Minggu, 16 Maret 2014

FONDASI KEKRISTENAN: PEGANGAN KATEKISASI (Part 3)


Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div



HUKUM 4 (5)


Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat


(Kel 20:8-11)


Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.

3.   Kita tidak boleh melakukan perjalanan (kecuali untuk pergi ke gereja / melakukan pelayanan), dan kita juga tidak boleh melakukan hal-hal demi kesenangan diri kita sendiri, termasuk rekreasi.

Bdk. Yes 58:13-14 - “(13) Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudusKu; apabila engkau menyebutkan hari Sabat ‘hari kenikmatan’, dan hari kudus TUHAN ‘hari yang mulia’; apabila engkau menghormatinya dengan tidak menjalankan segala acaramu dan dengan tidak mengurus urusanmu atau berkata omong kosong, (14) maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN, dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau dari milik pusaka Yakub, bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhanlah yang mengatakannya”.

Bandingkan ay 13nya dengan terjemahan dari KJV dan NIV.
KJV: ‘If thou turn away thy foot from the sabbath, from doing thy pleasure on my holy day; and call the sabbath a delight, the holy of the LORD, honourable; and shalt honour him, not doing thine own ways, nor finding thine own pleasure, nor speaking thine own words:’ (= Jika engkau membalikkan / memalingkan kakimu dari hari Sabat, dari melakukan kesenanganmu pada hari kudusKu; dan menyebut hari Sabat suatu kesenangan, hari yang kudus dari TUHAN, terhormat; dan menghormatiNya, tidak melakukan jalanmu sendiri, ataupun mencari kesenanganmu sendiri, ataupun mengucapkan kata-katamu sendiri).
NIV: If you keep your feet from breaking the Sabbath and from doing as you please on my holy day, if you call the Sabbath a delight and the LORD’s holy day honorable, and if you honor it by not going your own way and not doing as you please or speaking idle words, (= Jika engkau menjaga kakimu dari pelanggaran hari Sabat dan dari melakukan seperti yang engkau sukai pada hari kudusKu, jika engkau menyebut hari Sabat suatu kesukaan dan hari kudus TUHAN terhormat, dan jika engkau menghormatinya dengan tidak pergi melakukan jalanmu dan tidak melakukan yang engkau senangi atau mengucapkan kata-kata kosong / omong kosong).

Jadi, kata-kata ‘tidak menginjak-injak hukum Sabat’ diterjemahkan membalikkan / memalingkan kakimu dari hari Sabat’ oleh KJV, dan ‘menjaga kakimu dari pelanggaran hari Sabat’ oleh NIV.
Sedangkan kata-kata ‘urusanmu’ sebetulnya adalah ‘kesenanganmu’ (KJV).

Jadi, ada 2 hal yang ditekankan:

a.         Harus menjaga kaki dari pelanggaran Sabat.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yes 58:13): “‘Foot.’ - the instrument of motion ... men are not to travel for mere pleasure on the Sabbath” (= ‘Kaki’. - alat dari gerakan ... manusia tidak boleh bepergian semata-mata untuk kesenangan pada hari Sabat).
Satu hal yang harus diperhatikan adalah: kalau pada hari Sabat kita melakukan perjalanan, apalagi yang jauh, maka kita sukar terhindar dari membeli makanan dan bahan bakar kendaraan.

Calvin (tentang Yes 58:13): Some think that the Prophet alludes to the external observation of the Sabbath, because it was not lawful to perform a journey on that day. (Exodus 20:8) Though I do not reject that opinion, yet I think that the meaning is far more extensive; for by a figure of speech, ill which a part is taken for the whole, he denotes the whole course of human life; as it is very customary to employ the word ‘going’ or ‘walking’ to denote our life. He says, therefore, ‘If thou cease to advance in thy course, if thou shut up thy path, walk not according to thine own will,’ etc. For this is to ‘turn away the foot from the Sabbath,’ when we lay ourselves under the necessity of wandering freely and without restraint in our own sinful desires. ... by the word ‘foot’ he denotes actions” (= ).
Matthew Henry (tentang Yes 58:13): “We must ‘turn away our foot from the sabbath,’ from trampling upon it, as profane atheistical people do, from travelling on that day (so some) (= ).
Adam Clarke (tentang Yes 58:13): “‘If thou turn away thy foot from the Sabbath.’ The meaning of this seems to be, that they should be careful not to take their pleasure on the Sabbath day, by paying visits, and taking country jaunts; not going, as Kimchi interprets it, more than a Sabbath day’s journey, which was only two thousand cubits beyond the city’s suburbs (= ).
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘If thou turn away thy foot from the Sabbath.’ ... The idea, says Grotius, is, that they were not to travel on the Sabbath day on ordinary journeys. The ‘foot’ is spoken of as the instrument of motion and travel. ‘Ponder the paths of thy feet’ (Prov. 2:26 ); that is, observe attentively thy goings. ‘Remove thy foot from evil’ (Prov 4:27); that is, abstain from evil, do not go to execute evil. So here, to restrain the foot from the Sabbath, is not to have the foot employed on the Sabbath; not to be engaged in traveling, or in the ordinary active employments of life, either for business or pleasure (= ).

b.         Jangan mencari kesenangan diri sendiri / rekreasi.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “We are forbidden to make the Sabbath a day of pleasure (Isa 58:13,14)” [= Kita dilarang untuk membuat hari Sabat suatu hari kesenangan (Yes 58:13,14)].

Matthew Henry (tentang Yes 58:13-14): “we must turn away our foot ‘from doing out (our?) pleasure on that holy day,’ that is, from living at large, and taking a liberty to do what we please on sabbath days, without the control and restraint of conscience, or from indulging ourselves in the pleasures of sense, ... On sabbath days we must not walk in ‘our own ways’ (that is, not follow our callings), not ‘find our own pleasure’ (that is, not follow our sports and recreations)” [= kita harus memalingkan kaki kita ‘dari melakukan kesenangan kita pada hari kudus itu’, yaitu, dari hidup bebas, dan bersikap terlalu bebas untuk melakukan apa yang kita senangi pada hari-hari Sabat, tanpa kontrol dan pengekangan hati nurani, atau dari pemuasan diri kita sendiri dalam kesenangan-kesenangan perasaan / tubuh, ... Pada hari Sabat kita tidak boleh berjalan / hidup ‘dalam jalan kita sendiri’ (yaitu, tidak mengikuti panggilan / pekerjaan kita), atau ‘mencari kesenangan kita sendiri’ (yaitu tidak mengikuti kesenangan dan rekreasi kita)].

Catatan: saya tidak tahu apakah hubungan sex juga dilarang pada hari Sabat. Orang-orang Yahudi melarangnya, tetapi saya tidak menemukan kata-kata yang explicit dari para penafsir yang melarang orang Kristen melakukan hubungan sex pada hari Sabat. Tetapi dari kata-kata Matthew Henry di atas ini, bisa saja disimpulkan demikian.

Bahwa seluruh hari Sabat harus digunakan bagi Allah, dan karena itu kita dilarang memikirkan pekerjaan duniawi dan melakukan rekreasi, juga dinyatakan dalam Westminster Confession of Faith.

Westminster Confession of Faith: This Sabbath is then kept holy unto the Lord, when men, after a due preparing of their hearts, and ordering of their common affairs beforehand, do not only observe an holy rest, all the day, from their own works, words, and thoughts about their worldly employments and recreations, but also are taken up, the whole time, in the public and private exercises of His worship, and in the duties of necessity and mercy (= Maka hari Sabat ini dipelihara / dijaga kudus bagi Tuhan, pada waktu manusia, setelah mempersiapkan hati mereka dengan seharusnya, dan mengatur / mengurus urusan-urusan biasa mereka sebelumnya, tidak hanya memelihara suatu istirahat yang kudus, seluruh hari itu, dari pekerjaan, dari kata-kata dan dari pemikiran mereka sendiri tentang pekerjaan-pekerjaan duniawi mereka, dan rekreasi-rekreasi, tetapi juga membaktikan, seluruh waktu, dalam pelaksanaan ibadahNya secara umum dan pribadi, dan dalam kewajiban-kewajiban yang memang mutlak harus dilakukan dan belas kasihan) - Chapter XXI, No 8.

Adam Clarke (tentang Yes 58:13): “How vilely is this rule transgressed by the inhabitants of this land! They seem to think that the Sabbath was made only for their recreation!” (= ).
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yes 58:13): “‘My holy day.’ God claims it as His day; to take it for our pleasure is to rob Him of His own. This is the very way in which the Sabbath is mostly broken; it is made a day of carnal pleasure instead of spiritual ‘delight.’” (= ).
Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘From doing thy pleasure on my holy day.’ Two things may here be observed: 1. God claims the day as his, and as holy on that account. While all time is his, and while he requires all time to be profitably and usefully employed, he calls the Sabbath especially his own - a day which is to be observed with reference to himself, and which is to be regarded as belonging to him. To take the hours of that day, therefore, for our pleasure, or for work which is not necessary or merciful, is to rob God of that which he claims as his own. 2. We are not to do our own pleasure on that day. That is, we are not to pursue our ordinary plans of amusement; we are not to devote it to feasting, to riot, or to revelry. It is true that they who love the Sabbath as they should will find ‘pleasure’ in observing it, for they have happiness in the service of God. But the idea is, here, that we are to do the things which God requires, and to consult his will in the observance. It is remarkable that the thing here adverted to, is the very way in which the Sabbath is commonly violated. It is not extensively a day of business, for the propriety of a periodical cessation from toil is so obvious, that people will have such days recurring at moderate intervals. But it is a day of pastime and amusement; a day not merely of relaxation from toil, but also of relaxation from the restraints of temperance and virtue. And while the Sabbath is God’s great ordinance for perpetuating religion and virtue, it is also, by perversion, made Satan’s great ordinance for perpetuating intemperance, dissipation, and sensuality (= ).
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Yes 58:13: “Not finding their own pleasure. Pleasure is here evidently contrasted with business, God has given to us not only our six days labour and work, but also our six days gratifications and sources of enjoyment. There are the delights of earth, as well as the duties of earth. There is Nature, with all her various works. There are also the pleasures of literature, in all their vast and various extent. There is, further, the enjoyment of social intercourse, and an almost countless number of modes of refreshment, for both body and mind, which God would have us to use, as opportunity is given and need may be, to invigorate us for the more serious employments of the head or the hands. But these are ‘our own pleasure;’ and this we are not to find on God’s holy day. Mark the expression, ‘not finding thine own pleasure.’ In order to ‘find,’ we seek. ‘Our own pleasure’ may casually come in our way; but we must not look for it, endeavour after it, or pursue it as our object, in any manner or measure upon the Sabbath. The pleasures which we must endeavour on this day to ‘find’ must be such as are not of earthly origin or of man’s invention, but such as will endure when the world shall be no more, and will furnish a part of the business and the bliss of the Christian’s happy and eternal home. Further, ‘not speaking (thine own) words.’ ‘Thine own,’ here, is in italics; it is inserted by the translators, and only encumbers the passage. The meaning is, not doing thine own ways, not finding thine own pleasure, ‘nor speaking words;’ that is, not speaking words concerning thine own ways and thine own pleasure (= ).
Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey) tentang Yes 58:13: “It also means setting aside the Sabbath as a time to delight in the Lord rather than pursuing earthly pleasures (58:13)” (= ).
Calvin (tentang Yes 58:13): “Whoever then wishes to serve God in a proper manner, must altogether renounce his flesh and his will. ... he commanded the Jews to renounce the desires of the flesh, to give up their sinful inclinations, and to yield obedience to him; as no man can meditate on the heavenly life, unless he be dead to the world and to himself (= ).

Mungkin saudara berpikir bahwa kalau pada hari Sabat kita tidak boleh bepergian, piknik, melakukan kesenangan-kesenangan, dsb, apakah kita tidak akan mengalami stres? Albert Barnes mengatakan bahwa orang Kristen seharusnya mendapatkan kesenangan dalam diri Tuhan sendiri, sehingga mentaati hukum Sabat ini menyebabkan mereka mendapatkan sukacita.

Barnes’ Notes (tentang Yes 58:13): “‘And call the Sabbath a delight.’ This appropriately expresses the feelings of all who have any just views of the Sabbath. To them it is not wearisome, nor are its hours heavy. They love the day of sweet and holy rest. They esteem it a privilege, not a task, to be permitted once a week to disburden their minds of the cares, and toils, and anxieties of life. It is a ‘delight’ to them to recall the memory of the institution of the Sabbath, when God rested from his labors; to recall the resurrection of the Lord Jesus, to the memory of which the Christian Sabbath is consecrated; to be permitted to devote a whole day to prayer and praise, to the public and private worship of God, to services that expand the intellect and purify the heart. To the father of a family it is the source of unspeakable delight that he may conduct his children to the house of God, and that he may instruct them in the ways of religion. To the Christian man of business, the farmer, and the professional man, it is a pleasure that he may suspend his cares, and may uninterruptedly think of God and of heaven. To all who have any just feeling, the Sabbath is a ‘delight;’ and for them to be compelled to forego its sacred rest would be an unspeakable calamity” (= ‘Dan menyebut hari Sabat suatu kesenangan’. Ini dengan tepat menyatakan perasaan dari semua orang yang mempunyai pandangan yang benar tentang hari Sabat. Bagi mereka, itu bukanlah sesuatu yang menjemukan, dan saat-saatnya bukanlah merupakan sesuatu yang berat. Mereka mengasihi hari istirahat yang manis dan kudus itu. Mereka menilainya sebagai suatu hak, bukan sebagai suatu kewajiban, untuk diijinkan sekali seminggu untuk melepaskan beban pikiran mereka dari kekuatiran, dan kerja keras, dan keinginan-keinginan dari kehidupan. Itu merupakan suatu ‘kesenangan’ bagi mereka untuk mengingat ingatan tentang penegakan dari hari Sabat, dimana Allah beristirahat dari pekerjaanNya; untuk mengingat kebangkitan Tuhan Yesus, pada ingatan mana hari Sabat Kristen diabdikan; untuk diijinkan untuk membaktikan seluruh hari itu bagi doa dan pujian, bagi ibadah kepada Allah secara umum dan pribadi, bagi kebaktian-kebaktian yang mengembangkan intelek dan memurnikan hati. Bagi ayah dari suatu keluarga, merupakan sumber dari kesenangan yang tidak terkatakan bahwa ia bisa memimpin anak-anaknya ke rumah Allah, dan bahwa ia bisa mengajar mereka dalam cara-cara agama. Bagi orang bisnis, petani, dan orang-orang profesional Kristen, merupakan suatu kesenangan bahwa ia bisa menunda / menghentikan kekuatirannya, dan bisa berpikir tentang Allah dan tentang surga tanpa diganggu. Bagi semua yang mempunyai pikiran yang benar, hari Sabat merupakan suatu kesenangan, dan kalau mereka dipaksa untuk tidak melaksanakan istirahatnya yang kudus, maka itu merupakan suatu bencana yang tidak terkatakan).

Barnes’ Notes (tentang Yes 58:14): “‘Then shalt thou delight thyself in the LORD.’ That is, as a consequence of properly observing the Sabbath, thou shalt find pleasure in Yahweh. It will be a pleasure to draw near to him, and you shall no longer be left to barren ordinances and to unanswered prayers. The delight or pleasure which God’s people have in him is a direct and necessary consequence of the proper observance of the Sabbath. It is on that day set apart by his own authority, for his own service, that he chooses to meet with his people, and to commune with them and bless them; and no one ever properly observed the Sabbath who did not find, as a consequence, that he had augmented pleasure in the existence, the character, and the service of Yahweh. Compare Job 22:21-26, where the principle stated here - that the observance of the law of God will lead to happiness in the Almighty - is beautifully illustrated” (= ‘maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN’. Yaitu, sebagai akibat dari ketaatan / penghormatan yang benar terhadap hari Sabat, engkau akan mendapatkan kesenangan dalam Yahweh. Merupakan suatu kesenangan untuk mendekat kepadaNya, dan engkau tidak akan ditinggalkan pada peraturan-peraturan yang tandus dan pada doa-doa yang tidak dijawab. Kesenangan yang didapatkan umat Allah dalam Dia merupakan akibat yang langsung dan yang harus terjadi dari pengamatan / penghormatan yang benar terhadap hari Sabat. Pada hari itulah, yang Ia pisahkan dengan otoritasNya sendiri, bagi ibadahNya sendiri, Ia memilih untuk bertemu dengan umatNya, dan untuk berkomunikasi secara akrab dengan mereka dan memberkati mereka; dan tidak seorangpun yang memelihara hari Sabat secara benar yang tidak mendapati, sebagai akibatnya, bahwa ia telah menambah kesenangan dalam keberadaan, karakter, dan pelayanan / ibadah dari Yahweh. Bandingkan dengan Ayub 22:21-26, dimana prinsip yang dinyatakan di sini - bahwa pemeliharaan / ketaatan pada hukum Allah akan membawa pada kebahagiaan dalam Yang Maha Kuasa - dijelaskan secara indah).

Bdk. Ayub 22:21-26 - “(21) Berlakulah ramah terhadap Dia, supaya engkau tenteram; dengan demikian engkau memperoleh keuntungan. (22) Terimalah apa yang diajarkan mulutNya, dan taruhlah firmanNya dalam hatimu. (23) Apabila engkau bertobat kepada Yang Mahakuasa, dan merendahkan diri; apabila engkau menjauhkan kecurangan dari dalam kemahmu, (24) membuang biji emas ke dalam debu, emas Ofir ke tengah batu-batu sungai, (25) dan apabila Yang Mahakuasa menjadi timbunan emasmu, dan kekayaan perakmu, (26) maka sungguh-sungguh engkau akan bersenang-senang karena Yang Mahakuasa, dan akan menengadah kepada Allah”.

Catatan: kata-kata Albert Barnes ini memang benar, tetapi saya beranggapan bahwa membutuhkan tingkat kerohanian yang sangat tinggi untuk bisa sepenuhnya menjadi seperti ini.

4.   Membangun Kemah Sucipun tidak boleh dilakukan pada hari Sabat.
Sekalipun pelayanan merupakan ‘pekerjaan’ yang diijinkan untuk dilakukan pada hari Sabat, tetapi membangun Kemah Suci / Bait Allah / gedung gereja, tidak sama dengan pelayanan. Ini dilarang!

Kel 31:12-17 - “(12) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (13) ‘Katakanlah kepada orang Israel, demikian: Akan tetapi hari-hari SabatKu harus kamu pelihara, sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, yang menguduskan kamu. (14) Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya. (15) Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi TUHAN: setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat, pastilah ia dihukum mati. (16) Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi perjanjian kekal. (17) Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat.’”.

Dalam membaca text ini yang sangat perlu diperhatikan adalah letak text ini dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, text ini terletak dalam kontext perintah pembangunan Kemah Suci, yang sudah dimulai dalam Kel 25. Dan text ini didahului oleh Kel 31:1-11, yang menceritakan penunjukan Bezaleel dan Aholiab untuk mengerjakan Kemah Suci. Mengapa tahu-tahu bisa ada text seperti ini, yang menekankan hari Sabat dan keharusan istirahat pada hari itu? Jawabannya adalah: karena bahkan dalam membangun Kemah Suci sekalipun, hari Sabat harus tetap menjadi hari untuk istirahat. Pada hari itu, pembangunan Kemah Suci harus dihentikan. Jadi, pada jaman sekarang, gereja-gereja tidak boleh terus mempekerjakan tukang-tukang bangunan untuk membangun gereja pada hari Minggu. Membangun gedung gereja tidak sama dengan melayani Tuhan.

Thomas Watson: “the work which had reference to a religious use might not be done on the Sabbath, as the hewing of stones for the building of the sanctuary. ... Exod. 31:15. A temple is a place of God’s worship, but it was a sin to build a temple on the Lord’s-day” (= pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan agamawi tidak boleh dilakukan pada hari Sabat, seperti memotong / membentuk batu untuk pembangunan tempat kudus. ... Kel 31:15. Bait Allah / Kemah Suci adalah tempat untuk berbakti kepada Allah, tetapi merupakan suatu dosa untuk membangun Bait Allah / Kemah Suci pada hari Tuhan) - ‘The Ten Commandments’, hal 100.

Matthew Henry (tentang Kel 31:12-18): “A strict command for the sanctification of the sabbath day, v. 13-17. ... Orders were now given that a tabernacle should be set up and furnished for the service of God with all possible expedition; but lest they should think that the nature of the work, and the haste that was required, would justify them in working at it on sabbath days, that they might get it done the sooner, this caution is seasonably inserted, Verily, or nevertheless, my sabbaths you shall keep. Though they must hasten the work, yet they must not make more haste than good speed; they must not break the law of the sabbath in their haste: even tabernacle-work must give way to the sabbath-rest; so jealous is God for the honour of his sabbaths” (= Suatu perintah yang ketat bagi pengudusan hari Sabat, ayat 13-17. ... Sekarang perintah-perintah telah diberikan bahwa Kemah Suci harus didirikan dan diperlengkapi untuk ibadah bagi Allah dengan secepat mungkin; tetapi supaya mereka jangan berpikir bahwa sifat dari pekerjaan itu, dan ketergesa-gesaan yang dituntut, akan membenarkan mereka untuk mengerjakannya pada hari-hari Sabat, supaya mereka bisa menyelesaikannya dengan lebih cepat, peringatan ini dimasukkan tepat pada waktunya, Sesungguhnya, atau sekalipun demikian, hari-hari SabatKu harus kamu pelihara. Sekalipun mereka harus cepat-cepat mengerjakannya, tetapi mereka tidak boleh melakukan ketergesa-gesaan yang lebih dari kecepatan yang benar; mereka tidak boleh melanggar hukum dari hari Sabat dalam ketergesa-gesaan mereka: bahkan pekerjaan Kemah Suci harus memberi jalan pada istirahat hari Sabat; demikianlah hati-hatinya Allah bagi kehormatan dari hari-hari SabatNya).

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kel 31:12-17): “The reason for the fresh inculcation of the fourth commandment at this particular period was, that the great ardour and eagerness with which all classes betook themselves to the construction of the tabernacle exposed them to the temptation of encroaching on the sanctity of the appointed day of rest. They might suppose that the erection of the tabernacle was a sacred work, and that it would be a high merit - an acceptable tribute - to prosecute the undertaking without the interruption of a day’s repose; and therefore the caution here given, at the commencement of the undertaking, was a seasonable admonition” (= Alasan untuk penanaman segar dari hukum keempat pada masa khusus ini adalah, bahwa semangat dan kesungguhan dengan mana semua golongan membaktikan diri mereka bagi pembangunan Kemah Suci, membuka diri mereka terhadap pencobaan pelanggaran pada kekudusan dari hari istirahat yang telah ditetapkan. Mereka bisa / mungkin menduga bahwa pendirian dari Kemah Suci merupakan pekerjaan yang kudus, dan bahwa merupakan suatu kebaikan yang tinggi - suatu upeti / penghormatan yang bisa diterima - untuk meneruskan usaha itu tanpa gangguan dari istirahat satu hari; dan karena itu peringatan yang diberikan di sini, pada permulaan dari usaha itu, merupakan peringatan yang tepat pada waktunya).

Barnes’ Notes (tentang Kel 31:12-17): “It seems likely that the penal edict was especially introduced as a caution in reference to the construction of the tabernacle, lest the people, in their zeal to carry on the work, should be tempted to break the divine law for the observance of the day” (= Sangat memungkinkan bahwa pengumuman / ketetapan yang berhubungan dengan hukuman, secara khusus diajukan sebagai suatu peringatan berkenaan dengan pembangunan Kemah Suci, supaya umat / bangsa itu jangan, dalam semangat mereka untuk melaksanakan pekerjaan itu, dicobai untuk melanggar hukum ilahi untuk pemeliharaan / penghormatan hari itu).

Keil & Delitzsch (tentang Kel 31:12-17): “The repetition and further development of this command, which was included already in the decalogue, is quite in its proper place here, inasmuch as the thought might easily have occurred, that it was allowable to omit the keeping of the Sabbath, when the execution of so great a work in honour of Jehovah had been commanded” (= Pengulangan dan pengembangan selanjutnya dari perintah ini, yang sudah dimasukkan dalam 10 hukum Tuhan, ada pada tempat yang tepat di sini, karena dengan mudah terjadi pemikiran bahwa merupakan sesuatu yang diijinkan untuk menghapuskan pemeliharaan hari Sabat, pada waktu pelaksanaan dari pekerjaan yang begitu besar dalam penghormatan terhadap Yehovah telah diperintahkan).

Matthew Henry (tentang Neh 13:15-22): “The law of the sabbath was very strict and much insisted one, and with good reason, for religion is never in the throne while sabbaths are trodden under foot (= Hukum Sabat sangat ketat dan merupakan satu hukum yang sangat ditekankan, dan dengan alasan yang baik, karena agama tidak pernah ada di takhta pada waktu hari-hari Sabat diinjak-injak).

Catatan: apa yang saya jelaskan tentang hal-hal yang dilarang untuk dilakukan pada hari Sabat ini, bukanlah merupakan pandangan extrim dari satu atau dua penafsir saja, tetapi boleh dikatakan dari hampir semua penafsir, dan ini saya tunjukkan dengan memberikan komentar dari banyak penafsir di atas (tetapi yang tidak saya terjemahkan).

c)         Pentingnya istirahat pada hari Sabat / hari minggu.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “Sunday and suicide: - There is no one thing that kills, exhausts, or sends to the lunatic asylum more of the active and strong men of this country (United States) than the breach of the Fourth Commandment. ... ‘He kept no Sunday.’ You may safely write that epitaph over hundreds of graves that will be dug this year for ambitious, prosperous, influential men, cut off in the midst of the race of life. There are suicides in scores where no apparent cause exists for what the newspapers call ‘the rash act.’ The man was doing well; his business was prospering; his family relations were pleasant and affectionate. ... It is for man’s good that God has established all His statutes. Clear as that truth is about them all, it is especially clear about the day of rest. ... As a matter of fact, there is no rest, no relaxation, so utter as that offered by a well-kept Sunday. There is perfect rest and quiet for the body, and, to the worker with his hands, that may be the main point. But there is far more than this. The mind is called away from all its cares and all its common vulgar interests. The man is called to rise out of the changing into the unchanging, out of the temporary into the eternal, out of the low into the infinitely lofty, out of the strife into the deep calm of the eternal peace. ... It is the neglect of this provision of God that is the root-cause of the deaths and suicides from overwork, which shock us almost daily in the current items of news” [= Hari Minggu dan bunuh diri: - Tidak ada suatu hal apapun yang lebih membunuh, meletihkan / menghabiskan tenaga, atau mengirimkan ke rumah sakit jiwa / gila, orang-orang yang aktif dan kuat dari negeri ini (Amerika Serikat) dari pada pelanggaran terhadap hukum ke empat ini. ... ‘Ia tidak memelihara hari Minggu’. Engkau bisa dengan aman menulis tulisan ini di batu nisan di atas ratusan kuburan yang akan digali tahun ini bagi orang-orang yang ambisius, makmur, berpengaruh, yang mati di tengah-tengah balapan kehidupan. Ada puluhan kasus-kasus bunuh diri dimana tidak ada penyebab yang jelas untuk apa yang disebut surat kabat sebagai ‘tindakan gegabah’. Orang itu baik-baik saja, bisnisnya makmur / berhasil dengan baik; hubungan keluarganya menyenangkan dan penuh kasih. ... Untuk kebaikan manusialah Allah telah menentukan semua undang-undangNya. Kebenaran itu jelas untuk semua undang-undang itu, tetapi itu khususnya jelas tentang hari istirahat. ... Dalam faktanya, tidak ada istirahat, tidak ada kesantaian, yang begitu lengkap / sempurna seperti istirahat yang diberikan oleh hari Minggu yang dipelihara dengan baik. Ada istirahat dan ketenangan yang sempurna untuk tubuh, dan bagi pekerja yang menggunakan tangannya, itu mungkin / bisa merupakan hal yang utama. Tetapi ada jauh lebih banyak dari ini. Pikiran dipanggil untuk menjauhi semua kekuatirannya dan semua kepentingan orang-orang biasa. Orang dipanggil untuk naik / bangkit dari yang berubah ke dalam yang tidak berubah, dari yang sementara ke dalam yang kekal, dari yang rendah ke dalam yang tinggi / mulia, dari pergumulan ke dalam ketenangan yang dalam dari damai yang kekal. ... Pengabaian terhadap penyediaan Allah inilah yang merupakan akar penyebab dari kematian-kematian dan bunuh diri - bunuh diri dari pekerjaan yang berlebihan, yang mengejutkan kita hampir setiap hari dalam pokok-pokok berita sekarang ini].




HUKUM 4 (6)


Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat


(Kel 20:8-11)


Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.

2)   Kita harus berbakti kepada Tuhan pada hari Sabat.

Im 23:3 - “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah sabat bagi TUHAN di segala tempat kediamanmu”.

Im 19:30 - “Kamu harus memelihara hari-hari sabatKu dan menghormati tempat kudusKu; Akulah TUHAN”.

Maz 92:1-5 - (1) Mazmur. Nyanyian untuk hari Sabat. (2) Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi, (3) untuk memberitakan kasih setiaMu di waktu pagi dan kesetiaanMu di waktu malam, (4) dengan bunyi-bunyian sepuluh tali dan dengan gambus, dengan iringan kecapi. (5) Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaanMu, karena perbuatan tanganMu aku akan bersorak-sorai”.

Bil 28:9-10 - “(9) ‘Pada hari Sabat: dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, serta dengan korban curahannya. (10) Itulah korban bakaran Sabat pada tiap-tiap Sabat, di samping korban bakaran yang tetap dan korban curahannya”.

Yeh 46:1-3 - “(1) Beginilah firman Tuhan ALLAH: Pintu gerbang pelataran dalam yang menghadap ke sebelah timur haruslah tertutup selama enam hari kerja, tetapi pada hari Sabat supaya dibuka; pada hari bulan baru juga supaya dibuka. (2) Raja itu akan masuk dari luar melalui balai gerbang dan akan berdiri dekat tiang pintu gerbang itu. Sementara itu imam-imam akan mengolah korban bakaran dan korban keselamatan raja itu dan ia akan sujud menyembah di ambang pintu gerbang itu, lalu keluar lagi. Dan pintu gerbang itu tidak boleh ditutup sampai petang hari. (3) Penduduk negeri juga harus turut sujud menyembah di hadapan TUHAN di pintu gerbang itu pada hari Sabat dan hari bulan baru”.

Ada beberapa hal yang ingin saya tekankan berkenaan dengan ibadah / kebaktian pada hari Sabat.

a)   Sebenarnya ‘berbakti kepada Tuhan’ merupakan tujuan dari istirahat pada hari Sabat. Bukan sekedar istirahatnya semata-mata yang ditekankan, tetapi kita harus beristirahat / berhenti mengurusi urusan sehari-hari kita, supaya kita bisa menggunakan hari itu untuk berbakti kepada Tuhan.

John Murray: “The weekly sabbath is based upon the divine example; the divine mode of procedure in creation determines one of the basic cycles by which human life here on earth is regulated, namely, the weekly cycle; this sequence of six days of labour and one of rest have applied to Adam in the state of innocence ...” (= Sabat mingguan didasarkan pada teladan ilahi; cara / prosedur ilahi dalam penciptaan menentukan satu dari siklus dasar oleh mana kehidupan manusia di bumi diatur, yaitu, siklus mingguan; urutan enam hari kerja dan satu hari istirahat ini telah diterapkan kepada Adam dalam keadaan tidak berdosa) - ‘Principles of Conduct’, hal 34.
John Murray: “Even in innocence man would have required time for specific worship. ... Unfallen man would need to suspend his weekly labours in order to refresh himself with the exercises of concentrated worship” (= Bahkan dalam keadaan tidak berdosa manusia membutuhkan waktu tertentu untuk ibadah / kebaktian. ... Manusia yang belum jatuh ke dalam dosa butuh untuk menghentikan pekerjaan-pekerjaan mingguannya untuk menyegarkan dirinya sendiri dengan pelaksanaan dari ibadah yang terkonsentrasi) - ‘Principles of Conduct’, hal 34.

Calvin (tentang Kel 20:8): “Surely God has no delight in idleness and sloth, and therefore there was no importance in the simple cessation of the labours of their hands and feet; nay, it would have been childish superstition to rest with no other view than to occupy their repose in the service of God. ... they were only called away from their own works, that, as if dead to themselves and to the world, they might wholly devote themselves to God. ... we must see what is the sum of this sanctification, viz., the death of the flesh, when men deny themselves and renounce their earthly nature, so that they may be ruled and guided by the Spirit of God” (= Jelas bahwa Allah tidak menyenangi kemalasan, dan karena itu tidak ada kepentingan dalam sekedar penghentian dari pekerjaan dari tangan dan kaki mereka; tidak, merupakan suatu takhyul yang kekanak-kanakan untuk beristirahat tanpa maksud untuk mengisi istirahat mereka dalam kebaktian / pelayanan Allah. ... mereka hanya dipanggil untuk menjauh dari pekerjaan-pekerjaan mereka sendiri, supaya, seakan-akan mati bagi diri mereka sendiri dan bagi dunia, mereka bisa membaktikan diri mereka seluruhnya kepada Allah. ... kita harus melihat intisari dari pengudusan ini, yaitu mati bagi daging, pada waktu manusia menyangkal diri mereka sendiri dan meninggalkan sifat duniawi mereka, sehingga mereka bisa diatur dan dipimpin oleh Roh Allah) - hal 434.

Calvin (tentang Kel 20:8): “the legitimate use of the Sabbath must be supposed to be self-renunciation, since he is in fact accounted to cease from his works who is not led by his own will nor indulges his own wishes, but who suffers himself to be directed by the Spirit of God” (= penggunaan yang sah dari Sabat harus dianggap sebagai penyangkalan diri sendiri, karena ia yang dianggap berhenti dari pekerjaan-pekerjaannya sebetulnya adalah ia yang tidak dibimbing oleh kehendaknya sendiri maupun menuruti pemuasan keinginannya sendiri, tetapi ia yang membiarkan dirinya diarahkan oleh Roh Allah) - hal 436.

Calvin (tentang Kel 20:8): “There is indeed no moment which should be allowed to pass in which we are not attentive to the consideration of the wisdom, power, goodness, and justice of God in His admirable creation and government of the world; but, since our minds are fickle, and apt therefore to be forgetful or distracted, God, in his indulgence providing against our infirmities, separates one day from the rest, and commands that it should be free from all earthly business and cares, so that nothing may stand in the way of that holy occupation. On this ground He did not merely wish that people should rest at home, but that they should meet in the sanctuary, there to engage themselves in prayer and sacrifices, and to make progress in religious knowledge through the interpretation of the Law” (= Memang tidak ada saat / waktu yang boleh dibiarkan berlalu dalam mana kita tidak memberi perhatian pada pertimbangan / perenungan tentang hikmat, kuasa, kebaikan, dan keadilan dari Allah dalam penciptaanNya dan pemerintahanNya atas alam semesta yang mengagumkan; tetapi karena pikiran kita plin-plan, dan karena itu condong untuk lupa atau disimpangkan, maka Allah, dalam kebaikanNya bersiap-siap untuk menghadapi kelemahan-kelemahan kita, memisahkan satu hari dari yang lainnya, dan memerintahkan bahwa hari itu harus bebas dari semua kesibukan dan kekuatiran duniawi, sehingga tidak ada apapun yang menghalangi pekerjaan / kesibukan kudus itu. Berdasarkan hal ini Ia tidak semata-mata menginginkan supaya manusia harus beristirahat di rumah, tetapi supaya mereka bertemu di tempat kudus, menyibukkan diri mereka sendiri dalam doa dan korban-korban di sana, dan untuk membuat kemajuan dalam pengetahuan agamawi melalui penafsiran dari hukum Taurat) - hal 437.

Matthew Henry (tentang Yer 17:19-27): “They must apply themselves to that which is the proper work and business of the day: ‘Hallow you the sabbath, that is, consecrate it to the honour of God and spend it in his service and worship.’ It is in order to this that worldly business must be laid aside, that we may be entire for, and intent upon, that work, which requires and deserves the whole man (= Mereka harus menerapkan kepada diri mereka sendiri pekerjaan dan kesibukan yang benar pada hari itu: ‘Kuduskanlah hari Sabat, yaitu, kuduskanlah hari itu bagi kehormatan Allah dan habiskanlah / gunakanlah hari itu untuk pelayanan dan penyembahan / ibadah’. Adalah untuk tujuan ini maka kesibukan / urusan duniawi harus disingkirkan, supaya kita bisa sepenuhnya untuk, dan bersungguh-sungguh untuk, pekerjaan itu, yang membutuhkan / menuntut dan layak mendapatkan seluruh manusia).

Jamieson, Fausset & Brown: “the physical rest, though necessarily made prominent in the prohibitory form of the enactment ... did not certainly comprehend the whole or the chief object of the institution. Such abstinence from ‘any manner of work’ would not be equivalent to ‘keeping holy the Sabbath day.’ It is a part - an important, but not the principal, end of it, which was to afford an opportunity of worshipping God” [= istirahat fisik, sekalipun perlu ditonjolkan dalam bentuk larangan dari undang-undang ... jelas tidak meliputi seluruh hukum ataupun merupakan tujuan utama dari hukum. Tindakan menjauhkan diri dari ‘setiap bentuk pekerjaan’ seperti itu tidak akan sama dengan ‘menjaga kekudusan hari Sabat’. Itu merupakan sebagian, suatu tujuan yang penting tetapi bukan tujuan yang utama darinya, yang adalah mengadakan suatu kesempatan untuk berbakti kepada Allah].

Jadi, melakukan hal-hal dalam kebaktian, seperti berdoa, menyanyi, mendengar / belajar Firman Tuhan, dan bahkan melayani, jelas bukan dosa, tetapi bahkan merupakan hal-hal yang harus dilakukan pada hari Sabat, dan merupakan tujuan utama adanya hari Sabat.

Bdk. Maz 92:1-5 - “(1) Mazmur. Nyanyian untuk hari Sabat. (2) Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi namaMu, ya Yang Mahatinggi, (3) untuk memberitakan kasih setiaMu di waktu pagi dan kesetiaanMu di waktu malam, (4) dengan bunyi-bunyian sepuluh tali dan dengan gambus, dengan iringan kecapi. (5) Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaanMu, karena perbuatan tanganMu aku akan bersorak-sorai”.
Catatan: memang ayat 1 (yang saya garis-bawahi), sebetulnya bukan termasuk dalam Kitab Suci. Kalau saudara menggunakan Kitab Suci bahasa Inggris maka bagian ini diletakkan di atas sebagai judul, dan ay 2 dalam Kitab Suci Indonesia merupakan ay 1 dalam Kitab Suci bahasa Inggris. Ay 1 dalam Kitab Suci Indonesia ini merupakan sesuatu yang ditambahkan kepada mazmur ini, dan seringkali bisa membuat kita lebih mengerti latar belakang mazmur tersebut. Tetapi bagian seperti ini tidak selalu benar. Kalau ay 1 dalam Kitab Suci Indonesia ini benar, maka kontext dari bagian ini adalah ‘nyanyian untuk hari Sabat’.

Matthew Henry (tentang Maz 92): “This psalm was appointed to be sung, at least it usually was sung, in the house of the sanctuary on the sabbath day” (= Mazmur ini ditetapkan untuk dinyanyikan, setidaknya itu biasanya dinyanyikan, dalam tempat kudus pada hari Sabat).

Matthew Henry (tentang Maz 92): “The sabbath day must be a day, not only of holy rest, but of holy work, and the rest is in order to the work” (= Hari Sabat haruslah menjadi suatu hari, bukan hanya dari istirahat yang kudus, tetapi pekerjaan yang kudus, dan istirahat itu tujuannya untuk pekerjaan itu).

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Maz 92): “this psalm is for the ‘holy convocation’ on ‘the Sabbath’ (Lev. 23:3). On it the Church is to ‘rest from her own works,’ and to ‘triumph in the Lord’s work’ (Ps. 92:4) in saving her and destroying her foes” [= mazmur ini adalah untuk ‘pertemuan kudus’ pada hari Sabat (Im 23:3). Pada hari itu Gereja harus ‘beristirahat dari pekerjaan-pekerjaannya sendiri’, dan ‘bersukacita dalam pekerjaan Tuhan’ (Maz 92:4) dalam menyelamatkannya dan menghancurkan musuh-musuhnya].

b)   Kalau ada orang yang pada hari Sabat hanya beristirahat tetapi tidak berbakti, maka ada juga yang sebaliknya. Mereka berbakti, tetapi lalu bekerja lagi setelah kebaktian itu selesai. Atau, mereka bekerja dulu, dan lalu pada sore hari baru berbakti kepada Tuhan  / ke gereja. Ini tetap salah, karena seluruh hari Sabat itu harus untuk Tuhan.

Thomas Watson: “The Lord forbade manna to be gathered on the Sabbath. ... One might think it would have been allowed, as manna was the ‘staff of their life;’ and the time when it fell was between five and six in the morning, so that they might have gathered it betimes, and all the rest of the Sabbath might have been employed in God’s worship; and besides, they needed not to have taken any great journey for it, for it was but stepping out of their doors, and it fell about their tents: and yet they might not gather it on the Sabbath: and for purposing only to do it, God was very angry” (= Tuhan melarang manna dikumpulkan pada hari Sabat. ... Seseorang bisa berpikir bahwa itu akan diijinkan, karena manna merupakan ‘bahan pokok dari kehidupan mereka’; dan saat dimana manna itu jatuh adalah di antara pk 5 dan pk 6 pagi, sehingga mereka bisa mengumpulkannya sangat pagi, dan seluruh sisa dari hari Sabat bisa digunakan dalam ibadah kepada Allah; dan disamping itu, mereka tidak perlu melakukan perjalanan yang jauh untuk hal itu, karena mereka hanya perlu melangkah keluar pintu mereka dan manna itu jatuh di sekitar tenda-tenda mereka: tetapi toh mereka tidak boleh mengumpulkan manna itu pada hari Sabat: dan hanya karena adanya maksud seperti itu sudah membuat Allah sangat marah) - ‘The Ten Commandments’, hal 99.

c)   Sebetulnya, pergi ke gereja pada hari Sabat / Minggu itu bukan hanya merupakan kewajiban kita, tetapi juga kebutuhan kita.

Thomas Watson: “The Sabbath-day is for our interest; it promotes holiness in us. The business of week-days makes us forgetful of God and our souls: the Sabbath brings him back to our remembrance” (= Hari Sabat adalah untuk kepentingan kita; itu memajukan kekudusan dalam diri kita. Kesibukan dari hari-hari dalam minggu itu membuat kita lupa kepada Allah dan jiwa kita: hari Sabat membawa Dia kembali pada ingatan kita) - ‘The Ten Commandments’, hal 94.

Seseorang mengatakan: “After looking at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (= Setelah melihat pada bumi / dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan untuk melihat ke atas).

d)   Kita harus berbakti kepada Tuhan di gereja (Im 19:30  26:2  Luk 4:16).
Im 19:30 - “Kamu harus memelihara hari-hari sabatKu dan menghormati tempat kudusKu; Akulah TUHAN”.
Im 26:2 - “Kamu harus memelihara hari-hari SabatKu dan menghormati tempat kudusKu, Akulah TUHAN”.
Luk 4:16 - “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab”.

Dari 2 ayat dalam kitab Imamat di atas bisa terlihat dengan jelas bahwa ‘pemeliharaan hari Sabat’ dihubungkan dengan tindakan ‘menghormati tempat kudus Allah’. Jadi, jelas bahwa pada hari Sabat kita memang harus berbakti kepada Tuhan.
Jadi, berbakti kepada Tuhan, bukanlah sekedar merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu keharusan. Jadi, kalau kita tidak melakukannya, kita berdosa.

Ada beberapa hal yang ingin saya persoalkan:

1.   Kita tidak boleh berbakti di rumah sendiri (kecuali kalau rumah saudara memang dijadikan gereja).
Ada orang-orang yang berbakti kepada Tuhan di rumahnya sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri, menyanyi sendiri, dsb). Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari Minggu, hal ini bisa dilakukan oleh makin banyak orang.

Tetapi ini bukan cara berbakti yang benar, dan ini terlihat dari:

a.   Ul 12:5-7 - “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. (7) Di sanalah kamu makan di hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.

Sebelum jaman Musa, maka tempat ibadah kepada Tuhan belum ditetapkan, dan karena itu orang boleh beri­badah di mana-mana. Tetapi sejak jaman Musa, Tuhan menetapkan satu tempat ibadah tertentu. Tetapi penetapan tempatnya juga bisa berubah.
·         pada saat Israel ada di padang gurun, tentu saja Kemah Sucinya berpindah-pindah sesuai dengan keberadaan mereka.
·         pada jaman Eli dan Samuel, Kemah Suci ada di Silo (1Sam 1:3,9,24  1Sam 2:14  1Sam 3:21  1Sam 4:3).
·         pada jaman Daud, Kemah Suci dipindahkan ke Yerusalem (2Sam 6).

Tetapi pada jaman Perjanjian Baru, tidak ada tempat yang ditetapkan.
Yoh 4:20-24 - “(20) Nenek moyang kami menyembah di atas gunung ini, tetapi kamu katakan, bahwa Yerusalemlah tempat orang menyembah.’ (21) Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepadaKu, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. (22) Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. (23) Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (24) Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.’”.

Kata-kata ‘menyembah dalam roh’ di sini dikontraskan dengan kata-kata ‘menyembah secara lahiriah’. Contoh penyembahan yang lahiriah adalah penekanan tempat tertentu untuk ibadah, doa dsb (dalam kontex ini jelas inilah yang dimaksud. Bdk. ay 21). Dari sini jelas bahwa:
¨       Orang kristen tidak punya tempat / kota suci.
Jadi, Yerusalem, maupun Israel / Kanaan bukan merupakan tempat suci bagi orang kristen!
¨       Orang kristen tidak harus berbakti di gedung gereja.
Rumah, restoran, ruang senam, lapangan, atau tempat manapun / apapun, boleh dipakai sebagai tempat untuk berbakti.
Catatan: kalau pemerintah melarang hal-hal itu, itu lain urusan. Tetapi Kitab Suci sendiri tidak pernah melarang kebaktian di tempat-tempat seperti itu.
¨       Orang kristen tidak perlu pergi ke suatu tempat tertentu (misalnya bukit doa) kalau mau berdoa. Memang kita harus mencari tempat yang sunyi, tetapi bukan tempat tertentu.
¨       Orang kristen tidak perlu pergi ke tempat tertentu untuk menda­pat berkat tertentu. Bandingkan dengan Gereja Roma Katolik dengan Lourdes-nya, dan juga orang-orang yang mempercayai Toronto Blessing dengan Toronto-nya.

b.   Im 23:3 - “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan; itulah sabat bagi TUHAN di segala tempat kediamanmu”.
Kata-kata ‘hari pertemuan kudus’ dalam terjemahan bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
KJV: ‘an holy convocation’ (= suatu pertemuan kudus).
RSV/NASB: ‘a holy convocation’ (= suatu pertemuan kudus).
NIV: a day of sacred assembly (= suatu hari pertemuan keramat / kudus).
Jadi, semua terjemahan mengandung kata ‘pertemuan’, dan itu jelas menunjuk pada ibadah bersama, bukan sendiri-sendiri.

c.         Adanya Kemah Suci atau Bait Suci.
Kalau Tuhan memang menghendaki setiap orang percaya berbakti sendiri-sendiri di rumah masing-masing, untuk apa didirikan Kemah Suci / Bait Allah?

d.         Adanya hamba-hamba Tuhan.
Kalau memang Tuhan menghendaki setiap orang percaya berbakti di rumahnya masing-masing, apa gunanya Tuhan menetapkan adanya hamba Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua dan diaken (1Tim 3:1-13), dsb?
Ef 4:11 - “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar”.
1Tim 3:1-13 - “(1) Benarlah perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.’ (2) Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, (3) bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, (4) seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. (5) Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah? (6) Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis. (7) Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis. (8) Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah, (9) melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci. (10) Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat. (11) Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal. (12) Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik. (13) Karena mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus mereka dapat bersaksi dengan leluasa”.
Kis 14:23 - “Di tiap-tiap jemaat (church)  rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan mereka”.
1Tim 5:17 - Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar”.

e.   Tidak bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman, kalau kita berbakti sendiri di rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen sangat menekankan persekutuan dengan saudara seiman.
Ibr 10:25 - “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.

A. T. Robertson: “‘As the custom of some is.’ ... Already some Christians had formed the habit of not attending public worship, a perilous habit then and now” (= ‘seperti dibiasakan oleh beberapa orang’. ... Sudah ada sebagian orang Kristen yang membentuk kebiasaan untuk tidak menghadiri kebaktian umum, suatu kebiasaan yang membahayakan, dulu maupun sekarang).

Wycliffe Bible Commentary: “When Christians meet together, they exhort each other to fruitful service and unbroken fellowship. The danger of apostasy lurks in the failure of believers to meet together for mutual help” (= Pada waktu orang-orang kristen berkumpul / bertemu bersama-sama, mereka saling menasihati bagi pelayanan yang penuh buah dan persekutuan yang utuh. Bahaya dari kemurtadan mengintip dalam kegagalan orang-orang percaya untuk bertemu bersama-sama untuk saling menolong).

Barnes’ Notes: “it refers to public worship. ... The command, then, here is, to meet together for the worship of God, and it is enjoined on Christians as an important duty to do it. It is implied, also, that there is blame or fault where this is ‘neglected.’ ... Why those here referred to neglected public worship, is not specified. It may have been from such causes as the following. (1) some may have been deterred by the fear of persecution, as those who were thus assembled would be more exposed to danger than others. (2) some may have neglected the duty because they felt no interest in it - as professing Christians now sometimes do. (3) it is possible that some may have had doubts about the necessity and propriety of this duty, and on that account may have neglected it. (4) or it may perhaps have been, though we can hardly suppose that this reason existed, that some may have neglected it from a cause which now sometimes operates - from dissatisfaction with a preacher, or with some member or members of the church, or with some measure in the church. Whatever were the reasons, the apostle says that they should not be allowed to operate, but that Christians should regard it as a sacred duty to meet together for the worship of God. None of the causes above suggested should deter people from this duty. With all who bear the Christian name, with all who expect to make advances in piety and religious knowledge, it should be regarded as a sacred duty to assemble together for public worship. Religion is social; and our graces are to be strengthened and invigorated by waiting together on the Lord. There is an obvious propriety that people should assemble together for the worship of the Most High, and no Christian can hope that his graces will grow, or that he can perform his duty to his Maker, without uniting thus with those who love the service of God” [= ini menunjuk pada kebaktian umum. ... Jadi, di sini diperintahkan untuk bertemu bersama-sama untuk menyembah Allah / berbakti kepada Allah, dan hal itu diperintahkan kepada orang-orang kristen sebagai suatu kewajiban yang penting untuk dilakukan. Secara tak langsung, juga terlihat bahwa ada kesalahan pada waktu hal itu diabaikan. ... Mengapa mereka yang dibicarakan di sini mengabaikan kebaktian umum, tidak dinyatakan. Itu bisa disebabkan oleh penyebab-penyebab sebagai berikut. (1) sebagian mungkin dihalangi oleh rasa takut terhadap penganiayaan, karena mereka yang berkumpul seperti itu akan lebih terbuka terhadap bahaya dari pada yang lain. (2) sebagian mungkin telah mengabaikan kewajiban ini karena mereka tidak merasa ingin melakukannya - seperti yang kadang-kadang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai orang Kristen pada jaman sekarang. (3) adalah mungkin bahwa sebagian mungkin mempunyai keragu-raguan tentang keharusan dan kebenaran dari kewajiban ini, dan karena itu telah mengabaikannya. (4) atau itu mungkin, sekalipun kita hampir tidak bisa menganggap bahwa alasan ini ada pada saat itu, bahwa sebagian telah mengabaikannya dari suatu penyebab yang pada jaman sekarang beroperasi - dari ketidak-puasan / ketidak-senangan terhadap sang pengkhotbah, atau terhadap jemaat tertentu dari gereja, atau terhadap tindakan-tindakan tertentu dalam gereja. Apapun alasannya, sang rasul mengatakan bahwa hal-hal itu tidak boleh diijinkan untuk beroperasi, tetapi bahwa orang-orang kristen harus menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang sakral / kudus untuk bertemu bersama-sama bagi penyembahan terhadap Allah. Tidak ada dari penyebab-penyebab di atas yang boleh menahan orang-orang dari kewajiban ini. Bersama-sama dengan semua orang yang disebut orang Kristen, bersama-sama dengan semua orang yang berharap untuk maju dalam kesalehan dan pengetahuan agamawi, itu harus dianggap sebagai suatu kewajiban kudus untuk bertemu bersama-sama untuk melakukan kebaktian umum. Agama merupakan sesuatu yang bersifat sosial; dan kasih karunia kita harus dikuatkan dan disegarkan dengan bersama-sama melayani Tuhan. Ada kebenaran / kepantasan yang jelas bahwa orang-orang harus berkumpul bersama-sama bagi penyembahan terhadap Yang Maha Tinggi, dan tidak ada orang Kristen bisa berharap bahwa kasih karunianya akan bertumbuh, atau bahwa ia bisa melakukan kewajibannya kepada Penciptanya, tanpa bersatu seperti itu bersama mereka yang mencintai pelayanan / ibadah kepada Allah].

2.   Yang dimaksud ‘gereja’ adalah persekutuan orang kristen, bukan gedungnya.
Bdk. 1Kor 1:2 - kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.
Kata ‘jemaat’ seharusnya adalah ‘gereja’, dan yang disebut dengan ‘gereja’ sebetulnya bukanlah ‘gedung’nya tetapi ‘orang’nya. Bandingkan dengan kata-kata selanjutnya dalam ay 2 - ‘yaitu mereka yang dikuduskan’.

Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak diadakan di gedung gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak jadi soal, selama orang-orang yang mengikuti kebaktian itu adalah orang-orang kristen yang sejati (biarpun tidak semuanya, karena pasti ada lalang di antara gandum), itu tidak jadi soal.
Sekarang ada gereja-gereja (biasanya yang sudah mapan) yang mengajar jemaatnya bahwa kebaktian di ruko, restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak sah. Kebaktian yang sah hanyalah kebaktian yang diadakan di gedung gereja. Ini adalah omong kosong yang busuk dan kurang ajar, karena sebetulnya diucapkan hanya dengan tujuan supaya jemaat mereka tidak ‘lari’ ke gereja-gereja yang ada di tempat-tempat tersebut! Ingat bahwa orang kristen abad pertama juga tidak mempunyai gedung gereja, sehingga mereka berbakti di rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat berbakti. Kalau itu semua tidak sah, maka boleh dikatakan semua orang Kristen abad-abad awal, dan juga semua rasul-rasul, melakukan kebaktian yang tidak sah!




HUKUM 4 (7)


Ingatlah dan Kuduskanlah hari sabat


(Kel 20:8-11)


Kel 20:8-11 - “(8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya”.

3.   Dalam berbakti kepada Tuhan kita harus memilih gereja yang benar, karena kalau tidak, itu bukan berbakti kepada Tuhan.
Jadi, kita harus memilih gereja yang benar, yaitu gereja yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan, sebagai tempat kita berbakti.

Bdk. 1Kor 1:2 - kepada jemaat (gereja) Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita.
Adalah sesuatu yang aneh bahwa Paulus tetap menyebut gereja Korintus yang bejat ini dengan sebutan ‘gereja’.
Paulus yakin akan hal itu karena apa yang dialaminya dalam Kis 18:9-10 - “(9) Pada suatu malam berfirmanlah Tuhan kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: ‘Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam! (10) Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umatKu di kota ini.’”.
Karena itulah ia yakin bahwa di tengah-tengah banyak orang kristen yang brengsek di gereja ini pasti ada sedikit yang tetap setia, dan dengan demikian gereja yang penuh dengan cacat cela ini tetap adalah gereja Tuhan.

Jadi, dalam persoalan menilai suatu gereja itu benar atau sesat, kita harus menghindari 2 pandangan / sikap extrim yang salah:

a.   Pandangan bahwa suatu gereja baru bisa disebut gereja kalau gereja itu sempurna dan tidak ada cacat celanya. Tidak ada gereja seperti itu di dunia.
Calvin (tentang 1Kor 1:2): “it is a dangerous temptation to think that there is no Church at all where perfect purity is not to be seen. For the man that is prepossessed with this notion, must necessarily in the end withdraw from all others, and look upon himself as the only saint in the world, or set up a peculiar sect in company with a few hypocrites” (= merupakan suatu pencobaan yang berbahaya untuk berpikir bahwa di sana tidak ada Gereja sama sekali dimana kemurnian yang sempurna tidak terlihat. Karena orang yang dikuasai oleh pikiran ini, pada akhirnya pasti menarik dari semua yang lain, dan memandang dirinya sendiri sebagai satu-satunya orang suci di dunia, atau mendirikan suatu sekte khusus bersama dengan beberapa / sedikit orang-orang yang munafik) - hal 51.
Ini perlu diingat dan dicamkan, khususnya oleh orang-orang kristen tertentu, yang selalu berpindah gereja pada saat melihat adanya ketidak-beresan tertentu (biarpun kecil) dalam gerejanya / pendetanya / jemaatnya.

b.         Pandangan bahwa semua gereja adalah gereja.
Ini salah karena jelas ada gereja-gereja sesat yang bukanlah gereja dalam pandangan Tuhan.
Bahwa tidak semua ‘gereja’ adalah ‘gereja’ di hadapan Tuhan, terlihat dari:

·         istilah ‘jemaah Iblis’ dalam Wah 2:9 dan Wah 3:9.
Wah 2:9 - “Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu - namun engkau kaya - dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis.
Wah 3:9 - “Lihatlah, beberapa orang dari jemaah Iblis, yaitu mereka yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, melainkan berdusta, akan Kuserahkan kepadamu. Sesungguhnya Aku akan menyuruh mereka datang dan tersungkur di depan kakimu dan mengaku, bahwa Aku mengasihi engkau”.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘the synagogue of Satan’ (= sinagog Setan).
Dalam Bil 16:3  Bil 20:4  Bil 31:16 Israel disebut sebagai ‘jemaah / umat TUHAN’. Kata ‘sinagog’ berasal dari kata Yunani SUNAGOGE, yang arti hurufiahnya adalah ‘suatu kumpulan’ atau ‘jemaah’. Jadi dengan kata-kata ini seakan-akan Yohanes berkata: Kamu menyebut dirimu sendiri ‘jemaah TUHAN’, padahal sebetulnya kamu adalah ‘jemaah Iblis’.
Leon Morris (Tyndale) (tentang Wah 2:9): “This unusual expression means that their assembly for worship does not gather God’s people but Satan’s” (= Istilah / ungkapan yang tidak lazim ini berarti bahwa perkumpulan / persekutuan kebaktian mereka tidak mengumpulkan umat Allah tetapi umat Setan) - hal 64.

Mereka ini sama seperti orang-orang Yahudi dalam Yoh 8:37-44, yang sekalipun mengaku sebagai keturunan Abraham dan anak-anak Allah, tetapi sebetulnya adalah anak-anak setan.
Yoh 8:37-44 - “(37) ‘Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firmanKu tidak beroleh tempat di dalam kamu. (38) Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.’ (39) Jawab mereka kepadaNya: ‘Bapa kami ialah Abraham.’ Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. (40) Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham. (41) Kamu mengerjakan pekerjaan bapamu sendiri.’ Jawab mereka: ‘Kami tidak dilahirkan dari zinah. Bapa kami satu, yaitu Allah.’ (42) Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku. (43) Apakah sebabnya kamu tidak mengerti bahasaKu? Sebab kamu tidak dapat menangkap firmanKu. (44) Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.

Thomas Becon: “For commonly, wheresoever God buildeth a church, the devil will build a chapel just by” (= Karena biasanya, dimanapun Allah membangun sebuah gereja, setan akan membangun tempat ibadah di dekatnya) - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 118.

Daniel Defoe, ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 119-120:
“Wherever God erects a house of prayer, (= Dimanapun Allah mendirikan rumah doa,)
The Devil always builds a chapel there; (= Setan selalu membangun tempat ibadah di sana;)
And ‘twill be found, upon examination, (= Dan akan didapatkan, setelah diselidiki,)
The latter has the largest congregation” (= Yang terakhir mempunyai jemaat yang terbesar).

Catatan: ‘chapel’ adalah suatu tempat ibadah yang lebih rendah dan lebih kecil dari gereja. Biasanya ada di rumah sakit, sekolah, dan sebagainya.

·         istilah ‘rumahmu (bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’) yang digunakan oleh Yesus dalam Mat 23:38 untuk menunjuk kepada Bait Allah.
Mat 23:38 - “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi”.

Calvin (tentang Mat 23:38): “they looked upon the temple as their invincible fortress, as if they dwelt in the bosom of God. But Christ maintains that it is in vain for them to boast of the presence of God, whom they had driven away by their crimes, and, by calling it ‘their house,’ ... he indirectly intimates to them that it is no longer the house of God (= mereka memandang Bait Allah sebagai benteng mereka yang tak terkalahkan, seakan-akan mereka tinggal di dada Allah. Tetapi Kristus mempertahankan pandangan bahwa adalah sia-sia bagi mereka untuk membanggakan kehadiran Allah, yang telah mereka usir oleh kejahatan-kejahatan mereka, dan dengan menyebutnya ‘rumah mereka’, ... secara tidak langsung Ia menunjukkan kepada mereka bahwa itu bukan lagi rumah Allah).

Perlu diingat bahwa kalau saudara berbakti di gereja yang sesat, maka:

¨       Itu jelas merupakan dosa, karena Firman Tuhan melarang saudara mendengarkan / mempedulikan nabi palsu / pengajar sesat.
Ul 13:1-5 - “(1) Apabila di tengah-tengahmu muncul seorang nabi atau seorang pemimpi, dan ia memberitahukan kepadamu suatu tanda atau mujizat, (2) dan apabila tanda atau mujizat yang dikatakannya kepadamu itu terjadi, dan ia membujuk: Mari kita mengikuti allah lain, yang tidak kaukenal, dan mari kita berbakti kepadanya, (3) maka janganlah engkau mendengarkan perkataan nabi atau pemimpi itu; sebab TUHAN, Allahmu, mencoba kamu untuk mengetahui, apakah kamu sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. (4) TUHAN, Allahmu, harus kamu ikuti, kamu harus takut akan Dia, kamu harus berpegang pada perintahNya, suaraNya harus kamu dengarkan, kepadaNya harus kamu berbakti dan berpaut. (5) Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Ul 18:20-22 - “(20) Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi namaKu perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi nama allah lain, nabi itu harus mati. (21) Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? - (22) apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.’”.
Tit 3:10-11 - “(10) Seorang bidat yang sudah satu dua kali kaunasihati, hendaklah engkau jauhi. (11) Engkau tahu bahwa orang yang semacam itu benar-benar sesat dan dengan dosanya menghukum dirinya sendiri”.
Bdk. 2Tim 3:1-5 - “(1) Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. (2) Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, (3) tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, (4) suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. (5) Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu!”.
Catatan: memang text terakhir ini tidak secara khusus berbicara tentang nabi palsu / penyesat, tetapi jelas bisa diterapkan kepada mereka!

¨       Tuhan tidak menganggap bahwa saudara sudah berbakti kepadaNya.
Bdk. Yeh 23:38-39 - “(38) Selain itu hal ini juga mereka lakukan terhadap Aku, mereka menajiskan tempat kudusKu pada hari itu dan melanggar kekudusan hari-hari SabatKu. (39) Dan sedang mereka menyembelih anak-anak mereka untuk berhala-berhalanya, mereka datang pada hari itu ke tempat kudusKu dan melanggar kekudusannya. Sungguh, inilah yang dilakukan mereka di dalam rumahKu”.
Perhatikan bahwa ay 39 mengatakan bahwa mereka datang ke ‘rumah Allah’, tetapi di sana apa yang dilakukan adalah menyembah berhala dan menyembelih anak-anak bagi berhala / dewa. Jelas ini merupakan ‘gereja’ sesat, dan karena itu, sekalipun orang-orang itu datang ke rumah Allah, Allah justru menganggap mereka menajiskan tempat kudus / rumah Allah dan melanggar kekudusan Sabat (ay 38).
Bdk. Yer 32:34 - “Mereka menempatkan dewa-dewa mereka yang menjijikkan di rumah yang di atasnya namaKu diserukan, untuk menajiskannya”.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yer 32:35): “I commanded not. This cuts off from the superstitious the plea of a good intention. All ‘will-worship’ exposes to God’s wrath (Col 2:18,23)” [= ‘Aku tidak pernah memerintahkannya’. Ini membuang dari takhyul-takhyul dalih / pembelaan tentang maksud / tujuan yang baik. Semua ibadah menurut kemauan sendiri membuka diri terhadap murka Allah (Kol 2:18,23)].

¨       Saudara mendukung dan memberi semangat kepada gereja sesat itu.
Kehadiran saudara membuat yang hadir bertambah banyak, dan itu memberi semangat yang cukup besar kepada mereka. Apalagi kalau pada acara persembahan saudara mau memberi persembahan kepada gereja sesat itu!

Jadi, kalau saudara sadar bahwa gereja saudara adalah gereja yang sesat, maka saudara harus meninggalkan gereja itu, dan pindah ke gereja yang benar. Kalau saudara segan untuk meninggalkan gereja saudara, padahal saudara tahu bahwa gereja saudara itu sesat, apapun alasannya, maka saudara perlu merenungkan pertanyaan ini secara serius: ‘Apakah aku mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.
Juga, renungkan text-text di bawah ini beserta komentar dari para penafsir tentangnya.

*         2Kor 6:14-17 - “(14) Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? (15) Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? (16) Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: ‘Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatKu. (17) Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu”.

Matthew Henry (tentang 2Kor 6:11-18): “Much less should we join in religious communion with them; we must not join with them in their idolatrous services, nor concur with them in their false worship, nor any abominations; we must not confound together the table of the Lord and the table of devils, the house of God and the house of Rimmon” (= Lebih-lebih lagi kita tidak boleh ikut serta dalam persekutuan agamawi dengan mereka; kita tidak boleh ikut serta dengan mereka dalam kebaktian-kebaktian yang bersifat menyembah berhala dari mereka, ataupun bergabung dengan mereka dalam penyembahan / ibadah palsu mereka, ataupun kejijikan-kejijikan apapun; kita tidak boleh mencampur-adukkan meja Tuhan dan meja dari setan-setan, rumah Allah dan rumah dewa Rimmon).

*         Wah 18:1-5 - “(1) Kemudian dari pada itu aku melihat seorang malaikat lain turun dari sorga. Ia mempunyai kekuasaan besar dan bumi menjadi terang oleh kemuliaannya. (2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat, katanya: ‘Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci, (3) karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya.’ (4) Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: ‘Pergilah kamu, hai umatKu, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya. (5) Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai ke langit, dan Allah telah mengingat segala kejahatannya”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Wah 18:4): “‘Come out of her, my people.’ From Jer 50:8; 51:6,45. Even in Rome, God has a people; but they are in great danger: their safety is in coming out of her at once. So in every world-conforming church there are some of God’s true Church, who must come out. Especially at the eve of God’s judgment on apostate Christendom: as Lot was warned to come out of Sodom before its destruction, and Israel, to come from about Dathan’s tents. So the first Christians came out of Jerusalem, when apostate Judah was judged. ... ‘The harlot is every church that has not Christ’s mind. Christendom, divided into many sects, is Babylon - i.e., confusion. ... Corrupt, lifeless Christendom, is the harlot, whose aim is the pleasure of the flesh, governed by the spirit of nature and the world’ (Hahn in Auberlen). The first justification of the woman is in her being called out of Babylon, the harlot, at the culmination of Babylon’s sin, when judgment is to fall: for apostate Christendom is not to be converted, but destroyed” [= ‘Keluarlah / pergilah kamu, hai umatKu’. Dari Yer 50:8; 51:6,45. Bahkan di Roma, Allah mempunyai suatu umat; tetapi mereka ada dalam bahaya yang besar: keamanan mereka adalah dengan segera keluar darinya. Demikian juga dalam setiap gereja yang menyesuaikan diri dengan dunia di sana ada beberapa dari Gereja yang benar dari Allah, yang harus keluar. Khususnya pada malam penghakiman Allah terhadap kekristenan yang murtad: seperti Lot diperingatkan untuk keluar dari Sodom sebelum penghancurannya, dan Israel untuk pergi dari sekitar kemah Datan. Demikianlah orang-orang Kristen pertama keluar dari Yerusalem, ketika Yehuda yang murtad dihakimi. ... ‘Sang pelacur adalah setiap gereja yang tidak mempunyai pikiran Kristus. Kekristenan, terbagi ke dalam banyak sekte, adalah Babel - yaitu kekacauan / kebingungan. ... Kekristenan yang rusak / jahat, mati, adalah sang pelacur, yang tujuannya adalah kesenangan daging, diperintah oleh roh dari alam dan dunia’ (Hahn in Auberlen). Pembenaran pertama dari perempuan itu adalah dalam pemanggilannya keluar dari Babel, sang pelacur, pada puncak dari dosa Babel, pada waktu penghakiman akan dijatuhkan: karena kekristenan yang murtad tidak akan dipertobatkan, tetapi dihancurkan].

Barnes’ Notes (tentang Wah 18:4): “It is implied here that by remaining in Babylon they would lend their sanction to its sins by their presence, and would, in all probability, become contaminated by the influence around them. This is an universal truth in regard to iniquity, and hence it is the duty of those who would be pure to come out from the world, and to separate themselves from all the associations of evil (= Ditunjukkan secara implicit di sini bahwa dengan tetap tinggal di Babel mereka cenderung menyetujui / mendukung dosa-dosanya oleh kehadiran mereka, dan sangat mungkin akan dikotori / dicemarkan oleh pengaruh di sekitar mereka. Ini merupakan kebenaran universal berkenaan dengan kejahatan, dan karena itu merupakan kewajiban dari mereka yang ingin menjadi murni untuk keluar dari dunia, dan memisahkan diri mereka sendiri dari semua pergaulan / perkumpulan dari kejahatan).

Pulpit Commentary (tentang Wah 18:4): “Since the harlot, who is identical with Babylon, is representative of the faithless part of the Church of God, these words form a direct warning to Christians. The departure which is commanded is not necessarily a literal, visible one; but the command implies a dissociation from, and condemnation of, the works of Babylon. Lot’s wife literally departed from Sodom, but was overtaken with punishment, because her heart was not dissevered from the wickedness of the city (= Karena sang pelacur, yang identik dengan Babel, adalah wakil dari bagian yang tidak setia dari Gereja Allah, kata-kata ini membentuk suatu peringatan langsung kepada orang-orang Kristen. Tindakan meninggalkan yang diperintahkan tidak harus merupakan suatu tindakan meninggalkan yang bersifat hurufiah, kelihatan; tetapi perintah itu secara tidak langsung menunjuk pada suatu pemisahan diri dari, dan pengecaman terhadap, pekerjaan-pekerjaan Babel. Istri Lot secara hurufiah meninggalkan Sodom, tetapi disusul oleh hukuman, karena hatinya tidak diputuskan / dipisahkan dari kejahatan dari kota itu).

Catatan: ada bermacam-macam penafsiran tentang ‘Babel’. Ada yang mengatakan bahwa ‘Babel’ adalah ‘dunia’. Tetapi kalaupun ‘Babel’ diartikan sebagai ‘dunia’, saya berpendapat bahwa kata-kata dalam Wah 18:4 ini tetap bisa diterapkan kepada orang-orang Kristen untuk meninggalkan gereja yang sesat, karena gereja yang sesat termasuk dalam ‘dunia’ ini.

Banyak orang Kristen yang tidak mau keluar dari / meninggalkan gereja mereka, sekalipun mereka tahu gereja mereka sesat, dengan alasan mereka mau membetulkan gereja mereka. Keinginan seperti ini, sekalipun kelihatannya bagus, menurut saya salah dan merugikan, baik diri mereka sendiri maupun seluruh gereja Tuhan yang benar di bumi ini. Bukan sesuatu yang mudah untuk meluruskan gereja yang sesat. Bahkan menurut saya, itu hampir mustahil. Disamping itu apa status mereka dalam gereja? Kalau mereka hamba Tuhan, masih mungkin, sekalipun kemungkinannya tetap sangat kecil. Tetapi kalau mereka jemaat awam, apa yang mereka mau lakukan untuk meluruskan gereja mereka? Perlu diingat bahwa Yesus dan rasul-rasul sebetulnya juga tidak keluar dari ‘gereja Yahudi’ pada saat itu, tetapi mereka dikeluarkan. Juga Martin Luther tidak keluar dari Gereja Roma Katolik, tetapi ia dikeluarkan. Kalau orang-orang seperti itu tidak bisa mereformasi gereja yang sesat, apalagi orang-orang awam? Juga, kalau semua orang Kristen sejati tetap ada di gereja mereka yang sesat, maka itu menguntungkan dan memberi semangat kepada gereja sesat, dan merugikan gereja-gereja yang benar. Jauh lebih baik, semua mereka keluar dari gereja sesat dan berkumpul untuk membangun kekuatan gereja yang benar.

Saya akan memberikan komentar dari beberapa penafsir tentang tindakan berbakti di gereja yang tidak benar. Kedua penafsir di bawah ini memberikan komentar tentang Luk 4:16 yang berbunyi sebagai berikut: “Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab”.

Adam Clarke (tentang Luk 4:16): “Our Lord regularly attended the public worship of God in the synagogues; for there the Scriptures were read: other parts of the worship were very corrupt; but it was the best at that time to be found in the land. To worship God publicly is the duty of every man, and no man can be guiltless who neglects it. If a person cannot get such public worship as he likes, let him frequent such as he can get. Better to attend the most indifferent than to stay at home, especially on the Lord’s day. The place and the time are set apart for the worship of the true God: if others do not conduct themselves well in it, that is not your fault, and need not be any hindrance to you. You come to worship God -  do not forget your errand - and God will supply the lack in the service by the teachings of his Spirit” (= Tuhan kita secara teratur menghadiri kebaktian umum Allah di sinagog-sinagog; karena di sana Kitab Suci dibacakan: bagian-bagian lain dari kebaktian itu sangat buruk / rusak; tetapi itu adalah yang terbaik pada saat itu yang bisa ditemukan di negara itu. Menyembah Allah / berbakti kepada Allah secara umum merupakan kewajiban dari setiap orang, dan tidak ada orang bisa tidak bersalah kalau ia mengabaikannya. Jika seseorang tidak bisa mendapatkan kebaktian seperti yang ia inginkan, biarlah ia pergi secara tetap ke tempat yang bisa ia dapatkan. Lebih baik untuk menghadiri kebaktian / gereja yang paling acuh tak acuh dari pada tinggal di rumah, khususnya pada hari Tuhan. Tempat dan waktu dipisahkan untuk berbakti kepada Allah yang benar; jika orang-orang lain tidak bertingkah laku benar di dalamnya, itu bukan salahmu, dan tidak perlu menjadi penghalang bagimu. Kamu datang untuk berbakti kepada Allah - jangan melupakan tujuanmu - dan Allah akan menyuplai kekurangan dalam kebaktian itu oleh pengajaran RohNya).

Barnes’ Notes (tentang Luk 4:16): “From this it appears that the Saviour regularly attended the service of the synagogue. In that service the Scriptures of the Old Testament were read, prayers were offered, and the Word of God was explained. ... There was great corruption in doctrine and practice at that time, but Christ did not on that account keep away from the place of public worship. From this we may learn: 1. That it is our duty ‘regularly’ to attend public worship. 2. That it is better to attend a place of worship which is not entirely pure, or where just such doctrines are not delivered as we would wish, than not attend at all. ... At the same time, this remark should not be construed as enjoining it as our duty to attend a place where the ‘true’ God is not worshipped, or where he is worshipped by pagan rites and pagan prayers. If, therefore, the Unitarian does not worship the true God, and if the Roman Catholic worships God in a manner forbidden, and offers homage to the creatures of God also, thus being guilty of idolatry, it cannot be a duty of a man to attend on such a place of worship” (= Dari sini kelihatan bahwa sang Juruselamat secara teratur menghadiri kebaktian di sinagog. Dalam kebaktian itu Kitab Suci Perjanjian Lama dibacakan, doa dinaikkan, dan Firman Allah dijelaskan. ... Di sana ada keburukan / kerusakan yang besar dalam doktrin dan praktek pada jaman itu, tetapi hal itu tidak menyebabkan Kristus menjauhi tempat ibadah itu. Dari sini bisa kita pelajari: 1. Bahwa merupakan kewajiban kita untuk secara teratur menghadiri kebaktian umum. 2. Bahwa lebih baik untuk menghadiri suatu tempat ibadah / kebaktian yang tidak sepenuhnya murni, atau dimana ajaran-ajaran tidak diberikan seperti yang kita inginkan, dari pada tidak menghadiri kebaktian sama sekali. ... Pada saat yang sama, kata-kata ini tidak boleh ditafsirkan sebagai memerintahkan hal itu sebagai kewajiban kita untuk menghadiri suatu tempat ibadah dimana yang disembah bukanlah Allah yang benar, atau dimana Ia disembah dengan upacara-upacara kafir dan doa-doa kafir. Karena itu, jika Unitarian tidak menyembah Allah yang benar, dan jika Roma Katolik menyembah Allah dengan cara yang dilarang, dan juga memberikan penghormatan kepada makhluk-makhluk ciptaan dari Allah, dan dengan demikian bersalah dalam hal pemberhalaan, maka tidak bisa merupakan kewajiban seseorang untuk menghadiri tempat ibadah seperti itu) - hal 196.
Catatan: ‘Unitarian’ mempercayai bahwa Allah itu tunggal secara mutlak, dan dengan demikian menyangkal keilahian Kristus dan doktrin Allah Tritunggal.

Jadi, memang lebih baik berbakti di gereja yang jelek (bukan yang sesat) dari pada tidak berbakti sama sekali. Tetapi itu tidak berarti bahwa saudara boleh, atau harus, berbakti di gereja yang betul-betul sesat, seperti Saksi Yehuwa, Mormon, dan menurut Barnes, Gereja Roma Katolik.

e)   Satu hal lain yang perlu disadari adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan hanya merupakan suatu dosa, tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat kurang ajar kepada Tuhan. Ia sudah memberikan 6 hari kepada saudara, dan Ia hanya memerintahkan saudara untuk memberikan satu hari untuk Dia, tetapi yang satu hari itupun saudara ambil dariNya, dan saudara gunakan untuk kepentingan saudara sendiri.
Illustrasi: Ada seorang melihat seorang pengemis. Ia kasihan dan ingin memberinya uang. Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan ia lalu memberikan 6 keping kepada pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk dirinya sendiri. Tetapi pengemis itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan satu keping untuk dirinya sendiri, lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan lari. Ini betul-betul menunjukkan orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba bandingkan dengan analoginya: Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari bagi kita untuk bekerja, belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya menyisakan satu hari bagi diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering lalu menyambar hari yang satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya untuk diri kita sendiri! Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan pengemis yang kurang ajar tadi?

f)          Alasan yang tidak sah dan yang sah untuk tidak berbakti pada hari Sabat.

1.   Alasan yang tidak sah.
Hal-hal di bawah ini bukanlah alasan yang sah untuk membolos dari kebaktian hari Minggu, dan karena itu jangan membolos dari kebaktian hari Minggu, dengan alasan-alasan yang sangat umum di bawah ini:
a.   Ada tamu.
b.   Arisan / pertemuan RT / RW.
c.   Kerja bakti.
d.   Bekerja / lembur.
e.   Belajar.
f.    Piknik / keluar kota.
g.   Pergi ke pesta HUT.
h.   Ada acara dari ‘para-church’ (persekutuan, dsb).
Para pemimpin maupun pengikut dari para-church ini harus menyadari bahwa para-church didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk menyaingi gereja. Karena itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari Minggu!
i.    Saudara merasa sudah mengikuti ‘kebaktian’ pernikahan.
Ingat bahwa upacara pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu kebaktian! Saya berpendapat bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah, tetapi untuk berbakti. Orang kristen seharusnya tidak menikah pada hari Minggu! Mengapa? Karena ini bukan hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti, tetapi juga menyebabkan banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.

2.   Alasan yang sah.
Alasan yang sah untuk tidak pergi ke kebaktian adalah kalau saudara sakit, dan itupun tentu bukan sembarang sakit. Sakitnya harus cukup berat (sehingga memang tidak memungkinkan saudara untuk berbakti atau berkonsentrasi dalam kebaktian), atau menular dan membahayakan. Sedangkan alasan yang lain adalah kalau terjadi hal-hal yang memang sangat extrim, seperti bencana alam, banjir yang hebat, atau kerusuhan masal.

Di atas sudah kita pelajari bahwa kita tidak boleh bekerja, memasak, belanja, melakukan perjalanan sekuler, rekreasi, dsb, pada hari Sabat / hari minggu. Lalu bagaimana caranya kita ‘menghabiskan waktu’ pada hari Sabat / hari minggu?

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “NOTICE THE POSITIVE DUTIES IMPLIED IN KEEPING THE SABBATH HOLY. 1. Portions of the Sabbath should be devoted to public religious worship. 2. Portions of the Sabbath are due to special private devotion. 3. Portions of the Sabbath should be devoted to religious reading. 4. A portion of the Sabbath is very properly adjudged to Sunday-school work. 5. What remains of the Sabbath, deducting the time for necessary temporal cares, should be devoted to family religion” (= Perhatikan kewajiban-kewajiban positif yang ditunjukkan secara tak langsung / implicit dalam memelihara kekudusan hari Sabat. 1. Bagian-bagian dari hari Sabat harus dibaktikan pada kebaktian agamawi umum. 2. Bagian-bagian dari hari Sabat harus digunakan untuk pembaktian pribadi khusus. 3. Bagian-bagian dari hari Sabat harus dibaktikan pada pembacaan agamawi. 4. Satu bagian dari hari Sabat sangat tepat untuk diberikan pada pekerjaan Sekolah Minggu. 5. Apa yang tersisa dari hari Sabat, dikurangi waktu untuk perhatian sementara yang perlu, harus dibaktikan untuk agama keluarga).

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:8-11: “Indeed, I cannot conceive how a young man can unfold himself more thoroughly or symmetrically than by devoting himself vigorously to study during the week, and then setting apart Sunday as a day of restful worship, first praising God in His sanctuary, and then praising Him in works of mercy, visiting the sick, comforting the sorrowful, teaching the ignorant, reclaiming the outcast” (= Bahkan saya tidak bisa mengerti bagaimana seorang muda bisa membuka dirinya sendiri dengan lebih sepenuhnya atau dengan lebih simetris dari pada dengan membaktikan dirinya sendiri dengan giat untuk belajar dalam sepanjang minggu, dan lalu memisahkan hari Minggu sebagai suatu hari untuk kebaktian yang tenang, mula-mula memuji / memuliakan Allah dalam tempat kudusNya, dan lalu memuji / memuliakan Dia dalam pekerjaan-pekerjaan belas kasihan, mengunjungi orang-orang sakit, menghibur orang-orang yang sedih, mengajar orang-orang yang bodoh / tidak mempunyai pengetahuan, menyelamatkan / membawa kembali orang-orang yang terbuang).

Semua ini menunjukkan bahwa hukum tentang hari Sabat ini adalah salah satu hukum yang paling mustahil dalam seluruh Alkitab untuk ditaati secara sempurna! Tidak ada orang yang tidak banyak / berulang-ulang berdosa dengan melanggar hukum keempat ini. Dan kalau ada orang menganggap pelanggaran terhadap hukum Sabat ini termasuk dosa ringan, maka perlu dipikirkan bahwa dalam Perjanjian Lama hukuman untuk pelanggar hukum Sabat adalah hukuman mati!

Bible Knowledge Commentary: “For the violation of this command God imposed on Israel the death penalty (Ex 31:15; Num 15:32-36)” [= Untuk pelanggaran terhadap hukum ini Allah menentukan kepada Israel hukuman mati (Kel 31:15; Bil 15:32-36)].

Kel 31:15 - “Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah ada sabat, hari perhentian penuh, hari kudus bagi TUHAN: setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari Sabat, pastilah ia dihukum mati.

Bil 15:32-36 - “(32) Ketika orang Israel ada di padang gurun, didapati merekalah seorang yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat. (33) Lalu orang-orang yang mendapati dia sedang mengumpulkan kayu api itu, menghadapkan dia kepada Musa dan Harun dan segenap umat itu. (34) Orang itu dimasukkan dalam tahanan, oleh karena belum ditentukan apa yang harus dilakukan kepadanya. (35) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Orang itu pastilah dihukum mati; segenap umat Israel harus melontari dia dengan batu di luar tempat perkemahan.’ (36) Lalu segenap umat menggiring dia ke luar tempat perkemahan, kemudian dia dilontari dengan batu, sehingga ia mati, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Musa.

Sekalipun jaman sekarang hukuman mati ini tidak bisa diberlakukan, tetapi hukuman mati pada jaman Perjanjian Lama ini menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap hukum hari Sabat sama sekali bukanlah dosa yang ringan! Dan jelas bahwa hukum ini bukan main seringnya kita langgar, sehingga membuat kita menjadi orang yang sangat berdosa, yang seharusnya masuk ke neraka untuk selama-lamanya. Karena itu, semua orang membutuhkan Yesus sebagai Penebus dosanya, tanpa mana mereka akan masuk ke neraka selama-lamanya!




HUKUM 5 (1)


Hormatilah ayahmu dan ibumu


 (Kel 20:12)


Kel 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.

1)         Hukum ini hanya ditujukan untuk anak-anak terhadap orang tuanya.
Calvin (dan juga Jamieson, Fausset & Brown, dan Keil & Delitzsch) berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk semua otoritas yang Allah tempatkan di atas kita. Jadi, ini juga mencakup:
a)   Pemerintah (Ro 13:1-2  1Pet 2:13-14).
b)   Majikan / boss (Ef 6:5).
c)   Pimpinan gereja (Kis 23:1-5).
d)   Suami (Ef 5:22).
e)   Guru / dosen / pimpinan di sekolah.

Sekalipun saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita harus mentaati / menghormati semua otoritas di atas kita, tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang tua. Jadi, dalam hal ini saya tidak setuju dengan Calvin dan para penafsir di atas. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam hubungan orang tua dengan anak.

Misalnya:
1.   Mat 15:4-6 - “(4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
2.   Ef 6:1-3 - “(1) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. (2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”.
Perhatikan kontext dari Ef 6:1-3 ini, yaitu mulai Ef 5:22-6:4. Ef 5:22-24 ditujukan kepada istri-istri; Ef 5:25-33 ditujukan kepada suami-suami; Ef 6:1-3 ditujukan kepada anak-anak; dan Ef 6:4 ditujukan kepada bapa-bapa. Semuanya dalam urusan keluarga, dan karena itu ‘anak-anak’ jelas betul-betul merupakan ‘anak-anak’.
Juga, kalau hukum kelima mencakup hubungan hamba / pegawai dengan tuannya, untuk apa Paulus lalu menambahkan lagi Ef 6:5-9, yang memberikan peraturan kepada hamba-hamba dan tuan-tuan?
3.   Hal yang sama terjadi dalam Kol 3:18-22
Kol 3:18-22 - “(18) Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. (19) Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia. (20) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan. (21) Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya. (22) Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan”.

Adam Clarke: “There is a degree of affectionate respect which is owing to parents, that no person else can properly claim” (= Di sana ada suatu tingkat dari rasa hormat yang penuh kasih yang harus kita berikan kepada orang tua, yang tak bisa diclaim secara benar oleh orang lain).

2)         ‘Ibu’ disebutkan secara khusus dan explicit dalam hukum ke 5 ini.
Calvin (tentang Kel 20:12): “The name of the mothers is expressly introduced, lest their sex should render them contemptible to their male children” (= Nama dari ibu dimasukkan secara explicit, supaya jangan jenis kelamin mereka membuat mereka rendah bagi anak-anak laki-laki mereka) - hal 7.

3)         Anak-anak harus menghormati ibu dan bapa mereka.

a)   Tidak hormat kepada orang tua berarti tidak hormat kepada Allah.
Calvin (tentang Kel 20:12): “Since, therefore, the name of the Father is a sacred one, and is transferred to men by the peculiar goodness of God, the dishonouring of parents redounds to the dishonour of God Himself, nor can anyone despise his father without being guilty of an offence against God (= Karena itu, karena nama Bapa merupakan nama yang keramat / kudus, dan dialihkan kepada manusia oleh kebaikan khusus dari Allah, sikap tidak hormat kepada orang tua mempunyai akibat ketidak-hormatan kepada Allah sendiri, dan seseorang tidak bisa merendahkan / meremehkan bapanya tanpa bersalah melakukan pelanggaran terhadap Allah) - hal 7-8.

John Stott berkata sebagai berikut: banyak orang yang membagi 10 hukum Tuhan ini dalam 2 bagian dimana bagian pertama mencakup hukum 1-4, dan bagian kedua mencakup hukum 5-10. Tetapi orang-orang Yahudi membaginya dengan cara yang berbeda, yaitu bagian pertama mencakup hukum 1-5, dan bagian kedua mencakup hukum 6-10.

John Stott: The significance of this arrangement is that it brings the honouring of our parents into our duty to God. And this is surely right. For at least during our childhood they represent God to us and mediate to us both his authority and his love. We are to ‘honour’ them, that is, acknowledge their God-given authority, and so give them not only our obedience, but our love and respect as well. ... Reverence for parents was thus made an integral part of reverence for God as their God and of their special relationship to him as his people” (= Arti dari pengaturan ini adalah bahwa itu membawa hormat kepada orang tua kita ke dalam kewajiban kita kepada Allah. Dan ini jelas benar. Karena setidaknya selama masa kanak-kanak kita mereka mewakili Allah kepada kita dan menjadi pengantara bagi kita baik dalam hal otoritasNya dan kasihNya. Kita harus ‘menghormati’ mereka, yaitu mengakui otoritas yang diberikan oleh Allah kepada mereka, dan dengan demikian memberikan kepada mereka bukan hanya ketaatan kita, tetapi juga kasih kita dan hormat kita. ... Dengan demikian sikap hormat untuk orang tua dijadikan sebagai bagian integral dari sikap hormat untuk Allah sebagai Allah mereka dan dari hubungan khusus mereka dengan Dia sebagai umatNya) - ‘The Message of Ephesians’, hal 239-240.
Catatan: kata ‘reverence’ seharusnya bukan sekedar berarti ‘sikap hormat’, tetapi ‘gabungan dari sikap takut, hormat dan kasih’.

Bdk. Im 19:1-3 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus. (3) Setiap orang di antara kamu haruslah menyegani ibunya dan ayahnya dan memelihara hari-hari sabatKu; Akulah TUHAN, Allahmu”.
Kata ‘menyegani’ diterjemahkan agak berbeda-beda dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘fear’ (= takut).
RSV: ‘revere’ (= takut, hormat dan kasih).
NIV: ‘respect’ (= hormat).
NASB: ‘reverence’ (= sikap takut, hormat dan kasih).
Perhatikan bahwa dalam text yang membicarakan hubungan Allah dengan umatNya, tahu-tahu bisa terselip hukum kelima

b)   Sikap apa saja yang harus ada pada seorang anak terhadap orang tuanya?
Calvin menganggap bahwa ada 3 hal yang tercakup dalam hukum ke 5 ini, yaitu:
1.   Hormat. Ini bukan hanya dalam tindakan, tetapi juga dalam kata-kata dan pemikiran kita.
2.   Taat.
3.   Rasa / sikap tahu berterima kasih.
Stott (hal 240) menambahkan hal yang ke 4, yaitu ‘kasih’ / ‘cinta’. Seorang anak harus mencintai orang tuanya.
Sikap-sikap ini tetap harus ada dalam diri seorang anak, sekalipun orang tua mereka adalah orang-orang yang brengsek! Kalau seorang budak harus tetap menghormati tuan mereka yang bengis / jahat (1Pet 2:18), pasti seorang anak harus tetap menghormati, mentaati, mengasihi, dan mempunyai rasa terima kasih terhadap orang tua mereka, bahkan kalau orang tua mereka adalah orang-orang brengsek, kafir, dsb!

4)         Anak harus mentaati orang tua, tetapi tidak secara mutlak.

a)   Hormat kepada orang tua jelas mencakup ketaatan.
Ef 6:1 - “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian”.
Kol 3:20 - “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang indah di dalam Tuhan”.
Catatan: kata-kata ‘itulah yang indah di dalam Tuhan’ pada akhir dari Kol 3:20 ini salah terjemahan!
NASB: ‘this is well pleasing to the Lord’ (= ini menyenangkan bagi Tuhan).

b)   Apakah anak harus taat secara mutlak kepada orang tua?

1.         Ketaatan kepada orang tua dibatasi oleh Firman Tuhan.
Kol 3:20 memang mengatakan bahwa anak harus taat kepada orang tua ‘dalam segala hal’. Tetapi kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu pada saat orang tua memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Jadi, kalau orang tua memerintahkan sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang melakukan apa yang diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka anak tidak boleh mentaati orang tua mereka!

Dasar dari pandangan ini:
a.   Kis 5:29 - “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia”.
b.   Mat 10:37a - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
c.   Istilah ‘di dalam Tuhan’ yang ditambahkan oleh Paulus dalam Ef 6:1.
Calvin (tentang Kel 20:12): “parents govern their children only under the supreme authority of God. Paul, therefore, does not simply exhort children to obey their parents, but adds the restriction, ‘in the Lord;’ whereby he indicates that, if a father enjoins anything unrighteous, obedience is freely to be denied him (= orang tua memerintah anak-anak mereka hanya di bawah otoritas yang tertinggi dari Allah. Karena itu, Paulus tidak hanya mendesak anak-anak untuk mentaati orang tua mereka, tetapi menambahkan pembatasan ‘di dalam Tuhan’; dengan mana ia menunjukkan bahwa jika seorang bapa memerintahkan apapun yang tidak benar, ketaatan kepadanya dengan bebas ditiadakan) - hal 8.
John Stott: “It is quite true that in the parallel passage in Colossians children are told to obey parents ‘in everything.’ But this is balanced in Ephesians by the command to obey them ‘in the Lord’ (6:1). The latter instruction surely modifies the former. Children are not to obey their parents in absolutely everything without exception, but in everything which is compatible with their primary loyalty, namely to their Lord Jesus Christ (= Memang benar bahwa dalam text paralel dalam surat Kolose, anak-anak disuruh untuk mentaati orang tua ‘dalam segala sesuatu’. Tetapi ini diimbangi dalam surat Efesus oleh perintah untuk mentaati mereka ‘dalam Tuhan’ (6:1). Instruksi yang belakangan ini tentu memodifikasi instruksi yang lebih dulu. Anak-anak tidak harus mentaati orang tua mereka dalam segala sesuatu secara mutlak tanpa perkecualian, tetapi dalam segala sesuatu yang cocok dengan kesetiaan utama mereka, yaitu kepada Tuhan mereka Yesus Kristus) - ‘The Message of Ephesians’, hal 242.

Tetapi Calvin juga menambahkan bahwa selama orang tua tidak menyuruh / melarang hal-hal yang bertentangan dengan Firman Tuhan, maka biarpun mereka memberlakukan keketatan yang tidak wajar, atau mereka marah, atau bahkan mereka berlaku kejam, maka hal-hal itu harus ditanggung / dipikul oleh anak-anak mereka.
Jadi, kalau orang tua adalah orang-orang yang terlalu melindungi (overproteksi) anak-anak sehingga melarang anak-anak pergi / memingit (‘memenjarakan’) anak-anak, dsb, maka hal ini tetap tidak bertentangan dengan Firman Tuhan, sehingga anak harus mentaati orang tua dalam hal seperti ini. Ini tentu tidak gampang bagi anak!

2.         Ketaatan anak kepada orang tuanya dibatasi oleh umur.
Kita tentu tidak bisa beranggapan bahwa anak harus tetap taat kepada orang tua pada saat mereka sudah betul-betul dewasa, apalagi pada saat mereka sudah menikah dan sebagainya. Tetapi sampai kapan / sampai umur berapa seorang anak harus taat kepada orang tuanya?
John Stott (hal 242,243) menganggap hal itu tergantung tradisi / budaya setem­pat. Di Romawi pada jaman Paulus, anak harus tunduk kepada orang tua selama orang tua masih hidup. Di Inggris pada abad 20, usia 18 tahun dianggap sudah dewasa dan bebas dari orang tua.

3.   Mungkin saya bisa menambahkan sesuatu yang lain, yaitu bahwa ketaatan anak kepada orang tua dibatasi oleh kondisi dari orang tua itu.
Kalau orang tua itu sudah tua dan pikun, sehingga menyuruh yang bukan-bukan, saya menganggap anak tidak harus mentaati mereka.

Catatan: sekalipun ada sikon dimana anak boleh tidak mentaati orang tua, tetapi tidak demikian dengan sikap hormat, kasih, dan rasa terima kasih kepada orang tua. Itu harus selalu ada secara mutlak. Jadi, pada saat harus menolak untuk mentaati orang tua, anak harus tetap hormat, dan kasih kepada mereka. Anak tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang ajar! Ini lagi-lagi bukan sesuatu yang gampang! Juga, pada saat anak sudah dewasa dan tidak lagi ada di bawah otoritas orang tua, ia tetap harus menghormatinya. Banyak anak memasukkan orang tua ke panti jompo, dan ini rasanya tidak mungkin bisa sesuai dengan hukum ke 5 ini!

5)   Hormat kepada orang tua mencakup pemeliharaan terhadap mereka pada saat mereka sudah tua / tidak bisa bekerja. Ini pasti akan ada kalau anak memang mencintai orang tuanya.

Mat 15:4-6 - “(4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.

Calvin (tentang Kel 20:12): “The third head of honour is, that children should take care of their parents, and be ready and diligent in all their duties towards them. ... storks supply food to their parents when they are feeble and worn out with old age, and are thus our instructors in gratitude. Hence the barbarity of those is all the more base and detestable, who either grudge or neglect to relieve the poverty of their parents, and to aid their necessities” (= Point ketiga dari hormat adalah, bahwa anak-anak harus memelihara orang tua mereka, dan siap dan rajin dalam semua kewajiban mereka terhadap orang tua. ... burung bangau menyuplai orang tua mereka ketika mereka telah menjadi lemah dan usang dengan usia tua, dan dengan demikian menjadi pengajar-pengajar kita dalam rasa terima kasih. Karena itu, sikap bar-bar dari mereka yang atau menggerutu atau mengabaikan untuk meringankan kemiskinan dari orang tua mereka dan membantu kebutuhan mereka, menjadi makin hina dan menjijikkan) - hal 9-10.

Editor dari Calvin’s Commentary: “This law many men do carelessly neglect, which the stork alone, among all living creatures, doth keep most precisely. For other creatures do hard, and scarcely know or look upon their parents, if peradventure they need their aid to nourish them; whereas the stork doth mutually nourish them, being stricken in age, and bear them on her shoulders, when for feebleness they cannot fly” (= Hukum ini dilakukan dengan sembrono oleh banyak orang, dimana hanya burung bangau, di antara semua makhluk hidup, melakukannya dengan paling tepat. Karena makhluk lain memperlakukan dengan keras, dan jarang mengenal atau menganggap orang tua mereka, jika kebetulan orang tua mereka membutuhkan bantuan mereka untuk memelihara / memberi makan mereka; sedangkan burung bangau secara bergotong royong memberi makan mereka, pada saat mereka menjadi tua, dan memikul mereka pada bahunya, pada saat karena kelemahan mereka tidak dapat terbang) - hal 9 (footnote).

Adam Clarke: “This precept therefore prohibits, not only all injurious acts, irreverent and unkind speeches to parents, but enjoins all necessary acts of kindness, filial respect, and obedience. We can scarcely suppose that a man honours his parents who, when they fall weak, blind, or sick, does not exert himself to the uttermost in their support” (= Karena itu, perintah / ajaran ini melarang, bukan hanya semua tindakan melukai, tidak hormat dan ucapan-ucapan yang tidak baik kepada orang tua, tetapi juga memerintahkan semua tindakan kebaikan yang perlu, hormat dari anak, dan ketaatan. Kita tidak bisa menganggap bahwa seseorang menghormati orang tuanya, yang pada saat orang tuanya menjadi lemah, buta, atau sakit, tidak berusaha sekuatnya dalam menyuport / menopang mereka).

6)   Bagaimana kalau ada hubungan yang bersifat dualisme / ganda antara anak dengan bapa?
Misalnya anaknya menjadi pendeta, sedangkan bapanya menjadi jemaatnya. Lalu siapa yang harus menghormati siapa?

Calvin (tentang Kel 20:12): “all things may be so tempered by their mutual moderation as that, whilst the father submits himself to the government of his son, yet he may not be at all defrauded of his honour, and that the son, although his superior in power, may still modestly reverence his father” (= segala sesuatu bisa begitu disesuaikan oleh sikap saling moderat mereka, sehingga sementara sang ayah menundukkan dirinya sendiri pada pemerintahan dari anaknya, tetapi ia tidak boleh sama sekali dirampok dari kehormatannya, dan bahwa sang anak, sekalipun lebih tinggi dalam kekuasaan, bisa dengan rendah hati tetap menghormati ayahnya) - hal 9.

Saya berpendapat bahwa dalam kasus adanya hubungan ganda seperti ini, maka kita harus mempertanyakan dulu apa urusannya. Kalau urusan itu adalah urusan gereja maka ayah itu harus menghormati dan tunduk kepada anaknya yang adalah pendeta, tetapi kalau itu bukan urusan gereja, maka anaknya harus tetap menghormati ayahnya.
Yang jelas, pada saat seorang anak mempunyai kedudukan lebih tinggi dari ayahnya, ia tidak bisa mengabaikan begitu saja hukum kelima ini, tak peduli betapa rendah kedudukan ayahnya.

Dalam kasus Yesus, jelas bahwa hubungan yang bersifat dualisme ini ada. Sebagai manusia, Ia adalah anak dari Maria (dan secara hukum / sah juga anak dari Yusuf) dan karena itu Ia harus mentaati dan menghormati mereka. Tetapi sebagai Allah, orang tuaNya yang harus mentaatiNya dan bahkan menyembah dan melayaniNya! Jadi, dalam kasus-kasus dimana kelihatannya Yesus seolah-olah bersikap kurang ajar / tidak hormat kepada Maria, seperti dalam Luk 2:49  Yoh 2:4  Mat 12:48, kita harus mempertimbangkan hal ini!
Luk 2:49 - “JawabNya kepada mereka: ‘Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?’”.
Yoh 2:4 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’”.
Mat 12:48 - “Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’”.

7)   Adanya hukum kelima ini mensyaratkan adanya kewajiban dari orang tua terhadap anak-anak mereka.
Adam Clarke: “1. Since children are bound to succour their parents, so parents are bound to educate and instruct their children in all useful and necessary knowledge, and not to bring them up either in ignorance or idleness. 2. They should teach their children the fear and knowledge of God, for how can they expect affection or dutiful respect from those who do not have the fear of God before their eyes? Those who are best educated are generally the most dutiful” (= 1. Karena anak-anak harus menolong orang tua mereka, maka orang tua harus mendidik dan mengajar anak-anak mereka dalam semua pengetahuan yang berguna dan perlu, dan tidak membesarkan / mengasuh mereka atau dalam ketidak-tahuan / kebodohan atau kemalasan. 2. Mereka harus mengajar anak-anak mereka rasa takut dan pengenalan terhadap Allah, karena bagaimana mereka bisa mengharapkan kasih dan rasa hormat yang patuh dari mereka yang tidak mempunyai rasa takut terhadap Allah di depan mata mereka? Mereka yang dididik dengan cara yang terbaik biasanya adalah yang paling patuh).

Kalau saudara adalah orang-orang yang mendidik anak dengan cara yang tidak karuan, maka perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·         Amsal 10:1 - “Amsal-amsal Salomo. Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya”.
·         Amsal 15:20 - “Anak yang bijak menggembirakan ayahnya, tetapi orang yang bebal menghina ibunya”.
·         Amsal 17:21 - “Siapa mendapat anak yang bebal, mendapat duka, dan ayah orang bodoh tidak akan bersukacita”.
·         Amsal 17:25 - “Anak yang bebal menyakiti hati ayahnya, dan memedihkan hati ibunya”.
·         Amsal 19:13 - “Anak bebal adalah bencana bagi ayahnya, dan pertengkaran seorang isteri adalah seperti tiris yang tidak henti-hentinya menitik”.
·         Amsal 28:7 - “Orang yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul dengan pelahap mempermalukan ayahnya”.
·         Amsal 22:6 - “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”.
·         Amsal 29:17 - “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu”.
·         Ef 6:4 - “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”.

Juga ayat-ayat ini:
¨       Amsal 22:15 - “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya”.
¨       Amsal 23:13-14 - “(13) Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan. (14) Engkau memukulnya dengan rotan, tetapi engkau menyelamatkan nyawanya dari dunia orang mati”.
¨       Amsal 29:15,17 - “(15) Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. ... (17) Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu”.
¨       Amsal 19:18 - “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau menginginkan kematiannya.
Bagian yang saya garis bawahi diterjemahkan berbeda oleh KJV, tetapi RSV/NIV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘and let not thy soul spare for his crying’ (= dan jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya).
Para penafsir tidak sependapat tentang mana yang benar dari 2 terjemahan ini.

Ada lagi penafsir kelompok 3 yang menterjemahkan ‘Don’t avoid chastening and (thus) bring on his death’ (= Jangan menghindari penghajaran dan dengan demikian membawa kematiannya).
Wycliffe, Bible Knowledge Commentary menerima terjemahan / penafsiran ini.

Adam Clarke dan Matthew Henry setuju dengan terjemahan KJV.
Adam Clarke (tentang Amsal 19:18): “‘Let not thy soul spare for his crying.’ This is a hard precept for a parent. Nothing affects the heart of a parent so much as a child’s cries and tears. But it is better that the child may be caused to cry, when the correction may be healthful to his soul, than that the parent should cry afterward, when the child is grown to man’s estate, and his evil habits are sealed for life” (= ‘jangan biarkan jiwamu menyayangkan tangisannya’. Ini adalah suatu ajaran / perintah yang sukar bagi orang tua. Tak ada yang lebih mempengaruhi hati dari orang tua begitu banyak seperti tangisan dan air mata dari seorang anak. Tetapi adalah lebih baik bahwa seorang anak dijadikan menangis, pada waktu koreksi itu bisa sehat bagi jiwanya, dari pada bahwa orang tua akan menangis belakangan, pada waktu anak itu bertumbuh ke tingkat dewasa, dan kebiasaan jahatnya dimeteraikan seumur hidup).

Jamieson, Fausset & Brown, Barnes, Keil & Delitzsch, Pulpit Commentary setuju dengan terjemahan RSV/NIV/NASB. Kelihatannya pandangan ini yang paling banyak diikuti para penafsir maupun penterjemah Alkitab bahasa Inggris.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Amsal 19:18): “‘And let not thy soul spare for his crying.’ ... But Gejer, Grotius, and Maurer take it ..., ‘But do not let thy soul rise to killing him.’ Avoid both extremes, either the withholding of chastisement, or extreme severity in it. Cartwright takes it, ‘Let not thy soul spare him, to his destruction,’ when he will be past ‘hope’ ... You have your choice, either that he should feel your rod, or else the sword of avenging justice. I prefer this as forming the best antithesis to the parallel ‘while there is hope,’” (= ‘dan janganlah jiwamu menyayangkan tangisannya’. ... Tetapi Gejer, Grotius, dan Maurer mengartikannya ..., ‘Tetapi jangan biarkan jiwamu bangkit untuk membunuhnya’. Hindarkan kedua extrim, atau menahan penghajaran, atau kekerasan yang extrim dalam penghajaran. Cartwright mengartikannya, ‘Jangan hendaknya jiwamu menyayangkan dia, kepada kehancurannya’, pada waktu ia telah melewati ‘pengharapan’ ... Kamu mempunyai pilihanmu, atau bahwa ia merasakan tongkatmu, atau kalau tidak ia akan merasakan pedang dari keadilan yang membalas. Saya lebih memilih ini sebagai membentuk antitesis yang terbaik bagi bagian paralelnya ‘selama ada harapan’,).

¨       Amsal 13:24 - “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya”.
Matthew Henry (tentang Amsal 13:24): “every child of ours is a child of Adam, and therefore has that foolishness bound up in its heart which calls for rebuke, more or less, the rod and reproof which give wisdom. ... It is good to begin betimes with the necessary restraints of children from that which is evil, before vicious habits are confirmed. The branch is easily bent when it is tender. ... Those really hate their children, though they pretend to be fond of them, that do not keep them under a strict discipline, and by all proper methods, severe ones when gentle ones will not serve, make them sensible of their faults and afraid of offending” (= setiap anak kita adalah anak / keturunan Adam, dan karena itu mempunyai kebodohan yang terikat dalam hatinya yang memerlukan comelan / kemarahan, banyak atau sedikit, tongkat dan teguran yang memberi hikmat. ... Adalah baik untuk memulai sejak dini dengan pengekangan yang perlu terhadap anak-anak dari apa yang jahat, sebelum kebiasaan yang jahat menetap. Ranting mudah dibengkokkan pada saat masih lembut / muda. ... Mereka betul-betul membenci anak-anak mereka, sekalipun mereka berpura-pura sangat mencintai mereka, yang tidak menjaga mereka di bawah disiplin yang ketat, dan dengan semua metode / cara yang benar, metode / cara yang keras pada waktu yang lembut tidak menolong, membuat mereka berpikiran sehat tentang kesalahan mereka dan takut untuk melanggar).
Wycliffe Bible Commentary (tentang Amsal 13:24): “We should remember, however, that Proverbs does not recommend brutal beatings. Nor is physical chastisement the only instrument of child training mentioned (cf. 22:6). Indeed, instruction in righteousness and in the fear of the Lord is that without which mere whipping will fail” [= Tetapi kita harus ingat bahwa Amsal tidak menganjurkan pemukulan yang brutal. Juga penghajaran secara fisik bukanlah satu-satunya cara pendidikan anak yang disebutkan (bdk. 22:6). Memang, pengajaran dalam kebenaran dan dalam rasa takut terhadap Tuhan adalah pengajaran tanpa mana sekedar penderaan akan gagal].

Orang tua tidak boleh membiarkan anak untuk berlaku kurang ajar terhadap mereka (apalagi menganggapnya sebagai sesuatu yang lucu, khususnya untuk anak kecil). Orang tua harus mengajar anaknya untuk hormat dan taat kepada mereka, dan bahkan kalau perlu menghajar / mendisiplin anak-anaknya! Orang tua yang membiarkan anaknya kurang ajar terhadap mereka harus memikirkan hal ini: apakah aku ingin anak-anakku dihukum mati dan lalu dibuang ke neraka oleh Tuhan? Dalam Perjanjian Lama, imam besar Eli kelihatannya kurang mendidik anak-anaknya dengan baik, sehingga menyebabkan mereka menjadi bejad, dan akhirnya dihukum mati oleh Tuhan.

Keharusan menggunakan tongkat kontras dengan pembiaran dan / atau pemanjaan terhadap anak.
Amsal 29:21 - “Siapa memanjakan hambanya sejak muda, akhirnya menjadikan dia keras kepala”.
KJV: ‘He that delicately bringeth up his servant from a child shall have him become his son at the length’ (= Ia yang mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya sejak anak / muda pada akhirnya akan menjadikan dia anaknya).
RSV: ‘He who pampers his servant from childhood, will in the end find him his heir’ (= Ia yang memanjakan pelayannya sejak anak / kecil, pada akhirnya akan mendapati dia sebagai pewarisnya).
NIV: ‘If a man pampers his servant from youth, he will bring grief in the end’ (= Jika seseorang memanjakan pelayannya dari muda, pada akhirnya ia akan membawa kesedihan).
NASB: ‘He who pampers his slave from childhood Will in the end find him to be a son’ (= Ia yang memanjakan hambanya sejak anak, pada akhirnya akan mendapati dia sebagai seorang anak).
Catatan: kata Ibrani yang diterjemahkan ‘son’ (= anak) dalam KJV/NASB hanya muncul ditempat ini dan tak diketahui artinya dengan pasti.
Adam Clarke (tentang Amsal 29:21): “‘He that delicately bringeth up his servant.’ Such persons are generally forgetful of their obligations, assume the rights and privileges of children, and are seldom good for anything” (= ‘Ia yang mengasuh / membesarkan dengan lembut pelayannya’. Orang-orang seperti itu biasanya lupa akan tanggung jawab mereka, mengambil hak-hak dari anak-anak, dan jarang jadi baik untuk apapun).
Matthew Henry (tentang Amsal 29:21): “Note, 1. It is an imprudent thing in a master to be too fond of a servant, to advance him too fast, and admit him to be too familiar with him, to suffer him to be over-nice and curious in his diet, and clothing, and lodging, and so to bring him up delicately, because he is a favourite, and an agreeable servant; it should be remembered that he is a servant, and, by being thus indulged, will be spoiled for any other place. ... 2. It is an ungrateful thing in a servant, but what (that?) is very common, to behave insolently because he has been used tenderly. .. the pampered slave thinks himself too good to be called a servant, and will be a son at the length, will take his ease and liberty, will be on a par with his master, and perhaps pretend to the inheritance. Let masters give their servants that which is equal and fit for them, and neither more nor less” (= Perhatikan, 1. Merupakan suatu hal yang tidak bijaksana dalam diri seorang tuan untuk menjadi terlalu sayang kepada seorang pelayan, untuk mempromosikan dia terlalu cepat, dan mengijinkan dia untuk menjadi terlalu dekat / akrab dengannya, membiarkan dia untuk menjadi terlalu enak / senang dan diperhatikan dalam makanannya, dan pakaiannya, dan tempat tinggalnya, dan dengan demikian membesarkan dia dengan lembut, karena ia adalah seorang yang favorit, dan seorang pelayan yang menyenangkan; harus diingat bahwa ia adalah seorang pelayan, dan dengan dituruti / dimanjakan seperti itu, akan dirusak untuk tempat lain manapun. ... 2. Merupakan sikap tidak tahu terima kasih dalam diri seorang pelayan, tetapi itu merupakan sesuatu yang sangat umum, untuk berkelakuan secara kurang ajar karena ia telah diperlakukan dengan lembut. ... hamba yang dimanjakan menganggap dirinya sendiri terlalu bagus untuk disebut seorang pelayan, dan akhirnya akan menjadi seorang anak, akan mengambil kesenangan dan kebebasannya, dan mungkin mengclaim warisan. Hendaklah tuan-tuan memberikan pelayan-pelayan mereka apa yang setara dan cocok untuk mereka, dan tidak lebih ataupun kurang).

Jadi, sekalipun seorang tuan dilarang untuk berlaku kejam atau tidak adil terhadap pelayannya, dan harus mengasihinya, itu berbeda dengan memanjakannya. Pelayan / hamba yang dimanjakan biasanya menjadi kurang ajar dan tidak tahu diri. Ini pasti juga berlaku untuk pegawai, dan bahkan untuk anak.

Contoh-contoh pemanjaan terhadap anak / pendidikan yang buruk terhadap anak dan akibatnya:
*         Eli yang mendidik anak-anaknya dengan cara yang buruk / kurang tegas.
1Sam 2:12-17,22-25,27-36 - “(12) Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN, (13) ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu. Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya (14) dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. (15) Bahkan sebelum lemaknya dibakar, bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban itu: ‘Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.’ (16) Apabila orang itu menjawabnya: ‘Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian barulah ambil bagimu sesuka hatimu,’ maka berkatalah ia kepada orang itu: ‘Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan kekerasan.’ (17) Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN. ... (22) Eli telah sangat tua. Apabila didengarnya segala sesuatu yang dilakukan anak-anaknya terhadap semua orang Israel dan bahwa mereka itu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di depan pintu Kemah Pertemuan, (23) berkatalah ia kepada mereka: ‘Mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu, sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu? (24) Janganlah begitu, anak-anakku. Bukan kabar baik yang kudengar itu bahwa kamu menyebabkan umat TUHAN melakukan pelanggaran. (25) Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya?’ Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka. .... (27) Seorang abdi Allah datang kepada Eli dan berkata kepadanya: ‘Beginilah firman TUHAN: Bukankah dengan nyata Aku menyatakan diriKu kepada nenek moyangmu, ketika mereka masih di Mesir dan takluk kepada keturunan Firaun? (28) Dan Aku telah memilihnya dari segala suku Israel menjadi imam bagiKu, supaya ia mempersembahkan korban di atas mezbahKu, membakar ukupan dan memakai baju efod di hadapanKu; kepada kaummu telah Kuserahkan segala korban api-apian orang Israel. (29) Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihanKu dan korban sajianKu, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari padaKu, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umatKu Israel? (30) Sebab itu - demikianlah firman TUHAN, Allah Israel - sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan kaummu akan hidup di hadapanKu selamanya, tetapi sekarang - demikianlah firman TUHAN - : Jauhlah hal itu dari padaKu! Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah. (31) Sesungguhnya akan datang waktunya, bahwa Aku akan mematahkan tangan kekuatanmu dan tangan kekuatan kaummu, sehingga tidak ada seorang kakek dalam keluargamu. (32) Maka engkau akan memandang dengan mata bermusuhan kepada segala kebaikan yang akan Kulakukan kepada Israel dan dalam keluargamu takkan ada seorang kakek untuk selamanya. (33) Tetapi seorang dari padamu yang tidak Kulenyapkan dari lingkungan mezbahKu akan membuat matamu rusak dan jiwamu merana; segala tambahan keluargamu akan mati oleh pedang lawan. (34) Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati. (35) Dan Aku akan mengangkat bagiKu seorang imam kepercayaan, yang berlaku sesuai dengan hatiKu dan jiwaKu, dan Aku akan membangunkan baginya keturunan yang teguh setia, sehingga ia selalu hidup di hadapan orang yang Kuurapi. (36) Kemudian siapa yang masih tinggal hidup dari keturunanmu akan datang sujud menyembah kepadanya meminta sekeping uang perak atau sepotong roti, dan akan berkata: Tempatkanlah kiranya aku dalam salah satu golongan imam itu, supaya aku dapat makan sekerat roti.’”.
Eli tidak menindak dengan keras anak-anaknya yang jelas-jelas melakukan dosa-dosa yang hebat, dan ini dianggap sebagai menghormati anak-anaknya lebih dari pada Tuhan!
Kita memang harus berhati-hati untuk tidak menjadi ‘hakim yang terlalu keras’ yang sama sekali tidak bisa menoleransi kelemahan sesama kita, tetapi sebaliknya kita juga harus berhati-hati untuk tidak terus sabar terhadap orang bersalah yang seharusnya ditindak! Bdk. 1Kor 5:1-13  2Kor 11:4.
*         Anehnya, Samuel yang tahu tentang pendidikan Eli yang buruk terhadap anak-anaknya dan apa akibatnya, ternyata juga tidak mendidik anak-anaknya dengan baik.
1Sam 8:1-5 - “(1) Setelah Samuel menjadi tua, diangkatnyalah anak-anaknya laki-laki menjadi hakim atas orang Israel. (2) Nama anaknya yang sulung ialah Yoel, dan nama anaknya yang kedua ialah Abia; keduanya menjadi hakim di Bersyeba. (3) Tetapi anak-anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya; mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. (4) Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel; mereka datang kepada Samuel di Rama (5) dan berkata kepadanya: ‘Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.’”.
*         Kelihatannya Daud juga buruk dalam mendidik anak, dan ini terlihat dari anak-anaknya yang menjadi brengsek seperti Absalom dan Amnon.

Tuhan sendiri memberikan teladan dalam mendidik kita sebagai anak-anakNya. Ibr 12:5-11 - “(5) Dan sudah lupakah kamu akan nasihat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak: ‘Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; (6) karena Tuhan menghajar orang yang dikasihiNya, dan Ia menyesah orang yang diakuiNya sebagai anak.’ (7) Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? (8) Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang. (9) Selanjutnya: dari ayah kita yang sebenarnya kita beroleh ganjaran, dan mereka kita hormati; kalau demikian bukankah kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup? (10) Sebab mereka mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusanNya. (11) Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.

-

HUKUM 5 (2)


Hormatilah ayahmu dan ibumu


(Kel 20:12)


Kel 20:12 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu”.

8)   Ada janji yang menyertai hukum ini.
Kata-kata dalam Kel 20:12b yang berbunyi ‘supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu’, jelas merupakan janji Tuhan bagi orang-orang yang menghormati orang tua mereka.
Bdk. Ul 5:16 - “Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.

Adam Clarke: “‘That thy days may be long.’ This, as the apostle observes, Eph 6:2, is the first commandment to which God has annexed a promise; and therefore we may learn in some measure how important the duty is in the sight of God. In Deut 5:16 it is said, ‘And that it may go well with thee;’ we may therefore conclude that it will go ill with the disobedient, and there is no doubt that the untimely deaths of many young persons are the judicial consequence of their disobedience to their parents” (= ‘Supaya lanjut umurmu’. Ini, seperti diamati oleh sang rasul, Ef 6:2, adalah perintah / hukum pertama pada mana Allah telah melekatkan suatu janji, dan karena itu kita bisa belajar dalam ukuran tertentu betapa pentingnya kewajiban ini dalam pandangan Allah. Dalam Ul 5:16 dikatakan, ‘Dan supaya baik keadaanmu’; karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa akan buruk keadaannya dengan orang-orang yang tidak taat, dan tidak ada keraguan bahwa kematian-kematian yang terlalu cepat / sebelum waktunya dari banyak orang-orang muda merupakan konsekwensi pengadilan dari ketidaktaatan mereka kepada orang tua mereka).

Bdk. Ef 6:1-3 - “(1) Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. (2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.

Ada 3 hal yang ingin saya soroti:

a)   Paulus mengubah Kel 20:12 dan Ul 5:16.
Kata-kata ‘di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu’ dalam Kel 20:12 dan Ul 5:16 itu, jelas menunjuk pada tanah Kanaan, dan ini hanya cocok untuk orang Yahudi / Israel saja. Karena itu Paulus mengubah menjadi ‘di bumi’ (Ef 6:3). Ini cocok untuk semua orang Kristen.

b)   Perintah pertama dengan janji?

Ef 6:2-3 - “(2) Hormatilah ayahmu dan ibumu - ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: (3) supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi”.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan. Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini.
KJV: ‘which is the first commandment with promise’ (= yang adalah perintah pertama dengan janji). RSV/NIV/NASB » KJV.

Yang menjadi problem adalah: apakah memang dari 10 hukum Tuhan hukum kelima ini adalah perintah pertama dengan janji? Bukankah hukum kedua juga diberikan dengan janji?

Bdk. Kel 20:4-6 - “(4) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. (5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.

Dan kalau hukum kedua sudah mengandung janji, bukankah hukum kelima ini bukan merupakan hukum pertama dengan janji?

Jawaban / penjelasan saya:

1.   Ada yang beranggapan bahwa janji dalam hukum ke 2 itu bersifat umum (untuk orang yang mengasihi Allah dan mentaati Allah. Jadi, sebetulnya bukan berhubungan dengan hukum ke 2 - tentang penyembahan berhala).
Keberatan: kata-kata itu dilekatkan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan kedua. Ay 5b membicarakan kecemburuan Allah, dan karena itu jelas berurusan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan kedua. Sedangkan ay 6nya menunjukkan kontras dengan ay 5b, dan karena itu rasanya tetap harus dihubungkan dengan hukum kedua, atau dengan hukum pertama dan kedua.

2.   Kel 20:6 sebetulnya bukanlah suatu janji, tetapi suatu pernyataan tentang sifat Allah (baca Kel 20:5-6).
John Stott: “these last words ‘are a declaration of God’s character rather than a promise’” (= kata-kata terakhir ini ‘merupakan suatu pernyataan tentang karakter Allah dan bukannya suatu janji’) - ‘The Message of Ephesians’, hal 240.
Saya setuju dengan penafsiran ini. Perhatikan baik-baik pengalimatan dan kata-kata dari Kel 20:5-6 itu.
Kel 20:5-6 - “(5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu.

Jelas bahwa kata-kata itu memang tidak diberikan sebagai janji, tetapi hanya sebagai pernyataan tentang sifat Allah.

c)   Apakah memang anak yang hormat / taat kepada orang tua akan panjang umur? Dan apakah umur seseorang bisa diperpanjang? Bukankah semuanya ditetapkan oleh Tuhan?

Jawaban / penjelasan saya:

1.   Memang jelas bahwa umur seseorang ditetapkan oleh Tuhan, dan tidak bisa diubah oleh apapun / siapapun. Bandingkan dengan:
·         Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
·         2Sam 7:12 - “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya”.
·         Maz 39:5-6 - “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.

Jadi, ayat-ayat yang menjanjikan umur panjang ini hanya meninjaunya dari sudut pandang manusia. Kalau seseorang taat kepada Tuhan, maka Tuhan memberkati dia, sehingga seolah-olah umurnya bertambah panjang. Sebaliknya kalau seseorang tidak taat, Tuhan memberikan hukuman mati kepadanya, sehingga seolah-olah usianya menjadi singkat. Tetapi sebetulnya semuanya telah ditentukan Tuhan. Dan jangan lupa bahwa bisa tidaknya ia mentaati Tuhan juga sudah ditentukan oleh Allah!

2.   Apakah anak yang hormat / taat orang tua memang harus panjang umur, ataupun lebih panjang umurnya dari anak yang tidak hormat / tidak taat orang tua? Saya kira pertanyaan ini harus dijawab ‘tidak’! Mengapa?

a.   Janji Tuhan bukan hanya panjang umur, tetapi juga bahagia / baik keadaannya (bdk. Ul 5:16 - ‘dan baik keadaanmu’). Tuhan bisa menghukum anak-anak yang tidak taat / tidak hormat kepada orang tua dengan memberikan umur yang panjang tetapi tidak bahagia.
Calvin (tentang Kel 20:12): “many who have been ungrateful and unkind to their parents only prolong their life as a punishment, whilst the reward of their inhuman conduct is repaid them by their children and descendants” (= banyak orang yang tidak tahu terima kasih dan tidak baik kepada orang tua mereka hanya memperpanjang hidup mereka sebagai suatu penghukuman, sementara balasan dari tingkah laku mereka yang tidak manusiawi dibayar kembali kepada mereka oleh anak-anak dan keturunan mereka) - hal 11.

Illustrasi: seorang anak berjalan mengantarkan ayahnya ke panti jompo. Di suatu tempat mereka berhenti, dan ayah itu menangis. Anaknya bertanya: ‘Mengapa kamu menangis?’. Ayahnya menjawab: ‘Aku ingat bahwa pada 30 tahun yang lalu, aku mengantarkan ayahku ke panti jompo ini’.

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “how we treat them today will help to determine how we’re treated tomorrow, because we reap what we sow” (= bagaimana kita memperlakukan mereka sekarang / hari ini akan menentukan bagaimana kita diperlakukan besok, karena kita menuai apa yang kita tabur).

b.   Ada yang menafsirkan: Janji itu tak berlaku untuk individu tapi untuk masyarakat / bangsa. Jadi, bangsa yang tak menghormati orang tua tak akan tahan lama. Ada juga yang menafsirkan bahwa janji itu adalah sesuatu yang umum, tetapi tidak berlaku secara mutlak. Kelihatannya Calvin (hal 11) menganggap bahwa janji ini bukan sesuatu yang mutlak.

c.   Juga kalau ada anak-anak yang taat tetapi ternyata pendek umur, maka ada hal-hal yang harus dipertimbangkan:
·         ada faktor-faktor lain yang menentukan panjang / pendeknya umur seseorang.
William Hendriksen mengatakan bahwa ketaatan / hormat memang menyebabkan panjang umur, tetapi itu hanya salah satu, bukan satu-satunya, faktor penentu panjang usia. Ada banyak faktor lain yang juga menentukan. Karena itulah, seringkali anak yang taat / hormat pada orang tua tetap pendek umur.
Bandingkan dengan:
*         Ul 4:25-26,40 - “(25) Apabila kamu beranak cucu dan kamu telah tua di negeri itu lalu kamu berlaku busuk dengan membuat patung yang menyerupai apapun juga, dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, sehingga kamu menimbulkan sakit hatiNya, (26) maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu punah. ... (40) Berpeganglah pada ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya baik keadaanmu dan keadaan anak-anakmu yang kemudian, dan supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk selamanya.’”.
*         Ul 5:33 - “Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kamu jalani, supaya kamu hidup, dan baik keadaanmu serta lanjut umurmu di negeri yang akan kamu duduki.’”.
*         Ul 6:1-2 - “(1) ‘Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, (2) supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu.
*         Ul 11:8-9 - “(8) ‘Jadi kamu harus berpegang pada seluruh perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, supaya kamu kuat untuk memasuki serta menduduki negeri, ke mana kamu pergi mendudukinya, (9) dan supaya lanjut umurmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka dan kepada keturunan mereka, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya”.
*         Ul 11:18-21 - “(18) Tetapi kamu harus menaruh perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu; kamu harus mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. (19) Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun; (20) engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu, (21) supaya panjang umurmu dan umur anak-anakmu di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepada mereka, selama ada langit di atas bumi”.
*         Ul 22:6-7 - “(6) Apabila engkau menemui di jalan sarang burung di salah satu pohon atau di tanah dengan anak-anak burung atau telur-telur di dalamnya, dan induknya sedang duduk mendekap anak-anak atau telur-telur itu, maka janganlah engkau mengambil induk itu bersama-sama dengan anak-anaknya. (7) Setidak-tidaknya induk itu haruslah kaulepaskan, tetapi anak-anaknya boleh kauambil. Maksudnya supaya baik keadaanmu dan lanjut umurmu.
*         Ul 25:15 - “Haruslah ada padamu batu timbangan yang utuh dan tepat; haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat - supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu”.
*         Ul 30:17-20 - “(17) Tetapi jika hatimu berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan beribadah kepadanya, (18) maka aku memberitahukan kepadamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu akan binasa; tidak akan lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau pergi, menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya. (19) Aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini: kepadamu kuperhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, (20) dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, mendengarkan suaraNya dan berpaut padaNya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu untuk tinggal di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni kepada Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memberikannya kepada mereka.’”.
*         Ul 32:46-47 - “(46) berkatalah ia kepada mereka: ‘Perhatikanlah segala perkataan yang kuperingatkan kepadamu pada hari ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini. (47) Sebab perkataan ini bukanlah perkataan hampa bagimu, tetapi itulah hidupmu, dan dengan perkataan ini akan lanjut umurmu di tanah, ke mana kamu pergi, menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya.’”.
*         1Raja 3:14 - “Dan jika engkau hidup menurut jalan yang Kutunjukkan dan tetap mengikuti segala ketetapan dan perintahKu, sama seperti ayahmu Daud, maka Aku akan memperpanjang umurmu.’”.
*         Maz 91:14,16 - “(14) ‘Sungguh, hatinya melekat kepadaKu, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal namaKu. ... (16) Dengan panjang umur akan Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari padaKu.’”.
*         Amsal 3:1-2 - “(1) Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, (2) karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu”.
*         Amsal 9:10-11 - “(10) Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian. (11) Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah.
*         Amsal 10:27 - “Takut akan TUHAN memperpanjang umur, tetapi tahun-tahun orang fasik diperpendek.
*         Pkh 8:13 - “Tetapi orang yang fasik tidak akan beroleh kebahagiaan dan seperti bayang-bayang ia tidak akan panjang umur, karena ia tidak takut terhadap hadirat Allah”.
Kalau dalam hal hormat dan ketaatan kepada orang tua ini seseorang memenuhi syarat untuk mendapat umur panjang, tetapi dalam hal-hal lain ia tidak memenuhi syarat, misalnya kalau ia tidak mentaati Tuhan dalam hal-hal lain, atau kalau ia tidak menjaga kesehatannya sendiri, maka bukan hal yang aneh, kalau ia pendek umur.
·         kalaupun ia memenuhi semua syarat untuk panjang umur, tetapi ternyata ia pendek umur, maka tidak berarti janji Tuhan gagal. Dengan masuk surga, ia mendapatkan yang lebih baik dari sekedar umur panjang dan kebahagiaan di dunia ini (Calvin, hal 11).

3.   Dalam arti sebenarnya tidak ada anak yang taat kepada hukum kelima ini. Memang anak yang satu bisa lebih taat dari anak yang lain, tetapi dinilai dari sudut Allah, semua anak (kecuali Yesus) gagal dalam mentaati hukum kelima ini. Karena itu, sebetulnya Allah bisa saja memperpendek umur setiap anak, tanpa melanggar janjiNya dalam ayat ini.

9)   Ancaman bagi orang-orang yang tidak taat.
Perlu juga diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama orang yang melanggar hukum kelima ini juga dijatuhi hukuman mati.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
  • Kel 21:15,17 - “(15) Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati. ... (17) Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya, ia pasti dihukum mati.
  • Im 20:9 - “Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri.
  • Ul 21:18-21 - “(18) ‘Apabila seseorang mempunyai anak laki-laki yang degil dan membangkang, yang tidak mau mendengarkan perkataan ayahnya dan ibunya, dan walaupun mereka menghajar dia, tidak juga ia mendengarkan mereka, (19) maka haruslah ayahnya dan ibunya memegang dia dan membawa dia keluar kepada para tua-tua kotanya di pintu gerbang tempat kediamannya, (20) dan harus berkata kepada para tua-tua kotanya: Anak kami ini degil dan membangkang, ia tidak mau mendengarkan perkataan kami, ia seorang pelahap dan peminum. (21) Maka haruslah semua orang sekotanya melempari anak itu dengan batu, sehingga ia mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu; dan seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut.’”.
  • Amsal 30:17 - “Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali”.

Dalam hukum Taurat Musa, kalau seseorang memukul orang lain, maka hukumannya bukanlah hukuman mati (Kel 21:18-19  Kel 21:26), kecuali orang yang ia pukul itu mati (Kel 12:12  Kel 21:20).
Kel 21:18-19 - “(18) Apabila ada orang bertengkar dan yang seorang memukul yang lain dengan batu atau dengan tinjunya, sehingga yang lain itu memang tidak mati, tetapi terpaksa berbaring di tempat tidur, (19) maka orang yang memukul itu bebas dari hukuman, jika yang lain itu dapat bangkit lagi dan dapat berjalan di luar dengan memakai tongkat; hanya ia harus membayar kerugian orang yang lain itu, karena terpaksa menganggur, dan menanggung pengobatannya sampai sembuh”.
Kel 21:26 - “Apabila seseorang memukul mata budaknya laki-laki atau mata budaknya perempuan dan merusakkannya, maka ia harus melepaskan budak itu sebagai orang merdeka pengganti kerusakan matanya itu”.
Kel 21:12 - “‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati”.
Kel 21:20 - “Apabila seseorang memukul budaknya laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan itu, pastilah budak itu dibalaskan”.

Tetapi kalau seseorang memukul ayah atau ibunya, ataupun mengutuki mereka, hukumannya adalah hukuman mati! Jadi, kesalahan / dosa yang sama, yang dilakukan terhadap orang tua, akan dinilai dan dihukum jauh lebih berat dari pada kalau kesalahan / dosa itu dilakukan terhadap orang lain!

Karena itu:

a)   Jangan meremehkan dosa ini dalam diri saudara sendiri!

b)   Jangan meremehkan dosa ini dalam diri anak-anak saudara.

Calvin: “while the Lord promises the blessing of the present life to those children who duly honor their parents, at the same time he implies that an inevitable curse threatens all stubborn and disobedient children. To assure that this commandment be carried out, he has, through his law, declared them subject to the sentence of death, and commanded that they undergo punishment. If they elude that judgment, he himself takes vengeance upon them in some way or other. ... Some people may escape punishment until extremely old age. Yet in this life they are bereft of God’s blessing, and can only miserably pine away, being reserved for greater punishments to come” (= sementara Tuhan menjanjikan berkat dari kehidupan ini kepada anak-anak yang menghormati orang tua mereka dengan seharusnya, pada saat yang sama Ia menunjukkan secara tidak langsung bahwa suatu kutuk yang tidak terhindarkan mengancam semua anak-anak yang keras kepala dan tidak taat. Untuk menjamin bahwa perintah / hukum ini dilaksanakan, melalui hukum ini Ia telah menyatakan mereka sebagai sasaran dari hukuman mati, dan memerintahkan supaya mereka menjalani hukuman. Jika mereka lolos dari penghakiman itu, Ia sendiri akan membalas mereka dengan satu dan lain cara. ... Sebagian orang bisa lolos dari hukuman sampai usia yang sangat tua. Tetapi dalam hidup ini mereka kehilangan berkat Allah, dan hanya bisa merana secara menyedihkan, disimpan untuk penghukuman yang lebih besar yang akan datang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter VIII, no 38.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kelima ini? Tanpa Yesus sebagai Juruselamat / Penebus saudara, saudara akan masuk ke neraka selama-lamanya.

HUKUM 6 (1)


jangan membunuh


 (Kel 20:13)


Kel 20:13 - “Jangan membunuh”.

1)         Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia.
Sekalipun merusak / membunuh tanaman atau membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: hukum ini tidak pernah dikutip dalam hubungan bukan dengan manusia, sebaliknya beberapa kali hukum ini dikutip dalam hubungannya dengan sesama manusia. Misalnya:
a)   Mat 5:21-22 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.
b)   Ro 13:9 - “Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”.

Juga, kalau kita melihat hukum yang menjadi ringkasan dari hukum Taurat, yaitu Mat 22:37,39, maka jelaslah bahwa hukum ke 6 ini harus diterapkan kepada sesama manusia.
Mat 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

Catatan: Hukum keenam ini juga dikutip dalam ayat-ayat di bawah ini, tetapi dalam ayat-ayat tersebut tidak terlihat dalam hubungan dengan apa / siapa hukum itu digunakan.
¨       Mat 19:18 - “Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah yang mana?’ Kata Yesus: ‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta”. Bdk. Mark 10:19  Lu 18:20.
¨       Yak 2:11 - “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.

2)         Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

a)   Membunuh orang secara fisik.

Ini sudah jelas dan karena itu tidak akan saya beri penjelasan lebih jauh lagi. Yang akan saya jelaskan di sini justru adalah tindakan membunuh secara fisik yang tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (tidak dianggap sebagai dosa).

John Murray: “The Commandment is not in the general term of prohibiting the putting to death of another, as our word ‘kill’ might suggest. The term used in the commandment is the specific one to denote what we call ‘murder.’” (= Hukum ini bukanlah dalam istilah umum melarang membunuh orang lain, seperti kata ‘kill’ dalam bahasa kita. Istilah yang digunakan dalam hukum ini adalah istilah spesifik yang menunjuk pada apa yang kita sebut ‘murder’) - ‘Principles of Conduct’, hal 113.

John Stott: “The commandment ‘You shall not kill’ would be better expressed ‘Do not commit murder’ (NEB), for it is not a prohibition against taking all human life in any and every circumstance, but in particular against homicide or murder” [= Hukum ‘Jangan membunuh (kill)’ akan dinyatakan dengan lebih baik ‘Jangan melakukan murder’ (NEB), karena itu bukan merupakan suatu larangan terhadap pembunuhan / pengambilan semua nyawa manusia dalam seadanya dan setiap keadaan, tetapi secara khusus terhadap pembunuhan atau ‘murder’] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 82.

Catatan: dalam bahasa Inggris dibedakan antara ‘to kill’ dan ‘to murder’, dan John Murray maupun John Stott mengatakan bahwa yang dilarang adalah ‘to murder’, bukan ‘to kill’. Tetapi dalam bahasa Indonesia tidak ada pembedaan seperti itu. Jamieson, Fausset & Brown juga melakukan pembedaan seperti ini.

Stott melanjutkan dengan memberi bukti sebagai berikut: dalam hukum Taurat Musa sekalipun ada larangan membunuh (hukum keenam), tetapi juga ada penjatuhan hukuman mati, dan perintah untuk membasmi bangsa kafir tertentu.

Matthew Henry (tentang Kel 20:13): “It does not forbid killing in lawful war, or in our own necessary defence, nor the magistrate’s putting offenders to death, for (or / nor?) those things tend to the preserving of life” (= Itu tidak melarang pembunuhan dalam perang yang sah, atau dalam pembelaan yang perlu dari diri kita sendiri, ataupun hakim membunuh / menghukum mati pelanggar-pelanggar, atau hal-hal yang berguna untuk pemeliharaan nyawa / kehidupan).

Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey) tentang Kel 20:13: “Murder is the willful, premeditated taking of life. The law did, however, sanction killing as a defensive or punitive act (Deut 20:10-18) and prescribed the death penalty for various sins (Lev 20:9-16; 24:17,23; Deut 13:6-11; 17:2-7)” [= Pembunuhan adalah pengambilan nyawa secara sengaja dan direncanakan. Tetapi hukum Taurat menyetujui / mendukung pembunuhan sebagai suatu tindakan pembelaan atau menghukum (Ul 20:10-18) dan menentukan hukuman mati untuk bermacam-macam dosa (Im 20:9-16; 24:17,23; Ul 13:6-11; 17:2-7)].

Adapun pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, dan karena itu harus dianggap sebagai tidak berdosa, yaitu:

1.   Pembunuhan dalam rangka bela diri.
Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Ingat bahwa syarat yang satu ini harus ditekankan. Kalau ada kemungkinan lain, misalnya lari, maka kita harus lari. Tetapi kalau hanya ada dua kemungkinan, yaitu membunuh atau dibunuh, maka kita boleh membunuh sebagai usaha untuk membela diri.

Catatan: saya menganggap ini juga berlaku kalau orang yang kita kasihi mau dibunuh, atau kalau kita mau dilukai secara parah.

Webster’s New World Dictionary (dalam entry ‘homicide’): “‘justifiable homicide’ is homicide committed in the performance of duty, in self-defence, etc.” (= ‘pembunuhan yang bisa dibenarkan’ adalah pembunuhan yang dilakukan dalam pelaksanaan kewajiban, dalam pembelaan diri, dsb.).

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “When a man is attacked he should defend himself; or, if others need help, he should assist them (Prov 24:11,12)” [= Pada waktu seseorang diserang ia harus mempertahankan dirinya sendiri; atau, jika orang-orang lain membutuhkan pertolongan, ia harus membantu mereka (Amsal 24:11-12)].
Amsal 24:11-12 - “(11) Bebaskan mereka yang diangkut untuk dibunuh, selamatkan orang yang terhuyung-huyung menuju tempat pemancungan. (12) Kalau engkau berkata: ‘Sungguh, kami tidak tahu hal itu!’ Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya? Apakah Dia yang menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan membalas manusia menurut perbuatannya?”.

Dasar Kitab Suci untuk ajaran ini:

a.   Mat 22:39 mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.
Mat 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Jelas bahwa bukan hanya sesama manusia yang harus kita kasihi, tetapi juga diri kita sendiri. Sedangkan kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.

b.   Kel 22:2-3a - “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; (3a) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah”.
Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, bukan? Para penafsir mengatakan bahwa ini sebetulnya bukan sembarang pencuri, karena yang digambarkan di sini adalah seorang pencuri yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan kekerasan, dengan mendobrak. Kata Ibrani yang diterjemahkan ‘membongkar’ lebih tepat diterjemahkan ‘mendobrak’.
Pulpit Commentary: “Rather, ‘Breaking in’ - i.e. making forcible entry into a house. The ordinary mode of ‘breaking in’ seems to have been by a breach in the wall” (= Lebih tepat, ‘Mendobrak’ - yaitu masuk secara paksa / dengan kekerasan ke dalam sebuah rumah. Cara yang lazim untuk ‘mendobrak’ kelihatannya adalah dengan menembus tembok / dinding) - hal 185.
Orang seperti itu mungkin saja mempunyai maksud untuk membunuh pemilik rumah, dan karena itu dalam kasus seperti itu, pemilih rumah tidak salah untuk membunuhnya, sebagai suatu tindakan pembelaan diri.
Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2 yang berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mendobrak dan dipukul sehingga mati, si pembela diri tidak bersalah melakukan pencurahan darah).
Wycliffe Bible Commentary: “A mortal blow struck in darkness in defense of life and property was excused, but in the light of day, it was reasoned, such violent defense would not be necessary. The life, even of a thief, is of consequence in the eyes of God” (= Suatu pukulan yang mematikan yang dilakukan dalam gelap dalam pembelaan nyawa dan milik dimaafkan, tetapi pada waktu hari terang / siang, dipertimbangkan bahwa pembelaan bengis / keras seperti itu tidaklah diperlukan. Nyawa, bahkan dari seorang pencuri, merupakan sesuatu yang penting dalam pandangan Allah).
Keil & Delitzsch mengutip kata-kata seorang yang bernama Calovius yang berkata sebagai berikut: “The reason for this disparity between a thief by night and one in the day is, that the power and intention of a nightly thief are uncertain, and whether he may not have come for the purpose of committing murder; and that by night, if thieves are resisted, they often proceed to murder in their rage; and also that they can neither be recognised, nor resisted and apprehended with safety” (= Alasan untuk perbedaan antara seorang pencuri pada malam dan pada siang ini adalah, bahwa kekuatan dan maksud dari pencuri pada malam tidaklah pasti, dan apakah ia tidak datang dengan tujuan membunuh; dan bahwa pada malam, jika pencuri dilawan, mereka sering beralih pada pembunuhan dalam kemarahan mereka; dan juga bahwa mereka tidak bisa dikenali, ataupun dilawan dan ditahan dengan aman).
Pulpit Commentary: “The principle here laid down has had the sanction of Solon, of the Roman law, and of the law of England. It rests upon the probability that those who break into a house by night have a murderous intent, or at least have the design, if occasion arise, to commit murder” (= Prinsip yang diberikan di sini telah mendapatkan persetujuan dari Solon, dari hukum Romawi, dan dari hukum Inggris. Itu didasarkan pada kemungkinan bahwa mereka yang mendobrak masuk ke dalam sebuah rumah pada malam hari mempunyai maksud untuk membunuh, atau setidaknya mempunyai rencana, jika dibutuhkan, akan melakukan pembunuhan) - hal 185.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “If he had condemned killing in self-defence, he could not have formed the regulation in Ex 22:2” (= Seandainya ia telah mengecam / menyalahkan pembunuhan dalam pembelaan diri, ia tidak bisa membentuk peraturan dalam Kel 22:2).

c.   Neh 4:11-14 - “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.

d.   Kitab Ester menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan (Ester 3:8-13  8:3-13  9:1-6).
Ester 3:8-13 - “(8) Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: ‘Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa. (9) Jikalau baik pada pemandangan raja, hendaklah dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba akan menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada tangan para pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke dalam perbendaharaan raja.’ (10) Maka raja mencabut cincin meterainya dari jarinya, lalu diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru orang Yahudi itu, (11) kemudian titah raja kepada Haman: ‘Perak itu terserah kepadamu, juga bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik.’ (12) Maka dalam bulan yang pertama pada hari yang ketiga belas dipanggillah para panitera raja, lalu, sesuai dengan segala yang diperintahkan Haman, ditulislah surat kepada wakil-wakil raja, kepada setiap bupati yang menguasai daerah dan kepada setiap pembesar bangsa, yakni kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya; surat itu ditulis atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja. (13) Surat-surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat ke segala daerah kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, pada satu hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,dan supaya dirampas harta milik mereka”.
Ester 8:3-13 - “(3) Kemudian Ester berkata lagi kepada raja sambil sujud pada kakinya dan menangis memohon karunianya, supaya dibatalkannya maksud jahat Haman, orang Agag itu, serta rancangan yang sudah dibuatnya terhadap orang Yahudi. (4) Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, (5) serta sembahnya: ‘Jikalau baik pada pemandangan raja dan jikalau hamba mendapat kasih raja, dan hal ini kiranya dipandang benar oleh raja dan raja berkenan kepada hamba, maka hendaklah dikeluarkan surat titah untuk menarik kembali surat-surat yang berisi rancangan Haman bin Hamedata, orang Agag itu, yang ditulisnya untuk membinasakan orang Yahudi di dalam semua daerah kerajaan. (6) Karena bagaimana hamba dapat melihat malapetaka yang menimpa bangsa hamba dan bagaimana hamba dapat melihat kebinasaan sanak saudara hamba?’ (7) Maka jawab raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu, serta kepada Mordekhai, orang Yahudi itu: ‘Harta milik Haman telah kukaruniakan kepada Ester, dan Haman sendiri telah disulakan pada tiang karena ia sudah mengacungkan tangannya kepada orang Yahudi. (8) Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan cincin meterai raja tidak dapat ditarik kembali.’ (9) Pada waktu itu juga dipanggillah para panitera raja, dalam bulan yang ketiga - yakni bulan Siwan - pada tanggal dua puluh tiga, dan sesuai dengan segala yang diperintahkan Mordekhai ditulislah surat kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil pemerintah, para bupati dan para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia, seratus dua puluh tujuh daerah, kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya, dan juga kepada orang Yahudi menurut tulisan dan bahasanya. (10) Maka ditulislah pesan atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja, lalu dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat yang berkuda, yang mengendarai kuda kerajaan yang tangkas yang diternakkan di pekudaan, dikirimkanlah surat-surat (11) yang isinya: raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, (12) pada hari yang sama di segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar. (13) Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan di tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada musuhnya.
Ester 9:1-6 - “(1) Dalam bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,pada hari yang ketiga belas, ketika titah serta undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil pemerintahan dan bupati serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena ketakutan kepada Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar kekuasaannya di dalam istana raja dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap daerah, karena Mordekhai itu bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh dan membinasakannya; mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap pembenci-pembenci mereka. (6) Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh dan membinasakan lima ratus orang.

e.   Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati (Kel 21:12,14), sehingga akan ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya satu orang.

Keberatan dan jawabannya:
Banyak orang tidak menyetujui ajaran di atas ini berdasarkan:

(1)  Mat 5:39b - “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”.
Jawaban saya: perlu diingat bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 hanya berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita, bahkan boleh dikatakan merupakan serangan yang ringan.

(2)  Pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri.
Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus diteladani atau tidak.

(3)  Mat 26:51-54 - “(51) Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. (52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. (53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.
Ada 2 kemungkinan untuk menjelaskan ayat ini sehingga ayat ini tidak diartikan bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh membela diri:
(a)  Ada orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ‘sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang’ tidak menunjuk kepada Petrus (sekalipun diucapkan kepada Petrus). Lalu menunjuk kepada siapa? Kepada orang-orang Romawi dan Yahudi, yang saat itu menggunakan ‘pedang’ terhadap Yesus (mau membunuh Yesus). Jadi, seluruh kalimat diartikan sebagai berikut: “Masukkan pedangmu ke dalam sarungnya, sebab orang-orang yang menggunakan pedang terhadap Aku ini akan binasa oleh pedang (Bapa yang membinasakan mereka, kamu tidak perlu membunuh mereka)”.
(b)  Yang menganggap bahwa kata-kata ini ditujukan kepada Petrus, menafsirkan bahwa pada saat itu Petrus tidak boleh melawan karena:
·         kekristenan tidak boleh dimajukan / dibela dengan menggunakan kekerasan.
·         pada saat itu yang mau mengangkap dan membunuh Yesus adalah pemerintah / alat negara. Karena itu tidak boleh dilawan.
Jadi, kata-kata ini tidak berlaku pada saat kasusnya adalah pribadi berusaha membunuh pribadi.

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!

2.         Pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “DOES THE COMMANDMENT ABSOLUTELY FORBID WAR BETWEEN NATIONS? Certainly not” (= Apakah hukum ini secara mutlak melarang perang antar bangsa? Pasti tidak).

a.   Memang bukan seadanya perang diijinkan; yang diijinkan hanyalah perang yang benar (just war).
Saya tekankan bahwa ini merupakan perang yang benar (just war). Ini merupakan pembelaan diri secara nasional pada saat negara diserang / diagresi secara tidak benar oleh negara lain. Kalau perang itu adalah perang yang salah, seperti mengagresi negara lain, maka tentu saja orang Kristen tidak boleh ikut perang seperti itu.

Catatan: kasus ‘holy war’ (= perang kudus) dalam Perjanjian Lama merupakan sesuatu yang berbeda, karena Tuhan yang memerintahkan hal itu. Dalam hal itu Israel menjadi algojo Tuhan untuk menghukum mati bangsa-bangsa kafir itu. Perang seperti ini tidak ada lagi dalam jaman sekarang.

b.   Apa dasarnya untuk mengijinkan pembunuhan dalam perang yang benar?
(1)  Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan.
(2)  Kalau ada orang yang melarang perang secara mutlak dengan alasan bahwa kita harus mengasihi musuh, perlu diingat bahwa pada saat negara kita diserang musuh, akan ada banyak orang di negara kita yang dibunuh, diperkosa, dirampok dalam serangan negara lain tersebut. Lalu, dimana kasih kita kepada orang-orang itu?
(3)  Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara. Bandingkan dengan:
(a)  Luk 3:14 - “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: ‘Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?’ Jawab Yohanes kepada mereka: ‘Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.’”.
Orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara.
(b)  Kis 10:1-2,7 - “(1) Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. (2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. ... (7) Setelah malaikat yang berbicara kepadanya itu meninggalkan dia, dipanggilnya dua orang hambanya beserta seorang prajurit yang saleh dari orang-orang yang selalu bersama-sama dengan dia”.
Calvin (tentang Kis 10:7): “‘A godly soldier.’ ... And in the mean season, those brain-sick fellows are condemned who cry that it is unlawful for Christians to carry weapons. For these men were warriors, and yet godly, and when they embrace Christ they forsake not their former kind of life; they cast not away their armor as hurtful, nor yet forsake their calling (= ‘Seorang tentara yang saleh’. ... Dan dalam masa yang buruk, orang-orang yang sakit otaknya itu dikecam, yang berteriak bahwa adalah tidak sah bagi orang-orang Kristen untuk membawa senjata. Karena orang-orang ini adalah pejuang-pejuang / petarung-petarung, tetapi saleh, dan pada waktu mereka mempercayai Kristus mereka tidak meninggalkan jenis kehidupan mereka yang lalu; mereka tidak membuang senjata mereka sebagai sesuatu yang menyebabkan sakit / membahayakan, ataupun meninggalkan panggilan mereka).
(c)  1Raja 2:5-6 - “(5) Dan lagi engkaupun mengetahui apa yang dilakukan kepadaku oleh Yoab, anak Zeruya, apa yang dilakukannya kepada kedua panglima Israel, yakni Abner bin Ner dan Amasa bin Yeter. Ia membunuh mereka dan menumpahkan darah dalam zaman damai seakan-akan ada perang, sehingga sabuk pinggangnya dan kasut kakinya berlumuran darah. (6) Maka bertindaklah dengan bijaksana dan janganlah biarkan yang ubanan itu turun dengan selamat ke dalam dunia orang mati”.
Bandingkan dengan:
·         2Sam 3:27-29 - “(27) Ketika Abner kembali ke Hebron, maka Yoab membawanya sebentar ke samping di tengah-tengah pintu gerbang itu, seakan-akan hendak berbicara dengan dia dengan diam-diam; kemudian ditikamnyalah dia di sana pada perutnya, sehingga mati, membalas darah Asael, adiknya. (28) Ketika hal itu didengar Daud kemudian, berkatalah ia: ‘Aku dan kerajaanku tidak bersalah di hadapan TUHAN sampai selama-lamanya terhadap darah Abner bin Ner itu. (29) Biarlah itu ditanggung oleh Yoab sendiri dan seluruh kaum keluarganya. Biarlah dalam keturunan Yoab tidak putus-putusnya ada orang yang mengeluarkan lelehan, yang sakit kusta, yang bertongkat, yang tewas oleh pedang atau yang kekurangan makanan.’”.
·         2Sam 20:9-12 - “(9) Berkatalah Yoab kepada Amasa: ‘Engkau baik-baik, saudaraku?’ Sementara itu tangan kanan Yoab memegang janggut Amasa untuk mencium dia. (10) Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di tangan Yoab itu; Yoab menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya tertumpah ke tanah. Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati. Lalu Yoab dan Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. (11) Dan seorang dari orang-orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata: ‘Siapa yang suka kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah mengikuti Yoab!’ (12) Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di tengah-tengah jalan raya. Ketika orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat berdiri menonton, maka disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang, lalu dihamparkannya kain di atasnya, karena dilihatnya, bahwa setiap orang yang datang ke sana berdiri menonton”.
Yoab membunuh pada masa damai, dan itu sebabnya Daud mengecam dia. Yoab pasti sudah banyak membunuh musuh pada masa perang, dan itu tidak pernah dikecam oleh Daud. Ini menunjukkan bahwa membunuh musuh dalam perang merupakan sesuatu yang diijinkan!

3.   Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati.
Seluruh proses penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, tidak bersalah, asalkan hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan. Jadi, baik polisi yang menangkap, jaksa yang menuntut, saksi yang bersaksi tentang kesalahan orang itu, hakim yang memutuskan hukuman mati, maupun algojo yang melaksanakan hukuman mati itu, semua tidak bersalah. Bahkan menurut saya, mereka bukan hanya tidak bersalah, tetapi sebaliknya, mereka melakukan tindakan yang benar!

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “THAT THIS COMMANDMENT WAS INTENDED, AS SOME SUPPOSE, TO FORBID THE INFLICTION OF CAPITAL PUNISHMENT, IS INCONCEIVABLE” (= bahwa hukum ini dimaksudkan, seperti dianggap oleh sebagian orang, untuk melarang pemberian hukuman mati, merupakan sesuatu yang tidak bisa dimengerti).

Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:

a.   Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati!
Kej 9:6 - “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”.
Kel 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati.
Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.
Bil 35:31 - “Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh.
Ul 13:5 - “Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.

Ro 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Wycliffe Bible Commentary: “this command is wrongly quoted in opposition to capital punishment administered by the state. The judicial taking of life in punishment for crime is authorized in Exodus 21, as well as in Romans 13” [= hukum ini (hukum keenam) dikutip secara salah dalam menentang hukuman mati yang dilaksanakan oleh negara. Pengambilan nyawa oleh pengadilan dalam penghukuman untuk kejahatan diberi otoritas dalam Kel 21, maupun dalam Ro 13].

b.   Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu.
Kis 25:11 - Jadi, jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada Kaisar!’”.

c.   Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai nyawa dari korban pembunuhan tersebut.
John Stott: “Those who campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life (the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of the murderer’s victim” [= Mereka yang berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.

d.   Orang yang dijatuhi hukuman mati itu bukannya tidak diberi kesempatan untuk bertobat.
Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

Supaya saudara tidak menganggap ajaran ini sebagai ‘extrim’ dan datang dari diri saya sendiri, di sini saya akan memberikan komentar beberapa penafsir:

1.   Mat 5:38-41 - “(38) Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. (39) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. (40) Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. (41) Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil”.

Calvin (tentang Mat 5:39): “Though Christ does not permit his people to repel violence by violence, yet he does not forbid them to endeavor to avoid an unjust attack (= Sekalipun Kristus tidak mengijinkan umatNya untuk melawan kekerasan dengan kekerasan, tetapi Ia tidak melarang mereka untuk berusaha menghindari suatu serangan yang tidak adil).

Barnes’ Notes (tentang Mat 5:38-41): “The general principle which he laid down was, that we are not to resist evil; ... But even this general direction is not to be pressed too strictly. Christ did not intend to teach that we are to see our families murdered, or to be murdered ourselves, rather than to make resistance. The law of nature, and all laws, human and Divine, have justified self-defence, when life is in danger (= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak boleh melawan kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh ditekankan secara terlalu ketat. Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa kita harus membiarkan keluarga kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya melakukan perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik hukum manusia maupun hukum ilahi, membenarkan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada dalam bahaya) - hal 26.

2.   Tentang Mat 5:39 dimana ada kata-kata ‘jangan melawan orang yang berbuat jahat kepadamu’, D. Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan tentang seseorang yang bernama Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini secara extrim dengan mengatakan bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, tentara, hakim, maupun pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan kejahatan’, dan itu tidak kristiani.

D. Martyn Lloyd-Jones: “those who base their pacifism upon this paragraph ... are guilty of a kind of heresy” (= mereka yang mendasarkan sikap cinta damai / anti perang pada text ini ... bersalah tentang sejenis kesesatan) - ‘Studies in the Sermon of the Mount’, hal 278.

3.   Dalam membahas Luk 6:29 - “Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”, John Stott membandingkan dua text di bawah ini.
Ro 12:17-21 - “(17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19) Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”.
Ro 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Dan John Stott lalu berkata sebagai berikut:
“It is better, then, to see the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13 as complementary to one another. Members of God’s new community can be both private individuals and state officials. In the former role we are never to take personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our persecutors (12:14), serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good (12:21). In the latter role, however, if we are called by God to serve as police or prison officers or judges, we are God’s agents in the punishments of evildoers. True, ‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which he executes his judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave room for God’s wrath’ (12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath to bring punishment on the wrongdoer’ (13:4).” [= Maka, adalah lebih baik untuk memandang bagian akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma 13 sebagai saling melengkapi. Anggota-anggota dari masyarakat yang baru dari Allah bisa merupakan pribadi maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan yang pertama kita tidak pernah boleh membalas dendam atau membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14), melayani musuh kita (12:20), dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (12:21). Tetapi, dalam peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh Allah untuk melayani sebagai polisi atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah agen Allah dalam menghukum pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan ‘murka’ adalah milik Allah, tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk melaksanakan penghakimanNya terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah melalui pemerintah. ‘Memberi tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti mengijinkan pemerintah untuk menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman kepada pelaku kejahatan’ (13:4)] - ‘Involvement’, vol I, hal 127.

Jadi, Luk 6:29 tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi, hakim atau pengadilan. Konsekwensinya, sebagai orang kristen kita boleh melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi atau mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak, maka apa gunanya polisi, hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul  ke polisi / mengajukannya ke pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru tindakannya, boleh dilakukan. Yang dilarang oleh ayat ini adalah balas dendam pribadi.

b)   Pembunuhan sengaja maupun tidak sengaja.

1.         Pembunuhan yang tidak disengaja.
Kel 21:13 - “Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari”.
Bil 35:9-15 - “(9) TUHAN berfirman kepada Musa: (10) ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila kamu menyeberangi sungai Yordan ke tanah Kanaan, (11) maka haruslah kamu memilih beberapa kota yang menjadi kota-kota perlindungan bagimu, supaya orang pembunuh yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana. (12) Kota-kota itu akan menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut balas, supaya pembunuh jangan mati, sebelum ia dihadapkan kepada rapat umat untuk diadili. (13) Dan kota-kota yang kamu tentukan itu haruslah enam buah kota perlindungan bagimu. (14) Tiga kota harus kamu tentukan di seberang sungai Yordan sini dan tiga kota harus kamu tentukan di tanah Kanaan; semuanya kota-kota perlindungan. (15) Keenam kota itu haruslah menjadi tempat perlindungan bagi orang Israel dan bagi orang asing dan pendatang di tengah-tengahmu, supaya setiap orang yang telah membunuh seseorang dengan tidak sengaja dapat melarikan diri ke sana.”.
Bil 35:22-28 - “(22) Tetapi jika ia sekonyong-konyong menumbuk orang itu dengan tidak ada perasaan permusuhan, atau dengan tidak sengaja melemparkan sesuatu benda kepadanya, (23) atau dengan kurang ingat menjatuhkan kepada orang itu sesuatu batu yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, sedangkan dia tidak merasa bermusuh dengan orang itu dan juga tidak mengikhtiarkan celakanya, (24) maka haruslah rapat umat mengadili antara orang yang membunuh itu dan penuntut darah, menurut hukum-hukum ini, (25) dan haruslah rapat umat membebaskan pembunuh dari tangan penuntut darah, dan haruslah rapat umat mengembalikan dia ke kota perlindungan, ke tempat ia telah melarikan diri; di situlah ia harus tinggal sampai matinya imam besar yang telah diurapi dengan minyak yang kudus. (26) Tetapi jika terjadi bahwa pembunuh itu keluar dari batas kota perlindungan, tempat ia melarikan diri, (27) dan penuntut darah mendapat dia di luar batas kota perlindungannya, dan penuntut darah membunuh pembunuh itu, maka tidaklah ia berhutang darah, (28) sebab pembunuh itu wajib tinggal di kota perlindungan sampai matinya imam besar, tetapi sesudah matinya imam besar bolehlah pembunuh itu kembali ke tanah kepunyaannya sendiri.
Ul 4:41-43 - “(41) Lalu Musa mengkhususkan tiga kota di seberang sungai Yordan, di sebelah timur, (42) supaya orang yang membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan dengan tidak memusuhinya lebih dahulu, dapat melarikan diri ke sana, sehingga ia, apabila melarikan diri ke salah satu kota itu, dapat tetap hidup. (43) Kota-kota itu adalah: Bezer di padang gurun, di daerah dataran tinggi, untuk orang Ruben; Ramot di Gilead untuk orang Gad dan Golan di Basan untuk orang Manasye”.
Ul 19:1-10 - “(1) ‘Apabila TUHAN, Allahmu, sudah melenyapkan bangsa-bangsa yang negerinya diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, dan engkau sudah menduduki daerah mereka dan diam di kota-kota dan rumah-rumah mereka, (2) maka engkau harus mengkhususkan tiga kota di dalam negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk diduduki. (3) Engkau harus menetapkan jauhnya jalan, dan membagi dalam tiga bagian wilayah negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, untuk dimiliki olehmu, supaya setiap pembunuh dapat melarikan diri ke sana. (4) Inilah ketentuan mengenai pembunuh yang melarikan diri ke sana dan boleh tinggal hidup: apabila ia membunuh sesamanya manusia dengan tidak sengaja dan dengan tidak membenci dia sebelumnya, (5) misalnya apabila seseorang pergi ke hutan dengan temannya untuk membelah kayu, ketika tangannya mengayunkan kapak untuk menebang pohon kayu, mata kapak terlucut dari gagangnya, lalu mengenai temannya sehingga mati, maka ia boleh melarikan diri ke salah satu kota itu dan tinggal hidup. (6) Maksudnya supaya jangan penuntut tebusan darah sementara hatinya panas dapat mengejar pembunuh itu, karena jauhnya perjalanan, menangkapnya dan membunuhnya, padahal pembunuh itu tidak patut mendapat hukuman mati, karena ia tidak membenci dia sebelumnya. (7) Itulah sebabnya aku memberi perintah kepadamu, demikian: tiga kota haruslah kaukhususkan. (8) Dan jika TUHAN, Allahmu, sudah meluaskan daerahmu nanti, seperti yang dijanjikanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, dan sudah memberikan kepadamu seluruh negeri yang dikatakanNya akan diberikan kepada nenek moyangmu, (9) - apabila engkau melakukan dengan setia perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, dengan mengasihi TUHAN, Allahmu, dan dengan senantiasa hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya - maka haruslah engkau menambah tiga kota lagi kepada yang tiga itu, (10) supaya jangan tercurah darah orang yang tidak bersalah di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milikmu dan hutang darah melekat kepadamu”.
Catatan: saya kira kata-kata ‘yang tidak bersalah’ (ay 10), bukan maksudnya bahwa ia betul-betul sama sekali tidak bersalah. Tetapi mungkin maksudnya ‘tidak cukup bersalah untuk mendapatkan hukuman mati’ (ay 6). Kalau ia dianggap betul-betul tidak bersalah sama sekali, adalah tidak masuk akal untuk memasukkan dia ke kota perlindungan, yang boleh dikatakan merupakan suatu penjara besar.
Yos 20:1-6 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Yosua, demikian: (2) ‘Katakanlah kepada orang Israel, begini: Tentukanlah bagimu kota-kota perlindungan, yang telah Kusebutkan kepadamu dengan perantaraan Musa, (3) supaya siapa yang membunuh seseorang dengan tidak sengaja, dengan tidak ada niat lebih dahulu, dapat melarikan diri ke sana, sehingga kota-kota itu menjadi tempat perlindungan bagimu terhadap penuntut tebusan darah. (4) Apabila ia melarikan diri ke salah satu kota tadi, maka haruslah ia tinggal berdiri di depan pintu gerbang kota dan memberitahukan perkaranya kepada para tua-tua kota. Mereka harus menerima dia dalam kota itu dan memberikan tempat kepadanya, dan ia akan diam pada mereka. (5) Apabila penuntut tebusan darah itu mengejar dia, pembunuh itu tidak akan diserahkan mereka ke dalam tangannya, sebab ia telah membunuh sesamanya manusia dengan tidak ada niat lebih dahulu, dan dengan tidak menaruh benci kepadanya lebih dahulu. (6) Ia harus tetap diam di kota itu sampai ia dihadapkan kepada rapat jemaah untuk diadili, sampai imam besar yang ada pada waktu itu mati. Maka barulah pembunuh itu boleh pulang ke kotanya dan ke rumahnya, ke kota dari mana ia melarikan diri.’”.

2.         Pembunuhan yang disengaja / direncanakan.
Kel 21:12,14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. ... (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.
Bil 35:16-21 - “(16) Tetapi jika ia membunuh orang itu dengan benda besi, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (17) Dan jika ia membunuh orang itu dengan batu di tangan yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (18) Atau jika ia membunuh orang itu dengan benda kayu di tangan yang mungkin menyebabkan matinya seseorang, sehingga orang itu mati, maka ia seorang pembunuh; pastilah pembunuh itu dibunuh. (19) Penuntut darahlah yang harus membunuh pembunuh itu; pada waktu bertemu dengan dia ia harus membunuh dia. (20) Juga jika ia menumbuk orang itu karena benci atau melempar dia dengan sengaja, sehingga orang itu mati, (21) atau jika ia memukul dia dengan tangannya karena perasaan permusuhan, sehingga orang itu mati, maka pastilah si pemukul itu dibunuh; ia seorang pembunuh; penuntut darah harus membunuh pembunuh itu, pada waktu bertemu dengan dia”.
Ul 19:11-13 - “(11) Tetapi apabila seseorang membenci sesamanya manusia, dan dengan bersembunyi menantikan dia, lalu bangun menyerang dan memukul dia, sehingga mati, kemudian melarikan diri ke salah satu kota itu, (12) maka haruslah para tua-tua kotanya menyuruh mengambil dia dari sana dan menyerahkan dia kepada penuntut tebusan darah, supaya ia mati dibunuh. (13) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya. Demikianlah harus kauhapuskan darah orang yang tidak bersalah dari antara orang Israel, supaya baik keadaanmu.’”.
Catatan: yang saya beri garis bawah ganda salah terjemahan.
NIV: You must purge from Israel the guilt of shedding innocent blood (= Kamu harus membersihkan / menyucikan dari Israel kesalahan tentang pencurahan darah orang yang tak bersalah).



HUKUM 6 (2)


jangan membunuh


(Kel 20:13)


Kel 20:13 - “Jangan membunuh”.

c)   Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasi­han’), baik secara aktif maupun pasif.
Biasanya ini dilakukan terhadap orang yang sudah sakit berat, sangat menderita (kesakitan), dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif). Kadang-kadang ini dilakukan atas permintaan si penderita itu sendiri. Ini semua dilarang, karena tetap merupakan suatu pembunuhan! Tuhan pasti tetap mempunyai rencana dengan membiarkan orang itu hidup, dan karena itu kita tidak berhak mengambil nyawa orang itu.
Yang memusingkan adalah kalau keluarga dari si sakit itu sudah tidak mempunyai uang untuk membiayai penyambungan nyawa dari si sakit!

d)   Bunuh diri.
Keil & Delitzsch (tentang Kel 20:13): “the prohibition includes not only the killing of a fellow-man, but the destruction of one’s own life, or suicide” (= larangan ini mencakup bukan hanya pembunuhan sesama manusia, tetapi juga penghancuran nyawa diri sendiri, atau bunuh diri).

Contoh: mbah Marijan tak mau mengungsi pada waktu G. Merapi meletus. Anehnya ia justru begitu disanjung! Dalam faktanya, apa yang ia lakukan adalah bunuh diri, dan itu adalah dosa!

Alasan-alasan untuk melarang tindakan bunuh diri:
1.   Diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya diri kita dan nyawa kita adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri, dengan alasan bahwa nyawa kita adalah milik kita sendiri dan karena itu boleh kita perlakukan semau kita.
2.   Mat 22:39 memerintahkan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Dan membunuh diri jelas tidak mengasihi diri sendiri.
3.   Dalam Kis 16:27-28 Paulus melarang kepala penjara itu membunuh diri.
Kis 16:27-28 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’”.
4.         Kita harus memuliakan Tuhan, baik dengan hidup kita maupun dengan kematian kita.
1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
Fil 1:20 - “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Sedangkan kematian dengan bunuh diri jelas tidak memuliakan Tuhan.

e)   Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri / orang lain, seperti:

1.   Orang-orang tertentu senang membahayakan nyawanya sendiri, seperti menjadi matador, menjadi pembalap, meloncati deretan mobil dengan menggunakan motor / mobil, mendekati binatang-binatang buas seperti singa, buaya atau ikan hiu, dan sebagainya. Ini semua merupakan hal yang salah!

2.         Ngebut.

3.         Mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk.

4.   Mengendarai kendaraan secara ceroboh, dengan tidak mempedulikan rambu lalu lintas atau lampu lalu lintas, atau sambil guyonan / bergurau, atau sambil menggunakan hand phone, dan sebagainya.

5.   Pembangun gedung bertingkat, jembatan, jalan layang dsb, yang korupsi sedemikian rupa sehingga menyebabkan apa yang ia bangun tak sekuat yang seharusnya dan akhirnya roboh dan membunuh banyak orang.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “Builders of roads, bridges, and houses, if they regard this Commandment at all, will seek not only good wages, but mainly to do good work, that men’s lives may be safe” (= Pembangun-pembangun jalanan, jembatan-jembatan, dan rumah-rumah, jika mereka menghormati hukum ini, akan mencari bukan hanya upah mereka, tetapi terutama melakukan pekerjaan yang baik, sehingga nyawa orang-orang akan aman).

6.   Pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan yang membuang limbah beracun secara sembarangan.

7.         Tidak menjaga anak kecil, sehingga berlarian di jalan, dan membahayakan diri anak itu.

8.   Membuang kulit pisang sembarangan, membiarkan lantai kamar mandi licin karena berlumut.

9.   Kecerobohan dalam diri orang-orang yang berkecimpung dalam dunia penerbangan.

10.        Kecerobohan-kecerobohan lain yang membahayakan nyawa orang lain.

Keil & Delitzsch (tentang Kel 20:13): “‘Thou shalt not kill,’ not only is the accomplished fact of murder condemned, whether it proceed from open violence or stratagem (Ex 21:12,14,18), but every act that endangers human life, whether it arise from carelessness (Deut 22:8) or wantonness (Lev 19:14), or from hatred, anger, and revenge (Lev 19:17-18)” [= ‘Jangan membunuh’ bukan hanya merupakan fakta yang terjadi dari pembunuhan yang dikecam, apakah itu keluar dari kekerasan yang terbuka atau tipu muslihat (Kel 21:12,14,18), tetapi juga setiap tindakan yang membahayakan nyawa / kehidupan manusia, apakah itu muncul dari kecerobohan (Ul 22:8) atau keberandalan (Im 19:14), atau dari kebencian, kemarahan, dan balas dendam (Im 19:17-18)].

Kel 21:12,14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. ... (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.

Im 19:14,17-18 - “(14) Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN. ... (17) Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (18) Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN”.

Ul 22:8 - “Apabila engkau mendirikan rumah yang baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari atasnya”.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “criminal carelessness and selfish indifference to human life ought to be regarded as tantamount to murder (see Ex 21:28,29)” [= Kecerobohan kriminil dan sikap acuh tak acuh yang egois terhadap nyawa / kehidupan manusia harus dianggap sebagai sama seperti pembunuhan (lihat Kel 21:28,29)].

Kel 21:28-32 - “(28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. (30) Jika dibebankan kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya. (31) Kalau ditanduknya seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan itu juga. (32) Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu”.
Catatan: bagi kita yang tinggal di kota besar ‘lembu’ tidak terlalu relevan, tetapi ini bisa dikontextualisasikan dengan ‘anjing’ (yang galak), dan buaya, singa, harimau dsb (bagi orang-orang tertentu yang senang memelihara binatang buas).
Dari text ini jelas bahwa Tuhan jauh lebih mementingkan nyawa manusia dari pada nyawa binatang! Ini perlu dicamkan oleh para pecinta binatang yang kebanyakan mempunyai sikap yang sangat extrim sehingga tetap melindungi binatang yang sedang mau membunuh seorang manusia. Juga propaganda-propaganda yang menyatakan bahwa hiu tidak berbahaya, dsb, menurut saya merupakan propaganda yang kurang ajar!

f)    Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:
1.         Sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.
2.         Tidak mau berpantang demi kesehatannya.
Misalnya: punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin, punya diabetes tetapi terus makan yang manis-manis, punya kolesterol tinggi tetapi terus makan makanan berkolesterol tinggi, dsb.
3.   Merokok. Termasuk orang yang menjadi perokok pasif; karena itu jangan bekerja di tempat yang dipenuhi asap rokok!
4.         Menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dan sebagainya.
5.         Menggunakan minuman keras secara berlebihan.
6.         Tidak mau berolah raga secara teratur.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13: “His own life he is forbidden to take. He is commanded to care for it. Man does not own himself, has no title in his own life as before God, has no right to destroy it, but should take good care of it, for it belongs to God. ... God requires us further to have that high regard for our lives which shall lead us to guard and maintain them in the best possible condition. We are to become familiar with the laws of health, and obedient to them (= Ia dilarang mengambil nyawanya sendiri. Ia diperintahkan untuk memeliharanya. Manusia tidak memiliki dirinya sendiri, tidak mempunyai hak atas nyawanya sendiri di hadapan Allah, tidak mempunyai hak untuk menghancurkannya, tetapi harus memeliharanya dengan baik, karena itu milik Allah. ... Allah selanjutnya mengharuskan kita untuk mempunyai penghargaan yang tinggi untuk nyawa kita, yang akan membimbing kita untuk menjaga dan memeliharanya dalam kondisi terbaik yang memungkinkan. Kita harus akrab dengan hukum-hukum kesehatan, dan mentaati mereka).

g)   Abortus / pengguguran kandungan.
Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!
Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.
Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Si pemerkosa memang pantas dihukum mati, tetapi apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak dan orang dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!

Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:
“Seandainya anda setuju aborsi .....
1.     Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?
2.     Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3.     Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?
4.     Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.

Di bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:
1.     Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.
2.     Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.
3.     Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.
4.     Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.

Kasus yang paling memusingkan dalam hal abortus ini adalah kalau dokter mengatakan bahwa bayi itu harus diabortus, atau ibunya akan mati. Tetapi dalam kasus inipun saya condong untuk tidak melakukan abortus. Mengapa? Karena abortus berarti membunuh secara aktif, sedangkan kalau dibiarkan saja, sehingga ibunya yang mati, itu hanya merupakan ‘pembunuhan pasif’.

h)   Penggunaan alat KB tertentu.
Ada orang-orang Kristen yang beranggapan bahwa seadanya alat KB dilarang, kecuali pencegahan dengan penanggalan. Menurut saya ini merupakan pandangan extrim, dan bodoh, dan tak punya dasar Alkitab.
Saya berpendapat bahwa hanya penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral, yang dilarang, karena termasuk dalam pembunuhan. Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, seperti kondom, tidak dilarang. Demikian juga dengan pil KB, yang cara kerjanya membuat sel telur tidak bisa matang sehingga tidak bisa dibuahi. Ini boleh digunakan, karena tidak termasuk pembunuhan.

i)    Proses pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung, karena mahalnya biaya pembuatan bayi tabung itu, maka tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.

j)    Pembunuhan non fisik.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai larangan terhadap pembunuhan secara fisik / lahiriah saja, tetapi Yesus dan Perjanjian Baru menerapkannya pada hal-hal lain, yaitu:

1.         Kebencian.
1Yoh 3:15a - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia”.
Apakah semua kebencian salah? Tidak.

Bdk. Maz 139:21-22 - “(21) Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? (22) Aku sama sekali membenci mereka, mereka menjadi musuhku”.

John Stott: “The truth is that evil men should be the object simultaneously of our ‘love’ and ‘hatred’, ... To ‘love’ them is ardently to desire that they will repent and believe, and so be saved. To ‘hate’ them is to desire with equal ardour that, if they stubbornly refuse to repent and believe, they will incur God’s judgment. ... So there is such thing as perfect hatred, just as there is such a thing as righteous anger. But it is a hatred for God’s enemies, not our own enemies (= Kebenarannya adalah bahwa orang-orang jahat harus secara berbarengan menjadi obyek dari ‘kasih’ dan ‘kebencian’ kita, ... ‘Mengasihi’ mereka berarti dengan sungguh-sungguh / bersemangat menginginkan supaya mereka bertobat dan percaya, dan dengan demikian diselamatkan. ‘Membenci’ mereka berarti menginginkan dengan keinginan / semangat yang sama supaya, jika mereka dengan tegar tengkuk menolak untuk bertobat dan percaya, mereka akan mendapatikan penghakiman Allah. ... Jadi ada kebencian yang sempurna sama seperti ada kemarahan yang benar. Tetapi itu adalah kebencian terhadap musuh-musuh Allah, bukan musuh-musuh kita sendiri) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 117.

Catatan: orang yang tidak percaya, belum diperdamaikan dengan Allah, dan karena itu, ia juga adalah musuh Allah (Mat 12:30). Tetapi saya kira bukan itu yang dimaksudkan oleh Stott. Yang ia maksudkan adalah orang-orang yang betul-betul memusuhi Allah. Orang itu bisa adalah orang sesat, orang beragama lain yang anti Kristen, atau Atheist, Komunis dan sebagainya.

2.   Mat 5:21-26 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. (23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

Ada 4 hal yang dibicarakan oleh text ini, yang bukan merupakan pembunuhan fisik, tetapi semuanya dihubungkan dengan hukum ke 6 ini:

a.   Kemarahan tertentu (ay 22a).

(1)        Tidak semua kemarahan adalah dosa.
Ay 22a (KJV): But I say unto you, That whosoever is angry with his brother without a cause shall be in danger of the judgment (= Tetapi Aku berkata kepadamu: Bahwa siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa alasan akan ada dalam bahaya penghakiman).
Kata-kata ‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts tertentu.
Stott mengatakan (hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu mungkin sekali tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang benar tentang apa yang Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua kemarahan merupakan dosa. Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau tidaknya, kata-kata ‘without a cause’ itu dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai dosa. Ini terlihat dari:
(a)  Ef 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu’, jelas menunjukkan bahwa ‘marah’ tidak selalu identik dengan ‘dosa’, dan bahwa kita bisa marah tetapi tidak berdosa.
(b)  Yesus berulangkali marah (Mark 3:5  Yoh 2:13-17), tetapi Kitab Suci tetap mengatakan bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15).
Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.
Yoh 2:13-17 - cerita dimana Yesus mengobrak-abrik Bait Suci.
(c)  Kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu dipuji (Wah 2:2), dan sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus terhadap rasul-rasul palsu justru dikecam (2Kor 11:4).
Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.
Kemarahan yang benar biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih, dan ditujukan terhadap dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.
Contoh:
·         orang tua yang marah kepada anak yang nakal.
·         orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau karena adanya korupsi dalam gereja.
·         kita marah karena adanya terorisme.
·         kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan / orang yang tidak bersalah dihukum oleh pengadilan.
Perlu dicamkan bahwa sekalipun kemarahan seperti ini merupakan kemarahan yang benar, tetapi kalau perwujudannya kelewat batas maka itu juga menjadi salah / dosa. Misalnya kalau kemarahan terhadap anak diwujudkan dengan memaki anak atau memukul sehingga mencederai anak tersebut. Atau, saking marahnya kepada seorang pengajar sesat, kita lalu memukuli pengajar sesat itu. Ini jelas juga merupakan perwujudan yang salah / kelewat batas dari kemarahan yang benar!

(2)  Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang merupakan dosa, dan mungkin sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut sebagai ‘holy anger’ (= kemarahan yang suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan pembunuhan dalam hati / pikiran.

(3)  Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus diartikan bukan sebagai ‘saudara seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau ‘siapapun yang mempunyai hubungan dengan kita’.

b.   Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina (ay 22b,c).

(1)        Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).
RSV: ‘whoever insults his brother’ (= siapapun menghina saudaranya).
KJV/NIV/NASB tidak menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan (mengganti huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.
D. Martyn Lloyd-Jones: “‘Raca’ means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti ‘orang yang tidak berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 224.
John Stott mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan kata Aram yang berarti ‘empty’ (= kosong).
Tasker (Tyndale) mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan MORE (yang digunakan dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘jahil’).
Barclay: “Raca is an almost untranslatable word, because it describes a tone of voice more than anything else. Its whole accent is the accent of contempt. To call a man Raca was to call him a brainless idiot, a silly fool, an empty-headed blunderer. It is the word of one who despises another with an arrogant contempt” (= Raca hampir tidak bisa diterjemahkan, karena kata itu lebih menggambarkan nada suara dari pada apapun yang lain. Seluruh penekanannya merupakan penekanan penghinaan / kejijikan. Menyebut seseorang sebagai Raca berarti menyebutnya sebagai seorang idiot yang tidak mempunyai otak, seorang tolol, seorang pembuat kesalahan yang kepalanya kosong) - hal 139.
Bdk. Amsal 14:21a - “Siapa menghina sesamanya berbuat dosa”.

(2)        Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).

(a)  Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan yang salah.
KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fool’ (= bodoh / tolol).
Kata Yunani yang dipakai adalah MORE (dari mana diturunkan kata bahasa Inggris ‘moron’ / ‘dungu’).
Tetapi Adam Clarke mengatakan (hal 71) bahwa mungkin itu berasal dari kata bahasa Ibrani MARAH, yang berarti ‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin bisa diartikan sebagai ‘sesat’. Tetapi Clarke mengatakan bahwa ini hanya bersalah, kalau si penuduh / pemaki itu tidak bisa membuktikan tuduhan / makiannya tersebut.
Barclay mengatakan (hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan ‘bodoh’ / ‘tolol’, tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka artinya adalah bahwa orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap orang tersebut sebagai orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian merusak reputasi orang tersebut.

(b)  Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol, tidak selalu merupakan dosa.
Dalam Mat 23:17 Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?”.
Kata Yunani yang digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan dalam Mat 5:22, hanya saja dalam Mat 23:17 ini digunakan bentuk jamak.
Bandingkan juga dengan Yes 19:13  Yer 4:22  Yer 5:21  Hos 7:11  Luk 11:40  24:25  Ro 1:22  1Kor 15:36  2Kor 11:19  Gal 3:1  1Pet 2:15 dimana Yesus / rasul-rasul / nabi-nabi juga mengatakan seseorang sebagai ‘bodoh’. Tetapi dalam semua ayat-ayat ini, kata bahasa Yunaninya berbeda dengan yang digunakan dalam Mat 5:22 dan Mat 23:17.
Dari semua ini harus disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan ‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau emosi yang tidak terkendali.

c.   Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam hati saudara kita terhadap kita.
Mat 5:23-24 - “(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”.

(1)        Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?
William Hendriksen beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin merupakan sesuatu yang remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah sedikitnya orang yang bisa berbakti kepada Allah. Jadi, ia beranggapan bahwa ‘ganjelan’ itu haruslah sesuatu yang cukup  penting / besar. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata ini sukar dipraktekkan, karena besar atau kecil merupakan sesuatu yang relatif.
Selanjutnya Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan terhadap kita itu harus benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau apakah sekalipun ia tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap wajib melakukan ay 23-24 ini?

Pulpit Commentary: “It is noteworthy that our Lord in this verse does not define on whose side the cause of the quarrel lies” (= Perlu diperhatikan bahwa Tuhan kita dalam ayat ini tidak mendefinisikan pada sisi siapa penyebab pertengkaran ini terletak) - hal 162.

Hendriksen mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang mempunyai ganjelan itu harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23) bahwa orang itu harus mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang benar).
Tetapi Hendriksen sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah, tetapi kalau ia mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap kita, maka kita tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta maaf, tetapi menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya Pulpit Commentary mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.

Satu hal lain yang ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif untuk membereskan suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi kalau ‘ganjelan’ itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada Tuhan, dan bereskan! Bahkan mungkin sekali untuk membereskan hal itu, saudara harus datang kepada orang tersebut, membicarakannya, dan membereskannya!

(2)  Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan perdamaian secara benar, tetapi orang tersebut tidak mau berdamai?
Pulpit Commentary: “The Christian can never excuse himself by saying, ‘My brother will not be reconciled to me.’ He must be; and the Christian must not rest until he is. The burden of right relations rests on him” (= Orang kristen tidak pernah bisa beralasan dengan berkata: ‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan dengan aku’. Ia harus; dan orang kristen itu tidak boleh berhenti sampai ia mau. Beban dari hubungan yang benar ada pada orang kristen itu) - hal 225.
Saya berpendapat bahwa kata-kata ini salah, tolol dan tidak masuk akal. Clarke mengatakan (hal 72) bahwa kalau kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi orang itu tidak mau, maka itu tidak akan menghalangi ibadah kita kepada Allah.
Bdk. Ro 12:18 - Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”.
NIV: If it is possible, as far as it depends on you, live at peace with everyone (= Jika memungkinkan, sejauh itu tergantung kepadamu, hiduplah dalam damai dengan setiap orang).
Calvin (tentang Mat 5:23): “so long as a difference with our neighbour is kept up by our fault, we have no access to God” (= selama suatu perbedaan dengan sesama kita dipelihara / dipertahankan oleh kesalahan kita, kita tidak mempunyai akses kepada Allah).
Calvin (tentang Ro 12:18): We are not to seek to be in such esteem as to refuse to undergo the hatred of any for Christ, whenever it may be necessary. And indeed we see that there are some who, though they render themselves amicable to all by the sweetness of their manners and peaceableness of their minds, are yet hated even by their nearest connections on account of the gospel. The second caution is, - that courteousness should not degenerate into compliance, so as to lead us to flatter the vices of men for the sake of preserving peace. Since then it cannot always be, that we can have peace with all men, he has annexed two particulars by way of exception, ‘If it be possible,’ and, ‘as far as you can.’ (= Kita tidak boleh mengusahakan untuk berada dalam penilaian seperti itu sehingga menolak untuk mengalami kebencian dari siapapun demi Kristus, kapanpun itu diperlukan. Dan memang kita melihat bahwa ada beberapa orang yang, sekalipun mereka membuat diri mereka sendiri ramah / baik kepada semua orang oleh manisnya cara-cara / sikap mereka dan kecintaan damai dari pikiran mereka, tetapi dibenci bahkan oleh koneksi-koneksi mereka karena injil. Hal kedua yang harus diwaspadai adalah, - bahwa kesopanan tidak boleh memburuk menjadi kecenderungan untuk mengalah, sehingga membimbing kita untuk menjilat kejahatan-kejahatan dari orang-orang demi memelihara perdamaian. Jadi, karena kita tidak selalu bisa mempunyai damai dengan semua orang, ia telah menggabungkan dua keterangan sebagai perkecualian, ‘Jika memungkinkan’, dan ‘sejauh kamu bisa’.).

(3)        Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6?
D. Martyn Lloyd-Jones: “the commandment not to kill really means we should take positive steps to put ourselves right with our brother” (= perintah untuk tidak membunuh berarti bahwa kita harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk meluruskan / memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 227.

d.   Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).
Mat 5:25-26 - “(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas.

(1)  Kata-kata ‘sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas’ pada akhir ay 26 menunjukkan bahwa persoalan yang akan dibawa ke pengadilan itu adalah persoalan hutang yang belum / tidak dibayar.

(2)  Sebetulnya berhutang saja sudah merupakan sesuatu yang memalukan, apalagi kalau berhutang dan tidak membayar hutangnya. Kitab Suci menggambarkan orang yang berhutang dan tidak membayar kembali sebagai orang fasik.

Ul 28:1,2,12 - “(1) ‘Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintahNya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. (2) Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu: ... (12) TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaanNya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman.
Ro 13:8a - Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi”.
Catatan: banyak penafsir mengatakan bahwa ayat ini tidak bicara tentang hutang uang, tetapi tetap ada yang menganggap ini juga berhubungan dengan uang.

Maz 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.

(3)  Hutang yang tidak dibayar jelas akan merupakan suatu ganjelan dalam diri orang yang memberi hutang, dan karena itu orang kristen harus secepatnya membereskan hutangnya.

(4)        Kontras dan persamaan.
Ada kontras antara ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan ‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23), dan yang kedua berurusan dengan ‘lawanmu’ (ay 25).
Tetapi juga ada persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan dalam diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan yang lain adalah bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan dengan secepatnya (jangan ditunda-tunda).

Barclay: “When personal relations go wrong, in nine cases out of ten immediate action will mend them; but if that immediate action is not taken, they will continue to deteriorate, and the bitterness will spread in an ever-widening circle” (= Pada waktu hubungan pribadi rusak, dalam 9 dari 10 kasus, tindakan langsung / segera akan memperbaikinya; tetapi jika tindakan langsung / segera itu tidak dilakukan, hubungan itu akan terus memburuk, dan kepahitan akan menyebar makin lama makin luas) - hal 145.

k)    Fitnah.
Sekalipun fitnah itu sendiri bukan pembunuhan, tetapi fitnah sering menyebabkan matinya seseorang, dan dalam kasus seperti itu, menjadi pembunuhan / pelanggaran terhadap hukum keenam ini.
Contoh:
1.         Fitnah terhadap Nabot (1Raja 21:1-16).
2.         Fitnah terhadap Stefanus (Kis 6:13-14).
3.         Fitnah terhadap Yesus (Mat 26:59-61  Mark 14:57-59).

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?


HUKUM 7 (1)


jangan Berzinah


(Kel 20:14)


Kel 20:14 - “Jangan berzinah”.

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1)         Melakukan hubungan sex diluar pernikahan (pelacuran, dsb).

Satu hal yang perlu dicamkan tentang hukum ketujuh ini adalah bahwa tidak ada orang yang kebal terhadapnya (perzinahan)! Kalau Daud, yang begitu rohani, bisa jatuh ke dalam perzinahan, maka semua orang juga bisa. Jadi, jangan pernah meremehkan dosa ini!
Bdk. 1Kor 10:12 - “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!”.

a)   Hubungan sex dengan suami / istri atau tunangan orang lain.

Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.
Ul 22:22-24 - “(22) Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel. (23) Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Catatan:
1.   Dalam hukum Yahudi, ada 2 tahap pertunangan. Pertunangan tingkat 1 tidak terlalu dianggap. Tetapi dalam pertunangan tingkat 2 (seperti pertunangan Yusuf dan Maria) maka kedua orang itu sudah dianggap sebagai suami - istri (perhatikan bahwa dalam ay 23 disebutkan ‘bertunangan’, tetapi dalam ay 24 disebutkan ‘isteri’!), sekalipun belum boleh melakukan hubungan sex. Bdk. Mat 1:18-25.
2.   Kata ‘memperkosa’ yang saya beri garis bawah ganda dalam ay 24 itu, diterjemahkan berbeda dalam Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘hath humbled’ (= telah merendahkan).
RSV: ‘violated’ (= melanggar / mengganggu).
Catatan: kata ‘to violate’ menurut kamus memang bisa diterjemahkan ‘memperkosa’ tetapi kontextnya tidak cocok dengan terjemahan itu, karena gadis itu tidak menolak. Jadi, ini merupakan hubungan mau sama mau, bukan perkosaan.

b)   Hubungan sex dengan seorang perawan, yang bukan istri ataupun tunangan orang lain (tak ada yang punya).
Kel 22:16-17 - “(16) Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan, dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan membayar mas kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya, sebanyak mas kawin anak perawan.’”.
Hukuman ini kelihatannya ringan, tetapi bagaimanapun menunjukkan bahwa ini tetap merupakan suatu dosa. Tetapi dosanya kelihatannya dianggap jauh lebih ringan dari pada berzinah dengan orang yang sudah mempunyai suami / istri / tunangan. Jadi, kata-kata banyak laki-laki yang berbunyi “Oh, aku tak mau berzinah / berhubungan sex dengan orang yang sudah menikah. Kalau dengan yang belum / tidak menikah, aku mau”, sebetulnya juga ada benarnya, karena perzinahan dengan orang yang tidak / belum menikah memang dianggap jauh lebih kecil dari pada perzinahan dengan orang yang sudah menikah / bertunangan.

c)   Hubungan sex dengan seadanya orang lain yang bukan pasangan hidupnya.
Dalam Ul 25:11-12 ada hukum yang kelihatannya aneh, yang bunyinya adalah sebagai berikut: “(11) ‘Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, (12) maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya.’.

Perempuan itu melihat suaminya berkelahi, lalu bermaksud menolong suaminya dengan ‘menangkap kemaluan’ lawan suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa tangan perempuan itu harus dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya alat kelamin di hadapan Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin lelaki lain dalam sikon seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan dipotong tangannya, apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan / perzinahan (dengan berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi perempuan saja, tetapi juga bagi laki-laki, yang memegang alat kelamin perempuan yang bukan istrinya!

Calvin: “This Law is apparently harsh, but its severity shews how very pleasing to God is modesty, whilst, on the other hand, He abominates indecency; for, if in the heat of a quarrel, when the agitation of the mind is an excuse for excesses, it was a crime thus heavily punished, for a woman to take hold of the private parts of a man who was not her husband, much less would God have her lasciviousness pardoned, if a woman were impelled by lust to do anything of the sort” (= Hukum ini kelihatannya keras, tetapi kekerasannya menunjukkan betapa menyenangkannya kesopanan bagi Allah, sementara, di sisi lain, Ia membenci ketidak-senonohan; karena, jika dalam kepanasan dari suatu pertengkaran, pada waktu kekacauan / gangguan pikiran merupakan suatu alasan untuk perbuatan-perbuatan yang keterlaluan, merupakan suatu kejahatan yang dihukum dengan begitu berat, bagi seorang perempuan untuk memegang bagian-bagian pribadi dari seorang laki-laki yang bukan suaminya, lebih-lebih Allah tidak akan mengampuni tindakannya yang menimbulkan gairah / birahi, jika seorang perempuan didorong oleh nafsu untuk melakukan apapun dari jenis tindakan itu).

Matthew Henry: The occasion is such as might in part excuse it; it was to help her husband out of the hands of one that was too hard for him. Now if the doing of it in a passion, and with such a good intention, was to be so severely punished, much more when it was done wantonly and in lust. ... The punishment was that her hand should be cut off; and the magistrates must not pretend to be more merciful than God (= Peristiwa / kejadiannya adalah sedemikian rupa sehingga bisa memaafkannya sampai tingkat tertentu; itu adalah untuk menolong suaminya dari tangan orang yang terlalu kuat baginya. Kalau dalam melakukan tindakan itu dalam suatu emosi, dan dengan suatu maksud baik seperti itu, harus dihukum dengan begitu berat, lebih lagi pada waktu itu dilakukan dengan sembarangan / tanpa alasan dan dalam nafsu. ... Hukumannya adalah bahwa tangannya harus dipotong; dan hakim-hakim tidak boleh menganggap diri lebih berbelas kasihan dari pada Allah).
Catatan: kata ‘passion’ bisa menunjuk pada emosi yang bermacam-macam seperti kasih, benci, sedih, takut, sukacita, dan sebagainya (Webster’s New World Dictionary). Saya tidak tahu yang mana yang dimaksudkan oleh Matthew Henry. Bisa ‘kasih’ (kepada suaminya), atau ‘benci’ (terhadap orang yang berkelahi dengan suaminya).

Bible Knowledge Commentary: “The command in 25:11-12 was probably intended to protect both womanly modesty and the capacity of a man to produce heirs. This second purpose probably helps explain why this law is placed here immediately after the instructions about levirate marriages (vv. 5-10)” [= Hukum dalam 25:11-12 mungkin dimaksudkan untuk melindungi baik kesopanan perempuan dan kemampuan dari seorang laki-laki untuk menghasilkan pewaris. Tujuan kedua ini mungkin menolong untuk menjelaskan mengapa hukum ini diletakkan di sini langsung setelah intruksi tentang pernikahan ipar (ay 5-10)].
Catatan: ‘levirate marriage’ (= pernikahan ipar) adalah hukum yang mengharuskan seorang laki-laki mengawini istri saudaranya, yang mati tanpa mempunyai anak, supaya bisa melanjutkan keturunan dari saudaranya itu.

Yang membuat saya bingung dengan hukum dalam Ul 25:11-12 ini adalah: bagaimana dengan dokter dan suster yang merawat orang sakit di rumah sakit? Kalau harus memeriksa / merawat orang yang berlawanan jenis kelamin, dan harus memegang alat kelaminnya, bolehkah?

2)         Melakukan hubungan sex sebelum pernikahan (dengan pacar / tunangannya sendiri).

a)   Hubungan sex sebelum pernikahan tetap adalah dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!

b)   Kitab Suci tidak memberikan batasan orang pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex. Jadi, sukar untuk berbicara tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali Ul 25:11-12 yang sudah saya jelaskan di atas, bisa menjadi dasar untuk melarang memegang alat kelamin pacarnya. Ada juga yang berdasarkan Mat 5:28 bahkan melarang orang berciuman di bibir.
Mat 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”.

Sutjipto Subeno: “Telah disinggung di atas bahwa pengembangan keintiman fisik hari ini merupakan masalah yang sangat serius. Seorang anak kecil bisa berkata: ‘Wah, Andi belum pacaran dengan Ita, karena belum ciuman bibir.’ Betapa mengerikan jika pacaran ditandai dengan ‘ciuman bibir.’ Inilah gambaran umum yang dipasarkan sangat meluas oleh pemikiran yang berdosa pada masa kini. Sulit sekali orang Kristen atau pendeta untuk mengatakan ‘Kalau pacaran, silahkan jangan ciuman bibir dulu. Boleh cium di pipi atau di kening.’ Maka langsung dijawab: ‘Wah, itu kuno sekali.’ Pengembangan keintiman fisik sudah terbukti membawa masalah seksual yang sangat serius di kalangan remaja. Begitu banyak terjadi kehamilan remaja akibat hal yang sedemikian dianggap remeh dan biasa. ‘Kalau pacaran pasti harus ciuman bibir.’ Ciuman bibir merupakan titik awal dari rangsangan seksual. Ciuman bibir membawa satu pasangan, khususnya pihak wanita, terbuai dengan rangsangan seks. Kemudian hal itu mengakibatkan kebutuhan akan dosis yang lebih tinggi lagi. Mulai dari ciuman sedetik, lalu menjadi 5 detik, lama-kelamaan bisa bermenit-menit. Dan ketika rangsangan naik, si wanita semakin ingin dipeluk, diraba, dan rangsangan rabaan ini akan berlanjut terus menuju ke daerah-daerah yang sangat pribadi dan sensitif. Mungkin sebagai gadis baik-baik ia akan merasa bersalah, tetapi rangsangan kuat akan menelan perasaan dan teguran itu. Ia hanya dapat berkata ‘jangan’ tetapi tidak mampu melawan keinginannya. Rangsangan yang terjadi membawa dia pada kondisi tidak berdaya, sehingga penentuannya di pihak pria. Jika pria itu kurang ajar dan memang rusak, ia akan memanfaatkan keadaan itu untuk terus melakukan rangsangan dan menekan pihak wanita yang akan semakin menyerah, sampai semuanya terjadi. Setelah semua terjadi, wanita itu marah, kecewa, sedih, tetapi semua sudah terjadi dan tidak bisa ditarik kembali. Selanjutnya perasaan yang timbul adalah ketakutan ditinggal oleh sang kekasih yang telah merenggut keperawanannya. Di kemudian hari, ia akan semakin takluk jika kekasihnya meminta hal yang lebih, sampai berakibat kehamilan yang tidak dikehendaki” - ‘Keindahan Pernikahan Kristen’, hal 82-83.

Saya berpendapat ini terlalu extrim. Apa alasan dari Alkitab untuk mengatakan bahwa orang pacaran dilarang ciuman di bibir tetapi boleh di kening atau di pipi? Teman saya waktu Sekolah Theologia, yang juga mempunyai pandangan seperti Sutjipto Subeno, mengatakan bahwa ciuman di bibir membuat terangsang, sehingga melanggar Mat 5:28. Sutjipto Subeno dalam kutipan di atas mengatakan “Ciuman bibir merupakan titik awal dari rangsangan seksual”. Lucu sekali! Apakah ciuman di kening atau di pipi tidak membuat terangsang? Lalu bagaimana dengan berpelukan? Apakah berpelukan tidak membuat orang terangsang? Orang laki-laki, yang sudah tertarik kepada seorang gadis / perempuan, bisa terangsang hanya dengan memegang tangannya atau bahkan hanya dengan melihatnya (perhatikan kata ‘memandang’ dalam Mat 5:28)!
Dan kalau alasannya adalah menguatirkan terjadinya eskalasi / peningkatan tindakan, maka saya beranggapan bahwa semua tindakan yang paling ‘kudus’ dalam pacaran, seperti ciuman di kening, ciuman di pipi, pelukan, gandengan tangan, memungkinkan rangsangan, yang akan meningkatkan ‘tindakan kudus’ itu menjadi ‘tindakan tidak kudus’. Jadi, lalu harus pacaran bagaimana? Hanya lewat telpon?
Catatan: kata ‘kudus’ dan ‘tidak kudus’ saya letakkan dalam tanda petik karena saya tak terlalu percaya istilah itu.

Untuk menghindari eskalasi / peningkatan ‘tindakan pacaran’ pada waktu pacaran, maka pencegahan yang harus dilakukan adalah, jangan berpacaran di tempat yang memungkinkan terjadinya hubungan sex, misalnya berduaan dalam rumah yang kosong, apalagi dalam kamar. Usahakanlah untuk selalu ada orang ketiga dalam rumah itu.

c)   Bagaimana kalau terjadi hubungan sex sebelum pernikahan?
Kalau terjadi hubungan sex sebelum pernikahan maka si laki-laki harus menikahi gadis yang dicemarkannya itu. Tetapi ayah si gadis berhak menolak hal itu.
Kel 22:16-17 - “(16) Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan, dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan membayar mas kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya, sebanyak mas kawin anak perawan.’”.

Bolehkah pernikahan seperti ini diberkati di gereja? Kalau saya, saya memperbolehkan, asal ada pertobatan dan pengakuan di depan umum. Mengapa di depan umum? Supaya orang tidak berpandangan negatif tentang gereja yang melakukan pemberkatan pernikahan dalam kasus seperti itu!

3)         Bercerai, kecuali kalau terjadi perzinahan fisik.

a)   Kitab Suci jelas melarang perceraian.
Mal 2:16a - “Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel”.
1Kor 7:10-11 - “(10) Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya”.
Mat 19:6 - “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’”.

Bahkan kalau salah satu dari sepasang suami istri yang tadinya kedua-duanya kafir lalu bertobat / menjadi Kristen, pihak yang menjadi Kristen ini tidak boleh menceraikan pasangan kafirnya itu, selama pasangan kafirnya itu masih tetap mau hidup dalam pernikahan dengannya.
1Kor 7:12-13 - “(12) Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. (13) Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu.
Catatan: ini bukan kasus dimana orang Kristen menikah dengan orang non Kristen! Ini adalah orang kafir yang menikah dengan orang kafir, tetapi setelah itu salah satu bertobat, sehingga terjadi pasangan ‘Kristen - non Kristen’.

Tetapi bagaimana dengan kasus dalam Ezra 9-10? Di sana, orang-orang Israel yang pulang dari pembuangan Babilonia kawin campur dengan perempuan-perempuan asing, dan Ezra menyuruh mereka menceraikan istri-istri asing itu.
Dalam kasus Ezra ini mungkin harus dianggap bahwa itu merupakan kasus khusus. Mengapa? Karena mereka dalam jumlah kecil pulang dari pembuangan. Dalam keadaan seperti itu kawin campur ini bisa menyebabkan kemusnahan dari bangsa Yahudi, dan kalau demikian, akan menghancurkan rencana Allah tentang kedatangan Mesias melalui mereka. Karena itu, dalam kasus itu Ezra mengambil tindakan seperti itu, dimana mereka yang melakukan kawin campur itu harus menceraikan istrinya.

b)   Perkecualian dalam hal larangan bercerai: perceraian diijinkan pada saat salah satu pihak berzinah secara fisik.

1.         Perceraian tidak dilarang secara mutlak.
Ada satu, dan hanya satu, alasan yang sah berdasarkan Alkitab, yang menyebabkan seseorang boleh menceraikan pasangannya tanpa berbuat dosa / melanggar hukum ketujuh ini. Alasan itu adalah perzinahan fisik yang dilakukan oleh pasangannya.
Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Bdk. Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Perzinahan ini harus adalah perzinahan fisik, bukan hanya dalam hati / pikiran (bdk. Mat 5:28), karena kalau tidak, maka semua perempuan boleh menceraikan suaminya! Perzinahan fisik merupakan satu-satunya alasan yang sah untuk bercerai. Dan perzinahan fisik ini harus betul-betul terbukti / ada saksi-saksi dsb, bukan hanya gosip / desas desus dan sebagainya.

Barnes’ Notes (tentang Mat 5:32): “Nor has any man or set of men - any legislature or any court, civil or ecclesiastical - a right to interfere, and declare that divorces may be granted for any other cause” (= Juga tidak ada siapapun / orang manapun atau kumpulan orang manapun - badan pembuat undang-undang manapun atau pengadilan manapun, yang bersifat umum atau gerejani - yang mempunyai hak untuk ikut campur, dan menyatakan bahwa perceraian dikabulkan karena alasan / penyebab lain apapun).

The Bible Exposition Commentary: New Testament (tentang Mat 19:9): “Marriage is a permanent physical union that can be broken only by a physical cause: death or sexual sin. (I would take it that homosexuality and bestiality would qualify.)” [= Pernikahan adalah suatu persatuan fisik yang permanen yang bisa diputuskan hanya oleh suatu penyebab fisik: kematian atau dosa sexual. (Saya menganggap bahwa homosex dan hubungan sex dengan binatang memenuhi syarat untuk itu)].

Adam Clarke (tentang Mat 5:32): It does not appear that there is any other case in which Jesus Christ admits of divorce. A real Christian ought rather to beg of God the grace to bear patiently and quietly the imperfections of his wife, than to think of the means of being parted from her” (= Tidak terlihat bahwa disana ada kasus lain apapun dalam mana Yesus Kristus mengijinkan perceraian. Seorang Kristen yang sejati / sungguh-sungguh seharusnya memohon kepada Allah kasih karunia untuk menanggung dengan sabar dan dengan tenang ketidak-sempurnaan istrinya, dari pada memikirkan cara-cara untuk dipisahkan darinya).

Kalau terjadi perzinahan fisik, pihak yang tidak bersalah berhak menceraikan pasangannya yang berzinah itu, dan lalu kawin lagi. Dalam hal seperti itu perceraian diijinkan, bukan diharuskan. Perkecualian ‘kecuali karena zinah’ dalam Mat 19:9 berlaku bagi tindakan menceraikan, maupun tindakan kawin lagi.
Banyak orang yang mengatakan bahwa perceraian tetap tidak diijinkan sekalipun terjadi perzinahan. Contoh:
Pdt. Sutjipto Subeno: “Allah sudah menetapkan bahwa pernikahan tidak boleh diceraikan oleh manusia, kecuali oleh kematian” - ‘Keindahan Pernikahan Kristen’, hal 28.
Ini bodoh, tidak Alkitabiah, dan sama sekali salah! Alasannya:
a.   Untuk apa kata-kata ‘kecuali karena zinah’ itu diletakkan dalam Mat 5:32 dan Mat 19:9? Kalau perceraian dilarang secara mutlak, maka hapuskan saja kata-kata itu!
b.   Dalam Mat 19, orang-orang yang menentang pandangan ini mencoba mengacu pada kontextnya, dan menyoroti Mat 19:6-8 - “(6) Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.’ (7) Kata mereka kepadaNya: ‘Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?’ (8) Kata Yesus kepada mereka: ‘Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”.
Ini salah, karena yang dimaksudkan dengan bagian ini adalah ‘menceraikan istrinya dengan alasan apa saja (Mat 19:3). Disamping itu, dalam Mat 5:32, tidak ada kontext seperti itu. Jadi, bagaimana membengkokkan Mat 5:32 sehingga menjadi berarti larangan cerai secara mutlak?
c.   Yer 3:8 - Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal”.
Memang kasus dalam Yer 3:8 ini adalah perzinahan rohani, dalam arti bangsa Israel menyembah berhala. Tetapi prinsip yang berlaku adalah sama. Tuhan menceraikan Israel, karena Israel melakukan perzinahan! Ini jelas merupakan dukungan kuat bagi penafsiran tentang Mat 5:32 dan Mat 19:9 yang mengatakan bahwa kalau terjadi perzinahan, maka pihak yang tidak bersalah itu boleh menceraikan pasangannya.
d.   1Kor 6:16 - “Atau tidak tahukah kamu, bahwa siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: ‘Keduanya akan menjadi satu daging.’”.
Orang yang berzinah menjadi satu tubuh dengan orang dengan siapa ia berzinah, dan ini secara otomatis menghancurkan kesatuannya dengan istri / suaminya. Karena itulah maka perceraian diijinkan.
e.   Menceraikan pasangan yang berzinah berbeda dengan tidak mengampuni!
Ada orang-orang yang beranggapan bahwa karena orang Kristen harus mengampuni maka orang Kristen tidak boleh menceraikan pasangannya sekalipun pasangannya itu berzinah. Ini bukan hanya melarang secara tidak Alkitabiah, tetapi juga memberikan alasan yang salah. Orang Kristen memang harus mengampuni pasangannya yang berzinah, tetapi itu berbeda dengan harus tetap menerimanya sebagai pasangan hidup.
Illustrasi: kalau saudara adalah seorang boss dan saudara mempunyai seorang pegawai yang berulang kali mencuri. Salahkah kalau saudara memecat dia? Kalau saudara memecatnya, apakah itu salah karena itu menunjukkan bahwa saudara tidak mengampuni dia? Saudara memang harus mengampuni dia, tetapi itu tidak berarti saudara harus tetap menjadikan orang itu pegawai saudara!

Catatan:
·         kalau mau mempelajari argumentasi yang lebih banyak lagi berkenaan dengan hal ini, baca buku saya berjudul ‘Matius’ jilid II, dalam exposisi tentang Mat 5:32 dimana saya menjelaskan semua ini secara sangat mendetail.
·         kalau dilihat hamba-hamba Tuhan di Indonesia maka sebagian besar menganggap cerai dilarang secara mutlak, tetapi kalau dilihat dari para penafsir, hampir semua (95 % atau lebih) menganggap bahwa kalau terjadi perzinahan fisik, maka cerai dan kawin lagi diijinkan. Mungkin ini terjadi karena mayoritas hamba-hamba Tuhan di Indonesia tidak membaca buku tafsiran!

2.   Tetapi kalau tidak terjadi perzinahan fisik, maka perceraian, dan tindakan kawin lagi, merupakan perzinahan! Dan orang yang mengawini orang yang bercerai secara tidak sah, juga dianggap berzinah!
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.

c)   ‘Menceraikan’ sangat berbeda dengan ‘diceraikan’.
Kalau ada yang tidak membedakan kedua hal ini, maka mereka juga harus menyamakan ‘membunuh’ dan ‘dibunuh’!

1.         Yang salah adalah yang menceraikan, bukan yang diceraikan (kecuali ia berzinah).
Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
1Kor 7:12-13,15 - “(12) Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. (13) Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. ... (15) Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera”.

2.   Menceraikan dikatakan sebagai ‘menjadikan pasangannya berzinah’ (Mat 5:32). Apa artinya?
Tentang kata-kata ‘ia menjadikan isterinya berzinah’ dalam Mat 5:32b, Calvin berkata: “the man who, unjustly and unlawfully, abandons the wife whom God had given him, is justly condemned for having prostituted his wife to others” (= orang yang secara tidak benar dan tidak sah meninggalkan istri yang telah Allah berikan kepadanya, secara benar dikecam sebagai telah melacurkan istrinya kepada orang-orang lain) - hal 293.

Matthew Henry: divorce is not to be allowed, except in case of adultery, which breaks the marriage covenant; but he that puts away his wife upon any other pretence, ‘causeth her to commit adultery,’ and him also that shall marry her when she is thus divorced. Note, Those who lead others into temptation to sin, or leave them in it, or expose them to it, make themselves guilty of their sin, and will be accountable for it [= perceraian tidak diijinkan, kecuali dalam kasus perzinahan, yang menghancurkan perjanjian pernikahan; tetapi ia yang menyingkirkan istrinya karena dalih lain apapun, ‘menyebabkan ia melakukan perzinahan’, dan dia (laki-laki) juga yang akan menikahinya (bekas istrinya) pada waktu ia diceraikan seperti itu. Perhatikan, Mereka yang membimbing orang-orang lain ke dalam pencobaan kepada dosa, atau meninggalkan mereka di dalamnya, atau membukakan mereka terhadapnya, membuat diri mereka sendiri bersalah tentang dosa mereka, dan akan bertanggung jawab untuknya].

William Hendriksen: “she is called an adulteresses because she may easily become one. ... Far better, it would seem to me, is therefore the translation, ‘Whoever divorces his wife except on the basis of infidelity exposes her to adultery,’ or something similar. What Jesus is saying, then, is this: Whoever divorces his wife except on the ground of infidelity must bear the chief responsibility if as a result she, in her deserted state, should immediately yield to the temptation of becoming married to someone else” [= ia disebut sebagai pezinah (perempuan) karena ia dengan mudah menjadi seorang pezinah. ... Karena itu, bagi saya jauh lebih baik terjemahan: ‘Siapapun menceraikan istrinya kecuali berdasarkan ketidak-setiaan membukakan dia kepada perzinahan’, atau terjemahan lain yang serupa. Jadi, apa yang dimaksud oleh Yesus adalah ini: Siapapun menceraikan istrinya kecuali berdasarkan ketidak-setiaan, harus memikul tanggung jawab utama jika sebagai akibatnya perempuan itu, dalam keadaan ditinggalkan, menyerah pada pencobaan untuk menjadi istri dari orang lain] - hal 305,306.
Catatan: kata-kata ‘menjadikan isterinya berzinah’ dalam Mat 5:32 diterjemahkan berbeda dalam RSV dan NIV. William Hendriksen kelihatannya menggunakan terjemahan ini.
RSV: ‘makes her an adulteress’ (= membuatnya seorang pezinah).
NIV: ‘causes her to become an adulteress’ (= menyebabkan dia menjadi seorang pezinah).

3.   Sekalipun yang diceraikan tidak salah, ia tetap tidak boleh kawin lagi, kecuali pasangannya yang menceraikannya itu kawin lagi. Kalau bekas pasangannya itu kawin lagi, ia berzinah, dan itu mengesahkan perceraian itu, sehingga pasangan yang dicerai itu sekarang boleh kawin lagi.

d)   Bolehkah menceraikan istri yang ternyata didapati tidak perawan pada malam pertama pernikahan?
Dalam hal ini saya kira kita tidak bisa memberlakukan Mat 5:32 dan Mat 19:9, karena di sini perzinahan terjadi sebelum pernikahan.
Saya tidak tahu dengan pasti apakah dalam kasus ini perceraian diijinkan, karena dalam Perjanjian Lama istri seperti itu dijatuhi hukuman mati (Ul 22:13-21). Adalah memungkinkan bahwa dalam jaman Perjanjian Baru diijinkan untuk menceraikan istri seperti itu, tetapi saya belum mendapatkan konfirmasi tentang hal ini dari penafsir manapun.
Ada 3 hal yang ingin saya tekankan di sini:
1.   Pada waktu pacaran / mau menikah, harus ada pengakuan tentang hal seperti ini (perawan atau tidak). Kalau pernikahan batal, itu masih lebih baik dari pada ribut setelah persoalannya terbongkar pada malam pertama pernikahan.
2.   Tidak ada tanda keperawanan kadang-kadang bisa terjadi bukan karena si gadis sudah pernah melakukan hubungan sex, tetapi karena sebab lain.
3.   Sebaliknya, adanya tanda keperawanan belum tentu menunjukkan si gadis memang masih perawan, karena sobeknya selaput dara bisa dijahit kembali oleh dokter, sehingga perempuan yang sebetulnya sudah tidak perawan bisa menjadi ‘perawan’ lagi!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar