Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
I. Pendahuluan & Definisi
A) Pendahuluan.
1) Doktrin Providence
of God / Providensia Allah ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi
kita.
Calvin:
·
“Ignorance
of Providence is the ultimate of all miseries; the highest blessedness lies in
the knowledge of it” (= Ketidaktahuan tentang
Providensia adalah asal mula semua kesengsaraan; berkat yang terbesar terletak
dalam pengenalan tentang providensia) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 11.
·
“Nothing
is more profitable than the knowledge of this doctrine”
(= Tidak ada yang lebih berguna dari pada pengenalan tentang doktrin ini)
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVII, No 3.
Saya
menuliskan hal ini pada bagian ‘Pendahuluan’ untuk memotivasi saudara mempelajari
doktrin Providence of God ini.
Tentang apa pentingnya / kegunaannya doktrin ini bagi kita, akan saya bahas di
belakang (pelajaran VII).
Sekalipun doktrin Providence of God ini penting, tetapi
doktrin ini tidak boleh diajarkan secara sembarangan kepada sembarang orang,
karena:
a) Doktrin ini termasuk ‘makanan keras’ yang tidak cocok untuk bayi
kristen, apalagi untuk orang yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus.
b) Doktrin ini bisa ditanggapi secara salah, khususnya kalau
diajarkan kepada orang yang belum waktunya belajar doktrin ini. Ini saya bahas
di belakang pada pelajaran VI, no 7.
Karena itu jangan
menyebarkan ajaran ini / memberikan buku ini, kecuali kepada orang kristen yang
sudah dewasa dalam iman, dan yang sudah mempelajari doktrin dasar Reformed yang
lain, seperti Kedaulatan Allah, Predestinasi, dsb.
2) Siapa saja tokoh-tokoh yang mempercayai /
mengajarkan doktrin Providence of God
ini?
Doktrin ini
dipercaya dan diajarkan oleh: Agustinus, John Calvin, Martin Luther, Jerome
Zanchius, John Owen, Charles Hodge, R. L. Dabney, Louis Berkhof, Loraine
Boettner, William G. T. Shedd, Herman Hoeksema, Herman Bavinck, G. C.
Berkouwer, B. B. Warfield, John Murray, Gresham Machen, William Hendriksen,
Arthur W. Pink, dsb. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada satupun orang
Reformed yang sejati yang tidak mempercayai doktrin ini. Juga doktrin ini
masuk dalam Westminster Confession of
Faith, yang merupakan pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed /
Presbyterian di Amerika.
Catatan:
untuk membuktikan kata-kata saya ini, maka di bagian belakang / terakhir buku
ini saya memberikan banyak kutipan, baik dari Westminster Confession of Faith maupun dari Calvin dan dari para
ahli theologia Reformed.
Karena itu saya
berpendapat bahwa:
· orang yang mengaku dirinya
Reformed, tetapi tidak percaya pada doktrin ini, sebetulnya paling banter
hanyalah orang yang Semi-Reformed!
·
Jika ada orang mengatakan bahwa
ajaran ini adalah ajaran Hyper-Calvinisme, maka itu berarti orang itu tidak
mengerti apa Calvinisme itu, atau lebih jelek lagi, orang itu adalah seorang
pemfitnah!
B) Definisi ‘Providence’.
Kalau
dilihat dalam kamus, maka ‘Providence’
berarti ‘pemeliharaan baik’. Tetapi dalam Theologia, ‘Providence’ berarti lebih dari sekedar ‘pemeliharaan baik’. ‘Providence’ adalah pelaksanaan yang
tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau, pemerintahan / pengaturan
terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah terlaksana. Setidaknya itulah
pandangan B. B. Warfield yang berkata:
“His works of providence are
merely the execution of His all-embracing plan”
(= PekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari
rencanaNya yang mencakup segala sesuatu) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal
281.
Jadi
sekalipun Providence berbeda dengan
Rencana Allah, tetapi keduanya berhubungan sangat erat.
Leon Morris (NICNT) - tentang 2Tes
2:11: “God is not to be thought of as
sitting passively by while all this is going on. Invariably the Bible pictures
Him as taking part in the world’s drama. Indeed, the world’s drama is nothing
other than the working out of His purposes” (= Allah tidak boleh dipikirkan
sebagai duduk secara pasif sementara semua ini berjalan / berlangsung. Alkitab
selalu menggambarkan Dia sebagai ikut ambil bagian dalam drama dunia ini.
Memang, drama dunia ini bukan lain dari pelaksanaan rencanaNya) - hal 233.
G.
C. Berkouwer kelihatannya memberikan definisi tentang ‘Providence’ yang agak berbeda ketika ia berkata:
“... the Heidelberg Catechism
when it, in Lord’s Day 10, describes Providence as the almighty and
omnipresent power of God by which He upholds and governs all things”
(= ... Katekismus Heidelberg pada waktu katekismus itu, pada Hari Tuhan ke 10,
menggambarkan Providensia sebagai kuasa Allah yang maha kuasa dan maha ada
dengan mana Ia menopang dan memerintah segala sesuatu)
- ‘Studies In Dogmatics: The Providence
of God’, hal 50.
Definisi
dari G. C. Berkouwer ini mirip dengan definisi Calvin tentang ‘Providence’, karena Calvin berkata:
“... providence means not that by
which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by
which, as keeper of the keys, he governs all events”
(= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan
bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di
bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia
memerintah segala kejadian)
- ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.
Sedangkan
John Owen menganggap bahwa ‘Providence’
merupakan semua pekerjaan Allah di luar diriNya.
John
Owen: “Providence
is a word which, in its proper signification, may seem to comprehend all the
actions of God that outwardly are of him, that have any respect unto his
creatures, all his works that are not ad
intra, essentially belonging unto the Deity”
(= Providensia adalah suatu kata yang, dalam artinya yang benar, kelihatannya
meliputi semua tindakan Allah yang ada di luar diriNya, yang berkenaan dengan
ciptaanNya, semua pekerjaan-pekerjaanNya yang tidak termasuk ad intra, yang secara hakiki merupakan
milik Allah) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 31.
Catatan:
pekerjaan yang termasuk ad intra
adalah pekerjaan-pekerjaan di dalam diri Allah Tritunggal, seperti ‘the eternal generation of the Son’ dan ‘the eternal procession of the Holy Spirit’.
-o0o-
II. Providence tidak mungkin gagal
A) Rencana Allah sudah ada dalam kekekalan.
Allah
mempunyai rencana, dan seluruh rencana Allah itu sudah ada / sudah direncanakan
dalam kekekalan.
Kalau
manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada
waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada
waktu di SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di
tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan
segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu
sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan
pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan. Tetapi Allah yang maha tahu
dan maha bijaksana, merencanakan seluruh rencanaNya sejak semula!
Dasar
Kitab Suci:
·
2Raja 19:25 - “Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah
merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa
engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.
·
Maz 139:16 - “mataMu
melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari
yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya”.
·
Yes 25:1 - “Ya
TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur
bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.
·
Yes 37:26 - “Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah
merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa
engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.
·
Yes 46:10 - “yang
memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman
purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai,
dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan”.
·
Mat 25:34 - “Dan
Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu
yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak
dunia dijadikan”.
·
Ef 1:4-5 - “(4)
Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,
supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah
menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi
anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.
·
2Tes 2:13 - “Akan
tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu,
saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah
memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam
kebenaran yang kamu percayai”.
- 2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.
John
Owen: “If
God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it
must needs be either because he then perceived some goodness in it of which
before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness
to some state of things which it had not from him; neither of which, without
abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the
beginning” (= Jika penentuan Allah tentang
sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau
karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak
diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan yang melekatkan
kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia;
yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu
penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula)
- ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 20.
Memang
dalam Kitab Suci ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah merencanakan
suatu rencana tertentu dalam waktu (bukan dalam kekekalan). Misalnya:
Yer 18:11 - “Sebab
itu, katakanlah kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah
firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka
terhadap kamu dan merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu
masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah
tingkah langkahmu dan perbuatanmu!”.
Tetapi
pada waktu Allah berbicara dalam ayat ini, jelas Ia sedang menyesuaikan diriNya
dengan kapasitas / pengertian manusia. Kontextnya sendiri juga demikian; baca
Yer 18:8,10 yang mengatakan ‘maka
menyesallah Aku’.
B) Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal.
Orang
Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya, dan
percaya bahwa rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini merupakan suatu
penghinaan bagi Allah, karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering
harus mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!
Orang
Reformed percaya bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah ataupun gagal.
Charles
Hodge: “Change
of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As
God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen
emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of
his original intention” (= Perubahan rencana timbul atau
karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak
terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat
yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak
ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula)
- ‘Systematic Theology’, vol I, hal
538-539.
John
Owen: “Whatsoever
God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure
of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and
immutable” (= Apapun yang Allah telah
tentukan, menurut rencana hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi,
untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah)
- ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 20.
William
Hendriksen: “God’s
eternal decree is absolutely unchangeable and is sure to be realized”
(= Ketetapan kekal Allah secara mutlak tidak bisa berubah dan pasti akan
terwujud) - ‘The Gospel of
John’, hal 250.
William
G. T. Shedd mengutip kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.) yang berbunyi sebagai berikut:
“God willeth not one thing now,
and another anon; but once, and at once, and always, he willeth all things that
he willeth; not again and again, nor now this, now that; nor willeth
afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what before he willed;
because such a will is mutable; and no mutable thing is eternal”
(= Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki
yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal
yang ia kehendaki; bukannya lagi dan lagi, atau sebentar ini sebentar itu; atau
menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak Ia kehendaki, atau tidak
menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa
berubah; dan tidak ada hal yang bisa berubah yang kekal)
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I,
hal 395.
Ada
banyak alasan / dasar yang menyebabkan kita harus percaya bahwa Allah tidak
mungkin mengubah rencanaNya atau gagal dalam mencapai rencanaNya, yaitu:
1) Adanya ayat-ayat yang secara jelas menunjukkan
bahwa rencana Allah tidak mungkin gagal, seperti:
·
Bil 23:19 - “Allah
bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia
menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak
menepatinya?”.
·
1Sam 15:29 - “Lagi
Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia
bukan manusia yang harus menyesal”.
·
Maz 33:10-11 - “(10)
TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku
bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya
turun-temurun”.
·
Yer 4:28 - “Karena
hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku
telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan
tidak akan mundur dari pada itu”.
2) Kemahatahuan Allah.
Pada
waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan
berhasil atau gagal? Kalau Ia tahu bahwa rencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia
tetap merencanakannya?
3) Kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan
Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini lalu
diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!
4) Kemahakuasaan Allah.
Manusia
sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia
tidak maha kuasa, sehingga tidak mampu untuk mencapai / melaksanakan
rencananya. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai
rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya! Ini terlihat dari ayat-ayat
di bawah ini:
·
Yes 14:24,26-27 - “(14)
TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang
Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang,
demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat
mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27)
TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya?
TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.
·
Yes 25:1 - “Ya
TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur
bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan
rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu”.
·
Yes 37:26 - “Bukankah
telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah
merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa
engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu”.
·
Yes 43:13 - “Juga
seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu; Aku
melakukannya, siapakah yang dapat mencegahnya?”.
5) Kedaulatan Allah.
Kedaulatan
Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana
membuat Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).
C) Providence / pelaksanaan Rencana Allah tidak mungkin gagal.
Dasar
Kitab Suci dari pandangan ini:
Ayub 42:1-2
- “(1) Maka jawab Ayub kepada
TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan
tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
Yes 14:24,26-27
- “(14) TUHAN semesta alam telah
bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan
terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana:
... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah
tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah
merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung,
siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.
Yes 46:10-11
- “(10) yang memberitahukan dari
mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana,
yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan
Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang
melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka
Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak
melaksanakannya”.
Charles
Hodge: “If
He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his
purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any
contradiction or want of correspondence between what He intended and what
actually occurs” (= Jika Ia menentukan lebih dulu
apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan cocok / sama dengan
rencanaNya; dan adalah bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap
bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa yang Ia maksudkan dan apa
yang sungguh-sungguh terjadi) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 323.
Contoh:
1) Allah merencanakan supaya Rut dan Boas
menikah dan dari pernikahan itu mereka menurunkan Yesus / Mesias.
Kelihatannya
Rencana Allah ini sukar terlaksana karena Rut ada di Moab dan Boas ada di
Yehuda. Tetapi Allah yang maha kuasa itu mengatur sehingga hal itu akhirnya
terjadi juga, sehingga mereka menikah dan akhirnya menurunkan Yesus (baca Rut
1-4).
2) Allah merencanakan bahwa Yesus akan lahir di
Betlehem (Mikha 5:1 Luk 2:1-7).
Kelihatannya Rencana Allah yang satu ini akan gagal, karena Maria sudah hamil
besar dan pada saat itu ia masih ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan
menggerakkan hati kaisar untuk mengadakan sensus (bdk. Amsal 21:1)
sehingga Yusuf dan Maria terpaksa pergi ke Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di
Betlehem.
D) Problem ‘Allah menyesal’.
Ada
banyak ayat Kitab Suci yang mengatakan bahwa Allah menyesal, seperti Kej 6:5-6 Kel 32:7-14 1Sam 15:11a,35b Yes 38:1,5 Yer 18:8
Yunus 3:10 Amos 7:3,6.
Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah RencanaNya? Saya menjawab: Tidak!
Penjelasan:
1) Prinsip
Hermeneutics yang sangat penting adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu
bagian Kitab Suci sehingga bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.
a) Karena itu, maka penafsiran ayat-ayat pada
point D) ini tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat pada point B) dan C) di
atas. Kalau kita menafsirkan bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat di sini memang menunjukkan bahwa Allah
mengubah rencanaNya, maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan bertentangan dengan
ayat-ayat pada point B) dan C) di atas.
b) Juga dalam Kitab Suci ada banyak ayat yang
menyatakan bahwa Allah tidak mungkin menyesal. Contoh:
·
Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak
manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya,
atau berbicara dan tidak menepatinya?”.
·
1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu
menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.
·
Maz 110:4 - “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau
adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.’”.
·
Yeh 24:14 - “Aku, TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang
akan membuatnya. Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak
menyesal. Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah
firman Tuhan ALLAH.’”.
·
Zakh 8:14 - “Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Kalau dahulu Aku
telah bermaksud mendatangkan malapetaka kepada kamu, ketika nenek moyangmu
membuat Aku murka, dan Aku tidak menyesal, firman TUHAN semesta alam”.
·
Ibr 7:21 - “tetapi Ia dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang berfirman
kepadaNya: ‘Tuhan telah bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau
adalah Imam untuk selama-lamanya’”.
2) ‘Allah menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.
Kitab
Suci sering menggunakan bahasa Anthropomorphism (bahasa yang menggambarkan
Allah seakan-akan Ia adalah manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang
menggambarkan Allah dengan perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci
menggunakan bahasa Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul
demikian.
Misalnya
pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang
panjang’ (Yes 59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata
TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), ini tentu tidak
berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah
adalah Roh (Yoh 4:24).
Contoh
lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya TUHAN
menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja
untuk beristirahat”. NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci
Indonesia, tetapi KJV, RSV, NASB menterjemahkan secara berbeda.
KJV:
‘for in six days
the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was
refreshed’ (= karena dalam enam hari TUHAN
membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia beristirahat, dan segar
kembali).
Jelas
bahwa kita tidak bisa menafsirkan ayat ini seakan-akan Allahnya loyo setelah
bekerja berat selama enam hari, dan lalu setelah beristirahat pada hari yang
ketujuh, Ia lalu segar kembali / pulih kekuatanNya! Ayat ini hanya
menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia yang bisa letih, dan bisa
segar kembali.
Demikian
juga pada waktu Kitab Suci menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan
Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan
bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang
menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.
Perlu
juga saudara ingat bahwa manusia bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu.
Misalnya, seorang laki-laki melihat seorang gadis dan ia menyangka gadis itu
seorang yang layak ia peristri. Tetapi setelah menikah, barulah ia tahu akan
adanya banyak hal jelek dalam diri istrinya itu yang tadinya tidak ia ketahui.
Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah memperistri gadis itu.
Tetapi
Allah itu maha tahu, sehingga dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang
akan terjadi. Karena itu tidak mungkin Ia bisa menyesal!
Kalau
Kitab Suci mengatakan bahwa Allah menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka
maksudnya hanyalah menunjukkan bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin
mengatakan bahwa ‘Allah menyesal’ hanya menunjukkan perubahan tindakan.
Calvin:
“Now the mode of
accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself,
but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he
testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God
is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider
that this expression has been taken from our human experience; because God,
whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and
angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ...” (= Cara
penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan
sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh
kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan
bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita
mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun
dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman
manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri
seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun
yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVII, no 13.
3) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah
menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.
Illustrasi:
Ada
seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus
menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan
bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi
makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana.
Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak
berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia
mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.
Pada
waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’ maka memang dari sudut manusia,
Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana
Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu
sudah direncanakan oleh Allah.
4) Kel 32:7-14, secara khusus menunjukkan
bahwa kata-kata ‘Allah
menyesal’ atau ‘menyesallah
TUHAN’ (ay 14) tidak bisa diartikan secara hurufiah, karena
kalau diartikan secara hurufiah, maka bagian ini menunjukkan bahwa Allah
menyesal setelah dinasehati oleh Musa!
Kel 32:7-14 - “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada
Musa: ‘Pergilah, turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah
Mesir telah rusak lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang
Kuperintahkan kepada mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan
kepadanya mereka sujud menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata:
Hai Israel, inilah Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’
(9) Lagi firman TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya
mereka adalah suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah
Aku, supaya murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka,
tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba
melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu
bangkit terhadap umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan
kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir
akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka
kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi?
Berbaliklah dari murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena
malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada
Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah
bersumpah demi diriMu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat
keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah
Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk
selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang
dirancangkanNya atas umatNya”.
Catatan: lebih-lebih kalau kita melihat dalam
terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata ‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’
(= bertobat), ini menjadi makin tidak masuk akal.
Dengan
demikian jelaslah bahwa kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak
menunjukkan bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya!
-o0o-
III. Providence berhubungan
dengan segala sesuatu
A) Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu.
Dengan
kata lain, Rencana Allah itu mencakup segala sesuatu dalam arti kata yang
semutlak-mutlaknya.
Dasar
dari pandangan ini:
1) Dasar Kitab Suci:
a) Ayat Kitab Suci
yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup ‘semuanya’.
Maz 139:16
- “...
dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum
ada satupun dari padanya”.
Dan 5:23 - “Tuanku meninggikan
diri terhadap Yang Berkuasa di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada
tuanku, lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan para gundik
tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku telah memuji-muji dewa-dewa
dari perak dan emas, dari tembaga, besi, kayu dan batu, yang tidak dapat
melihat atau mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku muliakan Allah,
yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan segala jalan tuanku”.
b) Ayat Kitab Suci
yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak
berarti.
Mat 10:29-30
- “(29)
Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari
padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut
kepalamupun terhitung semuanya”.
Ayat
ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh / kecil / tidak berarti
seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau rontoknya rambut kita,
ternyata hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan kehendak / Rencana Allah.
B.
B. Warfield: “the
minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest
(Matt. 10:29-30, Luke 12:7)” [= Peristiwa-peristiwa
/ kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama
seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30,
Luk 12:7)] - ‘Biblical and
Theological Studies’, hal 296.
Calvin:
“But anyone who has
been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered
(Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all
events are governed by God’s secret plan”
[= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut
kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu
penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian diatur oleh rencana
rahasia Allah] - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.
Calvin:
“... it is certain
that not one drop of rain falls without God’s sure command”
(= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah
yang pasti dari Allah)
- ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.
Bdk.
Yer 14:22 - “Adakah
yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah
langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN
Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”.
Bandingkan juga dengan
Ayub 28:25-26 37:6,10-13
Maz 68:10
Maz 147:8 Amos
4:7 9:5a,6b Zakh 10:1.
Dan
dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika
Allah menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we do all confess that we be not
able to stir one finger without his direction”
(= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan satu jari tanpa
pimpinanNya).
Calvin: “A
certain man has abundant wine and grain. Since he cannot enjoy a single morsel
of bread apart from God’s continuing favor, his wine and granaries will not
hinder him from praying for his daily bread” (= Seorang
tertentu mempunyai anggur dan padi / gandum berlimpah-limpah. Karena ia tidak
bisa menikmati sepotong kecil rotipun terpisah dari kemurahan / kebaikan hati
yang terus menerus dari Allah, anggur dan lumbung-lumbungnya tidak menghalangi
dia untuk berdoa untuk roti hariannya)
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XX, No 7.
Mengomentari
Luk 22:60-61 Spurgeon berkata: “God
has all things in his hands, he has servants everywhere, and the cock shall
crow, by the secret movement of his providence, just when God wills; and there
is, perhaps, as much of divine ordination about the crowing of a cock as about
the ascending of an emperor to his throne. Things are only little and great
according to their bearings; and God reckoned not the crowing bird to be a
small thing, since it was to bring a wanderer back to his Saviour, for, just as
the cock crew, ‘The Lord turned, and looked upon Peter.’ That was a different
look from the one which the girl had given him, but that look broke his heart”
[= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di tanganNya, Ia mempunyai pelayan
di mana-mana, dan ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari
providensiaNya, persis pada saat Allah menghendakinya; dan di sana mungkin ada
pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang berkokoknya seekor
ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya. Hal-hal hanya kecil
dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang diakibatkannya; dan
Allah tidak menganggap berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena
itu akan membawa orang yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena,
persis pada saat ayam itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini
adalah pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan
seorang perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu
menghancurkan hatinya] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 20.
Kalau
saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil / remeh itu juga ditetapkan
oleh Allah, seakan-akan Allah itu kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren), maka ingatlah bahwa:
1. Kedaulatan yang
mutlak dari Allah tidak memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil dan
remehnya ada di luar Rencana Allah dan Providence
of God.
2. Semua hal-hal di
dunia / alam semesta ini berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hal kecil
/ remeh bisa menimbulkan hal yang besar!
Tentang
kejatuhan Ahazia dari kisi-kisi kamar atas dalam 2Raja 1:2, Pulpit Commentary
memberikan komentar sebagai berikut: “The
fainéant king came to his end in a manner: 1. Sufficiently simple. Idly
lounging at the projecting lattice window of his palace in Samaria - perhaps
leaning against it, and gazing from his elevating position on the fine prospect
that spreads itself around - his support suddenly gave way, and he was
precipitated to the ground, or courtyard, below. He is picked up, stunned, but
not dead, and carried to his couch. It is, in common speech, an accident - some
trivial neglect of a fastening - but it terminated this royal career. On
such slight contingencies does human life, the change of rulers, and often the
course of events in history, depend. We cannot sufficiently ponder that our
existence hangs by the finest thread, and that any trivial cause may at any
moment cut it short (Jas. 4:14).
2. Yet providential. God’s providence is to be recognized in the
time and manner of this king’s removal. He had ‘provoked to anger the Lord God
of Israel’ (1Kings 22:53), and God in this sudden way cut him off. This is the
only rational view of the providence of God, since, as we have seen, it is from
the most trivial events that the greatest results often spring. The whole can
be controlled only by the power that concerns itself with the details. A remarkable
illustration is afforded by the death of Ahaziah’s own father. Fearing
Micaiah’s prophecy, Ahab had disguised himself on the field of battle, and was
not known as the King of Israel. But he was not, therefore, to escape. A man in
the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the arrow, winged with a
Divine mission, smote the king between the joints of his armour, and slew him
(1Kings 22:34). The same minute providence which guided that arrow now presided
over the circumstances of Ahaziah’s fall. There is in this doctrine, which is
also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good, and warning for the
wicked. The good man acknowledges, ‘My times are in thy hand’ (Ps. 31:15), and
the wicked man should pause when he reflects that he cannot take his out of
that hand” [= Raja yang malas sampai pada
akhir hidupnya dengan cara: 1. Cukup sederhana. Duduk secara malas pada
kisi-kisi jendela yang menonjol dari istananya di Samaria - mungkin bersandar
padanya, dan memandang dari posisinya yang tinggi pada pemandangan yang indah
di sekitarnya - sandarannya tiba-tiba patah, dan ia jatuh ke tanah atau halaman
di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati, dan dibawa ke dipan /
ranjangnya. Dalam pembicaraan umum itu disebut suatu kecelakaan / kebetulan -
suatu kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela / kisi-kisi) - tetapi itu
mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal kebetulan / tak tentu yang remeh
seperti ini tergantung hidup manusia, pergantian penguasa / raja, dan
seringkali rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita tidak
bisa terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan kita tergantung pada
benang yang paling tipis, dan bahwa setiap saat sembarang penyebab yang remeh
bisa memutuskannya (Yak 4:14). 2. Tetapi bersifat providensia.
Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah harus dikenali dalam waktu dan
cara penyingkiran raja ini. Ia telah ‘menimbulkan kemarahan / sakit hati Tuhan,
Allah Israel’ (1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini
menyingkirkannya. Ini merupakan satu-satunya pandangan rasionil tentang
providensia Allah, karena, seperti telah kita lihat, adalah dari peristiwa yang
paling remehlah sering muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol
hanya oleh kuasa yang memperhatikan hal-hal yang kecil. Suatu ilustrasi yang
hebat / luar biasa diberikan oleh kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena
takut pada nubuat Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan tidak
dikenal sebagai raja Israel. Tetapi hal itu tidak menyebabkannya lolos.
Seseorang dari barisan lawan ‘menarik busurnya secara untung-untungan /
sembarangan’ dan anak panah itu, terbang dengan misi ilahi, mengenai sang raja
di antara sambungan baju zirahnya, dan membunuhnya (1Raja 22:34).
Providensia yang sama seksamanya, yang memimpin anak panah itu, sekarang
memimpin / menguasai situasi dan kondisi dari kejatuhan Ahazia. Dalam doktrin /
ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Mat 10:29-30), ada
penghiburan untuk orang baik / saleh, dan peringatan untuk orang jahat. Orang
baik mengakui: ‘Masa hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16), dan orang
jahat harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa mengambil masa
hidupnya dari tangan itu] - hal 13-14.
Catatan: 1Raja 22:53 dalam Kitab Suci
Inggris adalah 1Raja 22:54 dalam Kitab Suci Indonesia.
Lalu,
dalam tafsiran tentang 2Raja 5, dimana kata-kata yang sederhana dari
seorang gadis Israel ternyata bisa membawa kesembuhan bagi Naaman dari penyakit
kustanya, Pulpit Commentary mengatakan sebagai berikut: “The dependence of the great upon
the small. The recovery of this warrior resulted from the word of this captive
maid. Some persons admit the hand of God in what they call great events! But
what are the great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And even
what we call ‘small’ often sways and shapes the ‘great.’ One spark of fire may
burn down all London” (= Ketergantungan hal yang besar
pada hal yang kecil. Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari
kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui tangan Allah dalam
apa yang mereka sebut peristiwa besar! Tetapi apakah peristiwa besar itu?
‘Besar’ dan ‘kecil’ hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita
sebut ‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’. Sebuah letikan
api bisa membakar seluruh kota London) - hal 110.
R.
C. Sproul: “For
want of a nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for
want of the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was
lost; for want of the battle the war was lost”
[= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu (kuda) hilang; karena
kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang; karena kekurangan
seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena kekurangan seorang
penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah); karena kekurangan
sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah)]
- ‘Chosen By God’, hal 155.
Jadi,
melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas bahwa sebuah paku, yang merupakan
hal yang remeh / kecil, ternyata bisa menimbulkan kekalahan dalam peperangan,
yang jelas merupakan hal yang sangat besar! Karena itu jangan heran kalau
hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan / direncanakan oleh Allah.
Illustrasi
lain: saya pernah menonton film rekonstruksi suatu pembunuhan sebagai
berikut: seorang pembunuh melakukan pembunuhan berencana dengan rencana yang
begitu matang sehingga hampir-hampir tidak terbongkar. Terbongkarnya pembunuhan
itu hanya karena ‘suatu kesalahan remeh’, yaitu dimana setelah membunuh
korbannya, si pembunuh menyisir rambut palsu / wignya di kamar tempat ia
melakukan pembunuhan, dan lalu meninggalkannya di sana. Ternyata satu helai
rambut palsunya rontok, dan tertinggal di kamar, dan gara-gara satu helai
rambut itu, akhirnya pembunuhannya terungkap, dan ia tertangkap. Film itu
diberi judul ‘Beaten by a Hair’ (= dikalahkan oleh sehelai rambut).
Saudara masih menganggap bahwa rontoknya sehelai rambut merupakan sesuatu yang
remeh, dan karena itu tidak mungkin Allah menentukan hal seperti itu? Ingat
bahwa yang remeh bisa menimbulkan akibat yang besar. Jadi, kalau yang remeh
bisa terjadi di luar kehendak / pengaturan Allah, maka yang besar juga bisa.
c) Ayat-ayat Kitab
Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya seperti ‘kebetulan’ juga
hanya bisa terjadi karena itu merupakan Rencana Allah. Contoh:
1. Kel 21:13 - “Tetapi
jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah
melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia
dapat lari”.
Yang
dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’ itu dijelaskan / diberi
contoh dalam Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada waktu mengayunkan kapak,
lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang lain sehingga mati. Hal seperti
ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13 itu mengatakan bahwa hal itu
bisa terjadi karena ‘tangannya ditentukan Allah
melakukan itu’. Jadi, jelas bahwa hal-hal yang
kelihatannya kebetulan sekalipun hanya bisa terjadi kalau itu sesuai kehendak /
Rencana Allah.
Calvin (tentang Kel 21:13): “it must be remarked, that Moses declares that accidental homicide,
as it is commonly called, does not happen by chance or accident, but according
to the will of God, as if He himself led out the person, who is killed, to
death. By whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is certain
that we live or die only at His pleasure; and surely, if not even a sparrow can
fall to the ground except by
His will, (Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in His
image should be abandoned to the blind impulses of fortune. Wherefore it must
be concluded, as Scripture elsewhere teaches, that the term of each man’s life
is appointed, with which another passage corresponds, ‘Thou turnest man to
destruction, and sayest, Return, ye children of men.’ (Psalm 90:3.) It is true,
indeed, that whatever has no apparent cause or necessity seems to us to be
fortuitous; and thus, whatever, according to nature, might happen otherwise we
call accidents, (contingentia;) yet in the meantime it
must be remembered, that what might else incline either way is governed by
God’s secret counsel, so that nothing is done without His arrangement and
decree” [= harus
diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan yang bersifat kebetulan,
seperti yang biasanya disebut, tidak terjadi oleh kebetulan, tetapi sesuai /
menurut kehendak Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang dibunuh /
terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis kematian apapun, orang-orang
diambil, adalah pasti bahwa kita hidup dan mati hanya pada perkenanNya; dan
pastilah, jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke tanah kecuali
oleh kehendakNya (Mat 10:29), adalah sangat menggelikan bahwa manusia yang
diciptakan menurut gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan nasib yang buta.
Karena itu haruslah disimpulkan, sebagaimana Kitab Suci di bagian lain
mengajarkan, bahwa masa hidup dari setiap orang ditetapkan, dengan mana text
yang lain sesuai, ‘Engkau membelokkan
manusia kepada kehancuran / kebinasaan, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak
manusia!’ (Maz 90:3, KJV). Memang benar bahwa apapun yang tidak mempunyai
penyebab yang jelas atau keharusan, bagi kita kelihatannya merupakan kebetulan;
dan demikianlah, apapun, menurut alam, bisa terjadi sebagai apa yang kita sebut
kebetulan, tetapi pada saat yang sama harus diingat, bahwa apa yang bisa
menyimpangkan ke arah manapun diperintah oleh rencana rahasia Allah, sehingga
tak ada apapun yang terjadi tanpa pengaturan dan ketetapanNya].
Maz 90:3 - “Engkau
mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: ‘Kembalilah, hai anak-anak
manusia!’”.
2. 1Sam 6:7-12 -
“(7)
Oleh sebab itu ambillah dan
siapkanlah sebuah kereta baru dengan dua ekor lembu yang menyusui, yang belum
pernah kena kuk, pasanglah kedua lembu itu pada kereta, tetapi bawalah
anak-anaknya kembali ke rumah, supaya jangan mengikutinya lagi. (8) Kemudian
ambillah tabut TUHAN, muatkanlah itu ke atas kereta dan letakkanlah benda-benda
emas, yang harus kamu bayar kepadaNya sebagai tebusan salah, ke dalam suatu
peti di sisinya. Dan biarkanlah tabut itu pergi. (9) Perhatikanlah: apabila
tabut itu mengambil jalan ke daerahnya, ke Bet-Semes, maka Dialah itu yang
telah mendatangkan malapetaka yang hebat ini kepada kita. Dan jika tidak, maka
kita mengetahui, bahwa bukanlah tanganNya yang telah menimpa kita; kebetulan
saja hal itu terjadi kepada kita.’ (10) Demikianlah diperbuat orang-orang
itu. Mereka mengambil dua ekor lembu yang menyusui, dipasangnya pada kereta,
tetapi anak-anaknya ditahan di rumah. (11) Mereka meletakkan tabut TUHAN ke
atas kereta, juga peti berisi tikus-tikus emas dan gambar benjol-benjol mereka.
(12) Lembu-lembu itu langsung mengikuti jalan yang ke Bet-Semes; melalui
satu jalan raya, sambil menguak dengan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri,
sedang raja-raja kota orang Filistin itu berjalan di belakangnya sampai ke
daerah Bet-Semes”.
Orang Filistin ingin tahu apakah wabah yang
menimpa mereka (1Sam 5) berasal dari Tuhan atau hanya kebetulan saja. Dan untuk
mengetahui hal itu mereka melakukan percobaan. Hasil dari percobaan itu adalah
jelas. Itu bukan kebetulan, tetapi Tuhanlah yang melakukan semua itu.
3. 1Raja 22:34 - “Tetapi
seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai
raja Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia berkata kepada pengemudi
keretanya: ‘Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran, sebab aku sudah luka.’”.
Kitab
Suci Indonesia: ‘menembak dengan sembarangan’.
KJV/RSV:
‘drew a bow at a
venture’ (= menarik busurnya secara
untung-untungan).
NIV/NASB: ‘drew
his bow at random’ (= menarik busurnya secara
sembarangan).
Catatan:
Kata bentuk jamaknya muncul dalam 2Sam 15:11 dan dalam Kitab Suci
Indonesia diterjemahkan ‘tanpa curiga’.
NIV:
‘quite innocently’
(= dengan tak bersalah).
NASB:
‘innocently’
(= dengan tak bersalah).
KJV/RSV:
‘in their
simplicity’ (= dalam kesederhanaan mereka).
Pulpit
Commentary: “An
unknown, unconscious archer. The arrow that pierced Ahab’s corselet was shot
‘in simplicity,’ without deliberate aim, with no thought of striking the king.
It was an unseen Hand that guided that chance shaft to its destination. It was
truly ‘the arrow of the Lord’s vengeance.’” (= Seorang pemanah
yang tak dikenal, dan yang tak menyadari tindakannya. Panah yang menusuk
pakaian perang Ahab ditembakkan ‘dalam kesederhanaan’, tanpa tujuan yang
disengaja, dan tanpa pikiran untuk menyerang sang raja. Adalah ‘Tangan yang tak
kelihatan’ yang memimpin ‘panah kebetulan’ itu pada tujuannya. Itu betul-betul
merupakan ‘panah pembalasan Tuhan’) - hal 545.
Pulpit
Commentary: “how
useless are disguises when the providence of Omniscience is concerned! Ahab
might hide himself from the Syrians, but he could not hide himself from God.
Neither could he hide himself from angels and devils, who are instruments of
Divine Providence, ever influencing men, and even natural laws, or forces of
nature” (= betapa tidak bergunanya
penyamaran pada waktu providensia dari Yang Mahatahu yang dipersoalkan! Ahab
bisa menyembunyikan dirinya dari orang Aram, tetapi ia tidak bisa
menyembunyikan dirinya dari Allah. Ia juga tidak bisa menyembunyikan dirinya
dari malaikat dan setan, yang merupakan alat-alat dari Providensia Ilahi, yang
selalu mempengaruhi manusia, dan bahkan hukum-hukum alam, atau kuasa / kekuatan
alam) - hal 552.
Pulpit
Commentary: “The
chance shot. The success of Ahab’s device only served to make the blow come
more plainly from the hand of God. Benhadad’s purpose could be baffled, but not
His. There is no escape from God” (= Tembakan
kebetulan. Sukses dari muslihat Ahab hanya berfungsi untuk membuat kelihatan dengan
lebih jelas bahwa serangan itu datang dari tangan Allah. Tujuan / rencana
Benhadad bisa digagalkan / dihalangi, tetapi tidak tujuan / rencanaNya. Tidak
ada jalan untuk lolos dari Allah) - hal 557.
Jadi,
ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tidak ada ‘kebetulan’. Semua yang kelihatannya
merupakan kebetulan, diatur oleh Allah.
4. Amsal 16:33 -
“Undi dibuang di pangkuan, tetapi
setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN”.
Tidak ada yang kelihatan lebih bersifat
kebetulan dari pada undi yang dibuang di pangkuan, tetapi toh ayat ini
mengatakan bahwa setiap keputusannya berasal dari Tuhan.
Matthew Henry: “The divine Providence
orders and directs those things which to us are perfectly casual and
fortuitous. Nothing comes to pass by chance, nor is an event determined by a
blind fortune, but every thing by the will and counsel of God”
[= Providensia ilahi mengatur dan mengarahkan hal-hal itu, yang bagi kita
sepenuhnya adalah sembarangan dan kebetulan. Tidak ada yang terjadi karena
kebetulan, juga tidak ada peristiwa yang ditentukan oleh nasib / takdir yang
buta, tetapi segala sesuatu (terjadi / ditentukan) oleh kehendak dan
rencana Allah].
Catatan: ini tidak berarti bahwa pada jaman sekarang kita boleh
mencari kehendak Tuhan dengan cara ini. Pada jaman sekarang, dimana kita sudah
mempunyai Kitab Suci yang lengkap, maka kita harus mencari kehendak Tuhan
melalui Kitab Suci / Firman Tuhan.
5. Rut 2:3 - “Pergilah ia, lalu sampai di ladang dan memungut
jelai di belakang penyabit-penyabit; kebetulan ia berada di tanah milik Boas,
yang berasal dari kaum Elimelekh”.
Charles
Haddon Spurgeon memberikan renungan tentang Rut 2:3, dimana ia berkata
sebagai berikut:
“Her hap was. Yes,
it seemed nothing but an accidental happenstance, but how divinely was it
planned! Ruth had gone forth with her mother’s blessing under the care of her
mother’s God to humble but honorable toil, and the providence of God was
guiding her every step. Little did she know that amid the sheaves she would
find a husband, that he would make her the joint owner of all those broad
acres, and that she, a poor foreigner, would become one of the progenitors of
the great Messiah. ... Chance is banished from the faith of Christians, for
they see the hand of God in everything. The trivial events of today or tomorrow
may involve consequences of the highest importance”
(= ‘Kebetulan ia berada’. Ya, itu kelihatannya bukan lain dari pada suatu
kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi hal itu direncanakan secara ilahi! Rut
telah pergi dengan berkat dari ibunya di bawah pemeliharaan dari Allah ibunya
kepada pekerjaan yang rendah tetapi terhormat, dan providensia Allah membimbing
setiap langkahnya. Sedikitpun ia tidak menyang-ka bahwa di antara berkas-berkas
jelai itu ia akan menemukan seorang suami, bahwa ia akan membuatnya menjadi
pemilik dari seluruh tanah yang luas itu, dan bahwa ia, seorang asing yang
miskin, akan menjadi salah seorang nenek moyang dari Mesias yang agung. ...
Kebetulan dibuang dari iman orang-orang Kristen, karena mereka melihat bahwa
tangan Allah ada dalam segala sesuatu. Peristiwa-peristiwa remeh dari hari ini
atau besok bisa melibatkan konsek-wensi-konsekwensi yang paling penting)
- ‘Morning and Evening’, October 25,
evening.
6. 2Raja 9:21 - “Sesudah itu berkatalah Yoram:
‘Pasanglah kereta!’, lalu orang memasang keretanya. Maka keluarlah Yoram, raja
Israel, dan Ahazia, raja Yehuda, masing-masing naik keretanya; mereka keluar
menemui Yehu, lalu menjumpai dia di kebun Nabot, orang Yizreel itu”.
Pulpit
Commentary: “Humanly speaking, this was accidental. ...
Had the king started a little sooner, or had Jehu made less haste, the meeting
would have taken place further from the town, and outside the ‘portion of
Naboth.’ But Divine providence so ordered matters that vengeance for the sin of
Ahab was exacted upon the very scene of his guilt, and a prophecy made,
probably by Elisha, years previously, and treasured up in the memory of Jehu
(ver. 26), was fulfilled to the letter” (= Berbicara secara manusia, ini merupakan suatu
kebetulan. ... Seandainya sang raja berangkat sedikit lebih awal, atau
seandainya Yehu mengurangi sedikit saja ketergesa-gesaannya, maka pertemuan itu
akan terjadi lebih jauh dari kota, dan di luar ‘kebun dari Nabot’. Tetapi
Providensia Ilahi mengatur hal-hal sedemikian rupa sehingga pembalasan untuk
dosa Ahab ditetapkan pada tempat yang persis sama dengan tempat dari
kesalahannya, dan suatu nubuat dibuat, mungkin oleh Elisa, bertahun-tahun
sebelumnya, dan disimpan dalam ingatan Yehu (ay 26), digenapi sampai hal yang
terkecil) - hal 192.
Semua ini
menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan /
menetapkan garis besarnya saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal yang
sekecil-kecilnya.
Loraine Boettner: “The
Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general
plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific
plan which embraces all events in all ages” (= Orang yang
menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian
berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang
specific; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang
specific yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.
B.
B. Warfield:
·
“Throughout
the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the
fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the
governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough
to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with
the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass” (= Sepanjang Perjanjian Lama,
dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan,
terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana
yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk
mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk memperhatikan
detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian
yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang
terjadi) - ‘Biblical and
Theological Studies’, hal 276.
·
“But,
in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with
exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan;
nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or
without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose;
and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the
accumulation of His praise” (= Tetapi, dalam hikmat yang
tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh
dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya dalam pembukaan dari rencana
kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, terjadi
tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk
tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan
diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya)
- ‘Biblical and Theological Studies’,
hal 285.
Charles
Hodge: “As
God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that
the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of
an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order
and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have
their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one
interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive
and magnificent conception” (= Sebagaimana Allah mengerjakan
rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil
kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi
mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang
kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam
kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu
mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga
tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut
suatu konsep yang luas dan besar / indah) - ‘Systematic Theology’, vol II hal 313.
Saya berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut
merupakan hal yang perlu dicamkan. Analoginya dalam dunia theologia adalah:
bagi orang yang tidak mengerti theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua
terjadi begitu saja, atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang ahli
theologia, segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh Allah.
2) Kemahatahuan Allah.
Bahwa
Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, atau bahwa Allah telah
menetapkan segala sesuatu, juga bisa terlihat dari kemaha-tahuan Allah.
a) Kemahatahuan Allah
menunjukkan bahwa Ia menentukan segala sesuatu.
Penjelasan:
Bayangkan
suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam semesta, malaikat, manusia, dsb
belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang
alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala
sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3).
Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu (1Sam 2:3), maka Ia sudah
mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata yang mutlak) yang akan terjadi,
termasuk dosa. Semua yang Ia tahu akan terjadi itu, pasti terjadi persis
seperti yang Ia ketahui. Dengan kata lain, semua itu sudah tertentu pada
saat itu. Kalau sudah tertentu, pasti ada yang menentukan (karena tidak mungkin
hal-hal itu menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah
sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang menentukan semua itu.
Loraine
Boettner:
·
“This
fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine
Mind, for in eternity nothing else existed” (= Ketertentuan
atau kepastian ini tidak bisa mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran
ilahi, karena dalam kekekalan tidak ada apapun yang lain yang ada)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 45.
·
“Yet
unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless
before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge implies
certainty and certainty implies foreordination”
(= Kecuali Arminianisme menyangkal / menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah,
ia tidak mempunyai pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari
Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada
kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih
dulu) - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 44.
·
“The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case,
be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent
with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the
events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain”
(= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung /
menghasilkan kekuatan yang sama terhadap
pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu pastilah
sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu; dan jika
yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian.
Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan
pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 42.
b) Dalam persoalan
ini perlu saudara ketahui bahwa penentuan itu terjadi bukan karena Allah sudah
tahu.
Roma 8:29
(NIV) - ‘For those He
foreknew, He also predestined ...’ (= Karena mereka
yang Ia ketahui lebih dulu, juga Ia tentukan ...).
Ayat
ini sering dipakai oleh orang Arminian sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Allah
menentukan karena Dia sudah tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi, Allah
menentukan supaya si A menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa orang itu
akan menjadi orang beriman. Allah menentukan si B menjadi orang saleh, karena
Ia tahu si B akan mentaati Dia, dsb.
Ada
beberapa hal yang perlu disoroti dari penafsiran Arminian tentang Ro 8:29 ini:
1. ‘Menentukan karena
sudah tahu’ tidak bisa disebut sebagai ‘menentukan’, karena kalau Allah sudah
tahu bahwa suatu hal akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa gunanya
ditentukan lagi?
2. Kalau kita
menafsirkan Ro 8:29 sebagai ‘menentukan karena sudah tahu’, maka ini akan
bertentangan dengan Ef 1:4,5,11.
a. Ef 1:4
mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi,
pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi,
dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada dulu, dan tujuannya adalah supaya
kita menjadi kudus dan tidak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran tadi
/ penafsiran Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam
pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!
b. Ef 1:5b,11b
menunjukkan bahwa kita dipilih sesuai dengan kerelaan kehendak Allah
(dalam bahasa Jawa / pasaran mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi
jelas bahwa pemilihan itu dilakukan oleh Allah bukan karena Ia melihat akan
adanya sesuatu yang baik dalam diri kita!
3. Ro 8:29 itu
tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik
mereka’.
A.
H. Strong: “The
Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the
phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul,
however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen
condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran
Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29)
mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan
dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil,
dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah]
- ‘Systematic Theology’, hal 781.
Saya
sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini! Orang-orang Arminian membaca /
menafsirkan Ro 8:29-30 ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:
“Karena
mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya,
supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang
dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga
dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.
Bandingkan
dengan bunyi Ro 8:29-30 yang asli (diterjemahkan dari NIV): “(29)
Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di
antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya;
mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga
dimuliakanNya”.
Loraine
Boettner: “Notice
especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers
of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would
extend the grace of election” (= Perhatikan
khususnya bahwa Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu
sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai
individu-individu kepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
Charles
Haddon Spurgeon: “it
is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who
would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the
end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying
spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon
looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are
those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe,
and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or
in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be
very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not
find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However
wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us;
we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to
put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of
foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the
word” (= Selanjutnya ditegaskan /
dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa
yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang
konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus
memakai kaca mata pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu
dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya
tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu
‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih
karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau
dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu
pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal
saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya
tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan /
penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk /
menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang
dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk
yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih
dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain
untuk kata itu) - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.
4. Disamping itu,
penafsiran Arminian ini menafsirkan kata ‘foreknew’
(= mengetahui lebih dulu) sekedar sebagai suatu pengetahuan intelektual.
Tetapi saya percaya bahwa penafsiran seperti itu adalah salah. Untuk itu mari
kita melihat penjelasan di bawah ini:
a. Pembahasan kata ‘know’ (= tahu / kenal) dalam Kitab Suci.
·
dalam Perjanjian Lama.
Kata
‘know’ (= tahu) dalam bahasa Ibrani
adalah YADA. Sekalipun YADA memang bisa diartikan sebagai ‘tahu secara
intelektual’ tetapi seringkali kata YADA tidak bisa diartikan demikian. Saya
akan memberikan beberapa contoh dimana kata YADA tidak bisa diartikan sekedar
sebagai ‘tahu secara intelektual’:
*
Kej 4:1 (KJV/Lit): ‘Adam knew Eve his wife,
and she conceived’ (= Adam tahu / kenal Hawa
istrinya, dan ia mengandung).
Di
sini jelas bahwa YADA tidak mungkin diartikan ‘tahu secara intelektual’! Tidak
mungkin Adam hanya mengetahui Hawa secara intelektual, dan itu menyebab-kan
Hawa lalu mengandung! Jelas bahwa YADA / ‘to
know’ di sini tidak sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan
intim di dalamnya.
Karena
itu kalau Ro 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan,
maksudnya adalah Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah:
penentuan itu didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam
kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan:
tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).
*
Dalam Kej 18:19, kata YADA ini
diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Sebab
Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan
kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN,
dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada
Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya”.
RSV,
NIV, NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia! ASV/KJV/NKJV tetap
menterjemahkan ‘know’, tetapi
kalimatnya jadi aneh.
Kej 18:19
(KJV): ‘For I know
him, that he will command his children and his household after him, and they
shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that the LORD may
bring upon Abraham that which he hath spoken of him’
(= Karena Aku mengetahui / mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan
anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup menurut
jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada
Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya).
*
Dalam Amos 3:2, kata YADA
diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Hanya
kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan
menghukum kamu karena segala kesalahanmu”.
KJV/ASV/RSV
tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi NIV/NASB
menterjemahkan ‘choose’
(= memilih).
Tentang
kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently
forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special
care” (= apa yang ditonjolkan ke depan
secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih /
mengkhu-suskan Israel untuk perhatian istimewa)
- ‘Biblical and Theological Studies’,
hal 288.
Loraine
Boettner: “The
word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an
intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the
persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when
it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the
earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan
bukan dalam arti sekedar pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan.
Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek
istimewa dan khusus dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada waktu
dikatakan tentang orang-orang Yahudi: ‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui
dari segala kaum di muka bumi’ (Amos 3:2)]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
*
Kel 2:25 - diterjemahkan
‘memperhatikan’.
*
Maz 1:6 - diterjemahkan ‘mengenal’.
*
Maz 101:4 - diterjemahkan ‘tahu’.
*
Nahum 1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.
Dalam
semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak mungkin diartikan sebagai sekedar
tahu secara intelektual.
·
dalam Perjanjian Baru.
Kata
‘know’ (= tahu) dalam bahasa Yunani
adalah GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah ini:
*
Mat 7:23 - “Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat
kejahatan!”.
*
Yoh 10:14,27 - “Akulah
gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal
Aku. ... Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan
mereka mengikut Aku”.
*
1Kor 8:3 - “Tetapi
orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah”.
*
Gal 4:9 - “Tetapi
sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal
Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan
miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.
*
2Tim 2:19a - “Tetapi
dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal
siapa kepunyaanNya’”.
Dalam
semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar
‘mengetahui secara intelektual’.
b. Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih
dulu).
Ayat-ayat
yang mengandung kata-kata foreknowledge,
foreknew, dsb:
·
Kis 2:23a - “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya”.
NASB: ‘this
Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge of God’
(= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan
lebih dulu dari Allah).
Jelas bahwa ‘foreknowledge’
(= pengetahuan lebih dulu) di sini tidak sekedar berarti pengetahuan
intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’ itu. Karena itu tidak
heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.
·
Ro 11:2a - “Allah
tidak menolak umatNya yang dipilihNya”.
NASB: ‘God
has not rejected His people whom He foreknew’
(= Allah tidak menolak umatNya yang diketahuiNya lebih dulu).
Ini lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’ ti-dak bisa diartikan
‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.
Loraine Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a
ini dengan berkata: “Those
in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be
the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5,
where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’”
(= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka
ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan hatiNya. Ini
ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak
menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih dulu’)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
·
1Pet 1:2a - “yaitu
orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita”.
NASB:
‘who are chosen
according to the foreknowledge of God the Father’
(= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).
·
1Pet 1:20 - “Ia
telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru
menyatakan diriNya pada zaman akhir”.
NASB:
‘For He was
foreknown before the foundation of the world, but has appeared in these
last times for the sake of you’ (= Karena Ia diketahui
lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada jaman
akhir karena kamu).
Melihat
ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci
Indonesia tidak pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan
lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’. Karena
itu, sekalipun Ro 8:29 versi Kitab Suci Indonesia itu memang bukan
terjemahan yang hurufiah, tetapi saya berpendapat bahwa Kitab Suci Indonesia
memberikan arti yang benar!
Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This
word denotes ‘the
seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That
the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to
foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an
absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event
will certainly take place. What that reason is, the
word itself does not determine. As, however, God is represented in the
Scriptures as purposing or determining future events; as they could not be
foreseen by him unless he had so determined, so the word sometimes is used in
the sense of determining beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom.
8:29; 11:2. In this place the word is used to denote that the delivering up of
Jesus was something more than a bare or naked decree. It implies that God did
it according to his foresight of what would be the best time, place, and manner
of its being done. It was not the result merely of will; it was will directed
by a wise foreknowledge of what would be best. And this is the case with all
the decrees of God”
(= ‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa
sebelum peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1.
Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat lebih
dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu
bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak
terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena itu, pengetahuan lebih
dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti
akan terjadi. Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai
merencanakan atau menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal
itu tidak bisa dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya
demikian, maka kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih
dulu’, atau sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu
digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih
dari pada sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit
menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya
tentang apa yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang
pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu
merupakan kehendak yang diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang
bijaksana tentang apa yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan
Allah).
c) Hubungan yang
benar tentang kemahatahuan Allah dan penetapan Allah.
Penafsiran
Arminian mengatakan bahwa Allah menetapkan karena Ia telah lebih dulu
mengetahui bahwa hal itu akan terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan
ini. Sekarang saya ingin menunjukkan bahwa pandangan Reformed adalah
sebaliknya, yaitu: Allah menetapkan, dan karena itu Ia mengetahui.
Louis
Berkhof: “A distinction is made between the
‘necessary’ and ‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God
has of Himself and of all things possible, a knowledge resting on the
consciousness of His omnipotence. It is called ‘necessary knowledge’, because
it is not determined by an action of the divine will. ... ‘The free knowledge
of God’ is the knowledge which He has of all things actual, that is, of
things that existed in the past, that exists in the present, or that will exist
in the future. It is founded on God’s infinite
knowledge of His own all-comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is
called ‘free knowledge’, because it is determined by a concurrent act of the
will”
(= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang ‘perlu / harus’ dan ‘bebas’
dari Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang dimiliki Allah tentang DiriNya
sendiri dan tentang segala sesuatu yang mungkin akan terjadi, suatu
pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan kemaha-kuasaanNya. Itu disebut
‘pengetahuan yang perlu / harus’, karena itu tidak ditentukan oleh suatu
tindakan dari kehendak ilahi. ... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah
pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu yang sungguh-sungguh,
yaitu tentang hal-hal yang ada pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang
akan ada pada masa yang akan datang. Ini
didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas dari Allah tentang rencana
kekalNya yang tak berubah dan mencakup segala sesuatu, dan disebut ‘pengetahuan
bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan bersamaan dari kehendak) - ‘Systematic Theology’, hal 66-67.
Louis
Berkhof: “Actions that are in no way determined by
God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of
man, can hardly be the object of divine foreknowledge” (= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan
oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi
sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang mutlak, tidak mungkin
bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi) - ‘Systematic Theology’, hal 68.
Catatan: kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus
diterjemahkan ‘improbable’ (= ‘tidak mungkin’) atau ‘not at all’ (= ‘sama sekali tidak’). Arti seperti ini memang diberikan
dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).
Loraine Boettner:
“Foreordination in
general cannot rest on foreknow-ledge; for only that which is certain can be
foreknown, and only that which is predetermined can be certain”
(= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan
lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan
hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 99.
William
G. T. Shedd: “The
Divine decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God
does not first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to
pass. An event must be made certain, before it can be known as a certain event.
... So long as anything remains undecreed, it is contingent and fortuitous. It
may or may not happen. In this state of things, there cannot be knowledge of
any kind” (= Ketetapan ilahi adalah syarat
yang perlu dari pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu
menentukan apa yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi.
Suatu peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa
diketahui sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan,
maka sesuatu itu bersifat tergantung / mungkin dan kebetulan. Itu bisa terjadi
atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun
tentang hal itu) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 396-397.
B.
B. Warfield: “...
God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that
He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a
knowledge of His own will” (= ... Alah mengetahui lebih
dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia
menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada
hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri)
- ‘Biblical and Theological Studies’,
hal 281.
John
Owen: “Out
of this large and boundless territory of things possible, God by his decree
freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before
were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or
together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God
which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things
in their proper causes, and how and when they shall some to pass”
(= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi
ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi,
dan membuat mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’.
Setelah ketetapan ini, seperti yang pada umumnya mereka katakan, berikutnya,
atau bersama-sama dengan ketetapan itu, seperti orang lain katakan dengan lebih
tepat, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut
VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah,
melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan
mereka akan terjadi) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 23.
Louis Berkhof: “It
is perfectly evident that Scripture teaches the divine foreknowledge of
contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings 13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18;
Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21” (= Adalah jelas bahwa Kitab Suci
mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa yang contingent,
1Sam 23:10-13; 2Raja 13:19; Maz 81:15,16; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3;
38:17-20; Ezek. 3:6; Matt. 11:21) - ‘Systematic
Theology’, hal 67.
1Sam 23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel,
hambaMu ini telah mendengar kabar pasti, bahwa Saul berikhtiar untuk datang ke
Kehila dan memusnahkan kota ini oleh karena aku. (11) Akan diserahkan oleh
warga-warga kota Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul
seperti yang telah didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah Israel,
beritahukanlah kiranya kepada hambaMu ini.’ Jawab TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12)
Kemudian bertanyalah Daud: ‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah
aku dengan orang-orangku ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN: ‘Akan mereka
serahkan.’ (13) Lalu bersiaplah Daud dan orang-orangnya, kira-kira enam ratus
orang banyaknya, mereka keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat
pergi. Apabila kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah meluputkan diri dari
Kehila, maka tidak jadilah ia maju berperang”.
2Raja 13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya
serta berkata: ‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat
demikian engkau akan memukul Aram sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya
tiga kali saja engkau akan memukul Aram.’”.
Maz 81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan
suaraKu, dan Israel tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia
dalam kedegilan hatinya; biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri!
(14) Sekiranya umatKu mendengarkan Aku! Sekiranya Israel hidup menurut jalan
yang Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku tundukkan, dan
terhadap para lawan mereka Aku balikkan tanganKu. (16) Orang-orang yang
membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah nasib mereka untuk
selama-lamanya”.
Yes 42:9 - “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang
baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya
kepadamu.’”.
Catatan: Rasanya ayat ini
salah karena kelihatannya tak ada hubungannya dengan hal yang sedang dibahas.
Yes 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan
perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak
pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang
laut yang tidak pernah berhenti”.
Yer 2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada
penduduk Yerusalem dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat
kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi
pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada
tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai buah bungaran
dari hasil tanahNya. Semua orang yang memakannya menjadi bersalah, malapetaka
menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN”.
Catatan: saya tak mengerti
mengapa ayat ini digunakan di sini. Lagi-lagi kelihatannya tak ada hubungannya
dengan hal yang sedang dibahas.
Yer 38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada
Zedekia: ‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel: Jika
engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel, maka nyawamu
akan terpelihara, dan kota ini tidak akan dihanguskan dengan api; engkau dengan
keluargamu akan hidup. (18) Tetapi jika engkau tidak menyerahkan diri
kepada para perwira raja Babel, maka kota ini akan diserahkan ke dalam tangan
orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya dengan api; dan engkau sendiri
tidak akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian berkatalah raja Zedekia
kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang Yehuda yang menyeberang kepada
orang Kasdim itu; nanti aku diserahkan ke dalam tangan mereka, sehingga mereka
mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu tidak akan terjadi!
Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang kukatakan kepadamu, maka keadaanmu
akan baik dan nyawamu akan terpelihara”.
Yeh 3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang berbahasa asing dan yang berat
lidah, yang engkau tidak mengerti bahasanya. Sekiranya aku mengutus engkau
kepada bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau”.
Mat 11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah
engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat
yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan
berkabung”.
Kata-kata Louis Berkhof ini membingungkan
bagi saya, karena bertentangan dengan kata-kata para ahli theologia Reformed
yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak mungkin bisa tahu tentang
peristiwa-peristiwa yang contingent. Bahkan kata-kata Louis Berkhof di sini
bertentangan dengan kata-kata Louis Berkhof sendiri selanjutnya, dimana ia
berkata sebagai berikut:
Louis Berkhof: “His
foreknowledge of future things and also of contingent events rests on His
decree”
(= Pengetahuan lebih duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang
peristiwa-peristiwa yang contingent bersandar pada ketetapan-ketetapanNya) - ‘Systematic Theology’, hal 67,68.
Louis
Berkhof: “Actions that are in no way determined by
God, directly or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of
man, can hardly be the object of divine foreknowledge” (= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan
oleh Allah dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, tetapi
sepenuhnya tergantung pada kehendak manusia yang berubah-ubah, tidak mungkin
bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi) - ‘Systematic Theology’, hal 68.
Catatan: menurut saya kata ‘hardly’ di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’ seperti biasanya, tetapi harus
diterjemahkan ‘improbable’ (= ‘tidak mungkin’) atau ‘not at all’ (= ‘sama sekali tidak’). Arti seperti ini memang diberikan
dalam Webster’s New World Dictionary (College Edition).
Saya kira ada 3 kemungkinan untuk
menafsirkan kata-kata Louis Berkhof yang membingungkan di atas.
a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’
dengan arti yang berbeda. Harus diakui kata ini memang sukar diterjemahkan.
Dalam Webster’s New World Dictionary
(College Edition) arti yang diberikan untuk kata ini bermacam-macam:
1. “that may or may not happen” (= yang bisa terjadi atau bisa tidak terjadi).
2. “possible” (= memungkinkan).
3. “happening by chance; accidental; fortuitous” (=kebetulan / terjadi secara kebetulan).
4. “dependent (on or upon something uncertain)” [= tergantung (pada sesuatu yang tidak pasti)].
5. “conditional” (= bersyarat).
6. dsb.
Kalau dalam arti
ke 2 maka saya percaya Allah mempunyai pra-pengetahuan. Tetapi kalau dalam arti
pertama atau keempat, saya tidak percaya Allah bisa mempunyai pengetahuan lebih
dulu.
b) Louis Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau
dilihat sepintas lalu Kitab Suci secara jelas mengajar demikian. Tetapi kalau
diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya tidak demikian.
c) Louis Berkhof berbicara tentang 2 macam
‘contingency’.
Yang pertama
adalah contingency dari sudut pandang Allah. Ini menunjuk pada hal-hal yang
betul-betul sama sekali tidak ditentukan terjadi atau tidak terjadinya dengan
cara apapun. Yang ini Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra
pengetahuan).
Yang kedua
adalah contingency dari sudut pandang manusia. Apa
yang contingent menurut manusia belum tentu contingent menurut Tuhan!
Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia hasilnya bersifat contingent,
tetapi bagi Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.
Jadi, yang dikatakan oleh
Louis Berkhof sebagai diketahui lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang
contingent dalam arti pertama tetapi dalam arti kedua!
Dari 3
kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar adalah kemungkinan yang
terakhir.
3) Allah tidak terbatas oleh waktu, atau Allah
ada di atas waktu.
Satu
hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana / ketetapan Allah itu mencakup segala
sesuatu, adalah bahwa Allah tidak terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.
Loraine Boettner:
“Much of the
difficulty in regard to the doctrine of Predestination is due to the finite
character of our mind, which can grasp only a few details at a time, and which
understands only a part of the relations between these. We are creatures of
time, and often fail to take into consideration the fact that God is not
limited as we are. That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’
is all ‘present’ to His mind. It is as eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty
One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy sight are but
as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps. 90:4. Hence the
events which we see coming to pass in time are only the events which He
appointed and set before Him from eternity. Time is a property of the finite
creation and is objective to God. He is above it and sees it, but is not
conditioned by it. He is also independent of space, which is another property
of the finite creation. Just as He sees at one glance a road leading from New
York to San Francisco, while we see only a small portion of it as we pass over
it, so He sees all events in history, past, present, and future at one glance.
When we realize that the complete process of history is before Him as an
eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all finite existence, the doctrine
of Predestination at least becomes an easier doctrine”
(= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat
terbatas dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada
satu saat, dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail
itu. Kita adalah makhluk waktu, dan seringkali melupakan fakta bahwa Allah
tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’,
‘sekarang’, dan ‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu
adalah ‘sekarang’ yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami
kekekalan’ Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti
kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam
hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi
dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan
tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan
yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi
tidak dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang
merupakan milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama seperti Ia
melihat dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco, sementara
kita melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian
pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau, sekarang, dan
yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada waktu kita menyadari bahwa
proses lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan
bahwa Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin
Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 44-45.
Catatan:
Yes 57:15 dan Maz 90:4 di atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.
William
G. T. Shedd: “For
the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are
simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being
whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are
of course all of them certain events” (= Untuk pikiran
ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang,
karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam
pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di
dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present
/ sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang
pasti) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol I, hal 402.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar