Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
HUKUM 7 (2)
jangan Berzinah
(Kel 20:14)
4) Menikah
dengan orang yang bercerai, kecuali kalau perceraian itu adalah perceraian yang
sah (terjadi karena ada perzinahan).
Di atas ini sudah saya singgung, tetapi di sini akan
saya bahas dengan lebih terperinci.
a) Menikahi
orang yang bercerai secara sah (cerai karena pasangannya melakukan perzinahan)
bukan dosa!
Jadi, kalau mendengar ada orang kawin dengan janda /
duda, jangan terlalu cepat mempunyai pikiran yang negatif tentang orang itu.
Periksa dulu, janda / duda itu menjadi janda / duda karena apa? Kalau karena
pasangannya mati, atau karena ia menceraikan pasangannya yang berzinah, maka
tidak salah menikah dengan janda / duda seperti itu! Dan gereja / pendeta boleh
memberkati pernikahan seperti ini!
b) Tetapi
menikah dengan orang yang bercerai secara tidak sah, jelas merupakan
dosa!
Luk 16:18 - “Setiap
orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat
zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia
berbuat zinah.’”.
1Kor 7:10-11 - “(10)
Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan,
supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia
bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya.
Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya”.
c) Bagaimana
dengan orang yang sudah menceraikan istrinya (secara tidak sah / bukan karena
perzinahan), dan lalu sudah menikah lagi dengan perempuan lain? Jangan
menasehatinya untuk menceraikan istri kedua dan lalu kembali kepada istri
pertama! Dalam kasus seperti itu, Kitab Suci justru melarang orang itu kembali
dengan istri pertamanya (rujuk).
Ul 24:1-4a - “(1)
‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika
kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak
senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan
perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika
perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri
orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi
kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu
serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian
mengambil dia menjadi isterinya itu mati, (4a) maka suaminya yang pertama,
yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi
isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di
hadapan TUHAN”.
Jadi jelas bahwa rujuk (1Kor 7:11 - ‘berdamai dengan
suaminya’) hanya dimungkinkan kalau
kedua belah pihak belum menikah lagi. Tetapi kalau salah satu pihak sudah
pernah menikah lagi, maka rujuk tak dimungkinkan untuk selama-lamanya.
Jadi, apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen yang
sudah menceraikan pasangannya (secara tidak sah), dan sudah menikah lagi? Yang
harus ia lakukan hanya mengaku dosa kepada Tuhan.
5) Poligami atau poliandri / beristri atau
bersuami lebih dari satu.
a) Seseorang
hanya boleh menikah lagi, kalau pasangannya sudah mati.
Dari fakta bahwa Allah menciptakan 1 Adam dan 1 Hawa
(bukan 2 Hawa, 3 Hawa, dst), jelas bahwa Allah tidak menghendaki poligami
maupun poliandri.
Juga perhatikan Kej 2:24 - “Sebab
itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.
Perhatikan bahwa ayat ini menggunakan kata ‘keduanya’,
bukan ‘ketiganya’, ‘keempatnya’ dst!
Jadi, seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau
pasangannya sudah meninggal dunia.
1Kor 7:39-40a - “(39)
Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia
bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah
seorang yang percaya. (40a) Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia,
kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya”.
Bdk. Ro 7:2-3 - “(2) Sebab seorang isteri terikat oleh
hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya
itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi
selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki
lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia
bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain”.
Catatan:
1. 1Kor
7:40a memang kelihatannya menunjukkan bahwa Paulus beranggapan bahwa orang yang
kematian pasangannya lebih baik tidak menikah lagi, tetapi ay 40a ini diberikan
bukan sebagai peraturan umum, tetapi hanya dalam keadaan darurat pada saat
itu. Dalam 1Kor 7:17-40 kata-kata Paulus memang berhubungan dengan
masa darurat itu, dan karena itu tidak berlaku umum.
Bdk. 1Kor 7:26 - “Aku
berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi
manusia untuk tetap dalam keadaannya”.
2. Tetapi
1Kor 7:39nya jelas memang merupakan suatu hukum yang berlaku umum. Dan
hukum ini menunjukkan bahwa seseorang boleh menikah lagi kalau pasangannya
telah meninggal dunia.
Jadi:
a. Dalam
hal ini Kristen memang sangat berbeda dengan Islam, yang mengijinkan seorang
laki-laki mempunyai sampai 4 istri, sekalipun diberi syarat, harus bisa berlaku
adil (bandingkan dengan A. A. Gym). Dalam Kristen, selama pasangannya masih
hidup seseorang dilarang menikah lagi, dengan alasan apapun, seperti
pasangannya sakit / lumpuh, koma, tidak bisa punya anak, tidak cocok,
pasangannya dingin sex / impoten, bahkan gila, dan sebagainya.
b. Dalam
Kristen, seseorang hanya boleh menikah lagi kalau pasangannya telah meninggal
dunia. Jadi, jangan mempunyai pandangan negatif sedikitpun tentang orang
yang menikah lagi setelah pasangannya meninggal dunia!
b) Keberatan-keberatan
dan jawabannya.
1. Kalau poligami dilarang, mengapa dalam Perjanjian Lama begitu
banyak anak-anak Tuhan yang melakukannya, dan kelihatannya dibiarkan, atau
bahkan direstui oleh Tuhan? Contoh: Abraham, Daud, Salomo, dan sebagainya.
Jawab:
a. Tuhan
biasanya lebih bertoleransi terhadap dosa-dosa yang sangat membudaya, dan pada
jaman itu poligami dan perbudakan merupakan dosa yang sangat membudaya. Tetapi
itu tidak berarti Tuhan merestui dosa tersebut.
b. Sekalipun
tidak pernah ada kecaman terhadap anak-anak Tuhan yang melakukan poligami,
tetapi tak berarti mereka tak dihukum / dihajar. Boleh dikatakan semua anak
Tuhan dalam Perjanjian Lama yang melakukan poligami menderita karena hal itu.
Contoh: Abraham, Yakub, Elkana, Daud, Salomo, dan sebagainya.
2. Daud kelihatannya diberkati karena poligaminya, karena dari
Batsyeba ia mendapatkan anak Salomo.
Jawab:
Demikian juga dengan Yakub, karena dari 4 istrinya ia mendapatkan 12 anak
laki-laki yang menurunkan 12 suku Israel. Memang Tuhan bisa mendatangkan
sesuatu yang baik dari suatu dosa. Tetapi itu tidak membenarkan tindakan
berdosa itu.
3. Kelihatannya
2Sam 12:8 menunjukkan bahwa Tuhan menyetujui poligami, bahkan Tuhan
mengatur terjadinya poligami.
2Sam 12:8 - “Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri
tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan
Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu
kepadamu”.
Jawab: Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Saul
hanya mempunyai 1 istri dan 1 gundik (1Sam 14:50 2Sam 3:7
2Sam 21:8), dan Daud tidak pernah dikatakan mengawini istri
/ gundik Saul yang manapun. Karena itu kata-kata ‘telah
Kuberikan ... isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu’, jelas bukan menunjuk pada fakta.
b. Jadi,
kata-kata itu dianggap diucapkan bukan berdasarkan fakta, tetapi berdasarkan
kebiasaan saat itu, dimana seorang raja yang menggantikan raja yang lama
mendapatkan semua yang dimiliki raja yang lama itu termasuk istri-istri dan
gundik-gundiknya (bdk. 1Raja 2:13-25
2Sam 16:21-22).
c. Kata-kata
‘dan seandainya itu belum cukup, tentu
Kutambah lagi ini dan itu kepadamu’
(ay 8b) diartikan sebagai janji pengabulan permintaan yang masuk akal, bukan
yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Jadi, jelas tidak bisa diartikan Tuhan
akan menambah istri seandainya Daud menganggap istri-istri yang sudah banyak
itu belum cukup!
c) Apa yang
harus dilakukan oleh orang yang sudah terlanjur mempunyai banyak istri, yang
lalu bertobat dan menjadi orang Kristen?
Kalau ada orang yang sudah terlanjur mempunyai lebih
dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka saya berpendapat bahwa ia
harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap membiayai hidup mereka.
Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di hadapan Allah, sedangkan
pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan (bdk. Ro 7:3). Karena itu, pada waktu
ia bertobat / menjadi orang kristen, ia harus membuang semua perzinahan itu.
Tetapi kalau memang harus demikian mengapa dalam jaman
Perjanjian Lama Tuhan tidak memerintahkan anak-anakNya yang melakukan poligami
untuk menceraikan istri-istri ke 2 dst? Karena, seperti sudah saya katakan di
atas, pada jaman Perjanjian Lama, itu adalah salah satu dosa yang sangat
membudaya, sehingga lebih ditoleransi oleh Tuhan.
6) Perkosaan.
Ul 22:23-27 - “(23)
Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika
seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka
haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu
lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota,
ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri
sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari
tengah-tengahmu. (25) Tetapi jikalau di padang laki-laki itu bertemu
dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu tidur dengan dia,
maka hanyalah laki-laki yang tidur dengan gadis itu yang harus mati, (26)
tetapi gadis itu janganlah kauapa-apakan. Gadis itu tidak ada dosanya yang
sepadan dengan hukuman mati, sebab perkara ini sama dengan perkara seseorang
yang menyerang sesamanya manusia dan membunuhnya. (27) Sebab laki-laki itu
bertemu dengan dia di padang; walaupun gadis yang bertunangan itu
berteriak-teriak, tetapi tidak ada yang datang menolongnya”.
Catatan: jangan menekankan kata-kata yang saya garis bawahi (‘di kota’
dan ‘di padang’). Yang ditekankan adalah: apakah memungkinkan bagi
gadis itu untuk berteriak minta tolong atau tidak. Kalau memungkinkan, ia
bersalah karena tidak berteriak. Kalau tidak memungkinkan, ia tidak bersalah.
Ul 22:28-29 - “(28)
Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum
bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan - (29)
maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh
syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya,
sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki
itu menyuruh dia pergi”.
Terus terang saya menganggap ayat ini aneh. Karena
kalau demikian, pada waktu seorang laki-laki jatuh cinta kepada seorang gadis,
dan gadis itu tidak menanggapinya, ia bisa memperkosanya. Hukumannya adalah menikahinya;
‘hukuman’ itu akan menyenangkan bagi laki-laki yang memang mencintai gadis itu.Saya
tidak bisa mendapatkan penjelasan yang memuaskan tentang ayat ini dari penafsir
manapun.
Semua tindakan ‘sexual abuse’ (=
penyalah-gunaan dalam hal sex) bisa dikategorikan sebagai ‘perkosaan’, dan
jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum ketujuh ini. Dan yang boleh
dikatakan terburuk dalam kategori ini adalah ‘child sexual abuse’, yaitu
penyalah-gunaan dalam hal sex yang dilakukan terhadap anak kecil, yang sering
disebut pedophilia.
7) Incest /
perzinahan dalam keluarga.
Ini mungkin dianggap sebagai perzinahan yang paling
buruk!
1Kor 5:1 - “Memang
orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang
begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya
(maksudnya
‘ibu tirinya’)”.
Bandingkan dengan:
Im 18:6-18 - “(6) Siapapun di antaramu
janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkapkan
auratnya; Akulah TUHAN. (7) Janganlah kausingkapkan aurat isteri ayahmu, karena
ia hak ayahmu; dia ibumu, jadi janganlah singkapkan auratnya. (8) Janganlah
kausingkapkan aurat seorang isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu. (9) Mengenai
aurat saudaramu perempuan, anak ayahmu atau anak ibumu, baik yang lahir di
rumah ayahmu maupun yang lahir di luar, janganlah kausingkapkan auratnya. (10) Mengenai
aurat anak perempuan dari anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, janganlah
kausingkapkan auratnya, karena dengan begitu engkau menodai keturunanmu. (11) Mengenai
aurat anak perempuan dari seorang isteri ayahmu, yang lahir pada ayahmu
sendiri, janganlah kausingkapkan auratnya, karena ia saudaramu perempuan. (12) Janganlah
kausingkapkan aurat saudara perempuan ayahmu, karena ia kerabat ayahmu. (13) Janganlah
kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu, karena ia kerabat ibumu. (14) Janganlah
kausingkapkan aurat isteri saudara laki-laki ayahmu, janganlah kauhampiri
isterinya, karena ia isteri saudara ayahmu. (15) Janganlah kausingkapkan aurat
menantumu perempuan, karena ia isteri anakmu laki-laki, maka janganlah kausingkapkan
auratnya. (16) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena
itu hak saudaramu laki-laki. (17) Janganlah kausingkapkan aurat seorang
perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil anak perempuan dari anaknya
laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk menyingkapkan auratnya, karena
mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum. (18) Janganlah kauambil
seorang perempuan sebagai madu kakaknya untuk menyingkapkan auratnya di samping
kakaknya selama kakaknya itu masih hidup”.
Im 20:11-12,17,19-21 - “(11) Bila
seorang laki-laki tidur dengan seorang isteri ayahnya, jadi ia melanggar hak
ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada
mereka sendiri. (12) Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan,
pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji,
maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. ... (17) Bila seorang
laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan
mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus
dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan
aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri. ...
(19) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu atau saudara
perempuan ayahmu, karena aurat seorang kerabatnya sendirilah yang dibuka, dan
mereka harus menanggung kesalahannya sendiri. (20) Bila seorang laki-laki tidur
dengan isteri saudara ayahnya, jadi ia melanggar hak saudara ayahnya, mereka
mendatangkan dosa kepada dirinya, dan mereka akan mati dengan tidak beranak. (21)
Bila seorang laki-laki mengambil isteri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena
ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak”.
Dalam ayat-ayat dari kitab Imamat itu ada larangan
berzinah (mungkin sekali mencakup larangan menikah) dengan keluarga dekat, dan
yang disebutkan sebagai keluarga dekat adalah:
a) Ibu tiri /
istri dari ayah.
b) Saudara /
saudara tiri / setengah saudara.
c) Cucu.
d) Saudara ayah
/ ibu.
e) Istri
saudara dari ayah / ibu.
f) Menantu.
g) Ipar.
Dalam jaman Adam, dan juga pada jaman Nuh, pernikahan
dengan saudara / keluarga sendiri ini memang harus dilakukan, karena tidak ada
orang dengan siapa seseorang bisa menikah kecuali saudara / keluarganya
sendiri. Tetapi ingat juga bahwa pada jaman itu, hukum yang melarang pernikahan
dalam keluarga ini juga belum ada.
8) Pikiran-pikiran
cabul, menginginkan / membayangkan hubungan sex dengan orang yang bukan suami /
istrinya.
Mat 5:28 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”.
KJV: ‘to lust after her’ (= bernafsu
terhadapnya).
RSV/NIV: ‘lustfully’ (= dengan penuh nafsu).
NASB: ‘with lust’ (= dengan nafsu).
TL: ‘bergerak syahwatnya’.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
Mat 5:28 ini:
a) ‘Wet dream’ (= mimpi basah) bukanlah dosa, karena ini bukan
pikiran dalam keadaan sadar, tetapi dalam mimpi. Memang Im 15:1-18
menganggap lelehan yang keluar itu menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial
law (=
hukum yang berhubungan dengan upacara agama),
yang tidak lagi berlaku saat ini (bdk. Ef 2:15).
b) Masturbasi /
onani termasuk di sini.
Menurut pendapat saya, sebetulnya bukannya masturbasi
itu sendiri yang salah, tetapi fantasi sex yang boleh dikatakan selalu
menyertai masturbasi. Ini jelas bertentangan dengan Mat 5:28 itu. Tetapi
ada kemungkinan bahwa seseorang melakukan masturbasi, tetapi tidak bersalah,
yaitu:
1. Kalau
ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex. Ini rasanya tidak masuk akal, tetapi
saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang mengatakan bahwa ia bisa melakukan
masturbasi tanpa membayangkan apa-apa. Kalau ini memang bisa dilakukan, saya
berpendapat tidak ada dasar apapun untuk menentang masturbasi seperti ini.
2. Kalau
ia melakukan masturbasi itu dengan membayangkan istri / suaminya sendiri,
mungkin pada saat ia terpisah jauh dari pasangannya. Dengan istri atau suaminya
sendiri, melakukan hubungan sexpun tidak apa-apa, apalagi hanya membayangkan
hubungan sex dengan dia.
c) Orang
laki-laki harus menjaga pandangan matanya, karena itu yang menyebabkan
kejatuhan ke dalam dosa ini.
Saya kira, tidak ada laki-laki yang tidak pernah
melanggar Mat 5:28. Kelihatannya dalam Alkitab, hanya Ayub yang menyatakan
bahwa dirinya tidak melanggar hukum ini.
Bdk. Ayub 31:1,7-11 - “(1) ‘Aku telah
menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara? ... (7) Jikalau
langkahku menyimpang dari jalan, dan hatiku menuruti pandangan mataku, dan noda
melekat pada tanganku, (8) maka biarlah apa yang kutabur, dimakan orang lain,
dan biarlah tercabut apa yang tumbuh bagiku. (9) Jikalau hatiku tertarik kepada
perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku, (10) maka biarlah isteriku
menggiling bagi orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia. (11) Karena
hal itu adalah perbuatan mesum, bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh
hakim”.
Ay 1: “‘Aku telah menetapkan syarat
bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”.
KJV: ‘made a covenant ... think’ (= membuat
perjanjian ... memikirkan).
RSV: ‘have made a covenant ... look upon’ (=
telah membuat perjanjian ... memandang kepada).
NIV: ‘made a covenant ... not to look lustfully’
(= membuat perjanjian ... tidak memandang dengan nafsu).
NASB: ‘have made a covenant ... gaze’ (= telah
membuat perjanjian ... memandang / menatap).
Tetapi, apakah Ayub sudah bisa melakukan ini sejak
masa mudanya? Menurut saya, itu sangat meragukan.
John Stott mengomentari text Ayub ini dengan berkata: “The control of
his heart was due to the control of his eyes” (= Kontrol dari hatinya disebabkan oleh kontrol
dari matanya) - ‘The Message
of the Sermon on the Mount’, hal 88.
Memang, ketidak-mampuan / ketidak-mauan mengontrol
mata sering membuat seseorang jatuh ke dalam dosa perzinahan. Bdk. Daud dan
Batsyeba. 2Sam 11:2-4 - “(2) Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud
bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak
kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu
sangat elok rupanya. (3) Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan
itu dan orang berkata: ‘Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het
itu.’ (4a) Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang
kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia”.
d) Hal-hal yang
harus diwaspadai karena bisa menjatuhkan laki-laki ke dalam dosa ini.
1. Cara
berpakaian, cara duduk, posisi tubuh seorang perempuan / gadis.
Supaya tidak membangkitkan pikiran cabul dalam diri
lawan jenis / laki-laki, seorang perempuan tidak seharusnya berpakaian
sedemikian rupa sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, ia
menjatuhkan orang lain ke dalam dosa ini. Memang merupakan sesuatu yang wajar
kalau seorang perempuan ingin tampil menarik. Tetapi perlu diingat bahwa
‘menarik’ berbeda dengan ‘menggoda’ / ‘merangsang’!
John Stott: “This may be an
appropriate moment to refer in passing to the way girls dress. It would be
silly to legislate about fashions, but wise (I think) to ask them to make this
distinction: it is one thing to make yourself attractive; it is another to
make yourself deliberately seductive”
(= Ini mungkin merupakan saat yang tepat untuk membicarakan cara gadis-gadis
berpakaian. Adalah tolol untuk mengatur / membuat peraturan tentang mode,
tetapi saya kira merupakan sesuatu yang bijaksana untuk meminta mereka membuat
pembedaan ini: membuat dirimu sendiri menarik berbeda dengan secara sengaja
membuat dirimu menggoda / menggairahkan) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 88.
Catatan: saya berpendapat bahwa kata ‘menarik’ dan ‘menggoda’
/ ‘menggairahkan’ yang digunakan oleh John Stott juga merupakan istilah-istilah
yang relatif, karena berbeda untuk setiap orang. Tetapi memang ada pakaian yang
jelas tergolong ‘menggoda’ / ‘menggairahkan’, seperti misalnya pakaian yang
dipakai oleh para cewek dalam film ‘Baywatch’, dan banyak film lainnya.
Menurut saya, seorang perempuan bukan hanya harus
memperhatikan pakaiannya, tetapi juga posisi tubuhnya (posisi kaki yang terbuka
pada waktu duduk, menunjukkan buah dada pada waktu membungkuk, dsb), supaya
jangan mempertontonkan bagian-bagian tubuhnya yang merangsang laki-laki.
2. Dansa.
Pulpit Commentary (tentang Mat 5:28): “Sex is the spirit of the modern dance” (= Sex merupakan roh / semangat / ciri dari dansa
modern) - hal 216.
Tidak semua dansa termasuk dalam golongan ini, dan
karena itu kita tidak bisa secara mutlak melarang orang kristen berdansa atau
melihat dansa. Tetapi jelas bahwa orang kristen harus hati-hati dengan dansa.
Juga banyak ‘dance group’
yang disewa pada acara penikahan, yang mempertontonkan tarian yang jelas-jelas
merangsang, dan ini harus diwaspadai oleh orang kristen pada waktu mengadakan
pernikahan.
3. Permainan-permainan
yang berbau porno dalam acara HUT, pernikahan, dan sebagainya.
Permainan-permainan pada acara HUT banyak yang berbau
porno, dan sangat memungkinkan terjadinya rangsangan pada seseorang. Misalnya
memasukkan sesuatu ke dalam kantong celana seorang cowok, dan menyuruh seorang
cewek yang matanya ditutup untuk mencari dan mengambil barang tersebut. Dan
permainan seperti ini yang disenangi!
HUKUM 7 (3)
jangan Berzinah
(Kel 20:14)
9) Membaca buku-buku cabul, nonton Blue
Film, mempercakapkan hal-hal yang cabul.
1Kor 6:18a - “Jauhkanlah
dirimu dari percabulan!”.
KJV: ‘Flee fornication’ (= Larilah dari percabulan).
NIV: ‘Flee from sexual immorality’ (= Larilah dari ketidak-bermoralan sexuil).
Matthew Henry: “‘Flee fornication (v. 18), avoid it, keep out of the reach of
temptations to it, of provoking objects. Direct the eyes and mind to other
things and thoughts.’ Alia vitia
pugnando, sola libido fugiendo vincitur - ‘Other vices may be conquered
in fight, this only by flight;’ so speak many of the fathers” [= ‘Larilah dari percabulan (ay 18),
hindarilah hal itu, jagalah dirimu agar berada di luar jangkauan dari pencobaan
kepada hal itu, dari obyek-obyek yang bersifat merangsang. Arahkanlah mata dan
pikiranmu kepada hal-hal dan pikiran-pikiran yang lain’. Alia vitia pugnando, sola libido fugiendo vincitur -
‘Kejahatan-kejahatan yang lain bisa ditaklukkan dengan pertarungan,
tetapi yang ini hanya dengan lari’; demikianlah kata-kata dari banyak
bapa-bapa (gereja)].
Bdk. Kej 39:12 - “Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata:
‘Marilah tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan
itu dan lari ke luar”.
Perintah untuk lari
dari percabulan, jelas juga berlaku sebagai larangan untuk membaca buku-buku
cabul, nonton blue film, film-film / foto-foto cabul (dari internet / hp!), mempercakapkan
hal-hal yang cabul, karena semua hal-hal ini membangkitkan nafsu cabul / zinah
dalam diri kita.
Ef 4:29 - “Janganlah
ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang
baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh
kasih karunia”.
Ef 5:3-4 - “(3)
Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun
jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. (4) Demikian
juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono - karena hal-hal
ini tidak pantas - tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur”.
Renungkan:
berapa kali saudara mengucapkan kata-kata kotor, menceritakan cerita-cerita
cabul, lelucon-lelucon yang bersifat porno, dsb?
Berkenaan dengan bacaan, John Stott mengatakan bahwa
ia tidak mau memberikan peraturan / batasan tentang buku / majalah apa yang
boleh atau tidak boleh dibaca oleh orang kristen. Ia berkata bahwa setiap orang
berbeda. Ada orang-orang yang sangat mudah terangsang dan ada yang tidak. Jadi
batasan untuk setiap orang berbeda. Yang jelas, apa yang menyebabkan berdosa /
perzinahan dalam hati bagi dia, itu dilarang.
10) Penyimpangan-penyimpangan sex (sexual
deviation), seperti:
a) Homosex.
Im 18:22 - “Janganlah
engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena
itu suatu kekejian”.
Bdk. Im 20:13 - “Bila seorang laki-laki tidur dengan
laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan
suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada
mereka sendiri”.
Ro 1:26-27 - “(26) Karena itu Allah menyerahkan
mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka
menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga
suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan
menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka
melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima
dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka”.
Ada yang merasa kasihan dengan orang-orang yang
homosex, dan menganggap bahwa mereka menjadi seperti itu bukan karena kesalahan
mereka. Sampai-sampai di Barat sekarang ada gereja-gereja yang mau memberkati
pernikahan antara 2 orang homosex! Ini jelas merupakan kegilaan dan juga merupakan
tindakan menginjak-injak Kitab Suci, karena Kitab Suci jelas-jelas mengecam
homosex! Memang mungkin sukar, atau bahkan mustahil, untuk membuat seseorang
yang homosex untuk menyukai lawan jenisnya. Tetapi yang jelas ia tidak boleh
menuruti dorongan sexnya terhadap sesama jenisnya!
b) Bestiality /
Zoophilia / hubungan sex dengan binatang.
Kel 22:19 - “Siapapun
yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati”.
Im 18:23 - “Janganlah engkau berkelamin dengan
binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan binatang itu. Seorang
perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang untuk berkelamin, karena
itu suatu perbuatan keji”.
Im 20:15-16 - “(15) Bila seorang laki-laki
berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang
itupun harus kamu bunuh juga. (16) Bila seorang perempuan menghampiri binatang
apapun untuk berkelamin, haruslah kaubunuh perempuan dan binatang itu; mereka
pasti dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Tetapi oral sex, sekalipun dianggap berdosa oleh
banyak orang, tidak pernah dikecam / dilarang oleh Kitab Suci, tentu
saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan suami istri. Kalau saudara
menganggap ini sesuatu yang tidak wajar, maka perlu dipertanyakan: tidak wajar
menurut siapa? Saya pernah membaca suatu majalah yang mengadakan angket tentang
hal ini dan ternyata lebih banyak pasangan yang melakukan oral sex dari pada
yang tidak!
Jadi, kalau saya ditanya apakah boleh melakukan oral
sex, maka saya akan menjawab: ‘Boleh, asal dilakukan oleh sepasang suami istri,
dan kedua pihak sama-sama tidak keberatan’. Kalau ada satu pihak yang keberatan
(biasanya karena merasa jijik), maka pihak satunya tidak boleh memaksakan
kehendaknya.
Catatan: oral sex bisa menularkan penyakit, termasuk HIV /
AIDS, tetapi tentu saja ini hanya bisa terjadi kalau orang itu memang mengidap
penyakit itu.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum ketujuh ini? Ini lebih dari cukup untuk
membawa ke neraka selama-lamanya. Saudara hanya bisa bebas kalau saudara
mempunyai Yesus sebagai Juruselamat / Penebus dosa saudara.
Hal-hal lain berkenaan dengan dosa
perzinahan.
1) Beratnya dosa perzinahan.
Apakah perzinahan merupakan dosa yang paling berat?
Coba baca kata-kata di bawah ini.
Sutjipto Subeno:
“Allah
menganggap dosa perzinahan sebagai dosa yang paling serius dan paling berat.
Sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, dosa seks mendapat ancaman yang
sangat keras. Hukuman yang diberikan jauh lebih berat dari mencuri atau bahkan
membunuh sekalipun” - ‘Keindahan
Pernikahan Kristen’, hal 86.
Tanggapan saya:
a) Ini
betul-betul kata-kata tolol! Saya tidak meremehkan dosa perzinahan, tetapi saya
yakin bahwa itu bukan dosa yang paling serius / paling berat, ataupun lebih
berat dari dosa membunuh!
Dosa yang paling hebat adalah menghujat Roh Kudus,
yang dikatakan tidak bisa diampuni (Mat 12:31-32).
Dosa yang paling banyak dikecam dalam Perjanjian Lama
adalah penyembahan berhala, dan dalam Perjanjian Baru adalah sikap ‘self-righteous’
(= merasa diri sendiri benar / suci) dari para tokoh agama Yahudi.
Juga, kalau dibandingkan dengan dosa membunuh, jelas
bahwa dosa berzinah lebih ringan. Buktinya:
1. Bandingkan
Im 19:20-22 dengan Kel 21:20-21.
a. Perzinahan
dengan budak.
Im 19:20-22 - “(20) Apabila seorang laki-laki bersetubuh
dengan seorang perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa
laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi surat
tanda merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi janganlah
keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum dimerdekakan. (21)
Laki-laki itu harus membawa tebusan salahnya kepada TUHAN ke pintu Kemah
Pertemuan, yakni seekor domba jantan sebagai korban penebus salah. (22)
Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan korban
penebus salah di hadapan TUHAN, karena dosa yang telah diperbuatnya, sehingga ia
beroleh pengampunan dari dosanya itu”.
b. Pembunuhan
terhadap budak.
Kel 21:20-21 - “(20) Apabila seseorang memukul
budaknya laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan
itu, pastilah budak itu dibalaskan. (21) Hanya jika budak itu masih
hidup sehari dua, maka janganlah dituntut belanya, sebab budak itu adalah
miliknya sendiri”.
Untuk bagian yang saya garis-bawahi dalam bahasa
Inggris terjemahannya berbeda.
KJV: ‘he shall be surely punished’ (= ia pasti
akan dihukum).
RSV/NASB: ‘he shall be punished’ (= ia akan
dihukum).
NIV: ‘he must be punished’ (= ia harus dihukum).
Catatan: Memang dalam ayat ini tak diberitahukan apa hukumannya. Ada banyak penafsir yang beranggapan bahwa dalam
Kel 21:20 itu hukuman yang diberikan kepada tuan dari budak itu bukanlah
hukuman mati, tetapi Calvin dan Adam Clarke mempunyai pandangan bahwa
hukumannya adalah hukuman mati. Jamieson, Fausset & Brown sekalipun menganggap
bahwa hukumannya bukanlah hukuman mati, tetapi mengatakan bahwa dari kata
Ibrani yang digunakan terlihat bahwa hukumannya pastilah berat.
Jadi, tindakan berzinah dan tindakan membunuh, yang
sama-sama dilakukan terhadap budak, yang pertama bisa ditebus / diampuni hanya
dengan membawa korban penebus salah, tetapi yang kedua mendapatkan hukuman mati
atau hukuman yang berat. Jelas bahwa membunuh lebih berat dari pada berzinah.
2. Bandingkan
Kel 22:16-17 dengan Kel 21:12-14.
a. Perzinahan.
Kel 22:16-17 - “(16) Apabila
seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan, dan tidur
dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan membayar mas
kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak memberikannya
kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya, sebanyak mas kawin
anak perawan.’”.
Ul 22:28-29 - “(28) Apabila
seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum
bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan - (29)
maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh
syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya,
sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki
itu menyuruh dia pergi”.
Catatan: memang kalau perzinahan
dilakukan dengan orang yang sudah menikah / bertunangan, maka hukumannya juga
adalah hukuman mati (Im 20:10 Ul
22:22-24).
b. Pembunuhan.
Kel 21:12-14 - “(12) ‘Siapa
yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. (13) Tetapi
jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah
melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat
lari. (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga
ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari
mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.
Lagi-lagi terlihat
bahwa dalam perzinahan (dengan seorang gadis yang belum bersuami / bertunangan)
tidak ada hukuman mati, tetapi kalau dalam pembunuhan sengaja, maka hukumannya
pastilah hukuman mati.
Bahkan dalam kasus
kesembronoan saja, yang mengakibatkan kematian orang lain, hukumannya adalah
hukuman mati!
Kel 21:22-23,28-29,31
- “(22)
Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang
perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak
mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang
dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut
putusan hakim. (23) Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang
membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, .... (28)
Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati,
maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh
dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi jika lembu
itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan,
tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki
atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi
pemiliknyapun harus dihukum mati. ... (31) Kalau ditanduknya seorang
anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut
peraturan itu juga”.
Ul 22:8 - “Apabila engkau mendirikan rumah yang
baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan
kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari
atasnya”.
3. Daud
berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, tetapi kelihatannya dosa yang lebih
ditekankan adalah pembunuhan terhadap Uria.
2Sam 12:9-10 - “(9) Mengapa engkau menghina
TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mataNya? Uria, orang Het itu,
kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya
kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh
pedang bani Amon. (10) Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari
keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk
menjadi isterimu”.
1Raja 15:5 - “karena Daud telah melakukan apa
yang benar di mata TUHAN dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkanNya
kepadanya seumur hidupnya, kecuali dalam perkara Uria, orang Het itu”.
Dalam 2Sam 12:9-10 kelihatannya kedua dosa ditekankan
secara seimbang, tetapi dalam 1Raja 15:5, yang menunjukkan kesalehan Daud,
dengan satu cacat sebagai perkecualian, yang dibicarakan bukanlah perzinahannya
dengan Batsyeba, tetapi pembunuhan terhadap Uria!
Dalam Maz 51 yang dianggap sebagai doa pengakuan
dosa Daud karena perzinahan dengan Batsyeba dan pembunuhan terhadap Uria, ay 1-2nya
berbunyi sebagai berikut: “(1) Untuk pemimpin biduan. Mazmur dari Daud, (2)
ketika nabi Natan datang kepadanya setelah ia menghampiri Batsyeba”. Tetapi kalau ini mau digunakan sebagai alasan untuk
mengatakan bahwa perzinahannya dengan Batsyeba lebih ditekankan dari pada
pembunuhannya terhadap Uria, perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 bukan termasuk
Alkitab / Firman Tuhan. Itu hanya keterangan tambahan saja. Dalam Alkitab bahasa
Inggris kedua ayat itu diletakkan di atas sebagai keterangan saja, sedangkan ay
1nya adalah ay 3 dalam Kitab Suci Indonesia.
b) Ayat yang
sering dipakai untuk menunjukkan beratnya dosa perzinahan adalah 1Kor 6:18.
1Kor 6:18 - “Jauhkanlah
dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di
luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya
sendiri”.
Bagian ini kelihatannya
mengistimewakan dosa percabulan / perzinahan dibandingkan dengan dosa-dosa lain.
Tetapi sebetulnya apa arti dari bagian ini? Boleh dikatakan semua penafsir
menafsirkan bagian ini secara hurufiah, tetapi setahu saya Calvin adalah
satu-satunya yang memberikan penafsiran yang berbeda, yang jauh lebih masuk
akal bagi saya.
Calvin: “Now
he shows its greatness by comparison - that this sin alone, of all sins, puts a
brand of disgrace upon the body. The body, it is true, is defiled also by
theft, and murder, and drunkenness, in accordance with those statements - ‘Your
hands are defiled with blood.’ (Isaiah 1:15.) ‘You have yielded your members
instruments of iniquity unto sin,’ (Romans 6:19,) and the like. ... Hence I explain it in this
way, that he does not altogether deny that there are other vices, in like
manner, by which our body is dishonored and disgraced, but that his meaning is
simply this - that defilement does not attach itself to our body from other
vices in the same way as it does from fornication. My
hand, it is true, is defiled by theft or murder, my tongue by evil speaking, or
perjury, and the whole body by drunkenness; but fornication leaves
a stain impressed upon the body, such as is not impressed upon it from other sins.
According to this comparison, or, in other words, in the sense of less and
more, other sins are said to be ‘without the body’ - not, however, as though they
do not at all affect the body, viewing each one by itself” [= Sekarang ia menunjukkan besarnya dosa
ini dengan menggunakan perbandingan - bahwa dosa ini saja, dari semua
dosa-dosa, memberikan suatu cap yang memalukan pada tubuh. Tubuh, memang benar,
juga dicemarkan oleh pencurian, dan pembunuhan, dan kemabukan, sesuai dengan
pernyataan-pernyataan ini - ‘Tanganmu dicemarkan dengan darah’ (Yes 1:15).
‘Kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi alat-alat kejahatan
kepada dosa’ (Ro 6:19) dan sebagainya. ... Karena itu saya menjelaskan ini
dengan cara ini, bahwa ia bukannya sama sekali menyangkal bahwa ada
kejahatan-kejahatan lain, dengan cara yang serupa, dengan mana tubuh kita
direndahkan / dihinakan dan dipermalukan, tetapi bahwa maksudnya sekedar adalah
ini - bahwa pencemaran tidak melekatkan dirinya sendiri kepada tubuh kita dari
kejahatan-kejahatan yang lain dengan cara yang sama seperti dalam kasus
percabulan. Adalah benar bahwa tanganku dicemarkan oleh pencurian atau
pembunuhan, lidahku dicemarkan oleh pembicaraan yang jahat, atau sumpah palsu,
dan seluruh tubuh dicemarkan oleh kemabukan; tetapi percabulan meninggalkan
suatu noda yang ditanamkan pada tubuh, dengan cara sedemikian rupa yang tidak
ditanamkan kepada tubuh dari dosa-dosa lain. Sesuai dengan perbandingan
ini, atau, dengan kata-kata yang lain, dalam arti kurang atau lebih, dosa-dosa
lain disebutkan sebagai ‘di luar tubuh’ - tetapi bukan seakan-akan dosa-dosa
lain itu sama sekali tidak mempengaruhi tubuh, kalau masing-masing ditinjau
secara terpisah].
Yes 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk
berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa,
Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah”.
Ro 6:19 - “Aku mengatakan hal ini secara manusia
karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang
membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan
anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada
pengudusan”.
Dari semua ini saya menyimpulkan bahwa ayat ini (1Kor 6:18) juga tidak
bisa digunakan untuk mengatakan bahwa dosa percabulan / perzinahan adalah dosa
yang paling berat. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa dosa percabulan /
perzinahan adalah dosa yang paling memalukan.
Bible Knowledge Commentary
(tentang 1Kor 6:18): “Immorality was a unique sin
but not the most serious (cf. Matt 12:32)” [= Ketidak-bermoralan merupakan dosa yang unik
tetapi bukan dosa yang paling serius (bdk. Mat 12:32)].
2) Hubungan sex dengan perempuan yang
sedang datang bulan.
Yeh 18:5-9 - “(5) Kalau seseorang adalah orang benar
dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, (6) dan ia tidak makan daging
persembahan di atas gunung atau tidak melihat kepada berhala-berhala kaum
Israel, tidak mencemari isteri sesamanya dan tidak menghampiri perempuan
waktu bercemar kain, (7) tidak menindas orang lain, ia mengembalikan
gadaian orang, tidak merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi
pakaian kepada orang telanjang, (8) tidak memungut bunga uang atau mengambil
riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara
manusia dengan manusia, (9) hidup menurut ketetapanKu dan tetap mengikuti
peraturanKu dengan berlaku setia - ialah orang benar, dan ia pasti hidup,
demikianlah firman Tuhan ALLAH”.
Im 18:19 - “Janganlah kauhampiri seorang perempuan
pada waktu cemar kainnya yang menajiskan untuk menyingkapkan auratnya”.
Im 20:18 - “Bila seorang laki-laki tidur dengan
seorang perempuan yang bercemar kain, jadi ia menyingkapkan aurat perempuan itu
dan membuka tutup lelerannya sedang perempuan itupun membiarkan tutup leleran
darahnya itu disingkapkan, keduanya harus dilenyapkan dari tengah-tengah
bangsanya”.
Im 15:19-31 - “(19)
Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah
dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap
orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. (20) Segala
sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu
yang didudukinya menjadi najis juga. (21) Setiap orang yang kena kepada tempat
tidur perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air
dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (22) Setiap orang yang kena
kepada sesuatu barang yang diduduki perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya,
membasuh diri dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (23)
Juga pada waktu ia kena kepada sesuatu yang ada di tempat tidur atau di atas
barang yang diduduki perempuan itu, ia menjadi najis sampai matahari terbenam.
(24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar
kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat
tidur yang ditidurinya menjadi najis juga. (25) Apabila seorang perempuan
berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada
waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu
cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah
seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis. (26) Setiap tempat tidur
yang ditidurinya, selama ia mengeluarkan lelehan, haruslah baginya seperti
tempat tidur pada waktu cemar kainnya dan setiap barang yang didudukinya
menjadi najis sama seperti kenajisan cemar kainnya. (27) Setiap orang yang kena
kepada barang-barang itu menjadi najis, dan ia harus mencuci pakaiannya,
membasuh tubuhnya dengan air, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam.
(28) Tetapi jikalau perempuan itu sudah tahir dari lelehannya, ia harus
menghitung tujuh hari lagi, sesudah itu barulah ia menjadi tahir. (29) Pada
hari yang kedelapan ia harus mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor
anak burung merpati dan membawanya kepada imam ke pintu Kemah Pertemuan. (30)
Imam harus mempersembahkan yang seekor sebagai korban penghapus dosa dan yang
seekor lagi sebagai korban bakaran. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian
bagi orang itu di hadapan TUHAN, karena lelehannya yang najis itu. (31)
Begitulah kamu harus menghindarkan orang Israel dari kenajisannya, supaya
mereka jangan mati di dalam kenajisannya, bila mereka menajiskan Kemah SuciKu
yang ada di tengah-tengah mereka itu.’”.
Ada 2 hal yang ingin saya bahas tentang
kedua text di atas ini:
a) Im 20:18 memberikan hukuman mati kepada
orang yang melakukan hal itu, tetapi Im 15:24 menyatakan bahwa orang itu
hanya menjadi najis selama 7 hari (tidak dihukum mati). Mengapa kelihatannya
bertentangan?
Boleh dikatakan
semua penafsir mengatakan bahwa kalau mereka secara sengaja melakukan hubungan
sex dengan sadar bahwa perempuan itu sedang datang bulan, maka berlaku hukuman
mati dalam Im 20:18. Tetapi kalau mereka sedang melakukan hubungan sex, dan
tahu-tahu perempuan itu mengalami datang bulan, maka itu tidak disengaja, dan
berlaku Im 15:24.
b) Apakah larangan seperti ini masih berlaku
pada jaman Perjanjian Baru?
Najisnya seorang perempuan pada waktu datang bulan
(Im 15:19-31), dan juga najisnya seorang laki-laki pada waktu mengeluarkan
air mani (Im 15:1-18), menurut saya semuanya termasuk dalam ceremonial
law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan).
Matthew Henry (tentang Im 15:19-33): “This is concerning the ceremonial uncleanness which women
lay under from their issues, both those that were regular and healthful, and
according to the course of nature (v. 19-24), and those that were unseasonable,
excessive, and the disease of the body” [= Ini berkenaan dengan kenajisan yang bersifat
upacara yang menimpa perempuan-perempuan dari apa yang mereka keluarkan,
baik hal-hal yang bersifat biasa dan sehat, dan sesuai dengan jalannya alam (ay
19-24), maupun hal-hal yang tidak pada tempatnya, berlebihan, dan merupakan
penyakit bagi tubuh].
Jamieson, Fausset & Brown (dalam tafsirannya
tentang Im 15:19-30) juga menyebutnya sebagai ‘ceremonial
defilement’
(= pencemaran yang bersifat upacara). Pulpit Commentary (dalam tafsirannya tentang Im 15 juga menyebutnya
sebagai ‘ceremonial
uncleanness’
(= kenajisan yang bersifat upacara).
Sedangkan semua ceremonial law (= hukum yang
berhubungan dengan upacara keagamaan) sudah tidak berlaku lagi dalam jaman
Perjanjian Baru.
Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia
telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk
menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu
mengadakan damai sejahtera”.
Jadi, saya berpendapat bahwa ditinjau dari sudut
Alkitab, larangan hubungan sex dengan seorang perempuan yang sedang datang
bulan juga sudah tidak berlaku lagi, dan boleh dilakukan asal keduanya
sama-sama mau.
Tetapi ditinjau dari sudut medis, dikatakan
bahwa hubungan sex pada saat seorang perempuan datang bulan bisa
menimbulkan infeksi pada si perempuan. Tetapi ini bisa dihindarkan kalau yang
laki-laki menggunakan kondom. Lihat Google ‘coitus during menstruation’.
HUKUM 8 (1)
jangan mencuri
(Kel 20:15)
kel
20:15 - “jangan mencuri”.
1) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini.
a) Mengambil
sesuatu yang bukan miliknya sendiri tanpa ijin, baik besar maupun kecil.
Mengambil mangga, atau jambu, atau buah apapun milik
tetangga / orang lain, tanpa ijin, merupakan pencurian, tidak peduli betapa
tidak berharganya / remehnya buah tersebut.
b) Mencuri
waktu dalam bekerja atau mencuri dalam persoalan kwalitet pekerjaan.
Misalnya: membolos dari pekerjaan karena alasan yang
tidak bisa dibenarkan / dipertanggung-jawabkan, datang terlambat, pulang
terlalu pagi, kerja malas-malasan, kerja dengan asal-asalan / ceroboh sehingga
merugikan boss.
The Biblical Illustrator (Old Testament): “If
a workman who is paid to work ten hours, takes advantage of the absence of the
master or foreman to smoke a pipe and read a newspaper for one hour out of the
ten, he steals one-tenth of his day’s wages” (= Jika seorang pekerja yang dibayar untuk bekerja
sepuluh jam, mengambil keuntungan dari absennya tuannya atau mandor untuk
merokok dan membaca koran untuk satu jam dari sepuluh jam itu, ia mencuri
sepersepuluh dari upah hariannya).
The Biblical Illustrator (Old Testament): “An
assistant in a shop, who instead of caring for his master’s interests as if
they were his own, puts no heart into his work, exercises no ingenuity, treats
customers carelessly instead of courteously, and so diminishes the chances of
their coming again, gets his salary on false pretences, does not give
the kind of service which he knows his employer expects, and which he would
expect if he were an employer himself” (= Seorang pembantu / bawahan di sebuah toko, yang
bukannya mempedulikan kepentingan tuannya seakan-akan itu adalah kepentingannya
sendiri, tidak memberikan hatinya untuk pekerjaannya, tidak melaksanakan
kepintarannya, menangani langganan-langganan dengan sembarangan / ceroboh /
tanpa perhatian dan bukannya dengan sopan, dan dengan demikian mengurangi
kemungkinan bagi langganan-langganan itu untuk datang lagi, mendapatkan
gajinya yang bukan merupakan haknya, tidak memberikan jenis pelayanan yang
ia tahu diharapkan oleh majikannya, dan yang ia sendiri harapkan seandainya ia
sendiri adalah seorang majikan).
Pulpit Commentary: “Servants
steal when they take ‘commission’ from tradesmen unknown to their masters, or
appropriate as ‘perquisites’ what their masters have not expressly agreed to
allow, or neglect to do the work which they undertook, or do it in a
slovenly manner, or damage their master’s property by carelessness or diminish
it by waste” (= Pelayan-pelayan mencuri ketika mereka mengambil
‘komisi’ dari pedagang-pedagang tanpa sepengetahuan tuan mereka, atau mengambil
untuk diri sendiri ‘keuntungan’ yang tidak disetujui atau diijinkan dengan
jelas oleh tuan mereka, atau lalai untuk melakukan pekerjaan mereka, atau
melakukannya dengan cara yang ceroboh / teledor, atau merusakkan milik tuan
mereka oleh kecerobohan atau menguranginya oleh pemborosan / penghamburan).
Sebetulnya dalam hal ini juga termasuk ‘hamba-hamba Tuhan’, yang
sekalipun sudah diberi biaya hidup yang cukup oleh gerejanya, tetapi melayani
asal-asalan, atau terus menerus berkhotbah di gereja-gereja lain, dan nyaris
tak pernah berkhotbah di gerejanya sendiri. Ini juga merupakan pencurian!
c) Tidak
mengembalikan barang / uang yang dipinjam.
Maz 37:21 - “Orang
fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah
pengasih dan pemurah”.
Barnes’ Notes: “It
is true, however, as a characteristic of a wicked man, that he will often be
‘disposed’ to borrow and not pay again; that he will be ‘reckless’ about
borrowing and careless about paying; and that it is a characteristic of a good
or upright man that he will not borrow when he can avoid it, and that he will
be punctual and conscientious in paying what he has borrowed” (= Tetapi adalah benar bahwa sebagai suatu sifat
dari seorang yang jahat, bahwa ia akan sering ‘ingin / cenderung’ untuk
meminjam dan tidak mengembalikan; bahwa ia akan ‘sembrono’ dalam meminjam dan
tak peduli dalam membayar / mengembalikan; dan bahwa merupakan suatu sifat dari
seorang yang baik / saleh dan jujur / lurus bahwa ia tidak akan meminjam ketika
ia bisa menghindarinya, dan bahwa ia akan tepat waktu dan teliti dalam membayar
/ mengembalikan apa yang telah ia pinjam).
d) Mencuri
dengan menggunakan ukuran / timbangan yang tidak cocok.
Im 19:35-36 - “(35)
Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan, mengenai ukuran, timbangan dan
sukatan. (36) Neraca yang betul, batu timbangan yang betul, efa yang betul dan
hin yang betul haruslah kamu pakai; Akulah TUHAN, Allahmu yang membawa kamu
keluar dari tanah Mesir”. Bdk. Ul
25:13-16 Amsal 11:1 Amsal 20:10,23 Yeh 45:10-12
Mikha 6:10-11 Amos 8:4-5.
Ul 25:13-16 - “(13)
‘Janganlah ada di dalam pundi-pundimu dua macam batu timbangan, yang besar dan
yang kecil. (14) Janganlah ada di dalam rumahmu dua macam efa, yang besar dan
yang kecil. (15) Haruslah ada padamu batu timbangan yang utuh dan tepat;
haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat - supaya lanjut umurmu di tanah
yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. (16) Sebab setiap orang yang
melakukan hal yang demikian, setiap orang yang berbuat curang, adalah kekejian
bagi TUHAN, Allahmu.’”.
Amsal 11:1 - “Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia
berkenan akan batu timbangan yang tepat”.
Amsal 20:10,23 - “(10) Dua macam batu timbangan, dua macam takaran,
kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN. ... (23) Dua macam batu timbangan
adalah kekejian bagi TUHAN, dan neraca serong itu tidak baik”.
Yeh 45:10-12 - “(10) Neraca yang betul, efa yang betul dan bat yang
betullah patut ada padamu. (11) Sepatutnyalah efa dan bat mempunyai ukuran yang
sama yang ditera, sehingga satu bat isinya sepersepuluh homer, dan satu efa
ialah sepersepuluh homer juga; jadi menurut homerlah ukuran-ukuran itu ditera.
(12) Bagi kamu satu syikal sepatutnya sama dengan dua puluh gera, lima syikal,
ya lima syikal dan sepuluh syikal, ya sepuluh syikal, dan lima puluh syikal
adalah satu mina”.
Mikha 6:10-11 - “(10) Masakan Aku melupakan harta benda kefasikan di
rumah orang fasik dan takaran efa yang kurang dan terkutuk itu? (11) Masakan
Aku membiarkan tidak dihukum orang yang membawa neraca palsu atau pundi-pundi
berisi batu timbangan tipu?”.
Amos 8:4-5 - “(4) Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang
miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini (5) dan berpikir:
‘Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari
Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa,
membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu,”.
The Biblical Illustrator (New Testament): “To
give short weight or short measure, is to steal” (= Memberikan berat / timbangan yang kurang atau
ukuran yang kurang adalah mencuri).
Pulpit Commentary: “employment
of false weights or measures, are the acts of a thief, as much as
pocket-picking or shop-lifting” (= pekerjaan dari timbangan atau ukuran
yang palsu adalah tindakan dari seorang pencuri, sama seperti pencopetan dompet
atau pengutilan).
Pelanggaran dalam hal ini banyak sekali:
1. Pompa
bensin yang meterannya curang.
2. Penjual
buah-buahan di pinggir jalan yang timbangannya kurang bisa sampai 20 %!
3. Penjual
LPG yang gasnya sudah dikurangi.
4. Dan
sebagainya.
e) Mencuri
dengan menjual barang berkwalitet lebih rendah dari yang seharusnya, atau
barang palsu.
The Biblical Illustrator (New Testament): “If
he engages to send you cloth of a certain quality and charges you for it, and
then sends you cloth which is worth in the market only two-thirds the price, he
is just as much a thief as though he stood behind you in a crowd and robbed you
of your purse. ... To supply an article of inferior quality to that which it is
understood that the buyer expects, is to steal” (= Jika ia berjanji untuk mengirimkan kepadamu
kain dari kwalitet tertentu dan memintamu membayar untuk itu, dan lalu
mengirimkan kepadamu kain yang nilai / harganya di pasar hanya dua per tiga
dari harga itu, ia sama pencurinya seakan-akan ia berdiri di belakangmu dalam
kerumunan orang banyak dan merampok / mencopet dompetmu. ... Menyuplai suatu
barang dari kwalitet yang lebih rendah dari apa yang diketahui sebagai apa yang
diharapkan oleh si pembeli, adalah mencuri).
Pulpit Commentary: “Adulteration,
concealment of defects, misrepresentation of quality, ... are the acts of a
thief, as much as pocket-picking or shop-lifting” (= Pemalsuan /
pencampuran, penyembunyian cacat-cacat, penggambaran yang salah dari kwalitet,
... adalah tindakan-tindakan dari seorang pencuri, sama seperti pencopetan
dompet atau pengutilan).
f) Korupsi.
Luk 3:13 - “Jawabnya:
‘Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.’”.
Yoh 12:6 - “Hal
itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin,
melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang
disimpan dalam kas yang dipegangnya”.
g) Menaikkan
bon / kwitansi.
Luk 3:13 - “Jawabnya:
‘Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.’”.
Praktek seperti ini merajalela di Indonesia. Pegawai
yang menaikkan bon / kwitansi adalah pencuri, dan pemilik toko / perusahaan
yang mau menaikkan bon / kwitansi, berdusta dengan tulisan, dan juga membantu
pencurian.
h) Mencuri
nilai dengan cara tidak jujur pada waktu
ulangan / ujian.
i) Mencuri air
/ listrik / telpon / pajak.
j) Menyalah-gunakan
fasilitas kantor / perusahaan, seperti foto copy, printer, telpon, mobil, dsb,
untuk kepentingan pribadi / orang lain yang tidak berhak.
k) Tidak
mengembalikan uang kembalian yang kelebihan.
l) Menggeser
batas tanah.
Ul 19:14 - “‘Janganlah menggeser batas tanah sesamamu yang telah ditetapkan
oleh orang-orang dahulu di dalam milik pusaka yang akan kaumiliki di negeri
yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milikmu.’”.
Ul 27:17 - “Terkutuklah orang yang menggeser batas
tanah sesamanya manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!”.
Menggeser
batas tanah jelas merupakan pencurian
tanah, karena tujuannya adalah untuk memperluas tanahnya sendiri dengan mencuri
tanah tetangganya.
m) Memeras, merampas, tidak memberikan apa yang
menjadi hak orang lain, menindas orang miskin, boss yang menindas / bersikap
tidak adil terhadap pegawainya, dsb.
Ada banyak ayat
Alkitab yang menentang pelindasan hak (pencurian hak), dan akan saya berikan
dan bahas di bawah ini.
Im 19:11a,13,15,35a
- “(11a)
Janganlah kamu mencuri, ... (13) Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan
janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian
sampai besok harinya. ... (15) Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan;
janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah
engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang
sesamamu dengan kebenaran. ... (35a) Janganlah
kamu berbuat curang dalam peradilan”.
Calvin
(tentang Im 19:35-36):
“‘Ye
shall do no unrighteousness in judgment.’ If you take the word
judgment in its strict sense, this will be a special precept, that judges
should faithfully do justice to all, and not subvert just causes from favor or
ill-will. But since the word mishpat,
often means rectitude, it will not be unsuitable to suppose that all
iniquities contrary to integrity are generally condemned;” (= ‘Jangan kamu melakukan ketidakbenaran dalam
penghakiman’. Jika kamu mengartikan kata ‘penghakiman’ dalam arti yang ketat,
ini akan menjadi ajaran yang spesial, bahwa hakim-hakim harus dengan setia
melakukan keadilan kepada semua orang, dan tidak membalikkan perkara-perkara
yang adil dari kesenangan atau sakit hati / dendam. Tetapi karena kata
MISHPAT, sering berarti ‘kejujuran / kelurusan’, maka bukanlah tidak cocok
kalau semua kejahatan yang bertentangan dengan kejujuran / kelurusan dikecam
secara umum).
Catatan: kata MISHPAT adalah kata Ibrani yang diterjemahkan ‘peradilan’ (ay 35a) dalam Kitab Suci Indonesia. Calvin memang
benar bahwa kata itu bisa diartikan ‘rectitude’ (= kejujuran /
kelurusan).
Pulpit Commentary (tentang Kel 20:15): “Masters steal when they do not permit
their servants the indulgences they promised, or allow their wages to fall into
arrear, or force them to work overtime without proper remuneration” (= Tuan-tuan
mencuri pada waktu mereka tidak mengijinkan pelayan-pelayan mereka
kebaikan-kebaikan / kesenangan-kesenangan yang mereka janjikan, atau menunggak
upah mereka, atau memaksa mereka untuk kerja lembur tanpa upah yang pantas).
Calvin (tentang Kel
20:15 dan Ul 5:19): “SINCE charity
is the end of the Law, we must seek the definition of theft from thence. This,
then, is the rule of charity, that every one’s rights should be safely
preserved, and that none should do to another what he would not have done
to himself. It follows, therefore, that not only are those thieves who secretly
steal the property of others, but those also who seek for gain from the loss
of others, accumulate wealth by unlawful practices, and are more devoted to
their private advantage than to equity”
(= KARENA kasih adalah tujuan dari hukum Taurat, kita harus mencari definisi
dari ‘pencurian’ dari sana. Maka, inilah peraturan dari kasih, bahwa hak
dari setiap orang harus dijaga dengan aman, dan bahwa tak seorangpun boleh
melakukan kepada orang lain apa yang ia tidak mau dilakukan terhadap dirinya
sendiri. Karena itu, akibatnya, bahwa yang merupakan pencuri-pencuri bukan
hanya mereka yang dengan diam-diam mencuri milik orang-orang lain, tetapi
juga mereka yang mencari keuntungan dari kerugian orang-orang lain,
mengumpulkan kekayaan oleh praktek-praktek yang tidak sah, dan lebih
mengabdikan diri kepada keuntungan pribadi dari pada kepada keadilan).
Bdk. Amos 8:4 - “Dengarlah ini, kamu yang
menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri
ini”.
Kel 23:1-3,6-9 - “(1) ‘Janganlah
engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang
bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau
turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan
kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan
orang membelokkan hukum. (3) Juga
janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya. ... (6) Janganlah
engkau memperkosa hak orang miskin di antaramu dalam perkaranya. (7) Haruslah
kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang
yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang
yang bersalah. (8) Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata
orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.
(9) Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri telah mengenal
keadaan jiwa orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah
Mesir”.
Catatan: kata-kata ‘kebanyakan
orang’ yang muncul 2 x dalam ay 2
diterjemahkan ‘a multitude’ (= orang banyak) dalam KJV/RSV; ‘a crowd’
(= orang banyak) dalam NIV. Beberapa penafsir mengatakan bahwa sekalipun kata
Ibraninya memang bisa diterjemahkan begitu, tetapi juga bisa diterjemahkan
‘orang besar / kuat’.
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Kel 23:2): “‘Thou shalt not follow a multitude,’ (rabiym) - ‘many.’ This makes a very
good sense; because the caution against being misled into evil by the influence
of prevailing example is necessary and seasonable at all times. But the Hebrew
word signifies also ‘great men’ (Job 31:9; Isa 53:12; Jer 41:1), and in the
opinion of some it should be so translated both in this and the following
clause”
[= ‘Jangan engkau mengikuti banyak orang’ (RABIYM) - ‘banyak’. Ini membuat
suatu arti yang baik; karena peringatan supaya jangan dibimbing secara salah ke
dalam kejahatan oleh pengaruh dari teladan / contoh yang umum / kuat merupakan
sesuatu yang perlu dan sesuai untuk segala waktu. Tetapi kata Ibrani itu juga
berarti ‘orang-orang besar’ (Ayub 31:9; Yes 53:12;
Yer 41:1), dan dalam pandangan dari sebagian orang itu harus diterjemahkan
demikian di sini dan dalam anak kalimat selanjutnya].
Calvin (tentang Kel
23:6): “But the other point here referred to
might appear superfluous, viz., that judges should not favor the poor, which
very rarely takes place. It would also be incongruous that what God elsewhere
prescribes and praises should here be reprehended. I reply, that rectitude is
so greatly pleasing to God, that the judge would in no wise be excusable, under
whatever pretext he might decline from it ever so little, and that this is the
intention of this precept. For, although the poor is for the most part
tyrannically oppressed, still ambition will sometimes impel a judge to
misplaced compassion, so that he is liberal at another’s expense. And this
temptation is all the more dangerous, because injustice is done under the cloak
of virtue” (= Tetapi hal
lain yang ditunjuk di sini bisa kelihatan berlebihan, yaitu, bahwa hakim-hakim
tidak boleh memihak orang miskin, yang sangat jarang terjadi. Juga merupakan
sesuatu yang tidak cocok kalau apa yang di tempat lain Allah tentukan dan puji,
di sini justru dicela / disalahkan. Saya menjawab, bahwa kejujuran / kelurusan
adalah begitu menyenangkan / memperkenan Allah, sehingga hakim tidak akan bisa
dimaafkan, sekalipun ia mundur darinya hanya sedikit dengan dalih apapun, dan
ini adalah maksud / tujuan dari perintah / ajaran ini. Karena sekalipun orang
miskin pada umumnya ditindas secara kejam, tetap ambisi kadang-kadang
mendorong seorang hakim kepada belas kasihan yang salah tempat, sehingga ia baik
/ murah hati dengan mengorbankan orang lain. Dan pencobaan ini jauh lebih
berbahaya, karena ketidak-adilan dilakukan di bawah jubah / selubung dari
kebaikan).
Catatan: yang dibicarakan oleh Calvin
dalam bagian ini adalah Kel 23:3. Memang dalam bagian-bagian lain dari
Alkitab kita diharuskan berbelas kasihan dan menolong orang-orang miskin,
tetapi itu tidak berarti kita boleh memihak kepada orang miskin pada waktu ia
memang salah. Tetapi kesalahan seperti ini justru banyak terjadi. Orang-orang
miskin yang jelas-jelas mendirikan bangunan liar, atau berjualan di tempat
terlarang, seringkali justru dibela, pada waktu mereka ditindak oleh yang pihak
yang berwajib / berwenang. Kalau sepeda motor tabrakan dengan mobil, selalu
pengendara mobilnya yang disalahkan.
Dalam contoh yang terakhir ini, yang dilindas haknya justru adalah
orang kaya. Ini sama salahnya dengan melindas hak orang miskin. Kita tidak
boleh berpihak kepada orang kaya atau orang miskin, orang berkedudukan tinggi
atau rendah. Kita harus berpihak pada kebenaran dan keadilan!
Matthew Henry
(tentang Kel 23:1-dst): “The
judges are here cautioned not to pervert judgment. (1.) They must not be
overruled, either by might or multitude, to go against their consciences in
giving judgment, v. 2. ... They must not pervert judgment, no, not in favour of
a poor man, v. 3. Right must in all cases take place and wrong must be
punished, and justice never biassed nor injury connived at under pretence of charity
and compassion. If a poor man be a bad man, and do a bad thing, it is
foolish pity to let him fare the better for his poverty” [= Hakim-hakim
di sini diperingatkan untuk tidak membengkokkan penghakiman. 1. Mereka tidak
boleh dipengaruhi, atau oleh kekuatan atau oleh orang banyak, untuk berjalan
melawan hati nurani mereka dalam memberikan penghakiman, ay 2. ... Mereka tidak
boleh membengkokkan penghakiman, tidak, tidak dengan memihak orang miskin, ay 3.
Keadilan / kebenaran harus terjadi dalam semua kasus dan kesalahan harus
dihukum, dan keadilan tidak pernah dibuat berat sebelah ataupun pelanggaran
pura-pura tak dilihat di bawah kepura-puraan dari kasih dan belas kasihan. Jika
seorang miskin adalah seorang yang jahat, dan melakukan sesuatu yang jahat / buruk,
merupakan belas kasihan yang tolol untuk membiarkannya berjalan dengan lebih
baik (?) karena kemiskinannya].
Ul 1:16-17a - “(16) Dan pada
waktu itu aku memerintahkan kepada para hakimmu, demikian: Berilah perhatian
kepada perkara-perkara di antara saudara-saudaramu dan berilah keputusan
yang adil di dalam perkara-perkara antara seseorang dengan saudaranya atau
dengan orang asing yang ada padanya. (17a) Dalam mengadili jangan pandang
bulu. Baik perkara orang kecil maupun perkara orang besar harus kamu dengarkan.
Jangan gentar terhadap siapapun, sebab pengadilan adalah kepunyaan Allah”.
Catatan: dalam kata-kata ‘pandang bulu’ (ay 17a) dalam bahasa Ibraninya ada kata
‘wajah’. Jadi artinya ‘jangan memandang wajah / rupa’.
Matthew Henry (tentang Ul
1:16-17): “‘Judge
righteously.’ Judgment must be given according to the merits of the cause,
without regard to the quality of the parties. The natives must not be suffered
to abuse the strangers any more that the strangers to insult the natives or to
encroach upon them; the great must not be suffered to oppress the small, nor to
crush them, any more than the small, to rob the great, or to affront them. No
faces must be known in judgment, but unbribed (and) unbiased
equity must always pass sentence” (= ‘Hakimilah dengan adil / benar’. Penghakiman harus diberikan sesuai
dengan kepantasan dari perkara, tanpa mempedulikan kwalitet dari pihak-pihak
yang bersangkutan. Orang pribumi / penduduk asli tidak boleh dibiarkan untuk
memperlakukan orang-orang asing dengan buruk, dan juga orang-orang asing tidak
boleh dibiarkan untuk menghina orng pribumi atau untuk mengganggu / melanggar
hak mereka; orang besar tidak boleh dibiarkan untuk menindas orang kecil,
ataupun menghancurkan mereka, dan orang kecil tidak boleh dibiarkan merampok
orang besar atau menghina mereka. Tidak ada wajah boleh dikenal / dipandang
dalam penghakiman, tetapi keadilan tanpa suap dan tak memihak harus selalu
memberikan vonis).
Adam Clarke (tentang Ul
1:17): “Let not the
bold, daring countenance of the rich or mighty induce you to give an
unrighteous decision; and let not the abject look of the poor man induce you
either to favour him in an unrighteous cause, or to give judgment against him
at the demand of the oppressor. Be uncorrupt and incorruptible, for the
judgment is God’s; ye minister in the place of God, act like HIM” (= Janganlah
wajah yang berani dari orang kaya atau orang kuat menyebabkan engkau untuk
memberikan keputusan yang tidak benar / tidak adil; dan janganlah penampilan
yang hina dari orang miskin menyebabkan engkau atau memihaknya dalam suatu
perkara yang tidak benar, atau untuk memberikan penghakiman menentangnya karena
tuntutan dari si penindas. Jadilah baik dan tak bisa disuap, karena penghakiman
adalah milik Allah; dan kamu adalah pelayan di tempat Allah, bertindaklah
seperti DIA).
Ul 16:18-20 - “(18)
‘Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat yang
diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu, menurut suku-sukumu; mereka harus
menghakimi bangsa itu dengan pengadilan yang adil. (19) Janganlah
memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap,
sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan
perkataan orang-orang yang benar. (20) Semata-mata keadilan, itulah yang harus
kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh
TUHAN, Allahmu.’”.
Calvin (tentang Ul
16:20): “By an
emphatic repetition God inculcates that judges should study equity with inflexible
constancy; nor is this done without cause, for nothing is more likely to
happen than that men’s minds should be clouded by favor or hatred.
Besides there are so many quibbles whereby justice is perverted, that, unless
judges are very cautious in watching against deception, they will often find
themselves ensnared” (= Oleh suatu
penekanan yang diulang-ulang, Allah menanamkan bahwa hakim-hakim harus
mempelajari keadilan dengan kekonstanan yang kaku / tidak flexible; dan
ini bukan dilakukan tanpa alasan, karena tidak ada yang lebih mungkin untuk
terjadi dari pada bahwa pikiran manusia dikaburkan / digelapkan oleh
kesenangan atau kebencian. Disamping itu ada begitu banyak dalih dengan
mana keadilan dibengkokkan, sehingga, kecuali hakim-hakim sangat hati-hati
dalam berjaga-jaga terhadap penipuan, mereka akan sering mendapati diri mereka
sendiri terjerat).
Pelindasan hak / tindakan
curang seperti ini bukan hanya bisa dilakukan oleh hakim / jaksa / saksi dalam
pengadilan, tetapi bahkan oleh tukang parkir atau ‘polisi cepekan’ yang
melindas hak orang lain hanya demi uang Rp 100,-! Demi uang Rp 100,- itu ia
mendahulukan orang yang salah jalan, atau yang tidak seharusnya didahulukan.
Ini jelas merupakan pelanggaran hak terhadap orang yang seharusnya didahulukan.
Pelanggaran hak berupa pemerasan juga banyak dilakukan oleh tukang parkir yang
menaikkan tarif seenaknya sendiri!
Keadilan / kebenaran harus
tetap dijalankan, tak peduli kerugian / bencana apapun yang akan terjadi karena
hal itu.
Adam Clarke (tentang
Kel 23:3): “Thou shalt
neither be influenced by the great to make an unrighteous decision, nor by the
poverty or distress of the poor to give thy voice against the dictates of
justice and truth. Hence, the ancient maxim, FIAT JUSTITIA, RUAT COELUM. ‘Let
justice be done, though the heavens should be dissolved.’” (= Jangan kamu
dipengaruhi baik oleh orang-orang besar untuk membuat keputusan yang tidak
benar, ataupun oleh kemiskinan atau penderitaan / kesusahan dari orang miskin
untuk memberikan suaramu menentang perintah dari keadilan dan kebenaran. Maka /
karena itu, ada peribahasa / pepatah, FIAT JUSTITIA, RUAT COELUM. ‘Hendaklah
keadilan dilakukan, sekalipun langit / surga harus bubar / larut / hancur /
hilang’).
Thomas Manton (tentang Yak 3:17): “If the chiefest care must be for
purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of
Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion
than one jot of truth perish” (= Jika perhatian yang paling utama
adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran
kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih
baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran
binasa).
Calvin (tentang Ef 5:11): “But rather than the truth of God shall
not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= dari pada
kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).
HUKUM 8 (2)
jangan mencuri
(Kel 20:15)
n) Menjadi
tukang tadah barang curian.
Amsal 29:24a - “Siapa
menerima bagian dari pencuri, membenci dirinya”.
NASB: ‘He who is a partner with a thief hates his own
life’ (= Ia yang adalah seorang partner dengan seorang pencuri membenci
hidupnya / nyawanya sendiri).
Kalau saudara membeli barang curian, maka sebetulnya
saudara sudah menjadi partner dengan pencurinya, dan ini jelas merupakan dosa!
Karena itu, jangan membeli barang di loakan, yang saudara tahu berasal dari
pencurian.
o) Pembajakan buku,
cassette, CD, VCD, DVD, dan sebagainya.
Dengan melakukan hal-hal ini kita mencuri hak cipta
dari si pencipta barang tersebut.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:15: “there
is the theft of plagiarism, the stealing of ideas, the withholding of credit or
praise when credit or praise is due” (= ada pencurian dari penjiplakan, pencurian dari ide-ide /
gagasan-gagasan, penahanan dari penghargaan atau pujian pada waktu penghargaan
atau pujian cocok / harus diberikan).
Seorang jemaat pernah pulang ke Kalimantan dan lalu
mengatakan kepada saya bahwa buku-buku saya dijual di toko buku di sana,
padahal tidak pernah ada ijin dari saya.
Buku saat teduh ‘Manna Surgawi’ juga membajak tulisan
saya di internet dan menjualnya, tanpa memberikan informasi apapun tentang saya
sebagai penulis asli dari tulisan itu.
Ini merupakan sesuatu yang membudaya di Indonesia,
khususnya berkenaan dengan program komputer. Tetapi, bagaimanapun juga ini
tetap merupakan pencurian, dan itu adalah dosa.
p) Tidak
memberikan persembahan persepuluhan.
1. Persembahan
persepuluhan adalah milik Tuhan.
Im 27:30 - “Demikian
juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah
maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus
bagi TUHAN”.
2. Karena
itu, kalau kita tidak memberikannya kepada Tuhan, kita mencuri / merampok milik
Tuhan.
Mal 3:7-11 - “(7)
Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang dari ketetapanKu dan tidak
memeliharanya. Kembalilah kepadaKu, maka Aku akan kembali kepadamu, firman
TUHAN semesta alam. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah kami harus
kembali?’ (8) Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu
Aku. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?’
Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! (9) Kamu telah
kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! (10)
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan,
supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta
alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (11) Aku akan menghardik bagimu belalang
pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur
di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam”.
Catatan: semua kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’.
3. Satu hal lain yang perlu diketahui tentang persembahan
persepuluhan ialah bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan kepada
gereja. Ini ditunjukkan oleh ayat-ayat di bawah ini:
a. Ul 12:5-6
- “(5)
Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai
kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari
dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban
bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan
persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung
lembu sapimu dan kambing dombamu”.
b. Neh 10:37-38
- “(37)
Dan tepung jelai kami yang mula-mula, dan persembahan-persembahan khusus kami,
dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para
imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan
kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi
inilah yang memungut persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami.
(38) Seorang imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka
memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa
persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah
kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan”.
c. Mal 3:10
- “Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan”.
4. Jadi, persembahan persepuluhan merupakan suatu kewajiban bagi
setiap orang kristen terhadap gereja dan dengan demikian persembahan
persepuluhan tidak boleh diberikan kepada apapun / siapapun selain gereja,
seperti:
a. Orang
miskin, korban bencana alam, yatim piatu, dsb.
Tetapi bagaimana dengan Ul 26:12?
Ul 26:12 - “‘Apabila dalam
tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai
mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah
engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada
janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang”.
Ul 26:12 ini tidak berarti bahwa persembahan
persepuluhan boleh diberikan kepada orang miskin. Perhatikan baik-baik ayat itu
dan saudara akan melihat bahwa persembahan persepuluhan itu bukannya diberikan
kepada orang miskin, tetapi bisa dikatakan digunakan untuk pesta makan bersama
dengan orang miskin di Bait Allah. Pada jaman sekarang, ini lebih tepat
dikontextualisasikan sebagai ‘acara gereja’.
b. ‘para church’.
Perlu diketahui bahwa ‘para church’, seperti
STRIS / LRII, PERKANTAS, dan persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga
kristen lainnya, tetap bukan merupakan ‘church’ (= gereja), dan
karena itu persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada mereka.
c. Hamba Tuhan.
Saudara harus memberikannya kepada gereja dan biarlah
gereja itu yang memberikannya sebagai biaya hidup hamba Tuhan.
Apakah ini berarti bahwa orang kristen tidak boleh
menyumbang / memberi persembahan kepada orang miskin, korban bencana alam,
yatim piatu, ‘para church’ dan hamba Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan
menggunakan yang 10 %, tetapi gunakanlah 90 % sisanya! Yang 10 %
tidak boleh diganggu gugat dan harus diberikan kepada gereja!
Dan dalam memberikannya ke gereja, saudara tidak
harus memberikannya ke gereja saudara sendiri. Saudara boleh memberikannya
ke gereja lain, tetapi saudara harus memilih gereja yang benar, bukan
seadanya gereja. Memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang sesat
adalah sama dengan memberikannya kepada setan.
q) Menahan /
mengambil sesuatu yang kita temukan, padahal kita mengetahui pemiliknya dan
bisa mengembalikannya.
Kalau kita menemukan sesuatu, yang tidak bisa
diketahui pemiliknya, maka kita boleh memilikinya. Ini bukan pencurian.
Tetapi kalau kita mengetahui siapa pemiliknya, dan kita bisa mengembalikannya,
kita harus mengembalikannya. Kalau kita menahannya / mengambilnya dalam kasus
seperti itu, kita adalah pencuri!
Ul 22:1-3
- “(1) ‘Apabila
engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah engkau
pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada
saudaramu itu. (2) Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat denganmu dan
engkau tidak mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu ke dalam
rumahmu dan haruslah itu tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang
mencarinya; engkau harus mengembalikannya kepadanya. (3) Demikianlah harus
kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan pakaiannya, demikianlah
kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang kautemui;
tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu”.
Bdk.
Im 6:1-7 - “(1) TUHAN
berfirman kepada Musa: (2) ‘Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia
terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan
kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya,
atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, (3) atau bila ia
menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta - dalam
perkara apapun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa - (4) apabila
dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan
barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah
dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, (5) atau
segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar
gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya
kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan korban penebus salahnya. (6)
Sebagai korban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor
domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi
korban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam harus
mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima
pengampunan atas perkara apapun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.’”.
Dalam majalah berjudul
‘Reader’s Digest’, June 2001, hal 37-41, ada artikel sebagai
berikut:
Reader’s
Digest menyebarkan di kota-kota besar di beberapa negara sebanyak 1.100 dompet,
berisikan uang senilai $ 50 dalam mata uang lokal, disertai dengan nama, alamat
dan nomor telpon dari si pemilik.
Dompet-dompet
itu disebarkan di tempat-tempat yang bervariasi, seperti tempat telpon umum, di
depan bangunan kantor, toko-toko, tempat parkir, restoran, dan bahkan tempat
ibadah. Juga pada saat suatu dompet ditinggalkan di suatu tempat, dompet itu
diawasi dari jauh, untuk melihat reaksi dari si penemu dompet.
Hasil
total: 44 % dari dompet-dompet itu tidak kembali.
Hasil
terperinci:
1. Denmark & Norwegia: kembali
100 %.
Sampai
diberi komentar, ‘apakah perlu di sana orang mengunci pintu rumah?’.
2. Singapura: kembali 90 %.
3. Australia & Jepang: kembali
70 %.
4. Amerika Serikat: kembali
67 %.
5. Inggris: kembali
65 %.
6. Belanda: kembali 50 %.
7. Jerman: kembali 45 %.
8. Rusia: kembali 43 %.
9. Filipina: kembali
40 %.
10. Itali : kembali 35 %.
11. Cina: kembali 30 %.
12. Mexico: kembali 21 %.
Hal yang menarik adalah
bahwa kadang-kadang orang kaya tidak mengembalikan dompet itu, sebaliknya orang
miskin, yang betul-betul membutuhkan, justru mengembalikannya.
Di
Lausanne, Swiss, seorang wanita berpakaian bagus, memakai mantel dan sepatu hak
tinggi, sedang berjalan dengan anaknya perempuan. Perempuan itu membungkuk
untuk mengambil dompet itu, lalu mereka berdua berpandang-pandangan, dan
perempuan itu lalu memasukkan dompet itu ke kantongnya, dan tidak
mengembalikannya.
Sebaliknya
seorang bangsa Albania, yang lari dari Kosovo dan bekerja sebagai pelayan
restoran di Swiss, mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Saya tahu betapa keras /
berat seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak itu’.
Juga
seorang Kanada menemukan uang itu, dan ia lalu berpikir: ‘Mungkin pemiliknya
adalah seorang cacat, yang membutuhkan uang ini lebih dari saya’.
Ia lalu mengembalikan uang itu, padahal ia sendiri adalah orang miskin yang
bekerja sebagai seorang pemulung kaleng-kaleng minuman untuk didaur-ulang.
Ada
seorang wanita di North Carolina, Amerika Serikat, yang pada waktu menemukan
dompet itu, mula-mula berpikir: ‘Aku bisa menggunakan uang ini’. Tetapi ia lalu melihat
ada foto seorang bayi dalam dompet itu, dan lalu berpikir bahwa pemilik dompet
ini lebih membutuhkan uang ini dari aku. Dan ia lalu mengembalikan dompet itu.
Ada
beberapa orang yang mengembalikan dompet itu karena mereka sendiri pernah
kehilangan dompet dan tidak kembali. Seorang di Belanda mengembalikan dompet
itu sambil berkata: ‘Pada saat saya adalah seorang anak, saya kehilangan dompet saya di
taman hiburan, dan tidak pernah kembali. Saya tidak mau pemilik dompet ini
merasakan hal yang sama’.
Bagaimana
pengembalian dompet di kalangan orang-orang yang religius?
Seorang
wanita muslim Malaysia, yang sekalipun sama sekali tidak kaya, tanpa ragu-ragu
sesaatpun, mengembalikan uang itu. Ia berkata: ‘Sebagai orang Islam, saya sadar akan pencobaan dan
bagaimana mengalahkannya’.
Di
Taipei, seorang pemeluk agama Buddha yang sungguh-sungguh, menemukan dompet itu
dan langsung mengembalikannya, dan ia berkata: ‘Adalah kewajibanku untuk melakukan perbuatan baik’.
Di
Rusia, seorang wanita yang dibayar untuk mengajar anak-anak di rumah,
mengembalikan dompet itu untuk mentaati salah satu dari 10 hukum Tuhan. Ia
berkata: ‘Beberapa
tahun yang lalu, mungkin aku sudah mengambilnya, tetapi sekarang aku sudah
berubah secara total. Seperti dikatakan: Janganlah mengingini milik sesamamu’.
Tetapi
di Mexico, sedikitnya 2 orang kristen (katolik) mengambil dompet itu, melihat
isinya, lalu membuat tanda salib, dan tidak mengembalikannya.
Reader’s
Digest memberi komentar: “The cash, they
must have decided, was heaven-sent” (= Mereka pasti memutuskan / menganggap bahwa uang
tunai itu dikirim dari surga) - hal 40.
Artikel
itu ditutup dengan kata-kata sebagai berikut: “For
the rest of you, those who kept the cash, you’ve got our number - and we know
where you live” (= Untuk kalian yang lain, yang menahan uang tunai itu, kalian punya
nomer telpon kami - dan kami tahu dimana kalian tinggal)
- hal 41.
r) Kleptomania.
Ini adalah penyakit jiwa yang menyebabkan orangnya
mencuri. Cirinya adalah:
1. Tindakan
mencuri itu muncul karena dorongan hati yang tiba-tiba (impulse), bukan
dengan perencanaan.
2. Ia
mencuri tanpa alasan. Jadi, bukan karena membutuhkan barang yang dicuri itu,
atau karena mau menjualnya, dsb.
3. Ada
kasus dimana orang yang mencuri itu mendapatkan kepuasan sexual dari tindakan
mencuri tersebut.
Sekalipun ini adalah penyakit kejiwaan, saya
berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa. Bukankah homosex juga adalah penyakit
kejiwaan? Tetapi itu tetap dikecam oleh Kitab Suci. Lalu mengapa Kleptomania
tidak?
s) Bagaimana dengan ‘mencuri domba’?
1. Ditinjau dari sudut dombanya.
Ditinjau dari sudut
dombanya, apakah salah bagi domba kalau ia keluyuran / berpindah-pindah dari
satu gereja ke gereja lain? Menurut saya, salah atau tidak tergantung apa
motivasinya untuk keluyuran / berpindah-pindah. Silahkan keluyuran /
berpindah-pindah, tetapi dengan tujuan mencari gereja yang pengajarannya bagus.
Domba yang terus krasan ada dalam gereja yang jelek, apalagi yang sesat, hampir
bisa dipastikan bukanlah domba tetapi kambing! Ia harus mencari gereja yang
bagus / benar pengajarannya, tetapi kalau sudah mendapatkan, ia seharusnya
menetap di gereja itu! Terus keluyuran / berpindah-pindah, akan menyebabkan
pemberian makanan yang sudah seimbang dalam suatu gereja, ia makan hanya
sedikit-sedikit sehingga terjadi ketidak-seimbangan dalam hal makanannya! Itu
hanya merugikan dirinya sendiri! Tetapi kalau ia sudah menetap di suatu gereja
yang bagus, dan sekali-sekali pergi ke gereja lain, yang mengadakan acara
istimewa, itu tentu tidak apa-apa.
2. Ditinjau dari sudut gembala / pendetanya.
Menurut saya tak ada
pendeta yang berhak menuduh pendeta lain ‘mencuri domba’nya, karena semua domba
adalah milik Tuhan (Yoh 10:11,14,15), bukan milik pendeta itu.
Yoh 10:11,14,15 - “(11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya
bagi domba-dombanya; ... (14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku (15) sama seperti
Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi
domba-dombaKu”.
Ini merupakan sesuatu yang
harus disadari oleh setiap pendeta, khususnya pendeta-pendeta yang sedikit-sedikit
menuduh pendeta lain ‘mencuri domba’nya, dan juga pendeta-pendeta yang selalu
‘mengurung’ domba-domba itu dalam gerejanya sendiri saja, dan melarangnya
berbakti / melayani, apalagi memberi persembahan ke gereja lain, sekalipun
tidak ia anggap sebagai gereja yang sesat!
Sebetulnya pendeta yang ‘mengurung’
domba-domba itu, atau yang sedikit-sedikit menuduh pendeta lain ‘mencuri
domba’nya, menunjukkan dirinya sebagai orang yang tidak mencari kemuliaan
Tuhan, tetapi melayani secara egois, demi dirinya sendiri. Dan biasanya
ujung-ujungnya persoalan terutama adalah uang! Karena itu, biasanya
pendeta-pendeta seperti itu tidak peduli kalau yang dicuri adalah jemaat yang
miskin, tetapi akan marah kalau yang dicuri adalah jemaat yang kaya! Dari pada
menyalahkan pendeta lain sebagai ‘pencuri domba’, lebih baik pendeta yang
‘kecurian domba’ itu mengintrospeksi dirinya dan pelayanannya. Apa sebabnya
dombanya lari ke gereja lain / mau dicuri? Apakah karena ia memang melayani
secara buruk / tidak bertanggung jawab? Apakah ia tidak memberi makan dombanya
dengan baik? Kalau ia memang sudah memberikan ‘rumput’ yang baik, tetapi
dombanya lebih senang ‘sampah’ di tempat lain, itu sangat besar kemungkinannya
bukanlah domba tetapi kambing! Lalu mengapa pusing kalau kehilangan kambing?
Kalau ada seorang kristen
dari gereja lain mau datang ke gereja kita dan menjadi anggota gereja kita,
haruskah kita menolaknya? Menurut saya, tidak! Tetapi bagaimana dengan
kata-kata Paulus dalam Ro 15:20?
Ro 15:20 - “Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku
tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang,
supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain”.
Calvin mengatakan bahwa
hukum ini tidak berlaku umum, tetapi untuk Paulus sebagai rasul, yang
tugasnya memang memberitakan Injil dimana Kristus belum dikenal.
Bdk. 1Kor 3:6,10
- “(6) Aku menanam, Apolos menyiram,
tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. ... (10) Sesuai dengan kasih karunia
Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang
cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya.
Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di
atasnya”.
Jelas bahwa Paulus tak
keberatan kalau hasil penginjilannya dibangun / diajar oleh orang lain!
Kalau seorang pendeta
‘mencuri domba’ (atau ‘kambing’?) dari gereja yang memang sesat, atau gereja
yang pendetanya sesat / brengsek, selama motivasinya memang untuk kemuliaan
Tuhan / kebaikan dari domba / kambing itu, menurut saya tindakan itu bukan saja
tidak merupakan dosa, tetapi bahkan merupakan suatu tindakan yang saleh!
Tetapi secara sengaja dan secara aktif
‘mencuri domba’ dari sesama gereja yang benar, menurut saya memang merupakan suatu
tindakan kurang ajar dan berdosa. Apalagi pendeta yang secara sengaja melakukan
kudeta untuk mencuri seluruh gereja dari pendeta lain!
Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum
kedelapan ini?
2) Penyebab pencurian:
a) Kebutuhan /
kekurangan. Misalnya kalau seseorang mempunyai anak yang sakit dan tidak bisa
membeli obat / membayar biaya pengobatan, dan lalu mencuri. Ini merupakan
pencurian yang ‘paling ringan dosanya’, tetapi tetap merupakan dosa.
b) Keinginan /
keinginan akan kemewahan. Keinginan berbeda dengan kebutuhan. Hanya karena
menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain, maka seseorang bisa saja
mencuri.
c) Kemalasan.
Orang malas menyebabkan ia mencari cara yang mudah untuk mendapatkan apa yang
ia inginkan. Dari pada bekerja, baginya lebih baik mencuri.
d) Tamak / ingin
cepat kaya. Ketamakan menyebabkan seseorang yang sudah kaya sekalipun tetap
mencuri / korupsi.
e) Kekuatiran /
ketidak-percayaan. Seseorang bisa saja sebetulnya cukup, tetapi karena kurang
iman, ia kuatir akan masa depannya, sehingga mencuri untuk bisa mempunyai
tabungan bagi masa depan.
f) Kikir /
pelit. Karena kikir / pelit, seseorang tidak mau mengeluarkan uang yang
seharusnya dikeluarkan, dan mencuri / membajak.
g) Tidak /
kurang menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah pencurian, dan itu adalah
dosa. Atau terlalu meremehkan dosa pencurian itu.
h) Sekedar
sebagai tindakan brutal, menganggapnya sebagai hal yang menyenangkan untuk
‘berhasil’ mendapatkan sesuatu secara gratis / dengan murah / tanpa bekerja /
berjerih payah.
Amsal 9:17 - “‘Air curian manis, dan roti yang
dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya.’”.
Matthew Henry: “The
pleasures of prohibited lusts are boasted of as more relishing than those of
prescribed love; and dishonest gain is preferred to that which is justly
gotten. Now this argues, not only a bold contempt, but an impudent defiance, 1.
Of God’s law, in that the waters are the sweeter for being stolen and come at
by breaking through the hedge of the divine command. Nitimur in vetitum - ‘We are prone to what is forbidden.’
This spirit of contradiction we have from our first parents, who thought the
forbidden tree of all others a tree to be desired” (= Kesenangan-kesenangan dari nafsu-nafsu yang
dilarang dibanggakan sebagai lebih disukai dari pada kesenangan-kesenangan dari
kasih yang diberikan sebagai peraturan; dan keuntungan yang tidak jujur lebih
dipilih dari pada keuntungan yang didapat dengan adil / benar. Ini menunjukkan,
bukan hanya suatu sikap memandang rendah yang berani, tetapi juga suatu tantangan
yang kurang ajar, 1. Tentang hukum Allah, dalam hal air lebih manis karena
dicuri dan diraih / didapatkan dengan menghancurkan pagar dari perintah / hukum
ilahi. Nitimur in vetitum - ‘Kita condong pada apa yang dilarang’. Roh / kecondongan kontradiksi
ini kita dapatkan / miliki dari orang tua pertama kita, yang menganggap bahwa
pohon yang terlarang dari semua pohon-pohon lain sebagai yang diinginkan).
Adam Clarke: “‘Stolen waters
are sweet.’ I suppose this to be a proverbial mode of expression, importing
that illicit pleasures are sweeter than those which are legal” (= ‘Air curian
manis rasanya’. Saya menganggap ini sebagai suatu cara pengungkapan yang
bersifat pepatah, yang berarti bahwa kesenangan-kesenangan yang haram lebih
manis dari pada kesenangan-kesenangan yang sah).
Jamieson, Fausset &
Brown: “Our
corruption is such that the very prohibition enhances the pleasure” (= Kerusakan kita adalah sedemikian rupa sehingga
larangan justru meningkatkan kesenangan).
Barnes’ Notes: “Pleasures are attractive
because they are forbidden (compare Rom 7:7)” [=
Kesenangan-kesenangan menarik karena mereka dilarang].
Bdk. Ro 7:7-11 - “(7) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat
itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah
mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat
tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’ (8) Tetapi dalam perintah itu dosa
mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan;
sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. (9) Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat.
Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, (10)
sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup,
ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. (11) Sebab dalam
perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu
ia membunuh aku”.
3) Hukuman terhadap dosa ini.
a) Hukuman dalam dunia ini.
Kel 22:1,3b-4 - “(1) ‘Apabila seseorang
mencuri seekor lembu atau seekor domba dan membantainya atau menjualnya,
maka ia harus membayar gantinya, yakni lima ekor lembu ganti lembu itu dan
empat ekor domba ganti domba itu. ... (3b) Pencuri itu harus membayar ganti
kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa
yang dicurinya itu. (4) Jika yang dicurinya itu masih
terdapat padanya dalam keadaan hidup, baik lembu, keledai atau domba, maka
ia harus membayar ganti kerugian dua kali
lipat”.
Kalau binatang yang dicuri
itu masih ada dalam keadaan hidup, si pencuri didenda hanya 2 x lipat, tetapi
kalau binatang itu sudah dibantai atau dijual, si pencuri didenda 4 x lipat
untuk domba dan 5 x lipat untuk lembu. Mengapa? Calvin mengatakan bahwa pada
waktu seseorang mencuri, maka ia seharusnya menjadi takut. Bahwa ia sudah
menjual atau membantai binatang itu menunjukkan bahwa ia mengeraskan hati dalam
dosanya, dan karena itu hukumannya lebih berat. Lalu mengapa untuk domba ganti
ruginya 4 x lipat sedangkan untuk lembu 5 x lipat? Ada orang yang menafsirkan
bahwa lembu lebih berguna untuk pekerjaan pemiliknya, karena dipakai untuk
membajak dsb, sehingga lebih merugikan pekerjaan pemiliknya, dan karena itu
denda untuk si pencuri lebih besar. Ada juga yang mengatakan bahwa mencuri
lembu tentu lebih sukar dan lebih mudah terlihat oleh saksi-saksi dari pada
mencuri domba karena lembu lebih besar. Bahwa pencuri itu mencuri lembu,
menunjukkan keberanian yang lebih besar dalam berbuat dosa, dan rasa tidak
takutnya akan terlihat oleh saksi-saksi. Ini menyebabkan ia harus dihukum lebih
berat. Tetapi Calvin mengatakan bahwa ia sendiri lebih beranggapan bahwa
pencuri lembu dihukum lebih berat sekedar karena yang dicuri lebih berharga.
Makin berharga barang / binatang yang dicuri makin berat hukumannya.
Yang jelas, hukum Taurat
memberikan hanya hukuman denda untuk suatu pencurian. Tetapi ada
perkecualiannya:
1. Akhan dihukum mati karena mencuri.
Mengapa Akhan dihukum mati,
hanya karena mencuri barang-barang kota Yerikho?
a. Karena ia melanggar perintah Tuhan untuk
memusnahkan semua barang dari Yerikho, kecuali emas, perak dan besi yang harus
dimasukkan ke perbendaharaan rumah Tuhan.
Yos 6:17-19 - “(17) Dan kota itu
dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan; hanya
Rahab, perempuan sundal itu, akan tetap hidup, ia dengan semua orang yang
bersama-sama dengan dia dalam rumah itu, karena ia telah menyembunyikan orang
suruhan yang kita suruh. (18) Tetapi kamu ini, jagalah dirimu terhadap
barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil
sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya
dan dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan
mencelakakannya. (19) Segala emas dan perak serta barang-barang tembaga dan
besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan dimasukkan ke dalam
perbendaharaan TUHAN.’”.
b. Karena gara-gara dosanya Israel kalah perang
melawan kota Ai, dan banyak orang Israel yang mati (Yos 7:4-5).
Bdk. Yos 7:4-5 - “(4) Maka berangkatlah
kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu ke sana; tetapi mereka melarikan diri
di depan orang-orang Ai. (5) Sebab orang-orang Ai menewaskan kira-kira tiga
puluh enam orang dari mereka; orang-orang Israel itu dikejar dari depan pintu
gerbang kota itu sampai ke Syebarim dan dipukul kalah di lereng. Lalu tawarlah
hati bangsa itu amat sangat”.
Ini mengubah sifat dari
dosa Akhan, sehingga ia dihukum mati.
2. Mencuri manusia / menculik juga dijatuhi hukuman mati.
Kel 21:16 - “Siapa yang menculik
seorang manusia, baik ia telah menjualnya, baik orang itu masih terdapat
padanya, ia pasti dihukum mati”.
Mencuri barang / uang sangat dibedakan dengan ‘mencuri
manusia’ / menculik! Yang terakhir ini hukumannya adalah hukuman mati.
b) Hukuman
dalam kehidupan yang akan datang.
1Kor 6:10 - “pencuri,
orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam
Kerajaan Allah”.
Kalau tidak bisa masuk Kerajaan
Allah, maka pasti masuk neraka.
4) Kita
semua membutuhkan Yesus sebagai Juruselamat kita.
Kita semua pernah mencuri, dan
karena itu tanpa mempunyai seorang Juruselamat / Penebus dosa, kita semua akan
masuk neraka karena dosa-dosa dalam hal ini. Sudahkan saudara mempunyai Yesus
sebagai Juruselamat saudara?
5) Kita
harus menguduskan diri dari dosa ini.
Ef 4:28 - “Orang yang
mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan
melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat
membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan”.
HUKUM 9(1)
jangan bersaksi dusta
(Kel 20:16)
Kel 20:16 - “Jangan
mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.
1) Dusta dilarang baik dalam pengadilan,
maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Pulpit Commentary: “False witness is of two kinds, public and private. We may
either seek to damage our neighbour by giving false evidence against him in a
court of justice, or simply calumniate him to others in our social intercourse
with them. The form of the expression here used points especially to false
witness of the former kind, but does not exclude the latter, which is expressly
forbidden in Ex 23:1. The wrong done to a man by false evidence in a court may
be a wrong of the very extremest kind - may be actual murder (1Kings 21:13).
More often, however, it results in an injury to his property or his character” [= Saksi palsu
/ dusta terdiri dari dua jenis, umum dan pribadi. Kita bisa, atau berusaha
untuk merusak sesama kita dengan memberikan bukti palsu / dusta terhadap /
menentang dia dalam sidang pengadilan, atau sekedar memfitnahnya kepada
orang-orang lain dalam hubungan sosial dengan mereka. Bentuk dari ungkapan yang
digunakan di sini menunjuk secara khusus kepada saksi palsu / dusta dari jenis
yang terdahulu, tetapi tidak membuang / mengeluarkan yang belakangan, yang
secara explicit / jelas dilarang dalam Kel 23:1. Kesalahan yang dilakukan
kepada seseorang oleh bukti palsu / dusta dalam pengadilan bisa merupakan suatu
kesalahan dari jenis yang paling extrim - bisa merupakan pembunuhan yang
sungguh-sungguh (1Raja 21:13). Tetapi, lebih sering, itu mengakibatkan /
menghasilkan luka / kerugian pada miliknya atau karakternya].
Catatan: saya beranggapan Kel 23:1 kurang tepat / jelas. Im
19:11 yang akan saya kutip di bawah lebih jelas.
Amsal 19:9 - “Saksi
dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan
akan binasa”.
a) Dalam pengadilan.
Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi
dusta tentang sesamamu”.
Kata ‘saksi’, sekalipun tidak secara exklusif, tetapi secara
implicit, lebih menunjuk pada larangan berdusta bagi saksi dalam pengadilan.
Bdk. Kel 23:1-2 - “(1)
‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang
yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau
turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan
kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan
orang membelokkan hukum”.
Amsal 12:17 - “Siapa
mengatakan kebenaran, menyatakan apa yang adil, tetapi saksi dusta menyatakan
tipu daya”.
Ayat-ayat ini secara lebih
menyolok menunjukkan larangan menjadi saksi palsu dalam pengadilan.
Dalam hal ini, kita juga perlu mengerti apa
yang boleh disaksikan oleh seorang saksi. Pertama-tama, seorang saksi adalah
orang yang tahu sendiri tentang apa yang ia saksikan / ceritakan itu. Kalau ia
mendengarnya dari orang lain, ia bukan saksi / tidak layak menjadi saksi! Kedua,
apa yang ia saksikan / ceritakan haruslah hanya apa yang ia lihat atau dengar,
bukan perasaannya, pikirannya, atau kesimpulannya tentang apa yang ia dengar /
lihat!
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: “We
have no right to give our mere inferences from what we know about the conduct
and principles of others as though they were facts” (= Kita tidak mempunyai hak untuk memberikan
sekedar kesimpulan kita dari apa yang kita ketahui tentang tingkah laku dan
prinsip-prinsip dari orang-orang lain seakan-akan hal-hal itu adalah
fakta-fakta).
Contoh: saudara melihat seorang laki-laki
pergi dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, dan saudara ‘memberi
kesaksian’ bahwa mereka berselingkuh! Ini kesimpulan saudara, dan tidak boleh
saudara saksikan, karena saudara hanya boleh menyaksikan apa yang betul-betul
saudara ketahui. Bahkan kalau saudara melihat kedua orang itu pergi ke suatu
hotel, yang boleh saudara saksikan hanyalah bahwa saudara melihat mereka pergi
ke hotel. Kalau saudara ‘memberi kesaksian’ bahwa mereka masuk kamar dan melakukan
hubungan sex, itu lagi-lagi merupakan kesimpulan saudara, dan itu tidak boleh
diceritakan sebagai kesaksian.
Yang berhak menyimpulkan adalah hakim /
juri, bukan saksi!
Tuhan sangat membenci saksi
palsu sehingga memberikan Firman Tuhan sebagai berikut:
Ul 19:16-21 - “(16) Apabila seorang saksi jahat
menggugat seseorang untuk menuduh dia mengenai suatu pelanggaran, (17) maka
kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri di hadapan TUHAN, di
hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. (18) Maka
hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa
saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap
saudaranya, (19) maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud
memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari
tengah-tengahmu. (20) Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi
takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di
tengah-tengahmu. (21) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab
berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti
tangan, kaki ganti kaki.’”.
b) Dalam kehidupan sehari-hari.
Im 19:11 - “Janganlah
kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang
kepada sesamanya”.
Kata-kata yang saya garis-bawahi lebih menunjuk pada
larangan berdusta dalam kehidupan sehari-hari.
Kalau kita mengatakan sesuatu yang bukan kebenaran,
apalagi bertentangan dengan kebenaran, maka kita sudah melanggar hukum ke 9
ini.
Yes 5:20 - “Celakalah mereka yang menyebutkan
kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi
terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan
manis menjadi pahit”.
Calvin (tentang Kel
20:16): “Although God seems only to prescribe
that no one, for the purpose of injuring the innocent, should go into court,
and publicly testify against him, yet it is plain that the faithful are
prohibited from all false accusations, and not only such as are circulated in
the streets, but those which are stirred in private houses and secret corners” (= Sekalipun Allah kelihatannya hanya menentukan
bahwa tak seorangpun, untuk tujuan melukai / merugikan orang-orang yang tak
bersalah, boleh pergi ke dalam pengadilan, dan di depan umum bersaksi menentang
mereka, tetapi adalah jelas bahwa orang-orang yang setia / beriman dilarang
dari semua tuduhan-tuduhan palsu / dusta, dan bukan hanya hal-hal seperti itu
yang beredar di jalan-jalan, tetapi hal-hal yang ditimbulkan di rumah-rumah
pribadi dan sudut-sudut / pelosok-pelosok rahasia).
Pulpit Commentary: “False
witness in a court is but rarely given. We most of us pass our lives without
having once to appear in a court, either as prosecutor, witness, or accused.
The false witness against which the generality have especially to be on their
guard, is that evil speaking which is continually taking place in society,
whereby men’s characters are blackened, their motives misrepresented, their
reputations eaten away” (= Kesaksian palsu / dusta dalam
pengadilan jarang diberikan. Kebanyakan dari kita melewati hidup kita tanpa
pernah sekalipun muncul dalam suatu pengadilan, apakah sebagai penuntut, saksi,
atau terdakwa. Saksi palsu / dusta terhadap mana secara umum kita harus
berjaga-jaga secara khusus, adalah berbicara buruk / jahat yang terus menerus
terjadi dalam masyarakat, dengan mana karakter orang-orang dijadikan hitam /
buruk, motivasi-motivasi mereka digambarkan secara salah, reputasi mereka dirusak).
Calvin (tentang Kel
20:16): “In whatever way, therefore, we injure
our neighbors by unjustly defaming them, we are accounted false witnesses
before God. We must now pass on from the prohibitive to the affirmative
precept: for it will not be enough for us to restrain our tongues from speaking
evil, unless we are also kind and equitable towards our neighbors, and candid
interpreters of their acts and words, and do not suffer them, as far as in us
lies, to be burdened with false reproaches”
(= Karena itu, dengan cara apapun kita melukai / merugikan sesama kita dengan
memfitnah / mencemarkan nama baik mereka dengan tidak adil / benar, kita dianggap
sebagai saksi-saksi palsu / dusta di hadapan Allah. Sekarang kita harus beralih
dari ajaran yang bersifat melarang kepada ajaran yang disetujui: karena tidak
cukup bagi kita untuk mengekang lidah kita dari mengatakan yang jahat / buruk,
kecuali kita juga adalah baik dan adil terhadap sesama kita, dan adalah
penafsir-penafsir yang jujur dari tindakan-tindakan dan kata-kata mereka, dan
tidak membiarkan mereka, sejauh itu tergantung kepada kita, dibebani dengan
celaan-celaan yang palsu / dusta).
Bdk. Ef 4:25 - “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah
benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota”.
Zakh 8:16-17 - “(16) Inilah hal-hal yang harus kamu
lakukan: Berkatalah benar seorang kepada yang lain dan laksanakanlah
hukum yang benar, yang mendatangkan damai di pintu-pintu gerbangmu. (17) Janganlah
merancang kejahatan dalam hatimu seorang terhadap yang lain dan janganlah
mencintai sumpah palsu. Sebab semuanya itu Kubenci, demikianlah firman
TUHAN.’”.
Calvin (tentang Kel
20:16): “God does not
only forbid us to invent accusations against the innocent, but also to give
currency to reproaches and sinister reports in malevolence or hatred. Such a
person may perhaps deserve his ill-name, and we may truly lay such or such an
accusation to his charge; but if the reproach be the ebullition of our anger,
or the accusation proceed from ill-will, it will be vain for us to allege in
excuse that we have advanced nothing but, what is true. For when Solomon says
that ‘love covereth many sins;’ whereas ‘hatred brings reproaches to light,’
(Proverbs 10:12;) he signifies, as a faithful expositor of this precept, that
we are only free from falsehood when the reputation of our neighbors suffers no
damage from us; for, if the indulgence of evil-speaking violates charity, it is
opposed to the Law of God” [=
Allah bukan hanya melarang kita untuk menemukan / menciptakan tuduhan-tuduhan
terhadap orang-orang yang tidak bersalah, tetapi juga untuk menyebarkan
celaan-celaan dan laporan-laporan yang jahat dalam kedengkian atau kebencian.
Orang seperti itu mungkin layak mendapatkan nama buruk, dan kita bisa dengan
benar memberikan tuduhan ini atau itu terhadap dia; tetapi jika celaan itu
merupakan ledakan dari kemarahan kita, atau tuduhan yang keluar dari maksud
yang buruk, adalah sia-sia bagi kita untuk mengatakan sebagai dalih bahwa kita
tidak mengajukan apapun kecuali apa yang benar. Karena pada waktu Salomo
mengatakan bahwa ‘kasih menutupi banyak dosa’; sedangkan ‘kebencian membawa
celaan-celaan pada terang’ (Amsal 10:12); ia memberitahukan sebagai seorang
yang menjelaskan ajaran ini dengan setia, bahwa kita hanya bebas dari kepalsuan
/ dusta pada waktu reputasi dari sesama kita tidak mengalami kerusakan dari
kita; karena jika penurutan dari pembicaraan buruk / jahat melanggar kasih,
maka itu bertentangan dengan dengan Hukum Allah].
Amsal 10:12 - “Kebencian
menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran”.
Catatan:
1. Tentang
Amsal 10:12a-nya, Calvin menterjemahkan secara berbeda dengan Alkitab
Indonesia maupun dengan semua terjemahan bahasa Inggris. Saya tidak tahu dari
mana ia menterjemahkan seperti itu.
2. Menurut
saya, apa yang Calvin bicarakan di sini, sekalipun jelas merupakan dosa, tetapi
lebih cocok untuk dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 (jangan
membunuh) dari pada terhadap hukum ke 9 (jangan bersaksi dusta).
3. Tidak
selalu kita harus menutupi pelanggaran orang, dan tidak selalu kita dilarang
membukakan kejahatan / keburukan orang. Kadang-kadang kita justru harus
memberitakannya, demi melindungi orang lain dari kejahatan orang itu. Misalnya:
a. Ada
orang yang berhutang kepada saya dan tidak membayar. Lalu saya melihat ia
mendekati si A, dan mau berhutang kepada si A. Haruskah saya berdiam diri?
Kalau saya berdiam diri, saya tidak mengasihi si A, dan membiarkannya menjadi
korban! Saya harus memberitahunya!
b. Memberitakan
kesesatan ajaran dari seorang pendeta. Apa alasannya untuk mengijinkan hal ini?
·
Ini bahkan
dilakukan oleh Yesus (Mat 23:1-36
Luk 13:31-32), Paulus (Gal 1:6-9
Fil 3:2), dsb, dalam mengecam secara terang-terangan dan dengan keras ajaran-ajaran
sesat yang ada, beserta pengajarnya. Bahkan sering kali ini dilakukan dengan
menyebut nama orang itu (1Tim 1:20 2Tim
2:17 2Tim 4:14 3Yoh 9). Jadi, ini bukan hanya boleh
dilakukan, tetapi harus dilakukan, tetapi motivasinya harus benar. Bukan
karena kebencian terhadap orang itu, tetapi karena mengasihi orang-orang lain,
dan ingin menghindarkan orang lain dari pada kesesatan. Anehnya, orang Kristen
pada umumnya menyalahkan hal ini! Mereka seharusnya juga menyalahkan Yesus dan
Paulus!
·
Dalam hal jasmani
/ sekuler kita boleh mengajarkan kepada anak-anak kita tentang kejahatan dari
orang-orang tertentu, supaya jangan anak-anak kita terseret dalam kejahatan
mereka. Misalnya kita mengajar anak-anak kita untuk tentang keburukan dari
pengguna / pengedar narkoba, pelacuran dsb. Kalau ini boleh dilakukan dalam
dunia sekuler, mengapa tidak boleh dalam dunia rohani?
2) Dusta bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara.
a) Dengan
lidah.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:16: “A
gentleman once sent his servant to market with the direction to bring home the
best thing he could find. He carried home a tongue. He was sent again with the
direction to bring home the worst thing he could find. Again he brought home a
tongue. This was right; for the tongue is the best thing in the world when
properly used, or the worst when not so used” (= Suatu kali seseorang mengutus pelayannya ke
pasar dengan petunjuk untuk membawa pulang hal terbaik yang bisa ia dapatkan.
Ia membawa pulang sebuah lidah. Ia diutus lagi dengan petunjuk untuk membawa
pulang hal terburuk yang bisa ia dapatkan. Lagi-lagi ia membawa pulang sebuah
lidah. Ini merupakan sesuatu yang benar; karena lidah adalah hal terbaik dalam
dunia pada waktu digunakan dengan benar, atau hal terburuk pada waktu tidak
digunakan demikian).
Ada banyak hal buruk yang bisa kita lakukan dengan
lidah kita, dan salah satunya adalah dusta!
Contoh:
1. Dalam
bisnis / dagang.
Bdk. Amsal 20:14 - “‘Tidak
baik! Tidak baik!’, kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya”.
Perhatikan bahwa ini merupakan sesuatu yang sangat
umum dalam dunia perdagangan. Dunia perdagangan dipenuhi dengan dusta, dan
saking umumnya hal itu, orang tidak lagi merasa bahwa itu merupakan dusta dan
itu adalah dosa!
Bukan hanya pembeli, tetapi penjualnya juga sangat
sering, atau bahkan lebih sering, berdusta, supaya bisa mendapatkan keuntungan
lebih banyak, atau supaya barangnya laku. Misalnya: pada waktu barangnya
ditawar, ia mengatakan ‘Wah tidak bisa, kulaknya saja tidak boleh segitu’. Anehnya, akhirnya barangnya diberikan dengan harga
itu. Jelas bahwa kata-katanya dusta!
Atau, dengan memuji-muji mutu barangnya yang ternyata
jelek. Atau, dengan mengatakan kalau di luar ada yang lebih murah, silahkan
kembalikan. Tetapi pada waktu betul-betul mau dikembalikan, ia menolak!
2. Fitnah
/ meneruskan kabar angin yang belum tentu benar.
Merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal bahwa
manusia pada umumnya terlalu cepat percaya pada kabar angin / kabar buruk
tentang seseorang. Ini sebetulnya sudah salah, tetapi menjadi suatu dusta /
fitnah, kalau hal itu lalu kita ceritakan kepada orang-orang lain.
3. Dusta
tentang usia anak, supaya dapat discount.
Dalam banyak tempat hiburan di luar kota,
kadang-kadang diberi perbedaan tarif untuk anak dan orang dewasa. Dan
dituliskan, untuk anak di bawah 5 tahun, tarifnya 50 %. Kalau anak kita sudah
di atas 5 tahun, tetapi anaknya kelihatan kecil, kita berdusta tentang usia
anak itu hanya untuk mendapatkan discount tersebut. Ini jelas dosa! Kita
menjual kebenaran, hanya demi discount yang tidak seberapa itu!
b) Dengan
tangan / tulisan (bdk. Neh 6:5-8).
Contoh:
1. Memalsu
tanda tangan.
2. Mengubah
umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil SIM.
3. Menaikkan
bon / kwitansi. Baik pembeli yang meminta bon dinaikkan, maupun penjual yang
mau menaikkan bon, telah berdusta dengan tulisan (dan sekaligus mencuri /
membantu pencurian).
4. Mahasiswa
yang mau dititipi absensi oleh teman yang bolos kuliah.
5. Mengisi
formulir pendaftaran secara tidak jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang
tua, gajinya direndahkan.
6. Menandatangani
pernyataan yang tidak benar.
7. Memberi
surat sakit, padahal tidak sakit.
8. Iklan
yang tidak cocok dengan kenyataannya.
9. Perusahaan
yang membuat ‘double book’ (= pembukuan ganda).
c) Dengan sikap
/ kepura-puraan.
Contoh:
1. Pura-pura
sakit / sedih.
Bdk. 1Sam 21:10-15 - “(10)
Kemudian bersiaplah Daud dan larilah ia pada hari itu juga dari Saul; sampailah
ia kepada Akhis, raja kota Gat. (11) Pegawai-pegawai Akhis berkata kepada
tuannya: ‘Bukankah ini Daud raja negeri itu? Bukankah tentang dia orang-orang
menyanyi berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan
beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’ (12) Daud memperhatikan
perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu.
(13) Sebab itu ia berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata
mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka; ia menggores-gores pintu
gerbang dan membiarkan ludahnya meleleh ke janggutnya. (14) Lalu berkatalah
Akhis kepada para pegawainya: ‘Tidakkah kamu lihat, bahwa orang itu gila?
Mengapa kamu membawa dia kepadaku? (15) Kekurangan orang gilakah aku, maka kamu
bawa orang ini kepadaku supaya ia menunjukkan gilanya dekat aku? Patutkah orang
yang demikian masuk ke rumahku?’”.
Catatan: boleh dikatakan semua
penafsir menyalahkan kepura-puraan Daud ini dan menganggapnya sebagai tindakan
tak beriman yang memalukan.
Tetapi strategi dalam perang, yang juga bisa dikatakan
sebagai tindakan pura-pura, diijinkan.
Yos 8:3-22 - “(3) Lalu bersiaplah Yosua beserta
seluruh tentara untuk pergi ke Ai. Yosua memilih tiga puluh ribu orang,
pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, mereka disuruhnya pergi pada waktu malam (4)
dan kepada mereka diperintahkannya, katanya: ‘Ketahuilah, kamu harus
bersembunyi di belakang kota itu untuk menyerangnya, janganlah terlalu jauh
dari kota itu, dan bersiap-siaplah kamu sekalian. (5) Aku dan semua orang yang
bersama-sama dengan aku akan mendekati kota itu; apabila mereka keluar menyerbu
kami, seperti yang pertama kali, maka kami akan melarikan diri dari hadapan
mereka. (6) Jadi mereka akan keluar menyusul kami, sehingga kami memancing
mereka jauh dari kota itu, sebab mereka akan berkata: orang-orang itu melarikan
diri dari hadapan kita seperti yang pertama kali. Jika kami melarikan diri dari
hadapan mereka, (7) maka kamu harus bangun dari tempat persembunyianmu itu
untuk menduduki kota itu, dan TUHAN, Allahmu, akan menyerahkannya ke dalam
tanganmu. (8) Segera setelah kamu merebut kota itu, haruslah kamu membakarnya;
sesuai dengan firman TUHAN kamu harus melakukan semuanya itu; ingatlah, itulah
perintahku kepadamu.’ (9) Demikianlah Yosua menyuruh mereka pergi, lalu
berjalanlah mereka ke tempat persembunyian dan tinggal di antara Betel dan Ai,
di sebelah barat Ai. Tetapi Yosua bermalam di tengah-tengah rakyat pada malam
itu. (10) Keesokan harinya Yosua bangun pagi-pagi, lalu diperiksanyalah barisan
bangsa itu dan berjalanlah ia maju beserta para tua-tua orang Israel di depan
bangsa itu ke Ai. (11) Juga seluruh tentara yang bersama-sama dengan dia
berjalan maju; mereka maju mendekat, lalu sampai ke tentangan kota itu,
kemudian berkemahlah mereka di sebelah utara Ai, sehingga lembah itu ada di
antara mereka dan Ai. (12) Yosua telah mengambil kira-kira lima ribu orang,
lalu disuruhnya mereka bersembunyi di antara Betel dan Ai, di sebelah barat
kota itu. (13) Beginilah rakyat itu diatur: seluruh tentara itu di sebelah
utara kota dengan barisan belakang di sebelah barat kota. Pada malam itu
berjalanlah Yosua melalui lembah itu. (14) Pagi-pagi, ketika raja negeri Ai
melihat hal itu, maka ia dan seluruh rakyatnya, orang-orang kota itu, segera
keluar berperang, menyerbu orang Israel, ke lereng di seberang dataran itu;
raja itu tidak tahu, bahwa ada orang bersembunyi di belakang kota. (15) Yosua
dan seluruh orang Israel itu berlaku seolah-olah dipukul mundur oleh mereka,
lalu melarikan diri ke arah padang gurun. (16) Sebab itu semua orang yang
ada di kota dikerahkan untuk mengejar orang Israel. Maka mereka mengejar Yosua,
sehingga makin jauhlah mereka terpancing dari kota. (17) Seorangpun tidak
tertinggal lagi di Ai dan Betel yang tidak keluar memburu orang Israel. Mereka
meninggalkan kota itu terbuka, karena mereka mengejar orang Israel. (18) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua:
‘Acungkanlah lembing yang ada di tanganmu ke arah Ai, sebab Aku menyerahkan
kota itu ke dalam tanganmu.’ Maka Yosua mengacungkan lembing yang di
tangannya ke arah kota itu. (19) Ketika diacungkannya tangannya, maka segeralah
bangun orang-orang yang bersembunyi itu dari tempatnya, mereka berlari memasuki
kota, merebutnya, lalu segera membakar kota itu. (20) Ketika orang Ai berpaling
menoleh ke belakang, tampaklah asap kota itu naik membubung ke langit; mereka
tidak sempat melarikan diri ke manapun juga, sebab rakyat yang tadinya lari
ke padang gurun, berbalik melawan pengejar-pengejarnya. (21) Ketika Yosua
dan seluruh Israel melihat, bahwa orang-orang yang bersembunyi itu telah
merebut kota dan bahwa asap kota itu naik membubung, berbaliklah mereka, lalu
menewaskan orang-orang Ai. (22) Sementara itu juga keluar orang-orang Israel
yang lain dari dalam kota menyerbu orang-orang Ai, sehingga terjepit di
tengah-tengah orang Israel itu, yang ini dari sini dan yang itu dari sana;
orang-orang Ai ditewaskan, sehingga seorangpun dari mereka tidak ada yang
dibiarkan terlepas atau luput”.
Catatan: ay 18 menunjukkan bahwa Tuhan sendiri terlibat dalam
pelaksanaan strategi itu, dan ini merupakan alasan untuk mengatakan bahwa ini
bukan sesuatu yang salah.
John Murray:
“In
this instance it would surely be futile to try to categorize this action on
Joshua’s part as wrong. The Lord himself was party to the stratagem (cf. verse
18), and it would be sophistry indeed to attempt to abstract this element of
the strategy from that which the Lord himself authorized. ... There was indeed
retreat when, in ordinary sense, there was no need for retreat. In other words,
it was a strategic retreat. ... Israel was under no obligation to inform the
people of Ai what the meaning or intent of this retreat was. ... The men of
Ai were deceived as to the meaning of the retreat of Israel, but that deception
arose from their failure to discover its real purpose. ... we are at a loss to find untruth” [= Dalam contoh / hal ini adalah sia-sia untuk
mencoba untuk menggolongkan tindakan ini pada / dari pihak Yosua sebagai salah.
Tuhan sendiri ikut ambil bagian dalam trik / muslihat itu (bdk ay 18), dan
memang akan merupakan suatu cara berpikir yang sesat / tak masuk akal untuk
berusaha untuk menyingkirkan elemen dari strategi ini dari apa yang Tuhan
sendiri sahkan / benarkan. ... Memang ada penarikan mundur pada saat, dari arti
yang biasa, tidak ada kebutuhan untuk mundur. Dengan kata lain, itu merupakan
suatu penarikan mundur yang bersifat strategi. ... Israel tidak wajib untuk
memberi informasi kepada orang-orang Ai apa arti atau maksud dari penarikan
mundur ini. ... Orang-orang Ai tertipu berkenaan dengan arti dari penarikan
mundur dari Israel, tetapi fakta bahwa mereka tertipu itu muncul / timbul dari
kegagalan mereka untuk menyingkapkan tujuan yang sebenarnya. ... kita tidak
bisa menemukan ketidak-benaran] -
‘Principles
of Conduct’, hal 144,145.
John Murray:
“The
allegation that Joshua acted an untruth or a lie rests upon the fallacious
assumption that to be truthful we must under all circumstances speak or act in
terms of the data which come within the purview of others who may be concerned
with or affected by our speaking or acting. This is not the criterion of
truthfulness. It would oftentimes be incompatible with justice, rights, and
truth to apply this criterion. When we speak or act we do so in terms of all
the relevant facts and considerations which come within our purview, and if we
are misunderstood or misrepresented we are not to be charged with falsehood” (= Pernyataan tanpa bukti bahwa Yosua melakukan
suatu ketidak-benaran atau suatu dusta, didasarkan pada suatu anggapan yang
salah bahwa untuk menjadi benar kita harus, dalam segala keadaan, berbicara
atau bertindak berkenaan dengan data yang datang di dalam batasan pengertian
dari orang-orang lain, yang bisa berkenaan dengan atau dipengaruhi oleh
kata-kata atau tindakan kita. Ini bukan kriteria dari kebenaran. Bahkan akan
sering tidak cocok dengan keadilan, hak-hak, dan kebenaran, untuk menerapkan
kriteria ini. Pada waktu kita berbicara atau bertindak, kita melakukannya
berkenaan dengan semua fakta dan pertimbangan yang relevan yang datang ke dalam
batasan pengertian kita, dan jika kita disalah-mengerti atau disalah-gambarkan,
kita tidak boleh dituduh dengan kepalsuan / dusta) - ‘Principles of Conduct’, hal 145.
2. Bersikap
munafik.
Sesuatu yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa
bertindak / bersikap munafik sangat berbeda dengan menguasai diri. Kalau ada
seseorang yang tidak menyenangkan kita, dan kita menahan diri untuk tidak marah
/ memaki / memukul dia, maka itu merupakan penguasaan diri, dan merupakan
sesuatu yang benar. Tetapi kalau kita bersikap / berbicara kepada dia
seolah-olah kita menyukai dia, maka itu merupakan kata-kata / sikap yang
munafik, dan ini merupakan dusta.
Kata ‘orang munafik’ berasal dari kata Yunani
HUPOKRITES, yang arti sebenarnya / awalnya adalah seorang pemain sandiwara.
d) Dengan
gerakan-gerakan tertentu dari anggota-anggota tubuh tertentu.
Amsal 6:12-14 - “(12) Tak bergunalah dan jahatlah orang
yang hidup dengan mulut serong, (13) yang mengedipkan matanya, yang bermain
kaki dan menunjuk-nunjuk dengan jari, (14) yang hatinya mengandung tipu
muslihat, yang senantiasa merencanakan kejahatan, dan yang menimbulkan
pertengkaran”.
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Amsal 6:13): “He
makes secret signs with all these members; the mark of a deceitful and
malignant man”
(= Ia membuat isyarat-isyarat rahasia dengan semua anggota-anggota ini; tanda
dari seorang yang penuh tipu daya dan sangat jahat).
e) Dengan
berdiam diri.
Pulpit Commentary: “False
witness may be borne by silence. In discussing a man’s character, silence, with
or without significant looks, is eloquent. ‘He could have spoken,’ it is
argued, ‘had he been able to say anything favourable.’ Silent acquiescence in
the charges made is quite sufficient confirmation of their truth! ... It is
easy enough to injure a man’s good name by thoughtless speech or cowardly
silence. We cannot rid ourselves of the responsibility which attaches to our
carelessness or cowardice. By speech or silence we give our testimony, whether
the testimony be true or false” (= Saksi dusta / palsu bisa dihasilkan
oleh tindakan berdiam diri. Dalam mendiskusikan karakter dari seseorang,
tindakan berdiam diri, dengan atau tanpa pandangan / wajah yang berarti, merupakan
sesuatu yang fasih. ‘Ia bisa mengatakan’ demikian diargumentasikan, ‘seandainya
ia mampu untuk mengatakan apapun yang baik / menyenangkan’. Sikap menyetujui
dengan berdiam diri dalam tuduhan-tuduhan yang dibuat, merupakan peneguhan yang
cukup dari kebenaran tuduhan-tuduhan itu! ... Adalah cukup mudah untuk melukai
/ merugikan nama baik seseorang oleh ucapan yang tak dipikir atau sikap berdiam
diri yang bersifat pengecut. Kita tidak bisa membersihkan diri kita sendiri
dari tanggung jawab yang dilekatkan pada kecerobohan atau ke-pengecut-an kita.
Oleh / dengan ucapan atau sikap berdiam diri, kita memberikan kesaksian kita,
apakah kesaksian itu benar atau salah).
Adam Clarke (tentang Kel
20:16): “Suppressing the
truth when known, by which a person may be defrauded of his property or his
good name, or lie under injuries or disabilities which a discovery of the truth
would have prevented, is also a crime against this law” (= Menekan
kebenaran pada waktu kebenaran itu diketahui, dengan mana seseorang bisa diambil
miliknya atau nama baiknya, atau berdusta pada waktu pembukaan kebenaran bisa
mencegah luka / kerugian atau cacat, juga merupakan suatu kejahatan terhadap
hukum ini).
Penerapan: orang yang mengetahui kebenaran, apakah ini merupakan
kebenaran dalam urusan Firman Tuhan atau kebenaran dalam urusan sehari-hari /
biasa, harus belajar untuk menjadi orang yang vokal, dan berani menyatakan
kebenaran itu!
HUKUM 9(2)
jangan bersaksi dusta
(Kel 20:16)
Kel 20:16 - “Jangan
mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.
3) Hal-hal yang perlu ditekankan tentang dusta.
a) Dusta tetap
dilarang, baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.
Contoh:
saudara berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya
uang’, padahal saudara punya uang.
Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.
b) Dusta tetap
dilarang, sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss!
Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang
melaksanakan juga salah.
c) Dusta tetap
dilarang, sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik.
Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’
(= dusta putih), yang diartikan sebagai ‘dusta dengan tujuan yang baik’. Ingat
bahwa Kristen bukan pragmatisme, yang menghalalkan seadanya cara asal tujuannya
baik. Dalam Kristen bukan hanya tujuannya yang harus baik, tetapi cara mencapai
tujuan yang baik itu juga harus benar. Tujuan yang baik tidak menghalalkan cara
yang tidak benar!
Ironside: “Men are in the
habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are called
‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me, ‘All
liars shall have their part in the lake which burneth with fire and brimstone’
(Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black, and gray
lies” [= Manusia
biasa membedakan antara jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut
‘dusta putih’, dan sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi
tahu saya: ‘... semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di
dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab
tidak membuat pembedaan apapun antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang
yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal,
tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta,
mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api
dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.
John Murray:
“many
interpreters have taken the position that the Scripture recognizes the
legitimacy of the lie of utility, exigency, necessity ... It has not been
difficult to show how unwarranted such an inference is in some of the instances
which might appear to lend it support. ... But the upshot of our examination
has been that no instance demonstrates the propriety of untruthfulness under
any exigency” (= banyak
penafsir telah mengambil posisi bahwa Kitab Suci mengakui pengabsahan dari
dusta tentang keperluan / kegunaan, keadaan darurat, kebutuhan ... Tidak sukar
untuk menunjukkan betapa tak berdasarnya kesimpulan seperti itu dalam beberapa
contoh / kejadian yang kelihatannya mendukung hal ini. ... Tetapi hasil dari
penyelidikan kami adalah bahwa tidak ada kejadian yang menunjukkan kebenaran
dari ketidak-benaran dalam keadaan darurat apapun) - ‘Principles of Conduct’, hal 146.
Contoh:
1. Kasus
dusta Rahab dalam Yos 2:1-7. Rahab berdusta untuk tujuan yang baik, tetapi ini
tetap dipersalahkan oleh semua penafsir. Rahab memang dipuji dalam Ibr 11:31
dan Yak 2:25. Tetapi mari kita perhatikan dengan seksama, karena apa ia dipuji.
Ibr 11:31 - “Karena iman maka Rahab,
perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang
durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik”.
Yak 2:25 - “Dan bukankah demikian juga Rahab,
pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia
menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong
mereka lolos melalui jalan yang lain?”.
Jelas bahwa ia dipuji karena imannya, dan karena ia
telah menyambut para pengintai Israel dengan baik, menyembunyikan mereka dan
menolong mereka, tetapi bukan karena dustanya.
Kalau Petrus dipersalahkan pada waktu ia menyangkal
Yesus 3 x demi melindungi nyawanya sendiri, bagaimana mungkin kita bisa
dibenarkan pada waktu kita berdusta untuk melindungi nyawa orang lain?
Adalah baik kalau saudara berusaha maximal untuk
melindungi nyawa seseorang, tetapi saudara tidak boleh melindunginya dengan
cara melanggar Firman Tuhan. Ingat bahwa nyawa orang itu tidak tergantung dusta
saudara ataupun tergantung pada orang-orang yang mau membunuhnya, tetapi tergantung
kepada Tuhan sendiri! Kemaha-kuasaanNya membuat Dia bisa menolong melalui
1001 cara yang lain. Dia tidak membutuhkan bantuan dusta saudara!
2. Baik
dusta Abraham (Kej 12:10-20
Kej 20:1-18) maupun dusta Ishak (Kej 26:7-11), jelas
dipersalahkan oleh semua penafsir yang nggenah!
Penerapan:
a. Pada
saat menghadapi orang yang sakit berat, kita sering berdusta supaya orang yang
sakit itu tidak tahu kalau sakitnya berat, dan dengan demikian ia tidak terlalu
stres. Atau pada waktu ada seseorang yang sakit berat atau mengalami
kecelakaan, kita berdusta kepada orang tua / kakek / nenek dari orang itu
supaya mereka tidak mati karena kaget. Ini semua tetap merupakan dusta dan juga
merupakan dosa!
b. Penggunaan
dusta untuk mendamaikan dua pihak yang bertengkar.
Ada extrim kiri dimana orang memberitakan yang salah atau
yang tidak perlu diberitakan sehingga membuat orang gegeran atau membuat
gegerannya makin hebat, tetapi juga ada extrim kanan dimana orang memberitakan
yang salah untuk mendamaikan orang yang gegeran! Kedua-duanya sama-sama salah! Kadang-kadang
kita boleh menahan kebenaran, tetapi kita tidak pernah boleh menyatakan
ketidak-benaran!
Tetapi dalam suatu sidang pengadilan, kita tidak boleh
menahan kebenaran yang berhubungan dengan persoalan itu. Kalau kita melihat
film-film yang berkenaan dengan pengadilan, maka kita bisa melihat bahwa baik
terdakwa, maupun orang-orang yang memberikan kesaksian, disumpah untuk
mengatakan ‘the
truth, the whole truth, and nothing but the truth’ (= kebenaran, seluruh
kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran).
d) Dusta tetap
dilarang, sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.
Jangan berpikir bahwa mendustai pendeta itu dosa,
tetapi mendustai seorang korak / penjahat tidak apa-apa!
Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the
true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right
to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah,
dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa
kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan
kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa
aku berbicara) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 425.
e) Dusta tetap
dilarang, sekalipun mengatakan kebenaran menyebabkan kita rugi, dan bahkan
kehilangan nyawa.
Maz 15:1-5 - “(1) [Mazmur Daud.] TUHAN, siapa
yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang
kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil
dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak
menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya
dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina
orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang
berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya
dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah.
Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.
Ay 2-5 jelas menggambarkan orang saleh, yang hidupnya
memperkenan Tuhan. Dan salah satu cirinya adalah ‘berpegang pada
sumpah, walaupun rugi’!
Jelas ada banyak kasus dimana mengatakan kebenaran
bisa menyebabkan kita rugi. Misalnya seorang sekretaris yang tidak mau disuruh
berdusta oleh bossnya, bisa saja dipecat. Ini harus dianggap sebagai salib yang
harus ia pikul.
Kesaksian: pulang dari USA, saya bawa kamera Nikon
yang baru dibeli, dan karena jujur harus membayar ‘pajak’ Rp 250.000,-!
Kerugian harta / uang belum apa-apa, dibandingkan
dengan kerugian nyawa yang bisa saja terjadi pada waktu kita mengucapkan
kebenaran. Seandainya kita boleh berdusta demi melindungi nyawa kita dari
bahaya / kematian, maka tentu Petrus tidak salah pada waktu menyangkal Yesus 3
x. Tetapi jelas bahwa ia salah. Jadi, kita juga tidak boleh berdusta demi
melindungi nyawa kita. Yesus sudah rela mengorbankan nyawa bagi kita, maka kita
juga harus rela mengorbankan nyawa bagi Dia.
f) Dusta tetap
dilarang sekalipun kalau kita mengatakan kebenaran, itu menyakiti orang lain.
Memang kalau tidak ada perlunya, kebenaran yang kita
tahu bisa menyakiti hati orang lain, sebaiknya kita tahan / tidak kita nyatakan.
Dan kalau memungkinkan, kita harus menyatakannya sedemikian rupa sehingga
sesedikit mungkin menyakiti hatinya. Tetapi bagaimanapun, kita tidak boleh
menyatakan ketidak-benaran. Misalnya:
1. Seorang
cewek yang gemuk bertanya kepada saudara apakah dia gemuk. Bagaimana
menjawabnya? Kalau saudara mengatakan ‘Oh, tidak gemuk kok, malah langsing
sekali!’, maka saudara jelas menyatakan ketidak-benaran, dan itu adalah dusta.
Tetapi kalau kita mengatakan ‘Wah kamu gembrot seperti babi’, maka kita
menyakiti dia. Maka mungkin lebih baik kalau kita mengatakan ‘Yah, kamu nggak
terlalu langsing’.
2. Kalau
saudara diundang makan, dan ternyata makanannya tidak enak, dan saudara ditanya
bagaimana pendapat saudara tentang makanan itu, bagaimana saudara menjawabnya?
Mengatakan ‘tidak enak’ akan menyakiti hati orang yang memasak makanan itu;
tetapi mengatakan ‘enak’ jelas merupakan dusta, dan ini menyakiti hati Tuhan!
Apakah saudara lebih baik menyakiti Tuhan yang sudah menderita dan mati bagi
saudara, atau menyakiti hati sesama saudara? Saudara tetap harus mengatakan
kebenaran, tetapi dalam hal ini usahakanlah membuat kata-kata itu sehalus
mungkin. Misalnya jangan mengatakan: ‘Wah sangat tidak enak, sampai saya mau
muntah’. Saudara bisa mengatakan: ‘Makanan ini tidak terlalu cocok untuk saya’.
Kesimpulan: berbeda dengan larangan membunuh yang mempunyai
perkecualian, maka dalam larangan berdusta ini tidak ada perkecualian. Dalam
sikon apapun, kita dilarang berdusta / mengucapkan sesuatu yang kita tahu tidak
benar!
4) Contoh-contoh dusta / pelanggaran hukum 9.
a) Dusta yang
umum dalam gereja.
1. Gereja
yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi
mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena
memperkirakan bahwa jemaat bakal terlambat. Ini merupakan tindakan yang umum
tetapi salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga karena
hal seperti ini justru mendidik jemaat untuk datang terlambat.
2. Tidak
menepati nazar / janji kepada Tuhan.
Banyak orang Kristen dengan mudahnya berjanji /
bernazar, biasanya dalam acara camp, retreat, KKR dan sebagainya. Mereka
menjanjikan banyak hal, seperti akan rajin ikut Pemahaman Alkitab, atau akan
rajin ikut Persekutuan Doa, atau akan rajin melayani, atau memberikan janji
iman untuk suatu persembahan bagi gereja dsb, tetapi semua janji itu akhirnya
dilupakan begitu saja.
Bdk. Pkh 5:3-4 - “(3)
Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena
Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik
engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
Awas, ayat ini tidak berarti bahwa Yefta dan Herodes
benar pada waktu menepati sumpah / nazarnya. Sumpah / nazar, yang penggenapannya
merupakan suatu dosa, tidak boleh ditepati! Tetapi sumpah / nazar / janji, yang
penggenapannya bukan merupakan suatu dosa, harus ditepati.
3. Dusta
dari mimbar.
Ada banyak contoh tentang dusta dari mimbar, baik oleh
chairman / pemimpin liturgi, orang-orang yang memberi kesaksian, maupun oleh
pengkhotbah / pendeta dalam menyampaikan Firman Tuhan, seperti:
a. Membual,
menambah-nambahi cerita, khususnya dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan!
Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Mungkin karena mereka
beranggapan cerita yang mereka berikan kurang menarik, sehingga mereka lalu
menambah-nambahinya sehingga ‘lebih indah dari warna aslinya’. Kalau itu memang
betul-betul suatu cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tentu tidak
apa-apa. Tetapi kalau saudara menceritakan suatu fakta yang betul-betul
terjadi, ceritakanlah apa adanya, jangan menambahi apapun hanya untuk
membuatnya lebih menarik. Dusta tidak akan membuat khotbah / pemberitaan
Firman Tuhan saudara diberkati oleh Tuhan, bahkan sebaliknya!
b. Banyak
orang kristen, dalam acara sharing, sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam
bersaksi menceritakan dusta.
c. Banyak juga orang-orang / pengkhotbah-pengkhotbah /
pendeta-pendeta yang betul-betul mengarang cerita pada waktu memberikan
kesaksian, dengan tujuan mempopulerkan diri sendiri, seperti mengatakan bahwa
ia bicara dengan Tuhan, diajak jalan-jalan kesurga / neraka oleh Tuhan, dan
sebagainya.
d. Pengkhotbah-pengkhotbah yang menjadi bunglon, dimana mereka selalu
menyesuaikan apa yang mereka beritakan dengan para pendengarnya. Contoh:
Bambang Noorsena!
e. Pengkhotbah yang tahu tentang kebenaran, tetapi karena
menganggapnya tidak menguntungkan kalau kebenaran itu diberitakan, lalu
membengkokkan kebenaran itu.
Ini tidak berbeda dengan nabi palsu yang memberitakan
ketidak-benaran!
f. Pengkhotbah / penulis (buku maupun internet / face book dsb),
yang menyerang ajaran-ajaran lawan secara tidak fair, dengan melebih-lebihkan /
bersifat memfitnah. Contoh: Pdt. Jusuf B. S., Guy Duty, dan juga Suhento Liauw
dan Steven Liauw, dalam menyerang Calvinisme. Mereka memfitnahnya lebih dulu,
baru menyerang ajaran Calvinisme yang sudah mereka bengkokkan itu!
g. Pengkhotbah / penulis yang, untuk tujuan menipu, menafsirkan
dengan menggunakan bahasa asli dari Alkitab secara salah.
h. Nubuat-nubuat
yang dibuat sendiri.
Neh 6:12 - “Karena kuketahui benar, bahwa Allah
tidak mengutus dia. Ia mengucapkan nubuat itu terhadap aku, karena disuap
Tobia dan Sanbalat”.
Yer 5:31 - “Para
nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan
umatKu menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila
datang kesudahannya?”.
Yer 14:14-15 - “(14)
Jawab TUHAN kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi namaKu! Aku
tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada
mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan
tipu rekaan hatinya sendiri. (15) Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai
para nabi yang bernubuat demi namaKu, padahal Aku tidak mengutus mereka,
dan yang berkata: Perang dan kelaparan tidak akan menimpa negeri ini - :Para
nabi itu sendiri akan habis mati oleh perang dan kelaparan!”.
Yer 23:21,25-27 - “(21)
‘Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman
kepada mereka, namun mereka bernubuat. ... (25) Aku telah mendengar apa
yang dikatakan oleh para nabi, yang bernubuat palsu demi namaKu dengan
mengatakan: Aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! (26) Sampai bilamana hal
itu ada dalam hati para nabi yang bernubuat palsu dan yang menubuatkan tipu
rekaan hatinya sendiri, (27) yang merancang membuat umatKu melupakan namaKu
dengan mimpi-mimpinya yang mereka ceritakan seorang kepada seorang, sama
seperti nenek moyang mereka melupakan namaKu oleh karena Baal?”.
Yer 23:32 - “Sesungguhnya,
Aku akan menjadi lawan mereka yang menubuatkan mimpi-mimpi dusta,
demikianlah firman TUHAN, dan yang menceritakannya serta menyesatkan umatKu
dengan dustanya dan dengan bualnya. Aku ini tidak pernah mengutus mereka
dan tidak pernah memerintahkan mereka. Mereka sama sekali tiada berguna untuk bangsa
ini, demikianlah firman TUHAN”.
1Raja 22:4-14 - “(4) Lalu katanya kepada Yosafat:
‘Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?’ Jawab
Yosafat kepada raja Israel: ‘Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan
rakyatmu, kudaku dan kudamu.’ (5) Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel:
‘Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.’ (6) Lalu raja Israel mengumpulkan para
nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada
mereka: ‘Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau aku
membatalkannya?’ Jawab mereka: ‘Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam
tangan raja.’ (7) Tetapi Yosafat bertanya: ‘Tidak adakah lagi di sini
seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?’
(8) Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan
perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab
tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang
itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’
(9) Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya: ‘Jemputlah
Mikha bin Yimla dengan segera!’ (10) Sementara raja Israel dan Yosafat, raja
Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di
suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi
itu bernubuat di depan mereka, (11) maka Zedekia bin Kenaana membuat
tanduk-tanduk besi, lalu berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau
akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka.’ (12) Juga semua nabi itu
bernubuat demikian, katanya: ‘Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan
beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (13) Suruhan
yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi
itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga
berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’
(14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan
difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’”.
4. Sinterklaas
/ Santa Claus.
Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus dengan Natal
merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena sebetulnya kedua
hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama mengingat bahwa
Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal
adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak
gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Catatan: Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa Santa Claus
dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama Santo Nikolas, yang dikatakan
hidup pada abad ke 4. Tetapi lalu menambahkan bahwa keberadaannya tidak pernah
dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan
versi Belanda, jelas-jelas merupakan dusta.
Orang Kristen bukan hanya tidak boleh menggabungkan
Santa Claus dengan perayaan Natal, tetapi juga harus membuangnya dari seluruh
kehidupannya!
b) Tidak
menepati janji kepada sesama manusia.
Maz 15:4 - “yang
memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan
TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi”.
Tetapi kenyataannya, banyak orang yang sekalipun tidak
rugi, tetap melanggar janji.
Misalnya:
1. Janji
pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!
2. Janji
untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
3. Janji
untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang (pada saat itu belum
jamannya handphone), dan pada waktu pembantu memberitahu orang itu bahwa saya
tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon
kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu
tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.
c) Menekan /
menyembunyikan kebenaran, pada saat itu seharusnya diberitakan / dinyatakan.
Karena itu, jangan terlalu cepat untuk berjanji untuk
tidak menceritakan sesuatu! Seringkali ada orang yang berkata: ‘Aku mau
beritahu kamu sesuatu, tetapi janji dulu untuk tidak memberitahukannya kepada
orang lain’. Jangan mau berjanji
seperti itu! Mengapa?
1. Itu
merupakan cara gosip / fitnah yang ‘aman’, yang memang sering digunakan oleh
banyak pemfitnah / penggosip! Pemfitnah / penggosipnya tidak bisa ditemukan,
karena saksi yang mengetahui dia sebagai pemfitnah / penggosip sudah diikat
oleh janji itu.
2. Kalau
saudara mau berjanji, dan ternyata berita itu merupakan sesuatu yang memang
harus diberitakan, maka saudara terikat oleh janji itu, dan tidak bisa
menyatakan kebenaran!
Catatan: Jujur tidak berarti
bahwa kita harus membuka semua rahasia! Dalam banyak hal kita boleh
merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta. Misalnya pada waktu kita ditanyai
penghasilan kita, atau pada waktu seorang perempuan ditanyai umurnya, kita / ia
bisa berkata: ‘Kamu tak perlu tahu’, atau ‘Itu bukan urusanmu’. Tetapi kita
tidak boleh menyatakan ketidak-benaran!
d) Menjilat orang untuk menyenangkan hatinya.
Tidak salah kalau kita memuji seseorang dengan tulus
dan pujian itu memang benar. Tetapi kalau maksud dari pujian itu hanya untuk
menyenangkan orang itu, dan pujian itu sebetulnya tidak benar, maka ‘jilatan’
seperti ini jelas merupakan dusta dan salah. Menurut saya, kita bukan hanya
tidak boleh menjilat, tetapi juga tidak boleh menyukai jilatan! Para boss dan
orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi harus memperhatikan hal yang
terakhir ini.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang
Kel 20:16: “The third sin against this
Commandment is BASE FLATTERY and SOOTHING; which is a quite opposite extreme to
the other, as both are opposite to truth. Now this is, either
self-flattery, or the flattering of others. 1. There is a self-flattery. Learn,
therefore, O Christian, to take the just measure of thyself. 2. There is a
sinful flattering of others: and that, either by an immoderate extolling of
their virtues; or, what is worse, by a wicked commendation even of their very
vices. This is a sin most odious unto God, who hath threatened to cut off all
flattering lips (Ps 12:3)” [= Dosa ketiga terhadap hukum ini adalah umpakan / jilatan yang hina;
yang merupakan extrim yang berlawanan dengan yang lain, karena keduanya
bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah, atau mengumpak diri sendiri, atau
mengumpak orang-orang lain. 1. Ada pengumpakan terhadap diri sendiri. Karena
itu, orang Kristen, belajarlah untuk mengambil ukuran yang benar tentang dirimu
sendiri. 2. Ada pengumpakan yang berdosa tentang orang-orang lain; dan itu,
atau oleh suatu peninggian yang kelewat batas tentang kebaikan-kebaikan mereka;
atau, lebih buruk lagi, oleh suatu pujian yang jahat bahkan tentang
kejahatan-kejahatan mereka. Ini adalah suatu dosa yang paling menjijikkan bagi
Allah, yang mengancam untuk memotong semua bibir yang menjilat (Maz 12:4)].
Catatan: sebelum membicarakan hal ini penafsir ini
membicarakan tentang fitnah. Itulah yang ia maksudkan dengan kata-kata ‘the other’ (= yang lain) yang saya garis-bawahi itu. Kalau memfitnah itu
menjelekkan seseorang, maka dalam mengumpak / menjilat, kita memuji seseorang,
tetapi dengan pujian yang tidak jujur. Ini juga merupakan dusta.
Maz 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang
seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan
hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis
dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan
lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.
Kata-kata ‘bibir yang manis’ dalam terjemahan KJV/RSV/NIV/NASB
diterjemahkan: ‘flattering lips’ (= bibir yang menjilat / mengumpak).
Nabi-nabi palsu sering bermulut manis, karena mereka
memang ingin menyenangkan hati pendengar mereka. Tetapi nabi asli / hamba Tuhan
yang sejati tidak demikian!
Ro 16:18 - “Sebab orang-orang demikian tidak
melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan
kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka
menipu orang-orang yang tulus hatinya”.
Sekarang, bandingkan dengan Paulusnya sendiri.
1Tes 2:3-5 - “(3) Sebab nasihat kami tidak lahir dari
kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. (4)
Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil
kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia,
melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. (5) Karena kami
tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah
mempunyai maksud loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi -”.
Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah
kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada
manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku
bukanlah hamba Kristus”.
Tetapi celakanya, banyak ‘orang Kristen’ senang kepada
‘hamba Tuhan’ yang pemberitaannya menyenangkan telinga mereka, dan sebaliknya,
membenci hamba Tuhan yang sejati yang memberitakan kebenaran yang ‘menyakitkan
hati’ mereka.
2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang
tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan
guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka
akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.
Bdk. 1Raja 22:8 - “Jawab raja Israel kepada
Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta
petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan
yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin
Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’”.
Jangan pernah menyenangi para penjilat, khususnya
kalau mereka adalah ‘hamba Tuhan’. Kalau saudara menyenangi ‘hamba Tuhan’ yang
adalah seorang penjilat, besar kemungkinannya saudara akan mendapatkan seorang
nabi palsu!
HUKUM 9(3)
jangan bersaksi dusta
(Kel 20:16)
e) Memfitnah / menyebarkan gossip.
1. Ada
banyak ayat yang mengecam / melarang fitnah / penyebaran gossip.
Im 19:16 - “Janganlah
engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu;
janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN”.
Catatan: perhatikan kata-kata ‘pergi kian ke mari’ yang jelas
menunjukkan bahwa orang-orang seperti itu dengan semangat mendatangi
orang-orang untuk menyebarkan fitnahnya!
Maz 15:1-5 - “(1)
Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh
diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang
melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,
(3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat
terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4)
yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut
akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak
meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang
yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah
selama-lamanya”.
Tit
2:3 - “Demikian juga perempuan-perempuan
yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan
memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal
yang baik”.
Tit 3:2
- “Janganlah mereka memfitnah,
janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah
lembut terhadap semua orang”.
Kel 23:1-2 - “(1)
‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu
orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau
turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan
kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan
orang membelokkan hukum”.
2. Ini
adalah bentuk dusta yang paling kejam, dan mengakibatkan banyak hal buruk
seperti:
a. Merusak
nama baik seseorang.
Adam Clarke (tentang Kel
20:15):
“Good name in
man or woman
Is the immediate
jewel of their souls.
Who steals my
purse steals trash, -
But he that
filches from me my good name,
Robs me of that
which not enriches him
And makes me
poor indeed”
(= Nama baik
dalam diri seorang laki-laki atau perempuan
Adalah permata /
perhiasan yang dekat dari jiwa mereka.
Siapa yang
mencuri dompetku mencuri sampah / barang rosokan, -
Tetapi ia yang mencuri
dariku nama baikku,
Merampok aku
dari apa yang tidak memperkaya dia
Dan betul-betul
membuat aku miskin).
Pulpit Commentary: “The
character of our neighbour, whatever his rank or position, whether the
neighbour be a Prime Minister or only a domestic servant, ought to be as
precious to us as our own character” (= Karakter dari sesama kita, apapun kedudukan atau posisinya, apakah
sesama itu adalah Perdana Menteri atau hanya pelayan rumah, harus sama
berharganya bagi kita seperti karakter kita sendiri).
b. Mengadu
domba / menimbulkan pertengkaran bahkan di antara dua orang yang bersahabat
karib.
Amsal 16:28 - “Orang yang curang menimbulkan
pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib”.
Amsal 6:16-19 - “(16) Enam perkara ini yang dibenci
TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hatiNya: (17) mata
sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak
bersalah, (18) hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera
lari menuju kejahatan, (19) seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan
kebohongan dan yang menimbulkan
pertengkaran saudara”.
Contoh: Mefiboset dan Daud.
2Sam 16:1-4 - “(1) Ketika Daud baru saja
melewati puncak, datanglah Ziba, hamba Mefiboset, mendapatkan dia membawa
sepasang keledai yang berpelana, dengan muatan dua ratus ketul roti, seratus
buah kue kismis, seratus buah-buahan musim panas dan sebuyung anggur. (2) Lalu
bertanyalah raja kepada Ziba: ‘Apakah maksudmu dengan semuanya ini?’ Jawab
Ziba: ‘Keledai-keledai ini bagi keluarga raja untuk ditunggangi; roti dan
buah-buahan ini bagi orang-orangmu untuk dimakan; dan anggur ini untuk diminum
di padang gurun oleh orang-orang yang sudah lelah.’ (3) Kemudian bertanyalah
raja: ‘Di manakah anak tuanmu?’ Jawab Ziba kepada raja: ‘Ia ada di Yerusalem,
sebab katanya: Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan
ayahku.’ (4) Lalu berkatalah raja kepada Ziba: ‘Kalau begitu, kepunyaanmulah
segala kepunyaan Mefiboset.’ Kata Ziba: ‘Aku tunduk! Biarlah kiranya aku tetap
mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja.’”.
2Sam 19:24-30 - “(24) Juga Mefiboset bin Saul
menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya
dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan
selamat. (25) Ketika ia dari Yerusalem menyongsong raja, bertanyalah raja
kepadanya: ‘Mengapa engkau tidak pergi bersama-sama dengan aku, Mefiboset?’ (26)
Jawabnya: ‘Ya tuanku raja, aku ditipu hambaku. Sebab hambamu ini berkata
kepadanya: Pelanailah keledai bagiku, supaya aku menungganginya dan pergi
bersama-sama dengan raja! - sebab hambamu ini timpang. (27) Ia telah
memfitnahkan hambamu ini kepada tuanku raja. Tetapi tuanku raja adalah seperti
malaikat Allah; sebab itu perbuatlah apa yang tuanku pandang baik. (28) Walaupun
seluruh kaum keluargaku tidak lain dari orang-orang yang patut dihukum mati
oleh tuanku raja, tuanku telah mengangkat hambamu ini di antara orang-orang
yang menerima rezeki dari istanamu. Apakah hakku lagi dan untuk apa aku
mengadakan tuntutan lagi kepada raja?’ (29) Tetapi raja berkata kepadanya: ‘Apa
gunanya engkau berkata-kata lagi tentang halmu? Aku telah memutuskan: Engkau
dan Ziba harus berbagi ladang itu.’ (30) Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja:
‘Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat.’”.
Catatan: Albert Barnes mengatakan tidak bisa diketahui apakah
kata-kata Ziba dalam 2Sam 16:3 itu benar atau merupakan fitnahan. Tetapi
boleh dikatakan semua penafsir yang lain menganggap Ziba memfitnah, dan Daud
terlalu cepat percaya pada fitnahan itu, dan setelah ia bertemu dengan
Mefiboset dalam 2Sam 19, ia tetap berkompromi dan tidak menghukum Ziba.
Fitnahan Ziba ini bukan hanya merugikan Mefiboset dalam hal harta, tetapi
khususnya merusak hubungan Mefiboset dengan Daud.
c. Betul-betul
membunuh seseorang!
Contoh: kasus Stefanus (Kis 6-7), dan Nabot (1Raja 21),
dan Yesus sendiri (Mat 26:59-dst).
Tetapi celakanya banyak orang kristen sering
memfitnah, baik secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan berita yang disangka
benar, tetapi ternyata tidak benar).
Calvin (tentang Kel 20:12): “scarcely one in
a hundred will be found who will be as kind in sparing the character of others,
as he himself desires to be pardoned for manifest vices” (= hampir tidak akan didapati satu dari seratus yang akan sama baiknya
dalam melindungi / menjaga karakter dari orang-orang lain, seperti ia sendiri
menginginkan untuk diampuni untuk kejahatan-kejahatan yang jelas).
3. Memfitnah bisa dilakukan oleh seseorang yang
terlalu cepat membuat kesimpulan, dan lalu memberitakan kesimpulannya yang ia
anggap benar itu.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:16: “Another
way by which flames are often kindled to the damage of one’s good name, is THE
HABIT OF JUMPING TO CONCLUSIONS WITHOUT SUFFICIENT EVIDENCE TO SUSTAIN THEM” (= Satu cara lain dengan mana api sering
dikobarkan / dinyalakan bagi kerusakan nama baik seseorang, adalah kebiasaan untuk meloncat pada suatu kesimpulan
tanpa bukti yang cukup untuk menopangnya).
4. Bukan
hanya yang menyebarkan fitnah / gossip yang dianggap bersalah, tetapi juga yang
menerima / mempercayai fitnah / gossip itu.
Calvin, Matthew Henry, dan juga beberapa penafsir
lain, mengatakan bahwa kata-kata ‘Janganlah
engkau menyebarkan kabar bohong’
dalam Kel 23:1 itu bisa diterjemahkan ‘Janganlah
engkau menerima kabar bohong’. Dan mereka
menambahkan bahwa si penerima sama jahatnya seperti si pemfitnah.
Kel 23:1 - “‘Janganlah engkau menyebarkan kabar
bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi
yang tidak benar”.
Calvin (tentang Kel
20:16): “we must close our ears against false
and evil speaking; since he is just as injurious to his brother who eagerly
listens to sinister reports respecting him, as he who exercises his tongue in
maligning him” (= Kita harus
menutup telinga kita terhadap pembicaraan dusta dan jahat; karena ia yang sangat
ingin mendengar pada laporan-laporan yang jahat tentang saudaranya sama merugikan
/ berbahayanya bagi saudaranya seperti ia yang menggunakan lidahnya dalam
memfitnahnya).
Calvin (tentang Kel
23:1): “a lie would
soon come to nothing from its own emptiness, and fall to the ground, if it were
not taken up and supported by the unrighteous consent of others. God,
therefore, recalls His people from this wicked conspiracy, lest by their
assistance they should spread abroad false accusations; and calls those false
witnesses who traduce their neighbors by lending their hand to the ungodly:
because there is but little difference between raising a calumny and keeping
it up” (= suatu dusta
dengan segera hilang dari kekosongannya sendiri, dan jatuh ke tanah, jika dusta
itu tidak diambil dan ditopang oleh persetujuan yang tidak benar dari
orang-orang lain. Karena itu, Allah, mengingatkan umatNya dari persekongkolan
jahat ini, supaya jangan oleh bantuan mereka mereka menyebarkan dengan luas
tuduhan-tuduhan palsu / dusta; dan menyebut mereka yang memfitnah sesama mereka
dengan meminjamkan tangan mereka kepada orang-orang jahat sebagai saksi-saksi
palsu / dusta: karena hanya ada sedikit perbedaan antara membangkitkan suatu
fitnahan dan memeliharanya / meneruskannya).
Matthew Henry menambahkan lagi bahwa kadang-kadang
kita tidak bisa terhindar dari mendengar cerita yang palsu / salah, tetapi kita
tidak boleh menerimanya selama masih ada alasan untuk meragukan kebenaran
cerita tersebut. Juga, kita tidak boleh mendengarnya dengan sukacita, seperti
mereka yang bersukacita dalam kejahatan.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:16): “III.
THE CRUEL PURPOSES OF SLANDER MAY ALSO BE ACCOMPLISHED BY SLY INSINUATIONS AND
CRAFTY QUESTIONS CALCULATED TO AROUSE SERIOUS AND DAMAGING SUSPICIONS. When any
one spoke evil of another in the presence of Peter the Great, he would promptly
stop him and say, ‘Well, now; but has he not got a bright side? Come, tell me
what good you know of him. It is easy to splash mud; but I would rather help a
man to keep his coat clean!’ IV. SLANDER IS ENCOURAGED BY THOSE WHO PATIENTLY
LISTEN TO IT, and who prompt the cruel person to vent his venom on the innocent” (= III. Tujuan-tujuan
yang kejam dari fitnahan juga bisa dicapai oleh usul-usul yang secara diam-diam
menentang seseorang dan pertanyaan-pertanyaan yang licik yang diperhitungkan
untuk membangkitkan kecurigaan-kecurigaan yang serius dan merusak. Pada
waktu siapapun berbicara jahat tentang orang lain di hadapan Petrus yang Agung,
ia akan dengan segera menghentikannya dan berkata, ‘Ya, tetapi apakah ia tidak
mempunyai sisi yang terang? Ayo, ceritakan kepadaku hal baik apa yang engkau
tahu tentang dia. Adalah mudah untuk memercikkan lumpur; tetapi aku lebih
senang menolong seseorang untuk menjaga jasnya bersih!’ IV. Fitnahan dianjurkan / didorong / disemangati
oleh mereka yang mendengarnya dengan sabar, dan yang mendorong orang
yang kejam itu untuk menyemburkan bisanya pada orang yang tidak bersalah).
Untuk orang-orang yang senang mendengar fitnahan terhadap orang lain,
maka perhatikan kata-kata ini.
Pulpit Commentary: “Bear false
witness against a stranger and it will be easier to bear false witness against
a friend; the use of unmeasured language in the one case will lead to less
measured language in the other. As a fact this is the case. People who express
themselves so strongly when speaking of political opponents, are just the people
who behind your back will speak of you with inaccurate unkindness” (= Hasilkanlah
kesaksian palsu / dusta terhadap seorang asing dan akan lebih mudah untuk
menghasilkan kesaksian palsu / dusta terhadap seorang teman; penggunaan bahasa
/ kata-kata yang berlebihan dalam satu kasus akan membimbing pada bahasa /
kata-kata yang lebih berlebihan dalam kasus yang lain. Dalam faktanya ini
adalah kasusnya. Orang-orang yang menyatakan diri mereka sendiri dengan begitu
kuat pada waktu berbicara tentang oposisi politik, adalah justru orang-orang
yang di belakangmu akan berbicara tentangmu dengan ketidak-baikan yang tidak
akurat).
Jelasnya, orang yang bisa memfitnah orang lain di depan saudara, lambat
atau cepat akan memfitnah saudara sendiri di depan orang lain!
5. Pada
saat ada suatu tuduhan terhadap seseorang, kita hanya boleh mempercayai kalau
ada bukti, atau sedikitnya ada 2-3 saksi!
Ul 19:15 - “‘Satu
orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan
apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua
atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan”. Bdk. Bil 35:30
Ul 17:6
Mat 18:15-17 Yoh 8:17 2Kor 13:1.
Pada waktu ada tuduhan terhadap seorang penatua / hamba Tuhan, ada ayat
khusus yang melarang kita secara sembarangan menerima fitnah / gossip / tuduhan
terhadapnya.
1Tim 5:19 - “Janganlah
engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua
atau tiga orang saksi”.
Mengapa ada ayat
khusus untuk penatua / hamba Tuhan? Jelas karena mereka lebih sering menjadi
sasaran kebencian orang, yang lalu memfitnah mereka. Dan juga khususnya, karena
setan sering menggunakan anak-anaknya, bahkan juga anak-anak Tuhan, untuk
menyerang penatua / hamba Tuhan melalui fitnahan.
Ingat bahwa ‘saksi’ adalah orang yang tahu sendiri peristiwa itu, bukan
hanya mendengarnya dari orang lain! Juga mereka haruslah orang yang nggenah /
layak dipercaya. Pada saat ada 2-3 saksi atau
lebih, ingat bahwa inipun tidak menjamin kebenaran berita tersebut!
Nabot, Yesus, Stefanus difitnah dengan menggunakan banyak saksi palsu!
6. Dusta
/ fitnah bisa dilakukan dengan:
a. Menceritakan
setengah kebenaran (half truth).
·
Memang tidak
setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceritakan seluruh
kebenaran. Kadang-kadang itu merupakan kemustahilan. Dan dalam kasus Samuel di
bawah ini, Tuhan sendiri yang menyuruhnya untuk menceritakan setengah /
sebagian kebenaran.
1Sam 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada
Samuel: ‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah
Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan
pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara
anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata:
‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor lembu muda dan
katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. (3) Kemudian
undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu
apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang akan Kusebut kepadamu.’
(4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan tibalah ia di kota
Betlehem. Para tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan
berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar!
Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan
datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai
dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan
itu”.
John Murray:
“Without
question here is a divine authorization for concealment by means of a statement
other than that which would have disclosed the main purpose of Samuel’s visit
to Jesse. ... He did not speak what was contrary to fact. There was no untruth
in what the Lord authorized. ... This incident makes clear that it is proper
under certain circumstances to conceal or withhold part of the truth. Saul has
no right to know the whole purpose of Samuel’s mission to Jesse nor was Samuel
under obligation to disclose it. Concealment was not lying. ... It is necessary
to guard jealously the distinction between partial truth and untruth” (= Tak perlu dipertanyakan bahwa di sini ada
pemberian ijin ilahi untuk penyembunyian dengan memberikan suatu pernyataan
yang lain dari pada apa yang akan menyingkapkan tujuan utama dari kunjungan
Samuel kepada Isai. ... Ia tidak berbicara apa yang bertentangan dengan fakta.
Tidak ada ketidak-benaran dalam apa yang Tuhan ijinkan. ... Peristiwa ini
membuat jelas bahwa adalah benar di bawah kondisi-kondisi tertentu untuk
menyembunyikan atau menahan sebagian dari kebenaran. Saul tidak mempunyai hak
untuk mengetahui seluruh tujuan dari misi Samuel kepada Isai, juga Samuel tidak
wajib untuk menyatakannya. Penyembunyian bukanlah dusta. ... Adalah perlu untuk
menjaga dengan hati-hati / penuh kewaspadaan perbedaan antara ‘sebagian
kebenaran’ dan ‘ketidak-benaran’) - ‘Principles
of Conduct’, hal 139,140.
·
Tetapi
seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian
saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini,
sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah
orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu dengan si A pada
waktu si A pergi ke bioskop dengan istrinya dan seorang wanita lain, dan
saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa si A pergi dengan
seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istrinya), maka
itu jelas adalah penceritaan sebagian kebenaran yang bersifat memfitnah!
Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikirkanlah
lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang
menjelekkan nama orang lain.
·
Dusta dengan
menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang
dalam bersaksi hanya menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami
dari Tuhan, tetapi sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak
enak yang mereka alami dalam mengikuti Kristus.
·
Sharing / contoh:
di Kupang ada seorang pengkhotbah memberitakan melalui radio bahwa saya adalah
orang sesat karena mengijinkan makan daging orang! Saya memang memberitakan hal
itu, tetapi pemberitaan itu saya lakukan dengan latar belakang suatu cerita
yang sungguh-sungguh terjadi, tentang pesawat yang jatuh di pegunungan salju.
Sebagian dari mereka mati, tetapi sebagian yang lain hidup. Mereka tidak
mempunyai makanan, dan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu memakan orang-orang
yang mati, atau mati kelaparan. Dan mereka akhirnya memakan orang-orang yang
mati. Lalu saya mengatakan bahwa saya tidak bisa menyalahkan mereka dalam
keadaan seperti itu. Tetapi dalam pengkhotbah itu menyampaikannya di radio,
seluruh latar belakang dihapuskan! Ia hanya mengatakan bahwa saya mengijinkan
orang makan daging orang! Ini betul-betul merupakan suatu fitnahan yang kurang
ajar!
·
Contoh lain: pengutipan
sebagian yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai
Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, Saksi Yehuwa memberikan kutipan dari Encyclopedia
Britannica: “Kata
Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam
Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang
Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah
kita, TUHAN itu esa!’ (Ul. 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap
selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad
ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang
dipertahankan.”.
Sekarang, untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi
Yehuwa dalam mengutip, saya akan membandingkan kutipan sebagian dari
mereka, dengan kutipan penuh dari Encyclopedia Britannica 2000.
Encyclopedia Britannica 2000:
“in
Christian doctrine, the unity of Father, Son, and Holy Spirit as three persons
in one Godhead. Neither the word Trinity nor the explicit doctrine appears in the New Testament, nor did Jesus
and his followers intend to contradict the Shema in the Old Testament: ‘Hear, O
Israel: The Lord our God is one Lord’ (Deuteronomy 6:4). The earliest
Christians, however, had to cope with the implications of the coming of Jesus
Christ and of the presumed presence and power of God among them--i.e., the Holy
Spirit, whose coming was connected with the celebration of the Pentecost. The Father, Son, and Holy Spirit were associated
in such New Testament passages as the Great Commission: ‘Go therefore and make
disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the
Son and of the Holy Spirit’ (Matthew 28:19); and in the apostolic benediction:
‘The grace of the Lord Jesus Christ and the love of God and the fellowship of
the Holy Spirit be with you all’ (2 Corinthians 13:14). Thus, the New Testament
established the basis for the doctrine of the Trinity. The doctrine
developed gradually over several centuries and through many controversies.
Initially, both the requirements of monotheism inherited from the Old Testament
and the implications of the need to interpret the biblical teaching to
Greco-Roman religions seemed to demand that the divine in Christ as the Word,
or Logos, be interpreted as subordinate to the Supreme Being. An alternative
solution was to interpret Father, Son, and Holy Spirit as three modes of the
self-disclosure of the one God but not as distinct within the being of God
itself. The first tendency recognized the distinctness among the three, but at
the cost of their equality and hence of their unity (subordinationism); the
second came to terms with their unity, but at the cost of their distinctness as
‘persons’ (modalism). It was not until the 4th century that the distinctness of
the three and their unity were brought together in a single orthodox doctrine
of one essence and three persons. The Council of Nicaea in 325 stated the
crucial formula for that doctrine in its confession that the Son is ‘of the
same substance (homoousios) as the Father,’ even though it said very little
about the Holy Spirit. Over the next half century, Athanasius defended and
refined the Nicene formula, and, by the end of the 4th century, under
the leadership of Basil of Caesarea, Gregory of Nyssa, and Gregory of Nazianzus
(the Cappadocian Fathers), the doctrine of the Trinity took substantially
the form it has maintained ever since. Copyright © 1994-2000 Encyclopædia
Britannica, Inc.”.
Terjemahannya:
“Dalam doktrin Kristen, kesatuan dari
Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi dalam satu keAllahan. Baik
kata Tritunggal maupun doktrinnya yang EXPLICIT tidak muncul / tampak dalam
Perjanjian Baru, juga Yesus maupun para pengikutNya tidak bermaksud untuk
menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu
Allah kita, TUHAN itu esa’ (Ulangan 6:4). Tetapi orang-orang Kristen
mula-mula harus menghadapi pengertian tentang datangnya Yesus Kristus dan
tentang anggapan tentang kehadiran dan kuasa dari Allah di antara mereka, yaitu
Roh Kudus, yang kedatanganNya dihubungkan dengan perayaan dari Pentakosta. Bapa, Anak, dan Roh Kudus digabungkan / disatukan
dalam text-text Perjanjian Baru seperti Amanat Agung: ‘Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus’ (Matius 28:19); dan dalam pemberian berkat rasuli: ‘Kasih
karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus
menyertai kamu sekalian’ (2Kor 13:13). Dengan cara ini / Karena itu, Perjanjian
Baru menegakkan / memperlihatkan / membuktikan dasar untuk doktrin dari
Tritunggal. Doktrin ini berkembang secara perlahan-lahan selama
berabad-abad dan melalui banyak kontroversi / perdebatan. Pada awalnya,
tuntutan monotheisme dari Perjanjian Lama maupun adanya kebutuhan untuk
menafsirkan ajaran alkitabiah kepada agama-agama Yunani-Romawi kelihatannya
menuntut bahwa keilahian dalam Kristus sebagai Firman, atau LOGOS, ditafsirkan
sebagai lebih rendah dari pada Allah. Pemecahan alternatif adalah dengan
menafsirkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga mode / cara penyingkapan
diri sendiri dari Allah yang esa, tetapi tidak berbeda dalam diri Allah
sendiri. Kecenderungan yang pertama mengakui perbedaan di antara ketiganya,
tetapi dengan mengorbankan kesetaraan dan karena itu juga kesatuan mereka
(subordinationisme); yang kedua sesuai dengan kesatuan mereka, tetapi dengan
mengorbankan perbedaan mereka sebagai ‘pribadi-pribadi’ (modalisme). Baru pada
abad ke 4lah perbedaan dari ketiganya dan kesatuan mereka dipersatukan dalam
suatu doktrin orthodox tunggal tentang satu hakekat dan tiga pribadi. Sidang
Gereja Nicea pada tahun 325 menyatakan formula yang sangat penting untuk
doktrin itu dalam pengakuannya bahwa Anak adalah ‘dari zat yang sama
(HOMOOUSIOS) dengan Bapa’, sekalipun pengakuan itu berkata-kata sangat sedikit
tentang Roh Kudus. Selama setengah abad selanjutnya, Athanasius mempertahankan
dan menghaluskan / membersihkan formula Nicea itu, dan pada akhir dari abad
keempat, dibawah pimpinan dari Basil dari Kaisarea, Gregory dari Nyssa, dan
Gregory dari Nazianzus, (Bapa-bapa Kappadokia), doktrin Tritunggal mendapat
bentuk secara kokoh yang dipertahankannya sejak saat itu. Hak
cipta © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.
Catatan:
¨ bagian yang saya beri garis-bawah tunggal
adalah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa, sedangkan yang saya beri
garis bawah ganda / dobel, adalah bagian, yang secara kurang ajar mereka
loncati, padahal itu adalah bagian yang sangat penting. Pengutipan
sebagian, dan pembuangan bagian yang seharusnya penting untuk dikutip, membuat
Encyclopedia Britannica kelihatannya mengatakan sesuatu yang berbeda dengan
yang seharusnya.
¨ kata ‘EXPLICIT’
diterjemahkan ‘yang
jelas’ oleh Saksi-Saksi
Yehuwa, dan ini jelas merupakan terjemahan yang menyesatkan. Dalam Perjanjian
Baru dan bahkan dalam seluruh Kitab Suci memang tidak ada dasar yang
explicit untuk doktrin Allah Tritunggal (misalnya ayat yang mengatakan
bahwa Allah itu satu hakekatNya, tetapi ada dalam 3 pribadi yang setara).
Tetapi dasar-dasar yang jelas, jelas ada. Dan Encyclopedia Britannica
2000 sendiri memberikan 2 text yang dipakai sebagai bukti / dasar dari doktrin
Allah Tritunggal, yaitu Mat 28:19 dan 2Kor 13:13.
¨ untuk ayat terakhir ini penomoran ayat
antara Kitab Suci Indonesia dan Kitab Suci Inggris berbeda satu angka; dalam
Kitab Suci Indonesia 2Kor 13:13; dalam Kitab Suci Inggris 2Kor 13:14.
b. Mengubah
nada bicara / mimik wajah pada waktu menceritakan sesuatu!
Pulpit Commentary: “False
witness embodied in accurate speech. We may use true words and yet create a
false impression; e.g., a remark made and repeated verbatim. The way, however,
in which it is repeated, the special setting, the peculiar intonation; these
things give it a very different meaning to that intended by the original
speaker. The words are accurate, the testimony is false. (New music alters the
character of a song.)” [= Saksi dusta mewujudkan diri dalam
ucapan yang akurat. Kita bisa menggunakan kata-kata yang benar tetapi
menciptakan suatu kesan yang salah / dusta; misalnya, suatu ucapan / kata-kata
dibuat dan diulangi kata demi kata. Tetapi, cara dalam mana kata-kata itu diulangi,
tindakan khusus, intonasi / nada yang khas; hal-hal ini memberinya suatu arti
yang sangat berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara aslinya.
Kata-katanya akurat, kesaksiannya palsu / dusta (musik yang baru mengubah
karakter dari suatu lagu)].
Misalnya:
kalau si A berkata kepada saudara: ‘si B itu gila’. Ia mengatakan hal itu
dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi
saudara lalu menyampaikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata:
kamu itu gila!!’, dengan nada membentak, wajah yang marah, dan mata yang
melotot, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!
Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikatakan
oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan
aslinya!
7. Hebatnya dosa memfitnah / menyebar gossip.
Matthew Henry mengatakan bahwa hampir tidak ada dosa
lain apapun dimana orang yang melakukannya bersalah dalam begitu banyak
kejahatan dari dosa ini.
Ini mencakup banyak dosa seperti dusta, sumpah palsu
(kalau dilakukan dalam pengadilan), kebencian, dan bahkan pembunuhan.
Bdk. Kel 23:7 - “Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara
dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh
kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah”.
Calvin (tentang Kel
23:7): “Since he seems to speak of perjury,
which brings about the death of the innocent, some might perhaps prefer that
this passage should be annexed to the Sixth Commandment; but this is easily
solved; for Moses is expressly condemning false-witness, and at the same time
instances one case of it, whereby it may appear how detestable a crime it is,
viz., the slaying of a brother by calumny, because the false witness rather
kills him with his tongue than the executioner with his sword” (= Karena ia kelihatannya berbicara tentang sumpah
palsu, yang menyebabkan kematian dari orang yang tak bersalah, beberapa orang
mungkin lebih memilih bahwa text ini dihubungkan dengan Hukum ke 6; tetapi ini
bisa dengan mudah dibereskan; karena Musa sedang mengecam secara explicit saksi
palsu / dusta, dan pada saat yang sama memberi contoh satu kasus tentangnya,
dengan mana bisa kelihatan betapa menjijikkannya kejahatan ini, yaitu
pembunuhan seorang saudara oleh fitnahan, karena si saksi palsu / dusta lebih
membunuhnya dengan lidahnya dari pada sang algojo dengan pedangnya).
8. Pemfitnah
pasti sangat menyenangkan / melayani setan melalui fitnahnya!
Setan adalah bapa segala dusta (Yoh 8:44), dan karena
itu ia pasti ‘mengilhami’ banyak orang (baik anak-anaknya, maupun anak-anak
Allah!), untuk berdusta, dan terlebih khusus lagi, untuk memfitnah!
Karena itu, kalau saudara mau menyenangkan / memuliakan setan,
banyaklah memfitnah, khususnya terhadap hamba-hamba Tuhan!
9. Ini termasuk salah satu dosa untuk mana orang yang melakukannya
seharusnya dikucilkan (dilakukan siasat gerejani terhadapnya).
1Kor 5:9-13 - “(9)
Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul
pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir (seharusnya
‘tamak’) dan penipu atau dengan semua
penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11)
Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir
(seharusnya
‘tamak’), penyembah berhala, pemfitnah,
pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali
makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka,
yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada
di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah.
Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
Repotnya, biasanya dosa memfitnah ini sukar
dibuktikan. Tetapi kalau bisa dibuktikan, maka seharusnya siasat gerejani
diberlakukan terhadap orang itu!
Kalau saudara yakin dengan pasti seseorang adalah
pemfitnah, tetapi fitnahnya tidak bisa dibuktikan, maka yang harus saudara
lakukan adalah melakukan ‘siasat gerejani’ secara pribadi, yaitu jauhi dia /
jangan bergaul dengan dia!
10. Bagaimana
caranya supaya kita tidak memfitnah?
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel
20:16: “If thou wouldst
not be guilty of slander, be not busy in other men’s affairs. ... If you
would not be guilty of slander, listen not unto those who are slanderers
... If you would not be slanderers of others be not self-lovers. For
self-love always causeth envy; and envy detraction” (= Jika engkau
tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah sibuk dengan urusan
orang-orang lain. ... Jika engkau tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah
mendengarkan mereka yang adalah pemfitnah-pemfitnah ... Jika engkau tidak
mau menjadi pemfitnah-pemfitnah dari orang-orang lain, jangan menjadi
pecinta diri sendiri. Karena cinta kepada diri sendiri selalu menyebabkan
iri hati; dan iri hati selalu menyebabkan peremehan / penghinaan).
5) Apa yang menyebabkan seseorang berdusta?
Banyak penyebab:
a) Tamak / ingin
mendapatkan keuntungan.
b) Pelit / tak
mau keluar uang.
c) Malu atau gengsi.
d) Sungkan atau
takut.
e) Ingin dipuji
/ dihormati / disukai orang. Contoh: Ananias dan Safira (Kis 5:1-11).
f) Benci /
marah.
g) Kasih. Karena
takut menyakiti orang yang kita kasihi, maka kita mendustai dia.
Bdk. 1Yoh 3:18 - “Anak-anakku, marilah kita
mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan
dan dalam kebenaran”.
h) Cemburu /
iri hati.
i) Menutupi
dosa / kesalahan.
j) Kebiasaan.
Ini membuat mulutnya otomatis berdusta, bahkan pada saat tidak perlu dan tidak
ada gunanya berdusta.
k) Tidak
meninggikan / menghormati kebenaran / menganggap remeh kebenaran!
l) Pekerjaan
setan.
Kis 5:3 - “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias,
mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan
menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?”.
Yoh 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu
ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak
semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran.
Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia
adalah pendusta dan bapa segala dusta”.
6) Apa akibat negatif dari dusta?
Sekalipun dusta bisa ‘memberikan keuntungan secara
sekuler’ tetapi dusta bisa mengakibatkan banyak hal yang negatif, seperti:
a) Rasa malu
pada saat dusta itu terbongkar.
Contoh: ada
orang mempunyai toko yang menjual ayam potong. Suatu hari ada seorang langganan
datang ke tokonya dan mau membeli ayam. Ia mengeluarkan seekor ayam dengan
berat 1,1 kg. Si langganan berkata: ‘Kok kecil ya? Tak ada yang lebih besar?’.
Ia masuk lagi ke dalam, dan mendapati bahwa ayamnya tinggal cuma satu ekor itu
saja. Tetapi ia tidak mau langganannya batal membeli, dan karena itu ia keluar
lagi dengan membawa ayam yang sama, lalu berkata: ‘Yang ini 1,3 kg’. Si
langganan berkata: ‘Kok juga kecil ya? Saya beli dua-duanya saja!’. Bisa
saudara bayangkan bagaimana si penjual ayam harus menjawab?
b) Membuat
orang tidak percaya lagi kata-kata saudara, bahkan pada waktu saudara
mengatakan kebenaran!
c) Sangat
memungkinkan membuat anak saudara mengikuti teladan saudara.
d) Menambahi
‘tabungan’ dosa kita.
Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesembilan ini?
Kalau saudara tahu bahwa saudara sudah sering / banyak berdusta, maka jangan
menganggapnya sebagai dosa yang remeh, karena Wah 21:8 mengatakan bahwa
semua pendusta akan masuk ke dalam lautan yang menyala-nyala dengan api dan
belerang! Juga perhatikan Kis 5:1-11, dimana Ananias dan Safira dihukum
mati oleh Tuhan karena berdusta.
Wah 21:8
- “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang
yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal,
tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta,
mereka akan mendapat bagian mereka di dalam
lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.
Wah
22:14-15 - “(14)
Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas
pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.
(15) Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal,
orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang
mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal
di luar”.
Kalaupun
saudara hanya pernah berdusta 1 x seumur hidup, itu sudah menyebabkan saudara
disebut seorang pendusta, dan saudara harus masuk ke neraka selama-lamanya
untuk itu, kecuali kalau saudara mempunyai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
saudara. Sudahkan saudara mempunyai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?
HUKUM 10
jangan mengingini milik sesamamu
(Kel 20:17)
Kel 20:17 - “Jangan
mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya
laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun
yang dipunyai sesamamu.’”.
Ul 5:21 - “Jangan
mengingini isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya,
atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau
keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu”.
1) Bukan semua keinginan merupakan dosa.
Matthew Henry:
“The
foregoing commands implicitly forbid all desire of doing that which will be an
injury to our neighbour; this forbids all inordinate desire of having
that which will be a gratification to ourselves. ‘O that such a man’s house
were mine! Such a man’s wife mine! Such a man’s estate mine!’ This is
certainly the language of discontent at our own lot, and envy at our
neighbour’s; and these are the sins principally forbidden here” (= Perintah-perintah yang lalu secara implicit
melarang semua keinginan untuk melakukan hal-hal yang melukai sesama kita; perintah
ini melarang semua keinginan yang tanpa batas / yang berlebihan untuk
mempunyai / mendapatkan hal-hal yang akan menjadi suatu pemuasan bagi diri kita
sendiri. ‘O, sekiranya rumah orang itu adalah milikku! Sekiranya istri orang
itu adalah milikku! Sekiranya tanah orang itu adalah milikku’. Ini jelas
merupakan bahasa dari ketidak-puasan terhadap nasib kita sendiri, dan iri hati
pada nasib sesama kita; dan ini adalah dosa-dosa yang secara prinsip dilarang
di sini).
Wycliffe Bible Commentary: “Covetousness is ‘the
inordinate desire of unpossessed good’ (G. A. Chadwick, Exodus in Expositor’s
Bible). ‘The most inward of all the commandments, forbidding not an external
act, but a hidden mental state, a state, however, which is the root of nearly
every sin against a neighbor’ (Cambridge Bible). It is basically the sin of
Adam and Eve, to desire that which it is not God’s will that we have” [= Ketamakan adalah ‘keinginan yang
sangat banyak terhadap harta benda / barang-barang yang tidak dimiliki’ (G. A.
Chadwick, Exodus in Expositor’s Bible). ‘Yang paling batiniah dari semua hukum, melarang bukan suatu
tindakan luar / lahiriah, tetapi suatu keadaan mental yang tersembunyi, tetapi
suatu keadaan yang adalah akar dari hampir setiap dosa terhadap sesama’ (Cambridge
Bible). Secara dasari ini
adalah dosa dari Adam dan Hawa, menginginkan apa yang bukan kehendak Allah
untuk kita miliki].
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “To covet is to desire for yourself any
person or thing that belongs to someone else” (= Mengingini
adalah menginginkan untuk dirimu sendiri seseorang atau sesuatu yang adalah
milik dari orang lain).
Jelas bahwa tidak semua keinginan merupakan dosa.
Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah keinginan yang didasari oleh iri
hati, atau keinginan yang hanya ditujukan untuk pemuasan nafsu diri sendiri,
dan khususnya, ketamakan!
Dalam bahasa Inggris hukum ini berbunyi ‘Thou shall
not covet ...’. Kata kerja ‘covet’ (= ingin / mengingini) kalau
menjadi kata sifat menjadi kata ‘covetous’ (= tamak)!
Contoh pelanggaran dari hukum ini:
a) Ingin suami
/ istri / pacar orang lain.
Menginginkan istri / suami orang lain, sekalipun bisa,
tetapi belum tentu berurusan dengan kecantikan / ketampanan, bentuk tubuh yang
indah, kepribadian yang menarik, atau bahkan dengan cinta / sex. Bisa saja,
kita mengingini istri / suami orang lain, hanya karena hal-hal baik lain yang
ada dalam diri orang itu, misalnya, istri orang lain itu pandai mengatur rumah
atau pandai masak, sedangkan istri kita tidak becus dalam hal-hal itu, sehingga
kita menginginkan istri seperti istri orang lain itu. Atau, suami orang lain
itu pandai / rajin bekerja / cari uang, sedangkan suami kita tidak becus /
malas bekerja, dan kita menginginkan suami seperti suami orang lain itu.
Apapaun alasannya, itu tetap menginginkan istri / suami orang lain, dan itu
melanggar hukum ke 10 ini.
b) Ingin kaya
seperti tetangga.
c) Ingin mobil,
TV, video seperti tetangga.
d) Ingin
kecantikan orang lain.
e) Ingin
kepandaian / bakat orang lain.
2) Ini merupakan perintah yang secara
khusus berhubungan dengan hati / pikiran.
Perintah-perintah yang lalu terutama menunjuk pada
tindakan luar / lahiriah, sekalipun dalam arti yang luas yang diberikan oleh
Yesus, juga mencakup hati dan pikiran. Tetapi perintah ‘jangan mengingini’ ini secara khusus berhubungan dengan hati dan
pikiran.
3) Dosa ini merupakan akar dari dosa-dosa
lain, yang jauh lebih hebat.
Sekalipun dosa ini kelihatannya remeh, tetapi ini
merupakan akar dari dosa-dosa lain yang dilakukan dengan kata-kata / tindakan.
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
a) Yak 3:16
- “Sebab di mana ada iri
hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam
perbuatan jahat”.
b) Yak 4:2
- “Kamu mengingini sesuatu,
tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati,
tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.
Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa”.
c) Yak 1:13-15
- “(13) Apabila seorang
dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah
tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.
(14) Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia
diseret dan dipikat olehnya. (15) Dan apabila keinginan itu telah
dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan
maut”.
Penjelasan: Yak 1:14-15 berbicara tentang
keinginan. Keinginan tidak selalu merupakan dosa. Kalau kita mempunyai
keinginan untuk mentaati Tuhan, melayani Tuhan dsb, ini tentu merupakan
keinginan yang baik. Bahkan kalau kita mempunyai keinginan untuk tidur, makan,
dsb (selama dalam batas yang wajar), maka itu jelas bukan dosa. Tetapi ada
banyak keinginan yang bersifat dosa, seperti ingin barang orang lain (iri
hati), ingin berzinah, ingin membalas kejahatan dengan kejahatan dsb. Keinginan
yang berdosa inilah yang dimaksudkan dengan pencobaan dalam Yak 1:13 ini!
Keinginan itu sendiri, sekalipun belum dituruti / dilaksanakan, sudah merupakan
dosa! Sekarang mari kita perhatikan dan bahas Yak 1:15nya.
1. Yak 1:15a
- ‘apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa’.
Apakah ini bisa diartikan bahwa keinginan
yang belum dibuahi / dilakukan bukanlah dosa? Tidak, bukan itu yang dimaksudkan!
‘Melahirkan dosa’ artinya dosanya menjadi kelihatan. Tadi, sebelum keinginan itu
dibuahi / dilakukan, itu sudah merupakan dosa, tetapi dosa itu bisa dikatakan ‘masih dalam kandungan’, artinya dosa itu belum kelihatan. Tetapi
pada waktu keinginan itu dibuahi / dilakukan, maka dosanya ‘lahir’ / menjadi kelihatan.
Bandingkan dengan:
·
Maz 7:15
- “Sesungguhnya orang itu hamil dengan kejahatan, ia mengandung
kelaliman dan melahirkan dusta”.
·
Yes 59:4b-5,13b
- “(4b) orang mengandung
bencana dan melahirkan kelaliman. (5) Mereka menetaskan telur ular
beludak, dan menenun sarang laba-laba; siapa yang makan dari telurnya itu akan
mati, dan apabila sebutir ditekan pecah, keluarlah seekor ular beludak. ...
(13b) kami merancangkan pemerasan dan penyelewengan, mengandung dusta dalam
hati dan melahirkannya dalam kata-kata”.
Jelas bahwa kedua text di atas ini juga
mengatakan adanya dosa yang ada dalam kandungan (disebut ‘kejahatan’ / ‘kelaliman’
/ ‘bencana’ / ‘dusta dalam hati’) dan dosa yang sudah dilahirkan (disebut ‘dusta’ / ‘kelaliman’
/ ‘kata-kata dusta’). Dan text yang kedua juga menggambarkan
dosa mula-mula sebagai telur yang belum menetas, yang akhirnya lalu menetas.
Semua ini sama-sama menggambarkan dosa yang tidak terlihat (karena masih ada
dalam hati) dan dosa yang terlihat (karena sudah dilakukan / diucapkan).
2. Yak 1:15b
- ‘apabila dosa itu sudah
matang, ia melahirkan maut’.
Ayat ini dipakai oleh gereja
Roma Katolik untuk mengajarkan adanya:
·
dosa
besar (mortal sin), yang upahnya maut (bahkan bisa menghancurkan
keselamatan orang yang sudah selamat).
·
dosa
kecil (venial sin). Yang ini tidak membawa maut, dan tidak diakuipun
tidak apa-apa.
Ajaran ini tidak alkitabiah, karena
sekalipun tingkatan-tingkatan dosa itu memang ada, tetapi setiap dosa yang
bagaimanapun kecilnya, upahnya juga adalah maut (Ro 6:23).
Kalau demikian, lalu apa artinya
Yak 1:15b itu? Kata-kata ‘dosa
itu sudah matang’ tidak
menunjuk pada satu dosa saja, tetapi menunjuk pada seluruh kehidupan orang yang
berbuat dosa itu. Perlu kita ketahui bahwa Allah punya batas untuk banyaknya
dosa yang dilakukan seseorang. Sebelum batas itu tercapai, maka Allah bersabar
/ menunda penghukuman. Tetapi kalau batas itu sudah tercapai, maka Allah akan
menghukum. Kej 15:16 berbicara tentang kedurjanaan orang Amori / Kanaan yang
belum genap, dan ini menyebabkan mereka belum dihukum / dimusnahkan. Tetapi
setelah dosa mereka genap (mencapai batas yang Tuhan tetapkan), maka mereka
dihukum / dimusnahkan.
Kej 15:16 - “Tetapi keturunan yang keempat akan
kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap.’”.
Kesimpulan: Arti Yak 1:15 ini adalah: keinginan berdosa itu sudah
merupakan dosa. Kalau keinginan itu dituruti, maka dosanya menjadi kelihatan.
Kalau hal itu terus dilakukan, dan batas dosa yang ditentukan oleh Allah sudah
tercapai, maka datanglah maut! Karena itu, hati-hatilah kalau saudara adalah
orang yang selalu menuruti keinginan saudara yang berdosa!
Ada beberapa contoh dari Kitab Suci dimana
dosa ini membawa pada dosa-dosa lain yang jauh lebih besar:
a. Dosa
Adam dan Hawa yang ingin jadi seperti Allah.
Kej 3:4-6 - “(4) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali
kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu
memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu
tentang yang baik dan yang jahat.’ (6) Perempuan itu melihat, bahwa buah
pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu
menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan
dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia,
dan suaminyapun memakannya”.
b. Dosa
Kain berkenaan dengan Habel.
Kej 4:3-8 - “(3) Setelah beberapa waktu lamanya,
maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai
korban persembahan; (4) Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak
sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel
dan korban persembahannya itu, (5) tetapi Kain dan korban persembahannya tidak
diindahkanNya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. (6)
Firman TUHAN kepada Kain: ‘Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? (7) Apakah
mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak
berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau,
tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’ (8) Kata Kain kepada Habel, adiknya:
‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain
memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia”.
Bahwa iri hati adalah sesuatu yang tidak
bisa diremehkan / dibiarkan, terlihat dari pembunuhan yang dilakukan oleh Kain
terhadap Habel, yang asal mulanya adalah iri hati!
Thomas Manton: “The whole world,
though otherwise empty of men, could not contain two brothers when one was
envied” (= Seluruh dunia, sekalipun sebetulnya kosong, tidak bisa
menampung 2 bersaudara, dimana yang satu iri hati kepada yang lain).
Renungkan: kalau seluruh dunia tak bisa
menampung 2 orang dimana yang seorang iri hati kepada yang lain, bisakah 1
gereja menampung 50 atau 100 orang dimana satu sama lain saling iri hati?
c. Orang
Filistin iri hati terhadap Ishak.
Kej 26:14 - “Ia mempunyai kumpulan kambing domba dan
lembu sapi serta banyak anak buah, sehingga orang Filistin itu cemburu
kepadanya”.
d. Saudara-saudara
Yusuf menjual Yusuf karena iri hati.
Kej 37:11 - “Maka iri hatilah
saudara-saudaranya kepadanya, tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam hatinya”.
Kis 7:9 - “Karena iri hati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke
tanah Mesir, tetapi Allah menyertai dia”.
e. Korah,
Datan dan Abiram yang iri hati terhadap Musa.
Maz 106:16-18 - “(16) Mereka cemburu kepada Musa
di perkemahan, dan kepada Harun, orang kudus TUHAN. (17) Bumi terbuka dan
menelan Datan, menutupi kumpulan Abiram. (18) Api menyala di kalangan mereka,
nyala api menghanguskan orang-orang fasik itu”.
f. Miryam
dan Harun yang iri hati terhadap Musa.
Bil 12:1-2 - “(1) Miryam serta Harun mengatai Musa
berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah
mengambil seorang perempuan Kush. (2) Kata mereka: ‘Sungguhkah TUHAN
berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga
Ia berfirman?’ Dan kedengaranlah hal itu kepada TUHAN”.
g. Dosa
Daud berkenaan dengan Batsyeba (2Sam 11).
h. Dosa
Ahab / Izebel berkenaan dengan Nabot (1Raja 21).
i. Dosa
murid-murid Yohanes Pembaptis berkenaan dengan ‘jemaat’ mereka yang lari kepada
Yesus.
Yoh 3:25-30 - “(25) Maka timbullah perselisihan di
antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian. (26) Lalu
mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: ‘Rabi, orang yang
bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau
telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepadaNya.’
(27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi
dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. (28) Kamu sendiri dapat
memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus
untuk mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai
laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang
mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu.
Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. (30) Ia harus makin
besar, tetapi aku harus makin kecil”.
Iri hati karena persoalan jemaat / domba
ini sering terjadi.
·
Kis 5:17
- “Akhirnya mulailah Imam
Besar dan pengikut-pengikutnya, yaitu orang-orang dari mazhab Saduki, bertindak
sebab mereka sangat iri hati”.
·
Kis 13:45
- “Akan tetapi, ketika orang
Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati dan
sambil menghujat, mereka membantah apa yang dikatakan oleh Paulus”.
·
Kis 17:5
- “Tetapi orang-orang Yahudi
menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara
petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota
itu. Mereka menyerbu rumah Yason dengan maksud untuk menghadapkan Paulus dan
Silas kepada sidang rakyat”.
Penerapan: pendeta-pendeta yang selalu rebutan domba
tidak terlalu berbeda dengan orang-orang yang dibicarakan dalam text-text di
atas ini.
j. Dosa
tokoh-tokoh Yahudi berkenaan dengan Yesus.
Mat 27:18 - “Ia memang mengetahui, bahwa mereka
telah menyerahkan Yesus karena dengki”.
Mark 15:10 - “Ia memang mengetahui, bahwa imam-imam
kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki”.
k. Dosa
Saul berkenaan dengan Daud.
1Sam 18:6-9 - “(6) Tetapi pada waktu mereka pulang,
ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah
orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil
menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan
membunyikan gerincing; (7) dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi
berbalas-balasan, katanya: ‘Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud
berlaksa-laksa.’ (8) Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan
perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: ‘Kepada Daud
diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya
beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.’ (9) Sejak
hari itu maka Saul selalu mendengki Daud”.
4) Sikap yang seharusnya berkenaan dengan
hukum ini.
a) Teladan
yang baik berkenaan dengan hukum ini terlihat dalam kasus-kasus di bawah ini.
1. Abraham yang mengijinkan Lot memilih lebih dulu tanah yang
disukainya.
Kej 13:8-13 - “(8)
Maka berkatalah Abram kepada Lot: ‘Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku
dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini
kerabat. (9) Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan
dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke
kanan, maka aku ke kiri.’ (10) Lalu Lot melayangkan pandangnya dan
dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN,
seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. - Hal itu terjadi sebelum TUHAN
memusnahkan Sodom dan Gomora. - (11) Sebab itu Lot memilih baginya seluruh
Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah. (12)
Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan
dan berkemah di dekat Sodom. (13) Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa
terhadap TUHAN”.
2. Yohanes Pembaptis yang hanya ingin meninggikan Yesus, dan tidak
peduli tentang dirinya sendiri.
Yoh 3:27-30 - “(27)
Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya,
kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. (28) Kamu sendiri dapat memberi
kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk
mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki;
tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang
mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu.
Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. (30) Ia harus makin
besar, tetapi aku harus makin kecil”.
b) 1Kor 12:26
- “Karena itu jika satu
anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati,
semua anggota turut bersukacita (bukan iri hati)”.
Paulus menggambarkan orang kristen sebagai
anggota-anggota tubuh Kristus. Sekarang bayangkan, kalau mulut saudara menerima
makanan, mungkinkah anggota tubuh yang lain, seperti tangan dan kaki, lalu
menjadi iri hati / tidak senang? Ini betul-betul sesuatu yang tidak masuk akal,
bukan? Tetapi anehnya, hal seperti itu sering terjadi dalam gereja! Orang
kristen sering iri hati melihat saudara seimannya mendapat rumah baru, mobil,
pekerjaan yang tinggi gajinya, pacar yang cantik, dsb.
Hal yang buruk dari iri hati ini adalah bahwa iri hati
seringkali mewujudkan dirinya, bukan dalam keinginan untuk diberkati seperti
orang lain, tetapi dalam ketidak-senangan melihat orang lain diberkati.
Bdk. Mat 20:15 - “Tidakkah aku bebas mempergunakan
milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku
murah hati?”.
c) 1Kor 13:4
- “Kasih itu sabar; kasih itu
murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong”.
Kata ‘cemburu’
itu salah terjemahan; seharusnya adalah ‘iri hati’.
Jadi jelas bahwa iri hati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kasih.
Kalau ada kasih, kita tidak akan iri hati, dan sebaliknya kalau ada iri hati
maka di sana tidak ada kasih!
5) Hal-hal lain berkenaan dengan iri hati.
a) Iri
hati merusak diri kita sendiri.
Ayub 5:2 - “Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh
sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati”.
Amsal 14:30 - “Hati yang tenang menyegarkan tubuh,
tetapi iri hati membusukkan tulang”.
b) Kitab
Suci memberikan banyak peringatan untuk tidak iri hati terhadap ‘nasib baik’
dari orang-orang yang jahat. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·
Maz 37:1
- “Dari Daud. Jangan marah
karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang
berbuat curang;”.
·
Maz 73:1-5
- “(1) Mazmur Asaf.
Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang
bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku
tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat
kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka,
sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan
mereka tidak kena tulah seperti orang lain”.
·
Amsal 23:17
- “Janganlah hatimu iri
kepada orang-orang yang berdosa, tetapi takutlah akan TUHAN senantiasa”.
·
Amsal 24:1
- “Jangan iri kepada
orang jahat, jangan ingin bergaul dengan mereka”.
·
Amsal 24:19
- “Jangan menjadi marah karena
orang yang berbuat jahat, jangan iri kepada orang fasik”.
·
Amsal 3:31
- “Janganlah iri hati
kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satupun dari
jalannya”.
c) Iri
hati merupakan perbuatan daging, dan merupakan bukti / petunjuk bahwa kita
masih manusia duniawi.
1Kor 3:3 - “Karena kamu masih manusia duniawi.
Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal
itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara
manusiawi?”.
Catatan: istilah ‘manusia duniawi’ dalam ayat ini dalam bahasa aslinya berbeda dengan istilah ‘manusia duniawi’ dalam 1Kor 2:14. Yang dalam 1Kor 2:14
menunjuk kepada orang-orang yang belum percaya; tetapi yang di sini menunjuk
kepada orang-orang kristen yang masih bayi.
Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata,
yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir,
perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri,
percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan
sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah
kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak
akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.
d) Hal-hal
yang kelihatannya baikpun bisa dilakukan karena iri hati / dengki.
Fil 1:15-17 - “(15) Ada orang yang memberitakan
Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang
memberitakanNya dengan maksud baik. (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena
kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, (17)
tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak
ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara”.
Perhatikan bahwa dalam text ini Paulus berbicara tentang orang-orang
yang memberitakan Injil / Kristus, tetapi mereka melakukannya karena dengki!
Kesimpulan
/ penutup.
Berapa kali saudara melanggar hukum kesepuluh ini? Dan karena
dengan pelajaran ini saya sudah menyelesaikan pembahasan tentang hukum-hukum
dalam 10 Hukum Tuhan, saya ingin menanyakan secara keseluruhan. Berapa kali
saudara melanggar 10 hukum Tuhan yang sudah kita bahasa selama ini? Semua dosa
karena pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan ini menyebabkan saudara seharusnya
masuk ke neraka selama-lamanya. Hanya kalau saudara mempunyai seorang Penebus /
Juruselamat dosa maka saudara bisa bebas dari hukuman dan saudara bisa masuk
surga. Sudahkah / maukah saudara datang kepada Kristus dan percaya /
menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara? Kiranya Tuhan memberkati
saudara sekalian.
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar