IV)
Ajaran Pdt. Stephen Tong yang TIDAK Reformed.
1) Hal pertama
yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Adanya tempat
penantian.
Pandangan ini merupakan pandangan populer, dan tidak
sesat, tetapi salah dan tidak Reformed! Theologia Reformed menolak pandangan
populer tentang adanya tempat penantian ini.
Louis Berkhof: “it
plainly contradicts the Scriptural representation that the righteous at once
enter glory and the wicked at once descend into the place of eternal
punishment” (= itu secara jelas bertentangan dengan gambaran Kitab
Suci bahwa orang benar segera / langsung masuk ke dalam kemuliaan dan orang
jahat segera / langsung turun ke tempat hukuman kekal) - ‘Systematic Theology’, hal 682.
Reformed mempunyai pandangan yang seragam dalam hal
ini, yaitu: pada saat seseorang mati, jiwa / rohnya akan langsung masuk ke
surga / neraka, tetapi tubuhnya harus menunggu kedatangan Yesus yang
kedua-kalinya, pada saat mana tubuh itu akan dibangkitkan, dan dipersatukan
kembali dengan jiwa / rohnya.
Westminster
Confession of Faith (Chapter XXXII, no 1): “The bodies of men, after death, return to dust, and
see corruption: but their souls, which neither die nor sleep, having an
immortal subsistence, immediately return to God who gave them: the
souls of the righteous, being then made perfect in holiness, are received into
the highest heavens, where they behold the face of God, in light and glory,
waiting for the full redemption of their bodies. And the souls of the wicked
are cast into hell, where they remain in torments and utter darkness, reserved
to the judgment of the great day. Beside these two places, for souls
separated from their bodies, the Scripture acknowledgeth none” (= Tubuh-tubuh
manusia, setelah kematian, kembali menjadi debu, dan mengalami pembusukan:
tetapi jiwa-jiwa mereka, yang tidak mati ataupun tidur, karena mempunyai
keberadaan yang tidak bisa mati, langsung kembali kepada Allah yang
memberikan jiwa-jiwa itu: jiwa-jiwa dari orang benar, pada saat itu
disempurnakan dalam kekudusan, diterima ke dalam surga yang tertinggi,
dimana mereka memandang wajah Allah, dalam terang dan kemuliaan, menunggu
penebusan penuh dari tubuh-tubuh mereka. Dan jiwa-jiwa orang jahat dibuang
ke dalam neraka, dimana mereka tinggal dalam penyiksaan dan kegelapan total,
disimpan untuk penghakiman pada hari besar. Disamping kedua tempat ini, untuk
jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh-tubuh mereka, Kitab Suci tidak mengakui
adanya tempat yang lain).
Calvin (tentang Luk 16:23): “The general
truth conveyed is, that believing souls, when they have left their bodies, lead
a joyful and blessed life out of this world, and that for the reprobate there
are prepared dreadful torments” (= Kebenaran umum yang disampaikan
adalah, bahwa jiwa-jiwa yang percaya, pada waktu mereka telah meninggalkan
tubuh-tubuh mereka, menuju suatu kehidupan yang penuh sukacita dan diberkati di
luar dunia ini, dan bahwa untuk para reprobate / orang-orang yang ditentukan
untuk binasa di sana disediakan siksaan-siksaan yang menakutkan).
Louis Berkhof: “The usual position of the Reformed Churches is that the
souls of believers immediately after death enter upon the glories of heaven.
... If the righteous enter upon their eternal state at once, the presumption is
that this is true of the wicked as well” (= Posisi yang umum dari Gereja Reformed
adalah bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang percaya setelah kematian segera /
langsung masuk kepada kemuliaan dari surga. ... Jika orang benar segera masuk
ke dalam keadaan kekal mereka, maka harus dianggap bahwa ini juga benar untuk
orang jahat) - ‘Systematic Theology’, hal 679,680.
R. L. Dabney: “We have
asserted it, as the doctrine of the Bible, that the souls of believers do pass
immediately into glory” (= Kami telah
menegaskan hal itu, sebagai doktrin dari Alkitab, bahwa jiwa-jiwa dari
orang-orang percaya langsung masuk ke dalam kemuliaan) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 823.
Charles Hodge: “The soul of the
believer does not cease to exist at death. It does not sink into a state of
unconsciousness. It does not go into purgatory; but, being made perfect in
holiness, it does immediately pass into glory. As soon as it is absent from the
body, it is present with the Lord”
(= Jiwa dari orang percaya tidak musnah / berhenti mempunyai keberadaan pada
saat kematian. Jiwa itu tidak tenggelam / terbenam ke dalam keadaan tidak
sadar. Jiwa itu tidak pergi ke api penyucian; tetapi, setelah disempurnakan
dalam kekudusan, jiwa itu langsung masuk ke dalam kemuliaan. Begitu jiwa itu
absen dari tubuh, jiwa itu hadir bersama Tuhan)
- ‘I & II Corinthians’, hal 488-489.
W. G. T. Shedd: “The substance
of the Reformed view, then, is, that the intermediate state for the saved is
Heaven without the body, and the final state for the saved is Heaven with
the body; that the intermediate state for the lost is Hell without the body,
and the final state for the lost is Hell with the body. In the Reformed, or
Calvinistic eschatology, there is no intermediate Hades between Heaven and
Hell, which the good and evil inhabit in common. When this earthly
existence is ended, the only specific places and states are Heaven and Hell.
Paradise is a part of Heaven; Hades is a part of Hell” (= Maka, hakekat dari pandangan Reformed adalah
bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan
adalah Surga tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang diselamatkan
adalah Surga dengan tubuh; bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan
untuk orang yang terhilang adalah Neraka tanpa tubuh, dan keadaan akhir
untuk orang yang terhilang adalah Neraka dengan tubuh. Dalam doktrin tentang
akhir jaman Reformed atau Calvinisme, tidak ada Hades di antara Surga dan
Neraka, dimana orang baik dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu
keberadaan duniawi ini berakhir, satu-satunya tempat dan keadaan adalah Surga
dan Neraka. Firdaus adalah suatu bagian dari Surga; Hades adalah suatu bagian
dari Neraka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594-595.
W. G. T. Shedd: “there is no
essential difference between Paradise and
Heaven. ... there is no essential difference between Hades and Hell” (= tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus
dan surga. ... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dengan neraka) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 594.
Herman Hoeksema: “immediately
after death the state and condition of both the godly and the ungodly are
decided forever, and that the former enter into a state of conscious glory, while
the latter descend into the pit of hell” (= segera
setelah kematian keadaan dan kondisi dari baik orang saleh dan orang jahat
ditentukan selama-lamanya, dan yang pertama masuk ke dalam keadaan kemuliaan
yang disadari, sementara yang terakhir turun ke dalam lubang neraka) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 771.
Louis Berkhof: “The Bible sheds very little direct light on this
subject. The only passage that can really come into consideration here is the
parable of the rich man and Lazarus in Luke 16, where HADES denotes hell, the
place of eternal torment. In addition to this direct proof there is also an
inferential proof. If the righteous enter upon their eternal state at once, the
presumption is that this is true of the wicked as well” (= Alkitab
memberikan sangat sedikit terang langsung pada subyek ini. Satu-satunya text
yang bisa betul-betul dipertimbangkan di sini adalah perumpamaan tentang orang
kaya dan Lazarus dalam Luk 16, dimana HADES menunjuk kepada neraka, tempat
penyiksaan kekal. Sebagai tambahan pada bukti langsung ini juga ada bukti tak
langsung. Jika orang benar masuk ke dalam keadaan kekal mereka secara
langsung / dengan segera, maka kita juga harus menganggap bahwa ini juga
benar bagi orang jahat) - ‘Systematic
Theology’, hal 680.
Dasar dari pandangan Reformed ini.
a) Paulus
percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.
1. 2Kor 5:1
- “Karena kami tahu, bahwa jika kemah
tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (artinya: jika kita mati - bdk.
Yes 38:12), Allah telah
menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman
yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”.
NIV/NASB: ‘we have
a building from God’.
Perhatikan kata ‘have’
yang ada dalam ‘present tense’ (=
bentuk sekarang), bukan ‘future tense’ (= bentuk yang akan
datang). Ini menunjukkan bahwa begitu kita mati, kita langsung mendapatkan
rumah itu.
Charles Hodge:
“The
present tense, EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the
other; there is no perceptible interval between the dissolution of the earthly
tabernacle and entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the
body it is in heaven. ... The soul therefore at death enters a house
whose builder is God” (= Present tense, EKHOMEN, digunakan karena
peristiwa yang satu langsung mengikuti yang lain; di sana tidak ada selang waktu yang terlihat di
antara hancurnya kemah duniawi dan masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa
meninggalkan tubuh, jiwa itu ada di surga. ... Karena itu pada saat
mati, jiwa memasuki rumah yang pembangunnya adalah Allah)
- ‘I & II Corinthians’, hal 489.
2. 2Kor 5:8b:
‘terlebih suka kami beralih dari tubuh
ini untuk menetap pada Tuhan.’.
NASB: ‘to be at
home with the Lord’ (= ada di rumah bersama Tuhan).
NIV: ‘at home
with the Lord’ (= di rumah bersama Tuhan).
Literal / hurufiah: ‘to come home to the Lord’ (= pulang ke rumah kepada Tuhan).
Jadi ini menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’
sama dengan ‘pulang ke rumah
Bapa’ dan ini menunjukkan bahwa
begitu seorang kristen mati ia langsung masuk surga.
3. Fil 1:23
- “Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama
dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik;”.
Kata ‘pergi’ di sini jelas
menunjuk kepada ‘mati’. Jadi Paulus berkata kalau ia mati, ia diam
bersama-sama dengan Kristus. Ini pasti sama dengan masuk surga.
b) Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang
bertobat di kayu salib akan masuk ke Firdaus (= surga) pada hari itu juga.
Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam
Firdaus.’”.
Charles Hodge: “There can, therefore, be no doubt that paradise is
heaven, and consequently when Christ promised the dying thief that he should
that day be in paradise, he promised that he should be in heaven. ... The
fathers made a distinction between paradise and heaven which is not found in
the Scriptures” (= Karena itu, tidak bisa ada keraguan bahwa firdaus
adalah surga, dan karena itu pada waktu Kristus menjanjikan pencuri / penjahat
yang sekarat itu bahwa hari itu ia akan berada di firdaus, Ia menjanjikan bahwa
ia akan berada di surga. Bapa-bapa gereja membuat perbedaan antara firdaus dan
surga, dan perbedaan ini merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam Kitab
Suci) - ‘Systematic Theology’, vol
III, hal 727-728.
Louis Berkhof: “In the light of 2Cor. 12:3,4 ‘paradise’ can only be a
designation of heaven” (= Dalam terang dari 2Kor 12:3,4 ‘Firdaus’ hanya bisa
menunjuk pada surga) - ‘Systematic
Theology’, hal 679.
2Kor 12:2-4 - “(2) Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun
yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku
tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke
tingkat yang ketiga dari sorga. (3) Aku juga tahu tentang orang itu, -
entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang
mengetahuinya - (4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.”.
c) Cerita tentang Lazarus dan orang kaya
(Luk 16:19-31), bukan hanya menunjukkan bahwa orang percaya langsung masuk
surga pada saat mati, tetapi juga menunjukkan bahwa orang tidak percaya juga
akan langsung masuk neraka pada saat mati.
Bacalah cerita ini
dan saudara akan melihat bahwa sekalipun orang kaya itu masih mempunyai 5 saudara
yang masih hidup, yang menandakan bahwa Yesus belum datang untuk
keduakalinya, tetapi ia sendiri sudah masuk ke alam maut / Hades
(ay 23), yang digambarkan sebagai tempat penderitaan dengan nyala api
(ay 23-25), sehingga jelas menunjuk pada neraka. Sedangkan Lazarus ada ‘di pangkuan’ (seharusnya ‘di dada’) Abraham, yang jelas menunjuk pada surga.
Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih
mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang
tulisan ini:
2) Hal kedua
yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Hanya kematian
Yesus yang ditetapkan oleh Tuhan, kematian orang-orang lain tidak ditetapkan
oleh Tuhan.
Dalam khotbah Paskah 2012 dari Pdt. Stephen Tong, ia mengatakan
bahwa hanya kematian Kristus yang ditetapkan oleh Allah, sedangkan kematian
orang-orang lain tidak. Ia menambahkan bahwa Alkitab tidak pernah mengatakan
bahwa Allah menentukan kematian seseorang.
“Sekarang kita akan membahas topik utama: apa
bedanya kematian Kristus dengan kematian semua orang? 1. Semua orang bukan
mati di dalam kehendak Allah, hanya Yesus Kristus seorang, yang mati di
dalam kehendakNya. Alkitab tidak pernah mencatat si anu mati di dalam
kehendak Allah. Lagi pula, mana mungkin Allah menghendaki seorang mati?
Lalu, mengapa kita mati? Kita berdosa dan upah dosa adalah maut. Hanya Yesus
Kristus, yang mati menurut kehendak Allah (Gal 1:4). Sementara kita, bukan
mati karena rencana Allah, tapi karena kita menentang Allah; melanggar
Taurat, maka dosa dan maut jadi raja di hati kita, menawan kita (Ro 6:23). 2.
semua orang berbuat dosa, karenanya mereka harus mati. Hanya Yesus Kristus;
sang kudus, Dia tak berdosa, Dia mengalahkan semua pencobaan, Dia tak
seharusnya mati. Lalu mengapa Dia mati? Karena Allah mengutus Dia untuk
menggantikan kita” (hal 2-3).
Yang ingin saya persoalkan dan bahas, bukanlah ajaran
Pdt. Stephen Tong tentang kematian Kristus. Saya setuju bahwa kematian Kristus
ditentukan oleh Allah. Tetapi bahwa Pdt. Stephen Tong mengajar bahwa kematian
orang-orang lain tidak ditentukan oleh Allah, dan bahwa ‘Alkitab tidak pernah mencatat si anu mati di dalam
kehendak Allah’, itulah yang saya
persoalkan. Marilah kita melihat apakah ajaran Pdt. Stephen Tong sesuai dengan
ajaran Alkitab.
a) Mat 6:27
- “Siapakah di antara kamu yang karena
kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
b) Maz 39:5-6
- “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku
ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6)
Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan
umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia
hanyalah kesia-siaan! Sela”.
c) Ayub 14:5 - “Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu padaMu,
dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya,”.
d) Ibr
9:27 - “Dan sama seperti manusia
ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,”.
John Owen (tentang
Ibr 9:27): “The death of
all is equally determined and certain in God’s constitution. It hath various
ways of approach unto all individuals, - hence is it generally looked on as an
accident befalling this or that man, - but the law concerning it is general and
equal” (= Kematian
dari semua secara sama ditentukan dan pasti dalam undang-undang Allah. Kematian
mempunyai bermacam-macam jalan / cara pendekatan kepada semua individu, -
karena itu hal itu pada umumnya dipandang / dianggap sebagai suatu kecelakaan /
kebetulan yang menimpa orang ini atau orang itu, - tetapi hukum berkenaan
dengannya adalah umum dan sama).
Catatan: saya
tak merasa perlu membahas bagian ini terlalu panjang (di gereja saya sendiri,
ini saya bahas dalam 5 x khotbah), karena nanti saya akan membahas penentuan
Allah atas segala sesuatu. Kalau segala sesuatu ditentukan, maka pasti kematian
manusia juga ditentukan.
Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih
mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang
tulisan ini:
3) Hal ketiga
yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Penolakan
Reprobation (= Penentuan binasa).
Kalau Pdt. Stephen Tong menolak doktrin tentang
reprobation / penentuan binasa ini maka ia adalah seorang penganut single predestination, artinya ia hanya
mempercayai penentuan / pemilihan untuk selamat (election), tetapi ia menolak penentuan binasa (reprobation). Ini beberapa tanggapan saya tentang hal ini:
a) Tidak
ada satu orang Reformedpun (ahli theologia / penafsir) yang menganut single
Predestination.
b) Calvin
sendiri jelas percaya pada doktrin reprobation
/ penentuan binasa ini. Ini terlihat dari kutipan-kutipan dari kata-kata Calvin
di bawah ini:
1. “...
eternal life is foreordained for some, eternal damnation for others” (= ... hidup yang kekal ditentukan
lebih dulu untuk sebagian manusia, penghukuman kekal untuk yang lain) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.
2. “Indeed
many, as if they wished to avert a reproach from God, accept election in such
terms as to deny that anyone is condemned. But they do this very ignorantly and
childishly, since election itself could not stand except as set over against
reprobation” (=
Memang banyak orang, karena mereka tidak ingin Allah dicela, menerima pemilihan
dalam istilah-istilah sedemikian rupa sehingga menolak adanya penentuan binasa.
Tetapi mereka melakukan hal ini secara sangat bodoh dan kekanak-kanakan, karena
pemilihan itu sendiri tidak bisa berdiri / bertahan kecuali diimbangi oleh
penentuan binasa) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XXIII, no 1.
c) Dasar
dari doktrin reprobation.
1. Ini
merupakan konsekwensi logis dari doktrin pemilihan (election).
Ada orang-orang yang percaya pada ‘single predestination’, dimana mereka
hanya percaya bahwa Allah menentukan / memilih sebagian manusia untuk diselamatkan,
tetapi Allah tidak menetapkan sisanya untuk dibinasakan. Tetapi ini
adalah pandangan yang tidak konsekwen dari orang yang kurang bisa menggunakan
logikanya, karena doktrin reprobation
memang merupakan konsekwensi logis dari doktrin election. Kalau hanya sebagian manusia yang dipilih / ditetapkan
untuk selamat, sedangkan setelah mati hanya ada surga dan neraka, maka
tidak bisa tidak, orang yang tidak dipilih untuk selamat sama dengan ditetapkan
untuk binasa. Karena itu kita harus percaya bukan pada ‘single predestination’ tetapi pada ‘double predestination’, dimana selain kita percaya bahwa Allah
memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, kita juga percaya bahwa Allah menetapkan sisanya untuk dihukum.
Louis Berkhof:
“The
decree of election inevitably implies the decree of reprobation. ... If He has
chosen or elected some, then He has by that very fact also rejected others” (= Ketetapan tentang pemilihan secara tak
terhindarkan menunjuk pada ketetapan tentang reprobation. ... Jika
Ia telah memilih sebagian, maka
oleh fakta itu Ia juga telah menolak yang lain) - ‘Systematic
Theology’, hal 117-118.
Loraine Boettner: “The
very terms ‘elect’ and ‘election’ imply the terms ‘non-elect’ and
‘reprobation’” (=
Istilah-istilah ‘orang pilihan’ dan ‘pemilihan’ secara tidak langsung menunjuk
pada ‘orang yang bukan pilihan’ dan ‘penentuan binasa’) - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 104.
2. Adanya
banyak orang yang mati tanpa mendapatkan kesempatan untuk bertobat.
Dalam Perjanjian Lama, hampir semua orang non Yahudi
tidak selamat (kecuali sedikit orang seperti Rut, Rahab, Naaman dsb) dan dalam
Perjanjian Baru juga banyak orang mati sebelum mendengar Injil. Jelas bahwa
mereka ini tidak mendapat kesempatan bertobat / percaya Yesus, dan karena itu
termasuk reprobate / orang yang
ditentukan untuk binasa.
3. Ayat-ayat
Kitab Suci yang mendasari doktrin reprobation
/ penentuan binasa.
a. Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak
bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21)
‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan
di Sidon
terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama
mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari
penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon
akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah
engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke
dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi
mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.
Tetapi Aku berkata kepadamu: (24) Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan
dari pada tanggunganmu.’”.
Yesus
berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom
ada mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan
Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah
bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak memberi mujijat-mujijat
itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk reprobate orang-orang yang ditentukan untuk binasa!
John Calvin: “Among the people of Nineveh [cf. Matthew 12:41] and of Sodom,
as Christ testifies, the preaching of the gospel and miracles would have
accomplished more than in Judea [Matthew
11:23]. If God wills that all be saved, how does it come to pass that he does
not open the door of repentance to the miserable men who would be better
prepared to receive grace?” [= Di antara
orang-orang Niniwe (bdk. Mat 12:41) dan Sodom,
seperti Kristus saksikan, pemberitaan Injil dan mujijat-mujijat akan sudah
mencapai lebih dari pada di Yudea (Mat 11:23). Jika Allah menghendaki bahwa
semua orang diselamatkan, bagaimana bisa terjadi bahwa Ia tidak membuka pintu
pertobatan kepada orang-orang yang menyedihkan yang lebih siap untuk menerima
kasih karunia?] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book III, Chapter 24, no 15.
b. Yes 6:9-10
- “(9) Kemudian
firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah
sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi
menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya
berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya
jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan
mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”. Bdk. Mat 13:10-15 Mark 4:12
Luk 8:10 Yoh 12:37-40 Kis 28:26-27
Ro 11:7-8.
Mat 13:10-15 - “(10)
Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau
berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ (11) Jawab Yesus: ‘Kepadamu
diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. (12) Karena siapa yang mempunyai,
kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai,
apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (13) Itulah sebabnya
Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat,
mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak
mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu
akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan
melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan
telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar
dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku
menyembuhkan mereka.”.
Ro 11:7-8 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak
memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah
memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar
hatinya, (8) seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak,
memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai
kepada hari sekarang ini.’”.
Komentar Calvin tentang ayat-ayat ini:
“Observe
that he directs his voice to them but in order that
they may become even more deaf; he kindles a light but that they may be made even more blind; he sets
forth doctrine but that they may grow even more stupid;
he employs a remedy but so that they may not be healed” (= Perhatikan bahwa Ia menujukan
suaraNya kepada mereka tetapi supaya mereka menjadi
makin tuli; Ia menyalakan cahaya tetapi supaya
mereka menjadi makin buta; Ia menyatakan doktrin / ajaran tetapi supaya mereka menjadi makin bodoh; Ia
menggunakan obat tetapi supaya mereka tidak
disembuhkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XXIV, no 13.
c. Yoh 17:12
- “Selama Aku
bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah
Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari
mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah
ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab
Suci.”.
Dalam ayat ini sebetulnya terjemahan
Kitab Suci Indonesia
terlalu keras. Bandingkan dengan KJV/RSV/NASB yang memberikan terjemahan
hurufiah: “and not one of them
perished but the son of perdition” (= dan
tidak seorangpun dari mereka yang binasa selain anak
kehancuran / neraka).
Dalam ‘Webster’s New World Dictionary’
dikatakan bahwa istilah ‘perdition’ bisa diterjemahkan bermacam-macam:
·
‘complete and irreparable loss; ruin’ (= kehilangan yang lengkap dan tidak bisa dibetulkan;
kehancuran).
·
‘the loss of a soul or of hope for salvation; damnation’ (= kehilangan jiwa atau pengharapan untuk selamat;
penghukuman / pengutukan).
·
‘the place or condition of damnation; hell’ (= tempat atau kondisi penghukuman; neraka).
Matthew Poole: “As ‘the son of death,’ 2Sam. 12:5, signifies one
appointed to die, or that deserveth to die; and ‘the child of hell,’ Matt.
23:15, siginifies one who deserveth hell; so the son of perdition may either
signify one destined to perdition, or one that walketh in the high and right
road to perdition, or rather both; one who being passed over in God’s eternal
counsels, as to such as shall be saved, hath by his own wilful apostacy brought
himself to eternal perdition, or into such a guilt as I know thou wilt destroy
him” (= Seperti ‘anak kematian’, 2Sam 12:5, menunjuk kepada
orang yang ditetapkan untuk mati, atau orang yang layak untuk mati; dan ‘anak
neraka’, Mat 23:15, menunjuk kepada orang yang layak masuk neraka; demikian
juga ‘anak kebinasaan / neraka’ bisa menunjuk kepada seseorang yang ditentukan
untuk kebinasaan / neraka, atau seseorang yang berjalan dalam jalan yang menuju
kebinasaan / neraka, atau mungkin keduanya; seseorang yang dilewati dalam
rencana kekal Allah berkenaan dengan orang-orang yang akan diselamatkan, dan
yang dengan kemurtadannya sendiri yang disengaja, membawa dirinya sendiri pada
kebinasaan kekal, atau ke dalam suatu kesalahan yang akan menyebabkan Allah
menghancurkannya) - hal 369.
William Hendriksen: “‘The son of perdition (a Semitism; cf. Matt. 23:15;
2Thess. 2:3) is the utterly lost one, designated unto perdition.” [= Anak
kebinasaan / neraka (suatu istilah Semitic; bdk. Mat 23:15; 2Tes 2:3)
adalah orang yang hilang sama sekali, ditetapkan untuk kebinasaan / neraka.] - hal 358.
Calvin: “... that no one
might think that the eternal election of God was overturned by the damnation of
Judas, he immediately added, that he was ‘the son of perdition.’ By these words
Christ means that his ruin, which took place suddenly before the eyes of men,
had been known to God long before; for ‘the son of perdition,’ according to the
Hebrew idiom, denotes a man who is ruined, or devoted to destruction” (= ... supaya tidak seorangpun berpikir bahwa
pemilihan kekal dari Allah dibalikkan oleh penghukuman Yudas, Ia langsung
menambahkan, bahwa ia adalah ‘anak kebinasaan / neraka’. Dengan kata-kata
ini Kristus memaksudkan bahwa kehancurannya, yang terjadi secara mendadak di
hadapan manusia, telah diketahui oleh Allah jauh sebelumnya; karena ‘anak
kebinasaan / neraka’ menurut ungkapan Ibrani, menunjuk pada seseorang yang dihancurkan,
atau disediakan untuk kehancuran)
- hal 176.
d. Ro 9:13,17,18,21-22
- “(13) seperti
ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci
Esau.’ ... (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah
sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di
dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia
menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya. ...
(21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat
dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?
(22) Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah
menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda
kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan -”.
B. B. Warfield: “Certainly St. Paul as explicitly
affirms the sovereignty of reprobation as of election, ... if he represents God
as sovereignly loving Jacob, he represents Him equally as sovereignly hating
Esau; if he declares that He has mercy on whom He will, he equally declares
that He hardens whom He will”
(= Santo Paulus memang menegaskan kedaulatan dari reprobation secara sama explicitnya dengan kedaulatan dari election, ... jika ia menggambarkan
Allah secara berdaulat mengasihi Yakub, ia secara sama menggambarkanNya secara
berdaulat membenci Esau; jika ia menyatakan bahwa Ia mempunyai belas kasihan
bagi siapa yang Ia kehendaki, ia secara sama menyatakan bahwa Ia mengeraskan
siapa yang Ia kehendaki) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal
317.
Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih
mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang
tulisan ini:
4) Hal keempat
yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Tuhan tidak
menentukan / menetapkan / merencanakan segala sesuatu, khususnya dosa.
Penolakan
Pdt. Stephen Tong terhadap doktrin ini yang menyebabkan banyak pendeta-pendeta
di kalangan Pdt. Stephen Tong (GRII) yang memfitnah saya sebagai
Hyper-Calvinist, karena saya mempercayai dan mengajarkan doktrin ini!
Perhatikan bahwa saya tidak
mengatakan bahwa Pdt. Stephen Tong sendiri yang memfitnah saya!!!
Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini
saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.
Edwin H. Palmer:
“Hyper-Calvinism.
Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both
sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the
Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces.
Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one
side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the
hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical
statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being
logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the
latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are
really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan
orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta -
kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia
mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya
bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara
yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang
Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme
meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas
dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu
dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan
tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang
Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang
bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five
Points of Calvinism’, hal 84.
Saya
sendiri sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi saya juga sangat
menekankan tanggung jawab manusia. Karena itu adalah omong kosong kalau ajaran
saya adalah Hyper Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper Calvinist, maka
pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang Hyper Calvinist, demikian juga
dengan para ahli theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya dapatkan
dari mereka.
Kira-kira 20 % dari buku ‘The Five Points of Calvinism’ tulisan Edwin Palmer ini menekankan
penetapan dosa! Konyolnya, buku ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh LRII /
Toko Buku Momentum, dengan prakata Pdt. Stephen Tong. Kalau memang tidak setuju
pandangan ini, apalagi menganggapnya sebagai sesat (seperti yang dikatakan Pdt.
Sutjipto Subeno) mengapa menterjemahkan dan menerbitkannya. Hal yang sama
berlaku untuk buku-buku Reformed yang lain seperti buku Systematic Theology dari Louis Berkhof!
Beberapa hal yang akan saya bahas berkenaan dengan
doktrin penentuan segala sesuatu:
a) Apakah
Reformed / Calvinisme memang mempercayai penetapan segala sesuatu termasuk
dosa?
John Calvin:
“...
so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will,
not even that which is against his will. For it would
not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit it, but
willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless being also
almighty he could make good even out of evil” (= ... sehingga dalam cara yang indah
dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak Allah,
bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan
terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan
terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan
mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa
membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat) - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.
Westminster Confession of
Faith:
Chapter II, 1: “... God, ... working all
things according to the counsel of His own immutable and most righteous will” (= ... Allah ... mengerjakan segala
sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang tetap dan
paling benar).
Chapter V, 4: “The almighty power,
unsearchable wisdom, and infinite goodness of God so far manifest themselves in
His providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other
sins of angels and men; and that not by a bare permission, but such as hath
joined with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and
governing of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so, as
the sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God,
who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or
approver of sin” (=
Kemahakuasaan, hikmat yang tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari
Allah begitu jauh memanifestasikan dirinya dalam providensiaNya, sehingga menjangkau
bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat
dan manusia; dan itu bukan sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa
sehingga telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat,
dan selain itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai
pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian
rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang
karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa
menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dosa).
b) Dasar
dari doktrin penentuan segala sesuatu termasuk dosa.
1. Kemahatahuan
Allah menunjukkan bahwa Ia menentukan segala sesuatu.
Penjelasan:
Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam
semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah
sendiri. Ini adalah sesuatu yang alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan
bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3). Pada saat itu, karena Allah
itu maha tahu (1Sam 2:3), maka Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam
arti kata yang mutlak, tidak ada yang terkecuali) yang akan terjadi, termasuk
dosa. Semua yang Ia tahu akan terjadi itu, pasti terjadi persis seperti yang Ia
ketahui. Dengan kata lain, semua itu sudah tertentu pada saat itu. Kalau
sudah tertentu, pasti ada yang menentukan (karena tidak mungkin hal-hal itu
menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah sendiri, maka
jelas bahwa Ialah yang menentukan semua itu.
Loraine Boettner: “foreknowledge
implies certainty and certainty implies foreordination” (= pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung
menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada
penetapan lebih dulu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 44.
Yang tidak setuju dengan logika ini, beri saya jawaban alternatif.
Bagaimana mungkin sejak kekekalan / minus tak terhingga, segala sesuatu sudah
tertentu? Kalau bukan karena ditentukan oleh Allah sendiri, bagaimana bisa
tertentu?
2. Allah
tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.
Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana /
ketetapan Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak terbatas
oleh waktu, atau ada di atas waktu.
Loraine Boettner: “Much of the difficulty in regard to the doctrine of
Predestination is due to the finite character of our mind, which can grasp only
a few details at a time, and which understands only a part of the relations
between these. We are creatures of time, and often fail to take into
consideration the fact that God is not limited as we are. That which appears to
us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is all ‘present’ to His mind. It is an
eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty One that inhabits eternity.’ Is.
57:15. ‘A thousand years in thy sight are but as yesterday when it is past, And
as a watch in the night,’ Ps. 90:4. Hence the events which we see coming to
pass in time are only the events which He appointed and set before Him from
eternity. Time is a property of the finite creation and is objective to God. He
is above it and sees it, but is not conditioned by it. He is also independent
of space, which is another property of the finite creation. Just as He sees at
one glance a road leading from New York to San Francisco, while we see only a
small portion of it as we pass over it, so He sees all events in history, past,
present, and future at one glance. When we realize that the complete process of
history is before Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all
finite existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier
doctrine” (= Banyak
kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat terbatas
dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada satu saat,
dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail itu. Kita
adalah makhluk waktu, dan seringkali melupakan fakta bahwa Allah tidak terbatas
seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’, dan
‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu adalah ‘sekarang’
yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan’
Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti kemarin, pada
waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam hari’
Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi dalam
waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan
tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan
yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi tidak
dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang merupakan
milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama seperti Ia melihat
dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco, sementara kita
melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian pula
Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau, sekarang, dan yang
akan datang dalam satu kali pandang. Pada waktu kita menyadari bahwa proses
lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa
Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin Predestinasi
sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah) - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 44-45.
Catatan: Yes
57:15 dan Maz 90:4 di atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.
William G. T. Shedd: “For
the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are
simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being
whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are
of course all of them certain events”
(= Untuk pikiran ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang
akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan
kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada
urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya
merupakan peristiwa yang pasti) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal
402.
3. Penentuan
dosa sejalan dengan doktrin-doktrin Reformed yang lain, seperti:
a. Election / pemilihan (Ro 9:6-24
Ef 1:4,5,11 1Tes 5:9 2Tes 2:13
2Tim 1:9), karena manusia dipilih untuk diselamatkan dari dosa.
b. Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4 Yoh 17:12 Ro 9:13,17-18,21-22 1Pet 2:8
Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan
orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.
c. Infralapsarianisme maupun
Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.
Jika saudara adalah
orang yang mengaku sebagai orang Reformed, tetapi saudara tidak percaya bahwa
Allah menetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan
saudara akan penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara terhadap
doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan di atas! Dan kalau
doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara percayai, maka saudara jelas sama
sekali bukan orang Reformed! Jadi, jangan berdusta / menipu orang dengan
mengatakan bahwa saudara adalah orang Reformed!
4. Dasar
Alkitab.
a. Ayat
Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup ‘semuanya’.
Maz 139:16 - “...
dalam kitabMu semuanya
tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”.
Dan 5:23 - “Tuanku meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa di
sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada tuanku, lalu tuanku serta para
pembesar tuanku, para isteri dan para gundik tuanku telah minum anggur dari
perkakas itu; tuanku telah memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari tembaga,
besi, kayu dan batu, yang tidak dapat melihat atau mendengar atau mengetahui,
dan tidak tuanku muliakan Allah, yang menggenggam nafas tuanku dan
menentukan segala jalan tuanku.”.
b. Ayat
Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup hal-hal yang remeh /
kecil / tak berarti.
Mat 10:29-30 - “(29)
Bukankah burung pipit
dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun
dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan
kamu, rambut kepalamupun
terhitung semuanya.”.
Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh
/ kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau
rontoknya rambut kita, ternyata hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan
kehendak / Rencana Allah.
B. B. Warfield:
“the
minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest
(Matt. 10:29-30, Luke 12:7)”
[= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara
langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang
terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7)] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal
296.
Calvin: “But anyone who
has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered
(Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all
events are governed by God’s secret plan” [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir
Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat
lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian
diatur oleh rencana rahasia Allah]
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVI, no 2.
Calvin: “... it is
certain that not one drop of rain falls without God’s sure command” (= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun
yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah) -
‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVI, no 5.
Bdk. Yer 14:22 - “Adakah yang
dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah
langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN
Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”. Bandingkan juga dengan Ayub 28:25-26 37:6,10-13 Maz 68:10 Maz 147:8 Amos
4:7 9:5a,6b Zakh 10:1.
Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika Allah
menghendakinya’ dalam Kis 18:21,
Calvin berkata: “we do all confess that we be not able to stir one
finger without his direction”
(= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan satu jari tanpa
pimpinanNya).
Kalau saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil
/ remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah itu kekurangan
kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren),
maka ingatlah bahwa:
(1) Kedaulatan
yang mutlak dari Allah tidak memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil
dan remehnya ada di luar Rencana Allah dan pelaksanaannya.
R. C. Sproul:
“That
God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of
his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his
permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He
decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say
that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is
sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from
his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his
sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened
anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power
than God himself. If there is any part of creation outside of God’s
sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then
God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism”
(= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi
merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang
terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu,
maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan
sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah
menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa
Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi
di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi
kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap
terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan
kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada
di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak
berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa
menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus
mempercayai atheisme) - ‘Chosen By
God’, hal 26-27.
(2) Semua
hal-hal di dunia / alam semesta ini berhubungan satu dengan yang lain, sehingga
hal kecil / remeh bisa menimbulkan hal yang besar!
R. C. Sproul:
“For
want of a nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for
want of the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was
lost; for want of the battle the war was lost” [= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu
(kuda) hilang; karena kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang;
karena kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena
kekurangan seorang penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah);
karena kekurangan sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah)] - ‘Chosen By
God’, hal 155.
Jadi, melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas
bahwa sebuah paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata bisa
menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas merupakan hal yang sangat
besar! Karena itu jangan heran kalau hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan
/ direncanakan oleh Allah.
c. Ayat-ayat
Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya seperti ‘kebetulan’
juga hanya bisa terjadi karena itu merupakan Rencana Allah. Saya hanya memberi
satu contoh saja:
Kel 21:13 - “Tetapi
jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah
melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia
dapat lari.”.
Yang dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’
itu dijelaskan / diberi contoh dalam Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada
waktu mengayunkan kapak, lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang lain
sehingga mati. Hal seperti ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13
itu mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi karena ‘tangannya
ditentukan Allah melakukan itu’.
Jadi, jelas bahwa hal-hal yang kelihatannya kebetulan sekalipun hanya bisa
terjadi kalau itu sesuai kehendak / Rencana Allah.
Calvin (tentang Kel 21:13): “it
must be remarked, that Moses declares that accidental homicide, as it is
commonly called, does not happen by chance or accident, but according to the
will of God, as if He himself led out the person, who is killed, to death. By
whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is certain that we
live or die only at His pleasure; and surely, if not even a sparrow can fall to
the ground except by His will,
(Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in His image should
be abandoned to the blind impulses of fortune.” [=
harus diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan yang bersifat
kebetulan, seperti yang biasanya disebut, tidak terjadi oleh kebetulan, tetapi
sesuai / menurut kehendak Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang
dibunuh / terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis kematian apapun,
orang-orang diambil, adalah pasti bahwa kita hidup dan mati hanya pada
perkenanNya; dan pastilah, jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke
tanah kecuali oleh kehendakNya (Mat 10:29), adalah sangat menggelikan bahwa
manusia yang diciptakan menurut gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan
nasib yang buta.].
d. Ayat-ayat
Alkitab yang menunjukkan bahwa Allah menentukan terjadinya dosa.
(1) Rencana
Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Pet 1:19-20)
menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan
dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:
(a) Dosa
manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan!
Karena kalau tidak, bisa-bisa penebusan dosa itu tidak terjadi.
(b) Pembunuhan
/ penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa
yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.
Kis 2:23 - “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan
kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
Kis 4:27-28 - “(27)
Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota
ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel
melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk
melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa
dan kehendakMu.”.
Charles Hodge:
“The
crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however,
the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the
doctrine of the Bible that sin is foreordained” (= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi
ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar
yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa
ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab) - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 544.
(2) Mengingat
bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa,
maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit
hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.
Edwin H. Palmer:
“If
sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this
decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal,
determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not
for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced
world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion
of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus,
Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII,
Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the
foreordination of God, then not only were these vast empires and their events
outside God’s plan, but also all the little daily events of every non
Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of
the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian
are not perfect - even after he is born again and Christ is living in him. Sin
still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For example, he
does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does he truly love
his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are colored by sin. ...
if sin is outside the decree of God, then the vast percentage of human actions
- both the trivial and the significant - are removed from God’s plan. God’s
power is reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and
the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His control” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah,
maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua kekaisaran
yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan,
karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk
kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang
mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan
perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar,
Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V,
Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa
ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja
kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang berhubungan dengan
mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua peristiwa sehari-hari yang
remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang
tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam Yesus
Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang Kristenpun tidak
sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan Kristus hidup dalam dia.
Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai ia ada di surga.
Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya,
juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Bahkan
tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji diwarnai oleh dosa.
... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian besar dari
tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting - dikeluarkan
dari rencana Allah. Kuasa Allah
direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan
hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar
kontrolNya] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal
97,98.
(3) Ayat-ayat
Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa dalam Rencana Allah:
(a) Daniel 11:36
- “Raja itu akan berbuat sekehendak hati;
ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah. Juga
terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan mengucapkan kata-kata yang
tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab
apa yang telah ditetapkan akan terjadi.”.
Ini menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia
akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah, dan akan
mengucapkan kata-kata tak senonoh terhadap Allah, sudah ditetapkan, dan karena
itu pasti akan terjadi.
(b) Luk 22:22
- “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti
yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia
diserahkan!’”.
Ayat ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang
dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu dosa, telah
ditetapkan oleh Allah.
(c) Kis 2:23
- “Dia yang
diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu
bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
(d) Kis 4:27-28
- “(27) Sebab
sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini
Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel
melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan
segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan
terhadap Kristus sudah ditentukan sejak semula. Perhatikan khususnya kata-kata
‘menurut maksud dan rencanaNya’ dalam Kis 2:23, dan juga kata ‘tentukan’
dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) dari Allah, tetapi
menunjuk pada foreordination (=
penetapan lebih dulu) dari Allah.
Semua
ini menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan
/ menetapkan garis besarnya saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal yang
sekecil-kecilnya.
Loraine Boettner: “The Pelagian
denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but
not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which
embraces all events in all ages”
(= Pelagian menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; Arminian berkata bahwa
Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang specific; tetapi
Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang specific yang mencakup
semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 22-23.
B. B. Warfield:
“Throughout
the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the
fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the
governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough
to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the
smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass” (= Sepanjang
Perjanjian Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari
setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang
melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang
cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk
memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri
dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap
peristiwa / kejadian yang terjadi) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal
276.
Charles Hodge:
“As
God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that
the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of
an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order
and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have
their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one
interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive
and magnificent conception” (= Sebagaimana
Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar
untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia
moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit
merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat
keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang
terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua
begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing
diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan besar / indah) - ‘Systematic
Theology’, vol II hal 313.
Saya
berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut merupakan hal yang perlu
dicamkan. Analoginya dalam dunia theologia adalah: bagi orang yang tidak
mengerti theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua terjadi begitu saja,
atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang ahli theologia, segala sesuatu
ditetapkan dan diatur oleh Allah.
Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih
mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang
tulisan ini:
Banyaknya pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong yang tidak Reformed
ini menyebabkan saya beranggapan bahwa Pdt. Stephen Tong tidak seharusnya, dan
tidak layak, menggunakan nama ‘Reformed’. Pdt. Andi Halim pernah mengatakan
bahwa Pdt. Stephen Tong pernah berkata kalau alirannya bukan ‘Reformed’, tetapi
‘Reformed Injili’.
Terhadap hal ini saya menjawab:
1. Tak ada aliran namanya ‘Reformed Injili’.
Memang dia mau buat aliran baru? Kalau memang aliran baru, jangan gunakan
istilah ‘Reformed’ di dalamnya kecuali kalau alirannya dinamakan
‘semi-Reformed’!
2. Dalam tulisan maupun khotbah, Pdt. Stephen
Tong hanya sangat jarang gunakan istilah ‘Reformed Injili’. Yang sangat sering
dia gunakan adalah ‘Reformed’! Jadi, ini merupakan suatu ketidak-konsistenan!
-bersambung-
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYour Affiliate Money Printing Machine is waiting -
BalasHapusPlus, making money online using it is as easy as 1-2-3!
This is how it works...
STEP 1. Tell the system which affiliate products the system will advertise
STEP 2. Add some PUSH button traffic (this ONLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the system grow your list and sell your affiliate products on it's own!
Are you ready?
Click here to check it out