Minggu, 16 Maret 2014

5 POINTS CALVINISME (KEBEJATAN TOTAL)



Oleh: Pd. Budi Asali, M.Div



Hal-hal yang perlu diketahui tentang 5 points Calvinisme:

  1) 5 points Calvinisme ini disingkat dengan acrostic TULIP.

Total Depravity (= Kebejatan total).
Unconditional Election (= Pemilihan yang tidak bersyarat).
Limited Atonement (= Penebusan terbatas).
Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Perseverance of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus).

  2)Penjelasan singkat tentang point-point dari 5 points Calvinisme  ini.
Pada pelajaran-pelajaran yang akan datang saya akan membahas point-point ini satu per satu secara mendetail, beserta dasar-dasar Kitab Sucinya. Dan jangan saudara menolak atau menerima yang manapun dari 5 points Calvinisme ini sebelum saudara diyakinkan oleh dasar-dasar Kitab Sucinya!

Penjelasan di bawah ini hanyalah penjelasan singkat, untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang 5 point Calvinisme ini.

a)   Total Depravity (= kebejatan total).
Ini mengajarkan bahwa seluruh manusia sudah dipengaruhi secara negatif oleh dosa, dan ini menyebabkan manusia itu sendiri sama sekali tidak bisa melakukan hal-hal yang betul-betul baik di mata Allah dan tidak bisa percaya kepada Yesus dengan kekuatan dan kemauannya sendiri.

b)   Unconditional Election (= pemilihan yang tidak bersyarat).
Ini mengajarkan bahwa dari permulaan segala jaman, sebelum segala sesuatu ada, Allah sudah menetapkan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat / masuk surga, dan orang-orang yang lain untuk binasa / masuk neraka. Penentuan / pemilihan ini dilakukan semata-mata berdasarkan kehendak Allah, bukan karena apa yang ada atau yang akan ada dalam diri manusia.
Doktrin ini merupakan wujud dari penekanan yang sangat kuat dari Calvinisme tentang kedaulatan Allah.
Jangan terlalu cepat menolak doktrin ini dengan mengatakan bahwa doktrin ini menunjukkan bahwa Allah tidak adil! Saya sendiri dulu tidak mempercayai doktrin ini karena seolah-olah menunjukkan bahwa Allah itu tidak adil. Tetapi setelah saya mempelajari dasar-dasar Kitab Sucinya, saya yakin bahwa doktrin ini memang merupakan ajaran Kitab Suci.

c)   Limited Atonement (= Penebusan terbatas).
Ini mengajarkan bahwa pada waktu Yesus mati di salib untuk menebus dosa manusia, sebetulnya Ia tidak melakukan hal itu untuk menebus dosa setiap manusia di dunia ini. Design (= rencana / tujuan) dari penebusan ini adalah untuk menebus orang-orang pilihan (elects) saja.
Kalau doktrin tentang pemilihan (predestinasi) sudah sukar diterima, maka doktrin tentang Penebusan Terbatas ini lebih sukar lagi untuk diterima. Mengapa? Karena konsep Arminian bahwa Yesus mati untuk setiap manusia, sudah begitu tersebar dan mendarah daging dalam diri banyak orang kristen, sehingga konsep Penebusan Terbatas ini kelihatannya salah, bahkan sesat. Bagi diri saya sendiri, pada waktu saya mendengar ajaran ini untuk pertama kalinya, saya merasa kaget dan tidak bisa menerima. Tetapi lagi-lagi setelah mempelajari argumentasi-argumentasi dan dasar-dasar Kitab Suci yang diajukan, saya akhirnya menerima. Ini adalah point yang terakhir saya terima dari ke 5 point Calvinisme ini.

d)   Irresistible Grace (= kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
Ini mengajarkan bahwa pada waktu Allah mau menyelamatkan seseorang dan memberikan kasih karuniaNya kepada orang itu, maka orang itu tidak mungkin bisa menolak kasih karunia Allah itu. Dengan demikian orang itu akan bertobat, diselamatkan, dan rencana Allah tergenapi.

e)   Perseverance of the Saints (= Ketekunan orang-orang kudus).
Ini mengajarkan bahwa sekali seseorang menjadi orang kristen yang sejati dan diselamatkan, ia tidak akan berhenti menjadi orang kristen / murtad, dan ia tidak mungkin kehilangan keselamatannya.
Menurut saya, ini adalah point yang paling jelas dari ke 5 point Calvinisme ini, dan saya betul-betul tidak mengerti bagaimana ada orang kristen yang tidak mau percaya pada point ke 5 ini, dan menganggap bahwa orang kristen sejati bisa kehilangan keselamatannya.

3)   5 points Calvinisme ini bukanlah keseluruhan dari doktrin Calvinisme.

Loraine Boettner:
“Let the reader, then, guard against a too close identification of the Five Points and the Calvinistic system. While these are essential elements, the system really includes much more” (= Jadi, baiklah pembaca menjaga diri untuk tidak menyamakan / terlalu dekat mengidentifikasikan Lima Point Calvinisme dengan Sistim Calvinisme. Sekalipun 5 point ini adalah elemen-elemen yang hakiki, tetapi sistim Calvinisme mencakup jauh lebih banyak hal) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 59-60.

Calvinisme mempercayai banyak doktrin-doktrin penting yang lain (bahkan yang lebih penting / mendasar), seperti:

·        Kitab Suci adalah Firman Allah yang dijunjung tinggi otoritasnya dan harus diajarkan habis-habisan.
·        doktrin Allah Tritunggal.
·        doktrin tentang keilahian dan kemanusiaan Kristus.
·        doktrin tentang penebusan Kristus, yang menjadikan Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
·        doktrin bahwa manusia bisa selamat hanya karena iman, bukan karena perbuatan baik.
·         keharusan memberitakan Injil.
·         kekudusan dalam hidup orang kristen.
Bahwa Calvinisme menekankan kedaulatan Allah, dan mengajarkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang, sama sekali tidak berarti bahwa Calvinisme mengajarkan bahwa orang kristen boleh hidup sembarangan. Sebaliknya Calvinisme sangat menekankan kekudusan!
·         dsb.

Hal ini perlu ditekankan karena ada banyak orang yang menganggap bahwa asal seseorang mempercayai 5 points Calvinisme ini, maka ia adalah seorang Calvinist / Reformed. Bahkan ada yang hanya menekankan pada point ke 2 dan ke 5 saja, dan menganggap bahwa orang yang mempercayai 2 point itu sudahlah seorang Calvinist / Reformed. Ini jelas salah!

Sekalipun seseorang mempercayai ke 5 points Calvinisme ini, tetapi:
1.  Kalau ia tidak percaya pada doktrin Allah Tritunggal, atau kalau ia tidak menekankan pengajaran Kitab Suci, atau kalau ia tidak memberitakan Injil, atau kalau ia tidak menekankan kekudusan, maka ia tidak bisa disebut sebagai seorang Calvinist / Reformed.
2.   Kalau ia tidak mempercayai bahwa Allah menentukan segala sesuatu, dan mengatur terjadinya segala sesuatu, dengan ProvidensiaNya, maka ia juga tidak bisa disebut sebagai Calvinist / Reformed.

Tetapi sebaliknya, orang yang Alkitabiah / Injili tetapi menolak salah satu saja dari ke 5 points Calvinisme ini, juga tidak bisa disebut sebagai orang Calvinist / Reformed. Contoh: Billy Graham.
5 points Calvinisme ini hanya merupakan lima hal terpenting yang membedakan Calvinisme dengan Arminianisme.

4)   5 points Calvinisme ini sebetulnya merupakan suatu kesatuan, karena 5 points ini sangat berhubungan satu dengan yang lainnya. Karena itu, sebetulnya seseorang tidak bisa menerima hanya sebagian dari 5 points Calvinisme ini, karena ini akan menimbulkan pertentangan / ketidak-konsekwenan. Kita harus menerima semuanya atau menolak semuanya.

Loraine Boettner:
“... these are not isolated and independent doctrines but are so inter-related that they form a simple, harmonious, self-consistent system; and the way in which they fit together as component parts of a well-ordered whole has won the admiration of thinking men of all creeds. Prove any one of them true and all the others will follow as logical and necessary parts of the system. Prove any one of them false and the whole system must be abandoned” (= mereka ini bukanlah doktrin-doktrin yang terisolir dan berdiri sendiri tetapi begitu berhubungan satu sama lain sehingga mereka membentuk sistim yang tunggal, harmonis, dan konsisten; dan cara dengan mana mereka mencocokkan diri sebagai bagian-bagian komponen dari suatu kesatuan telah memenangkan kekaguman dari pemikir-pemikir dari semua aliran. Buktikan yang manapun dari mereka benar dan semua yang lain akan mengikuti sebagai bagian-bagian yang logis dan harus ada dari sistim. Buktikan yang manapun dari mereka salah dan seluruh sistim harus ditinggalkan) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 59.

5)   Serangan / penghinaan Pdt. dr. Jusuf B. S. terhadap 5 points Calvinisme ini.
Saya berpendapat bahwa 5 points Calvinisme ini sebetulnya merupakan doktrin yang sangat penting dan indah dalam kekristenan, karena ini menyebabkan kita:
·       menjadi rendah hati, karena kita sadar bahwa kita bisa selamat / memilih untuk percaya kepada Yesus bukan karena kebaikan diri kita, tetapi karena Allah memilih kita dan bekerja dalam diri kita.
·         makin bersyukur kepada Allah dan mengasihi Allah karena keselamatan yang Ia anugerahkan kepada kita.
·         lebih memiliki damai, karena keyakinan akan keselamatan yang tidak bisa hilang.

Tetapi Pdt. dr. Jusuf B. S. dari Gereja Bukit Zaitun justru menyerang 5 points Calvinisme ini, dan dengan cara menghina menyebutnya sebagai racun, dan mengubah acrostic TULIP menjadi LIPAS.

Total Depravity.                            -------->        Lemah total.
Unconditional Election.                -------->         Ikatan Takdir.
Limited Atonement.                      -------->         Penebusan terbatas.
Irresistible Grace.                         -------->         Anugerah Allah.
Perseverance of the Saints.          -------->         Selamat.

Catatan:
¨      Ini ia tuliskan dalam bukunya yang berjudul ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 22-23.
¨      Di salah satu makalah yang di tulis oleh Pdt. dr. Jusuf B. S., digambarkan di sebelah acrostic LIPAS itu seekor kelabang. Saya kira Pdt. dr. Jusuf B. S. mencampuradukkan LIPAS (= kecoak) dengan LIPAN (= kelabang). Dalam buku ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, gambar kelabang itu sudah tidak ada, mungkin karena ia sudah menyadari perbedaan LIPAN dan LIPAS.

Saya berpendapat bahwa pengubahan TULIP menjadi LIPAS / LIPAN ini bukan merupakan suatu penyerangan (karena tak ada argumentasi serangan apapun), tetapi merupakan suatu penghinaan! Padahal dalam bagian Pendahuluan dalam bukunya itu (hal 7-8), ia menulis sebagai berikut:

“Keduanya (maksudnya orang Calvinist dan Arminian) masih dapat bekerja sama dengan manis misalnya dalam kebaktian bersama seperti Natal, ... Kita tetap perlu menjaga keutuhan umat Kristen ... Sebab itu jangan ada perdebatan yang berlebih-lebih, jangan ada kebencian dan tindakan-tindakan dosa ... Musuh wajib kita cintai, apalagi dengan saudara seiman, yang akan tinggal bersama di Surga untuk kekal! Oleh sebab itu jangan perbedaan tafsiran ini memecah umat Kristen terhadap dunia luar (seperti yang terjadi di Eropa 16-17 abad yang lalu). ... Kalau kebetulan ada pihak lain yang membaca buku ini, dan ada kata-kata tegas, terus terang yang mungkin dirasa kurang enak, kami mohon maaf. Buku ini dibuat bukan untuk maksud perpecahan dalam umat Kristen. Kekhasan umat Kristen adalah saling mengasihi meskipun berbeda pendapat dan tafsiran, sehingga dunia melihat ada kasih Kristus di antara kita (Yoh 13:35)”.

Saya hanya bertanya-tanya:
·         Apakah ‘kata-kata tegas, terus terang’ itu sama dengan ‘kata-kata yang menghina’?
·     Bagaimana Pdt. dr. Jusuf B. S. bisa mengharapkan kesatuan dan saling mengasihi kalau bukunya bersifat menghina?
·         Bagaimana ia bisa meminta maaf lebih dulu, dan setelah itu memberikan penghinaan?
·     Apa gerangan gunanya kata-kata yang manis dalam Pendahuluan buku ini, kalau ternyata bukunya berisikan penghinaan? Apakah ini hanya sekedar yang disebut orang Jawa sebagai ‘abang-abang lambe’ atau bahkan sebagai suatu kemunafikan?

Sekarang perlu kita persoalkan: Mengapa ada seseorang yang menganggap ajaran Calvinisme yang begitu sehat sebagai racun? Mengapa ada orang yang tega mengubah nama bunga TULIP, yang harum dan mengandung madu, menjadi nama binatang LIPAS yang kotor dan berbau atau binatang LIPAN yang beracun? Tentang hal ini saya berpendapat bahwa komentar Calvin tentang Yoh 6:61 cocok sekali, dimana Calvin berkata sebagai berikut:

“We ought, indeed to regulate our doctrine in such a manner that none may be offended through our fault ... But it will never be possible for us to exercise such caution that the doctrine of Christ shall not be the occasion of offence to many, because the reprobate, who are devoted to destruction, suck venom from the most wholesome food, and gall from honey (= kita memang harus mengatur ajaran kita sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tersinggung / sakit hati karena kesalahan kita ... Tetapi tidak pernah mungkin bagi kita untuk berhati-hati sedemikian rupa sehingga ajaran Kristus tidak menyinggung / menyakiti banyak orang, karena orang-orang reprobate, yang disediakan / dikhususkan untuk kebinasaan, menghisap racun dari makanan yang paling sehat / bermanfaat, dan empedu dari madu).

Dengan mengutip kata-kata Calvin ini di tempat ini, saya memang tidak memaksudkan bahwa Pdt. dr. Jusuf B. S. adalah seorang ‘reprobate’ (= orang yang ditetapkan binasa). Tetapi saya ingin menunjukkan bahwa orang memang bisa menghisap racun dari makanan sehat (yang sebetulnya tidak beracun), dan menghisap empedu dari madu, dan juga menghisap LIPAS / LIPAN dari TULIP. Hal itu bukan hanya bisa dilakukan oleh seorang reprobate, tetapi juga oleh seorang kristen. Ini justru menunjukkan / membuktikan adanya Total Depravity dalam diri manusia!

6)   Semua tokoh-tokoh Reformasi dari abad 16 mempercayai doktrin ini.
Ahli sejarah Philip Schaff berkata:
“All the Reformers of the sixteenth century, following the lead of Augustin and of the Apostle Paul, - as they understand him, - adopted, under a controlling sense of human depravity and saving grace, and in antagonism to self-righteous legalism, the doctrine of a double predestination which decides the eternal destiny of all men” (= Semua tokoh-tokoh Reformasi dari abad ke 16, mengikuti pimpinan dari Agustinus dan rasul Paulus, - sebagaimana mereka mengerti dia, - mengambil / menyetujui / menerima, di bawah suatu pengertian tentang kebejatan manusia dan kasih karunia yang menyelamatkan, dan dalam permusuhan terhadap legalisme yang membenarkan diri sendiri, doktrin tentang predestinasi ganda yang menentukan tujuan kekal dari semua manusia) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 546-547.

Karena itu, kalau saudara percaya kepada Pdt. Jusuf B. S. maka itu berarti bahwa saudara menentang semua tokoh-tokoh Reformasi (Martin Luther, John Calvin, Zwingli, John Knox).

Memang harus diakui bahwa bisa saja semua tokoh-tokoh Reformasi itu salah, karena mereka memang juga adalah manusia biasa. Tetapi mereka semua adalah orang-orang yang orang-orang yang luar biasa dalam hal intelek, kerohanian dan pengertian Kitab Suci, sehingga sangat kecil kemungkinan bahwa mereka bisa salah secara bersama-sama seperti itu.

Tetapi bagaimanapun perlu ditekankan, bahwa benar atau tidaknya doktrin ini tidak tergantung pada otoritas manusia, para tokoh Reformasi sekalipun, tetapi pada Kitab Suci. Karena itu pada pelajaran-pelajaran yang akan datang kita akan membahas setiap point dari 5 points Calvinisme ini secara terperinci, lengkap dengan dasar-dasar Kitab Sucinya!





-o0o-


Total Depravity

(Kebejatan total)


I) Arti Total Depravity.

A) Arti yang salah.

1)   Manusia kehilangan pikirannya, atau perasaannya, atau kehendaknya, atau hati nuraninya.
Ini salah dan jelas bertentangan dengan fakta. Baik dalam Kitab Suci maupun dalam hidup sehari-hari, kita bisa melihat dengan jelas bahwa manusia berdosa tetap mempunyai pikiran, perasaan, kehendak, dan hati nuraninya, tetapi semuanya telah dikotori oleh dosa.

2)   Manusia kehilangan kebebasannya dalam bertindak.
Ini salah. Manusia tetap bebas karena ia sendiri yang menentukan tindakannya. Tidak ada suatu apapun atau siapapun yang memaksanya untuk melakukan apapun. Pada saat manusia itu melakukan apapun, ia tetap melakukannya dengan kehendaknya sendiri.

3)   Manusia sudah mencapai puncak kebejatan dalam arti ia sudah tidak mungkin bisa lebih bejat lagi (sudah notok bejatnya).
Ini disebut Utter Depravity’ (kata ‘utter’ artinya adalah ‘sama sekali’, ‘sepenuhnya’ atau ‘mutlak’), bukan Total Depravity’, dan ini jelas salah, karena:

a)   Kitab Suci mengatakan bahwa manusia bisa menjadi makin jahat (2Tim 2:16  2Tim 3:13), dan ini membuktikan bahwa manusia belum notok bejatnya / belum mencapai ‘Utter Depravity’.

b)   Kita tetap melihat adanya kemungkinan bahwa manusia yang paling bejatpun bisa lebih bejat lagi. Misalnya kalau kita melihat orang seperti Hitler, maka kita bisa melihat bahwa ia tidak memperkosa atau membunuh dan memakan ibunya sendiri.

Seseorang mengatakan:
“The ‘total’ in total depravity refers to the extent of the damage rather than the degree” (= Kata ‘total’ dalam total depravity menunjuk pada luas kerusakan dan bukannya pada tingkat kerusakan).

Dalam kata-kata Loraine Boettner:
“His corruption is extensive but not necessarily intensive” (= Kebejatan / kejahatannya luas tetapi tidak harus dalam) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 61.

Jadi, manusia tidak selalu memilih tindakan yang terjahat yang ia bisa lakukan.

4)   Manusia semua sama bejatnya.
Ini juga salah, karena sekalipun semua manusia itu ada dalam ke-adaan total depravity, tetapi tidak semua sama bejatnya. Ada yang lebih bejat / lebih jahat dari yang lain.

5)   Semua manusia senang / selalu melakukan segala macam dosa.
Ini juga salah. Ada orang yang senang melakukan dosa ini, tetapi membenci dosa itu, dsb.

6)   Manusia sama sekali tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.
Ini juga salah, karena sekalipun pikiran / pengertian manusia juga dikotori / dirusak oleh dosa sehingga manusia sering tidak bisa membedakan yang baik dari yang jahat, tetapi pikiran / pengertian manusia itu tidaklah sebegitu rusak sehingga ia sama sekali / selalu tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat.

7)   Manusia sama sekali tidak menghargai kebaikan.
Ini juga salah, karena sekalipun manusia itu bejat sehingga ia sering tidak menghargai kebaikan, tetapi ia tidaklah sebegitu rusak sehingga sama sekali / selalu tidak menghargai kebaikan.

8)   Manusia sama sekali tidak bisa melakukan kebaikan sosial dan moral.
Manusia tetap bisa melakukan kebaikan sosial dan moral di hadapan manusia, tetapi bagaimanapun ia tidak bisa melakukan sesuatupun yang betul-betul baik di hadapan Allah.

Charles Hodge:
“Sin cleaves in all he does, and from the dominion of sin he cannot free himself” (= Dosa melekat dalam semua yang ia lakukan, dan dari penguasaan dosa ia tidak bisa membebaskan dirinya sendiri) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 264.

Loraine Boettner:
“He may give a million dollars to build a hospital, but he cannot give even a cup of cold water to a disciple in the name of Jesus” [= Ia bisa memberi satu juta dollar untuk membangun sebuah rumah sakit, tetapi ia tidak bisa memberi secangkir air sejuk kepada seorang murid dalam nama Yesus (bdk. Mat 10:40-42)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 68.

B) Arti yang benar.
Seluruh manusia sudah dikotori / dirusak / dipengaruhi secara negatif oleh dosa. Kata ‘seluruh manusia’ bukannya menunjuk kepada semua manusia di dunia ini, tetapi menunjuk kepada ‘seluruh diri manusia’, baik tubuh, pikiran / pengertian, perasaan, hati / hati nurani, kemauan / kehendak. Jadi dalam diri seorang manusia tidak ada satu bagianpun yang tidak dirusak oleh dosa (Yer 17:9  Tit 1:15  Mat 15:19).

Yer 17:9 berbunyi: “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?”.
Dalam terjemahan NIV bunyinya adalah:
“The heart is deceitful above all things and beyond cure. Who can understand it?” (= hati itu lebih licik / bersifat menipu dari pada segala sesuatu dan sudah tidak bisa diobati / disembuhkan. Siapa yang bisa mengertinya?).
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa hati manusia sudah sangat rusak.

Adam Clarke (tentang Yer 17:9): “‘And desperately wicked.’ W­°aanush huw°, and is wretched, or feeble; distressed beyond all things, in consequence of the wickedness that is in it. I am quite of Mr. Parkhurst's opinion, that this word is here badly translated, as 'anash is never used in Scripture to denote wickedness of any kind. My Old Manuscript Bible translates thus: - ‘Schrewid is the herte of a man; and unserchable: who schal knowen it?’ (= ).

Ini menyimpangkan arti secara tidak masuk akal! Dengan mudahnya menggunakan Alkitab kuno, yang terjemahannya justru salah! Bandingkan dengan Bible Works 7.


Titus 1:15 berbunyi: “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Ayat ini secara explicit menunjukkan bahwa bukan hanya akal dan suara hati manusia itu najis, tetapi bahwa dalam diri manusia suatupun tidak ada yang suci. Jelas bahwa seluruh manusia sudah dikotori oleh dosa.

Calvin (tentang Tit 1:15): “‘But to the polluted and unbelieving nothing is pure.’ This is the second clause, in which he ridicules the vain and useless precautions of such instructors. He says that they gain nothing by guarding against uncleanness in certain kinds of food, because they cannot touch anything that is clean to them. Why so? Because they are ‘polluted,’ and, therefore, by their only touching those things which were otherwise pure, they become ‘polluted.’ To the ‘polluted’ he adds the ‘unbelieving,’ not as being a different class of persons; but the addition is made for the sake of explanation. Because there is no purity in the sight of God but that of faith, it follows that all unbelievers are unclean. By no laws or rules, therefore, will they obtain that cleanness which they desire to have; because, being themselves ‘polluted,’ they will find nothing in the world that is clean to them (= ).

1.         Pikiran / pengertian yang rusak.
Kalau dikatakan bahwa pikiran manusia itu sudah rusak / dirusak oleh dosa, itu tidak berarti bahwa manusia itu tidak bisa berpikir lagi. Dalam hal jasmani / duniawi, pikirannya masih berjalan dengan baik, dan karena itu tidak perlu heran kalau melihat ada orang dunia yang luar biasa pandainya. Tetapi dalam hal rohani, pikirannya sangat bodoh dan terus mengarah kepada dosa (Maz 10:4b).
Maz 10:4b (NIV): “in all his thoughts there is no room for God” (= dalam seluruh pikirannya tidak ada tempat bagi Allah).
Maz 10:4 (KJV): “God is not in all his thoughts” (= Allah tidak ada dalam seluruh pikirannya).

Calvin (tentang Maz 10:4): Whoever, therefore, refuse to admit that the world is subject to the providence of God, or do not believe that his hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them lies to put an end to the existence of God. ... It is not, however, enough to have some cold and unimpressive knowledge of him in the head; it is only the true and heartfelt conviction of his providence which makes us reverence him, and which keeps us in subjection to him. The greater part of interpreters understand the last clause as meaning generally, that all the thoughts of a wicked man tend to the denial of a God. In my opinion, the Hebrew word twmzm, mezimmoth, is here, as in many other places, taken in a bad sense for cunning and wicked thoughts,  so that the meaning, as I have noticed already, is this:Since the ungodly have the hardihood to devise and perpetrate every kind of wickedness, however atrocious, it is from this sufficiently manifest, that they have cast off all fear of God from their hearts (= belum diterjemahkan ).

Contoh-contoh pikiran yang bodoh dan mengarah kepada dosa:
·       anggapan bahwa surga / neraka itu tidak ada, atau sikap yang meremehkan keberadaan surga / neraka.
·         anggapan bahwa Kitab Suci / Firman Tuhan itu tidak penting.
·       anggapan bahwa manusia bisa menyelamatkan dirinya sendiri tanpa pengorbanan / penebusan Yesus Kristus.
·         anggapan bahwa dosa itu adalah hal yang remeh.
·         kepercayaan terhadap takhyul atau kepercayaan-kepercayaan lain yang salah.
·         dsb.

2.   Perasaan yang rusak.
Ini wujudnya bermacam-macam, seperti:
·         tidak adanya sukacita dan damai (Yes 48:22).
·       perasaaan ragu-ragu / tidak yakin terhadap kebenaran, baik tentang Allah, Yesus, Kitab Suci, surga / neraka, dsb.
·         perasaan iri hati, benci, tidak kasih, sombong, dsb.
·   perasaan tidak enak, seperti sumpek dsb, justru pada waktu melakukan hal yang benar (misalnya memarahi / mendisiplin anak yang salah).
·   perasaan enak justru setelah melakukan dosa. Misalnya merasa lega setelah membalas kejahatan seseorang.

3.   Kehendak yang rusak (Ef 2:3 - ‘kehendak daging dan pikiran kami yang jahat’).
Ef 2:3 - “Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.
Kata ‘kehendak’ diterjemahkan ‘desires’ (= keinginan-keinginan) dalam KJV/RSV/NIV/NASB. Sekalipun berbeda, tetapi jelas juga mempunyai persamaan. Kedua hal ini, keinginan dan kehendak pasti sangat berhubungan.

Calvin (tentang Ef 2:3): “‘Fulfilling the desires of the flesh and of the mind.’ To fulfill these desires, is to live according to the guidance of our natural disposition and of our mind. ‘The flesh’ means here the disposition, or, what is called, the inclination of the nature; and the next expression (tw~n dianoiw~n) means what proceeds from the mind. Now, ‘the mind’ includes reason, such as it exists in men by nature; so that lusts do not refer exclusively to the lower appetites, or what is called the sensual part of man, but extend to the whole (= belum diterjemahkan ).

Ini ditunjukkan dengan selalu terarahnya kehendak manusia itu pada hal-hal yang jahat.

4.   Hati nurani yang rusak (Tit 1:15).
Ini menyebabkan hati nurani itu tidak lagi bisa dijadikan standard yang sempurna untuk menentukan baik atau jahat.

Barnes’ Notes (tentang Tit 1:15): “‘But even their mind and conscience is defiled.’ It is not a mere external defilement - a thing which they so much dread - but a much worse kind of pollution, that which extends to the soul and the conscience. Everything which they do tends to corrupt the inner man more and more, and to make them really more polluted and abominable in the sight of God. The wicked, while they remain impenitent, are constantly becoming worse and worse. They make everything the means of increasing their depravity, and even these things which seem to pertain only to outward observances are made the occasion of the deeper corruption of the heart” (= belum diterjemahkan ).

5.   Tubuh yang digunakan untuk hal-hal yang berdosa.
Karena 4 hal di atas semuanya rusak, maka secara otomatis tubuh juga akan digunakan untuk hal-hal yang berdosa (Ro 6:12-13,19).

Calvin (tentang Tit 1:15): But their mind and conscience are polluted. He shows the fountain from which flows all the filth which is spread over the whole life of man; for, unless the heart be well purified, although men consider works to have great splendor, and a sweet smell, yet with God they will excite disgust by their abominable smell and by their filthiness. “The Lord looketh on the heart,” (1 Samuel 16:7,) and “his eyes are on the truth.” (Jeremiah 5:3.) Whence it arises, that those things which are lofty before men are abomination before God. The mind denotes the understanding, and the conscience relates rather to the affections of the heart. But here two things ought to be observed; first, that man is esteemed by God, not on account of outward works, but on account of the sincere desire of the heart and, secondly, that the filth of infidelity is so great, that it pollutes not only the man, but everything that he touches. On this subject let the reader consult Haggai 2:11-14. In like manner Paul teaches that “all things are sanctified by the word,” (1 Timothy 4:5,) because men use nothing in a pure manner till they receive it by faith from the hand of God (= ).


Sekarang mari kita memperhatikan apa yang Kitab Suci katakan tentang manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa itu:

1)         Manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik.

Ini dinyatakan secara jelas oleh Kitab Suci (Kej 6:5  Kej 8:21  Maz 58:4  Yes 64:6  Yer 4:22  Yer 13:23  Mat 7:16-18  Yoh 8:34  Yoh 15:4-5  Ro 6:16-17,20-21  Ro 7:18-19  Ro 8:7-8  Tit 1:15).
·         Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
KJV: And GOD saw that the wickedness of man was great in the earth, and that every imagination of the thoughts of his heart was only evil continually (= ).
Calvin (tentang Kej 6:5): Moses teaches us, that the mind of those, concerning whom he speaks, was so thoroughly imbued with iniquity, that the whole presented nothing but what was to be condemned. For the language he employs is very emphatical: it seemed enough to have said, that their heart was corrupt: but not content with this word, he expressly asserts, ‘every imagination of the thoughts of the heart’; and adds the word ‘only’, as if he would deny that there was a drop of good mixed with it. ‘Continually.’ Some expound this particle to mean, from commencing infancy; as if he would say, the depravity of men is very great from the time of their birth. But the more correct interpretation is, that the world had then become so hardened in its wickedness, and was so far from any amendment, or from entertaining any feeling of penitence, that it grew worse and worse as time advanced; and further, that it was not the folly of a few days, but the inveterate depravity which the children, having received, as by hereditary right, transmitted from their parents to their descendants. Nevertheless, though Moses here speaks of the wickedness which at that time prevailed in the world, the general doctrine is properly and consistently hence elicited. Nor do they rashly distort the passage who extend it to the whole human race (= ).
Adam Clarke (tentang Kej 6:5): “‘The wickedness of man was great.’ What an awful character does God give of the inhabitants of the antediluvian world!: 1. They were flesh, (verse 3,) wholly sensual, the desires of the mind overwhelmed and lost in the desires of the flesh, their souls no longer discerning their high destiny, but ever minding earthly things, so that they were sensualized, brutalized, and become flesh, incarnated so as not to retain God in their knowledge, and they lived, seeking their portion in this life. 2. They were in a state of wickedness. All was corrupt within, and all unrighteous without, neither the science nor practice of religion existed. Piety was gone, and every form of sound words had disappeared. 3. This wickedness was great ‎rabaah‎, ‘was multiplied;’ it was continually increasing and multiplying increase by increase, so that the whole earth was corrupt before God, and was filled with violence, (verse 11); profligacy among the lower, and cruelty and oppression among the higher classes, being only predominant. 4. All the imaginations of their thoughts were evil - the very first embryo of every idea, the figment of every thought, the very materials out of which perception, conception, and ideas were formed, were all evil; the fountain which produced them, with every thought, purpose, wish, desire, and motive, was incurably poisoned. 5. All these were evil without any mixture of good - the Spirit of God which strove with them was continually resisted so that evil had its sovereign sway. 6. They were evil continually - there was no interval of good, no moment allowed for serious reflection, no holy purpose, no righteous act. What a finished picture of a fallen soul! Such a picture as God alone, who searches the heart and tries the spirit, could possibly give” (= ).
Catatan: hanya yang warna hijau yang merupakan pandangan Arminian, tetapi yang lain merupakan pandangan Reformed. Tetapi saya tidak tahu apakah Clarke menganggap hal ini berlaku umum atau hanya untuk orang-orang pada jaman itu.

·         Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya.

Calvin (tentang Kej 8:21): Nor does the sentence refer only to corrupt morals; but their iniquity is said to be an innate iniquity, from which nothing but evils can spring forth. I wonder, however, whence that false version of this passage has crept in, that the thought is prone to evil; except, as is probable, that the place was thus corrupted, by those who dispute too philosophically concerning the corruption of human nature. It seemed to them hard, that man should be subjected, as a slave of the devil to sin. Therefore, by way of mitigation, they have said that he had a propensity to vices. But when the celestial Judge thunders from heaven, that his thoughts themselves are evil, what avails it to soften down that which, nevertheless, remains unalterable? Let men therefore acknowledge, that inasmuch as they are born of Adam, they are depraved creatures, and therefore can conceive only sinful thoughts, until they become the new workmanship of Christ, and are formed by his Spirit to a new life. And it is not to be doubted, that the Lord declares the very mind of man to be depraved, and altogether infected with sin; so that all the thoughts which proceed thence are evil (= ).

·         Maz 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
Calvin (tentang Maz 58:4): We all come into the world stained with sin, possessed, as Adam’s posterity, of a nature essentially depraved, and incapable, in ourselves, of aiming at anything which is good (= ).

·         Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.
Perhatikan bahwa Yesaya tidak berkata ’segala kejahatan kami seperti kain kotor’ ataupun ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’, tetapi ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’!

Calvin (tentang Yes 64:6): Some commentators torture this passage, by alleging that the Prophet, when he speaks of the pollutions of sins, describes all Jews without exception, though there still remained some of them who were sincere worshippers of God. But there are no good grounds for this; for the Prophet does not speak of individuals, but of the whole body, which, being trodden under foot by all men, and subjected to the utmost indignity, he compares to a filthy garment. There are some who frequently quote this passage, in order to prove that so far are our works from having any merit in them, that they are rotten and loathsome in the sight of God. But this appears to me to be at variance with the Prophet’s meaning, who does not speak of the whole human race, but describes the complaint of those who, having been led into captivity, experienced the wrath of the Lord against them, and therefore, acknowledged that they and their righteousnesses were like a filthy garment. And first, he exhorts them to a confession of their sin, that they may acknowledge their guilt; and next, that they should nevertheless ask pardon from God, the manner of obtaining which is, that, while we complain that we are wretched and distressed, we at the same time acknowledge that we are justly punished for our sins (= ).
Catatan: saya heran mengapa Calvin menafsir seperti ini; saya tak setuju dengan dia dalam hal ini. Saya lebih setuju dengan tafsiran dari Barnes dan Matthew Henry di bawah ini.

Barnes’ Notes (tentang Yes 64:6): But we are all as an unclean thing.’ We are all polluted and defiled. The word used here ‎Taamee°, means properly that which is polluted and defiled in a Levitical sense; that is, which was regarded as polluted and abominable by the law of Moses (Lev 5:2; Deut 14:19), and may refer to animals, people, or things; also in a moral sense (Job 14:4). The sense is, that they regarded themselves as wholly polluted and depraved. ‘And all our righteousnesses.’ The plural form is used to denote the deeds which they had performed - meaning that pollution extended to every individual thing of the numerous acts which they had done. The sense is, that all their prayers, sacrifices, alms, praises, were mingled with pollution, and were worthy only of deep detestation and abhorrence. ‘As filthy rags.’ ‘Like a garment of stated times’ ‎±idiym - from the obsolete root (`aadad), ‘to number, to reckon, to determine,’ e.g., time. No language could convey deeper abhorrenee of their deeds of righteousness than this reference - as it is undoubtedly - to the vestis menstruis polluta (= ).

Matthew Henry (tentang Yes 64:6): “There was a general corruption of manners among them (v. 6): ‘We are all as an unclean thing,’ or as an unclean person, as one overspread with a leprosy, who was to be shut out of the camp. The body of the people were like one under a ceremonial pollution, who was not admitted into the courts of the tabernacle, or like one labouring under some loathsome disease, from the crown of the head to the sole of the foot ‘nothing but wounds and bruises,’ ch. 1:6. We have all by sin become not only obnoxious to God’s justice, but odious to his holiness; for sin is that ‘abominable thing which the Lord hates,’ and cannot endure to look upon. ‘Even all our righteousnesses are as filthy rags.’ (1.) ‘The best of our persons are so; we are all so corrupt and polluted that even those among us who pass for righteous men, in comparison with what our fathers were who rejoiced and wrought righteousness (v. 5), are but as filthy rags, fit to be case (cast?) to the dunghill. The best of them is as a brier.’ (2.) ‘The best of our performances are so. There is not only a general corruption of manners, but a general defection in the exercises of devotion too; those which pass for the sacrifices of righteousness, when they come to be enquired into, are the torn, and the lame, and the sick, and therefore are provoking to God, as nauseous as filthy rags.’ Our performances, though they be ever so plausible, if we depend upon them as our righteousness and think to merit by them at God’s hand, are as filthy rags - rags, and will not cover us - filthy rags, and will but defile us. True penitents cast away their idols as filthy rags (ch. 30:22), odious in their sight; here they acknowledge even their righteousness to be so in God’s sight if he should deal with them in strict justice. Our best duties are so defective, and so far short of the rule, that they are as rags, and so full of sin and corruption cleaving to them that they are as filthy rags. When we would do good evil is present with us; and the iniquity of our holy things would be our ruin if we were under the law (= ).

·         Yer 4:22 - “Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.

·         Yer 13:23 - “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.
Calvin (tentang Yer 13:23): Learned men in our age do not wisely refer to this passage, when they seek to prove that there is no free-will in man; for it is not simply the nature of man that is spoken of here, but the habit that is contracted by long practice. Aristotle, a strong advocate of free will, confesses that it is not in man’s power to do right, when he is so immersed in his own vices as to have lost a free choice, (7. Lib. Ethicon) and this also is what experience proves. We hence see that this passage is improperly adduced to prove a sentiment which is yet true, and fully confirmed by many passages of Scripture (= ).

·         Mat 7:16-18 - “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”.
Mat 7:16-18 menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan buah yang baik / perbuatan baik.

John Calvin: “As if good fruits could come from an evil tree! (Cf. Matt. 7:18; Luke 6:43)” [= Seakan-akan buah-buah yang baik bisa keluar dari sebuah pohon yang jahat / tidak baik (bdk. Mat 7:18; Luk 6:43)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XV, no 6.

Matthew Henry (tentang Mat 7:16): “The illustration of this comparison, of the fruit’s being the discovery of the tree. You cannot always distinguish them by their bark and leaves, nor by the spreading of their boughs, but by their fruits ye shall know them. The fruit is according to the tree. Men may, in their professions, put a force upon their nature, and contradict their inward principles, but the stream and bent of their practices will agree with them. Christ insists upon this, the agreeableness between the fruit and the tree, which is such as that, (1.) If you know what the tree is, you may know what fruit to expect. Never look to gather grapes from thorns, nor figs from thistles; it is not in their nature to produce such fruits. An apple may be stuck, or a bunch of grapes may hang, upon a thorn; so may a good truth, a good word or action, be found in a bad man, but you may be sure it never grew there. Note, [1.] Corrupt, vicious, unsanctified hearts are like thorns and thistles, which came in with sin, are worthless, vexing, and for the fire at last. [2.] Good works are good fruit, like grapes and figs, pleasing to God and profitable to men. [3.] This good fruit is never to be expected from bad men, and more than a clean thing out of an unclean: they want an influencing acceptable principle. Out of an evil treasure will be brought forth evil things. (2.) On the other hand, if you know what the fruit is, you may, by that, perceive what the tree is” (= ).

Matthew Henry (tentang Mat 7:16): “A good tree cannot bring forth evil fruit; and a corrupt tree cannot bring forth good fruit, nay, it cannot but bring forth evil fruit. But then that must be reckoned the fruit of the tree which it brings forth naturally and which is its genuine product - which it brings forth plentifully and constantly and which is its usual product. Men are known, not by particular acts, but by the course and tenour of their conversation, and by the more frequent acts, especially those that appear to be free, and most their own, and least under the influence of external motives and inducements” (= Sebuah pohon yang baik tidak bisa menghasilkan buah yang jahat / tidak baik; dan sebuah pohon yang jahat / tidak baik tidak bisda menghasilkan buah yang baik, tidak, itu tidak bisa menghasilkan apapun kecuali buah yang jahat / tidak baik. Tetapi lalu itu harus dianggap buah dari pohon yang dihasilkannya secara alamiah dan terus menerus dan yang merupakan hasilnya yang biasa. Manusia dikenal, bukan oleh tindakan-tindakan khususnya, tetapi oleh jalan dan arah dari tingkah laku mereka, dan oleh tindakan-tindakan yang lebih sering, khususnya tindakan-tindakan yang kelihatannya bebas, dan paling merupakan tindakan-tindakan mereka sendiri, dan paling sedikit berada di bawah pengaruh dari motivasi-motivasi luar dan bujukan-bujukan).

Adam Clarke (tentang Mat 7:17-18): “‘So every good tree.’ As the thorn can only produce thorns, not grapes; and the thistle, not figs, but prickles; so an uuregenerate heart will produce fruits of degeneracy. As we perfectly know that a good tree will not produce bad fruit, and the bad tree will not, cannot produce good fruit, so we know that the profession of godliness, while the life is ungodly, is imposture, hypocrisy, and deceit. A man cannot be a saint and a sinner at the same time. Let us remember, that as the good tree means a good heart, and the good fruit, a holy life, aud that every heart is naturally vicious; so there is none but God who can pluck up the vicious tree, create a good heart, plant, cultivate, water, and make it continually fruitful in righteousness and true holiness.  ... ‘A good tree cannot bring forth evil fruit.’ Love to God and man is the root of the good tree; and from this principle all its fruit is found. To teach, as some have done, that a state of salvation may be consistent with the greatest crimes (such as murder and adultery in David), or that the righteous necessarily sin in all their best works, is really to make the good tree bring forth bad fruit, and to give the lie to the Author of eternal truth (= ).
Catatan: saya tak setuju kata-kata Clarke yang saya garis-bawahi. Kelihatannya ini menunjuk pada ajaran Keselamatan bisa hilang, bahkan pada Perfectionisme.

·         Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”.
Istilah ‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyatakan sebagai ‘hamba dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa berbuat baik. Ini dinyatakan secara lebih jelas oleh Ro 6:16-17,20-21.

·     Ro 6:16-17,20-21 - “(16) Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? (17) Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. ... (20) Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (21) Dan buah apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”.
Perhatikan khususnya Ro 6:20 yang berbunyi: “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. Istilah ‘bebas dari kebenaran’ itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat apapun yang benar!

Calvin (tentang Ro 6:20): He calls those ‘free from righteousness’ who are held by no bridle to obey righteousness. This is the liberty of the flesh, which so frees us from obedience to God, that it makes us slaves to the devil (= ).

Barnes’ Notes (tentang Ro 6:20): “‘Ye were free from righteousness.’ That is, in your former state, you were not at all under the influence of righteousness. You were entirely devoted to sin; a strong expression of total depravity” (= ).

Adam Clarke (Ro 6:20): “I know not whether it be possible to paint the utter prevalence of sin in stronger colours than the apostle does here, by saying they were FREE from righteousness. It seems tantamount to that expression in Gen 6:5, where, speaking of the total degeneracy of the human race, the writer says, ‘Every imagination of the thoughts of his heart was only evil continually.’ They were all corrupt; they were altogether abominable. There was none that did good; no, not one!” (= ).
Catatan: bagaimana mungkin Adam Clarke yang adalah orang Arminian ini percaya seperti ini? Ini adalah doktrin Calvinisme!

·         Yoh 15:4-5 - “(4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Ini jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.

·         Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu bahwa di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.

Dari ayat ini kelihatan sepintas bahwa dalam diri manusia ada kehendak yang baik. Tetapi jelas bahwa ayat ini tidak boleh ditafsirkan bahwa dalam diri manusia berdosa di luar Kristus itu sendiri bisa ada kehendak yang baik, karena:
*    penafsiran ini akan bertentangan dengan Ro 7:18nya yang mengatakan ‘tidak ada sesuatu yang baik’.
*        penafsiran ini juga akan bertentangan dengan Fil 2:13 yang berbunyi:
Fil 2:13 berbunyi: ”karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:
KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam ka-mu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Ini menunjukkan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk melakukan apa yang baik itu datang dari Tuhan.

Adam Clarke (tentang Neh 4:9): “While God works in us to will and to do, we should proceed to willing, through the power he has given us to will; and we should proceed to action, through the power he has given us to act. We cannot will, but through God’s power; we cannot act but through God’s strength. The power, and the use of it, are two distinct things. We may have the power to will, and not will; and we may have the power to do, and not act: therefore, says the apostle, seeing God has performed in you these powers, see that YOU WORK OUT YOUR OWN salvation, with fear and trembling” (= belum diterjemahkan ).
Catatan: saya menganggap Adam Clarke membengkokkan bunyi dari Fil 2:13 itu, karena ayatnya mengatakan bahwa ‘Allah bekerja dalam kamu untuk mau / menghendaki’. Tetapi ia menafsirkan bahwa ‘Allah memberi kuasa / kekuatan untuk mau / menghendaki’.

W. G. T. Shedd: “It is true that the ‘cannot’ is a ‘will not,’ but it is equally true that the ‘will not’ is a ‘cannot.’ The sinful will is literally unable to incline to good, apart from grace” (= Adalah benar bahwa ‘tidak bisa’ berarti ‘tidak mau’, tetapi secara sama adalah benar bahwa ‘tidak mau’ berarti ‘tidak bisa’. Kehendak yang berdosa secara hurufiah tidak bisa condong pada yang baik, terpisah dari kasih karunia) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 229.

Jadi, Ro 7:18-19 ini bukan menggambarkan Paulus pada waktu belum kristen, tetapi sesudah ia menjadi kristen (perhatikan bahwa ayat itu menggunakan present tense, bukan past tense). Karena itu ia sudah mempunyai kemauan / kehendak yang baik (dari Roh Kudus), tetapi bagaimanapun apa yang ia capai / lakukan jauh lebih rendah dari apa yang ia kehendaki, dan berdasarkan pengalaman itu ia menuliskan ayat itu.
·         Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
·         Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Catatan: memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada umumnya, bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat yang berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).

Memang, seperti telah dikatakan di atas, manusia bisa melakukan kebaikan-kebaikan sosial / lahiriah, misalnya pada waktu melihat orang miskin / menderita lalu menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah itu bisa disebut sebagai perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak!

G. I. Williamson: “because man is corrupt and polluted in every part, he sins continually. ... He cannot do anything that is not sin from God’s point of view (= karena manusia itu rusak dan dikotori dalam setiap bagian, ia berbuat dosa terus menerus. ... Ia tidak bisa melakukan apapun yang bukan dosa dari sudut pandang Allah) - ‘The Westminster Confession of Faith’, hal 55.

Mengapa? Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a)   Perbuatan baik itu harus timbul dari iman.
·         Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah”.
·     Ro 1:5 - “Dengan perantaraanNya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada namaNya.
NIV: to call people from among all the Gentiles to the obedience that comes from faith (= untuk memanggil orang-orang dari antara orang-orang non Yahudi kepada ketaatan yang datang dari iman).
William Hendriksen (tentang Ro 1:5): “The purpose for which Paul was appointed was to bring about obedience of faith. Such obedience is based on faith and springs from faith” (= Tujuan untuk mana Paulus ditetapkan adalah untuk menimbulkan ketaatan dari iman. Ketaatan seperti itu didasarkan pada iman dan keluar / muncul dari iman) - hal 45.

Perlu ditekankan di sini bahwa dalam kontex Kitab Suci, ‘iman’ artinya adalah iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Jadi, ‘iman’ di sini tidak bisa diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada Kristus sebagai dokter, penyembuh, pemberi berkat, dsb’.

b)   Perbuatan baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah (1Kor 10:31).
1Kor 10:31 - “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
Calvin (tentang 1Kor 10:31): Lest they should think, that in so small a matter they should not be so careful to avoid blame, he teaches that there is no part of our life, and no action so minute, that it ought not to be directed to the glory of God, and that we must take care that, even in eating and drinking, we may aim at the advancement of it (= ).

c)   Perbuatan baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah (Yoh 14:15).
Yoh 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Loraine Boettner menggunakan 1Kor 13:1-3 untuk menunjukkan bahwa tanpa kasih, segala perbuatan baik kita sia-sia. Tetapi dalam hal ini saya tidak setuju dengan Loraine Boettner, karena yang dipersoalkan dalam 1Kor 13:1-3 adalah kasih terhadap sesama manusia, bukan kasih terhadap Allah. Jadi saya berpendapat bahwa Yoh 14:15 adalah dasar yang lebih tepat.

Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18 yang menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya tidak berakal budi, tidak mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.
Kalau syarat-syarat di atas ini (point a-c) tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa pada waktu orang itu melakukan ‘perbuatan baik’, ia melakukannya tanpa mempedulikan Allah! Bisakah ‘perbuatan baik’ seperti itu disebut baik?

Loraine Boettner: The unregenerate man can, through common grace, love his family and he may be a good citizen. He may give a million dollars to build a hospital, but he cannot give even a cup of cold water to a disciple in the name of Jesus. If a drunkard, he may abstain from drink for utilitarian purposes, but he cannot do it out of love for God. All of his common virtues or good works have a fatal defect in that his motives which prompt them are not to glorify God, - a defect so vital that it throws any element of goodness as to man wholly into the shade. It matters not how good the works may be in themselves, for so long as the doer of them is out of harmony with God, none of his works are spiritually acceptable. ... As human beings we know that an act of service rendered to us (by whatever utilitarian motives prompted) by someone who is at heart our enemy, does not merit our love and approbation. The Scripture statement that ‘Without faith it is impossible to be well-pleasing unto God,’ finds its explanation in this, that faith is the foundation of all the other virtues, and nothing is acceptable to God which does not flow from right feelings. A moral act is to be judged by the standard of love to God, which love is, as it were, the soul of all other virtue, and which is bestowed upon us only through grace. Augustine did not deny the existence of natural virtues, such as moderation, honesty, generosity, which constitute a certain merit among men; but he drew a broad line of distinction between these and the specific Christian graces (faith, love and gratitude to God, etc.), which alone are good in the strict sense of the word, and which alone have value before God. This distinction is very plainly illustrated in an example given by W D. Smith. Says he: ‘In a gang of pirates we may find many things that are good in themselves. Though they are in wicked rebellion against the laws of the government, they have their own laws and regulations, which they obey strictly. We find among them courage and fidelity, with many other things that will recommend them as pirates. They may do many things, too, which the laws of the government require, but they are not done because the government has so required, but in obedience to their own regulations. For instance, the government requires honesty and they may be strictly honest, one with another, in their transactions, and the division of all their spoil. Yet, as respects the government, and the general principle, their whole life is one of the most wicked dishonesty. Now, it is plain, that while they continue in their rebellion they can do nothing to recommend them to the government as citizens. Their first step must be to give up their rebellion, acknowledge their allegiance to the government, and sue for mercy. So all men, in their natural state, are rebels against God; and though they may do many things which the law of God requires, and which will recommend them as men, yet nothing is done with reference to God and His law. Instead, the regulations of society, respect for public opinion, self-interest, their own character in the sight of the world, or some other worldly or wicked motive, reigns supremely; and God, to whom they owe their heart and lives, is forgotten; or, if thought of at all, His claims are wickedly rejected, His counsels spurned, and the heart, in obstinate rebellion, refuses obedience. Now it is plain that while the heart continues in this state the man is a rebel against God, and can do nothing to recommend him to His favor. The first step is to give up his rebellion, repent of his sins, turn to God, and sue for pardon and reconciliation through the Savior. This he is unwilling to do, until he is made willing. He loves his sins, and will continue to love them, until his heart is changed.’ The good actions of unregenerate men, Smith continues, “are not positively sinful in themselves, but sinful from defect. They lack the principle which alone can make them righteous in the sight of God. In the case of the pirates it is easy to see that all their actions are sin against the government. While they continue pirates, their sailing, mending, or rigging the vessel, and even their eating and drinking, are all sins in the eyes of the government, as they are only so many expedients to enable them to continue their piratical career, and are parts of their life of rebellion. So with sinners. While the heart is wrong, it vitiates everything in the sight of God, even their most ordinary occupations; for the plain, unequivocal language of God is, ‘Even the lamp of the wicked, is sin,’ Prov. 21:4.” (= ) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 68-70.

Penerapan:
·         Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa selamat / masuk surga karena berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan bertobatlah dari doktrin / kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat baik, dan karena itu membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa selamat / masuk surga!
·         Masihkah saudara percaya bahwa semua agama lain (yang mengandalkan perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?

Seorang yang bernama Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 dengan kata-kata sebagai berikut:
“You might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by your own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke surga dengan perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).

Dr. D. James Kennedy mengutip kata-kata Martin Luther yang berbunyi sebagai berikut:
“The most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men was the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live with an all-holy God” (= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci) - Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism Explosion’, hal 31-32.

2)         Manusia berdosa itu tidak mencari Allah.

Ro 3:11 - “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.
Dalam Kitab Suci memang ada orang-orang yang mencari Allah, tetapi ini hanya bisa terjadi karena Allah sudah lebih dulu bekerja di dalam diri orang itu dan melahirbarukannya. Tanpa pekerjaan Allah, maka berlaku Ro 3:11 ini, yaitu tidak ada seorangpun yang mencari Allah!
Orang yang beragama, yang taat / sungguh-sungguh sekalipun, sebetulnya tidak mencari Allah. Mereka mungkin hanya berjuang untuk agamanya / golongannya, atau mencari keselamatan / surga, damai / sukacita, dan berkat-berkat lain, atau mereka mencari jalan untuk bebas dari murka / hukuman Allah, tetapi diri Allah sendiri tidaklah mereka cari!

3)         Manusia tidak bisa memperkenan Allah.

Ibr 11:6 menyatakan bahwa tanpa iman manusia tidak bisa memperkenan Allah, dan Fil 1:29 menyatakan bahwa iman adalah karunia / pemberian Allah! Ini jelas menunjukkan bahwa dari dirinya sendiri (tanpa pekerjaan / karunia Allah) manusia tidak mungkin bisa memperkenan Allah.

4)   Manusia berdosa itu tidak bisa mengerti / menghargai Injil / Firman Tuhan.

Sebagai dasar dari pernyataan ini perhatikanlah ayat-ayat sebagai berikut:
·    1Kor 1:18 - “Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah”.

·         1Kor 1:23 - “tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.

·         1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.

Calvin: While, however, Paul here tacitly imputes it to the pride of the flesh, that mankind dare to condemn as foolish what they do not comprehend, he at the same time shows how great is the weakness or rather bluntness of the human understanding, when he declares it to be incapable of spiritual apprehension. For he teaches, that it is not owing simply to the obstinacy of the human will, but to the impotency, also, of the understanding, that man does not attain to the ‘things of the Spirit.’ Had he said that men are not willing to be wise, that indeed would have been true, but he states farther that they are not able. Hence we infer, that faith is not in one’s own power, but is divinely conferred. (=).

Calvin: It is from the Spirit of God, it is true, that we have that feeble spark of reason which we all enjoy; but at present we are speaking of that special discovery of heavenly wisdom which God vouchsafes to his sons alone. Hence the more insufferable the ignorance of those who imagine that the gospel is offered to mankind in common in such a way that all indiscriminately are free to embrace salvation by faith (= ).

Matthew Henry: Not that the natural faculty of discerning is lost, but evil inclinations and wicked principles render the man unwilling to enter into the mind of God, in the spiritual matters of his kingdom, and yield to their force and power. It is the quickening beams of the Spirit of truth and holiness that must help the mind to discern their excellency, and to so thorough a conviction (???)of their truth as heartily to receive and embrace them. Thus the natural man, the man destitute of the Spirit of God, cannot know them, because they are spiritually discerned (= ).
Adam Clarke: But the natural man - The apostle appears to give this as a reason why he explained those deep spiritual things to spiritual men; because the animal man - the man who is in a state of nature, without the regenerating grace of the Spirit of God, receiveth not the things of the Spirit - neither apprehends nor comprehends them: he has no relish for them; he considers it the highest wisdom to live for this world. Therefore these spiritual things are foolishness to him; for while he is in his animal state he cannot see their excellency, because they are spiritually discerned, and he has no spiritual mind (= ).

Barnes’ Notes: Receiveth not.’ ‎ou ‎‎dechetai‎, does not ‘embrace’ or ‘comprehend’ them. That is, he rejects them as folly; he does not perceive their beauty, or their wisdom; he despises them. He loves other things better. A man of intemperance does not receive or love the arguments for temperance; a man of licentiousness, the arguments for chastity; a liar, the arguments for truth. So a sensual or worldly man does not receive or love the arguments for religion (= ).

Barnes’ Notes: “‘Neither can he know them.’ Neither can he understand or comprehend them. Perhaps, also, the word ‘know’ here implies also the idea of ‘loving,’ or ‘approving’ of them, as it often does in the Scripture. Thus, to know the Lord often means to love him, to have a full, practical acquaintance with him. When the apostle says that the animal or sensual man cannot know those things, he may have reference to one of two things. Either: (1) That those doctrines were not discoverable by human wisdom, or by any skill which the natural man may have, but were to be learned only by revelation. This is the main drift of his argument, and this sense is given by Locke and Whitby. Or, (2) He may mean that the sensual the unrenewed man cannot perceive their beauty and their force, even AFTER they are revealed to man, unless the mind is enlightened and inclined by the Spirit of God. This is probably the sense of the passage. This is the simple affirmation of A FACT - that while the man remains sensual and carnal, he cannot perceive the beauty of those doctrines. And this is a simple and well known fact. It is a truth - universal and lamentable - that the sensual man, the worldly man, the proud, haughty, and self-confident man; the man under the influence of his animal appetites - licentious, false, ambitious, and vain - DOES NOT perceive any beauty in Christianity. … While he thus remains in love with sin, he cannot perceive the beauty of the plan of salvation, or the excellency of the doctrines of religion. He needs just the LOVE of these things, and the HATRED of sin. He needs to cherish the influences of the Spirit; to RECEIVE what He has taught, and not to reject it through the love of sin; he needs to yield himself to their influences, and then their beauty will be seen. The passage here PROVES that WHILE a man is thus sensual, the things of the Spirit will appear to him to be folly; it proves nothing about his ability, or his natural faculty, to see the excellency of these things, and to turn from his sin. It is the affirmation of a simple fact everywhere discernible, that the natural man DOES not perceive the beauty of these things; that while he remains in that state he CANNOT; and that if he is ever brought to perceive their beauty, it will be by the influence of the Holy Spirit. Such is his love of sin, that he never WILL be brought to see their beauty except by the agency of the Holy Spirit. ‘For wickedness perverts the judgment, and makes people err with respect to practical principles; so that no one can be wise and judicious who is not good.’ Aristotle, as quoted by Bloomfield (= ).

Charles Hodge (tentang 1Kor 2:14): “‘To know’ is to discern the nature of any thing, whether as true, or good, or beautiful. This is in accordance with the constant usage of scripture. To know God is to discern his truth and excellence; to know the truth is to apprehend it as true and good (= ‘mengetahui / memahami’ artinya melihat sifat dasar dari apapun, apakah sebagai benar, atau baik atau indah. Ini sesuai dengan penggunaan yang konstan dari Kitab Suci. ‘Mengetahui / mengenal Allah’ berarti melihat kebenaran dan keunggulanNya; mengenal / mengetahui kebenaran berarti melihat / memahaminya sebagai benar dan baik).

Bdk. 2Tim 3:7 - “yang walaupun selalu ingin diajar, namun tidak pernah dapat mengenal kebenaran.
Ini tidak mungkin diartikan ada orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran tetapi tidak pernah bisa mengertinya. Mengapa? Karena akan bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini.

Bdk. Amsal 2:1-5 - “(1) Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, (2) sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau mencenderungkan hatimu kepada kepandaian, (3) ya, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, (4) jikalau engkau mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta terpendam, (5) maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN dan mendapat pengenalan akan Allah.

Bdk. Yoh 8:31-32 - “(31) Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu (32) dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’”.

·         Dalam Kis 16:14 Lidia memperhatikan Injil setelah Allah membuka hatinya. Andaikata tidak ada pekerjaan Allah ini, pasti iapun tidak akan mempedulikan Injil / Firman Tuhan yang diberitakan oleh Paulus.

Calvin: “Man’s disposition voluntarily so inclines to falsehood that he more quickly derives error from one word than truth from a wordy discourse” (= Kecenderungan manusia dengan sukarela begitu condong pada kepalsuan sehingga ia dengan lebih cepat mendapatkan kesalahan dari satu kata dari pada kebenaran dari suatu pelajaran yang panjang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 7.

5)   Manusia berdosa itu tidak bisa datang kepada Yesus / percaya kepada Yesus.

Sebagai dasar lihatlah pembahasan ayat-ayat di bawah ini:

a)   Dalam Mat 16:16-17, pada waktu Petrus menyatakan imannya kepada Kristus sebagai Mesias / Kristus dan Anak Allah, maka Yesus berkata: “... bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu melainkan Bapamu yang di sorga”.
Kata ‘menyatakan’ dalam terjemahan dari KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘reveal’ (= menyingkapkan sesuatu yang tadinya tertutup / tersembunyi). Ini menunjukkan bahwa andaikata tidak ada pekerjaan Bapa yang menyingkapkan hal yang tertutup / tersembunyi itu, maka jelas bahwa hati / pikiran Petrus akan terus buta terhadap keMesiasan / keilahian Yesus.

b)   Yoh 6:37 berbunyi: “Semua yang diberikan Bapa kepadaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang”.
Ini menunjukkan bahwa orang tidak datang kepada Kristus karena kehendak mereka sendiri, tetapi karena Bapa memberikan mereka kepada Kristus.
Calvin mengomentari bagian ini dengan berkata:
“Faith is not a thing which depends on the will of men” (= iman bukanlah sesuatu yang tergantung pada kehendak manusia).

c)   Yoh 6:44,65.
Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b - “Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”.

Kedua ayat ini menunjukkan secara explicit bahwa manusia yang ada dalam dosa itu tidak mampu datang kepada Yesus. Ia hanya bisa datang kepada Yesus karena pekerjaan Bapa.
Orang-orang Arminian keberatan terhadap penafsiran ini, dan mereka berkata bahwa kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Yoh 6:44,65 itu harus diartikan ‘tidak mau’. Ini seperti kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4b yang juga diartikan ‘tidak mau’.

Kej 37:4 (NIV/Lit): ‘they hated him and could not speak a kind word to him’ (= mereka membencinya dan tidak dapat mengucapkan kata yang ramah kepadanya).
Jawaban terhadap pandangan ini:

1.   Belum tentu bahwa kata-kata ‘tidak dapat’ dalam Kej 37:4 harus diartikan ‘tidak mau’. Bukan hanya NIV, tetapi juga KJV, NKJV, RSV, NASB, ASV, dan bahkan Living Bible, menterjemahkan ‘could not’ (= tidak dapat). Hanya Good News Bible yang menterjemahkan ‘would not’ (= tidak mau).
Terjemahan ‘tidak dapat’ ini bukan hanya sesuai dengan arti hurufiahnya, tetapi juga sangat masuk akal. Karena ayat itu membicarakan saudara-saudara Yusuf, yang karena kebencian mereka terhadap Yusuf, lalu tidak dapat berbicara secara ramah terhadap Yusuf. Kalau saudara sangat membenci seseorang, bukankah memang tidak mudah untuk bisa berbicara secara ramah kepada dia?

2.   Kalaupun dalam Kej 37:4 kata-kata ‘tidak dapat’ diartikan ‘tidak mau’, itu tidak berarti bahwa dalam Yoh 6:44,65 ini juga harus diartikan seperti itu.
Doktrin Reformed tentang Total Depravity / Total Inability mengajarkan bahwa manusia yang masih ada di dalam dosa bukan hanya tidak mau, tetapi juga tidak dapat melakukan apapun yang baik. Jadi, manusia berdosa itu tidak mempunyai kemauan maupun kemampuan dalam hal berbuat baik. Ini terlihat dari Fil 2:13 yang berbunyi: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:

KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).

Disamping itu, doktrin ini didukung oleh banyak ayat Kitab Suci yang secara explicit menggunakan kata-kata ‘tidak dapat / tidak mungkin’ (seperti Yer 13:23  Mat 7:17-18  Yoh 15:4-5  Ro 8:7-8  1Kor 2:14). Bacalah semua ayat-ayat ini, dan saudara bisa melihat bahwa akan terasa sangat aneh kalau semua kata-kata ‘tidak dapat’ dalam ayat-ayat itu harus diartikan ‘tidak mau’. Dan khususnya dalam Ro 8:7-8, apakah kata-kata ‘tidak mungkin’ di sana juga harus diartikan ‘tidak mau’?

Doktrin ini juga didukung oleh ayat-ayat Kitab Suci yang lain yang sekalipun menyatakan hal itu secara implicit tetapi menyatakannya secara sangat kuat (seperti Kej 6:5  Kej 8:21  Yes 64:6  Yer 4:22  Yoh 8:34  Ro 3:12  Ro 6:20  Ro 7:18-19).

d)   Fil 1:29 - “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”.
Ini menunjukkan secara jelas bahwa iman adalah karunia dari Allah. Kalau Allah tidak mengaruniakan iman kepada seseorang, maka orang itu tidak mungkin akan percaya kepada Yesus.

e)   Kis 11:18b - “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup”.
Ini menunjukkan bahwa pertobatan merupakan karunia / pemberian Allah. Kalau melihat kontex Kis 10-11 (khususnya Kis 10:43), maka jelas yang dimaksud dengan ‘pertobatan’ di sini adalah ‘datangnya / berimannya seseorang kepada Yesus’.

f)    1Kor 12:3b berbunyi: “tidak ada seorangpun, yang dapat mengaku: ‘Yesus adalah Tuhan,’ selain oleh Roh Kudus”.
Ini secara explicit mengatakan bahwa tidak ada seorangpun bisa mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, kalau bukan karena Roh Kudus. Kalau cuma mengaku-ngaku di mulut, tentu bisa (bdk. Mat 7:21-23  Luk 6:46). Tetapi kalau mengaku Yesus sebagai Tuhan dengan hati yang betul-betul percaya, maka ini hanya bisa terjadi karena pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang itu.

g)   Yoh 12:39-40 - “(39) Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: (40) ‘Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata, dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga Aku menyembuhkan mereka.’”.

Bagian ini menyebabkan orang yang percaya pada doktrin Total Depravity akan dengan mudah percaya pada doktrin tentang Predestinasi. Perhatikan logikanya! Kita, sebagai orang berdosa, tidak bisa percaya / datang kepada Kristus. Tetapi kita toh percaya kepada Kristus. Mengapa? Karena Allah melahirbarukan kita dan lalu memberi kita iman. Mengapa Allah melahirbarukan kita dan memberi iman kepada kita tetapi tidak kepada orang-orang lain? Karena Allah telah memilih kita untuk diselamatkan.

Bagian ini juga seharusnya menyebabkan kita sabar (bukan putus asa!) kalau kita memberitakan Injil dan ditolak, bahkan diejek / dibenci. Ingat bahwa tanpa pekerjaan Allah, orang yang kita injili itu memang tidak akan bisa percaya dan datang kepada Yesus!

6)   Manusia berdosa itu mati dalam dosa / mati secara rohani.

Hal ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:

a)   Yoh 10:10b - “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
Bahwa Yesus datang dengan tujuan supaya mereka / manusia berdosa mempunyai hidup, jelas menunjukkan bahwa manusia itu mati (secara rohani).

b)   Ef 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain”.

Mati secara rohani / mati dalam dosa artinya adalah:

·         Ia aktif berbuat dosa.
Ini terlihat dari Ef 2:1-3 di atas, yang sekalipun dalam ay 1nya menunjukkan bahwa manusia itu mati dalam dosa, tetapi menunjukkan dalam ay 2-3nya bahwa itu adalah kehidupan yang berdosa. Jadi, kalau di atas telah kita lihat bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik, maka sekarang kita lihat bahwa manusia berdosa itu aktif / terus menerus berbuat dosa.

Calvin:
“For our nature is not only destitute and empty of good, but so fertile and fruitful of every evil that it cannot be idle” [= Karena kita bukan hanya miskin / melarat dan kosong dalam hal baik, tetapi begitu subur dan banyak berbuah dalam setiap kejahatan sehingga kita tidak bisa malas / menganggur (dalam hal berbuat jahat)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.
·         Ia tidak peduli pada hal-hal rohani, baik dosanya maupun Allah, Firman Tuhan / Injil, dsb.

Sehubungan dengan hal ini, ada 2 illustrasi yang populer tetapi salah yang sering dipakai dalam penginjilan:

a.   Kita digambarkan seperti orang yang sakit keras, dan Allah memberi kita obat. Karena itu kalau kita mau disembuhkan, kita mesti mau membuka mulut kita untuk meminum obat itu.
Illustrasi ini adalah illustrasi Arminian, dan illustrasi ini salah karena Kitab Suci tidak menggambarkan orang berdosa sebagai orang yang sakit tetapi sebagai orang yang mati.
Memang Yesus sendiri menggambarkan diriNya sebagai ‘tabib’, dan orang berdosa sebagai ‘orang sakit’ (Mat 9:12-13), tetapi bagian ini sama sekali tidak ditujukan untuk mengajar tentang Total Depravity. Ia mengatakan perumpamaan dalam Mat 9:12-13 hanya untuk membela diri terhadap serangan orang-orang Farisi yang melarangNya bergaul dengan orang jahat.

b.   Kita hampir tenggelam, dan Allah melemparkan tali, dan kita harus mau memegang tali itu kalau kita mau selamat.
Ini juga salah, karena seharusnya kita adalah orang yang sudah tenggelam dan sudah mati! Untuk menyelamatkan kita, Allah menyelam, mengangkat kita lalu menghidupkan kita kembali!

7)   Manusia sudah bejat sejak lahir, bahkan sejak dalam kandungan.

Ini terlihat dari:
·         Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya.
·         Maz 51:7 - “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.
·         Maz 58:4 - Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
·         Pkh 9:3b - “Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati”.

Calvin:
“... even infants themselves, while they carry their condemnation along with them from the mother’s womb, are guilty not of another’s fault but of their own. For even though the fruits of their iniquity have not yet come forth, they have the seed enclosed within them. Indeed, their whole nature is a seed of sin; hence it can be only hateful and abhorrent to God” (= ... bahkan bayi-bayi, sementara mereka membawa penghukuman mereka bersama-sama dengan diri mereka dari kandungan, bersalah bukan karena kesalahan orang lain tetapi dari diri mereka sendiri. Karena sekalipun buah dari kejahatan mereka belum muncul, mereka mempunyai benih terbungkus dalam diri mereka. Memang, seluruh diri mereka adalah benih dosa; dan karenanya ia hanya bisa dibenci dan menjijikkan bagi Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.

II) Serangan terhadap Total Depravity dan jawabannya.

1)   Adanya perintah Allah menunjukkan adanya kemampuan manusia untuk bisa melaksanakannya. Allah tidak mungkin memberi perintah kepada orang yang tidak mampu melakukannya, sama seperti saudara tidak mungkin menyuruh anak saudara yang berusia 3 tahun untuk mengangkat sekarung beras.

Jawab:

a)   Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, memang manusia mempunyai kemampuan taat pada perintah Allah. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia dikuasai / diperhamba oleh dosa sehingga tidak lagi bisa taat kepada perintah Allah. Ini bukan salahnya Allah, tetapi salahnya manusia.

b)   Pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mampu lagi melakukan perintah Allah, Allah tidak menurunkan tuntutanNya kepada manusia. Mengapa? Karena tuntutan Allah / hukum-hukum Allah menunjukkan kesucian Allah. Kalau itu diturunkan, maka itu juga akan menurunkan kesucian Allah. Misalnya saja kalau Allah mengijinkan / menghalalkan perzinahan, maka tentu saja kita akan bertanya-tanya: ‘Allah apa ini gerangan yang mengijinkan hal itu? Tentu Ia adalah Allah yang tidak terlalu nggenah!’           

c)   John Murray menjawab serangan ini dengan berkata:
“If obligation presupposes ability, then we shall have to go the whole way and predicate total ability of man, that is, to adopt the Pelagian position” (= Jika kewajiban menunjukkan adanya kemampuan, maka kita akan harus meneruskan dan menyatakan kemampuan total pada manusia, yaitu, menerima pandangan Pelagianisme) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 86.

Untuk bisa mengerti kata-kata John Murray ini, kita perlu melihat perbandingan dari 3 ajaran seperti yang diajarkan oleh Charles Hodge di bawah ini.

Charles Hodge berkata ada 3 pandangan dalam persoalan ini (‘Systematic Theology’, vol II, hal 257):

1. Pandangan Pelagianisme, yang mengatakan bahwa manusia yang sudah jatuh ke dalam dosapun tetap mempunyai kemampuan untuk melakukan apapun yang Allah perintahkan kepadanya [total ability (= kemampuan total)].
2. Pandangan Semi-Pelagianisme (= Arminianisme), yang mengatakan bahwa sekalipun kejatuhan ke dalam dosa melemahkan kemampuan manusia, tetapi manusia tidak kehilangan seluruh kemampuannya untuk mentaati Tuhan [partial ability / partial inability (= kemampuan sebagian / ketidakmampuan sebagian)].
3.  Pandangan Augustinianisme / Calvinisme, yang mengatakan bahwa manusia, setelah kejatuhan ke dalam dosa, sama sekali tidak mampu untuk kembali kepada Tuhan atau melakukan apapun yang betul-betul baik di hadapan Allah [total inability / total depravity (= ketidakmampuan total / kebejatan total)].

Calvinisme                                                             Arminianisme                                                  Pelagianisme
Ketidakmampuan total                                 Kemampuan sebagian                                         Kemampuan total

Kalau adanya perintah Allah / kewajiban dari Allah dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa manusia pasti mampu mentaati perintah Allah itu, maka konsekwensinya kita bukan harus meninggalkan Augustinianisme / Calvinisme (ketidakmampuan total) dan berpindah kepada Semi-Pelagianisme / Arminianisme (kemampuan / ketidak-mampuan sebagian), tetapi kepada Pelagianisme (kemampuan total), yang jelas-jelas merupakan ajaran sesat!

2)   Doktrin ini menyebabkan orang putus asa.

Jawab:

a)   Harus diakui bahwa memang memungkinkan seseorang menanggapi doktrin ini dengan cara yang salah, sehingga menjadi putus asa. Tetapi adanya tanggapan yang salah terhadap suatu ajaran, tidak menunjukkan bahwa ajarannya salah!

John Murray:
“But perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang disimpangkan itu) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

b)   Sebetulnya doktrin ini tidak menyebabkan orang putus asa. Bahkan doktrin ini menjadi landasan yang sangat penting supaya orang mau menerima Injil kasih karunia dan beriman kepada Kristus.

John Murray:
“The gospel is one of grace and therefore rests upon despair of human resources and potency” (= Injil adalah injil kasih karunia dan karena itu berdasarkan pada keputusasaan terhadap sumber dan potensi manusia) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 88.

Sebaliknya doktrin yang menentang doktrin Total Depravity inilah yang akhirnya membuat orang putus asa.
“Nothing is more soul-destructive than self-righteousness. And it is self-righteousness that is fostered by the doctrine that man is naturally able to do what is good and well-pleasing to God. To encourage any such conviction is to plunge men into self-deception and delusion and such is indeed the counsel of despair” (=Tidak ada yang lebih menghancurkan jiwa dari pada sikap merasa / menganggap diri sendiri benar. Dan adalah anggapan bahwa diri sendiri benar ini yang dipungut oleh doktrin yang mengatakan bahwa manusia secara alamiah bisa melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Allah. Menganjurkan keyakinan semacam itu adalah menjerumuskan manusia ke dalam penipuan diri sendiri dan khayalan dan hal itulah yang sebenarnya merupakan nasehat keputusasaan) - John Murray, ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.

c)   Orang yang sadar bahwa dirinya penuh dosa dan tidak bisa berbuat baik, sama sekali tidak perlu berputus asa. Mengapa? Karena Kitab Suci justru menyatakan mereka sebagai ‘orang berbahagia’ dan ‘pemilik Kerajaan Sorga’ (Mat 5:3), dan karena itu jelas bahwa Kitab Suci menganggap orang seperti ini memiliki masa depan yang cerah.

Sekarang mari kita meninjau Mat 5:3 yang dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.

Terjemahan ‘miskin di hadapan Allah’ dalam Kitab Suci Indonesia ini sebetulnya adalah terjemahan yang salah. Terjemahan yang benar adalah ‘miskin dalam roh’. Apa artinya? Artinya adalah bahwa orang itu sadar ia penuh dengan dosa.

Sesuatu yang menarik adalah: kata ‘miskin’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, yang artinya ‘miskin dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’. Kata PTOCHOS ini digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan Lazarus (Luk 16:20 - kata ‘pengemis’ sebetulnya adalah ‘orang miskin yang sama sekali tidak punya apa-apa’), dan juga untuk menggambarkan janda miskin setelah ia memberikan uangnya yang hanya 2 peser (Luk 21:3).

Dalam bahasa Yunani ada kata lain untuk ‘miskin’, yaitu PENES atau PENICHROS, yang menunjukkan ‘miskin tetapi masih punya sedikit uang’. Dalam Kitab Suci kata PENICHROS ini digunakan untuk menggambarkan janda miskin sebelum ia mempersembahkan uangnya yang hanya 2 peser itu (Luk 21:2).

Karena kata ‘miskin’ dalam Mat 5:3 itu diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS, maka itu jelas menunjukkan bahwa Mat 5:3 menyatakan bahwa seseorang itu baru dianggap berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga kalau ia sadar bahwa dirinya penuh dengan dosa, hitam legam, bukan abu-abu atau putih berbintik-bintik, dsb.
Arminianisme memang percaya bahwa semua manusia berdosa, tetapi karena mereka berpendapat bahwa manusia masih bisa berbuat baik dan mereka tidak percaya pada doktrin Total Depravity, itu menunjukkan bahwa mereka cuma miskin dalam arti kata PENES atau PENICHROS, bukan dalam arti kata PTOCHOS. Ini menyebabkan mereka sebetulnya belum memenuhi syarat untuk dianggap sebagai orang yang berbahagia dan pemilik Kerajaan Sorga.
Sebaliknya Calvinisme, yang percaya pada doktrin Totral Depravity, percaya bahwa dalam diri manusia hanya ada dosa, dosa dan dosa! Ini menunjukkan kesadaran orang-orang Calvinist bahwa mereka memang adalah PTOCHOS, bukan PENES atau PENICHROS. Dengan demikian Mat 5:3 menyatakan bahwa orang-orang Calvinist ini adalah orang yang berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga.

3)   Tawaran Injil kepada setiap orang menunjukkan bahwa orang bisa percaya kepada Yesus.
Kata ‘whoever’ (= barangsiapa) dalam ayat-ayat seperti Yoh 3:16 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘setiap orang’) diang­gap sebagai dasar bahwa setiap orang bisa percaya kepada Yesus.

Jawab:

Ayat-ayat seperti Yoh 3:16 hanya menunjukkan bahwa Injil ditawarkan kepada semua orang, dan siapapun yang percaya mendapat hidup kekal. Tetapi ayat-ayat itu sama sekali tidak berbicara tentang kemampuan orang berdosa dalam menanggapi Injil! Sebalik­nya Yoh 6:44,65 secara explicit menyatakan tentang ketidakmampuan manusia untuk datang kepada Yesus.

Yoh 6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”.

Yoh 6:65b - “Tidak ada seorangpun dapat datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”.

III) Serangan balik.

Sekalipun dalam pembelaan diri terhadap serangan yang ditujukan kepada doktrin Total Depravity di atas (point II di atas), secara otomatis sudah terdapat serangan terhadap Arminianisme, tetapi dalam bagian ini saya tetap ingin menambahkan lagi serangan terhadap Arminianisme, untuk memperjelas kesalahan Arminianisme dalam persoalan ini.

Pertama-tama kita perlu tahu bagaimana ajaran Arminian dalam persoalan ini. Ini mutlak perlu sebelum kita menyerang Arminianisme! Jangan meniru Guy Duty dan Pdt. dr. Jusuf B. S. yang menyerang Calvinisme tanpa mengerti apa itu Calvinisme.

Pdt. dr. Jusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20), berulangkali dan secara bertele-tele menyatakan bahwa Allah selalu menghendaki keselamatan manusia, setan selalu menghendaki kebinasaan manusia, dan karena itu keselamatan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau percaya kepada Yesus atau tidak.

Pdt. dr. Jusuf B. S. juga berbicara tentang adanya bantuan Allah. Ia berkata sebagai berikut:
“Allah menolong mencelikkan mata rohani manusia, tetapi sesudah itu Allah memberi kesempatan dan menunggu pilihan manusia itu sendiri!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 18. 

A. H. Strong (ia bukan penganut Arminianisme) menyatakan pandangan Arminianisme sebagai berikut:
“... God bestows upon each individual from the first dawn of consciousness a special influence of the Holy Spirit, which is sufficient to counteract the effect of the inherited depravity and to make obedience possible, provided the human will cooperate, which it still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejatan yang diwarisi dan membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama, dan manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - A. H. Strong, ‘Systematic Theology’, hal 601.

Jadi, berbeda dengan Pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak membutuhkan pekerjaan Roh Kudus, Arminianisme mengatakan bahwa sejak lahir, semua manusia sudah menerima pengaruh istimewa dari Roh Kudus. Tanpa pengaruh istimewa ini manusia tidak bisa percaya kepada Yesus. Tetapi adanya pengaruh istimewa dari Roh Kudus ini menyebabkan manusia bisa percaya kepada Yesus. Sekarang hanya tergantung apakah ia mau atau tidak mau melakukan hal itu.

Sekarang, setelah saya menunjukkan bagaimana ajaran Arminianisme dalam persoalan ini, saya akan menunjukkan caranya untuk menyerang / menunjukkan kesalahan dari Arminianisme.

1)   Serangan menggunakan Ro 10:20.
Kalau memang keselamatan seseorang tergantung pada kehendak orang itu sendiri, apakah ia mau atau tidak mau untuk datang dan percaya kepada Yesus, lalu bagaimana caranya orang Arminian menjelaskan ayat di bawah ini?
Ro 10:20 - “Dan dengan berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku, Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang tidak menanyakan Aku’”.

Perlu saudara ketahui bahwa ada beberapa ayat lain yang berhubungan dengan ‘manusia mencari Tuhan’:
Yes 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”. Ini memerintahkan manusia supaya mencari Tuhan.
Yer 29:13-14a - “Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN”. Ini menjanjikan bahwa orang yang mencari Tuhan pasti akan menemukan Tuhan.

Saya kira orang Arminian tidak akan menemukan kesulitan dengan Yes 55:6 dan Yer 29:13-14a ini, tetapi bagaimana mereka menafsirkan Ro 3:11b yang berbunyi: “tidak ada seorangpun yang mencari Allah”? Lebih-lebih, bagaimana mereka menafsirkan Ro 10:20 di atas, yang menunjuk-kan bahwa Allah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Dia? Orang Arminian, yang mengatakan bahwa semua manusia telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang semua tergantung pada kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Ro 10:20 itu!

Calvinisme / Reformed menganggap ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa keselamatan seseorang tidak tergantung pada kehendak orang itu sendiri, tetapi tergantung kepada Allah. Ro 3:11 berkata: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Ini menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri, terlepas dari pekerjaan Allah / Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak akan mau mencari Allah. Tetapi dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’, sekalipun ia mula-mula tidak mencari Allah, Allah bekerja, melahirbarukannya, sehingga ia lalu mencari Allah dan menemukan Allah (melalui Yesus Kristus).
Catatan: perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed, kelahiran baru terjadi sebelum iman!

2)  Serangan menggunakan ‘Tanya jawab Calvinisme - Arminianisme’ untuk menunjukkan kesombongan orang Arminian / Arminianisme.
Mari kita membayangkan suatu tanya jawab Calvinisme - Arminianisme (tanya jawab ini bisa saja betul-betul saudara praktekkan!).

Saya bertanya kepada orang Arminian: ‘Kalau semua orang sudah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus yang membuat semua orang sebetulnya bisa percaya kepada Yesus, lalu mengapa kamu percaya kepada Yesus dan orang-orang yang lain tidak?’.
Orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau percaya’.

Terhadap jawaban ini, saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin orang Arminian akan menjawab: ‘Karena saya lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya lebih condong pada hal-hal rohani dari pada mereka’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa lebih condong kepada hal-hal rohani dari pada mereka, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena saya sadar bahwa hal-hal rohani itu lebih penting dari pada hal-hal duniawi’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa sadar akan hal itu sedangkan orang-orang lain itu tidak, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Karena ada orang-orang yang mendoakan saya’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa pada waktu kamu didoakan kamu bisa sadar dan percaya, sedangkan ada banyak orang lain yang juga didoakan tetapi tetap tidak sadar dan tidak bertobat / tidak percaya kepada Yesus sampai mati?’.

Mungkin mereka akan menjawab: ‘Mungkin karena orang-orang itu mengeraskan hati’.
Saya bertanya lagi: ‘Mengapa orang-orang itu mengeraskan hati sedangkan kamu tidak, padahal semua orang telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Kalau pertanyaan-pertanyaan semacam ini terus dilontarkan, maka akhirnya mereka akan terpaksa menjawab: ‘Karena saya lebih baik dari pada mereka’.

Jadi, secara disadari ataupun tidak, pandangan Arminian ini menganggap diri mereka lebih baik dari orang yang tidak percaya kepada Kristus. Ini bukan hanya menunjukkan kesombongan, tetapi juga menunjukkan bahwa sedikit banyak jasa / kebaikan diri sendiri juga berperan dalam keselamatan seseorang!

Rupa-rupanya Pdt. dr. Jusuf B. S. tidak menyadari hal ini, karena dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9, ia berkata: “Kita menerima keselamatan dari Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan, usaha atau pekerjaan kita”. Dan ia lalu mengutip Ef 2:8 sebagai dasar.
Karena itu sebaiknya Pdt. dr. Jusuf B. S. merenungkan bagian ini dan menyadari adanya kontradiksi dalam ajarannya!

3)   Komentar-komentar dari para ahli Theologia yang menyerang orang Arminian / Arminianisme.

A. H. Strong:
“Arminian converts say: ‘I gave my heart to the Lord’; Augustinian converts say: ‘The Holy Spirit convicted me of sin and renewed my heart’. Arminianism tends to self-sufficiency; Augustinianism promotes dependence upon God” (= Petobat Arminian berkata: ‘Aku memberikan hatiku kepada Tuhan’; pe-tobat Augustinian berkata: ‘Roh Kudus menyadarkan aku akan dosaku dan memperbaharui hatiku. Arminianisme condong pada kecukupan / kesanggupan diri sendiri; Augustinianisme mempromosikan kebersandaran kepada Allah) - ‘Systematic Theology’, hal 605.

Catatan: A. H. Strong bukanlah seorang Augustinian / Calvinist yang sepenuhnya. Ia hanya menerima 4 dari 5 points Calvinisme. Satu-satunya yang ia tolak adalah point yang ke 3, yaitu Limited Atonement (= Penebusan Terbatas).

Loraine Boettner:
“The chief fault of Arminianism is its insufficient recognition of the part that God takes in redemption. It loves to admire the dignity and strength of man; Calvinism loses itself in adoration of the grace and omnipotence of God. Calvinism casts man first into the depths of humiliation and despair in order to lift him on wings of grace to supernatural strength. The one flatters natural pride; the other is a gospel for penitent sinners. As that which exalts man in his own sight and tickles his fancies is more welcome to the natural heart than that which abases him, Arminianism is likely to prove itself more popular. Yet Calvinism is nearer to the facts, however harsh and forbidding those facts may seem. ‘It is not always the most agreeable medicine which is the most healing. The experience of the apostle John is one of frequent occurrence, that the little book which is sweet as honey in the mouth is bitter in the belly. Christ crucified was a stumbling-block to one class of people and foolishness to another, and yet He was, and is, the power of God and the wisdom of God unto salvation to all who believe’” (= Kesalahan utama dari Arminianisme adalah pengakuan / pengenalannya yang kurang tentang bagian Allah dalam penebusan. Arminianisme senang mengagumi martabat dan kekuatan manusia; Calvinisme kehilangan dirinya sendiri dalam pemujaan terhadap kasih karunia dan kemahakuasaan Allah. Calvinisme mula-mula membuang manusia ke dalam perendahan dan keputusasaan yang dalam untuk bisa mengangkatnya dengan sayap kasih karunia kepada kekuatan supranatural. Yang satu memuji kesombongan alamiah; yang lain adalah injil untuk orang-orang berdosa yang menyesal. Sebagaimana sesuatu yang meninggikan manusia dalam pandangannya sendiri dan yang menyenangkannya lebih diterima / disambut oleh hati alamiah dari pada sesuatu yang merendahkan dia, Arminianisme mungkin sekali membuktikan dirinya sendiri lebih populer. Tetapi Calvinisme lebih dekat kepada fakta, betapapun kerasnya dan menakutkannya fakta itu terlihat. ‘Tidak selalu obat yang paling menyenangkan adalah yang paling menyembuhkan. Pengalaman rasul Yohanes adalah kejadian yang sering terjadi, bahwa buku kecil yang manis seperti madu di mulut, pahit di perut. Kristus yang tersalib adalah batu sandungan bagi segolongan manusia dan kebodohan bagi golongan yang lain, tetapi Ia adalah, baik dulu maupun sekarang, kuasa Allah dan hikmat Allah kepada keselamatan bagi semua yang percaya’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
Catatan: Loraine Boettner menggunakan kata-kata ‘buku kecil yang manis seperti madu di mulut, tetapi pahit di perut’ dari Wah 10:9-10.

Alan P. F. Sell mengutip kata-kata Jerome Zanchius (1516-1590) sebagai berikut:
“Conversion and salvation must, in the very nature of things, be wrought and effected either by ourselves alone, or by ourselves and God together, or solely by God himself. The Pelagians were for the first. The Arminians are for the second. True believers are for the last, because the last hypothesis, and that only, is built on the strongest evidence of Scripture, reason and experience: it most effectually hides pride from man, and sets the crown of undivided praise upon the head, or rather casts it at the feet, of that glorious Triune God, who worketh all in all” (= Pertobatan dan keselamatan dibuat dan dilaksanakan atau oleh diri kita sendiri, atau oleh kita dan Allah bersama-sama, atau semata-mata oleh Allah sendiri. Orang-orang Pelagian memilih yang pertama, orang-orang Arminian yang kedua. Orang-orang percaya yang sejati memilih yang terakhir, karena anggapan yang terakhir, dan hanya itu, dibangun di atas bukti terkuat dari Kitab Suci, logika dan pengalaman: itu secara paling efektif menyembunyikan kesombongan dari manusia, dan meletakkan mahkota pujian sepenuhnya / seluruhnya pada kepala, atau lebih tepat meletakkannya pada kaki, dari Allah Tritunggal yang mulia, yang mengerjakan semua dalam semua) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.

Alan P. F. Sell juga mengutip kata-kata John R. de Witt sebagai berikut:
“Arminianism essentially represents an attack upon the majesty of God; and puts in place of it, the exaltation of man” (= Arminianisme secara hakiki menggambarkan / mewakili suatu penyerangan terhadap kuasa yang berdaulat dari Allah; dan meletakkan sebagai gantinya, peninggian manusia) - ‘The Great Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.

Calvin:
“Nothing, however slight, can be credited to man without depriving God of his honor, and without man himself falling into ruin through brazen confidence” (= Tidak ada sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa dipuji / dihargai dari manusia tanpa mencabut / menghilangkan kehormatan dari Allah, dan tanpa menghancurkan manusia itu sendiri melalui kepercayaan kepada diri sendiri yang tidak tahu malu) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 1.

John Owen:
“As a desire of self-sufficiency was the first cause of this infirmity ... nothing doth he more contend for than an independency of any supreme power, which might either help, hinder, or control him in his actions. ... Never did any man ... more eagerly endeavour the erecting of this Babel than the Arminians, the modern blinded patrons of human self-sufficiency” (= Karena suatu keinginan untuk pencukupan diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak ada yang lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidaktergantungan pada kuasa tertinggi manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh berusaha mendirikan Babel ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern yang buta dari pencukupan diri sendiri dari manusia) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 11.

John Owen:
“... of making themselves differ from others who will not make so good use of the endowments of their natures; that so the first and chiefest part in the work of their salvation may be ascribed unto themselves; - a proud Luciferian endeavour!” (= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang lain yang tidak mau menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka; sehingga dengan demikian bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan keselamatan bisa dianggap berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha Lucifer yang sombong!) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 13.

John Owen:
“And so at length, with much toil and labour, they have placed an altar for their idol in the holy temple, on the right hand of the altar of God, and on it offer sacrifice to their own net and drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ - not all to God, nor all to free-will, but let the sacrifice of praise, for all good things, be divided between them” [= Dan demikian akhirnya, dengan banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah altar untuk berhala mereka dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah, dan di atasnya mereka mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri; setidaknya ‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata ini ada dalam bahasa Latin) - bukan semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak bebas, tetapi biarlah korban pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di antara mereka) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 14.

4)   Kesimpulan.
Kesimpulan tentang kesalahan dari Arminianisme dalam hal ini adalah:

a)   Kesombongan / kebersandaran pada diri sendiri.
Sedikit banyak mereka beranggapan bahwa diri mereka sendiri mempunyai jasa dalam keselamatan mereka, yaitu mereka mau percaya.

Berbicara tentang kesombongan orang Arminian, saya melihat bahwa Guy Duty juga luar biasa sombongnya. Ini terlihat dari:

·         Cara ia menjelek-jelekkan Calvin dan Agustinus.
Padahal melihat bukunya Guy Duty, saya yakin bahwa baik Calvin maupun Agustinus mempunyai pengetahuan di ujung jarinya jauh lebih banyak dari Guy Duty dalam seluruh dirinya!

·         Bagian Pendahuluan dari buku ‘Keselamatan bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 9-11, dimana ia mengutip surat dari seorang pendeta yang telah membaca naskah bukunya dan lalu berkata sebagai berikut:
“Saya telah menelusuri halaman demi halaman tulisan anda ini. Saya belum pernah membaca bahan sebaik ini. ... Saya percaya bahwa tulisan ini merupakan pembahasan yang paling lengkap tentang pokok ini, dan saya sangat menganjurkannya bagi setiap siswa Alkitab. Setiap pembaca buku ini mau tidak mau harus mengakui bahwa buku ini adalah karya seorang siswa Alkitab yang besar, yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya untuk membagi Firman kebenaran itu dengan benar (hal 9,11. Catatan: Garis bawah dari saya).

Kalaupun ada pendeta, yang dalam kebodohannya, memuji bukunya yang penuh dengan kesalahan itu, tidak seharusnya Guy Duty menuliskannya atau bahkan memamerkannya kepada pembaca bukunya! 1Kor 13:4-5 - “Kasih ... tidak memegahkan diri dan tidak sombong”.

Saya betul-betul tidak mengerti kesombongan Guy Duty yang sampai hati menuliskan pujian yang begitu tinggi dari pendeta itu untuk dirinya sendiri dalam Pendahuluan bukunya, lebih-lebih karena pujian itu sangat tidak pada tempatnya. Saya sendiri jarang menemui buku sejelek dan sekacau bukunya Guy Duty ini!

b)   Konsekwensinya, dalam penyelamatan diri mereka, Allah bukan satu-satunya pihak yang berjasa. Karena itu bukan Allah semata-mata yang harus dihargai / dipuji dalam persoalan keselamatan mereka, tetapi juga diri mereka sendiri.

Bandingkan pandangan Arminianisme yang sombong dan kurang menghargai anugerah Allah itu dengan:

·         Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.

·         Ro 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia”.

·         kata-kata Archbishop William Temple yang dikutip oleh John Stott sebagai berikut:
“All is of God. The only thing of my very own which I contribute to my redemption is the sin from which I need to be redeemed” (= Semua dari Allah. Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan pada penebusanku adalah dosa dari mana aku perlu ditebus) - ‘The Preacher’s Portrait’, hal 44-45.

Inilah pandangan Calvinisme / Reformed, yang betul-betul menghancurleburkan kesombongan manusia, dan mengarahkan seluruh penghargaan tentang penyelamatan kita hanya kepada Allah!

-o0o-

bersambung ke jilid 2
(tentang Unconditional Election / Predestinasi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar