Jumat, 16 Mei 2014

PEMBAHASAN AJARAN PDT. STEPHEN TONG (2)

Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div



IV) Ajaran Pdt. Stephen Tong yang TIDAK Reformed.


1)  Hal pertama yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Adanya tempat penantian.
Pandangan ini merupakan pandangan populer, dan tidak sesat, tetapi salah dan tidak Reformed! Theologia Reformed menolak pandangan populer tentang adanya tempat penantian ini.

Louis Berkhof: “it plainly contradicts the Scriptural representation that the righteous at once enter glory and the wicked at once descend into the place of eternal punishment” (= itu secara jelas bertentangan dengan gambaran Kitab Suci bahwa orang benar segera / langsung masuk ke dalam kemuliaan dan orang jahat segera / langsung turun ke tempat hukuman kekal) - ‘Systematic Theology’, hal 682.

Reformed mempunyai pandangan yang seragam dalam hal ini, yaitu: pada saat seseorang mati, jiwa / rohnya akan langsung masuk ke surga / neraka, tetapi tubuhnya harus menunggu kedatangan Yesus yang kedua-kalinya, pada saat mana tubuh itu akan dibangkitkan, dan dipersatukan kembali dengan jiwa / rohnya.

Westminster Confession of Faith (Chapter XXXII, no 1): The bodies of men, after death, return to dust, and see corruption: but their souls, which neither die nor sleep, having an immortal subsistence, immediately return to God who gave them: the souls of the righteous, being then made perfect in holiness, are received into the highest heavens, where they behold the face of God, in light and glory, waiting for the full redemption of their bodies. And the souls of the wicked are cast into hell, where they remain in torments and utter darkness, reserved to the judgment of the great day. Beside these two places, for souls separated from their bodies, the Scripture acknowledgeth none (= Tubuh-tubuh manusia, setelah kematian, kembali menjadi debu, dan mengalami pembusukan: tetapi jiwa-jiwa mereka, yang tidak mati ataupun tidur, karena mempunyai keberadaan yang tidak bisa mati, langsung kembali kepada Allah yang memberikan jiwa-jiwa itu: jiwa-jiwa dari orang benar, pada saat itu disempurnakan dalam kekudusan, diterima ke dalam surga yang tertinggi, dimana mereka memandang wajah Allah, dalam terang dan kemuliaan, menunggu penebusan penuh dari tubuh-tubuh mereka. Dan jiwa-jiwa orang jahat dibuang ke dalam neraka, dimana mereka tinggal dalam penyiksaan dan kegelapan total, disimpan untuk penghakiman pada hari besar. Disamping kedua tempat ini, untuk jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh-tubuh mereka, Kitab Suci tidak mengakui adanya tempat yang lain).

Calvin (tentang Luk 16:23): “The general truth conveyed is, that believing souls, when they have left their bodies, lead a joyful and blessed life out of this world, and that for the reprobate there are prepared dreadful torments” (= Kebenaran umum yang disampaikan adalah, bahwa jiwa-jiwa yang percaya, pada waktu mereka telah meninggalkan tubuh-tubuh mereka, menuju suatu kehidupan yang penuh sukacita dan diberkati di luar dunia ini, dan bahwa untuk para reprobate / orang-orang yang ditentukan untuk binasa di sana disediakan siksaan-siksaan yang menakutkan).

Louis Berkhof: “The usual position of the Reformed Churches is that the souls of believers immediately after death enter upon the glories of heaven. ... If the righteous enter upon their eternal state at once, the presumption is that this is true of the wicked as well” (= Posisi yang umum dari Gereja Reformed adalah bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang percaya setelah kematian segera / langsung masuk kepada kemuliaan dari surga. ... Jika orang benar segera masuk ke dalam keadaan kekal mereka, maka harus dianggap bahwa ini juga benar untuk orang jahat) - ‘Systematic Theology’, hal 679,680.

R. L. Dabney: “We have asserted it, as the doctrine of the Bible, that the souls of believers do pass immediately into glory” (= Kami telah menegaskan hal itu, sebagai doktrin dari Alkitab, bahwa jiwa-jiwa dari orang-orang percaya langsung masuk ke dalam kemuliaan) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 823.

Charles Hodge: “The soul of the believer does not cease to exist at death. It does not sink into a state of unconsciousness. It does not go into purgatory; but, being made perfect in holiness, it does immediately pass into glory. As soon as it is absent from the body, it is present with the Lord” (= Jiwa dari orang percaya tidak musnah / berhenti mempunyai keberadaan pada saat kematian. Jiwa itu tidak tenggelam / terbenam ke dalam keadaan tidak sadar. Jiwa itu tidak pergi ke api penyucian; tetapi, setelah disempurnakan dalam kekudusan, jiwa itu langsung masuk ke dalam kemuliaan. Begitu jiwa itu absen dari tubuh, jiwa itu hadir bersama Tuhan) - ‘I & II Corinthians’, hal 488-489.

W. G. T. Shedd: “The substance of the Reformed view, then, is, that the intermediate state for the saved is Heaven without the body, and the final state for the saved is Heaven with the body; that the intermediate state for the lost is Hell without the body, and the final state for the lost is Hell with the body. In the Reformed, or Calvinistic eschatology, there is no intermediate Hades between Heaven and Hell, which the good and evil inhabit in common. When this earthly existence is ended, the only specific places and states are Heaven and Hell. Paradise is a part of Heaven; Hades is a part of Hell” (= Maka, hakekat dari pandangan Reformed adalah bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan adalah Surga tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang diselamatkan adalah Surga dengan tubuh; bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang yang terhilang adalah Neraka tanpa tubuh, dan keadaan akhir untuk orang yang terhilang adalah Neraka dengan tubuh. Dalam doktrin tentang akhir jaman Reformed atau Calvinisme, tidak ada Hades di antara Surga dan Neraka, dimana orang baik dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu keberadaan duniawi ini berakhir, satu-satunya tempat dan keadaan adalah Surga dan Neraka. Firdaus adalah suatu bagian dari Surga; Hades adalah suatu bagian dari Neraka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594-595.

W. G. T. Shedd: “there is no essential difference between Paradise and Heaven. ... there is no essential difference between Hades and Hell” (= tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus dan surga. ... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dengan neraka) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 594.

Herman Hoeksema: immediately after death the state and condition of both the godly and the ungodly are decided forever, and that the former enter into a state of conscious glory, while the latter descend into the pit of hell” (= segera setelah kematian keadaan dan kondisi dari baik orang saleh dan orang jahat ditentukan selama-lamanya, dan yang pertama masuk ke dalam keadaan kemuliaan yang disadari, sementara yang terakhir turun ke dalam lubang neraka) - ‘Reformed Dogmatics’, hal 771.

Louis Berkhof: “The Bible sheds very little direct light on this subject. The only passage that can really come into consideration here is the parable of the rich man and Lazarus in Luke 16, where HADES denotes hell, the place of eternal torment. In addition to this direct proof there is also an inferential proof. If the righteous enter upon their eternal state at once, the presumption is that this is true of the wicked as well” (= Alkitab memberikan sangat sedikit terang langsung pada subyek ini. Satu-satunya text yang bisa betul-betul dipertimbangkan di sini adalah perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16, dimana HADES menunjuk kepada neraka, tempat penyiksaan kekal. Sebagai tambahan pada bukti langsung ini juga ada bukti tak langsung. Jika orang benar masuk ke dalam keadaan kekal mereka secara langsung / dengan segera, maka kita juga harus menganggap bahwa ini juga benar bagi orang jahat) - ‘Systematic Theology’, hal 680.

Dasar dari pandangan Reformed ini.

a)   Paulus percaya bahwa begitu ia mati, ia langsung masuk surga.

1.   2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar (artinya: jika kita mati - bdk. Yes 38:12), Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.”.
NIV/NASB: ‘we have a building from God’.
Perhatikan kata ‘have’ yang ada dalam ‘present tense’ (= bentuk sekarang), bukan ‘future tense’ (= bentuk yang akan datang). Ini menunjukkan bahwa begitu kita mati, kita langsung mendapatkan rumah itu.

Charles Hodge: “The present tense, EKHOMEN, is used because the one event immediately follows the other; there is no perceptible interval between the dissolution of the earthly tabernacle and entering on the heavenly house. As soon as the soul leaves the body it is in heaven. ... The soul therefore at death enters a house whose builder is God” (= Present tense, EKHOMEN, digunakan karena peristiwa yang satu langsung mengikuti yang lain; di sana tidak ada selang waktu yang terlihat di antara hancurnya kemah duniawi dan masuknya ke rumah surgawi. Begitu jiwa meninggalkan tubuh, jiwa itu ada di surga. ... Karena itu pada saat mati, jiwa memasuki rumah yang pembangunnya adalah Allah) - ‘I & II Corinthians’, hal 489.

2.   2Kor 5:8b: ‘terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.’.
NASB: ‘to be at home with the Lord’ (= ada di rumah bersama Tuhan).
NIV: ‘at home with the Lord’ (= di rumah bersama Tuhan).
Literal / hurufiah: ‘to come home to the Lord’ (= pulang ke rumah kepada Tuhan).
Jadi ini menunjukkan bahwa bagi Paulus ‘mati’ sama dengan ‘pulang ke rumah Bapa’ dan ini menunjukkan bahwa begitu seorang kristen mati ia langsung masuk surga.

3.  Fil 1:23 - Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus - itu memang jauh lebih baik;”.
Kata ‘pergi’ di sini jelas menunjuk kepada ‘mati’. Jadi Paulus berkata kalau ia mati, ia diam bersama-sama dengan Kristus. Ini pasti sama dengan masuk surga.

b)   Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat di kayu salib akan masuk ke Firdaus (= surga) pada hari itu juga.
Luk 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.

Charles Hodge: “There can, therefore, be no doubt that paradise is heaven, and consequently when Christ promised the dying thief that he should that day be in paradise, he promised that he should be in heaven. ... The fathers made a distinction between paradise and heaven which is not found in the Scriptures” (= Karena itu, tidak bisa ada keraguan bahwa firdaus adalah surga, dan karena itu pada waktu Kristus menjanjikan pencuri / penjahat yang sekarat itu bahwa hari itu ia akan berada di firdaus, Ia menjanjikan bahwa ia akan berada di surga. Bapa-bapa gereja membuat perbedaan antara firdaus dan surga, dan perbedaan ini merupakan sesuatu yang tidak ditemukan dalam Kitab Suci) - ‘Systematic Theology’, vol III, hal 727-728.

Louis Berkhof: “In the light of 2Cor. 12:3,4 ‘paradise’ can only be a designation of heaven” (= Dalam terang dari 2Kor 12:3,4 ‘Firdaus’ hanya bisa menunjuk pada surga) - ‘Systematic Theology’, hal 679.

2Kor 12:2-4 - “(2) Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau - entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. (3) Aku juga tahu tentang orang itu, - entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya - (4) ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.”.

c)   Cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31), bukan hanya menunjukkan bahwa orang percaya langsung masuk surga pada saat mati, tetapi juga menunjukkan bahwa orang tidak percaya juga akan langsung masuk neraka pada saat mati.
Bacalah cerita ini dan saudara akan melihat bahwa sekalipun orang kaya itu masih mempunyai 5 saudara yang masih hidup, yang menandakan bahwa Yesus belum datang untuk keduakalinya, tetapi ia sendiri sudah masuk ke alam maut / Hades (ay 23), yang digambarkan sebagai tempat penderitaan dengan nyala api (ay 23-25), sehingga jelas menunjuk pada neraka. Sedangkan Lazarus ada ‘di pangkuan’ (seharusnya ‘di dada’) Abraham, yang jelas menunjuk pada surga.

Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang tulisan ini:

2)   Hal kedua yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Hanya kematian Yesus yang ditetapkan oleh Tuhan, kematian orang-orang lain tidak ditetapkan oleh Tuhan.

Dalam khotbah Paskah 2012 dari Pdt. Stephen Tong, ia mengatakan bahwa hanya kematian Kristus yang ditetapkan oleh Allah, sedangkan kematian orang-orang lain tidak. Ia menambahkan bahwa Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Allah menentukan kematian seseorang.

“Sekarang kita akan membahas topik utama: apa bedanya kematian Kristus dengan kematian semua orang? 1. Semua orang bukan mati di dalam kehendak Allah, hanya Yesus Kristus seorang, yang mati di dalam kehendakNya. Alkitab tidak pernah mencatat si anu mati di dalam kehendak Allah. Lagi pula, mana mungkin Allah menghendaki seorang mati? Lalu, mengapa kita mati? Kita berdosa dan upah dosa adalah maut. Hanya Yesus Kristus, yang mati menurut kehendak Allah (Gal 1:4). Sementara kita, bukan mati karena rencana Allah, tapi karena kita menentang Allah; melanggar Taurat, maka dosa dan maut jadi raja di hati kita, menawan kita (Ro 6:23). 2. semua orang berbuat dosa, karenanya mereka harus mati. Hanya Yesus Kristus; sang kudus, Dia tak berdosa, Dia mengalahkan semua pencobaan, Dia tak seharusnya mati. Lalu mengapa Dia mati? Karena Allah mengutus Dia untuk menggantikan kita” (hal 2-3).

Yang ingin saya persoalkan dan bahas, bukanlah ajaran Pdt. Stephen Tong tentang kematian Kristus. Saya setuju bahwa kematian Kristus ditentukan oleh Allah. Tetapi bahwa Pdt. Stephen Tong mengajar bahwa kematian orang-orang lain tidak ditentukan oleh Allah, dan bahwa ‘Alkitab tidak pernah mencatat si anu mati di dalam kehendak Allah’, itulah yang saya persoalkan. Marilah kita melihat apakah ajaran Pdt. Stephen Tong sesuai dengan ajaran Alkitab.
a)   Mat 6:27 - “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”.
b)   Maz 39:5-6 - “(5) ‘Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku! (6) Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagiMu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah kesia-siaan! Sela”.
c)   Ayub 14:5 - Jikalau hari-harinya sudah pasti, dan jumlah bulannya sudah tentu padaMu, dan batas-batasnya sudah Kautetapkan, sehingga tidak dapat dilangkahinya,.
d)   Ibr 9:27 - “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,”.
John Owen (tentang Ibr 9:27): “The death of all is equally determined and certain in God’s constitution. It hath various ways of approach unto all individuals, - hence is it generally looked on as an accident befalling this or that man, - but the law concerning it is general and equal” (= Kematian dari semua secara sama ditentukan dan pasti dalam undang-undang Allah. Kematian mempunyai bermacam-macam jalan / cara pendekatan kepada semua individu, - karena itu hal itu pada umumnya dipandang / dianggap sebagai suatu kecelakaan / kebetulan yang menimpa orang ini atau orang itu, - tetapi hukum berkenaan dengannya adalah umum dan sama).

Catatan: saya tak merasa perlu membahas bagian ini terlalu panjang (di gereja saya sendiri, ini saya bahas dalam 5 x khotbah), karena nanti saya akan membahas penentuan Allah atas segala sesuatu. Kalau segala sesuatu ditentukan, maka pasti kematian manusia juga ditentukan.

Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang tulisan ini:

3)   Hal ketiga yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Penolakan Reprobation (= Penentuan binasa).

Kalau Pdt. Stephen Tong menolak doktrin tentang reprobation / penentuan binasa ini maka ia adalah seorang penganut single predestination, artinya ia hanya mempercayai penentuan / pemilihan untuk selamat (election), tetapi ia menolak penentuan binasa (reprobation). Ini beberapa tanggapan saya tentang hal ini:

a)   Tidak ada satu orang Reformedpun (ahli theologia / penafsir) yang menganut single Predestination.

b)   Calvin sendiri jelas percaya pada doktrin reprobation / penentuan binasa ini. Ini terlihat dari kutipan-kutipan dari kata-kata Calvin di bawah ini:
1.   “... eternal life is foreordained for some, eternal damnation for others” (= ... hidup yang kekal ditentukan lebih dulu untuk sebagian manusia, penghukuman kekal untuk yang lain) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.
2.   “Indeed many, as if they wished to avert a reproach from God, accept election in such terms as to deny that anyone is condemned. But they do this very ignorantly and childishly, since election itself could not stand except as set over against reprobation” (= Memang banyak orang, karena mereka tidak ingin Allah dicela, menerima pemilihan dalam istilah-istilah sedemikian rupa sehingga menolak adanya penentuan binasa. Tetapi mereka melakukan hal ini secara sangat bodoh dan kekanak-kanakan, karena pemilihan itu sendiri tidak bisa berdiri / bertahan kecuali diimbangi oleh penentuan binasa) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIII, no 1.

c)   Dasar dari doktrin reprobation.

1.   Ini merupakan konsekwensi logis dari doktrin pemilihan (election).
Ada orang-orang yang percaya pada ‘single predestination’, dimana mereka hanya percaya bahwa Allah menentukan / memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, tetapi Allah tidak menetapkan sisanya untuk dibinasakan. Tetapi ini adalah pandangan yang tidak konsekwen dari orang yang kurang bisa menggunakan logikanya, karena doktrin reprobation memang merupakan konsekwensi logis dari doktrin election. Kalau hanya sebagian manusia yang dipilih / ditetapkan untuk selamat, sedangkan setelah mati hanya ada surga dan neraka, maka tidak bisa tidak, orang yang tidak dipilih untuk selamat sama dengan ditetapkan untuk binasa. Karena itu kita harus percaya bukan pada ‘single predestination’ tetapi pada ‘double predestination’, dimana selain kita percaya bahwa Allah memilih sebagian manusia untuk diselamatkan, kita juga percaya bahwa Allah menetapkan sisanya untuk dihukum.

Louis Berkhof: “The decree of election inevitably implies the decree of reprobation. ... If He has chosen or elected some, then He has by that very fact also rejected others” (= Ketetapan tentang pemilihan secara tak terhindarkan menunjuk pada ketetapan tentang reprobation. ... Jika Ia telah memilih sebagian, maka oleh fakta itu Ia juga telah menolak yang lain) - ‘Systematic Theology’, hal 117-118.

Loraine Boettner: “The very terms ‘elect’ and ‘election’ imply the terms ‘non-elect’ and ‘reprobation’” (= Istilah-istilah ‘orang pilihan’ dan ‘pemilihan’ secara tidak langsung menunjuk pada ‘orang yang bukan pilihan’ dan ‘penentuan binasa’) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 104.

2.   Adanya banyak orang yang mati tanpa mendapatkan kesempatan untuk bertobat.
Dalam Perjanjian Lama, hampir semua orang non Yahudi tidak selamat (kecuali sedikit orang seperti Rut, Rahab, Naaman dsb) dan dalam Perjanjian Baru juga banyak orang mati sebelum mendengar Injil. Jelas bahwa mereka ini tidak mendapat kesempatan bertobat / percaya Yesus, dan karena itu termasuk reprobate / orang yang ditentukan untuk binasa.

3.   Ayat-ayat Kitab Suci yang mendasari doktrin reprobation / penentuan binasa.

a.   Mat 11:20-24 - “(20) Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizatNya: (21) ‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu. (23) Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini. Tetapi Aku berkata kepadamu: (24) Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.’”.

Yesus berkata bahwa kalau di Tirus, Sidon, dan Sodom ada mujijat-mujijat terjadi, seperti yang terjadi di Khorazim, Betsaida dan Kapernaum, maka Tirus, Sidon, dan Sodom pasti sudah bertobat. Tetapi mengapa Tuhan dalam kenyataannya tidak memberi mujijat-mujijat itu kepada mereka? Jelas karena mereka termasuk reprobate orang-orang yang ditentukan untuk binasa!

John Calvin: Among the people of Nineveh [cf. Matthew 12:41] and of Sodom, as Christ testifies, the preaching of the gospel and miracles would have accomplished more than in Judea [Matthew 11:23]. If God wills that all be saved, how does it come to pass that he does not open the door of repentance to the miserable men who would be better prepared to receive grace? [= Di antara orang-orang Niniwe (bdk. Mat 12:41) dan Sodom, seperti Kristus saksikan, pemberitaan Injil dan mujijat-mujijat akan sudah mencapai lebih dari pada di Yudea (Mat 11:23). Jika Allah menghendaki bahwa semua orang diselamatkan, bagaimana bisa terjadi bahwa Ia tidak membuka pintu pertobatan kepada orang-orang yang menyedihkan yang lebih siap untuk menerima kasih karunia?] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter 24, no 15.

b.   Yes 6:9-10 - “(9) Kemudian firmanNya: ‘Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! (10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh.’”. Bdk. Mat 13:10-15  Mark 4:12  Luk 8:10  Yoh 12:37-40  Kis 28:26-27  Ro 11:7-8.

Mat 13:10-15 - “(10) Maka datanglah murid-muridNya dan bertanya kepadaNya: ‘Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?’ (11) Jawab Yesus: ‘Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. (12) Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. (13) Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. (14) Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. (15) Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka..
Ro 11:7-8 - “(7) Jadi bagaimana? Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya, (8) seperti ada tertulis: ‘Allah membuat mereka tidur nyenyak, memberikan mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai kepada hari sekarang ini..

Komentar Calvin tentang ayat-ayat ini:
“Observe that he directs his voice to them but in order that they may become even more deaf; he kindles a light but that they may be made even more blind; he sets forth doctrine but that they may grow even more stupid; he employs a remedy but so that they may not be healed (= Perhatikan bahwa Ia menujukan suaraNya kepada mereka tetapi supaya mereka menjadi makin tuli; Ia menyalakan cahaya tetapi supaya mereka menjadi makin buta; Ia menyatakan doktrin / ajaran tetapi supaya mereka menjadi makin bodoh; Ia menggunakan obat tetapi supaya mereka tidak disembuhkan) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXIV, no 13.

c.   Yoh 17:12 - “Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.”.

Dalam ayat ini sebetulnya terjemahan Kitab Suci Indonesia terlalu keras. Bandingkan dengan KJV/RSV/NASB yang memberikan terjemahan hurufiah: “and not one of them perished but the son of perdition (= dan tidak seorangpun dari mereka yang binasa selain anak kehancuran / neraka).

Dalam ‘Webster’s New World Dictionary’ dikatakan bahwa istilah ‘perdition’ bisa diterjemahkan bermacam-macam:
·         ‘complete and irreparable loss; ruin’ (= kehilangan yang lengkap dan tidak bisa dibetulkan; kehancuran).
·         ‘the loss of a soul or of hope for salvation; damnation’ (= kehilangan jiwa atau pengharapan untuk selamat; penghukuman / pengutukan).
·         ‘the place or condition of damnation; hell’ (= tempat atau kondisi penghukuman; neraka).

Matthew Poole: “As ‘the son of death,’ 2Sam. 12:5, signifies one appointed to die, or that deserveth to die; and ‘the child of hell,’ Matt. 23:15, siginifies one who deserveth hell; so the son of perdition may either signify one destined to perdition, or one that walketh in the high and right road to perdition, or rather both; one who being passed over in God’s eternal counsels, as to such as shall be saved, hath by his own wilful apostacy brought himself to eternal perdition, or into such a guilt as I know thou wilt destroy him” (= Seperti ‘anak kematian’, 2Sam 12:5, menunjuk kepada orang yang ditetapkan untuk mati, atau orang yang layak untuk mati; dan ‘anak neraka’, Mat 23:15, menunjuk kepada orang yang layak masuk neraka; demikian juga ‘anak kebinasaan / neraka’ bisa menunjuk kepada seseorang yang ditentukan untuk kebinasaan / neraka, atau seseorang yang berjalan dalam jalan yang menuju kebinasaan / neraka, atau mungkin keduanya; seseorang yang dilewati dalam rencana kekal Allah berkenaan dengan orang-orang yang akan diselamatkan, dan yang dengan kemurtadannya sendiri yang disengaja, membawa dirinya sendiri pada kebinasaan kekal, atau ke dalam suatu kesalahan yang akan menyebabkan Allah menghancurkannya) - hal 369.

William Hendriksen: “‘The son of perdition (a Semitism; cf. Matt. 23:15; 2Thess. 2:3) is the utterly lost one, designated unto perdition.” [= Anak kebinasaan / neraka (suatu istilah Semitic; bdk. Mat 23:15; 2Tes 2:3) adalah orang yang hilang sama sekali, ditetapkan untuk kebinasaan / neraka.] - hal 358.

Calvin: “... that no one might think that the eternal election of God was overturned by the damnation of Judas, he immediately added, that he was ‘the son of perdition.’ By these words Christ means that his ruin, which took place suddenly before the eyes of men, had been known to God long before; for ‘the son of perdition,’ according to the Hebrew idiom, denotes a man who is ruined, or devoted to destruction” (= ... supaya tidak seorangpun berpikir bahwa pemilihan kekal dari Allah dibalikkan oleh penghukuman Yudas, Ia langsung menambahkan, bahwa ia adalah ‘anak kebinasaan / neraka’. Dengan kata-kata ini Kristus memaksudkan bahwa kehancurannya, yang terjadi secara mendadak di hadapan manusia, telah diketahui oleh Allah jauh sebelumnya; karena ‘anak kebinasaan / neraka’ menurut ungkapan Ibrani, menunjuk pada seseorang yang dihancurkan, atau disediakan untuk kehancuran) - hal 176.

d.   Ro 9:13,17,18,21-22 - “(13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ ... (17) Sebab Kitab Suci berkata kepada Firaun: ‘Itulah sebabnya Aku membangkitkan engkau, yaitu supaya Aku memperlihatkan kuasaKu di dalam engkau, dan supaya namaKu dimasyhurkan di seluruh bumi.’ (18) Jadi Ia menaruh belas kasihan kepada siapa yang dikehendakiNya dan Ia menegarkan hati siapa yang dikehendakiNya. ... (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa? (22) Jadi, kalau untuk menunjukkan murkaNya dan menyatakan kuasaNya, Allah menaruh kesabaran yang besar terhadap benda-benda kemurkaanNya, yang telah disiapkan untuk kebinasaan -.

B. B. Warfield: “Certainly St. Paul as explicitly affirms the sovereignty of reprobation as of election, ... if he represents God as sovereignly loving Jacob, he represents Him equally as sovereignly hating Esau; if he declares that He has mercy on whom He will, he equally declares that He hardens whom He will” (= Santo Paulus memang menegaskan kedaulatan dari reprobation secara sama explicitnya dengan kedaulatan dari election, ... jika ia menggambarkan Allah secara berdaulat mengasihi Yakub, ia secara sama menggambarkanNya secara berdaulat membenci Esau; jika ia menyatakan bahwa Ia mempunyai belas kasihan bagi siapa yang Ia kehendaki, ia secara sama menyatakan bahwa Ia mengeraskan siapa yang Ia kehendaki) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 317.

Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang tulisan ini:

4)   Hal keempat yang tidak Reformed dari pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong: Tuhan tidak menentukan / menetapkan / merencanakan segala sesuatu, khususnya dosa.

Penolakan Pdt. Stephen Tong terhadap doktrin ini yang menyebabkan banyak pendeta-pendeta di kalangan Pdt. Stephen Tong (GRII) yang memfitnah saya sebagai Hyper-Calvinist, karena saya mempercayai dan mengajarkan doktrin ini! Perhatikan bahwa saya tidak mengatakan bahwa Pdt. Stephen Tong sendiri yang memfitnah saya!!!

Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.

Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinism. Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are really very close together in their rationalism” (= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya sangat dekat dalam cara berpikirnya) - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.

Saya sendiri sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia. Karena itu adalah omong kosong kalau ajaran saya adalah Hyper Calvinisme. Kalau saya adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang lain, karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.

Kira-kira 20 % dari buku ‘The Five Points of Calvinism’ tulisan Edwin Palmer ini menekankan penetapan dosa! Konyolnya, buku ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh LRII / Toko Buku Momentum, dengan prakata Pdt. Stephen Tong. Kalau memang tidak setuju pandangan ini, apalagi menganggapnya sebagai sesat (seperti yang dikatakan Pdt. Sutjipto Subeno) mengapa menterjemahkan dan menerbitkannya. Hal yang sama berlaku untuk buku-buku Reformed yang lain seperti buku Systematic Theology dari Louis Berkhof!

Beberapa hal yang akan saya bahas berkenaan dengan doktrin penentuan segala sesuatu:

a)   Apakah Reformed / Calvinisme memang mempercayai penetapan segala sesuatu termasuk dosa?

John Calvin: “... so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will, not even that which is against his will. For it would not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make good even out of evil” (= ... sehingga dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.

Westminster Confession of Faith:
Chapter II, 1: “... God, ... working all things according to the counsel of His own immutable and most righteous will” (= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang tetap dan paling benar).
Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable wisdom, and infinite goodness of God so far manifest themselves in His providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other sins of angels and men; and that not by a bare permission, but such as hath joined with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so, as the sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God, who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or approver of sin” (= Kemahakuasaan, hikmat yang tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah begitu jauh memanifestasikan dirinya dalam providensiaNya, sehingga menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dosa).

b)   Dasar dari doktrin penentuan segala sesuatu termasuk dosa.

1.   Kemahatahuan Allah menunjukkan bahwa Ia menentukan segala sesuatu.
Penjelasan:
Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga) dimana alam semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang alkitabiah, karena Alkitab jelas mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1  Yoh 1:1-3). Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu (1Sam 2:3), maka Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata yang mutlak, tidak ada yang terkecuali) yang akan terjadi, termasuk dosa. Semua yang Ia tahu akan terjadi itu, pasti terjadi persis seperti yang Ia ketahui. Dengan kata lain, semua itu sudah tertentu pada saat itu. Kalau sudah tertentu, pasti ada yang menentukan (karena tidak mungkin hal-hal itu menentukan dirinya sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang menen­tukan semua itu.

Loraine Boettner: “foreknowledge implies certainty and certainty implies foreordination” (= pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih dulu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44.

Yang tidak setuju dengan logika ini, beri saya jawaban alternatif. Bagaimana mungkin sejak kekekalan / minus tak terhingga, segala sesuatu sudah tertentu? Kalau bukan karena ditentukan oleh Allah sendiri, bagaimana bisa tertentu?

2.   Allah tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.
Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa Rencana / ketetapan Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.

Loraine Boettner: “Much of the difficulty in regard to the doctrine of Predestination is due to the finite character of our mind, which can grasp only a few details at a time, and which understands only a part of the relations between these. We are creatures of time, and often fail to take into consideration the fact that God is not limited as we are. That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is all ‘present’ to His mind. It is an eternal ‘now.’ He is ‘the high and lofty One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy sight are but as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps. 90:4. Hence the events which we see coming to pass in time are only the events which He appointed and set before Him from eternity. Time is a property of the finite creation and is objective to God. He is above it and sees it, but is not conditioned by it. He is also independent of space, which is another property of the finite creation. Just as He sees at one glance a road leading from New York to San Francisco, while we see only a small portion of it as we pass over it, so He sees all events in history, past, present, and future at one glance. When we realize that the complete process of history is before Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all finite existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier doctrine” (= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat terbatas dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada satu saat, dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail itu. Kita adalah makhluk waktu, dan seringkali melupakan fakta bahwa Allah tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’, dan ‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu adalah ‘sekarang’ yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami kekekalan’ Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah milik / sifat dari ciptaan yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi tidak dikuasai / diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang merupakan milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama seperti Ia melihat dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco, sementara kita melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita melewatinya, demikian pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah, lampau, sekarang, dan yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada waktu kita menyadari bahwa proses lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai ‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang terbatas, doktrin Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44-45.
Catatan: Yes 57:15 dan Maz 90:4 di atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.

William G. T. Shedd: “For the Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All events thus being present to him are of course all of them certain events” (= Untuk pikiran ilahi, dalam kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran / pengertian dari makhluk kekal untuk mana tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang pasti) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 402.

3.   Penentuan dosa sejalan dengan doktrin-doktrin Reformed yang lain, seperti:
a.   Election / pemilihan (Ro 9:6-24  Ef 1:4,5,11  1Tes 5:9  2Tes 2:13  2Tim 1:9), karena manusia dipilih untuk diselamatkan dari dosa.
b.  Reprobation / penentuan binasa (Amsal 16:4  Yoh 17:12  Ro 9:13,17-18,21-22  1Pet 2:8  Yudas 4), yang jelas mensyaratkan penetapan dosa dalam kehidupan orang-orang yang ditentukan untuk binasa itu.
c. Infralapsarianisme maupun Supralapsarianisme, yang sama-sama percaya adanya penetapan dosa.

Jika saudara adalah orang yang mengaku sebagai orang Reformed, tetapi saudara tidak percaya bahwa Allah menetapkan dosa, maka renungkanlah hal-hal di atas ini! Ketidakpercayaan saudara akan penetapan dosa bertentangan dengan kepercayaan saudara terhadap doktrin-doktrin Reformed yang lain yang saya sebutkan di atas! Dan kalau doktrin-doktrin tersebut juga tidak saudara percayai, maka saudara jelas sama sekali bukan orang Reformed! Jadi, jangan berdusta / menipu orang dengan mengatakan bahwa saudara adalah orang Reformed!

4.   Dasar Alkitab.

a.   Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup ‘semuanya’.
Maz 139:16 - “... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”.
Dan 5:23 - “Tuanku meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa orang kepada tuanku, lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan para gundik tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku telah memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari tembaga, besi, kayu dan batu, yang tidak dapat melihat atau mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku muliakan Allah, yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan segala jalan tuanku.”.

b.   Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana Allah mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak berarti.

Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya.”.

Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa hal yang remeh / kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak berharga, atau rontoknya rambut kita, ternyata hanya bisa terjadi kalau itu sesuai dengan kehendak / Rencana Allah.

B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7)” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7)] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.

Calvin: “But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan [= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian diatur oleh rencana rahasia Allah] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.

Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command” (= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.

Bdk. Yer 14:22 - “Adakah yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan kami, yang membuat semuanya itu?”. Bandingkan juga dengan Ayub 28:25-26  37:6,10-13  Maz 68:10  Maz 147:8  Amos 4:7  9:5a,6b  Zakh 10:1.

Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata ‘jika Allah menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we do all confess that we be not able to stir one finger without his direction” (= kita semua mengakui bahwa kita tidak bisa menggerakkan satu jari tanpa pimpinanNya).

Kalau saudara merasa heran mengapa hal-hal yang kecil / remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah itu kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren), maka ingatlah bahwa:

(1) Kedaulatan yang mutlak dari Allah tidak memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil dan remehnya ada di luar Rencana Allah dan pelaksanaannya.
R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism” (= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme) - ‘Chosen By God’, hal 26-27.

(2)  Semua hal-hal di dunia / alam semesta ini berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hal kecil / remeh bisa menimbulkan hal yang besar!

R. C. Sproul: “For want of a nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for want of the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was lost; for want of the battle the war was lost” [= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu (kuda) hilang; karena kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang; karena kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena kekurangan seorang penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah); karena kekurangan sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah)] - ‘Chosen By God’, hal 155.

Jadi, melalui illustrasi ini terlihat dengan jelas bahwa sebuah paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata bisa menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas merupakan hal yang sangat besar! Karena itu jangan heran kalau hal-hal yang kecil / remeh juga ditetapkan / direncanakan oleh Allah.

c.  Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya seperti ‘kebetulan’ juga hanya bisa terjadi karena itu merupakan Rencana Allah. Saya hanya memberi satu contoh saja:

Kel 21:13 - Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari.”.

Yang dimaksud dengan ‘pembunuhan yang tidak disengaja’ itu dijelaskan / diberi contoh dalam Ul 19:4-5, yaitu orang yang pada waktu mengayunkan kapak, lalu mata kapaknya terlepas dan mengenai orang lain sehingga mati. Hal seperti ini kelihatannya ‘kebetulan’, tetapi toh Kel 21:13 itu mengatakan bahwa hal itu bisa terjadi karena ‘tangannya ditentukan Allah melakukan itu’. Jadi, jelas bahwa hal-hal yang kelihatannya kebetulan sekalipun hanya bisa terjadi kalau itu sesuai kehendak / Rencana Allah.

Calvin (tentang Kel 21:13): it must be remarked, that Moses declares that accidental homicide, as it is commonly called, does not happen by chance or accident, but according to the will of God, as if He himself led out the person, who is killed, to death. By whatever kind of death, therefore, men are taken away, it is certain that we live or die only at His pleasure; and surely, if not even a sparrow can fall to the ground except by His will, (Matthew 10:29,) it would be very absurd that men created in His image should be abandoned to the blind impulses of fortune. [= harus diperhatikan, bahwa Musa menyatakan bahwa pembunuhan yang bersifat kebetulan, seperti yang biasanya disebut, tidak terjadi oleh kebetulan, tetapi sesuai / menurut kehendak Allah, seakan-akan Ia sendiri membimbing orang, yang dibunuh / terbunuh, pada kematian. Karena itu, oleh jenis kematian apapun, orang-orang diambil, adalah pasti bahwa kita hidup dan mati hanya pada perkenanNya; dan pastilah, jika bahkan seekor burung pipit tidak bisa jatuh ke tanah kecuali oleh kehendakNya (Mat 10:29), adalah sangat menggelikan bahwa manusia yang diciptakan menurut gambarNya harus ditinggalkan pada perubahan nasib yang buta.].

d.   Ayat-ayat Alkitab yang menunjukkan bahwa Allah menentukan terjadinya dosa.

(1)  Rencana Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Pet 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:

(a)  Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, bisa-bisa penebusan dosa itu tidak terjadi.

(b)  Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.
Kis 2:23 - Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Charles Hodge: “The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained” (= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab) - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 544.

(2) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.

Edwin H. Palmer: “If sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal, determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then not only were these vast empires and their events outside God’s plan, but also all the little daily events of every non Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian are not perfect - even after he is born again and Christ is living in him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does he truly love his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the decree of God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and the significant - are removed from God’s plan. God’s power is reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His control” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 97,98.

(3)  Ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan adanya dosa dalam Rencana Allah:
(a) Daniel 11:36 - “Raja itu akan berbuat sekehendak hati; ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah. Juga terhadap Allah yang mengatasi segala allah ia akan mengucapkan kata-kata yang tak senonoh sama sekali, dan ia akan beruntung sampai akhir murka itu; sebab apa yang telah ditetapkan akan terjadi.”.
Ini menunjukkan bahwa dosa dari raja ini, dimana ia akan meninggikan dan membesarkan dirinya terhadap setiap allah, dan akan mengucapkan kata-kata tak senonoh terhadap Allah, sudah ditetapkan, dan karena itu pasti akan terjadi.
(b)  Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!’”.
Ayat ini menunjukkan bahwa pengkhianatan yang dilakukan oleh Yudas terhadap Yesus, yang jelas adalah suatu dosa, telah ditetapkan oleh Allah.
(c)  Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
(d)  Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.

Ayat-ayat di atas ini menunjukkan bahwa pembunuhan terhadap Kristus sudah ditentu­kan sejak semula. Perhatikan khususnya kata-kata ‘menurut maksud dan rencanaNya’ dalam Kis 2:23, dan juga kata ‘tentukan’ dalam Kis 4:28. Jelas ini bukan sekedar menunjuk pada foreknowledge (= pengetahuan lebih dulu) dari Allah, tetapi menunjuk pada foreordination (= penetapan lebih dulu) dari Allah.

Semua ini menunjukkan bahwa dalam membuat RencanaNya, Allah bukan hanya merencanakan / menetapkan garis besarnya saja, tetapi lengkap dengan semua detail-detailnya, sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya.

Loraine Boettner: “The Pelagian denies that God has a plan; the Arminian says that God has a general plan but not a specific plan; but the Calvinist says that God has a specific plan which embraces all events in all ages” (= Pelagian menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang specific; tetapi Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang specific yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 22-23.

B. B. Warfield: “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass” (= Sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah direncanakanNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta, cukup kecil / seksama untuk memperhatikan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi) - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.

Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception” (= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat dan orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan besar / indah) - ‘Systematic Theology’, vol II hal 313.

Saya berpendapat bagian yang saya garis-bawahi tersebut merupakan hal yang perlu dicamkan. Analoginya dalam dunia theologia adalah: bagi orang yang tidak mengerti theologia, semua merupakan kekacauan, atau semua terjadi begitu saja, atau secara kebetulan. Tetapi bagi mata seorang ahli theologia, segala sesuatu ditetapkan dan diatur oleh Allah.

Kalau ada yang ingin mempelajari tulisan saya yang lebih mendetail tentang hal ini, silahkan membaca dalam web kami. Ini alamat tentang tulisan ini:

Banyaknya pandangan / ajaran Pdt. Stephen Tong yang tidak Reformed ini menyebabkan saya beranggapan bahwa Pdt. Stephen Tong tidak seharusnya, dan tidak layak, menggunakan nama ‘Reformed’. Pdt. Andi Halim pernah mengatakan bahwa Pdt. Stephen Tong pernah berkata kalau alirannya bukan ‘Reformed’, tetapi ‘Reformed Injili’.
Terhadap hal ini saya menjawab:
1. Tak ada aliran namanya ‘Reformed Injili’. Memang dia mau buat aliran baru? Kalau memang aliran baru, jangan gunakan istilah ‘Reformed’ di dalamnya kecuali kalau alirannya dinamakan ‘semi-Reformed’!
2.  Dalam tulisan maupun khotbah, Pdt. Stephen Tong hanya sangat jarang gunakan istilah ‘Reformed Injili’. Yang sangat sering dia gunakan adalah ‘Reformed’! Jadi, ini merupakan suatu ketidak-konsistenan!



-bersambung-

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Your Affiliate Money Printing Machine is waiting -

    Plus, making money online using it is as easy as 1-2-3!

    This is how it works...

    STEP 1. Tell the system which affiliate products the system will advertise
    STEP 2. Add some PUSH button traffic (this ONLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the system grow your list and sell your affiliate products on it's own!

    Are you ready?

    Click here to check it out

    BalasHapus