Minggu, 16 Maret 2014

UNCONDITIONAL ELECTION (PEMILIHAN TANPA SYARAT) - Part 2




Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div

  
6) Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme.

a)     Arti kata.

1. Kata Supralapsarianisme berasal dari bahasa Latin SUPRA (= above, beyond / di atas, melebihi) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).
Ingat kata ‘SUPRANATURAL’, yang artinya ‘melampaui yang alamiah’ atau ‘gaib’. Juga kata SUPRA sama artinya dengan kata ‘SUPER’. Ingat kata-kata seperti SUPERMAN (= melebihi manusia), SUPERSONIC (= melebihi / di atas kecepatan suara), SUPERIOR (= lebih tinggi / atasan), dsb.

2. Kata Infralapsarianisme berasal dari bahasa Latin INFRA (= below / di bawah) + LAPSUS (= fall / kejatuhan).
Mungkin kata ‘INFERIOR’ (= lebih rendah) berasal dari kata ini.

3. Infralapsarianisme mempunyai nama lain, yaitu Sublapsarianisme. Sekalipun istilah ini mirip dengan Supralapsarianisme, tetapi sebetulnya artinya sama dengan Infralapsarianisme. Kata Sub’ sama artinya dengan kata ‘Infra’. Ingat kata-kata seperti SUBSONIC (= dibawah kecepatan suara), SUBMARINE (= kapal selam, kapal yang begerak di bawah permukaan laut), SUBCONSCIOUS (= di bawah sadar).

b)     Perbedaan yang salah dan yang benar.

1. Perbedaan yang salah.
Ada orang yang beranggapan bahwa perbedaan antara Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme adalah bahwa dalam persoalan dosa, Supralapsarianisme percaya pada efficient decree (= ketetapan effisien), sehingga menganggap Allah sebagai pencipta dosa (God is the author of sin), dan Infralapsarianisme percaya pada permissive decree (= ketetapan yang mengijinkan). Ini salah!

William G. T. Shedd: “And here is the place to notice the error of those who represent supralapsarianism as differing from infralapsarianism by referring sin to the efficient decree, thereby making God the author of it. ... But both schemes alike refer sin to the permissive decree, and both alike deny that God is the author of sin” (= Dan di sini adalah tempat untuk memperhatikan kesalahan dari mereka yang menggambarkan Supralapsarianisme sebagai berbeda dengan Infralapsarianisme karena menghubungkan dosa dengan ketetapan yang effisien, dan dengan itu membuat Allah sebagai pencipta dosa. ... Tetapi kedua pola sama-sama menghubungkan dosa dengan ketetapan yang mengijinkan, dan keduanya sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 33-34.

Penjelasan: ingat bahwa istilah-istilah yang saya garis bawahi dalam kutipan di atas, adalah istilah-istilah dalam theologia Reformed.
‘Ketetapan yang effisien’ artinya adalah Allah menetapkan dosa, dan dalam pelaksanaannya Ia bekerja secara aktif / positif dalam diri orang yang ditetapkan untuk berbuat dosa itu, sehingga dosa terjadi. Karena Ia bekerja secara aktif, maka tak bisa dihindarkan lagi, Ia menjadi Pencipta dosa.
‘Ketetapan yang mengijinkan’ tidak boleh diartikan bahwa Allah tidak menetapkan, tetapi hanya sekedar mengijinkan. Allahnya tetap menetapkan, dan dosa yang ditetapkan itu pasti terjadi, tetapi dalam pelaksanaan dari ketetapan itu, Allahnya bekerja secara pasif, yaitu dengan mencabut kasih karuniaNya, mengijinkan second causes / penyebab-penyebab kedua (setan, manusia dsb) untuk bekerja, sehingga dosa itu terjadi.
Ada orang-orang yang menganggap bahwa ini adalah perbedaan antara Infralapsarianisme dengan Supralapsarianisme, tetapi ini salah! Perbedaannya sama sekali bukan itu. Karena seperti dikatakan oleh Shedd dalam kutipan di atas, baik Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme sama-sama percaya pada ‘ketetapan yang mengijinkan’, bukan pada ‘ketetapan effisien’. Juga baik Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme sama-sama menyangkal bahwa Allah adalah pencipta dosa.

2. Perbedaan yang benar.
William G. T. Shedd: “The difference between them relates to an altogether different point: namely, the order in which the decree of election and reprobation stand to that of creation (= Perbedaan antara mereka berhubungan dengan suatu hal yang sama sekali berbeda: yaitu, urut-urutan dalam mana ketetapan pemilihan dan penentuan binasa berada dalam hubungannya dengan penciptaan) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 34-35.

Catatan: Saya berpendapat bahwa mengingat arti kata Supralapsarianisme dan Infralapsarianisme, maka lebih tepat kalau kata ‘creation’ (= penciptaan) dalam kata-kata William G. T. Shedd ini diganti dengan ‘fall’ (kejatuhan ke dalam dosa).

Infralapsarianisme:
1.     Penciptaan.
2.     Kejatuhan ke dalam dosa.
3.     Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.
4.     Penebusan oleh Yesus Kristus.

Supralapsarianisme:
1.     Pemilihan untuk selamat dan penentuan binasa.
2.     Penciptaan.
3.     Kejatuhan ke dalam dosa.
4.     Penebusan oleh Yesus Kristus.

Ingat bahwa baik urut-urutan dalam Supralapsarianisme maupun dalam Infralapsarianisme adalah urut-urutan dalam pemikiran Allah, bukan dalam terjadinya / pelaksanaan rencana itu!

c) Urut-urutan dalam pemikiran Allah dalam Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme bukanlah urut-urutan chronologis / waktu, tetapi hanya urut-urutan berdasarkan logika.
Pada waktu Allah membuat rencana, karena Ia maha kuasa, maha tahu dsb, maka Ia membuat seluruh rencana sekaligus dalam seketika. Ia bukan manusia, yang karena keterbatasan pemikirannya harus membuat rencananya secara bertahap. Karena itu sebetulnya dalam pemikiran Allah itu tidak ada urut-urutan, baik seperti pada Infralapsarianisme maupun pada Supralapsarianisme. Urut-urutan yang ada hanyalah secara logika, bukan secara khronologis.

Loraine Boettner: “It is also true that there are some things here which cannot be put into the time mould, - that these events are not in the Divine mind as they are in ours, by a succession of acts, one after another, but that by one single act God has at once ordained all these things. In the Divine mind the plan is a unit, ... All of the decrees are eternal. They have a logical, but not a chronological, relationship. Yet in order for us to reason intelligently about them we must have a certain order of thought” (= Juga benar bahwa ada hal-hal di sini yang tidak bisa dimasukkan ke dalam cetakan waktu, - bahwa peristiwa-peristiwa ini tidak ada dalam pikiran ilahi seperti mereka ada dalam pikiran kita, oleh tindakan-tindakan yang berturut-turut / beriring-iringan, satu setelah yang lain, tetapi bahwa oleh satu tindakan Allah sekaligus telah menentukan semua hal-hal ini. Dalam pikiran ilahi rencana itu adalah satu kesatuan, ...  Semua ketetapan adalah kekal. Mereka mempunyai hubungan logika, bukan hubungan chronologis. Tetapi supaya kita bisa memikirkan / mempertimbangkan secara cerdas tentang mereka, kita harus mempunyai suatu urut-urutan permikiran tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 129.

Ini menyebabkan R. L. Dabney menganggap bahwa sebetulnya baik Supralapsarianisme maupun Infralapsaria-nisme adalah salah (tetapi kalau disuruh memilih di antara 2 pandangan itu ia memilih Infralapsarianisme). Ia berkata:
“In my opinion this is a question which never ought to have been raised. Both schemes are illogical and contradictory to the true state of facts. ... God’s decree has no succession; and to Him no successive order of parts; because it is a contemporaneous unit, comprehended altogether, by one infinite intuition. In this thing, the statement of both parties are untrue to God’s thought (= Dalam pandangan saya ini adalah pertanyaan yang tidak pernah boleh dipertanyakan. Kedua pola adalah tidak logis dan bertentangan dengan fakta sebenarnya. ... Ketetapan Allah tidak mempunyai urut-urutan; dan bagi Dia tidak ada bagian-bagian yang berurutan; karena itu adalah suatu kesatuan yang bersamaan, dimengerti secara keseluruhan, oleh pengertian langsung yang tak terbatas. Dalam hal ini, pernyataan dari kedua golongan adalah tidak benar bagi pikiran Allah) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.

Tetapi John Murray, dalam tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT), berkata sebagai berikut:
“This consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however, rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought and conception quite apart from the order of temporal sequence” (= Pertimbangan bahwa rencana pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan pengertian, terlepas dari urut-urutan waktu).

John Murray mendukung hal ini menggunakan Ro 8:29.
Ro 8:29 (NIV): “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara).

Secara implicit ditunjukkan bahwa ‘foreknew’ (= diketahui lebih dulu) mendahului ‘predestined’ (= dipredestinasikan), padahal jelas bahwa baik ‘foreknew’ maupun ‘predestined’ adalah hal-hal yang terjadi di dalam kekekalan.

Jadi sekalipun memang dalam pemikiran dan perencanaan Allah tidak ada urut-urutan, karena semua terjadi sekaligus, tetapi secara logika, ada urut-urutannya.

d) Posisi Agustinus dan Calvin.
Agustinus memegang Infralapsarianisme, tetapi Calvin sukar ditentukan posisinya sehingga Calvin diclaim oleh kedua belah pihak.

Philip Schaff: “Calvin was claimed by both schools” (= Calvin diclaim oleh kedua golongan / aliran) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 553.

Charles Hodge: “The position of Calvin himself as to this point has been disputed. As it was not in his day a special matter of discussion, certain passages may be quoted from his writings which favour the supralapsarian and other passages which favour the infralapsarian view” (= Posisi Calvin sendiri dalam hal ini diperdebatkan. Karena pada jamannya hal ini bukanlah suatu persoalan khusus yang dipersoalkan, bagian-bagian tertentu bisa dikutip dari tulisannya yang mendukung Supralapsarianisme dan bagian-bagian lain yang mendukung Infralapsarianisme) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 316.

e) Supralapsarianisme.
Sangat sedikit orang Reformed / Calvinist yang memegang posisi Supralapsarianisme, salah satunya adalah Herman Hoeksema (‘Reformed Dogmatics’, hal 161-dst).
Dasar yang ia pakai adalah:

1. Sejarah menunjukkan bahwa urut-urutan terjadinya hal-hal ini adalah:
a.     Pelaksanaan penciptaan.
b.     Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.
c.     Pelaksanaan Predestinasi.

Ini memang sesuai dengan posisi Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana’ dan ‘urut-urutan terjadinya rencana’ memang seringkali terbalik.

Contohnya, kalau saya merencanakan untuk membangun rumah, maka ‘urut-urutan rencana’ adalah:
a. Tujuan saya untuk tinggal dalam sebuah rumah.
b. Rencana membangun rumah.
c. Pemilihan tempat, model, pemborong, dsb.

Tetapi dalam pelaksanaan / terjadinya rencana’ membangun rumah itu, urut-urutannya terbalik.
a. Saya memilih tempat, model, pemborong lebih dulu.
b. Lalu saya membangun rumah.
c. Baru akhirnya saya tinggal di rumah itu.

Kesimpulannya: sekalipun sejarah terjadinya rencana Allah’ sesuai dengan urut-urutan Infralapsarianisme, tetapi ‘urut-urutan rencana Allah’ itu sebenarnya sesuai dengan urut-urutan Supralapsarianisme.

Jawab:
·       Cara berargumentasinya memang cukup menarik, tetapi tidak berdasarkan Kitab Suci.
·       R. L. Dabney menjawab argumentasi ini dengan berkata:
“The view from which it starts, that the ultimate end must be first in design, and then the intermediate means, is of force only with reference to a finite mind” (= Pandangan yang mendasarinya, yaitu bahwa tujuan terakhir haruslah pertama dalam perencanaan, dan sesudah itu cara / jalan yang ada di antaranya, hanya berlaku berkenaan dengan pikiran yang terbatas) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.
Saya berpendapat kata-kata Dabney ini tak terlalu kuat. Bahkan dalam pemikiran Allah, kebalikan seperti itu bisa terjadi. Misalnya, Allah pasti merencanakan kematian Kristus dulu, dan baru merencanakan kelahiranNya sebagai manusia. Dan dalam pelaksanaannya, urut-urutannya terbalik, karena Yesus lahir dulu, baru mengalami kematian.
·       Saya berpendapat bahwa urut-urutan ‘rencana’ dan ‘terjadinya rencana’ tidak selalu terbalik. Misalnya orang biasanya bukan merencanakan untuk mempunyai anak dulu baru menikah supaya bisa mempunyai anak, tetapi merencanakan pernikahan dulu dan baru setelah itu merencanakan anak. Dan dalam pelaksanaannya urut-urutannya juga tetap seperti itu.
·       Pelaksanaan rencana Allah dalam sejarah, kalau dibalik, maka urut-urutannya adalah:
a. Pelaksanaan Predestinasi.
b. Pelaksanaan kejatuhan ke dalam dosa.
c. Pelaksanaan penciptaan.
Ini tidak sama dengan urut-urutan dalam Supralapsa-rianisme!

2. Ro 9:20-21, karena di sana untuk menjawab pertanyaan yang ia ajukan dalam Ro 9:19, Paulus tidak berkata: ‘Siapakah engkau, orang berdosa, sehingga engkau membantah Allah? Kita telah jatuh ke dalam dosa dan tidak mempunyai hak terhadap hidup dan keselamatan. Karena itu, Allah bisa dengan adil menolak kita semua’. Kalau Infralapsarianisme yang benar, seharusnya Paulus berkata begitu. Tetapi ternyata Paulus menjawab menggunakan kedaulatan Allah.

Jawab:
Dalam Ro 9:19-21 itu Paulus menjelaskan Predestinasi dalam hubungannya dengan tanggung jawab manusia. Jadi Ro 9:20-21 itu adalah suatu jawaban terhadap Arminianisme, pada waktu mereka menyerang Calvinisme dengan berkata: ‘Kalau semua sudah ditentukan, manusia tidak mempunyai tanggung jawab’. Kalau jawaban dalam Ro 9:20-21 itu memang ditujukan untuk menjawab keberatan dari Arminianisme, maka tentu saja jawaban itu tidak mempersoalkan Infralapsarianisme ataupun Supralap-sarianisme.

Catatan: sekalipun pada jaman Paulus Arminianisme belum ada, tetapi pandangan Arminian, yaitu pandangan yang menentang kedaulatan Allah / predestinasi, jelas sudah ada.

f)      Infralapsarianisme.
Dasar yang dipakai:

1. Banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa orang-orang pilihan (elect) dipilih dari antara orang yang sudah jatuh ke dalam dosa, seperti:
·       Yoh 15:19b - “Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu”.
Jadi, Allah memilih orang-orang pilihannya dari dunia ini. Ini menunjukkan mereka dipilih dari kalangan orang yang telah jatuh ke dalam dosa.
·       Ef 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya”.
Ef 1:4 ini menunjukkan bahwa kita dipilih dalam Kristus, dan secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa dan membutuhkan Penebus. Lebih jauh lagi, Ef 1:4 ini mengatakan ‘supaya kita kudus dan tak bercacat’, dan ini jelas menunjukkan bahwa kita yang dipilih itu adalah orang-orang berdosa.
·       2Tes 2:13b - “Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai”.
Adanya kata-kata ‘memilih kamu untuk diselamatkan dan ‘Roh yang menguduskan kamu’, jelas menunjukkan bahwa orang pilihan itu sudah jatuh ke dalam dosa.
·       1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya”.
Ayat ini menunjukkan bahwa orang pilihan itu ‘dikuduskan oleh Roh’, dan ‘menerima percikan darah Kristus’. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa orang yang dipilih itu sudah jatuh ke dalam dosa.
·       Ro 9:15-16,18,23 - “(15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. ... (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya. ... (23) justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk kemuliaan”.
Pemilihan adalah suatu tindakan belas kasihan, dan ini jelas menunjukkan bahwa orang-orang pilihan itu dipilih dari orang yang sudah jatuh ke dalam dosa.

2. Sekarang perhatikan bagaimana Paulus menggambarkan orang-orang yang termasuk reprobate / tak dipilih.
Ro 9:22 - “Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan”.
Kata-kata ‘murka’ dan ‘kesabaran’ secara tidak langsung jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak dipilih itu adalah manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, karena kalau manusia itu tidak berdosa, tidak mungkin Allahnya murka, dan juga tidak dibutuhkan kesabaran di pihak Allah.

3. Ro 8:29-30 (NIV): “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).
Perhatikan bahwa foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) mendahului predestinasi! Dalam arti apapun Allah mengetahui lebih dulu tentang orang-orang itu, yang jelas mereka sudah dibayangkan ada lebih dulu, dan baru setelah itu dipredestinasikan. Ini jelas cocok dengan Infralap-sarianisme yang menempatkan penciptaan (yang membuat orang itu menjadi ada) lebih dulu dari predestinasi.

4. Robert L. Dabney:
·       “An object must be conceived as existing, in order to have its destiny given to it” (= Suatu obyek harus dibayangkan sebagai ada, supaya bisa diberikan tujuan kepadanya) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 233.
·       “... these diviners represent God as planning man’s creation and fall, as a means for carrying out His predestination, instead of planning his election as a means for repairing his fall” [= ... para ahli theologia ini (maksudnya ahli theologia yang percaya pada Supralapsarianisme) menggambarkan Allah merencanakan penciptaan manusia dan kejatuhan ke dalam dosa, sebagai cara / jalan untuk melaksanakan PredestinasiNya, dan bukannya merencanakan pemilihan manusia sebagai suatu cara / jalan untuk memperbaiki kejatuhannya] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 232.

5. Serangan terhadap Supralapsarianisme:
a. Kalau Supralapsarianisme menomersatukan predestinasi, lalu makhluk apa yang dipredestinasikan itu? Bukankah manusia? Kalau ya, bukankah manusia itu harus dibayangkan ada lebih dulu? Lalu bagaimana mungkin pemikiran tentang penciptaan ditempatkan pada no 2?
b. Lalu predestinasi itu memilih orang-orang untuk diselamatkan dari apa? Bukankah dari dosa? Kalau demikian, bagaimana mungkin kejatuhan dalam dosa baru ada pada urutan no 3? Dan dalam predestinasi ada penetapan binasa. Orang-orang itu ditetapkan binasa karena apa? Bukankah dosanya harus dibayangkan ada lebih dulu, baru bisa membayangkan / merencanakan untuk menghukum mereka?

g) Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah:
Seluruh Reformed / Calvinisme terbagi dua dalam persoalan ini: Infralapsarianisme dan Supralapsarianisme, dan dua-duanya sama-sama percaya bahwa dosa itu ada dalam Rencana Allah! Tidak ada golongan Reformed / Calvinist yang tidak percaya pada penetapan dosa! Dengan kata lain, orang yang tidak mempercayai bahwa Allah menetapkan dosa, tidak berhak menyebut dirinya sebagai ‘Reformed / Calvinist’!

IV) Exposisi Ro 9:6-29.

Ini adalah bagian Kitab Suci yang terpenting, terpanjang dan mungkin terlengkap yang membahas Predestinasi, dan karena itu saya akan memberikan exposisi dari bagian ini.
Supaya bisa membahas bagian ini sesuai dengan kontexnya, sebelum kita mulai membahas ay 6, mari kita membaca Ro 9:1-5 - “(1) Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, (2) bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. (3) Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. (4) Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji. (5) Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.
Dalam Ro 9:1-5 ini kita melihat Paulus menyatakan kesedihannya karena banyak orang Yahudi, yang sebetulnya adalah bangsa pilihan, menolak Kristus, sehingga tentu tidak akan selamat.

Ay 6: “Akan tetapi firman Allah tidak mungkin gagal. Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel”.

‘Firman Allah tidak mungkin gagal’ (ay 6a). Ini ditekankan oleh Paulus, karena ia takut bahwa kesedihannya dalam ay 2-3 ditafsirkan seakan-akan rencana / firman Tuhan tentang Israel gagal. Karena itu sekarang ia menjelaskan bahwa ‘tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel’ (ay 6b). Dengan ini ia menunjukkan bahwa janji / firman Tuhan tentang pemilihan Israel memang tidak pernah dimaksudkan untuk seluruh Israel. Jadi, adanya banyak orang Israel yang menolak Kristus tidak membuktikan gagalnya rencana / firman Allah.

Ay 7-9: “(7) dan juga tidak semua yang terhitung keturunan Abraham adalah anak Abraham, tetapi: ‘Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu.’ (8) Artinya: bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar. (9) Sebab firman ini mengandung janji: ‘Pada waktu seperti inilah Aku akan datang dan Sara akan mempunyai seorang anak laki-laki.’”.

a) Untuk membuktikan kebenaran kata-katanya dalam ay 6, maka dalam ay 7 ini Paulus mulai membahas dari Abraham. Ay 7 ini mengatakan bahwa tidak semua keturunan Abraham adalah anak Abraham. Bdk. Kej 17:19-21 - “(19) Tetapi Allah berfirman: ‘Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjianKu dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. (20) Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. (21) Tetapi perjanjianKu akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga.’”.
Paulus juga menambahkan ay 7b yang ia kutip dari Kej 21:12 - “Tetapi Allah berfirman kepada Abraham: ‘Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak.
Dengan kata-kata ini Paulus menunjukkan bahwa pemilihan tidak tergantung keturunan secara daging / jasmani.

Martin Luther mengomentari bagian ini dengan berkata: Jika Israel pasti adalah orang pilihan karena mereka adalah keturunan jasmani dari Abraham, maka pasti Ismael dan anak-anak Ketura (istri ketiga dari Abraham - Kej 25:1-dst) juga adalah orang pilihan. Tetapi jelas bahwa baik Ismael maupun anak-anak Ketura bukanlah orang pilihan, dan karena itu jelas bahwa Israelpun tidak semuanya adalah orang pilihan!

b) Dalam ay 8 ada istilah ‘anak-anak daging’ dan ‘anak-anak perjanjian’.
Yang disebut ‘anak-anak daging’ adalah keturunan Abraham yang tidak mempunyai apapun yang lain selain fakta bahwa mereka diturunkan secara jasmani oleh Abraham.
Sedangkan yang disebut ‘anak-anak perjanjian’ adalah mereka yang secara khusus dipilih oleh Tuhan. Inilah orang pilihan yang sejati.

c) Ay 9b dikutip dari Kej 18:10.

d) Dari ay 7-9 ini terlihat bahwa sekalipun Abraham mempunyai banyak anak, tetapi yang merupakan pilihan Tuhan hanyalah satu yaitu Ishak.

Ay 10: “Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita”.

‘Bukan hanya itu saja’ artinya: bukan hanya kasus pemilihan Ishak dan penolakan Ismael, tetapi ada juga kasus lain, yaitu pemilihan Yakub dan penolakan Esau.
Ini ditambahkan karena dalam persoalan Ismael dan Ishak, orang bisa berkata bahwa Ismael ditolak karena ia adalah anak seorang hamba. Sekarang dalam ay 10 Paulus memberikan contoh tentang Ribka yang mengandung dari satu orang yaitu dari Ishak, dan bahkan melahirkan anak kembar, tetapi dari kedua anak kembar itu yang satu dipilih dan yang lain ditolak! Jadi terlihat dengan lebih jelas bahwa penggenapan janji Tuhan tidak terjadi pada semua anak secara daging / jasmani.

Ay 11: “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya”.

Adam Clarke: “‘For the children being not yet born.’ Since the word ‘children’ is not in the text, the word ‘nations’ would be more proper; for it is of nations that the apostle speaks, as the following verses show, as well as the history to which he refers” (= ).
Ini tafsiran gila! Ay 12 masih membicarakan individu! Juga kata ‘dilahirkan’ dan ‘belum melakukan yang baik atau yang jahat’ dalam ay 11 ini jelas menunjuk kepada individu-individu, yaitu Yakub dan Esau!

Mulai ayat ini Paulus tidak hanya menekankan pemilihan / predestinasi, tetapi juga menekankan bahwa pemilihan itu tidak tergantung perbuatan baik manusia, tetapi hanya tergantung pada kehendak Allah. Ini ditekankannya dengan menyatakan 2 hal yaitu:

a) Dengan kata-kata ‘Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat’ (ay 11a).
Dengan kata-kata ini, Paulus menunjukkan bahwa dalam Allah melakukan pemilihan, Ia sama sekali tidak dipengaruhi oleh perbuatan orang itu, karena pemilihan dilakukan sebelum perbuatannya dilakukan.

Orang yang menganggap bahwa Allah memilih karena tahu lebih dulu bahwa orangnya akan mau percaya dan bakal menjadi baik, harus menjelaskan mengapa dalam ay 11 ini ada kata-kata “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat”! Kalau memang Allah memilih karena tahu bahwa orangnya bakal beriman / menjadi baik, bukankah kalimat ini seharusnya dibuang? Dengan adanya kalimat ini bukankah semuanya jadi membingungkan?

Disamping itu, dalam diri manusia yang sudah rusak karena dosa, sebetulnya Allah tidak melihat kebaikan apapun yang akan terjadi (God could foresee nothing good), kecuali kalau Ia memberi kasih karunia kepada mereka untuk bisa percaya dan berubah menjadi baik (Ingat pelajaran di depan tentang doktrin Total Depravity / kebejatan total, yang menunjukkan bahwa manusia tidak bisa berbuat baik / percaya kalau bukan karena kasih karunia Allah).

b) Dengan kata-kata ‘supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya’ (ay 11b).
Ini lebih-lebih lagi menunjukkan bahwa dalam melakukan predestinasi, Allah sama sekali tidak terpengaruh oleh perbuatan manusia!

Sekarang mari kita perhatikan bagaimana Guy Duty membahas bagian ini. Mula-mula Guy Duty berkata sebagai berikut:
“Sekarang kita sampai ke surat Roma pasal 9 dan memasuki benteng Agustinus, Calvin, dan para guru Kepastian Keselamatan Kekal. ... Janganlah kita menghindar atau membelokkan sesuatu seperti yang sering mereka lakukan - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 93.

Tetapi lucunya, atau lebih tepat, tololnya, pada waktu Guy Duty membahas tentang Ro 9:10-13, ia menafsirkan sebagai berikut:
“Lalu mengapa Allah lebih menyukai Yakub dan mengabaikan Esau? Ingat definisi-definisi Leksikon-leksikon terkemuka tentang pemilihan yang menyiratkan arti ‘pilihan (choice), memilih (select), yaitu, yang terbaik dari antara jenisnya atau kelasnya’ -- ‘dipilih (selected), yaitu dari antara yang berkualitas lebih baik dari lainnya’. Alasan-alasan Allah bagi pemilihannya atas Yakub dengan melampaui Esau adalah alasan-alasan yang ditemukan dalam kepribadian kedua orang ini, ... Marilah kita melihat sekilas kepribadian dari kedua orang itu, dan melihat jika hal ini benar” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 103.

Guy Duty lalu menguraikan panjang lebar segala kebaikan Yakub dan kejelekan Esau (hal 103-104), dan lalu menyimpulkan sebagai berikut:
Allah mengetahui terlebih dahulu segala hal tentang mereka sedemikian sempurnanya. ... Allah bukannya tidak adil karena memilih Yakub, yang seperti seorang ‘pangeran yang bergulat dengan Allah’ dan ‘menang’ - seorang manusia yang telah diubahkan menjadi ‘Israel’ yang perkasa, ketika Allah menyatakan diriNya muka dengan muka. Allah juga bukannya tidak adil karena menolak Esau yang cabul dan bernafsu rendah, yang mengikatkan dirinya dengan orang-orang kafir - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 105-106.

Sekarang pikirkan sendiri, siapa yang membelokkan Kitab Suci, khususnya Ro 9:10-13? Calvin, Agustinus, orang-orang Calvinist, atau Guy Duty sendiri? Bahwa Guy Duty bisa menafsirkan Ro 9:10-13 sehingga berarti bahwa Allah memilih Yakub karena kebaikan Yakub dan menolak Esau karena kejelekan Esau, jelas menunjukkan bahwa Guy Dutylah yang membelokkan, memutarbalikkan, bahkan memperkosa Kitab Suci! Hanya orang-orang yang sudah dibutakan oleh prasangka terhadap orang Reformed / Calvinist yang tidak bisa melihat hal ini!

Pada jaman Calvin sudah ada orang yang mempunyai pandangan seperti Guy Duty, dan inilah pandangan Calvin tentang orang-orang itu dan pandangan mereka.

Calvin: “when any one ascribes the cause of the difference to their works, he thereby subverts the purpose of God. Now by adding, not through works, but through him who calls, he means, not on account of works, but of the calling only; for he wishes to exclude works together. We have then the whole stability of our election inclosed in the purpose of God alone: here merits avail nothing, as they issue nothing but death; no worthiness is regarded, for there is none; but the goodness of God reigns alone. False then is the dogma, and contrary to God’s word, - that God elects or rejects, as he foresees each to be worthy or unworthy of his favour” (= pada waktu seseorang menganggap bahwa penyebab perbedaan itu berasal dari perbuatan mereka, ia dengan itu menghancurkan / menumbangkan tujuan Allah. Dengan menambahkan ‘bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya’, ia memaksudkan bukan disebabkan oleh perbuatan, tetapi hanya disebabkan panggilan; karena ia ingin membuang perbuatan sama sekali. Jadi kita mendapati seluruh kestabilan pemilihan kita terbungkus hanya dalam rencana Allah: di sini jasa / perbuatan baik tidak berguna, karena mereka tidak memberikan apapun selain kematian; tidak ada kelayakan yang dianggap, karena memang tidak ada kelayakan; tetapi kebaikan Allah saja yang bertahta. Dogma yang menyatakan bahwa Allah memilih atau menolak, sebagaimana Ia lihat lebih dulu tiap-tiap orang layak atau tidak layak menerima kebaikanNya, adalah salah dan bertentangan dengan Firman Allah).

Editor dari Calvin’s Commentary tentang surat Roma menambahkan:
“Yet some of the Fathers, as Chrysostom and Theodoret, as well as some modern divines, ascribes election to foreseen works. How this is reconcilable with the argument of the Apostle, and with the instances he adduces, it is indeed a very hard matter to see. ... but surely nothing could be suggested more directly contrary to the statement and the argument of the Apostle” (= Sekalipun demikian beberapa bapa-bapa gereja, seperti Chrysostom dan Theodoret, dan juga sebagian ahli-ahli theologia modern, menganggap pemilihan berasal dari perbuatan yang dilihat lebih dulu oleh Allah. Bagaimana ini bisa diperdamaikan dengan argumentasi sang rasul, dan dengan contoh / kejadian yang ia kemukakan, merupakan suatu hal yang sangat sukar terlihat. ... tetapi pasti tidak ada yang bisa diusulkan yang lebih bertentangan secara langsung dengan pernyataan dan argumentasi sang rasul).

 
Ay 12: “dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’”.

a) Ay 12 ini menunjuk pada Kej 25:23.
Kej 25:23 - Firman TUHAN kepadanya: ‘Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.’”.

Adam Clarke: That these words are used in a national and not in a personal sense, is evident from this: that, taken in the latter sense they are not true, for Jacob never did exercise any power over Esau, nor was Esau ever subject to him. Jacob, on the contrary, was rather subject to Esau, and was very afraid of him; and, first, by his messengers, and afterward personally, acknowledged his brother to be his lord, and himself to be his servant; see Genesis 32:4; 33:8,13 Gen 33:8,13 (= ).
Tanggapan: ini argumentasi yang lucu sekali. Apakah ‘menjadi hamba’ dalam ayat ini harus diartikan secara hurufiah dan secara lahiriah????

Adam Clarke: “And hence, it appears that neither Esau nor Jacob, nor even their posterities, are brought here by the apostle as instances of any personal reprobation from eternity: for, it is very certain that very many, if not the far greatest part, of Jacob’s posterity were wicked, and rejected by God; and it is not less certain that some of Esau’s posterity were partakers of the faith of their father Abraham” (= ).

Adam Clarke: “From these premises the true sense of the words immediately following, ‘Jacob have I loved, and Esau have I hated,’ Mal 1:2-3, fully appears; that is, that what he had already cited from Moses concerning the two nations, styled by the names of their respective heads, Jacob and Esau, was but the same in substance with what was spoken many years after by the Prophet Malachi. The unthankful Jews had, in Malachi's time, either in words or in their heart, expostulated with God, and demanded of Him wherein He had loved them? ‘I have loved you, saith the Lord: yet ye say, Wherein hast thou loved us?’ Mal 1:2-5. To this the Lord answers: ‘Was not Esau Jacob’s brother? Yet I loved Jacob and hated Esau, and laid his mountains and his heritage waste for the dragons of the wilderness. Whereas Edom saith, We are impoverished, but we will return and build the desolate places; thus saith the Lord of hosts, They shall build, but I will throw down; and they shall call them, The border of wickedness, and, The people against whom the Lord hath indignation forever. And your eyes shall see, and ye shall say, The Lord will be magnified from the border of Israel.’ It incontestably appears from these passages that the prophet does not speak at all of the person of Jacob or Esau, but of their respective posterities. For it was not Esau in person that said, ‘We are impoverished’; neither were his ‘mountains’ nor ‘heritage laid waste’. Now, if the prophet speaks neither of the person of the one nor of the person of the other, but of their posterity only, then it is evident that the apostle speaks of them in the same way (= ).

Adam Clarke: “If neither the prophet nor the apostle speaks of the persons of Jacob or Esau, but of their posterity, then it is evident that neither the love of God to Jacob nor the hatred of God to Esau, were such, according to which the eternal states of men, either in happiness or misery, are to be determined; not is there here any Scriptural or rational ground for the decree of unconditional personal election and reprobation, which, comparatively, modern times have endeavoured to build on these Scriptures” (= ).

Tanggapan:
1. Kalau text ini tak bicara tentang predestinasi, lalu bicara tentang apa? Mudah sekali untuk mengatakan bahwa ini tidak membicarakan predestinasi, tetapi apa alternatifnya?
2. Lalu mengapa dalam ayat sebelumnya, yaitu ay 11, Paulus mengatakan ‘rencana Allah tentang pemilihanNya’??
3. Lalu mengapa muncul pertanyaan ‘Apakah Allah tidak adil?’ dalam ay 14?
4. Mengapa muncul kata-kata dalam ay 15-18 - “(15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya.
5. Tentang kutipan kedua dan ketiga dari Clarke di atas, yang mengatakan dari keturunan Yakub tak semua selamat, dan dari keturunan Esau ada yang selamat, lihat kutipan dari Calvin di bawah.
6. Kutipan Clarke yang keempat didasarkan asumsi yang salah dalam kutipan yang ketiga. Jadi otomatis gugur.

b) Perhatikan istilah ‘tua’ dan ‘muda’ dalam ay 12 ini.
Dari Kej 25:25-26 kita tahu bahwa Esau adalah anak sulung. Dan juga Ro 9:12 ini secara explicit menyebutkan hal itu, karena ayat ini mengatakan ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda. Jadi Yakub sebetulnya bukan saja tidak mempunyai kelebihan apapun atas Esau, tetapi sebaliknya bahkan lebih rendah dibandingkan dengan Esau, karena Esau adalah kakaknya. Tetapi Tuhan toh memilih dia, dan jelas pemilihan ini didasarkan pada kehendak Allah, bukan pada apapun yang baik dalam diri Yakub (Ro 9:11).

Ay 13: “seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.

a) Arti kata ‘benci’ di sini.
Dalam Kitab Suci kata ‘benci’ sering diartikan ‘kurang mengasihi’ (Kej 29:31  Ul 21:15  Mat 6:24  Mat 10:37-38  Luk 14:26  Yoh 12:25). Tetapi dalam persoalan Ro 9:13 ini, kebanyakan orang Reformed mengatakan bahwa kata ‘benci’ ini tidak sekedar berarti ‘kurang mengasihi’. John Murray mengatakan bahwa ada ‘ketidaksenangan’ yang dinyatakan oleh kata ‘benci’ di sini. William Hendriksen juga menolak arti ‘kurang mengasihi’ di sini dengan alasan:
·       Mal 1:2-4 - “(2) ‘Aku mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu kakak Yakub?’ demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.’ (4) Apabila Edom berkata: ‘Kami telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,’ maka beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai selama-lamanya.’”.
Dari text ini saudara melihat bagaimana Tuhan menentang Edom (keturunan Esau).
·       ‘berkat’ yang diberikan oleh Ishak kepada Esau dalam Kej 27:39 sebetulnya adalah kutuk!
Kej 27:39 - “Lalu Ishak, ayahnya, menjawabnya: ‘Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari tanah-tanah gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas”.
Dan Hendriksen lalu menyimpulkan:
“These passages refer to reprobation, nothing less” [= Bagian-bagian Kitab Suci ini (maksudnya Mal 1:3 dan Ro 9:13) menunjuk pada penetapan binasa, tidak kurang dari itu].

Apapun arti yang benar dari kata ‘benci’ di sini, ayat ini tetap menunjukkan adanya perbedaan sikap Allah kepada Yakub dan kepada Esau. Dari sini dan dari jawaban ‘mustahil’ dalam Ro 9:14 terlihat bahwa ‘adil’ tidak berarti harus bersikap sama rata.
Bdk. Mat 20:13-15 - “(13) Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.

b) Sekarang mari kita melihat bagaimana orang-orang Arminian menafsirkan bagian tentang Yakub dan Esau dalam Ro 9 ini!
Ro 9 menurut Arminian bukanlah pemilihan pribadi untuk diselamatkan tetapi pemilihan nasional / bangsa / kumpulan (Adam Clarke). Tetapi ini jelas adalah omong kosong yang bodoh, karena Ro 9 ini jelas membicarakan individu-individu, yaitu pemilihan Ishak dan penolakan Ismael (ay 7-9), pemilihan Yakub dan penolakan Esau (ay 10-13). Juga nanti membicarakan penolakan Firaun (ay 17), yang juga adalah individu.

Keberatan:
Baik dalam Mal 1:2-dst maupun dalam Kej 25:23 kelihatannya yang dibicarakan adalah bangsa, bukan individu.

Kej 25:22-23 - “(22) Tetapi anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam rahimnya dan ia berkata: ‘Jika demikian halnya, mengapa aku hidup?’ Dan ia pergi meminta petunjuk kepada TUHAN. (23) Firman TUHAN kepadanya: ‘Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda.’”.

Mal 1:2-4 - “(2) ‘Aku mengasihi kamu,’ firman TUHAN. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?’ ‘Bukankah Esau itu kakak Yakub?’ demikianlah firman TUHAN. ‘Namun Aku mengasihi Yakub, (3) tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.’ (4) Apabila Edom berkata: ‘Kami telah hancur, tetapi kami akan membangun kembali reruntuhan itu,’ maka beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Mereka boleh membangun, tetapi Aku akan merobohkannya; dan orang akan menyebutkannya daerah kefasikan dan bangsa yang kepadanya TUHAN murka sampai selama-lamanya.’”.

Calvin (tentang Kej 25:23): when an entire people is the subject of discourse, reference is made not to the secret election, which is confirmed to few, but the common adoption, which spreads as widely as the external preaching of the word. Since this subject, thus briefly stated, may be somewhat obscure, the readers may recall to memory what I have said above in expounding the seventeenth chapter (Genesis 17:1) namely, that God embraced, by the grace of his adoption, all the sons of Abraham, because he made a covenant with all; and that it was not in vain that he appointed the promise of salvation to be offered promiscuously to all, and to be attested by the sign of circumcision in their flesh; but that there was a special chosen seed from the whole people, and these should at length be accounted the legitimate sons of Abraham, who by the secret counsel of God are ordained unto salvation. Faith, indeed, is that which distinguishes the spiritual from the carnal seed; but the question now under consideration is the principle on which the distinction is made, not the symbol or mark by which it is attested. God, therefore, chose the whole seed of Jacob without exception, as the Scripture in many places testifies; because he has conferred on all alike the same testimonies of his grace, namely, in the word and sacraments. But another and peculiar election has always flourished, which comprehended a certain definite number of men, in order that, in the common destruction, God might save those whom he would. A question is here suggested for our consideration. Whereas Moses here treats of the former kind of election, Paul turns his words to the latter. For while he attempts to prove, that not all who are Jews by natural descent are heirs of life; and not all who are descended from Jacob according to the flesh are to be accounted true Israelites; but that God chooses whom he will, according to his own good pleasure, he adduces this testimony, the elder shall serve the younger. (Romans 9:7,8,12.) They who endeavor to extinguish the doctrine of gratuitous election, desire to persuade their readers that the words of Paul also are to be understood only of external vocation; but his whole discourse is manifestly repugnant to their interpretation; and they prove themselves to be not only infatuated, but impudent in their attempt to bring darkness or smoke over this light which shines so clearly. They allege that the dignity of Esau is transferred to his younger brother, lest he should glory in the flesh; inasmuch as a new promise is here given to the latter. I confess there is some force in what they say; but I contend that they omit the principal point in the case, by explaining the difference here stated, of the external vocation. But unless they intend to make the covenant of God of none effect, they must concede that Esau and Jacob were alike partakers of the external calling; whence it appears, that they to whom a common vocation had been granted, were separated by the secret counsel of God. The nature and object of Paul’s argument is well known. For when the Jews, inflated with the title of the Church, rejected the Gospel, the faith of the simple was shaken, by the consideration that it was improbable that Christ, and the salvation promised through him, could possibly be rejected by an elect people, a holy nation, and the genuine sons of God. Here, therefore, Paul contends that not all who descend from Jacob, according to the flesh, are true Israelites, because God, of his own good pleasure, may choose whom he will, as heirs of eternal salvation. Who does not see that Paul descends from a general to a particular adoption, in order to teach us, that not all who occupy a place in the Church are to be accounted as true members of the Church? It is certain that he openly excludes from the rank of children those to whom (he elsewhere says) pertaineth the adoption; whence it is assuredly gathered, that in proof of this position, he adduces the testimony of Moses, who declares that God chose certain from among the sons of Abraham to himself, in whom he might render the grace of adoption firm and efficacious. How, therefore, shall we reconcile Paul with Moses? I answer, although the Lord separates the whole seed of Jacob from the race of Esau, it was done with a view to the Church, which was included in the posterity of Jacob. And, doubtless, the general election of the people had reference to this end, that God might have a Church separated from the rest of the world. What absurdity, then, is there in supposing that Paul applies to special election the words of Moses, by which it is predicted that the Church shall spring from the seed of Jacob? And an instance in point was exhibited in the condition of the heads themselves of these two nations. For Jacob was not only called by the external voice of the Lord, but, while his brother was passed by, he was chosen an heir of life. That good pleasure of God, which Moses commends in the person of Jacob alone, Paul properly extends further: and lest any one should suppose, that after the two nations had been rendered distinct by this oracle, the election should pertain indiscriminately to all the sons of Jacob, Paul brings, on the opposite side, another oracle, I will have mercy on whom I will have mercy; where we see a certain number severed from the promiscuous race of Jacob’s sons, in the salvation of whom the special election of God might triumph (= ).

Intinya, Calvin mengatakan bahwa yang dibicarakan oleh Musa adalah pemilihan Israel sebagai bangsa untuk menjadi Gereja Tuhan. Sedangkan Paulus menerapkan kata-kata Musa dalam Kej 25:23 kepada pemilihan keselamatan individu (predestinasi). Mengapa? Karena orang-orang Yahudi, yang merasa sebagai keturunan Abraham dan Yakub, menganggap diri pasti selamat. Padahal pemilihan dalam Perjanjian Lama, berbicara tentang pemilihan lahiriah.
Saya yakin ini juga berlaku untuk kata-kata Maleakhi dalam Mal 1:2-dst. Ini merupakan pemilihan lahiriah, bukan predestinasi.

Ay 14: “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil!”.

a) Di sini Paulus menanyakan suatu pertanyaan yang ia tahu pasti akan muncul dalam diri orang yang mendengar ajarannya tentang Predestinasi, yaitu: ‘Apakah Allah tidak adil?’.
Adanya pertanyaan ini jelas menunjukkan bahwa doktrin Predestinasi itu memang ajaran Alkitab / Paulus. Kalau doktrin Predestinasi tidak ada, tidak mungkin akan ada pertanyaan tentang keadilan Allah.

Calvin: “we may observe that this very objection clearly proves, that inasmuch as God elects some and passes by others, the cause is not to be found in anything else but in his own purpose; for if the differences had been based on works, Paul would have to no purpose mentioned this question respecting the unrighteousness of God, no suspicion could have entertained concerning it if God dealt with every one according to his merit” (= kita bisa melihat bahwa keberatan ini secara jelas membuktikan bahwa pada waktu Allah memilih sebagian orang dan melewati / tak memilih lainnya, penyebabnya tidak ada dalam apapun juga selain dalam rencanaNya sendiri; karena jika perbedaan itu didasarkan pada perbuatan, tidak ada gunanya Paulus menyebutkan pertanyaan mengenai ketidakbenaran Allah, tidak ada kecurigaan tentang hal ini yang akan muncul jika Allah memperlakukan setiap orang sesuai dengan jasanya).

Catatan: KJV menterjemahkan ‘tidak adil’ dalam Ro 9:14 ini dengan ‘unrighteousness’ (= ketidakbenaran). Tetapi saya berpendapat bahwa ‘tidak adil’ adalah terjemahan yang lebih tepat.

Sekarang mari kita melihat beberapa komentar Calvin yang lain tentang ayat ini:
·       “The flesh cannot hear of this wisdom of God without being instantly disturbed by numberless questions, and without attempting in a manner to call God to an account” [= Daging tidak bisa mendengar hikmat Allah ini (tentang Predestinasi) tanpa langsung terganggu oleh banyak pertanyaan, dan tanpa mencoba meminta pertanggungan jawab dari Allah].
·       “Monstrous surely is the madness of the human mind, that it is more disposed to charge God with unrighteousness than to blame itself for blindness” (= Kegilaan pikiran manusia betul-betul sangat dahsyat / besar, sehingga lebih cenderung untuk menuduh Allah dengan ketidak-benaran dari pada menyalahkan dirinya sendiri karena kebutaannya).

b) Adanya keberatan / serangan terhadap doktrin Predestinasi seperti dalam ay 14 ini (dan juga dalam ay 19) tidak membuat Paulus lalu tidak mengajarkan doktrin ini. Seharusnya hal ini ditiru oleh pengajar-pengajar jaman sekarang, karena kalau semua pengajar takut mengajarkan kebenaran ini, maka kebenaran ini akan hilang, dan akan makin sukar orang menerimanya.

Ay 15: “Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’”.

a) Hubungan ay 15 dengan ay 14.
Pada akhir ay 14 Paulus menjawab pertanyaan dalam ay 14 itu dengan kata ‘mustahil’, dan ia lalu melanjutkan dengan memberikan ay 15.
Kalau memang Yakub / Esau dipilih / ditolak karena perbuatan mereka yang sudah lebih dulu dilihat oleh Allah, maka di sinilah tempat yang terbaik untuk menjelaskan hal itu. Paulus seharusnya berkata: ‘Kok bisa Allah tidak adil? Ia memilih Yakub karena sudah melihat lebih dulu bahwa Yakub akan menjadi baik. Ia menolak Esau karena sudah melihat lebih dulu bahwa Esau bakal bejat’. Tetapi ternyata Paulus tidak berkata demikian. Sebaliknya ia menekankan hak Allah dalam memberi atau menahan belas kasihan (ay 15-18).

Calvin: “It may indeed appear a frigid defence that God is not unjust, because he is merciful to whom he pleases; but as God regards his own authority alone as abundantly sufficient, so that he needs the defence of none, Paul thought it enough to appoint him the vindicator of his own right” (= Memang kelihatannya suatu pembelaan yang kaku / dingin bahwa Allah itu bukannya tidak adil karena Ia berbelaskasihan kepada siapa yang dikehendakiNya; tetapi karena Allah menganggap otoritasNya sendiri saja sudah sangat cukup, sehingga Ia tidak membutuhkan pembelaan dari siapapun, Paulus menganggapnya cukup untuk mengangkat Dia sebagai pembela dari hakNya sendiri).

b) Ay 15 ini dikutip secara hurufiah dari Kel 33:19 versi Septuaginta / LXX (Perjanjian Lama berbahasa Yunani).
Dalam Kel 33:19 digunakan 2 kata kerja:
·       kata Ibrani CHENEN, yang artinya: to favour / to show kindness freely and bountifully’ (= bersikap baik / murah hati / menunjukkan kebaikan secara cuma-cuma dan secara berlimpah-limpah).
·       kata Ibrani RECHEM, yang artinya: ‘to be treated with mercy’ (= diperlakukan dengan belas kasihan).

Kedua kata ini menunjukkan bahwa manusia yang dipilih itu sudah jatuh ke dalam dosa, karena mereka membutuhkan kemurahan hati / belas kasihan. Jadi bagian ini jelas mendukung Infralapsarianisme.

Ay 16: “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah”.

a) ‘tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang’.

Ro 9:16 versi KJV menterjemahkan ayat ini secara hurufiah:
“So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy” [= Jadi hal itu bukanlah dari dia yang mau, bukan juga dari dia yang berlari (maksudnya ‘berusaha’), tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan].

Jadi, kata yang diterjemahkan ‘usaha’, secara hurufiah adalah ‘running’ (= berlari). Dalam Kitab Suci, kata ‘lari’ sering menunjuk pada ‘usaha manusia’ (bdk. 1Kor 9:24,26  Gal 2:2  Gal 5:7  Ibr 12:1).

Editor dan penterjemah Calvin’s Commentary tentang surat Roma, yaitu John Owen, memberikan catatan kaki yang menarik dengan mengatakan bahwa istilah ‘willing’ dan ‘running’ didapatkan dari sejarah Esau. Sia-sia Esau menginginkan berkat, sia-sia ia berlari untuk mendapatkan daging buruan bagi ayahnya (Kej 27:1-5,30-40). John Owen lalu mengutip kata-kata Turretin:
“‘In vain,’ says Turretin, ‘did Esau seek the blessing. In vain did Isaac hasten to grant it and in vain did Esau run to procure venison for his father; neither the father’s willingness nor the running of the son availed anything; God’s favour overruled the whole’” (= ‘Sia-sia,’ kata Turretin, ‘Esau mencari berkat. Sia-sia Ishak bergegas untuk memberikannya dan sia-sia Esau berlari untuk mendapatkan daging buruan / rusa untuk ayahnya; kemauan sang ayah maupun berlarinya sang anak tidak ada gunanya sama sekali; kemurahan / kebaikan hati Allah mengesampingkan / mengalahkan seluruhnya’).

John Owen melanjutkan:
“Isaac’s ‘willingness’ to give the blessing to Esau, notwithstanding the announcement made at his birth, and Rebecca’s conduct in securing it to Jacob, are singular instances of man’s imperfections, and of the overruling power of God. Isaac acted as though he had forgotten what God had expressed as his will; and Rebecca acted as though God could not effect his purpose without her interference, and an interference, too, in a way highly improper and sinful. It was the trial of faith, and the faith of both halted exceedingly; yet the purpose of God was still fulfilled, but the improper manner in which it was fulfilled was afterwards visited with God’s displeasure” (= Kemauan Ishak untuk memberikan berkat kepada Esau meskipun ada pemberitahuan yang diberikan pada saat kelahirannya, dan kelakuan Ribka untuk memastikan berkat itu bagi Yakub, merupakan contoh yang luar biasa tentang ketidak-sempurnaan manusia, dan tentang kuasa Allah yang mengesampingkan / mengalahkan. Ishak bertindak seakan-akan ia telah lupa apa yang Allah nyatakan sebagai kehendakNya; dan Ribka bertindak seakan-akan Allah tidak bisa melaksanakan rencanaNya tanpa campur tangannya, dan ini adalah campur tangan yang sangat tidak tepat dan berdosa. Itu adalah ujian iman, dan iman dari keduanya sangat terputus-putus; tetapi rencana Allah tetap tergenapi, tetapi cara yang tidak tepat melalui mana rencana itu digenapi akhirnya mendapatkan ketidaksenangan Allah).

Pada waktu berkata bahwa pemilihan tidak tergantung pada kehendak / usaha kita, kita harus memperhatikan peringatan dari Luther:
“This does not mean that God’s mercy altogether excludes our willing or running” (= Ini tidak berarti bahwa belas kasihan Allah sama sekali membuang kemauan dan usaha / larinya kita).
Maksud Luther adalah: sekalipun pemilihan tidak tergantung pada kehendak atau usaha orang, tetapi itu tidak berarti bahwa kalau Allah sudah memilih seseorang maka orang itu pasti akan selamat sekalipun ia tidak mau dan tidak berusaha. Yang benar adalah: kalau Allah sudah memilih seseorang maka Allah akan bekerja dalam diri orang itu sehingga ia akan mau dan berusaha (bdk. Fil 2:13).

b) ‘tetapi kepada kemurahan hati Allah’.
Ini, sama dengan NIV, kurang tepat terjemahannya. Yang benar adalah terjemahan NASB yang berbunyi: ‘but on God who has mercy’ (= tetapi kepada Allah yang mempunyai belas kasihan). Jadi pemilihan tidak tergantung pada kemurahan hati Allah’, tetapi kepada Allah yang murah hati’.

c) Jadi seluruh ay 16 ini menekankan bahwa pemilihan kita bukan didasarkan pada kehendak / kemauan orang atau usaha orang, tetapi pada Allah yang mempunyai belas kasihan / kemurahan hati. Ini secara jelas mendasari sifat unconditional (= tidak bersyarat) dari pemilihan.

Ay 17: “Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’”.

a) Ro 9:17 ini dikutip dari Kel 9:16.
Kel 9:16 - ‘membiarkan engkau hidup’.
Perhatikan juga Kel 9:16 versi-versi bahasa Inggris di bawah ini.
NASB: ‘I have allowed you to remain’ (= Aku telah membiarkan engkau untuk tetap ada).
RSV: ‘have I let you live’ (= Aku telah membiarkan engkau hidup).
NIV: ‘I have raised you up’ (= Aku telah membangkitkan engkau).
KJV: ‘have I raised thee up’ (= Aku telah membangkitkan engkau).

b) Allah membangkitkan Firaun (Ro 9:17).
Kata ‘membangkitkan’ di sini tidak berarti ‘preserved’ (= memelihara / mempertahankan / menjaga supaya tetap hidup), seperti dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia, NASB dan RSV. Juga tentu saja kata ‘membangkitkan’ tidak menunjuk pada tindakan Allah untuk menghidupkan Firaun kembali dari kematian karena ini memang tidak pernah terjadi. Tetapi kata ‘membangkitkan’ menunjuk pada ‘tindakan Allah untuk memunculkan Firaun ke dalam sejarah’.
Catatan: Kel 9:16 versi Septuaginta / LXX memakai ‘preserved’, tetapi pada waktu mengutip Kel 9:16 Paulus mengubahnya menjadi ‘membangkitkan’, karena ini lebih sesuai dengan bahasa Ibrani dari Kel 9:16.

c) Jadi Ro 9:17 ini menunjukkan bahwa Allah memunculkan / melahirkan / menciptakan Firaun untuk menunjukkan kuasaNya sehingga namaNya termasyhur.
Bagaimana dengan munculnya Firaun kuasa Allah bisa terlihat sehingga namaNya termasyhur? Dengan Allah mengeraskan hati Firaun (bdk. ay 18), sehingga ia menolak melepaskan Israel. Dengan demikian Allah bisa memberikan tulah demi tulah dan akhirnya menghancurkan Firaun dan tentaranya di Laut Teberau. Dengan demikian kuasa Allah terlihat dengan jelas, dan nama Allah menjadi termasyhur.
Jadi, adanya reprobate (= orang yang ditentukan binasa) juga bertujuan untuk kemuliaan Allah.

Ay 18: “Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.

Ayat ini berbicara tentang ‘menegarkan hati / mengeraskan hati’.

W. G. T. Shedd:
·       “to harden is not to soften” (= mengeraskan berarti tidak melunakkan).
·       “The agency of God in hardening is inaction rather than action” [= Tindakan Allah dalam pengerasan adalah ketidak-giatan (pasif) dan bukannya kegiatan (aktif)].
·       “When God hardens a man, he only leaves him to his stony heart” (= Pada waktu Allah mengeraskan seseorang, Ia hanya membiarkannya pada hatinya yang keras).

W. G. T. Shedd lalu mengutip Charnoke, dalam bukunya yang berjudul ‘Holiness of God’: “God hardened his heart, by not converting his already hard heart into a heart of flesh” (= Allah mengeraskan hatinya, dengan tidak mengubah hatinya yang sudah keras menjadi hati dari daging).

John Murray: “God is said to do what he permitted. God allowed Pharaoh to harden his own heart but the action of hardening was Pharaoh’s own” (= Allah dikatakan melakukan apa yang Ia ijinkan. Allah mengijinkan Firaun untuk mengeraskan hatinya sendiri tetapi tindakan pengerasan itu adalah tindakan Firaun sendiri).

Ay 19: “Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’”.

a) Sama seperti dalam ay 14 di sini Paulus menanyakan pertanyaan yang ia tahu akan muncul dalam diri orang yang mendengar ajarannya tentang Predestinasi dan kedaulatan Allah yang baru ia ajarkan sampai dengan ay 18.

b) Saya berpendapat bahwa dalam ay 19 ini NIV memberikan terjemahan yang paling jelas artinya, yang berbunyi sebagai berikut: “One of you will say to me: Then why does God still blame us? For who resists his will?” (= Salah satu dari kamu akan berkata kepadaku: Lalu mengapa Allah masih menyalahkan kita? Karena siapa yang menahan / menolak kehendakNya?).

‘Kehendak’ Allah bisa menunjuk kepada salah satu dari 3 hal ini:
1. Rencana Allah yang kekal, yang pasti terlaksana.
2. Sesuatu yang kalau terjadi akan menyenangkan Allah. Yang ini belum tentu terjadi. Contoh: 1Tim 2:4.
3. Perintah / larangan Allah. Yang ini juga belum tentu terjadi.
Yang dimaksud dengan ‘kehendak’ di sini bukanlah kehendak dalam arti ke 2 atau ke 3, tetapi kehendak dalam arti ‘Rencana Allah yang kekal’. Mengapa? Karena Ro 9:19b itu menunjukkan bahwa kehendak Allah itu tidak bisa ditentang / ditolak. Dengan kata lain kehendak Allah itu pasti terjadi. Sekarang, mengingat bahwa kehendak Allah itu pasti terjadi, dan tidak mungkin ditolak / ditahan / diubah / digagalkan oleh siapapun, si penanya menanyakan: mengapa kita masih disalahkan pada waktu kita berbuat dosa / tidak percaya? Bukankah Allah yang menetapkan semua itu dan karena itu semua itu pasti terjadi? Kesimpulannya: adanya kedaulatan Allah / penetapan Allah dipakai oleh si penanya untuk meragukan adanya tanggung jawab manusia.

Ay 20-21: “(20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

a) Dalam ay 20-21 ini terlihat jelas bahwa Paulus berbicara berdasarkan Firman Tuhan dalam Perjanjian Lama. Tetapi bagian mana dari Perjanjian Lama yang ia gunakan?

Guy Duty, dalam buku ‘Keselamatan bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 116-118, berkata bahwa Paulus menggunakan Yer 18 (bacalah bagian ini dalam Kitab Suci saudara mulai ay 1 sampai ay 12). Guy Duty lalu berkata:
“Di sini, di sumber kutipan Paulus tentang tukang periuk - tanah liat ini, Sang Tukang Periuk menghimbau tanah-liat-Nya agar bertobat dari kejahatan mereka dan mentaati suara-Nya, tetapi si tanah liat yang keras kepala dan pemberontak, menolak tawaran belas kasihan Sang Tukang Periuk dan mengatakan bahwa mereka mau berjalan dalam jalan mereka sendiri dan melakukan kejahatan hati mereka sendiri. Dua kali Sang Tukang Periuk memakai syarat-jikaNya untuk menyelamatkan mereka dari penghukuman yang segera akan jatuh ke atas mereka. Tanah liat ini bukanlah sebuah benda mati. Dengan roh pemberontakannya sendiri, ia menolak syarat-jika-taat-Nya Allah. Bacalah selebihnya sampai akhir kitab Yeremia, bagaimana dengan syarat Allah berurusan dengan mereka; dan anda akan mengerti mengapa mereka disebut ‘benda-benda kemurkaan’. Fakta-fakta ini sebenarnya cukup untuk meyakinkan seorang dengan pikiran yang tak berprasangka, bahwa Paulus, dalam Roma 9 ini, tidak berbicara tentang keselamatan tanpa syarat” (hal 118).

Tetapi Calvin mengatakan bahwa Paulus bukannya menggunakan Yer 18 tetapi Yes 45:9. Beberapa penafsir yang lain menambahkan Yes 29:16, demikian juga catatan kaki dari Kitab Suci Indonesia, tetapi saya berpendapat bahwa Yes 45:9 adalah ayat yang paling tepat.

Sekarang pikirkan sendiri siapa yang benar dalam hal ini, Guy Duty atau Calvin? Bacalah sekali lagi Ro 9:19-21, lalu Yer 18:1-12 dan Yes 45:6-12, maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa Ro 9:20-21 jauh lebih mirip pada Yes 45:9 dari pada Yer 18:1-12. Untuk mempermudah dalam membandingkan, saya menuliskan ketiga text itu di bawah ini.

Ro 9:20-21 - “(20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Yer 18:1-12 - “(1) Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: (2) ‘Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan-perkataanKu kepadamu.’ (3) Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. (4) Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. (5) Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: (6) ‘Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tanganKu, hai kaum Israel! (7) Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan dan membinasakannya. (8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. (9) Ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan membangun dan menanam mereka. (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka. (11) Sebab itu, katakanlah kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu! (12) Tetapi mereka berkata: Tidak ada gunanya! Sebab kami hendak berkelakuan mengikuti rencana kami sendiri dan masing-masing hendak bertindak mengikuti kedegilan hatinya yang jahat.’”.

Yes 45:6-12 - “(6) supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain di luar Aku. Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini. (8) Hai langit, teteskanlah keadilan dari atas, dan baiklah awan-awan mencurahkannya! Baiklah bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini.’ (9) Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: ‘Apakah yang kaubuat?’ atau yang telah dibuatnya: ‘Engkau tidak punya tangan!’ (10) Celakalah orang yang berkata kepada ayahnya: ‘Apakah yang kauperanakkan?’ dan kepada ibunya: ‘Apakah yang kaulahirkan?’ (11) Beginilah firman TUHAN, Yang Mahakudus, Allah dan Pembentuk Israel: ‘Kamukah yang mengajukan pertanyaan kepadaKu mengenai anak-anakKu, atau memberi perintah kepadaKu mengenai yang dibuat tanganKu? (12) Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya; tanganKulah yang membentangkan langit, dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya”.

Baik Ro 9:20-21 maupun Yes 45:9 mempersoalkan orang yang membantah Allah, tetapi tidak demikian dengan Yer 18! Dengan demikian jelas terlihat bahwa pada waktu ia menuliskan Ro 9:20-21 ini, Yes 45:9-lah yang ada dalam pikirannya, dan bukannya Yer 18:1-12.

Hal lain yang saudara perlu perhatikan dalam membandingkan text-text ini adalah: Yer 18:1-12 sama sekali tidak cocok untuk menjawab pertanyaan Paulus dalam Ro 9:19, sedangkan Yes 45:9 itu cocok sekali untuk menjawab pertanyaan dalam Ro 9:19 itu.

Satu hal yang harus diperhatikan dari buku Guy Duty dalam bagian ini adalah bahwa Guy Duty ‘melarikan diri’ dari Ro 9:20-21 ini. Ia mengatakan bahwa Paulus menggunakan Yer 18 sebagai dasar, dan ia lalu membahas Yer 18, tetapi menghindari Ro 9:20-21 ini. Alangkah tidak konsistennya sikap ‘menghindari / melarikan diri’ ini dengan kata-kata Guy Duty sendiri pada waktu ia mulai membahas Ro 9, dimana ia berkata: “Sekarang kita sampai ke surat Roma pasal 9 dan memasuki benteng Agustinus, Calvin, dan para guru Kepastian Keselamatan Kekal. ... Janganlah kita menghindar atau membelokkan sesuatu seperti yang sering mereka lakukan” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 93.

b) Dari jawaban dalam ay 20-21 terlihat bahwa si penanya disalahkan / dihardik karena menanyakan pertanyaan seperti itu. Tetapi beberapa penafsir, termasuk Martin Luther, secara tepat mengatakan bahwa yang disalahkan adalah kalau manusia dengan sikap sombong, jahat, marah, bersungut-sungut mencoba membantah Allah dengan pertanyaan seperti ini. Ini terlihat dari kata ‘membantah’ dalam Ro 9:20 dan juga dari kata ‘berbantah’ dalam Yes 45:9, yang jelas menunjukkan sikap yang tidak benar dalam menanyakan pertanyaan ini.

c) Dalam Ro 9:20-21 ini ada beberapa kontras yang harus diperhatikan yaitu:
1. Kontras antara kata-kata ‘hai manusia’ dan ‘Allah’.
2. Kontras antara ‘yang dibentuk’ dan ‘yang membentuk’.
3. Kontras antara ‘tanah liat’ dan ‘tukang periuk’.
Calvin: “And surely there is no reason for a mortal man to think himself better than earthen vessel, when he compares himself with God” (= Dan memang jelas bahwa tidak ada alasan bagi manusia yang fana untuk berpikir bahwa dirinya sendiri lebih baik dari bejana tanah, pada waktu ia membandingkan dirinya sendiri dengan Allah).

Kontras inilah yang menyebabkan manusia tidak berhak untuk membantah Allah, bagaimanapun logisnya bantahan itu. Juga kontras ini menyebabkan manusia pantas dikecam pada waktu membantah Allah.

d) ‘mulia’ dan ‘biasa’.
NIV: ‘noble’  (= mulia) dan ‘common’ (= biasa).
NASB: ‘honorable’ (= terhormat) dan ‘common’ (= biasa).
RSV: ‘beauty’ (= cantik / indah) dan ‘menial’ (= kasar / rendah).
KJV: ‘honour’ (= terhormat) dan ‘dishonour’ (= tidak terhormat).
Saya menyetujui terjemahan KJV dengan alasan:
1. Kata bahasa Yunani ATIMIA yang diterjemahkan ‘dishonour’ (= tidak terhormat) ini, dalam Kitab Suci hanya digunakan dalam:
*       Ro 1:26 - ‘yang memalukan’.
*       1Kor 11:14 - ‘kehinaan’.
*       1Kor 15:43 - ‘kehinaan’.
*       2Kor 6:8 - ‘dihina’.
*       2Kor 11:21 - ‘malu’.
*       2Tim 2:20 - ‘kurang mulia’.
Kecuali dalam 2Tim 2:20 dimana ATIMIA masih memungkinkan diartikan sebagai sesuatu yang netral / tidak negatif, maka dalam ayat-ayat yang lain ATIMIA selalu mempunyai arti negatif.
2. Ro 9 ini selalu mengkontraskan dengan tajam.
Misalnya:
a. Mengasihi >< membenci (ay 13).
b. Menaruh belas kasihan >< menegarkan hati (ay 18).
c. Benda belas kasihan >< benda kemurkaan (ay 22-23).
d. Kemuliaan >< kebinasaan (ay 22-23).
Karena itu kalau kata pertama diterjemahkan ‘mulia / terhormat’, maka kata kedua tidak boleh sekedar diterjemahkan ‘biasa’, tetapi harus diterjemahkan ‘tidak mulia / tidak terhormat’.

e) Sekarang kita menghubungkan Ro 9:20-21 ini dengan pertanyaan dalam Ro 9:19.
Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Ada beberapa hal yang bisa didapatkan:

1. Jawaban Paulus terhadap pertanyaan dalam ay 19 tidak akan demikian:
a. Seandainya Arminian benar bahwa Allah tidak menentukan, tetapi hanya mengetahui lebih dulu.
b. Seandainya Hyper-Calvinist benar bahwa Allah memang menentukan dan karena itu manusia tidak bertanggung jawab.
Jawaban ini hanya cocok kalau Reformed / Calvinisme, yang mempercayai bahwa Allah menentukan tetapi manusia tetap bertanggung jawab, adalah pandangan yang benar.

2. Sebetulnya Paulus tidak menjawab pertanyaan dalam ay 19 itu yaitu bagaimana kedaulatan dan penetapan Allah itu bisa harmonis dengan tanggung jawab manusia. Dengan jawaban dalam ay 20-21 itu, secara tidak langsung ia berkata: ‘Pokoknya Allah sudah menetapkan kedua hal itu (kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia), dan kita manusia tidak berhak membantah’.

Calvin, dalam komentarnya tentang Ro 9:14, berkata sebagai berikut:
“Let this then be our sacred rule, to seek to know nothing concerning it, except what Scripture teaches us: when the Lord closes his holy mouth, let us also stop this way, that we may not go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang diajarkan oleh Kitab Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus, biarlah kita juga berhenti dan tidak pergi lebih jauh].

Kata-kata ini penting kita camkan pada waktu menghadapi hal-hal yang memang tidak dijelaskan oleh Kitab Suci dalam persoalan Predestinasi, misalnya bagaimana kedaulatan Allah dan kebebasan manusia bisa ada bersama-sama, juga bagaimana Allah yang suci dan kasih bisa menetapkan dosa dan kebinasaan, dsb.

Ay 22-23: “(22) Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan - (23) justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaanNya atas benda-benda belas kasihanNya yang telah dipersiapkanNya untuk kemuliaan”.

a) Persamaan ay 20-21 dan ay 22-23:
Tukang periuk (ay 21) = Allah (ay 22).
Benda mulia (ay 21) = benda belas kasihan (ay 23).
Benda tak mulia (ay 21) = benda kemurkaan (ay 22).

b) Calvin tentang ay 22-23.
·       “There are vessels prepared for destruction, that is, given up and appointed to destruction: they are also vessels of wrath, that is, made and formed for this end, that they may be examples of God’s vengeance and displeasure” (= Ada bejana-bejana yang disiapkan untuk kebinasaan, yaitu, diserahkan dan ditetapkan untuk kebinasaan: mereka juga adalah bejana-bejana kemurkaan, yaitu, dibuat dan dibentuk untuk tujuan ini, supaya mereka bisa menjadi contoh dari pembalasan dan ketidaksenangan Allah).
·       “For the best reason then are we, the faithful, called the vessels of mercy, whom the Lord uses as instruments for the manifestation of his mercy; and the reprobate are the vessels of wrath, because they serve to show forth the judgments of God” (= Untuk alasan yang terbaik maka kita, orang yang setia / percaya, disebut bejana-bejana belas kasihan, yang dipakai Tuhan sebagai alat untuk menyatakan belas kasihanNya; dan orang yang tidak dipilih adalah bejana-bejana kemurkaan, karena mereka berfungsi untuk menunjukkan penghakiman Allah).

c) Ada 2 x kata ‘glory’ / ‘kemuliaan’ dalam ay 23 dan ini menunjuk pada ‘belas kasihan Allah’.

d) Guy Duty menggunakan Ro 9:22 versi KJV yang berbunyi:
“What if God, willing to shew his wrath, and to make his power known, endured with much longsuffering the vessels of wrath fitted to destruction”.
Oleh penterjemah buku Guy Duty, ini diterjemahkan sebagai berikut:
“Jadi jika Allah, hendak menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaan-Nya, yang cocok untuk kebinasaan - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 118.
Guy Duty lalu berkata:
1. Menurut Dr. A. T. Robertson kata ‘hendak’ di sini bukan merupakan penyebab. Dan penterjemah buku Guy Duty lalu memberikan keterangan tambahan: “kata ini tidak menyatakan subyek dari kata kerja ini sebagai penyebab” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 118.
2. Menurut Vine, “Kata yang diterjemahkan dengan kata ‘cocok’ ini, dalam bahasa Yunani mempunyai ‘bentuk pemakaian Medium (Middle Voice), yang menunjukkan bahwa bejana-bejana kemurkaan itu membuat diri mereka cocok untuk kebinasaan’” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 119.
Dengan penjelasan ini jelas bahwa ia mau menunjukkan bahwa keselamatan / kebinasaan manusia tak tergantung pada kehendak Allah, tetapi tergantung manusianya sendiri!

Tanggapan:
a. Kalaupun A. T. Robertson benar bahwa kata ‘hendak’ di sini bukan merupakan penyebab, ini tidak berarti bahwa:
*       A. T. Robertson tidak mempercayai Predestinasi.
*       tidak ada ayat lain yang menunjukkan secara jelas bahwa Allah adalah penyebab predestinasi.
Dua hal di atas ini terlihat misalnya dari Ro 9:11, tentang mana A. T. Robertson sendiri berkata: “Here it is the purpose (prothesis) of God which has worked according to the principles of election” [= Di sini adalah rencana (prothesis) dari Allah yang telah bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip pemilihan] - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol IV, hal 382. Juga dua hal itu terlihat dari Ef 1:4, tentang mana A. T. Robertson berkata: “Definitive statement of God’s elective grace concerning believers in Christ” (= Pernyataan yang pasti tentang kasih karunia pemilihan dari Allah mengenai orang-orang yang percaya kepada Kristus) - ‘Word Pictures in the New Testament’, vol IV, hal 517.
b. Kalau Allah sudah menetapkan seseorang untuk binasa, memang nantinya orang itu sendiri akan membuat dirinya cocok untuk dibinasakan (sesuai dengan kata-kata Vine tentang middle voice yang digunakan)! Predestinasi tidak bisa gagal!

e) Guy Duty juga menghubungkan Ro 9:22-23 ini dengan 2Tim 2:20-21 yang berbunyi: “(20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia”.

Catatan: Kata-kata ‘perabot rumah untuk maksud yang mulia’ oleh KJV diterjemahkan ‘a vessel unto honour’ (= bejana untuk kehormatan / kemuliaan), dan kata Yunani yang dipakai dalam 2Tim 2:21 ini memang sama dengan kata Yunani yang dipakai dalam Ro 9:21.

Guy Duty lalu menyimpulkan:
“Bejana kemuliaan di sini dihubungkan dengan syarat ‘jika’. Untuk menjadi sebuah bejana yang mulia, seseorang harus menyucikan diri dari segala perkara yang tidak berkenan kepada Sang Tukang Periuk” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 120.

Tanggapan:
Guy Duty tidak bisa melihat bahwa dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang ditinjau dari sudut Allah dan ada ayat-ayat yang ditinjau dari sudut manusia. Ro 9:20-23 jelas merupakan ayat-ayat yang ditinjau dari sudut Allah, sedangkan 2Tim 2:20-21 merupakan ayat-ayat yang ditinjau dari sudut manusia, dan karena itu menekankan kewajiban / tanggung jawab manusia.

Ay 24-26: “(24) yaitu kita, yang telah dipanggilNya bukan hanya dari antara orang Yahudi, tetapi juga dari antara bangsa-bangsa lain, (25) seperti yang difirmankanNya juga dalam kitab nabi Hosea: ‘Yang bukan umatKu akan Kusebut: umatKu dan yang bukan kekasih: kekasih.’ (26) Dan di tempat, di mana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umatKu,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Anak-anak Allah yang hidup.’”.

a) Dari ay 23-24 terlihat bahwa Paulus tahu bahwa ia dan orang kristen Roma adalah orang pilihan. Ini bertentangan dengan kata-kata Pdt. Jusuf B. S. yang berulangkali menyatakan bahwa tidak ada orang yang bisa tahu bahwa dirinya orang pilihan (buku ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35,36,37).

b) Ay 24 ini menunjukkan bahwa orang-orang pilihan tidak hanya ada dalam kalangan Yahudi tetapi juga dalam kalangan bangsa-bangsa lain / non Yahudi. Ini berpasangan dengan ay 6 yang menyatakan bahwa tidak semua Yahudi adalah orang pilihan.

c) Untuk menunjukkan bahwa pemanggilan orang non Yahudi bukanlah suatu ajaran baru, maka dalam ay 25-26, Paulus lalu memberikan dasar Kitab Suci dari Perjanjian Lama tentang panggilan / pilihan Allah terhadap orang non Yahudi, yaitu dari Hos 2:22 (dalam Kitab Suci Inggris Hos 2:23) dan Hos 1:10.

Ay 27-29: “(27) Dan Yesaya berseru tentang Israel: ‘Sekalipun jumlah anak Israel seperti pasir di laut, namun hanya sisanya akan diselamatkan. (28) Sebab apa yang telah difirmankanNya, akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera.’ (29) Dan seperti yang dikatakan Yesaya sebelumnya: ‘Seandainya Tuhan semesta alam tidak meninggalkan pada kita keturunan, kita sudah menjadi seperti Sodom dan sama seperti Gomora.’”.

Sekarang Paulus kembali pada apa yang sudah ia bicarakan dalam ay 6, yaitu bahwa tidak semua orang Yahudi adalah orang pilihan, tetapi sekarang ia bahkan menambahkan bahwa hanya ada sedikit orang Yahudi yang adalah orang pilihan.

Ay 30-33: “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’”.

Sekarang Paulus mulai berganti haluan. Dari tadi (mulai ay 6) ia meninjau dari sudut Allah. Dan dari sudut Allah, seseorang tidak percaya dan tidak selamat karena Allah tidak memilihnya. Sekarang, mulai ay 30, Paulus menyorotinya dari sudut manusia, dan menunjukkan bahwa mereka tidak selamat karena tidak beriman.

Tetapi Guy Duty yang tidak mempedulikan dari sudut mana suatu ayat harus diperhatikan, menafsirkan bagian ini secara kacau balau.

Guy Duty:
“Ikutilah Paulus dengan menyelesaikan seluruh Roma 9, dan dapatkanlah pemikirannya yang lengkap. Jangan berhenti pada ayat 23 seperti halnya para ekspositor Kepastian Keselamatan Kekal, karena dalam ayat-ayat 30-33 Paulus mengembangkan pikirannya dan memperjelas pokok tentang bejana-bejana belas kasihan dan kemurkaan itu” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 120.

Guy Duty lalu mengutip Ro 9:30-33, dan lalu melanjutkan:
“Kata-kata iman dan kebenaran (righteousness - KJV) sangat menonjol dalam teks-teks ini. Tanah liat bangsa-bangsa lain ‘telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman’. Tetapi tanah liat Israel tidak sampai pada kebenaran itu. Dan Paulus bertanya: ‘Mengapa tidak?’ Apakah mereka telah dipredestinasikan untuk tidak mencapainya? Paulus menjawab: ‘Karena Israel mengejarnya bukan karena iman ... Mereka tersandung pada batu sandungan’” - ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 120.

Kalau penafsiran Guy Duty ini benar, berarti Paulus menghancurkan / menentang sendiri apa yang ia ajarkan sejak ay 6 tentang Predestinasi!

Calvin: “That he might cut off from the Jews every occasion of murmuring against God, he now begins to show those causes, which may be comprehended by human minds, why the Jewish nation had been rejected. But they do what is absurd and invert all order, who strive to assign and set up causes above the secret predestination of God, which he has previously taught us is to be counted as the first cause” (= Supaya ia bisa membuang semua alasan untuk bersungut-sungut terhadap Allah, sekarang ia mulai menunjukkan penyebab-penyebab, yang bisa dimengerti oleh pikiran manusia, mengapa bangsa Yahudi telah ditolak. Tetapi mereka melakukan apa yang menggelikan dan terbalik, yang berjuang mengangkat dan mendirikan penyebab-penyebab di atas predestinasi yang bersifat rahasia dari Allah, yang sebelumnya telah ia ajarkan kepada kita sebagai penyebab pertama).

V) Serangan terhadap Predestinasi.

1) Doktrin Conditional Election (= Pemilihan bersyarat).

Yang dimaksud dengan Conditional Election adalah kebalikan dari Unconditional Election (= Pemilihan tanpa syarat).

Dalam Unconditional Election, alasan Allah untuk memilih seseorang bukanlah karena adanya atau akan adanya kebaikan ataupun iman dari orang itu, tetapi hanya karena Allah menghendaki untuk memilih dia.

Dalam Conditional Election, Allah memilih seseorang karena Allah melihat bahwa orang itu bakal beriman atau menjadi baik.

Guy Duty, dalam bukunya ‘Keselamatan bersyarat atau tanpa syarat?’, berkata:
·       “Lalu mengapa Allah lebih menyukai Yakub dan mengabaikan Esau? Ingat definisi-definisi Leksikon-leksikon terkemuka tentang pemilihan yang menyiratkan arti ‘pilihan (choice), memilih (select), yaitu, yang terbaik dari antara jenisnya atau kelasnya’ -- ‘dipilih (selected), yaitu dari antara yang berkualitas lebih baik dari lainnya’. Alasan-alasan Allah bagi pemilihannya atas Yakub dengan melampaui Esau adalah alasan-alasan yang ditemukan dalam kepribadian kedua orang ini, ... Marilah kita melihat sekilas kepribadian dari kedua orang itu, dan melihat jika hal ini benar” - hal 103.
Guy Duty lalu menguraikan panjang lebar segala ‘kebaikan Yakub’ dan ‘kejelekan Esau’ (hal 103-104).
·       “Kata-kata ‘predestinasi’ dan ‘pemilihan’, bagaimanapun tidak dapat mengubah fakta bahwa Allah membuat rencana kekal-Nya bagi manusia menurut apa yang Ia ketahui terlebih dahulu, yaitu apa yang akan manusia perbuat dengan kuasa mereka untuk memutuskan secara bebas” - hal 126.

Dasar Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar dari Conditional Election adalah Ro 8:29-30 yang berbunyi:
“(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

Catatan: Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘dipilihNya’, tetapi terjemahan hurufiahnya seharusnya adalah foreknew’ (= diketahui lebih dulu), seperti dalam terjemahan NIV di bawah ini.

NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).

Tentang Ro 8:29 ini Pdt. Jusuf B. S. berkata:
“Di sini disebutkan bahwa Allah mengenal lebih dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya terdahulu, mereka itu juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau dipilih untuk ini dan itu), dengan sangat adil. Di dalamnya sudah termasuk segala kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini diperhitungkan dengan teliti (1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 39.
Catatan: kata-kata ‘dipilih, sesuai dengan rencana Allah’ dalam 1Pet 1:2a juga salah terjemahan. Seharusnya adalah ‘have been chosen according to the foreknowledge of God’ (= telah dipilih menurut pengetahuan lebih dulu dari Allah).

1Pet 1:2 - yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.
NIV: who have been chosen according to the foreknowledge of God the Father (= yang telah dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).

Jadi, jelas terlihat bahwa baik Pdt. Jusuf B. S. maupun Guy Duty mempercayai doktrin conditional election (= pemilihan bersyarat).

Jawaban / tanggapan:

a) Conditional Election merupakan pandangan bodoh dari orang yang tidak punya logika!
Pikirkan baik-baik! Kalau Allah sudah tahu lebih dulu bahwa orang itu akan beriman / menjadi baik, bukankah hal itu sudah pasti akan terjadi? Lalu untuk apa Allah lalu menentukan / memilih? Penentuan / pemilihan yang Allah lakukan sama sekali tidak ada gunanya / tidak mempunyai fungsi, karena tanpa hal itupun apa yang Ia ketahui lebih dulu itu toh akan terjadi.

b) Untuk bisa memilih seseorang, maka dalam arti tertentu Allah memang harus tahu tentang orang itu.

R. C. Sproul: “All the text declares is that God predestines those whom he foreknows. No one in this debate disputes that God has foreknowledge. Even God could not choose people he didn’t know anything about. Before he could choose Jacob he had to have some idea in his mind of Jacob. But the text does not teach that God chose Jacob on the basis of Jacob’s choice” [= Semua yang dinyatakan oleh text itu (Ro 8:29) adalah bahwa Allah mempredestinasikan mereka yang Ia ketahui lebih dulu. Tidak seorangpun dalam perdebatan ini memperdebatkan bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu. Bahkan Allah tidak bisa memilih orang yang sama sekali tidak diketahuiNya. Sebelum Ia memilih Yakub Ia harus mempunyai beberapa gagasan dalam pikiranNya tentang Yakub. Tetapi text itu (Ro 8:29) tidak mengajar bahwa Allah memilih Yakub berdasarkan pilihan Yakub] - ‘Chosen By God’, hal 131.

c) Ro 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.

Ro 8:29 - “Sebab semua orang yang diketahuiNya lebih dulu, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”.

A. H. Strong: “The Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.

Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong ini! Orang-orang Arminian, termasuk Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty membaca / menafsirkan Ro 8:29 ini seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:
“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29 yang seharusnya berbunyi:
“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.

Loraine Boettner: “Notice especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would extend the grace of election” (= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

Charles Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying spectacles before he will be able to discover that sense in the text. Upon looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to persevere in grace’? I do not find them either in the English version or in the Greek original. If I could so read them the passage would certainly be very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not find those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the word” (= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kacamata pembesar yang sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya tidak percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk / menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk kata itu) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.

d)     Pembahasan kata ‘know’ (= tahu) dalam Kitab Suci.

1. Dalam Perjanjian Lama.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Ibrani adalah YADA.

a. Kata YADA ini digunakan dalam Kej 4:1 (KJV/Lit): “Adam knew Eve his wife, and she conceived” (= Adam tahu / kenal Hawa istrinya, dan ia mengandung).
Dari sini bisa kita lihat bahwa ‘to know’ tidak selalu sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.
Karena itu kalau Ro 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan: tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).
John Murray (tentang Ro 8:29 - NICNT): ‘Whom he foreknew’ - few questions have provoked more difference of interpretation than that concerned with the meaning of God’s foreknowledge as referred to here. It is, of course, true that the word is used in the sense of ‘to know beforehand’ (cf. Acts 26:5; 2 Pet. 3:17). As applied to God it could, therefore, refer to his eternal prevision, his foresight of all that would come to pass. It has been maintained by many expositors that this sense will have to be adopted here. Since, however, those whom God is said to have foreknown are distinguished from others and identified with those whom God also predestinated to be conformed to the image of his Son, and since the expression ‘whom he foreknew’ does not, on this view of its meaning, intimate any distinction by which the people of God could be differentiated, various ways of supplying this distinguishing element have been proposed. The most common is to suppose that what is in view is God’s foresight of faith. God foreknew who would believe; he foreknew them as his by faith. On this interpretation predestination is conceived of as conditioned upon this prevision of faith. Frequently, though not necessarily in all instances, this view of foreknowledge is considered to obviate the doctrine of unconditional election, and so dogmatic interest is often apparent in those who espouse it. It needs to be emphasized that the rejection of this interpretation is not dictated by a predestinarian interest. Even if it were granted that ‘foreknew’ means the foresight of faith, the biblical doctrine of sovereign election is not thereby eliminated or disproven. For it is certainly true that God foresees faith; he foresees all that comes to pass. The question would then simply be: whence proceeds this faith which God foresees? And the only biblical answer is that the faith which God foresees is the faith he himself creates (cf. John 3:3–8; 6:44, 45, 65; Eph. 2:8; Phil. 1:29; 2 Pet. 1:2). Hence his eternal foresight of faith is preconditioned by his decree to generate this faith in those whom he foresees as believing, and we are thrown back upon the differentiation which proceeds from God’s own eternal and sovereign election to faith and its consequents. The interest, therefore, is simply one of interpretation as it should be applied to this passage. On exegetical grounds we shall have to reject the view that ‘foreknew’ refers to the foresight of faith. It should be observed that the text says ‘whom he foreknew’; whom is the object of the verb and there is no qualifying addition. This, of itself, shows that, unless there is some other compelling reason, the expression ‘whom he foreknew’ contains within itself the differentiation which is presupposed. If the apostle had in mind some ‘qualifying adjunct’ it would have been simple to supply it. Since he adds none we are forced to inquire if the actual terms he uses can express the differentiation implied. The usage of Scripture provides an affirmative answer. Although the term ‘foreknow’ is used seldom in the New Testament, it is altogether indefensible to ignore the meaning so frequently given to the word ‘know’ in the usage of Scripture; ‘foreknow’ merely adds the thought of ‘beforehand’ to the word ‘know’. Many times in Scripture ‘know’ has a pregnant meaning which goes beyond that of mere cognition.55 It is used in a sense practically synonymous with ‘love’, to set regard upon, to know with peculiar interest, delight, affection, and action (cf. Gen. 18:19; Exod. 2:25; Psalm 1:6; 144:3; Jer. 1:5; Amos 3:2; Hosea 13:5; Matt. 7:23; 1 Cor. 8:3; Gal. 4:9; 2 Tim. 2:19; 1 John 3:1). There is no reason why this import of the word ‘know’ should not be applied to ‘foreknow’ in this passage, as also in 11:2 where it also occurs in the same kind of construction and where the thought of election is patently present (cf. 11:5, 6.) When this import is appreciated, then there is no reason for adding any qualifying notion and ‘whom he foreknew’ is seen to contain within itself the differentiating element required. It means ‘whom he set regard upon’ or ‘whom he knew from eternity with distinguishing affection and delight’ and is virtually equivalent to ‘whom he foreloved’. This interpretation, furthermore, is in agreement with the efficient and determining action which is so conspicuous in every other link of the chain - it is God who predestinates, it is God who calls, it is God who justifies, and it is he who glorifies. Foresight of faith would be out of accord with the determinative action which is predicated of God in these other instances and would constitute a weakening of the total emphasis at the point where we should least expect it. Foresight has too little of the active to do justice to the divine monergism upon which so much of the emphasis falls. It is not the foresight of difference but the foreknowledge that makes difference to exist, not a foresight that recognizes existence but the foreknowledge that determines existence. It is sovereign distinguishing love (= ) - Libronix.

b. Kata YADA ini digunakan dalam Kej 18:19 dan diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Sebab Aku telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya”.

RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia!

ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi kalimatnya jadi aneh.
Kej 18:19 (KJV): “For I know him, that he will command his children and his household after him, and they shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that the LORD may bring upon Abraham that which he hath spoken of him” (= Karena Aku mengetahui / mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya).

c. Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala kesalahanmu”.
KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ (= memilih).

Tentang kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care” (= apa yang ditonjolkan ke depan secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih / mengkhususkan Israel untuk perhatian istimewa) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 288.

Loraine Boettner: “The word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi: ‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’ (Amos 3:2)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

d.     Penggunaan kata YADA yang lain:
·       Kel 2:25 - “Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan (YADA) mereka”.
·       Maz 1:6 - “sebab TUHAN mengenal (YADA) jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.
·       Maz 101:4 - “Hati yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu (YADA).
·       Nahum 1:7 - “TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal (YADA) orang-orang yang berlindung kepadaNya”.

Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak memungkinkan untuk diartikan sebagai sekedar suatu pengetahuan intelektual.

2. Dalam Perjanjian Baru.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah ini:
a. Mat 7:23 - “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”.
b. Yoh 10:14,27 - “(14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. ... (27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku”.
c. 1Kor 8:3 - “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah”.
d. Gal 4:9 - “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.
e. 2Tim 2:19a - “Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.

Dalam semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara intelektual’.

e) Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).
Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge, foreknew, dsb:

1. Kis 2:23a - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya.
NASB: “this Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge of God (= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah).
Jelas bahwa ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu) di sini tidak sekedar berarti pengetahuan intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’ itu. Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.

2. Rom 11:2a - “Allah tidak menolak umatNya yang dipilihNya.
NASB: “God has not rejected His people whom He foreknew (= Allah tidak menolak umatNya yang diketahuiNya lebih dulu).
Ini lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’ tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.

Loraine Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’” (= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih dulu’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.

3. 1Pet 1:2a - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita”.
NASB: “who are chosen according to the foreknowledge of God the Father” (= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).

4. 1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir”.
NASB: “For He was foreknown before the foundation of the world, but has appeared in these last times for the sake of you” (= Karena Ia diketahui lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada jaman akhir karena kamu).

Melihat ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’.

Barnes’ Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This word denotes the seeing beforehand of an event yet to take place. It implies: 1. Omniscience; and, 2. That the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event will certainly take place. What that reason is, the word itself does not determine. As, however, God is represented in the Scriptures as purposing or determining future events; as they could not be foreseen by him unless he had so determined, so the word sometimes is used in the sense of determining beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place the word is used to denote that the delivering up of Jesus was something more than a bare or naked decree. It implies that God did it according to his foresight of what would be the best time, place, and manner of its being done. It was not the result merely of will; it was will directed by a wise foreknowledge of what would be best. And this is the case with all the decrees of God (= ‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1. Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan. Karena itu, pengetahuan lebih dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi. Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya tentang apa yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu merupakan kehendak yang diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah).

f)  Dengan ajaran Conditional Election (= pemilihan bersyarat) ini, Arminianisme menjadikan tujuan pemilihan sebagai alasan pemilihan.
Seharusnya iman maupun perbuatan baik adalah hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan. Tetapi Arminianisme mengajarkan bahwa iman dan perbuatan baik (yang dilihat lebih dulu oleh Allah) merupakan alasan dari pemilihan.

Yang seharusnya / yang alkitabiah:
Pemilihan ® Iman dan perbuatan baik.

Ajaran Arminian:
Iman dan perbuatan baik ® pemilihan.

Bahwa iman / perbuatan baik seharusnya merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan, terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:

1. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.
Mengomentari Kis 13:48 ini, Arthur W. Pink berkata:
“believing is the consequence and not the cause of God’s decree” (= percaya adalah konsekwensi / akibat dan bukannya penyebab dari ketetapan Allah) - ‘The Sovereignty of God’, hal 46.

2. Yoh 15:16b - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu”.
Jadi ‘buah’ adalah hasil / tujuan dari pemilihan, bukan alasan dari pemilihan seperti yang dikatakan oleh Arminian.

3. Ef 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya”.
Ayat ini mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada lebih dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada lebih dulu dalam pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!

4. 1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa seseorang dipilih supaya taat, bukannya karena bakal taat lalu dipilih.

Calvin: “Say: ‘Since he foresaw that we would be holy, he chose us,’ and you will invert Paul’s order” (= Katakan: ‘Karena Ia melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi kudus, Ia memilih kita’, dan engkau akan membalik urut-urutan Paulus) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.

Loraine Boettner: “Foreseen faith and good works, then, are never to be looked upon as the cause of the Divine election. They are rather its fruits and proof. They show that the person has been chosen and regenerated. To make them the basis of election involves us again in a covenant of works, and places God’s purposes in time rather than in eternity. This would not be pre-destination but post-destination, an inversion of the Scripture account which makes faith and holiness to be the consequents, and not the antecedents, of election (Eph. 1:4; John 15:16; Titus 3:5)” [= Maka, iman dan perbuatan baik yang dilihat lebih dulu, tidak pernah boleh dilihat sebagai penyebab dari pemilihan ilahi. Sebaliknya iman dan perbuatan baik adalah buah dan bukti dari pemilihan ilahi. Iman dan perbuatan baik membuktikan bahwa orang itu telah dipilih dan dilahirbarukan. Membuat iman dan perbuatan baik sebagai dasar dari pemilihan melibatkan kita kembali pada perjanjian berdasarkan perbuatan baik, dan menempatkan Rencana Allah dalam waktu dan bukannya dalam kekekalan. Ini bukanlah pre-destinasi tetapi post-destinasi, suatu pembalikan terhadap penjelasan / penggambaran Kitab Suci yang membuat iman dan kekudusan sebagai konsekwensi / akibat, dan bukannya sebagai sesuatu yang mendahului, pemilihan (Ef 1:4; Yoh 15:16; Tit 3:5)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 98.

John Owen: “We choose Christ by faith; God chooseth us by his decree of election. The question is, Whether we choose him because he hath chosen us, or he chooseth us because we have chosen him, and so indeed choose ourselves? We affirm the former, and that because our choice of him is a gift he himself bestoweth only on them whom he hath chosen” (= Kita memilih Kristus oleh iman; Allah memilih kita oleh ketetapan pemilihanNya. Pertanyaannya adalah, Apakah kita memilih Dia karena Ia telah memilih kita, atau Ia memilih kita karena kita telah memilih Dia, dan dengan demikian sebenarnya memilih diri kita sendiri? Kami menegaskan yang pertama / terdahulu, dan itu karena pemilihan kita tentang Dia adalah suatu karunia yang Ia sendiri berikan hanya kepada mereka yang telah Ia pilih) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 65.

g) Ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah tahu lebih dulu iman dan kesalehan seseorang baru memilih orang itu, bertentangan dengan Ro 9:21 yang mengatakan bahwa baik orang pilihan / elect maupun orang non pilihan / reprobate dipilih / diambil ‘dari gumpal yang sama.

Ro 9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Ajaran Arminian ini menunjukkan bahwa orang pilihan / elect dipilih karena mereka lebih baik dari pada yang tidak dipilih / reprobate. Ini sejalan dengan doktrin sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).

h) Kalau Conditional Election itu benar, bagaimana kita harus menafsirkan ayat-ayat di bawah ini, yang secara explicit menyingkirkan perbuatan baik manusia sebagai alasan pemilihan?
Ro 9:11 - “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya”.
2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

i)  Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain” (= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

j)  John Owen: “Is it not because such propositions as these, ‘Believe, Peter, and continue in the faith unto the end, and I will choose thee before the foundation of the world,’ are fitter for the writings of the Arminians than the word of God?” (= Bukankah karena pernyataan seperti ini ‘Percayalah Petrus, dan bertekunlah dalam iman sampai akhir, dan Aku akan memilih engkau sebelum dunia dijadikan’, lebih cocok untuk tulisan-tulisan Arminian dari pada Firman Allah?) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 55.

Kata-kata John Owen ini menunjukkan betapa menggelikan dan tidak masuk akalnya ajaran Arminian yang mengatakan bahwa seseorang dipilih dari semula karena Ia bakal baik!

2) Dalam memilih, Tuhan memilih semua orang.

Jawab:

a)  Kata ‘memilih’ tidak memungkinkan untuk diartikan ‘memilih semua’.
‘Memilih semua’ sama dengan tidak memilih, dan juga sama menggelikannya seperti anak saya yang berusia 3 1/2 tahun, yang kalau ditanya: ‘Mau es krim atau permen?’, lalu berkata ‘Mau es krim dan permen’.

b)  Kitab Suci secara jelas mengatakan bahwa Tuhan hanya memilih sebagian dari umat manusia untuk diselamatkan.

1. Mat 22:14 - “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.

2. Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.
Pada waktu Paulus memberitakan Injil di sini, ada orang-orang yang menjadi iri hati, menghujat, membantah dsb (Kis 13:45), tetapi orang-orang pilihan bergembira dan menjadi percaya (Kis 13:48). Jelas bahwa orang-orang pilihan ini hanya sebagian dari para pendengar saat itu.

3. Ro 11:25 - “Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk”.

Tentang Ro 11:25 ini, perlu diingat bahwa sebagian Israel ditegarkan selama ribuan tahun (sampai saat ini sudah hampir 2000 tahun), sementara Tuhan bekerja sampai orang-orang pilihan dari kalangan non Israel bertobat. Jelas bahwa selama ribuan tahun ini sudah banyak orang Israel yang binasa dalam dosa mereka, dan ini jelas menunjukkan bahwa mereka tidak dipilih. Sebagian yang lain (sebagian kecil) tidak ditegarkan, dan sebaliknya diberi kasih karunia, sehingga mereka percaya kepada Kristus. Ini orang Israel yang termasuk orang pilihan. Jadi lagi-lagi terlihat bahwa tidak semua manusia dipilih oleh Tuhan.

c) Kalau Tuhan memilih semua, maka hanya ada 2 kemungkinan:
1. Semua orang akan selamat.
Ini tidak mungkin karena Kitab Suci jelas menunjukkan adanya orang yang masuk neraka.
2. Pemilihan itu gagal (sebagian), karena dari semua yang dipilih itu ada yang tidak selamat.
Ini juga tidak mungkin karena di atas telah kita bahas bahwa Rencana Allah / predestinasi tidak bisa gagal.
Kedua kemungkinan ini sama-sama tidak mungkin, dan karena itu tidak mungkin Tuhan memilih semua orang.


3) Predestinasi menunjukkan bahwa Allah tidak adil.

Pdt. Jusuf B. S. berkata bahwa Allah tidak membeda-bedakan. Ia lalu memberikan beberapa ayat sebagai dasar yaitu Ro 2:11  Kis 10:34-35  Kol 3:25 dan 1Pet 1:17 (‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 18).

Jawab:

a) ‘Adil’ tidak selalu berarti ‘memperlakukan secara sama rata’.
Perlu diingat bahwa dalam banyak hal Allah bersikap membedakan (tidak memperlakukan secara sama rata), misalnya:
1. Pada waktu menciptakan sebagai binatang, manusia atau malaikat.
2. Pada waktu Ia memilih Israel dan bukannya bangsa-bangsa lain.
3. Pada saat Ia memberikan penebusan kepada manusia yang jatuh ke dalam dosa, tetapi tidak kepada malaikat yang jatuh ke dalam dosa (Ibr 2:16).
4. Pada saat ia memberikan talenta kepada manusia (Mat 25:14-30).
5. Pada saat ia memberikan karunia-karunia kepada orang kristen (1Kor 12:7-11).

Karena itu, kalau yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah bahwa Allah harus memperlakukan semua orang dengan sama rata, maka jelas bahwa Allah memang tidak adil.

R. C. Sproul: “The hue and cry the Calvinist usually hears at this point is ‘That’s not fair!’ But what is meant by fairness here? If by fair we mean equal, then of course the protest is accurate. God does not treat all men equally. Nothing could be clearer from the Bible than that. God appeared to Moses in a way that he did not appear to Hammurabi. God gave blessings to Israel that he did not give to Persia. Christ appeared to Paul on the road to Damascus in a way he did not manifest himself to Pilate” (= Teriakan-teriakan yang biasanya didengar oleh orang Calvinist pada titik ini adalah ‘Itu tidak adil!’ Tetapi apa yang dimaksud dengan keadilan di sini? Kalau yang dimaksud dengan ‘adil’ adalah ‘sama’, maka tentu protes itu benar. Allah tidak memperlakukan semua orang secara sama. Tidak ada hal yang bisa lebih jelas dari Alkitab dari pada hal itu. Allah menampakkan diri kepada Musa dalam suatu cara yang tidak Ia lakukan kepada Hammurabi. Allah memberi berkat kepada Israel yang tidak Ia berikan kepada Persia. Kristus menampakkan diri kepada Paulus di jalan ke Damaskus dalam suatu cara yang Ia tidak nyatakan kepada Pilatus) - ‘Chosen By God’, hal 155.
Catatan: Hammurabi adalah raja Babilonia yang memerintah pada tahun 2285-2242 S.M. (Barclay, ‘The Gospel of Matthew’, vol 1, hal 163).

Tetapi siapa yang mengatakan bahwa ‘adil’ harus berarti memperlakukan semua orang dengan sama rata? Dari perumpamaan dalam Mat 20:1-15 terlihat dengan jelas bahwa ‘adil’ tidak selalu harus berarti ‘memperlakukan secara sama rata’.

Mat 20:1-15 - “(1) Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. (2) Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. (3) Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. (4) Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi. (5) Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi. (6) Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? (7) Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku. (8) Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu. (9) Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar. (10) Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga. (11) Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: (12) Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari. (13) Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? (14) Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (15) Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.

Jelas bahwa tuan itu tidak memperlakukan para pekerja itu secara sama rata, karena ia lebih bermurah hati kepada pekerja yang masuk lebih belakangan. Tetapi pada waktu pekerja golongan pertama memprotesnya, ia berkata: “aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau” (Mat 20:13).

Juga perlu diperhatikan bahwa dalam persoalan Predestinasi ini orang yang tidak dipilih mendapatkan keadilan Allah sedangkan orang pilihan mendapatkan belas kasihan / kemurahan hati Allah. Tidak ada yang menerima ketidakadilan Allah!

b) Paulus menjawab pertanyaan ‘Apakah Allah tidak adil?’ dengan berkata ‘Mustahil!’, dan ia lalu berkata bahwa Allah berhak untuk melakukan pemilihan itu (Ro 9:14-18).

c)     Jawaban terhadap Pdt. Jusuf B. S.
Keempat ayat yang dipakai oleh Pdt. Jusuf B. S. itu digunakannya secara out of context (= keluar dari kontextnya)!

1. Kis 10:34-35 - “(34) Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya: ‘Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang. (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya’”.
Kita harus menafsirkan ayat ini sesuai dengan kontexnya. Kalau saudara membaca Kis 10:1 sampai Kis 11:18 (cerita pertobatan Kornelius yang bukan orang Yahudi) maka saudara akan melihat dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘Allah tidak membedakan orang’ dalam Kis 10:34 itu adalah bahwa Allah berkenan kepada baik Yahudi maupun non Yahudi yang takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran. Jadi melalui seluruh bagian ini Allah ingin mengajarkan bahwa bukan orang Yahudi saja yang bisa diselamatkan, tetapi juga orang-orang non Yahudi.

2. Ro 2:11 - “Sebab Allah tidak memandang bulu” (TL: “Sebab Allah tiada menilik atas rupa orang”).
Kalau kita melihat kontex, yaitu Ro 2:9-12, maka terlihat dengan jelas bahwa yang dimaksud oleh Ro 2:11 adalah bahwa dalam menghakimi Allah tidak membedakan Yahudi dan Yunani / non Yahudi. Kalau jahat akan dihukum, kalau baik akan diberi pahala, tak peduli mereka Yahudi atau Yunani / non Yahudi.

3. Kol 3:25 dan 1Pet 1:17 berbunyi sebagai berikut:
Kol 3:25 - “Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu, karena Tuhan tidak memandang orang”.
1Pet 1:17 - “Dan jika kamu menyebutNya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini”.
Jelas bahwa kedua ayat ini sama-sama berbicara tentang penghakiman Allah, dan menunjukkan bahwa dalam melakukan penghakiman, Allah tidak membedakan orang. Jelas bahwa ayat-ayat ini tidak berhubungan dengan Predestinasi, sehingga tidak bisa dipakai untuk menentang Predestinasi.
Memang dalam melakukan penghakiman, Allah tidak pandang bulu. Siapapun yang berdosa akan dihukum. Tetapi pada waktu Allah memberikan belas kasihan atau kasih karuniaNya, ia hanya memberikannya kepada orang-orang pilihanNya.

4) Allah selalu menghendaki manusia selamat.

Pdt. Jusuf B. S. mengatakan bahwa Allah menghendaki semua orang selamat, dan karena itu tidak mungkin Ia menetapkan sebagian manusia untuk binasa.
Ia berpendapat bahwa Predestinasi “bertentangan dengan rencana dan kehendak Allah sendiri yang ingin semua orang selamat (2Pet 3:9 / 1Tim 2:4)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
2Pet 3:9 - “Tuhan tidak lalai menepati janjiNya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
1Tim 2:3-4 - “(3) Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, (4) yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran”.
 
Pdt. Jusuf B. S. juga berkata:
“Ia tidak ingin seorangpun binasa, termasuk juga orang fasik yang jahat. Tuhan masih mengharapkannya untuk bertobat kembali dan diselamatkan” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 15.
Dan ia lalu mengutip Yeh 18:23 dan Yeh 33:11.
Yeh 18:23 - Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan ALLAH. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?.
Yeh 33:11 - “Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?”.

Jawab:

a) Kalau membahas tentang ‘kehendak Allah’ maka perlu diingat bahwa ada beberapa ‘kehendak Allah’, yaitu:
1. Kehendak Allah yang menunjuk pada prinsip-prinsip kehidupan yang Ia berikan kepada manusia, dan ini mencakup baik perintah-perintah maupun larangan-larangan dari Allah untuk manusia.
Kehendak Allah yang ini sering tidak terjadi, karena manusianya tidak taat pada Firman Tuhan.
2. Kehendak Allah yang menunjuk pada hal yang menyenangkan Allah kalau hal itu terjadi.
Kehendak Allah yang ini juga sering tidak terjadi.
3. Kehendak Allah yang menunjuk pada RencanaNya / KetetapanNya yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan.
Kehendak yang ini pasti terlaksana dan tidak mungkin digagalkan oleh apapun / siapapun juga. Ini terlihat dari banyak ayat seperti ayat-ayat di bawah ini:
a. Ayub 23:13-14 - “(13) Tetapi Ia tidak pernah berubah - siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendakiNya, dilaksanakanNya juga. (14) Karena Ia akan menyelesaikan apa yang ditetapkan atasku, dan banyak lagi hal yang serupa itu dimaksudkanNya”.
b. Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal’”.
c. Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun”.
d. Yes 14:24-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: (25) Aku akan membinasakan orang Asyur dalam negeriKu dan menginjak-injak mereka di atas gunungKu; kuk yang diletakkan mereka atas umatKu akan terbuang dan demikian juga beban yang ditimpakan mereka atas bahunya.’ (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?”.
e. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.

Pembedaan ‘kehendak Allah’ seperti ini memang harus ada karena kalau tidak, akan terjadi kontradiksi dalam Kitab Suci. Dalam 5 text Kitab Suci yang baru saya sebutkan, terlihat dengan sangat jelas bahwa kehendak Allah pasti terjadi / tidak mungkin gagal. Kalau ini dianggap membicarakan ‘kehendak Allah‘ yang sama dengan yang dibicarakan dalam 2Pet 3:9 1Tim 2:3-4 Yeh 33:11 Yeh 18:23, maka kita harus menyimpulkan bahwa semua manusia pasti akan selamat (Universalisme), dan ini jelas adalah ajaran sesat!

Ayat-ayat yang dipakai oleh Pdt. Jusuf B. S. di atas, yaitu 2Pet 3:9 1Tim 2:3-4 Yeh 33:11 Yeh 18:23, menunjuk pada kehendak Allah yang nomor 2, yaitu sesuatu yang kalau terjadi akan menyenangkan Allah, tetapi bukan menunjuk pada Rencana / Ketetapan kekal dari Allah. Sebaliknya Predestinasi / pemilihan memang menunjuk pada Rencana / Ketetapan Allah, dan karenanya pasti terjadi.

b) Arthur W. Pink: “To say that God the Father has purposed the salvation of all mankind, that God the Son died with the express intention of saving the whole human race, and that God the Holy Spirit is now seeking to win the world to Christ; when, as a matter of common observation, it is apparent that the great majority of our fellow-men are dying in sin, and passing into a hopeless eternity: is to say that God the Father is disappointed, that God the Son is dissatisfied, and that God the Holy Spirit is defeated (= Mengatakan bahwa Allah Bapa telah merencanakan keselamatan untuk semua orang, bahwa Allah Anak mati dengan maksud yang jelas / tegas untuk menyelamatkan seluruh umat manusia, dan bahwa Allah Roh Kudus sekarang berusaha memenangkan dunia bagi Kristus; padahal, sesuai dengan pengamatan umum, adalah jelas bahwa sebagian besar sesama kita mati dalam dosa, dan masuk ke dalam kekekalan tanpa harapan: sama dengan mengatakan bahwa Allah Bapa dikecewakan, Allah Anak tidak dipuaskan, dan Allah Roh Kudus dikalahkan) - ‘The Sovereignty of God’, hal 21.

c) Serangan terhadap Pdt. Jusuf B. S.

Saya ingin menambahkan satu hal tentang Pdt. Jusuf B. S. yang mengatakan bahwa Allah selalu menghendaki manusia untuk selamat.
Dalam bukunya ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 20, Pdt. Jusuf B. S. berkata:
“Allah dapat mencegah Saul, Balhum, Yerobeam, Yudas dan lain-lain untuk berhenti berdosa, tetapi Ia tidak melakukan hal itu, sebab itu bukan rencana / tujuan Allah”.
Apakah ini bukan suatu kontradiksi dengan pernyataan bahwa Allah selalu menghendaki manusia untuk selamat?

d) Mat 11:20-24 jelas menunjukkan bahwa Allah tidak selalu menghendaki keselamatan seseorang.

Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. (24) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.’”.

Yesus berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak memberi mujijat-mujijat itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk orang bukan pilihan dan karena itu Allah memang tidak menghendaki keselamatan mereka!
Sekarang silahkan Pdt. Jusuf B. S. menjawab mengapa Allah tidak memberikan mujijat kepada kota-kota Tirus, Sidon, dan Sodom, padahal Allah tahu bahwa kota-kota itu akan bertobat kalau terjadi mujijat!

Contoh lain:

1. Mat 11:25-27 - “(25) Pada waktu itu berkatalah Yesus: ‘Aku bersyukur kepadaMu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. (26) Ya Bapa, itulah yang berkenan kepadaMu. (27) Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.

2. Mat 13:13-15 - “(13) Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.

3. Adanya orang-orang yang sampai mati tak pernah mendengar Injil.

5) Kalau ada Predestinasi setan tidak akan menyerang mati-matian.

Kalau ada Predestinasi / penentuan selamat, maka Iblis tidak akan menyerang mati-matian, karena toh akan gagal. Tetapi kenyataannya setan menyerang mati-matian, dan ini menunjukkan bahwa Predestinasi itu tidak ada (‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 26-27).

Jawab:

a) Iblis tidak mahatahu sehingga ia tidak tahu siapa yang ditentukan selamat dan siapa yang ditentukan binasa. Karena itu ia menyerang semua orang. Ini ada miripnya dengan kita pada waktu memberitakan Injil. Karena kita tidak tahu siapa yang dipilih dan siapa yang tidak, maka kita harus memberitakan Injil kepada semua orang.

b) Kalaupun setan tidak bisa membatalkan keselamatan tetapi setidaknya dengan serangannya ia bisa mempersulit hidup kita, merusak pelayanan kita, membuat hati kita sumpek, dsb.

c) Iblis memang adalah seseorang yang luar biasa tekun. Pada waktu Yesus hidup sebagai manusia di muka bumi ini, keilahianNya tidak memungkinkan Ia untuk jatuh ke dalam dosa. Tetapi sekalipun demikian, setan terus menyerang Yesus! Mungkin memang sudah menjadi nature (= sifat dasar) dari setan untuk terus menyerang, tak perduli bisa berhasil atau tidak.

Catatan: kalau saudara mau tahu secara mendetail tentang ketidak-mungkinan Kristus untuk jatuh ke dalam dosa, baca buku saya yang berjudul ‘CHRISTOLOGY’.


6) Ajaran Predestinasi menimbulkan reaksi yang salah.

a) Untuk orang kristen.
1. Menyebabkan orang mudah lalai dan berani bermain-main dengan dosa (Pdt. Jusuf B. S., ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 27,29).
2. Menyebabkan orang menganggap tidak perlu pikul salib (Pdt. Jusuf B. S., ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 32).
3. Hilang semangat pelayanan (Pdt. Jusuf B. S., ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35).
4. Menyebabkan orang menjadi apatis / acuh tak acuh.

b)     Untuk orang non kristen.
Doktrin ini menyebabkan orang non kristen menjadi kecil hati dalam mencari Yesus / datang kepada Yesus.

Jawab:

a) Tidak perlu disangkal bahwa doktrin Predestinasi memang bisa menimbulkan reaksi negatif dari orang kristen. Ini diakui oleh Calvin sendiri yang berkata:
“Obviously they are not completely lying, for there are many swine that pollute the doctrine of predestination with their foul blasphemy, and by this pretext evade all admonitions and reproofs” (= Jelas bahwa mereka tidak sepenuhnya berdusta, karena ada banyak babi yang mengotori doktrin predestinasi dengan hujatan mereka yang kotor, dan dengan dalih ini menghindari semua nasehat dan teguran) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 12.

Tetapi perhatikan komentar-komentar dari Spurgeon dan Calvin di bawah ini:

·       Charles Haddon Spurgeon:
“But do not men abuse the doctrine of grace? I grant you that they do; but if we destroyed everything that men misuse, we should have nothing left. Are there to be no ropes because some fools will hang themselves? (= Tetapi bukankah manusia menyalahgunakan doktrin kasih karunia? Saya mengakui bahwa mereka memang menyalahgunakannya; tetapi kalau kita menghancurkan segala sesuatu yang disalahgunakan manusia, kita tidak akan mempunyai apapun yang tersisa. Apakah tidak boleh ada tali karena beberapa orang tolol akan menggantung diri mereka sendiri?) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 9.

Saya sangat setuju dengan kata-kata Spurgeon ini. Memang kalau kita mau membuang semua ajaran yang disalahgunakan / ditanggapi secara salah, maka tidak ada ajaran apapun yang akan tersisa pada kita. Mengapa? Karena manusia begitu berdosa / condong kepada dosa sehingga ajaran yang bagaimanapun baiknya selalu bisa saja ditanggapi secara salah! Bahkan Injil, yang mengatakan bahwa semua dosa kita sudah dibayar oleh Kristus, bisa ditanggapi secara salah dengan terus menerus berbuat dosa. Apakah karena itu kita harus berhenti memberitakan Injil?
Dalam kutipan di atas Spurgeon juga menganalogikan dengan dunia jasmani. Apakah kita harus membuang semua tali yang ada hanya karena ada orang tolol yang menggantung dirinya sendiri? Tali, pisau, bahkan morfin sebetulnya mempunyai manfaat yang sangat besar, dan hanya karena ada orang-orang yang menyalahgunakannya, tidak berarti bahwa kita harus membuang semua hal itu. Kalau ini berlaku dalam hal jasmani, maka ini berlaku juga dalam hal rohani / ajaran.

·       Charles Haddon Spurgeon:
“I know that some men who have embraced the doctrine of election have become Antinomians; such men would probably have found other excuses for their misdeeds if they had not sheltered themselves under the shadow of this doctrine” [= Saya tahu bahwa beberapa orang yang mempercayai doktrin pemilihan telah menjadi Antinomian (= orang yang anti hukum, sehingga lalu hidup seenaknya); orang-orang seperti itu mungkin akan menemukan alasan-alasan yang lain untuk kelakuan buruk mereka jika mereka tidak berlindung di bawah bayang-bayang doktrin ini] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 9.

Saya berpendapat bahwa kata-kata Spurgeon ini sangat tepat. Orang yang menggunakan doktrin Predestinasi sebagai alasan untuk hidup dalam dosa, jelas adalah orang yang kurang ajar, sehingga andaikatapun doktrin Predestinasi ini tidak ada, kekurang-ajaran mereka pasti akan menemukan hal lain yang bisa dijadikan alasan untuk hidup dalam dosa!

·       Charles Haddon Spurgeon:
“in Scotland you will scarcely find a congregation of Hyper-Calvinists, the simple reason being that the Church in Scotland holds entire the whole doctrine upon this matter, and her ministers as a rule, are not ashamed to preach it fearlessly and boldly, and in connection with the rest of the faith” (= di Skotlandia engkau hampir tidak akan menemukan sebuah jemaat Hyper-Calvinist, alasannya adalah karena Gereja di Skotlandia memegang seluruh doktrin ini dalam persoalan ini, dan pelayan / pendetanya biasanya tidak malu mengkhotbahkannya tanpa rasa takut dan dengan berani, dan dalam hubungan dengan pelajaran iman yang lain) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.

Saya percaya bahwa kata-kata ini benar. Kalau kita mengajarkan seluruh doktrin Predestinasi dengan benar, dan juga mengajarkan doktrin-doktrin penting lainnya secara seimbang, maka tidak akan muncul reaksi negatif, kecuali dari ‘kambing-kambing’ (orang kristen KTP) yang kurang ajar. Yang menimbulkan problem adalah kalau doktrin Predestinasi ini diajarkan sedikit-sedikit dan tidak diimbangi oleh doktrin-doktrin penting lainnya.

·       Calvin mengatakan bahwa sebetulnya Kitab Suci mengajarkan doktrin Predestinasi dengan suatu tujuan yang baik, yaitu supaya kita menjadi rendah hati dan lebih menghargai belas kasihan Allah. Paulus sendiri mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus dan tak bercacat (Ef 1:4) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 12.

b) Juga tidak bisa disangkal bahwa doktrin Predestinasi bisa menimbulkan reaksi negatif dari orang non kristen.

Charles Haddon Spurgeon:
“It must be sorrowfully admitted that the doctrine of election has discouraged many who were seeking the Saviour, but the truth is that it ought not to do so” (= Dengan sedih harus diakui bahwa doktrin pemilihan telah mengecilkan hati banyak orang yang mencari Juruselamat, tetapi kebenarannya adalah bahwa doktrin itu tidak seharusnya berbuat demikian) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 37.

Charles Haddon Spurgeon:
“Some are ordained unto eternal life, and therefore believe in the Lord Jesus Christ. Does this fact discourage you? I do not see why it should. Why should not you be among that number? ‘But suppose that I am not?’ says one. Why do you not suppose that you are? You do not know anything about it: therefore why suppose at all? To give up supposing would be a far more sensible thing than to brew for yourself a deadly potion of despair out of the worthless husks of mere supposition” (= Sebagian orang ditentukan untuk hidup yang kekal, dan karena itu percaya kepada Yesus Kristus. Apakah fakta ini mengecilkan hatimu? Saya tidak melihat mengapa harus begitu. Mengapa engkau harus tidak berada di antara orang-orang yang dipilih itu? ‘Tetapi bagaimana jika aku bukan termasuk orang pilihan?’ kata seseorang. Mengapa engkau tidak menduga bahwa engkau adalah orang pilihan? Engkau tidak tahu apa-apa tentang hal itu: karena itu mengapa menduga-duga? Membuang segala dugaan adalah hal yang jauh lebih masuk akal dari pada membuat untuk dirimu sendiri suatu minuman keputusasaan yang mematikan dari sekam dugaan semata-mata yang tak berharga) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 38.

c) Calvin:
“Even though discussion about predestination is likened to a dangerous sea, still, in traversing it, one finds safe and calm - I also add pleasant - sailing unless he willfully desire to endanger himself” (= Sekalipun diskusi tentang Predestinasi digambarkan seperti laut yang berbahaya, tetap, dalam melintasinya seseorang mendapatkan pelayaran yang aman dan tenang bahkan menyenangkan, kecuali mereka secara sengaja ingin membahayakan diri mereka sendiri) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, chapter XXIV, no 4.

d) Adanya tanggapan negatif terhadap doktrin Predestinasi, baik dari orang kristen maupun non kristen, adalah kesalahan si penanggap, dan tidak menunjukkan bahwa doktrin Predestinasi itu yang salah.
Saya akan mengutip ulang kata-kata John Murray, yang sudah saya pernah kutip dalam pelajaran tentang Total Depravity, yang berbunyi: “But perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang disimpangkan itu) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

e) Kebenaran harus tetap diberitakan sekalipun menimbulkan reaksi yang salah.
Kebijaksanaan mengijinkan kita untuk menunda pemberitaan doktrin Predestinasi, dengan alasan bahwa orang yang diajar itu belum cukup matang / dewasa dalam iman untuk menerima ‘makanan keras’ itu, tetapi kita tidak boleh membuang doktrin ini atau memutuskan untuk tidak akan pernah mengajarkannya.
Memang ada banyak orang yang menyatukan kebenaran dengan keuntungan. Jadi kalau menguntungkan maka kebenaran diberitakan, sedangkan kalau merugikan kebenaran tidak diberitakan atau bahkan diubah. Ini jelas merupakan politik / strategi yang tidak alkitabiah. Dalam Kitab Suci kebenaran tetap diberitakan sekalipun diketahui bahwa pemberitaannya akan menimbulkan reaksi yang negatif. Misalnya Yesaya tetap memberitakan kebenaran sekalipun Tuhan sudah mengatakan bahwa tidak ada orang Israel yang akan bertobat (Yes 6:9-10).

f)  Juga mesti kita pikirkan bahwa sekalipun doktrin Predestinasi bisa menimbulkan reaksi negatif, tetapi juga bisa menimbulkan reaksi positif, karena menyebabkan seseorang menjadi lebih rendah hati, dan lebih menghargai kasih karunia / belas kasihan Allah, juga menyebabkannya lebih mengasihi Allah yang sudah memilihnya sekalipun ia tidak berlayak untuk dipilih.
Mengapa kita harus kehilangan hasil positif ini hanya karena ada beberapa orang kurang ajar yang menanggapi doktrin Predestinasi ini secara salah?

g) Jangan mengira bahwa hanya Calvinisme saja yang bisa ditanggapi secara salah.

Ajaran Arminian juga bisa menimbulkan tanggapan yang salah. Melihat penekanan perbuatan baik yang berlebihan dari ajaran Arminian yang diajarkan oleh Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty, saya yakin ada banyak jemaat mereka yang mempercayai doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang adalah ajaran sesat!

7) Penentuan binasa menunjukkan Allah itu kejam / tidak kasih.

Pdt. Jusuf B. S.:
“Itu bertentangan dengan sifat Allah sendiri yang kasih adanya (1Yoh 4:8). Menentukan sepihak itu sangat kejam sebab resikonya masuk Neraka kekal. Dan pasti Allah sudah tahu tentang akibat yang dahsyat ini” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.

Jawab:

a) Calvin dan beberapa orang Reformed kelihatannya beranggapan bahwa ‘penetapan binasa’ dan ‘kasih Allah’ memang tidak bisa diharmoniskan, karena Kitab Suci memang hanya menyatakan kedua ajaran itu tanpa mengharmoniskannya.

Calvin:
“For God’s will is so much the highest rule of righteousness that whatever he wills, by the very fact that he wills it, it must be considered righteous. When, therefore, one asks why God has so done, we must reply: because he has willed it. But if you proceed further to ask why he so willed, you are seeking something greater and higher than God’s will, which cannot be found” (= Karena kehendak Allah adalah peraturan tertinggi dari kebenaran sehingga apapun yang Ia kehendaki, karena / oleh fakta bahwa Ia menghendakinya, harus dianggap sebagai benar. Karena itu, pada waktu seseorang bertanya mengapa Allah telah bertindak begitu, kita harus menjawab: karena Ia menghendakinya. Tetapi jika engkau meneruskan lebih jauh dan menanyakan mengapa Ia menghendakinya, engkau sedang mencari sesuatu yang lebih besar dan lebih tinggi dari kehendak Allah, yang tidak bisa ditemukan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 2.

Loraine Boettner:
“Let it be remembered that we are under no obligation to explain all the mysteries connected with these doctrines. We are only under obligation to set forth what the Scriptures teach concerning them, and to vindicate this teaching so far as possible from the objections which are alleged against it” (= Biarlah diingat bahwa kita tidak berkewajiban untuk menjelaskan semua misteri yang berkenaan dengan doktrin-doktrin ini. Kita hanya berkewajiban untuk menyatakan apa yang Kitab Suci ajarkan mengenai mereka, dan mempertahankan ajaran ini sejauh dimungkinkan dari keberatan-keberatan yang dinyatakan tanpa bukti terhadapnya) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 124.

William G. T. Shedd:
“Since both classes of passages come from God, he must perceive that they are consistent with each other whether man can or not. Both, then, must be accepted as eternal truth by an act of faith, by every one who believes in the inspiration of the Bible. They must be presumed to be self-consistent, whether it can be shown or not” (= Karena kedua golongan text Kitab Suci itu datang dari Allah, Ia pasti mengerti bahwa mereka konsisten satu dengan lainnya tak peduli manusia bisa mengertinya atau tidak. Jadi, keduanya harus diterima sebagai kebenaran yang kekal oleh suatu tindakan iman oleh setiap orang yang percaya pada pengilhaman Alkitab. Mereka harus dianggap sebagai konsisten, tak peduli apakah itu bisa ditunjukkan atau tidak) - ‘Calvinism: Pure and Mixed’, hal 43.

Catatan: yang ia maksudkan dengan ‘both’ (= keduanya), adalah ayat-ayat / bagian-bagian Kitab Suci yang kelihatannya bertentangan, seperti ayat yang menunjukkan penetapan binasa dan ayat yang menunjukkan Allah itu kasih, ayat yang menunjukkan penetapan Allah dan ayat yang menunjukkan tanggung jawab manusia.

b) Pertentangan tentang ‘Allah yang adalah kasih’ dan ‘masuknya orang-orang tertentu ke dalam neraka’, merupakan problem yang tidak terpecahkan bukan untuk orang Reformed / Calvinist saja, tetapi juga untuk orang Arminian. Mengapa? Karena sekalipun orang Arminian tidak percaya pada ‘penentuan binasa’, tetapi mereka percaya bahwa Allah maha tahu, sehingga pada waktu mencipta Ia tahu ada orang-orang yang akan masuk neraka. Kalau Ia memang maha kasih, lalu mengapa tetap menciptakan orang-orang itu? Jadi persoalan ini sebetulnya menyerang dan membingungkan Calvinisme dan Arminianisme secara sama kuat.

Loraine Boettner:
“As a matter of fact the Arminians do not escape any real difficulty here. For since they admit that God has foreknowledge of all things they must explain why He creates those who He foresees will lead sinful lives, reject the Gospel, die impenitent, and suffer eternally in hell” (= Faktanya, orang Arminian tidak lepas dari kesukaran di sini. Karena mereka mengakui bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu dari segala sesuatu, mereka harus menjelaskan mengapa Ia menciptakan mereka yang dilihatNya lebih dulu akan menempuh kehidupan yang berdosa, menolak Injil, mati tanpa bertobat, dan menderita selama-lamanya dalam neraka) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 125.

Karena itu, mungkin di tempat ini kita harus mentaati kata-kata Calvin, yang dalam komentarnya tentang Ro 9:14, berkata sebagai berikut:
“Let this then be our sacred rule, to seek to know nothing concerning it, except what Scripture teaches us: when the Lord closes his holy mouth, let us also stop this way, that we may not go farther” [= Biarlah ini menjadi peraturan kudus kita, berusaha mengetahui hal itu (doktrin Predestinasi) hanya sejauh yang diajarkan oleh Kitab Suci: pada waktu Tuhan menutup mulutNya yang kudus, biarlah kita juga berhenti dan tidak pergi lebih jauh].

c) Sekalipun Allah menentukan kebinasaan seseorang, pada akhirnya orang itu binasa karena kesalahan orangnya sendiri. Jadi pada waktu ia dihukum / dibinasakan, itu bukan menunjukkan kekejaman Allah tetapi keadilan Allah.

8) Itu bertentangan dengan tawaran Injil kepada semua orang.

Pdt. Jusuf B. S.:
·       “Ini adalah kabar baik, sebab siapa saja, tidak ada yang terkecuali kalau mau percaya kepada Tuhan Yesus, akan beroleh selamat yang kekal, ini betul-betul kabar baik. Kalau Allah menentukan lebih dahulu menurut kuasa dan kedaulatan-Nya sendiri, siapa yang akan selamat dan siapa yang akan binasa, itulah berita yang dahsyat, istimewa untuk orang-orang yang ditentukan akan binasa dan keluarganya ini berita celaka. Lagipula semua ayat-ayat yang menawarkan keselamatan harus diganti bukan untuk semua orang, tetapi kabar baik itu hanya untuk orang-orang tertentu saja, yang ditentukan lebih dahulu akan selamat oleh Allah. Maka ayat-ayat dalam Alkitab harus diubah dan itu akan berbunyi kira-kira seperti ini: Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal. Supaya barang siapa yang sudah ditentukan lebih dahulu oleh Allah (bukan supaya setiap orang) percaya kepadaNya dan tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. 2Petrus 3:9b Karena Ia menghendaki supaya orang-orang yang sudah ditentukanNya lebih dahulu akan selamat jangan binasa (bukan: supaya jangan ada yang binasa), melainkan supaya semua orang tersebut berbalik dan bertobat (Juga Yoh 1:12, 1Tim 2:4 dll)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 17-18.
·       “Jelas sekali Allah ingin semua manusia selamat. Kalau Allah menentukan sebagian orang selamat dan sebagian orang binasa, maka ayat-ayat Firman Tuhan seperti Yoh 1:12 / 3:16 / 2Pet 3:9 / Yeh 18:23 / 33:11 dan lain-lain adalah bohong. Ini tidak betul” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 25.
·       “Itu bertentangan dengan tawaran yang sudah diberikan-Nya kepada manusia misalnya Yoh 1:12 / Yoh 3:16 dan sebagainya. Ia selalu berkata: ‘Barangsiapa yang mau percaya ...’, ‘Siapa yang mau ...’ Kalau ternyata sudah ditentukan lebih dahulu, itu berarti Allah bohong, ini tidak mungkin. Allah itu tidak kusut (1Kor 14:33), dan tidak mungkin Allah berdusta (Tit 1:2 / Ibr 6:18 / Bil 23:19)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 42.

Jawab:

a) Adanya penentuan selamat / binasa sama sekali tidak bertentangan dengan tawaran keselamatan kepada semua orang.
Tawaran keselamatan bagi siapapun yang mau percaya kepada Yesus tetap berlaku untuk semua orang. Tetapi nanti akan terbukti bahwa hanya orang pilihan Allah yang mau percaya kepada Kristus.
Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.
Andaikata orang yang bukan pilihan juga mau percaya, maka pasti mereka juga akan diselamatkan. Tetapi mereka tidak akan bisa dan tidak akan mau percaya! Ini kesalahan mereka, bukan kesalahan dari penawaran Injil ataupun kesalahan Allah!
Karena itu, Allah memang tidak bohong, dan ayat-ayat yang berisikan penawaran Injil kepada semua orang seperti Yoh 3:16  Yoh 1:12 dsb, tidak perlu diubah seperti yang dikatakan oleh Pdt. Jusuf B. S.

Ada orang yang menggambarkan keharmonisan antara Predestinasi dan tawaran Injil kepada semua orang dengan illustrasi sebagai berikut: semua manusia dihadapkan pada sebuah pintu yang di atasnya bertuliskan: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Kristus akan selamat’. Kalau seseorang percaya dan masuk melalui pintu itu, maka pada waktu ia menoleh ke belakang, ternyata di ambang pintu bagian dalam tertulis kata-kata ‘Kamu telah dipilih sejak dunia belum dijadikan’.

b) Saya akan menunjukkan kasus yang lain, dimana kalau kasus ini benar, maka Allah memang pendusta dan semua tawaran keselamatan dalam ayat-ayat seperti Yoh 3:16  Yoh 1:12 dsb harus diubah seperti kata-kata Pdt. Jusuf B. S.
Kasusnya adalah: kalau Injil ditawarkan kepada semua orang dengan janji bahwa barangsiapa yang percaya akan selamat, dan lalu ada:
1. Orang non pilihan yang percaya, tetapi tetap tidak diselamatkan.
2. Orang pilihan yang tidak percaya tetapi tetap diselamatkan.
Kalau kasus ini terjadi, maka Allah memang pendusta, dan ayat-ayat seperti Yoh 3:16 dan Yoh 1:12 itu memang harus diubah. Tetapi kenyataannya, seperti dinyatakan oleh Kis 13:48 di atas, kasus-kasus seperti ini tidak mungkin bisa terjadi. Orang pilihan pasti akan bertobat / percaya kepada Yesus dan karena itu lalu diselamatkan, sedangkan orang non pilihan pasti tidak akan mau bertobat / percaya kepada Yesus sehingga pasti tidak akan selamat. Ingat bahwa Predestinasi tidak mungkin gagal.

c) Kita harus membedakan berita Injil dan doktrin / ajaran tentang Predestinasi!
Injil memang adalah kabar baik, karena manusia yang seharusnya semuanya dibuang ke dalam neraka, ternyata mempunyai jalan untuk bisa masuk surga, yaitu dengan percaya kepada Yesus.
Tetapi Predestinasi bukanlah Injil. Ini memang bukan kabar baik, khususnya untuk orang yang tidak dipilih. Tetapi juga mesti diperhatikan bahwa berita penetapan binasa ini tidak bisa disampaikan kepada orang yang tidak dipilih itu, karena tidak seorangpun bisa tahu bahwa seseorang itu tidak dipilih, kecuali orang itu mati tanpa percaya kepada Yesus!

9) Doktrin Predestinasi ini menimbulkan kebimbangan.
Pdt. Jusuf B. S.:
“Bagi orang-orang yang cinta Tuhan akan menimbulkan keragu-raguan dan kebimbangan yang sangat sewaktu jatuh dalam dosa. Mereka akan bertanya: ‘Mengapa saya berdosa lagi? Apakah saya sudah ditentukan untuk binasa, sebab ternyata gagal lagi dan berbuat dosa? ... Lebih-lebih bila pengertian rohani orang-orang ini belum cukup, ia mudah ditipu setan, jadi bimbang dan binasa! Keyakinan selamat dan gembira karena tetap selamat yang dijanjikan teori ini adalah bohong belaka, sebagian yang lain menjadi sangat bimbang dan hilang sejahtera. Justru dengan pengajaran ini orang-orang jadi ragu-ragu dan bingung sebab tidak ada orang bisa tahu apakah ia dipilih untuk selamat atau binasa. ... Justru pengajaran ini membuat orang jadi kacau tanpa pengharapan yang pasti” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 34-35.

Jawab:

a) Saya berpendapat bahwa serangan ini betul-betul menggelikan.

Karena kalau kita membandingkan ajaran Calvinisme dengan Arminianisme, dan kita harus memilih ajaran mana yang menimbulkan kebimbangan, atau ajaran yang mana yang tidak mempunyai pengharapan yang pasti, maka orang yang mempunyai logika pasti akan memilih ajaran Arminian. Mengapa? Karena Arminianisme mempercayai bahwa keselamatan bisa hilang, orang bisa murtad, dsb. Kalau saudara adalah orang kristen yang mengerti betapa mengerikannya neraka itu, dan saudara sebagai seorang Arminian percaya bahwa sekalipun saat ini saudara adalah orang kristen yang sudah diselamatkan, tetapi bisa saja besok saudara murtad dan lalu masuk neraka, saya betul-betul tidak mengerti bagaimana saudara bisa tidak bingung, gelisah, takut, dsb!

b) Seorang Calvinist yang sejati tidak akan bingung kalau ia jatuh ke dalam dosa. Mengapa?

1. Seorang Calvinist yang sejati tidak percaya bahwa orang kristen bisa hidup suci.

1Yoh 1:8,10 - “(8) Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. ... (10) Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firmanNya tidak ada di dalam kita”.

Ini memang berbeda sekali dengan Pdt. Jusuf B. S. yang dengan Hermeneuticsnya yang kacau balau menafsirkan bahwa ada orang kristen ‘tingkat ruang maha suci’, yang tidak bisa lagi berbuat dosa! - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 52-53,67-70. Tentang ini nanti akan saya bahas lebih mendetail pada waktu membahas point ke 5 Calvinisme, yaitu Perseverance of the Saints (= ketekunan orang-orang kudus).

2. Seorang Calvinist yang sejati percaya pada doktrin Total Depravity sehingga ia tahu bahwa dirinya memang brengsek, dan tanpa pertolongan Tuhan ia hanya bisa melakukan dosa, dosa dan dosa! Jadi, kejatuhannya ke dalam dosa hanya akan membuat ia lebih bersandar kepada Tuhan dalam pengudusannya.

3. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa betapapun seringnya ia jatuh ke dalam dosa, darah Kristus cukup untuk menghapus semua dosa itu!
Yes 1:18 - “Marilah, baiklah kita berperkara! - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.
1Yoh 1:9 - “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
1Yoh 2:1-2 - “(1) Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. (2) Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia”.

4. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa sekalipun ia tidak setia, Tuhan itu tetap setia.
2Tim 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

5. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa ia diselamatkan karena iman kepada Kristus, bukan karena perbuatan baiknya / ketaatannya.
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat”.

6. Seorang Calvinist yang sejati percaya bahwa keselamatan tidak bisa hilang.
Yoh 10:27-29 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.

Semua kepercayaan ini memang tidak berarti bahwa ia lalu meremehkan dosa atau sengaja berbuat dosa. Semua orang kristen yang sejati, pasti mempunyai Roh Kudus yang mendorongnya kepada kekudusan, dan karenanya tidak akan senang berbuat dosa.

c) Satu hal yang perlu saya tegaskan adalah bahwa saya adalah seorang Calvinist, dan saya juga adalah manusia berdosa yang berulangkali jatuh ke dalam dosa. Tetapi semua apa yang dikatakan Pdt. Jusuf B. S. di atas tentang bimbang dan ragu-ragu akan keselamatan, atau mengira diri saya tidak dipilih, tidak pernah terlintas dalam pikiran saya. Saya lalu bertanya-tanya: ‘Bagaimana mungkin Pdt. Jusuf B. S. yang adalah seorang Arminian bisa menebak-nebak pikiran orang Calvinist? Apakah mungkin apa yang dikatakan oleh Pdt. Jusuf B. S. di atas tentang bimbang dan hilang sejahtera, sebetulnya adalah gambaran dari pikirannya sendiri?’.
Bahwa Pdt. Yusuf B. S. mungkin sekali sering ragu-ragu akan keselamatannya sendiri, bisa terlihat dengan lebih jelas dari pasal 13 dari buku ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, yang diberi judul ‘Perasaan ragu-ragu akan keselamatan’, dimana ia berkata bahwa perasaan ragu-ragu akan keselamatan adalah sesuatu yang normal!

Pdt. Jusuf B. S.:
“Ada beberapa orang yang senang dengan teori Calvin sebab memberikan keyakinan keselamatan yang kuat. Orang-orang ini tidak suka diganggu oleh perasaan ragu-ragu akan keselamatannya. Betulkah pengertian dan pendirian seperti ini? Ini tidak normal, ini keliru. Yang betul: Orang-orang beriman kadang-kadang diganggu oleh perasaan ragu-ragu akan keselamatannya, bahkan ada yang sering dan sangat terganggu. Mengapa? Sebab orang-orang beriman belum sempurna, kadang-kadang masih berbuat dosa, bahkan ada yang sering dan ada yang tidak atau belum lepas dari ikatan-ikatan dosa” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 81.

Dari kata-kata ini terlihat 2 hal:
1. Di sini Pdt. Jusuf B. S. berkata bahwa Calvinisme justru mempunyai keyakinan keselamatan yang kuat. Ini kontradiksi dengan tuduhan kebimbangan yang ia tuduhkan pada Calvinisme tadi!
2. Jelas bahwa kebimbangan memang lebih cocok untuk dituduhkan pada ajaran Arminian, bahkan kepada Pdt. Jusuf B. S. sendiri, dan bukannya pada Calvinisme!
 

10)Allah hanya tahu dan memberi tahu, tidak menetapkan / memilih.

Pdt. Jusuf B. S.:
“Biasanya sekalipun Allah mengetahui lebih dahulu, tetapi Allah tidak mengatakan hal itu supaya tidak mempengaruhi orang tersebut. Pada hanya beberapa kasus (tidak rutin), Allah memberi tahu lebih dahulu, itu namanya Allah bernubuat (ini juga tindakan yang pasif, menceritakan apa yang akan terjadi), tetapi Allah tidak menentukan lebih dahulu. Apa yang dikatakan Allah itu sekedar karena Allah tahu lebih dahulu, bukan karena Allah menentukan lebih dahulu, misalnya: Ribkah, ia bertanya-tanya pada Tuhan dan Tuhan memberitahukan apa yang akan dibuat oleh kedua anak di dalam kandungan Ribkah (Kej 25:22-23). Allah tidak menentukan atau menetapkan nasib anak-anaknya, hanya memberitahukan apa yang memang sudah diketahui-Nya - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 41.
Ia bahkan melanjutkan dengan menunjukkan mengapa Allah tidak mungkin menentukan lebih dahulu nasib seseorang (hal 41-43).

Jawab:

a) Khusus untuk menanggapi kata-kata Pdt. Jusuf B. S. ini ada 3 hal yang ingin saya kemukakan:

1. Kalau di sini Pdt. Jusuf B. S. mengatakan bahwa Allah tidak menentukan / memilih, maka saya ingin ingatkan dia apa yang ia katakan dalam bukunya hal 39, yang akan saya kutip ulang di sini:
“Di sini disebutkan bahwa Allah mengenal lebih dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya terdahulu, mereka itu juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau dipilih untuk ini dan itu), dengan sangat adil. Di dalamnya sudah termasuk segala kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini diperhitungkan dengan teliti (1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 39.

Bukankah terlihat bahwa kata-kata Pdt. Jusuf B. S. bertentangan satu sama lain? Dia percaya ‘Allah menentukan / memilih (berdasarkan pengetahuan lebih dulu)’ atau ‘Allah sama sekali tidak menentukan / memilih’?

2. Mengapa Pdt. Jusuf B. S. hanya melihat Kej 25:22-23 atau Ro 9:12-13? Ini memang bisa menunjukkan seakan-akan Allah hanya memberi tahu. Tetapi kalau Ro 9:12-13 itu dibaca mulai Ro 9:11 pasti tidak akan terlihat demikian, tetapi sebaliknya akan terlihat bahwa Allah betul-betul melakukan pemilihan.
Ro 9:11-13 - “(11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau’”.

3. Kalau pandangan Pdt. Jusuf B. S. ini benar, mengapa lalu keluar pertanyaan ‘Apakah Allah tidak adil?’ dalam Ro 9:14? Penjelasan Pdt. Jusuf B. S. bahwa Allah bukannya menentukan tetapi hanya memberitahukan, sama sekali tidak memungkinkan seseorang mempertanyakan keadilan Allah!

b) Pengetahuan lebih dahulu menunjuk pada kepastian terjadinya hal itu, dan ini menunjuk pada penentuan Allah.

Loraine Boettner:
“Foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination” (= Pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

Robert L. Dabney:
“If they were certainly foreseen, their occurrence was certain; if this was certain, then there must have been something to determine that certainty; and that something was either God’s wise foreordination, or a blind physical fate. Let the Arminian choose” (= Jika hal-hal itu memang dilihat lebih dulu, maka hal-hal itu pasti terjadi; dan jika ini pasti, maka harus ada sesuatu yang menentukan kepastian itu; dan sesuatu itu adalah Penentuan lebih dulu yang bijaksana dari Allah atau takdir fisik yang buta. Biarlah orang Arminian memilih) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 219.

c) Ada banyak ayat yang menggunakan kata ‘memilih’, ‘dipilih’, ‘pilihan’, ‘ditentukan’, ‘ditetapkan’, dsb (bacalah ulang ayat-ayat yang saya tuliskan dalam point II,A,2 di depan). Kalau saudara percaya bahwa Allah tidak memilih / menetapkan, tetapi hanya tahu / memberi tahu, lalu bagaimana saudara akan menafsirkan ayat-ayat itu?

Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.

Kis 22:14 - “Lalu katanya: Allah nenek moyang kita telah menetapkan engkau untuk mengetahui kehendakNya, untuk melihat Yang Benar dan untuk mendengar suara yang keluar dari mulutNya.

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.

Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya.

Ef 1:11 - “Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya.

1Tes 5:9 - “Karena Allah tidak menetapkan kita untuk ditimpa murka, tetapi untuk beroleh keselamatan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.

2Tes 2:12-13 - “(12) supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan. (13) Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.

Yak 2:5 - “Dengarkanlah, hai saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah memilih orang-orang yang dianggap miskin oleh dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan menjadi ahli waris Kerajaan yang telah dijanjikanNya kepada barangsiapa yang mengasihi Dia?”.

d) Kalau Allah menubuatkan sesuatu / menyatakan akan terjadinya sesuatu, maka sebetulnya Ia memberitahukan apa yang dari semula sudah Ia tetapkan.
Ini terlihat kalau kita membandingkan Mat 26:24 dengan ayat paralelnya yaitu Luk 22:22.
Mat 26:24 - “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan”.

Jadi Mat 26:24 ini mengatakan bahwa Yesus harus pergi / mati ‘sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia’. Ini jelas menunjuk pada nubuat dalam Kitab Suci / Perjanjian Lama tentang pengkhianatan Yudas, seperti Maz 41:10 (bdk. Yoh 13:18) dan Zakh 11:12-13 (bdk. Mat 26:15  Mat 27:9-10).

Tetapi sekarang perhatikan bagaimana Lukas menuliskan hal itu. Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.
Jadi, apa yang oleh Matius dikatakan sebagai nubuat, oleh Lukas dikatakan sebagai ketentuan / ketetapan Allah! Jelas bahwa nubuat / pernyataan Allah tentang akan terjadinya suatu hal tertentu merupakan pemberitahuan tentang apa yang dari semula sudah ditetapkan oleh Allah.

Contoh-contoh lain (dari buku ‘providence of God’):
1. Perbandingan Kis 2:23  Kis 3:18 dan Kis 4:27-28.
Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka”.
Kis 3:18 - “Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita”.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.
Semua ayat di atas ini berbicara tentang penderitaan / penyaliban yang dialami oleh Kristus. Tetapi kalau Kis 3:18 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menggenapi apa yang telah difirmankannya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya’, yang hanya menunjuk-kan bahwa hal itu terjadi karena sudah dinubuatkan, maka Kis 2:23 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘menurut maksud dan rencana-Nya’ dan Kis 4:28 mengatakan bahwa hal itu terjadi ‘untuk melak-sanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu’, yang jelas menunjukkan bahwa hal itu terjadi karena sudah ditentukan oleh Allah dalam kekekalan.
2. Yes 44:26a - “Akulah yang menguatkan perkataan hamba-hambaKu dan melaksanakan keputusan-keputusan yang diberitakan utusan-utusanKu”.
Perhatikan bahwa apa yang diberitakan (dinubuatkan) oleh utusan-utusan Tuhan itu adalah keputusan dari Tuhan.
3. Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya”.
Perhatikan bahwa dalam Yes 46:10a dikatakan bahwa Tuhan ‘memberitahukan’, tetapi dalam Yes 46:10b-11a dikatakan bahwa itu adalah ‘keputusanKu’, ‘kehendakKu’, dan ‘putusanKu’. Selan-jutnya Yes 46:11b terdiri dari 2 kalimat paralel yang sebetulnya memaksudkan hal yang sama, tetapi kalimat pertama meng-gunakan istilah ‘mengatakannya’, yang hanya menunjukkan nubuat Allah, sedangkan kalimat kedua menggunakan istilah ‘merencana-kannya’, yang jelas menunjuk pada rencana / ketetapan Allah.
4. Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu”.
Ayat ini baru mengatakan ‘Aku telah mengatakannya’ dan lalu langsung menyambungnya dengan ‘Aku telah merancangnya’. Ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan mengatakan sesuatu kepada nabi-nabi (yang lalu dinubuatkan oleh para nabi itu), karena Tuhan telah merancang / merencanakannya.
5. Amos 3:7 - “Sungguh, Tuhan Allah tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusanNya kepada hamba-hambaNya, para nabi”.
Ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa apa yang dinyatakan oleh Tuhan kepada pada nabi (dan lalu dinubuatkan oleh nabi-nabi itu) adalah keputusanNya [NIV: ‘his plan’ (= rencanaNya)].
6. Rat 2:17a - “TUHAN telah menjalankan yang dirancangkanNya, Ia melaksanakan yang difirmankanNya.
Bagian akhir dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan melaksanakan yang difirmankanNya / dinubuatkanNya; tetapi bagian awal dari ayat ini mengatakan bahwa Tuhan menjalankan yang dirancangkanNya. Jelas bahwa apa yang dinubuatkan adalah apa yang dahulu telah dirancangkanNya.
7. Rat 3:37 - “Siapa berfirman, maka semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya?”.
NIV: ‘Who can speak and have it happen if the Lord has not decreed it’ (= Siapa yang bisa berbicara dan membuatnya terjadi jika Tuhan tidak menetapkannya?).
Ini jelas menunjukkan bahwa tidak ada nabi atau siapapun juga yang bisa menubuatkan apapun kecuali Tuhan lebih dulu menetapkan hal itu.
8. Yes 28:22b - “sebab kudengar tentang kebinasaan yang sudah pasti yang datang dari Tuhan ALLAH semesta alam atas seluruh negeri itu”.
NIV: ‘The Lord, the LORD Almighty, has told me of the destruction decreed against the whole land’ (= Tuhan, TUHAN yang mahakuasa, telah memberitahu aku tentang kehancuran yang telah ditetapkan terhadap seluruh negeri itu).
Ini jelas menunjukkan bahwa kehancuran yang oleh Tuhan diberitahukan kepada Yesaya, dan lalu dinubuatkan oleh Yesaya, merupakan ketetapan Allah (decree of God).

Jadi, kalau dalam Kitab Suci dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu lebih dulu bahwa hal itu akan terjadi (foreknowledge) dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi itu berarti bahwa Allah sudah menetapkan lebih dulu akan hal itu (foreordination) dan lalu memberitahukan ketentuan / rencanaNya itu kepada manusia! Dengan demikian jelas bahwa ayat-ayat diatas yang seakan-akan hanya memberitahukan akan adanya dosa-dosa tertentu, sebetulnya menunjukkan bahwa dosa-dosa tertentu itu sudah ditetapkan dan karenanya harus terjadi!

Kesimpulan:

1. Penyerang-penyerang doktrin Predestinasi tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang kuat.
Kalau saudara memperhatikan 10 serangan terhadap Predestinasi yang sudah kita bahas di atas dengan seksama, maka bisa terlihat bahwa sebetulnya serangan-serangan ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang kuat. Berbeda dengan serangan terhadap Limited Atonement (= Penebusan Terbatas) dan Perseverance of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus), yang memang mempunyai banyak ayat Kitab Suci sebagai dasar (sekalipun tetap saja penafsirannya salah), maka serangan terhadap Predestinasi, tidak mempunyai dasar Kitab Suci yang kuat. Sebaliknya doktrin Predestinasi itu sendiri mempunyai dasar Kitab Suci yang luar biasa banyaknya dan kuatnya. Karena itu tepatlah komentar Loraine Boettner di bawah ini:

“Although this doctrine is harsh, it is, nevertheless, Scriptural. And since it is so plainly taught in Scripture, we can assign no reason for the opposition which it has met other than the pure ignorance and unreasoned prejudice with which men’s mind have been filled when they come to study it” (= Sekalipun doktrin ini keras, tetapi doktrin ini alkitabiah. Dan karena doktrin ini diajarkan dengan begitu jelas dalam Kitab Suci, kami tidak bisa memberikan alasan untuk oposisi yang ditemui oleh doktrin ini kecuali ketidaktahuan / kebodohan yang murni dan prasangka yang tak beralasan dengan mana pikiran manusia telah diisi pada waktu mereka mempelajari doktrin ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 112.

Saya sangat setuju dengan kata-kata Loraine Boettner ini. Saya berpendapat bahwa kebanyakan orang yang menentang Predestinasi mempelajari Predestinasi dengan pikiran yang sudah mempunyai prasangka buruk terhadap Predestinasi. Dengan kata lain, mereka mempelajari doktrin Predestinasi dengan suatu keyakinan bahwa Predestinasi itu salah / sesat, padahal keyakinan itu tidak berdasar pada Kitab Suci, tetapi hanya pada perasaan / pikiran mereka saja!

Loraine Boettner lalu mengutip kata-kata Rice sebagai berikut:
“In their presumption they have sought to comprehend ‘the deep things of God,’ and have interpreted the Scriptures, not according to their obvious meaning, but according to the decisions of their finite mind” (= Dalam kesombongan / kelancangan mereka mereka berusaha mengerti ‘hal-hal yang dalam dari Allah’ dan telah menafsirkan Kitab Suci, bukan menurut artinya yang jelas, tetapi menurut keputusan dari pikiran mereka yang terbatas) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 112-113.

2. Sekalipun doktrin Predestinasi memang mempunyai problem / kesukaran yang tidak bisa dijelaskan secara tuntas, tetapi orang yang menolak doktrin ini mempunyai problem / kesukaran yang jauh lebih besar.

Jerom Zanchius:
“I grant that the twin doctrines of predestination and providence are not without their difficulties, but the denial of them is attended with ten thousand times more and greater. The difficulties on one side are but as dust upon the balance, those on the other as mountains in the scale” (= Saya mengakui bahwa doktrin kembar tentang Predestinasi dan Providence bukan tanpa kesukaran, tetapi penyangkalan terhadap mereka diikuti oleh problem yang 10.000 x lebih banyak dan lebih besar. Pada timbangan, kesukaran-kesukaran pada pihak yang satu hanyalah seperti debu, sedangkan kesukaran-kesukaran pada pihak yang lain seperti gunung) - Jerom Zanchius, ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 25.

Sebagai contoh, orang yang menolak Predestinasi pasti akan mendapat problem yang luar biasa dengan puluhan ayat Kitab Suci dan dasar-dasar lain tentang Predestinasi yang sudah saya berikan dalam point II, A, B di depan. Saya menantang siapapun, termasuk Pdt. Jusuf B. S., untuk menjelaskan ayat-ayat dan dasar-dasar itu dari sudut Arminianisme!

Tetapi ada satu hal yang perlu diingat, yaitu bahwa ada orang-orang Arminian, bisa melihat debu atau selumbar di mata orang-orang Calvinist, tetapi tidak melihat gunung atau balok di pelupuk matanya sendiri. Bandingkan dengan Mat 7:3-5 yang berbunyi:
“(3) Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4) Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu”.
Ini yang menyebabkan mereka bisa mempunyai pandangan yang begitu merendahkan terhadap Calvin / Calvinisme.

VI) Serangan balik.

1) Menolak Predestinasi menunjukkan kesombongan manusia.

Penolakan terhadap doktrin Predestinasi, sama dengan penolakan terhadap doktrin Total Depravity, merupakan wujud kesombongan manusia. Mengapa demikian? Karena pandangan yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung ketetapan Allah, sangat merendahkan manusia, karena manusia menjadi seperti tidak ada apa-apanya. Orang yang sombong akan merasa sangat terpukul harga dirinya oleh doktrin ini, dan karena itu manusia mempunyai kecenderungan menolak doktrin ini.

Loraine Boettner:
“In the Calvinistic system it is God alone who chooses those who are to be the heirs of heaven, those with whom He will share His riches in glory; while in the Arminian system it is, in the ultimate analysis, man who determines this, - a principle somewhat lacking in humility to say the least” (= Dalam sistim Calvinis, hanya Allah sendiri yang memilih mereka yang akan menjadi ahli waris surga, mereka dengan siapa Ia akan membagikan kekayaanNya dalam kemuliaan; sedangkan dalam sistim Arminian, dalam analisa yang terakhir, manusialah yang menetapkan hal ini, - suatu prinsip yang sedikitnya kekurangan kerendahan hati) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 96.

2) Orang yang menolak Predestinasi harus menjadi atheis.

R. C. Sproul menceritakan dalam bukunya bahwa suatu kali ia mengajar dengan menggunakan Westminster Confession of Faith, pasal III, no 1a yang menyatakan bahwa Allah menetapkan semua yang akan terjadi. Lalu ia bertanya: ‘Siapa yang tidak percaya kata-kata itu?’ Banyak mahasiswa yang mengangkat tangannya. Ia bertanya lagi: ‘Apakah ada atheis di ruangan ini?’ Tidak ada tangan yang diangkat. Lalu R. C. Sproul berkata: ‘Orang yang mengangkat tangannya pada pertanyaan pertama seharusnya juga mengangkat tangannya pada pertanyaan kedua’. Mengapa demikian?

R. C. Sproul:
“That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism” (= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme) - ‘Chosen By God’, hal 26-27

Jerom Zanchius juga memberikan kesimpulan yang sama dengan mengatakan bahwa:
“Arminianism, therefore is atheism” (= Karena itu, Arminianisme adalah atheisme) - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 24.

VII) Sikap salah terhadap Predestinasi.

1) Rasa ingin tahu siapa yang adalah orang pilihan, dan siapa yang adalah orang yang bukan pilihan.
Calvin:
“Human curiosity renders the discussion of predestination, already somewhat difficult of itself, very confusing and even dangerous” (= Keingintahuan manusia membuat diskusi tentang predestinasi, yang sudah merupakan sesuatu yang sukar, menjadi sangat membingungkan, dan bahkan berbahaya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no1.

2) Menebak-nebak.
Ini bisa terjadi kalau kita melihat orang yang sangat jahat atau yang anti kristen, dimana kita lalu menganggap bahwa orang itu pasti ditetapkan untuk binasa, sehingga kita tidak mendoakannya ataupun berusaha untuk memberitakan Injil kepadanya.
Atau kalau kita memberitakan Injil kepada seseorang, tetapi mendapatkan reaksi yang negatif, maka kita lalu menganggap bahwa orang itu adalah orang yang ditetapkan untuk binasa, dan kita lalu berhenti memberitakan Injil ataupun mendoakan orang itu. Ini jelas adalah sikap yang salah, karena kalaupun seseorang sudah didoakan selama 10 tahun dan diinjili 1000 x dan ia selalu menolak Yesus, belum tentu ia adalah orang yang ditetapkan untuk binasa. Siapa tahu ia akan bertobat kalau saja saudara bertekun sebentar lagi dalam mendoakan maupun menginjilinya? Sebelum seseorang mati tanpa percaya kepada Kristus, kita tidak mempunyai hak untuk berkata bahwa ia adalah orang yang ditetapkan untuk binasa!

3) Sikap diam / tidak berani mengajarkan doktrin ini.
Karena doktrin ini memang bersifat kontroversial / menimbulkan pertanyaan / serangan / perdebatan, maka banyak orang Reformed / Calvinist memilih untuk tidak mengajarkan doktrin ini. Mungkin mereka takut tidak bisa menjawab pertanyaan / serangan yang diajukan. Tetapi ini jelas adalah sikap yang salah. Orang Reformed / Calvinist yang tidak bisa menjawab pertanyaan tentang doktrin ini, harus belajar lebih banyak dan lebih mendalam, sehingga lebih menguasai doktrin ini dan bisa menjawab pertanyaan / serangan.

Tentang orang Reformed / Calvinist yang tidak berani mengajarkan doktrin ini, Calvin berkata:
“They who shut the gates that no one may dare seek a taste of this doctrine wrong men no less than God” (= Mereka yang menutup pintu sehingga tak ada yang berani mencicipi doktrin ini, menyalahi baik manusia maupun Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 1.

Calvin:
“Profane men, I admit, in the matter of predestination abruptly seize upon something to carp, rail, bark, or scoff at. But if their shamelessness deters us, we shall have to keep secret the chief doctrines of the faith, almost none of which they or their like leave untouched by blasphemy. ... God’s truth is so powerful, both in this respect and in every other, that it has nothing to fear from the evilspeaking of wicked men” (= Saya mengakui bahwa dalam persoalan predestinasi, orang dunia / yang tidak kudus dengan kasar mencari kesalahan, menista / mencemooh, menyalak / menggonggong, atau mengejek. Tetapi jika ketidak-tahu-maluan mereka menghalangi kita, kita akan harus merahasiakan doktrin-doktrin utama tentang iman, karena hampir tidak ada dari doktrin-doktrin itu yang tidak disentuh oleh hujatan. ... kebenaran Allah begitu berkuasa, baik dalam persoalan ini maupun yang lain, sehingga tidak ada yang perlu ditakutkan menghadapi omongan jahat dari orang jahat) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 4.

VIII) Mengapa doktrin Predestinasi ini diajarkan?

1) Doktrin Predestinasi harus diajarkan karena ini adalah kebenaran.

Charles Haddon Spurgeon:
“Why preach upon so profound a doctrine as election? I answer, because it is in God’s word, and whatever is in the Word of God is to be preached” (= Mengapa berkhotbah tentang doktrin yang begitu mendalam seperti pemilihan? Saya menjawab, karena itu ada dalam Firman Allah, dan apapun yang ada dalam Firman Allah harus dikhotbahkan) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 9.

Spurgeon juga berkata bahwa banyak orang pada waktu membaca Kitab Suci bertemu dengan doktrin ini, tetapi tidak mengerti dan bingung tentang doktrin ini dan bahkan membuat kesalahan dengan doktrin ini. Kalau kita tidak mengajarkannya dan membetulkan mereka, lalu siapa yang membetulkannya?

2) Doktrin Predestinasi membuat orang menjadi rendah hati, merasa berhutang kepada Allah, dan makin mengasihi Allah.
Berbeda dengan orang Arminian, yang dalam kesombongannya beranggapan bahwa mereka bisa percaya karena jasa mereka sendiri (yaitu karena mereka mau percaya), kita sebagai orang Calvinist percaya bahwa kita bisa percaya kepada Kristus semata-mata karena anugerah Allah melalui pemilihan. Kepercayaan dan kesadaran ini menghancurkan semua kesombongan, dan membuat kita makin mengasihi Allah, yang sudah memilih kita, sekalipun kita tidak lebih baik dari orang lain, yang tidak dipilih.

Calvin:
“And yet let not the knowledge of predestination be hindered, in order that those who obey may not be proud as of something of their own but may glory in the Lord” (= Dan biarlah pengetahuan tentang Predestinasi tidak dihalangi, supaya mereka yang taat tidak menjadi sombong seakan-akan ketaatan itu adalah sesuatu dari diri mereka sendiri tetapi bisa bermegah dalam Tuhan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 13.

Loraine Boettner:
“We shall never be clearly convinced as we ought to be that our salvation flows from the fountain of God’s free mercy, till we are acquainted with this eternal election ... Ignorance of this principle evidently detracts from the divine glory, and diminishes real humility” (= Kita tidak akan pernah diyakinkan secara jelas, seperti yang seharusnya, bahwa keselamatan mengalir dari mata air belas kasihan Allah yang cuma-cuma, sampai kita mempelajari / mengenal pemilihan kekal ini ... Ketidaktahuan tentang prinsip ini jelas mengurangi kemuliaan ilahi dan mengurangi kerendahan hati yang sejati) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 85.


-o0o-

bersambung ke jilid 3
(tentang Limited Atonement / Penebusan Terbatas dst.)



55 It is instructive to note how even Daniel Whitby takes account of this import and adopts it in his exposition of this passage; cf. A Paraphrase and Commentary on the New Testament, London, 1744, ad Rom. 8:29; 11:2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar