The eternal
generation & procession
I) The eternal generation of the Son.
1) Arti
kata.
a) ‘to generate’ = memperanakkan,
memproduksi keturunan.
b) ‘generation’ = tindakan memperanakkan.
2) Definisi
dari doktrin ini:
a) Hal ini adalah suatu tindakan yang tidak bisa
tidak dilakukan oleh Allah (It is a
necessary act of God).
b) Ini merupakan tindakan kekal dari Allah.
Dengan kata lain, hal ini bukanlah
sesuatu yang dilakukan oleh Allah Bapa di masa yang lalu, tetapi merupakan
tindakan yang dilakukan secara terus-menerus.
Herman Bavinck:
“It
is not to be regarded as having been completed once for all in the past, but
it is an act eternal and immutable, eternally finished yet continuing
forevermore. As it is natural for the sun to give light and for the
fountain to pour forth water, so it is natural for the Father to generate the
Son”
(= Hal itu tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang telah diselesaikan sekali
dan selamanya pada waktu lampau, tetapi merupakan suatu tindakan yang kekal dan
abadi, diselesaikan secara kekal tetapi berlangsung selama-lamanya. Sebagaimana
adalah alamiah bagi matahari untuk memberikan sinar dan bagi mata air untuk
mengeluarkan air, begitu pula adalah alamiah bagi Bapa untuk memperanakkan
Anak) -’The Doctrine of God’, hal 309.
Illustrasi / analogi yang dipakai oleh
Bavinck di sini adalah sangat penting. ‘Bapa memperanakkan Anak’ merupakan
suatu tindakan yang sudah selesai, tetapi terus berlangsung secara kekal.
Analoginya adalah matahari yang memancarkan sinarnya. Matahari itu sudah
selesai memancarkan sinarnya, tetapi hal itu tetap berlangsung terus menerus.
Dengan analogi ini terlihat bahwa sama seperti kita tidak bisa mengatakan bahwa
matahari itu ada lebih dulu dari sinarnya (ingat bahwa matahari tanpa sinar
tidak bisa disebut sebagai mata-hari!), maka kitapun tidak bisa mengatakan
bahwa Bapa itu lebih kekal dari pada Anak.
William G. T. Shedd mengutip kata-kata
Turrettin:
“‘The
Father,’ says Turrettin, ‘does not generate the Son either as previously
existing, for in this case there would be no need of generation; nor as not
yet existing, for in this case the Son would not be eternal; but as coexisting,
because he is from eternity in the Godhead’” (= ‘Bapa’, kata Turretin, ‘tidak memperanakkan Anak
seakan-akan Anak itu sudah ada sebelumnya, karena kalau begitu maka
tidak diperlukan tindakan memperanakkan itu; juga tidak seakan-akan Anak itu belum
ada, karena kalau begitu maka Anak itu tidak kekal; tetapi sebagai ada
bersama-sama, karena Ia ada dalam diri Allah sejak kekekalan’) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol I, hal 293-294.
Dari
penjelasan-penjelasan ini terlihat bahwa sekalipun Yesus memang betul-betul
diperanakkan oleh Bapa, Ia tetap sama kekal-nya dengan Bapa. Jadi
doktrin ini memang disusun sedemikian rupa sehingga melindungi kekekalan Anak,
dan dengan demikian juga melindungi keilahian Anak.
c) Hal ini merupakan kelahiran / generation dari pribadi, bukan kelahiran
/ generation dari hakekat Anak Allah.
Louis Berkhof:
“It
is better to say that the Father generates the personal subsistence of the Son,
but thereby also communicates to Him the divine essence in its entirety. But in
doing this we should guard against the idea that the Father first generated a second person, and then
communicated the divine essence to this person, for that would lead to the
conclusion that the Son was not generated out of the divine essence but created
out of nothing. In the work of generation there was a communication of essence;
it was one indivisible act”
(= Lebih baik untuk mengatakan bahwa Bapa memperanakkan keberadaan pribadi dari
Anak, tetapi dengan demikian juga memberikan kepadaNya seluruh hakekat ilahi.
Tetapi dalam melakukan ini kita harus waspada terhadap gagasan bahwa Bapa
mula-mula memperanakkan pribadi yang kedua, dan lalu memberikan hakekat ilahi
kepada pribadi ini, karena itu akan membawa pada kesimpulan bahwa Anak bukan
diperanakkan dari hakekat ilahi tetapi diciptakan dari ‘tidak ada’. Dalam
pekerjaan memperanakkan ada pemberian hakekat; itu adalah satu tindakan yang
tidak terpisahkan)
- ‘Systematic Theology’, hal 93,94.
‘Communication
of essence’ (=
pemberian hakekat) ini menyebabkan Anak mempunyai hidup dari diriNya sendiri (Yoh 5:26).
Catatan: kata bahasa Inggris ‘communication’
berasal dari kata bahasa Latin ‘Communicatio’. Dalam bahasa
Yunani istilah Communicatio ini
diterjemahkan dengan istilah KOINONIA.
Dan
kata Yunani KOINONIA bisa berarti:
1. fellowship (= persekutuan).
2. a close mutual relationship (= hubungan
timbal balik yang dekat).
3. participation (= partisipasi).
4. sharing in (= sama-sama menikmati / memiliki).
5. partnership (= persekutuan).
6. contribution (= sumbangan).
7. gift (= pemberian).
Dalam
kontext ini kelihatannya yang harus ditekankan adalah arti ke 4 dan ke 7. Jadi,
kalau dikatakan bahwa Bapa melakukan ‘communication of essence’ kepada
Anak, maka itu berarti Bapa memberikan essence / hakekat kepada Anak,
atau Bapa dan Anak sama-sama memiliki essence / hakekat itu.
d) Hal
ini bersifat rohani dan illahi.
Louis Berkhof:
“This
generation must not be conceived in a physical and creaturely way, but should
be regarded as spiritual and divine, excluding all idea of division or change” (= Tindakan memperanakkan ini
tidak boleh dipahami / dibayangkan secara fisik dan bersifat ciptaan, tetapi
harus dianggap sebagai rohani dan ilahi, membuang semua gagasan tentang
perpecahan atau perubahan)
- ‘Systematic Theology’, hal 94.
Catatan: keempat definisi di atas ini
kelihatannya diberikan begitu saja tanpa dasar Kitab Suci, tetapi saya
berpendapat bahwa dasarnya sebe-tulnya ada. Dalam menyusun definisi-definisi
itu, para ahli theologia mem-perhatikan beberapa hal (yang jelas merupakan
ajaran Kitab Suci) yang tidak boleh dilanggar, yaitu:
1. Anak adalah Allah, dan harus bersifat kekal,
dan bahkan sama kekal-nya dengan Bapa.
2. Allah tidak bisa berubah.
3) Dasar
Kitab Suci dari “the eternal generation
of the Son”.
a) Dasar
yang salah:
Maz 2:7 yang berbunyi: “Aku mau menceritakan tentang
ketetapan TUHAN; Ia berkata kepadaku: ‘AnakKu engkau! Engkau telah
Kuper-anakkan pada hari ini”.
Pdt. Stephen Tong dalam seminar dan
buku ‘Allah Tritunggal’ (hal 40-41,43) menggunakan Maz 2:7 ini sebagai
dasar dari ‘the eternal gene-ration of
the Son’, dan Calvin juga mengatakan bahwa ada orang-orang yang menggunakan
Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the
eternal generation of the Son’.
Orang yang menggunakan Maz 2:7 ini
sebagai dasar biasanya mendefinisikan doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini sebagai suatu tindakan Bapa
yang terjadi di minus tak terhingga, dan lalu berkata bahwa pada saat itu
waktupun belum ada sehingga tidak ada ‘sebelum’ atau ‘sesudah’. Dengan demikian
tidak bisa dikatakan bahwa Bapa ada sebelum Anak.
Tetapi saya tidak setuju dengan
argumentasi ini. Untuk itu saya akan mengutip kata-kata John Murray dalam
tafsirannya tentang Ro 9:11 (NICNT) dimana ia berkata: “This
consideration that the electing purpose is supratemporal does not, however,
rule out the thought of priority; there can be priority in the order of thought
and conception quite apart from the order of temporal sequence” (= Pertimbangan bahwa rencana
pemilihan ini ada di atas waktu tidak menyingkirkan pemikiran tentang
ke-lebih-dahulu-an; bisa ada ke-lebih-dahulu-an dalam urut-urutan pemikiran dan
pengertian terlepas dari urut-urutan waktu).
John Murray mendukung hal ini
menggunakan Ro 8:29 (KJV): ‘For whom he did foreknow, he also did
predestinate [to be] conformed to the image of his Son, that he might be
the firstborn among many brethren’ (= Karena mereka yang dikenalNya
lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambar AnakNya,
supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara).
Perhatikan bagian yang digaris-bawahi
itu. Kedua kata kerja itu (‘foreknew’ dan ‘predestinate’)
sama-sama terjadi di minus tak terhingga, tetapi toh Paulus menuliskannya
sedemikian rupa sehingga terlihat bahwa ‘foreknew’ mendahului ‘predestinate’.
Karena itu, kalau kita mengatakan bahwa
Anak diperanakkan di satu saat pada waktu yang lampau, sekalipun itu terjadi di
minus tak terhingga, pada saat waktupun belum ada, maka secara logika kita
tetap bisa melihat bahwa Bapa lebih kekal dari Anak, dan juga bahwa terjadi
perubahan dalam diri Allah dari satu pribadi menjadi dua pribadi.
Tetapi dengan mendefinisikan bahwa Bapa
memperanakkan Anak secara kekal / terus menerus, maka prinsip Kitab Suci
tentang ‘keilahian dan kekekalan Yesus’ dan ‘ketidakberubahan Allah’ bisa
dipertahankan.
Calvin juga tidak setuju dengan
penggunaan Maz 2:7 sebagai dasar dari doktrin ‘the eternal generation of the Son’ ini. Saya setuju dengan Calvin,
dan saya berpendapat bahwa ada beberapa alasan yang menyebabkan Maz 2:7
tidak bisa menjadi dasar dari doktrin ‘the
eternal generation of the Son’ ini,
yaitu:
1. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada satu titik
di masa yang lampau, dan dengan demikian maka tindakan memperanakkan itu
merupa-kan suatu tindakan yang terjadi pada masa yang lampau, dan ini tidak
sesuai dengan definisi dari ‘the eternal
generation of the Son’ (lihat point 2,a dan 2,b di atas, dan perhatikan
juga catatan di bawah point 2,d di atas).
2. Maz 2:7 hanya menunjukkan bahwa Allah
memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah Anak Allah.
Calvin: “He is not
said to be begotten in any other sense than as the Father bore testimony to him
as being his own Son”
(= Ia tidak dikatakan diperanakkan dalam arti yang lain dari pada bahwa Bapa
memberikan kesaksian kepadaNya sebagai AnakNya sendiri).
3. Kata-kata ‘hari ini’ menunjuk pada saat
dimana ke-Anak-an Yesus diproklamirkan kepada dunia.
Calvin: “This
expression, to be begotten, does not therefore imply that he began to be the
Son of God, but that his being so was then made manifest to the world” (= Ungkapan ‘diperanakkan’ ini
tidak berarti bahwa Ia mulai menjadi Anak Allah, tetapi bahwa keberadaanNya
sebagai Anak Allah dinyatakan kepada dunia pada saat itu).
4. Maz 2:7 dikutip 3 kali dalam Perjanjian Baru,
yaitu dalam Kis 13:33
Ibr 1:5 Ibr 5:5, dan
tidak ada satupun dari ayat-ayat itu yang me-ngutipnya untuk menunjuk pada ‘the eternal generation of the Son’.
b) Dasar
yang benar:
a. Sebutan ‘Bapa’ dan ‘Anak’ menunjukkan bahwa
Bapa memper-anakkan Anak.
b. Sebutan ‘Anak Tunggal’ bagi Yesus / Anak
Allah (Yoh 1:14 3:16,18 1Yoh 4:9). Dalam bahasa Inggris
digunakan istilah ‘the only begotten’
(= satu-satunya yang diperanakkan).
c. Sebutan ‘sulung’ bagi Yesus / Anak Allah
(Kol 1:15 Ibr 1:6). Dalam
bahasa Inggris digunakan istilah ‘firstborn’
(= dilahirkan pertama).
d. Kitab Suci berkata bahwa Allah Bapa
‘memberikan’ Allah Anak untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri
(Yoh 5:26 bdk. Yoh 6:57).
e. Yoh 1:18 - 'Anak Tunggal Allah'.
Dalam istilah / bagian ini terdapat textual problem (= problem text, dimana
ada perbedaan antara manuscript yang satu dengan manuscript yang lain).
Ada 4 golongan manuscript:
1. The only begotten (= satu-satunya yang
diperanakkan).
2. The only begotten Son (= satu-satunya Anak
yang diperanak-kan).
3. The only begotten Son of God (= satu-satunya
Anak Allah yang diperanakkan).
4. Only begotten God (= satu-satunya Allah yang
diperanakkan).
Kebanyakan penafsir menganggap bahwa
yang keempatlah yang benar, dengan alasan:
a. Ini didukung oleh manuscript yang paling
kuno.
b. Ini merupakan bacaan yang ‘lebih sukar’, atau
yang lebih tidak masuk akal. Memang kalau ada perbedaan manuscript, biasanya
bacaan yang lebih sukar / lebih tidak masuk akal yang diterima, dengan suatu
anggapan bahwa penyalin manuscript itu lebih mungkin untuk mengubah dari yang
tidak masuk akal menjadi masuk akal, dari pada mengubah dari yang masuk akal
menjadi yang tidak masuk akal.
Dalam peristiwa ini, kalau yang benar
adalah yang no 1 atau no 2 atau no 3, tidak mungkin penyalin
manuscript itu lalu mengubah menjadi yang no 4. Sebaliknya, kalau
no 4 yang benar, mungkin sekali penyalin menganggap bacaan itu tak masuk
akal sehingga ia mengubahnya menjadi no 1 atau no 2 atau no 3.
II) The
eternal procession of the Holy Spirit.
1)
Arti
kata.
·
‘to proceed’ = keluar.
·
‘procession’ = tindakan keluar.
2)
Seperti
Anak, Roh Kudus juga sehakekat dengan
Bapa.
3)
Roh
Kudus keluar dari Bapa dan Anak (The Holy
Spirit proceeds from the Father and the Son).
Point ini memecah gereja menjadi dua
pada abad ke 11, yaitu:
·
Gereja
Orthodox, yang mempercayai bahwa Roh Kudus hanya keluar dari Bapa.
·
Roma
Katolik, yang mengatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak.
4)
Banyak
hal-hal tentang ‘eternal generation’
yang juga berlaku untuk ‘eternal
procession’. Semua point dalam definisi dari ‘the eternal generation of the Son’ juga berlaku di sini.
5)
Perbedaan
‘Generation’ dengan ‘Spiration’.
a)
‘Generation’ adalah pekerjaan Bapa saja, sedangkan ‘Spiration’ meru-pakan pekerjaan Bapa dan
Anak.
b)
Karena
adanya ‘Generation’, maka Anak bisa
ikut ambil bagian dalan ‘Spiration’.
c)
Secara
logika (bukan secara chronologis!), ‘Generation’
mendahului ‘Spiration’. Tetapi
faktanya adalah bahwa keduanya sama-sama merupakan tindakan kekal.
Catatan: kata ‘spiration’ tidak ada dalam kamus, bahkan dalam kamus Webster
sekalipun. Tetapi kelihatannya, kalau ‘procession’
berarti ‘tindak-an keluar’, maka ‘spiration’
berarti ‘tindakan mengeluarkan’. Kalau ‘procession’ adalah ‘the
property of the Holy Spirit’ (=
milik Roh Kudus), maka ‘spiration’
adalah ‘the property of the Father and
the Son’ (= milik Bapa dan Anak).
Tetapi Louis Berkhof berkata: “This
procession of the Holy Spirit, briefly called spiration, is his personal
property”
(= Keluarnya Roh Kudus, secara singkat disebut ‘spiration’, adalah milik
pribadiNya) - ‘Systematic Theology’, hal 97.
Kelihatannya ia mencampuradukkan ‘procession’
dan ‘spiration’.
6) Dasar
Kitab Suci dari ‘the eternal procession
of the Holy Spirit from the Father and the Son’:
a)
Roh
Kudus disebut sebagai Roh Allah / Roh Bapa (Ro 8:9 Mat 10:20) dan juga sebagai Roh Kristus
/ Roh Anak (Ro 8:9 Gal 4:6). Kata
‘Roh’ bisa diartikan sebagai ‘nafas’ dan ini secara tidak langsung menunjuk-kan
bahwa Ia keluar dari Bapa dan Anak.
b)
Yoh 15:26
& Yoh 14:26 mengatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan diutus
oleh Bapa.
c)
Yoh
15:26 dan 16:7 mengatakan bahwa Roh Kudus diutus oleh Anak.
Catatan: tidak adanya ayat yang menyatakan
bahwa Roh Kudus keluar dari Anak menyebabkan Gereja Orthodox menganggap bahwa
Roh Kudus hanya keluar dari Bapa. Tetapi bahwa Roh Kudus disebut Roh Kristus,
dan kata ‘Roh’ bisa diartikan nafas, secara tidak langsung menunjukkan bahwa
Roh Kudus juga keluar dari Anak.
III) Keberatan dan jawabannya.
1) Loraine
Boettner tidak setuju dengan kedua doktrin ini.
a) Doktrin
‘the eternal generation of the Son’:
Loraine Boettner berkata bahwa
ayat-ayat seperti Yoh 5:26 Ibr 1:6 Yoh 3:16, tidak mengajarkan
doktrin ini. Tujuan utama dari ayat itu dan dari ayat-ayat lain yang serupa
adalah mengajarkan bahwa:
·
Kristus
berhubungan secara intim dengan Bapa.
·
Anak
sama dengan Bapa dalam kuasa, kemuliaan dan ‘nature’.
·
Anak
adalah Allah sepenuhnya.
Loraine Boettner juga berkata bahwa
rupa-rupanya pandangannya juga merupakan pandangan John Calvin, karena pada
bagian terakhir dari pasalnya tentang Tritunggal, Calvin berkata:
“But
studying the edification of the Church, I have thought it better not to touch
upon many things, which unnecessarily burdensome to the reader, without
yielding him any profit. For to what purpose is it to dispute whether the
Father is always begetting? For it is foolish to imagine a continual act of
regeneration, since it is evident that three Persons have subsisted in God from
all eternity”
(= Tetapi mempelajari pendidikan Gereja, saya berpikir lebih baik tidak
menyentuh banyak hal, yang secara tidak perlu memberatkan pembaca tanpa
memberikan keuntungan / manfaat apapun kepadanya. Karena apa tujuannya
memperdebatkan apakah Bapa itu terus memperanakkan? Karena adalah bodoh untuk membayangkan
suatu tindakan melahirkan yang terus menerus, karena adalah jelas bahwa tiga
Pribadi terus ada dalam Allah dari kekekalan) - Loraine Boettner, ‘Studies
in Theology’, hal 122 (ini dikutip oleh Loraine Boettner dari ‘Insitutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XIII, No 29).
Tetapi dalam bagian sebelumnya Calvin
berkata:
“...
and we must not seek in eternity a before or an after, nevertheless the
observance of an order is not meaningless or superfluous, when the Father is
thought of as first, then from him the Son, and finally from both the Spirit.
... For this reason, the Son is said to come forth from the Father alone; the
Spirit, from the Father and the Son at the same time” (= ... dan kita tidak boleh
mencari sebelum atau sesudah dalam kekekalan, meskipun demikian pengamatan
tentang suatu urut-urutan bukanlah tanpa arti ataupun berlebihan, ketika Bapa
dianggap sebagai yang pertama, lalu dari Dia Anak, dan akhirnya dari keduanya
Roh. ... Karena itu, Anak dikatakan muncul / lahir dari Bapa saja; Roh, dari
Bapa dan Anak pada saat yang sama) - ‘Insitutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 18.
b) Doktrin ‘The
Eternal Procession of the Holy Spirit’:
Loraine Boettner berkata sebagai
berikut:
·
Hanya
ada 1 ayat dalam Kitab Suci yang bisa dipakai sebagai dasar doktrin ini, yaitu
Yoh 15:26.
·
Ada ahli-ahli theologia yang berpendapat
bahwa ayat ini mengajarkan doktrin ini, tetapi ada pula yang berkata bahwa ayat
itu semata-mata menunjukkan misi dari Roh Kudus untuk datang ke dunia.
·
Dalam
Yoh 16:28, Yesus menggunakan bentuk yang mirip dengan Yoh 15:26.
*
Yoh 15:26
- “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa
datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia
akan bersaksi tentang Aku”.
*
Yoh 16:28
- “Aku datang
dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi
kepada Bapa”.
Dalam Yoh 16:28 jelas menunjukkan
bahwa Yesus berbicara tentang misiNya untuk datang ke dunia, bukan tentang ‘eternal generation’, karena dalam ayat
itu Tuhan Yesus mengkontraskan antara ‘datang dari Bapa ke dalam dunia’ dengan
‘meninggalkan dunia dan pergi kepada Bapa’.
Jadi, kalau Yoh 16:28 menunjuk
pada misi Tuhan Yesus dan bukan pada ‘eternal
generation’, maka Yoh 15:26 juga menunjuk pada misi Roh Kudus dan
bukan pada ‘eternal procession’.
·
Yoh 15:26
diucapkan oleh Tuhan Yesus pada saat Ia sudah mendekati saat penyaliban. Jadi
rasanya tidak mungkin saat itu Tuhan Yesus mengajarkan hal-hal yang bersifat
filsafat dan begitu mendalam. Lebih cocok, kalau pada saat itu Tuhan Yesus
mengajar hal-hal yang bersifat praktis dan berguna untuk meme-nuhi kebutuhan
murid-murid (menghibur dan menguatkan mereka) pada saat Tuhan Yesus ditangkap,
disalibkan dan mati. Jadi ayat ini tidak boleh diartikan sebagai ‘eternal procession’, tetapi hanya sebagai
janji Tuhan Yesus bahwa Ia akan memberikan seorang Penolong yang lain yang
keluar dari Bapa.
c) Kesimpulan Loraine Boettner tentang ‘eternal generation’ dan ‘eternal procession’:
“We
prefer to say, as previously stated, that within the essential life of the
Trinity no one Person is prior to, nor generated by, nor proceeds from,
another”
(= Kami lebih suka berkata, seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa di dalam
kehidupan hakiki dari Tritunggal tidak seorangpun yang mendahului, atau
dilahirkan oleh, atau keluar dari, yang lain) - ‘Studies in Theology’,
hal 123.
2) Pandangan
William G. T. Shedd.
Pandangan William G. T. Shedd tentang
orang yang menolak kedua doktrin ini: Ini adalah sesuatu yang tidak konsisten.
Nama-nama ‘Bapa’, ‘Anak’, dan ‘Roh’ yang diberikan kepada Allah dalam Kitab
Suci, menimbulkan ide / gagasan tentang paternity (= yang berhubungan dengan bapa), filiation (= yang berhubungan dengan anak), spiration, dan procession.
Seseorang tidak bisa menyebut oknum I
sebagai Bapa, dan menyangkal bahwa Ia memperanakkan. Juga tidak bisa menyebut
oknum ke II sebagai Anak, dan menyangkal bahwa Ia diperanakkan. Juga tidak bisa
menyebut oknum ke III sebagai Roh, dan menyangkal bahwa Ia keluar dari Bapa dan
Anak.
Kalau seseorang percaya / menerima bahwa
kata-kata ‘Bapa’, ‘Anak’, ‘Roh’ itu menyampaikan kebenaran yang mutlak, maka ia
juga harus percaya / menerima kata-kata ‘beget’
(= memperanakkan), ‘begottten’ (=
diperanakkan), ‘spirate’ (=
mengeluarkan), ‘proceed’ (= keluar)
juga menyampaikan suatu kebenaran yang mutlak (Shedd’s Dogmatic Theology, vol I, hal 292-293).
-o0o-
PROVIDENCE OF GOD
Pendahuluan:
1) Doktrin Providence of God ini penting bagi kita:
Calvin:
- “Ignorance of Providence is the ultimate of all miseries; the highest blessedness lies in the knowledge of it” (= ketidaktahuan tentang Providence adalah asal mula semua kesengsaraan; berkat yang terbesar terletak dalam pengenalan tentang providence) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 11.
- “Nothing is more profitable than the knowledge of this doctrine” (= tidak ada yang lebih berguna dari pada pengenalan tentang doktrin ini) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 3.
2) Siapa saja
yang percaya / mengajarkan doktrin Providence
of God ini?
Doktrin ini dipercaya dan diajarkan
oleh: Agustinus, John Calvin, Martin Luther, Jerome Zanchius, John Owen,
Charles Hodge, R.L. Dabney, Louis Berkhof, Loraine Boettner, W.G.T. Shedd,
Herman Hoeksema, Herman Bavinck, G.C. Berkouwer, B.B. Warfield, John Murray,
Gresham Machen, Arthur W. Pink, dsb. Sepanjang
pengetahuan saya, tidak ada satupun orang Reformed yang sejati yang tidak
mempercayai doktrin ini. Juga doktrin ini masuk dalam Westminster Confession of Faith,
yang merupakan pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed / Presbyterian di
Amerika. Karena itu saya berpendapat bahwa orang
yang mengaku dirinya Reformed, tetapi tidak percaya pada doktrin ini,
sebetulnya hanyalah orang yang Semi-Reformed!
I) Definisi ‘Providence’.
Kalau dilihat dalam kamus, maka ‘Providence’
berarti ‘pemeliharaan baik’. Tetapi dalam Theologia, ‘Providence’
berarti lebih dari sekedar ‘pemelihara-an baik’. ‘Providence’
adalah pelaksanaan yang tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau,
pemerintahan / pengaturan terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah
terlaksana.
B. B. Warfield: “His works of
providence are merely the execution of His all-embracing plan” (= PekerjaanNya dalam providence semata-mata merupakan
pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu) - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 281.
Jadi sekalipun Providence
berbeda dengan Rencana Allah, tetapi keduanya berhubungan sangat erat.
II) Providence
tidak mungkin gagal.
A) Rencana
Allah sudah ada / direncanakan sejak semula (2Raja-raja 19:25 Maz 139:16 Yes 25:1
Yes 37:26
Yes 46:10 2Tim 1:9) dan
Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal (Bil 23:19 1Sam 15:29 Maz 33:11).
Charles Hodge:
“Change
of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As
God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen
emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of
his original intention”
(= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau kekurangan
kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia
tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada
kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan
dari maksud / rencana yang semula) - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 538-539.
Kalau manusia membuat rencana, maka
manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita
merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita merencanakan
untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi,
baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia
yang dari lahir lalu bisa merencanakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya!
Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal
itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana
lanjutan.
Tetapi Allah yang maha tahu dan maha
bijaksana, merencanakan seluruh RencanaNya sejak semula!
Orang Arminian / non Reformed percaya
bahwa Allah bisa mengubah RencanaNya, dan percaya bahwa Rencana Allah bisa
gagal. Sebetulnya ini merupakan suatu penghinaan bagi Allah karena ini
menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencananya dan
gagal dalam mencapai rencananya!
Ada banyak alasan / dasar yang menyebabkan
kita harus percaya bahwa Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya atau gagal
dalam mencapai rencanaNya:
·
Ayat-ayat
pada point II A di atas secara jelas menunjukkan bahwa Rencana Allah tidak
mungkin gagal!
·
kemahatahuan
Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah
Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia
tahu bahwa RencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?
·
kemahabijaksanaan
Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti
membuat rencana yang terbaik. Kalau ini diubah, maka akan menjadi bukan yang
terbaik. Ini tidak mungkin!
·
kemahakuasaan
Allah.
Manusia sering gagal mencapai
rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa,
sehingga tidak mampu untuk mencapai / melaksanakan rencananya. Tetapi Allah
yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai rencanaNya atau terpaksa harus
mengubah rencanaNya (Yes 14:24,26-27
25:1b 37:26 43:13b)!
·
kedaulatan
Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencana-Nya, karena perubahan
rencana membuat Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi
berdaulat).
B) Providence
/ pelaksanaan Rencana Allah tidak mungkin gagal (Ayub 42:2 Yes 14:24,26-27 Yes 46:10-11).
Contoh:
·
Allah
merencanakan supaya Rut dan Boas menikah dan dari pernikahan itu mereka
menurunkan Yesus / Mesias.
Kelihatannya Rencana Allah ini sukar
terlaksana karena Rut ada di Moab
dan Boas ada di Yehuda. Tetapi Allah yang maha kuasa itu mengatur sehingga hal
itu akhirnya terjadi juga, sehingga mereka menikah dan akhirnya menurunkan
Yesus (baca Rut 1-4).
·
Allah
merencanakan bahwa Yesus akan lahir di Betlehem (Mikha 5:1 Luk 2:1-7). Kelihatannya Rencana Allah
yang satu ini akan gagal, karena Maria sudah hamil besar dan saat itu ia masih
ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan menggerakkan hati kaisar untuk
meng-adakan sensus (bdk. Amsal 21:1) sehingga Yusuf dan Maria terpaksa pergi
ke Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di Betlehem.
C) Problem
‘Allah menyesal’ (Kej 6:5-6
Kel 32:10-14 1Sam 15:11 Yes 38:1,5
Yer 18:8
Yunus 3:10 Amos 7:3,6).
Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah
RencanaNya? Tidak!
Penjelasan:
1) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting
adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga
bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci. Karena itu, maka penafsiran
ayat-ayat pada point C) ini tidak boleh bertentangan dengan ayat-ayat pada
point A) dan B). Kalau kita menafsirkan bahwa ‘Allah menyesal’ dalam ayat-ayat
di sini memang menunjukkan bahwa Allah mengubah renca-naNya, maka jelas bahwa
ayat-ayat ini akan bertentangan dengan ayat-ayat pada point A) dan B).
2) ‘Allah menyesal’ adalah Anthropopathy.
Kitab Suci sering menggunakan bahasa
Anthropomorphism (bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah
manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan
perasa-an-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa
An-thropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian. Misalnya
kalau dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang panjang’ (Yes 59:1), atau pada waktu
dikatakan ‘mata TUHAN ada di segala tempat’ (Amsal 15:3). Ini tentu tidak
berarti bahwa Allah betul-betul mempu-nyai tangan / mata. Ingat bahwa Allah
adalah Roh (Yoh 4:24). Demi-kian juga pada waktu Kitab Suci menggunakan
Anthropopathy / meng-gambarkan Allah menggunakan perasaan-perasaan manusia,
kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya betul-betul seperti itu. Con-tohnya
adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah menyesal’ ini.
Perlu saudara ingat bahwa manusia bisa
menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat
seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi
setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri
istrinya itu yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal
telah memperistri gadis itu.
Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga
dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak
mungkin Ia bisa menyesal!
Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah
menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan
bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah.
3) Pada waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah
menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu ditinjau dari sudut pandang manusia.
Illustrasi: Ada
seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandi-wara, dan ia juga sekaligus
menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan
bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi
makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana.
Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak
ber-ubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia
mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.
Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah
menyesal’ maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah
rencanaNya. Tetapi dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada
perubahan, karena semua perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh
Allah.
III) Providence
berhubungan dengan segala sesuatu.
A) Rencana
Allah berhubungan dengan segala sesuatu.
Dasar dari pandangan ini:
1) Dasar
Kitab Suci:
·
Maz 139:16
- ‘... dalam kitabMu semuanya tertulis
hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya’.
·
Mat 10:29-30
- hal-hal yang remeh seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau
rontoknya rambut kita, ternyata hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan
kehendak / Rencana Allah.
·
Kel 21:13
- hal-hal yang kelihatannya kebetulan hanya bisa terjadi kalau itu sesuai
kehendak Allah.
Semua ini menunjukkan bahwa dalam
membuat rencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan / menetapkan garis besarnya
saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya.
2) Bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala
sesuatu, juga bisa terlihat dari kemahatahuan Allah:
a) Loraine
Boettner:
“Foreknowledge
implies certainty and certainty implies foreordination” (= pengetahuan lebih dulu secara
tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung
menunjuk pada penetapan lebih dulu) - Loraine Boettner, ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.
Penjelasan: Bayangkan saat dimana alam semesta,
malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah sendiri. Pada
saat itu, karena Allah itu maha tahu, maka Ia sudah tahu segala sesuatu (dalam
arti kata yang mutlak) yang akan terjadi, termasuk dosa. Semua yang Ia tahu
akan terjadi itu pasti terjadi persis seperti yang Ia ketahui. Dengan kata
lain, semua itu sudah tertentu pada saat itu. Kalau sudah tertentu,
pasti ada yang menentukan (karena tidak mungkin hal-hal itu menentukan dirinya
sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah sendiri, maka jelas bahwa Ialah
yang menentukan semua itu.
b) Dalam persoalan ini perlu saudara ketahui
bahwa penentuan itu terjadi bukan karena Allah sudah tahu.
Roma 8:29 (NIV) - “For
those He foreknew, He also predestined ...” (= Karena mereka yang Ia ketahui lebih dulu, juga Ia
tentukan ...).
Ayat ini sering dipakai oleh orang
Arminian sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Allah menentukan karena Dia
sudah tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi, Allah menentukan supaya si A
menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa orang itu akan menjadi orang
beriman. Allah menentukan si B menjadi orang saleh, karena Ia tahu si B akan
mentaati Dia, dsb.
Untuk mengerti Ro 8:29 ini mari kita
melihat penjelasan di bawah ini:
1. Pembahasan
kata ‘know’ (= tahu) dalam Kitab
Suci.
·
dalam
Perjanjian Lama.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Ibrani adalah YADA.
Kata YADA ini digunakan dalam
Kej 4:1 (KJV/Lit): “Adam knew Eve his wife,
and she conceived” (=
Adam tahu / kenal Hawa istrinya, dan ia mengandung).
Dari sini bisa kita lihat bahwa ‘to know’ tidak selalu sekedar berarti
‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.
Kata YADA ini digunakan dalam
Kej 18:19 dan diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Sebab Aku
telah memilih dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan
kepada keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN,
dengan melakukan kebenaran dan keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada
Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya”.
RSV, NIV, NASB menterjemahkan seperti
Kitab Suci Indonesia!
ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi kalimatnya jadi aneh.
Kej 18:19 (KJV): “For
I know him, that he will command his children and his household after
him, and they shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that
the LORD may bring upon Abraham that which he hath spoken of him” (= Karena Aku mengetahui /
mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya /
keturunannya, dan mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan
penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya).
Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan
‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Hanya kamu
yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum
kamu karena segala kesalahanmu”.
KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan ‘know’, tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’ (= memilih).
Tentang kata YADA dalam Amos 3:2 ini B.
B. Warfield berkata: “what is thrown prominently
forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care” (= apa yang ditonjolkan ke depan
secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih /
mengkhususkan Israel
untuk perhatian istimewa)
- ‘Biblical and Theological Studies’,
hal 288.
Loraine Boettner: “The word
‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an intellectual
perception of the thing mentioned. It occasionally means that the persons so
‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when it was
said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’
Amos 3:2.”
[= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan
intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa
orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan /
kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi:
‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’
(Amos 3:2)]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
Penggunaan kata YADA yang lain:
*
Kel
2:25 - diterjemahkan ‘memperhatikan’.
*
Maz
1:6 - diterjemahkan ‘mengenal’.
*
Maz
101:4 - diterjemahkan ‘tahu’.
*
Nahum
1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.
Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata
YADA tidak memungkinkan untuk diartikan sebagai sekedar suatu pengetahuan
intelektual.
·
dalam
Perjanjian Baru.
Kata ‘know’ (= tahu) dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan
dalam Mat 7:23 Yoh 10:14,27 1Kor 8:3
Gal 4:9 2Tim 2:19. Baca ayat-ayat
ini dan saudara akan melihat bahwa dalam ayat-ayat inipun kata know / GINOSKO
tidak bisa diartikan sekedar sebagai pengetahuan intelektual.
2. Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘fore-knowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).
Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge, fore-knew, dsb: Ro 11:2
Kis 2:23 1Pet 1:2 1Pet 1:19-20.
Loraine Boettner:
“Those
in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be
the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5,
where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’” (= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui
lebih dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek
khusus kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana
kita membaca: ‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya /
diketahuiNya lebih dulu’)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah:
¨ ‘menentukan karena sudah tahu’ tidak
bisa disebut sebagai ‘menentukan’.
¨ Kalau Allah sudah tahu bahwa suatu hal
akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa gunanya ditentukan
lagi?
¨ Kalau kita menafsirkan Ro 8:29 sebagai
‘menentukan karena sudah tahu’, maka ini akan bertentangan dengan Ef 1:4,5,11.
Þ Ef 1:4 mengatakan bahwa kita
dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang
menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, dalam pemikiran Allah,
pemilihan itu yang ada dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan
tidak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran tadi / penafsiran Arminian,
maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam pemikiran Allah, dan
sebagai akibatnya maka kita dipilih.
Þ Ef 1:5b,11b menunjukkan bahwa kita
dipilih sesuai dengan kerelaan kehendak Allah (dalam bahasa Jawa /
pasaran mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi jelas bahwa pemilihan
itu dilakukan oleh Allah bukan karena Ia melihat akan adanya sesuatu yang baik
dalam diri kita!
c) Hubungan yang benar tentang kemahatahuan
Allah dan penetapan Allah.
B. B. Warfield: “... God
foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He
brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge
of His own will”
(= ... Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu,
dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan
lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri) - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 281.
B) ‘Providence’
adalah pelaksanaan Rencana Allah dan karena Rencana Allah berhubungan dengan segala
sesuatu, maka ‘Providence’ juga berhubungan dengan
segala sesuatu.
Hal-hal alamiah yang kelihatannya
terjadi dengan sendirinya (secara otomatis, diatur oleh hukum alam), ternyata
juga diatur / diperintah / dikontrol oleh Allah setiap saat.
Contoh:
·
matahari
(Yos 10:13 Yes 38:8).
·
kelihatannya
tumbuh-tumbuhan hidup karena sinar matahari, tetapi Allah menciptakan
tumbuh-tumbuhan pada hari ke 3 dan matahari pada hari ke 4, dan ini menunjukkan
bahwa tumbuh-tumbuhan itu mendapatkan kehidupan dari Allah, bukan dari
matahari.
·
orang
mendapat anak (Maz 127:3
1Sam 1:5,19-20).
·
semua
makhluk / binatang dapat makan (Maz 136:25
Maz 104:27-28).
·
kesehatan
bukan dari makanan tetapi dari Allah (Dan 1:8-15).
Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa ‘Providence’
berhubungan dengan segala sesuatu:
¨ Kel 12:36 - Tuhan yang membuat orang
Mesir bermurah hati kepada orang Israel.
¨ 2Sam 17:14 - Tuhan yang bekerja
sehingga nasehat Ahitofel ditolak dan ini menyebabkan kekalahan Absalom.
¨ Ezra 1:1 - Tuhan menggerakkan hati
raja Koresy.
¨ Maz 75:7-8 - peninggian /
perendahan seseorang merupakan pekerjaan Allah.
¨ Maz 135:6-7 - semua yang terjadi
di bumi, di laut / samudera raya, baik kabut, kilat, angin dsb merupakan
pekerjaan Allah.
¨ Amsal 16:1,9 - kata-kata dan arah
langkah kita telah ditetapkan oleh Tuhan (bdk. Amsal 20:24).
¨ Amsal 19:21 - manusia bisa
merencanakan, tetapi keputusan Tuhan-lah yang terlaksana.
¨ Amsal 21:1 - Hati raja diarahkan
oleh Tuhan sesuai kehendakNya.
¨ Amsal 21:31 - kemenangan dalam perang
bukan tergantung persiapan kekuatan pasukan, tetapi tergantung Tuhan.
¨ Amsal 22:2 (NIV) - “Rich
and poor have this in common: The LORD is the Maker of them all” (= orang kaya dan miskin
mempunyai persamaan dalam hal ini: Tuhan adalah pembuat mereka semua).
Ini sesuai dengan Maz 75:7-8 di atas,
dan menunjukkan bahwa orang bisa jadi kaya / miskin karena pekerjaan Tuhan.
¨ Pengkhotbah 7:14 - hari malang juga dijadikan
oleh Allah
¨ Yes 45:7 - nasib mujur / malang diciptakan Tuhan.
¨ Ratapan 3:37-38 - dari mulut Tuhan
keluar apa yang buruk dan yang baik.
¨ Amos 3:6 - Tuhanlah yang
mengerjakan semua malapetaka.
¨ Yak 4:13-16 - keberhasilan dalam
usaha kita tergantung pada kehendak Tuhan.
C) Bahwa
Rencana Allah dan Providence of God
berhubungan dengan segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang
berdaulat secara mutlak!
Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris
adalah ‘sovereign’, yang berasal dari
bahasa Latin superanus (super = above, over), dan yang dalam Kamus
Webster diberikan definisi sebagai berikut:
a)Above
or superior to all others; chief; greatest; supreme.
b)supreme
in power, rank, or authority.
c)of
or holding the position of a ruler; royal; reigning
d)independent
of all others.
Karena itu kalau kita percaya bahwa
Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala
sesuatu, dan Ia melaksana-kan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada siapapun
dan apapun di luar diriNya!
Jelas adalah omong kosong kalau
seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan Allah,
tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah dan Providence of God itu mencakup segala se-suatu dalam arti kata
yang mutlak!
D) Rencana
Allah dan pelaksanaannya (Providence of
God) tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan
suci.
Loraine Boettner:
“Although
the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of
blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this
doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one.
Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite
power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or
chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self?
Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have
left”
(= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu
bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan
tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak
lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa,
kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada
menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak
bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang
menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif lain yang
ada) -
Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine
of Predestination’, hal 32.
IV) Providence dan
dosa.
1) Rencana
Allah dan dosa.
Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup
dosa bisa terlihat dari:
a) Dalam point III A di atas sudah
ditunjukkan bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu, dan itu
berarti termasuk dosa.
b) Rencana Allah tentang penebusan dosa
oleh Kristus (1Pet 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan
terjadinya dosa.
Bahwa penebusan dosa sudah ditentukan,
jelas menunjukkan bahwa:
·
dosa
yang akan ditebus itupun harus juga sudah ditentukan! Ka-rena kalau tidak,
bisa-bisa penebusan dosa itu tidak terjadi.
·
pembunuhan
yang dilakukan terhadap Kristus, yang dilakukan dengan menyalibkan Dia, jelas
juga sudah ada dalam Rencana Allah (Kis 2:23
Kis 4:27-28). Padahal pembunuhan ini jelas adalah dosa!
Charles Hodge: “The
crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however,
the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the
doctrine of the Bible that sin is foreordained” (= Penyaliban Kristus tidak diragukan
lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal
terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi doktrin
Alkitab bahwa dosa itu ditentukan lebih dulu) - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 544.
c) Dosa
/ kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:
·
Adam
ditentukan untuk tidak jatuh.
Kemungkinan ini harus dibuang, karena
kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat
bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat point II A di atas).
·
Allah
tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.
Ini juga tidak mungkin karena kalau
Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti
seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk. Mat
10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu besar dan penting, yang
menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai
Rencana?
·
Allah
memang merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam ke dalam dosa.
Inilah satu-satunya kemungkinan yang
tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan
bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.
d) Dasar Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa
dalam Rencana Allah:
·
Kel 3:19
- Firaun ditentukan untuk tidak taat.
·
Ul 31:16-21
- Allah sudah menetapkan kemurtadan Israel.
·
2Sam 12:11-12
(bdk. 2Sam 16:22) - bahwa Absalom akan meniduri istri-istri Daud adalah
sesuatu yang sudah ditentukan sebelumnya.
·
2Raja 8:11-13
- kekejaman Hazael sudah ditentukan sebelumnya.
·
Yes 6:9-10
(bdk. Mat 13:13-15 / Mark 4:12 / Luk 8:10 Yoh 12:40 Kis 28:26-27) - Allah sudah menentukan
bahwa Yehuda akan menolak Firman Tuhan yang akan disampaikan oleh Yesaya, dan
Allah juga sudah menentukan bahwa orang-orang Yahudi akan menolak Kristus.
·
Daniel
11:36 - dosa dari raja ini sudah ditetapkan.
·
Mat 18:7
- penyesatan harus ada. Ini jelas adalah dosa, tetapi ini telah
ditetapkan oleh Allah.
·
Mat 24:5,10-12,24
- nabi palsu dan Mesias palsu harus ada.
·
Mark 14:27-31,66-72
- larinya murid-murid meninggalkan Yesus, dan penyangkalan Petrus sebanyak 3 x
sudah ditentukan sebelumnya. Bahkan saat penyangkalan sudah ditentukan, yaitu
sebelum ayam berkokok 2 x. Bagaimanapun kerasnya keinginan Petrus untuk menolak
terjadinya hal itu, akhirnya hal itu tetap terjadi.
·
Luk 17:25
- Penolakan dan penyiksaan terhadap Yesus harus terjadi.
·
Luk
22:22 - “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan
tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan”.
Ayat ini menunjukkan bahwa
pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu
dosa, telah ditetapkan oleh Allah.
Sesuatu yang sangat menarik dan sangat
penting untuk diperhatikan adalah bahwa ayat paralel dari Luk 22:22 itu,
yaitu Mat 26:24, berbunyi sebagai berikut: “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan
yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya
Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia
tidak dilahirkan”.
Dengan membandingkan kedua ayat yang
paralel ini, terlihat jelas bahwa tertulisnya pengkhianatan Yudas dalam Kitab
Suci (Mat 26:24) berarti bahwa hal itu memang telah ditetapkan oleh Allah (Luk
22:22). Jadi, kalau dalam Kitab Suci
dinubuatkan sesuatu, itu tidak sekedar berarti bahwa Allah hanya tahu hal itu
akan terjadi dan lalu memberitahukan hal itu kepada manusia, tetapi berarti
bahwa Allah sudah menetapkan hal itu! Bdk. Yes 46:10-11. Bdk. juga Amos 3:7 - ‘menyatakan keputusanNya kepada
hamba-hambaNya, para nabi’ = menyatakan decree of God / ketetapan Allah kepada para nabi untuk dinubuatkan.
·
Kis 2:23 Kis 3:18-20 Kis 4:27-28 - pembunuhan terhadap
Kristus (ini adalah dosa yang paling terkutuk) sudah ditentukan sejak semula. Perhatikan khususnya Kis 4:28 yang
menggunakan kata ‘tentukan’. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu)
dari Allah.
·
1Tim 4:1
- bahwa orang-orang akan murtad dan mengikuti ajaran-ajaran sesat sudah
ditentukan sebelumnya.
·
2Tim 3:1-5
- kebrengsekan orang-orang pada akhir jaman sudah ditetapkan dan pasti akan
terjadi.
·
2Tim
4:3-4 - Paulus mengatakan bahwa akan datang waktunya orang tidak dapat lagi
mendengar ajaran sehat, tetapi akan mengumpulkan guru-guru palsu yang
menyenangkan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan
membukanya bagi dongeng.
·
Wah 6:11
- istilah ‘genap’ menunjukkan bahwa jumlah orang yang dibunuh sudah ditentukan.
e) Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin
Reformed yang lain, seperti:
·
Election / pemilihan (Ro 9:6-24 Ef 1:4,5,11 1Tes 5:9
2Tes 2:13 2Tim 1:9), karena
manusia dipilih untuk diselamatkan dari dosa.
·
Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4 Yoh 17:12
Ro 9:13,17-18,21-22 1Pet 2:8 Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan
dosa dalam kehidupan orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.
·
Infralapsarianisme
maupun Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.
Jika saudara adalah orang yang mengaku
Reformed, tetapi tidak percaya Allah tetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal
di atas ini!
2) Terjadinya
dosa.
a) Dalam hal ini Allah bekerja secara pasif
(dalam terjadinya hal-hal yang baik, misalnya dalam kelahiran baru, pengudusan,
dsb, Allah bekerja secara aktif). Dengan kasih karuniaNya, Allah
mengekang / menahan manusia sehingga tidak berbuat dosa. Pada saat Allah
menghendaki dosa terjadi (sesuai dengan RencanaNya), maka Ia mengangkat kasih
karuniaNya itu, dan dosapun terjadi.
Perhatikan istilah ‘Allah menyerahkan’ dalam Ro 1:24,26,28 (bdk.
Maz 81:12-13). Ini menunjukkan bahwa Allah mencabut kasih karunia-Nya yang
tadinya menahan manusia untuk berbuat dosa, dan karena itu dosapun terjadi.
Lihat juga Kis 14:16 yang berbunyi: ‘Dalam zaman yang lampau Allah membiarkan
semua bangsa menuruti jalannya masing-masing’.
b) Allah menggunakan ‘second causes’ (= penyebab-penyebab kedua), misalnya:
·
setan.
Contoh:
*
Ayub 1:15,17
*
1Sam 16:14
*
1Raja-raja 22:19-23
*
1Taw 21:1
& 2Sam 24:1
·
manusia.
Contoh:
*
1Raja-raja
22:19-23
*
Mat
24:4-5
Kedua
point di atas (Allah pasif dan adanya penggunaan ‘second causes’) menyebabkan Allah bukanlah pencipta dosa (God is not the author of sin).
c) Istilah
‘Allah mengijinkan’.
·
Banyak
orang menggunakan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah. Tetapi kalau
‘penentuan Allah tentang terjadinya dosa’ dianggap sebagai dosa, maka
‘pemberian ijin dari Allah sehingga dosa terjadi’ juga harus dianggap sebagai
dosa (dosa pasif). Sama halnya kalau saya membunuh orang maka itu adalah dosa
(dosa aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan seseorang bunuh diri,
padahal saya bisa mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif) - bdk. Yak 4:17!
·
Istilah
‘Allah mengijinkan’ boleh digunakan, tetapi artinya harus benar. Ini tidak
berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan seseorang berbuat baik / tidak
berbuat dosa, tetapi karena orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah
mengijinkan. Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana Allah
sudah gagal, dan ini bertentangan dengan point II,A dan II,B di atas. ‘Allah mengijinkan’ berarti bahwa Allah
bekerja secara pasif dan Ia menggunakan second
causes, tetapi dosa yang diijinkan itu pasti terjadi, persis sesuai
dengan rencana Allah! Jadi digunakannya istilah ‘Allah mengijinkan’ hanyalah
karena dalam pelaksanaannya Allah bekerja secara pasif dan menggunakan second causes.
3) Ayat-ayat
Kitab Suci yang menunjukkan hubungan Providence
& dosa:
·
Kej 45:5-8
- khususnya perhatikan kata-kata ‘Allah
menyuruh aku mendahului kamu’ (ay 5,7) dan ‘bukan
kamu yang menyuruh aku ke sini tetapi Allah’ (ay 8). Bdk. Maz 105:17 - ‘diutusNyalah seorang mendahului mereka: Yusuf, yang
dijual sebagai budak’.
Semua ini menunjukkan bahwa penjualan
Yusuf ke Mesir, yang jelas adalah suatu dosa, merupakan pekerjaan Allah, yang
melakukan semua itu untuk melaksanakan rencana tertentu.
Dalam tafsirannya tentang bagian ini,
Calvin berkata:
“Good
men are ashamed to confess, that what men undertake cannot be accomplished
except by the will of God; fearing lest unbridled tongues should cry out
immediately, either that God is the author of sin, or that wicked men are not
to be accused of crime, seeing they fulfil the counsel of God. But although
this sacrilegious fury cannot be effectually rebutted, it may suffice that we
hold it in detestation. Meanwhile, it is right to maintain, what is declared by
the clear testimonies of Scripture, that whatever men may contrive, yet, amidst
all their tumult, God from heaven overrules their counsels and attempts; and,
in short, does, by their hands, what he himself decreed” (= Orang-orang saleh malu
mengakui, bahwa apa yang manusia lakukan tidak bisa tercapai kecuali oleh
kehendak Allah; karena mereka takut bahwa lidah-lidah yang tidak dikekang akan
segera berteriak, bahwa Allah adalah pencipta dosa, atau bahwa orang jahat tak
boleh dituduh karena kejahatannya, mengingat mereka menggenapi rencana Allah.
Tetapi sekalipun kemarahan yang tidak senonoh ini tidak bisa dibantah secara
efektif, cukuplah kalau kita menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan.
Sementara itu, adalah benar untuk mempertahankan, apa yang dinyatakan oleh
kesaksian yang jelas dari Kitab Suci, bahwa apapun yang manusia usahakan /
rencanakan, di tengah-tengah segala keributan mereka, Allah dari surga
menguasai rencana dan usaha mereka, dan, singkatnya, melakukan dengan tangan
mereka apa yang Ia sendiri tetapkan).
Calvin melanjutkan dengan berkata:
“Good
men, who fear to expose the justice of God to the calumnies of the impious,
resort to this distinction, that God wills some things, but permits
others to be done. As if, truly, any degree of liberty of action, were he to
cease from governing, would be left to men. If he had only permitted
Joseph to be carried into Egypt,
he had not ordained him to be the minister of deliverance to his father
Jacob and his sons; which he is now expressly declared to have done. Away,
then, with that vain figment, that, by the permission of God only, and
not by his counsel or will, those evils are committed which he
afterwards turns to a good account” (= Orang-orang saleh, yang takut membuka keadilan
Allah terhadap fitnahan dari orang-orang jahat, memutuskan untuk mengadakan
pembedaan ini, yaitu bahwa Allah menghendaki
beberapa hal, tetapi mengijinkan hal-hal yang lain untuk dilakukan.
Seakan-akan Ia berhenti dari tindakan memerintah, dan memberikan kebebasan
bertindak tertentu kepada manusia. Jika Ia hanya mengijinkan Yusuf untuk
dibawa ke Mesir, Ia tidak menetapkannya untuk menjadi pembebas bagi
ayahnya Yakub dan anak-anaknya; yang dinyatakan secara jelas telah
dilakukanNya. Maka singkirkanlah isapan jempol yang sia-sia yang mengatakan
bahwa hanya karena ijin Allah, dan bukan karena rencana atau kehendakNya,
hal-hal yang jahat itu dilakukan yang setelah itu Ia balikkan menjadi sesuatu
yang baik).
·
Kej 50:19-20
secara explicit menunjukkan bahwa
sekalipun saudara-saudara Yusuf mereka-rekakan / memaksudkan yang jahat
terhadap Yusuf, tetapi Allah telah mereka-rekakannya / memaksudkannya untuk
kebaikan! Jadi, jelas bahwa Allah bekerja menggunakan dosa dari saudara-saudara
Yusuf demi kebaikan Yusuf / Israel.
Dalam tafsirannya tentang bagian ini,
Calvin berkata:
“The
selling of Joseph was a crime detestable for its cruelty and perfidy; yet he
was not sold except by the decree of heaven. For neither did God merely remain
at rest, and by conniving for a time, let loose the reins of human malice, in
order that afterwards he might make use of this occasion; but, at his own will,
he appointed the order of acting which he intended to be fixed and certain.
Thus we may say with truth and propriety, that Joseph was sold by the wicked
consent of his brethren, and by the secret providence of God” (= Penjualan terhadap Yusuf
adalah suatu kejahatan yang menjijikkan karena kekejaman dan pengkhianatannya;
tetapi ia tidak dijual kecuali oleh ketetapan dari surga. Karena Allah bukannya
semata-mata berdiam diri, dan sambil menutup mata / pura-pura tidak melihat
untuk sementara waktu, melepaskan kendali terhadap keinginan jahat manusia,
supaya setelah itu Ia bisa menggunakan kejadian ini; tetapi, pada kehendakNya
sendiri, Ia menetapkan urut-urutan tindakan yang Ia maksudkan untuk menjadi
tetap dan tertentu. Jadi kita bisa berkata dengan benar dan tepat, bahwa Yusuf
dijual oleh persetujuan jahat dari saudara-saudaranya, dan oleh providensia
rahasia dari Allah).
·
Kel 1:8-10
bdk. Maz 105:25. Jelas dikatakan bahwa Tuhanlah yang mengubah hati orang
Mesir untuk membenci Israel,
supaya dengan demikian rencanaNya bisa terlaksana.
·
Kel 4:21 7:3,22
8:15,19,32 9:12 9:15-16 (bdk. Ro 9:15-18) 9:34-35
10:1-2,20,27 11:10 14:4,8,17. Berulang kali dikatakan bahwa
Allah mengeraskan hati Firaun! Dan itulah yang menyebabkan hati Firaun menjadi
keras. Bahkan setelah Firaun terpaksa membiarkan Israel
meninggalkan Mesir, Tuhan lalu bekerja mengeraskan hati Firaun, sehingga ia
memerintahkan tentaranya untuk mengejar Israel. Tujuan Allah ialah supaya
baik Israel
maupun Mesir bisa melihat kuasaNya (Kel 10:1-2 14:4,17-18,30-31).
·
Ul 2:30
- Allah mengeraskan hati Sihon supaya bisa menyerahkannya ke tangan Israel.
·
Yosua 11:20
- Allah mengeraskan hati orang Kanaan supaya mereka tidak dikasihani tetapi
ditumpas.
·
Hakim
9:22-24,56-57 - Allah membangkitkan semangat jahat dalam diri orang-orang
tertentu supaya Ia bisa menghukum mereka (ay 23)!
·
Hakim
14:3-4 - Simson mau kawin dengan orang Filistin / kafir, dan hal itu datang
dari Tuhan, karena Tuhan menghendaki Simson mencari gara-gara terhadap orang
Filistin!
·
1Sam 2:25b
- Tuhan bekerja sehingga anak-anak Eli tidak menuruti nasehat ayahnya (Catatan:
ini adalah dosa!) karena Tuhan hendak membunuh mereka.
·
2Sam 12:11
bdk. 2Sam 16:20-23 - Tuhan bekerja sehingga Absalom tidur dengan gundik-gundik
Daud.
·
2Sam 16:10-11
- Tuhan ‘menyuruh’ (= bekerja sehingga) Simei mengutuki Daud.
·
2Sam
24:1 bdk. 1Taw 21:1.
Dua
bagian Kitab Suci ini akan bertentangan kecuali kita menafsirkan Allah sebagai first cause (= penyebab pertama), dan
setan sebagai second cause (=
penyebab kedua) dari peristiwa sensus ini.
Catatan: Orang yang menolak doktrin Providence of God yang diajarkan oleh
orang Reformed / Calvinist ini pasti akan kesulitan untuk mengharmoniskan 2
bagian Kitab Suci yang kelihatannya bertentangan ini!
·
1Raja 11:14,23
- Tuhan membangkitkan lawan-lawan untuk memberontak terhadap Salomo.
·
1Raja 12:15,24
(2Taw 10:15 11:4) - Tuhan bekerja
sehingga Rehabeam menolak nasehat yang baik dari tua-tua, karena Tuhan mau
memecah Israel.
·
1Raja 22:20-23
(2Taw 18:19-22) - Tuhan ‘kongkalikong’ dengan setan? Ini lagi-lagi
menunjukkan Tuhan sebagai first cause
dan setan sebagai second cause pada
peristiwa penyesatan oleh nabi-nabi palsu terhadap Ahab.
·
2Raja 19:25
- Tuhan mewujudkan ketetapan / rencanaNya tentang penghancuran Israel /
Yerusalem.
·
1Taw 10:4,14
- sekalipun Saul bunuh diri, tetapi tetap dikatakan bahwa ‘Tuhan yang membunuh
dia’ (ay 14).
·
2Taw
21:16-17 - Tuhan menggerakkan hati orang Filistin dan Arab untuk melawan Yoram.
·
2Taw
25:16,20 - penolakan Amazia terhadap nasehat nabi membuat nabi itu yakin / tahu
bahwa Allah telah menentukan supaya Amazia tidak mendengarkan
nasehatnya, karena Allah hendak menyerahkan-nya ke tangan Yoas.
·
2Taw 36:17
- Tuhan menggerakkan raja orang Kasdim untuk meng-hancurkan Yehuda.
·
Ayub 1:21 42:11b - Semua malapetaka yang dialami Ayub
adalah pekerjaan Tuhan.
·
Amsal
16:4 - Tuhan membuat orang fasik untuk hari malapetaka!
·
Yes 10:5-7,12,15,22,23
- Penindasan oleh Asyur terhadap Yehuda merupakan pekerjaan Tuhan yang
menggunakan Asyur sebagai ‘cambuk murka / tongkat amarah’ (ay 5). Padahal
penindasan itu sendiri adalah dosa, dan karena itu akhirnya Asyur dihukum oleh
Tuhan (ay 12).
·
Yes 63:17a
- “Ya TUHAN,
mengapa Engkau biarkan kami sesat dari jalanMu, dan mengapa Engkau
tegarkan hati kami, sehingga tidak takut kepadaMu?”.
·
Yer 19:7-9
- Tuhan membuat orang Yehuda mati oleh pedang lawan, dan Tuhan membuat mereka
memakan anak dan temannya sendiri! Perbuatan kanibal ini datang dari Tuhan!
·
Yer 25:9-12
- Tuhan bekerja sehingga Babilonia menghancurkan Yehuda.
·
Yer 43:10-11
- Tuhan bekerja menggunakan Babilonia untuk menghancurkan Mesir.
·
Yer
47:6-7 - Tuhan menyuruh pedang Firaun untuk membunuhi orang Filistin.
·
Yer 50:9
- Tuhan menggerakkan bangsa-bangsa besar dari Utara untuk menghancurkan Babel.
·
Ratapan 2:6
- Tuhan menjadikan orang lupa akan perayaan dan sabat!
·
Yeh 14:9
- kalau nabi palsu membiarkan dirinya tergoda dengan me-ngatakan suatu ucapan,
maka Tuhan yang menggoda nabi palsu itu.
·
Hab 1:6,12
- Tuhan membangkitkan orang Kasdim untuk membunuh / menyiksa.
·
Zakh 14:2
- Tuhan bekerja mengumpulkan segala bangsa untuk me-merangi mereka, dan
melakukan perampokan dan pemerkosaan.
·
Mat 11:25,26,27b
- Tuhan menyembunyikan Injil terhadap orang pan-dai. Ini membuat mereka tidak
mungkin bisa percaya kepada Kristus.
·
Mark 4:11-12 Yoh 12:39-40 - Tuhan bekerja sehingga nubuat
Yesaya terjadi.
·
Kis 2:23 4:27-28 - Tuhan bekerja sehingga pembunuhan /
penyaliban terhadap Yesus yang sudah Ia tetapkan, terlaksana.
·
Ro 11:7-8,25b
- Orang-orang menjadi tegar karena Allah membuat mereka tertidur, memberi mata
/ telinga yang tidak dapat melihat / mendengar. Jelas bahwa ketegaran mereka
merupakan pekerjaan Tuhan.
·
Ro 11:32
berkata bahwa Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia
dapat menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua!
·
2Tes 2:10-11
- Allah mendatangkan kesesatan atas mereka yang menyebabkan mereka percaya akan
dusta!
·
Wah 17:17
(NIV) - “For God has put it into their hearts to accomplish
his purpose by agreeing to give the beast their power to rule, until God’s
words are fulfilled” (=
Karena Allah telah memasukkan hal itu kedalam hati mereka untuk melaksanakan
tujuanNya dengan menyetujui untuk memberikan binatang itu kuasa untuk
memerintah, sampai firman Allah tergenapi).
Ini menunjukkan bahwa Allah bekerja
sehingga orang-orang itu mau tunduk kepada binatang itu!
Kalau
saudara betul-betul ingin mengetahui apakah doktrin Providence of God ini betul-betul merupakan ajaran Kitab Suci, bacalah
semua ayat-ayat di atas ini dengan teliti!
4) Sekalipun ada dosa dalam Providence of God, itu tentu tidak
berarti bahwa dosa itu merupakan tujuan akhir dari Allah. Kalau Allah
menetapkan terjadinya dosa dan lalu melaksanakan rencanaNya itu, maka tentu Ia
mempunyai tujuan yang baik.
Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan
hal itu:
·
Ro
3:5 - ‘... ketidakbenaran kita menunjukkan kebenaran Allah’.
·
Ro 3:7
- ‘... kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaanNya’.
·
Ro
5:20b - ‘di mana dosa bertambah banyak di sana
kasih karunia menjadi berlimpah-limpah’.
·
Ro 11:32
- ‘Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat
menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua’.
Kata-kata ‘telah mengurung semua orang
dalam ketidaktaatan’ menunjukkan bahwa dalam Providence of God ada dosa, dan kata-kata ‘supaya Ia dapat
menunjukkan kemurahanNya atas mereka semua’ menunjukkan adanya tujuan yang baik
di dalam semua itu.
·
1Tim 1:13-16,
khususnya ay 16nya, menunjukkan bahwa kebejadan Paulus sebelum ia menjadi
kristen justru akhirnya menjadi suatu contoh bagi orang bejad lainnya. Tentu
saja bukan supaya mereka meniru kebejadan itu, tetapi supaya mereka melihat
dalam diri Paulus bahwa orang bejadpun bisa diampuni asal mau percaya kepada
Yesus. Dengan dermikian ini menjadi suatu dorongan bagi orang-orang bejad yang
lain untuk percaya kepada Yesus, dan sekaligus menjadi suatu jaminan bahwa
kalau mereka mau percaya kepada Yesus, maka sama seperti Paulus merekapun akan
diampuni.
·
Adanya
dosa memang menunjukkan kasih / kemurahan Allah secara lebih menyolok,
karena kalau tidak ada dosa, kita tidak bisa melihat bagaimana Allah mengampuni
manusia berdosa melalui salib.
·
Adanya
dosa juga menunjukkan kesabaran Allah, yang tidak langsung menghukum pada waktu
melihat dosa (bdk. Ro 2:4).
·
Adanya
dosa juga lebih bisa menunjukkan keadilan dan kesucian Allah.
Jadi jelas dari semua contoh di atas
ini bahwa dosa akhirnya memang bisa membawa kemuliaan bagi Allah!
Catatan: Tetapi awas, ini tak berarti kita
boleh / harus berbuat dosa untuk bisa memuliakan Allah (bdk. Ro 3:7-8 Ro 6:1-2,12-14).
V) Providence dan
tanggung jawab manusia:
Adanya
Rencana Allah dan Providence of God
tidak membuang tanggung jawab manusia.
Alasannya:
1) Kita
harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita (yaitu
Firman Tuhan), bukan berdasarkan kehendak Allah yang tersembunyi / yang tidak kita
ketahui.
Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah
bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita
dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala
perkataan hukum Taurat ini”.
Charles Haddon Spurgeon:
“Let
the providence of God do what it may, your business is to do what you can” (= Biarlah
providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu
bisa)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 43.
Contoh: Tuhan sudah menentukan / memilih
orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu
untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:22
Ro 9:22), tetapi kita / manusia tidak tahu siapa yang dipilih untuk
selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah
yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita,
misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:
·
sekarang
ini saya tak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat,
nanti pasti akan percaya dengan sendirinya.
·
mungkin
orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga
untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh
nanti akan percaya dengan sendirinya.
Kita harus hidup berdasarkan Firman Tuhan
(kehendak Allah yang dinya-takan bagi kita), misalnya:
¨ Kis 16:31 - perintah untuk percaya
kepada Yesus.
¨ Mat 28:19-20 - perintah untuk
memberitakan Injil kepada semua orang.
2) Sekalipun
Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, tetapi pada saat dosa itu
terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan
bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!
Contoh:
·
Kel 7:3,13
- Allah mengeraskan hati Firaun, tetapi Firaun juga mengeraskan hatinya
sendiri.
·
Ul 2:30
- Allah mengeraskan hati Sihon, tetapi Sihon juga menge-raskan hatinya sendiri.
·
Ayub 1:15,17,21
- Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi orang-orang Syeba
dan Kasdim melakukan hal itu dengan kemauan mereka sendiri.
·
Yes 10:5-7
- Asyur adalah alat Tuhan, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi lain.
·
Yer 25:9-12
- Allah menggunakan Nebukadnezar, tetapi ia dihukum oleh Allah karena hal itu.
Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tak mematahkan
kaki Kristus tetapi menusuk Kristus dengan tombak)
“They
acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the
eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the
truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as
birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and
yet everything is ordained and foreseen of God. The fore-ordination of God in
no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by
persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no
reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two
friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have
set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts
are parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross
each other”
(= Mereka bertindak dengan kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama
mereka menggenapi rencana yang kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah
bisa menancapkan ke dalam pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan
kebebasan agen / manusia dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa
sebebas burung-burung yang terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung
jawab untuk dosa mereka; tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih
dulu oleh Allah. Penetapan lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu
tanggung jawab manusia. Saya sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan
dua kebenaran ini. Jawaban saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian,
karena mereka tidak pernah bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang
sahabat? Buktikan kepada saya bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok.
Dalam permintaan itu saya telah memberimu suatu tugas yang sama sukarnya
seperti yang kaukemukakan kepada saya. Kedua fakta ini adalah garis-garis yang
paralel; saya tidak bisa membuat mereka bersatu, tetapi engkau tidak bisa
membuat mereka bersilangan) - ‘A Treasury of
Spurgeon on The Life and Work of Our Lord, vol VI - The Passion and Death of
Our Lord’, hal 670-671.
Ini
semua menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab atas dosa-dosanya, dan ini
membedakan manusia dari robot / wayang.
Ini
menyebabkan Calvinism / Reformed berbeda dengan Fatalism maupun
Hyper-Calvinism, yang karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala
sesuatu, lalu hidup secara apatis / acuh tak acuh / tak bertanggung jawab!
VI) Keberatan / serangan terhadap doktrin ini:
1) Manusia
menjadi seperti robot / wayang.
Jawab: Lihat point V di atas.
2) Kalau
Allah sudah menetapkan segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa
mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?
Jawab:
a) Terus terang, tidak ada orang yang bisa
mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang Reformed hanya melihat
bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci, tetapi Kitab Suci tidak
pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang Reformed juga mengajarkan kedua hal
itu, tanpa bisa mengharmoniskannya.
Loraine Boettner:
“But
while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal,
powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be
reconciled with man’s free agency” (= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar
bahwa penguasaan providence ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan
suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang
bagaimana hal itu bisa diperdamaikan / diharmoniskan dengan kebebasan manusia) - Loraine Boettner, ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 38.
Charles Haddon Spurgeon:
“man,
acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by
that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot
tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free
agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God
has predestinated everything yet man is responsible” (= manusia, bertindak sesuka
hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh pemerintahan yang berdaulat
dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar saya tidak bisa mengatakan.
... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa mengetahui dimana tindakan
bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi keduanya adalah kebenaran
yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala sesuatu tetapi manusia
bertanggungjawab)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 10.
Charles Hodge:
“God
can control the free acts of rational creatures without destroying either
their liberty or their responsibility” (= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan
bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun
tanggung jawab mereka)
- ‘Systematic Theology’, vol II, hal
332.
Saya berpendapat bahwa bagian yang
harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ (= Allah bisa).
Kalau saya membuat film, maka saya akan
menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau
berkata apa. Tetapi selalu ada sedikit kebebasan bagi para pemain. Kalau saya
tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi
robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi Allah berbeda dengan saya atau
dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu
sampai detail-detail yang sekecil-kecilnya,
tanpa menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana
Ia bisa melakukan hal itu,
merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan
bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia
tetap mempunyai kebebasan.
b) Dalam hal yang lain, kita juga melihat hal
yang sama. Misalnya: kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu.
Tetapi kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang tertentu yang
Ia tahu bakal masuk ke neraka. Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu,
mengapa Ia tidak hanya menciptakan orang yang akan masuk ke surga? Saya
yakin tidak ada orang yang mengharmoniskan 2 hal itu, tetapi toh semua orang
kristen percaya dan mengajarkan ke 2 hal itu, karena Kitab Suci memang jelas mengajarkan
kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God ini kita tidak
mau bersikap sama?
3) Bagaimana
Allah yang maha suci bisa menciptakan
dosa?
Jawab:
a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan
mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat point
IV, 2, a,b di atas.
b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa
Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat point IV, 4 di atas.
4) Ada
banyak orang yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini karena bisa menimbulkan
tanggapan yang negatif, misalnya malah berbuat dosa karena toh sudah
ditentukan, marah kepada Allah sebagai penentu penderitaan kita, malas berdoa
/ memberitakan Injil karena semua toh sudah ditentukan, dsb.
Jawab:
Harus diakui bahwa tanggapan salah
seperti itu bisa saja terjadi, tetapi itu adalah kesalahan orang yang mendengar
ajaran ini! Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan tanggapan yang negatif.
Misalnya: Kalau ada orang yang mendengar bahwa Yesus sudah mati untuk menebus
dosa-dosanya, baik yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang, maka bisa
saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh sudah dibayar / ditebus oleh Yesus.
Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak diajarkan karena bisa menimbulkan tanggapan
negatif seperti ini?
John Murray berkata:
“...
perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= penyim-pangan tidak
menyangkal kebenaran dari doktrin yang disimpangkan) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
VII) Guna doktrin ini bagi kita:
Doktrin ini mempunyai banyak manfaat
yang penting dalam hidup kita, seperti:
1) Pada
saat kita mengalami penderitaan, kesedihan dsb, kita harus ingat bahwa segala
sesuatu terjadi karena kehendak / Rencana Allah, dan kita juga harus percaya
bahwa semua itu terjadi untuk kebaikan kita yang adalah anak-anakNya / orang
pilihanNya (Ro 8:28). Ini akan merupakan penghiburan yang luar biasa di
tengah-tengah segala penderitaan / kesedihan.
John Owen:
“Amidst
all our afflictions and temptations, under whose pressure we should else faint
and despair, it is no small comfort to be assured that we do nor can suffer
nothing but what his hand and counsel guides unto us, what is open and naked
before his eyes, and whose end and issue he knoweth long before; which is a
strong motive to patience, a sure anchor of hope, a firm ground of consolation” (= Di tengah-tengah semua
penderitaan dan pencobaan, yang tekanannya bisa membuat kita lemah / takut dan
putus asa, bukan penghiburan kecil untuk yakin bahwa kita tidak bisa menderita
apapun kecuali apa yang tangan dan rencanaNya pimpin kepada kita, apa yang
terbuka dan telanjang di depan mataNya, dan yang akhirnya dan hasilnya Ia
ketahui jauh sebelumnya; yang merupakan motivasi yang kuat pada kesabaran,
jangkar pengharapan yang pasti, dasar penghiburan yang teguh) - ‘The
works of John Owen’, vol 10, hal 29.
2) Dalam
keadaan bahaya / kritis, doktrin ini memberikan ketenangan kepada kita karena
kalau kita yakin bahwa Allah mengontrol segala sesuatu maka kita tidak perlu
kuatir terhadap apapun juga.
3) Pada
saat kita mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain, kita bisa
lebih mengampuni dan tidak mendendam, kalau kita mengingat bahwa dibalik semua
itu ada Rencana Allah dan Providence of
God.
Contoh:
·
Yusuf
dalam Kej 45:5,7,8 Kej 50:20
·
Ayub
dalam Ayub 1:21
·
Daud
dalam 2Sam 16:5-11
·
Yesus
dalam Yoh 18:11
VIII) Kutipan-kutipan pendukung:
Bahwa
apa yang saya ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinism / Reformed yang
sejati, dan bukannya ajaran Hyper-Calvinism, saya buktikan di bawah ini dengan
mengutip dari tulisan-tulisan John Calvin, dari Westminster Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-gereja
Presbyterian / Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan para ahli
Theologia Reformed.
Perlu saya tekankan sekali lagi bahwa
tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di bawah ini, bukanlah untuk
membuktikan kebenaran dari doktrin Providence
of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin Providence of God telah
saya berikan di depan. Juga saya tidak memberikan kutipan-kutipan ini secara
sistimatis, karena tujuan saya
memberikan kutipan-kutipan ini hanyalah untuk membuktikan bahwa doktrin
Providence of God yang saya ajarkan ini benar-benar merupakan ajaran Refomed
yang dipercaya dan diajarkan oleh John Calvin dan ahli-ahli theologia Reformed
yang lain.
John Calvin, ‘Institutes of the Christian Religion’:
“But
anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are
numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider
that all events are governed by God’s secret plan” [= Tetapi setiap orang yang
telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat
10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua
kejadian diatur oleh rencana rahasia Allah] - Book I, Chapter XVI, no 2.
“...
we make God the ruler and governor of all things, who in accordance with his
wisdom has from the farthest limit of eternity decreed what he was going to do,
and now by his might carries out what he has decreed. From this we declare that
not only heaven and earth and the inanimate creatures, but also the plans and
intentions of men, are so governed by his providence that they are borne by it
straight to their appointed end” (= ... kami membuat Allah pengatur dan pemerintah
segala sesuatu, yang sesuai dengan kebijaksanaanNya telah menetapkan sejak
batas terjauh dari kekekalan apa yang Ia akan lakukan, dan sekarang dengan
kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan. Dari sini kami menyatakan
bahwa bukan hanya surga dan bumi dan makhluk tak bernyawa, tetapi juga rencana
dan maksud manusia begitu diperintah / diatur oleh providenceNya sehingga mereka dilahirkan olehnya langsung menuju
tujuan yang ditetapkan bagi mereka) - Book I, Chapter XVI, no 8.
“Does
nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has
truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance
the minds of the godly ought not to be occupied. For if every success is God’s
blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human
affairs for fortune or chance” (= Apakah tidak ada yang terjadi secara kebetulan?
Saya menjawab: Basil yang Agung secara benar telah berkata bahwa ‘nasib baik’
dan ‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan pikiran orang benar tidak seharusnya
diisi dengan istilah itu. Karena jika setiap sukses adalah berkat Allah, dan
malapetaka dan kemalangan adalah kutukanNya, tidak ada tempat tertinggal dalam
hidup manusia untuk nasib baik atau kebetulan) - Book I, Chapter XVI, no 8.
“God
wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to
this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the
mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of
Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it
would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and
not also to decree it and to command its execution by his ministers” [= Allah menghendaki bahwa raja
Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini;
ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut
semua nabi (1Raja-raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah
penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah
menggelikan bagi Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehen-daki untuk
dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh
pelayan-pelayanNya] - Book I, Chapter XVIII, no 1.
“Those
who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I
have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than
evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence,
substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance
events, and his judgments thus depended upon human will”(= Mereka yang betul-betul
mengetahui Kitab Suci melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan
sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih
dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang,
menggantikan providence Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk
di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan,
dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia) - Book I, Chapter XVIII, no 1.
“Likewise
in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful
nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not
because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but
because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his
commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been
impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by
means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way
that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is
allowed”
[= Demikian juga dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang Asyur
terhadap bangsa yang dusta dan akan memerintahkan mereka ‘untuk melakukan
perampasan dan penjarahan’ (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar
orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi
karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya;
seakan-akan mereka mempunyai perintahNya tertulis dalam hati mereka; dari sini
terlihat bahwa mereka dipaksa oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya
mengakui bahwa seringkali Allah bertindak dalam diri orang jahat dengan
menggunakan intervensi Setan, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Setan
melakukan bagiannya oleh dorongan Allah dan bergerak maju sejauh ia diijinkan]
- Book
I, Chapter XVIII, no 2.
“To
sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his
providence the determination principle for all human plans and works, not only
in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit,
but also to compel the reprobate to obedience” (= Kesimpulannya, karena
kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah
membuat providenceNya suatu prinsip yang menentukan untuk semua rencana dan
pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang
pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang yang
bukan pilihan pada ketaatan) - Book I, Chapter XVIII, no 2.
“...
so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will,
not even that which is against his will. For it would not be done if he did not
permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he,
being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make
good even out of evil”
(= ... sehingga dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun
yang terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan
kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi
Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena
Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga
adalah mahakuasa, bisa membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat) - Book I, Chapter XVIII, no 3 (bagian
ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus).
‘Westminster Confession of
Faith’:
Chapter II, 1: “...
God, ... working all things according to the counsel of His own immutable and
most righteous will”
(= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari
kehendakNya sendiri yang tetap dan paling benar).
Chapter III, 1: “God
from all eternity, did, by the most wise and holy counsel of His own will,
freely, and unchangeably ordain whatsoever comes to pass; yet so, as thereby
neither is God the author of sin, nor is violence offered to the will of the
creatures; nor is the liberty or contingency of second causes taken away, but
rather established”
(= Allah dari sejak kekekalan, melakukan, oleh rencana kehen-dakNya sendiri
yang paling bijaksana dan suci, dengan bebas, dan dengan tidak berubah
menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan demikian Allah bukan
pencipta dosa, dan kekerasan tidak digunakan terhadap kehendak dari makhluk
ciptaan; juga kebebasan atau ketidakpastian dari penyebab kedua tidaklah
diambil, tetapi sebaliknya diteguhkan).
Chapter III, 2: “Although
God knows whatsoever may or can come to pass upon all supposed conditions, yet
hath He not decreed any thing because He foresaw it as future, or as that which
would come to pass upon such conditions” (= Sekalipun Allah mengetahui apapun yang bisa
terjadi dalam segala kondisi yang mungkin, tetapi Ia tidak menetapkan
sesuatupun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai masa depan, atau sebagai apa
yang akan terjadi dalam kondisi seperti itu).
Chapter V, 1: “God
the great Creator of all things doth uphold, direct, dispose, and govern all
creatures, actions, and things, from the greatest even to the least, by His
most wise and holy providence, according to His infallible foreknowledge, and
the free and immutable counsel of His own will, to the praise of the glory of
His wisdom, power, justice, goodness, and mercy” (= Allah Pencipta yang besar
dari segala sesuatu menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur, dan
memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan dan benda-benda, dari yang terbesar
bahkan sampai kepada yang terkecil, oleh providenceNya yang paling bijaksana
dan kudus, sesuai dengan pengetahuan-lebih-duluNya yang tidak bisa salah, dan
rencana kehendakNya sendiri yang bebas dan tetap / kekal, untuk memuji
kemuliaan dari hikmat, kuasa, keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya).
Chapter V, 4: “The
almighty power, unsearchable wisdom, and infinite goodness of God so far
manifest themselves in His providence, that it extendeth itself even to the
first fall, and all other sins of angels and men; and that not by a bare
permission, but such as hath joined with it a most wise and powerful bounding,
and otherwise ordering and governing of them, in a manifold dispensation, to
His own holy ends; yet so, as the sinfulness thereof proceedeth only from the
creature, and not from God, who, being most holy and righteous, neither is nor
can be the author or approver of sin” (= Kemahakuasaan, hikmat yang tak terselami, dan
kebaikan yang tak terbatas dari Allah begitu jauh memanifestasikan dirinya
dalam providenceNya, sehingga menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam
dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan sekedar
suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya
batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan / mengatur
dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan, untuk tujuanNya sendiri
yang kudus; tetapi sedemikian rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar
hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya
yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau
penyetuju dosa).
Chapter VI, 1: “Our
first parents, being seduced by the subtilty and temptation of Satan, sinned, in
eating the forbidden fruit. This their sin, God was pleased, according to His
wise and holy counsel, to permit, having purposed to order it to His own glory” (= Nenek moyang kita yang
pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan dan pencobaan Setan, berdosa
dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini, Allah berkenan, menurut
rencanaNya yang bijaksana dan kudus, mengijinkannya, setelah menetapkan untuk
menentukannya untuk kemuliaanNya sendiri).
‘The
Larger Catechism’:
Question 12: “What
are the decrees of God?”
(= Pertanyaan 12: Apakah ketetapan-ketetapan Allah itu?).
Answer: “God’s decrees
are the wise, free, and holy acts of the counsel of His will, whereby, from all
eternity, he hath, for his own glory, unchangeably foreordained whatsoever comes
to pass in time, especially concerning angels and men” (= Jawab: Ketetapan-ketetapan
Allah adalah tindakan-tindakan dari rencana kehendakNya yang bijaksana, bebas
dan kudus, dengan mana dari sejak kekekalan, Ia telah, untuk kemuliaanNya
sendiri, menentukan secara tidak bisa berubah segala sesuatu yang akan terjadi
dalam waktu, khususnya berhubungan dengan malaikat dan manusia).
John
Owen, ‘The works of John Owen’, vol 10:
“Whatsoever
God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure
of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and
immutable” - hal
20.
“If
God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it
must needs be either because he then perceived some goodness in it of which
before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness
to some state of things which it had not from him; neither of which, without
abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the
beginning” - hal
20.
“Out
of this large and boundless territory of things possible, God by his decree
freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before
were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or
together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God
which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things
in their proper causes, and how and when they shall some to pass” - hal 23.
Louis Berkhof,
‘Systematic Theology’:
“Reformed
Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly
determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His
sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to
His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God
‘worketh all things after the counsel of His will’ (Eph 1:11)”
- hal 100.
“In
the case of some things God decided, not merely that they would come to pass,
but that He himself would bring them to pass, either immediately, as in the
work of creation, or through the mediation of secondary causes, which are
continually energized by His power. He himself assumes the responsibility for
their coming to pass. There are other things, however, which God included in
His decree and thereby rendered certain, but which He did not decide to
effectuate Himself, as the sinful acts of His rational creatures”
- hal 103.
“It
is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive.
By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without
deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will.
This means that God does not positively work in man 'both to will and to do',
when man goes contrary to His revealed will. It should be carefully noted,
however, that this permissive decree does not imply a passive permission of
something which is not under the control of the divine will. It is a decree
which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God
determines (a)not to hinder the sinful self-determination of the finite will;
and (b)to regulate and control the result of this sinful self-determination”
- hal 105.
Robert L.
Dabney, ‘Lectures in Systematic Theology’:
“The
decrees of God are His eternal purpose according to the counsel of His will,
whereby, for His own glory, He hath foreordained whatsoever comes to pass”
- hal 121.
“God’s
decree ‘foreordained whatsoever comes to pass’; there was no event in the womb
of the future, the futurition of which was not made certain to God by it”
- hal 213.
“By
calling it permissive, we do not mean that their futurition is not certain to
God; or that He has not made it certain; we mean that they are such acts as He
efficiently brings about by simply leaving the spontaneity of other free
agents, as upheld by His providence, to work of itself, under incitements,
occasions, bounds and limitations, which His wisdom and power throw around. To
this class may be attributed all the acts of rational free agents, except such
are evoked by God’s own grace, and especially, all their sinful acts”
- hal 214.
B. B.
Warfield, ‘Biblical and Theological
Studies’:
“the
minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt.
10:29-30, Luke 12:7)”
- hal 296.
“Throughout
the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the
fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the
governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough
to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with
the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass” - hal 276.
“an
all-inclusive plan embracing all that is to come to pass; in accordance with
which plan He now governs His universe, down to the least particular, so as to
subserve His perfect and unchanging purpose” - hal 278.
“According
to the Old Testament conception, God foreknows only because He has
pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His
foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will, and
His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan” - hal 281.
“We
are never permitted to imagine, to be sure, that God is the author of sin,
either in the world at large or in any individual soul ... But neither is God’s
relation to the sinful acts of His creatures ever represented as purely passive
... Nevertheless, it remains true that even the evil acts of the creature are
so far carried back to God that they too are affirmed to be included in His
all-embracing decree, and to be brought about, bounded and utilized in His
providential government. It is He that hardens the heart of the sinner that persists
in his sin (Ex. 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Deut 2:30, Jos 11:20, Isa 63:17);
it is from Him that the evil spirits proceed that trouble sinners (1Sam. 16:14,
Judg. 9:23, 1Kings 22, Job 1); it is of Him that the evil impulses that rise in
sinners’ hearts take this or that specific form (2Sam. 24:1)” - hal 284.
“this
God is e Person who acts purposefully; there is nothing that is, and nothing
that comes to pass, thatHe has not first decreed and then brought to pass by
His creation or providence” - hal 284.
“But,
in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with
exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan;
nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or
without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose;
and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the
accumulation of His praise” - hal 285.
Charles Hodge,
‘Systematic Theology’, vol I:
“By
this is meant that from the indefinite number of systems, or series of possible
events, present to the divine mind, God determined on the futurition or actual
occurrence of the existing order of things, with all its changes, minute as
well as great, from the beginning of time to all eternity. The reason,
therefore, why any event occurs, or, that it passes from the category of the
possible into that of the actual, is that God has so decreed” - hal 537.
“Change
of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As
God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen
emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of
his original intention”
- hal
538-539.
“The
decrees of God are certainly efficacious, that is, they render certain the
occurrence of what He decrees. Whatever God foreordains, must certainly come to
pass. ... All events embraced in the purpose of God are equally certain,
whether He has determined to bring them to pass by his own power, or simply to
permit their occurrence through the agency of his creatures. ... Some things He
purposes to do, others He decrees to permit to be done. He effects good, He
permits evil. He is the author of the one, but not of the other” - hal 540-541.
“...
the unity of God’s plan. If that plan comprehends all events, all events stand
in mutual relation and dependence. If one part fails, the whole may fail or be
thrown into confusion”
- hal 541.
“The
doctrine of the Bible is, that all events, whether necessary or contingent,
good or sinful, are included in the purpose of God, and that their futurition
or actual occurrence is rendered absolutely certain” - hal 542.
“With
regard to the sinful acts of men, the Scriptures teach, (1)That they are so
under the control of God that they can occur only by His permission and in
execution of His purposes. He so guides them in the exercise of their
wickedness that the particular forms of its manifestation are determined by
His will” - hal 589.
Charles Hodge, ‘Systematic Theology’, vol II:
“As
God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that
the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of
an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order
and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have
their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one
interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive
and magnificent conception” - hal 313.
“And
as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be
determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot
be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or
upon anything out of Himself” - hal 320.
“If
He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his
purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any
contradiction or want of correspondence between what He intended and what
actually occurs”
- hal 323.
William G. T.
Shedd, ‘Calvinism: Pure & Mixed’:
“When
God executes his decree that Saul of Tarsus
shall be ‘a vessel of mercy’, he works efficiently within him by his Holy
Spirit ‘to will and to do’. When God executes his decree that Judas Iscariot
shall be ‘a vessel of wrath fitted for destruction’, he does not work
efficiently within him ‘to will and to do’, but permissively in the way of
allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to
regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious
inclination and purpose; and accordingly ‘the Son of man goeth, as it was
determined, but woe unto that man by whom he is betrayed’ (Luke 22:22; Acts
2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the
perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the
conversion of Saul” - hal
31.
“Whatever
undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the
Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by
chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered
by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the
universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only
in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns
as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and
in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea,
even the wicked for the day of evil’” - hal 36.
“Nothing
comes to pass contrary to his decree. Nothing happens by chance. Even moral
evil, which he abhors and forbids, occurs by ‘the determinate counsel and
foreknowledge of God’; and yet occurs through the agency of the unforced and
self-determining will of man as the efficient” - hal 37.
Loraine
Boettner, ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’:
“Since
the universe had its origin in God and depends on Him for its continued
existence it must be, in all its parts and at all times, subject to His control
so that nothing can come to pass contrary to what He expressly decrees or
permits. Thus the eternal purpose is represented as an act of sovereign
predestination or foreordination, and unconditioned by any subsequent fact or
change in time. Hence it is represented as being the basis of the divine
foreknowledge of all future events, and not conditioned by that foreknowledge
or by anything originated by the events themselves” - hal 14.
“The
Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general
plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific
plan which embraces all events in all ages”
- hal 23.
“His
choice of the plan, or His making certain that the creation should be on this
order, we call His foreordination or His predestination. Even the sinful acts
of men are included in this plan. They are foreseen, permitted, and have their
exact place. They are controlled and overruled for the divine glory”
- hal 24.
“Even
the sinful acts of men are included in the plan and are overruled for good” - hal 29.
“All
that we need to know is that God does govern His creatures and that His control
over them is such that no violence is done to their natures. Perhaps the
relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up
in these words: God so presents the outside inducements that man acts in
accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him
to do”
- hal 38.
“The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case,
be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent
with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the
events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain”
- hal 42.
“Common
sense tells us that no events can be foreknown unless by some means, either
physical or mental, it has been predetermined. Our choice as to what determines
the certainty of future events narrows down to two alternatives - the
foreordination of the wise and merciful heavenly Father, or the working of
blind, physical fate” - hal 42.
Herman
Hoeksema, ‘Reformed Dogmatics’:
“For
this same reason the Bible always emphasizes the fact that God ordained all
things and knew them from before the foundation of the world”
- hal 157.
“Nor
must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of God’s
permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far
more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking
God’s permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the
evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But
this purpose is not reached by speaking of God’s permission or His permissive
will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it
is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in
this way we lose God and His sovereignty: for permission presupposes the idea
that there is a power without God that can produce and do something apart from
Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism,
and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore
we must maintain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have
a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by
the Word of God. For it is certainly according to the determinate counsel of
God that Christ is nailed to the cross, and that Pilate and Herod, with the
Gentiles and Israel,
are gathered together against the holy child Jesus. It is therefore much better
to say that the Lord also in His counsel hates sin and determined that that
which He hates should come to pass in order to reveal His hatred and to serve
the cause of God’s covenant”
- hal
158.
Herman
Bavinck, ‘The Doctrine of God’:
“All
events are included in that counsel, even the sinful deeds of man” - hal 342.
“God’s
decree is his eternal purpose whereby he has foreordained whatsoever comes to
pass. Scripture everywhere affirms that whatsoever is and comes to pass is the
realization of God’s thought and will, and has its origin and idea in God’s
eternal counsel or decree, ...” - hal 369.
“Furthermore,
God’s thought, embodied in creation, cannot be conceived of as an uncertain
idea, doubtful of realization; it is not a ‘bare knowledge’ that receives its
contents from creation; it is not a plan, a project, or purpose whose execution
can be frustrated”
- hal 370.
“God’s
counsel is no more an act that pertains to the past than is the generation of
the Son; it is eternal, divine act, eternally finished, yet continuing
forevermore, apart from and raised above time. Scaliger correctly observed that
God’s decree was not preceded by a long period of reflection and deliberation,
so that for a long time God would have been without purpose and without a will;
neither is it a plan once for all completed and finished and simply awaiting
execution. But God’s decree is the eternally active will of God: it is the
willing and purposing God himself; it is not something accidental to God, but
being God’s will in action, it is one with his essence. It is impossible to
conceive of God as a being without a purpose and without an active and
operative will. Nevertheless, all this does not conceal the fact that God’s
decree is an ‘immanent work’ determined by nothing else than by God himself,
and distinct in character from God’s works in time, Acts 15:18; Eph 1:4”
- hal 370.
John Murray, ‘Collected Writings of John Murray’, vol
II:
“It
is true that all our choices and acts are foreordained, and only foreordained
acts come to pass” - hal 64.
“The
foreknowledge of God presupposes certainty of occurrence; hid foreordination
renders all occurrence certain; by his providence what is foreordained is
unalterably put into effect” - hal
65-66.
“The
question here is that of the divine causality in connection with sin. ... There
is divine predetermination or foreordination in connection with sin. The fall
was foreordained by God and its certainty was therefore guaranteed. ... The
first sin, like all other sins, was committed within the realm of God’s
all-sustaining, directing and governing power. Outside the sphere of his
foreordination and providence the fall could not have occurred. The arch-crime
of history - the crucifixion of our Lord - was perpetrated in accordance with
the determinate counsel and foreknowledge of God (Acts 2:23). So, too, was the
fall” -
hal 72-73.
Gresham Machen, ‘The Christian View of Man’:
“How
much is embraced in that eternal counsel of God? The true answer to that
question is very simple. The true answer is ‘Everything’. Everything that
happens is embraced in the eternal purpose of God; nothing at all happens
outside of His eternal plan”
(= Berapa banyak yang dicakup dalam rencana kekal Allah itu? Jawaban yang benar
terhadap pertanyaan itu sangat sederhana. Jawaban yang benar adalah ‘segala
sesuatu’. Segala sesuatu yang terjadi tercakup dalam ren-cana kekal Allah;
tidak ada sedikitpun yang terjadi di luar rencana kekalNya) - hal 35.
Arthur Pink, ‘The Sovereignty of God’:
“To
declare that the Creator’s original plan has been frustrated by sin, is to
dethrone God. To suggest that God was taken by surprise in Eden and that He is
now attempting to remedy an unforeseen calamity, is to degrade the Most High to
the level of a finite, erring mortal” - hal 21-22.
Arthur Pink, ‘The Seven Sayings of the Saviour on the
Cross”:
“It
was no accident that the Lord of Glory was crucified between two thieves. There
are no accidents in a world that is governed by God. Much less could there have
been any accident on that Day of all days, or in connection with that Event of
all events - a Day and an Event which lie at the very centre of the world’s
history. No; God was presiding over that scene. From all eternity He had
decreed when and where and how and with whom His Son should die. Nothing was
left to chance or the caprice of man. All that God had decreed came to pass
exactly as He had ordained, and nothing happened save as He had eternally
purposed. Whatsoever man did was simply that which God’s hand and counsel
‘determined to be done’ (Acts 4:28). When Pilate gave orders that the Lord
Jesus should be crucified between the two malefactors, all unknown to himself,
he was but putting into execution the eternal decree of God and fulfilling His
prophetic word. Seven hundred years before this Roman officer gave command, God
had declared through Isaiah that His Son should be ‘numbered with the
transgressors’ (Isa 53:12). ...Not a single word of God can fall to the ground.
‘Forever, O LORD, Thy word is settled in heaven’ (Ps 119:89). Just as God had
ordained, and just as He had announced, so it came to pass” [= bukanlah suatu kebetulan
bahwa Tuhan Kemuliaan disalibkan di antara 2 pencuri. Tidak ada kebetulan dalam
dunia yang diperintah oleh Allah. Lebih-lebih lagi tidak ada kebetulan pada
Hari segala hari, atau dalam hubungannya dengan Peristiwa di antara segala
peristiwa - suatu Hari dan Peristiwa yang terletak di pusat sejarah dunia.
Tidak; Allah mengontrol adegan / peristiwa itu. Dari kekekalan Allah telah
menentukan kapan dan dimana dan bagaimana dan dengan siapa AnakNya harus mati.
Tidak ada yang terjadi karena kebetulan atau karena perubahan pikiran manusia.
Semua yang telah Allah tentukan terjadi persis seperti yang Ia tentukan, dan
tidak ada sesuatupun yang terjadi kecuali yang sudah Ia rencanakan secara
kekal. Apapun yang manusia lakukan hanyalah apa yang kuasa / tangan dan rencana
/ kehendak Allah ‘tentukan untuk terjadi’ (Kis 4:28). Ketika Pilatus memberikan
perintah supaya Tuhan Yesus disalibkan di antara 2 kriminil, tanpa ia sendiri
sadari, ia sedang melaksanakan ketetapan kekal dari Allah dan menggenapi firman
nubuatanNya. Tujuh ratus tahun sebelum pejabat Romawi ini memberikan perintah,
Allah telah menyatakan melalui nabi Yesaya bahwa AnakNya harus ‘diperhitungkan
sebagai pemberon-tak / pelanggar’ (Yes 53:12). ... Tidak satupun dari firman
Allah bisa jatuh ke tanah / gagal. ‘Untuk selama-lamanya, ya TUHAN, firmanMu
ditetapkan di surga’ (Maz 119:89 - diterjemahkan dari KJV). Persis seperti
yang Allah telah tentukan, dan persis seperti yang Ia beritakan, begitulah hal
itu terjadi] - hal
24-25.
Jerome
Zanchius, ‘The Doctrine of Absolute
Predestination’:
“We
assert that God did from eternity decree to make man in His own image, and also
decreed to suffer him to fall from that image in which he should be created,
and thereby to forfeit the happiness with which he was invested, which decree
and consequences of it were not limited to Adam only, but included and extended
to all his natural posterity” - hal
87-88.
“That
he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either
willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God
was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ...
Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have
prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed
it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal
and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He
decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely
eternal, though the execution of both be in time. The only way to evade the
force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned
whether man stood or fell’. But in what a shameful, unworthy light does this
represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an
idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to
pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow
fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most
trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the
control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower
creation?” - hal
88-89.
Catatan: Jerome Zanchius sebetulnya tidak
bisa disebut sebagai seorang Calvinist / Reformed, karena ia hidup sejaman
dengan Calvin, yaitu tahun 1516-1590. Tetapi pandangannya dalam hal ini jelas
merupakan pandangan Reformed.
-o0o-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar