PELAJARAN IV
THE HUMILIATION OF CHRIST
(PERENDAHAN KRISTUS)
Ada 5 tahap perendahan yang dialami oleh Kristus:
I) Inkarnasi.
A) Arti kata ‘inkarnasi’.
Kata ini berasal
dari kata bahasa Latin IN [= in (=
dalam)] + CARO / CARNIS [= flesh (=
daging)]. Jadi, inkarnasi bisa diartikan ‘masuk ke dalam daging’. Tentu saja
yang dimaksud dengan ‘daging’ bukan hanya ‘tubuh’, tetapi ‘seluruh manusia’.
Catatan:
Jangan
menyamakan ‘inkarnasi’ dengan ‘reinkarnasi’. Kekristenan mem-percayai
inkarnasi, yaitu waktu Yesus, yang adalah Allah, menjadi manu-sia. Tetapi
kekristenan menolak reinkarnasi, yang merupakan ajaran aga-ma Hindu / Buddha,
karena bertentangan dengan Kitab Suci, khususnya Ibr 9:27, yang mengatakan
bahwa manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali dan sesudah itu
dihakimi.
B) Subyek dari inkarnasi.
Bukan Allah
Tritunggal, tetapi Allah Anaklah yang berinkarnasi dan meng-ambil hakekat
manusia. Tetapi juga harus diingat bahwa setiap pribadi dalam Allah Tritunggal
ikut aktif dalam inkarnasi (Mat 1:20
Luk 1:35 Yoh 1:14 Kis 2:30
Ro 8:3 Gal 4:4 Fil 2:5-7).
Bahwa yang
berinkarnasi adalah Allah Anak, merupakan sesuatu yang perlu diingat /
dicamkan, untuk menghadapi ajaran sesat yang disebut Modalistic Monarchianism /
Patripassianism / Sabellianism, yang menga-takan bahwa Allah Bapa sendirilah
yang berinkarnasi sebagai Anak.
Penerapan:
Banyak orang
kristen berdoa secara salah dengan berkata: ‘Yesus, Bapa yang di surga, ...’.
Atau: ‘Kami bersyukur kepadaMu Bapa, karena Engkau telah rela menjadi manusia
dan mati bagi dosa kami’. Ini doa yang salah secara theologis karena
mengacau-balaukan Yesus dengan Bapa / menganggap bahwa Bapa berinkarnasi
menjadi Yesus / Anak.
C) Inkarnasi dan kelahiran.
Inkarnasi
berbeda dengan kelahiran karena:
1) Inkarnasi menunjukkan
tindakan aktif, sedangkan kelahiran menunjuk-kan pada tindakan pasif.
Karena itu
Yesus selalu berkata ‘Aku datang’ (misalnya: Luk 19:10 Yoh 9:39
Yoh 10:10 dsb) - yang menunjukkan tindakan aktif, bukan-nya ‘Aku
dilahirkan’ - yang menunjukkan tindakan pasif.
(Catatan: memang
dalam Yoh 18:37b Yesus berkata: ‘Untuk itulah Aku lahir’, tetapi Ia
langsung menyambung dengan kata-kata ‘dan untuk itulah Aku datang ke
dalam dunia ini’).
Ini menunjukkan
bahwa Yesus bukan sekedar manusia biasa, tetapi juga adalah Allah sendiri,
karena tidak ada orang biasa yang kelahir-annya merupakan tindakan aktif.
2) Inkarnasi menunjukkan bahwa
Yesus mempunyai Pre-existence /
keberadaan sebelumnya (Yoh 1:1
6:38 8:58 2Kor 8:9
Fil 2:6-7).
Kalau sekedar
dikatakan bahwa Yesus dilahirkan, maka itu menun-jukkan bahwa sebelum Ia
dilahirkan, Ia tidak ada. Tetapi kalau dikata-kan bahwa Yesus berinkarnasi,
karena inkarnasi merupakan tindakan aktif, maka itu menunjukkan bahwa Ia sudah
ada sebelum saat itu.
Ini lagi-lagi
menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya sekedar manusia biasa, tetapi juga adalah
Allah sendiri.
D) Perlunya inkarnasi.
Upah dosa adalah
maut / kematian (Ro 6:23
Kej 2:16-17 Kej 3:19).
Untuk menebus dosa manusia, Allah harus mengalami kematian itu. Karena Allah
tidak bisa mati, maka Ia harus menjadi manusia lebih dulu, baru Ia bisa mati
untuk menebus dosa manusia.
Tetapi ada
ajaran yang mengatakan bahwa Yesus tetap harus menjadi manusia sekalipun
manusia tidak jatuh ke dalam dosa.
Alasannya:
1) Inkarnasi pasti ada dalam Rencana
Allah.
Rencana
Allah tidak mungkin gagal, dan pasti akan dilaksanakan. Karena itu, tidak jadi
soal apakah manusia jatuh ke dalam dosa atau tidak, Yesus tetap harus menjadi
manusia.
2) Pekerjaan Kristus bukan hanya
penebusan dan penyelamatan. Ia adalah Pengantara, tetapi juga adalah Kepala.
Karena itu, andaikata-pun manusia tidak jatuh ke dalam dosa, Yesus tetap harus
menjadi manusia supaya Ia bisa menjadi Kepala bagi Gereja.
Bantahan
terhadap ajaran ini:
a) Kitab Suci menunjukkan bahwa
inkarnasi ada karena adanya dosa (Luk 19:10 Yoh 3:16
Yoh 10:10
Gal 4:4-5 1Tim 1:15 1Yoh 3:8).
b) Rencana Allah hanya satu dan
dalam Rencana ini sudah termasuk dosa maupun inkarnasi, bahkan dalam Rencana
Allah, inkarnasi itu ada karena adanya dosa.
Banyak orang
kristen tidak mau menerima bahwa dalam Rencana Allah, dosa juga sudah
ditetapkan. Anehnya, biasanya mereka tetap percaya bahwa penebusan dosa oleh
Kristus sudah direncanakan oleh Allah sebelum dunia dijadikan (bdk.
1Pet 1:18-20). Padahal penebusan dosa oleh Kristus hanya bisa terjadi
kalau ada dosa yang ditebus. Bagaimana mungkin penebusannya ditetapkan tetapi
dosanya tidak? Disamping itu, pembunuhan terhadap Kristus, yang memungkinkan
penebusan itu terjadi, juga adalah dosa. Dan itupun terjadi karena telah
ditetapkan oleh Allah (Kis 2:23 Kis
4:27-28).
Catatan:
kalau saudara mau tahu lebih banyak tentang dosa dalam Rencana Allah, bacalah
buku saya yang berjudul ‘The Providence of God’.
Jadi
kesimpulannya: inkarnasi ada karena adanya dosa. Tetapi sekalipun ada dosa,
Allah melakukan inkarnasi dan penebusan dosa bukan sebagai kewajiban /
keharusan, tetapi karena kasihNya dan karena itulah yang Ia kehendaki.
E) Apa yang terjadi pada saat inkarnasi.
1) ‘Firman / LOGOS menjadi manusia’
(Yoh 1:14). Ini tidak berarti bahwa:
a) LOGOS kehilangan seluruh atau
sebagian keilahianNya.
b) LOGOS setelah inkarnasi
berbeda dengan LOGOS sebelum inkar-nasi.
Seseorang
berkata:
“Incarnation does not mean that
the LOGOS ceased to be what He was before” (= inkarnasi tidak
berarti bahwa LOGOS itu berhenti menjadi apa adanya Dia sebelum saat itu).
Kalau kita
menyoroti kata ‘menjadi’ dalam Yoh 1:14, maka kita perlu ingat bahwa kata
ini bisa digunakan dalam 2 arti:
·
kalau kita berkata ‘nasi sudah menjadi
bubur’, maka itu berarti bahwa mula-mula hanya ada nasi, dan setelah itu hanya
ada bubur, sedangkan nasinya hilang / tidak ada lagi.
·
kalau saya berkata ‘tahun 1993 saya menjadi
pendeta’, maka itu berarti mula-mula ada saya, dan pada tahun 1993 itu saya
tetap ada / tidak hilang, tetapi lalu ditambahi dengan jabatan pendeta.
Kalau kita
berbicara tentang ‘Firman / Allah yang menjadi manusia’, maka kita harus
mengambil arti ke 2 dari kata ‘menjadi’ tersebut! Jadi, pada waktu Allah
menjadi manusia, keilahian Yesus tidak hilang / tidak berkurang sedikitpun, tetapi
Ia justru ketambahan hakekat manu-sia pada diriNya.
2) ‘Firman / LOGOS menjadi
manusia’ berarti bahwa LOGOS mengambil hakekat manusia (tubuh & jiwa):
a) Tanpa mengalami perubahan
dalam hakekatNya.
b) Tanpa kehilangan
sifat-sifatNya.
c) Tanpa menghentikan /
mengurangi kegiatanNya.
Beberapa
kutipan penting tentang ketidak-berubahan LOGOS pada saat inkarnasi:
·
“Christ was lowered not by losing but rather by taking” (= Kristus
direndahkan bukan dengan kehilangan tetapi dengan mengambil).
Ini bisa
diilustrasikan sebagai berikut: kita bisa merendahkan seorang yang kaya bukan
dengan mengambil kekayaannya, tetapi dengan memakaikan / menambahkan kepadanya
pakaian yang buruk. Jadi orang itu direndahkan bukan dengan kehilangan apapun,
tetapi sebaliknya dengan ketambahan sesuatu.
·
Leon Morris:
“When the Word became flesh His
cosmic activities did not remain in abeyance”
(= ketika Firman menjadi daging, kegiatan-kegiatan alam semestaNya tidaklah
dibiarkan terkatung-katung).
·
Leon Morris:
“We must surely hold that the
incarnation meant the adding of something to what the Word was doing, rather
than the cessation of most of His activites” (= kita harus
berpegang / percaya bahwa inkarnasi berarti penambahan terhadap sesuatu yang
sedang dilakukan oleh Firman, dan bukannya penghentian dari sebagian besar
kegiatan-kegiatanNya).
·
Calvin:
“For even if the Word in his
immeasurable essence united with the nature of man into one person, we do not
imagine that he was confined therein. Here is something marvelous: the Son of God
descended from heaven in such a way, that without leaving heaven, he willed to
be borne in the virgin’s womb, to go about the earth, and to hang upon the
cross, yet he continuously filled the world even as he had done from the
beginning” (= karena bahkan ketika Firman
dalam hakekatNya yang tak terbatas, bersatu dengan hakekat manusia dalam satu
pribadi, kami tidak membayangkan bahwa Ia dibatasi di dalamnya. Ini adalah
sesuatu yang menakjubkan: Anak Allah turun dari surga dengan cara sedemikian
rupa, sehingga tanpa meninggalkan surga, Ia mau dikandung dalam kandungan
perawan, berjalan-jalan di bumi, dan tergantung di kayu salib, tetapi Ia secara
terus-menerus meme-nuhi alam semesta seperti yang Ia sudah lakukan dari semula)
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book II, Chapter XIII, no 4.
Kata-kata
Calvin ini didasarkan atas Yoh 1:18. Kalau kita melihat kontex Yoh 1
itu maka akan terlihat bahwa mula-mula digambarkan bahwa LOGOS itu bersama-sama
dengan Allah (ay 1: ‘pada mulanya’). Setelah itu digambarkan bahwa LOGOS
itu berinkarnasi dan diam di antara manusia (ay 14). Tetapi dalam
ay 18 tetap digambarkan bahwa LOGOS itu ada di pangkuan (Lit: ‘dada’) Bapa
di surga!
Selanjutnya,
dalam membahas ketidakberubahan LOGOS baik dalam hakekat, sifat, maupun kegiatanNya
pada saat berinkarnasi ini, kita perlu membahas suatu ajaran yang disebut Teori Kenosis (= teori pengosongan
diri). Teori Kenosis ini merupakan suatu ajaran yang sangat populer, tetapi
salah / sesat!
Teori Kenosis
ini, berdasarkan Fil 2:6-7, mengatakan bahwa Anak Allah mengesampingkan
sebagian / seluruh sifat-sifat ilahiNya supaya Ia bisa menjadi manusia yang
terbatas (Contoh: Mat 24:36 menunjuk-kan Yesus tidak maha tahu).
Kesalahan dari
Teori Kenosis ini:
a) Yesus adalah Allah dan karena
itu Ia tidak bisa berubah (bdk. Maz 102:26-28 Mal 3:6
Yak 1:17). Allah tidak bisa berhenti men-jadi Allah, sekalipun
hanya untuk sementara!
b) Kalau Teori Kenosis itu
benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal bubar!
c) Kalau Teori Kenosis itu
benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia!
Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka Ia tak bisa
menjadi Pengantara antara Allah dan manusia dan penebusanNya tidak bisa
mempunyai nilai yang tidak terbatas.
Dalam
tafsirannya tentang Fil 2:7, Calvin mengatakan bahwa istilah ‘mengosongkan
diri’ itu tidak berarti bahwa Kristus melepaskan ke-ilahianNya, tetapi
menyembunyikannya dari pandangan manusia.
Calvin:
“Christ, indeed, could not divest
himself of Godhead; but he kept it con-cealed for a time, that it might not be
seen, under the weakness of the flesh. Hence, he laid aside his glory in the
view of men, not by lessening it, but by concealing it”
(= Kristus tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari ke-ilahianNya; tetapi
menyembunyikannya untuk sementara waktu, supaya tak kelihatan, di bawah
kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaanNya dalam pandangan
manusia, bukan dengan mengurangi-nya, tetapi dengan menyembunyikannya).
Herman Hoeksema
menambahkan bahwa sekalipun pada saat inkarnasi itu kemuliaan Kristus
disembunyikan, tetapi kadang-kadang tetap bisa terlihat sekilas, misalnya pada
waktu Ia melakukan mujijat.
“This does not mean that the Son
of God temporarily laid aside the divine nature, in order to exchange it with
the human nature. This would be impossible, for the divine nature is
unchangeable. ... But it certainly means that He entered into the state of man
in such a way that before man His divine glory and majesty was hid, although
even in the state of humiliation it flashed out occasionally, as, for instance,
in the performance of His wonders” (= ini tidak
berarti bahwa Anak Allah untuk sementara waktu mengesampingkan hakekat ilahi,
untuk menukarnya dengan hakekat manusia. Ini mustahil, karena hakekat ilahi
tidak bisa berubah. ... Tetapi itu berarti bahwa Ia masuk ke dalam keadaan
manusia sedemikian rupa sehingga di depan manusia kemuliaan dan keagungan
ilahiNya tersem-bunyi, sekalipun bahkan dalam saat perendahanpun itu kadang-kadang
memancar keluar, seperti misalnya dalam pelaksanaan / pertunjukan keajaibanNya)
- ‘Reformed Dogmatics’,
hal 399.
F) Inkarnasi menjadikan Kristus manusia yang sama dengan kita.
Ajaran
Anabaptist mengatakan bahwa Kristus membawa hakekat manu-siaNya dari surga
(berdasarkan 1Kor 15:47b) dan bahwa Maria hanya merupakan saluran melalui
mana Ia datang ke dunia. Jadi hakekat manu-siaNya betul-betul merupakan ciptaan
yang baru, yang serupa / mirip dengan kita tetapi secara organic tidak
berhubungan dengan kita.
Kalau ini benar,
maka boleh dikatakan bahwa Kristus adalah semacam bayi tabung yang dimasukkan
ke dalam kandungan Maria!
Ajaran Reformed
menentang ajaran Anabaptist tersebut di atas, dan mengajarkan bahwa Kristus
mendapatkan hakekat manusiaNya dari ibuNya / Maria. Dengan kata lain, sebagai
manusia, Yesus berasal dari sel telur Maria. Dasar Kitab Suci pandangan ini:
1) Fil 2:7 mengatakan bahwa
Ia ‘menjadi sama dengan manusia’, bukan
‘menjadi seperti manusia’. Ibr 2:14-17 juga mengatakan bahwa
‘dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya’.
2) Kalau hakekat manusia Kristus
tidak diturunkan dari Maria, dan Kris-tus hanya serupa / mirip dengan kita,
maka sebetulnya tidak ada hubungan antara Kristus dengan kita sehingga Ia tidak
bisa menjadi Pengantara antara kita dengan Allah dan Ia juga tidak bisa menjadi
Penebus kita (bdk. Ibr 2:14-17).
3) Yesus disebut ‘tunas Daud’,
‘tunas yang keluar dari tunggul Isai’, ‘ta-ruk dari pangkal Isai’ (Yes
11:1,10 Yes 4:2 Yes 53:2
Yer 23:5 Wah 5:5 Wah 22:16). Perlu diingat bahwa ‘tunas’
menunjukkan bahwa Ia betul-betul adalah keturunan Daud, dan mempunyai hubungan
orga-nic dengan Daud.
4) Ibr 7:14 mengatakan
bahwa ‘Tuhan kita berasal dari suku Yehuda’ [Lit: out of / keluar dari (Yunani: EX) Judah].
Kalau Yesus adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria,
maka Ia tidak bisa dikatakan ‘keluar dari Yehuda’ ataupun ‘berasal dari suku
Yehuda’. Kalau Ia
memang adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria, maka
sebetulnya Ia bahkan bukan orang Israel / Yahudi.
5) Ibr 2:11.
a) Ia yang menguduskan (= Yesus)
dan mereka yang dikuduskan (manusia yang ditebus) semua berasal dari satu (Ibr
2:11a).
Ibr 2:11a: ‘Ia
yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu’.
TB2-LAI hampir
sama dengan TB1.
NASB: are all of one Father (= semua dari satu
Bapa).
Kitab Suci Indonesia
(TB1 maupun TB2) dan NASB salah, karena kata ‘satu’ diartikan menunjuk kepada
Allah.
NIV: are of the same family (= semua dari
satu keluarga).
RSV: have all one origin (= semua mempunyai
satu asal mula).
KJV: are all of one (= semua dari satu).
Terjemahan-terjemahan
ini lebih benar karena kata ‘satu’ sebetul-nya bukan menunjuk kepada Allah,
tetapi menunjuk kepada Adam, karena maksud bagian ini adalah untuk menunjukkan
bahwa Ye-sus betul-betul telah menjadi manusia yang sama dengan kita.
Ini menunjukkan
bahwa Yesus betul-betul berasal dari benih Ma-ria! Yesus bukanlah semacam bayi
tabung ‘made in heaven’ (= buatan
surga) yang lalu dimasukkan ke dalam kandungan Maria!
Sekalipun ada
orang yang berpendapat bahwa kata ‘satu’ di sini menunjuk kepada Allah, tetapi
Calvin, John Owen, dsb, mengang-gap bahwa kontex menunjukkan kalau kata ‘satu’
ini menunjuk kepada Adam, atau kepada ‘satu hakekat’, karena tujuan kontex ini
memang menunjukkan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia yang sama dengan
kita (baca Ibr 2 itu terus sampai ay 17).
Kalau Yesus
adalah bayi dari surga yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria, maka kata
‘satu’ dalam Ibr 2:11 harus diganti dengan ‘dua’!
b) Itu menyebabkan Ia tidak malu
menyebut mereka ‘saudara’ (Ibr 2:11b).
Kalau Yesus
tidak berasal dari sel telur Maria, maka Ia tidak bisa menyebut kita sebagai
‘saudara’.
c) Bandingkan juga dengan Ibr
2:14-17 yang menunjukkan bahwa untuk bisa menjadi Penebus kita, Ia harus
menjadi manusia yang sama dengan kita!
6) Yesus disebut sebagai:
·
keturunan perempuan / Hawa (Literal: seed of the woman) - Kej 3:15.
·
keturunan Abraham [Literal: your seed (= benihmu)] - Kej 22:18 (bdk. Kis 3:25).
·
keturunan Daud (Literal: seed of David) - 2Tim 2:8.
Istilah seed / benih jelas menunjukkan adanya
hubungan organic!
7) Dalam Luk 1:42, Elisabet
menyebut Yesus sebagai ‘buah rahim’ dari Maria (NASB / Literal: the fruit of your womb). Ini jelas
menunjukkan bahwa Yesus memang berasal dari benih / sel telur Maria.
8) Dalam Luk 1:34 Maria
bertanya bagaimana mungkin ia bisa mengan-dung padahal ia belum bersuami. Kalau
Yesus memang adalah ciptaan baru yang dimasukkan ke dalam perut Maria (semacam
‘bayi tabung’), maka dalam Luk 1:35 seharusnya Gabriel akan menjawab bahwa
Roh Kudus akan memasukkan bayi dari surga ke dalam kan-dungan Maria. Tetapi
ternyata Gabriel tidak menjawab begitu melainkan ia berkata bahwa:
·
Roh Kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah Yang
Maha-tinggi akan menaungi engkau. Ini menunjukkan bahwa Maria sen-diri dipakai
oleh Roh Kudus dalam menjadikan / mencipta janin Yesus itu.
·
anak yang akan dilahirkan itu akan disebut
kudus.
Ini menunjukkan
bahwa Yesus bisa lahir kudus karena pekerjaan Roh Kudus dalam pembuahan
tersebut. Padahal kalau Yesus ada-lah bayi tabung dari surga, maka tentu tidak
dibutuhkan pengu-dusan seperti itu. Tetapi karena Yesus memang berasal dari
benih Maria (yang juga adalah orang berdosa), maka dibutuhkan pengu-dusan dari
Roh Kudus supaya Yesus bisa lahir suci.
Bahwa ini memang
ajaran Reformed terlihat jelas karena hal ini masuk dalam ‘Westminster
Confession of Faith’ pasal 8 ayat 2 yang berbunyi:
“being conceived by the power of
the Holy Ghost in the womb of the virgin Mary, of her substance”
(= dikandung oleh kuasa Roh Kudus dalam rahim perawan Maria, dari zatnya /
Maria).
Pandangan ini
juga didukung oleh Athanasian Creed / Pengakuan Iman Athanasius:
“28. It is, therefore, true
faith that we believe and confess that our Lord Jesus Christ is both God and
man. 29. He is God, generated from
eternity from the substance of the Father; man, born in time from the
substance of his mother.” (= 28. Karena
itu adalah iman yang benar bahwa kita percaya dan mengaku bahwa Tuhan kita
Yesus Kristus adalah Allah dan manusia.
29. Ia adalah Allah, diperanakkan dari kekekalan dari zat Sang
Bapa; manusia, dilahirkan dalam waktu dari zat ibuNya.) - A.
A. Hodge, ‘Outlines of Theology’, hal
117-118.
Bahwa manusia
Yesus / hakekat manusia Yesus itu berasal dari Maria, juga menunjukkan bahwa manusia Yesus / hakekat manusia Yesus itu
adalah makhluk ciptaan, dan jelas tidak kekal, atau mulai ada di dalam
waktu.
Perlu diingat
bahwa kata-kata ‘begotten, not
made’ (= ‘diperanakkan, bukan
dicipta’) dalam Pengakuan Iman Nicea - Konstantinople, tidak
menunjuk kepada kemanusiaan / hakekat manusia Yesus, tetapi menunjuk kepada
keilahianNya.
Perhatikan
beberapa kutipan pendukung di bawah ini.
John Owen:
“The framing, forming, and
miraculous conception of the body of Christ in the womb of the blessed Virgin
was the peculiar and especial work of the Holy Ghost. ... The act of the
Holy Ghost in this matter was a creating act; not, indeed, like the first
creating act, which produced the matter and substance of all things out of
nothing, causing that to be which was not before, neither in matter, nor form,
nor passive disposition; but like those subsequent acts of creation, whereby,
out of matter before made and prepared, things were made that which before they
were not, and which of themselves they had no active disposition unto nor
concurrence in. So man was created or formed of the dust of the earth, and
woman of a rib taken from man. There was a previous matter unto their creation,
but such as gave no assistance nor had any active disposition to the production
of that particular kind of creature whereinto they were formed by the creating
power of God. Such was this act of the Holy Ghost in forming the body of our
Lord Jesus Christ; for although it was effected by an act of infinite
creating power, yet it was formed or made of the substance of the blessed
Virgin” [= Penyusunan, pembentukan, dan
pembuahan yang bersifat mujijat dari tubuh Kristus di dalam kandungan Perawan
yang diberkati merupakan pekerjaan yang khas dan khusus dari Roh Kudus. ... Tindakan
Roh Kudus dalam persoalan ini merupakan tindakan penciptaan; memang tidak
seperti tindakan penciptaan pertama, yang menghasilkan bahan dan zat dari
segala sesuatu dari tidak ada, menyebabkannya ada padahal tadinya tidak ada,
baik dalam bahannya, bentuknya, maupun penyusunan / kecondongan pasif (?);
tetapi seperti tindakan-tindakan penciptaan yang berikutnya, dengan mana, dari
bahan yang sudah dibuat dan dipersiapkan sebelumnya, benda-benda / hal-hal yang
sebelumnya tidak ada dibuat / dicipta, dan yang dari dirinya sendiri mereka
tidak mempunyai kecondongan aktif kepada hal itu maupun persetujuan.
Demikianlah manusia / orang laki-laki diciptakan atau dibentuk dari debu tanah,
dan perempuan dari tulang rusuk laki-laki. Disana sudah ada bahan untuk
penciptaan mereka, tetapi sedemikian rupa sehingga tidak memberikan bantuan
atau mempunyai kecondongan aktif pada produksi dari jenis ciptaan tertentu ke
dalam mana mereka dibentuk oleh kuasa penciptaan Allah. Demikian jugalah
tindakan Roh Kudus dalam membentuk tubuh dari Tuhan Yesus Kristus; karena
sekalipun itu dihasilkan oleh tindakan dari kuasa penciptaan yang tak
terbatas, tetapi itu dibentuk atau dibuat dari zat dari sang Perawan yang
diberkati] - ‘The Works of
John Owen’, vol 3, ‘The Holy Spirit’,
hal 162,163-164.
John Owen:
“the creating act of the
Holy Ghost, in forming the body of our Lord Jesus Christ in the womb, ... the
conception of Christ in the womb, being the effect of a creating act,
was not accomplished successively and in process of time, but was perfected in
an instant” (= tindakan penciptaan
dari Roh Kudus, dalam membentuk tubuh dari Tuhan kita Yesus Kristus dalam
kandungan, ... pembuahan Kristus dalam kandungan, yang merupakan hasil dari
tindakan penciptaan, tidak dicapai secara berturutan dan dalam proses
waktu, tetapi disempurnakan dalam sesaat) - ‘The Works of John Owen’, vol 3, ‘The Holy Spirit’, hal 165.
Herman
Bavinck:
·
“Even
though Christ has assumed a human nature which is finite and limited and which
began in time, as person, as Self, Christ does not in Scripture stand on
the side of the creature but on the side of God”
(= Sekalipun Kristus telah mengambil suatu hakekat manusia yang terbatas dan
yang dimulai dalam waktu, tetapi sebagai pribadi, sebagai Diri, dalam Kitab
Suci Kristus tidak berdiri di pihak makhluk ciptaan tetapi di pihak Allah)
- ‘Our Reasonable Faith’, hal 317.
·
“The
relationship is that of Creator and creature, and the creature from the
nature of his being can never become Creator, nor have the significance and
worth for us human beings of the Creator” (= Hubungan itu
adalah hubungan Pencipta dan makhluk ciptaan, dan makhluk ciptaan sesuai
dengan keadaan alamiah keberadaannya tidak pernah bisa menjadi Pencipta, atau
mempunyai arti dan nilai dari sang Pencipta bagi kita manusia) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 323.
·
“That
human nature did not exist beforehand. ... But in the incarnation, also,
Scripture holds to the goodness of creation and to the Divine origin of
matter” (= Hakekat manusia itu tidak
ada sebelumnya. ... Tetapi juga dalam inkarnasi, Kitab Suci berpegang pada kebaikan
penciptaan dan pada asal usul ilahi dari zat / bahan) - ‘Our Reasonable Faith’, hal 325.
·
“Just
as the human nature of Christ did not exist before the conception in Mary, so
it did not exist for sometime before, nor some time after, in a state of
separation from Christ” (= Sebagaimana hakekat
manusia Kristus itu tidak ada sebelum pembuahan di dalam Maria, begitu juga
hakekat manusia itu tidak ada sebelumnya, ataupun setelahnya, dalam keadaan
terpisah dari Kristus) - ‘Our
Reasonable Faith’, hal 326.
·
“In
short, to one and the same subject, one and the same person, Divine and human
attributes and works, eternity and time, omnipresence and limitation,
creative omnipotence and creaturely weakness are ascribed”
(= Singkatnya, subyek yang satu dan yang sama, pribadi yang satu dan yang sama,
dianggap mempunyai sifat-sifat dasar dan pekerjaan-pekerjaan Ilahi dan manusia,
kekekalan dan waktu / terbatas waktu, kemaha-adaan dan keterbatasan,
kemaha-kuasaan yang bersifat mencipta dan kelemahan makhluk ciptaan)
- ‘Our Reasonable Faith’, hal 326.
Calvin tentang
kata-kata ‘seperti
anak manusia’ dalam Daniel 7:13:
“We must now see why he uses the
word ‘like’ the Son of man; ... the Prophet says, ‘He appeared’ to him ‘as the
Son of man,’ as Christ had not yet taken upon him our flesh. And we must remark
that saying of Paul’s: When the fulness of time was come, God sent his Son,
made of a woman. (Gal. 4:4.) Christ then began to be a man when he appeared on
earth as Mediator, for he had not assumed the seed of Abraham before he was
joined with us in brotherly union. This is the reason why the Prophet does not
pronounce Christ to have been man at this period, but only like man; for otherwise
he had not been that Messiah formerly promised under the Law as the son of
Abraham and David. For if from the beginning he had put on human flesh, he
would not have been born of these progenitors. It follows, then, that Christ
was not a man from the beginning, but only appeared so in a figure. ... This
was a symbol, therefore, of Christ’s future flesh, although that flesh did
not yet exist”
(= ) - hal 41.
Philip Schaff:
“The Son, as man, is
produced; as God, he is unproduced or uncreated; he is begotten from eternity
of the unbegotten Father. To this Athanasius refers the passage concerning the
Only-begotten who is in the bosom of the Father” [= Anak, sebagai manusia,
dihasilkan / diciptakan; sebagai Allah, Ia tidak dihasilkan atau tidak
diciptakan; Ia diperanakkan dari kekekalan dari Bapa yang tidak diperanakkan.
Untuk ini Athanasius menunjuk pada text tentang Satu-satunya yang diperanakkan,
yang ada di dada Bapa (Yoh
1:18)] - ‘History of the Christian Church’, vol III, hal
658.
Robert M. Bowman Jr.: “In
his ‘Prologue’ John contrasts the Word, which ‘was’ (EN, third person imperfect
form of EIMI) in the beginning, with his bringing into existence (EGENETO, the
third person singular indicative form of GENESTHAI) of all things (John 1:1-3).
... to say that the Word was continuing to exist at the beginning of created
time is simply another way of saying that the Word was eternal. By going on to
say that this uncreated Logos ‘became’ (egeneto)
flesh (1:14), John draws another contrast between the two natures of Christ. To
put it in the classic terminology of orthodox incarnational theology, Christ
was uncreated (EN) with respect to his deity, but created (EGENETO) with
respect to his humanity” [= Dalam
‘Pendahuluan’nya Yohanes mengkontraskan Firman, yang ‘was’ / telah ada
(EN, orang ketiga, bentuk imperfect dari EIMI) pada mulanya, dengan
pembuatan / penciptaan (EGENETO, orang ketiga tunggal, bentuk indikatif dari
GENESTHAI) dari segala sesuatu (Yoh 1:1-3). ... mengatakan bahwa Firman terus
ada pada permulaan dari waktu yang diciptakan hanyalah merupakan cara lain
untuk mengatakan bahwa Firman itu kekal. Dengan mengatakan selanjutnya bahwa
Logos yang tidak diciptakan ini ‘became’ / ‘menjadi’ (EGENETO) daging
(1:14), Yohanes membuat kontras yang lain antara kedua hakekat Kristus. Untuk
mengatakannya dalam ungkapan klasik dari theologia inkarnasi yang ortodox,
Kristus tidak diciptakan (EN) berkenaan dengan keallahanNya, tetapi diciptakan
(EGENETO) berkenaan dengan kemanusiaanNya] - ‘Jehovah’s Witnesses, Jesus Christ, and
the Gospel of John’, hal 114.
G) Peranan Roh Kudus dalam inkarnasi.
1) Roh Kuduslah yang menjadikan
Maria mengandung (Mat 1:18-20 Luk
1:34-35).
Yang dilahirkan
oleh Maria bukanlah pribadi manusia, tetapi pribadi Anak Allah [Luk 1:32,35 bdk. Luk 1:43 dimana Elizabeth menyatakan Maria sebagai ‘ibu
Tuhanku’ / ‘the mother of my Lord’ (NIV)].
Karena itu
Maria secara tepat disebut THEOTOKOS (= bunda Allah), bukan sekedar
CHRISTOTOKOS (= bunda Kristus).
2) Roh Kudus menguduskan hakekat
manusia dari Kristus sejak dari saat pertama pembuahan dan menjagaNya dari
polusi dosa (bdk. Yoh 3:34 Ibr 9:14).
Jadi, bahwa
Maria mengandung bukan dari seorang laki-laki, masih belum cukup untuk
menyebabkan Yesus itu lahir suci, karena Maria juga adalah orang berdosa. Masih
dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menyucikan bayi Yesus sejak dari saat
pertama pembuahan supaya Yesus betul-betul suci.
Calvin:
“For we make Christ free from all
stain not just because he was begotten of his mother without copulation with
man, but because he was sanctified by the Spirit that the generation might be
pure and undefiled as would have been true before Adam’s fall”
(= karena kita membuat Kristus bebas dari segala noda / kekotoran bukan hanya
karena Ia diperanakkan dari ibuNya tanpa hubungan sex dengan laki-laki, tetapi
karena Ia dikuduskan oleh Roh sehingga kelahiranNya bisa murni dan tidak
tercemar seperti sebelum kejatuhan Adam) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIII, No
4.
Ada
beberapa hal yang perlu dibahas di sini:
a) Adanya pekerjaan Roh Kudus
yang menyucikan bayi Yesus ini, menyebabkan Yesus tidak membutuhkan ibu yang
suci supaya bisa lahir dan hidup suci.
Karena itu
doktrin Immaculate Conception dari Roma Katolik, yang menyatakan bahwa
Maria dilahirkan dan hidup suci tanpa dosa, sama sekali tidak dibutuhkan di
dalam gereja.
Catatan:
·
Doktrin Immaculate
Conception ini baru muncul pada tahun 1854. Karena itu perlu dipertanyakan:
kalau doktrin ini memang ada dalam Kitab Suci / berasal dari Kitab Suci,
mengapa dibu-tuhkan waktu 18 abad untuk menemukannya?
·
Doktrin ini bukan hanya tidak punya dasar Kitab
Suci sama sekali, tetapi juga bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci,
seperti:
*
Ro 3:10-12,23 Pengkhotbah 7:20 Ayub 4:17 Ayub 25:4.
Ayat-ayat ini
menunjukkan bahwa semua manusia berdosa. Satu-satunya orang yang dikecualikan
dalam Kitab Suci hanyalah Yesus saja (Ibr 4:15 2Kor 5:21). Kitab Suci tidak pernah
mengecualikan Maria!
*
Luk 1:46,47 menunjukkan bahwa Maria
menyebut Allah sebagai Juruselamatnya. Kalau memang ia suci murni, me-ngapa ia
membutuhkan Juruselamat?
*
Luk 2:22-24 (bdk. Im 12:1-8)
menunjukkan bahwa Maria disebut najis (Im 12:2), karena melahirkan anak.
Ini menye-babkan ia harus mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus
dosa sebagai pendamaian (Im 12:8), supaya bisa ditahirkan. Sekalipun
‘kenajisan’ di sini bukan-lah suatu dosa moral, tetapi rasanya sukar
diharmoniskan dengan ‘suci murni’.
·
Doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai
berikut: kalau Maria harus suci supaya Yesus bisa suci, maka demikian juga
kedua orang tua Maria harus suci supaya Maria bisa suci, dan keempat kakek nenek Maria harus suci supaya kedua
orang tua Maria bisa suci, dan kalau ini diteruskan maka akhirnya Adam dan
Hawapun harus suci. Ini jelas merupakan pandangan yang tidak Alkitabiah, yang
orang Roma Katolikpun tidak akan mau menerimanya!
b) Kalau memang fakta bahwa
Yesus dilahirkan oleh seorang pera-wan itu belum cukup untuk menyebabkan Yesus
lahir suci, dan masih dibutuhkan penyucian dari Roh Kudus, lalu untuk apa Yesus
harus dilahirkan dari seorang perawan / perempuan yang me-ngandung tanpa
hubungan sex dengan laki-laki? Mengapa tidak menggunakan kelahiran biasa saja
dan ditambah dengan penyu-cian dari Roh Kudus?
Jawab:
·
Sekalipun kelahiran dari perawan masih belum
cukup untuk membuat Yesus lahir suci, tetapi setidaknya dengan cara ini bisa
ditambahkan penyucian dari Roh Kudus sehingga Yesus lahir suci. Tetapi kalau
digunakan kelahiran biasa, sekalipun ditambahkan penyucian dari Roh Kudus,
tetap tidak mungkin Yesus lahir suci.
·
Calvin: Tidak terlalu cocok bahwa pribadi yang
adalah Allah dan manusia itu dilahirkan dengan cara yang sama seperti kita.
Harus dengan cara yang berbeda supaya cocok dengan ke-wibawaan pribadiNya.
Catatan:
jawaban yang kedua ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
II) Penderitaan Kristus.
A) Kristus menderita sepanjang hidupNya.
1) Ia menderita karena Ia yang
suci harus hidup ditengah-tengah orang-orang berdosa (bandingkan dengan Lot dalam 2Pet 2:7-8).
Penerapan:
Adalah sesuatu
yang aneh kalau ada orang kristen yang bukannya menderita tetapi sebaliknya
justru merasa senang kalau bergaul / berkumpul dengan orang-orang yang
brengsek! Apakah saudara termasuk orang seperti itu?
2) KetaatanNya menyebabkan Ia menderita
(bdk. Yoh 3:19-20).
Ada banyak ketaatan yang
bisa menyebabkan penderitaan bahkan penganiayaan. Misalnya kalau kita mau hidup
dan berkata jujur, atau kalau kita menegur orang yang berbuat dosa, dsb.
Kristus rela men-derita demi mentaati Firman Tuhan; bagaimana dengan saudara?
3) Ia menderita karena serangan
setan (bdk. Luk 4:1-13, khususnya ay 13).
Ingat bahwa
ke-tidak-bisa-berdosa-an Kristus tidak berarti bahwa Ia tidak menderita pada
waktu mengalami serangan setan (bdk. Ibr 2:18 - ‘Ia sendiri telah menderita
karena pencobaan’)!
4) Ketidak-percayaan / kebencian
orang-orang di sekitarNya memberikan penderitaan kepadaNya.
Ketidakpercayaan
ini datang dari:
·
dunia (Yoh 1:10).
·
bangsanya (Yoh 1:11 Yoh 10:20).
·
orang-orang sekampungnya (Mat 13:53-57).
·
keluarganya (Yoh 7:3-5 Mark 3:21).
·
Yudas Iskariot.
·
murid-muridNya yang lain.
Hal tersebut
lebih-lebih terasa menyakitkan karena Yesus mencintai orang-orang itu dan Ia
bahkan datang ke dunia dengan maksud mengorbankan diriNya untuk menyelamatkan
orang-orang itu. Tetapi orang-orang itu ternyata memberikan balasan yang
begitu jelek.
Kalau saudara
pernah tidak dipercayai oleh orang yang saudara cintai, seperti orang tua
saudara, suami / istri / pacar saudara, maka saudara tentu bisa merasakan
sakitnya hal itu.
Penerapan:
Demi melayani
saudara, Yesus pernah mengalami hal seperti itu. Kalau dalam saudara melayani
Dia, saudara harus menghadapi hal seperti itu, maukah saudara terus melayani
Dia?
5) PenderitaanNya makin lama
makin hebat dan mencapai puncaknya di kayu salib.
Untuk bisa
lebih menyadari penderitaan Kristus di sekitar salib, khu-susnya pada saat
pencambukan dan penyaliban, perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini:
a) Tentang pencambukan:
Leon Morris
(NICNT):
“Scourging was a brutal affair.
It was inflicted by a whip of several thongs, each of which was loaded with
pieces of bone or metal. It could make pulp of man’s back”
(= Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan
sebuah cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi
potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung orang menjadi
bubur).
Leon Morris
(NICNT):
“... Josephus tells us that a
certain Jesus, son of Ananias, was brought before Albinus and ‘flayed to the
bone with scourges’ ... Eusebius narrates that certain martyrs at the time of
Polycarp ‘were torn by scourges down to deep-seated veins and arteries, so that
the hidden contents of the recesses of their bodies, their entrails and organs,
were exposed to sight’ ... Small wonder that men not infrequently died as a
result of this torture” (= Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus
tertentu, anak dari Ananias, dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai
tulangnya dengan cambuk’ ... Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu
pada jaman Polycarp ‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan
arteri yang ada di dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh
mereka, isi perut dan organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ...
Tidak heran bahwa tidak jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini).
William
Hendriksen:
“The Roman scourge consisted of a
short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped
with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes
were laid especially on the victim’s back, bared and bent. Generally two men
were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one
side, one from the other side, with the result that the flesh was at times
lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even
entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman
citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death”
[= cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa
tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau
kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan
terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2
orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari
satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging
yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga
pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi
perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti
itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk.
Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].
William
Barclay:
“Roman scourging was a terrible
torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was
tied to a post with his back bent double
and conveniently exposed to the lash. The lash itself was a long leather
thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead.
Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to
strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and
men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it”
[= pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi,
tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan
pung-gungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri
adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan
tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu
mendahului penyaliban dan ‘pencam-bukan itu menjadikan tubuh telanjang itu
menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’.
Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi
gila?) karenanya, dan sedikit orang bisa tetap sadar sampai akhir
pencambukan].
Saudara adalah orang berdosa dan karena itu sebetulnya saudaralah yang
seharusnya mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi Kristus sudah mengalami
pencambukan itu supaya sau-dara bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau
percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan saudara. Su-dahkah saudara
menerima Dia?
b) Tentang penyaliban:
Pulpit
Commentary:
“Nails were driven through the
hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a
projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in
picture, was never used” (= paku-paku menembus tangan dan
kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian
lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat
pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).
William
Barclay:
“When they reached the place of
crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched
upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely
bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge of wood called the saddle,
to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails
would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted
upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Sometimes
prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst,
suffering sometimes to the point of actual madness”
[= ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas
tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada
salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong
kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu
ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya.
Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu
dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai
satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada
titik dimana mereka menjadi gila].
Catatan:
Barclay
menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara
longgar, tetapi tidak di paku.
Ini ia dasarkan
pada:
·
tradisi.
·
Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut
tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya
berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya ta-nganNya, tetapi juga kakiNya.
Alasan saya:
¨
penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa
tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay. Misalnya penulis
dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas. Dan juga Barnes’ Notes, dalam
tafsirannya tentang Mat 27:32, berkata sebagai berikut:
“The feet were fastened to this
upright piece, either by nailing them with large spikes driven through the
tender part, or by being lashed by cords. To the cross-piece at the top, the
hands, being extended, were also fastened, either by spikes or by cords, or
perhaps in some cases by both. The hands and feet of our Saviour were both
fastened by spikes” (= Kaki dilekatkan pada tiang
tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar yang dimasukkan melalui
bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan tali. Pada bagian
salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga dilekatkan, atau dengan
paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa kasus oleh keduanya. Tangan
dan kaki dari Tuhan kita keduanya dilekatkan dengan paku-paku).
Juga
ada penafsir yang berkata bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu
sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua
kakinya dipaku secara terpisah.
¨
Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang
salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata
pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan
kakiku’.
¨
Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan
tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Selanjutnya
Barclay mengutip Klausner sebagai berikut:
“The criminal was fastened to his
cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of
hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture
of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding
wounds” (= kriminil itu dilekatkan /
dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena
pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan,
bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat
yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah).
Barclay lalu
mengatakan:
“It is not a pretty picture but
that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us”
(= itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh
Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).
Saya masih
ingin menambahkan komentar dari Barnes’ Notes tentang Mat 27:35 yang makin
memperjelas penderitaan orang yang disalib. Ia berkata sebagai berikut:
“The manner of the crucifixion
was as follows: - After the criminal had carried the cross, attended with every
possible jibe and insult, to the place of execution, a hole was dug in the
earth to receive the foot of it. The cross was laid on the ground; the persons
condemned to suffer was stripped, and was extended on it, and the soldiers
fastened the hands and feet either by nails or thongs. After they had fixed the
nails deeply in the wood, they elevated the cross with the agonizing sufferer
on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they let it fall
violently into the hole which they had dug to receive it. This sudden fall must
have given to the person that was nailed to it a most violent and convulsive
shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person was then
suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger ended his
life” (= Cara penyaliban adalah
sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib, disertai dengan setiap
ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat penyaliban, sebuah lubang digali
di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib diletakkan di tanah; orang yang
diputuskan untuk menderita itu dilepasi pakaiannya, dan direntangkan pada salib
itu, dan tentara-tentara melekatkan tangan dan kaki dengan paku atau dengan
tali. Setelah mereka memakukan paku-paku itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka
menaikkan / menegakkan salib itu dengan penderita yang sangat menderita
padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih teguh di dalam tanah, mereka
menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang yang telah digali untuk
menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu pasti memberikan kepada
orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan meningkatkan penderitaannya
dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita tergantung, biasanya,
sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan kelaparan mengakhiri
hidupnya).
Barnes’ Notes
melanjutkan:
“As it was the most ignominious
punishment known, so it was the most painful. The following circumstances make
it a death of peculiar pain: (1.) The position of the arms and the body was
unnatural, the arms being extended back and almost immovable. The least motion
gave violent pain in the hands and feet, and in the back, which was lacerated
with stripes. (2.) The nails, being driven through the parts of the hands and
feet which abound with nerves and tendons, created the most exquisite anguish.
(3.) The exposure of so many wounds to the air brought on a violent
inflammation, which greatly increased the poignancy of the suffering. (4.) The
free circulation of the blood was prevented. More blood was carried out in the
arteries than could be returned by the veins. The consequence was, that there
was a great increase in the veins of the head, producing an intense pressure
and violent pain. The same was true of other parts of the body. This intense pressure
in the blood vessels was the source of inexpressible misery. (5.) The pain
gradually increased. There was no relaxation, and no rest.”
[= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan
itu juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini
menyebabkan penyaliban suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.)
Posisi lengan dan tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan
hampir tidak bisa bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang
hebat pada tangan dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan
cambuk. (2.) Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki
yang penuh dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat.
(3.) Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang
hebat, yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.)
Peredaran bebas dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh
arteri-arteri dari pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah
balik. Akibatnya ialah, terjadi pening-katan yang besar dalam pembuluh darah
balik di kepala, yang menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang
sama terjadi dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam
pembuluh darah adalah sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa
sakit itu naik secara bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada
istirahat].
Sekali lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara adalah orang berdosa,
dan sebetulnya saudaralah yang mengalami penya-liban yang mengerikan ini.
Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara bebas dari hukuman
Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan
saudara. Sudahkah saudara percaya dan mene-rimaNya?
Satu hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa yang Kristus lakukan
/ alami bagi kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan kepada Dia. Pada waktu
Yesus memikul salib keluar kota, terjadi peristiwa yang diceritakan dalam
Luk 23:27-32, dimana banyak perempuan menangisi dan meratapi Dia, tetapi
lalu justru ditegur oleh Yesus.
Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan berkata:
“He
does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment”
(= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu
perasaan yang sia-sia dan salah).
Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada Kristus, tetapi tidak
percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan
kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi
ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti Yesus! Karena itu
janganlah sekedar merasa kasihan kepada Yesus, tetapi datanglah kepadaNya dan
percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
Karena Kristus
telah menderita dalam sepanjang hidupNya, jangan mera-sa heran kalau didalam
mengikut Kristus saudarapun menderita dalam sepanjang hidup saudara. Kristus
berkata: ‘seorang
hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya’ (Yoh 15:20)! Penderitaan
seperti ini statusnya bukanlah hukuman dari Allah (bdk. Ro 8:1), tetapi
memikul salib / men-derita bagi Kristus (bdk. Mat 16:24). Karena Kristus
sudah rela meng-alami semua penderitaan itu demi saudara, maka saudarapun harus
rela mengalami penderitaan demi Kristus!
B) Kristus menderita tubuh dan jiwa.
Seluruh manusia
(tubuh dan jiwa) jatuh ke dalam dosa dan seluruh manusia dipengaruhi secara
negatif oleh dosa. Karena itu Kristus harus mengalami penderitaan dalam tubuh
dan jiwaNya, barulah Ia bisa menebus kita secara lengkap.
Pada waktu Ia
dicambuki dan disalibkan, itu jelas merupakan penderitaan jasmani. Pada waktu
Ia dihina, diludahi, nyaris ditelanjangi di depan umum, dan terutama
ditinggalkan oleh BapaNya, itu merupakan pende-ritaan jiwa / rohani.
C) Penderitaan Kristus adalah unik.
1) Karena kesucianNya, Kristus
mengalami penderitaan akibat dosa di sekelilingNya dengan suatu perasaan yang
tidak bisa dialami oleh orang lain.
2) Allah menumpahkan kepada
Kristus kejahatan kita sekalian (Yes 53:6,10). Ini tidak pernah dialami oleh
siapapun juga.
Herman Hoeksema
berkata:
“No one, therefore, even in hell,
can even suffer what Christ suffered during His entire life and especially on
the cross. For, in the first place, no one can possibly taste the wrath of God
as the Sinless One. And, in the second place, no one could possibly bear the
complete burden of the wrath of God against the sin of the world. Even in hell
everyone will suffer according to his personal sin and in his personal position
in desolation. But Christ bore the sin of all His own as the Sinless One”
[= karena itu, tak seorangpun, bahkan dalam neraka, bisa menderita apa yang
diderita oleh Kristus dalam sepanjang hidupNya dan terutama di kayu salib.
Karena, yang pertama, tak seorangpun bisa merasakan murka Allah sebagai orang
yang tak berdosa. Dan, yang kedua, tak seorangpun bisa memikul seluruh beban
murka Allah terhadap dosa dunia. Bahkan dalam neraka setiap orang akan
menderita sesuai dengan dosa pribadinya dan dalam posisi pribadinya dalam
kesendirian. Tetapi Kristus memikul dosa dari semua milikNya sebagai Orang yang
Tidak Berdosa] - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 401.
III) Kematian Kristus.
A) The extent of His death (=
luas kematianNya).
Kematian yang dialami oleh Kristus mencakup:
1) Kematian jasmani: yaitu
perpisahan tubuh dengan jiwa.
2) Kematian rohani: perpisahan
dengan Allah.
Ini terjadi
pada saat Kristus berkata: ‘ELI, ELI, LAMA SABAKH-TANI?’
(Mat 27:46).
Ada
beberapa pandangan tentang arti kalimat ini:
a) Yesus tidak sungguh-sungguh
ditinggal / mengalami keterpisahan dengan Allah, karena kata-kata yang Ia
ucapkan itu hanyalah:
·
perasaan Yesus saja (bahasa Jawa: Yesus kroso-krosoen), atau,
·
doa Yesus sambil mengutip Maz 22, atau,
·
perenungan Yesus tentang firman Tuhan dalam Maz
22.
Keberatan
terhadap pandangan ini:
Kalau demikian
Yesus tidak sungguh-sungguh memikul hukuman dosa kita, karena keterpisahan
dengan Allah merupakan hukuman dosa! Bdk. Yes 59:1-2 2Tes 1:9.
b) Allah Anak meninggalkan Yesus sebagai
manusia.
Alasannya:
Biasanya Yesus selalu menyebut Allah dengan sebut-an ‘Bapa’, tetapi kali ini
Yesus berkata ‘AllahKu’, bukan ‘BapaKu’. Ini dianggap
menunjukkan bahwa saat itu Yesus betul-betul ber-bicara sebagai manusia biasa
kepada AllahNya.
Keberatan
terhadap pandangan ini:
·
dalam Luk 23:34,46 Yesus tetap menyebut
‘Bapa’, padahal ini adalah kalimat pertama dan terakhir di kayu salib.
·
Dalam inkarnasi, Anak Allah mengambil hakekat
manusia, yang lalu mendapatkan kepribadiannya dalam diri Anak Allah itu. Kalau
terjadi perpisahan antara Allah Anak dan manusia Yesus, ini berarti bahwa
Hypostatical / Personal Union hancur, maka yang tertinggal di atas kayu salib
hanyalah hakekat manusia itu. Ini tidak mungkin!
·
Andaikata Yesus memang mati sebagai manusia
saja, maka penebusan yang Ia lakukan tidak bisa mempunyai kuasa yang tidak
terbatas!
Maz 49:8-9
(NIV - Ps 49:6-7):
“No man can redeem the life of
another, or give to God a ransom for him; the ransom for a life is costly, no
payment is ever enough” (= tak seorang manusiapun bisa
menebus nyawa orang lain, atau memberikan
kepada Allah tebusan untuk dia; tebusan untuk suatu nyawa sangat mahal, tak ada
pembayaran yang bisa mencukupi).
Adam Clarke
tentang Mat 27:46:
“Some suppose ‘that the divinity
had now departed from Christ, and that his human nature was left unsupported to
bear the punishment due to men for their sins.’ But this is by no means to be
admitted, as it would deprive his sacrifice of its infinite merit, and
consequently leave the sin of the world without an atonement. Take deity away
from any redeeming act of Christ, and the redemption is ruined”
(= Sebagian orang menganggap ‘bahwa keilahian sekarang telah pergi dari
Kristus, dan bahwa hakekat manusiaNya ditinggalkan tanpa dukungan untuk memikul
hukuman yang seharusnya bagi manusia untuk dosa-dosa mereka’. Tetapi ini sama
sekali tidak boleh diterima, karena itu akan mencabut / menghilangkan manfaat
yang tak terbatas dari pengorbananNya, dan sebagai akibatnya dosa dari dunia
ditinggalkan tanpa penebusan. Ambillah keilahian dari tindakan penebusan
Kristus, dan penebusan itu dihancurkan).
c) Allah Bapa meninggalkan Yesus sebagai Allah
dan manusia.
Keberatan
terhadap pandangan ini:
Terjadi
perpisahan dalam diri Allah Tritunggal.
Jawaban atas
keberatan ini:
·
Ini memang merupakan misteri yang tidak bisa
kita mengerti sepenuhnya.
·
Perpisahan Allah Bapa dengan Allah Anak bukan
bersifat lokal, seakan-akan yang satu ada di sini dan yang lain ada disana.
Perpisahan secara lokal ini tidak mungkin terjadi karena baik Bapa maupun Anak
adalah Allah yang maha ada. Jadi perpisahan ini hanyalah dalam persoalan
hubungan / persekutuan saja.
Perlu diingat
bahwa kalau nanti orang berdosa masuk ke neraka, ia bukannya berpisah secara
lokal dengan Allah, karena Allah yang mahaada itu ada dimanapun juga termasuk
di neraka. Jadi, perpisahan yang terjadi antara orang berdosa dengan Allah di
neraka, adalah rusaknya hubungan / perse-kutuan antara mereka secara kekal. Dan
hukuman inilah yang dipikul oleh Kristus pada saat itu!
Penerapan:
Karena Kristus
sudah mengalami keterpisahan derngan Allah, maka orang yang sudah percaya
kepada Yesus dipersatukan / diperdamaikan kembali dengan Allah, dan tidak akan
pernah berpisah dengan Allah / ditinggal oleh Allah, baik dalam hidup ini
maupun dalam kekekalan! (Bdk. Yoh 14:16
Ibr 13:5).
Bagusnya
pandangan ini:
¨
Kristus betul-betul memikul hukuman dosa.
¨
Karena Kristus memikul hukuman dosa itu sebagai
Allah dan manusia, maka penebusannya mempunyai kuasa / nilai yang tak terbatas!
Catatan:
Ini tidak
bertentangan dengan doktrin Limited
Atonement (= penebusan terbatas) dari Calvinisme, karena dalam doktrin Limited Atonement itu, yang dianggap
terbatas bukanlah kuasa / nilai penebusan Kristus, tetapi design (= rencana / tujuan) penebusan Kristus.
¨
Hypostatical / Personal Union tetap terjaga.
d) William G.T. Shedd menggabungkan pandangan b)
dan c).
Ia berkata
sebagai berikut:
“The Logos at this moment did not
support and comfort the human soul and body of Jesus. This may be regarded
equally as desertion by the Father or by the Logos, because of the unity of essence.
... God the Father deserted the human nature, and God the Logos also deserted
it” (= Pada saat ini Logos tidak
menopang dan menghibur jiwa dan tubuh manusia dari Yesus. Ini bisa dianggap
secara sama sebagai ditinggal oleh Bapa atau ditinggal oleh Logos, karena
adanya kesatu-an hakekat. ... Allah Bapa meninggalkan hakekat manusia, dan
Allah Logos juga meninggalkannya) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 278.
Keberatan
terhadap pandangan Shedd ini sama dengan keberatan pada pandangan b) di atas,
point ke 2 dan 3.
Penerapan:
Bagi orang yang
tidak percaya, kematian Yesus secara jasmani maupun rohani ini tak ada
gunanya. Mereka akan mengalami kematian jasmani dan rohani (dalam neraka).
Sedangkan orang yang
percaya hanya akan mengalami kematian jas-mani, dan itupun bukan lagi sebagai
hukuman dosa, tetapi sebagai jalan masuk ke surga! Karena itulah orang kristen
yang sejati tidak perlu, bahkan tidak boleh, takut pada kematian. Sama seperti
Paulus, kitapun bisa berkata: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati
adalah keuntungan”
(Fil 1:21).
B) The judicial character of His
death (= sifat hukum kematianNya).
1) Kristus tidak boleh mati
wajar atau akibat kecelakaan / pembunuhan (bdk.
Yoh 7:1,19,25-26,30,44 Yoh 8:59 Mat 12:14-15a).
2) Kristus harus mati karena
hukuman mati yang dijatuhkan oleh penga-dilan. Ia harus diperhitungkan /
dianggap sebagai pelanggar hukum dan dihukum sebagai seorang kriminil.
3) Allah mengatur sehingga
Kristus diadili oleh pemerintah Roma, dinyatakan tidak bersalah, tetapi toh
dijatuhi hukuman mati (Luk 23:4,14,15,22,24).
Dengan demikian
terlihat bahwa Ia mati / dihukum bukan karena dosaNya sendiri, tetapi untuk
menebus orang lain.
4) Hukuman dari Pontius Pilatus juga adalah hukuman dari Allah, tetapi dasarnya
berbeda. Allah memberikan hukuman mati kepada Yesus, supaya manusia berdosa
bisa ditebus, tetapi Pontius Pilatus
memberikan hukuman mati kepada Yesus, karena ia takut kepada orang-orang
Yahudi.
Karena itu
jangan pernah berpikir bahwa Pontius Pilatus berjasa karena membantu
terlaksananya rencana Allah tentang penebusan dosa.
5) Hukuman mati yang dijatuhkan
bukanlah pemenggalan / perajaman dengan batu, tetapi penyaliban. Ini adalah
cara Romawi yang paling hina.
Dengan kematian
semacam itu Kristus memenuhi tuntutan hukum Taurat, dan Ia menjadi terkutuk
karena kita (Ul 21:23 Gal 3:13).
Alasan lain
mengapa Kristus harus mati melalui penyaliban adalah karena Ia harus
mencurahkan darahNya untuk menebus dosa manu-sia (bdk. Ibr 9:22) dan untuk
menggenapi TYPE korban dosa dalam Perjanjian Lama.
Kalau hanya
untuk menggenapi Ul 21:23 (bdk. Gal 3:13), maka bisa saja Kristus
dihukum mati dengan hukuman gantung, karena itu juga merupakan kematian
terkutuk.
Tetapi perlu
diingat bahwa hukuman gantung tidak menyebabkan Ia mencurahkan darah, dan
karenanya tidak mungkin Kristus mati mela-lui hukuman gantung.
IV) Penguburan Kristus.
A) Kematian bukanlah tahap terakhir dari
perendahan Kristus. Kata-kata ‘sudah selesai’ tak berhubungan dengan perendahan
tetapi dengan penderitaan aktif dalam memikul hukuman dosa.
B) Penguburan adalah suatu tahap perendahan.
Ini terlihat
dari:
1) Kuburan merupakan tempat
dimana tubuh itu hancur / membusuk.
2) Kembalinya manusia kepada
debu adalah sebagian dari hukuman dosa (Kej 3:19).
3) Maz 88:5-6 dan
Kis 2:31 menunjukkan bahwa penguburan merupakan perendahan.
C) Penguburan Kristus tidak hanya menunjukkan
bahwa Ia betul-betul sudah mati tetapi juga untuk menghilangkan kengerian
terhadap kuburan dalam diri orang yang percaya.
Karena itu,
kalau saudara betul-betul adalah orang kristen, saudara tidak boleh takut lagi
pada kuburan. Ingat bahwa Kristus sudah pernah masuk ke sana dan bahkan mengalahkanNya!
Catatan:
·
Calvin menggabungkan kematian dan penguburan
Kristus dalam satu tahap perendahan saja.
·
Disamping itu Calvin juga berpendapat bahwa
penguburan terhadap Kristus menunjukkan bahwa kutuk sudah mulai disingkirkan.
Calvin: “Christ should be buried, that it
might be more fully attested that he suffered real death on our account. But
yet it ought to be regarded as the principal design, that in this manner the
cursing, which he had endured for a short time, began to be removed; for his
body was not thrown into a ditch in the ordinary way, but honourably laid in a hewn
sepulchre” [= Kristus harus dikuburkan,
supaya itu bisa membuktikan secara lebih penuh bahwa Ia mengalami kematian yang
sungguh-sungguh karena kita. Tetapi harus dianggap sebagai tujuan utama, bahwa
dengan cara ini kutuk, yang Ia alami untuk waktu yang singkat, mulai
disingkirkan; karena tubuhNya tidak dibuang di got (?) dengan cara biasa,
tetapi dengan hormat diletakkan di suatu kuburan galian] - hal 330.
V) Turun ke neraka / HADES.
A) Arti SHEOL / HADES.
Kata bahasa
Ibrani SHEOL / kata bahasa Yunani HADES (dalam Kitab Suci Indonesia biasanya
diterjemahkan ‘dunia orang mati’ atau ‘alam maut’) tidak selalu mempunyai arti
yang sama.
1) Kadang-kadang SHEOL / HADES
tidak menunjuk pada suatu tempat tertentu, tetapi dipakai dalam arti yang
abstrak untuk menunjuk pada ‘keadaan kematian / the state of death’ atau ‘keadaan terpisahnya tubuh dengan jiwa /
roh’. Misalnya: Hos 13:14.
2) Kalau menunjuk pada tempat, maka SHEOL
/ HADES berarti:
a) Kuburan (Kej 37:35).
b) Neraka (Maz 9:18 Maz 49:15
Amsal 15:24 Luk 16:23).
Perhatikan
bahwa dalam ayat-ayat ini ada ancaman kepada orang berdosa. Kalau dalam
ayat-ayat ini SHEOL / HADES diartikan sebagai ‘tempat netral’ kemana setiap
orang akan pergi setelah mati, maka ayat-ayat itu kehilangan ancamannya! Jadi,
dalam ayat-ayat ini SHEOL / HADES harus diartikan sebagai ‘neraka’!
B) ‘Turun ke neraka / kerajaan Maut’ dalam 12
Pengakuan Iman Rasuli.
12 Pengakuan Iman Rasuli
1) Aku percaya kepada Allah,
Bapa yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
2) Dan kepada Yesus Kristus,
AnakNya yang tunggal, Tuhan kita.
3) Yang dikandung daripada Roh
Kudus, lahir dari anak dara Maria.
4) Yang menderita sengsara
dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun
ke dalam neraka / kerajaan maut.
5) Pada hari yang ketiga bangkit
pula dari antara orang mati.
6) Naik ke surga, duduk di
sebelah kanan Allah, Bapa yang mahakuasa.
7) Dan dari sana Ia akan
datang, untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
8) Aku percaya kepada Roh Kudus.
9) Gereja yang Kudus dan Am,
persekutuan orang kudus.
10) Pengampunan dosa.
11) Kebangkitan orang mati /
daging.
12) Dan hidup yang kekal.
Amin.
Hal-hal yang
perlu diketahui tentang kalimat ‘turun ke dalam neraka / kerajaan maut’ ini:
1) Kata-kata ini tidak ada dalam
12 Pengakuan Iman Rasuli yang mula-mula, dan baru muncul pada tahun 390 M.
2) Berbeda dengan bagian-bagian
yang lain dari 12 Pengakuan Iman Rasuli, kata-kata ini tidak ada dalam Kitab
Suci dan tidak didasarkan pada suatu pernyataan yang explicit / jelas dalam Kitab Suci.
3) Ayat-ayat Kitab Suci yang
sering dipakai (secara salah) sebagai dasar dari doktrin ini:
a) Ef 4:9.
‘Bagian bumi
yang paling bawah’ sering diartikan sebagai HADES. Tetapi penafsiran ini sangat
meragukan karena dalam Ef 4:9 ini Paulus hanya berargumentasi bahwa Kristus
bisa naik karena Ia telah turun (bandingkan dengan Yoh 3:13). Jadi ‘bagian
bumi yang paling bawah’ harus diartikan sebagai ‘bumi’ (seperti dalam Maz
139:15). Dengan demikian Ef 4:9 berarti: ‘Kristus bisa naik ke surga
karena Ia sudah berinkarnasi’. Karena itu Ef 4:9 ini sebe-tulnya tidak
berbicara tentang turunnya Kristus ke HADES / ne-raka.
b) 1Pet 3:18-20.
Bagian ini
sering dianggap sebagai bagian yang menunjukkan bahwa Kristus memang turun ke
HADES dan bagian ini juga dianggap memberi penjelasan tentang tujuan Kristus
pergi ke HADES, yaitu memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah mati.
Tetapi tafsiran seperti ini bertentangan dengan Maz 88:12 yang jelas
menunjukkan bahwa tidak ada pemberitaan Injil dalam dunia orang mati!
Disamping itu,
‘Roh’ (ay 19) = ‘Roh’ (ay 18). Dan kata-kata ‘menu-rut Roh’
(ay 18) seharusnya adalah ‘oleh Roh / by
the Spirit’, dan jelas menunjuk kepada Roh Kudus.
Penafsiran
Reformed yang umum tentang ayat ini adalah: dalam Roh / oleh Roh, Kristus
berkhotbah (memberitakan Injil) melalui Nuh kepada orang-orang yang tidak taat
yang hidup sebelum air bah. Orang-orang ini masih hidup pada saat diinjili,
tetapi disebut ‘roh-roh yang ada dalam penjara’ karena pada waktu Petrus
menulis suratnya mereka sudah mati (Louis Berkhof).
Herman
Hoeksema, seorang ahli theologia Reformed, mempunyai pandangan / penafsiran
yang lain tentang 1Pet 3:18-20 ini. Ia berpendapat bahwa arti ayat ini
adalah:
·
Kristus memang pergi kepada roh-roh yang ada
dalam penjara (atau kepada roh-roh orang jahat yang menunggu penghakim-an),
tetapi:
*
Ia tidak pergi secara pribadi, tetapi melalui
Roh Kudus.
*
Ia pergi bukan antara kematian dan
kebangkitanNya, tetapi setelah kebangkitan dan kenaikanNya ke surga.
·
Kristus memang memberitakan Injil kepada roh-roh
yang ada dalam penjara itu, tetapi ini bukanlah pemberitaan Injil yang
memungkinkan suatu pertobatan. Ini hanya merupakan peng-umuman / proklamasi
tentang kemenangan yang telah Ia dapat-kan.
Yang manapun
arti yang benar, tetap tidak menunjukkan bahwa 1Pet 3:18-20 ini
berhubungan dengan kata-kata ‘turun ke neraka’ dalam 12 Pengakuan Iman Rasuli.
c) Maz 16:10.
Ini diartikan:
‘Roh / jiwa Kristus ada di neraka / HADES sebelum kebangkitanNya’. Tetapi ini
jelas merupakan penafsiran yang sa-lah, karena apa yang diajarkan oleh ayat ini
hanyalah bahwa ‘Kristus tidak dibiarkan dalam kuasa maut’ (bdk. Kis 2:30-31 dan
Kis 13:34-35 dimana Maz 16:10 ini dikutip untuk membuktikan
kebangkitan Kristus).
Jadi lagi-lagi
terlihat bahwa ayat inipun tidak ada hubungannya dengan turunnya Kristus ke
HADES / neraka.
4) Macam-macam penafsiran tentang ‘turun
ke HADES’:
a) Berdasarkan arti dari kata
HADES di atas, dimana HADES bisa menunjuk pada keadaan kematian atau kuburan,
maka ada orang yang beranggapan bahwa ‘turun ke HADES’ berarti ‘turun ke dalam
keadaan kematian’ atau ‘turun ke kuburan’.
Keberatan
terhadap penafsiran ini:
Penafsiran ini
tak cocok dengan kontex dari 12 Pengakuan Iman Rasuli. Dalam 12 Pengakuan Iman
Rasuli itu sudah dikatakan bahwa Kristus ‘menderita di bawah pemerintahan
Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan’. Kalau kalimat selanjutnya
yaitu ‘turun ke neraka’ diartikan ‘turun ke dalam keadaan kematian’ atau ‘turun
ke kuburan’, maka ini merupakan suatu pengulangan yang tidak perlu. Lebih dari
itu, kalimat yang tadinya sudah jelas, sekarang diulangi secara kabur / tidak
jelas.
b) Ada juga yang beranggapan bahwa Kristus
benar-benar turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka untuk menebus dosa
kita.
Keberatan
terhadap penafsiran ini:
·
antara kematian dan kebangkitanNya, tubuh
Kristus ada dalam kuburan dan roh / jiwaNya ada di surga (Luk 23:43,46). Karena
itu, baik tubuh maupun jiwa / roh dari manusia Yesus Kristus tidak
mungkin turun ke neraka untuk mengalami siksaan neraka tersebut.
·
Sesaat sebelum kematianNya, Yesus berkata ‘Sudah
selesai’ (Yoh 19:30). Ini menunjukkan bahwa penderitaanNya untuk
menanggung hukuman dosa umat manusia sudah selesai, sehingga tidak ada lagi
penderitaan yang harus Ia alami untuk menebus dosa kita.
c) Roma Katolik:
Sesudah mati,
Kristus pergi ke LIMBUS PATRUM (= tempat pe-nantian dimana orang-orang suci
jaman Perjanjian Lama menan-tikan kebangkitan Kristus), menyampaikan Injil
kepada mereka dan lalu membawa mereka ke surga.
Dasar Kitab
Suci yang dipakai adalah Maz 107:16 Zakh
9:11.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
ayat-ayat itu ditafsirkan out of context (= keluar dari kontexnya). Bacalah seluruh kontex
dari ayat-ayat itu dan saudara akan melihat bahwa baik Maz 107:16 maupun
Zakh 9:11 menunjuk pada pembebasan / pertolongan yang Allah lakukan
terhadap orang yang tadinya mengalami penderitaan sebagai hukuman dosa mereka.
Jadi, ayat-ayat ini sama sekali tak ada hubungan-nya dengan Kristus turun ke
neraka / Hades / Limbus Patrum.
·
Orang suci jaman Perjanjian Lama itu adalah
orang percaya; lalu mengapa mesti diinjili lagi?
·
pandangan ini bertentangan dengan
2Raja-raja 2:11 yang me-nyatakan bahwa Elia naik ke surga, bukan pergi ke Limbus Patrum.
·
apa perlunya Kristus pergi ke sana? Kalau hanya untuk mem-bebaskan mereka,
Kristus tidak perlu pergi ke sana.
d) Lutheran:
‘Turun ke
HADES’ merupakan tahap pertama dari pemuliaan Kristus. Kristus turun ke HADES
untuk menyelesaikan kemenang-anNya atas setan dan untuk menyampaikan hukuman
mereka.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
tidak ada dasar Kitab Sucinya.
·
pemuliaan Kristus baru dimulai pada saat Kristus
bangkit.
·
agak sukar membayangkan bahwa kata ‘turun’ bisa
menunjuk pada ‘pemuliaan Kristus’.
e) The church of England:
Tubuh Kristus
ada di kuburan, tetapi roh / jiwaNya pergi ke HA-DES, atau, lebih khusus lagi,
ke Firdaus, tempat penantian dari roh orang-orang benar dan memberi penjelasan
tentang kebenaran.
Keberatan
terhadap ajaran ini:
·
tak ada dasar Kitab Sucinya.
·
orang benar yang sudah mati tak perlu diajar
lagi.
·
Firdaus bukanlah tempat penantian orang
benar, tetapi Firdaus jelas adalah surga. Hal ini bisa terlihat dari:
*
membandingkan Luk 23:43 dengan Luk 23:46.
*
membandingkan 2Kor 12:2 dengan
2Kor 12:4.
*
membandingkan Wah 2:7 dengan Wah
22:2,14,19.
f) Calvin:
‘Turun ke
neraka’ menunjukkan penderitaan rohani yang dialami oleh Kristus. Calvin
berkata bahwa 12 Pengakuan Iman Rasuli itu mula-mula menunjukkan penderitaan
Kristus yang terlihat oleh manusia (yaitu menderita, disalibkan, mati,
dikuburkan), dan sete-lah itu 12 Pengakuan Iman Rasuli itu melanjutkan dengan
menun-jukkan penderitaan Kristus secara rohani, yang tidak terlihat oleh
manusia. Ini terjadi pada saat Ia berteriak: ‘ELI, ELI, LAMA SA-BAKHTANI?’
(Mat 27:46).
Dengan demikian
jelas bahwa Calvin tidak mempercayai bahwa antara kematian dan kebangkitanNya,
Kristus betul-betul turun ke neraka atau HADES atau tempat manapun. Antara
kematian dan kebangkitanNya, roh / jiwa dari manusia Yesus pergi ke surga
(sesuai dengan kata-kataNya dalam Luk 23:43,46), sedangkan tubuh manusia
Yesus ada di kuburan.
g) Ada juga orang Reformed yang menganggap bahwa
‘turun ke neraka / Kerajaan Maut’ berarti bahwa Yesus ada dalam kuasa maut
sampai hari yang ke 3.
‘Westminster Confession of Faith’,
chapter VIII, 4 berbunyi sebagai berikut: “...
was crucified, and died, was buried, and remained under the power of death,
yet saw no corruption. On the third day He arose from the dead ...”
(= ... disalibkan, dan mati, dan dikuburkan, dan tetap ada di bawah kuasa
kematian, tetapi tidak menjadi rusak / busuk. Pada hari ketiga Ia bangkit
dari antara orang mati ...).
Sama seperti
penafsiran Calvin, pandangan yang inipun tidak mempercayai bahwa Yesus
betul-betul turun ke neraka / HADES.
Catatan:
Ada keberatan terhadap
ajaran yang mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak
turun kemana-mana tetapi naik ke surga, karena setelah kebangkitanNya, dalam
Yoh 20:17 Ye-sus berkata kepada Maria: “Janganlah engkau
memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa”.
Ini dijadikan
dasar untuk mengatakan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus tidak
pergi ke surga.
Jawaban
terhadap keberatan ini:
a) Yoh 20:17 ini tidak
boleh ditafsirkan bertentangan dengan Luk 23:43,46 yang jelas menunjukkan bahwa
antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus naik ke surga.
b) Adalah sesuatu yang tidak
masuk akal kalau Yesus melarang Maria memegang (dalam arti menyentuh) Dia,
karena dalam Mat 28:9 dan Yoh 20:27 Ia mengijinkan diriNya untuk dipegang.
Karena itu, kata ‘memegang’ dalam Yoh 20:17 seharusnya diartikan ‘memegang
erat-erat / menahan / nggandoli’. Bandingkan dengan terjemahan NASB yang mengatakan
‘Stop clinging to Me’ (= berhentilah
berpegang teguh kepadaKu), dan juga terjemahan NIV yang mengatakan ‘Do not hold on to Me’ (= jangan
berpegang erat-erat kepadaKu).
c) Selanjutnya, kata-kata ‘Aku
belum pergi kepada Bapa’ dalam Yoh 20:17a itu, tidak menunjuk pada saat antara
kematian dan ke-bangkitan Yesus, tetapi menunjuk pada hari kenaikanNya ke
surga. Ini terlihat dengan jelas karena dalam Yoh 20:17b yang berbunyi
‘sekarang Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan
Allahmu’, kata ‘pergi’ ini jelas menunjuk pada kenaikanNya ke surga.
Jadi
kesimpulannya, arti dari Yoh 20:17 adalah: jangan nggandoli / menahan Aku,
karena Aku harus pergi kepada Bapa / naik ke surga. Rupa-rupanya Yesus tahu
akan isi hati Maria yang begitu mencintai Dia, sehingga ingin menahan Dia terus
menerus dan tidak mau ber-pisah lagi dengan Yesus. Karena itulah Ia lalu
mengucapkan Yoh 20:17 ini.
Dengan demikian
jelaslah bahwa Yoh 20:17 ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan
bahwa antara kematian dan kebangkitanNya Yesus tidak naik ke surga.
PELAJARAN V
THE EXALTATION OF CHRIST
(PEMULIAAN KRISTUS)
Ada 4 tahap pemuliaan Kristus:
I) Kebangkitan.
A) Hal-hal yang terjadi pada saat kebangkitan.
1) Tubuh dan jiwa Kristus bersatu kembali
dan Kristus hidup kembali.
Tetapi bukan
hanya itu yang terjadi, karena kalau hanya itu yang terjadi, maka dalam
Kis 26:23 1Kor 15:20,23 Kol 1:18
Wah 1:5 Yesus tidak bisa dikatakan sebagai yang sulung / yang
pertama bangkit dari antara orang mati, karena ada banyak orang yang pernah
dibangkitkan sebelum kebangkitan Kristus, yaitu:
·
anak janda di Sarfat yang dibangkitkan oleh Elia
(1Raja 17:17-24).
·
anak perempuan Sunem yang dibangkitkan oleh
Elisa (2Raja 4:18-37).
·
mayat yang terkena tulang Elisa (2Raja 13:21).
·
anak Yairus yang dibangkitkan oleh Yesus
(Mark 5:21-43).
·
anak janda di Nain yang dibangkitkan oleh Yesus
(Luk 7:11-17).
·
Lazarus yang dibangkitkan oleh Yesus (Yoh
11:1-44).
·
mayat-mayat orang kudus yang bangkit pada waktu
Yesus mati (Mat 27:52-53).
2) Terjadi perubahan pada tubuh
Kristus dimana Ia diangkat ke suatu posisi yang lebih tinggi. Dengan demikian
ada perbedaan kwalitet antara tubuh Yesus sebelum dan sesudah kebangkitan.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·
Luk 24:16
Yoh 20:14,15 Yoh 21:4
menunjukkan bahwa setelah kebangkitanNya Yesus sering tidak dikenali.
·
Mark 16:12 mengatakan bahwa setelah
kebangkitanNya, Yesus menampakkan diri ‘dalam rupa yang lain’.
Catatan:
perlu diingat bahwa Mark 16:9-20 termasuk bagian Kitab Suci yang
diperdebatkan keasliannya.
·
Luk 24:31,36 Yoh 20:19,26 menunjukkan
bahwa setelah kebangkit-anNya Yesus bisa muncul dan lenyap dengan tiba-tiba.
·
1Kor 15:35-44 menunjukkan perbedaan kwalitet
antara tubuh seka-rang dan tubuh kemuliaan.
·
Fil 3:21 menunjukkan bahwa Yesus mempunyai
‘tubuh yang mulia’.
B) Arti kebangkitan Kristus.
1) Musuh (Iblis dan maut) sudah dikalahkan
(Kej 3:15 1Kor 15:57).
a) Baik Iblis maupun maut
sebetulnya sudah dikalahkan pada waktu Yesus bangkit dari antara orang mati.
Tetapi sekarang Iblis dan maut masih diberi kesempatan untuk menakut-nakuti /
menggoda manusia. Pada kedatangan Kristus yang kedua, barulah maut dihancurkan
selama-lamanya (1Kor 15:53-55 Wah 21:4)
dan Iblis dibuang ke dalam neraka (2Tes 2:8 Wah 20:10), sehingga tidak lagi bisa menggoda
kita. Ini adalah sesuatu yang sudah pasti akan terjadi, dan hal ini bahkan
diketahui dan diakui oleh setan sendiri (Mat 8:29).
b) Karena itu orang kristen tidak
boleh takut kepada setan maupun kepada kematian. Bagi orang kristen kematian
bukan lagi hukuman dosa, tapi merupakan pintu gerbang menuju surga.
2) Hutang dosa telah dibayar
lunas dan pembayarannya telah diterima oleh Allah.
a) Yesus membayar hutang dosa kepada Allah,
bukan kepada setan!
Ini perlu
ditekankan karena adanya ajaran yang mengatakan bahwa pada waktu manusia jatuh
ke dalam dosa, manusia menjadi milik setan. Karena itu Yesus mati untuk
membayar kepada setan supaya bisa mendapatkan manusia kembali.
Ini adalah
ajaran yang salah / sesat, karena pada waktu manusia berbuat dosa, manusia
berbuat dosa kepada Allah, bukan kepada setan. Karena itu pembayaran hutang
dosa jelas harus ditujukan kepada Allah. Setan sama sekali tidak berhak
menerima pemba-yaran hutang dosa itu!
b) Kalau pembayaran itu tidak
diterima oleh Allah, atau kalau hutang dosa itu belum lunas, maka Yesus harus
tetap ada di dalam kematian yang merupakan upah dosa (Ro 6:23). Bahwa Ia
bisa bangkit, menunjukkan bahwa pembayaran hutang itu telah diterima oleh
Allah, dan hutang dosa manusia (elect
/ orang pilihan) sudah betul-betul lunas. Karena itu, fakta bahwa Yesus sudah
bangkit dari antara orang mati menjamin keselamatan kita!
3) Menunjukkan apa yang akan
dialami oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kebangkitan Kristus
merupakan pola yang akan diikuti oleh orang yang percaya kepadaNya
(Ro 6:4,5,8 1Kor 6:14 1Kor 15:20-23
2Kor 4:14 Fil 3:21 Kol 2:12
1Tes 4:14).
4) Menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak
Allah (Ro 1:4).
C) Yang membangkitkan Kristus.
1) Allah Bapa (Gal 1:1).
2) Kristus sendiri (Yoh 2:19-21 Yoh 10:18
Yoh 11:25).
3) Roh Kudus (Ro 8:11).
Kesimpulan:
kebangkitan Kristus adalah pekerjaan dari Allah Tritunggal.
D) Penyangkalan terhadap kebangkitan Yesus.
1) Yesus sebetulnya tidak
bangkit, tetapi mayatNya dicuri oleh murid-muridNya (Mat 28:11-15).
Pandangan ini
tidak masuk akal, sebab:
a) Adanya batu besar yang
menutup kubur, meterai, dan penjagaan yang ketat (Mat 27:62-66).
Perlu diingat
bahwa pada jaman itu penjaga yang lalai dalam tugasnya menghadapi hukuman mati
(bdk. Kis 12:19 Kis 16:27).
Karena itu tidak mungkin para penjaga kubur Yesus itu lalai dalam menjaga kubur
sehingga mayat Yesus bisa dicuri.
b) Kain kapan tetap ada dalam kuburan
(Yoh 20:5-7).
Kalau
murid-murid mencuri mayat Tuhan Yesus, pasti mereka tidak akan berlama-lama di
dalam kubur. Mereka pasti tidak akan mem-buka kain kapan itu di dalam kuburan,
tetapi akan membawa mayat Yesus beserta kain kapannya.
c) Selama 40 hari, berulang-ulang Yesus
menampakkan diri.
d) Murid-murid mati syahid untuk Yesus.
Kalau
murid-murid mencuri mayat Yesus, mereka pasti tahu bahwa Yesus adalah seorang
pendusta, dan tidak mungkin mereka mau mati untuk seorang pendusta.
e) Kalau memang ada pencuri yang
mencuri mayat Yesus pada waktu penjaga-penjaga sedang tertidur, dari mana para
penjaga itu tahu bahwa yang mencuri adalah murid-murid Yesus? Dan kalaupun dari
penyelidikan mereka akhirnya bisa tahu hal itu, mengapa mereka tidak berusaha
menangkap murid-murid Yesus untuk mendapatkan mayat Yesus kembali?
2) Yesus tidak bangkit, tapi
mayatNya dicuri oleh tentara Romawi / para pemimpin agama.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
a) Pada saat murid-murid
mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit, pencuri mayat itu dengan mudah bisa
menunjukkan mayat Yesus, dan membuktikan bahwa Yesus tidak bangkit. Tetapi
ternyata hal ini tidak pernah mereka lakukan.
b) Selama 40 hari,
berulang-ulang Yesus menampakkan diri.
3) Yesus tidak bangkit, tetapi
sadar dari pingsanNya.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
a) Yesus mengalami luka-luka
berat, baik karena pencambukan, penyaliban, maupun penusukan tombak.
b) Yesus ada dalam kubur seorang
diri, tanpa makanan, minuman, obat-obatan, dan tak ada dokter atau perawat yang menolongNya. Dalam situasi
seperti ini, bagaimana mungkin Yesus justru menjadi ‘sembuh’ setelah hari yang
ke tiga?
4) Yesus tidak bangkit, tetapi
keluar dari persembunyianNya, sedangkan yang mati disalib adalah orang lain.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
a) Orang-orang yang membenci
Yesus tidak mungkin keliru menyalib-kan orang lain, karena orang yang benci
pada seseorang pasti mengingat wajah musuhnya.
b) Murid-murid yang mencintai
Yesus juga tidak mungkin keliru me-ngenali Guru mereka, sehingga mereka menjadi takut setelah Yesus mati.
c) Waktu Yesus ‘keluar dari
persembunyianNya’, mayat Yesus palsu seharusnya tetap ada di dalam kubur.
Tetapi kenyataannya ada-lah: kubur itu kosong.
5) Yesus tidak bangkit, murid-murid hanya
mengalami halusinasi.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
a) Murid-murid tidak pernah
mengharapkan kebangkitan Yesus.
b) ‘Halusinasi’ itu bisa dilihat
oleh banyak orang sekaligus.
c) Dalam ‘halusinasi’ itu Yesus
bisa bercakap-cakap dan bisa dipegang, dan juga bisa makan (Luk 24:36-43).
6) Yesus bangkit, bukan secara jasmani,
tetapi secara rohani.
Ini adalah
pandangan dari Saksi Yehovah.
Pandangan ini
juga tidak masuk akal, sebab:
a) Apa gerangan yang dimaksud
dengan kebangkitan rohani? Roh Yesus tidak pernah mati! Ia memang pernah
mengalami kematian rohani, yaitu pada waktu Ia ditinggal oleh Bapanya
(Mat 27:46). Tetapi dalam arti sebenarnya ‘roh’ tidak bisa mati!
b) Kubur Yesus kosong, dan ini
menunjukkan bahwa Yesus pasti bangkit secara jasmani.
c) Setelah kebangkitan, Yesus
bisa makan (Luk 24:41-43), bisa dili-hat / dipegang (Mat 28:9 Luk 24:38-40 Yoh 20:27).
E) Pentingnya kepercayaan pada kebangkitan Yesus.
Kepercayaan akan
kebangkitan Yesus adalah sesuatu yang sangat pen-ting, sebab:
1) Tidak percaya pada
kebangkitan Yesus berarti sama dengan tidak percaya pada Kitab Suci / Firman
Tuhan.
2) Orang yang tidak percaya pada
kebangkitan Yesus, tidak akan selamat (Ro 10:9). Karena itu, Paulus dalam
penginjilannya sangat mementingkan berita tentang kebangkitan Yesus (1Kor
15:3-4).
F) Hubungan antara kematian dan kebangkitan
Kristus.
Salib, kematian
dan penguburan Kristus menunjukkan kelemahan dan kekalahan. Tetapi kebangkitan
Kristus betul-betul menunjukkan keme-nanganNya, dan kebangkitanNya ini
menyebabkan kematianNya mem-punyai kuasa dan manfaat dalam hidup kita
(1Kor 15:14,17).
Karena itu,
kematian dan kebangkitan Kristus tidak boleh dipisahkan. Kitab Suci dalam
banyak bagian menyebutkan kematian dan kebangkitan Kristus sekaligus
(Ro 4:25 Ro 6:4 2Kor 13:4
Fil 3:10).
Memang ada
bagian-bagian Kitab Suci yang hanya berbicara tentang kematian atau kebangkitan
saja. Pada saat kita melihat bagian yang hanya berbicara tentang kematian
Kristus, kita harus juga mengingat kebangkitanNya. Sebaliknya, pada saat kita
melihat bagian yang hanya berbicara tentang kebangkitan Kristus, kita juga
harus mengingat kematianNya.
Calvin:
“So then, let us remember that
whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same
time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the
word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to
understand it as including what has to do especially with His death”
(= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematianNya,
kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam
kebangkitanNya. Juga ‘synecdoche’ yang sama berlaku terhadap kata
‘kebangkitan’: kalau kata itu disebutkan terpisah dari kematian, kita harus
menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book II, Chapter XVI, No 13.
Contoh:
·
Ro 10:9 mengatakan bahwa orang yang percaya
bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, akan diselamatkan. Ini tentu
tak boleh diartikan bahwa orang itu tidak perlu percaya tentang kematian
Kristus untuk menebus dosanya.
·
Ibr 2:14 mengatakan bahwa oleh kematianNya
Yesus memusnahkan Iblis. Ini rasanya tidak cocok, dan karenanya kata
‘kematian’ di sini harus diartikan mencakup juga akan ‘kebangkitan’ Yesus.
II) Kenaikan ke surga.
A) Hal-hal yang terjadi pada waktu Kristus naik
ke surga.
1) Perpindahan tempat.
Perlu dicamkan
bahwa surga bukanlah sekedar merupakan suatu kondisi, tetapi betul-betul suatu
tempat (baca Yoh 14:2-3 dan perhatikan bahwa kata ‘tempat’ muncul
berulang-ulang).
Tentang ‘ascension’ / ‘kenaikan Kristus ke
surga’, Charles Hodge berkata sebagai berikut:
“It was a local transfer of his
person from one place to another; from earth to heaven. Heaven is therefore a
place. ... If Christ has a true body, it must occupy a definite portion of
space. And where Christ is, there is the Christian’s heaven”
(= Itu merupakan perpindahan tempat dari pribadiNya dari satu tempat ke tempat
lain; dari bumi ke surga. Karena itu, surga adalah suatu tempat. ... Jika
Kristus mempunyai tubuh yang sungguh-sungguh, tubuh itu harus menempati suatu
ruangan / tempat tertentu. Dan dimana Kristus ada, di situlah surga orang
kristen) - ‘Systematic
Theology’, Vol II, hal 630, 631.
Herman
Hoeksema:
“This ascension must be conceived
as consisting definitely in a change of place. In His human nature Christ
departed from the earth and went into heaven both in body and soul. After His
ascension He is according to His human nature no longer on earth, but in heaven
only. This must be emphasized especially over against the Lutherans, who teach
what is called the ubiquity of the human nature of Christ after His
resurrection and ascension into heaven” (= Kenaikan ini
harus dipahami sebagai perubahan tempat. Dalam hakekat manusiaNya, Kristus
meninggalkan bumi dan pergi ke surga baik tubuh dan jiwaNya. Setelah
kenaikanNya maka menurut hakekat manusiaNya Ia tidak lagi di bumi tetapi hanya
di surga. Ini harus ditekankan khususnya menghadapi golongan Lutheran, yang
mengajarkan apa yang disebut kemaha-adaan dari hakekat manusia Kristus setelah
kebangkitan dan kenaikanNya ke surga) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 420.
Herman
Hoeksema:
“Heaven is a definite place, and
not merely a condition” (= Surga adalah tempat yang
tertentu, dan bukan semata-mata merupakan suatu kondisi / keadaan) -
‘Reformed Dogmatics’, hal 422.
2) Perubahan / pemuliaan lebih
lanjut pada hakekat manusia Kristus.
Perubahan /
pemuliaan itu dimulai pada saat kebangkitanNya dan disempurnakan pada waktu
kenaikanNya ke surga.
Untuk ini perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
·
Yoh 7:39 - kata ‘dimuliakan’ di sini jelas
menunjuk pada kenaikan ke surga (bdk. Yoh 16:7).
·
Kis 9:3-5
Kis 22:6-8 Kis 26:12-15 Wah 1:12-16 menunjukkan bahwa pada waktu
Paulus dan Yohanes melihat Yesus (ini terjadi setelah Yesus naik ke surga),
Yesusnya jauh lebih mulia dari pada waktu Ia sudah bangkit tetapi belum naik ke
surga.
B) Fungsi kenaikan Kristus ke surga.
1) Untuk menunjukkan bahwa
misiNya untuk menebus dosa kita sudah selesai (Yoh 17:4-5).
Bapa, yang
mengutus Yesus untuk turun ke dunia dan membereskan dosa manusia, pasti tidak
akan mau menerima Yesus kembali di surga, kalau misi Yesus itu belum selesai.
Bahwa Bapa menerima Yesus kembali di surga, menunjukkan bahwa misi penebusan
dosa manusia itu memang sudah selesai.
Jadi, sama
seperti kebangkitan, maka kenaikan Yesus ke surga juga merupakan fakta / faktor
yang menjamin keselamatan orang percaya.
2) Untuk mempersiapkan tempat di
surga bagi kita yang percaya kepadaNya (Yoh 14:2).
3) Untuk menunjukkan bahwa kita
yang percaya kepadaNya juga akan naik ke surga (Yoh 14:2-3 Yoh 17:24
Ef 2:6).
Sama seperti
kebangkitanNya, demikian juga kenaikanNya ke surga merupakan pola yang akan
diikuti oleh semua orang yang percaya kepadaNya.
Herman Hoeksema
mengomentari Ef 2:4-6 dengan berkata sebagai berikut:
“We must remember that Christ is
our head, both in the juridical and in the organic sense of the word. ... His
ascension is of central significance. He is the head of the body, the church.
As such He represents all the elect. As the head of His own in the forensic
sense of the word, He entered into death, bore all our iniquities on the
accursed tree, blotted out all our sins, and obtained eternal righteousness. His
righteousness is our righteousness; His death is our death; His resurrection is
our resurrection. And so in that legal sense of the word His ascension is our
ascension. ... But He is also the head of the body in the organic sense. We are
members of His body; and we can never be separated from Him, our head. That He
went to heaven means that centrally we are in heaven. He will not return to us,
but He will draw us unto Himself, that we may also be where He is. And so we
look up toward heaven by faith in the consciousness of our inseparable union
with Christ our head, and confess that we have our flesh in heaven as a sure
pledge that He as the head will also take up to Himself us His members”
(= Kita harus ingat bahwa Kristus adalah kepala kita, baik dalam arti yuridis /
hukum maupun dalam arti organik. ... KenaikanNya mempunyai arti yang pokok /
utama / dasar. Ia adalah kepala dari tubuh, yaitu gereja. Sebagai kepala Ia
mewakili semua orang pilihan. Sebagai kepala dari milikNya dalam arti hukum, Ia
mengalami kematian, memikul semua kesalahan kita pada salib yang terkutuk,
menghapus semua dosa kita, dan mendapatkan kebenaran kekal. KebenaranNya adalah
kebenaran kita; kematianNya adalah kematian kita; kebangkitanNya adalah
kebangkitan kita. Dan dengan demikian dalam arti hukum kenaikanNya adalah
kenaikan kita. ... Tetapi Ia juga adalah kepala dari tubuh dalam arti
organik. Kita adalah anggota-anggota dari tubuhNya; dan kita tidak pernah bisa
dipisahkan dari Dia, kepala kita. Bahwa
Ia pergi ke surga berarti bahwa secara
dasari kita ada di surga. Ia tidak akan kembali kepada kita, tetapi Ia akan
menarik kita kepada diriNya sendiri, supaya kita bisa berada dimana Ia ada. Dan
dengan demikian kita melihat ke atas ke surga dengan iman dalam kesadaran akan
kesatuan yang tak terpisahkan antara kita dengan Kristus, kepala kita, dan
mengaku bahwa kita mempunyai daging kita di surga sebagai suatu jaminan yang
pasti bahwa Ia sebagai kepala juga akan mengumpulkan kita anggota-anggotaNya
kepada diriNya sendiri) - ‘Reformed
Dogmatics’, hal 425-426.
Calvin:
“the Lord by his ascent to heaven
opened the way into the Heavenly
Kingdom, which had been
closed through Adam (John 14:3). Since he entered heaven in our flesh, as
if in our name, it follows, as the apostle says, that in a sense we already
‘sit with God in the heavenly places in him’ (Eph. 2:6), so that we do not
await heaven with a bare hope, but in our Head already possess it”
[= Tuhan oleh kenaikanNya ke surga membuka jalan ke dalam Kerajaan Surgawi,
yang telah ditutup melalui Adam (Yoh 14:3). Karena Ia masuk ke surga dalam
daging kita, seakan-akan dalam nama kita, akibatnya, seperti dikatakan oleh
sang rasul, bahwa dalam arti tertentu kita sudah ‘duduk dengan Allah dalam
tempat-tempat surgawi dalam Dia’ (Ef 2:6), sehingga kita tidak menantikan
surga dengan suatu harapan semata-mata, tetapi sudah memilikinya dalam
Kepala kita] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book II, chapter XVI, 16.
Catatan:
Ef 2:6 (KJV): ‘And hath raised us up
together, and made us sit together in heavenly places in Christ Jesus’ (=
Dan telah membangkitkan kita bersama-sama, dan mendudukkan kita bersama-sama di
tempat-tempat surgawi dalam Kristus Yesus).
Calvin:
“Hence arises a wonderful
consolation: that we perceive judgment to be in the hands of him who already
destined us to share with him the honor of judging (cf. Matt. 19:28)! Far
indeed is he from mounting his judgment seat to condemn us! How could our most
merciful Ruler destroy his people? How could the Head scatter his own members?
How could our Advocate condemn his clients? For if the apostle dares exclaim
that with Christ interceding for us there is no one who can come forth to
condemn us (Rom. 8:34,33), it is much more true, then, that Christ as
Intercessor will not condemn those whom he has received into his charge and
protection. No mean assurance, this - that we shall be brought before no other
judgment seat than that of our Redeemer, to whom we must look for our
salvation!” [= Karenanya muncul suatu
penghiburan yang sangat indah: bahwa kita memahami bahwa penghakiman ada di
tanganNya yang telah mentakdirkan kita untuk bersama dengan Dia melakukan
kehormatan penghakiman (bdk. Mat 19:28)! Jauhlah dari padaNya untuk naik
ke kursi penghakimanNya untuk menghukum kita! Bagaimana Pemerintah kita yang
paling berbelaskasihan itu bisa menghancurkan rakyatNya? Bagaimana Kepala bisa
menyebarkan / menyemburatkan anggota-anggotaNya sendiri? Bagaimana Pengacara
kita bisa menghukum kliennya? Karena jika sang rasul berani menyerukan bahwa
dengan Kristus membela kita maka tidak ada orang yang akan menggugat /
menghukum kita (Ro 8:34,33), maka lebih benar lagi, bahwa Kristus sebagai
Pembela tidak akan menghukum mereka yang telah Ia terima ke dalam tanggung
jawab dan perlindunganNya. Ini bukanlah keyakinan yang tak berarti bahwa kita
tidak akan dibawa ke depan kursi penghakiman dari siapapun selain kursi
penghakiman Penebus kita, kepada siapa kita harus memandang untuk keselamatan
kita] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, chapter XVI, 18.
4) Supaya Roh Kudus turun (Yoh 16:7).
Jadi Kristus
tidak lagi menyertai orang percaya secara jasmani, tapi secara rohani
(Mat 26:11 Yoh 14:16,18,19).
Dengan demikian
Ia bisa menggenapi janjiNya dalam ayat-ayat seperti Mat 18:20 Mat 28:20b.
C) Mungkinkah manusia Yesus yang sudah naik ke
surga itu kembali ke dunia dan menampakkan diri di dunia, sebelum kedatanganNya
yang keduakalinya?
Dalam
tafsirannya tentang Ef 4:10, Calvin berkata: “as respects his body, the saying of Peter holds
true, that ‘the heaven must receive him until the times of restitution of all
things, which God hath spoken by the mouth of all his holy prophets since the
world began.’ (Acts 3:21)”
[= berkenaan dengan tubuhNya, kata-kata Petrus tetap benar bahwa ‘surga harus
menerimaNya sampai saat pemulihan segala sesuatu, yang telah difirmankan Allah
oleh mulut dari semua nabi-nabi kudusNya sejak dunia ada’. (Kis 3:21)]
- hal 276.
Kis 3:21 - “Kristus itu harus tinggal di sorga
sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan
nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu”.
Perlu diketahui
bahwa kata yang diterjemahkan ‘tinggal’
seharusnya artinya adalah ‘receive’ (= menerima).
NASB: ‘whom heaven must receive
until the period of restoration of all things ...’ (= yang harus diterima
di surga sampai masa pemulihan segala sesuatu ...).
Dan di sini saya ingin memberi banyak
komentar dari para penafsir tentang Kis 3:21 ini.
F. F. Bruce (NICNT): “Jesus, their Messiah, ... had been received
up into the divine presence, and would remain there until the consummation of
all that the prophets, from the earliest days, had foretold” (= Yesus, Mesias mereka, ... telah diterima
ke dalam hadirat ilahi, dan akan tinggal di sana sampai penyempurnaan dari
semua yang sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi sejak semula) - ‘The Book of the Acts’, hal 91.
Adam Clarke:
“he has ascended unto
heaven, ... and there he shall continue till he comes again to judge the quick
and the dead”
(= Ia telah naik ke surga, ... dan Ia akan terus di sana sampai Ia datang lagi untuk menghakimi
orang yang hidup dan yang mati) - hal 707.
J. A. Alexander: “In the mean time, i.e. until God shall send
Christ and the times of refreshing from his presence, he is committed to the
heavens ... Till this great cycle has achieved its revolution, and this great
remedial process has accomplished its design, the glorified body of the risen
and ascended Christ not only may but must, as an appointed means of that
accomplishment, be resident in heaven, and not on earth” (= Sementara itu, yaitu sampai Allah
mengirim Kristus dan saat penyegaran dari hadiratNya, Ia dibatasi di surga ...
Sampai siklus yang besar ini telah mencapai siklus lengkap, dan proses
penyembuhan yang besar ini telah menyelesaikan tujuannya, tubuh yang dimuliakan
dari Kristus yang telah bangkit dan naik ke surga itu bukan hanya bisa / boleh,
tetapi harus, sebagai suatu cara yang ditetapkan untuk penyelesaian itu,
tinggal di surga, dan bukan di bumi) - hal 116,118.
Matthew Poole:
“‘Whom heaven must
receive;’ that is, contain after it hath received him, as a real place doth a
true body; for such Christ’s body was, which was received into heaven: and
heaven is the place and throne of this King of kings and Lord of lords, where
he shall reign until he hath put all his enemies under his feet, 1Cor. 15:25” (= ‘Yang surga harus menerima’;
artinya, menahan setelah surga menerimaNya, sebagai suatu tempat yang nyata
menerima suatu tubuh yang sungguh-sungguh; karena begitulah tubuh Kristus itu,
yang diterima di dalam surga: dan surga merupakan tempat dan takhta dari Raja
dari segala raja dan Tuhan dari segala tuhan, dimana Ia akan memerintah sampai
Ia telah meletakkan semua musuhNya di bawah kakiNya, 1Kor 15:25) -
hal 393.
III) Duduk di sebelah kanan Allah.
A) Arti kalimat ini.
Kata-kata ini
tidak boleh diartikan secara hurufiah. Kata- kata ini berarti:
1) Kristus menduduki / mendapat tempat
terhormat / mulia di surga.
2) Kristus ikut memerintah atas Gereja dan
alam semesta.
Kata ‘duduk’
tidak boleh diartikan bahwa Kristus beristirahat / bermalas-malasan di surga.
Ini terlihat dari Kitab Suci yang tidak selalu mengata-kan bahwa Kristus duduk
di sebelah kanan Allah.
·
Ro 8:34 (NIV): ‘is at the right hand of God’ (= ada di sebelah kanan
Allah).
·
1Pet 3:22 (NIV): ‘is at God's right hand’ (= ada di sebelah kanan
Allah).
·
Kis 7:56 - ‘berdiri di sebelah kanan
Allah’.
B) Pekerjaan yang dilakukan oleh Kristus di surga
ialah:
1) Memerintah sebagai Raja.
2) Berfungsi sebagai Imam /
Pengantara (Ibr 4:14 Ibr
7:24,25 Ibr 8:1-6 1Yoh 2:1).
3) Berfungsi sebagai Nabi
melalui Roh Kudus dan hamba-hambaNya (Yoh 16:7-15 Yoh 14:26).
C) Penampakan jasmani dari Kristus di dunia.
Ada yang mempertanyakan
apakah mungkin pada jaman ini, sebelum kedatanganNya yang keduakalinya, Kristus
menampakkan diri di dunia secara jasmani? Ada
kemungkinan bahwa ini harus dijawab dengan ‘tidak’, berdasarkan Kis 3:21 -
“Kristus itu harus tinggal di sorga
sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan
nabi-nabiNya yang kudus di zaman dahulu”.
F. F. Bruce (NICNT): “Jesus, their Messiah, ... had been received
up into the divine presence, and would remain there until the consummation of
all that the prophets, from the earliest days, had foretold” (= Yesus, Mesias mereka, ... telah diterima
ke dalam hadirat ilahi, dan akan tinggal di sana sampai penyempurnaan dari
semua yang sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi sejak semula) - ‘The Book of the Acts’, hal 91.
Catatan:
·
penampakan
Yesus kepada Saulus (Kis 9), dan kepada rasul Yohanes (Wah 1), mungkin
merupakan penampakan ilahi atau sekedar suatu penglihatan (bdk. Kis
26:19 Wah 1:19 Wah 9:17).
·
tidak
semua orang setuju dengan F. F. Bruce dalam penafsiran Kis 3:21 ini. Ini saya
berikan hanya sebagai pertimbangan, bukan sebagai suatu kepastian.
IV) Kedatangan Kristus yang keduakalinya.
A) Kedatangan Kristus yang keduakalinya adalah
suatu tahap pemuliaan.
Ada orang yang berpendapat bahwa:
·
kedatanganNya yang keduakalinya bukanlah suatu
tahap pemuliaan.
·
duduknya Kristus di sebelah kanan Allah adalah
puncak / tahap terakhir pemuliaan Kristus.
Tetapi ini
salah. Titik tertinggi pemuliaan Kristus belum tercapai sampai Ia, yang
menderita oleh tangan manusia, kembali sebagai Hakim, dan menghakimi /
menghukum orang berdosa yang menolakNya.
Disamping itu,
ayat-ayat di bawah ini menunjukkan bahwa kedatangan Kristus yang keduakalinya
itu adalah suatu pemuliaan.
¨
Yoh 5:22-23 menunjukkan bahwa Penghakiman
(ini terjadi pada keda-tanganNya yang keduakalinya) diberikan oleh Bapa kepada
Anak supaya orang menghormati Anak, sama seperti mereka menghormati Bapa.
¨
Fil 2:9-11 menunjukkan bahwa ada satu saat
semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus
adalah Tuhan. Ini akan terjadi pada kedatangan Yesus yang keduakalinya dan ini
jelas merupakan suatu pemuliaan.
¨
2Tes 1:10 menyatakan secara explicit bahwa Yesus datang pada hari
itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudusNya dan untuk dika-gumi oleh
semua orang percaya. Ini jelas menunjukkan suatu pemu-liaan.
B) Istilah-istilah Kitab Suci yang menunjuk pada
kedatangan Kristus yang keduakalinya.
1) PAROUSIA yang berarti:
·
kehadiran (presence),
atau,
·
kedatangan yang mendahului kehadiran (a coming preceding a presence).
Kata ini
digunakan dalam
Mat 24:3,27,37,39
1Kor 15:23 1Tes 2:19 1Tes 3:13
1Tes 4:15
1Tes 5:23 2Tes 2:1 Yak 5:7-8 2Pet 3:4.
2) APOCALUPSIS yang menekankan
fakta bahwa kedatangan kedua itu akan menyatakan sesuatu yang sebelumnya
tersembunyi dalam diri Kristus.
Kata ini
digunakan dalam 2Tes 1:7 1Pet
1:7,13 1Pet 4:13.
3) EPIPHANEIA yaitu penampilan
yang mulia dari Tuhan (the glorious
appearing of the Lord).
Kata ini
digunakan dalam 2Tes 2:8 1Tim 6:14 2Tim 4:1,8 Tit 2:13.
C) Cara kedatangan kedua.
1) Secara jasmani.
2) Bisa dilihat.
Bdk. Mat
24:30 Kis 1:11 Wah 1:7.
D) Tujuan kedatangan kedua.
1) Menghakimi dunia.
2) Menyempurnakan keselamatan orang
percaya.
Bdk. Mat
25:31-46.
E) Saat kedatangan kedua:
Dari ayat-ayat
seperti Mat 24:36,42-44 dan
2Pet 3:10, jelaslah bahwa kita tidak bisa mengetahui kapan hari kedatangan
kedua itu akan terjadi.
Karena itu,
kalau ada orang yang berani meramalkan tanggal atau bulan atau tahun kedatangan
Yesus yang keduakalinya, itu pasti adalah nabi palsu atau orang yang sangat
kacau pengertian Kitab Sucinya!
Dari banyaknya
tanda-tanda akhir jaman yang sudah terjadi, kita paling-paling bisa berkata
bahwa kedatangan Kristus yang kedua itu sudah dekat dan bisa terjadi setiap
saat.
Perlu juga
diingat bahwa bagi Tuhan satu hari sama dengan seribu tahun, dan seribu tahun
sama dengan satu hari (2Pet 3:8), sehingga, apa yang dekat bagi Tuhan bisa saja
masih lama bagi kita. Tetapi mengingat bahwa Yesus berkata bahwa Ia akan datang
pada saat yang tidak kita duga, maka kita semua harus mempersiapkan diri setiap
saat, sehingga kapanpun Ia datang, kita ada dalam keadaan siap sedia (Mat
24:44)!
Catatan:
Tentang
kedatangan Kristus yang keduakalinya ini hanya dibahas secara singkat, karena
sebetulnya ini termasuk dalam Eschatologi (= doktrin tentang akhir jaman).
-TAMAT-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar