Ay 16-20a: “(16) Kemudian
serdadu-serdadu membawa Yesus ke dalam istana, yaitu gedung pengadilan, dan
memanggil seluruh pasukan berkumpul. (17) Mereka mengenakan jubah ungu
kepadaNya, menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya. (18)
Kemudian mereka mulai memberi hormat kepadaNya, katanya: ‘Salam, hai raja orang
Yahudi!’ (19) Mereka memukul kepalaNya dengan buluh, dan meludahiNya dan
berlutut menyembahNya. (20a) Sesudah mengolok-olokkan Dia mereka menanggalkan
jubah ungu itu dari padaNya dan mengenakan pula pakaianNya kepadaNya”.
Bagian ini
menceritakan bagaimana Yesus diolok-olok / dihina / dipermalukan.
Calvin: “It
is not without reason that these additional insults are related. We know that
it was not some sort of ludicrous exhibition, when God exposed his
only-begotten Son to every kind of reproaches. First, then, we ought to
consider what we have deserved, and, next, the satisfaction offered by Christ
ought to awaken us to confident hope. Our filthiness deserves that God
should hold it in abhorrence, and that all the angels should spit upon us; but
Christ, in order to present us pure and unspotted in presence of the Father,
resolves to be spat upon, and to be dishonoured by every kind of reproaches” (= Bukan tanpa alasan
bahwa penghinaan-penghinaan tambahan ini diceritakan. Kita tahu bahwa itu
bukanlah sejenis pertunjukan yang lucu, pada waktu Allah membukakan AnakNya
yang Tunggal terhadap setiap jenis celaan. Maka pertama-tama kita harus
memikirkan apa yang layak kita dapatkan, dan selanjutnya, pelunasan / penebusan
yang dipersembahkan oleh Kristus harus membangkitkan kita pada keyakinan
pengharapan. Kekotoran kita layak mendapatkan bahwa Allah menganggapnya
menjijikkan, dan bahwa semua malaikat meludahi kita; tetapi Kristus, untuk
menghadirkan kita murni dan tak bercacat di hadapan Bapa, memutuskan untuk
diludahi, dan dihina dengan setiap jenis celaan) - hal 290.
Calvin: “Here,
too, is brightly displayed the inconceivable mercy of God towards us, in
bringing his only-begotten Son so low on our account. This was also a proof
which Christ gave of his astonishing love towards us, that there was no
ignominy to which he refused to submit for our salvation. But these matters
call for secret meditation, rather than for the ornament of words” (= Di sini, juga
ditunjukkan secara jelas belas kasihan yang tak dapat dimengerti dari Allah
terhadap kita, dalam membawa Anak TunggalNya begitu rendah karena kita. Ini
juga merupakan bukti yang diberikan Kristus tentang kasihNya yang mengherankan
terhadap kita, sehingga tidak ada hal memalukan yang ditolakNya untuk
keselamatan kita. Tetapi hal-hal ini perlu direnungkan dari pada hanya
menjadi hiasan kata-kata) - hal 290-291.
Ay 17: “Mereka mengenakan jubah ungu kepadaNya, menganyam
sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepalaNya”.
1) ‘mahkota duri’.
a) Ada penafsir yang
menganggap ini betul-betul ditujukan sebagai siksaan dan karena itu mereka
menggambarkan duri itu panjang-panjang sehingga mencocok / melukai kepala
Yesus.
Pulpit Commentary: “The pain arising from
the pressure of these sharp thorns upon the head must have been excruciating” (= Rasa sakit yang
muncul dari penekanan dari duri-duri yang tajam pada kepala pastilah bukan main
/ luar biasa) - hal
305.
Tetapi banyak juga penafsir yang beranggapan bahwa mahkota duri ini
tidak dimaksudkan untuk menyiksa Yesus, tetapi hanya untuk mengejek Yesus. Ini
lebih sesuai dengan kontex dari ay 16-20a ini yang memang secara umum
bukan menunjukkan penyiksaan, tetapi pengejekan. Kalau memang demikian mungkin sekali
durinya tidaklah panjang-panjang, sekalipun memang duri ini tetap mungkin
melukai kepala Yesus, apalagi ketika kepala yang bermahkotakan duri itu dipukul
dengan buluh (ay 19).
b) Seorang
penafsir mengatakan bahwa duri ada di dunia karena dosa dari Adam pertama (bdk.
Kej 3:18), dan sekarang Adam kedua, yaitu Kristus, harus menderita
karenanya.
2) ‘jubah ungu’.
Mat 27:28 - ‘jubah ungu’. Ini salah terjemahan.
NIV/NASB: ‘a scarlet robe’ (= jubah merah tua).
Tetapi dalam Mark 15:17 dan Yoh 19:2 memang dikatakan ‘jubah
ungu’ [NIV / NASB: ‘purple’ (= ungu)].
Ada beberapa cara untuk mengharmoniskan bagian-bagian ini:
a) Warna jubah itu ada di
antara merah tua dan ungu.
b) J. A.
Alexander mengatakan bahwa istilah bahasa Yunani untuk warna sangat tidak
pasti, sehingga yang mereka sebut dengan ‘ungu’ adalah warna-warna yang
terletak di antara merah cerah sampai pada biru gelap.
c) Kain /
jubah ungu pada saat itu adalah kain yang sangat mahal, dan hanya dipakai oleh
orang-orang kaya, raja atau orang yang mendapat penghormatan dari raja (bdk.
Ester 8:15 Daniel 5:7,29 Luk 16:19 Wah 17:4). Karena itu jelas tidak
mungkin bahwa tentara Romawi itu betul-betul memakaikan jubah ungu kepada tubuh
Yesus yang penuh dengan darah itu.
Calvin: “Mark uses the word purple
instead of scarlet; but though these are different colours, we need not trouble
ourselves much about that matter. That Christ was clothed with a costly
garment is not probable; and hence we infer that it was not purple, but
something that bore a resemblance to it, as a painter counterfeits truth by
his likeness”
(= Markus menggunakan kata ‘ungu’ dan bukannya ‘merah tua’; tetapi sekalipun
ini merupakan warna-warna yang berbeda, kita tidak perlu terlalu bingung
tentang persoalan ini. Bahwa Kristus dipakaiani dengan jubah yang mahal
tidaklah mungkin; dan karena itu kami menyimpulkan / berpendapat bahwa itu
bukanlah warna ungu, tetapi sesuatu yang mempunyai kemiripan dengan itu,
seperti seorang pelukis / tukang cat memalsukan kebenaran dengan hal yang
mirip) - hal 291.
Sama seperti mahkota yang dipakaikan bukanlah mahkota
sungguh-sungguh tetapi mahkota duri (Mat 27:29), dan tongkat kerajaan yang
diberikan bukanlah tongkat kerajaan yang sungguh-sungguh tetapi hanyalah
sebatang buluh (ay 17
Mat 27:29), maka jelaslah bahwa jubah yang dipakaikan bukanlah
betul-betul jubah ungu.
Jadi, mungkin sekali Matius menuliskan ‘merah tua’ sesuai dengan warna asli dari jubah tersebut, tetapi Markus dan
Yohanes menuliskan ‘ungu’ karena mereka meninjaunya dari sudut pemikiran para tentara Romawi
itu.
Ay 21: “Pada waktu itu
lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang
baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib
Yesus”.
Simon dari
Kirene dikatakan sebagai ayah dari Alexander dan Rufus. Barclay mengatakan
bahwa Simon ini mungkin sama dengan Simeon dalam Kis 13:1, sedangkan Rufus
ini sama dengan Rufus dalam Ro 16:13.
Pulpit
Commentary: “Tradition says (Cornelius à
Lapide) that the cross was fifteen feet long, the transverse limb was eight
feet; and that he so carried it that the upper portion rested on his shoulder,
while the foot of the cross trailed on the ground” [= Tradisi mengatakan
(Cornelius à Lapide) bahwa salib itu (kayu yang vertikal) panjangnya 15 kaki,
dan kayu yang melintang / horizontal panjangnya 8 kaki; dan bahwa ia
mengangkatnya sedemikian rupa sehingga bagian atas terletak pada pundaknya,
sementara kaki salib menyeret di tanah] - hal 306.
Ay 23: “Lalu mereka
memberi anggur bercampur mur kepadaNya, tetapi Ia menolaknya”.
1) Dr. Knox
Chamblin: ini bukan obat bius, tetapi hanya olok-olok / ejekan, karena
dengan adanya empedu dan mur, anggur itu menjadi tidak bisa diminum. Kalau kita
melihat kontex Maz 69:22, maka pemberian empedu itu bukanlah suatu
tindakan yang baik, tetapi untuk membuat menderita.
Maz 69:22 - “Bahkan, mereka memberi aku makan racun, dan pada waktu aku haus,
mereka memberi aku minum anggur asam”.
Kata ‘racun’ jelas salah terjemahan; RSV yang menterjemahkan ‘poison’ (=
racun), juga sama salahnya.
KJV/NIV/NASB: ‘gall’ (= empedu).
Memang dilihat dari kalimatnya, Maz 69:22 ini memang bukan
merupakan tindakan yang baik, tetapi tindakan untuk membuat menderita. Tetapi
perlu diingat bahwa Daud menuliskan bagian ini yang merupakan pengalamannya
sendiri, dan pada saat yang sama juga merupakan nubuat tentang apa yang dialami
oleh Kristus. Dan pada saat nubuat ini digenapi dalam diri Kristus, maka
motivasi tindakan itu bisa saja berbeda.
2) Calvin:
“There
is greater probability in the conjecture (dugaan) of those who think
that this kind of beverage had a tendency to promote the evacuation of blood,
and that on this account it was usually given to malefactors, for the purpose
of accelerating their death. ... Now Christ, as I have just now hinted, was not
led to refuse the wine or vinegar so much by a dislike of its bitterness, as by
a desire to show that he advanced (maju ke depan) calmly to death,
according to the command of the Father, and that he did not rush on heedlessly (dengan
tidak peduli / dengan ceroboh) through want of patience for enduring
pain” (= Ada kemungkinan yang lebih besar dalam dugaan dari mereka yang
beranggapan bahwa jenis minuman ini mempunyai kecenderungan untuk mempercepat
keluarnya darah, dan bahwa karena itu itu biasanya diberikan kepada para pelaku
kejahatan dengan tujuan mempercepat kematian mereka. ... Sekarang Kristus,
seperti yang baru saya tunjukkan, menolak anggur atau cuka itu bukan karena
ketidaksenangan pada pahitnya anggur / cuka itu, tetapi karena suatu keinginan
untuk menunjukkan bahwa Ia maju ke depan dengan tenang menuju pada kematian,
sesuai dengan perintah Bapa, dan bahwa Ia tidak maju tergesa-gesa dengan
ceroboh karena tidak mempunyai kesabaran untuk menanggung / menahan rasa sakit) - hal 297-298.
Catatan: Calvin menyebut ‘vinegar’
(= cuka), tetapi seharusnya adalah ‘anggur bercampur empedu / mur’ (Mat 27:34
Mark 15:23). Nanti pada pemberian minum yang kedua yang diceritakan
oleh Yoh 19:29 (dan dinubuatkan oleh Maz 69:22b) barulah Ia Ia diberi
minum ‘anggur
asam’ [NIV: ‘wine vinegar’ (= anggur cuka);
KJV/RSV: ‘vinegar’ (= cuka)].
3) Mayoritas
penafsir: minuman ini berfungsi sebagai obat bius, untuk mengurangi rasa sakit.
Bdk. Amsal 31:6-7 - “Berikanlah minuman keras itu kepada orang yang akan
binasa, dan anggur itu kepada yang susah hati. Biarlah ia minum dan melupakan
kemiskinannya, dan tidak lagi mengingat kesusahannya”.
Tradisi mengatakan bahwa minuman ini dipersiapkan oleh
perempuan-perempuan Yerusalem sebagai tindakan belas kasihan terhadap orang
yang akan disalibkan.
Alan Cole (Tyndale): “The sour local wine
was ‘laced’ with myrrh; this would give it a bitter taste, but a soporific
effect. ... He would not take any anaesthetic; all His faculties must be
unclouded for what lay before Him. Such wine, tradition tells us, was provided
by pious women of Jerusalem
for condemned criminals” (= Anggur lokal yang asam ditambahi dengan mur; ini
akan memberinya rasa pahit, tetapi mempunyai effek / akibat menidurkan /
membius. ... Ia tidak mau menerima pembius apapun; semua panca-inderaNya harus
jernih untuk apa yang terletak di hadapanNya. Tradisi mengatakan bahwa anggur
seperti itu disediakan oleh perempuan-perempuan saleh dari Yerusalem untuk
kriminil-kriminil yang dihukum) - hal 239.
William Barclay: “They offered Jesus
drugged wine and he would not drink it. A company of pious and merciful women
in Jerusalem
came to every crucifixion and gave the criminals a drink of drugged wine to
ease the terrible pain. They offered this to Jesus - and he refused it. ...
Jesus was resolved to taste death at its bitterest and to go to God with open
eyes”
(= Mereka menawarkan kepada Yesus anggur yang diberi obat bius dan Ia tidak mau
meminumnya. Sekelompok perempuan saleh dan penuh belas kasihan di Yerusalem
datang pada setiap penyaliban dan memberi orang-orang kriminil itu minuman dari
anggur yang diberi obat bius untuk mengurangi rasa sakit yang luar biasa.
Mereka menawarkan ini kepada Yesus - dan Ia menolaknya. ... Yesus berketetapan
untuk merasakan kematian yang paling pahit dan pergi kepada Allah dengan mata
terbuka) - hal 361-362.
Pulpit Commentary: “This was a kind of
stupefying liquor, a strong narcotic, made of the sour wine of the country,
mingled with bitter herbs, and mercifully administered to dull the sense of
pain. This was offered before the actual crucifixion took place. ... But he
received it not. He would not seek alleviation of the agonies of the crucifixion
by any drugged potion which might render him insensible. He would bear the full
burden consciously”
(= Ini merupakan sejenis minuman pembius, obat bius yang kuat, dibuat dari
anggur asam dari negeri itu, dicampur dengan jamu / ramuan bumbu yang pahit, dan
diberikan sebagai tindakan belas kasihan untuk menumpulkan perasaan sakit. Ini
ditawarkan sebelum penyaliban terjadi. ... Tetapi Ia menolaknya. Ia tidak mau
mencari pengurangan dari penderitaan penyaliban dengan menggunakan minuman bius
apapun yang bisa membuatnya tidak tidak dapat merasa sakit. Ia mau menanggung
beban sepenuhnya secara sadar) - hal 306.
Penolakan Yesus terhadap minuman bius itu menunjukkan bahwa Ia tidak
mau rasa sakitNya dikurangi, karena Ia mau memikul seluruh (100 %) hukuman dosa
kita. Dengan demikian, kalau kita percaya kepadaNya maka kita juga bebas
sepenuhnya dari hukuman dosa kita. Karena itulah maka Ro 8:1 mengatakan: “Demikianlah sekarang tidak ada
penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus”.
Ay 24: “Kemudian mereka menyalibkan Dia, lalu
mereka membagi pakaianNya dengan membuang undi atasnya untuk menentukan bagian
masing-masing”.
1) Penyaliban.
Pulpit Commentary: “The
evangelist states the fact without staying to dwell on the painful
circumstances connected with the act of nailing him to the cross; and pass on
to the mention of other things” (=
Sang penginjil menyatakan fakta tanpa berlama-lama untuk menceritakan
keadaan-keadaan yang menyakitkan yang berhubungan dengan tindakan memakukan Dia
pada kayu salib; dan meneruskan untuk menyebutkan hal-hal yang lain) - hal 307.
2) Pengundian
pakaian Yesus. Ini penggenapan dari Maz 22:19.
Calvin: “the
Evangelists exhibits to us the Son of God stripped of his garments, in order to
inform us, that by this nakedness we have obtained those riches which makes
us honourable in the presence of God. God determined that his own Son
should be stripped of his raiment, that we, clothed with his righteousness
and with abundance of all good things, may appear with boldness in company with
the angels, whereas formerly our loathsome and disgraceful aspect, in tattered
garments, kept us back from approaching to heaven”
(= sang penginjil menunjukkan kepada kita Anak Allah dilepaskan pakaianNya
untuk memberi tahu kita bahwa oleh ketelanjangan ini kita telah mendapatkan
kekayaan yang membuat kita terhormat di hadapan Allah. Allah menetapkan bahwa
AnakNya sendiri harus ditelanjangi, supaya kita, dipakaiani dengan kebenaranNya
dan dengan hal-hal baik yang berlimpah-limpah, bisa tampil dengan keberanian
dalam kumpulan malaikat, padahal sebelumnya, aspek menjijikkan dan memalukan
kita, dalam pakaian yang compang camping, menahan kita untuk mendekati surga) - hal 298.
Ay 25: “Hari jam sembilan ketika Ia disalibkan”.
Pulpit Commentary: “Nails
were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by
these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the
feet, often seen in picture, was never used” (=
Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh
paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut
‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak
pernah digunakan).
William Barclay: “When
they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground.
The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were
not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a
ledge of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised
upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands.
The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was
left to die ... Sometimes prisoners hung for as long as a week, slowly dying
of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness”
[= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas
tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada
salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya),
menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada
waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging
di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan
kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman
tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus,
menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila] - hal 360.
Catatan: Barclay menganggap bahwa yang dipaku
hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak di paku.
Ini ia dasarkan pada:
·
tradisi.
·
Yoh 20:25,27
yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya berpendapat bahwa Yesus dipaku
bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya. Alasan saya:
¨ penulis-penulis lain ada yang
mengatakan bahwa tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay.
Misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas. Dan juga
Barnes’ Notes, dalam tafsirannya tentang Mat 27:32, berkata sebagai
berikut:
“The
feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large
spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the
cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either
by spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet
of our Saviour were both fastened by spikes”
(= Kaki dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku
besar yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya
dengan tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan,
juga dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam
beberapa kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita keduanya
dilekatkan dengan paku-paku).
Juga ada penafsir yang berkata
bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua
kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku secara
terpisah.
¨ Maz 22, yang adalah mazmur /
nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan
ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka
menusuk tangan dan kakiku’.
¨ Dalam Luk 24:39-40, Tuhan
Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Selanjutnya Barclay mengutip Klausner sebagai
berikut: “The criminal was fastened to his cross,
already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and
thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the
gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds”
(= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh
dengan darah karena pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar,
haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari
nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada
luka-lukanya yang berdarah).
Barclay lalu mengatakan: “It
is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly -
for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang
bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi
kita).
Ay 26: “Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada
tulisan yang terpasang di situ: ‘Raja orang Yahudi’”.
Dalam Yoh 19:21-22 dikatakan bahwa
orang-orang Yahudi memprotes tulisan tersebut dan menuntut supaya Pilatus
mengubahnya, tetapi Pilatus berkeras untuk
mempertahankan tulisan itu.
Pulpit Commentary: “Pilate
was divinely restrained from making any alteration in the title, so that it
should mean anything less than this” (= Pilatus dikekang secara ilahi dari tindakan mengubah
gelar ini, sehingga itu berarti kurang dari ini) - hal
307.
Terhadap sikap Pontius Pilatus yang bisa
menolak dengan tegas ini, William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:
“Here
is Pilate the inflexible, the man who will not yield an inch. So very short a
time before, this same man had been weakly vacillating as to whether to
crucify Jesus or to let him go; and in the end had allowed himself to be
bullied and blackmailed into giving the Jews their will. Adamant about the
inscription, he had been weak about the crucifixion. It is one of the
paradoxical things in life that we can be stubborn about things which do not
matter and weak about things of supreme importance”
(= Inilah Pilatus yang keras / tak dapat diubah, orang yang tak mau menyerah /
mundur sedikitpun. Beberapa saat sebelum ini, orang yang sama ini
terombang-ambing secara lemah mengenai apakah ia akan menyalibkan Yesus atau
membebaskanNya; dan pada akhirnya membiarkan dirinya sendiri digertak dan
dipaksa dengan ancaman sehingga menuruti kemauan orang Yahudi. Ia tak mau
menyerah tentang tulisan, tetapi ia lemah tentang penyaliban. Ini merupakan
salah satu dari hal-hal yang paradox dalam kehidupan dimana kita bisa keras
kepala tentang hal-hal yang tidak penting dan lemah tentang hal-hal yang sangat
penting).
Penerapan / contoh:
· ada
orang yang tegas / keras dalam hal-hal yang bersifat jasmani / duniawi, tetapi
selalu plin plan / berkompromi dalam hal-hal yang bersifat rohani. Apakah
saudara juga demikian?
·
ada
gereja yang keras dalam mempertahankan tradisi (misalnya: penggunaan Doa Bapa
Kami dan 12 Pengakuan Iman Rasuli dalam kebaktian, pemakaian toga, dsb),
tetapi lemah dalam menjaga mimbar terhadap nabi-nabi palsu / ajaran yang salah
/ sesat.
Ay 27: “Bersama
dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kananNya dan
seorang di sebelah kiriNya”.
Yesus disalibkan di antara 2 penjahat.
Calvin: “It was
the finishing stroke of the lowest disgrace when Christ was executed between
two robbers; for they assigned him the most prominent place, as if he had been
the prince of robbers. If he had been crucified apart from the other
malefactors, there might have appeared to be a distinction between his case and
theirs; but now he is not only confounded with them, but raised aloft, as if he
had been by far the most detestable of all. ... In order that he might free us
from condemnation, this kind of expiation was necessary, that he might place
himself in our room. Here we perceive how dreadful is the weight of the wrath
of God against sins, for appeasing which it became necessary that Christ, who
is eternal justice, should be ranked with robbers. We see, also, the
inestimable love of Christ towards us, who, in order that he might admit us to
the society of the holy angels, permitted himself to be classed as one of the
wicked” (= Ini merupakan pukulan yang
mengakhiri dari kehinaan terendah pada waktu Kristus dihukum mati di antara dua
perampok; karena mereka memberiNya tempat terutama, seakan-akan Ia adalah
pangeran / pemimpin dari perampok. Seandainya
Ia disalibkan terpisah dari
penjahat-penjahat yang lain, maka akan terlihat suatu perbedaan antara kasusNya
dengan kasus mereka; tetapi sekarang Ia bukan hanya dicampurkan dengan mereka,
tetapi ditinggikan di atas, seakan-akan Ia adalah betul-betul yang paling
menjijikkan dari semua. ... Supaya Ia bisa membebaskan kita dari penghukuman, penebusan
seperti ini dibutuhkan, sehingga Ia bisa menempatkan diriNya di tempat kita. Di
sini kita mengerti betapa menakutkan beban dari murka Allah terhadap dosa-dosa,
karena untuk memuaskan tuntutanNya adalah perlu bahwa Kristus, yang adalah
keadilan yang kekal, digolongkan dengan perampok-perampok. Kita juga melihat,
kasih yang tak ternilai terhadap kita dari Kristus, yang, supaya bisa menerima
kita dalam kumpulan malaikat-malaikat kudus, mengijinkan diriNya sendiri untuk
digolongkan sebagai salah satu dari orang-orang jahat) - hal 302.
Ay 28: “[Demikian genaplah nas
Alkitab yang berbunyi: ‘Ia akan terhitung di antara orang-orang durhaka.’]”.
Ini menunjukkan bahwa kejadian ini menggenapi
Yes 53:12. Tetapi banyak manuscripts yang tidak mempunyai ayat ini, dan
karena itu ayat ini diletakkan dalam tanda kurung tegak oleh Kitab Suci Indonesia .
Ay 29-32a: “(29)
Orang-orang yang lewat di sana
menghujat Dia, dan sambil menggelengkan kepala mereka berkata: ‘Hai Engkau yang
mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, (30)
turunlah dari salib itu dan selamatkan diriMu!’ (31) Demikian juga imam-imam
kepala bersama-sama ahli Taurat mengolok-olokkan Dia di antara mereka sendiri
dan mereka berkata: ‘Orang lain Ia selamatkan, tetapi diriNya sendiri tidak
dapat Ia selamatkan! (32a) Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu,
supaya kita lihat dan percaya.’”.
1) Bdk.
Maz 22:8-9 - “(8)
Semua orang yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya,
menggelengkan kepalanya; (9) ‘Ia menyerah kepada Tuhan; biarlah Dia yang
meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan
kepadanya?’”.
2) Tentang ay 31: ‘orang lain Ia
selamatkan ...’.
Calvin: “It was an ingratitude which
admits of no excuse, that, taking offence at the present humiliation of Christ,
they utterly disregarded all the miracles which he had formerly performed
before their eyes. They acknowledge that ‘he saved others’. By what power, or
by what means? Why do they not in this instance, at least, behold with
reverence an evident work of God? But since they maliciously exclude, and - as
far as lies in their power - endeavour to extinguish the light of God which
shone in the miracles, they are unworthy of forming an accurate judgment of the
weakness of the cross” (= Ini merupakan suatu tindakan tidak tahu terima
kasih yang tidak bisa dimaafkan, dimana karena perendahan Kristus pada saat ini
mereka mengabaikan sama sekali semua mujijat yang telah Ia lakukan di depan
mata mereka. Mereka mengakui bahwa ‘orang lain Ia selamatkan’. Dengan kuasa
apa, atau dengan cara apa? Mengapa dalam keadaan ini mereka setidaknya tidak
memandang dengan rasa hormat pekerjaan yang nyata dari Allah? Tetapi karena
mereka secara jahat membuang, dan berusaha semampu mereka untuk memadamkan
terang dari Allah yang bersinar dalam mujijat-mujijat itu, mereka tidak layak
untuk membentuk suatu penilaian yang akurat tentang kelemahan dari salib) - hal 306.
3) Tentang
ay 32: ‘Baiklah Ia
turun dari salib, dan kami akan percaya kepadaNya’.
William Barclay: “The Jewish leaders
flung one last challenge at Jesus. ‘Come down from the Cross,’ they said, ‘and
we will believe in you.’ It was precisely the wrong challenge. As General
Booth said long ago, ‘It was because Jesus did not come down from the Cross
that we believe in him.’” (= Pemimpin-pemimpin Yahudi
melemparkan tantangan terakhir kepada Yesus. ‘Turunlah dari salib itu,’ kata
mereka, ‘dan kami akan percaya kepadaMu’. Ini justru merupakan tantangan yang
salah. Seperti dulu dikatakan oleh Jendral Booth: ‘Justru karena Yesus tidak
turun dari salib itu maka kita percaya kepadaNya’) - hal 362.
Pulpit Commentary: “He might, indeed,
have answered the jibe by coming down from the cross; but then, as Bishop
Pearson says, in saving himself he would not have saved us” (= Ia bisa saja
menjawab ejekan itu dengan turun dari salib; tetapi, seperti yang dikatakan
oleh Bishop Pearson, dalam menyelamatkan diriNya sendiri, Ia tidak akan
menyelamatkan kita).
Calvin: “But let us believe that Christ,
though he might easily have done it, did not immediately deliver himself from
death, but it was because he did not wish to deliver himself. And why did he
for the time disregard his own safety, but because he cared more about the
salvation of us all? We see then that the Jews, through their malice, employed,
in defence of their unbelief, those things by which our faith is truly edified” (= Hendaklah kita
percaya bahwa Kristus, sekalipun bisa dengan mudah melakukannya, tidak dengan
segera membebaskan diriNya sendiri dari kematian, tetapi itu disebabkan karena
Ia tidak mau membebaskan diriNya sendiri. Dan mengapa pada saat itu Ia
mengabaikan keamanan / keselamatanNya sendiri; kecuali karena Ia lebih peduli
pada keselamatan kita semua? Jadi kita lihat bahwa orang-orang Yahudi, melalui
kejahatan mereka, menggunakan sebagai pembelaan terhadap ketidak-percayaan
mereka, hal-hal yang olehnya iman kita betul-betul dibangun) - hal 306.
Pulpit Commentary: “Christ might have
come down from the cross; but he would not, because it was his Father’s will
that he should die upon the cross to redeem us from death. ... He knew that the
death upon the cross was necessary for the salvation of men; and therefore he
would go through the whole” (= Kristus bisa turun dari salib, tetapi Ia tidak
mau karena merupakan kehendak BapaNya bahwa Ia mati di kayu salib untuk menebus
kita dari kematian. ... Ia tahu bahwa kematian di kayu salib mutlak diperlukan
untuk keselamatan manusia; dan karena itu Ia mau melewati seluruhnya) - hal 308.
Pulpit Commentary: “The sign he had given
them was not his coming down from the cross, but his coming up
from the grave”
(= tanda yang Ia telah berikan kepada mereka bukanlah turun dari salib,
tetapi naik / bangkit dari kubur).
Penerapan dari bagian ini ke dalam kehidupan sehari-hari.
a) Pulpit
Commentary: “he
despised the taunts of the wicked, that he might teach us by his example to do
the same”
(= Ia meremehkan celaan / ejekan dari orang jahat, supaya Ia bisa mengajar kita
oleh teladanNya untuk melakukan hal yang sama) -
hal 308.
b) Calvin:
“Because
Christ does not immediately deliver himself from death, they upbraid him with
inability. And it is too customary with all wicked men to estimate the power of
God by present appearances, so that whatever he does not accomplish they think
that he cannot accomplish, and so they accuse him of weakness, whenever he does
not comply with their wicked desire. ... This, as I said a little ago, is a very sharp arrow of temptation which
Satan holds in his hand, when he pretends that God has forgotten us, because He
does not relieve us speedily and at the very moment. ... Satan, therefore,
attempts to drive us to despair by this logic, that it is vain for us to feel
assured of the love of God, when we do not clearly perceive his aid. And as
he suggests to our minds this kind of imposition, so he employs his agents, who
contend that God has sold and abandoned our salvation, because he delays to
give his assistance. We ought, therefore, to reject as false this argument,
that God does not love those whom he appears for a time to forsake; and,
indeed, nothing is more unreasonable than to limit his love to any point of
time. God has, indeed, promised that he will be our deliverer; but if he
sometimes wink at our calamities, we ought patiently to endure the delay. It
is, therefore, contrary to the nature of faith, that the word ‘now’ should be
insisted on by those whom God is training by the cross and by adversity to
obedience, and whom he entreats (meminta) to pray and to
call on his name; for these are rather the testimonies of his fatherly love, as
the apostle tells us, (Heb. 12:6.) But there was this peculiarity
in Christ, that, though he was the well-beloved Son, (Matth. 3:17; 17:5,) yet
he was not delivered from death, until he had endured the punishment which we
deserved; because that was the price by which our salvation was purchased” [= Karena Kristus
tidak segera membebaskan diriNya sendiri dari kematian, mereka mencelaNya
dengan ketidak-mampuan. Dan adalah biasa bahwa orang-orang jahat menilai kuasa
Allah oleh hal-hal yang terlihat sekarang ini, sehingga apapun yang Ia tidak
lakukan mereka kita Ia tidak bisa melakukannya, dan mereka menuduhNya dengan
kelemahan, kapanpun Ia tidak memenuhi keinginan mereka yang jahat. ... Ini
seperti yang tadi baru saya katakan, merupakan suatu panah pencobaan yang tajam
yang dipegang oleh setan di tangannya, pada waktu ia membujuk kita supaya kita
percaya bahwa Allah telah melupakan kita, karena Ia tidak membebaskan kita
dengan cepat dan pada saat itu juga. ... Karena itu setan mencoba untuk
menggiring kita pada keputus-asaan dengan menggunakan logika ini, bahwa adalah
sia-sia bagi kita untuk yakin akan kasih Allah, pada waktu kita tidak secara
jelas merasakan pertolonganNya. Dan pada saat ia mengusulkan pada pikiran kita
tipuan ini, ia juga menggunakan agen-agennya, yang berargumentasi bahwa Allah
telah menjual dan meninggalkan keselamatan kita, karena Ia menunda untuk
memberikan pertolonganNya. Karena itu kita harus menolak argumentasi yang salah
ini, bahwa Allah tidak mengasihi mereka yang kelihatannya Ia tinggalkan untuk
sementara waktu; dan memang tidak ada yang lebih tidak masuk akal dari pada
membatasi kasihNya pada waktu tertentu. Allah memang berjanji bahwa Ia akan
menjadi Pembebas kita; tetapi jika Ia kadang-kadang seolah-olah tidak melihat
pada bencana-bencana yang menimpa kita, kita harus dengan sabar menahan
penundaan tersebut. Karena itu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan sifat
dari iman, bahwa kata ‘sekarang’ dipaksakan oleh mereka yang Allah latih oleh
salib dan kesengsaraan supaya bisa taat dan yang Ia minta untuk berdoa dan
berseru kepada namaNya; karena ini lebih merupakan kesaksian dari kasih bapa,
seperti yang dikatakan oleh sang rasuk (Ibr 12:6). Tetapi ada keanehan ini dalam
Kristus, dimana sekalipun Ia adalah Anak yang dikasihi (Mat 3:17; 17:5), tetapi
Ia tidak dibebaskan dari kematian, sampai Ia telah mengalami hukuman yang
sebetulnya layak kita dapatkan; karena itulah harga dengan mana keselamatan
kita dibeli] - hal 306,307.
Ay 32b: “Bahkan kedua orang yang disalibkan
bersama-sama dengan Dia mencela Dia juga”.
1) Pengharmonisan
hal-hal yang kelihatannya bertentangan.
Kedua penjahat mencela Dia. Dalam
Mat 27:44 / Mark 15:32 dikatakan bahwa kedua penjahat itu mencela
Yesus, tetapi dalam Luk 23:39-42 dikatakan bahwa hanya satu penjahat yang
menghujat Yesus, sedangkan yang satunya justru menegur temannya itu, dan lalu
menyatakan imannya kepada Yesus.
Bagaimana cara mengharmoniskannya?
Ada beberapa
cara:
a) Calvin menganggap bahwa Matius dan Markus
menggunakan gaya
bahasa synecdoche, dimana sekalipun mereka menuliskan seluruhnya (kedua
penjahat), tetapi yang mereka maksudkan adalah sebagian (salah satu penjahat).
b) Dalam Kitab Suci kadang-kadang plural
/ jamak bisa diartikan singular / tunggal.
Contoh: kata ‘mereka’ dalam Mat 2:20 jelas
menunjuk pada satu orang, yaitu Herodes (Mat 2:19).
c) Matius dan Markus hanya menceritakan bagian
awalnya, sedangkan Lukas hanya menceritakan bagian akhirnya.
Jadi, mula-mula kedua penjahat itu
mencela Yesus (Mat 27:44 /
Mark 15:32), tetapi akhirnya salah satu bertobat, dan yang satunya bahkan
menjadi bertambah jahat sehingga lalu menghujat
Yesus, dan ini menyebabkan penjahat yang bertobat itu menegur dia
(Luk 23:39-41).
Saya condong pada penafsiran yang
ke 3 ini.
2) Tentang
pertobatan penjahat (Luk 23:40-42).
Tentang penjahat yang bertobat itu
Calvin memberi komentar sebagai berikut: “Now if
a robber, by his faith, elevated Christ - while hanging on the cross, and,
as it were, overwhelmed with cursing - to a heavenly throne, woe to our
sloth if we do not behold him with reverence while sitting at the right hand of
God; if we do not fix our hope of life on his resurrection; if our aim is
not towards heaven where he has entered” (= Jika
seorang perampok, oleh imannya, meninggikan Kristus - sementara Ia sedang
tergantung pada kayu salib, dan boleh dikatakan diliputi / dibanjiri dengan
kutuk - pada takhta surgawi, celakalah kelambanan kita jika kita tidak
memandangNya dengan hormat sementara Ia duduk di sebelah kanan Allah; jika
kita tidak menancapkan pengharapan kita akan kehidupan pada kebangkitanNya;
jika tujuan kita tidak menuju surga kemana Ia telah masuk) - hal 311-312.
3) Tentang
penerimaan Kristus terhadap penjahat yang bertobat.
Luk 23:43 - “Kata
Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
Calvin: “we
ought to observe his inconceivable readiness in so kindly receiving the robber
without delay, and promising to make him a partaker of a happy life. There is
therefore no room for doubt that he is prepared to admit into his kingdom all,
without exception, who shall apply to him” (=
kita harus memperhatikan kesediaanNya yang tak dapat dimengerti yang dengan
begitu baik menerima sang perampok tanpa penundaan, dan menjanjikan untuk
membuatnya sebagai orang yang ikut ambil bagian dalam kehidupan yang bahagia.
Karena itu tidak ada tempat untuk keragu-raguan bahwa ia bersedia untuk
menerima ke dalam kerajaanNya semua orang, tanpa kecuali, yang memakai /
menggunakan Dia)
- hal 312-313.
Calvin: “Christ
receives him, as it were, into his bosom, and does not send him away to the
fire of purgatory” (= Kristus menerimaNya, boleh
dikatakan, pada dadaNya / pelukanNya, dan tidak mengirimnya kepada api dari api
pencucian) - hal
313.
Calvin: “What
is promised to the robber does not alleviate his present sufferings, nor make
any abatement of his bodily punishment. This reminds us that we ought not to
judge of the grace of God by the perception of the flesh; for it will often
happen that those to whom God is reconciled are permitted by him to be severely
afflicted” (= Apa yang dijanjikan kepada sang
perampok tidak mengurangi penderitaannya pada saat ini, ataupun membuat
peredaan apapun terhadap hukuman badaninya. Ini mengingatkan kita bahwa kita
tidak boleh menilai kasih karunia Allah dengan menggunakan penglihatan daging;
karena akan sering terjadi bahwa mereka dengan siapa Allah diperdamaikan,
diijinkan olehNya untuk disiksa dengan hebat) - hal 314.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar