Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
10)Yoh
6:44-45 - “(44) Tidak ada seorangpun
yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus
Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. (45) Ada
tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua
akan diajar oleh Allah. Dan
setiap orang, yang telah mendengar dan
menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaKu.”.
Adam Clarke (tentang Yoh
6:45): “‘They shall be
all taught of God.’ This explains the preceding verse. God teaches a man to
know himself, that, finding his need of salvation, he may flee to lay hold on
the hope which his heavenly Father has set before him in the Gospel. God draws
men by his love, and by showing them what his love has done for them.” (= ‘Mereka semua akan diajar oleh Allah’.
Ini menjelaskan ayat yang mendahuluinya. Allah mengajar orang untuk mengenal
diriNya sendiri, sehingga, mendapati kebutuhannya akan keselamatan, ia bisa
lari untuk berpegang pada pengharapan yang Bapa
surgawinya telah letakkan di hadapannya dalam Injil. Allah menarik manusia oleh
kasihNya, dan dengan menunjukkan kepada mereka apa yang kasihNya telah lakukan
bagi mereka.).
Dengan penafsiran seperti ini tak terlihat apapun
bahwa Allah memberikan iman kepada orang-orang pilihan / orang-orang percaya.
Apa masalahnya dengan penafsiran Adam Clarke ini? Ia tidak
mempedulikan kata-kata ‘mereka semua’ dan ‘setiap
orang’ dalam Yoh 6:45!
Yoh 6:45 - “‘Ada tertulis dalam kitab
nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar
oleh Allah. Dan setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari
Bapa, datang kepadaKu.”.
Lenski (tentang Yoh 6:45): “Jesus first uses διδόναι, ‘to give,’ in
v. 37 and 39, he adds ἑλκύειν, ‘to draw,’ in
v. 44. He now takes the next step and makes fully clear how this giving and
drawing to Jesus is effected by the Father. ‘It has been written in the prophets, And they shall all be people taught
of God. Everyone that did hear from the Father and did learn comes to me.’
... All that they hold and believe is God’s own teaching, none of it comes from
themselves or merely from men. Thus we see what it means to be drawn by the
Sender of Jesus, namely to be ‘people taught of God.’” (= Yesus
pertama-tama / mula-mula menggunakan DIDONAI, ‘memberikan’, dalam ay 37 dan 39,
Ia menambahkan HELKUEIN, ‘menarik’, dalam ay 44. Sekarang Ia mengambil langkah
berikutnya dan membuat sepenuhnya jelas bagaimana pemberian dan penarikan
kepada Yesus ini diadakan / dijalankan oleh Bapa. ‘Ada tertulis dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah. Dan setiap orang, yang
telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaKu.’ ... Semua
yang mereka pegang dan percayai adalah ajaran Allah sendiri, tak ada darinya
yang datang dari diri mereka sendiri atau semata-mata dari manusia. Maka kita
melihat apa artinya ditarik oleh Pengutus dari Yesus, yaitu menjadi
‘orang-orang yang diajar dari / oleh Allah’).
Catatan: sama seperti Adam Clarke, Lenski juga tidak
mempedulikan kata-kata ‘mereka
semua’ dan ‘setiap orang’ dalam Yoh 6:45!
William Hendriksen (tentang Yoh 6:45): “It is not true that
6:45 cancels or at least weakens 6:44. The expression, ‘It is written in the prophets, And they shall all be taught of God,’
does not in any sense whatever place in the hands of men the power to accept Jesus as Lord. Here
is more - much more! - than mere intellectual advancement. Here, too, is more
than that plus moral suasion. Here is the transformation of the entire
personality!” (= Tidaklah benar bahwa 6:45 membatalkan atau
setidaknya melemahkan 6:44. Ungkapan, ‘Ada tertulis
dalam kitab nabi-nabi: Dan mereka semua akan diajar oleh Allah’, tidak dalam
arti apapun meletakkan dalam tangan manusia kuasa untuk menerima Yesus sebagai
Tuhan. Di
sini ada lebih - jauh lebih banyak! - dari pada semata-mata kemajuan
intelektual. Di sini juga, adalah lebih dari itu ditambah bujukan / desakan.
Ini adalah perubahan dari seluruh kepribadian!).
William Hendriksen (tentang Yoh 6:45): “Here again the
divine and the human activities in the work of salvation are juxtaposed, for
immediately after ‘And they shall all be taught of God’ there follows, ‘Everyone who listens to the Father and learns
of him will come to me.’ In
this connection, however, it should be emphasized that in showing how sinners
are saved Scripture never merely places side by side the divine and the human
factors, predestination and responsibility, God’s teaching and man’s listening.
On the contrary, it is always definitely indicated
that it is God who takes the initiative and who is in control from start to
finish. It is
God who draws before man comes; it is he that teaches before man can listen and
learn. Unless the Father draws, no one can come. That is the negative side. The
positive is: everyone
who listens to the Father and learns of him will come. Grace always conquers;
it does what it sets out to do. In that sense it is irresistible. The absolute
character of the cooperation between Father and Son, which, in turn, is based
upon unity of essence, is stressed once more as in so many other passages in
this Gospel: he who listens to the Father (not merely in the outward
sense but so that he actually learns of him) comes to the Son, ‘will come to me.’ Such a person will embrace Christ by
a true and living faith.” [= Di sini lagi-lagi aktivitas ilahi dan
manusiawi dalam pekerjaan keselamatan diletakkan berdampingan, karena segera
setelah ‘Dan mereka semua akan diajar dari / oleh Bapa’ mengikuti kalimat ‘Dan setiap orang,
yang mendengar kepada Bapa dan belajar dari Dia, akan datang kepadaKu.’ Tetapi dalam hubungan ini harus
ditekankan bahwa dalam menunjukkan bagaimana orang-orang berdosa diselamatkan,
Kitab Suci tidak pernah semata-mata menempatkan berdampingan faktor-faktor
ilahi dan manusiawi, predestinasi dan tanggung jawab, pengajaran Allah dan
pendengaran manusia. Sebaliknya, selalu secara pasti
ditunjukkan bahwa Allahlah yang mengambil inisiatif dan yang mengendalikan dari
awal sampai akhir. Allahlah yang menarik sebelum manusia bisa
datang; Ialah yang mengajar sebelum manusia bisa mendengar dan belajar. Kecuali
Bapa menarik, tak seorangpun bisa datang. Itu adalah sisi negatifnya. Sisi
positifnya adalah: setiap
orang yang mendengar kepada Bapa dan belajar dari Dia akan datang.
Kasih karunia selalu menang; kasih karunia melakukan apa yang kasih karunia
maksudkan untuk lakukan. Dalam arti itu kasih karunia tidak dapat ditolak.
Karakter mutlak dari kerja sama antara Bapa dan Anak, yang didasarkan pada
kesatuan hakekat, ditekankan satu kali lagi seperti dalam begitu banyak
text-text dalam Injil ini: ia yang mendengar kepada
Bapa (bukan semata-mata dalam arti lahiriah tetapi sedemikian rupa sehingga ia
betul-betul belajar dari Dia) datang kepada Anak, ‘akan datang kepadaKu’. Orang
seperti itu akan memeluk / percaya kepada Kristus dengan iman yang sejati /
benar dan hidup.].
Catatan: perhatikan perbedaan
penafsiran antara William Hendriksen di satu pihak dan Adam Clarke dan Lenski
di pihak lain. William Hendriksen menafsirkan kata-kata
‘setiap orang’, tetapi Adam Clarke
dan Lenski tidak.
Penghindaran seperti ini dilakukan untuk membuat ayat itu artinya sesuai dengan
theologia mereka.
Calvin (tentang Yoh
6:45): “the Church
cannot be restored in any other way than by God undertaking the office of a
Teacher, and bringing believers to himself. The way
of teaching, of which the prophet speaks, does not consist merely in the
external voice, but likewise in the secret operation of the Holy Spirit. In
short, this teaching of God is the inward illumination of the heart.
‘And they shall be all taught by God.’ As to the word ‘all,’ it must be limited to the elect, who
alone are the true children of the Church. ... Christ, therefore,
justly concludes that men have not eyes to behold
the light of life, until God has opened them. But at the same time, he fastens on the general phrase, ‘all;’ because he argues from it, that ‘all’ who are ‘taught by God’ are effectually drawn, so as to come;
and to this relates what he immediately adds, Whosoever
therefore hath heard my Father. The amount of what is said is, that all
who do not believe are reprobate and doomed to destruction; because all the sons
of the Church and heirs of life are made by God to be his obedient disciples.
Hence it follows, that there is not one of all the elect of God who shall not
be a partaker of faith in Christ. Again, as Christ formerly affirmed that men
are not fitted for believing, until they have been drawn, so he now declares
that the grace of Christ, by which they are drawn, is efficacious, so that they
necessarily believe. These two clauses utterly overturn the whole power of free
will, of which the Papists dream. For if it be only when the Father has drawn
us that we begin to ‘come to Christ,’ there is not in us any commencement of
faith, or any preparation for it. On the other hand, if all come whom the
Father hath taught, He
gives to them not only the choice of believing, but faith itself. ...
‘Cometh to me.’ He shows the inseparable connection that exists between him and
the Father. For the meaning is, that it is
impossible that any who are God’s disciples shall not obey Christ, and that
they who reject Christ refuse to be ‘taught by God;’ because the only wisdom
that all the elect learn in the school of God is, to come to Christ;
for the Father, who sent him, cannot deny himself.” (= Gereja
tidak bisa dipulihkan dengan cara lain apapun dari pada dengan Allah
mengerjakan jabatan dari seorang Guru / Pengajar, dan membawa orang-orang
percaya kepada diriNya sendiri. Cara pengajaran,
tentang mana sang nabi berbicara, tidak terdiri semata-mata dalam suara
lahiriah, tetapi juga dalam pekerjaan / operasi rahasia dari Roh Kudus.
Singkatnya, pengajaran Allah ini adalah pencerahan di dalam dari hati.
‘Dan mereka semua akan diajar oleh Allah’. Berkenaan dengan kata ‘semua’, itu harus dibatasi pada
orang-orang pilihan, karena hanya mereka yang merupakan anak-anak yang sejati
dari Gereja. ... Karena itu, Kristus secara benar menyimpulkan bahwa
manusia tidak mempunyai mata untuk melihat terang
kehidupan, sampai Allah telah membuka mata mereka. Tetapi pada saat
yang sama, Ia melekatkan pada ungkapan umum, ‘semua’; karena Ia berargumentasi darinya,
bahwa ‘semua’ yang ‘diajar oleh Allah’
ditarik secara efektif, sehingga mereka datang; dan dengan hal ini berhubungan
apa yang Ia segera tambahkan, Karena itu, ‘barang
siapa / setiap orang telah mendengar BapaKu.’ Total dari semua yang
Ia katakan adalah, bahwa semua yang tidak percaya adalah reprobate /
orang-orang non pilihan dan ditentukan pada kebinasaan / kehancuran; karena semua
anak-anak dari Gereja dan ahli-ahli waris dari kehidupan dibuat oleh Allah
untuk menjadi murid-muridNya yang taat. Maka akibatnya adalah bahwa di sana
tidak ada seorangpun dari semua orang-orang pilihan dari Allah yang tidak akan
menjadi seorang pengambil bagian dari iman kepada Kristus. Selanjutnya,
sebagaimana Kristus sebelumnya menegaskan bahwa orang-orang tidak cocok untuk
percaya, sampai mereka telah ditarik, maka sekarang Ia menyatakan bahwa kasih
karunia dari Kristus, dengan mana mereka ditarik, adalah mujarab / pasti
berhasil, sehingga mereka pasti percaya. Dua anak kalimat ini sama sekali membalikkan
seluruh kekuatan dari kehendak bebas, tentang mana para pengikut Paus bermimpi.
Karena jika hanya pada waktu Bapa telah menarik kita maka kita mulai ‘datang
kepada Kristus’, di sana tidak ada di dalam kita pemulaian apapun dari iman,
atau persiapan apapun untuk iman. Di sisi yang lain, jika semua yang telah
diajar Bapa datang, IA MEMBERIKAN KEPADA MEREKA
BUKAN HANYA PEMILIHAN UNTUK PERCAYA, TETAPI IMAN ITU SENDIRI. ... ‘Datang
kepadaKu’. Ia menunjukkan hubungan yang tak terpisahkan yang ada antara Dia
dengan Bapa. Karena artinya adalah, bahwa adalah
tidak mungkin bahwa siapapun yang adalah murid-murid Allah tidak akan mentaati
Kristus, dan bahwa mereka yang menolak Kristus menolak untuk ‘diajar oleh
Allah’; karena satu-satunya hikmat yang dipelajari oleh semua orang-orang
pilihan dalam sekolah Allah adalah, datang kepada Kristus; karena
Bapa, yang mengutusNya, tidak bisa menyangkal diriNya sendiri.).
Lagi-lagi kita melihat
bahwa Calvin, sama seperti William Hendriksen, memperhatikan kata-kata ‘semua’ dan ‘setiap orang / barangsiapa’, yang memang merupakan kata-kata kunci yang
sangat penting dalam ayat ini, tetapi diabaikan / dihindari oleh Adam Clarke
dan Lenski.
Ini beberapa hal penting
yang ditekankan oleh Calvin dalam kutipan di atas:
a) Ay 45
merupakan kutipan dari Yes 54:13 - “Semua
anakmu akan menjadi murid TUHAN, dan besarlah kesejahteraan mereka”.
b) Kata
‘semua’ menunjuk kepada elects (= orang-orang pilihan).
c) Ini
menjelaskan bahwa Allah ‘menarik’
dengan ‘mengajar’. Tetapi jelas bahwa ‘mengajar’ ini bukanlah satu-satunya hal yang Allah
lakukan untuk menarik seseorang. Ia juga melahirbarukan (atau ‘membuka mata
mereka’), memberikan terang sehingga orang itu mengerti ajaran yang Ia berikan,
dan bahkan Ia juga memberikan iman. Saya ingin ulangi bagian terpenting dari kata-kata
Calvin di atas.
Calvin (tentang Yoh 6:45): “He gives to them not
only the choice of believing, but faith itself.” (= Ia
memberikan kepada mereka bukan hanya pemilihan, tetapi iman itu sendiri.).
d) Orang
yang telah mendengar dan menerima ajaran dari Bapa akan datang kepada Yesus
(beriman kepada Yesus).
11)Yoh 6:65
- “Lalu Ia berkata: ‘Sebab itu
telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat
datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.’”.
Adam Clarke (tentang Yoh
6:65): “‘Except it were
given unto him.’ None can come at first, unless he be drawn by the Father; and
none can continue, unless he continue under those sacred influences which God
gives only to those who do not receive his first graces in vain. St. Augustin
himself grants that it was the sole fault of these disciples that they did not
believe, and were saved. ... If I be asked why these could not believe, I
immediately answer, because they WOULD NOT. Aug. Tract. 53, in Joan.” (= ‘Kecuali itu dikaruniakan
kepadanya’. Mula-mula tak seorangpun bisa datang, kecuali ia ditarik
oleh Bapa; dan tak seorangpun bisa melanjutkan, kecuali ia terus ada di bawah
pengaruh-pengaruh kudus itu, yang Allah berikan hanya kepada mereka yang tidak
menerima kasih karuniaNya yang pertama dengan sia-sia. Santo
Agustinus sendiri mengakui bahwa adalah semata-mata kesalahan dari murid-murid
ini bahwa / sehingga mereka tidak percaya dan diselamatkan. ... Jika saya
ditanya mengapa orang-orang ini tidak dapat percaya, saya segera menjawab,
karena mereka TIDAK MAU. Aug. Tract 53, in Joan.).
Catatan:
a) Kata-kata Clarke pada bagian awal (yang saya
garis-bawahi) lagi-lagi menghindari pembahasan kata-kata dari Yoh 6:65
itu. Kata-katanya boleh dikatakan tidak ada hubungannya dengan ayat itu. Dari
mana ia tahu-tahu bicara ada kasih karunia yang pertama, yang kelihatannya ia
katakan sebagai ‘tarikan pertama dari Bapa’, yang tidak diterima dengan sia-sia
oleh orang itu, dan lalu orang itu harus terus ada di bawah pengaruh kudus dari
kasih karunia itu?
b) Lalu pada bagian bawah, ia mengutip dari
Agustinus, yang mengatakan bahwa kalau seseorang tidak percaya itu semata-mata
adalah kesalahan orang itu, dan juga bahwa orang tidak percaya itu karena ia
tidak mau. Saya tak punya traktat Agustinus ini, sehingga tak bisa melihat
dalam kontext apa Agustinus berbicara seperti ini. Yang jelas Calvinisme /
Augustinianisme memang mempercayai bahwa kalau seseorang tidak percaya, itu
memang kesalahannya sendiri. Dan seseorang tidak percaya karena ia tidak mau.
Ini juga benar. Tetapi semua ini dari sudut pandang
manusia. Dari
sudut pandang Tuhan, orang itu tidak mau karena Bapa tidak mengaruniakan
kepadanya. Ini yang tidak dibahas oleh Clarke. Sekarang kita
bandingkan dengan kata-kata Agustinus yang lain, yang dikutip oleh Calvin.
John Calvin:
“Augustine,
the faithful interpreter of them, exclaims: “Our Savior, to teach us that belief comes as a gift and not from merit, says:
‘No one comes to me, unless my Father…draw him’ (John 6:44 p.), and ‘…it be granted
him by my Father’ (John 6:65 p.). It is strange that two hear: one despises,
the other rises up! Let
him who despises impute it to himself; let
him who rises up not arrogate it to himself.”” [= Agustinus,
penafsir yang setia tentang mereka, berseru: “Juruselamat kita, pada waktu
mengajar kita bahwa kepercayaan datang sebagai suatu
karunia / pemberian dan bukan dari jasa, berkata: ‘Tak seorangpun
datang kepadaKu, kecuali BapaKu ... menariknya’ (Yoh 6:44), dan ‘... itu
dikaruniakan kepadanya oleh BapaKu’ (Yoh 6:65). Adalah aneh bahwa dua orang
mendengar: yang satu memandang rendah, yang lain bangkit! Hendaklah dia yang memandang rendah
memperhitungkannya kepada dirinya sendiri; hendaklah dia yang bangkit tidak mengclaim dengan sombong hak itu kepada dirinya sendiri.”] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book
III, Chapter 2, no 35.
Apakah Clarke hanya
melihat sebagian tulisan Agustinus dan mengutipnya? Karena yang saya beri garis
bawah ganda itu cocok dengan kata-kata Clarke. Tetapi Calvin mengutip semuanya
sehingga lebih obyektif!
Lenski (tentang Yoh 6:65): “In v. 44 Jesus
had said, ‘No man can come unto me except the Father which sent me draw him’; and in v. 37, ‘All that
the Father gives to me shall
get to me.’ To these two statements Jesus again refers, only changing the
active form into the passive, ‘have been given to him.’ To come to Jesus is to
believe in Jesus; and the ability to come is never without the coming. In our
abstract thinking we must never separate the two and imagine that the Father
grants the ability and that we then may decide whether we will use this ability
or leave it unused.” (= Dalam ay 44 Yesus telah berkata, ‘Tak
seorangpun bisa datang kepadaKu kecuali Bapa yang mengutus Aku menariknya’; dan
dalam ay 37, ‘Semua yang Bapa berikan kepadaKu akan datang kepadaKu’.
Yesus menunjuk pada 2 pernyataan ini lagi, hanya mengubah bentuk aktif menjadi
bentuk pasif, ‘telah diberikan / dikaruniakan kepadanya’. Datang kepada Yesus adalah percaya kepada Yesus; dan
kemampuan untuk datang tidak pernah tanpa kedatangan itu. Dalam pemikiran abstrak
kita, kita tidak pernah boleh memisahkan
dua hal itu, dan membayangkan bahwa Bapa memberikan kemampuan dan bahwa lalu
kita bisa memutuskan apakah kita akan / mau menggunakan kemampuan ini atau membiarkannya
tidak dipakai.).
Catatan: lagi-lagi aneh, bahwa orang Arminian ini bisa
mengeluarkan komentar ‘Reformed’ seperti ini! Tetapi ada satu bagian yang tidak
saya mengerti, yaitu kata-kata yang saya beri garis bawah ganda ‘dalam pemikiran abstrak kita’. Apa maksud Lenski dengan kata-kata ‘misterius’
ini?
Sekarang mari kita perhatikan
apa yang Lenski katakan selanjutnya di bawah ini.
Lenski (tentang Yoh 6:65): “The best
commentary on this giving and this drawing is furnished in Concordia
Triglotta 1087, etc.: ‘The Father will not do this without means,
but has ordained for this purpose his Word and Sacraments as ordinary means and
instruments; and it is the will neither of the Father nor of the Son that a man
should not hear or should despise the preaching of his Word and wait for the
drawing of the Father without the Word and Sacraments. For the Father draws,
indeed, by the power of his Holy Ghost, according to his usual order, by the
hearing of his holy, divine Word, as with a net, by which the elect are plucked
from the jaws of the devil. Every poor sinner should therefore repair thereto,
hear it attentively, and not doubt the drawing of the Father. For the Holy
Ghost will be with his Word in his power and work by it; and that is the
drawing of the Father. - But the reason why not all who hear it believe, and
some are therefore condemned the more deeply, is not because God had begrudged
them their salvation; but it is their own fault, as they have heard the Word in
such a manner as not to learn (v. 45) but only to despise, blaspheme, and
disgrace it, and have resisted the Holy Ghost, who through the Word wished to
work in them.’ Where the ability to come and the coming are not given, this is
not due to the will or the effort of the Giver but to the contrary, hostile
will and obdurate, resisting effort of him who should be the recipient, Matt.
23:37, ‘ye would not.’ ‘On this account,’ διὰ τοῦτο, refers back to
the statement, ‘But there are some of you that do not believe.’ Faith and
coming to Jesus is not theirs and is not given to them because in their
persistent preference of unbelief they are determined not to receive it. Their
lack of faith is not excused by any inactivity on the Father’s part, for this
does not exist; their non-faith is blamed onto them because they nullify the
Father’s activity of giving and drawing.” [= Tafsiran yang terbaik tentang tindakan memberi dan
menarik ini diberikan dalam Concordia
Triglotta 1087, dst.: ‘Bapa tidak akan melakukan ini tanpa cara-cara,
tetapi telah menentukan untuk tujuan ini Firman dan Sakramen-sakramenNya
sebagai cara-cara dan alat-alat yang umum / biasa; dan bukanlah merupakan
kehendak Bapa ataupun Anak bahwa seseorang harus mendengar dan memandang rendah
pemberitaan Firman dan menunggu tarikan Bapa tanpa Firman dan
Sakramen-sakramen. Karena Bapa memang menarik oleh kuasa dari Roh KudusNya
sesuai dengan urut-urutanNya yang biasa, dengan mendengar FirmanNya yang kudus
dan ilahi, seperti dengan suatu jala, dengan mana orang-orang pilihan diambil
dari rahang setan / Iblis. Karena itu, setiap orang berdosa yang malang harus
memperbaiki kearah sana, mendengarnya dengan penuh perhatian, dan tidak
meragukan tarikan dari Bapa. Karena Roh Kudus akan ada bersama dengan FirmanNya
dalam kuasaNya dan bekerja dengannya; dan itu adalah tarikan dari Bapa. - Tetapi alasan mengapa tidak semua yang mendengarnya percaya,
dan karena itu sebagian dihukum dengan lebih dalam, bukanlah karena Allah telah
memberi mereka dengan segan keselamatan mereka; tetapi itu adalah kesalahan
mereka sendiri, karena mereka telah mendengar Firman dengan cara sedemikian
rupa sehingga mereka tidak belajar (ay 45) tetapi hanya memandang rendah,
menghujat, dan mencemarkannya, dan telah menolak Roh Kudus, yang melalui Firman
ingin bekerja dalam diri mereka.’ Dimana
kemampuan untuk datang dan tindakan datang itu tidak diberikan, ini bukan
disebabkan karena kehendak atau usaha dari sang Pemberi, tetapi sebaliknya,
kehendak yang bermusuhan dan keras kepala, menolak usaha dari Dia yang
seharusnya menjadi penerima, Mat 23:37, ‘kamu tidak mau’. ‘Sebab
itu’, DIA TOUTO, menunjuk ke belakang pada pernyataan, ‘Tetapi ada di antara
kamu yang tidak percaya’. Iman dan tindakan datang kepada Yesus bukanlah milik mereka,
dan tidak diberikan kepada mereka, karena dalam pemilihan terus menerus untuk
tidak percaya dari mereka mereka ditentukan untuk tidak menerimanya.
Ketiadaan iman
mereka tidak dimaafkan oleh ketidak-aktifan apapun di pihak Bapa, karena ketidak-aktifan
ini tidak ada; ketiadaan iman mereka disalahkan kepada mereka karena mereka
meniadakan aktivitas memberi dan menarik dari Bapa.].
Catatan:
a) Bagaimana
kata-kata Lenski yang di atas dan di bawah bisa harmonis, saya tidak mengerti.
Kedua bagian itu betul-betul bertentangan frontal!
b) Bagian
yang saya beri garis bawah ganda jelas menunjukkan kepercayaan Lenski pada ‘conditional
election’ (= pemilihan bersyarat).
William Hendriksen (tentang Yoh 6:65): “faith is a gift
of God, and it is not given to all men: ‘And he was saying, Therefore said I to you that no one can come to me
unless it is given to him by the Father.’” (= iman adalah suatu
pemberian / karunia dari Allah, dan itu tidak diberikan kepada semua orang:
‘Dan Ia berkata, Karena itu Aku berkata kepadamu bahwa tak seorangpun dapat
datang kepadaKu kecuali itu dikaruniakan kepadaNya oleh Bapa’.).
Calvin (tentang Yoh 6:65): “He again states that faith is an
uncommon and remarkable gift of the Spirit of God, that we may not be
astonished that the Gospel is not received in every place and by all. ...
Christ therefore assigns a reason why there are so few believers, namely,
because no man, whatever may be his acuteness, can arrive at faith by his own
sagacity; for all are blind, until they are illuminated by the Spirit of God,
and therefore they only partake of so great a blessing whom the Father deigns
to make partakers of it. If this grace were bestowed on all without exception,
it would have been unseasonable and inappropriate to have mentioned it in this
passage; for we must understand that it was Christ’s design to show that not
many believe the Gospel, because faith proceeds only from the secret revelation
of the Spirit. ‘Unless it be given him by my Father.’ He now uses the word ‘give’
instead of the word which he formerly used, ‘draw;’ by which he means that there
is no other reason why God draws, than because out of free grace he loves us;
for what we obtain by the gift and grace of God, no man procures for himself by
his own industry.” (= Ia
menyatakan lagi bahwa iman adalah suatu karunia yang
tidak biasa / tidak umum dan hebat / luar biasa dari Roh Allah,
supaya kita tidak heran bahwa Injil tidak diterima di setiap tempat dan oleh
semua orang. ... Karena itu Kristus memberikan suatu alasan mengapa hanya ada
sedikit orang-orang percaya, yaitu, karena tak seorangpun,
bagaimanapun ketajaman / ketelitiannya, bisa sampai pada iman oleh kecerdasan /
kebijaksanaannya sendiri; karena semua orang adalah buta, sampai mereka
diterangi oleh Roh Allah, dan karena itu mereka hanya mengambil bagian dari
berkat yang begitu besar yang Allah berkenan untuk membuatnya menjadi pengambil
bagian darinya. Jika kasih karunia ini diberikan kepada semua
orang tanpa kecuali, maka akan tidak sesuai dan tidak cocok untuk
menyebutkannya dalam text ini; karena kita harus mengerti bahwa adalah rancangan Kristus untuk menunjukkan bahwa tidak banyak
orang percaya Injil, karena iman keluar hanya dari wahyu / penyataan rahasia
dari Roh. ‘Kecuali itu dikaruniakan kepadanya oleh BapaKu’. Sekarang
Ia menggunakan kata ‘beri’ dan bukannya kata yang sebelumnya Ia gunakan,
‘tarik’; dengan mana Ia memaksudkan bahwa di sana tidak ada alasan lain mengapa
Allah menarik, dari pada karena dari kasih karunia yang cuma-cuma Ia mengasihi
kita; karena apa yang kita dapatkan oleh karunia dan
kasih karunia Allah, tak seorangpun mendapatkannya bagi dirinya sendiri oleh
kerajinannya sendiri.).
Catatan: perlu dicamkan bahwa Yoh 6:65 ini muncul dalam
kontext yang menceritakan tentang Yesus memberi makan 5000 orang lebih dengan 5
roti dan 2 ikan (Yoh 6:1-14). Jadi mula-mula ada banyak orang, tetapi lalu
hampir semua meninggalkan Dia karena kata-kata kerasNya (Yoh 6:60,66).
12)1Kor 12:2-3
- “(2) Kamu tahu, bahwa pada
waktu kamu masih belum mengenal Allah, kamu tanpa berpikir ditarik kepada berhala-berhala
yang bisu. (3) Karena itu aku mau meyakinkan kamu, bahwa tidak ada seorangpun
yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat berkata: ‘Terkutuklah Yesus!’ dan tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah
Tuhan’, selain oleh Roh Kudus.”.
Adam Clarke tak beri
apa-apa yang berarti dalam tafsirannya.
Lenski (tentang 1Kor 12:3): “Whoever
confesses Jesus as ‘Lord’ has the Holy Spirit in his heart” (= Siapapun mengakui Yesus
sebagai ‘Tuhan’ mempunyai Roh Kudus dalam hatinya).
Tafsiran ini sama sekali tak sesuai dengan
kata-kata ayatnya, dan jelas membengkokkan arah dari ayat itu. Ayatnya
berbicara tentang bagaimana seseorang bisa mengakui Yesus sebagai Tuhan, tetapi
Lenski mempersoalkan apa akibatnya kalau seseorang mengakui Yesus sebagai Tuhan.
Charles Hodge (tentang 1Kor 12:3): “The word ku>riov (KURIOS),
LORD, is that by which the word Jehovah is commonly rendered in the Greek
version of the Old Testament. To say Jesus is the Lord, therefore, in the sense
of the apostle, is to acknowledge him to be truly God. ... What the apostle
says, is that no man can make this acknowledgment but by the Holy Ghost. This
of course does not mean that no one can utter these words unless under special
divine influence; but it means that no one can truly believe and openly confess
that Jesus is God manifest in the flesh unless he is enlightened by the Spirit
of God.” [= Kata KURIOS, TUHAN, adalah kata dengan mana kata Yehovah biasanya
diterjemahkan dalam versi Yunani dari Perjanjian Lama. Karena itu, mengatakan Yesus
adalah Tuhan, dalam arti dari sang rasul, adalah mengakui Dia sebagai
sungguh-sungguh Allah. ... Apa yang sang rasul katakan, adalah bahwa tak
seorangpun bisa membuat pengakuan ini kecuali oleh Roh Kudus. Ini
tentu tidak berarti bahwa tak seorangpun bisa mengucapkan
kata-kata ini kecuali di bawah pengaruh ilahi yang khusus; tetapi
itu
berarti bahwa tak seorangpun bisa percaya
dengan sungguh-sungguh dan mengaku secara terbuka bahwa Yesus adalah
Allah yang menyatakan diri dalam daging kecuali ia diterangi oleh Roh Kudus.].
Memang kalau cuma
‘mengucapkan’ (tanpa hatinya betul-betul percaya), tentu saja seadanya orang
munafik bisa melakukannya.
Bdk. Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di
sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan
mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23)
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal
kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Luk 6:46 - “‘Mengapa kamu
berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang
Aku katakan?”.
Tetapi mengaku Yesus
sebagai Tuhan / Allah dengan hati yang sungguh-sungguh percaya (bdk.
Ro 10:9), tidak mungkin bisa terjadi kalau bukan karena Roh Kudus.
Ro 10:9 - “Sebab jika kamu mengaku
dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa
Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan
diselamatkan.”.
Calvin (tentang 1Kor 12:3): “Having
admonished them from their own experience, he sets before them a general
doctrine, which he deduces from it; for what the Corinthians had experienced in
themselves is common to all mankind - to wander on in error, previously to
their being brought back, through the kindness of God, into the way of truth.
Hence it is necessary that we should be directed by the Spirit of God, or we
shall wander on for ever. From this, too, it follows, that all things that
pertain to the true knowledge of God, are the gifts of the Holy Spirit. ... ‘no one can speak well of Christ, but by the
Spirit of Christ.’ ... To ‘say
that Jesus is the Lord,’ is to speak of him in honorable terms and with
reverence, and to extol his majesty. Here it is asked - ‘As the wicked
sometimes speak of Christ in honorable and magnificent terms, is this an
indication that they have the Spirit of God?’ I answer - ‘They undoubtedly
have, so far as that effect is concerned; but the gift of regeneration is one
thing, and the gift of bare intelligence, with which Judas himself was endowed,
when he preached the gospel, is quite another.’ Hence, too, we perceive how
great our weakness is, as we cannot so much as move our tongue for the
celebration of God’s praise, unless it be governed by his Spirit.” (= Setelah menasehati mereka dari
pengalaman mereka sendiri, ia meletakkan di depan mereka suatu doktrin / ajaran
yang bersifat umum, yang ia simpulkan darinya; karena apa yang orang-orang Korintus
telah alami dalam diri mereka sendiri adalah umum bagi semua umat manusia -
mengembara dalam kesalahan, sebelum mereka dibawa kembali, melalui kebaikan
Allah, ke dalam jalan kebenaran. Jadi, adalah perlu bahwa kita diarahkan oleh Roh Allah, atau kita
akan mengembara selama-lamanya. Dari hal ini, juga mengikuti bahwa segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengetahuan yang benar tentang Allah, adalah karunia-karunia dari Roh Kudus.
... ‘Tak seorangpun bisa berbicara baik tentang Kristus, kecuali oleh Roh
Kristus’. ... ‘Mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan’, berarti berbicara tentang Dia
dalam istilah-istilah yang menghormat dan dengan rasa hormat / takut, dan
meninggikan keagunganNya. Di sini ditanyakan - ‘Karena orang-orang
jahat kadang-kadang berbicara tentang Kristus dalam istilah-istilah yang
menghormat dan bagus sekali, apakah ini merupakan suatu petunjuk bahwa mereka
mempunyai Roh Allah?’ Saya menjawab - ‘Tak diragukan bahwa mereka telah mengatakan hal
seperti itu, sejauh hasilnya itu yang diperhatikan; tetapi karunia tentang
kelahiran baru sangat berbeda dengan karunia tentang semata-mata kepandaian,
dengan mana Yudas sendiri dikaruniai, pada waktu ia memberitakan Injil’. Karena itu, kami juga mengerti betapa besar kelemahan kita,
karena kita tidak dapat menggerakkan lidah kita untuk memuji Allah, kecuali
lidah itu dikuasai / diperintah oleh RohNya.).
Jadi kesimpulannya adalah: Allah
bukan hanya memberikan hal-hal sehingga manusia BISA beriman,
tetapi Ia betul-betul
memberikan iman itu sendiri.
Jadi jelas bahwa Allah bukan hanya memberikan kasih
karunia setengah-setengah sampai pada titik dimana manusia bisa memilih
sendiri. Tidak! Ia memberikan kasih karunia sampai mereka percaya dan
diselamatkan!
Calvin sendiri mempunyai pandangan bahwa iman tidak
tergantung pada kehendak manusia!
Calvin (tentang Yoh 6:37): “In the first place, he says, that all
whom the Father giveth him come to him; by which words he means, that faith is not a thing which depends
on the will of men, so that this man and that man indiscriminately
and at random believe, but that God elects those whom he hands over, as it
were, to his Son; for when he says, that whatever is given cometh, we infer
from it, that all do not come. Again, we infer, that God works in his elect by
such an efficacy of the Holy Spirit, that not one of them falls away; for the
word ‘give’ has the same meaning as if Christ had said, ‘Those whom the Father
hath chosen he regenerates, and gives to me, that they may obey the Gospel.’” (=
Pertama-tama, Ia katakan, bahwa semua orang yang Bapa berikan kepadaNya datang
kepadaNya; dengan kata-kata mana Ia memaksudkan, bahwa IMAN BUKANLAH SESUATU YANG TERGANTUNG PADA KEHENDAK MANUSIA,
sehingga orang ini atau orang itu secara tak pandang bulu dan secara acak,
percaya, tetapi bahwa Allah memilih mereka yang boleh dikatakan Ia berikan
kepada AnakNya; karena pada waktu ia mengatakan, bahwa ‘siapapun yang diberikan
datang,’ kami menyimpulkan darinya, bahwa tidak semua datang. Lagi, kami
menyimpulkan bahwa Allah bekerja dalam orang-orang pilihanNya dengan
kemujaraban sedemikian rupa dari Roh Kudus, sehingga tak seorangpun dari mereka
meninggalkan; karena kata ‘memberikan’ mempunyai arti yang sama seakan-akan
Kristus telah berkata, ‘mereka yang telah Bapa pilih, Ia lahir-barukan, dan
berikan kepadaKu, sehingga mereka bisa mentaati Injil’.).
Illustrasi:
Dalam hidup sehari-hari, kalau saya katakan sekarang
saya membawa uang 1 juta dalam dompet saya, saudara
tidak bisa memutuskan mau percaya
atau tidak mau percaya.
Tinggal saudara
percaya atau tidak percaya. Tidak ada
urusan dengan kemauan / kehendak!
Jadi, iman bukanlah hasil dari keputusan manusia.
Kesaksian:
Kalau saya merenungkan pertobatan saya, tidak pernah ada saat dalam hidup saya dimana setelah
mendengar Injil, saya menimbang-nimbang untung ruginya kalau saya beriman
kepada Kristus, atau kalau saya menolak Kristus. Dan lalu, setelah sekian lama
menimbang-nimbang maka akhirnya saya mengambil keputusan untuk percaya kepada
Kristus! Tidak pernah ada saat seperti itu dalam kehidupan saya! Bagi saya ini
omong kosong!
Yang terjadi dalam hidup saya adalah: setelah
mendengar Injil secara bertahap, tahu-tahu
saya mendapati bahwa diri saya sudah percaya kepada Kristus. Saya
tidak ingat kapan persisnya saya percaya, tetapi saya tahu-tahu menyadari bahwa
saya sudah percaya. Jadi jelas itu bukan keputusan
dari kehendak bebas saya, sebagaimana yang dipercaya oleh orang-orang Arminian!
Bagaimana kalau orang mengatakan bahwa itu kan hanya
didasarkan atas pengalamanmu? Pengalaman bukan dasar dari ajaran, karena tiap
orang bisa punya pengalaman yang berbeda!
Saya menjawab:
a) Ini
sesuai dengan apa yang saya jelaskan dalam bagian ini, yaitu bahwa iman adalah
anugerah Allah kepada orang-orang pilihanNya! Jadi, ayat-ayatnya jelas sangat
banyak!
b) Dalam
Alkitab tidak pernah ada pertanyaan ‘Maukah engkau percaya?’. Yang ada adalah pertanyaan ‘Percayakah engkau / kamu
....?’. Mari kita lihat sederetan
ayat di bawah ini:
1. Ayub 39:14
- “Percayakah engkau kepadanya, karena kekuatannya sangat besar? Atau
kauserahkankah kepadanya pekerjaanmu yang berat?”.
2. Mat 9:28
- “Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu
kepadaNya dan Yesus berkata kepada mereka: ‘Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?’ Mereka menjawab:
‘Ya Tuhan, kami percaya.’”.
3. Yoh
9:35 - “Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh
mereka. Kemudian Ia bertemu dengan dia dan berkata: ‘Percayakah engkau kepada Anak
Manusia?’”.
4. Yoh 11:26
- “dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati
selama-lamanya. Percayakah
engkau akan hal ini?’”.
5. Yoh
14:10 - “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan
Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu
sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan
pekerjaanNya.”.
6. Yoh 16:31
- “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Percayakah kamu sekarang?”.
7. Kis
26:27 - “Percayakah engkau, raja Agripa, kepada para nabi? Aku tahu, bahwa
engkau percaya kepada mereka.’”.
c) Tetapi
bagaimana dengan ayat-ayat yang mengandung kata-kata ‘mau / tidak mau percaya’ dan dalam bahasa Inggris ‘will / will not believe’?
1. Bil 14:11
- “TUHAN
berfirman kepada Musa: ‘Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa
lama lagi mereka tidak
mau percaya kepadaKu, sekalipun
sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka!”.
Kalau kita membandingkan dengan terjemahan-terjemahan
Alkitab bahasa Inggris maka kita akan melihat bahwa dalam Alkitab-Alkitab
bahasa Inggris memang ada kata ‘will’,
tetapi menurut saya kata ‘will’ itu bisa
diterjemahkan ‘akan’ dan bukannya ‘mau’.
KJV: ‘and how
long will it be ere they believe me’
(= dan akan jadi berapa lama lagi sebelum
mereka percaya kepadaKu?).
RSV: ‘And how
long will they not believe in me’ (=
Dan berapa lama lagi / sampai kapan mereka akan
tidak percaya kepadaKu).
NIV: ‘How long will they refuse to believe in me’ (= Berapa
lama mereka akan menolak untuk percaya
kepadaKu).
NASB: ‘And how
long will they not believe in Me’ (=
Dan berapa lama mereka akan tidak percaya
kepadaKu).
2. Yoh 10:38 - “tetapi
jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepadaKu,
percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan
mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.’”.
Dalam terjemahan-terjemahan
Alkitab bahasa Inggris kata ‘mau’ ini
tidak ada.
KJV: ‘though ye
believe not me’ (= sekalipun kamu tidak percaya kepadaKu).
RSV: ‘even
though you do not believe me’ (= sekalipun kamu tidak percaya kepadaKu).
NIV: ‘even
though you do not believe me’ (= sekalipun kamu tidak percaya kepadaKu).
NASB: ‘though
you do not believe Me’ (= sekalipun kamu tidak percaya kepadaKu).
3. Mat 27:42
(KJV): ‘He saved others; himself he
cannot save. If he be the King of Israel, let him now come down from the cross,
and we will believe him.’ (= Ia
menyelamatkan orang-orang lain; diriNya sendiri Ia tidak bisa menyelamatkan.
Jika Ia adalah Raja Israel, biarlah Ia sekarang turun dari salib, dan kami mau / akan percaya kepadaNya).
Ini bisa diterjemahkan ‘kami
akan percaya’ (= LAI).
Mat 27:42 - “ "Orang lain Ia selamatkan, tetapi
diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun
dari salib itu dan kami akan percaya
kepadaNya.”.
4. Yoh 11:48
(KJV): ‘If we let him thus alone, all men will believe on him: and the Romans shall
come and take away both our place and nation.’ (= Jika kita membiarkanNya, semua orang akan percaya kepadaNya: dan
orang-orang Romawi akan datang dan mengambil baik tempat dan bangsa kita).
Ini harus diterjemahkan ‘semua orang akan percaya’ (= LAI).
Yoh 11:48 - “Apabila
kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya
kepadaNya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita
serta bangsa kita.’”.
5. Kel
4:1 (KJV): ‘And Moses answered and said,
But, behold, they will not believe me,
nor hearken unto my voice: for they will say, The LORD hath not appeared unto
thee.’ (= Dan Musa menjawab dan berkata, Tetapi, lihatlah, mereka tidak mau / akan percaya kepadaku, ataupun
mendengarkan suaraku: karena mereka akan berkata, TUHAN tidak menampakkan diri
kepadamu).
Ini bisa diterjemahkan ‘mereka tidak akan percaya’.
LAI: ‘mereka tidak percaya’.
Kel 4:1 - “Lalu sahut
Musa: ‘Bagaimana jika mereka tidak percaya
kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak
menampakkan diri kepadamu?’”.
6. Kel
4:8 (KJV): ‘And
it shall come to pass, if they will not believe
thee, neither hearken to the voice of the first sign, that they will believe the voice of the latter sign.’
(= Dan akan terjadi, jika mereka tidak mau / akan
percaya kepadamu, ataupun mendengarkan suara dari tanda yang
pertama, mereka mau / akan percaya suara
dari tanda yang belakangan).
Ini bisa diterjemahkan ‘jika mereka akan tidak percaya’ ... ‘mereka akan percaya’.
Kel 4:8 (LAI): “‘Jika
mereka tidak percaya kepadamu dan tidak
mengindahkan tanda mujizat yang pertama, maka mereka
akan percaya kepada tanda mujizat yang kedua.”.
7. Kel 4:9
(KJV): ‘And it shall come to pass, if they will not believe also these two signs,
neither hearken unto thy voice, that thou shalt take of the water of the river,
and pour it upon the dry land: and the water which thou takest out of the river
shall become blood upon the dry land.’ (= Dan akan terjadi, jika mereka juga tidak mau percaya kedua tanda
ini, ataupun mendengarkan suaramu, engkau akan mengambil air dari sungai, dan
mencurahkannya pada tanah yang kering: dan air yang engkau ambil dari sungai
akan menjadi darah di tanah yang kering).
Ini bisa diterjemahkan ‘jika
mereka tidak percaya’ (= LAI).
Kel 4:9 - “Dan
jika mereka tidak juga percaya kepada
kedua tanda mujizat ini dan tidak mendengarkan perkataanmu, maka engkau harus
mengambil air dari sungai Nil dan harus kaucurahkan di tanah yang kering, lalu
air yang kauambil itu akan menjadi darah di tanah yang kering itu.’”.
8. Yes
7:9 (KJV): ‘And the head of Ephraim is
Samaria, and the head of Samaria is Remaliah’s son. If
ye will not believe, surely ye shall not be established.’ (= Dan
kepala dari Efraim adalah Samaria, dan kepala dari Samaria adalah anak Remalya.
Jika kamu tidak mau percaya, pasti kamu
tidak akan diteguhkan / ditegakkan.).
Ini bisa diterjemahkan ‘Jika
kamu tidak percaya’ (= LAI).
Yes 7:9 - “Dan Samaria
ialah ibu kota Efraim, dan anak Remalya ialah kepala Samaria. Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh
jaya.’”.
9. Hab 1:5
(KJV): ‘Behold ye among the heathen, and
regard, and wonder marvellously: for I will work a work in your days, which ye will not believe, though it be told you.’
(= Lihatlah di antara orang-orang kafir, dan perhatikanlah, dan
terheran-heranlah: karena Aku akan mengerjakan suatu pekerjaan pada jamanmu,
yang tidak akan kamu percayai, sekalipun
itu diceritakan kepadamu.).
Ini harus diterjemahkan ‘tidak
akan kamu percayai’ (= LAI).
Hab 1:5 - “Lihatlah
di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan
tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai, jika diceriterakan.”.
10.Luk 22:67 (KJV): ‘Art thou the Christ? tell us. And he said unto them, If I tell you, ye will not believe:’ (= Apakah Engkau adalah
Kristus? Beritahukanlah kami. Dan Ia berkata kepada mereka, Jika Aku
memberitahumu, kamu tidak akan percaya).
Ini harus diterjemahkan ‘kamu
tidak akan percaya’ (= LAI).
Luk 22:67 - “katanya:
‘Jikalau Engkau adalah Mesias, katakanlah kepada kami.’ Jawab Yesus: ‘Sekalipun
Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan
percaya;”.
11.Yoh 4:48 (KJV): ‘Then said Jesus unto him, Except ye see signs and wonders, ye will not believe.’ (= Maka Yesus berkata
kepadanya, Kecuali kamu melihat tanda-tanda dan mujijat-mujijat, kamu tidak mau / akan percaya.).
Ini bisa diterjemahkan ‘kamu
tidak akan percaya’.
Yoh 4:48 - “Maka kata Yesus
kepadanya: ‘Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya.’”.
12.Yoh 20:25 (KJV): ‘The other disciples therefore said unto him, We have seen the Lord.
But he said unto them, Except I shall see in his hands the print of the nails,
and put my finger into the print of the nails, and thrust my hand into his
side, I will not believe.’ (= Karena
itu, murid-murid yang lain berkata kepadanya, Kami telah melihat Tuhan. Tetapi
ia berkata kepada mereka, Kecuali aku melihat pada tanganNya tanda / jejak
paku-paku, dan memasukkan jariku ke dalam tanda / jejak paku-paku, dan memasukkan
tanganku ke dalam sisiNya, Aku tidak mau / akan
percaya.).
Ini bisa diterjemahkan ‘Aku
tidak akan percaya’ (= LAI).
Yoh 20:25 - “Maka
kata murid-murid yang lain itu kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi
Tomas berkata kepada mereka: ‘Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan
sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku
ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan
percaya.’”.
Memang
dalam menterjemahkan kata ‘will’ ada
beberapa kemungkinan, yaitu diterjemahkan ‘mau’, atau ‘akan’ atau tak
diterjemahkan (dihapuskan).
Keberatan dari
pihak Arminian.
Orang Arminian menganggap sebagai tak masuk akal kalau
Allah menyuruh kita beriman, tetapi ternyata Allahlah yang memberikan iman itu.
John Owen: “The Arminians
have but one argument, that ever I could meet with, whereby they strive to rob
Christ of this glory of meriting and procuring for us faith and repentance; and
that is, because they are such acts of ours as in duty and obedience to the
precepts of the gospel we are bound to perform; and this they everywhere press
at large, ‘usque et usque.’ In plain terms,
they will not suffer their idol to be
accounted defective in any thing that is necessary to bring us unto heaven.” [= Orang-orang Arminian hanya mempunyai satu
argumentasi, yang pernah saya temui, dengan mana mereka berjuang / berusaha
keras untuk merampok Kristus dari kemuliaan tentang keberjasaan dan bagaimana mendapatkan
iman dan pertobatan; dan itu adalah, karena mereka (iman dan
pertobatan) adalah tindakan-tindakan
kita seperti dalam kewajiban dan ketaatan kepada ajaran-ajaran /
perintah-perintah dari injil yang harus kita lakukan; dan ini mereka tekankan
dimana-mana pada umumnya, ‘selalu dan terus menerus’.
Dalam istilah-istilah yang jelas, mereka tidak akan membiarkan berhala mereka untuk dianggap cacat dalam hal
apapun yang perlu untuk membawa kita ke surga] - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 116 (AGES).
Catatan:
·
kata bahasa Latin
‘usque’ berarti ‘selalu’, ‘setiap saat’, ‘terus menerus’; dan kata bahasa Latin
‘et’ berarti ‘dan’ - Collins Latin Dictionary (Libronix).
·
Saya kira yang
Owen maksudkan dengan ‘their idol’ (= berhala
mereka) adalah ‘free will’ (=
kehendak bebas).
John Owen: “Let us hear
them pleading their cause: - ‘It is most certain that that ought not to be
commanded which is wrought in us; and that cannot be wrought in us which is commanded.
He foolishly commandeth that to be done of others who will work in them what he
commandeth,’ saith their Apology.”
(= Marilah kita mendengar mereka membela perkara mereka: - ‘Adalah paling pasti bahwa apa yang dibuat di dalam kita
itu tidak boleh diperintahkan; dan itu tidak bisa dibuat di dalam kita yang
diperintahkan. Ia secara tolol memerintahkan itu untuk dilakukan orang-orang
lain yang akan mengerjakan dalam mereka apa yang ia perintahkan’, kata
Apology mereka.) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal
117-118 (AGES).
John Owen: “‘Faith and
conversion cannot be our obedience, if they are wrought in us by God,’ say they
at the Hague; and Episcopius, ‘That it is a most absurd thing to affirm that
God either effects by his power, or procureth by his wisdom, that the elect
should do those things that he requireth of them.’ So that where the Scripture
calls faith the gift and work of God, they say it is an improper locution,
inasmuch as he commands it; properly, it is an act or work of our own. ... The
sum at which they aim is, that to affirm that God bestoweth any graces upon us,
or effectually worketh them in us, contradicteth his word requiring them as our
duty and obedience.” (= ‘Iman dan pertobatan tidak bisa merupakan ketaatan kita,
jika mereka dikerjakan dalam kita oleh Allah’, kata mereka di Hague; dan
Episcopius, ‘Bahwa itu adalah suatu hal yang paling
menggelikan untuk menegaskan bahwa Allah, atau menghasilkan oleh kuasaNya, atau
menyebabkan oleh hikmatNya, bahwa / sehingga orang-orang pilihan melakukan
hal-hal itu yang Ia tuntut dari mereka’. Sehingga
dimana Kitab Suci menyebut iman sebagai karunia dan pekerjaan dari Allah,
mereka katakan itu sebagai suatu cara yang tidak benar untuk mengungkapkan
pikiran, karena Ia memerintahkannya; secara tepat / benar, itu adalah suatu
tindakan atau pekerjaan dari diri kita sendiri. ... Semua yang mereka tuju
adalah, bahwa menegaskan bahwa Allah memberikan kasih karunia apapun kepada
kita, atau secara efektif mengerjakan mereka di dalam kita, bertentangan dengan
firmanNya yang menuntut mereka sebagai kewajiban dan ketaatan kita.) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 119 (AGES).
Di bawah ini adalah beberapa jawaban dari John Owen
terhadap argumentasi Arminian yang telah ia berikan di atas:
1. Dalam
Ul 10:16 Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk menyunat hati mereka dan untuk
tidak lagi bersikap tegar tengkuk. Tetapi dalam Ul 30:6 dikatakan bahwa
Tuhanlah yang menyunat hati mereka supaya mereka mengasihi Tuhan.
Ul 10:16 - “Sebab
itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi
kamu tegar tengkuk.”.
Ul 30:6 - “Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu,
sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu, supaya engkau hidup.”.
Jadi, apa yang Tuhan perintahkan, Ia sendiri lakukan
di dalam mereka.
John Owen: “First, Deuteronomy
10:16, The Lord commandeth the Israelites to ‘circumcise the foreskin of their
hearts, and to be no more stiff-necked;’ so that the circumcising of their
hearts was a part of their obedience, - it was their duty so to do, in
obedience to God’s command. And yet, in the 30th chapter, verse 6, he affirmeth
that ‘he will circumcise their hearts, that they might love the LORD their God
with all their hearts.’ So that, it seems, the same thing, in diverse respects,
may be God’s act in us and our duty towards him.” - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 119-120 (AGES).
Catatan: Ini
tidak saya terjemahkan, karena garis besarnya sudah saya berikan di atas.
2. Dalam
Yeh 18:31 Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk memperbaharui hati / roh
mereka, tetapi dalam Yeh 36:26,27 Tuhan mengatakan bahwa Ialah yang melakukan
hal itu di dalam mereka.
Yeh 18:31 - “Buangkanlah
dari padamu segala durhaka yang kamu buat terhadap Aku dan perbaharuilah hatimu dan rohmu! Mengapakah kamu
akan mati, hai kaum Israel?”.
Yeh 36:26,27 - “(26)
Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang
baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan
Kuberikan kepadamu hati yang taat. (27) RohKu akan Kuberikan diam di
dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapanKu dan
tetap berpegang pada peraturan-peraturanKu dan melakukannya.”.
Jadi, apa yang Tuhan perintahkan, Ia sendiri lakukan
di dalam mereka.
John Owen: “Secondly,
Ezekiel 18:31, ‘Make you a new heart and a new spirit: for why will ye die, O
house of Israel?’ The making of a new heart and a new spirit is here required
under a promise of a reward of life, and a great threatening of eternal death;
so that so to do must needs be a part of their duty and obedience. And yet,
Ezekiel 36:26,27, he affirmeth that he will do this very thing that here he
requireth of them: ‘A new heart will I give you, and a new spirit will I put
within you: and I will take away the stony heart out of your flesh, and I will
give you an heart of flesh; and I will cause you to walk in my statutes,’ etc.” - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal
120 (AGES).
Catatan: Ini
tidak saya terjemahkan, karena garis besarnya sudah saya berikan di atas.
3. Dalam
banyak ayat bangsa Israel diperintahkan untuk takut kepada Tuhan. Tetapi dalam
Yer 32:40 Tuhan berkata bahwa Ialah yang akan membuat mereka takut akan
Dia.
Yos 24:14 - “Oleh
sebab itu, takutlah akan TUHAN dan
beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang
kepadanya nenek moyangmu telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir,
dan beribadahlah kepada TUHAN.”.
Yer 32:40 - “Aku
akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi
mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku
akan menaruh takut kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka
jangan menjauh dari padaKu.”.
Jadi, lagi-lagi apa yang Tuhan perintahkan, Ia sendiri
yang melakukannya di dalam mereka.
John Owen: “In how many
places, also, are we commanded to ‘fear the Lord!’ which, when we do, I hope
none will deny it to be a performance of our duty; and yet, Jeremiah 32:40, God
promiseth that ‘he will put his fear in our hearts, that we shall not depart
from him.’” (= ) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 120 (AGES).
Catatan: Ini
tidak saya terjemahkan, karena garis besarnya sudah saya berikan di atas.
John Owen: “‘It is certain
that when we do any thing, we do it,’ saith St. Augustine; ‘but it is God that
causeth us so to do.’” (= ‘Adalah
pasti bahwa pada waktu kita melakukan apapun, kita yang melakukannya’, kata
Santo Agustinus; ‘tetapi adalah Allah yang menyebabkan kita melakukan seperti
itu’.) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 121 (AGES).
g) Sola
Fide (hanya iman) dan Sola Gratia (hanya kasih karunia).
R. C. Sproul: “Evangelicals are so called because of
their commitment to the biblical and historical doctrine of justification by faith alone. Because the Reformers
saw sola fide as central and
essential to the biblical gospel, the term evangelical was applied to them. Modern evangelicals in great
numbers embrace the sola fide of the
Reformation, but have jettisoned the sola gratia that
undergirded it. Packer and Johnston assert: ‘Justification
by faith only’ is a truth that needs interpretation. The principle of sola fide is not rightly understood
till it is seen as anchored in the broader principle of sola gratia. What is the source and
status of faith? Is it the God-given means whereby the God-given justification
is received, or is it a condition of justification which is left to man to
fulfill? Is it a part of God’s gift of salvation, or is it man’s own
contribution to salvation? Is our salvation wholly of God, or does it
ultimately depend on something that we do for ourselves? Those who say the
latter (as the Arminians later did) thereby deny man’s utter helplessness in
sin, and affirm that a form of semi-Pelagianism is true after all. It is no
wonder, then, that later Reformed theology condemned Arminianism as being in
principle a return to Rome (because in effect it turned faith into a
meritorious work) and a betrayal of the Reformation (because it denied the
sovereignty of God in saving sinners, which was the deepest religious and
theological principle of the Reformers’ thought). Arminianism was, indeed, in
Reformed eyes a renunciation of New Testament Christianity in favour of New
Testament Judaism; for to rely on oneself for faith is no different in
principle from relying on oneself for works, and the one is as un-Christian and
anti-Christian as the other. In the light of what Luther says to Erasmus, there
is no doubt that he would have endorsed this judgment. I must confess
that the first time I read this paragraph, I blinked. On the surface it seems
to be a severe indictment of Arminianism. Indeed it could hardly be more severe
than to speak of it as ‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ Does this mean that
Packer and Johnston believe Arminians are not Christians? Not necessarily.
Every Christian has errors of some sort in his thinking. Our theological views
are fallible. Any distortion in our thought, any deviation from pure, biblical
categories may be loosely deemed ‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ The fact
that our thought contains un-Christian elements does not demand the inference
that we are therefore not Christians at all. I agree with Packer and Johnston
that Arminianism contains un-Christian elements in it and that their view of
the relationship between faith and regeneration is fundamentally un-Christian.
Is this error so egregious that it is fatal to salvation? People often ask if I believe Arminians are Christians? I
usually answer, ‘Yes, barely.’ They are Christians by what we call a felicitous inconsistency. What
is this inconsistency? Arminians affirm the doctrine
of justification by faith alone. They agree that we have no meritorious work
that counts toward our justification, that our justification rests solely on
the righteousness and merit of Christ, that sola
fide means justification is by Christ alone, and that we must trust not
in our own works, but in Christ’s work for our salvation. In all this
they differ from Rome on crucial points. Packer and Johnston note that later
Reformed theology, however, condemned Arminianism as a betrayal of the
Reformation and in principle as a return to Rome. They point out that
Arminianism ‘in effect turned faith into a meritorious work.’ We notice that
this charge is qualified by the words ‘in
effect.’ Usually Arminians deny that their
faith is a meritorious work. If they were to insist that faith is a meritorious
work, they would be explicitly denying justification by faith alone. The
Arminian acknowledges that faith is something a person does. It is a work,
though not a meritorious one. Is it a good work? Certainly it is not a bad
work. It is good for a person to trust in Christ and in Christ alone for his or
her salvation. Since God commands us to trust in Christ, when we do so we are
obeying this command. But all Christians agree that faith is something we do.
God does not do the believing for us. We also agree that our justification is by faith insofar as faith is the
instrumental cause of our justification. All the Arminian wants and intends to
assert is that man has the ability to exercise the instrumental cause of faith
without first being regenerated. This position clearly negates sola gratia, but not necessarily sola fide. Then why say that Arminianism ‘in effect’ makes
faith a meritorious work? Because the good response people make to the gospel
becomes the ultimate determining factor in salvation. I often ask my Arminian
friends why they are Christians and other people are not. They say it is
because they believe in Christ while others do not. Then I inquire why they
believe and others do not? ‘Is it because you are more righteous than the person
who abides in unbelief?’ They are quick to say no. ‘Is it because you are more
intelligent?’ Again the reply is negative. They say that God is gracious enough
to offer salvation to all who believe and that one cannot be saved without that
grace. But this grace is cooperative grace. Man in his fallen state must reach
out and grasp this grace by an act of the will, which is free to accept or
reject this grace. Some exercise the will rightly (or righteously), while
others do not. When pressed on this point, the Arminian finds it difficult to
escape the conclusion that ultimately his salvation rests on some righteous act
of the will he has performed. He has ‘in effect’ merited the merit of Christ,
which differs only slightly from the view of Rome.” [= Orang-orang ‘injili’ disebut demikian karena
komitmen mereka pada doktrin Alkitabiah dan bersifat sejarah, dari ‘pembenaran
oleh iman saja’. Karena para tokoh Reformasi melihat SOLA FIDE sebagai bersifat
pokok dan penting / bersifat hakiki pada injil yang Alkitabiah, maka istilah
‘injili’ diterapkan kepada mereka. Orang-orang
Injili modern dalam jumlah yang besar memeluk / mempercayai SOLA FIDE dari
Reformasi, tetapi telah membuang SOLA GRATIA yang menopang di bawahnya.
Packer dan Johnston menegaskan: ‘Pembenaran oleh iman
saja’ adalah suatu kebenaran yang membutuhkan penafsiran. Prinsip dari SOLA
FIDE tidak dimengerti secara benar sampai itu terlihat dijangkarkan pada
prinsip yang lebih luas tentang SOLA GRATIA. Apa yang merupakan sumber dan
keadaan / posisi dari iman? Apakah iman adalah cara yang Allah berikan
dengan mana pembenaran yang Allah berikan diterima, atau apakah iman adalah suatu syarat pembenaran yang ditinggalkan
kepada manusia untuk digenapi / dilakukan oleh manusia? Apakah iman merupakan sebagian dari pemberian
keselamatan dari Allah, atau apakah iman
merupakan sumbangsih manusia sendiri pada keselamatan? Apakah keselamatan kita sepenuhnya dari Allah, atau apakah iman pada akhirnya tergantung pada sesuatu yang kita
lakukan bagi diri kita sendiri? Mereka yang
mengatakan yang belakangan (seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arminian
yang belakangan) dengan itu menyangkal ketidak-berdayaan sama sekali dari
manusia dalam dosa, dan menegaskan bahwa bagaimanapun suatu bentuk dari
semi-Pelagianisme adalah benar. Maka tidaklah mengherankan bahwa theologia
Reformed yang belakangan mengecam Arminianisme sebagai dalam prinsip suatu
tindakan kembali pada Roma (karena sebetulnya / dalam faktanya Arminianisme
mengubah iman menjadi suatu pekerjaan yang mempunyai jasa) dan suatu
pengkhianatan dari Reformasi (karena Arminianisme menyangkal kedaulatan Allah
dalam penyelamatan orang-orang berdosa, yang merupakan prinsip agamawi dan
theologis yang terdalam dari pemikiran tokoh-tokoh Reformasi). Di mata
orang-orang Reformed, Arminianisme memang adalah suatu penolakan / penyangkalan
dari kekristenan Perjanjian Baru dan suatu dukungan kepada Yudaisme Perjanjian
Baru; karena bersandar pada diri sendiri untuk iman
secara prinsip tak berbeda dari bersandar
kepada diri sendiri untuk perbuatan baik, dan yang satu sama tidak Kristen dan
anti Kristennya seperti yang lain. Dalam
terang dari apa yang Luther katakan kepada Erasmus, disana tidak ada keraguan
bahwa ia akan sudah mengesahkan / menyokong penghakiman / penilaian ini. Saya
harus mengakui bahwa pertama kali saya membaca paragraf ini, saya mengedipkan
mata. Di permukaan ini kelihatannya merupakan suatu tuduhan serius terhadap
Arminianisme. Memang hampir tak bisa lebih keras dari pada berbicara tentang
Arminianisme sebagai ‘tidak Kristen’ atau ‘Anti Kristen’. Apakah ini berarti bahwa Packer dan Johnston mempercayai
bahwa orang-orang Arminian bukanlah orang-orang Kristen? Tidak harus demikian.
Setiap orang Kristen mempunyai kesalahan-kesalahan dari jenis tertentu dalam
pemikirannya. Pandangan-pandangan theologis kita bisa salah. Distorsi apapun
dalam pemikiran kita, penyimpangan apapun dari kategori-kategori yang murni dan
Alkitabiah bisa secara longgar dianggap sebagai ‘tidak Kristen’ atau ‘anti
Kristen’. Fakta bahwa pemikiran theologis kita mengandung elemen-elemen yang
tidak Kristen tidaklah menuntut kesimpulan bahwa karena itu kita bukanlah
orang-orang Kristen sama sekali. Saya setuju dengan Packer dan Johnston
bahwa Arminianisme mengandung elemen-elemen yang tidak Kristen di dalamnya dan
bahwa pandangan mereka tentang hubungan antara iman dan kelahiran baru secara
dasari tidak Kristen. Apakah kesalahan ini begitu menyolok sehingga itu
merupakan sesuatu yang fatal terhadap keselamatan? Orang-orang
sering bertanya apakah saya percaya bahwa orang-orang Arminian adalah
orang-orang Kristen? Saya biasanya menjawab, ‘Ya, hampir tidak’. Mereka
adalah orang-orang Kristen oleh apa yang kami sebut suatu ketidak-konsistenan yang menguntungkan.
Ketidak-konsistenan apa ini? Arminianisme menegaskan
doktrin pembenaran oleh iman saja. Mereka setuju bahwa kita tidak mempunyai
perbuatan / pekerjaan yang berjasa yang diperhitungkan pada pembenaran kita,
bahwa pembenaran kita bersandar semata-mata pada kebenaran dan jasa dari
Kristus, bahwa SOLA FIDE (iman saja) berarti pembenaran adalah oleh Kristus
saja, dan bahwa kita harus percaya bukan kepada pekerjaan / perbuatan baik kita
sendiri, tetapi kepada pekerjaan Kristus untuk keselamatan kita. Dalam semua ini mereka berbeda dari Roma pada pokok-pokok
yang penting. Tetapi Packer dan Johnston memperhatikan bahwa
theologia Reformed yang belakangan mengecam Arminianisme sebagai suatu
pengkhianatan terhadap Reformasi dan secara prinsip sebagai suatu tindakan
kembali kepada Roma. Mereka menunjukkan bahwa Arminianisme
‘sebetulnya / dalam faktanya mengubah iman menjadi suatu pekerjaan / perbuatan
baik yang mempunyai jasa’. Kami memperhatikan bahwa tuduhan ini
disyaratkan oleh kata-kata ‘sebetulnya / dalam faktanya’. Biasanya orang-orang Arminian menyangkal bahwa iman mereka
adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa. Seandainya mereka
berkeras bahwa iman adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai
jasa, mereka secara explicit menyangkal pembenaran oleh iman saja.
Orang-orang Arminian mengakui bahwa iman adalah sesuatu yang seseorang lakukan.
Itu adalah suatu pekerjaan / perbuatan, sekalipun bukan suatu pekerjaan /
perbuatan yang mempunyai jasa. Apakah itu suatu
pekerjaan baik? Pasti itu bukanlah suatu pekerjaan yang buruk / jahat.
Adalah baik bagi seseorang untuk percaya kepada Kristus dan kepada Kristus saja
untuk keselamatannya. Karena Allah memerintahkan kita untuk percaya kepada
Kristus, pada waktu kita melakukannya kita sedang mentaati perintah ini. Tetapi semua orang Kristen setuju bahwa iman adalah sesuatu
yang kita lakukan. Allah tidak melakukan tindakan percaya itu untuk kita. Kita
juga setuju bahwa pembenaran kita adalah oleh iman sejauh iman adalah penyebab
yang bersifat alat dari pembenaran kita. Semua yang orang-orang Arminian
inginkan dan maksudkan untuk tegaskan adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk melaksanakan penyebab yang bersifat alat dari iman tanpa harus dilahir-barukan
lebih dulu. Posisi ini secara jelas
meniadakan SOLA GRATIA, tetapi tidak harus meniadakan SOLA FIDE. Lalu mengapa mengatakan bahwa Arminianisme ‘sebetulnya /
dalam faktanya’ membuat iman suatu pekerjaan yang mempunyai jasa? Karena
tanggapan yang baik yang dibuat oleh orang-orang kepada injil menjadi faktor
penentu akhir dalam keselamatan. Saya sering
bertanya kepada teman-teman Arminian saya mengapa mereka adalah orang-orang
Kristen dan orang-orang lain tidak. Mereka mengatakan bahwa itu disebabkan
karena mereka percaya kepada Kristus sedangkan orang-orang lain tidak. Lalu
saya bertanya mengapa mereka percaya dan orang-orang lain tidak? ‘Apakah itu
disebabkan karena kamu lebih benar dari pada orang yang tinggal dalam
ketidak-percayaan?’ Mereka dengan cepat menjawab ‘tidak’. ‘Apakah itu
disebabkan karena kamu lebih pandai?’ Lagi-lagi jawabannya adalah ‘tidak’. Mereka mengatakan bahwa Allah itu cukup murah
hati untuk menawarkan keselamatan kepada semua orang yang percaya dan bahwa
seseorang tidak bisa diselamatkan tanpa kasih karunia itu. Tetapi kasih karunia
ini adalah kasih karunia yang bersifat kerja sama. Manusia dalam keadaannya
yang sudah jatuh harus menjangkau dan memegang kasih karunia ini oleh suatu
tindakan dari kehendak, yang bebas untuk menerima atau menolak kasih karunia
ini. Sebagian menggunakan kehendak dengan benar, sedangkan yang lain tidak. Pada waktu
ditekan pada titik ini, orang-orang Arminian mendapati bahwa sukar untuk lolos
dari kesimpulan bahwa pada akhirnya keselamatannya berdasar / bersandar pada
suatu tindakan benar dari kehendak yang telah ia lakukan. Ia
‘sebetulnya / dalam faktanya’ mengambil jasa Kristus yang hanya sedikit berbeda
dengan pandangan dari Roma.] -
‘Willing to Believe’, hal 24-26.
Catatan: kalau dalam kutipan ini dikatakan ‘Roma’ maksudnya
adalah ‘Gereja Roma Katolik’.
Jadi, R. C. Sproul telah menunjukkan bahwa pandangan
Arminian tentang kasih karunia pada hakekatnya mengandung unsur perbuatan /
usaha dari manusia. Dan kalau demikian, maka sebetulnya itu bukan lagi SOLA
GRATIA (only grace / hanya kasih
karunia), karena Alkitab memang mengajarkan bahwa kasih karunia tidak bisa
dicampur dengan perbuatan baik, karena kalau demikian maka kasih karunia itu
bukan lagi kasih karunia.
Bdk. Ro 11:5-6 - “(5)
Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih
karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena
kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi
kasih karunia.”.
Memang iman dan kasih karunia ada di satu pihak,
sedangkan perbuatan baik / ketaatan (works)
ada di pihak lain, dan kedua pihak ini sangat dikontraskan dalam Alkitab.
Ef 2:8-9 - “(8)
Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu:
jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
Orang-orang yang mempercayai SOLA FIDE dengan benar,
dan melandaskannya pada SOLA GRATIA, membuang semua perbuatan dari iman /
keselamatan, dan karena itu tidak bisa tidak harus menerima doktrin ‘Irresistible Grace’ (= Kasih karunia
yang tidak bisa ditolak).
2) Doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang
tidak bisa ditolak) ini timbul dari ayat-ayat Alkitab seperti:
a) Fil 2:13
- “karena Allahlah yang mengerjakan di
dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan
menurut kerelaanNya”.
Ini terjemahannya kurang
jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:
KJV: ‘For it is
God which worketh in you both to will and to do
of his good pleasure’ (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan dari
kesenanganNya yang baik).
RSV: ‘for God is
at work in you, both to will and to work
for his good pleasure’ (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan
untuk kesenanganNya yang baik).
NIV: ‘for it is
God who works in you to will and to act
according to his good purpose’ (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut
rencanaNya yang baik).
NASB: ‘for it is
God who is at work in you, both to will and to work
for His good pleasure’ (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan
untuk kesenanganNya yang baik).
Sekarang mari kita melihat penafsiran Adam Clarke,
yang adalah seorang Arminian, tentang Fil 2:13 ini.
Adam Clarke (tentang Fil
2:13): “‘For it is God
which worketh in you.’ Every holy purpose, pious resolution, good word, and
good work, must come from him; ye must be workers together with him, that ye
receive not his grace in vain; because he worketh in you, therefore work with
him, and work out your own salvation. ‘To will and to do.’ To thelein kai to energein. The power to will and the power to act must
necessarily come from God, who is the author both of the soul and body, and of
all their powers and energies, but the act of volition and the act of working
come from the man. God gives power to will, man wills through that power; God
gives power to act, and man acts through that power. Without the power to will,
man can will nothing; without the power to work, man can do nothing. God
neither wills for man, nor works in man’s stead, but he furnishes him with
power to do both; he is therefore accountable to God for these powers. Because
God works in them the power to will and the power to do, therefore the apostle
exhorts them to work out their own salvation; most manifestly showing that the
use of the powers of volition and action belongs to themselves. They cannot do
God’s work, they cannot produce in themselves a power to will and to do; and
God will not do their work, he will not work out their salvation with fear and
trembling. Though men have grievously puzzled themselves with questions
relative to the will and power of the human being; yet no case can be plainer
than that which the apostle lays down here: the power to will and do comes from
GOD; the use of that power belongs to man. He that has not got this power can
neither will nor work; he that has this power can do both. But it does not
necessarily follow that he who has these powers will use them; the possessson
of the powers does not necessarily imply the use of those powers, because a man
might have them, and not use or abuse them; therefore the apostle exhorts: Work
out your own salvation. This is a general exhortation, it may be applied to all
men, for to all it is applicable, there not being a rational being on the face
of the earth, who has not from God both power to will and act in the things
which concern his salvation. Hence, the accountableness of man. ‘Of his good
pleasure.’ Every good is freely given of God; no man deserves anything from
him; and as it pleaseth him, so he deals out to men those measures of mental
and corporeal energy which he sees to be necessary; giving to some more, to
others less, but to all what is sufficient for their salvation.” (= ‘Karena adalah Allah yang bekerja di dalam
kamu’. Setiap tujuan / rencana yang kudus, keputusan yang saleh, kata yang
baik, dan pekerjaan yang baik, harus datang dari Dia; kamu harus menjadi pekerja-pekerja bersama-sama dengan Dia,
supaya kamu tidak menerima kasih karuniaNya dengan sia-sia; karena
Ia bekerja di dalam kamu, karena itu bekerjalah
bersama / dengan Dia, dan kerjakanlah keselamatanmu sendiri. ‘Untuk
menghendaki dan untuk melakukan’. To thelein kai to energein.
Kuasa untuk menghendaki dan kuasa untuk bertindak
harus datang dari Allah, yang adalah pencipta dari baik jiwa maupun
tubuh, dan dari semua kuasa dan tenaga mereka, tetapi
tindakan dari kehendak dan tindakan dari pengerjaan datang dari manusia.
Allah memberi kuasa untuk menghendaki, manusia menghendaki melalui kuasa itu; Allah memberi kuasa untuk bertindak, dan
manusia bertindak melalui kuasa itu. Tanpa kuasa
untuk menghendaki, manusia tidak bisa menghendaki apapun; tanpa kuasa untuk mengerjakan, manusia tidak bisa berbuat
apa-apa. Allah tidak menghendaki untuk manusia, ataupun bekerja / melakukan di
tempat manusia, tetapi Ia memperlengkapinya dengan kuasa
untuk melakukan keduanya; karena itu ia bertanggung-jawab kepada Allah untuk kuasa-kuasa ini. Karena Allah mengerjakan di dalam
mereka kuasa untuk menghendaki dan kuasa untuk melakukan, karena itu sang rasul mendesak
mereka untuk mengerjakan / menyelesaikan keselamatan mereka sendiri; secara
paling jelas menunjukkan bahwa penggunaan dari kuasa-kuasa
dari kehendak dan tindakan termasuk pada / merupakan kepunyaan mereka sendiri.
Mereka tidak bisa melakukan pekerjaan Allah, mereka tidak bisa menghasilkan
dalam diri mereka sendiri suatu kuasa untuk menghendaki dan melakukan; dan
Allah tidak akan / mau melakukan pekerjaan mereka, Ia tidak akan / mau
mengerjakan / menyelesaikan keselamatan mereka dengan takut dan gentar. Sekalipun
manusia secara menyedihkan telah membingungkan diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan
berhubungan dengan kehendak dan kuasa dari manusia; tetapi tak ada kasus yang
lebih jelas dari pada itu yang sang rasul letakkan di sini: kuasa untuk menghendaki dan
melakukan datang dari Allah;
penggunaan dari kuasa itu termasuk pada / merupakan kepunyaan manusia.
Ia yang belum menerima kuasa ini tidak bisa
menghendaki ataupun melakukan; ia yang mempunyai kuasa
ini bisa melakukan keduanya. Tetapi tidak harus / pasti mengikuti bahwa ia
yang mempunyai kuasa-kuasa ini akan menggunakan kuasa-kuasa ini; kepemilikan dari kuasa-kuasa tidak harus menunjukkan penggunaan dari kuasa-kuasa itu, karena seorang manusia bisa mempunyai
kuasa-kuasa ini, dan tidak menggunakan, atau
menyalah-gunakan, kuasa-kuasa ini; karena
itu sang rasul mendesak: ‘Kerjakanlah / selesaikanlah keselamatanmu sendiri’. Ini
merupakan desakan umum, itu bisa diterapkan kepada semua manusia, karena bagi
semua orang ini dapat diterapkan, disana tidak ada
suatu makhluk rasionil di muka bumi, yang tidak mempunyai dari Allah baik kuasa untuk menghendaki dan
bertindak dalam hal-hal yang menyangkut / berkenaan dengan keselamatannya.
‘Dari perkenanNya / kesenanganNya yang baik’. Setiap apa yang baik diberikan
dengan cuma-cuma dari Allah; tak seorangpun layak mendapat apapun dari Dia; dan
karena itu menyenangkan Dia, begitulah Ia
memberikan kepada orang-orang, takaran tenaga mental dan badani itu, yang Ia
anggap perlu; memberi lebih kepada sebagian, kepada orang-orang lain memberi
kurang, tetapi kepada semua apa yang cukup untuk keselamatan mereka.).
Catatan: menurut saya, apa yang salah dari tafsiran Clarke ini
adalah kata ‘kuasa’ yang ia gunakan berulang-ulang di sini. Mengapa ini
salah? Karena ayatnya tak berbicara apapun tentang ‘kuasa’. Ayatnya mengatakan (KJV): ‘Allah bekerja dalam kamu,
baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan’.
Apa yang juga saya rasakan sebagai suatu
keanehan adalah kalimat terakhir, dimana Clarke mengatakan bahwa ada yang diberi lebih banyak dan ada yang
diberi lebih sedikit,
tetapi semua diberi cukup untuk keselamatan mereka. Yang saya pertanyakan, apakah itu memang merupakan pandangan
Arminian? Karena setahu saya
mereka percaya semua orang telah diangkat ke level yang sama.
Saya tak menggunakan tafsiran Lenski tentang ayat ini
karena tafsirannya ruwet sekali.
Sekarang kita bandingkan dengan tafsiran Calvin
tentang Fil 2:13 ini.
Calvin (tentang Fil 2:13): “It is God that worketh. This is the
true engine for bringing down all haughtiness - this the sword for putting an
end to all pride, when we are taught that we are
utterly nothing, and can do nothing, except through the grace of God alone.
I mean supernatural grace, which comes forth from the spirit of regeneration.
For, considered as men, we already are, and live and move in God. (Acts 17:28.)
But Paul reasons here as to a kind of movement different from that universal
one. Let us now observe how much he ascribes to God, and how much he leaves to
us. There are, in any action, two principal departments - the inclination, and
the power to carry it into effect. Both of these he ascribes wholly to God;
what more remains to us as a ground of glorying? Nor is there any reason to
doubt that this division has the same force as if Paul had expressed the whole
in a single word; for the inclination is the groundwork; the accomplishment of
it is the summit of the building brought to a completion. He has also expressed
much more than if he had said that God is the Author of the beginning and of
the end. For in that case sophists would have alleged, by way of cavil, that
something between the two was left to men. But as it is, what will they find
that is in any degree peculiar to us? They toil hard in their schools to
reconcile with the grace of God free-will - of such a nature, I mean, as they
conceive of - which might be capable of turning itself by its own movement, and
might have a peculiar and separate power, by which it might co-operate with the
grace of God. I do not dispute as to the name, but as to the thing itself. In
order, therefore, that free-will may harmonize with grace, they divide in such
a manner, that God restores in us a free choice, that we may have it in our
power to will aright. Thus they acknowledge to have received from God the power
of willing aright, but assign to man a good inclination. Paul, however,
declares this to be a work of God, without any reservation. For he does not say
that our hearts are simply turned or stirred up, or that the infirmity of a
good will is helped, but that a good inclination is wholly the work of God.
Now, in the calumny brought forward by them against us - that we make men to be
like stones, when we teach that they have nothing good, except from pure grace,
they act a shameless part. For we acknowledge that we have from nature an
inclination, but as it is depraved through the corruption of sin, it begins to
be good only when it has been renewed by God. Nor do we say that a man does
anything good without willing it, but that it is only when his inclination is
regulated by the Spirit of God. Hence, in so far as concerns this department,
we see that the entire praise is ascribed to God, and that what sophists teach
us is frivolous - that grace is offered to us, and placed, as it were, in the
midst of us, that we may embrace it if we choose; for if God did not work in us
efficaciously, he could not be said to produce in us a good inclination. As to
the second department, we must entertain the same view. ‘God,’ says he, ‘is o` evnergw/n to. evnergei/n he that worketh
in us to do.’ He brings, therefore, to perfection those pious dispositions
which he has implanted in us, that they may not be unproductive, as he promises
by Ezekiel, - ‘I will cause them to walk in my commandments.’ (Ezekiel 11:20.)
From this we infer that perseverance, also, is his free gift. ‘According to his
good pleasure.’ Some explain this to mean - the good intention of the mind. I,
on the other hand, take it rather as referring to God, and understand by it his
benevolent disposition, which they commonly call beneplacitum, (good pleasure.) For the Greek word eujdoki>a is very
frequently employed in this sense; and the context requires it. For Paul has it
in view to ascribe everything to God, and to take everything from us.
Accordingly, not satisfied with having assigned to God the production both of
willing and of doing aright, he ascribes both to his unmerited mercy. By this
means he shuts out the contrivance of the sophists as to subsequent grace,
which they imagine to be the reward of merit. Hence he teaches, that the whole
course of our life, if we live aright, is regulated by God, and that, too, from
his unmerited goodness.” [= Adalah Allah yang bekerja. Ini adalah alat yang benar untuk menurunkan
semua kesombongan - ini (adalah) pedang untuk mengakhiri semua kesombongan, pada waktu kita
diajar bahwa kita sama sekali nihil, dan tidak bisa
melakukan apa-apa, kecuali melalui kasih karunia Allah saja. Saya
memaksudkan kasih karunia yang bersifat supranatural, yang datang dari Roh
kelahiran baru. Karena, dipertimbangkan sebagai manusia, kita sudah ada, dan
hidup dan bergerak di dalam Allah (Kis 17:28). Tetapi Paulus berargumentasi di
sini berkenaan dengan sejenis gerakan yang berbeda dari gerakan yang bersifat
universal itu. Hendaklah sekarang kita memperhatikan
berapa banyak ia anggap berasal dari Allah, dan berapa banyak ia tinggalkan
bagi kita. Di sana ada, dalam tindakan
apapun, 2 bagian utama - kecondongan, dan kuasa untuk melaksanakannya. Keduanya
ini dia anggap sepenuhnya berasal dari Allah; apa lagi yang tertinggal bagi
kita sebagai suatu dasar untuk bermegah? Juga disana tidak ada
alasan apapun untuk meragukan bahwa pembagian ini mempunyai kekuatan yang sama seakan-akan Paulus telah menyatakan seluruhnya dalam satu
kata; karena kecondongan adalah dasarnya; pencapaian darinya adalah puncak dari
bangunan yang diselesaikan. Ia juga telah menyatakan lebih banyak dari pada
seandainya ia berkata bahwa Allah adalah Pencipta / Sumber dari permulaan /
awal sampai akhir. Karena dalam kasus itu sophist (ahli-ahli argumentasi dalam kepausan) akan
menyatakan tanpa bukti, dengan cara mempertengkarkan hal-hal yang remeh, bahwa
sesuatu di antara kedua hal itu tertinggal bagi manusia. Tetapi sebagaimana adanya ayat itu, apa yang akan mereka
dapatkan yang dalam tingkat apapun adalah sesuatu yang khusus bagi kita?
Mereka berjerih payah
dengan keras dalam sekolah-sekolah mereka untuk memperdamaikan dengan kasih
karunia Allah kehendak bebas - dari sifat dasar sedemikian rupa, saya
maksudkan, seperti yang mereka pikirkan tentangnya - yang bisa mampu
membalikkan diri sendiri oleh gerakannya sendiri, dan bisa mempunyai suatu
kuasa yang khusus dan terpisah, dengan mana itu bisa bekerja sama dengan kasih
karunia Allah. Saya tidak mempertengkarkan nama / sebutan, tetapi
berkenaan dengan hal itu sendiri. Karena supaya kehendak bebas bisa harmonis dengan kasih
karunia, mereka membagi dengan cara sedemikian rupa sehingga Allah memulihkan
dalam diri kita suatu pilihan bebas, sehingga kita bisa mempunyainya dalam
kuasa kita untuk menghendaki secara benar. Jadi mereka mengakui telah menerima dari
Allah kuasa untuk menghendaki secara benar, tetapi menganggap berasal dari
manusia kecondongan yang baik. Tetapi
Paulus menyatakan ini sebagai suatu pekerjaan Allah, tanpa syarat / pembatasan.
Karena ia tidak mengatakan bahwa hati kita sekedar dibelokkan atau diaduk /
digerakkan, atau bahwa kelemahan dari suatu kehendak yang baik ditolong, tetapi
bahwa suatu kecondongan yang baik sepenuhnya merupakan pekerjaan Allah.
Sekarang, dalam fitnahan yang mereka ajukan terhadap
kami - bahwa kami membuat manusia menjadi seperti batu, pada waktu kami
mengajar bahwa mereka tidak mempunyai apapun yang baik, kecuali kasih karunia
yang murni, mereka melakukan suatu bagian yang memalukan. Karena kami mengakui
bahwa kita mempunyai dari alam suatu kecondongan, tetapi karena itu adalah
bejat melalui perusakan dosa, itu hanya mulai menjadi baik pada waktu itu telah
diperbaharui oleh Allah. Juga kita tidak mengatakan bahwa seseorang melakukan
apapun yang baik tanpa menghendakinya, tetapi itu hanya pada waktu
kecondongannya diatur oleh Roh Allah. Maka,
sejauh berkenaan dengan bagian pertama, kami melihat bahwa seluruh pujian
dianggap milik Allah, dan bahwa apa yang para sophist ajarkan kepada
kami adalah sembrono / tidak karuan - bahwa kasih karunia ditawarkan kepada
kita, dan ditempatkan, seakan-akan, di tengah-tengah kita, sehingga kita bisa
memeluknya jika kita memilih demikian; karena jika
Allah tidak bekerja di dalam kita secara efektif, Ia tidak bisa dikatakan
menghasilkan di dalam kita kecondongan yang baik. Berkenaan dengan
bagian yang kedua, kita harus mempunyai pandangan yang sama. ‘Allah’, katanya,
adalah HO ENERGON TO ENERGEIN, ‘Ia yang mengerjakan di dalam kita untuk
melakukan’. Karena itu, Ia membawa kepada
kesempurnaan kecondongan-kecondongan yang telah Ia tanamkan di dalam kita,
supaya mereka tidak bisa tidak berhasil, seperti yang Ia janjikan
oleh Yehezkiel, - ‘Aku akan menyebabkan mereka berjalan / hidup dalam
perintah-perintahKu’. (Yeh 11:20). Dari sini kami menyimpulkan bahwa ketekunan,
juga merupakan karunia cuma-cumaNya. ‘Sesuai dengan kesenanganNya yang baik’.
Sebagian orang menjelaskan bahwa ini berarti ‘maksud yang baik dari pikiran’.
Saya, di sisi lain, mengartikannya sebagai menunjuk kepada Allah, dan mengerti
olehnya kecondonganNya yang penuh kebaikan, yang biasanya mereka sebut
BENEPLACITUM, (perkenan yang baik). Karena kata Yunani EUDOKIA sangat sering
digunakan dalam arti ini; dan kontextnya menuntut hal itu. Karena
Paulus mempunyai dalam pandangannya untuk menganggap segala sesuatu berasal
dari Allah, dan untuk mengambil segala sesuatu dari kita. Sesuai dengan
itu, tidak puas dengan telah memberikan kepada Allah
tindakan menghasilkan baik tentang menghendaki dan tentang melakukan yang
benar, ia menganggap keduanya berasal dari belas kasihanNya yang tak layak kita
terima. Dengan cara ini ia menutup penemuan dari para sophist
berkenaan dengan kasih
karunia yang berikut, yang mereka khayalkan sebagai upah / pahala dari jasa.
Maka ia mengajar bahwa seluruh jalan kehidupan kita, jika kita hidup benar,
diatur oleh Allah, dan itu juga, dari kebaikanNya yang tak layak kita terima.].
Kis 17:28 - “Sebab
di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada,
seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari
keturunan Allah juga.”.
Yeh 11:19-20 - “(19)
Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin
mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan
memberikan mereka hati yang taat, (20) supaya mereka
hidup menurut segala ketetapanKu dan peraturan-peraturanKu dengan setia;
maka mereka akan menjadi umatKu dan Aku akan menjadi Allah mereka.”.
Calvin (tentang Fil 2:12): “‘Work out your own salvation.’ As
Pelagians of old, so Papists at this day make a proud boast of this passage,
with the view of extolling man’s excellence. Nay more, when the preceding
statement is mentioned to them by way of objection, It is God that worketh in
us, etc., they immediately by this shield ward it off (so to speak) - ‘Work out
your own salvation.’ Inasmuch, then, as the work is ascribed to God and man in
common, they assign the half to each. In short, from the word work they derive
free-will; from the term salvation they derive the merit of eternal life. I
answer, that salvation is taken to mean the entire course of our calling, and
that this term includes all things, by which God accomplishes that perfection,
to which he has predestinated us by his gracious choice. This no one will deny,
that is not obstinate and impudent. We are said to perfect it, when, under the
regulation of the Spirit, we aspire after a life of blessedness. It is God that
calls us, and offers to us salvation; it is our part to embrace by faith what
he gives, and by obedience act suitably to his calling; but we have neither
from ourselves. Hence we act only when he has prepared us for acting. The word
which he employs properly signifies - to continue until the end; but we must
keep in mind what I have said, that Paul does not reason here as to how far our
ability extends, but simply teaches that God acts in us in such a manner, that
he, at the same time, does not allow us to be inactive, but exercises us
diligently, after having stirred us up by a secret influence.” [= ‘Kerjakanlah keselamatanmu
sendiri’. Seperti Pelagian dari masa lalu, demikian juga para pengikut
Paus pada jaman ini membuat suatu kebanggaan yang sombong tentang text ini,
dengan pandangan tentang pemujian keunggulan manusia. Tidak, lebih
lagi, pada waktu pernyataan yang mendahului (bukan ‘setelahnya’?) disebutkan kepada
mereka sebagai suatu keberatan, ‘Adalah Allah yang
mengerjakan di dalam kita dst’, mereka segera
menangkisnya (boleh dikatakan) dengan perisai ini - ‘Kerjakanlah keselamatanmu
sendiri’. Maka, karena pekerjaan itu
dianggap berasal dari Allah dan manusia bersama-sama, mereka memberikan
masing-masing setengah bagian. Singkatnya, dari kata ‘kerjakanlah’ mereka
mendapatkan kehendak bebas; dari istilah ‘keselamatan’ mereka mendapatkan ‘jasa
tentang hidup yang kekal’. Saya menjawab, bahwa ‘keselamatan’ diartikan sebagai ‘seluruh
jalan dari panggilan kita’, dan bahwa istilah ini mencakup segala sesuatu,
dengan mana Allah mencapai kesempurnaan itu, pada mana Ia telah
mempredestinasikan kita oleh pilihanNya yang murah hati / bersifat kasih
karunia. Ini tak seorangpun, yang tidak keras kepala dan kurang
ajar, akan menyangkal. Kita dikatakan untuk menyempurnakannya, pada waktu, di bawah peraturan
dari Roh, kita menginginkan suatu kehidupan yang diberkati. Adalah
Allah yang memanggil kita, dan menawarkan kepada kita keselamatan; adalah bagian
kita untuk memeluk dengan iman apa yang Ia berikan, dan dengan ketaatan
bertindak sesuai dengan panggilanNya; tetapi kita tidak mempunyai yang
manapun dari diri kita sendiri. Maka kita bertindak hanya pada waktu Ia
telah mempersiapkan kita untuk bertindak. Kata
yang ia gunakan secara tepat berarti - ‘meneruskan sampai akhir’; tetapi kita harus mencamkan dalam pikiran kita apa
yang telah saya katakan, bahwa Paulus tidak berargumentasi di sini berkenaan
dengan seberapa jauh kemampuan kita diperluas, tetapi sekedar mengajar bahwa Allah bertindak di dalam kita dengan cara sedemikian rupa,
sehingga Ia, pada saat yang sama, tidak mengijinkan kita untuk menjadi tidak
aktif, tetapi melatih diri kita dengan rajin, setelah digerakkan oleh suatu
pengaruh rahasia.].
Catatan:
1. Dalam
buku tafsirannya kutipan di atas ini ada dalam Fil 2:13.
2. Kata
‘kerjakanlah’ (Fil 2:12) memang bisa diartikan ‘accomplish’ (= sempurnakanlah
/ selesaikanlah) - Bible Works 7. Karena itu, adalah konyol dan bodoh untuk
mengartikan bahwa kata ‘kerjakanlah’ menunjukkan bahwa kita harus mengusahakan keselamatan
kita sendiri (sebagian), dan dengan demikian keselamatan kita merupakan hasil
usaha bersama antara Allah dengan kita. Tafsiran seperti ini jelas-jelas
bertentangan dengan banyak sekali ayat-ayat dalam Alkitab, yang menunjukkan
bahwa keselamatan merupakan anugerah Allah yang kita terima dengan iman. Bdk.
Ef 2:8-9 Gal 2:16,21 Ro 3:24,27-28 Kis 15
Luk 23:39-43 (Cerita penjahat yang bertobat di kayu salib), dan
sebagainya.
Calvin (tentang Fil 2:12): “‘With fear and trembling.’ In this way
he would have the Philippians testify and approve their obedience - by being
submissive and humble. Now the source of humility is this - acknowledging how
miserable we are, and devoid of all good. To this he calls them in this
statement. For whence comes pride, but from the assurance which blind
confidence produces, when we please ourselves, and are more puffed up with
confidence in our own virtue, than prepared to rest upon the grace of God. In
contrast with this vice is that fear to which he exhorts.” (= ‘Dengan takut dan gentar’. Dengan cara ini, ia
menghendaki orang-orang Filipi menyaksikan dan menegaskan / menyetujui ketaatan
mereka - dengan menjadi tunduk dan rendah hati.
Sekarang sumber dari kerendahan hati adalah ini -
pengakuan betapa buruk kita adanya, dan tidak mempunyai semua yang baik.
Pada hal ini ia memanggil mereka dalam pernyataan ini. Karena dari mana datang kesombongan, kecuali
dari keyakinan yang dihasilkan oleh keyakinan buta, pada waktu kita
menyenangkan diri kita sendiri, dan lebih membengkak / sombong dengan keyakinan
dalam kebaikan kita sendiri, dari pada siap untuk bersandar pada
kasih karunia Allah. Kontras dengan kejahatan ini adalah rasa takut itu pada
mana ia mendesak.).
William Hendriksen (tentang Fil 2:13): “As to willing and working,
the facts are exactly as stated in The
Canons of Dort III and IV, articles 11 and 12: ‘He infuses new qualities
into the will, which though heretofore dead he quickens; from being evil,
disobedient, and refractory, he renders it good, obedient, and pliable;
actuates and strengthens it, that like a good tree, it may bring forth the
fruits of good actions.… Whereupon the will thus renewed, is not only actuated
and influenced by God, but in consequence of this influence becomes itself
active.’” (= Berkenaan
dengan menghendaki dan mengerjakan, faktanya adalah persis seperti yang
dinyatakan dalam The Canons of Dort III dan IV, artikel 11 dan 12: ‘Ia
memasukkan kwalitet yang baru ke dalam kehendak, yang sekalipun sampai sekarang
mati Ia hidupkan; dari jahat, tidak taat, dan keras kepala, Ia membuatnya
menjadi baik, taat, dan lembut; menggerakkan dan menguatkannya, sehingga
seperti sebuah pohon yang baik, itu bisa menghasilkan / mengeluarkan buah-buah
dari tindakan-tindakan yang baik. ... Kemudian kehendak yang diperbaharui
seperti itu, bukan hanya digerakkan dan dipengaruhi oleh Allah, tetapi karena
pengaruh ini menjadi aktif dalam dirinya sendiri.’).
A. W. Pink: “‘It is God
which worketh in you both to will and to do of His good pleasure’ (Philippians
2:13). CONCERNING the nature and the power of fallen man’s will, the greatest
confusion prevails today, and the most erroneous views are held, even by many
of God’s children. The popular idea now prevailing, and which is taught from
the great majority of pulpits, is that man has a ‘free will’, and that
salvation comes to the sinner through his will co-operating with the Holy
Spirit. To deny the ‘free will’ of man, i.e. his power to choose that which is
good, his native ability to accept Christ, is to bring one into disfavor at
once, even before most of those who profess to be orthodox. And yet Scripture
emphatically says, ‘It is not of him that willeth, nor of him that runneth, but
of God that showeth mercy’ (Romans 9:16). Which shall we believe: God, or the
preachers?”
[= ‘Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu, baik untuk menghendaki dan untuk
melakukan dari kesenanganNya yang baik’ (Fil 2:13). BERKENAAN dengan sifat
dasar dan kuasa dari kehendak manusia yang jatuh, kebingungan / kekacauan terbesarlah
yang berlaku / menang pada jaman ini, dan pandangan-pandangan yang paling salah
yang dipercayai, bahkan oleh banyak anak-anak Allah. Gagasan
yang populer yang sekarang berlaku / menang, dan yang diajarkan dari mayoritas
mimbar-mimbar, adalah bahwa manusia mempunyai ‘kehendak bebas’, dan bahwa
keselamatan datang kepada orang-orang berdosa melalui kehendaknya yang bekerja
sama dengan Roh Kudus. Menyangkal kehendak bebas dari manusia, yaitu kuasanya
untuk memilih apa yang baik, kemampuan asli / dari lahir untuk menerima
Kristus, berarti segera membawa seseorang pada ketidak-senangan, bahkan di
hadapan kebanyakan dari mereka yang mengaku sebagai ortodox. Tetapi Kitab Suci secara menekankan berkata, ‘Bukanlah dari
dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari
Allah yang menunjukkan belas kasihan’ (Ro 9:16). Yang mana yang
kita percayai: Allah, atau pengkhotbah-pengkhotbah?] - ‘The Sovereignty of God’, hal 117 (AGES).
Ro 9:16 - “Jadi hal itu
tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan
hati Allah.”.
KJV: ‘So
then it is not of him that willeth, nor of him that
runneth, but of God that sheweth mercy.’ (= Jadi, itu bukanlah dari dia yang
menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang
menunjukkan belas kasihan).
A. W. Pink: “But does not
Scripture say, ‘Whosoever will may come’? It does, but does this signify that
everybody has the will to come? What of those who won’t come? ‘Whosoever will
may come’ no more implies that fallen man has the power (in himself) to come,
than ‘Stretch forth thine hand’ implied that the man with the withered arm had
ability (in himself) to comply. In and of himself the natural man has power to
reject Christ; but in and of himself he has not the power to receive Christ.
And why? Because he has a mind that is ‘enmity against’ Him (Romans 8:7);
because he has a heart that hates Him (John 15:18). Man chooses that which is
according to his nature, and therefore before he will ever choose or prefer
that which is divine and spiritual, a new nature must be imparted to him; in
other words, he must be born again. Should it be asked, But does not the Holy
Spirit overcome a man’s enmity and hatred when He convicts the sinner of his
sins and his need of Christ; and does not the Spirit of God produce such
conviction in many that perish? Such language betrays confusion of thought:
were such a man’s enmity really ‘overcome’, then he would readily turn to
Christ; that he does not come to the Savior, demonstrates that his enmity is
not overcome. But that many are, through the preaching of the Word, convicted
by the Holy Spirit, who nevertheless die in unbelief, is solemnly true. Yet, it
is a fact which must not be lost sight of that, the Holy Spirit does something
more in each of God’s elect than He does in the non-elect: He works in them
‘both to will and to do of God’s good pleasure’ (Philippians 2:13).” [= Tetapi tidakkah Kitab Suci berkata, ‘Barangsiapa
mau boleh datang?’ Ya, tetapi apakah ini menunjukkan bahwa setiap orang
mempunyai kehendak / kemauan untuk datang? Bagaimana dengan mereka yang tidak
mau datang? ‘Barangsiapa mau boleh datang’ tidak lebih menunjukkan bahwa
manusia yang telah jatuh mempunyai kuasa (dalam dirinya sendiri) untuk datang,
dari pada ‘Ulurkanlah tanganmu’ menunjukkan bahwa orang dengan tangan yang mati
mempunyai kemampuan (dalam dirinya sendiri) untuk menurut. Dalam dan dari
dirinya sendiri manusia alamiah mempunyai kuasa untuk menolak Kristus; tetapi
dalam dan dari dirinya sendiri ia tidak mempunyai kuasa untuk menerima Kristus.
Dan mengapa? Karena ia mempunyai suatu pikiran yang ‘bermusuhan terhadap’ Dia
(Ro 8:7); karena ia mempunyai suatu hati yang membenci Dia (Yoh 15:18). Manusia
memilih itu yang sesuai dengan sifat dasarnya, dan karena itu sebelum ia pernah
akan memilih atau lebih memilih itu yang adalah ilahi dan rohani, suatu sifat
dasar / hakekat yang baru diberikan kepadanya; dengan kata lain, ia harus
dilahirkan kembali. Kalau ditanyakan, Tetapi bukankah Roh Kudus mengalahkan
permusuhan dan kebencian manusia pada waktu Ia meyakinkan orang berdosa tentang
dosa-dosanya dan kebutuhannya akan Kristus; dan tidakkah Roh Allah menghasilkan
keyakinan seperti itu dalam banyak orang yang binasa? Bahasa / kata-kata
seperti itu memperlihatkan kebingungan pemikiran: seandainya permusuhan dari
orang seperti itu betul-betul ‘dikalahkan’, maka ia akan dengan siap berbalik
kepada Kristus; bahwa ia tidak datang kepada sang Juruselamat, menunjukkan
bahwa permusuhannya tidaklah dikalahkan. Tetapi bahwa banyak orang, melalui
pemberitaan Firman, diyakinkan oleh Roh Kudus, yang sekalipun demikian mati
dalam ketidak-percayaan, adalah sungguh-sungguh benar. Tetapi, merupakan suatu
fakta yang tidak boleh kita abaikan, yaitu bahwa Roh Kudus melakukan sesuatu
yang lebih, dalam setiap orang-orang pilihan Allah, dari pada yang Ia lakukan
dalam orang-orang non pilihan: Ia bekerja dalam mereka ‘baik untuk menghendaki
dan melakukan dari kesenangan Allah yang baik’ (Fil 2:13).] - ‘The Sovereignty of God’, hal 118.
A. W. Pink: “In reply to
what we have said above, Arminians would answer, No; the Spirit’s work of
conviction is the same both in the converted and in the unconverted, that which
distinguishes the one class from the other is that the former yielded to His
strivings, whereas the latter resist them. But if this were the case, then the
Christian would make himself to ‘differ’, whereas the Scripture attributes the
‘differing’ to God’s discriminating grace (1 Corinthians 4:7). Again; if such
were the case, then the Christian would have ground for boasting and
self-glorying over his cooperation with the Spirit; but this would flatly
contradict Ephesians 2:8, ‘For by grace are ye saved through faith; and that
not of yourselves: it is the gift of God’.” [= Sebagai
jawaban pada apa yang telah kita katakan di atas, orang-orang Arminian akan
menjawab, Tidak; pekerjaan Roh dalam meyakinkan adalah sama baik dalam orang yang
bertobat dan dalam orang yang tak bertobat, dan yang membedakan golongan yang
satu dengan golongan yang lain adalah bahwa yang terdahulu menyerah pada
usaha-usahaNya, sedangkan yang belakangan menolaknya. Tetapi seandainya
ini adalah kasusnya, maka orang Kristen membuat dirinya sendiri ‘berbeda’,
padahal Kitab Suci menghubungkan ‘perbedaan’ itu dengan kasih karunia Allah
yang membedakan (1Kor 4:7). Selanjutnya; seandainya itu adalah kasusnya, maka
orang Kristen akan mempunyai dasar untuk bermegah dan memuliakan dirinya
sendiri atas kerja samanya dengan Roh; tetapi ini akan secara frontal
bertentangan dengan Ef 2:8, ‘karena kasih karunia kamu diselamatkan melalui
iman; dan bahwa itu bukan dari dirimu sendiri; itu adalah pemberian dari
Allah’.] - ‘The Sovereignty of
God’, hal 118-119.
Catatan: 1Kor 4:7 tidak saya bahas di sini, karena nanti di
bawah kita akan membahasnya.
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang
memegahkan diri.”.
Bandingkan Fil 2:13 ini dengan ayat-ayat yang
sejalan dengannya di bawah ini:
1. Yes 26:12
- “Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai
sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami
kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami.”.
2. 1Kor
15:10 - “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang
dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua;
tetapi bukannya aku,
melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”.
3. Yer
32:39-40 - “(39) Aku akan memberi mereka satu hati dan satu tingkah langkah,
sehingga mereka takut kepadaKu sepanjang masa untuk kebaikan mereka
dan anak-anak mereka yang datang kemudian. (40) Aku akan mengikat perjanjian
kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan
berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut
kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu.”.
b) 1Kor
4:7 - “Sebab
siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau
terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri,
seolah-olah engkau tidak menerimanya?”.
Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan!
KJV: ‘For who maketh thee to differ from another?’ (= Karena siapa yang membuat engkau berbeda dari yang
lain?).
RSV: ‘For who sees anything different in you?’ (= Karena siapa melihat apapun yang berbeda dalam engkau?).
NIV: ‘For who makes you different from anyone else?’ (= Karena siapa membuat engkau berbeda dari siapapun yang
lain?).
NASB: ‘For who regards you as superior?’ (= Karena siapa menganggap engkau sebagai lebih tinggi?).
Adam Clarke (tentang 1Kor 4:7): “‘For who maketh thee to differ.’ It is likely that
the apostle is here addressing himself to someone of those puffed up teachers,
who was glorying in his gifts, and in the knowledge he had of the Gospel, etc.
As if he had said: If thou hast all that knowledge which thou professest to
have, didst thou not receive it from myself or some other of my fellow helpers
who first preached the Gospel at Corinth? God never spoke to thee to make thee
an apostle. Hast thou a particle of light that thou hast not received from our
preaching? Why then dost thou glory, boast, and exult, as if God had first
spoken by thee, and not by us? This is the most likely meaning of this verse;
and a meaning that is suitable to the whole of the context.” (= ‘Karena siapa yang membuat engkau berbeda’. Adalah mungkin bahwa sang rasul di sini menghadapi seseorang
dari guru-guru sombong, yang bermegah dalam karunia-karunianya, dan dalam
pengetahuan yang ia punyai tentang Injil, dsb. Seakan-akan ia berkata: Jika
kamu mempunyai semua pengetahuan yang kamu akui kamu punyai itu, apakah kamu
menerimanya dari aku sendiri atau beberapa rekan-rekan penolongku yang
pertama-tama memberitakan Injil di Korintus? Allah tak pernah berbicara
kepadamu dan membuat kamu seorang rasul. Apakah kamu mempunyai suatu partikel
terang yang tidak kamu terima dari pemberitaan kami? Lalu mengapa kamu
bermegah, bangga, dan meninggikan diri, seakan-akan Allah telah berbicara
pertama-tama oleh kamu, dan bukan oleh kami?
Ini adalah arti yang paling memungkinkan dari ayat ini; dan suatu arti yang
cocok dengan seluruh kontext.).
Catatan: saya menganggap tafsiran ini sangat tak masuk akal,
dan juga tidak cocok dengan kontextnya.
Adam Clarke (tentang 1Kor
4:7): “It has been
applied in a more general sense by religious people, and the doctrine they
build on it is true in itself, though it does not appear to me to be any part
of the apostle’s meaning in this place. The doctrine I refer to is this: God is
the foundation of all good; no man possesses any good but what he has derived
from God. If any man possess that grace which saves him from scandalous
enormities, let him consider that he has received it as a mere free gift from
God’s mercy. Let him not despise his neighbour who has it not; there was a time
when he himself did not possess it; and a time may come when the man whom he
now affects to despise, and on whose conduct he is unmerciful and severe, may
receive it, and probably may make a more evangelical use of it than he is now
doing. This caution is necessary to many religious people, who imagine that
they have been eternal objects of God’s favour, and that others have been
eternal objects of his hate, for no reason that they can show for either the
one or the other. He can have little acquaintance with his own heart, who is
not aware of the possibility of pride lurking under the exclamation, Why me!
when comparing his own gracious state with the unregenerate state of another.” (= Itu telah diterapkan dalam suatu arti yang lebih
umum oleh beberapa orang-orang yang religius, dan doktrin
yang mereka bangun di atasnya adalah benar dalam dirinya sendiri,
sekalipun bagi saya itu tak terlihat sebagai bagian apapun dari arti / maksud sang rasul di tempat ini. Doktrin yang saya tunjuk adalah ini: Allah adalah dasar
dari semua kebaikan; tak seorangpun memiliki kebaikan apapun kecuali yang telah
ia terima dari Allah. Jika siapapun memiliki kasih karunia yang menyelamatkan
dia dari kejahatan-kejahatan besar yang bersifat skandal, hendaklah ia
menganggap bahwa ia telah menerimanya sebagai semata-mata suatu karunia
cuma-cuma dari belas kasihan Allah. Hendaklah ia tidak memandang rendah
sesamanya yang tidak mempunyainya; disana ada suatu waktu pada saat ia sendiri
tidak mempunyainya; dan suatu waktu bisa / mungkin datang pada waktu orang yang
sekarang ia cenderung untuk rendahkan, dan terhadap tingkah laku siapa ia tidak
berbelas kasihan dan keras, bisa / mungkin menerimanya, dan mungkin bisa
membuat suatu penggunaan injili darinya dari pada yang sekarang sedang ia
lakukan. Peringatan
ini perlu bagi banyak orang-orang yang religius, yang membayangkan /
mengkhayalkan bahwa mereka telah menjadi obyek kesenangan yang kekal dari
Allah, dan bahwa orang-orang lain telah menjadi obyek kebencianNya yang kekal,
karena tak ada alasan yang bisa mereka tunjukkan untuk yang satu ataupun untuk
yang lain. Ia hanya mempunyai
sedikit pengenalan tentang hatinya sendiri, jika ia tidak sadar tentang
kemungkinan tentang kesombongan yang mengintai di
bawah seruan, ‘Mengapa aku!’ pada waktu membandingkan keadaannya sendiri
yang bersifat kasih karunia dengan keadaan orang lain yang belum
dilahir-barukan.).
Catatan:
1. Bagian
yang saya beri garis bawah tunggal itu aneh sekali. Adam Clarke, yang adalah
seorang Arminian, menerima pandangan Reformed ini? (sekalipun ia menganggap
bahwa itu bukan merupakan arti dari ayat ini).
2. Kata-katanya
yang saya beri garis bawah ganda menunjukkan sikap antinya terhadap
predestinasi (baik election /
pemilihan selamat, maupun reprobation
/ penentuan binasa).
3. Sedangkan
kata-katanya pada bagian akhir, yang saya cetak dengan huruf besar, bagi saya
betul-betul konyol, karena predestinasi, bagi Calvinist, justru memberikan
kerendahan hati. Kita percaya, karena kita dipilih. Tetapi orang Arminian
berkata: kita percaya karena kita memilih untuk percaya. Ini yang justru adalah
kesombongan!
Tentang Lenski, mula-mula ia memberikan penafsiran
seperti Adam Clarke, tetapi pada bagian akhirnya, tafsirannya mirip dengan
tafsiran para Calvinist.
Lenski (tentang 1Kor 4:7): “‘Who maketh thee to differ?’ means: differ so that thou hast an advantage over others. ‘Who in the world gave thee a preference over others? Nobody! Thou dost only imagine such preference.’ ... The question is, of course, not general as though any kind of an advantage were referred to, and it is not to be answered in this general way. It rests on the concrete idea of puffing oneself up by boasting of following one great teacher in contrast with others who are esteemed as being inferior. Who gave thee this advantage? Thou gavest it to thyself. Thou dost foolishly invent it so as to be able to throw out thy chest and to boast. The Corinthians would prefer to have better apostles than other Christians had - how they would then boast! If they were living today they would demand no less than an archbishop. Now nobody gives thee a preference like that; you Corinthians are all alike and on the same level with all other Christians. Just as Paul and Apollos are not boasting, the one claiming that he is better and higher than the other, so the Corinthians should not imagine that they had an advantage when some of them followed Paul and others followed Apollos.” (= ‘Siapa yang membuat engkau berbeda?’ berarti: berbeda sehingga engkau mempunyai suatu keuntungan atas orang-orang lain. ‘Siapa gerangan yang memberi engkau suatu hak / keadaan lebih disukai atas orang-orang lain? Tak ada! Engkau hanya mengkhayalkan hak / keadaan lebih disukai itu’. .... Pertanyaannya tentu saja bukan bersifat umum seakan-akan jenis apapun dari suatu keuntungan ditunjuk, dan itu tidak boleh dijawab dengan cara yang bersifat umum. Pertanyaan itu berdasar pada suatu gagasan konkrit tentang penyombongan diri sendiri dengan membanggakan tindakan mengikuti satu guru besar dalam kontras dengan orang-orang lain yang dinilai sebagai lebih rendah. Siapa yang memberi engkau keuntungan ini? Engkau memberinya kepada dirimu sendiri. Engkau secara tolol menemukannya sehingga bisa membusungkan dadamu dan bangga. Orang-orang Korintus lebih memilih untuk mempunyai rasul-rasul yang lebih baik dari pada yang dipunyai oleh orang-orang Kristen lain - maka betapa bangganya mereka! Seandainya mereka hidup pada jaman sekarang mereka akan menuntut tidak kurang dari seorang uskup agung. Tak seorangpun memberi engkau suatu hak seperti itu; engkau orang-orang Korintus semuanya adalah sama dan ada pada satu level dengan semua orang-orang Kristen yang lain. Sama seperti Paulus dan Apolos tidak membanggakan diri, dan yang satu tidak mengclaim bahwa ia lebih baik dan lebih tinggi dari pada yang lain, demikian pula orang-orang Korintus tidak boleh mengkhayalkan bahwa mereka mempunyai suatu keuntungan pada waktu beberapa dari mereka mengikuti Paulus dan yang lain mengikuti Apolos.).
Lenski (tentang 1Kor 4:7): “The first question deals
with an imaginary possession, the second with an actual possession which one
may misuse for puffing himself up. ‘And
what hast thou that thou didst not receive?’ The context again yields
the sense. What hast thou of saving knowledge and of wisdom, of repentance, of
faith, of love, and of Christian virtue, that was not given thee and that thou
didst not merely receive? Thus they had also been given the teachers, Paul,
Apollos, and others, through whom all this grace was conveyed to them, to all
of them equally. The aorist ‘didst receive,’ points to the fact. Simply by receiving
it each one of the Corinthians obtained what he now has. The moment he looks at
his actual possessions in this true light as an unmerited gift that was dropped
into his lap by a gracious hand above he will kiss that hand and never think of
boasting. If God used a Paul, an Apollos, a Peter, that, too, is a part of his
grace and gift and reason enough for thanks and not for puffed-up pride. Hence
Paul adds the third question which really expands the second. ‘Now if thou didst also receive it, why dost
thou glory as if thou didst not receive it?’ ... The Corinthians ought
to praise and to thank God in proper humility instead of boasting as though
what they have is due, not to a gracious gift from God, but to some superiority
in themselves. It is surely reprehensible to receive something and then to act
as though one had not received it. And it is more reprehensible to boast and to
glory.” (= Pertanyaan pertama menangani suatu milik
yang bersifat khayalan, pertanyaan
kedua menangani suatu milik sungguh-sungguh yang seseorang bisa salah gunakan
untuk menyombongkan dirinya sendiri. ‘Dan
apa yang telah engkau miliki yang tidak engkau terima?’ Lagi-lagi kontext
memberikan artinya. Apa yang engkau miliki tentang pengetahuan yang
menyelamatkan, dan tentang hikmat, tentang pertobatan, tentang iman, tentang
kasih, dan tentang kebaikan-kebaikan Kristen, yang tidak diberikan kepadamu dan
tidak semata-mata engkau terima?
Karena itu, mereka juga telah diberikan pengajar-pengajar, Paulus, Apolos dan
orang-orang lain, melalui siapa semua kasih karunia ini diberikan kepada
mereka, kepada semua mereka secara sama. Bentuk aorist / lampau ‘memang
menerima’, menunjuk pada fakta itu. Hanya dengan menerimanya setiap orang dari orang-orang Korintus
mendapatkan apa yang sekarang ia punyai. Pada saat ia melihat pada miliknya
yang sungguh-sungguh dalam terang yang benar sebagai suatu pemberian yang tak
layak diterima yang dijatuhkan pada pangkuannya oleh tangan yang penuh kasih
karunia di atas, ia akan mencium tangan itu dan tidak pernah berpikir tentang
pembanggaan.
Jika Allah menggunakan seorang Paulus, seorang Apolos, seorang Petrus, itu juga
adalah sebagian dari kasih karunia dan pemberianNya dan merupakan alasan yang
cukup untuk bersyukur dan bukannya untuk menggelembungkan kesombongan. Karena itu, Paulus menambahkan
pertanyaan ketiga yang sebetulnya memperluas / mengembangkan pertanyaan yang
kedua. ‘Sekarang jika engkau memang juga menerimanya, mengapa engkau bermegah
seakan-akan engkau tidak menerimanya?’ ... Orang-orang
Korintus harus memuji dan bersyukur kepada Allah dalam kerendahan hati yang
benar dan bukannya bangga seakan-akan apa yang mereka punyai disebabkan, bukan
oleh pemberian yang bersifat kasih karunia dari Allah, tetapi oleh suatu
kesuperioran tertentu dalam diri mereka sendiri. Pastilah mereka patut dicela untuk menerima sesuatu dan lalu bertindak
seakan-akan ia tidak menerimanya. Dan adalah lebih tercela untuk bangga dan
bermegah.).
Calvin
(tentang 1Kor 4:7): “‘To distinguish’ here
means to render eminent. Augustine, however, does not ineptly make frequent use
of this declaration for maintaining, in opposition to the Pelagians, that
whatever there is of excellence in mankind, is not implanted in him by nature,
so that it could be ascribed either to nature or to descent; and farther, that
it is not acquired by free will, so as to bring God under obligation, but flows
from his pure and undeserved mercy. For there can be no doubt that Paul here
contrasts the grace of God with the merit or worthiness of men.” (= ‘Membedakan’
di sini berarti membuat / menyebabkan menonjol. Tetapi Agustinus
bukannya dengan tidak layak sering menggunakan pernyataan ini untuk
mempertahankan, dalam oposisi dengan para Pelagian, bahwa hal
yang menonjol apapun yang ada dalam umat manusia, tidaklah ditanamkan di dalam
dia secara alamiah, sehingga itu bisa dianggap berasal atau dari alam atau dari
keturunan; dan lebih jauh, bahwa itu bukannya didapatkan oleh kehendak bebas,
sehingga membawa Allah di bawah kewajiban, tetapi mengalir dari belas kasihanNya
yang murni dan tidak layak diterima. Karena tidak bisa
diragukan bahwa Paulus di sini mengkontraskan kasih karunia Allah dengan jasa
atau kelayakan manusia.).
Calvin melanjutkan: “what
greater vanity is there than that of boasting without any ground for it? Now,
there is no man that has anything of excellency from himself; therefore the man
that extols himself is a fool and an idiot. The true foundation of Christian
modesty is this - not to be selfcomplacent, as knowing that we are empty and
void of everything good - that, if God has implanted in us anything that is
good, we are so much the more debtors to his grace; and in fine, that, as
Cyprian says, we must glory in nothing, because there is nothing that is our
own.”
(= Kesia-siaan apa yang lebih besar disana dari pada kesia-siaan dari
pembanggaan tanpa dasar apapun untuknya? Tidak ada
orang yang mempunyai apapun yang sangat bagus dari dirinya sendiri;
karena itu orang yang memuji dirinya sendiri adalah seorang tolol dan seorang
idiot. Dasar yang benar dari kerendahan hati adalah ini - tidak menjadi puas
diri, karena tahu bahwa kita adalah kosong dan hampa
tentang segala sesuatu yang baik - bahwa, jika Allah telah menanamkan dalam
kita apapun yang baik, kita makin adalah orang-orang yang berhutang pada kasih
karuniaNya; dan singkatnya, bahwa, seperti Cyprian katakan, kita tidak boleh bermegah dalam apapun, karena tidak ada
apapun yang adalah milik kita sendiri.).
John Owen mengomentari 1Kor 4:7 ini dengan berkata: “Every thing
that makes us differ from others is received from God; wherefore, the
foundation of all difference in spiritual things between the sons of Adam being
faith and repentance, they must also of necessity be received from above.” (= Segala sesuatu yang membuat kita berbeda dari
orang-orang lain diterima dari Allah; karena itu, dasar
dari semua perbedaan dalam hal-hal rohani di antara anak-anak / keturunan Adam yang
adalah iman dan pertobatan, hal-hal itu juga harus diterima dari atas.) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 121 (AGES).
Charles Hodge: “Cardinal Bellarmin objects to the view above stated
that it assumes that the reason why one man believes and another disbelieves,
is to be found in the free will of the subject. This, he says, is directly
contrary to what the Apostle says in 1 Corinthians 4:7, ‘Who maketh thee to
differ? And what hast thou that thou didst not receive?’ ... Here the main
principle which distinguishes Augustinianism from all other schemes of doctrine
is conceded. Why does one man repent and believe the Gospel, while another
remains impenitent? The Augustinian says it is because God makes them to
differ. He gives to one what He does not give to another. All Anti-Augustinians
say that the reason is, that the one cooperates with the grace of God, and the
other does not; or, the one yields, and the other does not; or, that the one
resists, and the other does not.” (= Kardinal Bellarmin keberatan terhadap pandangan yang
dinyatakan di atas karena pandangan itu menganggap
bahwa alasan mengapa satu orang percaya dan yang lain tidak percaya, harus
ditemukan dalam kehendak bebas dari orangnya. Ini, katanya, bertentangan langsung dengan apa yang sang Rasul katakan
dalam 1Kor 4:7, ‘Siapa yang membuat engkau berbeda? Dan apa yang engkau miliki
yang tidak engkau terima?’ ... Di sini prinsip utama yang membedakan Augustinianisme dari semua
pola-pola lain dari doktrin diakui. Mengapa satu orang bertobat dan percaya Injil, sedangkan
yang lain tetap tidak bertobat? Orang-orang
Augustinian mengatakan itu disebabkan karena Allah yang membuat mereka berbeda.
Ia memberi kepada satu orang apa yang Ia tidak berikan kepada yang lain. Semua orang-orang Anti-Augustinian berkata bahwa
alasannya adalah, bahwa yang satu bekerja sama dengan kasih karunia Allah, dan
yang lain tidak; atau, yang satu menyerah, dan yang lain tidak; atau, bahwa
yang satu menolak, dan yang lain tidak.) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 678.
Loraine Boettner: “The merits of Christ’s obedience and suffering are
sufficient for, adapted to, and freely offered to all men. The question then
arises, Why is one saved, and another lost? What causes some men to repent and
believe, while others, with the same external privileges, reject the Gospel and
continue in impenitence and unbelief? The Calvinist says that it is God who
makes this difference, that he efficaciously persuades some to come to Him; but
the Arminian ascribes it to the men themselves. As Calvinists we hold that the
condition of men since the fall is such that if left to themselves they would
continue in their state of rebellion and refuse all offers of salvation. Christ
would then have died in vain. But since it was promised that He should see of
the travail of His soul and be satisfied, the effects of that sacrifice have
not been left suspended upon the whim of man’s changeable and sinful will.
Rather, the work of God in redemption has been rendered effective through the
mission of the Holy Spirit who so operates on the chosen people that they are
brought to repentance and faith, and thus made heirs of eternal life. ... If
man is dead in sin, then nothing short of this supernatural life-giving power
of the Holy Spirit will ever cause him to do that which is spiritually good.
... As Dr. Warfield says, ‘Sinful man stands in need, not of inducements or
assistance to save himself, but precisely of saving; and Jesus Christ has come
not to advise, or urge, or woo, or help him to save himself, but to save him.’” (= Jasa
dari ketaatan dan penderitaan Kristus adalah cukup untuk, disesuaikan dengan,
dan ditawarkan dengan cuma-cuma / gratis kepada, semua orang. Maka
lalu muncul pertanyaan, Mengapa satu orang diselamatkan, dan yang lain
terhilang? Apa yang menyebabkan sebagian orang bertobat dan percaya, sementara
orang-orang lain, dengan hak-hak luar / lahiriah yang sama, menolak Injil dan
terus ada dalam keadaan tidak bertobat dan tidak percaya? Calvinist berkata bahwa adalah
Allah yang membuat perbedaan ini, bahwa Ia secara mujarab membujuk sebagian
orang untuk datang kepadaNya; tetapi Arminian menganggapnya berasal dari manusia itu sendiri. Sebagai Calvinist kami
percaya bahwa kondisi dari manusia sejak kejatuhan adalah sedemikian rupa
sehingga jika dibiarkan / ditinggalkan pada diri mereka sendiri mereka akan
terus ada dalam keadaan pemberontakan mereka dan menolak semua tawaran
keselamatan. Jika demikian maka Kristus mati dengan sia-sia. Tetapi karena
telah dijanjikan bahwa Ia akan melihat kerja
keras / penderitaan jiwaNya dan dipuaskan, hasil-hasil dari korban itu
tidaklah dibiarkan tergantung pada tingkah dari kehendak yang bisa berubah dan
berdosa dari manusia. Sebaliknya, pekerjaan Allah dalam penebusan telah dibuat menjadi efektif melalui
misi dari Roh Kudus yang bekerja sedemikian rupa pada orang-orang pilihan
sehingga mereka dibawa kepada pertobatan dan iman, dan lalu dibuat menjadi
ahli-ahli waris dari hidup yang kekal. ... Jika manusia mati dalam dosa,
maka tidak kurang dari kuasa pemberi-hidup dari Roh Kudus ini yang akan
menyebabkan ia melakukan apa yang baik secara rohani. ... Seperti
dikatakan Dr. Warfield, ‘Manusia berdosa berada dalam kebutuhan, bukan akan bujukan atau bantuan untuk
menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi secara tepat / persis akan penyelamatan;
dan Yesus Kristus telah datang bukan
untuk menasehati, atau mendesak, atau membujuk, atau menolong dia untuk
menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi untuk menyelamatkannya’.) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 163,164.
Catatan: kata-kata yang saya beri garis bawah ganda dikutip
dari Yes 53:11 - “Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi
puas; dan hambaKu itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan
banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.”.
Kata-kata yang saya
garis-bawahi diterjemahkan secara berbeda-beda.
KJV: ‘He shall see the travail of his soul, and shall be
satisfied’ (= Ia akan melihat kerja keras /
penderitaan jiwanya, dan akan puas).
RSV: ‘he shall see the fruit of the travail of his soul and be
satisfied’ (= ia akan melihat buah dari
kerja keras / penderitaan jiwanya dan menjadi puas).
NIV: ‘After the suffering of his soul, he will see the light of
life and be satisfied’ (= Setelah
penderitaan jiwanya, ia akan melihat terang kehidupan dan menjadi puas).
NASB: ‘As a result of the anguish of His soul, He will see it and
be satisfied’ (= Sebagai akibat dari
kesedihan / penderitaan jiwaNya, Ia akan melihatnya dan menjadi puas).
Sekalipun ada terjemahan-terjemahan yang berbeda-beda
tetapi inti dari bagian ini jelas adalah bahwa pengorbanan yang Kristus lakukan
tidak sia-sia dan pasti akan menghasilkan orang-orang yang percaya / bertobat /
diselamatkan.
Loraine Boettner menggunakan ayat ini dan berargumentasi
bahwa kalau ternyata pertobatan dari manusia tergantung manusia itu sendiri,
maka bisa-bisa janji ini tidak terlaksana. Karena itu, pertobatan manusia harus
tergantung sepenuhnya kepada Allah sendiri! Ini, tidak bisa tidak, mengharuskan
kita mempercayai doktrin Irresistible
Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Catatan: memang sebetulnya Loraine Boettner tidak sedang
membahas 1Kor 4:7 yang sedang kita bahas pada point ini, tetapi ia tetap
membahas tentang perbedaan antara orang yang percaya dan orang yang tidak
percaya, dan karena itu saya masukkan kutipan ini pada point tentang 1Kor 4:7
ini.
c) Kata ‘ditarik’
atau ‘menarik’ dalam Yoh 6:44
Yoh 12:32.
Yoh 6:44 - “Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan
Kubangkitkan pada akhir zaman.”.
Yoh 12:32 - “dan
Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik
semua orang datang kepadaKu.’”.
Sekarang mari kita soroti Yoh 6:44.
Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang
kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa
yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman”.
Perhatikan kata-kata ‘jikalau ia tidak ditarik
oleh Bapa’.
Ada beberapa penafsiran yang
salah tentang bagian ini:
1. ‘ditarik’ diartikan ‘dipikat’.
Jadi, Bapa hanya ‘memikat’ orang itu, tetapi orang itu datang kepada Yesus dengan kemauan dan kekuatannya
sendiri.
Adam Clarke (tentang Yoh
6:44): “‘Except the Father which hath sent me draw him.’ But how is
a man drawn? Augustin answers from the poet, Trahit sua
quemque voluptas; a man is attracted by that which he delights in. Show
green herbage to a sheep, he is drawn by it: show nuts to a child, and he is
drawn by them. They run wherever the person runs who shows these things: they
run after him, but they are not forced to follow: they run, through the desire
they feel to get the things they delight in. So God draws man: he shows him his
wants - he shows the Saviour whom he has provided for him: the man feels
himself a lost sinner; and, through the desire which he finds to escape hell,
and get to heaven, he comes unto Christ, that he may be justified by his blood.
Unless God thus draw, no man will ever come to Christ; because none could,
without this drawing, ever feel the need of a Saviour. See August. Tract. 26,
in Joan. and Calmet. Drawing, or alluring, not dragging, is here to be
understood. ... The best Greek writers use the verb in the same sense of
alluring, inciting, etc.”
(= ‘Kecuali Bapa yang telah mengutus Aku menariknya’.
Tetapi bagaimana seseorang ditarik? Agustinus menjawab dari syair,
Trahit sua quemque voluptas; seseorang tertarik oleh apa yang ia senangi. Tunjukkan rumput hijau kepada seekor domba dan ia ditarik
olehnya: tunjukkan kacang kepada seorang anak, dan ia ditarik olehnya. Mereka
berlari kemanapun orang yang menunjukkan hal-hal ini lari: mereka mengejarnya, tetapi mereka tidak
dipaksa untuk mengikut: mereka lari,
melalui keinginan yang mereka rasakan untuk mendapatkan hal-hal yang mereka
senangi. Demikianlah Allah menarik manusia:
Ia menunjukkan kepadanya kebutuhannya - Ia menunjukkan sang Juruselamat yang
telah Ia sediakan baginya: orang itu merasakan dirinya sendiri sebagai orang
berdosa yang terhilang; dan, melalui keinginan yang ia temukan untuk lolos dari
neraka, dan mendapat / memasuki surga, ia datang kepada Kristus, supaya ia bisa
dibenarkan oleh darahNya. Kecuali Bapa menarik seperti itu, tak seorangpun akan
pernah datang kepada Kristus; karena tak seorangpun bisa, tanpa tarikan ini,
pernah merasakan kebutuhan akan seorang Juruselamat. Lihat August.
Tract. 26, in Joan. and Calmet. ‘Tarikan’, atau ‘pikatan’, bukan ‘seretan’, yang harus
dipahami / dimaksudkan di sini. ... Penulis-penulis Yunani yang
terbaik menggunakan kata kerja ini dengan arti yang sama dari pikatan, dorongan
/ desakan, dsb.).
Ada beberapa hal yang akan
saya berikan sebagai tanggapan terhadap
kata-kata Adam Clarke ini:
a. Bagi saya rasanya mustahil Agustinus punya
pandangan seperti itu. Lalu saya cek tulisan Clarke di PC Study Bible versi 5,
dan ternyata kata-kata ‘Tract. 26, in Joan’ berwarna merah dan digaris-bawahi.
Waktu diklik maka tampil tulisan Agustinus yang dimaksud.
Dalam tulisan itu, yang
dikutip oleh Clarke ada pada point ke 5, sedangkan pada point no 2 Agustinus
berkata sebagai berikut: “... no man can come
unto me, except the Father that sent me draw him.’ Noble excellence of grace!
No man comes unless drawn. There is whom He draws, and there is whom He draws
not; why He draws one and draws not another, do not desire to judge, if thou
desirest not to err.” (= ... tak seorangpun bisa
datang kepadaKu, kecuali Bapa yang mengutus Aku menariknya’. Keunggulan yang
mulia dari kasih karunia! Tak seorangpun datang kecuali ditarik. Di sana ada yang ditarik, dan di sana ada yang tidak Ia tarik; mengapa Ia menarik yang satu dan tidak menarik yang lain,
jangan ingin untuk menilai / menghakimi, jika engkau tidak ingin bersalah.).
Lalu dalam tulisan itu, pada point no 4 bagian atas,
Agustinus berkata: “Do not think
that thou art drawn against thy will. ... ‘How can I believe with the will if I
am drawn?’ I say it is not enough to be drawn by the will; thou art drawn even
by delight.” (= Jangan berpikir bahwa engkau ditarik bertentangan dengan
kehendakmu. ... ‘Bagaimana aku bisa percaya dengan kehendak jika aku
ditarik?’ Aku katakan bahwa tidak cukup untuk ditarik oleh / dengan kehendak;
engkau ditarik bahkan oleh kesenangan.).
Jadi, saya menyimpulan
bahwa Clarke mengutip kata-kata Agustinus out
of context (di luar kontextnya). Karena kata-kata Agustinus yang saya
berikan jelas menunjukkan bahwa ia percaya:
(1)Adanya
orang-orang yang ditarik dan ada yang tidak.
(2)Orang
tidak ditarik bertentangan dengan kehendaknya. Orang bahkan ditarik oleh
kesenangannya. Mengapa bisa demikian? Sekalipun Agustinus tak menjelaskan
secara explicit, tetapi secara implicit jelas ia memaksudkan bahwa itu bisa
terjadi karena orangnya sudah diubahkan oleh kelahiran baru.
Calvinisme memang tidak menganggap tarikan ini sebagai
suatu pemaksaan,
tetapi tarikan itu pasti efektif. Ini
yang paling penting untuk ditekankan.
b. Tanpa adanya kelahiran baru, manusia berdosa
tidak akan tertarik pada Injil yang diberitakan kepadanya, juga tidak kepada
Juruselamat. Mereka tak akan peduli pada surga, tak ingin lolos dari neraka dan
sebagainya.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh
Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak
dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.”.
Jadi, sekedar dengan memberikan Injil kepadanya, tak
akan menariknya sama sekali. Itu berbeda sama sekali dengan kalau domba diberi
rumput hijau, anak diberi kacang dan sebagainya. Dalam diri orang berdosa jelas
dibutuhkan hal-hal lain sehingga ia menjadi tertarik pada keselamatan dalam /
melalui Yesus.
c. Kalau
Allah hanya memikat / mendorong tetapi tak memberi kemauan / kemampuan,
orangnya tidak akan mau dan tidak akan bisa datang kepada Kristus. Ini sudah
dibahas di atas dalam pembahasan Fil 2:13.
d. Adam
Clarke mengatakan bahwa penulis-penulis Yunani menggunakan kata Yunani itu
dalam arti ‘pikatan’. Kalau memang demikian, maka penulis-penulis Perjanjian Baru
menggunakannya dengan cara yang berbeda. Nanti kita akan melihat hal itu.
2. Bapa hanya
menarik orang yang mau ditarik.
Ini juga bertentangan dengan Fil 2:13 yang telah saya
bahas di atas, karena kemauan maupun kemampuan untuk berbuat apapun yang baik,
termasuk datang kepada Yesus, merupakan pekerjaan Bapa! Jadi, kalau orangnya
bisa mau ditarik, maka Allah sudah mengerjakan kemauan dalam diri orang itu,
dan itu berarti Allah sudah menarik orang itu!
3. Orang yang
ditarik bisa menolak tarikan Bapa itu.
William Barclay:
“The
interesting thing about the word is that it almost always implies some kind of
resistance ... God can draw men, but men’s resistance can defeat God’s pull” (= Hal yang menarik tentang kata ini adalah bahwa
kata ini hampir selalu menunjukkan secara
tak langsung akan adanya tahanan / penolakan ... Allah bisa menarik manusia, tetapi tahanan / penolakan manusia bisa mengalahkan tarikan
Allah) - hal 220.
Saya
tidak mengerti dari mana Barclay mendapatkan bagian yang saya garis-bawahi itu,
khususnya yang terakhir.
Lenski
(tentang Yoh 6:44): “‘No one can come to me unless the Father who did send
me shall draw him; and I will resurrect him at the last day.’ Luther has
put these words into classical form: ‘I believe that I cannot by my own reason
or strength believe in Jesus Christ, my Lord, or come to him; but the Holy
Ghost has called me by the gospel, … and will at the last day raise up me and
all the dead, and give unto me and all believers in Christ eternal life. This
is most certainly true.’ Here Jesus explains the Father’s ‘giving’ mentioned in
v. 37 and 39: he gives men to Jesus by drawing them to him. This drawing (ἑλκύειν) is accomplished by a specific power, one
especially designed for the purpose, one that takes hold of the sinner’s soul
and moves it away from darkness, sin, and death, to Jesus, light, and life. No
man can possibly thus draw himself to Jesus. The Father, God himself, must come
with his divine power and must do this drawing; else it will never be effected.” [= ‘Tak seorangpun
bisa datang kepadaKu kecuali Bapa yang mengutusKu menariknya; dan Aku akan
membangkitkannya pada hari terakhir’. Luther telah mengatakan kata-kata ini ke
dalam bentuk klasik: ‘Aku percaya bahwa aku tidak bisa, oleh akal atau
kekuatanku sendiri, percaya kepada Yesus Kristus, Tuhanku, atau datang
kepadaNya; tetapi Roh Kudus telah memanggil aku oleh injil, ... dan pada hari
terakhir akan membangkitkan aku dan semua orang-orang mati, dan memberi aku dan
semua orang-orang percaya dalam / kepada Kristus hidup yang kekal. Ini pasti
benar’. Di sini Yesus menjelaskan ‘tindakan memberi’ dari
Bapa yang disebutkan dalam ay 37 dan 39: Ia memberikan orang-orang kepada Yesus
dengan menarik mereka kepadaNya. Tarikan ini (ἑλκύειν / HELKUEIN) dicapai oleh suatu kuasa yang
spesifik, suatu kuasa yang dirancang secara khusus untuk tujuan itu, suatu
kuasa yang menguasai jiwa dari orang berdosa dan menggerakkannya menjauhi
kegelapan, dosa, dan kematian, kepada Yesus, terang dan kehidupan. Tak
seorangpun bisa menarik dirinya sendiri seperti itu kepada Yesus. Bapa, Allah
sendiri, harus datang dengan kuasa ilahiNya dan harus melakukan tarikan ini;
atau kalau tidak, itu tidak akan pernah berhasil.].
Lenski
(tentang Yoh 6:44): “The power by
which these Jews are at this very moment being drawn is the power of divine
grace, operative in and through the Word these Jews now hear from the lips of
Jesus. While it is power (Rom. 1:16), efficacious to save, it is never
irresistible (Matt. 23:37, ‘and ye would not’). Nor is this power extended only
to a select few, for in 12:32 Jesus says, ‘I will draw all men.’ The power of
the gospel is for the world, and no sinner has fallen so low but what this
power is able to reach him effectually.” [= Kuasa dengan mana orang-orang Yahudi ini sedang
ditarik pada saat ini adalah kuasa dari kasih karunia ilahi, bekerja di dalam
dan melalui Firman yang sekarang didengar oleh orang-orang Yahudi ini dari
bibir Yesus. Sekalipun itu adalah kuasa (Ro 1:16), mujarab
untuk menyelamatkan, itu tidak pernah tidak bisa ditolak (Mat 23:37,
‘dan kamu tidak mau’). Juga kuasa ini tidak diberikan hanya kepada sedikit
orang-orang pilihan, karena dalam 12:32 Yesus berkata ‘Aku akan menarik semua
orang’. Kuasa dari injil adalah untuk dunia, dan tak ada orang berdosa yang
telah jatuh begitu dalam kecuali apa yang kuasa ini bisa
menjangkaunya secara efektif.].
Ro 1:16
- “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil,
karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang
percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.”.
Bagian
yang saya beri garis bawah ganda salah terjemahan.
KJV: ‘For I am not
ashamed of the gospel of Christ:’ (= Karena aku
tidak malu tentang injil Kristus).
Mat
23:37 - “‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh
nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu!
Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam
mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.”.
Yoh 12:32
- “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang datang kepadaKu.’”.
Ini
pendapat saya tentang kata-kata Lenski ini:
a. Kata-katanya saling bertentangan.
Di
satu sisi ia berkata kuasa yang menarik itu mujarab
untuk menyelamatkan, tetapi di sisi lain ia berkata itu bisa ditolak. Kalau bisa ditolak,
itu tidak mujarab! Kemujarabannya terletak pada kuasa yang menarik itu, atau
tergantung kepada orang yang ditarik?
b. Mat 23:37 menyoroti
peristiwa itu dari sudut pandang manusia.
c. Dalam Yoh 12:32, kata-kata
‘semua
orang’ jelas menunjuk pada ‘semua orang
pilihan’.
Calvin
(tentang Yoh 12:32): “‘I will draw
all men to myself.’ The word ‘all,’ which he employs, must be understood to
refer to the children of God, who belong to his flock. Yet I agree with
Chrysostom, who says that Christ used the universal term, ‘all,’ because the
Church was to be gathered equally from among Gentiles and Jews” (= ‘Aku akan menarik semua orang kepada diriKu sendiri’. Kata ‘semua / semua orang’, yang Ia gunakan, harus dimengerti
sebagai menunjuk kepada anak-anak Allah, yang termasuk dalam kawanan dombaNya.
Tetapi saya setuju dengan Chrysostom, yang
mengatakan bahwa Kristus menggunakan istilah universal ‘semua / semua orang’,
karena Gereja harus dikumpulkan secara setara / sama dari antara orang-orang
non Yahudi dan orang-orang Yahudi).
John Owen: “‘All
unregenerate men,’ saith Arminius, ‘have by
virtue of their free-will, a power of resisting the Holy Spirit, of rejecting
the offered grace of God, of contemning the counsel of God concerning
themselves, of refusing the gospel of grace, of not opening the heart to him
that knocketh’” (= ‘Semua orang
yang belum dilahirbarukan’, kata Arminius,
‘berdasarkan kehendak bebas mereka, mempunyai kuasa untuk menahan / menolak Roh
Kudus, untuk menolak kasih karunia Allah yang ditawarkan, untuk meremehkan /
menghina rencana Allah tentang diri mereka sendiri, untuk menolak Injil kasih
karunia, untuk tidak membuka hati bagi Dia yang mengetuk’) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 117.
Catatan: Dalam kutipan ini John Owen hanya mengutip
kata-kata Arminius, tetapi ia sendiri tentu saja tidak mempercayai kata-kata
itu.
Kesalahan dari pandangan-pandangan di atas terlihat
dari penggunaan kata ‘ditarik’ (Yunani: HELKO / HELKUO) itu dalam Alkitab. Kata Yunani HELKO / HELKUO ini
hanya digunakan 8 x dalam Alkitab / Perjanjian Baru, yaitu dalam:
a. Yoh 6:44
- “Tidak
ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan
Kubangkitkan pada akhir zaman”.
b. Yoh 12:32 - “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku
akan menarik semua orang datang
kepadaKu.’”.
c. Yoh 18:10
- “Lalu
Simon Petrus, yang membawa pedang, menghunus
pedang itu, menetakkannya kepada hamba Imam Besar dan memutuskan telinga
kanannya. Nama hamba itu Malkhus”.
d. Yoh 21:6
- “Maka
kata Yesus kepada mereka: ‘Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka
akan kamu peroleh.’ Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan”.
e. Yoh 21:11
- “Simon
Petrus naik ke perahu lalu menghela jala
itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya,
dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak”.
f. Kis 16:19
- “Ketika
tuan-tuan perempuan itu melihat, bahwa harapan mereka akan mendapat penghasilan
lenyap, mereka menangkap Paulus dan Silas, lalu menyeret
mereka ke pasar untuk menghadap penguasa”.
g. Kis 21:30
- “Maka
gemparlah seluruh kota, dan rakyat datang berkerumun, lalu menangkap Paulus dan
menyeretnya keluar dari Bait Allah dan
seketika itu juga semua pintu gerbang Bait Allah itu ditutup”.
h. Yak 2:6
- “Tetapi
kamu telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya
yang menindas kamu dan yang menyeret kamu
ke pengadilan?”.
Yoh 6:44 dan Yoh 12:32 menunjukkan bahwa
tindakan ‘menarik’ itu merupakan aktivitas Bapa dan Yesus. Sedangkan
dari ke 6 ayat yang lain bisa ditarik kesimpulan bahwa:
1. Ini bukan
sekedar ‘memikat’ tetapi betul-betul ‘menarik’.
Pada waktu Petrus menghunus / menarik pedangnya
(Yoh 18:10), atau pada waktu murid-murid menarik jala yang penuh ikan (Yoh
21:6), atau pada waktu orang banyak menyeret Paulus (Kis 16:19 Kis 21:30), atau pada waktu orang kaya
menyeret orang miskin ke pengadilan (Yak 2:6), maka itu tentu sama sekali
bukan dengan cara ‘memikat’, tetapi betul-betul ‘menarik’.
2. Ini bukan
menarik orang yang mau ditarik.
Waktu Paulus ditarik / diseret, atau waktu ikan dalam
jala ditarik, atau waktu orang miskin diseret oleh orang kaya ke pengadilan,
mereka tentunya tidak mau ditarik!
Memang ini tidak berarti bahwa Allah menggunakan
kekuatan luar untuk menarik / memaksa orang yang terus menerus tak mau ditarik.
Calvin: “True, indeed,
as to the kind of drawing, it is not violent, so as to compel men by external
force; but still it is a powerful impulse of the Holy Spirit, which makes men
willing who formerly were unwilling and reluctant” (= Memang, tentang
jenis tarikan, itu bukan sesuatu tarikan yang keras / kasar, seakan-akan
memaksa manusia dengan kekuatan luar; tetapi itu tetap merupakan dorongan yang kuat dari Roh Kudus,
yang membuat manusia yang tadinya tidak mau dan segan menjadi mau)
- hal 257.
3. Orang yang
ditarik tidak bisa menolak tarikan itu.
Dalam ke 6 ayat tersebut di atas, tidak pernah ada
perlawanan yang bisa mengalahkan tarikan, dan tarikannya selalu berhasil!
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa ay 44 ini
mendukung doktrin Reformed tentang Irresistible
Grace (= kasih karunia yang tak bisa ditolak / ditahan), yang merupakan
point ke 4 dari 5 points Calvinisme.
Menanggapi komentar William Barclay di atas, yang
mengatakan bahwa manusia bisa mengalahkan tarikan Allah, Leon Morris (NICNT)
mengatakan:
“Barclay gives a
number of examples of the use of the verb HELKUO in the New Testament to show
that ‘Always there is this idea of resistance.’ This is surely true, and
indicates that God brings men to Himself although by nature they prefer sin.
But curiously Barclay adds, ‘God can and does draw men, but men’s resistance
can defeat the pull of God.’ Not one of his examples
of the verb shows the resistance as successful. Indeed we can go further. There
is not one example in the New Testament of the use of this verb where the
resistance is successful”
(= Barclay memberi sejumlah contoh
penggunaan kata kerja HELKUO dalam Perjanjian Baru untuk menunjukkan bahwa ‘di
sana selalu ada gagasan tentang penolakan’. Ini memang benar, dan menunjukkan
bahwa Allah membawa manusia kepada diriNya sendiri sekalipun pada dasarnya /
secara alamiah mereka lebih memilih dosa. Tetapi secara
aneh / mengherankan Barclay menambahkan, ‘Allah bisa dan Allah memang menarik
manusia, tetapi penolakan manusia bisa mengalahkan tarikan dari Allah’. Tidak
ada satu contohpun dari Perjanjian Baru tentang penggunaan kata kerja ini
dimana tahanan / penolakan itu berhasil)
- hal 371, footnote.
Berbicara tentang ayat-ayat yang menggunakan kata
HELKO / HELKUO di atas, Hendriksen berkata sebagai berikut:
William
Hendriksen (tentang Yoh 6:44): “‘No one can come
to me unless the Father who sent me draw him, and I will raise him up at the
last day.’ Here the emphasis is on the divine decree of
predestination carried out in history. When Jesus refers to the divine ‘drawing’ activity, he employs a term
which clearly indicates that more than moral
influence is indicated. The Father does not merely beckon or advise, he
‘draws’! The same verb (ἕλκω, ἑλκύω) occurs also in
12:32, where the drawing activity is ascribed to the Son; and further, in
18:10; 21:6, 11; Acts 16:19; 21:30; and Jas. 2:6. The
‘drawing’ of which these
passages speak indicates a very powerful - we may even say, an ‘irresistible’ - activity. To be sure,
man resists, but his resistance is ineffective. It is in that sense that we
speak of God’s grace as being irresistible.
The net full of big fishes is ‘actually
drawn’ or ‘dragged’
ashore (21:6, 11). Paul and Silas ‘are
dragged’ into the forum (Acts 16:19). Paul ‘is dragged’ out of the temple (Acts 21:30). The rich ‘drag’ the poor before the
judgment-seats (Jas. 2:6). Returning now to the Fourth Gospel, Jesus ‘will draw’ all men to himself (12:32)
and Simon ‘drew’ his sword,
striking the high priest’s servant, cutting off his right ear (18:10). To be
sure, there is a difference between the drawing of a net or a sword, on the one
hand, and of a sinner, on the other. With the latter God deals as with a
responsible being. He powerfully influences the mind, will, heart, the entire
personality. These, too, begin to function in their own right, so that Christ is accepted by a living faith. But both at
the beginning and throughout the entire process of being saved, the power is
ever from above; it is very real, strong, and effective; and it is wielded by
God himself!” [= Tak
seorangpun dapat datang kepadaKu kecuali Bapa yang mengutus Aku menarik dia,
dan Aku akan membangkitkan dia pada hari terakhir’. Di sini penekanannya adalah
pada ketetapan ilahi tentang predestinasi yang dilaksanakan dalam sejarah. Pada
waktu Yesus menunjuk pada akitivitas ‘menarik’ yang ilahi, Ia menggunakan suatu
istilah yang dengan jelas menunjukkan bahwa lebih dari sekedar pengaruh moral
ditunjukkan. Bapa tak semata-mata memanggil dengan isyarat atau menasehati, Ia
‘menarik’! Kata kerja yang sama (HELKO, HELKUO) juga muncul dalam 12:32, dimana
akitivitas menarik itu dianggap berasal dari sang Anak; dan selanjutnya, dalam
18:10; 21:6,11; Kis 16:19; 21:30; dan Yak 2:6. ‘Tarikan’ tentang mana text-text itu berbicara menunjukkan suatu
aktivitas yang sangat kuat, dan bahkan bisa dikatakan ‘tak bisa ditahan /
ditolak’. Memang manusia menahan / menolak, tetapi tahanan / penolakannya tidak
efektif. Dalam arti seperti itulah kami berbicara tentang kasih karunia Allah
yang tidak bisa ditolak. Jala yang penuh dengan ikan-ikan besar ‘betul-betul
ditarik’ atau ‘diseret’ ke pantai (21:6,11). Paulus dan Silas ‘diseret’ ke
dalam sidang (Kis 16:19). Paulus ‘diseret’ keluar dari Bait Suci (Kis 21:30).
Orang-orang kaya ‘menyeret’ orang-orang miskin ke hadapan kursi penghakiman
(Yak 2:6). Sekarang kembali pada Injil yang keempat, Yesus ‘akan menarik’ semua
orang kepada diriNya sendiri (12:32) dan Simon ‘menarik / menghunus’ pedangnya,
menyambar pelayan imam besar, memotong telinga kanannya (18:10). Sudah tentu, di sana ada perbedaan antara penarikan suatu jala
atau pedang, di satu sisi, dan penarikan orang berdosa, di sisi lain. Dengan yang terakhir Allah menangani seperti dengan seorang
makhluk yang bertanggung-jawab. Ia secara kuat mempengaruhi pikiran, kehendak,
hati, seluruh kepribadian. Hal-hal ini, juga, mulai berfungsi dalam kebenaran / hak (?) mereka sendiri, sehingga Kristus diterima dengan suatu iman yang
hidup. Tetapi baik pada awal dan dalam sepanjang seluruh proses penyelamatan,
kuasa itu selalu dari atas; itu sungguh-sungguh nyata, kuat, dan efektif; dan
itu digunakan oleh Allah sendiri!].
R.
C. Sproul: “One of the most
important teachings of Jesus on this matter is found in the Gospel of John.
‘Therefore I have said to you that no one can come to Me unless it has been
granted to him by My Father’ (John 6:65). Let us look closely at this verse.
The first element of this teaching is a universal
negative. The words ‘No one’ are all-inclusive. They allow for no
exception apart from the exceptions Jesus adds. The next word is crucial. It is
the word ‘can’. This has to do
with ability, not permission. Who has not been corrected by a schoolteacher for
confusing the words ‘can’ and ‘may’? I used to have a teacher who
never missed an opportunity to drill this point home. If I raised my hand and
said, ‘Can I sharpen my pencil?’ the response was always the same. She
would smile and say, ‘I am sure that you can. You also may sharpen your pencil.’ The
word ‘can’ refers to ability;
the word ‘may’ refers to
permission. In this passage Jesus is not saying, ‘No one is allowed to
come to me… .’ He is saying, ‘No one is able to come to me… .’ The next word in the passage is also
vital. ‘Unless’ refers to what we call a ‘necessary condition’. A necessary condition refers to something
that must happen before something else can happen. The meaning of Jesus’ words
is clear. No human being can possibly come to Christ unless something happens
that makes it possible for him to come. That necessary condition Jesus declares
is that ‘it has been granted to him by the Father.’ Jesus is saying here that
the ability to come to him is a gift from God. Man does not have the ability in
and of himself to come to Christ. God must do something first. The passage
teaches at least this much: It is not within fallen man’s natural ability to
come to Christ on his own, without some kind of divine assistance. To this
extent at least, Edwards and Augustine are in solid agreement with the teaching
of our Lord. The question that remains is this: Does God give the ability to
come to Jesus to all men? The Reformed view of predestination says no. Some
other views of predestination say yes. But one thing is certain; man cannot do
it on his own steam without some kind of help from God. What kind of help is
required? How far must God go to overcome our natural inability to come to
Christ? A clue is found elsewhere in this same chapter. In fact, there are two
other statements by Jesus that have direct bearing on this question. Earlier in
chapter 6 of John’s Gospel Jesus makes a similar statement. He says, ‘No one
can come to Me unless the Father who sent Me draws him’ (John 6:44). The
key word here is ‘draw’. What
does it mean for the Father to draw people to Christ? I have often heard this
text explained to mean that the Father must woo or entice men to Christ. Unless
this wooing takes place, no man will come to Christ. However, man has the
ability to resist this wooing and to refuse the enticement. The wooing, though
it is necessary, is not compelling. In philosophical language that would mean
that the drawing of God is a necessary condition but not a sufficient condition
to bring men to Christ. In simpler language it means that we cannot come to
Christ without the wooing, but the wooing does not guarantee that we will, in
fact, come to Christ. I am persuaded that the above explanation, which is so
widespread, is incorrect. It does violence to the text of Scripture,
particularly to the biblical meaning of the word ‘draw’. The Greek word used here is HELKO. Kittel’s Theological Dictionary of the New Testament
defines it to mean to compel by irresistible superiority. Linguistically and
lexicographically, the word means ‘to compel.’ To compel is a much more
forceful concept than to woo. To see this more clearly, let us look for a
moment at two other passages in the New Testament where the same Greek word is
used. In James 2:6 we read: ‘But you have dishonored the poor man. Do not the
rich oppress you and drag you into the courts?’ Guess which word in this
passage is the same Greek word that elsewhere is translated by the English word
‘draw’. It is the word ‘drag’. Let us now substitute the word
‘woo’ in the text. It would
then read: ‘Do not the rich oppress you and ‘woo’ you into the courts?’ The same word occurs in Acts 16:19.
‘But when her masters saw that their hope of profit was gone, they seized Paul
and Silas and dragged
them into the marketplace to the authorities.’ Again, try substituting the word
‘woo’ for the word ‘drag’. Paul and Silas were not seized
and then wooed into the marketplace. I once was asked to debate the doctrine of
predestination in a public forum at an Arminian seminary. My opponent was the
head of the New Testament department of the seminary. At a crucial point in the
debate we fixed our attention on the passage about the Father’s drawing people.
My opponent was the one who brought up the passage as a proof text to support
his claim that God never forces anyone or compels them to come to Christ. He
insisted that the divine influence on fallen man was restricted to drawing,
which he interpreted to mean wooing. At that point in the debate I quickly
referred him to Kittel and to the other passages in the New Testament that
translate the word ‘drag’. I
was sure I had him. I was sure that he had walked into an insoluble difficulty
for his own position. But he surprised me. He caught me completely off guard. I
will never forget that agonizing moment when he cited a reference from an
obscure Greek poet in which the same Greek word was used to describe the action
of drawing water from a well. He looked at me and said, ‘Well, Professor
Sproul, does one drag water from a well?’ Instantly the audience burst into
laughter at this startling revelation of the alternate meaning of the Greek
word. I stood there looking rather silly. When the laughter died down I
replied, ‘No sir. I have to admit that we do not drag water from a well.
But, how do we get water from a well? Do we woo it? Do we stand at the
top of the well and cry, ‘Here, water, water, water’?’ It is as necessary for
God to come into our hearts to turn us to Christ as it is for us to put the
bucket in the water and pull it out if we want anything to drink. The water
simply will not come on its own, responding to a mere external invitation.” [= Salah satu dari
ajaran-ajaran yang terpenting dari Yesus tentang persoalan ini ditemukan dalam
Injil Yohanes. ‘Karena itu Aku telah mengatakan
kepadamu bahwa tak seorangpun bisa datang kepadaKu, kecuali itu telah dikaruniakan
kepadanya oleh BapaKu’ (Yoh 6:65). Mari kita melihat ayat ini dengan
lebih teliti. Elemen pertama dari ajaran ini adalah
suatu ‘tidak’ yang bersifat universal. Kata-kata ‘tak seorangpun’ merupakan
kata-kata yang mencakup semua. Kata-kata itu tidak mengijinkan suatu
perkecualian terpisah dari perkecualian-perkecualian yang Yesus tambahkan. Kata selanjutnya sangat penting. Itu adalah kata ‘dapat’. Ini
berurusan dengan kemampuan, bukan ijin. Siapa yang tidak pernah
dibetulkan oleh guru sekolah untuk pengacauan kata-kata ‘can’ / ‘dapat’ dan ‘may’
/ ‘boleh’? Saya pernah mempunyai seorang guru yang tidak pernah melalaikan
suatu kesempatan untuk menggiring hal ini ke tempat yang seharusnya. Jika saya
mengangkat tangan saya dan berkata, ‘Dapatkah saya meruncingkan pensil
saya?’ tanggapannya selalu sama. Ia tersenyum dan berkata, ‘Aku yakin bahwa
kamu dapat. Kamu juga boleh meruncingkan pensilmu’. Kata ‘dapat’ menunjuk pada kemampuan; kata ‘boleh’ menunjuk
pada ijin. Dalam text ini Yesus tidak berkata, ‘Tak seorangpun diijinkan untuk
datang kepadaKu’ ...’. Ia berkata, ‘Tak seorangpun dapat / bisa datang kepadaKu
...’ Kata selanjutnya dalam text itu juga sangat penting. ‘Kecuali’ menunjuk pada apa yang kita sebut ‘syarat yang
perlu’. Suatu syarat yang perlu menunjuk pada sesuatu yang harus terjadi
sebelum sesuatu yang lain bisa / dapat terjadi. Arti / maksud dari
kata-kata Yesus adalah jelas. Tak seorang manusiapun
dapat datang kepada Kristus kecuali sesuatu terjadi yang membuatnya mungkin
baginya untuk datang. Syarat perlu yang Yesus nyatakan itu adalah bahwa ‘itu
dikaruniakan kepadanya oleh Bapa’. Yesus berkata di sini bahwa
kemampuan untuk datang kepadaNya merupakan suatu pemberian / anugerah dari
Allah. Manusia tidak mempunyai kemampuan dalam dan dari dirinya sendiri untuk
datang kepada Kristus. Allah harus melakukan sesuatu lebih dulu. Text ini
mengajarkan sedikitnya hal ini: Itu bukanlah dalam kemampuan manusia yang
terjatuh untuk datang kepada Kristus dari dirinya sendiri, tanpa sejenis
pertolongan ilahi. Sampai pada tingkat ini setidaknya, Edwards dan Agustinus
ada dalam persetujuan yang kokoh dengan ajaran dari Tuhan kita. Pertanyaan yang tertinggal adalah ini: Apakah Allah memberikan
kemampuan untuk datang kepada Yesus itu kepada semua orang?
Pandangan Reformed tentang predestinasi berkata ‘tidak’. Pandangan-pandangan
lain tentang predestinasi berkata ‘ya’. Tetapi satu hal adalah pasti; manusia
tidak dapat melakukannya dengan tenaganya sendiri tanpa sejenis pertolongan
dari Allah. Jenis pertolongan apa yang dibutuhkan?
Berapa jauh Allah harus pergi / berjalan untuk mengalahkan ketidak-mampuan
alamiah kita untuk datang kepada Kristus? Suatu petunjuk ditemukan
di tempat lain dalam pasal yang sama ini. Sebetulnya, di sana ada dua
pernyataan lain oleh Yesus yang mempunyai hubungan langsung dengan pertanyaan
ini. Di bagian yang lebih awal dalam pasal 6 dari Injil Yohanes, Yesus membuat
suatu pernyataan yang mirip. Ia berkata, ‘Tak
seorangpun dapat datang kepadaKu kecuali Bapa yang mengutus Aku menariknya’
(Yoh 6:44). Kata kunci di sini adalah ‘menarik’. Apa artinya bagi Bapa untuk menarik
orang-orang kepada Kristus? Saya telah sering mendengar text ini
dijelaskan untuk berarti bahwa Bapa harus membujuk atau memikat orang-orang kepada Kristus. Tetapi, manusia
mempunyai kemampuan untuk menolak bujukan ini dan menolak pikatan ini. Bujukan
itu, sekalipun perlu, tidaklah memaksa. Dalam bahasa filsafat itu berarti bahwa
tarikan Allah adalah syarat yang perlu, tetapi bukan syarat yang cukup, untuk
membawa manusia kepada Kristus. Dalam bahasa yang lebih sederhana, itu berarti
bahwa kita tidak dapat datang kepada Kristus tanpa bujukan ini, tetapi bujukan
ini tidak menjamin bahwa dalam faktanya kita akan datang kepada Kristus.
Saya yakin, bahwa penjelasan di atas, yang begitu tersebar luas, adalah tidak
benar. Itu melakukan kekerasan terhadap text dari Kitab Suci, khususnya
terhadap arti Alkitabiah dari kata ‘menarik’. Kata
Yunani yang digunakan di sini adalah HELKO. Kittel’s Theological Dictionary of
the New Testament mendefinisikannya sebagai berarti ‘memaksa dengan
kesuperioran yang tak bisa ditolak’. Secara ilmu bahasa dan secara ilmu
perkamusan, kata itu berarti ‘memaksa’. ‘Memaksa’ adalah suatu konsep yang jauh
lebih kuat dari ‘membujuk’. Untuk melihat ini dengan lebih jelas,
hendaklah kita melihat sebentar pada 2 text lain dalam Perjanjian Baru dimana
kata Yunani yang sama digunakan. Dalam Yak 2:6
kita membaca: ‘Tetapi kamu telah menghinakan orang-orang miskin. Bukankah
justru orang-orang kaya yang menindas kamu dan yang menyeret kamu ke
pengadilan?’ Tebaklah kata yang mana dalam text ini yang adalah kata Yunani
yang sama yang di tempat lain diterjemahkan oleh kata bahasa Inggris ‘draw’ /
‘menarik’. Itu adalah kata ‘menyeret’. Sekarang mari kita menggantikannya
dengan kata ‘membujuk’ dalam text. Maka bunyinya menjadi: ‘Tetapi kamu telah
menghinakan orang-orang miskin. Bukankah justru orang-orang kaya yang menindas
kamu dan yang membujuk kamu ke pengadilan?’ Kata yang sama muncul dalam Kis 16:19. ‘Ketika tuan-tuan perempuan itu melihat,
bahwa harapan mereka akan mendapat penghasilan lenyap, mereka menangkap Paulus
dan Silas, lalu menyeret mereka ke pasar untuk menghadap penguasa.’
Lagi-lagi, cobalah menggantikan kata ‘membujuk’ untuk kata ‘menyeret’. Paulus
dan Silas tidak ditangkap lalu dibujuk ke pasar. Pernah sekali saya
diminta untuk memperdebatkan doktrin tentang predestinasi di forum umum di
suatu seminari Arminian. Lawan saya adalah kepala / pimpinan dari departemen
Perjanjian Baru dari seminari itu. Pada titik yang penting dalam debat itu,
kami menancapkan perhatian kami pada text tentang Bapa menarik orang-orang.
Lawan saya yang mengemukakan text ini sebagai suatu text bukti untuk mendukung
claimnya bahwa Allah tidak pernah memaksa siapapun atau memaksa mereka untuk
datang kepada Kristus. Ia berkeras bahwa pengaruh ilahi pada manusia yang telah jatuh, dibatasi
pada tindakan menarik, yang ia tafsirkan sebagai berarti ‘membujuk’.
Pada titik itu dalam debat itu saya dengan cepat
mengarahkan dia kepada Kittel dan pada text-text lain dalam Perjanjian Baru
yang menterjemahkan kata ‘menyeret’. Saya yakin bahwa saya telah
menempatkan dia di posisi yang tidak menguntungkan. Saya yakin bahwa ia telah
berjalan ke dalam suatu kesukaran yang tak terpecahkan untuk posisinya sendiri.
Tetapi ia mengejutkan saya. Ia menyergap saya sepenuhnya dengan tak
disangka-sangka. Saya tak akan pernah melupakan saat yang sangat menderita pada
waktu ia mengutip suatu referensi dari suatu syair Yunani
yang tak dikenal dalam mana kata Yunani yang sama digunakan untuk menggambarkan
tindakan mengambil air dari sebuah sumur. Ia memandang saya dan berkata, ‘Nah,
Profesor Sproul, apakah seseorang menyeret air dari sebuah sumur?’
Dengan segera para penonton meledak tertawa pada
penyataan yang mengejutkan ini tentang arti alternatif dari kata Yunani itu.
Saya berdiri di sana dan terlihat agak tolol. Pada
waktu tertawanya sudah mereda saya menjawab, ‘Tidak pak. Saya harus mengakui
bahwa kita tidak menyeret air dari sebuah sumur. Tetapi bagaimana kita
mendapat air dari sebuah sumur? Apakah kita membujuknya? Apakah kita
berdiri di atas sumur dan berteriak, Kesini, air, air, air?’ Adalah sama perlunya bagi Allah untuk datang ke dalam hati
kita untuk membalikkan kita kepada Kristus seperti kita perlu untuk meletakkan
ember / timba dalam air dan menariknya keluar jika kita menginginkan apapun
untuk minum. Air tak akan datang dari dirinya sendiri, menanggapi semata-mata
suatu undangan luar / lahiriah.] - ‘Chosen by God’,
hal 67-71.
Arthur W. Pink: “In order for any sinner to
be saved three things were indispensable: God the Father had to purpose his salvation, God the Son
had to purchase it, God the
Spirit has to apply it. God
does more than ‘propose’ to us: were He only
to ‘invite’, every last one of us would be lost. This is strikingly
illustrated in the Old Testament. In Ezra 1:1-3 we read, ‘Now in the first year
of Cyrus king of Persia, that the word of the Lord by the mouth of Jeremiah
might be fulfilled, the Lord stirred up the spirit of Cyrus king of Persia,
that he made a proclamation throughout all his kingdom, and put it also in
writing saying, Thus saith Cyrus king of Persia, the Lord God of heaven hath
given me all the kingdoms of the earth, and He hath charged me to build Him an
house at Jerusalem, which is in Judah. Who is there among you of all His
people? his God be with him, and let him go up to Jerusalem which is in Judah,
and build the house of the Lord God of Israel.’ Here was an ‘offer’ made, made to a people in
captivity, affording them opportunity to leave and return to Jerusalem - God’s
dwelling-place. Did all Israel
eagerly respond to this offer? No indeed. The vast majority were content to
remain in the enemy’s land. Only an insignificant ‘remnant’ availed themselves
of this overture of mercy! And why did
they? Hear the answer of
Scripture: ‘Then rose up the chief of the fathers of Judah and Benjamin, and
the priests, and the Levites, with all whose spirit God had stirred up, to go up to build the house of the Lord
which is in Jerusalem’ (Ezra 1:5)! In like manner, God ‘stirs up’ the spirits of His elect when the effectual call
comes to them, and not till then do they have any willingness to respond to the Divine proclamation.” [= Supaya orang berdosa manapun
diselamatkan tiga hal sangat diperlukan: Allah Bapa harus merencanakan
keselamatannya, Allah Anak harus membelinya, Allah Roh Kudus harus
menerapkannya. Allah
melakukan lebih dari ‘mengusulkan’ kepada kita: seandainya Ia hanya
‘mengundang’, setiap orang dari kita akan terhilang. Ini diilustrasikan secara menyolok
dalam Perjanjian Lama. Dalam Ezra 1:1-3 kita membaca, ‘Pada tahun pertama zaman Koresh, raja
negeri Persia, TUHAN menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk
menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh
kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini: ‘Beginilah perintah
Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh
TUHAN, Allah semesta langit. Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagiNya
di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapa di antara kamu termasuk umatNya,
Allahnya menyertainya! Biarlah ia berangkat pulang ke Yerusalem, yang terletak
di Yehuda, dan mendirikan rumah TUHAN Allah Israel.’ Di sini suatu ‘tawaran’ dibuat, dibuat
bagi suatu bangsa dalam pembuangan, memberikan mereka kesempatan untuk
meninggalkan dan kembali ke Yerusalem - tempat tinggal Allah. Apakah seluruh
Israel dengan keinginan yang besar menanggapi tawaran ini? Tidak. Mayoritas
dari mereka puas untuk tinggal di negara / tanah musuh. Hanya suatu ‘sisa’ yang
kecil / tak berarti yang memakai kesempatan tawaran belas kasihan ini. Dan
mengapa mereka melakukannya? Dengarkan jawaban dari Kitab Suci: ‘Maka berkemaslah kepala-kepala kaum keluarga orang Yehuda
dan orang Benyamin, serta para imam dan orang-orang Lewi, yakni setiap orang
yang hatinya digerakkan Allah untuk berangkat pulang dan mendirikan rumah
TUHAN yang ada di Yerusalem’ (Ezra 1:5)! Dengan
cara yang sama, Allah menggerakkan roh-roh dari orang-orang pilihanNya pada
waktu panggilan efektif datang kepada mereka, dan tidak sampai saat itu mereka
mempunyai kemauan apapun untuk menanggapi proklamasi / pemberitaan Ilahi.] - ‘The Sovereignty of God’ (AGES), hal
129-130.
Calvin (tentang Yoh 6:44): “‘No man can come to me, unless the
Father, who hath sent me, draw him.’ He does not merely accuse them of
wickedness, but likewise reminds them, that it is a peculiar gift of God to
embrace the doctrine which is exhibited by him; which he does, that their
unbelief may not disturb weak minds. ... Christ declares that the doctrine of
the Gospel, though it is preached to all without exception, cannot be embraced
by all, but that a new understanding and a new perception are requisite; and,
therefore, that faith does not depend on the will of men, but that it is God
who gives it. ‘Unless the Father draw him.’ ‘To come to Christ’ being here used
metaphorically for ‘believing’, the Evangelist, in order to carry out the
metaphor in the apposite clause, says that those persons are ‘drawn’ whose
understandings God enlightens, and whose hearts he bends and forms to the
obedience of Christ. The statement amounts to this, that we ought not to wonder
if many refuse to embrace the Gospel; because no man will ever of himself be
able to come to Christ, but God must first approach him by his Spirit; and
hence it follows that all are not ‘drawn,’ but that God bestows this grace on those whom he has elected. True, indeed, as to the
kind of ‘drawing,’ it is not violent, so as to compel men by external force;
but still it is a powerful impulse of the Holy Spirit, which makes men willing
who formerly were unwilling and reluctant. It is a false and profane assertion,
therefore, that none are ‘drawn’ but those who are willing to be ‘drawn,’
as if man made himself obedient to God by his own efforts; for the willingness
with which men follow God is what they already have from himself, who has
formed their hearts to obey him.” (= ‘Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu,
kecuali Bapa, yang telah mengutus Aku, menariknya’. Ia tidak semata-mata
menuduh mereka tentang kejahatan, tetapi juga mengingatkan mereka, bahwa itu merupakan suatu pemberian / karunia khusus dari
Allah untuk memeluk / mempercayai doktrin yang ditunjukkan olehNya;
yang Ia lakukan, supaya ketidak-percayaan mereka tidak mengganggu pikiran yang
lemah. ... Kristus menyatakan bahwa doktrin dari Injil, sekalipun itu
dikhotbahkan / diberitakan tanpa perkecualian, tidak
bisa dipercayai oleh semua orang, tetapi bahwa suatu pengertian yang baru dan
suatu persepsi yang baru dibutuhkan; dan karena itu, iman itu tidak tergantung
pada kehendak manusia, tetapi bahwa adalah Allah yang memberikannya.
‘Kecuali Bapa menariknya’. ‘Datang kepada Kristus’ digunakan di sini sebagai
kiasan untuk ‘percaya’, sang Penginjil, untuk membawa kiasan dalam anak kalimat
yang tepat, mengatakan bahwa orang-orang itu ‘ditarik’,
yang pengertiannya Allah terangi, dan yang hatinya Ia bengkokkan dan bentuk
pada ketaatan Kristus. Pernyataan itu sama dengan ini, bahwa kita tidak boleh heran
jika banyak orang menolak untuk percaya pada Injil; karena tak seorangpun akan
pernah, dari dirinya sendiri, dapat datang kepada Kristus, tetapi Allah harus pertama-tama mendekatinya oleh RohNya;
dan lalu mengikuti bahwa tidak semua orang ‘ditarik’,
tetapi bahwa Allah memberikan kasih karunia ini kepada mereka yang telah Ia
pilih. Memang, tentang jenis ‘tarikan’,
itu bukan sesuatu tarikan yang keras / kasar, seakan-akan memaksa manusia
dengan kekuatan luar; tetapi itu tetap merupakan dorongan yang kuat dari Roh
Kudus, yang membuat manusia yang tadinya tidak mau dan segan menjadi mau. Karena itu, merupakan suatu penegasan yang salah bahwa tak
seorangpun ‘ditarik’ kecuali mereka yang mau untuk ‘ditarik’, seakan-akan manusia
membuat dirinya sendiri taat kepada Allah oleh usaha-usahanya sendiri; karena kemauan
dengan mana manusia mengikuti Allah adalah apa yang mereka sudah punyai dari
Dia sendiri, yang telah membentuk hati mereka untuk mentaati Dia.).
e) Ro
3:11 dan Ro 10:20.
Ro 3:11 - “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Ro 10:20 - “Dan dengan
berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah berkenan
ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada
mereka yang tidak menanyakan Aku.’”.
Mari kita membahas pertanyaan “Siapa yang mencari dan siapa yang dicari?” dalam
seluruh Alkitab.
Ro 3:11 ini perlu
dicamkan khususnya pada waktu kita melihat ayat-ayat yang menyuruh manusia
mencari Allah, seperti:
1. 1Taw 16:11 - “Carilah TUHAN dan kekuatanNya, carilah wajahNya selalu!”.
2. Maz 27:8 - “Hatiku
mengikuti firmanMu: ‘Carilah wajahKu’; maka wajahMu kucari, ya TUHAN”.
3. Maz 105:3-4 - “(3) Bermegahlah
di dalam namaNya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari
TUHAN! (4) Carilah TUHAN dan
kekuatanNya, carilah wajahNya selalu!”.
4. Yes 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui;
berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.
5. Yer 29:13-14a - “(13) Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;
apabila kamu menanyakan Aku dengan
segenap hati, (14a) Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman
TUHAN”.
6. Amos 5:4-6 - “(4) Sebab
beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: ‘Carilah
Aku, maka kamu akan hidup! (5) Janganlah kamu mencari Betel, janganlah
pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti masuk
ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap.’ (6) Carilah
TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia memasuki keturunan
Yusuf bagaikan api, yang memakannya habis dengan tidak ada yang memadamkan bagi
Betel”.
Saya kira orang Arminian tidak akan menemukan
kesulitan dengan sederetan ayat-ayat di atas ini (tetapi anehnya, Adam Clarke
tidak memberikan apa-apa dari ayat-ayat ini yang berhubungan dengan doktrin
Arminianisme).
Tetapi, bagaimana mereka menafsirkan Ro 3:11b
yang berbunyi: “tidak ada
seorangpun yang mencari Allah”?
Adam Clarke tak beri
komentar apapun tentang ayat ini, dan Lenski hanya mengatakan bahwa kalau dalam
Mazmur ayatnya ada dalam bentuk tidak langsung, maka di sini Paulus
menuliskannya dalam bentuk langsung.
Maz 14:2 - “TUHAN memandang ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia
untuk melihat, apakah
ada yang berakal budi dan yang mencari Allah.”.
Selain itu Lenski tidak memberi komentar apapun
tentang Ro 3:11 ini.
Dan tentang Maz 14:2 Clarke hanya mengatakan
bahwa ayat itu menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia, dan Ia
digambarkan melihat ke bawah / ke dunia ini untuk mengetahui apakah ada orang
yang mengerti akan adanya Allah, dan karena itu mencariNya. Ia tak
menghubungkan Maz 14:2 dengan Ro 3:11, dan lebih-lebih ia tidak
menjelaskan bagaimana kedua ayat itu bisa sesuai dengan theologia dari
Arminianisme.
Kalau Maz 14:2 dan Ro 3:11 sudah sangat menyulitkan
orang-orang Arminian, lebih-lebih, bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat ini?
Yes 65:1 - “Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak
menanyakan Aku; Aku telah berkenan
ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: ‘Ini Aku, ini Aku!’ kepada
bangsa yang tidak
memanggil namaKu.”.
Ro 10:20 - “Dan
dengan berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah
berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku.’”.
Orang Arminian, yang mengatakan bahwa semua manusia
telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang semua tergantung pada
kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Yes 65:1 / Ro 10:20 ini!
Adam Clarke (tentang Ro
10:20): “‘But Esaias is very bold’ ... He speaks out in the fullest
manner and plainest language, Isa 65:1, notwithstanding the danger to which
such a declaration exposed him, among a crooked, perverse, and dangerous
people: ‘I was found of them that sought me not; I put my salvation in the way
of those (the Gentiles) who were not seeking for it, and knew nothing of it:
thus, the Gentiles which followed not after righteousness have attained to the
law of righteousness,’ Rom 9:30, and they have found that redemption which the
Jews have rejected.” [= ‘Tetapi
Yesaya sangat berani’. ... Ia berbicara dengan tegas dalam cara yang paling
penuh / lengkap dan bahasa yang paling sederhana / jelas, Yes 65:1, meskipun
ada bahaya pada mana pernyataan seperti itu membuka dia, di antara bangsa yang
bengkok, jahat, dan berbahaya: ‘Aku ditemukan mereka yang tidak mencari Aku;
Aku meletakkan keselamatanKu di jalan mereka (orang-orang non Yahudi) yang
tidak mencarinya, tak tahu apa-apa tentangnya: maka, orang-orang non Yahudi
yang tidak mengikuti kebenaran telah mencapai hukum kebenaran’, Ro 9:30, dan
mereka telah menemukan penebusan itu yang telah ditolak oleh orang-orang
Yahudi.].
Ro 9:30 - “Jika demikian,
apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak
mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman.”.
Jadi, Adam Clarke hanya mengatakan bahwa orang-orang
yang tidak mencari keselamatan tetapi memperolehnya, adalah orang-orang non
Yahudi. Tetapi lagi-lagi, ia sama sekali tak menghubungkan dengan doktrin
Arminianisme yang ia anut, lebih-lebih ia tak menjelaskan bagaimana ayat ini
bisa cocok dengan theologianya.
Sekarang mari kita perhatikan tafsiran dari Calvin dan orang-orang
Reformed berkenaan dengan ayat-ayat ini.
1. Tentang
Ro 3:11 - “Tidak ada seorangpun yang
berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.”.
Calvinisme / Reformed menganggap ayat ini menunjukkan
secara jelas bahwa keselamatan seseorang tidak tergantung pada kehendak
orang itu sendiri, tetapi tergantung kepada Allah.
Ro 3:11 - “Tidak
ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Ini menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri,
terlepas dari pekerjaan Allah / Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak
akan mau mencari Allah.
Tetapi mengapa dalam faktanya ada orang-orang yang
mencari Allah? Karena dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’, sekalipun
ia mula-mula tidak mencari Allah (sesuai dengan Ro 3:11 ini), Allah bekerja,
melahir-barukannya, sehingga ia lalu mencari Allah dan menemukan Allah (melalui
Yesus Kristus).
Catatan:
perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed, kelahiran baru terjadi sebelum
iman!
Calvin (tentang Ro 3:11): “The first effect is, that there is none
that understands: and then this ignorance is immediately proved, for they seek
not God; for empty is the man in whom there is not the knowledge of God,
whatever other learning he may possess; yea, the sciences and the arts, which
in themselves are good, are empty things, when they are without this
groundwork.”
(= Akibat pertama adalah, bahwa di sana tidak ada yang mengerti: lalu
ketidak-tahuan ini segera terbukti, karena mereka tidak mencari Allah; karena
kosonglah orang dalam siapa disana tidak ada pengetahuan / pengenalan tentang
Allah, apapun pengetahuan lain yang ia miliki; ya, ilmu-ilmu pengetahuan dan seni-seni,
yang dalam diri mereka sendiri adalah baik, adalah hal-hal yang kosong, pada
waktu mereka ada tanpa dasar ini).
Matthew Henry (tentang
Ro 3:11): “‘None that seeketh after God,’ that is,
none that has any regard to God, any desire after him. Those may justly be
reckoned to have no understanding that do not seek after God. The carnal mind
is so far from seeking after God that really it is enmity against him.” (= ‘Tak seorangpun yang mencari Allah’, artinya, tak seorangpun yang
mempunyai kepedulian apapun tentang Allah, keinginan apapun untuk mencariNya.
Mereka bisa dengan benar dianggap tidak mempunyai pengertian, kalau mereka
tidak mencari Allah. Pikiran daging begitu jauh dari mencari Allah, yang
sesungguhnya itu adalah suatu permusuhan terhadap Dia.).
John Murray (tentang Ro
3:11): “Verse 10 had been a
statement in general terms; this verse is more specific and particularizes
respects in which universal sinfulness appears. In the noetic sphere there is
no understanding; in the conative there is no movement towards God. With
reference to God all men are noetically blind and in respect of Godward
aspiration they are dead.” (= Ayat 10 merupakan suatu pernyataan dalam istilah-istilah yang umum;
ayat ini adalah lebih spesifik dan mengkhususkan hubungan-hubungan dalam mana
keberdosaan universal muncul. Dalam hal intelek
disana tidak ada pengertian; dalam hal usaha disana tidak ada gerakan menuju
Allah. Berkenaan dengan Allah semua manusia adalah buta secara intelektual, dan
berkenaan dengan keinginan ke arah Allah mereka mati.) - NICNT.
Charles Hodge (tentang Ro 3:11): “‘There is none who
understands, there is none who seeks after God.’
In the Psalms it is said: ‘God looked down from heaven upon the sons of men, to
see if there was one wise, seeking after God.’ Here again the apostle gives the
thought, and not the precise words. Instead of ‘if there was one wise,’ he
gives the idea in a negative form, ‘There is none who understands,’ ... This
right apprehension or spiritual discernment of divine things is always attended
with right affections and right conduct - he that understands seeks after God -
which latter expression includes all those exercises of desire, worship, and
obedience, which are consequent on this spiritual discernment.” (= ‘Tidak ada
yang mengerti, di sana tidak ada yang mencari Allah’. Dalam Mazmur dikatakan:
‘Allah melihat ke bawah dari surga kepada anak-anak manusia, untuk melihat
apakah di sana ada orang yang bijaksana / berhikmat, yang mencari Allah’. Di
sini lagi-lagi sang rasul memberikan pemikiran, dan bukan kata-kata yang
persis. Sebagai ganti dari ‘apakah disana ada orang yang berhikmat /
bijaksana’, ia memberikan gagasan dalam bentuk negatif, ‘Disana tidak ada yang mengerti’. ... Pengertian yang
benar atau ketajaman rohani tentang hal-hal ilahi ini selalu disertai dengan perasaan
yang benar dan tingkah laku yang benar - ia yang mengerti, mencari Allah - dan
ungkapan terakhir ini mencakup semua aktivitas dari keinginan, penyembahan, dan
ketaatan, yang merupakan akibat dari pengertian rohani ini.).
Catatan: Ro 3:11 dikutip dari Maz 14:2 - “TUHAN memandang
ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia untuk melihat, apakah ada yang
berakal budi dan yang mencari Allah.”.
William Hendriksen (tentang
Ro 3:11): “The picture he draws is dismal: no one is righteous;
in fact, no one understands his deplorable condition. And no one is even trying
to understand, is even searching for God, the Source of all wisdom and
knowledge. But are there no exceptions? Paul answers, ‘There is no one … no one
… no one … no one … not even one.’” (= Gambaran yang ia gambarkan adalah suram: tak ada orang yang benar;
dalam faktanya, tak ada orang yang mengerti keadaannya yang menyedihkan. Dan tak ada orang yang bahkan mencoba untuk mengerti, mencari
Allah, Sumber dari segala hikmat dan pengetahuan. Tetapi apakah di sana ada perkecualian-perkecualian? Paulus menjawab, ‘Disana tidak seorangpun ... tidak seorangpun ... tidak seorangpun ...
tidak seorangpun ... bahkan tidak seorangpun’.).
Ro 3:10-12 - “(10) seperti ada tertulis:
‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak
ada seorangpun yang berakal budi, tidak
ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah
menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada
yang berbuat baik, seorangpun tidak.”.
2. Tentang
Yes 65:1-2 - “(1) Aku telah
berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah
berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: ‘Ini
Aku, ini Aku!’ kepada bangsa yang tidak memanggil namaKu. (2) Sepanjang hari
Aku telah mengulurkan tanganKu kepada suku bangsa yang memberontak, yang
menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri;”.
Tentang Yes 65:1 Adam Clarke hanya meributkan tentang
terjemahan yang benar, dan setelah memilih terjemahan yang benar, ia boleh
dikatakan tak memberi komentar apapun bagaimana ayat ini bisa cocok dengan
theologia Arminiannya. Dan tentang Yes 65:2 ia sama sekali tidak memberi
komentar apapun.
E. J. Young (tentang Yes 65:1): “God here speaks of the Gentiles, who, in
contrast to the Jews, have received His grace even though they had not asked
for it. ... In other words, God’s free grace reached those who did not know Him
and who made no effort to find Him. They in fact were found of Him. Isaiah’s
forceful language simply asserts the reality of sovereign and free grace given
to sinners who deserve it not, and who have had no concern for it.” (= Allah di
sini berbicara tentang orang-orang non Yahudi, yang, dalam kontras dengan
orang-orang Yahudi, telah menerima kasih karuniaNya
sekalipun mereka tidak mencarinya. ... Dengan kata lain, kasih
karunia yang cuma-cuma dari Allah mencapai mereka yang tidak mengenalNya dan
tidak melakukan usaha untuk mencariNya. Mereka sesungguhnya ditemukan olehNya.
Bahasa / kata-kata yang kuat dari Yesaya hanya menegaskan kenyataan dari kasih karunia yang berdaulat dan cuma-cuma
yang diberikan kepada orang-orang berdosa yang tak layak mendapatkannya, dan
yang tak mempedulikannya.).
Calvin (tentang Yes
65:2): “By ‘the
stretching out of the hands’ he means the daily invitation. There are various
ways in which the Lord ‘stretches out his hands to us;’ for he draws us to him,
either effectually or by the word. In this passage it must relate chiefly to
the word. The Lord never speaks to us without at the same time ‘stretching out
his hand’ to join us to himself, or without causing us to feel, on the other
hand, that he is near to us. He even embraces us, and shews the anxiety of a
father, so that, if we do not comply with his invitation, it must be owing
entirely to our own fault.”
(= Dengan ‘mengulurkan tangan’ ia memaksudkan undangan harian. Di sana ada
bermacam-macam cara dalam mana Tuhan ‘mengulurkan tanganNya kepada kita’;
karena Ia menarik kita kepadaNya, atau secara efektif, atau oleh firman. Dalam
text ini, itu harus berhubungan terutama dengan firman. Tuhan tidak pernah
berbicara kepada kita tanpa pada saat yang sama ‘mengulurkan tanganNya’ untuk
menggabungkan kita dengan diriNya sendiri, atau tanpa menyebabkan kita untuk
merasa, di sisi lain, bahwa Ia dekat dengan kita. Ia bahkan memeluk kita, dan
menunjukkan kekuatiran seorang bapa, sehingga jika kita tidak memenuhi /
mengikuti undangannya, itu harus dianggap sepenuhnya sebagai kesalahan kita
sendiri.).
3. Tentang
Ro 10:20 - “Dan dengan
berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak
mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan
Aku.’”.
Charles Hodge
(tentang Ro 10:20): “Paul follows the
Septuagint version of the passage, merely transposing the clauses. The sense is
accurately expressed. ‘I am sought of them that asked not for me, I am found of
them that sought me not,’ is the literal version of the Hebrew, as given in our
translation. The apostle quotes and applies the passage in the sense in which
it is to be interpreted in the ancient prophet. In the first verse of that
chapter Isaiah says, that God will manifest himself to those ‘who were not
called by his name;’ and in the second, he gives the immediate reason of this
turning unto the Gentiles, ‘I have stretched out my hand all the day to a
rebellious people.’ This quotation, therefore, confirms both the great
doctrines taught in this chapter; the Jews were no longer the exclusive or
peculiar people of God, and the blessings of the Messiah’s kingdom were thrown
wide open to all mankind. With regard to Israel, the language of God is
peculiarly strong and tender. ‘All day long I have stretched forth my hands.’
The stretching forth the hands is the gesture of invitation, and even supplication.
God has extended wide his arms, and urged men frequently and long to return to
his love; and it is only those who refuse, that he finally rejects.” (= Paulus
mengikuti versi Septuaginta dari text ini, semata-mata mengubah urutan
anak-anak kalimatnya. Artinya dinyatakan secara akurat. ‘Aku dicari mereka yang
tidak menanyakan Aku, Aku ditemukan mereka yang tidak mencari Aku’, adalah
terjemahan hurufiah dari bahasa Ibraninya, seperti yang diberikan dalam
terjemahan kami. Sang rasul mengutip dan menerapkan text ini dalam arti dalam
mana itu diterjemahkan dalam nabi kuno. Dalam ayat yang pertama dari pasal itu
Yesaya berkata, bahwa Allah akan menyatakan diriNya kepada mereka ‘yang tidak
disebut oleh namaNya’; dan dalam ayat yang kedua, Ia memberi alasan langsung
dari pembelokan kepada orang-orang non Yahudi ini, ‘Aku telah mengulurkan
tanganKu sepanjang hari kepada suatu bangsa yang suka memberontak’. Karena itu,
kutipan ini meneguhkan kedua doktrin-doktrin besar yang diajarkan dalam pasal
ini; orang-orang Yahudi tidak lagi merupakan bangsa / umat Allah yang esklusif
atau khusus, dan berkat-berkat dari kerajaan Mesias dilemparkan secara lebar
kepada seluruh umat manusia. Berkenaan dengan Israel, bahasa / kata-kata Allah
kuat dan lembut secara khusus. ‘Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tanganKu’.
Penguluran tangan ini adalah suatu gerakan isyarat dari undangan, dan bahkan
permohonan. Allah telah mengulurkan tanganNya dengan lebar, dan
mendesak manusia secara sering dan lama untuk kembali kepada kasihNya; dan
hanyalah mereka yang menolak, yang akhirnya Ia tolak.).
Catatan: Hodge tak mengarah pada pandangan Calvinist, tetapi
bahkan berbau ajaran Arminian (bagian yang saya garis-bawahi), atau dalam
bagian itu ia hanya meninjaunya dari sudut pandang manusia.
Calvin (tentang Ro 10:20): “Without doubt, then, the Prophet
declares it as what would take place, that those who were before aliens would
be received by a new adoption unto the family of God. It is then the calling of
the Gentiles; and in which appears a general representation of the calling of
all the faithful; for there is no one who anticipates the Lord; but we are all,
without exception, delivered by his free mercy from the deepest abyss of death,
when there is no knowledge of him, no desire of serving him, in a word, no
conviction of his truth.” (= Maka, tanpa keraguan, sang nabi
menyatakan apa yang akan terjadi, bahwa mereka yang
sebelumnya adalah orang-orang asing akan diterima oleh suatu pengadopsian yang
baru kepada keluarga Allah. Maka itu merupakan panggilan orang-orang
non Yahudi; dan dalam mana terlihat suatu gambaran umum dari panggilan semua
orang percaya; karena di sana tidak seorangpun yang
mengantisipasi / mendahului Tuhan; tetapi kita semua, tanpa perkecualian,
dibebaskan oleh belas kasihanNya yang cuma-cuma dari jurang kematian yang
terdalam, pada waktu di sana tidak ada pengetahuan tentang Dia, tak ada
keinginan melayani Dia, singkatnya, tak ada keyakinan tentang kebenaranNya.).
William Hendriksen (tentang Ro 10:20): “By reminding the hearers that God was
found by those who did not seek him, and was revealed to those who did not ask
for him, it emphasizes God’s sovereign right to bestow salvation on whomsoever
he wills.” (= Dengan
mengingatkan para pendengar bahwa Allah telah ditemukan oleh mereka yang tidak
mencariNya, dan dinyatakan kepada mereka yang tidak menanyakan Dia, itu menekankan hak berdaulat Allah untuk memberikan
keselamatan kepada siapapun yang Ia kehendaki.).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar