanggapan saya:
Kebenaran = juruselamat, tuan, gembala? Ini
betul-betul omongan yang sangat tolol! Sekalipun Yesus adalah kebenaran (Yoh 14:6),
dan Yesus juga adalah Juruselamat, Tuan / Tuhan, dan Gembala, tetapi kita tidak
bisa mengatakan bahwa Kebenaran adalah Juruselamat, Tuan / Tuhan, ataupun
Gembala!
Lebih-lebih mengatakan bahwa ‘Orang berusaha
membunuh Kebenaran dengan cara menyalibkanNya, namun Kebenaran bangkit kembali
pada hari ketiga, dan Kebenaran itu tetap hidup selamanya!’.
Mengacau-balaukan / mencampur-adukkan ‘Yesus’ dan
‘kebenaran’ jelas merupakan sesuatu yang salah. Semut itu binatang tetapi kita
tidak bisa mengatakan bahwa binatang itu semut. Demikian juga sekalipun Yesus
adalah kebenaran, kita tidak bisa mengatakan bahwa kebenaran adalah Yesus.
Kalau kita mau mengikuti pencampur-adukkan yang
dilakukan oleh Edwin Louis Cole terhadap ‘Yesus’ dan ‘kebenaran’ ini maka bisa
muncul ajaran sebagai berikut: Yesus juga mengatakan bahwa Ia adalah jalan (Yoh 14:6),
dan Ia adalah pintu (Yoh 10:7), dan Ia adalah roti hidup (Yoh 6:35).
Jadi, jalan, pintu dan roti, juga adalah Juruselamat, Tuan / Tuhan, dan Gembala!
Orang juga berusaha membunuh jalan, pintu dan roti dengan menyalibkannya, namun
jalan, pintu dan roti itu bangkit kembali dan hidup selama-lamanya! Ini menjadi
lelucon yang konyol!
26) “Pendurhakaan
itu pada mulanya terjadi di sorga, yaitu sewaktu iblis yang saat itu disebut
Lucifer, tidak lagi bersedia memimpin penyembahan bagi Allah, melainkan
ingin dirinya sendiri yang disembah. Dengan penuh keangkuhan ia memimpin
pemberontakan untuk mendurhakai Allah sehingga kemudian ia diusir keluar dari
sorga dan ditempatkan di suatu kawasan bernama neraka yang disediakan
Allah bagi semua orang yang memberontak terhadap Allah.
Pada mulanya neraka diciptakan bagi iblis dan
para malaikat yang jatuh bersamanya. Namun ketika iblis merenggut kedudukan
Allah dalam kehidupan manusia di Taman Eden, neraka kemudian dipakai juga untuk
menampung semua orang yang mengikuti pola perbuatan iblis yang bersifat merusak
dan mendatangkan maut itu. Sejak Adam yang pertama kehilangan hubungannya
dengan Allah, Allah merasa perlu
mengutus Adam yang lain untuk menebus umat manusia ...” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 208).
Tanggapan saya:
a) Iblis
disebut Lucifer? Ini ajaran umum, dan dipercayai mayoritas orang Kristen,
tetapi menurut saya ini salah. Kata ‘Lucifer’ muncul dalam Yes 14:12 versi
KJV, tetapi sebetulnya tidak berbicara tentang Iblis, melainkan tentang raja Babel (Yes 14:4,22,23).
Yes 14:12 - “‘Wah, engkau sudah jatuh dari
langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan
jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!”.
KJV: ‘O Lucifer’
(= hai Lucifer).
Yes 14:4,22,23 - “(4) maka engkau akan
memperdengarkan ejekan ini tentang raja Babel, dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir
si penindas sudah berakhir orang lalim! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan
mereka,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya,
anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air
rawa-rawa, dan kota
itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.
Calvin: “The exposition
of this passage, which some have given, as if it referred to Satan, has arisen
from ignorance; for the context plainly shows that these statements must be
understood in reference to the king of the Babylonians. But when passages of
Scripture are taken at random, and no attention is paid to the context, we need
not wonder that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance
of very gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and
that the Prophet gave him this name. But as these inventions have no
probability whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh beberapa orang
tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan / berkenaan dengan
setan, muncul / timbul dari ketidaktahuan; karena kontex secara jelas
menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam hubungannya
dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci diambil secara
sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu heran bahwa
kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh dari
ketidaktahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah raja
dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi karena
penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita
mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya) - hal 442.
Adam Clarke:
“And
although the context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has
been, I know not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most
incongruously denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common
to him as those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should
call this arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed.
But the truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall,
nor the occasion of that fall, which many divines have with great confidence
deduced from this text. O how necessary it is to understand the literal meaning
of Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya berbicara secara
explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini telah diterapkan
kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara sangat tidak
pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu julukan yang sama
umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus oleh nabiNya
menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai pembawa terang, betul-betul
merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya adalah, text ini tidak
berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya, ataupun saat / alasan
kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan dari text ini
oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti arti hurufiah
dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan / tidak masuk akal
bisa dicegah!] - hal 82.
Saya setuju dengan kedua penafsir ini, dan karena itu saya berpendapat,
bertentangan dengan hampir semua orang Kristen, bahwa ‘Lucifer’ bukanlah nama
dari komandan setan!
b) Sekarang
perhatikan kata-kata Edwin Louis Cole yang saya kutip ulang di sini.
“iblis yang saat
itu disebut Lucifer, tidak lagi bersedia memimpin penyembahan bagi Allah,
melainkan ingin dirinya sendiri yang disembah”.
Dari mana Edwin Louis Cole tahu, percaya, dan
mengajarkan bahwa Iblis dulunya memimpin penyembahan bagi Allah? Juga dari mana
ia tahu bahwa dosa Iblis adalah menginginkan dirinya disembah? Perlu diketahui
bahwa Alkitab memberikan sangat sedikit ayat yang bekenaan dengan kejatuhan
iblis, dan dari ayat-ayat itu tidak cukup data untuk menyimpulkan apa persisnya
dosa iblis itu. Inilah ayat-ayatnya:
1. 2Pet 2:4
- “Sebab
jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa
tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke
dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.
Tetapi ayat ini sama sekali tidak menunjukkan dosa
atau kesalahan apa yang dilakukan olehnya.
2. Yoh
8:44 - “Iblislah
yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia
adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas
kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.
Bagian ini hanya mengatakan bahwa ia tidak tinggal
dalam kebenaran / berpegang pada kebenaran.
3. 1Tim 3:6
- “Janganlah
ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman
Iblis”.
Secara implicit
ini menunjukkan bahwa Iblis jatuh karena sombong, tetapi apa persisnya
kesombombongannya, tidak dijelaskan oleh ayat ini.
4. Yudas
6: “Dan
bahwa Ia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan
mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka”.
NASB: ‘And
angels who did not keep their own domain, but abandoned their proper abode’
(= Dan malaikat-malaikat yang tidak mempertahankan daerah kekuasaan mereka,
tetapi meninggalkan tempat tinggal mereka yang seharusnya).
NIV: ‘And the
angels who did not keep their position of authority but abandoned their own
home’ (= Dan malaikat-malaikat yang tidak mempertahankan posisi otoritas
mereka, tetapi meninggalkan rumah mereka sendiri).
KJV: ‘And the
angels which kept not their first estate but left their own habitation’ (=
Dan malaikat-malaikat yang tidak mempertahankan tanah milik mereka, tetapi
meninggalkan tempat tinggal mereka sendiri).
RSV: ‘And the
angels who did not keep their own position, but left their proper dwelling’
(= Dan malaikat-malaikat yang tidak mempertahankan posisi mereka sendiri,
tetapi meninggalkan tempat tinggal mereka yang seharusnya ).
Mungkin ini
menunjukkan bahwa mereka ingin menjadi Allah, dan kalau ini memang benar
maka ini sesuai dengan godaannya kepada Hawa (Kej 3:5), dan juga
keinginannya untuk disembah oleh Yesus (Mat 4:9).
Kej 3:5 - “tetapi Allah mengetahui, bahwa pada
waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti
Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’”.
Mat 4:9 - “dan berkata kepadaNya: ‘Semua itu akan
kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.’”.
Dari semua dasar Kitab Suci ini, harus diakui bahwa
Kitab Suci tidak memberikan pengajaran yang jelas tentang kejatuhan setan. Banyak
orang Kristen / pengkhotbah / pendeta yang mengambil Yes 14 dan
Yeh 28 sebagai ayat-ayat yang menceritakan kejatuhan iblis. Tetapi kedua
text ini sama sekali tidak berbicara tentang kejatuhan Iblis. Yang pertama
berbicara tentang raja Babel,
dan yang kedua tentang raja Tirus.
Yeh 28:2,9 - “(2) ‘Hai anak manusia, katakanlah
kepada raja Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi
tinggi hati, dan berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di
tengah-tengah lautan. Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah,
walau hatimu menempatkan diri sama dengan Allah. ... (9) Apakah engkau masih
akan mengatakan di hadapan pembunuhmu: Aku adalah Allah!? Padahal terhadap
kuasa penikammu engkau adalah manusia, bukanlah Allah”.
Kesimpulan yang mungkin bisa diambil berkenaan
dengan dosa dari Iblis adalah: sekalipun sudah diciptakan sebagai makhluk
mulia, tetapi kesombongannya menyebabkan ia tidak puas dan ingin menjadi Allah
sendiri. Tetapi tidak ada kepastian dalam persoalan ini.
c) Edwin
Louis Cole mengatakan bahwa setelah jatuh, iblis ditempatkan di neraka?
Mana dasar Alkitabnya? Dan kalau ia ada di neraka,
bagaimana mungkin ia berjalan-jalan menjelajahi bumi (Ayub 1:6-7)?
Bagaimana mungkin ia mencobai Yesus (Mat 4:1-11)? Bagaimana mungkin ia
merasuk orang (Mat 8:28)? Dan apa gunanya Alkitab menyuruh kita waspada
terhadap setan (1Pet 5:8)? Alkitab sendiri mengatakan bahwa Iblis baru
akan dimasukkan ke dalam neraka pada saat Yesus datang untuk kedua-kalinya (Wah
20:10).
Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
·
Ayub 1:6-7 -
“(6)
Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka
datanglah juga Iblis. (7) Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: ‘Dari mana
engkau?’ Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan
menjelajah bumi.’”.
·
Mat 8:28 - “Setibanya di
seberang, yaitu di daerah orang Gadara,
datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus.
Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorangpun yang berani melalui jalan
itu”.
·
1Pet 5:8 - “Sadarlah dan
berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti
singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya”.
·
Wah 20:10 - “dan Iblis, yang
menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya”.
Memang ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa setan sekarang sudah
di neraka, yaitu 2Pet 2:4
- “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan
malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam
neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk
menyimpan mereka sampai hari penghakiman”.
Untuk menafsirkan ayat ini
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Kata ‘neraka’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani
TARTARUS yang hanya dipergunakan satu kali ini saja dalam Kitab Suci. Karena
itu sukar diketahui artinya secara pasti. Biasanya dalam Perjanjian Baru kata
‘neraka’ diterjemahkan dari kata GEHENNA, tetapi bukan kata itu yang digunakan
di sini.
2. Bagian ini tidak boleh ditafsirkan
seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena ini akan bertentangan dengan
Mat 8:29 dan Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini
setan belum waktunya masuk neraka / disiksa. Itu baru akan terjadi pada
kedatangan Yesus yang kedua-kalinya.
3. Disamping itu, kalau ditafsirkan bahwa setan
sudah masuk ke neraka, maka itu akan bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu
sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan
demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka
sampai hari penghakiman’.
Jadi, mungkin bagian ini
hanya menunjukkan kepastian bahwa setan akan masuk neraka.
Catatan: ada sangat banyak pro kontra tentang arti dari ayat
ini. Tetapi yang jelas, tidak mungkin ayat ini diartikan bahwa setan / iblis
sudah masuk neraka.
d) Seluruh
bagian yang saya beri garis bawah ganda dalam kata-kata dari Edwin Louis Cole
di atas menunjukkan bahwa ia mempercayai bahwa Allah mengubah rencana!
Untuk jelasnya, saya kutip ulang kata-kata itu.
“Pada mulanya neraka
diciptakan bagi iblis dan para malaikat yang jatuh bersamanya. Namun ketika
iblis merenggut kedudukan Allah dalam kehidupan manusia di Taman Eden, neraka kemudian
dipakai juga untuk menampung semua orang yang mengikuti pola perbuatan iblis
yang bersifat merusak dan mendatangkan maut itu. Sejak
Adam yang pertama kehilangan hubungannya dengan Allah, Allah merasa perlu mengutus Adam yang lain
untuk menebus umat manusia ...”.
Ajaran bahwa Allah bisa mengubah rencana memang
merupakan ajaran yang umum, tetapi ini Arminianisme, dan ini salah! Ajaran
Reformed, sesuai dengan Alkitab, mengajarkan bahwa Allah merencanakan segala
sesuatu dalam kekekalan, tidak pernah mengubah rencana, tetapi selalu
melaksanakan rencanaNya, dan Ia pasti berhasil! Ini dasar Alkitabnya:
·
Ayub 42:1-2
- “(1) Maka jawab
Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala
sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
·
Maz 33:10-11
- “(10) TUHAN
menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa;
(11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya
turun-temurun”.
·
Yes 14:24,26-27
- “(24) TUHAN
semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang
Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang,
demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat
mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa.
(27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat
menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya
ditarik kembali?”.
·
Yes 25:1
- “Ya TUHAN,
Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi
namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.
·
Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku
telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala?
Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota
yang berkubu menjadi timbunan batu”.
·
Yes 43:13 - “Juga seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang
dapat melepaskan dari tanganKu; Aku melakukannya, siapakah yang dapat
mencegahnya?”.
·
Yes 46:10-11
- “(10) yang
memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang
belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala
kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur,
dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah
mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya,
maka Aku hendak melaksanakannya”.
·
Yer 4:28
- “Karena hal ini
bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah
mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak
akan mundur dari pada itu”.
27) “Allah adalah
Pencipta; iblis adalah pemalsu. Iblis memalsukan segala sesuatu yang diciptakan
Allah. Misalnya, ruangan bar ia pakai untuk memalsukan gereja dan penjaga bar
seakan-akan berfungsi sebagai gembala; orang-orang datang ke bar untuk
bersekutu, menerima nasihat, dan dipenuhi dengan berbagai macam minuman keras
(Dalam bahasa Inggris dipakai satu kata yang sama untuk menyebut minuman keras dan roh, yaitu kata spirits, Red.) Itulah gereja palsu!” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 209-210).
Tanggapan saya:
a) Iblis
memang pemalsu, tetapi adalah salah kalau ia dikatakan ‘memalsukan segala sesuatu yang diciptakan Allah’.
Iblis tidak melakukan pemalsuan tanpa tujuan, misalnya
dengan memalsukan batu dan kayu. Ia hanya memalsukan, kalau pemalsuan itu bisa
menipu orang-orang sehingga mereka menjadi sesat, dan mengikuti dia. Karena
itu, ia memalsukan Injil, nabi, rasul, gereja, agama, dan sebagainya.
b) Menurut
saya bukannya ‘dalam bahasa
Inggris dipakai satu kata yang sama
untuk menyebut minuman keras dan roh, yaitu kata spirits’. Yang benar
adalah: dalam bahasa Inggris kata ‘spirits’
bisa diartikan minuman keras.
Kalau Edwin Louis Cole mengatakan bahwa sebuah bar
dipenuhi dengan ‘berbagai macam spirits’, arti yang mana yang ia maksudkan dengan kata ‘spirits’ itu? Minuman keras, atau
roh-roh (jahat), atau keduanya? Kelihatannya ia memaksudkan keduanya. Saya
sendiri lebih cenderung untuk menganggap bahwa iblis / setan / roh jahat lebih
banyak ada dalam gereja (yang benar). Di tempat yang berdosa, mereka jelas juga
ada. Tetapi gereja yang benar merupakan tempat favorit mereka, karena di
sanalah terdapat anak-anak Tuhan, yang merupakan tujuan / target utamanya dalam
menyesatkan!
c) Kalau
iblis memalsukan gereja dengan sebuah bar, dan memalsukan pendeta dengan
penjaga bar, maka itu merupakan sesuatu yang luar biasa tololnya!
Kalau iblis memalsu, ia akan membuatnya mirip, karena
kalau tidak, orang tidak akan tertipu.
Mat 7:15 - “‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu
yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya
mereka adalah serigala yang buas”.
KJV: ‘Beware of
false prophets, which come to you in sheep’s clothing, but inwardly they
are ravening wolves’ (= Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu, yang datang
kepadamu dalam pakaian domba, tetapi di dalam mereka adalah serigala
yang rakus).
2Kor 11:13-15 - “(13) Sebab orang-orang itu
adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai
rasul-rasul Kristus. (14) Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblispun
menyamar sebagai malaikat Terang. (15) Jadi bukanlah suatu hal yang ganjil,
jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan
mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka”.
KJV: ‘Satan himself is transformed
into an angel of light’ (= Iblis sendiri diubah bentuk
menjadi seorang malaikat terang).
Catatan: merupakan sesuatu yang aneh kalau KJV menterjemahkan
ke dalam bentuk pasif (‘diubah bentuk’). RSV/NIV/NASV semuanya menterjemahkan
ke dalam bentuk aktif.
2Kor 11:14 ini lagi-lagi menunjukkan bahwa kalau
Iblis memalsu, ia akan memalsu secara mirip, bahkan sepersis mungkin. Dan
2Kor 11:13,15 menunjukkan bahwa penyamaran yang mirip itu juga terjadi
pada saat Iblis memalsukan rasul-rasul / pelayan-pelayan Tuhan.
Bandingkan juga dengan perumpamaan lalang di antara
gandum dalam Mat 13. Lalang mirip dengan gandum!
Tetapi gereja sama sekali berbeda dengan bar, dan
pendeta sama sekali berbeda dengan penjaga bar. Itu bukan pemalsuan, karena
memang merupakan dua hal yang sangat berbeda, yang orang butapun bisa
membedakannya. Jadi, tidak mungkin bahwa Iblis memalsu dengan cara sebodoh itu.
Tetapi kalau Tuhan punya nabi-nabi asli, dan Iblis memberikan Edwin Louis Cole,
maka itu baru merupakan pemalsuan, karena memang ada kemiripan (bagi mata yang
kurang jeli dan bagi pikiran yang kurang / tidak mengerti Alkitab)!
28) “Sebagai contoh,
ada suatu prinsip yang mengatakan bahwa doa membuahkan keintiman. Salah satu
penyimpangan yang dilakukan iblis sehubungan dengan prinsip ini adalah
menjanjikan keintiman melalui pornografi dan bukan doa” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 210).
Tanggapan saya:
a) Rasanya
dua hal ini, yaitu pornografi dan doa, adalah dua hal yang begitu jauh bedanya.
Karena itu saya sama sekali tidak yakin akan kata-kata dari Edwin Louis Cole di
atas ini.
b) Saya
kira juga harus dibedakan antara pornografi dan perzinahan.
Perzinahan memang bisa dianjurkan setan untuk
mendatangkan keintiman. Inipun tidak selalu demikian. Banyak kali terjadi
perzinahan hanya demi pemuasan nafsu, bukan demi mendapatkan keintiman.
Tetapi pornografi, seperti blue film dsb, menurut saya
hanya untuk kesenangan / kepuasan / memuaskan keingin-tahuan saja, dan tidak
berhubungan dengan keintiman.
29) “Allah memerintahkan manusia untuk menyenangkan hatiNya, dan
selanjutnya Dia akan membereskan hubungan manusia itu dengan sesamanya (Amsal
16:7). Orang yang berusaha menyenangkan hati Allah umumnya juga akan
disenangi oleh orang lain. Semakin dekat seseorang dengan Allah, akan
semakin besar pula kasihnya kepada sesamanya” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 216).
Tanggapan saya:
Amsal 16:7 - “Jikalau TUHAN berkenan kepada jalan
seseorang, maka musuh orang itupun didamaikanNya dengan dia”.
Sekalipun ini Firman Tuhan, dan memang bisa
terjadi, tetapi ayat dalam Amsal ini tidak bisa diartikan secara mutlak,
karena kalau dimutlakkan maka ayat ini akan bertentangan dengan banyak
ayat-ayat lain. Edwin Louis Cole memang tidak memutlakkan, karena ia
menggunakan kata ‘umumnya’. Tetapi saya menganggap bahwa ayat ini bukan saja
tidak bisa diartikan secara mutlak, tetapi bahkan diartikan ‘pada umumnyapun’
sangat belum tentu!
Memang benar, bahwa ‘semakin
dekat seseorang dengan Allah, akan semakin besar pula kasihnya kepada
sesamanya’. Tetapi masalahnya, apakah
sesamanya itu akan memahami kasihnya dan membalas kasihnya? Itu lain persoalan!
Saya berpendapat, bagaimana sikap orang-orang lain
itu, tergantung dari tindakan apa yang kita lakukan untuk menyenangkan hati Allah
itu. Kalau itu berupa tindakan menolong, misalnya kita menolong orang-orang miskin
/ yang mempunyai problem, maka sangat besar kemungkinan kata-kata dalam Amsal 16:7
itu akan terjadi. Tetapi kalau tindakan menyenangkan Allah yang kita lakukan
itu berupa tindakan menegur dosa, atau tindakan memberitakan Injil kepada
orang-orang yang tidak percaya, maka yang seringkali terjadi justru adalah
orang-orang itu akan marah / memusuhi kita! Mengapa? Karena mereka
menyalah-tafsirkan tindakan kasih kita pada waktu menegur / memberitakan Injil
kepadanya. Saya sendiri sering membuat seminar / menulis buku tentang kesesatan
/ kesalahan dari banyak ajaran (seperti Saksi Yehuwa, Yahweh-isme, Yesaya
Pariadji, dsb), termasuk tentang ajaran pria sejati / maximal ini, untuk
menyenangkan hati Tuhan melalui semua ini. Tetapi apakah orang-orang yang saya
kritik / serang itu, termasuk dari kalangan pria sejati / maximal, semakin
menyenangi saya? Saya sangat tidak yakin!
Bdk. Gal 4:16 - “Apakah dengan mengatakan
kebenaran kepadamu aku telah menjadi musuhmu?”.
Dalam Alkitab sendiri, yang sering terjadi, juga
adalah sebaliknya. Orang yang menyenangkan hati Allah sering dimusuhi oleh
dunia! Baik Yesus, Paulus, dsb, banyak musuhnya. Kalau tidak demikian, dimana
peranan setan?
Baca ayat-ayat di bawah ini:
·
Yoh 16:1-4a
- “(1)
‘Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku.
(2) Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang
membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah. (3) Mereka
akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku. (4a)
Tetapi semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya apabila datang saatnya kamu
ingat, bahwa Aku telah mengatakannya kepadamu.’”.
·
Yoh 15:18-21 - “(18) ‘Jikalau dunia
membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada
kamu. (19) Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai
miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu
dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. (20) Ingatlah apa yang telah
Kukatakan kepadamu: Seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya.
Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu;
jikalau mereka telah menuruti firmanKu, mereka juga akan menuruti perkataanmu.
(21) Tetapi semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena namaKu, sebab
mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku”.
·
Yoh 17:14 - “Aku telah
memberikan firmanMu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka
bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia”.
·
Luk 6:22-23
- “(22)
Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika
mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu
yang jahat. (23) Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab
sesungguhnya, upahmu besar di sorga; karena secara demikian juga nenek
moyang mereka telah memperlakukan para nabi”.
·
Mat 10:34-36
- “(34)
‘Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku
datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. (35) Sebab Aku
datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu
perempuan dari ibu mertuanya, (36) dan musuh orang ialah orang-orang seisi
rumahnya”.
30) “Orang yang
hanya memperhatikan hal-hal yang ada di luar saja tentu akan mengutamakan
talenta dan memusatkan dirinya pada perbuatan yang terlihat oleh mata. Tetapi
Allah melihat hati (1Samuel 16:7), mengutamakan karakter, dan menghargai nilai
suatu perbuatan. Ingatlah, Abraham memasang kemahnya, namun membangun
mezbahnya (Kejadian 13:4). Manusia lebih sering memasang mezbah dan membangun
kemahnya. Dengan cara begitu ia telah menciptakan masalah bagi dirinya
sendiri. Perbuatan semacam itu tentu menghasilkan nilai yang berbeda. Anda
boleh saja memasang kepribadian, namun tetap harus membangun
karakter. Allah menghendaki agar di dalam gereja dibangun pilar-pilar
kokoh untuk menyokong pekerjaan gereja, bukan sekedar pasak-pasak yang dipancangkan.
Ketika muncul tekanan dalam gereja, orang-orang yang berdiri sebagai pilar
itu akan menjaga stabilitas gereja. Bila orang-orang itu hanya berfungsi
sebagai pasak, mereka akan runtuh karena tidak kuat menahan beban
tanggung jawab yang harus mereka pikul. Prinsip-prinsip bersifat tetap,
sedangkan kepribadian bersifat seketika. Kepribadian yang ‘dipasang’
dapat diubah dalam sekejap, sedangkan karakter yang dibangun berdasarkan
prinsip akan tetap berdiri teguh. Apabila hal yang internal bersifat ilahi,
maka hal yang eksternal akan memancarkan keilahiannya itu” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 218).
Tanggapan saya:
Ini bukan hanya merupakan penafsiran alegoris yang
kacau balau, tetapi juga merupakan permainan kata yang sama sekali tidak pada
tempatnya.
Untuk ‘kemah’,
memang Alkitab sering mengunakan istilah ‘memasang’ (Misalnya dalam Kej
12:8 26:25 31:25
33:19 35:21), sedangkan untuk ‘mezbah’, Alkitab sering menggunakan istilah ‘membangun’
(misalnya dalam 2Ki 21:3 2Ch 33:3 Ezr 3:2). Tetapi:
a) Mengkontraskan
kedua kata kerja / istilah ini secara begitu keras merupakan sesuatu yang
salah, karena untuk ‘kemah’pun, Alkitab sendiri sering
menggunakan kata ‘mendirikan’ (Kel 38:21 39:40
40:2 40:18 Bil 7:1 Dan 11:45
Ibr 8:5), yang tidak
terlalu berbeda dengan ‘membangun’!
b) Menghubungkan
kedua kata itu, juga kata-kata ‘pilar’ dan ‘pasak’, dan kata-kata ‘dibangun’ dan ‘dipancangkan’, dengan kepribadian dan karakter, merupakan suatu
pengalegorian yang tidak pada tempatnya.
Dari penggunaan istilah-istilah ‘memasang kepribadian’ dan ‘membangun
karakter’, yang terasa begitu aneh,
sebetulnya sudah terlihat bahwa Edwin Louis Cole sedang memaksakan suatu ajaran
yang sebetulnya sama sekali tidak cocok dengan ayat yang ia pakai!
c) Edwin
Louis Cole mengatakan bahwa “Kepribadian yang ‘dipasang’ dapat diubah dalam
sekejap, sedangkan karakter yang dibangun berdasarkan prinsip akan tetap
berdiri teguh”.
Apakah kepribadian seseorang memang bisa berubah? Itu
sesuatu yang sangat meragukan bagi saya.
31) “Kita harus percaya bahwa Allah bekerja untuk mendatangkan hal-hal
yang terbaik bagi kita dan bahwa Dia selalu menepati janjiNya” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 219).
Tanggapan saya:
Ini suatu kesalahan yang sangat umum.
Banyak orang mengatakan bahwa Allah berjanji memberikan yang terbaik. Tetapi
Allah tidak pernah berjanji seperti itu. Ia berjanji untuk turut bekerja untuk
mendatangkan kebaikan, bukan mendatangkan yang terbaik!
Ro 8:28 - “Kita
tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
32) “Adam adalah
manusia pertama yang diberi roh hikmat” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 236).
Tanggapan saya:
Ini omongan konyol yang tak punya dasar Alkitab!
33) “Apabila ada
sesuatu yang terjadi di alam jasmani, maka hal yang sepadan dengan itu terjadi
pula di alam rohani, begitu pula sebaliknya. Rob Carman adalah seorang
teman saya yang menjadi gembala di Albuquerque. Melalui serangkaian kejadian
ia menemukan hubungan antara apa yang ada di dunia sekuler dengan yang terdapat
di dunia kerohanian. Jemaat yang dipimpinnya bertumbuh dari beberapa
gelintir orang hingga mencapai sekitar 1.500 orang. Namun, kemudian pertumbuhan
jemaat tersebut seolah-olah terhenti. Semangat, gairah, dan keagresifan yang
menandai pertumbuhan mula-mula seakan-akan kehilangan bobotnya. Bagi diri Rob
Carman pribadi, waktu yang dahulu biasa digunakan untuk berdoa dan mempelajari
Alkitab saat itu seperti digerogoti dengan jadwal konseling yang meningkat,
isu-isu moral yang terus menerus menjadi bahan perdebatan para anggota jemaat
dan masalah-masalah keluarga yang seperti tidak ada habis-habisnya. Karena
merasa letih dan tertekan oleh semuanya itu serta prihatin akan situasi yang
ada, suatu hari ia memutuskan untuk merenungkan ayat-ayat Alkitab ketika ia
teringat pada sebuah artikel yang dibacanya di surat kabar beberapa hari sebelumnya. Ia
terkesan pada suatu data statistik yang melaporkan keadaan yang terjadi
pada masyarakat yang mengalami pelonjakan tingkat pengangguran. Ia menyadari
bahwa apa yang terjadi pada masyarakat luas itu sama dengan yang terjadi dalam
lingkungan jemaatnya. Sewaktu merenungkan gagasan itu, kesejajaran tersebut
semakin tampak jelas baginya”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 252)
Tanggapan saya:
a) Ini
gila dan sesat! Perhatikan kata-kata ‘Melalui serangkaian kejadian ia menemukan hubungan antara apa yang ada di
dunia sekuler dengan yang terdapat di dunia kerohanian’. Ia bukan menemukan hal itu dari Alkitab, tetapi
dari serangkaian kejadian, yang mencakup ‘sebuah
artikel di surat
kabar’ dan ‘suatu data statistik’! Alangkah Alkitabiahnya! Dan apa dasarnya Rob Carman
tahu-tahu bisa mempercayai / menyadari bahwa ‘apa yang terjadi pada masyarakat
luas itu sama dengan yang terjadi dalam lingkungan jemaatnya’? Dan apa dasarnya sehingga Edwin Louis Cole
mempercayai kesimpulan dari Rob Carman ini?
b) Kalau
yang ia katakan di atas ini benar, lalu apa fungsi Roh Kudus dalam diri gereja
/ orang-orang Kristen? Apa fungsi Firman Tuhan yang dibaca dan didengar
orang-orang Kristen, kalau ternyata apa yang terjadi di alam rohani sepadan
dengan yang terjadi di alam rohani? Memang, dunia bisa saja mempengaruhi gereja
(Mat 24:12), tetapi tidak harus demikian! Kalau gereja dan dunia harus sama,
lalu bagaimana dengan ayat-ayat di bawah ini?
Yoh 17:15-16 - “(15)Aku tidak meminta, supaya Engkau
mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada
yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia”.
Ro 12:2 - “Janganlah kamu menjadi serupa dengan
dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah
dan yang sempurna”.
Ef 5:11 - “Janganlah turut mengambil bagian
dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi
sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu”.
Mat 5:13 - “‘Kamu adalah garam dunia. Jika garam
itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya
selain dibuang dan diinjak orang”.
Kalau dilihat dari ayat terakhir ini (Mat 5:13) maka
bisa disimpulkan bahwa jemaat dari Rob Carman itu semuanya adalah garam yang
telah menjadi tawar!
c) Dalam
Alkitab gereja / orang Kristen disebut sebagai ‘kudus’. Arti utama dari kata ‘kudus’ bukanlah ‘suci’, tetapi ‘berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’. Tetapi hebatnya, atau lebih tepat, gilanya, Rob
Carman mencampur-adukkan gereja dan dunia, dan Edwin Louis Cole mempercayai
kesimpulan sesat dan tolol itu!
34) “Itulah sebabnya Yesus sering duduk di Bait Allah sambil
memperhatikan orang-orang memberikan persembahannya. ‘Karena di mana hartamu
berada, di situ juga hatimu berada.’ (Matius 6:21)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 269).
Tanggapan saya:
Luk 21:1-4 - “(1)
Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan
mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin
memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua
orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya,
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh
nafkahnya.’”.
Yesus memang memperhatikan orang-orang
yang memberikan persembahan, tetapi hal ini tak ada hubungannya dengan Mat 6:21!
35) “Dia mengakui
bahwa Dia hanya melakukan apa yang dilihatNya dilakukan oleh Bapa, dengan
begitu Dia tidak merasa tertekan karena harus bertindak dengan kekuatanNya
sendiri. Dia ditopang oleh kekuatan sorgawi dalam segala hal yang dilakukanNya
(Yohanes 5:19-20)” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 286).
“Dia
mengatakan bahwa Dia hanya melakukan hal-hal yang dilihatNya dilakukan oleh
Bapa (Yohanes 5:19). Jadi, berdasarkan
prinsip itu kita juga harus melakukan hal-hal yang kita lihat telah
dilaksanakan oleh Kristus”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 71).
Tanggapan saya:
a) Jadi
Yesus cuma bisa meniru Bapa? Ini jelas merupakan penafsiran sesat tentang Yoh
5:19.
Yoh 5:19 -
“Maka
Yesus menjawab mereka, kataNya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak
tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan
Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak”.
Untuk menunjukkan hal itu saya akan membahas ayat ini
potong per potong.
1. ‘Anak tidak
dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri’ (ay 19b
bdk. ay 30a: ‘Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriKu
sendiri’).
Ayat ini dipakai oleh Arius / Arianisme (dan juga
menjadi ayat dasar dari ajaran Saksi Yehuwa / Unitarianisme) untuk mengatakan
bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, karena Ia tidak bisa melakukan apapun dari
diriNya sendiri.
Tetapi sebetulnya ayat ini sama sekali tidak
menunjukkan ketidakmampuan Yesus! Dalam kontex dimana Yesus menunjukkan diriNya
sebagai Anak Allah, dan menyetarakan diriNya dengan Allah (ay 17-18),
tidak mungkin tahu-tahu Ia justru menunjukkan ketidak-mampuanNya.
Yoh 5:17-18 - “(17) Tetapi Ia
berkata kepada mereka: ‘BapaKu bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja
juga.’ (18) Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya,
bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan
bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya
dengan Allah”.
Kata-kata ‘menyamakan
diriNya’ seharusnya adalah ‘membuat diriNya setara’.
Kalau demikian, apa arti / maksud kata-kata Yesus dalam Yoh 5:19? Kata-kata
Yesus ini bertujuan untuk menekankan kesatuan yang tidak terpisahkan antara
Yesus dengan Bapa, yang menyebabkan Yesus tidak bisa melakukan apapun terpisah
dari Bapa. Dan jelas bahwa, kebalikannya juga berlaku, yaitu, Bapapun tidak
bisa melakukan apapun terpisah dari Yesus!
Jadi, Yesus dan Bapa tidak bisa bekerja
sendiri-sendiri. Sebaliknya, pekerjaan Yesus adalah pekerjaan Bapa, dan
pekerjaan Bapa adalah pekerjaan Yesus.
Dengan demikian, kata-kata Yesus ini menjawab serangan
mereka bahwa Yesus melanggar Sabat dan menghujat Allah (ay 18). Kalau
Yesus bisa melanggar Sabat dan menghujat Allah, maka itu berarti Ia bisa
melakukan sesuatu terpisah dari Bapa. Tetapi Yesus tidak bisa melakukan sesuatu
terpisah dari Bapa, dan karena itu jelas bahwa Ia tidak bisa melanggar Sabat
maupun menghujat Allah.
2. ‘Jikalau Ia
tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga
yang dikerjakan Anak’ (ay 19c).
Bagian ini tidak berarti seakan-akan Yesus itu cuma
bisa meniru BapaNya! Tetapi kelihatannya arti itu yang diambil oleh Edwin Louis
Cole.
Kalau Yoh 5:19 itu diartikan bahwa Yesus cuma
bisa meniru apa yang Bapa lakukan, bagaimana mungkin Yesus mencipta alam
semesta? Kapan Yesus pernah melihat Bapa melakukan hal itu, lalu menirunya?
Lalu pada waktu Yesus berinkarnasi, lalu menderita dan mati untuk menebus dosa
kita, kapan Dia melihat Bapa melakukan hal itu, lalu menirunya? Bapa bahkan
tidak bisa mati, karena berbeda dengan Yesus / Anak, Bapa tidak pernah
berinkarnasi menjadi manusia.
Tentang bagian ini, Leon Morris (NICNT) mengutip
kata-kata seorang yang bernama Westcott, yang memberikan komentar yang indah
sebagai berikut:
“The things that
the Father does that the Son does, too, not in imitation, but in virtue
of His sameness of nature” (= Hal-hal yang
dilakukan oleh Bapa juga dilakukan oleh Anak, bukan dalam peniruan,
tetapi berdasarkan kesamaan hakekatNya) - hal 313.
W. G. T. Shedd:
“In
these passages the doctrine is taught that while each person is so distinct
from the others that he can speak of himself as doing acts that are peculiar to
himself and not to the others, yet the distinctness is not so great as to make
him another Being who does the acts a]f’ e]autou (= of himself)
exclusively and apart from the others” [= Dalam text-text ini doktrin
diajarkan bahwa sementara setiap pribadi berbeda (distinct) dari pribadi-pribadi yang lain sehingga Ia bisa berbicara
tentang diriNya sendiri sebagai melakukan tindakan-tindakan yang khas bagi
diriNya sendiri dan tidak bagi pribadi-pribadi yang lain, tetapi perbedaan (distinctness) itu tidaklah begitu besar
sehingga membuatNya seorang Makhluk lain yang melakukan tindakan-tindakan itu a]f’
e]autou
(= dari diriNya sendiri) secara exklusif dan terpisah dari pribadi-pribadi yang
lain] - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol III, hal 133.
b) Edwin
Louis Cole mengatakan ‘berdasarkan
prinsip itu kita juga harus melakukan hal-hal yang kita lihat telah
dilaksanakan oleh Kristus’.
1. Prinsipnya
sudah salah, maka jelas pada waktu diterapkan, juga jadi salah.
2. Seandainya
Yesus memang meniru Bapa, apa alasannya sehingga hal itu harus berlaku untuk
kita, dan kita lalu harus meniru Yesus? Sekalipun Yesus dikatakan merupakan
teladan kita (Yoh 13:14-15), tetapi itu tidak berarti bahwa apapun yang Yesus
lakukan atau tidak lakukan, harus kita teladani. Ada yang tidak perlu, ada yang tidak bisa,
dan ada yang bahkan tidak boleh, kita teladani!
Misalnya:
a. Yesus
disunat.
b. Yesus
berpuasa 40 hari 40 malam; Yesus tidak menikah.
c. Yesus melakukan
mujijat, membangkitkan orang mati dan sebagainya.
d. Yesus mati
disalib menebus dosa kita.
Kalau mau mendapatkan ajaran / penafsiran yang benar,
maka kita harus membandingkan apa yang Yesus lakukan atau tidak lakukan dengan
seluruh Alkitab, untuk menentukan hal-hal mana yang harus kita teladani, dan
hal-hal mana yang tidak perlu / tidak boleh kita teladani.
c) Sekarang mari kita perhatikan kutipan pertama di atas, yang untuk
jelasnya, saya kutip ulang di sini.
“Dia
mengakui bahwa Dia hanya melakukan apa yang dilihatNya dilakukan oleh Bapa, dengan
begitu Dia tidak merasa tertekan karena harus bertindak dengan kekuatanNya
sendiri. Dia ditopang oleh kekuatan sorgawi dalam segala hal yang dilakukanNya
(Yohanes 5:19-20)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 286).
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
1. Apa hubungannya ‘peniruan’ dengan ‘kekuatan untuk melakukan
peniruan’ tersebut?
Boleh dikatakan bahwa Edwin Louis Cole
berkata: Karena Yesus hanya meniru Bapa, maka Ia tak harus merasa tertekan
karena harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri. Ia ditopang oleh kekuatan
surgawi. Apa urusannya ‘meniru’ dengan ‘kekuatan untuk melakukan’? Kelihatannya
orang ini memang tidak punya logika!
2. Yesus tertekan kalau harus bertindak dengan kekuatanNya sendiri?
Kalau demikian Ia pasti bukan Allah! Kalau Dia adalah Allah, Ia pasti maha
kuasa. Lalu bagaimana mungkin Ia tertekan karena harus bertindak dengan
kekuatanNya sendiri?
36) Setelah
mengutip Mat 7:29 - “sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang
berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat mereka”, Edwin Louis Cole lalu berkata: “Kuasa ini
muncul dari pengenalanNya akan diriNya sendiri, tujuanNya dalam hidup ini dan
dari identitas diri yang diterimaNya secara sempurna” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 286-287).
Tanggapan saya:
Apa dasarnya untuk mengatakan bahwa adanya kuasa dalam
ajaran Yesus terjadi karena pengenalanNya akan diriNya sendiri, dan dari
identitas diri yang diterimaNya dengan sempurna?? Lagi-lagi ajaran tanpa dasar
Alkitab secuilpun!
37) “Elia seharusnya
belajar dari seorang nabi lain yang hidup berabad-abad kemudian. Nabi ini
mengajarkan bahwa Allah tidak akan menyangkal umat-Nya dalam kelemahan mereka.
‘Tetapi sekalipun pada waktu kita ini demikian lemah sehingga tidak beriman,
Ia tetap setia dan menolong kita, karena Ia
tidak dapat menyangkal kita yang merupakan bagian dari diri-Nya sendiri dan
janji-janji-Nya kepada kita akan selalu dilaksanakan-Nya’ (2 Timotius 2:13,
Alkitab versi Firman Allah yang Hidup)”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 289).
Tanggapan saya:
a) Yang
menuliskan 2Tim 2:13 adalah Paulus. Ia adalah rasul, bukan nabi.
b) 2Tim 2:13
- “jika
kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.
Edwin Louis Cole mengambil terjemahan dari FAYH / LB
yang justru kacau. Alkitab bahasa Inggris pada umumnya menggunakan kata ‘faithless’, yang menurut saya di sini
harus diartikan ‘tidak setia’, bukan ‘tidak beriman’, karena dikontraskan
dengan sikap Allah yang ‘setia / faithful’.
Dan bagian belakang dari ayat ini dalam FAYH / LB (bagian yang saya beri garis
bawah ganda dalam kutipan di atas), betul-betul kacau.
c) Kalau
Allah setia kepada orang-orang yang tidak beriman, maka bagaimana mungkin orang
yang tidak beriman bisa dimasukkan neraka?
38) “Abraham
mengambil keputusan yang salah dan seluruh dunia harus menanggung akibatnya.
Ketika pada usia delapan puluh tahun ia masih juga belum dikaruniai anak,
akhirnya ia menyetujui usul Sarah untuk mendapatkan anak dari budak
perempuannya, Hagar. Ia lalu menghamili Hagar, dan lahirlah Ismael. Ketika
menyadari kesalahannya Abraham lalu memutuskan untuk melangkah secara benar
dengan percaya bahwa Allah akan membuat Sarah mengandung seorang anak. Allah
yang setia itu kemudian memberi mereka Ishak, si anak perjanjian (Kej 15:18).
Namun, penyelewengan iman Abraham yang dilakukannya dengan cara mengambil
keputusan menurut daging dan bukan menurut roh telah menimbulkan permusuhan
yang berlarut-larut hingga sekarang, antara keturunan Sarah dengan keturunan
Hagar - bangsa Yahudi dengan bangsa Arab (Kej 16:11-12)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 303).
Tanggapan saya:
a) Edwin
Louis Cole lagi-lagi sangat ceroboh dan tidak akurat dalam data-data Alkitab.
Ia mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi pada saat Abraham berusia 80 tahun.
Padahal Alkitab mengatakan bahwa Abraham mendapat anak Ismael dari Hagar pada
usia 86 tahun.
Kej 16:16 - “Abram berumur delapan puluh enam
tahun, ketika Hagar melahirkan Ismael baginya”.
Jadi, waktu ia memperistri (menjadikan gundik) Hagar,
usianya sekitar 85 tahun.
Juga kalau dilihat dari ayat-ayat di bawah ini, jelas
saat itu usia Abraham 85 tahun.
Kej 12:4 - “Lalu pergilah Abram seperti yang
difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram
berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia
berangkat dari Haran”.
Kej 16:3 - “Jadi Sarai, isteri Abram itu,
mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, - yakni ketika Abram telah
sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan -, lalu memberikannya kepada
Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya”.
Kelihatannya ini hanya hal kecil, tetapi ini
menunjukkan betapa cerobohnya Edwin Louis Cole dalam menggunakan Alkitab. Kalau
dalam hal seperti itu, yang jelas-jelas ada dalam Alkitab, ia sudah salah,
apalagi dalam penafsiran ayat-ayat!
b) Kata-kata
“Ketika
menyadari kesalahannya Abraham lalu memutuskan untuk melangkah secara benar
dengan percaya bahwa Allah akan membuat Sarah mengandung seorang anak” itu muncul dari Alkitab sebelah mana?
c) Edwin
Louis Cole mengajar bahwa dosa Abraham juga mempunyai akibat yang harus
ditanggung oleh seluruh dunia. Apa dasar Alkitabnya? Alkitab mengatakan
hanya dosa Adam, yang adalah manusia pertama, yang mempunyai akibat untuk
seluruh dunia, dan itupun hanya dosa pertama Adam, bukan dosa-dosanya yang lain
setelah itu.
Ro 5:12-19 - “(12) Sebab itu, sama seperti dosa
telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang
telah berbuat dosa. (13) Sebab sebelum hukum Taurat ada, telah ada dosa di
dunia. Tetapi dosa itu tidak diperhitungkan kalau tidak ada hukum Taurat. (14)
Sungguhpun demikian maut telah berkuasa dari zaman Adam sampai kepada zaman
Musa juga atas mereka, yang tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang
telah dibuat oleh Adam, yang adalah gambaran Dia yang akan datang. (15)
Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena
pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh
lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas
semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia
tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu
pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan
karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika
oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih
benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah
kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus
Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang
beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua
orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh
ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian
pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar”.
1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut
datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati
datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati
dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus”.
Disamping itu dosa Adam dan akibatnya dikontraskan
oleh Alkitab dengan perbuatan kebenaran Yesus dan akibatnya, yang
menetralisirnya. Kalau dosa Abraham juga punya akibat universal, lalu apa
kontrasnya dan apa yang menetralisirnya?
d) Kalau
di bagian atas kutipan di atas Edwin Louis Cole mengatakan bahwa dosa Abraham
mempunyai akibat yang ditanggung oleh seluruh dunia, adalah aneh, bahwa
dalam memberi contoh di bawah ia hanya memberikan contoh permusuhan antara
bangsa Yahudi dan bangsa Arab. Ini bukan sesuatu yang bersifat universal,
tetapi lokal!
39) “Dalam kedamaian
ada perhentian yang berasal dari Allah (Ibrani 4:9). Perhentian ini akan
mengalahkan kekhawatiran yang ada”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Ibr 4:9 - “Jadi masih tersedia suatu hari
perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah”.
Tanggapan saya:
Edwin Louis Cole menerapkan ayat ini untuk damai yang
kita alami / dapatkan di dunia ini, padahal ayat ini bicara tentang
perhentian di surga!
Ibr 4:1-11 - “(1) Sebab itu, baiklah kita waspada,
supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun
janji akan masuk ke dalam perhentianNya masih berlaku. (2) Karena kepada
kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman
pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama
oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. (3) Sebab kita yang beriman, akan
masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku
bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun
pekerjaanNya sudah selesai sejak dunia dijadikan. (4) Sebab tentang hari
ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: ‘Dan Allah berhenti pada
hari ketujuh dari segala pekerjaanNya.’ (5) Dan dalam nas itu kita baca:
‘Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu.’ (6) Jadi sudah jelas,
bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan
mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk
karena ketidaktaatan mereka. (7) Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu
‘hari ini’, ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud
seperti dikatakan di atas: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya,
janganlah keraskan hatimu!’ (8) Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka
masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian
tentang suatu hari lain. (9) Jadi masih tersedia suatu hari perhentian,
hari ketujuh, bagi umat Allah. (10) Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat
perhentianNya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama
seperti Allah berhenti dari pekerjaanNya. (11) Karena itu baiklah kita berusaha
untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh
karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga”.
Dalam text ini terlihat bahwa baik hari ke 7 (Sabat),
yang disebut hari perhentian, maupun Kanaan (yang disebut tempat perhentian),
merupakan type dari surga / istirahat di surga (bdk. Wah 14:13). Tetapi Edwin
Louis Cole menerapkan Ibr 4:9 untuk kehidupan di dunia.
Wah 14:13 - “Dan aku mendengar suara dari
sorga berkata: Tuliskan: ‘Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan,
sejak sekarang ini.’ ‘Sungguh,’ kata Roh, ‘supaya mereka boleh beristirahat
dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.’”.
40) “Dalam kedamaian
ada perasaan telah menemukan sesuatu melalui Allah (Lukas 17:21). Ini akan
mengakhiri pengembaraan jiwa kita”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Tanggapan saya:
Luk 17:20-21 - “(20) Atas pertanyaan orang-orang
Farisi, apabila (kapan) Kerajaan Allah akan datang, Yesus
menjawab, kataNya: ‘Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, (21) juga
orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya
Kerajaan Allah ada di antara kamu.’”.
Betul-betul gila menggunakan text seperti ini untuk
pernyataannya! Sama sekali tidak ada hubungannya. Calvin mengatakan bahwa text
ini menekankan bahwa kita tidak boleh mencari kerajaan Allah dengan mata
lahiriah kita, karena kerajaan Allah ini bukanlah bersifat daging atau duniawi,
dan yang disebut kerajaan Allah bukan lain adalah pembaharuan di dalam dan
bersifat rohani dari jiwa kita. Karena itu hal itu harus dicari di dalam diri
kita.
Calvin (tentang Luk 17:20-21): “He means, that they
are greatly mistaken who seek with the eyes of the flesh the kingdom of God, which is in no respect carnal or earthly,
for it is nothing else than the inward and spiritual renewal of the soul.
From the nature of the kingdom itself he shows that they are altogether in the
wrong, who look around here
or there, in order to observe visible marks. ‘That
restoration of the Church,’ he tells us, ‘which God has promised, must be
looked for within; for,
by quickening his elect into a heavenly newness of life, he establishes his
kingdom within them.’ And
thus he indirectly reproves the stupidity of the Pharisees, because they aimed
at nothing but what was earthly and fading”.
Catatan: saya tak memberi terjemahannya, karena
intinya sudah saya berikan di atas.
41) “Allah tidak
menciptakan kekacauan (1 Korintus 14:33). Dia justru menyediakan damai
sejahtera melalui Yesus Kristus”
(‘Menjadi Pria Sejati’, hal 304).
Tanggapan saya:
1Kor 14:33 berbicara tentang kekacauan dalam
kebaktian / pertemuan ibadah, bukan kekacauan yang dimaksudkan oleh Edwin
Louis Cole!
1Kor 14:26-40 - “(26) Jadi bagaimana sekarang,
saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul,
hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang
lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia
untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk
membangun. (27) Jika ada yang berkata-kata dengan bahasa roh, biarlah dua atau
sebanyak-banyaknya tiga orang, seorang demi seorang, dan harus ada seorang lain
untuk menafsirkannya. (28) Jika tidak ada orang yang dapat menafsirkannya,
hendaklah mereka berdiam diri dalam pertemuan
Jemaat dan hanya boleh berkata-kata kepada dirinya sendiri dan kepada
Allah. (29) Tentang nabi-nabi - baiklah dua atau tiga orang di antaranya
berkata-kata dan yang lain menanggapi apa yang mereka katakan. (30) Tetapi jika
seorang lain yang duduk di situ mendapat penyataan, maka yang pertama itu harus
berdiam diri. (31) Sebab kamu semua boleh bernubuat seorang demi seorang,
sehingga kamu semua dapat belajar dan beroleh kekuatan. (32) Karunia nabi
takluk kepada nabi-nabi. (33) Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan,
tetapi damai sejahtera. (34) Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang
kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk
berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh
hukum Taurat. (35) Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka
menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk
berbicara dalam pertemuan Jemaat. (36)
Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman
itu telah datang? (37) Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang
mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu
adalah perintah Tuhan. (38) Tetapi jika ia tidak mengindahkannya, janganlah
kamu mengindahkan dia. (39) Karena itu, saudara-saudaraku, usahakanlah dirimu
untuk memperoleh karunia untuk bernubuat dan janganlah melarang orang yang
berkata-kata dengan bahasa roh. (40) Tetapi segala sesuatu harus berlangsung
dengan sopan dan teratur”.
Dalam hal-hal ini Edwin Louis Cole tak terlalu berbeda
dengan para Saksi Yehuwa yang menggunakan text ini untuk menyerang doktrin
Allah Tritunggal yang mereka anggap sebagai suatu kekacauan, dan juga dengan
Pdt. Jusuf B. S. yang menggunakan text ini untuk menyerang doktrin tentang
predestinasi, yang ia anggap sebagai suatu kekacauan. Semua orang-orang ini
tidak mengerti bagaimana menafsirkan ayat itu sesuai dengan kontextnya.
Kontextnya tidak membicarakan kekacauan dalam hati orang berdosa, ataupun
kekacauan suatu ajaran, tetapi kekacauan dalam suatu ibadah!
42) Setelah
menceritakan tentang raja Asa yang tidak menghancurkan ‘bukit-bukit
pengorbanan’ / tempat-tempat tinggi, yang akhirnya
menimbulkan kembali penyembahan berhala, Edwin Louis Cole lalu berkata sebagai
berikut:
“‘Tempat-tempat
tinggi’ dalam pikiran kaum pria adalah pikiran-pikiran yang tersembunyi, berupa
benteng-benteng nostalgia, sentimen pribadi, dan khayalan-khayalan yang
kadang-kadang dijadikan tempat menyepi untuk memuaskan hawa nafsu manusia
mereka.” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal
317).
Tanggapan saya:
Ini lagi-lagi merupakan pengalegorian / perohanian
yang tidak pada tempatnya. Kalau hal ini diterapkan pada raja Asa sendiri, lalu
artinya jadi bagaimana? Jadi, raja Asa punya khayalan-khayalan untuk memuaskan
nafsunya?
43) “Biasakanlah
membasuh pikiran Anda dengan air firman Allah (Efesus 5:26)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 318).
Tanggapan saya:
a) Mengapa
diterjemahkan ‘air firman
Allah’? Dari terjemahan Kitab Suci
bahasa Inggris yang mana?
Ef 5:26 - “untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan
memandikannya dengan air dan firman”. Ini jelas salah terjemahan.
KJV: ‘the
washing of water by the word’ (= pembasuhan air oleh firman).
RSV/NASB: ‘the washing of water with the word’ (= pembasuhan air dengan
firman).
NIV: ‘the
washing with water through the word’ (= pembasuhan dengan air melalui
firman).
Catatan:
kata Yunani yang digunakan adalah EN, yang memang bisa diterjemahkan
macam-macam, tetapi tidak ada yang menterjemahkan bagian ini menjadi ‘air firman Allah’, dan rasanya memang
tidak mungkin diterjemahkan seperti itu.
b) Apa arti Ef 5:26 ini?
Saya
sendiri mengikuti pandangan Calvin yang menganggap ‘air’ di sini berbeda dengan ‘firman’. ‘Air’ menunjuk pada baptisan. Ini
tidak berarti bahwa Calvin mempercayai kalau baptisan bisa mengampuni dosa.
Calvin sendiri mengingatkan bahwa ayat di atas itu menunjukkan bahwa yang
menyucikan dan memandikan / membasuh adalah Allah sendiri (perhatikan kata ‘Ia’ dalam ayat itu), bukan
baptisannya / airnya. Sedangkan kata ‘firman’ ditambahkan karena firman merupakan meterai dari
sakramen, dan tanpa firman maka sakramen tidak ada gunanya.
Calvin (tentang Ef 5:26): “‘Washing
it with the washing of water.’ Having
mentioned the inward and hidden sanctification, he now adds the outward symbol,
by which it is visibly confirmed; as if he had said, that a pledge of that
sanctification is held out to us by baptism. Here it is necessary to
guard against unsound interpretation, lest the wicked superstition of men, as
has frequently happened, change a sacrament into an idol. When Paul says that
we are washed by baptism, his meaning is, that God employs it for declaring
to us that we are washed, and at the same time performs what it represents.
If the truth - or, which is the same thing, the exhibition of the truth - were
not connected with baptism, it would be improper to say that baptism is the
washing of the soul. At the same time, we must beware of ascribing to the
sign, or to the minister, what belongs to God alone. We must not imagine that
washing is performed by the minister, or that water cleanses the pollutions of
the soul, which nothing but the blood of Christ can accomplish. In short,
we must beware of giving any portion of our confidence to the element or to
man; for the true and proper use of the sacrament is to lead us directly to
Christ, and to place all our dependence upon him. Others again suppose that too
much importance is given to the sign, by saying that baptism is the washing of
the soul. Under the influence of this fear, they labor exceedingly to lessen
the force of the eulogium which is here pronounced on baptism. But they are
manifestly wrong; for, in the first place, the apostle does not say that it
is the sign which washes, but declares it to be exclusively the work of God. It
is God who washes, and the honor of performing it cannot lawfully be taken from
its Author and given to the sign. But there is no absurdity in saying that
God employs a sign as the outward means. Not that the power of God is limited
by the sign, but this assistance is accommodated to the weakness of our
capacity. Some are offended at this view, imagining that it takes from the Holy
Spirit a work which is peculiarly his own, and which is everywhere ascribed to
him in Scripture. But they are mistaken; for God acts by the sign in such a
manner, that its whole efficacy depends upon his Spirit. Nothing more is
attributed to the sign than to be an inferior organ, utterly useless in itself,
except so far as it derives its power from another source. ... ‘In the
word.’ This is very far from being a
superfluous addition; for, if the word is taken away, the whole power of the sacraments is gone. What else are
the sacraments but seals of the word? This single consideration will drive away superstition. How comes it
that superstitious men are confounded by signs, but because their minds are not
directed to the ‘Word,’ which
would lead them to God? Certainly, when we look to anything else than to the
word, there is nothing sound, nothing pure; but one absurdity springs out of
another, till at length the signs, which were appointed by God for the
salvation of men, become profane, and degenerate into gross idolatry. The
only difference, therefore, between the sacraments of the godly and the
contrivances of unbelievers, is found in the Word. By the ‘Word’
is here meant the promise, which
explains the value and use of the signs. Hence it appears, that the Papists do not at all observe the signs in
a proper manner. They boast indeed, of having ‘the Word,’ but appear to regard
it as a sort of enchantment; for they mutter it in an unknown tongue; as if it
were addressed to dead matter, and not to men. No explanation of the mystery is
made to the people; and in this respect, were there no other, the sacrament
begins to be nothing more than the dead element of water. ‘In the word’ is equivalent to ‘By the word.’” (= ).
Catatan:
lagi-lagi saya tidak menterjemahkan, karena intinya sudah saya berikan di atas.
c) Untuk
kata ‘menyucikannya’ dalam Ef 5:26 itu,
KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV menterjemahkan ‘cleanse’
(= membersihkan). Dari kata yang digunakan, maupun dari kontextnya, jelas bahwa
Ef 5:26 itu berbicara tentang penyucian diri kita dari dosa. Tetapi
Edwin Louis Cole menerapkan Ef 5:26 dalam arti pengudusan pikiran. Ini
lagi-lagi tidak cocok!
KJV: ‘That he
might sanctify and cleanse it with the washing of water by the word’.
RSV: ‘that he
might sanctify her, having cleansed her by the washing of water with the
word’.
NIV: ‘to make
her holy, cleansing her by the washing with water through the word’.
NASB: ‘so that
He might sanctify her, having cleansed her by the washing of water with
the word’.
ASV: ‘that he
might sanctify it, having cleansed it by the washing of water with the
word’.
NKJV: ‘that He
might sanctify and cleanse her with the washing of water by the word’.
Tuhan memakai firmanNya untuk membersihkan kita, dalam
arti menguduskan kita. Tetapi untuk membersihkan kita dari dosa yang sudah kita
lakukan, Ia tidak pernah menggunakan firman. Untuk itu darah Kristuslah yang Ia
gunakan (Mat 26:28 Ef 1:7 Ibr 9:12,14
Ibr 9:22-25 1Pet 1:18-19 1Yoh 1:7
Wah 1:5 Wah 7:14).
d) Dari
pada menggunakan ayat seperti Ef 5:26, bukankah jauh lebih baik menggunakan ayat-ayat
seperti Yoh 15:3 Yoh 17:17?
Yoh 15:3 - “Kamu memang sudah bersih karena firman
yang telah Kukatakan kepadamu”.
Yoh 17:17 - “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran;
firmanMu adalah kebenaran”.
44) “Raja Daud
adalah ayah yang buruk bagi Adonia, namun merupakan ayah yang menakjubkan bagi
Salomo. Alkitab mencatat, ‘Selama hidup Adonia ayahnya belum pernah menegur
dia’ (1Raja-raja 1:6). Tidak ada koreksi dan teguran dari ayahnya telah
menghancurkan Adonia” (‘Menjadi Pria
Sejati’, hal 342).
Tanggapan saya:
a) Ini
merupakan pengutipan sebagian ayat yang menyebabkan artinya menjadi lain
dari yang seharusnya.
1Raja 1:5-6 - “(5) Lalu Adonia, anak Hagit,
meninggikan diri dengan berkata: ‘Aku ini mau menjadi raja.’ Ia melengkapi
dirinya dengan kereta-kereta dan orang-orang berkuda serta lima puluh orang yang berlari di depannya.
(6) Selama hidup Adonia ayahnya belum pernah menegor dia dengan ucapan:
‘Mengapa engkau berbuat begitu?’ Iapun sangat elok perawakannya dan dia
adalah anak pertama sesudah Absalom”.
Kalau dilihat dari text ini, Daud hanya dinyatakan
tidak pernah menegur Adonia dalam hal ia meninggikan diri dengan mengatakan
‘Aku ini mau menjadi raja’. Sama sekali tidak berarti Daud tak pernah
menegur Adonia dalam segala hal.
b) Dari
pada menggunakan ayat yang dikutip sebagian seperti itu, jauh lebih baik kalau
ia menggunakan ayat-ayat seperti:
·
Amsal 29:15 -
“Tongkat
dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan
ibunya”.
·
Amsal 29:17
- “Didiklah
anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan
sukacita kepadamu”.
·
Amsal 22:6 -
“Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu”.
Catatan: ‘mendidik’ pasti mencakup ‘menegur’.
45) “Manusia terlahir
dari daging dan tidak memiliki kodrat ilahi melalui kelahiran alami. Itulah
sebabnya Yesus mengatakan kepada Nikodemus bahwa ia harus dilahirkan kembali
(Yohanes 3:3). Dia mengajarkan bahwa Allah adalah
Roh, dan oleh karena itu untuk dapat menerima kodrat Allah, kita harus
dilahirkan dari RohNya sebagaimana kita dilahirkan dari daging. Ketika Roh
Kristus masuk ke dalam kehidupan seorang manusia, terjadilah suatu ‘kelahiran’,
karena dengan cara itu manusia dibuat hidup di dalam Roh” (‘Menjadi
Pria Sejati’, hal 72).
“Dalam
kemanusiaanNya, Dia mengambil bagian dalam kedagingan kita; dan oleh RohNya
kita mengambil bagian dalam keilahianNya, sehingga kita menjadi
kebenaran Allah di dalam Kristus Yesus (2Petrus 1:4)” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 73).
Tanggapan saya:
Untuk dapat menerima kodrat Allah? Mengambil bagian
dalam keilahianNya? Ini mustahil bisa terjadi. Tetapi lalu bagaimana dengan
2Pet 1:4 yang digunakan oleh Edwin Louis Cole? Mari kita membaca dan
membahas ayat itu.
2Pet 1:4 - “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji
yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil
bagian dalam kodrat ilahi, dan luput
dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia”.
Kitab Suci Indonesia: ‘kodrat ilahi’.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘divine nature’ (= hakekat / sifat ilahi).
Calvin: “But the word
‘nature’
is not here essence but quality. The
Manicheans formerly dreamt that we are a part of God, and that after having run
the race of life we shall at length revert to our original. There are also at
this day fanatics who imagine that we thus pass over into the nature of God, so
that his swallows up our nature. Thus they explain what Paul says, that God
will be all in all (1 Corinthians 15:28,) and in the same sense they take this
passage. But such a delirium as this never entered the minds of the holy
Apostles; they only intended to say that when divested of all the vices of the
flesh, we shall be partakers of divine and blessed immortality and glory, so as
to be as it were one with God as far as our capacities will allow” [= Tetapi kata ‘nature’ di sini bukanlah ‘hakekat’
tetapi ‘kwalitet’. Para Manichean dahulu bermimpi bahwa kita adalah sebagian
dari Allah, dan bahwa setelah menyelesaikan kehidupan kita akhirnya kembali pada
keadaan orisinil kita. Pada saat ini juga ada orang-orang fanatik yang
membayangkan / mengkhayalkan bahwa kita akan melewati
/ melampaui ke dalam hakekat / sifat dari Allah, sehingga sifat / hakekatNya
menelan sifat / hakekat kita. Maka mereka menjelaskan apa yang Paulus katakan,
bahwa Allah akan menjadi semua dalam semua (1Kor 15:28), dan dalam arti yang
sama mereka mengartikan text ini. Tetapi kegilaan seperti ini tidak pernah
memasuki pikiran-pikiran dari Rasul-rasul yang kudus; mereka hanya bermaksud untuk
mengatakan bahwa pada waktu dibebaskan / dilepaskan dari semua sifat buruk /
jahat dari daging, kita akan menjadi pengambil bagian dari
ketidak-bisa-binasaan dan kemuliaan yang ilahi dan diberkati, sehingga seakan-akan
menjadi satu dengan Allah sejauh diijinkan oleh kapasitas kita].
Catatan: Webster’s
New World Dictionary mengatakan bahwa Manicheism merupakan suatu
filsafat yang bersifat agama yang diajarkan pada abad ke 3-7 M. oleh seorang Persia bernama
Manes atau Manicheus dan murid-muridnya.
1Kor 15:28 - “Tetapi kalau segala sesuatu
telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan
menaklukkan diriNya di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di
bawahNya, supaya Allah menjadi semua di dalam semua”.
Calvin: “we, disregarding empty speculations,
ought to be satisfied with this one thing, - that the image of God in holiness
and righteousness is restored to us for this end, that we may at length be
partakers of eternal life and glory as far as it will be necessary for our complete
felicity”
(= kita, mengabaikan spekulasi yang kosong, harus puas dengan satu hal ini, -
bahwa gambar Allah dalam kekudusan dan kebenaran dipulihkan bagi kita untuk
tujuan ini, supaya kita akhirnya bisa menjadi pengambil bagian dari kehidupan
dan kemuliaan kekal sejauh itu perlu untuk kebahagiaan lengkap / sempurna kita).
Barnes’ Notes: “it cannot be taken in so literal a sense as
to mean that we can ever partake of the divine ‘essence,’ or that we shall be
‘absorbed’ into the divine nature so as to lose our individuality. ... It is in
the nature of the case impossible. There must be forever an essential
difference between a created and an uncreated mind. ... The reference then, in
this place, must be to the ‘moral’ nature of God; and the meaning is, that they
who are renewed become participants of the same ‘moral’ nature; that is, of the
same views, feelings, thoughts, purposes, principles of action. Their nature as
they are born, is sinful, and prone to evil (Eph. 2:3), their nature as they
are born again, becomes like that of God. They are made LIKE God; and this
resemblance will increase more and more forever, until in a much higher sense
than can be true in this world, they may be said to have become ‘partakers of
the divine nature.’” [= ini tidak bisa diambil dalam arti begitu hurufiah sehingga berarti
bahwa kita bisa mengambil bagian dari ‘hakekat’ ilahi, atau bahwa kita akan
‘dihisap’ ke dalam hakekat ilahi sehingga kehilangan keindividuan kita. ...
Kasus itu merupakan sesuatu yang mustahil. Pasti akan ada untuk selama-lamanya
perbedaan antara pikiran yang dicipta dan yang tidak dicipta. ... Jadi,
kata-kata di tempat ini harus menunjuk pada sifat ‘moral’ dari Allah; dan
artinya adalah bahwa mereka yang diperbaharui menjadi pengambil bagian dari sifat
‘moral’ yang sama; yaitu, dari pandangan, perasaan, pemikiran, tujuan, prinsip
tindakan yang sama. Sifat mereka pada waktu dilahirkan adalah berdosa dan
condong pada dosa (Ef 2:3), sifat mereka pada waktu dilahirkan kembali, menjadi
serupa dengan sifat Allah. Mereka dibuat menjadi SEPERTI Allah; dan kemiripan
ini akan makin meningkat selama-lamanya, sampai dalam arti yang jauh lebih
tinggi dari yang ada dalam dunia ini, mereka dikatakan telah menjadi ‘pengambil
bagian dari sifat ilahi’].
46) “Campbell berbicara dari Surat Paulus yang Pertama kepada jemaat di
Korintus, pasal kesepuluh, mulai dari ayat keenam sampai ayat kesepuluh. ...
Inilah kelima alasan yang sudah tercatat di dalam firman Tuhan perihal mengapa
bangsa Israel
gagal mencapai Tanah Perjanjian.
Berbuat jahat
Menyembah
berhala
Berbuat cabul /
berzina
Mencobai Tuhan
Bersungut-sungut
Ketika saya
mencoba untuk memperhatikan daftar kelima alasan yang dikemukakan oleh Campbell tersebut, saya kira dosa yang paling menonjol adalah berbuat cabul” (‘Kesempurnaan Seorang Pria’, hal 3).
Tanggapan saya:
Apa alasannya Edwin Louis Cole mengatakan seperti itu?
Perhatikan hal-hal ini:
a) Dalam
Perjanjian Lama, kelihatannya dosa yang paling Tuhan benci adalah
penyembahan berhala. Dosa itu sangat sering, bahkan paling sering, menyebabkan
Tuhan murka kepada mereka. Baca cerita-cerita dalam kitab Hakim-hakim, dan juga
Raja-raja, maka saudara akan dengan segera melihat hal itu. Dosa itu juga yang
menyebabkan bangsa Israel
dan Yehuda masuk ke dalam pembuangan. Sebaliknya dosa percabulan hanya sangat
sedikit dibicarakan. Bahkan polygamy, yang jelas juga termasuk dalam
perzinahan, kelihatannya agak ditoleransi, karena sama seperti perbudakan, itu
merupakan dosa yang sangat membudaya pada saat itu.
b) Text
yang menceritakan dosa Israel
yang menyebabkan banyak dari mereka dilarang untuk masuk ke Kanaan adalah text
di bawah ini.
Bil 14:1-35 - “(1) Lalu segenap umat itu
mengeluarkan suara nyaring dan bangsa itu menangis pada malam itu. (2) Bersungut-sungutlah
semua orang Israel kepada
Musa dan Harun; dan segenap umat itu berkata kepada mereka: ‘Ah, sekiranya kami
mati di tanah Mesir, atau di padang
gurun ini! (3) Mengapakah TUHAN membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas
oleh pedang, dan isteri serta anak-anak kami menjadi tawanan? Bukankah lebih
baik kami pulang ke Mesir?’ (4) Dan mereka berkata seorang kepada yang lain:
‘Baiklah kita mengangkat seorang pemimpin, lalu pulang ke Mesir.’ (5) Lalu
sujudlah Musa dan Harun di depan mata seluruh jemaah Israel yang berkumpul di situ. (6) Tetapi
Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune, yang termasuk orang-orang yang telah
mengintai negeri itu, mengoyakkan pakaiannya, (7) dan berkata kepada segenap
umat Israel:
‘Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. (8) Jika
TUHAN berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu dan
akan memberikannya kepada kita, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan
madunya. (9) Hanya, janganlah memberontak kepada TUHAN, dan janganlah takut
kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi
mereka sudah meninggalkan mereka, sedang TUHAN menyertai kita; janganlah takut
kepada mereka.’ (10) Lalu segenap umat itu mengancam hendak melontari kedua
orang itu dengan batu. Tetapi tampaklah kemuliaan TUHAN di Kemah Pertemuan
kepada semua orang Israel.
(11) TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku,
dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepadaKu, sekalipun sudah
ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka! (12) Aku akan
memukul mereka dengan penyakit sampar dan melenyapkan mereka, tetapi engkau
akan Kubuat menjadi bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari pada mereka.’
(13) Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: ‘Jikalau hal itu kedengaran kepada
orang Mesir, padahal Engkau telah menuntun bangsa ini dengan kekuatanMu dari
tengah-tengah mereka, (14) mereka akan berceritera kepada penduduk negeri ini,
yang telah mendengar bahwa Engkau, TUHAN, ada di tengah-tengah bangsa ini, dan
bahwa Engkau, TUHAN, menampakkan diriMu kepada mereka dengan berhadapan muka,
waktu awanMu berdiri di atas mereka dan waktu Engkau berjalan mendahului mereka
di dalam tiang awan pada waktu siang dan di dalam tiang api pada waktu malam. (15)
Jadi jikalau Engkau membunuh bangsa ini sampai habis, maka bangsa-bangsa yang
mendengar kabar tentang Engkau itu nanti berkata: (16) Oleh karena TUHAN tidak
berkuasa membawa bangsa ini masuk ke negeri yang dijanjikanNya dengan bersumpah
kepada mereka, maka Ia menyembelih mereka di padang gurun. (17) Jadi sekarang, biarlah
kiranya kekuatan TUHAN itu nyata kebesarannya, seperti yang Kaufirmankan: (18) TUHAN
itu berpanjangan sabar dan kasih setiaNya berlimpah-limpah, Ia mengampuni
kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang
bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada
anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat. (19) Ampunilah kiranya
kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setiaMu, seperti Engkau
telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai ke mari.’ (20) Berfirmanlah
TUHAN: ‘Aku mengampuninya sesuai dengan permintaanmu. (21) Hanya, demi Aku yang
hidup dan kemuliaan TUHAN memenuhi seluruh bumi: (22) Semua orang yang telah
melihat kemuliaanKu dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di
padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau
mendengarkan suaraKu, (23) pastilah tidak akan melihat negeri yang
Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista
Aku ini tidak akan melihatnya. (24) Tetapi hambaKu Kaleb, karena lain jiwa
yang ada padanya dan ia mengikut Aku dengan sepenuhnya, akan Kubawa masuk ke
negeri yang telah dimasukinya itu, dan keturunannya akan memilikinya. (25) Orang
Amalek dan orang Kanaan diam di lembah. Sebab itu berpalinglah besok dan
berangkatlah ke padang gurun, ke arah Laut Teberau.’ (26) Lagi berfirmanlah
TUHAN kepada Musa dan Harun: (27) ‘Berapa lama lagi umat yang jahat ini akan bersungut-sungut
kepadaKu? Segala sesuatu yang disungut-sungutkan orang Israel kepadaKu telah Kudengar.
(28) Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN,
bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapanKu, demikianlah akan Kulakukan
kepadamu. (29) Di padang
gurun ini bangkai-bangkaimu akan berhantaran, yakni semua orang di antara kamu
yang dicatat, semua tanpa terkecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas,
karena kamu telah bersungut-sungut kepadaKu. (30) Bahwasanya kamu ini
tidak akan masuk ke negeri yang dengan mengangkat sumpah telah Kujanjikan akan
Kuberi kamu diami, kecuali Kaleb bin Yefune dan Yosua bin Nun! (31) Tentang
anak-anakmu yang telah kamu katakan: Mereka akan menjadi tawanan, merekalah
yang akan Kubawa masuk, supaya mereka mengenal negeri yang telah kamu hinakan
itu. (32) Tetapi mengenai kamu, bangkai-bangkaimu akan berhantaran di padang gurun ini, (33) dan anak-anakmu akan mengembara
sebagai penggembala di padang gurun empat puluh
tahun lamanya dan akan menanggung akibat ketidaksetiaan, sampai
bangkai-bangkaimu habis di padang
gurun. (34) Sesuai dengan jumlah hari yang kamu mengintai negeri itu, yakni
empat puluh hari, satu hari dihitung satu tahun, jadi empat puluh tahun lamanya
kamu harus menanggung akibat kesalahanmu, supaya kamu tahu rasanya, jika Aku
berbalik dari padamu: (35) Aku, TUHAN, yang berkata demikian. Sesungguhnya Aku
akan melakukan semuanya itu kepada segenap umat yang jahat ini yang telah
bersepakat melawan Aku. Di padang
gurun ini mereka akan habis dan di sinilah mereka akan mati.’”.
Ini adalah satu-satunya kejadian / peristiwa yang
menyebabkan bangsa Israel
dilarang masuk Kanaan, kecuali Kaleb dan Yosua dan orang-orang yang saat itu
berusia dibawah 20 tahun. Dan di sini sama sekali tidak ada dosa percabulan /
perzinahan ataupun menyembah berhala.
Dari text ini terlihat bahwa dosa-dosa yang
menyebabkan banyak orang dari bangsa Israel gagal mencapai tanah Kanaan adalah
ketidak-percayaan / bersungut-sungut, mencobai Tuhan, menista Tuhan, tidak
setia, dan memberontak / melawan Tuhan.
Kata ‘menista’ (ay 14,23) bisa diartikan ‘membuat marah’ (KJV: ‘provoke’), atau ‘memandang rendah’ (RSV: ‘despise’).
Bersambung...
Terima kasih telah menulis pembahasan ini. Tuhan memberkati
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskepandainmu jgn cuma sbg tukang kritik kyk ahli2 taurat, kelas pria sejati sdh mengubah bnyk pria punya dampak untuk hidup orang lain....lha kamu sndiri apa dampaknya bagi orang lain
BalasHapus