Selama
ratusan, atau bahkan ribuan tahun, Natal dirayakan / diperingati oleh
orang-orang kristen di seluruh dunia, dari segala macam aliran dan bahkan
sekte. Tetapi akhir-akhir ini muncul orang-orang kristen yang menentang perayaan
Natal, dan kelihatannya makin lama makin banyak orang-orang kristen yang
menentang perayaan Natal, dan mereka menentang dengan cara yang sangat fanatik
dan keras, dan menyerang / menghakimi orang-orang kristen yang merayakan Natal.
Kalau ini dibiarkan, maka:
·
Natal bisa berkurang
kesemarakannya, dan menurut saya itu akan sangat merugikan kekristenan.
· Orang-orang kristen
yang kurang mempunyai pengertian Kitab Suci bisa terseret ke dalam gerakan anti
Natal ini.
Karena
itu mari kita membahas persoalan ini, supaya bisa memberi jawaban kepada
orang-orang yang anti Natal.
Macam-macam alasan untuk menentang perayaan Natal dan jawabannya:
1) Orang kristen dilarang merayakan hari ulang
tahun, dan dengan demikian merayakan hari ulang tahun Yesus tentu juga salah.
Internet: “Dan, lebih jauh,
kita menemukan kebenaran ini diakui: … di dalam firman Allah, hanya
orang-orang berdosa saja, bukan orang-orang percaya, yang merayakan hari
kelahiran mereka”.
Internet: “the only birthday celebrations
recorded in the whole Bible are those of Pharaoh (Gen. 40:20) and King Herod
(Matt. 14:6; Mk. 6:21). Both birthday parties ended in murder, Herod’s in the
murder of John the Baptist” [= perayaan ulang tahun yang
dicatat dalam seluruh Alkitab hanyalah perayaan ulang tahun dari Firaun (Kej
40:20) dan raja Herodes (Mat 14:6; Mark 6:21). Kedua pesta ulang tahun itu
berakhir dengan pembunuhan, pesta ulang tahun Herodes berakhir dengan
pembunuhan Yohanes Pembaptis].
Tentang larangan merayakan hari ulang tahun ini, Pdt. Jusuf
B. S. juga mengajarkan kebodohan dan keextriman yang sama. Dalam bukunya yang
berjudul ‘Tradisi & Kebiasaan’, hal 24-25, ia juga mengatakan bahwa dalam
Perjanjian Lama hanya Firaun yang merayakan HUT (Kej 40:20), sedangkan
dalam Perjanjian Baru hanya Herodes (Mat 14:6). Juga ia menambahkan bahwa
Ayub dan Yeremia justru mengutuki hari kelahirannya (Ayub 3:3 Yer 20:14).
Kej 40:20 - “Dan
terjadilah pada hari ketiga, hari kelahiran Firaun, maka Firaun
mengadakan perjamuan untuk semua pegawainya. Ia meninggikan kepala juru
minuman dan kepala juru roti itu di tengah-tengah para pegawainya”.
Mat 14:6 - “Tetapi pada hari
ulang tahun Herodes, menarilah anak perempuan Herodias di tengah-tengah
mereka dan menyukakan hati Herodes”.
Ayub 3:3 - “‘Biarlah hilang
lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak laki-laki telah
ada dalam kandungan”.
Yer 20:14 - “Terkutuklah hari
ketika aku dilahirkan! Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan
aku!”.
Tanggapan saya:
a) Ini merupakan
pandangan bodoh dan extrim.
Kebodohan dan keextriman kedua penulis internet dan Pdt.
Jusuf B. S. ini terlihat dengan jelas pada waktu mereka secara implicit
melarang seseorang merayakan hari ulang tahun (bukan hari ulang tahun Yesus
saja, tetapi seadanya hari ulang tahun), dengan alasan bahwa dalam Kitab Suci
hanya orang jahat yang merayakan hari ulang tahun. Ini merupakan ‘argument from
silence’ (= argumentasi dari ke-diam-an)
yang merupakan suatu metode penafsiran yang luar biasa bodohnya. Bahwa Kitab
Suci ‘diam’ atau ‘tidak berkata apa-apa’ tentang adanya orang-orang benar yang
merayakan hari ulang tahunnya, tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan
bahwa hal itu dilarang.
Bahwa orang kafir melakukan sesuatu, tidak berarti bahwa
orang kristen tidak boleh melakukan hal itu. Hanya kalau orang kafir melakukan
sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, barulah orang kristen dilarang untuk
meniru mereka. Tetapi menyalahkan untuk meniru orang kafir pada saat ia
melakukan hal-hal, yang dalam dirinya sendiri tidak bisa dikatakan sebagai dosa,
seperti mandi, makan, belajar, dan juga merayakan hari ulang tahun / pernikahan
dsb, merupakan suatu fanatisme yang picik, extrim dan bodoh!
b) Ini sama dengan
pandangan Saksi-Saksi Yehuwa.
Hebatnya, ini adalah kebodohan dan keextriman yang persis
sama dengan yang dilakukan oleh Saksi-Saksi Yehuwa (buku ‘Bertukar Pikiran
Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 145-147). Ajarannya persis, dan juga ayat-ayat
yang digunakan tentang Firaun dan Herodes juga persis. Mungkin mereka sama-sama
mendapat pencerahan dari setan!
c) Konsekwensi dari
ajaran / argumentasi mereka dalam hal ini.
Kalau merayakan hari ulang tahun dilarang dengan alasan
bahwa dalam Kitab Suci hanya orang-orang jahat yang merayakan hari ulang tahun,
maka dengan cara yang sama kita bisa mendapatkan ajaran-ajaran yang
menggelikan, seperti:
1. Orang
kristen dilarang untuk mencalak mata / alis, yang dalam Kitab Suci hanya
dilakukan oleh Izebel (2Raja 9:30 bdk Yeh 23:40 - ini juga orang jahat).
2Raja 9:30 - “Sampailah Yehu ke
Yizreel. Ketika Izebel mendengar itu, ia mencalak matanya, dihiasinyalah
kepalanya, lalu ia menjenguk dari jendela”.
Bdk. Yeh 23:40 - “Tambahan
lagi mereka meminta orang-orang datang dari tempat yang jauh dengan menyuruh
suruhan memanggil mereka, dan sungguh, mereka datang. Demi kedatangan mereka
engkau mandi bersih-bersih, mencalak alismu dan menghias dirimu dengan
perhiasan-perhiasan”.
2. Seorang
istri dilarang untuk menghibur dan menolong suaminya yang sedang sumpek, karena
dalam Kitab Suci hanya Izebel yang melakukan hal itu (1Raja 21:1-16).
1Raja 21:1-16 - “(1) Sesudah itu
terjadilah hal yang berikut. Nabot, orang Yizreel, mempunyai kebun anggur di
Yizreel, di samping istana Ahab, raja Samaria. (2) Berkatalah Ahab kepada
Nabot: ‘Berikanlah kepadaku kebun anggurmu itu, supaya kujadikan kebun sayur,
sebab letaknya dekat rumahku. Aku akan memberikan kepadamu kebun anggur yang
lebih baik dari pada itu sebagai gantinya, atau jikalau engkau lebih suka, aku
akan membayar harganya kepadamu dengan uang.’ (3) Jawab Nabot kepada Ahab: ‘Kiranya
TUHAN menghindarkan aku dari pada memberikan milik pusaka nenek moyangku
kepadamu!’ (4) Lalu masuklah Ahab ke dalam istananya dengan kesal hati dan
gusar karena perkataan yang dikatakan Nabot, orang Yizreel itu, kepadanya:
‘Tidak akan kuberikan kepadamu milik pusaka nenek moyangku.’ Maka berbaringlah
ia di tempat tidurnya dan menelungkupkan mukanya dan tidak mau makan. (5) Lalu
datanglah Izebel, isterinya, dan berkata kepadanya: ‘Apa sebabnya hatimu kesal,
sehingga engkau tidak makan?’ (6) Lalu jawabnya kepadanya: ‘Sebab aku telah
berkata kepada Nabot, orang Yizreel itu: Berikanlah kepadaku kebun anggurmu
dengan bayaran uang atau jika engkau lebih suka, aku akan memberikan kebun
anggur kepadamu sebagai gantinya. Tetapi sahutnya: Tidak akan kuberikan kepadamu
kebun anggurku itu.’ (7) Kata Izebel, isterinya, kepadanya: ‘Bukankah engkau
sekarang yang memegang kuasa raja atas Israel? Bangunlah, makanlah dan biarlah
hatimu gembira! Aku akan memberikan kepadamu kebun anggur Nabot, orang Yizreel
itu.’ (8) Kemudian ia menulis surat atas nama Ahab, memeteraikannya dengan
meterai raja, lalu mengirim surat itu kepada tua-tua dan pemuka-pemuka yang
diam sekota dengan Nabot. (9) Dalam surat itu ditulisnya demikian:
‘Maklumkanlah puasa dan suruhlah Nabot duduk paling depan di antara rakyat.
(10) Suruh jugalah dua orang dursila duduk menghadapinya, dan mereka harus naik
saksi terhadap dia, dengan mengatakan: Engkau telah mengutuk Allah dan raja.
Sesudah itu bawalah dia ke luar dan lemparilah dia dengan batu sampai mati.’
(11) Orang-orang sekotanya, yakni tua-tua dan pemuka-pemuka, yang diam di
kotanya itu, melakukan seperti yang diperintahkan Izebel kepada mereka, seperti
yang tertulis dalam surat yang dikirimkannya kepada mereka. (12) Mereka
memaklumkan puasa dan menyuruh Nabot duduk paling depan di antara rakyat. (13)
Kemudian datanglah dua orang, yakni orang-orang dursila itu, lalu duduk
menghadapi Nabot. Orang-orang dursila itu naik saksi terhadap Nabot di depan
rakyat, katanya: ‘Nabot telah mengutuk Allah dan raja.’ Sesudah itu mereka
membawa dia ke luar kota, lalu melempari dia dengan batu sampai mati. (14)
Setelah itu mereka menyuruh orang kepada Izebel mengatakan: ‘Nabot sudah
dilempari sampai mati.’ (15) Segera sesudah Izebel mendengar, bahwa Nabot sudah
dilempari sampai mati, berkatalah Izebel kepada Ahab: ‘Bangunlah, ambillah
kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, menjadi milikmu, karena Nabot yang
menolak memberikannya kepadamu dengan bayaran uang, sudah tidak hidup lagi; ia
sudah mati.’ (16) Segera sesudah Ahab mendengar, bahwa Nabot sudah mati, ia
bangun dan pergi ke kebun anggur Nabot, orang Yizreel itu, untuk mengambil
kebun itu menjadi miliknya”.
3. Orang
kristen dilarang untuk menjadi bendahara gereja, karena dalam Kitab Suci hanya
dilakukan oleh Yudas Iskariot (Yoh 12:6). Dalam Kitab Suci banyak orang
menjadi ‘bendahara negara’ tetapi tidak ada bendahara gereja, kecuali Yudas
Iskariot.
Yoh 12:6 - “Hal itu dikatakannya
bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia
adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang
dipegangnya”.
4. Orang
kristen dilarang untuk disunat pada usia 13 tahun, karena dalam Kitab Suci
hanya Ismael yang mengalami hal itu.
Kej 17:25 - “Dan
Ismael, anaknya, berumur tiga belas tahun ketika dikerat kulit khatannya”.
5. Seorang
laki-laki dilarang memasakkan makanan untuk ayahnya, karena dalam Kitab Suci
hanya Esau yang melakukan hal itu.
Kej 27:30-31 - “(30) Setelah Ishak
selesai memberkati Yakub, dan baru saja Yakub keluar meninggalkan Ishak,
ayahnya, pulanglah Esau, kakaknya, dari berburu. (31) Ia juga menyediakan
makanan yang enak, lalu membawanya kepada ayahnya. Katanya kepada ayahnya:
‘Bapa, bangunlah dan makan daging buruan masakan anakmu, agar engkau memberkati
aku.’”.
6. Orang
kristen tidak boleh mencucuk daging dengan garpu bergigi 3, karena dalam Kitab
Suci hanya bujang dari Hofni dan Pinehas yang melakukannya.
1Sam 2:12-17 - “(12)
Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak
mengindahkan TUHAN, (13) ataupun batas hak para imam terhadap bangsa itu.
Setiap kali seseorang mempersembahkan korban sembelihan, sementara daging
itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga di tangannya (14)
dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke dalam belanga
atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke atas, diambil
imam itu untuk dirinya sendiri. Demikianlah mereka memperlakukan semua
orang Israel yang datang ke sana, ke Silo. (15) Bahkan sebelum lemaknya dibakar,
bujang imam itu datang, lalu berkata kepada orang yang mempersembahkan korban
itu: ‘Berikanlah daging kepada imam untuk dipanggang, sebab ia tidak mau
menerima dari padamu daging yang dimasak, hanya yang mentah saja.’ (16) Apabila
orang itu menjawabnya: ‘Bukankah lemak itu harus dibakar dahulu, kemudian
barulah ambil bagimu sesuka hatimu,’ maka berkatalah ia kepada orang itu:
‘Sekarang juga harus kauberikan, kalau tidak, aku akan mengambilnya dengan
kekerasan.’ (17) Dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di
hadapan TUHAN, sebab mereka memandang rendah korban untuk TUHAN”.
7. Orang
kristen tidak boleh mandi di sungai karena dalam Kitab Suci hanya puteri Firaun
yang melakukannya (Kel 2:5). Naaman bukan mandi, tetapi hanya membenamkan
diri di sungai untuk mentahirkan kustanya sesuai dengan perintah Elisa.
Kel 2:5 - “Maka datanglah puteri Firaun untuk
mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil,
lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka
disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya”.
8. Seorang ibu tak boleh membawa anaknya dengan
roti dan sekirbat air, karena dalam Kitab Suci hanya Hagar yang melakukan hal
itu.
Kej 21:14 - “Keesokan harinya pagi-pagi Abraham
mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan
itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah perempuan itu
pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba”.
9. Seorang ibu tidak boleh menangisi anak laki-lakinya
yang hampir mati kehausan, karena dalam Kitab Suci hanya Hagar yang melakukan
hal itu.
Kej 21:16 - “dan ia (Hagar) duduk agak jauh, kira-kira sepemanah jauhnya, sebab katanya:
‘Tidak tahan aku melihat anak itu (Ismael) mati.’ Sedang ia duduk di situ, menangislah ia dengan suara
nyaring”.
d) Penjelasan
tentang Ayub dan Yeremia yang mengutuki hari kelahiran mereka.
Baik Ayub maupun Yeremia memang mengutuki hari kelahiran
mereka (Ayub 3:3 Yer 20:14), tetapi itu
sama sekali tidak menunjukkan bahwa mereka / Kitab Suci menentang perayaan hari
ulang tahun.
Ayub dan Yeremia mengutuki hari kelahiran mereka, karena
penderitaan yang mereka alami. Jadi, saking menderitanya, mereka berharap
mereka tidak pernah dilahirkan, dan itu mereka nyatakan dengan mengutuki hari
kelahiran mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita membaca seluruh kontext dari
ayat-ayat tersebut:
1. Ayub
3:1-19 - “(1) Sesudah itu Ayub membuka mulutnya
dan mengutuki hari kelahirannya. (2) Maka berbicaralah Ayub: (3) ‘Biarlah
hilang lenyap hari kelahiranku dan malam yang mengatakan: Seorang anak
laki-laki telah ada dalam kandungan. (4) Biarlah hari itu menjadi
kegelapan, janganlah kiranya Allah yang di atas menghiraukannya, dan janganlah
cahaya terang menyinarinya. (5) Biarlah kegelapan dan kekelaman menuntut hari
itu, awan-gemawan menudunginya, dan gerhana matahari mengejutkannya. (6) Malam
itu - biarlah dia dicekam oleh kegelapan; janganlah ia bersukaria pada
hari-hari dalam setahun; janganlah ia termasuk bilangan bulan-bulan. (7) Ya, biarlah
pada malam itu tidak ada yang melahirkan, dan tidak terdengar suara
kegirangan. (8) Biarlah ia disumpahi oleh para pengutuk hari, oleh mereka yang
pandai membangkitkan marah Lewiatan. (9) Biarlah bintang-bintang senja menjadi
gelap; biarlah ia menantikan terang yang tak kunjung datang, janganlah ia
melihat merekahnya fajar, (10) karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibuku,
dan tidak disembunyikannya kesusahan dari mataku. (11) Mengapa aku tidak
mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku keluar dari kandungan? (12) Mengapa
pangkuan menerima aku; mengapa ada buah dada, sehingga aku dapat menyusu?
(13) Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur dan
mendapat istirahat (14) bersama-sama raja-raja dan penasihat-penasihat di bumi,
yang mendirikan kembali reruntuhan bagi dirinya, (15) atau bersama-sama
pembesar-pembesar yang mempunyai emas, yang memenuhi rumahnya dengan perak.
(16) Atau mengapa aku tidak seperti anak gugur yang disembunyikan, seperti
bayi yang tidak melihat terang? (17) Di sanalah orang fasik berhenti
menimbulkan huru-hara, di sanalah mereka yang kehabisan tenaga mendapat
istirahat. (18) Dan para tawanan bersama-sama menjadi tenang, mereka tidak lagi
mendengar suara pengerah. (19) Di sana orang kecil dan orang besar sama, dan budak
bebas dari pada tuannya”.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan dari text Ayub 3:1-19
ini:
a. Pengutukan
hari kelahirannya jelas disebabkan penderitaannya yang luar biasa hebatnya,
yang telah diceritakan dalam Ayub 1-2. Ini menyebabkan ia tidak ingin hidup,
dan bahkan berharap:
·
agar ia tidak pernah
dilahirkan / gugur (ay 3,7,10a,16).
·
mati pada saat lahir
(ay 11).
·
agar tidak ada ibu
yang memelihara dan menyusuinya (ay 12).
Tujuan dari harapan ini ada dalam ay 13: “Jikalau tidak, aku sekarang berbaring dan tenang; aku tertidur
dan mendapat istirahat”.
Kalau ayat-ayat seperti ini dipakai sebagai dasar untuk
menentang perayaan hari ulang tahun, itu betul-betul suatu pengutipan /
penggunaan ayat yang ‘out of context’ (=
keluar dari kontext), dan lagi-lagi merupakan suatu metode penafsiran yang
sangat salah dan bodoh.
b. Ayub
pasti tidak mengutuki seadanya / semua hari kelahiran, tetapi hanya hari
kelahirannya sendiri saja.
Kalau pengutukan hari kelahiran ini dianggap berlaku umum,
maka konsekwensinya adalah bahwa Ayub juga mengutuki, atau menyesalkan, semua
orang perempuan yang:
·
mengandung.
·
melahirkan anak.
·
memelihara anak.
·
menyusui anak.
·
dan sebagainya.
Ini tentu gila dan tidak masuk akal!
2. Yer
20:7-18 - “(7) Engkau telah membujuk aku, ya
TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan
Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya
mereka mengolok-olokkan aku. (8) Sebab setiap kali aku berbicara, terpaksa
aku berteriak, terpaksa berseru: ‘Kelaliman! Aniaya!’ Sebab firman TUHAN
telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari. (9) Tetapi apabila
aku berpikir: ‘Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman
lagi demi namaNya’, maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala,
terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi
aku tidak sanggup. (10) Aku telah mendengar bisikan banyak orang:
‘Kegentaran datang dari segala jurusan! Adukanlah dia! Kita mau mengadukan
dia!’ Semua orang sahabat karibku mengintai apakah aku tersandung jatuh:
‘Barangkali ia membiarkan dirinya dibujuk, sehingga kita dapat mengalahkan dia
dan dapat melakukan pembalasan kita terhadap dia!’ (11) Tetapi TUHAN
menyertai aku seperti pahlawan yang gagah, sebab itu orang-orang yang mengejar
aku akan tersandung jatuh dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka akan
menjadi malu sekali, sebab mereka tidak berhasil, suatu noda yang
selama-lamanya tidak terlupakan! (12) Ya TUHAN semesta alam, yang menguji orang
benar, yang melihat batin dan hati, biarlah aku melihat pembalasanMu terhadap
mereka, sebab kepadaMulah kuserahkan perkaraku. (13) Menyanyilah untuk TUHAN,
pujilah TUHAN! Sebab ia telah melepaskan nyawa orang miskin dari tangan
orang-orang yang berbuat jahat. (14) Terkutuklah hari ketika aku dilahirkan!
Biarlah jangan diberkati hari ketika ibuku melahirkan aku! (15) Terkutuklah
orang yang membawa kabar kepada bapaku dengan mengatakan: ‘Seorang anak
laki-laki telah dilahirkan bagimu!’ yang membuat dia bersukacita dengan sangat.
(16) Terjadilah kepada hari itu seperti kepada kota-kota yang
ditunggangbalikkan TUHAN tanpa belas kasihan! Didengarnyalah kiranya teriakan
pada waktu pagi dan hiruk-pikuk pada waktu tengah hari! (17) Karena hari itu
tidak membunuh aku selagi di kandungan, sehingga ibuku menjadi kuburanku, dan
ia mengandung untuk selamanya! (18) Mengapa gerangan aku keluar dari
kandungan, melihat kesusahan dan kedukaan, sehingga hari-hariku habis
berlalu dalam malu?”.
Sama seperti dalam text Ayub di atas, Yeremia juga
mengutuki hari kelahirannya (ay 14,15), karena penderitaannya yang hebat.
Penderitaannya disebabkan karena permusuhan dari orang-orang kepada siapa ia
memberitakan Firman Tuhan (ay 7-10). Ini menyebabkan ia ingin mati, yang
ia wujudkan dengan mengutuki hari kelahirannya, dan tujuannya hanyalah
supaya ia tidak menderita. Ini terlihat dari ay 18 yang berbunyi: “Mengapa gerangan aku keluar dari kandungan, melihat kesusahan
dan kedukaan, sehingga hari-hariku habis berlalu dalam malu?”.
Lagi-lagi, kalau ayat seperti ini dijadikan dasar untuk
melarang merayakan HUT, maka itu merupakan pengutipan dan penafsiran ayat yang out of context (= keluar dari kontextnya), yang merupakan suatu cara
penafsiran yang salah.
Juga, sama seperti dalam kasus Ayub di atas, Yeremia tentu
tidak mengutuk seadanya hari kelahiran dari semua orang, tetapi hanya hari
kelahirannya sendiri saja. Kalau hal khusus seperti ini dianggap berlaku umum /
untuk semua orang, maka kita juga harus menganggap bahwa Yeremia:
·
mengutuk setiap orang
yang membawa berita kelahiran kepada bapa si bayi (ay 15).
·
menyenangi keguguran
bayi dalam kandungan (ay 17a).
·
menginginkan semua ibu
mengandung selamanya tanpa pernah melahirkan bayinya (ay 17c-18a).
Merupakan suatu kegilaan untuk menganggap seorang nabi seperti
Yeremia bisa seperti itu!
2) Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25
Desember; tanggal kelahiranNya tidak diketahui.
Orang-orang yang anti Natal itu mengatakan bahwa karena
Allah tidak memberitahu kita tanggal kelahiran Kristus, atau karena Allah menyembunyikan
tanggal kelahiran Kristus, itu merupakan bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita
untuk merayakannya.
Disamping itu, orang-orang yang anti Natal itu beranggapan
bahwa karena tanggal 25 Desember bukan tanggal kelahiran Kristus, maka kita
berdusta kalau kita merayakan hari kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember.
Internet:
- “Jika
Allah memang menghendaki supaya orang-orang Kristen merayakan hari
kelahiran-Nya, Dia tentu sudah memberitahu umat-Nya KAPAN KRISTUS
DILAHIRKAN! Inilah suatu bukti bahwa jika ALLAH TELAH MERENCANAKAN agar
supaya kita merayakan hari kelahiran Kristus, maka Ia tidak akan
menyembunyikan tanggal kelahiran-Nya secara sempurna!”.
- “Tahun
demi tahun, para orang tua menghukum anak-anaknya jika mereka berbohong.
Kemudian, pada saat Natal, mereka sendiri bercerita kepada anak-anaknya
tentang kebohongan Sinterklas ini. Apakah mengherankan jika banyak dari
mereka, setelah mereka tumbuh dewasa, mulai mempercayai Allah hanya
sebagai sebuah dongeng? Apakah KEKRISTENAN mengajarkan kebohongan dan
dongeng-dongeng kepada anak-anak kecil? Jika engkau sudah tidak
mengajarkan kebohongan Sinterklas kepada anak-anakmu, lalu ingatlah, bahwa
adalah SAMA BOHONGNYA jika engkau mengatakan kepada anak-anakmu bahwa
Yesus dilahirkan pada hari Natal!”.
Jawaban saya:
a) Kalau Allah tidak
memberi tahu kita kapan Kristus dilahirkan, apakah itu merupakan suatu bukti
bahwa Allah tidak menghendaki kita untuk merayakan / memperingatinya? Menurut
saya: tidak!
Kita memang tidak tahu kapan Yesus dilahirkan. Ada penafsir
yang mengatakan bahwa untuk setiap bulan dalam sepanjang tahun, ada satu
kelompok kristen yang mempercayainya sebagai bulan kelahiran Yesus. Ini memang
menunjukkan bahwa tidak ada orang yang tahu tanggal dan bulan kelahiran
Kristus, dan mungkin bahkan tahun kelahiranNya. Tetapi itu belum bisa dijadikan
suatu bukti bahwa Ia tidak menghendaki kita merayakan / memperingati kelahiran
Kristus tersebut. Memang kadang-kadang Allah mengatur sesuatu supaya tidak
diketahui oleh manusia, dan Ia melakukan ini karena Ia tidak menghendaki
manusia untuk berurusan dengan hal itu. Misalnya dalam persoalan kubur dari
Musa. Ini sengaja disembunyikan (Ul 34:5-6), karena mungkin Allah tahu bahwa
seandainya bangsa Israel tahu tempat itu, mereka mungkin akan melakukan penyembahan
terhadapnya. Tetapi tidak selalu seperti itu. Dalam Perjanjian Lama Allah
memperkenalkan namaNya kepada Musa (Kel 3:14-15), dan ini jelas
menunjukkan bahwa pada saat itu Allah menghendaki orang-orang Israel untuk
menggunakan nama itu asal tidak dengan sembarangan. Tetapi Allah mengatur
sehingga jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama
Allah tersebut. Akibatnya, jaman sekarang orang kristen menyebutNya sebagai
TUHAN, LORD, YEHOVAH, YAHWEH, Yehuwa,
dsb, yang merupakan sebutan-sebutan yang salah / belum tentu benar.
b) Sebetulnya, tanpa
dijelaskanpun, ‘fakta sudah berbicara sendiri’ kepada semua orang bahwa orang
Kristen tidak menganggap bahwa Natal terjadi pada tanggal 25 Desember.
Fakta apa? Fakta bahwa banyak orang sudah merayakan Natal
pada awal Desember, dan ada orang-orang yang masih merayakan Natal pada bulan
Januari dan bahkan Februari. Semua ini sudah menunjukkan secara jelas kepada
siapapun yang tidak membutakan dirinya, bahwa orang Kristen memang tidak
menganggap bahwa Kristus dilahirkan pada tanggal 25 Desember, dan bahwa kita
memang tidak mengetahui tanggal kelahiranNya.
Tetapi kalau itu dirasa kurang cukup, maka dalam
merayakannya, kita bisa menjelaskan hal itu kepada jemaat dan khususnya
anak-anak Sekolah Minggu, bahwa tanggal 25 Desember itu sebetulnya bukan
tanggal kelahiran Yesus yang sebenarnya, dan dengan demikian kita bukan
mendustai orang.
c) Orang yang tidak
diketahui tanggal lahirnya sering diberi hari dimana HUTnya bisa dirayakan.
Kita mungkin sering mendengar tentang orang kuno yang tidak
mengetahui tanggal kelahirannya sendiri, dan karena itu keluarganya menciptakan
tanggal kelahiran baginya, dan merayakannya setiap tahun pada tanggal tersebut.
Apakah ini merupakan dusta? Mengapa keluarga tersebut tetap merayakan hari
ulang tahun dari orang itu padahal mereka tidak mengetahui tanggal sebenarnya?
Saya kira, karena kecintaan mereka terhadap orang itu, sehingga mereka ingin
menunjukkan kasih yang khusus terhadap orang itu sedikitnya satu kali setahun.
Hal ini tidak terlalu berbeda dengan Natal! Yang penting bukan saat kelahiran
Kristus, tetapi fakta bahwa Ia sudah lahir untuk kita. Kita ingin membalas
kasihNya sedikitnya sekali setahun, dengan merayakan hari kelahiranNya, pada
hari yang kita sendiri tentukan.
d) Perhatikan dusta
/ fitnahan dari orang-orang yang anti Natal ini (perhatikan bagian yang saya
garis bawahi dari kutipan di atas).
·
Mereka mengatakan
bahwa Natal merupakan suatu kebohongan yang sama dengan Sinterklaas. Ini omong
kosong, karena selama point b) di atas kita lakukan, kita sudah bebas dari
tuduhan kebohongan. Dan jelas bahwa tidak semua orang kristen / gereja
menggabungkan Natal dengan Sinterklaas. Saya sendiri jelas sangat menentang
penggabungan seperti itu.
·
Penulis internet yang
anti Natal itu mengatakan ‘Apakah mengherankan jika banyak dari mereka, setelah mereka
tumbuh dewasa, mulai mempercayai Allah hanya sebagai sebuah dongeng?’.
Saya pikir tuduhan-tuduhan ini, khususnya yang kedua,
merupakan pemikiran dari orang-orang yang tidak punya logika, dan yang asal
menuduh. Tuduhan itu sama sekali bukan merupakan suatu fakta / kebenaran, dan
jelas merupakan suatu exaggeration (tindakan
melebih-lebihkan), dan karena itu merupakan suatu dusta / fitnah. Saya ingin
bertanya: Siapa, yang karena dari kecil merayakan Natal, akhirnya tumbuh
sebagai orang yang mempercayai bahwa Allah itu hanya sekedar dongeng? Dan
seandainya ada orang-orang seperti itu, bagaimana para pemfitnah ini bisa
membuktikan bahwa orang-orang itu mempercayai Allah sebagai dongeng karena
mereka pada waktu kecilnya diajar merayakan Natal?
Orang-orang yang anti Natal ini menuduh kita yang merayakan
Natal sebagai berdusta, sementara mereka sendiri melakukan fitnahan seperti
ini. Mungkin mereka sebaiknya memperhatikan kata-kata Yesus dalam
Mat 7:1-5 - “(1) ‘Jangan kamu
menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu
pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk
mengukur, akan diukurkan kepadamu. (3) Mengapakah engkau melihat selumbar di
mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (4)
Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan
selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. (5) Hai orang
munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan
jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.’”.
3) Merayakan Natal berarti menilai Kristus
menurut daging (2Kor 5:16).
Internet: “Ada satu ALASAN YANG
SANGAT PENTING mengenai hal ini. Paulus mengatakan kepada kita di 2Kor. 5:16,
Jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak
lagi menilai-Nya demikian. Ayat ini di dalam Alkitab versi Amplified dikatakan
sbb: Tidak, sekalipun kami pernah menilai Kristus dari sisi pandang manusia dan
sebagai manusia, akan tetapi kami sekarang telah memiliki pengetahuan
tentang Dia sedemikian sehingga kami tidak lagi mengenal Dia secara daging atau
jasmani; Yang Paulus maksudkan adalah bahwa kita harus MENGENAL KRISTUS SECARA
ROHANI, di dalam dan oleh ROH, dan bukan MENURUT DAGING, bukan sebagai
seorang manusia, bukan menurut huruf-huruf, bukan sebagai seorang bayi
… karena hal-hal tersebut TIDAK ADA ARTINYA bagi kita yang memiliki HIDUP
ROHANI!”.
Jawaban saya:
a) Orang bodoh ini
menuduh dengan menggunakan ayat, tanpa mengerti arti ayat itu.
2Kor 5:16 - “Sebab itu kami tidak
lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai
Kristus menurut ukuran manusia (Literal: ‘menurut daging’),
sekarang kami tidak lagi menilaiNya demikian”.
Ada 2 penafsiran yang memungkinkan tentang ayat ini:
1. ‘Menilai Kristus
menurut daging’ artinya menilainya sesuai
dengan pengertian agama Yahudi pada jaman itu, dimana Mesias dianggap sebagai
raja duniawi yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Sebaliknya
menilai Kristus secara rohani, berarti menerima / mempercayai Dia sebagai Raja
dan Juruselamat secara rohani.
2. ‘Menilai Kristus
menurut daging’ artinya menganggap Dia
hanya sebagai manusia saja. Sedangkan menilai Kristus secara rohani artinya
menilaiNya sesuai dengan ajaran Kitab Suci, yang menyatakan Kristus bukan hanya
sebagai manusia tetapi juga sebagai Allah, Juruselamat, Mesias, dsb.
Yang manapun yang benar dari kedua penafsiran di atas ini,
jelas menunjukkan bahwa kita tidak bisa menggunakan ayat ini sebagaimana para
penulis yang anti Natal itu menggunakannya!
b) Perhatikan
bagian-bagian yang saya garis-bawahi dari kutipan dari internet di atas.
Dari bagian-bagian itu terlihat bahwa rupanya orang bodoh
dan sesat ini hanya mau mempedulikan Yesus sebagai Allah tetapi tidak Yesus
sebagai manusia. Ini bodoh dan sesat. Keilahian maupun kemanusiaan Yesus sama
pentingnya bagi kita. Tanpa kemanusiaanNya, Ia tidak bisa menderita dan mati
untuk menebus dosa-dosa kita.
Kitab Suci dalam banyak bagian lain, menekankan kemanusiaan
Yesus, seperti dalam:
·
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara
antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
·
Fil 2:5-7 - “(5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan
perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa
Allah, (6) tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang
harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
·
1Yoh 1:1-3 - “(1) Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar,
yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah
kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup - itulah yang kami
tuliskan kepada kamu. (2) Hidup itu telah dinyatakan, dan kami telah
melihatnya dan sekarang kami bersaksi dan memberitakan kepada kamu tentang
hidup kekal, yang ada bersama-sama dengan Bapa dan yang telah dinyatakan kepada
kami. (3) Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami
beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan
persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan AnakNya, Yesus
Kristus”.
Bandingkan dengan kata-kata Hobbs dalam tafsirannya tentang
1Yoh 1:1 di bawah ini:
¨
Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to
deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya
adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - ‘The Epistles of John’, hal 21.
¨
Herschel H. Hobbs mengutip Robert G. Lee:
“As in eternity he
leaned upon the bosom of his Father without a mother, so in time he leaned upon
the bosom of his mother without a father” (= Sebagaimana dalam kekekalan
Ia bersandar pada dada BapaNya tanpa seorang ibu, demikian juga dalam waktu Ia
bersandar pada dada ibuNya tanpa seorang bapa) - ‘The Epistles of John’, hal 21.
Juga bandingkan dengan komentar dari John Stott dan Calvin
dalam tafsiran mereka tentang 1Yoh 4:2-3 - “(2)
Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku, bahwa Yesus
Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, (3) dan setiap roh,
yang tidak mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh
antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan
sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.
John Stott
(Tyndale): “The Person of
Christ is central. No system can be tolerated, however loud its claims or
learned its adherents, if it denies that Jesus is the Christ come in the flesh,
that is, if it denies either His eternal deity or His historical humanity. Its
teachers are false prophets and its origin is the spirit of antichrist”
(= Pribadi dari Kristus adalah sentral. Tidak ada sistim yang bisa ditoleransi,
betapapun keras claimnya
atau terpelajarnya para pengikutnya, jika itu menyangkal bahwa Yesus adalah
Kristus yang datang dalam daging, yaitu, jika itu menyangkal atau keilahianNya
yang kekal atau kemanusiaanNya yang bersifat sejarah. Pengajar-pengajarnya
adalah nabi-nabi palsu dan asal usulnya adalah roh antikristus) - ‘The Epistles of John’, hal 155.
Calvin: “as Christ is the object at which
faith aims, so he is the stone at which all heretics stumble. ... when the
Apostle says that Christ ‘came’, we hence conclude that he was before with the
Father; by which his eternal divinity is proved. By saying that he came ‘in the
flesh,’ he means that by putting on flesh, he became a real man, of the same
nature with us, that he might become our brother, except that he was free from
every sin and corruption” (= karena Kristus adalah obyek
kepada mana iman ditujukan, demikianlah Ia adalah batu pada mana semua
orang-orang sesat tersandung. ... pada waktu sang Rasul berkata bahwa Kristus
‘datang’, dari sini kita menyimpulkan bahwa tadinya Ia bersama dengan Bapa;
dengan mana keilahianNya yang kekal dibuktikan. Dengan mengatakan bahwa Ia
datang ‘dalam daging’, ia memaksudkan bahwa oleh pengenaan daging, Ia menjadi
manusia yang sungguh-sungguh, dengan hakekat yang sama dengan kita, supaya Ia
bisa menjadi saudara kita, kecuali bahwa Ia bebas dari setiap dosa dan
kerusakan) - hal 232.
4) Orang
yang hidup dalam Roh tidak membutuhkan peringatan.
Internet: “oleh karena kita
hidup di dalam ROH dan hadirat Allah, kita TIDAK MEMBUTUHKAN HARI atau
PESTA-PESTA atau PERAYAAN atau PERINGATAN agar supaya kita MENGINGAT DIA atau
membawa pikiran dan kasih kita kepada-Nya”.
Tanggapan saya:
Ini omongan dari orang bodoh dan sok suci, seakan-akan dia
bisa selalu mengingat kasih Tuhan tanpa pengingat apapun. Tidak heran ia tidak
bisa mengingat ayat-ayat Kitab Suci yang bertentangan dengan pandangannya.
Ayat-ayat yang bagaimana? Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah sendiri
memberi banyak hal untuk mengingatkan, dan menyuruh umatNya untuk melakukan
banyak peringatan. Mengapa? Karena
Ia tahu bahwa kita mudah sekali
melupakan apa yang seharusnya tidak boleh kita lupakan.
Contoh:
a) Pemberian
pelangi.
Kej 9:8-17 - “(8) Berfirmanlah
Allah kepada Nuh dan kepada anak-anaknya yang bersama-sama dengan dia: (9)
‘Sesungguhnya Aku mengadakan perjanjianKu dengan kamu dan dengan keturunanmu,
(10) dan dengan segala makhluk hidup yang bersama-sama dengan kamu:
burung-burung, ternak dan binatang-binatang liar di bumi yang bersama-sama
dengan kamu, segala yang keluar dari bahtera itu, segala binatang di bumi. (11)
Maka Kuadakan perjanjianKu dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup
yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk
memusnahkan bumi.’ (12) Dan Allah berfirman: ‘Inilah tanda perjanjian yang
Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama
dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: (13) BusurKu Kutaruh di awan,
supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi. (14) Apabila kemudian
Kudatangkan awan di atas bumi dan busur itu tampak di awan, (15) maka Aku akan
mengingat perjanjianKu yang telah ada antara Aku dan kamu serta segala makhluk
yang hidup, segala yang bernyawa, sehingga segenap air tidak lagi menjadi air
bah untuk memusnahkan segala yang hidup. (16) Jika busur itu ada di awan, maka
Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjianKu yang kekal antara
Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi.’ (17)
Berfirmanlah Allah kepada Nuh: ‘Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara
Aku dan segala makhluk yang ada di bumi.’”.
b) Tanda sunat.
Kej 17:1-14 - “(1) Ketika Abram
berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram
dan berfirman kepadanya: ‘Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapanKu
dengan tidak bercela. (2) Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau,
dan Aku akan membuat engkau sangat banyak.’ (3) Lalu sujudlah Abram, dan Allah
berfirman kepadanya: (4) ‘Dari pihakKu, inilah perjanjianKu dengan engkau:
Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. (5) Karena itu namamu bukan
lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa
sejumlah besar bangsa. (6) Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak;
engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal
raja-raja. (7) Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta
keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi
Allahmu dan Allah keturunanmu. (8) Kepadamu dan kepada keturunanmu akan
Kuberikan negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh tanah
Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya; dan Aku akan
menjadi Allah mereka.’ (9) Lagi firman Allah kepada Abraham: ‘Dari pihakmu, engkau
harus memegang perjanjianKu, engkau dan keturunanmu turun-temurun. (10) Inilah
perjanjianKu, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta
keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat; (11) haruslah
dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku
dan kamu. (12) Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni
setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun: baik yang lahir di rumahmu,
maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk
keturunanmu. (13) Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan
uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjianKu itu menjadi perjanjian
yang kekal. (14) Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak
dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara
orang-orang sebangsanya: ia telah mengingkari perjanjianKu.’”.
c) Paskah / Passover.
Kel 12:14 - “Hari
ini akan menjadi hari peringatan
bagimu. Kamu harus merayakannya sebagai hari raya bagi TUHAN turun-temurun.
Kamu harus merayakannya sebagai ketetapan untuk selamanya”.
Kel 13:3,8 - “(3)
Lalu berkatalah Musa kepada bangsa itu: ‘Peringatilah
hari ini, sebab pada hari ini kamu keluar dari Mesir, dari rumah
perbudakan; karena dengan kekuatan tanganNya TUHAN telah membawa kamu keluar
dari sana .
Sebab itu tidak boleh dimakan sesuatupun yang beragi. ... (8) Pada hari itu
harus kauberitahukan kepada anakmu laki-laki: Ibadah ini adalah karena mengingat apa yang dibuat TUHAN
kepadaku pada waktu aku keluar dari Mesir”.
d) Perintah tentang
12 batu peringatan.
Yos 4:7 - “maka haruslah kamu
katakan kepada mereka: Bahwa air sungai Yordan terputus di depan tabut
perjanjian TUHAN; ketika tabut itu menyeberangi sungai Yordan, air sungai
Yordan itu terputus. Sebab itu batu-batu ini akan menjadi tanda peringatan bagi orang Israel
untuk selama-lamanya.’”.
e) Perjamuan Kudus.
Luk 22:19 - “Lalu Ia
mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada
mereka, kataNya: ‘Inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Aku.’”.
1Kor 11:23-26 - “(23)
Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu
bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti (24) dan
sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata:
‘Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!’ (25) Demikian
juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah
perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini, setiap kali
kamu meminumnya, menjadi peringatan
akan Aku!’ (26) Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini,
kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang”.
Orang-orang yang anti Natal
itu bisa mengatakan bahwa peringatan-peringatan pada point-point a) - d) di
atas ada dalam Perjanjian Lama, tetapi bagaimana dengan peringatan yang Tuhan
perintahkan berkenaan dengan Perjamuan Kudus [point e)]? Ini ada dalam
Perjanjian Baru! Kalau kita memang tidak membutuhkan pengingat apapun, lalu
mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk melakukan Perjamuan Kudus? Bukankah itu
untuk memperingati dan sekaligus memberitakan kematian Kristus (1Kor
11:23-26)?
5) Natal
berasal dari kekafiran.
Internet:
1. “Catatan-catatan sejarah di dalam Ensiklopedia, yang bisa kita
dapatkan di perpustakaan-perpustakaan, dan yang dapat dipercaya,
memberikan fakta-fakta ini: bahwa Natal
berasal dari bangsa kafir. Jika ditelusuri, Natal merupakan kepanjangan dari
penyembah-penyembah matahari di antara bangsa-bangsa kafir. Banyak hari
kelahiran dari para pemimpin kafir dirayakan oleh bangsa Babilonia. Semua
perayaan penyembahan berhala ini berasal dari bangsa kafir. Kata Christmas (Natal ) berarti Misa
Kristus. Kata ini kemudian disingkat menjadi Christ-Mass; dan akhirnya menjadi
Christmas. Kita kenal misa ini sebagai Misa Roma Katolik. Tetapi dari mana
mereka mendapatkannya? Oleh karena kita mengenalnya lewat Gereja Roma Katolik,
dan tidak ada wewenang selain Gereja Roma Katolik, marilah kita selidiki
Ensiklopedia Katolik, yang diterbitkan oleh denominasi ini. Di bawah judul
Christmas (Natal ) engkau akan menemukan
kata-kata ini: Natal
tidak terdapat pada perayaan-perayaan Gereja jaman dahulu … Bukti awal dari
perayaan ini adalah dari Mesir. Adat kebiasaan dari para penyembah berhala yang
berlangsung sekitar bulan Januari ini kemudian dijadikan Natal . ... ENSIKLOPEDIA AMERICANA, edisi
1969, berkata: Natal, nama ini berasal dari bahasa Inggris kuno Chrites Maesse
dan ejaan sekarang ini nampaknya mulai digunakan pada sekitar abad ke 16. Semua
gereja Kristen kecuali gereja Armenia
merayakan hari kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember. Tanggal ini tidak
dikenal di negeri Barat sampai kira-kira pertengahan abad ke 4 dan di Timur
sampai kira-kira seabad kemudian”.
2. “Mengikuti
CARA-CARA ORANG KAFIR bukanlah persoalan mengenai mana yang harus kita lakukan
atau mana yang tidak boleh kita lakukan menurut pemikiran kita sendiri. Di
dalam 1 Raja-raja 11:4-11 Allah menghukum raja Salomo untuk hal yang satu ini.
Allah merobek Kerajaannya darinya”.
Penyamaan dengan Salomo, yang memang
mendukung penyembahan berhala ini merupakan kegilaan yang tidak perlu
ditanggapi.
3. “Tradisi
ini mungkin berasal dari perayaan Saturnalia, di mana para budak menjadi
sejajar dengan tuannya. Membakar kayu Natal
dimasukkan menjadi adat orang Inggris yang asalnya dari adat orang Skandinavia
tatkala mereka menghormati titik balik matahari pada musim dingin”.
4. “Asal
mula Natal . Alasan
mengapa menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Natal adalah tidak jelas,
tetapi seperti yang dipercayai tanggal ini dipilih untuk menyesuaikan dengan
perayaan penyembahan berhala yang berlangsung pada musim dingin waktu terjadi
titik balik matahari, yaitu ketika siang hari mulai panjang, untuk merayakan
lahirnya kembali sang matahari. Suku-suku bangsa Eropa Utara merayakan Natal mereka pada musim
dingin waktu titik balik matahari untuk merayakan kelahiran kembali sang
matahari (dewa) sebagai yang memberikan terang dan kehangatan. Saturnalia
Romawi (perayaan yang dipersembahkan kepada Saturnus, dewa pertanian) juga
berlangsung pada waktu tersebut, dan beberapa adat Natal diperkirakan berakar pada
perayaan penyembahan berhala ini. Perayaan ini diadakan oleh beberapa orang
terpelajar bahwa kelahiran Kristus sebagai Terang Dunia dianalogikan dengan
kelahiran kembali sang matahari agar supaya kekristenan menjadi lebih berarti
bagi para petobat baru yang dulunya menyembah matahari”.
Jawaban saya:
a) Penulis internet
yang bodoh ini berbicara dengan lidah bercabang.
Perhatikan bagian-bagian yang saya garis bawahi dari
kutipan pertama, ketiga dan keempat. Dalam kutipan pertama dia mengatakan bahwa
hal itu (bahwa Natal
berasal dari kekafiran) ‘dapat dipercaya’. Tetapi dalam kutipan ketiga ia mengatakan ‘mungkin’, dan dalam kutipan
keempat ia mengatakan ‘Alasan mengapa menetapkan
tanggal 25 Desember sebagai Natal adalah tidak jelas’ dan pada bagian akhir ia menggunakan kata ‘diperkirakan’. Yang mana yang benar?
b) Asal usul Natal dari kekafiran bukanlah
merupakan sesuatu yang pasti.
Di sini saya memberikan informasi dari Encyclopedia
Britannica tentang sejarah Natal, juga tentang kata ‘Christmas’, dan asal
usul tanggal 25 Desember dan perayaannya.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Christmas’:
“from Old English Cristes maesse, ‘Christ’s mass’), Christian
festival celebrated on December 25, commemorating the birth of Jesus Christ. It
is also a popular secular holiday. According to a Roman almanac, the Christian
festival of Christmas was celebrated in Rome
by AD 336. In the eastern part of the Roman Empire, however, a festival on
January 6 commemorated the manifestation of God in both the birth and the
baptism of Jesus, except in Jerusalem ,
where only the birth was celebrated. During the 4th century the celebration of
Christ’s birth on December 25 was gradually adopted by most Eastern churches.
In Jerusalem ,
opposition to Christmas lasted longer, but it was subsequently accepted. In the
Armenian Church, a Christmas on December 25 was never accepted; Christ’s birth
is celebrated on January 6. After Christmas was established in the East, the
baptism of Jesus was celebrated on Epiphany, January 6. In the West, however,
Epiphany was the day on which the visit of the Magi to the infant Jesus was celebrated.
The reason why Christmas came to be celebrated on December 25 remains uncertain, but most probably the reason is that early
Christians wished the date to coincide with the pagan Roman festival marking
the ‘birthday of the unconquered sun’ (natalis solis invicti); this
festival celebrated the winter solstice, when the days again begin to lengthen
and the sun begins to climb higher in the sky. The traditional customs connected with Christmas have accordingly
developed from several sources as a result of the coincidence of the
celebration of the birth of Christ with the pagan agricultural and solar
observances at midwinter. In the Roman world the Saturnalia (December 17)
was a time of merrymaking and exchange of gifts. December 25 was also
regarded as the birth date of the Iranian mystery god Mithra, the Sun of
Righteousness. On the Roman New Year (January 1), houses were decorated
with greenery and lights, and gifts were given to children and the poor. To
these observances were added the German and Celtic Yule rites when the Teutonic
tribes penetrated into Gaul , Britain , and central Europe .
Food and good fellowship, the Yule log and Yule cakes, greenery and fir trees,
and gifts and greetings all commemorated different aspects of this festive
season. Fires and lights, symbols of warmth and lasting life, have always been
associated with the winter festival, both pagan and Christian. Since the
European Middle Ages, evergreens, as symbols of survival, have been associated
with Christmas. Christmas is traditionally regarded as the festival of the
family and of children, under the name of whose patron, Saint Nicholas, or
Santa Claus, presents are exchanged in many countries”.
Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis
bawahi: “Alasan mengapa Natal sampai dirayakan
pada tanggal 25 Desember tetap tidak
pasti, tetapi paling mungkin alasannya adalah bahwa
orang-orang kristen mula-mula ingin tanggal itu bertepatan dengan hari raya
kafir Romawi yang menandai ‘hari lahir dari matahari yang tak terkalahkan’ ...;
hari raya ini merayakan titik balik matahari pada musim dingin, dimana siang
hari kembali memanjang dan matahari mulai naik lebih tinggi di langit. Jadi,
kebiasaan yang bersifat tradisionil yang berhubungan dengan Natal telah berkembang dari beberapa sumber sebagai
suatu akibat dari bertepatannya perayaan kelahiran Kristus dengan perayaan
kafir yang berhubungan dengan pertanian dan matahari pada pertengahan musim
dingin. ... Tanggal 25 Desember juga dianggap sebagai hari kelahiran dari dewa
misterius bangsa Iran ,
yang bernama Mithra, sang Surya Kebenaran”.
Encyclopedia Britannica
2000 dengan topik ‘from church year Christmas’:
“The word Christmas is derived from the Old English Cristes
maesse, ‘Christ’s Mass. ’
There is no certain tradition
of the date of Christ’s birth. Christian chronographers of the 3rd
century believed that the creation of the world took place at the spring
equinox, then reckoned as March 25; hence the new creation in the incarnation
(i.e., the conception) and death of Christ must therefore have occurred on the
same day, with his birth following nine months later at the winter solstice,
December 25. The oldest extant notice of a feast of Christ’s Nativity
occurs in a Roman almanac (the Chronographer of 354, or Philocalian Calendar),
which indicates that the festival was observed by the church in Rome by the year 336. Many
have posited the theory that the feast of Christ’s Nativity, the birthday of
‘the sun of righteousness’ (Malachi 4:2), was instituted in Rome ,
or possibly North Africa , as a Christian rival
to the pagan festival of the Unconquered Sun at the winter solstice. This
syncretistic cult that leaned toward monotheism had been given official
recognition by the emperor Aurelian in 274. It was popular in the armies of the
Illyrian (Balkan) emperors of the late 3rd century, including Constantine ’s father. Constantine himself was
an adherent before his conversion to Christianity in 312. There is, however, no
evidence of any intervention by him to promote the Christian festival. The exact circumstances of the beginning of
Christmas Day remain obscure. From Rome
the feast spread to other churches of the West and East, the last to adopt it
being the Church
of Jerusalem in the time
of Bishop Juvenal (reigned 424-458). Coordinated with Epiphany, a feast of
Eastern origin commemorating the manifestation of Christ to the world, the
celebration of the incarnation of Christ as Redeemer and Light of the world was
favoured by the intense concern of the church of the 4th and 5th centuries in
formulating creeds and dogmatic definitions relating to Christ’s divine and
human natures. Christmas is the most popular of all festivals among Christians
and many non-Christians alike, and its observance combines many strands of
tradition. From the ancient Roman pagan festivals of Saturnalia (December 17)
and New Year’s come the merrymaking and exchange of presents. Old Germanic
midwinter customs have contributed the lighting of the Yule log and decorations
with evergreens. The Christmas tree comes from medieval German mystery plays
centred in representations of the Tree of Paradise
(Genesis 2:9). Francis of Assisi popularized the Christmas crib, or crèche, in
his celebration at Greccio, Italy, in 1223. Another popular medieval feast was
that of St. Nicholas of Myra
(c. 340) on December 6, when the saint was believed to visit children with
admonitions and gifts, in preparation for the gift of the Christ child at
Christmas. Through the Dutch the tradition of St. Nicholas (Sinterklaas, hence
‘Santa Claus’) was brought to America
in their colony of New Amsterdam, now New
York . The sending of greeting cards at Christmas
began in Britain in the
1840s and was introduced to the United
States in the 1870s”.
Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis
bawahi: “Tidak
ada tradisi
tertentu yang pasti tentang tanggal kelahiran Kristus. Para
penghitung waktu Kristen dari abad ketiga percaya bahwa penciptaan dunia / alam
semesta terjadi pada musim semi di saat siang dan malam sama lamanya, yang pada
saat itu dianggap sebagai tanggal 25 Maret; karena itu penciptaan baru dalam
inkarnasi (yaitu ‘pembuahan’ / mulai adanya janin Kristus) dan kematian Kristus harus terjadi
pada hari yang sama, dengan kelahiranNya 9 bulan berikutnya pada titik balik
matahari pada musim dingin, 25 Desember. ... Banyak orang memberikan teori
bahwa hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’
(Mal 4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu
saingan Kristen terhadap hari raya kafir dari Surya yang tak terkalahkan pada
titik balik matahari. ... Keadaan yang
tepat tentang permulaan / asal usul hari Natal
tetap kabur”.
Perhatikan 2 hal:
1. Kata-kata ‘tetap tidak pasti’, ‘tidak ada tradisi tertentu yang pasti’, dan ‘keadaan yang tepat tentang permulaan /
asal usul hari Natal tetap kabur’, yang saya cetak dengan huruf besar itu. Ini
menunjukkan bahwa asal usul kafir itu memang tidak bisa dipastikan. Lalu
mengapa orang-orang bodoh yang anti Natal
ini menuduh hanya berdasarkan suatu kemungkinan yang tidak pasti?
2. Sedikitnya ada 4 asal usul tanggal 25
Desember (yang tiga dari Encyclopedia Britannica 2000 di atas, dan yang satu
ditambahkan oleh Alfred Edersheim), yaitu:
a. Hari raya Romawi yang memperingati titik
balik matahari.
b. Hari lahir dari dewa bangsa Iran .
c. Itu ditentukan oleh para penghitung waktu
Kristen (sekalipun dengan cara yang sangat tidak masuk akal).
d. Alfred Edersheim memberikan asal usul tanggal
25 Desember yang berbeda.
Alfred Edersheim: “the date of the
Feast of the Dedication - the 25th of Chislev - seems to have been
adopted by the ancient Church as that of the birth of our blessed Lord -
Christmas - the Dedication of the true Temple, which was the body of Jesus” [= tanggal dari hari raya Pentahbisan Bait Allah - bulan Kislew
tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi oleh Gereja kuno sebagai tanggal
kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal - Pentahbisan dari Bait Allah
yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus (bdk. Yoh 2:19-22)] - ‘The Temple ’, hal 334.
Perhatikan bahwa point
c. dan d. tidak menunjukkan asal usul dari kafir!
Semua ini jelas menunjukkan bahwa asal usul tanggal 25 Desember sebagai
hari Natal
masing simpang siur dan tidak ada kepastiannya. Tetapi orang-orang bodoh yang
anti Natal itu
dengan beraninya (atau dengan cerobohnya / lancangnya) telah menuduh tidak
karu-karuan. Menuduh tanpa fakta yang pasti, sama dengan memfitnah!
c) Sekarang andaikata
tanggal 25 Desember itu memang diadopsi dari hari raya kafir, kita masih
harus memperhitungkan apa motivasi orang-orang kristen pada saat itu untuk
melakukan hal tersebut.
Encyclopedia Britannica
2000 yang sudah saya kutip di atas, mengatakan bahwa ada teori yang mengatakan
bahwa orang-orang kristen mengadopsi tanggal itu supaya perayaan Natal menyaingi perayaan
kafir tersebut. Untuk jelasnya saya mengutip ulang bagian itu.
Encyclopedia Britannica
2000 dengan topik ‘from church year Christmas’:
“The word Christmas is derived from the Old English Cristes
maesse, ‘Christ’s Mass. ’
There is no certain tradition of the date of Christ’s birth. Christian
chronographers of the 3rd century believed that the creation of the world took
place at the spring equinox, then reckoned as March 25; hence the new creation
in the incarnation (i.e., the conception) and death of Christ must therefore
have occurred on the same day, with his birth following nine months later at
the winter solstice, December 25. The oldest extant notice of a feast of
Christ’s Nativity occurs in a Roman almanac (the Chronographer of 354, or
Philocalian Calendar), which indicates that the festival was observed by the
church in Rome
by the year 336. Many have posited the theory that the feast of Christ’s
Nativity, the birthday of ‘the sun of righteousness’ (Malachi 4:2), was
instituted in Rome , or possibly North Africa , as a Christian rival to the pagan festival
of the Unconquered Sun at the winter solstice. This syncretistic cult that
leaned toward monotheism had been given official recognition by the emperor
Aurelian in 274. It was popular in the armies of the Illyrian (Balkan) emperors
of the late 3rd century, including Constantine ’s
father. Constantine himself was an adherent before his conversion to
Christianity in 312. There is, however, no evidence of any intervention by him
to promote the Christian festival. The exact circumstances of the beginning of
Christmas Day remain obscure. From Rome the
feast spread to other churches of the West and East, the last to adopt it being
the Church of Jerusalem in the time of Bishop Juvenal
(reigned 424-458). Coordinated with Epiphany, a feast of Eastern origin
commemorating the manifestation of Christ to the world, the celebration of the
incarnation of Christ as Redeemer and Light of the world was favoured by the
intense concern of the church of the 4th and 5th centuries in formulating
creeds and dogmatic definitions relating to Christ’s divine and human natures.
Christmas is the most popular of all festivals among Christians and many
non-Christians alike, and its observance combines many strands of tradition.
From the ancient Roman pagan festivals of Saturnalia (December 17) and New
Year’s come the merrymaking and exchange of presents. Old Germanic midwinter
customs have contributed the lighting of the Yule log and decorations with
evergreens. The Christmas tree comes from medieval German mystery plays centred
in representations of the Tree of Paradise
(Genesis 2:9). Francis of Assisi popularized the Christmas crib, or crèche, in
his celebration at Greccio, Italy, in 1223. Another popular medieval feast was
that of St. Nicholas of Myra
(c. 340) on December 6, when the saint was believed to visit children with
admonitions and gifts, in preparation for the gift of the Christ child at
Christmas. Through the Dutch the tradition of St. Nicholas (Sinterklaas, hence
‘Santa Claus’) was brought to America
in their colony of New Amsterdam, now New
York . The sending of greeting cards at Christmas
began in Britain in the
1840s and was introduced to the United
States in the 1870s”.
Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis
bawahi: “Banyak orang memberikan teori bahwa
hari raya tentang kelahiran Kristus, hari lahir dari ‘surya kebenaran’ (Mal
4:2) ditetapkan di Roma, atau mungkin di Afrika Utara, sebagai suatu saingan
Kristen terhadap hari raya kafir dari Surya yang tak terkalahkan pada titik balik
matahari”.
Hal yang mirip
dengan itu adalah, baik Nebukadnezar dan Artahsasta disebut dengan istilah ‘raja
di atas segala raja’.
Dan 2:37 - “Ya
tuanku raja, raja segala raja, yang kepadanya oleh Allah semesta langit
telah diberikan kerajaan, kekuasaan, kekuatan dan kemuliaan”.
Ezra 7:12 -
“‘Artahsasta,
raja segala raja, kepada Ezra, imam dan ahli Taurat Allah semesta
langit, dan selanjutnya. Maka sekarang”.
Tetapi gelar
dari raja kafir itu lalu diberikan kepada Yesus / Allah.
1Tim 6:15 - “yaitu
saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh
bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan”.
Wah 17:14 -
“Mereka
akan berperang melawan Anak Domba. Tetapi Anak Domba akan mengalahkan mereka,
karena Ia adalah Tuan di atas segala tuan dan Raja di atas segala raja.
Mereka bersama-sama dengan Dia juga akan menang, yaitu mereka yang terpanggil,
yang telah dipilih dan yang setia.’”.
Wah 19:16 -
“Dan
pada jubahNya dan pahaNya tertulis suatu nama, yaitu: ‘Raja segala raja
dan Tuan di atas segala tuan.’”.
Mengapa bisa
demikian? Jawabannya diberikan oleh Encyclopedia di bawah ini.
The International Standard Bible
Encyclopedia, vol II:
“The
title ‘King of kings,’ denoting absolute authority rather than divinity per se,
is used of God and Christ in the NT (always with ‘Lord of lords’: 1Tim. 6:15;
Rev. 17:14; 19:16). Its use was a response by both Jews and Christians to
the practice of deifying earthly political rulers” [= Gelar ‘Raja segala raja’ lebih menunjukkan
otoritas mutlak dari pada keilahian sendiri, digunakan terhadap Allah dan
Kristus dalam PB (selalu dengan ‘Tuhan segala Tuhan’: 1Tim 6:15; Wah 17:14;
19:16). Penggunaannya merupakan suatu tanggapan baik oleh orang-orang Yahudi
dan orang-orang Kristen terhadap praktek pendewaan penguasa-penguasa politik
duniawi] - hal 508.
Jadi rupanya pada jaman
itu banyak raja duniawi disebut dengan istilah ‘raja di atas segala raja’. Orang-orang kristen
merasakan itu sebagai tidak tepat, dan mereka menganggap hanya Yesus / Allah
yang pantas memakai gelar itu, dan mereka lalu memberikan gelar itu kepada
Allah / Yesus, dan bahkan setiap kali gelar itu mereka berikan kepada Allah /
Yesus, maka mereka menambahi dengan kata-kata ‘Tuhan atas segala Tuhan’. Jadi mereka menampilkan Yesus / Allah sebagai
saingan terhadap raja-raja kafir yang didewakan oleh rakyat kafir mereka.
Apakah ini juga mau kita anggap berasal dari kafir? Kalau mau dikatakan berasal
dari kafir, memang jelas berasal dari kafir. Tetapi apakah kita mau menyalahkan
motivasi mereka, yang sebetulnya bisa dikatakan sebagai ‘mulia’?
Demikian juga, andaikata
Natal memang diambil dari kafir, tetapi motivasinya adalah untuk menyaingi
hari-hari raya kafir, itu adalah sesuatu yang ‘mulia’, dan bertujuan untuk
memuliakan Tuhan.
Apa maksudnya
orang-orang kristen itu menyaingi hari-hari raya kafir itu? Mungkin pada
jaman itu orang-orang kristen tertentu sering menghadiri hari raya kafir, dan
pada saat-saat seperti itu biasanya mereka jatuh ke dalam dosa-dosa tertentu,
seperti penyembahan berhala, perzinahan, makan makanan yang telah
dipersembahkan kepada berhala, dan sebagainya. Karena itu gereja lalu
menepatkan Natal dengan tanggal tersebut, supaya
orang-orang kristen itu merayakan Natal
di gereja, dan tidak pergi ke perayaan-perayaan kafir.
Ini mirip dengan kalau
gereja mengadakan acara pada malam tahun baru (tanggal 31 Desember), yang
sebenarnya sama sekali bukan hari kristen / rohani, tetapi sebaliknya hanya
merupakan hari sekuler. Dari pada jemaatnya pergi ke tempat-tempat hiburan yang
tidak karuan, lebih baik mereka diarahkan untuk pergi ke gereja. Hanya orang
bodoh dan tidak rohani yang akan menyalahkan hal seperti ini!
d) Dalam kristen maupun dalam kehidupan kita
sehari-hari ada banyak hal yang berasal dari kekafiran, tetapi tetap dipertahankan,
setelah dibuang kekafirannya. Sebagai contoh adalah gelar ‘raja di atas segala raja’ yang sudah kita bahas
di atas. Saya akan memberikan beberapa contoh lain:
1. Nama ‘Lucifer’
(KJV) / ‘bintang
timur’ (Yes 14:12), yang berasal dari astrology, suatu bentuk
pemberhalaan.
Yes 14:12 - “‘Wah,
engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau
sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa!”.
KJV: ‘How art thou fallen
from heaven, O Lucifer, son of the morning! how art thou cut down to the
ground, which didst weaken the nations!’ (= Bagaimana engkau jatuh dari surga, hai Lucifer /
Bintang Timur, putera pagi / Fajar! bagaimana engkau ditebang / dijatuhkan
ke tanah, yang melemahkan bangsa-bangsa!).
Dari ‘International Standard Bible Encyclopedia’
dengan topik ‘ASTROLOGY’:
“THE WORSHIP OF THE HEAVENLY
BODIES THE FORM OF IDOLATRY TO WHICH THE ISRAELITES WERE MOST PRONE: ... 5.
Lucifer, the Shining Star” (= Penyembahan terhadap benda-benda surgawi / angkasa; bentuk
pemberhalaan terhadap mana bangsa Israel paling condong: ...
5. Lucifer, bintang yang bersinar).
UBS New Testament Handbook Series
(tentang 2Pet 1:19): “The ‘morning star’ is phoosphoros in Greek, a word that
refers to the planet Venus and the Greek goddess Artemis. Some scholars have
argued that, since phoosphoros
means ‘daybreak,’ it cannot refer to Venus but to the sun. But in ordinary
usage phoosphoros does refer to
Venus, which rises with the dawn and, in a manner of speaking, introduces light
into the world. Once again we see Greek culture being used as a vehicle for
the Christian message. Here the ‘morning star’ stands for the Messiah, or
Christ (see Num 24:17; Rev 22:16), who will bring light into the hearts of
believers, in much the same way as the morning star brings light into a dark
world” [= ‘Bintang pagi’ adalah PHOOSPHOROS
dalam bahasa Yunani, suatu kata yang menunjuk pada planet Venus dan dewi Yunani
Artemis. Beberapa / sebagian sarjana telah berargumentasi bahwa, karena
PHOOSPHOROS berarti ‘fajar menyingsing’, itu tidak bisa menunjuk pada Venus
tetapi pada matahari. Tetapi dalam penggunaan biasa PHOOSPHOROS memang menunjuk
pada Venus, yang muncul / terbit bersama subuh / fajar dan, boleh dikatakan,
membawa terang ke dalam dunia. Sekali lagi kita melihat kebudayaan Yunani
digunakan sebagai suatu sarana untuk berita Kristen. Di sini ‘bintang pagi’
berarti sang Mesias, atau Kristus (lihat Bil 24:17; Wah 22:16), yang akan
membawa terang ke dalam hati orang-orang percaya, dengan cara yang sama seperti
bintang pagi membawa terang ke dalam dunia yang gelap].
Tetapi nama ‘Lucifer’ / ‘bintang
timur’ ini akhirnya dipakai oleh Yesus untuk diriNya sendiri dalam
Wah 22:16 - “‘Aku,
Yesus, telah mengutus malaikatKu untuk memberi kesaksian tentang semuanya
ini kepadamu bagi jemaat-jemaat. Aku adalah tunas, yaitu keturunan Daud, bintang
timur yang gilang-gemilang.’”.
Kalau Yesus
sendiri boleh menggunakan suatu nama yang berasal dari kekafiran untuk diriNya
sendiri, lalu mengapa kita tidak boleh?
Catatan: sebetulnya merupakan sesuatu
yang salah untuk mengatakan bahwa kata Lucifer itu menunjuk kepada pemimpin
malaikat yang lalu jatuh dan menjadi setan.
·
Kata / nama ‘Lucifer’ hanya muncul
satu kali dalam Kitab Suci, yaitu dalam Yes 14:12, dan itupun hanya dalam
versi-versi Kitab Suci tertentu, seperti KJV, NKJV, Living Bible. Selain ketiga
versi ini, saya tidak tahu apakah ada versi lain lagi yang menterjemahkannya
seperti itu.
·
Kata / nama ‘Lucifer’, berarti ‘light-bearer’
(= pembawa terang), dan merupakan nama bahasa Latin untuk planet
Venus, benda yang paling terang di langit selain matahari dan bulan, yang
kelihatan sebagai suatu bintang, kadang-kadang pada malam dan kadang-kadang
pada pagi (‘The New Bible Dictionary’).
Kata ‘bintang
timur’ / ‘Lucifer’ dalam
Yes 14:12 ini lalu ditujukan kepada Iblis / setan, karena:
¨
kontex dari Yes 14:12, khususnya
Yes 14:12-14 yang berbunyi: “(12)
Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar,
engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan
bangsa-bangsa! (13) Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik
ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan
aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. (14) Aku
hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!”.
¨
dihubungkan dengan ayat-ayat seperti:
*
Luk 10:18 - “Lalu kata Yesus kepada mereka: ‘Aku melihat Iblis
jatuh seperti kilat dari langit.”.
*
Wah 9:1 - “Lalu
malaikat yang kelima meniup sangkakalanya, dan aku melihat sebuah bintang yang
jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lobang
jurang maut”.
*
Wah 12:9 - “Dan
naga besar itu, si ular tua, yang disebut Iblis atau Satan, yang menyesatkan
seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama
dengan malaikat-malaikatnya”.
Tetapi,
sekalipun penafsiran seperti ini sangat populer, ini adalah penafsiran yang
salah, karena:
a. Jelas bahwa dalam Yes 14
istilah ‘Bintang
Timur’ / ‘Lucifer’ itu
sebetulnya menunjuk kepada raja Babel .
Yes 14:4,22-23
- “(4)
maka engkau akan memperdengarkan ejekan ini tentang raja Babel , dan berkata: ‘Wah, sudah berakhir
si penindas sudah berakhir orang lalim! ... (22) ‘Aku akan bangkit melawan
mereka,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam, ‘Aku akan melenyapkan nama Babel dan sisanya,
anak cucu dan anak cicitnya,’ demikianlah firman TUHAN. (23) ‘Aku akan membuat Babel menjadi milik landak dan menjadi air
rawa-rawa, dan kota
itu akan Kusapu bersih dan Kupunahkan,’ demikianlah firman TUHAN semesta alam”.
b. Kejatuhan raja Babel dalam
Yes 14:12-14 itu merupakan peristiwa sejarah.
Peristiwa
sejarah tidak boleh dilambangkan / dialegorikan. Peristiwa sejarah hanya bisa
menjadi TYPE, tetapi kalau demikian, maka peristiwa itu akan menunjuk ke masa
depan, karena TYPE tidak pernah menunjuk ke masa lalu. Padahal kejatuhan setan
terjadi di masa lalu. Karena itu, saya menganggap bahwa text tersebut (Yes 14)
itu sama sekali tidak berbicara tentang setan maupun kejatuhannya. Kalau
saudara merasa bahwa penggambaran tentang raja Babel (perhatikan bagian-bagian yang saya
garis-bawahi dalam Yes 14:12-14) rasanya tidak menunjuk kepada seorang
manusia, maka ingatlah bahwa bagian ini berbentuk suatu puisi, dan karenanya
menggunakan bahasa puisi, yang tentunya tidak bisa diartikan secara hurufiah.
Untuk mendukung
pandangan saya ini, saya memberikan 2 kutipan di bawah ini, yang merupakan
komentar John Calvin dan Adam Clarke tentang Yes 14:12.
Calvin: “The exposition of this passage,
which some have given, as if it referred to Satan, has arisen from ignorance;
for the context plainly shows that these statements must be understood in
reference to the king of the Babylonians. But when passages of Scripture are
taken at random, and no attention is paid to the context, we need not wonder
that mistake of this kind frequently arise. Yet it was an instance of very
gross ignorance, to imagine that Lucifer was the king of devils, and that the
Prophet gave him this name. But as these inventions have no probability
whatever, let us pass by them as useless fables” (= Exposisi yang diberikan oleh
beberapa orang tentang text ini, seakan-akan text ini menunjuk kepada setan /
berkenaan dengan setan, muncul / timbul dari ketidak-tahuan; karena kontex
secara jelas menunjukkan bahwa pernyataan-pernyataan ini harus dimengerti dalam
hubungannya dengan raja Babel. Tetapi pada waktu bagian-bagian Kitab Suci
diambil secara sembarangan, dan kontex tidak diperhatikan, kita tidak perlu
heran bahwa kesalahan seperti ini muncul / timbul. Tetapi itu merupakan contoh
dari ketidak-tahuan yang sangat hebat, untuk membayangkan bahwa Lucifer adalah
raja dari setan-setan, dan bahwa sang nabi memberikan dia nama ini. Tetapi
karena penemuan-penemuan ini tidak mempunyai kemungkinan apapun, marilah kita
mengabaikan mereka sebagai dongeng / cerita bohong yang tidak ada gunanya)
- hal 442.
Adam Clarke:
“And although the
context speaks explicitly concerning Nebuchadnezzar, yet this has been, I know
not why, applied to the chief of the fallen angels, who is most incongruously
denominated Lucifer, (the bringer of light!) an epithet as common to him as
those of Satan and Devil. That the Holy Spirit by his prophets should call this
arch-enemy of God and man the light-bringer, would be strange indeed. But the
truth is, the text speaks nothing at all concerning Satan nor his fall, nor the
occasion of that fall, which many divines have with great confidence deduced from
this text. O how necessary it is to understand the literal meaning of
Scripture, that preposterous comments may be prevented!” [= Dan sekalipun kontexnya
berbicara secara explicit tentang Nebukadnezar, tetapi entah mengapa kontex ini
telah diterapkan kepada kepala dari malaikat-malaikat yang jatuh, yang secara
sangat tidak pantas disebut / dinamakan Lucifer (pembawa terang!), suatu
julukan yang sama umumnya bagi dia, seperti Iblis dan Setan. Bahwa Roh Kudus
oleh nabiNya menyebut musuh utama dari Allah dan manusia sebagai ‘pembawa
terang’, betul-betul merupakan hal yang sangat aneh. Tetapi kebenarannya
adalah, text ini tidak berbicara sama sekali tentang Setan maupun kejatuhannya,
ataupun saat / alasan kejatuhan itu, yang dengan keyakinan yang besar telah disimpulkan
dari text ini oleh banyak ahli theologia. O alangkah pentingnya untuk mengerti
arti hurufiah dari Kitab Suci, supaya komentar-komentar yang gila-gilaan /
tidak masuk akal bisa dicegah!] - hal 82.
2. Kata ‘Behold’ / ‘Lihatlah’ dalam Yes 7:14
diambil dari kekafiran dan diterapkan pada kelahiran Kristus.
Yes 7:14 - “Sebab
itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya,
seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki,
dan ia akan menamakan Dia Imanuel”.
KJV: ‘Therefore the Lord himself
shall give you a sign; Behold, a virgin shall conceive, and bear a son,
and shall call his name Immanuel’ (= Karena itu, Tuhan sendiri akan
memberimu suatu tanda; Lihatlah, seorang perawan akan mengandung, dan
melahirkan seorang anak laki-laki, dan akan menamaiNya Immanuel).
E. J. Young: “‘Behold!’ ... It has also appeared in the texts from Ugarit . ... In Ugarit it had been used
to announce the birth of gods, nonexistent beings who were a part of that web of
superstition which covered the ancient pagan world. On Isaiah’s lips, however, this
formula is lifted from its ancient pagan context and made to introduce the
announcement of the birth of the only One who truly is God and King” (= ‘Lihatlah!’ ... Kata itu juga muncul
dalam text-text dari Ugarit .
... Di Ugarit kata itu telah digunakan untuk mengumumkan kelahiran allah-allah
/ dewa-dewa, makhluk-makhluk yang tidak mempunyai keberadaan yang merupakan
sebagian dari jaringan takhyul yang meliputi dunia kafir kuno. Tetapi di bibir
Yesaya, formula ini diangkat dari kontex kafir kunonya dan digunakan
untuk mengajukan pengumuman tentang kelahiran dari satu-satunya ‘Makhluk’ yang
sungguh-sungguh adalah Allah dan Raja) - ‘The Book of Isaiah’, vol I, hal 284-285.
Kalau Yesaya boleh menggunakan kata yang berasal dari orang
kafir dalam urusan berhala mereka, dan menggunakannya untuk menubuatkan
kelahiran Kristus, mengapa orang Kristen jaman sekarang menolak Natal dengan alasan itu
berasal dari orang kafir / penyembah berhala?
3. Kata
Yunani THEOS (= Allah) mungkin juga berhubungan dengan kekafiran, seperti yang
dikatakan oleh Bavinck di bawah ini.
Herman Bavinck: “Formerly the
Greek word THEOS was held to be derived from TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. At
present some philologists connect it with Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana,
Juno, Dio, Dieu. So interpreted it would be identical with the Sanskrit ‘deva,’
the shinning heaven, from ‘divorce’ to shine. Others, however, deny all
etymological connection between the Greek word THEOS and the Latin Deus and
connect the former with the root THES in THESSASTHAI to desire, to invoke. In
many languages the words ‘heaven’ and ‘God’ are used synonymously; the oldest
Grecian deity Uranus was probably identical with the Sanskrit Varuna; the
Tartar and Turkish word ‘Taengri’ and the Chinese word ‘Thian’ mean both heaven
and God; and also in Scripture the words heaven and God are sometimes used
interchangeably; e.g., in the expression ‘kingdom of heaven’ or ‘kingdom of
God.’” (= Dahulu dipercaya
bahwa kata Yunani THEOS diturunkan dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. Pada
saat ini beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter,
Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi
identik dengan kata Sansekerta ‘deva’, ‘langit / surga yang berkilau /
bersinar’, dan berasal dari kata ‘div’ yang berarti ‘berkilau / bersinar’.
Tetapi para ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata
antara kata Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu
dengan akar kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’, ‘meminta
/ memohon’) - ‘The Doctrine of God’,
hal 98-99.
Juga bandingkan dengan kata-kata Dabney di bawah ini.
R. L. Dabney:
“... the Greek and
Latin names of God, Zeus and Jove. ... Now the votaries of the comparative
philology of modern days, will have Zeus derived (by a change of Z to its
cognate D,) from the sanscrit root, Dis, whose root-meaning was supposed to be
‘splendour.’ To the same source they trace THEOS, Deus, Divus, Dies, &c.
... But as to Zeus and Jove, may not another etymology be more probable? (as is
confessed by some of the best Greek scholars) that Zeus is from Zeo, Zao, ‘I
live,’ and Zoe, ‘life.’ Notice, then, the strange resemblance, almost an identity,
between ‘Jehovah,’ and ‘Jove.’ The latter, with ‘pater,’ makes the Latin
nominative Jupiter - Jov-Pater - father Jove. If this origin is true, then we
have the Greek name of the chief God, Zeus, involving the same fundamental
idea; ‘The Living One,’ - the self-existent source of life. This is much more
explanatory of the early myths touching Jove, as the ‘Father of Gods and men,’
than the primary idea of the supposed sanscrit root” [= ... nama-nama Allah dalam
bahasa Yunani dan Latin, Zeus dan Jove. ... Sekarang penggemar-penggemar
dari ilmu perbandingan bahasa jaman modern, menurunkan kata Zeus (dengan suatu
perubahan dari Z kepada D yang asal usulnya sama), dari akar kata Sansekerta,
Dis, yang arti akar katanya dianggap sebagai ‘semarak / kemegahan’. Kepada
sumber / asal usul yang sama mereka menelusuri THEOS, Deus, Divus, Dies,
&c. ... Tetapi berkenaan dengan Zeus dan Jove, tidak bisakah
etymology / asal usul kata yang lain lebih memungkinkan? (seperti yang diakui
oleh sebagian ahli-ahli bahasa Yunani yang terbaik) bahwa Zeus berasal dari ZEO, ZAO, ‘Aku
hidup’, and ZOE, ‘kehidupan’. Lalu
perhatikan kemiripan, dan bahkan hampir merupakan suatu keindetikan, yang aneh,
antara ‘Yehovah’ dan ‘Jove’. Yang terakhir, dengan ‘pater’, membuat kata
nominatif bahasa Latin ‘Yupiter’ - ‘Yov-Pater’ - ‘bapa Jove’. Jika asal usul
ini benar, maka kita mempunyai nama Yunani dari Allah utama / tertinggi, Zeus,
melibatkan pengertian dasar yang sama; ‘Yang Hidup’, - sumber kehidupan yang
ada dari dirinya sendiri. Ini lebih memberi penjelasan dari mitos-mitos
mula-mula mengenai Jove, sebagai ‘Bapa dari Allah-Allah dan manusia-manusia’,
dari pada pengertian utama dari akar kata Sansekerta yang diduga] - ‘Lectures in
Systematic Theology’, hal 145 (footnote).
Memang dalam Kitab Suci kata Elohim, Theos,
dsb, dipakai, baik untuk menunjuk kepada Allah yang benar, maupun kepada
dewa-dewa / berhala-berhala kafir, bahkan kepada setan (1Sam 28:13 2Kor 4:4). Apakah kita harus membuang
penggunaan istilah itu?
1Sam 28:13 - “Maka berbicaralah
raja kepadanya: ‘Janganlah takut; tetapi apakah yang kaulihat?’ Perempuan itu
menjawab Saul: ‘Aku melihat sesuatu yang ilahi (Ibrani: ELOHIM) muncul dari dalam bumi.’”.
Istilah ELOHIM, yang biasanya diterjemahkan ‘Allah’, di
sini diterjemahkan ‘sesuatu yang ilahi’, dan pasti menunjuk kepada setan.
2Kor 4:4 - “yaitu orang-orang
yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah (THEOS) zaman ini, sehingga mereka
tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah”.
Istilah ‘ilah zaman ini’ tentu menunjuk kepada setan.
4. Istilah
dalam Wah 1:4 yang digunakan untuk Allah juga mempunyai banyak kemiripan
dengan istilah-istilah yang digunakan terhadap dewa kafir.
Wah 1:4 - “Dari Yohanes kepada
ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih
karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang
sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan
takhtaNya”.
Barnes’ Notes (tentang Wah 1:4): “It is remarkable that there are some passages in pagan
inscriptions and writings which bear a very strong resemblance to the language
used here by John respecting God. Thus, Plutarch (De Isa. et Osir., p. 354.),
speaking of a temple of Isis , at Sais , in Egypt ,
says, ‘It bore this inscription -- ‘I am all that was, and is, and shall be,
and my vail no mortal can remove’’ -- ... . So Orpheus (in Auctor. Lib. de
Mundo), ‘Jupiter is the head, Jupiter is the middle, and all things are made by
Jupiter.’ So in Pausanias (Phocic. 12), ‘Jupiter was; Jupiter is; Jupiter
shall be.’” [= Merupakan sesuatu
yang luar biasa bahwa ada beberapa text dalam prasasti-prasasti dan
tulisan-tulisan kafir yang mengandung suatu kemiripan yang sangat kuat dengan
bahasa / ungkapan yang digunakan oleh Yohanes di sini berkenaan dengan Allah.
Sesuai dengan itu, Plutarch (De Isa. et Osir., p 354.), berbicara tentang kuil
dari Isis, di Sais ,
di Mesir, berkata: ‘Itu mengandung tulisan ini - ‘Aku adalah semua yang dahulu
ada, dan sekarang ada, dan yang akan datang, dan tidak seorangpun bisa
menyingkirkan cadar(?)ku’’ - ... Demikian juga Orpheus (in Auctor. Lib. de
Mundo), ‘Yupiter adalah kepala, Yupiter adalah tengah-tengah, dan segala
sesuatu dibuat oleh Yupiter’. Demikian juga dalam Pausanias (Phocic. 12), ‘Yupiter
ada dahulu; Yupiter ada sekarang; Yupiter akan ada’.] - hal 1543.
5. Pada
jaman dahulu (Perjanjian Lama) banyak orang kafir menyembah benda-benda
angkasa, termasuk bintang.
2Raja 23:5 - “Ia memberhentikan
para imam dewa asing yang telah diangkat oleh raja-raja Yehuda untuk membakar
korban di bukit pengorbanan di kota-kota Yehuda dan di sekitar Yerusalem, juga
orang-orang yang membakar korban untuk Baal, untuk dewa matahari, untuk dewa
bulan, untuk rasi-rasi bintang dan untuk segenap tentara langit”.
Amos 5:26 - “Kamu
akan mengangkut Sakut, rajamu, dan Kewan, dewa bintangmu,
patung-patungmu yang telah kamu buat bagimu itu”.
Kis 7:43 - “Tidak pernah,
malahan kamu mengusung kemah Molokh dan bintang dewa Refan,
patung-patung yang kamu buat itu untuk disembah. Maka Aku akan membawa kamu ke
dalam pembuangan, sampai di seberang sana Babel ”.
Juga bintang dipakai sebagai alat meramal (horoscope)
seperti dalam Yes 47:13 - “Engkau telah payah
karena banyaknya nasihat! Biarlah tampil dan menyelamatkan engkau orang-orang
yang meneliti segala penjuru langit, yang menilik bintang-bintang dan yang pada
setiap bulan baru memberitahukan apa yang akan terjadi atasmu!”.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘nature worship’, ‘Stars and constellations’: “True
star worship existed only among some ancient civilizations associated with
Mesopotamia, where star worship was practiced” (= Penyembahan bintang yang sesungguhnya hanya ada di antara
beberapa kebudayaan kuno yang bersekutu dengan Mesopotamia ,
dimana penyembahan bintang dipraktekkan).
Tetapi pada kelahiran Kristus, bintang dipakai oleh Allah
untuk memimpin orang-orang Majus untuk bisa menemukan Kristus.
Mat 2:2,7,9-10 - “(2)
dan bertanya-tanya: ‘Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan
itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami datang untuk
menyembah Dia.’ ... (7) Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang
majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu
nampak. ... (9) Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah,
bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan
berhenti di atas tempat, di mana Anak itu berada. (10) Ketika mereka melihat bintang
itu, sangat bersukacitalah mereka”.
Mengapa Allah mau menggunakan bintang, yang tadinya
merupakan ‘alat kafir’ ini, sebagai alatNya untuk menunjukkan Kristus kepada
orang-orang Majus?
6. Tahun
Baru dan perayaannya juga berasal dari kekafiran.
Saksi Yehuwa mengatakan: “Menurut ‘The World Book Encyclopedia, ‘Penguasa Roma Julius
Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai Hari Tahun Baru pada tahun 46 S.M.
Orang-orang Roma membaktikan hari ini kepada Yanus, dewa dari gerbang, pintu,
dan awal mula. Bulan Januari disebut menurut nama Yanus, yang mempunyai dua
wajah - satu melihat ke depan dan yang lainnya melihat ke belakang.’ - (1984), Jil. 14, h. 237.” - ‘Bertukar Pikiran Mengenai Ayat-Ayat Alkitab’, hal 133.
Secara implicit Saksi Yehuwa
menentang perayaan tahun baru dengan alasan ini. Dengan kata lain, mereka
menentang perayaan Tahun Baru karena berbau kafir, atau berasal usul kafir.
Haruskah kita mengikuti Saksi-Saksi Yehuwa yang sesat ini, dengan mulai
sekarang mengabaikan Tahun Baru dan perayaannya?
7. Orang
kristen berbakti pada hari yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Sunday’, yang berasal dari
nama hari raya kafir.
Microsoft Encarta Reference Library 2003: “‘Sunday,’ first day of the week. Its English name and its
German name ( Sonntag) are derived from the Latin dies solis, ‘sun’s day,’ the
name of a pagan Roman holiday. In the New Testament (see Revelation 1:10)
it is called the Lord’s Day (Dominica
in the Latin version), from which the name of Sunday is derived in Romance
languages (French Dimanche; Italian Domenica; Spanish Domingo; Roman Duminica).
In the early days of Christianity, Sunday began to replace the Sabbath and to
be observed to honor the resurrection of Christ. Sunday was instituted as a day
of rest, consecrated especially to the service of God, by the Roman emperor
Constantine the Great” [= ‘Minggu’, hari
pertama dari suatu minggu. Nama bahasa Inggris dan bahasa Jermannya
(Sonntag) diturunkan / didapatkan dari kata bahasa Latin ‘dies solis’, ‘hari
matahari’, nama dari hari raya Roma kafir. Dalam Perjanjian Baru (lihat
Wahyu 1:10) itu disebut ‘Hari Tuhan’ (‘Dominica ’
dalam versi Latin), dari mana nama ‘Sunday’ didapatkan dalam bahasa-bahasa
Romance (Perancis ‘Dimanche’; Italy
‘Domenica’; Spanyol ‘Domingo’; Romawi ‘Duminica’). Pada hari-hari awal dari
kekristenan, Minggu mulai menggantikan Sabat dan diperingati / dihormati untuk
menghormati kebangkitan Kristus. Hari Minggu ditetapkan sebagai hari istirahat,
dipersembahkan secara khusus untuk pelayanan / ibadah kepada Allah, oleh kaisar
Romawi Kontantin yang Agung].
Apakah kita tidak boleh berbakti pada hari itu, karena hari
itu berasal usul dari hari raya kafir? Atau apakah kita sebagai orang-orang
kristen harus mengubah nama hari itu? Apakah orang kristen tidak boleh
menggunakan istilah ‘Sunday School’ (=
Sekolah Minggu)?
Juga, semua nama hari dalam bahasa Inggris dan juga nama-nama
bulan seperti Januari, dan sebagainya, berasal dari nama-nama dewa atau dari
nama-nama kaisar Romawi yang didewakan. Apakah kita sebagai orang-orang kristen
tidak boleh memakai nama-nama hari dan bulan itu?
8. Kebiasaan
melakukan ‘toast’ dalam perayaan pernikahan juga berasal dari tradisi kafir
dalam penyembahan berhala. Tetapi boleh dikatakan semua orang kristen melakukan
‘toast’ tersebut.
Dalam
tafsirannya tentang 1Kor 10:21 Albert Barnes mengatakan: “In the feasts in honor of the
gods, wine was poured out as a libation, or drank by the worshippers; .... The
custom of drinking ‘toasts’ at feasts and celebrations arose from this practice
of pouring out wine, or drinking in honor of the pagan gods; and is a practice
that still partakes of the nature of paganism. It was one of the abominations
of paganism to suppose that their gods would be pleased with the intoxicating
drink. Such a pouring out of a libation was usually accompanied with a prayer
to the idol god, that he would accept the offering; that he would be
propitious; and that he would grant the desire of the worshipper. From that
custom the habit of expressing a sentiment, or proposing a toast, uttered in
drinking wine, has been derived” (= Dalam pesta-pesta
untuk menghormati dewa-dewa, anggur dicurahkan sebagai suatu upacara
pencurahan, atau diminum oleh penyembah-penyembah itu; ... Kebiasaan untuk
minum toast pada pesta-pesta dan perayaan-perayaan muncul dari praktek
pencurahan anggur ini, atau minum untuk menghormati dewa-dewa kafir; dan merupakan
suatu praktek yang tetap mengambil bagian dalam sifat dasar / hakekat dari
kekafiran. Merupakan sesuatu yang menjijikkan dari kekafiran untuk menganggap
bahwa dewa-dewa mereka disenangkan dengan minuman yang memabukkan. Pencurahan
minuman keras seperti itu biasanya disertai dengan suatu doa kepada dewa
berhala, supaya ia menerima persembahan itu; supaya ia bermurah hati / senang;
dan supaya ia mau mengabulkan keinginan dari si penyembah. Dari tradisi itu
telah didapatkan kebiasaan untuk menyatakan suatu permohonan, atau pengajuan
‘toast’, dinyatakan dengan peminuman anggur).
9. Seluruh
Kanaan dulunya adalah negeri kafir yang dipenuhi dengan penyembahan berhala.
Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya kepada bangsa pilihanNya, dan
Kanaan lalu menjadi Holy Land, dan Bait
Allah dibangun di sana.
10. Bahasa
Yunani juga merupakan bahasa bangsa kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan
sebagai bahasa asli dari Kitab Suci.
11. Kata
Yunani PAROUSIA berasal dari kekafiran.
UBS New Testament Handbook Series (tentang 2Pet 1:16): “‘Coming,’ on the other hand, is a Greek term for the appearance of
a god (parousia); when used of Christ it refers primarily to his future
coming in glory (see Matt 24:3,27; 1 Cor 15:23; 1 Thess 3:13; 4:15; James
5:7-8; 1 John 2:28)” [= ‘Kedatangan’, di sisi lain, adalah suatu istilah Yunani untuk
suatu pemunculan / penampilan dari seorang dewa (parousia); pada waktu
digunakan tentang Kristus, itu terutama menunjuk pada kedatangannya yang akan
datang dalam kemuliaan (lihat Mat 24:3,27; 1Kor 15:23; 1Tes 3:13; 4:15; Yak
5:7-8; 1Yoh 2:28)].
12. Kata
Yunani HADES juga berasal dari kekafiran / nama dewa.
Eerdmans’ Family Encyclopedia of
the Bible: “Hades or Pluto (Dis), god of the dead” [= Hades atau Pluto (Dis), dewa dari orang mati] - hal 158.
Catatan: mengingat ‘Hades’ adalah nama
dewa, apakah kata Yunani HADES yang begitu banyak digunakan dalam Kitab Suci,
tidak seharusnya dihapuskan saja atau diganti dengan kata lain?
Kesimpulan:
karena dunia ini dulunya seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi kita untuk
menghindari hal-hal yang berasal dari kekafiran. Jadi selama kekafiran itu bisa
disaring / dibersihkan, tidak jadi soal dengan hal-hal yang asal usulnya kafir
itu.
6) Adanya
hal-hal yang dianggap salah yang menyertai Natal .
a) Kata ‘Christmas’ itu sendiri.
Kata itu dikatakan berasal dari kata ‘Christ’s Mass’ (= Misa Kristus), dan karena
itu orang-orang Protestan yang anti Natal
mengatakan bahwa asal usul Natal
adalah gabungan dari kekafiran / penyembahan berhala dan Katolik.
Tanggapan saya:
Kalau yang berasal usul dari kafir saja boleh digunakan
selama kekafirannya disaring, apalagi yang berasal usul dari Katolik.
Juga kalau hanya persoalan nama, bagi kita yang tinggal di Indonesia
gampang saja. Kita pakai saja istilah ‘Natal ’, bukan ‘Christmas’. ‘Natal’ berasal dari bahasa
Portugis (Encyclopedia Britannica 2000) dan artinya ‘dilahirkan’ atau ‘berkenaan dengan
kelahiran’ [Webster’s New World Dictionary
(College Edition)].
b) Pohon Natal.
Internet:
·
“Ide untuk menggunakan pohon Natal juga masuk ke
Inggris dari kepercayaan orang-orang Eropa sebelum mereka menjadi Kristen. Suku
bangsa Celtic dan Teutonic menghormati pohon-pohon ini pada perayaan musim
dingin sebagai simbol kehidupan kekal. Pohon ini disembah sebagai janji akan
kembalinya sang matahari … Beberapa orang terpelajar mengangkat pohon ini,
yang merupakan lambang kehidupan bagi para penyembah berhala, menjadi lambang
Juru Selamat dan dengan demikian menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
perayaan hari kelahiranNya”.
·
“Tetapi jika Alkitab diam mengenai perayaan Natal, sesungguhnya
Alkitab TIDAK DIAM mengenai adat kebiasaan bangsa kafir dalam mendirikan sebuah
pohon – adat kebiasaan yang sama YANG TELAH MENJADI POHON NATAL ! Hal ini akan
mengejutkan banyak orang. Tetapi ini dia: Dengarlah firman yang disampaikan
TUHAN kepadamu, hai kaum Israel !
Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah
bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun
bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah
kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang di hutan, yang
dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan
emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang.
Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat
berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah
takut kepadanya …’ (Yer. 10:1-5)”.
·
“Kita MENGIRA bahwa pohon Natal melambangkan hidup
kekal dari Kristus”.
Tanggapan saya:
1. Penggunaan
ayat yang menunjuk kepada berhala (Yer 10:1-5) dan lalu diarahkan kepada pohon Natal , jelas merupakan
suatu pengawuran. Kata-kata ‘adat kebiasaan yang
sama’ yang saya garis bawahi, merupakan
suatu tuduhan konyol dan bodoh!
2. Entah
dari mana penulis internet itu mengatakan bahwa pohon Natal merupakan simbol dari Juruselamat. Saya
sendiri tak pernah mendengar hal itu, dan tak pernah menganggapnya demikian.
3. Apakah
pohon Natal
berasal dari kekafiran?
Memang ada kemungkinan bahwa asal usul pohon Natal berbau kekafiran.
Tetapi Encyclopedia Britannica membedakan pohon Natal kuno dan yang modern. Pohon Natal
modern dikatakannya berasal dari Jerman Barat, dan tidak berurusan dengan
penyembahan berhala atau kekafiran, tetapi berhubungan dengan pohon di Taman
Eden, dan digunakan pada tanggal 24 Desember, yang merupakan hari raya untuk
memperingati Adam dan Hawa. Penggunaan pohon yang terus menerus hijau / tidak terpengaruh oleh musim dingin,
seperti cemara, dimaksudkan sebagai simbol dari kehidupan yang kekal. Kalau ini
benar, maka pohon Natal
modern tidak bersumber pada kekafiran / penyembahan berhala.
Encyclopedia Britannica
2000 dengan topik ‘Christmas tree’:
“an evergreen, usually a balsam or douglas fir, decorated with
lights and ornaments as a part of Christmas festivities. The use of evergreen
trees, wreaths, and garlands as a symbol of eternal life was an ancient custom
of the Egyptians, Chinese, and Hebrews. Tree worship, common among the pagan
Europeans, survived after their conversion to Christianity in the Scandinavian
customs of decorating the house and barn with evergreens at the New Year to
scare away the devil and of setting up a tree for the birds during
Christmastime; it survived further in the custom, also observed in Germany, of
placing a Yule tree at an entrance or inside the house in the midwinter
holidays. The modern Christmas tree, though, originated in western Germany . The
main prop of a popular medieval play about Adam and Eve was a fir tree hung
with apples (paradise tree) representing the Garden of Eden. The Germans set up
a paradise tree in their homes on December 24, the religious feast day of Adam
and Eve. They hung wafers on it (symbolizing the host, the Christian sign
of redemption); in a later tradition, the wafers were replaced by cookies of
various shapes. Candles, too, were often added as the symbol of Christ. In the
same room, during the Christmas season, was the Christmas pyramid, a triangular
construction of wood, with shelves to hold Christmas figurines, decorated with
evergreens, candles, and a star. By the 16th century, the Christmas pyramid and
paradise tree had merged, becoming the Christmas tree. The custom was
widespread among the German Lutherans by the 18th century, but it was not until
the following century that the Christmas tree became a deep-rooted German
tradition. Introduced into England
in the early 19th century, the Christmas tree was popularized in the mid-19th
century by the German Prince Albert, husband of Queen Victoria . The Victorian tree was decorated
with candles, candies, and fancy cakes hung from the branches by ribbon and by
paper chains. Brought to North America by
German settlers as early as the 17th century, Christmas trees were the height
of fashion by the 19th century. They were also popular in Austria , Switzerland ,
Poland , and The Netherlands .
In China and Japan ,
Christmas trees, introduced by western missionaries in the 19th and 20th
centuries, were decorated with intricate paper designs”.
Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis bawahi,
yang adalah sebagai berikut: “Tetapi Pohon Natal
modern, berasal usul dari Jerman Barat. Alat / barang utama yang diperlukan di
panggung dari suatu sandiwara populer abad pertengahan tentang Adam dan Hawa adalah
suatu pohon semacam cemara yang digantungi buah-buah apel (pohon Firdaus)
menggambarkan Taman Eden .
Orang-orang Jerman mendirikan / memasang suatu pohon Firdaus di rumah mereka
pada tanggal 24 Desember, hari raya agamawi dari Adam dan Hawa”.
4. Memang
saya sendiri berpendapat bahwa ada hal-hal yang negatif tentang pohon Natal , yaitu:
a. Hiasan Santa
Claus. Ini menurut saya harus dibuang.
b. Hiasan
yang tidak sesuai dengan fakta.
Dengan memberikan salju-saljuan, maka itu menunjukkan bahwa
seolah-olah Natal
terjadi pada musim dingin. Padahal boleh dikatakan tidak mungkin bahwa Natal terjadi pada musim dingin, mengingat bahwa para
gembala berada di luar / di padang pada malam
hari, pada saat mereka mendapat berita Natal
dari malaikat-malaikat.
Luk 2:8-11 - “(8) Di
daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada
waktu malam. (9) Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka
dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. (10)
Lalu kata malaikat itu kepada mereka: ‘Jangan takut, sebab sesungguhnya aku
memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: (11) Hari ini telah
lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”.
Jadi mungkin hiasan salju-saljuan itu harus dibuang, untuk
lebih menyesuaikan dengan fakta. Juga lagu seperti ‘White Christmas’.
c. Penekanan
yang saya anggap berlebihan terhadap pohon Natal .
Mengapa saya katakan berlebihan? Karena bagi banyak orang,
pohon Natal
menjadi sesuatu yang mutlak harus ada. Kalau tidak ada pohon Natal ,
maka seolah-olah itu bukan Natal .
Dengan demikian bagi banyak orang kristen, pohon Natal menjadi hakekat dari
Natal, padahal sebetulnya, kalau mau berbicara secara strict / ketat, maka Natal sama sekali tidak berurusan dengan
pohon Natal.
Apa bahayanya kalau pohon Natal itu menjadi terlalu penting? Semua hal
dalam kekristenan yang menjadi terlalu penting, bisa menggeser apa yang
seharusnya merupakan hal terpenting dalam Natal ,
yaitu Yesus Kristus sendiri.
Earl Riney: “The Christmas tree has taken the
place of the altar in too much of our modern Christmas observance” (= Pohon Natal telah mengambil
tempat di altar dalam terlalu banyak dari perayaan Natal modern kita) - ‘The
Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 113-114.
Illustrasi: round girl (gadis yang membawa papan penunjuk ronde dalam
pertandingan tinju) yang terlalu cantik dan sexy menyebabkan penonton tidak
memperhatikan papan bertuliskan ronde ke berapa yang sedang ia bawakan.
Demikian juga kalau pohon Natal terlalu
ditonjolkan itu bisa menyebabkan orang-orang tidak lagi melihat kepada Kristus,
tetapi kepada pohon Natal
itu.
Saya tidak mengharuskan untuk membuang pohon Natal secara total; itu
rasanya tidak mungkin. Tetapi setidaknya kita harus mengurangi penekanan yang
berlebihan pada pohon Natal ini, supaya jangan pohon Natal, yang sebetulnya
tidak ada hubungannya dengan Natal, mengaburkan / menggeser fokus yang
sebenarnya dari Natal.
c) Sinterklaas /
Santa Claus.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Santa Claus’:
“legendary figure who is the traditional patron of Christmas in the United States and other countries.
His popular image is based on traditions associated with a 4th-century
Christian saint. See Nicholas, Saint”.
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘Nicholas, Saint’:
“Nicholas’ existence is not attested by any historical
document, so nothing certain is known of his life except that he was probably
bishop of Myra in the 4th century. According to
tradition, he was born in the ancient Lycian seaport city of Patara ,
and, when young, he traveled to Palestine and Egypt . He
became bishop of Myra soon after returning to Lycia . He was imprisoned
during the Roman emperor Diocletian’s persecution of Christians but was
released under the rule of Emperor Constantine the Great and attended the first
Council (325) of Nicaea .
After his death he was buried in his church at Myra , and by the 6th century his shrine there
had become well known. In 1087 Italian sailors or merchants stole his alleged
remains from Myra and took them to Bari, Italy ;
this removal greatly increased the saint’s popularity in Europe, and Bari became one of the
most crowded of all pilgrimage centres. Nicholas’ relics remain enshrined in
the 11th-century basilica of San Nicola, Bari . Nicholas’ reputation for generosity
and kindness gave rise to legends of miracles he performed for the poor and
unhappy. He was reputed to have given marriage dowries of gold to three
girls whom poverty would otherwise have forced into lives of prostitution, and
he restored to life three children who had been chopped up by a butcher and put
in a brine tub. In the Middle Ages, devotion to Nicholas extended to all
parts of Europe . He became the patron saint of
Russia and Greece ; of charitable fraternities and guilds;
of children, sailors, unmarried girls, merchants, and pawnbrokers; and of such
cities as Fribourg, Switz., and Moscow .
Thousands of European churches were dedicated to him, one as early as the 6th
century, built by the Roman emperor Justinian I, at Constantinople (now Istanbul ). Nicholas’
miracles were a favourite subject for medieval artists and liturgical plays,
and his traditional feast day was the occasion for the ceremonies of the Boy Bishop, a widespread European custom in
which a boy was elected bishop and reigned until Holy Innocents’ Day (December
28). After the Reformation, Nicholas’ cult disappeared in all the Protestant
countries of Europe except Holland ,
where his legend persisted as Sinterklaas (a Dutch variant of the name Saint Nicholas). Dutch colonists took
this tradition with them to New Amsterdam (now New York City) in the American colonies in the
17th century. Sinterklaas was adopted by the country’s English-speaking
majority under the name Santa Claus, and his legend of a kindly old man was
united with old Nordic folktales of a magician who punished naughty children
and rewarded good children with presents. The resulting image of Santa
Claus in the United States crystallized in the 19th century, and he has ever
since remained the patron of the gift-giving festival of Christmas. Under
various guises Saint Nicholas was transformed into a similar benevolent,
gift-giving figure in The Netherlands ,
Belgium ,
and other northern European countries. In the United Kingdom Santa Claus is known
as Father Christmas”.
Dari kata-kata Encyclopedia Britannica 2000 di atas bisa
didapatkan bahwa nama ‘Santa Claus’ berasal dari St. Nicholas, yang keberadaannya
tidak dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Jadi tidak ada yang pasti
yang kita ketahui tentang hidupnya. Yang diketahui tentang dia berasal dari
tradisi. Mungkin ia menjadi uskup di kota
Myra pada abad
ke 4 M. Ia dipenjara pada masa pemerintahan kaisar Diocletian, tetapi lalu
dibebaskan pada masa pemerintahan kaisar Konstantine yang Agung, dan menghadiri
Sidang Gereja Nicea (tahun 325 M.). Setelah kematiannya ia dikuburkan di Myra , dan pada tahun 1087 M. seseorang mencuri jenazahnya
dan membawanya ke Bari ,
Italia. Ini menjadikan dia populer di Eropah dan Bari menjadi tempat yang dipenuhi oleh orang-orang
yang berziarah. Reputasi Nicholas berkenaan dengan kedermawanan dan kebaikannya
menyebabkan munculnya dongeng-dongeng berkenaan dengan mujijat-mujijat yang
dilakukannya terhadap orang-orang yang miskin / tidak bahagia, bahkan mujijat
kebangkitan orang mati. Di Belanda, variasi dari Santa Claus ini adalah
Sinterklaas, yang ceritanya lebih berbau takhyul dan dongeng.
Dari semua ini kita bisa melihat bahwa ini jelas-jelas
merupakan sesuatu yang salah, karena bukan hanya tidak ada urusannya sama sekali
dengan Natal ,
tetapi bahkan bersifat dusta / takhyul. Karena itu Santa Claus / Sinterklaas,
baik gambarnya, patung / bonekanya, beserta lagu-lagunya, harus disingkirkan.
Celakanya, mungkin separuh lagu-lagu Natal
berbahasa Inggris berhubungan dengan Santa Claus!
d) Pesta pora dan
tukar hadiah.
Internet: “engkau berkata,
bukankah saling tukar hadiah itu Alkitabiah? Jawabnya adalah TIDAK! Dari
Biblioteca Sacra, edisi 12, hal 153-155, kita baca, Saling tukar hadiah di
antara kawan-kawan menjadi karakteristik yang sama antara perayaan Natal dan
Saturnalia, dan diadopsi oleh orang-orang Kristen dari penyembahan berhala,
sebagaimana yang ditunjukkan dengan jelas oleh Tertullian. Faktanya adalah
bahwa saling tukar hadiah dengan kawan-kawan dan tetangga dan famili pada hari Natal adalah tidak ada
nilai Kekristenannya sama sekali! Perbuatan ini TIDAK berhubungan dengan
kelahiran Kristus ataupun menghormati Dia. Sikap pilih kasih yang sering
dilakukan dalam memberi menjadi tanda lainnya yang menunjukkan bahwa saling
tukar hadiah tidak sejalan dengan firman Allah. Kami tidak anti terhadap
semangat memberi, tetapi mengapa harus menunggu sampai dengan bulan Desember,
jika waktu-waktu lainnya dalam tahun itu akan lebih berguna? Juga cara dalam
hal memberi sering menunjukkan ketidaktulusan. Banyak dari mereka yang memberi
berharap untuk mendapatkan balasan. Ini sama sekali terpisah dari Roh Allah dan
mereka telah mendapat upahnya! Coba perhatikan ini: miliaran dollar harus
dikeluarkan untuk hadiah-hadiah setiap tahunnya hanya oleh SATU DOKTRIN YANG
SALAH. Pengajaran yang salah ini adalah: Oleh karena orang majus membawa
persembahan kepada Yesus, oleh sebab itu kita juga harus memberi. Tetapi apakah
pemberian kita kepada Yesus? Kepada pekerjaan-Nya? Tidak. TIDAK. Kita memberi
hadiah yang bernilai miliaran dollar kepada satu sama lain. KEBENARANNYA adalah
ini: Orang-orang majus membawa persembahannya langsung kepada Yesus, bukan
kepada satu sama lain. Dan pemberian mereka bukanlah pemberian sebagai hadiah
kelahiran-Nya. Mereka datang kepada-Nya setelah berbulan-bulan kemudian ketika
Yesus bukan lagi bayi yang baru lahir di dalam sebuah rumah (bukan kandang)
(Matius 2:9,11) di Nazaret, bukan Betlehem, Lukas 2:39. Jika seseorang ingin
mengunjungi seorang raja, maka ia harus membawa hadiah. Itulah kebiasaan yang
umum di negeri Timur jauh. Orang-orang majus ini tidak memberikan HADIAH
KELAHIRAN kepada Yesus! Mereka merindukan datangnya RAJA YAHUDI dan mereka
membawa persembahan kepada-Nya oleh karena Ia dulu, sekarang dan besok tetap
RAJA! Beberapa orang mengatakan bahwa Semangat Natal dan pemberian hadiah
merupakan suatu hal yang baik. Tetapi sesungguhnya itu merupakan ADAT KEBIASAAN
YANG KEJI. Setiap tahun orang-orang Kristen menghabiskan tabungan mereka
untuk hadiah-hadiah Natal
yang tidak bermanfaat. Banyak dari mereka yang jatuh dalam hutang dan menjalani
hidup tahun berikutnya dengan membayar hutang untuk hadiah yang telah mereka
beli sebagai balasan dari hadiah yang mereka terima. Saling tukar hadiah satu
sama lain sama sekali tidak merayakan hari kelahiran-Nya ataupun
menghormati-Nya. Sebaliknya, Natal
adalah KEJIJIKAN bagi Tuhan Yesus. Natal adalah kejijikan bagi pekerjaan Tuhan
dan umat Tuhan. Miliaran dollar digunakan untuk pernik-pernik dan barang-barang
yang tidak penting. Sejumlah uang milik Tuhan digunakan untuk hal-hal yang
bodoh, pesta pora dengan makanan-makanan yang lezat, memenuhi nafsu serakahnya.
Sebagai akibatnya mereka menderita berbagai macam penyakit oleh karena
kerakusannya. Semua ini merupakan kekejian bagi Tuhan dan sama sekali TIDAK
BERHUBUNGAN dengan kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Natal
merupakan saat yang penuh dengan kedagingan pada tingkat yang tinggi, sementara
nilai kerohaniannya rendah. Kita tahu bahwa orang-orang yang BELUM DISELAMATKAN
tidak menyembah Yesus. Tetapi mereka SUNGGUH-SUNGGUH MENIKMATI NATAL ! Mengapa? Oleh karena
perhiasan-perhiasannya, pesta-pestanya, hadiah-hadiahnya, dsb. semua yang
berkaitan dengan dagingnya. INILAH ROH NATAL
yang telah mencengkeram seluruh dunia. Apakah itu Roh Tuhan? Bukan! INILAH
SAATNYA bagi mereka yang hendak menjadi ANAK-ANAK ALLAH untuk meninggalkan
semua sampah semacam itu.”.
Tanggapan saya:
1. Ini
kata-kata dari orang yang memang sudah antipati / berprasangka, dan selalu
menyoroti sudut negatifnya, dan mempunyai pikiran cupet / tidak berpikiran
panjang. Memang bisa ada ketidak-tulusan, berharap mendapat balasan, dan
sebagainya. Tetapi apakah semua orang kristen seperti itu? Kalau hanya
sebagian, bahkan hanya sebagian kecil yang seperti itu, haruskah semuanya
dibuang?
Dalam memberi persembahan kepada Tuhan, bukankah juga
banyak orang yang tidak tulus, yang mengharapkan balasan berlipat ganda dsb?
Jadi, apakah acara persembahan dalam gereja harus dihapuskan?
Dalam segala hal yang dilakukan terhadap Tuhan, seperti
berbakti, berdoa, melayani, dsb, selalu bisa ada motivasi yang salah. Ini tidak
menyebabkan semua itu harus dibuang.
2. Tentang
adanya orang kristen yang dikatakan menghabiskan uang tabungannya, sampai
berhutang dsb, menurut saya ini suatu penggambaran berlebihan (exaggeration), yang berbau fitnahan. Itu mungkin terjadi pada banyak
orang Islam di Indonesia pada saat merayakan Idul Fitri, tetapi tidak pada diri
orang kristen yang merayakan Natal atau memberi
hadiah pada Natal .
Dan kalau memang ada orang kristen seperti itu, itu kesalahan orang itu
sendiri. Haruskah, karena kesalahan satu atau dua orang dalam merayakan Natal , kita membuang seluruh Natal ?
3. Tukar
hadiah, sekalipun memang tidak boleh dijadikan suatu keharusan, bisa menjadi
sesuatu yang menyenangkan dan mengakrabkan. Jadi ini bisa menjadi sesuatu yang
memajukan persekutuan, dan karena itu bisa menjadi sesuatu yang baik. Jadi,
mengapa hanya mencari-cari sudut jeleknya, dan mengabaikan sudut baiknya?
4. Tentang
asal usul tukar hadiah, penulis internet di atas bertentangan dengan dirinya
sendiri. Mula-mula ia mengatakan itu berasal dari perayaan Saturnalia, lalu ia
mengatakan bahwa itu berasal dari pemberian orang-orang Majus kepada Kristus.
Yang mana yang benar? Jelas bahwa orang bodoh ini tidak mengerti apa yang ia
sendiri katakan. Dan jelas bahwa asal usul dari tukar menukar hadiah itu, tidak
bisa dipastikan.
Di bawah akan kita lihat bahwa Edersheim mengatakan bahwa
orang-orang Yahudi juga melakukan tukar hadiah pada perayaan Purim. Apakah
tidak mungkin bahwa ini asal usulnya?
5. Pesta
dan makan tidak salah selama tidak berlebihan dan tidak disertai hal-hal yang
amoral / bertentangan dengan Kitab Suci. Ini terlihat dari hal-hal sebagai
berikut:
a. Dalam
Perjanjian Lama ada beberapa pesta / perayaan yang bahkan diharuskan!
Kel 23:14 - “‘Tiga
kali setahun haruslah engkau mengadakan perayaan bagiKu”.
Im 8:33 - “Janganlah kamu pergi
dari depan pintu Kemah Pertemuan selama tujuh hari, sampai kepada genapnya perayaan
pentahbisan, karena perayaan pentahbisan akan berlangsung tujuh hari
lamanya”.
Bdk. Neh 8:17-19 - “(17)
Maka pergilah orang mengambil daun-daun itu, lalu membuat pondok-pondok,
masing-masing di atas atap rumahnya, di pekarangan mereka, juga di
pelataran-pelataran rumah Allah, di lapangan pintu gerbang Air dan di lapangan
pintu gerbang Efraim. (18) Seluruh jemaah yang pulang dari pembuangan itu
membuat pondok-pondok dan tinggal di situ. Memang sejak zaman Yosua bin Nun
sampai hari itu orang Israel
tidak pernah berbuat demikian. Maka diadakanlah pesta ria yang amat besar.
(19) Bagian-bagian kitab Taurat Allah itu dibacakan tiap hari, dari hari
pertama sampai hari terakhir. Tujuh hari lamanya mereka merayakan hari raya
itu dan pada hari yang kedelapan ada pertemuan raya sesuai dengan peraturan”.
b. Ayub,
yang oleh Kitab Suci dikatakan sebagai orang yang sangat saleh, tidak keberatan
kalau anak-anaknya mengadakan pesta.
Ayub 1:4-5 - “(4) Anak-anaknya
yang lelaki biasa mengadakan pesta di rumah mereka masing-masing menurut
giliran dan ketiga saudara perempuan mereka diundang untuk makan dan minum
bersama-sama mereka. (5) Setiap kali, apabila hari-hari pesta telah berlalu,
Ayub memanggil mereka, dan menguduskan mereka; keesokan harinya, pagi-pagi,
bangunlah Ayub, lalu mempersembahkan korban bakaran sebanyak jumlah mereka
sekalian, sebab pikirnya: ‘Mungkin anak-anakku sudah berbuat dosa dan telah
mengutuki Allah di dalam hati.’ Demikianlah dilakukan Ayub senantiasa”.
Alangkah berbedanya sikap Ayub ini dengan sikap orang-orang
munafik yang menunjukkan sikap sok suci mereka dengan anti pesta!
c. Yesus
bahkan memberikan perintah yang bijaksana bagi orang-orang yang menghadiri
suatu pesta.
Luk 14:7-11 - “(7)
Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat
kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: (8) ‘Kalau seorang
mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan,
sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari
padamu, (9) supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan
berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu
harus pergi duduk di tempat yang paling rendah. (10) Tetapi, apabila engkau
diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah
akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan
demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. (11)
Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa
merendahkan diri, ia akan ditinggikan.’”.
Bagaimana mungkin Yesus memberikan peraturan seperti ini
kalau pesta memang dilarang?
d. Kitab
Suci beberapa kali menceritakan bahwa Yesus sendiri juga menghadiri pesta.
Yoh 2:1-11 - “(1) Pada hari ketiga
ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; (2) Yesus
dan murid-muridNya diundang juga ke perkawinan itu. (3) Ketika mereka
kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepadaNya: ‘Mereka kehabisan anggur.’ (4)
Kata Yesus kepadanya: ‘Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.’
(5) Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: ‘Apa yang dikatakan
kepadamu, buatlah itu!’ (6) Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk
pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. (7)
Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: ‘Isilah tempayan-tempayan itu penuh
dengan air.’ Dan merekapun mengisinya sampai penuh. (8) Lalu kata Yesus kepada
mereka: ‘Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.’ Lalu merekapun
membawanya. (9) Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi
anggur itu - dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan,
yang mencedok air itu, mengetahuinya - ia memanggil mempelai laki-laki, (10)
dan berkata kepadanya: ‘Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan
sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau
menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.’ (11) Hal itu dibuat Yesus di Kana
yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tandaNya dan dengan itu Ia
telah menyatakan kemuliaanNya, dan murid-muridNya percaya kepadaNya”.
Yoh 4:45 - “Maka setelah ia tiba
di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala
sesuatu yang dikerjakanNya di Yerusalem pada
pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu”.
Yoh 7:2-10 - “(2) Ketika itu
sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. (3) Maka
kata saudara-saudara Yesus kepadaNya: ‘Berangkatlah dari sini dan pergi ke
Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat perbuatan-perbuatan yang Engkau
lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat sesuatu di tempat tersembunyi, jika
ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau berbuat hal-hal yang demikian,
tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab saudara-saudaraNya sendiripun
tidak percaya kepadaNya. (6) Maka jawab Yesus kepada mereka: ‘WaktuKu belum
tiba, tetapi bagi kamu selalu ada waktu. (7) Dunia tidak dapat membenci kamu,
tetapi ia membenci Aku, sebab Aku bersaksi tentang dia, bahwa
pekerjaan-pekerjaannya jahat. (8) Pergilah kamu ke pesta itu. Aku belum
pergi ke situ, karena waktuKu belum genap.’ (9) Demikianlah kataNya kepada
mereka, dan Iapun tinggal di Galilea. (10) Tetapi sesudah saudara-saudara
Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun
pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. ... (14)
Waktu pesta itu sedang berlangsung, Yesus masuk ke Bait Allah lalu mengajar di
situ. ... (37) Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus
berdiri dan berseru: ‘Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepadaKu dan minum!”.
Yang dilarang oleh Kitab Suci dalam ayat-ayat di bawah ini,
jelas bukan seadanya pesta, tetapi pesta pora yang berlebihan.
¨
Luk 21:34 - “‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora
dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan
jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat”.
¨
Ro 13:13 - “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan
dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu,
jangan dalam perselisihan dan iri hati”.
¨
Gal 5:19-21 - “(19) Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran,
hawa nafsu, (20) penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri
hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, (21)
kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu
kuperingatkan kamu - seperti yang telah kubuat dahulu - bahwa barangsiapa
melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan
Allah”.
¨
1Pet 4:3 - “Sebab telah cukup banyak waktu kamu pergunakan untuk melakukan
kehendak orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kamu telah hidup dalam
rupa-rupa hawa nafsu, keinginan, kemabukan, pesta pora, perjamuan minum
dan penyembahan berhala yang terlarang”.
Perhatikan bahwa dalam semua ayat-ayat di atas, kata-kata ‘pesta pora’ selalu
bergandengan dengan ‘kemabukan’.
e) Kesibukan, tenaga
dan uang yang dikeluarkan.
Internet: “Menimbang banyaknya
kesibukan yang harus dilakukan, dan waktu, tenaga dan uang yang harus
dikeluarkan, hanya untuk menikmati perayaan ini, maka adalah PEMIKIRAN YANG
BIJAKSANA jika kita mau berpegang pada firman Allah”.
Jawaban saya:
Orang bodoh ini menganggap Natal
tidak berguna, sehingga lalu menganggap semua kesibukan, tenaga, uang, pikiran
yang dikeluarkan untuk Natal
sebagai sia-sia. Tetapi kalau ia mau membuka matanya sedikit saja, maka mungkin
ia bisa melihat bahwa pada perayaan Natal kita bisa memberitakan Injil,
mengembalikan kasih yang semula, mengingat kembali cinta Tuhan bagi kita,
mempererat persekutuan dengan sesama saudara seiman, dan seharusnya ia bisa
melihat bahwa semua ini bukanlah sesuatu yang sia-sia.
f) Kartu Natal.
Dalam persoalan mengirim kartu Natal , ini memang bisa menjadi suatu
pemborosan uang. Saya sering ‘memarahi’ jemaat saya yang melakukan pemborosan
uang dengan mengirim kartu Natal
kepada saya, padahal mereka bertemu dengan saya dalam kebaktian. Mengapa tidak
memberi selamat Natal
dengan tangan saja, yang biayanya gratis? Tetapi pada saat yang sama saya tidak
anti secara mutlak terhadap pengiriman kartu Natal, karena pengiriman kartu
Natal itu bisa menjadi sarana penginjilan kalau kita memilih kartu yang
kata-katanya bersifat penginjilan, atau kalau kita menuliskan ayat-ayat yang
injili pada kartu Natal tersebut.
Juga sekarang, dengan adanya handphone dan SMS, maka ucapan
selamat Natal
bisa dilakukan melalui SMS dengan lebih cepat dan lebih murah. Hal yang sama
bisa dilakukan dengan email / internet.
g) Mistletoe.
Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘Mistletoe’:
“any of
many species of semiparasitic green plants of the families Loranthaceae and
Viscaceae, especially those of the genera Viscum, Phoradendron, and Arceuthobium, all
members of the Viscaceae. Viscum album, the traditional mistletoe of
literature and Christmas celebrations, is distributed
throughout Eurasia from Great Britain
to northern Asia . Its North American
counterpart is Phoradendron serotinum. Species of the genus
Arceuthobium, parasitic primarily on coniferous trees, are known by the name dwarf mistletoe. The legendary mistletoe was
known for centuries before the Christian era. It forms a drooping yellowish
evergreen bush, 0.6 to 0.9 m (about 2 to 3 feet) long, on the branch of a host
tree. It has thickly crowded, forking branches with oval to lance-shaped,
leathery leaves about 5 cm (2 inches) long, arranged in pairs, each opposite
the other on the branch. The flowers, in compact spikes, are bisexual,
unisexual, or regular. They are yellower than the leaves and appear in the late
winter and soon give rise to one-seeded, white berries, which when ripe are
filled with a sticky, semitransparent pulp. These berries, and those of other
mistletoes, contain toxic compounds poisonous to animals and to humans. Most
tropical mistletoes are pollinated by birds, most temperate species by flies
and wind. Fruit-eating birds distribute the seeds in their droppings or by
wiping their beaks, to which the seeds often adhere, against the bark of a
tree. After germination a modified root (haustorium) penetrates the bark of the host tree
and forms a connection through which water and nutrients pass from host to
parasite. Mistletoes contain chlorophyll and can make some of their own food.
Most mistletoes parasitize a variety of hosts, and some species even parasitize
other mistletoes, which, in turn, are parasitic on a host. The Eurasian Viscum
album is most abundant on apple trees, poplars, willows, lindens, and
hawthorns. Species of Phoradendron in America also parasitize many
deciduous trees, including oaks. In some parts of Europe
the midsummer gathering of mistletoe is still associated with the burning of
bonfires, a remnant of sacrificial ceremonies performed by ancient priests, or druids. Mistletoe was once believed to have
magic powers as well as medicinal properties. Later, the custom developed in England (and, still later, the United States )
of kissing under the mistletoe, an action that
once was believed to lead inevitably to marriage. Mistletoes are
slow-growing but persistent; their natural death is determined by the death of
the hosts. They are pests of many ornamental, timber, and crop trees and are
the cause of abnormal growths called ‘witches’ brooms’ that deform the branches
and decrease the reproductive ability of the host. The only effective control
measure is complete removal of the parasite from the host”.
Saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi,
yaitu: “Mistletoe pernah dipercaya mempunyai
kekuatan magis maupun khasiat pengobatan. Belakangan, berkembang suatu
kebiasaan di Inggris (dan, lebih belakangan lagi, di Amerika Serikat) tentang
penciuman di bawah mistletoe, suatu tindakan yang pernah dipercaya akan
membimbing secara tak terelakkan pada pernikahan”.
Tradisi penciuman di Inggris dan Amerika berkenaan dengan
tanaman mistletoe ini, adalah sebagai berikut: dalam suatu perayaan Natal , tanaman mistletoe
ini dijadikan hiasan yang biasanya diletakkan di langit-langit rumah. Kalau ada
orang yang tanpa sengaja tahu-tahu berdiri di bawah tanaman itu, maka siapapun
boleh mencium orang itu. Tradisi ini boleh dikatakan tidak ada di Indonesia , dan
juga tidak terlalu penting.
Memang jelas bahwa perayaan Natal sering dicampur aduk
dengan hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Natal, dan bahkan
dengan hal-hal yang bertentangan dengan Kitab Suci, seperti pesta pora,
mabuk-mabukan, dan khususnya Sinterklaas / Santa Claus dan lagu-lagu
tentangnya, yang paling saya benci, karena merupakan suatu dusta. Hal-hal ini
memang harus dibuang dari perayaan Natal .
Tetapi bahwa ada orang-orang tertentu yang merayakan Natal
dengan menggunakan hal-hal ini, tidak berarti bahwa kita harus membuang seluruh
Natal . Sama
saja kalau ada orang menggunakan mobil untuk merampok, itu tidak berarti bahwa
kita tidak boleh menggunakan mobil. Juga kalau ada sebagian orang kristen
berbakti dengan cara yang salah, itu tidak berarti bahwa semua kebaktian harus
dibuang. Jadi, saya berpendapat perayaan Natal
bukannya harus dibuang tetapi harus dimurnikan / dibersihkan. Saudara mungkin
berkata bahwa tidak mungkin kita bisa memurnikan Natal . Maka saya jawab bahwa gereja juga
banyak mengandung kebobrokan, dan harus dimurnikan. Apakah mungkin memurnikan
gereja? Jelas tidak mungkin, tetapi kita toh tidak ragu-ragu untuk
mempertahankan keberadaan gereja. Lalu apa bedanya dengan Natal ?
7) Tidak
ada perintah untuk merayakan hari kelahiran Kristus.
Rasul-rasul dan orang-orang kristen abad pertama tidak
merayakan Natal ; tidak ada Natal pada waktu itu.
Internet: “TIDAK ADA SATUPUN FIRMAN ALLAH
ATAUPUN DENGAN PENYATAAN DI MANA ALLAH MEMERINTAHKAN KEPADA KITA UNTUK
MEMPERINGATI KELAHIRAN TUHAN KITA. Tidak ada satu katapun di seluruh Perjanjian
Baru, maupun di seluruh Alkitab, yang mengatakan agar supaya kita merayakan Natal . Orang-orang
Kristen pada abad pertama, di bawah pengajaran Petrus, Paulus dan rasul-rasul
lain, tidak pernah merayakan Natal .
Paulus tidak pernah merayakan Natal .
Petrus tidak pernah merayakan Natal .
Yohanes tidak pernah merayakan Natal .
Sesungguhnya – TIDAK ADA NATAL – pada waktu itu! Tidak ada OTORITAS
untuk merayakannya”.
Internet: “Yesus berbicara
tentang praktek-praktek kedagingan ini ketika Ia berkata, Hai orang-orang
munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan
bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah
kepada-Ku, sedangkan ajaran yang diajarkan ialah perintah manusia.
Inilah sebuah
kebenaran yang sederhana: apapun yang engkau lakukan guna MENGAGUNGKAN ALLAH –
di mana Allah TIDAK PERNAH MEMERINTAHKANNYA atau BERADA DI DALAMNYA – maka penyembahanmu
itu terhadap Allah adalah SIA-SIA! Semuanya TIDAK BERARTI!”.
Catatan:
ayat yang dikutip dari Mat 15:8-9.
Mereka memberikan tambahan serangan dengan menggunakan
Im 10:1-2 - “(1) Kemudian
anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya,
membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian
mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak
diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN,
lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN”.
Orang-orang yang anti Natal
menggunakan text ini dan mengatakan bahwa Nadab dan Abihu bukan melakukan
sesuatu yang dilarang oleh Tuhan, tetapi hanya melakukan sesuatu yang tidak
diperintahkan oleh Tuhan, dan mereka dihukum mati!
Jawaban saya:
a) Memang Kitab Suci
tidak pernah memerintahkan untuk merayakan Natal ,
tetapi jangan lupa bahwa Kitab Suci juga tidak pernah melarang untuk
merayakan Natal .
Perayaan Natal yang dilakukan oleh orang kristen memang merupakan tradisi,
tetapi saya berpendapat bahwa tradisi tidak salah:
1. Selama
tradisi itu tidak bertentangan dengan Kitab Suci.
2. Selama
tradisi itu tidak kita paksakan / haruskan kepada orang-orang lain.
Dalam gereja ada banyak hal-hal yang tidak diperintahkan,
dan hanya bersifat tradisi, misalnya:
·
penggunaan 12
Pengakuan Iman Rasuli dan Doa Bapa Kami dalam banyak gereja-gereja Protestan.
·
pendeta memakai toga;
paduan suara juga demikian.
·
adanya salib di
gereja. Siapa yang menyuruh memasang tanda salib itu? Dan bagaimana bentuk
salib Yesus? Berbentuk tiang tegak saja, atau berbentuk seperti huruf X, Y, T?
Atau seperti yang biasa kita kenal? Kita bahkan tidak tahu dengan pasti
bagaimana bentuk salib yang digunakan terhadap Yesus! Memang ada orang-orang
yang melarang adanya salib di gereja, tetapi mereka juga tidak mempunyai dasar
untuk melarang, selama salib itu tidak disembah.
·
adanya pengedaran
kantong kolekte; siapa yang memerintahkan praktek ini? Dalam Bait Allah, tidak
ada hal seperti itu, karena mereka menggunakan peti persembahan, dan orang yang
mau mempersembahkan, mempersembahkan ke dalam peti tersebut.
Bdk. Luk 21:1-2 - “(1)
Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan
persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga seorang janda
miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu”.
·
doa dengan tutup mata,
tunduk kepala, dan sebagainya.
·
sakramen dan
pemberkatan pernikahan hanya boleh dilayani oleh pendeta.
·
upacara pemberkatan
nikah di gereja.
·
adanya kebaktian tutup
peti, kebaktian penghiburan, dan kebaktian / upacara penguburan pada saat ada
orang kristen yang meninggal dunia.
Semua ini tidak pernah diperintahkan, tetapi juga tidak
dilarang, dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci. Saya berpendapat perayaan Natal , dan hari-hari raya
Kristen yang lain juga demikian.
b) Rasul-rasul juga
tidak mempunyai gedung gereja, dan kita juga tidak pernah diperintahkan untuk
membangun gedung gereja. Jadi, apakah adanya gedung gereja merupakan sesuatu
yang salah?
c) Hal ini bisa
diextrimkan, misalnya dengan mengatakan: Tuhan juga tidak pernah menyuruh kita
mandi, dan karena itu orang kristen tidak boleh mandi! Atau ‘makan menggunakan
sendok garpu / sumpit’, ‘pakai sepatu’ ke gereja, ‘menggunakan piano / organ /
band’ di gereja, dan sebagainya.
d) Pembahasan
tentang Mat 15:8-9.
Ini juga penafsiran yang ‘out of context’ / keluar dari
kontextnya. Akan berbeda artinya kalau dibaca seluruhnya yaitu Mat 15:1-20
- “(1) Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari
Yerusalem kepada Yesus dan berkata: (2) ‘Mengapa murid-muridMu melanggar adat
istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.’ (3)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar perintah Allah
demi adat istiadat nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu
dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum
mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada
ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah
digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi
menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan
tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. (7) Hai orang-orang munafik!
Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku dengan
bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. (9) Percuma mereka beribadah
kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.’ (10)
Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka: (11) ‘Dengar dan
camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan
yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.’ (12) Maka datanglah
murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Engkau tahu bahwa perkataanMu itu telah
menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?’ (13) Jawab Yesus: ‘Setiap
tanaman yang tidak ditanam oleh BapaKu yang di sorga akan dicabut dengan
akar-akarnya. (14) Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang
buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam
lobang.’ (15) Lalu Petrus berkata kepadaNya: ‘Jelaskanlah perumpamaan itu
kepada kami.’ (16) Jawab Yesus: ‘Kamupun masih belum dapat memahaminya? (17)
Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke
dalam perut lalu dibuang di jamban? (18) Tetapi apa yang keluar dari mulut
berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. (19) Karena dari hati
timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian,
sumpah palsu dan hujat. (20) Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan
tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.’”.
Yesus menyerang orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu
karena:
1. Mereka
menjadikan tradisi mereka sebagai suatu keharusan bagi orang lain.
Mat 15:1-2 - “(1)
Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada
Yesus dan berkata: (2) ‘Mengapa murid-muridMu melanggar adat istiadat
nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.’”.
Kata yang diterjemahkan ‘adat istiadat’ dalam Kitab Suci Indonesia itu,
oleh KJV/RSV/NIV/NASB secara seragam diterjemahkan ‘tradition’ (= tradisi).
Pertama-tama perlu saudara ketahui, bahwa apa yang
dipersoalkan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat ini, sama sekali
tidak berurusan dengan kesehatan, tetapi semata-mata merupakan persoalan yang
bersifat upacara. Cuci tangan yang mereka haruskan dalam ay 2 itu tidak
sembarangan, tetapi harus dengan cara tertentu. Ini tidak pernah diperintahkan
dalam Kitab Suci, tetapi hanya merupakan tradisi mereka, tetapi hal yang hanya
merupakan tradisi ini lalu dijadikan suatu keharusan.
William Barclay: “to the orthodox Jew
all this ritual ceremony was religion; this is what they believed, God
demanded. To do these things was to please God, and to be a good man. To put it
in another way, all this business of ritual washing was regarded as just as
important and just as binding as the Ten Commandments themselves” (= bagi orang-orang Yahudi yang orthodox semua upacara ini adalah
agama; ini adalah apa yang mereka percaya sebagai tuntutan Allah. Melakukan
hal-hal ini berarti menyenangkan Allah, dan menjadi seorang yang baik. Dengan
kata lain, semua urusan pembasuhan yang bersifat upacara ini dianggap sama
penting dan sama mengikatnya seperti sepuluh Hukum Tuhan sendiri) - hal 115.
Kalau apa yang sebetulnya bukan merupakan keharusan lalu
dijadikan sebagai keharusan, itu sama dengan menambahi Firman Tuhan. Dan itulah
yang dilakukan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu. Firman Tuhan
tidak pernah menyuruh orang yang mau makan untuk membasuh tangan lebih dulu.
Jadi semua itu hanya tradisi, tetapi pada waktu para murid Yesus tidak
melakukan hal itu, mereka menuduh para murid sebagai telah berdosa.
2. Mereka
menggunakan tradisi yang salah.
Ini secara implicit terlihat dari kata-kata Yesus dalam
Mat 15:11,17-20 - “(11) ‘Dengar dan
camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang,
melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.’ ... (17) Tidak
tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam
perut lalu dibuang di jamban? (18) Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal
dari hati dan itulah yang menajiskan orang. (19) Karena dari hati timbul segala
pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan
hujat. (20) Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang
tidak dibasuh tidak menajiskan orang.’”.
Dari kata-kata yang saya garis bawahi itu terlihat bahwa
orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat mengajarkan bahwa makan dengan tangan
yang tidak dibasuh itu menajiskan seseorang, dan Yesus mengcounter ajaran tersebut, dan mengatakan sebaliknya.
3. Mereka
mengutamakan tradisi sedemikian rupa sehingga menggeser Firman Tuhan.
Mat 15:3-6 - “(3)
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: ‘Mengapa kamupun melanggar perintah Allah
demi adat istiadat nenek moyangmu? (4) Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu
dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum
mati. (5) Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada
ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah
digunakan untuk persembahan kepada Allah, (6) orang itu tidak wajib lagi
menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan
tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri”.
Karena itulah maka Yesus lalu menegur mereka dengan keras,
dan mengucapkan Mat 15:7-9 - “(7) Hai orang-orang
munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: (8) Bangsa ini memuliakan Aku
dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. (9) Percuma mereka beribadah
kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.’”.
Sekarang, cocokkah kalau text seperti ini diterapkan kepada
orang-orang kristen yang merayakan Natal ?
Selama kita tidak menjadikan perayaan Natal
itu sebagai suatu keharusan, maka saya berpendapat bahwa text ini tidak bisa
dipakai untuk menyerang kita.
e) Pembahasan
tentang Nadab dan Abihu dengan ‘api asing’ mereka.
Penulis internet itu mengatakan bahwa Nadab dan Abihu
dihukum mati karena mereka memberikan api asing, dan dengan demikian mereka
melakukan apa yang tidak diperintahkan oleh Tuhan. Memang dalam Im 10:1b
ada kata-kata ‘yang tidak
diperintahkanNya’. Tetapi mari kita
membahas kontext itu beserta dengan kontext-kontext lain yang berhubungan,
untuk melihat apakah Nadab dan Abihu sekedar melakukan apa yang tidak
diperintahkan oleh Tuhan, atau, mereka melakukan apa yang dilarang oleh Tuhan!
Im 10:1-7 - “(1)
Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil
perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu.
Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang
tidak diperintahkanNya kepada mereka. (2) Maka keluarlah api dari hadapan
TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN. (3)
Berkatalah Musa kepada Harun: ‘Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang
karib kepadaKu Kunyatakan kekudusanKu, dan di muka seluruh bangsa itu akan
Kuperlihatkan kemuliaanKu.’ Dan Harun berdiam diri. (4) Kemudian Musa memanggil
Misael dan Elsafan, anak-anak Uziel, paman Harun, lalu berkatalah ia kepada
mereka: ‘Datang ke mari, angkatlah saudara-saudaramu ini dari depan tempat
kudus ke luar perkemahan.’ (5) Mereka datang, dan mengangkat mayat keduanya,
masih berpakaian kemeja, ke luar perkemahan, seperti yang dikatakan Musa. (6)
Kemudian berkatalah Musa kepada Harun dan kepada Eleazar dan Itamar, anak-anak
Harun: ‘Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan
kamu mati dan jangan TUHAN memurkai segenap umat ini, tetapi saudara-saudaramu,
yaitu seluruh bangsa Israel, merekalah yang harus menangis karena api yang
dinyalakan TUHAN itu. (7) Janganlah kamu pergi dari depan pintu Kemah
Pertemuan, supaya jangan kamu mati, karena minyak urapan TUHAN ada di atasmu.’
Mereka melakukan sesuai dengan perkataan Musa”.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dosa Nadab
dan Abihu dalam menggunakan api asing ini, dilakukan persis setelah ayat
terakhir dalam Im 9, yaitu Im 9:24 yang menunjukkan bahwa Tuhan sendiri yang
memberikan api yang harus digunakan.
Im 9:24 - “Dan keluarlah api
dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan korban bakaran dan segala lemak di
atas mezbah. Tatkala seluruh bangsa itu melihatnya, bersorak-sorailah mereka,
lalu sujud menyembah”.
Dan sebelumnya Tuhan telah memerintahkan supaya api yang
telah Ia berikan itu dijaga supaya jangan sampai mati.
Im 6:9-13 - “(9)
‘Perintahkanlah kepada Harun dan anak-anaknya: Inilah hukum tentang korban
bakaran. Korban bakaran itu haruslah tinggal di atas perapian di atas mezbah
semalam-malaman sampai pagi, dan api mezbah haruslah dipelihara menyala di
atasnya. (10) Imam haruslah mengenakan pakaian lenannya, dan mengenakan
celana lenan untuk menutup auratnya. Lalu ia harus mengangkat abu yang ada di
atas mezbah sesudah korban bakaran habis dimakan api, dan haruslah ia
membuangnya di samping mezbah. (11) Kemudian haruslah ia menanggalkan
pakaiannya dan mengenakan pakaian lain, lalu membawa abu itu ke luar perkemahan
ke suatu tempat yang tahir. (12) Api yang di atas mezbah itu harus dijaga
supaya terus menyala, jangan dibiarkan padam. Tiap-tiap pagi imam harus
menaruh kayu di atas mezbah, mengatur korban bakaran di atasnya dan membakar
segala lemak korban keselamatan di sana .
(13) Harus dijaga supaya api tetap menyala di atas mezbah, janganlah
dibiarkan padam.’”.
Adam Clarke tentang Im 9:24: “This celestial fire was carefully preserved among the Israelites
till the time of Solomon, when it was renewed, and continued among them till the
Babylonish captivity” (= Api dari surga
itu harus dipelihara dengan seksama di antara bangsa Israel sampai jaman
Salomo, dimana itu diperbaharui, dan dilanjutkan di antara mereka sampai
pembuangan Babilonia) - hal 536.
Pulpit Commentary tentang Im 6: “The altar fire was never to go out, because the daily sacrifices
constantly burning on the altar symbolized the unceasing worship of God by
Israel, and the gracious acceptance of Israel by God” (= Api mezbah tidak pernah padam, karena korban-korban harian secara
terus menerus menyala pada mezbah menyimbolkan ibadah yang tak henti-hentinya
kepada Allah oleh Israel, dan penerimaan yang murah hati terhadap Israel oleh
Allah) - hal 90.
Calvin tentang Im 6:
·
“The intent of this perpetuity was, that the offerings should
be burnt with heavenly fire; for on the day that Aaron was consecrated, the
sacrifice was reduced to ashes not by human means but miraculously, in token of
approbation. True that God did not choose daily to exert this power; but He
interposed the hand and labour of men in such a manner that the origin of the
sacred fire should still be from heaven” (= Tujuan
dari keabadian ini adalah supaya persembahan / korban dibakar dari api surgawi;
karena pada hari Harun ditahbiskan, korban dibakar menjadi abu bukan dengan
cara manusiawi tetapi secara mujijat, sebagai tanda penerimaan. Memang benar
bahwa Allah tidak memilih untuk menggunakan kuasa ini setiap hari; tetapi Ia
meletakkan di tengah-tengahnya tangan dan pekerjaan dari orang-orang dengan
cara sedemikian rupa sehingga asal usul dari api yang keramat itu tetap dari
surga) - hal 364.
·
“in order to prevent any adulterations, He chose to have
the fire continually burning on the altar day and night, nor was it
allowable to take it from elsewhere” (= untuk
mencegah percampuran apapun, Ia memilih untuk memerintahkan supaya api itu
secara terus menerus menyala di mezbah siang dan malam, juga tidak diijinkan
untuk mengambilnya dari tempat lain) -
hal 364.
·
“the purpose of God in rejecting strange fire was to retain
the people in His own genuine ordinance prescribed by the Law, lest any
inventions of men should insinuate themselves; for the prohibition of
strange fire was tantamount to forbidding men to introduce anything of
their own, or to add to the pure doctrine of the Law, or to decline from its
rule” (= tujuan dari Allah
dalam menolak api asing adalah untuk mempertahankan umatNya dalam
peraturan / upacaraNya sendiri yang murni yang ditentukan oleh hukum Taurat,
supaya jangan penemuan manusia memasukkan dirinya sendiri; karena larangan
api asing sama dengan melarang orang untuk memperkenalkan apapun dari diri
mereka sendiri, atau untuk menambahkan kepada ajaran hukum Taurat yang murni,
atau untuk mundur dari peraturannya) - hal
365.
Jadi, pada waktu Nadab dan Abihu tidak menggunakan api yang
Tuhan berikan itu, tetapi menggunakan api asing / api dari sumber lain, apakah
mereka sekedar melakukan apa yang tidak diperintahkan oleh Tuhan? Perhatikan
komentar dari para penafsir tentang Im 10 di bawah ini:
¨
Adam Clarke: “In the preceding chapter we have seen how ... he sent his own
fire ... Here we find Aaron’s sons neglecting the Divine ordinance, and
offering incense with strange, that is, common fire, - fire not of a celestial
origin” (= Dalam pasal
sebelumnya kita telah melihat bagaimana ... Ia mengirim apiNya sendiri ... Di
sini kita mendapati bahwa anak-anak Harun mengabaikan peraturan Ilahi,
dan mempersembahkan ukupan / kemenyan dengan api asing, yaitu api biasa, - api
yang bukan berasal dari surga) - hal 537.
¨
Pulpit Commentary: “They had acted presumptuously. ... they had
irreverently broken the custom, which rested upon a Divine command, of
taking the fire for the altar of incense from the altar of burnt sacrifice
alone. ... this offence was the transgression of a positive rather than of a
moral precept, ... They ... had, with whatever good intentions, done
what God had not commended, and in doing it had done what he had forbidden” (= Mereka telah bertindak dengan lancang. ... dengan
cara yang tidak hormat mereka merusak kebiasaan, yang didasarkan pada perintah
Ilahi, tentang pengambilan api untuk mezbah ukupan dari mezbah korban
bakaran saja. ... pelanggaran ini lebih merupakan pelanggaran terhadap suatu
peraturan / perintah yang positif dari pada moral, ... Mereka ... dengan
maksud baik apapun, telah melakukan apa yang Allah tidak perintahkan, dan
dengan melakukannya mereka telah melakukan apa yang Ia larang) - hal 149.
¨
Calvin: “The ‘strange fire’ is distinguished from the sacred fire which
was always burning upon the altar: not miraculously, as some pretend, but by
the constant watchfulness of the priests. Now, God had forbidden any other fire to be used in the ordinances,
in order to exclude all extraneous rites, and to shew His detestation of
whatever might be derived from elsewhere. Let us learn, therefore, so to attend
to God’s command as not to corrupt His worship by any strange inventions” (= ‘Api asing’ itu dibedakan dari api yang keramat yang selalu
menyala di mezbah: bukan secara mujijat, seperti yang dikira oleh sebagian
orang, tetapi oleh suatu penjagaan terus menerus dari para imam. Jadi, Allah
telah melarang api yang lain
untuk digunakan dalam upacara, supaya membuang semua upacara asing, dan
untuk menunjukkan kebencianNya terhadap apapun yang bisa didapatkan dari tempat
lain. Karena itu, marilah kita belajar untuk memperhatikan perintah Allah
sedemikian rupa sehingga tidak merusak ibadahNya dengan penemuan-penemuan
asing) - hal 431-432.
Dari semua pembahasan ini bisa disimpulkan bahwa pada waktu
Nadab dan Abihu memberikan ‘api asing’, itu bukan berarti bahwa mereka sekedar melakukan
sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Tuhan. Tuhan memberikan api secara
mujijat, dan mengharuskan memelihara api itu. Secara implicit, Tuhan melarang
penggunaan ‘api asing’. Karena itu sekalipun Im 10:1 mengatakan ‘mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang
tidak diperintahkanNya kepada mereka’, tetapi kalau kita
membandingkannya dengan text-text lain yang sudah kita lihat di atas, jelas
bahwa Nadab dan Abihu tidak bisa dikatakan hanya sebagai ‘melakukan apa yang tidak diperintahkan’ oleh Tuhan, tetapi harus juga dikatakan sebagai ‘melakukan apa yang dilarang’
oleh Tuhan.
Jadi, menggunakan text tentang Nadab dan Abihu untuk
menentang perayaan Natal ,
adalah sangat tidak cocok.
f) Ada banyak hal yang tidak diperintahkan
Tuhan, tetapi toh dilakukan, dan tidak dipersalahkan.
Misalnya:
1. Orang
Israel
tidak makan daging yang menutupi sendi pangkal paha.
Kej 32:25,31-32 - “(25)
Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi
pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia
bergulat dengan orang itu. ... (31) Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit,
ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya. (32)
Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang
menutupi sendi pangkal paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub,
pada otot pangkal pahanya”.
Barnes’ Notes: “God did not demand
this ritual observance in the Mosaic law, but the descendants of Israel of
their own accord instituted the practice because they recognized how extremely
important this experience of Jacob was for him and for themselves” (= Allah tidak menuntut ketaatan / ibadah yang bersifat upacara
ini dalam hukum Musa, tetapi keturunan dari Israel menyepakati sendiri untuk
mengadakan praktek ini karena mereka menyadari betapa pentingnya pengalaman
Yakub ini untuk dirinya dan untuk diri mereka sendiri) - hal 883.
Matthew Poole: “Not from any
superstitious conceit about it, but only for a memorial of this admirable
conflict, the blessed effects whereof even the future generations received” (= Bukan dari pemikiran yang bersifat takhyul tentangnya, tetapi
hanya untuk suatu peringatan tentang konflik yang mengagumkan ini, tentang mana
akibat-akibat yang memberkati bahkan diterima oleh generasi-generasi yang akan
datang) - hal 76.
2. Musa
mendirikan 12 tugu peringatan tanpa adanya perintah dari Tuhan.
Kel 24:4 - “Lalu Musa menuliskan
segala firman TUHAN itu. Keesokan harinya pagi-pagi didirikannyalah mezbah di
kaki gunung itu, dengan dua belas tugu sesuai dengan kedua belas suku Israel ”.
3. Anak-anak
perempuan Israel
mempunyai tradisi untuk meratapi anak perempuan Yefta 4 hari dalam setahun, dan
ini juga tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan.
Hak 11:34-40 - “(34)
Ketika Yefta pulang ke Mizpa ke rumahnya, tampaklah anaknya perempuan keluar
menyongsong dia dengan memukul rebana serta menari-nari. Dialah anaknya yang
tunggal; selain dari dia tidak ada anaknya laki-laki atau perempuan. (35) Demi
dilihatnya dia, dikoyakkannyalah bajunya, sambil berkata: ‘Ah, anakku, engkau
membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah
membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur.’ (36) Tetapi
jawabnya kepadanya: ‘Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada
TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena
TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu.’
(37) Lagi katanya kepada ayahnya: ‘Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini:
berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke
pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku.’ (38)
Jawab Yefta: ‘Pergilah,’ dan ia membiarkan dia pergi dua bulan lamanya. Maka
pergilah gadis itu bersama-sama dengan teman-temannya menangisi kegadisannya di
pegunungan. (39) Setelah lewat kedua bulan itu, kembalilah ia kepada ayahnya,
dan ayahnya melakukan kepadanya apa yang telah dinazarkannya itu; jadi gadis
itu tidak pernah kenal laki-laki. Dan telah menjadi adat di Israel, (40)
bahwa dari tahun ke tahun anak-anak perempuan orang Israel
selama empat hari setahun meratapi anak perempuan Yefta, orang Gilead itu”.
4. Samuel
mengambil batu sebagai suatu peringatan tentang penyertaan Tuhan, dan
menamainya Eben-Haezer.
1Sam 7:12 - “Kemudian
Samuel mengambil sebuah batu dan mendirikannya antara Mizpa dan Yesana; ia
menamainya Eben-Haezer, katanya: ‘Sampai di sini TUHAN menolong kita.’”.
Siapa yang memerintahkan Samuel untuk melakukan hal itu?
Tidak ada. Dan apakah Tuhan mempersalahkannya atas hal itu? Sama sekali tidak!
5. Suku
Ruben, Gad, dan setengah suku Manasye, mendirikan mezbah sebagai saksi /
peringatan, tanpa perintah dari Tuhan. Ini menyebabkan sisa Israel yang lain marah dan mau
memerangi mereka, karena mengira bahwa 2 ½ suku itu memberontak terhadap Tuhan.
Memang sebetulnya 2 ½ suku itu juga mempunyai kesalahan, yaitu karena mereka
tidak memberitahu lebih dulu tentang hal itu kepada suku-suku yang lain,
sehingga muncul kecurigaan yang memang cukup beralasan. Tetapi setelah mereka
menjelaskan apa tujuan mezbah itu, suku-suku yang lain menganggap hal itu baik,
dan membatalkan rencana mereka untuk memerangi 2 ½ suku itu.
Yos 22:9-34 - “(9)
Maka pulanglah bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu dan
mereka pergi meninggalkan orang Israel, keluar dari Silo di tanah Kanaan untuk
pergi ke tanah Gilead, tanah milik mereka yang didiami mereka sesuai dengan
titah TUHAN dengan perantaraan Musa. (10) Ketika mereka sampai ke Gelilot pada
sungai Yordan, yang di tanah Kanaan, maka bani Ruben, bani Gad dan suku
Manasye yang setengah itu mendirikan mezbah di sana di tepi sungai Yordan, mezbah yang besar
bangunannya. (11) Lalu terdengarlah oleh orang Israel itu cakap orang:
‘Telah didirikan mezbah oleh bani Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang
setengah itu, mezbah menghadap ke tanah Kanaan, di Gelilot pada sungai Yordan,
di sebelah wilayah orang Israel.’ (12) Ketika hal itu terdengar oleh orang Israel , berkumpullah segenap umat Israel di Silo,
untuk maju memerangi mereka. (13) Kemudian orang Israel
mengutus kepada bani Ruben, kepada bani Gad dan kepada suku Manasye yang
setengah itu, ke tanah Gilead, imam Pinehas bin Eleazar, (14) dan bersama-sama
dengan dia sepuluh pemimpin, yakni seorang pemimpin kaum keluarga sebagai wakil
tiap-tiap suku Israel .
Masing-masing mereka itu kepala kaum keluarganya di antara kaum-kaum orang Israel .
(15) Setelah mereka sampai kepada bani Ruben, kepada bani Gad dan kepada suku
Manasye yang setengah itu di tanah Gilead, berkatalah mereka kepada orang-orang
itu, demikian: (16) ‘Beginilah kata segenap umat TUHAN: Apa macam perbuatanmu
yang tidak setia ini terhadap Allah Israel, dengan sekarang berbalik dari pada
TUHAN dan mendirikan mezbah bagimu, dengan demikian memberontak terhadap TUHAN
pada hari ini? (17) Belum cukupkah bagi kita noda yang di Peor itu, yang dari
padanya kita belum mentahirkan diri sampai hari ini dan yang menyebabkan umat
TUHAN kena tulah, (18) sehingga kamu berbalik pula sekarang ini membelakangi
TUHAN? Jika kamu hari ini memberontak terhadap TUHAN, maka besok Ia akan murka
kepada segenap umat Israel .
(19) Akan tetapi, jika sekiranya tanah milikmu itu najis, marilah menyeberang
ke tanah milik TUHAN, tempat kedudukan Kemah Suci TUHAN, dan menetaplah di
tengah-tengah kami. Tetapi janganlah memberontak terhadap TUHAN dan janganlah
memberontak terhadap kami, dengan mendirikan mezbah bagimu sendiri, selain dari
mezbah TUHAN, Allah kita. (20) Ketika Akhan bin Zerah berubah setia dengan
mengambil barang-barang yang dikhususkan, bukankah segenap umat Israel kena
murka? Bukan orang itu saja yang mati karena dosanya.’ (21) Lalu jawab bani
Ruben, bani Gad dan suku Manasye yang setengah itu, katanya kepada para kepala
kaum-kaum orang Israel : (22)
‘Allah segala allah, TUHAN, Allah segala allah, TUHAN, Dialah yang mengetahui,
dan patutlah orang Israel
mengetahuinya juga! Jika sekiranya hal ini terjadi dengan maksud memberontak
atau dengan maksud berubah setia terhadap TUHAN - biarlah jangan TUHAN
selamatkan kami pada hari ini. (23) Jika sekiranya kami mendirikan mezbah untuk
berbalik dari pada TUHAN, untuk mempersembahkan korban bakaran dan korban
sajian di atasnya serta korban keselamatan di atasnya, biarlah TUHAN sendiri
yang menuntut balas terhadap kami. (24) Tetapi sesungguhnya, kami telah
melakukannya karena cemas. Sebab pikir kami: Di kemudian hari anak-anak kamu
mungkin berkata kepada anak-anak kami, demikian: Apakah sangkut pautmu dengan
TUHAN, Allah Israel ?
(25) Bukankah TUHAN telah menentukan sungai Yordan sebagai batas antara kami
dan kamu, hai orang bani Ruben dan bani Gad! Kamu tidak mempunyai bagian akan
TUHAN. Demikianlah mungkin anak-anak kamu membuat anak-anak kami berhenti dari
pada takut akan TUHAN. (26) Sebab itu kata kami: Biarlah kita mendirikan mezbah
itu bagi kita! Bukanlah untuk korban bakaran dan bukanlah untuk korban
sembelihan, (27) tetapi supaya mezbah
itu menjadi saksi antara kami dan kamu, dan antara keturunan kita
kemudian, bahwa kami tetap beribadah kepada TUHAN di hadapanNya dengan korban
bakaran, korban sembelihan dan korban keselamatan kami. Jadi tidaklah
mungkin anak-anak kamu di kemudian hari berkata kepada anak-anak kami: Kamu
tidak mempunyai bagian pada TUHAN. (28) Lagi kata kami: Apabila di kemudian
hari demikian dikatakan mereka kepada kita dan kepada keturunan kita, maka kita
akan berkata: Tengoklah bangunan tiruan mezbah TUHAN itu, yang telah dibuat
oleh nenek moyang kami. Bukan untuk korban bakaran dan bukan untuk korban
sembelihan, tetapi mezbah itu menjadi
saksi antara kami dan kamu. (29) Jauhlah dari pada kami untuk
memberontak terhadap TUHAN, dan untuk berbalik dari pada TUHAN pada hari ini
dengan mendirikan mezbah untuk korban bakaran, korban sajian atau korban
sembelihan, mezbah yang bukan mezbah TUHAN, Allah kita, yang ada di depan Kemah
SuciNya!’ (30) Setelah imam Pinehas dan para pemimpin umat serta para kepala
kaum-kaum orang Israel
yang bersama-sama dengan dia, mendengar perkataan yang dikatakan oleh bani
Ruben, bani Gad dan bani Manasye itu, maka
mereka menganggap hal itu baik. (31) Kemudian berkatalah imam
Pinehas bin Eleazar kepada bani Ruben, bani Gad dan bani Manasye: ‘Sekarang
tahulah kami bahwa TUHAN ada di tengah-tengah kita, sebab tidaklah kamu berubah
setia terhadap TUHAN. Dengan demikian kamu telah melepaskan orang Israel
dari hukuman TUHAN.’ (32) Sesudah itu imam Pinehas bin Eleazar serta para
pemimpin itu meninggalkan bani Ruben dan bani Gad di tanah Gilead, pulang ke
Kanaan kepada orang Israel, lalu disampaikanlah berita itu kepada mereka. (33) Hal itu dipandang baik oleh orang Israel,
sehingga orang Israel memuji Allah dan tidak lagi berkata hendak maju
memerangi mereka untuk memusnahkan negeri yang didiami bani Ruben dan bani Gad
itu. (34) Dan bani Ruben dan bani Gad menamai mezbah itu: Saksi, karena
inilah saksi antara kita, bahwa TUHAN itulah Allah”.
Kalau ada orang-orang yang anti Natal
yang membaca text ini, semoga merekapun berhenti memerangi kita yang pro pada
perayaan Natal !
Kalau sudah dijelaskanpun mereka tetap ingin ‘memerangi’ kita, itu menunjukkan
kebrengsekan mereka, yang tidak mempunyai jiwa persatuan seperti suku-suku lain
dalam cerita ini!
6. Salomo
mengadakan perayaan pentahbisan mezbah selama 7 hari; dan sepanjang yang saya ketahui
dari Kitab Suci, tidak ada perintah Tuhan untuk hal itu.
2Taw 7:9 - “Pada hari yang
kedelapan mereka mengadakan perkumpulan raya, karena mereka telah merayakan
pentahbisan mezbah selama tujuh hari, dan perayaan Pondok Daun selama tujuh
hari”.
7. Perayaan
hari-hari raya tertentu, seperti Purim, hari raya pentahbisan Bait Suci, dsb.
Alfred Edersheim: “Besides the
festivals mentioned in the Law of Moses, other festive seasons were also
observed at the time of our Lord, to perpetuate the memory either of great
national deliverances or of great national calamities” (= Selain hari-hari raya yang disebutkan dalam hukum Musa, waktu-waktu
untuk hari raya yang lain juga dijalankan pada jaman Tuhan kita, untuk
mengabadikan ingatan terhadap pembebasan-pembebasan nasional yang besar atau
bencana-bencana nasional yang besar) - ‘The Temple’, hal 330.
Alfred Edersheim: “these feasts ... of
human, not Divine institution” (=
hari-hari raya ini ... merupakan sesuatu yang didirikan oleh manusia, bukan
oleh Allah) - ‘The Temple ’, hal 330,331.
Alfred Edersheim: “Besides the Mosaic
festivals, the Jews celebrated at the time of Christ two other feasts -
that of Esther, or Purim, and that of the Dedication of the Temple, on its
restoration by Judas Maccabee” (=
Disamping hari-hari raya dari hukum Musa, orang-orang Yahudi merayakan pada
jaman Kristus dua hari raya yang lain - hari raya dari Ester, atau Purim,
dan hari raya Pentahbisan Bait Suci, pada pemulihannya oleh Yudas Makabeus) - ‘The Temple’, hal 197.
Catatan: Jadi, pada jaman
Tuhan Yesus hidup dan melayani dalam dunia ini, dalam kalangan orang-orang
Yahudi ada perayaan-perayaan dari hari-hari raja yang tidak diperintahkan dalam
kitab Musa / Perjanjian Lama. Tetapi anehnya, Tuhan Yesus tidak bersikap
seperti orang-orang yang anti Natal
ini. Tuhan Yesus tidak pernah mencela perayaan dari hari-hari raya yang tidak
diperintahkan dalam Kitab Suci itu.
Merrill C. Tenney: “Two other feasts
were added later in post-exilic times: the Feast of Lights and the Feast of
Purim. ... The Feast of Lights or the Feast of Dedication was observed for
eight days beginning with the twenty-fifth of Kislev. It is mentioned in John
10:22. It was first established in 164 B.C. when Judas Maccabeus cleansed the
temple, which had been profaned by Antiochus Epiphanes, and rededicated it to
the service of God. Every Jewish home was brilliantly lighted in its honor and
the stories of the Maccabees were repeated for the benefit of the children. It
corresponds almost exactly in time to the Christian Christmas. ... The Feast of
Purim. Purim, or ‘lots,’ as the word signifies, was kept on the fourteenth and
fifteenth days of Adar. On the evening of the thirteenth day the whole of the
book of Esther was read publicly in the synagogue. It contained a minimum of
religious observances and was rather a national holiday, corresponding somewhat
to the Fourth of July as Americans used to celebrate it. It is not mentioned in
the New Testament, unless John 5:1 is an allusion to it” (= Dua hari raya ditambahkan belakangan pada jaman setelah
pembuangan: Hari Raya Terang dan Hari Raya Purim. ... Hari Raya Terang atau
Hari Pentahbisan dijalankan / diperhatikan untuk 8 hari mulai bulan Kislev
tanggal 25. Itu disebutkan dalam Yoh 10:22. Itu pertama-tama ditetapkan pada tahun
164 S. M. pada saat Yudas Makabeus membersihkan Bait Suci, yang telah dinodai
oleh Antiokhus Epiphanes, dan mempersembahkannya kembali bagi pelayanan Allah.
Setiap rumah Yahudi diterangi secara gemerlapan untuk menghormatinya dan
cerita-cerita tentang Makabeus diulang untuk kepentingan anak-anak. Itu hampir
bersamaan dengan Natalnya orang kristen. ... Hari Raya Purim. Purim, atau
‘undi’, seperti arti dari kata itu, dipelihara pada tanggal 14 dan 15 dari
bulan Adar. Pada malam hari dari tanggal 13 seluruh kitab Ester dibacakan di
depan umum dalam synagogue. Ini mengandung ibadat agama yang minimum dan lebih
merupakan hari libur nasional, agak mirip dengan tanggal 4 Juli sebagaimana
orang-orang Amerika merayakannya. Itu tidak disebutkan dalam Perjanjian Baru,
kecuali kalau Yoh 5:1 dianggap menunjuk kepada hari itu) - ‘New Testament Survey’,
hal 98-99.
Encyclopedia Britannica 2000 dengan topik ‘Jewish Holidays’:
“Purim (Feast of Lots) and Hanukka (Feast of Dedication), while
not mentioned in the Torah (and therefore of lesser solemnity), were instituted
by Jewish authorities in the Persian and Greco-Roman periods” [= Purim (Hari Raya Undian)
dan Hanukka (Hari Raya Pentahbisan), sementara tidak disebutkan dalam hukum
Taurat (dan karena itu mempunyai kekhidmatan yang agak kurang), didirikan oleh
otoritas-otoritas Yahudi pada jaman Persia dan Romawi-Yunani].
a. Purim.
Dalam 2Makabe 15:36 disebut hari Mordekhai.
Ester 9:1-32 - “(1) Dalam bulan yang
kedua belas - yakni bulan Adar - , pada hari yang ketiga belas, ketika titah
serta undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari musuh-musuh orang Yahudi
berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang sebaliknya: orang Yahudi
mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka berkumpullah orang Yahudi di
dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja Ahasyweros, untuk membunuh
orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan tiada seorangpun tahan
menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi telah menimpa segala
bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil pemerintahan dan bupati
serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena ketakutan kepada
Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar kekuasaannya di dalam
istana raja dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap daerah, karena Mordekhai
itu bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan
semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh dan membinasakannya;
mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap pembenci-pembenci mereka. (6) Di
dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh dan membinasakan lima ratus orang. (7)
Juga Parsandata, Dalfon, Aspata, (8) Porata, Adalya, Aridata, (9) Parmasta,
Arisai, Aridai dan Waizata, (10) kesepuluh anak laki-laki Haman bin Hamedata,
seteru orang Yahudi, dibunuh oleh mereka, tetapi kepada barang rampasan
tidaklah mereka mengulurkan tangan. (11) Pada hari itu juga jumlah orang-orang
yang terbunuh di dalam benteng Susan disampaikan ke hadapan raja. (12) Lalu
titah raja kepada Ester, sang ratu: ‘Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi
telah membunuh dan membinasakan lima
ratus orang beserta kesepuluh anak Haman. Di daerah-daerah kerajaan yang lain,
entahlah apa yang diperbuat mereka. Dan apakah permintaanmu sekarang? Niscaya
akan dikabulkan. Dan apakah keinginanmu lagi? Niscaya dipenuhi.’ (13) Lalu
jawab Ester: ‘Jikalau baik pada pemandangan raja, diizinkanlah kiranya kepada
orang Yahudi yang di Susan untuk berbuat besokpun sesuai dengan undang-undang
untuk hari ini, dan kesepuluh anak Haman itu hendaklah disulakan pada tiang.’
(14) Rajapun menitahkan berbuat demikian; maka undang-undang itu dikeluarkan di
Susan dan kesepuluh anak Haman disulakan orang. (15) Jadi berkumpullah orang
Yahudi yang di Susan pada hari yang keempat belas bulan Adar juga dan
dibunuhnyalah di Susan tiga ratus orang, tetapi kepada barang rampasan tidaklah
mereka mengulurkan tangan. (16) Orang Yahudi yang lain, yang ada di dalam
daerah kerajaan, berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta mendapat keamanan
terhadap musuhnya; mereka membunuh tujuh puluh lima ribu orang di antara pembenci-pembenci
mereka, tetapi kepada barang rampasan tidaklah mereka mengulurkan tangan. (17)
Hal itu terjadi pada hari yang ketiga belas dalam bulan Adar. Pada hari yang
keempat belas berhentilah mereka dan hari itu dijadikan mereka hari perjamuan
dan sukacita. (18) Akan tetapi orang Yahudi yang di Susan berkumpul, baik pada
hari yang ketiga belas, baik pada hari yang keempat belas dalam bulan itu. Lalu
berhentilah mereka pada hari yang kelima belas dan hari itu dijadikan mereka hari perjamuan dan
sukacita. (19) Oleh sebab itu orang Yahudi yang di pedusunan, yakni yang
diam di perkampungan merayakan hari yang keempat belas bulan Adar itu
sebagai hari sukacita dan hari perjamuan, dan sebagai hari gembira untuk
antar-mengantar makanan. (20) Maka Mordekhai
menuliskan peristiwa itu, lalu mengirimkan surat-surat kepada semua orang
Yahudi di seluruh daerah raja Ahasyweros, baik yang dekat baik yang jauh,
(21) untuk mewajibkan mereka, supaya
tiap-tiap tahun merayakan hari yang keempat belas dan yang kelima belas bulan
Adar, (22) karena pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat
keamanan terhadap musuhnya dan dalam bulan itulah dukacita mereka berubah
menjadi sukacita dan hari perkabungan menjadi hari gembira, dan supaya
menjadikan hari-hari itu hari perjamuan dan sukacita dan hari untuk
antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang miskin.
(23) Maka orang Yahudi menerima
sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka melakukannya dan apa yang
ditulis Mordekhai kepada mereka. (24) Sesungguhnya Haman bin
Hamedata, orang Agag, seteru semua orang Yahudi itu, telah merancangkan hendak
membinasakan orang Yahudi dan diapun telah membuang pur - yakni undi -
untuk menghancurkan dan membinasakan mereka, (25) akan tetapi ketika hal itu
disampaikan ke hadapan raja, maka dititahkannyalah dengan surat, supaya
rancangan jahat yang dibuat Haman terhadap orang Yahudi itu dibalikkan ke atas
kepalanya. Maka Haman beserta anak-anaknya disulakan pada tiang. (26) Oleh
sebab itulah hari-hari itu disebut Purim, menurut kata pur. Oleh sebab
itu jugalah, yakni karena seluruh isi surat itu dan karena apa yang dilihat
mereka mengenai hal itu dan apa yang dialami mereka, (27) orang Yahudi menerima sebagai kewajiban dan
sebagai ketetapan bagi dirinya sendiri dan keturunannya dan bagi
sekalian orang yang akan bergabung dengan mereka, bahwa mereka tidak akan
melampaui merayakan kedua hari itu tiap-tiap tahun, menurut yang dituliskan
tentang itu dan pada waktu yang ditentukan, (28) dan bahwa hari-hari itu akan
diperingati dan dirayakan di dalam tiap-tiap angkatan, di dalam tiap-tiap kaum,
di tiap-tiap daerah, di tiap-tiap kota, sehingga hari-hari Purim itu tidak akan
lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan peringatannya tidak akan berakhir
dari antara keturunan mereka. (29) Lalu
Ester, sang ratu, anak Abihail, menulis surat, bersama-sama dengan Mordekhai,
orang Yahudi itu; surat yang kedua tentang hari raya Purim ini dituliskannya
dengan segala ketegasan untuk menguatkannya. (30) Lalu dikirimkanlah surat-surat
kepada semua orang Yahudi di dalam keseratus dua puluh tujuh daerah kerajaan
Ahasyweros, dengan kata-kata salam dan setia, (31) supaya hari-hari Purim
itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang diwajibkan kepada mereka
oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu, dan seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri
serta keturunan mereka, mengenai hal berpuasa dan meratap-ratap. (32)
Demikianlah perintah Ester
menetapkan perihal Purim itu, kemudian dituliskan di dalam kitab”.
Text ini menunjukkan bahwa Purim diharuskan / diwajibkan. Perintah itu diberikan oleh Mordekhai dan
Ester, dan tidak pernah diberikan oleh Tuhan!
Salah satu hal yang mereka lakukan selain bergembira adalah saling mengirimkan
makanan (ay 19).
KJV: ‘sending portions’ (= mengirimkan bagian-bagian).
RSV: ‘send choice portions’ (= mengirimkan bagian-bagian
pilihan).
NIV: ‘giving presents’ (= memberikan hadiah-hadiah).
NASB: ‘sending portions of
food’ (= mengirimkan
bagian-bagian makanan).
Dalam komentarnya tentang Ester 9:31, Adam Clarke berkata: “‘As they had decreed
for themselves and for their seed’. There is no mention of their receiving the
approbation of any high priest, nor of any authority beyond that of Mordecai
and Esther; the king could not join in such a business, as he had nothing to do
with the Jewish religion, that not being the religion of the country” (= ‘Seperti yang diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta
keturunan mereka’. Tidak disebutkan bahwa mereka menerima persetujuan dari imam
besar manapun, ataupun dari otoritas di atas Mordekhai dan Ester; raja tidak
bisa ikut dalam urusan seperti itu, karena ia tidak mempunyai urusan dengan
agama Yahudi, karena itu bukan agama negerinya) - hal 827.
Pulpit Commentary: “In modern times the
Jews keep up the practice, and on the 15th of Adar both interchange
gifts, chiefly sweetmeats, and make liberal offering for the poor (comp. ver.
22, ad fin.)” [= Dalam jaman
modern orang-orang Yahudi mempertahankan praktek ini, dan pada tanggal 15 bulan
Adar mereka saling tukar menukar hadiah, yang terutama daging manis, dan
memberikan persembahan yang murah hati kepada orang-orang miskin (bdk. ay 22
bagian akhir)] - hal 158.
Pulpit Commentary: “The universal
adoption of the Purim feast by the Jewish nation, originating as it did at Susa , among the Persian
Jews, ... Mordecai had no ecclesiastical authority; and it might have been
expected that the Jews of Jerusalem would have demurred to the imposition of a
fresh religious obligation upon them by a Jew of the Dispersion, who was
neither a prophet, nor a priest, not even a Levite. ... But Joiakim, the high
priest of the time (Neh. 12:10-12), ... must have given his approval to the
feast from the first, and have adopted it into the ceremonial of the nation, or
it would scarcely have become universal. Hooker ... rightly makes the
establishment of the feast an argument in favour of the Church’s power to
prescribe festival days; and it must certainly have been by ecclesiastical,
and not by civil, command that it became obligatory” [= Penerimaan secara universal terhadap Hari Raya Purim oleh
bangsa Yahudi, berasal mula di Susa, di antara orang-orang Yahudi Persia, ...
Mordekhai tidak mempunyai otoritas kegerejaan; dan bisa diharapkan bahwa
orang-orang Yahudi Yerusalem akan keberatan pada pembebanan suatu kewajiban
agama yang baru kepada mereka oleh seorang Yahudi yang sedang tersebar, yang
bukan seorang nabi, atau imam, dan bahkan bukan seorang Lewi. ... Tetapi
Yoyakim, sang imam besar pada saat itu (Neh 12:10-12, ... pasti memberikan
persetujuannya terhadap hari raya itu dari semula, dan telah mengadopsinya ke
dalam upacara bangsa itu, atau itu tidak mungkin bisa bersifat universal. Hooker
... secara benar membuat peneguhan dari hari raya ini suatu argumentasi yang
mendukung kuasa Gereja untuk menentukan hari-hari raya; dan itu haruslah
oleh perintah gereja, dan bukan perintah pemerintah, sehingga itu menjadi suatu
yang bersifat wajib)] - hal 158-159.
Pulpit Commentary: “Other Jewish
festivals, as the passover and tabernacles, were instituted by express Divine
authority. The feast of Purim was instituted by the authority of Mordecai and
Esther. Yet its observance was undoubtedly sanctioned by the God whose merciful
interposition it commemorated” (=
Hari-hari raya Yahudi yang lain, seperti Paskah dan Pondok Daun, ditetapkan
oleh otoritas Ilahi yang explicit. Pesta Purim ditetapkan oleh otoritas dari
Mordekhai dan Ester. Tetapi pemeliharaannya tidak diragukan didukung oleh Allah
yang campur tanganNya yang penuh belas kasihan diperingati oleh hari itu) - hal 160.
Pulpit Commentary: “the observances
consisting of a preliminary fast; and of a sacred assembly in the synagogue,
when the Megillah (or roll) of the Book of Esther, is unfolded and solemnly
read aloud; and of a repast at home, followed by merry-making, and the sending
of presents” (= Perayaan /
peringatannya terdiri dari suatu puasa pendahuluan; dan suatu pertemuan kudus
dalam sinagog, dimana gulungan kitab Ester dibuka dan dibaca dengan khidmat;
dan suatu jamuan makan di rumah, diikuti dengan acara suka ria dan pengiriman
hadiah-hadiah) - hal 160.
Tentang Ester 9:28b - “sehingga
hari-hari Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan
peringatannya tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka”, Pulpit Commentary berkata: “As a commemoration of human, and not of Divine, appointment, the
feast of Purim was liable to abrogation or discontinuance. The Jews of that
time resolved that the observance should be perpetual; and in point of fact the
feast has continued up to the present date” (=
Sebagai suatu peringatan oleh penetapan manusia, dan bukan penetapan Ilahi,
hari raya Purim bisa dihapuskan atau tidak dilanjutkan. Orang-orang Yahudi pada
jaman itu memutuskan bahwa pemeliharaan hari itu harus kekal; dan dalam
faktanya hari raya itu berlanjut sampai saat ini) - hal 159.
W. N. McElrath & Billy Mathias: “Purim. Hari raya
bangsa Yahudi untuk memperingati kemenangan Ester dan Mordekhai atas komplotan
jahat Haman (Ester 9:23-26). Pesta itu agak luar biasa di antara hari-hari raya
bangsa Yahudi, karena dirayakan dengan penuh sukacita dan keramaian. Kisah
Ester dipentaskan pula dengan cukup keriangan” - ‘Ensiklopedia Alkitab Praktis’, hal 117.
Alfred Edersheim: “Purim was never more
than a popular festival. As such it was kept with great merriment and
rejoicing, when friends and relations were wont to send presents to each
other” (= Purim tidak
pernah lebih dari suatu pesta / perayaan yang populer. Sebagai pesta / perayaan
populer itu dipelihara dengan keriangan dan sukacita yang besar, pada waktu
teman-teman dan famili biasa mengirimkan hadiah satu sama lain) - ‘The Temple ’, hal 331.
Alfred Edersheim: “the religious
observances of Purim commenced with a fast” (=
Pemeliharaan Purim secara agamawi dimulai dengan suatu puasa) - ‘The Temple ’, hal 332.
Alfred Edersheim: “in such
synagogues the Megillah, or at least the principal portions of it, was read
on the previous Thursday. It was also allowed to read the Book of Esther
in any language other than Hebrew, ... The prayers for the occasion now
used in the synagogue, ... ” (= dalam
synagogue-synagogue seperti itu Megillah, atau setidaknya bagian-bagian
utama darinya, dibacakan pada hari Kamis sebelumnya. Juga diijinkan untuk
membaca kitab Ester dalam bahasa apapun selain Ibrani, ... Doa-doa
untuk peristiwa itu yang sekarang digunakan di synagogue, ...) - ‘The Temple ’, hal 333.
Alfred Edersheim: “According to the
testimony of Josephus, in his time ‘all the Jews that are in the habitable
earth’ kept ‘these days festivals,’ and sent ‘portions to one another.’. In our
own days, though the synagogue has prescribed for them special prayers and
portions of Scripture, they are chiefly marked by boisterous and uproarious
merrymaking, even beyond the limits of propriety” (= Menurut kesaksian dari Josephus, pada jamannya ‘semua orang
Yahudi yang ada di bagian bumi yang bisa dihuni’ memelihara ‘hari-hari pesta /
perayaan ini’, dan mengirimkan ‘bagian dari makanan satu sama lain’. Pada jaman
kita, sekalipun sinagog telah menentukan untuk hari-hari itu doa-doa khusus
dan bagian-bagian Kitab Suci, hari-hari itu terutama ditandai oleh tindakan
bersenang-senang yang riuh dan hiruk pikuk, bahkan melampaui batasan
kepantasan) - ‘The Temple ’, hal 333.
Catatan:
bagian-bagian yang saya garis bawahi dari 3 kutipan terakhir dari Edersheim itu
menunjukkan bahwa hari raya Purim itu, sekalipun tidak diperintahkan oleh
Allah, dirayakan dalam sinagog, yang bisa disamakan dengan gereja pada jaman
sekarang.
Seorang penulis yang anti Natal mengatakan di internet sebagai berikut:
·
“There
is almost no resemblance between Christmas and Purim. Purim consists of two
days of thanksgiving. The events of Purim are: ‘joy and gladness, a feast and a
good day. . . and of sending portions one to another, and gifts to the poor’
(Est. 8:17; 9:22). There was no worship service. There were no levitical
priestly activities. There were no ceremonies. The two days of Purim have much
more in common with Thanksgiving and it’s dinners than Christmas. Purim is certainly
no justification for Christmas services” [= Hampir tidak
ada persamaan antara Natal
dan Purim. Purim terdiri dari 2 hari pengucapan syukur. Peristiwa-peristiwa
dari Purim adalah: ‘ada sukacita dan kegirangan di antara orang Yahudi, dan
perjamuan serta hari gembira. ... dan
hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk bersedekah kepada orang-orang
miskin’ (Est 8:17 9:22). Tidak ada
kebaktian. Tidak ada aktivitas keimaman. Tidak ada ada upacara. Dua hari dari
Purim jauh lebih mempunyai persamaan dengan Thanksgiving day / hari Pengucapan
Syukur dan makanannya dari pada dengan Natal .
Purim pasti bukan suatu pembenaran untuk kebaktian-kebaktian Natal ].
·
“Purim
... The festival was decreed by the civil magistrate: the prime minister,
Mordecai, and the queen, Esther. It was agreed to unanimously by the people. The occasion and authorization of Purim are
inscripturated in the Word of God and approved by the Holy Spirit. The
biblical imperative of no addition and no subtraction applies to man-made law
and worship. It most certainly does not forbid the Holy Spirit from completing
the canon of Scripture and instituting new regulations”
(= Purim ... Pesta / perayaan ini ditetapkan oleh hakim sipil: perdana menteri
Mordekhai, dan ratu Ester. Itu disetujui secara mutlak oleh bangsa itu. Peristiwa / upacara dan otorisasi dari Purim
dituliskan dalam Firman Allah dan disetujui oleh Roh Kudus. Perintah
Alkitab tentang tidak boleh ada penambahan dan pengurangan berlaku kepada hukum
dan ibadah buatan manusia. Itu jelas tidak melarang Roh Kudus untuk melengkapi
kanon Kitab Suci dan mengadakan peraturan-peraturan baru).
·
“Christmas
is intrinsically immoral because it is built upon the monuments of pagan
idolatry. There is nothing wrong with a country having a day of thanksgiving
for a special act of deliverance by God. But there is something very wrong when
a corrupt church attempts to sew Christian cloth onto pagan garments. There is
something very wrong when Protestants conspire with the corrupt church of Rome and use godly Mordecai as an excuse”
[= Natal pada
hakekatnya adalah tidak bermoral karena itu dibangun pada monumen dari
penyembahan berhala kafir. Tidak ada yang salah dengan suatu negara mempunyai
suatu hari pengucapan syukur untuk tindakan khusus dari pembebasan oleh Allah.
Tetapi ada sesuatu yang sangat salah pada waktu suatu gereja yang rusak
berusaha menjahitkan kain Kristen pada jubah kafir. Ada sesuatu yang sangat salah pada waktu
orang-orang Protestan bersekongkol dengan gereja Roma (Katolik) yang rusak dan
menggunakan Mordekhai yang saleh sebagai suatu alasan].
Jawaban saya:
¨
Persoalan kekafiran
sudah saya bahas di atas, dan tidak saya ulangi di sini.
¨
Adalah omong kosong
kalau dalam Purim tidak ada kebaktian, upacara dan sebagainya. Bandingkan
dengan dengan kata-kata Edersheim di atas yang mengatakan perayaan Purim
sebagai ‘religious
observances’ (= pemeliharaan agamawi).
Juga bdk. dengan kata-kata Edersheim bahwa pada Purim dilakukan perayaan di
synagogue, dengan pembacaan kitab Ester, disertai doa, dan sebagainya.
¨
Yang saya garis bawahi
dobel itu juga ngawur. Perayaan Purim tidak pernah diperintahkan oleh Tuhan,
tetapi hanya oleh Mordekhai dan Ester. Kitab Suci hanya menceritakan hal itu
tetapi tidak memberikan persetujuan / otoritas dari Tuhan! Baca sendiri Ester 9:20-32
- “(20) Maka Mordekhai menuliskan peristiwa itu, lalu mengirimkan
surat-surat kepada semua orang Yahudi di seluruh daerah raja Ahasyweros, baik
yang dekat baik yang jauh, (21) untuk mewajibkan mereka, supaya tiap-tiap
tahun merayakan hari yang keempat belas dan yang kelima belas bulan Adar, (22)
karena pada hari-hari itulah orang Yahudi mendapat keamanan terhadap musuhnya
dan dalam bulan itulah dukacita mereka berubah menjadi sukacita dan hari
perkabungan menjadi hari gembira, dan supaya menjadikan hari-hari itu hari
perjamuan dan sukacita dan hari untuk antar-mengantar makanan dan untuk
bersedekah kepada orang-orang miskin. (23) Maka orang Yahudi menerima
sebagai ketetapan apa yang sudah dimulai mereka melakukannya dan apa yang
ditulis Mordekhai kepada mereka. (24) Sesungguhnya Haman bin Hamedata,
orang Agag, seteru semua orang Yahudi itu, telah merancangkan hendak
membinasakan orang Yahudi dan diapun telah membuang pur - yakni undi - untuk
menghancurkan dan membinasakan mereka, (25) akan tetapi ketika hal itu
disampaikan ke hadapan raja, maka dititahkannyalah dengan surat, supaya
rancangan jahat yang dibuat Haman terhadap orang Yahudi itu dibalikkan ke atas
kepalanya. Maka Haman beserta anak-anaknya disulakan pada tiang. (26) Oleh
sebab itulah hari-hari itu disebut Purim, menurut kata pur. Oleh sebab itu
jugalah, yakni karena seluruh isi surat itu dan karena apa yang dilihat mereka
mengenai hal itu dan apa yang dialami mereka, (27) orang Yahudi menerima
sebagai kewajiban dan sebagai ketetapan bagi dirinya sendiri dan keturunannya
dan bagi sekalian orang yang akan bergabung dengan mereka, bahwa mereka tidak
akan melampaui merayakan kedua hari itu tiap-tiap tahun, menurut yang
dituliskan tentang itu dan pada waktu yang ditentukan, (28) dan bahwa hari-hari
itu akan diperingati dan dirayakan di dalam tiap-tiap angkatan, di dalam
tiap-tiap kaum, di tiap-tiap daerah, di tiap-tiap kota, sehingga hari-hari
Purim itu tidak akan lenyap dari tengah-tengah orang Yahudi dan peringatannya
tidak akan berakhir dari antara keturunan mereka. (29) Lalu Ester, sang
ratu, anak Abihail, menulis surat, bersama-sama dengan Mordekhai, orang Yahudi
itu; surat yang kedua tentang hari raya Purim ini dituliskannya dengan segala
ketegasan untuk menguatkannya. (30) Lalu dikirimkanlah surat-surat kepada
semua orang Yahudi di dalam keseratus dua puluh tujuh daerah kerajaan
Ahasyweros, dengan kata-kata salam dan setia, (31) supaya hari-hari Purim
itu dirayakan pada waktu yang ditentukan, seperti yang diwajibkan kepada mereka
oleh Mordekhai, orang Yahudi itu, dan oleh Ester, sang ratu, dan seperti yang
diwajibkan mereka kepada dirinya sendiri serta keturunan mereka, mengenai hal
berpuasa dan meratap-ratap. (32) Demikianlah perintah Ester menetapkan
perihal Purim itu, kemudian dituliskan di dalam kitab”.
Cobalah saudara sendiri mencari dalam text ini, apakah
perayaan Purim tersebut disahkan oleh Allah / Roh Kudus atau tidak. Jelas
sekali bahwa Purim hanya diperintahkan oleh Mordekhai dan Ester, dan disetujui
oleh orang-orang Yahudi, tetapi tidak pernah disetujui / disahkan oleh Tuhan.
b. Perayaan hari
Pentahbisan Bait Suci.
Yoh 10:22-23 - “(22)
Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem;
ketika itu musim dingin. (23) Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di
serambi Salomo”.
Yang dimaksud dengan Pentahbisan di sini adalah Pentahbisan
Bait Suci yang perayaannya diperintahkan oleh Yudas Makabe pada tahun 165 S. M.
Ini dicatat dalam kitab Apocrypha, yaitu 1Makabe 1:59 4:52,59. Pentahbisan ini lalu dirayakan setiap
tahun.
Pulpit Commentary: “This feast is not
elsewhere noticed in the New Testament. The account of its origin is found in
1Macc. 4:36, etc.; 2Macc. 10:1-8; ... It was held on the 25th of
Chisleu, which, in A.D. 29, would correspond with the 19th of December,
in commemoration of the ‘renewal,’ reconstruction, of the temple by Judas
Maccabæus after the gross profanation of it by Antiochus Epiphanes (1Macc.
1:20-60; 4:36-57). It occupied eight days, was distinguished by illumination of
the city and temple and of other places throughout the land, and hence was
called the ‘Feast of Lights.’ ... One feature was the increase night by night
of the number of lights which commemorated the restoration of the temple. All
fasting and public mourning were prohibited” [=
Pesta / perayaan ini tidak terlihat dimanapun dalam Perjanjian Baru. Cerita
tentang asal usulnya ditemukan dalam 1Makabe 4:36, dst.; 2Makabe 10:1-8; ...
Itu diadakan pada tanggal 25 bulan Kislew, yang dalam tahun 29 M. sesuai dengan
tanggal 19 Desember, untuk memperingati pembaharuan, rekonstruksi, dari Bait
Suci oleh Yudas Makabe setelah pencemaran yang besar terhadapnya oleh Antiokhus
Epifanes (1Makabe 1:20-60; 4:36-57). Itu memakan waktu 8 hari, terkenal oleh
penerangan kota
dan Bait Suci dan tempat-tempat lain di seluruh negara, dan karena itu disebut
‘Pesta / perayaan Terang’. ... Satu keistimewaan adalah naiknya malam demi
malam jumlah dari terang yang memperingati pemulihan dari Bait Suci. Semua
puasa dan perkabungan umum dilarang] - hal
48.
Catatan:
Antiochus Epifanes adalah raja Syria
yang bertakhta tahun 175-164 S. M. (Barclay hal 69). Ia mempersembahkan daging
babi untuk dewa-dewa kafir di Bait Allah. Yudas Makabe memerintahkan perayaan
hari ini dalam 1Mak 4:59.
Calvin: “the temple, which had
been polluted, was again consecrated by the command of Judas Maccabæus; and at
that time it was enacted that the day of the new dedication or consecration
should be celebrated every year as a festival, that the people might recall to
remembrance the grace of God” (=
Bait Suci, yang telah dicemarkan, ditahbiskan lagi oleh perintah dari Yudas
Makabe; dan pada saat itu ditetapkan sebagai hukum bahwa hari dari pembaktian
atau pentahbisan itu harus dirayakan setiap tahun sebagai suatu perayaan /
pesta, supaya bangsa itu bisa mengingat kasih karunia Allah) - hal 412.
William Hendriksen: “Though it is not one
of the three great pilgrim-feasts, it nevertheless, drew many people to Jerusalem ” (= Sekalipun itu bukan salah satu dari 3 hari raya besar, tetapi
hari itu menarik banyak orang ke Yerusalem)
- hal 120.
Barclay: “This was the latest
of the great Jewish festivals to be founded. It was sometimes called The
Festival of Lights; and its Jewish name was Hanukkah. Its date is the 25th
of the Jewish month called Chislew which corresponds with our December. This
Festival therefore falls very near our Christmas time and is still universally
observed by the Jews” (= Ini adalah
perayaan / hari raya Yahudi besar yang terakhir yang ditetapkan. Hari itu
kadang-kadang disebut Perayaan / Hari Raya Terang; dan nama Yahudinya adalah
HANUKKAH. Tanggalnya adalah 25 dari bulan Yahudi yang disebut Kislew, yang
sesuai dengan bulan Desember kita. Karena itu, perayaan / hari raya ini
terletak dekat dengan masa Natal
kita dan tetap diperingati secara universal oleh orang-orang Yahudi) - hal 69.
Alfred Edersheim: “It was not of
Biblical origin, but had been instituted by Judas Maccabaeus in 164 B.C., when
the Temple, which had been desecrated by Antiochus Epiphanes, was once more
purified, and re-dedicated to the Service of Jehovah (1Macc 6:52-59) ... In
memory of this, it was ordered the following year, that the Temple be
illuminated for eight days on the anniversary of its ‘Dedication’ ... the
‘Lights’ in honour of the Feast were lit not only in the Temple, but in every
home. ... Certain benediction are spoken on lighting these lights, all work is
stayed, and the festive time spent in merriment” [= Itu bukan mempunyai asal usul dari Alkitab, tetapi telah
ditetapkan oleh Yudas Makabe pada tahun 164 S.M., pada waktu Bait Suci, yang
telah dinajiskan oleh Antiokhus Epifanes, sekali lagi disucikan, dan
dipersembahkan ulang bagi Pelayanan Yehovah (1Makabe 6:52-59) ... Untuk
memperingati hal ini, diperintahkan pada tahun berikutnya, supaya Bait Suci
diterangi untuk 8 hari pada hari ulang tahun dari ‘pentahbisan’nya ... Terang
untuk menghormati perayaan / hari raya itu dinyalakan bukan hanya dalam Bait
Suci, tetapi di setiap rumah. ... Berkat tertentu diucapkan pada waktu
menyalakan terang-terang ini, semua pekerjaan dihentikan / ditunda, dan saat
perayaan dihabiskan dalam kegirangan] - ‘The Life and
Times of Jesus the Messiah’, hal 428-429.
Alfred Edersheim: “The Feast of the
Dedication of the Temple ,
Chanuchah (‘the dedication’), called in 1Maccab. 4:52-59 ‘the dedication of the
altar,’ and by Josephus ‘the Feast of Lights,’ was another popular and joyous
festival. It was instituted by Judas Maccabæus in 164 B.C., when, after the
recovery of Jewish independence from the Syro-Grecian domination, the Temple of
Jerusalem was solemnly purified, the old polluted altar removed, its stones put
in a separate place on the Temple-mount, and the worship of the Lord restored.
The feast commenced on the 25th of Chislev (December), and lasted
for eight days. On each of them the ‘Hallel’ was sung, the people appeared
carrying palm and other branches, and there was a grand illumination of the
Temple and of all private houses” [=
Hari Raya Pentahbisan Bait Suci, CHANUCHAH (‘pentahbisan’), disebut dalam
1Makabe 4:52-59 ‘pentahbisan mezbah’, dan oleh Josephus ‘Perayaan Terang’,
merupakan perayaan yang lain yang populer dan penuh sukacita. Hari itu
ditetapkan oleh Yudas Makabe pada tahun 164 S. M., pada waktu, setelah
pemulihan dari kemerdekaan Yahudi dari penguasaan Syria-Yunani, Bait Suci
disucikan secara khidmat, mezmah lama yang dicemarkan itu disingkirkan,
batu-batunya diletakkan di tempat terpisah pada gunung Bait Suci, dan ibadah
kepada Tuhan dipulihkan. Pesta / perayaan itu dimulai pada tanggal 25 bukan
Kislew (Desember), dan berlangsung 8 hari. Pada setiap hari lagu ‘Hallel’
dinyanyikan, orang-orang terlihat membawa daun palm dan ranting-ranting yang
lain, dan ada suatu penerangan yang besar dari Bait Suci dan semua rumah-rumah
pribadi] - ‘The Temple ’, hal 333-334.
Alfred Edersheim: “the date of the
Feast of the Dedication - the 25th of Chislev - seems to have been
adopted by the ancient Church as that of the birth of our blessed Lord -
Christmas - the Dedication of the true Temple, which was the body of Jesus” [= tanggal dari hari raya Pentahbisan Bait Allah - bulan Kislew
tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi oleh Gereja kuno sebagai tanggal
kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal - Pentahbisan dari Bait Allah
yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus (bdk. Yoh 2:19-22)] - ‘The Temple ’, hal 334.
Alfred Edersheim: “From the hesitating
language of Josephus, we infer that even in his time the real origin of the
practice of illuminating the Temple
was unknown. Tradition, indeed, has it that when in the restored Temple the sacred
candlestick was to be lit, only one flagon of oil, sealed with the signet of
the high-priest, was found to feed the lamps. This, then, was pure oil, but the
supply was barely sufficient for one day - but when, lo, by a miracle, the oil
increased, and the flagon remained filled for eight days, in memory of which it
was ordered to illuminate for the same space of time the Temple and private
houses” (= Dari bahasa yang
ragu-ragu dari Josephus, kami menyimpulkan bahwa bahkan pada jamannya asal usul
dari praktek menerangi Bait Suci tidak diketahui. Tradisi mengatakan bahwa pada
saat dalam Bait Suci yang dipulihkan itu lilin yang kudus akan dinyalakan,
hanya satu tempat minyak, dimeteraikan dengan segel dari imam besar, ditemukan
untuk menyalakan lampu. Ini adalah minyak murni, tetapi jumlah itu hampir tidak
cukup untuk satu hari - tetapi pada waktu, lihatlah, oleh suatu mujijat, minyak
itu bertambah, dan tempat minyak itu tetap penuh untuk delapan hari, untuk
mengingat hal mana diperintahkan untuk menerangi untuk jangka waktu yang sama
Bait Suci dan rumah-rumah pribadi) - ‘The Temple’, hal 335.
Alfred Edersheim: “there cannot be a
doubt that our blessed Lord Himself attended this festival at Jerusalem , on which occasion He told them
plainly: ‘I and My Father are one.’” (=
Tidak diragukan bahwa Tuhan kita sendiri menghadiri hari raya / perayaan ini di
Yerusalem, dalam peristiwa mana Ia memberitahu mereka dengan jelas, ‘Aku dan
Bapa adalah satu’.) - ‘The Temple ’, hal 336.
Yoh 10:22-23,30 - “(22)
Tidak lama kemudian tibalah hari raya Pentahbisan Bait Allah di Yerusalem;
ketika itu musim dingin. (23) Dan Yesus berjalan-jalan di Bait Allah, di
serambi Salomo. ... (30) Aku dan Bapa adalah satu.’”.
Calvin: “Christ appeared in
the temple at that time, according to custom, that his preaching might yield
more abundant fruit amidst a large assembly of men” (= Kristus muncul di Bait Allah pada saat itu, sesuai dengan
kebiasaan / tradisi, supaya khotbahnya bisa menghasilkan buah yang lebih
berlimpah-limpah di tengah-tengah kumpulan orang banyak) - hal 412.
Ini
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan. Hari Raya Pentahbisan itu bukanlah
hari Raya yang ditetapkan oleh Tuhan, tetapi oleh Yudas Makabe. Tetapi
sekalipun demikian, dalam perayaan hari itu, Yesus mengikutinya! Yesus tidak
bersikap sok suci seperti orang-orang yang anti Natal , dengan menolak mengikuti perayaan
tersebut dan mengecam setiap orang yang mengikutinya!
c. The Feast of
Wood-offering, yang terjadi pada bulan Ab (Agustus) tanggal 15 (Edersheim, ‘The Temple ’, hal 336).
d. Hari-hari
puasa, yang banyak ditambahkan kepada hari puasa yang memang merupakan perintah
Allah. Yang ditambahkan adalah:
·
puasa untuk
memperingati pembuangan ke Babilonia (Edersheim, ‘The Temple ’, hal 338).
·
puasa untuk
memperingati direbutnya Yerusalem oleh Nebukadnezar (Edersheim, ‘The Temple ’, hal 339).
·
puasa untuk
memperingati pembuatan anak lembu emas, dan pemecahan 10 hukum Tuhan oleh Musa
(Edersheim, ‘The Temple ’, hal 339).
Alfred Edersheim: “the Jewish calendar
at present contains other twenty-two fast-days” (= kalender Yahudi pada masa ini berisikan 22 hari puasa yang
lain) - ‘The Temple ’, hal 340.
g. Dalam
2Makabe 15:35-36 terlihat bahwa orang-orang Yahudi merayakan hari matinya
Nikanor.
h. Encyclopedia
Britannica 2000 dengan topik ‘Calendar: Months and important days’:
“The months of the Jewish year
and the notable days are as follows:
·
Tishri:
1-2, Rosh Hashana (New Year); 3, Fast of Gedaliah; 10, Yom Kippur (Day of
Atonement); 15-21, Sukkot (Tabernacles); 22, Shemini Atzeret (Eighth Day of
Solemn Assembly); 23, Simhat Torah (Rejoicing of the Law).
·
Heshvan.
·
Kislev:
25, Hanukka (Festival of Lights) begins.
·
Tevet:
2 or 3, Hanukka ends; 10, Fast.
·
Shevat:
15, New Year for Trees (Mishna).
·
Adar:
13, Fast of Esther; 14-15, Purim (Lots).
·
Second
Adar (Adar Sheni) or ve-Adar (intercalated month); Adar holidays fall in
ve-Adar during leap years.
·
Nisan:
15-22, Pesah (Passover).
·
Iyyar:
5, Israel
Independence Day.
·
Sivan:
6-7, Shavuot (Feast of Weeks [Pentecost]).
·
Tammuz:
17, Fast (Mishna).
·
Av:
9, Fast (Mishna).
·
Elul”.
Dari sini juga terlihat adanya hari-hari yang dirayakan
tanpa adanya perintah Tuhan, seperti ‘Shemini Atzeret’, ‘Simhat Torah’,
‘Hezhvan’, ‘New Year for Trees’, ‘Israel’s Independence Day’, dan sebagainya.
8. Kebiasaan mendedikasikan rumah baru.
Orang-orang Yahudi biasanya
selalu mendedikasikan rumah baru, dan kebiasaan itu terlihat dari Ul 20:5.
Ul 20:5 - “Para
pengatur pasukan haruslah berbicara kepada tentara, demikian: Siapakah orang
yang telah mendirikan rumah baru, tetapi belum menempatinya? Ia boleh
pergi dan pulang ke rumahnya, supaya jangan ia mati dalam pertempuran dan orang
lain yang menempatinya”.
Kata ‘menempatinya’ salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘and not dedicated it?’ (= dan
belum mendedikasikannya?).
Kata ‘dedicate’ bisa
berarti ‘mempersembahkan’, ‘membaktikan’, ‘meresmikan pemakaiannya’.
Kelihatannya arti yang terakhir yang harus diambil di sini.
Bdk. Maz 30:1 - “Mazmur.
Nyanyian untuk pentahbisan Bait Suci. Dari Daud. (2) Aku akan memuji
Engkau, ya TUHAN, sebab Engkau telah menarik aku ke atas, dan tidak memberi
musuh-musuhku bersukacita atas aku”.
RSV/NIV: ‘temple’.
KJV/NASB: ‘house’.
Fred H. Wight: “It was common when any person had finished
a house and entered into it, to celebrate it with great rejoicing, and keep a
festival, to which his friends are invited, and to perform some religious
ceremonies, to secure the protection of Heaven” (= Merupakan sesuatu yang umum pada waktu
seseorang telah menyelesaikan suatu rumah dan memasukinya, untuk merayakannya
dengan kegembiraan yang besar, dan mengadakan suatu pesta, kemana
teman-temannya diundang, dan melaksanakan upacara-upacara agamawi, untuk
memastikan perlindungan dari surga) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 135.
Hal seperti ini sebetulnya juga ada dalam kebiasaan
orang-orang kristen di Indonesia .
Kalau pindah ke rumah baru, mereka mengadakan bidstond / acara persekutuan /
syukuran dsb.
9. Perayaan
berkenaan dengan penyapihan anak.
Pada jaman itu penyapihan (penghentian susu ibu) anak baru
terjadi pada usia 3 tahun, dan ini dilakukan dengan suatu perayaan, dimana
teman-teman berkumpul, ada pesta, dan ada upacara-upacara agama, dan
kadang-kadang ada acara pemberian nasi kepada anak itu.
Fred H. Wight: “The weaning of a
child is an important event in the domestic life of the East. In many places it
is celebrated by a festive gathering of friends, by feasting, by religious
ceremonies, and sometimes the formal presentation of rice to the child. ...
It was probably at this age of three, or possibly even later, that Hannah
weaned Samuel and brought him to God’s sanctuary, where offerings were made to
God, and he was presented to the Lord (1Sam 1:23)” [= Penyapihan seorang anak merupakan suatu peristiwa yang penting
dalam kehidupan domestik di Timur. Di banyak tempat itu dirayakan dengan suatu
perayaan dengan mengumpulkan teman-teman, dengan pesta, dengan upacara-upacara
agamawi, dan kadang-kadang pemberian nasi secara formil kepada anak itu. ...
Mungkin pada usia 3 tahun atau lebih Hana menyapih Samuel dan membawanya ke
rumah Allah, dimana persembahan dibuat bagi Allah, dan Ia diberikan kepada
Allah (1Sam 1:23)] - ‘Manners and
Customs of Bible Lands’, hal 136.
Catatan:
2Makabe 7:27 mengatakan bahwa pada jaman itu seorang ibu menyusui anaknya
sampai usia 3 tahun.
Bdk. Kej 21:8 - “Bertambah
besarlah anak itu dan ia disapih, lalu Abraham mengadakan perjamuan besar
pada hari Ishak disapih itu”.
10. Perayaan
pada masa pengguntingan bulu domba.
Masa pengguntingan bulu domba juga merupakan saat dimana
mereka melakukan perayaan / pesta, sebagai suatu ucapan syukur kepada Tuhan.
Fred H. Wight: “It would seem from
two Bible references that sheep-shearing was another time of special festivity
in the ancient Hebrew home. ... without doubt, in many pious homes it was a
time of thanksgiving to God for the wool provided from the flock” (= Kelihatan dari 2 referensi Alkitab bahwa pengguntingan bulu
domba merupakan saat perayaan khusus yang lain dalam rumah Ibrani kuno. ...
tidak diragukan, dalam banyak rumah orang-orang saleh, itu merupakan suatu saat
pengucapan syukur kepada Allah untuk wol yang disediakan dari kawanan domba) - ‘Manners and Customs of Bible Lands’, hal 137.
1Sam 25:4,36 - “(4)
Ketika didengar Daud di padang
gurun, bahwa Nabal sedang menggunting bulu domba-dombanya, ... (36) Sampailah
Abigail kepada Nabal dan tampaklah, Nabal mengadakan perjamuan di rumahnya,
seperti perjamuan raja-raja. Nabal riang gembira dan mabuk sekali. Sebab
itu tidaklah diceriterakan perempuan itu sepatah katapun kepadanya, sampai
fajar menyingsing”.
2Sam 13:23-28 - “(23)
Sesudah lewat dua tahun, Absalom mengadakan pengguntingan bulu domba di
Baal-Hazor yang dekat kota
Efraim. Lalu Absalom mengundang semua anak raja. (24) Kemudian Absalom
menghadap raja, lalu berkata: ‘Hambamu ini mengadakan pengguntingan bulu
domba. Kiranya raja dan pegawai-pegawainya ikut bersama-sama dengan hambamu ini.’
(25) Tetapi raja berkata kepada Absalom: ‘Maaf, anakku, jangan kami semua
pergi, supaya kami jangan menyusahkan engkau.’ Lalu Absalom mendesak, tetapi
raja tidak mau pergi, ia hanya memberi restu kepadanya. (26) Kemudian
berkatalah Absalom: ‘Kalau tidak, izinkanlah kakakku Amnon pergi beserta
kami.’ Tetapi raja menjawabnya: ‘Apa gunanya ia pergi bersama-sama dengan
engkau?’ (27) Tetapi ketika Absalom mendesak, diizinkannyalah Amnon dan semua
anak raja pergi beserta dia. (28) Lalu Absalom memerintahkan orang-orangnya,
demikian: ‘Perhatikan! Apabila hati Amnon menjadi gembira karena anggur,
dan aku berkata kepadamu: Paranglah Amnon, maka haruslah kamu membunuh dia.
Jangan takut. Bukankah aku yang memerintahkannya kepadamu? Kuatkanlah hatimu
dan tunjukkanlah dirimu sebagai orang yang gagah perkasa!’”.
Memang perjamuan dalam 2Sam 13 ini merupakan suatu
perangkap dari Absalom. Tetapi seandainya hal itu bukan sesuatu yang lazim
dilakukan, tidak mungkin saudara-saudara yang lain mau datang ke pesta itu.
8) Perayaan
Natal bertentangan dengan Gal 4:9-11 dan Kol 2:16-17.
Internet: “Sekarang perhatikan
apa yang menjadi kekuatiran Paulus di dalam ayat 9-11: ‘Tetapi sekarang sesudah
kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, bagaimana
kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai
memperhambakan diri lagi kepadanya? Kamu dengan teliti MEMELIHARA HARI-HARI
TERTENTU, BULAN-BULAN, MASA-MASA YANG TETAP DAN TAHUN-TAHUN. Aku kuatir
kalau-kalau susah payahku untuk kamu telah SIA-SIA’. Dengarkan itu! Mengapa
kita, sebagai anak-anak Allah, terus menceburkan diri dan ikut ambil bagian
dalam perayaan HARI-HARI BESAR KEAGAMAAN sementara Roh Allah dengan tegas
MENENTANGNYA! Adalah PENGANGKATAN KITA SEBAGAI ANAK bagi ALLAH yang MELEPASKAN
kita dari KEBUTUHAN akan semua unsur perbudakan ini! Hari-hari besar keagamaan
adalah; roh-roh dunia yang lemah dan miskin; sebagaimana yang dikatakan
Alkitab. Dan sekalipun kita tahu bahwa hari-hari besar keagamaan dan
perayaan-perayaannya yang dikatakan oleh Paulus tidak termasuk Natal
(karena Natal
pada waktu itu belum diketemukan), akan tetapi prinsipnya sama. Baik Galatia 4:9-11
dan Kolose 2:16 keduanya tegas atas ketidaksetujuannya terhadap semua hari
besar keagamaan dan perayaan-perayaannya. SAMPAI DETIK INI ALLAH TIDAK PERNAH
MENGATAKAN SATU KATAPUN AGAR SUPAYA KITA MEMELIHARA HARI-HARI ISTIMEWA. Allah
tidak pernah mengatakan di dalam firman-Nya, ataupun melalui nubuatan, atau
penglihatan, atau bahasa roh, atau wahyu, atau malaikat, ataupun media lainnya
pada sekarang ini yang memerintahkan kita sebagai umat-Nya agar supaya
merayakan hari kelahiran Anak-Nya ataupun HARI lainnya!”.
Jawaban saya:
Orang-orang
bodoh ini menggunakan ayat Kitab Suci tanpa mengerti artinya. Jangan lupa bahwa
setan juga bisa menggunakan ayat Kitab Suci tetapi yang ia putar balikkan
artinya.
Bdk.
Mat 4:5-6 - “(5) Kemudian Iblis membawaNya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan
Bait Allah, (6) lalu berkata kepadaNya: ‘Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah
diriMu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan
memerintahkan malaikat-malaikatNya dan mereka akan menatang Engkau di atas
tangannya, supaya kakiMu jangan terantuk kepada batu.’”.
Sekarang, mari
kita memperhatikan kedua text yang dipersoalkan, supaya bisa mengertinya secara
benar.
Kol 2:16 - “Karena itu janganlah
kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai
hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat”.
Gal 4:9-11 - “(9) Tetapi sekarang
sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan
mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya? (10) Kamu dengan teliti memelihara
hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun. (11)
Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk kamu telah sia-sia”.
a) Memang kalau dilihat sepintas lalu, harus
diakui bahwa kedua text di atas ini kelihatannya melarang kita untuk memelihara
hari raya. Tetapi benarkah demikian? Kalau kita mau menafsirkan kedua text ini
dengan benar, kita juga harus memperhatikan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci
yang berhubungan dengannya. Dan text / ayat yang harus diperhatikan adalah Ro
14:1-6 (khususnya ay 5-6nya). Dalam kedua text di atas ini (Kol 2:16 Gal 4:9-11),
Paulus tidak mungkin melarang perayaan hari-hari raya, karena kalau diartikan
demikian, akan bertentangan dengan Ro 14:5.
Ro 14:1-6 -
“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa
mempercakapkan pendapatnya. (2) Yang seorang yakin, bahwa ia boleh makan segala
jenis makanan, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja.
(3) Siapa yang makan, janganlah menghina orang yang tidak makan, dan siapa yang
tidak makan, janganlah menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima
orang itu. (4) Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain?
Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri.
Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri.
(5) Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang
lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama
saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri.
(6) Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk
Tuhan. Dan siapa makan, ia melakukannya untuk Tuhan, sebab ia mengucap syukur
kepada Allah. Dan siapa tidak makan, ia melakukannya untuk Tuhan, dan ia juga
mengucap syukur kepada Allah”.
1. Kata ‘hari’
di sini tidak mencakup Sabat Kristen / hari Minggu!
Barnes mengatakan
bahwa Sabatnya orang kristen tidak bisa dimasukkan dalam hal ini, dan alasannya
adalah:
·
yang dibicarakan di sini bukanlah Sabatnya orang
kristen, tetapi hari-hari raya Yahudi.
·
dalam Kitab Suci, Sabatnya Kristen dipelihara
oleh semua orang Kristen.
·
Ro 14:6 mengatakan bahwa ‘memelihara’
atau ‘tidak
memelihara’ hari tersebut haruslah dilakukan untuk Tuhan. Dan
seseorang tidak mungkin tidak memelihara Sabat demi Tuhan.
Barnes’ Notes: “If
any man is disposed to plead this passage as an excuse for violating the
Sabbath, and devoting it to pleasure or gain, let him quote it, just as it is,
i.e., let him neglect the Sabbath from a conscientious desire to honour Jesus
Christ. Unless this is his motive, the passage cannot avail him. But this
motive never yet influenced a Sabbath-breaker”
(= Jika seseorang ingin menggunakan text ini sebagai alasan untuk melanggar
Sabat, dan menggunakan Sabat untuk kesenangan atau keuntungan, hendaklah ia
mengutipnya sebagaimana adanya, yaitu, hendaklah ia mengabaikan Sabat dari
suatu keinginan yang benar / jujur untuk menghormati Yesus Kristus. Kecuali ini
merupakan motivasinya, text ini tidak bisa ia pakai. Tetapi motivasi ini tidak
pernah mempengaruhi seorang pelanggar Sabat) - hal 654-655.
Bahkan para
penafsir menganggap bahwa Kol 2:16-17 - “(16) Karena itu janganlah kamu biarkan
orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya,
bulan baru ataupun hari Sabat; (17) semuanya ini hanyalah bayangan dari
apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus” - juga tidak
mengajarkan bahwa Sabat dihapuskan.
Barnes’ Notes: “The
word Sabbath in the Old Testament is applied not only to the seventh day, but
to all the days of holy rest that were observed by the Hebrews, and
particularly to the beginning and close of their great festivals. There is,
doubtless, reference, to those days in this place, as the word is used in the
plural number, and the apostle does not refer particularly to the Sabbath
properly so called. ... If he had used the word in the singular number - ‘THE
Sabbath’ - it would then, of course, have been clear that he meant to teach
that that commandment had ceased to be binding, and that a Sabbath was no
longer to be observed. But the use of the term in the plural number, and the
connexion, show that he had his eye on the great number of days which were
observed by the Hebrews as festivals, as a part of their ceremonial and typical
law, and not to the moral law, or the ten commandments. No part of the moral
law - no one of the ten commandments - could be spoken of as ‘a shadow of
things to come.’ These commandments are, from the nature of moral law, of
perpetual and universal obligation” (= Kata ‘Sabat’
dalam Perjanjian Lama tidak diterapkan hanya pada hari yang ketujuh, tetapi
kepada semua hari-hari dari istirahat kudus yang dipelihara oleh orang-orang
Ibrani, dan secara khusus menunjuk pada permulaan dan penutupan dari pesta
perayaan mereka yang besar. Tidak diragukan bahwa di tempat ini kata itu
menunjuk pada hari-hari itu, karena kata itu digunakan dalam bentuk jamak, dan
sang rasul tidak menunjuk secara khusus pada apa yang secara benar dinamakan
Sabat. ... Seandainya ia menggunakan kata dalam bentuk tunggal - ‘Sabat’ - maka
tentu saja jelas bahwa ia bermaksud untuk mengajar bahwa perintah itu tidak mengikat
lagi, dan bahwa Sabat tidak perlu dipelihara lagi. Tetapi penggunaan istilah
itu dalam bentuk jamak, dan hubungannya, menunjukkan bahwa ia menujukan matanya
pada sejumlah besar hari-hari yang dipelihara oleh orang-orang Ibrani sebagai
pesta-pesta perayaan, sebagai bagian dari hukum yang bersifat upacara dan TYPE,
dan bukan pada hukum moral, atau 10 hukum Tuhan. Tidak ada bagian dari hukum
moral - tidak satupun dari 10 hukum Tuhan - yang bisa dikatakan sebagai
‘bayangan dari apa yang harus datang’. Hukum-hukum ini, dari sifat dari hukum
moral, merupakan kewajiban yang bersifat kekal dan universal) - hal 1070.
Adam Clarke: “There
is no intimation here that the Sabbath was done away, or that its moral use was
superseded, by the introduction of Christianity. I have shown elsewhere that
‘Remember the Sabbath day, to keep it holy,’ is a command of perpetual
obligation, and can never be superseded but by the final termination of time.
As it is a type of that rest which remains for the people of God, of an eternity
of bliss, it must continue in full force till that eternity arrives; for no
type ever ceases till the antitype be come. Besides, it is not clear that the
apostle refers at all to the Sabbath in this place, whether Jewish or
Christian; his sabbatwn, of sabbaths or
weeks, most probably refers to their feasts of weeks”
[= Ini bukan merupakan suatu pernyataan bahwa Sabat telah disingkirkan, atau
bahwa penggunaan moralnya telah digantikan, oleh perkenalan akan kekristenan.
Saya telah menunjukkan di tempat lain bahwa ‘Ingatlah hari Sabat, dan
kuduskanlah Dia’ merupakan suatu perintah tentang kewajiban kekal, dan tidak
pernah bisa digantikan kecuali oleh kesudahan terakhir dari waktu. Karena Sabat
merupakan suatu TYPE dari istirahat yang tertinggal untuk umat Allah, dari
kebahagiaan kekal, maka Sabat harus tetap berlaku sampai kekekalan itu tiba;
karena tidak ada TYPE yang pernah berhenti sampai ANTI-TYPEnya datang.
Disamping itu, sama sekali tidak jelas bahwa sang rasul menunjuk pada hari
Sabat di tempat ini, apakah itu Sabat Yahudi atau Sabat Kristen; his sabbatwn,
‘mengenai / tentang Sabat-Sabat atau minggu-minggu’, paling mungkin menunjuk
pada pesta mingguan mereka] - hal 524.
Tentang hari
apa yang dimaksudkan dalam Ro 14:5-6, Hendriksen mengatakan bahwa ia tidak
tahu hari apa yang dimaksudkan. Ia mengatakan bahwa ada yang mengatakan itu
adalah Sabat Yahudi, ada juga yang mengatakan itu adalah hari-hari raya Yahudi,
atau hari puasa (bdk. Luk 18:12). Tetapi ia menolak kalau ini diartikan menunjuk
pada Sabat Kristen / Minggu.
Editor dari
Calvin’s Commentary mengatakan bahwa ini bukan Sabat Kristen, karena yang
dibicarakan adalah hari-hari raya Yahudi, sama seperti Gal 4:10 dan
Kol 2:16 (Calvin’s Commentary, hal 498, footnote).
Dalam
tafsirannya tentang Neh 8:1dst yang membicarakan tahun baru Yahudi, Matthew
Henry mengatakan bahwa hari itu disebut sebagai ‘suatu Sabat’.
Matthew Henry: “The time of it was the first day of the
seventh month, v. 2. That was the day of the feast of trumpets, which is called
a sabbath, and on which they were to have a holy convocation, Lev. 23:24;
Num. 29:1”
(= Waktunya adalah hari pertama dari bulan yang ketujuh, ay 2. Itu adalah hari
dari perayaan terompet, yang disebut suatu sabat, dan dalam mana mereka
harus mempunyai suatu pertemuan kudus, Im 23:24; Bil 29:1).
Charles Hodge: “Paul
has reference to the Jewish festivals, and therefore his language cannot
properly be applied to the Christian Sabbath. ... The principle which the
apostle enforces in reference to this case, is the same as that which he
enjoined in relation to the other, viz., that one man should not be forced to
act according to another man’s conscience, but every one should be satisfied in
his own mind, and be careful not to do what he thought wrong”
(= Paulus menunjuk kepada hari-hari raya Yahudi, dan karena itu bahasanya /
kata-katanya tidak bisa secara benar diterapkan kepada Sabat Kristen. ...
Prinsip yang dijalankan berkenaan dengan kasus ini, adalah sama dengan prinsip
yang ia perintahkan kebubuhan dengan yang lain, yaitu bahwa seseorang tidak
boleh dipaksa untuk bertindak menurut hati nurani orang lain, tetapi setiap
orang harus puas dengan pikirannya sendiri, dan berhati-hati untuk tidak
melakukan apa yang ia anggap sebagai salah) - ‘Romans’, hal 420.
John Brown
mengatakan bahwa gereja Roma, sama seperti banyak gereja mula-mula yang lain,
terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang non Yahudi. Orang-orang non
Yahudi menganggap bahwa hukum-hukum ceremonial
/ yang berhubungan dengan upacara keagamaan sudah dihapuskan, tetapi
orang-orang Yahudi menganggap itu tetap berlaku, dan ada di antara mereka
orang-orang yang berusaha untuk memaksakan pengertian mereka kepada yang lain.
2. Kata-kata ‘sama saja’ pada Ro 14:5 seharusnya tidak
ada.
Lit: ‘tetapi yang lain menilai setiap
hari’.
Barnes’ Notes: “The
word ‘alike’ is not in the original, and it may convey an idea which the
apostle did not design” (= Kata ‘sama saja’ tidak ada dalam bahasa
aslinya, dan itu bisa memberikan suatu gagasan yang tidak dimaksudkan oleh sang
rasul) - hal 654.
Adam Clarke: “We
add here ‘alike,’ and make the text say what I am sure was never intended, viz.
that there is no distinction of days, not even of the Sabbath: and that every
Christian is at liberty to consider even this day to be holy or not holy, as he
happens to be persuaded in his own mind. That the Sabbath is of lasting
obligation may be reasonably concluded from its institution ... and from its typical reference. All allow
that the Sabbath is a type of that rest in glory which remains for the people
of God. Now, all types are intended to continue in full force till the
antitype, or thing signified, take place; consequently, the Sabbath will
continue in force till the consummation of all things. The word ‘alike’
should not be added; nor is it acknowledged by any MS. or ancient version”
[= Kita menambahkan di sini ‘sama saja’, dan membuat text itu mengatakan apa
yang saya yakin tidak pernah dimaksudkan oleh text itu, yaitu bahwa tidak ada
perbedaan hari-hari, bahkan tidak tentang Sabat: dan bahwa setiap orang Kristen
bebas untuk menganggap hari ini kudus atau tidak kudus, sebagaimana yang ia
yakini dalam pikirannya. Bahwa Sabat merupakan kewajiban yang kekal bisa
disimpulkan secara masuk akal dari penegakannya ... dan dari penggunaannya
sebagai TYPE. Semua orang mengakui bahwa Sabat merupakan suatu TYPE dari
istirahat dalam kemuliaan yang tertinggal untuk umat Allah. Semua TYPE
dimaksudkan untuk tetap berlaku sampai ANTI TYPEnya, atau hal yang ditunjuknya,
terjadi; dan karena itu Sabat akan terus berlaku sampai akhir / penyempurnaan
dari segala sesuatu. Kata ‘sama saja’ tidak seharusnya ditambahkan; juga itu
tidak diakui oleh manuscripts atau versi kuno manapun] - hal 151.
3. Kata-kata ‘Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya
sendiri’.
Barnes’ Notes: “Every
man is to examine them for himself, and act accordingly. This direction
pertains to the subject under discussion, and not to any other. It does not
refer to subjects that were morally wrong, but to ceremonial observances. ... The
word ‘fully persuaded’ denotes the highest conviction - not a matter of opinion
or prejudice, but a matter on which the mind is made up by examination. ...
This is the general principle on which Christians are called to act in relation
to festival days and fasts in the church. If
some Christians deem them to be for edification, and suppose that their piety
will be promoted by observing the days which commemorate the birth, and death,
and temptations of the Lord Jesus, they are not to be reproached or opposed in
their celebration. Nor are they attempt to impose them on others as a
matter of conscience, or to reproach others because they do not observe them”
(= Setiap orang harus memeriksanya untuk dirinya sendiri, dan bertidak sesuai
dengan hal itu. Pengarahan ini berlaku untuk pokok yang sedang dibicarakan,
dan bukan untuk hal-hal lain. Itu tidak menunjuk pada sesuatu yang salah
secara moral, tetapi pada pemeliharaan upacara. Kata-kata ‘benar-benar
yakin’ menunjuk pada keyakinan yang tertinggi - bukan persoalan pandangan atau
prasangka, tetapi persoalan dimana pikiran ditetapkan oleh pemeriksaan. ...
Ini merupakan prinsip umum yang menjadi dasar tindakan orang Kristen dalam
persoalan hari-hari raya dan puasa dalam gereja. Jika orang-orang Kristen tertentu menganggap hal-hal itu berguna
untuk pendidikan dan menganggap bahwa kesalehan mereka ditingkatkan oleh
pemeliharaan hari-hari yang memperingati kelahiran, dan kematian, dan pencobaan
dari Tuhan Yesus, mereka tidak boleh dicela atau ditentang dalam perayaan
mereka. Tetapi mereka juga tidak boleh berusaha untuk memaksakan hal itu
kepada orang-orang lain sebagai persoalan hati nurani, atau mencela orang-orang
lain karena mereka tidak memelihara hari-hari itu) - hal 655.
Jadi ada 2 hal yang ditekankan oleh
Barnes:
a. Kata-kata ini tidak boleh diberlakukan untuk
segala hal. Misalnya: kalau kita yakin bahwa kita boleh mempunyai lebih dari
satu istri, maka kita boleh melakukannya. Ini tentu ngawur! Jadi, kata-kata ini
hanya berlaku untuk pemeliharaan hal-hal yang bersifat upacara keagamaan yang
merupakan hal yang remeh, dan tidak untuk hal-hal yang lain.
b. Keyakinan seseorang itu harus didapatkan
melalui penyelidikan, tentunya terhadap Firman Tuhan.
b) Apakah Ro 14:5-6 ini bertentangan dengan
Gal 4:9-11 dan Kol 2:16-17?
Tentu kita tidak
mungkin mengatakan bahwa ada ayat yang bertentangan dengan ayat lain dalam
Kitab Suci kita. Lalu mengapa dalam Gal 4:9-11 dan Kol 2:16-17 Paulus
seakan-akan menentang pemeliharaan hari raya, sedangkan dalam Ro 14:5-6
Paulus menoleransi pemeliharaan hari raya?
1. Karena dalam jemaat Roma
pemeliharaan hari raya itu tidak berhubungan dengan kesesatan, sedangkan dalam
jemaat Galatia
dan Kolose pemeliharaan hari raya itu berhubungan dengan kesesatan.
John Murray
(NICNT): “in the
other epistles (Gal. 4:10,11; Col. 2:16,17) the observance of days, because of
its association with the heresies prevalent in the Galatians and Colossian
churches, is unsparingly condemned. The observance in the church at Rome is tolerated because it was not bound with heresy” [= dalam surat-suratnya yang
lain (Gal 4:10-11; Kol 2:16-17), orang-orang yang memelihara hari-hari,
karena penggabungannya dengan kesesatan yang lazim di gereja-gereja Galatia dan
Kolose, dikecam dengan keras. Pemeliharaan (hari) di gereja Roma ditoleransi
karena itu tidak terikat dengan kesesatan] - ‘The Epistle to the
Romans’, vol , hal 178-179.
2. Kesesatan apa yang dimaksudkan?
Kesesatan apa
yang dihubungkan dengan perayaan hari-hari raya itu dalam jemaat Galatia
dan Kolose, yang menyebabkan Paulus lalu melarang perayaan hari-hari raya itu
di gereja-gereja itu? Mari kita melihatnya satu per satu.
a. Gal 4:9-11 - “(9)
Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik, sesudah kamu
dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang
lemah dan miskin dan mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?
(10) Kamu dengan teliti memelihara hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa
yang tetap dan tahun-tahun. (11) Aku kuatir kalau-kalau susah payahku untuk
kamu telah sia-sia”.
Kata-kata ‘berbalik lagi kepada roh-roh
dunia yang lemah dan miskin’ dan ‘memperhambakan
diri lagi kepadanya’ dalam Gal 4:9 tidak menunjuk sekedar pada
pemeliharaan hari raya, tetapi pada pemeliharaan hari raya sebagai cara
untuk mendapatkan keselamatan. Perhatikan beberapa komentar di bawah ini
tentang Gal 4:9 ini.
Calvin: “When he calls the ceremonies
beggarly elements, he views them as out of Christ, and, what is more, as
opposed to Christ. To the fathers they were not only profitable exercises
and aids to piety, but efficacious means of grace. But then their whole
value lay in Christ, and in the appointment of God. The false apostles,
on the other hand, neglecting the promises, endeavoured to oppose the
ceremonies to Christ, as if Christ alone were not sufficient” [= Pada waktu ia menyebut
upacara-upacara itu elemen-elemen yang miskin, ia memandang mereka sebagai di
luar Kristus, dan lebih lagi sebagai bertentangan dengan Kristus. Bagi
bapa-bapa (orang-orang Perjanjian Lama) hal-hal itu bukan hanya merupakan
hal-hal yang menguntungkan dan menolong kesalehan, tetapi merupakan jalan kasih
karunia yang mujarab / efektif. Tetapi pada saat itu nilai sepenuhnya dari
hal-hal itu ada di dalam Kristus, dan dalam penetapan Allah. Di sisi
yang lain, rasul-rasul palsu itu, sambil mengabaikan janji-janji, berusaha
untuk mempertentangkan upacara-upacara itu dengan Kristus, seakan-akan Kristus
sendiri tidaklah cukup] - hal 123.
William Hendriksen: “Are
they really going back to their former state of slavery, with this difference
that they will be exchanging one type of bondage (to heathenism) for another
(to Judaism)? ... Formerly they had been enslaved by the childish teachings of
pagan priests and ritualists. ... Having been delivered from all this folly, do
they now wish to become enslaved all over again, this time by Judaistic
regulations?” [= Apakah mereka betul-betul kembali kepada
keadaan perbudakan mereka yang dahulu, dengan perbedaan dimana mereka akan
menukar sejenis perbudakan (kepada kekafiran) dengan perbudakan yang lain
(kepada Yudaisme)? ... Dahulu mereka diperbudak oleh ajaran-ajaran yang
kekanak-kanakan dari imam-imam kafir dan orang-orang yang menekankan upacara
keagamaan. ... Setelah dibebaskan dari semua kebodohan ini, apakah sekarang
mereka ingin diperbudak kembali, kali ini pada peraturan-peraturan Yudaisme?] - hal 163.
William Hendriksen: “Paul
calls these ‘rudiments’ weak and beggarly because they have no power to help
man in any way. Luther, commenting on this verse and applying the lesson to his
own day, tells us that he had known monks who zealously labored to please God
for salvation, but the more they labored the more impatient, miserable,
uncertain, and fearful they became. And he adds, ‘People who prefer the law to
the gospel are like Aesop’s dog who let go of the meat to snatch at the shadow
in the water ... The law is weak and poor, the sinner is weak and poor: two
feeble beggars trying to help each other. They cannot do it. They only wear
each other out. But through Christ a weak and poor sinner is revived and
enriched unto eternal life.’” (= Paulus menyebut elemen-elemen ini lemah
dan miskin karena mereka tidak mempunyai kuasa untuk menolong manusia dengan
cara apapun. Luther, mengomentari ayat ini dan menerapkannya pada jamannya
sendiri, mengatakan bahwa ia mengenal biarawan-biarawan yang berjerih payah
dengan bersemangat untuk menyenangkan Allah untuk keselamatan, tetapi makin
mereka berjerih payah, makin mereka menjadi tidak sabar, menyedihkan / tidak
senang, tidak pasti, dan takut. Dan ia menambahkan: ‘Orang-orang yang lebih
memilih hukum Taurat dari pada injil sama seperti anjingnya Aesop yang
melepaskan daging untuk menggigit bayangan di air ... Hukum Taurat itu lemah
dan miskin, orang berdosa itu lemah dan miskin: dua pengemis yang lemah
berusaha menolong satu terhadap yang lainnya. Mereka tidak bisa melakukannya.
Mereka hanya melelahkan satu sama lain. Tetapi melalui Kristus seorang berdosa
yang lemah dan miskin disegarkan / dihidupkan lagi dan diperkaya sampai hidup
yang kekal’) - hal
165.
William Barclay: “It
is weak because it is helpless. It can define sin; it can convict a man of sin;
but it can neither find for him forgiveness for past sin nor strength to
conquer future sin” (= Hal itu lemah karena hal itu tidak
berdaya. Hal itu bisa mendefinisikan dosa; hal itu bisa menyadarkan /
meyakinkan seseorang akan dosanya; tetapi hal itu tidak bisa mendapatkan
untuknya pengampunan untuk dosa-dosa yang lalu maupun kekuatan untuk
mengalahkan dosa yang akan datang) - hal 36.
Adam Clarke: “After
receiving all this, will you turn again to the ineffectual rites and ceremonies
of the Mosaic law - rites too weak to counteract your sinful habits, and
too poor to purchase pardon and eternal life for you?”
(= Setelah menerima semua ini, apakah kamu mau berbalik lagi kepada
upacara-upacara yang tidak efektif dari hukum Musa - upacara-upacara yang terlalu
lemah untuk menetralkan kebiasaan berdosamu, dan terlalu miskin
untuk membeli pengampunan dan hidup kekal bagimu?) - hal 404.
Barnes’ Notes: “They
are called ‘weak’ because they had no power to save the soul; no power to
justify the sinner before God. They are called ‘beggarly,’ (Greek, ptwca
, poor,) because they could not impart spiritual riches”
(= Mereka disebut ‘lemah’ karena mereka tidak mempunyai kuasa untuk
menyelamatkan jiwa; tidak mempunyai kuasa untuk membenarkan orang berdosa di
hadapan Allah. Mereka disebut miskin karena mereka tidak bisa memberikan
kekayaan rohani) -
hal 947.
Dari semua ini bisa disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan ‘berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang
lemah dan miskin’
maupun ‘memperhambakan diri lagi’, bukanlah sekedar pemeliharaan
hari-hari raya tersebut, tetapi pemeliharaan hari-hari raya sebagai cara
untuk mendapatkan keselamatan!
Calvin: “To bring back Christianity to
Judaism, was in itself no light evil; but far more serious mischief was done,
when, in opposition to the grace of Christ, they set up holidays as
meritorious performances, and pretended that this mode of worship would
propitiate the divine favour. When such doctrines were received, the
worship of God was corrupted, the grace of Christ made void, and the freedom of
conscience oppressed”
(= Membawa kembali kekristenan kepada Yudaisme, bukanlah kejahatan yang ringan;
tetapi kesalahan yang jauh lebih serius dilakukan pada waktu mereka, untuk
mempertentangkan dengan kasih karunia Kristus, menegakkan hari-hari raya sebagai
perbuatan yang layak mendapatkan pahala, dan mengclaim bahwa cara
penyembahan ini akan menyebabkan Allah menjadi baik / berkenan)
- hal 125.
Hendriksen menganggap Gal 4:10
ini sebagai contoh dari ‘berbalik kepada roh-roh dunia yang lemah
dan miskin’ dalam
Gal 4:9. Ia juga mengatakan bahwa karena dalam surat ini Paulus menyerang doktrin salvation
by works (= keselamatan oleh perbuatan baik) dari Yudaisme / agama Yahudi.
William Hendriksen: “Paul
is saying that strict observance of such days and festivals has nothing whatever
to do with securing the divine favor” (= Paulus
mengatakan bahwa pemeliharaan yang ketat terhadap hari-hari dan hari-hari raya
seperti itu tidak mempunyai hubungan apapun dengan memastikan kebaikan ilahi) - hal 166.
William Barclay: “The
failure of a religion which is dependent on special occasions is that almost
inevitably it divides days into sacred and secular; and the further almost
inevitable step is that when a man has meticulously observed the sacred days he
is liable to think that he has discharged his duty to God. ... For real
Christian every day is God’s day” (= Kegagalan /
kehancuran dari sebuah agama yang bergantung pada saat-saat khusus adalah bahwa
hampir tak terhindarkan mereka membagi hari-hari menjadi hari-hari yang kudus
dan hari-hari yang duniawi; dan langkah selanjutnya yang juga hampir tak
terhindarkan adalah bahwa pada saat seseorang telah memelihara secara sangat
cermat / teliti hari-hari kudus itu, besar kemungkinannya bahwa ia berpikir
bahwa ia sudah melakukan kewajibannya terhadap Allah. ... Untuk orang Kristen
yang sejati, setiap hari adalah hari Allah) - hal 36.
William Barclay: “It
was Paul’s fear that men who had once known the splendour of grace would slip
back to legalism, and that men who had once lived in the presence of God would
shut him up to special days” [= Paulus takut bahwa orang-orang yang
pernah mengenal kemegahan kasih karunia akan tergelincir kembali kepada
legalisme (penekanan ketaatan untuk keselamatan),
dan bahwa orang-orang yang pernah hidup di hadapan Allah akan mengurung Dia
pada / untuk hari-hari khusus] - hal 37.
b. Kol 2:16 - “Karena itu janganlah
kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai
hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat”.
William Hendriksen: “The Jewish aspect of the Colossian Heresy
stands out clearly here. ... the Colossian errorists passed judgment not only
with respect to eating but also with respect to drinking, ... They also tried
to impose restrictions in connection with festivals. ... The main purpose of
placing such stress on all such regulations was to convince the Colossians that
strict observances was absolutely indispensable to salvation” (= Aspek Yahudi dari bidat Kolose menonjol
secara jelas di sini. ... Orang-orang sesat di Kolose menyampaikan penghakiman
bukan hanya berkenaan dengan makanan tetapi juga berkenaan dengan minuman. ...
Mereka juga mencoba untuk memaksakan pembatasan berkenaan dengan hari-hari
raya. ... Tujuan utama dari penempatan tekanan seperti itu pada semua
peraturan-peraturan seperti itu adalah untuk meyakinkan orang-orang Kolose
bahwa ketataan yang ketat sangat diperlukan secara mutlak untuk keselamatan) - hal 123-124.
Jadi, untuk jemaat / gereja Kolose,
boleh dikatakan kasusnya sama dengan jemaat / gereja Galatia .
Jadi, jelaslah bahwa dalam jemaat Galatia dan Kolose,
Paulus melarang pemeliharaan hari raya, karena mereka merayakan hari raya
itu sebagai cara untuk mendapatkan keselamatan. Sedangkan dalam jemaat
Roma, karena mereka tidak mempunyai motivasi sesat seperti itu dalam
perayaan hari raya, maka Paulus memberikan kebebasan. Dengan demikian
jelaslah bahwa Kol 2:16 dan Gal 4:9-11 sama sekali tidak bisa dipakai
untuk menentang perayaan Natal, kecuali ada orang-orang yang merayakan Natal
sebagai suatu sarana untuk mendapatkan keselamatan.
2 ayat yang mendukung perayaan Natal .
Setelah
membahas keberatan-keberatan dari orang-orang yang anti Natal ,
sekarang saya ingin memberikan 2 ayat yang secara implicit mendukung kita untuk
merayakan Natal .
Kedua ayat itu adalah 1Kor 6:12 dan 1Kor 10:23.
1Kor 6:12
- “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna.
Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh
suatu apapun”.
1Kor 10:23
- “‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala
sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala
sesuatu membangun”.
Calvin: “he treats here of outward things, which God has left to the free
choice of believers” (= di sini ia
membicarakan tentang hal-hal lahiriah, yang Allah tinggalkan pada pemilihan
bebas dari orang-orang percaya) - hal 214.
Pulpit
Commentary: “By ‘all things,’ of course, is only meant ‘all things which are
indifferent in themselves.’” (= Dengan ‘segala
sesuatu’, tentu saja, hanya dimaksudkan ‘segala sesuatu yang bukannya baik
ataupun buruk dalam diri mereka sendiri’)
- hal 193.
Jadi
ayat ini berhubungan dengan hal-hal yang tidak diperintahkan ataupun dilarang
oleh Tuhan. Hal-hal seperti ini boleh dilakukan dengan 2 syarat:
1) Hal
itu berguna / membangun.
Contoh yang salah: tidur sepanjang hari; ini jelas tidak
berguna.
Pulpit Commentary: “It has been well
said, ‘Unlawful things ruin thousands, lawful things (unlawfully used) ten
thousands.’ And also, ‘Nowhere does the devil build his little chapels more cunningly
than right by the side of the temple
of Christian liberty” [= Pernah dikatakan dengan benar: ‘Hal-hal yang dilarang
menghancurkan ribuan, hal-hal yang diijinkan (tetapi digunakan secara salah)
menghancurkan puluhan ribu’. Dan juga: ‘Tidak ada tempat lain dimana setan
membangun gereja kecilnya dengan lebih cerdik dari pada di sisi dari Bait
kebebasan Kristen’] - hal 209.
2) Hal
itu tidak memperhamba kita.
Contoh yang salah: rokok, ganja, atau bahkan makan
berlebihan, dan sebagainya; ini jelas memperbudak.
Adam Clarke: “A man is brought
under the power of any thing which he cannot give up. He is the slave of that
thing, whatsoever it be, which he cannot relinquish; and then, to him, it is
sin” (= Seseorang dibawa
ke bawah kuasa dari apapun yang tidak bisa ia lepaskan. Ia adalah hamba dari
hal itu, apapun itu adanya, yang tidak bisa ia lepaskan; dan lalu, bagi dia,
itu adalah dosa) - hal 218.
Ayat-ayat
ini bisa mendukung pelaksanaan hal-hal yang tidak diperintahkan, tetapi juga
tidak dilarang oleh Kitab Suci, selama hal-hal itu berguna / membangun.
Sekarang,
kalau kita menerapkan pada perayaan Natal , maka
jelas bahwa perayaan Natal
tidak memperhamba, tetapi justru berguna dan membangun. Apa gunanya dan dalam
hal apa perayaan Natal
itu membangun?
a) Natal
berguna untuk pemberitaan Injil.
Banyak orang yang tidak pernah ke gereja, mau ke gereja
pada Natal , dan
ini merupakan suatu kesempatan bagi kita untuk memberitakan Injil kepada
mereka. Dalam buku-buku KKR saya ada khotbah-khotbah Natal
saya, dan kalau saudara lihat, semua khotbah Natal saya merupakan khotbah yang berisi
pemberitaan Injil. Bahkan dalam gereja-gereja yang tidak injili, sekalipun
khotbahnya tidak memberitakan Injil, tetapi pada perayaan Natal tetap ada
lagu-lagu Natal yang injili, dan pembacaan ayat-ayat yang bersifat penginjilan,
sehingga Injil tetap diberitakan pada Natal. Mengapa kita harus membuang
perayaan Natal ,
kalau itu memang menyebabkan penyebaran Injil? Bahkan kartu Natal ,
yang dianggap sebagai pemborosan, dan memang bisa merupakan pemborosan, bisa
diarahkan pada penginjilan, yaitu kalau kita memilih kartu Natal yang kata-katanya mengandung Injil,
atau menuliskan kata-kata yang bersifat penginjilan. Saudara juga bisa
menggunakan hand phone saudara untuk mengirimkan sms yang bukan hanya berisikan
kata-kata ‘Selamat Hari Natal’ tetapi juga kata-kata / ayat-ayat yang bersifat
penginjilan. Kalau yang demikian masih dianggap sebagai pemborosan, maka yang
menganggap seperti itu hanyalah orang gila secara rohani!
b) Untuk
mengingatkan jemaat akan kasih Allah.
Perenungan tentang Allah yang mau menjadi manusia dalam
diri Yesus Kristus, membuat kita bisa merasakan kasih Allah kepada kita. Dan
ini bisa menyegarkan iman orang-orang kristen, dan mengembalikan mereka pada
kasih mereka yang semula kepada Allah.
c) Untuk
sarana persekutuan, dan lebih mendekatkan jemaat satu sama lain.
Saya tidak anti pesta Natal , selama tidak keterlaluan / terlalu
mewah, karena saya berpendapat hal itu bisa mempererat persekutuan antar
Jemaat. Dalam Perjanjian Lama juga ada pesta-pesta yang ditetapkan oleh Tuhan,
lalu mengapa dalam Perjanjian Baru kita tidak boleh mengadakan pesta kalau hal
itu memang berguna? Jadi, rayakanlah Natal
dengan pesta, tetapi aturlah sedemikian rupa, supaya pesta itu menjadi sesuatu
yang memajukan persekutuan di antara jemaat.
Penutup /
kesimpulan.
Saya
sama sekali tidak setuju dengan penghapusan perayaan Natal ,
karena saya menganggap bahwa perayaan Natal
itu sangat berguna. Tetapi supaya perayaan Natal
itu tidak menyandungi orang-orang tertentu, mari kita memurnikan perayaan Natal tersebut. Selalulah
berhati-hati supaya tidak memasukkan unsur-unsur yang salah ke dalam perayaan Natal . Juga selalulah
membuatnya berguna dan membangun, baik dengan memberitakan Injil, mengadakan
acara untuk mengakrabkan, dan juga mengambil waktu secara pribadi untuk
merenungkan kasih Tuhan pada Natal, supaya saudara sendiri bertumbuh dalam
kasih kepada Tuhan melalui perayaan Natal tersebut.
-AMIN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar