Minggu, 16 Maret 2014

FONDASI KEKRISTENAN: PEGANGAN KATEKISASI (Part 4)


Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div



HUKUM 7 (2)


jangan Berzinah

(Kel 20:14)


    4) Menikah dengan orang yang bercerai, kecuali kalau perceraian itu adalah perceraian yang sah (terjadi karena ada perzinahan).
Di atas ini sudah saya singgung, tetapi di sini akan saya bahas dengan lebih terperinci.


  a) Menikahi orang yang bercerai secara sah (cerai karena pasangannya melakukan perzinahan) bukan dosa!
Jadi, kalau mendengar ada orang kawin dengan janda / duda, jangan terlalu cepat mempunyai pikiran yang negatif tentang orang itu. Periksa dulu, janda / duda itu menjadi janda / duda karena apa? Kalau karena pasangannya mati, atau karena ia menceraikan pasangannya yang berzinah, maka tidak salah menikah dengan janda / duda seperti itu! Dan gereja / pendeta boleh memberkati pernikahan seperti ini!

b)   Tetapi menikah dengan orang yang bercerai secara tidak sah, jelas merupakan dosa!
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
1Kor 7:10-11 - “(10) Kepada orang-orang yang telah kawin aku - tidak, bukan aku, tetapi Tuhan - perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. (11) Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya”.

c)   Bagaimana dengan orang yang sudah menceraikan istrinya (secara tidak sah / bukan karena perzinahan), dan lalu sudah menikah lagi dengan perempuan lain? Jangan menasehatinya untuk menceraikan istri kedua dan lalu kembali kepada istri pertama! Dalam kasus seperti itu, Kitab Suci justru melarang orang itu kembali dengan istri pertamanya (rujuk).

Ul 24:1-4a - “(1) ‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, (4a) maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN”.

Jadi jelas bahwa rujuk (1Kor 7:11 - ‘berdamai dengan suaminya’) hanya dimungkinkan kalau kedua belah pihak belum menikah lagi. Tetapi kalau salah satu pihak sudah pernah menikah lagi, maka rujuk tak dimungkinkan untuk selama-lamanya.

Jadi, apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen yang sudah menceraikan pasangannya (secara tidak sah), dan sudah menikah lagi? Yang harus ia lakukan hanya mengaku dosa kepada Tuhan.

5)         Poligami atau poliandri / beristri atau bersuami lebih dari satu.

a)   Seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau pasangannya sudah mati.
Dari fakta bahwa Allah menciptakan 1 Adam dan 1 Hawa (bukan 2 Hawa, 3 Hawa, dst), jelas bahwa Allah tidak menghendaki poligami maupun poliandri.
Juga perhatikan Kej 2:24 - “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.
Perhatikan bahwa ayat ini menggunakan kata ‘keduanya’, bukan ‘ketiganya’, ‘keempatnya’ dst!

Jadi, seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau pasangannya sudah meninggal dunia.
1Kor 7:39-40a - “(39) Isteri terikat selama suaminya hidup. Kalau suaminya telah meninggal, ia bebas untuk kawin dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya. (40a) Tetapi menurut pendapatku, ia lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya”.
Bdk. Ro 7:2-3 - “(2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain”.

Catatan:
1.   1Kor 7:40a memang kelihatannya menunjukkan bahwa Paulus beranggapan bahwa orang yang kematian pasangannya lebih baik tidak menikah lagi, tetapi ay 40a ini diberikan bukan sebagai peraturan umum, tetapi hanya dalam keadaan darurat pada saat itu. Dalam 1Kor 7:17-40 kata-kata Paulus memang berhubungan dengan masa darurat itu, dan karena itu tidak berlaku umum.
Bdk. 1Kor 7:26 - “Aku berpendapat, bahwa, mengingat waktu darurat sekarang, adalah baik bagi manusia untuk tetap dalam keadaannya”.
2.   Tetapi 1Kor 7:39nya jelas memang merupakan suatu hukum yang berlaku umum. Dan hukum ini menunjukkan bahwa seseorang boleh menikah lagi kalau pasangannya telah meninggal dunia.

Jadi:
a.   Dalam hal ini Kristen memang sangat berbeda dengan Islam, yang mengijinkan seorang laki-laki mempunyai sampai 4 istri, sekalipun diberi syarat, harus bisa berlaku adil (bandingkan dengan A. A. Gym). Dalam Kristen, selama pasangannya masih hidup seseorang dilarang menikah lagi, dengan alasan apapun, seperti pasangannya sakit / lumpuh, koma, tidak bisa punya anak, tidak cocok, pasangannya dingin sex / impoten, bahkan gila, dan sebagainya.
b.   Dalam Kristen, seseorang hanya boleh menikah lagi kalau pasangannya telah meninggal dunia. Jadi, jangan mempunyai pandangan negatif sedikitpun tentang orang yang menikah lagi setelah pasangannya meninggal dunia!

b)   Keberatan-keberatan dan jawabannya.

1.   Kalau poligami dilarang, mengapa dalam Perjanjian Lama begitu banyak anak-anak Tuhan yang melakukannya, dan kelihatannya dibiarkan, atau bahkan direstui oleh Tuhan? Contoh: Abraham, Daud, Salomo, dan sebagainya.
Jawab:
a.   Tuhan biasanya lebih bertoleransi terhadap dosa-dosa yang sangat membudaya, dan pada jaman itu poligami dan perbudakan merupakan dosa yang sangat membudaya. Tetapi itu tidak berarti Tuhan merestui dosa tersebut.
b.   Sekalipun tidak pernah ada kecaman terhadap anak-anak Tuhan yang melakukan poligami, tetapi tak berarti mereka tak dihukum / dihajar. Boleh dikatakan semua anak Tuhan dalam Perjanjian Lama yang melakukan poligami menderita karena hal itu. Contoh: Abraham, Yakub, Elkana, Daud, Salomo, dan sebagainya.

2.   Daud kelihatannya diberkati karena poligaminya, karena dari Batsyeba ia mendapatkan anak Salomo.
Jawab: Demikian juga dengan Yakub, karena dari 4 istrinya ia mendapatkan 12 anak laki-laki yang menurunkan 12 suku Israel. Memang Tuhan bisa mendatangkan sesuatu yang baik dari suatu dosa. Tetapi itu tidak membenarkan tindakan berdosa itu.

3.   Kelihatannya 2Sam 12:8 menunjukkan bahwa Tuhan menyetujui poligami, bahkan Tuhan mengatur terjadinya poligami.
2Sam 12:8 - Telah Kuberikan isi rumah tuanmu kepadamu, dan isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu. Aku telah memberikan kepadamu kaum Israel dan Yehuda; dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu.
Jawab: Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.   Saul hanya mempunyai 1 istri dan 1 gundik (1Sam 14:50  2Sam 3:7  2Sam 21:8), dan Daud tidak pernah dikatakan mengawini istri / gundik Saul yang manapun. Karena itu kata-kata ‘telah Kuberikan ... isteri-isteri tuanmu ke dalam pangkuanmu’, jelas bukan menunjuk pada fakta.
b.   Jadi, kata-kata itu dianggap diucapkan bukan berdasarkan fakta, tetapi berdasarkan kebiasaan saat itu, dimana seorang raja yang menggantikan raja yang lama mendapatkan semua yang dimiliki raja yang lama itu termasuk istri-istri dan gundik-gundiknya (bdk. 1Raja 2:13-25  2Sam 16:21-22).
c.   Kata-kata ‘dan seandainya itu belum cukup, tentu Kutambah lagi ini dan itu kepadamu’ (ay 8b) diartikan sebagai janji pengabulan permintaan yang masuk akal, bukan yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Jadi, jelas tidak bisa diartikan Tuhan akan menambah istri seandainya Daud menganggap istri-istri yang sudah banyak itu belum cukup!

c)   Apa yang harus dilakukan oleh orang yang sudah terlanjur mempunyai banyak istri, yang lalu bertobat dan menjadi orang Kristen?
Kalau ada orang yang sudah terlanjur mempunyai lebih dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka saya berpendapat bahwa ia harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap membiayai hidup mereka. Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di hadapan Allah, sedangkan pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan (bdk. Ro 7:3). Karena itu, pada waktu ia bertobat / menjadi orang kristen, ia harus membuang semua perzinahan itu.
Tetapi kalau memang harus demikian mengapa dalam jaman Perjanjian Lama Tuhan tidak memerintahkan anak-anakNya yang melakukan poligami untuk menceraikan istri-istri ke 2 dst? Karena, seperti sudah saya katakan di atas, pada jaman Perjanjian Lama, itu adalah salah satu dosa yang sangat membudaya, sehingga lebih ditoleransi oleh Tuhan.

6)         Perkosaan.
Ul 22:23-27 - “(23) Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan - jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (25) Tetapi jikalau di padang laki-laki itu bertemu dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu tidur dengan dia, maka hanyalah laki-laki yang tidur dengan gadis itu yang harus mati, (26) tetapi gadis itu janganlah kauapa-apakan. Gadis itu tidak ada dosanya yang sepadan dengan hukuman mati, sebab perkara ini sama dengan perkara seseorang yang menyerang sesamanya manusia dan membunuhnya. (27) Sebab laki-laki itu bertemu dengan dia di padang; walaupun gadis yang bertunangan itu berteriak-teriak, tetapi tidak ada yang datang menolongnya”.
Catatan: jangan menekankan kata-kata yang saya garis bawahi (‘di kota’ dan ‘di padang’). Yang ditekankan adalah: apakah memungkinkan bagi gadis itu untuk berteriak minta tolong atau tidak. Kalau memungkinkan, ia bersalah karena tidak berteriak. Kalau tidak memungkinkan, ia tidak bersalah.

Ul 22:28-29 - “(28) Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan - (29) maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi”.

Terus terang saya menganggap ayat ini aneh. Karena kalau demikian, pada waktu seorang laki-laki jatuh cinta kepada seorang gadis, dan gadis itu tidak menanggapinya, ia bisa memperkosanya. Hukumannya adalah menikahinya; ‘hukuman’ itu akan menyenangkan bagi laki-laki yang memang mencintai gadis itu.Saya tidak bisa mendapatkan penjelasan yang memuaskan tentang ayat ini dari penafsir manapun.

Semua tindakan ‘sexual abuse’ (= penyalah-gunaan dalam hal sex) bisa dikategorikan sebagai ‘perkosaan’, dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum ketujuh ini. Dan yang boleh dikatakan terburuk dalam kategori ini adalah ‘child sexual abuse’, yaitu penyalah-gunaan dalam hal sex yang dilakukan terhadap anak kecil, yang sering disebut pedophilia.

7)         Incest / perzinahan dalam keluarga.
Ini mungkin dianggap sebagai perzinahan yang paling buruk!
1Kor 5:1 - “Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya (maksudnya ‘ibu tirinya’).
Bandingkan dengan:
Im 18:6-18 - “(6) Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkapkan auratnya; Akulah TUHAN. (7) Janganlah kausingkapkan aurat isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu; dia ibumu, jadi janganlah singkapkan auratnya. (8) Janganlah kausingkapkan aurat seorang isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu. (9) Mengenai aurat saudaramu perempuan, anak ayahmu atau anak ibumu, baik yang lahir di rumah ayahmu maupun yang lahir di luar, janganlah kausingkapkan auratnya. (10) Mengenai aurat anak perempuan dari anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, janganlah kausingkapkan auratnya, karena dengan begitu engkau menodai keturunanmu. (11) Mengenai aurat anak perempuan dari seorang isteri ayahmu, yang lahir pada ayahmu sendiri, janganlah kausingkapkan auratnya, karena ia saudaramu perempuan. (12) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ayahmu, karena ia kerabat ayahmu. (13) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu, karena ia kerabat ibumu. (14) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudara laki-laki ayahmu, janganlah kauhampiri isterinya, karena ia isteri saudara ayahmu. (15) Janganlah kausingkapkan aurat menantumu perempuan, karena ia isteri anakmu laki-laki, maka janganlah kausingkapkan auratnya. (16) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki. (17) Janganlah kausingkapkan aurat seorang perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil anak perempuan dari anaknya laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk menyingkapkan auratnya, karena mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum. (18) Janganlah kauambil seorang perempuan sebagai madu kakaknya untuk menyingkapkan auratnya di samping kakaknya selama kakaknya itu masih hidup”.
Im 20:11-12,17,19-21 - “(11) Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang isteri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. (12) Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. ... (17) Bila seorang laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri. ... (19) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu atau saudara perempuan ayahmu, karena aurat seorang kerabatnya sendirilah yang dibuka, dan mereka harus menanggung kesalahannya sendiri. (20) Bila seorang laki-laki tidur dengan isteri saudara ayahnya, jadi ia melanggar hak saudara ayahnya, mereka mendatangkan dosa kepada dirinya, dan mereka akan mati dengan tidak beranak. (21) Bila seorang laki-laki mengambil isteri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak”.
Dalam ayat-ayat dari kitab Imamat itu ada larangan berzinah (mungkin sekali mencakup larangan menikah) dengan keluarga dekat, dan yang disebutkan sebagai keluarga dekat adalah:
a)   Ibu tiri / istri dari ayah.
b)   Saudara / saudara tiri / setengah saudara.
c)   Cucu.
d)   Saudara ayah / ibu.
e)   Istri saudara dari ayah / ibu.
f)    Menantu.
g)   Ipar.

Dalam jaman Adam, dan juga pada jaman Nuh, pernikahan dengan saudara / keluarga sendiri ini memang harus dilakukan, karena tidak ada orang dengan siapa seseorang bisa menikah kecuali saudara / keluarganya sendiri. Tetapi ingat juga bahwa pada jaman itu, hukum yang melarang pernikahan dalam keluarga ini juga belum ada.

8)   Pikiran-pikiran cabul, menginginkan / membayangkan hubungan sex dengan orang yang bukan suami / istrinya.
Mat 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”.
KJV: ‘to lust after her’ (= bernafsu terhadapnya).
RSV/NIV: ‘lustfully’ (= dengan penuh nafsu).
NASB: ‘with lust’ (= dengan nafsu).
TL: ‘bergerak syahwatnya’.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan Mat 5:28 ini:

a)   ‘Wet dream’ (= mimpi basah) bukanlah dosa, karena ini bukan pikiran dalam keadaan sadar, tetapi dalam mimpi. Memang Im 15:1-18 menganggap lelehan yang keluar itu menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara agama), yang tidak lagi berlaku saat ini (bdk. Ef 2:15).

b)   Masturbasi / onani termasuk di sini.
Menurut pendapat saya, sebetulnya bukannya masturbasi itu sendiri yang salah, tetapi fantasi sex yang boleh dikatakan selalu menyertai masturbasi. Ini jelas bertentangan dengan Mat 5:28 itu. Tetapi ada kemungkinan bahwa seseorang melakukan masturbasi, tetapi tidak bersalah, yaitu:
1.   Kalau ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex. Ini rasanya tidak masuk akal, tetapi saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang mengatakan bahwa ia bisa melakukan masturbasi tanpa membayangkan apa-apa. Kalau ini memang bisa dilakukan, saya berpendapat tidak ada dasar apapun untuk menentang masturbasi seperti ini.
2.   Kalau ia melakukan masturbasi itu dengan membayangkan istri / suaminya sendiri, mungkin pada saat ia terpisah jauh dari pasangannya. Dengan istri atau suaminya sendiri, melakukan hubungan sexpun tidak apa-apa, apalagi hanya membayangkan hubungan sex dengan dia.

c)   Orang laki-laki harus menjaga pandangan matanya, karena itu yang menyebabkan kejatuhan ke dalam dosa ini.
Saya kira, tidak ada laki-laki yang tidak pernah melanggar Mat 5:28. Kelihatannya dalam Alkitab, hanya Ayub yang menyatakan bahwa dirinya tidak melanggar hukum ini.
Bdk. Ayub 31:1,7-11 - “(1) ‘Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara? ... (7) Jikalau langkahku menyimpang dari jalan, dan hatiku menuruti pandangan mataku, dan noda melekat pada tanganku, (8) maka biarlah apa yang kutabur, dimakan orang lain, dan biarlah tercabut apa yang tumbuh bagiku. (9) Jikalau hatiku tertarik kepada perempuan, dan aku menghadang di pintu sesamaku, (10) maka biarlah isteriku menggiling bagi orang lain, dan biarlah orang-orang lain meniduri dia. (11) Karena hal itu adalah perbuatan mesum, bahkan kejahatan, yang patut dihukum oleh hakim”.

Ay 1: “‘Aku telah menetapkan syarat bagi mataku, masakan aku memperhatikan anak dara?”.
KJV: ‘made a covenant ... think’ (= membuat perjanjian ... memikirkan).
RSV: ‘have made a covenant ... look upon’ (= telah membuat perjanjian ... memandang kepada).
NIV: ‘made a covenant ... not to look lustfully’ (= membuat perjanjian ... tidak memandang dengan nafsu).
NASB: ‘have made a covenant ... gaze’ (= telah membuat perjanjian ... memandang / menatap).

Tetapi, apakah Ayub sudah bisa melakukan ini sejak masa mudanya? Menurut saya, itu sangat meragukan.

John Stott mengomentari text Ayub ini dengan berkata: “The control of his heart was due to the control of his eyes” (= Kontrol dari hatinya disebabkan oleh kontrol dari matanya) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 88.

Memang, ketidak-mampuan / ketidak-mauan mengontrol mata sering membuat seseorang jatuh ke dalam dosa perzinahan. Bdk. Daud dan Batsyeba. 2Sam 11:2-4 - “(2) Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya. (3) Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: ‘Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu.’ (4a) Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia”.

d)   Hal-hal yang harus diwaspadai karena bisa menjatuhkan laki-laki ke dalam dosa ini.

1.   Cara berpakaian, cara duduk, posisi tubuh seorang perempuan / gadis.
Supaya tidak membangkitkan pikiran cabul dalam diri lawan jenis / laki-laki, seorang perempuan tidak seharusnya berpakaian sedemikian rupa sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, ia menjatuhkan orang lain ke dalam dosa ini. Memang merupakan sesuatu yang wajar kalau seorang perempuan ingin tampil menarik. Tetapi perlu diingat bahwa ‘menarik’ berbeda dengan ‘menggoda’ / ‘merangsang’!

John Stott: “This may be an appropriate moment to refer in passing to the way girls dress. It would be silly to legislate about fashions, but wise (I think) to ask them to make this distinction: it is one thing to make yourself attractive; it is another to make yourself deliberately seductive (= Ini mungkin merupakan saat yang tepat untuk membicarakan cara gadis-gadis berpakaian. Adalah tolol untuk mengatur / membuat peraturan tentang mode, tetapi saya kira merupakan sesuatu yang bijaksana untuk meminta mereka membuat pembedaan ini: membuat dirimu sendiri menarik berbeda dengan secara sengaja membuat dirimu menggoda / menggairahkan) - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 88.
Catatan: saya berpendapat bahwa kata ‘menarik’ dan ‘menggoda’ / ‘menggairahkan’ yang digunakan oleh John Stott juga merupakan istilah-istilah yang relatif, karena berbeda untuk setiap orang. Tetapi memang ada pakaian yang jelas tergolong ‘menggoda’ / ‘menggairahkan’, seperti misalnya pakaian yang dipakai oleh para cewek dalam film ‘Baywatch’, dan banyak film lainnya.

Menurut saya, seorang perempuan bukan hanya harus memperhatikan pakaiannya, tetapi juga posisi tubuhnya (posisi kaki yang terbuka pada waktu duduk, menunjukkan buah dada pada waktu membungkuk, dsb), supaya jangan mempertontonkan bagian-bagian tubuhnya yang merangsang laki-laki.

2.         Dansa.
Pulpit Commentary (tentang Mat 5:28): “Sex is the spirit of the modern dance” (= Sex merupakan roh / semangat / ciri dari dansa modern) - hal 216.

Tidak semua dansa termasuk dalam golongan ini, dan karena itu kita tidak bisa secara mutlak melarang orang kristen berdansa atau melihat dansa. Tetapi jelas bahwa orang kristen harus hati-hati dengan dansa.
Juga banyak ‘dance group’ yang disewa pada acara penikahan, yang mempertontonkan tarian yang jelas-jelas merangsang, dan ini harus diwaspadai oleh orang kristen pada waktu mengadakan pernikahan.

3.   Permainan-permainan yang berbau porno dalam acara HUT, pernikahan, dan sebagainya.
Permainan-permainan pada acara HUT banyak yang berbau porno, dan sangat memungkinkan terjadinya rangsangan pada seseorang. Misalnya memasukkan sesuatu ke dalam kantong celana seorang cowok, dan menyuruh seorang cewek yang matanya ditutup untuk mencari dan mengambil barang tersebut. Dan permainan seperti ini yang disenangi!




HUKUM 7 (3)


jangan Berzinah


(Kel 20:14)


9)         Membaca buku-buku cabul, nonton Blue Film, mempercakapkan hal-hal yang cabul.

1Kor 6:18a - “Jauhkanlah dirimu dari percabulan!”.
KJV: ‘Flee fornication’ (= Larilah dari percabulan).
NIV: Flee from sexual immorality (= Larilah dari ketidak-bermoralan sexuil).
Matthew Henry: “‘Flee fornication (v. 18), avoid it, keep out of the reach of temptations to it, of provoking objects. Direct the eyes and mind to other things and thoughts.’ Alia vitia pugnando, sola libido fugiendo vincitur - ‘Other vices may be conquered in fight, this only by flight;’ so speak many of the fathers [=Larilah dari percabulan (ay 18), hindarilah hal itu, jagalah dirimu agar berada di luar jangkauan dari pencobaan kepada hal itu, dari obyek-obyek yang bersifat merangsang. Arahkanlah mata dan pikiranmu kepada hal-hal dan pikiran-pikiran yang lain’. Alia vitia pugnando, sola libido fugiendo vincitur - ‘Kejahatan-kejahatan yang lain bisa ditaklukkan dengan pertarungan, tetapi yang ini hanya dengan lari’; demikianlah kata-kata dari banyak bapa-bapa (gereja)].
Bdk. Kej 39:12 - “Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata: ‘Marilah tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar.

Perintah untuk lari dari percabulan, jelas juga berlaku sebagai larangan untuk membaca buku-buku cabul, nonton blue film, film-film / foto-foto cabul (dari internet / hp!), mempercakapkan hal-hal yang cabul, karena semua hal-hal ini membangkitkan nafsu cabul / zinah dalam diri kita.

Ef 4:29 - Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia”.
Ef 5:3-4 - “(3) Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. (4) Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono - karena hal-hal ini tidak pantas - tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur”.
Renungkan: berapa kali saudara mengucapkan kata-kata kotor, menceritakan cerita-cerita cabul, lelucon-lelucon yang bersifat porno, dsb?

Berkenaan dengan bacaan, John Stott mengatakan bahwa ia tidak mau memberikan peraturan / batasan tentang buku / majalah apa yang boleh atau tidak boleh dibaca oleh orang kristen. Ia berkata bahwa setiap orang berbeda. Ada orang-orang yang sangat mudah terangsang dan ada yang tidak. Jadi batasan untuk setiap orang berbeda. Yang jelas, apa yang menyebabkan berdosa / perzinahan dalam hati bagi dia, itu dilarang.

10)        Penyimpangan-penyimpangan sex (sexual deviation), seperti:

a)   Homosex.
Im 18:22 - “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian”.
Bdk. Im 20:13 - “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Ro 1:26-27 - “(26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka”.
Ada yang merasa kasihan dengan orang-orang yang homosex, dan menganggap bahwa mereka menjadi seperti itu bukan karena kesalahan mereka. Sampai-sampai di Barat sekarang ada gereja-gereja yang mau memberkati pernikahan antara 2 orang homosex! Ini jelas merupakan kegilaan dan juga merupakan tindakan menginjak-injak Kitab Suci, karena Kitab Suci jelas-jelas mengecam homosex! Memang mungkin sukar, atau bahkan mustahil, untuk membuat seseorang yang homosex untuk menyukai lawan jenisnya. Tetapi yang jelas ia tidak boleh menuruti dorongan sexnya terhadap sesama jenisnya!

b)   Bestiality / Zoophilia / hubungan sex dengan binatang.
Kel 22:19 - “Siapapun yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati”.
Im 18:23 - “Janganlah engkau berkelamin dengan binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan binatang itu. Seorang perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang untuk berkelamin, karena itu suatu perbuatan keji”.
Im 20:15-16 - “(15) Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga. (16) Bila seorang perempuan menghampiri binatang apapun untuk berkelamin, haruslah kaubunuh perempuan dan binatang itu; mereka pasti dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.

Tetapi oral sex, sekalipun dianggap berdosa oleh banyak orang, tidak pernah dikecam / dilarang oleh Kitab Suci, tentu saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan suami istri. Kalau saudara menganggap ini sesuatu yang tidak wajar, maka perlu dipertanyakan: tidak wajar menurut siapa? Saya pernah membaca suatu majalah yang mengadakan angket tentang hal ini dan ternyata lebih banyak pasangan yang melakukan oral sex dari pada yang tidak!
Jadi, kalau saya ditanya apakah boleh melakukan oral sex, maka saya akan menjawab: ‘Boleh, asal dilakukan oleh sepasang suami istri, dan kedua pihak sama-sama tidak keberatan’. Kalau ada satu pihak yang keberatan (biasanya karena merasa jijik), maka pihak satunya tidak boleh memaksakan kehendaknya.
Catatan: oral sex bisa menularkan penyakit, termasuk HIV / AIDS, tetapi tentu saja ini hanya bisa terjadi kalau orang itu memang mengidap penyakit itu.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketujuh ini? Ini lebih dari cukup untuk membawa ke neraka selama-lamanya. Saudara hanya bisa bebas kalau saudara mempunyai Yesus sebagai Juruselamat / Penebus dosa saudara.

Hal-hal lain berkenaan dengan dosa perzinahan.

1)         Beratnya dosa perzinahan.
Apakah perzinahan merupakan dosa yang paling berat? Coba baca kata-kata di bawah ini.
Sutjipto Subeno: “Allah menganggap dosa perzinahan sebagai dosa yang paling serius dan paling berat. Sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, dosa seks mendapat ancaman yang sangat keras. Hukuman yang diberikan jauh lebih berat dari mencuri atau bahkan membunuh sekalipun” - ‘Keindahan Pernikahan Kristen’, hal 86.

Tanggapan saya:

a)   Ini betul-betul kata-kata tolol! Saya tidak meremehkan dosa perzinahan, tetapi saya yakin bahwa itu bukan dosa yang paling serius / paling berat, ataupun lebih berat dari dosa membunuh!
Dosa yang paling hebat adalah menghujat Roh Kudus, yang dikatakan tidak bisa diampuni (Mat 12:31-32).
Dosa yang paling banyak dikecam dalam Perjanjian Lama adalah penyembahan berhala, dan dalam Perjanjian Baru adalah sikap ‘self-righteous’ (= merasa diri sendiri benar / suci) dari para tokoh agama Yahudi.
Juga, kalau dibandingkan dengan dosa membunuh, jelas bahwa dosa berzinah lebih ringan. Buktinya:

1.         Bandingkan Im 19:20-22 dengan Kel 21:20-21.

a.   Perzinahan dengan budak.
Im 19:20-22 - “(20) Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan seorang perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi surat tanda merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi janganlah keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum dimerdekakan. (21) Laki-laki itu harus membawa tebusan salahnya kepada TUHAN ke pintu Kemah Pertemuan, yakni seekor domba jantan sebagai korban penebus salah. (22) Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu dengan domba jantan korban penebus salah di hadapan TUHAN, karena dosa yang telah diperbuatnya, sehingga ia beroleh pengampunan dari dosanya itu.

b.   Pembunuhan terhadap budak.
Kel 21:20-21 - “(20) Apabila seseorang memukul budaknya laki-laki atau perempuan dengan tongkat, sehingga mati karena pukulan itu, pastilah budak itu dibalaskan. (21) Hanya jika budak itu masih hidup sehari dua, maka janganlah dituntut belanya, sebab budak itu adalah miliknya sendiri”.
Untuk bagian yang saya garis-bawahi dalam bahasa Inggris terjemahannya berbeda.
KJV: ‘he shall be surely punished’ (= ia pasti akan dihukum).
RSV/NASB: ‘he shall be punished’ (= ia akan dihukum).
NIV: ‘he must be punished’ (= ia harus dihukum).

Catatan: Memang dalam ayat ini tak diberitahukan apa hukumannya. Ada  banyak penafsir yang beranggapan bahwa dalam Kel 21:20 itu hukuman yang diberikan kepada tuan dari budak itu bukanlah hukuman mati, tetapi Calvin dan Adam Clarke mempunyai pandangan bahwa hukumannya adalah hukuman mati. Jamieson, Fausset & Brown sekalipun menganggap bahwa hukumannya bukanlah hukuman mati, tetapi mengatakan bahwa dari kata Ibrani yang digunakan terlihat bahwa hukumannya pastilah berat.

Jadi, tindakan berzinah dan tindakan membunuh, yang sama-sama dilakukan terhadap budak, yang pertama bisa ditebus / diampuni hanya dengan membawa korban penebus salah, tetapi yang kedua mendapatkan hukuman mati atau hukuman yang berat. Jelas bahwa membunuh lebih berat dari pada berzinah.

2.         Bandingkan Kel 22:16-17 dengan Kel 21:12-14.

a.   Perzinahan.
Kel 22:16-17 - “(16) Apabila seseorang membujuk seorang anak perawan yang belum bertunangan, dan tidur dengan dia, maka haruslah ia mengambilnya menjadi isterinya dengan membayar mas kawin. (17) Jika ayah perempuan itu sungguh-sungguh menolak memberikannya kepadanya, maka ia harus juga membayar perak itu sepenuhnya, sebanyak mas kawin anak perawan.’”.
Ul 22:28-29 - “(28) Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan - (29) maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi”.
Catatan: memang kalau perzinahan dilakukan dengan orang yang sudah menikah / bertunangan, maka hukumannya juga adalah hukuman mati (Im 20:10  Ul 22:22-24).

b.   Pembunuhan.
Kel 21:12-14 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. (13) Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari. (14) Tetapi apabila seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati dibunuh”.

Lagi-lagi terlihat bahwa dalam perzinahan (dengan seorang gadis yang belum bersuami / bertunangan) tidak ada hukuman mati, tetapi kalau dalam pembunuhan sengaja, maka hukumannya pastilah hukuman mati.

Bahkan dalam kasus kesembronoan saja, yang mengakibatkan kematian orang lain, hukumannya adalah hukuman mati!
Kel 21:22-23,28-29,31 - “(22) Apabila ada orang berkelahi dan seorang dari mereka tertumbuk kepada seorang perempuan yang sedang mengandung, sehingga keguguran kandungan, tetapi tidak mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka pastilah ia didenda sebanyak yang dikenakan oleh suami perempuan itu kepadanya, dan ia harus membayarnya menurut putusan hakim. (23) Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, .... (28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. ... (31) Kalau ditanduknya seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan itu juga.
Ul 22:8 - “Apabila engkau mendirikan rumah yang baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari atasnya.

3.   Daud berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, tetapi kelihatannya dosa yang lebih ditekankan adalah pembunuhan terhadap Uria.
2Sam 12:9-10 - “(9) Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mataNya? Uria, orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; isterinya kauambil menjadi isterimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon. (10) Oleh sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya, karena engkau telah menghina Aku dan mengambil isteri Uria, orang Het itu, untuk menjadi isterimu.
1Raja 15:5 - “karena Daud telah melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkanNya kepadanya seumur hidupnya, kecuali dalam perkara Uria, orang Het itu.
Dalam 2Sam 12:9-10 kelihatannya kedua dosa ditekankan secara seimbang, tetapi dalam 1Raja 15:5, yang menunjukkan kesalehan Daud, dengan satu cacat sebagai perkecualian, yang dibicarakan bukanlah perzinahannya dengan Batsyeba, tetapi pembunuhan terhadap Uria!

Dalam Maz 51 yang dianggap sebagai doa pengakuan dosa Daud karena perzinahan dengan Batsyeba dan pembunuhan terhadap Uria, ay 1-2nya berbunyi sebagai berikut: “(1) Untuk pemimpin biduan. Mazmur dari Daud, (2) ketika nabi Natan datang kepadanya setelah ia menghampiri Batsyeba. Tetapi kalau ini mau digunakan sebagai alasan untuk mengatakan bahwa perzinahannya dengan Batsyeba lebih ditekankan dari pada pembunuhannya terhadap Uria, perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 bukan termasuk Alkitab / Firman Tuhan. Itu hanya keterangan tambahan saja. Dalam Alkitab bahasa Inggris kedua ayat itu diletakkan di atas sebagai keterangan saja, sedangkan ay 1nya adalah ay 3 dalam Kitab Suci Indonesia.

b)   Ayat yang sering dipakai untuk menunjukkan beratnya dosa perzinahan adalah 1Kor 6:18.
1Kor 6:18 - “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.

Bagian ini kelihatannya mengistimewakan dosa percabulan / perzinahan dibandingkan dengan dosa-dosa lain. Tetapi sebetulnya apa arti dari bagian ini? Boleh dikatakan semua penafsir menafsirkan bagian ini secara hurufiah, tetapi setahu saya Calvin adalah satu-satunya yang memberikan penafsiran yang berbeda, yang jauh lebih masuk akal bagi saya.

Calvin: Now he shows its greatness by comparison - that this sin alone, of all sins, puts a brand of disgrace upon the body. The body, it is true, is defiled also by theft, and murder, and drunkenness, in accordance with those statements - ‘Your hands are defiled with blood.’ (Isaiah 1:15.) ‘You have yielded your members instruments of iniquity unto sin,’ (Romans 6:19,) and the like. ... Hence I explain it in this way, that he does not altogether deny that there are other vices, in like manner, by which our body is dishonored and disgraced, but that his meaning is simply this - that defilement does not attach itself to our body from other vices in the same way as it does from fornication. My hand, it is true, is defiled by theft or murder, my tongue by evil speaking, or perjury, and the whole body by drunkenness; but fornication leaves a stain impressed upon the body, such as is not impressed upon it from other sins. According to this comparison, or, in other words, in the sense of less and more, other sins are said to be ‘without the body’ - not, however, as though they do not at all affect the body, viewing each one by itself [= Sekarang ia menunjukkan besarnya dosa ini dengan menggunakan perbandingan - bahwa dosa ini saja, dari semua dosa-dosa, memberikan suatu cap yang memalukan pada tubuh. Tubuh, memang benar, juga dicemarkan oleh pencurian, dan pembunuhan, dan kemabukan, sesuai dengan pernyataan-pernyataan ini - ‘Tanganmu dicemarkan dengan darah’ (Yes 1:15). ‘Kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi alat-alat kejahatan kepada dosa’ (Ro 6:19) dan sebagainya. ... Karena itu saya menjelaskan ini dengan cara ini, bahwa ia bukannya sama sekali menyangkal bahwa ada kejahatan-kejahatan lain, dengan cara yang serupa, dengan mana tubuh kita direndahkan / dihinakan dan dipermalukan, tetapi bahwa maksudnya sekedar adalah ini - bahwa pencemaran tidak melekatkan dirinya sendiri kepada tubuh kita dari kejahatan-kejahatan yang lain dengan cara yang sama seperti dalam kasus percabulan. Adalah benar bahwa tanganku dicemarkan oleh pencurian atau pembunuhan, lidahku dicemarkan oleh pembicaraan yang jahat, atau sumpah palsu, dan seluruh tubuh dicemarkan oleh kemabukan; tetapi percabulan meninggalkan suatu noda yang ditanamkan pada tubuh, dengan cara sedemikian rupa yang tidak ditanamkan kepada tubuh dari dosa-dosa lain. Sesuai dengan perbandingan ini, atau, dengan kata-kata yang lain, dalam arti kurang atau lebih, dosa-dosa lain disebutkan sebagai ‘di luar tubuh’ - tetapi bukan seakan-akan dosa-dosa lain itu sama sekali tidak mempengaruhi tubuh, kalau masing-masing ditinjau secara terpisah].
Yes 1:15 - “Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan mukaKu, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah.
Ro 6:19 - “Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan”.

Dari semua ini saya menyimpulkan bahwa ayat ini (1Kor 6:18) juga tidak bisa digunakan untuk mengatakan bahwa dosa percabulan / perzinahan adalah dosa yang paling berat. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa dosa percabulan / perzinahan adalah dosa yang paling memalukan.

Bible Knowledge Commentary (tentang 1Kor 6:18): Immorality was a unique sin but not the most serious (cf. Matt 12:32) [= Ketidak-bermoralan merupakan dosa yang unik tetapi bukan dosa yang paling serius (bdk. Mat 12:32)].

2)         Hubungan sex dengan perempuan yang sedang datang bulan.

Yeh 18:5-9 - “(5) Kalau seseorang adalah orang benar dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, (6) dan ia tidak makan daging persembahan di atas gunung atau tidak melihat kepada berhala-berhala kaum Israel, tidak mencemari isteri sesamanya dan tidak menghampiri perempuan waktu bercemar kain, (7) tidak menindas orang lain, ia mengembalikan gadaian orang, tidak merampas apa-apa, memberi makan orang lapar, memberi pakaian kepada orang telanjang, (8) tidak memungut bunga uang atau mengambil riba, menjauhkan diri dari kecurangan, melakukan hukum yang benar di antara manusia dengan manusia, (9) hidup menurut ketetapanKu dan tetap mengikuti peraturanKu dengan berlaku setia - ialah orang benar, dan ia pasti hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH”.

Im 18:19 - “Janganlah kauhampiri seorang perempuan pada waktu cemar kainnya yang menajiskan untuk menyingkapkan auratnya”.

Im 20:18 - “Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang perempuan yang bercemar kain, jadi ia menyingkapkan aurat perempuan itu dan membuka tutup lelerannya sedang perempuan itupun membiarkan tutup leleran darahnya itu disingkapkan, keduanya harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya.

Im 15:19-31 - “(19) Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam. (20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. (21) Setiap orang yang kena kepada tempat tidur perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (22) Setiap orang yang kena kepada sesuatu barang yang diduduki perempuan itu haruslah mencuci pakaiannya, membasuh diri dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (23) Juga pada waktu ia kena kepada sesuatu yang ada di tempat tidur atau di atas barang yang diduduki perempuan itu, ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga. (25) Apabila seorang perempuan berhari-hari lamanya mengeluarkan lelehan, yakni lelehan darah yang bukan pada waktu cemar kainnya, atau apabila ia mengeluarkan lelehan lebih lama dari waktu cemar kainnya, maka selama lelehannya yang najis itu perempuan itu adalah seperti pada hari-hari cemar kainnya, yakni ia najis. (26) Setiap tempat tidur yang ditidurinya, selama ia mengeluarkan lelehan, haruslah baginya seperti tempat tidur pada waktu cemar kainnya dan setiap barang yang didudukinya menjadi najis sama seperti kenajisan cemar kainnya. (27) Setiap orang yang kena kepada barang-barang itu menjadi najis, dan ia harus mencuci pakaiannya, membasuh tubuhnya dengan air, dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam. (28) Tetapi jikalau perempuan itu sudah tahir dari lelehannya, ia harus menghitung tujuh hari lagi, sesudah itu barulah ia menjadi tahir. (29) Pada hari yang kedelapan ia harus mengambil dua ekor burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati dan membawanya kepada imam ke pintu Kemah Pertemuan. (30) Imam harus mempersembahkan yang seekor sebagai korban penghapus dosa dan yang seekor lagi sebagai korban bakaran. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, karena lelehannya yang najis itu. (31) Begitulah kamu harus menghindarkan orang Israel dari kenajisannya, supaya mereka jangan mati di dalam kenajisannya, bila mereka menajiskan Kemah SuciKu yang ada di tengah-tengah mereka itu.’”.

Ada 2 hal yang ingin saya bahas tentang kedua text di atas ini:

a)   Im 20:18 memberikan hukuman mati kepada orang yang melakukan hal itu, tetapi Im 15:24 menyatakan bahwa orang itu hanya menjadi najis selama 7 hari (tidak dihukum mati). Mengapa kelihatannya bertentangan?
Boleh dikatakan semua penafsir mengatakan bahwa kalau mereka secara sengaja melakukan hubungan sex dengan sadar bahwa perempuan itu sedang datang bulan, maka berlaku hukuman mati dalam Im 20:18. Tetapi kalau mereka sedang melakukan hubungan sex, dan tahu-tahu perempuan itu mengalami datang bulan, maka itu tidak disengaja, dan berlaku Im 15:24.

b)   Apakah larangan seperti ini masih berlaku pada jaman Perjanjian Baru?
Najisnya seorang perempuan pada waktu datang bulan (Im 15:19-31), dan juga najisnya seorang laki-laki pada waktu mengeluarkan air mani (Im 15:1-18), menurut saya semuanya termasuk dalam ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan).
Matthew Henry (tentang Im 15:19-33): This is concerning the ceremonial uncleanness which women lay under from their issues, both those that were regular and healthful, and according to the course of nature (v. 19-24), and those that were unseasonable, excessive, and the disease of the body [= Ini berkenaan dengan kenajisan yang bersifat upacara yang menimpa perempuan-perempuan dari apa yang mereka keluarkan, baik hal-hal yang bersifat biasa dan sehat, dan sesuai dengan jalannya alam (ay 19-24), maupun hal-hal yang tidak pada tempatnya, berlebihan, dan merupakan penyakit bagi tubuh].
Jamieson, Fausset & Brown (dalam tafsirannya tentang Im 15:19-30) juga menyebutnya sebagai ceremonial defilement’ (= pencemaran yang bersifat upacara). Pulpit Commentary (dalam tafsirannya tentang Im 15 juga menyebutnya sebagai ceremonial uncleanness’ (= kenajisan yang bersifat upacara).

Sedangkan semua ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara keagamaan) sudah tidak berlaku lagi dalam jaman Perjanjian Baru.
Ef 2:15 - “sebab dengan matiNya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diriNya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera”.

Jadi, saya berpendapat bahwa ditinjau dari sudut Alkitab, larangan hubungan sex dengan seorang perempuan yang sedang datang bulan juga sudah tidak berlaku lagi, dan boleh dilakukan asal keduanya sama-sama mau.

Tetapi ditinjau dari sudut medis, dikatakan bahwa hubungan sex pada saat seorang perempuan datang bulan bisa menimbulkan infeksi pada si perempuan. Tetapi ini bisa dihindarkan kalau yang laki-laki menggunakan kondom. Lihat Google ‘coitus during menstruation’.



HUKUM 8 (1)


jangan mencuri


(Kel 20:15)


kel 20:15 - jangan mencuri”.

1)         Contoh pelanggaran terhadap hukum ini.

a)   Mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri tanpa ijin, baik besar maupun kecil.
Mengambil mangga, atau jambu, atau buah apapun milik tetangga / orang lain, tanpa ijin, merupakan pencurian, tidak peduli betapa tidak berharganya / remehnya buah tersebut.

b)   Mencuri waktu dalam bekerja atau mencuri dalam persoalan kwalitet pekerjaan.
Misalnya: membolos dari pekerjaan karena alasan yang tidak bisa dibenarkan / dipertanggung-jawabkan, datang terlambat, pulang terlalu pagi, kerja malas-malasan, kerja dengan asal-asalan / ceroboh sehingga merugikan boss.

The Biblical Illustrator (Old Testament): If a workman who is paid to work ten hours, takes advantage of the absence of the master or foreman to smoke a pipe and read a newspaper for one hour out of the ten, he steals one-tenth of his day’s wages (= Jika seorang pekerja yang dibayar untuk bekerja sepuluh jam, mengambil keuntungan dari absennya tuannya atau mandor untuk merokok dan membaca koran untuk satu jam dari sepuluh jam itu, ia mencuri sepersepuluh dari upah hariannya).

The Biblical Illustrator (Old Testament): An assistant in a shop, who instead of caring for his master’s interests as if they were his own, puts no heart into his work, exercises no ingenuity, treats customers carelessly instead of courteously, and so diminishes the chances of their coming again, gets his salary on false pretences, does not give the kind of service which he knows his employer expects, and which he would expect if he were an employer himself (= Seorang pembantu / bawahan di sebuah toko, yang bukannya mempedulikan kepentingan tuannya seakan-akan itu adalah kepentingannya sendiri, tidak memberikan hatinya untuk pekerjaannya, tidak melaksanakan kepintarannya, menangani langganan-langganan dengan sembarangan / ceroboh / tanpa perhatian dan bukannya dengan sopan, dan dengan demikian mengurangi kemungkinan bagi langganan-langganan itu untuk datang lagi, mendapatkan gajinya yang bukan merupakan haknya, tidak memberikan jenis pelayanan yang ia tahu diharapkan oleh majikannya, dan yang ia sendiri harapkan seandainya ia sendiri adalah seorang majikan).

Pulpit Commentary: “Servants steal when they take ‘commission’ from tradesmen unknown to their masters, or appropriate as ‘perquisites’ what their masters have not expressly agreed to allow, or neglect to do the work which they undertook, or do it in a slovenly manner, or damage their master’s property by carelessness or diminish it by waste (= Pelayan-pelayan mencuri ketika mereka mengambil ‘komisi’ dari pedagang-pedagang tanpa sepengetahuan tuan mereka, atau mengambil untuk diri sendiri ‘keuntungan’ yang tidak disetujui atau diijinkan dengan jelas oleh tuan mereka, atau lalai untuk melakukan pekerjaan mereka, atau melakukannya dengan cara yang ceroboh / teledor, atau merusakkan milik tuan mereka oleh kecerobohan atau menguranginya oleh pemborosan / penghamburan).

Sebetulnya dalam hal ini juga termasuk ‘hamba-hamba Tuhan’, yang sekalipun sudah diberi biaya hidup yang cukup oleh gerejanya, tetapi melayani asal-asalan, atau terus menerus berkhotbah di gereja-gereja lain, dan nyaris tak pernah berkhotbah di gerejanya sendiri. Ini juga merupakan pencurian!

c)   Tidak mengembalikan barang / uang yang dipinjam.
Maz 37:21 - Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, tetapi orang benar adalah pengasih dan pemurah”.
Barnes’ Notes: It is true, however, as a characteristic of a wicked man, that he will often be ‘disposed’ to borrow and not pay again; that he will be ‘reckless’ about borrowing and careless about paying; and that it is a characteristic of a good or upright man that he will not borrow when he can avoid it, and that he will be punctual and conscientious in paying what he has borrowed (= Tetapi adalah benar bahwa sebagai suatu sifat dari seorang yang jahat, bahwa ia akan sering ‘ingin / cenderung’ untuk meminjam dan tidak mengembalikan; bahwa ia akan ‘sembrono’ dalam meminjam dan tak peduli dalam membayar / mengembalikan; dan bahwa merupakan suatu sifat dari seorang yang baik / saleh dan jujur / lurus bahwa ia tidak akan meminjam ketika ia bisa menghindarinya, dan bahwa ia akan tepat waktu dan teliti dalam membayar / mengembalikan apa yang telah ia pinjam).

d)   Mencuri dengan menggunakan ukuran / timbangan yang tidak cocok.
Im 19:35-36 - “(35) Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan, mengenai ukuran, timbangan dan sukatan. (36) Neraca yang betul, batu timbangan yang betul, efa yang betul dan hin yang betul haruslah kamu pakai; Akulah TUHAN, Allahmu yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir”. Bdk. Ul 25:13-16  Amsal 11:1  Amsal 20:10,23  Yeh 45:10-12  Mikha 6:10-11  Amos 8:4-5.
Ul 25:13-16 - “(13) ‘Janganlah ada di dalam pundi-pundimu dua macam batu timbangan, yang besar dan yang kecil. (14) Janganlah ada di dalam rumahmu dua macam efa, yang besar dan yang kecil. (15) Haruslah ada padamu batu timbangan yang utuh dan tepat; haruslah ada padamu efa yang utuh dan tepat - supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. (16) Sebab setiap orang yang melakukan hal yang demikian, setiap orang yang berbuat curang, adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.’”.
Amsal 11:1 - “Neraca serong adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi Ia berkenan akan batu timbangan yang tepat”.
Amsal 20:10,23 - “(10) Dua macam batu timbangan, dua macam takaran, kedua-duanya adalah kekejian bagi TUHAN. ... (23) Dua macam batu timbangan adalah kekejian bagi TUHAN, dan neraca serong itu tidak baik”.
Yeh 45:10-12 - “(10) Neraca yang betul, efa yang betul dan bat yang betullah patut ada padamu. (11) Sepatutnyalah efa dan bat mempunyai ukuran yang sama yang ditera, sehingga satu bat isinya sepersepuluh homer, dan satu efa ialah sepersepuluh homer juga; jadi menurut homerlah ukuran-ukuran itu ditera. (12) Bagi kamu satu syikal sepatutnya sama dengan dua puluh gera, lima syikal, ya lima syikal dan sepuluh syikal, ya sepuluh syikal, dan lima puluh syikal adalah satu mina”.
Mikha 6:10-11 - “(10) Masakan Aku melupakan harta benda kefasikan di rumah orang fasik dan takaran efa yang kurang dan terkutuk itu? (11) Masakan Aku membiarkan tidak dihukum orang yang membawa neraca palsu atau pundi-pundi berisi batu timbangan tipu?”.
Amos 8:4-5 - “(4) Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini (5) dan berpikir: ‘Bilakah bulan baru berlalu, supaya kita boleh menjual gandum dan bilakah hari Sabat berlalu, supaya kita boleh menawarkan terigu dengan mengecilkan efa, membesarkan syikal, berbuat curang dengan neraca palsu,”.

The Biblical Illustrator (New Testament): To give short weight or short measure, is to steal (= Memberikan berat / timbangan yang kurang atau ukuran yang kurang adalah mencuri).

Pulpit Commentary: “employment of false weights or measures, are the acts of a thief, as much as pocket-picking or shop-lifting” (= pekerjaan dari timbangan atau ukuran yang palsu adalah tindakan dari seorang pencuri, sama seperti pencopetan dompet atau pengutilan).

Pelanggaran dalam hal ini banyak sekali:
1.   Pompa bensin yang meterannya curang.
2.   Penjual buah-buahan di pinggir jalan yang timbangannya kurang bisa sampai 20 %!
3.   Penjual LPG yang gasnya sudah dikurangi.
4.   Dan sebagainya.

e)   Mencuri dengan menjual barang berkwalitet lebih rendah dari yang seharusnya, atau barang palsu.
The Biblical Illustrator (New Testament): If he engages to send you cloth of a certain quality and charges you for it, and then sends you cloth which is worth in the market only two-thirds the price, he is just as much a thief as though he stood behind you in a crowd and robbed you of your purse. ... To supply an article of inferior quality to that which it is understood that the buyer expects, is to steal (= Jika ia berjanji untuk mengirimkan kepadamu kain dari kwalitet tertentu dan memintamu membayar untuk itu, dan lalu mengirimkan kepadamu kain yang nilai / harganya di pasar hanya dua per tiga dari harga itu, ia sama pencurinya seakan-akan ia berdiri di belakangmu dalam kerumunan orang banyak dan merampok / mencopet dompetmu. ... Menyuplai suatu barang dari kwalitet yang lebih rendah dari apa yang diketahui sebagai apa yang diharapkan oleh si pembeli, adalah mencuri).

Pulpit Commentary: “Adulteration, concealment of defects, misrepresentation of quality, ... are the acts of a thief, as much as pocket-picking or shop-lifting” (= Pemalsuan / pencampuran, penyembunyian cacat-cacat, penggambaran yang salah dari kwalitet, ... adalah tindakan-tindakan dari seorang pencuri, sama seperti pencopetan dompet atau pengutilan).

f)    Korupsi.
Luk 3:13 - “Jawabnya: ‘Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.’”.
Yoh 12:6 - “Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya”.

g)   Menaikkan bon / kwitansi.
Luk 3:13 - “Jawabnya: ‘Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.’”.
Praktek seperti ini merajalela di Indonesia. Pegawai yang menaikkan bon / kwitansi adalah pencuri, dan pemilik toko / perusahaan yang mau menaikkan bon / kwitansi, berdusta dengan tulisan, dan juga membantu pencurian.

h)   Mencuri nilai dengan cara tidak jujur pada  waktu ulangan / ujian.

i)    Mencuri air / listrik / telpon / pajak.

j)    Menyalah-gunakan fasilitas kantor / perusahaan, seperti foto copy, printer, telpon, mobil, dsb, untuk kepentingan pribadi / orang lain yang tidak berhak.

k)    Tidak mengembalikan uang kembalian yang kelebihan.

l)    Menggeser batas tanah.
Ul 19:14 - “‘Janganlah menggeser batas tanah sesamamu yang telah ditetapkan oleh orang-orang dahulu di dalam milik pusaka yang akan kaumiliki di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milikmu.’”.
Ul 27:17 - “Terkutuklah orang yang menggeser batas tanah sesamanya manusia. Dan seluruh bangsa itu haruslah berkata: Amin!”.
Menggeser batas tanah jelas merupakan pencurian tanah, karena tujuannya adalah untuk memperluas tanahnya sendiri dengan mencuri tanah tetangganya.

m)  Memeras, merampas, tidak memberikan apa yang menjadi hak orang lain, menindas orang miskin, boss yang menindas / bersikap tidak adil terhadap pegawainya, dsb.
Ada banyak ayat Alkitab yang menentang pelindasan hak (pencurian hak), dan akan saya berikan dan bahas di bawah ini.

Im 19:11a,13,15,35a - “(11a) Janganlah kamu mencuri, ... (13) Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. ... (15) Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran. ... (35a) Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan.

Calvin (tentang Im 19:35-36): “‘Ye shall do no unrighteousness in judgment.’ If you take the word judgment in its strict sense, this will be a special precept, that judges should faithfully do justice to all, and not subvert just causes from favor or ill-will. But since the word mishpat, often means rectitude, it will not be unsuitable to suppose that all iniquities contrary to integrity are generally condemned; (= ‘Jangan kamu melakukan ketidakbenaran dalam penghakiman’. Jika kamu mengartikan kata ‘penghakiman’ dalam arti yang ketat, ini akan menjadi ajaran yang spesial, bahwa hakim-hakim harus dengan setia melakukan keadilan kepada semua orang, dan tidak membalikkan perkara-perkara yang adil dari kesenangan atau sakit hati / dendam. Tetapi karena kata MISHPAT, sering berarti ‘kejujuran / kelurusan’, maka bukanlah tidak cocok kalau semua kejahatan yang bertentangan dengan kejujuran / kelurusan dikecam secara umum).
Catatan: kata MISHPAT adalah kata Ibrani yang diterjemahkan ‘peradilan’ (ay 35a) dalam Kitab Suci Indonesia. Calvin memang benar bahwa kata itu bisa diartikan ‘rectitude’ (= kejujuran / kelurusan).

Pulpit Commentary (tentang Kel 20:15): “Masters steal when they do not permit their servants the indulgences they promised, or allow their wages to fall into arrear, or force them to work overtime without proper remuneration” (= Tuan-tuan mencuri pada waktu mereka tidak mengijinkan pelayan-pelayan mereka kebaikan-kebaikan / kesenangan-kesenangan yang mereka janjikan, atau menunggak upah mereka, atau memaksa mereka untuk kerja lembur tanpa upah yang pantas).

Calvin (tentang Kel 20:15 dan Ul 5:19): “SINCE charity is the end of the Law, we must seek the definition of theft from thence. This, then, is the rule of charity, that every one’s rights should be safely preserved, and that none should do to another what he would not have done to himself. It follows, therefore, that not only are those thieves who secretly steal the property of others, but those also who seek for gain from the loss of others, accumulate wealth by unlawful practices, and are more devoted to their private advantage than to equity (= KARENA kasih adalah tujuan dari hukum Taurat, kita harus mencari definisi dari ‘pencurian’ dari sana. Maka, inilah peraturan dari kasih, bahwa hak dari setiap orang harus dijaga dengan aman, dan bahwa tak seorangpun boleh melakukan kepada orang lain apa yang ia tidak mau dilakukan terhadap dirinya sendiri. Karena itu, akibatnya, bahwa yang merupakan pencuri-pencuri bukan hanya mereka yang dengan diam-diam mencuri milik orang-orang lain, tetapi juga mereka yang mencari keuntungan dari kerugian orang-orang lain, mengumpulkan kekayaan oleh praktek-praktek yang tidak sah, dan lebih mengabdikan diri kepada keuntungan pribadi dari pada kepada keadilan).

Bdk. Amos 8:4 - “Dengarlah ini, kamu yang menginjak-injak orang miskin, dan yang membinasakan orang sengsara di negeri ini.

Kel 23:1-3,6-9 - “(1) ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum. (3) Juga janganlah memihak kepada orang miskin dalam perkaranya. ... (6) Janganlah engkau memperkosa hak orang miskin di antaramu dalam perkaranya. (7) Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah. (8) Suap janganlah kauterima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar. (9) Orang asing janganlah kamu tekan, karena kamu sendiri telah mengenal keadaan jiwa orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir”.
Catatan: kata-kata ‘kebanyakan orang’ yang muncul 2 x dalam ay 2 diterjemahkan ‘a multitude’ (= orang banyak) dalam KJV/RSV; ‘a crowd’ (= orang banyak) dalam NIV. Beberapa penafsir mengatakan bahwa sekalipun kata Ibraninya memang bisa diterjemahkan begitu, tetapi juga bisa diterjemahkan ‘orang besar / kuat’.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Kel 23:2): ‘Thou shalt not follow a multitude,’ (‎rabiym‎) - ‘many.’ This makes a very good sense; because the caution against being misled into evil by the influence of prevailing example is necessary and seasonable at all times. But the Hebrew word signifies also ‘great men’ (Job 31:9; Isa 53:12; Jer 41:1), and in the opinion of some it should be so translated both in this and the following clause [= ‘Jangan engkau mengikuti banyak orang’ (RABIYM) - ‘banyak’. Ini membuat suatu arti yang baik; karena peringatan supaya jangan dibimbing secara salah ke dalam kejahatan oleh pengaruh dari teladan / contoh yang umum / kuat merupakan sesuatu yang perlu dan sesuai untuk segala waktu. Tetapi kata Ibrani itu juga berarti ‘orang-orang besar’ (Ayub 31:9; Yes 53:12; Yer 41:1), dan dalam pandangan dari sebagian orang itu harus diterjemahkan demikian di sini dan dalam anak kalimat selanjutnya].

Calvin (tentang Kel 23:6): “But the other point here referred to might appear superfluous, viz., that judges should not favor the poor, which very rarely takes place. It would also be incongruous that what God elsewhere prescribes and praises should here be reprehended. I reply, that rectitude is so greatly pleasing to God, that the judge would in no wise be excusable, under whatever pretext he might decline from it ever so little, and that this is the intention of this precept. For, although the poor is for the most part tyrannically oppressed, still ambition will sometimes impel a judge to misplaced compassion, so that he is liberal at another’s expense. And this temptation is all the more dangerous, because injustice is done under the cloak of virtue (= Tetapi hal lain yang ditunjuk di sini bisa kelihatan berlebihan, yaitu, bahwa hakim-hakim tidak boleh memihak orang miskin, yang sangat jarang terjadi. Juga merupakan sesuatu yang tidak cocok kalau apa yang di tempat lain Allah tentukan dan puji, di sini justru dicela / disalahkan. Saya menjawab, bahwa kejujuran / kelurusan adalah begitu menyenangkan / memperkenan Allah, sehingga hakim tidak akan bisa dimaafkan, sekalipun ia mundur darinya hanya sedikit dengan dalih apapun, dan ini adalah maksud / tujuan dari perintah / ajaran ini. Karena sekalipun orang miskin pada umumnya ditindas secara kejam, tetap ambisi kadang-kadang mendorong seorang hakim kepada belas kasihan yang salah tempat, sehingga ia baik / murah hati dengan mengorbankan orang lain. Dan pencobaan ini jauh lebih berbahaya, karena ketidak-adilan dilakukan di bawah jubah / selubung dari kebaikan).
Catatan: yang dibicarakan oleh Calvin dalam bagian ini adalah Kel 23:3. Memang dalam bagian-bagian lain dari Alkitab kita diharuskan berbelas kasihan dan menolong orang-orang miskin, tetapi itu tidak berarti kita boleh memihak kepada orang miskin pada waktu ia memang salah. Tetapi kesalahan seperti ini justru banyak terjadi. Orang-orang miskin yang jelas-jelas mendirikan bangunan liar, atau berjualan di tempat terlarang, seringkali justru dibela, pada waktu mereka ditindak oleh yang pihak yang berwajib / berwenang. Kalau sepeda motor tabrakan dengan mobil, selalu pengendara mobilnya yang disalahkan.

Dalam contoh yang terakhir ini, yang dilindas haknya justru adalah orang kaya. Ini sama salahnya dengan melindas hak orang miskin. Kita tidak boleh berpihak kepada orang kaya atau orang miskin, orang berkedudukan tinggi atau rendah. Kita harus berpihak pada kebenaran dan keadilan!

Matthew Henry (tentang Kel 23:1-dst): The judges are here cautioned not to pervert judgment. (1.) They must not be overruled, either by might or multitude, to go against their consciences in giving judgment, v. 2. ... They must not pervert judgment, no, not in favour of a poor man, v. 3. Right must in all cases take place and wrong must be punished, and justice never biassed nor injury connived at under pretence of charity and compassion. If a poor man be a bad man, and do a bad thing, it is foolish pity to let him fare the better for his poverty [= Hakim-hakim di sini diperingatkan untuk tidak membengkokkan penghakiman. 1. Mereka tidak boleh dipengaruhi, atau oleh kekuatan atau oleh orang banyak, untuk berjalan melawan hati nurani mereka dalam memberikan penghakiman, ay 2. ... Mereka tidak boleh membengkokkan penghakiman, tidak, tidak dengan memihak orang miskin, ay 3. Keadilan / kebenaran harus terjadi dalam semua kasus dan kesalahan harus dihukum, dan keadilan tidak pernah dibuat berat sebelah ataupun pelanggaran pura-pura tak dilihat di bawah kepura-puraan dari kasih dan belas kasihan. Jika seorang miskin adalah seorang yang jahat, dan melakukan sesuatu yang jahat / buruk, merupakan belas kasihan yang tolol untuk membiarkannya berjalan dengan lebih baik (?) karena kemiskinannya].

Ul 1:16-17a - “(16) Dan pada waktu itu aku memerintahkan kepada para hakimmu, demikian: Berilah perhatian kepada perkara-perkara di antara saudara-saudaramu dan berilah keputusan yang adil di dalam perkara-perkara antara seseorang dengan saudaranya atau dengan orang asing yang ada padanya. (17a) Dalam mengadili jangan pandang bulu. Baik perkara orang kecil maupun perkara orang besar harus kamu dengarkan. Jangan gentar terhadap siapapun, sebab pengadilan adalah kepunyaan Allah”.
Catatan: dalam kata-kata ‘pandang bulu’ (ay 17a) dalam bahasa Ibraninya ada kata ‘wajah’. Jadi artinya ‘jangan memandang wajah / rupa’.

Matthew Henry (tentang Ul 1:16-17): ‘Judge righteously.’ Judgment must be given according to the merits of the cause, without regard to the quality of the parties. The natives must not be suffered to abuse the strangers any more that the strangers to insult the natives or to encroach upon them; the great must not be suffered to oppress the small, nor to crush them, any more than the small, to rob the great, or to affront them. No faces must be known in judgment, but unbribed (and) unbiased equity must always pass sentence (= ‘Hakimilah dengan adil / benar’. Penghakiman harus diberikan sesuai dengan kepantasan dari perkara, tanpa mempedulikan kwalitet dari pihak-pihak yang bersangkutan. Orang pribumi / penduduk asli tidak boleh dibiarkan untuk memperlakukan orang-orang asing dengan buruk, dan juga orang-orang asing tidak boleh dibiarkan untuk menghina orng pribumi atau untuk mengganggu / melanggar hak mereka; orang besar tidak boleh dibiarkan untuk menindas orang kecil, ataupun menghancurkan mereka, dan orang kecil tidak boleh dibiarkan merampok orang besar atau menghina mereka. Tidak ada wajah boleh dikenal / dipandang dalam penghakiman, tetapi keadilan tanpa suap dan tak memihak harus selalu memberikan vonis).

Adam Clarke (tentang Ul 1:17): “Let not the bold, daring countenance of the rich or mighty induce you to give an unrighteous decision; and let not the abject look of the poor man induce you either to favour him in an unrighteous cause, or to give judgment against him at the demand of the oppressor. Be uncorrupt and incorruptible, for the judgment is God’s; ye minister in the place of God, act like HIM” (= Janganlah wajah yang berani dari orang kaya atau orang kuat menyebabkan engkau untuk memberikan keputusan yang tidak benar / tidak adil; dan janganlah penampilan yang hina dari orang miskin menyebabkan engkau atau memihaknya dalam suatu perkara yang tidak benar, atau untuk memberikan penghakiman menentangnya karena tuntutan dari si penindas. Jadilah baik dan tak bisa disuap, karena penghakiman adalah milik Allah; dan kamu adalah pelayan di tempat Allah, bertindaklah seperti DIA).

Ul 16:18-20 - “(18) ‘Hakim-hakim dan petugas-petugas haruslah kauangkat di segala tempat yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu, menurut suku-sukumu; mereka harus menghakimi bangsa itu dengan pengadilan yang adil. (19) Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutarbalikkan perkataan orang-orang yang benar. (20) Semata-mata keadilan, itulah yang harus kaukejar, supaya engkau hidup dan memiliki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.’”.

Calvin (tentang Ul 16:20): By an emphatic repetition God inculcates that judges should study equity with inflexible constancy; nor is this done without cause, for nothing is more likely to happen than that men’s minds should be clouded by favor or hatred. Besides there are so many quibbles whereby justice is perverted, that, unless judges are very cautious in watching against deception, they will often find themselves ensnared (= Oleh suatu penekanan yang diulang-ulang, Allah menanamkan bahwa hakim-hakim harus mempelajari keadilan dengan kekonstanan yang kaku / tidak flexible; dan ini bukan dilakukan tanpa alasan, karena tidak ada yang lebih mungkin untuk terjadi dari pada bahwa pikiran manusia dikaburkan / digelapkan oleh kesenangan atau kebencian. Disamping itu ada begitu banyak dalih dengan mana keadilan dibengkokkan, sehingga, kecuali hakim-hakim sangat hati-hati dalam berjaga-jaga terhadap penipuan, mereka akan sering mendapati diri mereka sendiri terjerat).

Pelindasan hak / tindakan curang seperti ini bukan hanya bisa dilakukan oleh hakim / jaksa / saksi dalam pengadilan, tetapi bahkan oleh tukang parkir atau ‘polisi cepekan’ yang melindas hak orang lain hanya demi uang Rp 100,-! Demi uang Rp 100,- itu ia mendahulukan orang yang salah jalan, atau yang tidak seharusnya didahulukan. Ini jelas merupakan pelanggaran hak terhadap orang yang seharusnya didahulukan. Pelanggaran hak berupa pemerasan juga banyak dilakukan oleh tukang parkir yang menaikkan tarif seenaknya sendiri!

Keadilan / kebenaran harus tetap dijalankan, tak peduli kerugian / bencana apapun yang akan terjadi karena hal itu.

Adam Clarke (tentang Kel 23:3): Thou shalt neither be influenced by the great to make an unrighteous decision, nor by the poverty or distress of the poor to give thy voice against the dictates of justice and truth. Hence, the ancient maxim, FIAT JUSTITIA, RUAT COELUM. ‘Let justice be done, though the heavens should be dissolved.’” (= Jangan kamu dipengaruhi baik oleh orang-orang besar untuk membuat keputusan yang tidak benar, ataupun oleh kemiskinan atau penderitaan / kesusahan dari orang miskin untuk memberikan suaramu menentang perintah dari keadilan dan kebenaran. Maka / karena itu, ada peribahasa / pepatah, FIAT JUSTITIA, RUAT COELUM. ‘Hendaklah keadilan dilakukan, sekalipun langit / surga harus bubar / larut / hancur / hilang’).

Thomas Manton (tentang Yak 3:17): “If the chiefest care must be for purity, then peace may be broken in truth’s quarrel. It is a zealous speech of Luther that rather heaven and earth should be blended together in confusion than one jot of truth perish (= Jika perhatian yang paling utama adalah untuk kemurnian, maka damai boleh dihancurkan dalam pertengkaran kebenaran. Merupakan suatu ucapan yang bersemangat dari Luther bahwa lebih baik langit dan bumi bercampur aduk menjadi satu dari pada satu titik kebenaran binasa).

Calvin (tentang Ef 5:11): “But rather than the truth of God shall not remain unshaken, let a hundred worlds perish” (= dari pada kebenaran Allah tergoncangkan, lebih baik seratus dunia binasa).




HUKUM 8 (2)


jangan mencuri


(Kel 20:15)


n)   Menjadi tukang tadah barang curian.
Amsal 29:24a - “Siapa menerima bagian dari pencuri, membenci dirinya”.
NASB: ‘He who is a partner with a thief hates his own life’ (= Ia yang adalah seorang partner dengan seorang pencuri membenci hidupnya / nyawanya sendiri).
Kalau saudara membeli barang curian, maka sebetulnya saudara sudah menjadi partner dengan pencurinya, dan ini jelas merupakan dosa! Karena itu, jangan membeli barang di loakan, yang saudara tahu berasal dari pencurian.

o)   Pembajakan buku, cassette, CD, VCD, DVD, dan sebagainya.
Dengan melakukan hal-hal ini kita mencuri hak cipta dari si pencipta barang tersebut.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:15: there is the theft of plagiarism, the stealing of ideas, the withholding of credit or praise when credit or praise is due (= ada pencurian dari penjiplakan, pencurian dari ide-ide / gagasan-gagasan, penahanan dari penghargaan atau pujian pada waktu penghargaan atau pujian cocok / harus diberikan).

Seorang jemaat pernah pulang ke Kalimantan dan lalu mengatakan kepada saya bahwa buku-buku saya dijual di toko buku di sana, padahal tidak pernah ada ijin dari saya.
Buku saat teduh ‘Manna Surgawi’ juga membajak tulisan saya di internet dan menjualnya, tanpa memberikan informasi apapun tentang saya sebagai penulis asli dari tulisan itu.
Ini merupakan sesuatu yang membudaya di Indonesia, khususnya berkenaan dengan program komputer. Tetapi, bagaimanapun juga ini tetap merupakan pencurian, dan itu adalah dosa.

p)   Tidak memberikan persembahan persepuluhan.

1.         Persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan.
Im 27:30 - “Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN”.

2.   Karena itu, kalau kita tidak memberikannya kepada Tuhan, kita mencuri / merampok milik Tuhan.
Mal 3:7-11 - “(7) Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang dari ketetapanKu dan tidak memeliharanya. Kembalilah kepadaKu, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah kami harus kembali?’ (8) Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: ‘Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?’ Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! (9) Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! (10) Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (11) Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam”.
Catatan: semua kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’.

3.   Satu hal lain yang perlu diketahui tentang persembahan persepuluhan ialah bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja. Ini ditunjukkan oleh ayat-ayat di bawah ini:
a.   Ul 12:5-6 - “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu”.
b.   Neh 10:37-38 - “(37) Dan tepung jelai kami yang mula-mula, dan persembahan-persembahan khusus kami, dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi inilah yang memungut persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami. (38) Seorang imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan.
c.   Mal 3:10 - Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”.

4.   Jadi, persembahan persepuluhan merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang kristen terhadap gereja dan dengan demikian persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada apapun / siapapun selain gereja, seperti:

a.   Orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, dsb.
Tetapi bagaimana dengan Ul 26:12?
Ul 26:12 - “‘Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang”.
Ul 26:12 ini tidak berarti bahwa persembahan persepuluhan boleh diberikan kepada orang miskin. Perhatikan baik-baik ayat itu dan saudara akan melihat bahwa persembahan persepuluhan itu bukannya diberikan kepada orang miskin, tetapi bisa dikatakan digunakan untuk pesta makan bersama dengan orang miskin di Bait Allah. Pada jaman sekarang, ini lebih tepat dikontextualisasikan sebagai ‘acara gereja’.

b.   ‘para church’.
Perlu diketahui bahwa ‘para church’, seperti STRIS / LRII, PERKANTAS, dan persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga kristen lainnya, tetap bukan merupakan ‘church’ (= gereja), dan karena itu persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada mereka.

c.   Hamba Tuhan.
Saudara harus memberikannya kepada gereja dan biarlah gereja itu yang memberikannya sebagai biaya hidup hamba Tuhan.

Apakah ini berarti bahwa orang kristen tidak boleh menyumbang / memberi persembahan kepada orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, ‘para church’ dan hamba Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan menggunakan yang 10 %, tetapi gunakanlah 90 % sisanya! Yang 10 % tidak boleh diganggu gugat dan harus diberikan kepada gereja!
Dan dalam memberikannya ke gereja, saudara tidak harus memberikannya ke gereja saudara sendiri. Saudara boleh memberikannya ke gereja lain, tetapi saudara harus memilih gereja yang benar, bukan seadanya gereja. Memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang sesat adalah sama dengan memberikannya kepada setan.

q)   Menahan / mengambil sesuatu yang kita temukan, padahal kita mengetahui pemiliknya dan bisa mengembalikannya.
Kalau kita menemukan sesuatu, yang tidak bisa diketahui pemiliknya, maka kita boleh memilikinya. Ini bukan pencurian. Tetapi kalau kita mengetahui siapa pemiliknya, dan kita bisa mengembalikannya, kita harus mengembalikannya. Kalau kita menahannya / mengambilnya dalam kasus seperti itu, kita adalah pencuri!

Ul 22:1-3 - “(1) ‘Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada saudaramu itu. (2) Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat denganmu dan engkau tidak mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu ke dalam rumahmu dan haruslah itu tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang mencarinya; engkau harus mengembalikannya kepadanya. (3) Demikianlah harus kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan pakaiannya, demikianlah kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang kautemui; tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu.

Bdk. Im 6:1-7 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, (3) atau bila ia menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta - dalam perkara apapun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa - (4) apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, (5) atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan korban penebus salahnya. (6) Sebagai korban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi korban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apapun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.’”.

Dalam majalah berjudul ‘Reader’s Digest’, June 2001, hal 37-41, ada artikel sebagai berikut:
Reader’s Digest menyebarkan di kota-kota besar di beberapa negara sebanyak 1.100 dompet, berisikan uang senilai $ 50 dalam mata uang lokal, disertai dengan nama, alamat dan nomor telpon dari si pemilik.
Dompet-dompet itu disebarkan di tempat-tempat yang bervariasi, seperti tempat telpon umum, di depan bangunan kantor, toko-toko, tempat parkir, restoran, dan bahkan tempat ibadah. Juga pada saat suatu dompet ditinggalkan di suatu tempat, dompet itu diawasi dari jauh, untuk melihat reaksi dari si penemu dompet.

Hasil total: 44 % dari dompet-dompet itu tidak kembali.

Hasil terperinci:
1.         Denmark & Norwegia:                kembali 100 %.
Sampai diberi komentar, ‘apakah perlu di sana orang mengunci pintu rumah?’.
2.         Singapura:                                                        kembali 90 %.
3.         Australia & Jepang:                   kembali 70 %.
4.         Amerika Serikat:                                    kembali 67 %.
5.         Inggris:                                                 kembali 65 %.
6.         Belanda:                                                           kembali 50 %.
7.         Jerman:                                                            kembali 45 %.
8.         Rusia:                                                               kembali 43 %.
9.         Filipina:                                                 kembali 40 %.
10.        Itali       :                                                                       kembali 35 %.
11.        Cina:                                                                 kembali 30 %.
12.        Mexico:                                                            kembali 21 %.

Hal yang menarik adalah bahwa kadang-kadang orang kaya tidak mengembalikan dompet itu, sebaliknya orang miskin, yang betul-betul membutuhkan, justru mengembalikannya.
Di Lausanne, Swiss, seorang wanita berpakaian bagus, memakai mantel dan sepatu hak tinggi, sedang berjalan dengan anaknya perempuan. Perempuan itu membungkuk untuk mengambil dompet itu, lalu mereka berdua berpandang-pandangan, dan perempuan itu lalu memasukkan dompet itu ke kantongnya, dan tidak mengembalikannya.
Sebaliknya seorang bangsa Albania, yang lari dari Kosovo dan bekerja sebagai pelayan restoran di Swiss, mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Saya tahu betapa keras / berat seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak itu’.
Juga seorang Kanada menemukan uang itu, dan ia lalu berpikir: ‘Mungkin pemiliknya adalah seorang cacat, yang membutuhkan uang ini lebih dari saya’. Ia lalu mengembalikan uang itu, padahal ia sendiri adalah orang miskin yang bekerja sebagai seorang pemulung kaleng-kaleng minuman untuk didaur-ulang.
Ada seorang wanita di North Carolina, Amerika Serikat, yang pada waktu menemukan dompet itu, mula-mula berpikir: ‘Aku bisa menggunakan uang ini’. Tetapi ia lalu melihat ada foto seorang bayi dalam dompet itu, dan lalu berpikir bahwa pemilik dompet ini lebih membutuhkan uang ini dari aku. Dan ia lalu mengembalikan dompet itu.
Ada beberapa orang yang mengembalikan dompet itu karena mereka sendiri pernah kehilangan dompet dan tidak kembali. Seorang di Belanda mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Pada saat saya adalah seorang anak, saya kehilangan dompet saya di taman hiburan, dan tidak pernah kembali. Saya tidak mau pemilik dompet ini merasakan hal yang sama’.

Bagaimana pengembalian dompet di kalangan orang-orang yang religius?
Seorang wanita muslim Malaysia, yang sekalipun sama sekali tidak kaya, tanpa ragu-ragu sesaatpun, mengembalikan uang itu. Ia berkata: ‘Sebagai orang Islam, saya sadar akan pencobaan dan bagaimana mengalahkannya’.
Di Taipei, seorang pemeluk agama Buddha yang sungguh-sungguh, menemukan dompet itu dan langsung mengembalikannya, dan ia berkata: ‘Adalah kewajibanku untuk melakukan perbuatan baik’.
Di Rusia, seorang wanita yang dibayar untuk mengajar anak-anak di rumah, mengembalikan dompet itu untuk mentaati salah satu dari 10 hukum Tuhan. Ia berkata: ‘Beberapa tahun yang lalu, mungkin aku sudah mengambilnya, tetapi sekarang aku sudah berubah secara total. Seperti dikatakan: Janganlah mengingini milik sesamamu’.
Tetapi di Mexico, sedikitnya 2 orang kristen (katolik) mengambil dompet itu, melihat isinya, lalu membuat tanda salib, dan tidak mengembalikannya.
Reader’s Digest memberi komentar: “The cash, they must have decided, was heaven-sent” (= Mereka pasti memutuskan / menganggap bahwa uang tunai itu dikirim dari surga) - hal 40.

Artikel itu ditutup dengan kata-kata sebagai berikut: “For the rest of you, those who kept the cash, you’ve got our number - and we know where you live” (= Untuk kalian yang lain, yang menahan uang tunai itu, kalian punya nomer telpon kami - dan kami tahu dimana kalian tinggal) - hal 41.

r)    Kleptomania.
Ini adalah penyakit jiwa yang menyebabkan orangnya mencuri. Cirinya adalah:
1.   Tindakan mencuri itu muncul karena dorongan hati yang tiba-tiba (impulse), bukan dengan perencanaan.
2.   Ia mencuri tanpa alasan. Jadi, bukan karena membutuhkan barang yang dicuri itu, atau karena mau menjualnya, dsb.
3.   Ada kasus dimana orang yang mencuri itu mendapatkan kepuasan sexual dari tindakan mencuri tersebut.
Sekalipun ini adalah penyakit kejiwaan, saya berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa. Bukankah homosex juga adalah penyakit kejiwaan? Tetapi itu tetap dikecam oleh Kitab Suci. Lalu mengapa Kleptomania tidak?

s)   Bagaimana dengan ‘mencuri domba’?

1.         Ditinjau dari sudut dombanya.
Ditinjau dari sudut dombanya, apakah salah bagi domba kalau ia keluyuran / berpindah-pindah dari satu gereja ke gereja lain? Menurut saya, salah atau tidak tergantung apa motivasinya untuk keluyuran / berpindah-pindah. Silahkan keluyuran / berpindah-pindah, tetapi dengan tujuan mencari gereja yang pengajarannya bagus. Domba yang terus krasan ada dalam gereja yang jelek, apalagi yang sesat, hampir bisa dipastikan bukanlah domba tetapi kambing! Ia harus mencari gereja yang bagus / benar pengajarannya, tetapi kalau sudah mendapatkan, ia seharusnya menetap di gereja itu! Terus keluyuran / berpindah-pindah, akan menyebabkan pemberian makanan yang sudah seimbang dalam suatu gereja, ia makan hanya sedikit-sedikit sehingga terjadi ketidak-seimbangan dalam hal makanannya! Itu hanya merugikan dirinya sendiri! Tetapi kalau ia sudah menetap di suatu gereja yang bagus, dan sekali-sekali pergi ke gereja lain, yang mengadakan acara istimewa, itu tentu tidak apa-apa.

2.         Ditinjau dari sudut gembala / pendetanya.
Menurut saya tak ada pendeta yang berhak menuduh pendeta lain ‘mencuri domba’nya, karena semua domba adalah milik Tuhan (Yoh 10:11,14,15), bukan milik pendeta itu.
Yoh 10:11,14,15 - “(11) Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; ... (14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku (15) sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawaKu bagi domba-dombaKu.
Ini merupakan sesuatu yang harus disadari oleh setiap pendeta, khususnya pendeta-pendeta yang sedikit-sedikit menuduh pendeta lain ‘mencuri domba’nya, dan juga pendeta-pendeta yang selalu ‘mengurung’ domba-domba itu dalam gerejanya sendiri saja, dan melarangnya berbakti / melayani, apalagi memberi persembahan ke gereja lain, sekalipun tidak ia anggap sebagai gereja yang sesat!
Sebetulnya pendeta yang ‘mengurung’ domba-domba itu, atau yang sedikit-sedikit menuduh pendeta lain ‘mencuri domba’nya, menunjukkan dirinya sebagai orang yang tidak mencari kemuliaan Tuhan, tetapi melayani secara egois, demi dirinya sendiri. Dan biasanya ujung-ujungnya persoalan terutama adalah uang! Karena itu, biasanya pendeta-pendeta seperti itu tidak peduli kalau yang dicuri adalah jemaat yang miskin, tetapi akan marah kalau yang dicuri adalah jemaat yang kaya! Dari pada menyalahkan pendeta lain sebagai ‘pencuri domba’, lebih baik pendeta yang ‘kecurian domba’ itu mengintrospeksi dirinya dan pelayanannya. Apa sebabnya dombanya lari ke gereja lain / mau dicuri? Apakah karena ia memang melayani secara buruk / tidak bertanggung jawab? Apakah ia tidak memberi makan dombanya dengan baik? Kalau ia memang sudah memberikan ‘rumput’ yang baik, tetapi dombanya lebih senang ‘sampah’ di tempat lain, itu sangat besar kemungkinannya bukanlah domba tetapi kambing! Lalu mengapa pusing kalau kehilangan kambing?

Kalau ada seorang kristen dari gereja lain mau datang ke gereja kita dan menjadi anggota gereja kita, haruskah kita menolaknya? Menurut saya, tidak! Tetapi bagaimana dengan kata-kata Paulus dalam Ro 15:20?
Ro 15:20 - “Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain.
Calvin mengatakan bahwa hukum ini tidak berlaku umum, tetapi untuk Paulus sebagai rasul, yang tugasnya memang memberitakan Injil dimana Kristus belum dikenal.
Bdk. 1Kor 3:6,10 - “(6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. ... (10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya”.
Jelas bahwa Paulus tak keberatan kalau hasil penginjilannya dibangun / diajar oleh orang lain!

Kalau seorang pendeta ‘mencuri domba’ (atau ‘kambing’?) dari gereja yang memang sesat, atau gereja yang pendetanya sesat / brengsek, selama motivasinya memang untuk kemuliaan Tuhan / kebaikan dari domba / kambing itu, menurut saya tindakan itu bukan saja tidak merupakan dosa, tetapi bahkan merupakan suatu tindakan yang saleh!

Tetapi secara sengaja dan secara aktif ‘mencuri domba’ dari sesama gereja yang benar, menurut saya memang merupakan suatu tindakan kurang ajar dan berdosa. Apalagi pendeta yang secara sengaja melakukan kudeta untuk mencuri seluruh gereja dari pendeta lain!

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kedelapan ini?

2)         Penyebab pencurian:
a)   Kebutuhan / kekurangan. Misalnya kalau seseorang mempunyai anak yang sakit dan tidak bisa membeli obat / membayar biaya pengobatan, dan lalu mencuri. Ini merupakan pencurian yang ‘paling ringan dosanya’, tetapi tetap merupakan dosa.
b)   Keinginan / keinginan akan kemewahan. Keinginan berbeda dengan kebutuhan. Hanya karena menginginkan sesuatu yang dimiliki orang lain, maka seseorang bisa saja mencuri.
c)   Kemalasan. Orang malas menyebabkan ia mencari cara yang mudah untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dari pada bekerja, baginya lebih baik mencuri.
d)   Tamak / ingin cepat kaya. Ketamakan menyebabkan seseorang yang sudah kaya sekalipun tetap mencuri / korupsi.
e)   Kekuatiran / ketidak-percayaan. Seseorang bisa saja sebetulnya cukup, tetapi karena kurang iman, ia kuatir akan masa depannya, sehingga mencuri untuk bisa mempunyai tabungan bagi masa depan.
f)    Kikir / pelit. Karena kikir / pelit, seseorang tidak mau mengeluarkan uang yang seharusnya dikeluarkan, dan mencuri / membajak.
g)   Tidak / kurang menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah pencurian, dan itu adalah dosa. Atau terlalu meremehkan dosa pencurian itu.
h)   Sekedar sebagai tindakan brutal, menganggapnya sebagai hal yang menyenangkan untuk ‘berhasil’ mendapatkan sesuatu secara gratis / dengan murah / tanpa bekerja / berjerih payah.
Amsal 9:17 - “‘Air curian manis, dan roti yang dimakan dengan sembunyi-sembunyi lezat rasanya.’”.
Matthew Henry: The pleasures of prohibited lusts are boasted of as more relishing than those of prescribed love; and dishonest gain is preferred to that which is justly gotten. Now this argues, not only a bold contempt, but an impudent defiance, 1. Of God’s law, in that the waters are the sweeter for being stolen and come at by breaking through the hedge of the divine command. Nitimur in vetitum - ‘We are prone to what is forbidden.’ This spirit of contradiction we have from our first parents, who thought the forbidden tree of all others a tree to be desired (= Kesenangan-kesenangan dari nafsu-nafsu yang dilarang dibanggakan sebagai lebih disukai dari pada kesenangan-kesenangan dari kasih yang diberikan sebagai peraturan; dan keuntungan yang tidak jujur lebih dipilih dari pada keuntungan yang didapat dengan adil / benar. Ini menunjukkan, bukan hanya suatu sikap memandang rendah yang berani, tetapi juga suatu tantangan yang kurang ajar, 1. Tentang hukum Allah, dalam hal air lebih manis karena dicuri dan diraih / didapatkan dengan menghancurkan pagar dari perintah / hukum ilahi. Nitimur in vetitum - ‘Kita condong pada apa yang dilarang’. Roh / kecondongan kontradiksi ini kita dapatkan / miliki dari orang tua pertama kita, yang menganggap bahwa pohon yang terlarang dari semua pohon-pohon lain sebagai yang diinginkan).
Adam Clarke: “‘Stolen waters are sweet.’ I suppose this to be a proverbial mode of expression, importing that illicit pleasures are sweeter than those which are legal” (= ‘Air curian manis rasanya’. Saya menganggap ini sebagai suatu cara pengungkapan yang bersifat pepatah, yang berarti bahwa kesenangan-kesenangan yang haram lebih manis dari pada kesenangan-kesenangan yang sah).
Jamieson, Fausset & Brown: Our corruption is such that the very prohibition enhances the pleasure (= Kerusakan kita adalah sedemikian rupa sehingga larangan justru meningkatkan kesenangan).
Barnes’ Notes: Pleasures are attractive because they are forbidden (compare Rom 7:7) [= Kesenangan-kesenangan menarik karena mereka dilarang].
Bdk. Ro 7:7-11 - “(7) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’ (8) Tetapi dalam perintah itu dosa mendapat kesempatan untuk membangkitkan di dalam diriku rupa-rupa keinginan; sebab tanpa hukum Taurat dosa mati. (9) Dahulu aku hidup tanpa hukum Taurat. Akan tetapi sesudah datang perintah itu, dosa mulai hidup, (10) sebaliknya aku mati. Dan perintah yang seharusnya membawa kepada hidup, ternyata bagiku justru membawa kepada kematian. (11) Sebab dalam perintah itu, dosa mendapat kesempatan untuk menipu aku dan oleh perintah itu ia membunuh aku.

3)         Hukuman terhadap dosa ini.

a)   Hukuman dalam dunia ini.
Kel 22:1,3b-4 - “(1) ‘Apabila seseorang mencuri seekor lembu atau seekor domba dan membantainya atau menjualnya, maka ia harus membayar gantinya, yakni lima ekor lembu ganti lembu itu dan empat ekor domba ganti domba itu. ... (3b) Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu. (4) Jika yang dicurinya itu masih terdapat padanya dalam keadaan hidup, baik lembu, keledai atau domba, maka ia harus membayar ganti kerugian dua kali lipat.

Kalau binatang yang dicuri itu masih ada dalam keadaan hidup, si pencuri didenda hanya 2 x lipat, tetapi kalau binatang itu sudah dibantai atau dijual, si pencuri didenda 4 x lipat untuk domba dan 5 x lipat untuk lembu. Mengapa? Calvin mengatakan bahwa pada waktu seseorang mencuri, maka ia seharusnya menjadi takut. Bahwa ia sudah menjual atau membantai binatang itu menunjukkan bahwa ia mengeraskan hati dalam dosanya, dan karena itu hukumannya lebih berat. Lalu mengapa untuk domba ganti ruginya 4 x lipat sedangkan untuk lembu 5 x lipat? Ada orang yang menafsirkan bahwa lembu lebih berguna untuk pekerjaan pemiliknya, karena dipakai untuk membajak dsb, sehingga lebih merugikan pekerjaan pemiliknya, dan karena itu denda untuk si pencuri lebih besar. Ada juga yang mengatakan bahwa mencuri lembu tentu lebih sukar dan lebih mudah terlihat oleh saksi-saksi dari pada mencuri domba karena lembu lebih besar. Bahwa pencuri itu mencuri lembu, menunjukkan keberanian yang lebih besar dalam berbuat dosa, dan rasa tidak takutnya akan terlihat oleh saksi-saksi. Ini menyebabkan ia harus dihukum lebih berat. Tetapi Calvin mengatakan bahwa ia sendiri lebih beranggapan bahwa pencuri lembu dihukum lebih berat sekedar karena yang dicuri lebih berharga. Makin berharga barang / binatang yang dicuri makin berat hukumannya.

Yang jelas, hukum Taurat memberikan hanya hukuman denda untuk suatu pencurian. Tetapi ada perkecualiannya:

1.         Akhan dihukum mati karena mencuri.
Mengapa Akhan dihukum mati, hanya karena mencuri barang-barang kota Yerikho?

a.   Karena ia melanggar perintah Tuhan untuk memusnahkan semua barang dari Yerikho, kecuali emas, perak dan besi yang harus dimasukkan ke perbendaharaan rumah Tuhan.
Yos 6:17-19 - “(17) Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan; hanya Rahab, perempuan sundal itu, akan tetap hidup, ia dengan semua orang yang bersama-sama dengan dia dalam rumah itu, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang kita suruh. (18) Tetapi kamu ini, jagalah dirimu terhadap barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya dan dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan mencelakakannya. (19) Segala emas dan perak serta barang-barang tembaga dan besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN.’”.

b.   Karena gara-gara dosanya Israel kalah perang melawan kota Ai, dan banyak orang Israel yang mati (Yos 7:4-5).
Bdk. Yos 7:4-5 - “(4) Maka berangkatlah kira-kira tiga ribu orang dari bangsa itu ke sana; tetapi mereka melarikan diri di depan orang-orang Ai. (5) Sebab orang-orang Ai menewaskan kira-kira tiga puluh enam orang dari mereka; orang-orang Israel itu dikejar dari depan pintu gerbang kota itu sampai ke Syebarim dan dipukul kalah di lereng. Lalu tawarlah hati bangsa itu amat sangat”.

Ini mengubah sifat dari dosa Akhan, sehingga ia dihukum mati.

2.         Mencuri manusia / menculik juga dijatuhi hukuman mati.
Kel 21:16 - “Siapa yang menculik seorang manusia, baik ia telah menjualnya, baik orang itu masih terdapat padanya, ia pasti dihukum mati”.
Mencuri barang / uang sangat dibedakan dengan ‘mencuri manusia’ / menculik! Yang terakhir ini hukumannya adalah hukuman mati.

b)   Hukuman dalam kehidupan yang akan datang.
1Kor 6:10 - pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.
Kalau tidak bisa masuk Kerajaan Allah, maka pasti masuk neraka.

4)         Kita semua membutuhkan Yesus sebagai Juruselamat kita.
Kita semua pernah mencuri, dan karena itu tanpa mempunyai seorang Juruselamat / Penebus dosa, kita semua akan masuk neraka karena dosa-dosa dalam hal ini. Sudahkan saudara mempunyai Yesus sebagai Juruselamat saudara?

5)         Kita harus menguduskan diri dari dosa ini.
Ef 4:28 - “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan”.



HUKUM 9(1)


jangan bersaksi dusta


(Kel 20:16)


Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

1)         Dusta dilarang baik dalam pengadilan, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pulpit Commentary: False witness is of two kinds, public and private. We may either seek to damage our neighbour by giving false evidence against him in a court of justice, or simply calumniate him to others in our social intercourse with them. The form of the expression here used points especially to false witness of the former kind, but does not exclude the latter, which is expressly forbidden in Ex 23:1. The wrong done to a man by false evidence in a court may be a wrong of the very extremest kind - may be actual murder (1Kings 21:13). More often, however, it results in an injury to his property or his character [= Saksi palsu / dusta terdiri dari dua jenis, umum dan pribadi. Kita bisa, atau berusaha untuk merusak sesama kita dengan memberikan bukti palsu / dusta terhadap / menentang dia dalam sidang pengadilan, atau sekedar memfitnahnya kepada orang-orang lain dalam hubungan sosial dengan mereka. Bentuk dari ungkapan yang digunakan di sini menunjuk secara khusus kepada saksi palsu / dusta dari jenis yang terdahulu, tetapi tidak membuang / mengeluarkan yang belakangan, yang secara explicit / jelas dilarang dalam Kel 23:1. Kesalahan yang dilakukan kepada seseorang oleh bukti palsu / dusta dalam pengadilan bisa merupakan suatu kesalahan dari jenis yang paling extrim - bisa merupakan pembunuhan yang sungguh-sungguh (1Raja 21:13). Tetapi, lebih sering, itu mengakibatkan / menghasilkan luka / kerugian pada miliknya atau karakternya].
Catatan: saya beranggapan Kel 23:1 kurang tepat / jelas. Im 19:11 yang akan saya kutip di bawah lebih jelas.

Amsal 19:9 - “Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang menyembur-nyemburkan kebohongan akan binasa”.

a)   Dalam pengadilan.
Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.
Kata ‘saksi’, sekalipun tidak secara exklusif, tetapi secara implicit, lebih menunjuk pada larangan berdusta bagi saksi dalam pengadilan.
Bdk. Kel 23:1-2 - “(1) ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum.
Amsal 12:17 - “Siapa mengatakan kebenaran, menyatakan apa yang adil, tetapi saksi dusta menyatakan tipu daya”.
Ayat-ayat ini secara lebih menyolok menunjukkan larangan menjadi saksi palsu dalam pengadilan.

Dalam hal ini, kita juga perlu mengerti apa yang boleh disaksikan oleh seorang saksi. Pertama-tama, seorang saksi adalah orang yang tahu sendiri tentang apa yang ia saksikan / ceritakan itu. Kalau ia mendengarnya dari orang lain, ia bukan saksi / tidak layak menjadi saksi! Kedua, apa yang ia saksikan / ceritakan haruslah hanya apa yang ia lihat atau dengar, bukan perasaannya, pikirannya, atau kesimpulannya tentang apa yang ia dengar / lihat!

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: We have no right to give our mere inferences from what we know about the conduct and principles of others as though they were facts (= Kita tidak mempunyai hak untuk memberikan sekedar kesimpulan kita dari apa yang kita ketahui tentang tingkah laku dan prinsip-prinsip dari orang-orang lain seakan-akan hal-hal itu adalah fakta-fakta).

Contoh: saudara melihat seorang laki-laki pergi dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, dan saudara ‘memberi kesaksian’ bahwa mereka berselingkuh! Ini kesimpulan saudara, dan tidak boleh saudara saksikan, karena saudara hanya boleh menyaksikan apa yang betul-betul saudara ketahui. Bahkan kalau saudara melihat kedua orang itu pergi ke suatu hotel, yang boleh saudara saksikan hanyalah bahwa saudara melihat mereka pergi ke hotel. Kalau saudara ‘memberi kesaksian’ bahwa mereka masuk kamar dan melakukan hubungan sex, itu lagi-lagi merupakan kesimpulan saudara, dan itu tidak boleh diceritakan sebagai kesaksian.
Yang berhak menyimpulkan adalah hakim / juri, bukan saksi!

Tuhan sangat membenci saksi palsu sehingga memberikan Firman Tuhan sebagai berikut:
Ul 19:16-21 - “(16) Apabila seorang saksi jahat menggugat seseorang untuk menuduh dia mengenai suatu pelanggaran, (17) maka kedua orang yang mempunyai perkara itu haruslah berdiri di hadapan TUHAN, di hadapan imam-imam dan hakim-hakim yang ada pada waktu itu. (18) Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, (19) maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (20) Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. (21) Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.’”.

b)   Dalam kehidupan sehari-hari.
Im 19:11 - “Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya.
Kata-kata yang saya garis-bawahi lebih menunjuk pada larangan berdusta dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau kita mengatakan sesuatu yang bukan kebenaran, apalagi bertentangan dengan kebenaran, maka kita sudah melanggar hukum ke 9 ini.
Yes 5:20 - “Celakalah mereka yang menyebutkan kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang mengubah kegelapan menjadi terang dan terang menjadi kegelapan, yang mengubah pahit menjadi manis, dan manis menjadi pahit”.

Calvin (tentang Kel 20:16): “Although God seems only to prescribe that no one, for the purpose of injuring the innocent, should go into court, and publicly testify against him, yet it is plain that the faithful are prohibited from all false accusations, and not only such as are circulated in the streets, but those which are stirred in private houses and secret corners” (= Sekalipun Allah kelihatannya hanya menentukan bahwa tak seorangpun, untuk tujuan melukai / merugikan orang-orang yang tak bersalah, boleh pergi ke dalam pengadilan, dan di depan umum bersaksi menentang mereka, tetapi adalah jelas bahwa orang-orang yang setia / beriman dilarang dari semua tuduhan-tuduhan palsu / dusta, dan bukan hanya hal-hal seperti itu yang beredar di jalan-jalan, tetapi hal-hal yang ditimbulkan di rumah-rumah pribadi dan sudut-sudut / pelosok-pelosok rahasia).

Pulpit Commentary: “False witness in a court is but rarely given. We most of us pass our lives without having once to appear in a court, either as prosecutor, witness, or accused. The false witness against which the generality have especially to be on their guard, is that evil speaking which is continually taking place in society, whereby men’s characters are blackened, their motives misrepresented, their reputations eaten away” (= Kesaksian palsu / dusta dalam pengadilan jarang diberikan. Kebanyakan dari kita melewati hidup kita tanpa pernah sekalipun muncul dalam suatu pengadilan, apakah sebagai penuntut, saksi, atau terdakwa. Saksi palsu / dusta terhadap mana secara umum kita harus berjaga-jaga secara khusus, adalah berbicara buruk / jahat yang terus menerus terjadi dalam masyarakat, dengan mana karakter orang-orang dijadikan hitam / buruk, motivasi-motivasi mereka digambarkan secara salah, reputasi mereka dirusak).

Calvin (tentang Kel 20:16): “In whatever way, therefore, we injure our neighbors by unjustly defaming them, we are accounted false witnesses before God. We must now pass on from the prohibitive to the affirmative precept: for it will not be enough for us to restrain our tongues from speaking evil, unless we are also kind and equitable towards our neighbors, and candid interpreters of their acts and words, and do not suffer them, as far as in us lies, to be burdened with false reproaches” (= Karena itu, dengan cara apapun kita melukai / merugikan sesama kita dengan memfitnah / mencemarkan nama baik mereka dengan tidak adil / benar, kita dianggap sebagai saksi-saksi palsu / dusta di hadapan Allah. Sekarang kita harus beralih dari ajaran yang bersifat melarang kepada ajaran yang disetujui: karena tidak cukup bagi kita untuk mengekang lidah kita dari mengatakan yang jahat / buruk, kecuali kita juga adalah baik dan adil terhadap sesama kita, dan adalah penafsir-penafsir yang jujur dari tindakan-tindakan dan kata-kata mereka, dan tidak membiarkan mereka, sejauh itu tergantung kepada kita, dibebani dengan celaan-celaan yang palsu / dusta).
Bdk. Ef 4:25 - “Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota”.
Zakh 8:16-17 - “(16) Inilah hal-hal yang harus kamu lakukan: Berkatalah benar seorang kepada yang lain dan laksanakanlah hukum yang benar, yang mendatangkan damai di pintu-pintu gerbangmu. (17) Janganlah merancang kejahatan dalam hatimu seorang terhadap yang lain dan janganlah mencintai sumpah palsu. Sebab semuanya itu Kubenci, demikianlah firman TUHAN.’”.

Calvin (tentang Kel 20:16): God does not only forbid us to invent accusations against the innocent, but also to give currency to reproaches and sinister reports in malevolence or hatred. Such a person may perhaps deserve his ill-name, and we may truly lay such or such an accusation to his charge; but if the reproach be the ebullition of our anger, or the accusation proceed from ill-will, it will be vain for us to allege in excuse that we have advanced nothing but, what is true. For when Solomon says that ‘love covereth many sins;’ whereas ‘hatred brings reproaches to light,’ (Proverbs 10:12;) he signifies, as a faithful expositor of this precept, that we are only free from falsehood when the reputation of our neighbors suffers no damage from us; for, if the indulgence of evil-speaking violates charity, it is opposed to the Law of God [= Allah bukan hanya melarang kita untuk menemukan / menciptakan tuduhan-tuduhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah, tetapi juga untuk menyebarkan celaan-celaan dan laporan-laporan yang jahat dalam kedengkian atau kebencian. Orang seperti itu mungkin layak mendapatkan nama buruk, dan kita bisa dengan benar memberikan tuduhan ini atau itu terhadap dia; tetapi jika celaan itu merupakan ledakan dari kemarahan kita, atau tuduhan yang keluar dari maksud yang buruk, adalah sia-sia bagi kita untuk mengatakan sebagai dalih bahwa kita tidak mengajukan apapun kecuali apa yang benar. Karena pada waktu Salomo mengatakan bahwa ‘kasih menutupi banyak dosa’; sedangkan ‘kebencian membawa celaan-celaan pada terang’ (Amsal 10:12); ia memberitahukan sebagai seorang yang menjelaskan ajaran ini dengan setia, bahwa kita hanya bebas dari kepalsuan / dusta pada waktu reputasi dari sesama kita tidak mengalami kerusakan dari kita; karena jika penurutan dari pembicaraan buruk / jahat melanggar kasih, maka itu bertentangan dengan dengan Hukum Allah].
Amsal 10:12 - “Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran”.
Catatan:
1.   Tentang Amsal 10:12a-nya, Calvin menterjemahkan secara berbeda dengan Alkitab Indonesia maupun dengan semua terjemahan bahasa Inggris. Saya tidak tahu dari mana ia menterjemahkan seperti itu.
2.   Menurut saya, apa yang Calvin bicarakan di sini, sekalipun jelas merupakan dosa, tetapi lebih cocok untuk dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 (jangan membunuh) dari pada terhadap hukum ke 9 (jangan bersaksi dusta).
3.   Tidak selalu kita harus menutupi pelanggaran orang, dan tidak selalu kita dilarang membukakan kejahatan / keburukan orang. Kadang-kadang kita justru harus memberitakannya, demi melindungi orang lain dari kejahatan orang itu. Misalnya:
a.   Ada orang yang berhutang kepada saya dan tidak membayar. Lalu saya melihat ia mendekati si A, dan mau berhutang kepada si A. Haruskah saya berdiam diri? Kalau saya berdiam diri, saya tidak mengasihi si A, dan membiarkannya menjadi korban! Saya harus memberitahunya!
b.   Memberitakan kesesatan ajaran dari seorang pendeta. Apa alasannya untuk mengijinkan hal ini?
·         Ini bahkan dilakukan oleh Yesus (Mat 23:1-36  Luk 13:31-32), Paulus (Gal 1:6-9  Fil 3:2), dsb, dalam mengecam secara terang-terangan dan dengan keras ajaran-ajaran sesat yang ada, beserta pengajarnya. Bahkan sering kali ini dilakukan dengan menyebut nama orang itu (1Tim 1:20  2Tim 2:17  2Tim 4:14  3Yoh 9). Jadi, ini bukan hanya boleh dilakukan, tetapi harus dilakukan, tetapi motivasinya harus benar. Bukan karena kebencian terhadap orang itu, tetapi karena mengasihi orang-orang lain, dan ingin menghindarkan orang lain dari pada kesesatan. Anehnya, orang Kristen pada umumnya menyalahkan hal ini! Mereka seharusnya juga menyalahkan Yesus dan Paulus!
·         Dalam hal jasmani / sekuler kita boleh mengajarkan kepada anak-anak kita tentang kejahatan dari orang-orang tertentu, supaya jangan anak-anak kita terseret dalam kejahatan mereka. Misalnya kita mengajar anak-anak kita untuk tentang keburukan dari pengguna / pengedar narkoba, pelacuran dsb. Kalau ini boleh dilakukan dalam dunia sekuler, mengapa tidak boleh dalam dunia rohani?

2)         Dusta bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara.

a)   Dengan lidah.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: A gentleman once sent his servant to market with the direction to bring home the best thing he could find. He carried home a tongue. He was sent again with the direction to bring home the worst thing he could find. Again he brought home a tongue. This was right; for the tongue is the best thing in the world when properly used, or the worst when not so used (= Suatu kali seseorang mengutus pelayannya ke pasar dengan petunjuk untuk membawa pulang hal terbaik yang bisa ia dapatkan. Ia membawa pulang sebuah lidah. Ia diutus lagi dengan petunjuk untuk membawa pulang hal terburuk yang bisa ia dapatkan. Lagi-lagi ia membawa pulang sebuah lidah. Ini merupakan sesuatu yang benar; karena lidah adalah hal terbaik dalam dunia pada waktu digunakan dengan benar, atau hal terburuk pada waktu tidak digunakan demikian).

Ada banyak hal buruk yang bisa kita lakukan dengan lidah kita, dan salah satunya adalah dusta!

Contoh:

1.         Dalam bisnis / dagang.
Bdk. Amsal 20:14 - “‘Tidak baik! Tidak baik!’, kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya”.
Perhatikan bahwa ini merupakan sesuatu yang sangat umum dalam dunia perdagangan. Dunia perdagangan dipenuhi dengan dusta, dan saking umumnya hal itu, orang tidak lagi merasa bahwa itu merupakan dusta dan itu adalah dosa!
Bukan hanya pembeli, tetapi penjualnya juga sangat sering, atau bahkan lebih sering, berdusta, supaya bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak, atau supaya barangnya laku. Misalnya: pada waktu barangnya ditawar, ia mengatakan ‘Wah tidak bisa, kulaknya saja tidak boleh segitu’. Anehnya, akhirnya barangnya diberikan dengan harga itu. Jelas bahwa kata-katanya dusta!
Atau, dengan memuji-muji mutu barangnya yang ternyata jelek. Atau, dengan mengatakan kalau di luar ada yang lebih murah, silahkan kembalikan. Tetapi pada waktu betul-betul mau dikembalikan, ia menolak!

2.   Fitnah / meneruskan kabar angin yang belum tentu benar.
Merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal bahwa manusia pada umumnya terlalu cepat percaya pada kabar angin / kabar buruk tentang seseorang. Ini sebetulnya sudah salah, tetapi menjadi suatu dusta / fitnah, kalau hal itu lalu kita ceritakan kepada orang-orang lain.

3.   Dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.
Dalam banyak tempat hiburan di luar kota, kadang-kadang diberi perbedaan tarif untuk anak dan orang dewasa. Dan dituliskan, untuk anak di bawah 5 tahun, tarifnya 50 %. Kalau anak kita sudah di atas 5 tahun, tetapi anaknya kelihatan kecil, kita berdusta tentang usia anak itu hanya untuk mendapatkan discount tersebut. Ini jelas dosa! Kita menjual kebenaran, hanya demi discount yang tidak seberapa itu!

b)   Dengan tangan / tulisan (bdk. Neh 6:5-8).
Contoh:
1.   Memalsu tanda tangan.
2.   Mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil SIM.
3.   Menaikkan bon / kwitansi. Baik pembeli yang meminta bon dinaikkan, maupun penjual yang mau menaikkan bon, telah berdusta dengan tulisan (dan sekaligus mencuri / membantu pencurian).
4.   Mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh teman yang bolos kuliah.
5.   Mengisi formulir pendaftaran secara tidak jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.
6.   Menandatangani pernyataan yang tidak benar.
7.   Memberi surat sakit, padahal tidak sakit.
8.   Iklan yang tidak cocok dengan kenyataannya.
9.   Perusahaan yang membuat ‘double book’ (= pembukuan ganda).

c)   Dengan sikap / kepura-puraan.

Contoh:

1.         Pura-pura sakit / sedih.
Bdk. 1Sam 21:10-15 - “(10) Kemudian bersiaplah Daud dan larilah ia pada hari itu juga dari Saul; sampailah ia kepada Akhis, raja kota Gat. (11) Pegawai-pegawai Akhis berkata kepada tuannya: ‘Bukankah ini Daud raja negeri itu? Bukankah tentang dia orang-orang menyanyi berbalas-balasan sambil menari-nari, demikian: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa?’ (12) Daud memperhatikan perkataan itu, dan dia menjadi takut sekali kepada Akhis, raja kota Gat itu. (13) Sebab itu ia berlaku seperti orang yang sakit ingatan di depan mata mereka dan berbuat pura-pura gila di dekat mereka; ia menggores-gores pintu gerbang dan membiarkan ludahnya meleleh ke janggutnya. (14) Lalu berkatalah Akhis kepada para pegawainya: ‘Tidakkah kamu lihat, bahwa orang itu gila? Mengapa kamu membawa dia kepadaku? (15) Kekurangan orang gilakah aku, maka kamu bawa orang ini kepadaku supaya ia menunjukkan gilanya dekat aku? Patutkah orang yang demikian masuk ke rumahku?’”.
Catatan: boleh dikatakan semua penafsir menyalahkan kepura-puraan Daud ini dan menganggapnya sebagai tindakan tak beriman yang memalukan.

Tetapi strategi dalam perang, yang juga bisa dikatakan sebagai tindakan pura-pura, diijinkan.
Yos 8:3-22 - “(3) Lalu bersiaplah Yosua beserta seluruh tentara untuk pergi ke Ai. Yosua memilih tiga puluh ribu orang, pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, mereka disuruhnya pergi pada waktu malam (4) dan kepada mereka diperintahkannya, katanya: ‘Ketahuilah, kamu harus bersembunyi di belakang kota itu untuk menyerangnya, janganlah terlalu jauh dari kota itu, dan bersiap-siaplah kamu sekalian. (5) Aku dan semua orang yang bersama-sama dengan aku akan mendekati kota itu; apabila mereka keluar menyerbu kami, seperti yang pertama kali, maka kami akan melarikan diri dari hadapan mereka. (6) Jadi mereka akan keluar menyusul kami, sehingga kami memancing mereka jauh dari kota itu, sebab mereka akan berkata: orang-orang itu melarikan diri dari hadapan kita seperti yang pertama kali. Jika kami melarikan diri dari hadapan mereka, (7) maka kamu harus bangun dari tempat persembunyianmu itu untuk menduduki kota itu, dan TUHAN, Allahmu, akan menyerahkannya ke dalam tanganmu. (8) Segera setelah kamu merebut kota itu, haruslah kamu membakarnya; sesuai dengan firman TUHAN kamu harus melakukan semuanya itu; ingatlah, itulah perintahku kepadamu.’ (9) Demikianlah Yosua menyuruh mereka pergi, lalu berjalanlah mereka ke tempat persembunyian dan tinggal di antara Betel dan Ai, di sebelah barat Ai. Tetapi Yosua bermalam di tengah-tengah rakyat pada malam itu. (10) Keesokan harinya Yosua bangun pagi-pagi, lalu diperiksanyalah barisan bangsa itu dan berjalanlah ia maju beserta para tua-tua orang Israel di depan bangsa itu ke Ai. (11) Juga seluruh tentara yang bersama-sama dengan dia berjalan maju; mereka maju mendekat, lalu sampai ke tentangan kota itu, kemudian berkemahlah mereka di sebelah utara Ai, sehingga lembah itu ada di antara mereka dan Ai. (12) Yosua telah mengambil kira-kira lima ribu orang, lalu disuruhnya mereka bersembunyi di antara Betel dan Ai, di sebelah barat kota itu. (13) Beginilah rakyat itu diatur: seluruh tentara itu di sebelah utara kota dengan barisan belakang di sebelah barat kota. Pada malam itu berjalanlah Yosua melalui lembah itu. (14) Pagi-pagi, ketika raja negeri Ai melihat hal itu, maka ia dan seluruh rakyatnya, orang-orang kota itu, segera keluar berperang, menyerbu orang Israel, ke lereng di seberang dataran itu; raja itu tidak tahu, bahwa ada orang bersembunyi di belakang kota. (15) Yosua dan seluruh orang Israel itu berlaku seolah-olah dipukul mundur oleh mereka, lalu melarikan diri ke arah padang gurun. (16) Sebab itu semua orang yang ada di kota dikerahkan untuk mengejar orang Israel. Maka mereka mengejar Yosua, sehingga makin jauhlah mereka terpancing dari kota. (17) Seorangpun tidak tertinggal lagi di Ai dan Betel yang tidak keluar memburu orang Israel. Mereka meninggalkan kota itu terbuka, karena mereka mengejar orang Israel. (18) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: ‘Acungkanlah lembing yang ada di tanganmu ke arah Ai, sebab Aku menyerahkan kota itu ke dalam tanganmu.’ Maka Yosua mengacungkan lembing yang di tangannya ke arah kota itu. (19) Ketika diacungkannya tangannya, maka segeralah bangun orang-orang yang bersembunyi itu dari tempatnya, mereka berlari memasuki kota, merebutnya, lalu segera membakar kota itu. (20) Ketika orang Ai berpaling menoleh ke belakang, tampaklah asap kota itu naik membubung ke langit; mereka tidak sempat melarikan diri ke manapun juga, sebab rakyat yang tadinya lari ke padang gurun, berbalik melawan pengejar-pengejarnya. (21) Ketika Yosua dan seluruh Israel melihat, bahwa orang-orang yang bersembunyi itu telah merebut kota dan bahwa asap kota itu naik membubung, berbaliklah mereka, lalu menewaskan orang-orang Ai. (22) Sementara itu juga keluar orang-orang Israel yang lain dari dalam kota menyerbu orang-orang Ai, sehingga terjepit di tengah-tengah orang Israel itu, yang ini dari sini dan yang itu dari sana; orang-orang Ai ditewaskan, sehingga seorangpun dari mereka tidak ada yang dibiarkan terlepas atau luput”.
Catatan: ay 18 menunjukkan bahwa Tuhan sendiri terlibat dalam pelaksanaan strategi itu, dan ini merupakan alasan untuk mengatakan bahwa ini bukan sesuatu yang salah.
John Murray: “In this instance it would surely be futile to try to categorize this action on Joshua’s part as wrong. The Lord himself was party to the stratagem (cf. verse 18), and it would be sophistry indeed to attempt to abstract this element of the strategy from that which the Lord himself authorized. ... There was indeed retreat when, in ordinary sense, there was no need for retreat. In other words, it was a strategic retreat. ... Israel was under no obligation to inform the people of Ai what the meaning or intent of this retreat was. ... The men of Ai were deceived as to the meaning of the retreat of Israel, but that deception arose from their failure to discover its real purpose.  ... we are at a loss to find untruth [= Dalam contoh / hal ini adalah sia-sia untuk mencoba untuk menggolongkan tindakan ini pada / dari pihak Yosua sebagai salah. Tuhan sendiri ikut ambil bagian dalam trik / muslihat itu (bdk ay 18), dan memang akan merupakan suatu cara berpikir yang sesat / tak masuk akal untuk berusaha untuk menyingkirkan elemen dari strategi ini dari apa yang Tuhan sendiri sahkan / benarkan. ... Memang ada penarikan mundur pada saat, dari arti yang biasa, tidak ada kebutuhan untuk mundur. Dengan kata lain, itu merupakan suatu penarikan mundur yang bersifat strategi. ... Israel tidak wajib untuk memberi informasi kepada orang-orang Ai apa arti atau maksud dari penarikan mundur ini. ... Orang-orang Ai tertipu berkenaan dengan arti dari penarikan mundur dari Israel, tetapi fakta bahwa mereka tertipu itu muncul / timbul dari kegagalan mereka untuk menyingkapkan tujuan yang sebenarnya. ... kita tidak bisa menemukan ketidak-benaran] - ‘Principles of Conduct’, hal 144,145.
John Murray: “The allegation that Joshua acted an untruth or a lie rests upon the fallacious assumption that to be truthful we must under all circumstances speak or act in terms of the data which come within the purview of others who may be concerned with or affected by our speaking or acting. This is not the criterion of truthfulness. It would oftentimes be incompatible with justice, rights, and truth to apply this criterion. When we speak or act we do so in terms of all the relevant facts and considerations which come within our purview, and if we are misunderstood or misrepresented we are not to be charged with falsehood” (= Pernyataan tanpa bukti bahwa Yosua melakukan suatu ketidak-benaran atau suatu dusta, didasarkan pada suatu anggapan yang salah bahwa untuk menjadi benar kita harus, dalam segala keadaan, berbicara atau bertindak berkenaan dengan data yang datang di dalam batasan pengertian dari orang-orang lain, yang bisa berkenaan dengan atau dipengaruhi oleh kata-kata atau tindakan kita. Ini bukan kriteria dari kebenaran. Bahkan akan sering tidak cocok dengan keadilan, hak-hak, dan kebenaran, untuk menerapkan kriteria ini. Pada waktu kita berbicara atau bertindak, kita melakukannya berkenaan dengan semua fakta dan pertimbangan yang relevan yang datang ke dalam batasan pengertian kita, dan jika kita disalah-mengerti atau disalah-gambarkan, kita tidak boleh dituduh dengan kepalsuan / dusta) - ‘Principles of Conduct’, hal 145.

2.         Bersikap munafik.
Sesuatu yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa bertindak / bersikap munafik sangat berbeda dengan menguasai diri. Kalau ada seseorang yang tidak menyenangkan kita, dan kita menahan diri untuk tidak marah / memaki / memukul dia, maka itu merupakan penguasaan diri, dan merupakan sesuatu yang benar. Tetapi kalau kita bersikap / berbicara kepada dia seolah-olah kita menyukai dia, maka itu merupakan kata-kata / sikap yang munafik, dan ini merupakan dusta.
Kata ‘orang munafik’ berasal dari kata Yunani HUPOKRITES, yang arti sebenarnya / awalnya adalah seorang pemain sandiwara.

d)   Dengan gerakan-gerakan tertentu dari anggota-anggota tubuh tertentu.
Amsal 6:12-14 - “(12) Tak bergunalah dan jahatlah orang yang hidup dengan mulut serong, (13) yang mengedipkan matanya, yang bermain kaki dan menunjuk-nunjuk dengan jari, (14) yang hatinya mengandung tipu muslihat, yang senantiasa merencanakan kejahatan, dan yang menimbulkan pertengkaran”.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Amsal 6:13): “He makes secret signs with all these members; the mark of a deceitful and malignant man” (= Ia membuat isyarat-isyarat rahasia dengan semua anggota-anggota ini; tanda dari seorang yang penuh tipu daya dan sangat jahat).

e)   Dengan berdiam diri.
Pulpit Commentary: “False witness may be borne by silence. In discussing a man’s character, silence, with or without significant looks, is eloquent. ‘He could have spoken,’ it is argued, ‘had he been able to say anything favourable.’ Silent acquiescence in the charges made is quite sufficient confirmation of their truth! ... It is easy enough to injure a man’s good name by thoughtless speech or cowardly silence. We cannot rid ourselves of the responsibility which attaches to our carelessness or cowardice. By speech or silence we give our testimony, whether the testimony be true or false” (= Saksi dusta / palsu bisa dihasilkan oleh tindakan berdiam diri. Dalam mendiskusikan karakter dari seseorang, tindakan berdiam diri, dengan atau tanpa pandangan / wajah yang berarti, merupakan sesuatu yang fasih. ‘Ia bisa mengatakan’ demikian diargumentasikan, ‘seandainya ia mampu untuk mengatakan apapun yang baik / menyenangkan’. Sikap menyetujui dengan berdiam diri dalam tuduhan-tuduhan yang dibuat, merupakan peneguhan yang cukup dari kebenaran tuduhan-tuduhan itu! ... Adalah cukup mudah untuk melukai / merugikan nama baik seseorang oleh ucapan yang tak dipikir atau sikap berdiam diri yang bersifat pengecut. Kita tidak bisa membersihkan diri kita sendiri dari tanggung jawab yang dilekatkan pada kecerobohan atau ke-pengecut-an kita. Oleh / dengan ucapan atau sikap berdiam diri, kita memberikan kesaksian kita, apakah kesaksian itu benar atau salah).

Adam Clarke (tentang Kel 20:16): “Suppressing the truth when known, by which a person may be defrauded of his property or his good name, or lie under injuries or disabilities which a discovery of the truth would have prevented, is also a crime against this law” (= Menekan kebenaran pada waktu kebenaran itu diketahui, dengan mana seseorang bisa diambil miliknya atau nama baiknya, atau berdusta pada waktu pembukaan kebenaran bisa mencegah luka / kerugian atau cacat, juga merupakan suatu kejahatan terhadap hukum ini).

Penerapan: orang yang mengetahui kebenaran, apakah ini merupakan kebenaran dalam urusan Firman Tuhan atau kebenaran dalam urusan sehari-hari / biasa, harus belajar untuk menjadi orang yang vokal, dan berani menyatakan kebenaran itu!



HUKUM 9(2)


jangan bersaksi dusta


(Kel 20:16)


Kel 20:16 - “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”.

3)         Hal-hal yang perlu ditekankan tentang dusta.

a)   Dusta tetap dilarang, baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.
Contoh: saudara berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.

b)   Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss!
Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga salah.

c)   Dusta tetap dilarang, sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik.
Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih), yang diartikan sebagai ‘dusta dengan tujuan yang baik’. Ingat bahwa Kristen bukan pragmatisme, yang menghalalkan seadanya cara asal tujuannya baik. Dalam Kristen bukan hanya tujuannya yang harus baik, tetapi cara mencapai tujuan yang baik itu juga harus benar. Tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak benar!

Ironside: “Men are in the habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are called ‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me, ‘All liars shall have their part in the lake which burneth with fire and brimstone’ (Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black, and gray lies” [= Manusia biasa membedakan antara jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut ‘dusta putih’, dan sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi tahu saya: ‘... semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab tidak membuat pembedaan apapun antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

John Murray: “many interpreters have taken the position that the Scripture recognizes the legitimacy of the lie of utility, exigency, necessity ... It has not been difficult to show how unwarranted such an inference is in some of the instances which might appear to lend it support. ... But the upshot of our examination has been that no instance demonstrates the propriety of untruthfulness under any exigency” (= banyak penafsir telah mengambil posisi bahwa Kitab Suci mengakui pengabsahan dari dusta tentang keperluan / kegunaan, keadaan darurat, kebutuhan ... Tidak sukar untuk menunjukkan betapa tak berdasarnya kesimpulan seperti itu dalam beberapa contoh / kejadian yang kelihatannya mendukung hal ini. ... Tetapi hasil dari penyelidikan kami adalah bahwa tidak ada kejadian yang menunjukkan kebenaran dari ketidak-benaran dalam keadaan darurat apapun) - ‘Principles of Conduct’, hal 146.

Contoh:

1.   Kasus dusta Rahab dalam Yos 2:1-7. Rahab berdusta untuk tujuan yang baik, tetapi ini tetap dipersalahkan oleh semua penafsir. Rahab memang dipuji dalam Ibr 11:31 dan Yak 2:25. Tetapi mari kita perhatikan dengan seksama, karena apa ia dipuji.
Ibr 11:31 - “Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik.
Yak 2:25 - “Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain?.
Jelas bahwa ia dipuji karena imannya, dan karena ia telah menyambut para pengintai Israel dengan baik, menyembunyikan mereka dan menolong mereka, tetapi bukan karena dustanya.
Kalau Petrus dipersalahkan pada waktu ia menyangkal Yesus 3 x demi melindungi nyawanya sendiri, bagaimana mungkin kita bisa dibenarkan pada waktu kita berdusta untuk melindungi nyawa orang lain?
Adalah baik kalau saudara berusaha maximal untuk melindungi nyawa seseorang, tetapi saudara tidak boleh melindunginya dengan cara melanggar Firman Tuhan. Ingat bahwa nyawa orang itu tidak tergantung dusta saudara ataupun tergantung pada orang-orang yang mau membunuhnya, tetapi tergantung kepada Tuhan sendiri! Kemaha-kuasaanNya membuat Dia bisa menolong melalui 1001 cara yang lain. Dia tidak membutuhkan bantuan dusta saudara!

2.   Baik dusta Abraham (Kej 12:10-20  Kej 20:1-18) maupun dusta Ishak (Kej 26:7-11), jelas dipersalahkan oleh semua penafsir yang nggenah!

Penerapan:

a.   Pada saat menghadapi orang yang sakit berat, kita sering berdusta supaya orang yang sakit itu tidak tahu kalau sakitnya berat, dan dengan demikian ia tidak terlalu stres. Atau pada waktu ada seseorang yang sakit berat atau mengalami kecelakaan, kita berdusta kepada orang tua / kakek / nenek dari orang itu supaya mereka tidak mati karena kaget. Ini semua tetap merupakan dusta dan juga merupakan dosa!

b.         Penggunaan dusta untuk mendamaikan dua pihak yang bertengkar.
Ada extrim kiri dimana orang memberitakan yang salah atau yang tidak perlu diberitakan sehingga membuat orang gegeran atau membuat gegerannya makin hebat, tetapi juga ada extrim kanan dimana orang memberitakan yang salah untuk mendamaikan orang yang gegeran! Kedua-duanya sama-sama salah! Kadang-kadang kita boleh menahan kebenaran, tetapi kita tidak pernah boleh menyatakan ketidak-benaran!
Tetapi dalam suatu sidang pengadilan, kita tidak boleh menahan kebenaran yang berhubungan dengan persoalan itu. Kalau kita melihat film-film yang berkenaan dengan pengadilan, maka kita bisa melihat bahwa baik terdakwa, maupun orang-orang yang memberikan kesaksian, disumpah untuk mengatakan ‘the truth, the whole truth, and nothing but the truth’ (= kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran).

d)   Dusta tetap dilarang, sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.
Jangan berpikir bahwa mendustai pendeta itu dosa, tetapi mendustai seorang korak / penjahat tidak apa-apa!
Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

e)   Dusta tetap dilarang, sekalipun mengatakan kebenaran menyebabkan kita rugi, dan bahkan kehilangan nyawa.
Maz 15:1-5 - “(1) [Mazmur Daud.] TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.
Ay 2-5 jelas menggambarkan orang saleh, yang hidupnya memperkenan Tuhan. Dan salah satu cirinya adalah ‘berpegang pada sumpah, walaupun rugi’!

Jelas ada banyak kasus dimana mengatakan kebenaran bisa menyebabkan kita rugi. Misalnya seorang sekretaris yang tidak mau disuruh berdusta oleh bossnya, bisa saja dipecat. Ini harus dianggap sebagai salib yang harus ia pikul.
Kesaksian: pulang dari USA, saya bawa kamera Nikon yang baru dibeli, dan karena jujur harus membayar ‘pajak’ Rp 250.000,-!

Kerugian harta / uang belum apa-apa, dibandingkan dengan kerugian nyawa yang bisa saja terjadi pada waktu kita mengucapkan kebenaran. Seandainya kita boleh berdusta demi melindungi nyawa kita dari bahaya / kematian, maka tentu Petrus tidak salah pada waktu menyangkal Yesus 3 x. Tetapi jelas bahwa ia salah. Jadi, kita juga tidak boleh berdusta demi melindungi nyawa kita. Yesus sudah rela mengorbankan nyawa bagi kita, maka kita juga harus rela mengorbankan nyawa bagi Dia.

f)    Dusta tetap dilarang sekalipun kalau kita mengatakan kebenaran, itu menyakiti orang lain.
Memang kalau tidak ada perlunya, kebenaran yang kita tahu bisa menyakiti hati orang lain, sebaiknya kita tahan / tidak kita nyatakan. Dan kalau memungkinkan, kita harus menyatakannya sedemikian rupa sehingga sesedikit mungkin menyakiti hatinya. Tetapi bagaimanapun, kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran. Misalnya:
1.   Seorang cewek yang gemuk bertanya kepada saudara apakah dia gemuk. Bagaimana menjawabnya? Kalau saudara mengatakan ‘Oh, tidak gemuk kok, malah langsing sekali!’, maka saudara jelas menyatakan ketidak-benaran, dan itu adalah dusta. Tetapi kalau kita mengatakan ‘Wah kamu gembrot seperti babi’, maka kita menyakiti dia. Maka mungkin lebih baik kalau kita mengatakan ‘Yah, kamu nggak terlalu langsing’.
2.   Kalau saudara diundang makan, dan ternyata makanannya tidak enak, dan saudara ditanya bagaimana pendapat saudara tentang makanan itu, bagaimana saudara menjawabnya? Mengatakan ‘tidak enak’ akan menyakiti hati orang yang memasak makanan itu; tetapi mengatakan ‘enak’ jelas merupakan dusta, dan ini menyakiti hati Tuhan! Apakah saudara lebih baik menyakiti Tuhan yang sudah menderita dan mati bagi saudara, atau menyakiti hati sesama saudara? Saudara tetap harus mengatakan kebenaran, tetapi dalam hal ini usahakanlah membuat kata-kata itu sehalus mungkin. Misalnya jangan mengatakan: ‘Wah sangat tidak enak, sampai saya mau muntah’. Saudara bisa mengatakan: ‘Makanan ini tidak terlalu cocok untuk saya’.

Kesimpulan: berbeda dengan larangan membunuh yang mempunyai perkecualian, maka dalam larangan berdusta ini tidak ada perkecualian. Dalam sikon apapun, kita dilarang berdusta / mengucapkan sesuatu yang kita tahu tidak benar!

4)         Contoh-contoh dusta / pelanggaran hukum 9.

a)   Dusta yang umum dalam gereja.

1.   Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal terlambat. Ini merupakan tindakan yang umum tetapi salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga karena hal seperti ini justru mendidik jemaat untuk datang terlambat.

2.         Tidak menepati nazar / janji kepada Tuhan.
Banyak orang Kristen dengan mudahnya berjanji / bernazar, biasanya dalam acara camp, retreat, KKR dan sebagainya. Mereka menjanjikan banyak hal, seperti akan rajin ikut Pemahaman Alkitab, atau akan rajin ikut Persekutuan Doa, atau akan rajin melayani, atau memberikan janji iman untuk suatu persembahan bagi gereja dsb, tetapi semua janji itu akhirnya dilupakan begitu saja.
Bdk. Pkh 5:3-4 - “(3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
Awas, ayat ini tidak berarti bahwa Yefta dan Herodes benar pada waktu menepati sumpah / nazarnya. Sumpah / nazar, yang penggenapannya merupakan suatu dosa, tidak boleh ditepati! Tetapi sumpah / nazar / janji, yang penggenapannya bukan merupakan suatu dosa, harus ditepati.

3.   Dusta dari mimbar.
Ada banyak contoh tentang dusta dari mimbar, baik oleh chairman / pemimpin liturgi, orang-orang yang memberi kesaksian, maupun oleh pengkhotbah / pendeta dalam menyampaikan Firman Tuhan, seperti:
a.   Membual, menambah-nambahi cerita, khususnya dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan! Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Mungkin karena mereka beranggapan cerita yang mereka berikan kurang menarik, sehingga mereka lalu menambah-nambahinya sehingga ‘lebih indah dari warna aslinya’. Kalau itu memang betul-betul suatu cerita yang tidak sungguh-sungguh terjadi, tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau saudara menceritakan suatu fakta yang betul-betul terjadi, ceritakanlah apa adanya, jangan menambahi apapun hanya untuk membuatnya lebih menarik. Dusta tidak akan membuat khotbah / pemberitaan Firman Tuhan saudara diberkati oleh Tuhan, bahkan sebaliknya!
b.   Banyak orang kristen, dalam acara sharing, sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.
c.   Banyak juga orang-orang / pengkhotbah-pengkhotbah / pendeta-pendeta yang betul-betul mengarang cerita pada waktu memberikan kesaksian, dengan tujuan mempopulerkan diri sendiri, seperti mengatakan bahwa ia bicara dengan Tuhan, diajak jalan-jalan kesurga / neraka oleh Tuhan, dan sebagainya.
d.   Pengkhotbah-pengkhotbah yang menjadi bunglon, dimana mereka selalu menyesuaikan apa yang mereka beritakan dengan para pendengarnya. Contoh: Bambang Noorsena!
e.   Pengkhotbah yang tahu tentang kebenaran, tetapi karena menganggapnya tidak menguntungkan kalau kebenaran itu diberitakan, lalu membengkokkan kebenaran itu.
Ini tidak berbeda dengan nabi palsu yang memberitakan ketidak-benaran!
f.    Pengkhotbah / penulis (buku maupun internet / face book dsb), yang menyerang ajaran-ajaran lawan secara tidak fair, dengan melebih-lebihkan / bersifat memfitnah. Contoh: Pdt. Jusuf B. S., Guy Duty, dan juga Suhento Liauw dan Steven Liauw, dalam menyerang Calvinisme. Mereka memfitnahnya lebih dulu, baru menyerang ajaran Calvinisme yang sudah mereka bengkokkan itu!
g.   Pengkhotbah / penulis yang, untuk tujuan menipu, menafsirkan dengan menggunakan bahasa asli dari Alkitab secara salah.
h.   Nubuat-nubuat yang dibuat sendiri.
Neh 6:12 - “Karena kuketahui benar, bahwa Allah tidak mengutus dia. Ia mengucapkan nubuat itu terhadap aku, karena disuap Tobia dan Sanbalat.
Yer 5:31 - Para nabi bernubuat palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang, dan umatKu menyukai yang demikian! Tetapi apakah yang akan kamu perbuat, apabila datang kesudahannya?”.
Yer 14:14-15 - “(14) Jawab TUHAN kepadaku: ‘Para nabi itu bernubuat palsu demi namaKu! Aku tidak mengutus mereka, tidak memerintahkan mereka dan tidak berfirman kepada mereka. Mereka menubuatkan kepadamu penglihatan bohong, ramalan kosong dan tipu rekaan hatinya sendiri. (15) Sebab itu beginilah firman TUHAN mengenai para nabi yang bernubuat demi namaKu, padahal Aku tidak mengutus mereka, dan yang berkata: Perang dan kelaparan tidak akan menimpa negeri ini - :Para nabi itu sendiri akan habis mati oleh perang dan kelaparan!”.
Yer 23:21,25-27 - “(21) ‘Aku tidak mengutus para nabi itu, namun mereka giat; Aku tidak berfirman kepada mereka, namun mereka bernubuat. ... (25) Aku telah mendengar apa yang dikatakan oleh para nabi, yang bernubuat palsu demi namaKu dengan mengatakan: Aku telah bermimpi, aku telah bermimpi! (26) Sampai bilamana hal itu ada dalam hati para nabi yang bernubuat palsu dan yang menubuatkan tipu rekaan hatinya sendiri, (27) yang merancang membuat umatKu melupakan namaKu dengan mimpi-mimpinya yang mereka ceritakan seorang kepada seorang, sama seperti nenek moyang mereka melupakan namaKu oleh karena Baal?”.
Yer 23:32 - “Sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan mereka yang menubuatkan mimpi-mimpi dusta, demikianlah firman TUHAN, dan yang menceritakannya serta menyesatkan umatKu dengan dustanya dan dengan bualnya. Aku ini tidak pernah mengutus mereka dan tidak pernah memerintahkan mereka. Mereka sama sekali tiada berguna untuk bangsa ini, demikianlah firman TUHAN”.
1Raja 22:4-14 - “(4) Lalu katanya kepada Yosafat: ‘Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?’ Jawab Yosafat kepada raja Israel: ‘Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.’ (5) Tetapi Yosafat berkata kepada raja Israel: ‘Baiklah tanyakan dahulu firman TUHAN.’ (6) Lalu raja Israel mengumpulkan para nabi, kira-kira empat ratus orang banyaknya, kemudian bertanyalah ia kepada mereka: ‘Apakah aku boleh pergi berperang melawan Ramot-Gilead atau aku membatalkannya?’ Jawab mereka: ‘Majulah! Tuhan akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (7) Tetapi Yosafat bertanya: ‘Tidak adakah lagi di sini seorang nabi TUHAN, supaya dengan perantaraannya kita dapat meminta petunjuk?’ (8) Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’ (9) Kemudian raja Israel memanggil seorang pegawai istana, katanya: ‘Jemputlah Mikha bin Yimla dengan segera!’ (10) Sementara raja Israel dan Yosafat, raja Yehuda, duduk masing-masing di atas takhtanya dengan pakaian kebesaran, di suatu tempat pengirikan di depan pintu gerbang Samaria, sedang semua nabi itu bernubuat di depan mereka, (11) maka Zedekia bin Kenaana membuat tanduk-tanduk besi, lalu berkata: ‘Beginilah firman TUHAN: Dengan ini engkau akan menanduk Aram sampai engkau menghabiskan mereka.’ (12) Juga semua nabi itu bernubuat demikian, katanya: ‘Majulah ke Ramot-Gilead, dan engkau akan beruntung; TUHAN akan menyerahkannya ke dalam tangan raja.’ (13) Suruhan yang pergi memanggil Mikha itu, berkata kepadanya: ‘Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.’ (14) Tetapi Mikha menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, sesungguhnya, apa yang akan difirmankan TUHAN kepadaku, itulah yang akan kukatakan.’”.

4.         Sinterklaas / Santa Claus.
Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena sebetulnya kedua hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Catatan: Encyclopedia Britannica mengatakan bahwa Santa Claus dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama Santo Nikolas, yang dikatakan hidup pada abad ke 4. Tetapi lalu menambahkan bahwa keberadaannya tidak pernah dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan versi Belanda, jelas-jelas merupakan dusta.
Orang Kristen bukan hanya tidak boleh menggabungkan Santa Claus dengan perayaan Natal, tetapi juga harus membuangnya dari seluruh kehidupannya!

b)   Tidak menepati janji kepada sesama manusia.
Maz 15:4 - “yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi.
Tetapi kenyataannya, banyak orang yang sekalipun tidak rugi, tetap melanggar janji.
Misalnya:
1.   Janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!
2.   Janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
3.   Janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang (pada saat itu belum jamannya handphone), dan pada waktu pembantu memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.

c)   Menekan / menyembunyikan kebenaran, pada saat itu seharusnya diberitakan / dinyatakan.
Karena itu, jangan terlalu cepat untuk berjanji untuk tidak menceritakan sesuatu! Seringkali ada orang yang berkata: ‘Aku mau beritahu kamu sesuatu, tetapi janji dulu untuk tidak memberitahukannya kepada orang lain’. Jangan mau berjanji seperti itu! Mengapa?
1.   Itu merupakan cara gosip / fitnah yang ‘aman’, yang memang sering digunakan oleh banyak pemfitnah / penggosip! Pemfitnah / penggosipnya tidak bisa ditemukan, karena saksi yang mengetahui dia sebagai pemfitnah / penggosip sudah diikat oleh janji itu.
2.   Kalau saudara mau berjanji, dan ternyata berita itu merupakan sesuatu yang memang harus diberitakan, maka saudara terikat oleh janji itu, dan tidak bisa menyatakan kebenaran!

Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Dalam banyak hal kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta. Misalnya pada waktu kita ditanyai penghasilan kita, atau pada waktu seorang perempuan ditanyai umurnya, kita / ia bisa berkata: ‘Kamu tak perlu tahu’, atau ‘Itu bukan urusanmu’. Tetapi kita tidak boleh menyatakan ketidak-benaran!

d)   Menjilat orang untuk menyenangkan hatinya.
Tidak salah kalau kita memuji seseorang dengan tulus dan pujian itu memang benar. Tetapi kalau maksud dari pujian itu hanya untuk menyenangkan orang itu, dan pujian itu sebetulnya tidak benar, maka ‘jilatan’ seperti ini jelas merupakan dusta dan salah. Menurut saya, kita bukan hanya tidak boleh menjilat, tetapi juga tidak boleh menyukai jilatan! Para boss dan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi harus memperhatikan hal yang terakhir ini.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: The third sin against this Commandment is BASE FLATTERY and SOOTHING; which is a quite opposite extreme to the other, as both are opposite to truth. Now this is, either self-flattery, or the flattering of others. 1. There is a self-flattery. Learn, therefore, O Christian, to take the just measure of thyself. 2. There is a sinful flattering of others: and that, either by an immoderate extolling of their virtues; or, what is worse, by a wicked commendation even of their very vices. This is a sin most odious unto God, who hath threatened to cut off all flattering lips (Ps 12:3) [= Dosa ketiga terhadap hukum ini adalah umpakan / jilatan yang hina; yang merupakan extrim yang berlawanan dengan yang lain, karena keduanya bertentangan dengan kebenaran. Ini adalah, atau mengumpak diri sendiri, atau mengumpak orang-orang lain. 1. Ada pengumpakan terhadap diri sendiri. Karena itu, orang Kristen, belajarlah untuk mengambil ukuran yang benar tentang dirimu sendiri. 2. Ada pengumpakan yang berdosa tentang orang-orang lain; dan itu, atau oleh suatu peninggian yang kelewat batas tentang kebaikan-kebaikan mereka; atau, lebih buruk lagi, oleh suatu pujian yang jahat bahkan tentang kejahatan-kejahatan mereka. Ini adalah suatu dosa yang paling menjijikkan bagi Allah, yang mengancam untuk memotong semua bibir yang menjilat (Maz 12:4)].
Catatan: sebelum membicarakan hal ini penafsir ini membicarakan tentang fitnah. Itulah yang ia maksudkan dengan kata-kata ‘the other’ (= yang lain) yang saya garis-bawahi itu. Kalau memfitnah itu menjelekkan seseorang, maka dalam mengumpak / menjilat, kita memuji seseorang, tetapi dengan pujian yang tidak jujur. Ini juga merupakan dusta.
Maz 12:3-5 - “(3) Mereka berkata dusta, yang seorang kepada yang lain, mereka berkata dengan bibir yang manis dan hati yang bercabang. (4) Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar, (5) dari mereka yang berkata: ‘Dengan lidah kami, kami menang! Bibir kami menyokong kami! Siapakah tuan atas kami?’”.
Kata-kata ‘bibir yang manis’ dalam terjemahan KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan: flattering lips (= bibir yang menjilat / mengumpak).

Nabi-nabi palsu sering bermulut manis, karena mereka memang ingin menyenangkan hati pendengar mereka. Tetapi nabi asli / hamba Tuhan yang sejati tidak demikian!
Ro 16:18 - “Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya”.
Sekarang, bandingkan dengan Paulusnya sendiri.
1Tes 2:3-5 - “(3) Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. (4) Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. (5) Karena kami tidak pernah bermulut manis - hal itu kamu ketahui - dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi - Allah adalah saksi -”.
Bdk. Gal 1:10 - “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus”.

Tetapi celakanya, banyak ‘orang Kristen’ senang kepada ‘hamba Tuhan’ yang pemberitaannya menyenangkan telinga mereka, dan sebaliknya, membenci hamba Tuhan yang sejati yang memberitakan kebenaran yang ‘menyakitkan hati’ mereka.
2Tim 4:3-4 - “(3) Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. (4) Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng”.
Bdk. 1Raja 22:8 - “Jawab raja Israel kepada Yosafat: ‘Masih ada seorang lagi yang dengan perantaraannya dapat diminta petunjuk TUHAN. Tetapi aku membenci dia, sebab tidak pernah ia menubuatkan yang baik tentang aku, melainkan malapetaka. Orang itu ialah Mikha bin Yimla.’ Kata Yosafat: ‘Janganlah raja berkata demikian.’”.

Jangan pernah menyenangi para penjilat, khususnya kalau mereka adalah ‘hamba Tuhan’. Kalau saudara menyenangi ‘hamba Tuhan’ yang adalah seorang penjilat, besar kemungkinannya saudara akan mendapatkan seorang nabi palsu!


HUKUM 9(3)


jangan bersaksi dusta


(Kel 20:16)


e)   Memfitnah / menyebarkan gossip.

1.         Ada banyak ayat yang mengecam / melarang fitnah / penyebaran gossip.
Im 19:16 - Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN”.
Catatan: perhatikan kata-kata ‘pergi kian ke mari’ yang jelas menunjukkan bahwa orang-orang seperti itu dengan semangat mendatangi orang-orang untuk menyebarkan fitnahnya!
Maz 15:1-5 - “(1) Mazmur Daud. TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya”.
Tit 2:3 - “Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik”.
Tit 3:2 - Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang”.
Kel 23:1-2 - “(1) ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. (2) Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum”.

2.   Ini adalah bentuk dusta yang paling kejam, dan mengakibatkan banyak hal buruk seperti:

a.   Merusak nama baik seseorang.
Adam Clarke (tentang Kel 20:15):
“Good name in man or woman
Is the immediate jewel of their souls.
Who steals my purse steals trash, -
But he that filches from me my good name,
Robs me of that which not enriches him
And makes me poor indeed”
(= Nama baik dalam diri seorang laki-laki atau perempuan
Adalah permata / perhiasan yang dekat dari jiwa mereka.
Siapa yang mencuri dompetku mencuri sampah / barang rosokan, -
Tetapi ia yang mencuri dariku nama baikku,
Merampok aku dari apa yang tidak memperkaya dia
Dan betul-betul membuat aku miskin).

Pulpit Commentary: The character of our neighbour, whatever his rank or position, whether the neighbour be a Prime Minister or only a domestic servant, ought to be as precious to us as our own character (= Karakter dari sesama kita, apapun kedudukan atau posisinya, apakah sesama itu adalah Perdana Menteri atau hanya pelayan rumah, harus sama berharganya bagi kita seperti karakter kita sendiri).

b.   Mengadu domba / menimbulkan pertengkaran bahkan di antara dua orang yang bersahabat karib.
Amsal 16:28 - “Orang yang curang menimbulkan pertengkaran, dan seorang pemfitnah menceraikan sahabat yang karib.
Amsal 6:16-19 - “(16) Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hatiNya: (17) mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, (18) hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, (19) seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara.

Contoh: Mefiboset dan Daud.
2Sam 16:1-4 - “(1) Ketika Daud baru saja melewati puncak, datanglah Ziba, hamba Mefiboset, mendapatkan dia membawa sepasang keledai yang berpelana, dengan muatan dua ratus ketul roti, seratus buah kue kismis, seratus buah-buahan musim panas dan sebuyung anggur. (2) Lalu bertanyalah raja kepada Ziba: ‘Apakah maksudmu dengan semuanya ini?’ Jawab Ziba: ‘Keledai-keledai ini bagi keluarga raja untuk ditunggangi; roti dan buah-buahan ini bagi orang-orangmu untuk dimakan; dan anggur ini untuk diminum di padang gurun oleh orang-orang yang sudah lelah.’ (3) Kemudian bertanyalah raja: ‘Di manakah anak tuanmu?’ Jawab Ziba kepada raja: ‘Ia ada di Yerusalem, sebab katanya: Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan ayahku.’ (4) Lalu berkatalah raja kepada Ziba: ‘Kalau begitu, kepunyaanmulah segala kepunyaan Mefiboset.’ Kata Ziba: ‘Aku tunduk! Biarlah kiranya aku tetap mendapat kasih di matamu, ya tuanku raja.’”.
2Sam 19:24-30 - “(24) Juga Mefiboset bin Saul menyongsong raja. Ia tidak membersihkan kakinya dan tidak memelihara janggutnya dan pakaiannya tidak dicucinya sejak raja pergi sampai hari ia pulang dengan selamat. (25) Ketika ia dari Yerusalem menyongsong raja, bertanyalah raja kepadanya: ‘Mengapa engkau tidak pergi bersama-sama dengan aku, Mefiboset?’ (26) Jawabnya: ‘Ya tuanku raja, aku ditipu hambaku. Sebab hambamu ini berkata kepadanya: Pelanailah keledai bagiku, supaya aku menungganginya dan pergi bersama-sama dengan raja! - sebab hambamu ini timpang. (27) Ia telah memfitnahkan hambamu ini kepada tuanku raja. Tetapi tuanku raja adalah seperti malaikat Allah; sebab itu perbuatlah apa yang tuanku pandang baik. (28) Walaupun seluruh kaum keluargaku tidak lain dari orang-orang yang patut dihukum mati oleh tuanku raja, tuanku telah mengangkat hambamu ini di antara orang-orang yang menerima rezeki dari istanamu. Apakah hakku lagi dan untuk apa aku mengadakan tuntutan lagi kepada raja?’ (29) Tetapi raja berkata kepadanya: ‘Apa gunanya engkau berkata-kata lagi tentang halmu? Aku telah memutuskan: Engkau dan Ziba harus berbagi ladang itu.’ (30) Lalu berkatalah Mefiboset kepada raja: ‘Biarlah ia mengambil semuanya, sebab tuanku raja sudah pulang dengan selamat.’”.
Catatan: Albert Barnes mengatakan tidak bisa diketahui apakah kata-kata Ziba dalam 2Sam 16:3 itu benar atau merupakan fitnahan. Tetapi boleh dikatakan semua penafsir yang lain menganggap Ziba memfitnah, dan Daud terlalu cepat percaya pada fitnahan itu, dan setelah ia bertemu dengan Mefiboset dalam 2Sam 19, ia tetap berkompromi dan tidak menghukum Ziba. Fitnahan Ziba ini bukan hanya merugikan Mefiboset dalam hal harta, tetapi khususnya merusak hubungan Mefiboset dengan Daud.

c.   Betul-betul membunuh seseorang!
Contoh: kasus Stefanus (Kis 6-7), dan Nabot (1Raja 21), dan Yesus sendiri (Mat 26:59-dst).

Tetapi celakanya banyak orang kristen sering memfitnah, baik secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan berita yang disangka benar, tetapi ternyata tidak benar).
Calvin (tentang Kel 20:12): scarcely one in a hundred will be found who will be as kind in sparing the character of others, as he himself desires to be pardoned for manifest vices (= hampir tidak akan didapati satu dari seratus yang akan sama baiknya dalam melindungi / menjaga karakter dari orang-orang lain, seperti ia sendiri menginginkan untuk diampuni untuk kejahatan-kejahatan yang jelas).

3.   Memfitnah bisa dilakukan oleh seseorang yang terlalu cepat membuat kesimpulan, dan lalu memberitakan kesimpulannya yang ia anggap benar itu.
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: Another way by which flames are often kindled to the damage of one’s good name, is THE HABIT OF JUMPING TO CONCLUSIONS WITHOUT SUFFICIENT EVIDENCE TO SUSTAIN THEM (= Satu cara lain dengan mana api sering dikobarkan / dinyalakan bagi kerusakan nama baik seseorang, adalah kebiasaan untuk meloncat pada suatu kesimpulan tanpa bukti yang cukup untuk menopangnya).

4.   Bukan hanya yang menyebarkan fitnah / gossip yang dianggap bersalah, tetapi juga yang menerima / mempercayai fitnah / gossip itu.
Calvin, Matthew Henry, dan juga beberapa penafsir lain, mengatakan bahwa kata-kata ‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong’ dalam Kel 23:1 itu bisa diterjemahkan ‘Janganlah engkau menerima kabar bohong’. Dan mereka menambahkan bahwa si penerima sama jahatnya seperti si pemfitnah.
Kel 23:1 - “‘Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar”.

Calvin (tentang Kel 20:16): “we must close our ears against false and evil speaking; since he is just as injurious to his brother who eagerly listens to sinister reports respecting him, as he who exercises his tongue in maligning him” (= Kita harus menutup telinga kita terhadap pembicaraan dusta dan jahat; karena ia yang sangat ingin mendengar pada laporan-laporan yang jahat tentang saudaranya sama merugikan / berbahayanya bagi saudaranya seperti ia yang menggunakan lidahnya dalam memfitnahnya).

Calvin (tentang Kel 23:1): a lie would soon come to nothing from its own emptiness, and fall to the ground, if it were not taken up and supported by the unrighteous consent of others. God, therefore, recalls His people from this wicked conspiracy, lest by their assistance they should spread abroad false accusations; and calls those false witnesses who traduce their neighbors by lending their hand to the ungodly: because there is but little difference between raising a calumny and keeping it up (= suatu dusta dengan segera hilang dari kekosongannya sendiri, dan jatuh ke tanah, jika dusta itu tidak diambil dan ditopang oleh persetujuan yang tidak benar dari orang-orang lain. Karena itu, Allah, mengingatkan umatNya dari persekongkolan jahat ini, supaya jangan oleh bantuan mereka mereka menyebarkan dengan luas tuduhan-tuduhan palsu / dusta; dan menyebut mereka yang memfitnah sesama mereka dengan meminjamkan tangan mereka kepada orang-orang jahat sebagai saksi-saksi palsu / dusta: karena hanya ada sedikit perbedaan antara membangkitkan suatu fitnahan dan memeliharanya / meneruskannya).

Matthew Henry menambahkan lagi bahwa kadang-kadang kita tidak bisa terhindar dari mendengar cerita yang palsu / salah, tetapi kita tidak boleh menerimanya selama masih ada alasan untuk meragukan kebenaran cerita tersebut. Juga, kita tidak boleh mendengarnya dengan sukacita, seperti mereka yang bersukacita dalam kejahatan.

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16): III. THE CRUEL PURPOSES OF SLANDER MAY ALSO BE ACCOMPLISHED BY SLY INSINUATIONS AND CRAFTY QUESTIONS CALCULATED TO AROUSE SERIOUS AND DAMAGING SUSPICIONS. When any one spoke evil of another in the presence of Peter the Great, he would promptly stop him and say, ‘Well, now; but has he not got a bright side? Come, tell me what good you know of him. It is easy to splash mud; but I would rather help a man to keep his coat clean!’ IV. SLANDER IS ENCOURAGED BY THOSE WHO PATIENTLY LISTEN TO IT, and who prompt the cruel person to vent his venom on the innocent (= III. Tujuan-tujuan yang kejam dari fitnahan juga bisa dicapai oleh usul-usul yang secara diam-diam menentang seseorang dan pertanyaan-pertanyaan yang licik yang diperhitungkan untuk membangkitkan kecurigaan-kecurigaan yang serius dan merusak. Pada waktu siapapun berbicara jahat tentang orang lain di hadapan Petrus yang Agung, ia akan dengan segera menghentikannya dan berkata, ‘Ya, tetapi apakah ia tidak mempunyai sisi yang terang? Ayo, ceritakan kepadaku hal baik apa yang engkau tahu tentang dia. Adalah mudah untuk memercikkan lumpur; tetapi aku lebih senang menolong seseorang untuk menjaga jasnya bersih!’ IV. Fitnahan dianjurkan / didorong / disemangati oleh mereka yang mendengarnya dengan sabar, dan yang mendorong orang yang kejam itu untuk menyemburkan bisanya pada orang yang tidak bersalah).

Untuk orang-orang yang senang mendengar fitnahan terhadap orang lain, maka perhatikan kata-kata ini.
Pulpit Commentary: “Bear false witness against a stranger and it will be easier to bear false witness against a friend; the use of unmeasured language in the one case will lead to less measured language in the other. As a fact this is the case. People who express themselves so strongly when speaking of political opponents, are just the people who behind your back will speak of you with inaccurate unkindness” (= Hasilkanlah kesaksian palsu / dusta terhadap seorang asing dan akan lebih mudah untuk menghasilkan kesaksian palsu / dusta terhadap seorang teman; penggunaan bahasa / kata-kata yang berlebihan dalam satu kasus akan membimbing pada bahasa / kata-kata yang lebih berlebihan dalam kasus yang lain. Dalam faktanya ini adalah kasusnya. Orang-orang yang menyatakan diri mereka sendiri dengan begitu kuat pada waktu berbicara tentang oposisi politik, adalah justru orang-orang yang di belakangmu akan berbicara tentangmu dengan ketidak-baikan yang tidak akurat).
Jelasnya, orang yang bisa memfitnah orang lain di depan saudara, lambat atau cepat akan memfitnah saudara sendiri di depan orang lain!

5.   Pada saat ada suatu tuduhan terhadap seseorang, kita hanya boleh mempercayai kalau ada bukti, atau sedikitnya ada 2-3 saksi!
Ul 19:15 - “‘Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat seseorang mengenai perkara kesalahan apapun atau dosa apapun yang mungkin dilakukannya; baru atas keterangan dua atau tiga orang saksi perkara itu tidak disangsikan”. Bdk. Bil 35:30  Ul 17:6  Mat 18:15-17  Yoh 8:17  2Kor 13:1.
Pada waktu ada tuduhan terhadap seorang penatua / hamba Tuhan, ada ayat khusus yang melarang kita secara sembarangan menerima fitnah / gossip / tuduhan terhadapnya.
1Tim 5:19 - “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi”.
Mengapa ada ayat khusus untuk penatua / hamba Tuhan? Jelas karena mereka lebih sering menjadi sasaran kebencian orang, yang lalu memfitnah mereka. Dan juga khususnya, karena setan sering menggunakan anak-anaknya, bahkan juga anak-anak Tuhan, untuk menyerang penatua / hamba Tuhan melalui fitnahan.
Ingat bahwa ‘saksi’ adalah orang yang tahu sendiri peristiwa itu, bukan hanya mendengarnya dari orang lain! Juga mereka haruslah orang yang nggenah / layak dipercaya. Pada saat ada 2-3 saksi atau lebih, ingat bahwa inipun tidak menjamin kebenaran berita tersebut! Nabot, Yesus, Stefanus difitnah dengan menggunakan banyak saksi palsu!

6.   Dusta / fitnah bisa dilakukan dengan:

a.   Menceritakan setengah kebenaran (half truth).

·         Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceri­takan seluruh kebenaran. Kadang-kadang itu merupakan kemustahilan. Dan dalam kasus Samuel di bawah ini, Tuhan sendiri yang menyuruhnya untuk menceritakan setengah / sebagian kebenaran.
1Sam 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: ‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata: ‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. (3) Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang akan Kusebut kepadamu.’ (4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan tibalah ia di kota Betlehem. Para tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu”.

John Murray: “Without question here is a divine authorization for concealment by means of a statement other than that which would have disclosed the main purpose of Samuel’s visit to Jesse. ... He did not speak what was contrary to fact. There was no untruth in what the Lord authorized. ... This incident makes clear that it is proper under certain circumstances to conceal or withhold part of the truth. Saul has no right to know the whole purpose of Samuel’s mission to Jesse nor was Samuel under obligation to disclose it. Concealment was not lying. ... It is necessary to guard jealously the distinction between partial truth and untruth” (= Tak perlu dipertanyakan bahwa di sini ada pemberian ijin ilahi untuk penyembunyian dengan memberikan suatu pernyataan yang lain dari pada apa yang akan menyingkapkan tujuan utama dari kunjungan Samuel kepada Isai. ... Ia tidak berbicara apa yang bertentangan dengan fakta. Tidak ada ketidak-benaran dalam apa yang Tuhan ijinkan. ... Peristiwa ini membuat jelas bahwa adalah benar di bawah kondisi-kondisi tertentu untuk menyembunyikan atau menahan sebagian dari kebenaran. Saul tidak mempunyai hak untuk mengetahui seluruh tujuan dari misi Samuel kepada Isai, juga Samuel tidak wajib untuk menyatakannya. Penyembunyian bukanlah dusta. ... Adalah perlu untuk menjaga dengan hati-hati / penuh kewaspadaan perbedaan antara ‘sebagian kebenaran’ dan ‘ketidak-benaran’) - ‘Principles of Conduct’, hal 139,140.

·         Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu dengan si A pada waktu si A pergi ke bioskop dengan istrinya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa si A pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istrinya), maka itu jelas adalah penceritaan sebagian kebenaran yang bersifat memfitnah!
Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikirkanlah lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.

·         Dusta dengan menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang dalam bersaksi hanya menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami dari Tuhan, tetapi sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak enak yang mereka alami dalam mengikuti Kristus.

·         Sharing / contoh: di Kupang ada seorang pengkhotbah memberitakan melalui radio bahwa saya adalah orang sesat karena mengijinkan makan daging orang! Saya memang memberitakan hal itu, tetapi pemberitaan itu saya lakukan dengan latar belakang suatu cerita yang sungguh-sungguh terjadi, tentang pesawat yang jatuh di pegunungan salju. Sebagian dari mereka mati, tetapi sebagian yang lain hidup. Mereka tidak mempunyai makanan, dan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu memakan orang-orang yang mati, atau mati kelaparan. Dan mereka akhirnya memakan orang-orang yang mati. Lalu saya mengatakan bahwa saya tidak bisa menyalahkan mereka dalam keadaan seperti itu. Tetapi dalam pengkhotbah itu menyampaikannya di radio, seluruh latar belakang dihapuskan! Ia hanya mengatakan bahwa saya mengijinkan orang makan daging orang! Ini betul-betul merupakan suatu fitnahan yang kurang ajar!

·         Contoh lain: pengutipan sebagian yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Dalam buku ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 393, Saksi Yehuwa memberikan kutipan dari Encyclopedia Britannica: “Kata Tritunggal, maupun doktrin Tritunggal yang jelas, tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Yesus dan pengikut-pengikutnya juga tidak bermaksud menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!’ (Ul. 6:4). ... Doktrin ini berkembang secara bertahap selama beberapa abad dan melalui banyak perdebatan. ... Menjelang akhir abad ke-4 ... doktrin Tritunggal pada dasarnya mengambil bentuk yang sampai sekarang dipertahankan.”.

Sekarang, untuk menunjukkan kekurang-ajaran Saksi-Saksi Yehuwa dalam mengutip, saya akan membandingkan kutipan sebagian dari mereka, dengan kutipan penuh dari Encyclopedia Britannica 2000.

Encyclopedia Britannica 2000:
“in Christian doctrine, the unity of Father, Son, and Holy Spirit as three persons in one Godhead. Neither the word Trinity nor the explicit doctrine appears in the New Testament, nor did Jesus and his followers intend to contradict the Shema in the Old Testament: ‘Hear, O Israel: The Lord our God is one Lord’ (Deuteronomy 6:4). The earliest Christians, however, had to cope with the implications of the coming of Jesus Christ and of the presumed presence and power of God among them--i.e., the Holy Spirit, whose coming was connected with the celebration of the Pentecost. The Father, Son, and Holy Spirit were associated in such New Testament passages as the Great Commission: ‘Go therefore and make disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit’ (Matthew 28:19); and in the apostolic benediction: ‘The grace of the Lord Jesus Christ and the love of God and the fellowship of the Holy Spirit be with you all’ (2 Corinthians 13:14). Thus, the New Testament established the basis for the doctrine of the Trinity. The doctrine developed gradually over several centuries and through many controversies. Initially, both the requirements of monotheism inherited from the Old Testament and the implications of the need to interpret the biblical teaching to Greco-Roman religions seemed to demand that the divine in Christ as the Word, or Logos, be interpreted as subordinate to the Supreme Being. An alternative solution was to interpret Father, Son, and Holy Spirit as three modes of the self-disclosure of the one God but not as distinct within the being of God itself. The first tendency recognized the distinctness among the three, but at the cost of their equality and hence of their unity (subordinationism); the second came to terms with their unity, but at the cost of their distinctness as ‘persons’ (modalism). It was not until the 4th century that the distinctness of the three and their unity were brought together in a single orthodox doctrine of one essence and three persons. The Council of Nicaea in 325 stated the crucial formula for that doctrine in its confession that the Son is ‘of the same substance (homoousios) as the Father,’ even though it said very little about the Holy Spirit. Over the next half century, Athanasius defended and refined the Nicene formula, and, by the end of the 4th century, under the leadership of Basil of Caesarea, Gregory of Nyssa, and Gregory of Nazianzus (the Cappadocian Fathers), the doctrine of the Trinity took substantially the form it has maintained ever since. Copyright © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc.”.

Terjemahannya:
“Dalam doktrin Kristen, kesatuan dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi dalam satu keAllahan. Baik kata Tritunggal maupun doktrinnya yang EXPLICIT tidak muncul / tampak dalam Perjanjian Baru, juga Yesus maupun para pengikutNya tidak bermaksud untuk menentang Shema dalam Perjanjian Lama: ‘Dengarlah hai orang Israel, TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa’ (Ulangan 6:4). Tetapi orang-orang Kristen mula-mula harus menghadapi pengertian tentang datangnya Yesus Kristus dan tentang anggapan tentang kehadiran dan kuasa dari Allah di antara mereka, yaitu Roh Kudus, yang kedatanganNya dihubungkan dengan perayaan dari Pentakosta. Bapa, Anak, dan Roh Kudus digabungkan / disatukan dalam text-text Perjanjian Baru seperti Amanat Agung: ‘Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus’ (Matius 28:19); dan dalam pemberian berkat rasuli: ‘Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian’ (2Kor 13:13). Dengan cara ini / Karena itu, Perjanjian Baru menegakkan / memperlihatkan / membuktikan dasar untuk doktrin dari Tritunggal. Doktrin ini berkembang secara perlahan-lahan selama berabad-abad dan melalui banyak kontroversi / perdebatan. Pada awalnya, tuntutan monotheisme dari Perjanjian Lama maupun adanya kebutuhan untuk menafsirkan ajaran alkitabiah kepada agama-agama Yunani-Romawi kelihatannya menuntut bahwa keilahian dalam Kristus sebagai Firman, atau LOGOS, ditafsirkan sebagai lebih rendah dari pada Allah. Pemecahan alternatif adalah dengan menafsirkan Bapa, Anak, dan Roh Kudus sebagai tiga mode / cara penyingkapan diri sendiri dari Allah yang esa, tetapi tidak berbeda dalam diri Allah sendiri. Kecenderungan yang pertama mengakui perbedaan di antara ketiganya, tetapi dengan mengorbankan kesetaraan dan karena itu juga kesatuan mereka (subordinationisme); yang kedua sesuai dengan kesatuan mereka, tetapi dengan mengorbankan perbedaan mereka sebagai ‘pribadi-pribadi’ (modalisme). Baru pada abad ke 4lah perbedaan dari ketiganya dan kesatuan mereka dipersatukan dalam suatu doktrin orthodox tunggal tentang satu hakekat dan tiga pribadi. Sidang Gereja Nicea pada tahun 325 menyatakan formula yang sangat penting untuk doktrin itu dalam pengakuannya bahwa Anak adalah ‘dari zat yang sama (HOMOOUSIOS) dengan Bapa’, sekalipun pengakuan itu berkata-kata sangat sedikit tentang Roh Kudus. Selama setengah abad selanjutnya, Athanasius mempertahankan dan menghaluskan / membersihkan formula Nicea itu, dan pada akhir dari abad keempat, dibawah pimpinan dari Basil dari Kaisarea, Gregory dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzus, (Bapa-bapa Kappadokia), doktrin Tritunggal mendapat bentuk secara kokoh yang dipertahankannya sejak saat itu. Hak cipta © 1994-2000 Encyclopædia Britannica, Inc..

Catatan:
¨       bagian yang saya beri garis-bawah tunggal adalah bagian yang dikutip oleh Saksi-Saksi Yehuwa, sedangkan yang saya beri garis bawah ganda / dobel, adalah bagian, yang secara kurang ajar mereka loncati, padahal itu adalah bagian yang sangat penting. Pengutipan sebagian, dan pembuangan bagian yang seharusnya penting untuk dikutip, membuat Encyclopedia Britannica kelihatannya mengatakan sesuatu yang berbeda dengan yang seharusnya.
¨       kata ‘EXPLICIT’ diterjemahkan ‘yang jelas’ oleh Saksi-Saksi Yehuwa, dan ini jelas merupakan terjemahan yang menyesatkan. Dalam Perjanjian Baru dan bahkan dalam seluruh Kitab Suci memang tidak ada dasar yang explicit untuk doktrin Allah Tritunggal (misalnya ayat yang mengatakan bahwa Allah itu satu hakekatNya, tetapi ada dalam 3 pribadi yang setara). Tetapi dasar-dasar yang jelas, jelas ada. Dan Encyclopedia Britannica 2000 sendiri memberikan 2 text yang dipakai sebagai bukti / dasar dari doktrin Allah Tritunggal, yaitu Mat 28:19 dan 2Kor 13:13.
¨       untuk ayat terakhir ini penomoran ayat antara Kitab Suci Indonesia dan Kitab Suci Inggris berbeda satu angka; dalam Kitab Suci Indonesia 2Kor 13:13; dalam Kitab Suci Inggris 2Kor 13:14.

b.   Mengubah nada bicara / mimik wajah pada waktu menceritakan sesuatu!
Pulpit Commentary: “False witness embodied in accurate speech. We may use true words and yet create a false impression; e.g., a remark made and repeated verbatim. The way, however, in which it is repeated, the special setting, the peculiar intonation; these things give it a very different meaning to that intended by the original speaker. The words are accurate, the testimony is false. (New music alters the character of a song.)” [= Saksi dusta mewujudkan diri dalam ucapan yang akurat. Kita bisa menggunakan kata-kata yang benar tetapi menciptakan suatu kesan yang salah / dusta; misalnya, suatu ucapan / kata-kata dibuat dan diulangi kata demi kata. Tetapi, cara dalam mana kata-kata itu diulangi, tindakan khusus, intonasi / nada yang khas; hal-hal ini memberinya suatu arti yang sangat berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara aslinya. Kata-katanya akurat, kesaksiannya palsu / dusta (musik yang baru mengubah karakter dari suatu lagu)].
Misalnya: kalau si A berka­ta kepada saudara: ‘si B itu gila’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyampaikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gila!!’, dengan nada membentak, wajah yang marah, dan mata yang melotot, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!
Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikatakan oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!

7.   Hebatnya dosa memfitnah / menyebar gossip.
Matthew Henry mengatakan bahwa hampir tidak ada dosa lain apapun dimana orang yang melakukannya bersalah dalam begitu banyak kejahatan dari dosa ini.
Ini mencakup banyak dosa seperti dusta, sumpah palsu (kalau dilakukan dalam pengadilan), kebencian, dan bahkan pembunuhan.

Bdk. Kel 23:7 - “Haruslah kaujauhkan dirimu dari perkara dusta. Orang yang tidak bersalah dan orang yang benar tidak boleh kaubunuh, sebab Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah”.

Calvin (tentang Kel 23:7): “Since he seems to speak of perjury, which brings about the death of the innocent, some might perhaps prefer that this passage should be annexed to the Sixth Commandment; but this is easily solved; for Moses is expressly condemning false-witness, and at the same time instances one case of it, whereby it may appear how detestable a crime it is, viz., the slaying of a brother by calumny, because the false witness rather kills him with his tongue than the executioner with his sword” (= Karena ia kelihatannya berbicara tentang sumpah palsu, yang menyebabkan kematian dari orang yang tak bersalah, beberapa orang mungkin lebih memilih bahwa text ini dihubungkan dengan Hukum ke 6; tetapi ini bisa dengan mudah dibereskan; karena Musa sedang mengecam secara explicit saksi palsu / dusta, dan pada saat yang sama memberi contoh satu kasus tentangnya, dengan mana bisa kelihatan betapa menjijikkannya kejahatan ini, yaitu pembunuhan seorang saudara oleh fitnahan, karena si saksi palsu / dusta lebih membunuhnya dengan lidahnya dari pada sang algojo dengan pedangnya).

8.   Pemfitnah pasti sangat menyenangkan / melayani setan melalui fitnahnya!
Setan adalah bapa segala dusta (Yoh 8:44), dan karena itu ia pasti ‘mengilhami’ banyak orang (baik anak-anaknya, maupun anak-anak Allah!), untuk berdusta, dan terlebih khusus lagi, untuk memfitnah!
Karena itu, kalau saudara mau menyenangkan / memuliakan setan, banyaklah memfitnah, khususnya terhadap hamba-hamba Tuhan!

9.   Ini termasuk salah satu dosa untuk mana orang yang melakukannya seharusnya dikucilkan (dilakukan siasat gerejani terhadapnya).
1Kor 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir (seharusnya ‘tamak’) dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir (seharusnya ‘tamak’), penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.
Repotnya, biasanya dosa memfitnah ini sukar dibuktikan. Tetapi kalau bisa dibuktikan, maka seharusnya siasat gerejani diberlakukan terhadap orang itu!
Kalau saudara yakin dengan pasti seseorang adalah pemfitnah, tetapi fitnahnya tidak bisa dibuktikan, maka yang harus saudara lakukan adalah melakukan ‘siasat gerejani’ secara pribadi, yaitu jauhi dia / jangan bergaul dengan dia!

10.        Bagaimana caranya supaya kita tidak memfitnah?
The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:16: “If thou wouldst not be guilty of slander, be not busy in other men’s affairs. ... If you would not be guilty of slander, listen not unto those who are slanderers ... If you would not be slanderers of others be not self-lovers. For self-love always causeth envy; and envy detraction” (= Jika engkau tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah sibuk dengan urusan orang-orang lain. ... Jika engkau tidak mau bersalah dalam hal memfitnah, janganlah mendengarkan mereka yang adalah pemfitnah-pemfitnah ... Jika engkau tidak mau menjadi pemfitnah-pemfitnah dari orang-orang lain, jangan menjadi pecinta diri sendiri. Karena cinta kepada diri sendiri selalu menyebabkan iri hati; dan iri hati selalu menyebabkan peremehan / penghinaan).

5)         Apa yang menyebabkan seseorang berdusta?
Banyak penyebab:
a)   Tamak / ingin mendapatkan keuntungan.
b)   Pelit / tak mau keluar uang.
c)   Malu atau gengsi.
d)   Sungkan atau takut.
e)   Ingin dipuji / dihormati / disukai orang. Contoh: Ananias dan Safira (Kis 5:1-11).
f)    Benci / marah.
g)   Kasih. Karena takut menyakiti orang yang kita kasihi, maka kita mendustai dia.
Bdk. 1Yoh 3:18 - “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.
h)   Cemburu / iri hati.
i)    Menutupi dosa / kesalahan.
j)    Kebiasaan. Ini membuat mulutnya otomatis berdusta, bahkan pada saat tidak perlu dan tidak ada gunanya berdusta.
k)    Tidak meninggikan / menghormati kebenaran / menganggap remeh kebenaran!
l)    Pekerjaan setan.
Kis 5:3 - “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu?”.
Yoh 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.

6)         Apa akibat negatif dari dusta?
Sekalipun dusta bisa ‘memberikan keuntungan secara sekuler’ tetapi dusta bisa mengakibatkan banyak hal yang negatif, seperti:
a)   Rasa malu pada saat dusta itu terbongkar.
Contoh: ada orang mempunyai toko yang menjual ayam potong. Suatu hari ada seorang langganan datang ke tokonya dan mau membeli ayam. Ia mengeluarkan seekor ayam dengan berat 1,1 kg. Si langganan berkata: ‘Kok kecil ya? Tak ada yang lebih besar?’. Ia masuk lagi ke dalam, dan mendapati bahwa ayamnya tinggal cuma satu ekor itu saja. Tetapi ia tidak mau langganannya batal membeli, dan karena itu ia keluar lagi dengan membawa ayam yang sama, lalu berkata: ‘Yang ini 1,3 kg’. Si langganan berkata: ‘Kok juga kecil ya? Saya beli dua-duanya saja!’. Bisa saudara bayangkan bagaimana si penjual ayam harus menjawab?
b)   Membuat orang tidak percaya lagi kata-kata saudara, bahkan pada waktu saudara mengatakan kebenaran!
c)   Sangat memungkinkan membuat anak saudara mengikuti teladan saudara.
d)   Menambahi ‘tabungan’ dosa kita.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesembilan ini? Kalau saudara tahu bahwa saudara sudah sering / banyak berdusta, maka jangan menganggapnya sebagai dosa yang remeh, karena Wah 21:8 mengatakan bahwa semua pendusta akan masuk ke dalam lautan yang menyala-nyala dengan api dan belerang! Juga perhatikan Kis 5:1-11, dimana Ananias dan Safira dihukum mati oleh Tuhan karena berdusta.

Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.

Wah 22:14-15 - “(14) Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu. (15) Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar.

Kalaupun saudara hanya pernah berdusta 1 x seumur hidup, itu sudah menyebabkan saudara disebut seorang pendusta, dan saudara harus masuk ke neraka selama-lamanya untuk itu, kecuali kalau saudara mempunyai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara. Sudahkan saudara mempunyai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?




HUKUM 10


jangan mengingini milik sesamamu


(Kel 20:17)


Kel 20:17 - “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.
Ul 5:21 - “Jangan mengingini isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu”.

1)         Bukan semua keinginan merupakan dosa.

Matthew Henry: “The foregoing commands implicitly forbid all desire of doing that which will be an injury to our neighbour; this forbids all inordinate desire of having that which will be a gratification to ourselves. ‘O that such a man’s house were mine! Such a man’s wife mine! Such a man’s estate mine!’ This is certainly the language of discontent at our own lot, and envy at our neighbour’s; and these are the sins principally forbidden here (= Perintah-perintah yang lalu secara implicit melarang semua keinginan untuk melakukan hal-hal yang melukai sesama kita; perintah ini melarang semua keinginan yang tanpa batas / yang berlebihan untuk mempunyai / mendapatkan hal-hal yang akan menjadi suatu pemuasan bagi diri kita sendiri. ‘O, sekiranya rumah orang itu adalah milikku! Sekiranya istri orang itu adalah milikku! Sekiranya tanah orang itu adalah milikku’. Ini jelas merupakan bahasa dari ketidak-puasan terhadap nasib kita sendiri, dan iri hati pada nasib sesama kita; dan ini adalah dosa-dosa yang secara prinsip dilarang di sini).

Wycliffe Bible Commentary: “Covetousness is ‘the inordinate desire of unpossessed good’ (G. A. Chadwick, Exodus in Expositor’s Bible). ‘The most inward of all the commandments, forbidding not an external act, but a hidden mental state, a state, however, which is the root of nearly every sin against a neighbor’ (Cambridge Bible). It is basically the sin of Adam and Eve, to desire that which it is not God’s will that we have” [= Ketamakan adalah ‘keinginan yang sangat banyak terhadap harta benda / barang-barang yang tidak dimiliki’ (G. A. Chadwick, Exodus in Expositor’s Bible). ‘Yang paling batiniah dari semua hukum, melarang bukan suatu tindakan luar / lahiriah, tetapi suatu keadaan mental yang tersembunyi, tetapi suatu keadaan yang adalah akar dari hampir setiap dosa terhadap sesama’ (Cambridge Bible). Secara dasari ini adalah dosa dari Adam dan Hawa, menginginkan apa yang bukan kehendak Allah untuk kita miliki].

Wilmington’s Bible Handbook (Bible Survey): “To covet is to desire for yourself any person or thing that belongs to someone else” (= Mengingini adalah menginginkan untuk dirimu sendiri seseorang atau sesuatu yang adalah milik dari orang lain).

Jelas bahwa tidak semua keinginan merupakan dosa. Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah keinginan yang didasari oleh iri hati, atau keinginan yang hanya ditujukan untuk pemuasan nafsu diri sendiri, dan khususnya, ketamakan!

Dalam bahasa Inggris hukum ini berbunyi ‘Thou shall not covet ...’. Kata kerja ‘covet’ (= ingin / mengingini) kalau menjadi kata sifat menjadi kata ‘covetous’ (= tamak)!

Contoh pelanggaran dari hukum ini:
a)   Ingin suami / istri / pacar orang lain.
Menginginkan istri / suami orang lain, sekalipun bisa, tetapi belum tentu berurusan dengan kecantikan / ketampanan, bentuk tubuh yang indah, kepribadian yang menarik, atau bahkan dengan cinta / sex. Bisa saja, kita mengingini istri / suami orang lain, hanya karena hal-hal baik lain yang ada dalam diri orang itu, misalnya, istri orang lain itu pandai mengatur rumah atau pandai masak, sedangkan istri kita tidak becus dalam hal-hal itu, sehingga kita menginginkan istri seperti istri orang lain itu. Atau, suami orang lain itu pandai / rajin bekerja / cari uang, sedangkan suami kita tidak becus / malas bekerja, dan kita menginginkan suami seperti suami orang lain itu. Apapaun alasannya, itu tetap menginginkan istri / suami orang lain, dan itu melanggar hukum ke 10 ini.
b)   Ingin kaya seperti tetangga.
c)   Ingin mobil, TV, video seperti tetangga.
d)   Ingin kecantikan orang lain.
e)   Ingin kepandaian / bakat orang lain.

2)         Ini merupakan perintah yang secara khusus berhubungan dengan hati / pikiran.
Perintah-perintah yang lalu terutama menunjuk pada tindakan luar / lahiriah, sekalipun dalam arti yang luas yang diberikan oleh Yesus, juga mencakup hati dan pikiran. Tetapi perintah ‘jangan mengingini’ ini secara khusus berhubungan dengan hati dan pikiran.

3)         Dosa ini merupakan akar dari dosa-dosa lain, yang jauh lebih hebat.
Sekalipun dosa ini kelihatannya remeh, tetapi ini merupakan akar dari dosa-dosa lain yang dilakukan dengan kata-kata / tindakan.
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

a)   Yak 3:16 - “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat”.

b)   Yak 4:2 - “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa”.

c)   Yak 1:13-15 - “(13) Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun. (14) Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (15) Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut”.
Penjelasan: Yak 1:14-15 berbicara tentang keinginan. Keinginan tidak selalu merupakan dosa. Kalau kita mempunyai keinginan untuk mentaati Tuhan, melayani Tuhan dsb, ini tentu merupakan keinginan yang baik. Bahkan kalau kita mempunyai keinginan untuk tidur, makan, dsb (selama dalam batas yang wajar), maka itu jelas bukan dosa. Tetapi ada banyak keinginan yang bersifat dosa, seperti ingin barang orang lain (iri hati), ingin berzinah, ingin membalas kejahatan dengan kejahatan dsb. Keinginan yang berdosa inilah yang dimaksudkan dengan penco­baan dalam Yak 1:13 ini! Keinginan itu sendiri, sekalipun belum dituruti / dilaksanakan, sudah merupakan dosa! Sekarang mari kita perhatikan dan bahas Yak 1:15nya.

1.         Yak 1:15a - ‘apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahir­kan dosa’.
Apakah ini bisa diartikan bahwa keinginan yang belum dibuahi / dilakukan bukanlah dosa? Tidak, bukan itu yang dimaksudkan! ‘Melahirkan dosa’ artinya dosanya menjadi kelihatan. Tadi, sebelum keinginan itu dibuahi / dilakukan, itu sudah merupakan dosa, tetapi dosa itu bisa dikatakan ‘masih dalam kandungan’, artinya dosa itu belum kelihatan. Tetapi pada waktu keinginan itu dibuahi / dilakukan, maka dosanya ‘lahir’ / menjadi kelihatan.
Bandingkan dengan:
·         Maz 7:15 - “Sesungguhnya orang itu hamil dengan kejahatan, ia mengandung kelaliman dan melahirkan dusta.
·         Yes 59:4b-5,13b - “(4b) orang mengandung bencana dan melahirkan kelaliman. (5) Mereka menetaskan telur ular beludak, dan menenun sarang laba-laba; siapa yang makan dari telurnya itu akan mati, dan apabila sebutir ditekan pecah, keluarlah seekor ular beludak. ... (13b) kami merancangkan pemerasan dan penyelewengan, mengandung dusta dalam hati dan melahirkannya dalam kata-kata.
Jelas bahwa kedua text di atas ini juga mengatakan adanya dosa yang ada dalam kandungan (disebut ‘kejahatan’ / ‘kelaliman’ / ‘bencana’ / ‘dusta dalam hati’) dan dosa yang sudah dilahirkan (disebut ‘dusta’ / ‘kelaliman’ / ‘kata-kata dusta’). Dan text yang kedua juga menggambarkan dosa mula-mula sebagai telur yang belum menetas, yang akhirnya lalu menetas. Semua ini sama-sama menggambarkan dosa yang tidak terlihat (karena masih ada dalam hati) dan dosa yang terlihat (karena sudah dilakukan / diucapkan).

2.         Yak 1:15b - ‘apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut’.
Ayat ini dipakai oleh gereja Roma Katolik untuk mengajar­kan adanya:
·         dosa besar (mortal sin), yang upahnya maut (bahkan bisa menghancurkan keselamatan orang yang sudah selamat).
·         dosa kecil (venial sin). Yang ini tidak membawa maut, dan tidak diakuipun tidak apa-apa.
Ajaran ini tidak alkitabiah, karena sekalipun tingkatan-tingkatan dosa itu memang ada, tetapi setiap dosa yang bagaimanapun kecilnya, upahnya juga adalah maut (Ro 6:23).

Kalau demikian, lalu apa artinya Yak 1:15b itu? Kata-kata ‘dosa itu sudah matang’ tidak menunjuk pada satu dosa saja, tetapi menunjuk pada seluruh kehidupan orang yang berbuat dosa itu. Perlu kita ketahui bahwa Allah punya batas untuk banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Sebelum batas itu tercapai, maka Allah bersabar / menunda penghukuman. Tetapi kalau batas itu sudah tercapai, maka Allah akan menghukum. Kej 15:16 berbicara tentang kedurjanaan orang Amori / Kanaan yang belum genap, dan ini menyebabkan mereka belum dihukum / dimusnahkan. Tetapi setelah dosa mereka genap (mencapai batas yang Tuhan tetapkan), maka mereka dihukum / dimusnahkan.
Kej 15:16 - “Tetapi keturunan yang keempat akan kembali ke sini, sebab sebelum itu kedurjanaan orang Amori itu belum genap.’”.

Kesimpulan: Arti Yak 1:15 ini adalah: keinginan berdosa itu sudah merupakan dosa. Kalau keinginan itu dituruti, maka dosanya menjadi kelihatan. Kalau hal itu terus dilakukan, dan batas dosa yang ditentukan oleh Allah sudah tercapai, maka datanglah maut! Karena itu, hati-hatilah kalau saudara adalah orang yang selalu menuruti keinginan saudara yang berdosa!

Ada beberapa contoh dari Kitab Suci dimana dosa ini membawa pada dosa-dosa lain yang jauh lebih besar:

a.   Dosa Adam dan Hawa yang ingin jadi seperti Allah.
Kej 3:4-6 - “(4) Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati, (5) tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.’ (6) Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya”.
b.   Dosa Kain berkenaan dengan Habel.
Kej 4:3-8 - “(3) Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; (4) Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, (5) tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkanNya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. (6) Firman TUHAN kepada Kain: ‘Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? (7) Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.’ (8) Kata Kain kepada Habel, adiknya: ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia”.
Bahwa iri hati adalah sesuatu yang tidak bisa diremehkan / dibiarkan, terlihat dari pembunuhan yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel, yang asal mulanya adalah iri hati!
Thomas Manton: “The whole world, though otherwise empty of men, could not contain two brothers when one was envied” (= Seluruh dunia, sekalipun sebetulnya kosong, tidak bisa menampung 2 bersau­dara, dimana yang satu iri hati kepada yang lain).
Renungkan: kalau seluruh dunia tak bisa menampung 2 orang dimana yang seorang iri hati kepada yang lain, bisakah 1 gereja menampung 50 atau 100 orang dimana satu sama lain saling iri hati?
c.   Orang Filistin iri hati terhadap Ishak.
Kej 26:14 - “Ia mempunyai kumpulan kambing domba dan lembu sapi serta banyak anak buah, sehingga orang Filistin itu cemburu kepadanya”.
d.   Saudara-saudara Yusuf menjual Yusuf karena iri hati.
Kej 37:11 - “Maka iri hatilah saudara-saudaranya kepadanya, tetapi ayahnya menyimpan hal itu dalam hatinya”.
Kis 7:9 - “Karena iri hati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke tanah Mesir, tetapi Allah menyertai dia”.
e.   Korah, Datan dan Abiram yang iri hati terhadap Musa.
Maz 106:16-18 - “(16) Mereka cemburu kepada Musa di perkemahan, dan kepada Harun, orang kudus TUHAN. (17) Bumi terbuka dan menelan Datan, menutupi kumpulan Abiram. (18) Api menyala di kalangan mereka, nyala api menghanguskan orang-orang fasik itu”.
f.    Miryam dan Harun yang iri hati terhadap Musa.
Bil 12:1-2 - “(1) Miryam serta Harun mengatai Musa berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah mengambil seorang perempuan Kush. (2) Kata mereka: ‘Sungguhkah TUHAN berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?’ Dan kedengaranlah hal itu kepada TUHAN”.
g.   Dosa Daud berkenaan dengan Batsyeba (2Sam 11).
h.   Dosa Ahab / Izebel berkenaan dengan Nabot (1Raja 21).
i.    Dosa murid-murid Yohanes Pembaptis berkenaan dengan ‘jemaat’ mereka yang lari kepada Yesus.
Yoh 3:25-30 - “(25) Maka timbullah perselisihan di antara murid-murid Yohanes dengan seorang Yahudi tentang penyucian. (26) Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: ‘Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepadaNya.’ (27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. (28) Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. (30) Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”.
Iri hati karena persoalan jemaat / domba ini sering terjadi.
·         Kis 5:17 - “Akhirnya mulailah Imam Besar dan pengikut-pengikutnya, yaitu orang-orang dari mazhab Saduki, bertindak sebab mereka sangat iri hati.
·         Kis 13:45 - “Akan tetapi, ketika orang Yahudi melihat orang banyak itu, penuhlah mereka dengan iri hati dan sambil menghujat, mereka membantah apa yang dikatakan oleh Paulus”.
·         Kis 17:5 - “Tetapi orang-orang Yahudi menjadi iri hati dan dengan dibantu oleh beberapa penjahat dari antara petualang-petualang di pasar, mereka mengadakan keributan dan mengacau kota itu. Mereka menyerbu rumah Yason dengan maksud untuk menghadapkan Paulus dan Silas kepada sidang rakyat”.
Penerapan: pendeta-pendeta yang selalu rebutan domba tidak terlalu berbeda dengan orang-orang yang dibicarakan dalam text-text di atas ini.
j.    Dosa tokoh-tokoh Yahudi berkenaan dengan Yesus.
Mat 27:18 - “Ia memang mengetahui, bahwa mereka telah menyerahkan Yesus karena dengki.
Mark 15:10 - “Ia memang mengetahui, bahwa imam-imam kepala telah menyerahkan Yesus karena dengki.
k.    Dosa Saul berkenaan dengan Daud.
1Sam 18:6-9 - “(6) Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing; (7) dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: ‘Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.’ (8) Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: ‘Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.’ (9) Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud”.

4)         Sikap yang seharusnya berkenaan dengan hukum ini.

a)   Teladan yang baik berkenaan dengan hukum ini terlihat dalam kasus-kasus di bawah ini.

1.   Abraham yang mengijinkan Lot memilih lebih dulu tanah yang disukainya.
Kej 13:8-13 - “(8) Maka berkatalah Abram kepada Lot: ‘Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. (9) Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.’ (10) Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. - Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora. - (11) Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu, lalu ia berangkat ke sebelah timur dan mereka berpisah. (12) Abram menetap di tanah Kanaan, tetapi Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom. (13) Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN”.

2.   Yohanes Pembaptis yang hanya ingin meninggikan Yesus, dan tidak peduli tentang dirinya sendiri.
Yoh 3:27-30 - “(27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. (28) Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. (30) Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”.

b)   1Kor 12:26 - “Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita (bukan iri hati).
Paulus menggambarkan orang kristen sebagai anggota-anggota tubuh Kristus. Sekarang bayangkan, kalau mulut saudara menerima makanan, mungkinkah anggota tubuh yang lain, seperti tangan dan kaki, lalu menjadi iri hati / tidak senang? Ini betul-betul sesuatu yang tidak masuk akal, bukan? Tetapi anehnya, hal seperti itu sering terjadi dalam gereja! Orang kristen sering iri hati melihat saudara seimannya mendapat rumah baru, mobil, pekerjaan yang tinggi gajinya, pacar yang cantik, dsb.
Hal yang buruk dari iri hati ini adalah bahwa iri hati seringkali mewujudkan dirinya, bukan dalam keinginan untuk diberkati seperti orang lain, tetapi dalam ketidak-senangan melihat orang lain diberkati.
Bdk. Mat 20:15 - “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”.

c)   1Kor 13:4 - “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong”.
Kata ‘cemburu’ itu salah terjemahan; seharusnya adalah ‘iri hati’. Jadi jelas bahwa iri hati merupakan sesuatu yang bertentangan dengan kasih. Kalau ada kasih, kita tidak akan iri hati, dan sebaliknya kalau ada iri hati maka di sana tidak ada kasih!

5)         Hal-hal lain berkenaan dengan iri hati.

a)   Iri hati merusak diri kita sendiri.
Ayub 5:2 - “Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati.
Amsal 14:30 - “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”.

b)   Kitab Suci memberikan banyak peringatan untuk tidak iri hati terhadap ‘nasib baik’ dari orang-orang yang jahat. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·         Maz 37:1 - “Dari Daud. Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;”.
·         Maz 73:1-5 - “(1) Mazmur Asaf. Sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya. (2) Tetapi aku, sedikit lagi maka kakiku terpeleset, nyaris aku tergelincir. (3) Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual, kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik. (4) Sebab kesakitan tidak ada pada mereka, sehat dan gemuk tubuh mereka; (5) mereka tidak mengalami kesusahan manusia, dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain”.
·         Amsal 23:17 - “Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa, tetapi takutlah akan TUHAN senantiasa”.
·         Amsal 24:1 - “Jangan iri kepada orang jahat, jangan ingin bergaul dengan mereka”.
·         Amsal 24:19 - “Jangan menjadi marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri kepada orang fasik”.
·         Amsal 3:31 - “Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satupun dari jalannya”.

c)   Iri hati merupakan perbuatan daging, dan merupakan bukti / petunjuk bahwa kita masih manusia duniawi.

1Kor 3:3 - “Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi?”.
Catatan: istilah ‘manusia duniawi’ dalam ayat ini dalam bahasa aslinya berbeda dengan istilah ‘manusia duniawi’ dalam 1Kor 2:14. Yang dalam 1Kor 2:14 menunjuk kepada orang-orang yang belum percaya; tetapi yang di sini menunjuk kepada orang-orang kristen yang masih bayi.

Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, (21) kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah”.

d)   Hal-hal yang kelihatannya baikpun bisa dilakukan karena iri hati / dengki.
Fil 1:15-17 - “(15) Ada orang yang memberitakan Kristus karena dengki dan perselisihan, tetapi ada pula yang memberitakanNya dengan maksud baik. (16) Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, (17) tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara.
Perhatikan bahwa dalam text ini Paulus berbicara tentang orang-orang yang memberitakan Injil / Kristus, tetapi mereka melakukannya karena dengki!

Kesimpulan / penutup.

Berapa kali saudara melanggar hukum kesepuluh ini? Dan karena dengan pelajaran ini saya sudah menyelesaikan pembahasan tentang hukum-hukum dalam 10 Hukum Tuhan, saya ingin menanyakan secara keseluruhan. Berapa kali saudara melanggar 10 hukum Tuhan yang sudah kita bahasa selama ini? Semua dosa karena pelanggaran terhadap 10 hukum Tuhan ini menyebabkan saudara seharusnya masuk ke neraka selama-lamanya. Hanya kalau saudara mempunyai seorang Penebus / Juruselamat dosa maka saudara bisa bebas dari hukuman dan saudara bisa masuk surga. Sudahkah / maukah saudara datang kepada Kristus dan percaya / menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara? Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian.


-AMIN-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar