Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Catatan:
Dalam membahas sejarah singkat
ini saya mengutip sangat banyak dari buku-buku sejarah, untuk menunjukkan bahwa
semua ini bukan semata-mata pandangan saya sendiri, tetapi memang betul-betul
merupakan fakta sejarah.
I) Aurelius Augustinus / Augustine of Hippo.
A) Komentar tentang Agustinus.
Dr. Albert H. Freundt, Jr.:
“Augustine was perhaps the most
influential figure in the early church, second only to the Apostle Paul. While
his influence in the East was very slight, he was to become the greatest Father
of the Western Church.”
(= Mungkin Agustinus adalah orang yang paling berpengaruh dalam gereja
mula-mula, nomer dua hanya di bawah rasul Paulus. Sekalipun pengaruhnya di
Timur adalah sangat kecil, tetapi ia menjadi Bapa Gereja Barat yang terbesar)
- ‘History of Early Christianity’,
hal 55.
B) Masa kecil dan pertobatan.
Agustinus
dilahirkan pada tanggal 13 Nopember 354 M, di Afrika Utara. Dari kecil ia
mempunyai rasa haus yang tidak terpuaskan tentang pengetahuan. Ia mendapatkan
pendidikan yang hebat, dan menjadi seorang profesor rhetoric (= kepandaian berbicara / berpidato). Ayahnya seorang
kafir yang baru menjadi kristen pada akhir hidupnya, tetapi ibunya adalah
seorang kristen yang sungguh-sungguh, yang menginginkan supaya anaknya juga
menjadi orang kristen. Untuk waktu yang lama keinginannya tidak terjadi. Ibunya
tidak membaptiskan Agustinus pada waktu bayi, karena ia mempunyai kepercayaan
bahwa baptisan menghapus dosa yang terjadi sebelum baptisan itu dilakukan, dan
karena itu ia ingin menunda baptisan itu sampai Agustinus sudah melewati masa
remaja yang panas.
Sejak kecil
Agustinus punya masalah dengan keinginan sexnya yang tidak terkendali. Ia
mempunyai seorang selir yang melahirkan seorang anak laki-laki baginya, padahal
saat itu Agustinus belum berusia 18 tahun. Agustinus memang mencari kebenaran,
tetapi ia beranggapan bahwa kekristenan tidak bisa dipertahankan secara
intelektual. Karena itu ia memilih Manichaeism,
yaitu suatu ajaran sesat yang beranggapan bahwa baik dan jahat adalah 2
kekuatan kekal yang berperang satu dengan yang lainnya. Tetapi ia lalu
meninggalkan Manichaeism, karena ia beranggapan bahwa Manichaeism tidak bisa
memuaskan pertanyaan-pertanyaan intelektualnya, dan ia lalu menjadi seorang skeptic (orang yang meragukan segala
sesuatu). Dan ia juga meninggalkan selirnya yang setia, dan lalu bertunangan
dengan seorang gadis muda, dan selain itu ia juga mempunyai hubungan gelap
dengan seorang gadis lain. Saat itu, kehidupan moralnya mencapai titik
terendah. Ia lalu pindah ke Neoplatonism,
yaitu suatu aliran filsafat yang menggabungkan ajaran Plato dan tokoh-tokoh
filsafat Yunani yang lain dengan Yudaisme, kekristenan dan Mysticism (= ajaran
yang tekankan mistik, semedi, dsb) dari Near East, tetapi ia tetap tidak bisa
mengatasi nafsu sexnya. Ia lalu mengajar di Milan. Suatu hari ia pergi ke kathedral untuk
mendengar seorang yang bernama Ambrose, dan ia mendapatkan jawaban terhadap
beberapa problem intelektualnya. Ia mendapatkan gambaran tentang kehidupan
pertapa-pertapa kristen di Mesir. Sesuatu yang menyedihkan baginya melihat
bahwa biarawan-biarawan yang tidak terpelajar itu bisa menaklukkan pencobaan
terhadap daging mereka, sementara ia dengan seluruh pengetahuannya tidak bisa
menaklukkan dagingnya. Pada waktu sendirian di dalam taman, ia mendengar suara,
mungkin dari anak tetangga, yang berkata: “Tolle,
lege” (= take up,
read / ambillah, bacalah) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 56.
Di situ ada sebuah copy Kitab Suci dan ia mengambilnya dan membukanya pada
Roma 13:13-14, yang berbunyi sebagai berikut: “(13) Marilah kita
hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan
kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan
dan iri hati. (14) Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan
senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya”.
Ini menyebabkan
ia bertobat pada tahun 385 / 386 M, dan akhirnya ia dan anaknya lalu dibaptis
oleh Ambrose pada Minggu Paskah tahun 387 M.
C) Kehidupan, pelayanan, dan karyanya.
Setelah
pertobatannya, ia lalu meninggalkan pekerjaannya dan mulai belajar Kitab Suci
dengan serius, dan lalu kembali ke Afrika Utara, dimana ia diangkat menjadi
tua-tua (tahun 391 M), dan lalu bishop
/ uskup di Hippo (tahun 395 M). Di tempat itu, selama sekitar 38 tahun
Agustinus melayani Tuhan sampai akhir hidupnya. Agustinus hidup di biara secara
sangat sederhana, berpakaian serba hitam, dan makan makanan yang sederhana.
Philip Schaff berkata: “He
lived almost entirely on vegetables” (= Ia hidup
hampir-hampir hanya dengan sayuran) - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal 994.
Ia hidup bersama
dengan seorang rekan pendeta / pastor dalam satu rumah, dimana perempuan
dilarang masuk. Sekalipun problem sexnya bisa teratasi, tetapi Agustinus
mengakui bahwa ia masih mempunyai problem dengan kesombongan.
Tetapi Philip
Schaff mengatakan:
“Augustine, ... is a
philosophical and theological genius ...
a heart full of Christian love and humility”
(= Agustinus, ... adalah seorang genius dalam filsafat dan theologia ... suatu
hati yang penuh dengan kasih kristen dan kerendahan hati) - ‘History of the Christian Church’, vol
III, hal 997.
Saya berpendapat
bahwa kata-kata Phillip Schaff ini bukan kontradiksi dengan pengakuan Agustinus
bahwa ia mempunyai problem dengan kesombongan, karena orang yang rendah hati
biasanya tidak merasa dirinya rendah hati.
Ia juga
mengadakan / memimpin sebuah sekolah dan melakukan pembelaan intelektual bagi
kekristenan menghadapi ajaran-ajaran sesat pada jamannya. Agustinus
berkonfrontasi dengan 3 ajaran sesat, yaitu: Manichaeism, Donatism, dan
Pelagianism.
Tentang
pelayanan khotbahnya, Philip Schaff, mengatakan:
“He often preached five days in
succession, sometimes twice a day, and set it as the object of his preaching,
that all might live with him, and he with all, in Christ”
(= Ia sering berkhotbah 5 hari berturut-turut, kadang-kadang 2 x sehari, dan tujuan
khotbahnya adalah supaya semua bisa hidup bersama dia, dan ia bersama semua,
dalam Kristus) - ‘History of
the Christian Church’, vol III, hal 994.
Ia banyak
menulis buku, dan 2 di antaranya yang sangat terkenal adalah:
1) Confessions.
Buku ini ditulis
pada tahun 400 M, dimana ia menuliskan pengalaman rohaninya secara mendetail. Kata kuncinya ada di paragraf
pertama, dan merupakan kata-kata yang sangat terkenal dari Agustinus, yang
berbunyi: “You have made us
for yourself, O Lord, and our heart is restless until it rests in you”
(= Engkau telah membuat kami untukMu sendiri, ya Tuhan, dan hati kami gelisah
sampai beristirahat dalam Engkau) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, p 56.
Memang kata-kata ini benar, karena kalau seseorang belum menemukan
Tuhan melalui Yesus Kristus, hatinya tidak akan pernah bisa merasakan damai /
ketenangan yang sejati! Karena itu, kalau saudara adalah orang yang tidak
mempunyai damai / ketenangan, datanglah dan percayalah kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
Bandingkan ini dengan:
·
Mat 11:28-30 - “(28) Marilah
kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu. (29) Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (30) Sebab
kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKupun ringan”.
·
Yoh 14:27 - “Damai sejahtera
Kutinggalkan bagimu. Damai sejahteraKu Kuberikan kepadamu, dan apa yang
Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu”.
2) The City of God.
Buku ini ditulis pada tahun 412 M.
Kenneth Scott
Latourette mengatakan:
“He was a prolific author.
Although troubled with insomnia and often ill, he accomplished a prodigious
amount of work” (= Ia adalah seorang pengarang
yang banyak hasilnya. Sekalipun diganggu oleh penyakit sukar tidur dan
seringkali sakit, ia mencapai jumlah pekerjaan yang sangat banyak) - ‘A History of Christianity’, Revised
Edition, vol I, hal 175.
Catatan:
Buku-buku Agustinus masih banyak dipakai
pada jaman ini. Jadi buku-bukunya sudah bertahan selama hampir 16 abad!
Tidak banyak buku yang bisa bertahan sampai 16 abad, dan bahwa buku Agustinus
bisa bertahan selama itu menunjukkan kwalitet yang luar biasa dari tulisan
Agustinus tersebut! Orang-orang Arminian, seperti Pdt. dr. Jusuf B. S. dan Guy
Duty, seharusnya memperhatikan fakta ini, sebelum mereka merendahkan / menghina
orang seperti Agustinus! Buku mereka sendiri belum tentu bisa bertahan selama
16 tahun!
D) Akhir hidup dan kematian Agustinus.
Tentang akhir
hidupnya, Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol III, hal 995-996, menceritakan sebagai berikut:
“The evening of his life was
troubled by increasing infirmities of body and by the unspeakable wretchedness
which the barbarian Vandals spread over his country in their victorious
invasion, destroying cities, villages, and churches, without mercy, and even
besieging the fortified city of Hippo.
Yet he faithfully persevered in his work. The last ten days of his life he
spent in close retirement, in prayers and tears and repeated reading of the
penitential Psalms, which he had caused to be written on the wall over his bed,
that he might have them always before his eyes. Thus with an act of penance he
closed his life. ... In the third month of the siege of Hippo, on the 28th of
August, 430, in the seventy-sixth year of his age, in full possession of his
faculties, and in the presence of many friends and pupils, he passed gently and
happily into that eternity to which he had so long aspired”
(= Akhir hidupnya diganggu oleh kelemahan-kelemahan tubuh yang meningkat dan
oleh keadaan buruk yang tidak terkatakan yang disebarkan oleh orang barbar
Vandals di seluruh negara Agustinus dalam penyerbuan yang berkemenangan,
penghancuran kota-kota, desa-desa dan gereja-gereja, tanpa belas kasihan, dan
bahkan pengepungan kota Hippo yang berbenteng. Tetapi ia dengan setia bertekun
dalam pekerjaannya. 10 hari terakhir dalam hidupnya dilaluinya dalam pengucilan
diri, dalam doa dan air mata dan pembacaan berulang-ulang dari Mazmur-mazmur
pertobatan / penyesalan, yang ia suruh tuliskan di dinding di atas ranjangnya,
supaya semua itu selalu ada di depan matanya. Jadi, dengan tindakan pengakuan
dosa ia menutup hidupnya. ... Dalam bulan yang ketiga dari pengepungan Hippo,
pada tanggal 28 Agustus, tahun 430 M, pada usia 76 tahun, dengan memiliki
kemampuan berpikir yang baik, dan di hadapan banyak teman dan murid, ia berlalu
dengan lembut / tenang dan gembira kepada kekekalan yang sudah begitu lama ia
inginkan).
E) Konfrontasi Agustinus versus
Pelagius.
Pelagius adalah
seorang biarawan Inggris, yang datang ke Roma sekitar tahun 400 M, dan
tinggal di Roma selama beberapa tahun. Ia sangat terkejut melihat moral yang
begitu rendah di sana,
dan ia mulai berusaha untuk mendesak Roma supaya memperbaiki diri mereka. Ia
menekankan tanggung jawab dan kemampuan manusia. Ia menolak doktrin tentang
dosa asal dan akibatnya pada manusia. Ia berpendapat bahwa semua manusia ada
dalam kondisi seperti Adam yang mempunyai kebebasan untuk berbuat dosa atau
tidak berbuat dosa. Ia percaya bahwa Allah tidak memilih (Predestinasi), kuasa
memilih ada dalam diri manusia. Allah mengirimkan Yesus untuk menunjukkan
jalan, dan semua manusia diberi Allah kekuatan sehingga mempunyai kekuatan
untuk mengikuti. Pelagius ‘memenangkan jiwa’ seorang yang bernama Caelestius,
yang pada tahun 412 M dikecam sebagai bidat dan dikucilkan oleh Synod setempat,
karena pandangan sesatnya yang menyatakan bahwa:
1) Adam
akan mati sekalipun tidak berdosa.
2) Dosa
Adam hanya berakibat negatif pada dirinya sendiri dan tidak pada seluruh umat
manusia.
3) Bayi
yang baru lahir ada dalam keadaan seperti Adam sebelum jatuh ke dalam dosa.
4) Bukan
karena dosa atau oleh Adam maka seluruh umat manusia mati, dan bukan oleh
kebangkitan (Yesus) maka semua dibangkitkan.
5) Taurat
maupun Injil membawa manusia pada Kerajaan Allah. Seseorang bisa masuk surga
dengan mentaati hukum Taurat.
6) Bahkan
sebelum Kristus, ada orang yang hidup suci / tanpa dosa.
(Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History
of Early Christianity’, hal 57).
Ini jelas
bertentangan dengan pandangan Agustinus, yang berpendapat bahwa:
1. Pada
waktu Adam yang suci itu jatuh ke dalam dosa, semua manusia yang diturunkannya
dengan cara biasa, jatuh ke dalam dosa dengan dia.
2. Karena
kejatuhan Adam dan adanya dosa asal itu, sekarang manusia mati secara rohani,
dan terpisah dari Allah, dan layak untuk dihukum.
3. Tetapi,
Allah menetapkan sebagian untuk diselamatkan, dan sisanya untuk dibinasakan.
4. Jumlah
orang pilihan ini sudah ditetapkan dan tidak bisa berubah.
5. Orang
pilihan diselamatkan oleh kasih karunia yang tidak bisa ditolak dan mereka akan
terus bertekun sampai akhir.
Suatu Synod di
Yerusalem, kepada siapa persoalan ini disampaikan, tidak berbuat apa-apa
kecuali menyerahkan persoalan ini ke Roma, dan pada tahun 415 M, suatu
Synod di Diospolis (Lydda) di Palestina membebaskan Pelagius dari tuduhan.
Tetapi pada tahun 416 M, Synod-Synod di Carthage dan Roma mengambil
tindakan sebaliknya, dan bishop Roma mendukung mereka. Bishop Roma yang baru,
yaitu Zosimus, mula-mula berpihak kepada Pelagius dan Caelestius, tetapi
setelah pada tahun 418 M kaisar Honorius mengucilkan kedua orang ini, dan
juga setelah mendapat desakan Agustinus, maka ia juga ikut mengecam mereka.
Pandangan
Pelagius ini dikecam oleh Council of Carthage pada tahun 418 M. Tetapi
Caelestius lalu pergi ke Timur dan ia lalu mendapatkan dukungan dari Nestorius
(ini adalah bishop Constantinople, seorang pengajar sesat dalam Kristologi,
yang mengajarkan Nestorianism, yang mempercayai bahwa Yesus Kristus mempunyai 2
pribadi). Dan pada tahun 431 M, Council of Ephesus, yang mengecam
Nestorius, juga mengecam Pelagius, Caelestius, dan semua pendukungnya.
Sekalipun
pandangan Pelagius ini telah dikecam oleh otoritas gereja pada saat itu, tetapi
ini tidak berarti bahwa semua orang kristen / katolik lalu menerima pandangan
Agustinus. Di Perancis Selatan, ada grup Semi-Pelagians, yang pandangannya
ditolak oleh suatu Council Barat, yaitu the Synod of Arles, pada tahun
473 M. Melalui beberapa abad, secara perlahan-lahan berkembang suatu
pandangan kompromi, yang disebut Moderate Augustinianism / Semi-Augustinianism,
yang didukung oleh Synod of Orange pada tahun 529 M.
Synod of Orange ini:
·
mengecam mereka yang mengatakan bahwa:
*
kehendak manusia bisa mendahului tindakan Allah
dalam menyelamatkan kita.
*
iman dan keinginan untuk beriman bisa datang
tanpa pemberian kasih karunia dari Allah.
*
kita dapat memilih yang baik terpisah dari kasih
karunia Allah.
·
tidak berbicara apa-apa tentang Irresistible grace (= kasih karunia yang
tidak bisa ditolak).
·
mengecam ajaran yang berkata bahwa sebagian
manusia ditetapkan untuk binasa.
·
Sangat menekankan pentingnya baptisan.
Perlu diketahui
bahwa Agustinuspun mempunyai pandangan yang salah tentang sakramen, karena ia
mengajarkan bahwa:
*
baptisan bayi membuang dosa asal.
*
baptisan dan perjamuan kudus penting (necessary) untuk keselamatan.
(Kenneth Scott
Latourette, ‘A History of Christianity’,
Revised Edition, vol I, hal 179).
Tetapi Synod of
Orange ini lebih lagi menekankan baptisan
dibandingkan dengan Agustinus.
Synod of Orange ini berkata:
“We also believe this to be
according to the Catholic faith, that grace having been received in baptism,
all who have been baptized, can and ought, by the aid and support of Christ, to
perform those things which belong to the salvation of the soul, if they labour
faithfully” (= Kami juga percaya ini sesuai
dengan iman Katolik, bahwa kasih karunia telah diterima dalam baptisan, semua
yang telah dibaptis, bisa dan seharusnya, oleh pertolongan dan bantuan Kristus,
melakukan hal-hal yang termasuk dalam keselamatan jiwa, jika mereka bekerja
dengan setia) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 58.
Jadi mereka
beranggapan bahwa bukan hanya orang pilihan, tetapi semua orang bisa
mendapatkan kasih karunia Allah melalui baptisan.
Dr. Freundt
mengomentari hal ini dengan berkata:
“This opened the way to a
doctrine of salvation by works, and it was in this direction that medieval
Catholic was to move” (= Ini membuka jalan pada doktrin
keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan, dan ke arah inilah Katolik pada
abad pertengahan bergerak) - Dr. Albert H. Freundt, Jr., ‘History of Early Christianity’, hal 58.
Schema
Augustinianisme, Pelagianisme, dan pandangan-pandangan kompromi di antaranya.
Pandangan
|
Ringkasan
|
Augustinianism.
|
Manusia
mati dalam dosa; keselamatan dibe-rikan secara total oleh kasih karunia
Allah, yang hanya diberikan kepada orang pilihan.
|
Pelagianism
|
Manusia
dilahirkan dalam keadaan baik dan bisa melakukan apa yang perlu untuk
kese-lamatan.
|
Semi-pelagianism.
|
Kasih
karunia Allah dan kehendak manusia bekerja sama dalam keselamatan, dan
ma-nusia harus berinisiatif / mengambil langkah pertama.
|
Semi-Augustinianism.
|
Kasih
karunia Allah diberikan kepada semua orang, memampukan seseorang untuk
memi-lih dan melakukan apa yang perlu untuk ke-selamatan.
|
|
Manusia
|
Pemilihan
|
Kasih Karunia
|
Augustinianism.
|
Kebejatan
total (ketidakmampuan sepenuhnya / total dalam hal moral).
|
Tidak
bersyarat (tidak didasarkan atas pengetahuan lebih dulu dari Allah).
|
Tidak
bisa ditolak.
|
Pelagianism.
|
Kemampuan
moral sepenuhnya.
|
Tidak
ada.
|
Tidak
ada, kecuali Allah telah menyatakan kehendakNya dalam Kristus.
|
Semi-Pelagianism.
|
Kemampuan
moral sebagian (manusia bisa layak mendapat kasih karunia).
|
Bersyarat
(berdasarkan pengetahuan lebih dulu dari Allah).
|
Perlu
(manusia bergerak; Allah menolong).
|
Semi-Augustinianism
(Synod of Orange).
|
Ketidakmampuan
mo-ral (tetapi manusia bisa menerima atau menolak kasih karunia ilahi).
|
Tidak
ada penentuan binasa (Allah tidak menentukan siapapun untuk terhilang secara
kekal).
|
Mendahului
(iman manusia adalah tanggapan terhadap Allah yang lebih dulu mendekati dia).
|
Catatan:
Pandangan-pandangan kompromi di antara Augustinianisme dan Pelagianisme inilah
yang nantinya menjadi pandangan Arminianisme!
Loraine
Boettner:
“Arminianism in its radical and
more fully developed forms is essentially a recrudescence of Pelagianism, a
type of self-salvation. ... Arminianism at its best is a somewhat vague and
indefinite attempt at reconciliation, hovering midway between the sharply
marked systems of Pelagius and Augustine, taking off the edges of each, and
inclining now to the one, now to the other. Dr. A.A. Hodge refers to it as a
‘manifold and elastic system of compromise’” (= Arminianisme
dalam bentuknya yang radikal dan berkembang penuh pada dasarnya adalah bangkit
kembalinya Pelagianisme, suatu type keselamatan oleh diri sendiri. ...
Arminianisme dalam keadaan paling baik adalah usaha memperdamaikan yang agak
samar-samar dan tidak pasti, melayang di tengah-tengah antara sistim yang
ditandai dengan jelas dari Pelagius dan Agustinus, mengurangi kekuatan /
ketajaman dari masing-masing pihak, dan kadang-kadang condong kepada yang satu,
kadang-kadang kepada yang lain. Dr. A. A. Hodge menunjuk kepadanya sebagai
suatu ‘sistim kompromi yang bermacam-macam dan bersifat elastis’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 48.
Perlu diketahui bahwa dalam sejarah pada
waktu terjadi pertentangan antara pandangan yang benar dan sesat, memang sering
lalu muncul pandangan kompromi yang tidak mau melepaskan kesesatan secara
tuntas.
Contoh:
1) Dalam persoalan keselamatan karena iman
saja.
Orang Yahudi /
Yudaisme mengajarkan keselamatan karena perbuatan baik / ketaatan / usaha
manusia. Tetapi Yesus dan rasul-rasul mengajarkan keselamatan hanya karena iman
(Yoh 3:16 Ro 3:27-28 Gal 2:16,21 Ef 2:8-9). Lalu muncul orang Yahudi
kristen, dengan pandangan komprominya, yang sekalipun beriman kepada Yesus
sebagai Juruselamat, tetapi tetap menekankan sunat dan adat istiadat Yahudi
(Kis 15:1-2 bdk. seluruh surat Galatia).
2) Dalam persoalan Allah Tritunggal.
Seorang yang
bernama Arius (pendiri dari Arianisme, yang akhirnya mendasari Saksi Yehovah),
mengatakan bahwa Anak berbeda hakekat (bahasa Yunaninya: HETERO-OUSION)
dengan Bapa. Gereja lalu mengadakan sidang, yaitu The Council of Nicea, pada tahun 325 M, dan menimbulkan
Pengakuan Iman Nicea, yang menyatakan bahwa Anak mempunyai hakekat yang sama
/ satu dengan Bapa (bahasa Yunaninya: HOMO-OUSION). Tetapi lalu
muncul pandangan Semi-Arianism, yaitu pandangan kompromi, yang menggunakan
istilah bahasa Yunani HOMOI-OUSION (= of the similar substance / dari zat yang serupa / mirip).
3) Dalam persoalan Kristologi.
Seorang yang
bernama Eutyches mengajarkan ajaran sesatnya yang mengatakan bahwa setelah
inkarnasi, Kristus hanya mempunyai satu hakekat saja, yaitu hakekat ilahi
(karena hakekat manusianya diserap oleh hakekat ilahinya).
Ini menyebabkan
terjadinya Sidang gereja di kota Chalcedon, pada tahun 451 M, yang
menimbulkan Pengakuan Iman Chalcedon, yang menyatakan bahwa Kristus setelah
inkarnasi tetap mempunyai 2 hakekat yaitu hakekat ilahi dan hakekat manusia,
yang masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya sendiri-sendiri.
Lalu muncul
pandangan kompromi yang disebut Monophysitism, yang mengatakan bahwa Kristus
mempunyai hanya satu hakekat, yaitu hakekat ilahi, tetapi disertai dengan
sifat-sifat manusia tertentu.
Juga muncul
pandangan kompromi yang lain yang disebut Monothelitism, yang mengatakan bahwa
Kristus memang mempunyai 2 hakekat, yaitu ilahi dan manusia, tetapi hanya
mempunyai 1 kehendak.
Kesimpulan:
Sekalipun Arminianism tidak sesesat
Pelagianism, tetapi Arminianism adalah pandangan kompromi yang tidak mau
meninggalkan kesesatan / kesalahan secara tuntas! Kalau Augustinianism adalah
pandangan yang waras dan Pelagianism adalah pandangan yang gila, maka
Arminianism adalah pandangan yang setengah gila.
Mungkin saudara
bertanya: apa tujuan setan memberi pandangan kompromi yang setengah gila tersebut?
Ada 2 alasan
dari setan:
1) Setan bertujuan adalah supaya
pandangan yang gila (Pelagianism) kelihatan sebagai extrim kiri, pandangan yang
waras (Augustinianism) sebagai extrim kanan, dan pandangan yang setengah gila
(Arminianism) sebagai pandangan yang benar!
Kalau saudara
tergoda untuk berpikir begitu, maka pikirkan hal ini: itu berarti bahwa pada
abad ke 5 itu terjadi pertentangan antara 2 pandangan extrim, extrim kanan
(Augustinianism) dan extrim kiri (Pelagianism). Sebagai hasil dari pertentangan
2 pandangan yang extrim itu, justru lalu muncul pandangan yang benar / waras
(Arminianism). Masuk akalkah itu? Masuk akalkah bahwa ada 2 ajaran sesat, yang
sama-sama berasal dari setan, bertempur, lalu sebagai akibatnya muncul ajaran
yang benar / dari Tuhan? Apakah tidak lebih masuk akal kalau pada abad ke 5 itu
terjadi pertentangan antara ajaran benar (Augustinianism) dan ajaran sesat
(Pelagianism), dan sebagai hasilnya muncul ajaran kompromi yang setengah sesat
(Arminianism)?
2) Setan tahu bahwa ajaran yang
setengah sesat lebih mudah diterima manusia dari pada ajaran yang sesat secara
total.
Sama saja kalau
saudara mau meracuni seseorang, jauh lebih mudah memberi dia makan yang
dicampur racun dari pada memberi dia racun 100 %. Dalam faktanya memang
jaman sekarang boleh dikatakan tidak ada gereja yang menganut Pelagianism,
tetapi ada banyak gereja yang menganut Arminianism.
II) John Calvin.
Catatan:
Pelajaran
tentang sejarah Calvin ini banyak yang saya ambil dari buku sejarah karangan
Philip Schaff yang berjudul ‘History of
the Christian Church’, vol VIII. Perlu diketahui bahwa Philip Schaff bukanlah seorang Calvinist! Ini terlihat dari
komentarnya tentang pertentangan Calvinisme dengan Arminianisme, yang berbunyi
sebagai berikut:
“Calvinism emphasizes divine
sovereignty and free grace; Arminianism emphasizes human responsibility. The
one restricts the saving grace to the elect: the other extends it to all men on
the condition of faith. Both are right in what they assert; both are wrong in
what they deny. ... The Bible gives us a theology which is more human than
Calvinism, and more divine than Arminianism, and more Christian than either of
them” (= Calvinisme menekankan
kedaulatan ilahi dan kasih karunia yang cuma-cuma; Arminianisme menekankan
tanggung jawab manusia. Yang satu membatasi kasih karunia yang menyelamatkan
kepada orang pilihan: yang lain memperluasnya kepada semua manusia dengan
syarat iman. Keduanya benar dalam apa yang mereka tegaskan; keduanya salah
dalam apa yang mereka sangkal. ... Alkitab memberi kita suatu theologia yang
lebih manusiawi dari pada Calvinisme, dan lebih ilahi dari pada Arminianisme,
dan lebih kristiani dari yang manapun dari mereka) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 816.
A) Kelahiran, masa muda, dan
pendidikan Calvin.
Calvin
dilahirkan pada tanggal 10 Juli tahun 1509, di kota Noyon, kira-kira 58 mil di sebelah Timur
Laut Paris, Perancis.
Pada bulan
Agustus 1523, pada usia 14 tahun, ia masuk the College de la Marche, dimana ia
belajar bahasa dan rhetoric dari seorang guru yang terkenal yang bernama
Marthurin Cordier (Cordatus). Dari orang ini Calvin belajar untuk berpikir dan
menulis dalam bahasa Latin - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 302.
Setelah itu
Calvin pindah ke College de Montague, dimana ia belajar filsafat dan theologia.
Ia menerima gelar Master dalam theologia pada usia 18 tahun.
Komentar Philip
Schaff tentang kehidupan Calvin pada saat ini:
“Calvin showed during this early
period already the prominent traits of his character: he was conscientious,
studious, silent, retired, animated by a strict sense of duty, and exceedingly
religious” [= Pada masa mudanya Calvin
sudah menunjukkan ciri pembawaan yang menonjol: ia adalah orang yang teliti,
rajin, pendiam, penyendiri, sangat bertanggung jawab, dan sangat religius]
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 302.
Setelah itu,
atas dorongan ayahnya, ia belajar hukum di Universitas Orleans, dimana ia bertemu dengan seorang
guru Jerman yang bersimpati kepada Martin Luther. Orang ini mendorong Calvin
untuk belajar literatur Yunani. Setelah ayahnya mati pada tahun 1531, ia tetap
meneruskan sekolah hukumnya, dan ia mendapat gelar doktor dalam bidang hukum
pada tahun 1532 (pada usia 23 tahun). Ia kembali ke Perancis, dan lalu belajar
literatur, khususnya Ibrani dan Yunani.
Philip Schaff:
“By his excessive industry he
stored his memory with valuable information, but undermined his health, and
became a victim to headache, dyspepsia, and insomnia, of which he suffered more
or less during his subsequent life” (= Oleh
kerajinannya yang berlebih-lebihan ia mengisi ingatannya dengan informasi
berharga, tetapi merusak kesehatannya, dan menjadi korban dari sakit kepala,
pencernaan yang terganggu, dan insomnia / sulit tidur, yang dideritanya sedikit
atau banyak dalam sepanjang hidupnya setelah ini) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 304.
Sesuatu yang
juga perlu diketahui tentang Calvin ialah bahwa ia bukan hanya seorang yang
rajin belajar tetapi ia juga adalah orang yang mempunyai ingatan yang luar
biasa.
Dr. W. F.
Dankbaar berkata tentang Calvin sebagai berikut:
“Keras
sekali ia bekerja, ia belajar sehari suntuk dan setengah malam terus-menerus.
Pagi-pagi sudah bangun lagi dan diulangilah apa yang dipelajarinya sehari
lampau. Tetapi itupun akan melekat dan diketahuilah buat selamanya. Calvin
mempunyai ingatan yang tiada bandingnya. Pada tahun-tahun yang berikut, sewaktu
perdebatan-perdebatan, kawan dan lawan akan kagum melihat, betapa mudah ia
mengutip bapa-bapa gerejani dari luar kepala. Tidak pernah ia berkhotbah atau
memberi kuliah dari persiapan tertulis, cukuplah ayat Alkitab itu saja di
hadapannya. Memang selalu ia mempersiapkan diri dengan amat baiknya lebih
dahulu dan seterusnya yakinlah ia, bahwa ingatannya tidak akan meleset
sejenakpun” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 11-12.
Catatan: Buku ini kuno dan ditulis dalam bahasa Indonesia ejaan lama.
Tetapi untuk mempermudah, saya mengubahnya menjadi ejaan baru.
Dr. W. F.
Dankbaar juga menceritakan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu Calvin baru
mulai pelayanan di Geneva
untuk pertama kalinya. Dalam suatu pertemuan, ada orang Jesuit yang menyerang
orang Protestan dengan mengatakan bahwa ajaran Protestan itu tidak sesuai
dengan ajaran bapa-bapa gereja. Dr. W. F. Dankbaar lalu berkata:
“Calvinpun
tiba-tiba berdiri. Ia menerangkan, bahwa orang yang tidak cukup mengenal
bapa-bapa gerejani, lebih baik jangan menyebut-nyebutnya. ... Mulailah ia
menunjukkan kutipan-kutipan dari bapa-bapa gerejani, begitu saja dari luar
kepala, yang membuktikan kebenaran dari apa yang dipelajari oleh
pengikut-pengikut reformasi. Sebagian dari khotbah Chrysostomus, ‘yang ke
sebelas, kira-kira di tengah’; kutipan dari Agustinus, ‘dari surat ke 23, menjelang penghabisannya’; dari
risalah karangan bapa gerejani itu juga, ‘yang ke delapan atau ke sembilan
kalau tidak salah’. Dan begitulah terus: Calvin menunjuk bab demi bab dan
semuanya dari luar kepala. Para hadirin
tercengang-cengang, belum pernah mereka dengar serupa itu. Semua orang kagum
dan terpesona oleh uraian itu” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’,
hal 43.
B) Pertobatan Calvin.
Tidak banyak
yang diketahui tentang pertobatan Calvin.
Philip Schaff
mengatakan beberapa hal sehubungan dengan pertobatan Calvin di bawah ini:
·
“Calvin
was not an unbeliever, nor an immoral youth; on the contrary, he was a devout
Catholic of unblemished character. His conversion, therefore, was a change from
Romanism to Protestantism, from papal superstition to evangelical faith, from
scholastic traditionalism to biblical simplicity. He mentions no human agency,
not even Volmar or Olivetan or Lefevre. ‘God himself,’ he says, ‘produced the
change. He instantly subdued my heart to obedience’”
(= Calvin bukanlah seorang yang tidak percaya, juga bukan seorang pemuda yang
tidak bermoral; sebaliknya, ia adalah seorang Katolik yang taat / saleh dengan
karakter yang tak bercacat. Karena itu, pertobatannya adalah perubahan dari
Roma Katolik ke Protestan, dari tahyul kepausan pada iman yang injili, dari
tradisi abad pertengahan pada kesederhanaan yang alkitabiah. Ia tidak menyebut
agen manusia, bahkan tidak Volmar atau Olivetan atau Lefevre. ‘Allah sendiri,’
kata-nya, ‘membuat perubahan ini. Ia secara langsung / mendadak menun-dukkan
hatiku pada ketaatan’) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 310.
·
“‘Only
one haven of salvation,’ he says, ‘is left open for our souls, and that is the
mercy of God in Christ. We are saved by grace - not by our merits, not by our
works’” (= ‘Hanya satu tempat
keselamatan,’ katanya, ‘yang terbuka untuk jiwa kita, dan itu adalah belas
kasihan Allah dalam Kristus. Kita diselamatkan oleh kasih karunia - bukan oleh
jasa kita, bukan oleh pekerjaan / perbuatan baik kita’) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 311.
·
“The
precise time and place and circumstances of this great change are not
accurately known. He was very reticent about himself”
(= Saat dan tempat dan keadaan yang tepat dari perubahan besar ini tidak
diketahui secara akurat. Ia adalah orang yang sangat pendiam tentang dirinya
sendiri) - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 311.
Setelah
pertobatannya Calvin tidak langsung meninggalkan / memusuhi gereja Roma
Katolik.
Philip Schaff:
¨
“Reverence
for the Church kept him back for some time till he learned to distinguish the
true, invisible, divine essence of the Church from its outward, human form and
organization. Then the knowledge of the truth, like a bright light from heaven,
burst upon his mind with such a force, that there was nothing left for him but
to obey the voice from heaven. He consulted not with flesh and blood, and
burned the bridge behind him” (= Rasa hormat
kepada Gereja menahannya untuk sementara waktu sampai ia belajar membedakan
hakekat ilahi dari Gereja yang benar, tak kelihatan, dari Gereja yang lahiriah,
bentuk manusia dan organisasinya. Lalu pengetahuan tentang kebenaran, seperti
sebuah cahaya dari surga, meledak dalam pikirannya dengan kekuatan sedemikian
rupa, sehingga tidak ada yang tertinggal baginya selain mentaati suara dari
surga. Ia tidak berkonsultasi dengan daging dan darah, tetapi membakar jembatan
di belakangnya) - ‘History of
the Christian Church’, vol VIII, hal 311.
¨
“He
remained for the present in the Catholic Church. His aim was to reform it from
within rather than from without, until circumstances compelled him to leave”
(= Untuk saat itu ia tetap tinggal dalam Gereja Katolik. Tujuannya adalah
mereformasi dari dalam dan bukannya dari luar, sampai keadaan memaksanya untuk
keluar / meninggalkan gereja itu) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 312.
C) Penulisan buku ‘Institutes of the Christian Religion’.
Pada tahun 1534
ada penganiayaan terhadap orang kristen di Paris. Ini disebabkan karena adanya
seorang Kristen yang kelewat semangat yang bernama Feret, yang menempelkan
traktat anti Katolik / Paus di seluruh Paris, bahkan di pintu kamar kerajaan di
Fontaineblue, dimana raja tinggal, pada malam 18 Oktober 1534 - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII,
hal 319.
Ini membuat raja
menjadi marah dan menangkapi orang-orang yang dicurigai. Orang-orang kristen
bukan hanya ditangkapi tetapi juga dianiaya, dan bahkan disiksa sampai mati.
“All moderate Protestants
deplored this untimely outburst of radicalism. It retarded and almost ruined
the prospects of the Reformation in France. The best cause may be
undone by being overdone” (= Semua orang Protestan yang
lunak menyesalkan ledakan radikalisme yang tidak pada waktunya itu. Hal itu
memperlambat dan hampir menghancurkan harapan dari Reformasi di Perancis.
Gerakan yang terbaik bisa dirusak dengan cara dilakukan secara berlebihan)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 320.
“This persecution was the
immediate occasion of Calvin’s Institutes, and the forerunner of a series of
persecutions which culminated under the reign of Louis XIV, and have made the
Reformed Church of France a Church of martyrs”
(= Penganiayaan ini adalah alasan langsung dari Calvin’s Institutes, dan
merupakan pendahulu dari suatu seri penganiayaan yang mencapai puncaknya di
bawah pemerintahan Louis XIV, dan menjadikan Gereja Reformed di Perancis
sebagai Gereja martir) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 322.
Catatan:
Apakah penganiayaan di Paris ini memang merupakan alasan langsung yang
menyebabkan Calvin menulis buku itu, agak perlu diragukan. Sebab pada bagian
awal dari Kata Pengantar dalam buku itu, Calvin berkata kepada raja bahwa pada
mulanya ia menulis buku itu bukan untuk ditujukan kepada raja. Tetapi adanya
penganiayaan di Paris
itu menyebabkan ia akhirnya mempersembahkan buku ini kepada raja.
“The Institutio was dedicated to
King Francis I of France
(1494-1547), who at that time cruelly persecuted his Protestant subjects. ...
Calvin appealed to the French monarch in defence of his Protestant countrymen,
then a small sect, as much despised, calumniated, and persecuted, and as moral
and innocent as the Christians in the old Roman empire, with a manly dignity,
frankness, and pathos never surpassed before or since”
[= Institutes dipersembahkan kepada Raja Francis I dari Perancis (1494-1547),
yang pada waktu itu menganiaya warganegara Protestannya dengan kejam. ...
Calvin memohon / naik banding kepada raja Perancis dalam pembelaannya terhadap
orang-orang Protestan sebangsanya, yang pada waktu itu adalah suatu sekte yang
kecil, yang sama dihina, difitnah, dan dianiayanya, dan sama bermoral dan tak
bersalahnya seperti orang-orang Kristen pada kekaisaran Romawi kuno, dengan
kewibawaan yang berani, kejujuran, dan rasa sedih yang tak pernah dilampaui
sebelumnya atau sesudahnya] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 332.
Kata pengantar
yang ditujukan kepada raja Perancis itu bagian terakhirnya berbunyi sebagai berikut:
“... for though you are now
averse and alienated from us, and even inflamed against us, we despair not of
regaining your favor, if you will only once read with calmness and composure
this our confession, which we intend as our defence before your Majesty. But,
on the contrary, if your ears are so preoccupied with the whispers of the
malevolent, as to leave no opportunity for the accused to speak for themselves,
and if those outrageous furies, with your connivance, continue to persecute
with imprisonments, scourges, tortures, confiscations, and flames, we shall
indeed, like sheep destined to the slaughter, be reduced to the greatest
extremities. Yet shall we in patience possess our souls, and wait for the
mighty hand of the Lord, which undoubtedly will in time appear, and show itself
armed for the deliverance of the poor from their affliction, and for the
punishment of their despisers, who now exult in such perfect security”
(= ... karena sekalipun engkau sekarang menolak / menentang kami dan jauh dari
kami, dan bahkan marah terhadap kami, kami tidak putus asa untuk mendapatkan
kembali perkenanmu, asal saja engkau mau membaca satu kali dengan ketenangan
dan kesabaran penga-kuan kami ini, yang kami maksudkan sebagai pembelaan kami
terhadap yang Mulia. Tetapi, sebaliknya, kalau telingamu begitu dipenuhi dengan
bisikan-bisikan dari orang-orang pendengki, sehingga tidak memberi kesempatan
kepada orang-orang yang dituduh untuk berbicara bagi diri mereka sendiri, dan
jika kemurkaan yang melampaui batas itu, dengan kerja samamu secara diam-diam,
terus menganiaya dengan pemenjaraan, pencambukan / penyesahan, penyiksaan,
penyitaan, dan nyala api, kami memang akan seperti domba yang ditetapkan untuk
dibantai, dikurangi / dimusnahkan sampai tingkat terendah. Tetapi kami akan
hidup dengan sabar, dan menunggu tangan yang kuat / hebat dari Tuhan, yang
tanpa diragukan akan muncul pada saatnya, dan menunjukkan dirinya dengan
bersenjata untuk pembebasan orang-orang miskin dari penderitaannya, dan untuk
penghukuman para penghinanya, yang sekarang bersukaria dalam keamanan yang
begitu sempurna) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 334.
Calvin
menyelesaikan buku ‘Institutes of the Christian Religion’ ini pada tahun 1536 pada
waktu Calvin baru berusia 26-27 tahun! - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 328.
Buku ini
direvisi berulang-ulang oleh Calvin. Edisi pertama hanya 6 bab, edisi kedua 17
bab, edisi ketiga 21 bab, dalam dalam edisi keempat / terakhir
(tahun 1559), buku ini berkembang menjadi 4-5 x lipat dari semula, dibagi
menjadi 4 buku, dan setiap buku dibagi dalam bab-bab, dan setiap bab dibagi
dalam bagian-bagian - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 334.
Beberapa minggu
setelah buku ini diterbitkan, Bucer menulis surat kepada Calvin: “It is evident that the Lord has
elected you as his organ for the bestowment of the richest fulness of blessing
to his Church” (= Adalah jelas bahwa Tuhan
telah memilih engkau sebagai alatNya untuk memberikan kepenuhan berkat yang
terkaya kepada GerejaNya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 329.
Dan Dr. Hase
menyebut buku itu sebagai:
“the grandest scientific
justification of Augustinianism, full of religious depth with inexorable
consistency of thought” (= Pembenaran ilmiah yang paling
agung / hebat dari Augustinianism, penuh dengan hal-hal rohani yang mendalam
dengan kekonsistenan pemikiran yang tidak dapat ditawar) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 329-330.
D) Calvin sebagai tokoh Reformasi
di Geneva (Jenewa).
Bulan Juli 1536,
Calvin tiba di Geneva.
“He intended to stop only a
night, as he says, but Providence
had decreed otherwise. It was the decisive hour of his life which turned the
quiet scholar into an active reformer” (= Seperti
katanya, ia bermaksud untuk berhenti hanya untuk satu malam, tetapi Providence telah
menetapkan sebaliknya. Itu merupakan saat yang menentukan dari hidupnya yang
mengubah pelajar pendiam itu menjadi tokoh reformasi yang aktif) -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 347.
Di Geneva ini
Calvin bertemu dengan William Farel. Sebelum melanjutkan cerita tentang Calvin,
ada baiknya kita mempelajari sedikit tentang Farel ini.
William Farel:
·
Ia disebut sebagai ‘the
pioneer of Protestantism in Western Switzerland’
(= perintis Protestan di Swiss Barat) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 237.
·
Ia adalah seorang penginjil keliling, selalu
bergerak / bekerja tanpa henti-hentinya, seorang yang penuh dengan api /
semangat dan keberanian, tetapi bukan seorang jenius seperti Luther atau
Calvin. Dulunya ia adalah seorang Katolik yang sangat rajin dan bergairah, dan
lalu menjadi seorang Protestan yang rajin dan bergairah.
·
“He
was a born fighter; he came, not to bring peace, but the sword. ... He never
used violence himself, except in language” (= Ia adalah
seorang yang lahir sebagai seorang pejuang; ia datang, bukan untuk membawa
damai, tetapi pedang. ... Ia sendiri tidak pernah menggunakan kekerasan,
kecuali dalam bahasa / kata-kata) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 237.
·
Ia sampai di Geneva tahun 1532, dan dalam melakukan
penginjilan terhadap orang Katolik, timbul keributan. Ia lalu dipanggil ke
rumah Abbe de Beaumont, wakil pemimpin keuskupan. Seseorang lalu berkata /
bertanya dengan nada menghina: “Come
thou, filthy devil, are thou baptized? Who invited you hither? Who gave you
authority to preach?” (= Datanglah, setan kotor,
apakah engkau dibaptis? Siapa mengundang engkau ke sini? Siapa memberimu
otoritas untuk berkhotbah?).
Farel menjawab:
“I have been baptized in the name
of the Father, the Son, and the Holy Ghost, and am not a devil. I go about
preaching Christ, who died for our sins and rose for our justification. Whoever
believes in him will be saved; unbelievers will be lost. I am sent by God as a
messenger of Christ, and am bound to preach him to all who will hear me. I am
ready to dispute with you, and to give an account of my faith and ministry.
Elijah said to King Ahab, ‘It is thou, and not I, who disturbest Israel’. So I
say, it is you and yours, who trouble the world by your traditions, your human
inventions, and your dissolute lives” (= Aku dibaptis
dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dan aku bukan setan. Aku berkeliling untuk
mengkhot-bahkan Kristus, yang mati untuk dosa-dosa kita dan bangkit untuk
pembenaran kita. Barangsiapa percaya kepadaNya akan diselamatkan; orang tidak
percaya akan terhilang. Aku diutus oleh Allah sebagai utusan Kristus, dan harus
mengkhotbahkan Dia kepada semua yang mau men-dengarku. Aku siap untuk berdebat
dengan engkau, dan mempertang-gungjawabkan iman dan pelayananku. Elia berkata
kepada raja Ahab, ‘Adalah kamu, dan bukan aku, yang mengganggu Israel’. Jadi
aku berkata, adalah kamu dan milikmu, yang menyusahkan dunia dengan tradisimu,
penemuan-penemuan manusiamu, dan hidupmu yang tidak dikekang).
Para pastor tidak berkeinginan berdebat dengan Farel,
karena tahu bahwa mereka akan kalah. Tetapi seorang berkata: “He has blasphemed; we need no
further evidence; he deserves to die” (= Ia telah
menghujat; kita tidak membutuhkan lebih banyak bukti; ia layak mati).
Farel menjawab:
“Speak the words of God, and not
of Caiaphas” (= Ucap-kanlah firman /
kata-kata Allah, dan bukan kata-kata Kayafas).
Ini menyebabkan
ia dipukuli dan bahkan ditembak - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 243-244..
·
“Oecolampadius
praised his zeal, but besought him to be also moderate and gentle. ‘Your
mission,’ he wrote to him, ‘is to evangelize, not a tyrannical legislator. Men
want to be led, not driven’” (= Oecolampadius memuji
semangatnya, tetapi memintanya untuk juga menjadi lunak dan lembut. ‘Misimu,’
ia menulis kepadanya, ‘adalah untuk menginjili, bukan menjadi pemerintah yang
bersifat tirani. Manusia ingin dipimpin, bukan dipaksa / didorong’)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 238.
·
“Farel’s
work was destructive rather than constructive. He could pull down, but not
build up. He was a conqueror, but not an organizer of his conquests; a man of
action, not a man of letters; an intrepid preacher, not a theologian. He felt
his defects, and handed his work over to the mighty genius of his younger
friend Calvin” (= Pekerjaan Farel lebih
bersifat merusak dari pada membangun. Ia bisa merobohkan, tetapi tidak bisa
membangun. Ia adalah seorang pemenang / penakluk, tetapi bukan seorang yang
bisa mengorganisir orang yang ditaklukkannya; orang yang banyak bekerja, bukan
yang banyak belajar / berpikir; seorang pengkhotbah yang berani, bukan seorang
ahli theologia. Ia merasakan kekurangan-kekurangannya, dan menyerahkan
pekerjaannya kepada temannya yang lebih muda, yang sangat jenius, yaitu Calvin)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 239.
Dalam pertemuan
Calvin dengan Farel, secara naluri Farel merasakan bahwa Calvin memang
disediakan Allah untuk meneruskan dan menyelamatkan reformasi di Geneva.
Mula-mula Calvin
menolak permintaan Farel untuk menetap di Geneva,
dengan alasan bahwa ia masih muda, ia masih perlu belajar, dan juga rasa takut
dan malunya yang alamiah yang menyebabkan ia tidak cocok untuk melayani banyak
orang. Tetapi semua alasan ini sia-sia. Philip Schaff mengatakan:
“Farel, ‘who burned of a
marvelous zeal to advance the Gospel,’ threatened him with the curse of
Almighty God if he preferred his studies to the work of the Lord, and of his
own interest to the cause of Christ. Calvin was terrified and shaken by these
words of the fearless evangelist, and felt ‘as if God from on high had
stretched out his hand’. He submitted, and accepted the call to the ministry,
as teacher and pastor of the evangelical Church of Geneva”
(= Farel, ‘yang berapi-api dengan semangat yang mengagumkan terhadap kemajuan
Injil,’ mengancamnya dengan kutuk dari Allah yang mahakuasa kalau ia
mengutamakan pelajarannya lebih dari pekerjaan Tuhan dan kesenangannya sendiri
lebih dari aktivitas / gerakan Kristus. Calvin sangat ketakutan dan gemetar
karena kata-kata dari penginjil yang tak kenal takut ini, dan merasa
‘seakan-akan Allah dari atas mengulurkan tanganNya’. Ia tunduk / menyerah, dan
menerima panggilan pelayanan, sebagai guru dan pendeta dari gereja injili di Geneva) -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 348.
Dr. W. F.
Dankbaar menceritakan hal ini sebagai berikut:
“Calvin
menampik dan berkata, bahwa bukan itu rencananya. Ia ingin belajar lebih banyak
lagi dan ia mau menulis. Untuk pekerjaan praktis, ia merasa diri tidak sanggup.
Lebih dulu ia harus memperdalam ilmunya. Yang perlu baginya ialah: ketenangan
hidup dan pikiran. Lalu ia meminta: ‘Kasihanilah saya dan biarkanlah saya
mengabdikan diri saya kepada Tuhan dengan cara lain’. Tiba-tiba meloncatlah
Farel. Dibekuknya bahu Calvin lalu berteriak dengan suara yang gemuruh: ‘Hanya
ketenanganmu yang saudara pentingkan? Kalau begitu, saya atas nama Allah yang
Mahakuasa menyatakan di sini: kehendakmu untuk belajar adalah alasan yang
dibuat-buat. Jika saudara menolak menyerahkan diri saudara untuk bekerja dengan
kami - Allah akan mengutuk saudara, sebab saudara mencari diri sendiri, bukan
mencari Kristus!’. Calvin gemetar. Ini bukan Farel lagi yang bicara, ini adalah
suara Tuhan. ‘Saya merasa disergap, tidak hanya karena permintaan dan nasehat,
melainkan karena dalam kata-kata Farel yang sangat mengancam itu seolah-olah
Allah dari surga meletakkan tanganNya dengan paksa di atasku’. Terlalu besar
kuasa itu rasanya, lalu iapun menyerah” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan
Karyanya’, hal 41-42.
Dalam pelayanan
Calvin di Geneva itu, mula-mula pelayanan Calvin diterima dengan baik. Tetapi
melihat kehidupan moral orang Geneva
yang jelek, maka Calvin menulis ‘a
popular Catechism’, dan Farel, dengan bantuan Calvin, menulis ‘a Confession of Faith and Discipline’.
Buku yang kedua ini mencakup pentingnya pendisiplinan dan pengucilan / siasat
gerejani. Kedua buku ini diterima oleh sidang gereja Geneva pada bulan November 1536.
Sekalipun
mula-mula orang-orang Geneva
menerima dan tunduk pada kedua buku itu, tetapi karena disiplin itu mereka
anggap terlalu keras, akhirnya mereka menentangnya. Ini menyebabkan Calvin dan
Farel diusir dari Geneva
pada tahun 1538.
Sepeninggal
Calvin dan Farel, Geneva justru menjadi kacau
balau, sehingga akhirnya Geneva
memanggil Calvin, yang pada waktu itu menetap di Strassburg, untuk kembali.
Pada mulanya, selain Strassburg tidak ingin kehilangan Calvin, Calvin sendiri
sama sekali tidak ingin kembali.
“‘There is no place in the
world,’ he wrote to Viret, ‘which I fear more; not because I hate it, but because
I feel unequal to the difficulties which await me there’. He called it an abyss
from which he shrank back much more now than he had done in 1536”
(= ‘Tidak ada tempat di dunia,’ ia menulis kepada Viret, ‘yang lebih aku
takuti; bukan karena aku membencinya, tetapi karena aku merasa tidak memadai
terhadap kesukaran-kesukaran yang menungguku di sana’. Ia menyebutnya sebagai jurang yang
sekarang lebih ia takuti / jauhi dari pada yang ia lakukan pada tahun 1536)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Tetapi Philip
Schaff juga menambahkan:
“At the same time, he was
determined to obey the will of God as soon as it would be made clear to him by
unmistakable indications of Providence. ‘When I remember,’ he wrote to Farel,
‘that in this matter I am not my own master, I present my heart as a sacrifice
and offer it up to the Lord’” (= Pada saat yang
sama, ia memutuskan untuk mentaati kehendak Allah begitu hal itu menjadi jelas
baginya oleh petunjuk yang tak bisa salah dari Providence. ‘Pada saat aku ingat,’ ia menulis
kepada Farel, ‘bahwa dalam persoalan ini aku bukanlah tuan dari diriku sendiri,
aku memberikan hatiku sebagai suatu korban dan mempersembahkannya kepada Tuhan)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 429.
Farel juga
mendesak Calvin untuk mau kembali ke Geneva.
“Farel’s aid was also solicited.
With incomparable self-denial he pardoned the ingratitude of the Genevese in
not recalling him, and made every exertion to secure the return of his younger friend,
whom he had first compelled by moral force to stop at Geneva. He bombarded him with letters. He
even travelled from Neuchatel to Strassburg, and spent two days there, pressing
him in person and trying to persuade him, ...”
(= Bantuan Farel juga diminta. Dengan penyangkalan diri yang tidak ada
bandingannya ia mengampuni rasa tak tahu berterima kasih dari orang-orang Geneva yang tidak memanggilnya kembali, dan membuat setiap
usaha untuk mengembalikan temannya yang lebih muda, yang mula-mula ia paksa untuk
berhenti di Geneva.
Ia membombardir Calvin dengan surat.
Ia bahkan melakukan perjalanan dari Neuchatel ke Strassburg, dan melewatkan dua
hari di sana,
menekannya secara pribadi dan mencoba untuk membujuknya, ...) -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 431.
“Farel continued to thunder, and
reproached the Strassburgers for keeping Calvin back. He was indignant at
Calvin’s delay. ‘Will you wait,’ he wrote him, ‘till the stones call thee?’”
(= Farel terus mengguntur, dan mencela orang-orang Strassburg karena menahan
Calvin. Ia jengkel karena penundaan Calvin. ‘Apakah kamu kamu menunggu,’
tulisnya kepada Calvin, ‘sampai batu-batu memanggilmu?’) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 429.
Akhirnya, pada tanggal
13 September 1541, Calvin kembali ke Geneva, dan
pada tanggal 16 September 1541, ia menulis surat kepada Farel:
“Thy wish is granted, I am held
fast here. May God give his blessing” (= Keinginanmu
dikabulkan, sekarang aku terikat di sini. Kiranya Allah memberikan berkatNya)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 437.
Philip Schaff
berkata:
“Never was a man more loudly
called by government and people, never did a man more reluctantly accept the
call, never did a man more faithfully and effectively fulfil the duties of the
call than John Calvin when, in obedience to the voive of God, he settled a
second time at Geneva to live and to die at this post of duty”
(= Tidak pernah ada orang yang dipanggil lebih keras oleh pemerintah dan
masyarakat, tidak pernah ada orang yang menerima panggilan dengan begitu segan,
tidak pernah ada orang yang memenuhi tugas panggilan dengan lebih setia dan
effektif dari pada John Calvin, pada waktu, dalam ketaatan pada suara Allah, ia
tinggal / menetap untuk keduakalinya di Geneva untuk hidup dan mati di tempat
tugasnya ini) - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
Tentang Calvin
sebagai seorang Reformator, Philip Schaff berkata:
·
“Revolution
is followed by reconstruction and consolidation. For this task Calvin was
providentially foreordained and equipped by genius, education, and
circumstances” (= Revolusi disusul oleh
rekonstruksi / pembangunan kembali dan konsolidasi / penguatan. Untuk tugas ini
Calvin ditetapkan dan dilengkapi dengan kegeniusan, pendidikan, dan sikon)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 257.
·
“They
(Luther and Zwingli) cut the stones in the quarries, he (Calvin) polished them
in the workshop. They produced the new ideas, he constructed them into a
system. His was the work of Apollos rather than of Paul: to water rather than
to plant, God giving the increase” [= Mereka (Luther
dan Zwingli) memotong batu dalam tambang, ia (Calvin) memolesnya di bengkel /
ruang kerja. Mereka membuat gagasan-gagasan baru, ia menyusunnya ke dalam suatu
sistim. Pekerjaannya adalah seperti pekerjaan Apolos, bukan seperti pekerjaan
Paulus: menyirami bukannya menanam, Allah yang memberikan pertumbuhan]
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 258.
E) Karya tulis Calvin.
“The literary activity of Calvin,
whether we look at the number or at the importance of works, is not surpassed
by any ecclesiastical writer, ancient or modern, and excites double
astonishment when we take into consideration the shortness of his life, the
frailty of his health, and the multiplicity of his other labors as a teacher,
preacher, church ruler, and correspondent” (= Aktivitas
menulis dari Calvin, apakah kita melihat pada jumlahnya ataupun pentingnya,
tidak dilampaui oleh penulis gereja yang manapun, baik yang kuno maupun yang
modern, dan lebih menimbulkan keheranan kalau kita mengingat akan pendeknya
hidupnya, kelemahan kesehatannya, dan banyaknya pekerjaannya sebagai guru,
pengkhotbah, pemimpin gereja, dan dalam surat-menyurat) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 267.
Karya tulis
Calvin antara lain:
1) Pembahasan Kitab Suci secara exegesis.
Ia menulis
penafsiran secara exegesis dari:
·
Seluruh Perjanjian Lama kecuali Hakim-hakim -
Ayub.
·
Seluruh Perjanjian Baru kecuali 2 Yoh, 3 Yoh dan
Wahyu.
Selain itu,
juga ada khotbah-khotbah tentang 1 Samuel dan Ayub.
Philip Schaff
berkata:
“Calvin was an exegetical genius
of the first order. His commentaries are unsurpassed for originality, depth,
perspicuity, soundness, and permanent value. ... If Luther was the king of
translators, Calvin was the king of commentators”
[= Calvin adalah seorang jenius kelas satu dalam hal exegesis. Buku tafsirannya
tidak bisa dilampaui dalam hal keorisinilan, kedalaman, kejelasan, kesehatan
(maksudnya ajarannya sehat), dan nilai yang menetap. ... Jika Luther adalah
raja penterjemah, Calvin adalah raja penafsir] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 524.
2) Tulisan doktrinal.
·
Tulisan doktrinal yang terpenting adalah ‘Institutes of the Christian Religion’.
·
3 buah Chatechisms
(= katekisasi).
·
Tentang Perjamuan Kudus.
·
The
Galican Confession (Pengakuan Iman).
3) Yang bersifat Polemic dan Apologetics.
a) Menentang Gereja Roma Katolik.
·
jawaban terhadap Kardinal Sadoletus.
·
tentang Free
will / kehendak bebas.
·
tentang pemujaan Relics.
·
menentang Faculty
of the Sorbonne.
·
tentang perlunya Reformasi.
·
menentang Council
of Trent.
Philip Schaff
berkata:
“Roman Catholics feared Calvin as
their most dangerous enemy” (= Roma Katolik takut kepada
Calvin sebagai musuh mereka yang paling berbahaya) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 267.
b) Menentang Anabaptists.
·
tentang doktrin ‘Sleep of the soul’ (Psychopannychy).
·
Instruksi menentang kesalahan-kesalahan dari
sekte Anabaptis.
c) Menentang Libertines.
Ini orang-orang
yang hidup bebas, karena mereka membuang semua hukum yang mengekang mereka.
d) Menentang Anti-Trinitarian.
Ini menjawab
ajaran sesat yang dikeluarkan oleh Servetus.
e) Pembelaan terhadap doktrin Predestination.
Ini menjawab
ajaran sesat yang dikeluarkan oleh Bolsec dan Castellio.
Philip Schaff
menyebutkan Bolsec dan Audin sebagai 2 pemfitnah Calvin. Bolsec bahkan menulis
buku tentang kehidupan Calvin yang memfitnah Calvin habis-habisan (‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 271, 302-303).
f) Pembelaan terhadap doktrin Perjamuan Kudus.
Ini menjawab
serangan dari seorang Lutheran yang fanatik yang bernama Joachim Westphal.
Calvin tidak
bisa diam melihat adanya ajaran sesat atau serangan yang ditujukan kepada
ajaran yang benar. Karena itu dalam hidupnya ia banyak melakukan serangan
terhadap ajaran-ajaran sesat dan pembelaan terhadap ajaran yang benar. Tentang
hal ini ia berkata:
“‘Even a dog barks,’ he wrote to
the queen of Navarre,
‘when his master is attacked; how could I be silent when the honor of my Lord
is assailed?’” (= ‘Bahkan seekor anjing
menggonggong,’ tulisnya kepada ratu Navarre, ‘jika tuannya diserang; bagaimana
aku bisa diam pada saat kehormatan Tuhanku diserang?’) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 594.
Mungkin sikap
ini yang menyebabkan ia dicintai oleh banyak orang dan sekaligus juga dibenci
oleh banyak orang.
Philip Schaff
berkata:
“No name in church history - not
even Hildebrand’s or Luther’s or Loyola’s - has been so much loved and hated,
admired and abhorred, praised and blamed, blessed and cursed, as that of John
Calvin” (= Tidak ada nama dalam sejarah
gereja - bahkan tidak nama Hildebrand atau Luther atau Loyola - yang begitu
dicintai dan dibenci, dikagumi dan dianggap menjijikkan, dipuji dan disalahkan,
diberkati dan dikutuk, seperti nama John Calvin) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 270.
Catatan:
Hildebrand adalah nama salah seorang Paus, dan Loyola adalah pendiri dari
golongan Jesuit, suatu Ordo dalam Roma Katolik.
4) Surat-surat:
Ini bukan main
banyaknya, mencapai 10 volume.
5) Dan lain-lain.
Catatan:
Tetang karya tulis Calvin yang lebih lengkap bisa saudara lihat dalam buku
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 268-270.
Kalau pada jaman
sekarang karya tulis Calvin luar biasa larisnya, maka tidaklah demikian pada
waktu Calvin menulis bukunya yang pertama, yang membahas buku yang berjudul ‘De
Clementia’.
Dr. W. F. Dankbaar
berkata:
“Pengalaman
Calvin dengan buah karyanya pertama, serupa dengan apa yang dialami oleh
kebanyakan penulis karya ilmiah lainnya; buku itu ternyata tidak laris lakunya.
Ia sendiri mencetakkannya atas biaya sendiri dan kemudian dengan susah payah
harus menjualnya di sana-sini. Rasa harga-dirinya menjadi tersintuh benar-benar
karenanya” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 17.
F) Theologia Calvin.
Theologia Calvin
mengikuti theologia Agustinus.
Philip Schaff
berkata:
“As to the doctrines of the fall,
of total depravity, the slavery of the human will, the sovereignty of saving
grace, the bishop of Hippo and the pastor of Geneva are essentialy agreed; the
former has the merit of priority and originality; the latter is clearer,
stronger, more logical and rigorous, and far superior as an exegete”
(= Mengenai doktrin-doktrin tentang kejatuhan ke dalam dosa, tentang kebejatan
total, perbudakan kehendak manusia, kedaulatan dari kasih karunia yang
menyelamatkan, sang uskup Hippo dan sang pendeta Geneva pada dasarnya setuju /
cocok; yang pertama mempunyai keunggulan dalam hal ada lebih dulu dan
keorisinilan; yang terakhir lebih jelas, lebih kuat, lebih logis dan lebih
keras, dan jauh lebih baik sebagai seorang pengexegesis) - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 267.
G) Kesalehan Calvin.
“The better he is known, the more
he is admired and esteemed. Those who judge of his character from his conduct
in the case of Servetus, and of his theology from the ‘decretum horribile’, see
the spots on the sun, but not the sun itself. Taking into account all his
failings, he must be reckoned as one of the greatest and best men whom God
raised up in the history of Christianity” (= Makin baik ia
dikenal, makin ia dikagumi dan dihargai. Mereka yang menghakimi / menilai
karakternya dari tindakannya dalam kasus Servetus, dan theologianya dari
‘ketetapan yang mengerikan’, melihat bercak pada matahari, bukan matahari itu
sendiri. Mengingat akan semua kelemahan-kelemahannya, ia harus dianggap sebagai
salah satu orang terbesar dan terbaik yang Allah bangkitkan dalam sejarah
kekristenan) - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 834.
Theodore Beza
(1519-1605):
“I have been a witness of
Calvin’s life for sixteen years, and I think I am fully entitled to say that in
this man there was exhibited to all a most beautiful example of the life and
death of the Christian, which it will be as easy to calumniate as it will be
difficult to emulate” (= Saya telah menjadi saksi
kehidupan Calvin selama 16 tahun, dan saya pikir saya berhak untuk berkata
bahwa dalam diri orang ini ditunjukkan kepada semua orang suatu teladan yang
paling indah dari kehidupan dan kematian orang kristen, yang mudah difitnah
tetapi sukar disamai atau dilebihi) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 272.
“His moral and religious
character was grounded in the fear of God, which is ‘the beginning of wisdom’.
Severe against others, he was most severe against himself”
(= Karakter religius dan moral didasarkan pada takut akan Allah, yang adalah
‘pemulaan hikmat’. Ia keras terhadap orang-orang lain, tetapi ia paling keras
terhadap dirinya sendiri) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.
“His constant and sole aim was
the glory of God, and the reformation of the Church. In his eyes, God alone was
great, man but a fleeting shadow. Man, he said, must be nothing, that God in
Christ may be everything” (= Tujuannya yang tetap dan
satu-satunya, adalah kemuliaan Allah, dan reformasi gereja. Dalam pandangannya,
hanya Allahlah yang besar, manusia hanyalah bayangan yang berlalu. Manusia,
katanya, haruslah menjadi nol, supaya Allah dalam Kristus bisa menjadi segala
sesuatu) - Philip Schaff, ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.
“Riches and honors had no charms
for him. He soared far above filthy lucre and worldly ambition. His only
ambition was that pure and holy ambition to serve God to the best of his
ability” (= Kekayaan dan kehormatan tidak
mempunyai daya tarik baginya. Ia membubung tinggi di atas uang yang kotor dan
ambisi duniawi. Satu-satunya ambisinya adalah ambisi yang suci dan murni untuk
melayani Allah dengan sebaik-baiknya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 838.
Philip Schaff
berkata:
“When Pope Pius IV heard of his
death he paid him this tribute: ‘The strength of that heretic consisted in
this, - that money never had the slightest charm for him. If I had such
servants, my dominions would extend from sea to sea’”
(= Ketika Paus Pius IV mendengar tentang kematiannya ia memberikan penghormatan
ini: ‘Kekuatan dari orang sesat ini adalah hal ini, - bahwa uang tidak pernah
mempunyai daya tarik yang paling kecil sekalipun untuknya. Jika saya mempunyai
pelayan-pelayan seperti itu, daerah kekuasaanku akan meluas dari laut ke laut’)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 839.
Satu hal lain
yang juga menunjukkan kesalehan Calvin adalah pada waktu ia kembali ke Geneva untuk keduakalinya.
Dr. W. F.
Dankbaar menceritakan sebagai berikut:
“...
ketika Calvin berkhotbah pertama kali di gereja Saint Pierre. Banyak sekali hadirin berkumpul
dan amat banyak pendengar-pendengar mengharap-harap khotbah yang sengaja akan
melemparkan kata-kata keras kepada lawan. Tetapi mengherankan bagi semua
hadirin, tidak ada terjadi yang demikian. Reformator membuka bagian Alkitab,
dimana ia beberapa tahun yang lalu terpaksa berhenti. Dan seolah-olah tidak
pernah terjadi apa-apa, seperti biasa saja, ia menguraikan dan menerangkan bagian
Alkitab itu dalam khotbahnya. Ini sungguh menunjukkan budi yang tinggi. ...
Banyak di antara sahabat-sahabatnya menunggu dengan sia-sia sambil merasa
kecewa, kapankah Calvin akan melakukan pembalasan terhadap lawan-lawannya.
Pembalasan tidak ada sama sekali. Diliputi oleh rasa-perdamaian yang ikhlas ia
memulai pekerjaannya kembali” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’,
hal 73.
H) Kesehatan dan aktivitas
Calvin.
Calvin tidak
mempunyai kesehatan yang baik, tetapi ia tetap bekerja dengan luar biasa hebatnya.
“Calvin combined the offices of
theological professor, preacher, pastor, church ruler, superintendent of
schools, with extra labors of equal, yea, greater, importance, as author,
correspondent, and leader of the expanding movement of the Reformation in
Western Europe” (= Calvin mengombinasikan
jabatan-jabatan profesor theologia, pengkhotbah, pendeta, pemimpin / pemerintah
gereja, inspektur sekolah, dengan kerja extra yang setara, bahkan yang lebih
penting, sebagai pengarang, penulis surat, dan pemimpin dari gerakan Reformasi
yang meluas di Eropa Barat) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 443-444.
“When unwell he dictated from his
bed” (= Pada waktu sakit, ia mendikte
dari ranjangnya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.
“He had an amazing power for work
notwithstanding his feeble health” (= Ia mempunyai
kekuatan yang mengagumkan untuk bekerja sekalipun kesehatannya jelek)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 444.
“He allowed himself very little
sleep, and for at least ten years he took but one meal a day, alleging his bad
digestion” (= Ia mengijinkan dirinya
sendiri tidur sangat sedikit, dan selama 10 tahun ia hanya makan sekali sehari,
menyebabkan pencernaannya yang jelek) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 444.
“Luther and Zwingli were as
indefatigable workers as Calvin, but they had an abundance of flesh and blood,
and enjoyed better health” [= Luther dan Zwingli juga
merupakan pekerja yang tak kenal lelah seperti Calvin, tetapi mereka mempunyai
banyak daging dan darah (mungkin maksudnya: orangnya lebih besar), dan
menikmati kesehatan yang lebih baik] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 444.
Philip Schaff
mengutip seorang ahli sejarah yang berkata:
“Of all men in the world Calvin
is the one who most worked, wrote, acted, and prayed for the cause which he had
embraced. The coexistence of the sovereignty of God and the freedom of man is
assuredly a mystery; but Calvin never supposed that because God did all, he
personally had nothing to do. He points out clearly the twofold action, that of
God and that of man” (= Calvin adalah orang yang
paling banyak bekerja, menulis, bertindak, dan berdoa untuk perkara / gerakan
yang ia peluk / percayai. Keberadaan bersama-sama antara kedaulatan Allah dan
kebebasan manusia jelas merupakan suatu misteri; tetapi Calvin tidak pernah
beranggapan bahwa karena Allah melakukan semua, tidak ada hal yang harus ia
lakukan. Ia menunjukkan dengan jelas tindakan ganda, tindakan Allah dan
tindakan manusia) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.
I) Calvin dan Servetus.
Guy Duty, dalam
bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul ‘Keselamatan,
bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 24, berkata:
“Berbahaya
sekali menentang Calvinisme pada waktu itu, seperti dialami oleh Servetus,
seorang ahli theologia lain. Calvin dan rekan-rekannya di Jenewa membakarnya
dengan terikat di tiang, sebagai seorang bidat”.
Kata-kata Guy
Duty ini seakan-akan menunjukkan bahwa Servetus sekedar berbeda pendapat dengan
Calvin, tetapi bukan bidat (Ini akan lebih jelas lagi kalau saudara baca kontex
dimana ia meletakkan cerita ini, yaitu dalam pertentangan Calvinisme dan
Arminianisme, Synod of Dort, dsb). Sekalipun demikian Servetus dihukum mati
dengan cara yang begitu mengerikan, yaitu dengan dibakar. Ini adalah kata-kata
yang sangat berbau fitnah! Untuk meluruskan fitnahan Guy Duty ini mari kita mempelajari sedikit tentang
Servetus, ajarannya, dan mengapa ia dihukum mati.
Servetus
dilahirkan pada tahun 1509, yang juga merupakan tahun kelahiran Calvin.
Pada tahun 1531,
ia menerbitkan buku yang berjudul ‘Errors
on the Trinity’ [= kesalahan-kesalahan pada (doktrin) Tritunggal], dimana
ia menyerang baik doktrin Allah Tritunggal, yang ia sebut sebagai monster
berkepala tiga, maupun keilahian kekal dari Kristus. Ini menunjukkan bahwa
Servetus bukanlah sekedar merupakan seorang kristen yang berbeda pendapat
dengan Calvin. Sama sekali tidak! Sebaliknya, ia betul-betul adalah seorang
bidat / sesat atau seorang nabi palsu!
Philip Schaff
jelas menganggap bahwa Servetus adalah seorang bidat. Ini terlihat dari
kata-kata Philip Schaff sebagai berikut:
“Servetus - theologian, philosopher,
geographer, physician, scientist, and astrologer - was one of the most
remarkable men in the history of heresy”
(= Servetus - ahli theolgia, ahli filsafat, ahli ilmu bumi, dokter, ilmuwan,
dan ahli nujum - adalah salah seorang yang paling hebat dalam sejarah bidat)
- ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 786.
Buku ‘Errors on the Trinity’ ini menyebabkan
Servetus dikecam oleh semua golongan, baik Protestan maupun Katolik.
Pada tahun 1534,
pada waktu ia ada di Paris,
ia menantang Calvin untuk
berdebat. Tetapi pada waktu Calvin datang ke tempat yang dijanjikan, dengan
resiko kehilangan nyawanya (ingat itu adalah saat terjadinya penganiayaan orang
kristen di Paris), ternyata Servetus tidak datang ke tempat yang dijanjikan -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 324,688,720.
Theodore of Beza: “Calvin
was disappointed in his expectations of meeting Servetus, who wanted courage to
endure even the sight of his opponent” (= Calvin kecewa dalam
pengharapannya untuk bertemu dengan Servetus, yang tidak mempunyai keberanian
untuk bertahan bahkan pemandangan dari lawannya) - ‘The
Life of Calvin’, hal 7.
20 tahun setelah
itu, Calvin mengingatkan Servetus akan peristiwa ini:
“You know that at that time I was
ready to do everything for you, and did not even count my life too dear that I
might convert you from your errors” (= Kamu tahu bahwa
pada waktu itu aku bersedia melakukan segala sesuatu untuk kamu, dan bahkan
tidak menyayangkan nyawaku supaya aku bisa mempertobatkan kamu dari
kesalahan-kesalahanmu) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.
Setelah
membatalkan pertemuan dengan Calvin itu, Servetus memulai perdebatan dengan
Calvin melalui surat-surat, yang dilayani oleh Calvin, tetapi tanpa hasil.
Selain menulis surat
beberapa kali, Calvin juga mengirimkan bukunya ‘Institutes of the Christian Religion’, tetapi Servetus
mengembalikannya dengan banyak serangan / keberatan terhadap ajaran-ajaran
Calvin dalam buku itu.
“‘There is hardly a page,’ says
Calvin, ‘that is not defiled by his vomit’” (= ‘Hampir tidak
ada satu halamanpun,’ kata Calvin, ‘yang tidak ia kotori dengan muntahnya’)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 324.
Pada sekitar
pertengahan Juli 1553, Servetus secara nekad, tiba di Geneva. Padahal ia baru saja lolos dari
hukuman mati di Wina. Pada tanggal 13 Agustus 1553, ia ditangkap polisi atas
nama sidang gereja, dan Calvin bertanggung jawab atas penangkapan ini - Philip
Schaff, ‘History of the Christian Church’,
vol VIII, hal 764-765.
Pada tanggal 26
Oktober 1553, sidang memutuskan hukuman mati untuk Servetus dengan jalan
dibakar bersama dengan buku sesatnya. Sebetulnya Calvin ingin memperingan
hukuman itu dengan menggunakan pemenggalan, bukan pembakaran, tetapi usul itu
ditolak oleh Sidang.
“... the wish of Calvin to
substitute the sword for the fire was overruled”
(= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.
Pada pukul 7
pagi, tanggal 27 Oktober 1553, Farel dan Calvin masih mengunjungi Servetus dan
berusaha mempertobatkannya, tetapi tidak ada hasilnya. Dan akhirnya, pada
tengah hari tanggal 27 Oktober 1553, pada usia 44 tahun, Servetus dijatuhi
hukuman mati dengan dibakar bersama bukunya, di Geneva.
Philip Schaff
berkata:
“In the last moment he is heard
to pray, in smoke and agony, with a loud voice: ‘Jesus Christ, thou Son of
the eternal God, have mercy upon me!’. This was at once a confession of his
faith and of his error. He could not be induced, says Farel, to confess that
Christ was the eternal Son of God” (= Pada saat
terakhir terdengar ia berdoa, dalam asap dan penderitaan yang hebat, dengan
suara keras: ‘Yesus Kristus, engkau Anak dari Allah yang kekal,
kasihanilah aku!’. Ini sekaligus merupakan pengakuan imannya dan kesalahannya.
Ia tidak bisa dibujuk, kata Farel, untuk mengaku bahwa Kristus adalah Anak
yang kekal dari Allah) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 785.
Beberapa hal
yang perlu diketahui tentang penghukuman mati Servetus oleh Calvin:
·
Banyak orang menganggap hal ini sebagai suatu
noda dalam kehidupan Calvin. Termasuk di dalamnya Philip Schaff yang berkata:
“... the dark chapter in the
history of Calvin which has cast a gloom over his fair name, and exposed him,
not unjustly, to the charge of intolerance and persecution, which he shares
with his whole age” (= pasal yang gelap dalam
sejarah Calvin yang melemparkan kesuraman terhadap nama baiknya, dan membuka
dia, secara benar, terhadap tuduhan tidak bertoleransi dan penganiayaan, yang
ia tanggung bersama-sama dengan seluruh jamannya) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 687.
·
Philip Schaff berkata bahwa sekalipun Perjanjian
Lama memerintahkan hukuman mati terhadap penyesat / nabi palsu
(Kel 22:20 Im 24:16 Ul 13:5-15 Ul 17:2-5), tetapi Perjanjian Baru
memerintahkan pengucilan, bukan penghukuman mati - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 694-695.
·
Calvin memang sangat pemarah terhadap
pengajar-pengajar sesat. Dan hal ini diakui sendiri oleh Calvin. Tetapi semua
itu ditimbulkan oleh semangatnya yang berkobar-kobar untuk kebenaran dan
kemurnian Gereja.
*
“Calvin
was, as he himself confessed, not free from impatience, passion, and anger,
which were increased by his physical infirmities; but he was influenced by an
honest zeal for the purity of the Church, and not by personal malice”
(= Calvin, seperti yang diakuinya sendiri, tidaklah bebas dari ketidaksabaran,
nafsu dan kemarahan, yang diperhebat oleh kelemahan fisiknya; tetapi ia
dipengaruhi oleh semangat yang jujur untuk kemurnian Gereja, dan bukan oleh
kebencian / kedengkian pribadi) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 493.
*
“His
intolerance sprang from the intensity of his convictions and his zeal for the
truth” (= Tidak adanya toleransi timbul
dari intensitas keyakinannya dan semangatnya untuk kebenaran) -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 839.
·
Satu hal terpenting yang tidak diceritakan oleh
Guy Duty adalah bahwa pada jaman itu, penghukuman mati seperti itu adalah
sesuatu yang wajar! Dengan tidak menceritakan hal ini, Guy Duty sudah
memfitnah Calvin dengan cara menceritakan setengah / sebagian kebenaran (half truth)!
Philip Schaff
berkata:
“He must be judged by the
standard of his own, and not of our, age. The most cruel of those laws -
against witchcraft, heresy, and blasphemy - were inherited from the Catholic
Middle Ages, and continued in force in all countries of Europe,
Protestant as well as Roman Catholic, down to the end of the seventeenth
century. Tolerance is a modern virtue” (= Ia harus
dinilai oleh standard jamannya sendiri, bukan standard jaman kita. Hukum-hukum
yang paling kejam, yang menentang sihir, ajaran sesat dan penghujatan, diwarisi
dari Katolik abad pertengahan, dan tetap berlaku di semua negara-negara Eropa,
baik yang Protestan maupun yang Katolik, terus sampai akhir abad ke 17.
Toleransi adalah kebajikan / sifat baik modern) - ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 493-494.
Bandingkan
dengan kata-kata Yesus, Yohanes Pembaptis, Paulus, Petrus dan Yohanes dalam
Mark 7:19 Mat 3:7 Mat 15:26
Mat 23:33 Fil 3:2 Wah 22:15
2Pet 2:22, yang kalau diucapkan pada jaman ini tentu juga dianggap tidak
etis / tidak benar!
Philip Schaff
berkata lagi:
“The judgment of historians on
these remarkable men has undergone a great change. Calvin’s course in the
tragedy of Servetus was fully approved by the best men in the sixteenth and
seventeenth centuries. It is as fully condemned in the nineteenth century”
(= Penghakiman dari ahli-ahli sejarah terhadap orang-orang hebat ini mengalami perubahan yang besar.
Jalan Calvin dalam tragedi Servetus disetujui sepenuhnya oleh orang-orang yang
terbaik dalam abad ke 16 dan ke 17. Tetapi hal itu dikecam sepenuhnya dalam
abad ke 19) - ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 689.
“... if we consider Calvin’s
course in the light of the sixteenth century, we must come to the conclusion
that he acted his part from a strict sense of duty and in harmony with the
public law and dominant sentiment of his age, which justified the death penalty
for heresy and blasphemy, and abhorred toleration as involving indifference to
truth. Even Servetus admitted the principle under which he suffered; for he
said, that incorrigible obstinacy and malice deserved death before God and men”
(= ... jika kita merenungkan jalan Calvin dalam terang dari abad ke 16, kita
pasti sampai pada kesimpulan bahwa ia bertindak dari rasa kewajiban / tanggung
jawab yang ketat dan sesuai dengan hukum rakyat / umum dan perasaan yang
dominan pada jamannya, yang membenarkan hukuman mati untuk orang sesat dan
penghujat, dan tidak menyukai toleransi dan menganggapnya sebagai
ketidakpedulian pada kebenaran. Bahkan Servetus sendiri mengakui prinsip
dibawah mana ia menderita; karena ia berkata bahwa sikap keras kepala dan
kejahatan yang tidak dapat diperbaiki, layak mendapatkan kematian di hadapan
Allah dan manusia) - ‘History
of the Christian Church’, vol VIII, hal 690.
J) Akhir hidup dan kematian
Calvin.
“Calvin had labored in Geneva
twenty-three years after his second arrival, - that is, from September, 1541,
till May 27, 1564, - when he was called to his rest in the prime of manhood and
usefulness, ...” (= Calvin bekerja 23 tahun di
Geneva setelah kedatangannya yang kedua, - yaitu mulai September 1541 sampai 27
Mei 1564, - pada waktu ia dipanggil kepada peristirahatannya pada puncak
kemanusiaan dan kegunaannya) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.
“He continued his labors till the
last year, writing, preaching, lecturing, attending the sessions of the
Consistory and the Venerable Company of pastors, entertaining and counselling
strangers from all parts of the Protestant world, and corresponding in every
direction. He did all this notwithstanding his accumulating physical maladies,
as headaches, asthma, dyspepsia, fever, gravel, and gout, which wore out his
delicate body, but could not break his mighty spirit. When he was unable to
walk he had himself transported to church in a chair”
(= Ia meneruskan pekerjaannya sampai tahun terakhir, menulis, berkhotbah,
mengajar, menghadiri sidang gereja dan kumpulan pendeta terhormat, menghibur
dan menasehati orang-orang asing dari seluruh penjuru dunia Protestan, dan
surat-menyurat dalam semua arah. Ia melakukan semua ini sekalipun
penyakit-penyakit fisiknya bertumpuk-tumpuk, seperti sakit kepala, asma,
pencernaan yang terganggu, demam, batu ginjal, dan sakit dan bengkak pada kaki
dan tangan, yang melelahkan tubuhnya yang lemah, tetapi tidak bisa
menghancurkan rohnya / semangatnya yang kuat. Pada waktu ia tidak bisa
berjalan, ia menyuruh orang mengangkatnya ke gereja di sebuah kursi)
- Philip Schaff, ‘History of the
Christian Church’, vol VIII, hal 820.
Calvin mati
karena asma pada tanggal 27 Mei 1564, di Geneva, pada usia hampir 56 tahun -
Philip Schaff, ‘History of the Christian
Church’, vol VIII, hal 274.
“Farel, then in his eightieth
year, came all the way from Neuchatel to bid him farewell, although Calvin had
written to him not to put himself to that trouble. He desired to die in his
place. Ten days after Calvin’s death, he wrote to Fabri (June 6, 1564): ‘Oh,
why was not I taken away in his place, while he might have been spared for many
years of health to the service of the Church of our Lord Jesus Christ!’”
[= Farel, yang saat itu berusia 80 tahun, datang dari Neuchatel untuk
mengucapkan selamat jalan, sekalipun Calvin telah menulis kepadanya untuk tidak
melakukan hal itu. Ia ingin mati menggantikan Calvin. 10 hari setelah kematian
Calvin, ia menulis kepada Fabri (6 Juni 1564): ‘O, mengapa bukan aku yang
diambil sebagai ganti dia, sementara ia bisa tetap hidup sehat untuk waktu yang
lama untuk melayani Gereja Tuhan Yesus Kristus’] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 822.
K) James Arminius (1560-1609) dan
Calvinisme.
James Arminius
lahir pada tahun 1560. Jadi pada waktu Calvin mati pada tahun 1564, ia baru
berusia sekitar 4 tahun. Karena itu jelas bahwa ia tidak pernah berkonfrontasi
langsung dengan Calvin sendiri. Tetapi ia berkonfrontasi dengan Calvinisme.
James Arminius
adalah seorang ahli theologia Belanda, dan karena itu Arminianisme mula-mula
muncul di Belanda, pada awal abad 17.
A. H. Strong
berkata sebagai berikut tentang Arminius:
“Arminius (1560-1609), professor
in the University of Leyden, in South Holland, while formally accepting the
doctrine of the Adamic unity of the race propounded both by Luther and Calvin,
gave a very different interpretation to it - an interpretation which verged
toward Semi-Pelagianism and the anthropology of the Greek Church”
[= Arminius (1560-1609), profesor di Universitas Leyden di Belanda Selatan,
sekalipun secara formal menerima doktrin kesatuan Adam dari umat manusia yang
diajukan oleh Luther dan Calvin, memberi suatu penafsiran yang sangat berbeda
terhadapnya - suatu penafsiran yang berbatasan / sangat dekat dengan
Semi-Pelagianisme dan doktrin manusia dari Gereja Yunani] - A. H.
Strong, ‘Systematic Theology’, hal 601.
A. H. Strong
juga memberikan pandangan Arminian sebagai berikut:
“... God bestows upon each
individual from the first dawn of consciousness a special influence of the Holy
Spirit, which is sufficient to counteract the effect of the inherited depravity
and to make obedience possible, provided the human will cooperates, which it
still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada
setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari
Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejatan warisan dan
membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama,
dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - A.
H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal
601.
Catatan:
Melihat
kepercayaan Arminian seperti yang dikatakan oleh A. H. Strong ini, saya lebih
condong untuk berpendapat bahwa Arminianism bukan termasuk pada
Semi-Pelagianism tetapi pada Semi-Augustinianism. Tetapi para ahli Theologia
memang sering mencampuradukkan Semi-Augustinianism dengan Semi-Pelagianism.
Pelagianism Semi-Pelagianism /
Semi-Augustinianism Augustinianism
Arminianism Calvinism
Catatan:
Sepanjang yang
saya ketahui tidak ada golongan kristen jaman sekarang yang menganut ajaran
Pelagianism, yang memang jelas-jelas sesat.
Pertentangan
Calvinisme dan Arminianisme ini akhirnya menyebabkan terjadinya Synod of Dort pada tahun 1618-1619.
Arminius sendiri mati sebelum Synod of
Dort itu dimulai, yaitu pada tahun 1609, sehingga pada Synod of Dort itu pengikut-pengikut Arminiuslah yang dipanggil.
Guy Duty
lagi-lagi memberikan fitnahan yang tidak berdasar pada waktu ia
menceritakan Synod of Dort itu
(diterjemahkan ‘Dewan Dort’) sebagai berikut:
“Orang-orang
Arminian dipanggil menghadap Dewan dan diberi waktu untuk berbicara. Tetapi
Dewan yang sudah mempunyai kecenderungan berprasangka mengambil keputusan yang
berdasarkan kesimpulan yang dulu-dulu juga. Prasangka lama dan rasa cemburu
dikipasi terus sampai menjadi nyala api yang panas. Doktrin Arminianisme tentang
Predestinasi bersyarat diperiksa dan disalahkan” - Guy Duty,
‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 23.
Guy Duty
melanjutkan fitnahannya dengan berkata:
“Dewan
Dort tidak menyelesaikan apa-apa dalam hal perselisihan yang telah berlangsung
selama 1300 tahun ini, ... Banyak hal dalam sejarah ini merupakan suatu catatan
sedih tentang persekongkolan yang keji, politik kekuasaan, permainan kata, dan
penghindaran dari fakta-fakta. Para Calvinis
di Dort tidak menjawab kesukaran-kesukaran dan keberatan-keberatan yang berada
seputar doktrin-doktrin mereka. Demikian juga halnya dengan para Calvinis
sekarang” - Guy Duty, ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’,
hal 24.
Synod of Dort itu akhirnya mengecam
Arminianisme dan mendukung Calvinisme dengan 5 points Calvinismenya (TULIP).
Sekarang mari
kita melihat bagaimana pandangan James Arminius tentang Calvin dan ajarannya /
buku-bukunya. Sekalipun James Arminius tidak setuju dengan Calvin dalam hal-hal
tertentu, tetapi ia tetap sangat menghormati Calvin dan ajarannya, dan bahkan
menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk membaca buku-buku tafsiran Calvin dan
buku ‘Institutes of the Christian
Religion’. Ia berkata:
“Next to the study of Scripture
which I earnestly inculcate, I exhort my pupils to peruse Calvin’s
Commentaries, which I extol in loftier terms than Helmich himself (a Dutch
divine, 1551-1608); for I affirm that he excels beyond comparison
(incomparabilem esse) in the interpretation of Scripture, and that his
commentaries ought to be more highly valued than all that is handed down to us
by the library of the fathers; so that I acknowledge him to have possessed
above most others, or rather above all other men, what may be called an eminent
spirit of prophecy (spiritum aliquem prophetic eximium). His Institutes ought
to be studied after the (Heidelberg) Catechism, as containing a fuller
explanation, but with discrimination (cum delectu), like the writings of all
men” [= Disamping belajar Kitab Suci
yang dengan sungguh-sungguh aku tanamkan, aku mendesak murid-muridku untuk
membaca dengan teliti buku-buku tafsiran Calvin, yang aku puji dengan
istilah-istilah yang lebih tinggi / mulia dari pada Helmich sendiri (seorang
ahli theologia Belanda, 1551-1608); karena aku menegaskan bahwa ia jauh
melebihi orang lain dalam penafsiran Kitab Suci, dan bahwa buku-buku
tafsirannya harus dinilai lebih tinggi dari pada semua perpustakaan bapa-bapa
gereja yang diwariskan kepada kita; sehingga aku mengakui bahwa ia mempunyai,
lebih dari kebanyakan orang lain, atau lebih tepat lebih dari semua manusia
lain, apa yang disebut roh nubuat yang ulung. Buku ‘Institutes’nya harus dipelajari setelah Katekisasi (Heidelberg), karena
berisikan penjelasan yang lebih penuh, tetapi dengan diskriminasi, seperti
tulisan dari semua orang] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 280.
Bandingkan sikap
James Arminius terhadap Calvin dan ajarannya ini dengan sikap para pengikutnya,
seperti Pdt. dr. Jusuf B. S. (dari Gereja Bukit Zaitun) dan Guy Duty, terhadap
Calvin dan ajarannya!
· Bahwa Pdt. dr. Jusuf B. S. memang merendahkan
sekali Calvin dan ajarannya terlihat dari bukunya yang berjudul ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’, dimana:
*
ia mengganti Acrostic TULIP menjadi LIPAS (hal
23).
* ia menyebut Calvinisme sebagai “Teori-teori
manusiawi yang memojokkan Allah menjadi pembohong” dan menganggap
Calvinisme memutarbalikkan kebenaran (hal 25).
*
ia berkata “Bukankah ini teori yang
ditunggangi iblis??” (hal 32).
* ia berkata “Teori ini (Calvinisme) seperti
candu, merusak habis-habisan sampai binasa dan orangnya tidak merasa, tahu-tahu
sesudah mati berada di Neraka” (hal 34).
Bahkan dalam
satu makalahnya Pdt. dr. Jusuf B. S. pernah mengatakan bahwa ajaran Calvinisme
itu adalah racun.
Lebih hebat
lagi, dalam buku ‘Diktat PD’ yang diterbitkan oleh Gereja Bukit Zaitun (yang
rupa-rupanya juga ditulis oleh Pdt. dr. Jusuf B. S.), dikatakan bahwa
Calvinisme adalah “Pelajaran keselamatan dari Injil
yang lain Gal 1:7” (hal 6).
Istilah ‘Injil
yang lain’ dengan referensi ayat dari Gal 1:7 jelas menunjukkan
bahwa itu berarti ‘ajaran sesat’, karena dalam Gal 1:8-9 Paulus lalu
mengatakan terkutuklah orang yang mengajarkan Injil yang lain itu. Tetapi
anehnya, dalam bagian Pendahuluan dari buku ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’,
ia berkata: “ini (Calvinisme) belum termasuk
hal-hal yang sesat” (hal 7). Siapa yang bisa mengerti kontradiksi
seperti ini?
· Bahwa Guy Duty memang sangat merendahkan Calvin
dan ajarannya (juga Augustine dan ajarannya), terlihat dalam bukunya yang
berjudul ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’ dimana ia berkata:
*
“Barangkali Agustinus dan Calvin
tidak sepenuhnya bermaksud seperti apa yang dituduhkan oleh lawan-lawan mereka
dalam hal predestinasi ini, tetapi pengajaran-pengajaran mereka sedemikian
kabur dan saling bertentangan satu sama lain, sehingga mungkin tidak seorangpun
yang dapat disalahkan jika ia bingung akan apa yang diartikan oleh mereka”
(hal 21).
*
“Kelihatannya aneh bahwa Calvin,
seorang pelajar dalam bidang hukum, tidak dapat melihat ‘banyaknya
kecenderungan yang tidak konsisten dan saling bertentangan’ dalam theologi
Agustinus, yang diangkatnya” (hal 22).
*
“(Calvin) mempunyai kebiasaan
memberi alasan-alasan untuk mengganti setiap bagian Alkitab yang tidak sesuai
dengan fahamnya” - ini dikutip oleh Guy Duty dari seseorang yang
bernama Farrar, yang disebutnya sebagai ’seorang sejarawan yang ramah
terhadapnya (Calvin)’ (hal 22).
*
“Bahkan para editor Agustinus
dari ordo Benedictus mengakui bahwa ia mempunyai kemampuan yang jelek untuk
pekerjaan penafsiran. Agustinus meletakkan hukum-hukum penafsiran bagi
lawan-lawannya dari doktrin-doktrin lainnya, tetapi ia secara konsisten
melanggar hukum-hukumnya sendiri dalam penafsirannya tentang ayat-ayat
predestinasi” (hal 201).
*
“Calvin, seperti Agustinus,
meletakkan hukum-hukum penafsiran yang adil bagi lawan-lawan dari
doktrin-doktrin lain, tetapi ia sendiri secara konsisten melanggar
hukum-hukumnya sendiri dalam tafsiran-tafsirannya tentang ayat-ayat
predestinasi. Adalah suatu persyaratan yang wajar bahwa seorang penafsir harus
konsisten terhadap dirinya sendiri, tetapi Agustinus dan Calvin, tidak”
(hal 203).
*
“Orang-orang Calvinis dan Advent
(Seventh-day Adventist) memakai hukum-hukum ini hanya sejauh kalau itu
menguntungkan mereka” (hal 228).
Catatan:
yang ia maksudkan dengan ‘hukum-hukum ini’ adalah hukum-hukum penafsiran yang
ia jelaskan mulai hal 227-238.
*
“Agustinus dan Calvin juga akan
ditertawakan sampai malu meninggalkan sidang tentang predestinasi”
(hal 230).
Mengapa James
Arminius bisa bersikap menghormat kepada Calvin dan ajarannya, sedangkan para
pengikutnya (seperti Pdt. dr. Jusuf B. S. dan Guy Duty) bersikap begitu
menghina dan merendahkan? Saya berpendapat hal itu disebabkan karena Arminius
memang mengenal Calvin dan ajarannya, sedangkan para pengikutnya, khususnya
Pdt. dr. Jusuf B. S. dan Guy Duty tidak tahu apa-apa tentang Calvin, baik
hidupnya, pelayanannya, maupun ajarannya! Karena itu untuk mereka berdua saya
anjurkan untuk masuk Sekolah Theologia dahulu dan mempelajari sejarah Calvin
dengan benar, dan juga sebaiknya mereka mengikuti anjuran dari James Arminius
di atas, dengan mempelajari / membaca buku-buku Calvin, supaya mereka bisa
mempunyai sikap yang benar terhadap Calvin dan ajarannya!
Philip Schaff
berkata:
“He (Calvin) improves upon
acquaintance. Those who know him best esteem him most”
[= Ia (Calvin) bertambah baik karena pengenalan. Mereka yang mengenalnya paling
baik menghargainya paling tinggi] - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol
VIII, hal 271.
Catatan:
Guy Duty
menyatakan bahwa ia membaca buku-buku Calvin, tetapi tetap tidak bisa menerima
ajaran Calvin dan menganggapnya sebagai suatu kekacauan. Ada 3 kemungkinan yang menyebabkan hal ini:
·
Ia terlalu bodoh untuk menjangkau ajaran-ajaran
Calvin yang sukar dan mendalam itu.
·
Ia membaca buku-buku Calvin dengan hati yang
dipenuhi oleh prasangka yang anti-Calvin.
·
Ia tidak membaca semua buku-buku itu tetapi
hanya mencari-cari bagian-bagian yang bisa ia pakai untuk menyerang Calvin /
Calvinisme.
III) Kesimpulan dari sejarah Agustinus & Calvin.
Setelah melihat
sejarah kehidupan dan pelayanan dari Agustinus dan John Calvin, maka bisalah
kita menarik suatu kesimpulan bahwa sekalipun mereka berdua mempercayai doktrin
Predestinasi dan Keselamatan tidak bisa hilang, tetapi mereka:
1) Bukanlah orang yang meremehkan dosa, atau
sengaja berbuat dosa. Sebaliknya mereka betul-betul berjuang untuk
menghancurkan dosa dalam hidup mereka, dan berusaha untuk hidup sesuci mungkin.
2) Bukanlah orang yang bermalas-malasan dalam
melayani Tuhan. Sebaliknya mereka adalah orang yang berjuang mati-matian dalam
pelayanan.
3) Bukanlah orang yang tidak mau memikul salib.
Sebaliknya mereka mau menderita dan bahkan mati demi Kristus.
Fakta ini
bertentangan sekali dengan kata-kata Pdt. dr. Jusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan
tidak bisa hilang?’ yang saya kutip di bawah ini:
·
“Mereka menganggap kita salah,
kita menganggap mereka salah. Apa bedanya? Perbedaannya, pelajaran ini membuat
orang mudah lalai dan tetap memberi peluang untuk berani bermain-main di dalam
dosa” (hal 27).
·
“Menurut ‘teori’ Calvin ini:
Sekali selamat tetap selamat. Keselamatan tidak dapat hilang, sekalipun
seseorang berbuat dosa, hanya pahalanya yang hilang. ... Teori ini membuat
orang berani memilih dan main-main dalam dosa, toh selamat. ... Jadi baik yang
ditentukan selamat atau binasa, keduanya kalau hidup dalam dosa tidak apa-apa,
sebab rencana Allah tidak pernah batal” (hal 29).
·
“Memang mereka tidak mengajar
orang untuk berdosa, tetapi jelas sekali bahwa ‘teori’ ini memberi peluang
untuk berdosa. Seolah-olah dosa bukan penghalang untuk masuk Kerajaan Surga”
(hal 30).
·
“Teori Calvin: dapat memberi
kesimpulan: Tidak perlu pikul salib, tetap selamat! ... Kalau berbuat dosa
tidak apa-apa, tetap selamat, hanya pahalanya hilang (menurut teori Calvin,
bukan menurut Firman Tuhan!) dengan mudah salib ditinggalkan. Buat apa pikul
salib? Sebab itu orang-orang Calvinis ini akan lebih mudah memilih melazatkan
daging, nikmat untuk daging ...” (hal 32).
·
“Bagi orang Kristen yang cinta
daging dan dunia, teori Calvin dapat menenangkan perasaan hati, bahkan dapat
menghanguskannya, sehingga walau berdosa berlapis-lapis senang juga hatinya
(Ams 14:16) sebab toh akan selamat” (hal 33-34).
·
“Hilang semangat pelayanan. Tidak
perlu menginjil, toh Tuhan berkuasa dan berdaulat. Yang sudah ditentukan
selamat, akan selamat juga akhirnya. Dilayani atau tidak dilayani, kalau mereka
sudah ditentukan selamat, akhirnya toh tetap selamat, sebab Tuhan berdaulat
penuh. Mengapa perlu bertekun, mati-matian dalam pelayanan? Untuk apa bersaksi?
Kalau jiwa-jiwa itu sudah ditakdirkan selamat, pasti satu kali tetap selamat!
Seringkali di mulut mereka berkata harus bekerja bagi Tuhan, tetapi dalam
hatinya iblis telah berhasil mengukir kata-kata: ‘Dengan atau tanpa engkau...
yang selamat tetap selamat, maka lenyaplah semangat yang murni! (1Kor 9:16)”
(hal 35).
Mungkin saudara
berkata bahwa Agustinus dan Calvinnya memang tidak seperti yang dikatakan oleh
Pdt. dr. Jusuf B. S., tetapi banyak orang-orang Calvinist yang seperti itu.
Maka sebagai jawaban saya mengutip kata-kata John Murray, seorang ahli
theologia Reformed, yang berkata:
“But perversion does not refute
the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi
penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang
disimpangkan itu) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
Jadi, kalau ada
orang Calvinist yang menanggapi ajaran Agustinus / Calvin dengan cara seperti
yang dikatakan oleh Pdt. dr. Jusuf B. S., maka itu tidak membuktikan bahwa
ajaran Agustinus / Calvin itu salah. Itu adalah kesalahan oknum itu sendiri,
bukan kesalahan ajarannya! Apakah mereka berani berkata bahwa dalam kalangan
Arminian tidak ada oknum brengsek seperti itu?
Perlu diingat
bahwa Injil, yang mengatakan bahwa Kristus telah mati untuk semua dosa kita,
juga sering ditanggapi secara salah, yaitu dengan lalu terus berbuat dosa
karena toh telah ditebus (bdk. Ro 5:20-6:1). Tanggapan salah ini tidak
menyebabkan Injilnya jadi salah dan tidak boleh diberitakan!
Perlu juga
saudara ingat dan sadari bahwa ajaran baik apapun selalu bisa menimbulkan
tanggapan yang salah! Tetapi itu tidak membuat ajaran baik itu menjadi salah
dan tidak boleh diberitakan. Orang yang bijaksana harus bisa membedakan antara
kesalahan oknum dan kesalahan ajarannya. Orang bodoh mencampur-baurkan
keduanya!
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar