pelajaran III
Serangan terhadap
ajaran Andereas Samudera
1) Pembahasan tentang ‘dunia orang mati’ (SHEOL / HADES dan Firdaus) dan ‘intermediate state’ (= keadaan di antara kematian dan kebangkitan).
a) Pembahasan tentang kata SHEOL / HADES.
SHEOL adalah suatu kata
bahasa Ibrani, dan HADES adalah kata bahasa Yunani yang artinya sama dengan
SHEOL. Dalam Kitab Suci Indonesia pada umumnya diterjemahkan ‘dunia orang mati’ (Kej 37:35 Maz 6:6b), tetapi kadang-kadang
diterjemahkan ‘alam
maut’
(Mat 16:18 Luk 16:23), atau ‘kerajaan maut’ (Wah 1:18 6:8
20:13,14).
Louis Berkhof: “During the nineteenth century several theologians,
especially in England, Switzerland, and Germany, embraced the idea that the
intermediate state is a state of further probation for those who have not
accepted Christ in this life. This view is maintained by some up to the present
time and is a favourite tenet of the Universalists”
[= Dalam abad ke 19 beberapa ahli theologia, khususnya di Inggris, Swiss,
dan Jerman, mempercayai gagasan bahwa intermediate
state (masa / keadaan antara kematian dan kebangkitan) merupakan suatu masa
percobaan lebih lanjut untuk mereka yang belum menerima Kristus dalam hidup
ini. Pandangan ini dipertahankan oleh sebagian orang sampai saat ini dan merupakan
suatu ajaran / pendapat favorit dari para penganut Universalisme] - ‘Systematic Theology’, hal
681.
Pada jaman modern, maka
pandangan yang umum tentang ‘intermediate
state’ adalah bahwa Sheol / Hades merupakan tempat netral
kemana semua orang, beriman atau tidak beriman, baik atau jahat, akan pergi.
Tempat itu bukan tempat dimana ada pahala ataupun penghukuman, dan tempat itu
tidak terbagi menjadi dua (satu untuk yang baik satu untuk yang jahat), tetapi
merupakan suatu kesatuan tanpa pembedaan moral (Berkhof hal 681).
Tentang pandangan modern ini Louis Berkhof berkomentar: “it plainly contradicts the Scriptural
representation that the righteous at once enter glory and the wicked at once
descend into the place of eternal punishment”
(= ini secara jelas bertentangan dengan gambaran Kitab Suci bahwa orang benar
segera / langsung memasuki kemuliaan dan orang jahat segera / langsung turun ke
tempat penghukuman kekal) - ‘Systematic Theology’, hal 682.
Dan ada beberapa hal, yang
bertentangan dengan pandangan umum ini, yang harus dipertimbangkan:
1. Orang percaya yang mati digambarkan bahagia.
Louis Berkhof: “If a descent into SHEOL was the gloomy outlook upon the
future, not only of the wicked but also of the righteous, how can we explain
the expressions of gladsome expectation, or joy in the face of death, such as
we find in Num. 23:10; Ps. 16:9,11; 17:15; 49:15; 73:24,26; Isa. 25:8 (comp.
1Cor. 15:54)?” [= Jika turun ke SHEOL merupakan
pemandangan yang suram terhadap masa depan, bukan hanya bagi orang jahat tetapi
juga bagi orang benar, bagaimana kita bisa menjelaskan ungkapan-ungkapan
tentang pengharapan yang gembira, atau sukacita dalam menghadapi kematian,
seperti yang kita dapatkan dalam Bil 23:10; Maz 16:9,11; 17:15; 49:16;
73:24,26; Yes 25:8 (bdk. 1Kor 15:54)?] - ‘Systematic Theology’, hal 683.
Catatan: menurut saya tidak semua ayat-ayat yang
disebutkan Berkhof ini cocok.
Louis Berkhof: “Even the Old Testament testifies to it that they who
die in the Lord enter upon a fuller enjoyment of the blessings of salvation,
and therefore do not descend into any underworld in the literal sense of the
word, Num. 23:5,10; Ps. 16:11; 17:15; 73:24; Prov. 14:32. Enoch and Elijah were
taken up, and did not descend into an underworld”
(= Bahkan Perjanjian Lama menyaksikan bahwa mereka yang mati dalam Tuhan masuk
ke dalam penikmatan yang lebih penuh dari berkat-berkat keselamatan, dan karena
itu tidak turun ke dalam dunia orang mati manapun dalam arti hurufiah dari kata
itu, Bil 23:5,10; Maz 16:11; 17:15; 73:24; Amsal 14:32. Henokh dan Elia
diangkat, dan tidak turun ke dalam dunia orang mati) - ‘Systematic Theology’, hal
685-686.
Catatan:
a. Sebetulnya Bil 23:5 tidak ada
hubungannya dengan dunia orang mati, dan mungkin Louis Berkhof mengutipnya
hanya dalam hubungannya dengan Bil 23:10, untuk menunjukkan bahwa
kata-kata dalam Bil 23:10 bukanlah kata-kata Bileam sendiri, tetapi
kata-kata Tuhan.
b. Amsal 14:32 - “Orang fasik dirobohkan karena kejahatannya, tetapi orang
benar mendapat perlindungan karena ketulusannya”.
KJV: ‘The wicked is driven away in
his wickedness: but the righteous hath hope in his death’ (= Orang
jahat diusir dalam kejahatannya: tetapi orang benar mempunyai pengharapan
dalam kematiannya).
Pada footnote RSV dikatakan bahwa terjemahan seperti Kitab Suci Indonesia
ini diterjemahkan dari Yunani / Syria, sedangkan yang seperti KJV dari
Ibraninya.
Berkhof juga menunjuk pada ayat-ayat Perjanjian Baru seperti
Luk 16:23,25 Luk 23:43 Kis 7:59
2Kor 5:1,6,8 Fil 1:21,23 1Tes 5:10
Ef 3:14,15 (‘di surga’ bukan ‘di hades’)
Wah 6:9,11 Wah 14:13.
Ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tentang kebahagiaan
orang percaya yang mati ini, tidak saya tuliskan di sini, karena nanti kita
akan berjumpa lagi dengan pembahasan ayat-ayat ini dalam point c) yang membahas
‘keadaan setelah kematian’.
2. Kata Sheol
/ Hades kelihatannya menunjuk
pada ‘neraka’, karena:
a. Kata Sheol
/ Hades sering digambarkan
sebagai ancaman bagi orang jahat.
Louis Berkhof: “If in the Scriptural representation Sheol-Hades is
really a neutral place, without moral distinction, without blessedness on the
one hand, but also without positive pain on the other, a place to which all
alike descend, how can the Old Testament hold up the descent of the wicked into
SHEOL as a warning, as it does in several places, Job 21:13; Ps. 9:17; Providensia
Allah 5:5; 7:27; 9:18; 15:24; 23:14? How can the Bible speak of God’s anger
burning there, Deut. 32:22, and how can it use the term SHEOL as synonymous
with ABADDON, that, destruction, Job 26:6; Providensia Allah 15:11; 27:20? This
is a strong term, which is applied to the angel of the abyss in Rev. 9:11. Some
seek escape from this difficulty by surrendering the neutral character of SHEOL
and by assuming that it was conceived of as an underworld with two divisions,
called in the New Testament paradise and gehenna, the former the destined abode
of the righteous, and the latter that of the wicked; but this attempt can only
result in disappointment, for the Old Testament contains no trace of such a
division, though it does speak of SHEOL as a place of punishment for the
wicked. Moreover, the New Testament clearly identifies paradise with heaven in
2Cor. 12:2,4. And finally, if HADES is the New Testament designation of SHEOL,
and all alike go there, what becomes of the special doom of Capernaum, Matt.
11:23, and how can it be pictured as a place of torment, Luke 16:26? Someone
might be inclined to say that the threatenings contained in some of the
passages mentioned refer to a speedy descent into SHEOL, but there is no
indication of this in the text whatsoever, except in Job 21:13, where this is
explicitly stated” (= Jika dalam penggambaran Kitab Suci SHEOL
- HADES betul-betul merupakan suatu tempat netral, tanpa perbedaan moral, tanpa
kebahagiaan ataupun rasa sakit, suatu tempat kemana semua orang akan turun,
maka bagaimana Perjanjian Lama bisa menunjukkan turunnya orang jahat ke dalam
SHEOL sebagai suatu peringatan, seperti yang dilakukannya pada beberapa
tempat, Ayub 21:13; Maz 9:18; Amsal 5:5; 7:27; 9:18; 15:24; 23:14?
Bagaimana Alkitab bisa mengatakan bahwa murka Allah bernyala-nyala di sana,
Ul 32:22, dan bagaimana Alkitab bisa menggunakan istilah SHEOL dengan
arti yang sama dengan ABADDON, yaitu kehancuran / kebinasaan,
Ayub 26:6; Amsal 15:11; 27:20? Ini merupakan istilah yang kuat /
keras, yang diterapkan kepada malaikat dari jurang maut dalam Wah 9:11.
Sebagian orang berusaha untuk meloloskan diri dari kesukaran ini dengan
membuang sifat netral dari SHEOL dan dengan menganggap bahwa SHEOL merupakan
suatu tempat dengan 2 bagian, disebut dalam Perjanjian Baru sebagai Firdaus dan
Gehenna, yang pertama adalah tempat tinggal yang dipersiapkan untuk orang
benar, dan yang terakhir untuk orang jahat; tetapi usaha ini hanya bisa
menghasilkan kekecewaan, karena Perjanjian Lama tidak mempunyai jejak untuk
pembagian seperti itu. Lebih lagi, Perjanjian Baru secara jelas menyamakan
Firdaus dengan surga dalam 2Kor 12:2,4. Dan yang terakhir, jika HADES
merupakan nama Perjanjian Baru dari SHEOL, dan semua secara sama akan pergi ke
sana, apa yang terjadi dengan hukuman yang khusus bagi Kapernaum, Mat 11:23,
dan bagaimana itu bisa digambarkan sebagai tempat penyiksaan, Luk 16:23?
Ada yang akan mengatakan bahwa ancaman yang ada dalam beberapa text yang telah
disebutkan menunjuk kepada cepatnya mereka turun ke SHEOL, tetapi sama
sekali tidak ada petunjuk tentang ini dalam text, kecuali dalam Ayub 21:13,
dimana hal ini dinyatakan secara explicit) - ‘Systematic Theology’, hal 683.
Catatan:
·
saya mengubah Rev. 19:11
(Wah 19:11) menjadi Rev. 9:11 (Wah 9:11), karena pasti salah
cetak.
·
Terjemahan dari Ayub 21:13
berbeda-beda, dan tidak semua menunjukkan cepatnya orang-orang jahat turun ke
SHEOL.
Ayub 21:13 - “Mereka menghabiskan hari-hari mereka dalam
kemujuran, dan dengan tenang mereka turun ke dalam dunia orang mati”.
KJV: ‘They spend their days in
wealth, and in a moment go down to the grave’ (= Mereka menghabiskan
hari-hari mereka dalam kekayaan, dan dalam sekejap turun ke kuburan).
NASB: ‘They spend their days in
prosperity, And suddenly they go down to Sheol’ (= Mereka
menghabiskan hari-hari mereka dalam kemakmuran, Dan tiba-tiba mereka turun ke
SHEOL).
Catatan: terjemahan ini juga diambil oleh footnote
NIV. Tetapi RSV dan NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
Berkhof lalu mengatakan (hal 684) bahwa hanya kalau kita menganggap
bahwa kata SHEOL dalam ayat-ayat tersebut di atas menunjuk kepada neraka, maka
barulah ayat-ayat di atas bisa mempunyai arti.
Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan Sheol / Hades sebagai ancaman
antara lain adalah:
·
Maz 9:18 - “Orang-orang
fasik akan kembali ke dunia orang mati (SHEOL),
ya, segala bangsa yang melupakan Allah”.
Kata ‘kembali’ kurang
tepat terjemahannya. Seharusnya adalah ‘berbelok’.
·
Maz 49:14-15 - “Inilah
jalannya orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri, ajal orang-orang yang
gemar akan perkataannya sendiri. Sela
Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia orang mati (SHEOL),
digembalakan oleh maut; mereka turun langsung ke kubur, perawakan mereka
hancur, dunia orang mati (SHEOL) menjadi
tempat kediaman mereka”.
·
Ul 32:22 - “Sebab
api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai ke bagian dunia
orang mati (SHEOL)
yang paling bawah; api itu memakan bumi
dengan hasilnya, dan menghanguskan dasar gunung-gunung”.
·
Ayub 26:6 - “Dunia
orang mati (SHEOL)
terbuka di hadapan Allah, tempat
kebinasaanpun tidak ada tutupnya”.
Ini merupakan 2 kalimat paralel yang sama artinya, dan dengan demikian
istilah ‘dunia orang mati’ (SHEOL) disamakan dengan ‘kebinasaan’ (ABADDON). Hal yang sama terjadi dengan Amsal 15:11 dan Amsal 27:20.
·
Mat 11:23 - “Dan
engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau
akan diturunkan sampai ke dunia orang mati (HADES)!
Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah
kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
Louis Berkhof: “The warning and threatening contained in these passages
is lost altogether, if sheol is
conceived of as a neutral place whither all go. From these passages it also
follows that it cannot be regarded as a place with two divisions. The idea of
such a divided SHEOL is borrowed from the Gentile conception of the underworld,
and finds no support in Scripture” (= Peringatan dan
ancaman yang ada dalam text-text ini hilang sama sekali, jika SHEOL dipahami
sebagai suatu tempat netral kemana semua orang akan pergi. Dari text-text ini
juga terlihat bahwa itu tidak bisa dianggap sebagai suatu tempat dengan 2
bagian. Gagasan tentang SHEOL yang terbagi seperti itu diambil dari konsep non Yahudi
/ kafir tentang dunia orang mati, dan tidak mempunyai dukungan dalam Kitab
Suci) - ‘Systematic
Theology’, hal 685.
b. Jika kata SHEOL dalam Perjanjian Lama selalu
berarti tempat netral kemana orang mati akan pergi, dan tidak mempunyai arti
lain, maka Perjanjian Lama tidak mempunyai kata untuk ‘neraka’, padahal Perjanjian Lama
mempunyai kata untuk ‘surga’ (Berkhof hal 683-684).
c. Kata Sheol
/ Hades kadang-kadang
dikontraskan dengan kata ‘langit’ / ‘surga’, seperti dalam:
· Ayub 11:8 - “Tingginya seperti langit - apa
yang dapat kaulakukan? Dalamnya melebihi dunia orang mati - apa yang
dapat kauketahui?”.
·
Maz 139:8 - “Jika aku mendaki ke langit,
Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di
situpun Engkau”.
·
Amos 9:2 - “Sekalipun mereka menembus sampai ke dunia
orang mati, tanganKu akan mengambil mereka dari sana; sekalipun mereka naik
ke langit, Aku akan menurunkan mereka dari sana”.
·
Mat 11:23 - “Dan
engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak,
engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati (HADES)!
Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di
tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini”.
d. Kitab Suci juga berkata tentang ‘the deepest or lowest SHEOL’ (= SHEOL
yang terdalam atau terendah) dalam Ul 32:22 - “Sebab
api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai ke bagian dunia
orang mati yang paling bawah; api itu memakan bumi dengan hasilnya, dan
menghanguskan dasar gunung-gunung”. Ini tidak
cocok dengan tempat netral tanpa perbedaan kemana semua orang akan pergi
setelah kematian.
Dari semua ini terlihat
dengan jelas bahwa pandangan umum tentang Sheol
/ Hades di atas merupakan
pandangan yang salah. Dan dari ke 4 point di atas (point a. - d.) kelihatannya
SHEOL / HADES menunjuk pada ‘neraka’. Tetapi Sheol / Hades tidak mungkin selalu menunjuk pada ‘neraka’, karena:
a. Adanya ayat-ayat yang menunjukkan bahwa orang
berimanpun masuk ke sana, seperti:
·
Kej 37:35 - “Sekalian anaknya laki-laki dan
perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia menolak dihiburkan, serta
katanya: ‘Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke
dalam dunia orang mati (SHEOL)!’
Demikianlah Yusuf ditangisi oleh ayahnya”.
·
Kej 42:38 - “Tetapi jawabnya: ‘Anakku itu tidak akan
pergi ke sana bersama-sama dengan kamu, sebab kakaknya telah mati dan hanya
dialah yang tinggal; jika dia ditimpa kecelakaan di jalan yang akan kamu
tempuh, maka tentulah kamu akan menyebabkan aku yang ubanan ini turun ke dunia
orang mati (SHEOL) karena dukacita.’”.
·
Kej 44:29,31 - “Jika
anak ini kamu ambil pula dari padaku, dan ia ditimpa kecelakaan, maka tentulah
kamu akan menyebabkan aku yang ubanan ini turun ke dunia orang mati (SHEOL)
karena nasib celaka. ... tentulah akan terjadi, apabila dilihatnya anak itu
tidak ada, bahwa ia akan mati, dan hamba-hambamu ini akan menyebabkan hambamu,
ayah kami yang ubanan itu, turun ke dunia orang mati (SHEOL) karena dukacita”.
·
Maz 30:4 - “TUHAN,
Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati (SHEOL),
Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur”.
b. Adanya
ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus tidak dibiarkan / ditinggalkan di sana.
Kis 2:27,31 - “sebab Engkau tidak menyerahkan [NIV/NASB: ‘abandon’ (= meninggalkan)]
aku kepada dunia orang mati (HADES),
dan tidak membiarkan Orang KudusMu melihat kebinasaan. ... Karena itu ia telah
melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia
mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati (HADES), dan bahwa dagingNya tidak mengalami
kebinasaan”.
Kalau ayat ini mengatakan bahwa Yesus tidak ditinggalkan di HADES, maka
itu berarti bahwa Ia masuk ke HADES tetapi tidak dibiarkan di sana
selama-lamanya. Padahal antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak turun ke
mana-mana, tetapi naik ke surga. Ini nanti akan saya tunjukkan pada point ke 2
(serangan ke 2 terhadap ajaran Andereas Samudera).
Jadi jelas bahwa kata HADES di sini tidak mungkin menunjuk pada ‘neraka’.
Usulan Louis Berkhof tentang
arti dari kata Sheol / Hades.
Louis Berkhof: “An inductive study of the passages in which the terms
are found soon dissipates the notion that the terms SHEOL and HADES are
always used in the same sense, and can in all cases be rendered by the same
word, whether it be underworld, state of death, grave, or hell. This is also
clearly reflected in the various translations of the Bible. The Holland Version
renders the term SHEOL by ‘grave’ in some passages, and by ‘hell’ in others.
The King James or Authorized Version employs three different words in its
translation, namely ‘grave’, ‘hell’, and ‘pit’. The English revisers rather
inconsistently retained ‘grave’ or ‘pit’ in the text of the historical books,
putting SHEOL in the margin. They retained ‘hell’ only in Isa. 14. The American
Revisers avoid the difficulty by simply retaining the original words SHEOL and
HADES in their translation” (= Tindakan mempelajari secara induktif
text-text dimana istilah-istilah itu ditemukan akan segera membuang
pemikiran bahwa istilah SHEOL dan HADES selalu digunakan dalam arti yang sama,
dan dalam semua kasus bisa diterjemahkan dengan kata yang sama, apakah itu
‘dunia orang mati’, ‘keadaan kematian’, ‘kuburan’, atau ‘neraka’. Ini juga
secara jelas dicerminkan dalam bermacam-macam terjemahan dari Alkitab. Versi
bahasa Belanda menterjemahkan istilah SHEOL dengan ‘kuburan’ dalam beberapa
text, dan menterjemahkannya dengan ‘neraka’ dalam text-text yang lain. KJV
menggunakan 3 kata yang berbeda dalam penterjemahannya, yaitu ‘kuburan,
‘neraka’ dan ‘lubang / jurang’. Para perevisi Inggris secara agak tidak
konsisten mempertahankan ‘kuburan’ atau ‘lubang / jurang’ dalam text-text dari
kitab-kitab sejarah, dan menuliskan SHEOL di catatan tepi / samping. Mereka
mempertahankan ‘neraka’ hanya dalam Yes 14. Para perevisi Amerika
menghindarkan kesukaran dengan mempertahankan kata bahasa asli SHEOL dan HADES
dalam terjemahan mereka) - ‘Systematic Theology’, hal 684-685.
Kesimpulan tentang Sheol /
Hades:
1. Sheol / Hades tidak selalu menunjuk pada
suatu tempat, kadang-kadang menunjuk pada keadaan kematian atau keadaan
terpisahnya tubuh dengan jiwa / roh.
Misalnya: 1Sam 2:6 Ayub 14:13-14 Ayub 17:13-14 Maz 89:49 Hos 13:14
Kis 2:27,31 Wah 6:8 Wah 20:28.
2. Kalau menunjuk pada tempat maka Sheol / Hades bisa berarti:
a. Kuburan.
Louis Berkhof: “The grave is called SHEOL, because it symbolizes the
going down, which is connected with the idea of destruction”
(= Kuburan disebut SHEOL, karena itu menyimbolkan penurunan ke bawah, yang
dihubungkan dengan gagasan penghancuran) - ‘Systematic Theology’, hal 686.
b. Neraka (Maz 9:18 Maz 49:15
Maz 55:16
Amsal 15:11,24 Luk 16:23).
Louis Berkhof menambahkan: “There
are several passages in which SHEOL and HADES seem to designate the grave. It
is not always easy to determine, however, whether the words refer to the grave
or to the state of the death” (= Ada beberapan
text dalam mana SHEOL dan HADES kelihatannya menunjuk pada ‘kuburan’. Tetapi
tidak selalu mudah untuk menentukan apakah kata-kata itu menunjuk pada ‘kuburan’
atau pada ‘keadaan kematian’) - ‘Systematic Theology’, hal 686.
Bandingkan dengan Kej 37:35
Kej 42:38
Kej 44:29
1Raja 2:6,9 Ayub 14:13 Ayub 17:13 Ayub 21:13 Maz 6:6
Maz 88:4 Pengkhotbah 9:10.
Karena itu saya sendiri lebih senang untuk memberikan 2 arti untuk SHEOL
/ HADES, yaitu:
1. Keadaan kematian /
kuburan.
2. Neraka.
Catatan: Hal yang harus diperhatikan adalah bahwa kata
SHEOL / HADES tidak pernah menunjuk pada tempat penantian, ataupun tempat
tahanan, seperti yang diajarkan oleh Andereas Samudera!
Tetapi dalam
sepanjang buku ini kalau saya menggunakan kata Sheol / Hades
maka saya sering mengikuti arti yang diberikan oleh Andereas Samudera,
bukan arti yang sebenarnya yang saya percayai.
b) Pembahasan tentang kata ‘Firdaus’.
Pembahasan tentang
arti dari kata ‘Firdaus’ ini penting, karena ada orang-orang yang berpendapat
bahwa ‘tempat penantian’ itu terdiri dari 2 bagian, yaitu SHEOL / HADES untuk
orang-orang yang tidak percaya, dan Firdaus untuk orang-orang yang percaya.
Dalam pembahasan ini saya ingin menunjukkan bahwa ini merupakan pandangan yang
salah.
Kata ‘Firdaus’
berasal dari kata bahasa Yunani PARADEISOS, yang dalam bahasa Inggris
diterjemahkan paradise (= surga).
Kata Yunani itu muncul hanya 3 x dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam 2Kor 12:4,
Wah 2:7, dan Luk 23:43. Mari kita melihat ketiga ayat ini.
1. 2Kor 12:2,4 - “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang
lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak
tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat
yang ketiga dari sorga. ... Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di
dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - ia
tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak
terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia”.
Ada 2 hal yang ingin saya bahas dari ayat ini:
a. Tingkat ke 3 dari surga.
Barnes’ Notes tentang 2Kor 12:2: “The Jews sometimes speak of seven heavens,
... But the Bible speaks of but three heavens; and among the Jews in the
apostolic ages, also, the heavens were divided into three: (1) The aerial,
including the clouds and the atmosphere, the heavens above us, until we come to
the stars. (2) The starry heavens - the heavens in which the sun, moon, and stars
appear to be situated. (3) The heavens beyond the stars. That heaven was
supposed to be the residence of God, of angels, and of holy spirits. It was
this upper heaven, the dwelling-place of God, to which Paul was taken, and
whose wonders he was permitted to behold - this region where God dwelt, where
Christ was seated at the right hand of the Father, and where the spirits of the
just were assembled” [= Orang-orang Yahudi kadang-kadang
berbicara tentang tujuh langit / surga. ... Tetapi Alkitab berbicara hanya
tentang 3 langit / surga; dan di antara orang-orang Yahudi dalam jaman
rasul-rasul, langit / surga juga dibagi menjadi 3: (1) Udara, termasuk
awan-awan dan atmosfir, langit di atas kita, sampai kita sampai pada
bintang-bintang. (2) Langit / surga dengan bintang-bintang - langit di mana
matahari, bulan, dan bintang-bintang diletakkan. (3) Langit / surga di atas
bintang-bintang. Langit / surga itu dianggap sebagai tempat tinggal Allah,
malaikat-malaikat, dan roh-roh yang kudus. Surga bagian atas inilah, tempat
tinggal dari Allah, kemana Paulus diangkat, dan diijinkan untuk melihat
keajaiban-keajaibannya - daerah ini dimana Allah tinggal, dimana Kristus duduk
di sebelah kanan Bapa, dan dimana roh-roh dari orang-orang benar dikumpulkan] - hal 902.
Contoh ayat untuk 3 langit / surga.
·
langit pertama ® Daniel 4:11 - “pohon itu bertambah besar dan kuat,
tingginya sampai ke langit, dan dapat dilihat sampai ke ujung seluruh bumi”.
·
langit kedua ® Kej 22:17 - “maka Aku akan memberkati engkau
berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di
langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki
kota-kota musuhnya”.
·
langit ketiga ® Mat 6:9 - “Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami
yang di sorga, Dikuduskanlah namaMu”.
Jadi pada waktu Paulus mengatakan bahwa ia diangkat ke tingkat yang
ketiga dari surga, maksudnya adalah bahwa ia diangkat ke surga.
b. Kalau kita membandingkan
2Kor 12:4 dengan 2Kor 12:2, maka jelas bisa kita dapatkan bahwa
Firdaus adalah surga, karena dalam 2Kor 12:2 Paulus mengatakan diangkat ke
sorga, sedangkan dalam 2Kor 12:4 Paulus mengatakan diangkat ke Firdaus.
2. Wah 2:7 - “Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan
yang ada di Taman Firdaus Allah”.
Jadi, dalam
Wah 2:7 dikatakan bahwa dalam taman Firdaus itu terdapat pohon kehidupan.
Sekarang bandingkan dengan:
a. Wah 22:2 - “Di
tengah-tengah jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada
pohon-pohon kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan
daun pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa”.
b. Wah 22:14 - “Berbahagialah mereka yang membasuh
jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk
melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu”.
c. Wah 22:19 - “Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu
dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil
bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis
di dalam kitab ini”.
Kontext dari
ketiga ayat ini membicarakan tentang surga, dan karena itu terlihat bahwa pohon
kehidupan itu ada di surga.
Kesimpulannya
lagi-lagi adalah bahwa Firdaus adalah surga!
Barnes’ Notes tentang Wah 2:7: “Heaven, represented as paradise. To be permitted to eat
of that tree, that is, of the fruit of that tree, is but another expression
implying the promise of eternal life, and of being happy for ever”
(= Surga, digambarkan sebagai Firdaus. Diijinkan untuk makan dari pohon,
yaitu dari buah dari pohon itu, hanyalah kata-kata lain untuk janji tentang
kehidupan kekal, dan tentang kebahagiaan selama-lamanya) - hal 1556.
3. Kata ‘Firdaus’ dalam
Luk 23:43 (kata-kata Yesus kepada penjahat yang bertobat), pasti artinya
juga adalah ‘surga’, karena Luk 23:46
menunjukkan bahwa Yesus menyerahkan rohNya kepada Bapa, yang identik dengan
‘pergi ke surga’.
Perhatikan beberapa komentar dari para penafsir di bawah ini tentang arti
kata ‘Firdaus’ ini.
Barnes’ Notes tentang Luk 23:43: “‘Paradise.’ This is a word of Persian
origin, and means a garden, and particularly a garden of pleasure, filled with
trees, and shrubs, and fountains, and flowers. In hot climates such gardens
were peculiarly pleasant; and hence they were attached to the mansions of the
rich, and to the palaces of the princes. ... in Gen. 2:8, the Septuagint
renders the word ‘Eden’ by ‘Paradise.’ Hence this name in the Scriptures comes
to denote the abodes of the blessed in the other world”
(= ‘Firdaus’. Kata ini berasal dari kata bahasa Persia, dan berarti suatu kebun
/ taman, dan khususnya suatu taman kesenangan, berisikan pohon-pohon, dan
semak-semak, dan air mancur, dan bunga-bunga. Pada cuaca panas, taman seperti
itu sangat menyenangkan; dan karena itu taman seperti itu selalu ada dalam
tempat tinggal orang kaya, dan istana dari pangeran-pangeran. ... Dalam
Kej 2:8, Septuaginta menterjemahkan kata ‘Eden’ dengan ‘Firdaus’. Karena
itu dalam Kitab Suci nama itu menunjukkan tempat tinggal dari orang-orang
yang diberkati dalam dunia yang lain) - hal 255.
Louis Berkhof: “the New Testament clearly identifies paradise with
heaven in 2Cor. 12:2,4” (= Perjanjian Baru secara jelas
mengidentikkan Firdaus dengan surga dalam 2Kor 12:2,4) - ‘Systematic Theology’, hal
683.
Calvin tentang
2Kor 12:4:
“As every region that is peculiarly agreeable and
delightful is called in the Scriptures the ‘garden of God,’ it came from this
to be customary among the Greeks to employ the term ‘paradise’ to denote the
heavenly glory, even previously to Christ’s advent” (= Karena setiap daerah yang
menyenangkan disebut dalam Kitab Suci sebagai ‘taman / kebun Allah’, maka dari
sini lalu timbul kebiasaan di antara orang-orang Yunani untuk menggunakan
istilah ‘Firdaus’ untuk menunjuk pada kemuliaan surgawi, bahkan sebelum
kedatangan Kristus) - hal 368-369.
Barnes’ Notes tentang 2Kor 12:4: “The word ‘paradise’ (paradeison) occurs but three times in the New
Testament, Luk. 23:43; Rev. 2:7; and in this place. It occurs often in the
Septuagint, as the translation of the word ‘garden,’ Gen. 2:8-10,15,16;
3:1-3,8,10,23,24; 13:10; Numb. 24:6; Isa. 51:3; Ezek. 28:13; 31:8,9; Joel 2:3.
And also Isa. 1:30; Jer. 24:5; and of the word (sdrp) Pardes in Neh. 2:8; Eccl. 2:5; Cant. 4:13. It is a
word which had its origin in the language of eastern Asia, and which has been
adopted in the Greek, the Roman, and other western languages. In Sanscrit, the
word paradesha means a land elevated and cultivated; in Armenian, pardes
denotes a garden around the house planted with trees, shrubs, grass, for use
and ornament. In Persia, the word denotes the pleasure-gardens and parks with
wild animals around the country residences of the monarchs and princes. Hence
it denotes in general a garden of pleasure; and in the New Testament is applied
to the abodes of the blessed after death, the dwelling place of God and of
happy spirits; or to heaven as a place of blessedness. Some have supposed that
Paul here, by the word ‘paradise,’ means to describe a different place from
that denoted by the phrase ‘the third heaven;’ but there is no good reason for
this supposition. The only difference is, that this word implies the idea of a
place of blessedness; but the same place is undoubtedly referred to”
[= Kata ‘Firdaus’(paradeison) muncul hanya 3 x
dalam Perjanjian Baru, Luk 23:43; Wah 2:7; dan di tempat ini. Kata itu sering
muncul dalam the Septuaginta, sebagai terjemahan dari kata ‘kebun / taman’, Kej
2:8-10,15,16; 3:1-3,8,10,23,24; 13:10; Bil 24:6; Yes 51:3; Yeh 28:13; 31:8,9;
Yoel 2:3. Dan juga Yes 1:30; Yer 24:5; dan dari kata (sdrp)
Pardes dalam Neh 2:8; Pengkhotbah 2:5; Kidung 4:13. Itu adalah suatu kata yang
mempunyai asal usul dalam bahasa Asia Timur, dan yang telah diadopsi dalam
bahasa Yunani, Romawi, dan bahasa-bahasa Barat yang lain. Dalam bahasa
Sansekerta, kata paradesha berarti suatu tanah yang tinggi dan ditanami; dalam
Armenia, pardes menunjuk pada suatu taman / kebun di sekitar rumah yang
ditanami dengan pohon-pohon, semak-semak, rumput, untuk kegunaan dan hiasan. Di
Persia, kata itu menunjuk kebun kesenangan dan taman dengan binatang-binatang
liar di sekitar tempat tinggal dari raja-raja dan pangeran-pangeran. Karena itu
kata ini secara umum menunjuk pada taman / kebun kesenangan; dan dalam
Perjanjian Baru diterapkan pada tempat tinggal dari orang-orang yang diberkati
setelah kematian, tempat tinggal Allah dan roh-roh yang bahagia; atau pada
surga sebagai tempat yang penuh berkat. Sebagian orang menganggap bahwa di
sini Paulus memaksudkan kata Firdaus sebagai tempat yang berbeda dengan yang
ditunjukkan oleh ungkapan ‘tingkat yang ketiga dari sorga’; tetapi tidak ada
alasan yang baik untuk anggapan ini. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa kata
ini secara tidak langsung menunjukkan gagasan tentang tempat yang penuh berkat;
tetapi tidak diragukan bahwa tempat yang sama yang ditunjuk / dimaksudkan] - hal 902.
Jadi, sama seperti
kata SHEOL / HADES, kata ‘Firdaus’ tidak pernah menunjuk pada ‘tempat
penantian’. Kalau kata SHEOL/ HADES kadang-kadang menunjuk pada ‘neraka’ dan
kadang-kadang pada ‘keadaan kematian’ / ‘kuburan’, maka kata ‘Firdaus’ selalu
menunjuk pada ‘surga’.
c) Pembahasan
tentang keadaan setelah kematian.
1. Pada waktu
seseorang mati, ia langsung masuk surga atau neraka.
Dasar dari
pandangan ini:
a.
Paulus percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.
·
2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa
jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (artinya: jika kita
mati - bdk. Yes 38:12), Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman
di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh
tangan manusia”.
NIV/NASB:
‘we have a building from God’.
Perhatikan
kata ‘have’ yang ada dalam ‘present tense’ (= bentuk
sekarang), bukan ‘future tense’ (= bentuk yang akan datang). Ini
menunjukkan bahwa begitu kita mati, kita langsung mendapatkan rumah itu.
Charles
Hodge: “The present tense,
EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the other; there is
no perceptible interval between the dissolution of the earthly tabernacle and
entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the body it is
in heaven. ... The soul therefore at death enters a house whose builder is
God” (= Present tense, EKHOMEN, digunakan karena peristiwa yang
satu langsung mengikuti yang lain; di sana tidak ada selang waktu yang terlihat
di antara hancurnya kemah duniawi dan masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa
meninggalkan tubuh, jiwa itu ada di surga. ... Karena itu, pada saat mati
jiwa memasuki rumah yang pembangunnya adalah Allah) - hal 489.
·
2Kor 5:8b: ‘terlebih suka kami
beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan’.
NASB: ‘to
be at home with the Lord’ (= ada di rumah bersama Tuhan).
NIV: ‘at
home with the Lord’ (= di rumah bersama Tuhan).
Literal /
hurufiah: ‘to come home to the Lord’ (= pulang ke rumah kepada
Tuhan).
Jadi ini
menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’ sama dengan ‘pulang ke
rumah Bapa’ dan ini menunjukkan bahwa begitu seorang kristen mati ia langsung
masuk surga.
·
Fil 1:23 - “Aku didesak dari dua
pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus - itu memang
jauh lebih baik”.
Kata ‘pergi’
di sini jelas menunjuk kepada ‘mati’. Jadi Paulus berkata kalau ia
mati, ia diam bersama-sama dengan Kristus. Ini pasti sama dengan masuk surga.
b.
Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat di kayu salib akan masuk ke
Firdaus (= surga) pada hari itu juga.
Luk 23:43
- “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini
juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
c.
Langsung masuk surga pada waktu mati ini tidak hanya berlaku untuk orang-orang
percaya Perjanjian Baru, tetapi juga untuk orang-orang percaya Perjanjian Lama.
Louis
Berkhof: “In connection with this
clear representation of the New Testament, it has been suggested that the New
Testament believers were privileged above those of the Old Testament by
receiving immediate access to the bliss of heaven. But the question may well be
asked, What basis is there for assuming such a distinction?” (= Sehubungan
dengan penggambaran yang jelas dari Perjanjian Baru ini, telah diusulkan bahwa
orang-orang percaya Perjanjian Baru diberi hak lebih dari orang-orang percaya
Perjanjian Lama dengan langsung masuk ke dalam kebahagiaan surga. Tetapi bisa
dipertanyakan: Apa dasarnya untuk menganggap adanya perbedaan seperti itu?)
- ‘Systematic Theology’, hal 683.
Dari kutipan
ini jelas bahwa Berkhof mempercayai bahwa bukan hanya orang percaya jaman
Perjanjian Baru yang langsung masuk ke surga pada saat mati, tetapi juga orang
percaya jaman Perjanjian Lama.
Dasar Kitab
Suci untuk pandangan ini:
·
Elia dan Henokh dikatakan naik ke surga /
diangkat (2Raja 2:1,11 Kej 5:24 Ibr 11:5). Abraham dikatakan
ada di surga (Luk 16:22). Tidak ada alasan untuk membedakan orang-orang ini
dengan orang-orang percaya Perjanjian Lama yang lain. Disamping itu, Lazarus
juga langsung masuk surga (Luk 16:22), dan perlu dicamkan bahwa sebetulnya
cerita ini masih termasuk dalam Perjanjian Lama, karena Yesus belum mati dan
bangkit.
·
Bil 23:10 - “Siapakah yang
menghitung debu Yakub dan siapakah yang membilang bondongan-bondongan Israel? Sekiranya
aku mati seperti matinya orang-orang jujur dan sekiranya ajalku seperti ajal
mereka!”.
Bahwa Bileam
bisa menginginkan kematian orang jujur, itu menunjukkan bahwa orang jujur itu
pasti langsung masuk surga pada saat mati.
·
Maz 17:15 - “Tetapi aku, dalam kebenaran
akan kupandang wajahMu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas
dengan rupaMu”.
Banyak
penafsir menafsirkan bahwa kata ‘bangun’ di sini menunjuk pada
kematian, dimana orangnya akan ‘bangun di surga’ dan ia merasa puas
dengan rupa / wajah Tuhan.
·
Maz 49:14-16 - “Inilah jalannya
orang-orang yang percaya kepada dirinya sendiri, ajal orang-orang yang gemar
akan perkataannya sendiri. Sela Seperti domba mereka meluncur ke dalam dunia
orang mati, digembalakan oleh maut; mereka turun langsung ke kubur, perawakan
mereka hancur, dunia orang mati menjadi tempat kediaman mereka. Tetapi Allah
akan membebaskan nyawaku dari cengkeraman dunia orang mati, sebab Ia akan
menarik aku. Sela”.
KJV: ‘But
God will redeem my soul from the power of the grave: for he shall receive
me. Selah.’ (= Tetapi Allah akan menebus jiwaku dari kuasa kubur: karena
Ia akan menerima aku. Sela).
·
Maz 73:24,26 - “Dengan nasihatMu
Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan.
... Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap (= pada saat aku mati),
gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya”.
·
Amsal 14:32 - “Orang fasik
dirobohkan karena kejahatannya, tetapi orang benar mendapat perlindungan
karena ketulusannya”.
KJV: ‘The
wicked is driven away in his wickedness: but the righteous hath hope in his
death’ (= Orang jahat diusir dalam kejahatannya: tetapi orang benar
mempunyai pengharapan dalam kematiannya).
· Amsal
15:24 - “Jalan kehidupan orang berakal budi menuju ke atas, supaya
ia menjauhi dunia orang mati di bawah”.
Jadi
dengan ini saya menolak ajaran Andereas Samudera yang mengatakan bahwa para
orang kudus Perjanjian Lama, kecuali Henokh, Abraham, Musa, dan Elia, semua
masuk ke Hades dan menjadi tawanan perang Iblis, dan dijaga oleh Iblis (‘Dunia
Orang Mati’, hal 28,29,41,43). Saya berpendapat bahwa semua orang percaya
jaman Perjanjian Lama langsung masuk surga pada saat mereka mati.
d.
Cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), bukan hanya
menunjukkan bahwa orang percaya yang mati langsung masuk surga, tetapi juga
menunjukkan bahwa orang tidak percaya yang mati akan langsung masuk neraka.
Bacalah
cerita ini dan saudara akan melihat bahwa sekalipun orang kaya itu masih
mempunyai 5 saudara yang masih hidup, yang menandakan bahwa Yesus belum
datang untuk keduakalinya, tetapi ia sendiri sudah masuk ke alam maut /
Hades (ay 23), yang digambarkan sebagai tempat penderitaan dengan nyala api
(ay 23-25), sehingga jelas menunjuk pada neraka.
e.
Yudas 1:7 - “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya,
yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan
yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan
kepada semua orang”.
Perhatikan
bahwa di sini digunakan kata-kata ‘telah menanggung’ bukan ‘akan
menanggung’. Dalam bahasa Yunani digunakan kata upecousai
(HUPECHOUSAI), yang merupakan suatu ‘present participle’, sehingga
bisa diartikan ‘sedang mengalami / menanggung’.
Jadi, pada
saat Yudas menulis surat ini (abad pertama Masehi), orang-orang Sodom dan Gomora
itu sedang menanggung / mengalami siksaan api kekal / neraka. Dengan
demikian jelaslah bahwa orang jahat bukannya baru akan dimasukkan ke neraka pada
saat Yesus datang untuk keduakalinya.
f.
Dalam Wah 20:10 dikatakan: “dan Iblis, yang menyesatkan mereka,
dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi
palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”.
Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan dari ayat ini:
·
pada waktu Iblis dimasukkan ke neraka,
ternyata neraka itu tidak kosong, tetapi binatang dan nabi palsu itu sudah ada
di sana. Saya tidak ingin mempersoalkan kata ‘binatang’ itu menunjuk
kepada siapa, tetapi saya hanya ingin menekankan bahwa sudah ada manusia di
neraka sebelum Iblis dibuang ke sana pada akhir jaman.
·
Iblis baru akan masuk ke neraka pada akhir
jaman / kedatangan Yesus yang keduakalinya! Sekarang ini Iblis / setan tidak
ada di neraka ataupun di Hades tetapi ada di dunia untuk menggoda manusia (bdk.
Mat 8:29b - ‘Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’).
Karena itu
jangan percaya orang-orang yang mengatakan mengalami mujijat dibawa ke neraka,
dan melihat setan ada di sana, menyiksa orang-orang yang masuk ke neraka. Kitab
Suci jelas menyatakan bahwa pada saat ini setan belum masuk neraka, dan kalau
nanti pada akhir jaman ia masuk ke neraka, maka ia akan disiksa, bukan menyiksa!
Ada ayat yang
seolah-olah menunjukkan bahwa setan sekarang sudah di neraka, yaitu 2Pet 2:4
- “Sebab jikalau Allah tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat
dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian
menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari
penghakiman”.
Untuk
menafsirkan ayat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
*
Kata ‘neraka’ di sini
diterjemahkan dari kata bahasa Yunani TARTARUS yang hanya dipergunakan satu kali
ini saja dalam Kitab Suci. Karena itu sukar diketahui artinya secara pasti.
*
Bagian ini tidak boleh ditafsirkan
seakan-akan setan sudah masuk neraka, karena ini akan bertentangan dengan Mat 8:29
Mat 25:41 Wah 20:10 yang menunjukkan secara jelas bahwa saat ini
setan belum waktunya masuk neraka. Itu baru akan terjadi pada kedatangan Yesus
yang keduakalinya.
*
Disamping itu, kalau ditafsirkan bahwa setan
sudah masuk ke neraka, maka itu akan bertentangan dengan 2Pet 2:4 itu
sendiri, yang pada bagian akhirnya berbunyi: ‘dan dengan demikian
menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari
penghakiman’.
Jadi, mungkin
bagian ini hanya menunjukkan kepastian bahwa setan akan masuk neraka.
Sekarang saya
kembali akan memberikan beberapa kutipan untuk mendukung pandangan saya.
Westminster
Confession of Faith Chapter XXXII, no 1:
“The
bodies of men, after death, return to dust, and see corruption: but their souls,
which neither die nor sleep, having an immortal subsistence, immediately
return to God who gave them: the souls of the righteous, being then made
perfect in holiness, are received into the highest heavens, where they
behold the face of God, in light and glory, waiting for the full redemption of
their bodies. And the souls of the wicked are cast into hell, where they
remain in torments and utter darkness, reserved to the judgment of the great day.
Beside these two places, for souls separated from their bodies, the Scripture
acknowledgeth none” (= Tubuh-tubuh manusia, setelah kematian, kembali
menjadi debu, dan mengalami pembusukan: tetapi jiwa-jiwa mereka, yang tidak mati
ataupun tidur, karena mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati, langsung
kembali kepada Allah yang memberikan jiwa-jiwa itu: jiwa-jiwa dari orang
benar, pada saat itu disempurnakan dalam kekudusan, diterima ke dalam surga yang
tertinggi, dimana mereka memandang wajah Allah, dalam terang dan kemuliaan,
menunggu penebusan penuh dari tubuh-tubuh mereka. Dan jiwa-jiwa orang jahat
dibuang ke dalam neraka, dimana mereka tinggal dalam penyiksaan dan kegelapan
total, disimpan untuk penghakiman pada hari besar. Disamping kedua tempat ini,
untuk jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh-tubuh mereka, Kitab Suci tidak mengakui
ada tempat lain).
W. G. T.
Shedd: “there is no essential
difference between Paradise and Heaven. ... there is no essential difference
between Hades and Hell” (= tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus
dan surga. ... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dengan neraka) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594.
W. G. T.
Shedd: “The substance of the
Reformed view, then, is, that the intermediate state for the saved is Heaven
without the body, and the final state for the saved is Heaven with the body;
that the intermediate state for the lost is Hell without the body, and the final
state for the lost is Hell with the body. In the Reformed, or Calvinistic
eschatology, there is no intermediate Hades between Heaven and Hell, which the
good and evil inhabit in common. When this earthly existence is ended, the only
specific places and states are Heaven and Hell. Paradise is a part of Heaven;
Hades is a part of Hell” (= Maka, hakekat dari pandangan Reformed adalah
bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan
adalah Surga tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang diselamatkan adalah
Surga dengan tubuh; bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang
yang terhilang adalah Neraka tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang
terhilang adalah Neraka dengan tubuh. Dalam doktrin tentang akhir jaman Reformed
atau Calvinisme, tidak ada Hades di antara Surga dan Neraka, dimana orang baik
dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu keberadaan duniawi ini
berakhir, satu-satunya tempat dan keadaan adalah Surga dan Neraka. Firdaus
adalah suatu bagian dari Surga; Hades adalah suatu bagian dari Neraka) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 594-595.
Louis
Berkhof: “The Bible sheds very
little direct light on this subject. The only passage that can really come into
consideration here is the parable of the rich man and Lazarus in Luke 16, where
HADES denotes hell, the place of eternal torment. In addition to this direct
proof there is also an inferential proof. If the righteous enter upon their
eternal state at once, the presumption is that this is true of the wicked as
well” (= Alkitab memberikan sangat sedikit terang langsung pada subyek
ini. Satu-satunya text yang bisa betul-betul dipertimbangkan di sini adalah
perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16, dimana HADES menunjuk
kepada neraka, tempat penyiksaan kekal. Sebagai tambahan pada bukti langsung ini
juga ada bukti tak langsung. Jika orang benar masuk ke dalam keadaan kekal
mereka secara langsung, maka kita juga harus menganggap bahwa ini juga benar
bagi orang jahat) - ‘Systematic Theology’, hal 680.
Ada 2
keberatan tentang pandangan bahwa orang akan langsung masuk surga / neraka pada
saat mati:
·
Ada satu ayat yang kelihatannya menunjukkan
bahwa orang jahat tidak langsung masuk ke neraka pada saat mati, yaitu 2Pet 2:9
- “maka nyata, bahwa Tuhan tahu menyelamatkan orang-orang saleh dari
pencobaan dan tahu menyimpan orang-orang jahat untuk disiksa pada hari
penghakiman”.
Calvin:
“By this clause he shews that God so regulates his judgments as to bear
with the wicked for a time, but not to leave them unpunished. Thus he corrects
too much haste, by which we are wont to be carried headlong, especially when the
atrocity of wickedness grievously wounds us, for we then wish God to fulminate
without delay; when he does not do so, he seems no longer to be the judge of the
world. Lest, then, this temporary impunity of wickedness should disturb us,
Peter reminds us that a day of judgment has been appointed by the Lord; and
that, therefore, the wicked shall by no means escape punishment, though it be
not immediately inflicted. There is an emphasis in the word ‘reserve,’ as
though he had said, that they shall not escape the hand of God, but be held
bound as it were by hidden chains, that they may at a certain time be drawn
forth to judgment. ... he bids us to rely on the expectation of the last
judgment, so that in hope and patience we may fight till the end of life”
[= Dengan kalimat ini (yang saya garis bawahi) ia menunjukkan bahwa
begitu mengatur penghakimanNya sehingga bersabar terhadap orang jahat untuk
sementara waktu, tetapi tidak akan membiarkan mereka tidak dihukum. Demikianlah
ia membetulkan ketergesa-gesaan, dengan mana kita biasa terbawa, khususnya pada
waktu kekejaman / kekejian dari kejahatan melukai / menyakiti kita secara
menyedihkan, karena pada saat itu kita berharap Allah mengguntur tanpa
penundaan; dan pada waktu Ia tidak berbuat demikian, Ia kelihatannya bukan lagi
Hakim dunia ini. Supaya kebebasan sementara dari hukuman kejahatan ini tidak
mengganggu kita, Petrus mengingatkan kita bahwa suatu hari penghakiman telah
ditetapkan oleh Tuhan; dan karena itu orang jahat tidak bakal akan lolos dari
penghukuman., sekalipun penghukuman itu tidak langsung diberikan. Ada penekanan
pada kata ‘menyimpan’, seolah-olah ia berkata bahwa mereka tidak akan lolos
dari tangan Allah, tetapi seakan-akan diikat dengan rantai yang tersembunyi,
sehingga pada saat tertentu mereka bisa ditarik kepada penghakiman. ... ia
meminta kita untuk bersandar pada pengharapan tentang penghakiman akhir sehingga
dalam pengharapan dan kesabaran kita bisa bertempur sampai mati] - hal 400.
Dari
kata-kata Calvin ini kelihatannya ia memaksudkan bahwa Tuhan menyimpan
orang-orang jahat itu bukan pada saat mereka mati atau setelah mereka mati,
tetapi pada saat mereka hidup. Perhatikan bahwa:
*
ayat itu tidak mengatakan bahwa orang-orang
jahat itu sudah mati.
*
ay 9a membicarakan tentang orang-orang
saleh itu dalam keadaan hidup (karena mereka dicobai), maka ay 9b jelas
juga membicarakan orang-orang jahat itu dalam keadaan hidup.
Kesimpulan:
2Pet 2:9 tidak menentang pandangan bahwa orang jahat yang mati akan
langsung masuk neraka.
·
Kalau orang mati langsung masuk ke surga /
neraka secara langsung, apa gunanya penghakiman akhir jaman?
Ada 2
kemungkinan untuk menjawab pertanyaan ini:
*
Sebelum kedatangan Yesus yang keduakalinya,
yang masuk surga / neraka hanya jiwa / rohnya, dan itupun belum dengan pahala
dan hukuman yang seharusnya. Nanti pada saat Yesus datang keduakalinya, akan ada
kebangkitan daging / orang mati, dan penghakiman akhir jaman. Maka barulah jiwa
/ roh dipersatukan kembali dengan tubuh dan orang itu masuk surga / neraka
dengan pahala / hukuman yang seharusnya.
*
Penghakiman akhir jaman hanya merupakan
pengumuman resmi di hadapan semua malaikat dan manusia.
Louis
Berkhof: “It is sometimes
represented as if man’s eternal destiny depends upon a trial at the last day,
but this is evidently a mistake. The day of judgment is not necessary to reach a
decision respecting the reward or punishment of each man, but only for the
solemn announcement of the sentence, and for the revelation of the justice of
God in the presence of men and angels. The surprise of which some of the
passages give evidence pertains to the ground on which the judgment rests rather
than to the judgment itself” (= Kadang-kadang digambarkan seakan-akan
nasib kekal manusia tergantung pada penghakiman pada hari terakhir, tetapi ini
jelas merupakan suatu kesalahan. Hari penghakiman tidak perlu untuk mencapai
suatu keputusan mengenai pahala atau hukuman setiap orang, tetapi hanya untuk
pengumuman keputusan yang khidmat, dan untuk menyatakan keadilan Allah di
hadapan manusia dan malaikat. Kejutan yang diberikan oleh beberapa text
berkenaan dengan dasar dari penghakiman itu dan bukannya dengan penghakiman itu
sendiri) - ‘Systematic Theology’, hal 689.
Catatan:
ayat-ayat yang menunjukkan kejutan mungkin adalah ayat-ayat seperti Mat 7:22-23
Mat 25:37-39,44.
Louis
Berkhof: “Some regard the final
judgment as entirely unnecessary, because each man’s destiny is determined at
the time of his death. ... the underlying assumption on which this argument
proceeds, namely, that the final judgment is for the purpose of ascertaining
what should be the future state of man, is entirely erroneous. It will serve the
purpose rather of displaying before all rational creatures the declarative glory
of God in a formal, forensic act, which magnifies on the one hand His holiness
and righteousness, and on the other hand, His grace and mercy. Moreover, it
should be borne in mind that the judgment at the last day will differ from that
at the death of each individual in more than one respect. It will not be secret,
but public; it will not pertain to the soul only, but also to the body; it will
not have reference to a single individual, but to all men” (= Sebagian
orang menganggap bahwa penghakiman akhir sama sekali tidak perlu, karena nasib
setiap orang ditentukan pada saat kematiannya. ... anggapan yang mendasari
argumentasi ini, yaitu bahwa penghakiman akhir itu tujuannya untuk memastikan
keadaan yang akan datang dari manusia, adalah sepenuhnya salah. Penghakiman
akhir itu tujuannya adalah menunjukkan di hadapan semua makhluk rasionil
kemuliaan yang dinyatakan dari Allah dalam suatu tindakan formil / resmi dan
bersifat hukum / pengadilan, yang di satu sisi memuliakan kekudusan dan
kebenaranNya, dan di sini lain kasih karunia dan belas kasihanNya. Selain itu,
harus dicamkan bahwa penghakiman pada hari terakhir berbeda dengan penghakiman
pada kematian dari setiap individu dalam lebih dari satu hal. Itu tidak akan
terjadi secara rahasia, tetapi bersifat umum; itu tidak berkenaan dengan jiwa
saja, tetapi juga dengan tubuh; itu tidak berhubungan dengan satu individu saja,
tetapi dengan semua manusia) - ‘Systematic Theology’, hal 731.
2.
Setelah seseorang masuk ke surga / neraka, maka tidak bisa ada perubahan tempat.
Yang saya
maksudkan dengan tidak bisa ada perubahan tempat, adalah bahwa orang yang masuk
ke surga tidak bisa tahu-tahu pindah ke neraka, dan orang yang masuk ke neraka
tidak bisa pindah ke surga.
Apa dasar
dari pandangan ini?
·
Luk 16:26 - “Selain dari pada itu
di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka
yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ
kepada kami tidak dapat menyeberang”.
·
Kitab Suci mengatakan bahwa orang yang
percaya mendapatkan ‘hidup yang kekal’, sedangkan orang yang
tidak percaya mendapatkan ‘hukuman yang kekal’. Kalau bisa
pindah, tentu tidak akan disebutkan sebagai ‘kekal’.
Bahwa hukuman
di neraka bersifat kekal / tidak ada akhirnya digambarkan oleh:
*
‘api yang tidak terpadamkan’ (Mat 3:12b
Mark 9:43b,48).
*
‘api yang kekal’ (Mat 25:41
Yudas 7).
*
‘siksaan yang kekal’ (Mat 25:46).
*
‘ulat-ulatnya tidak akan mati’
(Mark 9:44,46,48).
*
‘siang malam tidak henti-hentinya’
(Wah 14:11).
*
‘siang malam sampai selama-lamanya’
(Wah 20:10).
William
G.T. Shedd: “Had Christ intended
to teach that future punishment is remedial and temporary, he would have
compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is
quenched, and not to an unquenchable fire” (= Andaikata Kristus bermaksud
untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersifat memperbaiki dan
bersifat sementara, Ia akan membandingkannya dengan ulat yang bisa mati, dan
bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa padam, dan
bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 681.
Saya ingin
memberikan beberapa kutipan kata-kata Spurgeon dari khotbahnya tentang Luk 16:26
yang diberi judul ‘The Bridgeless Gulf’ (= Jurang pemisah yang tidak
mempunyai jembatan).
Charles
Haddon Spurgeon: “Human ingenuity
has done very much to bridge great gulfs. Scarcely has the world afforded a
river so wide that its floods could not be overleaped; or a torrent so furious
that it could not be made to pass under the yoke. High above the foam of
Columbia’s glorious cataract, man has hung aloft his slender but substantial
road of iron, and the shriek of the locomotive is heard above the roar of
Niagara. This very week I saw the first chains which span the deep rift through
which the Bristol Avon finds its way at Clifton; man has thrown his suspension
bridge across the chasm, and men will soon travel where only that which hath
wings could a little while ago have found a way. There is, however, one gulf
which no human skill or engineering ever shall be able to bridge; there is one
chasm which no wing shall ever be able to cross; it is the gulf which divide the
world of joy in which the righteous triumph, from that land of sorrow in which
the wicked feel the smart of Jehovah’s sword. ... there is a great gulf fixed,
so that there can be no passage from the one world to the other” (=
Kepandaian manusia telah menjembatani banyak jurang besar. Hampir tidak ada
sungai yang begitu lebar yang tidak bisa diseberangi; atau aliran air yang deras
yang tidak bisa dilalui. Di atas air terjun Kolumbia, manusia telah menggantung
jalan dari besi, dan bunyi lokomotif terdengar di atas gemuruh Niagara. Minggu
yang baru lalu ini saya melihat rantai pertama membentang antara Bristol Avon
dan Clifton; manusia telah membuat jembatan menyeberangi jurang itu, sehingga
manusia segera bisa menyeberangi jurang yang dulunya hanya bisa diseberangi oleh
burung yang bersayap. Tetapi ada satu jurang yang tidak pernah bisa diseberangi
oleh kepandaian dan teknologi man/; ada satu jurang yang tidak pernah bisa
diseberangi oleh sayap manapun; itu adalah jurang yang memisahkan dunia sukacita
dalam mana orang-orang benar menang; dari tanah kesedihan dalam mana orang-orang
jahat merasakan tajamnya pedang Yehovah. ... disana terbentang suatu jurang yang
besar sehingga tidak bisa ada jalan dari satu dunia ke dunia yang lain) - ‘A
Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The
Parables of Our Lord’, hal 414.
Charles
Haddon Spurgeon: “The lost
spirits in hell are shut in for ever” (= Roh-roh yang terhilang dalam
neraka dikurung untuk selama-lamanya) - ‘A Treasury of Spurgeon on the
Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’,
hal 418.
Charles
Haddon Spurgeon: “You do not like
the house of God; you shall be shut out of it. You do not love the Sabbath; you
are shut out from the eternal Sabbath” (= Engkau tidak menyukai rumah
Allah; engkau akan dihalangi untuk memasukinya. Engkau tidak mencintai Sabat;
engkau dihalangi untuk memasuki Sabat yang kekal) - ‘A Treasury of
Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of
Our Lord’, hal 419-420.
Catatan:
kata-kata ini berhubungan dengan Ibr 4:1-11.
Charles
Haddon Spurgeon: “As nothing can
come from hell to heaven, so nothing heavenly can ever come to hell. ... Nay,
Lazarus is not permitted to dip the tip of his finger in water to administer the
cooling drop to the fire-tormented tongue. Not a drop of heavenly water can ever
cross that chasm. See then, sinner, heaven is rest, perfect rest - but there is
no rest in hell; it is labour in the fire, but no ease, no peace, no sleep, no
calm, no quiet; everlasting storm; eternal hurricane; unceasing tempest. In the
worst disease, there are some respites: spasms of agony, but then pauses of
repose. There is no pause in hell’s torments” (= Sebagaimana tidak ada
apapun yang bisa datang dari neraka ke surga, demikian juga tidak ada apapun
yang bisa datang dari surga ke neraka. ... Tidak, Lazarus tidak diijinkan untuk
mencelupkan ujung jarinya dalam air untuk memberikan tetesan penyejuk kepada
lidah yang disiksa oleh api. Tidak setetes air surgawipun bisa menyeberangi
jurang itu. Maka, lihatlah orang berdosa, surga adalah istirahat, istirahat yang
sempurna - tetapi tidak ada istirahat di neraka; itu merupakan pekerjaan berat
dalam api, tetapi tidak ada kesenangan, tidak ada damai, tidak ada tidur, tidak
ada ketenangan; yang ada adalah angin topan selama-lamanya, badai yang kekal,
angin ribut yang tidak henti-hentinya. Dalam penyakit yang terburuk, ada
istirahat, kekejangan dari penderitaan, tetapi lalu istirahat yang tenang.
Tetapi tidak ada istirahat dalam siksaan neraka) - ‘A Treasury of
Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of
Our Lord’, hal 421.
Charles
Haddon Spurgeon: “Heaven is the
place of sweet communion with God ... There is no communion with God in hell.
There are prayers, but they are unheard; there are tears, but they are
unaccepted; there are cries for pity, but they are all an abomination unto the
Lord” (= Surga adalah tempat persekutuan yang manis dengan Allah ... Tidak
ada persekutuan dengan Allah dalam neraka. Di sana ada doa-doa, tetapi mereka
tidak dijawab; ada air mata, tetapi tidak diterima; ada jeritan untuk belas
kasihan, tetapi semuanya merupakan sesuatu yang menjijikkan bagi Tuhan) - ‘A
Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, Vol III, ‘The
Parables of Our Lord’, hal 421.
Charles
Haddon Spurgeon: “heaven’s
blessings cannot cross from the celestial regions to the infernal prison-house.
No, it is sorrow without relief, misery without hope, and here is the pang of it
- it is death without end” (= berkat-berkat surgawi tidak bisa menyeberang
dari daerah surgawi ke rumah penjara neraka. Tidak, itu adalah kesedihan tanpa
keringanan, kesengsaraan tanpa pengharapan, dan inilah kepedihannya - itu adalah
kematian tanpa akhir) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of
Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
Charles
Haddon Spurgeon: “There is only
one thing that I know of in which heaven is like hell - it is eternal. ‘The
wrath to come, the wrath to come, the wrath to come,’ for ever and for ever
spending itself, and yet never being spent” (= Hanya ada satu hal yang
saya ketahui dimana surga itu seperti neraka, yaitu bahwa itu bersifat kekal.
‘Murka yang akan datang, murka yang akan datang, murka yang akan datang’
untuk selama-lamanya dan selama-lamanya menghabiskan dirinya sendiri, tetapi
tidak pernah habis) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of
Our Lord’, Vol III, ‘The Parables of Our Lord’, hal 422.
Kalau ada
saudara yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, renungkanlah
kata-kata Spurgeon yang mengerikan ini, dan cepatlah datang kepada Kristus
sebelum terlambat!
d)
Hubungan semua ini dengan ajaran Andereas Samudera.
Sekarang saya
akan menyimpulkan point a) - c) yang telah saya bahas di atas, dan
menghubungkannya dengan ajaran Andereas Samudera.
Kesimpulan
/ ringkasan dari point-point di atas ini adalah sebagai berikut:
·
Sheol / Hades kadang-kadang menunjuk pada
kuburan / keadaan kematian, dan kadang-kadang menunjuk pada neraka. Sheol /
Hades tidak pernah menunjuk pada tempat penantian.
·
Firdaus selalu menunjuk pada surga, tidak
pernah menunjuk pada tempat penantian.
·
orang mati akan langsung masuk ke surga
atau neraka, dan keadaan ini merupakan keadaan yang tetap, tidak bisa berubah.
Dengan
demikian dimana ada tempat bagi ajaran Andereas Samudera, yang memungkinkan
penginjilan terhadap orang yang sudah mati, pertobatan orang mati itu, dsb?
2) Pada saat Yesus mati, Ia naik ke surga dan tidak turun ke manapun.
Ini sesuai
dengan:
·
Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya:
‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama
dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
·
Luk 23:46 - “Lalu Yesus berseru
dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.’
Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya”.
Catatan:
kata ‘nyawa’ dalam ayat ini seharusnya adalah ‘roh’.
Dengan
demikian jelaslah bahwa pada saat Yesus mati, Ia tidak turun kemana-mana, baik
ke neraka, kerajaan maut ataupun tempat penantian, tetapi naik ke surga! Karena
itu penginjilan oleh Yesus di dunia orang mati, jelas merupakan omong kosong!
Tetapi, kalau
demikian, bagaimana dengan kata-kata ‘turun ke dalam Kerajaan Maut’
dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli?
Hal-hal yang
perlu diketahui tentang kalimat ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’
ini:
a)
Ayat-ayat Kitab Suci yang sering dipakai (secara salah) sebagai dasar
dari doktrin ini:
1.
Ef 4:9 - “Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah
turun ke bagian bumi yang paling bawah?”.
‘Bagian
bumi yang paling bawah’ sering
diartikan sebagai HADES. Tetapi penafsiran ini sangat meragukan karena dalam Ef 4:9
ini Paulus hanya berargumentasi bahwa Kristus bisa naik (ke surga) karena Ia
telah turun / berinkarnasi (bdk. Yoh 3:13 - “Tidak ada seorangpun yang
telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu
Anak Manusia”). Jadi ‘bagian bumi yang paling bawah’ harus
diartikan sekedar sebagai ‘bumi’ (seperti dalam Maz 139:15).
Dengan demikian Ef 4:9 berarti: ‘Kristus bisa naik ke surga karena Ia
sudah berinkarnasi’. Karena itu Ef 4:9 ini sebetulnya sama sekali
tidak berbicara tentang turunnya Kristus ke HADES / neraka.
Dengan
demikian jelas bahwa Ef 4:8 - “Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik
ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian
kepada manusia.’”, tidak bisa diartikan untuk menunjuk kepada pembebasan
orang-orang percaya jaman Perjanjian Lama dari Hades, seperti yang dikatakan
oleh Andereas Samudera.
Ef 4:8 ini
adalah kutipan dari Maz 68:19. Maz 68 adalah nyanyian kemenangan. Paulus
mengutip dan menerapkannya kepada Kristus karena kenaikan Kristus ke surga
memang adalah suatu kemenangan.
2.
1Pet 3:18-20.
Di depan
sudah saya bahas bahwa arti ayat ini adalah bahwa Roh Ilahi Yesus (Logos)
memberitakan Injil melalui Nuh, pada jaman sebelum air bah, kepada orang-orang
yang hidup pada saat itu. Jadi, orang-orang itu masih hidup pada saat
diinjili, tetapi pada waktu Petrus menuliskan suratnya ini, mereka sudah
mati dan karena itu disebutkan sebagai ‘roh-roh yang di dalam penjara’.
Jadi, ayat
ini tidak mengajarkan bahwa Yesus turun ke Hades / dunia orang mati dan
melakukan penginjilan terhadap orang mati!
3.
Maz 16:10 - “sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang
mati, dan tidak membiarkan Orang KudusMu melihat kebinasaan”.
Kata ‘menyerahkan’
merupakan terjemahan yang salah.
RSV: ‘give
... up’ (= menyerahkan). Ini sama salahnya!
KJV: ‘leave’
(= meninggalkan).
NIV/NASB: ‘abandon’
(= meninggalkan).
Catatan:
kesalahan yang sama juga terjadi dalam Kis 2:27, yang merupakan kutipan
dari Maz 16:10 ini. Tetapi anehnya dalam Kis 2:31b, yang juga merupakan
kutipan dari Maz 16:10, terjemahan Kitab Suci Indonesia benar.
Orang-orang
tertentu menafsirkan bahwa Maz 16:10 / Kis 2:27 menunjukkan bahwa ‘Roh
/ jiwa Kristus ada di neraka / HADES sebelum kebangkitanNya’. Tetapi ini
jelas merupakan penafsiran yang salah, karena apa yang diajarkan oleh ayat ini
hanyalah bahwa ‘Kristus tidak dibiarkan dalam kuasa maut / kuburan’.
Bandingkan dengan Kis 2:27-31 dan Kis 13:34-35 dimana Maz 16:10 ini
dikutip untuk membuktikan kebangkitan Kristus. Jadi, kata SHEOL dalam Maz 16:10
dan kata Hades dalam Kis 2:31
(kedua-duanya diterjemahkan ‘dunia orang mati’), kedua-duanya harus
diartikan sebagai ‘kuburan’ atau ‘keadaan kematian’. Baik
dalam Maz 16:10 maupun Kis 2:31, NIV menterjemahkan dengan kata ‘grave’
(= kuburan).
Jadi
lagi-lagi terlihat bahwa ayat inipun tidak ada hubungannya dengan turunnya
Kristus ke HADES / neraka.
b)
Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata ‘turun ke HADES / kerajaan
maut’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli ini:
1.
Berdasarkan arti dari kata HADES di atas, dimana HADES bisa menunjuk pada ‘keadaan
kematian’ atau ‘kuburan’, maka ada orang yang beranggapan bahwa
‘turun ke HADES’ berarti ‘turun ke dalam keadaan kematian’
atau ‘turun ke kuburan’.
Keberatan
terhadap penafsiran ini:
Penafsiran
ini tak cocok dengan kontex dari 12 Pengakuan Iman Rasuli. Dalam 12 Pengakuan
Iman Rasuli itu sudah dikatakan bahwa Kristus ‘menderita di bawah
pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan’.
Kalau kalimat selanjutnya yaitu ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’
diartikan sebagai ‘turun ke dalam keadaan kematian’ atau ‘turun
ke kuburan’, maka ini merupakan suatu pengulangan yang tidak perlu. Lebih
dari itu, kalimat yang tadinya sudah jelas, sekarang diulangi secara kabur /
tidak jelas.
2.
Ada juga yang beranggapan bahwa Kristus benar-benar turun ke neraka untuk
mengalami siksaan neraka untuk menebus dosa kita.
Keberatan
terhadap penafsiran ini:
·
antara kematian dan kebangkitanNya, tubuh
Kristus ada dalam kuburan dan roh / jiwaNya ada di surga (Luk 23:43,46). Karena
itu, baik tubuh maupun jiwa / roh dari manusia Yesus Kristus tidak
mungkin turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka tersebut.
·
sesaat sebelum kematianNya, Yesus berkata ‘Sudah
selesai’ (Yoh 19:30). Ini menunjukkan bahwa penderitaan aktifNya
untuk menanggung hukuman dosa umat manusia sudah selesai. Kalau ternyata Ia
masih harus turun ke neraka dan memikul hukuman kita lagi di dalam neraka, maka
seharusnya tadi Ia berteriak ‘Belum selesai’, bukannya ‘Sudah
selesai’.
3.
Roma Katolik:
Sesudah mati,
Kristus pergi ke LIMBUS PATRUM (= tempat penantian dimana orang-orang suci jaman
Perjanjian Lama menantikan kebangkitan Kristus), menyampaikan Injil kepada
mereka dan lalu membawa mereka ke surga.
Dasar Kitab
Suci yang dipakai adalah Maz 107:16 Zakh 9:11.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
ayat-ayat itu ditafsirkan out of context
(= keluar dari kontexnya). Bacalah seluruh kontex dari ayat-ayat itu dan saudara
akan melihat bahwa baik Maz 107:16 maupun Zakh 9:11 menunjuk pada
pembebasan / pertolongan yang Allah lakukan terhadap orang yang tadinya
mengalami penderitaan sebagai hukuman dosa mereka. Jadi, ayat-ayat ini sama
sekali tak ada hubungannya dengan Kristus turun ke neraka / Hades / Limbus
Patrum.
·
orang suci jaman Perjanjian Lama itu adalah
orang percaya; lalu mengapa mesti diinjili lagi?
·
ini bertentangan dengan 2Raja 2:11 yang
menyatakan bahwa Elia naik ke surga, bukan pergi ke Limbus Patrum.
·
apa perlunya Kristus pergi ke sana? Kalau
hanya untuk membebaskan mereka, Kristus tidak perlu pergi ke sana. Ia bisa
membebaskan mereka dari surga (bandingkan dengan cerita tentang perwira dan
Yesus dalam Mat 8:7-10, dimana perwira itu percaya bahwa tanpa datang ke
rumahnyapun Yesus bisa menyembuhkan hambanya yang sakit itu).
4.
Lutheran:
‘Turun ke
HADES’ dianggap sebagai tahap pertama dari pemuliaan Kristus. Kristus turun ke
HADES untuk menyelesaikan kemenanganNya atas setan dan untuk menyampaikan
hukuman mereka.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
tidak ada dasar Kitab Sucinya.
·
pemuliaan Kristus baru dimulai pada saat
Kristus bangkit.
·
agak sukar membayangkan bahwa kata ‘turun’
bisa menunjuk pada ‘pemuliaan Kristus’.
5.
The church of England:
Tubuh Kristus
ada di kuburan, tetapi roh / jiwaNya pergi ke HADES, atau, lebih khusus lagi, ke
Firdaus, tempat penantian dari roh orang-orang benar dan memberi penjelasan
tentang kebenaran.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
tak ada dasar Kitab Sucinya.
·
orang benar yang sudah mati tak perlu diajar
lagi.
·
Firdaus bukanlah tempat penantian
orang benar, tetapi Firdaus jelas adalah surga. Ini sudah saya bahas di depan.
6.
Calvin:
‘Turun
ke neraka’ menunjukkan penderitaan
rohani yang dialami oleh Kristus. Calvin berkata bahwa 12 Pengakuan Iman Rasuli
itu mula-mula menunjukkan penderitaan Kristus yang terlihat oleh manusia (yaitu
menderita, disalibkan, mati, dikuburkan), dan setelah itu 12 Pengakuan Iman
Rasuli itu melanjutkan dengan menunjukkan penderitaan Kristus secara rohani,
yang tidak terlihat oleh manusia. Ini terjadi pada saat Ia berteriak: ‘ELI,
ELI, LAMA SABAKHTANI?’ (Mat 27:46).
Dengan
demikian jelas bahwa Calvin tidak mempercayai bahwa antara kematian dan
kebangkitanNya, Kristus betul-betul turun ke neraka atau HADES atau tempat
manapun. Antara kematian dan kebangkitanNya, roh / jiwa dari manusia Yesus pergi
ke surga (sesuai dengan kata-kataNya dalam Luk 23:43,46), sedangkan tubuh
manusia Yesus ada di kuburan.
7.
Ada juga orang Reformed yang menganggap bahwa ‘turun ke neraka / Kerajaan
Maut’ berarti bahwa Yesus ada dalam kuasa maut sampai hari yang ke 3.
‘Westminster
Confession of Faith’, chapter VIII, 4
berbunyi sebagai berikut:
“...
was crucified, and died, was buried, and remained under the power of death,
yet saw no corruption. On the third day He arose from the dead ...”
(= ... disalibkan, dan mati, dan dikuburkan, dan tetap ada di bawah kuasa
kematian, tetapi tidak menjadi rusak / busuk. Pada hari ketiga Ia bangkit
dari antara orang mati ...).
Sama seperti
penafsiran Calvin, pandangan yang inipun tidak mempercayai bahwa Yesus
betul-betul turun ke neraka / HADES.
Saya sendiri
condong pada pandangan Calvin.
Ada satu ayat
yang kelihatannya menentang apa yang saya ajarkan, yaitu bahwa antara kematian
dan kebangkitanNya Yesus naik ke surga. Ayat itu adalah Yoh 20:17, dimana
setelah kebangkitanNya, Yesus berkata kepada Maria: “Janganlah engkau
memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa”.
Ini dijadikan
dasar untuk mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus tidak /
belum naik ke surga.
Penjelasan
tentang ayat ini:
·
Yoh 20:17 ini tidak boleh ditafsirkan
bertentangan dengan Luk 23:43,46 yang jelas menunjukkan bahwa antara kematian
dan kebangkitanNya, Yesus naik ke surga.
·
Adalah sesuatu yang tidak masuk akal kalau
Yesus melarang Maria memegang (dalam arti menyentuh) Dia, karena dalam Mat 28:9
dan Yoh 20:27 Ia mengijinkan diriNya untuk dipegang. Karena itu, kata ‘memegang’
dalam Yoh 20:17 seharusnya diartikan ‘memegang erat-erat / menahan /
nggandoli’. Bandingkan dengan terjemahan NASB yang mengatakan ‘Stop
clinging to Me’ (= berhentilah berpegang teguh kepadaKu), dan juga
terjemahan NIV yang mengatakan ‘Do not hold on to Me’ (= jangan
berpegang erat-erat kepadaKu).
·
Selanjutnya, kata-kata ‘Aku belum pergi
kepada Bapa’ dalam Yoh 20:17a itu, tidak menunjuk ke belakang pada saat
antara kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi menunjuk ke depan pada hari
kenaikanNya ke surga. Ini terlihat dengan jelas dari Yoh 20:17b yang
berbunyi ‘sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada
AllahKu dan Allahmu’, kata ‘pergi’ ini jelas menunjuk pada
kenaikanNya ke surga.
Jadi
kesimpulannya, arti dari Yoh 20:17 adalah: janganlah nggandoli / menahan
Aku; Aku tidak bisa selama-lamanya di bumi ini, karena Aku harus pergi kepada
Bapa / naik ke surga.
Rupa-rupanya
Yesus tahu akan isi hati Maria yang begitu mencintai Dia, sehingga ingin menahan
Dia terus menerus dan tidak mau berpisah lagi dengan Yesus. Tetapi Yesus tahu
bahwa Ia tidak bisa selama-lamanya bersama dengan Maria secara jasmani, karena
Ia harus naik ke surga. Karena itulah Ia lalu mengucapkan Yoh 20:17 ini.
Dengan
demikian jelaslah bahwa Yoh 20:17 ini tidak bisa dijadikan dasar untuk
mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak / belum naik ke
surga.
3) Semua manusia akan dihakimi berdasarkan apa yang ia lakukan dalam tubuhnya.
2Kor 5:10 - “Sebab
kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang
memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam
hidupnya ini, baik ataupun jahat”.
Perhatikan
kata-kata yang saya garis bawahi itu, yang diterjemahkan secara berbeda oleh
Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV: ‘in
his body’ (= dalam tubuhnya).
RSV/NIV/NASB:
‘in the body’ (= dalam tubuh).
Dalam bahasa
Yunani memang digunakan kata SOMA, yang artinya adalah ‘tubuh’.
Ini ayat
yang sangat jelas dan kuat dalam persoalan ini. Penghakiman Kristus nanti
tergantung hanya pada apa yang dilakukan seseorang dalam hidupnya / dalam
tubuhnya, bukan pada apa yang dilakukannya setelah ia mati / ada di luar
tubuhnya.
Jadi, seandainya
penginjilan terhadap orang mati itu memungkinkan untuk dilakukan, dan seandainya
orang mati itu bisa bertobat dan percaya kepada Yesus, itu tetap tidak akan
diperhitungkan dalam penghakiman akhir jaman. Yang diperhitungkan hanyalah
tindakan-tindakannya selama ia berada dalam tubuhnya.
Hal ini
terlihat dengan jelas dari cerita tentang Lazarus dan orang kaya dalam Luk
16:19-31. Dalam cerita itu jelas sekali bahwa orang kaya itu menyesal, tetapi
penyesalan itu sama sekali tidak berguna, karena itu merupakan tindakan yang
terjadi setelah kematiannya / di luar tubuh!
Illustrasi:
kalau seseorang menghadapi ujian, maka ia mempunyai waktu untuk belajar dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian tersebut. Kalau ternyata ia
menyia-nyiakan kesempatan itu, dan baru menyesal akan kemalasannya, dan mulai
rajin belajar setelah ujian, maka penyesalan dan kerajinannya itu tidak akan
mempengaruhi nilai ujiannya, karena semua itu terjadi setelah ujian. Apa yang
mempengaruhi nilai ujiannya hanyalah apa yang ia lakukan sebelum ujian!
‘Masa
belajar’ bagi kita adalah hidup yang
sekarang ini. Apapun yang kita lakukan dalam hidup ini mempengaruhi hidup yang
akan datang. Tetapi apapun yang kita lakukan setelah kita mati, tidak akan
mempengaruhi ‘nilai ujian’ kita!
Charles
Hodge: “According to the
Scriptures and the faith of the Church, the probation of man ends at death”
(= Menurut Kitab Suci dan iman Gereja, masa percobaan / ujian manusia berakhir
pada kematian) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 725.
Louis
Berkhof: “It (Scripture)
also invariably represents the coming final judgment as determined by the things
that were done in the flesh, and never speaks of this as dependent in any way on
what occurred in the intermediate state” [= Itu (Kitab Suci)
juga selalu menunjukkan / menggambarkan bahwa penghakiman akhir yang mendatang
itu ditentukan oleh hal-hal yang dilakukan dalam daging, dan tidak pernah
berbicara tentang hal ini sebagai tergantung dengan cara apapun pada apa yang
terjadi dalam intermediate state (keadaan antara kematian dan kebangkitan)]
- ‘Systematic Theology’, hal 693.
Calvin:
“it is an indubitable doctrine of Scripture, that we obtain not
salvation in Christ except by faith; then there is no hope left for those who
continue to death unbelieving” (= merupakan suatu doktrin / ajaran yang
sudah pasti dari Kitab Suci, bahwa kita tidak mendapat keselamatan dalam Kristus
kecuali oleh iman; maka tidak ada pengharapan yang tersisa untuk mereka yang
terus tidak percaya sampai mati) - hal 113.
4) Kitab Suci menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil akan binasa / masuk neraka.
Mari kita
menyoroti beberapa ayat:
a)
Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti
dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa
untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap
hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan
menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Bagian akhir
ayat ini diterjemahkan secara lebih baik dan lebih hurufiah oleh NIV: ‘I
will hold you accountable for his blood’ (= Aku akan menganggap
engkau bertanggung jawab untuk darahnya).
Kalau memang
orang bisa mendengar Injil setelah mati, mengapa Yeh 3:18 itu mengatakan:
·
bahwa orang itu mati dalam kesalahan /
dosa?
·
bahwa Tuhan akan menuntut pertanggungan jawab
tentang darah orang itu kepada kita yang tidak memperingatkan orang itu?
b)
Ro 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan
binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat
akan dihakimi oleh hukum Taurat”.
Kalau orang
yang tidak mempunyai hukum Taurat dikatakan ‘akan binasa tanpa hukum
Taurat’ (artinya ia tidak akan dihakimi berdasarkan hukum Taurat, tetapi
dihakimi berdasarkan suara hati / hati nurani mereka - bdk. Ro 2:14-15.
Tetapi mereka tetap akan binasa), maka bisalah disimpulkan bahwa orang yang
tidak mempunyai Injil atau tidak pernah mendengar Injil akan binasa tanpa Injil
(artinya mereka tidak akan dihakimi berdasarkan Injil, tetapi mereka tetap akan
binasa).
c)
Ro 10:13-15 - “Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan
diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak
percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak
mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada
yang memberitakanNya?”.
Text ini
memberikan suatu rangkaian: orang yang berseru kepada Tuhan akan selamat, tetapi
bagaimana bisa berseru kalau tidak percaya, dan bagaimana bisa percaya kalau
tidak pernah mendengar, dan bagaimana bisa mendengar kalau tidak ada yang
memberitakan? Kalau rangkaian ini dibalik, maka akan didapatkan: kalau tidak ada
yang memberitakan, maka orangnya tidak bisa mendengar. Kalau orangnya tidak
mendengar, ia tidak bisa percaya. Kalau ia tidak percaya, ia tidak bisa berseru.
Dan kalau ia tidak berseru maka ia tidak bisa selamat. Jadi kalau tidak ada yang
memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa selamat!
Jadi, semua
ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil
akan mati dalam dosanya. Dan 3 ayat ini merupakan jawaban saya atas kata-kata
sembrono dari Andereas Samudera di bawah ini.
Andereas
Samudera: “Mereka yang kukuh
mengatakan bahwa Injil hanya untuk orang hidup saja dan tak ada kesempatan lagi
bagi mereka di alam maut, tak bisa mendukung pendapatnya dengan satu ayatpun!”
- ‘Dunia Orang Mati’, hal 50.
5) Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa tidak mungkin ada penginjilan dalam dunia orang mati.
Ayub 7:9-10 -
“Sebagaimana awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang
turun ke dalam dunia orang mati tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali
ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya”.
Pengkhotbah
9:5-6 - “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi
orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan
kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan
mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian
mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari”.
Kedua ayat di
atas ini jelas sekali bertentangan dengan pandangan bahwa roh orang mati masih
bisa gentayangan dalam dunia ini, merasuk orang hidup dan sebagainya, seperti
yang diajarkan oleh Andereas Samudera.
Maz 88:11-13
- “Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit
untuk bersyukur kepadaMu? Sela. Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan
kesetiaanMu di tempat kebinasaan? Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam
kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.
Yes 38:18-19
- “Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut
tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak
menanti-nanti akan kesetiaanMu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang
mengucap syukur kepadaMu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan
kesetiaanMu kepada anak-anaknya”.
Kedua ayat di
atas ini menunjukkan bahwa tidak mungkin ada penginjilan terhadap orang mati.
Tetapi
rupa-rupanya ayat-ayat ini sudah diantisipasi oleh Andereas Samudera, dan ia
memberikan jawaban terhadap 3 dari 4 ayat di atas.
a) Tentang Ayub 7:9-10.
Andereas Samudera: “Kitab Ayub adalah kitab tertua dari
kumpulan Alkitab kita. Kitab ini sudah ada sebelum Musa mulai menuliskan kelima
kitab Tauratnya. Jaman Ayub hidup, belum pernah terjadi mujizat-mujizat
kebangkitan orang mati seperti jaman Elia dan Elisa. Jangan heran bila Ayub
membuat pernyataan tentang dunia orang mati seperti ini:
Ayub 7:9-10 - Sebagaimana awan lenyap
dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati
tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal
lagi oleh tempat tinggalnya.
Ayat ini sering jadi pedoman bagi
mereka-mereka yang menolak kenyataan bahwa orang-orang mati suka datang
menampakkan diri kepada orang hidup, terutama kepada kerabat dekatnya.
Kitab Ayub pasti ditulis oleh seorang
penulis yang melihat di dunia roh, karena ia tahu dengan tepat apa yang terjadi
di atas sana, ketika Tuhan bercakap-cakap dengan Setan untuk mengikhtiarkan
malapetaka Ayub yang berturut-turut. Tetapi Ayub sendiri tak menyadari apa yang
terjadi di atas sana. Akibatnya ia bertele-tele dan berbantah-bantah dengan
ketiga temannya: Elifas, Bildad dan Zofar, sampai berpasal-pasal, yakni dari
pasal 4 sampai dengan pasal 37 - tiga puluh empat pasal banyaknya - berbicara
tentang nasibnya, perbuatan Allah, tuduh-menuduh dan membela dirinya
berlarut-larut.
Pada akhirnya ketika Tuhan
menampakkan diriNya di dalam badai di hadapan Ayub, (Ayub pasal 38 sd. 42), terpaksa
Ayub menarik semua perkataannya.
Ayub 42:1-6 - Maka jawab Ayub kepada TUHAN: ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan
segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal. FirmanMu: Siapakah dia yang
menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian
aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak
kuketahui. FirmanMu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan
menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku
mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh
sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan
abu. (garis bawah dari Andereas Samudera)
Jadi nyata bahwa penulis kitab Ayub
menuliskan kisah seorang yang menderita karena tindakan-tindakan di alam roh
yang dikerjakan setan atas persetujuan Allah dan menggambarkan bagaimana reaksi
orang itu bila tak tahu apa yang terjadi di alam roh. Kata-kata Ayub tentang
dunia roh bukan referensi yang dapat anda pakai untuk mengenal alam roh dengan
benar. Akhirnya Ayub mengaku di hadapan Tuhan bahwa ia telah bercerita
tentang hal-hal yang ia sendiri tak ketahui dan mencabut semua perkataannya dihadapan Allah.
Kalau Ayub mencabutnya, jangan sekali-kali anda memegangnya sebagai pedoman!
Pasti salah juga!” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 102-103.
Jawaban balik dari saya:
1. Ada kemungkinan
bahwa Kitab Ayub ditulis oleh Ayub sendiri.
Andereas Samudera secara sembarangan membedakan Ayub dan penulis kitab
Ayub, dengan alasan bahwa Ayub tidak tahu apa yang terjadi di alam roh,
sedangkan penulis kitab Ayub itu mengetahui semua itu. Tetapi tidak mungkinkah
bahwa Ayub sendiri, yang mula-mula memang tidak tahu akan apa yang terjadi
antara Tuhan dan setan, belakangan mengetahui hal itu atau diberi tahu oleh
Tuhan tentang hal itu dan lalu menuliskannya?
Memang harus diakui bahwa para penafsir tidak bisa memastikan siapa
penulis kitab Ayub ini, dan bahkan ada yang memastikan bahwa penulisnya
bukanlah Ayub sendiri. Tetapi ada juga yang menganggap bahwa Ayublah penulis
kitab Ayub ini, seperti yang ditunjukkan oleh kutipan-kutipan di bawah ini.
Barnes’ Notes: “Lowth, Magee, Prof. Lee. and many others, regard it as
the work of Job himself. ... Herder ... supposes that it was written by some
ancient Idumean, probably Job himself” (= Lowth, Magee,
Prof. Lee. dan banyak yang lain, menganggapnya sebagai pekerjaan Ayub sendiri.
... Herder ... menganggap bahwa kitab ini ditulis oleh seorang Idumea kuno,
mungkin Ayub sendiri) - hal xv-xvi (Introduction).
Albert Barnes sendiri (penulis dari Barnes’ Notes) setelah membahas
panjang lebar tentang siapa penulis dari kitab Ayub ini, akhirnya menyimpulkan
sebagai berikut:
“It seems to me, therefore, that by this
train of remarks, we are conducted to a conclusion attended with as much
certainty as can be hoped for in the nature of the case, that the work was
composed by Job himself in the period of rest and prosperity which succeeded
his trials” (= Karena itu, terlihat bagi saya, bahwa
oleh sederetan komentar / pernyataan ini, kita dipimpin pada suatu kesimpulan
yang disertai dengan kepastian sebanyak yang bisa diharapkan dalam kasus
seperti itu, bahwa pekerjaan / kitab itu disusun / ditulis oleh Ayub sendiri
pada masa istirahat / ketenangan dan kemakmuran yang terjadi setelah
pencobaan-pencobaannya) - hal xxvii (Introduction).
Pulpit Commentary: “The most ingenious of the conjectures put forward is
that of Dr. Mill and Professor Lee, who think that Job himself put the
discourses into a written form, ... the theory of Dr. Mill and Professor Lee,
though unproved, is probably the nearest approach to the truth that can be made
at the present day” (= Dugaan yang paling cerdik yang diajukan
adalah dugaan dari Dr. Mill dan Profesor Lee, yang menganggap bahwa Ayub
sendiri yang menjadikan pembicaraan-pembicaraan itu ke dalam suatu bentuk
tulisan, ... teori dari Dr. Mill dan Profesor Lee, sekalipun tidak dibuktikan,
mungkin merupakan pendekatan yang paling dekat dengan kebenaran yang bisa
dibuat pada jaman ini) - hal xvi (Introduction).
Matthew Poole: “The penman of this book is not certainly known, ... But
most probably it was either, 1. Job himself, who was most capable of
giving this exact account; who as in his agony he wished that his words and
carriage were written in a book, chap. 19:23,24, so possibly, when he was
delivered from it, he satisfied his own and others’ desires therein. Only what
concerns his general character, chap. 1:1, and the time of his death, chap.
42:16,17, was added by another hand; the like small additions being made in
other books of Scripture” [= Penulis dari kitab ini tidak diketahui
dengan pasti, ... Tetapi yang paling memungkinkan adalah bahwa ia adalah
1. Ayub sendiri, yang paling mampu untuk memberikan laporan / cerita yang
tepat / persis / seksama; yang pada waktu ada dalam penderitaannya berharap
bahwa kata-kata dan sikapnya dituliskan dalam sebuah kitab (19:23,24), dan
karena itu mungkin sekali pada waktu ia sudah dibebaskan darinya, ia memuaskan
keinginan dirinya sendiri maupun orang lain dalam hal itu. Hanya apa yang
berkenaan dengan sifat-sifatnya secara umum (1:1), dan saat kematiannya (42:16,17),
ditambahkan oleh tangan / penulis yang lain; tambahan-tambahan kecil yang
serupa juga dibuat dalam kitab-kitab lain dari Kitab Suci] - hal 921.
2. Kata-kata Ayub
dalam Ayub 7:9-10 merupakan suatu hukum yang bersifat umum.
Ayub 7:9-10 - “Sebagaimana awan lenyap dan melayang
hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam dunia orang mati tidak akan
muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya, dan tidak dikenal lagi oleh
tempat tinggalnya”.
Kata-kata seperti ini ia ucapkan beberapa kali, seperti dalam:
·
Ayub 10:21 - “sebelum
aku pergi, dan tidak kembali lagi, ke negeri yang gelap dan kelam pekat”.
NIV: ‘before I go to the place of
no return’ (= sebelum aku pergi ke tempat yang tidak memungkinkan kembali).
·
Ayub 14:12,14 - “demikian
juga manusia berbaring dan tidak bangkit lagi, sampai langit hilang
lenyap, mereka tidak terjaga, dan tidak bangun dari tidurnya. ... Kalau
manusia mati, dapatkah ia hidup lagi? Maka aku akan menaruh harap selama
hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku”.
·
Ayub 16:22 - “Karena
sedikit jumlah tahun yang akan datang, dan aku akan menempuh jalan, dari mana
aku tak akan kembali lagi”.
NIV: ‘Only a few years will pass
before I go on the journey of no return’ (= Hanya beberapa tahun akan
berlalu sebelum aku pergi dalam perjalanan yang tidak memungkinkan untuk
kembali).
Semua kata-kata di atas itu ia ucapkan hanya sebagai hukum yang
bersifat umum, dan karena itu maka kata-kata itu tidak boleh dihubungkan
dengan kebangkitan orang mati, yang merupakan suatu perkecualian. Mengapa?
Karena kalau bagian yang bersifat perkecualian dihubungkan dengan ayat-ayat
yang berlaku secara umum, maka pasti terjadi kekacauan. Misalnya Ibr 9:27
mengatakan: “manusia ditetapkan untuk mati hanya satu
kali saja”. Ini merupakan hukum yang bersifat umum,
atau dengan kata lain, pada umumnya berlaku hukum ini. Ayat ini tidak cocok
dengan orang mati yang dibangkitkan, yang tentu saja suatu hari akan mati lagi
(untuk keduakalinya). Apakah Andereas Samudera berani mengatakan bahwa penulis
surat Ibrani itu juga tidak pernah mendengar tentang kebangkitan orang mati?
3. Kata-kata Ayub
dalam Ayub 7:9-10 tidak berarti bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan
orang mati.
Karena kata-kata Ayub dalam Ayub 7:9-10 itu hanyalah merupakan hukum
yang bersifat umum, maka itu sama sekali tidak berarti bahwa Ayub tidak
mempercayai bahwa Allah bisa membangkitkan orang mati.
Bandingkan dengan kata-kata Ayub di bawah ini:
·
Ayub 9:5-10 - “Dialah
yang memindahkan gunung-gunung dengan tidak diketahui orang, yang
membongkar-bangkirkannya dalam murkaNya; yang menggeserkan bumi dari tempatnya,
sehingga tiangnya bergoyang-goyang; yang memberi perintah kepada matahari,
sehingga tidak terbit, dan mengurung bintang-bintang dengan meterai; yang
seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang
laut; yang menjadikan bintang Biduk, bintang Belantik, bintang Kartika, dan
gugusan-gugusan bintang Ruang Selatan; yang melakukan perbuatan-perbuatan
besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya”.
Ini menunjukkan bahwa Ayub mempercayai kemahakuasaan Allah, sehingga bisa
melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga dan keajaiban-keajaiban
yang tidak terbilang banyaknya. Masakan ia tidak percaya bahwa Allah bisa
membangkitkan orang mati?
·
Ayub 19:26-27 - “Juga
sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah,
yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikanNya
dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu”.
Ini jelas menunjukkan kepercayaan Ayub terhadap kebangkitan orang mati!
Memang mungkin sekali yang dimaksud di sini adalah kebangkitan orang mati pada
akhir jaman. Tetapi kalau Ayub bisa percaya bahwa pada akhir jaman Allah
bisa membangkitkan orang mati, mungkinkah ia tidak percaya bahwa pada saat
itupun Allah bisa membangkitkan orang mati?
4. Seseorang tidak harus
melihat dahulu baru bisa percaya!
Andereas Samudera mengatakan bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan
orang mati, karena pada jamannya hal itu belum pernah terjadi. Apakah
orang yang imannya begitu hebat seperti Ayub harus melihat dahulu baru percaya,
sama seperti Tomas (bdk. Yoh 20:24-29)?
Dalam persoalan ini perlu diingat bahwa Abraham, yang jelas juga hidup
sebelum ada kebangkitan orang mati, bahkan mungkin sekali sebelum jaman Ayub,
bisa percaya akan kebangkitan orang mati, seperti yang dikatakan dalam
Ibr 11:17-19 - “Karena iman maka Abraham, tatkala ia
dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela
mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan:
‘Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu.’ Karena
ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari
antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali”.
Berbeda dengan Ayub 19:26-27 yang menunjukkan kepercayaan Ayub pada
kebangkitan orang mati pada akhir jaman, maka Ibr 11:17-19
menunjukkan kepercayaan Abraham bahwa Allah bisa membangkitkan orang mati pada
saat itu. Apakah Ayub tidak bisa beriman seperti Abraham?
Bahkan Elia sendiri, yang merupakan orang pertama yang membangkitkan
orang mati, sebetulnya juga tidak pernah tahu ada orang mati dibangkitkan.
Mengapa ia bisa berdoa, bahkan saya yakin ia bisa berdoa dengan iman, untuk
anak yang mati itu dan meminta supaya Allah membangkitkannya
(1Raja 17:20-21)? Demikian juga dengan banyak orang lain yang melakukan
mujijat yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti Musa membelah Laut Merah,
Musa mengeluarkan air dari batu karang, Yosua merobohkan tembok Yerikho, Yosua
menghentikan matahari, dan sebagainya. Mereka melakukan semua itu dengan iman.
Mereka bisa beriman padahal sebelumnya belum pernah terjadi hal seperti itu.
Mengapa bisa demikian? Karena memang seperti yang dikatakan Ibr 11:1 - “Iman
adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala
sesuatu yang tidak kita lihat”.
Jadi sekalipun Ayub hidup pada jaman dimana kebangkitan orang mati belum
pernah terjadi, itu tidak harus diartikan bahwa Ayub tidak mempercayai kebangkitan
orang mati. Karena itu, Ayub 7:9-10 dan ayat-ayat lain yang serupa yang
telah saya kutip di atas, tidak menunjukkan bahwa Ayub tidak mempercayai
kebangkitan orang mati.
5. Seseorang tidak harus
melihat dahulu baru kata-katanya bisa benar.
Andereas Samudera menganggap bahwa kata-kata Ayub itu salah karena pada
jaman Ayub belum pernah ada kebangkitan orang mati. Dengan kata lain, kalau
seseorang belum pernah melihat sesuatu maka kata-katanya tentang sesuatu itu
pasti salah. Ini jelas omong kosong, karena ada banyak penulis Kitab Suci yang
menuliskan tentang hal-hal yang belum pernah dilihatnya / dialaminya, tetapi
karena ia menuliskan di bawah pengilhaman Roh Kudus, maka kata-katanya pasti
benar.
Misalnya:
·
2Pet 3:10-13 maupun
Ibr 1:10-12 berbicara tentang kehancuran seluruh alam semesta pada akhir
jaman (kiamat), dan juga tentang pembaharuan semua itu menjadi langit dan bumi
yang baru. Padahal baik Petrus maupun penulis surat Ibrani belum pernah melihat
/ mengalami kiamat tersebut. Apakah itu berarti bahwa kata-kata mereka pasti
salah?
·
1Tes 4:14-17 berbicara tentang
kedatangan Yesus yang keduakalinya. Padahal Paulus belum pernah melihat /
mengalami hal itu. Apakah itu berarti bahwa kata-katanya pasti salah?
6. Apakah Ayub
mencabut kata-kata dalam Ayub 7:9-10 itu?
Untuk ini ada beberapa hal yang perlu diketahui:
a. Ayub tidak
mencabut semua perkataannya.
Andereas Samudera mengatakan sebanyak 2 x bahwa Ayub mencabut semua
perkataannya, padahal:
· Ayub / Kitab Suci tidak pernah
mengatakan bahwa Ayub mencabut semua perkataannya. Andereas Samudera
sendiri yang secara kurang ajar menambahi kata ‘semua’ (perhatikan 2 x kata ‘semua’ yang saya
cetak dengan huruf besar dari kata-kata Andereas Samudera di atas), padahal
dalam Ayub 42:6 itu hanya dikatakan: ‘aku mencabut
perkataanku’ (Catatan: inipun terjemahannya
meragukan, bandingkan dengan point b. di bawah). Andereas Samudera seharusnya
memperhatikan ancaman dalam Wah 22:18-19 bagi orang yang menambahi Firman
Tuhan!
·
di antara kata-kata Ayub dalam
sepanjang kitab Ayub, ada kata-kata yang luar biasa hebatnya atau kata-kata
yang pasti benar, seperti:
*
Ayub 13:15a - “Lihatlah,
Ia hendak membunuh aku, tak ada harapan bagiku”. Ini salah terjemahan!
KJV: ‘Though he slay me, yet will I
trust in him’ (= Sekalipun Ia membunuh aku, tetapi aku akan percaya
kepadaNya).
*
Ayub 14:5 - “Jikalau
hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu padaMu, dan
batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya”. Ini menunjukkan bahwa umur manusia ditetapkan oleh Tuhan, dan ini
sesuai dengan Maz 39:5-6 dan Mat 6:27.
*
Ayub 19:25-26 - “Tetapi
aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. Juga
sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah”.
*
Ayub 26:6-7 - “Dunia
orang mati terbuka di hadapan Allah, tempat kebinasaanpun tidak ada tutupnya.
Allah membentangkan utara di atas kekosongan, dan menggantungkan bumi pada
kehampaan”.
*
Ayub 28:28 - “tetapi
kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan
menjauhi kejahatan itulah akal budi.’”. Ini sesuai
dengan Amsal 1:7 dan Amsal 14:16.
Karena itu jelaslah bahwa Ayub tidak mungkin mencabut semua
perkataannya.
b. Terjemahan
Ayub 42:6 dalam Kitab Suci Indonesia ini perlu diragukan.
Ayub 42:6 - “Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku
dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu”.
Kata ‘perkataanku’ sebetulnya tidak pernah ada dalam bahasa aslinya, dan demikian juga
dalam terjemahan bahasa Inggris; dan kata ‘mencabut’ diterjemahkan secara berbeda-beda oleh Kitab Suci bahasa Inggris.
NASB: ‘Therefore I retract,
And I repent in dust and ashes’ (= Karena itu aku mencabut / menarik
kembali, Dan aku bertobat dalam debu dan abu).
KJV: ‘Wherefore I abhor myself,
and repent in dust and ashes’ (= Karena itu aku jijik pada diriku
sendiri, dan bertobat dalam debu dan abu).
RSV/NIV: ‘therefore I despise
myself, and repent in dust and ashes’ (= karena itu aku menganggap
rendah / hina diriku sendiri, dan bertobat dalam debu dan abu).
Keil & Delitzsch: ‘Therefore I
am sorry, and I repent in dust and ashes’ (= Karena itu aku menyesal,
dan aku bertobat dalam debu dan abu) - hal 381.
Barnes’ Notes: “‘Wherefore I abhor myself.’ I see that I am a sinner to
be loathed and abhorred. Job, though he did not claim to be perfect, had yet
unquestionably been unduly exalted with the conception of his own
righteousness, and in the zeal of his argument, and under the excitement of his
feelings when reproached by his friends, had indulged in indefensible language
respecting his own integrity. He now saw the error and folly of this, and
desired to take the lowest place of humiliation. Compared with a pure and holy
God, he saw that he was utterly vile and loathsome, and was not unwilling now
to confess it. ‘And repent.’ Of the spirit which I have evinced; of the
language used in self-vindication; of the manner in which I have spoken of God.
Of the general sentiments which he had maintained in regard to the divine
administration as contrasted with those of his friends he had no occasion to
repent, for they were correct (ver. 8)” [= ‘Karena itu
aku benci kepada diriku sendiri’. Aku melihat bahwa aku adalah orang berdosa
yang terhadap siapa aku harus jijik dan benci. Ayub, sekalipun tidak mengclaim sebagai orang yang sempurna,
tetapi tak diragukan telah terlalu meninggikan diri dengan konsep tentang
kebenarannya sendiri, dan dalam semangatnya untuk berargumentasi, dan di bawah
gejolak perasaannya pada waktu dicela oleh teman-temannya, telah menuruti
hatinya dalam kata-kata yang tidak bisa dipertahankan tentang kelurusannya.
Sekarang ia melihat kesalahan dan kebodohan dari hal ini, dan ingin mengambil
tempat yang paling rendah. Dibandingkan dengan Allah yang murni dan kudus, ia
melihat bahwa ia sepenuhnya kotor dan menjijikkan, dan sekarang ia mau
mengakuinya. ‘Dan bertobat’. Bertobat dari sikap yang telah aku tunjukkan; dari
kata-kata yang aku gunakan untuk mempertahankan diri; dari cara dalam mana aku
berbicara tentang Allah. Tentang perasaan umum yang telah ia pertahankan
berkenaan dengan pemerintahan ilahi yang bertentangan dengan pandangan
teman-temannya, ia tidak mempunyai alasan untuk bertobat, karena kata-katanya
itu benar (ay 8)] - hal 269.
Pulpit Commentary: “He does not retract what he has said concerning his
essential integrity, but he admits that his words have been overbold, and his
attitude towards God one unbefitting a creature”
(= Ia tidak menarik apa yang telah ia katakan mengenai kelurusannya yang
hakiki, tetapi ia mengakui bahwa kata-katanya terlalu berani, dan sikapnya terhadap
Allah tidak cocok dengan sikap seorang makhluk ciptaan) - hal 662-663.
c. Ayub 42:7-8
menunjukkan bahwa Tuhan menganggap benar kata-kata Ayub!
Andereas Samudera membacakan Ayub 42 mulai ayat 1, tetapi secara kurang
ajar dan tidak bertanggung jawab ia telah memotong pembacaan textnya sampai
dengan Ayub 42:6 saja, padahal text selanjutnya, yaitu Ayub 42:7-8,
menunjukkan bahwa kata-kata Ayub dianggap benar oleh Tuhan, dan karena itu
tidak mungkin ia cabut kembali.
Ayub 42:7-8 - “Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada
Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: ‘MurkaKu menyala terhadap
engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang
Aku seperti hambaKu Ayub. Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan
dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hambaKu Ayub, lalu
persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah
hambaKu Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan
Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak
berkata benar tentang Aku seperti hambaKu Ayub.’”.
Tentang kata-kata yang digaris-bawahi ini perhatikan kata-kata Albert
Barnes dan Pulpit Commentary di bawah ini.
Barnes’ Notes: “This must be understood comparatively. God did not
approve of all that Job had said, but the meaning is, that his general views of
his government were just” (= Ini harus dimengerti dalam perbandingan.
Allah tidak membenarkan semua kata-kata Ayub, tetapi maksudnya adalah bahwa
pandangannya tentang pemerintahanNya secara umum adalah benar) - hal 270.
Pulpit Commentary: “Job had, on the whole, spoken what was right and true
of God, and is acknowledged by God as his true servant. The ‘comforters,’
consciously or unconsciously, had spoken what was false”
(= Secara keseluruhan Ayub telah mengatakan apa yang benar tentang Allah, dan
diakui oleh Allah sebagai hambaNya yang benar. Para ‘penghibur’, secara sadar
atau tidak, telah mengatakan apa yang salah) - hal 663.
d. Ayub 42:3
memang menunjukkan penyesalan Ayub akan kata-kata salah yang ia ucapkan, dan
boleh dikatakan ini ia ucapkan untuk menyetujui atau mengaminkan kata-kata
Tuhan dalam Ayub 38:2. Tetapi berdasarkan Ayub 42:7-8 yang sudah saya
tunjukkan di atas, jelas bahwa ia bukannya menyesali semua kata-katanya,
tetapi mungkin hanya:
·
kata-katanya yang bersifat
membenarkan diri sendiri (seperti dalam Ayub 27:5 31:1-35).
·
kata-katanya yang menuduh bahwa Allah
tidak adil (seperti dalam Ayub 19:6-7
27:2).
·
kata-katanya yang menuduh bahwa Allah
membencinya (seperti dalam Ayub 13:24
16:13 19:11 30:20-23).
e. Tentang
kata-kata Ayub dalam Ayub 7:9-10 yang sekarang sedang kita persoalkan,
saya tidak melihat dasar apapun untuk mengatakan bahwa kata-kata ini ditarik
kembali oleh Ayub! Dan ayat itu menunjukkan bahwa roh orang mati tidak bisa
gentayangan di dunia ini, dan ini jelas-jelas bertentangan dengan ajarannya
Andereas Samudera. Untuk jelasnya, saya berikan lagi Ayub 7:9-10 - “Sebagaimana
awan lenyap dan melayang hilang, demikian juga orang yang turun ke dalam
dunia orang mati tidak akan muncul kembali. Ia tidak lagi kembali ke rumahnya,
dan tidak dikenal lagi oleh tempat tinggalnya”.
b) Tentang Maz 88:11-13.
Andereas Samudera: “Daud dalam sakit payahnya
berseru-seru dan bertanya kepada Tuhan:
Maz 88:11-13 - Apakah Kaulakukan
keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit untuk bersyukur
kepadaMu? Sela. Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di
tempat kebinasaan? Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu dalam kegelapan,
dan keadilanMu di negeri segala lupa?
Pada jaman Daud, tidak ada mujizat kebangkitan orang
mati terjadi, juga tak ada tukang panggil arwah yang
buka praktek karena semua dibasmi oleh Saul, atau sedikitnya tidak ada yang
berani terang-terangan memanggil arwah karena dilarang keras oleh Hukum Taurat.
Pengetahuan dunia orang mati sedikit sekali yang dikenal oleh Daud. Pengetahuan
tentang dunia orang mati itu baru datang setelah Tuhan Yesus memberitahukannya
kepada manusia. Jadi Daud mengungkapkan kata-kata dalam Mazmur itu sebagai
pertanyaan kepada Tuhan, bukan suatu pemberitahuan untuk anda jadikan pegangan.
‘Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam
kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan?’. Kira-kira seribu tahun
kemudian baru pertanyaan ini dijawab oleh Tuhan Yesus:
Yoh
5:25-29 - Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan
mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab
sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, demikian juga
diberikanNya Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri. Dan Ia telah
memberikan kuasa kepadaNya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Manusia.
Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang
yang di dalam kuburan akan mendengar suaraNya, dan mereka yang telah berbuat
baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah
berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 104-105.
Jawaban balik dari saya:
1. Siapa bilang
yang menulis Mazmur ini adalah Daud? Perhatikan Maz 88:1, yang menunjukkan
bahwa penulisnya bernama Heman.
2. Ini bukan
pertanyaan kepada Tuhan, tetapi argumentasi dalam doa.
Sekalipun kata-kata pemazmur ini ada dalam bentuk pertanyaan, tetapi ia
sama sekali tidak memaksudkannya sebagai pertanyaan kepada Tuhan. Sebaliknya,
ia menggunakan kata-kata ini sebagai argumentasi supaya Tuhan menolong dia,
yang sudah ada dalam keadaan sakit berat (baca sendiri Maz 88:2-10!). Jadi,
kalau bagian ini mau diucapkan dengan kata-kata lain, maka bunyinya kira-kira
sebagai berikut: “Kalau Engkau membiarkan aku mati, Tuhan,
aku tidak akan bangkit lagi, dan aku tidak lagi bisa bersyukur ataupun
memberitakan kasih / kesetiaan / keajaiban / keadilanMu. Karena itu jangan
biarkan aku mati”.
Apa yang dikatakan oleh Heman dalam Maz 88:11-13 ini mirip sekali, dan
bahkan bisa dikatakan paralel / identik, dengan apa yang dikatakan oleh Daud
dalam Maz 30:8-11 - “KepadaMu, ya TUHAN, aku berseru, dan kepada
Tuhanku aku memohon: ‘Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau
aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepadaMu dan
memberitakan kesetiaanMu? Dengarlah, TUHAN, dan kasihanilah aku, TUHAN, jadilah
penolongku!’”.
Perhatikan bahwa di sini Daud juga menggunakan kalimat tanya, tetapi
dalam ay 8nya ia berkata ‘aku memohon’. Jadi jelas bahwa memohon dengan argumentasi dalam bentuk pertanyaan
seperti itu merupakan sesuatu yang umum.
3. Apakah kata-kata Heman
dalam Maz 88:11-13 itu salah?
Mari kita perhatikan sekali lagi text itu.
Maz 88:11-13
- “(11) Apakah Kaulakukan keajaiban bagi orang-orang mati? Masakan arwah bangkit
untuk bersyukur kepadaMu? Sela. (12) Dapatkah kasihMu diberitakan
di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan? (13) Diketahui orangkah keajaiban-keajaibanMu
dalam kegelapan, dan keadilanMu di negeri segala lupa?”.
a. Sama dengan
ayat dalam kitab Ayub di atas, maka yang dikatakan pemazmur dalam ay 11 juga
merupakan hal yang bersifat umum, dan tidak boleh dihubungkan dengan
kebangkitan orang mati, yang merupakan suatu perkecualian.
Calvin tentang Maz 88:11-13: “it
is a more seasonable time to succour men, whilst in the midst of danger they
are as yet crying, than to raise them up from their graves when they are dead.
He reasons from what ordinarily happens; it not being God’s usual way to
bring the dead out of their graves to be witnesses and publishers of his
goodness. ... He speaks only of the ordinary manner in which help is
extended by God, who has designed this world to be as a stage on which to display
his goodness towards mankind” [= merupakan waktu yang lebih cocok untuk menolong
manusia pada waktu mereka masih sedang berteriak di tengah-tengah bahaya, dari
pada membangkitkan mereka dari kubur mereka pada saat mereka sudah mati. Ia (pemazmur) berargumentasi dari apa yang umumnya
terjadi; karena bukan merupakan cara yang umum / biasa bagi Allah untuk
membangkitkan orang-orang mati dari kubur mereka untuk menjadi saksi-saksi dan
pemberita-pemberita kebaikanNya. ... Ia (pemazmur) berbicara hanya tentang cara yang umum dimana pertolongan
diberikan oleh Allah, yang telah merencanakan dunia ini sebagai panggung untuk
menunjukkan kebaikanNya kepada umat manusia] - hal 414-415.
b. Kata-katanya
dalam ay 12-13 berhubungan dengan sudut pandangnya. Di sini ia tidak
menyoroti kekekalan, tetapi hanya menyoroti kehidupan yang sekarang ini.
Charles Haddon Spurgeon: “True the souls of departed saints render
glory to God, but the dejected Psalmist’s thoughts do not mount to heaven but
survey the gloomy grave: he stays on this side of eternity, where in the grave
he sees no wonders and hears no songs” (= Adalah benar
bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang kudus yang mati memberikan kemuliaan bagi
Allah, tetapi pikiran dari pemazmur yang sedih tidak naik ke surga tetapi melihat
kubur yang suram / muram: ia tinggal di sebelah sini dari kekekalan, dimana
dalam kubur ia tidak melihat keajaiban dan tidak mendengar nyanyian) - hal 5.
Ay 12-13 itu juga
mempunyai persamaan dengan:
·
Maz 6:6 - “Sebab di dalam maut tidaklah orang
ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepadaMu di dalam dunia orang
mati?”.
·
Maz 115:17-18 - “Bukan
orang-orang mati akan memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke
tempat sunyi, tetapi kita, kita akan memuji TUHAN, sekarang ini dan sampai selama-lamanya.
Haleluya!”.
Apakah semua ayat-ayat ini
juga salah semua? Tentu saja tidak, karena semua ayat-ayat itu hanya menyoroti
hidup yang sekarang ini, tidak menyoroti kekekalan.
4. Apa dasarnya,
atau atas otoritas siapa, Andereas Samudera mengatakan bahwa kata-kata Yesus
dalam Yoh 5:25-29 itu dimaksudkan untuk menjawab kata-kata pemazmur dalam
Maz 88:11-13?
Kalau ayat-ayat Kitab Suci dihubung-hubungkan secara sembarangan / tanpa
dasar, maka bisa timbul segala macam kekacauan. Misalnya kalau kita menghubungkan
Yoh 13:27 - Mat 27:5 - Mat 25:21, maka kita mendapatkan:
“Dan
sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata
kepadanya: ‘Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.’”.
“Maka
iapun melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan
menggantung diri”.
“Maka
kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik
dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu
tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam
kebahagiaan tuanmu”.
Jadi, Yesus sendiri yang menyuruh Yudas Iskariot untuk menggantung diri,
dan setelah itu Ia memuji tindakan itu sebagai baik dan setia, dan memasukkan
Yudas Iskariot ke surga!
c) Tentang Pengkhotbah 9:5-6.
Andereas Samudera: “Juga hati-hati sekali
mempergunakan kata-kata Salomo dalam mengenal dunia roh. Waktu Tuhan
berbicara kepadanya dalam mimpi di Gibeon, antara lain Ia berfirman:
1Raja 3:11-12 - Jadi berfirmanlah Allah
kepadanya: ‘Oleh karena engkau telah meminta hal yang demikian dan tidak
meminta umur panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan pengertian
untuk memutuskan hukum, maka sesungguhnya Aku melakukan sesuai dengan
permintaanmu itu, sesungguhnya Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat
dan pengertian, sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau,
dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau ...’
Salomo adalah seorang yang penuh
hikmat dan pengertian, tak seorangpun sesudah dia akan bangkit lagi seperti
dia, kata Firman Tuhan! Tetapi ketika Yesus Kristus datang kedunia, Ia sendiri
berkata: Mat 12:42 - ... dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada
Salomo! Bagaimana Alkitab anda ini? Satu kali ia berkata takkan bangkit
seorangpun seperti Salomo, di lain pihak ia bilang ada lagi yang lebih besar
dari Salomo! Ketahuilah, Alkitab tak berbuat curang kepada anda. Salomo memang
orang paling bijak di bawah kolong langit ini. Tetapi Tuhan Yesus bukan berasal
dari bawah kolong langit ini. Ia datang dari atasnya langit! Bila anda
membaca kitab-kitab Salomo, pelajari hal-hal penting untuk hidup pergaulan anda
dengan sesama dan dengan Tuhan, anda dapat belajar banyak darinya, tetapi bila
sampai kedaerah alam roh, Salomo tidak lagi dapat diandalkan sebagai guru yang
benar. Hal-hal di atas langit ia tak tahu banyak. Kita harus belajar dari
Dia yang datang dari alam roh yang Mahakudus itu. Perhatikan contohnya dalam
ayat berikut.
Pengkhotbah
9:5-6 - Karena orang-orang yang hidup
tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada
upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih
mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk
selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi
di bawah matahari.
Kata Salomo orang mati tak tahu
apa-apa: kasih, kebencian, cemburu mereka sudah hilang! Tetapi Tuhan Yesus
mengungkapkan cerita lain di alam maut. Orang kaya yang mati setelah Lazarus,
ternyata merasa menderita di alam maut, dan ia mengekspresikan penderitaannya
kepada bapa Abraham di atas sana. Jadi masih ada perasaan-perasaan di alam
maut! Ketika harapannya agar Lazarus turun ketempatnya untuk memberi setetes
air membasahi lidahnya tak terkabul, ia minta agar Lazarus dikirim kembali
kedunia untuk memberitahu saudara-saudaranya agar tidak turun ke alam maut itu.
Jadi masih ada pikiran-pikiran baik, masih ada kasih persaudaraan dan
pengharapan di alam maut. Jadi kalau Salomo bilang bahwa orang mati tak ada bahagiannya
lagi dalam segala sesuatu di bawah matahari, ia hanya memandang itu dari segi
badaniah saja. Memang orang mati tak bisa apa-apa lagi di antara orang hidup
secara badani. Kenyataan bahwa roh orang mati dapat mempengaruhi orang hidup,
tak terselidiki oleh Salomo, karena ia tak memiliki jenis urapan yang
diperlukan untuk mengenal dunia orang mati. Urapan Salomo adalah urapan hikmat
untuk manusia dibawah kolong langit!” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 105-107.
Andereas Samudera: “Jadi kitab Salomo, Mazmur dan kitab
Ayub tak dapat dijadikan referensi yang tepat untuk menyelidiki dunia orang
mati” -
‘Dunia Orang Mati’, hal 107.
Jawaban balik dari saya:
1. Pengkhotbah 1:1 hanya mengatakan: “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di
Yerusalem”. Tidak dikatakan bahwa penulisnya
adalah Salomo. Memang ada pro dan kontra tentang apakah penulisnya adalah
Salomo atau bukan. Pulpit Commentary setelah membahas pro dan kontra ini secara
panjang lebar, akhirnya menyimpulkan: “From these premises it must be concluded that the
Solomonic authorship cannot be maintained, and that the book belongs to a much
later epoch than that of Solomon” (= Dari
alasan-alasan ini harus disimpulkan bahwa pandangan yang mengatakan bahwa
pengarangnya adalah Salomo tidak bisa dipertahankan, dan bahkan kitab ini
ditulis pada jaman setelah Salomo) - hal xii.
2. Dari kata-kata Andereas Samudera di atas,
kelihatannya bukan cuma Tuhan Yesus yang lebih besar dari Salomo. Andereas
Samudera juga lebih besar dari Salomo, karena ia tahu apa yang Salomo tidak
tahu. Dan Andereas Samudera bukan berasal dari atasnya langit. Dan kalau
Andereas Samudera juga lebih besar dari Salomo, maka kata-kata dari 1Raja 3:12
(‘sebelum engkau tidak ada seorangpun
seperti engkau, dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau’) itu tetap salah.
3. Sebetulnya apa artinya kata-kata ‘sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau, dan
sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau’ dalam 1Raja 3:12?
Ungkapan seperti ini sering digunakan dalam Perjanjian Lama, seperti
dalam Kel 10:14 Kel 11:6 Ul 34:10
2Raja 18:5 2Raja 23:25 2Taw 1:12
2Taw
9:9 Yes 43:10 Yeh 16:16 Yoel 2:2 dan sebagainya. Mari kita
soroti 2 diantaranya, yaitu 2Raja 18:5 dan 2Raja 23:25.
Dalam 2Raja 18:5 ada
pujian untuk kesalehan raja Hizkia, dimana dikatakan bahwa: ‘di antara semua raja-raja
Yehuda, baik yang sesudah dia maupun yang sebelumnya, tidak ada lagi yang sama
seperti dia’.
Tetapi anehnya, dalam 2Raja 23:25 ungkapan yang sama dikatakan tentang raja
Yosia - “Sebelum dia tidak ada raja seperti
dia yang berbalik kepada TUHAN dengan segenap hatinya, dengan segenap jiwanya
dan dengan segenap kekuatannya, sesuai dengan segala Taurat Musa; dan sesudah
dia tidak ada bangkit lagi yang seperti dia”.
Kalau kita mau menafsirkan
apa adanya, maka 2 ayat ini akan bertentangan. Jadi, rupanya ungkapan ini
dipakai bukan dalam arti hurufiah, tetapi hanya untuk menekankan saja. Dalam
kasus raja Hizkia dan Yosia maksudnya adalah bahwa kedua raja itu mempunyai
kesalehan yang luar biasa; sedangkan dalam kasus Salomo dalam
1Raja 3:11-12 itu maksudnya adalah bahwa Salomo adalah orang yang sangat
berhikmat. Kalau ia memang adalah orang yang paling berhikmat, mengapa
pada akhir hidupnya kerohaniannya berantakan (1Raja 11)?
Tetapi kalaupun kita
menganggap bahwa 1Raja 3:12 itu betul-betul menunjukkan bahwa Salomo
adalah orang yang paling berhikmat, tidak ada yang aneh kalau Yesus lalu
mengatakan bahwa Ia lebih besar dari Salomo, karena Ia memang adalah Allah dan
manusia.
4. Andereas Samudera adalah orang yang
merendahkan Kitab Suci / Firman Tuhan! Untuk menunjukkan hal ini saya mengutip
ulang kata-kata Andereas Samudera: “Bila
anda membaca kitab-kitab Salomo, pelajari hal-hal penting untuk hidup pergaulan
anda dengan sesama dan dengan Tuhan, anda dapat belajar banyak darinya, tetapi
bila sampai kedaerah alam roh, Salomo tidak lagi dapat diandalkan sebagai guru
yang benar. Hal-hal di atas langit ia tak tahu banyak. Kita harus belajar dari
Dia yang datang dari alam roh yang Mahakudus itu” - ‘Dunia Orang Mati’, hal
106.
Ada 2 hal yang perlu
disoroti dari kata-katanya ini:
a. Kata-kata Andereas Samudera tentang Ayub, Daud dan Salomo betul-betul
merendahkan Kitab Suci. Kalau apa yang mereka tuliskan itu semua salah, karena
mereka tidak mengenal dunia roh, lalu bagian mana dari Kitab Suci yang bisa
kita percayai? Kata-kata Andereas Samudera ini secara otomatis juga
sangat merendahkan pengilhaman Roh Kudus yang menguasai dan memimpin penulis
Kitab Suci dalam menuliskan Firman Tuhan! Apakah Andereas Samudera menganggap
bahwa Kitab Suci itu hanyalah merupakan pemikiran dari penulisnya?
Perlu diketahui bahwa ada
perbedaan antara kitab Ayub dengan kitab Pengkhotbah / Mazmur. Kitab Ayub
sebagian besar berisikan pembicaraan antara Ayub dan teman-temannya, dan Kitab
Suci hanya mencatat secara akurat kata-kata mereka, tanpa memberikan
persetujuan terhadap kata-kata itu. Jadi kata-kata mereka bisa benar ataupun
salah. Tetapi kitab Mazmur dan Pengkhotbah berisikan ajaran, bukan pembicaraan.
Dan ini datang dari Tuhan, bukan sekedar dari orangnya. Karena itu, ini pasti
benar. Bandingkan dengan 2 ayat di bawah ini:
·
2Pet 1:20-21 - “Yang terutama harus kamu ketahui,
ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut
kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak
manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah”.
·
1Kor 2:13 - “Dan
karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami
berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan
diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh”.
b. Andereas Samudera seolah-olah meninggikan
Yesus tetapi merendahkan Kitab Suci.
Saya tahu ada banyak nabi
palsu dari golongan Liberal, yang mempunyai kemunafikan yang serupa dengan
Andereas Samudera dalam persoalan ini.
Kita tidak bisa meninggikan
Yesus dan pada saat yang sama merendahkan Kitab Suci, karena Kitab Suci adalah
Firman Tuhan sendiri! Mungkinkah kita bisa menghormati seseorang tetapi
merendahkan kata-katanya?
John Murray memberikan
komentar tentang seorang teman sejawatnya yang bernama E. J. Young (yang memang
bertekun mempertahankan otoritas Kitab Suci mati-matian), dengan kata-kata
sebagai berikut: “He knew nothing of an antithesis
between devotion to the Lord and devotion to the Bible. He revered the Bible
because he revered the Author” (= Ia tidak mengenal pertentangan antara kesetiaan
/ pembaktian diri terhadap Tuhan dan kesetiaan / pembaktian diri terhadap
Alkitab. Ia menghormati Alkitab karena ia menghormati Pengarangnya) - ‘In the Beginning’, hal 9.
Kata-kata ini pasti tidak
cocok sama sekali untuk Andereas Samudera.
5. Kata-kata dari Pengkhotbah 9:5-6 itu tidak salah.
Pengkhotbah 9:5-6 - “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa
mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah
lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama
hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala
sesuatu yang terjadi di bawah matahari”.
Mengapa saya katakan tidak salah? Karena, sama seperti ayat dari kitab
Mazmur di atas, maka dalam ayat ini penulis kitab Pengkhotbah ini memang membatasi
pengamatannya hanya pada dunia ini.
Barnes’ Notes: “The last clause of v. 6 indicates that the writer
confines his observations on the dead to their portion in, or relation to, this
world” [= Anak kalimat terakhir dari ay 6 (lihat bagian yang saya garis bawahi) menunjukkan bahwa sang penulis membatasi
pengamatannya tentang orang mati pada bagian mereka dalam dunia ini atau
berhubungan dengan dunia ini] - hal 107.
Bahwa penulis kitab Pengkhotbah sering berbicara / menulis sambil
membatasi pengamatannya pada dunia ini saja terlihat ayat-ayat yang saya kutip
di bawah ini:
·
Pengkhotbah 1:2 - “Kesia-siaan
belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia”.
·
Pengkhotbah 1:14 - “Aku
telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi
lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin”.
·
Pengkhotbah 4:2-3 - “Oleh
sebab itu aku menganggap orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih
bahagia dari pada orang-orang hidup, yang sekarang masih hidup. Tetapi yang
lebih bahagia dari pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada, yang
belum melihat perbuatan jahat, yang terjadi di bawah matahari”.
·
Pengkhotbah 5:14 - “Sebagaimana
ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti
ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat
dibawa dalam tangannya”.
·
Pengkhotbah 9:10 - “Segala
sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga,
karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia
orang mati [Ibrani:
SHEOL; NIV: ‘grave’ (= kuburan)], ke mana engkau akan pergi”.
Tetapi kadang-kadang penulis kitab Pengkhotbah ini juga berbicara /
menulis sambil melihat pada kekekalan, seperti:
¨ Pengkhotbah 11:9 - “Bersukarialah, hai pemuda, dalam
kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan
hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini
Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”.
¨ Pengkhotbah 12:1-7 - “Ingatlah akan Penciptamu pada masa
mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang
kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’, sebelum matahari dan
terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali
sesudah hujan, pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat
membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang
jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, dan
pintu-pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan
suara menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi perempuan tunduk, juga
orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon badam berbunga,
belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat
dibangkitkan lagi - karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan
peratap-peratap berkeliaran di jalan, sebelum rantai perak diputuskan dan
pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda
timba dirusakkan di atas sumur, dan debu kembali menjadi tanah seperti semula
dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.
Berkenaan dengan Pengkhotbah 9:5-6 itu, penulis kitab Pengkhotbah ini
tidak mungkin betul-betul mempunyai pandangan bahwa tidak ada upah bagi orang
mati (lihat bagian yang saya cetak miring dari Pengkhotbah 9:5-6 di atas),
karena:
*
dalam Pengkhotbah 3:17 ia berkata: “Berkatalah
aku dalam hati: ‘Allah akan mengadili baik orang yang benar maupun yang
tidak adil, karena untuk segala hal dan segala pekerjaan ada waktunya.’”.
*
ia sendiri mengakhiri kitab
Pengkhotbah itu dengan kata-kata “Akhir kata dari segala yang didengar ialah:
takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena
ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap
perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi,
entah itu baik, entah itu jahat” (Pengkhotbah
12:13-14).
6. Andereas
Samudera berkata bahwa kebangkitan orang mati baru terjadi pada jaman Elia, dan
karena itu maka kata-kata Ayub, Daud, dan Salomo tidak bisa dipakai untuk
mengerti dunia roh / alam roh. Kalau demikian, mengapa Andereas Samudera
sendiri menggunakan Im 20:27 dan Ul 18:9-14 untuk mengatakan bahwa
arwah bisa merasuk orang hidup ataupun dipanggil untuk dimintai petunjuk?
Bukankah kedua text tersebut dituliskan oleh Musa, yang juga hidup sebelum
jaman Elia? Dan karena itu bukankah kata-katanya juga tidak bisa dipakai untuk
mengerti dunia roh / alam roh? Dari sini terlihat sekali ketidak konsistenan
Andereas Samudera, yang menerapkan standard ganda!
d)
Tentang Yes 38:18-19.
Andereas
Samudera tidak mengantisipasi ayat ini, dan saya menantangnya untuk
melakukannya.
Andereas
Samudera mengatakan bahwa Ayub tidak mengetahui apa yang terjadi di dunia roh,
tetapi penulis kitab Ayub mengetahuinya, dan itu membuktikan bahwa ia adalah
orang yang mengenal dunia roh (‘Dunia Orang Mati’, hal 102). Kalau kata-kata
Andereas Samudera ini sekarang dihubungkan dengan Yesaya, maka Yesaya harus
dianggap sebagai orang yang mengenal dunia roh, karena Yesaya mendapatkan
penglihatan tentang Tuhan.
Yes 6:1-3
- “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta
yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubahNya memenuhi Bait Suci. Para
Serafim berdiri di sebelah atasNya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua
sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki
mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang
kepada seorang, katanya: ‘Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh
bumi penuh kemuliaanNya!’”.
Tetapi Yesaya
yang mengenal dunia roh ini ternyata menuliskan: “Sebab dunia orang mati
tidak dapat mengucap syukur kepadaMu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang
yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaanMu. Tetapi
hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepadaMu, seperti aku
pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaanMu kepada anak-anaknya”
(Yes 38:18-19).
Memang
kata-kata ini sebetulnya diucapkan oleh Hizkia (Yes 38:9), tetapi lalu
dicatat oleh Yesaya, dan Yesaya tidak menyalahkannya / meralatnya. Dan baik
Yesaya maupun Hizkia hidup setelah jaman Elia dan Elisa, sehingga mereka tentu
sudah tahu tentang kebangkitan orang mati yang dilakukan oleh Elia dan Elisa.
6) Penginjilan terhadap orang mati mengharuskan doa untuk orang mati.
Penginjilan
tidak akan berhasil tanpa doa. Kalau kita harus memberitakan Injil kepada orang
mati, berarti kita juga harus mendoakan orang mati.
Bandingkan
dengan 1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa,
yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan
Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak
mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak
kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.
Ayat ini
mengatakan bahwa kalau ada seorang yang melakukan dosa yang membawa maut
(mungkin yang dimaksud adalah dosa menghujat Roh Kudus yang tidak bisa diampuni
- bdk. Mat 12:31-32), maka kita tidak perlu berdoa untuk orang itu. Lalu
bagaimana mungkin sekarang kita harus berdoa untuk orang yang sudah ada di
dalam maut?
7) Adanya penginjilan terhadap orang mati menghancurkan sifat urgent (= mendesak) dari pertobatan dan penginjilan.
Serangan ini
rupanya sudah diperhitungkan oleh Andereas Samudera, yang memberikan jawaban
sebagai berikut:
a)
Orang harus percaya sekarang, karena kalau baru percaya kepada Yesus di dunia
orang mati, maka sekalipun ia diselamatkan tetapi ia tidak mendapatkan pahala
apapun.
Andereas
Samudera: “Mendengar bahwa di alam
maut Injil masih diberitakan, ada orang berpikir begini: Kalau begitu selama
hidup di dunia ini tak usah bertobat, hidup saja menurut hawa nafsu
sepuas-puasnya lalu nanti bertobat di alam maut saja, bukankah lebih untung?
Tidak, sama sekali tidak untung! Sebaliknya orang bodoh saja yang mau demikian.
Sementara kita hidup di dunia, Ia memanggil kita masuk ke dalam KerajaanNya
untuk bekerja dalam kebun anggurNya. Ada upah menantikan anda dan saya.
Mahkota-mahkota tersedia di surga. Kemuliaan sebagai pengantin Anak Domba
disediakan bagi anda yang bekerja dalam kuasa Roh Kudusnya di atas muka bumi
ini. Barang siapa yang menang akan didudukkanNya di atas takhtaNya di surga (Wah
3:21). Mereka yang diselamatkan dari alam maut, tidak dapat disebut sebagai
pemenang-pemenang, tetapi sekedar sebagai puntung yang diselamatkan dari api
neraka. Mana anda pilih, jadi pengantin Anak Domba itu atau sekedar beroleh
selamat dari api neraka?” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 67.
Andereas
Samudera: “Bila seseorang mendengar
Injil dan membuka hatinya, ia menerima anugerah keselamatan dari Allah. Ia
menerima meterai tanda jaminan bahwa ia lolos dari api neraka. Bila ia mati
segera setelah menerima Yesus, Ia tetap akan diselamatkan dan dibawa malaikat ke
sorga. Tapi jelas ia tak akan menerima pahala apapun di surga karena tak sempat
melayani Kerajaan Tuhan Yesus. Bila ia tidak mati tetapi hidup panjang umur di
bumi, ia boleh masuk pelayanan Kerajaan Kristus dan mengumpulkan pahalanya untuk
kerajaan Seribu Tahun kelak. Mereka yang tak sempat mendengar Injil lalu mati,
mungkin di alam maut mendengar Injil dan diselamatkan, tetapi ia tak mempunyai
kesempatan untuk mengerjakan apa-apa bagi Kerajaan Yesus. Jadi ia hanya menerima
anugerah keselamatan tetapi tidak mendapat kesempatan untuk menerima anugerah
kemuliaan seorang hamba Tuhan” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 100-101.
b)
Kita harus tetap memberitakan Injil sekarang, karena itu merupakan pekerjaan
terhormat dan karena Yesus hendak mendirikan kerajaanNya di antara orang-orang
hidup.
Andereas
Samudera: “Bila orang mati di alam
maut masih boleh mendengar Injil dan dapat diselamatkan, buat apa susah-susah
kita sekarang mengabarkan Injil? Bukankah di sana orang-orang itu akan menyesal
sendiri dan akan dengan lebih mudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat
bila Injil itu diberitakan kepada mereka?
Bagi kita
yang sudah diselamatkan olehNya, sekarang tugas memberitakan Injil adalah tugas
kehormatan, ‘a privilege’. Allah telah menyediakan tugas kehormatan ini bagi
anda sejak sebelum dunia dijadikan. Ia ingin anda menjadi penyambung lidah Allah
untuk menyampaikan berita baik yang berabad-abad tersimpan di dalam lubuk hati
Allah ini. Manusia telah terkesan amat dalam bahwa Allah itu keras dan kejam
karena hukuman-hukumanNya kepada orang berdosa di masa Perjanjian Lama. Kini Ia
ingin seluruh ciptaan di alam roh juga, bahwa Allah kita yang sejati itu tidak
demikian. Ia amat lembut dan penuh kasih dan anugerah! ... Sungguh berbahagialah
anda yang mengetahui bahwa menjadi Pengabar Injil adalah menjadi pelayan
kehormatan yang membawa anugerah, tanpa sedikitpun harus dikejar-kejar perasaan
bersalah. Anda diberi kehormatan dari sang Bapa sendiri karena pekerjaan
pemberitaan Injil ini, sekalipun akan disertai dengan aniaya. ... Jadi mengapa
kita tetap harus memberitakan Injil sementara hidup di dunia ini?
Pertama-tama
karena itu adalah pekerjaan terhormat yang disediakan bagi anda oleh Bapa agar
anda beroleh kehormatan dari padaNya. Kedua karena Yesus hendak mendirikan
kerajaanNya di atas muka bumi ini di antara orang-orang yang hidup. Itu sebabnya
Ia memberi otoritas besar sekali kepada GerejaNya di atas bumi. Anda yang
memberitakan Injil sekarang akan ikut memerintah bersama Dia kelak dalam
Kerajaan Seribu Tahun.” - ‘Dunia
Orang Mati’, hal 98-99.
Jawaban
balik dari saya:
·
dalam persoalan pertobatan / penerimaan Yesus
sebagai Juruselamat.
Dengan ajaran
yang umum saja, dimana dikatakan bahwa pertobatan hanya bisa terjadi dalam hidup
ini, masih ada banyak orang yang ingin menunda pertobatan, atau bahkan sama
sekali tidak mau bertobat, karena mereka ingin menikmati keduniawian dan dosa.
Contoh: pemuda kaya yang datang kepada Yesus (Mat 19:16-24). Apalagi kalau
mereka mempercayai ajaran Andereas Samudera yang mengatakan bahwa dalam dunia
orang mati masih ada kesempatan untuk bertobat. Sudah pasti mereka tidak akan
bertobat sekarang. Mereka tidak akan peduli dengan keadaan tanpa pahala di
surga.
·
dalam persoalan penginjilan juga tidak
berbeda dengan dalam persoalan pertobatan.
Dengan ajaran
yang umum saja, banyak sekali orang Kristen yang menunda penginjilan, dengan
alasan malu, takut, sungkan, dan sebagainya. Apalagi kalau orang-orang kristen
mempercayai ajaran Andereas Samudera; sudah pasti mereka akan makin tidak
memberitakan Injil.
Kesimpulan:
Sekalipun
jawaban Andereas Samudera dalam persoalan ini tidak salah, dan dengan demikian
sifat urgent / mendesak dari pertobatan dan penginjilan itu tidak
hilang total, tetapi bagaimanapun sifat urgent / mendesak dari
pertobatan dan penginjilan akan sangat berkurang.
8) Kitab Suci melarang mengadakan kontak dengan orang mati .
Ayat-ayat tersebut adalah
ayat-ayat di bawah ini:
·
Im 20:6 - “Orang yang berpaling kepada arwah
atau kepada roh-roh peramal, yakni yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang orang
itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya”.
·
Ul 18:9-12 - “Apabila engkau sudah masuk ke negeri
yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau belajar
berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa-bangsa itu. Di antaramu
janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau
anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi
petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang
pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh
peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap
orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena
kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu”.
·
Yes 8:19-20 - “Dan
apabila orang berkata kepada kamu: ‘Mintalah petunjuk kepada arwah dan
roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit,’ maka jawablah: ‘Bukankah
suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka
meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?’ ‘Carilah
pengajaran dan kesaksian!’ Siapa yang tidak berbicara sesuai dengan perkataan
itu, maka baginya tidak terbit fajar”.
Sekarang perhatikan
bagaimana Andereas Samudera menghindari serangan dari ayat-ayat ini.
Andereas Samudera: “Ul 18:10-14 - Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang ....... bertanya kepada
arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang
mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi TUHAN
...........
Perhatikan bahwa yang dilarang oleh
Tuhan adalah meminta petunjuk dan bertanya kepada arwah, jadi
tidaklah menjadi masalah bila anda memberi petunjuk atau memerintah
kepada arwah. Sama halnya dengan setan-setan, kita tidak diijinkan untuk
meminta petunjuk atau bertanya / mendapat petunjuk dari setan, tetapi tak jadi
masalah bila kita mengusir, memerintah setan keluar dari tubuh seseorang ataupun
berbicara kepadanya, karena Tuhan Yesus sendiripun berbicara dengan
setan-setan, sebelum mengusir mereka, waktu ia dicobai di padang gurun dan
dalam kejadian di Gadara” - ‘Dunia Orang Mati’, hal 34-35.
Jawaban balik dari saya:
a) Orang mati justru lebih tahu dibandingkan dengan orang hidup.
Ini terlihat dari cerita
tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), dimana orang kaya yang
sudah mati itu, tanpa diberitahu, sudah tahu akan banyak hal, seperti:
ia tahu bahwa ia tidak mungkin akan keluar dari neraka itu
selama-lamanya, dan karena itu ia tidak meminta itu kepada Abraham.
ia tahu bahwa saudara-saudaranya yang masih hidup itu sangat
membutuhkan Injil, dan kalau mereka tidak mendapatkannya dan tidak bertobat,
maka mereka akan menyusulnya ke tempat penyiksaan / neraka tersebut.
ia tahu bahwa saudara-saudaranya yang masih hidup itu belum mengetahui
apa yang ia, sebagai orang yang sudah mati, ketahui. Karena itu ia ingin
memberitahu mereka. Ia tahu bahwa ia sendiri, sebagai orang yang mati dalam
dosa, tidak mungkin bisa pergi kepada saudara-saudaranya untuk memberitakan
Injil kepada mereka. Karena itu, ia meminta supaya Lazarus, yang adalah orang
beriman, yang memberitakan Injil kepada saudara-saudaranya. Perhatikan bahwa
arah petunjuk adalah dari orang mati kepada orang hidup. Andereas Samudera
membalik arah petunjuk ini, sehingga menjadi dari orang hidup kepada orang
mati.
Jadi, orang mati dalam Kitab
Suci kelihatan pintar / tahu banyak. Karena itu:
¨
betul-betul mengherankan bahwa ‘orang mati’nya Andereas Samudera
ternyata tidak tahu apa-apa, dan bahkan bisa dikatakan bodoh sekali. Misalnya
kasus orang mati gantung diri, yang lalu masuk ke tubuh orang yang sedang
bergantung-gantung pada alat orthopedi yang berfungsi untuk meninggikan tubuh,
karena mengira bahwa tubuh yang sedang tergantung itu adalah tubuhnya (‘Dunia
Orang Mati’, hal 85).
¨
maka merupakan suatu kegilaan kalau ada orang hidup memberi petunjuk
kepada orang mati.
b) Mengapa ada hukum yang melarang untuk meminta petunjuk kepada
orang mati, tetapi tidak ada hukum yang melarang untuk memberi petunjuk kepada
orang mati?
Mungkin, karena dari dulu
ada banyak orang gila / sesat, yang senang meminta petunjuk dari orang
mati. Tetapi tidak pernah ada orang segila / sesesat Andereas Samudera,
sehingga mau memberi petunjuk kepada orang mati, dan karena itu Kitab
Suci tidak pernah memberikan larangan kepada orang hidup untuk memberi
petunjuk kepada orang mati.
Sebagai contoh yang serupa
lihat Ul 25:11-12 - “Apabila dua orang berkelahi dan
isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang
yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan
orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau
merasa sayang kepadanya”.
Apakah hukum ini menunjukkan bahwa kalau ada 2 orang perempuan berkelahi,
dan lalu suami dari perempuan yang satu ingin menolong istrinya dengan memukul
kemaluan lawan istrinya, ia tidak bersalah? Tentu saja ia bersalah. Tetapi
mengapa hukum itu tidak mengatakan demikian? Karena tidak pernah terjadi
peristiwa seperti itu. Sebaliknya, peristiwa seperti yang diceritakan dalam
hukum itu mungkin sering terjadi, dan karena itu maka dikeluarkanlah hukum itu.
Ada penafsir yang
menafsirkan ayat-ayat di atas bukan hanya sebagai larangan meminta petunjuk
dari orang mati, tetapi sebagai larangan mengadakan kontak dengan orang
mati.
Misalnya, Loraine Boettner
yang menggunakan ayat-ayat tersebut untuk menyerang ajaran Roma Katolik yang
berdoa / melakukan penyembahan kepada Maria ataupun orang-orang suci, karena
itu merupakan kontak dengan orang mati.
Loraine Boettner: “Furthermore,
not only do we have no single instance in the Bible of a living saint
worshipping a departed saint, but all attempts on the part of the living to
make any kind of contact with the dead are severely condemned (Deut. 18:9-12;
Ex. 22:18; Lev. 20:6; Is. 8:19,20)” [= Selanjutnya, bukan hanya kita tidak mempunyai
contoh satupun dalam Alkitab tentang orang kudus yang masih hidup yang
menyembah orang kudus yang sudah mati, tetapi semua usaha dari orang hidup
untuk membuat kontak jenis apapun dengan orang mati dikecam secara keras
(Ul 18:9-12; Kel 22:18; Im 20:6; Yes 8:19,20)] - ‘Roman Catholicism’, hal 145.
Kalau ada orang yang
menanyakan: lalu mengapa Yesus sendiri mengadakan kontak dengan Musa dan Elia
di atas gunung (Mat 17:1-3)? Dan mengapa kita sendiri mengadakan kontak
dengan Yesus, yang juga sudah mati? Maka saya kira jawabnya mudah, yaitu karena
Yesus adalah Allah dan manusia, dan karena itu Ia berbeda dengan orang biasa.
Disamping itu, sekalipun Ia mati, tetapi Ia lalu bangkit kembali dan hidup
selama-lamanya!
c) Tidak ada kemungkinan bagi orang hidup untuk memberi petunjuk
kepada orang yang mati dalam dosa, karena di atas telah saya jelaskan bahwa
orang yang mati dalam dosa, langsung masuk neraka, dan akan terus ada di neraka
sampai selama-lamanya.
d) Andereas Samudera tetap melakukan pelanggaran terhadap
Ul 18:11 itu, karena ia bertanya kepada arwah.
Perlu saudara perhatikan
bahwa Ul 18:11 itu bukan hanya melarang untuk meminta petunjuk kepada
orang-orang mati, tetapi juga untuk bertanya kepada arwah. Dari kutipan
kata-kata Andereas Samudera di atas, terlihat bahwa ia menyadari akan hal itu.
Tetapi anehnya boleh dikatakan dalam setiap penginjilan terhadap orang mati, ia
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada orang mati itu. Untuk melihat
dengan lebih jelas, saya akan mengutip salah satu penginjilan yang ia lakukan
terhadap orang mati.
Andereas Samudera: “Hendra pada suatu hari datang minta
didoakan karena kepalanya sangat sakit, seperti mau pecah katanya. Ketika saya
bertanya kepadanya:
‘Sejak kapan anda menderita sakit
itu?’
‘Sudah dua minggu ini.’
‘Apa yang anda alami dua minggu yang
lalu?’
Saya bermimpi ayah saya yang telah
meninggal datang kepada saya.’
‘Ayah meninggal karena apa?’
‘Ia jatuh dari atas genteng.’
Segera setelah saya letakkan tangan
atas kepalanya ia jatuh rebah dalam urapan dan mulai bermanifestasi. Ketika
saya bertanya:
‘Kamu roh ayahnya bukan?’
‘I...i...i..ya’ sambil mengangguk.
‘Mengapa kamu masuk kesini?’
‘Saya kesepian sendiri. Saya datang
untuk mengajak anak saya menemani saya!’
‘Anakmu sudah menerima Tuhan Yesus
sebagai Juruselamatnya, ia sekarang telah menjadi anak Allah, bukan anakmu
lagi. Kamu mati umur berapa? Dan bagaimana engkau mati?’
‘Tiga puluh delapan tahun, saya jatuh
dari genteng ketika membetulkan genteng yang rusak dan kepala saya pecah.’” - ‘Dunia Orang Mati’, hal
77-79.
Perhatikan semua bagian yang
saya garis bawahi, yang jelas menunjukkan bahwa Andereas Samudera bertanya
kepada ‘roh orang mati’ itu. Apapun motivasinya dalam bertanya, pokoknya ia
bertanya, dan dengan demikian melanggar Ul 18:11!
9) Mengapa ajaran ini baru keluar pada abad ke 21?
Kalau ajaran Andereas
Samudera ini memang ada dalam Kitab Suci atau keluar dari Kitab Suci, mengapa
ajaran ini baru keluar sekarang pada abad ke 21? Perlu diketahui bahwa ajaran
tentang penginjilan yang dilakukan oleh Yesus dalam dunia orang mati memang
banyak dianut orang-orang lain, tetapi ajaran bahwa roh orang mati bisa merasuk
orang hidup, bisa kita injili, bisa bertobat dan diselamatkan, belum pernah
saya jumpai dalam buku theologia atau buku tafsiran manapun! Mengapa selama 20
abad tidak ada orang yang pernah menemukan ajaran ini? Jelas karena ajaran ini
memang tidak pernah diajarkan oleh ayat Kitab Suci manapun, kecuali kalau
ayat-ayat tersebut dibengkokkan habis-habisan.
Kesimpulan / penutup
1) Ajaran Andereas Samudera ini merupakan ajaran sesat.
Andereas Samudera
mendasarkan ajarannya pada ayat yang salah terjemahan (seperti Im 20:27),
dan juga pada ayat-ayat sukar yang kabur tafsirannya (seperti
1Pet 3:18-20, 1Pet 4:6, dan 1Sam 28), dan juga pada banyak ayat
lain yang dibengkokkan habis-habisan, sehingga menimbulkan ajaran yang sesat.
Andereas Samudera: “Buku Dunia Orang Mati ini adalah
jenis makanan keras yang tidak cocok bagi orang Kristen baru” - ‘Dunia Orang Mati’, hal
8.
Mungkin sebaiknya kalimat
itu diganti dengan kata-kata ini: “Buku
Dunia Orang Mati ini adalah jenis racun keras yang tidak cocok bagi
orang Kristen baru maupun lama”.
Bagi Andereas
Samudera sendiri, saya ingin memberikan peringatan yang saya ambil dari
kata-kata Tuhan Yesus sendiri dalam:
Mat 18:7
- “Celakalah dunia dengan segala
penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang
mengadakannya”.
Luk 17:1-2 - “Yesus berkata
kepada murid-muridNya: ‘Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi
celakalah orang yang mengadakannya. Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu
kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada
menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini”.
Hendaklah Andereas Samudera merenungkan kata-kata Yesus
ini dan bertobat! Ini juga berlaku untuk Joachim Huang dan semua pengikut
Andereas Samudera!
2) Ajaran Andereas Samudera ini sangat berbahaya.
Bahaya terbesar dari ajaran
Andereas Samudera ini adalah bahwa ajaran ini akan menyebabkan orang menunda
pertobatan dan penginjilan, dan ini merupakan suatu bentuk penipuan setan
terhadap manusia supaya manusia menunda pertobatan / penginjilan.
Karena itu kalau saudara belum sungguh-sungguh
percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, janganlah terpengaruh
oleh ajaran Andereas Samudera. Cepatlah datang dan percaya kepada Kristus!
Besok mungkin sudah terlambat!
Dan kalau ada keluarga / orang yang saudara cintai
yang belum percaya kepada Kristus, janganlah menunda-nunda dalam memberitakan
Injil kepadanya dan berharap bahwa orang itu bisa mendengar Injil setelah ia
mati. Saudaralah yang harus memberitakan Injil kepadanya, dan lakukan itu
secepatnya sebelum terlambat!
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar