PELAJARAN I
CREDO YANG BENAR &
AJARAN-AJARAN SESAT
TENTANG DIRI KRISTUS
I) Credo yang benar tentang diri Kristus.
Pada tahun 325
Masehi ada sidang gereja di kota
Nicea yang melahirkan Nicene Creed (=
Pengakuan Iman Nicea), yang meneguhkan doktrin tentang Allah Tritunggal.
Pengakuan iman ini direvisi dalam Sidang Gereja di Constantinople pada tahun
381 Masehi, dan lalu disebut dengan nama Pengakuan Iman Nicea-Constantinople,
yang bunyinya adalah sebagai berikut:
“Aku
percaya kepada satu Allah Bapa yang mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan
segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
Dan
kepada satu Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya Anak Allah yang diperanakkan,
diperanakkan dari Bapa sebelum alam semesta, Allah dari Allah, terang dari
terang, Allah yang sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan, bukan dicipta,
sehakekat dengan Sang Bapa, oleh siapa segala sesuatu dicipta;
Yang
untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita telah turun dari sorga, dan
diinkarnasikan oleh Roh Kudus dari anak dara Maria, dan dijadikan manusia; Ia
telah disalibkan, juga bagi kita, di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Ia
menderita dan dikuburkan; dan pada hari ketiga Ia bangkit kembali, sesuai
dengan Kitab Suci, dan naik ke sorga; dan duduk di sebelah kanan Bapa. dan Ia
akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang
mati; yang kerajaanNya takkan berakhir.
Dan
aku percaya kepada Roh Kudus, Tuhan dan Pemberi kehidupan, yang keluar dari
Bapa dan Anak, yang bersama-sama dengan Bapa dan Bnak disembah dan dimuliakan,
yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi.
Dan
aku percaya satu gereja yang am dan rasuli, aku mengakui satu baptisan untuk
pengampunan dosa, dan aku menantikan kebangkitan orang mati, dan kehidupan di
dunia yang akan datang.
Amin”.
Sekalipun dalam
Pengakuan Iman ini juga ditegaskan akan keilahian Kristus, dan bahwa Ia telah
menjadi manusia, tetapi Pengakuan Iman ini tidak menyatakan apa-apa tentang hubungan
antara keilahian dan kemanusiaan Kristus, sehingga akhirnya muncul banyak
ajaran sesat dalam Kristologi.
Credo (=
pengakuan iman) yang paling penting dalam Kristologi, khususnya dalam persoalan
hubungan antara keilahian dan kemanusiaan Yesus, adalah Chalcedonian Creed (= Pengakuan Iman Chalcedon), yang diciptakan dalam
sidang gereja di kota Chalcedon pada tahun 451 Masehi.
Chalcedonian
Creed:
“We all with one accord teach men
to acknowledge one and the same Son, our Lord Jesus Christ, at once complete in
Godhead and complete in manhood, truly God and truly man ... one and the same
Christ, Son, Lord, only begotten, recognized in two natures, without confusion,
without change, without division, without separation ... the characteristics of
each nature being preserved and coming together to form one person ...”
(= Kami semua, dengan suara bulat, mengajar manusia untuk mengakui Anak yang
satu dan yang sama, Tuhan kita Yesus Kristus, pada saat yang sama sempurna /
lengkap dalam keilahian dan sempurna / lengkap dalam kemanusiaan,
sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia ... Kristus, Anak, Tuhan yang
satu dan yang sama, satu-satunya yang diperanakkan, dikenali dalam 2 hakekat,
tanpa kekacauan / percampuran, tanpa perubahan, tanpa perpecahan, tanpa
perpisahan ... sifat-sifat setiap hakekat dipertahankan dan bersatu membentuk 1
pribadi ...).
Ada 2 hal yang perlu
disoroti dari Chalcedonian Creed ini:
1) Without
confusion / without change (= tanpa kekacauan / percampuran / tanpa
perubahan).
Ini menunjukkan
bahwa:
·
human
nature (= hakekat manusia) dan divine
nature (= hakekat ilahi) tetap berbeda, dan mempunyai sifat-sifatnya
sendiri-sendiri.
·
human
nature (hakekat manusia) tidak menjadi divine
(= ilahi), dan sebaliknya divine nature
(= hakekat ilahi) tidak menjadi human
(= manusia).
·
human
nature (= hakekat manusia) dan divine
nature (= hakekat ilahi) tidak bercampur dan membentuk nature (= hakekat) yang ke 3.
2) Without
division / without separation (= tanpa perpecahan / tanpa per-pisahan).
Ini menunjukkan
bahwa LOGOS tidak pernah terpisah dari human
nature (= hakekat manusia).
Catatan:
Kata ‘nature’ oleh banyak orang diterjemahkan
‘sifat’. Tetapi ini jelas merupa-kan terjemahan yang salah! Menurut ‘Webster’s New World
Dictionary of the American Language’ (College Edition) kata ‘nature’ mempunyai 10 arti dan yang
nomer 1 adalah: “The essential
character of a thing; quality or qualities
that make something what it is; essence”
(= Sifat-sifat yang hakiki dari suatu benda; kwalitas yang membuat sesuatu itu
dirinya; hakekat).
Dalam Kristologi, saya berpendapat bahwa istilah ‘nature’ itu harus diterjemahkan ‘hakekat’, bukan ‘sifat’!
William G. T.
Shedd, seorang ahli Theologia Reformed pada abad 19, me-ngatakan:
“When we speak of a human nature, a real substance
having physical, rational, moral and spiritual properties is meant”
(= Pada waktu kita berbicara tentang human
nature, maka yang dimaksud adalah suatu zat yang nyata yang memiliki
sifat-sifat fisik, rasio, moral dan rohani) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 289.
Charles Hodge
juga mengatakan hal yang serupa, yang terlihat dari bebe-rapa kutipan di bawah
ini:
·
“By
‘nature’, in this connection is meant substance. In Greek the
correspond-ing words are PHUSIS and OUSIA; in Latin, NATURA and SUBSTANTIA”
(= yang dimaksud dengan ‘nature’
dalam persoalan ini adalah zat / bahan / hakekat. Dalam bahasa Yunani
kata yang cocok / sama ialah PHUSIS dan OUSIA; dalam Latin NATURA dan
SUBSTANTIA) - ‘Systematic
Theolo-gy’, vol II, hal 387.
·
“...
we are taught that the elements combined in the constitution of his person,
namely, humanity and divinity, are two distinct natures, or substances”
(= ... kita diajar bahwa elemen-elemen yang disatukan / digabungkan dalam
pem-bentukan pribadiNya, yaitu kemanusiaan dan keilahian, adalah dua natures atau zat / bahan /
hakekat yang berbeda) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 388.
·
“...
the elements united or combined in his person are two distinct substances,
humanity and divinity; that He has in his constitution the same essence or
substance which constitutes us men, and the same substance which
makes God infinite, eternal, and immutable in all his perfections”
(= elemen-elemen yang disatukan atau digabungkan dalam pribadiNya adalah dua zat
/ bahan / hakekat yang berbeda, kemanusiaan dan keilahian; sehingga dalam
pem-bentukanNya Ia mempunyai hakekat atau zat / bahan yang sama yang
membentuk kita menjadi manusia, dan zat / bahan yang sama yang mem-buat
Allah itu tidak terbatas, kekal, dan tetap / tidak berubah dalam semua
kesempurnaanNya) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 389.
·
“That
in his person two natures, the divine and the human, are inseparably united;
and the word nature in this connection means substance”
(= Bahwa dalam pribadiNya dua natures,
ilahi dan manusiawi, dipersatukan secara tak terpisahkan; dan dalam hal ini kata
nature berarti zat / bahan /
hakekat) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 391.
II) Ajaran-ajaran sesat tentang diri Kristus.
1) Adoptionism.
Dalam buku-buku
sejarah maupun Theologia, biasanya Adoptionism ini tidak dimasukkan dalam
perdebatan Kristologi / ajaran-ajaran sesat ten-tang diri Kristus, mungkin
karena ajaran ini ada pada abad 3 Masehi, yaitu sebelum ‘musim’ perdebatan /
kesesatan tentang Kristologi itu muncul (abad 4-7 Masehi).
Tetapi kalau
dilihat ajarannya, maka ini jelas juga termasuk ajaran sesat dalam Kristologi.
Tokohnya yang
paling terkenal bernama Paul of Samosata, yang adalah seorang bishop (= uskup) dari Antiokhia.
Ajaran ini
mengatakan bahwa Kristus adalah manusia biasa, yang pada saat baptisan
(Catatan: ada yang mengatakan bukan pada saat baptisan, tetapi setelah
kebangkitan Kristus) menerima kuasa ilahi dan diangkat ke suatu posisi ilahi.
Jadi, ada perkembangan dalam diri Kristus, dari manu-sia biasa menjadi semacam
Allah (bukan betul-betul Allah, tetapi lebih rendah dari Allah).
2) Apollinarianism.
Ajaran ini
mendapatkan namanya dari tokohnya yang bernama Apolli-narius / Apollinaris,
yang adalah seorang bishop (= uskup)
di kota Lao-dicea,
Syria.
Apollinarius ini
mempunyai kepercayaan yang disebut Psychological
Trichotomy yang mempercayai bahwa manusia itu terdiri dari tubuh (Yunani:
SOMA), jiwa (Yunani: PSUCHE), dan rational
spirit / mind (= roh yang rasionil / pikiran; Yunani: PNEUMA atau NOUS).
Dan tentang diri
Yesus Kristus, ia berpendapat bahwa Yesus mempunyai tubuh (SOMA) dan jiwa
(PSUCHE), tetapi tidak punya rational
spirit / roh yang rasionil atau mind
/ pikiran (PNEUMA atau NOUS), karena pikiranNya adalah dari Logos dan bersifat
ilahi. Jadi, Kristus bukan manusia sepenuhnya, karena Ia tidak mempunyai
pikiran manusia.
Ajaran ini
terlalu menekankan keilahian Kristus sehingga mengorbankan kemanusiaanNya.
Dasar Kitab Suci
yang ia pakai adalah Yoh 1:14 yang secara hurufiah berbunyi ‘And the Word became flesh’ (= Dan
Firman itu telah menjadi daging). Catatan: anehnya, kalau ia memang menekankan
kata ‘daging’ dalam Yoh 1:14 ini, mengapa ia tidak berpendapat bahwa
Kristus hanya mempunyai tubuh manusia saja? Mengapa ada jiwa?
Ajaran ini
ditentang oleh Gregory Nazianzus yang mengatakan bahwa Kristus harus mempunyai
semua elemen manusia, karena kalau tidak, Ia tidak bisa menebus elemen tersebut
dalam diri kita. Ia juga mengatakan bahwa ‘daging’ dalam Yoh 1:14 itu
merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana yang
sebagian mewakili seluruhnya) dan menunjuk pada seluruh hakekat manusia
(termasuk jiwa / rohnya).
Pada tahun 362
Masehi Sidang gereja di kota Alexandria sudah menen-tang ajaran ini (tanpa
menyatakan siapa pengajarnya) dan menyatakan bahwa Kristus mempunyai reasonable soul (= jiwa yang bisa
berpikir).
Apolinarius
tidak melepaskan diri dari gereja, dan ia membentuk sebuah sekte, sampai tahun
375 Masehi.
Pada tahun 381
Masehi sidang gereja di Constantinople kembali
menge-cam ajaran ini beserta pengajarnya.
3) Nestorianism.
Ajaran ini
mendapatkan namanya dari nama tokohnya yaitu Nestorius, yang pada tahun 428
Masehi menjadi bishop di kota Constantinople.
Ajaran ini
mengatakan bahwa Kristus terdiri dari 2 pribadi (yaitu pribadi Allah dan
pribadi manusia), tetapi LOGOS menguasai manusia Yesus sepenuhnya sehingga
Yesus menginginkan, menghendaki dan berbicara seperti Allah. Kristus disembah
bukan karena Dia adalah Allah, tetapi karena Allah ada di dalam Dia.
Nestorius
menentang istilah THEOTOKOS (= Bunda Allah), dan meng-usulkan istilah
CHRISTOTOKOS (= Bunda Kristus) untuk Maria, karena ia berpendapat bahwa Maria
tidak melahirkan Allah, tetapi hanya melahir-kan ‘tempat’ dimana Allah diam /
tinggal.
Ajaran ini
dikecam oleh Sidang gereja di kota
Efesus pada tahun 431 Masehi, yang sekaligus mempertahankan istilah ‘Bunda
Allah’ untuk Ma-ria.
Catatan:
Perlu ditekankan
bahwa istilah ‘bunda Allah’ itu dipertahankan oleh sidang gereja di Efesus itu,
bukan untuk meninggikan / memuliakan Maria, tetapi untuk menunjukkan persatuan
yang tidak terpisahkan antara hakekat ilahi dan hakekat manusia dalam diri
Kristus. Jadi kalau setelah itu gereja Roma Katolik menggunakan istilah ‘bunda
Allah’ itu untuk meninggikan / memuliakan Maria, maka itu adalah sesuatu yang
salah, yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh sidang gereja di Efesus itu.
4) Eutychianism.
Ajaran ini
mendapat namanya dari tokohnya yang bernama Eutyches [artinya adalah the Fortunate (= si untung / mujur). Para penentangnya mengatakan bahwa ia seharusnya
dinamakan Atyches yang berarti the
Unfortunate (= si sial)].
Ajaran ini mengatakan
bahwa pada saat inkarnasi, divine nature
/ hakekat ilahi menghisap / menyerap (absorb)
human nature / hakekat manusia,
sehingga Kristus hanya mempunyai 1 nature
/ hakekat saja, yaitu divine nature /
hakekat ilahi.
Eutyches ini
mempunyai teman-teman yang berkuasa sehingga akhirnya dalam Sidang gereja di kota Efesus pada tahun 449
Masehi ada ancaman dan siksaan terhadap para penentangnya, sehingga para
penentangnya tidak berani berkata apa-apa. Akhirnya Sidang gereja ini justru
membela ajaran sesat ini, dan sidang ini dikenal dengan nama The Council of Robbers (= Sidang gereja
perampok).
Baru pada tahun
451 Masehi Sidang gereja di kota Chalcedon mengecam ajaran
ini, dan sekaligus menciptakan Chalcedonian
Creed (= Pengakuan Iman Chalcedon).
5) Monophysitism.
Istilah
Monophysitism berasal dari kata bahasa Yunani MONO, yang ber-arti ‘alone’ (= sendiri) atau ‘one’ (= satu), dan PHUSIS yang berarti ‘nature / essence’ (= hakekat).
Mereka
beranggapan bahwa ajaran tentang adanya 2 natures
/ hakekat (seperti yang dinyatakan oleh Chalcedonian
Creed) dalam diri Kristus tidak bisa tidak akan menyebabkan adanya 2
pribadi dalam diri Kristus, seperti yang diajarkan Nestorianism. Karena itu
maka mereka mengajar bahwa Kristus hanya mempunyai 1 nature / hakekat saja, yang bukan divine / ilahi maupun human
/ manusia, tetapi kedua-duanya (both
divine and human).
Ajaran ini
dikecam oleh Sidang gereja di Constantinople
pada tahun 553 Masehi.
6) Monothelitism.
Ajaran ini
mengatakan bahwa Kristus mempunyai 2 natures
/ hakekat, yaitu divine / ilahi dan human / manusia, tetapi hanya 1 kehendak
(Yunani: THELEMA) yang adalah divine -
human / ilahi - manusia (cam-puran).
Ajaran ini
dikecam oleh Sidang gereja di kota Constantinople pada tahun 680 / 681 Masehi.
Bahwa dalam
Kristologi ada begitu banyak ajaran sesat yang muncul, menunjukkan betapa
pentingnya pengertian tentang Kristologi ini. Kalau ini bukan sesuatu yang
penting untuk iman kita, setan tidak akan menyerangnya dengan menggunakan
begitu banyak ajaran sesat.
Kalau kita melihat
dalam scope / ruang lingkup yang
lebih luas, maka kita bisa melihat bahwa dalam dunia ini agama yang mempunyai
paling banyak aliran (baik yang termasuk aliran yang benar maupun yang sesat),
adalah agama kristen. Semua agama yang lain hanya mempunyai sedikit / beberapa
aliran saja, tetapi kristen mempunyai puluhan atau mungkin ratusan aliran.
Orang sering meninjau hal ini secara negatif dengan menganggap ini sebagai hal
yang jelek. Tetapi sebetulnya hal ini bisa ditinjau secara positif, yaitu
dengan menyadari bahwa setan tentu paling senang untuk menyerang ajaran yang
benar / membawa keselamatan. Kalau suatu ajaran / agama adalah salah / tidak
membawa keselamatan, untuk apa setan menyerangnya lagi?
Karena itu, adanya
banyak aliran dan penyesatan dalam kekristenan seharusnya justru membuat kita
makin sungguh-sungguh dalam meng-ikut Kristus, dan adanya banyak ajaran sesat
dalam Kristologi seharus-nya membuat kita makin sungguh-sungguh dalam belajar
Kristologi!
PELAJARAN II
CHRIST: THE GOD-MAN
I) Kristus adalah sungguh-sungguh Allah.
Bukti-bukti keilahian Kristus:
1) Kitab Suci secara explicit mengatakan demikian (Yes 9:5 Yoh 1:1
Ro 9:5 Fil 2:5b-7 Titus 2:13 Ibr 1:8
2Pet 1:1 1Yoh 5:20).
Beberapa dari
ayat-ayat ini saya jelaskan di bawah ini:
a) Yoh 1:1.
Kata ‘Firman’
(bahasa Yunani: LOGOS) di sini jelas menunjuk kepada Yesus. Ini terlihat dari
Yoh 1:14a yang mengatakan bahwa ‘Firman itu telah menjadi manusia’ dan
dari Yoh 1:14b yang menyebutNya seba-gai ‘Anak Tunggal Allah’.
Dan Yoh 1:1
ini secara explicit mengatakan bahwa
Firman / Yesus itu adalah Allah.
Tetapi
orang-orang Saksi Yehovah mengatakan bahwa kata ‘God / Allah’ yang ditujukan kepada Yesus dalam Yoh 1:1 ini
dalam bahasa Yunaninya tidak mempunyai definite
article / kata sandang (Inggris: ‘the’)
dan karena itu harus diartikan bahwa Yesus adalah ‘allah kecil’ yang lebih
rendah dari YEHOVAH, yang adalah Allah yang sesung-guhnya.
Terhadap
penafsiran orang-orang Saksi Yehovah ini perlu kita tunjukkan bahwa dalam
Tit 2:13 dan Ibr 1:8 kata ‘Allah’ yang ditujukan kepada Yesus dalam
bahasa Yunaninya menggunakan definite
article / kata sandang.
b) Tit 2:13 (NIV): ‘while we wait for the blessed hope - the glorious appearing of our great God and
Savior, Jesus Christ’ (= sementara kita menantikan pengharapan yang mulia -
penampilan yang mulia dari Allah kita yang besar dan Juruselamat kita, Yesus
Kristus).
Jadi terlihat
dengan jelas bahwa di sini Yesus Kristus disebut dengan sebutan ‘our great God and Savior’ (= Allah kita
yang besar dan Juruselamat kita).
c) Fil 2:6-7 berbunyi
sebagai berikut:
“...
Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia”.
Sebetulnya
istilah ‘dalam rupa Allah’ dan ‘kesetaraan dengan Allah’ sudah secara jelas
menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi di sini saya akan menjelaskan
hal-hal lain sehingga ayat ini menjadi dasar yang lebih kuat lagi bagi
keilahian Kristus.
·
Kata-kata ‘walaupun dalam rupa Allah’ dalam
Fil 2:6 diterjemahkan ‘being in the
form of God’ oleh KJV.
Kata ‘being’ itu dalam bahasa Yunani adalah
HUPARCHON dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan
hal itu tak bisa berubah (‘It describes
that which a man is in his very essence and which cannot be changed’ ).
Ketidak-bisa-berubahan
ini ditunjukkan oleh bentuk present
parti-ciple dari kata HUPARCHON ini. Ini aneh dan kontras sekali de-ngan
penggunaan bentuk-bentuk aorist (= past / lampau) pada kata-kata
setelahnya, dan bentuk present participle
ini menunjuk pada ‘continuance of being’ (=
keberadaan yang terus-menerus). Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu ‘being in the form of God’, maka itu
berarti bahwa Yesus adalah Allah secara terus-menerus dan hal ini tidak bisa
berubah.
Allah memang
mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal 3:6 Maz 102:26-28
Yak 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjuk-kan bahwa Ia
tidak sempurna!
·
Juga kalau ay 7 yang mengatakan ‘mengambil
rupa seorang ham-ba’ diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka
konsekwensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam rupa Allah’
haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah.
·
Disamping itu kata ‘rupa’ dalam ay 6 itu
(KJV: form) dalam bahasa Yunaninya
adalah MORPHE, dan seorang penafsir mengatakan bahwa kata MORPHE ini adalah ‘not a mere external resemblance, but a
deep, real, inner conformity’ (= bukan semata-mata suatu kemiripan lahiriah
/ luar, tetapi suatu persesuaian / kecocokan di dalam yang mendalam dan
sungguh-sungguh). Dari sini kita harus menyimpulkan bahwa Yesus bukan hanya
mirip dengan Allah atau menyerupai Allah, tetapi betul-betul adalah Allah.
d) 2Pet 1:1 (NASB): “... by the righteousness of our God and
Savior, Jesus Christ” (= ... oleh kebenaran Allah dan Juruselamat kita,
Yesus Kristus).
Jadi ayat ini
menyebut Yesus dengan sebutan ‘Allah dan Juruselamat kita’.
2) Kitab Suci memberikan nama-nama ilahi untuk
Yesus (Yes 9:5 Yer 23:5-6 Mat 1:23
2Tim 1:10 Ibr 1:8,10).
a) Yes 9:5 jelas merupakan
suatu nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat itu Ia disebut sebagai ‘Allah yang
perkasa’ (Ibrani: EL GIBOR).
Tetapi
orang-orang Saksi Yehovah justru menyerang keilahian Kristus menggunakan ayat
ini dengan berkata bahwa Kristus hanya disebut sebagai ‘Allah yang perkasa’,
sedangkan YAHWEH / YEHOVAH disebut sebagai ‘Allah yang mahakuasa’ (Ibrani: EL
SHADDAI) seperti dalam Kel 17:1.
Untuk menjawab
serangan ini kita bisa melihat Yes 10:21 yang me-nyebut Allah / YAHWEH /
YEHOVAH dengan sebutan ‘Allah yang per-kasa’. Dalam bahasa Ibraninya digunakan
istilah yang persis sama dengan dalam Yes 9:5 yaitu EL GIBOR.
b) Yer 23:5-6 juga jelas
merupakan nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat-ayat itu Kristus disebut
sebagai ‘TUHAN keadilan’, dimana kata ‘TUHAN’ semua hurufnya ditulis dengan
huruf besar. Ini menunjukkan bahwa dalam bahasa Ibraninya digunakan kata
‘YAHWEH’ / ‘YEHOVAH’.
Ini adalah
ayat-ayat yang sangat penting dalam menghadapi orang-orang Saksi Yehovah karena
dalam ayat-ayat ini Yesus Kristus disebut dengan sebutan YAHWEH / YEHOVAH.
Perlu diketahui
bahwa dalam Kitab Suci sebutan ‘ADONAI’ (= Tuhan / Lord - hanya huruf pertama yang menggunakan huruf besar) bisa
digunakan untuk seseorang yang bukan Allah (Misalnya dalam Yes 21:8). Demikian
juga dengan sebutan ‘ELOHIM’ [= Allah / God(s)],
atau sebutan THEOS (bahasa Yunani), bisa digunakan untuk menun-juk kepada dewa
dan bahkan manusia (Misalnya: Kel 4:16
Kel 7:1 Kel 12:12 Kel 20:3,23 Hak 16:23-24 1Raja 18:27 Maz 82:1,6 Kis 28:6).
Tetapi sebutan
YAHWEH / YEHOVAH (= TUHAN / LORD)
tidak per-nah digunakan untuk siapapun selain Allah, karena YAHWEH adalah nama
Allah (Kel 3:15 Yes 42:8)!
Maz 83:19 - “supaya mereka tahu bahwa Engkau
sajalah yang bernama TUHAN, Yang Mahatinggi atas seluruh bumi”.
NIV menterjemahkan secara berbeda.
NIV: ‘Let them know that
you, whose name is the LORD - that you alone are the Most High over all the
earth’ (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau, yang
namaNya adalah TUHAN - bahwa Engkau saja adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh
bumi).
Tetapi
KJV/RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘That
men may know that thou, whose name alone is JEHOVAH, art the most high over all
the earth’ (= Supaya manusia bisa mengetahui bahwa Engkau sendiri yang
namaNya adalah Yehovah, adalah yang maha tinggi atas seluruh bumi).
RSV: ‘Let
them know that thou alone, whose name is the LORD, art the Most High over all
the earth’ (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya
adalah TUHAN, adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
NASB: ‘That they may know
that Thou alone, whose name is the LORD, Art the Most High over all the earth’ (= Supaya
mereka bisa mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah
Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
Karena itu, kalau
Yesus disebut dengan istilah YAHWEH / YEHOVAH, itu jelas menunjukkan bahwa
Yesus adalah Allah sendiri.
c) Dalam Mat 1:23 Yesus
disebut dengan istilah ‘Immanuel’, yang artinya adalah God with us (= Allah dengan kita).
d) Dalam Perjanjian Lama,
sebutan ‘Juruselamat’ dan ‘Penebus’ / ‘Peno-long’ ditujukan kepada Allah
(Yes 43:3,11 Yes 45:15 Yer 14:8
Hos 13:4), tetapi dalam Perjanjian Baru, sebutan itu ditujukan kepada
Yesus (2Tim 1:10 Tit 1:4 Tit 2:13
Tit 3:6 2Pet 1:11 2Pet 2:20 2Pet 3:18).
e) Dalam Ibr 1:8,10 Allah
menyebut Yesus / Anak dengan sebutan ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.
3) Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai
sifat-sifat ilahi seperti:
a) Kekal (Mikha 5:1b Yoh 1:1
Yoh 8:58 Yoh 10:10 Yoh 17:5
Ibr 1:11-12 Wah
1:8,17-18 Wah 22:13).
·
Mikha 5:1b, yang jelas merupakan suatu
nubuat tentang Kristus, mengatakan ‘yang permulaannya sudah sejak purbakala,
sejak dahulu kala’.
·
Yoh 1:1 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu
sudah ada ‘pada mulanya’.
·
Yoh 8:58 mengatakan bahwa Yesus sudah ada
sebelum Abraham, padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kristus
lahir.
·
Yoh 10:10, dan banyak ayat Kitab Suci yang
lain, mengatakan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat kelahiran Yesus.
Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi ‘datang’, karena ‘datang’ menun-jukkan
bahwa Ia sudah ada sebelum saat itu.
·
Yoh 17:5 mengatakan bahwa Yesus memiliki
kemuliaan di hadap-an hadirat Allah sebelum dunia ada.
·
Ibr 1:11-12.
Perhatikan
kata-kata ‘semuanya
itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. ... tetapi Engkau tetap sama, dan
tahun-tahunMu tidak berke-sudahan’.
Bahwa bagian
ini menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibr 1:10-12
merupakan sambungan dari Ibr 1:8-9 (di-hubungkan oleh kata ‘dan’ pada awal
Ibr 1:10), dan Ibr 1:8 berkata ‘tentang Anak’.
·
Wah 1:8 dan Wah 22:13 menyebut Yesus
sebagai Alfa dan Omega (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani), dan
Wah 1:17 dan Wah 22:13 mengatakan bahwa Ia adalah ‘Yang Awal dan Yang
Akhir’, dan Wah 22:13 juga mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Yang pertama dan
Yang terkemudian’, dan semua ini jelas menunjukkan bahwa Ia ada dari
selama-lamanya sampai selama-lamanya. Lalu Wah 1:18 mengatakan bahwa Ia
hidup sam-pai selama-lamanya.
b) Suci / tak berdosa (2Kor 5:21 Ibr 4:15).
c) Mahakuasa.
Mujijat-mujijat
yang Ia lakukan, seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit,
memberi makan 5000 orang lebih dengan 5 roti dan 2 ikan, menenangkan badai,
mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, mengusir setan, dsb,
menunjukkan kemaha-kua-saanNya.
Memang
nabi-nabi dan rasul-rasul tertentu juga melakukan banyak mujijat, tetapi ada
beberapa perbedaan:
·
Tidak ada nabi / rasul yang bisa melakukan
mujijat sesuai kehen-daknya sendiri, tetapi Kristus bisa (Yoh 5:21).
· Nabi melakukan mujijat bukan dengan kuasanya
sendiri tetapi de-ngan kuasa Allah, sedangkan rasul juga demikian karena mereka
melakukan mujijat dengan menggunakan nama Yesus. Tetapi Ye-sus melakukan
mujijat dengan kuasaNya sendiri (bdk. Yoh 10:18), dan Ia tidak pernah
menggunakan nama orang lain untuk melaku-kan mujijat.
·
Tidak ada seorangpun pernah melakukan mujijat
sebanyak / sehe-bat yang Yesus lakukan (Yoh 15:24).
d) Mahatahu (Mat 9:4 Mat 12:25
Yoh 2:24-25 Yoh 6:64).
e) Mahaada.
·
Ini terlihat dari Yoh 1, yang mula-mula
menyatakan bahwa Firman / Yesus itu pada mulanya bersama-sama dengan Allah
(Yoh 1:1), tetapi lalu menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi
manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18
mengatakan bahwa Firman / Yesus itu masih ada di pang-kuan Bapa (Yoh 1:18
NIV: “... but God the only Son, who is
at the Father’s side ...”).
Catatan:
kata ‘pangkuan’ sebetulnya salah terjemahan. NASB: ‘bosom’ (= dada).
· Kemahaadaan Yesus juga jelas terlihat dari janji
yang Ia berikan dalam Mat 18:20 dan Mat 28:20b. Dengan adanya janji
seperti itu, kalau Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang pendusta!
f) Tidak berubah (Ibr 13:8).
4) Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan
pekerjaan-pekerjaan ilahi seperti:
a) Penciptaan (Yoh 1:3,10 Kol 1:16
Ibr 1:2,10).
b) Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).
c) Penghancuran segala sesuatu
(Ibr 1:10-12).
d) Pembaharuan segala sesuatu
(Fil 3:21 Wah 21:5).
e) Penghakiman pada akhir jaman
(Mat 25:31-32 Yoh 5:22,27).
Bahwa Yesus
akan menjadi Hakim pada akhir jaman, menunjukkan bahwa Ia juga adalah Allah
sendiri. Mengapa?
· Jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia ini
sejak jaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang kedua-kalinya adalah
begitu banyak.
Kalau Kristus
bukanlah Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak
manusia itu dengan adil?
· Karena ada begitu banyaknya faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa (ingat
bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana hukuman semua orang
sama), seperti:
*
banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Orang
yang dosa-nya sedikit tentu tidak bisa disamakan hukumannya dengan orang yang
dosanya banyak.
*
tingkat dosanya.
Misalnya, dosa
membunuh dan mencuri tentu tidak sama hu-kumannya (bdk. Kel 21:12 dan Kel 22:1).
*
tingkat pengetahuannya.
Makin banyak
pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki sese-orang, makin berat hukumannya kalau
ia berbuat dosa (Luk 12:47-48).
*
kesengajaannya.
Dosa sengaja
dan tidak sengaja tentu juga berbeda hukum-annya (Kel 21:12-14).
*
pengaruh dosa yang ditimbulkan.
Kalau
seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka
pengaruh negatif yang ditimbulkan akan lebih besar dari pada kalau orang
kristen biasa berbuat dosa. Dan karena itu hukumannya juga lebih berat. Hal ini
bisa terlihat dari kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli Taurat
pasti akan menerima hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b Luk 20:47b).
*
apa yang menyebabkan seseorang berbuat dosa.
Seseorang yang
mencuri tanpa ada pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya dari
pada orang yang mencuri karena membutuhkan uang untuk mengobati anaknya yang
hampir mati. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam
orang-orang yang melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam
Maz 35:19 Maz 69:5 Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab
Suci yang mengecam orang yang mencintai / mencari dosa, seperti
Maz 4:3.
·
Demikian juga pada saat mau memberi pahala
kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus dipertimbang-kan,
seperti:
*
banyaknya perbuatan baik yang dilakukan.
*
jenis perbuatan baik yang dilakukan.
*
besarnya pengorbanan pada waktu melakukan
perbuatan baik. Yesus berkata bahwa janda yang memberi 2 peser memberi lebih
banyak dari semua orang kaya yang memberi persem-bahan besar, karena janda itu
memberikan seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4).
*
motivasinya dalam melakukan perbuatan baik itu,
dsb.
Untuk bisa melakukan semua hal-hal di atas ini dengan benar / adil,
maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana dan maha adil,
dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri!
Charles
Hodge: “As Christ is to be
the judge, as all men are to appear before him, as the secrets of the hearts
are to be the grounds of judgment, it is obvious that the sacred writers
believed Christ to be a divine person, for nothing less than omniscience could
qualify any one for the office here ascribed to our Lord”
(= Karena Kristus akan menjadi Hakim, karena semua orang akan menghadap di
hadapanNya, karena rahasia dari hati adalah dasar penghakiman, jelaslah bahwa
penulis-penulis sakral / kudus percaya bahwa Kristus adalah Pribadi ilahi,
karena hanya kemaha-tahuan yang bisa memenuhi syarat bagi siapapun untuk
jabatan / tugas yang di sini dianggap sebagai milik Tuhan kita) - ‘I & II Corinthians’, hal 501.
Karena itu adalah
sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan menjadi
Hakim pada akhir jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah
sendiri!
5) Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada
Yesus seperti:
a) Penghormatan (Yoh 5:23).
b) Kepercayaan (Yoh 14:1).
c) Pengharapan (1Kor 15:19).
d) Penyejajaran namaNya dengan
pribadi-pribadi lain dari Allah Tri-tunggal (Mat 28:19 2Kor 13:13).
6) KesatuanNya dengan Bapa seperti yang
dinyatakan oleh ayat-ayat se-perti Yoh 10:30
dan Yoh 14:7-11, jelas menunjukkan keilahian Yesus.
Penafsiran Saksi
Yehovah, yang mengatakan bahwa ayat-ayat ini hanya memaksudkan kesatuan pikiran
atau tujuan, merupakan penafsiran yang tidak sesuai dengan kontex, karena kalau
kita lihat Yoh 10:31 terlihat bahwa orang-orang Yahudi itu lalu mau
merajam Yesus dengan batu. Mengapa? Jelas karena mereka mengerti bahwa maksud
Yesus bu-kannya menyatakan kesatuan pikiran / tujuan, tetapi kesatuan hakekat.
Ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah, dan karenanya mereka mau
merajam Yesus. Ini terlihat dengan lebih jelas dari Yoh 10:33 dimana
mereka mengatakan: “Bukan karena suatu pekerjaan
baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah
dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diriMu
dengan Allah”.
Dalam
tafsirannya tentang Yoh 17:10 (“dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu adalah
milikKu”), Calvin memberikan suatu penerapan yang indah
tentang kesatuan Bapa dan Anak dalam hidup / iman kita.
Calvin: “All these things are spoken for
the confirmation of our faith. We must not seek salvation anywhere else than in
Christ. But we shall not be satisfied with having Christ, if we do not know
that we possess God in him. We must therefore believe that there is such unity
between The Father and the Son as makes it impossible that they shall have
anything separate from each other” (= Semua hal-hal
ini dikatakan untuk meneguhkan iman kita. Kita tidak boleh mencari keselamatan
di tempat lain manapun juga selain di dalam Kristus. Tetapi kita tidak akan
puas dengan memiliki Kristus, jika kita tidak mengetahui bahwa kita memiliki
Allah dalam Dia. Karena itu kita harus percaya bahwa ada suatu kesatuan
sedemikian rupa antara Bapa dan Anak sehingga membuatnya mustahil bahwa yang
satu mempunyai apapun terpisah dari yang lainnya) - hal 174.
7) Yesus sendiri mengakui bahwa Ia adalah Allah
/ Anak Allah (Yoh 5:23
Yoh 10:30 Yoh 14:7-10 Yoh 15:23
Mat 26:63-64).
Catatan:
Pengakuan Yesus
sebagai Anak Allah, tidak perlu dan tidak boleh dibedakan dengan pengakuan
sebagai Allah.
Untuk itu lihat Yoh 5:18 yang berbunyi: “Sebab
itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena
Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah
adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.
Memang kalau
seseorang mengaku bahwa dirinya adalah Allah / Anak Allah, itu tidak / belum
berarti bahwa ia memang betul-betul adalah Allah. Bisa saja bahwa ia adalah
seorang pendusta. Tetapi Yesus bukan hanya mengaku bahwa diriNya adalah Allah
/ Anak Allah, tetapi Ia juga rela mati demi pengakuan tersebut!
Ada seorang penulis buku
yang menggunakan hal ini untuk membuktikan keilahian Yesus dengan cara sebagai
berikut:
Keterangan:
Yesus mengaku
sebagai Allah / Anak Allah, dan Ia mau mati untuk pengakuan itu.
Ada 2 kemungkinan tentang pengakuan itu,
yaitu: TIDAK BENAR atau BENAR.
Kalau pengakuan
itu TIDAK BENAR, maka ada 2 kemungkinan lagi yaitu: Yesus TAHU bahwa
pengakuanNya tidak benar, atau Yesus TIDAK TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar.
Kalau Yesus tahu
bahwa pengakuannya tidak benar, maka Ia pasti adalah seorang PENDUSTA, bahkan
ORANG TOLOL (karena Ia mau mati untuk suatu dusta).
Kalau Yesus
tidak tahu bahwa pengakuanNya tidak benar, maka Ia pasti adalah ORANG GILA,
karena hanya orang gila yang tidak mengerti apa yang Ia sendiri katakan.
Kalau pengakuan
Yesus tersebut adalah BENAR, maka Yesus adalah ALLAH / ANAK ALLAH.
Jadi sekarang,
hanya ada beberapa pilihan untuk saudara:
(1) Yesus adalah pendusta / orang tolol.
(2) Yesus adalah orang gila.
(3) Yesus betul-betul adalah Allah / Anak
Allah.
Yang mana yang
menjadi pilihan saudara?
C.S. Lewis berkata: “A
man who was merely a man and said the sort of things Jesus said wouldn’t be a
great moral teacher. He’d either be a lunatic ... or else he’d be the Devil of
Hell. You must make your choice. Either this man was, and is, the Son of God,
or else a madman or something worse” (= seseorang yang
adalah semata-mata seorang manusia dan mengucapkan hal-hal seperti yang Yesus
katakan, bukanlah seorang guru moral yang agung. Atau ia adalah seorang gila
... atau ia adalah Iblis dari Neraka. Kamu harus menentukan pilihanmu. Atau
orang ini adalah Allah, baik dulu maupun sekarang, atau ia adalah orang gila
atau sesuatu yang lebih jelek lagi).
Banyak orang yang
mempercayai Yesus hanya sebagai nabi, orang yang baik / saleh, dsb, tetapi
mereka tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi penjelasan di atas
ini menunjukkan bahwa tidak ada kemungkinan bahwa Ia adalah nabi atau orang
baik. Atau Ia adalah Allah sendiri, atau Ia adalah orang yang sangat brengsek!
8) Setan mengakui bahwa Yesus adalah Allah / Anak
Allah dan setan tunduk kepada Yesus (Mat 8:28-32).
9) Kitab Suci memerintahkan penyembahan terhadap
Yesus.
Dalam
Ibr 1:6 Allah sendiri berkata bahwa malaikat-malaikat harus me-nyembah
Anak / Yesus.
Yesus sendiri
mau disembah dan disebut Tuhan / Allah (Mat 14:33 Mat 28:9,17
Yoh 9:38 Yoh 20:28),
padahal Yesus sendiri berkata bahwa kita hanya boleh menyembah Allah (Mat 4:10).
Perhatikan juga
bahwa:
·
rasul-rasul menolak sembah (Kis 10:25-26 Kis 14:14-18).
·
malaikatpun menolak sembah, dan berusaha mengalihkan
sembah itu kepada Allah (Wah 19:10 Wah
22:8-9).
·
Herodes dihukum mati oleh Tuhan karena menerima
penghormatan ilahi (Kis 12:20-23).
Karena itu, kalau
Yesus menerima sembah, dan bahkan menerima sebutan Tuhan / Allah bagi diriNya,
maka hanya ada 2 pilihan: atau Dia adalah orang yang kurang ajar / nabi palsu,
atau Dia adalah Allah sendiri! Yang mana yang saudara pilih?
II) Kristus adalah sungguh-sungguh manusia.
Bukti-bukti kemanusiaan Kristus:
1) Ia disebut ‘orang / seorang manusia’
(Yoh 8:40 Kis 2:22 Ro 5:15
1Kor 15:21).
2) Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Manusia’
(Mat 24:44).
3) Kitab Suci mengatakan bahwa Ia telah menjadi
manusia / daging (Yoh 1:14
1Tim 3:16 Ibr 2:14 1Yoh 4:2).
Semua ayat-ayat
ini sebetulnya terjemahan hurufiahnya menggunakan kata ‘daging’. Ini merupakan suatu synecdoche (= gaya
bahasa dimana yang sebagian mewakili seluruhnya), dan karena itu kata ‘daging’
ini bu-kan hanya menunjuk pada daging / tubuh manusia, tetapi pada seluruh
manusia. Dengan demikian ayat-ayat tersebut tidak boleh diartikan bah-wa
Kristus hanya mempunyai tubuh manusia tetapi tidak mempunyai jiwa / roh
manusia.
4) Kitab Suci menggambarkan Kristus sebagai
seseorang yang:
a) Mempunyai tubuh (darah, daging, dan
tulang) dan jiwa / roh.
·
Bahwa Kristus betul-betul mempunyai tubuh
(darah, daging, tu-lang) ditunjukkan oleh ayat-ayat seperti
Mat 26:26,28 Luk 24:39 Ibr 2:14.
·
Bahwa Kristus mempunyai jiwa / roh ditunjukkan
oleh:
*
ayat-ayat seperti Mat 26:38 Mat 27:50 Luk 23:46 Yoh 11:33 Yoh 12:27 Yoh 13:21 1Yoh 3:16.
Dalam
Mat 26:38 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘jiwa’ (bahasa Yunani: PSUCHE).
Dalam
Mat 27:50 dan Luk 23:46, kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘roh’ (bahasa
Yunani: PNEUMA).
Dalam
Yoh 11:33 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘roh’.
Dalam
Yoh 12:27 Kitab Suci Indonesia
memberikan terjemahan yang benar, yaitu ‘jiwaKu’.
Dalam
Yoh 13:21 terjemahan hurufiahnya adalah: ‘was troubled in spirit’ (= terganggu / susah dalam roh).
Dalam
1Yoh 3:16 kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘jiwa’.
* adanya pikiran manusia (Mat 24:36 Luk 2:40,52), perasaan manusia
(Mat 8:10 Mat 9:36 Mat 26:37,38 Mark 3:5
Mark 6:6 Luk 7:9 Yoh 11:33,35 Yoh 12:27), dan kehendak manusia
(Mat 26:39). Ini semua jelas menunjukkan adanya jiwa / roh manusia.
b) Mengalami pertumbuhan / perkembangan
(Luk 2:40,52).
c) Mengalami segala sesuatu yang
dialami oleh manusia-manusia yang lain (kecuali dalam hal melakukan dosa),
seperti: lahir (Luk 2:7), lapar (Mat 4:2), haus (Yoh 4:7 Yoh 19:28), letih (Yoh 4:6), tidur
(Mat 8:24), penderitaan (Ibr 2:10,18
Ibr 5:8), dan mati (Yoh 19:30).
5) Ayat-ayat seperti Ro 8:3 Fil 2:7-8 Ibr 2:14-17 jelas menunjukkan bahwa
Yesus sungguh-sungguh adalah manusia.
Calvin (tentang Ro 8:3): “But he says, that he came ‘in
the likeness of the flesh of sin;’ for
though the flesh of Christ was polluted by no stains, yet it seemed apparently
to be sinful, inasmuch as it sustained the punishment due to our sins, and
doubtless death exercised all its power over it as though it was subject to
itself” (= Tetapi ia berkata bahwa Ia datang dalam kemiripan dari daging
dari dosa; karena sekalipun daging Kristus tidak dikotori dengan kotoran /
noda, tetapi itu kelihatannya berdosa, karena itu menderita hukuman yang
disebabkan karena dosa kita, dan tak diragukan kematian menjalankan semua
kuasanya atasnya seakan-akan itu tunduk kepadanya).
Keberatan terhadap kemanusiaan
Yesus dan jawabannya:
1) Ada
orang yang mengatakan bahwa kalau Yesus adalah manusia yang suci, maka
sebetulnya Ia bukan manusia, karena semua manusia ber-dosa. Untuk ini perlu
diketahui bahwa dosa tidak termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum jatuh
ke dalam dosa, Adam dan Hawa sudah adalah manusia!
2) Ada
juga yang mengatakan bahwa Yesus bukanlah manusia yang sama seperti kita karena
dalam pembuahannya tidak digunakan air mani laki-laki. Untuk menjawab serangan
ini, kita bisa menunjuk pada Adam dan Hawa, yang dalam pembentukannya juga
tidak menggunakan air mani laki-laki. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam
pembentukan mereka tidak ada pembuahan apapun. Tetapi mereka tetap adalah
manusia sungguh-sungguh, sama seperti kita.
Seseorang pernah
berkata bahwa Allah bisa dan pernah mencipta manusia dengan 4 cara:
a) Tanpa menggunakan laki-laki
ataupun perempuan - yaitu pada waktu Ia menciptakan Adam.
b) Tanpa menggunakan perempuan,
tetapi menggunakan laki-laki - yaitu pada waktu Ia menciptakan Hawa.
c) Tanpa menggunakan laki-laki,
tetapi menggunakan perempuan - yaitu pada waktu Ia menciptakan manusia Yesus.
d) Dengan menggunakan laki-laki
dan perempuan - yaitu pada waktu Ia menciptakan semua manusia selain Adam,
Hawa, dan manusia Yesus.
Jadi
kesimpulannya adalah: bahwa ‘manusia Yesus’ diciptakan oleh Allah hanya dengan
menggunakan seorang perempuan, tidak menyebabkan Ia bukanlah manusia yang
sejati.
Catatan:
Sesuatu yang penting
sekali untuk diwaspadai / diperhatikan adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan
keilahian Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus.
Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk
membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Ia
bukanlah Allah!
Orang-orang
Saksi Yehovah sering melakukan kesalahan ini dimana mereka menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kristus
bukanlah Allah.
Misalnya:
·
Mat 24:36 yang menunjukkan pikiran manusia
yang terbatas dalam diri Yesus, dipakai sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah
Allah.
·
Yoh 14:28 yang jelas juga menekankan Yesus
sebagai manusia (pikiran manusialah yang saat itu timbul) dipakai untuk
membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih rendah dari pada
Allah.
·
Ibr 5:8 yang mengatakan bahwa Yesus ‘telah
belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’, yang jelas juga
menunjukkan Yesus sebagai manusia, dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus
bukanlah Allah, karena Allah tak perlu belajar.
·
Mat 4:1-11 yang menunjukkan bahwa Yesus
dicobai, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah,
karena Allah tidak bisa dicobai (bdk. Yak 1:13).
·
Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa,
juga mereka pakai untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah, karena Allah tidak
perlu berdoa.
Illustrasi:
Saya adalah
seorang pendeta, tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang
olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus,
sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai
celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat sebagai
olahragawan. Tidak ada orang yang pada waktu me-lihat saya memakai toga,
menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, pada
waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti
bahwa saya bukan pendeta!
Analoginya,
karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membukti-kan bahwa Ia bukan
manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjuk-kan kemanusiaan Yesus untuk
membuktikan bahwa Ia bukan Allah!
Herschel H.
Hobbs: “It is just as
great a heresy to deny His humanity as to deny His deity”
(= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal
keilahianNya) - ‘The Epistles
of John’, hal 21.
III) Pentingnya keilahian Kristus.
1) Supaya Ia bisa taat sempurna kepada BapaNya.
Ini penting
karena kalau Ia jatuh ke dalam dosa 1 x saja, maka Ia tidak mungkin menebus
dosa kita.
2) Supaya pengorbanan / kematianNya mempunyai
nilai penebusan yang tak terbatas.
Logikanya, kalau
Ia hanya seorang manusia biasa, maka paling-paling kematianNya hanya bisa
menebus seorang manusia. Bahkan sebetulnya tidak ada manusia bisa menebus
manusia yang lain. Hal ini dinyatakan dalam Maz 49:8-9. Tetapi karena
dalam Kitab Suci bahasa Indonesia ada kesalahan penterjemahan, maka di sini
saya memberikan terjemahan NIV.
Ps 49:6-7
(NIV): “No man can redeem the life of
another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly,
no payment is ever enough” (= tidak seorang manusiapun bisa menebus nyawa
orang lain, atau mem-berikan kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sa-ngat mahal,
tidak ada pembayaran yang bisa mencukupi).
Charles
Hodge: “This perfection of the
satisfaction of Christ, … is not due to his having suffered either in kind or
in degree what the sinner would have been required to endure; but principally
to the infinite dignity of his person. He was not a mere man, but God and man
in one person” (= Kesempurnaan dari
pemuasan / pelunasan Kristus ini, … bukanlah karena Ia telah menderita apa yang
seharusnya ditanggung orang berdosa, baik dalam jenisnya atau dalam
tingkatannya; tetapi terutama karena martabat yang tak terbatas dari
pribadiNya. Ia bukan semata-mata seorang manusia, tetapi Allah dan manusia
dalam satu pribadi) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 483.
3) Supaya pada waktu Allah menimpakan hukuman
umat manusia kepada Yesus, Ia tidak bertindak tidak adil.
Kalau Yesus
hanya seorang manusia biasa, dan Allah menimpakan hu-kuman umat manusia kepada
Yesus, maka Allah jelas telah bertindak tidak adil, karena Ia menghukum
seseorang karena dosa orang lain. Tetapi karena Yesus adalah Allah sendiri,
maka Allah tetap adil, karena pada waktu Ia menimpakan hukuman umat manusia
kepada Yesus, pada hakekatnya Ia menimpakan hukuman itu kepada diriNya sendiri.
IV) Pentingnya kemanusiaan Yesus.
1) Yang berbuat dosa adalah manusia, dan karena
itu hukumannya harus ditanggung oleh seorang manusia. Karena itulah Kristus
harus menjadi seorang manusia yang sama seperti kita (Ro 8:3 Ibr 2:14-17) yang mem-punyai tubuh dan
jiwa / roh (pikiran, perasaan, kehendak).
Gregory
Nazianzus:
“For that which is not taken up
is not healed” (= karena apa yang tidak
diambil, tidak disembuhkan).
Cyril of Alexandria:
“That which is not assumed is not
saved” (= apa yang tidak diambil, tidak
diselamatkan).
Tetapi Kristus
haruslah menjadi seorang manusia yang suci, karena kalau Ia sendiri berdosa, Ia
tidak bisa menebus dosa kita (Ibr 7:26-27).
2) Supaya bisa menjadi pengantara antara Allah
dan manusia (1Tim 2:5).
3) Supaya Ia bisa merasakan pencobaan dan
penderitaan yang dialami oleh manusia. Dengan demikian Ia bisa bersimpati
terhadap manusia yang menderita dan dicobai dan bisa menolong mereka
(Ibr 2:17-18 Ibr 4:15).
William G.T.
Shedd:
“Previous to the assumption of a
human nature, the Logos could not experience a human feeling because he had no
human heart, but after the assumption he could; previous to the incarnation, he
could not have a finite perception because he had no finite intellect, but after
this event he could; ... The unincarnate Logos could think and feel only like
God; he had only one form of consciousness. The incarnate Logos can think and
feel either like God, or like man; he has two modes or forms of consciousness”
(= sebelum meng-ambil hakekat manusia, Logos tidak bisa mengalami perasaan
manusia karena Ia tidak mempunyai hati manusia, tetapi setelah mengambil
hakekat manusia Ia bisa; sebelum inkarnasi, Ia tidak bisa mempunyai pengertian
yang terbatas karena Ia tidak mempunyai pikiran yang terbatas, tetapi setelah
peristiwa itu Ia bisa; ... Logos yang tidak / belum berinkarnasi bisa berpikir
dan merasa hanya sebagai Allah; Ia hanya mempunyai satu bentuk kesadaran. Logos
yang berinkarnasi bisa berpikir dan merasa, atau seperti Allah, atau seperti
manusia; Ia mempunyai dua bentuk kesadaran) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 267.
Matthew Poole
memberikan komentar tentang Ibr 2:18 sebagai berikut:
“He had the mercies of God
before, and as if that were not enough, the tempted nature of man, to soften
his heart to pity his brethren in their suffering and temptations”
(= sebelumnya Ia sudah mempunyai belas kasihan Allah, dan seakan-akan itu belum
cukup, sekarang Ia mempunyai hakekat manusia yang telah dicobai, untuk
melunakkan / melembutkan hatiNya supaya Ia mengasihani saudara-saudaraNya dalam
penderitaan dan pencobaan me-reka).
4) Supaya Ia bisa menjadi teladan bagi manusia
(Mat 11:29 Yoh 13:14-15 Fil 2:5-8 Ibr 12:2-4 1Pet 2:21).
Kalau Ia tetap
sebagai Allah, maka bagaimanapun sucinya Ia hidup, Ia tidak bisa menjadi
teladan bagi manusia, karena manusia tidak bisa melihat Dia. Tetapi dengan Ia
sudah menjadi manusia, maka manusia bisa melihat kehidupanNya yang suci dan
meneladaninya.
V) Kristus: 1 person
/ pribadi dengan 2 natures / hakekat.
A) Istilah ‘Person’ dan ‘Nature’.
1) Mengapa digunakan
istilah-istilah seperti ‘person’ (=
pribadi) dan ‘nature’ (= hakekat),
padahal istilah-istilah tersebut tidak ada dalam Kitab Suci?
Calvin (pada
waktu ia berbicara tentang Allah Tritunggal dalam Yoh 1:1-2) menjawab
pertanyaan tersebut sebagai berikut:
“And yet the ancient writers of
the Church were excusable, when, finding that they could not in any other way
maintain sound and pure doctrine in opposition to the perplexed and ambiguous
phraseology of the heretics, they were compelled to invent some words, which
after all had no other meaning than what is taught in the Scriptures. They said
that there are three Hypostases, or Subsistences, or Persons, in the one and
simple essence of God” (= dan penulis-penulis kuno dari
gereja bisa dibenarkan, karena pada waktu mereka melihat bahwa tidak ada jalan
lain untuk memper-tahankan doktrin yang sehat dan murni untuk menentang
penyusunan kata yang membingungkan dan berarti dua dari orang-orang sesat, maka
mereka terpaksa menciptakan beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak mempunyai
arti lain dari pada apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka berkata bahwa
ada tiga pribadi dalam hakekat Allah yang satu dan sederhana).
Herman Bavinck
mengatakan sebagai berikut:
“It is of course self-evident
that this confession of Nicea and Chalcedon
may not lay claim to infallibility. The terms of which the church and its
theology make use, such as person, nature, unity of substance, and the like,
are not found in Scripture, but are the product of reflection which
Christianity gradually had to devote to this mystery of salvation. The church
was compelled to do this reflecting by the heresies which loomed up on all
sides, both within the church and outside of it. All those expressions and
statements which are employed in the confession of the church and in the
language of theology are not designed to explain the mystery which in this
matter confronts it, but rather to maintain it pure and unviolated over against
those who would weaken or deny it” (= Jelaslah bahwa
pengakuan iman Nicea dan Chalcedon tidak bisa dianggap infallible / tak bisa salah. Istilah-istilah yang digunakan oleh
gereja dan theologinya, seperti priba-di, hakekat, kesatuan hakekat / zat, dan
sebagainya, tidak ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi merupakan hasil pemikiran
yang secara ber-tahap / perlahan-lahan harus diberikan oleh kekristenan kepada
misteri tentang keselamatan ini. Gereja dipaksa untuk melakukan pemikiran ini
oleh bidat-bidat yang muncul dan mengancam dari semua sisi, baik di dalam
maupun di luar gereja. Semua istilah dan pernyataan yang digu-nakan dalam
pengakuan iman gereja dan dalam bahasa theologia, tidak dimaksudkan untuk
menjelaskan misteri yang dihadapi, tetapi untuk menjaganya supaya tetap murni
dan tak terganggu dari mereka yang ingin melemahkan atau menyangkalnya) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 321-322.
Bavinck
melanjutkan lagi:
“There have been many, and there
still are many, who look down upon the doctrine of the two natures from a lofty
vantage point, and try to supplant it by other words and phrases. What
differences does it really make, they begin by saying, whether we agree with
this doctrine or not? What matters is that we ourselves possess the person of
Christ, He who stands high and exalted above this awkward confession. But
before long these same persons begin introducing words and terms themselves in
order to describe the person of Christ whom they accept. ... And then history
has taught that the terms of the attackers of the Doctrine of the Two Natures
are far poorer in worth and force, and that they often, indeed, involve doing
injustice to the incarnation as Scripture explains it to us”
(= pernah ada banyak orang, dan sampai sekarang masih ada banyak orang, yang
dari tempat yang tinggi dan menguntungkan, meremehkan / memandang rendah
doktrin tentang 2 hakekat ini, dan mencoba untuk menggantinya dengan
kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang lain. Mereka memulainya dengan
berkata: apa bedanya apakah kami menyetujui doktrin ini atau tidak? Yang
penting adalah bahwa kami memiliki pribadi Kristus, yang berdiri jauh di atas
pengakuan yang aneh ini. Tetapi sebentar lagi, orang-orang ini sendiri mulai
memperkenalkan kata-kata dan istilah-istilah untuk menggambarkan pribadi Kristus yang mereka
terima. ... Dan sejarah telah mengajar bahwa istilah-istilah dari para
penyerang doktrin ten-tang 2 hakekat
ini, jauh lebih jelek dalam nilainya dan kekuatannya, dan bahwa mereka bahkan
sering terlibat dalam perlakuan yang tidak benar terhadap inkarnasi seperti
yang dijelaskan oleh Kitab Suci kepada kita) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 322.
Apa yang
dikatakan oleh Bavinck ini terbukti dalam buku sesat dari Pdt. Yohanes Bambang,
yang berjudul ‘Tuhan, Ajarlah Aku’.
Dalam
hal 131, ia berkata sebagai berikut: “Jadi
karena hakikat Alki-tab berfungsi sebagai pewartaan iman maka dalam
kesaksiannya tidak pernah berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang
dikemu-kakan oleh Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa tentang
Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori 'UNA SUBSTANTIA,
TRES PERSONAE' (satu zat yang memiliki tiga priba-di). Cara berpikir
Tertullianus adalah cara berpikir yang filsafati ketimbang cara berpikir
teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Ku-dus bukan dalam pengertian
ZAT ILAHI yang memiliki kepribadian sendiri. Alkitab tidak pernah mengenal
atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI”.
Jadi
terlihat bahwa ia menolak ajaran Tertullian ini dengan alasan bahwa istilah
‘zat ilahi’ itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya dalam bagian lain
dari bukunya ia berkata:
·
“Secara matematis
memang berjumlah tiga. Tetapi dari penghayatan iman dan materi Allah:
ketigaNya adalah YANG TUNGGAL” (hal 109).
·
“Jadi Allah dan Yesus
adalah satu, tapi bukan satu dalam arti matematis, juga bukan dalam arti satu
zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi dan karya
(pekerjaan)Nya” (hal 110).
·
“... sehingga dalam
diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah sendiri”
(hal 135).
Perhatikan
bahwa sekarang ia menggunakan istilah-istilah ‘materi Allah’, ‘ciri hakiki
ilahi’, dan ‘ciri hakiki Allah’. Bukankah istilah-istilah itu juga tidak ada
dalam Kitab Suci? Jadi terlihat kebenaran kata-kata Bavinck di atas. Orang ini
baru saja mencela penggunaan istilah ‘zat ilahi’, tetapi lalu menciptakan
istilahnya sendiri, yang juga tidak ada dalam Kitab Suci, dan jelas lebih jelek
nilainya dari istilah ‘zat ilahi’ yang ia cela.
2) Arti dari person dan nature.
Pada waktu
LOGOS / Anak Allah berinkarnasi, Ia tidak mengambil pribadi manusia, tetapi
hakekat manusia (yang lalu mendapat kepri-badiannya dari LOGOS).
Kalau demikian,
bisakah kita berkata bahwa Yesus tidak mengambil seluruh manusia, karena
yang Ia ambil adalah manusia tanpa kepriba-dian? Kalau memang LOGOS tidak
mengambil seluruh manusia, bu-kankah itu berarti bahwa Ia tidak menebus
seluruh manusia? Kalau Ia tidak mengambil kepribadian manusia,
bukankah itu berarti bahwa kepribadian kita tidak ditebus?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu mengerti ten-tang arti / definisi dari
istilah ‘person / pribadi’ dan ‘nature / hekekat’.
a) Human nature adalah substance
/ essence (= hakekat) dari manu-sia. Tidak ada perbedaan antara human nature yang satu dengan human nature yang lain. Semua manusia
mempunyai human na-ture yang sama.
b) Human nature sudah merupakan seluruh manusia, tidak ada sedi-kitpun
yang kurang.
c) Human person (= pribadi manusia) adalah human nature yang sudah dipribadikan. Karena itu, human person yang satu berbeda dengan human person yang lain.
Beberapa
kutipan kata-kata William G. T. Shedd::
·
“Personality
is not an integral and essential part of a nature, but is, as it were, the
terminus to which it tends” (= Kepribadian bukanlah
meru-pakan bagian yang perlu untuk melengkapi dan bukan bagian yang pokok /
hakiki dari suatu hakekat, tetapi merupakan terminal yang dituju oleh hakekat
itu) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 287.
·
“When
we speak of a human nature, a real
substance having physical, rational, moral and spiritual properties is meant.
This human nature is capable of becoming a human person but as yet is not one.
It requires to be personalized, in order to be a self-conscious individual man.
A human person is a fractional part of a specific human nature or substance
which has been separated from the common mass, and formed into a distinct and
separate individual, by the process of generation. Prior to this separation and
formation, this fractional portion of the common human nature has all the
qualities of the common mass of which it is a part, but it is not yet
individualized. It is potentially, not actually personal. It has all the
properties that subsequently appear in the particular individual formed of it”
[= Pada waktu kita berbicara tentang suatu hakekat manusia, maka yang dimaksud
adalah suatu zat yang nyata yang memiliki sifat-sifat fisik, ratio, moral dan
rohani. Hakekat manusia ini bisa (mempunyai kemampuan) menjadi pribadi manusia
tetapi belum / bukan merupa-kan pribadi manusia. Hakekat manusia itu perlu
dipribadikan supaya menjadi seorang manusia tersendiri yang sadar. Seorang
pribadi manusia adalah sebagian kecil dari hakekat atau zat manusia tertentu
yang telah dipisahkan dari seluruh massa, dan dibentuk menjadi pribadi
tersendiri yang berbeda dan terpisah, oleh proses kelahiran. Sebelum pemisahan
dan pembentukan ini, bagian kecil dari seluruh hakekat manusia itu, mempunyai
semua sifat-sifat dari seluruh massa
dari mana ia merupakan bagian, tetapi ia belum dipribadikan. Ia berpotensi
untuk menjadi pribadi, tetapi ia tidak / belum sungguh-sungguh merupakan pribadi. Ia mempunyai semua
sifat-sifat yang sesudah itu muncul dalam pribadi tertentu yang dibentuk
darinya] - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 289-290.
·
“A
lump of clay has all the properties of matter that belong to the vessel of
honor and dishonor. But it has not as yet the individual form of the vessel. An
act of the potter must intervene, whereby a piece of clay is separated from the
lump and moulded into a particular vase having its own peculiar shape and
figure. In like manner, human nature as an entire whole existing in Adam
possessed all the elementary properties that are requisite to personality,
though it was not yet personalized” (= segumpal tanah
liat mempunyai semua sifat-sifat dari bahan / zat yang dimiliki oleh bejana
yang terhormat dan tak terhormat. Tetapi gumpalan tanah liat itu belum
mempunyai bentuk dari bejana itu. Suatu tindakan dari penjunan harus ikut
campur, dengan mana segumpal tanah liat itu dipisahkan dari seluruh gumpalan
dan dibentuk menjadi suatu jambangan tertentu yang mempunyai ben-tuknya yang
khas. Demikian juga, hakekat manusia sebagai suatu keseluruhan yang ada di
dalam Adam mempunyai semua sifat-sifat dasar yang diperlukan untuk kepribadian,
sekalipun hakekat manu-sia itu belum dipribadikan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II,
hal 290-291.
·
“The
difference, then, between nature and person is virtually that between substance
and form” (= Jadi, perbedaan sebenarnya
antara hakekat dan pribadi adalah perbedaan antara zat dan bentuk) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II,
hal 291.
·
“Still
another point of difference between a ‘nature’ and a ‘person’ is the fact that
a nature can not be distinguished from another nature, but a person can be
from another person” (= perbedaan lain lagi antara
‘hakekat’ dan ‘pribadi’ adalah fakta bahwa suatu hakekat tidak bisa dibedakan
dari hakekat yang lain, sedangkan suatu pribadi bisa dibe-dakan dari pribadi
yang lain) - ‘Shedd’s Dogmatic
Theology’, vol II, hal 294.
Kesimpulan dari
semua ini:
Karena person / pribadi
adalah nature / hakekat yang sudah
dibentuk / dipribadikan, maka sebetulnya person
/ pribadi tidak memiliki kelebihan zat dibandingkan dengan nature / hakekat. Ingat bahwa ‘pembentukan’ bukanlah penambahan
zat!
Sama seperti segumpal tanah liat, yang sudah dibentuk menjadi jambangan
/ gelas, tidak mempunyai kelebihan zat dibandingkan dengan saat gumpalan tanah
liat itu belum dibentuk, demikian juga person
/ pribadi tidak mempunyai kelebihan zat dibanding-kan dengan nature / hakekat.
Illustrasi:
---------------> Common Mass
Dari illustrasi
gambar ini terlihat dengan jelas bahwa perbedaan antara nature dan person, tidak
terletak pada perbedaan zat / hakekat, tetapi pada pembentukan (nature - belum dibentuk; person - sudah dibentuk).
Dengan demikian, pada waktu Yesus mengambil human nature / hakekat manusia, Ia sebetulnya sudah mengambil
seluruh manu-sia, tanpa ada yang kurang sedikitpun.
B) Hypostatical / personal Union (= persatuan
pribadi).
1) Yesus Kristus adalah
sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Tetapi Ia
hanya merupakan 1 pribadi.
Dasar dari
pandangan ini:
Dalam Kitab
Suci sering ditunjukkan akan adanya lebih dari 1 pribadi dalam diri Allah.
Misalnya:
a) Penggunaan kata ganti orang
bentuk jamak (Kej 1:26).
b) Pembicaraan antara satu
pribadi dengan pribadi yang lain (Maz 2:7).
c) Adanya saling kasih-mengasihi
antara pribadi-pribadi itu (Mat 3:17
Yoh 17:23-24).
d) Pribadi yang satu mengutus
pribadi yang lain (Yoh 14:26 Yoh 15:26
Yoh 17:3).
Tetapi hal-hal
tersebut tidak pernah terjadi pada waktu Kitab Suci menggambarkan Yesus
Kristus. Jadi jelaslah bahwa berbeda dengan Allah Tritunggal yang memiliki
lebih dari 1 pribadi, Yesus Kristus hanya memiliki 1 pribadi saja!
2) Sebelum inkarnasi, Yesus
adalah Allah Anak yang jelas merupakan ‘seseorang’ yang berpribadi. Jadi pada
saat itu Ia adalah 1 pribadi dengan 1 hakekat, yaitu hakekat ilahi. Pada saat
Ia berinkarnasi, Ia tidak mengambil ‘pribadi manusia’ karena ini akan
menimbulkan ada-nya 2 pribadi seperti yang diajarkan oleh Nestorianism. Yang
diambil olehNya adalah hakekat manusia. Hakekat manusia dan hakekat ilahi
bersatu dalam pribadi Anak Allah sehingga setelah inkarnasi, Yesus adalah 1
pribadi dengan 2 hakekat (ilahi dan manusia).
Ada yang
beranggapan bahwa yang diambil oleh Logos bukanlah ‘hakekat manusia’ tetapi
‘pribadi manusia’, karena yang diambil itu terdiri dari tubuh dan jiwa / roh,
yang mencakup pikiran, perasaan, dan kehendak, dan ketiga hal ini merupakan
ciri-ciri dari seorang pribadi. Tetapi ini tidak benar, karena sekalipun Logos
itu mengambil tubuh manusia dan jiwa / roh manusia, yang mempunyai pikiran,
perasaan dan kehendak, tetapi semua itu belum dipribadikan, sehingga sifatnya
belum / tidak specific (= tertentu).
Jadi,
pikirannya belum tertentu (pandai atau bodoh), perasaannya belum tertentu
(halus atau kasar), kehendaknya belum tertentu (keras atau tidak). Bahkan
tubuhnyapun belum tertentu (tinggi atau pendek, berkulit putih atau kuning atau
hitam, bermata biru atau coklat, berambut pirang atau hitam, dsb). Dengan
demikian ini bukan pribadi manusia, tetapi hakekat manusia.
Tetapi pada
saat pertama Logos mengambil hakekat manusia itu, maka hakekat manusia itu
mendapat kepribadiannya dari Logos, sehingga menjadi manusia tertentu.
3) Hakekat manusia itu tidak
pernah ada terpisah dari pribadi Allah Anak. Hakekat manusia itu mendapat
kepribadiannya dari pribadi Allah Anak dan selalu ada di dalam pribadi Allah
Anak itu. Bahkan antara kematian dan kebangkitan Yesuspun, hakekat manusia itu
tak terpisah dengan LOGOS / Allah Anak, karena sekalipun hakekat manusia itu terpecah (roh pisah
dengan tubuh), tetapi LOGOS / Allah Anak yang maha ada itu tetap bersatu baik
dengan tubuh (yang ada di kuburan) maupun dengan roh (yang ada di surga).
4) Dalam Personal Union (= persatuan
pribadi) ini terjadi suatu persatuan, bukan suatu percampuran (mixture / confusion), antara hakekat
manusia dan hakekat ilahi. Jadi, baik hakekat manusia maupun hakekat ilahi tetap
mempunyai / mempertahankan sifat-sifat-nya sendiri-sendiri. Mereka berbeda,
tetapi bersatu dalam diri Yesus Kristus.
5) Akibat adanya 2 hakekat dalam
pribadi Yesus Kristus ini maka:
a) Kristus mempunyai 2 macam
kesadaran, yaitu ilahi dan manusia. Kadang-kadang
Ia berpikir dan merasa sebagai
Allah, dan kadang-kadang sebagai manusia.
Contoh:
·
kesadaran ilahi: Mat 8:26 Yoh 8:58
Yoh 11:44.
·
kesadaran manusia: Mat 24:36 Mat 26:37-38 Yoh 11:35 Yoh 19:28.
Tetapi harus
diingat bahwa dalam setiap contoh-contoh itu, adalah pribadi yang sama yang
berpikir / mempunyai kesadaran.
b) Kristus mempunyai 2 kehendak,
ilahi dan manusia. Tetapi karena kehendak manusia yang ada dalam diri Yesus
adalah suci, maka tidak ada pertentangan / konfrontasi antara kehendak ilahi
dan kehendak manusia dalam diri Yesus. Karena itu, sekalipun ada 2 kehendak,
selalu hanya menghasilkan satu tindakan (bdk. Mat 26:36-46).
Illustrasi /
analogi:
Illustrasi /
analogi yang paling cocok untuk menjelaskan Personal
Union ini adalah persatuan antara tubuh dan jiwa pada manusia (Catatan: ini
hanya berlaku untuk orang yang percaya pada Dicho-tomy, bukan pada
Trichotomy!).
·
Pada manusia, tubuh dan jiwa membentuk 1
pribadi.
Pada
Yesus Kristus, hakekat manusia dan Allah Anak membentuk 1 pribadi.
·
Pada manusia, kepribadian terletak pada jiwa,
bukan pada tubuh.
Pada
Yesus Kristus, kepribadian terletak pada Allah Anak, bukan pada hakekat
manusia.
·
Pada manusia, tubuh berbeda dengan jiwa; mereka
tidak bercam-pur, dan masing-masing mempertahankan sifat-sifatnya
sendiri-sendiri.
Pada Yesus
Kristus, hakekat manusia berbeda dengan hakekat ilahi; mereka tidak bercampur
dan masing-masing mempertahan-kan sifat-sifatNya sendiri-sendiri.
C) Akibat dari Personal Union.
1) Communicatio Idiomatum [communication
of properties (= pembe-rian sifat-sifat / sama-sama memiliki sifat-sifat)].
Catatan:
Istilah
‘Communicatio Idiomatum’ ini adalah istilah bahasa Latin, yang begitu populer
dalam Kristologi, sehingga dalam buku-buku Theologia sering digunakan begitu
saja tanpa diberikan terjemahannya.
a) Arti istilah ini:
·
kata Idiomatum
/ properties berarti ‘sifat dasar’.
Dalam diri
manusia, sifat-sifat seperti pemarah, sombong, pelit, tidak termasuk sifat
dasar, karena tidak semua orang mem-punyai sifat seperti itu.
Contoh sifat
dasar dalam diri manusia adalah: terbatas, dicipta / tidak ada dengan
sendirinya, tidak maha tahu, bisa berdosa, bisa mati, dsb. Sifat-sifat ini
dimiliki oleh semua manusia.
Catatan:
Perhatikan
bahwa dalam sepanjang pembahasan tentang Communicatio Idiomatum ini, yang
dimaksud dengan ‘sifat’ adalah ‘sifat dasar’.
·
Dalam bahasa Yunani istilah Communicatio diterjemahkan de-ngan istilah KOINONIA.
Kata Yunani
KOINONIA bisa berarti:
1. fellowship (= persekutuan).
2. a close mutual relationship (= hubungan
timbal balik yang dekat).
3. participation (= partisipasi).
4. sharing in (= sama-sama menikmati /
memiliki).
5. partnership (= persekutuan).
6. contribution (= sumbangan).
7. gift (= pemberian).
Jadi, kalau
dikatakan bahwa terjadi Communicatio
Idiomatum dari A kepada B, maka itu berarti bahwa sifat-sifat A diberikan
kepada B, atau bahwa B sama-sama memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh A
(dari ke 7 arti di atas, mungkin yang paling ditekankan adalah arti ke 4 dan ke
7).
b) Dalam hal Communicatio Idiomatum ini, ajaran Reformed
berten-tangan dengan Lutheran.
·
Ajaran Reformed:
Sifat-sifat
dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat ilahi / tidak menjadi
sifat-sifat dari hakekat ilahi, dan sebaliknya, sifat-sifat dari hakekat ilahi
tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat-sifat dari hakekat
manusia. Tetapi, baik sifat-sifat dari hakekat manusia maupun sifat-sifat dari
hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus / menjadi sifat-sifat dari
pribadi Kristus.
Charles
Hodge:
“Hence, inconsistent, or
apparently contradictory affirmations may be made of the same person”
(= Karena itu, ketidak-konsistenan, atau pernyataan-pernyataan yang
kelihatannya kontradiksi / bertentangan bisa dibuat tentang pribadi yang sama)
- ‘System-atic Theology’, vol II, hal
379.
Keterangan
gambar:
P = Pribadi
Kristus; HM = Hakekat Manusia; HI = Hakekat Ilahi.
Catatan:
Jangan membayangkan bahwa diri Kristus
betul-betul seperti gambar di atas! Gambar ini hanya untuk membantu saudara
untuk melihat dimana terjadi pemberian sifat-sifat dan dimana tidak terjadi
pemberian sifat-sifat.
Penjelasan:
Hakekat
manusia mempunyai sifat terbatas, sedangkan hakekat ilahi mempunyai sifat tidak
terbatas. Sifat terbatas dari hakekat manusia tidak diberikan kepada hakekat
ilahi / tidak menjadi sifat dari hakekat ilahi, dan sifat tidak terbatas dari
hakekat ilahi tidak diberikan kepada hakekat manusia / tidak menjadi sifat dari
hakekat manusia. Tetapi baik sifat terbatas dari hakekat manusia, maupun sifat
tidak terbatas dari hakekat ilahi, sama-sama diberikan kepada pribadi Kristus /
menjadi sifat dari pribadi Kristus. Jadi, pribadi Kristus mempunyai sifat
terbatas dan tidak terbatas sekaligus.
Dengan cara
yang sama bisa kita dapatkan bahwa pribadi Yesus bisa dikatakan terbatas
pengetahuannya maupun maha-tahu, lemah / terbatas kekuatannya maupun mahakuasa.
Karena itu
jangan heran kalau melihat bahwa Kitab Suci kadang-kadang menggambarkan Yesus
itu terbatas pengetahuannya (Mat 24:36), tetapi juga sering menggambarkan
Yesus itu mahatahu (Mat 9:4
Mat 12:25
Yoh 2:24-25 Yoh 6:64).
Juga jangan heran kalau Kitab Suci kadang-kadang menggambarkan Yesus lemah /
terbatas kekuatannya, sehingga bisa lelah, membutuhkan istirahat / tidur
(Yoh 4:6 Mat 8:24), tetapi juga
sering menggambarkan Yesus itu mahakuasa, dimana Ia bisa membangkitkan orang
mati, menghentikan badai, memberi makan 5000 orang dengan menggunakan 5 roti
dan 2 ikan, mengusir setan, dsb.
·
Ajaran Lutheran:
Mereka
mengatakan:
* ada pemberian sifat-sifat dari kedua hakekat
kepada pri-badi. Dengan kata lain, pribadi memiliki sifat-sifat dari kedua
hakekat. Ini sesuai dengan ajaran Reformed.
*
juga ada pemberian sifat-sifat antar kedua
hakekat tersebut.
Dengan kata
lain, hakekat yang satu juga memiliki sifat-sifat dari hakekat yang lain. Ini
tidak sesuai dengan ajaran Re-formed.
Perkembangan
ajaran tentang Communicatio Idiomatum
dalam kalangan Lutheran:
(1) Luther dan orang-orang
Lutheran yang mula-mula meng-ajarkan adanya pemberian sifat-sifat, baik dari
hakekat ma-nusia kepada hakekat ilahi, maupun dari hakekat ilahi kepa-da
hakekat manusia.
(2) Orang-orang Lutheran
selanjutnya hanyalah menekankan pemberian sifat-sifat dari hakekat ilahi kepada
hakekat manusia. Ini mereka lakukan untuk menghindarkan hakekat ilahi menjadi
terbatas karena pemberian sifat dari hakekat manusia.
(3) Dalam perkembangan
selanjutnya, orang-orang Lutheran membedakan antara operative attributes / sifat-sifat opera-tive (seperti maha kuasa,
maha ada, maha tahu) dengan quiescent
attributes / sifat-sifat diam (seperti tak terbatas, kekal) dari Allah, dan
mereka mengatakan bahwa hanya operative
atrributes sajalah yang diberikan dari hakekat ilahi kepada hakekat
manusia. Ini mereka lakukan untuk meng-hindarkan hakekat manusia menjadi tak
terbatas dan kekal karena pemberian sifat dari hakekat ilahi.
Catatan:
Doktrin
Lutheran yang salah tentang diri Kristus ini, dimana mereka menganggap bahwa
hakekat manusia Yesus itu maha-ada, menyebabkan mereka bisa percaya bahwa dalam
Perja-muan Kudus, Yesus hadir secara jasmani.
Keberatan /
sanggahan terhadap ajaran Lutheran ini:
(a) Ajaran ini menunjukkan adanya
pembauran / percampuran antara hakekat ilahi dan hakekat manusia dalam diri
Kristus. Hakekat manusia yang mempunyai sifat-sifat ilahi seperti maha ada,
maha tahu dsb, tidak lagi bisa disebut sebagai hakekat manusia (perhatikan
kutipan dari Charles Hodge di bawah). Jadi jelas bahwa ajaran ini berbau ajaran
Eutychia-nism dan jelas bahwa ajaran ini bertentangan dengan Chalcedonian Creed yang mengatakan ‘without confusion, without change’ (=
‘tanpa percampuran, tanpa perubahan’).
Charles
Hodge:
“... the properties or attributes
of a substance constitute its essence, so that if they be removed or if others
of a different nature be added to them, the substance itself is changed. ... If
divine attributes be conferred on man, he ceases to be man; and if human
attributes be transferred to God, he ceases to be God”
(= ... sifat-sifat dari suatu zat / bahan membentuk hakekatnya, sehingga kalau
mereka disingkirkan atau kalau sifat-sifat yang lain ditambahkan kepada mereka,
maka zat / bahan itu sendiri berubah. ... Kalau sifat-sifat ilahi diberikan
kepada manusia, ia berhenti menjadi manusia; dan kalau sifat-sifat manusia
diberikan kepada Allah, ia berhenti menjadi Allah) - ‘Sys-tematic Theology’, vol II, hal 390.
(b) Ajaran ini tidak konsekwen,
karena kalau sifat-sifat ilahi diberikan kepada hakekat manusia, maka
sifat-sifat manusia juga harus diberikan kepada hakekat ilahi.
Yoh 3:13
menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi memberikan
predikat ilahi (‘turun dari sorga’). Ayat ini dipakai sebagai dasar (secara
salah) oleh orang Lutheran untuk mengatakan bahwa sifat-sifat dari hakekat ilahi
diberikan kepada hakekat manusia.
Tetapi anehnya,
kalau mereka melihat ayat seperti 1Kor 2:8, yang menggunakan sebutan /
gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia / The Lord
of glory’ ), tetapi memberikan predikat manusia (‘menyalibkan’),
mereka tidak mau memakainya sebagai dasar untuk mengatakan bahwa sifat-sifat
dari hakekat manusia diberikan kepada hakekat ilahi.
Ketidak-konsekwenan
yang lain ialah bahwa mereka hanya memberikan sebagian sifat-sifat ilahi kepada
hakekat manu-sia. Kalau beberapa sifat hakekat ilahi diberikan kepada hakekat
manusia, maka konsekwensinya adalah bahwa se-mua sifat-sifat ilahi harus
diberikan kepada hakekat manu-sia.
(c) Ajaran ini tidak sesuai
dengan gambaran tentang diri Kristus dalam Kitab Suci, karena dalam Kitab Suci
Kristus tidak pernah digambarkan sebagai manusia yang maha tahu / maha
ada / maha kuasa. Sebaliknya, Kitab Suci menggam-barkan Yesus sebagai
manusia yang terbatas pengetahuan-nya (Mat 24:36), terbatas
keberadaannya (tidak bisa ada di lebih dari satu tempat pada saat yang sama),
dan lemah (bisa lelah, butuh istirahat, tidur, dsb. Bdk. Yoh 4:6 Mat 8:24).
(d) Ajaran ini tidak bisa
menjelaskan Luk 2:40,52 yang menga-takan bahwa Kristus bertumbuh dalam
hikmat dan kekuatan.
Ingat bahwa
orang Lutheran beranggapan bahwa Commu-nicatio
Idiomatum ini terjadi pada saat yang sama dengan inkarnasi. Dengan
demikian, seharusnya manusia Yesus itu sudah maha tahu dan maha kuasa sejak
lahir, dan kalau demikian, Ia tidak mungkin bertumbuh dalam hikmat maupun
kekuatan.
2) Communicatio Operationum / Apotelesmatum [communication of acts (= pemberian tindakan-tindakan)].
Semua tindakan
/ perbuatan Kristus, baik yang bersifat:
a) ilahi, seperti penciptaan,
pemeliharaan.
b) manusia, seperti makan,
minum.
c) gabungan ilahi dan manusia,
seperti penebusan.
adalah tindakan
/ perbuatan dari seluruh pribadi Kristus.
Jadi, pada
waktu melihat Kristus makan, kita tidak perlu berkata ‘hakekat manusiaNya
makan’, tetapi kita bisa berkata ‘Kristus makan’. Pada waktu kita mau
mengatakan bahwa Kristus mencipta dan mengatur alam semesta, kita tidak perlu
berkata ‘hakekat ilahiNya mencipta dan mengatur alam semesta’, tetapi kita
bisa berkata ‘Kristus mencipta dan mengatur alam semesta’.
Illustrasi:
Manusia terdiri
dari tubuh + jiwa.
Ada tindakan dari jiwa,
seperti berpikir, marah, benci.
Ada tindakan dari tubuh,
seperti mencerna makanan.
Ada tindakan dari gabungan
tubuh dan jiwa, seperti membaca, me-nulis, berbicara dsb.
Tetapi adalah
seluruh pribadi manusia yang marah, mencerna makanan, membaca dsb.
Karena itu
kalau kita melihat seseorang (si A) sedang makan / berpikir, kita tidak
mengatakan ‘tubuhnya makan’ tetapi ‘Dia / si A makan’. Kita tidak mengatakan
‘jiwanya berpikir’, tetapi ‘Dia / si A berpikir’.
3) Communicatio Charismatum / Gratiarum [communication of gifts (= pemberian karunia-karunia)].
Hakekat manusia
dari Kristus, sejak saat pertama keberadaannya, telah diberi bermacam-macam
karunia yang mulia.
Misalnya:
a) Dipersatukannya hakekat
manusia itu dengan LOGOS, dengan mana hakekat manusia itu ditinggikan melebihi
semua ciptaan dan, menurut Louis Berkhof, ‘menjadi object penyembahan’ (‘Systematic Theology’, hal 324).
Tetapi G. C.
Berkouwer menentang pandangan ini dengan mengatakan: “Reformed
theology resisted every form of the deification of the human nature of Christ”
(= theologia Reformed menentang setiap bentuk pendewaan terhadap hakekat
manusia Kristus) - ‘Studies in
Dogmatics: The Person of Christ’, hal 295.
Memang pada
waktu seseorang bertemu dengan Kristus pada waktu Ia hidup dalam dunia ini,
tentu saja orang itu boleh menyembahNya. Tetapi yang disembah adalah pribadi
Kristusnya, atau hakekat ilahinya, bukan hakekat manusianya. Hal-hal ini memang
tidak bisa dipisahkan tetapi bisa dibedakan.
John Owen: “Hence
the human nature of Christ, in his divine person and together with it, is the
object of all divine adoration and worship”
(= Jadi, hakekat manusia dari Kristus, dalam Pribadi Ilahinya dan bersama-sama
denganNya, adalah obyek dari semua pemujaan dan penyembahan ilahi) - ‘The
Works of John Owen’, vol I, hal 241.
b) Karunia-karunia Roh,
khususnya dalam hal intelek, kehendak dan kuasa, dengan mana hakekat manusia
itu ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain. Menurut Louis
Berkhof, terma-suk di sini ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa (impeccability / non posse peccare).
Catatan:
Communicatio Charismatum / Gratiarum ini tidak mengubah hakekat manusia itu
menjadi Allah!
D) Ayat-ayat Kitab Suci yang berhubungan dengan Personal Union.
Ada 4
golongan ayat-ayat Kitab Suci:
1) Ayat-ayat yang menggunakan
sebutan bagi Kristus dengan sebutan yang berlaku untuk seluruh pribadi Kristus,
tetapi tidak cocok / berlaku baik untuk hakekat manusia saja maupun untuk
hakekat ilahi saja.
Contoh:
·
Yoh 1:29 - Anak Domba Allah.
·
Yoh 5:21-23 - Hakim.
·
Yoh 9:5 - Terang dunia.
·
Yoh 10:9,11 - Pintu, Gembala.
·
Yoh 15:1 - Pokok anggur yang benar.
·
Ro 8:34 - Pembela.
·
Ef 4:15 - Kepala Gereja.
Sebutan-sebutan
ini tidak ditujukan kepada Kristus sebagai Allah Anak / LOGOS, juga tidak
kepada Kristus sebagai manusia, tetapi kepada seluruh pribadi Kristus (The God- man).
Calvin:
“Let this, then, be our key to
right understanding: those things which apply to the office of the Mediator are
not spoken simply either of the divine nature or of the human”
(= biarlah ini menjadi kunci bagi kita untuk mendapatkan pengertian yang benar:
hal-hal yang berhubungan dengan jabatan dari Pengantara, tidak dikatakan hanya
tentang hakekat ilahi atau manusia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, chapter XIV, 3.
2) Ayat-ayat yang sebetulnya
hanya cocok untuk hakekat ilahi / LOGOS, tetapi ditujukan kepada seluruh
pribadi Kristus.
Contoh:
·
Yoh 8:58.
Sebetulnya
kata-kata ‘sudah ada sebelum Abraham jadi’ hanya berlaku untuk hakekat ilahi,
bukan untuk hakekat manusia. Tetapi sekalipun demikian, Yesus tidak berkata
‘sebelum Abraham jadi, hakekat ilahiKu sudah ada’, tetapi Ia berkata
‘sebelum Abraham jadi, Aku (menunjuk pada pribadiNya) sudah ada’.
·
Yoh 17:5.
Sebetulnya
kata-kata ‘memiliki kemuliaan di hadirat Allah sebelum dunia dijadikan’ hanya
berlaku untuk hakekat ilahi, bukan untuk hakekat manusia. Tetapi Yesus
lagi-lagi menggunakan kata ‘Aku’, yang menunjukkan bahwa kata-kata itu Ia
tujukan untuk pribadi-Nya.
3) Ayat-ayat yang sebetulnya
hanya cocok untuk hakekat manusia, tetapi ditujukan kepada seluruh pribadi
Kristus.
Contoh:
·
Mat 24:36.
Sebetulnya
‘tidak tahu akan hari Tuhan’ hanya berlaku untuk hakekat manusia, bukan untuk
hakekat ilahi. Tetapi ayat ini menu-jukan kata-kata itu untuk Anak, yang
menunjuk pada seluruh pri-badi Yesus.
·
Mat 26:37-38.
Sebetulnya
yang bisa merasa sedih dan gentar, seperti mau mati, dsb, hanyalah hakekat
manusia, bukan hakekat ilahi. Tetapi ayat-ayat ini menujukannya untuk seluruh
pribadi Yesus.
·
Hal yang sama bisa saudara jumpai dalam Luk 2:40,52 Luk 24:39-43
Yoh 11:35.
4) Ayat-ayat yang menggunakan
sebutan / gelar yang hanya cocok untuk hakekat yang satu, tetapi menggunakan
predikat yang hanya cocok untuk hakekat yang lain.
Ini terbagi
dalam 2 golongan:
a) Ayat-ayat yang menyebut
Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat yang hanya
cocok untuk hakekat manusia.
Contoh:
·
Kis 20:28 (NIV) - “... the church
of God, which he bought
with his own blood” (= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan
darahNya sendiri).
Catatan:
dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah
AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’
(menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Allah’), tetapi predikatnya berbicara
tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
·
1Kor 2:8.
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’), tetapi menggunakan
predikat ‘menya-libkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia
Yesus.
·
1Yoh 1:1.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Firman’ / LOGOS), tetapi menggunakan
predikat ‘telah kami lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang
telah kami raba dengan tangan kami’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat
manusia Yesus.
·
Wah 11:8 - “Dan
mayat mereka akan terletak di atas jalan raya kota
besar, yang secara rohani disebut Sodom
dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan”.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan predikat
‘disalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia Yesus.
·
Ibr 7:14 - “Sebab
telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda
dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apapun tentang
imam-imam”.
Ayat ini
menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’), tetapi menggunakan predikat
‘berasal dari suku Yehuda’, yang tentu saja hanya cocok untuk hakekat manusia
Yesus.
b) Ayat-ayat yang menyebut
Kristus dengan sebutan / gelar manusia, tetapi menggunakan predikat yang hanya
cocok untuk hakekat ilahi.
Contoh:
·
Mat 9:6.
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Ma-nusia’), tetapi menggunakan
predikat ‘berkuasa mengampuni dosa’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.
·
Mat 12:8.
Ayat
ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manu-sia’), tetapi menggunakan
predikat ‘Tuhan atas hari Sabat’ yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.
·
Hal yang sama bisa saudara lihat dalam ayat-ayat
seperti: Mat 13:41 Luk 19:10 Yoh 3:13
Yoh 6:62 1Kor 15:47b.
Calvin
menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Kitab Suci dengan berkata sebagai
berikut:
“And they (Scriptures) so
earnestly express this union of the two natures that is in Christ as sometimes
to interchange them”
[= dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu sungguh-sungguh mewujudkan
kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus sehingga kadang-kadang
menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.
“Because the selfsame one was
both God and man, for the sake of the union of both natures he gave to the one
what belonged to the other” (= karena orang yang sama adalah
Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua hakekat, ia memberikan kepada yang
satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 2.
-o0o-
PELAJARAN III
KESUCIAN KRISTUS
I) Kesucian hidup Kristus.
Hal-hal yang
menunjukkan kesucian hidup Kristus:
1) Ayat-ayat seperti 2Kor 5:21 Ibr 4:15
Ibr 7:26 1Pet 2:22 1Pet 3:18 1Yoh 3:5.
2) Sebutan ‘Yang Kudus dari Allah’ dalam
Luk 4:34 dan Yoh 6:69, sebutan ‘Yang Kudus dan Benar’ dalam
Kis 3:14, sebutan ‘HambaMu yang Kudus’ dalam Kis 4:27,30.
3) Yoh 10:36 mengatakan bahwa Yesus
dikuduskan oleh Bapa.
4) Berbeda dengan semua orang lain yang mengaku
dosa pada waktu di-baptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:6), Yesus tidak
mengakui dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis (Mat 3:13-17).
Bahkan dalam
sepanjang hidupNya kita tidak pernah melihat Yesus mengaku dosa atau memberi
persembahan / korban penghapus dosa.
Kalau dalam
Mat 6:12 (Doa Bapa Kami) Ia mengatakan ‘dan ampunilah kami akan kesalahan
kami’ jelas bahwa Ia bukannya mengakui dosa, tetapi Ia sedang mengajarkan doa
Bapa Kami itu untuk murid-muridNya. Ini terlihat dari Mat 6:9 yang
berbunyi ‘Karena itu berdoalah demikian’ yang jelas menunjukkan bahwa saat itu
Ia sedang mengajarkan doa itu kepada murid-muridNya.
5) Bahwa Yesus itu suci / benar, diakui oleh:
a) Allah Bapa (Mat 3:17).
Bahwa Allah
Bapa berkenan kepada Yesus, jelas menunjukkan ke-sucian Yesus.
b) Yesus sendiri (Yoh 8:29,46).
c) Pontius Pilatus
(Luk 23:4,14-15,22
Yoh 18:38b Yoh 19:4).
d) Istri Pontius Pilatus (Mat 27:19).
e) Herodes (Luk 23:15).
f) Yudas Iskariot (Mat 27:4).
g) Kepala Pasukan Romawi yang menyalibkan
Yesus (Luk 23:47).
6) Ia berhasil menggagalkan 3 x pencobaan setan
(Mat 4:1-11 Luk 4:1-13).
Perlu juga
dijelaskan bahwa sekalipun dalam Ibr 4:15 dikatakan bahwa ‘sama dengan
kita, Ia telah dicobai’, tetapi itu hanya berhubungan dengan pencobaan dari
luar. Kesucian Kristus menyebabkan Ia tidak mungkin mengalami pencobaan dari
dalam seperti yang sering dialami manusia yang lain (seperti berpikir untuk
berzinah, dsb), karena dalam hal ini pencobaan itu sendiri sudah merupakan
dosa.
Karena itu Yesus
sendiri bisa berkata bahwa ‘penguasa dunia ini’ (yaitu setan), tidak berkuasa
sedikitpun atas diriNya (Yoh 14:30).
7) Lembu / domba / kambing untuk korban penebus
dosa, dan domba Paskah, yang merupakan TYPE / gambaran dari Kristus (bdk.
Yoh 1:29 1Kor 5:7) selalu
digambarkan sebagai tidak bercela / tidak bercacat (Im
4:3b,23b,28b,32b Kel 12:5). Bdk.
1Pet 1:18-19.
8) Penderitaan dan kematian Yesus bisa
menggantikan kita untuk menerima hukuman Allah.
Kalau Yesus
tidak suci, maka pada saat Ia mati di kayu salib Ia mati untuk dosaNya sendiri,
sehingga Ia tidak mungkin bisa menggantikan kita untuk memikul hukuman dosa
kita. Bahwa Ia bisa menjadi pengganti, me-nunjukkan
bahwa Ia suci. Dengan demikian terlihat bahwa kesucian Kristus merupakan hal
yang sangat vital dalam kekristenan, karena tanpa hal itu, seluruh penebusan
hancur.
II) Serangan terhadap kesucian Kristus.
1) Ayat-ayat yang menunjukkan Yesus marah
seperti Mat 21:12-13 Mark 3:5 Yoh 2:14,15.
Penjelasan:
a) Marah tidak mesti dianggap
sebagai dosa, dan hal ini terlihat dari Ef 4:26 dan Maz 4:5.
b) Kemarahan terhadap dosa
justru harus ada dalam diri orang yang dikuasai Roh Kudus (Kel 32:19 1Sam 11:6). Dalam Wah 2:2
ketidak-sabaran terhadap orang-orang yang jahat, justru merupakan sesuatu yang
dipuji dari gereja / jemaat Efesus. Sebaliknya, dalam 2Kor 11:4 kesabaran
orang Korintus terhadap nabi-nabi palsu, justru dikecam oleh Paulus. Demikian
juga dalam Wah 2:20, jemaat Tiatira yang membiarkan nabi palsu, juga dikecam.
c) Kemarahan Yesus adalah
kemarahan yang suci, yang ditujukan kepa-da dosa, sehingga jelas bukan dosa.
Penerapan:
orang Kristen harus berani marah pada saat yang tepat, misalnya pada waktu
melihat ada nabi palsu atau korupsi dalam gereja.
2) Tuduhan bahwa Yesus melanggar peraturan Sabat
(Mat 12:9-14 Luk 14:1-6 Yoh 5:1-18
Yoh 9:14,16).
Untuk ini perlu diketahui bahwa:
a) Yesus adalah Tuhan atas hari
Sabat (Mat 12:8).
b) Yesus berkata bahwa hari
Sabat diciptakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat (Mark 2:27).
c) Yesus berkata bahwa kita
boleh berbuat baik pada hari Sabat (Mat 12:11-12 bdk. Yoh 7:22-23).
Yesus bukan
bekerja pada hari Sabat, tetapi menyembuhkan / meno-long orang / berbuat baik
pada orang lain pada hari Sabat. Ini jelas bukan dosa.
d) Yang dilanggar oleh Yesus
bukanlah peraturan / hukum Tuhan ten-tang hari Sabat, tetapi penafsiran yang
salah dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang peraturan Sabat.
3) Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis,
padahal baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pengampunan dosa
(Mark 1:4).
Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam persoalan ini:
a) Berbeda dengan semua orang
lain, yang mengaku dosa pada saat dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, Yesus tidak
mengaku dosa (Mat 3:6,13-17).
b) Yohanes Pembaptis sendiri,
yang mengenali Yesus sebagai Anak Allah / Mesias, mula-mula menolak untuk
membaptis Yesus, dan bah-kan beranggapan bahwa ialah yang seharusnya dibaptis
oleh Yesus (Mat 3:14).
c) Yesus menjawab keberatan
Yohanes Pembaptis itu dengan berkata bahwa Ia harus dibaptis oleh Yohanes,
‘untuk menggenapkan seluruh kehendak Allah’ (Mat 3:15).
Mat 3:15
(NIV): to fulfil all righteousness (=
untuk menggenapkan seluruh kebenaran).
Jadi jelas
bahwa Yesus tidak dibaptis untuk mendapatkan pengam-punan dosa!
4) Yesus dianggap bersikap tidak hormat kepada
Maria / ibuNya, misalnya:
a) Kitab Suci tidak pernah
menyebutkan bahwa Yesus memanggil / menyebut Maria dengan sebutan ‘ibu / mama’.
Kalau dalam Kitab Suci Indonesia
ada ayat-ayat dimana Yesus menyebut / memanggil Maria dengan sebutan ‘ibu’
(seperti dalam Yoh 2:4 dan Yoh 19:26), maka perlu diketahui bahwa itu
diterjemahkan dari kata Yunani GUNAI yang sebetulnya berarti ‘perempuan’.
b) Sikap / kata-kata Yesus
terhadap / tentang Maria dalam:
·
Mat 12:46-50.
·
Luk 2:48-49.
·
Yoh 2:4.
Untuk ini perlu
diperhatikan bahwa Yesus adalah Allah dan manusia dalam satu pribadi. Sebagai
manusia, Ia harus hormat dan tunduk kepada orangtuaNya, tetapi sebagai Allah,
Ia justru berkuasa atas orang tuaNya, dan bahkan seharusnya orang tuanyalah
yang mentaati Dia, meng-hormati Dia, dan menyembah Dia!
Illustrasi:
Kalau ada
seorang majikan dan pegawainya yang sama-sama menjadi majelis dari suatu
gereja, maka:
¨
dalam pekerjaan, pegawai itu harus tunduk pada
majikannya.
¨
dalam urusan gereja, pegawai itu tidak harus
tunduk kepada majikan-nya itu, karena ia mempunyai pangkat / jabatan yang sama
dengan majikannya. Dan kalau hal ini terjadi, kita pasti tidak akan mengatakan
bahwa pegawai itu kurang ajar kepada majikannya!
Hal yang sama terjadi
kalau ada seorang pendeta yang mempunyai orang tua atau mertua sebagai
jemaatnya.
5) Yesus takut dan gentar
(Mat 26:37-38 Mark 14:33 Luk 22:44).
Mat 26:37:
‘sedih dan gentar’. Ini salah terjemahan!
NIV: ‘to be sorrowful and troubled’ (= sedih
dan susah).
NASB: ‘to be grieved and distressed’ (= sedih
dan susah).
Jadi, dari ayat
ini hanya terlihat bahwa Yesus sedih, tetapi tidak terlihat bahwa Ia takut.
Sekarang mari
kita perhatikan ayat-ayat paralel dari Mat 26:37 itu:
·
Luk 22:44: ‘Ia sangat ketakutan’. Ini juga
salah terjemahan!
NIV: ‘being in anguish’ (= ada dalam
kesedihan).
NASB: ‘being in agony’ (= ada dalam
penderitaan).
Jadi dari ayat
inipun tak terlihat bahwa Yesus takut.
·
Mark 14:33: ‘sangat takut dan gentar’.
NIV/NASB: ‘deeply / very distressed and troubled’ (=
sangat sedih dan susah).
Tetapi di sini
terjemahan NIV/NASB juga salah, karena kata yang diterjemahkan ‘distressed’ (= sedih) itu di dalam
bahasa Yunaninya adalah EKTHAMBEISTHAI yang berasal dari kata EKTHAMBEOMAI,
yang sebetulnya berarti ‘be greatly
alarmed’ (= sangat takut).
Jadi, dari ayat
ini kita bisa melihat bahwa Yesus bukan hanya sedih tetapi juga takut.
Hal-hal lain
yang menunjukkan bahwa pada saat itu Yesus memang takut:
¨
doa Yesus dalam Mat 26:39 secara implicit menunjukkan bahwa Ia takut
terhadap ‘cawan’ (simbol dari murka / hukuman Allah) itu.
¨
Luk 22:44b mengatakan bahwa ia mencucurkan
peluh seperti darah. Ada
yang menganggap bahwa ini betul-betul adalah darah, dan orang-orang ini
mengatakan bahwa hal seperti ini memang bisa terjadi (dan pernah terjadi) pada
orang yang mengalami ketakutan yang luar biasa.
¨
Ibr 5:7 (KJV): ‘... he had offered up prayers and supplications with strong crying
and tears unto him that was able to save him from death, and was heard in
that he feared’ (= Ia menaikkan doa dan permo-honan dengan tangisan
keras dan air mata kepada Dia yang bisa melepaskanNya dari maut, dan
didengarkan dalam hal yang Ia takuti).
Catatan:
Kata-kata yang
oleh KJV diterjemahkan ‘in that He
feared’ (= dalam hal yang Ia takuti), diterjemahkan secara berbeda oleh
Kitab Suci bahasa Inggris yang lain.
NIV: because of His reverent submission (=
karena ketundukanNya yang penuh hormat / takut).
NASB: because of His piety (= karena
kesalehanNya).
NKJV: because of His godly fear (= karena rasa
takutNya yang saleh).
RSV: for his godly fear (= karena rasa
takutNya yang saleh).
Sekalipun
demikian ada banyak penafsir tetap mempertahankan arti yang diberikan oleh KJV.
Bahwa Yesus
sedih, itu bukan sesuatu yang aneh, karena saat itu Ia sedang dikhianati oleh
Yudas, akan ditinggal oleh murid-muridNya, akan disangkal oleh Petrus, akan
ditolak oleh orang-orang Yahudi, dan akan terpisah dari Allah. Dan kesedihan
itu juga bukan dosa karena ayat seperti Fil 4:4 memang tidak boleh dimutlakkan
(bdk. Mat 5:4 Luk 6:21b)!
Tetapi bagaimana
dengan rasa takut yang dialami oleh Yesus? Apakah ini bukan dosa?
a) Pertama-tama perlu diketahui
bahwa Ia bukan takut pada kematian atau penderitaan, tetapi takut pada murka
Allah (Catatan: takut pada murka Allah jelas bukan merupakan sesuatu yang
salah!) yang akan menimpaNya pada saat Ia menanggung hukuman umat manusia.
William
Hendriksen:
“Did he, perhaps, here in Gethsemane see this tidal wave of God's wrath because of
our sin coming?” [= Mungkinkah Ia, di sini di
Getsemani, me-lihat datangnya gelombang pasang (= tsunami) murka Allah karena
dosa kita?] - ‘The Gospel of
Mark’, hal 586.
Renungkan: bahwa Yesus, yang biasanya tidak pernah takut itu, bisa
takut melihat murka Allah itu, menunjukkan secara jelas betapa hebatnya dan
mengerikannya murka Allah atas dosa-dosa kita itu! Bdk. Wah 6:15-17. Karena
itu, kalau saudara belum betul-betul percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat
dan Tuhan, cepatlah percaya, sebelum saudara harus menghadapi / meng-alami
murka Allah yang menakutkan itu!
b) Apakah rasa takut Yesus di sini adalah
dosa?
·
Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa Yesus tidak
pernah berbuat dosa dalam bentuk apapun (Ibr 4:15 2Kor 5:21). Karena itu jelas bahwa rasa
takut di sini tidak bisa disebut sebagai dosa. Kita tidak boleh menafsirkan
ayat Kitab Suci yang satu sehingga bertentang-an dengan ayat yang lain.
·
1Yoh 4:18 kelihatannya menunjukkan bahwa
rasa takut adalah do-sa, tetapi kalau kita membaca mulai 1Yoh 4:17 maka
akan terlihat bahwa rasa takut yang dimaksudkan di sini adalah rasa takut
terhadap hukuman Allah pada akhir jaman. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa orang
kristen sejati, yang cinta kepada Allah, pasti tidak akan mempunyai rasa takut
terhadap hukuman Allah pada akhir jaman. Mengapa? Karena ia percaya bahwa semua
hukumannya sudah ditanggung oleh Kristus sehingga ia tidak mungkin dihukum (Ro
8:1). Jadi jelas bahwa ayat ini tidak bisa diterapkan terhadap rasa takut
Kristus pada saat ini.
·
Dalam tafsirannya tentang Mat 26:39, Calvin
mengatakan:
“In the present corruption of our
nature it is impossible to find ardour of affections accompanied by moderation,
such as existed in Christ; but we ought to give such honour to the Son of God,
as not to judge him by what we find in ourselves”
(= Dalam keadaan kita yang berdosa sekarang ini, tidak mungkin untuk
mendapatkan perasaan yang tidak berlebihan, seperti yang ada dalam Kristus;
tetapi kita harus meng-hormati Anak Allah dengan tidak menghakimiNya dengan apa
yang kita dapatkan dalam diri kita sendiri).
“When Christ was struck with
horror at the divine curse, the feeling of the flesh affected him in such a
manner, that faith still remained firm and unshaken. For such was the purity of
his nature, that he felt, without being wounded by them, those temptations
which pierce us with their stings” (= Ketika Kristus takut pada kutuk ilahi,
perasaan dari daging mempengaruhiNya dengan cara sedemikian rupa, sehingga iman
tetap teguh dan tak tergoyahkan. Karena begitu murninya ha-kekatNya, sehingga
Ia merasa tanpa terluka oleh pencobaan-pen-cobaan yang akan menusuk kita dengan
sengatnya).
Jadi dengan kata-kata ini Calvin memaksudkan bahwa:
*
kita sebagai manusia yang berdosa, sangat
berbeda dengan Kristus yang suci murni itu.
*
karena itu kita tak boleh menghakimi Kristus
dengan apa yang ada dalam diri kita, karena Ia memang berbeda dengan kita.
*
pada saat Kristus takut, Ia bisa tetap beriman
(kita tidak bisa seperti ini), dan karena itu Ia tetap tidak berdosa.
6) Ibr 5:8 mengatakan bahwa Yesus ‘belajar
menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’.
Ini dijadikan
dasar untuk mengatakan bahwa ada saat dimana Yesus ti-dak taat.
Penjelasan:
a) Calvin mengatakan bahwa ayat
ini jelas tidak berarti bahwa dulunya Yesus tidak taat, dan lalu Ia mengalami
penderitaan yang membuat Dia taat, seakan-akan Yesus adalah kuda / bagal yang
baru mau menurut setelah dikendalikan dengan kekang, pecut dsb (bdk. Maz 32:9).
Setiap orang kristen akan mengalami ketaatan seperti ini, tetapi Yesus tidak!
b) John Owen mengatakan bahwa
‘belajar ketaatan’ bisa diartikan 3 ma-cam:
·
dari tidak tahu lalu menjadi tahu tentang apa
yang harus ditaati. Tentu bukan ini yang dimaksud di sini.
·
belajar untuk melakukan ketaatan.
Kita semua
perlu belajar ketaatan dalam arti ini, dimana kita jatuh bangun berkali-kali,
sampai akhirnya kita bisa mengatasi dosa tertentu. Tentu bukan ini yang
dimaksud di sini.
·
mendapat pengalaman ketaatan.
Inilah arti
yang dimaksudkan di sini.
John Owen juga
mengatakan bahwa ketaatan yang dimaksud di sini adalah ketaatan dalam mengalami
penderitaan, bahkan kematian untuk menebus dosa manusia (bdk.
Yes 50:5-6 Yes 53:7 Yoh 10:17-18
Fil 2:8).
Dengan
mengalami semua itu Ia mengalami dalam diriNya sendiri betapa sukarnya ketaatan
dalam penderitaan itu, dan betapa besar kasih karunia yang dibutuhkan untuk
taat. Dengan demikian Ia bisa mempunyai belas kasihan dan simpati terhadap
kita yang menderita.
Kalau yang
dimaksud dengan ‘belajar ketaatan’ itu adalah ‘mengalami ketaatan dalam
penderitaan’, maka jelaslah itu tidak menunjukkan bahwa tadinya Kristus tidak
taat!
c) Tyndale Commentary mengutip Griffith
Thomas yang berkata:
“This is the difference between
innocency and virtue. Innocency is life untested, while virtue is innocency
tested and triumphant. The Son had always possessed the disposition of
obedience, but for Him to possess the virtue of obedience, testing was
necessary” (= Inilah perbedaan antara
ketidak-bersalahan dan kebaikan / kebajikan. Ketidak-bersalahan adalah hidup
yang tidak / belum diuji, sedangkan kebaikan / kebajikan adalah ketidakbersalahan
yang telah diuji dan menang. Anak selalu mempunyai kecondongan pada ketaatan,
tetapi supaya Ia mempunyai kebaikan / kebajikan dalam ketaatan, Ia harus
diuji).
Kalau kita
melihat kata-kata ini, maka terlihat bahwa ia beranggapan bahwa sebelum Yesus
‘belajar ketaatan’ Ia mempunyai innocency
(= ketidak-bersalahan), tetapi setelah Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia mem-punyai virtue (= kebaikan / kebajikan). Ini
lagi-lagi menunjukkan bah-wa sebelum Yesus ‘belajar ketaatan’, Ia bukannya tidak
taat.
7) Ibr 5:9 mengatakan “sesudah Ia mencapai
kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi ...”.
NASB: “And having been made perfect, He became
...” (= Dan setelah disempurnakan, Ia menjadi ...).
Ayat ini
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa ada satu saat dimana Yesus itu tidak /
belum sempurna.
Penjelasan:
Kontex
(Ibr 4:14-5:10) berbicara tentang Yesus sebagai Imam Besar, dan karena itu
istilah ‘sempurna’ di sini harus dihubungkan dengan hal itu. Jadi artinya
adalah: Ia jadi cocok sempurna untuk menjadi Imam Besar.
8) Mark 10:17-18 menceritakan dialog antara
Yesus dengan pemuda kaya, dimana ketika pemuda kaya menyebut Yesus dengan istilah
/ sebutan ‘Guru yang baik’, Yesus menjawab dengan berkata: ‘Mengapa
kaukata-kan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja’.
Ini sering
dianggap sebagai pengakuan Yesus sendiri yang menyatakan bahwa Ia bukan Allah,
dan Ia tidak baik.
Penjelasan:
a) Kita tidak boleh menafsirkan
satu ayat sehingga bertentangan dengan ayat yang lain. Penafsiran bahwa
Mark 10:17-18 berarti bahwa Yesus bukan Allah dan Yesus tidak baik,
bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci yang menunjukkan keilahian dan
kesucian Yesus.
b) Pemuda kaya itu menyebut
Yesus dengan istilah ‘guru yang baik’. Dari istilah ‘guru’ jelaslah bahwa ia
menganggap Yesus hanyalah manusia biasa. Dengan menambahkan istilah ‘baik’,
sebetulnya ia mengguna-kan sebutan yang kontradiksi, karena tidak ada manusia
biasa yang baik (Maz 14:1-3
Maz 53:2-4 Ro 3:10-12).
Kata-kata Yesus
dalam Mark 10:18 itu dimaksudkan untuk membetul-kan ketidakbenaran /
kontradiksi dalam sebutan pemuda kaya itu. Yesus mau bahwa pemuda itu tidak
hanya mengakui Dia sebagai baik, tetapi juga sebagai Allah.
III) Ketidak-bisa-berdosaan Kristus.
Semua orang yang
Injili dan Alkitabiah setuju bahwa bahwa dalam faktanya Kristus tidak pernah
berbuat dosa.
Tetapi yang
dibicarakan sekarang, adalah: secara teoritis, adakah kemung-kinan bagi Yesus
untuk jatuh ke dalam dosa pada waktu Ia hidup sebagai manusia dalam dunia ini?
Dalam hal ini
tidak ada kesatuan pendapat, bahkan dalam kalangan Reformedpun tidak ada
keseragaman pendapat.
Sekarang mari
kita menyoroti macam-macam pandangan yang ada:
A) Kristus tidak bisa berdosa (non posse peccare).
Ini merupakan
pandangan Calvin dan orang-orang Reformed pada umumnya (Catatan:
sepanjang yang saya tahu, dari para ahli theologia Reformed, hanya Charles
Hodge yang tidak setuju dengan pandangan ini).
Hal-hal yang
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa Kristus tidak bisa berbuat dosa:
1) Ibr 13:8 berkata bahwa
Kristus tidak berubah. Kalau
Ia bisa berdosa, maka itu berarti
Ia bisa berubah (dari suci menjadi berdosa).
2) Ibr 10:7,9 mengatakan
bahwa Kristus datang ke dunia untuk melaku-kan kehendak Allah. Tujuan ini tidak
mungkin tidak tercapai!
3) Kata-kata Kristus dalam
Yoh 14:30 dimana Ia berkata bahwa Pengua-sa dunia ini (yaitu setan) tidak
berkuasa sedikitpun atas diriNya, menunjukkan ketidak-mungkinanNya untuk
berbuat dosa.
4) Penebusan oleh Kristus sudah
ada sejak semula dalam Rencana Allah dan Rencana Allah tidak mungkin berubah
atau gagal.
a) Bahwa Rencana Allah sudah ada
sejak semula terlihat dari ayat-ayat seperti 2Raja-raja 19:25 Maz 139:16 Yes 37:26
Yes 46:10.
Kalau manusia
membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu
kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di
SMA baru kita merencanakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah
lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat
tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala
sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu
sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan
pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan.
Tetapi Allah
yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak
semula!
b) Penebusan dosa umat manusia
oleh Kristus sudah termasuk dalam Rencana Allah (Kis 2:23 Kis 4:27-28 1Pet 1:20).
c) Rencana Allah tidak mungkin
berubah atau gagal (Ayub 42:2 Maz
33:10-11 Yes 14:24,26,27 Yes 46:10-11).
Orang Arminian
/ non Reformed percaya bahwa Allah bisa meng-ubah RencanaNya, dan percaya bahwa
Rencana Allah bisa gagal. Sebetulnya ini suatu penghinaan bagi Allah karena ini
menyama-kan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencana-nya dan
gagal dalam mencapai rencananya!
Ada banyak hal yang tidak
memungkinkan Allah mengubah rencanaNya / gagal dalam mencapai rencanaNya:
·
Ayat-ayat dalam point c di atas secara jelas
menunjukkan bahwa Rencana Allah tak mungkin berubah atau gagal!
·
kemahatahuan Allah.
Pada
waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan
berhasil atau gagal? Kalau Ia sudah tahu bahwa RencanaNya akan gagal,
lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?
·
kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan
Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini
diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!
·
kemahakuasaan Allah.
Manusia
sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia
tidak maha kuasa. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai
renca-naNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya!
·
kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk
mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana berarti Ia menjadi tergantung
pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).
Kalau Kristus
berdosa, maka Ia harus mati untuk dosaNya sendiri, sehingga Ia tidak bisa
menebus dosa umat manusia. Jadi kalau ada kemungkinan bagi Kristus untuk
berdosa, maka itu berarti ada kemungkinan bagi Rencana Allah (tentang
Penebusan) untuk gagal.
5) Dilihat dari hakekat-hakekat yang ada dalam
diri Kristus:
·
hakekat manusia mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ (posse peccare).
·
hakekat ilahi mempunyai sifat ‘tidak bisa
berdosa’ (non posse peccare).
Berdasarkan Communicatio Idiomatum, maka semua
sifat dari hakekat manusia maupun hakekat ilahi diberikan kepada pribadi
Kristus. Jadi seharusnya pribadi Kristus mempunyai sifat ‘bisa berdosa’ dan
‘tidak bisa berdosa’. Tetapi kesimpulan ini ditolak oleh orang-orang Reformed
pada umumnya.
a) Pandangan Louis Berkhof.
Adanya Communicatio Charismatum dimana hakekat
manusia dari Kristus ditinggikan melebihi makhluk-makhluk ciptaan yang lain
mela-lui pemberian karunia-karunia Roh dalam hal intelek, kehendak dan kuasa,
terutama dalam hal ketidak-mungkinannya untuk berbuat dosa.
Jadi, Louis
Berkhof beranggapan bahwa hakekat manusia Kristus itu sendiri sudah tidak bisa
berbuat dosa. Dan ini menyebabkan pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
b) Pandangan W.G.T. Shedd
Shedd
beranggapan bahwa hakekat manusia dari Kristus bisa berdosa (posse peccare), tetapi dalam persatuan
antara hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam satu pribadi, hakekat ilahilah
yang menguasai dan mengontrol hakekat manusia, dan bukan sebaliknya. Jadi
kekuatan pribadi Kristus untuk melawan godaan / serangan setan setara dengan
kekuatan dari hakekat ilahi untuk melawan godaan / serangan setan. Dengan
demikian, apa yang bisa dilakukan oleh hakekat manusia Kristus kalau hakekat
manusia itu terpisah dari hakekat ilahi (yaitu bisa berbuat dosa), tidak bisa
dilakukan oleh persatuan dari hakekat manusia dan hakekat ilahi dalam pribadi
Kristus.
Jadi doktrin
Shedd tentang Communicatio Idiomatum
adalah bahwa semua sifat dari hakekat ilahi diberikan kepada pribadi Kristus,
tetapi untuk hakekat manusia, ada 1 sifat yang tidak bisa diberikan kepada
pribadi Kristus, yaitu sifat ‘bisa berdosa’.
Alasan Shedd
adalah: dalam persoalan dosa, hakekat ilahi tidak bisa membiarkan hakekat
manusia pada keterbatasannya. Kalau hakekat ilahi melakukan hal itu, hakekat
ilahi sendiri sudah berdosa.
“In this latter instance, the
divine nature cannot innocently and righteously leave the human nature to its
own finiteness without any support from the divine, as it can in other
instances” (= Dalam hal yang terakhir ini,
hakekat ilahi tidak bisa secara tak berdosa dan secara benar, meninggalkan
hakekat manusia pada keterbatasannya tanpa pertolongan dari hakekat ilahi,
seperti yang bisa dilakukan oleh hakekat ilahi dalam hal-hal lain) -
‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II,
hal 333-334.
c) Pandangan R.L. Dabney.
·
Persatuan 2 hakekat itu adalah suatu perisai
bagi hakekat manusia terhadap kesalahan.
“It is impossible that the person
constituted in union with the eternal and immutable Word, can sin; for this
union is an absolute shield to the lower nature, against error”
(= Adalah tidak mungkin bahwa pribadi yang terbentuk / terdapat dalam persatuan
dengan Firman yang kekal dan yang tak berubah, bisa berdosa; karena persatuan
ini adalah suatu perisai yang mutlak bagi hakekat yang lebih rendah, terhadap
kesalahan) - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 471.
·
Dalam persatuan hakekat manusia dengan LOGOS,
hakekat ma-nusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Roh Kudus.
“This lower nature, upon its
union with the Word, was imbued with the full influence of the Holy Ghost”
(= Hakekat yang lebih rendah ini, dalam persatuannya dengan Firman, dikaruniai
dengan pengaruh pe-nuh dari Roh Kudus) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 471.
Dabney juga
memberikan dasar-dasar Kitab Suci yang menunjuk-kan peranan Roh Kudus dalam
diri Kristus, yaitu: Maz 45:8 Yes
11:2,3 Yes 61:1 (bdk.
Luk 4:21) Luk 4:1 Yoh 1:32
Yoh 3:34.
Ini
kelihatannya sesuai dengan pandangan Calvin, karena dalam komentarnya tentang
Mat 4:1 (dimana Kristus dipenuhi oleh Roh Kudus sebelum Ia dicobai oleh
setan) ia berkata sebagai berikut:
“Christ was fortified by the
Spirit with such power that the darts of Satan could not pierce him”
(= Kristus dibentengi oleh Roh dengan kuasa sedemikian rupa sehingga
panah-panah Setan tidak bisa menu-sukNya).
d) G. C. Berkouwer mengutip seseorang yang
berkata:
“The inner incapacity for sin
results from the fact that the ‘I’ of the human nature is the Logos”
(= Ketidak-mampuan untuk berbuat dosa merupa-kan akibat dari fakta bahwa ‘Aku’
dari hakekat manusia itu adalah Logos) - ‘Studies in Dogmatics: The Person of Christ’, hal 258.
Perlu
ditambahkan kata-kata Herman Hoeksema sebagai berikut:
“My person is that which I know
to be the subject of all my actions, ... It is not my nature, my body or my
soul, my brain, my eye, my ear, my mouth, my feet, that acts, thinks, sees,
hears, speaks, runs; but it is my person. I act, I think, I see, and I hear and
speak and run, in and through my nature. ... Now in Christ this person is the
Son of God, the Second Person of the Holy Trinity”
(= Pribadiku adalah apa yang aku ketahui merupakan subyek dari semua
tindakanku, ... Bukanlah hakekatku, tubuhku atau jiwaku, otakku, mataku,
telingaku, mulutku, kakiku, yang bertindak, berpikir, melihat, mendengar,
berbicara, lari; tetapi pribadikulah yang melaku-kannya. Aku bertindak, aku
berpikir, aku melihat, dan aku mendengar dan berbicara dan berlari, di dalam
dan melalui hakekatku. ... Dalam hal Kristus, pribadiNya adalah Anak Allah,
pribadi yang kedua dari Tritunggal yang Kudus) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 359-360.
Karena pribadi
merupakan subyek dari semua tindakan, maka jelaslah bahwa Kristus tidak bisa
berbuat dosa, karena pribadiNya adalah Allah Anak / LOGOS sendiri!
e) G. C. Berkouwer juga
memberikan pandangan Abraham Kuyper (yang kelihatannya merupakan gabungan dari
pandangan c) dan d). Berkouwer berkata sebagai berikut:
“Kuyper says that owing to the
human nature of Christ there was in him the possibility of sin (as it existed
in Adam before the Fall). But since Jesus did not assume a human person, a
‘homo’, but human nature, and since there was in him no human ego (to realize
this possibilitas) but, on the contrary, the human nature remained eternally
united to the second person of the Trinity, therefore the control of this
divine person makes it absolutely impossible for the possibilitas to become
reality” [= Kuyper mengatakan bahwa
hakekat manusia Kristus menyebabkan dalam Dia ada kemung-kinan untuk berbuat
dosa (seperti yang ada dalam Adam sebelum Kejatuhan dalam dosa). Tetapi karena
Yesus tidak mengambil seorang pribadi manusia, seorang ‘manusia’, tetapi
hakekat manusia, dan karena dalam Dia tidak ada ego manusia (untuk mewujudkan
kemungkinan ini) tetapi, sebaliknya, hakekat manusia itu tetap bersatu secara
kekal dengan pribadi kedua dari Trinitas, karena itu kontrol dari pribadi ilahi
ini menyebabkan ketidakmungkinan mutlak untuk terwujudnya ke-mungkinan
tersebut] - ‘Studies in
Dogmatics: the Person of Christ’, hal 259.
Sekalipun
pandangan-pandangan tersebut di atas (a - e) berbeda satu sama lain, tetapi
kesimpulannya adalah sama, yaitu: pribadi Kristus tidak bisa berdosa.
B) Kristus bisa berdosa (posse peccare).
1) Charles Hodge berkata:
“The sinlessness of our Lord,
however, does not amount to absolute im-peccability. ... If He was a true man
He must have been capable of sinning. ... Temptation implies the possibility of
sin. If from the constitution of his person it was impossible for Christ to
sin, then his temptation was unreal and without effect, and He cannot
sympathize with his people” (= Tetapi, ketidak-berdosaan
Tuhan kita, tidak berarti ketidak-bisa-berdosaan yang mutlak. ... Jika Ia
adalah seorang manusia yang sungguh-sungguh Ia pasti bisa berdosa. ...
Pencobaan secara tak langsung menunjukkan kemungkinan untuk berbuat dosa. Jika
pembentukan pribadiNya menyebabkan Kristus tidak mungkin berbuat dosa, maka
pencobaanNya tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati dengan
umatNya) - ‘Systematic
Theology’, vol II, hal 457.
Jadi, alasan
yang diberikan oleh Charles Hodge untuk mendukung pandangan ini adalah:
·
Kalau Kristus menjadi manusia yang sama seperti
kita (Ibr 2:14-17), maka Ia juga harus bisa berbuat dosa, sama seperti
kita.
Jawab:
Ini bisa
dijawab dengan point A no 5 di atas.
·
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, Ia tidak
bisa dicobai. De-ngan kata lain, fakta bahwa Kristus dicobai, menunjukkan bahwa
Ia bisa berbuat dosa.
Jawab:
Pandangan ini
tidak benar, karena bahwa suatu pasukan tidak bisa dikalahkan, tidak berarti
bahwa pasukan itu tidak bisa diserang. Jadi analoginya adalah: bahwa Kristus
tidak bisa berdosa, tidak berarti Ia tidak bisa dicobai.
·
Kalau Kristus tidak bisa berbuat dosa, maka pencobaan
yang Ia alami tidak nyata dan tidak berguna, dan Ia tidak bisa bersimpati
dengan umatNya.
Jawab:
*
Sekalipun Kristus tidak bisa berbuat dosa, ini
tidak berarti bahwa pencobaan yang dialami oleh Kristus adalah sepele /
ringan (bdk. Mat 26:36-46 Ibr 2:18
Ibr 4:15 Ibr 5:7-8).
Tentang hal
ini Berkouwer berkata:
“Christ’s sinlessness does not
nullify the temptation but rather demonstrates its superiority in the teeth of
temptation” (= ketidak-berdosaan Kristus
tidak meniadakan pencobaan tetapi sebaliknya menunjukkan kesuperiorannya dalam
gigitan pencobaan) - ‘Studies
in Dogmatics: the Person of Christ’, hal 263.
*
Pada waktu membahas tentang pencobaan di padang
gurun dalam Injil Lukas, Norval Geldenhuis (NICNT) mengutip Westcott yang
mengomentari Ibr 2:18 dengan kata-kata sebagai berikut: “Sympathy with the sinner in his
trial does not depend on the experience of sin, but on the experience of the
strength of the temptation to sin, which only the sinless can know in its full
intensity. He who falls yields before the last strain”
(= Simpati dengan orang berdosa dalam pencobaannya tidak tergantung pada
pengalaman tentang dosa, tetapi pada pengalaman tentang kekuatan pencobaan
kepada dosa, yang hanya orang yang tak berdosa bisa mengetahuinya dalam
intensitasnya sepenuhnya. Ia yang jatuh, menyerah sebelum tekanan terakhir) - hal 157.
Geldenhuis
juga mengutip Plummer yang berkata: “...
a righteous man, whose will never falters for a moment, may feel the
attractiveness of the advantage more keenly than the weak man who succumbs; for
the latter probably gave way before he recognised the whole of the
attractiveness” (= ... orang yang benar, yang
tidak pernah goyah sesaatpun, bisa merasakan daya tarik dari keun-tungan dengan
lebih hebat / keras dari pada orang lemah yang menyerah / mengalah; karena yang
terakhir ini mungkin me-nyerah sebelum ia mengenal seluruh daya tarik itu) - hal 157.
Dari 2 kutipan
di atas ini Geldenhuis menyimpulkan: “If
we bear these considerations in mind we shall realise that the Saviour experienced
the violence of the attacks of temptation as no other human being ever did,
because all others are sinful and therefore not able to remain standing until
the temptations have exhausted all their terrible violence in assailing them”
(= Jika kita mengingat pertimbangan-pertimbangan ini, kita akan menyadari bahwa
sang Juruselamat mengalami hebatnya serangan penco-baan yang tidak pernah
dialami oleh orang lain, karena semua yang lain adalah orang berdosa dan karena
itu tidak bisa tetap berdiri sampai pencobaan-pencobaan itu menghabiskan
seluruh kekuatannya dalam menyerang mereka) - hal 157.
Illustrasi
dan contoh:
Þ
Kalau seorang petinju yang tidak terlalu tahan
pukul meng-hadapi Mike Tyson, maka mungkin sekali bahwa baru satu kali terkena
pukulan Mike Tyson ia sudah KO, sehingga ia tidak merasakan seluruh kekuatan
Mike Tyson. Tetapi pe-tinju lain yang betul-betul tahan pukulan, tidak jatuh
sekali-pun terkena banyak pukulan Tyson, sehingga ia betul-betul merasakan
seluruh kekuatan Tyson.
Þ
Orang yang mengalami godaan sex. Kalau begitu
ada godaan ia langsung menyerah, maka jelas bahwa ia tidak merasakan seluruh
kekuatan godaan itu. Tetapi kalau ia bertahan, maka orang yang menggodanya itu
akan meng-gunakan bermacam-macam cara dan taktik untuk menjatuh-kannya,
sehingga ia akan merasakan seluruh kekuatan godaan itu.
2) Ada juga yang membuktikan bahwa Kristus bisa
berbuat dosa dengan menggunakan Mat 26:53 dimana Yesus berkata: “Atau
kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera me-ngirim
lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”.
Ayat ini
dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa saat itu Yesus ada di persimpangan
jalan. Ia bisa memilih untuk tunduk pada kehendak Allah, dengan membiarkan
diriNya ditangkap dan dibunuh. Tetapi Ia bisa juga memilih untuk tidak tunduk
pada kehendak Allah, dengan berdoa kepada BapaNya supaya BapaNya mengirim lebih
dari 12 pasukan malaikat membantu Dia. Sekalipun akhirnya / dalam faktanya Ia
memilih untuk taat pada kehendak Allah, tetapi ayat ini dianggap sebagai dasar
untuk menunjukkan bahwa sebetulnya Ia bisa saja tidak tunduk pada kehendak
Allah.
Jawab:
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
·
Yesus mengucapkan Mat 26:53 ini hanya untuk
meluruskan pemi-kiran / tindakan dari Petrus yang berusaha ‘menolong Yesus’
dengan membacok telinga hamba Imam Besar.
·
Calvin beranggapan bahwa dalam Mat 26:53
ini Yesus hanya mengandaikan.
Jadi maksudnya
adalah sebagai berikut: Andaikata saja hal itu ti-dak bertentangan dengan
kehendak Allah, maka dari pada dibantu oleh Petrus menggunakan pedangnya,
Yesus mempunyai cara yang lebih baik, yaitu berdoa kepada Bapa untuk mengirim
lebih dari 12 pasukan malaikat.
·
Mat 26:53 tidak boleh dipisahkan dari
Mat 26:54 yang berbunyi: “Jika begitu, bagaimanakah
mungkin akan digenapi yang tertulis da-lam Kitab Suci, yang mengatakan bahwa harus
terjadi demikian?”.
Kata ‘harus’
menunjukkan bahwa penangkapan terhadap Kristus dan kematianNya, tidak bisa
tidak terjadi!
·
kita juga harus mengingat doa Yesus dalam taman
Getsemani dimana Ia berdoa: “Ya BapaKu, jikalau sekiranya
mungkin, biarlah cawan itu lalu dari padaKu” (Mat 26:39a).
Tetapi karena kesucian-Nya, yang tidak memungkinkan Dia untuk menentang
kehendak Allah, Ia lalu menambahkan: “Tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39b).
Karena itu,
andaikatapun Yesus di sini berdoa meminta Bapa mengirim pasukan malaikat,
tidakkah Ia juga akan menambahkan kata-kata dalam Mat 26:39 itu?
C) Kristus bisa tidak berdosa (posse non peccare).
Pandangan ini
berkata bahwa Kristus bukannya ‘tidak bisa berdosa’ (non posse peccare), juga bukannya ‘bisa berdosa’ (posse peccare), tetapi ‘bisa tidak
berdosa’ (posse non peccare).
Jawab:
Pandangan ini juga tidak logis, karena memiliki sifat ‘bisa tidak berdosa’
tanpa memiliki sifat ‘bisa berdosa’ adalah sama dengan memiliki sifat ‘tidak
bisa berdosa’.
Keterangan
gambar:
PP = posse
peccare = possible to sin = bisa
berdosa.
PNP = posse
non peccare = possible not to sin
= bisa tidak berdosa.
NPNP = non posse non peccare = not possible not to sin = tidak bisa
tidak berdosa.
NPP = non
posse peccare = not possible to sin
= tidak bisa berdosa.
A = Adam dan
Hawa sebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak
berdosa’.
B = orang dalam
dosa yang masih di luar Kristus. Mereka ‘tidak bisa tidak berdosa’.
C = orang yang
ada dalam Kristus. Mereka dikembalikan kepada kondisi Adam dan Hawa sebelum
jatuh ke dalam dosa, yaitu ‘bisa berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’.
D = orang
kristen di surga. Mereka ‘tidak bisa berdosa’.
Sekarang
perhatikan hanya bagian C dan D saja. Pada waktu ada di C, manusia ‘bisa
berdosa’ dan ‘bisa tidak berdosa’. Pada waktu masuk ke D, ‘bisa berdosa’
hilang, tetapi yang tertinggal bukanlah ‘bisa tidak berdosa’, melainkan berubah
menjadi ‘tidak bisa berdosa’.
Dari sini jelas
bahwa ‘bisa tidak berdosa’ tanpa disertai ‘bisa berdosa’, menjadi ‘tidak bisa
berdosa’.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar