Jumat, 18 April 2014

DOKTRIN ALLAH (1)

Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div


Pendahuluan
DOKTRIN REFORMED
 

I) Doktrin.

1)  Doktrin adalah sesuatu yang sangat penting.
Banyak orang kristen tidak senang pada ajaran yang bersifat doktrinal karena ajaran yang bersifat doktrinal dianggap bersifat teoritis dan tidak berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari.
Seorang Penginjil / Pendeta menulis surat kepada seseorang, dan dalam suratnya ada kata-kata sebagai berikut: “Kita bertengkar soal ‘sedikit’ domba yang suka berpindah pindah padahal ada ratusan juta tanpa kesaksian Injil, kita kedagingan ribut dengan ganas soal2 doktrin yang benar dan membiarkan orang kafir, bingung dan binasa”. Kelihatannya, Pendeta ini tidak terlalu peduli soal doktrin, dan ia rupanya beranggapan bahwa satu-satunya yang penting adalah penginjilan.
Tetapi pandangan-pandangan seperti ini salah sama sekali. Doktrin adalah sesuatu yang sangat penting. Mengapa?

a)  Perlu diingat bahwa ‘Injil’ itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat dok-trinal, dan Injil merupakan fondasi yang paling dasari dari kekristenan.
Doktrin adalah sesuatu yang sangat penting karena doktrin adalah seperti fondasi dan tiang-tiang beton dari suatu bangunan.

b)   Ajaran doktrinal yang salah sangat mempengaruhi hidup kita.
·         Bisa membuat orang hidup dalam dosa.
Misalnya kalau seseorang tidak percaya pada kebangkitan orang mati, ia akan hidup seenaknya sendiri (1Kor 15:32).
·    Bisa membingungkan orang kristen, bahkan menggoncangkan imannya atau menyebabkan ia ragu-ragu apakah ia sudah beriman atau tidak.
Misalnya ajaran yang mengatakan bahwa orang yang mempunyai Roh Kudus harus berbahasa roh. Ini akan menyebabkan orang yang sungguh-sungguh sudah percaya tetapi tidak mempunyai bahasa roh menjadi ragu-ragu akan imannya sendiri.
·         Bisa menyebabkan orang kristen menjadi gelisah, takut, kuatir.
Misalnya ajaran Arminian yang mengatakan bahwa keselamatan bisa hilang, jelas bisa menimbulkan kekuatiran dalam diri orang kristen yang mempercayai ajaran yang salah itu.

c)  Perbedaan antara kekristenan dan agama-agama lain, pada umumnya / hampir selalu terletak pada perbedaan doktrinal. Dalam hal-hal yang bersifat etika / moral, sekalipun ada perbedaan tetapi tidaklah terlalu banyak. Karena itu, kalau saudara adalah orang kristen yang tidak senang pada doktrin, sebetulnya tidak ada bedanya bagi saudara kalau saudara pindah ke agama lain.

d)  Perbedaan antara ajaran kristen yang alkitabiah dan injili dengan ajaran kristen yang sesat / salah / tidak alkitabiah seperti Saksi Yehovah, Mormon, Liberalisme, Roma Katolik, dsb, juga hampir seluruhnya terletak pada perbedaan doktrin.
Tanpa pengertian yang baik tentang doktrin yang benar, maka kita dengan mudah bisa disesatkan oleh berbagai macam ajaran sesat tersebut. Tetapi kalau kita mengerti doktrin yang benar dengan baik, maka kita akan sukar sekali disesatkan oleh ajaran-ajaran sesat itu. Karena itu doktrin adalah sesuatu yang sangat penting, baik bagi gereja maupun bagi setiap individu kristen.

Sekalipun pelajaran doktrinal itu penting tetapi:

a. Pengertian doktrinal yang hanya bersifat intelektual tidak bisa menye-lamatkan siapapun juga. Yang menyelamatkan hanyalah iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat!
Dalam prakata dari buku ‘The Doctrine of God’ karya Herman Bavinck, penterjemahnya yaitu William Hendriksen, mengutip kata-kata Bavinck pada saat mau mati sebagai berikut:
“My learning does not help me now; neither does my Dogmatics; faith alone saves me” (= Pengetahuanku tidak menolongku sekarang; Dogma-ku juga tidak; hanya iman yang menyelamatkan aku).

b. Jangan bersikap extrim dengan hanya mau ajaran yang bersifat dok-trinal saja. Ajaran-ajaran yang praktis, yang bersifat moral / etika, tentu juga sangat penting!
Illustrasi: biarpun daging itu adalah makanan yang penting dan bergizi, tetapi kalau saudara hanya makan daging saja, tidak mau makan sayur, buah, nasi dsb, maka itu tentu tidak baik. Demikian juga, sekalipun doktrin itu penting, tetapi kalau saudara hanya belajar doktrin saja, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidup kristen saudara. Saudara mungkin sekali akan menjadi seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada jaman Yesus, yang hanya otaknya hebat, tetapi hidupnya kacau balau.

2)   Doktrin adalah pelajaran yang sukar.
Memang ada doktrin yang mudah (seperti Injil), tetapi juga banyak doktrin yang sukar (seperti doktrin Allah Tritunggal, Kristologi, Eschatologi dsb). Ini menyebabkan pelajaran doktrinal dalam gereja menjadi semakin jarang. Banyak hamba Tuhan yang malas menyiapkan pelajaran doktrinal karena sukarnya pelajaran itu. Dan ada juga hamba-hamba Tuhan yang sebetulnya mau berjerih payah untuk me­nyiapkan dan mengajarkan pelajaran-pelajaran doktrinal, tetapi karena jemaat tidak bisa menerima-nya (karena tak terbiasa?), maka mereka akhirnya menuruti keinginan jemaat dengan mengajarkan hal-hal yang sederhana / praktis saja. Tetapi ini adalah sikap yang salah! Hamba Tuhan harus mengajarkan hal-hal yang dibutuhkan jemaatnya, bukan apa yang diinginkan oleh jemaatnya.
Illustrasi: kalau saudara adalah orang tua yang baik, tentu saudara tidak akan selalu menuruti keinginan anak saudara pada waktu mau makan. Saudara akan memberikan (bahkan memaksakan, kalau perlu) apa yang dibutuhkan oleh anak saudara. Mungkin mengharuskannya makan sayur, atau minum susu, atau minum vitamin dan bahkan obat, yang baginya tentu saja tidak enak.

Kitab Suci jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak menghendaki orang kristen mendapat pelajaran yang sederhana terus menerus. Ini terlihat misalnya dari:
·        Mat 28:19-20 - Kata ‘murid’ dan ‘ajar’ secara implicit menunjukkan bahwa harus ada peningkatan dalam pengajaran.
·     Ibr 5:11-6:1  Yoh 16:12  1Kor 3:2 juga menunjukkan bahwa harus ada peningkatan pengajaran.

II) Reformed.

1)   Apakah ‘Reformed’ itu?
Jangan menyamakan / mengacau-balaukan istilah ‘Reformed’ dengan istilah ‘Reformer(s)’. ‘Reformer(s)’ menunjuk kepada tokoh-tokoh Refor-masi, seperti Martin Luther, John Knox, Zwingli, John Cal­vin. Sedangkan ‘Reformed’ menunjuk pada aliran yang mengikuti ajaran / theologia dari John Calvin. Karena itu ‘Reformed’ sebe­tulnya sama dengan ‘Calvinisme’.

2)   Apakah salah kalau seseorang mempunyai aliran?

a)   Banyak orang kristen yang ‘alergi’ terhadap aliran, dimana mereka beranggapan bahwa orang kristen / gereja tidak boleh mempunyai aliran, dan bahkan banyak yang berpendapat bahwa kalau kita mempunyai aliran, kita adalah pengi­kut manusia. Karena itu kalau ditanya alirannya, mereka akan menjawab ‘aliran Yesus Kristus’, atau ‘aliran Kitab Suci’. Jawaban seperti ini sekalipun kelihatannya saleh, tetapi ini adalah jawaban dari orang yang tidak / kurang mengerti Kitab Suci / Theologia.

b)    Ada juga yang berpendapat bahwa aliran menyebabkan gereja ter-pecah-pecah.

Tetapi semua ini salah! Mengapa?

a)   Harus diakui bahwa ada orang yang memegang alirannya sedemikian rupa sehingga ia memang mengikut manusia. Misalnya orang Cal-vinist yang secara membuta menganggap bahwa Calvin benar dalam segala hal. Tetapi hal semacam ini tidak harus terjadi. Orang yang mempunyai aliran tidak harus menjadi pengikut manusia. Saya mengikuti theologia Calvin, karena saya beranggapan bahwa theologia Calvin itu sesuai dengan ajaran Kristus / Kitab Suci (Bandingkan dengan 1Kor 11:1 dimana saudara akan meli­hat bahwa Paulus menyuruh orang Korintus mengikuti dia, karena dia sendiri mengikuti Kristus). Disamping itu, menjadi seorang Calvinist tidak berarti menerima segala sesuatu yang dipercayai / diajarkan oleh Calvin. Tentu saja, kalau hal-hal besar dalam theologia Calvin ia tolak (misalnya tentang Predestinasi atau Providence of God), maka ia tidak bisa disebut sebagai seorang Calvinist). Tetapi bisa saja seorang Calvinist menerima ajaran-ajaran pokok Calvinisme, tetapi dalam persoalan yang kecil-kecil ia tidak setuju dengan ajaran Calvin (Misalnya: mengapa Yunus marah dalam Yunus 4?).

b)    Harus diakui bahwa aliran memang bisa memecah gereja. Tetapi lagi-lagi hal itu sebetulnya tidak perlu terjadi. Kita bisa berbeda aliran, dan menyadari perbedaan itu, tetapi tetap bersatu karena kita menya­dari bahwa semua orang kristen yang sejati, dari aliran apapun ia berasal (asal bukan aliran sesat), adalah anak Allah, sama seperti kita.
Illustrasi: suami dan istri berbeda, tetapi bisa tetap bersatu dan saling mengasihi.

Bertentangan dengan pandangan umum jaman sekarang yang anti aliran, saya berpendapat bahwa orang kristen, apalagi hamba Tuhan, sebaiknya mempunyai aliran. Mengapa? Karena kalau kita tidak mempunyai aliran, atau kita mempunyai aliran ‘gado-gado’, maka biasanya terjadi perten-tangan dalam pandangan kita sendiri. Misalnya kalau dari 5 pokok Calvin-isme, saudara hanya menerima 3, sedangkan yang 2 saudara menerima pandangan Arminian, maka saya yakin akan terjadi kontradiksi / ketidak-konsistenan antara 3 pokok yang saudara terima dan 2 pokok yang sau-dara tolak itu.

III) Urut-urutan belajar doktrin.

1)   Theology - doktrin tentang Allah.
2)   Anthropology - doktrin tentang manusia.
3)   Christology - doktrin tentang Kristus.
4)   Soteriology - doktrin tentang keselamatan.
5)   Ecclesiology - doktrin tentang gereja.
6)   Eschatology - doktrin tentang akhir jaman.

Sekalipun urut-urutan ini tidak mutlak harus diikuti, tetapi akan sangat mem-bantu kalau diikuti.



-o0o-


THE EXISTENCE OF GOD

(KEBERADAAN ALLAH)


I) Penyangkalan terhadap keberadaan Allah.

1)   Practical Atheist / Atheis praktis.
Ini adalah orang yang sekalipun sebetulnya percaya bahwa Allah itu ada, tetapi hidup seakan-akan Allah tidak ada (bdk. Ro 1:21). Mereka tidak berbakti kepada Allah ataupun memuliakan Allah, sebaliknya mereka hidup untuk dunia dan dirinya sendiri. Di dalam gerejapun ada banyak orang yang hidup seakan-akan Allah tidak ada, dan makin mendekati akhir jaman / kedatangan Yesus yang keduakalinya, makin banyak orang ‘kristen’ yang seperti ini! Bdk. 2Tim 3:1-5  Tit 1:16.

2)   Theoretical Atheist / Atheis teoritis.
Ini adalah atheisme yang bersifat intelektual dan berusaha untuk membe-narkan pernyataan bahwa Allah itu tidak ada dengan menggunakan argu-mentasi yang bersifat rasionil. Biasanya ketidakmampuan mereka dalam membuktikan keberadaan Allah dijadikan bukti rasionil bahwa Allah tidak ada. Karena itu ada seseorang yang mengatakan:
“An atheist is a man who looks through a telescope and tries to explain what he can’t see” (= Seorang atheis adalah seorang yang melihat melalui sebuah teleskop dan mencoba menjelaskan apa yang tidak bisa ia lihat).

Contoh: Yuri Gagarin pergi ke ruang angkasa dan tidak melihat Allah, lalu berkata Allah tidak ada.

Ada beberapa macam atheis teoritis:

a)  Dogmatic atheist / atheis dogmatis.
Ini adalah orang yang secara terang-terangan menyangkal adanya Allah atau sesuatu makhluk yang bersifat ilahi.
Ini adalah atheis yang sejati / sungguh-sungguh.

b)  Sceptical atheist / atheis skeptis.
Ini adalah orang yang meragukan kemampuan pikiran manu­sia untuk menentukan ada atau tidaknya Allah.

c)   Critical atheist / atheis kritis.
Ini adalah orang yang beranggapan bahwa tidak ada bukti yang sah tentang keberadaan Allah.

Sekarang perlu dipersoalkan: adakah orang yang betul-betul atheis (dogmatic atheist)?

1)   Ro 1:19-20 menunjukkan bahwa Allah menanamkan dalam diri setiap orang suatu perasaan tentang keberadaannya.
Tetapi Ro 1:19-20 versi Kitab Suci Indonesia salah / kurang tepat ter-jemahannya, dan karena itu saya memberikan Ro 1:19-20 versi NASB di bawah ini.
Ro 1:19-20 (NASB): “because that which is known about God is evident within them; for God made it evident to them. For since the creation of the world His invisible attributes, His eternal power and divine nature, have been clearly seen, being under­stood through what has been made, so that they are without excuse” (= karena apa yang diketahui tentang Allah nyata di dalam mereka; karena Allah telah membuatnya nyata bagi mereka. Karena sejak penciptaan dunia / alam semesta, sifat-sifatNya yang tak terlihat, kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, telah terlihat dengan jelas, dimengerti melalui apa yang telah diciptakan, sehingga mereka tidak mempunyai alasan).
Ini menunjukkan bahwa tidak ada orang yang terlahir sebagai atheist. Ide / pemikiran tentang adanya Allah adalah sesuatu yang bersifat universal, dan bahkan ada di antara suku-suku yang bersifat primitif / biadab.
John Calvin: “There is within the human mind, and indeed by natural instinct, an awareness of divinity. ... To prevent anyone from taking refuge in the pretense of ignorance, God himself has implanted in all men a certain understanding of his divine majesty. ... a sense of deity inscribed in the hearts of all” (= Di dalam pikiran manusia, oleh suatu naluri yang bersifat alamiah, ada suatu kesadaran tentang keilahian. ... Untuk mencegah siapapun untuk berlindung dalam ketidaktahuan, Allah sendiri telah menanamkan dalam semua manusia suatu pengertian tertentu tentang keagungan ilahinya. ... suatu perasaan tentang Allah dituliskan dalam hati dari semua orang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter III, no 1.

John Calvin: Yet there is, as the eminent pagan says, no nation so barbarous, no people so savage, that they have not a deep-seated conviction that there is a God. And they who in other aspects of life seem least to differ from brutes still continue to retain some seed of religion. So deeply does the common conception occupy the minds of all, so tenaciously does it inhere in the hearts of all! Therefore, since from the beginning of the world there has been no region, no city, in short, no household, that could do without religion, there lies in this a tacit confession of a sense of deity inscribed in the hearts of all. Indeed, even idolatry is ample proof of this conception. We know how man does not willingly humble himself so as to place other creatures over himself. Since, then, he prefers to worship wood and stone rather than to be thought of as having no God, clearly this is a most vivid impression of a divine being. So impossible is it to blot this from man’s mind that natural disposition would be more easily altered, as altered indeed it is when man voluntarily sinks from his natural haughtiness to the very depths in order to honor God! (= ) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 1.


2) Manusia berusaha menekan perasaan yang mengatakan bahwa Allah itu ada (Maz 10:4b  Maz 14:1  Maz 53:2).
Keadaan manusia yang rusak / sesat secara moral dan keinginan manusia untuk menghindari Allah menyebabkan ia membutakan diri­nya dengan sengaja dan menekan naluri yang paling dasari dari ma-nusia dan yang merupakan kebutuhan rohani yang terdalam (bdk. Yoh 3:19-20).
Seseorang mengatakan: “Fervid atheism is usually a screen for repressed religion” (= atheisme yang sungguh-sungguh biasanya merupakan layar dari agama yang ditekan).
Seseorang lain mengatakan: “Atheists put on a false courage in the midst of their darkness and misappprehensions, like children who, when they fear to go in the dark, will sing or whistle to keep up their courage” (= Orang atheis mengenakan / mengadakan suatu keberanian yang palsu di tengah-tengah kegelapan dan kesalahmengertian mereka, seperti anak-anak yang pada waktu takut berjalan dalam kegelapan, lalu menyanyi atau bersiul untuk membangkitkan keberanian mereka).
Ini mirip seperti orang yang takut mati, lalu tidak mau bicara tentang mati.

3)  Bisakah mereka berhasil?

a)   Ada yang berkata bisa.
Louis Berkhof: “Surely, there can be no doubt about the presence of theoretical atheists in the world. When David Hume expressed doubt as to the existence of a dogmatic atheist, Baron d’Holback replied: ‘My dear sir, you are at this moment sitting at table with seventeen such persons’” (= Jelas, tidak ada keraguan tentang adanya atheis teoretis dalam dunia ini. Ketika David Hume menyatakan keragu-raguannya tentang adanya atheis dogmatis, Baron d’Holback menjawab: ‘Tuan, saat ini engkau sedang duduk dengan 17 orang seperti itu’) - ‘Systematic Theology’, hal 23.

b)   Kebanyakan berkata tidak bisa.
·    John Calvin: “Actual godlessness is impossible. Men of sound judgment will always be sure that a sense of divinity which can never be effaced is engraved upon men’s mind” (= Ketidak-adaan Allah yang sungguh-sungguh adalah mustahil. Orang yang yang mempunyai penilaian yang sehat akan selalu yakin bahwa suatu perasaan tentang keilahian yang tidak pernah bisa dihapuskan diukirkan pada pikiran manusia) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter III, no 3.
·         Robert L. Dabney tidak yakin ada orang / suku yang betul-betul atheist.
·         Herman Bavinck:
“... the Bible never makes any attempt to prove the existence of God  but assumes this; and it presupposes all along that man has an ineradicable idea of that existence” (= Alkitab tidak pernah berusaha untuk membuktikan keberadaan Allah tetapi menganggap bahwa Allah ada; dan Alkitab menganggap bahwa manusia mempunyai idee yang tidak dapat dihilangkan tentang keberadaan Allah itu) - ‘The Doctrine of God’, hal 14.
·         Sir Francis Bacon:
“Atheism is rather in the lip than in the heart of man” (= Atheisme lebih ada di bibir dari pada dalam hati manusia).
·         Henry More:
“In agony or danger, no nature is atheist. The mind that knows not what to fly to, flies to God” (= Dalam penderitaan yang hebat atau bahaya, tidak ada manusia yang atheis. Pikiran yang tidak tahu harus lari kemana, akan lari kepada Allah).
·         Seorang lagi berkata:
“An atheist is one who prays when he can think of no other way out of his trouble” (= Seorang atheis adalah orang yang berdoa pada waktu ia tidak bisa memikirkan jalan keluar dari problemnya).
·         Benjamin Whichcote:
“Some are atheists by neglect; others are so by affectation; they that think there is no God at some times do not think so at all times” (= Beberapa orang adalah atheis karena pengabaian; yang lain adalah demikian karena pura-pura; mereka yang pada satu saat berpikir bahwa tidak ada Allah tidak selalu berpikir demikian).
·         Edward Young:
“By night, an atheist half believes in God” (= pada malam hari, seorang atheis setengah percaya kepada Allah).
·         Seorang lagi berkata:
“All atheists are rascals, and all rascals are atheist” (= semua atheis adalah bajingan, dan semua bajingan adalah atheis).
Karena itu kata-kata mereka tidak bisa dipercaya!

II) Bukti-bukti rasionil tentang adanya Allah.

1)   Ontological Argument (Anselm, Descartes, Samuel Clarke).
Anselm berkata bahwa manusia mempunyai idee tentang sesuatu makhluk yang sempurna secara mutlak. Keberadaan adalah sifat dari kesempurnaan, dan karena itu makhluk yang sempurna secara mutlak itu pasti ada.

Keberatan:
Kita tidak bisa menyimpulkan pikiran yang abstrak menjadi keberadaan yang nyata. Fakta bahwa kita mempunyai ide / gagasan / pemikiran tentang Allah belum / tidak membuktikan keberadaanNya secara obyektif.

2)   Cosmological Argument.
Setiap benda yang ada di dunia ini pasti mempunyai penyebab (cause), dan karena itu alam semesta ini pasti juga mempunyai penyebab, dan penyebab itu pastilah tidak terbatas besarnya, yaitu Allah.

Illustrasi:
·         Seorang Rusia pergi ke USA dan melihat alam semesta mini dan marah waktu diberi tahu bahwa semua itu tidak ada yang membuat. Orang Amerikanya lalu berkata: ‘Kalau alam semesta mini ini saja kamu tidak percaya bahwa tidak ada yang membuat, bagaimana mungkin kamu percaya bahwa alam semestanya yang asli bisa ada tanpa ada yang membuat?’.
·         ada pendeta yang bertanya: ‘Ayam dan telor, mana yang ada lebih dulu?’. Tidak mungkin telor ada lebih dulu, karena siapa yang mengeraminya? Kalau ayamnya ada lebih dulu, lalu dari mana ayam itu? Tidak bisa tidak, harus dijawab: ‘Dari Allah’.
·         pendeta yang sama bertanya: ‘Kamu asalnya dari mana?’. Dijawab: ‘Dari mama’. ‘Mamamu dari mana?’. ‘Dari mamanya mama’. ‘Mamanya mama dari mana?’. Pertanyaan seperti ini diteruskan sampai orangnya berkata : ‘Dari mama perta­ma’. Lalu ditanyakan: ‘Mama pertama dari mana?’. Kalau dia tidak mau mengakui ‘Dari Allah’, ia harus mengakui bahwa mama pertama itu dari monyet (teori evolusi). Orang yang tidak mau mengakui keberadaan Allah tidak bisa mempertahankan existensinya sebagai manusia!

Keberatan:
Kant berkata bahwa kalau setiap benda yang ada mempunyai penye­bab, maka hal itu juga harus berlaku bagi Allah.

3)   Teleological Argument.
Dalam dunia / alam semesta kita melihat adanya intelligence / kecer-dasan, keteraturan, keharmonisan, dan tujuan.
Misalnya:
·    air laut menguap --> jadi hujan --> menyuburkan tanah --> kembali ke sungai --> kembali ke laut.
·         adanya 4 musim / 2 musim.
·         matahari terbit dan terbenam.
·         peredaran planet-planet.
·         O2 -->  manusia --> CO2 --> tumbuh-tumbuhan --> O2.

Semua ini menyatakan secara tidak langsung keberadaan dari suatu makhluk yang mempunyai intelligence untuk menciptakan dunia / alam semesta yang seperti itu.
Illustrasi: adanya arloji menunjukkan pembuatnya mempunyai intelligence.

Keberatan:
Kant berkata bahwa adanya tujuan dan intelligence / kecerdasan di dunia ini menunjukkan adanya suatu makhluk yang mempunyai intelligence dan tujuan. Tetapi itu tidak / belum menunjukkan bahwa makhluk itu adalah Allah / Pencipta.
Seorang lain berkata: Teleological Argument ini hanya menunjukkan adanya suatu pikiran / mind yang mengontrol dunia / alam semesta.

4)   Moral Argument.

a)  Suara hati / hati nurani yang bisa membedakan baik dan jahat menun-jukkan adanya suatu hukum moral dalam hati, dan ini secara tidak langsung menunjukkan adanya seorang Pemberi Hukum, dan Pemberi hukum ini adalah Allah.

b)   Adanya ketidakadilan dalam dunia ini, adanya banyak dosa yang tidak dihukum, adanya orang-orang saleh yang menderita dan orang-orang jahat yang hidup enak di dunia ini, menuntut / membutuhkan penga-dilan. Secara tidak langsung ini menunjukkan akan adanya seorang Hakim yang benar, yaitu Allah.

Keberatan:
Sekalipun argumentasi ini menunjukkan keberadaan ‘seseorang’ yang suci dan adil, tetapi tidak bisa menunjukkan adanya Allah, pencip­ta, atau makhluk yang sempurna secara mutlak.

5)   Historical / Ethnological Argument.
Semua manusia mempunyai naluri tentang adanya sesuatu yang ilahi. Karena hal itu bersifat universal, maka itu pasti merupakan sesuatu yang bersifat dasari pada manusia. Dan kalau sifat dasar manusia itu mem-bawa manusia pada penyembahan yang bersifat agama, maka pastilah ada suatu makhluk yang lebih tinggi yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang religius. Makhluk yang lebih tinggi itu adalah Allah.

Keberatan:
·         kejadian universal itu mungkin dimulai karena kesalahan manusia yang mula-mula.
·         Sifat beragama pada manusia itu kuat sekali pada orang primitif, tetapi jadi hilang di kalangan orang beradab.

Kesimpulan dan evaluasi:

a) Tidak satupun dari argumentasi tersebut di atas yang bisa memberi bukti yang meyakinkan tentang adanya Allah.

b) Sekalipun demikian, argumentasi-argumentasi tersebut mungkin bisa ber-guna untuk orang-orang tertentu.
Ingat bahwa yang bisa memberi keberatan adalah ahli-ahli filsafat, yang semuanya ‘gila’.
Contoh ke‘gila’an ahli filsafat: Saya pernah mendengar cerita tentang Aristotle dan temannya, yang sebut saja bernama si A. Suatu hari Aristotle pergi ke rumah temannya. Dari jendela Aristotle sudah melihat bahwa si A ada di rumah. Lalu ia mengetok pintu dan seorang pembantu muncul. Aristotle bertanya: ‘Si A ada?’. Pembantu masuk sebentar lalu keluar lagi dan berkata: ‘Si A tidak ada’. Aristotle merasa dibohongi, tetapi ia diam saja dan pergi. Suatu hari Si A pergi ke rumah Aristotle, dan setelah mengetok pintu ternyata Aristotle sendiri yang membukakan pintunya. Si A langsung menyapa ‘Hai Aristotle!’. Aristotle menjawab: ‘O kamu mencari Aristotle? Aristotle tidak ada!’. Temannya menjadi marah, tetapi Aristotle lalu menjawab: ‘Pada waktu aku pergi ke rumahmu, pembantumu mengatakan kamu tidak ada dan aku percaya kepadanya. Bagaimana mungkin sekarang kamu tidak percaya bahwa aku tidak ada, padahal bukan pembantuku, melainkan aku sendiri yang mengatakan hal itu kepadamu’.
Sekarang pikirkan: gila atau tidak?

Seorang mengatakan:
“Philosophers are people who talk about something they don’t understand and make you think it is your fault!” (= Ahli-ahli filsafat adalah orang-orang yang berbicara tentang sesuatu yang tidak mereka mengerti dan membuat kamu berpikir bahwa itu adalah kesalahanmu!).

c)   Orang kristen tidak membutuhkan argumentasi-argumentasi tersebut.
Keyakinan akan adanya Allah didasarkan pada penyataan Allah dalam Kitab Suci.

d)   Orang yang mau percaya akan adanya Allah dengan adanya bukti yang rasionil adalah orang yang tidak menerima wibawa Kitab Suci.



-o0o-


The knowability of God

(Allah bisa dikenal)


I) Allah tidak dapat dimengerti, tetapi dapat dikenal.

1)   Kita yang terbatas tidak dapat mengerti yang tidak terbatas.
Ayub 11:7 - “Dapatkan engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa?”.

2)   Agnostics.

a)    Mereka berkata bahwa pikiran manusia tidak dapat mengetahui / mengenal apapun yang melebihi / melampaui natural phenomena (kejadian alam) dan karena itu pikiran manusia tidak tahu apa-apa tentang hal-hal ilahi.

b)    Sama seperti Sceptics, mereka tidak mau disebut sebagai atheis karena mereka tidak menyangkal keberadaan Allah.

c)    Mereka mengatakan bahwa mereka tidak tahu apakah Allah ada atau tidak, dan kalau Allah ada, mereka tidak tahu apakah Dia bisa dikenal atau tidak (sebagian Agnostics berpendapat bahwa Allah tidak bisa dikenal).

II) Allah dapat dikenal karena penyataan diriNya.

1)   Penyataan umum (general revelation).

a)         Melalui hati nurani / pikiran (Ro 1:19-20).

Ro 1:19-20 (NASB): “because that which is known about God is evident within them; for God made it evident to them. For since the creation of the world His invisible attributes, His eternal power and divine nature, have been clearly seen, being under­stood through what has been made, so that they are without excuse” (= karena apa yang diketahui tentang Allah nyata di dalam mereka; karena Allah telah membuatnya nyata bagi mereka. Karena sejak penciptaan dunia / alam semesta, sifat-sifatNya yang tak terlihat, kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, telah terlihat dengan jelas, dimengerti melalui apa yang telah diciptakan, sehingga mereka tidak mempunyai alasan).

b)   Melalui alam semesta.
Dalam pasal pertama dari 12 Pengakuan Iman Rasuli diakui bahwa Allah adalah Khalik / Pencipta seluruh langit dan bumi (Kej 1:1-dst  Neh 9:6  Maz 102:26  Kis 14:15b  Kis 17:24a). Yang dimaksud dengan ‘langit dan bumi’ adalah seluruh alam semesta (langit, bumi dan segala isinya).
Apa yang bisa kita ketahui tentang Allah dari alam semesta ini?

Pertama: Melalui alam semesta ini kita bisa melihat kemuliaan Tuhan (Maz 19:2-3). Mengapa? Karena besarnya dan megahnya alam se-mesta yang diciptakan oleh Tuhan menunjukkan kemahakuasaan dan kemuliaan Penciptanya. Untuk bisa mengetahui hebatnya dan besar-nya alam semesta yang Allah ciptakan, mari kita melihat:

1.   Ukuran dari benda-benda langit yang diciptakan oleh Allah itu.
·         bumi punya garis tengah ± 8.000 mil (± 12.800 km).
·         matahari punya garis tengah ± 860.000 mil (± 1.376.000 km).
·         bintang Antares punya garis tengah ± 150 juta mil (± 240 juta km).
·         bintang bernama IRS 5 yang mempunyai garis tengah ± 9,375 milyar mil (± 15 milyar km).

Jadi perbandingan garis tengah bumi, matahari, Antares dan IRS 5 adalah: 1 : 108 : 18.750 : 1.171.875.
Dengan kata lain, kalau kita mau menggambarkan bumi sebagai bola kecil dengan diameter 1 mm, maka kita harus menggambar-kan matahari sebagai bola dengan diamater 10,8 cm, Antares se-bagai bola dengan diameter 18,75 meter, dan IRS 5 sebagai bola dengan diameter hampir 1,2 km!
Kalau matahari dalamnya dikosongkan, maka matahari bisa menampung sekitar 1,3 juta buah bumi! Kalau Antares dikosong-kan, ia bisa menampung sekitar 5,26 juta buah matahari. Kalau IRS 5 dikosongkan, ia bisa menampung sekitar 244.000 Antares!

2.   Memperkirakan besarnya / luasnya alam semesta.

a.         Besarnya / luasnya tatasurya kita.
Tatasurya kita terdiri dari 1 matahari dengan 9 buah planet.
Jarak rata-rata Bumi - Bulan sekitar 384.400 km, atau ± 1,3 detik cahaya (jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam 1,3 detik; cahaya mempunyai kecepatan 300.000 km / detik).
Jarak rata-rata Bumi - Matahari sekitar 150 juta km, atau ± 500 detik cahaya (jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam 500 detik).
Jarak rata-rata Pluto (planet ke 9, yang terjauh dari Matahari) - Matahari adalah 5,9 milyar km, atau sekitar hampir 5,5 jam cahaya. Kalau bumi hanya membutuhkan waktu 1 tahun untuk mengitari matahari 1 kali, maka Pluto membutuhkan waktu 284 tahun!

b.         Besarnya galaxy kita.
Dalam galaxy kita ada 200 milyar bintang. Bintang yang terde-kat adalah Alpha Centauri yang berjarak 4-4,5 tahun cahaya (Catatan: 1 tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam waktu 1 tahun = 365 x 24 x 60 x 60 x 300.000 km = 9,46 1012 km).
Galaxy berbentuk seperti cakram, yang mempunyai diameter 100.000 tahun cahaya, dengan ketebalan pada pusatnya 20.000 tahun cahaya. Volume galaxy sekitar 1 milyar kali lebih besar dari volume tata surya.

c.         Besarnya alam semesta.
Dalam tahun 1999, diketahui sedikitnya ada 125 milyar galaxy dalam alam semesta, dan jaraknya satu sama lain ada yang mencapai jutaan tahun cahaya. Ini hanya yang bisa dilihat oleh manusia dengan teleskop tercanggih manusia, yang bisa menyelidiki sampai jarak sedikitnya 5 milyar tahun cahaya. Lebih dari itu manusia tidak bisa melihat.

Catatan: data-data di atas ini diperolah dari sumber-sumber ini:
·         Encyclopedia Americana.
·         Halley’s Bible Handbook.
·         Kenneth N. Taylor, ‘Creation and Evolution’.

Setelah saudara melihat / merasakan besarnya alam semesta, maka ketahuilah bahwa semua itu diciptakan oleh Allah hanya dengan firmanNya.

Ibr 11:3 - “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat” (bdk. Maz 148:5).

Ini semua menunjukkan kemahakuasaan Allah, dan karena itu tidak ada yang mustahil bagi Dia!

Yer 32:17 - “kataku: ‘Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan kekuatanMu yang besar dan dengan lenganMu yang terentang. Tiada suatu apapun yang mustahil untukMu’”.

Penerapan:
Kalau saudara mempunyai persoalan, betapapun banyaknya dan beratnya persoalan itu, percayalah bahwa Allah bisa memberes-kannya, dan bawalah persoalan itu kepada Allah dalam doa! Bdk. 2Raja 19:15  Kis 4:24.

Kedua: Melalui alam semesta ini kita bisa melihat kebaikan Allah. Dalam Kis 14:17 dikatakan bahwa Allah menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu melalui pemberian hujan, musim-musim, dsb.
Sebetulnya ada banyak hal lain dari alam semesta melalui mana kita bisa melihat kasih dan kebijaksanaan Allah. Hal ini dinyatakan dengan begitu indah oleh David D. Riegle dalam bukunya yang berjudul ‘Creation or Evolution’, hal 18-21, dimana ia berkata:

1.   Bumi (planet ke 3) terletak dalam jarak yang tepat dari matahari, sehingga manusia bisa mendapatkan jumlah panas yang tepat untuk mendukung kehidupannya. Mercurius (planet ke 1) dan Venus (planet ke 2) terlalu dekat dengan matahari sehingga terlalu panas, sedangkan Mars sampai Pluto (planet ke 4 - ke 9) terlalu jauh dari matahari sehingga terlalu dingin.

2.   Bumi berputar pada porosnya dengan kecepatan yang tepat.
Kalau bumi berputar dengan kecepatan sepersepuluh dari yang sekarang ini, maka waktu untuk pagi / siang dan malam akan men-jadi sepuluh kali lebih panjang, sehingga pada pagi / siang hari tanaman akan terbakar, dan malam hari akan menjadi begitu dingin sehingga tanaman tidak bisa hidup.

3.   Jarak bumi bulan adalah sekitar 240.000 mil.
Andaikata bulan didekatkan sehingga menjadi hanya 50.000 mil, maka air pasang yang sekarang tidak membahayakan ini, akan merendam seluruh benua yang ada 2 x sehari!

4.   Besarnya bumi juga tepat.
Kalau bumi hanya sebesar bulan maka gravitasinya hanya 1/6 dari yang sekarang, sehingga tidak bisa menahan baik atmosfir maupun air.
Sebaliknya kalau diameter bumi diduakalikan, maka gravitasi juga akan menjadi 2 x lipat, sehingga tekanan atmosfir akan naik dari 15 menjadi 30 pounds / inci persegi. Ini akan mempengaruhi secara serius semua kehidupan di bumi. Dan kalau diameter bumi diperbesar sampai sebesar matahari, maka tekanan atmosfir akan menjadi lebih dari 1 ton / inci persegi, sehingga tidak memungkin-kan adanya kehidupan.

5.   Komposisi atmosfir kita adalah 21 % oksigen dan 78 % nitrogen.
Kerapatan udara bisa berbeda antara di gunung dan di pantai, tetapi perbandingan oksigen dan nitrogen itu selalu tetap. Kalau nitrogennya atau oksigennya dinaikkan manusia akan mati.

Tidak heran dalam Amsal 3:19-20 dikatakan: Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkanNya langit,    dengan pengetahuanNya air samudera raya berpencaran dan awan menitikkan embun”.

2)   Penyataan khusus (special revelation).
Adanya dosa menyebabkan:

a)  Penyataan umum menjadi kabur.
Misalnya:
·         adanya bencana alam menyebabkan orang bertanya: ‘Kasihkah Allah itu?’.
·         adanya banyak ketidakadilan menyebabkan orang bertanya: ‘Adilkah Allah itu?’.
·         adanya banyak dosa / kebejadan moral menyebabkan orang bertanya: ‘Sucikah Allah itu?’.

b)  Manusia menjadi buta secara rohani.
Misalnya:
·     pada waktu melihat bintang, manusia bukannya melihat kemuliaan Allah, tetapi lalu menggunakannya sebagai alat meramal.
·         manusia menganggap dirinya berasal dari monyet.

Ini menyebabkan manusia tidak bisa mengenal Allah melalui penyataan umum dan karena itu Allah lalu memberikan penyataan khusus, yaitu:
¨      Kitab Suci / Firman Tuhan.
¨      Yesus Kristus.
(1Sam 3:7  Mat 11:27  Yoh 1:18  Yoh 14:7-9  Ibr 1:1-2).

Ada banyak hal yang tidak bisa diketahui melalui penyataan umum tetapi bisa diketahui melalui penyataan khusus, misalnya keberdosaan kita, penebusan oleh Yesus Kristus, dsb.

Penyataan umum dan penyataan khusus tidak bisa / tidak boleh berten-tangan.
Kalau terjadi pertentangan, maka ada 2 kemungkinan:

1.   Ilmu pengetahuan tentang penyataan umum itu salah.
Misalnya: Teori evolusi bertentangan dengan Kitab Suci. Dalam hal ini ilmu pengetahuan tentang penyataan umum itu yang salah.

2.   Penafsiran tentang penyataan khusus itu salah.
Misalnya: Orang kristen jaman dulu, berdasarkan Maz 19:2-7 (perhatikan khususnya ay 6-7), lalu berpendapat bahwa matahari mengelilingi bumi, dan ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang menyatakan bahwa bumilah yang mengelilingi matahari. Dalam hal ini penafsiran dari Maz 19:2-7 itu yang salah. Perlu dicamkan bahwa Alkitab tidak ditulis sebagai buku ilmiah, dan karenanya tidak ditulis menurut cara ilmiah. Banyak bagian Alkitab yang ditulis menurut pandangan mata manusia / sebagai-ma­na kelihatannya oleh mata manusia. Karena dalam mata manusia kelihatannya mataharilah yang mengelilingi bumi, maka demikian­lah ditulisnya. Contoh lain dimana Kitab Suci menuliskan / menggambarkan menurut pandangan mata manusia ialah Kej 1:14-16. Di sini Allah menciptakan benda-benda penerang (matahari, bulan dan bintang-bintang), dan dikatakan dalam Kej 1:16 bahwa matahari dan bulan adalah benda penerang yang besar, dan ini secara implicit / tidak langsung berarti bahwa bintang-bintang adalah benda-benda penerang yang kecil. Padahal kita tahu bahwa bintang-bintang itu jauh lebih besar dari bulan dan bahkan dari matahari! Tetapi Kitab Suci tetap menulis begitu, karena Kitab Suci menuliskan sebagaimana kelihatan oleh mata manusia (bintang kelihatan kecil, matahari dan bulan kelihatan besar).

III) Fungsi Roh Kudus dalam pengenalan akan Allah.

Karena manusia itu buta rohani maka penyataan khusus itupun belum cukup bagi manusia untuk bisa mengenal Allah. Di sini letak peranan Roh Kudus.

1)   Allah dapat dikenal hanya dengan pertolongan Roh Kudus.

2)   Roh Kudus melahirkan kita kembali (regenerate) dan menyucikan (sanctify) kita untuk menghapuskan kebutaan rohani kita.

3)   Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kita sehingga kita bisa mengerti Firman Tuhan dan melalui Firman Tuhan itu kita bisa mengenal Allah.
Karena itu kita harus banyak berdoa (bersandar kepada Roh Kudus) untuk bisa mengerti Firman Tuhan dengan benar. Firman Tuhan dan doa berhubungan sangat erat. Bdk. Kol 1:9-10  Fil 1:9  Maz 119:12,18,19,26, 33,34,64,68,73,124,125,135,169.
Tetapi juga perlu diwaspadai extrim dari banyak orang yang tidak mau belajar dari manusia, dan hanya mau langsung dari Allah. Ini salah, karena sekalipun Allah bisa mengajar langsung, tetapi Ia juga menetap-kan hamba-hambaNya sebagai alat untuk mengajar jemaat (Ef 4:11-13).

IV) Peranan iman dalam pengenalan akan Allah.

Allah hanya bisa dikenal oleh orang yang mau menerima penyataan Allah tentang diriNya sendiri dengan iman. Dalam penyataan Allah ini ada banyak hal-hal yang melampaui pengertian / akal kita, seperti:
  • doktrin Allah Tritunggal.
  • Yesus Kristus yang adalah 100% Allah dan 100% manusia.
  • Yesus ditinggal oleh Bapa (Mat 27:46).
  • Allah tidak terbatas oleh waktu.
Hal-hal seperti itu harus diterima dengan iman.

V) Diri Allah dan sifat-sifat Allah.

1)   Diri Allah / hakekat (essence) Allah.
Ini tidak bisa didefinisikan dan tidak dapat dimengerti (incomprehensible).

2)   Hubungan antara diri Allah dan sifat-sifat Allah:

a)   Kita tidak dapat mendapat pengetahuan tentang diri (being) Allah ter-lepas dari penyataan Allah tentang sifat-sifatNya (attributes).

b)   Allah dan sifat-sifatNya adalah satu.
·  Sifat-sifatNya tidak boleh dianggap sebagai komponen-komponen yang membentuk Allah.
·         Kita juga tidak boleh beranggapan bahwa hakekat Allah ada lebih dulu dari sifat-sifatNya dan lalu sifat-sifatNya ditambahkan kepada hakekat Allah itu.
·      Kita tidak boleh memisahkan hakekat ilahi (divine essence) dan sifat-sifat ilahi (divine attributes).
Dalam theologia selalu dikatakan bahwa sifat-sifat Allah adalah Allah sendiri. Karena hubungan yang begitu dekat antara diri Allah dan sifat-sifat Allah, maka dapat dikatakan bahwa mengetahui tentang sifat-sifat Allah berarti mengetahui hakekat Allah.

3)   Sekalipun melalui penyataan Allah kita bisa mendapat pengetahuan tentang diri Allah, pengetahuan kita terbatas.
Mengapa?

a) Karena dalam penyataanNya, bahkan dalam penyataan khususNya, Allah tidak menyatakan diriNya secara keseluruhan (ada banyak yang Dia rahasiakan).

b)  Karena pikiran kita terbatas sehingga tidak bisa mengerti penyataan Allah dengan sempurna.






-o0o-


Sifat-sifat Allah

I) Sifat-sifat yang tak dapat diberikan (Incommunicable attributes).

A)  Self existence (= ada dari dirinya sendiri).

1) Karena Allah itu ada dari diriNya sendiri, maka ini menunjukkan bahwa Ia mempunyai sifat independent (= tak tergantung).
Apa saja yang independent?
·         Diri / keberadaan Allah.
Yoh 5:26 - “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, demikian juga diberikanNya Anak mempunyai hidup dalam diriNya sendiri”.
·         Sifat-sifatNya.
·         pikiranNya.
Ro 11:33-34 - “(33) O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh tak terselami jalan-jalanNya! (34) Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihatNya?”.
·         ketetapan-ketetapanNya / rencanaNya / kehendakNya.
Daniel 4:35 - “Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendakNya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorangpun yang dapat menolak tanganNya dengan berkata kepadaNya: ‘Apa yang Kaubuat?’”.
Ef 1:5 - “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya.
Wah 4:11 - “‘Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa; sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu; dan oleh karena kehendakMu semuanya itu ada dan diciptakan.’”.
Ro 9:10-18 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah. (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasa-Ku di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya”.
·         tindakanNya (Maz 115:3).
Maz 115:3 - “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendakiNya!”.

2)   Karena Allah adalah satu-satunya yang mempunyai sifat self-existent, dan segala sesuatu yang lain di luar diri Allah ada hanya melalui Dia dan dipelihara olehNya, maka ini juga berarti bahwa segala sesuatu tergantung kepada Dia (Maz 94:17-19 Neh 9:6  Maz 104:27-30  Kis 17:28  1Tim 6:13  Ibr 1:3).

B) Immutability (= sifat tetap / tidak bisa berubah).

1)  Kesempurnaan Allah menyebabkan Dia tidak bisa berubah, baik diriNya (Maz 102:26-28  Mal 3:6  Yak 1:17) maupun tujuan / maksud / janji-janjiNya (Yes 14:24,27  Yes 46:10).
Allah tidak bisa menjadi makin baik atau makin jelek, karena hal itu menunjukkan Ia tidak sempurna.

Tetapi perlu dingat bahwa sekalipun Allah tidak berubah, tetapi:

a)  TindakanNya bisa berubah, dalam arti, bisa saja Ia tidak mau melakukan lagi apa yang dulu pernah Ia lakukan.
Misalnya:
·        dulu Ia pernah menghancurkan manusia dengan air bah, tetapi Ia berjanji tidak akan mengulang hal itu (Kej 9:12-16).
·        dulu Ia pernah memimpin Israel menggunakan tiang awan dan tiang api, tetapi dalam sepanjang Kitab Suci, Ia tidak pernah mengulangi tindakan itu.

b)   CaraNya bisa berubah (Ibr 1:1).

Karena itu jangan menggunakan ketidak-bisa-berubahan Allah ini sebagai dasar untuk berkata bahwa kalau dulu Ia membangkitkan orang mati, sekarang Ia pasti juga membangkitkan orang mati, kalau dulu Ia berfirman dengan menggunakan mimpi, malaikat dsb, maka sekarang Ia pasti juga melakukan hal yang sama. Ini salah!

2)   Manusia bisa berubah dan hubungan antara Allah dan manusia bisa berubah, tetapi Allah sendiri tidak bisa berubah.

C) Infinity (= ketidakterbatasan).

Beberapa aspek dari ketidak-terbatasan Allah:

1)   KesempurnaanNya yang mutlak (His absolute perfection).
KesempurnaanNya menjadi sifat dari semua sifat-sifat yang dapat diberikan (Communicable attributes). Jadi, kuasa Allah, kesucian Allah, pengetahuan Allah, hikmat Allah, kasih / kebenaran Allah itu sempurna.
KesempurnaanNya menyebabkan Ia tidak mempunyai batas ataupun cacat cela (Ayub 11:7-9  Maz 145:3  Mat 5:48).

2)  KekekalanNya (His eternity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal waktu.
KekekalanNya berarti:
·         Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (Maz 90:2  Maz 102:13  Wah 1:8,17).
·         Ia tidak terbatas oleh waktu / Ia melampaui semua batasan waktu (2Pet 3:8). Ia tidak mempunyai waktu lampau, sekarang, atau akan datang.
Ada orang yang mengatakan: “He is the eternal ‘I am’” (= Ia adalah ‘I am’ yang kekal).
Bdk. Yoh 8:58 (NIV): ‘Before Abraham was born, I am.

3)  Kebesaran / keluasan Allah (His immensity).
Ini adalah ketidak-terbatasan Allah di dalam hal tempat.
Artinya:

a)    Ia melampaui semua batasan-batasan tempat (1Raja-raja 8:27  Yes 66:1  Yer 23:24b).

b)    Ia ada / hadir di setiap tempat dengan seluruh keberadaanNya / seluruh diriNya (His whole being) (Kis 17:27-28  Yer 23:23  Maz 139:7-10  Mat 18:20  Mat 28:20  Yoh 1:18  Yoh 14:23).
Jadi, jangan membayangkan seakan-akan Allah adalah seperti gas yang menyebar, sebagian ada di sini dan sebagian ada di situ. Juga jangan membayangkan seakan-akan Allah seperti raksasa yang besar, dimana di sini hanya ada tangannya, di situ hanya ada kakinya dsb.
Yang benar adalah: seluruh Allah ada di mana-mana. Hati-hati dengan ajaran sesat yang mengatakan bahwa yang maha ada / ada dimana-mana itu bukanlah Allahnya, tetapi kehendak Allah atau kuasa Allah atau pengetahuan Allah. Ini salah / sesat! Yang maha ada adalah Allahnya sendiri.
Kita tidak perlu merasa menghina Allah kalau kita mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, bahkan ditempat-tempat yang kotor (got, tempat sampah, dsb), dan di neraka sekalipun!
Ada orang yang bertanya: ‘Where is God?’ (= dimanakah Allah?) yang lalu dijawab dengan pertanyaan: ‘Where is He not?’ (= dimana Ia tidak ada?).

Kalau dalam Kitab Suci dikatakan Allah datang, pergi, turun, naik, dsb (Kej 11:5-7  Hakim-hakim 13:20), itu semua hanyalah bahasa Anthropomorphism (= bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia).

Kalau dikatakan bahwa dosa memisahkan manusia dengan Allah, maka itu hanya menunjukkan perpisahan rohani, bukan secara jasmani / fisik.

Dalam kemahadaaan Allah ini terlihat sifat ‘transcendent’ dan ‘immanent’ dari Allah.
·         ‘Transcendent’ artinya: ‘that exists apart from the material universe’ (= yang ada di luar alam semesta yang bersifat materi).
Deisme hanya menekankan sifat transcendent dari Allah.
·     ‘Immanent’ merupakan lawan kata dari ‘transcendent’, artinya: ‘present throughout the universe’ (= ada / hadir di setiap tempat dalam alam semesta).
Berlawanan dengan Deisme, maka Pantheisme hanya menekan-kan sifat immanent dari Allah.
Baik Deisme maupun Pantheisme adalah salah / sesat, karena Allah mempunyai kedua sifat ini, dan ini terlihat dengan jelas dalam Yer 23:23.

Istilah ‘immensity’ hampir sama dengan ‘omnipresence’ (= kemaha-adaan), tetapi:
¨      Immensity lebih menekankan ‘Allah tidak dibatasi tempat’.
¨      Omnipresence lebih menekankan ‘Allah ada di mana-mana dengan seluruh keberadaanNya / diriNya’.

Sekalipun Allah itu ada / hadir dimana-mana, tetapi Allah tidak hadir di semua tempat dengan tingkat, arti, dan sikap yang sama.

Louis Berkhof: “This does not mean, however, that He is equally present and present in the same sense in all His creatures” (= Tetapi ini tidak berarti bahwa Ia hadir secara sama dan hadir dalam arti yang sama dalam semua makhluk ciptaanNya) - ‘Systematic Theology’, hal 61.

Herman Bavinck: “He is not present in the same degree and manner everywhere” (= Ia tidak hadir dalam tingkat dan cara yang sama di mana-mana) - ‘The Doctrine of God’, hal 157.

Misalnya:
*        KehadiranNya di surga berbeda dengan di bumi.
*        KehadiranNya pada benda berbeda dengan kehadiranNya pada binatang.
*        KehadiranNya pada binatang berbeda dengan kehadiranNya pada manusia.
*   KehadiranNya pada orang kafir berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen.
*        KehadiranNya pada orang kristen yang tidak memberitakan Injil berbeda dengan kehadiranNya pada orang kristen yang mem-beritakan Injil (bdk. Mat 28:19-20).
*        KehadiranNya pada orang kristen / gereja berbeda dengan kehadiranNya pada diri Kristus sendiri (Bdk. Yoh 3:34 dan Kol 2:9 dengan Yoh 1:16).

Illustrasi: Polisi hadir bersama presiden maupun bersama penjahat, tetapi waktu hadir bersama presiden, ia hadir dengan sikap hormat dan bertujuan melindungi, sedangkan waktu hadir bersama penjahat, ia hadir untuk mengawasi supaya penjahat itu tidak lari. Ini jelas menunjukkan cara hadir yang berbeda.

Penerapan:
à        Kalau kita berdoa: ‘Tuhan, hadirlah dalam kebaktian ini’, maka itu tidak berarti bahwa kalau kita tidak berdoa Ia lalu tidak hadir. Ten-tu saja Ia sudah hadir. Tetapi kalau Ia sudah hadir, untuk apa kita meminta Ia hadir lagi? Supaya Ia lebih hadir, dan supaya Ia hadir dengan cara yang berbeda, yang menguntungkan kita, yaitu hadir untuk melindungi kita dari setan, untuk menguasai dan menerangi hati dan pikiran kita, dan untuk memberkati kita.
à        Untuk orang kristen yang betul-betul hidup sesuai kehendak Tu-han, sifat maha ada dari Allah ini menyenangkan dan memberi damai / sukacita. Untuk orang kristen yang berdosa, ini tidak me-nyenangkan. Untuk orang kafir, ini mengerikan! Karena itu setiap mau berbuat dosa, baik berdusta, menipu, ngerpek, berzinah, dsb, pikirkan bahwa Allah itu ada di dekat saudara dan mengawasi saudara!

D) The Unity of God (= Kesatuan Allah).

Louis Berkhof membedakan 2 macam kesatuan:

1)         Unitas Singularitatis.
Ini menekankan:
a)   Allah itu hanya satu (Ul 6:4  1Raja-raja 8:60  1Kor 8:6  1Tim 2:5).
b)   Allah itu unik, tidak ada yang seperti Dia (Kel 15:11  Yes 46:9).
Keunikan Allah ini menyebabkan berhala itu dilarang.

2)         The Unitas Simplicitatis.
Ini menekankan bahwa Allah itu tidak terbagi-bagi atas komponen-komponen yang membentuk Allah. Berbeda dengan manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa / roh, dan tubuhnya terdiri dari daging, tulang, darah, dsb, maka Allah tidak terdiri dari komponen-komponen seperti itu.
Ingat bahwa:

a)   3 pribadi dalam Allah Tritunggal bukanlah 3 bagian yang memben-tuk hakekat ilahi. Ke tiga pribadi ini sekalipun bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan.

b)   Sifat-sifat Allah dan hakekat ilahi juga tidak terpisahkan.

II) Sifat2 yang dapat diberikan (Communicable attributes).

A) Personal Spirit (= Roh yang berpribadi).

1)         Kepribadian Allah.

a)   Kepribadian yang sempurna hanya ada pada diri Allah sedangkan kepribadian manusia hanyalah suatu ‘copy’ dari kepribadian Allah.

b)   Tiga kepribadian dalam Allah tidak mempunyai analogi dalam diri manusia.
Ada yang menganalogikan tiga kepribadian dalam Allah itu dengan Trichotomy (doktrin yang mengatakan bahwa manusia terdiri dari 3 bagian, yaitu tubuh, jiwa, dan roh). Tetapi ini salah, karena berten-tangan dengan banyak bagian Kitab Suci yang menunjukkan bah-wa manusia terdiri hanya dari 2 bagian, yaitu ‘tubuh’ dan ‘jiwa atau roh’. Ini dibahas dalam Anthropology (Doktrin Manusia).

2)   Allah adalah Roh (Yoh 4:24).

a)   Allah adalah Roh.
Malaikat dan setan juga adalah roh. Manusia juga mempunyai roh. Tetapi semua itu berbeda, karena Allah adalah Roh yang sem-purna.

b)   Allah adalah seseorang yang tidak bersifat materi dan karena itu Ia tidak bisa terlihat (1Tim 1:17  1Tim 6:15-16).
Tetapi pada saat Ia menghendaki, maka Ia bisa menampakkan diri.

B) Omniscience (= Kemahatahuan).

1)   Bahwa Allah itu maha tahu dinyatakan secara jelas dalam 1Sam 2:3  Yes 40:27-28.

2)   Berbeda dengan pengetahuan pada manusia, pengetahuan Allah tidak didapatkan dari luar diriNya, melalui pengamatan / penyelidikan atau melalui proses berpikir (bdk. Ro 11:33-34).

3)   Pengetahuan Allah sempurna, dalam arti:

a)   Pengetahuan Allah tidak bisa salah.

b)   Allah mengetahui segala sesuatu.
·         DiriNya sendiri.
·         Hal-hal di waktu lampau, sekarang, maupun yang akan datang (Yes 42:9  Mat 6:8).
·         Hal-hal yang tersembunyi (1Sam 16:7  1Taw 28:9  Ayub 34:21-22  Maz 68:18  Maz 139:11-12  Yes 29:15).

C) Wisdom (= Hikmat / kebijaksanaan Allah).

Hikmat Allah adalah aspek khusus dari pengetahuan Allah.
Pengetahuan tidak sama dengan hikmat, tetapi keduanya berhubungan sangat erat (Amsal 8  Ro 11:33-34). Baik hikmat maupun pengetahuan Allah adalah sempurna.

Definisi hikmat:
·         H. B. Smith: “Sifat Allah dengan mana Ia menghasilkan hasil yang terbaik dengan menggunakan jalan yang terbaik”.
·         Louis Berkhof: “the perfection of God whereby He apllies His knowledge to the attainment of His ends in a way which glorifies Him most” (= Kesempurnaan Allah dengan mana Ia menerapkan pengetahuanNya untuk mencapai tujuanNya melalui jalan yang paling memuliakan Allah) - ‘Systematic Theology’, hal 69.

D) Goodness (= Kebaikan Allah).

Beberapa aspek dari kebaikan Allah:

1)   Kebaikan Allah kepada ciptaanNya secara umum (Maz 36:6-7  Maz 104:21  Maz 145:9,15,16  Mat 5:45  Mat 6:26  Luk 6:35  Kis 14:17).

2)   Kasih Allah.
a)    Allah tetap mengasihi orang berdosa sekalipun Ia membenci dosa-nya (Yoh 3:16).
b)    Allah mengasihi orang percaya dengan kasih yang khusus (Ro 9:13). Sifat adil tidak berarti bahwa Allah mengasihi / memberi secara sama rata (bdk. Mat 20:1-16, perhatikan khususnya ay 13)! Ayat-ayat Kitab Suci seperti 1Kor 10:13  Ro 8:28  Yer 29:11 berlaku hanya untuk orang percaya / pilihan.

3)         Kasih karunia Allah (The grace of God).
a)    Kasih karunia adalah pemberian kebaikan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak berlayak menerimanya.
b)    Kasih karunia Allah adalah sumber segala berkat rohani yang diberikan kepada manusia (Ef 1:6-7  Ef 2:7-9).

4)         Belas kasihan / rakhmat / kemurahan hati Allah (The mercy of God).
a)    Ini adalah kebaikan / kasih Allah yang ditunjukkan kepada mereka yang ada di dalam kesukaran / kesengsaraan, sekalipun kesukar-an / kesengsaraan itu diakibatkan oleh dosa mereka.
b)    Ini berhubungan erat dengan kasih karunia.

5)         Kepanjang-sabaran Allah (The long suffering of God).
a)    Ini adalah kebaikan / kasih Allah terhadap orang-orang yang terus berbuat dosa sekalipun sudah diperingatkan.
b)    Sifat ini dinyatakan dengan menunda penghukuman (Ro 2:4  Ro 9:22  2Pet 3:9,15). Tetapi kalau adanya penundaan hukuman itu terus tidak mentobatkan orang yang berdosa itu, maka Allah akan melaksanakan keadilanNya dengan menghukum orang itu (Nahum 1:3  Ro 2:5-11).

E) Holiness (= Kekudusan).

1)         Kekudusan berarti ‘berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’.
Kalau kita mengatakan bahwa Allah itu kudus, maka itu bisa berarti:

a)   Diri Allah memang berbeda dengan seluruh ciptaanNya (Kel 15:11  1Sam 2:2). Yang dimaksud di sini bukan hanya berbeda dalam sifat moral, tetapi bahwa diri Allah memang berbeda dengan ciptaanNya.

b)   Allah terpisah dari dosa / kejahatan moral.
Ini menyebabkan:
·         Allah tidak bisa berhubungan dengan dosa (Ayub 34:10  Yes 59:1-2  Hab 1:13  1Yoh 1:5  1Yoh 3:5).
·         Allah tidak bisa berbuat dosa / kejahatan moral (Tit 1:2  Ibr 6:18  2Tim 2:13).

2)   Perwujudan dari kekudusan Allah.
a)   Kekudusan Allah dinyatakan dalam hukum moral yang ditanamkan dalam hati manusia / hati nurani (Ro 2:15).
b)   Kekudusan Allah dinyatakan secara khusus dalam hukum-hukum dalam Firman Tuhan / Kitab Suci. Karena itu jangan heran dan menganggap Allah itu tidak masuk akal karena Ia memberikan hukum-hukum yang begitu tinggi seperti Mat 5:28,44 dsb. Sebetul-nya hukum-hukum itu tidak terlalu tinggi andaikata manusia tidak jatuh ke dalam dosa. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, semua manusia dikuasai oleh dosa, dan condong kepada dosa sehingga tidak lagi mampu melakukan hukum-hukum Tuhan itu. Tetapi melihat hal ini Tuhan tidak lalu menurunkan tingkat hukum-hukumNya, karena kalau Ia melakukan hal ini maka itu menunjuk-kan bahwa Ia tidak kudus / kurang kudus.
c)   Kekudusan Allah dinyatakan melalui pahala yang Allah berikan kepada orang-orang yang mentaati hukum-hukumNya.
d)   Kekudusan Allah dinyatakan melalui hukuman yang Ia berikan kepada orang-orang yang melanggar hukum-hukumNya.
e)   Kekudusan Allah dinyatakan oleh Yesus yang disebut sebagai ‘Yang Kudus dan Benar’ (Kis 3:14). Yesus menyatakan kekudusan Allah melalui hidupNya yang suci.
f)    Kekudusan Allah dinyatakan dalam Gereja sebagai tubuh Kristus (1Pet 1:15-16  1Yoh 2:6).

F) Righteousness (= Kebenaran).

Kebenaran sebetulnya berarti suatu ketaatan yang ketat terhadap hukum. Karena itu banyak orang yang berpendapat bahwa kita tidak bisa berbicara tentang kebenaran dalam Allah karena tidak ada hukum di atas Allah. Tetapi sekalipun tidak ada hukum di atas Allah, pastilah ada hukum di dalam diri Allah sendiri (bdk. 2Tim 2:13).

G) Justice (= Keadilan).

1)         Keadilan yang menguntungkan (Remunerative justice).
Ini dinyatakan dengan memberikan pahala kepada manusia. Hal ini sebenarnya merupakan perwujudan dari kasih ilahi. Pahala diberikan, sebenarnya bukan karena kita betul-betul berjasa dan layak meneri-manya (Luk 17:10), tetapi karena adanya janji Allah (Ul 7:9,12-13  Maz 58:12  Mat 25:21,34  Ro 2:6-7).

2)         Keadilan pembalasan (Retributive justice).
Ini berhubungan dengan pemberian hukuman sebagai perwujudan dari murka Allah (Ro 2:8-9  Ro 12:19  2Tes 1:8-9). Perlu diperhatikan bahwa sekalipun manusia tidak berhak / tidak layak menerima pahala, tetapi ia betul-betul layak menerima hukuman.

Keadilan Allah ini mengerikan bagi orang yang tidak percaya, tetapi menjamin orang percaya bahwa mereka tidak akan bisa dihukum, karena hukuman telah dipikul oleh Kristus.

Charles Haddon Spurgeon: “Memory looks back on past sins with deep sorrow for the sin, but yet with no dread of any penalty to come; for Christ has paid the debt of His people to the last jot and tittle, and received the divine receipt; and unless God can be so unjust as to demand double payment for one debt, no soul for whom Jesus died as a substitute can ever be cast into hell. It seems to be one of the very principles of our enlightened nature to believe that God is just; we feel that it must be so, and this gives us our terror at first; but is it not marvelous that this very same belief that God is just, becomes afterwards the pillar of our confidence and peace! If God is just, I, a sinner alone and without a substitute, must be punished; but Jesus stands in my stead and is punished for me; and now, if God is just, I, a sinner, standing in Christ, can never be punished (= Ingatan melihat ke belakang kepada dosa-dosa yang lalu dengan kesedihan yang dalam untuk dosa, tetapi tanpa rasa takut terhadap hukuman yang akan datang; karena Kristus telah membayar hutang umatNya sampai pada hal yang paling kecil / remeh, dan telah menerima kwitansi ilahi; dan kecuali Allah itu bisa begitu tidak adil / benar sehingga menuntut pembayaran dobel untuk satu hutang, tidak ada jiwa, untuk siapa Yesus mati sebagai pengganti, bisa dicampakkan ke dalam neraka. Kelihatannya merupakan satu prinsip dari diri kita yang sudah diterangi untuk percaya bahwa Allah itu adil / benar; kita merasa bahwa haruslah demikian, dan ini mula-mula memberikan kita rasa takut; tetapi tidakkah merupakan sesuatu yang mengagumkan bahwa kepercayaan yang sama bahwa Allah itu adil / benar, setelah itu lalu menjadi pilar / tonggak dari keyakinan dan damai kita! Jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, sendirian dan tanpa seorang pengganti, harus dihukum; tetapi Yesus telah menggantikan saya dan dihukum untuk saya; dan sekarang, jika Allah itu adil / benar, saya, seorang yang berdosa, berdiri dalam Kristus, tidak pernah bisa dihukum) - ‘Morning and Evening’, September 25, morning.

H) Sovereignty (= Kedaulatan).

Kitab Suci menekankan kedaulatan Allah dengan menyatakan bahwa:
·         Allah adalah pencipta segala sesuatu.
·         Kehendak Allah merupakan penyebab segala sesuatu.
·         Langit, bumi dan segala isinya adalah milik Allah.
·         Allah mempunyai hak / wewenang atas segala ciptaanNya.
·         Allah menentukan tujuan segala sesuatu.
·         Segala sesuatu tergantung kepada Dia dan tunduk kepada Dia.
·         Ia memerintah sebagai raja dalam arti yang mutlak.

Dasar Kitab Suci: Kej 14:19-20  Kej 50:20  Kel 18:11  Ul 10:14,17  1Taw 29:11-12  2Taw 20:6  Neh 9:6  Maz 22:29  Maz 47:3-5,8-9  Maz 50:10-12  Maz 95:3-5  Maz 115:3  Maz 135:5-7  Luk 1:51-53  Kis 17:24-26  Wah 19:6.

Ada 2 hal yang penting dalam hal kedaulatan Allah ini:

1)         Kehendak Allah yang berdaulat (the sovereign will of God).

a)   Macam-macam kehendak Allah:

1.   Kehendak Allah yang menunjuk pada prinsip-prinsip kehidupan yang Ia berikan kepada manusia, dan ini mencakup baik pe-rintah-perintah maupun larangan-larangan dari Allah untuk manusia.
Kehendak yang ini sering tidak terjadi, karena manusianya tidak taat.

2.   Kehendak Allah yang menunjuk pada hal yang menyenangkan Allah kalau hal itu terjadi (1Tim 2:3-4  2Pet 3:9).

3.   Kehendak Allah yang menunjuk pada RencanaNya yang telah Ia tetapkan dalam kekekalan.
Kehendak yang ini:
·         pasti terlaksana dan tidak mungkin digagalkan oleh apapun / siapapun juga (Ayub 23:13  Ayub 42:1-2  Maz 33:10-11  Yes 14:24-27  Yes 46:10-11 Ibr 6:17).
·         ada yang tersembunyi, dan yang ini bukan dasar hidup kita (Ul 29:29).

Kehendak Allah yang kita bicarakan di sini adalah kehendak Allah dalam arti yang ke 3.

b)   Kehendak Allah adalah penyebab dari segala sesuatu:
·         penciptaan dan pemeliharaan (Maz 135:6-7  Wah 4:11).
·         pemerintah (Amsal 21:1  Daniel 4:35  Ro 13:1).
·         penderitaan Kristus (Luk 22:22  Kis 2:23  Kis 4:27-28  1Pet 1:20).
·         regeneration / kelahiran baru (Yak 1:18  Yoh 3:8).
·         pengudusan (Fil 2:13).
·         penderitaan orang percaya (1Pet 2:19  3:17  4:19).
·         kehidupan dan nasib manusia (Ro 15:32  Kis 4:27-28  Kis 17:26  Yak 4:15).
·         hal-hal yang terkecil dalam kehidupan kita (Mat 10:29-30).
·         Predestinasi, yang mencakup:
*        Election / Pemilihan (Mat 24:22,24,31  Mat 25:34  Yoh 5:21  Kis 13:48  Kis 18:10  Ro 8:29-30,33  Ro 9:6-26  Ro 11:5-7,25  Ef 1:4,5,11  2Tes 2:13  2Tim 1:9  1Pet 1:1-2).
*   Reprobation / penentuan binasa [Amsal 16:4  Yes 6:9-10 (bdk. Mat 13:10-15  Mark 4:12  Luk 8:10  Yoh 12:39-40  Kis 28:26-27  Ro 11:8) Mat 11:25  Yoh 17:12  Ro 9:13,17-18,22  1Pet 2:8  Yudas 4].
1Pet 2:8 - “Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan”.
Kitab Suci Indonesia ini salah terjemahan. Perhatikan terjemahan-terjemahan bahasa Inggris di bawah ini:
Þ    NASB: “for they stumble because they are disobedient to the word, and to this doom they were also appointed (= karena mereka tersandung karena mereka tidak taat kepada firman, dan pada tujuan / nasib ini mereka juga telah ditetapkan).
Þ    NIV: “They stumble because they disobey the message - which is also what they were destined for (= Mereka tersandung karena mereka tidak mentaati pesan / firman - yang juga merupakan apa yang telah ditentukan untuk mereka).
Þ    KJV: “even to them which stumble at the word, being disobedient: whereunto also they were appointed (= bahkan bagi mereka yang tersandung pada firman, karena tidak taat: untuk mana mereka juga telah ditetapkan).
Þ    RSV: “for they stumble because they disobey the word, as they were destined to do (= karena mereka tersandung karena mereka tidak mentaati firman, sebagaimana mereka telah ditentukan untuk melakukannya).

c)   Kebebasan kehendak Allah (the freedom of God’s will).
Kebebasan Allah tidak boleh diartikan bahwa Ia menentukan se-gala sesuatu dengan sikap acuh tak acuh. Ia mempunyai alasan-alasan yang menyebabkanNya menghendaki sesuatu terjadi.
Allah tidak bisa menghendaki sesuatu yang bertentangan dengan sifat dasarNya (His nature), kebijaksanaanNya, kasihNya, kebenar-anNya, keadilanNya dan kesucianNya.

d)   Kehendak Allah dalam hubungannya dengan dosa.
1. Dalam Rencana Allah yang kekal juga terdapat dosa; jadi Allah juga menentukan adanya dosa (Kis 2:23  Kis 4:27-28).
2.   Allah bukan pencipta dosa (God is not the author of sin).
3. Ada orang-orang yang menggunakan istilah ‘Allah mengijinkan adanya / terjadinya dosa’. Istilah ini boleh digunakan tetapi harus disertai dengan pengertian yang benar.
‘Allah mengijinkan dosa’ tidak berarti bahwa dosa itu mungkin terjadi, atau terjadi secara kebetulan, tetapi berarti bahwa dosa itu pasti terjadi. Kata ‘mengijinkan’ berarti bahwa dalam pelak-sanaan terjadinya dosa, Allah bekerja secara pasif.
4.   Kehendak Allah untuk mengijinkan / menentukan adanya dosa tidak berarti bahwa Ia senang melihat adanya / terjadinya dosa.

2)   Kuasa Allah yang berdaulat (The sovereign power of God).
Schleirmacher dan Strauss berkata bahwa kuasa Allah terbatas pada hal-hal yang sungguh-sungguh Ia lakukan.
Tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kuasa Allah melampaui apa yang betul-betul Ia lakukan (Yer 32:27  Mat 3:9  Mat 26:53). Jadi jelas bahwa Ia mempunyai kuasa untuk melakukan hal-hal yang dalam kenyataanNya tidak Ia lakukan.
Tetapi Alkitab juga mengatakan bahwa ada banyak hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh Allah. Ia tidak bisa berdusta, berdosa, berubah, maupun menyangkal diriNya sendiri (Bil 23:19  1Sam 15:29  2Tim 2:13  Ibr 6:18  Tit 1:2  Yak 1:17).



-o0o-


ALLAH TRITUNGGAL


I) Pernyataan tentang doktrin Allah Tritunggal.

1)   Dalam diri Allah hanya ada 1 hakekat yang tidak terbagi-bagi (one indivisible essence), tetapi ada 3 pribadi yaitu Bapa, Anak & Roh Kudus.

a)   Adanya 3 pribadi tidak berarti bahwa orang kristen mempercayai 3 Allah!
Calvin: “Three are spoken of, each of which is entirely God, yet there is not more than one God” (= Tiga yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 3.

b)   Tetapi orang kristen juga tidak mempercayai Allah itu tunggal secara mutlak. Orang kristen mempercayai Allah Tritunggal.
Calvin mengutip kata-kata Gregory Nazianzus sebagai berikut:
“I cannot think on the one without quickly being encircled by the splendor of the three; nor can I discern the three without being straightway carried back to the one” (= Saya tidak dapat memikirkan yang satu tanpa dengan cepat dilingkupi oleh kemegahan dari yang tiga; juga saya tidak bisa melihat yang tiga tanpa segera dibawa kembali kepada yang satu) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 17.

c)   Allah menyatakan diriNya dalam 3 pribadi bukan karena Ia memilih / menghendaki hal itu, tetapi karena memang Ia adalah demikian.

Louis Berkhof: “This tri-personal existence is a necessity in the Divine Being, and not in any sense the result of a choice of God. He could not exist in any other than the tri-personal form” (= Keberadaan yang bersifat tiga pribadi ini adalah suatu keharusan dalam diri Allah, dan sama sekali bukanlah hasil dari pilihan Allah. Ia tidak bisa berada dalam sesuatu yang lain dari pada bentuk tiga pribadi) - ‘Systematic Theology’, hal 84.

2)   Ketiga pribadi dalam diri Allah itu ditandai dengan urut-urutan (order) yang tertentu.
Allah Bapa adalah yang pertama; Allah Anak yang ke 2; dan Allah Roh Kudus yang ke 3. Urut-urutan ini tidak berhubungan dengan waktu atau hakekat, tetapi hanya dengan urut-urutan asal mula mereka secara logika.

Louis Berkhof: “It need hardly be said that this order does not pertain to any priority of time or of essential dignity, but only to the logical order of derivation (= Hampir tidak perlu dikatakan bahwa urut-urutan ini tidak berhubungan dengan keberadaan lebih dulu atau kewibawaan hakiki, tetapi hanya dengan urut-urutan asal mula secara logika) - ‘Systematic Theology’, hal 88-89.

3)   Doktrin Allah Tritunggal adalah suatu misteri yang melampaui pengertian manusia.

a)   Manusia tidak dapat mengertinya atau membuatnya bisa dimengerti.
Otak kita yang terbatas tidak mungkin bisa mengerti sepenuhnya tentang Allah yang tak terbatas! Seseorang pernah berkata bahwa kalau ada seseorang yang bisa mengajarkan Doktrin Allah Tritunggal sehingga bisa dimengerti sepenuhnya, maka itu pasti adalah ajaran sesat.

b)   Kesulitan yang terbesar terletak pada hubungan antara pribadi-pribadi dalam diri Allah dengan hakekat illahi dan hubungan antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain. Kesulitan-kesulitan ini tidak pernah bisa dipecahkan oleh manusia.
Kita berusaha untuk menyatakan doktrin Allah Tritunggal ini sedemikian rupa, bukan supaya semua ini bisa dimengerti dengan jelas, tetapi hanya supaya kita terhindar / terlindung dari ajaran-ajaran sesat tentang Allah Tritunggal.

II) Istilah ‘hakekat’ dan ‘pribadi’.

Mengapa digunakan istilah-istilah seperti person (= priba­di) dan essence (= hakekat), padahal istilah-istilah terse­but tidak ada dalam Kitab Suci?

Calvin (pada waktu ia berbicara tentang Allah Tritunggal dalam Yoh 1:1-2) menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut:

“And yet the ancient writers of the Church were excusable, when, finding that they could not in any other way maintain sound and pure doctrine in opposition to the perplexed and ambiguous phraseology of the heretics, they were compelled to invent some words, which after all had no other meaning than what is taught in the Scriptures. They said that there are three Hypostases, or Subsistences, or Persons, in the one and simple essence of God” (= dan penulis-penulis kuno dari gereja bisa dibenarkan, karena pada waktu mereka melihat bahwa tidak ada jalan lain untuk mempertahankan doktrin yang sehat dan murni untuk menentang penyusunan kata yang membingungkan dan berarti dua dari orang-orang sesat, maka mereka terpaksa menciptakan beberapa kata-kata, yang sebetulnya tidak mempunyai arti lain dari pada apa yang diajarkan dalam Kitab Suci. Mereka berkata bahwa ada tiga pribadi dalam hakekat Allah yang satu dan sederhana).

Herman Bavinck (‘Our Reasonable Faith’, p 322) mengatakan sebagai berikut:

“It is of course self-evident that this confession of Nicea and Chalcedon may not lay claim to infallibility. The terms of which the church and its theology make use, such as person, nature, unity of substance, and the like, are not found in Scripture, but are the product of reflection which Christianity gradually had to devote to this mystery of salvation. The church was compelled to do this reflecting by the heresies which loomed up on all sides, both within the church and outside of it. All those expressions and statements which are employed in the confession of the church and in the language of theology are not designed to explain the mystery which in this matter confronts it, but rather to maintain it pure and unviolated over against those who would weaken or deny it” (= Jelaslah bahwa penga­kuan iman Nicea dan Chalcedon tidak bisa dianggap infalli­ble / tak bisa salah. Istilah-istilah yang digunakan oleh gereja dan theologinya, seperti pribadi, hakekat, kesatuan hakekat / zat, dan sebagainya, tidak ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi merupakan hasil pemikiran yang secara bertahap / perlahan-lahan harus diberikan oleh kekristenan kepada misteri tentang keselamatan ini. Gereja dipaksa untuk melakukan pemikiran ini oleh bidat-bidat yang muncul dan mengancam dari semua sisi, baik di dalam maupun di luar gereja. Semua istilah dan pernyataan yang digunakan dalam pengakuan iman gereja dan dalam bahasa theologia, tidak dimaksudkan untuk menjelaskan misteri yang dihadapi, tetapi untuk menjaganya supaya tetap murni dan tak terganggu dari mereka yang ingin melemahkan atau menyangkalnya).

Bavinck melanjutkan lagi:

“There have been many, and there still are many, who look down upon the doctrine of the two natures from a lofty vantage point, and try to supplant it by other words and phrases. What differences does it really make, they begin by saying, whether we agree with this doctrine or not? What matters is that we ourselves possess the person of Christ, He who stands high and exalted above this awkward confes­sion. But before long these same persons begin introducing words and terms themselves in order to describe the person of Christ whom they accept. ... And then history has taught that the terms of the attackers of the Doctrine of the Two Natures are far poorer in worth and force, and that they often, indeed, involve doing injustice to the incarnation as Scripture explains it to us” (= pernah ada banyak orang, dan sampai sekarang masih ada banyak orang, yang dari tempat yang tinggi dan menguntungkan, meremehkan / meman­dang rendah doktrin tentang 2 hakekat ini, dan mencoba untuk menggantinya dengan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang lain. Mereka memulainya dengan berkata: apa bedanya apakah kami menyetujui doktrin ini atau tidak? Yang penting adalah bahwa kami memiliki pribadi Kristus, yang berdiri jauh di atas pengakuan yang aneh ini. Tetapi sebentar lagi, orang-orang ini sendiri mulai memperkenalkan kata-kata dan istilah-istilah untuk  menggambarkan pribadi Kristus yang mereka terima. ... Dan sejarah telah mengajar bahwa isti­lah-istilah dari para penyerang doktrin  tentang 2 hakekat ini, jauh lebih jelek dalam nilainya dan kekuatannya, dan bahwa mereka bahkan sering terlibat dalam perlakuan yang tidak benar terhadap inkarnasi seperti yang dijelaskan oleh Kitab Suci kepada kita).

Apa yang dikatakan Herman Bavinck ini memang tepat. Orang yang menolak istilah ‘pribadi’ dan ‘hakekat’ biasanya lalu menciptakan istilah sendiri yang ternyata jauh lebih jelek dari istilah ‘pribadi’ dan ‘hakekat’ ini.

Contoh:
Pdt. Yohanes Bambang dari GKI dalam buku sesatnya yang berjudul ‘Tuhan ajarlah aku’ berkata sebagai berikut: “Jadi karena hakikat Alkitab berfungsi sebagai pewar­taan iman maka dalam kesaksiannya tidak pernah berspekulasi juga mengenai masalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Tertullianus. Alkitab tidak pernah membuat hipotesa tentang Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus dengan kategori-kategori ‘UNA SUBSTANTIA, TRES PERSONAE’ (satu zat yang memiliki tiga pribadi). Cara berpikir Tertullianus adalah cara berpikir yang filsafati ketim­bang cara berpikir teologis-alkitabiah. Bila demikian, identitas Roh Kudus bukan dalam pengertian ZAT ILAHI yang memiliki kepri­badian sendiri. Alkitab tidak pernah mengenal atau mempergunakan istilah dan pengertian ZAT ILAHI” (hal 131).
Jadi, Pdt. Yohanes Bambang menolak ajaran Tertullian ini tentang satu hakekat dan tiga pribadi ini dengan alasan bahwa istilah ‘zat ilahi’ itu tidak ada dalam Kitab Suci. Tetapi anehnya, dalam buku yang sama:
·         di hal 109 ia berkata: “Secara matematis memang berjum­lah tiga. Tetapi dari penghayatan iman dan materi Allah: keti­gaNya adalah YANG TUNG-GAL”.
·         di hal 110 ia berkata: “Jadi Allah dan Yesus adalah satu, tapi bukan satu dalam arti matematis, juga bukan dalam arti satu zat. Allah dan Yesus adalah satu dalam ciri hakiki ilahi dan karya (pekerjaan)Nya”.
·         di hal 135 ia berkata: “... sehingga dalam diri Yesus Kristus nampak seluruh ciri hakiki Allah sendiri”.
Yang ingin saya tanyakan adalah: dari mana ia mendapatkan istilah ‘ciri hakiki Allah / ilahi’ dan ‘materi’ itu? Apakah istilah itu ada dalam Kitab Suci? Kalau tidak ada, mengapa ia mau menggunakannya tetapi pada saat yang sama menolak penggunaan istilah ‘zat ilahi’, karena tidak ada dalam Kitab Suci? Bukankah semua ini menunjukkan ketidak-konsekwenannya?

III) Dasar Kitab Suci dari doktrin Allah Tritunggal.

A) Kitab Suci menunjukkan ketunggalan Allah.

1)   Ayat-ayat Kitab Suci yang secara explicit menyatakan bahwa Allah itu satu (Ul 6:4  1Kor 8:4  1Tim 2:5  Yak 2:19).

2)   Penggunaan kata-kata bentuk tunggal untuk Allah atau dalam hubungannya dengan Allah:

a)   Penggunaan kata ganti orang bentuk tunggal.
Contoh:
·   kalau Allah berbicara tentang diriNya sendiri, maka pada umum­nya Ia menggunakan kata ’Aku’ (bahasa Inggris: ‘I’).
·       kalau orang lain berbicara tentang Allah, maka pada umumnya digunakan kata ‘Dia’ (bahasa Inggris: ‘He’).
·         kalau orang berbicara kepada Allah, maka pada umumnya digunakan kata ‘Engkau’ (bahasa Inggris: ‘You’). Dalam bahasa Yunani maupun Ibraninya terlihat bahwa yang digunakan adalah ‘You’ dalam bentuk tunggal.

b)   Penggunaan kata kerja bentuk tunggal.
Contoh: dalam bahasa Ibraninya, kata ‘menciptakan’ dalam Kej 1:1 adalah kata kerja bentuk tunggal.

c)   Penggunaan kata sifat bentuk tunggal.
Contoh: dalam bahasa Ibraninya, kata-kata ‘baik’ dan ‘benar’ dalam Maz 25:8 adalah kata sifat bentuk tunggal.

3)   Allah mempunyai sifat self-existent, dan sifat ini tidak me­mungkinkan adanya lebih dari satu makhluk seperti Dia.

a)   Sifat self-existent (= ada dengan sendirinya / ada dari dirinya sendiri) dari Allah, jelas merupakan ajaran dalam Kitab Suci, karena Kitab Suci menunjukkan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah (Kej 1:1-31  Yoh 1:3,10), tetapi Kitab Suci tidak pernah menceritakan tentang terjadinya Allah, dan ini menunjukkan bahwa Allah sendiri tidak pernah diciptakan / dijadikan oleh siapapun / apapun juga.

b)   Sifat self-existent ini mempunyai 2 perwujudan:

·     Allah adalah makhluk yang independent (= bebas / tak tergan­tung) secara mutlak.
*        diriNya / keberadaanNya / hidupNya independent (Yoh 5:26).
*  pikiranNya / rencanaNya / kehendakNya / tindakanNya independent (Ro 11:33-34  9:10-24  Daniel 4:35  Ef 1:5  Maz 115:3  1Yoh 5:14).

·    Segala sesuatu ada hanya melalui Dia, dan Ia membuat segala sesuatu tergantung kepada Dia (Neh 9:6  Maz 104:27-30  Yoh 1:3  Kis 17:28  Ibr 1:3  1Tim 6:13a).

c)   Dari semua ini bisa disimpulkan bahwa tidak mungkin ada lebih dari satu makhluk yang seperti itu! Karena tidak mungkin bisa ada 2 makhluk yang sama-sama tidak tergantung apapun / siapapun, dan yang membuat segala sesuatu tergantung dirinya.

B) Kitab Suci menunjukkan adanya ‘kejamakan dalam diri Allah’.

Catatan: Perhatikan bahwa saya tidak menyebut adanya ‘banyak Allah’, tetapi adanya ‘kejamakan dalam diri Allah’. Jadi, saya tetap percaya pada ketunggalan / keesaan Allah, tetapi dalam keesaanNya itu terdapat suatu kejamakan tertentu.

1)   Dalam Perjanjian Lama.

a)  Penggunaan kata ‘ELOHIM’ untuk Allah (Kej 1:1 dll) yang merupa­kan kata bentuk jamak / plural.
Ada 2 hal yang ingin saya bahas di sini:

1. Dalam membahas tentang kata ELOHIM ini, Pdt. Stephen Tong dalam seminar dan bukunya berkata bahwa dalam bahasa Ibrani ada bentuk singular (= tunggal), bentuk dual (= ganda / dobel), dan bentuk plural (= jamak). Dan ia lalu berkata, bahwa penggunaan bentuk singular berarti kita membicarakan hanya satu, bentuk dual berarti kita membicarakan dua, sedangkan bentuk plural berarti kita membicarakan tiga atau lebih. Istilah ELOHIM tidak ada dalam bentuk singular, tidak di dalam bentuk dual, tetapi ada dalam plural, dan ini menunjukkan tiga atau lebih (dalam hal ini tentu ia memilih tiga, bukan lebih dari tiga) - Stephen Tong, ‘Allah Tritunggal’, hal 28.
Pembahasan ini boleh jadi menarik tetapi sangat salah! Mengapa? Karena penjelasan ini tidak sesuai dengan grama-tika bahasa Ibrani. Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Ibrani:
·         tidak ada kata benda yang mempunyai bentuk singular, dual dan plural. Kalau kata benda mempunyai bentuk singular dan dual, maka kata itu tidak mempunyai bentuk plural, dan kalau kata benda itu mempunyai bentuk singular dan plural, maka kata itu tidak mempunyai bentuk dual.
·         bentuk dual adalah bentuk plural dari kata benda yang biasanya ada dalam bentuk ganda / dobel, seperti tangan, kaki, telinga, dada, mata, dsb. Karena itu, kalau kita ingin mengatakan ‘tiga tangan’, maka kita tetap menggunakan bentuk dual, bukan bentuk plural, karena kata ‘tangan’ tidak mempunyai bentuk plural!
·  sebaliknya kalau kita mengatakan ‘dua meja’, maka kita tetap menggunakan bentuk plural, bukan bentuk dual, karena kata ‘meja’ tidak mempunyai bentuk dual. Demikian juga kalau kita mau berkata ‘dua allah’, maka kita tetap harus menggunakan bentuk plural ELOHIM, karena kata itu memang tidak mempunyai bentuk dual.
Kesimpulan: tidak beralasan untuk mengatakan bahwa bentuk plural ELOHIM berarti tiga atau lebih!

2.   Kata ‘ELOHIM’ mempunyai bentuk tunggal / singular yaitu ‘ELOAH’ yang digunakan antara lain dalam Ul 32:15-17 dan Hab 3:3.
Tetapi dalam Perjanjian Lama kata ‘ELOAH’ hanya digunakan sebany­ak 250 x, sedangkan kata ‘ELOHIM’ sekitar 2500 x. Penggunaan kata bentuk jamak / plural yang jauh lebih banyak ini menunjukkan adanya ‘kejamakan dalam diri Allah’.
Memang harus diakui bahwa ELOHIM sering dianggap sebagai bentuk tunggal, tetapi yang perlu dipertanyakan adalah: kalau memang Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa tidak digu-nakan ELOAH saja terus menerus? Mengapa digunakan ELO-HIM, dan lebih lagi, mengapa digunakan ELOHIM jauh lebih banyak dari ELOAH?
Dalam persoalan ini, buku dari sekte Saksi Yehovah yang ber-judul ‘Haruskah anda percaya kepada Tritunggal?’ membe-rikan suatu serangan yang bagus, yang saya kutip di bawah ini:
“‘ELOHIM’ bukan berarti ‘pribadi-pribadi’, melainkan ‘allah-allah’. Jadi mereka yang berkukuh bahwa kata ini menyatakan suatu Tritunggal menjadikan diri sendiri politeis, penyembah lebih dari satu Allah. Mengapa? Karena ini berarti ada tiga allah dalam Tritunggal” (hal 13).

Untuk menjawab serangan ini bisa dijelaskan sebagai beri­kut:
·         ELOHIM tidak boleh diartikan ‘Allah-Allah’, karena ini akan bertentangan dengan ayat-ayat yang menggunakan ELO-AH. Sedangkan ELOAH tidak boleh diartikan ‘Allah yang satu secara mutlak’, karena akan bertentangan dengan ayat-ayat yang menggunakan ELO­HIM. Jadi untuk meng-harmoniskan ayat-ayat yang menggunakan ELOAH dengan ayat-ayat yang menggunakan ELOHIM, haruslah diartikan bahwa Allah itu tunggal dalam hakekatNya, tetapi jamak dalam pribadiNya.
·         Allah itu begitu besar, ajaib, dan ada diluar jangkauan akal manusia. Karena itu jelaslah bahwa tidak ada bahasa manu-sia (termasuk bahasa Ibrani), yang bisa menggambarkan Allah dengan sempurna. Tata bahasa dan kata-kata dari bahasa Ibrani (atau bahasa lain apa­pun) tidak bisa meng-gambarkan bahwa Allah itu satu hakekat tetapi tiga pribadi. Kalau selalu digunakan kata bentuk tunggal (ELOAH), maka akan menunjuk pada Allah yang tunggal secara mutlak. Sedang­kan kalau selalu digunakan bentuk jamak (ELOHIM), maka akan menunjuk pada banyak Allah. Karena itu maka ayat-ayat tertentu menggunakan ELOAH dan ayat-ayat ter-tentu menggunakan ELOHIM.

b)   Penggunaan kata bentuk jamak untuk Allah atau dalam hubungan-nya dengan Allah:
·         Kata ganti orang bentuk jamak.
Contoh: Kej 1:26  3:22  11:7.
Ada yang mengatakan bahwa pada waktu Allah menggunakan ‘Kita’ dalam Kej 1:26, maka saat itu Ia berbicara kepada para malaikat. Jadi itu tidak menunjukkan ‘kejamakan dalam diri Allah’.
Tetapi ini tidak mungkin, sebab kalau dalam Kej 1:26 diartikan bahwa ‘Kita’ itu menunjuk kepada Allah dan para malaikat, maka haruslah disim­pulkan bahwa:
*        manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa malaikat.
*     Allah mengajak para malaikat untuk bersama-sama menciptakan manusia, sehingga kalau Allah adalah pencipta / creator, maka malaikat adalah co-creator (= rekan pencipta).

Disamping itu, kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menyatakan Allah, keluar sekaligus dalam satu ayat, yaitu dalam Yes 6:8 yang dalam versi NASB menterjemahkan:  “Whom shall I send and who will go for Us?” (= Siapa yang akan Kuutus dan siapa yang mau pergi untuk Kami?).

Catatan: Dalam Yes 6:8 ini, Kitab Suci bahasa Indonesia (baik terjemahan lama maupun baru) salah terjemahan!

·         Kata kerja dalam bentuk jamak.
Contoh:
*        Kej 20:13 - kata-kata ‘menyuruh aku mengembara’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak.
*        Kej 35:7 - kata ‘menyatakan’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak.
*        2Sam 7:23 - kata ‘pergi’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak.
Pulpit Commentary (tentang 2Sam 7:23): “It is remarkable that in this place the word for ‘God,’ Elohim, is followed by a verb plural, the almost invariable rule in Hebrew being that, though Elohim is itself plural, it takes a verb singular whenever it refers to the true God. In the corresponding passage (1 Chron 17:21) the verb is in the singular” (= ).
Pulpit Commentary (tentang 2Sam 7:23): “No adequate reason has been given for this deviation, but probably the usage in these early times was not so strict as it became subsequently. It is the influence of writing, and of the eye becoming conversant with writing, that makes men correct in their use of language and in the spelling of words. In the Syriac Church, God the Word and God the Holy Ghost were at first spoken of in the feminine gender, because ‘Word’ and ‘Spirit’ are both feminine nouns; but grammar soon gave way to soundness of thought and feeling. So probably in colloquial language Elohim was often used with a verb plural, but correct thinking forbade and overruled grammar. We may regard this, then, as one of the few passages in which the colloquial usage has escaped correction, and attach no further importance to it” (= ).
Catatan: penjelasan ini tak masuk akal. Karena penggunaan kata kerja bentuk jamak dengan kata ELOHIM sangat jarang, dan masih terjadi lagi bahkan dalam kitab Mazmur.
Maz 58:12 - “Dan orang akan berkata: ‘Sesungguhnya ada pahala bagi orang benar, sesungguhnya ada Allah yang memberi keadilan di bumi.’”.
Kata-kata ‘memberi keadilan’ dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak (sebetulnya ini bukan kata kerja tetapi parti­ciple).
Sedangkan penggunaan ELOHIM dengan kata kerja bentuk tunggal sudah ada bahkan dalam Kej 1:1 (Kata ‘menciptakan’ / BARA adalah kata kerja bentuk tunggal).
*        Maz 58:12 - kata ‘memberi keadilan’ dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak (sebetulnya ini bukan kata kerja tetapi parti­ciple).
Padahal dalam ayat-ayat di atas ini, subyeknya adalah kata ‘ELOHIM’ yang digunakan untuk menyatakan Allah yang esa.

·         Kata-kata bentuk jamak lainnya seperti dalam:
*        Pengkhotbah 12:1 - kata ‘pencipta’ (creator), dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak, sehingga seharusnya terjemahan­nya adalah ‘creators (= pencipta-pencipta).
*        Maz 149:2 - kata-kata ‘yang menjadikannya’, dalam bahasa Ibrani­nya ada dalam bentuk jamak.
*        Yos 24:19 - dalam bahasa Ibraninya, kata ‘kudus’ ada dalam bentuk jamak, tetapi kata ‘cemburu’ ada dalam bentuk tunggal.
Jadi, kalau dalam Yes 6:8 digunakan kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menunjuk kepada Allah, maka di sini digunakan kata sifat bentuk tunggal dan jamak terhadap diri Allah.

c)   Beberapa ayat dalam Kitab Suci membedakan Allah yang satu de-ngan Allah yang lain (seakan-akan ada lebih dari satu Allah).

·         Maz 45:7-8.
Karena dalam ayat ini Kitab Suci Indonesia kurang tepat terjema­hannya, mari kita lihat terjemahan NASB di bawah ini.
Psalm 45:6-7 (NASB): “Thy throne, O God, is forever and ever ... Therefore God, Thy God has anointed Thee” (= TahtaMu, Ya Allah, kekal selama-lamanya. Karena itu, Allah, AllahMu telah mengurapi Engkau).
Bandingkan dengan Ibr 1:8-9.

·         Maz 110:1.
Juga untuk ayat ini perhatikan terjemahan NASB di bawah ini.
Psalm 110:1 (NASB): The LORD says to my Lord ...” (= TUHAN berkata kepada Tuhanku).
Bandingkan dengan Mat 22:44-45.

·         Hos 1:7 (NASB): “But I will have compassion on the house of Judah and deliver them by the LORD their God, and will not deliv­er them by bow, sword, battle, horses, or horseman” (= Tetapi Aku akan berbelaskasihan kepada kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka dengan / oleh TUHAN Allah mereka, dan tidak akan menyelamatkan mereka oleh / dengan busur, pedang, pertempuran, kuda-kuda, atau penunggang-penunggang kuda).

·         Kej 19:24 - “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit”.

·         Amsal 8 berbicara tentang ‘hikmat Allah’. Kalau dilihat dari istilahnya, yaitu ‘hikmat Allah’ [the wisdom of God (= hikmat dari / milik Allah)], maka jelas bahwa ‘hikmat Allah’ ini tidak sama dengan Allah.
Tetapi Amsal 8 ini lalu mempersonifikasikan ‘hikmat Allah’ itu dan menunjukkannya sebagai seorang pribadi yang bersifat kekal (Yesus). Dengan kata lain, hikmat Allah itu juga adalah Allah (bdk. 1Kor 1:24 - “Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah”).

·         Penampilan dari Malaikat TUHAN (Kej 16:2-13 22:11,16 31:11,13  48:15,16  Kel 3:2,4,5  Hak 13:20-22).
Sama seperti istilah ‘hikmat Allah’ di atas, maka istilah ‘Malai­kat TUHAN’ ini juga menunjukkan bahwa ‘Malaikat TUHAN’ (the Angel of the LORD) ini tidak sama dengan Allah.
Tetapi, sekalipun dalam bagian-bagian tertentu Malaikat TUHAN itu disebut sebagai Malaikat TUHAN, dalam bagian-bagian lain Ia juga disebut sebagai Allah / TUHAN sendiri.
Contoh:
*        dalam Kej 16:7 - disebut sebagai Malaikat TUHAN.
*        dalam Kej 16:13 - disebut sebagai TUHAN sendiri.
*        dalam Kej 22:11 - disebut sebagai Malaikat TUHAN.
*        dalam Kej 22:12 - disebut sebagai Allah sendiri.
Juga, dalam Kel 23:20-23, malaikat TUHAN ini mempunyai kuasa untuk mengampuni dosa.
Semua ini menunjukkan bahwa Malaikat TUHAN itu adalah Allah / TUHAN sendiri.

d)   Penggunaan nama ‘TUHAN’ (YAHWEH / YEHOVAH) 3 x berturut-turut dalam Bil 6:24-26 dan sebutan ‘kudus’ bagi Allah 3 x berturut-turut dalam Yes 6:3.
Tidak anehkah bahwa ayat-ayat itu menyebutkan ‘TUHAN’ dan ‘kudus’ sebanyak 3 kali? Mengapa tidak 2 kali, atau 5 kali, atau 7 kali? Jelas karena ada hubungannya dengan Allah Tritunggal!

e)   Kata ‘esa / satu’ yang digunakan dalam Ul 6:4, dalam bahasa Ibraninya adalah ECHAD.
Orang Saksi Yehovah mengatakan bahwa kata ECHAD ini berarti ‘satu yang mutlak’ dan tidak mengandung kejamakan.
Untuk itu perhatikan kutipan dari buku mereka yang berjudul ‘Haruskah anda percaya kepada Tri­tunggal?’, hal 13, di bawah ini:

“Kata-kata tersebut terdapat dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem Bible (NJB) Katolik berbunyi: ‘Dengarlah Israel: Yahweh Allah kita adalah esa, satu-satunya Yahweh’. Dalam tatabahasa dari ayat itu kata ‘esa’ tidak mengandung sifat jamak untuk menyatakan bahwa kata itu mempunyai arti yang lain, yaitu bukan satu priba­di”.

Tetapi pandangan Saksi Yehovah ini justru salah, dan mereka mendukung kesalahannya itu dengan mengutip suatu versi Alkitab yang justru salah terjemahan! (Catatan: taktik menggunakan versi Kitab Suci yang terjemahannya salah sehingga sesuai dengan pandangan mereka adalah taktik yang sering sekali dipakai oleh orang-orang Saksi Yehovah).

Bahwa kata ECHAD ini sering berarti ‘satu gabungan / a compound one’, bukan ‘satu yang mutlak / an absolute one’, bisa terlihat dari contoh-contoh di bawah ini:
·         Kej 1:5 - gabungan dari petang dan pagi membentuk satu (ECHAD) hari.
·         Kej 2:24 - Adam dan Hawa menjadi satu (ECHAD) daging.
·         Ezra 2:64 - seluruh jemaat itu satu (ECHAD) tapi terdiri dari banyak orang (Catatan: ini hanya bisa terlihat dalam bahasa Ibraninya).
·         Yeh 37:17 - dua papan digabung menjadi satu (ECHAD) papan.

Sebetulnya ada sebuah kata lain dalam bahasa Ibrani yang berarti ‘satu yang mutlak’ atau ‘satu-satunya’. Kata itu adalah YACHID. Contoh: Kej 22:2,16.

Kalau Musa memang mau menekankan tentang ‘kesatuan yang mutlak’ dari Allah dan bukannya ‘kesatuan gabungan’ (a compound unity), maka dalam Ul 6:4 itu ia pasti menggunakan kata YACHID dan bukan­nya ECHAD. Tetapi ternyata Musa menggunakan kata ECHAD, dan ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak satu secara mutlak, tetapi ada kejamakan dalam diri Allah.

f)    Pdt Stephen Tong dalam seminar dan buku ‘Allah Tritunggal’ (hal 82), menggunakan Kej 1:1-3 sebagai dasar dari Tritunggal, karena dalam Kej 1:1 ada ‘Allah’ (Bapa), dalam Kej 1:2 ada ‘Roh Allah’ (Roh Kudus), dan dalam Kej 1:3 ada kata ‘berfirmanlah’ dan kata ‘firman’ ini diartikan sebagai Yesus (bdk. Yoh 1:1,14).
Tetapi saya tidak setuju dengan penafsiran ini, karena saya ber-pendapat bahwa sekalipun kata ‘Firman’ dalam Yoh 1:1,14 menun-juk kepada Yesus, tetapi tidak setiap kata ‘firman’ dalam Kitab Suci menunjuk kepada Yesus. Biasanya kata ‘firman’ menunjuk kepada ‘kata-kata Allah’, termasuk dalam Kej 1:3.
Ada beberapa hal yang perlu kita pelajari berhubung dengan sebutan ‘Firman’ bagi Yesus:
·         Kata ‘Firman’ hanya menunjuk kepada Yesus dalam Yoh 1:1,14  1Yoh 1:1  Wah 19:13 (Catatan: ada yang berpendapat bahwa Luk 1:2 juga termasuk, tetapi saya tidak sependapat dengan ini). Dalam bagian-bagian Kitab Suci yang lain, kata ‘Firman’ menunjuk pada ‘kata-kata Allah’, dan tidak menunjuk kepada Yesus!
·         Mengapa Yesus disebut ‘Firman / Word’?
*        karena ‘Word / Kata’ berfungsi untuk menyatakan diri kita, pikiran kita, kehendak kita, dan apa yang ada dalam diri kita kepada orang lain. Yesus disebut ‘Word / Kata’, karena Ia menyatakan Allah, pikiran Allah, kehendak Allah kepada kita (bdk. Yoh 1:18  Mat 11:27  Ibr 1:1).
*        karena Yesus merupakan subyek utama dalam Kitab Suci, yang merupakan Firman yang tertulis.

2)         Dalam Perjanjian Baru.
Perjanjian Baru memberikan pernyataan yang lebih jelas tentang pri-badi-pribadi yang berbeda dalam diri Allah.

a)   Kalau dalam Perjanjian Lama YAHWEH / YEHOVAH disebut seba-gai Penebus dan Juruselamat (Maz 19:15  78:35  Yes 43:3,11,14 47:4  49:7,26  60:16), maka dalam Perjanjian Baru, Anak Allah / Yesus­lah yang disebut demikian (Mat 1:21  Luk 1:76-79  Luk 2:11  Yoh 4:42  Gal 3:13  4:5  Tit 2:13).

b)   Kalau dalam Perjanjian Lama dikatakan bahwa YAHWEH / YEHOVAH tinggal di antara bangsa Israel dan di dalam hati orang-orang yang takut akan Dia (Maz 74:2  Maz 135:21  Yes 8:18  Yes 57:15  Yeh 43:7,9  Yoel 3:17,21  Zakh 2:10-11), maka dalam Perjanjian Baru  dikatakan bahwa Roh Kuduslah yang mendiami Gereja / orang percaya (Kis 2:4  Ro 8:9,11  1Kor 3:16  Gal 4:6  Ef 2:22  Yak 4:5).

c)   Perjanjian Baru memberikan pernyataan yang jelas tentang Allah yang mengutus AnakNya ke dalam dunia (Yoh 3:16  Gal 4:4  Ibr 1:6  1Yoh 4:9), dan tentang Bapa dan Anak yang mengutus Roh Kudus (Yoh 14:26  15:26  16:7  Gal 4:6).

d)   Dalam Perjanjian Baru kita melihat Bapa berbicara kepada Anak (Mark 1:11) dan Anak berbicara kepada Bapa (Mat 11:25-26  26:39  Yoh 11:41  12:27) dan Roh Kudus berdoa kepada Allah dalam hati orang percaya (Ro 8:26).

e)   Dalam Perjanjian Baru kita melihat ketiga pribadi dalam diri Allah disebut dalam satu bagian Kitab Suci (Mat 3:16-17  Mat 28:19  1Kor 12:4-6  2Kor 13:13  1Pet 1:2  Wah 1:4-5).
Untuk ini ada komentar / serangan dari orang Saksi Yehovah dalam buku ‘Haruskah anda percaya kepada Tritunggal?’:

·         “Apakah ayat-ayat ini menyatakan bahwa Allah, Kristus, dan roh kudus membentuk suatu Keilahian Tritunggal, bahwa ketiganya sama dalam bentuk, kekuasaan, dan kekekalan? Tidak, tidak demikian, sama halnya menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan Bam­bang, tidak berarti bahwa mereka tiga dalam satu” (hal 23).

·         “Ketika Yesus dibaptis, Allah, Yesus, dan roh kudus juga dise­butkan dalam konteks yang sama. Yesus ‘melihat roh Allah seperti burung merpati turun ke atasNya’ (Matius 3:16). Tetapi, ini tidak berarti bahwa ketiganya adalah satu. Abraham, Ishak, dan Yakub banyak kali disebutkan bersama-sama, tetapi hal itu tidak membuat mereka menjadi satu. Petrus, Yakobus dan Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi itu tidak membuat mereka menjadi satu juga” (hal 23).

Kita bisa menjawab serangan ini dengan berkata:

¨      Jelas bahwa doktrin Allah Tritunggal tidak bisa didapatkan selu-ruhnya hanya dari ayat-ayat tersebut. Ayat-ayat itu hanyalah salah satu dasar dari doktrin Allah Tritunggal, sehingga kalau kita hanya menyoroti ayat-ayat itu saja, maka mungkin sekali memang tidak bisa dihasilkan doktrin Allah Tritunggal!

¨      Memang adanya tiga nama yang disebutkan bersama-sama tidak membuktikan bahwa mereka itu satu. Bahkan tidak selalu membukti­kan / menunjukkan bahwa mereka setingkat. Tetapi kadang-kadang hal itu memang bisa menunjukkan bahwa mereka itu setingkat. Itu tergan­tung dari kontexnya; dan karena itu harus dipertanyakan: dalam situasi dan keadaan apa ketiga orang itu disebutkan bersama-sama?
Dalam ayat-ayat di atas, Bapa, Anak, dan Roh Kudus disebutkan dalam kontex yang sakral, seperti formula baptisan (Mat 28:19), berkat kepada gereja Korintus (2Kor 13:13), baptisan Yesus (Mat 3:16-17), dsb. Karena itu ayat-ayat itu bisa dipakai sebagai dasar untuk menunjukkan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus itu setingkat.

¨      Dalam Mat 28:19 dikatakan ‘dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus’.
Sesuatu yang menarik adalah: sekalipun disini disebutkan 3 buah nama, tetapi kata ‘nama’ itu ada dalam bentuk tunggal, bukan bentuk jamak! Dalam bahasa Inggris diterjemahkan name, bukan names. Karena itu ayat ini bukan hanya menun-jukkan bahwa ketiga Pribadi itu setingkat, tetapi juga menun-jukkan bahwa ketiga Pribadi itu adalah satu!

Catatan:
Ada satu ayat Kitab Suci / Perjanjian Baru yang berbicara tentang kesatuan dari tiga pribadi Allah itu, yaitu 1Yoh 5:7-8 yang berbunyi: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi]: Roh dan air dan darah dan keti­ganya adalah satu”.
Tetapi perlu diketahui bahwa ayat ini, pada bagian yang ada dalam tanda kurung, sangat diragukan keasliannya dan dianggap sebagai suatu penambahan pada text asli Kitab Suci. Persoalannya, ada banyak manuscript yang tidak mempunyai bagian ini. Dan manu­script-manuscript yang mempunyai bagian ini hanyalah manuscript-manuscript yang kurang bisa dipercaya. Karena itu, dalam beberapa Kitab Suci Bahasa Inggris, seperti NIV dan NASB, bagian ini bahkan dihapuskan dari text Kitab Suci dan hanya diletakkan pada footnote (= catatan kaki).
Dalam berdebat / berdiskusi dengan orang-orang Saksi Yehovah ten-tang Allah Tritunggal, jangan menggunakan bagian ini sebagai dasar dari Allah Tritunggal, karena:
·         Pada umumnya orang-orang Saksi Yehovah, yang terkenal ‘ahli’ dalam hal menyerang doktrin Allah Tritunggal, mengetahui bahwa ayat itu sangat diragukan keasliannya. Jadi kalau saudara meng-gu­nakan ayat itu, itu bisa justru menjadi bumerang bagi saudara!
·         Tidak fair bagi kita untuk menggunakan ayat yang kita tahu ke-tidak-orisinilannya.
·         Dalam perang melawan setan, Firman Tuhan adalah senjata (pedang Roh) bagi kita (Ef 6:17). Kalau bagian ini sebetulnya tidak termasuk dalam Kitab Suci, maka itu berarti bahwa bagian itu juga bukan merupakan Firman Tuhan, dan karenanya tidak cocok untuk kita gunakan sebagai senjata.
·         Ada cukup banyak dasar Kitab Suci yang lain yang mendukung doktrin Allah Tritunggal.

3)         Keilahian Yesus dan Roh Kudus.

Bukti-bukti keilahian Yesus:

a)   Kitab Suci secara explicit mengatakan demikian (Yes 9:5  Yoh 1:1  Roma 9:5  Fil 2:5b-7  Titus 2:13  Ibr 1:8  2Pet 1:1  1Yoh 5:20).
Beberapa dari ayat-ayat ini saya jelaskan di bawah ini:

1.         Yoh 1:1.
Kata ‘Firman’ (bahasa Yunani: LOGOS) disini jelas menunjuk kepada Yesus. Ini terlihat dari Yoh 1:14a yang mengatakan bahwa ‘Firman itu telah menjadi manusia’ dan dari Yoh 1:14b yang menyebutNya sebagai ‘Anak Tunggal Allah’.
Dan Yoh 1:1 ini secara explicit mengatakan bahwa Firman / Yesus itu adalah Allah.
Tetapi orang-orang Saksi Yehovah mengatakan bahwa kata ‘God / Allah’ yang ditujukan kepada Yesus dalam Yoh 1:1 ini tidak mempunyai definite article / kata sandang (bahasa Inggris: ‘the’) dan karena itu harus diartikan bahwa Yesus adalah ‘allah kecil’ yang lebih rendah dari YEHOVAH, yang adalah Allah yang sesungguhnya.
Terhadap penafsiran orang-orang Saksi Yehovah ini perlu kita tunjukkan bahwa dalam Tit 2:13 dan Ibr 1:8 kata ‘Allah’ yang ditujukan kepada Yesus dalam bahasa Yunaninya mengguna-kan definite article / kata sandang.

2.   Tit 2:13 (NIV): ‘while we wait for the blessed hope  - the glorious appearing of our great God and Savior, Jesus Christ’ (= sementara kita menantikan pengharapan yang mulia - penampilan yang mulia dari Allah kita yang besar dan Juruselamat kita, Yesus Kristus).
Jadi terlihat dengan jelas bahwa disini Yesus Kristus disebut dengan sebutan ‘our great God and Savior’ (= Allah kita yang besar dan Juruselamat kita).

3.   Fil 2:6-7 berbunyi sebagai berikut: “... Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
Sebetulnya istilah ‘dalam rupa Allah’ dan ‘kesetaraan dengan Allah’ sudah secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi disini akan dijelaskan hal-hal lain sehingga ayat ini menjadi dasar yang lebih kuat lagi bagi keilahian Kristus.

·         Kata-kata ‘walaupun dalam rupa Allah’ dalam Fil 2:6 di­terjemahkan ‘being in the form of God’ oleh KJV.
Kata ‘being’ itu dalam bahasa Yunani adalah HUPARCHON dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan hal itu tak bisa berubah (‘It describes that which a man is in his very essence and which cannot be changed’).
Ketidak-bisa-berubahan ini ditunjukkan oleh bentuk present participle dari kata HUPARCHON tersebut. Ini aneh dan kontras sekali dengan penggunaan bentuk-bentuk aorist (= past / lampau) pada kata-kata setelahnya, dan ini menunjuk pada ‘continuance of being’ (= keberadaan yang terus-menerus).
Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu ‘being in the form of God’, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah dan ini tak bisa berubah.
Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal 3:6  Maz 102:26-28  Yak 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan Ia tidak sempurna!

·         Juga kalau ay 7 yang mengatakan ‘mengambil rupa seorang hamba’ diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsekwensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam rupa Allah’ haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah.

·         Disamping itu kata ‘rupa’ dalam ay 6 itu (KJV: form) dalam bahasa Yunaninya adalah MORPHE, dan seorang penafsir mengatakan bahwa kata MORPHE ini adalah “not a mere exter­nal resemblance, but a deep, real, inner conformity” (= bukan semata-mata suatu kemiripan lahiriah / luar, tetapi suatu persesuaian / kecocokan di dalam yang mendalam dan sungguh-sungguh).

4.    2Pet 1:1 (NASB): “... by the righteousness of our God and Savior, Jesus Christ” (= oleh kebenaran Allah dan Jurusela­mat kita, Yesus Kristus).

b)   Kitab Suci memberikan nama-nama ilahi untuk Yesus (Yes 9:5  Yer 23:5-6  Yer 33:14-16  Mat 1:23  2Tim 1:10  Ibr 1:8,10).

1.   Yes 9:5 jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat itu Ia disebut sebagai ‘Allah yang perkasa’ (Ibrani: EL GIBOR).
Tetapi orang-orang Saksi Yehovah menyerang ayat ini dengan berkata bahwa Kristus hanya disebut ‘Allah yang perkasa’, sedangkan YAHWEH / YEHOVAH disebut sebagai ‘Allah yang mahakuasa’ (Ibrani: EL SHADDAI) seperti dalam Kel 17:1.
Untuk menjawab serangan ini kita bisa melihat Yes 10:21 yang menyebut Allah / YAHWEH / YEHOVAH dengan sebutan ‘Allah yang perkasa’ (Ibrani: EL GIBOR).

2.   Yer 23:5-6 dan Yer 33:14-16 juga jelas merupakan nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat-ayat itu Kristus disebut sebagai ‘TUHAN keadilan’, dimana kata ‘TUHAN’ tersebut dalam bahasa Ibraninya adalah YAHWEH / YEHOVAH. Ini adalah ayat-ayat yang sangat penting dalam menghadapi orang-orang Saksi Yehovah karena dalam ayat-ayat ini Yesus Kristus disebut dengan sebutan YAHWEH / YEHOVAH.
Perlu diketahui bahwa dalam Kitab Suci kata Ibrani ‘ADONAI’ (= Tuhan / Lord) bisa digunakan untuk seseorang yang bukan Allah (Misalnya dalam Yes 21:8). Demikian juga dengan kata Ibrani ‘EL / ELOHIM’ [= Allah / God(s)], atau kata Yunani THEOS, bisa digunakan untuk menunjuk kepada dewa dan bahkan manusia (Misalnya: Kel 4:16  Kel 7:1  Kel 12:12  Kel 20:3,23  Hakim-hakim 16:23-24  1Raja-raja 18:27  Maz 82:1,6  Kis 28:6). Tetapi sebutan YAHWEH / YEHOVAH (= TUHAN / LORD) tidak pernah digunakan untuk siapapun / apapun selain Allah! Karena itu, kalau Yesus disebut dengan istilah YAHWEH / YEHOVAH, itu pasti menun­jukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.

3.   Dalam Mat 1:23 Yesus disebut dengan istilah Immanuel, yang artinya adalah ‘God with us’ (= Allah dengan kita).

4.   Dalam Perjanjian Lama, sebutan ‘Juruselamat’ dan ‘Penebus / Penolong’ ditujukan kepada Allah (Yes 43:3,11  Yes 45:15  Yer 14:8  Hos 13:4), tetapi dalam Perjanjian Baru, sebutan itu ditujukan kepada Yesus (2Tim 1:10  Tit 1:4  Tit 2:13  Tit 3:6  2Pet 1:11  2Pet 2:20  2Pet 3:18).

5.   Dalam Ibr 1:8,10 Allah menyebut Yesus / Anak dengan sebutan ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.

c)   Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai sifat-sifat ilahi seperti:

1.   Kekal (Mikha 5:1b  Yoh 1:1  Yoh 8:58  Yoh 10:10  Yoh 17:5  Ibr 1:11-12  Wah 1:8,17-18  Wah 22:13).

·         Mikha 5:1b, yang jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus, mengatakan ‘yang permulaannya sudah sejak purba­kala, sejak dahulu kala’.

·         Yoh 1:1 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu sudah ada ‘pada mulanya’.

·         Yoh 8:58 mengatakan bahwa Yesus sudah ada sebelum Abraham, padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kris­tus lahir.

·         Yoh 10:10, dan banyak ayat Kitab Suci yang lain, mengata­kan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat kelahiran Yesus. Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi ‘datang’, karena ‘datang’ menunjukkan bahwa Ia sudah ada sebelum saat itu.

·         Yoh 17:5 mengatakan bahwa Yesus memiliki kemuliaan di hadapan hadirat Allah sebelum dunia ada.

·         Ibr 1:11-12.
Perhatikan kata-kata ‘semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. ... tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan’.
Bahwa bagian ini menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibr 1:10-12 merupakan sambungan dari Ibr 1:8-9 (dihubungkan oleh kata ‘dan’ pada awal Ibr 1:10), dan Ibr 1:8 berkata ‘tentang Anak’.

·         Wah 1:8 dan Wah 22:13 menyebut Yesus sebagai Alfa dan Omega (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani), dan Wah 1:17 dan Wah 22:13 mengatakan bahwa Ia adalah ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, dan Wah 22:13 juga mengata-kan bahwa Yesus adalah ‘Yang pertama dan Yang terkemu-dian’, dan semua ini jelas menunjukkan bahwa Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Lalu Wah 1:18 mengatakan bahwa Ia hidup sampai selama-lamanya.

2.         Suci / tak berdosa (2Kor 5:21  Ibr 4:15).

3.         Mahakuasa.
Mujijat-mujijat yang Ia lakukan, seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, memberi makan 5000 orang lebih dengan 5 roti dan 2 ikan, menenangkan badai, mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, mengusir setan, dsb, menunjukkan kemahakuasaannya.
Memang nabi-nabi dan rasul-rasul tertentu juga melakukan banyak mujijat, tetapi ada beberapa perbedaan:

·         Tak ada nabi / rasul yang bisa melakukan mujijat sesuai kehendaknya sendiri, tetapi Kristus bisa (Yoh 5:21).

·         Nabi melakukan mujijat bukan dengan kuasanya sendiri tetapi dengan kuasa Allah, sedangkan rasul juga demikian karena mereka melakukan mujijat dengan menggunakan nama Yesus. Tetapi Yesus melakukan mujijat dengan kuasaNya sendiri (bdk. Yoh 10:18), dan Ia tidak pernah menggunakan nama orang lain untuk melakukan mujijat.

·         Tidak ada seorangpun pernah melakukan mujijat sebanyak / sehebat yang Yesus lakukan (Yoh 15:24).

4.         Mahatahu (Mat 9:4  Mat 12:25  Yoh 2:24-25  Yoh 6:64).

5.         Mahaada.

·         Ini terlihat dari Yoh 1, yang mula-mula menyatakan bahwa Firman / Yesus itu pada mulanya bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1), tetapi lalu menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu masih ada di pangkuan Bapa. Ini dinyatakan oleh bentuk present tense. Yoh 1:18 (NIV): “... but God the only Son, who is at the Father’s side ...”.

·         Kemahaadaan Yesus juga jelas terlihat dari janji yang Ia berikan dalam Mat 18:20 dan Mat 28:20b. Dengan adanya janji seperti itu, kalau Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang pendusta!

6.         Tidak berubah (Ibr 13:8).

d)   Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan-peker­jaan ilahi seperti:

1.   Penciptaan (Yoh 1:3,10  Kol 1:16  Ibr 1:2,10).

2.   Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).

3.   Penghancuran segala sesuatu (Ibr 1:10-12).

4.   Pembaharuan segala sesuatu (Fil 3:21  Wah 21:5).

5.   Penghakiman pada akhir jaman (Mat 25:31-32  Yoh 5:22,27).
Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, menunjuk­kan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa? 

·         Jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia ini sejak dari jaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang keduakalinya adalah begitu banyak.
Kalau Kristus bukanlah Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia itu dengan adil?

·         Karena ada begitu banyaknya faktor yang harus dipertim­bangkan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa (ingat bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana hukuman semua orang sama), seperti:

*        banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Orang yang dosanya sedikit tentu tak bisa disamakan hukumannya dengan orang yang dosanya banyak.

*        tingkat dosanya.
Misalnya, dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel 21:12  dan Kel 22:1).

*        tingkat pengetahuannya.
Makin banyak pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau ia berbuat dosa (Luk 12:47-48).

*        kesengajaannya.
Dosa sengaja dan tidak sengaja tentu juga berbeda hukumannya (Kel 21:12-14).

*        pengaruh dosa yang ditimbulkan.
Kalau seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka pengaruh negatif yang ditim­bulkan akan lebih besar dari pada kalau orang kristen biasa berbuat dosa. Dan karena itu hukumannya juga lebih berat. Hal ini bisa terlihat dari kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli Taurat pasti akan menerima hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b  Luk 20:47b).

*        apa yang menyebabkan seseorang berbuat dosa.
Seseorang yang mencuri tanpa ada pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya dari pada orang yang mencuri karena membutuhkan uang untuk meng-obati anaknya yang hampir mati. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang-orang yang melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam Maz 35:19  Maz 69:5  Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang yang mencintai / mencari dosa, seperti Maz 4:3.

·         Demikian juga pada saat mau memberi pahala kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus diper­timbangkan, seperti:
*        banyaknya perbuatan baik yang dilakukan.
*        jenis perbuatan baik yang dilakukan.
*        besarnya pengorbanan pada waktu melakukan perbuat-an baik. Yesus berkata bahwa janda yang memberi 2 peser memberi lebih banyak dari semua orang kaya yang memberi persembahan besar, karena janda itu memberikan seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4).
*        motivasinya dalam melakukan perbuatan baik itu, dsb.

Untuk bisa melakukan semua ini dengan benar, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana dan maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri!
Karena itu adalah sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah sendiri!

e)   Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus seperti:
1.   Penghormatan (Yoh 5:23).
2.   Kepercayaan (Yoh 14:1).
3.   Pengharapan (1Kor 15:19).
4.   Penyejajaran namaNya dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal (Mat 28:19  2Kor 13:13).

f)    KesatuanNya dengan Bapa seperti yang dinyatakan oleh ayat-ayat seperti Yoh 10:30  dan Yoh 14:7-11, jelas menunjukkan keilahian Yesus.
Dalam tafsirannya tentang Yoh 17:10 (dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu adalah milikKu), Calvin memberikan suatu penerapan yang indah tentang kesatuan Bapa dan Anak dalam hidup / iman kita.
Calvin: “All these things are spoken for the confirmation of our faith. We must not seek salvation anywhere else than in Christ. But we shall not be satisfied with having Christ, if we do not know that we possess God in him. We must therefore believe that there is such unity between The Father and the Son as makes it impossible that they shall have anything separate from each other” (= Semua hal-hal ini dikatakan untuk meneguhkan iman kita. Kita tidak boleh mencari keselamatan di tempat lain manapun juga selain di dalam Kristus. Tetapi kita tidak akan puas dengan memiliki Kristus, jika kita tidak mengetahui bahwa kita memiliki Allah dalam Dia. Karena itu kita harus percaya bahwa ada suatu kesatuan sedemikian rupa antara Bapa dan Anak sehingga membuatnya mustahil bahwa yang satu mempunyai apapun terpisah dari yang lainnya) - hal 174.

g)   Yesus sendiri mengakui bahwa Ia adalah Allah / Anak Allah (Yoh 5:23  Yoh 10:30  Yoh 14:7-10  Yoh 15:23  Mat 26:63-64).

Catatan: pengakuan sebagai Anak Allah, tidak perlu dibedakan dengan pengakuan sebagai Allah. Untuk itu lihat Yoh 5:18 yang berbunyi: “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah”.

Memang kalau seseorang mengaku bahwa dirinya adalah Allah / Anak Allah, itu tidak / belum berarti bahwa ia memang betul-betul adalah Allah. Bisa saja bahwa ia adalah seorang pendus­ta. Tetapi Yesus bukan hanya mengaku bahwa diriNya adalah Allah / Anak Allah, tetapi Ia juga rela mati demi pengakuan tersebut!

Ada seorang penulis buku yang menggunakan hal ini untuk membuktikan keilahian Yesus dengan cara sebagai berikut:




Keterangan:
Yesus mengaku sebagai Allah / Anak Allah, dan Ia mau mati untuk pengakuan itu. Ada 2 kemungkinan tentang pengakuan itu, yaitu: TIDAK BENAR atau BENAR. Kalau pengakuan itu TIDAK BENAR, maka ada 2 kemungkinan lagi yaitu: Yesus TAHU bahwa penga-kuanNya tidak benar, atau Yesus TIDAK TAHU bahwa pengaku-anNya tidak benar. Kalau Yesus tahu bahwa pengakuannya tidak benar, maka Ia pasti adalah seorang PENDUSTA, bahkan ORANG TOLOL (karena Ia mau mati untuk suatu dusta). Kalau Yesus tidak tahu bahwa pengakuanNya tidak benar, maka Ia pasti adalah ORANG GILA, karena hanya orang gila yang tidak mengerti apa yang Ia sendiri katakan.
Kalau pengakuan Yesus tersebut adalah BENAR, maka Yesus adalah ALLAH / ANAK ALLAH.

Jadi sekarang, hanya ada beberapa pilihan untuk saudara:
·         Yesus adalah pendusta / orang tolol.
·         Yesus adalah orang gila.
·         Yesus betul-betul adalah Allah / Anak Allah.
Yang mana yang menjadi pilihan saudara?

C.S. Lewis berkata:
“A man who was merely a man and said the sort of things Jesus said wouldn’t be a great moral teacher. He’d either be a lunatic ... or else he’d be the Devil of Hell. You must make your choice. Either this man was, and is, the Son of God, or else a madman or something worse” (= seseorang yang adalah semata-mata seorang manusia dan mengucapkan hal-hal seperti yang Yesus katakan, bukanlah seorang guru moral yang agung. Atau ia adalah seorang gila ... atau ia adalah Iblis dari Neraka. Kamu harus menentukan pilihanmu. Atau orang ini adalah Allah, baik dulu maupun sekarang, atau ia adalah orang gila atau sesuatu yang lebih jelek lagi).

h)  Setan mengakui bahwa Yesus adalah Allah / Anak Allah dan setan tunduk kepada Yesus (Mat 8:28-32).

i)    Kitab Suci memerintahkan penyembahan terhadap Yesus.
Dalam Ibr 1:6 Allah sendiri berkata bahwa malaikat-malaikat harus menyembah Anak / Yesus.
Yesus sendiri mau disembah dan disebut Tuhan / Allah (Mat 14:33  Mat 28:9,17  Yoh 9:38  Yoh 20:28), padahal Yesus sendiri berkata bahwa kita hanya boleh menyembah Allah (Mat 4:10).

Perhatikan juga bahwa:
·         rasul-rasul menolak sembah (Kis 10:25-26  Kis 14:14-18).
·      malaikatpun menolak sembah, dan berusaha mengalihkan sembah itu kepada Allah (Wah 19:10  Wah 22:8-9).
·         Herodes dihukum mati oleh Tuhan karena menerima penghormatan ilahi (Kis 12:20-23).

Karena itu, kalau Yesus menerima sembah, dan bahkan menerima sebutan Tuhan / Allah bagi diriNya, maka hanya ada 2 pilihan: atau Dia adalah orang yang kurang ajar / nabi palsu, atau Dia adalah Allah sendiri! Yang mana yang saudara pilih?

Bukti-bukti keilahian Roh Kudus:

a)   Kitab Suci menggunakan sebutan Roh Kudus dan Allah / Tuhan (ADONAI) / TUHAN (Yahweh) secara interchangeable (= bisa dibolak-balik).

Contoh:

1.         Bandingkan Yes 6:8-10 dengan Kis 28:25-27:

Yes 6:8-10 - “Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ‘Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?’. Maka sahutku: ‘Ini aku, utuslah aku!’. Kemudian firman-Nya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya lalu berbalik dan menjadi sembuh’”.

Kis 28:25-27 - “Maka bubarlah pertemuan itu dengan tidak ada kesesuaian di antara mereka. Tetapi Paulus masih mengatakan perkataan yang satu ini: ‘Tepatlah firman yang disampaikan Roh Kudus kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi Yesaya: Pergilah kepada bangsa ini, dan katakanlah: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan meli­hat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka’”.

Kalau kita membandingkan 2 bagian Kitab Suci di atas, maka jelas terlihat bahwa apa yang dikatakan Paulus dalam Kis 28:25-27 itu ia kutip dari Yes 6:8-10. Tetapi dalam Yes 6:8-10 itu dikatakan bahwa itu adalah ‘suara Tuhan’ kepada nabi Yesaya, sedangkan dalam Kis 28:25-27 itu Paulus berkata bahwa ‘firman itu disampai­kan oleh Roh Kudus’ dengan per-antaraan nabi Yesaya. Ini menunjuk­kan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan sendiri!

2.         Bandingkan Ibr 3:7-11 dengan Maz 95:7b-11 dan Kel 17:1-7:

Ibr 3:7-11 - “Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: ‘Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, janganlah keraskan hatimu seperti dalam kegeraman pada waktu pencobaan di padang gurun, di mana nenek moyangmu mencobai Aku dengan jalan menguji Aku, seka­lipun mereka melihat perbuatan-perbuatanKu, empat puluh tahun lamanya. Itulah sebabnya Aku murka kepada angkatan itu, dan berkata: Selalu mereka sesat hati, dan mereka tidak mengenal jalanKu, sehingga Aku bersumpah dalam murkaKu: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKu’”.

Karena kata-kata dalam Ibr 3:7-11 ini merupakan kata-kata Roh Kudus, maka kata-kata ‘mencobai Aku’ berarti ‘mencobai Roh Ku­dus’.

Kalau sekarang kita melihat dalam Maz 95:7b-11, yang hampir-hampir identik dengan Ibr 3:7-11 tadi, maka bisa kita dapatkan dari Maz 95:8 bahwa itu adalah peristiwa yang terjadi di Masa dan Meriba. Dan peristiwa Masa dan Meriba itu diceritakan dalam Kel 17:1-7. Sekarang perhatikan Kel 17:7 yang berbunyi:
“Dinamai­lah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: ‘Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?’”.

Jadi disini dipakai istilah ‘mencobai TUHAN (Yahweh)’, padahal tadi dalam Ibr 3:7-11 dikatakan bahwa mereka ‘mencobai Roh Ku­dus’. Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus itu adalah TUHAN (Yahweh)!

3.         Bandingkan Ibr 10:15-17 dengan Yer 31:33-34.

Ibr 10:15-17 - “Dan tentang hal itu Roh Kudus juga memberi kesaksian kepada kita, sebab setelah Ia berfirman: ‘Inilah perjan­jian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu,’ Ia berfirman pula: ‘Aku akan menaruh hukumKu di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka.’”

Yer 31:33-34 - “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh TauratKu dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menja­di umatKu. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka”.

Jelas terlihat bahwa Ibr 10:16-17 merupakan kutipan sebagian (tidak seluruhnya) dari Yer 31:33,34. Tetapi dalam Yer 31 dikata­kan bahwa kata-kata itu diucapkan oleh TUHAN / Yahweh (perhatikan kata-kata ‘firman TUHAN’ dalam Yer 31:31,32c,34b). Sedangkan dalam Ibr 10:15-17 dikatakan bah-wa itu merupakan ‘kesaksian / firman Roh Kudus’ (Ibr 10:15b,16b).
Disamping itu, dalam Yer 31 itu, yang mengadakan perjanjian, yang menaruh Taurat dalam batin umatNya, dan yang mengam-puni / tidak mengingat dosa umatNya, adalah TUHAN / Yahweh sendiri. Sedangkan dalam Ibr 10:15-17, yang mengadakan perjanjian, yang menaruh hukum dalam hati, dan yang mengampuni / tidak mengingat dosa, adalah Roh Kudus.
Juga perlu diperhatikan bahwa Roh Kudus dikatakan ‘tidak mengingat dosa’. Ini menunjukkan bahwa Roh Kudus mempu-nyai kuasa untuk mengampuni dosa.
Semua ini menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah TUHAN / Yahweh sendiri!

4.   Sekarang mari kita melihat pada Kis 5:3-4,9 yang berbunyi sebagai berikut:
“Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? Selama tanah itu tidak dijual, bukan­kah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencana-kan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendus­tai Allah.’ ... Kata Petrus: ‘Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan?”.

Perhatikan bahwa kalau dalam Kis 5:3 Petrus berkata bahwa Ananias ‘mendustai Roh Kudus’, maka dalam Kis 5:4 Petrus berkata bahwa Ananias ‘mendustai Allah’. Lalu dalam Kis 5:9 Petrus berkata bahwa mereka ‘mencobai Roh Tuhan’. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah Allah!

5.   Dalam 1Kor 3:16 Paulus berkata bahwa tubuh kita adalah ‘bait Allah’ (= rumah Allah), tetapi anehnya ia melanjutkan dengan kata-kata ‘dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu’. Kalau memang tubuh kita adalah bait / rumah Allah, maka itu seha-rusnya berarti bahwa Allahlah yang tinggal di dalam tubuh kita. Tetapi Paulus mengatakan Roh Allah (= Roh Kudus) yang tinggal di dalam kita.
Dan kalau kita melihat dalam 1Kor 6:19 maka di sana Paulus berka­ta bahwa tubuh kita adalah ‘bait Roh Kudus’.
Semua ini menunjukkan bahwa Roh Kudus itu adalah Allah!

6.   Dengan cara yang sama, kalau kita membandingkan Yes 40:13 dengan Yes 40:14 maka bisa kita simpulkan bahwa ‘Roh TU-HAN’ dalam Yes 40:13 itu adalah ‘TUHAN’ dalam Yes 40:14.

b)   Kitab Suci juga menunjukkan bahwa Roh Kudus mempunyai sifat-sifat Allah seperti:
1.   Kekal (Ibr 9:14).
2.   Mahaada (Maz 139:7-10).
3.   Mahatahu (1Kor 2:10-11  Yes 40:13).
1Kor 2:10-11 yang menunjukkan bahwa Roh Kudus itu tahu apa yang ada dalam diri Allah, jelas menunjukkan bahwa Roh Kudus itu mahatahu!
4.   Mahakuasa (Mat 12:28).
5.   Suci.
Ini terlihat dari sebutan ‘kudus’, dan juga terlihat dari Ef 4:30 yang menunjukkan bahwa dosa kita mendukakan Roh Kudus.

c)   Kitab Suci juga menunjukkan bahwa Roh Kudus melakukan peker­jaan-pekerjaan ilahi seperti:
1.         Penciptaan (Kej 1:2  Ayub 33:4).
2.         Melahirbarukan (Yoh 3:5-6  Tit 3:5).
3.         Membangkitkan Yesus (Ro 8:11).

d)   Nama Roh Kudus ditempatkan dalam posisi yang sejajar dengan nama Bapa dan Anak, seperti dalam Mat 28:19 dan 2Kor 13:13.
Perlu saudara ingat bahwa dalam Mat 28:19 nama Bapa, Anak dan Roh Kudus disejajarkan bukan dalam sembarang peristiwa, tetapi dalam formula baptisan. Adalah aneh, bahkan tidak masuk akal, kalau Yesus memerintahkan supaya seseorang dibaptis dalam nama Bapa (yang adalah Allah), Anak (yang juga adalah Allah), dan Roh Kudus (yang bukan Allah, bahkan bukan pribadi).
Demikian juga dalam 2Kor 13:13 Paulus menyejajarkan Yesus, Allah (Bapa) dan Roh Kudus, bukan dalam peristiwa sembarangan, tetapi pada saat ia memberi berkat kepada gereja Korintus.
Karena itu bisa disimpulkan bahwa dalam 2 ayat tersebut, penyeja­jaran Bapa, Anak dan Roh Kudus menunjukkan bahwa 3 pribadi itu setingkat! Dan ini membuktikan bahwa Roh Kudus adalah Allah sendiri!

Bahwa Yesus dan Roh Kudus juga adalah Allah, sebagaimana Bapa adalah Allah, jelas menunjukkan adanya kejamakan dalam diri Allah.

Kesimpulan:

Dalam Kitab Suci ada ayat-ayat yang menunjukkan ketunggalan Allah dan juga ada ayat-ayat yang menunjukkan ‘kejamakan Allah’. Inilah yang menye-babkan munculnya doktrin Allah Tritunggal, yang merupa­kan satu-satunya jalan untuk mengharmoniskan kedua grup ayat tersebut.
Sekarang, bagi kita hanya ada 2 pilihan:
a)  Menerima doktrin Allah Tritunggal yang mengharmoniskan kedua golongan ayat tersebut.
b)   Menolak doktrin Allah Tritunggal, dan ini berarti kita harus menghadapi kontradiksi yang tidak mungkin bisa diharmoniskan dalam Kitab Suci!
Yang mana yang menjadi pilihan saudara?

IV) Ajaran-ajaran sesat tentang Allah Tritunggal.

1)   Monarchianism.

a)   Dynamic Monarchianism.
Mengajarkan bahwa Kristus hanyalah manusia biasa yang diberi kuasa illahi dan diangkat ke posisi illahi. Jadi, Ia mengalami kemajuan dari manusia biasa menjadi ‘semacam Allah’. Pandangan ini juga disebut Adoptionism. Tentang Roh Kudus mereka berpendapat bahwa Ia hanyalah suatu pengaruh illahi.

b)   Modalistic monarchianism (Sabellianism).
Mengajarkan bahwa di dalam diri Allah tidak ada perbedaan-perbedaan. Allah bukannya mempunyai 3 pribadi yang berbeda, tetapi 3 perwujudan.
Dalam penciptaan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, dalam penebusan sebagai Anak,  dan dalam pengudusan sebagai Roh Kudus.
Mereka berkata bahwa di dalam Kristus, Allah Bapa sendiri telah berinkarnasi sebagai Anak dan menderita. Karena itu pandangan ini juga disebut Patripassianism.

2)   Arianism.
Ajaran ini menyangkal keillahian Anak dan Roh Kudus. Anak adalah ciptaan yang pertama dari Bapa, jadi  Anak mempunyai awal, berbeda hakekat dengan Bapa dan lebih rendah tingkatnya daripada Bapa (dalam hal hakekatnya!).
Roh Kudus adalah ciptaan yang pertama dari Anak dan lebih rendah tingkatnya daripada Anak.
Ini ajaran yang sekarang menjadi Saksi Yehovah!

3)   Tritheism.
Ajaran ini menekankan kejamakan / ketigaan Allah dengan mengorban-kan kesatuanNya, sehingga menimbulkan adanya 3 Allah.


-o0o-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar