Markus 15:33-16:8a - “(15:33) Pada jam dua belas, kegelapan
meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. (15:34) Dan pada
jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’,
yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (15:35)
Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Lihat , Ia
memanggil Elia.’ (15:36) Maka datanglah seorang dengan bunga karang,
mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan
memberi Yesus minum serta berkata: ‘Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia
datang untuk menurunkan Dia.’ (15:37) Lalu berserulah Yesus dengan suara
nyaring dan menyerahkan nyawaNya. (15:38) Ketika itu tabir Bait Suci terbelah
dua dari atas sampai ke bawah. (15:39) Waktu kepala pasukan yang berdiri
berhadapan dengan Dia melihat matiNya demikian, berkatalah ia: ‘Sungguh, orang
ini adalah Anak Allah!’ (15:40) Ada
juga beberapa perempuan yang melihat dari jauh, di antaranya Maria Magdalena,
Maria ibu Yakobus Muda dan Yoses, serta Salome. (15:41) Mereka semuanya telah
mengikut Yesus dan melayaniNya waktu Ia di Galilea. Dan ada juga di situ banyak
perempuan lain yang telah datang ke Yerusalem bersama-sama dengan Yesus.
(15:42) Sementara itu hari mulai malam, dan hari itu adalah hari persiapan,
yaitu hari menjelang Sabat. (15:43) Karena itu Yusuf, orang Arimatea, seorang
anggota Majelis Besar yang terkemuka, yang juga menanti-nantikan Kerajaan
Allah, memberanikan diri menghadap Pilatus dan meminta mayat Yesus. (15:44) Pilatus heran waktu mendengar bahwa Yesus sudah mati.
Maka ia memanggil kepala pasukan dan bertanya kepadanya apakah Yesus sudah
mati. (15:45) Sesudah didengarnya keterangan kepala pasukan, ia berkenan
memberikan mayat itu kepada Yusuf. (15:46) Yusufpun membeli kain lenan,
kemudian ia menurunkan mayat Yesus dari salib dan mengapaninya dengan kain
lenan itu. Lalu ia membaringkan Dia di dalam kubur yang digali di dalam bukit
batu. Kemudian digulingkannya sebuah batu ke pintu kubur itu. (15:47) Maria
Magdalena dan Maria ibu Yoses melihat di mana Yesus dibaringkan. (16:1) Setelah
lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli
rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. (16:2) Dan pagi-pagi
benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke
kubur. (16:3) Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa yang akan
menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?’ (16:4) Tetapi ketika mereka
melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling.
(16:5) Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang
memakai jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut, (16:6)
tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: ‘Jangan takut! Kamu mencari Yesus
orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini.
Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (16:7) Tetapi sekarang pergilah,
katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke
Galilea; di sana
kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakanNya kepada kamu.’ (16:8a)
Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat
menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena
takut”.
I) Sekitar kematian Yesus (Mark 15:33-41).
1) Kegelapan
(ay 33).
a) Ini merupakan tanda / mujijat yang terjadi sebelum Kristus mati,
yaitu gelap gulita selama 3 jam (pukul 12 sampai pukul 3 siang).
Calvin (hal 317) menolak anggapan sebagian
orang yang mengatakan bahwa kegelapan ini bersifat universal. Alasan Calvin,
itu tidak dilaporkan dalam sejarah. Saya berpendapat bahwa kata-kata ‘kegelapan
meliputi seluruh daerah itu’ (Mat 27:45
Mark 15:33 Luk 23:44),
mendukung pandangan Calvin.
b) Ada
yang menganggap bahwa ini merupakan penggenapan dari Amos 8:9 - “‘Pada hari itu akan terjadi,’ demikianlah
firman Tuhan ALLAH, ‘Aku akan membuat matahari terbenam di siang hari dan
membuat bumi gelap pada hari cerah’”.
c) Kegelapan
ini bukanlah suatu gerhana matahari.
Kata Yunani yang dipakai dalam Luk 23:45
adalah EKLIPONTOS (bandingkan dengan kata bahasa Inggris Eclipse, yang
berarti gerhana), yang artinya adalah failing [= gagal (bersinar),
melemah].
Tetapi setidaknya ada 2 alasan yang
menunjukkan bahwa kegelapan ini bukanlah suatu gerhana matahari:
1. Paskah selalu dirayakan pada saat bulan
purnama, dan pada saat-saat seperti itu tidak mungkin terjadi gerhana matahari.
Pulpit Commentary: “This supernatural darkness came
when the day is wont to be at its brightest. The moon was now at the full, so
that it could not have been caused by what we call an eclipse, for when it is
full moon the moon cannot intervene between the earth and the sun. This
darkness was doubtless produced by the immediate interference of God” (=
Kegelapan yang bersifat supranatural / gaib ini terjadi pada saat hari biasanya
paling terang. Sekarang sedang pada saat bulan purnama, sehingga itu tidak
mungkin disebabkan oleh apa yang kita sebut gerhana, karena pada saat bulan
purnama, bulan tidak bisa menghalangi di antara bumi dan matahari. Tidak
diragukan bahwa kegelapan ini dihasilkan oleh campur tangan langsung dari
Allah) - hal 308.
2. Gerhana matahari tidak mungkin terjadi selama lebih dari 15 menit,
tetapi kegelapan ini berlangsung selama 3 jam.
d) Apa
arti / maksud kegelapan ini?
1. Menunjukkan
murka Allah.
Gelap sering merupakan simbol kemurkaan /
hukuman Allah (bdk. Yes 5:30 60:2 Yoel 2:31 Amos 5:18,20 Zef 1:15
Mat 24:29 25:30 Kis 2:20
2Pet 2:17 Wah 6:12).
Kalau memang di sini kegelapan itu
menunjukkan kemurkaan Allah, maka masih perlu dipertanyakan lagi: pada saat itu
Allah murka kepada siapa?
a. Kepada orang-orang yang menyalibkan Kristus.
b. Kepada Kristus sendiri, karena pada saat itu Ia sedang memikul
hukuman dosa kita. Mungkin ini adalah saat dimana Kristus mulai ‘turun ke
neraka / kerajaan maut’ (bdk. 12 Pengakuan Iman Rasuli) sehingga Ia mengucapkan
‘Eli, Eli lama sabakhtani?’ (Mat 27:46).
Catatan: perhatikan bahwa kata-kata ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’
dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli tidak berarti bahwa pada saat mati Kristus
betul-betul turun ke suatu tempat (neraka / kerajaan maut), karena pada saat
Kristus mati Ia jelas pergi ke surga / kepada Bapa (bdk. Luk 23:43,46).
2. Menyadarkan mereka akan kesalahan mereka.
Calvin: “the
darkness was intended to arouse them to consider the astonishing design of God
in the death of Christ. For if they were not altogether hardened, an unusual
change of the order of nature must have made a deep impression on their senses,
so as to look forward to an approaching renewal of the world” (=
kegelapan ini dimaksudkan untuk menggerakkan mereka untuk merenungkan rencana
yang mengherankan dari Allah dalam kematian Kristus. Karena jika mereka tidak
dikeraskan sama sekali, maka suatu perubahan alam yang luar biasa pasti sudah
memberikan kesan yang mendalam pada pikiran mereka, sehingga memandang ke depan
kepada pembaharuan dunia ini yang sedang mendekat) - hal 316.
a. Adanya kegelapan yang luar biasa ini menunjukkan kepada mereka
(dan kepada kita) bahwa Kristus bukanlah penjahat, dan bahkan bukanlah manusia
biasa (dalam arti hanya manusia 100 %, tanpa keilahian). Kalau Kristus
memang adalah penjahat / manusia biasa tanpa keilahian, maka kegelapan ini
pasti tidak akan terjadi.
b. Rupanya kegelapan ini merupakan salah satu faktor yang menyadarkan
kepala pasukan (ay 39 bdk. Mat 27:54).
3. Ini menunjuk pada kematian dari ‘The Sun of Righteousness’
/ ‘Surya kebenaran’ (bdk. Mal 4:2) yang jelas menunjuk kepada Yesus.
4. Ini menunjuk pada pembutaan orang Yahudi, yang akan segera terjadi.
2) Keterpisahan
Yesus dengan Allah (ay 34).
a) Yesus
berseru: ‘Eloi, Eloi, lama sabakhtani?’.
William Barclay: “Up to this moment Jesus had gone
through every experience of life except this one - he had never known the
consequence of sin. Now if there is one thing sin does, it separates us from
God. It puts between us and God a barrier like an unscalable wall. That was the
one human experience through which Jesus had never passed, because he was
without sin. It may be that at this moment that experience came upon him - not
because he had sinned, but because in order to be identified completely with
our humanity he had to go through it. ... And this experience must have
been double agonizing for Jesus, because he had never known what it was to be separated
by this barrier from God” (= Sampai saat ini Yesus telah
melewati setiap pengalaman kehidupan kecuali yang satu ini - Ia tidak pernah
tahu / mengenal konsekwensi dari dosa. Kalau ada satu hal yang dilakukan oleh
dosa, maka itu adalah memisahkan kita dari Allah. Dosa meletakkan antara kita
dan Allah suatu pemisah seperti tembok yang tidak bisa didaki. Itulah suatu
pengalaman manusia yang belum pernah dilalui oleh Yesus, karena Ia tidak
berdosa. Mungkin bahwa pada saat ini pengalaman itu datang kepadaNya - bukan
karena Ia telah berdosa, tetapi karena untuk menyamakan diri sepenuhnya
dengan kemanusiaan kita Ia harus melaluinya. ... Dan pengalaman ini pasti
menyakitkan secara ganda bagi Yesus, karena Ia tidak pernah mengenal / tahu
bagaimana rasanya dipisahkan oleh pemisah ini dari Allah) - hal 364.
Catatan: saya tak setuju dengan kata-kata yang saya garisbawahi. Yesus
mengalami itu untuk memikul hukuman dosa, bukan sekedar mengidentikkan /
menyamakan diri dengan manusia!
Alan Cole (Tyndale): “in what sense He was abandoned?
To betrayal, mockery, scourging, death - yes: but to limit the explanation to
this would be superficial exegesis, for all this He had faced and foretold for
years. There was a far deeper spiritual agony endured alone in the darkness, an
agony which we can never plumb and which, thanks to the cross, no created man
need ever experience. No explanation will satisfy other than the traditional
view that, in that dark hour, God’s wrath fell upon Him. Because wrath is no
abstract principle, but a personal manifestation, that meant that the unclouded
communion with the Father, enjoyed from all eternity, was broken. Some
commentators have held that He suffered all the pangs of hell in that time; ...
If there was a barrier between the Father and the Son at that moment, it could
only be because of sin; and He knew no sin (2Cor. 5:21); so it could only be
our sin that cost Him such agony” [= dalam arti apa Ia
ditinggalkan? Ia ditinggalkan pada pengkhianatan, pengejekan, penyesahan,
kematian - ya: tetapi membatasi penjelasan pada hal ini merupakan suatu
exegesis yang dangkal, karena semua ini telah Ia hadapi dan ramalkan selama
bertahun-tahun. Ada penderitaan rohani yang jauh lebih dalam yang ditanggungnya
/ dialaminya sendirian dalam kegelapan, suatu penderitaan yang tidak pernah
bisa kita ukur / duga, dan yang, syukur pada salib, tidak ada manusia yang
perlu mengalaminya. Tidak ada penjelasan yang bisa memuaskan selain pandangan
tradisionil yang mengatakan bahwa pada saat yang gelap itu, murka Allah jatuh
kepadaNya. Karena murka bukanlah suatu prinsip yang abstrak, tetapi suatu
manifestasi yang bersifat pribadi, itu berarti bahwa persekutuan yang terang /
tak terhalang dengan Bapa, yang dinikmati sejak kekekalan, menjadi putus.
Beberapa penafsir menganggap bahwa Ia mengalami seluruh rasa sakit / kepedihan
dari neraka pada saat itu.; ... Jika di sana ada pemisah antara Bapa dan Anak
pada saat itu, itu hanya bisa terjadi karena dosa; dan Ia tidak mengenal dosa
(2Kor 5:21); jadi itu hanya bisa terjadi karena dosa kita yang harus Ia bayar
dengan penderitaan seperti itu]
- hal 243.
b) Kata-kata
Yesus ini ditanggapi dengan ejekan.
Ay 35-36: “(35)
Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Lihat , Ia
memanggil Elia.’ (36) Maka datanglah seorang dengan bunga karang,
mencelupkannya ke dalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan
memberi Yesus minum serta berkata: ‘Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia
datang untuk menurunkan Dia.’”.
Calvin (hal 320) mengatakan bahwa kata-kata
ini bukan dikatakan karena mereka tidak mengerti apa yang Yesus katakan. Mereka
mengerti apa yang Yesus katakan, tetapi mereka tetap mengucapkan kata-kata ini
sebagai suatu ejekan.
Calvin: “I
do not think it at all probable that they erred through ignorance, but rather
that they deliberately intended to mock Christ, and to turn his prayer into an
occasion of slander. For Satan has no method more effectual for ruining the
salvation of the godly, than by dissuading them from calling on God. For this
reason, he employs his agents to drive off from us, as far as he can, the
desire to pray. Thus he impelled the wicked enemies of Christ basely to turn
his prayer into derision, intending by this stratagem to strip him of his chief
armour” (= Saya sama sekali tidak berpikir bahwa mereka
salah karena ketidak-tahuan, tetapi karena mereka secara sengaja bermaksud
untuk mengejek Kristus, dan menjadikan doaNya sebagai suatu kesempatan untuk
memfitnah. Karena setan tidak mempunyai metode yang lebih efektif untuk menghancurkan
keselamatan orang saleh dari pada dengan membujuk mereka untuk tidak berseru
kepada Allah. Untuk alasan ini, ia menggunakan agen-agennya untuk mengusir
keinginan untuk berdoa dari kita, sejauh ia bisa melakukannya. Demikianlah ia
mendorong / mendesak musuh-musuh yang jahat dari Kristus menjadikan doaNya
sebagai suatu ejekan / cemooh, dengan maksud melalui tipu daya ini
menyingkirkan dari padaNya senjata utamaNya) - hal 320.
3) Yesus
berseru dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawaNya (ay 37).
Pulpit Commentary: “although he had gone through all
the pains which were sufficient in ordinary cases to produce death, yet that at
length he did not die of necessity, but voluntary, in accordance with what he
had himself said, ‘No one taketh my life from me ... I have power to lay it
down, and I have power to take it again’ (John 10:18)” [=
sekalipun Ia telah mengalami semua penderitaan yang dalam kasus-kasus biasa
cukup untuk menyebabkan kematian, tetapi Ia mati bukan sebagai keharusan,
tetapi secara sukarela, sesuai dengan apa yang Ia sendiri telah katakan: ‘Tidak
seorangpun mengambilnya (nyawaKu) dari padaKu .... Aku berkuasa memberikannya
dan berkuasa mengambilnya kembali’ (Yoh 10:18)] - hal
309.
4) Tabir
Bait Suci terbelah (ay 38); chronology dan artinya.
a) Dalam Markus diceritakan kematian Yesus dulu (ay 37), baru
tabir yang terbelah (ay 38). Demikian juga dengan dalam Matius (Mat
27:50-51). Tetapi dalam Lukas urut-urutan itu dibalik (Luk 23:45b-46). Calvin
mengatakan Lukas menulis secara tidak chronologis.
b) Arti
dari terbelahnya tabir Bait Suci adalah:
1. Penghapusan ceremonial law, imam, dan korban-korban pada jaman
Perjanjian Lama.
2. Terbukanya jalan ke surga / kepada Bapa melalui Yesus.
Calvin: “Nor
was it proper that the vail should be rent, until the sacrifice of expiation
had been completed; for then Christ, the true and everlasting Priest, having
abolished the figures of the law, opened up for us by his blood the way
to the heavenly sanctuary, that we may no longer stand at a distance within
the porch, but may freely advance into the presence of God. For so long as the
shadowy worship lasted, a vail was hung up before the earthly sanctuary, in
order to keep the people not only from entering but from seeing it, (Exod.
26:33; 2Chron. 3:14.) Now Christ, by blotting out the handwriting which was
opposed to us, (Col. 2:14,) removed every obstruction, that, relying on him as
Mediator, we may all be a royal priesthood, (1Pet. 2:9.) Thus the rending of
the vail was not only an abrogation of the ceremonies which existed under
the law, but was, in some respects, an opening of heaven, that God may now
invite the members of his Son to approach him with familiarity” [=
Tidak cocok bahwa tirai / tabir itu sobek, sampai korban penebusan telah
sempurna / lengkap / selesai; karena pada saat itu Kristus, Imam yang benar dan
kekal, telah menghapuskan gambar / simbol hukum Taurat, membuka bagi kita
jalan menuju Ruang Maha Suci surgawi oleh darahNya, sehingga kita tidak
perlu lebih lama lagi berdiri pada jarak tertentu di serambi, tetapi boleh
dengan bebas maju ke hadapan hadirat Allah. Karena selama ibadah yang bersifat
bayangan itu tetap berlaku, suatu tirai / tabir digantung di depan Ruang Maha
Suci duniawi, untuk mencegah umat bukan hanya untuk memasukinya tetapi bahkan
juga melihatnya (Kel 26:33 2Taw 3:14).
Sekarang Kristus, dengan menghapus tulisan tangan yang menentang kita (Kol 2:14
bdk.
KJV), menyingkirkan setiap halangan, supaya dengan bersandar kepadaNya
sebagai Pengantara, kita semua bisa menjadi imamat yang rajani (1Pet 2:9). Jadi
sobeknya tirai / tabir itu bukan hanya merupakan penghapusan upacara-upacara
yang ada di bawah Taurat, tetapi dalam aspek tertentu merupakan pembukaan
surga, sehingga Allah sekarang bisa mengundang anggota-anggota AnakNya untuk
mendekat kepadaNya dengan keakraban] - hal 323.
Calvin: “Meanwhile,
the Jews were informed that the period of abolishing outward sacrifices had
arrived, and that the ancient priesthood would be of no farther use;
that though the building of the temple was left standing, it would not be
necessary to worship God there after the ancient custom; but that since the
substance and truth of the shadows had been fulfilled, the figures of the law
were changed into spirit” (= Sementara itu, orang-orang
Yahudi diberitahu bahwa masa penghapusan korban-korban telah tiba, dan bahwa keimaman
kuno sudah tidak boleh digunakan lagi; sehingga sekalipun bangunan Bait
Suci itu tetap dibiarkan berdiri, tetapi sudah tidak perlu lagi untuk menyembah
/ beribadah kepada Allah di sana menurut kebiasaan kuno; tetapi karena hakekat
dan kebenaran dari bayang-bayang telah digenapi, gambar / simbol Taurat diubah
menjadi roh) - hal 323.
Pulpit Commentary: “this rending of the veil
signified (1) that the whole of the Jewish dispensation, with its rites
and ceremonies, was now unfolded by Christ; and that thenceforth the
middle wall of partition was broken down, so that now, not the Jews only, but
the Gentiles also might draw nigh by the blood of Christ. But (2) it
further signified that the way to heaven was laid open by our Lord’s death.
... The veil signified that heaven was closed to all, until Christ by his death
rent this veil in twain, and laid open the way” [=
penyobekan tirai / tabir ini menunjukkan (1) bahwa seluruh sistim
Yahudi, dengan tatacara-tatacara dan upacara-upacaranya, sekarang telah dibuka
oleh Kristus; dan bahwa sejak saat itu dinding pemisah yang di
tengah-tengah telah dihancurkan, sehingga sekarang, bukan hanya orang Yahudi
saja, tetapi orang non Yahudi juga boleh mendekat oleh darah Kristus.
Tetapi (2) lebih jauh lagi hal itu menunjukkan bahwa jalan ke surga
telah dibuka oleh kematian Tuhan kita. ... Tirai / tabir menunjukkan bahwa
surga tertutup bagi semua, sampai Kristus oleh kematianNya menyobek tirai /
tabir itu menjadi dua, dan membukakan jalan] - hal 309.
Alan Cole (Tyndale): “Henceforth, man had free access
to the very presence of God (Heb. 10:19-22). Both Jewish priesthood and Jewish Temple had ceased to have
any significance with the splitting of this curtain” [=
Sejak saat ini, manusia mempunyai jalan masuk bebas ke hadapan Allah (Ibr
10:19-22). Baik keimaman Yahudi maupun Bait Suci Yahudi tidak lagi mempunyai
arti apapun dengan sobeknya tirai / tabir ini] - hal 245.
Penerapan: ini bertentangan dengan adanya imam / pastor dalam Gereja Roma
Katolik mapun Gereja Orthodox Syria. Juga bertentangan dengan ‘lembu merah’,
pendirian kembali Bait Suci, adanya jam doa, kiblat, dan sebagainya.
Tentang hal-hal ajaib / supranatural yang
terjadi di sekitar kematian Kristus, seperti kegelapan, tabir Bait Suci yang
terbelah, gempa bumi, bukit-bukit batu yang terbelah dsb (bdk.
Mat 27:45,51) Calvin berkata: “Although in the death of Christ
the weakness of the flesh concealed for a short time the glory of the Godhead,
... yet the heavenly Father did not cease to distinguish him by some marks, and
during his lowest humiliation prepared some indications of his future glory, in
order to fortify the minds of the godly against the offence of the cross. Thus
the majesty of Christ was attested by the obscuration of the sun, by the
earthquake, by the splitting of the rocks, and the rending of the vail,
as if heaven and earth were rendering the homage which they owed to their
Creator” (= Sekalipun dalam kematian Kristus kelemahan
daging menyembunyikan untuk sementara waktu kemuliaan keilahianNya, ... tetapi
Sang Bapa surgawi tidak berhenti untuk membedakanNya / menghormatiNya dengan
beberapa tanda, dan pada saat perendahanNya yang terendah menyiapkan beberapa
petunjuk tentang kemuliaanNya yang akan datang, untuk menjaga pikiran dari
orang saleh terhadap batu sandungan dari salib. Demikianlah keagungan Kristus
diperlihatkan / dibuktikan oleh penggelapan matahari, oleh gempa bumi, oleh
pemecahan batu karang / bukit batu, dan penyobekan tirai / tabir,
seakan-akan surga dan bumi sedang memberikan penghormatan yang harus mereka
berikan kepada Pencipta mereka)
- hal 316.
Catatan: ‘vail’ artinya sama dengan ‘veil’.
5) Pengakuan
kepala pasukan Romawi (ay 39)
Peristiwa-peristiwa yang ajaib, yang terjadi
di sekitar kematian Kristus, dan juga sikap Kristus yang berbeda dengan orang
lain yang disalib, membuat kepala pasukan memberikan pernyataan bahwa Yesus
memang adalah Anak Allah (ay 39). Calvin (hal 326) mengatakan bahwa
merupakan sesuatu yang indah bahwa orang kafir ini, yang tidak pernah diajar
hukum Taurat, bisa mengambil kesimpulan yang benar dari apa yang terjadi pada
saat itu (termasuk tanda kegelapan, gempa dsb). Ini juga menunjukkan kebutaan
dan kebodohan orang-orang Yahudi, yang tidak bisa bertindak seperti perwira
kafir ini.
William Barclay: “he had never seen a man die like
this and he was sure that Jesus was the Son of God. If Jesus had lived on and
taught and healed he might have attracted many, but it is the Cross which speak
straight to the hearts of men” (= ia tidak pernah melihat
seseorang mati seperti ini dan ia yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Andaikata Yesus hidup terus dan mengajar dan menyembuhkan, Ia mungkin akan
membuat banyak orang tertarik, tetapi adalah Salib yang berbicara langsung
kepada hati manusia) - hal
365.
Alan Cole (Tyndale): “For the honest Roman centurion
... the evidence had been overwhelming. He had watched and puzzled while his
men gambled, and now he was convinced. What he, a pagan, meant by ‘the Son of
God’ had been much disputed. It may not have been by any means the peerless
position that such a title means to the Christian, especially as Luke has ‘a
just man’ instead of ‘God’s Son’. ... Nevertheless, at the least the Christian
Church saw in this word of the centurion an unconscious statement of truth, as
that of Caiaphas had been (Jn. 11:50). The Lord demanded little knowledge and
much faith as initial steps, in those who came to Him - witness His dealing
with the dying thief (Lk. 23:43) - so that the centurion may have well become a
true believer ultimately” [= Untuk perwira Romawi yang
jujur ini ... buktinya berlimpah-limpah. Ia telah memperhatikan dan bingung
sementara anak buahnya berjudi / mengundi, dan sekarang ia yakin. Apa yang ia,
sebagai seorang kafir, maksudkan dengan ‘Anak Allah’ telah banyak
diperdebatkan. Itu mungkin bukan kedudukan yang tidak ada taranya /
bandingannya seperti yang dimengerti oleh orang Kristen, khususnya karena Lukas
menuliskan ‘orang benar’ dan bukannya ‘Anak Allah’. ... Sekalipun demikian
sedikitnya Gereja Kristen melihat dalam kata-kata perwira ini suatu pernyataan
kebenaran secara tak disadari, seperti pernyataan yang diberikan oleh Kayafas
(Yoh 11:50). Tuhan menuntut sedikit pengetahuan dan banyak iman sebagai langkah
permulaan, dalam diri mereka yang datang kepadaNya - saksikan cara Ia
memperlakukan pencuri yang sekarat (Luk 23:43) - sehingga perwira ini
mungkin pada akhirnya menjadi orang percaya yang sungguh-sungguh] - hal 245-246.
Catatan: Lukas mengatakan ‘orang benar’, bukan ‘Anak Allah’ dalam Luk 23:47.
6) Beberapa
perempuan pengikut Yesus menyaksikan penderitaan dan kematian Yesus (ay 40-41).
Alan Cole (Tyndale): “Here Mark mentions specifically
the group of women disciples, many of them wealthy, who followed Christ, and
doubtless supported the apostolic band from their worldly goods (Lk. 8:2,3).
John also speaks of them as standing by the cross (Jn. 19:25). The Church has
always owed much to devoted women, often to women of means, and it is the mark
of a fool to despise such. This same band was to share in the burial (verse
47); to bring loving gifts of spices (16:1); to hear first tidings of the
resurrection (16:5,6); to continue in prayer until Pentecost (Acts 1:14); to
open their homes for Christian worship (Acts 12:12)” [= Di
sini Markus menyebutkan secara khusus grup murid perempuan, banyak dari mereka
adalah orang kaya, yang mengikut Kristus, dan tidak diragukan menyokong grup
rasul dengan kekayaan mereka (Luk 8:2-3). Yohanes juga mengatakan bahwa mereka
berdiri di dekat salib (Yoh 19:25). Gereja selalu berhutang banyak kepada
perempuan-perempuan yang berbakti, seringkali kepada perempuan yang memiliki
kekayaan, dan merupakan tanda dari seorang tolol untuk meremehkan mereka. Grup
yang sama ikut dalam melakukan penguburan (ay 47); membawa pemberian kasih
dalam bentuk rempah-rempah (16:1); mendengar kabar pertama tentang kebangkitan
(16:5-6); terus berdoa sampai hari Pentakosta (Kis 1:14); membuka rumah mereka
untuk kebaktian Kristen (Kis 12:12)] - hal 246.
II) Penguburan Yesus (Mark 15:42-47).
1) Dalam Injil Yohanes, diceritakan bahwa Yusuf
dari Arimatea tidak melakukan semua ini sendirian, tetapi bersama-sama dengan
Nikodemus (Yoh 19:39).
2) Hal yang salah dalam diri Yusuf dari
Arimatea.
William
Barclay: “There
is a certain tragedy about Joseph. He was a member of the Sanhedrin and yet
we have no hint that he spoke one word in Jesus’ favour or intervened in any
way on his behalf. Joseph is the man who gave Jesus a tomb when he was dead
but was silent when he was alive. It is one of the commonest tragedies of life
that we keep our wreaths for people’s graves and our praises until they are
dead. It would be infinitely better to give them some of these flowers and some
of these words of gratitude when they are still alive” (= Ada suatu tragedi tentang Yusuf. Ia adalah
anggota Sanhedrin tetapi kita tidak mempunyai petunjuk bahwa ia berbicara
satu katapun untuk membela Yesus atau ikut campur dengan cara apapun demi Dia.
Yusuf adalah orang yang memberi Yesus kubur ketika Ia mati tetapi diam ketika
Ia hidup. Merupakan salah satu tragedi kehidupan yang paling umum bahwa kita
menyimpan / menahan rangkaian bunga untuk kuburan dan pujian kita sampai mereka
mati. Adalah jauh lebih baik untuk memberikan kepada mereka sebagian
bunga-bunga dan kata-kata terima kasih pada waktu mereka masih hidup)
- hal 366-367.
Catatan:
dalam Luk 23:50-51 dikatakan bahwa Yusuf dari Arimatea ini adalah ‘orang yang baik lagi benar. Ia
tidak setuju dengan putusan dan tindakan Majelis itu’. Tetapi
memang dalam persidangan tidak pernah dikatakan bahwa ia berani menyatakan
ketidaksetujuannya itu ataupun membela Yesus. Juga kata ‘memberanikan diri’
dalam Mark 15:43b secara implicit menunjukkan bahwa ia adalah orang yang
seperti Nikodemus, yaitu ikut Yesus dengan sembunyi-sembunyi / diam-diam. Jadi,
kata-kata Barclay di atas mungkin memang benar.
Penerapan:
jangan pernah takut menyatakan kebenaran / pandangan yang saudara anggap benar,
khususnya dalam rapat atau dalam pertemuan lain.
3) Hal yang baik tentang Yusuf dari Arimatea.
Yusuf dari
Arimatea ini adalah seorang yang berkedudukan tinggi (ay 43), dan dalam
Mat 27:57 dikatakan sebagai ‘seorang kaya’, tetapi ia mau melakukan
pekerjaan yang rendah / hina, demi melayani Kristus.
Calvin: “We are taught by this example,
that the rich are so far from being excusable, when they deprive Christ of the
honour due to him, that they must be held to be doubly criminal, for turning
into obstruction those circumstances with ought to have been excitements to
activity. .. if riches and honours do not aid us in the worship of God, we
utterly abuse them”
(= Kita diajar oleh contoh ini, bahwa orang kaya sangat tidak termaafkan, jika
mereka tidak memberikan kepada Kristus hormat yang seharusnya diberikan
kepadaNya, bahwa mereka harus dianggap sebagai kriminil ganda, kalau keadaan
yang seharusnya merangsang mereka pada keaktifan justru mereka jadikan sebagai
halangan. ... jika kekayaan dan kedudukan tinggi tidak membantu / menolong kita
dalam penyembahan kepada Allah, maka kita menyalah-gunakannya secara total)
- hal 332.
Calvin: “But if, through a holy desire to
honour Christ, Joseph assumed such courage, while Christ was hanging on the
cross, woe to our slothfulness / accursed be our sloth, if, now that he has
risen from the dead, an equal zeal, at least, to glorify him do not burn in our
hearts”
(= Tetapi jika melalui suatu keinginan kudus untuk menghormati Kristus, Yusuf
mempunyai keberanian seperti itu, sementara Kristus sedang tergantung pada kayu
salib, celakalah / terkutuklah kelambanan kita, jika sekarang setelah Ia
bangkit dari antara orang mati, suatu semangat untuk memuliakan Dia, yang
sedikitnya sama besarnya, tidak membara dalam hati kita) - hal 333.
4) Penguburan Yesus.
a) ‘Kuburnya yang baru’
(Mat 27:60 Luk 23:53b Yoh 19:41b).
Ini sengaja
diceritakan untuk membuang kemungkinan bahwa yang bangkit pada hari yang ke 3
nanti adalah mayat orang lain (bandingkan dengan cerita dalam 2Raja 13:21).
Pulpit
Commentary mengutip kata-kata Wordsworth sebagai berikut: “One Joseph was appointed by God
to be guardian of Christ’s body in the virgin womb, and another Joseph
was the guardian of his body in the virgin tomb, and each Joseph is
called a ‘just man’ in Holy Scripture” [= Seorang Yusuf ditetapkan oleh Allah sebagai penjaga
tubuh Kristus dalam kandungan perawan, dan seorang Yusuf yang lain
adalah penjaga tubuhNya dalam kuburan yang perawan (kuburan yang baru),
dan setiap Yusuf itu disebut ‘orang benar’ dalam Kitab Suci].
Catatan:
tentang sebutan ‘orang
benar’ lihat dalam Mat 1:19 [NIV/NASB: ‘a righteous man’
(= seorang benar)] dan Luk 23:50.
b) Kubur itu digali di dalam bukit batu
(ay 46).
Jadi kuburan
itu tidak tembus kemana-mana, dan pintunya hanya satu, dan pintu yang satu ini
ditutup dengan batu besar (ay 46), dan bahkan nantinya disegel dan dijaga
tentara (Mat 27:62-66). Ini tidak memungkinkan mayat Yesus itu dicuri
melalui jalan apapun juga!
c) Penguburan Yesus di kuburan
Yusuf yang adalah orang kaya itu, oleh banyak penafsir dianggap sebagai
penggenapan nubuat dalam Yes 53:9 (NIV/KJV) yang berbunyi ‘with the
rich in his death’ (= dengan orang kaya dalam kematiannya).
Catatan:
Calvin tidak setuju dengan ini, dan mengatakan bahwa ‘orang kaya’ berarti orang
jahat / kejam (seperti terjemahan Kitab Suci Indonesia ). Dan ‘kubur’ dalam
Yes 53:9 menurut Calvin harus diartikan ‘mati’. Jadi Calvin beranggapan
bahwa Yes 53:9 ini digenapi bukan pada saat penguburan Kristus, tetapi
pada saat kematian Kristus.
d) Mengapa Kristus perlu / harus
dikuburkan?
1. Ini merupakan ketaatan
terhadap Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat
dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian
kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan
semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada
hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah
engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik
pusakamu.’”.
2. Untuk membuktikan
kematianNya.
Calvin: “Christ should be buried, that it
might be more fully attested that he suffered real death on our account. But
yet it ought to be regarded as the principal design, that in this manner the
cursing, which he had endured for a short time, began to be removed; for his
body was not thrown into a ditch in the ordinary way, but honourably laid in a
hewn sepulchre”
[= Kristus harus dikuburkan, supaya itu bisa membuktikan secara lebih penuh
bahwa Ia mengalami kematian yang sungguh-sungguh karena kita. Tetapi harus
dianggap sebagai tujuan utama, bahwa dengan cara ini, kutuk, yang Ia alami
untuk waktu yang singkat, mulai disingkirkan; karena tubuhNya tidak dibuang di
got dengan cara biasa, tetapi dengan hormat diletakkan di suatu kuburan galian]
- hal 330.
III) Kebangkitan Yesus (Mark 16:1-8a).
1) Pemberian
rempah-rempah untuk mayat Yesus (ay 1).
a) Mereka
membeli rempah-rempah itu setelah Sabat lewat (ay 1a)
Ini disebabkan karena ketaatan mereka
terhadap hukum hari Sabat, yang melarang untuk berjual beli pada hari tersebut.
b) ‘pagi-pagi benar ... setelah matahari
terbit’ (ay 2).
William Hendriksen: “As to the time when these women
came: Mark says ‘when the sun was risen,’ Matt. 28:1 ‘at dawn,’ Luke ‘at early
dawn,’ and John ‘while it was still dark.’ Probable solution: although it was
still dark when the women started out, the sun had risen when they arrived at
the tomb” (= Berkenaan dengan saat dimana para perempuan ini
datang: Markus mengatakan ‘setelah matahari terbit’, Mat 28:1 ‘menjelang
menyingsingnya fajar’, Lukas ‘pada pagi-pagi benar’, dan Yohanes ‘ketika hari
masih gelap’. Penyelesaian yang memungkinkan: sekalipun para perempuan itu
berangkat ketika masih gelap, tetapi matahari sudah terbit ketika mereka tiba
di kubur) - hal 678.
c) Mereka bermaksud untuk menyempurnakan apa yang telah dilakukan
oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus.
Sebetulnya Jum’at siang / sore Yusuf dan
Nikodemus sudah melakukan pemberian mur, minyak gaharu, dan rempah-rempah (Yoh
19:39-40).
Perlu diketahui bahwa terjemahan hurufiah
dari Mark 15:42 bukanlah ‘hari
sudah malam’, tetapi ‘evening
coming’ (= malam sedang mendatang), dan karena itu NIV menterjemahkan ‘evening
approached’ (= malam mendekat).
Sekarang pada Minggu pagi para perempuan ini
mau melakukan hal itu lagi untuk menyempurnakan apa yang dilakukan dengan
tergesa-gesa pada Jum’at sore itu. Ketergesa-gesaan itu disebabkan karena saat
itu Sabat hampir tiba.
Pulpit Commentary: “What had been done on the Friday
evening had been done in haste, and yet sufficiently for the preservation of
the sacred body, if that had been needful, from decay. The remaining
work could be done more carefully and tenderly at the tomb” (= Apa
yang telah dilakukan pada Jum’at sore telah dilakukan dengan terburu-buru,
tetapi cukup untuk mengawetkan tubuh yang kudus itu, seandainya hal itu
dibutuhkan, dari pembusukan. Pekerjaan yang tersisa bisa dilakukan dengan
lebih teliti dan lembut di kubur) - hal 346.
Catatan: ia memberikan kata-kata ‘seandainya hal itu dibutuhkan’, karena
sebetulnya hal itu memang tidak dibutuhkan. Mengapa? Karena Kitab Suci
mengatakan bahwa tubuh Kristus tidak akan membusuk (Maz 16:10 Kis 2:27
Kis 13:35). Tetapi dalam ketiga ayat ini Kitab Suci Indonesia salah
terjemahan. Kata ‘kebinasaan’ seharusnya adalah ‘pembusukan’; NIV/NASB menterjemahkan semuanya dengan
kata ‘decay’ (= pembusukan).
d) Ini
merupakan tindakan kasih yang mereka lakukan kepada Yesus.
Pulpit Commentary: “Love will find occasions and
ways of expressing itself” (= Kasih akan mendapatkan
kesempatan dan cara untuk menyatakan dirinya sendiri) - hal 349.
William Hendriksen: “while we may criticize their
lack of sufficient faith - a lack which they shared with the male disciples -
let us not overlook their exceptional love and loyalty. They were at Calvary when Jesus died, in Joseph’s garden when their
Master was buried, and now very early in the morning, here they are once more,
in order to anoint the body. Meanwhile, where were the eleven?” (=
sementara kita bisa mengkritik kekurangan iman mereka - suatu kekurangan yang
juga terdapat pada para murid laki-laki - marilah kita tidak mengabaikan kasih
dan kesetiaan mereka yang luar biasa. Mereka ada di Kalvari pada saat Yesus
mati, di taman / kebun Yusuf pada waktu Tuan mereka dikubur, dan sekarang
pagi-pagi sekali, sekali lagi mereka ada di sini, untuk mengurapi tubuh Yesus.
Sementara itu, dimana 11 rasul itu?) - hal 678.
Pulpit Commentary: “Last at the cross, first at the
grave” (= Terakhir di salib, pertama di kubur).
e) Pengurapan mayat dan pengharapan akan kebangkitan pada akhir
jaman.
Dalam maksud untuk melakukan pengurapan ini
jelas ada sesuatu yang salah, karena ini menunjukkan bahwa mereka tidak beriman
pada kata-kata Yesus yang menyatakan akan bangkit pada hari ke 3.
Calvin: “their
design to anoint Christ, as if he were still dead, was not free from blame” (=
rencana mereka untuk mengurapi Kristus, seakan-akan Ia masih tetap mati, tidak
bebas dari kesalahan) - hal
339.
Tetapi Calvin menambahkan: “I have
no doubt, that the custom of anointing the dead, which they had borrowed from
the Fathers, was applied by them to its proper object, which was, to draw
consolation, amidst the mourning of death, from the hope of life to come. I
readily acknowledge that they sinned in not immediately raising their minds to
that prediction which they had heard from the lips of their Master, when he
foretold that he would rise again on the third day. But as they retain the
general principle of the final resurrection, that defect is forgiven, which
would vitiated, as the phrase is, the whole of the action. Thus God
frequently accepts, with fatherly kindness, the works of the saints, which,
without pardon, not only would not have pleased him, but would even have been
justly rejected with shame and punishment” (=
Saya tidak meragukan bahwa kebiasaan mengurapi orang mati, yang telah mereka
dapatkan dari Bapa-bapa, diterapkan oleh mereka pada tujuan yang benar,
yaitu untuk mendapatkan penghiburan di tengah-tengah perkabungan kematian, dari
pengharapan akan kehidupan yang akan datang. Saya mengakui bahwa mereka
berdosa dengan tidak segera mengangkat pikiran mereka pada ramalan yang telah
mereka dengar dari bibir Tuan / Guru mereka, pada saat Ia meramalkan bahwa Ia
akan bangkit kembali pada hari ke 3. Tetapi karena mereka memelihara prinsip
umum tentang kebangkitan akhir, cacat itu diampuni, yang seharusnya
meniadakan seluruh tindakan mereka. Demikianlah Allah sering menerima, dengan
kebaikan seorang bapa, pekerjaan-pekerjaan orang-orang kudus, yang seandainya
tanpa pengampunan, bukan hanya akan tidak menyenangkanNya, tetapi bahkan akan
secara benar ditolak dengan rasa malu dan penghukuman) - hal 339-340.
Catatan: tetapi awas, ini bisa diextrimkan, misalnya orang yang ke gereja
dengan motivasi tidak benar, tetap diterima oleh Allah, dan sebagainya.
Calvin: “the
custom of anointing the dead, though it was common among many heathen nations,
was applied to a lawful use by the Jews alone, to whom it had been handed down
by the Fathers, to confirm them in the faith of the resurrection. For without
having this in view, to embalm a dead body, which has no feeling, would be an
idle and empty solace, as we know that the Egyptians bestowed great labour
and anxiety on this point, without looking for any advantage. But by this
sacred symbol, God represented to the Jews the image of life in death, to lead
them to expect that out of putrefaction and dust they would one day acquire new
vigour. Now as the resurrection of Christ, by its quickening vigour,
penetrated every sepulchre, so as to breathe life into the dead, so it
abolished those outward ceremonies” (=
kebiasaan untuk mengurapi orang mati, sekalipun itu merupakan sesuatu yang umum
di antara banyak bangsa kafir, diterapkan pada penggunaan yang benar hanya oleh
orang Yahudi, kepada siapa itu diturunkan oleh Bapa-bapa, untuk meneguhkan
mereka dalam iman tentang kebangkitan. Karena tanpa memandang pada hal
ini, membalsem mayat yang tak mempunyai perasaan merupakan sesuatu penghiburan
yang sia-sia dan kosong, seperti kita tahu bahwa orang Mesir bekerja keras
dalam hal ini, tanpa mencari manfaat apapun. Tetapi oleh simbol yang kudus /
keramat ini, Allah melambangkan kepada orang-orang Yahudi gambaran dari
kehidupan dalam kematian, untuk memimpin mereka untuk mengharapkan bahwa dari
pembusukan dan debu suatu hari mereka akan mendapatkan tenaga / kekuatan yang
baru. Sekarang karena kebangkitan Kristus, oleh tenaga menghidupkannya,
menembus setiap kuburan, untuk menghembuskan kehidupan kepada orang mati, maka
itu menghapuskan upacara lahiriah itu) - hal 341.
f) Yesus sendiri sebetulnya tidak membutuhkan pengurapan terhadap
mayatNya.
Calvin: “For
himself, he needed not those aids, but they were owing to the ignorance of the
women, who were not yet fully aware that he was free from corruption” (=
Untuk diriNya sendiri, Ia tidak membutuhkan pertolongan itu, tetapi itu
dilakukan karena ketidakmengertian para perempuan itu, yang belum sepenuhnya
sadar bahwa Ia bebas dari pembusukan) - hal 341.
2) Kekuatiran
tentang batu penutup kubur dan solusinya.
Ay 3-4: “(3)
Mereka berkata seorang kepada yang lain: ‘Siapa yang akan menggulingkan batu
itu bagi kita dari pintu kubur?’ (4) Tetapi ketika mereka melihat dari dekat,
tampaklah, batu yang memang sangat besar itu sudah terguling”.
William Barclay: “They were worried about one
thing. Tombs had no doors. When the word ‘door’ is mentioned it really means
‘opening’. In front of the opening was a groove, and in the groove ran a
circular stone as big as a cart-wheel; and the women knew that it was quite
beyond their strength to move a stone like that” (=
Mereka kuatir tentang satu hal. Kubur pada jaman itu tidak mempunyai pintu.
Pada saat kata ‘pintu’ disebutkan itu sebetulnya berarti ‘pembukaan / lubang’.
Di depan lubang yang terbuka itu ada sebuah alur / lekuk / semacam got, dan
dalam alur / lekuk itu bergulir sebuah batu bundar sebesar roda kereta; dan
para perempuan itu tahu bahwa merupakan sesuatu yang di luar kekuatan mereka
untuk menggerakkan batu seperti itu) - hal 368.
Pulpit Commentary: “Very similar is much of
Christian experience. We perplex ourselves, it may be, with speculative
difficulties. ... To our finite and untrained, inexperienced intelligence it
must be so. Our penetration is too dull, our wisdom is too short-sighted; our
powers, knowledge, and opportunities are all unequal to the task. But all is
clear to that Being who is infinitely wise; and when we lift up our eyes we
shall in due time see the resolution of our doubts. We perplex ourselves, it
may be, with practical difficulties. How shall we do our work - that work being
so vast, and we so helpless? How shall we train our family, conduct our
business, discharge our responsibilities? ... But, looking unto him, we shall
be lightened. He shall bring our way to pass. We perplex ourselves, it may be,
with difficulties as to the Church and kingdom of Christ .
How shall the Lord’s people be awakened to zeal, or reconciled in unity, or
qualified for the work assigned them in a dark and sinful world? Our mind is
baffled by the problem, which we have no means of solving. Let us go on our
way. When we come to our difficulty, we may perhaps find that it is gone” (=
Banyak pengalaman Kristen yang sangat mirip dengan hal ini. Kita bingung
sendiri, mungkin karena kesukaran-kesukaran yang bersifat spekulatif. ... Bagi
otak / pikiran kita yang terbatas, tak terlatih, dan tak berpengalaman, itu
harus demikian. Pengertian kita terlalu tumpul, hikmat kita terlalu pendek
penglihatannya; kekuatan, pengetahuan, dan kesempatan kita semuanya tidak
setara dengan tugas kita. Tetapi semua itu jelas bagi Makhluk yang bijaksana
secara tak terbatas; dan pada waktu kita mengangkat mata kita maka pada saatnya
kita akan melihat penyelesaian dari keragu-raguan kita. Kita bingung sendiri,
mungkin dengan kesukaran-kesukaran praktis. Bagaimana kita akan mengerjakan
pekerjaan kita - pekerjaan itu begitu luas, dan kita begitu tidak berdaya?
Bagaimana kita mendidik keluarga kita, memimpin bisnis kita, menunaikan
tanggung jawab kita? ... Tetapi, jika kita memandang kepada Dia, kita akan
diterangi. Ia akan memberikan jalan kepada kita. Kita bingung sendiri, mungkin
dengan kesukaran-kesukaran yang berkenaan dengan Gereja dan kerajaan Kristus.
Bagaimana umat Tuhan akan dibangkitkan sehingga menjadi bersemangat, atau
diperdamaikan dalam kesatuan, atau dijadikan orang yang memenuhi syarat untuk
pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka dalam dunia yang gelap dan berdosa?
Pikiran kita dibingungkan oleh banyak problem, yang tidak ada jalan
penyelesaiannya. Marilah kita melanjutkan jalan kita. Pada waktu kita sampai
pada kesukaran kita, mungkin kita menjumpai bahwa kesukaran itu sudah hilang) - hal 349-350.
Pulpit Commentary: “The stone rolled away may also
be regarded by us as a reminder of expected difficulties unexpectedly removed.
... Too often we discourage ourselves by thinking of future difficulties,
until they loom so large in our imagination that we turn back from the path of
duty. ... let us go on also to attempt our appointed work for God; and
the difficulties which are insurmountable by us will be removed by hands
mightier than our own” (= Batu yang digulingkan juga
bisa kita anggap sebagai pengingat tentang kesukaran-kesukaran yang diharapkan
tetapi yang disingkirkan secara tak terduga. ... Terlalu sering kita
mengecilkan hati kita sendiri dengan memikirkan kesukaran-kesukaran yang akan
datang, sampai semua itu terlihat begitu besar dalam khayalan kita sehingga
kita berbalik dari jalan kewajiban. ... marilah kita terus mengusahakan tugas
yang ditetapkan Allah untuk kita; dan kesukaran-kesukaran yang tak dapat kita
atasi akan disingkirkan oleh tangan yang lebih kuat dari tangan kita) - hal 359.
William Hendriksen: “Why did the angel have to remove
the stone? Not to enable Jesus to make his way out - for see John 20:19,26 -
but to enable these women, and also Peter and John, to enter the tomb” (=
Mengapa malaikat itu harus menyingkirkan batu itu? Bukan untuk memungkinkan
Yesus mendapatkan jalan keluar - karena lihat Yoh 20:19,26 - tetapi untuk
memungkinkan para perempuan ini, dan juga Petrus dan Yohanes, untuk memasuki
kubur) - hal 679.
Pulpit Commentary (hal 346) mengatakan bahwa
pada titik ini (ay 4), Maria Magdalena lari untuk memberitahu Petrus dan
Yohanes (Yoh 20:2).
3) Bukti
kebangkitan Yesus (ay 5-7).
a) Kubur
yang kosong.
Fakta tentang kubur yang kosong ini justru
dikuatkan oleh cerita dusta dalam Mat 28:11-15, karena kalau tak ada kubur
kosong, justru tak akan muncul cerita seperti itu.
Ay 5-6 kelihatannya menunjukkan bahwa mereka
masuk ke kubur ke tempat dimana mayat Yesus diletakkan, dan melihat kubur yang
kosong.
Pulpit Commentary: “This seem to imply that the
women actually entered the inner chamber, and saw the very place where the Lord
lay. Who does not see here how irrefragable is the evidence of his
resurrection?” (= Ini kelihatannya menunjukkan bahwa
para perempuan itu betul-betul masuk ke bagian dalam, dan melihat tempat dimana
Tuhan berbaring. Siapa yang tidak melihat di sini betapa tak terbantahnya bukti
kebangkitanNya?) - hal 347.
Pulpit Commentary: “In this passage there is no direct
narrative of the Saviour’s resurrection. ... There were no such
witnesses to the act of the Lord’s emergence from the tomb” (=
dalam text ini tidak ada cerita langsung tentang kebangkitan Sang
Juruselamat. ... Di sana tidak ada saksi
terhadap tindakan Tuhan yang muncul / keluar dari kubur) - hal 349.
Calvin: “though
he manifested his resurrection in a different manner from what the sense of our
flesh would have desired, still the method of which he approved ought to be
regarded by us also as the best. He went out of the grave without a
witness, that the emptiness of the place might be the earliest indication” (=
sekalipun Ia menyatakan kebangkitanNya dengan cara yang berbeda dari apa yang
diinginkan oleh daging kita, tetap metode / cara yang Ia restui / setujui
harus kita anggap juga sebagai yang terbaik. Ia keluar dari kubur tanpa
saksi, supaya kekosongan tempat itu bisa menjadi petunjuk yang paling awal) - hal 338.
b) Firman
Tuhan yang diberitakan oleh malaikat.
Ay 6-7: “(6)
tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: ‘Jangan takut! Kamu mencari Yesus
orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini.
Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. (7) Tetapi sekarang pergilah,
katakanlah kepada murid-muridNya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke
Galilea; di sana
kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakanNya kepada kamu.’”.
Ini juga berlaku untuk kelahiran, kematian,
kenaikan Yesus ke surga. Kalau cuma ada peristiwanya tanpa penjelasan Firman
Tuhan, maka kita tidak akan mengerti apa gunanya semua itu. Ini makin
menunjukkan pentingnya Firman Tuhan. Karena itu rajinlah belajar Firman Tuhan.
c) Yesus tetap dikenal sampai sekarang (bahkan merupakan pribadi paling
terkenal di dunia), dan adanya gereja kristen.
William Barclay: “One thing is certain - if
Jesus had not risen from the dead, we would never heard of him. The
attitude of the women was that they had come to pay the last tribute to a dead
body. The attitude of the disciples was that everything had finished in
tragedy. By far the best proof of the Resurrection is the existence of the
Christian church. Nothing else could have changed sad and despairing men
and women into people radiant with joy and flaming with courage” (= Ada
satu hal yang pasti - andaikata Yesus tidak bangkit dari antara orang mati,
kita tidak akan pernah mendengar tentang Dia. Sikap dari para perempuan
adalah bahwa mereka datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada mayat
itu. Sikap dari para murid adalah bahwa segala sesuatu telah selesai dalam
suatu tragedi. Jelas sekali bahwa bukti terbaik tentang Kebangkitan adalah
adanya gereja Kristen. Tidak ada hal lain yang bisa mengubah kelompok orang
laki-laki dan perempuan yang sedih dan putus asa itu menjadi orang-orang yang
berseri-seri dengan sukacita dan berkobar-kobar dengan keberanian) - hal 368.
Penutup / kesimpulan:
William Barclay: “Jesus is not a figure in a book
but a living presence. It is not enough to study the story of Jesus like the
life of any other great historical figure. We may begin that way but we must
end by meeting him. ... Jesus is not someone to discuss so much as someone to
meet. ... The Christian life is not the life of a man who knows about
Jesus, but the life of a man who knows Jesus” (= Yesus bukanlah seorang tokoh
dalam sebuah buku tetapi sebuah kehadiran yang hidup. Tidak cukup untuk
mempelajari cerita Yesus seperti kehidupan tokoh sejarah besar yang lain. Kita
mungkin memulainya dengan cara itu tetapi kita harus mengakhirinya dengan
menemuiNya. ... Yesus lebih merupakan seseorang untuk ditemui dari pada
dibicarakan / didiskusikan. ... Kehidupan kristen bukanlah kehidupan seorang
manusia yang tahu tentang Yesus, tetapi kehidupan seseorang yang mengenal
Yesus) - hal 368-369.
Sudahkah saudara bertemu secara
rohani dengan Yesus? Apakah selama ini saudara hanya tahu tentang Yesus atau
betul-betul mengenal Yesus? Saudara bertemu Yesus secara rohani dan betul-betul
mengenal Dia, kalau saudara datang dan percaya kepadaNya. Maukah saudara datang
dan percaya kepadaNya sekarang juga?
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar