Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Calvin (tentang Tit
2:11): “‘Bringing salvation to all men,’ That
it is common to all is expressly testified by him on account of the slaves of
whom he had spoken. Yet he does not mean individual men, but rather describes
individual classes, or various ranks of life” (= ‘Membawa keselamatan kepada semua orang’,
Bahwa itu bersifat umum bagi semua orang disaksikan secara jelas olehnya karena
budak-budak tentang siapa ia telah berbicara. Tetapi ia tidak memaksudkan orang-orang secara individu,
tetapi sebaliknya menggambarkan golongan-golongan individu, atau bermacam-macam
kedudukan dari kehidupan).
Catatan: kontext memang berkenaan dengan
hamba-hamba.
Tit 2:9-11 - “(9) Hamba-hamba hendaklah taat
kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah,
(10) jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan
demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita.
(11) Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua
manusia sudah nyata”.
William Hendriksen: “It brought this
salvation to ‘all men.’ ... Here in Titus 2:11 the context makes the meaning
very clear. Male or female, old or young, rich or poor: all are guilty before God, and from them all God gathers his people. Aged men, aged women, young women,
young(er) men, and even slaves (see verses 1–10) should live consecrated lives,
for the grace of God has
appeared bringing salvation to men of all
these various groups or classes. ‘All men’ here in verse 11 = ‘us’ in verse 12.
Grace did not bypass the aged because they are aged, nor women because they are
women, nor slaves because they are merely slaves, etc. It dawned upon all, regardless of age, sex, or
social standing. Hence, no one can derive, from the particular group or caste
to which he belongs, a reason for not living a Christian life” [= Itu membawa keselamatan ini kepada ‘semua orang’. ... Di sini
dalam Tit 2:11 kontextnya membuat sangat jelas. Laki-laki atau perempuan, tua atau muda, kaya
atau miskin: semua bersalah di hadapan Allah, dan dari mereka semua Allah
mengumpulkan umatNya. Laki-laki tua, perempuan-perempuan tua,
perempuan-perempuan muda, laki-laki (yang lebih) muda, dan bahkan hamba-hamba
(lihat ayat 1-10) harus menjalani hidup yang dikuduskan, karena kasih karunia
Allah telah muncul / tampak membawa keselamatan kepada orang-orang dari semua
kelompok-kelompok dan golongan-golongan yang bermacam-macam ini. ‘Semua orang’ di sini dalam ay 11 = ‘kita’ dalam ay 12.
Kasih karunia tidak mem-by-pass / melewati yang tua karena mereka tua, atau
perempuan karena mereka adalah perempuan, atau hamba karena mereka adalah
semata-mata hamba, dsb. Itu menyingsing kepada semua, tak tergantung pada usia,
jenis kelamin, ataupun kedudukan sosial. Jadi, tak seorangpun bisa mendapatkan,
dari kelompok atau kasta / golongan khusus dimana mereka termasuk, suatu alasan
untuk tidak menjalani suatu kehidupan Kristen].
Tit 2:1-12 - “(1)
Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat: (2) Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana,
terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. (3)
Demikian juga perempuan-perempuan yang tua,
hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan
menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik (4) dan dengan
demikian mendidik perempuan-perempuan muda
mengasihi suami dan anak-anaknya, (5) hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur
rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan
dihujat orang. (6) Demikian juga orang-orang muda;
nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal (7) dan
jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau
jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu, (8) sehat dan tidak bercela
dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk
yang dapat mereka sebarkan tentang kita. (9) Hamba-hamba
hendaklah taat kepada tuannya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka,
jangan membantah, (10) jangan curang, tetapi hendaklah selalu tulus dan setia,
supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah,
Juruselamat kita. (11) Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. (12) Ia mendidik kita supaya kita
meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam
dunia sekarang ini”.
h) Pembahasan
Ibr 2:9.
Ibr 2:9 - “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang
singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus,
kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan
hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia”.
KJV: ‘he ... should taste death for every
man’
(= Ia ... merasakan
/ mengecap kematian untuk setiap orang).
Penafsiran Arminian
tentang Ibr 2:9 ini.
1. Penafsiran Adam Clarke.
Adam Clarke: “It was a custom in ancient times to take off criminals
by making them drink a cup of poison. ... The reference in the text seems to
point out the whole human race as being accused, tried, found guilty, and condemned, each having his own
poisoned cup to drink; and Jesus, the wonderful Jesus, takes the cup out of the
hand of each, and cheerfully and with alacrity drinks off the dregs!
Thus having drunk every man’s poisoned cup, he tasted that death which they must
have endured, had not their cup been drunk by another” (= Merupakan
kebiasaan pada jaman kuno untuk membunuh para kriminil dengan memaksa mereka
meminum secawan racun. ... Referensi dalam text ini kelihatannya menunjuk seluruh
umat manusia sebagai orang-orang yang dituduh, diadili, dinyatakan
bersalah, dan dijatuhi hukuman, masing-masing mempunyai cawan racunnya sendiri untuk
diminum; dan Yesus, Yesus yang luar biasa, mengambil cawan itu dari tangan masing-masing, dan dengan
gembira dan rela meminum sampah / ampas tersebut! Demikianlah setelah meminum
cawan beracun dari setiap orang, Ia merasakan kematian yang harus mereka alami, seandainya
cawan mereka tidak diminum oleh orang lain) - hal 697.
Clarke lalu
mambandingkan cawan beracun ini dengan cawan dalam Mat 26:39 - “Maka Ia maju
sedikit, lalu sujud dan berdoa, kataNya: ‘Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari padaKu, tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’”.
Dan Clarke lalu
mengatakan lagi: “But without his
drinking it, the salvation of the world would have been impossible; and
therefore he cheerfully drank it in the place of every human soul, and
thus made atonement for the sin of the
whole world” (= Tetapi jika Ia
tidak meminumnya, keselamatan dari dunia adalah mustahil; dan karena itu Ia
dengan gembira meminumnya untuk menggantikan setiap jiwa manusia, dan dengan
demikian membuat penebusan untuk dosa seluruh dunia) - hal 697.
Ada 2 hal yang perlu
diberikan sebagai komentar tentang kata-kata Clarke ini:
a. Clarke terlalu gegabah dan terlalu cepat
dalam mengatakan bahwa text ini menunjuk kepada seluruh umat manusia. Ia sama sekali
tidak memperhatikan kontext, seperti yang dilakukan oleh para penafsir Reformed
di bawah.
b. Kalau memang cawan beracun, yang merupakan hukuman
dosa setiap orang / seluruh umat manusia itu, sudah diminum oleh Kristus, mengapa masih ada
orang yang akhirnya harus masuk neraka? Cawan beracun mana lagi yang harus
mereka minum?
2. Penafsiran Albert Barnes.
Barnes’ Notes: “‘For every man.’ For all - uper
pantoV - for each and all
- whether Jew or Gentile, bond or free, high or low, elect or non-elect. How
could words affirm more clearly, that the atonement made by the Lord Jesus was
unlimited in its nature and design? How can we express that idea in more clear
or intelligible language? That this refers to the atonement is evident - for it
says that he ‘tasted death’ for them. The friends of the doctrine of general
atonement do not desire any other than Scripture language in which to express
their belief. It expresses it exactly - without any need of modification or
explanation. The advocates of the doctrine of limited atonement cannot thus use
Scripture language to express their belief. They cannot incorporate it with
their creeds, that the Lord Jesus ‘tasted death for every man.’ They are compelled to modify it, to limit it, to
explain it, in order to prevent error and misconceptions. But that system
cannot be true which requires men to shape and modify the plain language of the
Bible, in order to keep men from error!” [= ‘Untuk setiap orang’. Untuk semua - uper pantoV - untuk setiap
dan semua orang - baik Yahudi maupun non Yahudi, budak atau orang merdeka,
tinggi atau rendah, pilihan dan non pilihan. Bagaimana
kata-kata bisa menegaskannya dengan lebih jelas, bahwa penebusan yang dibuat
oleh Tuhan Yesus adalah tak terbatas dalam sifatnya dan rencana / tujuannya?
Bagaimana kita bisa menyatakan gagasan itu dalam bahasa yang lebih jelas / bisa
dimengerti? Bahwa text ini menunjuk pada penebusan adalah jelas -
karena text ini mengatakan bahwa Ia ‘merasakan kematian’ untuk mereka. Teman-teman
dari doktrin penebusan umum (tak terbatas) tidak menginginkan apapun selain
bahasa Kitab Suci untuk menyatakan kepercayaan mereka. Text itu menyatakannya secara persis / tepat -
dengan tidak membutuhkan modifikasi / perubahan atau penjelasan. Para pendukung
dari doktrin penebusan terbatas tidak bisa menggunakan bahasa Kitab Suci
seperti itu untuk menyatakan kepercayaan mereka. Mereka tidak bisa
memasukkannya ke dalam credo / pengakuan iman mereka, bahwa Tuhan Yesus
‘merasakan kematian untuk setiap orang’.
Mereka terpaksa memodifikasinya, membatasinya, menjelaskannya, untuk mencegah
kesalahan dan kesalah-pahaman. Tetapi sistim yang mengharuskan orang untuk
membentuk dan memodifikasi bahasa yang jelas dari Alkitab untuk mencegah manusia
dari kesalahan, tidak mungkin benar] - hal 1238.
Tanggapan saya:
Ini lagi-lagi
merupakan suatu ucapan bodoh dari orang yang mau menerima Kitab Suci apa
adanya. Kalau memang Kitab Suci harus selalu diterima apa adanya, untuk apa Albert
Barnes sendiri menulis buku tafsiran? Memang ada ayat-ayat Kitab Suci yang harus
dimengerti apa adanya, tetapi juga ada banyak ayat Kitab Suci yang tidak bisa
diterima apa adanya, tetapi harus ditafsirkan sambil memperhatikan kontext atau
ayat-ayat lain dari Kitab Suci, dan ayat-ayat yang termasuk golongan kedua
ini tentu saja tidak bisa dimasukkan begitu saja ke dalam credo / pengakuan
iman.
Misalnya:
Yoh 14:28b, dimana Yesus berkata: ‘Bapa lebih besar dari pada Aku’. Siapa yang mau
menerima kata-kata ini apa adanya dan memasukkan ke dalam credo / pengakuan
imannya, selain dari orang-orang sesat seperti Saksi Yehuwa / Unitarian?
Bahkan
Yoh 10:30 yang menunjukkan kesatuan Yesus dengan Bapa, ataupun Fil 2:6
yang menunjukkan kesetaraan Yesus dengan Allah, tidak bisa dimasukkan begitu
saja ke dalam credo tanpa penjelasan apa-apa.
Bandingkan dengan
kata-kata dalam pengakuan Iman Athanasius, no 31: “Equal to the Father in respect
to his divinity, less than the Father in respect to his humanity” (= Setara
dengan Sang Bapa dalam hal keilahianNya, lebih rendah dari Sang Bapa dalam hal kemanusiaanNya).
Bandingkan juga
dengan 2 text di bawah ini, yang jelas menunjukkan bahwa Kitab Suci membutuhkan
penjelasan yang baik untuk bisa dimengerti dengan benar.
·
Neh 8:9 - “Bagian-bagian dari pada kitab itu, yakni Taurat Allah,
dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan, sehingga
pembacaan dimengerti”.
·
2Pet 3:15b-16 - “(15b) ... Paulus, saudara kita yang
kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal
itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang
perkara-perkara ini. (16) Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga
orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh, memutarbalikkannya
menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan
tulisan-tulisan yang lain”.
Penafsiran Reformed
tentang Ibr 2:9 ini.
1. Penjelasan John Owen.
a. Dalam Kitab Suci, kata-kata ‘semua manusia’ atau ‘setiap orang’ sering digunakan
dalam arti terbatas.
John Owen: “The whole
question is, who these ‘all’ are, whether all men universally, or only all
those of whom the apostle there treateth. That this expression, ‘every man’, is
commonly in the Scripture used to signify men under some restriction, cannot be
denied” (=
Pertanyaannya adalah: siapa ‘semua orang’ ini, apakah itu adalah semua manusia secara universal, atau hanya
mereka yang sedang dibahas oleh sang rasul di sini. Bahwa ungkapan
‘setiap orang’ ini sering digunakan dalam Kitab Suci untuk menunjuk kepada
orang-orang dalam batasan tertentu, tidak bisa disangkal) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 349.
Owen memberi contoh:
·
Kol 1:28 - “Dialah
yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang
kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk
memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus”.
·
1Kor 12:7 - “Tetapi
kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk
kepentingan bersama”.
Dalam kedua ayat di atas ini, jelas bahwa kata-kata ‘tiap-tiap orang’ tidak mungkin berarti ‘semua dan
setiap orang di seluruh dunia’.
b. Kristus
jelas hanya merasakan kematian untuk orang-orang pilihan.
John Owen: “‘To taste
death’, being to drink up the cup due to sinners, certainly for whomsoever our
Saviour did taste of it, he left not one drop for them to drink after him; he
tasted or underwent death in their stead, that the cup might pass from them
which passed not from him. Now, the cup of death passeth only from the elect,
from believers; for whomsoever our Saviour tasted death, he swallowed it up
into victory” (= ‘Merasakan
kematian’, meminum cawan yang seharusnya untuk orang-orang berdosa, tentu untuk siapapun Juruselamat kita merasakannya, Ia tidak
meninggalkan setetespun untuk mereka untuk diminum setelah Dia meminumnya;
Ia merasakan atau mengalami kematian di tempat mereka, supaya cawan itu berlalu dari mereka tetapi tidak
berlalu dari Dia. Nah, cawan kematian berlalu hanya
dari orang-orang pilihan, dari orang-orang percaya; untuk siapapun
Juruselamat kita merasakan kematian, Ia menelannya habis ke dalam kemenangan!) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 349-350.
c. Penulis surat Ibrani ini menuliskan suratnya
untuk orang-orang Yahudi, yang menganggap bahwa penebusan Yesus hanya
dimaksudkan untuk bangsa Yahudi. Untuk itulah penulis surat Ibrani mengatakan
bahwa ‘Yesus
merasakan kematian untuk semua orang’, maksudnya bukan hanya untuk orang
Yahudi tetapi juga untuk orang non Yahudi.
John Owen: “We see an
evident appearing cause that should move the apostle here to call those for
whom Christ died ‘all,’ - namely, because he wrote to the Hebrews, who were
deeply tainted with an erroneous persuasion that all the benefits purchased by
Messiah belonged alone to men of their nation, excluding all others; to root
out which pernicious opinion, it behoved the apostle to mention the extent of
free grace under the gospel, and to hold out a universality of God’s elect
throughout the world” (= Kita melihat
penyebab yang jelas yang menggerakkan sang rasul di sini menyebut mereka untuk
siapa Kristus mati dengan istilah ‘semua’, yaitu karena ia menulis kepada orang-orang Ibrani / Yahudi, yang mempunyai
kepercayaan yang salah bahwa semua manfaat yang dibeli oleh Mesias hanya
menjadi milik dari bangsa mereka, dengan membuang semua bangsa lain. Untuk
mencabut pandangan yang jahat / merusak ini, adalah perlu bahwa sang rasul
menyebutkan luasnya kasih karunia cuma-cuma di bawah injil, dan bersikeras
tentang keuniversalan dari orang-orang pilihan Allah di seluruh dunia) - ‘The Works of
John Owen’, vol 10, hal 350.
d. Kontext
menunjukkan bahwa kata-kata ‘semua manusia’ atau ‘setiap orang’ di sini menunjuk
hanya kepada orang-orang percaya / pilihan (Owen, hal 350).
Ibr 2:9-15 - “(9) Tetapi Dia,
yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada
malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut,
dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut
bagi semua manusia. (10) Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah - yang
bagiNya dan olehNya segala sesuatu dijadikan -, yaitu Allah yang membawa banyak
orang [KJV/RSV/NIV/NASB: ‘many
sons’ (= banyak anak-anak)] kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang
memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan. (11) Sebab Ia yang
menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua
berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut
mereka saudara, (12) kataNya: ‘Aku akan memberitakan namaMu kepada
saudara-saudaraKu, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat,’ (13) dan
lagi: ‘Aku akan menaruh kepercayaan kepadaNya,’ dan lagi: ‘Sesungguhnya, inilah
Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepadaKu.’ (14) Karena
anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama
dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh
kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan
supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang
seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”.
Kata-kata yang
digaris-bawahi itu jelas tidak menunjuk kepada ‘semua orang di dunia ini’, tetapi menunjuk
kepada ‘orang-orang
pilihan / orang-orang percaya’ saja.
2. Penjelasan
Arthur W. Pink.
Ibr 2:9b - “Ia mengalami maut bagi semua manusia”.
KJV: ‘he ... should taste death for every man’
(= Ia ... merasakan / mengecap kematian untuk setiap orang).
Arthur W. Pink
mengatakan bahwa sebetulnya dalam bahasa Yunaninya tidak ada kata ‘manusia’. Jadi terjemahannya
seharusnya adalah ‘Ia mengalami maut bagi setiap ...’.
Arthur W. Pink:
“There
is no word whatever in the Greek corresponding to ‘man’ in our English version.
In the Greek it is left in the abstract - ‘He tasted death for every.’” (= Tidak ada kata apapun dalam bahasa Yunaninya
yang sesuai dengan kata ‘manusia’ dalam versi bahasa Inggris kita. Dalam bahasa
Yunani itu dibiarkan dalam keadaan abstrak - ‘Ia merasakan kematian untuk
setiap’) - ‘The Sovereignty of God’, hal 67.
Dan Arthur W. Pink mengatakan bahwa kata-kata
selanjutnya, yaitu Ibr 2:10, harus digunakan untuk menjelaskan bagian
terakhir dari Ibr 2:9 itu. Dan Ibr 2:10 berbunyi sebagai berikut: “Sebab
memang sesuai dengan keadaan Allah - yang bagiNya dan olehNya segala sesuatu
dijadikan -, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada
keselamatan, dengan penderitaan”.
Kata ‘orang’ yang saya garis
bawahi merupakan terjemahan yang salah. KJV/RSV/NIV/NASB menterjemahkan ‘sons’ (= anak-anak), karena kata Yunani
yang dipakai adalah HUIOUS yang artinya memang adalah ‘sons’ (= anak-anak).
A. W. Pink lalu mengatakan (hal 67) bahwa di sini
terjadi suatu ellipsis (= penghapusan suatu kata yang sebetulnya dibutuhkan
untuk pengertian kalimat itu, tetapi bisa dimengerti dari kontextnya). Dan kata
itu adalah ‘sons’ (= anak-anak). Jadi,
kata ‘anak-anak’ seharusnya disuplai ke dalam ayat itu tetapi ditulis dengan
huruf miring (untuk menandakan bahwa dalam bahasa aslinya kata itu tidak ada).
A. W. Pink menambahkan lagi: “Thus instead of
teaching the unlimited design of Christ’s death, Heb. 2:9-10 is in perfect
accord with the other scriptures we have quoted which sets forth the restricted
purpose in the Atonement: it was for the ‘sons’ and not the human race our Lord
‘tasted death.’” (= Karena itu
Ibr 2:9-10 bukannya mengajarkan rencana / tujuan yang tak terbatas dari kematian Kristus, tetapi sesuai
secara sempurna dengan ayat-ayat Kitab Suci lain yang telah kami kutip, yang
menyatakan tujuan yang terbatas dalam
penebusan: adalah untuk ‘anak-anak’ dan bukannya
untuk seluruh umat manusia Tuhan kita ‘merasakan kematian’) - ‘The
Sovereignty of God’, hal 67.
Arthur W. Pink: “‘But
we see Jesus, who was made a little lower than the angels for the suffering of
death, crowned with glory and honor; that He by the grace of God should taste death for every man’ (Hebrews
2:9). This passage need not detain us long. A
false doctrine has been erected here on a false translation. There is no word
whatever in the Greek corresponding to ‘man’ in our English version. In the Greek
it is left in the abstract - ‘He tasted death for every.’ The Revised Version
has correctly omitted ‘man’
from the text, but has wrongly inserted it in italics. Others suppose the word
‘thing’ should be supplied - ‘He tasted death for every thing’ - but this, too,
we deem a mistake. It seems to us that the words which immediately follow
explain our text: ‘For it
became Him, for whom are all things, and by whom are all things, in bringing
many sons unto glory, to make the captain of their salvation perfect through
sufferings.’ It is of ‘sons’
the apostle is here writing, and we suggest an ellipsis of ‘son’ - thus: ‘He tasted death for every’ - and
supply son in italics. Thus
instead of teaching the unlimited design of Christ’s death, Hebrews 2:9, 10 is
in perfect accord with the other Scriptures we have quoted which set forth the restricted purpose in the Atonement:
it was for the ‘sons’ and not the human race our Lord ‘tasted death’” - ‘The Sovereignty of God’ (AGES), hal 63-64.
Catatan: kutipan
dari A. W. Pink ini tidak saya terjemahkan karena intinya sudah saya berikan di
atas.
i) Pembahasan
2Pet 3:9.
Tentang 2Pet 3:9 - “Tuhan
tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai
kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki
supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”.
Ayat ini biasanya lebih sering digunakan untuk
menentang doktrin tentang Predestinasi, tetapi kadang-kadang / bisa juga
digunakan untuk menyerang doktrin tentang Limited Atonement (= Penebusan
Terbatas) ini.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dan diartikan dengan
benar tentang ayat ini, yaitu:
·
kata ‘menghendaki’.
·
kata-kata ‘jangan ada’
dan ‘semua orang’.
Kalau ‘kehendak’ di sini diartikan sebagai kehendak / rencana Allah
yang kekal yang tidak mungkin gagal (Ayub 42:2b), dan kata-kata ‘jangan ada’
dan ‘semua orang’ diartikan ‘semua orang
secara mutlak’, maka ayat ini akan
mengajarkan Universalisme (= ajaran yang mengatakan bahwa akhirnya semua orang
akan selamat), yang jelas merupakan ajaran sesat, dan yang jelas ditentang baik
oleh Arminianisme maupun Reformed / Calvinisme.
Untuk menghindari ajaran Universalisme ini, ada 2 cara
untuk menafsirkan 2Pet 3:9 ini:
1. Kata
‘menghendaki’ ditafsirkan ‘mengingini’ atau diartikan sebagai ‘kehendak
yang bisa tidak terjadi’; sedangkan
kata-kata ‘jangan ada’ dan ‘semua / semua
orang’ diartikan secara mutlak.
Barnes’ Notes: “‘Not willing that any should perish.’ That is, he does
not desire it or wish it. His nature is benevolent, and he sincerely desires
the eternal happiness of all, ... the passage does not refer to what God will
do as the final Judge of mankind, but to what are his feelings and desire now
towards men. ... it would be agreeable to the nature of God, and to his
arrangements in the plan of salvation, if all men should come to repentance,
and accept the offers of mercy; ... since it is in accordance with his nature
that he should desire that all men may be saved; it may be presumed that he has
made an arrangement by which it is possible that they should be” (= ‘Tidak
menghendaki siapapun untuk binasa’. Yaitu, Ia tidak menginginkannya atau
mengharapkannya. SifatNya adalah penuh kebaikan, dan Ia dengan
sungguh-sungguh menginginkan kebahagiaan kekal dari semua, ... text ini
tidak menunjuk pada apa yang Allah akan lakukan sebagai Hakim terakhir bagi
umat manusia, tetapi pada perasaanNya dan keinginanNya sekarang ini
tentang manusia. ... adalah cocok dengan sifat dari Allah, dan dengan
pengaturanNya dalam rencana keselamatan, jika semua orang bertobat, dan
menerima tawaran belas kasihan; ... karena itu cocok dengan sifatNya bahwa Ia
menginginkan supaya semua orang bisa diselamatkan; bisa dianggap bahwa Ia telah membuat suatu pengaturan /
rencana yang memungkinkan mereka untuk diselamatkan) - hal 1458.
Catatan:
·
kalau kita
membandingkan kata-kata Barnes di sini dengan kata-katanya di atas (tentang Ibr 2:9),
maka terlihat bahwa ia tidak konsisten dengan kata-katanya sendiri, karena di
sini ia tidak menerima kata-kata Kitab Suci itu apa adanya, tetapi
menafsirkannya / menjelaskannya untuk menghindari Universalisme.
·
kata-kata Barnes
yang saya beri garis bawah ganda jelas berbau ‘Universal Atonement’ (= Penebusan Universal).
Adam Clarke: “as he is willing that all should come to repentance,
consequently he has never devised nor decreed the damnation of any man, nor has
he rendered it impossible for any soul to be saved, either by necessitating him
to do evil, that he might die for it, or refusing him the means of recovery, without
which he could not be saved” (= karena Ia menghendaki supaya semua bertobat, konsekwensinya
Ia tidak pernah merencanakan ataupun menetapkan kehancuran / hukuman kekal dari
siapapun, ataupun membuat mustahil bagi jiwa yang manapun untuk diselamatkan, apakah itu
dilakukan dengan memastikan orang itu untuk melakukan kejahatan, supaya ia mati
karenanya, atau menolak untuk memberinya cara pemulihan, tanpa hal mana ia
tidak bisa diselamatkan) - hal 892.
Baik Barnes maupun Clarke bukan hanya menghindari Universalisme,
tetapi juga mengarahkan ayat ini pada Arminianisme. Tetapi sebetulnya
memungkinkan untuk mengambil tafsiran pertama ini tanpa mengarahkannya pada
Arminianisme, seperti yang kelihatannya dilakukan oleh Calvin sendiri. Calvin
mengatakan bahwa kehendak Allah di sini tidak menunjuk kepada rencana kekal
dari Allah, tetapi menunjuk kepada kehendak Allah seperti yang dinyatakan dalam
Injil, yang menawarkan keselamatan kepada semua orang.
Calvin: “But it may be
asked, If God wishes none to perish, why is it that so many do perish? To this
my answer is, that no mention is here made of the hidden purpose of God,
according to which the reprobate are doomed to their own ruin, but only of his
will as made known to us in the gospel. For God there stretches forth his hand
without a difference to all, but lays hold only of those, to lead them to
himself, whom he has chosen before the foundation of the world” [= Tetapi bisa ditanyakan: Jika Allah tidak
menginginkan seorangpun untuk binasa, mengapa ada banyak yang binasa? Terhadap
pertanyaan ini jawaban saya adalah bahwa di sini
tidak dibicarakan tentang rencana yang tersembunyi dari Allah, yang menetapkan
orang-orang yang ditentukan untuk binasa (reprobate) pada kehancuran mereka
sendiri, tetapi hanya tentang kehendakNya seperti yang dinyatakan kepada kita
dalam injil. Karena disana Allah mengulurkan tanganNya tanpa
pembedaan kepada semua orang, tetapi hanya menangkap mereka, untuk membimbing
mereka kepada diriNya sendiri, yang telah Ia pilih sebelum penciptaan dunia ini] - hal 419-420.
Bandingkan juga dengan:
a. Yeh 18:23
- “Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik?
demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?”.
b. Yeh 18:32
- “Sebab Aku tidak
berkenan kepada
kematian seseorang yang harus ditanggungnya, demikianlah firman Tuhan ALLAH.
Oleh sebab itu, bertobatlah, supaya kamu hidup!’”.
c. Yeh 33:11
- “Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan
ALLAH, Aku tidak
berkenan kepada
kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup.
Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan
mati, hai kaum Israel?”.
2. Kata
‘menghendaki’ diartikan sebagai rencana yang kekal dari Allah,
tetapi kata-kata ‘jangan ada’ dan ‘semua orang’ tidak diartikan secara mutlak, tetapi diartikan
sesuai dengan kontexnya.
Pertama-tama kita perlu untuk mengetahui terjemahan
yang benar dari ayat ini.
2Pet 3:9 - “Tuhan
tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai
kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu,
karena Ia menghendaki supaya jangan ada
yang binasa, melainkan supaya semua (orang)
berbalik dan bertobat”.
Kata ‘orang’ saya letakkan dalam tanda kurung, karena sebetulnya
tidak ada dalam bahasa Yunaninya.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘all’ (= semua).
Selanjutnya, kata-kata ‘jangan ada’ maupun ‘semua’ harus diartikan sesuai dengan kontextnya, yang membicarakan ‘kamu’ (2Pet 3:9a). Untuk menafsirkan kata ‘kamu’ ini maka:
a. Perlu
diperhatikan bahwa Petrus menujukan suratnya ini kepada ‘mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh
iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus’ (2Pet 1:1). Ini adalah orang-orang yang sama
dengan yang dikatakan ‘dianugerahi
janji-janji yang berharga dan yang sangat besar’ (2Pet 1:4). Ini jelas menunjuk kepada orang-orang
Kristen.
b. Kita
harus memperhatikan kontext dari 2Pet 3 ini, dan akan terlihat bahwa ‘kamu’ ini adalah orang-orang yang:
·
disebut dengan
istilah ‘saudara-saudaraku yang
kekasih’ (2Pet 3:1).
·
dikontraskan
dengan ‘pengejek-pengejek’ / ‘orang-orang
yang hidup menuruti hawa nafsunya’
dalam 2Pet 3:3, untuk siapa digunakan kata ganti orang ‘mereka / nya’.
2Pet 3:1-9 - “(1)
Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan
pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan, (2) supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan
oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang
telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu. (3) Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan
tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup
menuruti hawa nafsunya. (4) Kata mereka: ‘Di manakah janji tentang
kedatanganNya itu? Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu
tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan.’ (5) Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh
firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air
dan oleh air, dan bahwa oleh air itu, (6) bumi yang dahulu telah binasa,
dimusnahkan oleh air bah. (7) Tetapi oleh firman itu juga langit dan bumi yang
sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan
kebinasaan orang-orang fasik. (8) Akan tetapi, saudara-saudaraku yang
kekasih, yang satu
ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama
seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari. (9) Tuhan tidak
lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang
menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat”.
Bacaan ini memang
membicarakan dan mengkontraskan 2 golongan. Mula-mula Petrus berbicara kepada golongan yang pertama, yaitu ‘saudara-saudara
yang kekasih’ (ay 1), dan ia menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘mu’ (ay 1,2,3).
Lalu Petrus mulai
berbicara tentang golongan yang kedua, yaitu ‘pengejek-pengejek’ atau ‘orang-orang yang
hidup menuruti hawa nafsunya’ (ay 3b), dan ia menggunakan kata ‘mereka’ atau ‘nya’ (ay 3b,4,5).
Tetapi mulai
ay 8 Petrus kembali berbicara kepada ‘saudara-saudara yang kekasih’ (ay 8a), dan
karena itu ia kembali menggunakan kata ‘kamu’ (ay 8,9).
Karena itu jelaslah
bahwa kata-kata ‘kamu’ dan ‘semua orang’ dalam ay 9
menunjuk kepada orang kristen / orang pilihan.
John Owen: “The text is
clear, that it is all and only the elect whom he
would not have to perish” (= Textnya
jelas, bahwa adalah semua dan hanya orang pilihan
yang tidak Ia kehendaki untuk binasa)
- ‘The Works of John Owen’, vol 10,
hal 349.
j) Pembahasan
Kol 1:20 - “dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya, baik yang ada di bumi, maupun yang
ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus”.
Ayat ini agak berbeda dengan ayat-ayat lain dalam
kelompok ini, karena tidak menggunakan kata-kata ‘semua
orang’, tetapi ‘segala sesuatu’. Ini saja sudah membingungkan, apalagi masih ditambah dengan anak
kalimat selanjutnya yang mengatakan - ‘baik yang ada di bumi, maupun yang
ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib
Kristus’.
Adam Clarke (tentang Kol
1:20): “‘Things in
earth, or things in heaven.’ ... If the phrase be not a kind of collective
phrase to signify all the world, or all mankind, as Dr. Hammond supposed the
things in heaven may refer, according to some, to those persons who died under
the Old Testament dispensation, and who could not have a title to glory but
through the sacrificial death of Christ: and the apostle may have intended
these merely to show, that without this sacrifice no human beings could be
saved, not only those who were then on the earth, and to whom in their
successive generations the Gospel should be preached, but even those who had
died before the incarnation; and, as those of them that were faithful were now
in a state of blessedness, they could not have arrived there but through the
blood of the cross, for the blood of calves and goats could not take away sin. After
all, the apostle probably means the Jews and the Gentiles; the state of the
former being always considered a sort of divine or celestial state, while that
of the latter was reputed to be merely earthly, without any mixture of
spiritual or heavenly good. It is certain that a grand part of our Lord’s
design, in his incarnation and death, was to reconcile the Jews and the
Gentiles, and make them one fold under himself, the great Shepherd and Bishop
of souls. That the enmity of the Jews was great against the Gentiles is well
known, and that the Gentiles held them in supreme contempt is not less so. It
was therefore an object worthy of the mercy of God to form a scheme that might
reconcile these two grand divisions of mankind; and, as it was his purpose to
reconcile and make them one, we learn from this circumstance, as well as from
many others, that his
design was to save the whole human race” (= ‘Hal-hal di bumi, atau hal-hal di surga’. ... Jika
ungkapan ini bukannya sejenis ungkapan kolektif untuk menunjuk seluruh dunia,
atau semua umat manusia, seperti Dr. Hammond menganggap ‘hal-hal di surga’ bisa
menunjuk, maka menurut sebagian orang, itu
menunjuk kepada orang-orang itu yang telah mati dalam jaman Perjanjian Lama,
dan yang tidak bisa mempunyai suatu hak pada kemuliaan kecuali melalui kematian
yang bersifat pengorbanan dari Kristus: dan sang rasul bisa memaksudkan
orang-orang ini semata-mata untuk menunjukkan, bahwa tanpa korban ini tak ada
manusia yang bisa diselamatkan, bukan hanya mereka yang pada saat itu ada di
bumi, dan bagi siapa dalam generasi-generasi mereka yang berikutnya Injil harus
diberitakan, tetapi bahkan mereka yang telah mati sebelum inkarnasi; dan,
karena mereka yang setia sekarang ada dalam keadaan diberkati, mereka tidak
bisa telah sampai di sana kecuali melalui darah dari salib, karena darah dari
lembu dan kambing tidak bisa menghapus dosa. Bagaimanapun juga, sang rasul
mungkin memaksudkan orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi; keadaan yang
pertama selalu dianggap sebagai sejenis keadaan ilahi atau surgawi, sementara
keadaan yang terakhir dianggap sebagai semata-mata duniawi, tanpa campuran
apapun dari kebaikan rohani atau surgawi. Adalah pasti bahwa suatu bagian
yang agung / hebat dari rancangan Tuhan kita, dalam inkarnasi dan kematianNya,
adalah untuk mendamaikan orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi, dan
membuat mereka satu kandang di bawah diriNya sendiri, Gembala yang Agung dan
Uskup dari jiwa-jiwa (1Pet
2:25). Bahwa permusuhan dari orang-orang
Yahudi sangat besar terhadap orang-orang non Yahudi merupakan sesuatu yang
sangat terkenal, dan bahwa orang-orang non Yahudi menganggap mereka dalam
kejijikan yang tertinggi juga tidak kurang dikenal. Karena itu, itu merupakan
suatu obyek / tujuan yang layak dari belas kasihan Allah untuk membentuk suatu
rencana yang bisa memperdamaikan dua bagian besar dari umat manusia ini; dan,
sebagaimana merupakan rencana / tujuanNya untuk memperdamaikan dan membuat
mereka satu, kita belajar dari keadaan ini, maupun dari banyak yang lain, bahwa
rancanganNya adalah untuk
menyelamatkan seluruh umat manusia).
Catatan: kontext dari Kol 1:20 itu tidak memungkinkan untuk
mengartikan kata-kata ‘segala sesuatu’ hanya
kepada manusia yang manapun. Kelihatannya kata-kata ‘segala
sesuatu’ itu harus menunjuk kepada
‘semua ciptaan’ dalam arti yang mutlak.
Kol 1:14-22 - “(14)
di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. (15) Ia
adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, (16) karena di dalam
Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan
yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik
singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
(17) Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu
dan segala sesuatu ada di dalam Dia. (18)
Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari
antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. (19) Karena seluruh kepenuhan
Allah berkenan diam di dalam Dia, (20) dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya, baik yang ada di
bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah
salib Kristus. (21) Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang
memusuhiNya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang
jahat, (22) sekarang diperdamaikanNya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh
kematianNya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di
hadapanNya.”.
Lenski (tentang Kol 1:20): “All would be perfectly clear and simple
if Paul had not written ‘all the things - whether those on the earth or those
in the heavens,’ especially the latter. We have no difficulty in understanding
the effect of Christ’s redemption on the world in view of Rom. 8:19, etc., and
Rev. 21:1, etc. The difficulty lies in a reference to the good angels in heaven
and a statement such as that found in Heb. 2:16” (= Semua akan jelas dan sederhana seandainya Paulus
tidak menulis ‘segala sesuatu - apakah hal-hal di bumi atau hal-hal di surga’, khususnya yang terakhir.
Kita tidak mempunyai kesukaran dalam mengerti akibat / hasil dari penebusan
Kristus terhadap dunia / alam semesta mengingat Ro 8:19, dsb., dan Wah 21:1,
dsb. Kesukarannya terletak dalam suatu hubungan
dengan malaikat-malaikat yang baik di surga dan suatu pernyataan seperti yang
terdapat dalam Ibr 2:16).
Ro 8:19-22 - “(19) Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah
dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk
telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi
oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam pengharapan,
karena makhluk itu sendiri juga akan
dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan
kemuliaan anak-anak
Allah. (22) Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama
merasa sakit bersalin”.
Wah 21:1 - “Lalu aku
melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi
yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi”.
Ibr 2:16 - “Sebab sesungguhnya, bukan
malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia
kasihani”.
Lenski (tentang Kol 1:20): “A great variety of interpretations is
offered, among the most unlikely being an angelology which is built up on the
basis of Jewish material and is then attributed to Paul, which claims that the
good angels were faulty and thus themselves needed a reconciliation and the
making of peace. ... It is enough to say that the Scriptures know of no moral
fault in the good angels. ... The difficulty
clears when we note that not all the objects of the God-man’s reconciling act
are affected alike by that act, but that each class is affected according to
its nature, its condition, and its relation. We should also
remember that ‘all creation’ is a unit, is never viewed otherwise by the
Scriptures, and always includes the whole angel world. ‘All creation’ was
disrupted: sin arose in heaven and entered men and the physical universe. The
Son of God came to the rescue. ... His work of rescue was accomplished ‘through
the blood of his cross.’ Now the effects. The evil angels were eliminated eo ipso. The blood of
the cross has the same effect for all men who follow these angels and despise
this blood; it rescues only the believers (v. 13). This rescue includes the
physical creature world. How this is to be understood is shown in Rom. 8:19,
etc. This creature world was ‘subject to vanity not willingly,’ it never willed
sin. It shall be affected accordingly, i.e., according to its nature and its
relation to us: a glorious liberation shall turn it into a new earth (Rom.
8:20), one that is joined to heaven (Rev. 21:1, etc.). Thus as ‘the blood of
the cross’ has its effects by eo ipso excluding the
evil angels and then also all unbelieving men, as it establishes the eternal
kingdom of the Son of God’s love, it has its effects also on the good angels
and on all ‘the things in the heaven,’ not, indeed, as though they needed a
change in themselves (ἀποκαταλλάσσειν), a ‘being made
other’ (ἄλλος) in themselves,
but as requiring a change and a new relation to the restored universe. Once
there was war (note, for instance, Rev. 12:7) that involved all the good
angels; by his cross ‘the first-born from the dead’ has created peace, and this
peace shall soon be absolute when the whole universe, heaven and earth united
in one (Rev. 21:1, etc.), shall be one kingdom of eternal peace. The cross
affects ‘all creation.’ Each part of it is not affected in the identical way but according to the nature,
the condition, and the relation of each part to the whole. We distinguish four
grand parts. The cross affects each of them, but each of them differently: evil
angels - good angels - man, believing or unbelieving - the physical universe.
When we say ‘the blood of his cross,’ this means the act of reconciliation, the
act of establishing peace. No less than ‘all creation’ is involved in the act
of ‘the first-born of all creation.’ ... The root idea lies in ἄλλος, ‘other,’ placing
into a relation or a situation that is very much ‘other’ than the existing one.
... The change was made by his establishing peace. We see the full, eternal
results in his everlasting kingdom of peace.” [= Sejumlah besar penafsiran yang bermacam-macam
ditawarkan, di antara yang paling tidak mungkin adalah doktrin tentang malaikat yang dibangun pada
dasar dari bahan Yahudi dan lalu dihubungkan dengan Paulus, yang mengclaim
bahwa malaikat-malaikat yang baik juga bersalah / bercacat dan dengan demikian mereka
sendiri membutuhkan suatu pendamaian dan pembuatan damai. ... Adalah cukup
untuk mengatakan bahwa Kitab Suci tidak mengenal kesalahan moral dalam
malaikat-malaikat yang baik. ... Kesukarannya
hilang pada waktu kita memperhatikan bahwa tidak semua obyek-obyek dari
tindakan pendamaian manusia-Allah dipengaruhi secara sama oleh tindakan itu,
tetapi bahwa setiap golongan dipengaruhi sesuai dengan sifat dasarnya /
hakekatnya, kondisi / keadaannya, dan hubungannya. Kita juga harus
mengingat bahwa ‘semua ciptaan’ merupakan satu unit, yang tidak pernah dilihat
secara berbeda oleh Kitab Suci, dan selalu mencakup
seluruh dunia malaikat. ‘Semua ciptaan’ dikacaukan: dosa muncul di surga
dan memasuki manusia dan alam semesta fisik. Anak Allah datang untuk menolong.
... Pekerjaan pertolonganNya tercapai ‘melalui darah dari salibNya’. Sekarang akibat / hasilnya. Malaikat-malaikat yang
jahat disingkirkan dengan sendirinya. Darah
dari salib mempunyai hasil / akibat yang sama untuk semua manusia yang
mengikuti malaikat-malaikat yang jahat ini dan menghina / memandang rendah
darah ini; itu hanya menolong orang-orang percaya (ay 13). Pertolongan ini mencakup dunia makhluk-makhluk fisik.
Bagaimana ini dimengerti ditunjukkan dalam Ro 8:19-dst. Dunia
makhluk ciptaan ini ‘tunduk pada kesia-siaan tidak dengan sukarela / bukan oleh
kehendaknya sendiri’; ia tidak pernah mau berdosa. Itu akan dipengaruhi sesuai
dengan hal itu, yaitu sesuai dengan sifat dasar / hakekatnya dan hubungannya
dengan kita: suatu pembebasan yang mulia akan mengubahnya menjadi bumi yang
baru (Ro 8:20), suatu bumi yang bergabung dengan surga (Wah 21:1-dst.). Jadi,
sama seperti ‘darah dari salib’ mempunyai akibat / hasilnya yang dengan sendirinya mengeluarkan malaikat-malaikat
yang jahat dan lalu juga semua orang-orang yang tidak percaya, pada waktu itu
menegakkan kerajaan kekal dari kasih Anak Allah, itu juga mempunyai akibat /
hasil pada malaikat-malaikat yang baik dan pada semua ‘hal-hal di surga’, memang bukan, seakan-akan mereka membutuhkan suatu perubahan
dalam diri mereka sendiri (ἀποκαταλλάσσειν / APOKATALLASSEIN), suatu
‘pembuatan menjadi yang lain’ (ἄλλος / ALLOS) dalam diri mereka sendiri, tetapi sebagai membutuhkan
suatu perubahan dan suatu hubungan yang baru pada alam semesta yang dipulihkan. Pernah terjadi suatu perang (perhatikan, sebagai
contoh, Wah 12:7) yang melibatkan semua malaikat-malaikat yang baik; oleh
salibNya ‘yang sulung dari orang mati’ telah menciptakan damai, dan damai ini
akan segera menjadi mutlak pada waktu seluruh alam semesta, surga / langit dan
bumi bersatu menjadi satu (Wah 21:1-dst), akan menjadi satu kerajaan dari damai
yang kekal. Salib ini mempengaruhi ‘semua ciptaan’. Setiap
bagiannya tidak dipengaruhi dengan cara yang sama, tetapi sesuai dengan sifat
dasar / hakekat, kondisi / keadaan, dan hubungan dari setiap bagian dengan
keseluruhannya. Kami membedakan empat
bagian besar. Salib mempengaruhi setiap mereka, tetapi masing-masing
dari mereka secara berbeda: malaikat-malaikat yang
jahat - malaikat-malaikat yang baik - manusia, yang percaya atau yang tidak
percaya - alam semesta secara fisik. Pada waktu kami mengatakan ‘darah
dari salibNya’ ini berarti tindakan pendamaian, tindakan menegakkan damai. Tak
kurang dari ‘semua ciptaan’ tercakup dalam tindakan dari ‘yang sulung dari
semua ciptaan’. ... Gagasan dasar terletak dalam ἄλλος /
ALLOS, ‘yang lain’, menempatkan ke dalam suatu hubungan atau keadaan yang
sangat berbeda dari pada hubungan atau keadaan yang ada pada saat ini. ... Perubahan dibuat oleh penegakan damaiNya.
Kita melihat hasil-hasil yang penuh, kekal, dalam kerajaan damai yang
kekalNya.].
Kol 1:13 - “Ia telah
melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan
memindahkan kita ke dalam Kerajaan AnakNya yang kekasih;”.
Ibr 2:16 - “Sebab
sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan
Abraham yang Ia kasihani”.
Ro 8:19-20 - “(19)
Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah
dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh
kehendak Dia, yang telah menaklukkannya”.
Wah 12:7 - “Maka timbullah
peperangan di sorga. Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga
itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya”.
Wah 21:1 - “Lalu aku
melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi
yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi”.
Catatan:
·
tentang bagian
yang saya beri garis bawah ganda, bandingkan dengan tafsiran Calvin di bawah.
·
saya tak tahu
persis apa arti dari kata-kata Latin EO IPSO yang Lenski gunakan 2x dalam
kutipan ini. Tetapi kira-kira artinya adalah ‘by itself’ (= dengan sendirinya).
·
saya menganggap
contoh Wah 12:7 itu sama sekali tidak cocok, dalam dalam ayat itu
malaikat-malaikat yang baik berperang melawan malaikat-malaikat yang jahat,
lalu darah Kristus mendamaikan apanya?
·
Yang jelas,
Lenski tidak menganggap bahwa Kol 1:20 ini menentang ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas).
Calvin (tentang Kol 1:20): “‘Both upon earth and in heaven.’ ... There were, it is true, no absurdity
in extending it to all without exception; ... I prefer to understand it as
referring to angels and men; and as to the latter, there is no difficulty
as to their having need of a peace maker in the sight of God. ... Hence
the nature of the peace making between God and men was this, that enmities have
been abolished through Christ, and thus God becomes a Father instead of a Judge. Between
God and angels the state of matters is very different, for there was there no revolt, no sin, and
consequently no separation. It was,
however, necessary that angels, also, should be made to be at peace with God,
for, being creatures, they were not beyond the risk of falling, had they not
been confirmed by the grace of Christ. This, however, is of no small importance
for the perpetuity of peace with God, to have a fixed standing in
righteousness, so as to have no longer any fear of fall or revolt. Farther, in
that very obedience which they render to God, there is not such absolute
perfection as to give satisfaction to God in every respect, and without the
need of pardon. And this beyond all doubt is what is meant by that statement in
Job 4:18, He will find iniquity in his
angels. For if it is explained as referring to the devil, what
mighty thing were it? But the Spirit declares
there, that the greatest purity is vile, if it is brought into comparison with
the righteousness of God. We must, therefore, conclude, that there is not on
the part of angels so much of righteousness as would suffice for their being
fully joined with God. They have, therefore, need of a peace maker, through
whose grace they may wholly cleave to God. Hence it is with propriety that Paul
declares, that the grace of Christ does not reside among mankind alone, and on
the other hand makes it common also to angels. Nor is there any injustice done
to angels, in sending them to a Mediator, that they may, through his kindness,
have a well grounded peace with God” (= ‘Baik
yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga’. ... Adalah benar bahwa tak ada
kemustahilan / kelucuan untuk memperluasnya kepada semua tanpa kecuali; ...
Saya lebih memilih untuk mengartikannya sebagai menunjuk kepada
malaikat-malaikat dan manusia; dan berkenaan dengan yang terakhir, di sana
tidak ada kesukaran berkenaan dengan kebutuhan mereka akan seorang pembuat
damai dalam pandangan Allah. ... Maka sifat dasar dari
pembuatan damai antara Allah dan manusia adalah ini, bahwa permusuhan telah
dihapuskan melalui Kristus, dan dengan demikian Allah menjadi seorang Bapa dan
bukannya seorang Hakim. Antara Allah dan
malaikat-malaikat keadaannya sangat berbeda, karena di sana tidak ada
pemberontakan, tak ada dosa, dan sebagai akibatnya, tak ada pemisahan.
Tetapi adalah perlu
bahwa malaikat-malaikat, juga, harus didamaikan dengan Allah, karena, sebagai
makhluk-makhluk ciptaan, mereka tidak ada di luar resiko untuk jatuh,
seandainya mereka tidak diteguhkan oleh kasih karunia Kristus. Ini,
bagaimanapun, bukanlah suatu kepentingan yang kecil untuk keabadian dari damai
dengan Allah, untuk mempunyai kedudukan yang tetap dalam kebenaran, sehingga
tidak lagi mempunyai rasa takut apapun tentang kejatuhan atau pemberontakan. Selanjutnya, dalam ketaatan yang mereka berikan kepada
Allah, di sana tidak ada kesempurnaan mutlak sehingga memberikan kepuasan
kepada Allah dalam setiap segi / hal, dan tanpa kebutuhan pengampunan. Dan ini
tanpa diragukan adalah apa yang dimaksudkan dengan pernyataan itu dalam Ayub
4:18, Ia akan mendapati kesalahan dalam malaikat-malaikatNya. Karena
jika itu dijelaskan sebagai menunjuk kepada Iblis, hal hebat apakah itu? Tetapi Roh menyatakan
di sana, bahwa kemurnian yang terbesar adalah kotor / buruk / hina, jika itu
dibawa ke dalam perbandingan dengan kebenaran Allah. Karena itu, kita harus menyimpulkan bahwa pada malaikat-malaikat
tidak ada kebenaran yang begitu banyak sehingga cukup bagi penggabungan mereka
dengan Allah. Karena itu, mereka mempunyai
kebutuhan akan seorang pembuat damai, melalui kasih karunia siapa mereka bisa
sepenuhnya berpegang erat-erat kepada Allah. Maka dengan benar Paulus
menyatakan, bahwa kasih karunia Kristus tidak tinggal / terletak di antara
manusia saja, dan pada sisi yang lain membuatnya umum bagi malaikat-malaikat
juga. Juga di sana tidak ada ketidak-adilan yang dilakukan terhadap malaikat-malaikat,
dalam mengutus mereka kepada seorang Pengantara, supaya mereka bisa, melalui
kebaikanNya, mempunyai damai yang mempunyai dasar yang baik dengan Allah).
Ayub 4:18 - “Sesungguhnya,
hamba-hambaNya tidak dipercayaiNya, malaikat-malaikatNya
didapatiNya tersesat”.
KJV: ‘and his
angels he charged with folly:’ (= dan malaikat-malaikatNya Ia tuduh dengan
kebodohan).
RSV: ‘and his
angels he charges with error;’ (= dan malaikat-malaikatNya Ia tuduh dengan
kesalahan).
NIV: ‘if he
charges his angels with error,’ (= jika ia menuduh malaikat-malaikatNya
dengan kesalahan).
NASB: ‘And
against His angels He charges error.’ (= Dan terhadap malaikat-malaikatnya
Ia menuduhkan kesalahan).
Bdk. Ayub 15:15 - “Sesungguhnya, para suciNya tidak dipercayaiNya, seluruh langitpun tidak
bersih pada pandanganNya”.
KJV: ‘Behold, he
putteth no trust in his saints; yea, the
heavens are not clean in his sight’ (= Lihatlah, Ia tidak meletakkan
kepercayaan dalam orang-orang kudusNya;
ya, surga tidak bersih dalam pandanganNya).
RSV: ‘Behold,
God puts no trust in his holy ones, and
the heavens are not clean in his sight’ (= Lihatlah, Allah tidak meletakkan
kepercayaan dalam para suciNya, dan surga
tidak bersih dalam pandanganNya).
NIV: ‘If God
places no trust in his holy ones, if even
the heavens are not pure in his eyes’ (= Jika Allah tidak menempatkan
kepercayaan dalam para suciNya, jika
bahkan surga tidak murni dalam pandangan mataNya).
NASB: “‘Behold,
He puts no trust in His holy ones, And
the heavens are not pure in His sight” (= ‘Lihatlah, Ia tidak meletakkan
kepercayaan dalam para suciNya, Dan surga
tidak murni dalam pandanganNya).
Catatan: Kata-kata ‘His holy ones’ (= para
suciNya) rasanya lebih memungkinkan untuk menunjuk kepada
malaikat-malaikat yang baik, bukan pada orang-orang kudus (KJV) yang sudah
masuk surga.
Lalu bagaimana dengan Ibr 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari
darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian
dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis,
yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan
mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada
maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan
malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia
kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan
saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan
yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”?
Saya berpendapat bahwa Ibr 2:16 berbicara tentang
malaikat-malaikat yang jatuh; sedangkan Calvin berbicara tentang
malaikat-malaikat yang baik.
Calvin (tentang Kol 1:20): “Should any one, on the pretext of the universality
of the expression, move a question in reference to devils, whether Christ be
their peace-maker also? I answer, No, not even of the wicked men: though I
confess that there is a difference, inasmuch as the benefit of redemption is
offered to the latter, but not to the former. This, however, has nothing to do
with Paul’s words, which include nothing else than this, that it is through
Christ alone, that, all creatures, who have any connection at all with God,
cleave to him.” (= Jika ada
orang, dengan dalih keuniversalan pernyataan ini, menanyakan pertanyaan
berkenaan dengan setan, apakah Kristus
juga adalah pendamai mereka? Saya menjawab, Tidak, bahkan tidak tentang orang-orang jahat: sekalipun saya mengakui bahwa ada perbedaan, karena
keuntungan penebusan ditawarkan kepada orang-orang jahat, tetapi tidak kepada
setan. Tetapi ini tak ada
hubungannya dengan kata-kata Paulus, yang tidak mencakup yang lain selain ini,
bahwa melalui Kristus sajalah bahwa semua makhluk-makhluk ciptaan, yang
mempunyai hubungan apapun dengan Allah berpegang erat-erat kepada Dia).
Catatan:
yang dimaksud dengan ‘wicked men’ (=
orang-orang jahat), jelas adalah orang jahat yang tidak percaya, atau ‘reprobate’ (= orang yang ditentukan
untuk binasa).
William Hendriksen (tentang ay 15-20): “The passage also clearly teaches that
Christ’s redemptive activity is universe-embracing. In Christ God was pleased
to reconcile all things to
himself. See on 1:20” (= Text ini juga dengan jelas mengajarkan bahwa
aktivitas penebusan Kristus mencakup alam semesta.
Dalam Kristus Allah berkenan untuk memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya
sendiri. Lihat tentang 1:20).
William Hendriksen (tentang ay 20): “The real meaning of Col. 1:20 is
probably as follows: Sin ruined the universe. It destroyed the harmony between
one creature and the other, also between all creatures and their God. Through
the blood of the cross (cf. Eph 2:11-18), however, sin, in principle, has been
conquered. The demand of the law has been satisfied, its curse born (Rom. 3:25;
Gal. 3:13). Harmony, accordingly, has been restored. Peace was made. Through
Christ and his cross the universe is brought back or restored to its proper
relationship to God in the sense that as a just reward of his obedience Christ
was exalted to the Father’s right hand, from which position of authority and
power he rules the entire universe in the interest of the church and to the
glory of God. ... There is, of course, a difference in the manner in which
various creatures submit to Christ’s rule and are ‘reconciled to God.’ Those
who are and remain evil, whether men or angels, submit ruefully, unwillingly.
In their case peace, harmony, is imposed, not welcomed. ... The good angels, on
the other hand, submit joyfully, eagerly. So do also the redeemed among men.
This group includes the members of the Colossian church as far as they are true
believers, a thought to which Paul gives expression in the following verses” (= Arti yang sebenarnya dari Kol 1:20 mungkin
adalah sebagai berikut: Dosa merusak alam semesta.
Itu menghancurkan keharmonisan antara satu makhluk dengan makhluk yang lain,
juga antara semua makhluk ciptaan dan Allah mereka. Melalui darah dari salib
(bdk. Ef 2:11-18), bagaimanapun, dosa, pada dasarnya, telah ditaklukkan.
Tuntutan dari hukum Taurat telah dipuaskan, kutuknya telah dipikul / ditanggung
(Ro 3:25; Gal 3:13). Karena itu, keharmonisan telah dipulihkan. Damai telah
dibuat. Melalui Kristus dan salibNya alam semesta dibawa kembali atau
dipulihkan pada hubungan yang benar dengan Allah dalam arti bahwa
sebagai suatu pahala yang benar / adil bagi ketaatanNya, Kristus telah
ditinggikan pada tangan kanan Bapa, dari posisi otoritas dan kuasa mana Ia
memerintah seluruh alam semesta demi kepentingan dari gereja dan bagi kemuliaan
Allah. ... Tentu di sana ada suatu perbedaan dalam
cara dalam mana bermacam-macam makhluk ciptaan tunduk pada pemerintahan Kristus
dan ‘diperdamaikan dengan Allah’. Mereka yang adalah jahat dan tetap jahat,
apakah itu manusia atau malaikat, tunduk dengan sedih / menyesal, dengan
terpaksa. Dalam kasus mereka, damai, keharmonisan, dipaksakan / ditentukan,
bukan diterima dengan baik. ...
Pada sisi yang lain, malaikat-malaikat yang baik tunduk dengan sukacita dan
dengan keinginan yang besar. Demikian juga dengan orang-orang yang ditebus dari
antara manusia. Kelompok ini mencakup anggota-anggota gereja Kolose
sejauh mereka adalah orang-orang percaya yang sejati, suatu pemikiran pada mana
Paulus memberikan pernyataan dalam ayat-ayat yang berikutnya) - hal 81-82.
Herbert M. Carson (Tyndale): “this reconciliation is not limited to
men. It applies to the whole order of created being. It is significant that
Paul does not here say ‘all men’, which would be contrary to his normal
teaching, but ‘all things’. The phrase is indefinite and suggests the
completeness of the plan of God. Not only is sinful man reconciled, but the
created order which has been made subject to vanity because of sin (see Rom.
8:20 ff.) will share also in the fruit of the mighty act of atonement of the
cross. It is also significant that in this wide sweep of the scope of
reconciliation Paul does not include ‘things under the earth’ as in Philippians
2:10. There he is dealing with the ultimate sovereignty of Christ; and so he
insists that one day even Satan and his hosts will be forced to bend the knee.
But here he is dealing with reconciliation and its outcome as seen in a new
heaven and a new earth wherein dwells righteousness; but from this all finally
rebellious beings, whether devils or men, are excluded” (= pendamaian ini tidak dibatasi bagi / pada
manusia. Itu diterapkan kepada semua golongan dari mahkluk ciptaan. Merupakan
sesuatu yang penting / berarti bahwa Paulus di sini tidak mengatakan ‘semua
manusia / orang’, yang akan bertentangan dengan pengajaran normalnya, tetapi ‘segala sesuatu’. Ungkapan
ini tak terbatas dan memberikan kesan kelengkapan / ke-menyeluruh-an dari
rencana Allah. Bukan hanya manusia berdosa diperdamaikan, tetapi tata tertib /
keteraturan ciptaan yang telah dijadikan sasaran kesia-siaan karena dosa (lihat
Ro 8:20-dst) juga akan ikut ambil bagian dalam buah dari tindakan penebusan
yang hebat dari salib. Juga merupakan sesuatu yang penting / berarti
bahwa dalam keluasan yang lebar dari ruang lingkup dari pendamaian ini Paulus
tidak mencakup ‘hal-hal di bawah bumi’ seperti dalam Fil 2:10. Di sana
ia sedang menangani kedaulatan maximum dari Kristus; maka ia berkeras bahwa
suatu hari bahkan Iblis dan pasukannya akan dipaksa untuk berlutut. Tetapi di sini ia sedang menangani perdamaian dan hasil / akibatnya
seperti yang terlihat dalam langit yang baru dan bumi yang baru dimana tinggal
kebenaran; tetapi dari hal ini akhirnya semua makhluk-makhluk pemberontak,
apakah setan-setan atau manusia, dikeluarkan) - hal 46-47.
Ro 8:19-23 - “(19)
Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah
dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah
ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri,
tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam
pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan
kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. (22) Sebab
kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan
sama-sama merasa sakit bersalin. (23) Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita
yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita
sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita”.
Fil 2:10 - “supaya dalam
nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi
dan yang ada di bawah bumi”.
2Pet 3:13 - “Tetapi
sesuai dengan janjiNya, kita menantikan langit yang
baru dan bumi yang baru, di mana terdapat kebenaran”.
A. T. Robertson: “The use of ta panta (‘the
all things,’ ‘the universe’) as if the universe were somehow out of harmony
reminds us of the mystical passage in Rom 8:19-23 which
see for discussion. Sin somehow has put the universe out of joint. Christ will
set it right” [= Penggunaan dari TA PANTA
(‘segala sesuatu’, ‘alam semesta’) seakan-akan alam semesta entah bagaimana
menjadi tidak harmonis, mengingatkan kita tentang text yang bersifat mistik
dalam Ro 8:19-23 yang lihatlah untuk diskusi. Dosa
entah bagaimana telah meletakkan alam semesta keluar dari sendinya / kesleo.
Kristus akan membuatnya benar].
Kesimpulan tentang Kol 1:20 - “dan
oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diriNya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga,
sesudah Ia mengadakan
pendamaian oleh
darah salib Kristus”.
1. Ayat ini bukan hanya berbicara tentang
manusia, tetapi tentang segala sesuatu dalam arti yang mutlak, yaitu seluruh
ciptaan Allah.
2. Dosa menyebabkan seluruh ciptaan Allah
mengalami kekacauan.
3. Kristus datang untuk membereskan seluruh
ciptaan Allah itu, tetapi hasilnya berbeda-beda untuk setiap golongan.
Jadi, kata-kata ‘memperdamaikan’ dan ‘mengadakan perdamaian’ dalam ayat ini diartikan dalam
arti yang sama sekali berbeda dengan dalam seluruh bagian Alkitab yang lain,
mungkin paling cocok diartikan ‘membereskan’.
Kita tak perlu merasa aneh kalau
kata-kata ini diartikan secara khusus, karena kontext menuntut demikian. Ini sama
seperti kata ‘roh’
bisa diartikan ‘pengajar firman’ dalam 1Yoh 4:1-3 - “(1) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya
akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah;
sebab banyak nabi-nabi
palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (2) Demikianlah
kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang
mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah,
(3) dan setiap roh, yang tidak mengaku
Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu
adalah roh antikristus dan tentang dia
telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam
dunia”.
Dengan demikian, tidak mungkin Kol 1:20 ini
ditabrakkan dengan doktrin ‘Limited
Atonement’ (= Penebusan Terbatas) yang sedang kita bahas ini, karena untuk
setan-setan dan orang-orang yang termasuk reprobate
(= orang yang ditentukan untuk binasa), mereka ‘dibereskan’ dalam arti mereka
dipaksa masuk neraka, tak lagi bisa berbuat jahat kepada orang-orang percaya /
orang-orang pilihan.
3) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Kristus
mati untuk orang yang binasa / akan binasa.
a) Ro 14:15
- “Sebab
jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau
makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan
saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia”.
b) 1Kor
8:11 - “Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu,
yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa karena
‘pengetahuan’mu”.
Dalam kedua ayat di
atas ini, orang tersebut disebut dengan istilah ‘saudaramu’, yang menunjukkan bahwa ia adalah orang
kristen, dan masih ditambahkan lagi bahwa ‘Kristus
telah mati untuk dia’, tetapi lalu dikatakan bahwa ia ‘menjadi binasa’ gara-gara tindakan dari orang kristen yang
lain.
c) Ibr 10:29
- “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ayat ini mengatakan
bahwa orang tersebut ‘dikuduskan oleh darah perjanjian’, yang menunjukkan
bahwa ia adalah orang kristen, dan bahwa Kristus mencurahkan darahNya untuk dia
/ menebus dia. Tetapi orang tersebut lalu ‘menginjak-injak
Anak Allah’, ‘menganggap najis darah perjanjian’, dan ‘menghina Roh kasih karunia’, dan karena itu ‘harus dihukum dengan lebih berat’ (dari pada orang
yang menolak hukum Musa (Ibr 10:28). Jadi terlihat bahwa orang untuk siapa
Kristus telah mati, ternyata pada akhirnya harus dihukum.
d) 2Pet 2:1
- “Sebagaimana
nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di
antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan
pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa
yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan
kebinasaan atas diri mereka”.
Ayat ini mengatakan bahwa orang-orang sesat /
nabi-nabi palsu itu telah ditebus oleh Penguasa / Yesus, tetapi mereka menyangkal
Penguasa tersebut, dan dengan demikian ‘mendatangkan kebinasaan atas diri
mereka’. Jadi lagi-lagi terlihat
bahwa orang-orang yang telah ditebus ternyata bisa binasa.
R. L. Dabney:
“Here,
it is urged, Calvinists must either hold that some of the elect perish, or that
Christ died for others than the elect”
(= Di sini, ada desakan bahwa orang-orang Calvinist harus percaya, atau bahwa
sebagian dari orang-orang pilihan binasa, atau bahwa Kristus mati untuk
orang-orang yang bukan orang pilihan)
- ‘Lectures in Systematic Theology’,
hal 524.
Catatan: Dabney adalah orang Reformed, dan desakan yang ia
bicarakan di sini bukanlah desakan dari dia, tetapi dari orang-orang lain /
Arminian. Orang-orang Arminian menganggap bahwa orang-orang Reformed /
Calvinist hanya mempunyai 2 pilihan dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut di
atas:
1. Dengan
menganggap bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang pilihan. Dengan
demikian kita harus beranggapan bahwa orang-orang pilihan tersebut gagal untuk
diselamatkan, karena dikatakan bahwa mereka binasa. Jadi, ini merupakan
serangan terhadap doktrin Predestinasi /
‘Unconditional Election’ (= Pemilihan yg tidak bersyarat), yang
merupakan point ke 2 dari 5 points Calvinisme, dan juga terhadap doktrin ‘Perseverance
of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) yang merupakan point ke 5
dari 5 points Calvinisme.
2. Dengan
menganggap bahwa orang-orang tersebut bukan orang-orang pilihan, karena mereka
akhirnya binasa. Tetapi kalau kita memilih pandangan ini, kita harus menganggap
bahwa Kristus mati untuk orang-orang yang bukan pilihan, dan ini bertentangan
dengan doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas) yang merupakan
point ke 3 dari 5 points Calvinisme.
Sekarang kita akan membahas ayat-ayat tersebut satu
per satu secara lebih terperinci.
a) Ro 14:15
- “Sebab
jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan,
maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu
oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk
dia”.
Catatan:
untuk bisa mengerti apa yang dibicarakan ayat ini, baca kontextnya mulai Ro
14:1.
Adam Clarke, yang adalah seorang Arminian yang sangat
keras, menggunakan Ro 14:15 ini untuk mendukung pandangannya, bahwa orang
untuk siapa Kristus telah mati, bisa binasa. Dengan kata lain, ayat ini ia
gunakan untuk menentang doktrin Limited Atonement (= Penebusan
Terbatas).
Adam Clarke:
“This
puts the uncharitable conduct of the person in question in the strongest light,
because it supposes that the weak brother may be so stumbled as to fall and
perish finally; even the man for whom Christ died. ... From this verse we learn
that a man for whom Christ died may perish, or have his soul destroyed; and
destroyed with such a destruction as implies perdition. ... Christ died in his
stead; do not destroy his soul. The sacrificial death is as strongly expressed
as it can be, and there is no word in the New Testament that more forcibly
implies eternal ruin than the verb apolluw (APOLLUO),
from which is derived that most significant name of the Devil, o[ Apolluw (HO APOLLUO),
the Destroyer, the great universal murderer of souls” [= Ayat ini
meletakkan tingkah laku yang tidak kasih dari orang yang dipersoalkan dalam
terang yang terkuat, karena ayat ini menganggap bahwa saudara yang lemah itu
bisa tersandung sedemikian rupa sehingga jatuh dan akhirnya binasa; yaitu orang
untuk siapa Kristus telah mati. ... Dari ayat ini kita belajar bahwa seseorang
untuk siapa Kristus mati bisa binasa, atau dibinasakan jiwanya; dan dibinasakan
dengan suatu penghancuran yang menunjuk pada kehancuran total / neraka. ...
Kristus mati di tempatnya / menggantikannya; jangan menghancurkan jiwanya.
Kematian yang bersifat pengorbanan ditekankan sekeras mungkin, dan tidak ada
kata dalam Perjanjian Baru yang menunjuk secara lebih kuat pada kehancuran
kekal dari pada kata kerja apolluw (APOLLUO), dari mana diturunkan nama yang paling penting dari
setan, o[ Apolluw (HO APOLLUO),
sang Pembinasa / Penghancur, sang pembunuh jiwa universal yang besar] - hal 152-153.
Lenski: “‘by means of food - him in
whose behalf Christ died.’ Christ, our Lord, died for this brother, whom thou
art destroying with such a trifling thing as thy food!” (=
‘oleh karena makanan - dia untuk siapa Kristus mati’. Kristus, Tuhan kita, mati
untuk saudara ini, yang engkau sedang hancurkan dengan hal yang remeh seperti
makananmu!).
Tanggapan terhadap penafsiran Arminian ini:
Ada bermacam-macam cara penafsiran yang lain dari
Ro 14:15 ini yang menyebabkan ayat ini tidak bertentangan dengan doktrin ‘Limited
Atonement’ (= Penebusan Terbatas).
1. Tindakan
orang dalam Ro 14:15 itu hanya mempunyai kecenderungan untuk
membinasakan saudaranya yang lemah, tetapi tidak berarti bahwa saudara yang
lemah itu bisa betul-betul binasa.
W. G. T. Shedd:
“To
encourage a fellow disciple to violate his conscience, and thereby to fill him
with remorse, will end in his ruin, if persisted in. But it does not
follow that it will be persisted in” (= Mendorong
sesama murid untuk melanggar hati nuraninya, dan dengan itu memenuhinya dengan
penyesalan yang mendalam, akan berakhir dalam kehancurannya, jika hal itu
terus berlangsung. Tetapi itu tidak berarti bahwa hal itu akan terus
berlangsung) - ‘Commentary on Romans’, hal 398.
Editor / penterjemah dari Calvin’s Commentary (John Owen): “From the word ‘destroy not,’ &c., some
have deduced the sentiment, that those for whom Christ died may perish forever.
It is neither wise nor just to draw a conclusion of this kind; for it is one
that is negatived by many positive declarations of Scripture. Man’s inference,
when contrary to God’s word, cannot be right. Besides, the Apostle’s object in
this passage is clearly this, - to exhibit the sin of those who disregarded the
good of their brother, and to show what that sin was calculated to do, without
saying that it actually effected that evil. ... Apostles and ministers are said to ‘save’ men (Rom. 11:14 1Cor.
7:16 1Cor. 9:22 1Tim. 4:16); some are exhorted here not to
‘destroy’ them. Neither of these effects can follow, except in the first
instance, God grants his blessing, and in the second instance his permission;
and his permission as to his people he will never grant, as he has expressly
told us. See John 10:27-29” [= Dari kata-kata ‘janganlah membinasakan’ dst,
beberapa orang menyimpulkan suatu pandangan / pemikiran bahwa mereka untuk
siapa Kristus telah mati bisa binasa selama-lamanya. Adalah tidak bijaksana
ataupun benar untuk menarik kesimpulan seperti ini; karena itu merupakan
sesuatu yang disangkal oleh banyak pernyataan yang positif dari Kitab Suci.
Kesimpulan manusia yang bertentangan dengan firman Allah tidak bisa benar.
Disamping, tujuan dari sang Rasul dalam text ini jelas adalah ini: memamerkan
dosa dari mereka yang tidak menghiraukan kebaikan dari saudara mereka, dan
untuk menunjukkan apa yang bisa dilakukan oleh dosa itu, tanpa mengatakan bahwa
dosa itu betul-betul mengakibatkan bencana tersebut. ... Rasul-rasul dan pelayan-pelayan dikatakan
‘menyelamatkan’ manusia (Ro 11:14 1Kor
7:16 1Kor 9:22 1Tim 4:16); dan orang-orang di sini didesak
untuk tidak ‘membinasakan’ mereka. Tidak ada dari hal-hal ini yang bisa
terjadi, kecuali dalam kejadian pertama, Allah memberikan berkatNya, dan dalam
kejadian kedua, Ia memberikan ijinNya; dan berkenaan dengan umatNya Ia tidak
akan pernah memberikan ijinNya, seperti yang dikatakanNya secara jelas /
explicit kepada kita. Lihat Yoh 10:27-29] - hal 505-506.
Saudara yang lemah itu tidak betul-betul bisa binasa,
karena:
a. Kata-kata
dalam Ro 14:15 ini diberikan justru supaya kebinasaan dari saudara yang
lemah itu tidak terjadi.
Pemberian peringatan disertai ancaman yang tidak
betul-betul bisa terjadi ini, juga terjadi dalam Kis 27:31, dimana Paulus
memberikan peringatan disertai ancaman dengan berkata: “Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak
mungkin selamat”. Bahwa ancaman
ini tidak mungkin betul-betul terjadi adalah jelas dari Kis 27:22-25,
karena Tuhan memberikan janjiNya bahwa semua orang di kapal itu akan selamat.
Jadi pemberian peringatan disertai ancaman itu tidak mungkin bisa terjadi, dan
justru merupakan cara untuk menyelamatkan semua orang di kapal itu.
Barnes’ Notes:
“The
word ‘destroy’ here refers, doubtless, to the ruin of the soul in hell. ...
Though the apostle believed that all who were true Christians would be saved,
Rom. 8:30-39, yet he believed that it would be brought about by the use of
means, and that nothing should be done that would tend to hinder or endanger
their salvation, Heb. 6:4-9; 2:1. God does not bring his people to heaven
without the use of means adapted to the end; and one of those means is that
employed here to warn professing Christians against such conduct as might
jeopard the salvation of their brethren. ... This passage should not be
brought, therefore, to prove that Christ died for all men, or for any who shall
finally perish. Such a doctrine is undoubtedly true, (comp. 2Cor. 5:14,15;
1John 2:2; 2Pet. 2:1,) but it is not the truth which is taught here. The
design is to show the criminality of a course that would tend to the ruin of a
brother. For these weak brethren, Christ laid down his precious life. He
loved them; and shall we, to gratify our appetites, pursue a course which will
tend to defeat the work of Christ, and ruin the souls redeemed by his blood?” [= Kata
‘membinasakan’ di sini tidak diragukan lagi menunjuk pada kehancuran dari jiwa
di dalam neraka. ... Sekalipun sang rasul percaya bahwa
semua orang Kristen yang sejati akan diselamatkan, Ro 8:30-39, tetapi ia
percaya bahwa hal itu akan terjadi oleh penggunaan cara-cara, dan bahwa
tidak ada apapun yang boleh dilakukan yang mempunyai kecenderungan untuk
menghalangi atau membahayakan keselamatan mereka, Ibr 6:4-9; 2:1. Allah tidak
membawa umatNya ke surga tanpa penggunaan cara-cara yang disesuaikan sampai
akhir; dan salah satu dari cara-cara itu adalah yang
digunakan di sini dengan memperingati orang-orang yang mengaku sebagai Kristen
untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan keselamatan dari
saudara-saudara seiman mereka. ... Karena itu, text ini tidak boleh
digunakan untuk membuktikan bahwa Kristus mati untuk semua orang, atau untuk
siapapun yang akhirnya akan binasa. Tak diragukan bahwa doktrin seperti itu
memang benar, (bdk. 2Kor 5:14,15; 1Yoh 2:2; 2Pet 2:1), tetapi itu bukanlah
kebenaran yang diajarkan di sini. Tujuan dari ayat
ini adalah untuk menunjukkan kejahatan dari suatu cara hidup yang cenderung
untuk menghancurkan seorang saudara. Untuk saudara-saudara yang
lemah ini Kristus menyerahkan jiwaNya yang berharga. Ia mengasihi mereka; dan apakah kita, untuk memuaskan nafsu-nafsu kita, mengikuti cara
hidup yang cenderung untuk menggagalkan pekerjaan Kristus, dan menghancurkan
jiwa-jiwa yang ditebus oleh darahNya?] - hal 657.
Catatan: Albert Barnes sebetulnya bukan orang Reformed. Ia
menolak doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan terbatas), tetapi ia
menerima doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang
kudus), yang menekankan bahwa keselamatan dari orang kristen yang sejati tidak
mungkin hilang. Ini menyebabkan ia tidak bisa menggunakan Ro 14:15 ini
untuk menentang doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas),
karena kalau ia melakukan hal itu, maka Ro 14:15 ini secara otomatis juga
menentang doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang
kudus) yang ia terima.
John Murray (NICNT): “The
strength of the word ‘destroy’ underlines the serious nature of the stumbling
that overtakes the weak brother. Are we to suppose that he is viewed as finally
perishing? However grave the sin he commits it would be beyond all warrant to
regard it as amounting to apostasy. The exhortation ‘destroy not’ is directed
to the strong. In a similar situation the weak person is represented as
perishing (1Cor. 8:11). But here likewise it would be beyond warrant to think
of apostasy. Furthermore, the destruction contemplated as befalling the weak
should not be construed as eternal perdition. All sin is destructive and the
sin of the weak in this instance is a serious breach of fidelity which, if not
repaired, would lead to perdition. It is upon the character of the sin and its
consequence that the emphasis is placed in order to impress upon the strong the
gravity of his offence in becoming the occasion of stumbling. It would load the
exhortation with implication beyond this intent to suppose that the weak believer
by his sin is an heir of eternal destruction. It is a warning, however, to the
strong believer that what he must consider is the nature and tendency of sin
and not take refuge behind the security of the believer and the final
perseverance of the saints” [= Kekuatan dari kata ‘membinasakan’
menekankan sifat yang serius dari tindakan menyandungi saudara yang lemah.
Apakah kita harus menganggap bahwa ia dipandang sebagai binasa pada akhirnya?
Betapapun beratnya dosa yang ia lakukan, adalah tidak benar untuk menganggapnya
sebagai sama dengan kemurtadan. Desakan ‘janganlah membinasakan’ ditujukan
kepada orang kristen yang kuat. Dalam keadaan yang serupa orang yang lemah
digambarkan sebagai ‘menjadi binasa’ (1Kor 8:11). Tetapi juga di sini adalah tidak benar untuk berpikir tentang
kemurtadan. Selanjutnya, kebinasaan yang dipertimbangkan akan menimpa saudara
yang lemah tidak boleh ditafsirkan sebagai kebinasaan kekal. Semua dosa
bersifat menghancurkan dan dosa dari saudara yang lemah dalam kejadian ini
merupakan pelanggaran kesetiaan, yang, jika tidak diperbaiki, akan membawa pada
kebinasaan. Penekanan diletakkan pada sifat dan
konsekwensi dari dosa, untuk menanamkan kesan pada orang kristen yang kuat
beratnya pelanggarannya yang menjadi penyebab tersandungnya orang lain. Merupakan sesuatu yang melampaui maksud dari desakan ini
jika kita menganggap bahwa orang percaya yang lemah itu, oleh dosanya, adalah
seorang pewaris dari kebinasaan kekal. Tetapi ini merupakan suatu
peringatan bagi orang percaya yang kuat bahwa apa yang harus ia pertimbangkan
adalah sifat dan kecenderungan dari dosa,
dan supaya ia tidak berlindung di belakang ‘keamanan orang percaya’ dan
‘ketekunan akhir orang-orang kudus’]
- ‘The Epistle to the Romans’, hal 192.
b. Pasti
ada campur tangan Allah sehingga hal itu tidak terjadi.
Perhatikan bahwa dalam pasal yang sama, pada
ay 4, Paulus sudah menekankan hal ini.
Ro 14:4 - “Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi
hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan
tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri,
karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri”.
John Brown: “You are doing what may probably involve your brother in
guilt, and in the grief, and, if mercy prevent not, the destruction, which are
the natural results of guilt.’ ‘Destroy not thy brother;’ that is, ‘Do not what
may end - what, but for the interposition of Divine grace, must end - in his
destruction. The tendency of every sin is to destroy the soul” [= Kamu sedang melakukan apa yang bisa melibatkan saudaramu
dalam kesalahan, dan dalam kesedihan, dan, jika belas kasihan (dari Tuhan) tidak mencegahnya, kehancuran, yang
merupakan akibat alamiah dari kesalahan’. ‘Janganlah engkau membinasakan
saudaramu’; artinya: ‘Jangan melakukan apa yang mungkin akan berakhir pada apa,
yang kecuali karena adanya campur tangan dari kasih karunia Ilahi, pasti
berakhir dalam kebinasaannya. Kecenderungan dari setiap dosa adalah
menghancurkan / membinasakan jiwa] - hal 528-529.
William Hendriksen: “The
apostle is, as it were, saying, ‘Consider what you are doing! So dear is that
brother of yours to Christ that he died for him. Nevertheless, you, by means of
your unbrotherly conduct, are treating him in a manner which, were it not
for God’s irresistible grace, would destroy him. Immediately stop doing
what you are doing, and do the very opposite!’” (= Seakan-akan
sang rasul berkata: ‘Pertimbangkanlah apa yang sedang kamu lakukan! Kristus
sangat mengasihi saudaramu sehingga Ia mati untuknya. Tetapi engkau, oleh
tindakanmu yang tidak sesuai dengan tindakan seorang saudara, sedang
memperlakukan dia dengan suatu cara, yang, seandainya bukan karena kasih
karunia Allah yang tidak bisa ditolak, akan menghancurkan dia. Segeralah
berhenti melakukan apa yang sedang engkau lakukan, dan lakukanlah hal yang
sebaliknya!’) - hal 463.
Louis Berkhof: “A third class of passages which seem to militate
against the idea of a limited atonement consists of those which are said to
imply the possibility that those for whom Christ died fail to obtain salvation.
Rom. 14:15 and the parallel passage in 1Cor. 8:11 may be mentioned first of
all. Some commentators are of the opinion that these passages do not refer to
eternal destruction, but it is more likely that they do. The apostle simply
wants to bring the uncharitable conduct of some of the stronger brethren in the
Church into strong relief. They were likely to offend the weaker brethren, to
cause them to stumble, to override their conscience, and thus to enter upon the
downward path, the natural result of which, if continued, would be
destruction. While Christ paid the price of His life to save such persons, they
by their conduct tended to destroy them. That this destruction will not
actually follow, is evident from Rom. 14:4; by the grace of God they will be upheld.
We have here then, as Dr. Shedd expresses it, ‘a supposition, for the sake of
argument, of something that does not and cannot happen,’ just as in 1Cor.
13:1-3; Gal 1:8” (= Golongan ketiga dari text-text yang kelihatannya
menentang gagasan tentang penebusan terbatas, terdiri dari ayat-ayat yang
dikatakan memberi kesan adanya kemungkinan bahwa mereka untuk siapa Kristus
telah mati, gagal mendapatkan keselamatan. Ro 14:15 dan ayat paralelnya dalam
1Kor 8:11 bisa disebutkan sebagai yang pertama. Sebagian penafsir mempunyai
pandangan bahwa text-text ini tidak menunjuk pada kebinasaan kekal, tetapi
lebih mungkin bahwa ayat-ayat ini memang menunjuk pada kebinasaan kekal. Sang rasul hanya
ingin menonjolkan tingkah laku yang tidak kasih dari sebagian saudara-saudara
yang kuat dalam Gereja. Mereka mungkin sekali menyinggung / menyandungi saudara
yang lemah, menyebabkan mereka jatuh, melindas hati nurani mereka, dan lalu
masuk pada jalan yang turun, yang jika diteruskan, mempunyai akibat
alamiah berupa kehancuran. Sementara Kristus membayar dengan nyawaNya untuk
menyelamatkan orang-orang seperti itu, mereka oleh tingkah laku mereka
cenderung untuk menghancurkan orang-orang itu. Bahwa kehancuran ini tidak betul-betul
terjadi, nyata dari Ro 14:4; oleh kasih karunia Allah mereka akan
ditegakkan. Jadi di sini kita mendapatkan, seperti Dr. Shedd
menyatakannya, ‘suatu pengandaian, demi argumentasi, dari sesuatu yang tidak
terjadi dan tidak bisa terjadi’, sama seperti dalam 1Kor 13:1-3; Gal 1:8) - ‘Systematic Theology’, hal 397.
Catatan:
kata-kata Shedd diambil dari Shedd’s Dogmatic Theology, vol II, hal 481.
1Kor 13:1-3 - “(1)
Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa
manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih,
aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. (2)
Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku
mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan
gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak
berguna. (3) Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku,
bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.
Gal 1:8 - “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang
memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang
telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia”.
2. Orang-orang
itu (‘saudaramu’) digambarkan sesuai dengan pengakuan mereka bahwa mereka
adalah orang kristen, tetapi sebetulnya mereka hanya orang kristen KTP.
Matthew Poole:
“Here
a question may arise, whether any can perish for whom Christ died? The answer
is, They cannot; and for this the Scripture is express, in John 10:28. See also
Mat 24:24; John 5:39; 1Pet. 1:5. How then is this text to be understood? The
apostle doth not speak of those for whom Christ indeed did die, but of such as,
in the judgment of charity, are held to be of that number. We must account all
those who confess the faith of Christ, for such as he hath redeemed by his
death”
[= Di sini muncul suatu pertanyaan apakah orang, untuk siapa Kristus telah
mati, bisa binasa? Jawabannya adalah: Mereka tidak bisa (binasa); dan
untuk ini Kitab Suci sangat jelas / explicit, dalam Yoh 10:28. Lihat juga Mat
24:24; Yoh 5:39; 1Pet 1:5. Lalu bagaimana text itu harus dimengerti? Sang rasul
tidak berbicara tentang mereka untuk siapa Kristus betul-betul telah mati,
tetapi tentang mereka yang, dalam penilaian yang murah hati, dianggap termasuk
dalam kelompok itu. Kita harus menganggap semua orang yang mengaku percaya
kepada Kristus, sebagai orang-orang yang telah Ia tebus oleh kematianNya] - hal 528.
Perlu diketahui bahwa Kitab Suci memang sering
menggambarkan orang menurut pengakuan mereka, atau menurut penampilan lahiriah
mereka. Misalnya:
a. Yoh 2:23-25
- “(23)
Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya
dalam namaNya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakanNya.
(24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia
mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian
kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia”.
Perhatikan bahwa sekalipun dalam ay 23nya dikatakan
bahwa orang banyak itu ‘percaya dalam namaNya’, tetapi ay 24-25nya menunjukkan secara jelas bahwa
mereka tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus!
b. Yoh 6:66
- “Mulai
dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”.
Perhatikan bahwa orang-orang ini disebut dengan
istilah ‘murid’, tetapi mereka ternyata berhenti mengikut Kristus.
Bandingkan dengan Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi
yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar
adalah muridKu”. Jelas bahwa
berdasarkan Yoh 8:31 ini orang yang berhenti mengikut Kristus bukanlah
benar-benar murid!
c. Yoh 12:42-43
- “(42)
Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya
kepadaNya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka
jangan dikucilkan. (43) Sebab mereka lebih suka
akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah”.
Sekalipun mula-mula dikatakan bahwa mereka ‘percaya
kepadaNya’, tetapi lalu dikatakan
bahwa mereka ‘tidak
mengakuinya berterus terang’, dan
mereka ‘lebih
suka kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah’. Memang mungkin bahwa di antara orang-orang ini ada
yang sungguh-sungguh percaya (seperti Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea),
tetapi juga sangat besar kemungkinannya bahwa di antara mereka ada banyak yang
hanya mengaku percaya, tetapi sebetulnya tidak sungguh-sungguh percaya kepada
Yesus.
d. Simon
tukang sihir juga dikatakan ‘menjadi percaya’ (Kis 8:13a), tetapi dari kata-kata Petrus yang begitu keras kepadanya
dalam Kis 8:20-23, dan tanggapannya dalam Kis 8:24, sukar untuk
membayangkan bahwa ia adalah orang percaya yang sejati.
Kis 8:13,20-24 - “(13) Simon sendiri juga menjadi
percaya, dan sesudah dibaptis, ia senantiasa bersama-sama dengan
Filipus, dan takjub ketika ia melihat tanda-tanda dan mujizat-mujizat besar
yang terjadi. ... (20) Tetapi Petrus
berkata kepadanya: ‘Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau,
karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. (21) Tidak
ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan
Allah. (22) Jadi bertobatlah
dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat
hatimu ini; (23) sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan
terjerat dalam kejahatan.’
(24) Jawab Simon: ‘Hendaklah
kamu berdoa untuk aku kepada Tuhan, supaya kepadaku jangan kiranya terjadi
segala apa yang telah kamu katakan itu.’”.
Kalau demikian maka memang memungkinkan bahwa Ro 14:15
juga menggambarkan orang-orang tersebut berdasarkan pengakuan mereka atau
berdasarkan penampilan lahiriah mereka. Jadi pada saat mereka disebut sebagai ‘saudara’, atau pada saat dikatakan bahwa ‘Kristus telah
mati untuk mereka’, maka fakta
sebenarnya tidaklah demikian. Dengan demikian maka ayat ini tidak bertentangan
dengan doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas).
b) 1Kor 8:11
- “Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus
telah mati, menjadi binasa karena ‘pengetahuan’mu”.
Catatan: untuk bisa mengerti tentang apa ayat ini berbicara,
baca seluruh kontext, yaitu 1Kor 8:1-13. Terlihat bahwa ayat ini sangat mirip
dengan ayat yang sudah kita bahas di atas, yaitu Ro 14:15. Hanya saja, dalam Ro
14:15 yang dipersoalkan adalah memakan daging, sedangkan dalam 1Kor 8:11 yang
dipersoalkan adalah memakan daging yang sudah dipersembahkan kepada berhala.
Sama seperti dengan Ro 14:15 di atas, ayat ini
juga dipakai oleh orang-orang Arminian untuk menyerang doktrin Limited Atonement (= Penebusan
terbatas), yang menyatakan bahwa Kristus mati hanya untuk menebus orang-orang
pilihan saja, karena 1Kor 8:11 itu mengatakan bahwa orang, untuk siapa
Kristus sudah mati, ternyata akhirnya binasa. Jadi, Kristus juga mati untuk
orang-orang yang akan masuk neraka (bukan pilihan).
Adam Clarke:
“So
we learn that a man may perish for whom Christ died: this admits of no quibble.
If a man for whom Christ died, apostatizing from Christianity, (for he is
called a brother though weak,) return again to and die in idolatry, cannot go
to heaven; then a man for whom Christ died may perish everlastingly” [= Jadi kita belajar bahwa seseorang bisa binasa untuk siapa
Kristus telah mati: ini tidak mungkin dihindari. Jika seseorang
untuk siapa Kristus telah mati, murtad dari kekristenan, (karena ia disebut seorang
saudara sekalipun lemah), kembali lagi pada penyembahan berhala dan mati
dalam penyembahan berhala, tidak bisa pergi ke surga; maka seseorang untuk siapa Kristus telah mati bisa binasa secara
kekal] - hal 233-234.
Gordon D. Fee
(NICNT): “Cf. Conzelmann, 149 n. 38: ‘He of course
pressuposes the idea that the Christian, too, can lose his salvation.’ This is
not a happy thought, but it reflects Paul’s own theology with sober realism” (= Bdk. Conzelmann, 149 n. 38: ‘Ia tentu mensyaratkan gagasan bahwa orang kristen juga bisa kehilangan
keselamatannya’. Ini bukan merupakan suatu pemikiran yang
menyenangkan, tetapi ini mencerminkan teologia Paulus sendiri dengan realisme
yang waras / tenang) - ‘The First Epistle to the Corinthians’, hal
387 (footnote).
Tanggapan terhadap penafsiran Arminian ini:
Ada bermacam-macam cara penafsiran yang lain dari
1Kor 8:11 ini yang menyebabkan ayat ini tidak bertentangan dengan doktrin ‘Limited
Atonement’ (= Penebusan Terbatas), bahkan juga tidak bertentangan dengan
Predestinasi ataupun Keselamatan yang tidak bisa hilang.
1. Kata-kata
‘saudaramu,
yang untuknya Kristus telah mati’
diartikan sebagai ‘orang
kristen yang sejati’. Tetapi kata ‘binasa’ tidak diartikan ‘masuk ke neraka’, tetapi diartikan ‘jatuh ke dalam dosa’ atau ‘melukai hati nurani dari orang yang
lemah’.
Keberatan terhadap penafsiran ini:
Kata Yunani yang diterjemahkan ‘binasa’ adalah APOLLUTAI yang bisa diterjemahkan sebagai:
a. Membunuh
/ membinasakan (Mat 2:13 1Kor 10:9-10).
Mat 2:13 - “Setelah
orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam
mimpi dan berkata: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibuNya, larilah ke Mesir
dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari
Anak itu untuk membunuh (Yunani:
APOLESAI) Dia.’”.
1Kor 10:9-10 - “(9)
Dan janganlah kita mencobai Tuhan, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang
dari mereka, sehingga mereka mati (Yunani:
APOLLUNTO) dipagut ular. (10) Dan
janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari
mereka, sehingga mereka dibinasakan (Yunani:
APOLONTO) oleh malaikat maut”.
b. Membinasakan
dalam neraka (Mat 10:28 Yoh 3:16).
Mat 10:28 - “Dan
janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan (Yunani: APOLESAI) baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka”.
Catatan: 2 kata ‘membunuh’ yang pertama (yang saya beri garis bawah ganda)
berasal dari kata Yunani yang berbeda.
Yoh 3:16 - “Karena begitu
besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa (Yunani:
APOLENTAI), melainkan beroleh hidup yang kekal”.
c. Terhilang
/ kehilangan (Mat 10:6,42).
Mat 10:6,42 - “(6)
melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang
(Yunani:
APOLOLOTA) dari umat Israel. ... (42)
Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun kepada salah seorang yang
kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan (Yunani: avpole,sh| / APOLESE) upahnya dari padanya.’”.
d. Hancur
/ terbuang (Mark 2:22).
Mark 2:22 - “Demikian
juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang
tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga
anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang (Yunani: APOLLUTAI). Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam
kantong yang baru pula.’”.
Kata APOLLUTAI tidak pernah mempunyai arti /
diterjemahkan sebagai ‘jatuh
dalam dosa’.
Jawaban terhadap keberatan ini:
Saya tetap berpendapat bahwa ini adalah penafsiran
yang memungkinkan, karena kontext dari 1Kor 8:11 ini cocok dengan arti
tersebut.
1Kor 8:7-13 - “(7) Tetapi bukan semua orang
yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada
berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh
karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka
itu dinodai olehnya. (8) ‘Makanan tidak membawa kita lebih dekat
kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak
untung apa-apa, kalau kita makan.’ (9) Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini
jangan menjadi batu sandungan bagi
mereka yang lemah. (10) Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai
‘pengetahuan’, sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang
lemah hati nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala? (11)
Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus
telah mati, menjadi binasa karena ‘pengetahuan’
mu. (12) Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau
pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus. (13) Karena itu apabila makanan
menjadi batu sandungan bagi saudaraku,
aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan
menjadi batu sandungan bagi saudaraku”.
Perhatikan kata-kata ‘hati nurani mereka dinodai’ dalam ay 7, dan juga ‘batu sandungan’ dalam ay 9,13, dan juga ‘melukai hati
nurani mereka’ dalam ay 12.
Disamping itu, saya merasa agak aneh kalau tindakan orang kristen yang kuat,
yang hanya makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala itu, bisa
membawa seseorang kristen lain / yang lemah ke dalam neraka!
Kalau kita menerima penafsiran bahwa ‘binasa’ berarti ‘jatuh ke dalam dosa’, maka jelas sekali bahwa ay 11 ini tidak
bertentangan dengan doktrin Reformed tentang Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas), maupun doktrin tentang Predestinasi dan Keselamatan yang
tidak bisa hilang!
Gordon D. Fee
(NICNT): “... Bruce, 82, who sees kai
tuptontej (v. 12) as epexegetic, therefore explaining what
‘destroying’ means” [= ... Bruce, 82,
yang melihat kai tuptontej
/ KAI TUPTONTES / ‘dan melukai’ (ay 12) sebagai penjelasan tambahan, dan karena
itu menjelaskan arti dari kata ‘menghancurkan’] - ‘The First
Epistle to the Corinthians’, hal 387 (footnote).
1Kor 8:11-12 - “(11) Dengan jalan demikian orang yang lemah, yaitu
saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati, menjadi binasa
karena ‘pengetahuan’ mu. (12) Jika engkau secara demikian berdosa terhadap
saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya
berdosa terhadap Kristus”.
Jadi menurut Bruce, yang dikutip oleh Gordon Fee, kata
‘binasa’ dalam ay 11 tidak berarti ‘masuk neraka’ tetapi hanya sekedar ‘melukai hati
nurani mereka yang lemah’.
Matthew Poole:
“by
‘perish’ is here meant, be led into sin, by acting contrary to the judgment of
his own conscience; for, (as the apostle saith, Rom. 14:23,) ‘He that doubteth
is damned if he eat, for whatsoever is not of faith,’ that is, done out of a
firm persuasion in the party doing that it is lawful, ‘is sin.’” [= ‘binasa’ di sini berarti ‘dibimbing / diarahkan ke dalam
dosa’, dengan bertindak bertentangan dengan penilaian dari hati nuraninya
sendiri; karena, (seperti yang dikatakan sang rasul, Ro 14:23),
‘Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia
tidak melakukannya berdasarkan iman’, yaitu dilakukan dari kepercayaan yang
teguh bahwa itu sah / benar menurut hukum, ‘adalah
dosa’.] - hal 565.
Gordon H. Clark: “A much better attempt is to examine the verb APOLLUMI
and determine whether in every case it means destruction in hell. We have seen
that it often does, but let us look at some of the other ninety-two instances.
In Matthew 10:42 and Luke 15:4,8,9,24,32 and 33, it means ‘lose’: to lose a
coin, to lose a son. Luke 15:17 refers to perishing of hunger. Compare Matthew
5:29,30; 9:17; John 6:12; 2John 8; and other. The conclusion is that since the
lost coin was later found, there is no linguistic reason to suppose that
APOLLUMI has to mean final, irretrievable destruction in hell. Therefore, only
those who want to invent a contradiction in the Bible will so understand it” (= Suatu
usaha yang jauh lebih baik adalah memeriksa kata kerja APOLLUMI dan menentukan
apakah dalam setiap kasus kata itu berarti ‘kehancuran dalam neraka’. Kita telah melihat bahwa kata itu sering berarti
demikian, tetapi mari kita melihat pada beberapa dari 92 contoh / kejadian
lainnya. Dalam Mat 10:42 dan Luk 15:4,8,9,24,32 dan
33, itu berarti ‘kehilangan’: kehilangan mata uang, kehilangan anak. Luk 15:17
menunjuk pada mati karena kelaparan. Bandingkan dengan Mat 5:29,30; 9:17; Yoh
6:12; 2Yoh 8; dan yang lainnya. Kesimpulannya adalah bahwa karena mata uang yang hilang
itu belakangan ditemukan, maka tidak ada alasan untuk menganggap bahwa APOLLUMI
harus berarti ‘kehancuran akhir yang tidak bisa dipulihkan lagi dalam neraka’.
Karena itu, hanya mereka yang ingin menemukan kontradiksi dalam Alkitab yang
akan mengertinya demikian) - ‘First
Corinthians’, hal 137.
Catatan: Dalam Kitab Suci
tidak ada Luk 15:33; itu pasti salah.
Mat 10:42 - “Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir sajapun
kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia muridKu, Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.’”.
Luk 15:4,8,9,24,32 - “(4) ‘Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus
ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan
puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia
menemukannya? ... (8) ‘Atau perempuan
manakah yang mempunyai sepuluh dirham, dan jika ia kehilangan satu
di antaranya, tidak menyalakan pelita dan menyapu rumah serta mencarinya dengan
cermat sampai ia menemukannya? (9) Dan kalau ia telah menemukannya, ia
memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata:
Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dirhamku yang hilang itu telah
kutemukan. ... (24) Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia
telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
... (32) Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan
menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.’”.
Luk 15:17 - “Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya
orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan”.
Mat 5:29-30 - “(29) Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau,
cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota
tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam
neraka. (30) Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan
buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari
pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka”.
Mat 9:17 - “Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam
kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga
anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong
yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.’”.
Yoh 6:12 - “Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada
murid-muridNya: ‘Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada
yang terbuang.’”.
2Yoh 8 - “Waspadalah, supaya kamu jangan kehilangan apa
yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya”.
2. Kata
‘binasa’ diartikan ‘masuk ke neraka’, tetapi kata-kata ‘saudaramu, yang untuknya Kristus
telah mati’ diartikan sebagai ‘orang kristen
KTP’.
Mengapa ‘orang kristen KTP’ digambarkan dengan kata-kata ‘saudaramu, yang
untuknya Kristus telah mati’? Karena
Kitab Suci sering menggambarkan seseorang sesuai dengan pengakuan orang tersebut,
atau sesuai dengan penampilan lahiriah dari orang tersebut (lihat pada point 2.
dari pembahasan tentang Ro 14:15 di atas).
Kalau kita menafsirkan seperti ini, maka jelaslah
bahwa ay 11 ini tidak menentang doktrin Reformed tentang Limited
Atonement (= Penebusan Terbatas), maupun doktrin tentang Predestinasi dan
Keselamatan yang tidak bisa hilang.
3. Ay 11
ini ditafsirkan bukan sebagai sesuatu yang betul-betul terjadi / sesuatu yang
betul-betul bisa terjadi, tetapi sekedar sebagai suatu peringatan, justru supaya hal itu
tidak terjadi!
Orang yang sungguh-sungguh kristen, sudah selamat,
dan pasti tidak akan kehilangan keselamatannya. Tetapi manusia tetap diberi
tanggung jawab supaya tidak hidup seenaknya. Orang yang mempunyai pengetahuan,
harus hidup sedemikian rupa sehingga tidak menghancurkan keselamatan
orang-orang yang lemah. Jadi, ini merupakan suatu peringatan, justru supaya orang-orang kristen yang lemah tidak kehilangan
keselamatannya.
Kalau ditafsirkan seperti ini, maka jelas bahwa
ay 11 ini tidak menentang doktrin Reformed tentang Limited Atonement
(= Penebusan Terbatas), maupun doktrin tentang Predestinasi dan Keselamatan
yang tidak bisa hilang!
Barnes’ Notes:
“The
sense is, that the tendency of this course would be, to lead the weak brother
into sin, to apostasy, and to ruin. But this does not prove that any who were
truly converted should apostatize and be lost; for, (1) there may be a tendency
to a thing, and yet that thing may never happen. ... (2) The warning designed
to prevent it may be effectual, and be the means of saving. ... (3) The apostle
does not say that any true Christian would be lost. He puts a question;
and affirms that if one thing was done, another might follow. But this is not
affirming that any one would be lost. ... (4) It is elsewhere abundantly
proved, that no one who has been truly converted will apostatize and be
destroyed. ... ‘For whom Christ died?’ This is urged as an argument why we
should not do anything that would tend to destroy the souls of men. ... If he
endured so much to save the soul, assuredly we should not pursue a course that
would tend to destroy it” [= Artinya adalah bahwa kecenderungan
dari jalan ini adalah mengarahkan saudara yang lemah itu ke dalam dosa, pada
kemurtadan, dan pada kehancuran. Tetapi ini tidak
membuktikan bahwa ada orang yang betul-betul bertobat bisa murtad dan terhilang;
karena, (1) Bisa ada suatu kecenderungan pada sesuatu, tetapi sesuatu itu
tidak pernah terjadi. ... (2) Peringatan itu dirancang untuk mencegah
terjadinya hal itu, dan merupakan cara penyelamatan. ... (3) Sang rasul
tidak mengatakan bahwa ada orang kristen sejati yang bisa terhilang. Ia
memberikan suatu pertanyaan; dan menegaskan bahwa jika yang satu terjadi,
yang lain bisa mengikuti. Tetapi ini bukan menegaskan bahwa ada seseorang yang
akan terhilang. ... (4) Di tempat lain (dalam Kitab Suci) dibuktikan
secara berlimpah-limpah bahwa tak seorangpun yang telah betul-betul bertobat
akan murtad dan dibinasakan. ... ‘Untuk siapa Kristus telah mati?’ Ini
didesakkan sebagai suatu argumentasi mengapa kita tidak boleh melakukan apapun
yang cenderung untuk menghancurkan jiwa-jiwa manusia. ... Jika Ia menahan begitu banyak rasa sakit untuk
menyelamatkan jiwa, pasti kita tidak boleh menempuh suatu jalan yang cenderung
menghancurkan jiwa] - hal
731.
Catatan:
1Kor 8:11 ini dalam KJV berbentuk pertanyaan.
KJV: ‘And through
thy knowledge shall the weak brother perish, for whom Christ died?’ (= Dan
melalui pengetahuanmu apakah saudara yang lemah akan binasa, untuk siapa
Kristus telah mati?).
Charles Hodge: “It was absolutely certain that none of Paul’s companion
in shipwreck was on that occasion to lose his life, because the salvation of
the whole company had been predicted and promised; and yet the apostle said
that if the sailors were allowed to take away the boats, those left on board
could not be saved. This appeal secured the accomplishment of the promise. So
God’s telling the elect that if they apostatize they shall perish, prevents
their apostasy. And in like manner, the Bible teaching that those for whom
Christ died shall perish if they violate their conscience, prevents their
transgressing, or brings them to repentance. God’s purposes embraces the means
as well as the end. If the means fail, the end will fail. He secures the end by
securing the means. It is just as certain that those for whom Christ died shall
be saved, as that the elect shall be saved. Yet in both cases the event is
spoken of as conditional. There is not only a possibility, but an absolute
certainty of their perishing if they shall fall away. But this is precisely
what God has promised to prevent” (= Adalah pasti bahwa tidak ada dari teman
sepelayaran Paulus dalam peristiwa kecelakaan kapal akan kehilangan nyawanya
pada peristiwa itu, karena keselamatan dari seluruh rombongan telah diramalkan
dan dijanjikan; tetapi sang rasul berkata bahwa jika anak-anak kapal diijinkan
mengambil sekoci, mereka yang tertinggal di kapal tidak bisa selamat. Seruan
ini memastikan penggenapan / pencapaian dari janji tersebut. Demikian juga pemberitahuan
Allah kepada orang-orang pilihan bahwa jika mereka murtad mereka akan binasa,
mencegah kemurtadan mereka. Dan dengan cara yang sama, ajaran Alkitab bahwa mereka untuk siapa Kristus telah mati akan binasa jika
mereka melanggar hati nurani mereka, mencegah pelanggaran mereka, atau membawa
mereka kepada pertobatan. Rencana Allah mencakup cara / jalannya maupun tujuan
akhirnya. Jika cara / jalannya gagal, tujuan akhirnya juga akan gagal. Ia
memastikan tujuan akhirnya dengan memastikan cara / jalannya. Adalah sama
pastinya bahwa mereka untuk siapa Kristus telah mati akan diselamatkan, seperti
bahwa orang-orang pilihan akan diselamatkan. Tetapi dalam kedua kasus peristiwa
itu dikatakan sebagai bersyarat. Bukan hanya ada kemungkinan, tetapi suatu kepastian
yang mutlak tentang kebinasaan mereka jika mereka meninggalkan / murtad. Tetapi
ini justru merupakan apa yang Allah janjikan untuk mencegahnya) - ‘I & II Corinthians’, hal 149.
Catatan: bagian yang saya beri garis bawah ganda itu agak
aneh, karena kata-kata Paulus ini ditujukan bukan untuk saudara yang lemah,
tetapi untuk saudara yang kuat. Jadi seharusnya kata-kata ini diucapkan oleh
Paulus bukan supaya saudara yang lemah bertobat sehingga tidak binasa, tetapi
supaya saudara yang kuat tidak mencobai yang lemah sehingga binasa.
4. ‘Saudaramu /
orang yang lemah’ itu dianggap
sebagai orang kristen KTP, dan kata-kata ‘yang untuknya Kristus telah mati’ diartikan sebagai kematian bukan untuk menebus
dosa / menyelamatkan mereka, tetapi hanya untuk memberikan manfaat-manfaat
tertentu bagi mereka.
Charles Hodge: “There is, however, a sense in which it is scriptural to
say that Christ died for all men. This is very different from saying that he
died equally for all men, ... To die for one is to die for his benefit.
As Christ’s death has benefited the whole world, prolonged the probation of
men, secured for them innumerable blessings, provided a righteousness
sufficient and suitable for all, it may be said that he dies for all. And in
reference to this obvious truth the language of the apostle, should any prefer
this interpretation, may be understood, ‘Why should we destroy one for whose
benefit Christ laid down his life?’” [= Tetapi ada suatu arti dimana adalah
sesuatu yang alkitabiah untuk mengatakan bahwa Kristus mati untuk semua manusia. Ini
sangat berbeda dengan mengatakan bahwa Ia mati secara sama untuk semua
manusia, ... Mati untuk seseorang berarti mati untuk
keuntungannya. Karena kematian Kristus telah memberikan keuntungan kepada
seluruh dunia, memperpanjang masa pencobaan manusia, memastikan untuk mereka
berkat-berkat yang tak terhitung, menyediakan suatu kebenaran yang cukup dan
cocok untuk semua, maka bisa dikatakan bahwa Ia mati untuk semua. Dan berkenaan
dengan kebenaran yang nyata ini, kalau ada orang yang memilih penafsiran ini,
maka bahasa / kata-kata dari sang rasul (dalam 1Kor 8:11 ini) bisa diartikan:
‘Mengapa kita harus menghancurkan seseorang untuk keuntungan siapa Kristus
telah menyerahkan nyawaNya?’] - ‘I
& II Corinthians’, hal 149.
c) Ibr 10:29
- “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ayat ini bisa dipakai oleh orang-orang Arminian untuk
menyerang 3 point dari 5 points Calvinisme, yaitu:
1. Point ke 2
(tentang Predestinasi).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus, dan karena itu jelas
termasuk orang pilihan. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan
atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya
binasa. Jadi, predestinasi / penentuan selamat untuk orang ini ternyata gagal.
2. Point
ke 3 (tentang Limited Atonement / Penebusan Terbatas).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang
harus dijatuhkan atas dia’ terlihat
bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, Kristus mati untuk orang yang akhirnya binasa /
non pilihan, dan ini bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas).
3. Point
ke 5 (tentang Keselamatan yang tidak bisa hilang / Ketekunan orang-orang
kudus).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa
orang yang dibicarakan ini bukan hanya ditebus oleh darah Kristus, tetapi juga
bahwa orang ini sudah percaya kepada Kristus dan sudah selamat. Tetapi dari
kata-kata ‘hukuman
yang harus dijatuhkan atas dia’
terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, ini menunjukkan bahwa seseorang yang
sudah selamat bisa kehilangan keselamatannya.
Adam Clarke (tentang Ibr 10:26): “If we deliberately, for fear of
persecution or from any other motive, renounce the profession of the Gospel and
the Author of that Gospel, after having rejected the knowledge of the truth so
as to be convinced that Jesus is the promised Messiah, ... for such there
remaineth no sacrifice for sins; ... Jesus being now the only sacrifice which
God will accept, those who reject him have none other: therefore their case
must be utterly without remedy. This is the meaning of the apostle, and the
case is that of a deliberate apostate - one who has utterly rejected Jesus
Christ and his atonement, and renounced the whole Gospel system. It has nothing
to do with backsliders in our common use of that term. A man may be overtaken
in a fault, or he may deliberately go into sin, and yet neither renounce the
Gospel, nor deny the Lord that bought him. His case is dreary and dangerous,
but it is not hopeless; no case is hopeless but that of the deliberate
apostate, who rejects the whole Gospel system, after having been saved by
grace, or convinced of the truth of the Gospel” (= Jika kita
dengan sengaja, karena takut terhadap penganiayaan atau dari motivasi / alasan
yang lain, meninggalkan pengakuan terhadap Injil dan Pencipta / Sumber dari
Injil itu, setelah menolak pengetahuan tentang kebenaran sehingga diyakinkan
bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, ... untuk orang-orang seperti itu di
sana tidak tersisa korban untuk dosa-dosa; ... Karena sekarang Yesus adalah
satu-satunya korban yang Allah akan terima, mereka yang menolakNya tidak
mempunyai korban yang lain: karena itu kasus mereka haruslah sepenuhnya tanpa
obat. Ini adalah arti dari sang Rasul, dan kasusnya adalah kasus kemurtadan
sengaja - seseorang yang telah sepenuhnya menolak Yesus Kristus dan
penebusanNya, dan meninggalkan seluruh sistim Injil. Itu tidak berhubungan dengan
orang-orang yang mundur / merosot dalam penggunaan umum dari istilah itu.
Seseorang bisa diserang secara tiba-tiba dalam suatu kesalahan, atau ia bisa
dengan sengaja berjalan ke dalam dosa, tetapi tidak meninggalkan Injil, ataupun
menyangkal Tuhan yang telah membelinya. Kasusnya adalah suram dan berbahaya,
tetapi itu bukan tanpa harapan; tak ada kasus yang
tanpa harapan kecuali kasus dari kemurtadan sengaja, yang menolak seluruh
sistim Injil, setelah diselamatkan oleh kasih karunia, atau diyakinkan tentang
kebenaran dari Injil) -
hal 757.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi, jelas merupakan
pandangan Arminian. Saya tak beranggapan bahwa orang ini sungguh-sungguh sudah
diselamatkan. Yang seperti ini tidak mungkin murtad.
Penjelasan:
Kita harus membahas Ibr 10:29 dengan
memperhatikan kontextnya, yaitu Ibr 10:25-31 - “(25) Janganlah
kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan
oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat
melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (26)
Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang
kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (27)
Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang
dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. (28) Jika ada orang yang
menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua
atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan
atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah
perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia? (30) Sebab
kita mengenal Dia yang berkata: ‘Pembalasan adalah hakKu. Akulah yang akan
menuntut pembalasan.’ Dan lagi: ‘Tuhan akan menghakimi umatNya.’ (31) Ngeri
benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup”.
1. Ada
sesuatu yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa bagian ini menunjuk pada
kemurtadan.
Dasar dari pandangan ini: ay 26 dan ay 28-29
menunjuk pada kemurtadan.
a. Ay 26:
“Sebab jika kita sengaja
berbuat dosa, sesudah
memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.
Ini menunjuk pada kebiasaan yang dilakukan terus
menerus; dan ini cocok dengan kemurtadan, karena ‘murtad’ bukanlah tindakan
sesaat, tetapi tindakan yang dilakukan terus menerus.
Pulpit Commentary (hal 268) mengatakan bahwa kata
Yunani yang digunakan untuk ‘berbuat dosa’ adalah suatu participle, yang berada bukan
dalam bentuk aorist / lampau, tetapi
dalam bentuk present, dan karena itu
menunjukkan suatu kebiasaan terus menerus.
Penafsiran ini juga sesuai dengan ay 25 yang
mendahuluinya, yang juga membicarakan kebiasaan buruk, yaitu menjauhkan
diri dari pertemuan ibadah.
Ay 25: “Janganlah kita menjauhkan diri dari
pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang,
tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang
hari Tuhan yang mendekat”.
Calvin
(tentang Ibr 10:26): “Those
who sin, mentioned by the
Apostle, are not such as offend in any way, but such as forsake the Church, and
wholly alienate themselves from Christ. For he speaks not here of this or of
that sin, but he condemns by name those who willfully renounced fellowship with
the Church. But there is a vast difference between particular fallings and a
complete defection of this kind, by which we entirely fall away from the grace
of Christ. And as this cannot be the case with any one except he has been
already enlightened, he says, ‘If we
sin willfully, after that we have received the knowledge of the truth;’ as
though he had said, ‘If we knowingly and willingly renounce the grace which we
had obtained.’” (=
Mereka yang berbuat dosa, disebutkan oleh sang Rasul, bukanlah orang-orang yang
melakukan kesalahan dengan sembarang cara, tetapi orang-orang
yang meninggalkan Gereja, dan sepenuhnya menjauhkan diri mereka sendiri dari
Kristus. Karena ia berbicara di sini bukan tentang dosa ini atau dosa
itu, tetapi ia mengecam dengan nama / sebutan, mereka
yang dengan sengaja meninggalkan persekutuan dengan Gereja.
Tetapi ada suatu perbedaan besar antara kejatuhan-kejatuhan khusus dan suatu
tindakan meninggalkan yang lengkap / sempurna dari jenis ini, dengan mana kita
sepenuhnya murtad / jatuh dari kasih karunia Kristus.
Dan karena ini tidak bisa merupakan kasus dengan siapapun, kecuali ia telah
diterangi, ia berkata, ‘Jika kita berdosa dengan sengaja, setelah kita menerima
pengetahuan tentang kebenaran’; seakan-akan ia telah berkata, ‘Jika kita dengan
tahu dan sengaja meninggalkan kasih karunia yang telah kita terima’).
Calvin (tentang Ibr 10:26): “And that the Apostle here refers only to
apostates, is clear from the whole passage; for what he treats of is this, that
those who had been once received into the Church ought not to forsake it, as
some were wont to do. He now declares that there remained for such no sacrifice
for sin, because they had willfully sinned after having received the knowledge
of the truth. But as to sinners who fall in any other way, Christ offers
himself daily to them, so that they are to seek no other sacrifice for
expiating their sins. He denies, then, that any sacrifice remains for them who
renounce the death of Christ, which is not done by any offense except by a
total renunciation of the faith” (= Dan bahwa sang Rasul di sini
menunjuk hanya pada orang-orang murtad,
adalah jelas dari seluruh text; karena apa yang ia bicarakan adalah ini, bahwa
mereka yang telah satu kali diterima ke dalam Gereja tidak boleh
meninggalkannya, seperti beberapa orang biasa melakukannya. Sekarang ia
menyatakan bahwa untuk orang-orang seperti itu di sana tidak tersisa korban
untuk dosa, karena mereka telah berdosa dengan sengaja setelah mendapat pengetahuan tentang kebenaran.
Tetapi berkenaan dengan orang-orang berdosa yang jatuh dengan cara lain apapun,
Kristus menawarkan diriNya sendiri setiap hari kepada mereka, sehingga mereka
tidak boleh mencari korban yang lain untuk menebus dosa-dosa mereka. Jadi, ia menyangkal bahwa korban apapun tersisa untuk mereka yang
meninggalkan / menyangkal kematian Kristus, yang dilakukan bukan oleh sembarang
pelanggaran kecuali oleh suatu tindakan meninggalkan iman secara total).
Calvin (tentang Ibr 10:26): “The clause,
‘after having received the knowledge of the truth,’ was added for the purpose of
aggravating their ingratitude; for he who willingly and with deliberate impiety
extinguishes the light of God kindled in his heart has nothing to allege as an
excuse before God. Let us then learn not only to receive with reverence and
prompt docility of mind the truth offered to us, but also firmly to persevere
in the knowledge of it, so that we may not suffer the terrible punishment
of those who despise it” (= Anak kalimat ‘setelah menerima pengetahuan tentang kebenaran’, ditambahkan untuk tujuan memperburuk sikap tidak tahu
terima kasih mereka; karena ia yang dengan sukarela dan dengan kejahatan sengaja memadamkan terang Allah yang dinyalakan dalam
hatinya tidak mempunyai apapun yang akan dinyatakan
sebagai suatu dalih di hadapan Allah. Jadi hendaklah kita belajar bukan hanya untuk menerima
dengan rasa hormat / takut, dan ketundukan langsung dari pikiran terhadap
kebenaran yang ditawarkan kepada kita, tetapi juga dengan teguh bertekun dalam
pengetahuan tentangnya,
sehingga kita tidak mengalami penghukuman yang mengerikan dari mereka yang
meremehkan / menghinanya).
b. Ay 28-29:
“(28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman
yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang
menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh
kasih karunia?”.
·
Ay 28: “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan
dua atau tiga orang saksi”.
Apa yang dikatakan oleh ay 28 ini tidak menunjuk
kepada seadanya dosa (karena dalam hukum Musa tidak semua dosa dihukum mati),
tetapi menunjuk kepada dosa kemurtadan, seperti yang digambarkan dalam
Ul 17:2-7 - “(2) ‘Apabila di tengah-tengahmu di salah
satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang
laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjianNya, (3) dan yang pergi beribadah
kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau
bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu
diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya
baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan
di antara orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan
yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian
laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati. (6) Atas keterangan dua atau tiga orang
saksi haruslah mati
dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan
satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati. (7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan
tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus
kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.’”.
Jadi ay 28 ini mendukung tafsiran Calvin tentang
ay 26 tadi, bahwa itu bukan sembarang dosa, tetapi dosa meninggalkan
Kristus / Gereja (murtad).
·
Ay 29: “Betapa
lebih beratnya
hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ay 29 ini menunjukkan bahwa hukuman orang yang
murtad dalam jaman Perjanjian Baru lebih berat dari hukuman orang yang murtad
pada jaman Perjanjian Lama. Untuk itu perhatikan kata-kata ‘betapa lebih beratnya’ pada awal ay 29.
Barclay: “The conviction of the writer to the Hebrew was that, if
under the old law, apostasy was a terrible thing, it had become doubly terrible
now that Christ had come” (= Keyakinan dari penulis surat Ibrani adalah bahwa
jika pada jaman Perjanjian Lama, kemurtadan merupakan sesuatu yang mengerikan,
itu menjadi mengerikan secara dobel karena sekarang Kristus telah datang) - hal 124.
Dan ay 29 ini juga menggambarkan kemurtadan jaman
Perjanjian Baru itu sebagai:
*
menginjak-injak
Anak Allah.
*
menganggap
najis darah perjanjian yang menguduskannya.
*
menghina
Roh kasih karunia.
Pulpit Commentary: “The blood of Jesus must be either on the heart or under
the heel” (= Darah Yesus harus berada, atau di hati, atau di
bawah tumit) - hal 274.
Adam Clarke dan
Lenski secara explicit bahkan mengatakan bahwa orang-orang ini adalah
orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Adam Clarke (tentang Ibr
10:29): “This is
properly the sin against the Holy Spirit, which has no forgiveness” [= Ini secara tepat merupakan dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat
Roh Kudus), yang tidak
mempunyai pengampunan].
Lenski (tentang Ibr 10:29): “It is on the basis of this mention of the Spirit, to
which are added Matt. 12:31, 32; Mark 3:28, 29; Luke 12:10, that this sin is
called the sin against the Holy Ghost and the unpardonable sin” [= Adalah berdasarkan penyebutan Roh ini, pada
mana ditambahkan Mat 12:31,32; Mark 3:28,29; Luk 12:10, bahwa dosa ini disebut dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus) dan dosa yang tidak dapat diampuni] - hal 360.
Saya setuju dengan
penafsiran mereka ini, karena memang selama seseorang hanya meninggalkan
Kristus, tanpa disertai tindakan menghujat Roh Kudus, seharusnya ia masih bisa
bertobat dan diampuni. Tetapi kalau kemurtadannya disertai dengan penghujatan
terhadap Roh Kudus, maka itu tidak mungkin lagi bisa diampuni.
2. Ini tidak berarti bahwa orang kristen sejati
bisa murtad.
a. Ada yang menganggap bahwa orang dalam
Ibr 10 ini adalah orang kristen yang sejati, tetapi juga
berpendapat bahwa itu tidak berarti bahwa orang kristen yang sejati bisa
murtad, karena semua ini hanya merupakan suatu pengandaian, yang tidak
betul-betul bisa terjadi.
Barnes’ Notes:
“the
apostle shows that if a true Christian were to apostatize, nothing would remain
for him but the terrific prospect of eternal condemnation. ... The apostle does
not, indeed, say that any one ever would thus apostatize from the true
religion, nor is there any reason to believe that such a case has occurred;
but, if it should occur, the doom would be inevitable” (= sang rasul
menunjukkan bahwa jika seorang Kristen sejati
murtad, tidak ada yang tertinggal baginya kecuali prospek yang mengerikan dari
hukuman kekal. ... Tetapi sang rasul tidak
mengatakan bahwa ada orang yang murtad seperti itu dari agama yang benar, juga
tidak ada alasan untuk percaya bahwa kasus seperti itu telah terjadi; tetapi,
jika hal itu terjadi, malapetaka tidak akan terhindarkan) - hal 1310.
b. Ada
yang menganggap bahwa orang yang dibicarakan di sini adalah orang kristen KTP. Penafsiran ini didasarkan pada ayat-ayat seperti Mat
24:24 Yoh 8:31 1Yoh 2:18-19 dan 2Yoh 9, yang menunjukkan
secara explicit bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin bisa betul-betul
sesat / murtad.
John Owen: “The
season and circumstance which state the sin intended is, ‘after we have
received the knowledge of the truth.’ There is no question but that by ‘the
truth,’ the apostle intends the doctrine of the gospel; and the ‘receiving’ of
it is, upon the conviction of its being truth, to take on us the outward
profession of it. Only there is an emphasis in that word, th<n ejpi>gnwsin. This word is not used
anywhere to express the mere conceptions or notions of the mind about truth,
but such an acknowledgment of it as ariseth from some sense of its power
and excellency. This, therefore, is the description of the persons concerning
whom this sin is supposed: They were such as unto whom the gospel had been
preached; who, upon conviction of its truth, and sense of its power, had taken
upon them the public profession of it. And this is all that is required to the
constitution of this state” [= waktu / masa
dan keadaan yang menyatakan dosa yang dimaksudkan adalah, ‘setelah kita
menerima pengetahuan tentang kebenaran’. Tidak ada keraguan bahwa dengan ‘kebenaran’,
sang rasul memaksudkan doktrin / ajaran dari injil; dan ‘penerimaan’nya, pada
keyakinan bahwa itu adalah kebenaran, menunjukkan kepada kita pengakuan
lahiriah tentangnya. Hanya di sana ada suatu penekanan dalam kata itu, TEN
EPIGNOSIN (= ‘the
knowledge’ / pengetahuan). Kata ini
tidak digunakan dimanapun untuk menyatakan semata-mata pengertian atau
pandangan dari pikiran tentang kebenaran, tetapi suatu pengakuan tentangnya
yang muncul dari pengertian / perasaan tertentu tentang kuasa dan keunggulan /
keindahannya. Karena itu, ini merupakan penggambaran dari orang-orang berkenaan
dengan siapa dosa ini dianggap: Mereka adalah orang-orang kepada siapa injil telah
diberitakan; yang, pada keyakinan tentang kebenarannya, dan pengertian /
perasaan tentang kuasanya, telah melakukan pengakuan umum tentangnya. Dan ini adalah
semua yang dibutuhkan bagi pembentukan dari keadaan ini] - ‘The Works of John Owen’, vol 6, hal
530.
Keberatan:
Kalau mereka ini
memang orang kristen KTP, mengapa dalam ay 29 dikatakan ‘darah perjanjian yang menguduskannya’?
Jawaban terhadap keberatan ini:
Matthew Poole:
“‘Wherewith
he was sanctified;’ ... to despise that blood by which he thought he was so,
and boasted of it, and was so reputed by the church upon his baptism and
profession of his faith, and, as a member of the church, had a visible relation
to it, ...”
(= ‘dengan mana ia dikuduskan’; ... menghina darah itu dengan mana ia kira ia
dulunya demikian, dan membanggakan tentangnya, dan dianggap demikian oleh
gereja pada baptisannya dan pengakuan tentang imannya, dan sebagai seorang
anggota gereja, mempunyai suatu hubungan yang kelihatan dengannya, ...) - hal 857.
Jadi, Matthew Poole menganggap bahwa orang yang murtad
itu disebut demikian (‘dikuduskan
oleh darah perjanjian’), hanya karena ia tadinya mengaku demikian, atau karena ia
diakui oleh gereja sebagai orang kristen, atau karena ia sudah dibaptis, atau
karena ia mengaku sebagai orang kristen, atau karena ia menjadi anggota gereja,
dan sebagainya. Jadi ayat ini menyebut
dia sesuai dengan pengakuannya atau sesuai dengan keadaan lahiriahnya.
Kitab Suci memang sering menggambarkan orang sesuai
pengakuannya / keadaan lahiriahnya (bdk. Yoh 2:23-25 Yoh 6:66
Kis 8:13).
David Dickson
mengatakan (hal 60) bahwa pengudusan ini merupakan pengudusan lahiriah, dimana
seseorang dipisahkan dari dunia dan dipersembahkan untuk melayani Allah oleh
panggilan (calling) dan perjanjian (covenant), dan ini merupakan
sesuatu yang berlaku umum untuk gereja yang kelihatan. Dalam arti seperti ini
seluruh / setiap jemaat Israel disebut kudus. Ini berbeda dengan pengudusan
batiniah, yang terjadi karena tinggalnya Roh Kudus dalam diri seseorang, dan
pengudusan batiniah ini hanya bisa terjadi pada diri orang pilihan.
John Owen
kelihatannya mempunyai pandangan yang sama dengan David Dickson.
John Owen: “It is not real or internal sanctification that is here
intended; but it is a separation and dedication unto God; in which sense the
word is often used. ... those who by baptism, and confession of faith in the
church of Christ, were separated from all others, were peculiarly dedicated to
God thereby” (= Bukanlah pengudusan yang sungguh-sungguh dan di dalam
yang dimaksudkan di sini; tetapi itu merupakan suatu pemisahan dan
pendedikasian kepada Allah; dimana arti kata itu sering digunakan. ... mereka yang
oleh baptisan, dan pengakuan iman dalam gereja Kristus, dipisahkan dari semua
orang lain, secara khusus didedikasikan kepada Allah olehnya) - ‘Hebrews’, vol 6, hal 545.
Kata ‘menguduskan’
tidak diartikan sebagai ‘menyucikan’, tetapi sebagai suatu tindakan memisahkan
untuk dipersembahkan kepada Allah. Untuk itu perlu diketahui bahwa arti kata
‘kudus’ sebetulnya adalah:
·
‘Berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’.
·
‘Dipersembahkan kepada Allah’.
Contoh: bangsa Israel
disebut kudus, karena mereka dipisahkan dari bangsa-bangsa lain / dibedakan
dari bangsa-bangsa lain, dan lalu dipersembahkan / diperuntukkan bagi Allah.
Demikian juga kalau hari Sabat disebut kudus, dan orang kristen disebut kudus.
Juga perhatikan
penggunaan kata ‘dikuduskan’ dan ‘kudus’ dalam 1Kor 7:14 - “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh
suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar,
tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus”.
Kita tidak mungkin
mengartikan bahwa kata ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini berarti ‘disucikan’ /
‘suci’, karena kalau diartikan demikian, maka seseorang bisa nunut / membonceng
suami / istri / orang tuanya dalam persoalan keselamatan. Jadi ‘dikuduskan’ /
‘kudus’ di sini harus diartikan ‘berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’. Jadi, karena
adanya seseorang yang beriman dalam suatu keluarga, maka seluruh keluarga
menjadi ‘berbeda dengan’ keluarga-keluarga yang lain, yang seluruhnya kafir.
Mengapa berbeda? Karena adanya seorang anggota keluarga yang kristen, sekalipun
hal itu tidak menyelamatkan keluarga (kecuali mereka lalu bertobat), tetapi hal
itu menyebabkan keluarga tersebut ‘kecipratan’ berkat, seperti perlindungan dan
pemeliharaan dari Allah, dan sebagainya.
John Murray menafsirkan text ini secara berbeda. Sama
seperti penafsiran Hodge dalam pembahasan tentang 1Kor 8:11 di atas, John
Murray beranggapan bahwa sekalipun penebusan yang dilakukan oleh Kristus hanya
memberikan keselamatan kekal kepada orang-orang pilihan, tetapi juga memberikan keuntungan-keuntungan jasmani /
duniawi yang terbatas hanya dalam kehidupan di dunia ini kepada orang-orang non
pilihan. Karena itu tetap bisa dikatakan bahwa Kristus mati untuk mereka
yang akhirnya binasa.
John Murray:
“there
are benefits accruing from the death of Christ for those who finally perish.
And in view of this we may say that in respect of these benefits Christ may be
said to have died for those who are the beneficiaries. In any case it is
incontrovertible that even those who perish are the partakers of numberless
benefits that are the fruits of Christ’s death and that, therefore, Christ’s
death sustains to them this beneficial reference, a beneficial reference,
however, that does not extend beyond this life” (= ada
keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari kematian Kristus bagi mereka yang
akhirnya binasa. Dan mengingat akan hal ini kita bisa mengatakan
bahwa berkenaan dengan keuntungan-keuntungan ini
bisa dikatakan bahwa Kristus telah mati untuk mereka, yang adalah
penerima dari keuntungan-keuntungan itu. Bagaimanapun juga merupakan sesuatu
yang tidak dapat dibantah bahwa bahkan mereka yang
binasa, ikut ambil bagian dalam keuntungan-keuntungan yang tidak terhitung,
yang adalah buah-buah dari kematian Kristus, dan bahwa karena itu,
kematian Kristus menyuplai mereka keuntungan ini, tetapi itu merupakan suatu
keuntungan yang terbatas dalam kehidupan ini) - ‘Collected Writings of John
Murray’, vol 1, hal 64-65.
Louis Berkhof: “the design of God in the work of Christ pertained
primarily and directly, not to the temporal well-being of men in general, but
to the redemption of the elect; but secondarily and indirectly it also included
the natural blessings bestowed on mankind indiscriminately. All that the
natural man receives other than curse and death is an indirect result of the
redemptive work of Christ” (= rencana Allah dalam pekerjaan Kristus berhubungan
terutama dan secara langsung bukan dengan kesejahteraan sementara dari manusia
secara umum, tetapi dengan penebusan orang-orang pilihan; tetapi secara
sekunder dan tidak langsung itu juga mencakup berkat-berkat alamiah / biasa
yang diberikan kepada umat manusia tanpa pandang bulu. Semua
yang diterima oleh manusia duniawi selain kutuk dan kematian merupakan hasil
tidak langsung dari pekerjaan penebusan dari Kristus) - ‘Systematic Theology’, hal 438-439.
Yang manapun yang benar dari penafsiran-penafsiran di atas ini,
menunjukkan bahwa Ibr 10:29 tidak bertentangan dengan doktrin Limited
Atonement (= Penebusan Terbatas), ataupun Predestinasi dan Ketekunan
orang-orang kudus.
d) 2Pet 2:1 - “Sebagaimana
nabi-nabi palsu
dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan
ada guru-guru palsu.
Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat
yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka [KJV: ‘even denying the Lord that bought them’ (= bahkan menyangkal
Tuhan yang telah membeli mereka)] dan
dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan
atas diri mereka”.
Adam Clarke:
“It
is not certain whether God the Father be intended here, or our Lord Jesus
Christ; for God is said to have purchased the Israelites, Exod. 15:16, and to
be the Father that had bought them, Deut. 32:6, ... or they may point out Jesus
Christ, who had bought them with his blood; ... It seems, however, more natural
to understand the Lord that bought them as applying to Christ, ... and if so,
this is another proof, among many, ... That through their own wickedness some
may perish for whom Christ died” (= Tidak pasti apakah yang dimaksudkan
di sini adalah Allah Bapa atau Tuhan kita Yesus Kristus; karena Allah dikatakan
telah membeli orang-orang Israel, Kel 15:16, dan adalah Bapa yang telah membeli
mereka, Ul 32:6, ... atau itu bisa menunjuk kepada Yesus Kristus, yang telah
membeli mereka dengan darahNya; ... Tetapi kelihatannya
lebih alamiah untuk menerapkan kata-kata ‘Tuhan yang telah membeli mereka’
kepada Kristus, ... dan jika demikian, ini
merupakan satu bukti lagi, di antara banyak bukti, ... Bahwa melalui kejahatan
mereka sendiri sebagian orang binasa untuk siapa Kristus telah mati) - hal 884.
Catatan: kata-kata ‘Penguasa yang telah menebus mereka’, oleh KJV diterjemahkan ‘the Lord that bought them’ (= Tuhan yang
telah membeli mereka).
Kel 15:16 - “Ngeri dan takut menimpa mereka,
karena kebesaran tanganMu mereka kaku seperti batu, sampai umatMu menyeberang,
ya TUHAN, sampai umat yang Kauperoleh
menyeberang”.
Kata ‘Kauperoleh’ oleh KJV/RSV/NASB diterjemahkan: ‘thou hast purchased’ (= telah Kaubeli); dan oleh NIV
diterjemahkan: ‘you bought’ (= telah Kaubeli).
Ul 32:6 - “Demikianlah engkau mengadakan
pembalasan terhadap TUHAN, hai bangsa yang bebal dan tidak bijaksana? Bukankah
Ia Bapamu yang mencipta engkau, yang
menjadikan dan menegakkan engkau?”.
Kata ‘mencipta engkau’ oleh KJV
diterjemahkan: ‘hath
bought thee’ (= telah
membeli engkau). NASB » KJV, sedangkan RSV/NIV » Kitab Suci Indonesia.
Pulpit Commentary: “The
Lord had bought them; they were not their own, but his, bought with a price,
‘not with corruptible things, as silver and gold, but with the precious blood
of Christ’ (1Pet. 1:18; see also the parallel passage Jude 4). These words
plainly assert the universality of the Lord’s redemption. He ‘tasted death for
every man’ (Heb. 2:9), even for those false teachers who denied him” [= Tuhan telah
membeli mereka; mereka bukan milik mereka sendiri, tetapi milikNya, dibeli
dengan suatu harga, ‘bukan dengan barang yang fana, seperti perak dan emas,
tetapi dengan darah Kristus yang mahal / berharga’ (1Pet 1:18; lihat juga
text paralelnya, Yudas 4). Kata-kata ini secara jelas
menegaskan keuniversalan dari penebusan Tuhan. Ia ‘mencicipi / mengalami maut
bagi semua / setiap orang’ (Ibr 2:9), bahkan untuk guru-guru palsu yang
menyangkalNya itu] - hal
43.
Tanggapan:
2Pet 2:1 - “Sebagaimana
nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah
umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru
palsu. Mereka akan memasukkan
pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian
segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka”.
Kata-kata
yang saya beri garis bawah ganda diterjemahkan oleh KJV sebagai berikut:
KJV: ‘even denying the Lord
that bought them’ (= bahkan menyangkal Tuhan yang telah membeli mereka).
Orang-orang yang dibicarakan dalam 2Pet 2:1 ini, jelas
bukan orang kristen / orang pilihan, tetapi hanya orang kristen KTP. Ini
terlihat dari beberapa fakta:
1. Mereka
disebut ‘guru-guru palsu’ (ay 1,3,17), dan mereka disamakan dengan ‘nabi-nabi palsu’ dalam Perjanjian Lama (ay 1).
2. Adanya
kalimat “Mereka
akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan” (ay 1).
3. Neraka telah
disediakan untuk mereka.
2Pet 2:3,17 - “(3)
Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung dari
kamu dengan ceritera-ceritera isapan jempol mereka. Tetapi
untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak
akan tertunda. ... (17) Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air
yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan; bagi
mereka telah tersedia tempat dalam kegelapan yang paling dahsyat”.
4. Penggambaran
tentang kehidupan mereka dalam seluruh 2Pet 2 sama sekali tidak
menunjukkan bahwa mereka adalah orang kristen yang sejati.
5. Mereka
digambarkan sebagai ‘anjing’ dan ‘babi’.
2Pet 2:22 - “Bagi
mereka cocok apa yang dikatakan peribahasa yang benar ini: ‘Anjing kembali lagi ke muntahnya, dan babi yang mandi kembali lagi ke kubangannya.’”.
Jadi, digunakannya kata-kata ‘Penguasa
yang telah menebus mereka’
/ ‘Tuhan yang telah membeli mereka’ (KJV), tidak menunjukkan
bahwa mereka adalah orang kristen yang sejati, tetapi hanya menggambarkan
mereka menurut pengakuan mereka.
Alexander Nisbet: “‘That they should deny the Lord that bought them;’
which is not to be understood as if either Christ had died for such men (for
then they could not have perished, John 10:11,28), or as if they had expressly
denied Christ to be the Redeemer; for then could they not have prevailed as
they did with professors of Christ (v 2), ... The meaning therefore is that they,
being by profession and in their own and other’s esteem, redeemed ones,
should vent such errors as would in substance tend to the denial of the
sovereignty and Lordship of Christ over His people” [= ‘Bahwa mereka
menyangkal Tuhan yang telah membeli mereka’; yang tidak boleh dimengerti
seakan-akan Kristus telah mati untuk orang-orang seperti itu (karena kalau
demikian mereka tidak bisa binasa, Yoh 10:11,28), atau seakan-akan mereka
secara explicit menyangkal Kristus sebagai Penebus; karena kalau demikian
mereka tidak akan bisa diikuti oleh para pengaku Kristus (ay 2), ... Karena itu
artinya adalah bahwa mereka mengaku sebagai orang-orang yang ditebus, dan
juga dalam pandangan mereka sendiri ataupun orang-orang lain, mereka adalah
orang-orang yang ditebus, tetapi mereka menyemburkan kesalahan-kesalahan yang
pada hakekatnya merupakan penyangkalan terhadap kedaulatan dan keTuhanan dari
Kristus atas umatNya] - hal 245.
Matthew Poole:
“This
is spoken not only of their pretences, that they should profess themselves
redeemed by Christ, but in the style of the visible church, which should judge
them to be so till they declared the contrary by their wicked actions; ...
whosoever professeth himself to be redeemed by Christ, and yet denies him in
his deeds, is said to deny the Lord that bought him” (= Ini dikatakan bukan hanya karena kepura-puraan mereka, dimana
mereka mengaku diri mereka sendiri ditebus oleh Kristus, tetapi
dalam gaya dari gereja yang kelihatan, yang harus menilai mereka demikian
sampai mereka menyatakan sebaliknya oleh tindakan-tindakan mereka yang jahat;
... siapapun mengaku dirinya sendiri ditebus oleh
Kristus, tetapi menyangkalNya dalam perbuatan-perbuatannya, dikatakan
menyangkal Tuhan yang telah membeli mereka) - hal 921.
Louis Berkhof: “that these false teachers are described according to
their own profession and the judgment of charity. They gave themselves out as
redeemed men, and were so accounted in the judgment of the Church while they
abode in her communion” (= bahwa guru-guru palsu ini digambarkan menurut pengakuan
mereka sendiri dan penghakiman / penilaian dari kasih. Mereka
menyatakan diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang ditebus, dan dianggap
demikian dalam penghakiman / penilaian dari Gereja sementara mereka tinggal
dalam persekutuan Gereja) - ‘Systematic
Theology’, hal 397.
Kesimpulan tentang
pembahasan 4 ayat di atas:
1. Tentang Ro 14:15 dan 1Kor 8:11, saya
menganggap bahwa itu hanya merupakan pengandaian, yang tidak betul-betul
terjadi. Jadi dalam kedua ayat itu Paulus menasehati saudara yang kuat justru
supaya saudara yang lemah tidak kehilangan keselamatannya.
2. Tentang Ibr 10:29 dan 2Pet 2:1 saya
berpendapat bahwa orang yang dibicarakan bukanlah orang Kristen yang sejati,
tetapi orang kristen KTP, tetapi mereka digambarkan sesuai dengan pengakuan
mereka, atau sesuai dengan kelihatannya.
4) Kalau Kristus tidak mati untuk semua orang,
maka penginjilan kepada semua orang merupakan suatu tawaran yang cuma pura-pura
/ tidak sungguh-sungguh, karena orang-orang itu tidak ditebus, dan karena itu
tidak mungkin diselamatkan.
Catatan: serangan ini juga ditujukan terhadap doktrin tentang
predestinasi.
Jawab:
a) Tidak
ada yang tidak sungguh-sungguh dengan penginjilan kepada semua orang.
Dalam penginjilan, kita hanya memberitakan Kristus
yang tersalib, dan menyuruh pendengar kita untuk percaya kepadaNya, dan
menjanjikan bahwa setiap orang yang percaya akan diselamatkan. Dan memang benar bahwa setiap orang yang percaya akan selamat.
Orang pilihan pasti akan percaya (Kis 13:48 Yoh 10:16), sedangkan orang yang bukan
pilihan, bagi siapa penebusan Kristus memang tidak ditujukan, tidak akan bisa
percaya (Yoh 10:26), dan karena itu tidak akan diselamatkan.
Kis 13:48 - “Mendengar
itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah
untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Yoh 10:16,26 - “(16)
Ada lagi padaKu domba-domba lain, yang
bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus
Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suaraKu dan mereka akan menjadi satu
kawanan dengan satu gembala. ... (26) tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk
domba-dombaKu”.
b) Penginjilan
merupakan perintah Tuhan.
William G. T. Shedd: “The question
arises: If the atonement of Christ is not intended to be universally applied,
why should it be universally offered? The gospel offer is to be made to every
man because … 1. It is the divine command
... God has forbidden his ministers to except any man in the offer” (= Pertanyaan
muncul: Jika penebusan Kristus tidak dimaksudkan untuk diterapkan / digunakan
secara universal, mengapa itu harus ditawarkan secara universal? Penawaran
injil harus dibuat kepada setiap orang karena ... 1. Itu merupakan perintah ilahi. ... Allah telah melarang para
pelayanNya untuk mengecualikan orang manapun dalam penawaran itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, Vol II, hal
482.
Bdk. Mat 28:19
Kis 1:8.
c) Satu-satunya
cara penginjilan yang memungkinkan adalah memberitakan Injil kepada semua
orang; merupakan suatu kemustahilan untuk memberitakan Injil hanya kepada
orang-orang pilihan saja.
William G. T. Shedd: “No
offer of the atonement is possible but a universal offer. In order to be
offered at all, Christ’s sacrifice must be offered indiscriminately. A limited offer of the
atonement to the elect only would require a revelation from God informing the
preacher who they are. As there is no such revelation and the herald
is in ignorance on this point, he cannot offer the gospel to some and refuse it
to others. In this state of things there is no
alternative but to preach Christ to everybody or to nobody” (= Tak ada penawaran dari penebusan yang memungkinkan kecuali
penawaran yang bersifat universal. Supaya bisa ditawarkan, korban
Kristus harus ditawarkan secara tidak membedakan. Suatu penawaran terbatas dari penebusan hanya
kepada orang-orang pilihan, akan membutuhkan suatu wahyu / penyataan dari Allah
untuk memberikan informasi kepada sang pengkhotbah siapa orang-orang pilihan
itu. Karena tidak ada wahyu / penyataan seperti itu, dan orang yang
memproklamirkan injil ada dalam ketidak-tahuan tentang hal ini, ia tidak bisa
menawarkan injil kepada sebagian orang dan menolak untuk menawarkannya kepada
orang-orang lain. Dalam keadaan ini tidak ada
alternatif selain memberitakan Kristus kepada setiap orang atau tidak kepada
siapa-siapa) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, Vol II, hal 482.
d) Injil
diberitakan supaya orang percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat, bukan
supaya mereka percaya pada predestinasi ataupun ‘Limited Atonement’ (= Penebusan Terbatas).
William G. T. Shedd: “The
offer of the atonement is universal, because, when God calls upon men
universally to believe, he does call them to believe that they are elected, or
that Christ died for them in particular” (= Penawaran
penebusan adalah universal, karena, pada waktu Allah memanggil mereka secara
universal untuk percaya, Ia tidak memanggil
mereka untuk percaya bahwa mereka dipilih, atau
bahwa Kristus mati bagi mereka secara khusus) - ‘Dogmatic Theology’, Vol II, hal 485.
John Murray:
“The
doctrines of particular election, differentiating love, limited atonement do
not erect any fence around the offer in the gospel” (= Doktrin tentang pemilihan khusus, kasih yang
mengadakan pembedaan, penebusan terbatas, tidak mendirikan pagar apapun di sekeliling
penawaran dalam injil) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol
1, hal 81.
e) Hukum
Tuhan yang lain diberitakan kepada semua orang tak peduli mereka bisa
mentaatinya atau tidak; injil juga harus diberitakan tak peduli pendengarnya
bisa percaya atau tidak.
Ketidak-mampuan manusia untuk taat / percaya kepada
Kristus terjadi karena kesalahan manusia sendiri, dan itu tidak membuang atau
mengurangi kewajibannya untuk taat / percaya kepada Kristus.
William G. T. Shedd: “The atonement is
to be offered to every man because it is the duty of every man to trust in it.
The atonement is in this particular like the Decalogue. The moral law is to be
preached to every man because it is every man’s duty to obey it. The question
whether every man will obey it has nothing to do with the universal
proclamation of the law. ... In like manner faith in Christ’s atonement should
be required as a duty from every man, notwithstanding the fact that ‘no man can
come unto Christ except the Father draw him’ (John 6:44); that ‘faith is not of
ourselves, but is the gift of God’ (Eph. 2:8); and that Christ is ‘the author
and finisher of faith’ (Heb. 12:2). Man’s inability without the grace of God to
penitently trust in Christ’s atonement, being self-caused like his inability to
perfectly keep the moral law without the same grace, still leaves his duty in
the case binding upon him” [= Penebusan harus ditawarkan kepada setiap orang karena itu
adalah kewajiban dari setiap orang untuk mempercayainya. Penebusan dalam hal khusus ini adalah seperti 10 hukum
Tuhan. Hukum moral harus diberitakan kepada setiap orang karena merupakan
kewajiban setiap orang untuk mentaatinya. Persoalan apakah setiap orang akan
mentaatinya tidak ada hubungannya dengan proklamasi universal dari hukum itu.
... Dengan cara yang sama iman kepada penebusan Kristus harus dituntut sebagai
suatu kewajiban dari setiap orang, sekalipun dalam faktanya ‘tak seorangpun
dapat datang kepada Kristus kecuali Allah menariknya’ (Yoh 6:44); dan juga
‘iman bukanlah dari diri kita sendiri, tetapi adalah pemberian Allah’ (Ef 2:8);
dan bahwa Kristus adalah ‘pencipta dan penyelesai dari iman’ (Ibr 12:2).
Ketidak-mampuan manusia tanpa kasih karunia Allah untuk dengan menyesal percaya
kepada penebusan Kristus, disebabkan oleh dirinya sendiri seperti
ketidak-mampuannya untuk mentaati secara sempurna hukum moral tanpa kasih
karunia yang sama, tetap meninggalkan kewajibannya sebagai mengikat dia dalam
kasus itu] - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, Vol II, hal 487-488.
Ibr 12:2 - “Marilah
kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus,
yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib
ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan
takhta Allah”.
KJV: ‘Jesus the author and finisher of our faith’ (= Yesus pencipta / pemulai dan penyelesai dari iman
kita).
NIV: ‘Jesus, the author and perfecter of our faith’ (= Yesus, pencipta
/ pemulai dan penyempurna dari iman kita).
f) Orang-orang
pilihan pasti selamat, tetapi mereka tidak mungkin selamat kalau tidak percaya,
dan mereka tidak mungkin percaya kalau tidak mendengar Injil, dan mereka tidak
mungkin mendengar Injil kalau tidak ada yang memberitakan kepada mereka.
R. C. Sproul mengutip Ro 10:13-15 yang berbunyi
sebagai berikut: “(13) Sebab,
barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi
bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?
Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang
Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang
memberitakanNya? (15) Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka
tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang
membawa kabar baik!’”.
R. C. Sproul: “We notice the logic of Paul’s
progression here. He lists a series of necessary conditions for people to be
saved. Without sending there are no preachers. Without preachers there is no
preaching. Without preaching there is no hearing of the gospel. Without the
hearing of the gospel there is no believing of the gospel. Without the
believing of the gospel there is no calling upon God to be saved. Without the
calling upon God to be saved there is no salvation. God not only foreordains
the end of salvation for the
elect, he also foreordained the means
to that end. God has chosen the foolishness of preaching as the means to
accomplish redemption. I suppose he could have worked out his divine purpose
without us. He could publish the gospel in the clouds using his holy finger in
skywriting. He could preach the gospel himself, in his own voice, shouting it
from heaven. But that is not his choice. It is a marvelous privilege to be used
by God in the plan of redemption.” (= Kita memperhatikan logika dari kemajuan Paulus di
sini. Ia mendaftar suatu seri dari kondisi / syarat yang perlu supaya
orang-orang diselamatkan. Tanpa pengutusan di sana tidak ada pemberita. Tanpa
pemberita, di sana tidak ada pemberitaan. Tanpa pemberitaan di sana tidak ada
yang mendengar injil. Tanpa mendengar injil di sana tidak ada kepercayaan
terhadap injil. Tanpa kepercayaan terhadap injil di sana tidak ada seruan
kepada Allah untuk diselamatkan. Tanpa seruan kepada Allah untuk diselamatkan,
di sana tidak ada keselamatan. Allah bukan hanya menentukan lebih dulu tujuan
dari keselamatan untuk orang-orang pilihan, Ia juga menentukan lebih dulu cara
/ jalan menuju tujuan itu. Allah telah
memilih kebodohan pemberitaan injil sebagai cara / jalan untuk mengerjakan /
melengkapi penebusan. Saya anggap Ia bisa mengerjakan tujuan / rencana ilahiNya
tanpa kita. Ia bisa mengumumkan injil di awan-awan menggunakan jariNya yang
kudus dengan menulis di langit. Ia bisa memberitakan Injil sendiri, dalam /
dengan suaraNya sendiri, meneriakkannya dari surga. Tetapi itu bukanlah
pilihanNya. Merupakan suatu hak yang mengagumkan untuk dipakai oleh Allah dalam
rencana penebusan.) - ‘Chosen
by God’, hal 209-210.
R. C. Sproul:
“We must never
underestimate the importance of our role in evangelism. Neither must we
overestimate it. We preach. We bear witness. We provide the outward call. But
God alone has the power to call a person to himself inwardly. I do not feel
cheated by that. On the contrary, I feel comforted. We must do our job,
trusting that God will do his” (= Kita tidak boleh meremehkan pentingnya peranan
kita dalam penginjilan. Kita juga tidak boleh menilainya terlalu tinggi. Kita
memberitakan. Kita memberikan kesaksian. Kita menyediakan panggilan luar /
lahiriah. Tetapi Allah saja yang mempunyai kuasa untuk memanggil seseorang
kepada diriNya sendiri dari dalam. Saya tidak merasa ditipu oleh hal itu.
Sebaliknya, saya merasa dihibur. Kita harus melakukan pekerjaan kita, sambil
percaya bahwa Allah akan melakukan pekerjaanNya) - ‘Chosen by God’, hal 212.
Bdk. 1Kor 3:5-9 - “(5)
Jadi, apakah Apolos? Apakah Paulus? Pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu
menjadi percaya, masing-masing menurut jalan yang diberikan Tuhan kepadanya.
(6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang
memberi pertumbuhan. (7) Karena itu yang
penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi
pertumbuhan. (8) Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama;
dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. (9)
Karena kami adalah kawan sekerja Allah;
kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah”.
g) Memang
mungkin kepercayaan terhadap doktrin ‘Limited
Atonement’ (= Penebusan Terbatas) ini agak ‘menyukarkan’ kita dalam
memberitakan Injil.
Dalam pemberitaan Injil secara masal (melalui khotbah
dsb) maka tak ada masalah. Kita bisa tetap mengatakan bahwa Kristus mati untuk
‘kalian’, tanpa memberi penjelasan siapa saja yang termasuk dalam ‘kalian’ itu.
Masakan dari banyak orang yang hadir tak ada yang termasuk orang-orang pilihan?
Jadi, itu bukan dusta.
Yang jadi ‘masalah’ adalah dalam penginjilan pribadi.
Dulu, sebelum saya percaya pada doktrin ‘Limited
Atonement’ (= Penebusan Terbatas) ini, saya dengan mudah bisa berkata ‘Kristus mati untuk kamu’, dan dengan demikian menujukan penebusan Kristus
khusus untuk dia.
Tetapi sekarang, setelah saya percaya pada doktrin ‘Limited Atonement’ (= Penebusan
Terbatas) ini maka kalau saya mengatakan itu, kata-kata itu mungkin sekali
merupakan dusta, karena saya tak tahu apakah ia orang pilihan atau bukan. Jadi,
saya hanya bisa mengatakan secara umum, bahwa ‘Kristus
mati untuk menebus dosa manusia’.
Tetapi ‘masalah’ ini bukan masalah. Kalau kita
memberitakan Injil dengan cara yang benar, saya percaya bahwa itu bukan
hanya tetap akan diberkati, tetapi bahkan akan lebih diberkati (dari pada kalau
kita memberitakan Injil dengan cara yang salah)!
Jangan lupa bahwa pertobatan orang yang kita injili
tidak tergantung kata-kata kita, tetapi tergantung pekerjaan Roh Kudus, dan Roh
Kudus pasti akan lebih senang bekerja kalau kita memberitakan kebenaran.
John Murray:
“Sinners
do not come to Christ because they first believe that they have been elected.
They come to Christ and only then may they believe that they were chosen in
Christ before the foundation of the world. The same is true in the matter of
the atonement. It cannot be declared to men
indiscriminately that, in the proper sense of the term, Christ died for them.
The belief of this proposition is the primary act of faith. Only in commitment
to Christ as freely offered may we come to know that he died for our sins unto
our redemption” (= Orang-orang
berdosa tidak datang kepada Kristus karena mereka lebih dulu percaya bahwa
mereka telah dipilih. Mereka datang kepada Kristus dan hanya pada saat itu
mereka percaya bahwa mereka telah dipilih dalam Kristus sebelum dunia
dijadikan. Hal yang sama adalah benar dalam persoalan penebusan. Tidak bisa dinyatakan kepada manusia tanpa pembedaan /
pandang bulu bahwa, dalam arti yang benar dari istilah itu, bahwa Kristus mati
untuk mereka. Kepercayaan tentang usul / hal ini adalah tindakan utama
dari iman. Hanya dalam komitmen kepada Kristus sebagaimana ditawarkan dengan
cuma-cuma, kita bisa tahu bahwa Ia mati untuk dosa-dosa kita untuk penebusan
kita) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 84.
V) Serangan balik.
Dalam pembahasan saya sampai saat ini tentu sudah ada
banyak serangan terhadap pandangan Arminianisme, tetapi di sini saya mau
menambahkan 2 serangan tambahan.
1) Ada tiga pilihan yang diberikan oleh John
Owen; dan satu-satunya kemungkinan yang benar adalah pandangan ‘Limited Atonement’ (= Penebusan
Terbatas).
John Owen: “God imposed his
wrath due unto, and Christ underwent the pains of hell for, either all the sins
of all men, or all the sins of some men, or some sins of all men. If the last,
some sins of all men, then have all men some sins to answer for, and so shall
no man be saved; for if God enter into judgment with us, though it were with
all mankind for one sin, no flesh should be justified in his sight: ... If the
second, that is it which we affirm, that Christ in their stead and room
suffered for all the sins of all the elect in the world. If the first, why,
then, are not all freed from the punishment of all their sins? You will say,
‘Because of their unbelief; they will not believe.’ But, this unbelief, is it a
sin, or not? If not, why should they be punished for it? If it be, then Christ
underwent the punishment due to it, or not. If so, then why must that hinder
them more that their other sins for which he died from partaking of the fruit
of his death? If he did not, then did he not die for all their sins. Let them
choose which part they will” (= Allah
menjatuhkan kemurkaanNya yang disebabkan oleh, dan Kristus mengalami rasa sakit
neraka untuk, atau ‘semua dosa-dosa dari semua
manusia’, atau ‘semua dosa-dosa dari sebagian
manusia’, atau ‘sebagian dosa-dosa dari semua
manusia’. Jika yang terakhir, ‘sebagian dari dosa-dosa dari semua manusia’, maka semua
manusia harus bertanggung jawab untuk sebagian dosa-dosanya, dan dengan
demikian tidak ada orang yang akan diselamatkan; karena jika Allah menghakimi
kita, sekalipun itu dilakukan terhadap seluruh umat manusia hanya untuk satu dosa, tidak ada manusia yang
dibenarkan di hadapanNya: ... Jika yang kedua, maka itu adalah yang kami tegaskan, bahwa Kristus telah
menderita di tempat mereka untuk semua dosa-dosa dari semua orang-orang pilihan
di dunia. Jika yang pertama, lalu mengapa tidak semua dibebaskan dari hukuman dari
semua dosa-dosa mereka? Kamu akan berkata: ‘Karena ketidak-percayaan mereka;
mereka tidak mau percaya’. Tetapi, ketidak-percayaan ini adalah suatu dosa,
atau bukan? Jika ketidak-percayaan bukan merupakan dosa, mengapa mereka harus
dihukum untuk itu? Jika ketidak-percayaan merupakan dosa, maka Kristus
mengalami hukuman yang disebabkan oleh dosa itu, atau tidak. Jika ya, lalu
mengapa itu harus menghalangi mereka untuk ikut menikmati buah kematianNya
lebih dari dosa-dosa mereka yang lain untuk mana Dia mati? Jika tidak, maka Ia
tidak mati untuk semua dosa mereka. Biarlah mereka memilih bagian mana yang
mereka mau) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, ‘The Death of Christ’, hal 173-174.
Penjelasan kata-kata Owen di atas:
Allah menjatuhkan kemurkaanNya yang disebabkan oleh
..........
Kristus mengalami ‘rasa sakit neraka’ untuk
..............
Titik-titik di atas bisa diisi oleh 3 kemungkinan di
bawah ini:
a) ‘sebagian dosa-dosa dari semua manusia’.
b) ‘semua dosa-dosa dari sebagian manusia’ - ini pandangan
Reformed.
c) ‘semua dosa-dosa dari semua manusia’ - ini pandangan
Arminian.
Pandangan a) jelas sesat, karena kalau
Kristus mati hanya untuk sebagian dosa dari semua manusia, semua manusia
tetap akan dihukum dalam neraka untuk dosa-dosa mereka yang tidak dipikul oleh
Kristus.
Jika pandangan c) yang benar, maka mengapa
tidak semua manusia dibebaskan dari hukuman? Orang Arminian menjawab: karena
mereka tidak percaya. Sekarang dipertanyakan: ketidak-percayaan itu merupakan
dosa atau bukan?
1. Sebetulnya mengatakan bahwa ketidak-percayaan bukan merupakan dosa
merupakan sesuatu yang mustahil. Bdk. Yoh 6:29 - “Jawab Yesus kepada mereka: ‘Inilah pekerjaan yang dikehendaki
Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.’”.
Tetapi jika ada orang yang tetap berkeras
mengatakan bahwa ketidak-percayaan bukan dosa, mengapa orang harus dihukum
karena sesuatu yang bukan dosa? Mengapa orang harus dihukum karena tidak
percaya?
2. Jika ya, Kristus mati untuk dosa itu atau tidak?
a. Jika ya, mengapa ketidak-percayaan itu menghalangi mereka masuk
surga, padahal dosa-dosa mereka yang lain tidak menghalangi mereka masuk surga?
b. Jika tidak, maka itu berarti Kristus tidak mati untuk semua dosa
(ini menjadi pandangan a) yang jelas merupakan pandangan sesat).
Kesimpulan: pandangan c)
tidak mungkin benar.
Kalau pandangan a) merupakan pandangan sesat,
dan pandangan c) merupakan pandangan yang salah, maka yang tersisa adalah
pandangan b) yaitu ‘Limited Atonement’
(= Penebusan Terbatas) yang merupakan pandangan Calvinisme / Reformed .
Catatan: kalau
Calvinisme / Reformed percaya bahwa Kristus juga menebus dosa ketidakpercayaan,
ini tentu tidak berarti bahwa kita diselamatkan sekalipun kita tidak percaya
sampai kita mati.
Ingat bahwa Ia menebus semua dosa dari orang-orang pilihan,
yang pasti akan bertobat dan percaya kepada Yesus.
Kis 13:48 - “Mendengar
itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah
untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Orang-orang pilihan, sebelum mereka percaya kepada
Yesus, juga adalah orang yang tidak percaya. Jadi, ketidakpercayaan selama
mereka belum menjadi orang kristen, tetap ditebus dan diampuni.
2) Kalau Calvinisme membatasi luas penebusan, maka Arminianisme membatasi kuasa / nilai
penebusan.
Loraine Boettner: “When
the atonement is made universal its inherent value is destroyed. If it is
applied to all men, and some are lost, the conclusion is that it makes
salvation objectively possible for all but that it does not actually save
anybody. According to the Arminian theory the atonement has simply made it
possible for all men to co-operate with the divine grace and thus save
themselves - if they will. ... The Arminian limits the atonement as certainly
as does the Calvinist. The Calvinist limits the extent of it in that he
says it does not apply to all persons; while the Arminian limits the power
of it, for he says that in itself it does not actually save anybody. The
Calvinist limits it quantitatively, but not
qualitatively; the Arminian limits it qualitatively,
but not quantitatively. For the Calvinist
it is like a narrow bridge which goes all the way across the stream; for the
Arminian it is like a great wide bridge which goes half-way across. As a
matter of fact, the Arminian places more severe limitations on the work of
Christ than does the Calvinist”
(= Pada waktu penebusan dijadikan bersifat universal, nilainya dihancurkan.
Jika penebusan itu diterapkan kepada semua manusia, dan sebagian ternyata
terhilang, kesimpulannya adalah bahwa penebusan itu membuat keselamatan
memungkinkan secara obyektif bagi semua orang, tetapi penebusan itu tidak
betul-betul menyelamatkan siapapun. Menurut teori Arminian penebusan hanya
membuat menjadi mungkin bagi semua orang untuk bekerja sama dengan kasih
karunia ilahi dan dengan demikian menyelamatkan diri mereka sendiri, jika
mereka mau / menghendakinya. ... Orang Arminian
membatasi penebusan sama pastinya seperti yang dilakukan oleh orang Calvinist.
Orang Calvinist membatasi luas dari penebusan
dalam kata-katanya bahwa penebusan itu tidak berlaku bagi semua orang;
sementara orang Arminian membatasi kuasa dari penebusan itu, karena ia
mengatakan bahwa dalam dirinya sendiri penebusan itu tidak betul-betul
menyelamatkan siapapun. Orang Calvinist membatasi
penebusan itu secara kwantitatif / jumlah,
tetapi tidak secara kwalitatif / kwalitet; Orang
Arminian membatasi penebusan itu secara
kwalitatif / kwalitet, tetapi tidak secara kwantitatif / jumlah. Untuk orang Calvinist
penebusan itu seperti suatu jembatan yang sempit yang mencapai seberang sungai;
untuk orang Arminian penebusan itu seperti jembatan
besar yang lebar yang hanya sampai setengah lebar sungai. Dalam faktanya, orang Arminian memberikan batasan-batasan
yang lebih keras pada pekerjaan Kristus dari apa yang dilakukan oleh orang
Calvinist) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 152-153.
Loraine Boettner mengutip kata-kata Warfield: “The things we
have to choose between are an atonement of high value, or an atonement of wide
extension. The two cannot go together”
(= Hal-hal yang harus kita pilih adalah antara suatu
penebusan dengan nilai yang tinggi, atau suatu penebusan yang luas. Dua hal
itu tidak bisa berjalan bersama-sama)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 152-153.
Dan Loraine Boettner lalu melanjutkan: “The work of
Christ can be universalized only by evaporating its substance” (= Pekerjaan Kristus bisa diuniversalkan hanya
dengan menguapkan substansi / zatnya)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 153.
Loraine Boettner juga mengutip kata-kata Charles
Hodge:
“The sin of Adam did not make the condemnation of all men
merely possible; it was the ground of their actual condemnation. So the righteousness of Christ did not make the salvation
of men merely possible, it secured the actual salvation of those for whom He
wrought” (= Dosa dari Adam tidak membuat penghukuman semua manusia
sekedar mungkin; itu adalah dasar penghukuman mereka yang sebenarnya. Demikianlah kebenaran Kristus tidak membuat keselamatan
manusia sekedar mungkin, itu memastikan keselamatan yang sebenarnya dari mereka
untuk siapa Ia mengerjakan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 154-155.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar