Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
HUKUM 4 (5)
Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat
(Kel 20:8-11)
Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam
hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi
hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu
laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.
3. Kita
tidak boleh melakukan perjalanan (kecuali untuk pergi ke gereja / melakukan
pelayanan), dan kita juga tidak boleh melakukan hal-hal demi kesenangan diri
kita sendiri, termasuk rekreasi.
Bdk. Yes 58:13-14 - “(13)
Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu
pada hari kudusKu; apabila engkau menyebutkan hari Sabat ‘hari kenikmatan’, dan
hari kudus TUHAN ‘hari yang mulia’; apabila engkau menghormatinya dengan tidak
menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau
berkata omong kosong, (14) maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN, dan
Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan
kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa
leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya”.
Bandingkan ay 13nya dengan terjemahan dari KJV dan
NIV.
KJV: ‘If thou turn away thy foot from the sabbath,
from doing thy pleasure on my holy day; and call the sabbath a delight,
the holy of the LORD, honourable; and shalt honour him, not doing thine own
ways, nor finding thine own pleasure, nor speaking thine own words:’ (= Jika engkau membalikkan
/ memalingkan kakimu dari hari Sabat, dari melakukan kesenanganmu
pada hari kudusKu; dan menyebut hari Sabat suatu kesenangan, hari yang kudus
dari TUHAN, terhormat; dan menghormatiNya, tidak melakukan jalanmu sendiri,
ataupun mencari kesenanganmu sendiri, ataupun mengucapkan kata-katamu
sendiri).
NIV: ‘If
you keep your feet from breaking the Sabbath and from doing as you
please on my holy day, if you call the Sabbath a delight and the LORD’s
holy day honorable, and if you honor it by not going your own way and not doing
as you please or speaking idle words,’ (= Jika engkau menjaga
kakimu dari pelanggaran hari Sabat dan dari melakukan seperti yang
engkau sukai pada hari kudusKu, jika engkau menyebut hari Sabat suatu
kesukaan dan hari kudus TUHAN terhormat, dan jika engkau menghormatinya dengan
tidak pergi melakukan jalanmu dan tidak melakukan yang engkau senangi
atau mengucapkan kata-kata kosong / omong kosong).
Jadi, kata-kata ‘tidak
menginjak-injak hukum Sabat’
diterjemahkan ‘membalikkan / memalingkan kakimu dari
hari Sabat’ oleh KJV, dan ‘menjaga kakimu dari pelanggaran hari Sabat’ oleh NIV.
Sedangkan kata-kata ‘urusanmu’ sebetulnya adalah ‘kesenanganmu’ (KJV).
Jadi, ada 2 hal yang ditekankan:
a. Harus
menjaga kaki dari pelanggaran Sabat.
Jamieson, Fausset
& Brown (tentang Yes 58:13): “‘Foot.’ - the instrument of motion ... men are not to
travel for mere pleasure on the Sabbath” (= ‘Kaki’. - alat dari gerakan ... manusia
tidak boleh bepergian semata-mata untuk kesenangan pada hari Sabat).
Satu hal yang harus diperhatikan adalah: kalau pada
hari Sabat kita melakukan perjalanan, apalagi yang jauh, maka kita sukar
terhindar dari membeli makanan dan bahan bakar kendaraan.
Calvin (tentang Yes 58:13): “Some think that the Prophet alludes to the external
observation of the Sabbath, because it was not lawful to perform a journey on
that day. (Exodus 20:8) Though I do not reject that opinion, yet I think that the meaning is far more extensive; for
by a figure of speech, ill which a part is taken for the whole, he denotes the
whole course of human life; as it is very customary to employ the word ‘going’
or ‘walking’ to denote our life. He says, therefore, ‘If thou cease to advance
in thy course, if thou shut up thy path, walk not according to thine own will,’
etc. For this is to ‘turn away the foot from the Sabbath,’ when we lay ourselves
under the necessity of wandering freely and without restraint in our own sinful
desires. ... by the word ‘foot’ he denotes actions” (= ).
Matthew Henry (tentang Yes 58:13): “We
must ‘turn away our foot from the sabbath,’ from trampling upon it, as profane
atheistical people do, from travelling on that day (so some)” (= ).
Adam Clarke (tentang Yes 58:13):
“‘If
thou turn away thy foot from the Sabbath.’ The meaning of this seems to be,
that they should be careful not to take their pleasure on the Sabbath day, by
paying visits, and taking country jaunts; not going, as Kimchi interprets it,
more than a Sabbath day’s journey, which was only two thousand cubits beyond
the city’s suburbs” (= ).
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘If
thou turn away thy foot from the Sabbath.’ ... The idea, says Grotius, is,
that they were not to travel on the Sabbath day on ordinary journeys. The
‘foot’ is spoken of as the instrument of motion and travel. ‘Ponder the
paths of thy feet’ (Prov. 2:26 ); that is, observe attentively thy goings.
‘Remove thy foot from evil’ (Prov 4:27); that is, abstain from evil, do not go
to execute evil. So here, to restrain the foot from the Sabbath, is not to
have the foot employed on the Sabbath; not to be engaged in traveling, or in
the ordinary active employments of life, either for business or pleasure” (= ).
b. Jangan
mencari kesenangan diri sendiri / rekreasi.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:8-11: “We are
forbidden to make the Sabbath a day of pleasure (Isa 58:13,14)” [= Kita
dilarang untuk membuat hari Sabat suatu hari kesenangan (Yes 58:13,14)].
Matthew Henry (tentang Yes 58:13-14): “we must turn away our foot ‘from doing out (our?) pleasure on that holy day,’ that is,
from living at large, and taking a liberty to do what we please on sabbath
days, without the control and restraint of conscience, or from indulging
ourselves in the pleasures of sense, ... On sabbath days we must not walk in
‘our own ways’ (that is, not follow our callings), not ‘find our own pleasure’
(that is, not follow our sports and recreations)” [= kita harus memalingkan kaki kita ‘dari melakukan
kesenangan kita pada hari kudus itu’, yaitu, dari hidup bebas, dan bersikap
terlalu bebas untuk melakukan apa yang kita senangi pada hari-hari Sabat, tanpa
kontrol dan pengekangan hati nurani, atau dari pemuasan diri kita sendiri dalam
kesenangan-kesenangan perasaan / tubuh, ... Pada hari Sabat kita tidak boleh
berjalan / hidup ‘dalam jalan kita sendiri’ (yaitu, tidak mengikuti panggilan /
pekerjaan kita), atau ‘mencari kesenangan kita sendiri’ (yaitu tidak mengikuti
kesenangan dan rekreasi kita)].
Catatan: saya tidak tahu apakah hubungan sex juga dilarang
pada hari Sabat. Orang-orang Yahudi melarangnya, tetapi saya tidak menemukan
kata-kata yang explicit dari para penafsir yang melarang orang Kristen
melakukan hubungan sex pada hari Sabat. Tetapi dari kata-kata Matthew Henry di
atas ini, bisa saja disimpulkan demikian.
Bahwa seluruh hari Sabat harus digunakan bagi Allah,
dan karena itu kita dilarang memikirkan pekerjaan duniawi dan melakukan
rekreasi, juga dinyatakan dalam Westminster Confession of Faith.
Westminster Confession of Faith: “This Sabbath is
then kept holy unto the Lord, when men, after a due preparing of their hearts,
and ordering of their common affairs beforehand, do not only observe an holy
rest, all the day, from their own works, words, and thoughts about their
worldly employments and recreations, but also are taken up, the whole
time, in the public and private exercises of His worship, and in the duties
of necessity and mercy” (= Maka hari
Sabat ini dipelihara / dijaga kudus bagi Tuhan, pada waktu manusia, setelah
mempersiapkan hati mereka dengan seharusnya, dan mengatur / mengurus
urusan-urusan biasa mereka sebelumnya, tidak hanya memelihara suatu istirahat
yang kudus, seluruh hari itu, dari pekerjaan, dari kata-kata dan dari
pemikiran mereka sendiri tentang pekerjaan-pekerjaan duniawi mereka, dan
rekreasi-rekreasi, tetapi juga membaktikan, seluruh waktu, dalam
pelaksanaan ibadahNya secara umum dan pribadi, dan dalam kewajiban-kewajiban
yang memang mutlak harus dilakukan dan belas kasihan) - Chapter XXI, No 8.
Adam Clarke (tentang Yes 58:13):
“How
vilely is this rule transgressed by the inhabitants of this land! They seem to
think that the Sabbath was made only for their recreation!” (= ).
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yes 58:13): “‘My holy day.’ God claims it as His
day; to take it for our pleasure is to rob Him of His own. This is the
very way in which the Sabbath is mostly broken; it is made a day of carnal
pleasure instead of spiritual ‘delight.’” (= ).
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘From
doing thy pleasure on my holy day.’ Two things may here be observed: 1. God
claims the day as his, and as holy on that account. While all time is his, and
while he requires all time to be profitably and usefully employed, he calls the
Sabbath especially his own - a day which is to be observed with reference to
himself, and which is to be regarded as belonging to him. To take the hours of that
day, therefore, for our pleasure, or for work which is not necessary or
merciful, is to rob God of that which he claims as his own. 2. We are not to
do our own pleasure on that day. That is, we are not to pursue our ordinary
plans of amusement; we are not to devote it to feasting, to riot, or to revelry.
It is true that they who love the Sabbath as they should will find ‘pleasure’
in observing it, for they have happiness in the service of God. But the idea
is, here, that we are to do the things which God requires, and to consult his
will in the observance. It is remarkable that the thing here adverted to, is
the very way in which the Sabbath is commonly violated. It is not extensively a
day of business, for the propriety of a periodical cessation from toil is so
obvious, that people will have such days recurring at moderate intervals. But
it is a day of pastime and amusement; a day not merely of relaxation from toil,
but also of relaxation from the restraints of temperance and virtue. And while
the Sabbath is God’s great ordinance for perpetuating religion and virtue, it
is also, by perversion, made Satan’s great ordinance for perpetuating
intemperance, dissipation, and sensuality” (= ).
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Yes 58:13: “Not finding their own pleasure.
Pleasure is here evidently contrasted with business, God has given to us not
only our six days labour and work, but also our six days gratifications and
sources of enjoyment. There are the delights of earth, as well as the duties of
earth. There is Nature, with all her various works. There are also the
pleasures of literature, in all their vast and various extent. There is,
further, the enjoyment of social intercourse, and an almost countless number of
modes of refreshment, for both body and mind, which God would have us to use,
as opportunity is given and need may be, to invigorate us for the more serious
employments of the head or the hands. But these are ‘our own pleasure;’ and
this we are not to find on God’s holy day. Mark the expression, ‘not
finding thine own pleasure.’ In order to ‘find,’ we seek. ‘Our own pleasure’
may casually come in our way; but we must not look for it, endeavour after it,
or pursue it as our object, in any manner or measure upon the Sabbath. The
pleasures which we must endeavour on this day to ‘find’ must be such as are not
of earthly origin or of man’s invention, but such as will endure when the world
shall be no more, and will furnish a part of the business and the bliss of the
Christian’s happy and eternal home. Further, ‘not speaking (thine own)
words.’ ‘Thine own,’ here, is in italics; it is inserted by the translators,
and only encumbers the passage. The meaning is, not doing thine own ways, not
finding thine own pleasure, ‘nor speaking words;’ that is, not speaking
words concerning thine own ways and thine own pleasure” (= ).
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey) tentang Yes 58:13: “It also means setting aside the Sabbath
as a time to delight in the Lord rather than pursuing earthly pleasures
(58:13)”
(= ).
Calvin (tentang Yes 58:13): “Whoever then
wishes to serve God in a proper manner, must altogether renounce his flesh
and his will. ... he commanded the Jews to renounce the desires of the
flesh, to give up their sinful inclinations, and to yield obedience to him;
as no man can meditate on the heavenly life, unless he be dead to the world
and to himself” (= ).
Mungkin saudara berpikir bahwa kalau pada hari Sabat
kita tidak boleh bepergian, piknik, melakukan kesenangan-kesenangan, dsb,
apakah kita tidak akan mengalami stres? Albert Barnes mengatakan bahwa orang
Kristen seharusnya mendapatkan kesenangan dalam diri Tuhan sendiri, sehingga
mentaati hukum Sabat ini menyebabkan mereka mendapatkan sukacita.
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘And call the Sabbath a delight.’ This
appropriately expresses the feelings of all who have any just views of the
Sabbath. To them it is not wearisome, nor are its hours heavy. They love the
day of sweet and holy rest. They esteem it a privilege, not a task, to be permitted
once a week to disburden their minds of the cares, and toils, and anxieties of
life. It is a ‘delight’ to them to recall the memory of the institution of the
Sabbath, when God rested from his labors; to recall the resurrection of the
Lord Jesus, to the memory of which the Christian Sabbath is consecrated; to be
permitted to devote a whole day to prayer and praise, to the public and private
worship of God, to services that expand the intellect and purify the heart. To
the father of a family it is the source of unspeakable delight that he may
conduct his children to the house of God, and that he may instruct them in the
ways of religion. To the Christian man of business, the farmer, and the
professional man, it is a pleasure that he may suspend his cares, and may
uninterruptedly think of God and of heaven. To all who have any just feeling,
the Sabbath is a ‘delight;’ and for them to be compelled to forego its sacred
rest would be an unspeakable calamity”
(= ‘Dan menyebut hari Sabat suatu kesenangan’. Ini dengan tepat menyatakan
perasaan dari semua orang yang mempunyai pandangan yang benar tentang hari
Sabat. Bagi mereka, itu bukanlah sesuatu yang menjemukan, dan saat-saatnya
bukanlah merupakan sesuatu yang berat. Mereka mengasihi hari istirahat yang manis
dan kudus itu. Mereka menilainya sebagai suatu hak, bukan sebagai suatu
kewajiban, untuk diijinkan sekali seminggu untuk melepaskan beban pikiran
mereka dari kekuatiran, dan kerja keras, dan keinginan-keinginan dari
kehidupan. Itu merupakan suatu ‘kesenangan’ bagi mereka untuk mengingat ingatan
tentang penegakan dari hari Sabat, dimana Allah beristirahat dari pekerjaanNya;
untuk mengingat kebangkitan Tuhan Yesus, pada ingatan mana hari Sabat Kristen
diabdikan; untuk diijinkan untuk membaktikan seluruh hari itu bagi doa dan
pujian, bagi ibadah kepada Allah secara umum dan pribadi, bagi
kebaktian-kebaktian yang mengembangkan intelek dan memurnikan hati. Bagi ayah
dari suatu keluarga, merupakan sumber dari kesenangan yang tidak terkatakan
bahwa ia bisa memimpin anak-anaknya ke rumah Allah, dan bahwa ia bisa mengajar
mereka dalam cara-cara agama. Bagi orang bisnis, petani, dan orang-orang
profesional Kristen, merupakan suatu kesenangan bahwa ia bisa menunda /
menghentikan kekuatirannya, dan bisa berpikir tentang Allah dan tentang surga
tanpa diganggu. Bagi semua yang mempunyai pikiran yang benar, hari Sabat
merupakan suatu kesenangan, dan kalau mereka dipaksa untuk tidak melaksanakan
istirahatnya yang kudus, maka itu merupakan suatu bencana yang tidak terkatakan).
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:14): “‘Then shalt thou delight thyself in the LORD.’ That
is, as a consequence of properly observing the Sabbath, thou shalt find
pleasure in Yahweh. It will be a pleasure to draw near to him, and you shall no
longer be left to barren ordinances and to unanswered prayers. The delight or
pleasure which God’s people have in him is a direct and necessary consequence
of the proper observance of the Sabbath. It is on that day set apart by his own
authority, for his own service, that he chooses to meet with his people, and to
commune with them and bless them; and no one ever properly observed the Sabbath
who did not find, as a consequence, that he had augmented pleasure in the
existence, the character, and the service of Yahweh. Compare Job 22:21-26,
where the principle stated here - that the observance of the law of God will
lead to happiness in the Almighty - is beautifully illustrated” (= ‘maka engkau akan bersenang-senang karena
TUHAN’. Yaitu, sebagai akibat dari ketaatan / penghormatan yang benar terhadap
hari Sabat, engkau akan mendapatkan kesenangan dalam Yahweh. Merupakan suatu
kesenangan untuk mendekat kepadaNya, dan engkau tidak akan ditinggalkan pada
peraturan-peraturan yang tandus dan pada doa-doa yang tidak dijawab. Kesenangan
yang didapatkan umat Allah dalam Dia merupakan akibat yang langsung dan yang
harus terjadi dari pengamatan / penghormatan yang benar terhadap hari Sabat.
Pada hari itulah, yang Ia pisahkan dengan otoritasNya sendiri, bagi ibadahNya
sendiri, Ia memilih untuk bertemu dengan umatNya, dan untuk berkomunikasi
secara akrab dengan mereka dan memberkati mereka; dan tidak seorangpun yang
memelihara hari Sabat secara benar yang tidak mendapati, sebagai akibatnya,
bahwa ia telah menambah kesenangan dalam keberadaan, karakter, dan pelayanan /
ibadah dari Yahweh. Bandingkan dengan Ayub 22:21-26, dimana prinsip yang
dinyatakan di sini - bahwa pemeliharaan / ketaatan pada hukum Allah akan
membawa pada kebahagiaan dalam Yang Maha Kuasa - dijelaskan secara indah).
Bdk. Ayub 22:21-26 - “(21)
Berlakulah ramah terhadap Dia, supaya engkau tenteram; dengan demikian engkau
memperoleh keuntungan. (22) Terimalah apa yang diajarkan mulutNya, dan taruhlah
firmanNya dalam hatimu. (23) Apabila engkau bertobat kepada Yang Mahakuasa, dan
merendahkan diri; apabila engkau menjauhkan kecurangan dari dalam kemahmu, (24)
membuang biji emas ke dalam debu, emas Ofir ke tengah batu-batu sungai, (25)
dan apabila Yang Mahakuasa menjadi timbunan emasmu, dan kekayaan perakmu,
(26) maka sungguh-sungguh engkau akan bersenang-senang karena Yang Mahakuasa,
dan akan menengadah kepada Allah”.
Catatan: kata-kata Albert Barnes ini memang benar, tetapi saya
beranggapan bahwa membutuhkan tingkat kerohanian yang sangat tinggi untuk bisa sepenuhnya
menjadi seperti ini.
4. Membangun
Kemah Sucipun tidak boleh dilakukan pada hari Sabat.
Sekalipun pelayanan merupakan ‘pekerjaan’ yang
diijinkan untuk dilakukan pada hari Sabat, tetapi membangun Kemah Suci / Bait
Allah / gedung gereja, tidak sama dengan pelayanan. Ini dilarang!
Kel 31:12-17 - “(12)
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (13) ‘Katakanlah kepada orang Israel, demikian:
Akan tetapi hari-hari SabatKu harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan
antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah
TUHAN, yang menguduskan kamu. (14) Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab
itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu,
pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari
itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya. (15) Enam hari lamanya
boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat,
hari perhentian penuh, hari kudus bagi TUHAN: setiap orang yang melakukan
pekerjaan pada hari Sabat, pastilah ia dihukum mati. (16) Maka haruslah orang
Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi
perjanjian kekal. (17) Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan
untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi,
dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat.’”.
Dalam membaca text ini yang sangat perlu diperhatikan
adalah letak text ini dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, text ini terletak
dalam kontext perintah pembangunan Kemah Suci, yang sudah dimulai dalam Kel 25.
Dan text ini didahului oleh Kel 31:1-11, yang menceritakan penunjukan Bezaleel
dan Aholiab untuk mengerjakan Kemah Suci. Mengapa tahu-tahu bisa ada text
seperti ini, yang menekankan hari Sabat dan keharusan istirahat pada hari itu?
Jawabannya adalah: karena bahkan dalam membangun Kemah Suci sekalipun, hari
Sabat harus tetap menjadi hari untuk istirahat. Pada hari itu, pembangunan
Kemah Suci harus dihentikan. Jadi, pada jaman sekarang, gereja-gereja tidak
boleh terus mempekerjakan tukang-tukang bangunan untuk membangun gereja pada
hari Minggu. Membangun gedung gereja tidak sama dengan melayani Tuhan.
Thomas Watson:
“the
work which had reference to a religious use might not be done on the Sabbath,
as the hewing of stones for the building of the sanctuary. ... Exod. 31:15. A
temple is a place of God’s worship, but it was a sin to build a temple on the
Lord’s-day” (= pekerjaan
yang berhubungan dengan penggunaan agamawi tidak boleh dilakukan pada hari
Sabat, seperti memotong / membentuk batu untuk pembangunan tempat kudus. ...
Kel 31:15. Bait Allah / Kemah Suci adalah tempat untuk berbakti kepada Allah,
tetapi merupakan suatu dosa untuk membangun Bait Allah / Kemah Suci pada hari
Tuhan) - ‘The Ten Commandments’, hal 100.
Matthew Henry (tentang Kel 31:12-18): “A strict command for the sanctification of the
sabbath day, v. 13-17. ... Orders were now given that a tabernacle should be
set up and furnished for the service of God with all possible expedition; but
lest they should think that the nature of the work, and the haste that was
required, would justify them in working at it on sabbath days, that they might
get it done the sooner, this caution is seasonably inserted, Verily, or
nevertheless, my sabbaths you shall keep. Though they must hasten the work, yet
they must not make more haste than good speed; they must not break the law of
the sabbath in their haste: even tabernacle-work must give way to the
sabbath-rest; so jealous is God for the honour of his sabbaths” (= Suatu perintah yang ketat bagi pengudusan hari
Sabat, ayat 13-17. ... Sekarang perintah-perintah telah diberikan bahwa Kemah
Suci harus didirikan dan diperlengkapi untuk ibadah bagi Allah dengan secepat
mungkin; tetapi supaya mereka jangan berpikir bahwa sifat dari pekerjaan itu,
dan ketergesa-gesaan yang dituntut, akan membenarkan mereka untuk
mengerjakannya pada hari-hari Sabat, supaya mereka bisa menyelesaikannya dengan
lebih cepat, peringatan ini dimasukkan tepat pada waktunya, Sesungguhnya, atau
sekalipun demikian, hari-hari SabatKu harus kamu pelihara. Sekalipun mereka
harus cepat-cepat mengerjakannya, tetapi mereka tidak boleh melakukan
ketergesa-gesaan yang lebih dari kecepatan yang benar; mereka tidak boleh
melanggar hukum dari hari Sabat dalam ketergesa-gesaan mereka: bahkan pekerjaan
Kemah Suci harus memberi jalan pada istirahat hari Sabat; demikianlah
hati-hatinya Allah bagi kehormatan dari hari-hari SabatNya).
Jamieson, Fausset
& Brown (tentang Kel 31:12-17): “The
reason for the fresh inculcation of the fourth commandment at this particular
period was, that the great ardour and eagerness with which all classes betook
themselves to the construction of the tabernacle exposed them to the temptation
of encroaching on the sanctity of the appointed day of rest. They might suppose
that the erection of the tabernacle was a sacred work, and that it would be a
high merit - an acceptable tribute - to prosecute the undertaking without the
interruption of a day’s repose; and therefore the caution here given, at the
commencement of the undertaking, was a seasonable admonition” (= Alasan untuk
penanaman segar dari hukum keempat pada masa khusus ini adalah, bahwa semangat
dan kesungguhan dengan mana semua golongan membaktikan diri mereka bagi
pembangunan Kemah Suci, membuka diri mereka terhadap pencobaan pelanggaran pada
kekudusan dari hari istirahat yang telah ditetapkan. Mereka bisa / mungkin
menduga bahwa pendirian dari Kemah Suci merupakan pekerjaan yang kudus, dan
bahwa merupakan suatu kebaikan yang tinggi - suatu upeti / penghormatan yang
bisa diterima - untuk meneruskan usaha itu tanpa gangguan dari istirahat satu
hari; dan karena itu peringatan yang diberikan di sini, pada permulaan dari
usaha itu, merupakan peringatan yang tepat pada waktunya).
Barnes’ Notes (tentang Kel 31:12-17): “It seems likely that the penal edict was especially
introduced as a caution in reference to the construction of the tabernacle,
lest the people, in their zeal to carry on the work, should be tempted to break
the divine law for the observance of the day” (= Sangat memungkinkan bahwa pengumuman / ketetapan
yang berhubungan dengan hukuman, secara khusus diajukan sebagai suatu
peringatan berkenaan dengan pembangunan Kemah Suci, supaya umat / bangsa itu
jangan, dalam semangat mereka untuk melaksanakan pekerjaan itu, dicobai untuk
melanggar hukum ilahi untuk pemeliharaan / penghormatan hari itu).
Keil & Delitzsch (tentang Kel 31:12-17): “The repetition and further development of this
command, which was included already in the decalogue, is quite in its proper
place here, inasmuch as the thought might easily have occurred, that it was
allowable to omit the keeping of the Sabbath, when the execution of so great a
work in honour of Jehovah had been commanded” (= Pengulangan dan pengembangan selanjutnya dari
perintah ini, yang sudah dimasukkan dalam 10 hukum Tuhan, ada pada tempat yang
tepat di sini, karena dengan mudah terjadi pemikiran bahwa merupakan sesuatu
yang diijinkan untuk menghapuskan pemeliharaan hari Sabat, pada waktu
pelaksanaan dari pekerjaan yang begitu besar dalam penghormatan terhadap
Yehovah telah diperintahkan).
Matthew Henry (tentang Neh 13:15-22): “The law of the sabbath was very strict
and much insisted one, and with good reason, for religion is never in the
throne while sabbaths are trodden under foot” (= Hukum Sabat
sangat ketat dan merupakan satu hukum yang sangat ditekankan, dan dengan alasan
yang baik, karena agama tidak pernah ada di takhta pada waktu hari-hari
Sabat diinjak-injak).
Catatan: apa yang saya jelaskan tentang
hal-hal yang dilarang untuk dilakukan pada hari Sabat ini, bukanlah merupakan
pandangan extrim dari satu atau dua penafsir saja, tetapi boleh dikatakan dari
hampir semua penafsir, dan ini saya tunjukkan dengan memberikan komentar dari
banyak penafsir di atas (tetapi yang tidak saya terjemahkan).
c) Pentingnya
istirahat pada hari Sabat / hari minggu.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:8-11: “Sunday and
suicide: - There is no one thing that kills, exhausts, or sends to the lunatic asylum
more of the active and strong men of this country (United States) than the
breach of the Fourth Commandment. ... ‘He kept no Sunday.’ You may safely write
that epitaph over hundreds of graves that will be dug this year for ambitious,
prosperous, influential men, cut off in the midst of the race of life. There
are suicides in scores where no apparent cause exists for what the newspapers call ‘the rash act.’ The man was doing
well; his business was prospering; his family relations were pleasant and affectionate.
... It is for man’s good that God has established all His statutes. Clear as
that truth is about them all, it is especially clear about the day of rest. ...
As a matter of fact, there is no rest, no relaxation, so utter as that offered
by a well-kept Sunday. There is perfect rest and quiet for the body, and, to
the worker with his hands, that may be the main point. But there is far more
than this. The mind is called away from all its cares and all its common vulgar
interests. The man is called to rise out of the changing into the unchanging,
out of the temporary into the eternal, out of the low into the
infinitely lofty, out of the strife into the deep calm of the eternal peace.
... It is the neglect of this provision of God that is the root-cause of the
deaths and suicides from overwork, which shock us almost daily in the current
items of news”
[= Hari Minggu dan bunuh diri: - Tidak ada suatu hal apapun yang lebih
membunuh, meletihkan / menghabiskan tenaga, atau mengirimkan ke rumah sakit
jiwa / gila, orang-orang yang aktif dan kuat dari negeri ini (Amerika Serikat)
dari pada pelanggaran terhadap hukum ke empat ini. ... ‘Ia tidak memelihara
hari Minggu’. Engkau bisa dengan aman menulis tulisan ini di batu nisan di atas
ratusan kuburan yang akan digali tahun ini bagi orang-orang yang ambisius,
makmur, berpengaruh, yang mati di tengah-tengah balapan kehidupan. Ada puluhan
kasus-kasus bunuh diri dimana tidak ada penyebab yang jelas untuk apa yang
disebut surat kabat sebagai ‘tindakan gegabah’. Orang itu baik-baik saja,
bisnisnya makmur / berhasil dengan baik; hubungan keluarganya menyenangkan dan
penuh kasih. ... Untuk kebaikan manusialah Allah telah menentukan semua
undang-undangNya. Kebenaran itu jelas untuk semua undang-undang itu, tetapi itu
khususnya jelas tentang hari istirahat. ... Dalam faktanya, tidak ada
istirahat, tidak ada kesantaian, yang begitu lengkap / sempurna seperti
istirahat yang diberikan oleh hari Minggu yang dipelihara dengan baik. Ada
istirahat dan ketenangan yang sempurna untuk tubuh, dan bagi pekerja yang
menggunakan tangannya, itu mungkin / bisa merupakan hal yang utama. Tetapi ada
jauh lebih banyak dari ini. Pikiran dipanggil untuk menjauhi semua
kekuatirannya dan semua kepentingan orang-orang biasa. Orang dipanggil untuk
naik / bangkit dari yang berubah ke dalam yang tidak berubah, dari yang
sementara ke dalam yang kekal, dari yang rendah ke dalam yang tinggi / mulia,
dari pergumulan ke dalam ketenangan yang dalam dari damai yang kekal. ...
Pengabaian terhadap penyediaan Allah inilah yang merupakan akar penyebab dari
kematian-kematian dan bunuh diri - bunuh diri dari pekerjaan yang berlebihan, yang
mengejutkan kita hampir setiap hari dalam pokok-pokok berita sekarang ini].
HUKUM 4 (6)
Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat
(Kel 20:8-11)
Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam
hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi
hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu
laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.
2) Kita harus
berbakti kepada Tuhan pada hari Sabat.
Im 23:3 - “Enam
hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah
ada sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah
kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah sabat bagi TUHAN di segala tempat
kediamanmu”.
Im 19:30 - “Kamu
harus memelihara hari-hari sabatKu dan menghormati tempat kudusKu;
Akulah TUHAN”.
Maz 92:1-5 - “(1) Mazmur. Nyanyian untuk hari Sabat.
(2) Adalah baik untuk menyanyikan syukur
kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi, (3)
untuk memberitakan kasih setiaMu di waktu pagi dan kesetiaanMu di waktu malam,
(4) dengan bunyi-bunyian sepuluh tali dan dengan gambus, dengan iringan kecapi.
(5) Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaanMu, karena
perbuatan tanganMu aku akan bersorak-sorai”.
Bil 28:9-10 - “(9)
‘Pada hari Sabat: dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan dua
persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak,
serta dengan korban curahannya. (10) Itulah korban bakaran Sabat pada tiap-tiap
Sabat, di samping korban bakaran yang tetap dan korban curahannya”.
Yeh 46:1-3 - “(1)
Beginilah firman Tuhan ALLAH: Pintu gerbang pelataran dalam yang menghadap ke
sebelah timur haruslah tertutup selama enam hari kerja, tetapi pada hari Sabat
supaya dibuka; pada hari bulan baru juga supaya dibuka. (2) Raja itu akan masuk
dari luar melalui balai gerbang dan akan berdiri dekat tiang pintu gerbang itu.
Sementara itu imam-imam akan mengolah korban bakaran dan korban keselamatan
raja itu dan ia akan sujud menyembah di ambang pintu gerbang itu, lalu keluar
lagi. Dan pintu gerbang itu tidak boleh ditutup sampai petang hari. (3)
Penduduk negeri juga harus turut sujud menyembah di hadapan TUHAN di pintu
gerbang itu pada hari Sabat dan hari bulan baru”.
Ada beberapa hal yang ingin saya tekankan berkenaan
dengan ibadah / kebaktian pada hari Sabat.
a) Sebenarnya
‘berbakti kepada Tuhan’ merupakan tujuan dari istirahat pada hari Sabat. Bukan
sekedar istirahatnya semata-mata yang ditekankan, tetapi kita harus
beristirahat / berhenti mengurusi urusan sehari-hari kita, supaya kita bisa
menggunakan hari itu untuk berbakti kepada Tuhan.
John Murray:
“The
weekly sabbath is based upon the divine example; the divine mode of procedure
in creation determines one of the basic cycles by which human life here on
earth is regulated, namely, the weekly cycle; this sequence of six days of
labour and one of rest have applied to Adam in the state of innocence ...” (= Sabat mingguan didasarkan pada teladan ilahi;
cara / prosedur ilahi dalam penciptaan menentukan satu dari siklus dasar oleh
mana kehidupan manusia di bumi diatur, yaitu, siklus mingguan; urutan enam hari
kerja dan satu hari istirahat ini telah diterapkan kepada Adam dalam keadaan
tidak berdosa) - ‘Principles
of Conduct’, hal 34.
John Murray:
“Even
in innocence man would have required time for specific worship. ... Unfallen
man would need to suspend his weekly labours in order to refresh himself with
the exercises of concentrated worship”
(= Bahkan dalam keadaan tidak berdosa manusia membutuhkan waktu tertentu untuk
ibadah / kebaktian. ... Manusia yang belum jatuh ke dalam dosa butuh untuk
menghentikan pekerjaan-pekerjaan mingguannya untuk menyegarkan dirinya sendiri
dengan pelaksanaan dari ibadah yang terkonsentrasi) - ‘Principles of Conduct’, hal 34.
Calvin (tentang Kel 20:8): “Surely God has no delight in idleness and sloth,
and therefore there was no importance in the simple cessation of the labours of
their hands and feet; nay, it would have been childish superstition to rest
with no other view than to occupy their repose in the service of God. ... they
were only called away from their own works, that, as if dead to themselves and
to the world, they might wholly devote themselves to God. ... we must see
what is the sum of this sanctification, viz., the death of the flesh, when men
deny themselves and renounce their earthly nature, so that they may be ruled
and guided by the Spirit of God”
(= Jelas bahwa Allah tidak menyenangi kemalasan, dan karena itu tidak ada
kepentingan dalam sekedar penghentian dari pekerjaan dari tangan dan kaki
mereka; tidak, merupakan suatu takhyul yang kekanak-kanakan untuk beristirahat
tanpa maksud untuk mengisi istirahat mereka dalam kebaktian / pelayanan Allah.
... mereka hanya dipanggil untuk menjauh dari pekerjaan-pekerjaan mereka
sendiri, supaya, seakan-akan mati bagi diri mereka sendiri dan bagi dunia,
mereka bisa membaktikan diri mereka seluruhnya kepada Allah. ... kita harus
melihat intisari dari pengudusan ini, yaitu mati bagi daging, pada waktu
manusia menyangkal diri mereka sendiri dan meninggalkan sifat duniawi mereka,
sehingga mereka bisa diatur dan dipimpin oleh Roh Allah) - hal 434.
Calvin (tentang Kel 20:8): “the legitimate use of the Sabbath must be supposed
to be self-renunciation, since he is in fact accounted to cease from his works
who is not led by his own will nor indulges his own wishes, but who suffers
himself to be directed by the Spirit of God”
(= penggunaan yang sah dari Sabat harus dianggap sebagai penyangkalan diri
sendiri, karena ia yang dianggap berhenti dari pekerjaan-pekerjaannya
sebetulnya adalah ia yang tidak dibimbing oleh kehendaknya sendiri maupun
menuruti pemuasan keinginannya sendiri, tetapi ia yang membiarkan dirinya
diarahkan oleh Roh Allah) - hal 436.
Calvin (tentang Kel 20:8): “There is indeed no moment which should be allowed
to pass in which we are not attentive to the consideration of the wisdom,
power, goodness, and justice of God in His admirable creation and government of
the world; but, since our minds are fickle, and apt therefore to be forgetful
or distracted, God, in his indulgence providing against our infirmities,
separates one day from the rest, and commands that it should be free from all
earthly business and cares, so that nothing may stand in the way of that holy
occupation. On this ground He did not merely wish that people should rest at
home, but that they should meet in the sanctuary, there to engage
themselves in prayer and sacrifices, and to make progress in religious
knowledge through the interpretation of the Law” (= Memang tidak ada saat / waktu yang boleh
dibiarkan berlalu dalam mana kita tidak memberi perhatian pada pertimbangan /
perenungan tentang hikmat, kuasa, kebaikan, dan keadilan dari Allah dalam
penciptaanNya dan pemerintahanNya atas alam semesta yang mengagumkan; tetapi
karena pikiran kita plin-plan, dan karena itu condong untuk lupa atau
disimpangkan, maka Allah, dalam kebaikanNya bersiap-siap untuk menghadapi
kelemahan-kelemahan kita, memisahkan satu hari dari yang lainnya, dan
memerintahkan bahwa hari itu harus bebas dari semua kesibukan dan kekuatiran
duniawi, sehingga tidak ada apapun yang menghalangi pekerjaan / kesibukan kudus
itu. Berdasarkan hal ini Ia tidak semata-mata menginginkan supaya manusia
harus beristirahat di rumah, tetapi supaya mereka bertemu di tempat kudus,
menyibukkan diri mereka sendiri dalam doa dan korban-korban di sana, dan untuk
membuat kemajuan dalam pengetahuan agamawi melalui penafsiran dari hukum
Taurat) - hal 437.
Matthew Henry (tentang Yer 17:19-27): “They must apply themselves to that which is the
proper work and business of the day: ‘Hallow you the sabbath, that is,
consecrate it to the honour of God and spend it in his service and worship.’ It
is in order to this that worldly business must be laid aside, that we may be
entire for, and intent upon, that work, which requires and deserves the whole
man” (= Mereka harus
menerapkan kepada diri mereka sendiri pekerjaan dan kesibukan yang benar pada
hari itu: ‘Kuduskanlah hari Sabat, yaitu, kuduskanlah hari itu bagi kehormatan
Allah dan habiskanlah / gunakanlah hari itu untuk pelayanan dan penyembahan /
ibadah’. Adalah untuk tujuan ini maka kesibukan / urusan duniawi harus
disingkirkan, supaya kita bisa sepenuhnya untuk, dan bersungguh-sungguh untuk,
pekerjaan itu, yang membutuhkan / menuntut dan layak mendapatkan seluruh
manusia).
Jamieson, Fausset
& Brown: “the physical rest, though necessarily made
prominent in the prohibitory form of the enactment ... did not certainly
comprehend the whole or the chief object of the institution. Such abstinence
from ‘any manner of work’ would not be equivalent to ‘keeping holy the Sabbath
day.’ It is a part - an important, but not the principal, end of it, which was
to afford an opportunity of worshipping God” [= istirahat fisik, sekalipun perlu
ditonjolkan dalam bentuk larangan dari undang-undang ... jelas tidak meliputi
seluruh hukum ataupun merupakan tujuan utama dari hukum. Tindakan menjauhkan
diri dari ‘setiap bentuk pekerjaan’ seperti itu tidak akan sama dengan ‘menjaga
kekudusan hari Sabat’. Itu merupakan sebagian, suatu tujuan yang penting tetapi
bukan tujuan yang utama darinya, yang adalah mengadakan suatu kesempatan untuk
berbakti kepada Allah].
Jadi, melakukan hal-hal
dalam kebaktian, seperti berdoa, menyanyi, mendengar / belajar Firman Tuhan,
dan bahkan melayani, jelas bukan dosa, tetapi bahkan merupakan hal-hal yang
harus dilakukan pada hari Sabat, dan merupakan tujuan utama adanya hari Sabat.
Bdk. Maz 92:1-5 - “(1) Mazmur. Nyanyian untuk hari Sabat. (2) Adalah baik untuk
menyanyikan syukur kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya
Yang Mahatinggi, (3) untuk memberitakan kasih setiaMu di waktu pagi dan
kesetiaanMu di waktu malam, (4) dengan bunyi-bunyian sepuluh tali dan dengan
gambus, dengan iringan kecapi. (5) Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya
TUHAN, dengan pekerjaanMu, karena perbuatan tanganMu aku akan bersorak-sorai”.
Catatan: memang ayat 1 (yang saya garis-bawahi), sebetulnya
bukan termasuk dalam Kitab Suci. Kalau saudara menggunakan Kitab Suci bahasa
Inggris maka bagian ini diletakkan di atas sebagai judul, dan ay 2 dalam Kitab
Suci Indonesia merupakan ay 1 dalam Kitab Suci bahasa Inggris. Ay 1 dalam
Kitab Suci Indonesia ini merupakan sesuatu yang ditambahkan kepada mazmur ini,
dan seringkali bisa membuat kita lebih mengerti latar belakang mazmur tersebut.
Tetapi bagian seperti ini tidak selalu benar. Kalau ay 1 dalam Kitab Suci
Indonesia ini benar, maka kontext dari bagian ini adalah ‘nyanyian untuk hari
Sabat’.
Matthew Henry (tentang Maz
92): “This psalm was appointed to be sung, at least it usually was sung, in
the house of the sanctuary on the sabbath day” (= Mazmur ini ditetapkan
untuk dinyanyikan, setidaknya itu biasanya dinyanyikan, dalam tempat kudus pada
hari Sabat).
Matthew Henry (tentang Maz
92): “The sabbath day must be a day, not only of holy rest, but of holy work,
and the rest is in order to the work” (= Hari Sabat haruslah menjadi suatu hari, bukan
hanya dari istirahat yang kudus, tetapi pekerjaan yang kudus, dan istirahat itu
tujuannya untuk pekerjaan itu).
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Maz 92): “this psalm is
for the ‘holy convocation’ on ‘the Sabbath’ (Lev. 23:3). On it the Church is to
‘rest from her own works,’ and to ‘triumph in the Lord’s work’ (Ps. 92:4) in
saving her and destroying her foes” [= mazmur ini
adalah untuk ‘pertemuan kudus’ pada hari Sabat (Im 23:3). Pada hari itu Gereja
harus ‘beristirahat dari pekerjaan-pekerjaannya sendiri’, dan ‘bersukacita
dalam pekerjaan Tuhan’ (Maz 92:4) dalam menyelamatkannya dan menghancurkan
musuh-musuhnya].
b) Kalau ada orang yang pada hari Sabat hanya
beristirahat tetapi tidak berbakti, maka ada juga yang sebaliknya. Mereka
berbakti, tetapi lalu bekerja lagi setelah kebaktian itu selesai. Atau, mereka
bekerja dulu, dan lalu pada sore hari baru berbakti kepada Tuhan / ke gereja. Ini tetap salah, karena seluruh
hari Sabat itu harus untuk Tuhan.
Thomas Watson:
“The
Lord forbade manna to be gathered on the Sabbath. ... One might think it would
have been allowed, as manna was the ‘staff of their life;’ and the time when it
fell was between five and six in the morning, so that they might have gathered
it betimes, and all the rest of the Sabbath might have been employed in God’s
worship; and besides, they needed not to have taken any great journey for it,
for it was but stepping out of their doors, and it fell about their tents: and
yet they might not gather it on the Sabbath: and for purposing only to do it,
God was very angry” (= Tuhan
melarang manna dikumpulkan pada hari Sabat. ... Seseorang bisa berpikir bahwa
itu akan diijinkan, karena manna merupakan ‘bahan pokok dari kehidupan mereka’;
dan saat dimana manna itu jatuh adalah di antara pk 5 dan pk 6 pagi, sehingga
mereka bisa mengumpulkannya sangat pagi, dan seluruh sisa dari hari Sabat bisa
digunakan dalam ibadah kepada Allah; dan disamping itu, mereka tidak perlu
melakukan perjalanan yang jauh untuk hal itu, karena mereka hanya perlu
melangkah keluar pintu mereka dan manna itu jatuh di sekitar tenda-tenda
mereka: tetapi toh mereka tidak boleh mengumpulkan manna itu pada hari Sabat:
dan hanya karena adanya maksud seperti itu sudah membuat Allah sangat marah) - ‘The Ten Commandments’, hal 99.
c) Sebetulnya, pergi ke gereja pada hari Sabat / Minggu itu bukan hanya merupakan
kewajiban kita, tetapi juga kebutuhan kita.
Thomas Watson:
“The
Sabbath-day is for our interest; it promotes holiness in us. The business of
week-days makes us forgetful of God and our souls: the Sabbath brings him back
to our remembrance” (= Hari Sabat
adalah untuk kepentingan kita; itu memajukan kekudusan dalam diri kita.
Kesibukan dari hari-hari dalam minggu itu membuat kita lupa kepada Allah dan
jiwa kita: hari Sabat membawa Dia kembali pada ingatan kita) - ‘The Ten Commandments’, hal 94.
Seseorang mengatakan: “After looking
at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (= Setelah
melihat pada bumi / dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan untuk
melihat ke atas).
d) Kita harus berbakti kepada Tuhan di gereja (Im 19:30
26:2 Luk 4:16).
Im 19:30 - “Kamu
harus memelihara hari-hari sabatKu dan menghormati tempat kudusKu;
Akulah TUHAN”.
Im 26:2 - “Kamu
harus memelihara hari-hari SabatKu dan menghormati tempat kudusKu,
Akulah TUHAN”.
Luk 4:16 - “Ia datang ke
Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia
masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab”.
Dari 2 ayat dalam kitab
Imamat di atas bisa terlihat dengan jelas bahwa ‘pemeliharaan
hari Sabat’
dihubungkan dengan tindakan ‘menghormati
tempat kudus Allah’. Jadi, jelas bahwa pada hari Sabat kita memang harus berbakti kepada
Tuhan.
Jadi, berbakti kepada Tuhan, bukanlah sekedar
merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu keharusan. Jadi, kalau kita tidak
melakukannya, kita berdosa.
Ada beberapa
hal yang ingin saya persoalkan:
1. Kita tidak boleh berbakti di rumah sendiri
(kecuali kalau rumah saudara memang dijadikan gereja).
Ada orang-orang yang berbakti kepada Tuhan di rumahnya
sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri, menyanyi sendiri, dsb).
Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari Minggu, hal ini bisa
dilakukan oleh makin banyak orang.
Tetapi ini bukan cara berbakti yang benar, dan ini
terlihat dari:
a. Ul 12:5-7
- “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN,
Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di
sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke
sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan
persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu,
anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. (7) Di sanalah kamu makan di
hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam
segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.
Sebelum jaman Musa, maka tempat ibadah kepada Tuhan
belum ditetapkan, dan karena itu orang boleh beribadah di mana-mana. Tetapi
sejak jaman Musa, Tuhan menetapkan satu tempat ibadah tertentu. Tetapi penetapan tempatnya juga bisa berubah.
·
pada saat Israel ada di padang gurun,
tentu saja Kemah Sucinya berpindah-pindah sesuai dengan keberadaan mereka.
·
pada jaman Eli dan Samuel, Kemah Suci
ada di Silo (1Sam
1:3,9,24 1Sam 2:14 1Sam 3:21
1Sam 4:3).
·
pada jaman Daud, Kemah Suci
dipindahkan ke Yerusalem (2Sam 6).
Tetapi pada jaman Perjanjian Baru, tidak ada tempat yang ditetapkan.
Yoh 4:20-24 - “(20) Nenek moyang kami menyembah di
atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang
menyembah.’ (21) Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan,
saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan
juga di Yerusalem. (22) Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami
menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi.
(23) Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa
penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab
Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (24) Allah itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.’”.
Kata-kata ‘menyembah dalam
roh’ di sini dikontraskan dengan
kata-kata ‘menyembah secara lahiriah’. Contoh penyembahan yang lahiriah adalah penekanan
tempat tertentu untuk ibadah, doa dsb (dalam kontex ini jelas inilah yang
dimaksud. Bdk. ay 21). Dari sini jelas bahwa:
¨
Orang kristen
tidak punya tempat / kota suci.
Jadi, Yerusalem, maupun Israel / Kanaan bukan
merupakan tempat suci bagi orang kristen!
¨
Orang kristen
tidak harus berbakti di gedung gereja.
Rumah, restoran, ruang senam, lapangan, atau tempat
manapun / apapun, boleh dipakai sebagai tempat untuk berbakti.
Catatan: kalau pemerintah melarang hal-hal itu, itu lain
urusan. Tetapi Kitab Suci sendiri tidak pernah melarang kebaktian di
tempat-tempat seperti itu.
¨
Orang kristen
tidak perlu pergi ke suatu tempat tertentu (misalnya bukit doa) kalau mau
berdoa. Memang kita harus mencari tempat yang sunyi, tetapi bukan tempat tertentu.
¨
Orang kristen
tidak perlu pergi ke tempat tertentu untuk mendapat berkat tertentu.
Bandingkan dengan Gereja Roma Katolik dengan Lourdes-nya, dan juga orang-orang
yang mempercayai Toronto Blessing dengan Toronto-nya.
b. Im 23:3
- “Enam hari lamanya boleh dilakukan
pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian
penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu
pekerjaan; itulah sabat bagi TUHAN di segala tempat kediamanmu”.
Kata-kata ‘hari pertemuan
kudus’ dalam terjemahan bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
KJV: ‘an holy convocation’ (= suatu pertemuan kudus).
RSV/NASB: ‘a holy convocation’ (= suatu pertemuan kudus).
NIV: ‘a day of sacred assembly’ (= suatu hari pertemuan keramat / kudus).
Jadi, semua terjemahan mengandung kata ‘pertemuan’,
dan itu jelas menunjuk pada ibadah bersama, bukan sendiri-sendiri.
c. Adanya
Kemah Suci atau Bait Suci.
Kalau Tuhan memang menghendaki setiap orang percaya
berbakti sendiri-sendiri di rumah masing-masing, untuk apa didirikan Kemah Suci
/ Bait Allah?
d. Adanya
hamba-hamba Tuhan.
Kalau memang Tuhan menghendaki setiap orang percaya
berbakti di rumahnya masing-masing, apa gunanya Tuhan menetapkan adanya hamba
Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua dan diaken (1Tim 3:1-13), dsb?
Ef 4:11 - “Dan
Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik
pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar”.
1Tim 3:1-13 - “(1)
Benarlah perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat
menginginkan pekerjaan yang indah.’ (2) Karena itu penilik jemaat
haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri,
bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, (3) bukan
peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, (4)
seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.
(5) Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia
dapat mengurus Jemaat Allah? (6) Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar
jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. (7) Hendaklah ia juga
mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke
dalam jerat Iblis. (8) Demikian juga diaken-diaken haruslah orang
terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, (9)
melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci. (10)
Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah
ternyata mereka tak bercacat. (11) Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang
terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai
dalam segala hal. (12) Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus
anak-anaknya dan keluarganya dengan baik. (13) Karena mereka yang melayani dengan
baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus
mereka dapat bersaksi dengan leluasa”.
Kis 14:23 - “Di
tiap-tiap jemaat (church) rasul-rasul itu menetapkan
penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka
menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan
mereka”.
1Tim 5:17 - “Penatua-penatua
yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang
dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.
e. Tidak
bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman, kalau kita berbakti sendiri di
rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen sangat menekankan persekutuan
dengan saudara seiman.
Ibr 10:25 - “Janganlah
kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti
dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati,
dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.
A. T. Robertson: “‘As the custom of some is.’ ... Already some Christians
had formed the habit of not attending public worship, a perilous habit then and
now” (= ‘seperti dibiasakan oleh beberapa
orang’. ... Sudah ada sebagian orang Kristen yang membentuk kebiasaan untuk
tidak menghadiri kebaktian umum, suatu kebiasaan yang membahayakan, dulu maupun
sekarang).
Wycliffe Bible
Commentary: “When Christians meet together, they exhort
each other to fruitful service and unbroken fellowship. The danger of apostasy
lurks in the failure of believers to meet together for mutual help” (= Pada waktu
orang-orang kristen berkumpul / bertemu bersama-sama, mereka saling menasihati
bagi pelayanan yang penuh buah dan persekutuan yang utuh. Bahaya dari
kemurtadan mengintip dalam kegagalan orang-orang percaya untuk bertemu
bersama-sama untuk saling menolong).
Barnes’ Notes: “it refers to public worship. ... The command, then,
here is, to meet together for the worship of God, and it is enjoined on
Christians as an important duty to do it. It is implied, also, that there is
blame or fault where this is ‘neglected.’ ... Why those here referred to
neglected public worship, is not specified. It may have been from such causes
as the following. (1) some may have been deterred by the fear of persecution,
as those who were thus assembled would be more exposed to danger than others.
(2) some may have neglected the duty because they felt no interest in it - as
professing Christians now sometimes do. (3) it is possible that some may have
had doubts about the necessity and propriety of this duty, and on that account
may have neglected it. (4) or it may perhaps have been, though we can hardly
suppose that this reason existed, that some may have neglected it from a cause
which now sometimes operates - from dissatisfaction with a preacher, or with
some member or members of the church, or with some measure in the church.
Whatever were the reasons, the apostle says that they should not be allowed to
operate, but that Christians should regard it as a sacred duty to meet together
for the worship of God. None of the causes above suggested should deter people from
this duty. With all who bear the Christian name, with all who expect to make
advances in piety and religious knowledge, it should be regarded as a sacred
duty to assemble together for public worship. Religion is social; and our
graces are to be strengthened and invigorated by waiting together on the Lord.
There is an obvious propriety that people should assemble together for the
worship of the Most High, and no Christian can hope that his graces will grow,
or that he can perform his duty to his Maker, without uniting thus with those
who love the service of God” [= ini menunjuk pada kebaktian umum. ... Jadi, di sini
diperintahkan untuk bertemu bersama-sama untuk menyembah Allah / berbakti
kepada Allah, dan hal itu diperintahkan kepada orang-orang kristen sebagai
suatu kewajiban yang penting untuk dilakukan. Secara tak langsung, juga
terlihat bahwa ada kesalahan pada waktu hal itu diabaikan. ... Mengapa mereka
yang dibicarakan di sini mengabaikan kebaktian umum, tidak dinyatakan. Itu bisa
disebabkan oleh penyebab-penyebab sebagai berikut. (1) sebagian mungkin
dihalangi oleh rasa takut terhadap penganiayaan, karena mereka yang berkumpul
seperti itu akan lebih terbuka terhadap bahaya dari pada yang lain. (2)
sebagian mungkin telah mengabaikan kewajiban ini karena mereka tidak merasa
ingin melakukannya - seperti yang kadang-kadang dilakukan oleh orang-orang yang
mengaku sebagai orang Kristen pada jaman sekarang. (3) adalah mungkin bahwa
sebagian mungkin mempunyai keragu-raguan tentang keharusan dan kebenaran dari
kewajiban ini, dan karena itu telah mengabaikannya. (4) atau itu mungkin,
sekalipun kita hampir tidak bisa menganggap bahwa alasan ini ada pada saat itu,
bahwa sebagian telah mengabaikannya dari suatu penyebab yang pada jaman
sekarang beroperasi - dari ketidak-puasan / ketidak-senangan terhadap sang
pengkhotbah, atau terhadap jemaat tertentu dari gereja, atau terhadap
tindakan-tindakan tertentu dalam gereja. Apapun alasannya, sang rasul
mengatakan bahwa hal-hal itu tidak boleh diijinkan untuk beroperasi, tetapi
bahwa orang-orang kristen harus menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang
sakral / kudus untuk bertemu bersama-sama bagi penyembahan terhadap Allah.
Tidak ada dari penyebab-penyebab di atas yang boleh menahan orang-orang dari
kewajiban ini. Bersama-sama dengan semua orang yang disebut orang Kristen,
bersama-sama dengan semua orang yang berharap untuk maju dalam kesalehan dan
pengetahuan agamawi, itu harus dianggap sebagai suatu kewajiban kudus untuk
bertemu bersama-sama untuk melakukan kebaktian umum. Agama merupakan sesuatu
yang bersifat sosial; dan kasih karunia kita harus dikuatkan dan disegarkan
dengan bersama-sama melayani Tuhan. Ada kebenaran / kepantasan yang jelas bahwa
orang-orang harus berkumpul bersama-sama bagi penyembahan terhadap Yang Maha
Tinggi, dan tidak ada orang Kristen bisa berharap bahwa kasih karunianya akan
bertumbuh, atau bahwa ia bisa melakukan kewajibannya kepada Penciptanya, tanpa
bersatu seperti itu bersama mereka yang mencintai pelayanan / ibadah kepada
Allah].
2. Yang
dimaksud ‘gereja’ adalah persekutuan orang kristen, bukan gedungnya.
Bdk.
1Kor 1:2 - “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu
mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi
orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada
nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita”.
Kata ‘jemaat’ seharusnya adalah ‘gereja’, dan yang disebut dengan ‘gereja’ sebetulnya bukanlah ‘gedung’nya tetapi ‘orang’nya.
Bandingkan dengan kata-kata selanjutnya dalam ay 2 - ‘yaitu mereka yang dikuduskan’.
Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak diadakan di gedung
gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak jadi soal, selama
orang-orang yang mengikuti kebaktian itu adalah orang-orang kristen yang sejati
(biarpun tidak semuanya, karena pasti ada lalang di antara gandum), itu tidak
jadi soal.
Sekarang ada gereja-gereja (biasanya yang sudah mapan)
yang mengajar jemaatnya bahwa kebaktian di ruko, restoran, hotel, rumah, dsb,
itu tidak sah. Kebaktian yang sah hanyalah kebaktian yang diadakan di gedung
gereja. Ini adalah omong kosong yang busuk dan kurang ajar, karena sebetulnya
diucapkan hanya dengan tujuan supaya jemaat mereka tidak ‘lari’ ke
gereja-gereja yang ada di tempat-tempat tersebut! Ingat bahwa orang kristen abad
pertama juga tidak mempunyai gedung gereja, sehingga mereka berbakti di
rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat berbakti. Kalau itu semua tidak sah,
maka boleh dikatakan semua orang Kristen abad-abad awal, dan juga semua
rasul-rasul, melakukan kebaktian yang tidak sah!
HUKUM 4 (7)
Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat
(Kel 20:8-11)
Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam
hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi
hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu
laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.
3. Dalam berbakti kepada Tuhan kita harus
memilih gereja yang benar, karena kalau tidak, itu bukan berbakti kepada
Tuhan.
Jadi, kita harus memilih gereja yang benar, yaitu
gereja yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan, sebagai
tempat kita berbakti.
Bdk.
1Kor 1:2 - “kepada jemaat (gereja) Allah di Korintus, yaitu mereka yang
dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus,
dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus
Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita”.
Adalah sesuatu yang aneh bahwa Paulus tetap menyebut
gereja Korintus yang bejat ini dengan sebutan ‘gereja’.
Paulus yakin akan hal itu karena apa yang dialaminya
dalam Kis 18:9-10 - “(9) Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan
kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: ‘Jangan takut! Teruslah memberitakan
firman dan jangan diam! (10) Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada
seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umatKu di
kota ini.’”.
Karena itulah ia yakin bahwa di tengah-tengah banyak
orang kristen yang brengsek di gereja ini pasti ada sedikit yang tetap setia,
dan dengan demikian gereja yang penuh dengan cacat cela ini tetap adalah gereja
Tuhan.
Jadi, dalam persoalan menilai suatu gereja itu benar
atau sesat, kita harus menghindari 2 pandangan / sikap extrim yang salah:
a. Pandangan
bahwa suatu gereja baru bisa disebut gereja kalau gereja itu sempurna dan tidak
ada cacat celanya. Tidak ada gereja seperti itu di dunia.
Calvin (tentang 1Kor 1:2): “it is a dangerous temptation to think that there is
no Church at all where perfect purity is not to be seen. For the man that is
prepossessed with this notion, must necessarily in the end withdraw from all
others, and look upon himself as the only saint in the world, or set up a
peculiar sect in company with a few hypocrites” (= merupakan suatu pencobaan yang berbahaya untuk
berpikir bahwa di sana tidak ada Gereja sama sekali dimana kemurnian yang
sempurna tidak terlihat. Karena orang yang dikuasai oleh pikiran ini, pada
akhirnya pasti menarik dari semua yang lain, dan memandang dirinya sendiri
sebagai satu-satunya orang suci di dunia, atau mendirikan suatu sekte khusus bersama
dengan beberapa / sedikit orang-orang yang munafik) - hal 51.
Ini perlu diingat dan dicamkan, khususnya oleh
orang-orang kristen tertentu, yang selalu berpindah gereja pada saat melihat
adanya ketidak-beresan tertentu (biarpun kecil) dalam gerejanya / pendetanya /
jemaatnya.
b. Pandangan
bahwa semua gereja adalah gereja.
Ini salah karena jelas ada gereja-gereja sesat yang
bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan.
Bahwa tidak semua ‘gereja’ adalah ‘gereja’ di hadapan
Tuhan, terlihat dari:
·
istilah ‘jemaah Iblis’ dalam Wah 2:9 dan Wah 3:9.
Wah 2:9 - “Aku
tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya - dan fitnah mereka, yang
menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian:
sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis”.
Wah 3:9 - “Lihatlah,
beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya
orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta, akan
Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan
tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the synagogue of Satan’ (=
sinagog Setan).
Dalam Bil 16:3
Bil 20:4 Bil 31:16
Israel disebut sebagai ‘jemaah / umat TUHAN’. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata
Yunani SUNAGOGE, yang arti hurufiahnya adalah ‘suatu kumpulan’ atau ‘jemaah’.
Jadi dengan kata-kata ini seakan-akan Yohanes berkata: Kamu menyebut dirimu
sendiri ‘jemaah TUHAN’, padahal sebetulnya kamu adalah ‘jemaah Iblis’.
Leon Morris (Tyndale) (tentang Wah 2:9): “This unusual expression means that
their assembly for worship does not gather God’s people but Satan’s” (= Istilah /
ungkapan yang tidak lazim ini berarti bahwa perkumpulan / persekutuan kebaktian
mereka tidak mengumpulkan umat Allah tetapi umat Setan) - hal 64.
Mereka ini sama seperti orang-orang Yahudi dalam
Yoh 8:37-44, yang sekalipun mengaku sebagai keturunan Abraham dan
anak-anak Allah, tetapi sebetulnya adalah anak-anak setan.
Yoh 8:37-44 - “(37)
‘Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk
membunuh Aku karena firmanKu tidak beroleh tempat di dalam kamu. (38) Apa yang
Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat
tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.’ (39) Jawab mereka kepadaNya: ‘Bapa
kami ialah Abraham.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau sekiranya kamu
anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh
Abraham. (40) Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku,
seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari
Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. (41) Kamu
mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.’ Jawab mereka: ‘Kami tidak dilahirkan
dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.’ (42) Kata Yesus kepada mereka:
‘Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan
datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, melainkan
Dialah yang mengutus Aku. (43) Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu?
Sebab kamu tidak dapat menangkap firmanKu. (44) Iblislah
yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia
adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas
kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.
Thomas Becon:
“For
commonly, wheresoever God buildeth a church, the devil will build a chapel just
by”
(= Karena biasanya, dimanapun Allah membangun sebuah gereja, setan akan
membangun tempat ibadah di dekatnya)
- ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 118.
Daniel Defoe, ‘The Encyclopedia of Religious
Quotations’, hal 119-120:
“Wherever God
erects a house of prayer, (= Dimanapun Allah mendirikan rumah
doa,)
The Devil always
builds a chapel there; (= Setan selalu membangun tempat ibadah
di sana;)
And ‘twill be
found, upon examination, (= Dan akan didapatkan, setelah
diselidiki,)
The latter has
the largest congregation” (= Yang terakhir mempunyai jemaat yang
terbesar).
Catatan: ‘chapel’ adalah suatu tempat ibadah yang lebih rendah
dan lebih kecil dari gereja. Biasanya ada di rumah sakit, sekolah, dan
sebagainya.
·
istilah ‘rumahmu’ (bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’) yang digunakan oleh Yesus dalam Mat 23:38 untuk
menunjuk kepada Bait Allah.
Mat 23:38 - “Lihatlah
rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi”.
Calvin
(tentang Mat 23:38): “they
looked upon the temple as their invincible fortress, as if they dwelt in the
bosom of God. But Christ maintains that it is in vain for them to boast of the
presence of God, whom they had driven away by their crimes, and, by calling
it ‘their
house,’ ... he indirectly intimates to them that it
is no longer the
house of God” (= mereka memandang Bait Allah sebagai benteng mereka yang tak
terkalahkan, seakan-akan mereka tinggal di dada Allah. Tetapi Kristus
mempertahankan pandangan bahwa adalah sia-sia bagi mereka untuk membanggakan
kehadiran Allah, yang telah mereka usir oleh kejahatan-kejahatan mereka, dan dengan
menyebutnya ‘rumah mereka’, ... secara tidak langsung Ia menunjukkan kepada
mereka bahwa itu bukan lagi rumah Allah).
Perlu diingat bahwa kalau saudara berbakti di gereja
yang sesat, maka:
¨
Itu jelas
merupakan dosa, karena Firman Tuhan melarang saudara mendengarkan /
mempedulikan nabi palsu / pengajar sesat.
Ul 13:1-5 - “(1)
Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia
memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau
mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita
mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3)
maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu;
sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu
sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan
Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan,
kepadaNya harus kamu berbakti dan berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah
dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang
telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah
perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang
diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus
kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Ul 18:20-22 - “(20)
Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi namaKu
perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata
demi nama allah lain, nabi itu harus mati. (21) Jika sekiranya kamu berkata
dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan
TUHAN? - (22) apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu
tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan
TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah
gentar kepadanya.’”.
Tit 3:10-11 - “(10)
Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi.
(11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan
dosanya menghukum dirinya sendiri”.
Bdk. 2Tim 3:1-5 - “(1)
Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia
akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan
menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak
terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3)
tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang
diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir
panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5)
Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka
memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.
Catatan: memang text terakhir ini tidak secara khusus
berbicara tentang nabi palsu / penyesat, tetapi jelas bisa diterapkan kepada
mereka!
¨
Tuhan tidak
menganggap bahwa saudara sudah berbakti kepadaNya.
Bdk. Yeh 23:38-39 - “(38) Selain itu hal ini
juga mereka lakukan terhadap Aku, mereka menajiskan tempat kudusKu pada
hari itu dan melanggar kekudusan hari-hari SabatKu. (39) Dan sedang
mereka menyembelih anak-anak mereka untuk berhala-berhalanya, mereka datang
pada hari itu ke tempat kudusKu dan melanggar kekudusannya. Sungguh,
inilah yang dilakukan mereka di dalam rumahKu”.
Perhatikan bahwa ay 39
mengatakan bahwa mereka datang ke ‘rumah Allah’, tetapi di sana apa yang
dilakukan adalah menyembah berhala dan menyembelih anak-anak bagi berhala /
dewa. Jelas ini merupakan ‘gereja’ sesat, dan karena itu, sekalipun orang-orang
itu datang ke rumah Allah, Allah justru menganggap mereka menajiskan tempat
kudus / rumah Allah dan melanggar kekudusan Sabat (ay 38).
Bdk. Yer 32:34 - “Mereka menempatkan
dewa-dewa mereka yang menjijikkan di rumah yang di atasnya namaKu diserukan,
untuk menajiskannya”.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yer 32:35): “I commanded not. This cuts off from the
superstitious the plea of a good intention. All ‘will-worship’ exposes to God’s
wrath (Col 2:18,23)” [= ‘Aku tidak pernah memerintahkannya’. Ini
membuang dari takhyul-takhyul dalih / pembelaan tentang maksud / tujuan yang
baik. Semua ibadah menurut kemauan sendiri membuka diri terhadap murka Allah
(Kol 2:18,23)].
¨
Saudara mendukung
dan memberi semangat kepada gereja sesat itu.
Kehadiran saudara membuat yang hadir bertambah banyak,
dan itu memberi semangat yang cukup besar kepada mereka. Apalagi kalau pada
acara persembahan saudara mau memberi persembahan kepada gereja sesat itu!
Jadi, kalau saudara sadar bahwa gereja saudara adalah
gereja yang sesat, maka saudara harus meninggalkan gereja itu, dan pindah ke
gereja yang benar. Kalau saudara segan untuk meninggalkan gereja saudara,
padahal saudara tahu bahwa gereja saudara itu sesat, apapun alasannya, maka
saudara perlu merenungkan pertanyaan ini secara serius: ‘Apakah aku
mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.
Juga, renungkan text-text di bawah ini beserta
komentar dari para penafsir tentangnya.
*
2Kor 6:14-17
- “(14) Janganlah kamu merupakan pasangan
yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah
terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat
bersatu dengan gelap? (15) Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan
Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak
percaya? (16) Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah
bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: ‘Aku akan diam
bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan
menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatKu. (17) Sebab itu: Keluarlah
kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan,
dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu”.
Matthew Henry (tentang 2Kor 6:11-18): “Much less should we join in religious
communion with them; we must not join with them in their idolatrous services,
nor concur with them in their false worship, nor any abominations; we must not
confound together the table of the Lord and the table of devils, the house of
God and the house of Rimmon” (= Lebih-lebih lagi kita tidak boleh
ikut serta dalam persekutuan agamawi dengan mereka; kita tidak boleh ikut serta
dengan mereka dalam kebaktian-kebaktian yang bersifat menyembah berhala dari
mereka, ataupun bergabung dengan mereka dalam penyembahan / ibadah palsu
mereka, ataupun kejijikan-kejijikan apapun; kita tidak boleh mencampur-adukkan
meja Tuhan dan meja dari setan-setan, rumah Allah dan rumah dewa Rimmon).
*
Wah 18:1-5 -
“(1) Kemudian dari pada itu aku melihat
seorang malaikat lain turun dari sorga. Ia mempunyai kekuasaan besar dan bumi
menjadi terang oleh kemuliaannya. (2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat,
katanya: ‘Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi
tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat
bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci, (3) karena semua bangsa
telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat
cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh
kelimpahan hawa nafsunya.’ (4) Lalu aku mendengar suara lain dari sorga
berkata: ‘Pergilah kamu, hai umatKu, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil
bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa
malapetaka-malapetakanya. (5) Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai
ke langit, dan Allah telah mengingat segala kejahatannya”.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Wah 18:4): “‘Come out of her, my people.’ From Jer
50:8; 51:6,45. Even in Rome, God has a people; but they are in great danger:
their safety is in coming out of her at once. So in every world-conforming
church there are some of God’s true Church, who must come out.
Especially at the eve of God’s judgment on apostate Christendom: as Lot was
warned to come out of Sodom before its destruction, and Israel, to come from
about Dathan’s tents. So the first Christians came out of Jerusalem, when
apostate Judah was judged. ... ‘The harlot is every church that has not
Christ’s mind. Christendom, divided into many sects, is Babylon - i.e.,
confusion. ... Corrupt, lifeless Christendom, is the harlot, whose aim is the
pleasure of the flesh, governed by the spirit of nature and the world’ (Hahn in
Auberlen). The first justification of the woman is in her being called out
of Babylon, the harlot, at the culmination of Babylon’s sin, when judgment is
to fall: for apostate Christendom is not to be converted, but destroyed” [= ‘Keluarlah /
pergilah kamu, hai umatKu’. Dari Yer 50:8; 51:6,45. Bahkan di Roma, Allah
mempunyai suatu umat; tetapi mereka ada dalam bahaya yang besar: keamanan
mereka adalah dengan segera keluar darinya. Demikian juga dalam setiap
gereja yang menyesuaikan diri dengan dunia di sana ada beberapa dari Gereja
yang benar dari Allah, yang harus keluar. Khususnya pada malam penghakiman
Allah terhadap kekristenan yang murtad: seperti Lot diperingatkan untuk keluar
dari Sodom sebelum penghancurannya, dan Israel untuk pergi dari sekitar kemah
Datan. Demikianlah orang-orang Kristen pertama keluar dari Yerusalem, ketika
Yehuda yang murtad dihakimi. ... ‘Sang pelacur adalah setiap gereja yang tidak
mempunyai pikiran Kristus. Kekristenan, terbagi ke dalam banyak sekte, adalah
Babel - yaitu kekacauan / kebingungan. ... Kekristenan yang rusak / jahat,
mati, adalah sang pelacur, yang tujuannya adalah kesenangan daging, diperintah
oleh roh dari alam dan dunia’ (Hahn in Auberlen). Pembenaran pertama dari
perempuan itu adalah dalam pemanggilannya keluar dari Babel, sang pelacur, pada
puncak dari dosa Babel, pada waktu penghakiman akan dijatuhkan: karena
kekristenan yang murtad tidak akan dipertobatkan, tetapi dihancurkan].
Barnes’ Notes (tentang Wah 18:4): “It is implied here that by remaining in
Babylon they would lend their sanction to its sins by their presence, and
would, in all probability, become contaminated by the influence around them.
This is an universal truth in regard to iniquity, and hence it is the duty
of those who would be pure to come out from the world, and to separate
themselves from all the associations of evil” (= Ditunjukkan
secara implicit di sini bahwa dengan tetap tinggal di Babel mereka cenderung menyetujui
/ mendukung dosa-dosanya oleh kehadiran mereka, dan sangat mungkin akan
dikotori / dicemarkan oleh pengaruh di sekitar mereka. Ini merupakan kebenaran
universal berkenaan dengan kejahatan, dan karena itu merupakan kewajiban
dari mereka yang ingin menjadi murni untuk keluar dari dunia, dan memisahkan
diri mereka sendiri dari semua pergaulan / perkumpulan dari kejahatan).
Pulpit Commentary (tentang Wah 18:4): “Since the harlot, who is identical with
Babylon, is representative of the faithless part of the Church of God, these
words form a direct warning to Christians. The departure which is commanded
is not necessarily a literal, visible one; but the command implies a
dissociation from, and condemnation of, the works of Babylon. Lot’s wife
literally departed from Sodom, but was overtaken with punishment, because her
heart was not dissevered from the wickedness of the city” (= Karena sang
pelacur, yang identik dengan Babel, adalah wakil dari bagian yang tidak setia
dari Gereja Allah, kata-kata ini membentuk suatu peringatan langsung kepada
orang-orang Kristen. Tindakan meninggalkan yang diperintahkan tidak harus
merupakan suatu tindakan meninggalkan yang bersifat hurufiah, kelihatan; tetapi
perintah itu secara tidak langsung menunjuk pada suatu pemisahan diri dari, dan
pengecaman terhadap, pekerjaan-pekerjaan Babel. Istri Lot secara hurufiah
meninggalkan Sodom, tetapi disusul oleh hukuman, karena hatinya tidak
diputuskan / dipisahkan dari kejahatan dari kota itu).
Catatan: ada bermacam-macam penafsiran tentang ‘Babel’. Ada
yang mengatakan bahwa ‘Babel’ adalah ‘dunia’. Tetapi kalaupun ‘Babel’ diartikan
sebagai ‘dunia’, saya berpendapat bahwa kata-kata dalam Wah 18:4 ini tetap
bisa diterapkan kepada orang-orang Kristen untuk meninggalkan gereja yang
sesat, karena gereja yang sesat termasuk dalam ‘dunia’ ini.
Banyak orang Kristen yang tidak mau keluar dari / meninggalkan gereja
mereka, sekalipun mereka tahu gereja mereka sesat, dengan alasan mereka mau
membetulkan gereja mereka. Keinginan seperti ini, sekalipun kelihatannya bagus,
menurut saya salah dan merugikan, baik diri mereka sendiri maupun seluruh
gereja Tuhan yang benar di bumi ini. Bukan sesuatu yang mudah untuk meluruskan
gereja yang sesat. Bahkan menurut saya, itu hampir mustahil. Disamping itu apa
status mereka dalam gereja? Kalau mereka hamba Tuhan, masih mungkin, sekalipun
kemungkinannya tetap sangat kecil. Tetapi kalau mereka jemaat awam, apa yang
mereka mau lakukan untuk meluruskan gereja mereka? Perlu diingat bahwa Yesus
dan rasul-rasul sebetulnya juga tidak keluar dari ‘gereja Yahudi’ pada saat
itu, tetapi mereka dikeluarkan. Juga Martin Luther tidak keluar dari Gereja
Roma Katolik, tetapi ia dikeluarkan. Kalau orang-orang seperti itu tidak bisa
mereformasi gereja yang sesat, apalagi orang-orang awam? Juga, kalau semua
orang Kristen sejati tetap ada di gereja mereka yang sesat, maka itu
menguntungkan dan memberi semangat kepada gereja sesat, dan merugikan
gereja-gereja yang benar. Jauh lebih baik, semua mereka keluar dari gereja
sesat dan berkumpul untuk membangun kekuatan gereja yang benar.
Saya akan memberikan komentar dari beberapa penafsir
tentang tindakan berbakti di gereja yang tidak benar. Kedua penafsir di bawah
ini memberikan komentar tentang Luk 4:16 yang berbunyi sebagai berikut: “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut
kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak
membaca dari Alkitab”.
Adam Clarke (tentang Luk
4:16): “Our Lord regularly attended the public worship of God in the
synagogues; for there the Scriptures were read: other parts of the worship were
very corrupt; but it was the best at that time to be found in the land.
To worship God publicly is the duty of every man, and no man can be guiltless
who neglects it. If a person cannot get such public worship as he likes, let
him frequent such as he can get. Better to attend the most indifferent than to
stay at home, especially on the Lord’s day. The place and the time are set
apart for the worship of the true God: if others do not conduct themselves well
in it, that is not your fault, and need not be any hindrance to you. You come
to worship God - do not forget your
errand - and God will supply the lack in the service by the teachings of his
Spirit” (= Tuhan kita secara teratur menghadiri kebaktian umum Allah di
sinagog-sinagog; karena di sana Kitab Suci dibacakan: bagian-bagian lain dari
kebaktian itu sangat buruk / rusak; tetapi itu adalah yang terbaik pada saat
itu yang bisa ditemukan di negara itu. Menyembah Allah / berbakti kepada
Allah secara umum merupakan kewajiban dari setiap orang, dan tidak ada orang
bisa tidak bersalah kalau ia mengabaikannya. Jika seseorang tidak bisa
mendapatkan kebaktian seperti yang ia inginkan, biarlah ia pergi secara tetap
ke tempat yang bisa ia dapatkan. Lebih baik untuk menghadiri kebaktian / gereja
yang paling acuh tak acuh dari pada tinggal di rumah, khususnya pada hari Tuhan.
Tempat dan waktu dipisahkan untuk berbakti kepada Allah yang benar; jika
orang-orang lain tidak bertingkah laku benar di dalamnya, itu bukan salahmu,
dan tidak perlu menjadi penghalang bagimu. Kamu datang untuk berbakti kepada
Allah - jangan melupakan tujuanmu - dan Allah akan menyuplai kekurangan dalam
kebaktian itu oleh pengajaran RohNya).
Barnes’ Notes (tentang Luk
4:16): “From this it appears that the Saviour regularly attended the service of
the synagogue. In that service the Scriptures of the Old Testament were read,
prayers were offered, and the Word of God was explained. ... There was great
corruption in doctrine and practice at that time, but Christ did not on that
account keep away from the place of public worship. From this we may learn:
1. That it is our duty ‘regularly’ to attend public worship. 2. That it is
better to attend a place of worship which is not entirely pure, or where just
such doctrines are not delivered as we would wish, than not attend at all.
... At the same time, this remark should not be construed as enjoining it as
our duty to attend a place where the ‘true’ God is not worshipped, or where he
is worshipped by pagan rites and pagan prayers. If, therefore, the Unitarian
does not worship the true God, and if the Roman Catholic worships God in a
manner forbidden, and offers homage to the creatures of God also, thus being
guilty of idolatry, it cannot be a duty of a man to attend on such a place of
worship” (= Dari sini kelihatan bahwa sang Juruselamat secara teratur menghadiri
kebaktian di sinagog. Dalam kebaktian itu Kitab Suci Perjanjian Lama dibacakan,
doa dinaikkan, dan Firman Allah dijelaskan. ... Di sana ada keburukan /
kerusakan yang besar dalam doktrin dan praktek pada jaman itu, tetapi hal itu
tidak menyebabkan Kristus menjauhi tempat ibadah itu. Dari sini bisa kita
pelajari: 1. Bahwa merupakan kewajiban kita untuk secara teratur menghadiri
kebaktian umum. 2. Bahwa lebih baik untuk menghadiri suatu tempat ibadah /
kebaktian yang tidak sepenuhnya murni, atau dimana ajaran-ajaran tidak
diberikan seperti yang kita inginkan, dari pada tidak menghadiri kebaktian sama
sekali. ... Pada saat yang sama, kata-kata
ini tidak boleh ditafsirkan sebagai memerintahkan hal itu sebagai kewajiban
kita untuk menghadiri suatu tempat ibadah dimana yang disembah bukanlah Allah
yang benar, atau dimana Ia disembah dengan upacara-upacara kafir dan doa-doa
kafir. Karena itu, jika Unitarian tidak menyembah Allah yang benar, dan jika
Roma Katolik menyembah Allah dengan cara yang dilarang, dan juga memberikan
penghormatan kepada makhluk-makhluk ciptaan dari Allah, dan dengan demikian
bersalah dalam hal pemberhalaan, maka tidak bisa merupakan kewajiban seseorang
untuk menghadiri tempat ibadah seperti itu) - hal 196.
Catatan: ‘Unitarian’ mempercayai bahwa Allah itu tunggal
secara mutlak, dan dengan demikian menyangkal keilahian Kristus dan doktrin
Allah Tritunggal.
Jadi, memang lebih baik berbakti di gereja yang jelek
(bukan yang sesat) dari pada tidak berbakti sama sekali. Tetapi itu
tidak berarti bahwa saudara boleh, atau harus, berbakti di gereja yang
betul-betul sesat, seperti Saksi Yehuwa, Mormon, dan menurut Barnes, Gereja
Roma Katolik.
e) Satu
hal lain yang perlu disadari adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan
hanya merupakan suatu dosa, tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat
kurang ajar kepada Tuhan. Ia sudah memberikan 6 hari kepada saudara, dan Ia
hanya memerintahkan saudara untuk memberikan satu hari untuk Dia, tetapi yang
satu hari itupun saudara ambil dariNya, dan saudara gunakan untuk kepentingan saudara
sendiri.
Illustrasi:
Ada seorang melihat seorang pengemis. Ia kasihan dan ingin memberinya uang.
Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan ia lalu memberikan 6 keping kepada
pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk dirinya sendiri. Tetapi pengemis
itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan satu keping untuk dirinya sendiri,
lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan lari. Ini betul-betul menunjukkan
orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba bandingkan dengan analoginya:
Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari bagi kita untuk bekerja,
belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya menyisakan satu hari bagi
diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering lalu menyambar hari yang
satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya untuk diri kita sendiri!
Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan pengemis yang kurang ajar
tadi?
f) Alasan
yang tidak sah dan yang sah untuk tidak berbakti pada hari Sabat.
1. Alasan yang
tidak sah.
Hal-hal di bawah ini bukanlah alasan yang sah untuk
membolos dari kebaktian hari Minggu, dan karena itu jangan membolos dari
kebaktian hari Minggu, dengan alasan-alasan yang sangat umum di bawah ini:
a. Ada
tamu.
b. Arisan
/ pertemuan RT / RW.
c. Kerja
bakti.
d. Bekerja
/ lembur.
e. Belajar.
f. Piknik
/ keluar kota.
g. Pergi
ke pesta HUT.
h. Ada
acara dari ‘para-church’ (persekutuan, dsb).
Para pemimpin maupun
pengikut dari para-church ini harus menyadari bahwa para-church
didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk menyaingi gereja. Karena
itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari Minggu!
i. Saudara
merasa sudah mengikuti ‘kebaktian’ pernikahan.
Ingat bahwa upacara
pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu kebaktian! Saya berpendapat
bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah, tetapi untuk berbakti. Orang
kristen seharusnya tidak menikah pada hari Minggu! Mengapa? Karena ini bukan
hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti, tetapi juga menyebabkan
banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.
2. Alasan yang
sah.
Alasan yang sah untuk tidak pergi ke kebaktian adalah
kalau saudara sakit, dan itupun tentu bukan sembarang sakit. Sakitnya harus
cukup berat (sehingga memang tidak memungkinkan saudara untuk berbakti atau
berkonsentrasi dalam kebaktian), atau menular dan membahayakan. Sedangkan
alasan yang lain adalah kalau terjadi hal-hal yang memang sangat extrim,
seperti bencana alam, banjir yang hebat, atau kerusuhan masal.
Di atas sudah kita pelajari bahwa kita tidak boleh
bekerja, memasak, belanja, melakukan perjalanan sekuler, rekreasi, dsb, pada
hari Sabat / hari minggu. Lalu bagaimana caranya kita ‘menghabiskan waktu’ pada
hari Sabat / hari minggu?
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:8-11: “NOTICE THE
POSITIVE DUTIES IMPLIED IN KEEPING THE SABBATH HOLY. 1. Portions of the Sabbath
should be devoted to public religious worship. 2. Portions of the Sabbath are
due to special private devotion. 3. Portions of the Sabbath should be devoted
to religious reading. 4. A portion of the Sabbath is very properly adjudged to
Sunday-school work. 5. What remains of the Sabbath, deducting the time for
necessary temporal cares, should be devoted to family religion” (= Perhatikan
kewajiban-kewajiban positif yang ditunjukkan secara tak langsung / implicit
dalam memelihara kekudusan hari Sabat. 1. Bagian-bagian dari hari Sabat harus
dibaktikan pada kebaktian agamawi umum. 2. Bagian-bagian dari hari Sabat harus
digunakan untuk pembaktian pribadi khusus. 3. Bagian-bagian dari hari Sabat
harus dibaktikan pada pembacaan agamawi. 4. Satu bagian dari hari Sabat sangat
tepat untuk diberikan pada pekerjaan Sekolah Minggu. 5. Apa yang tersisa dari
hari Sabat, dikurangi waktu untuk perhatian sementara yang perlu, harus
dibaktikan untuk agama keluarga).
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:8-11: “Indeed, I
cannot conceive how a young man can unfold himself more thoroughly or
symmetrically than by devoting himself vigorously to study during the week, and
then setting apart Sunday as a day of restful worship, first praising God in
His sanctuary, and then praising Him in works of mercy, visiting the sick,
comforting the sorrowful, teaching the ignorant, reclaiming the outcast” (= Bahkan saya
tidak bisa mengerti bagaimana seorang muda bisa membuka dirinya sendiri dengan
lebih sepenuhnya atau dengan lebih simetris dari pada dengan membaktikan
dirinya sendiri dengan giat untuk belajar dalam sepanjang minggu, dan lalu
memisahkan hari Minggu sebagai suatu hari untuk kebaktian yang tenang,
mula-mula memuji / memuliakan Allah dalam tempat kudusNya, dan lalu memuji / memuliakan
Dia dalam pekerjaan-pekerjaan belas kasihan, mengunjungi orang-orang sakit,
menghibur orang-orang yang sedih, mengajar orang-orang yang bodoh / tidak
mempunyai pengetahuan, menyelamatkan / membawa kembali orang-orang yang terbuang).
Semua ini menunjukkan bahwa hukum tentang hari Sabat
ini adalah salah satu hukum yang paling mustahil dalam seluruh Alkitab untuk
ditaati secara sempurna! Tidak ada orang yang tidak banyak / berulang-ulang
berdosa dengan melanggar hukum keempat ini. Dan kalau ada orang menganggap
pelanggaran terhadap hukum Sabat ini termasuk dosa ringan, maka perlu
dipikirkan bahwa dalam Perjanjian Lama hukuman untuk pelanggar hukum Sabat
adalah hukuman mati!
Bible Knowledge Commentary: “For the violation of this command God
imposed on Israel the death penalty (Ex 31:15; Num 15:32-36)” [= Untuk
pelanggaran terhadap hukum ini Allah menentukan kepada Israel hukuman mati (Kel
31:15; Bil 15:32-36)].
Kel 31:15 - “Enam
hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah
ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi TUHAN: setiap orang yang
melakukan pekerjaan pada hari Sabat, pastilah ia dihukum mati”.
Bil 15:32-36 - “(32)
Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang
mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. (33) Lalu orang-orang yang mendapati dia
sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan
segenap umat itu. (34) Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum
ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. (35) Lalu berfirmanlah TUHAN
kepada Musa: ‘Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus
melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.’ (36) Lalu segenap umat
menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu,
sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa”.
Sekalipun jaman sekarang hukuman mati ini tidak bisa
diberlakukan, tetapi hukuman mati pada jaman Perjanjian Lama ini menunjukkan
bahwa pelanggaran terhadap hukum hari Sabat sama sekali bukanlah dosa yang
ringan! Dan jelas bahwa hukum ini bukan main seringnya kita langgar, sehingga membuat
kita menjadi orang yang sangat berdosa, yang seharusnya masuk ke neraka untuk
selama-lamanya. Karena itu, semua orang membutuhkan Yesus sebagai Penebus
dosanya, tanpa mana mereka akan masuk ke neraka selama-lamanya!
HUKUM 5 (1)
Hormatilah ayahmu dan ibumu
(Kel 20:12)
Kel 20:12 - “Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu”.
1) Hukum ini hanya ditujukan untuk
anak-anak terhadap orang tuanya.
Calvin (dan juga Jamieson, Fausset & Brown, dan
Keil & Delitzsch) berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk
orang tua, tetapi untuk semua otoritas yang Allah tempatkan di atas kita. Jadi,
ini juga mencakup:
a) Pemerintah
(Ro 13:1-2 1Pet 2:13-14).
b) Majikan /
boss (Ef 6:5).
c) Pimpinan
gereja (Kis 23:1-5).
d) Suami (Ef
5:22).
e) Guru / dosen
/ pimpinan di sekolah.
Sekalipun saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita
harus mentaati / menghormati semua otoritas di atas kita, tetapi saya
berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang tua. Jadi,
dalam hal ini saya tidak setuju dengan Calvin dan para penafsir di atas. Alasan
saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam hubungan orang
tua dengan anak.
Misalnya:
1. Mat 15:4-6
- “(4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah
ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti
dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau
kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu,
sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi
menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan
tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
2. Ef 6:1-3
- “(1) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu
di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. (2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini
adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: (3)
supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”.
Perhatikan kontext dari Ef 6:1-3 ini, yaitu mulai Ef
5:22-6:4. Ef 5:22-24 ditujukan kepada istri-istri; Ef 5:25-33 ditujukan kepada
suami-suami; Ef 6:1-3 ditujukan kepada anak-anak; dan Ef 6:4 ditujukan kepada
bapa-bapa. Semuanya dalam urusan keluarga, dan karena itu ‘anak-anak’ jelas
betul-betul merupakan ‘anak-anak’.
Juga, kalau hukum kelima mencakup hubungan hamba /
pegawai dengan tuannya, untuk apa Paulus lalu menambahkan lagi Ef 6:5-9,
yang memberikan peraturan kepada hamba-hamba dan tuan-tuan?
3. Hal yang
sama terjadi dalam Kol 3:18-22
Kol 3:18-22 - “(18)
Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di
dalam Tuhan. (19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah
berlaku kasar terhadap dia. (20) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu
dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. (21) Hai
bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. (22) Hai
hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan
hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus
hati karena takut akan Tuhan”.
Adam Clarke:
“There
is a degree of affectionate respect which is owing to parents, that no person
else can properly claim” (= Di sana ada suatu tingkat dari rasa
hormat yang penuh kasih yang harus kita berikan kepada orang tua, yang tak bisa
diclaim secara benar oleh orang lain).
2) ‘Ibu’ disebutkan secara khusus dan explicit dalam hukum ke
5 ini.
Calvin (tentang Kel 20:12): “The name of the mothers is expressly introduced,
lest their sex should render them contemptible to their male children” (= Nama dari ibu dimasukkan secara explicit, supaya
jangan jenis kelamin mereka membuat mereka rendah bagi anak-anak laki-laki
mereka) - hal 7.
3) Anak-anak harus menghormati ibu dan
bapa mereka.
a) Tidak hormat
kepada orang tua berarti tidak hormat kepada Allah.
Calvin (tentang Kel 20:12): “Since, therefore, the name of the Father is a
sacred one, and is transferred to men by the peculiar goodness of God, the
dishonouring of parents redounds to the dishonour of God Himself, nor can
anyone despise his father without being guilty of an offence against God” (= Karena itu, karena nama Bapa merupakan nama yang
keramat / kudus, dan dialihkan kepada manusia oleh kebaikan khusus dari Allah, sikap
tidak hormat kepada orang tua mempunyai akibat ketidak-hormatan kepada Allah
sendiri, dan seseorang tidak bisa merendahkan / meremehkan bapanya tanpa
bersalah melakukan pelanggaran terhadap Allah) - hal 7-8.
John Stott berkata sebagai berikut: banyak orang yang
membagi 10 hukum Tuhan ini dalam 2 bagian dimana bagian pertama mencakup hukum
1-4, dan bagian kedua mencakup hukum 5-10. Tetapi orang-orang Yahudi membaginya
dengan cara yang berbeda, yaitu bagian pertama mencakup hukum 1-5, dan bagian
kedua mencakup hukum 6-10.
John Stott: “The
significance of this arrangement is that it brings the honouring of our parents
into our duty to God. And this is surely right. For at least during our
childhood they represent God to us and mediate to us both his authority and his
love. We are to ‘honour’ them, that is, acknowledge their God-given authority,
and so give them not only our obedience, but our love and respect as well. ...
Reverence for parents was thus made an integral part of reverence for God as
their God and of their special relationship to him as his people” (= Arti dari pengaturan ini adalah bahwa itu
membawa hormat kepada orang tua kita ke dalam kewajiban kita kepada Allah.
Dan ini jelas benar. Karena setidaknya selama masa kanak-kanak kita mereka
mewakili Allah kepada kita dan menjadi pengantara bagi kita baik dalam hal
otoritasNya dan kasihNya. Kita harus ‘menghormati’ mereka, yaitu mengakui
otoritas yang diberikan oleh Allah kepada mereka, dan dengan demikian
memberikan kepada mereka bukan hanya ketaatan kita, tetapi juga kasih kita dan
hormat kita. ... Dengan demikian sikap hormat untuk orang tua dijadikan sebagai
bagian integral dari sikap hormat untuk Allah sebagai Allah mereka dan dari
hubungan khusus mereka dengan Dia sebagai umatNya) - ‘The Message of Ephesians’, hal 239-240.
Catatan: kata ‘reverence’ seharusnya bukan
sekedar berarti ‘sikap hormat’, tetapi ‘gabungan dari sikap takut, hormat dan
kasih’.
Bdk. Im 19:1-3 - “(1)
TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan
katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus. (3) Setiap
orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara
hari-hari sabatKu; Akulah TUHAN, Allahmu”.
Kata ‘menyegani’ diterjemahkan agak berbeda-beda dalam Kitab Suci
bahasa Inggris.
KJV: ‘fear’ (= takut).
RSV: ‘revere’ (= takut, hormat dan kasih).
NIV: ‘respect’ (=
hormat).
NASB: ‘reverence’ (= sikap takut, hormat dan kasih).
Perhatikan bahwa dalam text yang membicarakan hubungan
Allah dengan umatNya, tahu-tahu bisa terselip hukum kelima
b) Sikap apa
saja yang harus ada pada seorang anak terhadap orang tuanya?
Calvin menganggap bahwa ada 3 hal yang tercakup dalam
hukum ke 5 ini, yaitu:
1. Hormat.
Ini bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam kata-kata dan pemikiran kita.
2. Taat.
3. Rasa
/ sikap tahu berterima kasih.
Stott (hal 240) menambahkan hal yang ke 4, yaitu
‘kasih’ / ‘cinta’. Seorang anak harus mencintai orang tuanya.
Sikap-sikap ini tetap harus ada dalam diri seorang
anak, sekalipun orang tua mereka adalah orang-orang yang brengsek! Kalau
seorang budak harus tetap menghormati tuan mereka yang bengis / jahat
(1Pet 2:18), pasti seorang anak harus tetap menghormati, mentaati,
mengasihi, dan mempunyai rasa terima kasih terhadap orang tua mereka, bahkan
kalau orang tua mereka adalah orang-orang brengsek, kafir, dsb!
4) Anak harus mentaati orang tua, tetapi
tidak secara mutlak.
a) Hormat
kepada orang tua jelas mencakup ketaatan.
Ef 6:1 - “Hai
anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah
demikian”.
Kol 3:20 - “Hai
anak-anak, taatilah orang tuamu dalam
segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan”.
Catatan: kata-kata ‘itulah yang
indah di dalam Tuhan’ pada akhir dari
Kol 3:20 ini salah terjemahan!
NASB: ‘this is well
pleasing to the Lord’ (= ini
menyenangkan bagi Tuhan).
b) Apakah anak
harus taat secara mutlak kepada orang tua?
1. Ketaatan
kepada orang tua dibatasi oleh Firman Tuhan.
Kol 3:20 memang mengatakan bahwa anak harus taat
kepada orang tua ‘dalam
segala hal’. Tetapi kalau kita
menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, maka
kita harus memberi perkecualian, yaitu pada saat orang tua memberikan perintah
yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Jadi, kalau orang tua memerintahkan
sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang melakukan apa yang
diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka anak tidak boleh mentaati orang tua mereka!
Dasar dari pandangan ini:
a. Kis
5:29 - “Kita
harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia”.
b. Mat 10:37a
- “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya
lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
c. Istilah
‘di dalam Tuhan’ yang ditambahkan oleh Paulus dalam Ef 6:1.
Calvin (tentang Kel 20:12): “parents govern their children only under the
supreme authority of God. Paul, therefore, does not simply exhort children to
obey their parents, but adds the restriction, ‘in the Lord;’ whereby he indicates
that, if a father enjoins anything unrighteous, obedience is freely to be
denied him” (= orang tua
memerintah anak-anak mereka hanya di bawah otoritas yang tertinggi dari Allah.
Karena itu, Paulus tidak hanya mendesak anak-anak untuk mentaati orang tua
mereka, tetapi menambahkan pembatasan ‘di dalam Tuhan’; dengan mana ia
menunjukkan bahwa jika seorang bapa memerintahkan apapun yang tidak benar,
ketaatan kepadanya dengan bebas ditiadakan) - hal 8.
John Stott: “It is quite
true that in the parallel passage in Colossians children are told to obey
parents ‘in everything.’ But this is balanced in Ephesians by the command to
obey them ‘in the Lord’ (6:1). The latter instruction surely modifies the
former. Children are not to obey their parents in absolutely everything
without exception, but in everything which is compatible with their primary
loyalty, namely to their Lord Jesus Christ” (= Memang benar bahwa dalam text paralel dalam
surat Kolose, anak-anak disuruh untuk mentaati orang tua ‘dalam segala sesuatu’.
Tetapi ini diimbangi dalam surat Efesus oleh perintah untuk mentaati mereka
‘dalam Tuhan’ (6:1). Instruksi yang belakangan ini tentu memodifikasi instruksi
yang lebih dulu. Anak-anak tidak harus mentaati orang tua mereka dalam
segala sesuatu secara mutlak tanpa perkecualian, tetapi dalam segala sesuatu
yang cocok dengan kesetiaan utama mereka, yaitu kepada Tuhan mereka Yesus
Kristus) - ‘The Message
of Ephesians’, hal 242.
Tetapi Calvin juga menambahkan bahwa selama orang tua
tidak menyuruh / melarang hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan, maka
biarpun mereka memberlakukan keketatan yang tidak wajar, atau mereka marah,
atau bahkan mereka berlaku kejam, maka hal-hal itu harus ditanggung / dipikul
oleh anak-anak mereka.
Jadi, kalau orang tua adalah orang-orang yang terlalu
melindungi (overproteksi) anak-anak sehingga melarang anak-anak pergi /
memingit (‘memenjarakan’) anak-anak, dsb, maka hal ini tetap tidak bertentangan
dengan Firman Tuhan, sehingga anak harus mentaati orang tua dalam hal seperti
ini. Ini tentu tidak gampang bagi anak!
2. Ketaatan
anak kepada orang tuanya dibatasi oleh umur.
Kita tentu tidak bisa beranggapan bahwa anak harus
tetap taat kepada orang tua pada saat mereka sudah betul-betul dewasa, apalagi
pada saat mereka sudah menikah dan sebagainya. Tetapi sampai kapan / sampai
umur berapa seorang anak harus taat kepada orang tuanya?
John Stott (hal 242,243) menganggap hal itu tergantung
tradisi / budaya setempat. Di Romawi pada jaman Paulus, anak harus tunduk
kepada orang tua selama orang tua masih hidup. Di Inggris pada abad 20, usia 18
tahun dianggap sudah dewasa dan bebas dari orang tua.
3. Mungkin
saya bisa menambahkan sesuatu yang lain, yaitu bahwa ketaatan anak kepada orang
tua dibatasi oleh kondisi dari orang tua itu.
Kalau orang tua itu sudah tua dan pikun, sehingga
menyuruh yang bukan-bukan, saya menganggap anak tidak harus mentaati mereka.
Catatan: sekalipun ada sikon dimana anak boleh tidak mentaati
orang tua, tetapi tidak demikian dengan sikap hormat, kasih, dan rasa terima
kasih kepada orang tua. Itu harus selalu ada secara mutlak. Jadi, pada saat
harus menolak untuk mentaati orang tua, anak harus tetap hormat, dan kasih
kepada mereka. Anak tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang
ajar! Ini lagi-lagi bukan sesuatu yang gampang! Juga, pada saat anak sudah
dewasa dan tidak lagi ada di bawah otoritas orang tua, ia tetap harus
menghormatinya. Banyak anak memasukkan orang tua ke panti jompo, dan ini
rasanya tidak mungkin bisa sesuai dengan hukum ke 5 ini!
5) Hormat
kepada orang tua mencakup pemeliharaan terhadap mereka pada saat mereka sudah
tua / tidak bisa bekerja. Ini pasti akan ada kalau anak memang mencintai orang
tuanya.
Mat 15:4-6 - “(4)
Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang
mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata:
Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang
dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan
kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya.
Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu
sendiri”.
Calvin (tentang Kel 20:12): “The third head of honour is, that children should
take care of their parents, and be ready and diligent in all their duties
towards them. ... storks supply food to their parents when they are feeble and
worn out with old age, and are thus our instructors in gratitude. Hence the
barbarity of those is all the more base and detestable, who either grudge or
neglect to relieve the poverty of their parents, and to aid their necessities” (= Point ketiga dari hormat adalah, bahwa anak-anak
harus memelihara orang tua mereka, dan siap dan rajin dalam semua kewajiban
mereka terhadap orang tua. ... burung bangau menyuplai orang tua mereka ketika
mereka telah menjadi lemah dan usang dengan usia tua, dan dengan demikian
menjadi pengajar-pengajar kita dalam rasa terima kasih. Karena itu, sikap
bar-bar dari mereka yang atau menggerutu atau mengabaikan untuk meringankan
kemiskinan dari orang tua mereka dan membantu kebutuhan mereka, menjadi makin
hina dan menjijikkan) - hal 9-10.
Editor dari Calvin’s Commentary: “This law many men do carelessly neglect, which the
stork alone, among all living creatures, doth keep most precisely. For other
creatures do hard, and scarcely know or look upon their parents, if
peradventure they need their aid to nourish them; whereas the stork doth
mutually nourish them, being stricken in age, and bear them on her shoulders,
when for feebleness they cannot fly” (= Hukum ini dilakukan dengan sembrono oleh
banyak orang, dimana hanya burung bangau, di antara semua makhluk hidup,
melakukannya dengan paling tepat. Karena makhluk lain memperlakukan dengan
keras, dan jarang mengenal atau menganggap orang tua mereka, jika kebetulan
orang tua mereka membutuhkan bantuan mereka untuk memelihara / memberi makan
mereka; sedangkan burung bangau secara bergotong royong memberi makan mereka,
pada saat mereka menjadi tua, dan memikul mereka pada bahunya, pada saat karena
kelemahan mereka tidak dapat terbang) - hal 9
(footnote).
Adam Clarke:
“This
precept therefore prohibits, not only all injurious acts, irreverent and unkind
speeches to parents, but enjoins all necessary acts of kindness, filial respect,
and obedience. We can scarcely suppose that a man honours his parents who, when
they fall weak, blind, or sick, does not exert himself to the uttermost in
their support”
(= Karena itu, perintah / ajaran ini melarang, bukan hanya semua tindakan melukai,
tidak hormat dan ucapan-ucapan yang tidak baik kepada orang tua, tetapi juga
memerintahkan semua tindakan kebaikan yang perlu, hormat dari anak, dan
ketaatan. Kita tidak bisa menganggap bahwa seseorang menghormati orang tuanya,
yang pada saat orang tuanya menjadi lemah, buta, atau sakit, tidak berusaha
sekuatnya dalam menyuport / menopang mereka).
6) Bagaimana
kalau ada hubungan yang bersifat dualisme / ganda antara anak dengan bapa?
Misalnya anaknya menjadi pendeta, sedangkan bapanya
menjadi jemaatnya. Lalu siapa yang harus menghormati siapa?
Calvin (tentang Kel 20:12): “all things may be so tempered by their mutual
moderation as that, whilst the father submits himself to the government of his
son, yet he may not be at all defrauded of his honour, and that the son,
although his superior in power, may still modestly reverence his father” (= segala sesuatu bisa begitu disesuaikan oleh
sikap saling moderat mereka, sehingga sementara sang ayah menundukkan dirinya
sendiri pada pemerintahan dari anaknya, tetapi ia tidak boleh sama sekali
dirampok dari kehormatannya, dan bahwa sang anak, sekalipun lebih tinggi dalam
kekuasaan, bisa dengan rendah hati tetap menghormati ayahnya) - hal 9.
Saya berpendapat bahwa dalam kasus adanya hubungan
ganda seperti ini, maka kita harus mempertanyakan dulu apa urusannya. Kalau
urusan itu adalah urusan gereja maka ayah itu harus menghormati dan tunduk
kepada anaknya yang adalah pendeta, tetapi kalau itu bukan urusan gereja, maka
anaknya harus tetap menghormati ayahnya.
Yang jelas, pada saat seorang anak mempunyai kedudukan
lebih tinggi dari ayahnya, ia tidak bisa mengabaikan begitu saja hukum kelima
ini, tak peduli betapa rendah kedudukan ayahnya.
Dalam kasus Yesus, jelas bahwa hubungan yang bersifat
dualisme ini ada. Sebagai manusia, Ia adalah anak dari Maria (dan secara hukum
/ sah juga anak dari Yusuf) dan karena itu Ia harus mentaati dan menghormati
mereka. Tetapi sebagai Allah, orang tuaNya yang harus mentaatiNya dan bahkan
menyembah dan melayaniNya! Jadi, dalam kasus-kasus dimana kelihatannya Yesus
seolah-olah bersikap kurang ajar / tidak hormat kepada Maria, seperti dalam Luk
2:49 Yoh 2:4 Mat 12:48, kita harus mempertimbangkan hal
ini!
Luk 2:49 - “JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu
mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.
Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah
engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.
Mat 12:48 - “Tetapi jawab Yesus kepada orang yang
menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’”.
7) Adanya
hukum kelima ini mensyaratkan adanya kewajiban dari orang tua terhadap
anak-anak mereka.
Adam Clarke:
“1.
Since children are bound to succour their parents, so parents are bound to
educate and instruct their children in all useful and necessary knowledge, and
not to bring them up either in ignorance or idleness. 2. They should teach
their children the fear and knowledge of God, for how can they expect affection
or dutiful respect from those who do not have the fear of God before their
eyes? Those who are best educated are generally the most dutiful” (= 1. Karena
anak-anak harus menolong orang tua mereka, maka orang tua harus mendidik dan
mengajar anak-anak mereka dalam semua pengetahuan yang berguna dan perlu, dan
tidak membesarkan / mengasuh mereka atau dalam ketidak-tahuan / kebodohan atau
kemalasan. 2. Mereka harus mengajar anak-anak mereka rasa takut dan pengenalan
terhadap Allah, karena bagaimana mereka bisa mengharapkan kasih dan rasa hormat
yang patuh dari mereka yang tidak mempunyai rasa takut terhadap Allah di depan
mata mereka? Mereka yang dididik dengan cara yang terbaik biasanya adalah yang
paling patuh).
Kalau saudara adalah orang-orang yang mendidik anak
dengan cara yang tidak karuan, maka perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·
Amsal 10:1 -
“Amsal-amsal
Salomo. Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang
bebal adalah kedukaan bagi ibunya”.
·
Amsal 15:20
- “Anak
yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya”.
·
Amsal 17:21
- “Siapa
mendapat anak yang bebal, mendapat duka, dan ayah orang bodoh tidak akan
bersukacita”.
·
Amsal 17:25
- “Anak
yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya”.
·
Amsal 19:13
- “Anak
bebal adalah bencana bagi ayahnya, dan pertengkaran seorang isteri adalah
seperti tiris yang tidak henti-hentinya menitik”.
·
Amsal 28:7 -
“Orang
yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul
dengan pelahap mempermalukan ayahnya”.
·
Amsal 22:6 -
“Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak
akan menyimpang dari pada jalan itu”.
·
Amsal 29:17 -
“Didiklah
anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan
sukacita kepadamu”.
·
Ef 6:4 - “Dan kamu,
bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”.
Juga ayat-ayat ini:
¨ Amsal 22:15 - “Kebodohan melekat pada hati orang muda,
tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya”.
¨ Amsal 23:13-14 - “(13) Jangan menolak didikan dari
anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. (14) Engkau
memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang
mati”.
¨
Amsal 29:15,17
- “(15)
Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan
mempermalukan ibunya. ... (17) Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan
ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu”.
¨
Amsal 19:18
- “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi
jangan engkau menginginkan kematiannya”.
Bagian
yang saya garis bawahi diterjemahkan berbeda oleh KJV, tetapi RSV/NIV/NASB
menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘and let not thy soul spare
for his crying’ (= dan jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya).
Para penafsir tidak sependapat tentang mana yang benar dari 2
terjemahan ini.
Ada
lagi penafsir kelompok 3 yang menterjemahkan ‘Don’t avoid chastening and (thus) bring on his death’ (= Jangan
menghindari penghajaran dan dengan demikian membawa kematiannya).
Wycliffe,
Bible Knowledge Commentary menerima terjemahan / penafsiran ini.
Adam Clarke dan Matthew Henry setuju dengan terjemahan
KJV.
Adam Clarke (tentang Amsal 19:18): “‘Let not thy soul spare for his
crying.’ This is a hard precept for a parent. Nothing affects the heart of a
parent so much as a child’s cries and tears. But it is better that the child
may be caused to cry, when the correction may be healthful to his soul, than
that the parent should cry afterward, when the child is grown to man’s estate,
and his evil habits are sealed for life” (= ‘jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya’. Ini adalah suatu
ajaran / perintah yang sukar bagi orang tua. Tak ada yang lebih mempengaruhi
hati dari orang tua begitu banyak seperti tangisan dan air mata dari seorang
anak. Tetapi adalah lebih baik bahwa seorang anak dijadikan menangis, pada
waktu koreksi itu bisa sehat bagi jiwanya, dari pada bahwa orang tua akan
menangis belakangan, pada waktu anak itu bertumbuh ke tingkat dewasa, dan
kebiasaan jahatnya dimeteraikan seumur hidup).
Jamieson,
Fausset & Brown, Barnes, Keil & Delitzsch, Pulpit Commentary setuju
dengan terjemahan RSV/NIV/NASB. Kelihatannya pandangan ini yang paling banyak
diikuti para penafsir maupun penterjemah Alkitab bahasa Inggris.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Amsal 19:18): “‘And let not thy soul spare for his
crying.’ ... But Gejer, Grotius, and Maurer take it ..., ‘But do not let thy
soul rise to killing him.’ Avoid both extremes, either the withholding of
chastisement, or extreme severity in it. Cartwright takes it, ‘Let not thy soul
spare him, to his destruction,’ when he will be past ‘hope’ ... You have your
choice, either that he should feel your rod, or else the sword of avenging
justice. I prefer this as forming the best antithesis to the parallel ‘while there
is hope,’”
(= ‘dan janganlah jiwamu menyayangkan tangisannya’. ...
Tetapi Gejer, Grotius, dan Maurer mengartikannya ..., ‘Tetapi jangan biarkan
jiwamu bangkit untuk membunuhnya’. Hindarkan kedua extrim, atau menahan
penghajaran, atau kekerasan yang extrim dalam penghajaran. Cartwright mengartikannya,
‘Jangan hendaknya jiwamu menyayangkan dia, kepada kehancurannya’, pada waktu ia
telah melewati ‘pengharapan’ ... Kamu mempunyai pilihanmu, atau bahwa ia
merasakan tongkatmu, atau kalau tidak ia akan merasakan pedang dari keadilan
yang membalas. Saya lebih memilih ini sebagai membentuk antitesis yang terbaik
bagi bagian paralelnya ‘selama ada harapan’,).
¨ Amsal 13:24 - “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci
kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya”.
Matthew
Henry (tentang Amsal 13:24): “every child of ours is a child of
Adam, and therefore has that foolishness bound up in its heart which calls for
rebuke, more or less, the rod and reproof which give wisdom. ... It is good to begin
betimes with the necessary restraints of children from that which is evil,
before vicious habits are confirmed. The branch is easily bent when it is
tender. ... Those really hate their children, though they pretend to be fond of
them, that do not keep them under a strict discipline, and by all proper
methods, severe ones when gentle ones will not serve, make them sensible of
their faults and afraid of offending” (= setiap
anak kita adalah anak / keturunan Adam, dan karena itu mempunyai kebodohan yang
terikat dalam hatinya yang memerlukan comelan / kemarahan, banyak atau sedikit,
tongkat dan teguran yang memberi hikmat. ... Adalah baik untuk memulai sejak
dini dengan pengekangan yang perlu terhadap anak-anak dari apa yang jahat,
sebelum kebiasaan yang jahat menetap. Ranting mudah dibengkokkan pada saat
masih lembut / muda. ... Mereka betul-betul membenci anak-anak mereka,
sekalipun mereka berpura-pura sangat mencintai mereka, yang tidak menjaga
mereka di bawah disiplin yang ketat, dan dengan semua metode / cara yang benar,
metode / cara yang keras pada waktu yang lembut tidak menolong, membuat mereka
berpikiran sehat tentang kesalahan mereka dan takut untuk melanggar).
Wycliffe
Bible Commentary (tentang Amsal 13:24): “We should
remember, however, that Proverbs does not recommend brutal beatings. Nor is
physical chastisement the only instrument of child training mentioned (cf.
22:6). Indeed, instruction in righteousness and in the fear of the Lord is that
without which mere whipping will fail” [= Tetapi
kita harus ingat bahwa Amsal tidak menganjurkan pemukulan yang brutal. Juga
penghajaran secara fisik bukanlah satu-satunya cara pendidikan anak yang
disebutkan (bdk. 22:6). Memang, pengajaran dalam kebenaran dan dalam rasa takut
terhadap Tuhan adalah pengajaran tanpa mana sekedar penderaan akan gagal].
Orang tua tidak boleh membiarkan anak untuk berlaku
kurang ajar terhadap mereka (apalagi menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu,
khususnya untuk anak kecil). Orang tua harus mengajar anaknya untuk hormat dan
taat kepada mereka, dan bahkan kalau perlu menghajar / mendisiplin
anak-anaknya! Orang tua yang membiarkan anaknya kurang ajar terhadap mereka
harus memikirkan hal ini: apakah aku ingin anak-anakku dihukum mati dan lalu
dibuang ke neraka oleh Tuhan? Dalam Perjanjian Lama, imam besar Eli
kelihatannya kurang mendidik anak-anaknya dengan baik, sehingga menyebabkan
mereka menjadi bejad, dan akhirnya dihukum mati oleh Tuhan.
Keharusan menggunakan tongkat kontras dengan pembiaran
dan / atau pemanjaan terhadap anak.
Amsal 29:21 - “Siapa memanjakan hambanya sejak muda,
akhirnya menjadikan dia keras kepala”.
KJV: ‘He that delicately bringeth up his servant
from a child shall have him become his son at the length’ (= Ia yang
mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya sejak anak / muda pada akhirnya
akan menjadikan dia anaknya).
RSV: ‘He who pampers his servant from childhood,
will in the end find him his heir’ (= Ia yang memanjakan pelayannya sejak
anak / kecil, pada akhirnya akan mendapati dia sebagai pewarisnya).
NIV: ‘If a man pampers his servant from youth, he
will bring grief in the end’ (= Jika seseorang memanjakan pelayannya dari
muda, pada akhirnya ia akan membawa kesedihan).
NASB: ‘He who pampers his slave from childhood Will
in the end find him to be a son’ (= Ia yang memanjakan hambanya sejak anak,
pada akhirnya akan mendapati dia sebagai seorang anak).
Catatan: kata Ibrani yang diterjemahkan ‘son’ (= anak)
dalam KJV/NASB hanya muncul ditempat ini dan tak diketahui artinya dengan
pasti.
Adam Clarke (tentang Amsal 29:21): “‘He that delicately bringeth up his
servant.’ Such persons are generally forgetful of their obligations, assume the
rights and privileges of children, and are seldom good for anything” (= ‘Ia yang
mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya’. Orang-orang seperti itu
biasanya lupa akan tanggung jawab mereka, mengambil hak-hak dari anak-anak, dan
jarang jadi baik untuk apapun).
Matthew Henry (tentang Amsal 29:21): “Note, 1. It is an imprudent thing in a
master to be too fond of a servant, to advance him too fast, and admit him to
be too familiar with him, to suffer him to be over-nice and curious in his
diet, and clothing, and lodging, and so to bring him up delicately, because he
is a favourite, and an agreeable servant; it should be remembered that he is a
servant, and, by being thus indulged, will be spoiled for any other place. ...
2. It is an ungrateful thing in a servant, but what (that?) is
very common, to behave insolently because he has been used tenderly. .. the
pampered slave thinks himself too good to be called a servant, and will be a
son at the length, will take his ease and liberty, will be on a par with his
master, and perhaps pretend to the inheritance. Let masters give their servants
that which is equal and fit for them, and neither more nor less” (= Perhatikan,
1. Merupakan suatu hal yang tidak bijaksana dalam diri seorang tuan untuk
menjadi terlalu sayang kepada seorang pelayan, untuk mempromosikan dia terlalu
cepat, dan mengijinkan dia untuk menjadi terlalu dekat / akrab dengannya,
membiarkan dia untuk menjadi terlalu enak / senang dan diperhatikan dalam
makanannya, dan pakaiannya, dan tempat tinggalnya, dan dengan demikian
membesarkan dia dengan lembut, karena ia adalah seorang yang favorit, dan
seorang pelayan yang menyenangkan; harus diingat bahwa ia adalah seorang
pelayan, dan dengan dituruti / dimanjakan seperti itu, akan dirusak untuk
tempat lain manapun. ... 2. Merupakan sikap tidak tahu terima kasih dalam diri
seorang pelayan, tetapi itu merupakan sesuatu yang sangat umum, untuk
berkelakuan secara kurang ajar karena ia telah diperlakukan dengan lembut. ...
hamba yang dimanjakan menganggap dirinya sendiri terlalu bagus untuk disebut
seorang pelayan, dan akhirnya akan menjadi seorang anak, akan mengambil
kesenangan dan kebebasannya, dan mungkin mengclaim warisan. Hendaklah
tuan-tuan memberikan pelayan-pelayan mereka apa yang setara dan cocok untuk
mereka, dan tidak lebih ataupun kurang).
Jadi, sekalipun seorang tuan dilarang untuk berlaku
kejam atau tidak adil terhadap pelayannya, dan harus mengasihinya, itu berbeda
dengan memanjakannya. Pelayan / hamba yang dimanjakan biasanya menjadi kurang
ajar dan tidak tahu diri. Ini pasti juga berlaku untuk pegawai, dan bahkan
untuk anak.
Contoh-contoh pemanjaan terhadap anak / pendidikan
yang buruk terhadap anak dan akibatnya:
*
Eli yang mendidik
anak-anaknya dengan cara yang buruk / kurang tegas.
1Sam 2:12-17,22-25,27-36 - “(12) Adapun anak-anak
lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN, (13)
ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang
mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah
bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya (14) dan dicucukkannya ke
dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk.
Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya
sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke
sana, ke Silo. (15) Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang,
lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: ‘Berikanlah daging
kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging
yang dimasak, hanya yang mentah saja.’ (16) Apabila orang itu menjawabnya: ‘Bukankah
lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,’
maka berkatalah ia kepada orang itu: ‘Sekarang juga harus kauberikan, kalau
tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan.’ (17) Dengan demikian sangat
besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang
rendah korban untuk TUHAN. ... (22) Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya
segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan
bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu
Kemah Pertemuan, (23) berkatalah ia kepada mereka: ‘Mengapa kamu melakukan
hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang
perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? (24) Janganlah begitu, anak-anakku. Bukan
kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat TUHAN melakukan
pelanggaran. (25) Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah
yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah
yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan
ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka. .... (27) Seorang abdi Allah
datang kepada Eli dan berkata kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Bukankah
dengan nyata Aku menyatakan diriKu kepada nenek moyangmu, ketika mereka masih
di Mesir dan takluk kepada keturunan Firaun? (28) Dan Aku telah memilihnya dari
segala suku Israel menjadi imam bagiKu, supaya ia mempersembahkan korban di
atas mezbahKu, membakar ukupan dan memakai baju efod di hadapanKu; kepada
kaummu telah Kuserahkan segala korban api-apian orang Israel. (29) Mengapa
engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihanKu dan korban sajianKu,
yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih
dari padaKu, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik
dari setiap korban sajian umatKu Israel? (30) Sebab itu - demikianlah firman
TUHAN, Allah Israel - sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan kaummu
akan hidup di hadapanKu selamanya, tetapi sekarang - demikianlah firman TUHAN -
: Jauhlah hal itu dari padaKu! Sebab siapa yang menghormati Aku, akan
Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah. (31) Sesungguhnya
akan datang waktunya, bahwa Aku akan mematahkan tangan kekuatanmu dan tangan
kekuatan kaummu, sehingga tidak ada seorang kakek dalam keluargamu. (32) Maka
engkau akan memandang dengan mata bermusuhan kepada segala kebaikan yang akan
Kulakukan kepada Israel dan dalam keluargamu takkan ada seorang kakek untuk
selamanya. (33) Tetapi seorang dari padamu yang tidak Kulenyapkan dari
lingkungan mezbahKu akan membuat matamu rusak dan jiwamu merana; segala
tambahan keluargamu akan mati oleh pedang lawan. (34) Inilah yang akan
menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni
dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati. (35) Dan Aku akan
mengangkat bagiKu seorang imam kepercayaan, yang berlaku sesuai dengan hatiKu
dan jiwaKu, dan Aku akan membangunkan baginya keturunan yang teguh setia,
sehingga ia selalu hidup di hadapan orang yang Kuurapi. (36) Kemudian siapa
yang masih tinggal hidup dari keturunanmu akan datang sujud menyembah kepadanya
meminta sekeping uang perak atau sepotong roti, dan akan berkata: Tempatkanlah
kiranya aku dalam salah satu golongan imam itu, supaya aku dapat makan sekerat
roti.’”.
Eli tidak menindak dengan keras anak-anaknya yang
jelas-jelas melakukan dosa-dosa yang hebat, dan ini dianggap sebagai
menghormati anak-anaknya lebih dari pada Tuhan!
Kita memang harus berhati-hati untuk tidak menjadi ‘hakim
yang terlalu keras’ yang sama sekali tidak bisa menoleransi kelemahan sesama
kita, tetapi sebaliknya kita juga harus berhati-hati untuk tidak terus sabar
terhadap orang bersalah yang seharusnya ditindak! Bdk. 1Kor 5:1-13 2Kor 11:4.
*
Anehnya, Samuel yang
tahu tentang pendidikan Eli yang buruk terhadap anak-anaknya dan apa akibatnya,
ternyata juga tidak mendidik anak-anaknya dengan baik.
1Sam 8:1-5 - “(1) Setelah Samuel menjadi tua,
diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. (2) Nama
anaknya yang sulung ialah Yoel, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia;
keduanya menjadi hakim di Bersyeba. (3) Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup
seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan
keadilan. (4) Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang
kepada Samuel di Rama (5) dan berkata kepadanya: ‘Engkau sudah tua dan anak-anakmu
tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami
untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.’”.
*
Kelihatannya Daud
juga buruk dalam mendidik anak, dan ini terlihat dari anak-anaknya yang menjadi
brengsek seperti Absalom dan Amnon.
Tuhan sendiri memberikan teladan dalam mendidik kita
sebagai anak-anakNya. Ibr 12:5-11 - “(5) Dan sudah lupakah kamu akan nasihat
yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah
anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya;
(6) karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang
yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran;
Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak
dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau kamu
bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak,
tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya
kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita
harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab
mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka
anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita
beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada
waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi
kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka
yang dilatih olehnya”.
-
HUKUM 5 (2)
Hormatilah ayahmu dan ibumu
(Kel 20:12)
Kel 20:12 - “Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu”.
8) Ada
janji yang menyertai hukum ini.
Kata-kata dalam Kel 20:12b yang berbunyi ‘supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN,
Allahmu, kepadamu’, jelas merupakan
janji Tuhan bagi orang-orang yang menghormati orang tua mereka.
Bdk. Ul 5:16 - “Hormatilah
ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya
lanjut umurmu dan baik keadaanmu
di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.
Adam Clarke:
“‘That
thy days may be long.’ This, as the apostle observes, Eph 6:2, is the first
commandment to which God has annexed a promise; and therefore we may learn in
some measure how important the duty is in the sight of God. In Deut 5:16 it is
said, ‘And that it may go well with thee;’ we may therefore conclude that it
will go ill with the disobedient, and there is no doubt that the untimely
deaths of many young persons are the judicial consequence of their disobedience
to their parents” (= ‘Supaya lanjut umurmu’. Ini, seperti diamati
oleh sang rasul, Ef 6:2, adalah perintah / hukum pertama pada mana Allah telah
melekatkan suatu janji, dan karena itu kita bisa belajar dalam ukuran tertentu
betapa pentingnya kewajiban ini dalam pandangan Allah. Dalam Ul 5:16 dikatakan,
‘Dan supaya baik keadaanmu’; karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa akan buruk
keadaannya dengan orang-orang yang tidak taat, dan tidak ada keraguan bahwa
kematian-kematian yang terlalu cepat / sebelum waktunya dari banyak orang-orang
muda merupakan konsekwensi pengadilan dari ketidaktaatan mereka kepada orang
tua mereka).
Bdk. Ef 6:1-3 - “(1)
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.
(2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting,
seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang
umurmu di bumi”.
Ada 3 hal yang ingin saya soroti:
a) Paulus
mengubah Kel 20:12 dan Ul 5:16.
Kata-kata ‘di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu’ dalam Kel 20:12 dan Ul 5:16 itu, jelas menunjuk
pada tanah Kanaan, dan ini hanya cocok untuk orang Yahudi / Israel saja. Karena
itu Paulus mengubah menjadi ‘di bumi’ (Ef 6:3). Ini cocok untuk semua orang Kristen.
b) Perintah
pertama dengan janji?
Ef 6:2-3 - “(2)
Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting,
seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang
umurmu di bumi”.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan.
Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini.
KJV: ‘which is the first commandment with promise’ (= yang adalah
perintah pertama dengan janji). RSV/NIV/NASB » KJV.
Yang menjadi problem
adalah: apakah memang dari 10 hukum Tuhan hukum kelima ini adalah perintah
pertama dengan janji? Bukankah hukum kedua juga diberikan dengan janji?
Bdk. Kel 20:4-6
- “(4)
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas,
atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. (5)
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN,
Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada
anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang
membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu
orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu”.
Dan kalau hukum
kedua sudah mengandung janji, bukankah hukum kelima ini bukan merupakan hukum
pertama dengan janji?
Jawaban / penjelasan saya:
1. Ada
yang beranggapan bahwa janji dalam hukum ke 2 itu bersifat umum (untuk orang
yang mengasihi Allah dan mentaati Allah. Jadi, sebetulnya bukan berhubungan
dengan hukum ke 2 - tentang penyembahan berhala).
Keberatan:
kata-kata itu dilekatkan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan
kedua. Ay 5b membicarakan kecemburuan Allah, dan karena itu jelas
berurusan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan kedua. Sedangkan
ay 6nya menunjukkan kontras dengan ay 5b, dan karena itu rasanya
tetap harus dihubungkan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan
kedua.
2. Kel 20:6
sebetulnya bukanlah suatu janji, tetapi suatu pernyataan tentang sifat Allah
(baca Kel 20:5-6).
John Stott: “these last
words ‘are a declaration of God’s character rather than a promise’” (= kata-kata terakhir ini ‘merupakan suatu
pernyataan tentang karakter Allah dan bukannya suatu janji’) - ‘The Message of Ephesians’, hal 240.
Saya setuju dengan penafsiran ini. Perhatikan
baik-baik pengalimatan dan kata-kata dari Kel 20:5-6 itu.
Kel 20:5-6 - “(5) Jangan sujud
menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu,
adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya,
kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,
(6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka
yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu”.
Jelas bahwa kata-kata itu memang tidak diberikan
sebagai janji, tetapi hanya sebagai pernyataan tentang sifat Allah.
c) Apakah
memang anak yang hormat / taat kepada orang tua akan panjang umur? Dan apakah
umur seseorang bisa diperpanjang? Bukankah semuanya ditetapkan oleh Tuhan?
Jawaban / penjelasan saya:
1. Memang
jelas bahwa umur seseorang ditetapkan oleh Tuhan, dan tidak bisa diubah oleh
apapun / siapapun. Bandingkan dengan:
·
Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya
dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
·
2Sam 7:12 - “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah
mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan
membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan
mengokohkan kerajaannya”.
·
Maz 39:5-6 -
“(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku
ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!
(6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu
hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan!
Sela”.
Jadi, ayat-ayat yang menjanjikan umur
panjang ini hanya meninjaunya dari sudut pandang manusia. Kalau seseorang taat
kepada Tuhan, maka Tuhan memberkati dia, sehingga seolah-olah umurnya bertambah
panjang. Sebaliknya kalau seseorang tidak taat, Tuhan memberikan hukuman mati
kepadanya, sehingga seolah-olah usianya menjadi singkat. Tetapi sebetulnya
semuanya telah ditentukan Tuhan. Dan jangan lupa bahwa bisa tidaknya ia mentaati
Tuhan juga sudah ditentukan oleh Allah!
2. Apakah
anak yang hormat / taat orang tua memang harus panjang umur, ataupun lebih
panjang umurnya dari anak yang tidak hormat / tidak taat orang tua? Saya kira
pertanyaan ini harus dijawab ‘tidak’! Mengapa?
a. Janji
Tuhan bukan hanya panjang umur, tetapi juga bahagia / baik keadaannya (bdk. Ul
5:16 - ‘dan baik keadaanmu’). Tuhan bisa menghukum anak-anak yang tidak taat /
tidak hormat kepada orang tua dengan memberikan umur yang panjang tetapi tidak
bahagia.
Calvin (tentang Kel 20:12): “many who have been ungrateful and unkind to their
parents only prolong their life as a punishment, whilst the reward of their
inhuman conduct is repaid them by their children and descendants” (= banyak orang yang tidak tahu terima kasih dan
tidak baik kepada orang tua mereka hanya memperpanjang hidup mereka sebagai
suatu penghukuman, sementara balasan dari tingkah laku mereka yang tidak
manusiawi dibayar kembali kepada mereka oleh anak-anak dan keturunan mereka) - hal 11.
Illustrasi:
seorang anak berjalan mengantarkan ayahnya ke panti jompo. Di suatu tempat
mereka berhenti, dan ayah itu menangis. Anaknya bertanya: ‘Mengapa kamu
menangis?’. Ayahnya menjawab: ‘Aku ingat bahwa pada 30 tahun yang lalu, aku
mengantarkan ayahku ke panti jompo ini’.
The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “how we treat them today will help to
determine how we’re treated tomorrow, because we reap what we sow” (= bagaimana
kita memperlakukan mereka sekarang / hari ini akan menentukan bagaimana kita
diperlakukan besok, karena kita menuai apa yang kita tabur).
b. Ada yang menafsirkan: Janji itu tak berlaku
untuk individu tapi untuk masyarakat / bangsa. Jadi, bangsa yang tak
menghormati orang tua tak akan tahan lama. Ada juga yang menafsirkan bahwa
janji itu adalah sesuatu yang umum, tetapi tidak berlaku secara mutlak.
Kelihatannya Calvin (hal 11) menganggap bahwa janji ini bukan sesuatu yang
mutlak.
c. Juga
kalau ada anak-anak yang taat tetapi ternyata pendek umur, maka ada hal-hal
yang harus dipertimbangkan:
·
ada faktor-faktor
lain yang menentukan panjang / pendeknya umur seseorang.
William Hendriksen mengatakan bahwa ketaatan / hormat
memang menyebabkan panjang umur, tetapi itu hanya salah satu, bukan
satu-satunya, faktor penentu panjang usia. Ada banyak faktor lain yang juga
menentukan. Karena itulah, seringkali anak yang taat / hormat pada orang tua
tetap pendek umur.
Bandingkan dengan:
*
Ul 4:25-26,40
- “(25) Apabila kamu beranak
cucu dan kamu telah tua di negeri itu lalu kamu berlaku busuk dengan membuat
patung yang menyerupai apapun juga, dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN,
Allahmu, sehingga kamu menimbulkan sakit hatiNya, (26) maka aku memanggil
langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu
habis binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan
untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah
kamu punah. ... (40) Berpeganglah pada ketetapan dan perintahNya yang
kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan
anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang
diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya.’”.
*
Ul 5:33
- “Segenap jalan, yang
diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kamu jalani, supaya kamu
hidup, dan baik keadaanmu serta lanjut umurmu di negeri yang akan kamu
duduki.’”.
*
Ul 6:1-2
- “(1) ‘Inilah perintah, yakni
ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN,
Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, (2)
supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan
berpegang pada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya
lanjut umurmu”.
*
Ul 11:8-9
- “(8) ‘Jadi kamu harus
berpegang pada seluruh perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya
kamu kuat untuk memasuki serta menduduki negeri, ke mana kamu pergi
mendudukinya, (9) dan supaya lanjut umurmu di tanah yang dijanjikan
TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka dan
kepada keturunan mereka, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya”.
*
Ul 11:18-21
- “(18) Tetapi kamu harus
menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus
mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di
dahimu. (19) Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan
membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; (20)
engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu,
(21) supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan
TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka,
selama ada langit di atas bumi”.
*
Ul 22:6-7
- “(6) Apabila engkau menemui
di jalan sarang burung di salah satu pohon atau di tanah dengan anak-anak
burung atau telur-telur di dalamnya, dan induknya sedang duduk mendekap
anak-anak atau telur-telur itu, maka janganlah engkau mengambil induk itu
bersama-sama dengan anak-anaknya. (7) Setidak-tidaknya induk itu haruslah
kaulepaskan, tetapi anak-anaknya boleh kauambil. Maksudnya supaya baik
keadaanmu dan lanjut umurmu”.
*
Ul 25:15
- “Haruslah ada padamu batu
timbangan yang utuh dan tepat; haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat - supaya
lanjut umurmu di tanah yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu”.
*
Ul 30:17-20
- “(17) Tetapi jika hatimu
berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau mau disesatkan untuk
sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya, (18) maka aku
memberitahukan kepadamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu akan binasa;
tidak akan lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau pergi, menyeberangi
sungai Yordan untuk mendudukinya. (19) Aku memanggil langit dan bumi menjadi
saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan
kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik
engkau maupun keturunanmu, (20) dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan
suaraNya dan berpaut padaNya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut
umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada
nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya
kepada mereka.’”.
*
Ul 32:46-47
- “(46) berkatalah ia kepada
mereka: ‘Perhatikanlah segala perkataan yang kuperingatkan kepadamu pada hari
ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk melakukan dengan
setia segala perkataan hukum Taurat ini. (47) Sebab perkataan ini bukanlah
perkataan hampa bagimu, tetapi itulah hidupmu, dan dengan perkataan ini akan
lanjut umurmu di tanah, ke mana kamu pergi, menyeberangi sungai Yordan
untuk mendudukinya.’”.
*
1Raja
3:14 - “Dan jika engkau
hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan
perintahKu, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu.’”.
*
Maz 91:14,16
- “(14) ‘Sungguh, hatinya
melekat kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab
ia mengenal namaKu. ... (16) Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia,
dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari padaKu.’”.
*
Amsal 3:1-2
- “(1) Hai anakku, janganlah
engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, (2) karena
panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya
kepadamu”.
*
Amsal 9:10-11
- “(10) Permulaan hikmat
adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian. (11)
Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah”.
*
Amsal 10:27
- “Takut akan TUHAN memperpanjang
umur, tetapi tahun-tahun orang fasik diperpendek”.
*
Pkh 8:13
- “Tetapi orang yang fasik
tidak akan beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan
panjang umur, karena ia tidak takut terhadap hadirat Allah”.
Kalau dalam hal hormat dan ketaatan kepada orang tua
ini seseorang memenuhi syarat untuk mendapat umur panjang, tetapi dalam hal-hal
lain ia tidak memenuhi syarat, misalnya kalau ia tidak mentaati Tuhan dalam
hal-hal lain, atau kalau ia tidak menjaga kesehatannya sendiri, maka bukan hal
yang aneh, kalau ia pendek umur.
·
kalaupun ia
memenuhi semua syarat untuk panjang umur, tetapi ternyata ia pendek umur, maka
tidak berarti janji Tuhan gagal. Dengan masuk surga, ia mendapatkan yang lebih
baik dari sekedar umur panjang dan kebahagiaan di dunia ini (Calvin, hal 11).
3. Dalam arti sebenarnya tidak ada anak yang
taat kepada hukum kelima ini. Memang anak yang satu bisa lebih taat dari anak
yang lain, tetapi dinilai dari sudut Allah, semua anak (kecuali Yesus) gagal
dalam mentaati hukum kelima ini. Karena itu, sebetulnya Allah bisa saja memperpendek
umur setiap anak, tanpa melanggar janjiNya dalam ayat ini.
9) Ancaman
bagi orang-orang yang tidak taat.
Perlu juga diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama orang
yang melanggar hukum kelima ini juga dijatuhi hukuman mati.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
- Kel 21:15,17 - “(15) Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati. ... (17) Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati”.
- Im 20:9 - “Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri”.
- Ul 21:18-21 - “(18) ‘Apabila seseorang mempunyai anak laki-laki yang degil dan membangkang, yang tidak mau mendengarkan perkataan ayahnya dan ibunya, dan walaupun mereka menghajar dia, tidak juga ia mendengarkan mereka, (19) maka haruslah ayahnya dan ibunya memegang dia dan membawa dia keluar kepada para tua-tua kotanya di pintu gerbang tempat kediamannya, (20) dan harus berkata kepada para tua-tua kotanya: Anak kami ini degil dan membangkang, ia tidak mau mendengarkan perkataan kami, ia seorang pelahap dan peminum. (21) Maka haruslah semua orang sekotanya melempari anak itu dengan batu, sehingga ia mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu; dan seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut.’”.
- Amsal 30:17 - “Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali”.
Dalam hukum Taurat Musa, kalau seseorang memukul orang
lain, maka hukumannya bukanlah hukuman mati (Kel 21:18-19 Kel 21:26), kecuali orang yang ia pukul
itu mati (Kel 12:12 Kel 21:20).
Kel 21:18-19 - “(18) Apabila ada orang bertengkar dan
yang seorang memukul yang lain dengan batu atau dengan tinjunya, sehingga yang
lain itu memang tidak mati, tetapi terpaksa berbaring di tempat tidur, (19)
maka orang yang memukul itu bebas dari hukuman, jika yang lain itu dapat
bangkit lagi dan dapat berjalan di luar dengan memakai tongkat; hanya ia harus
membayar kerugian orang yang lain itu, karena terpaksa menganggur, dan
menanggung pengobatannya sampai sembuh”.
Kel 21:26 - “Apabila seseorang memukul mata budaknya
laki-laki atau mata budaknya perempuan dan merusakkannya, maka ia harus
melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kerusakan matanya itu”.
Kel 21:12 - “‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga
mati, pastilah ia dihukum mati”.
Kel 21:20 - “Apabila seseorang memukul budaknya
laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan itu,
pastilah budak itu dibalaskan”.
Tetapi kalau seseorang memukul ayah atau ibunya,
ataupun mengutuki mereka, hukumannya adalah hukuman mati! Jadi, kesalahan /
dosa yang sama, yang dilakukan terhadap orang tua, akan dinilai dan dihukum
jauh lebih berat dari pada kalau kesalahan / dosa itu dilakukan terhadap orang
lain!
Karena itu:
a) Jangan
meremehkan dosa ini dalam diri saudara sendiri!
b) Jangan
meremehkan dosa ini dalam diri anak-anak saudara.
Calvin: “while the Lord
promises the blessing of the present life to those children who duly honor
their parents, at the same time he implies that an inevitable curse threatens
all stubborn and disobedient children. To assure that this commandment be
carried out, he has, through his law, declared them subject to the sentence of
death, and commanded that they undergo punishment. If they elude that judgment,
he himself takes vengeance upon them in some way or other. ... Some people may
escape punishment until extremely old age. Yet in this life they are bereft of
God’s blessing, and can only miserably pine away, being reserved for greater
punishments to come” (= sementara
Tuhan menjanjikan berkat dari kehidupan ini kepada anak-anak yang menghormati
orang tua mereka dengan seharusnya, pada saat yang sama Ia menunjukkan secara
tidak langsung bahwa suatu kutuk yang tidak terhindarkan mengancam semua
anak-anak yang keras kepala dan tidak taat. Untuk menjamin bahwa perintah /
hukum ini dilaksanakan, melalui hukum ini Ia telah menyatakan mereka sebagai
sasaran dari hukuman mati, dan memerintahkan supaya mereka menjalani hukuman.
Jika mereka lolos dari penghakiman itu, Ia sendiri akan membalas mereka dengan
satu dan lain cara. ... Sebagian orang bisa lolos dari hukuman sampai usia yang
sangat tua. Tetapi dalam hidup ini mereka kehilangan berkat Allah, dan hanya
bisa merana secara menyedihkan, disimpan untuk penghukuman yang lebih besar
yang akan datang) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II,
Chapter VIII, no 38.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kelima ini? Tanpa Yesus sebagai Juruselamat
/ Penebus saudara, saudara akan masuk ke neraka selama-lamanya.
HUKUM 6 (1)
jangan membunuh
(Kel 20:13)
Kel 20:13 - “Jangan
membunuh”.
1) Hukum ini berhubungan hanya dengan
sesama manusia.
Sekalipun merusak / membunuh tanaman atau membunuh
binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu
yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini.
Alasannya: hukum ini tidak pernah dikutip dalam hubungan bukan dengan manusia,
sebaliknya beberapa kali hukum ini dikutip dalam hubungannya dengan sesama
manusia. Misalnya:
a) Mat 5:21-22
- “(21) Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang
membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang
marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada
saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang
berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.
b) Ro 13:9
- “Karena firman: jangan berzinah, jangan
membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga,
sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri!”.
Juga, kalau kita melihat hukum yang menjadi ringkasan
dari hukum Taurat, yaitu Mat 22:37,39, maka jelaslah bahwa hukum ke 6 ini
harus diterapkan kepada sesama manusia.
Mat 22:37-40 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada
kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.
Catatan: Hukum keenam ini juga dikutip dalam ayat-ayat di
bawah ini, tetapi dalam ayat-ayat tersebut tidak terlihat dalam hubungan dengan
apa / siapa hukum itu digunakan.
¨ Mat 19:18 - “Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah
yang mana?’ Kata Yesus: ‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri,
jangan mengucapkan saksi dusta”. Bdk. Mark 10:19 Lu
18:20.
¨ Yak 2:11 - “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan
berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah
tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.
2) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
a) Membunuh
orang secara fisik.
Ini sudah jelas dan karena itu tidak akan saya beri
penjelasan lebih jauh lagi. Yang akan saya jelaskan di sini justru adalah
tindakan membunuh secara fisik yang tidak dianggap sebagai pelanggaran
terhadap hukum ke 6 ini (tidak dianggap sebagai dosa).
John Murray:
“The
Commandment is not in the general term of prohibiting the putting to death of
another, as our word ‘kill’ might suggest. The term used in the commandment is
the specific one to denote what we call ‘murder.’” (= Hukum ini bukanlah dalam istilah umum melarang
membunuh orang lain, seperti kata ‘kill’ dalam bahasa kita. Istilah yang digunakan dalam
hukum ini adalah istilah spesifik yang menunjuk pada apa yang kita sebut ‘murder’) - ‘Principles
of Conduct’, hal 113.
John Stott: “The commandment
‘You shall not kill’ would be better expressed ‘Do not commit murder’ (NEB),
for it is not a prohibition against taking all human life in any and
every circumstance, but in particular against homicide or murder” [= Hukum ‘Jangan membunuh (kill)’ akan dinyatakan dengan lebih baik ‘Jangan
melakukan murder’
(NEB), karena itu bukan merupakan suatu larangan terhadap pembunuhan /
pengambilan semua nyawa manusia dalam seadanya dan setiap keadaan,
tetapi secara khusus terhadap pembunuhan atau ‘murder’] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 82.
Catatan: dalam bahasa Inggris dibedakan antara ‘to kill’ dan ‘to murder’,
dan John Murray maupun John Stott mengatakan bahwa yang dilarang adalah ‘to murder’, bukan ‘to kill’.
Tetapi dalam bahasa Indonesia tidak ada pembedaan seperti itu. Jamieson,
Fausset & Brown juga melakukan pembedaan seperti ini.
Stott melanjutkan dengan memberi bukti sebagai
berikut: dalam hukum Taurat Musa sekalipun ada larangan membunuh (hukum
keenam), tetapi juga ada penjatuhan hukuman mati, dan perintah untuk membasmi
bangsa kafir tertentu.
Matthew Henry (tentang Kel 20:13): “It does not forbid killing in lawful
war, or in our own necessary defence, nor the magistrate’s putting offenders to
death, for (or / nor?) those things tend to the preserving
of life”
(= Itu tidak melarang pembunuhan dalam perang yang sah, atau dalam pembelaan
yang perlu dari diri kita sendiri, ataupun hakim membunuh / menghukum mati
pelanggar-pelanggar, atau hal-hal yang berguna untuk pemeliharaan nyawa /
kehidupan).
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey) tentang Kel 20:13: “Murder is the willful, premeditated
taking of life. The law did, however, sanction killing as a defensive or
punitive act (Deut 20:10-18) and prescribed the death penalty for various sins
(Lev 20:9-16; 24:17,23; Deut 13:6-11; 17:2-7)” [= Pembunuhan
adalah pengambilan nyawa secara sengaja dan direncanakan. Tetapi hukum Taurat
menyetujui / mendukung pembunuhan sebagai suatu tindakan pembelaan atau
menghukum (Ul 20:10-18) dan menentukan hukuman mati untuk bermacam-macam dosa
(Im 20:9-16; 24:17,23; Ul 13:6-11; 17:2-7)].
Adapun pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai
pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, dan karena itu harus dianggap sebagai
tidak berdosa, yaitu:
1. Pembunuhan
dalam rangka bela diri.
Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri
pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Ingat bahwa
syarat yang satu ini harus ditekankan. Kalau ada kemungkinan lain, misalnya
lari, maka kita harus lari. Tetapi kalau hanya ada dua kemungkinan, yaitu
membunuh atau dibunuh, maka kita boleh membunuh sebagai usaha untuk membela
diri.
Catatan: saya menganggap ini juga berlaku kalau orang yang
kita kasihi mau dibunuh, atau kalau kita mau dilukai secara parah.
Webster’s
New World Dictionary (dalam entry ‘homicide’): “‘justifiable homicide’ is
homicide committed in the performance of duty, in self-defence, etc.” (= ‘pembunuhan yang bisa dibenarkan’ adalah pembunuhan yang dilakukan
dalam pelaksanaan kewajiban, dalam pembelaan diri, dsb.).
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “When a man is
attacked he should defend himself; or, if others need help, he should assist
them (Prov 24:11,12)” [= Pada waktu seseorang diserang ia
harus mempertahankan dirinya sendiri; atau, jika orang-orang lain membutuhkan
pertolongan, ia harus membantu mereka (Amsal 24:11-12)].
Amsal 24:11-12 - “(11) Bebaskan mereka yang
diangkut untuk dibunuh, selamatkan orang yang terhuyung-huyung menuju tempat
pemancungan. (12) Kalau engkau berkata: ‘Sungguh, kami tidak tahu hal itu!’
Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya? Apakah Dia yang
menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan membalas manusia menurut perbuatannya?”.
Dasar Kitab Suci untuk ajaran ini:
a. Mat 22:39
mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.
Mat 22:39 - “Dan
hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri”.
Jelas bahwa bukan hanya sesama manusia yang harus kita
kasihi, tetapi juga diri kita sendiri. Sedangkan kalau kita membiarkan diri
kita dibunuh, maka itu berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.
b. Kel 22:2-3a
- “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar,
dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; (3a)
tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang
darah”.
Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, bukan? Para
penafsir mengatakan bahwa ini sebetulnya bukan sembarang pencuri, karena yang
digambarkan di sini adalah seorang pencuri yang masuk ke dalam sebuah rumah
dengan kekerasan, dengan mendobrak. Kata Ibrani yang diterjemahkan ‘membongkar’ lebih tepat diterjemahkan ‘mendobrak’.
Pulpit Commentary: “Rather,
‘Breaking in’ - i.e. making forcible entry into a house. The ordinary mode of
‘breaking in’ seems to have been by a breach in the wall” (= Lebih tepat, ‘Mendobrak’ - yaitu masuk secara
paksa / dengan kekerasan ke dalam sebuah rumah. Cara yang lazim untuk
‘mendobrak’ kelihatannya adalah dengan menembus tembok / dinding) - hal 185.
Orang seperti itu mungkin saja mempunyai maksud untuk
membunuh pemilik rumah, dan karena itu dalam kasus seperti itu, pemilih rumah
tidak salah untuk membunuhnya, sebagai suatu tindakan pembelaan diri.
Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2
yang berbunyi: “If
a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender
is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu
mendobrak dan dipukul sehingga mati, si pembela diri tidak bersalah
melakukan pencurahan darah).
Wycliffe Bible Commentary: “A mortal blow struck in
darkness in defense of life and property was excused, but in the light of day,
it was reasoned, such violent defense would not be necessary. The life, even of
a thief, is of consequence in the eyes of God” (= Suatu pukulan yang mematikan yang
dilakukan dalam gelap dalam pembelaan nyawa dan milik dimaafkan, tetapi pada
waktu hari terang / siang, dipertimbangkan bahwa pembelaan bengis / keras
seperti itu tidaklah diperlukan. Nyawa, bahkan dari seorang pencuri, merupakan
sesuatu yang penting dalam pandangan Allah).
Keil & Delitzsch mengutip kata-kata seorang yang
bernama Calovius yang berkata sebagai berikut: “The
reason for this disparity between a thief by night and one in the day is, that
the power and intention of a nightly thief are uncertain, and whether he may
not have come for the purpose of committing murder; and that by night, if
thieves are resisted, they often proceed to murder in their rage; and also that
they can neither be recognised, nor resisted and apprehended with safety” (= Alasan untuk perbedaan antara seorang pencuri
pada malam dan pada siang ini adalah, bahwa kekuatan dan maksud dari pencuri
pada malam tidaklah pasti, dan apakah ia tidak datang dengan tujuan membunuh;
dan bahwa pada malam, jika pencuri dilawan, mereka sering beralih pada
pembunuhan dalam kemarahan mereka; dan juga bahwa mereka tidak bisa dikenali,
ataupun dilawan dan ditahan dengan aman).
Pulpit Commentary: “The
principle here laid down has had the sanction of Solon, of the Roman law, and
of the law of England. It rests upon the probability that those who break into
a house by night have a murderous intent, or at least have the design, if
occasion arise, to commit murder”
(= Prinsip yang diberikan di sini telah mendapatkan persetujuan dari Solon,
dari hukum Romawi, dan dari hukum Inggris. Itu didasarkan pada kemungkinan
bahwa mereka yang mendobrak masuk ke dalam sebuah rumah pada malam hari
mempunyai maksud untuk membunuh, atau setidaknya mempunyai rencana, jika dibutuhkan,
akan melakukan pembunuhan) - hal 185.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “If he had
condemned killing in self-defence, he could not have formed the regulation in
Ex 22:2”
(= Seandainya ia telah mengecam / menyalahkan pembunuhan dalam pembelaan diri,
ia tidak bisa membentuk peraturan dalam Kel 22:2).
c. Neh 4:11-14
- “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir:
‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di
antara mereka, membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika
orang-orang Yahudi yang tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang
memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang kita dari segala tempat tinggal
mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan
pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat
itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya,
lalu bangun berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada
orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah
kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat dan berperanglah untuk
saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk
isterimu dan rumahmu.’”.
d. Kitab
Ester menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka
membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan
ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan (Ester 3:8-13 8:3-13
9:1-6).
Ester 3:8-13 - “(8)
Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: ‘Ada suatu bangsa yang hidup
tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah
kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan
hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan
mereka leluasa. (9) Jikalau baik pada pemandangan raja, hendaklah
dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba akan
menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada tangan para
pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke dalam perbendaharaan
raja.’ (10) Maka raja mencabut cincin meterainya dari jarinya, lalu
diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru orang Yahudi itu,
(11) kemudian titah raja kepada Haman: ‘Perak itu terserah kepadamu, juga
bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik.’ (12) Maka dalam
bulan yang pertama pada hari yang ketiga belas dipanggillah para panitera raja,
lalu, sesuai dengan segala yang diperintahkan Haman, ditulislah surat kepada
wakil-wakil raja, kepada setiap bupati yang menguasai daerah dan kepada setiap
pembesar bangsa, yakni kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada
tiap-tiap bangsa menurut bahasanya; surat itu ditulis atas nama raja Ahasyweros
dan dimeterai dengan cincin meterai raja. (13) Surat-surat itu dikirimkan
dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat ke segala daerah kerajaan, supaya
dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang muda
sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, pada satu
hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas - yakni bulan
Adar -,dan supaya dirampas harta milik mereka”.
Ester 8:3-13 - “(3)
Kemudian Ester berkata lagi kepada raja sambil sujud pada kakinya dan menangis
memohon karunianya, supaya dibatalkannya maksud jahat Haman, orang Agag itu,
serta rancangan yang sudah dibuatnya terhadap orang Yahudi. (4) Maka raja
mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di
hadapan raja, (5) serta sembahnya: ‘Jikalau baik pada pemandangan raja dan jikalau
hamba mendapat kasih raja, dan hal ini kiranya dipandang benar oleh raja dan
raja berkenan kepada hamba, maka hendaklah dikeluarkan surat titah untuk
menarik kembali surat-surat yang berisi rancangan Haman bin Hamedata, orang
Agag itu, yang ditulisnya untuk membinasakan orang Yahudi di dalam semua daerah
kerajaan. (6) Karena bagaimana hamba dapat melihat malapetaka yang menimpa
bangsa hamba dan bagaimana hamba dapat melihat kebinasaan sanak saudara hamba?’
(7) Maka jawab raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu, serta kepada Mordekhai,
orang Yahudi itu: ‘Harta milik Haman telah kukaruniakan kepada Ester, dan Haman
sendiri telah disulakan pada tiang karena ia sudah mengacungkan tangannya
kepada orang Yahudi. (8) Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang
baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai
raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan
cincin meterai raja tidak dapat ditarik kembali.’ (9) Pada waktu itu juga
dipanggillah para panitera raja, dalam bulan yang ketiga - yakni bulan Siwan -
pada tanggal dua puluh tiga, dan sesuai dengan segala yang diperintahkan
Mordekhai ditulislah surat kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil
pemerintah, para bupati dan para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia,
seratus dua puluh tujuh daerah, kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan
kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya, dan juga kepada orang Yahudi menurut
tulisan dan bahasanya. (10) Maka ditulislah pesan atas nama raja Ahasyweros dan
dimeterai dengan cincin meterai raja, lalu dengan perantaraan pesuruh-pesuruh
cepat yang berkuda, yang mengendarai kuda kerajaan yang tangkas yang
diternakkan di pekudaan, dikirimkanlah surat-surat (11) yang isinya: raja
mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan
nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan
anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang
mereka, dan untuk merampas harta miliknya, (12) pada hari yang sama di
segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas,
yakni bulan Adar. (13) Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan di
tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi
harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada musuhnya”.
Ester 9:1-6 - “(1)
Dalam bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,pada hari yang ketiga belas,
ketika titah serta undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari
musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang
sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka
berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja
Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan
tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi
telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil
pemerintahan dan bupati serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena
ketakutan kepada Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar
kekuasaannya di dalam istana raja dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap
daerah, karena Mordekhai itu bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang
Yahudi mengalahkan semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh
dan membinasakannya; mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap
pembenci-pembenci mereka. (6) Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh
dan membinasakan lima ratus orang”.
e. Alasan
lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu
juga harus dihukum mati (Kel 21:12,14), sehingga akan ada 2 orang yang mati.
Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya
satu orang.
Keberatan dan jawabannya:
Banyak orang tidak menyetujui ajaran di atas ini
berdasarkan:
(1) Mat 5:39b - “Janganlah melawan orang yang berbuat
jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah
juga kepadanya pipi kirimu”.
Jawaban saya:
perlu diingat bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya
‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 hanya berlaku
untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita, bahkan boleh dikatakan
merupakan serangan yang ringan.
(2) Pada waktu
Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri.
Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke
dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia
melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa
tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40
hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan
pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama
ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus
diteladani atau tidak.
(3) Mat 26:51-54 - “(51) Tetapi
seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus
pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya.
(52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam
sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.
(53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia
segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika
begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang
mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.
Ada 2 kemungkinan untuk menjelaskan ayat ini sehingga
ayat ini tidak diartikan bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh membela
diri:
(a) Ada
orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ‘sebab
barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang’ tidak menunjuk kepada Petrus (sekalipun diucapkan
kepada Petrus). Lalu menunjuk kepada siapa? Kepada orang-orang Romawi dan
Yahudi, yang saat itu menggunakan ‘pedang’ terhadap Yesus (mau membunuh Yesus).
Jadi, seluruh kalimat diartikan sebagai berikut: “Masukkan
pedangmu ke dalam sarungnya, sebab orang-orang yang menggunakan pedang terhadap
Aku ini akan binasa oleh pedang (Bapa yang membinasakan mereka, kamu tidak
perlu membunuh mereka)”.
(b) Yang
menganggap bahwa kata-kata ini ditujukan kepada Petrus, menafsirkan bahwa pada
saat itu Petrus tidak boleh melawan karena:
·
kekristenan tidak
boleh dimajukan / dibela dengan menggunakan kekerasan.
·
pada saat itu
yang mau mengangkap dan membunuh Yesus adalah pemerintah / alat negara. Karena
itu tidak boleh dilawan.
Jadi, kata-kata ini tidak berlaku pada saat kasusnya
adalah pribadi berusaha membunuh pribadi.
Kalau pembelaan
diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada
unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!
2. Pembunuhan
dalam perang / pembelaan diri nasional.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “DOES THE
COMMANDMENT ABSOLUTELY FORBID WAR BETWEEN NATIONS? Certainly not” (= Apakah hukum ini secara mutlak melarang perang
antar bangsa? Pasti tidak).
a. Memang bukan seadanya perang diijinkan; yang diijinkan hanyalah perang
yang benar (just war).
Saya tekankan bahwa ini merupakan perang yang benar
(just war). Ini merupakan pembelaan diri secara nasional pada saat
negara diserang / diagresi secara tidak benar oleh negara lain. Kalau
perang itu adalah perang yang salah, seperti mengagresi negara lain,
maka tentu saja orang Kristen tidak boleh ikut perang seperti itu.
Catatan: kasus ‘holy war’
(= perang kudus) dalam Perjanjian Lama merupakan sesuatu yang berbeda, karena Tuhan
yang memerintahkan hal itu. Dalam hal itu Israel menjadi algojo Tuhan
untuk menghukum mati bangsa-bangsa kafir itu. Perang seperti ini tidak ada
lagi dalam jaman sekarang.
b. Apa dasarnya
untuk mengijinkan pembunuhan dalam perang yang benar?
(1) Kalau
pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional
(bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan.
(2) Kalau
ada orang yang melarang perang secara mutlak dengan alasan bahwa kita harus
mengasihi musuh, perlu diingat bahwa pada saat negara kita diserang musuh, akan
ada banyak orang di negara kita yang dibunuh, diperkosa, dirampok dalam
serangan negara lain tersebut. Lalu, dimana kasih kita kepada orang-orang itu?
(3) Kitab
Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara.
Bandingkan dengan:
(a) Luk 3:14
- “Dan prajurit-prajurit bertanya juga
kepadanya: ‘Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?’ Jawab Yohanes kepada
mereka: ‘Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan
gajimu.’”.
Orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti
menjadi tentara.
(b) Kis 10:1-2,7 - “(1) Di
Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan
yang disebut pasukan Italia. (2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut
akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa
berdoa kepada Allah. ... (7) Setelah malaikat yang berbicara kepadanya itu
meninggalkan dia, dipanggilnya dua orang hambanya beserta seorang prajurit
yang saleh dari orang-orang yang selalu bersama-sama dengan dia”.
Calvin (tentang Kis 10:7): “‘A godly soldier.’ ...
And in the mean season, those brain-sick fellows are condemned who cry that it
is unlawful for Christians to carry weapons. For these men were warriors, and
yet godly, and when they embrace Christ they forsake not their former kind of
life; they cast not away their armor as hurtful, nor yet forsake their calling” (= ‘Seorang tentara yang saleh’. ... Dan dalam masa
yang buruk, orang-orang yang sakit otaknya itu dikecam, yang berteriak bahwa
adalah tidak sah bagi orang-orang Kristen untuk membawa senjata. Karena
orang-orang ini adalah pejuang-pejuang / petarung-petarung, tetapi saleh, dan
pada waktu mereka mempercayai Kristus mereka tidak meninggalkan jenis kehidupan
mereka yang lalu; mereka tidak membuang senjata mereka sebagai sesuatu yang
menyebabkan sakit / membahayakan, ataupun meninggalkan panggilan mereka).
(c) 1Raja
2:5-6 - “(5) Dan lagi engkaupun
mengetahui apa yang dilakukan kepadaku oleh Yoab, anak Zeruya, apa yang
dilakukannya kepada kedua panglima Israel, yakni Abner bin Ner dan Amasa bin Yeter.
Ia membunuh mereka dan menumpahkan darah dalam
zaman damai seakan-akan ada perang, sehingga sabuk pinggangnya dan kasut
kakinya berlumuran darah. (6) Maka bertindaklah dengan bijaksana dan
janganlah biarkan yang ubanan itu turun dengan selamat ke dalam dunia orang
mati”.
Bandingkan dengan:
·
2Sam 3:27-29
- “(27) Ketika Abner kembali ke Hebron,
maka Yoab membawanya sebentar ke samping di tengah-tengah pintu gerbang itu,
seakan-akan hendak berbicara dengan dia dengan diam-diam; kemudian
ditikamnyalah dia di sana pada perutnya, sehingga mati, membalas darah Asael,
adiknya. (28) Ketika hal itu didengar Daud kemudian, berkatalah ia: ‘Aku dan
kerajaanku tidak bersalah di hadapan TUHAN sampai selama-lamanya terhadap darah
Abner bin Ner itu. (29) Biarlah itu ditanggung oleh Yoab sendiri dan seluruh
kaum keluarganya. Biarlah dalam keturunan Yoab tidak putus-putusnya ada orang
yang mengeluarkan lelehan, yang sakit kusta, yang bertongkat, yang tewas oleh
pedang atau yang kekurangan makanan.’”.
·
2Sam 20:9-12
- “(9) Berkatalah Yoab kepada Amasa:
‘Engkau baik-baik, saudaraku?’ Sementara itu tangan kanan Yoab memegang janggut
Amasa untuk mencium dia. (10) Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di
tangan Yoab itu; Yoab menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya
tertumpah ke tanah. Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati.
Lalu Yoab dan Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. (11) Dan seorang
dari orang-orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata:
‘Siapa yang suka kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah
mengikuti Yoab!’ (12) Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di
tengah-tengah jalan raya. Ketika orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat
berdiri menonton, maka disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang,
lalu dihamparkannya kain di atasnya, karena dilihatnya, bahwa setiap orang yang
datang ke sana berdiri menonton”.
Yoab membunuh pada masa damai, dan itu sebabnya Daud
mengecam dia. Yoab pasti sudah banyak membunuh musuh pada masa perang, dan itu
tidak pernah dikecam oleh Daud. Ini menunjukkan bahwa membunuh musuh dalam perang
merupakan sesuatu yang diijinkan!
3. Pembunuhan
dalam pelaksanaan hukuman mati.
Seluruh proses penjatuhan dan pelaksanaan hukuman
mati, tidak bersalah, asalkan hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran /
keadilan. Jadi, baik polisi yang menangkap, jaksa yang menuntut, saksi yang
bersaksi tentang kesalahan orang itu, hakim yang memutuskan hukuman mati,
maupun algojo yang melaksanakan hukuman mati itu, semua tidak bersalah. Bahkan
menurut saya, mereka bukan hanya tidak bersalah, tetapi sebaliknya, mereka
melakukan tindakan yang benar!
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “THAT THIS
COMMANDMENT WAS INTENDED, AS SOME SUPPOSE, TO FORBID THE INFLICTION OF CAPITAL
PUNISHMENT, IS INCONCEIVABLE” (= bahwa
hukum ini dimaksudkan, seperti dianggap oleh sebagian orang, untuk melarang
pemberian hukuman mati, merupakan sesuatu yang tidak bisa dimengerti).
Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman
mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak
menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena
mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan
bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:
a. Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati!
Kej 9:6 - “Siapa
yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat
manusia itu menurut gambarNya sendiri”.
Kel 21:15 - “Siapa
yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.
Im 20:10 - “Bila
seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan
isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki
maupun perempuan yang berzinah itu”.
Bil 35:31 - “Janganlah
kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya
setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh”.
Ul 13:5 - “Nabi
atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad
terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan
yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan
engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah
harus kauhapuskan yang jahat itu
dari tengah-tengahmu”.
Ro 13:4 - “Karena
pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat
jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang.
Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang
berbuat jahat”.
Wycliffe Bible Commentary: “this command is wrongly
quoted in opposition to capital punishment administered by the state. The
judicial taking of life in punishment for crime is authorized in Exodus 21, as
well as in Romans 13” [=
hukum ini (hukum keenam) dikutip secara salah dalam menentang hukuman mati yang dilaksanakan
oleh negara. Pengambilan nyawa oleh pengadilan dalam penghukuman untuk
kejahatan diberi otoritas dalam Kel 21, maupun dalam Ro 13].
b. Paulus
menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu.
Kis 25:11 - “Jadi,
jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal
dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan
itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak
menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada
Kaisar!’”.
c. Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati,
maka kita tidak menghargai nyawa dari korban pembunuhan tersebut.
John Stott: “Those who
campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life
(the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of
the murderer’s victim” [= Mereka yang
berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan
manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai
dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.
d. Orang
yang dijatuhi hukuman mati itu bukannya tidak diberi kesempatan untuk bertobat.
Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai
kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati
dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya
kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat /
masuk surga.
Supaya saudara tidak menganggap ajaran ini sebagai
‘extrim’ dan datang dari diri saya sendiri, di sini saya akan memberikan
komentar beberapa penafsir:
1. Mat
5:38-41 - “(38)
Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (39) Tetapi
Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,
melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi
kirimu. (40) Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini
bajumu, serahkanlah juga jubahmu. (41) Dan siapapun yang memaksa engkau
berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil”.
Calvin (tentang Mat
5:39): “Though Christ does not permit his
people to repel violence by violence, yet he does not forbid them to
endeavor to avoid an unjust attack”
(= Sekalipun Kristus tidak mengijinkan umatNya untuk melawan kekerasan dengan
kekerasan, tetapi Ia tidak melarang mereka untuk berusaha menghindari suatu
serangan yang tidak adil).
Barnes’ Notes (tentang Mat
5:38-41): “The general
principle which he laid down was, that we are not to resist evil; ... But even this
general direction is not to be pressed too strictly. Christ did not
intend to teach that we are to see our families murdered, or to be murdered
ourselves, rather than to make resistance. The law of nature, and all
laws, human and Divine, have justified self-defence, when life is in danger” (= Prinsip umum
yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan kejahatan; Tetapi bahkan
pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat. Kristus
tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga kita atau
diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam, dan
semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi, membenarkan pembelaan diri,
pada waktu jiwa ada dalam bahaya)
- hal 26.
2. Tentang
Mat 5:39 dimana ada kata-kata ‘jangan melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu’, D. Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang
seseorang yang bernama Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim
dengan mengatakan bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara,
hakim, maupun pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu
tidak kristiani.
D. Martyn Lloyd-Jones: “those who base their pacifism upon this
paragraph ... are guilty of a kind of heresy” (= mereka yang
mendasarkan sikap cinta damai / anti perang pada text ini ... bersalah tentang
sejenis kesesatan) - ‘Studies in
the Sermon of the Mount’, hal 278.
3. Dalam
membahas Luk 6:29 - “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah
juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu,
biarkan juga ia mengambil bajumu”, John
Stott membandingkan dua text di bawah ini.
Ro 12:17-21 - “(17) Janganlah membalas
kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18)
Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian
dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri
menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada
tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan,
firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia
haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di
atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi
kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.
Ro 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah
untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena
tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk
membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.
Dan John Stott lalu berkata sebagai berikut:
“It is better,
then, to see the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13 as
complementary to one another. Members of God’s new community can be both
private individuals and state officials. In the former role we are never to
take personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our persecutors
(12:14), serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good
(12:21). In the latter role, however, if we are called by God to serve as
police or prison officers or judges, we are God’s agents in the punishments of
evildoers. True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which
he executes his judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave
room for God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath
to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4).” [= Maka, adalah
lebih baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma
13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat yang baru dari
Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan yang
pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas kejahatan dengan
kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14), melayani musuh
kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (12:21).
Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh Allah untuk
melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah agen Allah
dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan ‘murka’
adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk melaksanakan
penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah melalui pemerintah.
‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti mengijinkan pemerintah
untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman kepada pelaku kejahatan’
(13:4)] - ‘Involvement’, vol
I, hal 127.
Jadi, Luk 6:29 tidak berarti bahwa suatu negara tidak
boleh mempunyai polisi, hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang
kristen kita boleh melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita
ke polisi atau mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak, maka apa
gunanya polisi, hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul ke polisi / mengajukannya ke pengadilan dengan
tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak melakukan hal itu kepada
orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru tindakannya, boleh dilakukan.
Yang dilarang oleh ayat ini adalah balas dendam pribadi.
b) Pembunuhan sengaja maupun tidak sengaja.
1. Pembunuhan yang tidak disengaja.
Kel 21:13 - “Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya
ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat,
ke mana ia dapat lari”.
Bil 35:9-15 - “(9) TUHAN berfirman kepada Musa: (10) ‘Berbicaralah kepada orang
Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi sungai Yordan ke
tanah Kanaan, (11) maka haruslah kamu memilih beberapa kota yang menjadi
kota-kota perlindungan bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh
seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana. (12) Kota-kota
itu akan menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut balas, supaya
pembunuh jangan mati, sebelum ia dihadapkan kepada rapat umat untuk diadili. (13)
Dan kota-kota yang kamu tentukan itu haruslah enam buah kota perlindungan
bagimu. (14) Tiga kota harus kamu tentukan di seberang sungai Yordan sini dan
tiga kota harus kamu tentukan di tanah Kanaan; semuanya kota-kota perlindungan.
(15) Keenam kota itu haruslah menjadi tempat perlindungan bagi orang Israel dan
bagi orang asing dan pendatang di tengah-tengahmu, supaya setiap orang yang
telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke
sana.”.
Bil 35:22-28 - “(22) Tetapi jika ia sekonyong-konyong menumbuk orang itu dengan
tidak ada perasaan permusuhan, atau dengan tidak sengaja melemparkan sesuatu
benda kepadanya, (23) atau dengan kurang ingat menjatuhkan kepada orang itu
sesuatu batu yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu
mati, sedangkan dia tidak merasa bermusuh dengan orang itu dan juga tidak
mengikhtiarkan celakanya, (24) maka haruslah rapat umat mengadili antara
orang yang membunuh itu dan penuntut darah, menurut hukum-hukum ini, (25) dan
haruslah rapat umat membebaskan pembunuh dari tangan penuntut darah, dan
haruslah rapat umat mengembalikan dia ke kota perlindungan, ke tempat ia telah
melarikan diri; di situlah ia harus tinggal
sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus. (26)
Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan,
tempat ia melarikan diri, (27) dan penuntut darah mendapat dia di luar batas
kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah
ia berhutang darah, (28) sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan
sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh
itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri”.
Ul 4:41-43 - “(41) Lalu Musa mengkhususkan tiga kota di seberang sungai Yordan, di
sebelah timur, (42) supaya orang yang membunuh sesamanya manusia dengan
tidak sengaja dan dengan tidak memusuhinya lebih dahulu, dapat melarikan
diri ke sana, sehingga ia, apabila melarikan diri ke salah satu kota itu, dapat
tetap hidup. (43) Kota-kota itu adalah: Bezer di padang gurun, di daerah
dataran tinggi, untuk orang Ruben; Ramot di Gilead untuk orang Gad dan Golan di
Basan untuk orang Manasye”.
Ul 19:1-10 - “(1) ‘Apabila TUHAN, Allahmu, sudah melenyapkan bangsa-bangsa yang
negerinya diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan engkau sudah menduduki
daerah mereka dan diam di kota-kota dan rumah-rumah mereka, (2) maka engkau
harus mengkhususkan tiga kota di dalam negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu untuk diduduki. (3) Engkau harus menetapkan jauhnya jalan, dan membagi
dalam tiga bagian wilayah negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, untuk dimiliki
olehmu, supaya setiap pembunuh dapat melarikan diri ke sana. (4) Inilah
ketentuan mengenai pembunuh yang melarikan diri ke sana dan boleh tinggal
hidup: apabila ia membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan dengan
tidak membenci dia sebelumnya, (5) misalnya
apabila seseorang pergi ke hutan dengan temannya untuk membelah kayu, ketika
tangannya mengayunkan kapak untuk menebang pohon kayu, mata kapak terlucut dari
gagangnya, lalu mengenai temannya sehingga mati, maka ia boleh melarikan
diri ke salah satu kota itu dan tinggal hidup. (6) Maksudnya supaya jangan
penuntut tebusan darah sementara hatinya panas dapat mengejar pembunuh itu,
karena jauhnya perjalanan, menangkapnya dan membunuhnya, padahal pembunuh itu tidak patut mendapat hukuman mati,
karena ia tidak membenci dia sebelumnya. (7) Itulah sebabnya aku memberi
perintah kepadamu, demikian: tiga kota haruslah kaukhususkan. (8) Dan jika
TUHAN, Allahmu, sudah meluaskan daerahmu nanti, seperti yang dijanjikanNya
dengan sumpah kepada nenek moyangmu, dan sudah memberikan kepadamu seluruh
negeri yang dikatakanNya akan diberikan kepada nenek moyangmu, (9) - apabila
engkau melakukan dengan setia perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari
ini, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dan dengan senantiasa hidup menurut jalan
yang ditunjukkanNya - maka haruslah engkau menambah tiga kota lagi kepada yang
tiga itu, (10) supaya jangan tercurah darah orang yang
tidak bersalah di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu
menjadi milikmu dan hutang darah melekat kepadamu”.
Catatan: saya kira kata-kata ‘yang tidak bersalah’ (ay 10), bukan maksudnya bahwa ia betul-betul
sama sekali tidak bersalah. Tetapi mungkin maksudnya ‘tidak cukup bersalah
untuk mendapatkan hukuman mati’ (ay 6). Kalau ia dianggap betul-betul
tidak bersalah sama sekali, adalah tidak masuk akal untuk memasukkan dia ke
kota perlindungan, yang boleh dikatakan merupakan suatu penjara besar.
Yos 20:1-6 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Yosua, demikian: (2) ‘Katakanlah kepada
orang Israel, begini: Tentukanlah bagimu kota-kota perlindungan, yang telah
Kusebutkan kepadamu dengan perantaraan Musa, (3) supaya siapa yang membunuh
seseorang dengan tidak sengaja, dengan tidak ada niat lebih dahulu,
dapat melarikan diri ke sana, sehingga kota-kota itu menjadi tempat
perlindungan bagimu terhadap penuntut tebusan darah. (4) Apabila ia melarikan
diri ke salah satu kota tadi, maka haruslah ia tinggal berdiri di depan pintu
gerbang kota dan memberitahukan perkaranya kepada para tua-tua kota. Mereka
harus menerima dia dalam kota itu dan memberikan tempat kepadanya, dan ia akan
diam pada mereka. (5) Apabila penuntut tebusan darah itu mengejar dia, pembunuh
itu tidak akan diserahkan mereka ke dalam tangannya, sebab ia telah membunuh
sesamanya manusia dengan tidak ada niat lebih dahulu, dan dengan tidak
menaruh benci kepadanya lebih dahulu. (6) Ia
harus tetap diam di kota itu sampai ia dihadapkan kepada rapat jemaah untuk
diadili, sampai imam besar yang ada pada waktu itu mati. Maka barulah
pembunuh itu boleh pulang ke kotanya dan ke rumahnya, ke kota dari mana ia
melarikan diri.’”.
2. Pembunuhan yang disengaja / direncanakan.
Kel 21:12,14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum
mati. ... (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya,
hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil
orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.
Bil 35:16-21 - “(16) Tetapi jika ia membunuh orang itu dengan benda besi,
sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu
dibunuh. (17) Dan jika ia membunuh orang itu dengan batu di tangan yang
mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, maka ia seorang
pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (18) Atau jika ia membunuh orang itu dengan
benda kayu di tangan yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga
orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (19) Penuntut
darahlah yang harus membunuh pembunuh itu; pada waktu bertemu dengan dia ia
harus membunuh dia. (20) Juga jika ia menumbuk orang itu karena benci atau
melempar dia dengan sengaja, sehingga orang itu mati, (21) atau jika ia
memukul dia dengan tangannya karena perasaan permusuhan, sehingga orang itu
mati, maka pastilah si pemukul itu dibunuh; ia seorang pembunuh; penuntut darah
harus membunuh pembunuh itu, pada waktu bertemu dengan dia”.
Ul 19:11-13 - “(11) Tetapi apabila seseorang membenci sesamanya manusia, dan
dengan bersembunyi menantikan dia, lalu bangun menyerang dan memukul dia,
sehingga mati, kemudian melarikan diri ke salah satu kota itu, (12) maka
haruslah para tua-tua kotanya menyuruh mengambil dia dari sana dan menyerahkan
dia kepada penuntut tebusan darah, supaya ia mati dibunuh. (13) Janganlah
engkau merasa sayang kepadanya. Demikianlah
harus kauhapuskan darah orang yang tidak bersalah dari antara orang Israel,
supaya baik keadaanmu.’”.
Catatan: yang saya beri garis bawah
ganda salah terjemahan.
NIV: ‘You must purge from
Israel the guilt of shedding
innocent blood’ (= Kamu harus membersihkan / menyucikan dari Israel kesalahan tentang
pencurahan darah orang yang tak bersalah).
HUKUM 6 (2)
jangan membunuh
(Kel 20:13)
Kel 20:13 - “Jangan
membunuh”.
c) Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasihan’), baik secara
aktif maupun pasif.
Biasanya ini dilakukan terhadap orang yang sudah sakit
berat, sangat menderita (kesakitan), dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu
dibunuh oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan
(pasif). Kadang-kadang ini dilakukan atas permintaan si penderita itu sendiri.
Ini semua dilarang, karena tetap merupakan suatu pembunuhan! Tuhan pasti tetap
mempunyai rencana dengan membiarkan orang itu hidup, dan karena itu kita tidak
berhak mengambil nyawa orang itu.
Yang memusingkan adalah kalau keluarga dari si sakit
itu sudah tidak mempunyai uang untuk membiayai penyambungan nyawa dari si
sakit!
d) Bunuh diri.
Keil & Delitzsch (tentang Kel 20:13): “the prohibition includes not only the
killing of a fellow-man, but the destruction of one’s own life, or suicide” (= larangan ini
mencakup bukan hanya pembunuhan sesama manusia, tetapi juga penghancuran nyawa
diri sendiri, atau bunuh diri).
Contoh: mbah Marijan tak mau mengungsi pada waktu G.
Merapi meletus. Anehnya ia justru begitu disanjung! Dalam faktanya, apa yang ia
lakukan adalah bunuh diri, dan itu adalah dosa!
Alasan-alasan untuk melarang tindakan bunuh diri:
1. Diri
kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya diri kita dan nyawa kita adalah milik
Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri, dengan alasan bahwa
nyawa kita adalah milik kita sendiri dan karena itu boleh kita perlakukan semau
kita.
2. Mat 22:39
memerintahkan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Dan
membunuh diri jelas tidak mengasihi diri sendiri.
3. Dalam
Kis 16:27-28 Paulus melarang kepala penjara itu membunuh diri.
Kis 16:27-28 - “(27)
Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara
terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka,
bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru
dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya
masih ada di sini!’”.
4. Kita
harus memuliakan Tuhan, baik dengan hidup kita maupun dengan kematian kita.
1Kor 10:31 - “Aku
menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan
sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
Fil 1:20 - “Sebab
yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak
akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus
dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku”.
Sedangkan kematian dengan bunuh diri jelas tidak
memuliakan Tuhan.
e) Melakukan
hal-hal yang membahayakan diri sendiri / orang lain, seperti:
1. Orang-orang
tertentu senang membahayakan nyawanya sendiri, seperti menjadi matador, menjadi
pembalap, meloncati deretan mobil dengan menggunakan motor / mobil, mendekati
binatang-binatang buas seperti singa, buaya atau ikan hiu, dan sebagainya. Ini
semua merupakan hal yang salah!
2. Ngebut.
3. Mengendarai
kendaraan dalam keadaan mabuk.
4. Mengendarai
kendaraan secara ceroboh, dengan tidak mempedulikan rambu lalu lintas atau
lampu lalu lintas, atau sambil guyonan / bergurau, atau sambil menggunakan hand
phone, dan sebagainya.
5. Pembangun
gedung bertingkat, jembatan, jalan layang dsb, yang korupsi sedemikian rupa sehingga
menyebabkan apa yang ia bangun tak sekuat yang seharusnya dan akhirnya roboh
dan membunuh banyak orang.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “Builders of
roads, bridges, and houses, if they regard this Commandment at all, will seek
not only good wages, but mainly to do good work, that men’s lives may be safe” (=
Pembangun-pembangun jalanan, jembatan-jembatan, dan rumah-rumah, jika mereka
menghormati hukum ini, akan mencari bukan hanya upah mereka, tetapi terutama
melakukan pekerjaan yang baik, sehingga nyawa orang-orang akan aman).
6. Pabrik-pabrik
dan perusahaan-perusahaan yang membuang limbah beracun secara sembarangan.
7. Tidak
menjaga anak kecil, sehingga berlarian di jalan, dan membahayakan diri anak
itu.
8. Membuang
kulit pisang sembarangan, membiarkan lantai kamar mandi licin karena berlumut.
9. Kecerobohan
dalam diri orang-orang yang berkecimpung dalam dunia penerbangan.
10. Kecerobohan-kecerobohan
lain yang membahayakan nyawa orang lain.
Keil & Delitzsch (tentang Kel 20:13): “‘Thou shalt not kill,’ not only is the
accomplished fact of murder condemned, whether it proceed from open violence or
stratagem (Ex 21:12,14,18), but every act that endangers human life, whether
it arise from carelessness (Deut 22:8) or wantonness (Lev 19:14), or from
hatred, anger, and revenge (Lev 19:17-18)” [= ‘Jangan
membunuh’ bukan hanya merupakan fakta yang terjadi dari pembunuhan yang
dikecam, apakah itu keluar dari kekerasan yang terbuka atau tipu muslihat (Kel
21:12,14,18), tetapi juga setiap tindakan yang membahayakan nyawa /
kehidupan manusia, apakah itu muncul dari kecerobohan (Ul 22:8) atau
keberandalan (Im 19:14), atau dari kebencian, kemarahan, dan balas dendam
(Im 19:17-18)].
Kel 21:12,14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang,
sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. ... (14) Tetapi apabila seseorang
berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya,
maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.
Im 19:14,17-18 - “(14) Janganlah
kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu
sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN. ... (17) Janganlah
engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus
terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada
dirimu karena dia. (18) Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah
menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN”.
Ul 22:8 - “Apabila engkau mendirikan rumah yang
baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan
kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari
atasnya”.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “criminal
carelessness and selfish indifference to human life ought to be regarded as
tantamount to murder (see Ex 21:28,29)” [= Kecerobohan
kriminil dan sikap acuh tak acuh yang egois terhadap nyawa / kehidupan manusia
harus dianggap sebagai sama seperti pembunuhan (lihat Kel 21:28,29)].
Kel 21:28-32 - “(28)
Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga
mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak
boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi
jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah
diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati
seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan
batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. (30) Jika dibebankan
kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan
kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya. (31) Kalau ditanduknya seorang anak
laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan
itu juga. (32) Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau
perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan
budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu”.
Catatan: bagi kita yang tinggal di kota besar ‘lembu’ tidak
terlalu relevan, tetapi ini bisa dikontextualisasikan dengan ‘anjing’ (yang
galak), dan buaya, singa, harimau dsb (bagi orang-orang tertentu yang senang
memelihara binatang buas).
Dari text ini jelas bahwa Tuhan jauh lebih mementingkan nyawa manusia
dari pada nyawa binatang! Ini perlu dicamkan oleh para pecinta binatang yang
kebanyakan mempunyai sikap yang sangat extrim sehingga tetap melindungi
binatang yang sedang mau membunuh seorang manusia. Juga propaganda-propaganda
yang menyatakan bahwa hiu tidak berbahaya, dsb, menurut saya merupakan
propaganda yang kurang ajar!
f) Tidak mau
menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:
1. Sakit
tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.
2. Tidak
mau berpantang demi kesehatannya.
Misalnya: punya tekanan darah tinggi tetapi terus
makan makanan yang asin, punya diabetes tetapi terus makan yang manis-manis,
punya kolesterol tinggi tetapi terus makan makanan berkolesterol tinggi, dsb.
3. Merokok.
Termasuk orang yang menjadi perokok pasif; karena itu jangan bekerja di tempat
yang dipenuhi asap rokok!
4. Menggunakan
narkotik, ecstasy, pil koplo, dan sebagainya.
5. Menggunakan
minuman keras secara berlebihan.
6. Tidak
mau berolah raga secara teratur.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:13: “His own life he
is forbidden to take. He is commanded to care for it. Man does not own
himself, has no title in his own life as before God, has no right to destroy
it, but should take good care of it, for it belongs to God. ... God
requires us further to have that high regard for our lives which shall lead
us to guard and maintain them in the best possible condition. We are to become familiar with the laws of
health, and obedient to them” (= Ia dilarang mengambil nyawanya
sendiri. Ia diperintahkan untuk memeliharanya. Manusia tidak memiliki
dirinya sendiri, tidak mempunyai hak atas nyawanya sendiri di hadapan Allah,
tidak mempunyai hak untuk menghancurkannya, tetapi harus memeliharanya
dengan baik, karena itu milik Allah. ... Allah selanjutnya mengharuskan
kita untuk mempunyai penghargaan yang tinggi untuk nyawa kita, yang akan
membimbing kita untuk menjaga dan memeliharanya dalam kondisi terbaik yang memungkinkan. Kita harus akrab dengan hukum-hukum kesehatan,
dan mentaati mereka).
g) Abortus /
pengguguran kandungan.
Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi!
Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi
satu!
Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu
sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas
merupakan pembunuhan.
Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang
diperhitungkan adalah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan.
Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung karena pemerkosaan.
Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus
diperhitungkan. Si pemerkosa memang pantas dihukum mati, tetapi apa salahnya
bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter
berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa
dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak dan orang
dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!
Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas
Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang
berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:
“Seandainya anda
setuju aborsi .....
1. Ada seorang pendeta dan istrinya yang
sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui
bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam
kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia,
apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?
2. Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena
TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat
kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3. Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan
menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua
kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?
4. Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah.
Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis
tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.
Di bawah artikel itu, jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai
berikut:
1. Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi
pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil
besar pada abad ke 19.
2. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus
ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu
rohani ternama didunia.
3. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus
ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel
ternama didunia.
4. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus
ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.
Kasus yang paling memusingkan dalam hal abortus ini
adalah kalau dokter mengatakan bahwa bayi itu harus diabortus, atau ibunya akan
mati. Tetapi dalam kasus inipun saya condong untuk tidak melakukan abortus.
Mengapa? Karena abortus berarti membunuh secara aktif, sedangkan kalau
dibiarkan saja, sehingga ibunya yang mati, itu hanya merupakan ‘pembunuhan
pasif’.
h) Penggunaan
alat KB tertentu.
Ada orang-orang Kristen yang beranggapan bahwa
seadanya alat KB dilarang, kecuali pencegahan dengan penanggalan. Menurut saya
ini merupakan pandangan extrim, dan bodoh, dan tak punya dasar Alkitab.
Saya berpendapat bahwa hanya penggunaan alat KB
tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan sel telur
dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral, yang dilarang, karena
termasuk dalam pembunuhan. Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma
dengan sel telur, seperti kondom, tidak dilarang. Demikian juga dengan pil KB,
yang cara kerjanya membuat sel telur tidak bisa matang sehingga tidak bisa
dibuahi. Ini boleh digunakan, karena tidak termasuk pembunuhan.
i) Proses
pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi
tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari
sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung,
karena mahalnya biaya pembuatan bayi tabung itu, maka tidak dibuat hanya satu
bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain
dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.
j) Pembunuhan
non fisik.
Ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai larangan terhadap pembunuhan
secara fisik / lahiriah saja, tetapi Yesus dan Perjanjian Baru menerapkannya
pada hal-hal lain, yaitu:
1. Kebencian.
1Yoh 3:15a - “Setiap
orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia”.
Apakah semua kebencian salah? Tidak.
Bdk. Maz 139:21-22 - “(21) Masakan
aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa
jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? (22) Aku sama sekali
membenci mereka, mereka menjadi musuhku”.
John Stott: “The truth is
that evil men should be the object simultaneously of our ‘love’ and ‘hatred’, ...
To ‘love’ them is ardently to desire that they will repent and believe, and so
be saved. To ‘hate’ them is to desire with equal ardour that, if they
stubbornly refuse to repent and believe, they will incur God’s judgment. ... So
there is such thing as perfect hatred, just as there is such a thing as
righteous anger. But it is a hatred for God’s enemies, not our own enemies” (= Kebenarannya adalah bahwa orang-orang jahat
harus secara berbarengan menjadi obyek dari ‘kasih’ dan ‘kebencian’ kita, ...
‘Mengasihi’ mereka berarti dengan sungguh-sungguh / bersemangat menginginkan
supaya mereka bertobat dan percaya, dan dengan demikian diselamatkan.
‘Membenci’ mereka berarti menginginkan dengan keinginan / semangat yang sama
supaya, jika mereka dengan tegar tengkuk menolak untuk bertobat dan percaya,
mereka akan mendapatikan penghakiman Allah. ... Jadi ada kebencian yang
sempurna sama seperti ada kemarahan yang benar. Tetapi itu adalah kebencian
terhadap musuh-musuh Allah, bukan musuh-musuh kita sendiri) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’,
hal 117.
Catatan: orang yang tidak percaya, belum diperdamaikan dengan
Allah, dan karena itu, ia juga adalah musuh Allah (Mat 12:30). Tetapi saya kira
bukan itu yang dimaksudkan oleh Stott. Yang ia maksudkan adalah orang-orang
yang betul-betul memusuhi Allah. Orang itu bisa adalah orang sesat, orang
beragama lain yang anti Kristen, atau Atheist, Komunis dan sebagainya.
2. Mat 5:21-26 - “(21) Kamu telah
mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa
yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang
yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata
kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa
yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan
engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
(24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai
dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan
dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim
dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke
dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar
dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”.
Ada 4 hal yang
dibicarakan oleh text ini, yang bukan merupakan pembunuhan fisik, tetapi
semuanya dihubungkan dengan hukum ke 6 ini:
a. Kemarahan tertentu (ay 22a).
(1) Tidak semua kemarahan adalah dosa.
Ay 22a (KJV): ‘But I say unto you, That whosoever is angry with his
brother without a cause shall be in danger of the judgment’ (= Tetapi Aku
berkata kepadamu: Bahwa siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa alasan
akan ada dalam bahaya penghakiman).
Kata-kata ‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts tertentu.
Stott mengatakan
(hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu mungkin sekali
tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang benar tentang
apa yang Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua kemarahan merupakan
dosa. Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau tidaknya, kata-kata ‘without a cause’ itu dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci
jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai dosa. Ini terlihat dari:
(a) Ef 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu
menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu’, jelas menunjukkan bahwa ‘marah’ tidak selalu identik
dengan ‘dosa’, dan bahwa kita bisa marah tetapi tidak berdosa.
(b) Yesus berulangkali marah (Mark 3:5 Yoh 2:13-17), tetapi Kitab Suci tetap
mengatakan bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15).
Mark 3:5 - “Ia berdukacita
karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya
kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia
mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.
Yoh 2:13-17 - cerita
dimana Yesus mengobrak-abrik Bait Suci.
(c) Kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul
palsu dipuji (Wah 2:2), dan sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus
terhadap rasul-rasul palsu justru dikecam (2Kor 11:4).
Wah 2:2 - “Aku tahu segala
pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak
dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka
yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau
telah mendapati mereka pendusta”.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu
sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada
yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada
yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Kemarahan yang benar
biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih, dan ditujukan terhadap
dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.
Contoh:
·
orang tua yang marah kepada anak yang nakal.
·
orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau
karena adanya korupsi dalam gereja.
·
kita marah karena adanya terorisme.
·
kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan /
orang yang tidak bersalah dihukum oleh pengadilan.
Perlu dicamkan bahwa sekalipun kemarahan
seperti ini merupakan kemarahan yang benar, tetapi kalau perwujudannya
kelewat batas maka itu juga menjadi salah / dosa. Misalnya kalau kemarahan
terhadap anak diwujudkan dengan memaki anak atau memukul sehingga mencederai
anak tersebut. Atau, saking marahnya kepada seorang pengajar sesat, kita lalu
memukuli pengajar sesat itu. Ini jelas juga merupakan perwujudan yang salah /
kelewat batas dari kemarahan yang benar!
(2) Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang
merupakan dosa, dan mungkin sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut
sebagai ‘holy anger’ (= kemarahan yang
suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum
ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan pembunuhan dalam hati
/ pikiran.
(3) Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus
diartikan bukan sebagai ‘saudara seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau
‘siapapun yang mempunyai hubungan dengan kita’.
b. Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang
bersifat menghina (ay 22b,c).
(1) Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).
RSV: ‘whoever insults his brother’ (= siapapun
menghina saudaranya).
KJV/NIV/NASB tidak
menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan (mengganti
huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.
D. Martyn
Lloyd-Jones: “‘Raca’ means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti
‘orang yang tidak berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 224.
John Stott
mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan kata Aram
yang berarti ‘empty’ (= kosong).
Tasker (Tyndale)
mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan MORE (yang digunakan
dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab Suci Indonesia
diterjemahkan ‘jahil’).
Barclay: “Raca is an almost
untranslatable word, because it describes a tone of voice more than anything
else. Its whole accent is the accent of contempt. To call a man Raca was to
call him a brainless idiot, a silly fool, an empty-headed blunderer. It is the
word of one who despises another with an arrogant contempt”
(= Raca hampir tidak bisa diterjemahkan, karena kata itu lebih menggambarkan
nada suara dari pada apapun yang lain. Seluruh penekanannya merupakan penekanan
penghinaan / kejijikan. Menyebut seseorang sebagai Raca berarti menyebutnya
sebagai seorang idiot yang tidak mempunyai otak, seorang tolol, seorang pembuat
kesalahan yang kepalanya kosong) - hal 139.
Bdk. Amsal 14:21a - “Siapa menghina sesamanya berbuat dosa”.
(2) Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).
(a) Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan
yang salah.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fool’ (= bodoh / tolol).
Kata Yunani yang
dipakai adalah MORE (dari mana diturunkan kata bahasa Inggris ‘moron’ /
‘dungu’).
Tetapi Adam Clarke
mengatakan (hal 71) bahwa mungkin itu berasal dari kata bahasa Ibrani MARAH,
yang berarti ‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin bisa diartikan sebagai
‘sesat’. Tetapi Clarke mengatakan bahwa ini hanya bersalah, kalau si penuduh /
pemaki itu tidak bisa membuktikan tuduhan / makiannya tersebut.
Barclay mengatakan
(hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan ‘bodoh’ / ‘tolol’,
tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka artinya adalah bahwa
orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap orang tersebut sebagai
orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian merusak reputasi orang tersebut.
(b) Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol,
tidak selalu merupakan dosa.
Dalam Mat 23:17
Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta,
apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?”.
Kata Yunani yang
digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan dalam
Mat 5:22, hanya saja dalam Mat 23:17 ini digunakan bentuk jamak.
Bandingkan juga dengan
Yes 19:13
Yer 4:22 Yer 5:21 Hos 7:11
Luk 11:40 24:25
Ro 1:22 1Kor 15:36 2Kor 11:19 Gal 3:1
1Pet 2:15 dimana Yesus / rasul-rasul / nabi-nabi juga mengatakan
seseorang sebagai ‘bodoh’. Tetapi dalam semua ayat-ayat ini, kata
bahasa Yunaninya berbeda dengan yang digunakan dalam Mat 5:22 dan Mat 23:17.
Dari semua ini harus
disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan ‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya
salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau emosi yang tidak terkendali.
c. Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam
hati saudara kita terhadap kita.
Mat 5:23-24 - “(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan
persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam
hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan
mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk
mempersembahkan persembahanmu itu”.
(1) Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?
William Hendriksen
beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin merupakan sesuatu yang
remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah sedikitnya orang yang bisa
berbakti kepada Allah. Jadi, ia beranggapan bahwa ‘ganjelan’ itu haruslah
sesuatu yang cukup penting / besar.
Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata ini sukar dipraktekkan, karena besar
atau kecil merupakan sesuatu yang relatif.
Selanjutnya
Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan terhadap kita itu
harus benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau apakah sekalipun
ia tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap wajib melakukan
ay 23-24 ini?
Pulpit Commentary: “It is noteworthy that our Lord in this verse does not
define on whose side the cause of the quarrel lies” (= Perlu
diperhatikan bahwa Tuhan kita dalam ayat ini tidak mendefinisikan pada sisi
siapa penyebab pertengkaran ini terletak) - hal 162.
Hendriksen
mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang mempunyai ganjelan itu
harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23) bahwa orang itu harus
mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang
benar).
Tetapi Hendriksen
sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah, tetapi kalau ia
mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap kita, maka kita
tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta maaf, tetapi
menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya Pulpit Commentary
mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.
Satu hal lain yang
ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif untuk membereskan
suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi kalau ‘ganjelan’ itu
ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara
terhadap siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada Tuhan, dan
bereskan! Bahkan mungkin sekali untuk membereskan hal itu, saudara harus datang
kepada orang tersebut, membicarakannya, dan membereskannya!
(2) Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan
perdamaian secara benar, tetapi orang tersebut tidak mau berdamai?
Pulpit Commentary: “The Christian can never
excuse himself by saying, ‘My brother will not be reconciled to me.’ He must
be; and the Christian must not rest until he is. The burden of right relations
rests on him” (= Orang kristen tidak pernah bisa beralasan
dengan berkata: ‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan dengan aku’. Ia harus; dan
orang kristen itu tidak boleh berhenti sampai ia mau. Beban dari hubungan yang
benar ada pada orang kristen itu) - hal 225.
Saya berpendapat
bahwa kata-kata ini salah, tolol dan tidak masuk akal. Clarke mengatakan (hal
72) bahwa kalau kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi orang itu tidak mau,
maka itu tidak akan menghalangi ibadah kita kepada Allah.
Bdk.
Ro 12:18 - “Sedapat-dapatnya,
kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua
orang!”.
NIV: ‘If it is possible, as far as it
depends on you, live
at peace with everyone’ (= Jika
memungkinkan, sejauh itu tergantung kepadamu, hiduplah dalam damai
dengan setiap orang).
Calvin (tentang
Mat 5:23): “so long as a difference with our neighbour is kept up by our fault,
we have no access to God” (= selama suatu perbedaan dengan sesama kita
dipelihara / dipertahankan oleh kesalahan kita, kita tidak mempunyai
akses kepada Allah).
Calvin (tentang
Ro 12:18): “We are not to seek to be in such esteem
as to refuse to undergo the hatred of any for Christ, whenever it may be
necessary. And indeed we see that there are some who, though they render
themselves amicable to all by the sweetness of their manners and peaceableness
of their minds, are yet hated even by their nearest connections on account of
the gospel. The second caution is, - that courteousness should not degenerate
into compliance, so as to lead us to flatter the vices of men for the sake of
preserving peace. Since then it cannot always be, that we can have peace with
all men, he has annexed two particulars by way of exception, ‘If it be possible,’ and,
‘as
far as you can.’”
(= Kita tidak boleh mengusahakan untuk berada dalam penilaian seperti itu
sehingga menolak untuk mengalami kebencian dari siapapun demi Kristus, kapanpun
itu diperlukan. Dan memang kita melihat bahwa ada beberapa orang yang,
sekalipun mereka membuat diri mereka sendiri ramah / baik kepada semua orang
oleh manisnya cara-cara / sikap mereka dan kecintaan damai dari pikiran mereka,
tetapi dibenci bahkan oleh koneksi-koneksi mereka karena injil. Hal kedua yang
harus diwaspadai adalah, - bahwa kesopanan tidak boleh memburuk menjadi
kecenderungan untuk mengalah, sehingga membimbing kita untuk menjilat
kejahatan-kejahatan dari orang-orang demi memelihara perdamaian. Jadi, karena
kita tidak selalu bisa mempunyai damai dengan semua orang, ia telah
menggabungkan dua keterangan sebagai perkecualian, ‘Jika memungkinkan’, dan
‘sejauh kamu bisa’.).
(3) Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh
Yesus dengan hukum ke 6?
D. Martyn
Lloyd-Jones: “the commandment not to kill really means we should take positive steps
to put ourselves right with our brother” (= perintah untuk tidak
membunuh berarti bahwa kita harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk
meluruskan / memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies
in the Sermon on the Mount’, hal 227.
d. Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).
Mat 5:25-26 - “(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau
bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan
engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan
engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai
lunas”.
(1) Kata-kata ‘sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas’ pada akhir ay 26 menunjukkan bahwa persoalan
yang akan dibawa ke pengadilan itu adalah persoalan hutang yang belum / tidak
dibayar.
(2) Sebetulnya berhutang saja
sudah merupakan sesuatu yang memalukan, apalagi kalau berhutang dan tidak
membayar hutangnya. Kitab Suci menggambarkan orang yang berhutang dan tidak
membayar kembali sebagai orang fasik.
Ul 28:1,2,12 - “(1)
‘Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan
setia segala perintahNya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN,
Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. (2) Segala
berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan
suara TUHAN, Allahmu: ... (12) TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaanNya yang
melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan
memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada
banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman”.
Ro 13:8a - “Janganlah
kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling
mengasihi”.
Catatan: banyak penafsir mengatakan bahwa ayat ini tidak
bicara tentang hutang uang, tetapi tetap ada yang menganggap ini juga
berhubungan dengan uang.
Maz 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.
(3) Hutang yang tidak dibayar
jelas akan merupakan suatu ganjelan dalam diri orang yang memberi hutang, dan
karena itu orang kristen harus secepatnya membereskan hutangnya.
(4) Kontras dan persamaan.
Ada kontras
antara ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan ‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23),
dan yang kedua berurusan dengan ‘lawanmu’ (ay 25).
Tetapi juga ada
persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan dalam
diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan yang
lain adalah bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan dengan
secepatnya (jangan ditunda-tunda).
Barclay: “When personal relations
go wrong, in nine cases out of ten immediate action will mend them; but if that
immediate action is not taken, they will continue to deteriorate, and the
bitterness will spread in an ever-widening circle”
(= Pada waktu hubungan pribadi rusak, dalam 9 dari 10 kasus, tindakan langsung
/ segera akan memperbaikinya; tetapi jika tindakan langsung / segera itu tidak
dilakukan, hubungan itu akan terus memburuk, dan kepahitan akan menyebar makin
lama makin luas) - hal 145.
k) Fitnah.
Sekalipun fitnah
itu sendiri bukan pembunuhan, tetapi fitnah sering menyebabkan matinya
seseorang, dan dalam kasus seperti itu, menjadi pembunuhan / pelanggaran
terhadap hukum keenam ini.
Contoh:
1. Fitnah terhadap Nabot (1Raja 21:1-16).
2. Fitnah terhadap Stefanus (Kis 6:13-14).
3. Fitnah terhadap Yesus (Mat
26:59-61 Mark 14:57-59).
Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6
ini?
HUKUM 7 (1)
jangan Berzinah
(Kel 20:14)
Kel 20:14 - “Jangan
berzinah”.
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
1) Melakukan hubungan sex diluar
pernikahan (pelacuran, dsb).
Satu hal yang perlu dicamkan tentang hukum ketujuh ini
adalah bahwa tidak ada orang yang kebal terhadapnya (perzinahan)! Kalau Daud,
yang begitu rohani, bisa jatuh ke dalam perzinahan, maka semua orang juga bisa.
Jadi, jangan pernah meremehkan dosa ini!
Bdk. 1Kor 10:12 - “Sebab itu siapa yang menyangka,
bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!”.
a) Hubungan sex
dengan suami / istri atau tunangan orang lain.
Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri
orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah
keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.
Ul 22:22-24 - “(22) Apabila seseorang kedapatan tidur
dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh
mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga.
Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel. (23) Apabila
ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika
seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka
haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu
lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia
tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus
kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Catatan:
1. Dalam
hukum Yahudi, ada 2 tahap pertunangan. Pertunangan tingkat 1 tidak terlalu
dianggap. Tetapi dalam pertunangan tingkat 2 (seperti pertunangan Yusuf dan
Maria) maka kedua orang itu sudah dianggap sebagai suami - istri (perhatikan
bahwa dalam ay 23 disebutkan ‘bertunangan’, tetapi dalam ay 24 disebutkan ‘isteri’!), sekalipun belum boleh melakukan hubungan sex. Bdk.
Mat 1:18-25.
2. Kata
‘memperkosa’ yang saya beri garis bawah ganda dalam ay 24
itu, diterjemahkan berbeda dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘hath humbled’ (= telah merendahkan).
RSV: ‘violated’ (= melanggar / mengganggu).
Catatan: kata ‘to violate’ menurut kamus memang bisa
diterjemahkan ‘memperkosa’ tetapi kontextnya tidak cocok dengan terjemahan itu,
karena gadis itu tidak menolak. Jadi, ini merupakan hubungan mau sama mau,
bukan perkosaan.
b) Hubungan sex
dengan seorang perawan, yang bukan istri ataupun tunangan orang lain (tak ada
yang punya).
Kel 22:16-17 - “(16)
Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan,
dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan
membayar mas kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak
memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya,
sebanyak mas kawin anak perawan.’”.
Hukuman ini kelihatannya ringan, tetapi bagaimanapun
menunjukkan bahwa ini tetap merupakan suatu dosa. Tetapi dosanya kelihatannya
dianggap jauh lebih ringan dari pada berzinah dengan orang yang sudah mempunyai
suami / istri / tunangan. Jadi, kata-kata banyak laki-laki yang berbunyi “Oh, aku tak mau
berzinah / berhubungan sex dengan orang yang sudah menikah. Kalau dengan yang
belum / tidak menikah, aku mau”, sebetulnya
juga ada benarnya, karena perzinahan dengan orang yang tidak / belum menikah
memang dianggap jauh lebih kecil dari pada perzinahan dengan orang yang sudah
menikah / bertunangan.
c) Hubungan sex
dengan seadanya orang lain yang bukan pasangan hidupnya.
Dalam Ul 25:11-12 ada hukum yang kelihatannya
aneh, yang bunyinya adalah sebagai berikut: “(11) ‘Apabila dua orang
berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari
tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan
menangkap kemaluan orang itu, (12) maka haruslah kaupotong tangan perempuan
itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya.’”.
Perempuan itu melihat suaminya berkelahi, lalu
bermaksud menolong suaminya dengan ‘menangkap kemaluan’ lawan suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa
tangan perempuan itu harus dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya
alat kelamin di hadapan Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin
lelaki lain dalam sikon seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan
dipotong tangannya, apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan /
perzinahan (dengan berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi
perempuan saja, tetapi juga bagi laki-laki, yang memegang alat kelamin
perempuan yang bukan istrinya!
Calvin: “This Law is apparently harsh, but its severity shews
how very pleasing to God is modesty, whilst, on the other hand, He abominates
indecency; for, if in the heat of a quarrel, when the agitation of the mind is
an excuse for excesses, it was a crime thus heavily punished, for a woman to
take hold of the private parts of a man who was not her husband, much less
would God have her lasciviousness pardoned, if a woman were impelled by lust to
do anything of the sort” (= Hukum ini
kelihatannya keras, tetapi kekerasannya menunjukkan betapa menyenangkannya
kesopanan bagi Allah, sementara, di sisi lain, Ia membenci ketidak-senonohan;
karena, jika dalam kepanasan dari suatu pertengkaran, pada waktu kekacauan /
gangguan pikiran merupakan suatu alasan untuk perbuatan-perbuatan yang
keterlaluan, merupakan suatu kejahatan yang dihukum dengan begitu berat, bagi
seorang perempuan untuk memegang bagian-bagian pribadi dari seorang laki-laki
yang bukan suaminya, lebih-lebih Allah tidak akan mengampuni tindakannya yang
menimbulkan gairah / birahi, jika seorang perempuan didorong oleh nafsu untuk
melakukan apapun dari jenis tindakan itu).
Matthew Henry: “The
occasion is such as might in part excuse it; it was to help her husband out of
the hands of one that was too hard for him. Now if the doing of it in a passion,
and with such a good intention, was to be so severely punished, much more when
it was done wantonly and in lust. ... The punishment was that her hand should
be cut off; and the magistrates must not pretend to be more merciful than God” (= Peristiwa / kejadiannya adalah sedemikian rupa
sehingga bisa memaafkannya sampai tingkat tertentu; itu adalah untuk menolong
suaminya dari tangan orang yang terlalu kuat baginya. Kalau dalam melakukan
tindakan itu dalam suatu emosi, dan dengan suatu maksud baik seperti itu,
harus dihukum dengan begitu berat, lebih lagi pada waktu itu dilakukan dengan
sembarangan / tanpa alasan dan dalam nafsu. ... Hukumannya adalah bahwa
tangannya harus dipotong; dan hakim-hakim tidak boleh menganggap diri lebih
berbelas kasihan dari pada Allah).
Catatan: kata ‘passion’ bisa menunjuk pada emosi yang
bermacam-macam seperti kasih, benci, sedih, takut, sukacita, dan sebagainya (Webster’s
New World Dictionary). Saya tidak tahu
yang mana yang dimaksudkan oleh Matthew Henry. Bisa ‘kasih’ (kepada suaminya),
atau ‘benci’ (terhadap orang yang berkelahi dengan suaminya).
Bible Knowledge Commentary: “The command in 25:11-12 was probably
intended to protect both womanly modesty and the capacity of a man to produce
heirs. This second purpose probably helps explain why this law is placed here
immediately after the instructions about levirate marriages (vv. 5-10)” [= Hukum dalam
25:11-12 mungkin dimaksudkan untuk melindungi baik kesopanan perempuan dan
kemampuan dari seorang laki-laki untuk menghasilkan pewaris. Tujuan kedua ini
mungkin menolong untuk menjelaskan mengapa hukum ini diletakkan di sini
langsung setelah intruksi tentang pernikahan ipar (ay 5-10)].
Catatan: ‘levirate marriage’ (= pernikahan ipar) adalah
hukum yang mengharuskan seorang laki-laki mengawini istri saudaranya, yang mati
tanpa mempunyai anak, supaya bisa melanjutkan keturunan dari saudaranya itu.
Yang membuat saya bingung dengan hukum dalam Ul
25:11-12 ini adalah: bagaimana dengan dokter dan suster yang merawat orang
sakit di rumah sakit? Kalau harus memeriksa / merawat orang yang berlawanan
jenis kelamin, dan harus memegang alat kelaminnya, bolehkah?
2) Melakukan hubungan sex sebelum
pernikahan (dengan pacar / tunangannya sendiri).
a) Hubungan sex
sebelum pernikahan tetap adalah dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!
b) Kitab Suci
tidak memberikan batasan orang pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex.
Jadi, sukar untuk berbicara tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali
Ul 25:11-12 yang sudah saya jelaskan di atas, bisa menjadi dasar untuk
melarang memegang alat kelamin pacarnya. Ada juga yang berdasarkan
Mat 5:28 bahkan melarang orang berciuman di bibir.
Mat 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang
yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di
dalam hatinya”.
Sutjipto Subeno:
“Telah
disinggung di atas bahwa pengembangan keintiman fisik hari ini merupakan
masalah yang sangat serius. Seorang anak kecil bisa berkata: ‘Wah, Andi belum
pacaran dengan Ita, karena belum ciuman bibir.’ Betapa mengerikan jika pacaran
ditandai dengan ‘ciuman bibir.’ Inilah gambaran umum yang dipasarkan sangat
meluas oleh pemikiran yang berdosa pada masa kini. Sulit sekali orang Kristen
atau pendeta untuk mengatakan ‘Kalau pacaran, silahkan jangan ciuman bibir
dulu. Boleh cium di pipi atau di kening.’ Maka langsung dijawab: ‘Wah, itu kuno
sekali.’ Pengembangan keintiman fisik sudah terbukti membawa masalah seksual
yang sangat serius di kalangan remaja. Begitu banyak terjadi kehamilan remaja
akibat hal yang sedemikian dianggap remeh dan biasa. ‘Kalau pacaran pasti harus
ciuman bibir.’ Ciuman bibir merupakan titik awal dari rangsangan seksual.
Ciuman bibir membawa satu pasangan, khususnya
pihak wanita, terbuai dengan rangsangan seks. Kemudian hal itu
mengakibatkan kebutuhan akan dosis yang lebih tinggi lagi. Mulai dari ciuman
sedetik, lalu menjadi 5 detik, lama-kelamaan bisa bermenit-menit. Dan ketika
rangsangan naik, si wanita semakin ingin dipeluk, diraba, dan rangsangan rabaan
ini akan berlanjut terus menuju ke daerah-daerah yang sangat pribadi dan
sensitif. Mungkin sebagai gadis baik-baik ia akan merasa bersalah, tetapi
rangsangan kuat akan menelan perasaan dan teguran itu. Ia hanya dapat berkata
‘jangan’ tetapi tidak mampu melawan keinginannya. Rangsangan yang terjadi
membawa dia pada kondisi tidak berdaya, sehingga penentuannya di pihak pria.
Jika pria itu kurang ajar dan memang rusak, ia akan memanfaatkan keadaan itu
untuk terus melakukan rangsangan dan menekan pihak wanita yang akan semakin
menyerah, sampai semuanya terjadi. Setelah semua terjadi, wanita itu marah,
kecewa, sedih, tetapi semua sudah terjadi dan tidak bisa ditarik kembali.
Selanjutnya perasaan yang timbul adalah ketakutan ditinggal oleh sang kekasih
yang telah merenggut keperawanannya. Di kemudian hari, ia akan semakin takluk
jika kekasihnya meminta hal yang lebih, sampai berakibat kehamilan yang tidak
dikehendaki” - ‘Keindahan Pernikahan
Kristen’, hal 82-83.
Saya berpendapat ini terlalu extrim. Apa alasan dari
Alkitab untuk mengatakan bahwa orang pacaran dilarang ciuman di bibir
tetapi boleh di kening atau di pipi? Teman saya waktu Sekolah Theologia, yang
juga mempunyai pandangan seperti Sutjipto Subeno, mengatakan bahwa ciuman di
bibir membuat terangsang, sehingga melanggar Mat 5:28. Sutjipto Subeno
dalam kutipan di atas mengatakan “Ciuman bibir merupakan titik awal
dari rangsangan seksual”. Lucu sekali!
Apakah ciuman di kening atau di pipi tidak membuat terangsang? Lalu bagaimana
dengan berpelukan? Apakah berpelukan tidak membuat orang terangsang? Orang
laki-laki, yang sudah tertarik kepada seorang gadis / perempuan, bisa
terangsang hanya dengan memegang tangannya atau bahkan hanya dengan melihatnya
(perhatikan kata ‘memandang’ dalam Mat 5:28)!
Dan kalau alasannya adalah menguatirkan terjadinya
eskalasi / peningkatan tindakan, maka saya beranggapan bahwa semua tindakan
yang paling ‘kudus’ dalam pacaran, seperti ciuman di kening, ciuman di pipi,
pelukan, gandengan tangan, memungkinkan rangsangan, yang akan meningkatkan
‘tindakan kudus’ itu menjadi ‘tindakan tidak kudus’. Jadi, lalu harus pacaran
bagaimana? Hanya lewat telpon?
Catatan: kata ‘kudus’ dan ‘tidak kudus’ saya letakkan dalam
tanda petik karena saya tak terlalu percaya istilah itu.
Untuk menghindari eskalasi / peningkatan ‘tindakan pacaran’ pada waktu pacaran,
maka pencegahan yang harus dilakukan adalah, jangan berpacaran di tempat yang
memungkinkan terjadinya hubungan sex, misalnya berduaan dalam rumah yang
kosong, apalagi dalam kamar. Usahakanlah untuk selalu ada orang ketiga dalam
rumah itu.
c) Bagaimana
kalau terjadi hubungan sex sebelum pernikahan?
Kalau terjadi hubungan sex sebelum pernikahan maka si
laki-laki harus menikahi gadis yang dicemarkannya itu. Tetapi ayah si gadis
berhak menolak hal itu.
Kel 22:16-17 - “(16)
Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan, dan
tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan
membayar mas kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak
memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya,
sebanyak mas kawin anak perawan.’”.
Bolehkah pernikahan seperti ini diberkati di gereja? Kalau
saya, saya memperbolehkan, asal ada pertobatan dan pengakuan di depan umum.
Mengapa di depan umum? Supaya orang tidak berpandangan negatif tentang gereja
yang melakukan pemberkatan pernikahan dalam kasus seperti itu!
3) Bercerai, kecuali kalau terjadi
perzinahan fisik.
a) Kitab Suci
jelas melarang perceraian.
Mal 2:16a - “Aku
membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel”.
1Kor 7:10-11 - “(10) Kepada orang-orang yang telah
kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri
tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh
menceraikan isterinya”.
Mat 19:6 - “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’”.
Bahkan kalau salah satu dari sepasang suami istri yang
tadinya kedua-duanya kafir lalu bertobat / menjadi Kristen, pihak yang menjadi
Kristen ini tidak boleh menceraikan pasangan kafirnya itu, selama pasangan
kafirnya itu masih tetap mau hidup dalam pernikahan dengannya.
1Kor 7:12-13 - “(12)
Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara
beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup
bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. (13) Dan
kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki
itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki
itu”.
Catatan: ini bukan kasus dimana orang Kristen menikah dengan
orang non Kristen! Ini adalah orang kafir yang menikah dengan orang kafir,
tetapi setelah itu salah satu bertobat, sehingga terjadi pasangan ‘Kristen -
non Kristen’.
Tetapi bagaimana dengan kasus dalam Ezra 9-10? Di
sana, orang-orang Israel yang pulang dari pembuangan Babilonia kawin campur
dengan perempuan-perempuan asing, dan Ezra menyuruh mereka menceraikan
istri-istri asing itu.
Dalam kasus Ezra ini mungkin harus dianggap bahwa itu
merupakan kasus khusus. Mengapa? Karena mereka dalam jumlah kecil pulang dari
pembuangan. Dalam keadaan seperti itu kawin campur ini bisa menyebabkan
kemusnahan dari bangsa Yahudi, dan kalau demikian, akan menghancurkan rencana
Allah tentang kedatangan Mesias melalui mereka. Karena itu, dalam kasus itu
Ezra mengambil tindakan seperti itu, dimana mereka yang melakukan kawin campur
itu harus menceraikan istrinya.
b) Perkecualian
dalam hal larangan bercerai: perceraian diijinkan pada saat salah satu pihak
berzinah secara fisik.
1. Perceraian
tidak dilarang secara mutlak.
Ada satu, dan hanya satu, alasan yang sah berdasarkan
Alkitab, yang menyebabkan seseorang boleh menceraikan pasangannya tanpa berbuat
dosa / melanggar hukum ketujuh ini. Alasan itu adalah perzinahan fisik yang
dilakukan oleh pasangannya.
Mat 19:9 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Bdk. Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan
isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia
berbuat zinah”.
Perzinahan ini harus adalah perzinahan fisik, bukan
hanya dalam hati / pikiran (bdk. Mat 5:28), karena kalau tidak, maka semua
perempuan boleh menceraikan suaminya! Perzinahan fisik merupakan satu-satunya
alasan yang sah untuk bercerai. Dan perzinahan fisik ini harus betul-betul
terbukti / ada saksi-saksi dsb, bukan hanya gosip / desas desus dan sebagainya.
Barnes’ Notes (tentang Mat 5:32): “Nor has any man or set of men - any
legislature or any court, civil or ecclesiastical - a right to interfere, and
declare that divorces may be granted for any other cause” (= Juga tidak
ada siapapun / orang manapun atau kumpulan orang manapun - badan pembuat
undang-undang manapun atau pengadilan manapun, yang bersifat umum atau gerejani
- yang mempunyai hak untuk ikut campur, dan menyatakan bahwa perceraian
dikabulkan karena alasan / penyebab lain apapun).
The Bible Exposition Commentary: New Testament
(tentang Mat 19:9): “Marriage is a
permanent physical union that can be broken only by a physical cause: death or
sexual sin. (I would take it that homosexuality and bestiality would qualify.)” [= Pernikahan
adalah suatu persatuan fisik yang permanen yang bisa diputuskan hanya oleh
suatu penyebab fisik: kematian atau dosa sexual. (Saya menganggap bahwa homosex
dan hubungan sex dengan binatang memenuhi syarat untuk itu)].
Adam Clarke (tentang Mat
5:32): “It does not
appear that there is any other case in which Jesus Christ admits of divorce. A
real Christian ought rather to beg of God the grace to bear patiently and
quietly the imperfections of his wife, than to think of the means of being
parted from her” (= Tidak terlihat bahwa disana ada kasus lain
apapun dalam mana Yesus Kristus mengijinkan perceraian. Seorang Kristen yang
sejati / sungguh-sungguh seharusnya memohon kepada Allah kasih karunia untuk
menanggung dengan sabar dan dengan tenang ketidak-sempurnaan istrinya, dari
pada memikirkan cara-cara untuk dipisahkan darinya).
Kalau terjadi perzinahan fisik, pihak yang tidak
bersalah berhak menceraikan pasangannya yang berzinah itu, dan lalu kawin lagi.
Dalam hal seperti itu perceraian diijinkan, bukan diharuskan.
Perkecualian ‘kecuali
karena zinah’ dalam Mat 19:9
berlaku bagi tindakan menceraikan, maupun tindakan kawin lagi.
Banyak orang yang mengatakan bahwa perceraian tetap
tidak diijinkan sekalipun terjadi perzinahan. Contoh:
Pdt. Sutjipto Subeno: “Allah
sudah menetapkan bahwa pernikahan tidak boleh diceraikan oleh manusia, kecuali
oleh kematian” - ‘Keindahan
Pernikahan Kristen’, hal 28.
Ini bodoh, tidak Alkitabiah, dan sama sekali salah!
Alasannya:
a. Untuk
apa kata-kata ‘kecuali
karena zinah’ itu diletakkan dalam
Mat 5:32 dan Mat 19:9? Kalau perceraian dilarang secara mutlak, maka hapuskan
saja kata-kata itu!
b. Dalam
Mat 19, orang-orang yang menentang pandangan ini mencoba mengacu pada
kontextnya, dan menyoroti Mat 19:6-8 - “(6) Demikianlah mereka bukan
lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak
boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah
sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan
isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa
mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”.
Ini salah, karena yang dimaksudkan dengan bagian ini
adalah ‘menceraikan
istrinya dengan alasan apa saja’
(Mat 19:3). Disamping itu, dalam Mat 5:32, tidak ada kontext seperti itu. Jadi,
bagaimana membengkokkan Mat 5:32 sehingga menjadi berarti larangan cerai
secara mutlak?
c. Yer 3:8 - “Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya
Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya
surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak
takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal”.
Memang kasus dalam Yer 3:8 ini adalah perzinahan
rohani, dalam arti bangsa Israel menyembah berhala. Tetapi prinsip yang berlaku
adalah sama. Tuhan menceraikan Israel, karena Israel melakukan perzinahan! Ini
jelas merupakan dukungan kuat bagi penafsiran tentang Mat 5:32 dan Mat 19:9
yang mengatakan bahwa kalau terjadi perzinahan, maka pihak yang tidak bersalah itu
boleh menceraikan pasangannya.
d. 1Kor
6:16 - “Atau tidak
tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul,
menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘Keduanya akan
menjadi satu daging.’”.
Orang yang berzinah menjadi satu tubuh dengan orang
dengan siapa ia berzinah, dan ini secara otomatis menghancurkan kesatuannya
dengan istri / suaminya. Karena itulah maka perceraian diijinkan.
e. Menceraikan
pasangan yang berzinah berbeda dengan tidak mengampuni!
Ada orang-orang yang beranggapan bahwa karena orang
Kristen harus mengampuni maka orang Kristen tidak boleh menceraikan pasangannya
sekalipun pasangannya itu berzinah. Ini bukan hanya melarang secara tidak
Alkitabiah, tetapi juga memberikan alasan yang salah. Orang Kristen memang
harus mengampuni pasangannya yang berzinah, tetapi itu berbeda dengan harus
tetap menerimanya sebagai pasangan hidup.
Illustrasi:
kalau saudara adalah seorang boss dan saudara mempunyai seorang pegawai yang
berulang kali mencuri. Salahkah kalau saudara memecat dia? Kalau saudara
memecatnya, apakah itu salah karena itu menunjukkan bahwa saudara tidak
mengampuni dia? Saudara memang harus mengampuni dia, tetapi itu tidak berarti
saudara harus tetap menjadikan orang itu pegawai saudara!
Catatan:
·
kalau mau
mempelajari argumentasi yang lebih banyak lagi berkenaan dengan hal ini, baca
buku saya berjudul ‘Matius’ jilid II, dalam exposisi tentang Mat 5:32 dimana
saya menjelaskan semua ini secara sangat mendetail.
·
kalau dilihat
hamba-hamba Tuhan di Indonesia maka sebagian besar menganggap cerai dilarang
secara mutlak, tetapi kalau dilihat dari para penafsir, hampir semua (95 % atau
lebih) menganggap bahwa kalau terjadi perzinahan fisik, maka cerai dan kawin
lagi diijinkan. Mungkin ini terjadi karena mayoritas hamba-hamba Tuhan di
Indonesia tidak membaca buku tafsiran!
2. Tetapi
kalau tidak terjadi perzinahan fisik, maka perceraian, dan tindakan kawin lagi,
merupakan perzinahan! Dan orang yang mengawini orang yang bercerai secara tidak
sah, juga dianggap berzinah!
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan
isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa
kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya
berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat
zinah”.
c) ‘Menceraikan’
sangat berbeda dengan ‘diceraikan’.
Kalau ada yang tidak membedakan kedua hal ini, maka
mereka juga harus menyamakan ‘membunuh’ dan ‘dibunuh’!
1. Yang
salah adalah yang menceraikan, bukan yang diceraikan (kecuali ia berzinah).
Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan
isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia
berbuat zinah”.
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan
isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan
barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
1Kor 7:12-13,15 - “(12) Kepada orang-orang lain
aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang
tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah
saudara itu menceraikan dia. (13) Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan
seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia,
janganlah ia menceraikan laki-laki itu. ... (15) Tetapi kalau orang
yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang
demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu
untuk hidup dalam damai sejahtera”.
2. Menceraikan
dikatakan sebagai ‘menjadikan
pasangannya berzinah’
(Mat 5:32). Apa artinya?
Tentang kata-kata ‘ia
menjadikan isterinya berzinah’ dalam Mat
5:32b, Calvin berkata: “the man who, unjustly and unlawfully, abandons the
wife whom God had given him, is justly condemned for having prostituted his
wife to others” (= orang yang
secara tidak benar dan tidak sah meninggalkan istri yang telah Allah berikan
kepadanya, secara benar dikecam sebagai telah melacurkan istrinya kepada
orang-orang lain) - hal 293.
Matthew Henry: “divorce
is not to be allowed, except in case of adultery, which breaks the marriage
covenant; but he that puts away his wife upon any other pretence, ‘causeth her
to commit adultery,’ and him also that shall marry her when she is thus
divorced. Note, Those who lead others into temptation to sin, or leave them in
it, or expose them to it, make themselves guilty of their sin, and will be
accountable for it” [= perceraian tidak diijinkan, kecuali dalam kasus perzinahan, yang
menghancurkan perjanjian pernikahan; tetapi ia yang menyingkirkan istrinya
karena dalih lain apapun, ‘menyebabkan ia melakukan perzinahan’, dan dia (laki-laki) juga yang akan menikahinya (bekas istrinya) pada
waktu ia diceraikan seperti itu. Perhatikan, Mereka yang membimbing orang-orang
lain ke dalam pencobaan kepada dosa, atau meninggalkan mereka di dalamnya, atau
membukakan mereka terhadapnya, membuat diri mereka sendiri bersalah tentang
dosa mereka, dan akan bertanggung jawab untuknya].
William Hendriksen: “she
is called an adulteresses because she may easily become one. ... Far better, it
would seem to me, is therefore the translation, ‘Whoever divorces his wife
except on the basis of infidelity exposes her to adultery,’ or something
similar. What Jesus is saying, then, is this: Whoever divorces his wife except
on the ground of infidelity must bear the chief responsibility if as a
result she, in her deserted state, should immediately yield to the temptation
of becoming married to someone else” [=
ia disebut sebagai pezinah (perempuan) karena ia dengan mudah menjadi seorang
pezinah. ... Karena itu, bagi saya jauh lebih baik terjemahan: ‘Siapapun
menceraikan istrinya kecuali berdasarkan ketidak-setiaan membukakan dia kepada
perzinahan’, atau terjemahan lain yang serupa. Jadi, apa yang dimaksud oleh
Yesus adalah ini: Siapapun menceraikan istrinya kecuali berdasarkan
ketidak-setiaan, harus memikul tanggung jawab utama jika sebagai
akibatnya perempuan itu, dalam keadaan ditinggalkan, menyerah pada pencobaan
untuk menjadi istri dari orang lain]
- hal 305,306.
Catatan: kata-kata ‘menjadikan isterinya berzinah’ dalam Mat 5:32 diterjemahkan berbeda dalam RSV dan
NIV. William Hendriksen kelihatannya menggunakan terjemahan ini.
RSV: ‘makes her an adulteress’ (= membuatnya
seorang pezinah).
NIV: ‘causes her to become an adulteress’ (=
menyebabkan dia menjadi seorang pezinah).
3. Sekalipun
yang diceraikan tidak salah, ia tetap tidak boleh kawin lagi, kecuali
pasangannya yang menceraikannya itu kawin lagi. Kalau bekas pasangannya itu
kawin lagi, ia berzinah, dan itu mengesahkan perceraian itu, sehingga pasangan
yang dicerai itu sekarang boleh kawin lagi.
d) Bolehkah menceraikan istri yang ternyata didapati tidak perawan
pada malam pertama pernikahan?
Dalam hal ini saya kira kita tidak bisa memberlakukan
Mat 5:32 dan Mat 19:9, karena di sini perzinahan terjadi sebelum pernikahan.
Saya tidak tahu dengan pasti apakah dalam kasus ini
perceraian diijinkan, karena dalam Perjanjian Lama istri seperti itu dijatuhi
hukuman mati (Ul 22:13-21). Adalah memungkinkan bahwa dalam jaman
Perjanjian Baru diijinkan untuk menceraikan istri seperti itu, tetapi saya
belum mendapatkan konfirmasi tentang hal ini dari penafsir manapun.
Ada 3 hal yang ingin saya tekankan di sini:
1. Pada waktu pacaran / mau menikah, harus ada pengakuan tentang hal
seperti ini (perawan atau tidak). Kalau pernikahan batal, itu masih lebih baik
dari pada ribut setelah persoalannya terbongkar pada malam pertama pernikahan.
2. Tidak ada tanda keperawanan kadang-kadang bisa terjadi bukan
karena si gadis sudah pernah melakukan hubungan sex, tetapi karena sebab lain.
3. Sebaliknya, adanya tanda keperawanan belum tentu menunjukkan si
gadis memang masih perawan, karena sobeknya selaput dara bisa dijahit kembali
oleh dokter, sehingga perempuan yang sebetulnya sudah tidak perawan bisa menjadi
‘perawan’ lagi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar