Senin, 31 Maret 2014

LAZARUS DAN ORANG KAYA (LUKAS 16:19-31)

Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div


I) Perumpamaan atau cerita yang betul-betul terjadi?


Para penafsir memperdebatkan apakah bagian ini merupakan suatu perumpamaan atau cerita yang betul-betul terjadi. Calvin menganggapnya sebagai cerita yang sungguh-sungguh, dan saya setuju dengan dia.

Calvin: “Some look upon it as a simple parable; but, as the name Lazarus occurs in it, I rather consider it to be the narrative of an actual fact” (= Sebagian orang memandangnya sebagai suatu perumpamaan; tetapi karena nama Lazarus ada di dalamnya, saya menganggapnya sebagai suatu cerita dari fakta yang sungguh-sungguh terjadi) - hal 184.

II) Bagian yang kelihatan (ay 19-22a,23a).


Bagian yang kelihatan adalah kehidupan dari 2 orang dalam cerita ini (Lazarus dan orang kaya) sampai mereka mati dan dikuburkan.
Sekarang mari kita mempelajari beberapa hal dari bagian ini.

1)   Kedua orang itu sama-sama adalah orang Yahudi.

a)   Untuk Lazarus itu terlihat dari namanya.
Nama Lazarus berasal dari kata Ibrani EL AZAR yang berarti ‘God has helped’ (= Allah telah menolong).

b)   Untuk orang kaya ini terlihat dari:

1.   Ia menyebut Abraham dengan sebutan ‘bapa’ (ay 24,27,30), dan Abraham menyebutnya dengan sebutan ‘anak’ (ay 25). Sebutan ‘bapa’ maupun ‘anak’ di sini tidak mungkin diartikan dalam arti rohani (seperti misalnya dalam Luk 19:9), karena orang kaya ini jelas bukan orang beriman. Jadi, sebutan ‘bapa’ maupun ‘anak’ harus diartikan secara jasmani, dan ini menunjukkan bahwa orang kaya ini adalah keturunan Abraham.

2.  Ia mempunyai 5 saudara, dan Abraham mengatakan bahwa kelima saudaranya itu mempunyai ‘kesaksian Musa dan para nabi’ (ay 29), yang jelas menunjuk pada Perjanjian Lama. Bahwa mereka mempunyai Perjanjian Lama, jelas menunjukkan bahwa mereka adalah orang Yahudi (bdk. Ro 3:1-2). Kalau mereka adalah orang Yahudi, maka jelas bahwa orang kaya itu juga adalah orang Yahudi.

Catatan: para penafsir biasanya menyebut orang kaya ini dengan sebutan ‘Dives’, yang sebetulnya bukan merupakan suatu nama tetapi merupakan suatu kata bahasa Latin untuk ‘kaya’ (Barclay, hal 213).

2)   Kedua orang ini mempunyai 2 kehidupan yang sangat kontras (ay 19-21).

a)   Yang satu sangat kaya, yang lain sangat miskin.
Dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia dikatakan bahwa Lazarus adalah seorang ‘pengemis’ (ay 20). Demikian juga KJV dan NIV menterjemahkan ‘beggar’ (= pengemis).
Sebetulnya kata Yunani yang dipakai hanyalah berarti ‘orang miskin’, dan karena itu RSV/NASB yang menterjemahkan ‘a poor man’ (= seorang miskin), merupakan terjemahan yang lebih benar.

Barnes’ Notes: “‘Beggar.’ Poor man. The original word does not mean ‘beggar,’ but simply that he was ‘poor.’ It should have been so translated to keep up the contrast with the ‘rich man.’” (= ‘Pengemis’. Orang miskin. Kata orisinilnya tidak berarti ‘pengemis’ tetapi hanya bahwa ia ‘miskin’. Itu seharusnya diterjemahkan demikian untuk memelihara / melanjutkan kontras dengan ‘orang kaya’.) - hal 234.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa untuk kata ‘orang miskin’ ini digunakan kata Yunani PTOCHOS. Dalam bahasa Yunani ada beberapa kata yang bisa diartikan sebagai ‘orang miskin’, yaitu PTOCHOS, PENES, dan PENICHROS, tetapi artinya sebetulnya agak berbeda. Kata PENES dan PENICHROS juga berarti ‘orang miskin’ tetapi ini menunjuk kepada ‘orang miskin yang masih mempunyai sedikit uang’. Tetapi kata PTOCHOS menunjuk kepada ‘orang miskin yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa’.

Pulpit Commentary mengomentari kata PTOCHOS dalam Mat 5:3 sebagai berikut:
·       “PTOCHOS, in classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than PENES (2Cor 9:9)” [= PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis, menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)] - hal 147.
·   “The PENES may be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is so poor that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing superfluous, the PTOCHOS  nothing at all” (= Orang yang PENES adalah orang yang begitu miskin sehingga ia mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras setiap hari; tetapi orang yang PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga ia hanya mendapatkan penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES tidak mempunyai apapun secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak mempunyai apapun) - hal 147.

Perbedaan ini ditunjukkan secara menyolok dalam cerita tentang seorang janda miskin yang memberikan seluruh uangnya kepada Tuhan dalam Luk 21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.’”.

Dalam Luk 21:2 ada kata ‘miskin’ dan demikian juga dalam Luk 21:3, tetapi dalam Luk 21:2 digunakan kata Yunani PENICHROS sedangkan dalam Luk 21:3 digunakan kata Yunani PTOCHOS. Mengapa berbeda? Karena dalam Luk 21:2 sekalipun janda itu miskin, tetapi ia masih mempunyai uang sedikit (2 peser), dan karenanya digunakan kata PENICHROS. Tetapi setelah uangnya dipersembahkan semua, ia tidak mempunyai apa-apa lagi, sehingga dalam Luk 21:3 digunakan kata PTOCHOS.

b)   Yang satu ‘setiap hari bersukaria dalam kemewahan’ / berpesta (ay 19); yang lain ‘ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu’ (ay 21).

William Barclay: “In that time there were no knives, forks or napkins. Food was eaten with hands and, in every wealthy houses, the hands were cleansed by wiping them on hunks of bread, which were then thrown away. That was what Lazarus was waiting for” (= Pada jaman itu tidak digunakan pisau, garpu atau serbet. Makanan dimakan dengan tangan dan dalam setiap rumah orang kaya, tangan dibersihkan dengan mengusapkannya pada potongan roti, yang lalu dibuang. Itulah yang ditunggu oleh Lazarus) - hal 213-214.

c)   Yang satu mempunyai rumah; yang lain berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu (ay 20).

d)  Yang satu berpakaian ‘jubah ungu dan kain halus’ (ay 19a); yang lain bahkan tidak bisa membeli perban untuk membalut luka-lukanya sehingga anjing-anjing menjilati luka-lukanya (ay 21b).

Andaikata cerita ini hanya berhenti sampai sini, maka jelas bahwa semua orang menginginkan kehidupan orang kaya itu, bukan kehidupan Lazarus. Bukankah demikian?

3)   Kedua orang ini sama-sama mati (ay 22a,23a)!
Ditinjau dari satu sudut, orang miskin lebih sukar mati dari orang kaya. Mengapa? Karena orang kaya bisa membeli segala makanan yang enak-enak, sehingga menjadi gemuk, kolesterolnya naik, dan mudah terkena serangan jantung / stroke. Sedangkan orang miskin makanannya sederhana sehingga relatif bebas dari bahaya itu.
Tetapi, ditinjau dari sudut yang lain, orang miskin lebih mudah mati dibandingkan dengan orang kaya. Mengapa? Karena kalau orang kaya sakit, ia dengan mudah membeli obat, pergi ke dokter, bahkan kalau perlu berobat ke luar negeri, untuk menyembuhkan penyakitnya. Tetapi kalau orang miskin sakit, ia tidak bisa membeli obat atau pergi ke dokter, sehingga cepat mati.

Tetapi apakah seseorang itu kaya atau miskin, tua atau muda, sehat atau sakit-sakitan, tetap saja semua orang akan mati (bdk. Ibr 9:27 - “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi”).
Celakanya, kita tidak tahu kapan kematian itu akan ‘menjemput’ kita. Kalau itu terjadi pada hari ini, siapkah saudara?

4)   Kedua orang ini sama-sama dikubur.
Memang untuk orang kaya disebutkan penguburannya (ay 23a), sedangkan untuk Lazarus tidak. Tetapi rasanya tidak mungkin Lazarus tidak dikubur, karena bau mayatnya pasti akan mengganggu banyak orang. Orang kaya diceritakan penguburannya sedangkan Lazarus tidak, karena Lazarus dikubur secara sederhana, sedangkan orang kaya dikubur dengan upacara yang hebat, peti mati yang mahal, kuburan yang indah dsb.

Biasanya manusia menyoroti kehidupan hanya sampai di sini. Kematian dan penguburan dianggap sebagai akhir segala-galanya. Karena itu manusia berusaha mati-matian untuk kehidupan yang sekarang ini! Tetapi dalam cerita ini, Yesus melanjutkan dengan menunjukkan bagian yang tidak kelihatan, yang seringkali diabaikan orang.

III) Bagian yang tidak kelihatan / tidak diperhatikan (ay 22b,23b-31).


Bagian yang tidak kelihatan ini diceritakan dalam ay 22b,23b-31. Jadi penceritaannya jauh lebih panjang dari bagian yang kelihatan tadi. Ini menunjukkan bahwa dalam hidup kita, kita harus lebih menekankan bagian yang tidak kelihatan ini.
Bdk. 1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.

Memang Kristus juga berguna untuk hidup yang sekarang ini, tetapi yang terutama Ia berguna untuk hidup setelah kematian. Jadi kalau selama ini saudara mempercayaiNya hanya sebagai penyembuh, pemberi berkat jasmani, penolong dari kesukaran, dsb, maka renungkan apa yang dikatakan oleh Paulus di sini! Percayalah kepada Kristus sebagai Juruselamat dosa, demi kehidupan saudara setelah kematian!

Dalam bagian yang tidak kelihatan ini diceritakan bahwa Lazarus ada di pangkuan Abraham (ay 22,23). Terjemahan ‘pangkuan’ sebetulnya adalah salah. NASB yang menterjemahkan secara hurufiah menggunakan kata ‘bosom’ (= dada). Jadi gambaran yang diberikan oleh cerita ini bukanlah bahwa Lazarus ini dipangku oleh Abraham seakan-akan ia adalah anak kecil, tetapi bahwa ia ada dalam pelukan Abraham, dan ini menunjukkan bahwa ia ada di surga.
Catatan: hal yang sama terjadi dalam Yoh 1:18, dimana kata ‘pangkuan’ seharusnya adalah ‘dada’.
Yoh 1:18 - “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.

Adam Clarke: “Abraham’s bosom was a phrase used among the Jews to signify the paradise of God” (= Dada Abraham merupakan suatu ungkapan yang digunakan di antara orang-orang Yahudi untuk menunjuk surganya Allah) - hal 465.

Sementara itu orang kaya digambarkan masuk ke ‘alam maut’ (ay 23). Kata-kata ‘alam maut’ ini menterjemahkan kata bahasa Yunani HADES, dan di sini jelas artinya adalah neraka [KJV/NIV: ‘hell’ (= neraka)], karena orang kaya itu ‘menderita sengsara’ (ay 23a), ‘sangat kesakitan dalam nyala api’ (ay 24b) dan ‘sangat menderita’ (ay 25b). Orang kaya ini adalah orang Yahudi, tetapi ia masuk ke neraka.

What money cannot buy.
“Money will buy a bed but not sleep; books but not brains; food but not appetite; finery but not beauty; a house but not a home; medicine but not health; luxuries but not culture; amusements but not happiness; religion but not salvation; a passport to everywhere but heaven” (= Uang bisa membeli ranjang tetapi tidak bisa membeli tidur; buku-buku tetapi tidak otak; makanan tetapi tidak nafsu makan; pakaian bagus / perhiasan tetapi tidak kecantikan; rumah tetapi tidak suasana rumah yang menyenangkan; obat tetapi tidak kesehatan; barang-barang lux / kemewahan tetapi tidak kebudayaan; hiburan tetapi tidak kebahagiaan; agama tetapi tidak keselamatan; sebuah paspor kemana saja kecuali ke surga).

Apa yang bisa kita pelajari dari semua ini?

1)   Ini menunjukkan adanya kehidupan setelah kematian.
Dan Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa kehidupan yang sekarang ini singkat (Maz 90:10  Yak 4:14), sebaliknya hidup setelah kematian itu kekal.

2)   Dalam kehidupan setelah kematian itu hanya ada 2 tempat yaitu surga dan neraka. Surga merupakan tempat yang menyenangkan, sedangkan neraka merupakan tempat penyiksaan yang mengerikan! Karena hanya ada 2 tempat setelah kematian, maka kalau saudara tidak masuk ke surga, maka tidak ada tempat lain yang tersisa selain neraka! Karena itu pastikan bahwa saudara sedang menuju ke surga!

3)   Setelah kematian, kita akan langsung pergi ke surga atau ke neraka.
Ini bertentangan dengan:

a)   Pandangan yang menyatakan adanya api pencucian (Roma Katolik).
Doktrin omong kosong ini memang tidak pernah mempunyai dasar Kitab Suci apapun kecuali yang diputar-balikkan semaunya sendiri.

b)   Kepercayaan tentang adanya tempat penantian.
Orang yang percaya akan adanya tempat penantian mengatakan bahwa antara kematian sampai kedatangan Yesus yang keduakalinya kita ditaruh di tempat penantian itu. Tetapi perhatikan cerita ini. Orang kaya itu masih mempunyai 5 saudara yang masih hidup (ay 28), dan itu menunjukkan bahwa Yesus belum datang untuk keduakalinya. Tetapi ia sudah ada di neraka dan Lazarus sudah ada di surga. Jadi jelas bahwa tidak ada tempat penantian.
Memang sebelum kedatangan Yesus yang keduakalinya, yang masuk surga / neraka hanya jiwa / rohnya, dan itupun mungkin belum dengan pahala / hukuman yang seharusnya. Nanti pada saat Yesus datang keduakalinya, akan ada kebangkitan daging / orang mati, dan penghakiman akhir jaman. Maka barulah jiwa / roh dipersatukan kembali dengan tubuh dan orang itu masuk surga / neraka dengan pahala / hukuman yang seharusnya.

c)   Pandangan yang berkata bahwa pada saat mati, jiwa kita terus tertidur di kuburan sampai Yesus datang keduakalinya. Perhatikan bahwa baik Lazarus maupun orang kaya bukannya tertidur / tidak sadar, tetapi sebaliknya sangat sadar! Orang kaya itu merasa sakit. Bagaimana mungkin ia merasa sakit kalau ia tidak sadar?

4)   Sekarang keadaan terbalik; dan kontrasnya menjadi lebih menyolok dari pada ketika mereka berdua masih hidup di dunia (ay 23-24).

Keadaan orang kaya ini seperti yang digambarkan dalam Maz 49:17-21 - “(17) Janganlah takut, apabila seseorang menjadi kaya, apabila kemuliaan keluarganya bertambah, (18) sebab pada waktu matinya semuanya itu tidak akan dibawanya serta, kemuliaannya tidak akan turun mengikuti dia. (19) Sekalipun ia menganggap dirinya berbahagia pada masa hidupnya, sekalipun orang menyanjungnya, karena ia berbuat baik terhadap dirinya sendiri, (20) namun ia akan sampai kepada angkatan nenek moyangnya, yang tidak akan melihat terang untuk seterusnya. (21) Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan”.

5)   Keadaan itu bersifat permanen / tidak bisa berubah (ay 25-26).
Orang kaya itu minta air (sekarang ia mengemis kepada Lazarus!), tetapi Abraham menolak permintaan itu (ay 25), dan mengatakan bahwa ada jurang yang tak terseberangi di antara surga dan neraka, sehingga tidak ada yang bisa menyeberang, baik dari surga ke neraka maupun dari neraka ke surga (ay 26). Ini menunjukkan bahwa sekali masuk surga akan selama-lamanya di surga dan sekali masuk neraka akan selama-lamanya di neraka!

Louis Berkhof: “Scripture represents the state of the unbelievers after death as a fixed state. The most important passage that comes into consideration here is Luke 16:19-31.” (= Kitab Suci menggambarkan keadaan orang-orang yang tidak percaya setelah kematian sebagai suatu keadaan yang tetap. Text yang paling penting untuk dipertimbangkan dalam persoalan ini adalah Luk 16:19-31) - ‘Systematic Theology’, hal 693.

Kepermanenan di surga / neraka ini bertentangan dengan:

a)   Ajaran yang mengatakan adanya ‘second chance’ (= kesempatan kedua). Mereka berkata bahwa kalau seseorang sampai mati tidak percaya Yesus, maka nanti akan diberi kesempatan kedua, dimana mereka akan diinjili di tempat penantian. Lebih sesat dari itu adalah ajaran Andereas Samudera, yang mengatakan bahwa setelah seseorang mati, rohnya bisa gentayangan dan merasuk orang yang masih hidup, dan roh ini bisa diinjili dan bisa bertobat dan diselamatkan. Ini semua adalah ajaran sesat, dan jelas bertentangan dengan cerita ini, karena dalam cerita ini orang kaya itu jelas sekali menyesal / bertobat, tetapi ia tidak bisa diselamatkan / diampuni!

William Hendriksen: “it will become clear that the one great truth here emphasized is that once a person has died, his soul having been separated from his body, his condition, whether blessed or doomed, is fixed forever. There is no such thing as a ‘second’ chance” (= akan menjadi jelas bahwa satu kebenaran besar / agung yang ditekankan di sini adalah bahwa sekali seseorang telah mati, setelah jiwanya terpisah dari tubuhnya, kondisinya, apakah diberkati atau dikutuk, tetap selama-lamanya. Tidak ada hal yang disebut ‘kesempatan kedua’) - hal 785.

b)   Ajaran yang mengatakan bahwa hukuman di neraka itu hanya bersifat sementara.
Saya ingin memberikan beberapa kutipan kata-kata Spurgeon dari khotbahnya tentang Luk 16:26 yang diberi judul ‘The Bridgeless Gulf (= Jurang pemisah yang tidak mempunyai jembatan).

Spurgeon: “Human ingenuity has done very much to bridge great gulfs. Scarcely has the world afforded a river so wide that its floods could not be overleaped; or a torrent so furious that it could not be made to pass under the yoke. High above the foam of Columbia’s glorious cataract, man has hung aloft his slender but substantial road of iron, and the shriek of the locomotive is heard above the roar of Niagara. This very week I saw the first chains which span the deep rift through which the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his suspension bridge across the chasm, and men will soon travel where only that which hath wings could a little while ago have found a way. There is, however, one gulf which no human skill or engineering ever shall be able to bridge; there is one chasm which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf which divide the world of joy in which the righteous triumph, from that land of sorrow in which the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a great gulf fixed, so that there can be no passage from the one world to the other” (= Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang besar. Hampir tidak ada sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi; atau aliran air yang deras yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun Kolumbia, manusia telah menggantung jalan dari besi, dan bunyi lokomotif terdengar di atas gemuruh Niagara. Minggu yang baru lalu ini saya melihat rantai pertama membentang antara Bristol Avon dan Clifton; manusia telah membuat jembatan menyeberangi jurang itu, sehingga manusia segera bisa menyeberangi jurang yang dulunya hanya bisa diseberangi oleh burung yang bersayap. Tetapi ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh kepandaian dan teknologi manusia; ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi oleh sayap manapun; itu adalah jurang yang memisahkan dunia sukacita dalam mana orang-orang benar menang; dari tanah kesedihan dalam mana orang-orang jahat merasakan tajamnya pedang Yehovah. ... disana terbentang suatu jurang yang besar sehingga tidak bisa ada jalan dari satu dunia ke dunia yang lain) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 414.

Spurgeon: “The lost spirits in hell are shut in for ever” (= Roh-roh yang terhilang dalam neraka dikurung untuk selama-lamanya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 418.

Spurgeon: “You do not like the house of God; you shall be shut out of it. You do not love the Sabbath; you are shut out from the eternal Sabbath” (= Engkau tidak menyukai rumah Allah; engkau akan dihalangi untuk memasukinya. Engkau tidak mencintai Sabat; engkau dihalangi untuk memasuki Sabat yang kekal) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 419-420.
Catatan:  kata-kata ini berhubungan dengan Ibr 4:1-11.

Spurgeon: “As nothing can come from hell to heaven, so nothing heavenly can ever come to hell. ... Nay, Lazarus is not permitted to dip the tip of his finger in water to administer the cooling drop to the fire-tormented tongue. Not a drop of heavenly water can ever cross that chasm. See then, sinner, heaven is rest, perfect rest - but there is no rest in hell; it is labour in the fire, but no ease, no peace, no sleep, no calm, no quiet; everlasting storm; eternal hurricane; unceasing tempest. In the worst disease, there are some respites: spasms of agony, but then pauses of repose. There is no pause in hell’s torments” (= Sebagaimana tidak ada apapun yang bisa datang dari neraka ke surga, demikian juga tidak ada apapun yang bisa datang dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus tidak diijinkan untuk mencelupkan ujung jarinya dalam air untuk memberikan tetesan penyejuk kepada lidah yang disiksa oleh api. Tidak setetes air surgawipun bisa menyeberangi jurang itu. Maka, lihatlah orang berdosa, surga adalah istirahat, istirahat yang sempurna - tetapi tidak ada istirahat di neraka; itu merupakan pekerjaan berat dalam api, tetapi tidak ada kesenangan, tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak ada ketenangan; yang ada adalah angin topan selama-lamanya, badai yang kekal, angin ribut yang tidak henti-hentinya. Dalam penyakit yang terburuk, ada istirahat, kekejangan dari penderitaan, tetapi lalu istirahat yang tenang. Tetapi tidak ada istirahat dalam siksaan neraka) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 421.

Spurgeon: “Heaven is the place of sweet communion with God ... There is no communion with God in hell. There are prayers, but they are unheard; there are tears, but they are unaccepted; there are cries for pity, but they are all an abomination unto the Lord” (= Surga adalah tempat persekutuan yang manis dengan Allah ... Tidak ada persekutuan dengan Allah dalam neraka. Di sana ada doa-doa, tetapi mereka tidak dijawab; ada air mata, tetapi tidak diterima; ada jeritan untuk belas kasihan, tetapi semuanya merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi Tuhan) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 421.

Spurgeon: “heaven’s blessings cannot cross from the celestial regions to the infernal prison-house. No, it is sorrow without relief, misery without hope, and here is the pang of it - it is death without end” (= berkat-berkat surgawi tidak bisa menyeberang dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah kesedihan tanpa keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah kepedihannya - itu adalah kematian tanpa akhir) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 422.

Spurgeon: “There is only one thing that I know of in which heaven is like hell - it is eternal. ‘The wrath to come, the wrath to come, the wrath to come,’ for ever and for ever spending itself, and yet never being spent” (= Hanya ada satu hal yang saya ketahui dimana surga itu seperti neraka, yaitu bahwa itu bersifat kekal. ‘Murka yang akan datang, murka yang akan datang, murka yang akan datang’ untuk selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan dirinya sendiri, tetapi tidak pernah habis) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, hal 422.

Kalau ada saudara yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, renungkanlah kata-kata Spurgeon yang mengerikan ini, dan cepatlah datang kepada Kristus sebelum terlambat!

6)   Penyesalan setelah kematian tidak ada gunanya (ay 27-31).
Kalau orang kaya itu begitu ingin bahwa saudara-saudaranya diinjili dan diselamatkan, maka pasti ia sendiri juga sangat ingin untuk diselamatkan. Mungkin ia berpikir: ‘Andaikata aku dulu mau mempedulikan Injil yang diberitakan oleh pendeta / orang kristen itu kepadaku ...’. Ini semua sia-sia! Kalau mau bertobat dan percaya kepada Yesus, lakukanlah sekarang. Dalam kehidupan setelah kematian, penyesalan tidak berguna!

Louis Berkhof: “It (Scripture) also invariably represents the coming final judgment as determined by the things that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci) juga selalu menggambarkan bahwa penghakiman terakhir nanti ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah berbicara bahwa hal ini tergantung dengan cara apapun pada apa yang terjadi pada saat antara kematian seseorang dan kedatangan Yesus yang keduakalinya] - ‘Systematic Theology’, hal 693.

2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Perhatikan kata-kata yang saya garis bawahi itu, yang diterjemahkan secara berbeda oleh Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘in his body’ (= dalam tubuhnya).
RSV/NIV/NASB: ‘in the body’ (= dalam tubuh).
Dalam bahasa Yunani memang digunakan kata SOMA, yang artinya adalah ‘tubuh’.
Ini ayat yang sangat jelas dan kuat dalam persoalan ini. Penghakiman Kristus pada akhir jaman nanti hanya tergantung pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya / dalam tubuhnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati / ada di luar tubuhnya.
Jadi, seandainya penginjilan terhadap orang mati itu memungkinkan untuk dilakukan, dan seandainya orang mati itu bisa bertobat dan percaya kepada Yesus, itu tetap tidak akan diperhitungkan dalam penghakiman akhir jaman. Yang diperhitungkan hanyalah tindakan-tindakannya selama ia berada dalam tubuhnya.

IV) Mengapa Lazarus masuk surga dan orang kaya masuk neraka?


Apakah ini disebabkan karena Lazarus miskin dan menderita selama hidupnya di dunia sedangkan orang kaya hidup enak? Jadi setelah kematian keadaan lalu dibalik? Apakah kata-kata Abraham dalam ay 25 mengajarkan hal itu? Ay 25: “Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita”.
Tidak, bukan itu alasannya. Abraham kaya tetapi ia masuk surga! Dan bisa saja seseorang miskin di dunia, dan setelah mati lalu masuk neraka!

Kalau begitu karena apa?

1)   Untuk orang kaya.

a)   Ia jelas mempunyai banyak dosa, termasuk dosa pasif, dimana ia tidak menolong Lazarus.
William Barclay: “As someone said, ‘It was not what Dives did that got him into gaol; it was what he did not do that got him into hell.’ ... It is a terrible warning that the sin of Dives was not that he did wrong things, but that he did nothing” (= Seperti dikatakan seseorang: ‘Bukan apa yang dilakukan oleh Dives yang memasukkannya ke dalam penjara; tetapi apa yang tidak dilakukannya yang memasukkannya ke dalam neraka’. ... Merupakan suatu peringatan yang mengerikan bahwa dosa Dives bukanlah bahwa ia melakukan hal-hal yang salah, tetapi bahwa ia tidak melakukan apa-apa) - hal 214.
Catatan: yang disebut dengan ‘Dives’ adalah orang kaya itu. Kata itu berasal dari kata Latin yang artinya ‘kaya’.

Bandingkan kata-kata Barclay di atas dengan:
·       Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”.
·    Mat 25:41-45 - “(41) Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. (42) Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; (43) ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. (44) Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? (45) Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku”.

Karena itu pada saat memikirkan dosa, jangan hanya memikirkan hal salah yang saudara perbuat, tetapi pikirkan juga hal baik yang tidak saudara lakukan, seperti:
¨       tidak ke gereja.
¨       tidak belajar Firman Tuhan.
¨       tidak berdoa.
¨       tidak melayani Tuhan / memberitakan Injil.
¨       tidak mengasihi Allah.
¨       tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan.
¨       dan sebagainya.

b)   Ia tidak percaya kepada Kristus.
Dari mana kita tahu bahwa ia bukan orang percaya?
·    dari ajaran seluruh Kitab Suci yang mengatakan bahwa orang percaya pasti diampuni dan masuk surga, sedangkan orang yang tidak percaya pasti masuk neraka.
·    Bandingkan dengan Wah 20:15 - “Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu”.
Orang kaya itu tidak punya nama; itu menunjukkan ia bukan orang percaya. Lazarus punya nama; itu menunjukkan ia orang percaya.
·     Ay 29: “Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu”.
Norval Geldenhuys (NICNT): “From these words it follows that the rich man was lost because he did not listen to the Law and the Prophets, and not because he was rich” (= Dari kata-kata ini terlihat bahwa orang kaya itu terhilang karena ia tidak mendengarkan pada Hukum Taurat dan kitab para nabi, dan bukan karena ia kaya) - hal 430.

Dalam kontex Kitab Suci maka jelaslah bahwa point b) ini harus lebih ditekankan dari pada point a) di atas. Semua orang punya banyak dosa, baik aktif maupun pasif. Itu tidak menghalangi mereka masuk ke surga asal mereka mau percaya kepada Kristus. Tetapi orang yang tidak percaya kepada Kristus betapapun baik / saleh hidupnya dan betapapun sedikitnya dosanya, akan masuk ke neraka, karena ia tetap adalah orang berdosa yang harus dihukum untuk dosa-dosanya.

2)   Untuk Lazarus.
Ia pasti juga adalah orang berdosa, tetapi ia adalah orang yang percaya. Ini menyebabkan ia masuk surga.

V) Tanggapan kita.


1)   Untuk orang yang belum percaya.
Cepatlah bertobat dan percaya kepada Kristus (bdk. Kis 16:31  Yoh 3:16).

a)   Jangan mencari mujijat dulu baru mau percaya. Mengapa?
·         Karena Tuhan tidak selalu mau memberi mujijat (ay 27-31  bdk. 1Kor 1:22-23).
·         Adanya mujijat tidak menjamin seseorang menjadi percaya (ay 30-31). Bandingkan dengan Yoh 11:47-53  Yoh 12:9-11 yang menunjukkan adanya mujijat, yaitu pembangkitan Lazarus oleh Yesus, tetapi yang terjadi bukannya pertobatan dari orang-orang Yahudi, tetapi sikap tegar tengkuk, yang mereka wujudkan dengan ingin membunuh Yesus maupun Lazarus.

b)   Kita mempunyai Kitab Suci lengkap, bukan hanya Perjanjian Lama.
Kalau kelima saudara orang kaya itu tidak diberi mujijat, dan dianggap bisa percaya / bertobat karena mereka mempunyai Perjanjian Lama, apalagi kita yang hidup dalam jaman Perjanjian Baru, yang mempunyai seluruh Kitab Suci (Perjanjian Lama + Perjanjian Baru)!
Kitab Suci ini, khususnya Perjanjian Baru, memberitahu kita tentang kematian Yesus untuk dosa-dosa kita dan bahwa dengan percaya kepada Yesus kita pasti selamat.
Kita memang mempunyai keuntungan dibandingkan dengan orang-orang jaman Perjanjian Lama, yang hanya mempunyai Perjanjian Lama. Tetapi adanya keuntungan itu memberikan kita tanggung jawab yang lebih besar. Kalau kita tetap tidak percaya kepada Kristus, maka kita pasti akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari pada mereka yang tidak percaya / bertobat pada jaman Perjanjian Lama. Bdk. Luk 12:47-48. Karena itu cepatlah percaya, sebelum terlambat.

2)   Untuk saudara yang sudah percaya tetapi hidup menderita.
Penderitaan bisa disebabkan karena dosa. Jadi periksalah hidup saudara. Kalau memang ada dosa, bertobatlah.
Tetapi penderitaan menimpa saudara belum tentu karena dosa. Bisa justru karena saudara taat kepada Tuhan. Kalau ini kasus saudara, maka jangan menganggap Tuhan tidak adil. Jangan hanya melihat bagian yang kelihatan, lihatlah / renungkanlah bagian yang tidak kelihatan dalam cerita ini. Tetaplah ikut Tuhan dalam suka maupun duka. Nanti saudara akan bertemu Dia dalam Kerajaan Surga.

-AMIN-

ARAH HIDUP PAULUS (II KORINTUS 4:16-5:10)

Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div

I) Arah hidup Paulus.


1)   Manusia lahiriah Paulus semakin merosot (2Kor 4:16).
‘Manusia lahiriah’ bukan menunjuk kepada ‘manusia lama’, tetapi kepada ‘tubuh’. Keadaan makin merosot ini tentu bukan hanya berlaku atas diri Paulus, tetapi juga atas semua manusia, termasuk saudara dan saya. Tidak ada orang yang tambah lama tambah kuat atau tambah lama tambah sehat! Semua orang menjadi makin tua, makin lemah, dan makin sakit-sakitan!

2)   Paulus mengalami penderitaan.
2Kor 4:17 - ‘Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini. Ini terjemahan yang kurang tepat.
NIV: ‘For our light and momentary troubles’ (= Karena kesukaran / penderitaan kita yang ringan dan sementara).
RSV: ‘For this slight momentary affliction’ (= Karena penderitaan sementara yang ringan ini).
KJV: ‘For our light affliction, which is but for a moment (= Karena kesukaran / penderitaan kita yang ringan, yang hanya untuk sementara).
NASB: ‘For momentary, light affliction’ (= Karena penderitaan ringan dan sementara).

Sekalipun dalam 2Kor 4:17 ia mengatakan bahwa penderitaannya ringan dan bersifat sementara, tetapi sebetulnya penderitaannya ini:

a)   Sama sekali tidak ringan.
Bdk. 2Kor 5:4a - “Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan. Bandingkan juga dengan:
·    1Kor 4:9-13 - “(9) Sebab, menurut pendapatku, Allah memberikan kepada kami, para rasul, tempat yang paling rendah, sama seperti orang-orang yang telah dijatuhi hukuman mati, sebab kami telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia. (10) Kami bodoh oleh karena Kristus, tetapi kamu arif dalam Kristus. Kami lemah, tetapi kamu kuat. Kamu mulia, tetapi kami hina. (11) Sampai pada saat ini kami lapar, haus, telanjang, dipukul dan hidup mengembara, (12) kami melakukan pekerjaan tangan yang berat. Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; (13) kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah; kami telah menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran dari segala sesuatu, sampai pada saat ini”.
·   2Kor 1:8-9 - “(8) Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. (9) Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”.
·       2Kor 11:23-29 - “(23) Apakah mereka pelayan Kristus? - aku berkata seperti orang gila - aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. (24) Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, (25) tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. (26) Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. (27) Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, (28) dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat. (29) Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?”.

b)  Berlangsung terus menerus mulai saat ia bertobat sampai ia mati.
Ia mengatakan ‘sementara’ untuk mengkontraskan dengan penderitaan kekal di neraka.

Charles Hodge: “These afflictions in themselves, and as they affected Paul’s consciousness, were exceedingly great; ... His afflictions were not light in the sense of giving little pain. ... They were not momentary so far as the present life was concerned. They lasted from his conversion to his martyrdom” (= Penderitaan ini sendiri, dan ketika penderitaan itu menyerang kesadaran Paulus, adalah sangat hebat; ... Penderitaannya tidak ringan dalam arti bahwa penderitaan itu memberikan rasa sakit hanya sedikit. ... Penderitaan itu tidaklah bersifat sementara sejauh hidup yang sekarang ini yang dipersoalkan. Penderitaan itu berlangsung mulai saat pertobatannya sampai ia mati syahid) - hal 479-480.

3)   Jauh dari Tuhan.
2Kor 5:6b - ‘kami masih jauh dari Tuhan’.
KJV/NASB: ‘we are absent from the Lord’ (= kami absen dari Tuhan).
RSV/NIV: ‘we are away from the Lord’ (= kami jauh dari Tuhan).

Calvin: “‘We are absent from the Lord.’ Scripture everywhere proclaims, that God is present with us: Paul here teaches, that we are absent from him. This is seemingly a contradiction; but this difficulty is easily solved, when we take into view the different respects, in which he is said to be present or absent. ... He is present with his believing people by the energy of His Spirit; he lives in them, resides in the midst of them, nay more, within them. But in the mean time he is absent from us, inasmuch as he does not present himself to be seen face to face, because we are as yet in a state of exile from his kingdom, and have not as yet attained that blessed immortality, which the angels that are with him enjoy” (= Kita absen dari Tuhan. Kitab Suci dimana-mana menyatakan bahwa Allah hadir dengan kita: Paulus di sini mengajarkan bahwa kita absen dari Dia. Ini kelihatannya merupakan kontradiksi; tetapi kesukaran ini mudah untuk diselesaikan, pada waktu kita memperhatikan sudut pandang yang berbeda dimana Ia dikatakan hadir atau absen / tidak hadir. ... Ia hadir bersama umatNya yang percaya oleh kekuatan RohNya; Ia hidup di dalam mereka, tinggal di tengah-tengah mereka, bahkan lebih dari itu, Ia tinggal di dalam mereka. Tetapi sementara itu Ia absen dari kita, karena Ia tidak menghadirkan diriNya sendiri untuk dilihat muka dengan muka, karena kita masih ada dalam keadaan pengasingan dari kerajaanNya, dan belum mencapai ke-tidak-bisa-binasa-an yang mulia, yang dinikmati oleh para malaikat yang bersama dengan Dia) - hal 220-221.

Dalam penjelasannya tentang 2Kor 5:7 Calvin berkata: “He states the reason, why it is that we are now absent from the Lord - because we do not as yet see him face to face. (1Cor. 13:12.) The manner of that absence is this - that God is not openly beheld by us” [= Ia menyatakan alasan, mengapa kita sekarang absen dari Tuhan - karena kita belum melihatNya muka dengan muka. (1Kor 13:12). Cara ke-absen-an / ketidak-hadiran itu adalah ini - bahwa Allah tidaklah terlihat secara terbuka oleh kita] - hal 221.
Bdk. 1Kor 13:12 - “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal”.

4)   Mati.
2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”.
2Kor 5:8 - “tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan”.

a)   ‘kemah’.
Tubuh yang sekarang ini disebut ‘kemah’ untuk menunjukkan bahwa itu hanya bersifat sementara (bdk. 2Pet 1:13-14). Ini dikontraskan dengan ‘suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia’ (5:1b). NASB: ‘a building from God, a house not made with hands, eternal in the heavens’ (= suatu bangunan dari Allah, suatu rumah yang tidak dibuat oleh tangan, kekal di surga).
Bandingkan juga dengan Luk 16:9 yang sekalipun menggambarkan surga dengan sebutan ‘kemah’ tetapi menambahkan kata ‘abadi’. Juga bandingkan dengan Ibr 9:11 yang juga menyebutkan surga dengan istilah ‘kemah’, tetapi menambahkan kata-kata ‘yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, - artinya yang tidak termasuk ciptaan ini’.

b)   ‘dibongkar’.
NASB: ‘is torn down’ (= dibongkar / dirobohkan).
RSV/NIV: ‘is destroyed’ (= dihancurkan).
KJV: ‘were dissolved’ (= larut / hancur).

Kata-kata ‘kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar’ maupun kata-kata ‘beralih dari tubuh ini’ artinya sama, yaitu ‘mati’. Bandingkan dengan ayat-ayat di bawah ini:
·   Yes 38:9-12 - “(9) Karangan Hizkia, raja Yehuda, sesudah ia sakit dan sembuh dari penyakitnya: (10) Aku ini berkata: Dalam pertengahan umurku aku harus pergi, ke pintu gerbang dunia orang mati aku dipanggil untuk selebihnya dari hidupku. (11) Aku berkata: aku tidak akan melihat TUHAN lagi di negeri orang-orang yang hidup; aku tidak akan melihat seorangpun lagi di antara penduduk dunia. (12) Pondok kediamanku dibongkar dan dibuka seperti kemah gembala; seperti tukang tenun menggulung tenunannya aku mengakhiri hidupku; TUHAN memutus nyawaku dari benang hidup”.
·     2Pet 1:13-15 - “(13) Aku menganggap sebagai kewajibanku untuk tetap mengingatkan kamu akan semuanya itu selama aku belum menanggalkan kemah tubuhku ini. (14) Sebab aku tahu, bahwa aku akan segera menanggalkan kemah tubuhku ini, sebagaimana yang telah diberitahukan kepadaku oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (15) Tetapi aku akan berusaha, supaya juga sesudah kepergianku itu kamu selalu mengingat semuanya itu”.

Jelas bahwa bukan hanya Paulus yang pasti mengalami kematian. Kita semua, termasuk saudara, juga demikian!

Penerapan: apakah saudara pernah memikirkan bahwa suatu saat, lambat atau cepat, saudara pasti mati? Siapkah saudara kalau kematian itu terjadi saat ini?
Bdk. Maz 90:10,12 - “(10) Masa hidup kami 70 tahun dan jika kami kuat, 80 tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. ... (12) Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”.

5)   Menghadap takhta pengadilan Kristus.
2Kor 5:10 - “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”.

a)   Kristus akan menjadi Hakim pada akhir jaman; ini membuktikan bahwa Ia adalah Allah.
Charles Hodge: “As Christ is to be the judge, as all men are to appear before him, as the secrets of the hearts are to be the grounds of judgment, it is obvious that the sacred writers believed Christ to be a divine person, for nothing less than omniscience could qualify any one for the office here ascribed to our Lord” (= Karena Kristus akan menjadi Hakim, karena semua orang akan menghadap di hadapanNya, karena rahasia dari hati adalah dasar penghakiman, jelaslah bahwa penulis-penulis sakral / kudus percaya bahwa Kristus adalah Pribadi ilahi, karena hanya kemaha-tahuan yang bisa memenuhi syarat bagi siapapun untuk jabatan / tugas yang di sini dianggap sebagai milik Tuhan kita) - ‘I & II Corinthians’, hal 501.

b)   Menghadap takhta pengadilan Kristus.
Bukan hanya Paulus yang akan menghadap takhta pengadilan Kristus, semua orang, termasuk saudara, juga demikian! Kalau saudara sudah percaya kepadaNya, saudara tidak usah takut menghadapi hal itu.
1Yoh 4:17-18 - “(17) Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yaitu kalau kita mempunyai keberanian percaya pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. (18) Di dalam kasih yang sempurna tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut ia tidak sempurna di dalam kasih.
Tetapi kalau saudara belum percaya kepada Yesus, celakalah saudara pada waktu itu!

II) Hidup Paulus tetap benar. Mengapa bisa demikian?


1)   Paulus tidak tawar hati.
2Kor 4:16 - “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari”.
Mengapa Paulus bisa tidak tawar hati?

a)         Karena ia percaya adanya kebangkitan orang mati.
2Kor 4:14 - “Karena kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diriNya”.

b)   Karena ia percaya manusia batiniahnya diperbaharui dari hari ke hari.
2Kor 4:16b - ‘manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari’.
TB2: ‘manusia batiniah kami diperbarui dari hari ke hari’.
Tetapi benarkah manusia batiniah kita diperbarui dari hari ke hari? Bukankah kita sering merasa ada saat-saat dimana manusia batiniah kita justru makin merosot?
Pulpit Commentary: “Day by day? Ah! are there not idle days, apparently useless days, even days when prayer and holy service seem a burden? Doubtless; but we must not conclude that these seasons are altogether unprofitable. If we are learning nothing else, we are learning how weak and impotent we are, and how unreliable are our constitution and habits except we have daily renewing grace” (= Hari demi hari? Ah, apakah di sana tidak ada hari-hari yang sia-sia / terbuang percuma, kelihatannya merupakan hari-hari yang tak berguna, bahkan hari-hari dimana doa dan kebaktian / pelayanan kudus kelihatan sebagai suatu beban? Tidak diragukan; tetapi kita tidak boleh menyimpulkan bahwa saat-saat ini sama sekali tidak bermanfaat. Jika kita tidak sedang belajar sesuatu apapun, maka kita sedang belajar betapa lemah dan tak berdayanya kita, dan betapa tak dapat dipercayanya komponen-komponen yang membentuk kita dan kebiasaan kita kecuali kita mendapatkan kasih karunia yang memperbaharui kita setiap hari) - hal 99-100.

c) Karena ia menganggap penderitaannya ringan dan bersifat sementara (2Kor 4:17. Lihat pembetulan terjemahan di atas pada point I,2).
Kata ‘ringan’ dalam 2Kor 4:17 ini hanya dalam perbandingan dengan kemuliaan yang akan datang (dikontraskan dengan kata ‘weight’ dalam terjemahan NASB/Lit). Demikian juga kata ‘sementara’ tidak berarti ‘cuma sebentar’ tetapi dikontraskan dengan kata ‘kekal’.

Charles Hodge: “These afflictions in themselves, and as they affected Paul’s consciousness, were exceedingly great; ... His afflictions were not light in the sense of giving little pain. ... It was only by bringing these sufferings into comparison with eternal glory that they dwindled into insignificance. So also when the apostle says that his afflictions were but for a moment, it is only when compared with eternity. They were not momentary so far as the present life was concerned. They lasted from his conversion to his martyrdom” (= Penderitaan ini sendiri, dan ketika penderitaan itu menyerang kesadaran Paulus, adalah sangat hebat; ... Penderitaannya tidak ringan dalam arti bahwa penderitaan itu memberikan rasa sakit hanya sedikit. ... Hanya dengan membandingkan penderitaan ini dengan kemuliaan kekal maka penderitaan itu menjadi kecil sehingga tidak berarti. Begitu juga ketika sang rasul berkata bahwa penderitaannya hanya sebentar / singkat, itu hanya pada waktu dibandingkan dengan kekekalan. Penderitaan itu tidaklah bersifat sementara sejauh hidup yang sekarang ini yang dipersoalkan. Penderitaan itu berlangsung mulai saat pertobatannya sampai ia mati syahid) - hal 479-480.

d)   Karena ia percaya penderitaannya mengerjakan kemuliaan baginya.
2Kor 4:17 - ‘mengerjakan bagi kami’.
Lit: ‘works for us’.
Alangkah berbedanya sikap Paulus di sini dengan sikap Yakub dalam Kej 42:36, dimana Yakub berkata: ‘Aku inilah yang menanggung segala-galanya’. Ini salah terjemahan.
NIV: ‘Everything is against me’ (= Segala sesuatu menentang aku).
KJV/NASB: ‘all these things are against me’ (= Semua hal ini menentang aku).

Adam Clarke: “All these things are against me, said poor desponding Jacob; whereas, instead of being against him, all these things were for him” (= Semua hal-hal ini menentang aku, kata Yakub yang putus asa; padahal semua hal-hal itu bukannya menentang dia, tetapi untuk dia).

Pulpit Commentary:
·   “So God’s providences are often misinterpreted by his saints” (= Demikianlah providensia Allah sering disalah-mengerti / disalah-tafsirkan oleh orang-orang kudusNya).
·      “How often the believer says, ‘All these things are against me.’ when he is already close upon that very stream of events which will carry him out of his distress into the midst of plenty, peace, and joy of a healed heart in its recovered blessedness” (= Betapa sering orang percaya berkata: ‘Semua hal ini menentang aku’ pada saat ia sudah dekat dengan aliran peristiwa-peristiwa yang akan membawanya keluar dari kesukaran / penderitaan ke tengah-tengah kelimpahan, damai dan sukacita dari hati yang disembuhkan dalam keberkatan yang dipulihkan).

Pada saat itu Yakub sebetulnya sudah dekat sekali dengan kebahagiaan yang luar biasa dimana ia bertemu kembali dengan Yusuf, dan semua yang ia alami ini mengerjakan baginya pertemuan yang berbahagia itu, tetapi pada saat seperti itu ia justru menjadi putus asa, dan mengira bahwa segala sesuatu menentangnya.
Bagi kita, karena kita mengetahui Kej 43-dst, maka kita bisa melihat betapa bodohnya Yakub. Tetapi bagi Yakubnya sendiri pada saat itu, segalanya terlihat gelap gulita, sehingga ia menjadi putus asa.

Penerapan: Kalau saudara adalah seorang anak Tuhan yang sungguh-sungguh, maka Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah bekerja menentang saudara. Sebaliknya Ia selalu bekerja untuk saudara! Bdk. Ro 8:28 (KJV): “... all things work together for good to them that love God” (= ... segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah).
Karena itu kalau saudara adalah anak Allah, dan pada saat ini segalanya kelihatan gelap gulita bagi saudara, jangan putus asa seperti Yakub. Percayalah bahwa Allah mengarahkan semua itu pada kebaikan saudara, dan mungkin sekali, sama seperti Yakub, saudara sudah dekat sekali dengan saat yang akan sangat membahagiakan saudara!

e)   Ia tidak memperhatikan yang kelihatan / yang sementara tetapi yang tidak kelihatan / yang kekal.
2Kor 4:18 - “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal”.

2)   Tabah.
2Kor 5:6,8 - ‘tabah’.
NASB/RSV: ‘good courage’ (= tabah / teguh hati). Ini yang diterima oleh Hodge.
NIV/KJV: ‘confident’ (= yakin).
Sekalipun selama hidup ia tetap jauh dari Tuhan / absen dari Tuhan, tetapi ia tetap tabah / yakin. Mengapa? Karena ia berjalan / hidup dengan iman bukan dengan penglihatan.
2Kor 5:7 - “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat”.
NASB: ‘For we walk by faith not by sight’ (= Karena kita berjalan dengan iman bukan dengan penglihatan).
NIV: ‘We live by faith not by sight’ (= Kita hidup dengan iman bukan dengan penglihatan).
Absennya kita dari Tuhan / jauhnya kita dari Tuhan (2Kor 5:6b) menyebabkan kita harus berjalan dengan iman, bukan dengan penglihatan.

3)   Ia bukan hanya tidak takut mati, tetapi bahkan rindu pada kematian. Hal ini terlihat dari:

a)   2Kor 5:2-3.
·   2Kor 5:2 - “Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi (di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini).
*    Kata-kata yang saya letakkan dalam tanda kurung itu seharusnya tidak pernah ada. Dalam terjemahan-terjemahan bahasa Inggris maupun TB2-LAI bagian itu tidak ada.
*        2Kor 5:2 - ‘mengenakan’. Rumah di surga itu digambarkan sebagai pakaian (5:3).
Charles Hodge: “As the house from heaven is spoken of as a garment, being houseless is expressed by the word ‘naked’” (= Sebagaimana rumah dari surga dikatakan sebagai pakaian, ‘tidak mempunyai rumah’ dinyatakan oleh kata ‘telanjang’) - hal 494.
·    Mengeluh dalam 2Kor 5:2 ini disebabkan kerinduan pada surga, bukan seperti mengeluh dalam 2Kor 5:4 yang terjadi karena beratnya penderitaan.

b)   2Kor 5:4b - “karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama”. Ini salah terjemahan. TB2-LAI juga tidak memperbaiki kesalahan ini.
NASB: ‘because we do not want to be unclothed, but to be clothed’ (= karena kita tidak mau telanjang, tetapi berpakaian).
Mungkin artinya sama seperti 5:8 - “terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan”.
Jadi ini lagi-lagi menunjukkan keinginan untuk mati.

Mengapa Paulus bisa tidak takut mati, dan bahkan rindu pada kematian?

1.   Karena ia yakin akan keselamatannya.
¨      2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”.
Kata ‘tahu’ (bdk. 1Yoh 5:13) menunjukkan bahwa Paulus yakin akan keselamatannya. Demikian juga semua orang kristen harus yakin akan keselamatannya.
¨      2Kor 5:5 - “Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita”.
Allahlah yang mempersiapkan kita supaya sesuai dengan rumah di surga itu, dan Ia memberikan kita Roh KudusNya sebagai jaminan.
Charles Hodge: “All therefore in whom the Spirit dwells, i.e. manifests his permanent presence by producing within them the Christian graces, have the pledge of immediate admission into heaven when they die, and of a glorious resurrection when the Lord comes” (= Karena itu semua di dalam siapa Roh itu tinggal, yaitu menyatakan kehadiranNya yang permanen dengan menghasilkan di dalam mereka kasih karunia Kristen, mempunyai jaminan tentang ijin masuk ke surga langsung pada waktu mereka mati, dan tentang kebangkitan yang mulia pada saat Tuhan datang) - hal 496.

Tetapi bagaimana ia bisa yakin akan masuk surga padahal 2Kor 5:10 mengatakan: “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”. Bukankah Paulus juga banyak dosanya seperti yang ia akui sendiri dalam Ro 7:18-19  1Tim 1:15  Gal 1:13  Fil 3:6a dsb? Jelas karena ia percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat dosanya. Ini menyebabkan ia tidak mungkin bisa dihukum (Ro 8:1 - “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus”).

Charles Hodge: “according to Scriptures and the doctrine of all Protestant churches, the blood of Jesus Christ cleanses from all sin, whether committed before or after baptism or conversion. ... On the ground of the one offering of Christ, by which those who believe are forever sanctified, (i.e. atoned for,) God does not impute to the penitent believer his sins unto condemnation. He is not judged by the law or treated according to its principles, for then no man could be saved. But he is treated as one for all whose sins, past, present, and future, an infinite satisfaction has been made, and who has a perpetual claim to that satisfaction so long as he is united to Christ by faith and the indwelling of his Spirit. ... The sacrifice of Christ avails for the sins committed from the foundation of the world to the final consummation. It affords a permanent and all-sufficient reason why God can be just and yet justify the ungodly” [= menurut Kitab Suci dan doktrin / ajaran semua gereja-gereja Protestant, darah Yesus Kristus menyucikan / membersihkan dari semua dosa, apakah itu dilakukan sebelum atau sesudah baptisan atau pertobatan. ... Berdasarkan satu korban Kristus, dengan mana mereka yang percaya dikuduskan (yaitu ditebus) untuk selamanya, Allah tidak memperhitungkan kepada orang percaya yang sudah menyesal / bertobat dosa-dosanya kepada penghukuman. Ia tidak dihakimi oleh hukum atau diperlakukan menurut prinsip-prinsip dari hukum itu, karena kalau demikian tidak ada orang yang bisa diselamatkan. Tetapi ia diperlakukan sebagai seseorang untuk siapa dosa-dosanya, yang lampau, yang sekarang, dan yang akan datang, telah dibuatkan pelunasan / penebusan yang tak terbatas, dan yang mempunyai hak yang kekal terhadap pelunasan / penebusan itu asalkan ia dipersatukan dengan Kristus oleh iman dan penghunian RohNya. ... Korban Kristus bermanfaat untuk dosa-dosa yang dilakukan sejak penciptaan dunia sampai akhir jaman. Itu memberikan alasan yang kekal dan mencukupi segala sesuatu mengapa Allah bisa adil dan tetap membenarkan orang yang jahat] - ‘I & II Corinthians’, hal 502-503.

2.   Karena ia percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.

¨      2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”.
NIV/NASB: ‘we have a building from God’.
Perhatikan kata ‘have’ yang ada dalam present tense. Ini menunjukkan bahwa begitu kita mati kita langsung mendapatkan rumah itu.

Charles Hodge: “The present tense, EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the other; there is no perceptible interval between the dissolution of the earthly tabernacle and entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the body it is in heaven. ... The soul therefore at death enters a house whose builder is God” (= Present tense, EKHOMEN, digunakan karena peristiwa yang satu langsung mengikuti yang lain; di sana tidak ada selang waktu yang terlihat di antara hancurnya kemah duniawi dan masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa meninggalkan tubuh, jiwa itu ada di surga. ... Karena itu pada saat kematian jiwa memasuki suatu rumah yang pembangunnya adalah Allah) - hal 489.

¨      5:8b: ‘terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.
NASB: ‘to be at home with the Lord’ (= ada di rumah bersama Tuhan).
NIV: ‘at home with the Lord’ (= di rumah bersama Tuhan).
Lit: ‘to come home to the Lord’ (= pulang ke rumah kepada Tuhan).
Jadi, ini menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’ sama dengan ‘pulang ke rumah Bapa’ dan ini menunjukkan bahwa begitu seorang kristen mati ia langsung masuk surga.
Catatan: bagian ini juga menunjukkan bahwa keinginannya untuk mati, bukanlah sekedar merupakan keinginan yang bersifat egois untuk bebas dari segala penderitaan duniawi, tetapi karena ia ingin bersama dengan Tuhan. Bdk. Fil 1:23 - “aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus”.

Charles Hodge: “The soul of the believer does not cease to exist at death. It does not sink into a state of unconsciousness. It does not go into purgatory; but, being made perfect in holiness, it does immediately pass into glory. As soon as it is absent from the body, it is present with the Lord” (= Jiwa dari orang percaya tidak berhenti ada pada saat kematian. Jiwa itu tidak tenggelam / terbenam ke dalam keadaan tidak sadar. Jiwa itu tidak pergi ke api penyucian; tetapi, setelah disempurnakan dalam kekudusan, jiwa itu langsung masuk ke dalam kemuliaan. Begitu jiwa itu absen dari tubuh, jiwa itu hadir bersama Tuhan) - hal 488-489.

3.   Karena tanpa kematian ia tidak bisa masuk surga.
Calvin: “they feel this life to be a burden, because in it they cannot enjoy true and perfect blessedness, because they cannot escape from the bondage of sin otherwise than by death, and hence they aspire to be elsewhere” (= mereka merasa hidup ini sebagai suatu beban, karena mereka tidak bisa melepaskan diri dari belenggu dosa selain oleh kematian, dan karena itu mereka ingin ada di tempat lain) - hal 218-219.
Bdk. 1Kor 15:50 - ‘daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah’. Karena itu harus mati dulu baru bisa masuk surga.

4)   Baik hidup atau mati Paulus berusaha menyenangkan Tuhan.
2Kor 5:9 - “Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepadaNya”.
NASB: ‘Therefore also we have as our ambition, whether at home or absent, to be pleasing to Him’ (= Karena itu juga kita mempunyai sebagai ambisi kita, apakah di rumah atau absen, untuk memperkenan / menyenangkan Dia).
Bdk. Ro 14:8 - “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan”.
Penerapan: apakah saudara mempunyai ambisi untuk menyenangkan Tuhan. Atau hanya ambisi untuk sukses secara duniawi, menjadi kaya, dsb.?

Mengomentari tentang 2Kor 5:10 (menghadap takhta pengadilan Kristus), William Barclay berkata: “Even when Paul was thinking of the life to come, he never forgot that we are on the way not only to glory, but also to judgment” (= Bahkan pada waktu Paulus sedang berpikir tentang kehidupan yang akan datang, ia tidak pernah melupakan bahwa kita ada dalam jalan bukan hanya menuju kemuliaan, tetapi juga menuju penghakiman) - hal 206.

Memang penebusan Kristus menyebabkan kita yang percaya kepadaNya tidak lagi bisa dihukum, tetapi pahala di surga tergantung pada kehidupan kita. Makin kita hidup memperkenan Allah, makin besar pahala kita, dan sebaliknya. Karena itu Paulus berusaha untuk hidup berkenan kepada Allah (2Kor 5:9). Kita seringkali cuma memikirkan tentang masuk surganya, sehingga kita cuma kepingin mati, tetapi kita tidak berusaha memperkenan Allah.

Penutup.


Semua orang mengalami kemerosotan secara jasmani, mengalami penderitaan, dan akhirnya akan mati dan menghadap pengadilan Kristus.

Kita bisa menghadapi semua itu dengan cara yang salah, misalnya:
·         dengan tetap tidak mau percaya kepada Yesus.
·         dengan menjadi kecewa dan putus asa.
·         dengan mengarahkan hidupnya pada hal-hal duniawi, khususnya uang.
·         dengan berjalan dengan penglihatan, bukan dengan iman.
·         dengan hidup memperkenan diri sendiri, bukan memperkenan Allah.
·         dengan sikap takut pada kematian dan pada penghakiman akhir jaman.

Tetapi kita juga bisa menghadapi semua itu dengan cara yang benar, seperti yang dilakukan oleh Paulus. Yang mana yang saudara pilih?


-AMIN-