Senin, 14 April 2014

ROMA KATOLIK VERSUS KRISTEN PROTESTAN (1)

Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div



Pelajaran I

Sejarah singkat

&

Perbedaan dasar


 

 

Pendahuluan.


Sebetulnya ini bukanlah pelajaran tentang perbandingan agama, tetapi lebih tepat disebut sebagai perbandingan aliran, karena Roma Katolik sebetulnya termasuk dalam ruang lingkup Kristen.

Ada 2 sikap extrim / salah menghadapi agama / aliran lain:

1)   Sikap menyerang:

a)   Penyerangan itu bisa ditujukan kepada orang yang beragama lain itu, dimana kita membenci atau memusuhi orang itu.
Ini salah karena sekalipun kita harus menentang ajaran yang salah / sesat, tetapi kita harus mengasihi orangnya, dan berusaha mengarahkan dia pada jalan yang benar, supaya dia bisa diselamatkan.

b)   Penyerangan itu bisa ditujukan kepada agama orang itu.
Pada umumnya ini juga salah, karena pada umumnya orang yang dise-rang agamanya akan menjadi marah, sehingga ia akan membuat ‘ben-teng’ pada waktu kita memberitakan Injil kepadanya.

Karena itu harap diperhatikan bahwa buku ini tujuannya bukan untuk dibagikan kepada orang Roma Katolik, tetapi hanya untuk kalangan Kristen sendiri.

2)   Menganggap semua agama sama dan semua agama itu baik.
Ini juga merupakan sikap yang salah karena:

a)   Setiap agama bukan saja berbeda dengan agama yang lain, tetapi bah-kan juga bertentangan.
Misalnya:
1.  Kristen (dan Katolik) mengakui Yesus sebagai Tuhan / Allah sendiri, tetapi agama-agama yang lain tidak.
2.  Kristen mengakui Yesus sebagai satu-satunya Juruselamat dan satu-satunya jalan keselamatan, tetapi agama-agama lain tidak.
3.  Kristen menekankan keselamatan hanya melalui iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik, tetapi agama-agama lain (termasuk Katolik) menekankan perbuatan baik.
Jelas bahwa orang yang menganggap semua agama sama, jelas tidak mengerti apa-apa soal agama-agama yang ia anggap sama itu!

b)   Sekalipun mungkin semua agama mengajarkan umatnya untuk berbuat baik, tetapi:
1.  Konsep tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, berbeda antara agama yang satu dan agama yang lain.
2. Bagaimana kalau umat beragama itu gagal melakukan apa yang baik? Dengan kata lain, bagaimana kalau mereka berbuat dosa? Hanya dalam Kristen ada penebusan dosa melalui pengorbanan Yesus Kristus, Allah yang telah menjadi manusia, dan mati di salib untuk menebus dosa umat manusia! Tidak ada agama lain yang mem-punyai penebus dosa / pembayar hutang dosa!

Tujuan belajar perbandingan agama / aliran:

1. Bukan supaya kita menjadi sombong, atau supaya kita bisa mengejek atau menghina orang yang beragama / beraliran lain, atau supaya kita menang kalau berdebat dengan mereka!

2.   Untuk menguatkan iman kita sendiri.
Dalam belajar tentang agama / aliran lain, kita harus mempelajari kesalahan mereka dan mempelajari bagaimana ajaran yang benar. Kalau kita hanya mengerti kesalahan mereka tetapi tidak mengerti bagaimana ajaran yang seharusnya / yang benar, maka ini tidak akan terlalu membawa manfaat bagi iman kita. Tetapi kalau kita juga mempelajari bagaimana ajaran yang benar / seharusnya, maka ini akan menguatkan iman kita.

3.   Untuk membawa mereka kepada Kristus.
Selama kita masih beranggapan bahwa semua agama adalah sama / semua agama itu baik, atau selama kita tidak mengetahui kesalahan dari orang yang beragama lain itu, maka kita tidak akan memberitakan Injil kepada mereka. Tetapi kalau kita sudah tahu perbedaan dan kesalahannya, maka kita akan mempunyai motivasi untuk memberitakan Injil kepada mereka.
Khususnya dalam persoalan Roma Katolik, ada banyak orang kristen yang mempunyai anggapan yang salah, yaitu bahwa Roma Katolik itu sama dengan Kristen, dan karena itu tidak perlu diinjili.
Kalau saudara sudah mempelajari buku ini dan mengerti perbedaan / perten-tangan antara ajaran Kristen dengan ajaran Roma Katolik, dan saudara tidak berusaha menginjili orang Roma Katolik, maka ada sesuatu yang tidak beres dalam kerohanian saudara! Mungkin saudarapun adalah orang yang belum diselamatkan dan perlu diinjili!

I) Istilah ‘Roma Katolik’.


1)  Istilah ‘Katolik’ sebetulnya bukan monopoli golongan Roma Katolik, kare-na istilah ‘Katolik’ sebetulnya berarti ‘universal‘ atau ‘umum / am’ [ban-dingkan dengan kalimat dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli yang ber­bunyi ‘Gereja yang kudus dan am’, yang dalam terjemahan bahasa Inggrisnya ber­bunyi ‘The Holy Catholic Church’ (= Gereja Katolik yang kudus)].

2)   Sebetulnya istilah ‘Roma Katolik’ merupakan suatu kontradiksi, karena kata ‘Roma’ menunjukkan tempat tertentu / lokal, sedangkan kata ‘Kato- lik’ berarti universal / umum / sedunia.

II) Sejarah singkat.


Sejarah singkat ini perlu diketahui, karena banyak orang kristen yang mengira bahwa Roma Katolik ada lebih dulu dan kristen merupakan agama baru yang memberontak terhadap Roma Katolik. Karena itu, kalau orang kristen diserang oleh orang Katolik dengan cara ini, mereka tidak bisa menjawab.

Sejarah singkatnya adalah sebagai berikut:

1)   Sejak jaman Perjanjian Baru, orang-orang yang percaya kepada Kris­tus dan menggunakan Kitab Suci sebagai dasar hidup / kepercayaan, disebut Kristen (Kis 11:26).
Perhatikan bahwa Kristen sudah ada pada abad pertama, jauh sebelum Roma Katolik ada!

2)   Mulai abad I orang-orang kristen dianiaya oleh orang-orang Yahudi yang menganggap Kristen sebagai suatu sekte yang sesat. Orang-orang kris-ten juga dianiaya oleh pihak pemerintah Romawi karena orang-orang kristen itu tidak mau menyembah kaisar.
Tetapi banyaknya penganiayaan ini justru menyebabkan kekristenan itu menjadi murni (tidak ada atau jarang ada orang kristen KTP), dan orang-orang kristen mempunyai iman yang kuat.

3)   Pada awal abad ke 4, Constantine mulai tertarik pada kek­ristenan dan pada tahun 324 M, setelah ia menjadi kaisar atas seluruh wilayah ke-kaisaran Romawi, ia menjadikan kristen sebagai agama yang sah di seluruh wilayah kekaisaran Romawi.

4)   Karena kristen dijadikan agama yang sah di seluruh kekaisaran Romawi, maka akibatnya banyak orang terpaksa masuk kristen, padahal hati mereka tidak kristen / tidak percaya kepada Yesus maupun Kitab Suci. Mereka ini lalu mulai membawa kekafiran mereka ke dalam gereja dan gereja yang kurang ketat dalam menjaga ajarannya, makin lama makin menjauhi ajaran yang semula / Kitab Suci.

Contoh-contoh penyimpangan:

1. Doa untuk orang mati dan membuat tanda salib..............................            300 M
2. Pemujaan terhadap malaikat dan orang suci....................................            375 M
3. Penggunaan patung-patung................................................................         375 M
4. Permulaan pemuliaan Maria (istilah ‘bunda Allah’).........................             431 M
5. Doktrin tentang api pencucian.............................................................       593 M
6. Penggunaan bahasa Latin dalam doa / kebaktian...........................             600 M
7. Doa ditujukan kepada Maria, malaikat dan orang-orang suci.........             600 M
8. Gelar ‘Paus’..............................................................................................607 M
9. Mencium kaki Paus................................................................................   709 M
10. Penyembahan terhadap salib, patung dan relics...........................             786 M
11. Penyembahan terhadap Santo Yusuf..............................................           890 M
12. Kanonisasi orang-orang suci yang mati...........................................          995 M
13. Hamba Tuhan tidak boleh menikah................................................         1079 M
14. Doa Rosario......................................................................................... 1090 M
15. Transubstantiation (doktrin tentang perjamuan kudus)...............           1215 M
16. Alkitab dilarang untuk orang awam.................................................       1229 M
17. Cawan Perjamuan Kudus dilarang untuk orang awam..............              1414 M
18. Api Pencucian ditetapkan sebagai dogma....................................          1439 M
19. Doktrin tentang 7 sakramen diteguhkan........................................         1439 M
20. Salam Maria.........................................................................................1508 M
21. Tradisi disetingkatkan dengan Alkitab............................................        1545 M
22. Apocrypha dimasukkan ke dalam Kitab Suci................................        1546 M
23. Doktrin bahwa Maria lahir / dikandung dan hidup tanpa dosa..              1854 M
24. Paus tidak bisa salah kata-katanya.................................................       1870 M
25. Kenaikan Maria ke surga..................................................................    1950 M
26. Maria dinyatakan sebagai ibu gereja..............................................        1965 M

Catatan:
·      Ini hanya sekitar 60 % dari penyelewengan-penyelewengan yang ditu-liskan oleh Loraine Boettner dalam bukunya ‘Roman Catholicism’, hal 7-9.
·         Bahwa hal-hal yang ada dalam daftar di atas ini memang merupakan penyimpangan dari Kitab Suci bisa saudara lihat penjelasannya dalam sepanjang buku ini.

5)   Karena kota Roma adalah ibukota kekaisaran Romawi, maka bishop (= uskup) Roma makin lama makin kuat kedudukannya, dan pada tahun 445 M, Kaisar Valentinian memutuskan bahwa semua bishop harus tun-duk pada bishop Roma. Ini mengarah pada timbulnya Paus dan muncul-nya Roma sebagai pusat Roma Katolik.

6)   Penyelewengan yang menjadi-jadi pada abad 16, akhirnya menimbulkan Reformasi oleh Martin Luther (1517) dan lalu disusul oleh Zwingli, John Calvin, dan John Knox.
Reformasi ini bertujuan untuk memanggil orang-orang untuk ‘kembali pada Alkitab’ (back to the bible). Dari istilah / semboyan ‘kembali pada Alkitab’ ini sebetulnya sudah jelas bahwa para tokoh reformasi mengang-gap Roma Katolik sebagai kristen yang sudah menyimpang dari Alkitab. Kalau tidak menyimpang, mengapa harus kembali pada Alkitab?

Kesimpulan:
Kristen Protestan bukanlah agama / ajaran baru yang memberontak dari Roma Katolik, tetapi ajaran yang kembali kepada kekristenan yang lama / mula-mula, yang sudah ada sejak abad pertama!

Seperti yang dikatakan oleh Loraine Boettner:
“Roman Catholics often attempts to represent Protestantism as something comparatively new, as having originated with Martin Luther and John Calvin in the sixteenth century. ... Protestantism as it emerged in the 16th century was not the beginning of something new, but a return to Bible Christianity and to the simplicity of the Apostolic church from which the Roman Church had long since departed” (= Orang Roma Katolik sering mencoba untuk menunjukkan / menggambarkan Protestanisme sebagai sesuatu yang baru, yang berasalmula dengan Martin Luther dan John Calvin di abad ke 16. ... Protestanisme yang muncul di abad ke 16 bukanlah permulaan dari sesuatu yang baru, tetapi pengembalian pada kekristenan Alkitab dan pada kesederhanaan gereja rasuli dari mana gereja Roma sudah sejak lama menyimpang) - ‘Roman Catholicism’, hal 1.

Ia melanjutkan lagi:
“Protestantism, therefore, was not a new religion, but a return to the faith of the early church. It was Christianity cleaned up, with all the rubbish that had collected during the Middle Age thrown out” (= Karena itu, protestanisme bukanlah suatu agama baru, tetapi suatu pengembalian pada iman dari gereja mula-mula. Itu adalah kekristenan yang dibersihkan, dengan dibuangnya semua sampah / kotoran yang terkumpul selama abad pertengahan) - ‘Roman Catholicism’, hal 12.

Untuk lebih jelasnya, lihatlah gambar di bawah ini (hal 5).






III) Perbedaan dasar Katolik - Kristen Protestan.


Sebelum kita membahas perbedaan Roma Katolik dan Kristen Protestan, ada satu hal yang perlu diketahui.
Loraine Boettener berkata bahwa ajaran dan praktek Roma Katolik di negara-negara dimana Katolik adalah golongan minoritas berbeda dengan Roma Katolik aslinya, atau dengan Roma Katolik di negara-negara dimana Roma Katolik merupakan golongan mayoritas, karena di negara-negara dimana mereka merupakan golongan minoritas mereka mengadakan kompromi-kompromi untuk menyesuaikan diri. Kalau kita mau melihat Roma Katolik yang sesungguhnya, kita harus melihatnya pada abad pertengahan, atau melihatnya sekarang di negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Italia, Perancis, Irlandia Selatan dan Amerika Latin, dimana mereka berkuasa dalam politik maupun gereja - ‘Roman Catholicism’, hal 3.

Dengan mengingat satu hal itu, sekarang mari kita melihat perbedaan dasar antara Roma Katolik dengan Kristen Protestan.

A) Pandangan tentang Kitab Suci.


Secara teoritis, baik Roma Katolik maupun Kristen Protestan, memper-cayai bahwa Alkitab adalah Firman Allah, tetapi:

1)   Dalam Kristen Protestan:
a)   Alkitab adalah untuk semua orang. Orang kristen harus memiliki dan membaca Alkitab dengan rajin dan tekun!
b)   Hanya Alkitab yang merupakan dasar hidup, iman dan gereja.

2)   Dalam Roma Katolik:

a)   Alkitab bukan untuk orang awam (ini bertentangan dengan Maz 1:1-2  Kis 17:11).
Bahwa dalam Roma Katolik orang awam memang dilarang untuk membaca, bahkan untuk memiliki Alkitab terlihat dari:

·         Keputusan Council of Valencia pada tahun 1229, yang berbunyi sebagai berikut:
“We prohibit also the permitting of the laity to have the books of the Old and New Testament, unless any one should wish, from a feeling of devotion, to have a psalter or breviary for divine service, or the hours of the blessed Mary. But we strictly forbid them to have the above-mentioned books in the vulgar tongue” (= Kami melarang juga pemberian ijin kepada orang awam untuk memiliki buku-buku Perjanjian Lama dan Baru, kecuali seseorang ingin, dari suatu perasaan untuk berbakti, untuk mempunyai kitab Mazmur atau buku doa Roma Katolik untuk kebaktian / pelayanan ilahi, atau saat-saat Maria yang terpuji. Tetapi kami dengan keras melarang mereka untuk memiliki buku-buku tersebut di atas dalam bahasa kasar) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.
Dari kata-kata ini jelas bahwa orang awam dilarang memiliki Alkitab. Yang boleh dimiliki hanyalah kitab Mazmur dan buku doa Roma Katolik, dan itupun tidak boleh dalam ‘vulgar tongue / bahasa kasar’, maksudnya buku-buku itu harus ada dalam bahasa Latin, yang jelas ada di luar jangkauan orang awam.

·         Penegasan larangan itu oleh Council of Trent dengan memberi-kan keputusan sebagai berikut:
“In as much as it is manifest, from experience, that if the Holy Bible, translated into the vulgar tongue, be indiscriminately allowed to everyone, the temerity of men will cause more evil than good to arise from it; it is, on this point, reffered to the judgment of the bishops, or inquisitors, who may, by the advice of the priest or confessor, permit the reading of the Bible translated into the vulgar tongue by Catholic authors, to those persons whose faith and piety, they apprehend, will be augmented, and not injured by it; and this permission they must have in writing” [= Karena jelas / nyata, dari pengalaman, bahwa kalau Alkitab Kudus, yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa kasar (bahasa biasa yang non Latin) diijinkan secara sembarangan kepada semua orang, kesembronoan manusia akan menyebabkan lebih banyak kejahatan dari pada kebaikan yang muncul dari padanya; maka pada titik ini diserahkan pada penghakiman dari uskup, atau pejabat Roma Katolik yang meneliti penyesatan, yang oleh nasehat dari imam / pastor atau confessor (= pastor yang diberi otoritas untuk menerima pengakuan dosa), boleh mengijinkan pembacaan Alkitab yang diterjemahkan ke dalam bahasa kasar / biasa oleh pengarang Katolik, kepada orang-orang yang iman dan kesalehannya, menurut mereka, akan bertambah, dan bukannya dirusak oleh pembacaan itu; dan ijin itu harus mereka miliki secara tertulis] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 97.

·         Kata-kata Liguori sebagai berikut:
“The Scriptures and books of Controversy may not be permitted in the vulgar tongue, as also they cannot be read without permission” (= Kitab Suci dan buku-buku Pertentangan / Perdebatan tidak boleh diijinkan dalam bahasa kasar / biasa, sebagaimana mereka juga tidak boleh dibaca tanpa ijin) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.

·         Kata-kata Paus Clement XI (tahun 1713) dalam Bull Unigenitus, yang berbunyi:
“We strictly forbid them (the laity) to have the books of the Old and New Testament in the vulgar tongue” [= Kami dengan keras melarang mereka (orang awam) untuk mempunyai buku-buku Perjanjian Lama dan Baru dalam bahasa kasar / biasa] - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 98.

Tetapi, tanggal 11 Oktober 1992, Gereja Roma Katolik menerbitkan ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang pada no 133, berkata sebagai berikut:
“The Church forcefully and specifically exhorts all the Christian faithful... to learn the surpassing knowledge of Jesus Christ, by frequent reading of the divine Scriptures. Ignorance of the Scriptures is ignorance of Christ” (= Gereja dengan kuat dan khusus mendesak semua orang kristen yang setia... untuk mempelajari pengetahuan yang melampaui dari Yesus Kristus, dengan pembacaan yang sering dari Kitab Suci ilahi. Ketidaktahuan terhadap Kitab Suci adalah ketidaktahuan terhadap Kristus).

Perubahan sikap terhadap Kitab Suci ini, adalah perubahan ke arah yang baik. Tetapi juga ada keanehan, karena itu berarti bahwa keputusan Council of Valencia, Council of Trent, dan kata-kata Paus Clement XI di atas, adalah salah. Padahal Roma Katolik menganggap bahwa keputusan Sidang Gereja, dan juga kata-kata / keputusan Paus sebagai tradisi yang setingkat dengan Firman Tuhan (lihat point b di bawah ini).

b)   Alkitab ditambahi dengan ‘tradisi’ (ini bertentangan dengan Ul 4:2  Wah 22:18-19).

1.   Yang disebut ‘tradisi’ dalam ajaran Roma Katolik:

a.   12 kitab-kitab Apocrypha.
Ada 15 kitab Apocry­pha yang ditambahkan kepada Alkitab oleh orang Roma Katolik, yaitu:
1.    Kitab Esdras yang pertama.
2.    Kitab Esdras yang kedua.
3.    Tobit.
4.    Yudit.
5.    Tambahan-tambahan pada kitab Ester.
6.    Kebijaksanaan Salomo.
7.    Yesus bin Sirakh.
8.    Barukh.
9.    Surat dari nabi Yeremia.
10. Doa Azarya dan Lagu pujian ketiga pemuda.
11. Susana.
12. Bel dan naga.
13. Doa Manasye.
14. Kitab Makabe yang pertama.
15. Kitab Makabe yang kedua.

Catatan: Dalam Kitab Suci Roma Katolik bahasa Indonesia, no 10,11,12 dijadikan satu kitab, yaitu ‘Tambahan-tambahan pada kitab Daniel’.

Tetapi 3 dari kitab-kitab Apocrypha ini akhirnya ditolak oleh Council of Trent, yaitu no 1, no 2 dan no 13, dan karena itu akhirnya hanya 12 kitab Apocrypha yang dimasukkan ke dalam Alkitab mereka.

Loraine Boettner mengatakan bahwa:
·         Kitab Esdras yang kedua ditolak karena di dalamnya ada penolakan terhadap doa untuk orang mati (2Esdras 7:105) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 80.
·         Sebetulnya ada lebih banyak lagi kitab-kitab Apocrypha yang lain, tetapi semua ini tidak pernah dimasukkan ke dalam Kitab Suci Roma Katolik. Mengapa? Loraine Boettner menjawab:
“The Council of Trent evidently selected only books that would help them in their controversy with the Reformers, and none of these gave promise of doing that” (= Council of Trent dengan jelas menyeleksi hanya buku-buku yang akan membantu mereka dalam pertentangan dengan para Reformator, dan tidak ada satupun dari buku-buku itu menjanjikan mereka untuk melakukan hal itu) - ‘Roman Catholicism’, hal 87.

Ke 12 kitab-kitab Apocrypha ini tebalnya lebih kurang dua per tiga Perjanjian Baru. Dahulu, semua kitab-kitab ini diletakkan di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan disebut dengan nama Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Tetapi pada tahun 1992, Roma Katolik mengeluarkan ‘The Catechism of the Catholic Church’ (= Katekisasi Gereja Katolik), dimana diputuskan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika itu diselipkan ke sela-sela kitab-kitab Perjanjian Lama, dan dianggap sebagai Perjanjian Lama!

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 120, berbunyi sebagai berikut:
“It was by the apostolic Tradition that the Church discerned which writings are to be included in the list of the sacred books. This complete list is called the canon of Scripture. It includes 46 books for the Old Testament (45 if we count Jeremiah and Lamentations as one) and 27 for the New. The Old Testament: Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy, Joshua, Judges, Ruth, 1 and 2 Samuel, 1 and 2 Kings, 1 and 2 Chronicles, Ezra and Nehemiah, Tobit, Judith, Esther, 1 and 2 Maccabees, Job, Psalms, Proverbs, Ecclesiastes, the Song of Songs, the Wisdom of Solomon, Sirach (Ecclesiasticus), Isaiah, Jeremiah, Lamentations, Baruch, Ezekiel, Daniel, Hosea, Joel, Amos, Obadiah, Jonah, Micah, Nahum, Habakkuk, Zephaniah, Haggai, Zachariah and Malachi” [= Oleh Tradisi rasulilah Gereja membedakan tulisan-tulisan mana yang harus dimasukkan dalam daftar kitab-kitab kudus. Daftar lengkap ini disebut kanon Kitab Suci. Itu mencakup 46 kitab untuk Perjanjian Lama (45 jika kita menghitung Yeremia dan Ratapan sebagai 1 kitab) dan 27 kitab untuk Perjanjian Baru. Perjanjian Lama: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, Rut, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja-Raja, 1 dan 2 Tawarikh, Ezra dan Nehemia, Tobit, Yudit, Ester, 1 dan 2 Makabe, Ayub, Mazmur, Amsal, Pengkhotbah, Kidung Agung, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Barukh, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia, dan Maleakhi].

‘The Catechism of the Catholic Church’, nomer 138, berbunyi sebagai berikut:
“The Church accepts and venerates as inspired the 46 books of the Old Testament and the 27 books of the New” (= Gereja menerima dan menghormati 46 kitab-kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab-kitab Perjanjian Baru sebagai diilhamkan).
Catatan: bandingkan dengan Perjanjian Lama yang kita akui yang hanya terdiri dari 39 kitab!

Sering ada yang mengatakan bahwa bukan orang Katolik yang menambahi Alkitab, tetapi orang Kristen Protestanlah yang mengurangi Alkitab. Tetapi tentang kanon Perjanjian Lama sebetulnya tidak ada persoalan, karena:
¨      Kitab Suci orang-orang Yahudi hanyalah Perjanjian Lama kita saat ini.
¨      Pada jaman Yesus hidup di dunia ini, kanon Perjanjian Lama itu sudah lengkap dan tertentu / pasti. Dan Yesus tidak mengubahnya sehingga dianggap sebagai menyetujuinya.

‘Eerdmans’ Family Encyclopedia of the Bible’: “It is not possible to know for certain how the Old Testament came together in the collection of books we know now. But we do know which books made up the Old Testament in the period just before the birth of Jesus, and we can know which books Jesus and his apostles would have regarded as their ‘Bible’. ... It is clear that by the time of Jesus the Hebrew Scriptures usually consisted of the thirty-nine books we know today as the Old Testament” (= Tidak memungkinkan untuk mengetahui dengan pasti bagaimana Perjanjian Lama bisa terkumpul bersama-sama dalam kumpulan kitab-kitab yang kita ketahui sekarang. Tetapi kami tahu kitab-kitab mana yang membentuk Perjanjian Lama pada jaman persis sebelum kelahiran Yesus, dan kami tahu kitab-kitab mana yang dianggap oleh Yesus dan rasul-rasulNya sebagai ‘Alkitab’ mereka. ... Adalah jelas bahwa pada jaman Yesus Kitab Suci Ibrani umumnya terdiri dari 39 kitab yang kita kenal sekarang sebagai Perjanjian Lama) - hal 66.

Halley’s Bible Handbook: “In Jesus’ day this book was called ‘The Scriptures,’ and was taught regularly and read publicly in synagogs. It was commonly regarded among the people as the ‘Word of God.’ Jesus himself repeatedly called it the ‘Word of God.’ ... These ‘Scriptures’ were composed of the 39 books which constitute our Old Testament, though under a different arrangement. ... when this group of books was completed, and set apart as the definitely recognized Word of God, is involved in obscurity. The Jews’ tradition was that it was done by Ezra” (= Pada jaman Yesus, buku ini disebut ‘Kitab Suci’, dan diajarkan secara rutin / teratur dan dibacakan di depan umum di sinagog-sinagog. Pada umumnya itu dianggap di antara bangsa itu sebagai ‘Firman Allah’. ... ‘Kitab Suci’ ini terdiri dari 39 kitab yang membentuk Perjanjian Lama kita, sekalipun susunan / urut-urutannya berbeda. ... kapan kelompok kitab-kitab ini menjadi lengkap, dan dipisahkan sebagai Firman Allah yang diakui dengan pasti, tak diketahui dengan jelas. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Ezra) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “Josephus considered the Old Testament Canon as fixed from the days of Artaxerxes, time of Ezra. Here are his words: ‘We have but 22 books, containing the history of all time, books that are believed to be divine. Of these, 5 belong to Moses, containing his laws and the tradition of the origin of mankind down to the time of his death. From the death of Moses to the reign of Artaxerxes the prophets who succeeded Moses wrote the history of the events that occurred in their own time, in 13 books. The remaining 4 books comprise hymns to God and precepts for the conduct of human life. From the days of Artaxerxes to our own times every event had indeed been recorded; but these recent records have not been deemed worthy of equal credit with those which preceded them, on account of the failure of the exact succession of the prophets. There is practical proof of the spirit in which we treat our Scriptures; for, although so great an interval of time has now passed, not a soul has ventured to add or to remove or to alter a syllable, and it is the instinct of every Jew, from the day of his birth, to consider these Scriptures as the teaching of God, and to abide by them, and, if need be, cheerfully to lay down his life in their behalf.’” (= Josephus menganggap bahwa kanon Perjanjian Lama sudah tertentu sejak jaman Artahsasta, jaman dari Ezra. Inilah kata-katanya: ‘Kami mempunyai hanya 22 kitab, berisikan sejarah dari semua jaman, kitab-kitab yang dipercaya sebagai ilahi. Dari kitab-kitab ini, 5 adalah kitab-kitab Musa, berisikan hukum-hukumnya dan tradisi tentang asal usul dari umat manusia sampai pada saat kematiannya. Dari saat kematian Musa sampai pada pemerintahan Artahsasta, nabi-nabi yang menggantikan Musa menulis sejarah dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada jaman mereka sendiri, dalam 13 kitab. 4 kitab sisanya terdiri dari nyanyian pujian bagi Allah dan ajaran-ajaran tentang tingkah laku manusia. Dari jaman Artahsasta sampai jaman kita sendiri, setiap peristiwa memang telah dicatat; tetapi catatan-catatan ini tidak dianggap layak untuk mendapat penghargaan yang setara dengan kitab-kitab yang mendahului mereka, karena tidak adanya rangkaian yang tepat dari nabi-nabi. Ini merupakan bukti praktis dari semangat dalam mana kami memperlakukan Kitab Suci kami; karena, sekalipun ada masa yang begitu lama yang telah berlalu, tidak ada orang yang telah berusaha untuk menambah atau menyingkirkan atau mengubah satu suku katapun, dan merupakan naluri dari setiap orang Yahudi sejak ia lahir, untuk menganggap Kitab Suci ini sebagai ajaran dari Allah, dan untuk mematuhinya, dan jika diperlukan, dengan sukacita meletakkan nyawanya demi mereka’) - hal 405-406.
Catatan:
·         ini merupakan kutipan kata-kata Josephus dari ‘The Works of Josephus’, hal 609 (‘Against Apion’, I, 8).
·     mengapa Perjanjian Lama hanya 22 kitab? Penjelasannya bisa dilihat dalam kutipan di bawah ini.
Halley’s Bible Handbook: “The Hebrew Old Testament contains exactly the same books as our English Old Testament, but in different arrangement: ... By combining the 2 books each of Samuel, Kings and Chronicles into one, and Ezra and Nehemiah into one, and the Twelve Minor Prophets into one, these 24 books are the same as our 39. Josephus further reduces the number to 22, to make it correspond to the Hebrew alphabet by combining Ruth with Judges, and Lamentations with Jeremiah” (= Perjanjian Lama bahasa Ibrani terdiri dari kitab-kitab yang persis sama seperti Perjanjian Lama bahasa Inggris kita, tetapi dalam susunan yang berbeda: ... Dengan menggabungkan 2 kitab dari Samuel, Raja-raja dan Tawarikh menjadi satu, dan menggabungkan Ezra dan Nehemia menjadi satu, dan 12 kitab nabi-nabi kecil menjadi satu, maka 24 kitab-kitab ini adalah sama dengan 39 kitab-kitab kita. Josephus selanjutnya mengurangi jumlah itu menjadi 22, untuk membuatnya sesuai dengan alfabet bahasa Ibrani, dengan menggabungkan kitab Rut dengan Hakim-hakim, dan Ratapan dengan Yeremia) - hal 26.

Halley’s Bible Handbook: “This testimony is of no small value. Josephus was born A. D. 37 in Jerusalem, of priestly aristocracy. He received an extensive education in Jewish and Greek culture. He was governor of Galilee and military commander in the wars with Rome, and was present at the destruction of Jerusalem. These words of Josephus are unquestionable testimony to the belief of the Jewish nation of Jesus’ day as to what books comprised the Hebrew Scriptures, and that that collection of books had been completed and fixed for 400 years preceding his time (= Kesaksian ini tidak kecil nilainya. Josephus dilahirkan pada tahun 37 M. di Yerusalem, dari keluarga imam. Ia menerima pendidikan yang luas dalam kebudayaan Yahudi dan Yunani. Ia adalah gubernur dari Galilea dan komandan militer dalam perang dengan Roma, dan ia hadir pada penghancuran Yersalem. Kata-kata dari Josephus merupakan kesaksian yang tidak diragukan tentang kepercayaan dari bangsa Yahudi dari jaman Yesus berkenaan dengan kitab-kitab mana yang termasuk dalam Kitab Suci Ibrani, dan bahwa kumpulan kitab-kitab itu telah lengkap dan tertentu selama 400 tahun sebelum jamannya) - hal 406.

Bahkan Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Alkitab Yahudipun hanya mencakup Perjanjian Lama, dan tidak mencakup Deuterokanonika.

Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Bible’: The Jewish Bible includes only the books known to Christians as the Old Testament” (= Alkitab Yahudi mencakup hanya kitab-kitab yang dikenal oleh orang-orang Kristen sebagai Perjanjian Lama).

Jadi jelas bahwa bukan Kristen Protestan yang mengurangi Alkitab, tetapi Katoliklah yang menambahi Alkitab.

Kristen Protestan menolak kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika ini dengan alasan:

¨       Dalam Perjanjian Baru, ada kira-kira 260 kutipan lang-sung dari Perjanjian Lama, dan juga ada kira-kira 370 penggu­naan bagian-bagian Perjanjian Lama yang tidak merupakan kutipan langsung. Ini menunjukkan bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul mengakui otoritas Perjanjian Lama sebagai Firman Allah, dan menggunakannya sebagai dasar hidup, iman dan ajaran mereka. Tetapi baik Yesus maupun rasul-rasul tidak pernah mengutip dari kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika tersebut sebagai dasar ajaran mereka, padahal kitab-kitab Apocrypha / Deuterokanonika itu sudah ada / beredar pada jaman Tuhan Yesus hidup di dunia ini. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui kitab-kitab Apocry­pha itu sebagai Firman Allah!

Halley’s Bible Handbook: “The Apocrypha. ... They were never quoted by Jesus, nor anywhere in the New Testament” (= Kitab-kitab Apocrypha. ... Kitab-kitab ini tidak pernah dikutip oleh Yesus, atau dimanapun dalam Perjanjian Baru) - hal 406-407.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times; and even though the Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal books. This is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Halley’s Bible Handbook: “In the New Testament there are about 300 quotations from these ‘Scriptures’; and no book outside these ‘Scriptures’ is thus quoted in the New Testament, with the single exception of the words of Enoch in the book of Jude. Many of these quotations are from the Septuagint version of the Old Testament, which was in common use in New Testament times; and even though the Septuagint contained the ‘Apocryphal’ books there is not one quotation from the Apocryphal books. This is evidence that neither Jesus nor the Apostles recognized the Apocryphal books as part of ‘The Scriptures.’” (= Dalam Perjanjian Baru ada kira-kira 300 kutipan dari ‘Kitab Suci’ ini; dan tidak ada kitab di luar ‘Kitab Suci’ ini yang dikutip dalam Perjanjian Baru, dengan satu perkecualian tentang kata-kata Henokh dalam kitab Yudas. Banyak dari kutipan-kutipan ini berasal dari versi Septuaginta dari Perjanjian Lama, yang biasa digunakan pada jaman Perjanjian Baru; dan sekalipun Septuaginta mencakup kitab-kitab Apokripa tetapi tidak ada satupun kutipan dari kitab-kitab Apokripa. Ini merupakan bukti bahwa baik Yesus maupun rasul-rasul tidak mengakui kitab-kitab Apokripa sebagai bagian dari ‘Kitab Suci’) - hal 405.

Catatan: bagian yang saya garis bawahi itu tidak saya setujui, dan akan saya bahas di sini.

Yudas 14-15 - Juga tentang mereka Henokh, keturunan ketujuh dari Adam, telah bernubuat, katanya: ‘Sesungguhnya Tuhan datang dengan beribu-ribu orang kudusNya, hendak menghakimi semua orang dan menjatuhkan hukuman atas orang-orang fasik karena semua perbuatan fasik, yang mereka lakukan dan karena semua kata-kata nista, yang diucapkan orang-orang berdosa yang fasik itu terhadap Tuhan.’”.
Dan dalam kitab Henokh (ini tidak termasuk Apokripa!), ada satu ayat yaitu Henokh 1:9, yang berbunyi sebagai berikut:
Versi William Barclay: “And behold! He cometh with ten thousands of his holy ones to execute judgment upon all, and to destroy all the ungodly; and to convict all flesh of all the works of their ungodliness which they have ungodly committed, and of all the hard things which ungodly sinners have spoken against him (= Dan lihatlah! Ia datang dengan sepuluh ribu orang-orang kudusNya untuk melakukan penghakiman terhadap semua orang, dan untuk menghancurkan orang jahat; dan untuk meyakinkan semua daging / orang tentang semua kejahatan yang mereka lakukan secara jahat, dan tentang semua kata-kata keras yang diucapkan oleh orang-orang berdosa yang jahat menentang Dia).
Henokh 1:9 Versi William Barclay ini boleh dikatakan identik dengan Yudas 14-15.
Versi Pulpit Commentary: “And behold, he comes with myriads of the holy, to pass judgment upon them, and will destroy the impious, and will call to account all flesh for everything the sinners and the impious have done and committed against him” (= Dan lihatlah, Ia datang dengan puluhan ribu orang kudus, untuk memberikan penghakiman terhadap mereka, dan akan menghancurkan orang jahat, dan akan meminta pertanggungjawaban semua orang untuk setiap hal yang orang berdosa dan jahat lakukan menentang Dia).
Henokh 1:9 versi Pulpit Commentary ini sedikit berbeda dengan Yudas 14-15, karena dalam Henokh 1:9 ini tidak ada tentang ‘kata-kata keras’ dari orang-orang jahat itu. Versi Barnes’ Notes sama dengan Pulpit Commentary.

Kutipan dalam Yudas 14-15 ini menyebabkan banyak pertanyaan dan problem. Haruskah kita menganggap Kitab Henokh itu sebagai Kitab Suci? Atau, haruskah kita membuang surat Yudas dari Kitab Suci, seperti yang dilakukan oleh Jerome? Saya berpendapat bahwa kita tidak boleh menganggap bahwa Kitab Henokh harus dimasukkan ke dalam Kitab Suci (Catatan: tidak adanya kata-kata ‘ada tertulis’ dalam Yudas 14 ini menunjukkan bahwa ia tidak sedang mengutip Kitab Suci), dan kita juga tidak boleh mengeluarkan surat Yudas dari Kitab Suci. Mengapa? Karena adanya kemiripan atau kesamaan antara Yudas 14-15 dan Henokh 1:9 mem-berikan beberapa kemungkinan, yaitu:
Yudas mengutip dari Kitab Henokh.
Penulis kitab Henokh mengutip dari Yudas, sedang-kan Yudas mengutip dari tradisi.
Yudas maupun penulis kitab Henokh mengutip dari tradisi.
Tidak ada kemungkinan untuk membuktikan bahwa kemungkinan pertamalah yang benar, sehingga adanya kemiripan / kesamaan antara Yudas 14-15 dengan Henokh 1:9 ini tidak membuktikan bahwa Yudas mengutip dari Kitab Henokh.

Mengapa Yudas mengutip nubuat Henokh? Dalam Kitab Suci ada banyak ayat tentang kedatangan Kristus untuk menghakimi, seperti Ul 33:5  Daniel 7:10  Zakh 14:5b. Mengapa Ia mesti mengutip dari nubuat Henokh dan bukannya dari ayat-ayat Kitab Suci?
Þ    Karena biasanya makin kuno suatu kutipan, makin ia dihormati. Karena itu Yudas memilih yang sekuno mungkin.
Þ    Karena Tuhan menghendaki nubuat Henokh itu, yang tadinya hanya ada dalam tradisi, masuk ke dalam Kitab Suci.
Thomas Manton: “if he receives it by tradition, it is here made authentic and put into the canon” (= jika ia menerimanya melalui tradisi, di sini itu dijadikan otentik / berotoritas dan dimasukkan ke dalam kanon) - ‘Jude’, hal 289.

¨       Penulis kitab-kitab Apocrypha itu sendiri tidak menunjukkan dirinya sebagai penulis Firman Tuhan yang diberikan Allah kepada manusia.
Untuk itu bandingkan Wah 22:18-19 yang terletak pada akhir Kitab Suci / Perjanjian Baru dengan 2Makabe 15:37b-38 yang terletak pada akhir dari kitab-kitab Deuterokanonika:

Wah 22:18-19 berbunyi:
“Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitab ini”.

Dari Wah 22:18-19 ini terlihat dengan jelas otoritas dari tulisan rasul Yohanes ini sebagai Firman Tuhan yang tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi.

Sekarang bandingkan dengan 2Makabe 15:37b-38 yang berbunyi:
“Maka aku sendiripun mau mengakhiri kisah ini. Jika susunannya baik lagi tepat, maka itulah yang ku-kehendaki. Tetapi jika susunannya hanya sedang-sedang dan setengah-setengah saja, maka hanya itulah yang mungkin bagiku.

Ini sama sekali tidak menunjukkan orang yang menuliskan Firman Tuhan di bawah pengilhaman Roh Kudus! Perhatikan kata-kata kukehendaki’ dan ‘hanya itulah yang mungkin bagiku. Bagaimana kita bisa mempercayai otoritas tulisan seperti ini, sedangkan penulisnya sendiripun tidak yakin akan kebenaran tulisannya!

¨       Dalam kitab-kitab Apocrypha itu ada kesalahan-kesalahan, seperti:
*        Yudit 1:1,7,11 menyebut Nebukadnezar sebagai raja Asyur di Niniwe (bdk. juga dengan Yudit 1:16  2:1,4,14,21 4:1), sedangkan kita tahu bahwa sebetulnya Nebukadnezar adalah raja Babilonia (Daniel 4:4-6,30).
*        Tobit 5:13 menceritakan tentang seorang malaikat yang bernama Rafael, yang berdusta dengan mem-perkenalkan dirinya sebagai ‘Azarya bin Ananias’, atau ‘Azarya anak laki-laki dari Ananias’.
Bagaimana mungkin kitab-kitab yang mengandung kesa-lahan seperti itu bisa disetingkatkan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan?

¨       Dalam kitab-kitab Apocrypha ada doktrin ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik) yang tidak alkitabiah. Contoh:
*        Tobit 12:9 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan dari maut dan menghapus setiap dosa”.
*        Tobit 4:10 berbunyi: “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan”.
*        Tobit 14:10-11a berbunyi: “Nak, ingatlah kepada apa yang telah diperbuat Nadab kepada bapa pengasuhnya, yaitu Ahikar. Bukankah Ahikar hidup-hidup diturunkan ke bagian bawah bumi? Tetapi Allah telah membalas kelaliman Nadab ke atas kepalanya sendiri. Ahikar keluar menuju cahaya, sedangkan Nadab turun ke kegelapan kekal, oleh karena ia telah berusaha membunuh Ahikar. Karena melakukan kebajikan maka Ahikar luput dari  jerat maut yang dipasang ba-ginya oleh Nadab. Sedangkan Nadab jatuh ke dalam jerat maut yang juga membinasakannya. Makanya anak-anakku, camkanlah apa yang dihasilkan oleh sedekah dan apa yang dihasilkan oleh kelaliman”.
*        Sirakh 3:3a berbunyi: “Barangsiapa menghormati bapanya memulihkan dosa”.

Doktrin yang tidak alkitabiah ini jelas bertentangan dengan Gal 2:16,21 dan Ef 2:8-9.

b.   Tulisan bapa-bapa gereja.
Padahal tulisan-tulisan bapa-bapa gereja ini sering berten­tangan satu sama lain, dan bahkan sering terjadi bahwa seorang bapa gereja berubah pandangan sehingga ia lalu menuliskan sesuatu yang bertentangan dengan tulisannya yang sebelumnya.

c.   Keputusan sidang-sidang gereja (council).

d.   Keputusan-keputusan Paus.
Lucunya, ada Paus-paus yang menentang kitab-kitab Apo-crypha, dan dengan demikian mereka bertentangan dengan Council of Trent yang memasukkan kitab-kitab itu ke dalam Alkitab. Loraine Boettner mengutip kata-kata Dr. Harris yang dalam bukunya yang berjudul ‘Fundamental Protestant Doctrines’, I, hal 4, berkata:
“Pope Gregory the Great declared that First Maccabees, an Apocryphal book, is not canonical. Cardinal Zomenes, in his polygot Bible just before the Council of Trent, excluded the Apocrypha and his work was approved by pope Leo X. Could these popes have been mistaken or not? If they were correct, the decision of the Council of Trent was wrong. If they were wrong where is a pope’s infallibility as a teacher of doctrine?” (= Paus Gregory yang Agung menyatakan bahwa kitab Makabe yang pertama, suatu kitab Apocrypha, tidak termasuk kanon. Kardinal Zomenes, dalam Alkitab polygotnya persis sebelum Council of Trent, mengeluarkan / membuang Apocrypha dan pekerjaannya disetujui oleh Paus Leo X. Apakah Paus-paus ini bisa salah atau tidak? Jika mereka benar, keputusan Council of Trent salah. Jika mereka salah, dimana ketidakbersalahan Paus sebagai seorang pengajar doktrin?) - ‘Roman Catholicism’, hal 83.

2.         Sikap Roma Katolik terhadap tradisi-tradisi mereka:

a.   Pada tahun 1545, sidang gereja di Trent menyatakan bahwa tradisi mempunyai otoritas yang sama dengan Kitab Suci, tapi harus ditafsirkan oleh gereja.
Ini menyebabkan ajaran mereka tidak bisa berubah. Jadi, kalaupun suatu waktu mereka menyadari bahwa ada kepu-tusan sidang gereja atau keputusan Paus yang ternyata salah, mereka tidak bisa mengubahnya. Bagaimana mung-kin menyatakan sesuatu, yang setingkat otoritasnya dengan Kitab Suci, sebagai sesuatu yang salah dan harus diralat? Tetapi kenyataannya, ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang muncul pada tahun 1992, mengubah keputusan sidang gereja, seperti yang sudah kita lihat dalam persoalan mem-baca Kitab Suci.

b.   Pada tahun 1546, sidang gereja di Trent memasukkan 12 kitab-kitab Apocrypha itu ke dalam Kitab Suci (karena itu maka dise­but Deuterokanonika (= kanon yang kedua). Dan ‘Chatechism of the Catholic Church’, yang muncul pada tahun 1992, pada no 120, bahkan memasukkan kitab-kitab Apocrypha ini ke dalam Perjanjian Lama, sehingga Perjan-jian Lama mencakup 46 kitab.

c.   Tradisi ini digunakan  untuk mempertahankan ajaran-ajaran mereka yang tidak punya dasar Kitab Suci (misalnya: api pencucian, keperawanan yang abadi dari Maria, kesucian Maria, kenaikan Maria ke sorga dengan tubuh jasmaninya, dsb).

Dan ‘tradisi’ ini justru jauh lebih berperan sebagai dasar dari ajaran-ajaran Roma Katolik, bahkan sebagian besar ajaran / dogma Roma Katolik tidak didasarkan pada Kitab Suci, tetapi pada tradisi! Ini menyebabkan sekalipun Roma Katolik dan Kristen Protestan sama-sama menggunakan Kitab Suci, tetapi ajarannya bisa sangat berbeda / bertentangan.

3.         Apa kata Tuhan Yesus / Kitab Suci tentang tradisi?

a.   Dalam Mat 15:3,6,9 Tuhan Yesus menyerang tradisi yang diutamakan lebih dari Firman Allah.
Catatan:
Kata-kata ‘adat istiadat nenek moyangmu’ (ay 3,6) oleh NASB/NIV diterjemahkan: your tradition (= tradisimu).

b.   Dalam Mat 5:21-48 Tuhan Yesus menyerang dan membetul-kan penafsiran ahli-ahli Taurat (yang sudah menjadi tradisi) tentang perjanjian Lama.

c.   Dalam Kol 2:8 Paulus memperingatkan untuk tidak menuruti ‘ajaran turun-temurun’ [NASB: the tradition of men (= tradisi manusia); NIV: human tradition (= tradisi manusia)] yang tidak sesuai dengan Kristus.

4.         Orang Kristen Protestan dan tradisi:
Orang Kristen Protestan juga mempunyai dan menggunakan tra­disi, seperti:

a.   Cerita tentang kematian Petrus.
Cerita ini tidak ada dalam Kitab Suci maupun sejarah, dan hanya diceritakan turun temurun dari mulut ke mulut.
Dikatakan bahwa suatu kali ada penganiayaan dan pem-bunuhan besar-besaran terhadap orang kristen di Yerusa-lem. Petrus lalu lari meninggalkan Yerusalem, tetapi di-tengah perjalanan Yesus menampakkan diri kepadanya dan bertanya: ‘Mau kemana Petrus?’. Petrus menjawab: ‘Tuhan, semua orang kristen dibunuhi. Kalau aku tidak lari, aku juga akan dibunuh dan gereja akan kehilangan pemimpin’. Yesus lalu berkata: ‘Baiklah Petrus, larilah terus. Biarlah Aku yang pergi ke Yerusalem untuk disalibkan untuk keduakalinya’. Mendengar kata-kata Yesus ini Petrus menangis dan ber-kata: ‘Tidak Tuhan, sudah cukup Engkau disalibkan satu kali untuk aku, biarlah sekarang aku yang disalibkan untuk engkau!’. Dan ia lari kembali ke Yerusalem, sehingga akhirnya ia ditangkap. Pada waktu ia mau disalibkan, ia berkata: ‘Aku tidak layak mati seperti Tuhanku. Salibkan aku dengan kepala di bawah’. Dan akhirnya Petruspun mati syahid dengan disalibkan secara terbalik.

b.   12 Pengakuan Rasuli, Pengakuan Iman Nicea.

Tetapi dalam Kristen Protestan, tradisi-tradisi itu diletakkan di bawah Kitab Suci dan tradisi-tradisi itu tidak dianggap mutlak benar.

B) Pandangan tentang keselamatan.


1)         Keselamatan karena iman saja atau karena iman + perbuatan baik?

Dalam ajaran Roma Katolik seseorang selamat karena iman + perbuatan baik + gereja Roma Katolik.
Mereka memang menekankan perlunya iman. Tetapi bukan ‘hanya iman’, karena ‘perbuatan baik’ dan ‘gereja Roma Katolik’ punya andil dalam keselamatan seseorang. Ini terlihat dari:

a)   Ajaran Roma Katolik tentang dosa.
Roma Katolik mempercayai adanya venial sin (= dosa ringan) dan mortal sin (= dosa besar / mematikan).
Yang pertama mereka anggap sebagai dosa kecil / remeh, yang tidak diakuipun tidak apa-apa. Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ 1992, dikatakan (No 1458): Without being strictly necessary, confession of everyday faults (venial sins) is nevertheless strongly recommended by the Church” [= Tanpa mengatakan bahwa ini diharuskan secara ketat, bagaimanapun pengakuan dari kesalahan-kesalahan setiap hari (dosa-dosa remeh / ringan) dianjurkan secara kuat oleh Gereja].
Yang kedua mereka anggap sebagai dosa yang hebat, yang bisa menjatuhkan seseorang dari kasih karunia Allah / keselamatan.
Dengan demikian, kalau seseorang mau selamat ia harus menghindari mortal sin ini, dan ini menunjukkan bahwa usaha / ketaatan / perbuatan baik manusia berperan dalam keselamatan seseorang.
Catatan: Berdasarkan ayat-ayat seperti Yoh 19:11  Luk 12:47-48  Ibr 10:28-29 maka terlihat dengan jelas akan adanya tingkat dosa. Tetapi Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya:
1.   Dosa yang begitu remeh sehingga tidak perlu diakui. Semua dosa upahnya adalah maut (Ro 6:23)!
2.   Dosa yang begitu besar / hebat sehingga menghancurkan kese-lamatan kita! Bdk. Yes 1:18  1Yoh 1:9  1Yoh 2:1-2.
Ingat bahwa dalam Kristen Protestan, kita diselamatkan karena iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik kita (Ef 2:8-9). Kalau kita jatuh ke dalam dosa, maka kita perlu ingat bahwa darah Kristus yang dicurahkan di atas kayu salib itu mempunyai kuasa lebih dari cukup untuk mengampuni dosa yang bagaimanapun besarnya!

b)   Ajaran Roma Katolik tentang baptisan.
Roma Katolik beranggapan bahwa baptisan betul-betul melahirbarukan dan menyelamatkan seseorang, tetapi baptisan itu harus dilaku­kan di gereja Roma Katolik (ajaran Roma Katolik yang asli tidak mengakui gereja lain sebagai gereja yang benar!).
Ini menunjukkan bahwa usaha manusia (untuk dibaptis) dan juga gereja Katoliknya sendiri (dimana baptisan itu harus dilakukan), mempunyai andil yang sangat vital / besar dalam keselamatan seseorang.

c)   Kata-kata Council of Trent yang mengutuk orang yang mempercayai ‘pembenaran oleh iman saja’ (justification by faith alone).
Council of Trent, Chapter XVI, Canon IX: “If any one saith that by faith alone the impious is justified in such wise as to mean, that nothing else is required to co-operate in order to the obtaining of the grace of justification, and that it is not in any way necessary, that he be prepared and disposed by the movement of his own will: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa oleh iman saja orang jahat dibenarkan, dan mengartikan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dibutuhkan untuk bekerja sama supaya mendapatkan kasih karunia pembenaran, dan bahwa tidak dibutuhkan dalam hal apapun bahwa ia disiapkan dan diatur / dicondongkan oleh gerakan kehendaknya sendiri: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.
Canon XXIV: “If any one saith, that the justice received is not preserved and also increased before God through good works; but that the said works are merely the fruits and signs of justification obtained, but not a cause of the increase thereof: let him he anathema” (= Jika seseorang berkata bahwa pembenaran yang diterima itu tidak dipelihara dan juga ditingkatkan di hadapan Allah melalui perbuatan baik; tetapi bahwa perbuatan baik yang disebutkan tadi semata-mata merupakan buah dan tanda / bukti dari pembenaran yang didapatkan, tetapi bukan suatu penyebab dari peningkatan itu: terkutuklah dia) - Louis Berkhof, ‘Systematic Theology’, hal 512.

Dalam ajaran Kristen Protestan (yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal), seseorang selamat hanya karena iman (SOLA FIDE  / Only Faith (= hanya iman). Perbuatan baik sedikitpun tidak berperan dalam keselamatan kita!

Untuk mengetahui yang mana yang benar, mari kita melihat pada Kitab Suci yang menunjukkan bahwa:
·         Penjahat yang bertobat / beriman pada saat terakhir hidupnya, tetap masuk surga sekalipun tidak pernah pergi ke gereja atau­pun di baptis, dan bahkan hampir bisa dikatakan tidak pernah berbuat baik dalam sepanjang hidupnya (Luk 23:43).
·         Ef 2:8,9  Gal 2:16  Ro 3:24,27-28 menunjukkan bahwa kita selamat / dibenarkan hanya karena iman.
·         Gal 3:2,14 menunjukkan bahwa kita menerima Roh Kudus karena iman.
·         Kis 15:1-21 menunjukkan bahwa kita bisa selamat karena iman saja, bukan karena sunat atau ketaatan pada hukum-hukum Musa.
·         Dalam Yoh 19:30 Yesus berkata ‘sudah selesai’. Ini menunjukkan bahwa keselamatan kita sudah Ia selesaikan, sehingga kita tak perlu berusaha apa-apa lagi! Kita hanya menerima keselamatan itu dengan iman!

KESIMPULAN:
Kita selamat hanya karena iman kepada Yesus Kristus. Perbuatan baik hanya merupakan bukti iman, dan kalau perbuatan baik itu tidak ada maka iman itu sebetulnya mati / tidak ada (Yak 2:17,26), tetapi bagaimanapun juga, perbuatan baik itu sama sekali tidak punya andil dalam keselamatan kita.
Illustrasi:
Orang sakit      --> obat  --> sembuh --> bisa berolah raga.
Orang berdosa --> iman --> selamat --> berbuat baik.
Keterangan:
Orang sakit bisa sembuh karena obat, bukan karena olah raga. Tetapi bukti bahwa ia sudah sembuh adalah bahwa ia bisa berolah raga kem-bali. Kalau seseorang mengaku sudah minum obat dan sudah sembuh tetapi tetap tidak bisa berolahraga, maka itu menunjukkan bahwa pe-ngakuannya dusta. Jadi sebetulnya ia belum sembuh, dan juga belum minum obat.
Analoginya: orang berdosa bisa selamat karena iman kepada Yesus Kristus, bukan karena berbuat baik. Tetapi bukti bahwa ia sudah selamat adalah bahwa ia lalu berbuat baik. Kalau seseorang mengaku sudah beriman kepada Yesus dan sudah selamat tetapi ia sama sekali tidak mempunyai perbuatan baik / ketaatan kepada Tuhan, maka itu menunjukkan bahwa pengakuannya itu dusta. Jadi sebetulnya ia belum selamat dan belum percaya dengan sungguh-sungguh.

2)   Apakah Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan atau bukan?

Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
·         No 161: “Believing in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).
·         No 618 (bagian akhir): “Apart from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke surga).
Dari 2 pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
¨      No 839b: “The Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’” [= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain, sudah merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging, adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak dapat dibatalkan.’].
¨      No 841: “The Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang / mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja / menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari terakhir.’).
¨      No 847b: “Those who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates of their conscience - those too may achieve eternal salvation” (= Mereka yang bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa mencapai keselamatan yang kekal).

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam bukunya yang berjudul ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38, memberikan suatu tanya-jawab sebagai berikut (P = pertanyaan; J = jawaban):
“P:  Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?
J:  Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’
P:  Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?
J:   Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Mat 12:41).
P:  Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?
J:   Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.
P:  Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24; 11:26).
J:   Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”.

Omong kosong bodoh ini bertentangan dengan:
·         Yoh 3:14-18 - “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus AnakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
·         Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.
·         Yoh 5:24 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”.
·         Yoh 5:39-40 - “Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa olehNya kamu mempunyai hidup yang kekal, tetapi walaupun Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku, namun kamu tidak mau datang kepadaKu untuk memperoleh hidup itu”.
·         Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
·         Yoh 8:45-47 - “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepadaKu. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu? Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.
·         Yoh 10:26-28 - “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu. Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu”.
·         Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya.’”.
·         Kis 13:38-39 - “Jadi ketahuilah, hai saudara-saudara, oleh karena Dialah maka diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.
·         Kis 13:46 - “Tetapi dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: ‘Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain”.
·         Kis 13:48 - “ Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
·         Ro 1:16-17 - “(16) Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam (tidak malu karena) Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. (17) Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman.’”.
·         Ro 3:21-22 - “(21) Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, (22) yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan”.
·         Ro 3:25-26 - “(25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.
·         Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
·         Ro 3:30 - “Artinya, kalau ada satu Allah, yang akan membenarkan baik orang-orang bersunat karena iman, maupun orang-orang tak bersunat juga karena iman.
·         Ro 4:3-5 - “Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? ‘Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.’ (4) Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. (5) Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.
·         Ro 4:18-25 - “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Kata-kata ini, yaitu ‘hal ini diperhitungkan kepadanya,’ tidak ditulis untuk Abraham saja, tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita”.
·         Ro 5:1-2 - “(1) Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. (2) Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.
·         Ro 9:30-10:4 - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. (4) Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.
Text ini sangat penting, karena menunjukkan secara explicit bahwa Israel sungguh-sungguh mengejar hukum, tetapi tidak selamat, karena tidak beriman.
·         Ro 10:9-15 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan. Karena Kitab Suci berkata: ‘Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.’ Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepadaNya. Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: ‘Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!’”.
·         Ro 11:20,23 - “Baiklah! Mereka dipatahkan karena ketidakpercayaan mereka, dan kamu tegak tercacak karena iman. Janganlah kamu sombong, tetapi takutlah! Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, Ia juga tidak akan menyayangkan kamu. Sebab itu perhatikanlah kemurahan Allah dan juga kekerasanNya, yaitu kekerasan atas orang-orang yang telah jatuh, tetapi atas kamu kemurahanNya, yaitu jika kamu tetap dalam kemurahanNya; jika tidak, kamupun akan dipotong juga. Tetapi merekapun akan dicangkokkan kembali, jika mereka tidak tetap dalam ketidakpercayaan mereka, sebab Allah berkuasa untuk mencangkokkan mereka kembali”.
·         Ef 2:8-13 - “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu--sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus”.
·         2Tes 1:8-10 - “dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya, apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya dan untuk dikagumi oleh semua orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah kamu percayai”.
·         2Tes 2:13 - Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.
NIV: But we ought always to thank God for you, brothers loved by the Lord, because from the beginning God chose you to be saved through the sanctifying work of the Spirit and through belief in the truth (= ).
·         KJV: But we are bound to give thanks alway to God for you, brethren beloved of the Lord, because God hath from the beginning chosen you to salvation through sanctification of the Spirit and belief of the truth (= ).
·         Ibr 3:12,19 - “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. ... Demikianlah kita lihat, bahwa mereka tidak dapat masuk oleh karena ketidakpercayaan mereka”.
·         Ibr 4:2-3 - “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: ‘Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu,’ sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan”.
·         Ibr 7:25 - “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka”.
·         Ibr 9:28 - “demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diriNya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diriNya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia”.
·         Ibr 10:38-39 - “Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.’ Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup”.
·         Ibr 11:6 - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.

Juga Yoh 7:38-39, Ef 1:13 dan Kis 2:38 jelas menunjukkan bahwa orang-orang percaya saja yang diberi Roh Kudus, dan Ro 8:9 mengatakan bahwa orang yang tidak memiliki Roh Kristus bukan milik Kristus.

Ef 2:12 menunjukkan bahwa jemaat Efesus dulunya (sebelum percaya) tanpa Allah dan tanpa pengharapan. Tetapi setelah percaya baru mereka dibawa mendekat oleh darah Kristus (Ef 2:13).

Catatan: mereka percaya bahwa orang dewasa mati tanpa Kristus bisa masuk surga, tetapi anehnya, dalam hal bayi yang mati tanpa dibaptis, mereka beranggapan masuk Limbus Infantum. Alasannya: karena mereka sukar menerima bahwa bayi itu bisa masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan itu.

Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang): “Ajaran semacam itu timbul karena orang merasa terjepit di antara 2 ajaran berikut ini: di satu sisi baptisan itu dianggap perlu untuk keselamatan, di sisi lain bayi yang mati tanpa sempat dibaptis belum mempunyai dosa pribadi, hanya dosa asal. Nah, sulit memikirkan bagaimana Allah akan menghukum bayi-bayi yang tidak berdosa secara pribadi itu dalam neraka yang menurut Alkitab penuh penderitaan itu? Tetapi sukar juga menerima, jika bayi semacam itu masuk surga tanpa mengalami penyelamatan Yesus Kristus lewat baptisan. Maka mereka yakin bahwa Allah tentu menyediakan bagi bayi-bayi semacam itu suatu tempat atau keadaan khusus. Tetapi sekali lagi hal ini bukan dogma atau ajaran resmi yang sudah paten, tetapi masih terbuka untuk didiskusikan. Yang jelas Gereja Katolik menganjurkan supaya bayi dibaptis secepat mungkin dan jika bayi mati sebelum sempat dibaptis, kita pasrahkan saja nasibnya kepada belas kasihan Allah. Alkitab dan Tradisi tidak memberi kita cukup petunjuk untuk dapat mengetahui nasib mereka” - ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 42-43.

Dalam ajaran Kristen Protestan (lagi-lagi yang asli, bukan yang sudah menjadi Liberal) Yesus ditekankan sebagai satu-satunya jalan ke surga. Dasar Kitab Suci untuk hal ini adalah sebagai berikut:

a)   Ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini secara jelas / explicit menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
·         Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
*        Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.
*        Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
*        Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!
·         Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.
·         1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.
·         1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!

b)   Yoh 8:24 dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b - “Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Dalam kontex Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’!

c)   Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:
1.         Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.
2.   Darah domba Paskah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30  1Kor 5:7).
Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.
3.         Ular tembaga (Bil 21:4-9  Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!
Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”. Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.

d)   Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.
Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.
Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena itu, orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?

e)   Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga, yang adalah milikNya?

f)    Semua manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan.
Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus masuk ke neraka selama-lamanya.

g)   Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Untuk menunjukkan betapa hebatnya penderitaan yang Yesus alami, maka saya mengajak saudara untuk melihat komentar-komentar dari beberapa penafsir tentang 2 macam penderitaan yang Yesus alami yaitu pencambukan dan penyaliban.

1.         Tentang pencambukan.
William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim's back, bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death” [= cambuk Romawi ter­diri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied to a post  with his back bent double and conven­iently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it” [= pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu men­jadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berda­rah’.  Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya karenanya, dan sedi­kit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].

2.         Tentang penyaliban.
Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Some­times prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila].

Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di paku. Ini ia dasarkan pada:
·         tradisi.
·         Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya. Alasan saya:
¨      penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tra­disinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara terpisah.
¨      Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku’.
¨      Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:
“The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds” [= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah].

Barclay lalu mengatakan: “It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:

a.   Tindakan Bapa merelakan AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat kejam.
Illustrasi: Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya. Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil. Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib. Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan AnakNya mengalami penderitaan itu.

b.   Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan kasih yang luar biasa.

h)  Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa:
1.   Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke surga.
Kalau memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?
2.   Orang yang tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:
·         Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
·         Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil, akan binasa tanpa Injil’!
·         Ro 10:13-14 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi, kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.

Sesuatu hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).



 

Pelajaran II

PAUS

I) Perkembangan ke-Paus-an.


1)  Cyprian (pertengahan abad ke 3) berkata bahwa Bishops (= uskup- uskup) adalah pengganti rasul-rasul dan mempunyai otoritas yang sama dengan rasul-rasul.

2)   Innocent I, bishop Roma (402-417 M), untuk pertama kalinya mengclaim bahwa bishop Roma lebih tinggi tingkatnya dari para bishop yang lain dan semua kontroversi / pertentangan harus diputuskan dengan restu / persetujuan bishop Roma.

3)   Leo I, yang menjabat sebagai Bishop Roma pada tahun 440-461 M, mengclaim bahwa dalam Mat 16:18, batu karang di atas mana gereja didirikan adalah Petrus; dan para bishop Roma yang merupakan pengganti Petrus adalah ahli waris Petrus, dan lebih tinggi tingkatnya dari bishops yang lain.

4)   Kaisar Valentinian (445 M) mengeluarkan keputusan bahwa semua orang harus mengakui keulungan bishop Roma atas Gereja.

5)   Gregory I yang juga disebut Gregory the Great (590-604 M) menjadi bia-rawan pertama yang menjadi bishop Roma.

6)   Pada tahun 604 M, Kaisar Phocas memberi gelar ‘Paus’ kepada Grego­ry I, tetapi ditolak oleh Gregory I.

7)   Pada tahun 607 M, Boniface III, pengganti kedua dari Gregory I, mene-rima gelar ‘Paus’ itu.

8)   Paus Nicholas I (858-867 M) mendesak supaya Paus diberi otoritas atas Gereja dan pemerintah.

9)   Pada tahun 1870 M, Vatican Council menyatakan bahwa Paus tidak bisa salah / infalli­ble kalau:
ia berbicara dari kursinya (EX CATHEDRA).
ia berbicara tentang iman dan moral.
Ia berbicara kepada gereja.

10)            Pada tahun 1885, Paus Leo XIII menyatakan bahwa Paus adalah peng­ganti  Allah Yang Maha Kuasa di bumi ini.

II) Hal-hal yang perlu dibahas tentang Paus.

A) Paus sebagai kepala gereja dan segala sesuatu.


Perhatikan kepercayaan Roma Katolik tentang Paus dalam New York Catechism di bawah ini:
“The pope takes place of Jesus Christ on earth ... By divine right the pope has supreme and full power in faith and morals over each and every pastor and his flock. He is the true vicar of Christ. He is the infallible ruler, the founder of dogmas, the author of and the judge of councils; the universal ruler of truth, the arbiter of the world, the supreme judge of heaven and earth, the judge of all, being judged by no one, God himself on earth” (= Paus menggantikan Yesus Kristus di bumi ... Oleh hak ilahi Paus mempunyai kuasa tertinggi dan penuh dalam iman dan moral atas setiap gembala dan domba gembalaannya. Ia adalah wakil yang benar / sejati dari Kristus. Ia adalah pemerintah / pemimpin yang tidak bisa salah, pendiri dari dogma-dogma, pengarang / sumber dan hakim dari sidang-sidang gereja, pemimpin kebenaran di seluruh dunia, penengah / wasit dunia ini, hakim tertinggi dari surga dan bumi, hakim dari semua, tidak dihakimi oleh siapapun, Allah sendiri di bumi ini) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 127.

Loraine Boettner lalu menambahkan:
“Thus the Roman Catholics holds that the pope, as the vicar of Christ on earth, is the ruler of the world, supreme not only over the Roman Church itself but over all kings, presidents, and civil rulers, indeed over all peoples and nations” [= Demikianlah orang Roma Katolik beranggapan bahwa Paus, sebagai wakil Kristus di bumi, adalah pemerintah dunia, mempunyai kedudukan / otoritas tertinggi bukan hanya atas gereja Roma (Katolik) sendiri tetapi atas semua raja, presiden, dan pemerintah sipil, bahkan atas semua orang dan bangsa] - ‘Roman Catholicism’, hal 127-128.

Pandangan kristen:

1)   Satu-satunya kepala gereja adalah Tuhan Yesus sendiri (Ef 4:15) dan Ia tidak pernah memberikan jabatan itu kepada orang lain.

2)   Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya hamba Tuhan atau bah-kan rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain.

Contoh:

a)   Petrus pernah ditegur di depan umum dengan keras oleh Paulus (Gal 2:11-14). Padahal Roma Katolik mengakui Petrus sebagai bishop Roma / Paus yang pertama!

b)   Paulus menyejajarkan dirinya dengan banyak orang:
1.   Dalam Fil 1:1 ia menyejajarkan dirinya dengan Timotius dengan menyebut dirinya dan Timotius sebagai ‘hamba-hamba Kristus Yesus’.
2.   Dalam Fil 2:25 ia menyejajarkan dirinya dengan Epaphroditus dengan menyebutnya sebagai ‘saudaraku’, ‘teman sekerjaku’ dan ‘teman seperjuanganku’.
3.   Dalam Fil 4:3 ia menyejajarkan dirinya dengan Sunsugos, Eudia dan Sintikhe, Klemens dll, dengan menyebut mereka sebagai ‘temanku yang setia’, dan ‘kawan-kawanku sekerja’.
4.   Dalam Kol 1:7 ia menyejajarkan dirinya dengan Epafras dengan menyebutnya sebagai ‘kawan pelayan’.

c)   Sidang Yerusalem dalam Kis 15 menunjukkan bahwa tidak ada rasul yang superior / lebih tinggi dari yang lain, karena keputusan tidak didapatkan dari keputusan satu orang saja, tetapi didapatkan melalui perundingan / pertukaran pikiran para rasul dan penatua (Kis 15:6,7).

3)   Kitab Suci mengajarkan adanya jabatan tua-tua / penatua / penilik jemaat dan diaken (1Tim 3:1-13  Tit 1:5-9), tetapi tidak pernah meng-ajarkan adanya jabatan Paus.

B) Petrus adalah bishop I dari Roma / Paus I.


Roma Katolik menafsirkan Mat 16:13-19, sebagai berikut:
·         ‘Batu karang’ menunjuk kepada Petrus.
·         ‘Alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
·         ‘Kunci’ merupakan simbol otoritas. Jadi Petrus mempunyai hak / kuasa untuk menerima seseorang untuk masuk ke dalam surga / gereja dan / atau menolak seseorang untuk masuk ke dalam surga / gereja.
·         Mat 16:13-19 menunjukkan bahwa Petrus diangkat oleh Yesus menja-di Paus I.

Pandangan kristen:

1)         Exegesis / penafsiran dari Mat 16:13-19:

a)   Kata ‘Petrus’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETROS, yang ada dalam bentuk masculine (= laki-laki), dan artinya adalah ‘batu kecil’.
Kata ‘batu karang’ dalam bahasa Yunaninya adalah PETRA, yang ada dalam bentuk feminine (= perempuan), dan artinya adalah ‘batu besar’ / rock’.
Tuhan Yesus tidak berkata bahwa Ia mendirikan gereja / jemaatnya di atas PETROS tetapi di atas PETRA. Yang dimaksud dengan PETRA adalah pengakuan Petrus pada Mat 16:16, yaitu pengaku-an bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.

b)   Alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:18b).

Roma Katolik menafsirkan bahwa:
·         ‘alam maut’ menunjuk pada kuasa jahat.
·         kata ‘nya’ menunjuk kepada Petrus.
Jadi Roma Katolik mengatakan bahwa kalimat ini merupakan jaminan Tuhan Yesus bahwa kuasa jahat tidak akan menguasai Petrus.

Tetapi tafsiran ini jelas bertentangan dengan ayat-ayat di bawah ini yang menunjukkan Petrus dikuasai (bukan dirasuk!) oleh kuasa jahat / setan:
¨      Mat 16:22-23 dimana Petrus menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem sehingga disebut oleh Yesus sebagai ‘Iblis’.
Catatan: saya ragu-ragu apakah dalam Mat 16:22-23 ini Petrus memang dikuasai oleh setan. Alasannya: setan ingin mem-bunuh Yesus, sehingga agak aneh kalau ia menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem. Ada kemungkinan bahwa sebutan ‘Iblis’ itu hanya menunjukkan bahwa Petrus mempunyai pikiran yang salah.
¨      Mat 26:69-75 dimana Petrus menyangkal Yesus sebanyak 3 x.
¨      Gal 2:11-14 dimana Petrus bersikap munafik.

Tafsiran yang benar: Kata ‘nya’ menunjuk kepada Gereja. Jadi kalimat itu berarti bahwa Gereja tidak akan bisa hancur.
Catatan: Ingat bahwa dalam theologia, kata ‘Gereja’ (dengan G huruf besar) menunjuk pada semua orang percaya di seluruh dunia, sedangkan kata ‘gereja’ (dengan g huruf kecil) menunjuk pada gereja lokal. Satu gereja lokal bisa saja hancur / tersesat, tetapi Gereja secara keseluruhan tidak mungkin bisa hancur / tersesat.

c)   ‘Kuasa mengikat dan melepaskan’ (Mat 16:19).
Ingat bahwa kalimat ini tidak hanya dikatakan kepada Petrus saja tetapi juga kepada murid-murid lainnya (Mat 18:18).
Jadi jelas bahwa kuasa ini bukan berarti kuasa / hak untuk me-masukkan / menolak orang ke / dari surga. Hak seperti itu hanya ada pada Allah / Yesus Kristus (Wah 1:18  3:7).
Kalau demikian, apa arti kuasa yang diberikan kepada murid-murid Yesus itu? Itu adalah kuasa untuk menyatakan saja! Dalam memberitakan Injil, mereka menyatakan syarat-syarat untuk masuk surga berdasarkan Firman Allah, dan kalau ada orang yang menolak syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu tidak akan diampuni dan tidak akan masuk surga. Seba-liknya kalau ada orang yang menerima syarat-syarat itu maka mereka berhak menyatakan bahwa orang itu sudah diampuni dan pasti akan masuk surga.
Kuasa seperti ini jelas juga ada pada orang kristen jaman ini.

2)   Bagian-bagian lain dari Kitab Suci yang bertentangan dengan ajaran Roma Katolik dalam hal ini:

a)   Ajaran Tuhan Yesus sendiri.
Yesus tidak pernah mengajar bahwa Petrus lebih besar dari rasul-rasul yang lain. Dalam Mark 9:33-35 dan Mark 10:35-44, pada waktu para murid meributkan siapa yang terbesar di antara mereka atau menginginkan menjadi yang terbesar (Mark 9:33-34  Mark 10:35-37), maka Yesus tidak mengatakan bahwa Petruslah yang terbesar, tetapi Ia berkata bahwa orang yang mau merendahkan dirinya dan menjadi pelayan / hamba bagi semua, dialah yang terbesar (Mark 9:35  Mark 10:43-45).

b)   Ajaran Petrus sendiri.
Sekalipun Petrus menyebut dirinya sendiri sebagai rasul (1Pet 1:1), tetapi:
·         Dalam 1Pet 5:1 Petrus menyebut dirinya sebagai fellow elder’ (= teman / sesama penatua). Ini jelas merupakan sebutan yang menyejajarkan dirinya dengan para penatua yang lain.
·         Dalam 1Pet 5:2-3 Petrus melarang untuk memaksa / memerin-tah. Ini tentu berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para Paus dalam gereja Roma Katolik!
·         Dalam Kis 10:25-26, Petrus menolak penyembahan. Ini lagi- lagi berbeda dengan sikap para Paus yang menerima saja pada waktu jemaat Katolik mencium kakinya (tradisi penciuman kaki Paus dimulai oleh Paus Constantine pada tahun 709 Masehi).

c)   Sikap Paulus terhadap Petrus:
·         pada waktu ia dipanggil untuk menjadi rasul / pemberita Injil, Paulus tidak bertanya atau meminta persetujuan Petrus (Gal 1:15-17).
·         Paulus menyejajarkan dirinya dengan Petrus, hanya saja tugas mereka berbeda, karena Petrus adalah rasul untuk orang ber-sunat / Yahudi sedangkan Paulus adalah rasul untuk orang tak bersunat / non Yahudi (Gal 2:7-10).
·         Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari Petrus (Gal 2:9).
Dalam semua daftar rasul-rasul, Petrus selalu disebut sebagai yang pertama (Mat 10:2-5  Mark 3:16-19  Luk 6:14-16  Kis 1:13-14). Ini digunakan oleh Gereja Roma Katolik untuk mengatakan bahwa Petrus adalah rasul yang tertinggi. Terhadap penafsiran ini ada 3 hal yang bisa diberikan sebagai jawaban, yaitu:
*        Dalam Gal 2:9 ini Paulus menyebut Yakobus lebih dulu dari pada Petrus.
Calvin berkata: Kalau karena disebut pertama Petrus adalah rasul tertinggi, maka kesimpulan yang juga harus diambil dari Kis 1:14 adalah bahwa Maria adalah yang paling rendah dari semua rasul maupun semua wanita yang mengikut Yesus karena dalam Kis 1:14 itu Maria disebut terakhir. Kesimpulan / konsekwensi seperti ini pasti tidak akan diterima oleh orang-orang Katolik.
*        Petrus disebut pertama bukan karena ia yang paling tinggi kedudukannya dari semua rasul, tetapi karena ia memang paling vokal / berani menyatakan pendapat, sehingga ia menjadi wakil / juru bicara dari murid-murid yang lain.
·         dalam Gal 2:11-14, Paulus menegur Petrus di depan umum.

Semua ini jelas tidak menunjukkan bahwa Paulus menganggap Petrus sebagai Paus I yang lebih tinggi derajatnya dibanding­kan dengan rasul-rasul yang lain.

d)   Sikap rasul-rasul lain terhadap Petrus:
·         rasul-rasul mengutus Petrus (Kis 8:14). Ini sesuatu yang tidak mungkin terjadi kalau Petrus memang adalah Paus I yang mem-punyai derajat tertinggi dari semua rasul yang lain! Bagaimana mungkin orang yang memegang otoritas tert­inggi bisa diutus oleh bawahannya? Pernahkah terjadi peristiwa dalam Gereja Roma Katolik dimana Paus diutus oleh pastor / uskup dan sebagainya?
·         dalam sidang di Yerusalem, Petrus berbicara setelah ada dis-kusi, dan yang  menyampaikan hasil keputusan bukannya Pe-trus tetapi Yakobus (Kis 15).

Semua ini tidak menunjukkan Petrus sebagai Paus I, yang lebih  tinggi kedudukannya daripada rasul-rasul yang lain.

3)   Sejarah Kitab Suci menunjukkan bahwa Petrus tidak pernah  pergi ke Roma.
Tradisi Katolik berkata bahwa Petrus menjabat sebagai bishop I Roma mulai 42-67 M dan mati syahid di Roma pada tahun 67 M.
Anehnya Kitab Suci tidak pernah menyinggung hal itu sedikitpun. Dalam Kitab Suci kata ‘Roma’ digunakan 9 x tetapi tidak pernah dihu-bungkan dengan Petrus:
·         Dalam surat Petrus juga tidak disebut apa-apa tentang hal itu.
·         Dalam Gal 2:7-8, dikatakan bahwa Petrus adalah rasul untuk orang Yahudi, ini tidak memungkinkan dia untuk menjadi bishop di Roma!
·         Surat Roma ditulis oleh Paulus kira-kira pada tahun 58 M (berarti termasuk diantara ‘masa jabatan’ Petrus, yang menurut gereja Roma Katolik berlangsung tahun 42-67 M), tetapi dalam Ro 1:7, Paulus hanya menujukan suratnya kepada ‘kamu sekalian’ dan ti-dak menyebut nama  Petrus, juga dalam Ro 1:11-13, ia tidak minta ijin dari ‘bishop Roma’ itu untuk mengunjungi jemaatnya. Juga, apa gunanya Paulus pergi ke Roma kalau Petrus sudah di sana? 
·         Paulus dipenjarakan di Roma selama 2 tahun (mulai 61 M; bdk. Kis 28:30) dan selama itu ia menulis beberapa suratnya, seper­ti: Efesus, Filipi, Kolose, Filemon. Dalam surat-surat itu ia menyebut nama banyak orang-orang yang bekerja dengan dia, tetapi tidak menyebut nama Petrus. Ini adalah sesuatu yang aneh, kalau Petrus menjadi bishop di Roma pada saat itu.
·         Surat 2Timotius ditulis oleh Paulus pada saat pemenjaraannya yang ke dua sesaat sebelum ia mati pada tahun 67 M (bdk. 2Tim 4:6-8). Dalam 2Tim 4:10-11, Paulus berkata bahwa semua meninggalkan dia kecuali Lukas. Dimana Petrus pada saat itu? Kalau ia sudah mati, mengapa Paulus tidak menyebut-nyebut kematian ‘bishop I Roma’ itu? Kalau pada saat itu  Petrus masih hidup, bagaimana mungkin ia tidak mengunjungi / menyertai Paulus, sehingga Paulus berkata bahwa semua telah meninggal-kannya, kecuali Lukas?

Kesimpulan: Petrus tidak pernah pergi ke Roma, apalagi menjadi bishop I di Roma! Itu hanya isapan jempol dari orang-orang Roma Katolik!

C) Infallibility of the Pope.


Pada tahun 1870, sidang Vatican di Roma menyatakan bahwa Paus itu infallible (= tidak bisa salah) kalau ia berbicara:
1)   EX CATHEDRA (= from the chair / dari kursinya), sebagai kepala gereja.
2)   Ditujukan kepada seluruh gereja.
3)   Tentang iman dan moral.
Karena kata-katanya itu infallible (= tidak bisa salah), maka kata-katanya itu irreformable (= tidak bisa diperbaiki / dibetulkan).

Jadi memang Roma Katolik sebetulnya tidak beranggapan bahwa semua kata-kata Paus itu infallible / tidak bisa salah. Jadi misalnya Paus berbicara kepada pembantunya tentang hal makanan, maka itu tidak dianggap infallible / tidak bisa salah.

Tetapi persoalannya adalah:
a)   Pada waktu Paus berbicara, pada umumnya ia tidak mengatakan apakah kata-katanya termasuk EX CATHEDRA atau tidak.
b)   Iman dan moral itu sangat luas, sehingga akhirnya / dalam faktanya hampir setiap pernyataan Paus dianggap pasti benar.

Bantahan / serangan dari pihak kristen:

1)   Kitab Suci tidak pernah mengatakan adanya orang yang infallible / tidak bisa salah. Hanya Tuhan Yesus / Allah / Kitab Suci / Firman Tuhan sajalah yang infallible.
Petrus sendiri, yang dianggap orang Roma Katolik sebagai Paus I, sering berbicara secara salah, misalnya:
a)   Pada waktu ia menghalangi Yesus pergi ke Yerusalem (Mat 16:21-23).
b)   Pada waktu ia menyombongkan dirinya dan menganggap dirinya pasti tidak akan menyangkal Yesus (Mat 26:31-35).
c)   Pada waktu ia menyangkal Yesus sampai 3 x sambil mengutuk dan bersumpah (Mat 26:69-75  Mark 14:66-72).

2)   Doktrin ini baru muncul hampir 18 abad setelah Kitab Suci selesai ditulis, dan ini menunjukkan bahwa memang doktrin ini tidak ada da-sar Kitab Sucinya. Kalau memang ada dalam Kitab Suci, mengapa membutuhkan hampir 18 abad untuk menemukan doktrin ini?

3)   Pada tahun 1415 Council (= sidang gereja) of Constance memecat Paus John XXIII, dan pada tahun 1432 Council of Basle menyatakan bahwa ‘Paus sekalipun harus tunduk kepada councils’ (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241). Hal-hal ini jelas bertentangan dengan doktrin yang menyatakan bahwa Paus itu infallible / tidak bisa salah. Yang mana yang benar? Padahal pada tahun 1545 Council of Trent menyatakan bahwa tradisi (yang mencakup keputusan council / sidang gereja) mempunyai otoritas yang setingkat dengan Kitab Suci / Firman Tuhan.

4)   Mulai tahun 1378 ada 2 Paus, yaitu:
·         Paus Urban VI (1378-1389).
·         Paus Clement VII (1378-1394).
Perpecahan yang ditandai oleh adanya 2 Paus itu terus berlangsung (masing-masing Paus punya penggantinya sendiri-sendiri) sampai pada tahun 1409 dimana Council of Pisa / sidang gereja di Pisa memecat kedua Paus yang ada saat itu dan mengangkat Paus yang baru yaitu Paus Alexander V (1409-1410). Tetapi ternyata kedua Paus lama yang sudah dipecat itu tidak mau turun takhta sehingga lalu ada 3 Paus. Keadaan ini terus berlangsung sampai tahun 1417 dimana Council of Constance memecat ketiga Paus yang ada dan mengangkat Paus baru, yaitu Paus Martin V (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 241-242).
Bagaimana mungkin peristiwa ini bisa cocok dengan doktrin infallibility of the Pope / ketidak-bersalahan Paus?
Bandingkan juga sikap para Paus-paus yang begitu gila jabatan itu dengan Mark 10:43-45 - Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.’”.
Catatan:  kalau mau lebih jelas, baca sendiri Mark 10 itu mulai ay 35.

5)   Sebelum tahun 1870 (tahun dimana doktrin tentang infallibility of the Pope ini muncul), ada suatu Catechism / Katekisasi yang disebut Keenan’s A Doctrinal Catechism. Dalam Catechism itu ada tanya jawab sebagai berikut:
Question / pertanyaan: Haruskah orang Katolik percaya bahwa Paus itu infallible?
Answer / jawab: Ini adalah penemuan Protestan, bukan ajaran Roma Katolik. Ajaran Paus, kecuali kalau itu diterima oleh semua bishops, tidak mengikat.
Tetapi pada tahun 1870, ketika doktrin doktrin Infallibility of the Pope (= ketidakbersalahan Paus) itu keluar, bagian ini dihapus dari catechism itu secara diam-diam, tanpa penjelasan! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 243.

6)   Adalah suatu fakta bahwa para Paus sering bertentangan satu dengan yang lain. Bukankah menggelikan bahwa seseorang yang tidak bisa salah bisa bertentangan dengan seseorang lain yang juga tidak bisa salah? Bukankah 2 kebenaran tidak mungkin bertentangan?
Contoh:
a)   Gregory I (590-604) menolak gelar ‘Paus’ dari kaisar Phocas, dan ia mengatakan bahwa orang-orang yang menggunakan gelar ‘Uni-versal Bishop’ adalah anti Kristus. Tetapi pada tahun 607, Boniface III menggunakan gelar ‘Paus’ itu, dan demikian juga Paus-Paus sesudahnya (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 125,249).
b)   Paus Hadrian II (867-872) menyatakan bahwa pernikahan sipil adalah sah, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) menyatakan bahwa pernikahan sipil itu tidak sah (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 249).
c)   Pada tahun 1590 Paus Sixtus V mengeluarkan edisi Latin Vulgate (Kitab Suci bahasa Latin), yang dinyatakannya sebagai edisi yang terakhir, dan ia melarang dengan ancaman kutukan bagi siapapun untuk mengeluarkan edisi yang baru, kecuali persis sama dengan edisi yang ia keluarkan. Tetapi ia lalu mati, dan para ahli theologia menemukan banyak kesalahan pada edisi Latin Vulgate yang ia keluarkan itu. Dua tahun setelah itu Paus Clement VIII menge-luarkan edisi Latin Vulgate yang baru, dan edisi inilah yang dipakai sampai sekarang (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 88).
d)   Pada tahun 1773 Paus Clement XIV memberi pernyataan yang menekan golongan Jesuit, tetapi pada tahun 1814 Paus Pius VII memberi pernyataan yang memulihkan / mengangkat golongan Jesuit (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
e)   Paus Eugene IV (1431-1447) menghukum Joan of Arc dengan jalan dibakar hidup-hidup sebagai tukang sihir / dukun, tetapi pada tahun 1919 Paus Benedict XV menyatakan Joan of Arc sebagai orang suci (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
f)    Paus Sixtus V (1585-1590) menganjurkan pembacaan Kitab Suci, tetapi Paus Pius VII (1800-1823) dan banyak Paus yang lain me-ngutuk tindakan itu (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250).
Catatan: ini jelas kutukan yang bertentangan dengan Kitab Suci, karena Kitab Suci justru menyuruh orang membaca dan mere-nungkan Kitab Suci (Bdk. Maz 1:1-2). Bagaimana mungkin kutukan yang tidak alkitabiah ini bisa infallible / tidak bisa salah?

7)         Paus-paus sering mengubah pandangannya.
Contoh:
a)   Zozimus (417-418) mula-mula menyatakan Pelagius (ini orang sesat!) sebagai guru yang orthodox, tetapi Zozimus lalu mengubah pernyataannya atas desakan Agustinus (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).
b)   Vigilinus (538-555) mula-mula tidak mau mengutuk guru-guru sesat pada waktu terjadi pertentangan tentang ajaran Monophysite (= ajaran yang mengatakan bahwa Yesus Kristus hanya mempunyai 1 hakekat, yang bersifat campuran ilahi - manusia) dan ia memboikot Council of Constantinopel (tahun 553). Tetapi setelah Council itu mengancam untuk mengucilkan dan mengutuknya, Vigilinus lalu tunduk kepada Council itu dan mengakui bahwa ia telah menjadi alat setan (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248).
c)   Bahkan Petrus yang diakui oleh orang Katolik sebagai Paus I, juga pernah berubah pandangan, seperti dalam Kis 10:34-35 (kalau mau jelas, bacalah seluruh Kis 10).

Sebetulnya, ‘mengubah pandangan’ merupakan sesuatu yang umum bagi setiap hamba Tuhan. Saya sendiri sering mengubah pandangan saya, tetapi saya tidak pernah mengclaim diri saya sebagai infallible / tidak bisa salah. Kalau Paus memang infallible / tidak bisa salah, maka mereka tentu tidak bisa berubah pandangan! Bahwa mereka bisa berubah pandangan, menunjukkan secara jelas bahwa mereka bisa salah dan sering salah!

8)   Para Paus sering mempunyai kepercayaan / mengajarkan ajaran salah yang tidak alkitabiah, karena tidak ada dalam Kitab Suci, atau bahkan bertentangan dengan Kitab Suci.
Contoh:
a)   Callistus (221-227) adalah seorang Unitarian (= orang yang meng-anut kepercayaan bahwa Allah itu tunggal secara mutlak) - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248. Ini bertentangan dengan semua orang kristen yang alkitabiah yang termasuk Trinitarian (= orang yang percaya kepada Allah Tritunggal).
b)   Liberius (358) menganut ajaran Arianism, padahal ajaran Arianism ini adalah ajaran sesat yang:
·         menganggap bahwa Yesus dan Roh Kudus adalah ciptaan, bukan Allah!
·         menjadi dasar dari ajaran Saksi Yehovah jaman sekarang.
Disamping itu Liberius ini juga menentang dan mengutuk Atha-nasius (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 248), padahal Athanasius sampai saat ini diakui oleh gereja yang alkitabiah sebagai orang yang mati-matian mempertahankan doktrin Allah Tritunggal yang benar.
c)   Paus Honorius (625-638) mengajarkan ajaran Monothelitism (= ajaran sesat yang mengatakan bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak yang bersifat ilahi - manusia). Paus ini akhirnya dikutuk dan dikucilkan (excommunication by name) oleh Council of Constantinople pada tahun 680 (Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-cism’, hal 248-249.
d)   Pada tahun 593, Gregory I mengajarkan doktrin tentang api pen-cucian, padahal doktrin ini sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci.
e)   Pada tahun 1079, Paus Gregory VII mengajarkan bahwa hamba Tuhan harus hidup celibat (tidak menikah). Ini jelas bertentangan Kitab Suci yang mengijinkan imam untuk menikah (Im 21:1-15). Bahkan Kitab Suci menyatakan bahwa Petrus (‘sang Paus I’) dan rasul-rasul juga mempunyai istri (Mark 1:30  1Kor 9:5).
f)    Pada tahun 1854, Paus Pius IX mengajarkan doktrin Immaculate Conception, yaitu doktrin yang mengatakan bahwa Maria dikandung, lahir dan hidup tanpa dosa sedikitpun, yang bukan hanya tidak mempunyai dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi bahkan bertentangan dengan banyak ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa semua manusia itu berdosa (Ro 3:23  Ayub 25:4  Pkh 7:20  1Yoh 1:8,10). Yesus Kristus adalah satu-satunya yang dikecualikan oleh Kitab Suci (Ibr 4:15  2Kor 5:21).
g)   Pada tahun 1950, Paus Pius XII mengajarkan kenaikan Maria ke surga.
h)  Pada tahun 1965, Paus Paulus VI mengajarkan bahwa Maria ada-lah Ibu / Bunda gereja.

9)   Paus mengajarkan hal yang bertentangan dengan fakta.
Paus Paulus V (1605-1621) dan Paus Urban VII (1623-1644) menge-cam Galileo karena teori Galileo yang mengatakan bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi tetapi bumilah yang mengelilingi ma-tahari. Galileo dipenjara dan disiksa karena teorinya dianggap berten-tangan dengan Firman Tuhan, padahal sekarang teori Galileo ini terbukti benar! - Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 250.

Perlu diketahui bahwa kalau ada ayat-ayat Kitab Suci yang seolah-olah menentang teori Galileo itu (bdk. Maz 19:6-7 Yos 10:12-13), itu disebabkan karena para penulis Kitab Suci menuliskan berdasarkan kelihatannya dari sudut manusia.

William G. T. Shedd: “The inspired writers were permitted to employ the astronomy and physics of the people and age to which they themselves belonged, because the true astronomy and physics would have been unintelligible. If the account of the miracle of Joshua had been related in the terms of the Copernican astronomy; if Joshua had said, ‘Earth stand thou still,’ instead of, ‘Sun stand thou still’; it could not have been understood” (= Penulis-penulis yang diilhami diijinkan untuk menggunakan ilmu perbintangan dan fisika dari orang dan jaman mereka sendiri, karena ilmu perbintangan dan fisika yang benar tidak akan dimengerti pada saat itu. Jika cerita tentang mujijat Yosua diceritakan dengan istilah-istilah dari ilmu perbintangan Copernicus; jika Yosua berkata: ‘Bumi berhentilah engkau’, dan bukannya ‘Matahari berhentilah engkau’; itu tidak bisa dimengerti pada saat itu) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T. Shedd lalu menambahkan: “The modern astronomer himself describes the sun as rising and setting” (= Ahli ilmu perbintangan modern sendiri menggambarkan matahari sebagai terbit dan terbenam) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.
William G. T. Shedd menambahkan lagi: “The purpose of the scriptures, says Baronius, is ‘to teach man how to go to heaven, and not how the heavens go.’” (= Tujuan dari Kitab Suci, kata Baronius, adalah ‘untuk mengajar manusia tentang jalan ke surga, dan bukannya bagaimana surga / langit berjalan’) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 104.

10) Banyak Paus hidup tidak bermoral.
Contoh:
a)   Paus Sergius III mempunyai anak haram dari Marioza dan anak itu akhirnya menjadi Paus John XI (931-936).
b)   Paus John XII (956-964) melakukan pembunuhan, sumpah palsu, pelanggaran terhadap hal-hal yang dianggap keramat, perzinahan, dan incest / perzinahan dalam keluarga. Ia akhirnya dipecat oleh Kaisar Otto.
c)   Paus John XXIII (1410-1415) menjual pengampunan gereja dan melakukan percabulan sehingga akhirnya dipecat oleh Council of Constance.
d)   Paus Alexander VI (1492-1503) mempunyai 6 anak haram, 2 orang di antaranya lahir setelah ia menjadi Paus!
(Semua ini saya ambil dari buku Loraine Boettner, ‘Roman Catholi-cism’, hal 250-251).

Sekalipun Roma Katolik memang tidak pernah mengatakan bahwa Paus itu infallible dalam hidupnya, tetapi rasanya sukar terbayangkan bahwa para Paus yang begitu brengsek dalam hidupnya itu bisa infallible / tidak bisa salah dalam kata-katanya.

Memang perlu diakui bahwa juga ada banyak pendeta Protestan yang melakukan hal-hal yang sangat berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa Protestan tidak pernah mengclaim bahwa pendeta itu infallible baik dalam kata-katanya maupun hidupnya!

11)  Banyak Paus yang tidak injili / Alkitabiah.
Khotbah-khotbah mereka (yang jaman ini sering bisa saudara baca dalam surat kabar pada Natal maupun Paskah / Jum’at Agung dsb) hanya berbau politik, sosial, ekonomi, tetapi tidak ada Injil di dalamnya (mereka tidak mendorong orang untuk datang kepada Yesus). Ini jelas tidak sesuai dengan Mat 28:19.

12) Ada beberapa Paus yang menyatakan bahwa dirinya tidak infallible, yaitu: Vigilius, Innocent III, Clement IV, Gregory XI, Hadrian VI, Paul IV (Loraine Boettner, ‘Roman Catholicism’, hal 252)
Bagaimana mungkin Paus, yang oleh gereja Roma Katolik dinyatakan infallible itu, bisa menyatakan bahwa dirinya tidak infallible?

13)      Kalau Paus itu memang infallible, mengapa tidak ada Paus yang per-nah membuat tafsiran tentang Kitab Suci? Bahkan exposisi dari satu pasal Kitab Sucipun tidak pernah ada! Kalau memang ia bisa ber-bicara / mengajar secara infallible (= tidak bisa salah), maka seha-rusnya ia membuat buku tafsiran tentang Kitab Suci!




Bersambung...

2 komentar:

  1. Jangan bodoh2 amat2 lah Gereja Katolik terdiri dari gereja gereja katolik partikular! Disamping Katolik Roma ada Katolik koptik, katolik byzantin, dan katolik2 lainnya yang dipimpin oleh seorang patriakh.. Mereka menganggap Paus sebagai Primus interparress yang utama dari yang setara. Jadi kalau berbicara gereja katolik sangat tidak bijaksana kalau hanya katolik romanya saja.. Mereka semua menjadi satu kesatuan dari para rasul hingga masa kini! Yang pengajarannya tidak berubah sedikit pun

    BalasHapus
  2. Jangan bodoh2 amat2 lah Gereja Katolik terdiri dari gereja gereja katolik partikular! Disamping Katolik Roma ada Katolik koptik, katolik byzantin, dan katolik2 lainnya yang dipimpin oleh seorang patriakh.. Mereka menganggap Paus sebagai Primus interparress yang utama dari yang setara. Jadi kalau berbicara gereja katolik sangat tidak bijaksana kalau hanya katolik romanya saja.. Mereka semua menjadi satu kesatuan dari para rasul hingga masa kini! Yang pengajarannya tidak berubah sedikit pun

    BalasHapus